ketentuan keselamatan dan keamananansn.bapeten.go.id/files/32.agus_yudi.pdf · pemipaan, sistem...
TRANSCRIPT
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
KETENTUAN KESELAMATAN DAN KEAMANANINSTALASI DAN BAHAN NUKLIR
Agus Yudhi P, Midiana Ariethia, Efa Aunurrofiq, Dahlia C. SinagaDirektorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir
Badan Pengawas Tenaga Nuklir
Abstrak
Keselamatan dan Keamanan Instalasi dan Bahan Nuklir. Pemanfaatan tenaga nuklir dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi kesejahteraan dan keuntungan dalam bidang ekonomi, misalnya dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir, industri yang terkait tidak hanya nuklir (produsen bahan bakar nuklir) tapi dari bidang lain yang dapat menyerap banyak tenaga kerja. Dalam pemanfaatan tenaga nuklir tersebut wajib memperhatikan keselamatan, keamanan, dan ketentraman, kesehatan pekerja dan anggota masyarakat, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup, yang diatur dengan Peraturan Pemerintah berdasarkan amanat UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran Pasal 16. Penyusunan ketentuan teknis dan administratif sangat spesifik dengan tingkat resiko yang dimiliki oleh instalasi nuklir, sehingga pengaturan perundangan terhadap keselamatan dan keamanan instalasi dan bahan nuklir (termasuk pengaturan terkait seifgard) melalui peraturan pemerintah hanya memuat prinsip dan aturan teknis umum yang diterapkan terhadap seluruh instalasi nuklir. Dalam ketentuan tentang keselamatan dan keamanan instalasi dan bahan nuklir diatur mengenai keselamatan instalasi nuklir dan keamanan instalasi dan bahan nuklir.Kata kunci: keselamatan, keamanan, seifgard, instalasi nuklir, bahan nuklir
AbstractNuclear Installations and Materials Safety dan Security. The promotion of nuclear energy may give great advantages to the welfare and profit in the economy sector, for example in the construction of the nuclear power plant, the industrial area related to this sector is not only nuclear (producer of nuclear spent fuel) but also from other sectors that can absorb many workers. The promotion of nuclear energy shall take into consideration the safety, security, peace, health of workers and members of society, as well as protection of environment, with a more specific provision in the government regulation that is stipulated according to Article 16 Act Number 10 of 1997 on Nuclear Energy. The drafting of technical and administrative provisions are very specific with nuclear installationspecific risk level, therefore government regulation on safety and security of nuclear installation (including safeguardrelated regulations) through government regulation could only consist of general principle and technical regulation applicable to the whole nuclear installations. The draft of government regulation on the safety and security of nuclear installation and nuclear material comprises of the safety of nuclear installation, the security of nuclear installation and material and safeguard.
Keyword: safety, security, safeguard, nuclear, nuclear installation, nuclear material
1
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanfaatan tenaga nuklir dapat
memberikan manfaat yang sangat besar
bagi kesejahteraan dan keuntungan dalam
bidang ekonomi, misalnya dalam
pembangunan pembangkit listrik tenaga
nuklir, industri yang terkait tidak hanya
nuklir (produsen bahan bakar nuklir) tapi
dari bidang lain yang dapat menyerap
banyak tenaga kerja misalnya untuk:
• Industri Architecture/engineering
yang terkait desain instalasi;
• Pemasok sistem, struktur, dan
komponen lain yang terkait misalnya
manufaktur pompa pendingin dan
heat exchanger, dan sistem
pemipaan, sistem kelistrikan, serta
sistem instrumentasi dan kendali.
• Konstruksi yang melakukan
pekerjaan pembangunan.
Selain hal tersebut, pemanfaatan tenaga
nuklir juga dikenal dengan industri yang
memiliki densitas energi (yang dihasilkan
oleh reaksi fisi dalam teras reaktor)
sangat tinggi, misalnya 1 pelet bahan
bakar nuklir dengan bobot sekitar 7 gram
dapat membangkitkan energi setara
dengan 800 Kg batu bara, 500 L minyak,
dan 400 m3 gas alam[1]. Dengan densitas
energi yang sangat tinggi tersebut,
pemanfaatan tenaga nuklir menimbulkan
resiko bagi masyarakat dan lingkungan
hidup.
Hal lain yang dapat menimbulkan
resiko bagi masyarakat dan lingkungan
hidup antara lain kejahatan terhadap
instalasi dan bahan nuklir, misalnya
pencurian bahan nuklir, sabotase dan
tindakan terorisme terhadap instalasi
nuklir, dan penyebaran senjata nuklir
yang dapat mengakibatkan timbulnya
perang nuklir.
Permasalahan
Dalam pemanfaatan tenaga nuklir
di Indonesia wajib memperhatikan
keselamatan, keamanan, dan
ketentraman, kesehatan pekerja dan
anggota masyarakat, serta perlindungan
terhadap lingkungan hidup1, yang diatur
dengan peraturan pemerintah[2]. Terkait
dengan ketentuan keselamatan tersebut,
saat ini telah diterbitkan, antara lain:
a. Peraturan Pemerintah Nomor
26 Tahun 2002 tentang
Keselamatan Pengangkutan
Zat Radioaktif yang
mempunyai ruang lingkup
pengaturan keselamatan
2
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
pengangkutan zat radioaktif
yang meliputi perizinan,
kewajiban dan tanggung
jawab, pembungkusan,
program proteksi radiasi,
pelatihan program jaminan
kualitas, jenis dan batas
aktivitas zat radioaktif, zat
radioaktif dengan sifat bahaya
lain, dan penanggulangan
keadaan darurat. Peraturan
pemerintah ini juga berlaku
untuk pengangkutan bahan
nuklir.
b. Peraturan Pemerintah Nomor
33 Tahun 2007 tentang
Keselamatan Radiasi Pengion
dan Keamanan Sumber
Radioaktif, yang mempunyai
ruang lingkup pengaturan
keselamatan radiasi dalam
pemanfaatan tenaga nuklir,
intervensi, keamanan sumber
radioaktif dan inspeksi dalam
pemanfaatan tenaga nuklir;
dan bertujuan menjamin
keselamatan pekerja dan
anggota masyarakat,
perlindungan terhadap
lingkungan hidup dan
keamanan sumber radioaktif.
Peraturan pemerintah ini tidak
mengatur masalah keamanan
bahan nuklir.
Dari berbagai peraturan pemerintah yang
terkait dengan ketentuan keselamatan,
belum ada peraturan pemerintah yang
mengatur masalah terkait keselamatan
instalasi nuklir, keamanan instalasi dan
bahan nuklir dan saifgard.
Tujuan & Ruang Lingkup
Penyusunan makalah ini bertujuan
untuk menentukan aspek yang penting
dalam ketentuan keselamatan instalasi
nuklir dan keamanan instalasi dan bahan
nuklir. Makalah ini mencakup
persyaratan untuk memastikan
keselamatan instalasi nuklir dan
keamanan instalasi dan bahan nuklir.
Metode Pemecahan
Studi literatur dan perumusan
Naskah Akademik dan Rancangan
Peraturan Pemerintah tentang
Keselamatan dan Keamanan Instalasi dan
Bahan Nuklir
Teori
Pada saat ini berlaku Undang
Undang No. 10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran, yang menetapkan
kebijakan dan menjadi dasar hukum bagi
pengaturan pemanfaatan tenaga nuklir.
3
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
Kebijakan tersebut antara lain pada Pasal
16 yang menetapkan[1]:
(1) Setiap kegiatan yang berkaitan
dengan pemanfaatan tenaga
nuklir wajib memperhatikan
keselamatan, keamanan, dan
ketenteraman, kesehatan
pekerja dan anggota
masyarakat, serta
perlindungan terhadap
lingkungan hidup.
(2) Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Penjelasan Pasal 16 mengatakan bahwa
ketentuan keselamatan yang perlu diatur
lebih lanjut, antara lain ketentuan
keselamatan kerja terhadap radiasi,
ketentuan keselamatan pengangkutan zat
radioaktif, ketentuan tentang
pertambangan bahan galian nuklir, dan
ketentuan keselamatan reaktor.
Pengaturan terhadap
pembangunan, pengoperasian dan
dekomisioning instalasi nuklir antara lain
reaktor nuklir, instalasi fabrikasi bahan
bakar nuklir dan instalasi radiometalurgi
memiliki tujuan antara lain[3]:
(1) Masyarakat dan lingkungan
hidup terlindung dari bahaya
radiasi dan kontaminasi
melalui perlindungan efektif
terhadap bahaya radiologik;
(2) Paparan radiasi yang
ditimbulkan oleh instalasi
selama pengoperasian normal
harus dipastikan di bawah
nilai batas dan memenuhi
prinsip ALARA, serta
memitigasi konsekuensi yang
ditimbulkan oleh kecelakaan;
(3) Upaya pencegahan dan
mitigasi konsekuensi
kecelakaan harus dipastikan,
termasuk upaya untuk
memastikan bahwa nilai
kebolehjadian kecelakaan
yang memiliki konsekuensi
radiologik serius sangatlah
rendah (extremely low);
(4) Upaya untuk memastikan
bahan nuklir tidak disalah
gunakan untuk selain tujuan
damai; dan
(5) pencegahan, pendeteksian,
penilaian, penundaan, dan
respon tindakan pemindahan
bahan nuklir secara tidak sah
dan sabotase instalasi nuklir.
Penyusunan ketentuan teknis dan
administratif sangat spesifik dengan
tingkat resiko yang dimiliki oleh instalasi
4
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
nuklir, sehingga pengaturan perundangan
terhadap keselamatan dan keamanan
instalasi dan bahan nuklir (termasuk
pengaturan terkait seifgard) melalui
peraturan pemerintah hanya memuat
prinsip dan aturan teknis umum yang
diterapkan terhadap seluruh instalasi
nuklir. Ketentuan teknis yang lebih rinci
ditetapkan dengan peraturan yang
dikeluarkan oleh Badan Pengawas[2].
Berdasarkan alasan teknis untuk
memudahkan pengawasan instalasi nuklir
selama umur instalasi nuklir, maka
ketentuan administratif dan teknis
disesuaikan dengan persyaratan pada
tahapan instalasi nuklir, yang antara lain:
penentuan tapak, desain, konstruksi,
komisioning, operasi, dan
dekomisioning[2].
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan amanat dari Undang
Undang No. 10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran dalam pasal 16 ayat (2)
bahwa ketentuan terkait keselamatan
reaktor nuklir diatur dengan peraturan
pemerintah, maka ketentuan terhadap
keselamatan instalasi nuklir dan
keamanan instalasi dan bahan nuklir
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Ketentuan Keselamatan dan
Keamanan Instalasi dan Bahan Nuklir
memiliki tujuan untuk mengatur
keselamatan dan keamanan instalasi
nuklir (pada tahap pembangunan,
pengoperasian, dan dekomisining) dan
bahan nuklir. Pengaturan keselamatan
instalasi dan bahan nuklir meliputi
pengaturan keselamatan nuklir dan
keselamatan radiasi pengion
(keselamatan radiasi pengion diatur
dengan peraturan pemerintah tersendiri,
yaitu : Peraturan Pemerintah No. 33
Tahun 2007 tentang keselamatan radiasi
pengion dan keamanan sumber
radioaktif), sedangkan untuk keamanan
instalasi dan bahan nuklir yang disebut
keamanan nuklir meliputi seifgard dan
proteksi fisik.
Pokokpokok Materi Muatan Yang
Akan Diatur
Persyaratan manajemen keselamatan
dan keamanan nuklir
1. Persyaratan dan Pemberlakuan
Selama tahap pembangunan,
pengoperasian, dan
dekomisioning instalasi nuklir,
pemegang izin wajib memenuhi
persyaratan manajemen
5
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
keselamatan dan keamanan nuklir,
teknis keselamatan dan keamanan
nuklir. Pemberlakuan persyaratan
keselamatan dan keamanan
disesuaikan dengan pendekatan
pemeringkatan yang terdiri atas:
a. karakteristik bahan nuklir
dan/atau instalasi nuklir;
b. nilai dan kebolehjadian
paparan radiasi yang
ditimbulkan oleh instalasi
nuklir; dan
c. tingkat dan kebolehjadian
ancaman terhadap
instalasi dan bahan nuklir
2. Tanggung Jawab Manajemen
Pemegang izin bertanggung
jawab untuk mewujudkan tujuan
keselamatan nuklir dan tujuan
keamanan nuklir dalam setiap
pembangunan, pengoperasian dan
dekomisioning instalasi nuklir,
serta dalam pemanfaatan bahan
nuklir. Tujuan keselamatan nuklir
tersebut diwujudkan melalui
upaya pertahanan efektif terhadap
bahaya radiasi yang ditimbulkan
oleh instalasi nuklir dengan
menerapkan pertahanan berlapis
untuk memenuhi fungsi
keselamatan dasar instalasi nuklir,
dan tujuan keamanan nuklir
diwujudkan melalui upaya:
a. pencegahan
penyimpangan terhadap
pemanfaatan bahan nuklir
dari tujuan damai; dan
b. pencegahan, pendeteksian,
penilaian, penundaan, dan
respon tindakan
pemindahan bahan nuklir
secara tidak sah dan
sabotase instalasi nuklir.
Tujuan keselamatan nuklir
meliputi tujuan umum dan tujuan
khusus keselamatan nuklir.
Tujuan umum keselamatan nuklir
adalah melindungi pekerja,
masyarakat dan lingkungan hidup
yang dilakukan melalui upaya
pertahanan yang efektif terhadap
timbulnya bahaya radiasi di
instalasi nuklir. Sedangkan tujuan
khusus keselamatan nuklir
meliputi tujuan proteksi radiasi
dan tujuan keselamatan teknis.
Tujuan proteksi radiasi terdiri
atas:
a. menjamin paparan radiasi
pada setiap kondisi
instalasi nuklir dan bahan
nuklir atau setiap
pelepasan zat radioaktif
6
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
yang terantisipasi dari
instalasi serendah
rendahnya yang secara
praktik dapat dicapai dan
di bawah pembatas dosis
yang ditetapkan;
b. menjaga agar dosis dan
resiko terhadap manusia
sekecil mungkin dan di
bawah nilai pembatas
dosis yang ditetapkan;
dan
c. menjamin mitigasi
dampak radiologik dari
suatu kecelakaan yang
ditimbulkan selama
pemanfaatan instalasi dan
bahan nuklir.
meringankan konsekuensi
ketika kecelakaan terjadi.
Tujuan keselamatan teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) adalah:
a. mencegah terjadinya
kecelakaan selama
pemanfaatan instalasi dan
bahan nuklir serta
melakukan mitigasi
dampak radiologi apabila
kecelakaan tetap terjadi;
b. memastikan dengan
tingkat kepercayaan
tinggi bahwa semua
kecelakaan yang telah
dipertimbangkan dalam
desain instalasi nuklir
memberikan resiko
serendahrendahnya; dan
c. memastikan bahwa
kecelakaan dengan
dampak radiologi yang
serius mempunyai
kebolehjadian yang
sangat kecil.
Pertahanan yang efektif
diwujudkan melalui penerapan
strategi pertahanan berlapis untuk
memenuhi fungsi keselamatan
dasar instalasi nuklir yang
meliputi: fungsi keselamatan
dasar reaktor nuklir dan instalasi
nuklir nonreaktor. Fungsi
keselamatan dasar reaktor nuklir
terdiri atas:
a. mengendalikan
reaktivitas;
b. memindahkan panas dari
teras reaktor; dan
c. mengungkung zat
radioaktif dan menahan
radiasi.
Fungsi keselamatan dasar untuk
instalasi nuklir non reaktor terdiri
atas:
7
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
a. mempertahankan keadaan
subkritik dan
mengendalikan sifat
kimia;
b. memindahkan panas
peluruhan radionuklida;
dan
c. mengungkung zat
radioaktif dan menahan
radiasi.
Dalam melaksanaan
tanggungjawab, pemegang izin
wajib:
a. menetapkan dan
melaksanakan kebijakan
keselamatan dan
keamanan;
b. menentukan kriteria
keselamatan dan
keamanan;
c. menjamin penentuan
tapak, desain, konstruksi,
komisioning, operasi dan
dekomisioning instalasi
nuklir memenuhi
persyaratan keselamatan
dan keamanan.
d. menjamin dipenuhinya
persyaratan keamanan
dalam pemanfaatan bahan
nuklir;
e. menetapkan,
melaksanakan dan
mengembangkan prosedur
dan aturan internal untuk
memastikan terkendalinya
keselamatan dan
keamanan dalam segala
kondisi;
f. memiliki organisasi
dengan pembagian
tugas, kewenangan dan
tanggung jawab serta jalur
komunikasi yang jelas;
g. menetapkan dan
memastikan petugas atau
personil memiliki tingkat
kompetensi dan keahlian
yang sesuai dengan
bidang tugasnya; dan
h. melakukan evaluasi,
pemantauan dan audit
secara berkala terhadap
halhal yang berkaitan
dengan keselamatan dan
keamanan.
3. Sistem Manajemen
Dalam sistem manajemen
diatur ketentuan yang memuat:
a. budaya keselamatan dan
keamanan;
b. pemeringkatan dan
dokumentasi;
8
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
c. tanggung jawab
manajemen;
d. manajemen sumber daya;
e. pelaksanaan proses; dan
f. pengukuran efektifitas,
penilaian dan peluang
perbaikan.
Untuk mencapai system
manajemen yang efektif dan
efisien ini, PIN dan pihak lain
yang terkait seperti pemasok dan
pabrikan menetapkan,
melaksanakan dan merekam
pelaksanaan Sistem manajemen
pada seluruh tahap kegiatan
pembangunan dan pengoperasian
serta dekomisioning instalasi
nuklir. Sistem manajemen
dievaluasi oleh pemegang izin
secara berkala sesuai dengan jenis
instalasi nuklir untuk memastikan
bahwa setiap unsur, kebijakan dan
sasaran dalam organisasi masih
relevan atau perlu diperbaiki.
4. Faktor Manusia
Analisis keandalan manusia
yang dilakukan oleh Pin
(Pengusaha Instalasi Nuklir)
meliputi analisis terhadap
kemungkinan terjadinya
kesalahan dan kelalaian manusia
yang dapat mempengaruhi
keselamatan dan keamanan
instalasi dan bahan nuklir.
Disamping itu, Pemegang izin
wajib mempertimbangkan
kualifikasi personil yang akan
dipekerjakan, faktor ergonomi dan
faktor antar muka manusiamesin
untuk mencegah dan atau
meminimisasi kesalahan dan
kelalaian manusia.
Program pendidikan, pelatihan
dan kualifikasi bagi personil yang
terlibat dalam pembangunan,
pengoperasian, dan
dekomisioning instalasi nuklir,
serta dalam pemanfaatan bahan
nuklir, ditetapkan dan
dilaksanakan oleh PIN.
I. Persyaratan teknis keselamatan
instalasi nuklir
1. Evaluasi tapak
Evaluasi tapak yang dilakukan
Badan Pelaksana, Badan Usaha
Milik Negara, koperasi, atau
badan swasta yang berbentuk
badan hokum meliputi:
a. pengaruh kejadian
eskternal di tapak dan
wilayah sekitarnya baik
yang berasal dari kejadian
alam maupun kejadian
9
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
akibat ulah manusia
terhadap keselamatan
instalasi nuklir;
b. karakteristik tapak dan
lingkungannya yang
mempengaruhi
perpindahan zat radioaktif
ke manusia; dan
c. demografi penduduk dan
karakteristik lain dari
wilayah sekitar tapak
yang berkaitan dengan
evaluasi risiko terhadap
masyarakat dan kelayakan
penerapan kesiapsiagaan
dan penanggulangan
kedaruratan nuklir.
Pemohon evaluasi tapak
melakukan investigasi
karakteristik tapak yang
mempengaruhi jalur perpindahan
zat radioaktif ke manusia.
Karakteristik tapak tersebut
meliputi kondisi fisik yang terdiri
dari topografi, meteorologi, dan
hidrologi; dan lingkungan yang
terdiri dari jenis tumbuhan,
hewan, tata guna lahan dan
sumber air, dan distribusi
penduduk sekitar tapak.
Investigasi terhadap karakteristik
tapak mempertimbangkan dampak
radiasi instalasi nuklir pada saat
operasi normal dan kondisi
kecelakaan. Khusus untuk reaktor
nuklir, tapak harus memiliki
kemampuan menerima buangan
panas yang ditimbulkan baik
selama operasi maupun shutdown.
Pemantauan karakteristik
tapak dan lingkungan dilakukan
sejak konstruksi dimulai sampai
dengan dekomisioning. Apabila
dari hasil pemantauan tersebut
diketahui terjadi perubahan
karakteristik tapak dan
lingkungan yang signfikan
terhadap keselamatan, pemegang
izin atau pengusaha instalasi
nuklir wajib melakukan evaluasi
tapak ulang.
2. Desain dan Konstruksi
Persyaratan desain untuk
keselamatan instalasi meliputi
persyaratan umum dan
persyaratan khusus desain.
Persyaratan umum meliputi:
a. desain untuk keandalan
struktur, sistem, dan
komponen;
b. desain untuk kemudahan
operasi, inspeksi,
perawatan dan pengujian;
c. desain untuk mendukung
10
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
kesiapsiagaan dan
penanggulangan
kedaruratan nuklir;
d. desain untuk kemudahan
dekomisioning instalasi
nuklir;
e. desain proteksi radiasi;
f. desain proteksi fisik;
g. desain untuk faktor
manusia; dan
h. desain untuk faktor
penuaan.
Sedangkan persyaratan khusus
untuk:
1) Reaktor nuklir meliputi
desain:
a. teras reaktor;
b. sistem shutdown;
c. sistem proteksi reaktor;
d. fitur keselamatan teknis;
e. sistem pemindahan
panas;
f. sistem pengungkung;
g. sistem instrumentasi dan
kendali;
h. sistem penanganan dan
penyimpanan bahan
bakar nuklir;
i. sistem penanganan dan
pengendalian limbah
radioaktif; dan
j. sistem bantu.
2) Instalasi nuklir nonreaktor
meliputi desain:
a. sistem penanganan bahan
nuklir;
b. sistem fabrikasi;
c. sistem proses;
d. sistem proteksi dan
interlok;
e. sistem alarm;
f. sistem catu daya listrik;
g. sistem pemasok air;
h. sistem pemasok udara;
i. sistem pemasok dan
distribusi uap;
j. sistem pendingin;
k. sistem komunikasi;
dan/atau
l. sistem proteksi kebakaran
dan ledakan.
Prinsip dasar keselamatan
meliputi penghalang ganda,
margin keselamatan, redundansi,
diversifikasi, independensi, gagal
selamat (failsafe)dan kualifikasi
peralatan dan klasifikasi struktur,
sistem, dan komponen (SSK)
instalasi nuklir berdasarkan klas
keselamatan, kualitas dan/atau
klas seismik. Desain dari instalasi
nuklir harus dinilai dan
diverifikasi untuk memastikan
tercapainya tujuan dan
11
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
persyaratan keselamatan, yang
dilakukan oleh pihak ketiga secara
komprehensif dan independen.
Dalam pengerjaan konstruksi
instalasi nuklir, dan program
konstruksi dilaksanakan sesuai
dengan desain (desain yang telah
dipastikan mencapai tujuan dan
persyaratan keselamatan), yang
meliputi:
a. prosedur dan jadwal
pelaksanaan konstruksi;
b. prosedur uji fungsi;
c. kriteria penerimaan desain;
dan
d. dokumentasi dan
pelaporan.
Pelaksanaan prosedur uji fungsi
dalam program konstruksi harus
mencakup semua jenis uji fungsi
struktur, sistem dan komponen
yang tidak melibatkan bahan
nuklir, serta pengujian masing
masing struktur, sistem dan
komponen secara berurutan dan
pengujian secara terintegrasi
untuk semua sistem. Apabila
terjadi perubahan terhadap desain,
perubahan desain hanya dapat
dilakukan setelah memperoleh
persetujuan Kepala BAPETEN.
3. Komisioning
Program komisioning
ditetapkan dan dilaksanakan
untuk memastikan bahwa struktur,
sistem dan komponen instalasi
nuklir yang telah terpasang dapat
berfungsi sesuai dengan desain.
Program komisioning tersebut
harus memuat pengujian secara
terintegrasi untuk semua sistem.
Dalam pengujian yang dilakukan ,
verifikasi dilakukan terhadap
pemenuhan batasan dan kondisi
operasi sesuai dengan persyaratan
desain.
Rencana deteksi penuaan
struktur, sistem dan komponen
ditetapkan pada tahap
perencanaan komisioning yang
dilaksanakan melalui
pengumpulan dan analisis data
yang terkait dengan penuaan
struktur, sistem dan komponen
sejak kegiatan komisioning
dimulai.
4. Operasi
Batasan dan kondisi operasi
(BKO) ditetapkan sesuai dengan
dengan hasil analisis keselamatan,
pengujian dan komisioning, dan
operasi instalasi dilakukan sesuai
dengan batasan dan kondisi
operasi. BKO meliputi:
12
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
a. batasan keselamatan;
b. pengesetan (setting)
sistem keselamatan;
c. kondisi batas untuk
operasi normal;
d. persyaratan surveilan; dan
e. persyaratan administrasi.
Dalam hal akan dilakukan
modifikasi, perbaikan, dan
pengujian khusus, kelompok
pendukung teknis tersedia selama
masa operasi instalasi, yang
bertugas:
a. melaksanakan modifikasi,
perbaikan, dan pengujian
khusus; dan
b. melaksanakan analisis
keselamatan instalasi
untuk modifikasi,
perbaikan, dan pengujian
khusus.
Kelompok pendukung teknis
tersebut memiliki personil yang
dapat berasal dari organisasi
pengusaha instalasi nuklir atau
organisasi di luar pengusaha
instalasi nuklir. Personil
kelompok pendukung teknis wajib
memiliki kualifikasi dan
kompetensi sesuai dengan bidang
tugasnya.
Prosedur operasi ditetapkan
dan dilaksanakan pada semua
kondisi operasi instalasi nuklir,
yaitu:
a. operasi normal;
b. kejadian operasi
terantisipasi; dan
c. kecelakaan dasar desain
dan kecelakaan yang
melampui dasar desain.
Program perawatan, pengujian
dan inspeksi inservice ditetapkan
dan dilaksanakan untuk setiap
struktur, sistem dan komponen
yang penting untuk keselamatan
operasi dalam kondisi normal,
kejadian operasi terantisipasi dan
kecelakaan dasar desain, serta
memastikan bahwa operasi,
perawatan, pengujian dan inspeksi
inservice untuk setiap struktur,
sistem dan komponen
dilaksanakan oleh petugas yang
terlatih dan/atau terkualifikasi
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Laporan operasi secara
berkala disusun termasuk setiap
kejadian operasi terantisipasi dan
hasil pemantauan dan pengelolaan
lingkungan.
13
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
Program manajemen penuaan
instalasi nuklir, serta struktur,
sistem dan komponen kritis
ditetapkan. Evaluasi secara
berkala dilaksanakan terhadap
program manajemen penuaan.
Dalam hal akan menggunakan
peralatan dan/atau eksperimen
lain yang mempengaruhi
keselamatan instalasi nuklir,
dan/atau mengubah batasan dan
kondisi operasi, dilakukan analisis
keselamatan.
5. Modifikasi
Selama tahap pengoperasian
instalasi nuklir, modifikasi dapat
dilakukan. Dalam hal modifikasi,
verifikasi dan penilaian dilakukan
terhadap batasan dan kondisi
operasi instalasi. Jika modifikasi
dapat mengubah batasan dan
kondisi operasi, analisis
keselamatan dilakukan.
6. Verifikasi dan Penilaian
Keselamatan
Kegiatan verifikasi dan
penilaian keselamatan ditetapkan
dan dilakukan selama
pembangunan dan pengoperasian
instalasi nuklir. Kegiatan
verifikasi keselamatan harus
dilakukan melalui analisis,
surveilan, pengujian dan inspeksi
untuk memastikan bahwa kondisi
fisik memenuhi persyaratan
keselamatan dan pengoperasian
instalasi memenuhi batasan dan
kondisi operasi. Kegiatan
verifikasi tersebut meliputi:
a. penerapan sistem
manajemen pada setiap
tahap kegiatan;
b. penilaian mandiri
terhadap keselamatan
desain;
c. peninjauan kembali faktor
yang terkait tapak;
d. surveilan, pengujian dan
inspeksi yang dilakukan
secara terus menerus
selama pengoperasian
instalasi termasuk
pemantauan lingkungan;
dan
e. penilaian terhadap
keperluan modifikasi dan
pengendaliannya.
Selama operasi instalasi, penilaian
keselamatan dilakukan secara
berkala dengan
mempertimbangkan pengalaman
operasi dan informasi
keselamatan yang baru dari semua
sumber yang relevan.
14
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
Panitia penilai keselamatan
dibentuk selama tahap
komisioning, operasi, dan
dekomisioning instalasi nuklir,
yang bertugas memberikan
rekomendasi tentang halhal
terkait keselamatan:
a. operasi rutin instalasi;
b. modifikasi struktur,
sistem dan komponen
yang penting untuk
keselamatan;
c. perubahan desain;
d. perubahan batasan dan
kondisi operasi;
e. prosedur khusus;
f. kejadian yang
terantisipasi; dan
g. pengujian atau
eksperimen khusus.
Anggota panitia penilai
keselamatan harus memiliki
kualifikasi dan kompetensi sesuai
dengan bidang tugasnya.
7. Dekomisioning
Sebelum dekomisioning
dilakukan, program
dekomisioning ditetapkan.
Program dekomisioning harus
memuat pertimbangan
pembatasan paparan radiasi yang
diterima pekerja serendah
mungkin selama pelaksanaaan
kegiatan dekomisioning. Kegiatan
dekomisioning tersebut dilakukan
mulai dari pemindahan bahan
bakar (bekas), pembongkaran
sampai pada dekontaminasi
instalasi nuklir.
II. Persyaratan teknis keamanan
nuklir (instalasi dan bahan
nuklir)
1. Seifgard
Pelaksanaan sistem seifgard
bahan nuklir menjadi tanggung
jawab PIN di instalasinya. Dalam
melaksanakan seifgard diperkuat,
perekaman dan pelaporan
inventori bahan nuklir dan bahan
terkait nuklir disusun termasuk
laporan dan atau pemberitahuan
mengenai keberadaan bahan
nuklir dan bahan terkait nuklir.
Sistem seifgard bahan nuklir
yang dilaksanakan termasuk
protokol tambahan sesuai dengan
tahapan kegiatan pembangunan
dan pengoperasian serta
dekomisioning instalasi nuklir.
Daftar Informasi Desain
(DID)/DIQ disampaikan kepada
Kepala BAPETEN. Akses
diberikan bagi inspektur
15
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
BAPETEN dan Badan Tenaga
Atom Internasional untuk
melakukan inspeksi seifgard di
instalasi nuklir termasuk akses
dalam rangka protokol tambahan.
2. Sistem Proteksi Fisik Instalasi dan
Bahan Nuklir
Ancaman dasar desain lokal
ditetapkan yang mengacu pada
ancaman dasar desain nasional
sebagai dasar penetapan sistem
proteksi fisik. Berdasarkan pada
ancaman dasar desain lokal,
sistem proteksi fisik instalasi dan
bahan nuklir ditetapkan,
diterapkan, dan dilaksanakan
sesuai dengan penggolongan
bahan nuklir dan lokasi bahan
nuklir.
Dalam menetapkan sistem
proteksi fisik, konsep pertahanan
berlapis diterapkan untuk
tindakan pencegahan dan
perlindungan. Dalam menerapkan
dan merawat sistem proteksi fisik,
prosedur dikembangkan dan
dilaksanakan untuk memastikan
terkendalinya keamanan dalam
segala kondisi ancaman. Uji coba
terhadap sistem proteksi fisik
sebelum kegiatan komisioning
dan operasi instalasi nuklir
dilaksanakan.
Pelatihan terhadap sistem
proteksi fisik secara berkala
dilaksanakan selama masa operasi
dan dekomisioning instalasi
nuklir.
3. Evaluasi keamanan
Evaluasi inventori bahan
nuklir di instalasinya
dilaksanakan melalui kegiatan
audit catatan atau rekaman bahan
nuklir, inspeksi dan analisis
inventori bahan nuklir. Evaluasi
sistem proteksi fisik dan bahan
nuklir dilksanakan secara berkala
dan dilaporkan kepada
BAPETEN.
BAB III
KESIMPULAN
1. Pengaturan terkait keselamatan
instalasi nuklir, keamanan nuklir
(instalasi dan bahan nuklir),
sesuai dengan Undangundang
No.10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran pasal 16 ayat
(2) diatur dengan peraturan
pemerintah.
16
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
2. Ketentuan Keselamatan dan
Keamanan Instalasi dan Bahan
Nuklir bertujuan mengatur
keselamatan dan keamanan
instalasi nuklir (pada tahap
pembangunan, pengoperasian,
dan dekomisining) dan bahan
nuklir.
3. Pokok materi yang diatur dalam
Ketentuan Keselamatan dan
Keamanan Instalasi dan Bahan
Nuklir terdiri atas:
a. Persyaratan manajemen
keselamatan dan
keamanan nuklir.
b. Persyaratan teknis
keselamatan instalasi
nuklir.
c. Persyartan teknis
keamanan nuklir (instalasi
dan bahan nuklir).
d. Sanksi.
e. Ketentuan peralihan.
f. Ketentuan penutup.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.cameco.com/uranium
_101/uranium_science/nuclear_en
ergy/
2. Undangundang No.10 Tahun
1997 tentang Ketenaganukliran.
3. Stoiber, C., Baer, A., 2003,
Handbook on Nuclear Law,
IAEA.
17