kertas dari bagasse

20
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulp merupakan bahan baku utama dalam pembuatan kertas. Oleh sebab itu perkembangan kertas dan perkembangan pulp tidak dapat dipisahkan. Dan kebutuhan akan kertas pada suatu negara dapat digunakan sebagai indeks kemajuannya. Mengingat kertas merupakan salah satu alat yang sangat penting dalam proses perkembangan pendidikan. Semakin tinggi angka kebutuhan kertas suatu negara maka semakin tinggi tingkat pendidikan negara tersebut yang kemudian mengarah pada kualitas sumber daya manusianya yang pada akhirnya mengarah pada indikasi kemajuan suatu negara. Di Indonesia produksi kertas mangalami peningkatan yang cukup pesat dari tahun ke tahun. Peningkatan kebutuhan kertas akan menyebabkan peningkatan kebutuhan pulp. Indonesia sendiri masih harus mengimport pulp untuk memenuhi kebutuhannya (Data Import Badan Pusat Statistik Indonesia, 2006-2010). Oleh karena itu perlu didirikan industri pulp yang dapat mensuplai kebutuhan pulp di Indonesia. Kebijakan soft landing Departemen Kehutanan di antaranya adalah mengurangi peranan hutan alam produksi sebagai pemasok kayu bahan baku serpih (BBS) untuk pulp dan kertas, dan secara berangsur-angsur diganti oleh hutan tanaman industri (HTI) kayu

Upload: rizal-ghokiel

Post on 03-Jan-2016

146 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

buat kertas

TRANSCRIPT

Page 1: Kertas Dari Bagasse

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pulp merupakan bahan baku utama dalam pembuatan kertas. Oleh sebab itu

perkembangan kertas dan perkembangan pulp tidak dapat dipisahkan. Dan kebutuhan akan kertas

pada suatu negara dapat digunakan sebagai indeks kemajuannya. Mengingat kertas merupakan

salah satu alat yang sangat penting dalam proses perkembangan pendidikan. Semakin tinggi

angka kebutuhan kertas suatu negara maka semakin tinggi tingkat pendidikan negara tersebut

yang kemudian mengarah pada kualitas sumber daya manusianya yang pada akhirnya mengarah

pada indikasi kemajuan suatu negara.

Di Indonesia produksi kertas mangalami peningkatan yang cukup pesat dari tahun ke

tahun. Peningkatan kebutuhan kertas akan menyebabkan peningkatan kebutuhan pulp. Indonesia

sendiri masih harus mengimport pulp untuk memenuhi kebutuhannya (Data Import Badan Pusat

Statistik Indonesia, 2006-2010). Oleh karena itu perlu didirikan industri pulp yang dapat

mensuplai kebutuhan pulp di Indonesia.

Kebijakan soft landing Departemen Kehutanan di antaranya adalah mengurangi peranan

hutan alam produksi sebagai pemasok kayu bahan baku serpih (BBS) untuk pulp dan kertas, dan

secara berangsur-angsur diganti oleh hutan tanaman industri (HTI) kayu pulp. Pada tahun 2005,

kemampuan pasokan kayu untuk BBS dalam negeri dari hutan alam dan HTI mencapai berturut-

turut 10,1-11,3 juta m3/tahun dan 8,3-8,7 juta m3/tahun, sedangkan keseluruhan kebutuhan kayu

untuk BBS adalah 23-25 juta m3/tahun sehingga terjadi kekurangan bahan baku BBS untuk

industri pengolahan pulp/kertas sebesar 4,6-5,0 juta m3/tahun (BPS 2005) Di lain pihak,

kebutuhan bahan baku BBS akan cenderung semakin meningkat di masa mendatang (BPS,

2009). Untuk HTI pulp, Departemen Kehutanan mentargetkan penanamannya sampai tahun 2009

mencapai 3,9 juta ha, di mana realisasinya hingga 2004 baru mencapai 1,65 juta ha (BPS, 2005).

Selanjutnya dengan memperhatikan luas hutan alam produksi yang rusak di mana dewasa ini

kerusakan tersebut mencapai 44 juta ha, dengan demikian HTI menjadi harapan diunggulkan

Page 2: Kertas Dari Bagasse

menggantikan hutan alam produksi guna mencukupi kebutuhan kayu BBS sebagai bahan baku

industri pulp/kertas saat ini dan di masa mendatang.

Keuntungan HTI antara lain kayu/pohon yang ditanam memiliki daur tebang lebih

pendek (sekitar 7–8 tahun) sehingga cepat dipanen; jenis yang ditanam disesuaikan dengan

karakteristik pulp/kertas; dan penanganan bahan baku lebih mudah karena jenisnya monokultur

sehingga biaya produksi kayu pulp yang lebih murah. Jenis HTI yang telah ditanam untuk

produksi pulp/kertas antara lain Acacia mangium, Eucalyptus grandis, E. urrophylla, E. saligna,

E. urrophylla, E. pellita, Gmelina arborea, meranti, dan sungkai (BPS, 2005). Walaupun

beberapa jenis kayu HTI telah dimanfaatkan untuk pulp/kertas, pertanyaan yang timbul apakah

daur teknis yang diterapkan untuk memanen jenis HTI tersebut sudah optimal atau belum.

Daur teknis optimal berguna untuk memberikan informasi pada umur berapa pohon bisa

menghasilkan volume kayu secara maksimal dan secara bersamaan menghasilkan pulp/kertas

bermutu tinggi. Umur dapat mempengaruhi kecepatan pembentukan sel-sel baru, penebalan

dinding sel (termasuk serat), sifat pertumbuhan seperti tinggi dan diameter pohon, dan sekaligus

akhirnya volume kayu dan tiap pertumbuhan (Gintings, 1990; dan Sinnott dan Wilson, 1955).

Daur teknis jenis pohon tertentu, bila dikaitkan dengan pengolahan kayunya untuk pulp/ kertas,

adalah masa tebang di mana kayunya bila diolah menjadi pulp/kertas diharapkan memberikan

sifat pengolahan dan mutu produk terbaik pula. Sifat dasar kayu umumnya spesifik. Pada jenis

pohon sama tetapi pada lokasi tempat tumbuh yang berbeda dan pada umur pohon berbeda bisa

juga mengakibatkan perbedaan sifat dasar kayu (Haygreen dan Bowyer, 1989; Hoadley, 1990).

Secara ideal yang dikehendaki adalah diperoleh daur teknis optimal sama dengan daur

fisik. Kenyataannya, hal tersebut jarang terjadi secara bersamaan. Oleh sebab itu dalam

penentuan daur teknis optimal jenis pohon tertentu (termasuk jenis HTI pulp), perlu

memperhitungkan daur fisik. Di samping daur fisik, faktor eksploitasi juga harus dilibatkan.

Faktor ekploitasi berguna untuk menentukan target produksi pemanenan hutan. Faktor tersebut

merupakan nilai perbandingan antara volume kayu aktual yang bisa dimanfaatkan dengan

potensi volume kayu yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Dengan demikian faktor ekploitasi

memegang peranan penting dalam pengelolaan hutan tanaman karena faktor tersebut digunakan

sebagai dasar untuk menentukan target produksi kayu,termasuk BBS. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kegiatan pemanenan hutan dan sekaligus mempengaruhi nilai faktor eksploitasi

Page 3: Kertas Dari Bagasse

antara lain lokasi geografis, iklim, kondisi medan, keadaan tegakan, dan industri yang dimiliki.

Sampai saat ini publikasi besarnya nilai faktor eksploitasi hutan tanaman masih sangat terbatas

bahkan dapat dikatakan belum ada. Terkait dengan segala uraian tersebut, telah dilakukan kajian

kegiatan “Penentuan Daur Teknis Optimal dan Faktor Ekspolitasi Kayu HTI jenis Eucalyptus

hybrid untuk Bahan Baku Pulp Ditinjau dari Sifat Dasar Kayu, Sifat Pengolahan Pulp, dan Sifat

Produk Pulp/Kertas”, dan rincian hasilnya disajikan dalam tulisan ini. Itulah sebabnya, produksi

pulp yang berbahan baku non-kayu mulai digalakkan.

Alasan pemilihan bagasse sebagai bahan baku karena bagasse mengandung serat

selulosa yang dapat dibuat pulp dan dapat di panen secara periodik setiap tahun . Potensi bagase

di Indonesia cukup besar. Menurut data statistik Indonesia tahun 2002, luas tanaman tebu di

Inonesia sebesar 395.399,44 ha, yang tersebar di Pulau Sumatera seluas 99.383,8 ha, Pulai Jawa

seluas 265.671,82 ha, Pulau Kalimantan seluas 13.970,42 ha, dan Pulau Sulawesi seluas 16.373,4

ha. Diperkirakan setiap ha tanaman tebu mampu menghasilkan100 ton bagasse. Maka potensi

bagasse nasional yang dapat tersedia dari total luas tanaman tebu mencapai 39.539.944 ton per

tahun.

Proses pembuatan pulp menurut bahan kimia yang digunakan dalam proses

pemasakannya ada 4 macam. Yaitu : proses sulfit, proses sulfat, proses soda dan proses soda

antrakinon. Dipilih proses sulfat karena waktu pemasakannya lebih singkat, kualitas fiber

terutama kekuatannya paling unggul sehingga lebih banyak digunakan. Limbahnya dapat

ditangani karena bahan kimianya dapat direcycle dan diregenerasi. Yieldnya lebih tinggi. Bahan

bakunya paling mudah dipenuhi.

I.2 Sejarah Perkembangan Industri Pulp dan Kertas

Pada mulanya manusia membuat catatan dengan mengukir di atas batu, kemudian kulit

kayu, gading, tulang, lilin, dan tanah liat. Antara 2500-2000 SM, di Mesir orang mulai menulis

di atas daun Papyrus.

Pembuatan kertas secara nyata ditemukan di China tahun 150 M. Pada tahun 1799 M

orang Prancis bernama Louis Robert menemukan cara pembuatan kertas dengan ban berjalan.

Orang prancis ini menjual penemuannya pada M. Didot dan John Gamble, yang

Page 4: Kertas Dari Bagasse

menyempurnakan penemuannya tersebut dan kemudian menjualnya pada Fourdrinier bersaudara

pada 1804. Mesin ini sekarang dikenal dengan mesin Fourdrinier.

Pada tahun 1841 kellel dan Saxony, menemukan proses mekanik pembuatan pulp dari

kayu. Pada 1853-1854 proses soda ditemukan oleh Watt dan Burgess. Pada 1866-1867 kimiawan

Amerika, Tilghman mematenkan proses sulfit. Walaupun komersialisasi proses sulfit dilakukan

oleh Tilghman tapi pembuatannya dilakukan oleh C.D. Ekman di Swedia pada tahun 1874.

Proses sulfat atau proses Kraft dikembangkan oleh C.F. Dahl pada 1879 di Danzig. Pada 1908

proses sulfat dikenalkan di Amerika. Saat ini produksi pulp dibagi menjadi : 48% proses

mekanik, 40% proses sulfit dan 12% proses soda.

Pulp merupakan bahan baku untuk produksi kertas, karton dan produk – produk lain yang

sejenis. Dalam bentuk murni, pulp merupakan sumber selulosa bagi industri rayon, selulosa ester

dan produk turunan selulosa lain.

Pulp dalam industri kertas dapat digunakan sebagai bahan baku kertas cetak, kertas koran, kertas

tisu dan kertas bungkus.

I.3 Bahan Baku

I.3.1. Bagasse

Bagase adalah hasil samping industri gula yang merupakan residu berserat dari tanaman

tebu (Saccharum officinarum) setalah dilakukan ekstraksi dan pengempaan (Casey, 1960).

Menurut Baskoro (1986) bagase mempunyai komposisi yang hampir sama dengan komposisi

kimia kayu daun lebar, kecuali kadar airnya. Misra (1980 dalam Baskoro, 1986) menyebutkan

bahwa bagase terdiri dari tiga komponen, yaitu: (1) kulit (rind) yang meliputi epidermis, kortek,

dan perisikel, (2) ikatan serat pembuluh, (3) jaringan dasar (parenkim) atau pith dengan ikatan

yang tersebar tidak teratur. Ampas tebu merupakan limbah lignoselulosa yang dihasilkan oleh

pabrik gula setelah tebu diambil niranya.

Komponen utama ampas tebu antara lain fiber (serat) sekitar 43 – 52 %, air 46 – 52 %,

dan padatan terlarut 2 – 3 %. Syarat bahan baku yang dapat dijadikan pulp dan kertas adalah

bahan baku yang mempunyai serat yang panjang, luas dengan kadar hemiselulosa tinggi dan

ampas tebu memiliki syarat tersebut

Page 5: Kertas Dari Bagasse

Berdasarkan penelitian tentang dimensi serat, bagase yang dipakai untuk bahan baku pulp

dan kertas oleh PT Kertas Leces, Probolinggo, rata-rata memiliki panjang serat 1,43 mm,

diameter 10,33 nm, tebal dinding serat 0,68 nm, diameter lumen 8,51 nm, dan nisbah serat

dengan diameter serat 138,43 (Baskoro,1986).

Batang tebu tersusun atas 2 sel utama yaitu :

1. Bagian berserat, tersusun dari kulit berserabut panjang & berdinding tebal serta

fibrovascular. Bagian ini menyebabkan suatu batang tebu tampak utuh dan padat,

terletak di bagian kulit batang.

2. Bagian yang tak berserat/pith, berasal dari dinding sel tipis yang merupakan dasar

dari anyaman – anyaman / parenchym tangkai. Bagian ini menyimpan juice dalam

tebu.

Kedua bagian ini saling terikat erat, tidak dapat dipisahkan secara sempurna. Kandungan

pith (Cane Sugar Handbook 12th ed) adalah 20% berat dari bagasse yang terdiri dari sel-sel

perenkim, jika tidak dihiangkan maka kan menyerap larutan pemasak kimia dan tidak diharapkan

untuk kertas.

Perbedaan dari kedua fraksi tersebut yaitu kulit yang bersert dan fibrovascular dengan

pith adalah pada sifat fisiknya dan pada keadaan waktu mengalami proses pulping. Berdasarkan

sifatnya, pith sukar untuk dibuat kertas, maka jika pith sampai terdapat dalam pulp akan

menurunkan rate pengaliran dan kekuatan kertas yang dihasilkan, bahkan lebih dari itu pith akan

menyebabkan luas permukaan menjadi lebih besar sehingga bahan kimia yang dibutuhkan pada

proses pulping bertambah. Dengan alasan ini maka kandungan pith diusahakan hilang sebelum

proses pulping. Selain itu pith mengandung abu lebih banyak dan lebih sedikit α-selulosa –

fibernya, efeknya dalam sugar mill dan saat disimpan sampai ke pulp mill adalah :

1. Efek penghancuran (crushing) dalam sugar mill :

Dalam sel-sel pith terdapat juice, maka ketika di crusher sel tersebut akan rusak,

maka di dalam batang tebu yang tidak mengandung juice tidak akan mengalami

kerusakan seberat pada pith.

2. Efek pada proses penyimpanan

Page 6: Kertas Dari Bagasse

Setelah keluar dari pabrik gula biasanya ampas tebu mengandung juice antara 3-5%

dan kandungan moisture 49% (Cane Sugar Handbook 12th ed). Proses yang biasa

terjadi pada bagasse selama penyimpanan adalah :

a. Perubahan kimiawi disebabkan oleh serangan bakteri atau fungi

b. Proses Bio-chemical karena sistem gula yang ada dalam batang tersebut

mengalami proses fermentasi alkohol dan kemudian dioksidasi menjadi asam

organik.

Kedua hal di atas menyebabkan serat rusak. Reaksi berjalan sampai kandungan moisture bagasse

berkurang sampai pada suatu level dimana reaksi dapat berhenti.

Morfologi atau sifat fisik bagasse ditabelkan sebagai berikut :

Tabel I.3.1. Morfologi Serat Bagasse

content % by weight % cell type distribution

True Fibers 55 35

Vessel Segments 20 17

Pith 50 35

Other Nonfibrous, etc 5 13

TOTAL 100 100

(Cane Sugar Handbook 12th ed)

Tabel I.3.2. Analysis Bagasse

Proximate Analysis Ultimate Analysis

Fixed Carbon 7,0 % by weight Carbon 23,7 % by weight

Volatile 42,5 Hydrogen 3,0

Moisture 49 Oxygen 22,8

Ash 1,5 Moisture 49,0

Ash 1,5

(Cane Sugar Handbook 12th ed)

Page 7: Kertas Dari Bagasse

I.3.2. NaOH

Adapun beberapa sifat dari Natrium Hidroksida (Perry & Green, 1999) yaitu :

Berat Molekul : 40 gr/mol

Densitas : 1040 kg/m3

Titik lebur : 318,4C

Titik Didih : 1390C

Kelarutan dalam air : 111 g/100 ml (20C)

Berupa Kristal putih

Berbau

Tidak larut dalam air

Dalam larutan bersifat Alkali

I.3.3. Na2S

Adapun beberapa sifat dari Natrium Sulfida (Perry & Green, 1999) yaitu :

Berat Molekul : 78,04 gr/mol

Warna : Pink

Spesifik Grafity : 1,856

Kelarutan dalam air : - Air dingin (10C) : 15,4

- Air panas (90C) : 57,3 Padatan kuning merah

Bersifat korosif

Tidak berbau

Titik didih : 216 oF

Titik leleh : 25 oF

Page 8: Kertas Dari Bagasse

PH : 14

I.4 Produk

Pulp merupakan serat – serat yang dapat dibuat dari kayu atau material lignoselulosa

lain yang telah diolah secara fisik dan atau kimiawi dan dpat didispersikan ke dalam air dan

dapat dibentuk menjadi suatu jaringan. (Biermann J. Christopher, 1996)

Komponen penyusun utama dari pulp adalah selulosa. Komponen penyusun lainnya

adalah hemiselulosa dan lignin.

Rumus molekul selulosa adalah (C6H10O5)n. Selulosa mempunyai berat molekul yang

tinggi dan disusun oleh rantai kimia panjang. Hidrolisa, oksidasi dan perusakan oleh fotokimia

atau oleh setiap gaya mekanik dapat memutuskan ikatan rantai dan mengurangi berat molekul.

Selulosa menurut jenisnya dapat dibagi menjadi :

α-selulosa, yaitu selulosa yang tidak larut dalam larutan 17,5% NaOH pada suhu 200C.

β-selulosa, yaitu selulosa yang larut dalam 17,5% NaOH dan dapat diendapkan setelah

larutannya dinetralkan pada suhu 15 – 35 0C.

γ-selulosa, yaitu selulosa yang larut dalam larutan 17,5% NaOH tapi tidak dapat

diendapkan pada suhu 15 – 30 0C.

α-selulosa sangat menentukan sifat tahan lamanya kertas. Semakin banyak α-selulosa

maka semakin tahan lama kertas tersebut.

I.5 Perkiraan Kebutuhan Pulp dan Penentuan Kapasitas Pabrik

Dalam pendirian suatu pabrik, analisa pasar untuk penentuan kapasitas pabrik adalah

penting. Dengan kapasitas yang ada maka dapat ditentukan perhitungan neraca massa, neraca

panas, spesifikasi alat dan analisa ekonomi. Bahan baku yang digunakan oleh pabrik pulp ini

adalah bagasse atau ampas tebu yang merupakan limbah dari pabrik gula.

Berikut adalah beberapa faktor penting dalam perhitungan kapasitas pabrik yaitu :

Ketersediaan bahan baku

Page 9: Kertas Dari Bagasse

Potensi bagasse di Indonesia cukup besar, menurut data statistik Indonesia tahun

2002, luas tanaman tebu di Indonesia 395.399,44 ha, yang tersebar di Pulau

Sumatera seluas 99.383,8 ha, Pulau Jawa seluas 265.671,82 ha, Pulau Kalimantan

seluas 13.970,42 ha, dan Pulau Sulawesi seluas 16.373,4 ha. Diperkirakan setiap ha

terdapat 312,5 ton tanaman tebu yang mampu menghasilkan 100 ton bagasse. Maka

potensi bagasse nasional yang dapat tersedia dari total luas tanaman tebu mencapai

39.539.944 ton per tahun.

Jumlah Ekspor Pulp di Indonesia

Jumlah Import Pulp di Indonesia

Jumlah kebutuhan / konsumsi Pulp di Indonesia

Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pendirian pabrik pulp dari bagasse

adalah kapasitas pabrik. Pabrik pulp dengan bahan baku bagasse ini direncanakan akan mulai

beroperasi pada tahun 2013, dengan mengacu pada pemenuhan kebutuhan impor.

Dengan analogi dari persamaan untuk menghitung bunga, maka perkiraan volume

kebutuhan impor pulp (dalam ton) pada tahun 2013 dapat dihitung. Berikut persamaan yang

digunakan :

F = Fo (1 + i)n (Peter & Timmerhaus, 2003)

Dimana :

F = Perkiraan kebutuhan pulp pada tahun 2013

Fo = Kebutuhan pulp pada tahun 2010

i = Perkembangan rata-rata

n = Selisih waktu

Berikut ini adalah data impor, ekspor dan produksi pulp untuk tahun 2006-2010 :

Page 10: Kertas Dari Bagasse

Tabel 1.1 Impor Pulp di Indonesia Tahun 2013

Tahun Berat Bersih (ton)/tahun perkembangan

2006 3.488.558,9 0

2007 3.584.375,6 0,0274

2008 4.078.868,8 0,1379

2009 3.964.315,1 0,0280

2010 4.214.144,2 0,0630

Perkembangan rata-rata (i) 0,0500

(sumber : Badan Pusat Statistik nasional Indonesia, 2010)

Perhitungan dengan menggunakan persamaan F = Fo (1 + i)n

Maka perkiraan impor pada tahun 2013 adalah :

F = Fo (1 + i)n

F = 4.214.144,2 * (1+ 0,0500)(2013-2010)

F = 4.214.144,2 * (1,0500)3

F = 4.879.649,01 ton /tahun

F = 14.786,81 ton/hari

Tabel 1.2 Ekspor Pulp di Indonesia

Tahun Berat Bersih (ton)/tahun perkembangan

2006 2.251 0

2007 2.324 0,03239

Page 11: Kertas Dari Bagasse

2008 2.691 0,158105

2009 2.180 0,19006

2010 2.387 0,094918

Perkembangan rata-rata (i) 0,023839

(sumber : Badan Pusat Statistik nasional Indonesia, 2010)

Maka perkiraan ekspor pada tahun 2013 adalah :

F = Fo (1 + i)n

F = 2.387 * (1+ 0,023839)(2013-2010)

F = 2.387 * (1,023839)3

F = 2561,655 ton /tahun

F = 7,762 ton/hari

Tabel 1.3 Perkembangan Produksi Pulp di Indonesia Tahun 2013

Tahun Berat Bersih (ton)/tahun perkembangan

2006 280.872 0

2007 2.093.992 6,455

2008 2.114.658 0,009

2009 1.055.089 -0,501

2010 1.076.276 0,021

Perkembangan rata-rata (i) 1,4961

(sumber : Badan Pusat Statistik nasional Indonesia, 2010)

F = Fo (1 + i)n

Page 12: Kertas Dari Bagasse

F = 1.076.276 * (1+ 1,4961)(2013-2010)

F = 1.076.276 * (2, 4961)3

F = 16.737.371 ton /tahun

F = 50.719 ton/hari

Maka Perkiraan kebutuhan pulp pada tahun 2013 = [Import + Produksi - Ekspor] 2013

= 14.786,81 + 50.719 - 7,762

= 65.498,048 ton/hari

Kapasitas pabrik = [ Kebutuhan Pulp Indonesia]2013 – [Produksi Pulp Indonesia]2013

= 65.498,048 – 50.719

= 14.779,048 ton/hari ( 22,5% dari kebutuhan pulp di Indonesia tahun 2013)

Karena direncanakan pabrik yang dibangun dapat mengambil peluang pasar sebesar 0,15% dari

total kebutuhan pulp Indonesia pada tahun 2013, maka kapasitas pabrik yang akan di bangun

adalah :

Kapasitas pabrik = (0,15% / 22,5%) * 14.779,048 ton/ hari

= 100,762 ton/hari

= 100 ton/hari

= 33.000.000 kg/tahun

I.6 Penentuan Lokasi Pabrik

Lokasi suatu pabrik dapat mempengaruhi kedudukan pabrik dalam persaingan maupun

penentuan kelancaran produksinya. Pemilihan lokasi pabrik yang tepat, ekonomis dan

menguntungkan dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Page 13: Kertas Dari Bagasse

Idealnya lokasi pabrik ini dapat memberikan kemungkinan-kemungkinan perluasan

pabrik dan memberikan keuntungan untuk jangka panjang. Adapun faktor-faktor yang mendasari

dalam pemilihan pabrik meliputi :

Faktor Primer

Faktor Sekunder

1. Faktor Primer

Faktor primer secara tidak langsung mempengaruhi tujuan utama dari pendirian suatu

pabrik. Tinjauan ini meliputi kelancaran proses produksi dan distribusi produk yang

dibutuhkan konsumen pada tingkat harga yang terjangkau dan masih dapat memperoleh

keuntungan. Yang termasuk faktor-faktor primer tersebut antara lain :

Letak pabrik terhadap pasar

Letak pabrik terhadap bahan baku

Tersedianya sarana dan prasarana yang meliputi : listrik, air dan jalan raya

(transportasi)

Tersedianya tenaga kerja

2. Faktor Sekunder

Disamping faktor primer, penempatan lokasi pabrik harus juga memperhatikan aspek-

aspek sekunder. Adapun faktor sekunder yang perlu diperhatikan adalah :

Harga tanah dikaitkan dengan rencana d imasa yang akan datang

Kemungkinan perluasan pabrik

Peraturan daerah setempat

Keadaan masyarakat daerah

Iklim

Page 14: Kertas Dari Bagasse

Keadaan tanah untuk rencana pondasi bangunan

Adanya perumahan penduduk

Dengan pertimbangan faktor-faktor diatas, maka lokasi pabrik didaerah Malang- Jawa

Timur, dengan pertimbangan dan alasan sebagai berikut :

1) Penyediaan Bahan Baku

Pertimbangannya adalah karena lokasi pabrik dekat dengan daerah budidaya

tanaman tebu dan dekat dengan lokasi pabrik gula, sehingga memudahkan

tersedianya bahan baku.

2) Pemasaran Produk

Didaerah Malang, Jawa Timur merupakan daerah yang letaknya cukup strategis

karena merupakan kawasan yang mudah dijangkau Industri Indonesia, diharapkan

akan memudahkan pemasaran, terutama untuk orientasi dalam negeri.

3) Sarana Transportasi

Sarana transportasi baik seperti jalan raya dan bandara udara.

4) Tenaga kerja

Ketersediaan tenaga kerja yang terampil harus diperlukan untuk mengoperasikan

peralatan pabrik. Daerah Jawa Timur terdapat banyak tenaga yang potensial dan

ahli dalam industri. Selain itu juga mengurangi tingkat pengangguran daerah Jawa

Timur. Diharapkan dengan berdirinya pabrik Pulp di daerah tersebut akan

mengurangi jumlah pengangguran yang ada.

5) Kebijakan Pemerintah

Untuk mengantisipasi pengembangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor

produksi kertas akan meningkatkan orientasi penggunaan bahan baku nonkayu,

yakni ampas tebu dari limbah pabrik gula. pemanfaatan ampas tebu telah mulai

dikembangkan pada BUMN produksi kertas di Pulau Jawa dan akan terus ditingkat

Page 15: Kertas Dari Bagasse

produksinya. orientasi pemanfaatan bahan baku ampas tebu seiring dengan

meningkatnya produksi tebu yang dipicu naiknya produksi gula nasional.