kesetaraan gender dalam pendidikan islam...

128
i KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM MENURUT FATIMA MERNISSI DAN K.H. HUSEIN MUHAMMAD SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd) Oleh : Indriyani Yuli Astuti NIM : 23010150243 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA TAHUN 2020

Upload: others

Post on 02-Nov-2020

14 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

i

KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM

MENURUT FATIMA MERNISSI

DAN

K.H. HUSEIN MUHAMMAD

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

Oleh :

Indriyani Yuli Astuti

NIM : 23010150243

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

TAHUN 2020

Page 2: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

ii

Page 3: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

iii

KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM

MENURUT FATIMA MERNISSI

DAN

K.H. HUSEIN MUHAMMAD

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

Oleh :

Indriyani Yuli Astuti

NIM : 23010150243

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

TAHUN 2020

Page 4: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

iv

Page 5: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

v

Page 6: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

vi

Page 7: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

vii

MOTTO

“Perempuan adalah sumber kehidupan dan sumber peradaban.

Bagaimana kita memperlakukan perempuan seperti itulah wajah

kehidupan dan kebudayaan kita.”

(K.H. Husein Muhammad)

Page 8: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

viii

PERSEMBAHAN

Alhamdullillahirabbil‟alamin dengan Rahmat dan Hidayah Allah SWT

skripsi ini telah selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada :

1. Beliau yag tak pernah kulupakan, Bapak Ispriyanto dan Ibu Sri Sutarmi, kedua

orangtua hebat yang bekerja keras tanpa henti, menyayangi, mengusahakan dan

selalu mendoakan yang terbaik untukku serta memotivasiku untuk segera

menyelesaikan studi.

2. Adikku satu-satunya Edi Indrawan dan seluruh keluarga besarku yang tidak

mampu kusebutkan satu persatu, yang selalu mengingatkanku untuk segera

menyelesaikan studi dan dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan

masyarakat.

3. Sahabat yang senantiasa memotivasi dan mendoakanku di setiap waktu, Siti

Zubaidah, Lia Fathonatul Fajar, Vili Indri Yani, Isti Nur Halimah, Yunita Ayu

Lestari, dan Madu Sari Putri Wulandari.

4. Teman-teman kelas G PAI angkatan 2015 yang tak pernah berhenti saling

menyemangati dalam menyelesaikan skripsi.

5. Sahabat perjuangan PAI angkatan 2015 FTIK IAIN Salatiga semoga selalu

dimudahan segala urusannya.

6. Teman-teman PPL SMA ISLAM SUDIRMAN Ambarawa yang selalu saling

memberi motivasi dalam menyelesaikan studi.

7. Teman-teman KKN Padas, Kedungjati yang selalu memberi semangat dan

motivasi.

Page 9: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

ix

Page 10: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

x

Page 11: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

xi

ABSTRAK

Astuti, Indriyani Yuli. 2019. Kesetaraan Gender dalam Pendidikan Islam

Menurut Fatima Mernissi dan K.H. Husein Muhammad. Skripsi.

Program Studi Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr.

Muh. Saerozi, M. Ag

Kata Kunci: Kesetaraan Gender, Pendidikan Islam, Fatima Mernissi, K.H.

Husein Muhammad.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan 1).

Pemikiran Fatima Mernissi dan K.H. Husein Muhammad mengenai kesetaraan

gender dalam pendidikan Islam. 2). Komparasi pemikiran Fatima Mernissi dan

K.H. Husein Muhammad tentang kesetaraan gender dalam pendidikan Islam. 3).

Relevansi kekinian pemikiran Fatima Mernissi dan K.H. Husein Muhammad

tentang kesetaraan gender dalam pendidikan Islam dengan konsep pendidikan

Islam.

Jenis penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan/library research,

adapun data yang digunakan berupa data primer dan sekunder. Penulis juga

menggunakan hasil wawancara dengan K.H. Husein Muhammad. Metode yang

digunakan adalah deskriptif komparasi pemikiran kedua tokoh kemudian di

analisis dan direlevansikan dengan kondisi pendidikan Islam sekarang.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa semua manusia berhak

mendapatkan pendidikan tanpa dibatasi jenis kelamin. Kedua tokoh tersebut

memiliki tujuan yang sama yakni menyuarakan kesetaraan dalam pendidikan bagi

perempuan dengan corak berpikir yang berbeda. Saat ini sebagian besar lembaga

pendidikan di Indonesia telah menerapkan sistem keadilan gender dengan baik.

Page 12: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iv

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. v

DEKLARASI DAN KESEDIAAN PUBLIKASI .............................................. vi

MOTTO ................................................................................................... vii

PERSEMBAHAN ............................................................................................ viii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix

ABSTRAK .................................................................................................... xi

DAFTAR ISI ................................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

B. Fokus Penelitian......................................................................................... 5

C. Kegunaan Penelitian .................................................................................. 5

D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 6

E. Kajian Pustaka ........................................................................................... 6

F. Metode Penelitian .................................................................................... 10

G. Penegasan Istlah....................................................................................... 13

H. Sistematika Penulisan .............................................................................. 15

BAB II BIOGRAFI TOKOH

A. Biografi Pribadi dan Keluarga Fatima Mernissi ................................... 17

B. Perjalanan Karir atau Jabatan Fatima Mernissi ..................................... 17

C. Biografi Pendidikan atau Keilmuwan Fatima Mernissi ........................ 18

D. Karya-karya Fatima Mernissi ................................................................ 20

E. Biografi Pribadi dan Keluarga K.H. Husein Muhammad ..................... 22

F. Perjalanan Karir atau Jabatan K.H. Husein Muhammad ...................... 24

G. Biografi Pendidikan atau Keilmuwan KH. Husein Muhammad ........... 28

H. Karya-karya K.H. Husein Muhammad ................................................. 31

BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN

A. Kesamaan Posisi Menurut Fatima Mernissi .......................................... 35

B. Peran dan Kesempatan Belajar bagi Perempuan Menurut

Page 13: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

xiii

Fatima Mernissi .................................................................................... 36

C. Ruang Politik Menurut Fatima Mernissi ............................................... 39

D. Kesamaan Posisi Penerapan di Lembaga Pendidikan Menurut Fatima

Mernissi ................................................................................................. 40

E. Metode Pendidikan Menurut Fatima Mernissi ...................................... 44

F. Kesamaan Posisi Menurut K.H Husein Muhammad ........................... 49

G. Kesempatan Belajar Menurut K.H Husein Muhammad ....................... 49

H. Ruang Politik Menurut K.H Husein Muhammad ................................ 52

I. Penerapan di Lembaga Pendidikan Menurut K.H. Husein

Muhammad ........................................................................................... 53

J. Metode Pendidikan Menururt K.H. Husein Muhammad ...................... 56

BAB IV PEMBAHASAN

A. Persamaan dan Perbedaan dari Pemikiran Fatima Mernissi dan K.H.

Husein Muhammad ............................................................................... 59

B. Komparasi Kelebihan dan Kekurangan Pemikiran Fatima Mernissi dan

K.H. Husein Muhammad ..................................................................... 67

C. Relevansi Kekinian Pemikiran Fatima Mernissi dan K.H. Husein

Muhammad dengan Pendidikan Islam .................................................. 69

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................. 84

B. Saran ....................................................................................................... 85

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 87

LAMPIRAN

Page 14: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Konsultasi

Lampiran 2 Nota Pembimbing

Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Melakukan Wawancara

Lampiran 4 Bukti telah Melakukan Wawancara Via Telepon

Lampiran 5 Hasil Wawancara

Lampiran 6 Daftar SKK

Lampiran 7 Daftar Riwayat Hidup Penulis

Page 15: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Gender digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan

perempuan dari segi sosial budayanya. Gender berkaitan dengan laki-laki

dan perempuan agar dapat dipahami dan diharapkan untuk berpikir serta

bertindak sebagaimana mestinya sesuai dengan yang telah berlaku di

masyarakat. Gender bukanlah suatu given atau kodrat yang dapat berubah

dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di

masyarakat luas sebagai seorang laki-laki dan perempuan (Istibsyaroh,

2004: 62). Perempuan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari

masyarakat. Allah telah menciptakan manusia dalam dua jenis yaitu laki-

laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam masyarakat. Keduanya

diberi potensi yang sama dari sisi insaniyahnya berupa akal dan

kebutuhan-kebutuhan hidup (Muslikhati, 2004: 135).

Perbedaan gender (gender differences) ini tidak menjadi masalah

krusial jika tidak melahirkan struktur ketidakadilan dalam berbagai

bentuk: dominasi, margnalisasi dan diskriminasi, yang secara ontologis

merupakan modus utama kekerasan terhadap kaum perempuan (Fakih,

2003: 12). Pada kondisi inilah, “kekuasaan laki-laki” mendominasi

perempuan, bukan saja melaggengkan kekerasan, tetapi juga melahirkan

rasionalitas sistem patriarki. Ideologi patriarki adalah ideologi kelaki-

lakian dimana laki-laki memiliki kekuasaan superior dan privillage

Page 16: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

2

ekonomi. Patriarki dianggap sebagai masalah yang mendahului segala

bentuk penindasan (Fakih, 2003: 145).

Dari situlah muncul fenomena gerakan feminis yang menggugat

isu-isu gender dalam memahami al-Qur‟an setidaknya itu mewarnai dan

memberikan kontribusi corak dan metodologi yang berbeda dari yang

sebelumnya, hal ini dapat dipahami banyaknya fenomena yang terjadi di

lapangan sering kali menunjukkan perlakuan kurang adil terhadap

perempuan (Mustaqim, 2002: 66).

Ketika feminisme yang merupakan reaksi dari ketimpangan-

ketimpangan dan ketidakadilan yang dirasakan dan menimpa kaum

perempuan sudah masuk ke dunia Islam, maka muncullah tokoh

feminisme muslimah yang atas dasar keyakinan keislaman, mereka

berusaha memberontak dari tafsiran-afsiran yang menurut mereka kurang

memihak perempuan (Miaftukhotusholikhah, 2002: 117). Salah satu tokoh

feminis muslimah adalah Fatima Mernissi yang berasal dari Maroko.

Setelah Mernissi selesai dalam bukunya, ia sampai pada satu kesimpulan

bahwa jika hak-hak wanita merupakan masalah bagi sebagian kaum

muslim modern, hal itu bukanlah karena al-Qur‟an atau Nabi, bukan pula

karena tradisi Islam melainkan semata-mata karena hak-hak tersebut

bertentangan degan kepentingan kaum elit laki-laki (Mernissi, 2013: xxi).

Mernissi mengungkapkan bahwa agama harus dipahami secara

progresif untuk memahami realitas sosial dan kekuatan-kekuatannya,

karena agama telah dijadikan sebagai pembenar kekerasan. Menghindari

Page 17: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

3

hal-hal yang primitif dan irasional adalah cara untuk menghilangkan

penindasan politik dan kekerasan. Menurutnya, bahwa campur aduknya

antara yang profan dan yang sakral, antara Allah dan kepala negara, antara

al-Qur‟an dan fantasi-fantasi iman harus di dekonstruksi (Mernissi, 1994:

xv).

Selain di Maroko, di Indonesia juga muncul ulama-ulama yang

berasal dari dunia pesantren yang membela perempuan yaitu K.H. Husein

Muhammad. Kyai yang sehari-harinya mengasuh Pondok Pesantren Dar‟at

Tauhid Arjawinangun Cirebon ini lahir dan tumbuh menjadi seorang

aktivis hak-hak perempuan yang paling menonjol. Husein Muhammad

merupakan ulama yang mengusung gagasan feminisme Islam. Kesadaran

Husein akan penindasan perempuan muncul ketika beliau mengikuti

halaqoh tentang perempuan dalam pandangan agama-agama sejak itu

Husein mengetahui bahwa ada masalah besar yang dihadapi dan dialami

kaum perempuan, karena kaum perempuan mengalami eksploitasi dan

penindasan (Muhammad, 2004: xxiv).

Husein adalah salah satu ulama yang ikut melakukan pembaruan

dengan mengusung isu kesetaraan dan keadilan gender dengan paradigma

fiqh atau hukum Islam. Sebab menurut Husein kehidupan masyarakat

Indonesia sangat dipengaruhi oleh sikap beragama masyarakatnya pola

tradisi, kebudayaan dan pola hidup masyarakat dipengaruhi oleh norma-

norma keagamaan khususnya teks-teks keagamaan tersebut. Karena

Page 18: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

4

pemahaman agama terhadap perempuan masih sangat bias, masih

menomorduakan dan memargialkan (Muhammad, 2004: xxxvii-xxxviii).

Kesetaraan gender bukan hanya mengeni kesamaan kedudukan

kaum perempuan dengan laki-laki, tetapi juga mengenai kesamaan hak

keduanya, terutama dalam bidang pendidikan. Pendidikan bagi kaum

perempuan merupakan hak terpenting yang harus didapatkan, bukan untuk

menandingi kedudukan laki-laki melainkan untuk dirinya sendiri, keluarga

dan masyarakat. Perempuan cerdas akan melahirkan anak-anak cerdas dan

anak-anak inilah nantinya akan menjadi generasi yang memajukan bangsa

Indonesia dalam semua aspek kehidupan.

Adapun hal yang menarik menurut penulis dalam penelitian

terhadap pemikiran kedua tokoh tersebut antara l ain:

1. Keduanya memiliki corak berpikir yang berbeda tentang gender.

2. Keduanya merepresentasi pemikiran Islam yang kemudian

memberikan pengaruh terhadap pemikiran Islam yang akan datang.

3. Keduanya melakukan pendekatan dengan berdasarkan keadaan sosial

masyarakat sesuai dengan kultur dan zamannya masing-masing.

4. Keduanya merupakan salah satu tokoh terkemuka mengenai kesetaraan

gender dalam perspektif Pendidikan Islam.

5. Penulis menganggap kedua tokoh tersebut cukup mewakili kubu

penafsiran yang berbeda.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik melakukan

penelitian untuk mencermati dialektika kedua tokoh tersebut lebih

Page 19: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

5

lanjut dengan judul “Kesetaraan Gender dalam Pendidikan Islam

Menurut Fatima Mernissi dan K.H. Husein Muhammad”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, masalah pokok yang akan dibahas

dalam skripsi ini hanya berfokus pada kesetaraan gender dalam pendidikan

Islam menurut pemikiran Fatima Mernissi dan K.H. Husein Muhammad,

dengan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pemikiran Fatima Mernissi dan K.H. Husein Muhammad

mengenai kesetaraan gender terhadap pendidikan Islam?

2. Bagaimana komparasi kelebihan dan kekurangan, serta persamaan dan

perbedaan kesetaraan gender terhadap konsep pendidikan Islam

menurut Fatima Mernissi dan K.H. Husein Muhammad?

3. Bagaimana relevansi kekinian pemikiran Fatima Mernissi dan K.H.

Husein Muhammad tentang kesetaraan gender dalam pendidikan

Islam dengan konsep pendidikan Islam?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui konsep pemikiran Fatima Mernissi dan K.H. Husein

Muhammad mengenai kesetaraan gender dalam pendidikan Islam.

2. Untuk mengetahui komparasi kelebihan dan kekurangan serta

persamaan dan perbedaan kesetaraan gender dalam pendidikan Islam

menurut Fatima Mernissi dan K.H. Husein Muhammad.

Page 20: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

6

3. Untuk mengetahui relevansi kekinian pemikiran Fatima Mernissi dan

K.H. Husein Muhammad tentang kesetaraan gender dalam pendidikan

Islam dengan konsep pendidikan Islam.

D. Kegunaan Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua bagian,

yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan memberi wawasan dan

kontribusi bagi pendidikan pada umumnya terutama yang berhubungan

dengan kesetaraan gender dalam pendidikan Islam.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menjadi bahan

masukan dalam fokus kajian mengenai konsep kesetaraan gender

dalam pendidikan Islam khususnya dan keadilan gender pada

umumnya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi

bagi masyarakat tentang kesetaraan gender dalam pendidikan Islam

dan menambah wawasan pengetahuan bagi penulis dalam

mengeksplorasi, mengelaborasi serta mengkomparasi pemikiran

maupun teori tentang perempuan dan pendidikan Islam.

E. Kajian Pustaka

Diskursus mengenai kesetaraan gender telah banyak dilakukan

oleh para peneliti sebelumnya, tetapi menurut pengamatan penulis masih

Page 21: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

7

belum ada para peneliti yang meneliti pemikiran Fatima Mernissi sebagai

feminis Timur Tengah dengan K.H. Husein Muhammad sebagai feminis

yang berbasis pesantren terutama dalam bidang pendidikan Islam. Untuk

memperoleh hasil penelaahan yang lebih integral, penulis melakukan

analisis terlebih dahulu terhadap pustaka atau karya-karya yang

mempunyai relevansi lebih terhadap topik yang akan diangkat oleh

penulis, antara lain:

1. Skripsi yang disusun oleh Murni Mupardila mahasiswi Fakultas

Tarbiyah dan Keguruan IAIN Raden Intan Lampung tahun 2017, yang

berjudul Gender dalam Perspektif Pendidikan Islam (Studi Kritis Atas

Pemikiran Fatima Mernissi). Penelitian ini mendiskripsikan hasil

sinkronisasi pemikiran Fatima Mernissi tentang kesetaraan perempuan

di dalam Islam dengan Pendidikan Agama Islam. Pendidikan Islam

yang berlandaskan pada al-Qur‟an dan hadis yang di dalamnya

membawa prinsip persamaan, keadilan dan kebebasan, serta

menjunjung tinggi hak-hak perempuan. Mampu menjadi lokomotif

yang aktif dalam menerapkan keadilan gender dalam pendidikan.

Pendidikan Islam diharapkan mampu lebih bijak dalam memandang

ayat-ayat suci yang bias gender serta terus berupaya dalam melakukan

kajian ulang untuk mewujudkan pendidikan Islam yang sesuai dengan

tujuannya.

2. Skripsi yang disusun oleh Asyhari mahasiswa Fakultas Syari‟ah UIN

Sunan Kalijaga tahun 2009, yang berjudul Kesetaraan Gender

Page 22: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

8

Menurut Nasaruddin Umar dan Ratna Megawangi (Studi Komparasi

Pemikiran Dua Tokoh). Penelitian ini menganalisis pemikiran

Nasaruddin Umar dan Ratna Megawangi mengenai kesetaraan gender.

Nasaruddin Umar menyatakan bahwa posisi kaum perempuan adalah

sama dengan kaum laki-laki, baik di hadapan Tuhan maupun di

tengah-tengah kehidupan sosial sebagai khalifah di bumi. Tuhan tidak

memandang jenis kelamin tertentu yang terhormat di hadapan-Nya,

melainkan yang Tuhan lihat adalah kualitas ketakwaannya. Sedangkan

Ratna Megawangi berpendapat, kesetaraan gender tidak harus sama

rata, terdapat wilayah universal yang bisa disetarakan sepenuhnya

tetapi juga ada wilayah khusus bagi gender tertentu sesuai dengan

kodratnya.

3. Skripsi yang disusun oleh Suprianto mahasiswa Fakultas Ushuluddin

IAIN Walisongo tahun 2014, yang berjudul Kesetaraan Gender dalam

Islam (Studi Pemikiran Nasaruddin Umar dan K.H. Husein

Muhammad). Penelitian ini menganalisis pemikiran Nasaruddin Umar

dan K.H. Husein Muhammad mengenai kesetaraan gender. Nasaruddin

Umar menggunakan metode model pembacaan kontekstual dengan

melakukan pembahasannya pada penafsiran terhadap al-Qur‟an dengan

menggunakan perspektif keadilan gender dalam mengungkapkan relasi

sosial antara laki-laki dengan perempuan. Sedangkan K.H. Husein

Muhammad mengungkapkan bahwa ada kesenjangan dan ketimpangan

antara idealitas agama dan realitas sosial.

Page 23: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

9

Persamaan antara penelitian yang dilakukan Murni Mupardila,

Asyhari, dan Surprianto adalah sama-sama menggunakan penelitian

kualitatif pendekatan library research. Ketiganya mengangkat tema

umum mengenai kesetaraan gender dalam Islam.

Adapun perbedaan antara ketiga penelitian tersebut terletak pada

pembahasan, tokoh yang dijadikan obyek dan sumber data penelitian.

Penelitian pertama mensinkronkan pemikiran Fatima Mernissi tentang

kesetaraan gender di dalam Islam yang tertuang dalam karya-karyanya

semasa hidup dengan pendidikan Agama Islam. Penelitian yang kedua

menganalisis dan mengkomparasikan pemikiran Nasaruddin Umar

tentang kesetaran gender dalam bukunya yang berjudul Argumen

Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur‟an dan buku Membiarkan

Berbeda? karya Ratna Megawangi. Penelitian yang ketiga

menganalisis dan mengkomparasikan pemikiran Nasaruddin Umar

tentang kesetaraan gender dalam bukunya yang berjudul Argumen

Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur‟an dan buku Fiqh Perempuan

Refleksi Kiai Atas Wacana Agama dan Gender karya K.H. Husein

Muhammad.

Persamaan antara ketiga penelitian di atas dengan penelitian yang

akan dilakukan penulis adalah sama-sama menganalisis tentang

kesetaraan gender dengan menggunakan pendekatan library research.

Penelitian yang akan dilakukan penulis dengan penelitian pertama

terdapat kesamaan, keduanya menganalisis kesetaraan gender dengan

Page 24: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

10

Pendidikan Islam menurut pemikiran Fatima Mernissi. Sedangkan

penelitian yang akan dilakukan penulis dengan penelitian yang kedua

dan ketiga memiliki kesamaan yaitu ketiganya sama-sama

mengeksplorasi, mengelaborasi dan mengkomparasikan pemikiran

dua tokoh tentang gender namun dengan tokoh dan sumber data yang

berbeda.

F. Metode Penelitian

Dalam menjelaskan dan menyampaikan sebuah penelitian yang

terarah dan dapat dipahami, maka penulis akan menyampaikan beberapa

metode penelitian yang digunakan, yaitu sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kepustakaan

library research, yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan

metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta

mengolah bahan penelitian (Zed, 2004: 3).

2. Jenis Data

a. Data Primer

Bahan yang diperoleh penulis dari tangan pertama atau

ditulis oleh pelaku itu sendiri dan merupakan data orisinil (Zed,

2004: 5). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data primer

yang berupa buku Islam Agama Ramah Perempuan Pembelaan

Kiai Pesantren karya K.H. Husein Muhammad, selain itu penulis

juga melakukan wawancara dengan K.H. Husein Muhammad

Page 25: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

11

melalui sambungan telepon untuk mendapatkan informasi lebih

lanjut mengenai pemikirannya tentang kesetaraan gender dalam

pendidikan Islam. Selanjutnya penulis menggunakan buku

berbahasa Indonesia yang diperoleh dari terjemahan buku

berbahasa Inggris karya Fatima Mernissi yang berjudul

Pemberontakan Wanita! : Peran Intelektual Kaum Wanita dalam

Sejarah Muslim, diterjemahkan dari buku Women‟s Rebellion &

Islamic Memory, oleh Rahmani Astuti.

b. Data Sekunder

Bahan yang diperoleh penulis dari tangan kedua dan bukan

data orisinil dari tangan pertama di lapangan (Zed, 2004: 5).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data sekunder yang

berupa buku-buku, yaitu:

1) Wanita di Dalam Islam karya Fatima Mernissi yang

diterjemahkan oleh Yaziar Radianti.

2) Hak-hak Perempuan Relasi Jender menurut Tafsir Al-

Sya‟rawi karya Dr. Hj. Istibsyaroh, S.H., M.A.

3) Kebebasan Wanita karya Abdul Halim Abu Syuqqah yang

diterjemahkan oleh Chairul Halim.

4) Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam karya Dr. Ahmad

Tafsir.

Page 26: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

12

5) Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam

Timbangan Islam karya Siti Muslikhati dan masih ada

beberapa sumber lain yang berupa skripsi maupun jurnal.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dengan menghimpun data dari

berbagai literatur diantaranya berupa buku-buku, artikel, jurnal,

ataupun surat kabar yang berkaitan dengan fokus penelitian.

4. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul dengan baik dan teoritis, maka data akan

diolah secara kualitatif menggunakan beberapa metode agar

mendapatkan hasil yang komprehensif, antara lain sebagai berikut:

a. Metode content analysis : Analisis ilmiah tentang isi pesan

suatu komunikasi yang mencakup upaya klasifikasi tanda-

tanda yang dipakai dalam komunikasi dan menggunakan

kriteria sebagai dasar klasifikasi dan menggunakan teknik

analisis tertentu sebagai pembuat prediksi (Muhadjir, 2000:

68). Dalam penelitian ini berupa analisis terhadap makna

yang terkandung dalam gagasan pandangan Fatima

Mernissi dan K.H. Husein Muhammad termasuk bagaimana

ide atau gagasan itu muncul, apa latar belakangnya dan

bagaimana ide itu bisa dimunculkan.

b. Metode Komparatif : Suatu bentuk pemikiran untuk

memperoleh pengetahuan dengan cara membandingkan

Page 27: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

13

pendapat yang satu dengan pendapat yang lain untuk dicari

persamaan dan perbedaan, kekurangan dan kelebihannya

serta diambil pendapat yang paling kuat. Jika sudah

ditemukan inti dari suatu pemikiran maka selanjutnya

membandingkan dengan pemikiran yang lainnya. Pada

penelitian ini penulis membandingkan pemikiran Fatima

Mernissi dan K.H. Husein Muhammad untuk mendapatkan

persamaan dan perbedaan serta kekurangan dan kelebihan

dari pemikiran kedua tokoh tersebut.

G. Penegasan Istilah

1. Gender

Gender menurut Hilary M. Lips dalam bukunya Sex and Gender:

an Introduction yang dikutip Umar mengartikan gender sebagai harapan-

harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural expectation for

women and man) (Umar, 1999, hal. 34). Menurut H.T Wilson mengartikan

gender sebagai salah satu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan

laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang

sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan (Umar, 1999,

hal. 34). Gender sendiri diartikan sebagai “suatu sifat yang melekat pada

laki-laki dan perempuan dan dikonstruksi secara sosial, kultural atau

hubungan sosial yang bervariasi dan sangat bergantung pada faktor-faktor

budaya, agama, sejarah dan ekonomi (Sastriyani, 2007: 72).

2. Kesetaraan Gender

Page 28: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

14

Kesetaraan Gender adalah kondisi relasi perempuan dan laki-laki

sebagai mitra sejajar agar mendapat perlakuan yang adil untuk mengakses

sumber daya, mengontrol, berpartisipasi dan memperoleh manfaat

pembangunan (UU KKG Pasal 1 nomor 2). Laki-laki dan perempuan

memiliki dan menikmat status yang sama, sama-sama memiliki

kesempatan yang sama untuk merealisasikan hak-haknya dan potensi

dirinya dalam memberikan kontribusi pada perkembangan politik,

ekonomi, sosial dan budaya serta sama-sama dapat menikmati hasil-hasil

pembangunan tanpa harus membedakan jenis kelamin.

Dapat disimpulkan bahwa semua orang harus mendapatkan

perlakuan yang setara, tidak ada deskriminasi terhadap identitas gender

tertentu, dalam hal ini laki-laki dan perempuan dapat memperoleh hak

yang sama terutama hak memperoleh pendidikan.

3. Pendidikan Islam

Istilah pendidikan berkenaan dengan fungsi yang luas dari

pemeliharaan dan perbaikan suatu masyarakat, terutama membawa warga

masyarakat yang baru mengenai tanggung jawab bersama di dalam

masyarakat (Syafaat, 2008: 171). Pendidikan Islam merupakan pendidikan

yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental

yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu al-Qur‟an dan al-Sunnah.

Dalam pengertian ini, pendidikan Islam dapat berwujud pemikiran dan

teori pendidikan yang mendasarkan diri atau dibangun dan dikembangkan

dari sumber-sumber dasar tersebut atau bertolak dari spirit Islam

Page 29: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

15

(Muhaimin, 2003: 23). Ataupun segala usaha orang dewasa dalam

pergaulan dengan peserta didik untuk memimpin perkembangan potensi

jasmani dan rohaninya ke arah kesempurnaan (Ramayulis, 2015: 17).

Pendidikan Islam berisi pendidikan yang memuat syariat Islam baik

tingkah laku maupun sikap.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi yang disusun terbagi menjadi tiga

bagian, yaitu bagian awal, bagian isi dan bagian akhir. Bagian awal terdiri

dari sampul, lembar berlogo, halaman judul, halaman persetujuan

pembimbing, halaman pengesahan kelulusan, halaman pernyataan

orisinalitas, halaman motto dan persembahan, halaman kata pengantar,

halaman abstrak, halaman daftar isi dan halaman lampiran.

Bagian inti atau isi dalam penelitian ini, penulis menyusun ke dalam lima

bab yang rinciannya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHUUAN

Bab ini memaparkan latar belakang masalah, fokus

penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian

pustaka, penegasan istilah, metode penelitian dan

sistematika penulisan skripsi.

BAB II BIOGRAFI TOKOH

Dalam bab ini akan diuraikan tentang biografi pribadi dan

keluarga Fatima Mernissi dan K.H. Husein Muhammad

menjadi empat bagian. Pertama, meliputi tempat lahir,

Page 30: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

16

silsilah keluarga, perkembangan atau perpindahan tempat

tinggal. Kedua, rekam jejak karir atau jabatan yang pernah

dipegang Fatima Mernissi dan K.H. Husein Muhammad.

Ketiga, riwayat pendidikan dan keilmuannya yaitu lembaga

pendidikan yang pernah dimasuki dan guru-guru yang

pernah mengajarnya. Keempat, karya-karya dari Fatima

Mernissi dan K.H. Husein Muhammad.

BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan pemikiran Fatima

Mernissi dan K.H. Husein Muhammad tentang kesempatan

dan peran belajar bagi perempuan, penerapan di lembgaa

pendidikan, dan metode pendidikan.

BAB IV PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan mengemukakan komparasi

antara pemikiran kedua tokoh tersebut, menemukan

kekurangan dan kelebihan, persamaan dan perbedaan serta

merelevansikan pemikiran tersebut dengan konsep

pendidikan Islam kekinian.

BAB V PENUTUP

Bab penutup berisi kesimpulan dan saran.

Page 31: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

17

BAB II

BIOGRAFI TOKOH

A. Fatima Mernissi

1. Biografi Pribadi dan Keluarga Fatima Mernissi

Fatima Mernissi lahir di salah satu harem terakhir di kota di Fez,

Maroko Utara pada tahun 1940, ia merupakan feminis di Timur Tengah

yang paling populer (Mernissi, 1999: 5). Harem tersebut dijaga ketat oleh

seorang penjaga pintu agar perempuan-perempuan di dalamnya tidak

keluar, mereka juga dirawat dan dilayani dengan baik oleh pelayan

perempuan (Nuruzzaman, 2005: 79).

Kakek Mernissi bernama Sidi Tazi, neneknya bernama Lalla

Yasmina yang merupakan salah satu dari sembilan istri kakeknya.

Sementara ayah Mernissi seorang nasionalis Maroko yang menolak

poligami dan hanya mempunyai satu istri. Ibu Mernissi salah satu dari

sekian banyak perempuan Maroko yang buta huruf karena kehidupannya

dihabiskan di harem (Nuruzzaman, 2005: 80).

Mernissi berasal dari kalangan keluarga menengah, dengan

kehidupan masa kecil yang penuh keceriaan dan kebahagiaan karena

tinggal bersama sepuluh orang sepupunya yang berusia sebaya, baik laki-

laki maupun perempuan (Mernissi, 1992: 74). Salah satu sepupunya

bernama Aziz, di harem tersebut Mernissi juga tinggal dengan bibinya

yang bernama Fatimah (Mernissi, 1992: 15).

2. Perjalanan Karir atau Jabatan Fatima Mernissi

Page 32: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

18

Berikut adalah rekam jejak karir atau jabatan yang pernah

dipegang oleh Fatima Mernissi semasa hidupnya:

a. Mengajar di Departemen Sosiologi Universitas Muhammad V Rabat

dari tahun 1974-1980 setelah mempelajari ilmu politik dan sosiologi di

Universitas tersebut (Mernissi, 1999: 5).

b. Dosen The Institute of Scientific Research di Universitas Muhammad

V, Rabat.

c. Mernissi pernah menjadi jurnalis di Paris pada tahun 1973 setelah

mendapatkan gelar dari University di Rabat (dalam Beyond the Veil:

Male and Female Dynamics in Modern Muslim Society).

d. Mernissi juga telah menjadi Profesor tamu (dosen terbang) pada

Universitas California di Barkeley dan Universitas Harvard (Zubaidah,

2010: 26).

e. Konsultan di United Nation Agencies.

f. Anggota Pan Arab Woman Solidarity Association.

g. Selain itu, ia juga tercatat sebagai peserta tetap dalam konferensi-

konferensi dan seminar-seminar Internasional. (dalam Murni

Mupardila, 2017: 51-52).

3. Riwayat Pendidikan atau Keilmuan Fatima Mernissi.

Pendidikan pertama yang di tempuh Mernissi ketika kecil adalah

sekolah al-Qur‟an, yaitu pendidikan yang mirip dengan sekolah-sekolah

zaman pertengahan. Mernissi belajar di sekolah al-Qur‟an selama tiga

tahun, mulai dari usia tiga tahun hingga enam tahun, guru pertamanya

Page 33: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

19

bernama Lalla Faqiha yang mengajar menulis ayat-ayat di atas kertas dari

kulit kayu yang diberi sampul tanah liat (Mernissi, 1992: 93-96).

Semasa kanak-kanak Mernissi memiliki hubungan yang ambivalen

dengan al-Qur‟an. Meski di sekolah ia diajarkan al-Qur‟an dengan cara

yang keras, namun baginya hanya keindahan rekaan Islam versi neneknya

yang telah membuka pintu menuju agama yang puitis meski sang nenek

buta huruf. Bersama Lalla Yasmina, Mernissi bisa bebas bermain kata-

kata, sedangkan di sekolah Qur‟an, jika ia salah melafalkan maka akan

mendapat hukuman yang disertai bentakan: “Al-Qur‟an harus dibaca persis

sama dengan ketika kitab ini diturunkan” (Mernissi, 1994: 79). Mernissi

termasuk murid yang tidak memiliki suara yang bagus dalam melantunkan

ayat-ayat al-Qur‟an, tetapi ia memiliki daya ingat yang sangat bagus

(Mernissi, 1992: 95).

Pada usia remaja, Mernissi melanjutkan pendidikannya di Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama dalam Sekolah Nasional serta Sekolah Lanjutan

Atas pada sebuah Sekolah Khusus Wanita (sebuah lembaga yang dibiayai

oleh pemerintah Perancis) (Zubaidah, 2010: 25). Mernissi aktif dalam

perjuangan merebut kemerdekaan nasional, ia dan remaja-remaja lain baik

laki-laki maupun perempuan turun ke jalan-jalan kota untuk menyanyikan

lagu al-huriyya jihaduna hatta narha (kami akan berjuang untuk

kemerdekaan sampai kami memperolehnya) (Mernissi, 1992: 73).

Setelah tamat sekolah, Mernissi melanjutkan pendidikannya dan

mendapat gelar di bidang politik dari Muhammad V Univesity di Rabat,

Page 34: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

20

Maroko dengan mengambil program Sosiologi dan ilmu politik yang

diselesaikan pada tahun 1965 (dalam Murni Mupardila, 2017: 52).

Sedangkan untuk gelar Ph.D didapatkannya dari Universitas Brandels,

Amerika Serikat pada tahun 1973. Disertasinya yang berjudul Beyond the

Veil berhasil menjadi buku rujukan dalam pustaka Barat (Nuruzzaman,

2005: 82).

4. Karya-karya Fatima Mernissi

Mernissi di kenal sebagai feminis Muslim di Timur Tengah yang

memiliki pengaruh penting di lingkungannya dan intelektualnya pun

mendapat pengakuan yang baik di negerinya sendiri, Perancis bahkan di

negara-negara lain. Bahkan karya-karyanya telah di terjemahkan ke

berbagai bahasa seperti bahasa Inggris, Jerman, Jepang, Belanda dan

Indonesia. Ia sangat produktif dalam menerbitkan kaya-karya baik dalam

bahasa Perancis maupun bahasa Arab. Berikut adalah karya-karya Fatima

Mernissi yang telah di terjemahkan ke dalam bahasa Inggris:

a. Beyond the Veil (Indian University Press/Al Saqi).

b. Doing Daily Battle (Women‟s Press/Rutgers University Press).

c. The Veil and the Male Elite (AddisonWesley/Virago).

d. Dreams of Trespass (Addison Wesley) diterbitkan di Inggris dengan

judul The Harem Within (Doubleday) (Mernissi, 1999: 5).

e. Women and Islam: An Historical and Theological Enquiry,

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Yaziar Radianti,

Pustaka Bandung, 1994. Membahas tentang kedudukan wanita dalam

Page 35: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

21

Islam. Pelacakan Mernissi terhadap nash-nash al-Qur‟an dan hadis

didasari pada pengalaman individualnya sehari-hari ketika

berhubungan dengan masyarakat, seperti hadis-hadis yang ia anggap

Misogini.

f. Islam and Democracy: Fear of Modern World, diterjemahkan dari

bahasa Perancis oleh Mary Jo Lakeland, 1992. Membahas tentang

wanita dan demokrasi.

g. The Forgotten Queens of Islam, diterjemahkan ke bahasa Indonesia

oleh Rahmani Astuti dan Enna Hadi, Mizan-Bandung, 1994.

Membahas tentang kepemimpinan wanita.

h. Women in Muslim Paradise, dalam Equal Before Allah, diterjemahkan

ke dalam bahasa Indonesia oleh Tim Lembaga Studi dan

Pengembangan Perempuan dan Anak (LSPPA), LSPPA Yayasan

Prakarsa Yogyakarta, 1995. Membahas tentang wanita/bidadari dan

surga.

i. Women in Muslim History: Traditional Perspectives and New

Strategies dalam Equal Before Allah, diterjemakan ke dalam Bahasa

Indonesia oleh Tim LSPPA, LSPPA Yayasan Prakarsa Yogyakarta,

1995. Membahas tentang wanita dan politik.

j. Can We Women Head A Muslim State? dalam Equal Before Allah,

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Tim LSPPA, LSPPA

Yayasan Prakarsa Yogyakarta, 1995.

Page 36: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

22

k. The Fundamentalist Obsession With Women: A Current

Articurtulation of Class Conflict in Modern Muslim Societies dalam

Equal Before Allah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Tim

LSPPA, LSPPA Yayasan Prakarsa Yogyakarta, 1995.

l. Rebellions Women and Islamic Memory, London dan New Jersey: Zed

Books, 1996 (dalam Murni Mupardila, 2017: 53-54).

B. K.H. Husein Muhammad

1. Biografi Pribadi dan Keluarga K.H. Husein Muhammad

Husein Muhammad lahir pada tanggal 9 Mei 1953 di Pondok

Pesantren Dar‟at Tauhid Arjawinangun, Cirebon dari sepasang suami istri

Muhammad Asyrofuddin dan Ummu Salma Syathori. Muhammad

Asyrofuddin berasal dari keluarga biasa yang berpendidikan pesantren,

sedangkan Ummu Salma Syathori merupakan putri dari K.H. A. Syathori

dan beliau merupakan putra dari K.H. Sanawi bin Abdullah bin

Muhammad Salabi yang merupakan pendiri Pondok Pesantren Dar‟at

Tauhid Arjawinangun, Cirebon. Pada tahun 1932 K.H. A. Syathori

mendapat tanggungjawab dari sang ayah untuk mengelola pesantren dan

kemudian mencapai puncak kemajuannya pada tahun 1953-1970 masih

dibawah pimpinan K.H. A. Syathori (Nuruzzaman, 2005: 103-110).

Husein Muhammad memiliki delapan orang saudara dan semuanya

merupakan pengasuh Pondok Pesantren di Jawa Barat, Jawa Tengah dan

Jawa Timur, yakni:

Page 37: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

23

a. Hasan Thuba Muhammad, pengasuh Pondok Pesantren Raudlah at

Thalibin, Bojonegoro, Jawa Timur.

b. Husein Muhammad, pengasuh Pondok Pesantren Dar‟at Tauhid,

Cirebon, Jawa Barat.

c. Ahsin Sakho Muhammad, pengasuh Pondok Pesantren Dar‟at Tauhid,

Cirebon, Jawa Barat.

d. Ibnu Ubaidillah Muhammad, pengasuh Pondok Pesantren Lasem,

Jawa Tengah.

e. Mahsum Muhammad, pengasuh Pondok Pesantren Dar‟at Tauhid,

Cirebon, Jawa Barat.

f. Azza Nur Laila, pengasuh Pondok Pesantren HMQ Lirboyo, Kediri,

Jawa Timur.

g. Salman Muhammad, pengasuh Pondok Pesantren Tambak Beras,

Jombang, Jawa Timur.

h. Faiqoh, pengasuh Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur.

Husein Muhammad menikah dengan Lilik Nihayah Fuad Amin,

kemudian dikaruniai lima orang putra-putri yang bernama: Hilya Auliya,

Layali Hilwa, Muhammad Fayyaz Mumtaz, Najlah Hammada, dan Fazla

Muhammad (dalam Noviyati Widiyani, 2010: 38-39). Selain dikaruniai 5

putra-putri, Husein Muhammad juga memiliki 3 orang cucu, 2

perempuan dan 1 laki-laki (wawancara, 4 Juli 2019, pukul 10.26 WIB).

Page 38: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

24

2. Perjalanan Karir atau Jabatan Husein Muhammad

Husein Muhammad memiliki pengalaman organisasi dan aktivitas

semenjak ia masih menjadi mahasiswa di PTIQ Jakarta (Perguruan

Tinggi Ilmu Al-Qur‟an). Selain di lingkungan kampus, Husein

Muhammad juga sering mendapat amanah di berbagai organisasi

kemasyarakatan, politik maupun keagamaan sebagai ketua, pendiri,

sekjen, dewan redaksi, penanggung jawab, tim pakar maupun konsultan.

Berikut adalah rekam jejak karir dan daftar jabatan yang pernah

dipegang oleh Husein Muhammad:

a. Ketua I Dewan Mahasiswa PTIQ tahun 1978-1979.

b. Ketua I Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama, Kairo Mesir pada

tahun 1982-1983.

c. Sekretaris Perhimpunan Pelajar dan Mahasiswa, Kairo Mesir pada

tahun 1982-1983 (Nuruzzaman, 2005: 122)

d. Pendiri Fahimna Institute, Cirebon pada tahun 1998 (Natsir, 2014:

211).

e. Pengasuh Ponpes Dar‟at Tauhid Arjawinangun, Cirebon.

f. Anggota Dewan Syuro DPP PKB pada tahun 2001-2005.

g. Ketua Dewan Tanfiz PKB Kabupaten Cirebon pada tahun 1999-2002.

h. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon pada tahun 1999.

i. Ketua Umum Yayasan Wali Sanga pada tahun 1996.

j. Ketua I Yayasan Pesantren Dar‟at Tauhid pada tahun 1994.

Page 39: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

25

k. Wakil Rais Syuriyah NU Cabang Kabupaten Cirebon pada tahun

1989-2001.

l. Sekjen RMI (Asosiasi Pondok Pesantren) Jawa Barat pada tahun

1994-1999.

m. Pengurus PP RMI pada tahun 1989-1999.

n. Wakil Ketua Pengurus Yayasan Puan Amal Hayati Jakarta pada tahun

1999.

o. Direktur Pengembangan Wacana LSM RAHIMA Jakarta pada tahun

2000.

p. Ketua Umum DKM Masjid Jami‟ Fadhlullah Arjawinangun pada

tahun 1998.

q. Kepala Madrasah Aliyah Nusantara yang berlokasi di Arjawinangun

pada tahun 1989.

r. Kepala SMU Ma‟arif Arjawinangun pada tahun 2001.

s. Ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Arjwinangun pada

tahun 1996.

t. Ketua Kopontren Dar‟at Tauhid pada tahun 1994.

u. Ketua Departemen Kajian Filsafat dan Pemikiran ICMI Orsat

Kabupaten Cirebon pada tahun 1994-2000.

v. Ketua I Badan Koordinasi TKA-TPA wilayah III Cirebon pada tahun

1992.

w. Pemimpin Umum/Penanggung jawab Dwibulanan “Swara Rahima”

Jakarta pada tahun 2001.

Page 40: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

26

x. Dewan Redaksi Jurnal Dwi Bulanan “Puan Amal Hayati” Jakarta pada

tahun 2001.

y. Konsultan Yayasan Balqis untuk Hak-hak Perempuan Cirebon pada

tahun 2002.

z. Pendiri LSM Puan Amal Hayati Cirebon.

aa. Konsultan/Staf Ahli Kajian Fiqh Siyasah dan Perempuan.

bb. Anggota National Broad of International Center for Islam and

Pluralism Jakarta pada tahun 2003.

cc. Tim Pakar Indonesia Forum of Parliamentarians on Population and

Development pada tahun 2003.

dd. Dewan Penasihat dan Pendiri KPPI (Koalisi Perempuan Partai Politik

Indonesia) di Kabupaten Cirebon pada tahun 2004 (Nuruzzaman,

2005: 122-124).

ee. Komisioner Komnas Perempuan pada tahun 2007-2009 dan 2010-

2014.

ff. Anggota Pengurus Assosiate Yayasan Desantara Jakarta pada tahun

2002.

gg. Pendiri Lintas Iman (Forum Sabtuan) Cirebon pada tahun 2000.

hh. Komisi Ahli Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, masa bakti

2010-2014.

ii. Pembina Forum Reformasi Hukum Keluarga Indonesia pada tahun

2014 (dalam Susanti, 2010:20).

Page 41: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

27

Selain pengalaman organisasi diatas, Husein Muhammad juga

memiliki beberapa pengalaman mengikuti konferensi dan seminar

Internasional diantaranya adalah:

a. Mengikuti Konferensi Internasional tentang “Al-Qur‟an dan Iptek“

yang diselenggarakan Rabithah Alam Islami Makkah di Bandung pada

tahun 1996.

b. Peserta Konferensi Internasional tentang “Kependudukan dan

Kesehatan Reproduksi” di Kairo Mesir pada tahun 1998.

c. Peserta Seminar Internasional tentang “AIDS” di Kuala lumpur

Malaysia pada tahun 1999.

d. Mengikuti studi banding di Turki pada tanggal 6-13 Juli 2002 tentang

“Aborsi Aman”.

e. Fellowship pada Institute Studi Islam Modern (ISIM) Universitas

Leiden Belanda pada November 2002.

f. Narasumber pada Seminar dan Lokakarya Internasional: Islam and

Gender di Colombo Srilanka pada tanggal 29 Mei-2 Juni 2003

(Nuruzzaman, 2005: 125).

g. Lecture pada International Scholar Vising di Malaysia pada tanggal

07-12 Oktober 2004.

h. Peserta Seminar International Conference of Islam Scholars di Jakarta

pada tanggal 23-25 Februari 2004.

Page 42: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

28

i. Pembicara pada Seminar Internasional: “Social Justice and Gender

Equity within Islam” di Dhaka Bangladesh pada tanggal 08-09

Februari 2006.

j. Pembicara pada Seminar Internasional: “Trends in Family Law

Reform in Muslim Countries” di Malaysia pada tanggal 18-20 Maret

2006.

k. Speaker in Global Movement for Equality and Justice in the Muslim

Family, Malaysia 13-17th February 2009. The Title Paper: “Al-

Qur‟an and Ta‟wil for Equality and Justice” pada tanggal 13-17

Februari 2009.

l. Speaker pada Workshop “Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan”

di Istanbul Turki pada 4-8 September 2013 (dalam Susanti, 2010: 20-

22).

3. Riwayat Pendidikan dan Keilmuan Husein Muhammad

Sejak kecil Husein sudah akrab dengan dunia ilmiah, karena lahir

dan besar di lingkungan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang

mengkaji wacana-wacana fiqh, tauhid, tasawuf dan lain-lain. Husein

Muhammad belajar agama sejak kecil di pesantren. Menurut

pengakuannya:

“Pertama saya belajar al-Qur‟an pada K. Mahmud Toha dan kepada

kakek saya sendiri (K.H. Syathori). Di samping belajar di madrasah

diniyah (sekolah agama) pesantren, saya juga belajar di SD selesai

tahun 1966, kemudian melanjutkan di SMPN 1 Arjawinangun

selesai tahun 1969 dan di SMP saya sudah mulai aktif di dalam

organisasi sekolah bersama rekan-rekan.” (Nuruzzaman, 2005:

111).

Page 43: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

29

Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan pesantren Husein telah

memberikan kebebasan dan ruang gerak yang luas kepada anak-anak kiai

dalam menempuh pendidikan umum untuk kemajuan mereka, yang

notabenenya pada masa itu untuk melanjutkan pendidikan di sekolah

umum sangat dilarang oleh kiai-kiai pesantren.

Setelah tamat SMP, Husein melanjutkan pendidikan ke Pondok

Pesantren Lirboyo Kediri selama tiga tahun sampai tahun 1973. Pada saat

inilah kecintaan Husein kepada dunia literasi mulai tumbuh dan

berkembang. Hal itu terlihat ketika para santri diberikan kesempatan untuk

ke kota mencari hiburan, Husein justru mencari koran untuk dibaca,

bahkan ia pernah beberapa kali menulis dalam koran lokal baik itu dalam

bentuk puisi, ataupun cerita orang-orang besar.

Setelah tiga tahun belajar di Ponpes Lirboyo, Husein melanjutkan

pendidikannya ke Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur‟an (PTIQ) Jakarta

selama lima tahun hingga tahun 1980. Perguruan tinggi ini

mengkhususkan kajian tentang al-Qur‟an dan mewajibkan mahasiswanya

untuk menghafal al-Qur‟an. Selama di PTIQ Husein sangat aktif dalam

kegiatan-kegiatan mahasiswa baik ekstra maupun intra kampus. Husein

semakin akrab dengan dunia jurnalistik kemudian ia dan seorang

kawannya mempelopori adanya majalah dinding di kampus itu dalam

bentuk tulisan reportase.

Selain aktif di dunia jurnalistik, Husein juga aktif di organisasi

intra kampus dengan mendirikan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia

Page 44: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

30

(PMII) Rayon Kebayoran Lama bersama teman-teman kampusnya. Secara

teoritik, Husein tamat kuliah pada tahun 1979, namun baru di wisuda pada

tahun 1980. Pada tahun ini juga Husein berangkat ke Kairo Mesir untuk

melanjutkan kuliah di Al-Azhar University, sesuai anjuran dari gurunya di

PTIQ, yaitu Prof. Ibrahim Husen guna mempelajari ilmu tafsir al-Qur‟an.

Husein belajar di Mesir selama tiga tahun hingga tahun 1983 dan

kembali ke Indonesia tanpa gelar. Hal tersebut terjadi karena Husein

merasa di Mesir pelajarannya kurang menantang dan hanya mengulang

materi yang telah ia dapatkan selama tumbuh di pesantren. Bahkan Husein

lebih sering mengajar kitab kepada mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang

sedang belajar di Mesir (wawancara, 4 Juli 2019, pukul 10.26 WIB).

Kesempatan belajar di Mesir tidak disia-siakan begitu saja oleh

Husein, justru ia semakin rajin belajar dan membaca buku-buku serta

kitab-kitab dari pemikir besar Islam yang jarang ditemukan di Indonesia

seperti Qasim Amin, Ahmad Amin dan lain-lain. Selain itu ia juga

membaca buku-buku filsafat atau sastra dari pemikir Barat yang ditulis

dengan bahasa Arab seperti Nietzsche, Sartre, Albert Camus dan lain-lain.

Husein kembali ke Indonesia untuk meneruskan jejak kakeknya

mengembangkan pesantren Dar‟at Tauhid. Setibanya di pesantren, Husein

langsung memimpin Madrasah Aliyah (SMU) yang saat itu dalam

keadaaan kurang baik, bahkan hampir dibubarkan (Nuruzzaman, 2005:

115).

Page 45: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

31

Ketika di Mesir, Husein Muhammad lebih banyak membaca karya-

karya intelektual muslim, seperti pengakuannya:

“Sebenarnya banyak guru-guru saya, seperti guru-guru di Lirboyo

dan di Mesir juga banyak, tapi terutama ketika di Mesir saya sudah

membaca karya-karya intelektual muslim baik klasik maupun

modern seperti Muhammad Abduh, Toha Husein, Basmaut Haqqot,

Taufiqil Hakim yang semuanya adalah pembaharu-pembaharu

dunia Islam.” (wawancara, 4 Juli 2019, pukul 10.26 WIB).

4. Karya-Karya Husein Muhammad

Kemampuan Husein dalam dunia kepenulisan tidak perlu

diragukan lagi, ia telah menerbitkan buku-buku pengetahuan Islam

dan karya tulis mengenai gender yang hingga saat ini masih dijadikan

sumber referensi. Berikut adalah karya-karya Husein Muhmmad:

(dalam Susanti, 2010: 22-24).

a. Fiqh Perempuan, Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Jender,

(Yogyakarta: LKiS, 2001).

b. Ta‟liq wa Takhrij Syarah „Uqud al-Lujjayn, bersama Forum Kajian

Kitab Kuning Jakarta, (Yogyakarta: LKiS, 2001).

c. Sejumlah makalah seminar/diskusi, antara lain: Islam dan Negara

Bangsa, Pesantren dan Civil Society, dan Islam dan Hak-Hak

Reproduksi.

d. Sejumlah tulisan dalam buku-buku kumpulan tulisan, antara lain

berjudul: Kelemahan dan Fitrah Perempuan, pengantar dalam buku

Tubuh, Seksualitas dan Kedaulatan Perempuan, dan Kebudayaan

yang Timpang, sebuah epilog dalam buku Panduan Pengajaran Fikih

Perempuan (Nuruzzaman, 2005: 120-121).

Page 46: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

32

e. Refleksi Teologis tentang Kekerasan terhadap Perempuan, dalam

Syafiq Hasyim (ed), Menakar Harga Perempuan: Eksplorasi Lanjut

atas Hak-Hak Reproduksi Perempuan dalam Islam, (Bandung: Mizan,

1999).

f. Metodologi Kajian Kitab Kuning, dalam Marzuki Wahid dkk, (ed),

Pesantren Masa Depan: Wacana Peberdayaan dan Transformasi

Pesantren (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999).

g. Islam Agama Ramah Perempuan: Pembelaan Kiai Pesantren,

(Yogyakarta: LkiS, 2001).

h. Panduan Pengajaran Fiqh Perempuan di Pesantren, (Yogyakarta:

YKF-FF, 2002).

i. Gender di Pesantren: Pesantren and The Issue of Jender Relation,

dalam Majalah Cultre, The Indonesian Journal of Muslim Cultures,

(Jakarta: Center of Language and Cultures, UIN Syarif Hidayatullah,

2002).

j. Kelemahan dan Fitnah Perempuan, dalam Moqsith Ghazali, et. All,

Tubuh Seksualitas, dan Kedaulatan Perempuan: Bunga Rampai

Pemikiran Ulama Muda (Yogyakarta: Rahima-FF-LkiS, 2002).

k. Kebudayaan yang Timpang, dalam K. M Ikhsanuddin, dkk. Panduan

Pengajaran Fiqh Perempuan di Pesantren (Yogyakarta: YKF-FF,

2002).

l. Fiqh Wanita: Pandangan Ulama terhadap Wacana Agama dan

Gender (Malaysia: Sister in Islam, 2004).

Page 47: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

33

m. Pemikiran Fiqh yang Arif, dalam K.H. MA. Sahal Mahfud, Wajah

Baru Fiqh Pesantren (Jakata: Citra Pustaka, 2004).

n. Kembang Setaman Perkawinan: Analisis Kritis Kitab „Uqud al Lujain

(Jakarta: FK3-Kompas, 2005).

o. Spiritualitas Kemanusiaan, Perspekif Islam Kemanusiaan

(Yogyakarta: LkiS, 2006).

p. Dawrah Fiqh Perempuan: Modal Kursus Islam dan Gender (Cirebon:

Fahmina Istitute, 2006).

q. Ijtihad Kiayi Husein, Upaya Membangun Keadilan Gender, 2011.

r. Fiqh Seksualitas (Jakarta: PKBI, 2011).

s. Sang Zahid, Mengarungi Sufisme Gus Dur (Bandung: Mizan, 2012).

t. Mengaji Pluralisme kepada Mahaguru Pencerahan (Bandung: Mizan,

2011).

u. Menyusuri Jalan Cahaya: Cinta, Keindahan, Pencerahan. Buyan,

2013.

v. Kidung Cinta dan Kearifan (Cirebon: Zawiyah, 2014).

Selain karya-karya ilmiah diatas, sebagai intelektual yang memiliki

kemampuan bahasa asing (bahasa Arab) Husein juga memiliki

beberapa karya terjemahan, diantaranya:

a. Khutbah al-Jumu‟ah wa al-Idain, Lajnah min Kibar Ulama‟ Al-Azhar

(Wasiat Taqwa Ulama-Ulama Besar Al-Azhar), Kairo: Bulan Bintang,

1985.

Page 48: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

34

b. Asy-Syari‟ah al-Islamiyyah bain al-Mujaddidin wa al-Muhadditsin,

(Hukum Islam antara Modernis dan Tradisionalis), karya DR. Faruq

Abu Zaid (Jakarta: P3M, 1986).

c. Mawathin al-Ijtihad fi asy-Syari‟ah al-Islamiyyah, karangan Syaikh

Muhammad al-Madani; at-Taqlid wa ad-Talfiq al-Fiqh al-Islami,

karangan Sayyid Mu‟in ad-Din; al-Ijtihad wa at-Taqlid baina adh-

Dhawabith asy-Syar‟iyyah wa al-Hayah al-Mu‟ashirah (Dasar-dasar

Pemikiran Hukum Islam) karangan DR. Yusuf Qardhawi,

(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987) (Nuruzzaman, 2005: 121-122).

d. Thabaqat al-Ushuliyyin (Pakar-pakar Fiqh Sepanjang Sejarah) karya

Syeikh Mushthafa al Maraghi, (Yogyakarta: LKPSM, 2001).

e. Telaah kitab Syarah Uqud al-Lujain, (Wajah Baru Relasi Suami Istri),

(Jakarta: Forum Kajian Kitab Kuning-LkiS, 2001) (dalam Susanti,

2014: 25).

Page 49: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

35

BAB III

DESKRIPSI PEMIKIRAN

A. FATIMA MERNISSI

1. Kesamaan Posisi

Islam sangat mengafirmasi kesetaraan laki-laki dan perempuan

(Mernissi, 1987: 19). Hal ini didasarkan pada gagasan monteisme

(tauhid) yang tidak hanya bermakna individual personal tetapi juga

sosial, tidak hanya berdimensi transendental tapi juga profan. Ide ini

mengimplikaskan prinsip kemerdekaan manusia yang berarti juga

adanya prinsip kesetaraan manusia secara universal. Semua manusia

dimanapun dan kapanpun, tanpa memandang etnis, bangsa, warna kulit,

jenis kelamin, bahasa, kekuasaan, adalah sama dan setara di hadapan

Tuhan. Seperti yang terdapat dalam QS. al-Hujurat: 13

Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu

dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan

kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling

kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara

kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.

Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Ayat ini merupakan satu dari sekian ayat al-Qur‟an yang berbicara

tentang kesetaraan manusia. Kehadiran gagasan ini telah

mendekonstruksi kultur masyarakat Arab yang mengukur kualitas dan

kemuliaan seseorang berdasarkan entitas, kekayaan, kekuasaan, dan

Page 50: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

36

jenis kelamin, yang kemudian berimplikasi terhadap manifestasi

kultural dan praktek sosial, berupa penindasan, subordinasi, dan

eksploitasi kelompok-kelompok yang “tidak mulia”, lemah dan

marginal. Akibatnya, proses dehumanisasi berjalan secara sistematis

dengan adanya legitimasi kultural tersebut (Munfarida, 2016: 23-24).

Nilai kesetaraan sosial ini kemudian diperkuat dengan hadirnya

surah an-Nisa‟ yang berbicara tentang pemihakan Islam terhadap kaum

perempuan yang selama ini di margialkan dalam tradisi Arab pra-Islam.

Hal ini bisa dilihat dengan hadirnya hukum warisan yang memberikan

bagian bagi perempuan. Ketika dalam tradisi pra-Islam, perempuan

justru menjadi bagian dari harta suami yang bisa di wariskan kepada

anak atau saudaranya, Islam justru memperlakukan perempuan sebagai

manusia dan anggota masyarakat yang memiliki kedudukan sama dalam

perolehan warisan (Mernissi, 1987: 126).

2. Peran dan Kesempatan Belajar Bagi Perempuan

Dari pemaparan pada bab sebelumnya, Fatima Mernissi sebagai

salah satu perempuan Maroko yang berpendidikan dan memiliki

intelektual tinggi, memberikan perhatian yang begitu besar untuk

melawan kekurangadilan dan membela martabat kaum perempuan yang

selama ini begitu direndahkan oleh masyarakat Arab. Salah satu hal

yang diperjuangkan Mernissi atas hak perempuan adalah hak

memperoleh pendidikan (dalam Silviya Ulfah, 2006: 65).

Page 51: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

37

Mernissi memulai kajiannya tentang wanita dengan menyatakan

bahwa pada tingkatan spiritual dan intelektual wanita adalah sama

dengan laki-laki perbedaan satu-satunya adalah perbedaan biologis. Hal

tersebut dibuktikan dengan QS. An-Nahl [16]: 97 :

Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki

maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka

sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan

yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan

kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa

yang telah mereka kerjakan” (Depag, 2010: 271).

Menurut Mernissi, pendidikan bagi perempuan merupakan sarana

utama yang paling pasti di Maroko dalam melakukan terobosan di

bidang pembangunan. Pendidikan juga sangat berperan untuk

menempuh suatu transisi, yaitu dari masyarakat yang lebur dalam

fantasi serta tenggelam dalam mitos-mitos dan gagasan-gagasan usang

menjadi masyarakat yang berorientasi ilmiah yang memandang manusia

sebagai sumber daya dan sumber bakat. Hal ini disebabkan karena tidak

hanya kaum laki-laki saja yang dapat berperan membuat perubahan

nyata dalam pembangunan di Maroko melainkan perempuan juga

memiliki hak dan perannya yang sama.

Jika kaum wanita Maroko pada tahun 1940-an dan 1950-an

menerima tugas domestik sebagai takdir, para wanita yang lebih muda

di masa sekarang berharap dapat memperoleh pendidikan dan

Page 52: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

38

pekerjaan, tetapi itu masih sulit bagi mereka. Dalam pekerjaaan di

bidang birokrasi industri, hanya wanita yang berpendidikan menengah

dua tahun atau lebih saja yang mempunyai kesempatan, itu pun setelah

mendapatkan keterampilan sekretaris (Mernissi, 1999: 51-52).

Peran perempuan dianggap penting, yaitu melalui keikutsertaannya

dalam kegiatan sehari-hari di seluruh bidang kehidupan sosial, terutama

bidang yang dianggap paling penting, yaitu bidang politik. Inilah

sebabnya mengapa pendidikan sangat penting dan mengapa dalam

melaksanakan pembangunan negara harus benar-benar memerangi buta

huruf, salah satu cacat yang memalukan di suatu masyarakat Maroko

yang begitu dinamis di wilayah-wilayah lain. Merissi juga menegaskan

jika masa depan keluarga berencana di Maroko dan dunia Islam pada

umumnya benar-benar bergantung pada pendidikan kaum wanitanya

(Mernissi, 1999: 116).

Fatima Mernissi menempatkan pendidikan sebagai salah satu

langkah yang strategis untuk mengangkat harkat martabat perempuan,

ia menyatakan bahwa pendidikan bagi perempuan telah mengganggu

titik rujukan identitas seksual tradisional dan peranan-peranan seks,

dimana pendidikan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi

tingkat perkawinan di usia muda. Dengan meningkatnya kesempatan

memperoleh pendidikan bagi perempuan maka akan mengurangi

tingkat pernikahan di usia muda pada masyarakat Maroko (dalam

Murni Mupardila, 2017: 82).

Page 53: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

39

Pendidikan memberikan dampak yang luar biasa terhadap persepsi

wanita tentang diri mereka, peranan reproduksi dan seksualnya serta

harapan-harapan mobilitas sosialnya. Karena wanita-wanita yang telah

mencapai tingkat pendidikan tinggi semakin nampak dan dominan,

mereka semakin berusaha memasuki bidang-bidang dimana mereka

memiliki kesempatan yang lebih untuk bersaing pada profesi-profesi

yang lebih liberal atau pegawai negeri. Maka dari itu, Mernissi

menegaskan bahwa perempuan harus diberi pendidikan untuk dapat

keluar dari belenggu laki-laki (dalam Murni Mupardila, 2017: 82).

3. Ruang Politik

Dalam menguraikan gagasan Mernissi tentang kedudukan wanita

di bidang politik dapat disebutkan bahwa wanita memiliki porsi yang

sama dengan laki-laki. Kedudukan perempuan dalam pemerintahan ini

sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Banyak golongan yang melarang

tetapi ada juga golongan yang memperbolehkannya. Menurut Mernissi

penolakan kepempinan perempuan dengan dalih sebuah kemunduran

dan kehancuran sudah merasuki pemikiran orang Islam. Karena itu,

ketika menjadi pemimpin perempuan selalu di perdebatkan, seperti

Benazir Butho yag saat itu menjadi perdana menteri di Pakistan. Semua

orang memonopoli hak untuk berbicara atas nama orang Islam,

terutama Nawaz Syarif, pemimpin oposisi IDA (Islamic Democratic

Alliance) berteriak menghujat “Sungguh mengerikan! Belum pernah

Page 54: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

40

ada negara muslim diperintah oleh seorang wanita!” (Mernissi, 1994:

7).

Dengan adanya peristiwa itu, Mernisi melakukan penelusuran

tentang hadis yang melarang kaum perempuan untuk berkiprah di dunia

politik terutama untuk menjadi seorang pemimpin. Kemudian ia

menyimpulkan sebagaimana yang dikutip Rusydi bahwa hadis tersebut

kontradiktif terhadap prinsip-prinsip kesejahteraan dan keadilan yang

mendasar yang merupakan landasan Islam itu sendiri. Mernissi

memperkuat pendapatnya dengan mengutip QS. An-Naml: 23 yang

menceritakan ratu Bilqis ketika menjadi pemimpin negeri Saba degan

sebaik-baiknya (Rusydi, 2012: 80).

4. Penerapan di Lembaga Pendidikan

Sebagaimana diungkapkan oleh Fatima Mernissi, telah banyak

usaha yang dilakukan dalam bidang pendidikan di negara Maroko,

tetapi ini hanya memberi sedikit manfaat pada kaum perempuan karena

sebagian besar dana yang diberikan oleh pemerintah tidak sampai ke

tangan mereka secara merata. Hal ini dapat dilihat dari survei perawatan

prakelahiran, hampir dua pertiga kaum ibu tidak dapat menikmati

perawatan itu. Akan tetapi, survei yang sama menunjukkan bahwa

seorang perempuan yang berpendidikan memiliki kesempatan tiga

setengah kali lebih besar untuk menerima perawatan prakelahiran

tersebut daripada perempuan yang tidak berpendidikan (Mernissi, 1999:

117).

Page 55: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

41

Seperti yang telah diketahui, meskipun mempunyai sumber daya

dan dinamisme, Maroko termasuk dalam negara-negara yang

mempunyai angka buta huruf tertinggi di kalangan kaum

perempuannya. Angka tersebut mencapai 78% yang berbeda tipis dari

Mesir yakni 79,8%. Bagi Mernissi, Maroko hanya bisa hidup dengan

syarat pendidik utama juga memiliki pengetahuan teknologi modern.

Yang dimaksud pendidik utama disini bukanlah pasukan ahli

pendidikan (guru-guru sekolah dan para profesor di universitas) atau

para pegawai negeri di departemen pendidikan dan kebudayaan

nasional. Pendidik utama disini adalah wanita, sebagai ibu, mengasuh

anak dalam lima tahun pertama yang sangat menentukan dengan

pengetahuan yang dimilikinya (Mernissi, 1999: 44).

Pendidikan di Maroko sebelum kemerdekaan terdiri dari dua

macam yaitu: (Junus, 1968: 116)

a) Pendidikan dan pengajaran Islam yang telah berabad-abad

lamanya, berpusat di Djami‟ah Qurawijin di Fez.

b) Pendidikan dan pengajaran ala Perancis yang dinamai

pendidikan modern.

Setelah berdiri kerajaan Maghrib (Maroko), maka kedua macam

pendidikan dan pengajaran itu diperbaiki sesuai dengan zaman modern.

Djami‟ah Qurawijin adalah pusat pendidikan Islam di Maroko yang

mempunyai cabang-cabang bagian Ibtidaiyah dan Tsanawiyah. Pada

tahun 1960, sistem pengajaran Islam telah diperbaiki mulai dari bagian

Page 56: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

42

rendah sampai bagian tinggi yaitu dengan memasukkan pengetahuan

umum disamping pelajaran ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab,

sehingga prosentase pembelajarannya seimbang yaitu 50% : 50%.

Tempat dilaksanaannya pembelajaran di Djami‟ Qurawijin juga

mengalami kemajuan, pada awalnya pembelajaran dilakukan di masjid

kemudian dilaksanakan di gedung-gedung besar serta telah didirikan

pula asrama yang menampung 1000 pelajar. Selain itu, lama belajar

pada kelompok Ibtidaiyah adalah 3 tahun setelah hafal al-Qur‟an.

Untuk belajar di Tsanawiyah 6 tahun yang dibagi atas dua tingkat

masing-masing 3 tahun, yaitu Jurusan Syari‟ah dan Jurusan Adab

(sejarah) (Junus, 1968: 116-117).

Setelah kemerdekaan, sistem pengajaran di sekolah-sekolah

modern Maroko mengalami kemajuan dengan memasukkan bahasa

Arab selama proses pembelajaran. Terhitung pada tahun 1961, di kelas

2 Ibtidayah telah menggunakan bahasa Arab pada proses

pembelajarannya, sedangkan di kelas 3-5 masih menggunakan 2 bahasa

yaitu bahasa Arab dan Prancis. Pendidikan agama Islam di sekolah

modern juga sangat di perhatikan, hal tersebut terlihat dari mata

pelajaran yang diberikan sejak tingkat Ibtidaiyah. Pendidikan Agama

Islam di tingkat Ibtidaiyah mencakup al-Qur‟an, agama, dan

nahwu/sharaf dengan durasi pembelajaran semakin meningkat sesuai

tingkatan kelasnya (Junus, 1968: 120-121).

Page 57: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

43

Sejak kemerdekaan, Maroko telah berusaha untuk menyediakan

sekolah bagi setengah jumlah kaum laki-laki saat itu, sehingga dapat

dipastikan hanya sekitar 55,4% kaum laki-laki Maroko yang buta huruf.

Negara-negara Muslim yang telah merdeka berupaya merubah

pandangan-pandangan negatif dalam hal pendidikan dengan cara

melaksanakan program pendidikan massal di daerah pedesaan

meskipun pada awalnya program tersebut hanya diperuntukkan untuk

laki-laki (Mernissi, 1999: 119).

Tiga puluh tahun setelah kemerdekaan, 90% wanita Maroko di

wilayah pedesaan buta huruf dan 100% diantara mereka secara politis

tersisihkan (Mernissi, 1999: 44). Pada tahun 1982 hanya ada 37,4%

murid di sekolah dasar, 33,1 % murid di sekolah menengah dan 26,3%

mahasiswa di universitas adalah perempuan (Mernissi, 1999: 52). Hal

tersebut menunjukkan bahwa pendidikan bagi perempuan di Maroko

belum sepenuhnya merata, tetapi mereka sedang berusaha keluar dari

belenggu buta huruf dan bayang-bayang laki-laki.

Seperti yang dikutip Silvia Ulfah, menurut Mernissi adanya

program pendidikan massal diatas telah membantu perkembangan

sebuah kelas baru, yaitu “Generasi muda yang terpelajar dari dua jenis

kelamin”. Perubahan ini adalah hasil dari tiga faktor yang saling

berpengaruh, yaitu: (dalam Silviya Ulfah, 2006: 65-68).

a) Faktor demografis, karena saat ini kaum muda merupakan

mayoritas populasi di Maroko.

Page 58: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

44

b) Faktor politik, munculnya negara kesejahteraan (Welfare State).

c) Faktor budaya, perubahan persepsi diri perempuan sebagai

pelaku dalam masyarakat.

Salah satu langkah yang dibutuhkan agar para wanita intelektual

dapat berbagi akses pengetahuan dan kesadaran yang lebih tinggi

adalah dengan berusaha memahami perlawanan kaum wanita terhadap

patriarki jika disuarakan dengan selain bahasa mereka sendiri. Salah

satu usaha semacam itu adalah menangkap dan mencoba memahami

pemberontakan kaum wanita buta huruf, entah di budayakan dalam

budaya lisan atau dalam praktik pergerakan (Mernissi, 1999: 54).

5. Metode Pendidikan

Mernissi mencoba menawarkan beberapa metode atau strategi

pendidikan bagi perempuan untuk menciptakan citra kaum perempuan

yang tidak kalah baik dari kaum laki-laki sesuai dengan kondisi

masyarakat Maroko pada saat itu. Adapun metodenya adalah sebagai

berikut:

a) Penyebaran Pendidikan melalui Industri Media

Pendidikan merupakan faktor kunci untuk mendorong

rasionalisasi dalam aktivitas reproduksi sebab ia telah dianggap

sebagai faktor yang menentukan dalam upaya menurunkan

angka kelahiran. Namun, pada dasarnya kelompok elite wanita

berpendidikan itu masih menjadi fenomena di kota, bagi

kalangan masyarakat menengah di Maroko masih sangat

Page 59: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

45

terbatas. Seperti yang telah di jelaskan diatas bahwa telah

banyak usaha yang dilakukan oleh negara Maroko dalam bidang

pendidikan, tetapi hanya dapat dirasakan oleh sedikit kaum

wanita kerena tidak meratanya dana yang tersalurkan kepada

mereka untuk mengenyam pendidikan.

Industri media dianggap sebagai sarana penting yang dapat

menyebarkan pendidikan perempuan, termasuk Maroko yang

selama ini mereka di batasi oleh harem, namun dapat dipastikan

dalam satu keluarga menengah kebawah telah memiliki televisi.

Penetrasi televisi secara massal ke dalam kehidupan keluarga-

keluarga miskin membuktikan bahwa benda itu merupakan

sarana hebat untuk menyebarkan pendidikan bagi kaum

perempuan dan juga untuk melahirkan citra perempuan yang

lebih positif. Televisi juga akan menjadi instrumen terbaik untuk

mengubah mentalitas pria Arab (Mernissi, 1999: 120).

Mernissi mengungkapkan bahwa sangat penting menyusun

strategi-strategi yang memungkinkan kelompok elite perempuan

yang telah bekerja di media agar dapat memainkan peranannya

lebih besar lagi, terutama dalam menghasilkan program-

program perempuan serta film dan video dalam bahasa daerah

mereka. Upaya tersebut dapat dikatakan bahwa dalam

perkembangan industri media, perempuan bisa menjadi jalan

Page 60: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

46

untuk mempromosikan kaum perempuan dalam sektor kunci

masa depan (Mernissi, 1999: 121).

b) Penyebaran Pendidikan melalui Riset Feminis

Mernissi mengutip pendapat Syaikh Ibn Hajar bahwa

banyak feminis Barat yang dikejutkan oleh biografi karya

Margot Badran mengenai feminis Mesir, Huda Sya‟rawi (1879-

1924), sebab mereka yakin bahwa para wanita Muslim tidak

lebih dari pengikut-pengikut mati dalam perjuangan untuk

membela hak-hak asasi wanita (Mernissi, 1999: 181).

Ada beberapa contoh yang dapat memberikan sebuah

gagasan tetang melimpahnya data yang telah tersedia tapi masih

tersebar di seluruh negara Muslim. Sebagai contoh, seorang

pengarang Turki, Dr. Bahriye Uçok telah melakukan riset dan

menghasilkan beberapa biografi penting tentang wanita-wanita

yang menjalankan kekuasaan politik di negara-negara Muslim.

Al-Nisa‟ Al-Hakimat fi Al-Tarikh (Wanita-wanita yang

Menjalankan Kekuasaan Politik dalam Sejarah) adalah sebuah

dokumen dengan landasan riset mendalam tentang beberapa

wanita yang mengambil alih kekuasaan politik di sudut-sudut

dunia Muslim seperti Persia, Mesir, India, Spanyol Muslim dan

Kepulauan Maladewa.

Pada 1890-an Zainab Fawaz Al-„Amili seorang penulis

wanita Mesir yang menerbitkan sebuah kumpulan biografi para

Page 61: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

47

wanita dengan judul Generalizations of Secluded Housewives

(Al-Durr Al-Mantsur fi Thabaqat Rabbat Al-Khadur). Dalam

bab pendahuluannya tertera bahwa dia mengerjakan karya

tersebut untuk memberikan sumbangan demi meningkatkan

kualitas kaum sejenisnya. Hal tersebut yang membuat Mernissi

yakin bahwa metode riset feminis merupakan salah satu langkah

yang mampu menyadarkan dan menggerakkan kaum perempuan

untuk keluar dari belenggu buta huruf di Maroko (Mernissi,

1999: 182-184).

c) Penyebaran pendidikan melalui Inisiatif-Inisiatif Penerbitan

Nisa‟ist

Secara khusus harus dikemukakan tentang banyaknya

sarjana wanita di Barat dari kalangan masyarakat Islam. Mereka

lebih suka tinggal di luar negeri untuk meneruskan aktivitas

mereka dan memainkan peranan yang sangat penting dalam

penerbitan riset sejarah atau dalam koordinasi jaringan, tim

penerjemah, aktivitas-aktivitas penerbitan atau media lainnya di

panggung Barat. AMEWS (Association for Middle-East

Women‟s Studies) akan dapat menggerakkan para peneliti yang

tertarik pada sejarah kaum wanita Muslim.

Akhirnya suatu komite penerjemah cepat perlu dibentuk

untuk memberikan informasi tentang riset yang ditulis dalam

bahasa asing, melayani kebutuhan orang-orang yang tidak dapat

Page 62: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

48

berbahasa Arab juga untuk memproduksi secara terus menerus

daftar-daftar mutahir publikasi-publikasi baru dalam bahasa

Arab yang memungkinkan para peneliti dan penerbit Urdu,

India, Turki dan Indonesia merencanakan penerjemahan dan

penerbitan materi yang relevan di masa mendatang.

Penerjemahan dari suatu bahasa Islam ke dalam bahasa lain

akan mudah dilaksanakan jika sudah ada terjemahan dalam

bahasa Inggris dari karya aslinya. Selain itu, lebih mudah

menemukan terjemahan dari bahasa Inggris ke bahasa Urdu

daripada bahasa Arab ke bahasa Urdu. Mengumpulkan para

sarjana yang mampu menerjemahkan dari bahasa Arab ke

bahasa Inggris akan dapat meningkatkan komunikasi antara para

peneliti di wilayah Arab sekaligus mendorong agar data dapat

dijangkau oleh para pembaca Barat.

Riset Nisaist telah menghasilkan karya-karya nomor satu

mengenai kaum wanita. Hal tersebut tidak terlepas dari usaha

para peneliti yang bekerja dalam kondisi sulit dan tidak

mendapat akses untuk menjangkau media. Sehingga Mernissi

menganggap dengan adanya penerbitan Nisa‟ist ini akan

mempermudah para perempuan untuk mendapatkan ilmu

pengetahuan dan motivasi belajar. Hadirnya banyak sarjana

wanita di Barat yang bekerja dalam lingkup penerbitan Nisa‟ist

Page 63: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

49

ini juga dianggap sebagai salah satu bukti jika perempuan

berhak mengenyam pendidikan (Mernissi, 1999: 185-187).

B. K.H. HUSEIN MUHAMMAD

1. Kesamaan Posisi

Menurut Husein, posisi perempuan dan laki-laki adalah setara tidak

ada yang membedakan baik dari segi jenis kelamin, bahasa, suku

maupun negaranya. Keduanya sama, hanya ketaqawaan dan

keimanannya yang membedakan di hadapan Allah SWT, seperti yang

tertuang dalan QS. An-Nahl: 97 (wawancara, 4 Juli 2019).

Ketertarikan Husein dengan wacana kesetaraan gender bermula

ketika ia mengikuti halaqoh dan menjabat sebagai anggota Komnas

Perempuan, ia melihat banyak adanya kasus kekerasan terhadap

peempuan yang tidak hanya terjadi di ruang publik tetapi juga terjadi

di ruang domestik (rumah tangga). Husein memilih menganalisis

agama dan perempuan karena dia punya keyakinan bahwa agama

tidak mungkin melakukan kekerasan dan penindasan terhadap

siapapun terutama perempuan. Menurut Husein terjadinya kekerasan

terhadap perempuan ini terjadi karena adanya kekuasaan laki-laki atas

perempuan (wawancara, 4 Juli 2019).

2. Kesempatan Belajar

Rifa‟ah al-Thahthawi (1801-1873) merupakan orang pertama yang

mengkampanyekan dengan gigih kesetaraan dan keadilan gender serta

menyerukan dibukanya akses pendidikan yang sama bagi kaum

Page 64: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

50

perempuan. Hal senada juga terjadi di Indonesia yang dilakukan oleh

Dewi Sartika, Rahma el-Yunisiah, K.H. A. Wahid Hasyim dan lain-

lain. Pada tahun 1928 menjadi momen paling penting bagi sejarah

perempuan di Indonesia karena diselenggarakannya sebuah Kongres

Perempuan. Beberapa butir rekomendasinya adalah menuntut kepada

pemerintah kolonial untuk menambah sekolah bagi anak perempuan;

memberikan beasiswa bagi siswa perempuan yang memiliki

kemampuan belajar tetapi tidak memiliki biaya pendidikan, lembaga

itu disebut studie fonds, dan mendirikan suatu lembaga kursus

pemberantasan buta huruf, kursus kesehatan serta mengaktifkan usaha

pemberantasan perkawinan kanak-kanak (Muhammad, 2014: 243).

Tugas manusia sebagai khalifah di bumi adalah melakukan amar

ma‟ruf nahi mungkar, yaitu menjalakan perintah dan menjauhi

larangan Allah SWT. Dalam menjalankan kebaikan dan mencegah

keburukan harus didasari oleh adanya pengetahuan atau ilmu

pendidikan. Menurut K.H. Husein Muhammad tidak ada perbedaan

atau pembatasan bagi perempuan dalam menuntut ilmu baik ilmu

umum maupun ilmu agama. Bahkan dalam agama Islam perintah

menuntut ilmu ini lebih dulu diturunkan karena tertera dalam ayat

pertama al-Qur‟an yang berbunyi “Iqra” atau bacalah daripada

perintah beriman atau “Berimanlah kamu sekalian”. Selain itu terdapat

pula hadis-hadis yang juga memerintahkan manusia untuk menuntut

Page 65: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

51

ilmu. Hal ini dapat membuktikan bahwasannya menuntut ilmu telah

menjadi kewajiban dan kebutuhan manusia di dunia.

Lebih lanjut Husein menjelaskan bahwa saat ini pemerintah

Indonesia juga sudah mendukung pendidikan berbasis kesetaraan

gender dengan diterapkannya wajib belajar 9 tahun atau minimal

pendidikan setara sampai SMA/SMK/MA tanpa adanya pembatasan

berdasarkan jenis kelamin. Selain itu, pemerintah juga menyokong

terwujudnya pemerataan pendidikan di Indonesia dengan adanya

beasiswa BOS, Bidikmisi dan lain-lain yang ditujukan untuk

membantu pembelajaran bagi pelajar yang kurang mampu tanpa

memandang latar belakang lainnya terutama jenis kelamin.

Husein menganggap adanya pembatasan kesempatan belajar bagi

perempuan sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan pada saat ini. Ia

menganggap hal tersebut tidak sesuai dengan ajaran Islam yang

menegakkan keadilan. Pada kenyataannya dewasa ini hampir semua

perempuan berkesempatan mengenyam pendidikan baik formal

maupun informal, bahkan sudah banyak perempuan yang menjadi

doktor, guru, maupun pada bidang-bidang lain yang dapat

menggambarkan bahwa mereka adalah perempuan-perempuan yang

memiliki intelektualitas tinggi.

Jika kita lakukan kilas balik pada masa Rasulullah sudah pasti

perempuan juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk

belajar. Seperti yang Husein tuturkan kepada penulis:

Page 66: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

52

“Bahkan dalam sejarah Islam juga disebutkan kalau para

sahabat dan tabi‟in pada waktu itu saling bertukar ilmu baik

laki-laki maupun perempuan. Ada juga ketika kaum sahabat

perempuan meminta kepada Rasulullah untuk diadakan

pengajian khusus bagi perempuan dan Rasulullah

memberikan waktunya untuk memberi pelajaran kepada

kaum perempuan.” (wawancara tgl 23 September 2019 pukul

12.15 WIB)

Dari pendapat K.H. Husein Muhammad diatas penulis dapat

menyimpulkan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak dan

kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan, tidak ada

aturan yang membatasi gerak perempuan dalam lingkup pendidikan

baik pendidikan formal maupun informal. Disamping itu pemerintah

juga mendukung terwujudnya keadilan pendidikan tanpa membedakan

jenis kelamin.

3. Ruang Politik

Diktum-diktum Islam telah memberikan ruang pilih bagi

perempuan juga laki-laki untuk menjalani peran-peran politik

domestik maupun publik untuk menjadi cerdas dan terampil. Sejarah

kenabian telah mencatat sejumlah besar perempuan yang ikut

memainkan peran-peran ini bersama kaum laki-laki, seperti Aisyah,

Khadijah, Ummu Salamah, Nusaibah binti Ka‟b dan masih banyak

lagi (Muhammad, 2004: 166-167).

Berikut pengakuan Husein kepada Marzuki ketika di mintai

pendapat mengenai kepemimpian perempuan dalam pemerintahan:

“Kondisi sosial dan budaya kita semakin terbuka, perempuan

sudah banyak yang terdidik, terpelajar, banyak yang menjadi sarjana,

Page 67: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

53

profesor, politisi dan lain sebagainya. Di kalangan masyarakat

Nahdlatul Ulama, kini sudah diperkenankan perempuan menjadi

menteri, seperti duduknya Khofifah Indarprawansa dalam jajaran

Kabinet Persatuan Nasional pimpinan K.H. Abdurahman Wahid.

Demikian pula untuk jabatan hakim di pengadilan, baik agama

maupun umum tidak dipermasalahkan” (Muhammad, 2004: 108-109).

Dari pemaparan di atas, semakin jelas dan kuat bahwa

kepemimpinan publik tidak ada kaitannya sama sekali dengan urusan

jenis kelamin, tetapi pada kualifikasi pribadi, integritas intelektal dan

moral, serta sistem politik yang mendukung. Perempuan dapat

menjaadi pemimpin jika kemaslahatan bangsa menghendakinya.

Sebaliknya, laki-laki tidak dapat menjadi pemimpin apabila ia

membawa kesengsaraan dan penderitaan bagi rakyatnya (Muhammad,

2014: 196-206).

4. Penerapan di Lembaga Pendidikan

K.H. Husein Muhammad merupakan salah satu orang yang tidak

sependapat dengan adanya praktik pemisahan ruang kelas yang

disesuaikan dengan jenis kelamin karena dirasa masih menyulitkan.

Namun, ia juga tidak menentang praktik tersebut karena bukan

merupakan salah satu bentuk ketidakadilan gender dan kemungkinan

hal tersebut memang telah disesuaikan dengan tradisi dan budaya

masyarakat yang berkembang di sekolah itu. Seperti yang di tuturkan

kepada penulis:

Page 68: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

54

“Tidak bisa di sebut tidak menyetarakan gender karena hal

itu (pemisahan ruang kelas sesuai jenis kelamin). Menurut

saya itu hanya masalah teknis saja dalam pengelolaan kelas.

Bagaimana mengatur pembelajaran di dalam kelas,

bagaimana mengatur kondusifitas dalam kelas. Tapi intinya

kan kewajiban belajar bagi laki-laki dan perempuan itu

sama. Mengenai tata cara pengelolaan kelas dan sekolahnya

ya disesuaikan dengan budaya, tradisi urf‟ dan lain

sebagainya yang ada di lingkungan tersebut. Mau dipisah

atau digabung tidak masalah. Mau duduk di lantai tanpa

kursi atau mau lengkap dengan meja dan kursi juga tidak

masalah, mau halaqoh atau diskusi dan presentasi ya tidak

menjadi masalah, itu hanya teknis saja bukan prinsip. Yang

paling penting itu jangan sampai ada yang saling

merendahkan, menghina, melakukan kekerasan satu sama

lain. Tapi kalau mau dipisah antara kelas laki-laki dan kelas

perempuan juga tidak apa-apa, mungkin tradisi dan

lingkungannya tidak mendukung dan masyarakatnya juga

belum menerima adanya pencampuran jenis kelamin dalam

satu kelas.” (wawancara, 23 September 2019 pukul 12.15

WIB).

Husein melihat fenomena pencampuran siswa dan siswi

dalam satu ruang kelas merupakan hal yang lumrah dan tidak perlu

di permasalahkan selagi keduanya dapat menjaga akhlak masing-

masing dan tidak saling mengganggu atau merendahkan satu sama

lain. Bahkan pada masa Rasulullah pun kaum wanita dan laki-laki

saling bertukar pikiran tanpa memandang siapa yang mengajar dan

siapa yang diajar. Hal yang paling mendasar dalam pembelajaran

bagi Husein adalah kesempatan belajar dan isi pelajaran yang

diberikan antara laki-laki dan perempuan adalah sama tidak ada

yang dibedakan sedikitpun. Seperti yang ia tegaskan kepada

penulis:

Page 69: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

55

“Kalau dalam satu ruang kelas itu terjamin kondusifitas dan

kebaikannya, tidak apa-apa di campur antara siswa dan

siswi asal tetap menjaga kehormatan diri dan orang lain.

Bahkan dalam sejarah Islam juga disebutkan kalau para

sahabat dan thabi‟in pada waktu itu saling bertukar ilmu

baik laki-laki maupun perempuan. Yang penting itu, laki-

laki dan perempuan sama-sama dididik dan diajari agar

tidak saling merendahkan. Laki-laki tidak boleh

merendahkan perempuan, begitu juga perempuan tidak

boleh merendahkan laki-laki, tidak boleh juga melakukan

kekerasan, cuat-cuit di dalam kelas juga tidak boleh. Jadi

yang paling utama itu pembentukan akhlak dari

muridnya.” (wawancara, 23 September 2019 pukul 12.15

WIB).

Selain sebagai aktivis gender, Husein juga merupakan salah

satu pengasuh Pondok Pesantren Dar‟at Tauhid Arjawinangun

Cirebon. Dalam praktik pembelajaran di pondok pesantren

tersebut sudah menerapkan sistem penempatan siswa dan siswi

dalam satu ruang kelas namun dalam kelas tertentu masih terdapat

hijab atau satir yang dapat digunakan sebagai pembatas antara

siswa dan siswi jika dirasa pembelajaran tersebut harus dibatasi.

Bahkan dalam materi fiqh wanita yang mencakup bab

haidh, nifas, wiladah dan lain-lain, juga diajarkan pada peserta

didik laki-laki. Hal tersebut sebagai bentuk keadilan dan

kesetaraan dalam proses belajar mengajar serta salah satu cara

agar kaum laki-laki dapat menghormati kaum perempuan

begitupun sebaliknya.

Dalam proses pembelajaran, Husein lebih menekankan

pada pembentukan akhlak dari peserta didik. Apabila peserta

didik mampu menjaga akhlaknya maka proses belajar mengajar

Page 70: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

56

akan berlangsung dengan baik. Begitupun sebaliknya, jika peserta

didik tidak mampu menjaga akhlaknya maka akan terjadi saling

menghina dan merendahkan antara laki-laki dan perempuan

(wawancara, 23 September 2019 pukul 12.15 WIB).

5. Metode Pendidikan

Pondok pesantren Dar‟at Tauhid masih menggunakan metode

pembelajaran tradisional sama seperti pondok pesantren lain di

Indonesia dengan kajian kitab kuning, halaqoh, ceramah dan lain

sebagainya (wawancara, 23 September 2019 pukul 12.15 WIB).

a) Kajian kitab kuning klasik

Dalam lingkungan pesantren pengajaran formal yang diberikan

adalah kajian kitab kuning. Kitab kuning ini biasanya berisi karangan-

karangan ulama yang menganut faham Syafi‟i di masa lampau dengan

tujuan utamanya adalah mendidik para santri untuk menjadi calon-

calon ulama. Istilah kitab kuning kerap disebut “Kitab Gundul” karena

tidak dilengkapi dengan sandangan (syakl) dan rentang waktu sejarah

panjang dari kemunculannya sekarang, tidak sedikit yang menjuluki

kitab kuning dengan sebutan Kitab Kuno.

Terdapat dua metode yang berkembang di lingkungan pesantren

untuk mempelajari kitab kuning yaitu metode sorogan dan bandongan.

Kedua metode tersebut memiliki ciri khas tersendiri dalam

membacanya yang dikenal dengan cara utawi iki-iku yang merupakan

sebuah cara membaca dengan pendekatan grammar (nahwu dan

Page 71: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

57

sharaf) yang ketat. Kitab-kitab klasik yang diajarkan di Pondok

Pesantren Dar‟at Tauhid dapat digologkan menjadi 8 jenis

pengetahuan, yaitu Nahwu Sharaf, Fiqh, Ushul Fiqh, Hadis, Tafsir,

Tauhid, Tasawuf dan Etika serta cabang-cabang lain seperti Tarikh

dan Balaghah (dalam, Siti Khodijah, 2016: 34-35).

b) Halaqoh

Halaqoh merupakan model pengajian yang umumnya dilakukan

dengan cara mengitari kyainya. Para santri duduk melingkari kyainya

untuk mendiskusikan suatu masalah yang tentunya dibawah

bimbingan sang kyai. Metode ini dilakukan pada setiap diskusi ilmiah,

bahtsul masail, atau musyawarah qubro. Metode bandongan dan

sorogan juga tergolong di dalamnya. Arti bandongan adalah suatu

metode pengajaran dengan cara guru membaca, menerjemahkan,

menerangkan dan mengulas materi yang dipelajari sedang para santri

mendengarkan dan mengamatinya. Sedangkan sorogan adalah suatu

metode pengajaran dengan cara para santri membaca dan

menerjemahkan dihadapan kyainya.

Kedua metode tersebut mulai di praktikkan oleh pendiri Pondok

Pesantren Dar‟at Tauhid yaitu K.H. A. Syathori yang hingga kini

masih dipraktikkan oleh penerusnya salah satunya K.H. Husein

Muhammad. Ketika pada bulan Ramadhan metode bandongan ini juga

dipraktikkan dalam pengajian rutin yang dikenal dengan sebutan ngaji

pasaran (dalam Siti Khodijah, 2016: 34-35).

Page 72: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

58

c) Ceramah

Kegiatan ini awalnya dilakukan oleh K.H. A. Syathori dalam

penyampaian materi pengajian dan pembelajaran kepada para santri

khususnya dan masyarakat pada umumnya yang hingga kini masih

dipraktikkan oleh penerusnya. Kegiatan tersebut dilaksanakan satu

minggu sekali yaitu dengan mendengarkan tausyiah atau mau‟idoh

hasanah dari Kyai Syathori setiap ba‟da sholat Jum‟at. Kyai Syathori

menyampaikan materi dengan cara bercerita kemudian menjelaskan

materi yang dipelajari (dalam Siti Khodijah, 2016: 34-35).

Page 73: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

59

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Perbedaan dan persamaan Fatima Mernissi dan K.H. Husein

Muhammad

Dari berbagai sumber data yang penulis teliti baik dari buku kedua

tokoh maupun hasil wawancara dengan K.H. Husein Muhammad, penulis

menemukan persamaan dan perbedaan serta kekurangan dan kelebihan

dari pemikiran kedua tokoh tersebut. Berikut ini analisis perbedan dan

persamaan dari Fatima Mernissi dan K.H. Husein Muammad yang penulis

sajikan dalam bentuk tabel:

Tabel 4.1 Perbedaan dan Persamaan dari Fatima Mernissi dan K.H.

Husein Muhammad

Perbedaan Persamaan

a. Keduanya memiliki latar belakang

yang berbeda. Mernissi mulai

menyuarakan keadilan gender

karena ia merasakan sendiri

bagaimana masyarakat Maroko

memperlakukan wanita dengan tidak

adil. Sedangkan Husein mulai

menyuarakan keadilan gender

setelah mengikuti halaqoh kemudian

ketika menjadi anggota Komnas

1) Fatima Mernissi dan K.H.

Husein Muhammad

merupakan tokoh ternama

yang aktif menyuarakan

keadilan gender karena

mengetahui perempuan

mengalami penindasan,

pembatasan dan di

perlakukan kurang adil

terutama dalam bidang

Page 74: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

60

Perempuan, ia melihat adanya

ketidakadilan yang dialami oleh

perempuan Indonesia.

pendidikan di negaranya

masing-masing.

b. Keduanya memiliki corak pemikiran

yang berbeda. Sebagai seorang

sosiolog, dalam melakukan kajian

Mernissi menggunakan pendekatan

sosiologis atau kehidupan sosial

masyarakatnya. Sedangkan Husein

sebagai seorang aktivis perempuan

dan juga seorang kyai, dalam

melakukan kajian menggunakan

pendekatan keagamaan sesuai

dengan syariat dan nash yang

terdapat dalam al-Qur‟an dan hadis

serta di sesuaikan dengan kondisi

masyarakat Indonesia.

2) Fatima Mernissi dan K.H.

Husein Muhammad

memiliki pendapat yang

sama dalam hal

kesempatan dan peran

belajar bagi perempan.

Keduanya berpendapat

antara laki-laki dan

perempuan memiliki

kesempatan dan hak yang

sama dalam dunia

pendidikan.

c. Keduanya memiliki perbedaan

dalam hal penerapan pendidikan.

Fatima Mernissi mengemukakan

penerapan pendidikan di Maroko

yang masih berkutat dengan

pengentasan buta huruf pada kaum

Page 75: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

61

perempuan. Sedangkan Husein

mengemukakan penerapan di

lembaga pendidikan secara khusus

yakni pengelolaan kelas. Sehingga

menurut penulis pembahasan

keduanya masih kurang meluas dan

mendalam jika di sandingkan dengan

pendidikan Islam kekinian.

d. Keduanya mengemukakan metode

pendidikan yang berbeda. Mernissi

dengan metodenya yang dapat

dikatakan sangat mendasar dan

sederhana, karena ia hidup ditengah

masyarakat yang buta huruf menuju

masyarakat yang berusaha

memperoleh pendidikan. Sedangkan

Husein dengan metodenya yang

tradisional sesuai dengan tradisi

sebuah pondok pesantren.

Terlepas dari persamaan dan perbedaan diatas, keduanya tetap

merupakan tokoh-tokoh yang memiliki andil cukup besar dalam

perkembangan keilmuan dunia terutama pada ranah pendidikan

Page 76: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

62

perempuan. Perbedaan diatas bukan merupakan sesuatu yang harus di

perdebatkan, mengingat keduanya berasal dari kultur yang berbeda

sehingga corak berpikirnyapun berbeda.

Selain perbedaan dan persamaan dari Fatima Mernissi dan K.H.

Husein Muhammad, penulis juga telah menganalisis adanya kekurangan

dan kelebihan dari pemikiran Fatima Mernissi dan K.H. Husein

Muhammad yang akan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 4.2 Kelebihan dan kekurangan dari pemikiran Fatima Mernissi

Kelebihan Kekurangan

a. Mernissi merupakan salah satu

tokoh perempuan yang

mempelopori gerakan keadilan

gender dan menyadarkan

pentingnya pendidikan bagi

perempuan di tengah-tengah budaya

patriarki agar mereka dapat keluar

dari belenggu buta huruf yang

tengah dialami oleh penduduk

Maroko.

1) Metode pendidikan yang

dianjurkan Mernissi hanya

dapat diterapkan pada

masanya saja dan tidak

efektif apabila masih

diterapkan pada zaman

sekarang. Mengingat pada

zaman sekarang sudah

mengalami banyak

kemajuan baik dari segi

teknologi maupun

pendidikan.

b. Dalam menyikapi problematika 2) Dalam pemikirannya

Page 77: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

63

gender dan pendidikan bagi

perempuan, Mernissi lebih tegas

dan berani. Hal ini dikarenakan

sejak kecil ia merasakan sendiri

berada pada lingkungan sosial yang

masih memegang erat budaya

patriarki sehingga dapat dijadikan

representasi persoalan perempuan

Islam pada umumnya.

tentang keadilan gender,

Mernissi menggunakan

pendekatan sosiologis

dengan memperhatikan

keadaan masyarakat

Maroko pada saat itu

sehingga konsep

individualisme,

liberalisme dan kebebasan

individu yang

mempengaruhi

pemikirannya kurang

relevan apabila diterapkan

di Indonesia.

c. Meskipun Mernissi seorang

profesor di bidang sosiologi, tetapi

perhatiannya terhadap lslam sangat

kuat. Totalitas dan semangatnya

untuk memperjuangkan kesetaraan

gender tidak perlu diragukan lagi. Ia

banyak melakukan kajian tentang

hadis-hadis misogini. Dalam

praktiknya, Mernissi bahkan tidak

Page 78: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

64

segan-segan menggali dan

menelaah kitab-kitab klasik seperti

sahih Bukhari, Muslim, tafsir al-

Tabari, Ikhya ulum al-Din dan lain

sebagainya.

d. Pemikiran dan gagasan Mernissi

mengenai pendidikan bagi

perempuan sangat positif bahkan

sangat konstruktif. Mernissi sangat

antusias mengajak kaum perempuan

untuk bangkit melawan penindasan,

ketidakadilan, kesewenangan dan

keterbelakangan dalam setiap sisi

kehidupan.

Tabel 4.3 Kelebihan dan Kekurangan dari pemikiran K.H. Husein

Muhammad

Kelebihan Kekurangan

a. Dalam mengkaji gagasan kesetaraan

gender, Husein menggunakan

pendekatan keagamaan sesuai

dengan nash dan syariat yang

terdapat dalam al-Qur‟an dan hadis.

1) Metode pendidikan yang

diterapkan Husein di

Pondok Pesantren Dar‟at

Tauhid masih terbilang

tradisional sehingga

Page 79: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

65

Sehingga mudah diterima oleh

masyarakat umum.

kurang efektif apabila

diterapkan pada sekolah-

sekolah umum.

b. Kedalaman akan literatur klasik

Islam yang di miliki Husein dalam

melakukan analisis atau argumen

tandingan terhadap ketimpangan

gender di masyarakat sangat jarang

dimiliki feminis Islam lain di

Indonesia. Sehingga banyak yang

menyebut Husein sebagai salah satu

pewaris semangat intelektualisme

dan aktivisme ulama-ulama salaf

karena ia tampil dengan berbagai

pemikirannya yang tajam dan kritis.

c. Husein tidak serta-merta berkiblat

langsung oleh pemikiran tokoh

gender lainnya dalam menghasilkan

sebuah pemikiran, dengan kata lain

Husein tidak termasuk orang yang

hanya menerima produk melainkan

mengambil konsep-konsep dasarnya

saja kemudian dikontruksikan

Page 80: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

66

dengan nash dan syariat Islam dan

disesuaikan kembali dengan

permasalahan yang ada sesuai zaman

dan budaya yang berlaku di

Indonesia.

d. Gagasan dan pemikiran Husein

mengenai keadilan gender di bidang

pendidikan tidak hanya berupa

gagasan saja, tetapi ia juga berusaha

menerapkan pada sistem

pembelajaran di Pondok Pesantren

Dar‟at Tauhid yang ia asuh.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kedua tokoh diatas memang

memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Terlepas dari itu

semua, Fatima Mernissi dan K.H. Husein Muhammad telah menyadarkan

kita betapa keadilan dan kesetaraan gender harus di tegakkan agar

terwujud kehidupan masyarakat yang adil dalam segala aspeknya. Mereka

juga memberikan sumbangsih yang cukup besar dalam khasanah keilmuan

terutama mengenai keadilan perempuan di bidang pendidikan bahkan

gagasan dan pemikiran keduanya telah menjadi sumber rujukan hingga

saat ini.

B. Komparasi Pemikiran

Page 81: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

67

Pada bab sebelumnya telah dipaparkan mengenai deskripsi

pemikiran Fatima Mernissi dan K.H. Husein Muhammad tentang keadilan

gender dalam bidang pendidikan. Keduanya memiliki corak berpikir yang

berbeda karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu latar belakang

kehidupan sosial, pendidikan dan masyarakat sesuai zaman yang

berkembang di negaranya masing-masing.

Fatima Mernissi merupakan salah satu tokoh yang mempelopori

gerakan keadilan dan kesetaraan gender pada tahun 1970-an di Maroko

dengan pemikiran-pemikirannya yang kritis terutama pada bidang

pendidikan dan perempuan. Pemikiran Mernissi mengenai kesetaraan dan

keadilan perempuan di bidang pendidikan didasari oleh kenyataan

masyarakat Maroko yang saat itu masih memegang teguh budaya patriarki,

bahkan ia sempat merasakan bagaimana tumbuh dan besar yang dibatasi

oleh harem. Mernissi juga menjadi saksi fenomena buta huruf yang

dialami oleh wanita-wanita Maroko termasuk ibu dan neneknya.

Beruntung ia beranjak remaja ketika pemerintah Maroko berusaha untuk

memberikan pendidikan kepada wanita sehingga ia mampu merasakan

bangku pendidikan hingga menjadi seorang Profesor.

Dalam menggugat budaya patriarki, Mernissi sangat apresiatif

terhadap konsep individualisme, liberalisme dan kebebasan individu yang

berkembang di Barat (Zakariya, 2011: 128). Ia menggunakan pendekatan

sosiologis sesuai dengan latar belakang pendidikannya sebagai seorang

sosiolog di Universitas Muhammad V Rabat, Maroko. Selain bergerak

Page 82: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

68

pada gagasan keadilan gender dalam pendidikan, Mernissi juga

memfokuskan penelitian dan kajiannya terhadap hadis-hadis misogini atau

hadis-hadis yang bernada membenci perempuan, hal tersebut dapat

diketahui dari karya-karya tulis yang ia terbitkan selama ini. Bahkan karya

intelektual yang ia hasilkan telah menjadi buku rujukan pustaka Barat

(Nuruzzaman, 2005: 82). Secara universal pemikiran Mernissi sebenarnya

ingin menampilkan keberpihakan Islam pada kesetaraan laki-laki dan

perempuan.

Sedangkan K.H. Husein Muhammad merupakan seorang kyai yang

memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender dari ranah pesantren.

Berbeda dengan Mernissi, Husein mulai tertarik dengan kajian gender

setelah mengikuti halaqoh bersama kyai-kyai yang peduli dengan keadilan

gender di Indonesia. Selain dari kegiatan halaqoh tersebut ia juga melihat

kenyataan masyarakat Indonesia yang pada saat itu masih membatasi

gerak perempuan dalam bidang sosial, budaya bahkan pendidikan.

Pemikiran dan gagasan Husein tentang keadilan gender menggunakan

pendekatan keagamaan sesuai dengan nash dan syariat yang terdapat

dalam al-Qur‟an dan hadis. Hal tersebut tidak lepas dari latar belakang

keluarganya yang tumbuh dan besar dari kalangan pesantren bahkan

pendidikan yang ia tempuh tidak jauh dari lembaga pendidikan Islam.

Banyak yang menyebut Husein sebagai pewaris semangat

intelektualisme dan aktivisme ulama-ulama salaf. Ia tampil dengan

berbagai pemikirannya yang tajam dan kritis untuk mengumpulkan dan

Page 83: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

69

mempropagandakan kebenaran-kebenaran yang termarginalkan dan juga

kebenaran yang sengaja dimarginalkan oleh kelompok-kelompok dengan

kepentingan tertentu yang sesat dan menyesatkan (dalam Noviyati

Widiyani, 2010: 32).

Husein mulai mencoba menerapkan gagasan keadilan gender

sedikit demi sedikit di Pondok Pesantren Dar‟at Tauhid yang ia asuh. Hal

itu dilakukan karena menurutnya apabila gagasan keadilan gender di

terapkan secara keseluruhan di tengah masyarakat yang belum siap

menerima gagasan tersebut maka akan menimbulkan permasalahan baru

(wawancara tgl 4 Juli 2019 pukul 10.26 WIB). Untuk menciptakan

keadilan gender, Husein tidak hanya bergerak pada ranah pendidikan saja,

melainkan pada bidang sosial kemasyarakatan dengan mendirikan dan

mengembangkan beberapa LSM seperti Fahmina Institute dan Puan Amal

Hayati (Natsir, 2014: 211).

C. Relevansi Kekinian

Azyumardi Azra mengemukakan pendidikan adalah salah satu

agen perubahan sosial yang mengacu pada tiga alasan. Pertama, lembaga

pendidikan adalah wadah institusional dimana semua pegawai (laki-laki

dan perempuan) mengekspresikan segala potensinya, mengaktualisasikan

dan mendefinisikan identitas dirinya. Kedua, lembaga pendidikan

merupakan institusi dinamis yang menyiapkan, memproduksi dan

mengembangkan potensi sumber daya. Ketiga, lembaga pendidikan

memproduksi ideologi atau doktrin tertentu baik melalui proses

Page 84: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

70

pendidikan, nilai-nilai diperkenalkan, ditransmisi dan ditransformasikan.

Akibatnya proses pendidikan pengajaran dan lembaga pendidikan

memainkan peranan penting dalam merealisasikan arah pembangunan

yang melahirkan keadilan gender (Azra, 2004: 5).

Sebelum membahas lebih lanjut, penulis akan menjelaskan kembali

mengenai pengertian dan tujuan Pendidikan Islam. Secara implisit

Pendidikan Islam adalah proses bimbingan secara sadar seorang pendidik

sehingga aspek jasmani, rohani dan akal anak didik tumbuh dan

berkembang menuju terbentuknya pribadi, keluarga dan masyarakat yang

Islami (Mahmud, 2011: 25).

Adapun tujuan pendidikan Islam adalah mengarahkan dan

membimbing manusia melalui proses pendidikan sehingga menjadi orang

dewasa yang berkepribadian muslim yang takwa, berilmu pengetahuan

dan berketerampilan melaksanakan ibadah kepada Tuhannya sesuai nilai-

nilai ajaran Islam. Sedangkan tujuan umum pendidikan Islam adalah

muslim yang sempurna atau manusia yang takwa atau manusia yang

beriman dan beribadah kepada Allah SWT (Mahmud, 2011: 122).

Pada bagian ini, penulis akan merelevansikan pemikiran kedua

tokoh diatas dengan Pendidikan Islam kekinian, mulai dari kesempatan

dan peran belajar bagi perempuan, penerapan di lembaga pendidikan,

metode pendidikan dan beberapa poin sesuai dengan pendidikan Islam

kekinian yang belum disinggung kedua tokoh diatas.

1) Kesempatan dan Peran Belajar bagi Perempuan

Page 85: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

71

Kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam

menuntut ilmu sebenarnya sudah diterapkan sejak zaman Rasulullah

Saw. Abu Syuqqah menyatakan hal tersebut terlihat dari keinginan

shahabiah bertemu dengan Rasulullah Saw untuk mendapatkan ilmu

dari sumbernya yang paling tinggi. Begitu juga halnya dengan para

sahabat dan tabi‟in mereka begitu ingin bertemu dengan istri-istri

Rasulullah Saw demi mendapatkan ilmu pengetahuan dari sumber

yang terkaya setelah wafatnya Rasulullah. Kaum muslimin baik laki-

laki maupun perempuan harus selalu mencari pengetahuan dari

sumber-sumber yang tertinggi, baik itu dari sumber laki-laki maupun

perempuan (Syuqqah, 1997: 39-40).

Terdapat beberapa ulama-ulama perempuan di Indonesia yang

konsensus dan mempunyai perhatian terhadap pendidikan, misalnya di

kerajaan Aceh pernah diperintah beberapa Sultanah, yang mempunyai

kekuatan politis juga kepakaran di bidang ilmu agama Islam dan

perhatian yang besar terhadap keberlangsungan agama Islam melalui

pendidikan Islam dan dakwah Islam. Pada abad ke-20 mucul beberapa

aktivis pendidikan Islam seperti Nyai Ahmad Dahlan dan beberapa

Nyai lain yang berkiprah dalam pesantren-pesantren tradisional.

Bahkan tokoh emansipasi perempuan di Indonesia RA. Kartini yang

turut menginspirasi kesadarannya untuk memperjuangkan pendidikan

bagi kaum perempuan juga pernah belajar agama Islam kepada Kyai

Soleh Darat (Abidin, 2015: 15).

Page 86: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

72

Dalam hal ini penulis sependapat dengan kedua tokoh diatas

yang menyebutkan bahwa perempuan juga memiliki kesempatan dan

hak yang sama atas pendidikan. Atau pada dewasa ini sering disebut

dengan pendidikan berbasis keadilan gender. Pendidikan Islam

berbasis kesetaraan gender merupakan suatu sistem pendidikan yang

merujuk pada nilai-nilai ajaran Islam yang didalamnya terkandung

asas-asas keadilan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan serta

menjunjung tinggi persamaan hak antara keduanya. Seperti yang

tertera dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara pada alenia

ke 4 yang berbunyi “…dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa….” Salah satu cara untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa adalah melalui pendidikan yang

merata dan tidak dibatasi oleh apapun terutama jenis kelamin.

Selain pada pembukaan Undang-Undang Dasar, negara juga

menjamin bahwa setiap warga negara (perempuan dan laki-laki)

mempunyai kesamaan hak dan kewajiban untuk memperoleh

pendidikan, yang dituangkan dalam pasal 31 Undang-undang Dasar

(UUD 1945). Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi

tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap

Perempuan, melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 dan

Permendiknas Nomor 84 Tahun 2008 sebagai bentuk komitmen

negara terhadap berbagai bentuk diskriminasi yang dialami

Page 87: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

73

perempuan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk pendidikan

(Effendy, 2014: 157).

Kebijakan nasional menyangkut pendidikan dapat ditelusuri

dari UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang

menyebutkan bahwa kesempatan pendidikan pada setiap satuan

pendidikan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras,

kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi dan tetap

mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan

(pasal 7) (Adriana, 2009: 141).

Adapun yang dimaksud dari pendidikan berbasis keadilan

gender adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk semua

masyarakat, tidak membedakan janis kelamin, agama, suku maupun

bangsa. Tidak adanya perbedaan pendidikan untuk laki-laki dan

perempuan inilah yang akhirnya akan mempermudah terwujudnya

kesetaraan gender dalam masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa

pendidikan merupakan sarana penting untuk mencapai pembangunan

kesetaraan dan kedamaian. Untuk dapat menjadi agen perubahan

harus memiliki akses yang adil terhadap kesempatan pendidikan yang

tidak dibatasi oleh jenis kelamin (Sumar, 2015: 175).

Pendidikan Islam berbasis keadilan gender hadir untuk

memberikan dan menjamin terpenuhinya hak pendidikan yang sama

bagi laki-laki dan perempuan. Dengan proses transformasi

pengetahuan dan nilai-nilai Islam berlandaskan al-Qur‟an dan Hadis

Page 88: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

74

Nabi untuk mengantarkan terbentuknya kepribadian Islami dengan

mempertimbangkan perbedaan kebutuhan, pengalaman dan

pengetahuan laki-laki dan perempuan akibat konstruksi sosial

lingkungannya, menuju pendidikan berkesetaraan gender agar

keduanya memperoleh manfaat yang sama dari hasil pendidikan

dalam mencapai tujuan yang diharapkan (Cholil, 2011: 399-400).

Al-Qur‟an memberikan pujian kepada ulul albab, yang

berdzikir dan memikirkan kejadian langit dan bumi. Mereka yang

dinamai ulul albab tidak terbatas pada kaum laki-laki saja, melainkan

juga perempuan. Hal tersebut ditegaskan dalam QS. Ali Imran [3]:

195 :

Artinya : “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya

(dengan berfirman): "Sesungguhnya aku tidak menyia-

nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu,

baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu

adalah turunan dari sebagian yang lain” (Depag, 2010:

76).

Ini berarti bahwa kaum perempuan juga dapat berpikir dan

mempelajari kemudian mengamalkan apa yang mereka hayati setelah

berdzikir kepada Allah serta apa yang mereka ketahui dari alam raya

ini (Badriyah, 2017: 16).

Dari pemaparan diatas, penulis menyimpulkan bahwa pada

saat ini tidak ada pembatasan hak dan kesempatan bagi perempuan

Page 89: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

75

untuk memperoleh pendidikan dan hal tersebut telah dijamin oleh

pemerintah Indonesia dalam undang-undangnya. Sejauh ini, penulis

belum menemukan adanya pembatasan hak dan kewajiban perempuan

di lingkungan pendidikan. Dapat dilihat pada sekolah-sekolah yang

tidak membatasi jumlah pendaftar peserta didik baru sesuai jenis

kelamin. Jikapun ada pembatasan hanya berupa jumlahnya saja, bukan

jenis kelaminnya.

Jadi, bagi kaum wanita tidak perlu merasa terhambat untuk

menuntut ilmu jika hanya karena guru yang dapat mengajarinya

adalah seorang laki-laki, begitu pula dengan kaum laki-laki tidak perlu

merasa terhalangi dalam menuntut ilmu pengetahuan jika ternyata

guru yang mengajarinya adalah guru perempuan. Karena sejatinya

pendidikan dan pengajaran di Indonesia berlaku untuk semua

golongan. Pendidikan bagi perempuan juga sangat penting karena

untuk membentuk pribadi dan karakter seorang perempuan yang

nantinya akan menjadi ibu dan sebagai tempat pertama kali

mengajarkan ilmu-ilmu kepada anaknya.

2) Penerapan di Lembaga Pendidikan

Pada bab sebelumnya, Fatima Mernissi dan K.H. Husein

Muhammad memiliki pendapat yang berbeda. Mernissi lebih

membahas mengenai penerapan lembaga pendidikan di Maroko yang

tidak merata bagi perempuan dan laki-laki, sedangkan K.H. Husein

lebih mengkhususkan pembahasan mengenai pengelolaan siswa di

Page 90: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

76

lembaga pendidikan Indonesia sesuai gender sejak dulu hingga

sekarang. Maka dari itu penulis akan memaparkan relevansi

penerapan di lembaga pendidikan dengan keadilan gender secara

umum dan khusus.

Bagi penulis, penerapan di lembaga pendidikan secara umum

adalah bagaimana lembaga tersebut berusaha mempraktikkan keadilan

gender bagi masyarakat yang ada di lingkup sekolah tersebut baik

pendidik, peserta didik maupun staf dan karyawan yang ada di

dalamnya. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan tidak

membatasi apapun sesuai jenis kelamin. Sebagai contoh, seorang guru

perempuan diperbolehkan mengampu mata pelajaran yang lebih

bersifat maskulin seperti olahraga, bela diri, karate dan lain

sebagainya. Begitupun dengan guru laki-laki diperbolehkan

mengampu mata pelajaran yang lebih bersifat feminim seperti

menyanyi dan menari. Namun hal tersebut harus di sesuaikan pula

dengan kemampuan dan kapabilitas dari pendidik itu sendiri.

Masih menurut penulis, penerapan di lembaga pendidikan

secara khusus adalah penempatan peserta didik di dalam kelas dan isi

pendidikan yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik. Untuk

menerapkan keadilan dan kesetaraan gender di kelas adalah sama

dengan yang diutarakan oleh K.H. Husein Muhammad yakni dengan

menyamakan isi pendidikan antara siswa dan siswi. Namun dalam

praktiknya, pendidik juga harus memahami kemampuan dari peserta

Page 91: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

77

didiknya terlebih dahulu sebelum memberikan pelajaran agar ilmunya

dapat di pahami oleh peserta didik dengan baik.

Untuk memahami kelembagaan pendidikan Islam perlu dikaji

pendekatan normatif tentang siapa yang bertanggung jawab dalam

menangani dan mengembangkan pendidikan. Tanggung jawab

pendidikan Islam merupakan tugas tiga institusi pokok pendidikan,

yaitu orangtua, sekolah dan masyarakat. Disamping itu, lembaga

pendidikan adalah suatu bentuk organisasi yang diadakan untuk

mengembangkan pendidikan, yang mempunyai pola-pola tertentu

dalam memerankan fungsinya, serta mempunyai struktur sendiri yang

dapat mengikat individu sehingga lembaga ini mempunyai kekuatan

hukum tersendiri (Mahmud, 2011: 183).

3) Metode Pendidikan

Relevansi metode pendidikan yang di kemukakan Fatima

Mernissi dengan metode yang pertama, penyebaran pendidikan

melalui industri media sangat efektif jika di terapkan semasa hidup

Mernissi, hal ini karena pada saat itu kaum perempuan di masyarakat

Maroko tidak memiliki akses yang bebas untuk keluar rumah. Salah

satu cara menyebarkan pendidikannya adalah melalui industri media

dengan pembuatan program-program televisi yang bermuatan

pendidikan. Namun metode tersebut kurang efektif apabila di terapkan

pada saat ini, karena di Inonesia bahkan di dunia telah mengalami

kemajuan zaman, perempuan di berikan aksses yang bebas untuk

Page 92: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

78

mendapatkan pendidikan dimanapun. Pada saat ini media televisi

lebih dijadikan sebagai media hiburan daripada pendidikan, bahkan

saat ini masyarakat lebih tertarik dengan gadget daripada televisi.

Kedua, penyebaran pendidikan melalui riset feminis. Bagi

penulis, metode ini masih cukup efektif diterapkan pada masa kini.

Hal ini dipengaruhi oleh adanya kebebasan perempuan untuk

mendapatkan pendidikan, mereka dapat mengakses riset-riset yang

telah dilakukan oleh banyak tokoh pendidikan di masa lalu terutama

tokoh perempuan. Dengan kemudahan tersebut, para perempuan akan

semakin semangat untuk mengoptimalkan kemampuannya dalam hal

pendidikan.

Ketiga, Penyebaran pendidikan melalui inisiatif-inisiatif

penerbitan nisa‟ist, yaitu suatu program penerjemahan dan penerbitan

yang dilakukan oleh sarjana-sarjana Barat dengan tujuan untuk

mempermudah kaum penerusnya mendapatkan informasi mengenai

riset-riset terdahulu. Penerjemahan dari suatu bahasa Islam ke bahasa

lain akan mudah dilaksanakan apabila sudah ada terjemahan ke dalam

bahasa Inggris dari karya aslinya. Menurut penulis, metode ini masih

cukup efektif apabila di terapkan pada saat ini, karena untuk

memenuhi kebutuhan orag-orang yang tidak dapat berbahasa Arab dan

memudahkan peneliti-peneliti dari Barat atau Asia yang tidak dapat

berbahasa Arab. Sehigga dengan adanya penerjemahan dan penerbitan

Nisa‟ist ini akan memudahkan peneliti yang akan datang untuk

Page 93: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

79

melakukan riset yang lebih relevan sesuai zamannya (Mernissi, 1999:

185-187).

Sedangkan metode pendidikan yang di kemukakan K.H.

Husein Muhammmad masih sangat relevan karena metode tersebut

adalah metode pendidikan di pesantren yang masih di gunakan hingga

saat ini. Namun, metode tersebut masih kurang relevan apabila di

terapkan di sekolah-sekolah umum.

Dari metode-metode diatas, penulis sependapat dengan Juono

yang mengutip tiga metode pendidikan yang dapat dijadikan acuan

dan relevan sepanjang zaman menurut Hamka dengan merujuk pada

QS. Al-Nahl [16]: 125.

Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah

dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan

cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang

lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-

Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang

mendapat petunjuk.” (Depag, 2010: 281).

Ketiga metode tersebut adalah al-hikmah (kebijaksanaan), al-

mau‟izhah al-hasanah (pendidikan dan pengajaran yang baik) dan

mujadalah bi allati hiya ahsan (diskusi). Pada ketiga metode tersebut

tidak ada batasan atau pengkhususannya terhadap peserta didik laki-

laki maupun perempuan. Semua metode yang sesuai untuk laki-laki,

Page 94: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

80

sesuai pula untuk perempuan. Hanya saja, menurut Hamka

penggunaan metode pendidikan hendaknya disesuaikan dengan

tingkat kemampuan peserta didik, materi, ruang dan waktu serta

situasi dan kondisi dimana pendidikan itu dilaksanakan. Jika

penggunaan metode tidak memperhatikan hal-hal tersebut, maka

proses pendidikan kemungkinan besar akan gagal dan sia-sia (Juono,

2015: 133).

Husein Muhammad menyatakan kesetaraan dalam pendidikan

Islam di Indonesia masih belum setara, masih terdapat pandangan-

pandangan lama dan kitab-kitab lama yang dijadikan sumber rujukan

dalam proses pembelajaran. Di pondok pesantren yang Husein asuh

juga belum sepenuhnya menggunakan sumber rujukan kekinian,

masih menggunakan kitab-kitab klasik (wawancara, 4 Juli 2019 pukul

10.26 WIB). Seperti yang diungkapkan kepada penulis :

“Praktik pendidikan Islam dalam memandang kesetaraan

gender pada umumnya masih seperti kehidupan sosial

masyarakat, bahkan di perguruan tinggi Islam sendiri masih

menggunakan sumber pemikiran dahulu, dengan kitab-kitab

dan pandangan lama. Saya bisa mengatakan seperti ini karena

saya pernah diminta oleh menteri Pendidikan dan

Pemberdayaan Perempuan untuk membaca 20 karya akademik

yang akan dijadikan sumber dasar pendidikan baru. Saya

mengatakan kepada mereka bahwa ini harus direvisi, meskipun

yang menulis buku itu mahasiswa S2 dan S3 tapi terjadi

inkonsistensi dimana-mana, masih juga menggunakan

pandangan lama. Ada juga yang sudah menggunakan

pemikiran baru tapi masih banyak kurangnya” (wawancara, 4

Juli 2019 pukul 10.26 WIB).

Menurut Adriana ada beberapa cara untuk memasukkan kajian

gender di perguruan tinggi, yaitu menjadikan mata kuliah gender

Page 95: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

81

sebagai mata kuliah mandiri, memasukkan materi atau isu gender pada

salah satu materi pendidikan dan pengajaran, dan memasukkan isu

gender pada materi pengajaran tanpa menyebutkan secara spesifik

dengan sub topik materi gender.

Lebih lanjut Adriana menyatakan dari ketiga cara diatas,

kemungkinan yang paling mudah dan dapat dilaksanakan dengan baik

adalah mengintegrasikan gender ke dalam mata kuliah tertentu.

Seperti mata kuliah yang berkaitan dengan pendidikan yaitu psikologi

pendidikan, dasar-dasar pendidikan, strategi pembelajaran,

pengelolaan kelas dan sebagainya (Adriana, 2009: 151). Selain

kesempatan dan peran belajar bagi perempuan, penerapan di lembaga

pendidikan, metode pendidikan dan isi pendidikan, masih ada satu

aspek yang berkaitan dengan Pendidikan Islam yaitu kurikulum

pendidikan. Dalam hal ini yang dimaksud kurikulum adalah

kurikulum yang berbasis kesetaraan gender.

Kurikulum dijabarkan dalam tujuan pembelajaran, materi dan

topik bahan bacaan atau referensi yang di pakai, strategi

pembelajaran, media atau sarana dan prasarana yang digunakan dan di

evaluasi. Pada umumnya isi kurikulum adalah nama-nama mata

pelajaran beserta silabinya atau pokok bahasan, tetapi kurikulum

sebenarnya tidak harus berupa mata pelajaran namun dapat berupa

nama kegiatan (Iqbal, 2015: 107). Lembaga pendidikan yang

memerhatikan kesetaraan gender akan mencantumkan upaya

Page 96: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

82

kesetaraan gender ini sebagai bagian dari visi dan misinya yang

kemudian akan terimplementasikan melalui kurikulum beserta

komponen-komponennya.

Perlu diperhatikan bahwa dalam mengembangkan integrasi

kurikulum perspektif gender sepatutnya memuat nilai-nilai persamaan

hak, kerjasama, partisipasi, keadilan, perbedaan fisik, kesetaraan,

kemajemukan dan prinsip demokratis antara laki-laki dan perempuan.

Untuk mewujudkan kurikulum yang dimaksud perlu mengambil

langkah-langkah kongkrit yaitu dengan merumuskan visi, misi, tujuan

dan pengembangan diri yang mencerminkan kurikulum berbasis

kesetaraan gender. Selain itu perlu juga mengkaji standar kompetensi,

kompetensi dasar pada standar isi yang dapat diintegrasikan oleh nilai-

nilai kesetaraan gender dalam indikator atau kegiatan pembelajaran

pada silabus dan rencana pembelajaran (Effendy, 2014: 163).

Nilai-nilai kesetaraan gender dapat diintegrasikan dalam

kurikulum antara lain: persamaan hak laki-laki dan perempuan,

perbedaan fisik laki-laki dan perempuan, partisipasi laki-laki dan

perempuan, keadilan bagi laki-laki dan perempuan, kerjasama laki-

laki dan perempuan, kesetaraan laki-laki dan perempuan, menghargai

kemajemukan, dan demokrasi (Adriana, 2009: 150). Nilai-nilai

kesetaraan gender tersebut dapat diintegrasikan dalam kurikulum dan

dapat disebarkan pada berbagai mata pelajaran yang diterapkan di

sekolah masing-masing.

Page 97: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

83

Menurut penulis untuk menciptakan keadilan gender dalam

pendidikan, ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama, guru harus

berperspektif gender karena ia merupakan ujung tombak pendidikan di

dalam sekolah yang akan mentransfer ilmu kepada peserta didik

sehingga untuk menjadikan peserta didik memahami dan menerapkan

keadilan gender, harus dimulai dari guru dengan mendukung keadilan

gender. Kedua, sumber belajar atau buku-buku pelajaran harus penuh

dengan muatan keadilan gender, sehingga proses transformasi nilai-

nilai yang berperspektif keadilan gender dapat berjalan dengan

maksimal. Ketiga, proses pembelajaran yang menerapkan sistem

keadilan gender, tidak ada perbedaan perlakuan terhadap peserta didik

laki-laki maupun perempuan. Kalaupun ada perbedaan dalam

penerapan proses belajar, hal tersebut terjadi karena menyesuaikan

dengan kemampuan peserta didik masing-masing bukan karena

perbedaan jenis kelamin.

Dalam penerapan pendidikan Islam berbasis kesetaraan gender

harus dimulai sejak dini dari pendidikan terendah. Agar pendidikan

kesetaraan gender tersebut dapat menjadi suatu kebiasaan dan

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan kehidupan

berkesetaraan gender dalam masyarakat.

Page 98: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

84

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan paparan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesetaraan gender dalam pendidikan Islam bagi Fatima Mernissi dan

K.H. Husein Muhammad sangat penting. Hal tersebut terdapat pada

beberapa aspek yang telah mereka singgung dalam karya-karyanya

seperti kesempatan dan peran belajar bagi perempuan, penerapan di

lembaga pendidikan dan metode pendidikan. Menurut Fatima

Mernissi dan K.H. Husein Muhammad perempuan berhak

mendapatkan pendidikan dan perlakuan yang sama seperti laki-laki

karena di dalam al-Qur‟an tidak disebutkan jika pendidikan hanya

diperuntukkan bagi laki-laki saja. Selain itu perempuan juga berhak

mengembangkan potensi dirinya di dalam masyarakat

2. Fatima Mernissi dan K.H. Husein Muhammad merupakan dua tokoh

gender dan pendidikan di dunia yang memiliki tujuan sama untuk

mewujudkan tercapainya kesetaraan dan keadilan bagi perempuan

dalam segala aspek kehidupan terutama aspek pendidikan. Namun,

keduanya memiliki banyak perbedaan terutama kultur budaya dan

lingkungan keluarga yang menyebabkan corak berpikirnyapun

berbeda. Dari perbedaan-perbedaan itu, dihasilkan kelebihan dan

kekurangan dalam mengkaji suatu gagasan. Keduanya memiliki

Page 99: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

85

persamaan dan perbedan serta kelebihan dan kekurangan masing-

masing. bagi penulis pemikiran K.H. Husein Muhammad mengenai

kesetaraan gender dalam pendidikan Islam lebih mudah diterima dan

diterapkan di Indonesia karena lingkungan sosial yang tidak banyak

berubah.

3. Metode pengajaran yang di kemukakan Fatima Mernissi dan K.H.

Husein Muhammad sebagian bsar masih sangat relevan dengan

metode pendidikan saat ini, mskipun saat ni penidikannya lebih

modern. Bagi penulis, metode pendidikan yang cukup relevan

diterapkan sepanjang zaman adalah metode kebijaksanaan, pendidikan

dan pengajaran yang baik, dan diskusi.

4. Pendidikan Islam dianggap mampu menjadi lokomotif yang aktif

untuk menerapkan kesetaraan gender, mengingat nilai-nilai yang

terkandung dalam Islam menjunjung tinggi kesetaraan dan keadilan.

Untuk menciptakan keadilan gender dalam pendidikan ada tiga hal

yang perlu diperhatikan, yaitu perspektif guru harus berkeadilan

gender, sumber belajar harus dipenuhi dengan muatan keadilan gender

dan proses pembelajaran yang menerapkan sistem keadilan gender.

Hingga saat ini pendidikan Islam di Indonesia telah menerapkan

kesetaraan bagi perempuan dan laki-laki.

B. Saran

Apa-apa yang digambaran pada skripsi ini hanyalah sedikit dari

pandangan dan pemikiran Fatima Mernissi dan KH. Husein Muhammad

Page 100: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

86

tentang kesetaraan gender dalam perspektif pendidikan Islam. Karya ini

dimaksud dan diharapkan sebagai salah satu usaha menguak sekelumit

dari pemikiran kedua tokoh diatas. Sebagai pemikir, ulama dan tokoh yang

berbasis gender dan keperempuanan, pemikiran keduanya tidak akan habis

dibahas.

Pemikiran Islam sebagai transfer keilmuan diharapkan mampu

menjadi lokomotif yang aktif menerapkan keadilan gender dalam

pendidikan. Dengan memberikan pendidikan yang seluas-luasnya kepada

perempuan tanpa ada batasan serta memberikan kebebasan kepada

perempuan untuk menentukan jalan hidupnya sendiri tanpa harus dibatasi

oleh budaya patriarki. Diharapkan kajian gender tidak hanya berupa teori

namun juga harus dipraktikkan dalam dunia nyata terutama dalam bidang

pendidikan. Agar pendeskriminasian, kekerasan dan subordinasi terhadap

perempuan dapat diminimalisir bahkan dapat dihapuskan agar dapat

tercipta keselarasan dalam kehidupan sosial bermasyarakat.

Page 101: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

87

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 2015. Kesetaraan Gender dan Emansipasi Perempuan dalam

Pendidikan Islam. Tarbawiyah, 12(01): 1-17.

Adriana, Iswah. 2009. Kurikulum Berbasis Gender (Membangun Pendidikan yang

Berkesetaraan). Tadris, 4(1): 137-152.

Asyhari, 2009. Kesetaraan Gender Menurut Nasaruddin Umar dan Ratna

Megawaangi. Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Jurusan Perbandingan

Madzhab dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Azra, Azyumardi. 2004. Realitas dan Cita Kesetaraan Gender di UIN Jakarta.

Jakarta: McGill IAIN.

Badriyah, Laila. 2017. Epistimologi Pendidikan Islam Menuju Perspektif Gender.

al-Hikmah, 5(1): 9-18.

Cholil, Mufidah. 2011. Strategi Implementasi Pengarusutamaan Gender Bidang

Pendidikan Islam. Al-Tahrir, 11(2): 391-414.

Depag. 2010. Al-Qur'an dan Terjemahannya Mushaf Aisyah. Bandung: JABAL.

Effendy, Rustam. 2014. Kesetaraan Gender dalam Pendidikan. Al-Maiyyah, 07(2):

142-165.

Iqbal, Mahathir Muhammad. 2015. Diskursus Gender dalam Pendidikan Islam.

ANALISIS: Jurnal Studi Keislaman, 15(1): 99-199.

Istibsyaroh. 2004. Hak-Hak Perempuan Relasi Jender menurut Tafsir Al-

Sya'rawi. Jakarta: TERAJU.

Junus, M. 1968. Perbandingan Pendidikan Modern di Negara Islam dan Intisari

Pendidikan Barat. Jakarta: Al-Hidayah.

Juono, Ribut Purwo. 2015. Kesetaraan Gender dalam Pendidikan Islam.

ANALISIS: Jurnal Studi Keislaman, 15(1): 121-141.

Mahmud. 2011. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Mernissi, Fatima. 1996. Pemberontakan Wanita: Peran Intelektual Kaum Wanita

dalam Sejarah Muslim. Diterjemahkan oleh Rahmani Astuti. 1999.

Bandung: Mizan.

____________. 1991. Wanita di Dalam Islam. Diterjemahkan oleh oleh Yaziar

Radianti. 1994. Bandung: Pustaka.

_____________. 1992. Islam dan Demokrasi Antologi Ketakutan (Cet. ke-5 ed.).

Diterjemahkan oleh Amirudin ar-Rany. 1994. Yogyakarta: LKiS.

Page 102: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

88

Muhaimin. 2003. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta:

PSAPM.

Muhammad, Husein. 2004. Islam Agama Ramah Perempuan: Pembelaan Kyai

Pesantren. Yogyakarta: LKiS.

_______________. 2014. Islam dan Pendidikan Perempuan. Jurnal Pendidikan

Islam, 3(2): 231-243.

Mupardila, Murni. 2017. Gender dalam Perspektif Pendidikan Islam (Studi Kritis

Atas Pemikiran Fatima Mernissi). Skripsi tidak diterbitkan. Lampung:

Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Raden Intan Lampung.

Muslikhati, Siti. 2004. Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam

Timbangan Islam. Jakarta: Gema Insani Press.

Natsir, Lies Marcoes. 2014. Menolak Tumbang Narasi Perempuan Melawan

Pemiskinan. Yogyakarta: INSSTPress.

Noviyati, Widiyani, 2010. Peran KH. Husein Muhammad dalam Gerakan

Kesetaraan Gender di Indonesia. Skripsi tidak diterbitkan. Jakarta:

Jurusan Sejarah Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Nuruzzaman, M. 2005. Kiai Husein Membela Perempuan. Yogyakaarta: LKiS.

Ramayulis. 2015. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: KALAM MULIA.

Siti, Khodijah, 2016. Peran KH. Abdullah Syathori dalam Pengembangan Pondok

Pesantren Dar‟at Tauhid Arjawinangun Cirebon. Skripsi tidak diterbitkan.

Cirebon: Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam Fakultas Ushuluddin Adab

Dakwah IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

Silviya, Ulfah, 2006. Pendidikan Islam Berwatak Kontruktivisme (Studi Atas

Pemikiran Fatima Mernissi tentang Pendidikan Perempuan Tahun 1940-

2006). Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Jurusan Tarbiyah Program Studi

Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga.

Sumar, Warni Tune. 2015. Implementasi Kesetaraan Gender dalam Bidang

Pendidikan. MUSAWA, 7(1): 158-182.

Susanti, 2014. Feminisme dalam Perspektif Husein Muhammad. Skripsi tidak

diterbitkan. Surabaya: Program Studi Aqidah Filsafat UIN Sunan Ampel

Surabaya

Suprianto. 2014. Kesetaraan Gender dalam Islam (Studi Atas Pemikiran

Nasarudin Umar dan KH. Husein Muhammad). Skripsi tidak diterbitkan.

Semarang: Jurusan Aqidah Filsafat IAIN Walisongo Semarang.

Syuqqah, Abdul Halim. tt. Kebebasan Wanita. Diterjemahkan oleh Chairul Halim.

1997. Jakarta: Gema Insani Press.

Tafsir, Ahmad. 2001. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. (Cet ke-4).

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Page 103: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

89

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Kesetaraan

Gender. 2018. Jakarta.

Zakariya, Nur Mukhlish. 2011. Kegelisahan Intelektual Seorang Feminis (Telaah

Pemikiran Fatima Mernissi tentang Hermeneutika Hadits). KARSA, 19 (2):

120-135.

Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Zubaidah, Siti. (2010). Pemikiran Fatima Mernissi tentang Kedudukan Wanita

dalam Islam. Bandung: Ciptapustaka Media Perintis.

Wawancara dengan KH. Husein Muhammad pada tanggal 4 Juli pukul 10.26 WIB

dan 23 Oktober 2019 pukul 12.15 WIB melalui sambungan telepon.

Page 104: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

90

Lampiran 1

Page 105: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

91

Lampiran 2

Page 106: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

92

Lampiran 3

Page 107: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

93

Lampiran 4

Page 108: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

94

Page 109: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

95

Lampiran 5

Daftar Lampiran Wawancara

Dilakukan pada Kamis, 4 Juli 2019 pukul 10.26 WIB atau pukul 11.26 ketika KH.

Husein Muhammad berada di Bali melalui sambungan telefon via WhatsApp atas

permintaan beliau.

IY : Indriyani Yuli Astuti (Penulis)

HM : KH. Husein Muhammad (Narasumber)

IY : “Dari beberapa literatur yang saya baca hanya menyebutkan Kiai

Mahmud Toha, KH. Syathori dan Prof. Ibrahim Husein sebagai guru

Buya, selain kepada beliau, kepada siapa lai Buya belajar?”.

HM : “Oh, kalau itu yang langsung, ya. Kiai Syathori itu kakek saya yang

mendirikan Pesantren Arjawinangun, kalau Mahmud Toha (hafidz)

pertama di Cirebon) itu menantunya Kiai Syathori, kami semua belajar

mengaji kepada beliau berdua. Kemudian Ibrohim Husen itu guru saya

di Perguruan Tinggi yang mengajarkan ushul fqh, fiqh perbandingan.

Selain itu sebetulnya banyak guru-guru saya, seperti ketika di Lirboyo,

ya ustadz/kiai di Lirboyo. Ketika di Mesir juga banyak sekali guru yang

mengajari saya”.

I : “Apakah hanya dari guru-guru tersebut Buya menambah wawasan dan

menuntut ilmu?”

HM : “Tentu tidak, ketika saya di Mesir, saya juga membaca banyak sekali

karya-karya intelektual Islam modern dan klasik, semacam dari

Page 110: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

96

Muhammad Abduh, Toha Husein, Basmahul Haqots, Taufiqil Hakim,

dan lain-lain yang merupakan para pemikir dan pembaharu Islam”.

I : “Apakah selama ini Buya hanya membaca karya-karya intelektual

mereka, atau Buya juga mengenal mereka secara langsung?”

HM : “Saya kenal banyak sekali tokoh-tokoh itu secara langsung, saya

pernah ngobrol dengan Nasalimar Burzaet di Leiden, beliau juga pernah

memberikan kuliah Pasca. Alhamduillah saya mendapat pujian karena

bisa menjelaskan buah pemikiran saya dihadapan beliau. Beliau berkat

“Allahumma fi amsalak, mudah-mudahan banyak orang yang punya

pikiran seperti anda”, selain itu juga saya mengenal Amina Wadud

Muhsin, beliau juga memberi apresiasi kepada saya. Tapi yang paling

utama saya juga membaca karya-karya intelektual dari tokoh-tokoh

pembaharu dan pemikir Islam yang lainnya”.

I : “Saya pernah membaca artikel di salah satu media massa yang

menyebutkan bahwa selama 3 tahun belajar di Mesir, Buya pulang ke

Indonesia tanpa gelar. Benarkah seperti itu? Jika benar, bagaimana hal

itu bisa terjadi?”

HM : “Iya betul, jadi gini kalo orang tahu, saya itu disana akhirnya melihat

kenyataan-kenyataan belajar di Mesir itu mengulang semua pelajaran-

pelajaran yang pernah saya pelajari ketika di Pesantren dulu. Ini bukan

hanya di Mesir ya, dimana saja di dunia Islam pelajarannya pasti itu-itu

saja. Jadi, saya disana justru mengajar mahasiswa-mahasiswa Indonesia

yang ingin belajar membaca kitab. Disana saya tinggal di KMNU

Page 111: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

97

(Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama) yang ada di Mesir. Saya sama

dengan Gus Dur, Bisri Mustofa, Harun Nasution dan yang lainnya, dulu

enggak belajar dan bagus dalam sisi akademik, karena itu pengulangan-

pengulangan yang membosankan sekali menurut saya. Jadi saya

belajarnya pada guru-guru secara pribadi sajalah”.

I : “Apa yang melatarbelakangi Buya berperan aktif membela kaum

perempuan?”

HM : “Banyak ya, yang paling menjadi dasar utama adalah fakta-fakta

tentang kekerasan terhadap perempuan dimana-mana, bahkan di negara

kita banyak sekali. Ketika saya menjadi komisioner Komnas

Perempuan, saya keliling Indonesia mencari dan mendapatkan

informasi dari lembaga-lembaga negara maupun LSM tentang fakta

kekerasan sebanyak ratusan ribu yang terjadi tiap tahunnya. Ini yang

menjadi pertanyaan besar buat saya, Kenapa fenomena ini dapat terjadi?

Apa sih faktor-faktornya? Lalu saya mencoba menggunakan

pendekatan dari sisi agamanya bagaimana. Faktor utamanya yang saya

temukan yaitu kekuasaan laki-laki terhadap perempuan. Dimanapun,

kekuasaan memiliki potensi untuk melakukan kekerasan, membatasi,

mengucilkan, membebani dan lain sebagainya. Itu yang disebut dalam

ilmu gender yang timbul akibat marginalisasi, subordinasi, kekerasan,

kesenjangan ekonomi, kekerasan psikologis dan fisik dan lain

sebagainya. Itu yang terjadi karena kekuasaan. Kemudian saya gali

Page 112: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

98

terus, menurut saya dari segi agama tidak mungkin, agama

membenarkan kekuasaan untuk melakukan kekerasan.

I : “Jadi berdasar pada fakta-fakta sosial yang telah terjadi ya

Buya?”

HM : “Iya, fakta-fakta sosial menurut saya harus menjadi dasar untuk

menentukan kebijakan baru. Karena fakta sosial itu tidak bisa

dihilangkan atau di tentang. Harus dicari dulu masalahnya apa, kok bisa

seperti ini? Itu harus dianalisis, jangan menyalahkan orang lain tapi

harus melihat ke diri sendiri dulu.”

I : “Sejak kapan Buya tertarik dengan kesetaraan gender?”

HM : “Pertama kali setelah dari Mesir sekitar tahun 80-an, saya diundang

halaqoh oleh Masdar Ali Mas‟udi dan para kiai-kiai yang lainnya. Saya

termasuk yang paling muda disana. Disana diajarkan tentang gender,

pertamanya ya saya menentang, masak perempuan boleh menjadi

kepala keluarga, sih? Tapi setelah melihat kenyataan saya mulai

tertarik. Tidak semua laki-laki itu pintar, gagah, dan tidak semua

perempuan itu bodoh, lemah. Ilmu gender itu bisa berubah, yang tidak

bisa berubah itu sex.

I : “Jika seperti itu, bagaimana ketidakadilan gender itu bisa terjad

Buya?”

HM : “Ini akhirnya dibuat oleh aturan sendiri, negara, hukum dan budaya.

Jadi, pembakuan peran itu yang menjadi masalah, laki-laki di publik,

perempuan di domestik. Akhirnya saya melihat perempuan itu hebat

Page 113: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

99

pintar, laki-laki ada yang bodoh. Jadi tidak bisa digeneralisasikan,

bukan dari Allahnya laki-laki itu kuat, bukan dari Allahnya perempuan

itu lemah. Itu yang saya temukan di pelajaran gender”.

I : “Dari buku-buku pemikiran tokoh Islam yang telah dibaca, Buya lebih

berkiblat pada pemikiran siapa?”

HM : “Wah, tidak bisa dikatakan satu persatu, saya ini kan mengambil

teorinya saja. Saya bukan termasuk orang yang menerima produk, tapi

harus dianalisis dulu, mengapa dia bisa berpikir seperti ini? Apakah

akal atau teks yang menentukan? Jadi bukan persoalan produknya,

melainkan analisis saya sendiri. Sampai saya berani menulis perempuan

boleh menjadi imam untuk laki-laki ya karena saya membaca dan

menganalisis. Meskipun saya tahu sebagian besar ulama menolak

perempuan menjadi imam sholat, tapi saya gali terus hadisnya

bagaimana setelah itu saya bandingkan. Nah kalo orang bilang, wah

kamu berijtihad sendiri, ya? Mujtahid, ya? Sesat, ya? Ya, saya gak

taulah, tapi logika saya mengatakan kategori kepemimpinan itu bukan

pada jenis kelamin tapi kepada karakter dan kemampun. Jadi seperti itu

pemikiran KH. Husein, bukan siapa mengikuti siapa. Saya hanya

mengambil teori dan basis-basis pemikirannya saja, karena yang saya

kritisi adalah teorinya bukan produknya”.

I : “Dengan pemikiran dan padangan yang seperti itu apakah Buya

pernah mendapatkan penolakan?”

Page 114: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

100

HM : “Ya, saya mengalami sekali kalau kiai-kiai itu banyak yang

menyalahkan dan menolak saya, yang katanya tidak mengikuti ulama.

Tapi ya mau bagaimana lagi? Masak saya tidak boleh mengemukakan

pemikiran saya sendiri?”

I : “Lalu, bagaimana Buya menanggapinya?”

HM : “Saya selalu mengatakan bahwa perubahan itu memang harus

bertahap tidak boleh sekaliggus, rakyat akan marah dan menolak kita.

Tapi ya, dibanding-bandingkan saja antara yang tidak boleh dan yang

boleh. Kita pasti punya pandangan sendiri, tapi juga tidak boleh

menyalahkan pandangan orang lain.”

I : “Selain melalui karya tulis dalam bentuk buku, Buya memahamkan

masyarakat tentang kesetaran gender melalui apa lagi?”

HM : “Wah banyak sekali. Selain buku saya lewat seminar-seminar diskusi,

halaqoh, jadi banyak sekali ruang yang sudah saya hadiri untuk

memahamkan gender kepada masyarakat luas. Sebagai contoh sudah

ada yang ditulis di buku, salah satunya di majalah RAHIMA tentang

pemikiran KH. Husein Muhammad, semua itu bukan hanya hasil

renungan dan pemikiran saya, tetapi juga hasil dari forum-forum

diskusi atau seminar dengan tokoh lain yang pernah saya ikuti.”

I : “Menurut Buya, pemahaman masyarakat Indonesia tentang gender

saat ini bagaimana?”

HM : “Menurut saya secara umum masih stagnan dan jauh dari konservatif

ya, tapi ada kemajuan sedikit-sedikit. Sudah ada banyak komunitas-

Page 115: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

101

komunitas, LSM yang memperjuangkan wanita. Pada umumnya masih

belum, masih ada sebagian masyarakat yang membatasi gerak

perempuan dan memandang subordinat, seperti pada sebagian hukum

dan undang-undang perkawinan tapi ada juga yang sudah maju”.

I : “Bagaimana menurut pandangan Buya tentang gender di lembaga

pendidikan Islam?”

HM : “Ya, seperti pada umumnya di kehidupan sosial masyarakat, masih

belum banyak perubahan. Bahkan di perguruan tinggi Islam sendiri

masih menggunkan sumber pemikiran dahulu, dengan kitab-kitab dan

pandangan-padangan lama. Saya bisa mengatakan seperti ini karena

saya pernah diminta oleh menteri pendidikan dan pemberdayaan

perempuan untuk membaca 20 karya akademik yang akan dijadikan

sumber dasar pendidikan. Saya mengatakan kepada mereka bahwa ini

harus direvisi, meskipun yang menulis buku itu mahasiswa S2 dan S3

tapi terjadi inkonsistensi dimana-mana, masih juga menggunakan

pandangan lama. Ada juga yang sudah menggunakan pemikiran baru

tapi masih banyak kurangnya.”

I : “Apakah ada pembahasan lain atau teori baru yang Buya kemukakan

mengenai perempuan?”

HM : “Ya, baru-baru ini saya dimintai pendapat oleh Kemang dan Menteri

Pemberdayaan Perempuan mengenai perempuan yang mengawinkan

dirinya sendiri. Semua bilang tidak boleh, diajaran Islam tidak boleh.

Tapi kalau menurut pandangan saya ya boleh kenapa tidak? Kalau

Page 116: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

102

poligami, saya baru akan mengatakan tidak boleh. Hal ini yang

akhirnya membuat terjadinya dualisme hukum di masyarakat dalam

berbagai ruang. Contohnya, cerai harus di pengadilan, sebagian

masyarakat menyatakan laki-laki boleh menceraikan kapan dan dimana

saja, dalilnya ada, ulama juga mengatakan seperti itu.”

I : “Menurut Buya, perbedaan gender di Barat dengan di Indonesia

seperti apa?”

HM : “Pada umumnya sama dengan pemikiran gender yang di Barat, Mesir

maupun Indonesia, ada sedikit tokoh-tokoh yang analisis, pemikiran

dan perjuangannya sama dengan tokoh di Indonesisa. Ada yang

menganalisis hadis, tafsir, fiqh. Pada umumnya mereka menggugat

teori, ayat-ayat dan hadis-hadis yang meminggirkan perempuan. Karena

saya pernah mengenal beberapa dari mereka ketika dalam satu forum

musyawarah gloal yaitu organisasi dengan tokoh-tokoh dunia yang

bergerak untuk kaum perempuan. Pendekatannya saja yang berbeda,

ada yang hadis, fiqh dan tafsir”.

I : “Bagaimana menurut Buya cara untuk memperjuagkan kaum

perempuan khususnya bagi kaum milenial sekarang?”

HM : “Menurut saya ya semua harus bergerak, menghilangkan budaya

patriarki, seperi membetuk dan berkumpul dengan komunitas, LSM

atau yang lainnya yang bergerak dibidang feminis. Jika semua

menyadari pentingnya kesetaraan dan mau bergerak untuk kesetaraan

pasti akan ada kemajuan yang besar.”

Page 117: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

103

I : “Selain dikaruniai 5 orang putra-putri, apakah Buya sudah memiliki

cucu?”

HM : “Saya sudah memiliki 3 orang cucu, 2 perempuan dari anak pertama

berada di Purwasari, Kediri dan 1 orang laki-laki dari anak kedua yang

berada di Banten.”

I : “Baik Buya, saya kira sudah cukup, mungkin ada kalimat terakhir

sebagai penutup”.

HM : “Begini, perempuan itu sumber kehidupan, perempuan itu sumber

peradaban, tergantung bagaiaman kita akan memperlakukan perempuan

seperti apa. Maka itulah wajah kebudayaan dan kehidupan. Kalau kita

membuat perempuan itu tegas, sehat, sabar, mandiri maka akan

menciptakan dunia yang tegas, sehat dan memiliki cara berpikir yang

hebat kerena semua sumber kehidupan berasal dan tergantung pada

perempuan”.

Daftar Lampiran Wawancara Kedua

Dilakukan pada hari Senin 23 September pukul 12.15 dengan narsumber KH.

Husein Muhammad melalui sambungan telepon whatsapp

IY : Indriyani Yuli Astuti (Penulis)

HM : KH. Husein Muhammad (Narasumber)

IY : “Bagaimana pendapat Buya Husein mengenai Pendidikan Islam

berbasis kesetaraan gender?”

Page 118: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

104

HM : “Pendidikan itu merupakan hak semua rakyat baik laki-laki maupun

perempuan, mereka memiliki hak yang sama dalam menuntut ilmu.

Kita ini kan dituntut untuk dapat bekerja sama dalam melakukan amar

ma‟ruf nahi mungkar yaitu memerintah kebaikan dan melarang atau

mencegah untuk melakukan kemungkaran. Orang-orang tidak akan bisa

menyuruh untuk melakukan amar ma‟ruf nahi mungkar tanpa adanya

pengetahuan. Tidak ada masalah sama sekali kalau perempuan itu

menuntut ilmu apalagi Pendidikan Islam. Keduanya memiliki

kesempatan yang sama kok, bahkan menuntut ilmu sudah menjadi

kewajiban bagi kaum muslimin baik laki-laki maupun perempuan. Al-

Qur‟an sendiri juga lebih dulu menegaskan tentang perintah belajar

(membaca) daripada beriman. Bukan „berimanlah kamu kepada Allah‟

tetapi „Iqra‟ bacalah. Perintah ini juga bukan hanya ditujukan kepada

laki-laki ataupun perempuan saja, tetapi kepada semua makhluk Allah”

IY : “Apakah menurut Buya Husein pendidikan Islam di Indonesia sudah

menerapkan kesetaraan gender?”

HM : “Sudah itu, menurut saya baik di sekolah umum maupun di pesantren-

pesantren, mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi umum atau

keagamaan sudah membuka ruang yang sama untuk perempuan dan

laki-laki. Tidak ada pembatasan jumlah dalam menerima murid sesuai

jenis kelaminnya, semua memiliki kesempatan yang sama. Bahkan di

Indonesia sudah diterapkan wajib belajar 9 tahun atau minimal

setingkat SMA/SMK/MA itu berlaku untuk semuanya. Selain itu,

Page 119: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

105

negara juga memberi fasilitas pendukung seperti beasiswa BOS dan

Bidikmisi bagi mereka yang tidak mampu. Itu menunjukkan bahwa

negara sangat mendorong warga negaranya dalam menuntut ilmu tanpa

membedakan jenis kelamin dan latar belakang lainnya. Karena

kemajuan sebuah bangsa harus dimulai dari pendidikan, semakin maju

pendidikannya maka akan semakin sejahtera pula bangsa tersebut.”

IY : “Apakah menurut Buya Husein adanya pemisahan ruang kelas sesuai

jenis kelamin dapat disebut tidak menyatakan kesetaraan gender?”

HM : “Tidak, itu tidak apa-apa, tidak bisa di sebut tidak menyetarakan

gender juga. Menurut saya itu hanya masalah teknis saja dalam

pengelolaan kelas. Bagaimana mengatur pembelajaran di dalam kelas,

bagaimana mengatur kondusifitas dalam kelas. Tapi intinya kan

kewajibanbelajar bagi laki-laki dan perempuan itu sama. Mengenai tata

car pengelolaan kelas dan sekolahnya ya disesuaikan dengan budaya,

tradisi urf‟ dan lain sebagainya yang ada di lingkungan tersebut. Mau

dipisah atau digabung tidak masalah. Mau duduk di lantai tanpa kursi

atau mau lengkap dengan meja dan kursi juga tidak masalah, mau

halaqohatau diskusi dan presentasi ya tidak menjadi masalah, itu hanya

teknis saja bukan prinsip. Yang paling penting itu jangan sampai ada

yang saling merendahkan, menghina, melakukan kekerasan satu sama

lain. Jadi terserah mau bagaimana caranya mengelola kelas tersebut,

kalau dalam satu ruang kelas itu terjamin kondusifitas dan kebaikannya

ya tidak apa-apa di campur antara siswa dan siswi asal tetap menjaga

Page 120: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

106

kehormatan diri dan orang lain. Bahkan dalam sejarah Islam juga

disebutakn kalau para sahabat dan thabi‟in pada waktu itu saling

bertukar ilmu baik laki-laki maupun perempuan. Tapi kalau mau

dipisah antara kelas laki-laki dan kelas perempuan juga tidak apa-apa,

mungkin tradisi dan lingkungannya tidak mendukung dan

masyarakatnya juga belum menerima adanya pencampuran jenis

kelamin dalam satu kelas.”

IY : “Bagaimana dengan pengelolaan kelas Pondok Pesantren Dar‟at

Tauhid yang Buya Husein asuh? Apakah masih dengan sistem

pembedaan jenis kelamin atau sudah berada dalam satu ruang kelas

antara laki-laki dan perempuan?”

HM : “Iya, kalau disini sama saja, sudah campur itu satu kelas laki-laki dan

perempuan. Meskipun begitu, diruangan tertentu juga masih disediakan

hijab atau pembatas antara siswa dan siswi dalam pembelajarannya.

Menurut saya, lebih baik jangan terlalu formalitas seperti itu, kalau

siswa dan siswi dipisah dalam pembelajaran itu kan masih menyulitkan.

Yang penting itu, laki-laki dan perempuan sama-sama dididik dan

diajari agar tidak saling merendahkan. Laki-laki tidak boleh

merendahkan perempuan, begitu juga perempuan tidak boleh

merendahkan laki-laki, tidak boleh juga melakukan kekerasan, cuat-cuit

di dalam kelas juga tidak boleh. Jadi yang paling utama itu

pembentukan akhlak dari muridnya.”

Page 121: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

107

IY : “Apakah materi pembelajaran yang diberikan kepada siswa dan siswi

di Pondok Pesanten Dar‟at Tauhid itu sama?”

HM : “Iya, sama persis semuanya. Tidak ada materi khusus untuk laki-laki

maupun materi khusus untuk perempuan. Bahkan di pelajaran haid,

nifas, kesehatan reproduksi dan lain sebagainya mengenai

keperempuanan juga diajarkan kepada laki-laki. Laki-laki juga

menerima materi itu, apalagi perempuan.”

IY : “Dalam pembelajaran mengenai keperempuanan dan kajian kitab

kuning seperti yang dijelaskan tadi, apakah pengelolaan kelasnya juga

dijadikan satu antara laki-laki dan perempuan?”

HM : “Iya, dijadikan satu. Setiap ngaji kitab kuning itu dijadikan satu. Di

dalam kitab kuning itukan tidak hanya ada bab-bab tentang

keperempuanan tetapi ada juga tentang keimanan, makanya dalam

pembelajarannya kita jadikan satu anatara siswa dan siswi. Pada bab

haid, nifas dan kesehatan reproduksi itukan ditujukan untuk semuanya

tidak hanya perempuan, laki-laki juga harus memahami itu. Jadi agar

mereka mengerti kalau misalkan perempuan sedang haid itu sakit,

emosinya tidak terkontrol apalagi tidak boleh dipaksa untuk melakukan

hubungan seks. Itulah pentingnya memberikan pembelajaran yang sama

antara laki-laki dan perempuan.”

IY : “Bagaimana dengan kurikulum yang diterapkan di Pondok Pesantren

Dar‟at Tauhid yang Buya Husein asuh?”

Page 122: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

108

HM : “Kita masih menggunakan kurikulum tradisional seperti hampir

28.000 pesantren yang ada di Indonesia. Masih dengan kajian kitab

kuning, seperti nahwu sharaf, sistemnya masih dengan halaqoh, tabligh

dan lain sebagainya.”

IY : “Apakah lingkungan masyarakat di Pondok Pesantren Dar‟at Tauhid

sudah mendukung praktek kesetaraan gender?”

HM : “Kalau prakteknya sudah, tapi jangan tanya lagi hukumnya

bagaimana. Kalau sesuai hukum nanti kembali lagi, ini tidak boleh itu

tidak boleh. Misalkan anak perempuan datang dari jauh kesini sendirian

tidak ditemani oleh mahramnya, tidak akan menjadi masalah disini,

semuanya akan baik-baik saja. Tapi kalau ditanya hukumnya boleh atau

tidak, ya pasti tidak boleh karena itu sudah ada hadisnya sendiri kalau

perempuan berpergian jauh harus ditemani dengan mahromnya.

Jadi sebenarnya sudah ada realitas yang lebih baik tapi masih ada juga

pendangan yang belum berubah dari dulu. Pandangan yang perempuan

tidak boleh ngobrol dengan laki-laki pada prakteknya disini sudah

banyak dilakukan oleh anak-anak dan memang kami perbolehkan. Tapi

kalau ditanya lagi hukumnya bagaimana, ya pasti tidak boleh. Menurut

saya hukum tersebut harus dirubah, tidak akan menjadi masalah jika

laki-laki dan perempuan ngobrol dan diskusi bersama selagi tidak

menyalahi norma kesopanan dan akhlakul karimah.”

Page 123: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

109

IY : “Apakah menurut Buya Husein pembelajaran tentang keperempuanan

seperti yang telah di praktekkan oleh madrasah dapat diterapkan di

sekolah umum?”

HM : “Menurut saya, pendidikan agama yang sifatnya universal masih

relevan diterapkan di sekolah umum, tetapi kalau untuk yang bersifat

khusus seperti kajian kitab kuning itu tidak relevan diterapkan di

sekolah umum. Karena bagaimanapun juga dalam sekolah umum pasti

tidak hanya ada kaum muslim tetapi ada juga yang non muslim. Jadi,

biarkan pendidikan agama secara khusus menjadi tugas dan ranah dari

madrasah atau pondok pesantren jangan di samakan dengan pendidikan

umum.”

IY : “Apakah di Pondok Pesantren Dar‟at Tauhid ada pembelajaran atau

keterampilan khusus yang diajarkan kepada siswi perempuan?”

HM : “Kalau kursus-kursus khusus seperti menjahit, menganyam dan lain

sebagainya belum ada. Disini hanya diajarkan keterampilan pidato,

batsul masail, ceramah dan lain sebagainya yang dilaksanakan setiap

minggu. Dalam pelaksanaannya juga ditujukan kepada semuanya baik

laki-laki maupun perempuan. Untuk tempatnya juga berada dalam satu

ruang, sistemnya juga bergiliran. Laki-laki pidato, perempuan

mendengarkan begitu juga sebaliknya, tidak pernah ada masalah. Saya

selalu menekankan kepada mereka untuk saling menghormati, tidak

melecehkan, merendahkan dan mengganggu satu sama lain. Silakan

mengobrol dan bediskusi jadi satu tetapi tetap menjaga adab dan

Page 124: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

110

akhlaknya sebagai seorang santri. Jadi dapat dikatakan bahwa pada

prakteknya di pesantren kami sudah menerapkan kesetaraan gender.”

Page 125: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

111

Lampiran 6

Page 126: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

112

Page 127: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

113

Page 128: KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7963/1/SKRIPSI...dan dipertukarkan, tetapi merupakan suatu konsep yang telah berlaku di masyarakat

114

Lampiran 7