ketidakberdayaan masyarakat tanjung siambang...

24
KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG DALAM RELOKASI PEMUKIMAN PENDUDUK NASKAH PUBLIKASI DISUSUN OLEH : NAMA : HOT WENOVSKA NIM : 100569201046 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016

Upload: vuongnga

Post on 07-Apr-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG

DALAM RELOKASI PEMUKIMAN PENDUDUK

NASKAH PUBLIKASI

DISUSUN OLEH :

NAMA : HOT WENOVSKA

NIM : 100569201046

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2016

Page 2: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

1

SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

Yang bertanda tangan dibawah ini adalah Dosen Pembimbing Skripsi mahasiswa yang disebut dibawah ini:

Nama : HOT WENOVSKA

NIM : 100569201046

Jurusan/Prodi : SOSIOLOGI

Alamat : Jalan Bhayangkara, Gang Tongkol IV VII Blok B No. 13

Nomor TELP : 0812 7014 6649

Email : [email protected]

Judul Naskah : KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG

DALAM RELOKASI PERUMAHAN PENDUDUK

Menyatakan bahwa judul tersebut sudah sesuai dengan aturan tata tulis naskah ilmiah dan

untuk dapat diterbitkan.

Tanjungpinang, 16 Agustus 2016

Yang menyatakan,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

SITI ARIETA,MA RAHMA SYAFITRI, S.Sos,M.Sos

NIP.1983040620150420023 NIP. 1985082020150420001

Page 3: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

2

KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG

DALAM RELOKASI PERUMAHAN PENDUDUK

HOT WENOVSKA

SITI ARIETA,MA

RAHMA SYAFITRI, S.Sos,M.Sos

ABSTRAK

Ketidakberdayaan merupakan ketidakmampuan seseorang atau kelompok untuk merubah nasib mereka

baik dikarenakan faktor internal maupun faktor eksternal hingga mempengaruhi lingkungan, ekonomi dan masa

depannya, sedangkan faktor-faktor keberhasilan relokasi yaitu masyarakat ikut berpartisipasi dalam

perencanaan, pemilihan lokasi, identifikasi kebutuhan dasar, desain rumah, pelaksanaan pembangunan, mata

pencaharian tidak terganggu, sarana dan prasarana tersedia, hingga komunikasi yang intensif perlu dilakukan,

sebagaimana tujuan penelitian maka perlu untuk mengetahui bentuk-bentuk ketidakberdayaan masyarakat

Tanjung Siambang dalam relokasi pemukiman penduduk yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi

Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel ketidakberdayaan oleh Narayan (2000) karena

apabila relokasi tersebut tidak berhasil maka akan semakin menyebabkan masyarakat menjadi semakin tidak

berdaya.

Untuk menjawab tujuan tersebut dilaksanakan penelitian secara deskriptif dengan pendekatan

kualitatif, dan alat yang digunakan yaitu pedoman wawancara yang ditujukan kepada sampel bertujuan

berjumlah 24 informan dari 844 penduduk Tanjung Siambang yang kesemuanya merupakan warga dalam

Rukun Warga I Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang.

Hasil analisa dari variabel ketidakberdayaan dengan 10 dimensi dan indikator masing-masing didapati

bahwa hasil penelitian ketidakberdayaan masyarakat Tanjung Siambang dalam relokasi pemukiman penduduk

kecenderungannya mengarah pada bahwa masyarakat mengalami bentuk ketidakberdayaan dalam hal lokasi

yang terpencil, beresiko, kekurangan informasi, pendidikan, keterampilan, kepercayaan diri karena penghasilan

yang tidak menentu, tidak memadai dan tidak tersedianya cukup sarana karena penghasilan didapat secara

musiman, dan kurangnya nilai tawar masyarakat dalam menentukan segala hal terkait relokasi.

Adapun saran dari penelitian ini yaitu diharapkan kepada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau lebih

optimal dalam memberdayakan masyarakat, memenuhi sarana dan prasarana pemukiman masyarakat serta

memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan sehingga tidak ada

kendala nantinya dikemudian hari.

Kata Kunci: Ketidakberdayaan, Relokasi, Kemiskinan

Page 4: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

3

KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG

DALAM RELOKASI PERUMAHAN PENDUDUK

HOT WENOVSKA

SITI ARIETA,MA

RAHMA SYAFITRI, S.Sos,M.Sos

ABSTRACT

Powerlessness are disability of individual or community to change the events of his life, because

internal factor or external factor until that influence his environment, economic and his future, meanwhile

factor that make the relocation gets success are society participated in planning, choosing the location, can

identified their basic needs, designing their homes, participating in development, livelihood are safed,

infrastructure and services is good, until the communication are intensife between them, so it can shows the

purpose of this research and therefore is to see the forms of powerlessness in Tanjung Siambang communities in

their relocation to the new place as the government of Riau Islands Province ask them to do which use the

interlocking dimension of powerlessness by Narayan (2000), if the relocation is not success there will make the

society more suffer in powerless.

To answer the goal of the research which is use descriptive research with the qualitative approach,

was used the interview guide to gather data from 24 informan that choose in purposive sampling from 844

people village of Tanjung Siambang that all of it in the neighbourhood I of Dompak urban communities of

Tanjungpinang City.

Results of the analysis of the powerlessness variable with the 10 interlocking dimensions and the

indicator within were found that results of the research are trend to form of powerlessness like people are

isolated, risky, lack of information, lack of education, lack of skills, lack of confidence because the livelihoods is

precarious, inadequate and also unserviced, then the livelihood are seasonal, lack of bargainng power or

powerlessness in decision making for relocations.

As for the suggestion from this research that is expected from Government of Riau Islands Province to

be more optimalise in empowerment, fulfill the services and infrastructure and also let the society get

participated in development so there is no problem in the future.

Keywords:Powerlessness, Relocation, Poverty

Page 5: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

4

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam proses pembangunan,

masyarakat semestinya terlibat dalam

keseluruhan proses baik dari identifikasi

kebutuhan, tahap perencanaan, tahap

pelaksanaan hingga tahap monitoring dan

evaluasi secara terus menerus sebagai satu

kesatuan proses, ini biasanya disebut dengan

pembangunan partisipatif. Oleh karena itu

keberhasilan pembangunan tidak semata-mata

mengandalkan pemerintah karena peran serta

masyarakat juga diperlukan. Dikarenakan

masyarakat yang nantinya akan menikmati

dan menggunakan hasil pembangunan

tersebut. Pembangunan yang dilakukan

dengan partisipatif merupakan salah satu

bentuk dari pemberdayaan kepada

masyarakat, memberdayakan masyarakat

berarti merubah masyarakat yang tidak

berdaya atau tingkat ketidakberdayaan

masyarakat yang tinggi menjadi masyarakat

yang berdaya menuju kearah masyarakat yang

maju, makmur dan sejahtera.

Provinsi Kepulauan Riau adalah

provinsi ke-32 sejak pembentukannya pada

tahun 2002 sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2002. Dimana pada pasal 7

disebutkan ibukota Provinsi Kepulauan Riau

berkedudukan di Kota Tanjungpinang, oleh

sebab itu perlu dilakukan pembangunan pusat

pemerintahan provinsi tersebut di Kota

Tanjungpinang. Sesuai dengan Surat

Keputusan Gubernur Kepulauan Riau Nomor

308.a Tahun 2006 ditetapkanlah lokasi

perkantoran Pemerintahan Provinsi

Kepulauan Riau yaitu di Pulau Dompak,

Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari,

Kota Tanjungpinang.

Pulau Dompak setelah penetapan

tersebut, pada awalnya dihuni oleh 202

Kepala Keluarga yang hampir keseluruhannya

adalah bersuku Melayu dan mendiami bagian

pesisir dari pulau Dompak. Pulau Dompak

dengan luas 957 Ha adalah sebuah pulau yang

sepi dengan tingkat kepadatan penduduk yang

rendah. Masyarakat yang mendiami pulau

Dompak berpusat di Tanjung Siambang yang

merupakan ujung barat dari pulau Dompak

tersebut. Dahulu untuk menuju Tanjung

Siambang dengan menggunakan perahu

tambang, hal ini dikarenakan belum adanya

akses jalan beraspal menuju Tanjung

Siambang. Dikarenakan beberapa faktor inilah

pulau Dompak dipilih untuk menjadi lokasi

pusat pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau.

Proses pembangunan pusat

pemerintahan tidak serta merta mudah, hal ini

dikarenakan tanah yang nantinya akan

dijadikan perkantoran dan fasilitas penunjang

pusat pemerintahan adalah milik masyarakat

Tanjung Siambang dan masyarakat lainnya,

sehingga perlu dilakukan pembebasan lahan

terlebih dahulu. Dalam proses pembebasan

lahan masyarakat Tanjung Siambang telah

memberikan lahan mereka untuk

pembangunan Gedung Pemerintahan Provinsi

Kepulauan Riau, dimana saat ini lokasi

gedung tersebut sangat dekat dengan daerah

yang dulunya disebut dengan Tanjung

Siambang. Pasca pembangunan pusat

pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau pada

tahun 2012 dibuatkanlah perumahan

penduduk tipe 36 yang berlokasi di Tanjung

Siambang untuk masyarakat Tanjung

Siambang sebagai bentuk apresiasi

Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau terhadap

partisipasi dalam pembangunan oleh

masyarakat Tanjung Siambang, akan tetapi

konsekuensinya adalah masyarakat Tanjung

Siambang yang tinggal di bagian pesisir pulau

Dompak itu harus rela direlokasi ke

perumahan tersebut dan meninggalkan rumah

lama mereka yang berlokasi di pinggiran

pantai tersebut. Perumahan baru yang

dibangun pada tahun 2011 hingga 2012

berjumlah 100 unit, jikalau dipikirkan jumlah

tersebut kurang dikarenakan jumlah Kepala

Keluarga pada saat itu berjumlah 202 Kepala

Keluarga. Walaupun ada penduduk

masyarakat yang pindah dari Tanjung

Siambang menuju daerah yang lain, akan

tetapi jumlah yang pindah tidak terlalu

signifikan.

Pada proses pembangunan

perumahan untuk masyarakat Tanjung

Siambang tersebut yang didanai dari APBD

Provinsi Kepulauan Riau ada terdapat hal-hal

yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Hal

tersebut diantaranya adalah penentuan lokasi

perumahan Tanjung Siambang yang letaknya

agak jauh dari laut padahal perumahan

tersebut diperuntukkan bagi masyarakat

Tanjung Siambang yang notabene pekerjaan

mereka sehari-hari kebanyakan adalah

nelayan. Sehingga letak geografis perumahan

baru akan membawa pengaruh terhadap

pekerjaan mereka. Selain itu merubah

kebiasaan atau budaya yang sudah melekat

pada masyarakat pesisir juga tidaklah mudah,

terlebih lagi menyangkut bentuk fisik rumah

yang berubah dari dinding kayu ke dinding

bata, lokasi yang berada di darat jauh dari

laut, kebiasaan meletakkan perahu untuk

mencari ikan yang dekat dengan rumah,

kebiasaan mandi, cuci dan kakus serta

kebiasaan-kebiasaan lainnya. Selain itu

selama ini masyarakat Tanjung Siambang

merupakan salah satu masyarakat yang miskin

dikarenakan hanya mengandalkan hidupnya

Page 6: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

5

sebagai nelayan, dikarenakan mereka hidup di

daerah pesisir, jadi dapat dikatakan bahwa

masyarakat Tanjung Siambang tersebut

termasuk masyarakat yang tidak berdaya

dilihat sisi ekonomi dan sangat tergantung

kepada daerah pesisir dan laut untuk

kehidupan karena mata pencahariannya adalah

nelayan. Sehingga memunculkan pertanyaan

apakah pembangunan perumahan bagi

masyarakat Tanjung Siambang yang berada di

darat atau agak jauh dari pesisir pantai/laut

tidak mempengaruhi mereka dalam pekerjaan

sebagai nelayan. Apabila setelah itu mereka

direlokasi malah akan semakin menjauhkan

mereka dari pesisir pantai sehingga semakin

susah untuk melaut. Oleh karena itu dari

masyarakat yang miskin yang tergantung

ekonominya kepada laut dan pesisir yang

kurang berdaya itu setelah dipindahkan ke

darat malah akan membuat mereka semakin

tidak berdaya.

Proses pembangunan perlu dilakukan

bersama-sama baik yang nantinya akan

menjadi obyek pembangunan maupun subjek

pembangunan, sehingga perlu melihat siapa

saja yang ikut serta dalam proses

pembangunan tersebut. Terkait hal tersebut

pemerintah dan masyarakat perlu melakukan

dialog guna tercapai pembangunan yang tepat

guna. Dalam sudut pemerintah tidak hanya

dari Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau,

akan tetapi perlu juga dari Pemerintah Kota

Tanjungpinang, hal ini dikarenakan pulau

Dompak termasuk dalam wilayah

administratif Kota Tanjungpinang, sehingga

Pemerintah Kota Tanjungpinang perlu juga

menjadi anggota dalam dialog tersebut, selain

itu dalam sudut masyarakat perlu juga ikut

dalam proses dialog pembangunan perumahan

tersebut, terutama kepada Kepala Keluarga

yang nantinya akan direlokasi, tokoh

masyarakat hingga pemuka agama yang ada di

wilayah Tanjung Siambang tersebut.

Siapnya pembangunan perumahan

Tanjung Siambang membawa pengaruh baru

kepada masyarakat Tanjung Siambang, bahwa

harus bersedia untuk direlokasi, salah satu

prinsip relokasi menurut Jha dalam Martanto

dan Sagala (Tanpa Tahun: 70) yaitu relokasi

bukan sekedar merumahkan kembali manusia,

namun juga menghidupkan dan membangun

kembali masyarakat, lingkungan dan modal

sosial. Selain itu perlu dilakukan perencanaan

yang efektif dalam membangun daerah

sebagai lokasi relokasi. Pemilihan lokasi

perumahan memang melihat salah satu prinsip

yang disebutkan oleh Jha yaitu lokasi relokasi

mengambil tempat sedekat mungkin dengan

lokasi asal, akan tetapi dalam konteks

masyarakat pesisir yang akan direlokasi ke

perumahan yang sepenuhnya berada di darat

itu cukup memberikan perubahan yang

berbeda kepada mereka. Dimana hal ini

menimbulkan pertanyaan apakah pemilihan

lokasi ini tidak melalui proses dialog dan

tidak meminta partisipasi dari masyarakat

yang akan direlokasi. Lokasi yang dirasa

sangat berpengaruh pada masyarakat pesisir

yang diminta untuk relokasi ke wilayah darat

pasti akan mempengaruhi keadaan ekonomi

masyarakat yang sangat tergantung kepada

pesisir dan laut sebagai mata pencaharian

utama mereka.

Permasalahan lain yang menjadi

perhatian masyarakat Tanjung Siambang

terhadap perumahan yang telah disediakan

oleh Pemerintah tersebut yaitu tipe rumah

yang hanya bertipe 36, kecil bagi beberapa

masyarakat. Terutama bagi mereka yang telah

memiliki rumah yang besar, bentuk rumah

yang lebih bagus bahkan lokasi rumah yang

sudah mereka sukai sangat berpengaruh pada

kesediaan mereka untuk direlokasi. Tetapi

untuk beberapa masyarakat rumah dengan tipe

36 tersebut sudah dirasa cukup untuk

kehidupan mereka. Selain itu masalah yang

muncul kemudian adalah fasilitas yang

terdapat di perumahan tersebut baik dari

listrik dan air. Listrik belum masuk ke Pulau

Dompak sehingga mereka juga belum

merasakan listrik dari PLN, akan tetapi listrik

dari warga setempat yang memiliki mesin

cukup memadai bagi mereka walau waktu

nyala listrik hanya beberapa jam saja.

Dari beberapa masalah di atas dapat

disimpulkan kembali yaitu penentuan lokasi

perumahan untuk relokasi masyarakat

Tanjung Siambang perlu dikaji apakah telah

melalui proses pembangunan yang partisipatif

dari masyarakat sehingga perlu dilihat jenis

partisipasi yang terjadi, dalam proses

pembangunan siapa saja pihak yang ikut

berpartisipasi dalam penentuan lokasi, jumlah

rumah, bentuk rumah, luas rumah maupun

dari jumlah keluarga yang nantinya akan

mendiami satu rumah tersebut, dan pada

akhirnya yang akan dilihat adalah bagaimana

partisipasi masyarakat Tanjung Siambang

dalam perencanaan pembangunan, penentuan

lokasi, dorongan partisipasi masyarakat, jalur

partisipasi masyarakat hingga menuju pada

bentuk pemberdayaan masyarakat. Dari

beberapa masalah di atas yang menjadi dasar

dalam upaya mengangkat sebuah judul

penelitian mengenai Ketidakberdayaan

Masyarakat Tanjung Siambang dalam

Relokasi Pemukiman Penduduk.

Page 7: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

6

B. Perumusan Masalah

Oleh karena itu setelah melihat

uraian latar belakang di atas, maka yang

menjadi rumusan masalah adalah sebagai

berikut:

Bagaimanakah bentuk - bentuk

ketidakberdayaan masyarakat Tanjung

Siambang dalam relokasi pemukiman

penduduk?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini

yaitu:

Untuk mengetahui bentuk-bentuk

ketidakberdayaan masyarakat Tanjung

Siambang dalam relokasi pemukiman

penduduk.

2. Kegunaan Penelitian

Dan kegunaan penelitian ini adalah,

yaitu:

a. Dari hasil penelitian ini diharapkan

mampu memberikan masukan

tentang pembangunan daerah

terutama pada konsep pembangunan

berbasis masyarakat serta

memberikan masukan dalam

pengembangan Sosiologi.

b. Hasil penelitian ini juga diharapkan

mampu memberikan masukan

dalam pengembangan konsep-

konsep ketidakberdayaan

masyarakat dalam pembangunan.

D. Konsep Operasional

Agar dapat memberikan gambaran

yang jelas, serta untuk menghindari

kesalahpahaman tentang istilah atau variabel

yang ada dalam penelitian ini. Maka perlu

kiranya diberikan definisi yang jelas secara

konseptual dan operasional yaitu mengenai

analisis ketidakberdayaan untuk menjawab

rumusan masalah yaitu mengenai

bagaimanakah ketidakberdayaan masyarakat

Tanjung Siambang dalam relokasi pemukiman

penduduk maka digunakan pengertian-

pengertian sebagai berikut :

1. Ketidakberdayaan yaitu ketidakmampuan

seseorang atau kelompok untuk merubah

nasib mereka dikarenakan lack of power

yaitu ketiadaan kekuasaan, bahwa

seseorang atau kelompok itu tidak

memiliki kekuasaan terhadap diri mereka

sendiri maupun lingkungan di luar mereka

dikarenakan pengetahuan yang kurang,

pendidikan yang kurang dan lainnya.

2. Kerentanan yaitu ketidakberdayaan karena

ketiadaan kontrol diri (lack of personal

control) yang berarti tidak mampu untuk

menguasai diri sendiri baik secara internal

maupun eksternal.

3. Ketergantungan yaitu ketidakberdayaan

seseorang atau kelompok yang hanya

mengandalkan mata pencaharian dan

kebutuhan mereka kepada 1 jenis usaha.

4. Relokasi adalah upaya pemindahan

sebagian atau seluruh aktivitas berikut

sarana dan prasarana penunjang aktivitas

dari suatu tempat ke tempat lain guna

mempertinggi faktor keamanan,

kelayakan, legalitas pemanfaatan dengan

tetap memperhatikan keterkaitan antara

yang dipindah dengan lingkungan alami

dan binaan di tempat tujuan.

II. KERANGKA TEORITIS

A. Alienasi

Amitai Etzioni memberikan definisi

tentang alienasi yaitu “a social situation which is

beyond the control of the actor, and hence

unresponsive to his basic needs”. Yang berarti

alienasi adalah situasi sosial dimana melampaui

kemampuan dari aktor dan dikarenakan itu tidak

mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Melvin

Seeman memberikan 5 cara dasar untuk melihat

alienasi yaitu : ketidakberdayaan (powerlessness),

ketidakberartian (meaninglessness),

ketidakberaturan (normlessness), isolasi (isolation)

dan pengucilan diri sendiri (self-estrangement).

B. Ketidakberdayaan (Powerlessness)

Melvin Seeman memberikan definisi

ketidakberdayaan (powerlessness) yaitu : "the

expectancy or probability held by the individual

that his own behavior cannot determine the

occurrence of the outcomes or reinforcements he

seeks" yang berarti bahwa harapan atau

kemungkinan yang dimiliki oleh seseorang yang

perilakunya sendiri tidak mampu menentukan

tercapai atau tidaknya hasil atau bantuan yang

dicari. Atau lebih dapat dimengerti dengan "the

depiction of man's relation to the larger social

order” yaitu gambaran hubungan seorang manusia

dengan tatanan sosial masyarakat yang besar.

Sebagaimana didefinisikan oleh Seeman,

ketidakberdayaan memiliki 2 aspek, yaitu :

pertama, “that the person has no confidence in

being able to influence the events of his life”. Yang

berarti bahwa seseorang tidak memiliki

kepercayaan dalam mengubah jalan kehidupannya.

Yang dimaksudkan disini yaitu bahwa pihak luar,

lingkungan sekitar, masyarakat sekitar, pihak yang

berwenang tidak memperhatikan kebutuhan dasar

mereka dan mereka sendiri tidak dapat mengubah

walau sudah berusaha. Aspek pertama ini lebih

mengarah pada faktor eksternal atau berasal dari

luar diri seseorang. Sedangkan aspek yang kedua,

“the effect it has upon the individual”. Yang berarti

bahwa ketidakberdayaan itu diakibatkan oleh

dalam diri individu itu sendiri. Aspek ini lebih

mengarah pada faktor internal, yang dapat

dikarakterisasikan seperti bersikap apatis, putus

asa, kehilangan harapan, depresi, pengucilan diri

Page 8: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

7

dan ketiadaan motivasi. Akan tetapi Seeman juga

melihat bahwa dari 2 faktor itu ketidakberdayaan

yang diakibatkan oleh pihak luar akan dapat

dipahami sedikit demi sedikit berdasarkan

pengalaman seseorang akan tetapi seseorang

tersebut tidak mampu berbuat banyak dalam

mengatasinya sebagaimana dikatakan oleh Seeman

yaitu “a person will definitely learn less from

experiences he conceives to dominated by

outsiders, or by chance, which he feels cannot

influence”.

Pengertian ketidakberdayaan lainnya yaitu

menurut Kalekin dan Fishman (1996:97) dalam

Senekal (1970:23) yaitu “powerlessness refers to a

gap existing between what a person wants to do

and what that person feels capable of doing”, yang

berarti ketidakberdayaan adalah jarak yang ada

antara apa yang seseorang ingin lakukan dan apa

yang seseorang rasa mampu untuk dilakukan.

Pendapat Kalekin dan Fishman ini diperjelas juga

oleh Seeman yang mengatakan bahwa

ketidakberdayaan terkait kedalam hal kemampuan

dan ketidakmampuan, baik dari dalam diri sendiri

maupun dikarenakan pengaruh dari luar diri orang

tersebut.

Menurut pendapat ahli lainnya yaitu

Robert Chambers yang memasukkan

ketidakberdayaan dalam 5 unsur perangkap

kemiskinan (deprivation trap) yang terdiri dari : 1.

Poverty (kemiskinan itu sendiri), 2. Kelemahan

fisik, 3. Keterasingan atau kadar isolasi, 4.

Kerentanan (vulnerability) dan 5.

Ketidakberdayaan (powerlessness). Menurut

Chambers dalam Suyanto (2010) yang mengatakan

bahwa ketidakberdayaan kaum miskin itu

disebabkan oleh ketidakberdayaan mereka dalam

menghadapi kaum yang berkuasa/penguasa atau

yang memiliki kekuasaan. Ketidakberdayaan

menjadi kunci dalam perangkap kemiskinan selain

dari kerentanan, hal ini dikarenakan

ketidakmampuan seseorang atau kelompok untuk

merubah nasib mereka dari kemiskinan akan

memperburuk keadaan mereka sendiri selain itu

ditambah adanya pengaruh kekuasaan dari luar

yang tidak menginginkan masyarakat yang miskin

itu untuk berubah atau penguasa itu melakukan

penipuan dengan mengatakan akan memberikan

perubahan akan tetapi hanya merubah masyarakat

yang tidak tahu-menahu malah bertambah menjadi

miskin karena kebijakan yang salah.

Selain beberapa pendapat di atas terdapat

beberapa bentuk ketidakberdayaan yang salah satu

disebutkan oleh Sadan (1997:116) yang

mengatakan bahwa salah satu bentuk

ketidakberdayaan adalah ketergantungan ekonomi

(economic dependence). Sadan mengatakan

ketidakberdayaan merupakan kunci untuk proses

pemberdayaan sesuai dengan definisinya tentang

pemberdayaan yaitu pemberdayaan individu

merupakan proses pembangunan dalam kerangka

sosial: yaitu sebuah proses dari ketidakberdayaan

dan dari bayang-bayang ketidakberdayaan tersebut

kearah kehidupan yang aktif dan kemampuan untuk

bertindak dan untuk mengambil inisiatif dalam

hubungan ke lingkungannya dan masa depannya.

Salah satu bentuknya yaitu ketergantungan

ekonomi, jika seseorang atau masyarakat masih

tergantung ekonominya kepada 1 (satu) atau sedikit

kegiatan untuk menghidupi keluarganya atau

tergantung kepada suatu keadaan dan kekuasaan

maka perlu dilakukan pemberdayaan. Maka apa

yang dikatakan oleh Sadan ini sama dengan apa

yang dikatakan oleh Seeman dan Rotter mengenai

ketidakberdayaan yaitu ketidakberdayaan manusia

dalam merubah nasib mereka dikarenakan

ketergantungan baik itu berasal dari diri mereka

sendiri maupun ketergantungan dari luar.

Sehingga dari beberapa pengertian di atas

dapat disimpulkan pengertian ketidakberdayaan

yaitu ketidakmampuan seseorang atau kelompok

untuk merubah nasib mereka baik dikarenakan

faktor internal maupun faktor eksternal hingga

mempengaruhi lingkungan, ekonomi dan masa

depannya.

Menurut Narayan, Dkk telah menyusun

dimensi dari ketidakberdayaan sebagai dikatakan

oleh Narayan yaitu :

“Powerlessness it has multiple

dimensions, interlocking dimensions. The

dimensions combine to create and sustain

powerlessness, a lack of freedom of choice

and action. Each dimension can cause or

compound the others. Not all aplly all the

time or in every case, but many apply

much of the time. For those caught in

multiple deprivations, escape is a struggle.

To describe this trap poor people use the

metaphor of bondage, of slavery, of being

tied like bundles of straw. Ten interlocking

dimensions of powerlessness and illbeing

emerge from poor people’s experiences :

(1). Livelihoods and assets are precarious,

seasonal adn inadequate; (2) places of the

poor are isolated, risky, unserviced and

stigmatized; (3) the body is hungry,

exhausted, sick and poor in appearance;

(4) gender relations are troubled and

unequal; (5) social relations are

discriminating and isolating; (6) security

is lacking in the sense of both protection

and peace of mind; (7) behaviors of those

more powerfull are marked by disregard

and abuse; (8) institutions are

disempowering and excluding; (9)

organizations of the poor are weak and

disconnected; (10) capabilities are weak

because of the lack of information,

education, skills and confidence.

Page 9: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

8

Dari Narayan, Dkk tersebut dapat disusun

dimensi ketidakberdayaan dan indikatornya, yaitu

sebagai berikut :

1. Mata Pencaharian (Livelihoods) yaitu sumber

penghasilan dengan indikator yaitu : sumber

penghasilan tidak menentu (precarious),

sumber penghasilan didapat secara musiman

(seasonal), sumber penghasilan tidak memadai

(inadequate);

2. Tempat (Places) yaitu tempat tinggal dengan

melihat apakah tempat tinggal itu letaknya

terpencil (isolated), tempat tinggalnya berisiko

(risky), tempat tinggalnya tidak memiliki

sarana yang memadai (unserviced) dan tempat

tinggalnya memberikan kesan buruk atau tidak

baik (stigmatized);

3. Keamanan (Security) yaitu perasaan psikologi

berkaitan kenyamanan dan aman dan melihat

ketidakberdayaan dalam hal keamanan yaitu

ketiadaan perlindungan (lack of protection)

dan ketiadaan ketenangan pikiran (peace of

mind);

4. Sikap (Behaviors) yaitu sikap dari pihak yang

berwenang apakah sikap mereka kepada pihak

yang dibawahnya yaitu bersikap tidak

peduli/mengacuhkan (Disregard) dan sikap

mereka menyalahi aturan atau menyalahi

kewenangan yang ada pada mereka (abuse by

the more powerfull);

5. Institusi (Institutions) yaitu tindakan institusi

yang berwenang kepada masyarakat yaitu

bertindak melemahkan masyarakat

(disempowering) dan bertindak mengucilkan

atau mengecualikan masyarakat (excluding);

6. Organisasi (Organizations) yaitu melihat

organisasi yang ada di masyarakat apakah

organisasi masyarakat tersebut lemah (weak)

dan organisasi tersebut kurang terorganisir atau

tidak berhubungan dengan masyarakat

(disconnected);

7. Kemampuan (Capabilities) yaitu melihat

kemampuan masyarakat lemah karena

kekurangan informasi (lack of information),

kurang berpendidikan (lack of education),

kurang terampil (lack of skills) dan kurang

percaya diri (lack of confidence);

8. Hubungan Gender (Gender Relations) yaitu

melihat hubungan gender yang ada di

masyarakat apakah bermasalah (troubled) dan

terjadi ketidaksetaraan gender di masyarakat

(unequal);

9. Hubungan Sosial (Sosial Relations) yaitu

melihat hubungan sosial yang ada di

masyarakat bersifat diskriminasi

(discriminating) dan bersifat terkucil

(isolating);

10. Tubuh Manusia (The Body) yaitu melihat

kondisi keadaan masyarakat apakah dalam

kondisi kelaparan (hungry), dalam kondisi

kelelahan (exhausted), dalam kondisi sakit

(sick) dan dalam kondisi miskin dalam

penampilan (poor in appearance).

C. Masyarakat Pesisir

Hal yang penting dipahami sebelum

membahas karakteristik sosial masyarakat pesisir,

khususnya kaum nelayan, adalah konsep

masyarakat itu sendiri. Telah banyak definisi

masyarakat. Salah satunya, Horton et al (1991)

dalam Satria (2015) mendefinisikan masyarakat

sebagai sekumpulan manusia yang secara relatif

mandiri, yang hidup bersama-sama cukup lama,

mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki

kebudayaan sama, dan melakukan sebagian besar

kegiatannya dalam kelompok tersebut. Ada lagi

Ralph Linton (1956) dalam Sitorus et al (1998)

dalam Satria (2015) yang mengartikan masyarakat

sebagai kelompok manusia yang telah hidup dan

bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat

mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka

sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas

yang dirumuskan secara jelas. Sementara itu,

Soerjono Soekanto (1995) dalam Satria (2015)

merinci unsur-unsur masyarakat sebagai berikut:

a. Manusia yang hidup bersama,

b. Mereka bercampur untuk waktu yang lama,

c. Mereka sadar sebagai suatu kesatuan, dan

d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama.

Sedangkan menurut Koentjaraningrat

(1990) dalam Satria (2015) memaknai masyarakat

sebagai komunitas dengan mengacu pada satuan-

satuan sosial dan unsur-unsur pengikat satuan

sosial tersebut, satuan sosial mencakup kerumunan,

golongan sosial, kategori sosial, jaringan sosial,

kelompok, himpunan dan komunitas. Sementara

itu, unsur pengikat mencakup pusat orientasi,

sarana interaksi, aktivitas interaksi,

kesinambungan, identitas tempat, lokasi, sistem

adat dan norma, organisasi tradisional, organisasi

buatan dan pimpinan, dan masih menurut

Koentjaraningrat, identitas tempat merupakan

unsur pengikat yang penting dan dapat

membedakannya dari satuan sosial lainnya, sebagai

contoh dalam penelitian ini yaitu masyarakat

Tanjung Siambang, masyarakat mengikat satuan

sosial mereka pada identitas tempat mereka tinggal

yaitu Tanjung Siambang sehingga mereka

menamakan masyarakat mereka masyarakat

Tanjung Siambang. Baik yang sudah pindah ke

perumahan baru maupun masih di kampung lama,

masyarakat masih lekat pada identitas tempat yaitu

Tanjung Siambang.

D. Relokasi

Menurut Jha et al (2010) dalam Martanto

dan Sagala (2010:70) relokasi adalah sebuah proses

dimana pemukiman masyarakat, aset dan

infrastruktur publik dibangun kembali di lokasi

lain, sedangkan menurut Kementerian Pekerjaan

Umum (2011) relokasi merupakan bagian dari

pemukiman kembali (resettlement) di lokasi yang

Page 10: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

9

baru di luar kawasan rawan bencana. Menurut

Martanto dan Sagala (2010:70) relokasi adalah

upaya pemindahan sebagian atau seluruh aktivitas

berikut sarana dan prasarana penunjang aktivitas

dari suatu tempat ke tempat lain guna

mempertinggi faktor keamanan, kelayakan,

legalitas pemanfaatan dengan tetap memperhatikan

keterkaitan antara yang dipindah dengan

lingkungan alami dan binaan di tempat tujuan.

Dalam melaksanakan relokasi terdapat

beberapa prinsip yang harus dipegang sebagai

pedoman. Menurut Jha et al (2010) dalam Martanto

dan Sagala (2010:70) menyebutkan beberapa

prinsip tentang relokasi yaitu:

a. Perencanaan relokasi yang efektif adalah yang

bisa membantu membangun dan melihat secara

positif;

b. Relokasi bukanlah sebuah pilihan yang harus

dilakukan karena resiko bisa dikurangi dengan

mengurangi jumlah penduduk pada suatu

pemukiman daripada memindahkan seluruh

pemukiman;

c. Relokasi bukan sekedar merumahkan kembali

manusia, namun juga menghidupkan dan

membangun kembali masyarakat, lingkungan

dan modal sosial;

d. Lebih baik menciptakan insentif yang

mendorong orang untuk merelokasi daripada

memaksa mereka untuk meninggalkan;

e. Relokasi seharusnya mengambil tempat

sedekat mungkin dengan lokasi asal mereka;

f. Masyarakat di lokasi yang akan ditempati

merupakan salah satu yang mendapatkan

dampak dari relokasi dan harus dilibatkan

dalam perencanaan.

Jha et al (2010) dalam Martanto dan

Sagala (2010:71) menyebutkan beberapa kriteria

mengenai faktor-faktor keberhasilan relokasi, yaitu

sebagai berikut:

a. Masyarakat yang direlokasi ikut berpartisipasi

dalam relokasi dan keputusan implementasi

(pemilihan lokasi, identifikasi kebutuhan

dasar, perencanaan pemukiman, desain rumah

dan implementasi pembangunan);

b. Mata pencaharian tidak spesifik pada lokasi

sehingga tidak terganggu;

c. Air, angkutan umum, pelayanan kesehatan,

pasar dan sekolah dapat diakses dan

terjangkau;

d. Orang dapat membawa barang-barang yang

berhubungan dengan spiritual, budaya atau

nilai emosional tinggi (benda-benda

keagamaan, bagian-bagian bangunan

diselamatkan, patung atau landmark lokal

lainnya);

e. Orang pada kelompok masyarakat yang sama,

bersama-sama dipindahkan ke lokasi baru;

f. Keterikatan emosional, spiritual dan budaya

lampiran pada lokasi yang sama tidak terlalu

tinggi;

g. Desain rumah, tatanan pemukiman, habitat

alami, dan fasilitas masyarakat sesuai dengan

cara hidup masyarakat;

h. Penilaian resiko sosial, lingkungan dan bahaya

mengkonfirmasi bahwa resiko tidak dapat

dikurangi di lokasi lama, sementara

masyarakat yakin dengan kesesuaian tempat

relokasi;

i. Komunikasi yang intensif dengan kelompok

sasaran dan transparan;

j. Mekanisme penyelesaian keluhan yang efektif;

k. Relokasi dan bantuan untuk mengurangi

dampak ekonomi yang didanai secara memadai

selama periode waktu yang wajar.

Faktor-faktor kegagalan relokasi yang

juga menurut Jha (2010) yaitu adalah sebagai

berikut :

a. Tidak memadainya lokasi yang baru;

b. Jarak yang jauh dari sumber penghidupan dan

jaringan sosial;

c. Susunan pemukiman yang tidak sesuai dengan

keadaan sosial budaya;

d. Kurangnya partisipasi masyarakat;

e. Kurangnya anggaran untuk relokasi.

Dalam penelitian ini selaras pada pemikiran Jha et

al (2010) dalam Martanto dan Sagala (2010:73)

yaitu partisipasi semua pihak terkait dalam

pelaksanaan suatu kebijakan dalam hal ini relokasi

merupakan salah satu pendukung dari keberhasilan

pelaksanaan kebijakan itu. Singkatnya kegagalan

dan keberhasilan relokasi dipengaruhi oleh faktor

partisipasi masyarakat, masyarakat yang direlokasi

berpartisipasi dalam relokasi dan juga

berpartisipasi dalam penentuan keputusan

implementasi (pemilihan lokasi, identifikasi

kebutuhan dasar, perencanaan pemukiman, desain

rumah dan implementasi).

III. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

metode penelitian deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Lebih lanjut

Arikunto (2010:3) yang dimaksud

penelitian deskriptif adalah penelitian

yang dimaksudkan untuk menyelidiki

keadaan, kondisi atau hal lain-lain yang

sudah disebutkan, yang hasilnya

dipaparkan dalam bentuk laporan

penelitian.

Tujuan dari penelitian deskriptif

ini adalah untuk membuat deskripsi,

Page 11: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

10

gambaran atau lukisan secara sistematis,

faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,

sifat-sifat serta hubungan antar fenomena

yang terdapat atau terjadi di masyarakat

khususnya mengenai .

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian diambil secara

purposive (sengaja), yaitu ditetapkan

secara sengaja berdasarkan kriteria atau

pertimbangan tertentu (Faisal, 2001).

Penelitian mengambil lokasi di Tanjung

Siambang, Pulau Dompak, Kelurahan

Dompak, Kecamatan Bukit Bestari, Kota

Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.

Pemilihan lokasi didasari alasan

yang sangat penting yaitu karena lokasi

pusat pembangunan kantor Pemerintahan

Provinsi Kepulauan Riau terletak di pulau

Dompak yang terdampak pada masyarakat

Tanjung Siambang yang akan direlokasi

ke Perumahan Tanjung Siambang yang

berdekatan dengan kantor Gubernur

Kepulauan Riau.

3. Populasi Dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah suatu

kumpulan menyeluruh dari suatu

objek yang merupakan perhatian

penelitian atau populasi adalah

keseluruhan subjek penelitian untuk

dipelajari dan ditarik kesimpulannya.

Populasi adalah keseluruhan

subjek penelitian Arikunto

(2010:173). Menurut Spradley

(dalam Sugiyono,2011:215) dalam

penelitian kualitatif tidak

menggunakan istilah populasi,

tetapi social situation atau situasi

sosial yang terdiri atas tiga elemen

yaitu: tempat (place), pelaku

(actors), dan aktivitas (activity)

yang berinteraksi secara sinergis.

Pada situasi sosial atau partisipan,

dapat diamati secara mendalam

aktivitas (activity) orang-orang

(actors) yang ada pada tempat

(place) tertentu. Adapun Populasi

yang diambil yaitu seluruh

masyarakat Tanjung Siambang,

Pulau Dompak.

b. Sampel

Arikunto (2010:174)

menyebutkan “Sampel adalah

sebagian atau wakil populasi yang

diteliti”. Sedangkan menurut

Sugiyono (2011:81) “Sampel adalah

bagian dari jumlah dan karakteristik

yang dimiliki oleh populasi tersebut.

Teknik pengambilan sampel yang

digunakan adalah purposive

sampling yaitu sampel bertujuan

dilakukan dengan dengan cara

mengambil subjek bukan didasarkan

atas strata, random atau daerah tetapi

didasarkan atas adanya tujuan

tertentu.

Pengambilan sampel

dimaksudkan untuk mendapatkan

informasi sebanyak mungkin dari

berbagai sumber. Maksud kedua dari

sampling adalah mengenali informasi

yang akan menjadi dasar dari

rancangan dan teori yang muncul.

Adapun yang menjadi sampel dalam

penelitian ini adalah sebanyak 24

orang informan. Adapun alasan

pengambilan sampel sebanyak ini

untuk memperoleh informasi yang

akurat dan sampel yang diambil

adalah yang kompeten dan

berdasarkan keterwakilan gender

baik laki-laki maupun perempuan

serta berhubungan langsung dengan

ketidakberdayaan masyarakat

Tanjung Siambang dalam relokasi

pemukiman penduduk yaitu dengan

kriteria pemilihan informan adalah

masyarakat Tanjung Siambang

dengan rentang umur antara 20 tahun

hingga 75 tahun baik penduduk yang

telah relokasi ke perumahan baru

Tanjung Siambang maupun

penduduk yang masih bertempat

tinggal di kampung Tanjung

Siambang.

4. Jenis Dan Sumber Data

a. Jenis Data

1) Data Primer yaitu data yang

diterima langsung dari

informan, berkaitan dengan

partisipasi masyarakat Tanjung

Siambang dalam relokasi

pemukiman penduduk.

2) Data sekunder yaitu sumber

data kedua selain data primer

berupa data tertulis yakni data

yang diperoleh atau yang

dikumpulkan berupa buku-buku

dalam daftar pustaka dan akses

internet serta dokumen

pendukung lainnya dalam

kebijakan. Serta data dari media

massa, dan dari Kelurahan

Dompak dan dari Pemerintah

Provinsi Kepulauan Riau.

b. Sumber Data

Menurut Lofland (dalam

Moleong, 2009:157) sumber data

utama dalam penelitian kualitatif

ialah kata-kata, dan tindakan,

Page 12: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

11

selebihnya adalah data tambahan

seperti dokumen dan lain-lain.

Sumber data pada penelitian ini

didapat dari wawancara dan

observasi yang dilakukan terhadap

informan.

5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data

merupakan langkah yang paling strategis

dalam penelitian, karena tujuan dari

penelitian adalah mendapatkan data

Sugiyono (2011:224). Tanpa mengetahui

teknik pengumpulan data, maka tidak

akan mendapatkan data yang memenuhi

standar data yang ditetapkan. Teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini didasarkan atas metode serta

situasi dan kondisi lapangan yang

dijadikan objek dalam penelitian. Untuk

itu perlu ditentukan teknik pengumpulan

data yang digunakan sebagai berikut :

a. Wawancara (interview)

Teknik pengumpulan data

yang paling utama digunakan yaitu

wawancara, dapat dipandang sebagai

teknik pengumpulan data dengan

tanya jawab, yang dilakukan dengan

sistematis dan berlandaskan pada

tujuan penelitian. Menurut Moleong

(2009:135) bahwa “Wawancara

adalah percakapan dengan maksud

tertentu.Percakapan itu dilakukan

oleh dua pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan yang diwawancarai

(interviewee) yang memberikan

jawaban atas pertanyaan itu”.

Selanjutnya Esterber dalam

Sugiyono (2011:231) menjelaskan

bahwa: “wawancara adalah

merupakan pertemuan dua orang

untuk bertukar informasi dan ide

melalui tanya jawab, sehingga dapat

dikonstruksikan makna dalam suatu

topik tertentu”.

Wawancara dilakukan untuk

mendapatkan informasi secara

langsung dari informan, sehingga

data yang diperoleh dapat dipercaya.

Kemudian berguna untuk mengetahui

lebih mendalam mengenai masalah

penelitian dari sudut pandang

ketidakberdayaan masyarakat

Tanjung Siambang dalam relokasi

pemukiman penduduk yang

dilakukan dengan menggunakan

pedoman pertanyaan (interview

guide).

b. Observasi (observation)

Observasi ini dilaksanakan

untuk mengamati secara langsung

objek penelitian, baik berupa bentuk

kegiatan yang dilaksanakan maupun

keadaan lingkungan, sarana,

prasarana, dan lain-lain. Berdasarkan

alasan tersebut, sesuai dengan

pengamatan observasi menurut

Nasution (dalam Sugiyono,

2011:226) menyatakan bahwa,

observasi adalah dasar semua ilmu

pengetahuan.

Guba dan Lincolin (dalam

Moleong, 2009:125) mengemukakan

bahwa: “Teknik pengamatan

didasarkan atas pengamatan secara

langsung, memungkinkan melihat

dan mengamati sendiri, kemudian

mencatat perilaku dan kejadian

sebagaimana terjadi pada keadaan

sebenarnya”. Sebagaimana menurut

Nazir (2003:175) observasi langsung

atau pengamatan langsung adalah

cara pengambilan data dengan

menggunakan mata tanpa ada

pertolongan alat standar lain untuk

keperluan tersebut.

Pada dasarnya observasi

dijadikan sebagai salah satu cara

pengumpulan data secara langsung

berdasarkan pengamatan. Dalam

penelitian ini, observasi digunakan

untuk memperkaya sumber data

lainnya. Adapun aspek-aspek yang di

observasi yaitu proses pembelajaran,

proses interaksi, peserta didik,

instruktur dan lingkungan

pembelajaran. Observasi dilakukan

untuk melihat atau mengamati

ketidakberdayaan masyarakat

Tanjung Siambang dalam relokasi

pemukiman penduduk, dengan alat

pengumpulan data yaitu check list

atau panduan pengamatan.

6. Teknik Analisa Data

Adapun teknik analisa data yang

digunakan adalah deskriptif kualitatif,

sebagaimana penjelasan tersebut

dikemukakan oleh Moleong (2009:248),

yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan

bekerja dengan data, mengorganisasikan

data, memilah-milahnya menjadi satuan

yang dapat dikelola, menyintesiskan data,

mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa

yang dipelajari dan memutuskan apa yang

dapat diceritakan kepada orang lain.

Selanjutnya data-data yang

didapat dari para informan dan selanjutnya

Page 13: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

12

di analisa antara data dari satu informan

dengan informan yang lain sehingga dapat

diketahui segala bentuk ketidakberdayaan

masyarakat Tanjung Siambang dalam

relokasi pemukiman penduduk.

IV. ANALISA DATA

4.1 Karakteristik Informan

Sebelum membahas mengenai ketidakberdayaan

masyarakat Tanjung Siambang dalam relokasi

pemukiman penduduk, maka terlebih dahulu akan

dikemukakan karakteristik informan dalam

penelitian ini. Adapun karakteristik yang disajikan

meliputi jenis kelamin informan, umur informan,

pekerjaan informan dan pendidikan terakhir

informan. Seluruh informan merupakan masyarakat

Tanjung Siambang Kelurahan Dompak Kota

Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau.

4.2 Analisa Data Ketidakberdayaan

Masyarakat Tanjung Siambang Dalam Relokasi

Pemukiman Penduduk

Analisa data variabel dalam penelitian ini

yaitu ketidakberdayaan dilakukan dengan analisa

deskriptif kualitatif. Dalam analisa deskriptif

kualitatif ini dilakukan untuk mengetahui bentuk-

bentuk ketidakberdayaan masyarakat Tanjung

Siambang dalam relokasi pemukiman penduduk

yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi

Kepulauan Riau. Analisa data ini menggunakan

konsep ketidakberdayaan (powerlessness) oleh

Narayan, Chambers, Shah dan Petesch (2000) yang

mengemukakan 10 Dimensi Ketidakberdayaan (10

dimensions of powerlessness and illbeing) yang

dikembangkan untuk penelitian tentang kemiskinan

dan ketidakberdayaan kepada 20.000 orang miskin

di 23 negara di dunia termasuk di Indonesia.

Berikut analisa data untuk mengetahui

bentuk-bentuk ketidakberdayaan masyarakat

Tanjung Siambang dalam relokasi pemukiman

penduduk, yaitu :

4.2.1 Ketidakberdayaan

Ketidakberdayaan yaitu ketidakmampuan

seseorang atau kelompok untuk merubah nasib

mereka dikarenakan lack of power yaitu ketiadaan

kekuasaan, bahwa seseorang atau kelompok itu

tidak memiliki kekuasaan terhadap diri mereka

sendiri maupun lingkungan di luar mereka

dikarenakan pengetahuan yang kurang, pendidikan

yang kurang dan lainnya.

Uraian tentang ketidakberdayaan dalam

tanggapan informan dapat dilihat melalui beberapa

indikator yaitu sebagai berikut :

a. Terpencil (Isolated)

Untuk melihat ketidakberdayaan

masyarakat Tanjung Siambang maka akan dilihat

apakah tempat tinggal itu letaknya terpencil,

beresiko, tidak memiliki sarana atau memberikan

kesan tidak baik..

Untuk melihat ketidakberdayaan

masyarakat dengan melihat lokasi tempat

perumahan warga dengan dimensi terpencil dengan

hasil wawancara kepada pak J (38) yang

merupakan informan kunci, mengatakan bahwa:

“lokasi perumahan baru Tanjung

Siambang lokasinya tidak sesuai dengan

keinginan masyarakat Tanjung Siambang,

karena lokasinya agak jauh dari bibir

pantai yang digunakan warga untuk

meletak sampan, sehingga tidak dapat

mengawasi sampan tersebut, sudahlah

jarak agak jauh, itupun komplain

masyarakat, karena saya juga baru jadi

RW tapi saya tau kalo masyarakat

berkeberatan pada lokasi ini, kalo untuk

lokasi perumahan Tanjung Siambang

maupun kampung lama Tanjung

Siambang itu memang terpencil lokasinya,

jauh dari pusat kota Tanjungpinang, mau

ke kota juga jauh, tidak ada transportasi

umum dari sini ke kota”.

Senada dengan pendapat pak M.A (62)

yang menyatakan bahwa:

“lokasi Tanjung Siambang ini terpencil,

dibelakang Tanjung Siambang ini baru ada

kota Tanjungpinang, cobalah lihat peta,

hampir diselatan. Transportasi umum

susah, dulu jalan raya juga susah, sekarang

aja sejak dibukanya ibukota Provinsi

Kepulauan Riau di Dompak, maka akses

jalan raya sudah ada, lampu penerangan

juga sudah ada, tapi kalo dilihat dari

tempat atau lokasi, Tanjung Siambang ini

masih dapat dikatakan terpencil”.

Berdasarkan data yang diterima dari hasil

wawancara kepada informan didapati hasil bahwa

kampung Tanjung Siambang itu letaknya agak

terpencil diujung barat daya pulau Dompak.

Dengan letak rumah yang tidak jauh dari bibir

pantai dan bahkan terdapat pelantar pelabuhan yang

lumayan panjang untuk akses ke kampung Tanjung

Siambang, sedangkan dulu akses jalan belum

terlalu baik, akan tetapi sekarang akses jalan raya

sudah beraspal dan sudah lebih baik, itupun hanya

sampai depan kampung Tanjung Siambang

sedangkan untuk di Perumahan Baru Tanjung

Siambang akses jalan raya sudah beraspal dengan

sangat baik, sampai di depan rumah sudah beraspal

dan sudah seperti perumahan di perkotaan. Apabila

di perumahan Baru Tanjung Siambang tidak dapat

dikatakan terpencil walau lokasi sangat jauh, hal ini

dikarenakan letak Perumahan Baru Tanjung

Siambang hanya berjarak 700 meter dari Pusat

Pemerintahan Gubernur Provinsi Kepulauan Riau.

Hal tersebut di atas sesuai dengan

pendapat Narayan, dkk yaitu “poor people live in

areas that are geographically isolated” yang

Page 14: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

13

berarti masyarakat miskin tinggal di area yang

secara geografis terisolasi. Sama hal nya seperti

hasil wawancara di atas didapati bahwa lokasi

Tanjung Siambang itu terpencil dan terisolasi

dulunya tetapi sekarang sudah terdapat akses jalan

dan dekat dengan pusat ibukota Provinsi Kepulauan

Riau.

b. Beresiko (Risky)

Untuk melihat ketidakberdayaan

masyarakat Tanjung Siambang maka akan dilihat

apakah tempat tinggal itu letaknya terpencil,

beresiko, tidak memiliki sarana atau memberikan

kesan tidak baik..

Berdasarkan data yang diterima dari hasil

wawancara kepada informan didapati hasil bahwa

kampung Tanjung Siambang itu letaknya agak

beresiko dikarenakan banyak rumah warga yang

menghadap ke laut. Apabila terjadi angin kuat

maka beresiko tertiup angin, atau atap terangkat

oleh angin. Jikalau ombak kuat maka agak tidak

terlalu beresiko dikarenakan rumah-rumah di

kampung Tanjung Siambang agak jauh dar bibir

pantai sekitar 25 meter dari bibir pantai. Oleh

karena itu yang paling beresiko adalah angin kuat

yang mempengaruhi resiko rumah-rumah di

kampung Tanjung Siambang.

Dalam penelitian ini membandingkan

dengan rumah di Perumahan Baru Tanjung

Siambang yang terbuat dari batu bata, resiko

ketahanan terhadap angin sudah lebih baik,

ketimbang rumah-rumah di kampung Tanjung

Siambang yang kebanyakan terbuat dari kayu.

Kemudian resiko terhadap ombak besar juga tidak

terlalu berpengaruh di Perumahan Baru Tanjung

Siambang. Hal ini dikarenakan letak Perumahan

Baru Tanjung Siambang sekitar 40 meter.

Hal tersebut sesuai dengan hasil

wawancara dengan informan yang diwakili oleh

pak Ju (39) yang mengatakan bahwa:

“setiap rumah itu memiliki resiko bang,

kalo rumah di kampung Tanjung

Siambang itu resiko lebih besar karena

lebih dekat ke laut dan kebanyakan

rumahnya terbuat dari kayu walau ada

beberapa yang terbuat dari bata, resiko

paling utama yang angin kuat atau

kencang atau ketimpa oleh pohon-pohon

yang tumbang karena ditiup angin

kencang, kalo di perumahan baru Tanjung

Siambang mungkin resiko lebih sedikit,

walau lokasi juga agak berdekatan dengan

laut akan tetapi resiko ketimpa pohon

mungkin kecil tapi kalo resiko atap

terangkat angin lumayan besar karena

berada di tanah yang terbuka, jadi intinya

rumah-rumah di Tanjung Siambang ini

memiliki resikonya tersendirilah.”

Yaitu seperti pernyataan pak J (38) dan

semua informan lainnya menyatakan bahwa:

“bahwa lokasi Tanjung Siambang beresiko

terhadap angin dan musim hujan badai”. Narayan,

dkk menyatakan bahwa lokasi yang beresiko itu

tidak memiliki infrastruktur dasar, tidak sehat dan

rentan kepada bencana alam.

c. Ketiadaan Perlindungan (Lack of Protection)

Untuk melihat ketidakberdayaan

masyarakat Tanjung Siambang maka akan dilihat

apakah masyarakat merasakan ada atau tidak

adanya perlindungan.

Berdasarkan data yang diterima dari hasil

wawancara kepada informan didapati hasil bahwa

untuk di kampung Tanjung Siambang masyarakat

sangat merasa aman dikarenakan hampir semua

orang di dalam masyarakat saling mengenal dan

hampir kesemuanya memiliki persamaan yaitu

persamaan dalam hal persaudaraan. Menurut

beberapa informan, di kampung Tanjung Siambang

sangat aman, tidak pernah terjadi hal-hal yang

buruk terkait keamanan, dan perbandingan untuk di

Perumahan Baru Tanjung Siambang, menurut

informan kunci yang diwawancarai dan informan

lainnya mengatakan agak aman di lingkungan

tersebut, cuma agak cemas dikarenakan mereka

tinggal di perumahan, sehingga nanti dipikir yang

tinggal disitu adalah orang-orang berada yang

memiliki banyak uang, apalagi jikalau malam agak

gelap dikarenakan beberapa rumah tidak memiliki

penerangan karena belum teraliri listrik, jikapun

teraliri listrik itu berasal dari mesin generator set

yang dimiliki tidak semua warga masyarakat dan

jangka waktu nyala listrik tidak terlalu lama. Selain

itu yang membuat cemas adalah tidak adanya portal

perumahan, sehingga orang dari luar dapat masuk

dengan leluasa, sehingga kewaspadaan masyarakat

yang dituntut lebih untuk menjaga keamanan

rumah mereka sendiri.

Yaitu seperti pernyataan pak J (38) dan

semua informan lainnya menyatakan bahwa: “tidak

ada yang salah dengan pemerintah dalam

memberikan keamanan, dikarenakan rasa aman itu

muncul dari masyarakat itu sendiri”.

d. Ketenangan Pikiran (Peace of Mind)

Untuk melihat ketidakberdayaan

masyarakat Tanjung Siambang maka akan dilihat

apakah masyarakat merasakan ada atau tidak

adanya ketenangan pikiran.

Berdasarkan data yang diterima dari hasil

wawancara kepada informan didapati hasil bahwa

hampir kebanyakan masyarakat Tanjung Siambang

sudah merasa tenang di dalam pikiran mereka.

Hanya ada beberapa hal yang mengganjal terutama

untuk di kampung Tanjung Siambang yaitu

ketidaktenangan pikiran dalam hal keharusan untuk

pindah dan mendapat ganti rugi yang tidak

seberapa dari pemerintah. Sedangkan untuk warga

di perumahan baru Tanjung Siambang tidak terlalu

cemas masalah relokasi, dikarenakan mereka sudah

berada di tempat relokasi, hanya saja yang masih

Page 15: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

14

mengganjal yaitu sarana dan prasarana serta rasa

aman sebagaimana tersebut di indikator di atas.

Yaitu seperti pernyataan pak J (38) dan

semua informan lainnya menyatakan bahwa:

“bahwa kami masih bisa berpikir tenang dan tidak

terlalu pusing, hanya saja sarana yang sampai

sekarang belum didapat”.

e. Tidak mengacuhkan/tidak peduli (Disregard)

Untuk melihat ketidakberdayaan

masyarakat Tanjung Siambang maka akan dilihat

apakah sikap pihak berwenang itu tidak peduli

kepada masyarakat atau peduli kepada masyarakat.

Berdasarkan data yang diterima dari hasil

wawancara kepada informan didapati hasil bahwa

dari informan yang berada di kampung Tanjung

Siambang, mereka merasakan sikap pemerintah

Provinsi Kepulauan Riau tidak terlalu

memperdulikan mereka dikarenakan biaya ganti

rugi yang diminta oleh masyarakat tidak dapat

dinegosiasikan lebih lanjut karena secara sepihak

pemerintah provinsi telah menentukan harga tanah

ganti rugi kepada masyarakat. Dari informan

memang tidak mau menyebutkan berapa harga

tanah yang ditawarkan kepada masyarakat Cuma

mereka berkata bahwa harga itu tidak cukup dan

tidak masuk akal, bahkan sangat merugikan

masyarakat. Untuk warga masyarakat yang sudah

relokasi, mereka pindah dikarenakan kondisi rumah

mereka sudah rusak dan tanah mereka tidak terlalu

luas, sedangkan yang masih berada di kampung

Tanjung Siambang itu menganggap bahwa harga

yang dtetapkan tidak sesuai karena tanah mereka

luas dan apabila dijual tidak dapat dibagi kepada

saudara-mara yang ada. Selain itu berbeda respon

dari warga masyarakat di perumahan baru Tanjung

Siambang, mereka juga merasa pemerintah tidak

peduli dengan mereka, akan tetapi dalam hal

sarana, dikarenakan sampai dengan sekarang

rumah-rumah tersebut belum teraliri listrik dari

proses relokasi tahun 2014 belum juga teraliri

listrik.

Yaitu seperti pernyataan pak J (38) dan

semua informan lainnya menyatakan bahwa:

“pemerintah masih peduli pada masyarakat, tidak

ada rasa yang muncul di masyarakat bahwa

pemerintah itu tidak peduli”.

f. Penyalahgunaan wewenang (Abuse by the

more powerful)

Untuk melihat ketidakberdayaan

masyarakat Tanjung Siambang maka akan dilihat

apakah sikap pihak berwenang itu tidak peduli

kepada masyarakat atau peduli kepada masyarakat.

Berdasarkan data yang diterima dari hasil

wawancara kepada informan didapati hasil bahwa

dari informan baik di kampung Tanjung Siambang

maupun di perumahan baru Tanjung Siambang,

mereka tidak mengetahui dan tidak terlalu peduli

apakah pihak berwenang dari Pemerintah Provinsi

Kepulauan Riau itu menyalahgunakan wewenang

atau tidak. Dan masyarakat pun tidak merasakan

adanya paksaan harusnya relokasi. Sebagaimana

hasil wawancara dengan informan kunci dan para

ketua Rukun Tetangga menyatakan bahwa tidak

ada paksaan harus relokasi, siapa warga masyarakat

yang mau pindah dipersilahkan pindah dan

masyarakat yang belum mau tidak dipaksa.

Yaitu seperti pernyataan pak J (38) dan

semua informan lainnya menyatakan bahwa: “kami

tidak ada merasakan adanya penyalahgunaan

kekuasaan, semua masih dapat dibicarakan dengan

baik”. Narayan, dkk menyatakan bahwa

penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah

maupun orang-orang di dalam pemerintahan itu

seperti korupsi, menggunakan wewenang secara

berlebihan, menghina masyarakat, menolak

melayani masyarakat maupun mengganggu

aktivitas masyarakat dengan berbagai bentuk.

Berdasarkan hasil wawancara didapati bahwa hal-

hal tersebut tidak terjadi, yaitu tidak ada satu pihak

pun yang melakukan penyalahgunaan wewenang

walau dalam beberapa kesempatan dapat dilihat

bahwa penentuan harga tanah ditentukan oleh

pemerintah, akan tetapi masyarakat tidak melihat

itu sebagai penyalahgunaan wewenang.

g. Pelemahan institusi (Disempowering)

Untuk melihat ketidakberdayaan

masyarakat Tanjung Siambang maka akan dilihat

apakah tindakan institusi pihak berwenang itu

melemahkan atau tidak.

Berdasarkan data yang diterima dari hasil

wawancara kepada informan didapati hasil bahwa

masyarakat baik di kampung Tanjung Siambang

maupun di perumahan baru Tanjung Siambang tdak

merasakan adanya tindakan pihak berwenang dari

Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau itu

melemahkan posisi masyarakat, hanya saja

masyarakat selama ini hanya sebagai pengguna

(user) tidak ikut serta dalam menentukan keputusan

baik dalam hal harga tanah, lokasi perumahan baru

maupun penentuan fasilitas yang diperlukan

masyarakat.

Yaitu seperti pernyataan pak J (38) dan

semua informan lainnya menyatakan bahwa: “kami

tidak ada merasakan adanya pelemahan dari

pemerintah, tidak ada upaya melemahkan

organisasi masyarakat, mungkin hanya institusi

masyarakat yang kurang aktif”. Seperti pendapat

Narayan, dkk (2000: 199) yaitu: “poor people

describe and hoping, state, private, and civil

society institutions are more propoor”. Yang

berarti masyarakat miskin menyatakan dan

berharap bahwa institusi negara, pribadi, dan

kemasyarakatan lebih memihak pada masyarakat

miskin. Kemungkinan dikarenakan tidak adanya

upaya penggantian tokoh masyarakat, pembubaran

organisasi masyarakat sehingga masyarakat

Tanjung Siambang tidak menganggap adanya

pelemahan institusi, apalagi mereka merasa masih

dipedulikan oleh pemerintah.

Page 16: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

15

h. Pengecualian institusi (Excluding)

Untuk melihat ketidakberdayaan

masyarakat Tanjung Siambang maka akan dilihat

apakah tindakan institusi pihak berwenang itu

mengucilkan/mengecualikan atau tidak.

Berdasarkan data yang diterima dari hasil

wawancara kepada informan didapati hasil bahwa

masyarakat baik di kampung Tanjung Siambang

maupun di perumahan baru Tanjung Siambang tdak

merasakan adanya tindakan pihak berwenang dari

Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau itu

mengucilkan posisi masyarakat, hanya saja

masyarakat selama ini memang dalam rapat dengan

pihak berwenang hanya diwakili oleh tokoh

masyarakat, tetapi dalam keikutsertaan rapat

mungkin hanya sesekali saja dan pendapat

masyarakat tidak selalu terakomodir dalam setiap

hasil rapat dan kenyataan di lapangan.

Yaitu seperti pernyataan pak J (38) dan

semua informan lainnya menyatakan bahwa: “kami

tidak ada merasakan adanya pengecualian dari

pemerintah, ada apa-apa selalu diberitahu, mungkin

hanya suara kami aja yang kurang didengar”.

Seperti pendapat Narayan, dkk (2000: 281) yaitu:

“poor people are excluded from participation in

decisionmaking and in equal sharing of benefits

from government programs”. Yang berarti

masyarakat miskin dikecualikan dari berpartisipasi

dalam pengambilan keputusan dan dan dari

mendapatkan bantuan dari program-program

pemerintah. Kemungkinan karena informan tidak

terlalu paham bahwa mereka tidak diikutsertakan

dalam pengambilan keputusan sehingga para

informan menjawab tidak adanya pengecualian

oleh pemerintah.

i. Kekurangan informasi (Lack of information)

Untuk melihat ketidakberdayaan

masyarakat Tanjung Siambang maka akan dilihat

apakah kurangnya kemampuan masyarakat itu

dikarenakan kurangnya informasi atau tidak.

Berdasarkan data yang diterima dari hasil

wawancara kepada informan didapati hasil bahwa

hampir kesemua informan menyadari dan paham

bahwa kemampuan masyarakat terbilang cukup

rendah dilihat dari ketiadaan akses kepada

informasi yang lebih. Baik informasi yang berasal

dari buku, internet, media massa dan lainnya,

sehingga kemampuan masyarakat hanya bertumpu

pada kemampuan alam yakni kemampuan untuk

menentukan kapan baiknya untuk melaut

menangkap ikan dan hewan laut lainnya. Hanya

itulah kemampuan dasar mereka yang diakui oleh

para informan.

Hal tersebut di atas sesuai dengan

konfirmasi dengan informan kunci pak J (38) dan

informan lainnya yang mengatakan:

“kalo dulu masyarakat dapat informasi

darimana sih bang?, mau dengar radio gak

semua warga punya, mau baca koran gak

semua mau beli koran, lagian untuk apa,

mau nonton TV, gak semua warga punya

TV apalagi kayak sekarang mau internet

gak semua warga ngerti gunakan internet,

jadi masyarakat sudah paham dan maklum

dari ketiadaan fasilitas bagaimana

masyarakat mendapatkan informasi, kalo

dikatakan kurang informasi ya sangat jelas

sekali masyarakat Tanjung Siambang

kurang mendapatkan informasi.”

Hal tersebut di atas sesuai dengan

pendapat Narayan, dkk (2000: 239) yaitu:

“poor people’s isolation from information

is compounded by lack of access to

communication and information

technology, including telephones, internet,

radio, printed material and television. The

degree of isolation varies across regions”.

Hal tersebut di atas berarti yaitu

masyarakat miskn terisolasi dari informasi

disebabkan oleh ketiadaan akses pada komunikasi

dan teknologi informasi, termasuk telepon, internet,

radio, media cetak dan televisi. Tingkat isolasi

berbeda di setiap daerah.

j. Kurang berpendidikan (Lack of education)

Untuk melihat ketidakberdayaan

masyarakat Tanjung Siambang maka akan dilihat

apakah kurangnya kemampuan masyarakat itu

dikarenakan kurangnya pendidikan atau tidak.

Berdasarkan data yang diterima dari hasil

wawancara kepada informan didapati hasil bahwa

hampir kesemua informan menyadari dan paham

bahwa kemampuan masyarakat terbilang cukup

rendah dilihat dari rata-rata pendidikan terakhir

warga masyarakat hanyalah tamatan Sekolah Dasar

(SD). Atau bahkan ada juga yang tidak

menamatkan Sekolah Dasarnya, kemampuan

mereka berorientasi pada kemampuan dasar yaitu

mampu membaca, menulis dan menghitung. Akan

tetapi ada kesadaran dari masyarakat untuk

menyekolahkan anak-anak mereka ke jenjang

pendidikan yang lebih tinggi, apalagi sekarang

perguruan tinggi sudah dekat, hanya saja Sekolah

Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah

Atas atau Kejuruan yang lokasinya masih jauh dari

wilayah Tanjung Siambang. Hal itu semua di atas

berdasarkan hasil wawancara kepada informan dan

diwakili oleh informan kunci yaitu pak J (38) yang

mengakan bahwa:

“jikalau abang mengumpulkan data dari

kantor Lurah nanti, abang cek berapa

jumlah masyarakat Tanjung Siambang

dari pendidikan terakhinya, kalo secara

kasat mata dan sepengetahuan saya

masyarakat Tanjung Siambang itu

kebanyakan tamatan SD, jadi dapat

dikatakan kurang berpendidikan tinggilah

Page 17: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

16

bang, bahkan ada juga yang tak tamat SD,

kalo orang-orang dulu tu berpikir untuk

apa pendidikan tinggi, kalo bisa makan

sudah cukup lah, kita ni kan ikut aja kata

orang tua. Maka oleh itu banyak

masyarakat Tanjung Siambang yang tak

sekolah tinggi, selain jauh sekolah seperti

SMP atau SMA dulunya kebanyakan

masyarakat juga tak mampu untuk

melanjutkan sekolah. Kalaupun ada

masyarakat yang pendidikannya SMP atau

SMA atau lebih tinggi lagi tu pasti bukan

masyarakat asli Tanjung Siambang

kemungkinannya pendatang atau anak dari

penduduk asli yang sudah tinggi

pendidikannya, karena sarana dan

prasarana sudah cukup memadai

sekarang.”

Hal tersebut di atas sesuai dengan

pendapat Narayan, dkk (2000: 245) yaitu :

“poor people make distinctions between

literacy and education, the important is

for reading, for checking prices and they

see basic literacy as a key ability,

nowadays poor people in community after

community indicate that they value

education highly as a key to a better future

for themselves and especially for their

children”

Yang berarti bahwa masyarakat miskin

membuat perbedaan diantara literatur dan

pendidikan, yang penting adalah untuk membaca,

mengecek harga dan mereka melihat kemampuan

dasar adalah kunci dari semuanya, saat sekarang ini

masyarakat miskin di komunitas-komunitas

mengindikasikan bahwa mereka sangat menghargai

pendidikan sebagai kunci untuk masa depan yang

lebih baik untuk mereka sendiri dan terutama untuk

anak-anak mereka. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat informan yaitu orang-orang dulu

menganggap hal yang paling penting adalah bisa

membaca, menulis dan menghitung atau calistung,

tetapi untuk orang tua di zaman sekarang sangat

mementingkan pendidikan untuk masa depan

anaknya sehingga akan berpengaruh pada masa

depan orang tua mereka juga nantinya. Akan tetapi

untuk masyarakat Tanjung Siambang hal ini hampir

sama, hanya saja dikarenakan kurangnya

pendidikan masyarakat Tanjung Siambang yang

dikarenakan kata orang tua-orang tua dulu yang

menyatakan cukup bisa calistung maka pendidikan

masyarakat Tanjung Siambang hanya terbatas pada

kemampuan dasar itu dan hingga tamat SD saja.

Dengan terbatasnyaa pendidikan tersebut

berpengaruh pada ketidakberdayaan masyarakat

yang tidak memiliki mata pencaharian yang tinggi

atau formal, dikarenakan pendidikan tersebut.

k. Tidak terampil (Lack of skills)

Untuk melihat ketidakberdayaan

masyarakat Tanjung Siambang maka akan dilihat

apakah kurangnya kemampuan masyarakat itu

dikarenakan kurangnya keterampilan atau tidak.

Berdasarkan data yang diterima dari hasil

wawancara kepada informan didapati hasil bahwa

hampir kesemua informan menyadari dan paham

bahwa kemampuan masyarakat terbilang cukup

rendah dilihat dari hal keterampilan, masyarakat

masih kurang mampu menghasilkan pekerjaan

yang menunjukkan keterampilan masyarakat, hal

ini mungkin masih dipengaruhi oleh karakteristik

masyarakat pesisir yang bergantung pada alam

sehingga keterampilan masyarakat pesisir hanya

berputar pada laut dan keterampilan dalam

memancing ikan dan hewan laut lainnya, atau

keterampilan dasar mereka yaitu kemampuan untuk

berenang dan menyelam. Hal tersebut semua diakui

oleh masyarakat Tanjung Siambang. Sebagaimana

hasil wawancara dengan informan kunci pak J (38)

yaitu:

“mau dibilang tak terampil masyarakat

harus dilihat dulu keterampilan seperti apa

ya bang, kalo keterampilan memancing

atau nelayan, masyarakat disini cukup

terampil, tapi kalo keterampilan lain yang

berkaitan dengan pekerjaan ya kayak

keterampilan komputer, keterampilan

menjahit untuk ibu-ibu, keterampilan las

dan permesinan ya masyarakat disini

kurang terampil kalo seperti itu, kalo

masyarakat disini keterampilannya yaitu

keterampilan yang turun temurun yaitu

nelayan, keterampilan dasarnya seperti

berenang dan menyelam karena dekat

dengan laut sehingga yang diasah ya

hanya keterampilan seperti itu,

keterampilan lain seperti menjaring,

menjala, memancing, menyondong udang,

menangkap sotong atau gurita itu

keterampilan yang diajar oleh orang-orang

tua dulu kepada anaknya.”

Hal tersebut di atas sesuai dengan

pendapat Narayan, dkk (2000: 245) yaitu :

“in the world poor people speak about the

importance of learning practical skills to

enable them to make a livelihood, the

importance of skills of poor people in

every family is learning from they father

when they are children”.

Yang berarti bahwa di dalam dunia

masyarakat miskin berbicara tentang pentingnya

belajar kemampuan praktis untuk dapat dijadikan

sebagai mata pencaharian, pentingnya kemampuan

masyarakat miskin di setiap keluarga diajarkan oleh

ayah mereka ketika mereka masih anak-anak.

Senada dengan hasil wawancara yaitu kemampuan

Page 18: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

17

atau keterampilan masyarakat didapat dari orang-

orang tua dulu yang diturunkan kepada anak-

anaknya.

l. Tidak percaya diri (Lack of confidence)

Untuk melihat ketidakberdayaan

masyarakat Tanjung Siambang maka akan dilihat

apakah kurangnya kemampuan masyarakat itu

dikarenakan kurangnya kepercayaan diri atau tidak.

Berdasarkan data yang diterima dari hasil

wawancara kepada informan kunci pak J (38)

didapati hasil yaitu :

“masyarakat Tanjung Siambang yang

kebanyakan pendidikan tamat SD atau

kadang tak tamat SD agak kurang percaya

diri karena rendahnya pendidikan

sehingga terkadang masyarakat kurang

percaya diri untuk tampil atau bicara

dengan orang luar.”

Dari hasil bahwa hampir kesemua

informan menyadari dan paham pada kemampuan

diri mereka sendiri dan mereka percaya diri

mengakuinya. Mereka tidak sungkan mengatakan

bahwa mereka tidak mengetahui hal tersebut dan

tidak malu pada kemampuan diri mereka, mereka

yakin dan percaya setiap masyarakat memiliki

kemampuannya sendiri-sendiri.

Sesuai dengan pendapat Narayan, dkk

(2000: 237) yaitu:

“poor people are disadvantage by lack of

confidence, they limited from schooling,

and these thing contribute to limited

confidence, and together they reinforce

powerlessness and voicelessness and

marginalization in society”.

Yang berarti yaitu masyarakat miskin

dalam keadaan rugi diakibatkan oleh tidak percaya

diri sendiri, mereka terbatas dari tingkat

pendidikannya, dan hal tersebut mengakibatkan

pada terbatasnya kepercayaan diri, dan bersama

menciptakan ketidakberdayaan dan

ketidakmampuan memberikan pendapat dan

termarginalisasi di dalam masyarakat.

4.2.2 Kerentanan

Kerentanan yaitu ketidakberdayaan karena

ketiadaan kontrol diri (lack of personal control)

yang berarti tidak mampu untuk menguasai diri

sendiri baik secara internal maupun eksternal.

Uraian tentang kerentanan dalam tanggapan

informan dapat dilihat melalui beberapa indikator

yaitu sebagai berikut :

a. Tidak Menentu (Precarious)

Untuk melihat ketidakberdayaan

masyarakat Tanjung Siambang maka akan dilihat

apakah mata pencaharian masyarakat itu hasilnya

tidak menentu atau dapat dipastikan hasilnya.

Berdasarkan data yang diterima dari hasil

wawancara kepada informan didapati hasil bahwa

mata pencaharian masyarakat Tanjung Siambang

yang kebanyakan adalah nelayan masih bersifat

tidak menentu. Selain nelayan masyarakat di

Tanjung Siambang juga bekerja sebagai tenaga

harian lepas atau buruh dengan penghasilan yang

tidak menentu juga, terkadang apabila terdapat

pekerjaan maka penghasilan dapat dipastikan,

sedangkan apabila tidak ada pekerjaan bangunan

maka penghasilan menjadi tidak menentu. Begitu

pula dengan nelayan, apabila pergi melaut untuk

memancing ikan, apabila mendapat tangkapan

maka akan mendapat penghasilan sedangkan

apabila tidak memancing ataupun memancing akan

tetapi tidak mendapat hasil tangkapan maka

penghasilan menjadi tidak menentu bahkan merugi.

Rugi apabila memancing mengeluaran modal

seperti umpan dan bahan bakar sampan yang

digunakan untuk memancing. Apabila

dibandingkan dengan masyarakat di Perumahan

Baru Tanjung Siambang hal ini tidak jauh berbeda

dikarenakan pekerjaan masyarakat kebanyakan

masih nelayan dan karyawan swasta yang

penghasilannya tidak menentu.

Hal tersebut di atas berdasarkan

wawancara dengan informan kunci pak J (38) yang

menyatakan bahwa:

“mata pencaharian penduduk Tanjung

Siambang banyak yang tak menentu pak,

kalau melihat pekerjaan tetap mereka akan

mengatakan kalau mereka nelayan,

termasuk saya juga nelayan, tapi macam

bapak lihat saya sekarang tak melaut, jadi

hasil tu tak menentu betulllah pak, kalo

istri yang mengurus rumah tangga ni kerja

sambilan jual-jual makanan sarapan, jadi

adalah sedikit-sedikit tambahan

penghasilan pak, tapi sekarang sudah

banyak warga yang buat usaha rumahan

juga jadi penghasilan istri saya pun tak

menentu juga.”

Hal tersebut sesuai dengan wawancara

dengan pak MH (41) yang mengatakan bahwa:

“kalo bapak tanya saya pekerjaannya

nelayan, tapi nelayan tradisional pak,

dengan alat seadanya, kalo cuaca lagi

bagus dan musim ikan, saya turun melaut,

tapi kalo tidak ya saya dirumah saja, kalo

ditanya penghasilan jelas tak menentulah

pak, tak macam pegawai yang

penghasilannya bulanan, penghasilan

sebagian besar penduduk Tanjung

Siambang tu tak menentu pak, kalo melaut

baru dapat penghasilan itupun kalau

mendapat ikan untuk dijual atau paling

tidak untuk dimakan istri dan anak”

Senada dengan informan sebelumnya hasil

wawancara dengan pak I (67) pula mengatakan

dengan ringkas yaitu “kami ni nelayan pak, pasti

penghasilan tak menentu, terkadang besar,

Page 19: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

18

terkadang kecil, terkadang tak ada hasil, terkadang

rugi pun ada”.

Pendapat lain dari penduduk yang

pekerjaannya bukan nelayan yaitu berdasarkan

hasil wawancara dengan pak R (24) yang

mengatakan bahwa:

“kalo pekerjaan sesuai KTP saya

Karyawan Swasta, kalo ditanya benarnya

saya buruh harian lepas, atau tukang

bangunan orang taunya begitu,

penghasilan sesuai dengan namanya pak,

harian lepas, jadi kalo ada pekerjaan

borongan, ya saya kerja, tapi kalo tak ade

ya saya dirumah bantu-bantu lain atau

melaut, mancing. Untuk makan sehari-hari

saja. Penghasilan jelas tak menentu lah

pak, tak bisa kaya orang kayak kami ni

pak. Kalo orang bilang kerja serabutan

pak, serampangan lah kerjanya, kalo lagi

banyak borongan, lumayan sikit, tapi duit

tu tak boleh pakai semua, simpan. Jaga-

jaga kalo lagi tak ada duit nak beli beras

atau bayar sekolah anak”.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut

semua dan hasil wawancara lainnya dengan

pendapat yang hampir sama, dapat diketahui bahwa

mata pencaharian penduduk Tanjung Siambang itu

hasilnya tidak menentu.

Seperti pendapat Narayan, dkk (2000:

248) yaitu:

“precariousness is compounded by limited

ownership and access to assets – physical,

financial, human, environmental and

social, to cope with such precarious

livelihood conditions, poor people often

struggle to diversify their sources of

income and food; they work on the land

and in quarries and mines; they hunt down

temporary jobs and sell an endless variety

of goods on the streets; they do piecework

in factories and from homes; the patch

together remittances. Many poor people

count on local moneylenders and

shopkeepers for credit in emergencies and

during lean times; few have access to

formal credit and savings services”.

Yang berarti yaitu ketidakmenentuan

berasal dari terbatasnya kepemilikan dan akses

pada harta atau fisik, keuangan, manusia lainnya,

lingkungan dan sosial, untuk mengatasi kondisi

mata pencaharian yang tidak menentu tersebut,

masyarakat miskin selalu berusaha untuk

melakukan diversifikasi sumber pendapatan dan

makanan, mereka bekerja di daratan dan di

penggalian dan pertambangan, mereka selalu

mencari pekerjaan tambahan yang bersifat

sementara dan menjual segala jenis barangan di

tepi jalan, mereka melakukan pekerjaan di pabrik-

pabrik dan dari rumah, mereka menanggung

bersama pembayaran-pembayaran. Banyak

masyarakat miskin bergantung pada pemberi

pinjaman lokal dan pemilik warung untuk

mendapatkan kredit pada saat darurat dan ketika

butuh pinjaman, sedikit akses kepada layanan

lembaga simpan dan pinjam yang resmi. Sehingga

benarlah bahwa pendapatan masyarakat Tanjung

Siambang itu tidak menentu sehingga rentan pada

ketidakberdayaan dalam mata pencaharian dan

kehidupannya sehari-hari.

b. Tidak Memadai (Inadequate)

Untuk melihat ketidakberdayaan

masyarakat Tanjung Siambang maka akan dilihat

apakah mata pencaharian masyarakat itu hasilnya

memadai atau tidak memadai.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan

ke informan terkait mata pencaharian yang hasilnya

tidak memadai, hasil wawancara dengan bu N (51)

memberikan pendapat yaitu:

“saya hanya ibu rumah tangga, tapi ada

usaha sikit-sikitlah, suami saya Cuma

nelayan, jelas penghasilan hanya sikit dan

tidaklah besar jelas tidak memadai untuk

setiap bulannya, maka saya bantu dengan

berjualan kue. Kalau ditanya memadai

atau tidak ya tidak memadai lah pak,

bukan saya mau buka aib keluarga, tapi

penghasilan kami warga miskin ni tak

seberapa dan tak memadai lah pak, tapi

dicukup-cukupkan untuk hidup lah pak.

Pandai-pandailah kata orang.”

Begitu pula hasil wawancara dengan bu E

(41) yang menyatakan bahwa:

“penghasilan saya tidaklah besar pak,

apalagi Cuma ibu rumah tangga dan saya

hanya menunggu hasil dari anak saya,

karena saya sudah tidak memiliki suami

lagi, anak saya kasih saya hanya untuk

dapat hidup sebulan lah pak, jelas tidak

memadai, apalagi anak saya hanya

nelayan, jelas tidak mencukupi dan tidak

memadai untuk hidup, tapi orang macam

saya ni untuk apa juga banyak-banyak

uang, kan tak ada lagi yang dikejar, jadi

hidup sederhana saja, mencukup-cukupi

hidup untuk waktu-waktu tertentu.”

Senada dengan wawancara dengan A (39)

yang menyatakan bahwa:

“pekerjaan saya hanya nelayan,

penghasilan tak memadai setiap bulan,

cukup untuk makan aja sudah syukur,

cukup untuk biaya anak sekolah dan uang

jajan anak juga sudah syukur. Ya harus

rajin melaut, kalo lagi musim ikan, harus

selalu sering melaut, agar bisa

mendapatkan hasil yang besar, terus uang

disimpan kalo nanti-nanti tak melaut.

Yang penting hidup sederhana, tidak

Page 20: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

19

untuk hal-hal yang mewah lah, maka bisa

cukuplah untuk sebulan, kalo tak cukup ya

dicukup-cukupkan.”

Berdasarkan data yang diterima dari hasil

wawancara tersebut di atas kepada informan

didapati hasil bahwa mata pencaharian masyarakat

Tanjung Siambang yang kebanyakan adalah

nelayan dan buruh harian lepas yaitu penghasilan

mereka hampir tidak memadai setiap bulannya,

apalagi untuk biaya sekolah anak, makan sehari-

hari dan biaya transportasi ke kota yang jauh.

Sebelum adanya jembatan dari pulau dompak ke

Tanjungpinang, masyarakat menggunakan jasa

kapal kecil bertenaga mesin atau disebut boat.

Namun sekarang setelah adanya jembatan,

kebanyakan masyarakat mengambil kredit

kendaraan bermotor roda dua, dan penghasilan

yang tidak menentu tersebut dan mengikut musim

semakin tidak memadai. Akan tetapi dari semua

hasil wawancara, informan mengatakan

penghasilan mereka dicukup-cukupkan untuk setiap

bulannya. Jawaban ini hampir sama di masyarakat

baik masyarakat di kampung Tanjung Siambang

maupun di masyarakat Perumahan Baru Tanjung

Siambang.

Hal di atas seperti yang dikatakan oleh

Narayan, dkk (2000: 53) yaitu

“for people had a formal sector jobs used

to be provided adequate earnings, but for

poor people the earning is inadequate, so

their patching for temporary jobs, bundles

of livelihood activities can sometimes be a

way forward”

Yang berarti yaitu untuk beberapa orang

memiliki pekerjaan di sektor formal adalah untuk

mendapatkan penghasilan yang memadai, akan

tetapi untuk masyarakat miskin pendapat mereka

tidak memadai, sehingga mereka menutupinya

dengan pekerjaan sementara, melakukan

sekumpulan aktivitas mata pencaharian lain

terkadang dapat menjadi jalan keluarnya. Senada

dengan hasil wawancara yang menyatakan bahwa

pendapatan mereka memang tidak memadai, akan

tetapi mereka akan melakukan pekerjaan lain

seperti hasil wawancara yaitu dengan berjualan kue

sebagai pekerjaan lainnya.

c. Tidak Memiliki Sarana (Unserviced)

Untuk melihat ketidakberdayaan

masyarakat Tanjung Siambang maka akan dilihat

apakah tempat tinggal itu letaknya terpencil,

beresiko, tidak memiliki sarana atau memberikan

kesan tidak baik..

Berdasarkan data yang diterima dari hasil

wawancara kepada informan didapati hasil bahwa

kampung Tanjung Siambang itu sudah memilki

sarana seperti sekolah dasar dan mesjid, kemudian

listrik di setiap rumah sudah tersedia dari PLN, dan

walaupun air masih menggunakan air sumur.

Sedangkan apabila dibandingkan dengan

di Perumahan Baru Tanjung Siambang sarana

masih belum banyak tersedia, yang paling utama

yaitu listrik, sampai dengan tahun 2016 listrik

belum teraliri di rumah-rumah, walaupun peralatan

listrik seperti kabel sudah diinstalasi, tetapi box

listrik di rumah masyarakat belum tersedia. Air

juga agak susah, masyarakat di perumahan baru

mengandalkan pada mesin pompa air untuk

mengalirkan air dari rumah ke rumah dengan

sumber air yang berasal dari kolam penampungan

di sekitar perumahan atau dari sumur bersama.

Sekolah tidak tersedia sehingga anak-anak masih

bersekolah di sekolah yang lama yang berlokasi di

kampung Tanjung Siambang. Mesjid juga tidak ada

yang ada hanyalah mushola kecil. Dan untuk

pendidikan yang tersedia hanya Pendidikan Anak

Usia Dini (PAUD) itupun baru akhir 2015

beroperasi. Dilihat dari hasil perbandingan, lebih

baik sarana di kampung Tanjung Siambang

daripada di Perumahan Baru Tanjung Siambang.

Hal tersebut di atas sesuai dengan

konfirmasi kepada informan kunci yaitu pak J (38)

dan informan lainnya yang mengatakan bahwa:

“sarana di perumahan baru belum ada

selain rumah, seperti listrik, air dan

fasilitas umum lainnya belum ada. Yang

baru dibangun pada tahun 2015 itu hanya

ada PAUD. Kalo listrik pake genset bagi

yang punya genset dan masyarakat lain

bisa numpang kalo kabelnya sampai

kerumah atau bisa pasang sendiri,

sedangkan air yang numpang dengan

masyarakat yang punya sumur dan mesin

sedot air, kalo tidakpun masyarakat ambil

di kolam penampungan yang letaknya

berdekatan dengan perumahan baru

Tanjung Siambang.”

Berbeda dengan pendapat pak M.H (41)

yang mengatakan bahwa :

“sarana di kampung lama Tanjung Siambang

lumayan sudah adalah bang, seperti listrik sudah

masuk, air dari sumur juga ada disetiap rumah

penduduk, mesjid ada, sekolah ada walau hanya

SD, pelabuhan ada juga. Jadi sarana di kampung

lama lebih banyak daripada di perumahan baru

Tanjung Siambang, alasan ini juga yang membuat

saya masih enggan untuk relokasi, apalagi jumlah

rumah yang disediakan tidak cukup, dari semua

total Kepala Keluarga tidak terfasilitasi dari rumah

yang ada yang hanya sekitar 150an rumah.”

Hal tersebut di atas sesuai dengan

pendapat Narayan, dkk (2000: 72) yang

menyatakan bahwa:

“poor people has serious gaps in access to

basic services and infrastructure, a great

many lists indicate difficulties with service

to water, roads and transport, housing,

Page 21: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

20

fuel, energy sources or electricity, supplies

and sanitation”

Yang berarti bahwa masyarakat miskin

memiliki jurang yang serius dalam mendapatkan

akses ke pelayanan dasar dan infrastruktur, banyak

daftar yang mengindikasikan kesulitan dalam

mendapatkan pelayanan dasar tersebut sepert air

bersih, jalan dan transportasi, perumahan, bahan

bakar, sumber energi atau listrik, perlengkapan dan

sanitasi yang baik. Dari hal tersebut dapat diambil

kesimpulan bahwa apabila sarana masih belum baik

maka masih terdapat ketidakberdayaan di tengah-

tengah masyarakat, karena keterbatasan dalam

mendapatkan akses kepada pelayanan dasar

tersebut sehingga masyarakat masih rentan pada

ketidakberdayaan.

4.2.3 Ketergantungan

Ketergantungan yaitu ketidakberdayaan

seseorang atau kelompok yang hanya

mengandalkan mata pencaharian dan kebutuhan

mereka kepada 1 (satu) jenis usaha. Uraian tentang

ketergantungan dalam tanggapan informan dapat

dilihat melalui beberapa indikator yaitu sebagai

berikut :

a. Musiman (Seasonal)

Untuk melihat ketidakberdayaan

masyarakat Tanjung Siambang maka akan dilihat

apakah mata pencaharian masyarakat itu hasilnya

mengikut kepada musim atau tidak mengikut

kepada musim.

Berdasarkan hasil wawancara kepada

informan yaitu dengan pak M (55) memberikan

pendapat terkait mata pencaharian masyarakat

Tanjung Siambang yang musiman, menurut pak M

(55) mengatakan bahwa:

“mata pencaharian penduduk Tanjung

Siambang, terutama yang nelayan itu

turun kelaut berdasarkan musim, kalo lagi

musim angin tak kuat, maka banyaklah

yang turun melaut, baik menjaring ikan,

memancing ikan, menangkap udang, atau

mencari gonggong dan mencari hasil laut

yang lainnya, tapi melihat musim, kalo tak

melihat musim ya sama aja tau tak dapat

hasil”

Senada pula dengan pendapat di atas, hasil

wawancara dengan pak J (39) memberikan

pendapat yaitu:

“saya turun melaut pastilah melihat

musim, kalo tak lihat musim ngapain turun

ke laut, kalo Cuma mancing-mancing aja,

ikan untuk makan tak perlu lihat angin

atau musim, cukup mancing dekat-dekat

tubir pantai atau kalau tak mau keluar

biaya, mancing di pelantar pelabuhan aja,

tapi kalo saya yang ditanya untuk kapan

melaut ya pastinya saya akan melihat

musim angin dulu, baru melaut”

Berdasarkan data yang diterima dari hasil

wawancara tersebut di atas. kepada informan

didapati hasil bahwa mata pencaharian masyarakat

Tanjung Siambang yang kebanyakan adalah

nelayan, penghasilan mereka tergantung pada

musim memancing atau bahkan musim ikan yang

akan didapatkan. Jadi hasil memancing para

nelayan bergantung pada musim angin dan ombak,

nelayan akan melihat apabila angin sedang kuat

dan ombak sedang tinggi, maka nelayan tidak akan

melaut untuk memancing, namun apabila angin

sedang tenang dan ombak juga tenang maka

nelayan akan melaut untuk memancing. Tetapi

tidak terlepas juga pada musim ikan yang ada,

seperti ketika bulan terang maka nelayan tidak akan

memancing ikan akan tetapi akan memancing

sotong, atau ada jenis-jenis ikan yang muncul

sesuai dengan musimnya. Selain itu strategi

nelayan yaitu memperbanyak melaut untuk

memancing ikan sebelum datangnya musim angin

utara yang merupakan musim angin dengan angin

yang kuat. Selain dengan metode memancing

nelayan di Tanjung Siambang biasanya

menggunakan metode menjaring ikan. Bahkan

terdapat musim menangkap udang dengan

menggunakan alat yang bernama condong dan

masyarakat biasanya menamakannya dengan

menyondong udang. Hal ini terjadi baik kepada

masyarakat yang sudah pindah maupun masyarakat

yang belum pindah dari kampung Tanjung

Siambang.

Hal tersebut di atas senada dengan

pendapat Narayan, dkk (2000: 71) yaitu:

“many of the worst deprivations that come

with living in these places are seasonal in

nature like rain and wind” dan “seasonal

fluctuations in rural and also urban

opportunities and rewards for work can be

sharply seasonal, during the rains in

Somalia, livestock sales plummet and

prices for food rise sharply, putting at a

disadvantage those poorer people who

need to sell animals to buy food and the

other season, fishing in some countries

like Bangladesh, Egypt, Indonesia, India

are reported to be highly seasonal”

dengan hasil wawancara penelitian

tersebut yaitu “nothing to do during three

to four months of rainy/stormy season”

(2000: 55-56).

Yang berarti bahwa “banyak perangkap

kemiskinan di beberapa daerah atau tempat

dipengaruhi oleh musim dan alam terutama hujan

dan angin” dan “fluktuasi musiman di pedesaan

dan juga wilayah perkotaan dapat memberikan

kesempatan dan penghasilan sesuai dengan musim

yang terjadi, (dengan contoh) seiring hujan di

Somalia, penjualan pakan ternak dan harga bahan

makanan meningkat tajam, memberikan pengaruh

Page 22: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

21

pada ketidakmampuan bagi warga miskin yang

memelihara hewan ternak dan untuk membeli

makanan, di musim yang lain, memancing di

beberapa negara seperti Bangladesh, Mesir,

Indonesia dan India dilaporkan sangat musiman”,

dengan hasil wawancara penelitian tersebut yaitu

“tidak ada yang dapat dilakukan dalam tiga hingga

empat bulan kedepan dengan keadaan musim hujan

lebat dan berbadai”.

Masyarakat Tanjung Siambang dalam hal

ini sangat tergantung kepada musim untuk

mendapatkan penghasilan dari memancing

walaupun dilain pihak musim tersebut memberikan

lahan pekerjaan yang lain yaitu apabila tidak bisa

melaut maka kesempatan untuk mencari pekerjaan

seperti menjadi buruh kerja bangunan dapat

dilakukan ketika tidak bisa memancing karena

cuaca yang ekstrim.

b. Tidak terhubungnya organisasi

(Disconnected)

Untuk melihat ketidakberdayaan

masyarakat Tanjung Siambang maka akan dilihat

apakah organisasi yang ada di masyarakat itu

terhubung ke masyarakat atau terorganisir atau

tidak.

Berdasarkan data yang diterima dari hasil

wawancara kepada informan didapati hasil bahwa

masyarakat baik di kampung Tanjung Siambang

maupun di perumahan baru Tanjung Siambang

tidak merasa organisasi mereka itu kurang

komunikasi atau tidak terhubung ke masyarakat

atau bahkan merasa organisasi mereka itu lemah,

bahkan mereka memiliki organisasi tersendiri yaitu

Persatuan Masyarakat Tanjung Siambang (PMTS)

dan organisasi kemasyarakatan lainnya yang

bersifat birokrasi baik dari Rukun Tetangga (RT)

hingga Rukun Warga (RW), karena yang menjadi

anggota organisasi adalah mereka-mereka yang

mempunyai hubungan persaudaraan dengan

masyarakat sehingga antara organisasi masyarakat

dengan masyarakat selalu terhubung, akan tetapi

dari hasil wawancara lebih mendalam didapati

bahwa keterhubungan masyarakat dengan

organisasi sudah baik, akan tetapi keterhubungan

antara organisasi dan nilai tawar dari organisasi

tersebut untuk mewakili suara warga dengan

komunikasi dengan institusi pemerintah dalam hal

ini Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau masih

minim, minim dalam nilai tawar, pengaruh dan

lainnya.

Hal tersebut di atas sesuai dengan hasil

wawancara dengan pak J (38) yang mengatakan

bahwa :

“organisasi masyarakat di Tanjung

Siambang itu saling terhubung pak, karena

satu sama lainnya saling kenal, dan contoh

organisasi yang ada di masyarakat yaitu

RT dan RW dan saya selaku Ketua RW

juga memiliki banyak hubungan

persaudaraan dengan warga Tanjung

Siambang, dan juga RT-RT yang ada di

RW I (satu) ini juga memiliki hubungan

persaudaraan dengan warga, jadi tidak

mungkin antara warga dengan ketua RT

dan RW tidak saling terhubung, apatah

lagi ada organisasi baru masyarakat

Tanjung Siambang yaitu Persatuan

Masyarakat Tanjung Siambang (PMTS)

yang dibentuk oleh warga untuk wadah

organisasi masyarakat Tanjung Siambang

dengan berbagai fungsi sesuai kebutuhan

masyarakat Tanjung Siambang, tapi kalo

untuk mewakili masyarakat dalam hal

relokasi sih dek masih belum kuat, kami

yang RT dan RT aja masih tidak kuat

dalam memberikan pengaruh ke

pemerintah, apalagi PMTS, tentu juga

begitu, sudah jumpa ke Pemko yaitu pihak

kelurahan, masih tidak ditanggapi karena

mereka bilang bukan kewenangan

kelurahan, tetapi kewenangan pemerintah

Provinsi Kepulauan Riau, dalam

pengambilan keputusan pun RT dan RW

itu hanya sebagai yang menyaksikan aja,

bukan yang ikut mengambil keputusan”

Hal tersebut sebagaimana pendapat

Narayan, dkk (2000:250) yaitu sebagai berikut :

“poor women dan men participate in a

range of informal and formal local

networks and organizations, although by

and large these groups are limited in

number, resources and leverage. These

groups and networks rarely connect with

other similar groups or with resources of

the state or other agencies. Isolated and

disconnected, poor people’s organizations

have difficulties shifting their bargaining

power with institutions of the state, market

and civil society”

Yang berarti bahwa, “wanita dan pria

berpartisipasi dalam jaringan dan organisasi yang

bersifat informal dan formal, walaupun

keikutsertaan dan besarnya grup terbatas dalam

jumlah, sumber daya dan pengaruh. Organisasi

(grup) dan jaringan jarang terhubung dengan

organisasi lain yang serupa atau dengan institusi

pemerintah atau lembaga yang lain. Terisolasi dan

tidak terhubung menjadi masalah bagi organisasi

masyarakat miskin terutama dalam nilai tawar

mereka terhadap institusi pemerintah, pasar dan

masyarakat”. Dengan demikian walau organisasi

terhubung akan tetapi nilai tawar organisasi

masyarakat di mata institusi pemerintah masih

minim dalam memberikan pengaruh.

Dari 17 indikator di atas merupakan

bentuk-bentuk ketidakberdayaan masyarakat

Tanjung Siambang dalam relokasi pemukiman

penduduk.

Page 23: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

22

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari kesepuluh dimensi ketidakberdayaan

yang dijelaskan di atas, dihasilkan beberapa bentuk

ketidakberdayaan masyarakat Tanjung Siambang

dalam upaya relokasi pemukiman penduduk dari

kampung Tanjung Siambang ke Perumahan Baru

Tanjung Siambang. Bentuk-bentuk

ketidakberdayaan yang paling jelas terlihat adalah

dari dimensi :

1. Kerentanan dimana ketika berada di kampung

Tanjung Siambang mata pencaharian dengan

hasil yang tidak menentu dan tidak memadai

dengan relokasi mata pencaharian hampir sama

ketika masih berada di kampung sehingga

upaya relokasi tidak berpengaruhi terhadap hal

ini, atau hanya berpengaruh kepada segelintir

pihak yang diberikan pekerjaan sebagai tenaga

honorer di Pemerintah Provinsi Kepulauan

Riau, itupun pekerjaan seperti penjaga dan

petugas kebersihan, serta dimana ketika

masyarakat tidak berdaya ketika lokasi mereka

tinggal diambil alih hanya untuk resort

pariwisata dan penentuan lokasi tersebut tidak

mengikutsertakan masyarakat dalam

mengambil keputusan dalam hal penentuan

lokasi relokasi dan harga tanah untuk ganti

kerugian kepada masyarakat serta model atau

tipe rumah relokasi yang tidak sesuai dengan

harapan masyarakat baik dalam segi besaran,

sarana dan fasilitas umum lainnya;

2. Ketergantungan, dimana upaya relokasi tidak

mengubah ketidakberdayaan masyarakat dari

yang berkemampuan rendah untuk dapat

memiliki kemampuan yang lebih, dikarenakan

upaya relokasi hanya berdasarkan pada pola

ekonomi tidak berdasarkan kemampuan

masyarakat.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dalam

penelitian ini yaitu :

1. Diharapkan kepada Pemerintah Provinsi

Kepulauan Riau untuk dapat lebih

memperhatikan masyarakat kampung Tanjung

Siambang dengan lebih mengoptimalkan

upaya pemberdayaan masyarakat dari segala

bidang, terutama bidang ekonomi, sosial dan

kesejahteraan masyarakat.

2. Diharapkan kepada Pemerintah Provinsi

Kepulauan Riau untuk dapat memenuhi janji-

janji dalam upaya relokasi dengan terlebih

dahulu melengkapi sarana untuk perumahan

Baru Tanjung Siambang dan fasilitas-fasilitas

umum yang lengkap untuk kenyamanan dan

sebagai salah satu langkah upaya

pemberdayaan masyarakat.

3. Diharapkan kepada Pemerintah Provinsi

Kepulauan Riau untuk dapat memberikan

kesempatan kepada masyarakat Tanjung

Siambang untuk dapat berpartisipasi lebih

dalam pembangunan dan terutama

berpartisipasi dalam memberikan pendapat dan

pengambilan keputusan, dikarenakan

masyarakat Tanjung Siambang merupakan

yang merasakan relokasi dan pembangunan ke

masa depannya sehingga tidak ada kendala

dalam pembangunan daerah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan, 2007, Penelitian Kualitatif:

Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,

Dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta:

Kencana

Chambers, Robert. 2013. Rural Development:

Putting the Last First. London and New

York:Routledge.

Dwirianto, Sabarno. 2013. Kompilasi Sosiologi

Tokoh dan Teori. Pekanbaru : UR Press

Irawan, Prasetya, 2006, Penelitian Kualitatif &

Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial.

Jakarta: DIA FISIP UI.

Kamanto, Sunarto. 2000. Pengantar Sosiologi

(Edisi Kedua). Jakarta: Lembaga

Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

Narayan, Deepa dan Robert Chambers, Meera K.

Shah, Patti Petesch. 2000. Voices of The

Poor Crying Out for Change. New York:

Oxford University Press for the World

Bank.

Nurcahyono, Okta Hadi. 2014. Perangkap

Kemiskinan Pada Warga Relokasi (Studi

Korelasional Unsur-Unsur Perangkap

Kemiskinan Pada Warga Relokasi Pucang

Mojo, Kedungtungkul, Mojosongo, Jebres,

Surakarta). Tesis. Surakarta:Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Poe, William D dan Jerry H. Borup. 2014. The

Sociology of Client Alienation in Relation

to Societal Structure. Dalam The Journal

of Sociology & Social Welfare: Vol. 1:Iss.

1, Article 4.

Poloma, Margaret M., 2010, Sosiologi

Kontemporer, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada

Raho, Bernard SVD., 2007, Teori Sosiologi

Modern, Jakarta: Prestasi Pustakaraya

Ritzer, G, dan Goodman, D.J., 2010, Teori

Page 24: KETIDAKBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG SIAMBANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Kepulauan Riau dengan menggunakan dimensi-dimensi variabel

23

Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana

Prenada Media Group

Ritzer, George dan Goodman, Douglas J.

2010. Teori Sosiologi Modern. 6.

Jakarta: Kencana

Satria, Arif. 2015. Pengantar Sosiologi Masyarakat

Pesisir. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Scott, John. 2011. Sosiologi the Key Concepts.

1. Jakarta: PT. Raja Grifindo Persada

Silalahi, Ulber, 2010, Metode Penelitian Sosial,

Bandung : Refika Aditama

Soekanto, Soerjono, 2010, Sosiologi Suatu

Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada

Sugiyono, 2009, Metode Penelitian

Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta

Sumber lain :

Monografi Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit

Bestari, Kota Tanjungpinang, Provinsi

Kepulauan Riau Tahun 2016.

Chambers. Robert. 1994. Poverty and Livelihoods:

Whose Reality Counts? Institute of

Development Studies University of Sussex

Brighton BNI 9Re, England.

Elmiyah, Nurul. 2011. Ketidakberdayaan

Masyarakat Adat di Bidang Pertambangan

Pada Suku Dayak Basap: Di Kecamatan

Bengalon dan Kecamatan Sangkulirang

Kutai Timur, Kalimantan Timur. Jurnal

Ilmu Hukum, Vol. 14, No. 1, Maret

2011:63-89.

Kartono, Rinikso. Tanpa Tahun. Ketidakberdayaan

(Powerlessness) Orang Dengan HIV/AIDS

(ODHA) di Kota Malang. Jurnal Ilmu

Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas

Muhammadiyah Malang.

Martono, Fakhrudin dan Sagala, Saut Aritua H.

2010. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

Persoalan Relokasi Pasca Bencana Lahar

Dingin di Kali Putih (Studi Kasus Dusun

Gempol, Desa Jumoyo, Kecamatan Salam,

Kabupaten Magelang). Jurnal Perencanaan

Wilayah dan Kota B Sekolah Arsitektur,

Perencanaan dan Pengembangan

Kebijakan ITB V3N1:69-82.

Sarfraz, Hamid. 1997. Alienation: A Theoretical

Overview. Pakistan Journal of

Psychological Research Vol. 12, Nos. 1-2:

45-60.

Schmidt, Kenneth A. 2011. Alienational

Powerlessness and Meaninglessness: A

Neo-Thomistic Approach. The Journal for

the Sociological Integration of Religion

and Society. Volume 1, No. 2.

Seeman, Melvin. 1982. On The Meaning of

Alienation. American Sociological Rev.

24:783-91. University of California, Los

Angeles.

Senekal, B.A. 2010. Alienation in Irvine Welsh’s

Trainspotting. Department of Afrikaans &

Dutch, German & French University of

the Free State. Literator 31(1): 19-35.