kerukunan

5
Tadi siang teman saya dengan hebohnya bercerita, “Vin, parah! Tadi di angkot gw ketemu tante-tante sama temannya dari agama X, nanyain gue uda melakukan pelayanan atau belum.” Awalnya saya masih diam, belum begitu tertarik melanjutkan pembicaraan, sampai akhirnya ia menambahkan, “Masa vin, agama Buddha dijelek-jelekin. Katanya sesat, percaya sama iblis. Leluhur-leluhurnya yang buddhis semuanya sekarang masuk neraka. Cuma satu yang selamat, itu karena uda pindah ke agama X. Akhir zaman sudah dekat, lebih baik kamu segera bertobat agar diselamatkan.” Well, lagi-lagi ada umat garis keras dari agama tertentu yang merasa agamanya adalah agama yang paling benar di jagad raya ini, lalu menjelek-jelekkan agama lain. Bahkan mengajak umat dari agama lain untuk mengikuti dia, dengan dalih agar selamat, padahal jika kita cermati baik-baik yang mereka sampaikan adalah ancaman. Ya, ancaman. Bukankah tadi tante-tante tersebut mengatakan kepada teman saya bahwa leluhur-leluhurnya yang dulu penganut Agama Buddha itu sekarang di neraka, yang di surga cuma yang agama X? Secara implisit mereka mengajak umat beragama lain untuk pindah ke agama mereka dengan sebuah ancaman. Ancaman bahwa jika tidak mengikuti mereka, akan masuk neraka dan disiksa selamanya. Lebih lanjut lagi, mereka juga mengatakan bahwa akhir zaman atau kiamat sudah dekat, yang jika dicermati adalah ancaman bahwa jika tidak cepat-cepat pindah ke agama X, nanti akan dihukum. Sebagai seorang umat beragama, apalagi juga warga Indonesia yang menganut bhinneka tunggal ika, menjelek-jelekan agama lain (apalagi di depan umum, di angkot!) guna untuk melebih-lebihkan agamanya sendiri adalah perbuatan yang tidak etis. Mungkin tujuan mereka baik, karena mereka meyakini agama mereka, maka mereka tidak ingin kita terjerumus (menurut versi mereka) dan menyelamatkan (versi mereka) kita. Tetapi tetap saja, bagaimanapun juga menjelek-jelekan agama lain adalah tindakan yang sangat tidak sesuai dengan tujuan agama – ketidakkacauan. Sekarang kita lihat. Banyak pertumpahan darah yang muncul karena agama. Di luar negeri sana, terjadi persengketaan antara dua agama yang sama-sama mengaku paling benar dan yang memiliki

Upload: jeweee

Post on 15-Nov-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dalam agama buddha

TRANSCRIPT

Tadi siang teman saya dengan hebohnya bercerita, Vin, parah! Tadi di angkot gw ketemu tante-tante sama temannya dari agama X, nanyain gue uda melakukan pelayanan atau belum. Awalnya saya masih diam, belum begitu tertarik melanjutkan pembicaraan, sampai akhirnya ia menambahkan, Masa vin, agama Buddha dijelek-jelekin. Katanya sesat, percaya sama iblis. Leluhur-leluhurnya yang buddhis semuanya sekarang masuk neraka. Cuma satu yang selamat, itu karena uda pindah ke agama X. Akhir zaman sudah dekat, lebih baik kamu segera bertobat agar diselamatkan.Well,lagi-lagi ada umat garis keras dari agama tertentu yang merasa agamanya adalah agama yang paling benar di jagad raya ini, lalu menjelek-jelekkan agama lain. Bahkan mengajak umat dari agama lain untuk mengikuti dia, dengan dalih agar selamat, padahal jika kita cermati baik-baik yang mereka sampaikan adalahancaman.Ya, ancaman. Bukankah tadi tante-tante tersebut mengatakan kepada teman saya bahwa leluhur-leluhurnya yang dulu penganut Agama Buddha itu sekarang di neraka, yang di surga cuma yang agama X? Secara implisit mereka mengajak umat beragama lain untuk pindah ke agama mereka dengan sebuah ancaman. Ancaman bahwa jika tidak mengikuti mereka, akan masuk neraka dan disiksa selamanya. Lebih lanjut lagi, mereka juga mengatakan bahwa akhir zaman atau kiamat sudah dekat, yang jika dicermati adalah ancaman bahwa jika tidak cepat-cepat pindah ke agama X, nanti akan dihukum.Sebagai seorang umat beragama, apalagi juga warga Indonesia yang menganutbhinneka tunggal ika,menjelek-jelekan agama lain (apalagi di depan umum, di angkot!) guna untuk melebih-lebihkan agamanya sendiri adalah perbuatan yang tidak etis. Mungkin tujuan mereka baik, karena mereka meyakini agama mereka, maka mereka tidak ingin kita terjerumus (menurut versi mereka) dan menyelamatkan (versi mereka) kita. Tetapi tetap saja, bagaimanapun juga menjelek-jelekan agama lain adalah tindakan yang sangat tidak sesuai dengan tujuan agama ketidakkacauan.Sekarang kita lihat. Banyak pertumpahan darah yang muncul karena agama. Di luar negeri sana, terjadi persengketaan antara dua agama yang sama-sama mengaku paling benar dan yang memiliki daerah tersebut, padahal jika ditilik dari Kitab Suci mereka, leluhur mereka adalah sama, si A. Demikian juga dengan pembantaian oleh pihak-pihak yang merasa agama merekalah yang nomor satu (kayak jualan kecap) dan menganggap yang tidak memeluk agama yang sama dengan mereka adalah sampah dan boleh dibunuh. Atau kalau mau lihat contoh di negara sendiri, saat bulan-bulan tertentu, warung-warung tidak boleh dibuka. Jika berani buka, akan dimusnahkan oleh kelompok garis keras karena dianggap tidak menghormati umat-umat agama Z yang sedang menahan lapar dan dahaga. Saya tidak menyalahkan agamanya atau umatnya, tetapi yang saya sesalkan adalah kelakuan para umat garis keras! Agama dijadikan alasan untuk merusak, merugikan manusia, bahkan membunuh.Tidak hanya antar-agama, bahkan sekarang inter-agama pun juga sudah terjadi perselisihan. Contoh konkrit, perselisihan antar aliran di dalam sebuah agama. Ahkalau ini, biarkan pembaca sendiri yang memikirkan kasus nyata di agamanya masing-masing.Agama mulai dijadikan alasan untuk berselisih. Masing-masing mengotak-kotakan diri dalam sebuah sekte dan mengaku paling benar dan nomor satu (sekali lagi, kayak iklan kecap). Masing-masing seolah tidak mau saling menghargai. Ya, memang tidak general dan tidak semuanya seperti itu. Tapi secara mayoritas, beginilah fenomena yang terjadi.Lalu bagaimana pandangan agama sendiri mengenai fenomena ini? Karena saya sendiri beragama Buddha, maka saya hanya bisa menyampaikan perspektif buddhisme tentang kerukunan antar-agama.Pandangan Buddha tentang Pindah AgamaDi beberapa agama lain, setahu saya, keluar dari agama mereka dan memeluk agama lain adalah perbuatan yang sangat dikutuk. Sangat dibenci oleh Tuhan dari agama mereka. Sebisa mungkin, para organisasi penyelenggara agama tertentu akan mencegah umat untuk keluar dari agama mereka, baik dengan cara halus atau cara kasar. Cara kasar bisa dengan ancaman (masuk neraka, kena hukuman Tuhan di kehidupan ini juga) atau dibunuh.Berbeda dengan buddhisme. Dalam buddhisme, jika memang seseorang dengan berpindah agama akan menjadi lebih baik (dalam hal moralitas dan spiritualitas), maka silakan saja. Agama Buddha tidak akan memaksakan seseorang untuk terus menjadi pemeluk Agama Buddha. Buddhisme tidak akan memberikan ancaman neraka atau siksaan hidup, karena buddhisme mengizinkan umat-umatnya untuk mencari sendiri kebenaran. Selama mereka masih berperilaku baik, sekalipun bukan buddhis, maka mereka akan tetap berhak untuk menikmati kebahagiaan (surga atau kebahagiaan hidup). Karena yang utama bukanlah agamanya, melainkan perilakunya. Maka itu, buddhisme mengizinkan seseorang untuk keluar dari buddhisme dan menganut agama lain, jika memang dengan menganut agama lain seseorang bisa menjadi lebih baik secara moralitas dan spiritualitas. Tidak ada ucapan bahwa Agama Buddha-lah agama yang paling benar.Dengan ini, buddhisme menghargai agama lain sebagai sarana seseorang untuk mengembangkan dirinya dan tidak memberikan ancaman apa pun terhadap bukan pemeluknya.Nasihat Buddha dalam Memilih AgamaNasihat Buddha dalam memilih keyakinan yang benar diajarkan dalam Kalama Sutta. Pada kala itu, para pemuda dari suku Kalama datang menemui Buddha untuk meminta nasihat dalam memilih keyakinan. Nasihat tersebut adalah:Janganlah percaya begitu saja berita yang disampaikan kepadamu, atau oleh karena sesuatu yang sudah merupakan tradisi, atau sesuatu yang didesas-desuskan. Janganlah percaya begitu saja apa yang tertulis di dalam kitab-kitab suci; juga apa yang dikatakan sesuai dengan logika atau kesimpulan belaka; juga apa yang katanya telah direnungkan dengan seksama; juga apa yang kelihatannya cocok dengan pandanganmu; atau karena ingin menghormat seorang pertapa yang menjadi gurumu.Tetapi, warga suku Kalama, kalau setelah diselidiki sendiri, kamu mengetahui, Hal ini tidak berguna, hal ini tercela, hal ini tidak dibenarkan oleh para Bijaksana, hal ini kalau terus dilakukan akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan, maka sudah selayaknya kamu menolak hal-hal tersebut.Hal ini mencerminkan sikap Buddha yang mengajarkan seseorang untuk memilih agama berdasarkan pemahaman yang benar dan pengertian, bukan berdasarkan iman atau keyakinan buta. Keyakinan memang penting dalam menjalankan suatu agama, tetapi yang dibutuhkan adalah keyakinan yang dilandasi oleh pemahaman, bukanlah keyakinan yang membuta. Apalagi jika yakin hanya dengan katanya, ditulis di kitab suci, ajaran si tetua anu.Buddhisme, dalam hal ini, memberikan kesempatan kepada manusia untuk memeluk agama karena pemahaman mereka sendiri. Bukan karena paksaan atau ancaman. Karena itu, tidak pernah kita dengan petinggi-petinggi dari Agama Buddha yang menjelek-jelekan agama lain. Bagi buddhisme, yang penting adalah kualitas pemahaman, moralitas, serta spiritualitas dari umat; bukan kuantitas jumlah umat.Prasasti AsokaPrasasti Asoka adalah prasasti buddhisme yang sangat terkenal karena mencerminkan sikap Agama Buddha yang mengajarkan kerukunan serta toleransi antar-umat beragama. Prasasti Asoka ditulis oleh Raja Asoka, seorang raja penganut buddhisme yang memimpin sebuah negara di daerah Asia Selatan pada sekitar 400-an SM.Isi prasasti yang sangat terkenal tersebut adalah:Janganlah kita hanya menghormati agama sendiri dan mencela agama orang lain tanpa suatu dasar yang kuat. Sebaliknya agama orang lain pun hendaknya dihormati atas dasar-dasar tertentu.Dengan berbuat demikian kita telah membantu agama kita sendiri, untuk berkembang di samping menguntungkan pula agama orang lain. Dengan berbuat sebaliknya kita telah merugikan agama kita sendiri, di samping merugikan agama orang lain.Oleh karena itu, barang siapa menghormati agamanya sendiri dan mencela agama orang lain, semata-mata karena didorong oleh rasa bakti pada agamanya sendiri dengan berpikir; bagaimana aku dapat memuliakan agamaku sendiri. Dengan berbuat demikian ia malah amat merugikan agamanya sendiri. Oleh karena itu, kerukunanlah yang dianjurkan dengan pengertian bahwa semua orang hendaknya mendengarkan dan bersedia mendengar ajaran orang lain.Dari isi prasasti tersebut bisa kita renungi bahwa sebenarnya, denganmenghargai agama lain, sesungguhnya kita sedang memuliakan agama kita sendiri; sebaliknya,menjelek-jelekan agama lain dengan tujuan memuliakan agama kita sesungguhnya adalah bumerang. Dengan kata lain, tindakan tersebut hanya akan membuat nama agama kita sendiri menjadi jelek.Hmmmmungkin karena itu agama-agama lain begitu senang berperang atas nama agama, menumpahkan darah-darah manusia hanya demi pengakuan bahwa agama merekalah yang nomor satu. Berbeda dengan buddhisme, jika ditilik sepanjang sejarah, tidak pernah ada darah yang ditumpahkan demi kemuliaan Agama Buddha.PenutupDalam perspektif buddhisme, kerukunan antar-umat beragama adalah hal yang harus ditegakkan. Karena bagaimana pun juga, menghina agama lain berarti menghina agama sendiri; mengartikan bahwa di dalam diri kita masih diliputi perasaan-perasaan negatif kepada agama lain yang tidak sesuai dengan perkembangan moralitas dan spiritualitas. Buddhisme juga tidak mengaku sebagai agama nomor 1, karena buddhisme ingin manusia memilih agama berdasarkan pemahaman mereka sendiri, bukan karena paksaan apalagi ancaman.Sebagai umat Buddha, kita memang sudah seharusnya untuk membagikan cinta kasih kita kepada seluruh manusia tanpa membeda-bedakan agamanya. Biarkan sikap nyata dari umat Buddha yang penuh dengan kualitas-kualitas positif tidak mengikuti arus persaingan agama nomor satu.Bhinneka tunggal ika,Berbeda-beda tapi tetap satu juga.