keratitis numularis
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B.M
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa/Suku : Bugis
Alamat : Jln Sultan Alauddin 3
Tanggal Pemeriksaan : 26 September 2012
Dokter pemeriksa : dr. Hj. M
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri pada mata kanan
Anamnesis Terpimpin:
Dialami sejak ± 7 hari yang lalu sebelum ke BKMM akibat benda asing masuk mata
kanan(semut) dan pasien megucek matanya. Mata merah (+). Air mata berlebih (+), Nyeri (+),
kotoran mata berlebih (+), rasa mengganjal (+). Pasien sulit membuka kelopak
mata(+),silau(+) . Riwayat hipertensi (-), Riwayat DM (-), Riwayat memakai kaca mata (+)
ketika membaca, Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga(-)
1
III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
Foto klinis pasien
INSPEKSI
No Pemeriksaan OD OS1 Palpebra Edema (-) Edema(-)2 Apparatus
LakrimalisLakrimasi (+) Lakrimasi (-)
3 Silia Sekret (+) Sekret (-)4 Konjungtiva Hiperemis(+)inj
konjungtiva(+)inj perikornea(-)
Hiperemis (-),
5 Bola mata Normal normal6 Mekanisme muscular
ODSODOS
Kesegala arah kesegala arah
7 Kornea Keruh bagian sentral, fluorescent(-)
Jernih
8 Bilik mata depan Normal Normal
2
9 Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)10 Pupil Bulat, sentral, RC (+) Bulat, sentral, RC(+)11 Lensa Jernih JernihB. PALPASI
No Pemeriksaan OD OS1 Tensi okuler Tn Tn2 Nyeri tekan (-) (-)3 Massa tumor (-) (-)4 Glandula pre-aurikuler Tidak ada pembesaran Tdk ada pembesaran
C. TONOMETRI : Tidak dilakukan pemeriksaan
D. VISUS : VOD = 1/2/60
: VOS = 3/60
E. CAMPUS VISUAL: Tidak dilakukan pemeriksaan.
F. COLOR SENSE : Tidak dilakukan pemeriksaan.
G. LIGHT SENSE : Tidak dilakukan pemeriksaan.
H. PENYINARAN OBLIK :
No Pemeriksaan OD OS1 Konjungtiva Hiperemis(+)inj
konjungtiva(+)inj perikornea(-)
Hiperemis (-)
2 Kornea Keruh bagian sentral, fluorescent(-)Infiltrat berbentuk bulat seperti uang logam
jernih
3 Bilik Mata Depan Normal Normal
4 Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)5 Pupil Bulat, Sentral, RC (+) Bulat, Sentral, RC(+) 6 Lensa Jernih Jernih
3
I. DIAFANOSKOPI : Tidak dilakukan pemeriksaan
J. OFTALMOSKOP : Tidak dilakukan pemeriksaan
K. SLIT LAMP :
SLOD : Konjungtiva hiperemis (+), kornea keruh bagian sentral ukuran diameter + 3mm , BMD normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, RC (+)
SLOS : Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih , BMD normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, RC (+)
L. SEIDEL TES : Tidak dilakukan pemeriksaan
M. EFLOURESCENT: kornea (-)
N. LABORATORIUM
Darah Rutin :
WBC 11.47 x 103
RBC 4,85 x 106
HGB 14,6HCT 42,9 %PLT 201CT 7’00”BT 2’00”PT 11,2 control 11.7
INR 0,9APTT 21,2 control 23.7
Kimia Darah :
GDS 126Ureum 19
Kreatinin 0,8GOT 35GPT 65
HbsAg Negatif
4
IV. RESUME
Seorang laki-laki umur 45 tahun datang ke BKMM, dengan keluhan utama mata kanan terasa
nyeri yang dialami sejak ± 7 hari yang lalu sebelum ke BKMM akibat benda asing masuk
mata kanan(semut) dan pasien megucek matanya. Mata merah (+). Air mata berlebih (+),
Nyeri (+), kotoran mata berlebih (+), rasa mengganjal (+). Pasien sulit membuka kelopak
mata(+),silau(+) .
Pada pemeriksaan inspeksi, OD konjungtiva hiperemis (+), kornea keruh bagian
sentral, lakrimasi (+),BMD normal , iris coklat (kripte +), lensa jernih.
Pada pemeriksaan visus, VOD = 1/2/60, VOS= 3/60. SLOD : Konjungtiva hiperemis
(+), kornea keruh bagian sentral dengan infiltrate berbentuk seperti uang logam ukuran
diameter + 3mm ,efluorescent(-), BMD normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, RC (+)
V. DIAGNOSIS
OD Keratitis Numularis
VI. TERAPI
Obat tetes:
Vigamox 6x1tetes OD
Obat oral :
Ciprofloxacin 2x1 Metylprednisolon 3x1
5
VII. ANJURAN
Pemeriksaan laboratorium
VII. Diskusi
Dari anamnesis, pasien mengeluh adanya nyeri pada mata kanan akibat kemasukan
benda asing(semut). Nyeri bisa disebabkan oleh aktifasi mediator-mediator radang akibat
trauma, selain itu juga bisa disebabkan oleh trauma pada daerah kornea, dimana daerah ini
memiliki serabut saraf tidak bermielin (sensibilitas cabang pertama nervus trigimenus pada
kornea), sehingga sangat sensitif terhadap rangsangan.
Penglihatan pasien juga menjadi kabur setelah trauma. Pada pemeriksaan fisis
didapatkan VOD = 1/2/60. Penglihatan kabur ini bisa disebabkan oleh adanya gangguan
media refraksi. Kornea adalah salah satu media refrakta, adanya defek pada kornea membuat
pembiasaan cahaya tidak berjalan sempurna yang membuat sinar datang menjadi terhalang
sehingga membuat visus pasien menurun.
6
KERATITIS
A.PENDAHULUAN
Keratitis adalah infeksi kornea pada yang ditandai dengan timbulnya infiltrat pada
lapisan kornea, biasanya diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena, yaitu keratitis
superfisialis apabila mengenai lapisan epitel atau Bowman dan keratitis profunda atau
interstisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma ¹
Keratitis superfisial adalah radang kornea yang mengenai lapisan epitel dan membran
Bowman, keratitis dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Kornea merupakan alat
media refraksi penglihatan dan berperan besar dalam pembiasan cahaya diretina. Oleh karena
itu setiap kelainan pada kornea termasuk infeksi dapat menyebabkan terganggunya
penglihatan. Terganggunya penglihatan biasanya karena terjadi kekeruhan pada kornea akibat
keberadaan infiltrat pada lapisan kornea. Bakteri pada umumnya tidak dapat menyerang
kornea yang sehat, namun beberapa kondisi dapat menyebabkan infeksi bakteri terjadi.
Contohnya, luka atau trauma pada mata dapat menyebabkan kornea terinfeksi. Mata yang
sangat kering juga dapat menurunkan mekanisme pertahanan kornea.
Beberapa etiologi yang dapat meningkatkan kejadian terjadinya keratitis antara lain:
perawatan lensa kontak yang buruk, penggunaan lensa kontak yang berlebihan, trauma,
keracunan obat, infeksi jamur, bakteri, virus, alergi, defisiensi vitamin A, kekebalan tubuh
menurun karena penyakit yang Lain. Keratitis dapat menimbulkan gejala pada mata berupa
tajam penglihatan menurun, tanda radang pada kelopak mata, rasa nyeri, mata merah,
fotofobia, mata berair, sensasi benda asing didalam mata. ²
7
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab
kelainan ini menempati urutan kedua penyebab kebutaan.Kekeruhan kornea ini disebabkan
oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur dan virus. Dan bila terlambat di diagnosis
atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan
jaringan parut yang luas.
B. ANATOMI BOLA MATA
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian
depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk
dengan 2 kelengkungan yang berbeda.1
8
Gambar 1Gambar anatomi bola mata.
Dikutip dari kepustakaan no. 3
Kornea (latin cornum = seperti Tanduk) adalah selaput bening mata.² Kornea
transparan (jernih), bentuknya hampir sebagian lingkaran dengan diameter vertikal 10-11mm.
Dan horisontal 11-12mm, tebal0,6-1mm terdiri dari 5 lapis. Kemudian indeks bias 1,375
dengan kekutan pembiasan80%. Sifat kornea yang dapat ditembus cahaya ini disebabkan oleh
struktur kornea yang seragam, avaskuler dan diturgesens atau keadaan dehidrasi jaringan
kornea relatif yang dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh
fungsisawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel untuk mencegah
dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada
epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan sifat transparan hilang dan edema kornea,
sedangkan kerusakan epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat karena akan menghilang
seiring dengan regenerasi epitel1
Kornea dipersarafi oleh banyak serat saraf sensoris terutama saraf siliarislongus, saraf
nasosiliaris, Saraf Ke V saraf siliaris longus berjalan supra koroid, masuk kedalam stroma
kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi sampai kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi
dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus
terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan
mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel kornea
edema terjadi. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.
9
Kornea merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri
atas lapis: 1
1.Epitel: Bentuk epitel gepeng berlapis tanpa tanduk. Bersifat larut dalam lemak.
Ujung saraf kornea berakhir di epitel oleh karena itu pada kelainan epitel akan menyebabkan
gangguan sensibilatas korena dan rasa sakit dan mengganjal. Daya regenerasi cukup Besar,
perbaikan dalam beberapa hari tanpa membentuk jaringan parut. Tebalnya 50um, terdiri atas
sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel poligonal dan
10
Gambar Gambar lapisan kornea.
Dikutip dari kepustakaan no. 3
sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, sel muda ini terdorong ke depan menjadi
lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan
sel basal disampingnya dan sel poligonal didepannya melalui desmosom dan makulaokluden,
Ikatan ini menghambat pengaliran udara, elektrolit dan glukosa yang merupakan pembatas.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan
akan menjadi erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.1
2.Membrana Bowman terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Ia
mempertahankan bentuk kornea. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.Kerusakan akan
berakhir dengan terbentuknya jaringan parut.
3.Stroma : Lapisan yang paling tebal dari kornea. Bersifat larut dalam air. Terdiri atas
jaringan kolagen yang tersusun atas lamel-lamel, pada permukaan terlihat anyaman yang
teratur. Sedang dibagian perifer Ssrat kolagen bercabang. Stroma bersifat higroskopis yang
menarik udara, kadar air diatur oleh fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh sel epitel.
Gangguan dari susunan serat kornea terlihat keruh.Terbentuknya serat kolagen memakan
waktu lam. Kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea Yang
merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk
bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran tipis Descemet : Lapisan yang bersifat kenyal, kuat, tidak berstruktur dan
bening terletak di bawah stroma dan pelindung atau penghalang infeksi dan masuknya 11
pembuluh darah. Merupakan membran Selular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan. Sel endotel merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang
terus seumur hidup, mempunyai Tebal 40um.
5.Endotel : Satu lapis sel terpenting untuk mempertahankan kejernihan kornea,
mengatur cairan di dalam stroma kornea, tidak mempunyai daya regenerasi, pada kerusakan
bagian ini tidak akan lagi yang normal. Dapat rusak atau terganggu fungsinya akibat trauma
bedah, penyakit intra okuler dan usia lanjut. Berasal dari mesotalium, berlapis satu bentuk
heksagonal besar 20-40um. Endotel melekat pad amebran descemet melalui hemi desmosom
dan zonula okluden.1
C.PATOFISIOLOGI
Karena kornea avaskular, maka pertahanan sewaktu peradangan tidak dapat segera
datang. Maka badan kornea, sel-sel yang terdapat di dalam stroma segera bekerja sebagai
makrofag baru kemudian disusul oleh pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak
sebagi Injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrat, yang tampak sebagai bercak
bewarna kelabu, keruh, dan permukaan yang licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel
kornea dan timbul ulkus yang dapat menyebar ke permukaan dalam stroma. Pada peradangan
yang hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke iris dan badan siliar dengan melalui
membran descemet dan endotel kornea. Baru demikian iris dan Badan siliar meradang dan
timbullah kekeruhan dicairan COA, disusul dengan terbentuknya hipopion. Bila peradangan
terus mendalam, tetapi tidak mengenai membran descemet dapat timbul tonjolan membran
descement yang disebut mata lalat atau descementocele. Pada peradangan dipermukaan 12
kornea, penyembuhan dapat berlangsung tanpa pembentukan jaringan parut. Pada peradangan
yang lebih dalam, penyembuhan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut yang dapat
berupa nebula, makula, atau leukoma. Bila ulkusnya lebih mendalam Lagi dapat timbul
perforasi yang dapat mengakibatkan endoftalmitis, panoftalmitis, dan berakhir dengan ptisis
bulbi.
GEJALA UMUM
Keratitis dapat memberikan gejala mata merah, rasa silau, epiforia, nyeri, kelilipan,
dan penglihatan menjadi sedikit kabur. Jika penyebabnya adalah sinar ultraviolet, maka
gejala-gejala biasanya muncul lambat dan berlangsung selama 1-2 hari. Jika penyebabnya
adalah virus, maka kelenjar getah bening di depan telinga akan membengkak dan nyeri bila
ditekan. Gejala lain yang mungkin ditemukan adalah mata terasa perih, gatal dan
mengeluarkan kotoran.
KLASIFIKASI
Keratitis dapat dibagi menjadi :
a. Keratitis Subepitelial
Biasanya terjadi sekunder karena keratitis epitel, misalnya lesi numuler keratokonjungtivitis
epidemic yang disebabkan adenovirus 8 dan 19.
Contoh :
1. Keratitis Numular
2. Keratokonjungtivitis Epidemik
13
3. Keratitis Numular pada pemakaian contact lens
4. Kekeruhan numular pada Keratitis Zoster.
5. Kekeruhan numular pada keratitis sifilis congenital (keratitis interstitial)’8
b.Keratitis Epitel
Pada hampir semua kasus konjungtivitis, epitel kornea biasanya ikut terkena, lesi-lesi
epitel kornea ini dapat dilihat dengan fluorosensi bentuk dan lokasi dari lesi epitel ini
berbeda-beda dan mempunyai arti diagnostic yang sangat bernilai.
Misalnya pada :
1. Keratitis Stafilokokus
Erosi kecil kornea terutama di sepertiga kornea bawah.
2. Keratitis Herpes
Khas dendrite (bercabang) kadang-kadang bulat/lonjong dengan sembab dan
degenerasi kornea
3. Keratitis Adenovirus
Lesi difus lebih nyata didaerah pupil.
4. KPS (Keratitis Pungtata Superfisial)8
c.Keratitis Interstitial (IK)
Merupakan inflamasi nonsupuratif dari stroma kornea dengan infiltrasi dan
vaskularisasi tanpa mengenai epitel atau endotel secara primer. Umumnya karena
14
reaksi hipersensitifitas tipe IV terhadap infeksi mikroorganisme atau antigen lain di
stromakornea.
Penyebabnya antara lain :
o Bakteri: sifilis congenital, M.Tuberkulosis, M.Lepra, Rubella,
Limfogranuloma Venereum
o Virus : HSV I, HSV II, Variola, Vaccinia, Mumps, Rubella, Rubeol,
Influenza
o Protozoa
o Cacing
o Penyakit yang tidak diketahui seperti Hodgkin Disease dan Sarcoidosis, dan
lain-lain8
Klasifikasi kelainan kornea berdasarkan lokasi ini, dapat juga sebagai berikut :
Superfisial : mengenai epitel dan struma superficial. Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain adalah :
1. Keratitis punctata superfisialis. Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi virus antara lain virus herpes simpleks, herpes zoster dan vaksinia.
2. Keratitis flikten. Benjolan putih yang yang bermula di limbus tetapi mempunyai kecenderungan untuk menyerang kornea.
3. Keratitis sika. Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar lakrimale atau sel goblet yang berada di konjungtiva.
4. Keratitis lepra. Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf, disebut juga keratitis neuroparalitik.
15
5. Keratitis nummularis .Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multiple dan banyak didapatkan pada petani.
Interstisial : mengenai struma baik anterior atau posterior, local atau difus
Profunda : terutama mengenai Descemet dan endotel serta stroma profunda9
1. Keratitis superfisial nonulseratif
1.1 Keratitis Pungtata superfisial
Merupakan suatu peradangan akut, yang mengenai satu, kadang-kadang dua mata,
mulai dengan konjungitivitis kataral, disertai dengan infeksi dari traktusrespiratorius
bagian atas. Disusul dengan pembentukan infiltrat yang berupa titik-titik pada kedua
permukaan membran Bowman. Infiltrat tersebut dapat besar atau kecil dan dapat
timbul hingga berratus-ratus. Infiltrat ini di dapatkan di bagian superfisialdari stroma,
sedang epitel di atasnya tetap licin sehingga tes fluoresin (-) Oleh karena letaknya di
subepitelial. Penyebabnya adalah infeksi virus, bakteri, parasit,8
16
Gambar 4Gambar keratitis pungtata superfisial.
Dikutip dari kepustakaan no.4
1.2 Keratitis Numularis atau Keratitis Dimmer
Keratitis numularis bentuk keratitis dengan ditemukan infiltrat yang bundar berkelompok dengan inti jernih dan warna putih disekelilingnya berbatas tegas sehingga memberikan gambaran halo. Tes fluoresen (-). Bila sembuh akan menyebabkan sikatrik ringan
1.3 Keratitis Disiformis
Disebut juga sebagai keratitis sawah, karena merupakan peradangan kornea yang
banyak di negeri persawahan basah. Penyebabnya adalah virus yang berasal daris ayuran dan
binatang. Pada umumnya anamnesa ada riwayat trauma dari lumpur sawah. Pada mata tanda
radang tidak jelas, mungkin terdapat Injeksi silier. Apabila disertai dengan infeksi sekunder,
mungkin timbul tanda-tanda konjungtivitis. Pada kornea tampak infiltrat yang Bulat-Bulat, di
tengahnya lebih Padat bahasa di daripada tepi dan terletak subepitelial. Tes Fluoresin (-).
17
Gambar 5Gambar keratitis Numularis
Dikutip dari kepustakaan no.4
Terletak terutama dibagian tengah kornea.Umumnya menyerang orang-orang berumur 15-30
tahun1
2.Keratitis Superfisial Ulseratif
2.1 Keratokonjungtivitis Flikten
Gambar 7. Keratokonjungtivitis flikten
(Sumber: dikutip dari kepustakaan 6)
Merupakan radang kornea dan konjungtiva akibat dari reaksi imun yang mungkin sel
mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen. Pada mata terdapat flikten yaitu
18
Gambar 6Gambar keratitis Disiformis
Dikutip dari kepustakaan no.5
berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan yang terdapat pada lapisan superfisial
kornea dan menonjol di atas permukaan kornea. 2,5
Bentuk keratitis dengan gambaran bermacam-macam, dengan ditemukannya infiltrat
dan neovaskularisasi pada kornea. Gambaran karakteristiknya adalah dengan terbentuknya
papul dan pustula pada kornea ataupun konjungtiva. Pada mata terdapat flikten pada kornea
berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan, dengan atau tanpa neovaskularisasi
yang menuju kearah benjolan tersebut. Biasanya bersifat bilateral yang dimulai dari daerah
limbus.
Pada gambaran klinis akan terlihat suatu keadaan sebagai hiperemia konjungtiva,
kurangnya air mata, menebalnya epitel kornea, perasaan panas disertai gatal dan tajam
penglihatan yang berkurang. Pada limbus di dapatkan benjolan putih kemerahan dikelilingi
daerah konjungtiva yang hyperemia. Bila terjadi penyembuhan akan terjadi jaringan parut
dengan noevaskularisasi pada kornea.
Pada anak-anak keratitis flikten disertai gizi buruk dapat berkembang menjadi tukak
kornea karena infeksi sekunder. Tukak flikten sering ditemukan berbentuk sebagai benjolan
abu-abu, yang pada kornea terlihat sebagai:
- Ulkus fasikular, berbentuk ulkus yang menjalar melintas kornea dengan pembuluh
darah jelas dibelakangnya.
- Flikten multipel di sekitar limbus
- Ulkus cincin, yang merupakan gabungan ulkus.
19
2.3 Keratitis Herpetika
Keratitis herpes simpleks merupakan radang kornea yang disebabkan oleh infeksi
virus herpes simpleks tipe 1 maupun tipe 2. Kelainan mata akibat infeksi herpes simpleks
dapat bersifat primer dan kambuhan. lnfeksi primer ditandai oleh adanya demam, malaise,
limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis folikutans, bleparitis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis
epitelial. Kebanyakan kasus bersifat unilateral, walaupun dapat terjadi bilateral khususnya
pada pasien-pasien atopi.
Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi epitel,
berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus diwaspadai
terhadap keratitis lain yang juga disertai hipestesi kornea, misalnya pada: herpes zoster
oftalmikus, keratitis akibat pemaparan dan mata kering, pengguna lensa kontak, keratopati
bulosa, dan keratitis kronik. Gejala spesifik pada keratitis herpes simpleks ringan adalah tidak
adanya fotofobia.
Infeksi herpes simpleks laten terjadi setelah 2-3 minggu paska infeksi primer dengan
mekanisme yang tidak jelas. Virus menjadi inaktif dalam neuron sensorik atau ganglion
otonom. Dalam hal ini ganglion servikalis superior, ganglion nervus trigeminus, dan ganglion
siliaris berperan sebagai penyimpan virus. Namun akhir-akhir ini dibuktikan bahwa jaringan
kornea sendiri berperan sebagai tempat berlindung virus herpes simpleks2.
20
Gambar 8. Keratitis dendritik
(sumber : dikutip dari kepustakaan 8)
Keratitis superfisial dapat berupa pungtata, dendritik, dan geografik. Keratitis
dendritika merupakan proses kelanjutan dari keratitis pungtata yang diakibatkan oleh
perbanyakan virus dan menyebar sambil menimbulkañ kematian sel serta membentuk defek
dengan gambaran bercabang. Keratitis dendritika dapat berkembang menjadi keratitis
geografika, hal ini terjadi akibat bentukan ulkus bercabang yang melebar dan bentuknya
menjadi ovoid. Dengan demikian gambaran ulkus menjadi seperti peta geografi dengan kaki
cabang mengelilingi ulkus.
21
Keratitis herpes simpleks bentuk dendrit harus dibedakan dengan keratitis herpes zoster, pada
herpes zoster bukan suatu ulserasi tetapi suatu hipertropi epitel yang dikelilingi mucus
plaques; selain itu, bentuk dendriform lebih kecil.
Keratitis epitelial dapat berkembang menjadi ulkus metaherpetik, dalam hal ini terjadi
perobekan membrana basalis. Ulkus metaherpetik bersifat steril, deepitelisasi meluas sampai
stroma. Ulkus ini berbentuk bulat atau lonjong dengan ukuran beberapa milimeter dan bersifat
tunggal. Pada kasus ini dapat dijumpai adanya edema stroma yang berat disertai lipatan
membrana descemet. Reaksi iritasi konjungtiva bersifat ringan akibat adanya hipestesia.
Reflek lakrimasi berkurang, sehingga produksi tear film menjadi relatif tidak cukup. Ulkus
metaherpetik dapat menetap dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan. Untuk
penyembuhannya memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 minggu.
Klasifikasi Diagnosis:
Hogan dkk. (1964) membuat klasifikasi diagnosis keratitis herpes simpleks sebagai berikut:
1. Superfisial, dibedakan atas bentuk dendritika, dendritika dan stroma, geografika.
2. Profunda, dibedakan atas stroma dan disciform, stroma dan penyembuhan, stroma dan
ulserasi.
3. Uveitis, dibedakan atas kerato uveitis dan uveitis; dalam hal ini keratouveitis
dibedakan atas bentuk ulserasi dan non ulserasi.
Klasifikasi tersebut ternyata kurang sempurna, karena bentuk keratitis pungtata yang
merupakan awal keratitis dendnitik tidak dimasukkan. Selain itu, pada beberapa kasus yang
berat ternyata dijumpai glaukoma sekunder yang diakibatkan oleh radang jaringan
trabekulum.8
22
Untuk membuat diagnosis, sekarang ini dianut kiasifikasi yang dibuat oleh Pavan-
Langston (1983) sebagai berikut:
1. Ulserasi epitelial, dibedakan atas bentuk pungtata, dendritika,
dendrogeografika, geografika.
2. Ulserasi trophik atau meta herpetika.
3. Stroma, dibedakan atas bentuk keratitis disciform, keratitis interstitialis.
4. Uveitis anterior dan trabekulitis.8
Klasifikasi menurut Pavan-Langston inipun belum sempurna, mengingat sangat jarang
ditemukan kasus uveitis anterior maupun trabekulitis yang berdiri sendiri tanpa melibatkan
adanya keratitis.
2.4 Keratokonjungtivitis Sika
Gambar 9. Keratokonjungtivitis sika
(sumber : dikutip dari kepustakaan 6)
23
Keratokonjungtivitis sika adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan
konjungtiva. Kelainan ini terjadi pada penyakit yang mengakibatkan :
1. Defisiensi komponen lemak air mata. Misalnya: blefaritis menahun, distikiasis dan
akibat pembedahan kelopak mata.
2. Defisiensi kelenjar air mata: sindrom Sjogren, sindrom Riley Day, alakrimia
congenital, aplasi congenital saraf trigeminus, sarkoidosis limfoma kelenjar air mata,
obat-obat diuretik kimia, atropin dan usia tua.
3. Defisiensi komponen musin: benign ocular pemphigoid, defisiensi vitamin A, trauma
kimia, sindrom Stevens Johnson, penyakit-penyakit yang mengakibatkan cacatnya
konjungtiva.
4. Akibat penguapan yang berlebihan seperti pada keratitis neroparalitik, hidup di gurun
pasir, keratitis lagoftalmus.
5. Karena parut pada kornea atau menghilangnya mikrovili kornea.
Pada keratokonjungtivitis sika terdapat rasa gatal pada mata. Pada mata didapatkan sekresi
mukus yang berlebihan. Sukar menggerakkan kelopak mata. Mata kering karena dengan erosi
kornea.
Pada pemeriksaan lama celah didapatkan miniskus air mata pada tepi kelopak mata bawah
hilang, edema konjungtiva bulbi, filamen (benang-benang) melekat di kornea.1
24
2.5 Rosasea Keratitis
Gambar 10. Keratitis rosasea
(sumber : dikutip dari kepustakaan 7)
Didapat pada orang yang menderita akne rosasea, yaitu penyakit dengan kemerahan
dikulit, disertai akne diatasnya, yang merupakan komplikasi dari akne rosasea dan lebih
sering terjadi pada orang dengan kulit putih. Hiperemi yang terjadi berlangsung beberapa
lama dan diikuti dengan dilatasi pembuluh darah kecil yang tetap, terutama di daerah hidung.
Bagian dalam dari kulit menebal, terutama di daerah hidung. Hipertrofi kulit hidung
menimbulkan lipatan yang disebut rinofima. Penyakit ini timbul pada dewasa muda dan
hilang pada usia lanjut. Penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, namun mungkin ada
hubungan dengan makanan, kelainan pencernaan, kebanyakan alkohol, dan gastric achlorida.
25
Lebih dari 50% menunjukkan blefaritis, konjungtivitis, yang mungkin disebabkan
oleh infeksi sekunder, dengan stafilokok. Dapat terjadi kerusakan kornea apabila akne
mengenai kornea. Pada pemeriksaan mikroskopik, perifer kornea dapat mengalami ulserasi
dan vaskularisasi, dan keratitis memiliki dasar yang sempit pada daerah limbus dan infiltrat
yang luas pada bagian sentral.4
Penyakit rosasea adalah penyakit yang menahun dan sering menimbulkan
kekambuhan serta memberikan respon yang jelek terhadap pengobatan. Pada setiap serangan
penglihatan bertambah buruk.
26
Penatalaksanaan
Keratitis superfisial nonulseratif
1.Keratitis Pungtata superfisial :Pengobatan yang dapat diberikan Pada keratitis pungtata
superfisial adalah pengobatan lokal, yaitu salep antibiotik atau sulfa untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder, dapat ikombinasi dengan kortikosteroid
2.Keratitis Numularis atau Keratitis Dimmer
Tidak ada pengobatan yang spesifik terhadap penyakit ini. Obat-obatan hanya
diberikan untuk mencegah infeksi sekunder. Untuk terapi lokal diberikan salep antibiotika
yang dapat dikombinasi dengan kortikosteroid .
3 Keratitis Disiformis
Untuk keratitis Disiformis dapat diberikan salep mata antibiotik yang dapat dikombinasikan
dengan kortikosteroid. Pada keratitis ini, biasanya perjalanan penyakit lama hingga berbulan-
bulan.
Keratitis Superfisial Ulseratif
Keratitis Pungtata Superfisial Ulserativa
Salep antibiotika atau sulfa yang sesuai dengan kumannya yang didapatkan atau
memakai obat antibiotika yang berspektrum luas.
27
Keratokonjungtivitis Flikten
Pengobatan keratokonjungtivitis flikten adalah dengan memberi steroid lokal maupun
sistemik. Flikten kornea dapat menghilang tanpa bekas namun apabila telah terjadi ulkus
akibat infeksi sekunder dapat terjadi parut kornea. Dalam keadaan yang berat dapat terjadi
perforasi kornea.
Keratitis Herpetika
Pengobatan kadang-kadang tidak diperlukan karena dapat sembuh spontan atau dapat
sembuh dengan melakukan debridement. Dapat juga dengan memberikan obat antivirus
topikal dan antibiotika topikal. Antivirus seperti IDU 0.1% diberikan setiap 1 jam atau
asiklovir.
Sebagian besar para pakar menganjurkan melakukan debridement sebelumnya.
Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga
untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga antiviral lebih mudah menembus. Dalam hal
ini juga untuk mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang sering mengikuti keratitis
dendritik. Diharapkan debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epithelial
sehingga reaksi radang akan cepat berkurang.
Keratokonjungtivitis Sika
Pengobatan harus langsung bertujuan untuk mempertahankan lapisan air mata dengan
menggantinya dengan air mata buatan. Pada keratokonjungtivitis yang berhubungan dengan
28
Sjogren sindrom pemberian kortikosteroid dosis rendah dan topikal siklosporin menunjukkan
keefektifan.
Pengobatan juga tergantung dari penyebabnya:
a. Pemberian air mata tiruan bila yang kurang adalah komponen air mata
b. Pemberian lensa kontak apabila komponen mukus yang berkurang
c. Penutupan pungtum lakrimal bila terjadi penguapan yang berlebihan
Rosasea Keratitis
Pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari makan makanan pedas dan panas
serta minuman beralkohol yang dapat menyebabkan dilatasi dari pembuluh darah di wajah.
Adanya infeksi stafilokokus harus diobati dengan oral tetrasiklin atau doksisiklin. Dosis
maintenen dapat diadministrasikan untuk mengontrol penyakit ini1.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. ILyas S. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit
Mata edisi 3; 2004. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal ; 149
2. Zorab R A, Straus H,Dondrea, et.al. Fundamental and Principles of Ophtalmology.
Section 2. International ophtalmology american academy of ophtalmology. The Eye
M.D;2008-2009. p.43
3. Vaughan & (2008) Asbury General Ophthalmology, edisi ke-17, United Statesof
America:. McGraw-Hill
4. http//optometricarticle.com
5. http//Sarawakeyecare.com/atlasofopthalmology/anteriorsegment/.htm
6. http://www.nyee.edu/digitalatlas.html
7. http://odlarmed.com/?p=3709
8. Khurana AK. ComprehensiveOpthamology.Disease of Cornea.Chapter 5,2007
9. Lang G.Infectious Keratitis dalam Opthamology.A textbook Atlas.2nd Edition 2006.
30