kesetaraan gender pada masyarakat pesisir

15
Kesetaraan dan Keadilan Gender Pada Masyarakat Pesisir Di Desa Branta Pesisir Kabupaten Pamekasan Madura Istiana, Zahri Nasution dan Tjahjo Tri Hartono Pendahuluan Gender pada dasarnya merupakan konsep yang membedakan antara laki-laki dan perempuan bukan berdasarkan aspek biologisnya melainkan dikaitkan dengan peran, fungsi, hak, sifat, perilaku yang direkayasa sosial (gender merupakan hasil konstruksi sosial budaya). BKKBN (2001) menyatakan bahwa peran gender bersifat dinamis, dipengaruhi oleh umur, ras, etnik, agama, lingkungan geografi, pendidikan, sosial, budaya, ekonomi dan politik. Oleh karena itu, perubahan peran gender sering terjadi sebagai respon terhadap perubahan kondisi sosial ekonomi, budaya, sumberdaya alam dan politik termasuk perubahan yang diakibatkan oleh upaya- upaya pembangunan atau penyesuaian program struktural (structural adjustment program) maupun pengaruh dari kekuatan- kekuatan di tingkat nasional. Pembangunan nasional ditujukan untuk seluruh penduduk tanpa membedakan laki-laki maupun perempuan. Walaupun sampai saat ini telah banyak kemajuan pembangunan yang di capai, namun kenyataan menunjukkan bahwa kesenjangan gender masih terjadi di berbagai bidang pembangunan. Menurut Human Development Index 2005, Indonesia berada pada peringkat HDI ke-110 dari 170 negara di dunia dengan indeks sebesar 0.697; sedangkan untuk Gender Development Index menduduki

Upload: nenglis

Post on 14-Jun-2015

1.236 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kesetaraan Gender Pada Masyarakat Pesisir

Kesetaraan dan Keadilan Gender Pada Masyarakat Pesisir Di Desa Branta Pesisir Kabupaten Pamekasan Madura

Istiana, Zahri Nasution dan Tjahjo Tri Hartono

Pendahuluan

Gender pada dasarnya merupakan konsep yang membedakan antara laki-laki dan

perempuan bukan berdasarkan aspek biologisnya melainkan dikaitkan dengan peran,

fungsi, hak, sifat, perilaku yang direkayasa sosial (gender merupakan hasil konstruksi

sosial budaya). BKKBN (2001) menyatakan bahwa peran gender bersifat dinamis,

dipengaruhi oleh umur, ras, etnik, agama, lingkungan geografi, pendidikan, sosial,

budaya, ekonomi dan politik. Oleh karena itu, perubahan peran gender sering terjadi

sebagai respon terhadap perubahan kondisi sosial ekonomi, budaya, sumberdaya alam

dan politik termasuk perubahan yang diakibatkan oleh upaya-upaya pembangunan atau

penyesuaian program struktural (structural adjustment program) maupun pengaruh dari

kekuatan-kekuatan di tingkat nasional.

Pembangunan nasional ditujukan untuk seluruh penduduk tanpa membedakan

laki-laki maupun perempuan. Walaupun sampai saat ini telah banyak kemajuan

pembangunan yang di capai, namun kenyataan menunjukkan bahwa kesenjangan gender

masih terjadi di berbagai bidang pembangunan. Menurut Human Development Index

2005, Indonesia berada pada peringkat HDI ke-110 dari 170 negara di dunia dengan

indeks sebesar 0.697; sedangkan untuk Gender Development Index menduduki

peringkat ke-87 dari 140 negara di dunia dengan indeks sebesar 0.691. Perbedaan angka

HDI dan GDI ini merupakan indikasi adanya kesenjangan gender (Anonymous,2006a).

Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk

memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan

berpartisipasi dalam berbagai kegiatan serta menikmati hasil pembangunan. Kesetaraan

gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan terhadap laki-laki

maupun perempuan. Menurut Kusnadi (2001) peranan perempuan dalam kegiatan

perikanan menggambarkan suatu keadaan bahwa perempuan belum mendapatkan

keadilan dan kesetaraan gender. Salah satunya adalah beban pekerjaan ganda yang harus

dilakukan perempuan. Selain itu, salah satu indikator ketidakadilan adalah adanya

perbedaan pemberian upah antara laki-laki dan perempuan dengan jenis pekerjaan yang

Page 2: Kesetaraan Gender Pada Masyarakat Pesisir

sama. Berkenaan dengan hal tersebut, secara spesifik tulisan ini bertujuan untuk

mengetahui kesetaraan gender pada masyarakat pesisir di desa Branta Pesisir Kabupaten

Pamekasan Madura.

Profil Masyarakat Desa Branta Pesisir Kabupaten Pamekasan Madura

Desa Branta Pesisir termasuk dalam wilayah kecamatan Tlanakan yang memiliki

luas 48,10 km2. Kecamatan ini memiliki 17 desa dengan tingkat kepadatan penduduk

perdesa sebesar 3.309 orang/desa atau sebesar 1.170 orang/km2. Desa Branta Pesisir

memiliki luas 0,12 km2 dan merupakan luasan desa terkecil dibanding desa-desa yang

lain di Kecamatan Tlanakan. Jumlah penduduk desa Branta Pesisir 4.224 jiwa atau

1.068 KK dengan perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan yaitu 1 :

1,031 (2.079 laki-laki dan 2.144 perempuan). Sistem pemerintahan desa Branta Pesisir

adalah kategori desa swasembada yaitu desa yang mampu mencukupi kebutuhan desa

itu sendiri yang diperoleh dari hasil potensi yang dimiliki desa tersebut, desa ini

membawahi 11 dukuh/kampung.

Berdasarkan data statistik Perikanan Kab. Pamekasan (2006b), armada perikanan

tangkap laut Desa Branta Pesisir masih didominasi oleh perikanan tradisional.

Mayoritas nelayan menggunakan armada dengan motor tempel. Alat tangkap yang

dominan digunakan adalah payang, jaring insang dan pancing tonda. Terdiri dari 165

nelayan pemilik dan 653 nelayan pandega dengan 164 armada motor tempel dan 1

armada kapal motor. Jenis alat tangkap yang digunakan adalah purse seine (1 unit),

payang (75 unit) dan jaring insang (89 unit). Jenis ikan hasil tangkapan yaitu peperek,

kurisi, bloso, ekor kuning, bawal hitam, layang, selar, tembang, lemuru, kembung,

tenggiri, tongkol dan cakalang.

Nelayan di liat dari aspek gender adalah laki-laki yang memiliki mata pencarian

menangkap ikan sedangkan untuk aktivitas jual beli ikan dilakukan oleh istrinya selaku

bakul. Aktivitas bakul tidak berhenti saat selesai transaksi jual beli ikan, jika ada ikan

yang tidak laku di jual maka akan diolah menjadi ikan kering atau ikan tersebut di

masak kemudian dijual. Selain transaksi jual beli ikan dan pengolahan ikan, aktivitas

darat lainnya yaitu merawat mesin dan perahu (laki-laki dewasa), membersihkan perahu

(anak laki-laki) dan merapikan jaring (laki-laki dan perempuan dewasa). Aktivitas-

aktivitas ini merupakan aktivitas yang telah berlangsung turun menurun.

Page 3: Kesetaraan Gender Pada Masyarakat Pesisir

Budaya kerja yang dimiliki oleh masyarakat nelayan cukuplah besar, hal ini

ditandai dengan keinginan masing-masing individu nelayan untuk memiliki armada

penangkapan yang lebih besar ditujukan untuk mencari lokasi ikan yang lebih jauh

dengan harapan lokasi tersebut memiliki potensi ikan yang jauh lebih banyak.

Modal masyarakat nelayan sebagian besar tidak terlepas dari peranan preboss

(sebutan tengkulak di wilayah tersebut). Jasa preboss biasanya digunakan nelayan untuk

modal melaut yang nantinya akan dibayar dengan hasil tangkapan dengan harga lebih

rendah Rp 1.000 dari harga pasar lalu dipotong sebesar biaya operasional melaut serta

dipotong Rp 5.000 untuk bayar angsuran hutang. Di saat nelayan mendapatkan hasil

tangkapan sedikit atau tidak melaut, mereka tidak membayar angsuran hutangnya, hal

inilah yang menjadikan hutang nelayan sulit terlunasi.

Ikan hasil tangkapan disortir sesuai jenis dan ukuran ikan untuk menentukan

kelayakan harga. Aktivitas penyortiran dilakukan oleh nelayan dan dibantu oleh istri.

Pemasaran terhadap hasil tangkapan dilakukan langsung oleh nelayan dan atau istri

selaku bakul. Umumnya ikan dengan kualitas bagus yaitu kriteria sesuai permintaan

akan dijual pada preboss, sedangkan ikan-ikan yang tidak terjual akan dijual secara

eceran di pasar. Kemudian preboss menjual ikan dalam skala besar (kumpulan dari

pembelian ikan pada bakul-bakul) akan didistribusikan kepada pasar regional dan

perusahaan. Aktivitas bakul tidak berhenti saat selesai transaksi jual beli ikan, jika ada

ikan yang tidak laku dijual maka akan diolah menjadi ikan kering atau ikan tersebut di

masak kemudian dijual.

Pendapatan dalam satu keluarga tergantung hasil tangkapan ikan yang diperoleh.

Pada musim ikan hasil yang diperoleh antara 2-3 kali lipat dari modal ke laut sedangkan

pada tidak musim ikan hasil yang diperoleh hanya untuk kegiatan ekonomi harian atau

bahkan rugi, tidak dapat hasil apapun. Sistem bagi hasil yang berjalan di masyarakat

adalah umum seperti yang terjadi di daerah nelayan lainnya. Hasil penjualan dari

tangkapan akan dipotong sebesar biaya operasional yang dihabiskan. Sisanya kemudian

dibagi dua antara pemilik perahu dengan nelayan pandega. Bagian nelayan pandega

akan dibagi rata sesuai jumlah orang yang bekerja.

Profil Aktivitas Gender Dalam Keluarga dan Masyarakat

Page 4: Kesetaraan Gender Pada Masyarakat Pesisir

Profil kegiatan ini melihat pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam

keluarga. Pembagian kerja dibedakan menjadi 3, yaitu kegiatan reproduksi atau rumah

tangga (domestik), kegiatan produksi dan kegiatan sosial. Pada profil kegiatan ini,

perempuan dan laki-laki dibedakan atas ibu, bapak, anak laki-laki dan anak perempuan

atau orang lain yang ikut dalam keluarga responden, seperti saudara dan pembantu

rumah tangga.

Tabel 1. Total alokasi waktu keluarga responden per kegiatan dalam 1 hari (jam).

Jenis kegiatanLaki-laki Perempuan

Bapak Anak Ibu AnakReproduktif 1,44 jam

(6,01%)0,36jam (1,48%)

6,30 jam (26,24%)

4,80 jam (19,99%)

Produktif 6,85 jam (28,54%)

3,50 jam (14,58%

5,98 jam (24,92%)

1,81 jam (7,56%)

Sosial Kemasyarakatan

0,44 jam (1,83%)

0,28 jam (1,15%)

0,14 jam (0,60%)

0,14 jam (0,58%)

Total (jam/hari) 8,73 4,13 12,42 6,75Total Prosentase 36,39 % 17,21 % 51,75 % 28,13 %Kegiatan lain-lain dan waktu luang

15,27 jam (63,61%)

19,87jam (82,79%)

11,58jam (48,25%)

17,25jam (71,87%)

Terlihat bahwa peran perempuan lebih besar daripada laki-laki. Dalam sehari

perempuan menghabiskan waktu sekitar 12,42 jam (51,75%) sedangkan laki-laki hanya

8,73 jam/hari (36,39%). Perbedaan waktu 3,69 jam/hari antara peran laki-laki dan

perempuan menunjukkan beban lebih yang diterima perempuan. Hal ini di sebabkan

perempuan terlibat aktif dalam kegiatan produktif (bekerja). Kondisi ini disebabkan

karena perekonomian keluarga yang belum bisa membawa keluarga pada taraf

kesejahteraan. Keterpaksaan perempuan memilih beban ganda karena dalam usaha

mencari tambahan penghasilan untuk membantu memenuhi kebutuhan dan

kesejahteraan hidup keluarga.

Ketidakadilan muncul ketika perempuan dibebankan dengan beban pekerjaan

yang lebih banyak dari laki-laki. Di lain pihak perempuan juga aktif dalam usaha

membantu menambah kebutuhan ekonomi keluarga dengan jalan menjadi pedagang

ikan hasil tangkapan suaminya serta menambah nilai jual hasil tangkapan dengan

melakukan pengolahan ikan jika ikan tidak laku terjual. Selain itu ada juga perempuan

memilih profesi sebagai buruh perikanan.

Pembagian peran berdasarkan jenis kelamin dianggap sebagai hal yang wajar

bagi para responden. Seluruh perempuan merasa pekerjaan rumah tangga yang

Page 5: Kesetaraan Gender Pada Masyarakat Pesisir

diidentikkan jenis kelamin mereka adalah hal yang wajar dan tidak merasa terbebani

apalagi tertindas dengan kewajibannya, walaupun mereka merasa kelelahan dengan

pekerjaan rumah. Perempuan sangat menghargai jika para suami ikut membantu

pekerjaan rumah tangga, apalagi bagi perempuan yang memiliki peran ganda.

Gambar 1. Peran Gender dalam Kegiatan Produktif di Desa Branta Pesisir, 2006a. Perempuan sebagai buruh perikanan (buruh angkat)b. Perempuan sebagai bakul atau penjual ikan di TPI

Profil Akses dan Kontrol Gender dalam Keluarga dan Masyarakat

Akses adalah peluang yang diperoleh untuk menggunakan atau memanfaatkan

sumberdaya. Memiliki kesempatan belum tentu berarti memiliki wewenang untuk

mengambil keputusan. Kontrol adalah wewenang dalam mengambil keputusan.

Pengambilan keputusan meliputi pengambilan keputusan di bidang domestik dan

publik. Pada jenis kegiatan domestik, dominasi istri tinggi yaitu 70% namun ada juga

pihak laki-laki yang ikut terlibat walaupun jumlahnya sedikit. Hal ini dapat dijelaskan

pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi pengambilan keputusan kegiatan domestik dalam keluarga.

Jenis KegiatanSI (%)

DI (%) S+I (%) SS (%)

DS (%)

Memasak 17 83Mencuci Pakaian 87 13Menyeterika 93 7Menyapu/mengepel 97 3Membantu anak belajar 40 33 27Berbelanja kebutuhan keluarga 90 10Mengelola Keuangan 70 30Menyiapkan bekal ke laut 67 27 7Memperbaiki rumah 30 40 30Rata-rata Prosentase 73 70 19 23 28

Keterangan:SI (Semua Istri) = pengambilan keputusan oleh istri sendiri tanpa melibatkan suami

a. b.

Page 6: Kesetaraan Gender Pada Masyarakat Pesisir

DI (Dominan Istri) = pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama dengan dominasi istriS+I (Seimbang) = pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama dengan setaraDS (Dominan Suami) = pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama dengan dominasi suami SS (Semua Suami) = pengambilan keputusan oleh suami sendiri tanpa melibatkan istri

Pada kegiatan publik, terlihat dominasi peran laki-laki untuk memutuskan

keterlibatan dalam sektor publik, hal ini dijelaskan pada Tabel 3 bahwa untuk aktivitas

melaut mutlak di dominasi oleh laki-laki (suami) karena pekerjaan ini memang

mebutuhkan kekuatan yang hanya dimiliki oleh laki-laki. Sedangkan dalam

menjalankan usaha perdagangan dan pengolahan ikan terlihat dominasi peran

perempuan. Dalam aktivitas pencarian nafkah tambahan pun peran perempuan terlihat

lebih banyak daripada laki-laki sedangkan peran laki-laki dan perempuan dalam

kegiatan kemasyarakatan terlihat hampir seimbang.

Tabel 3. Rekapitulasi pengambilan keputusan kegiatan publik dalam keluarga.

Jenis KegiatanSI (%) DI (%) S+I (%) SS (%)

DS (%)

Melakukan kegiatan penangkapan

87

Menjalankan usaha perdagangan ikan

40 40 20

Menjalankan usaha pengolahan ikan

70 23 7

Mengelola usaha warung 3Aktivitas pencarian nafkah tambahan

60 13 27

Mengikuti dan menghadiri kegiatan kemasyarakatan

43 57

Rata-rata Prosentase 70 42 16 87 34

Pada acuan gender klasik dengan sistem patriarki dan dominasi yang kuat oleh

suami sebagai kepala rumah tangga, pengambilan keputusan baik itu di sektor domestik

maupun publik, mutlak di tangan suami. Daulay (2001) menjelaskan bahwa disadari

maupun tidak, terjadi perubahan hubungan gender yang didasarkan pada perubahan

budaya, yang berakibat pada berubahnya pola pengambilan keputusan dalam keluarga

maupun masyarakat. Pola patriarki dalam keluarga responden menunjukkan bahwa laki-

laki tidak lagi menjadi sentral seluruh pengambilan keputusan sehingga dominasi laki-

laki tidak terjadi dalam semua sektor kehidupan.

Page 7: Kesetaraan Gender Pada Masyarakat Pesisir

Kesempatan yang diberikan kepada perempuan lebih besar. Hal ini terlihat

dengan banyaknya perempuan yang bekerja dan memiliki penghasilan sendiri sehingga

tidak perlu lagi bergantung pada suaminya. Selain itu perempuan juga diberikan

kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya melalui kegiatan

kemasyarakatan yang diikuti sebagian masyarakat.

Pada sektor kegiatan produktif, sektor publik, akses dan kontrol peran laki-laki

terhadap sumberdaya lebih besar. Namun pada sektor domestik dan keuangan, akses

dan kontrol, peran perempuan lebih besar dibanding dengan laki-laki. Pengambilan

keputusan pada sektor domestik masih memperlihatkan kekuasaan dan tanggung jawab

perempuan. Akses dan kontrol perempuan sangat tinggi dalam sektor ini. Kekuasaan

dipegang oleh perempuan dalam menangani urusan domestik. Sebenarnya laki-laki pun

cukup memiliki akses dan kontrol yang sama dengan perempuan, namun sepertinya

laki-laki lebih mempercayakan urusan domestik kepada perempuan. Akses dan kontrol

atas sumberdaya keluarga berupa uang ada pada perempuan, walaupun dalam

pengelolaan keuangan perempuan sering meminta pendapat suaminya.

Pada sektor publik, pengambilan keputusan yang dilakukan laki-laki, biasanya

berhubungan dengan kegiatan atau usaha yang dimiliki oleh suami, seperti usaha

penangkapan dan perdagangan ikan. Kesempatan perempuan dalam pengambilan

keputusan di sektor publik biasanya juga berkaitan dengan usaha yang dijalankannya,

seperti perdagangan dan pengolahan ikan serta usaha warung. Dalam kegiatan sosial

kemasyarakatan, peran perempuan dan laki-laki terlihat hampir seimbang. Perempuan

mampu mengambil keputusannya sendiri tanpa harus berkonsultasi dengan laki-laki dan

laki-laki pun memberikan kebebasan kepada istrinya untuk memilih kegiatan

kemasyarakat yang ingin diikuti.

Kesetaraan dan Keadilan Gender

Walaupun perempuan telah memiliki akses kontrol terhadap beberapa

sumberdaya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih terjadi ketidakadilan dalam

keluarga karena beban lebih yang diterima perempuan. Tetapi dalam kajian ini terdapat

upaya kesetaraan dan keadilan gender pada berbagai kegiatan serta akses dan kontrol

terhadap sumberdaya keluarga walaupun belum seimbang.

Page 8: Kesetaraan Gender Pada Masyarakat Pesisir

Dari profil kegiatan domestik masih terdapat stereotipe atau pelabelan

perempuan sebagai ibu rumah tangga memang masih ada, dan sepertinya sulit untuk

lepas dari pikiran mereka. Perempuan masih diidentikkan dengan jenis-jenis pekerjaan

tertentu, seperti pekerjaan reproduksi atau rumah tangga sehingga seolah-olah beberapa

laki-laki lepas tangan dari pekerjaan yang identik dengan perempuan. Dengan adanya

stereotipe ini juga tidak menjadikan perempuan kurang informasi dan pengetahuan.

Anggapan yang berkembang bahwa perempuan memiliki sifat telaten menyebabkan

akses dan kontrol terhadap pengelolaan keuangan keluarga dipercayakan kepada

perempuan. Selain itu peran perempuan telah memasuki sektor publik dan

kemasyarakatan. Peran perempuan tidak bisa lagi hanya diidentikkan dengan pekerjaan

rumah tangga saja, karena pada kenyataannya sektor produksi dan kemasyarakatan pun

telah aktif dimasuki oleh perempuan. Walaupun masih dalam jumlah sedikit, namun

perlu mendapat perhatian bahwa laki-laki telah banyak membantu pekerjaan perempuan

tanpa merasa risih mengerjakannya.

Beban ganda masih banyak terjadi pada responden walaupun secara pribadi

tidak merasa terbebankan, karena mereka merasa bahwa pekerjaan rumah tangga

merupakan tanggung jawab perempuan. Beban kerja ganda terjadi ketika perempuan

harus bertanggung jawab terhadap pekerjaan rumah tangga dan juga pencari nafkah.

Perempuan dalam kasus ini tidak mengalami subordinasi, hal ini ditunjukkan

dengan besarnya keterlibatan perempuan dalam berbagai jenis pekerjaan walaupun

masih ada nilai dalam masyarakat yang membatasi ruang gerak perempuan terutama

pada sektor domestik. Batasan ruang gerak ini tidak dipermasalahkan oleh perempuan.

Selain itu peluang perempuan dalam pengambilan keputusan dalam sektor domestik dan

publik tergolong cukup besar.

Perempuan dan laki-laki Desa Branta Pesisir tidak mengalami marjinalisasi /

peminggiran, adalah penutupan kesempatan kepada jenis kelamin tertentu (dalam hal ini

perempuan) untuk bekerja atau menguasai suatu bidang pekerjaan yang sebenarnya

dianggap mampu untuk mengerjakannya. Perempuan dan laki-laki diberikan kebebasan

untuk memilih pekerjaan yang dianggap mampu untuk dikerjakan, walaupun ada

pekerjaan antara alokasi waktu yang dicurahkan dengan jumlah penghasilan yang

diperoleh tidak seimbang (tenaga perempuan lebih murah). Walaupun dominasi laki-

laki terhadap perempuan masih ada, namun hal tersebut tidak sampai berakibat pada

terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga.

Page 9: Kesetaraan Gender Pada Masyarakat Pesisir

Kesimpulan dan Saran

Peranan perempuan dalam keluarga lebih besar daripada laki-laki, terlihat selisih

alokasi waktu sebesar 3,69 jam/hari. Hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi sehingga

perempuan harus terjun dalam kegiatan produktif untuk membantu pemenuhan

kebutuhan keluarga. Pengambilan keputusan terhadap akses dan kontrol dalam

reproduktif didominasi oleh peran perempuan. Peran perempuan juga seimbang dalam

pengambilan keputusan di sektor publik. Adanya kesenjangan gender yang ada dialami

perempuan karena norma-norma agama, sosial dan budaya tidaklah dirasa sebagai

perlakukan atau beban lebih, perempuan menerima perannya sebagai satu bagian dalam

mewujudkan kesejahteraan keluarga.

Adapun saran-saran untuk meningkatkan kesejahteraan gender pada masyarakat

pesisir adalah membentuk wadah atau kelembagaan formal untuk masyarakat pesisir.

Selain itu perlu juga meningkatkan peran lembaga masyarakat dalam pemberdayaan

perempuan serta pengingkatan kesejahteraannya. Adanya campur tangan Dinas

Kelautan dan Perikanan setempat untuk membina kelompok-kelompok masyarakat.

Disamping itu, adanya kebijakan dan program dari pemerintah pusat maupun daerah

yang responsif gender.

Daftar Pustaka

Anonymous, 2006a. Peningkatan Kualitas Kehidupan Dan Peran Perempuan Serta Kesejahteraan Dan Perlindungan Anak. www.bappenas.go.id. Diakses tanggal 1 September 2007.

Anonymous, 2006b. Statistik Perikanan Kabupaten Pamekasan. Dinas Kelautan dan Perikanan Pamekasan. Pamekasan.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), 2000. Analisis Gender. Pusat Pelatihan Gender Dan Peningkatan Kualitas Perempuan. Jakarta.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), 2001. Sejarah Perjuangan Dan Konsep Gender. Pusat Pelatihan Gender Dan Peningkatan Kualitas Perempuan.Jakarta.

Daulay,H. 2001. Pergeseran Pola Relasi Gender Di Keluarga Migran. Yogyakarta: Galang Press.

Kusnadi. 2001. Pengamba’ Kaum Perempuan Fenomenal. Humaniora Utama Press. Bandung.

Page 10: Kesetaraan Gender Pada Masyarakat Pesisir