ketuhanan yang maha esa sebagai implikasi kebabasan beragama, i, ii, iii

140
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PEMIKIRAN DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL Negara Kesatuan Republik Indonesia telah menjadikan Pancasila sebagai landasan ideologi bersama yang menghimpun dan mempersatukan seluruh masyarakat Indonesia, dengan kebudayaannya dan kepercayaan yang beraneka warna, menjadi satu ikatan kebangsaan 1 . Pancasila terbentuk secara menyeluruh sebagai konsensus bersama dalam proses mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Pancasila terdiri dari lima sila yang setiap sila menyimpan makna dan fungsinya masing-masing. Dalam tulisan ini, penulis secara khusus akan membatasi Pancasila pada sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Awal terbentuknya Pancasila terutama sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengalami diskusi dan perdebatan yang panjang, artinya ada kelompok yang menerima secara terbuka dan ada kelompok yang menolak dengan alasan Pancasila terbentuk atas kesepakatan Politik dimasa itu tanpa pertimbangan-pertimbangan 1 Ir. Seokarno, Di Bawah Bendera Revolusi , Jilid II (Jakarta: Di bawah Bendera Revolusi, 1965), hal. 158. 1

Upload: lerryumboh

Post on 02-Jan-2016

98 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PEMIKIRAN DAN ALASAN PEMILIHAN

JUDUL

Negara Kesatuan Republik Indonesia telah menjadikan Pancasila sebagai

landasan ideologi bersama yang menghimpun dan mempersatukan seluruh

masyarakat Indonesia, dengan kebudayaannya dan kepercayaan yang beraneka

warna, menjadi satu ikatan kebangsaan1. Pancasila terbentuk secara menyeluruh

sebagai konsensus bersama dalam proses mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Pancasila terdiri dari lima sila yang setiap sila menyimpan makna dan fungsinya

masing-masing. Dalam tulisan ini, penulis secara khusus akan membatasi

Pancasila pada sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Awal terbentuknya Pancasila terutama sila Ketuhanan Yang Maha Esa

mengalami diskusi dan perdebatan yang panjang, artinya ada kelompok yang

menerima secara terbuka dan ada kelompok yang menolak dengan alasan

Pancasila terbentuk atas kesepakatan Politik dimasa itu tanpa pertimbangan-

pertimbangan keagamaan dan spiritualitas. Masyarakat Indonesia yang terdiri dari

keberagaman agama dan budaya hidup dan beraktivitas dalam wilayah negara

yang memiliki ideologi, asas, pandangan hidup yang dinamakan dengan

Pancasila. Secara khusus sila Ketuhanan Yang Maha Esa mendapatkan perhatian

utama dalam membentuk dan mengatur tatanan sosial dan keagamaan masyarakat

Indonesia. Meletakkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa pada urutan pertama

mempunyai implikasi yang menentukan bagi keseluruhan makna Pancasila. Dasar

1 Ir. Seokarno, Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid II (Jakarta: Di bawah Bendera Revolusi, 1965), hal. 158.

1

Page 2: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

dari Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dasar yang menghimpun cita-cita

masyarakat untuk bisa mengaplikasikan praktek keadilan, kebenaran, dan sikap

toleransi. Dapat kita pahami Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan pintu masuk

dalam rangka stabilisasi kehidupan antar umat beragama di Indonesia. Masing-

masing agama memberi argumentasi atas pemahaman tentang Ketuhanan dalam

wilayah dogmatis setiap agama. Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan ideologi

yang bisa dijadikan salah satu dasar dari kebebasan dan kerukunan antar umat

beragama dalam konteks Indonesia. Pecahnya konflik-konflik yang

mengatasnamakan agama berakar dari lemahnya sekelompok orang dalam

menginterpretasi posisi masyarakat yang majemuk.

Dengan demikian kehadiran Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha

Esa harus dipahami sebagai bagian dari motivasi dalam mewujudkan masyarakat

Indonesia yang bebas dari paksaan untuk memeluk agama tertentu, tetapi lebih

mengembangkan rasa toleransi antar umat beragama dan memberi penghargaan

terhadap orang yang beragama lain. Kepercayaan terhadap Tuhan mencerminkan

aktualisasi diri yang mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan tanpa melihat status

agama dan sosial.

Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)

pada rapat pertama tanggal 1 Juni 1945 memberikan kesempatan kepada Soekarno

untuk menyampaikan gagasannya dalam persiapan Indonesia merdeka. Soekarno

dalam pidatonya memberikan pandangan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa;

“Prinsip Ketuhanan! bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri. Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, orang Buddha

2

Page 3: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya bertuhan secara kebudayaan, yakni tiada “egoisme agama”. Hendaknya Negara Indonesia satu negara yang bertuhan! Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam, maupun Kristen, dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah hormat-menghormati satu sama lain. Nabi Muhammad SAW telah memberi bukti yang cukup tentang sifat dapat memahami pendapat yang lain, tentang menghormati agama-agama lain, Nabi Isa pun telah menunjukkan sifat itu. Marilah kita di dalam Indonesia Merdeka yang kita susun ini sesuai dengan prinsip Ketuhanan yang berkebudayaan, Ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, Ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpersta raya, jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa Negara Indonesia Merdeka berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa! Di sinilah, dalam pengakuan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, segenap agama yang ada di Indonesia sekarang ini, akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya, maka Negara kita akan bertuhan pula”2

Dalam uraian Pidato Soekarno di atas, dapat dipahami sebagai konsep

Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada penjabarannya merupakan tatanan yang

mengakomodir kebebasan beragama dalam sistem kepercayaan “Umat Beragama”

dalam menjalankan tuntutan agamanya masing-masing. Secara normatif rumusan

sila pertama dalam Pancasila sangat ideal, walaupun dalam perkembangannya

banyak perdebatan yang muncul dari kalangan akademisi dan agamawan sekitar

paham Ketuhanan Yang Maha Esa mengenai eksistensi dan kedudukannya

sebagai salah satu ideologi untuk bangsa Indonesia. Misalnya perdebatan yang

muncul dalam agama Buddha mengenai kata Ketuhanan yang diwajibkan oleh

pemerintah Indonesia di mana masing-masing agama harus berkepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sementara, agama Buddha tidak mengenal

konsep Ketuhanan dalam doktrinnya. Secara umum, agama Buddha tidak

mendeskripsikan Tuhan yang personal secara konkrit. Wujud Tuhan dalam agama

2 Saafroedin Bahar, et.al. (Peny.), Risalah Sidang Badang Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) (Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995), hal. 80-81.

3

Page 4: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Buddha sangat berbeda jauh dengan Tuhan dalam konsep agama-agama lain.

Agama Buddha percaya bahwa ada satu kekuatan yang menggerakkan dan

mengatur hidup setiap makhluk hidup dalam menciptakan kebaikan-kebaikan dan

memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Setiap agama yang ada, masing-masing

mengisi dan menjabarkan nilai-nilai yang terkandung dalam sila pertama dengan

paham teologisnya.

Berbicara tentang agama di Indonesia, maka kita berhadapan dengan

sebuah realitas, bukan hanya satu agama saja, melainkan ada banyak agama dan

aliran kepercayaan yang menjalankan aktivitasnya berdasarkan keyakinan dan

kepercayaan mereka. Dalam wilayah Indonesia ada 6 Agama yang diakui oleh

pemerintah yaitu; Kristen Protestan, Kristen Katolik, Islam, Hindu, Budha dan

Konghucu. Ada juga yang beberapa aliran-aliran kepercayaan yang biasa disebut

agama-agama suku. Disatu sisi keberagaman telah menjadi sebuah fenomena jelas

yang tidak bisa kita hindari dan di sisi lain keberagaman bisa mengakibatkan

konflik yang berlatar belakang paham-paham keagamaan. Ternyata, Sila

Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan rumusan penting yang mendasari

kehidupan antar umat beragama di Indonesia.

Maksud dari Ketuhanan Yang Maha Esa adalah cita-cita terakhir dan

empat sila yang lain merupakan jalan-jalan yang konkrit untuk mencapai cita-cita

tersebut. Oleh karena itu Pancasila sebagai ideologi Negara Republik Indonesia

bersifat sebagai pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral. Ia menjawab

baik kebutuhan rohani maupun kebutuhan jasmani hidup Bangsa dan Negara

karena kebutuhan spiritual dianggap paling utama, maka Ketuhanan Yang Maha

Esa diprioritaskan dalam susunan Pancasila serta pada argumentasi-argumentasi

4

Page 5: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

bahwa; Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaanya dan ketaqwaanya kepada

Tuhan Yang Maha Esa.

Ketuhanan Yang Maha Esa adalah realitas dalam kehidupan

bermasyarakat dengan keragaman agama dan kepercayaan tapi masih tetap bisa

hidup berdampingan secara damai, saling hormat menghormati satu sama lain,

bahkan bisa berhasil secara bersama-sama mendirikan Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Secara operational lebih lanjut Ketuhanan Yang Maha Esa terefleksi

dalam penjabaran UUD 1945 Pasal 28 E, Ayat (1) Setiap orang bebas memeluk

agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,

memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah

negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Ayat (2) Setiap orang atas

kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan

hati nuraninya. Pasal 29 Ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha

Esa, Ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk

agamanya masing masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya itu”.

Berdasarkan uraian di atas, UUD 1945 sebagai konstitusi Negara

Indonesia sangat jelas dan terbuka dari sisi kebebasan beragama. Ternyata sila

pertama dalam Pancasila memiliki hubungan erat dengan UUD 1945 yang

menegaskan bahwa setiap orang dijamin kebebasannya untuk menyatakan agama

dan kepercayaannya di muka umum (Pasal 29).

Satu hal penting ketika kita membicarakan kebebasan beragama, maka

pada saat yang sama Hak Asasi Manusia harus dibicarakan. Kebebasan beragama

5

Page 6: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

adalah prinsip umum, mutlak dan abstrak. Kini kebebasan beragama masalah

yang kontemporer dalam konteks Indonesia. Hak-hak seseorang untuk memeluk

agama kini dibatasi dan diintervensi oleh orang lain yang berakibat pada tidak

konsistennya konstitusi hukum yang dibentuk oleh pemerintah dalam melindungi

masyarakat yang terdiri dari keberagaman dan kemajemukan baik dari agamanya

dan budayanya. Ternyata telah terjadi disintegrasi yang sangat signifikan antara

agama dan masyarakat, dilain tempat di Indonesia kebebasan orang untuk

memeluk agama menjadi prioritas, maka di beberapa tempat juga, kebebasan

beragama menjadi masalah besar karena telah mengganggu stabilitas agama

tertentu.

Di tengah-tengah kemajemukan agama di Indonesia maka diperlukan

aturan-aturan dalam memberikan tatanan sosial yang baik demi menjaga stabilitas

bangsa yang jauh dari konflik. Berbagai konflik berhubungan dengan agama

mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak baik nasional maupun

internasional. Di Indonesia konflik-konflik agama yang mencuat datang dari

kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama Islam, dengan demikian

pemikiran-pemikiran masyarakat Indonesia pada umumnya diarahkan pada agama

Islam yang telah mendapatkan penilaian negatif dan telah mendapatkan stigma.

Pancasila dinilai sebagai salah satu dasar yang kokoh untuk memberi perhatian

terhadap kebebasan beragama di Indonesia,

Apabila masyarakat Indonesia menghayati secara baik paham Ketuhanan

Yang Maha Esa, maka kebebasan beragama sangat dijunjung tinggi, implikasinya

stabilitas kerukunan antar umat beragama akan terjaga. Namun, fenomena yang

terjadi dalam konteks Indonesia adalah suatu kesenjangan antara agama dan

6

Page 7: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

masyarakat. Kebebasan beragama seharusnya menjadi prioritas utama sebagai ciri

khas dalam tatanan bangsa yang majemuk berdasarkan agamanya, apalagi dengan

kokohnya didukung oleh konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dan penjabarannya

ke dalam konstitusi UUD 1945.

Pada kedua asumsi di atas, munculah perdebatan luas mengenai

Ketuhanan Yang Maha Esa, ada yang memandang sebagai credo/pengakuan iman

masing-masing agama serta ada yang memandang sebagai pernyataan politis.

Oleh karena Ketuhanan Yang Maha Esa telah menjadi asas bagi bangsa Indonesia,

maka secara tegas bangsa Indonesia dalam aktivitas hidupnya harus berdada pada

jalur yang telah diputuskan dan disepakati bersama.

Fakta normatif Ketuhanan Yang Maha Esa sangat ideal dalam

penerapannya konteks Indonesia, khususnya Sulawesi Utara. Walaupun banyak

gagasan yang memandang Pancasila sebagai asas politik dalam bentukannya

terutama sila pertama, namun tidak menjadi alasan setiap orang dan sekelompok

orang untuk bersikap subversif. Beberapa tahun terakhir kita dikejutkan dengan

rentetan peristiwa terorisme, radikalisme, dan fanatisme. Melunturnya

Penghayatan Ketuhanan Yang Maha Esa menimbulkan pertanyaan, apakah nilai

Ketuhanan Yang Maha Esa masih menjadi kerangka berpikir dan bertindak

bangsa Indonesia dalam menghadapi keragaman beragama di Indonesia.

Keluarnya perda-perda syariat Islam tanpa mempertimbangkan keberagaman

agama mengakibatkan kisruh yang tak kunjung selesai. Namun, ada juga

dibeberapa daerah dengan masyarakatnya, menerima penuh Pancasila khususnya

Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sistem nilai yang bisa menjadi dasar pijakan

semua masyarakat.

7

Page 8: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Ketuhanan Yang Maha Esa seharusnya menjadi sistem nilai yang

berimplikasi terhadap kebebasan beragama di Indonesia. Berdasarkan latar

belakang yang secara umum telah diuraikan di atas, maka penulis merasa tertarik

untuk mencari tahu posisi Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa, apakah

diamalkan secara baik oleh masyarakat atau tidak. Masyarakat Kampung Jawa

Tomohon merupakan fokus penelitian dari penulis. Dilihat dari kuantitasnya,

mayoritas penduduk memeluk Agama Islam.

Masyarakat Kampung Jawa Tomohon memiliki pemahaman-pemahaman

tersendiri tentang Ketuhanan Yang Maha Esa. Ada yang mengatakan, Ketuhanan

Yang Maha Esa merupakan prioritas dari kelima sila dalam Pancasila, untuk itu

Pancasila diamalkan saja, bukan diperdebatkan. Pada umumnya, masyarakat

mengatakan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam rumusan Pancasila telah

mempersatukan dan memperdamaikan antar umar beragama yang ada di

Kampung Jawa, Lansot, Saroinsong dan daerah-daerah sekitarnya. Pemahaman

tentang Ketuhanan Yang Maha Esa secara konkrit mereka dapatkan dalam ajaran

agama Islam. Sementara dilain kesempatan, pemerintah turut mengambil bagian

dalam ceramah-ceramah tentang pentingnya Kerukunan Antar Umat beragama

sebagai wujud dan kesadaran terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun,

penulis juga akan melihat bagaimana wujud nyata dari pengamalan Masyarakat

terhadap sila Ketuhanan Yang Maha Esa, apakah ada relevansi antara teori yang

dianggap sangat ideal dengan aktualisasi diri dalam kehidupan bermasyarakat.

Berdasarkan latar pemikiran dan uraian umum konteks penelitian yang di

sebutkan di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian, dalam

rangka pendalaman data. Memang Pancasila, khususnya Ketuhanan Yang Maha

8

Page 9: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Esa telah menjadi masalah klasik, prodak jaman, hanya berlaku di jaman

komunial, itulah pandangan-pandangan terhadap Pancasila. Di satu sisi sangat

menarik ketika kita melakukan pengkajian dalam konteks wilayah tertentu. Saat

ini penulis memfokuskannya di Kampung Jawa Tomohon. Ketika seseorang atau

sekelompok masyarakat salah dalam penjabaran sila Ketuhanan Yang Maha Esa,

maka akan berpotensi konflik antar umat beragama, akhirnya tidak ada

kerukunan, kebebasan beragama pun sering di batasi oleh sekelompok orang

dalam rangka kepentingannya.

Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon terdiri dari komunitas

masyarakat yang telah mengalami percampuran budaya, kolaborasi antara budaya

Jawa dan Minahasa membentuk suatu tatanan kehidupan yang mengutamakan

kehidupan yang rukun antar sesama manusia. Dasar utama adalah suatu kajian

tentang Al-Quran dan Pancasila tentang Ketuhanan Yang Maha Esa telah

melahirkan kesadaran untuk menjalin relasi sosial dengan sesama manusia yang

berbeda golongan agama dan suku. Ketika kita mengerti dengan baik makna

Ketuhanan Yang ada di dalam Pancasila maka umat Muslim dituntut untuk

memberikan penghargaan kepada agama-agama lain dalam melakukan aktivitas

keagamaan. Kebebasan beragama menjadi perhatian khusus dalam rangka

mempertahankan kerukunan antar umat beragama di Kampung Jawa Tomohon.

Hubungan kekeluargaan yang telah tercipta menjadi salah satu faktor pendorong

kerukunan antar umat beragama. Apabila hubungan kamu dan sesama manusia

tidak sempurna maka hubungan kamu dengan Tuhan tidaklah sempurna,

pernyataan-pernyataan seperti ini dikaji berdasarkan Kitab Suci Al-Quran dan

berdasarkan peristiwa-peristiwa konflik yang akhir-akhir ini hadir dengan

9

Page 10: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

mengatasnamakan nama Islam. Padahal dalam Ajaran Islam tidak ada himbauan

untuk saling menumbangkan diantara manusia.

Berdasarkan sejarah yang terjadi tentang Pancasila, ada beberapa

kelompok Islam yang ingin memperjuangkan dan membentuk Indonesia menjadi

Negara Islam, artinya dasar pijakan dari negara Indonesia bersumber pada ajaran

Islam. Namun, dilain tempat ada umat yang beragama Islam menerima Pancasila

sebagai dasar negara Indonesia yang di dalamnya bisa mengakomodir seluruh

umat beragama. Berdasarkan uraian-uraian tersebut penulis merasa tertarik

dengan konteks Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon yang menjadikan

Pancasila sebagai salah satu prioritas dalam membangun kehidupan yang rukun

dan damai sambil memperjuangkan kebebasan beragama demi tercapainya

kerukunan antar umat beragama. Penulis akan mendalaminya dengan melakukan

penelitian dalam rangka menemukan pemahaman serta melihat fenomena hidup

Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon yang akan disusun dalam Skripsi

dengan Judul: Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai Implikasi Kerukunan

Antar Umat Beragama dan Kebebasan Beragama Menurut Umat Muslim di

Kampung Jawa Tomohon.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Bertolak dari paparan dalam latar belakang pemikiran di atas, maka

penulis mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

- Munculnya perdebatan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa yang memandang

sebagai credo/pengakuan iman dan sebagai pernyataan politis.

10

Page 11: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

- Berdasarkan Fakta sejarah, ada kelompok yang beragama Islam yang

memperjuangkan agar Ajaran Islam menjadi dasar Negara Indonesia. Namun,

di tempat lain ada kelompok Islam yang menerima dengan baik Pancasila

sebagai dasar dan asas negara Indonesia.

- Keberagaman Agama bisa memicu lahirnya konflik antar umat beragama.

- Melunturnya penghayatan akan Pancasila berakibat pada ketegangan sosial dan

ketegangan keagamaan antar umat beragama.

- Munculnya kelompok-kelompok yang melakukan tindakan kekerasan dengan

mengatasnamakan Agama Islam.

- Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan prioritas utama yang harus diamalkan,

bukan menjadi perdebatan.

- Ada agama yang tidak mengenal konsep Ketuhanan secara personal sesuai

dengan syarat-syarat dan regulasi menurut pemerintah.

C. PEMBATASAN MASALAH

Berdasarkan identifikasi masalah-masalah tersebut, maka penulis

membatasi masalah pada “Berdasarkan Sejarah, ada kelompok-kelompok Islam

yang memperjuangkan agar Ajaran Islam menjadi dasar dan asas Negara

Indonesia. Namun, umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon menerima dengan

baik Pancasila sebagai ideologi Negara Indonesia ”.

D. PERUMUSAN MASALAH

Bertolak dari identifikasi masalah, maka penulis merumuskan masalah

teologis: “Bagaimana Pancasila terutama Sila Ketuhanan Yang Maha Esa bisa

dijadikan ideologi oleh Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon sebagai motivasi

11

Page 12: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

untuk kebebasan beragama, sementara dalam panggung Sejarah ada kelompok-

kelompok Islam yang memperjuangkan Agama Islam sebagai ideologi dan dasar

Negara Indonesia?".

E. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

- Mencari tahu serta mendalami (analisis) pemahaman dan praktek hidup umat

Muslim di Kampung Jawa Tomohon hubungannya dengan rumusan

Ketuhanan Yang Maha Esa dalam realitas kehidupan beragama,

bermasyarakat dan bernegara.

- Mendapatkan kajian teoritis dalam rangka menemukan perbandingan antara

fakta empiris (pemahaman umat muslim kampung jawa tomohon) dan fakta

normatif (rumusan teori) terhadap rumusan sila pertama “Ketuhanan Yang

Maha Esa”

- Merumuskan suatu refleksi Teologis yang dialogis bertolak dari fakta

kehidupan dan pemikiran Umat Islam Kampung Jawa Tomohon terhadap Sila

Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Manfaat Penelitian

- Mampu dijadikan bacaan ilmiah untuk para pembaca dalam memahami makna

sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam konteks Indonesia.

- Kiranya dari penelitian ini bisa dijadikan bahan pembanding dengan fakta

normatif /teoritis mengenai konsep “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

12

Page 13: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

- Memperluas wawasan serta menambah pengetahuan dari suatu wilayah dan

komunitas tertentu tentang paham dan praktek tentang “Kerukunan Beragama

dan Kebebasan Beragama” dari hasil pemaknaan “Ketuhanan Yang Maha

Esa”.

F. METODOLOGI PENELITIAN

1. Metodologi Penelitian

a. Tempat / Lokasi Penelitian

Dalam rangka penulisan skripsi ini penulis telah menentukan lokasi

penelitian yang akan menjadi fokus penelitian. Penulis mengambil lokasi

penelitian di Kelurahan Kampung Jawa Tomohon, Kec. Tomohon Selatan, Kota

Tomohon, Sulawesi Utara. Untuk memperlengkapi penulisan skripsi ini,

dipandang perlu untuk mempelajari studi kepustakaan dengan mancari bahan-

bahan bacaan yang mengangkat tentang Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa”

dan implikasinya terhadap kebebasan beragama dan kerukunan antar umat

beragama. Bacaan-bacaan ini didapatkan di Perpustakaan Fakultas Teologi UKI

Tomohon, perpustakaan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Manado.

b. Waktu Penelitian

Sebelumnya penulis telah melakukan Observasi sejak 30 Mei 2011.

Penelitian termasuk wawancara dan pengamatan langsung di lokasi penelitian

dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 2011– 21 Januari 2012.

c. Jenis Penelitian

Penulis dalam mendapatkan data-data di lapangan, menggunakan

pendekatan kualitatif. Bogdan dan taylor berpendapat, metodologi kualitatif

13

Page 14: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Penelitian

kualitatif bisa memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami

sikap, pandangan, perasaan dan perilaku individu atau sekelompok orang. Hal

menarik dalam realisasi penelitian ini, adalah mencari dan menemukan pengertian

dan pemahaman tentang fenomena dalam suatu wilayah yang berkonteks khusus.

Pengertian ini bisa diartikan sebagai pendekatan penelitian yang digunakan

haruslah alamiah3.

Jenis penelitian yang diuraikan di atas sangat relevan dalam mencapai

tujuan penelitian ini. Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon merupakan

komunitas yang menjadi narasumber utama dalam melakukan wawancara secara

terbuka. Konteks dimana komunitas ini beraktivitas menjadi tempat strategis

untuk melihat fenomena-fenomena sosial dan keagamaan dari umat Muslim

setempat tentang dampak dari pemahaman Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan

demikian, penelitian kualitatif sangat memberikan kontribusi dalam penelitian ini

dalam mendapatkan kualitas data-data di lapangan.

d. Teknik pengumpulan dan Analisis data

Untuk mendapatkan data-data sehubungan dengan maksud dan tujuan

peneliti di Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon, maka penulis menggunakan

teknik pengumpulan data yang meliputi: Observasi/Pengamatan, wawancara,

catatan lapangan, dan studi kepustakaan. Selanjutnya penulis akan melakukan

analisis terhadap data-data yang telah didapatkan di lokasi penelitian.

3 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Refisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 2.

14

Page 15: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

1) Observasi/Pengamatan

Teknik pengumpulan data dalam sebuah penelitian yakni meliputi

pengamatan atau observasi oleh Guba dan Lincoln berpendapat, teknik

pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung yang memungkinkan

peneliti melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat prilaku dan kejadian

sebagaimana yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya. Manfaat dari teknik

pengamatan ini untuk menangkap arti fenomena yang terjadi di lokasi penelitian.

Pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati

oleh subjek sehingga memungkinkan pula peneliti menjadi sumber data4.

2) Wawancara

Kepentingan teknik wawancara dalam jenis penelitian kualitatif adalah

mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, tuntutan,

kepedulian, selanjutnya memferifikasi, mengubah dan memperluas informasi

yang diperoleh dari orang lain dalam rangka membangun dalam sebuah

pengembangan oleh peneliti berdasarkan hasil wawancara. Jenis wawancara yang

dimaksud dalam wawancara ini mengharuskan peneliti membuat kerangka dan

garis besar pokok-pokok yang dirumuskan, tidak perlu ditanyakan secara

berurutan. Wawancara ada beberapa jenis, yaitu wawancara tertutup dan

wawancara terbuka. Wawancara tertutup biasanya yang diwawancarai tidak

mengetahui dan tidak menyadari bahwa mereka sedang diwawancarai. Mereka

tidak tahu tujuan peneliti adalah untuk mencari data. Sedangkan wawancara

terbuka para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dalam rangka

eksplorasi maksud dan tujuan dari sebuah penelitian. Di dalam penelitian ini

4 Moleong, Op.Cit., hlm. 174-175.

15

Page 16: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

penulis melakukan wawancara terbuka demi mendapatkan hasil yang maksimal

dan terciptanya komunikasi yang leluasa antara peneliti dan orang yang

diwawancarai.

Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan teknik wawancara

terstruktur. Wawancara terstruktur digunakan oleh peneliti yang bertujuan

mencari jawaban terhadap hipotesis kerja. Jenis ini dilakukan pada situasi jika

sejumlah sampel yang representatif ditanyai dengan pertanyaan yang sama dan hal

ini penting sekali, semua aspek dipandang memiliki kesempatan yang sama untuk

menjawab pertanyaan yang diajukan. Pokok-pokok yang dijadikan dasar-dasar

pertanyaan diatur secara sangat terstruktur. Keuntungan wawancara terstruktur

ialah jarang mengadakan pendalaman yang dapat mengarahkan terwawancara

agar sampai berdusta. Dengan demikian teknik pengumpulan data dalam

penulisan skripsi ini adalah menggabungkan antara wawancara terbuka dan

wawancara terstruktur. Tujuan dari penggabungan dua teknik pengumpulan data

wawancara adalah untuk mendapatkan jawaban dan pernyataan dari responden

secara leluasa, dalam artian responden bebas memberikan tanggapan terhadap

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.

3) Studi Kepustakaan

Dalam teknik penelitian ini, penulis melakukan eksplorasi sumber-sumber

bacaan yang berkaitan dengan pokok yang hendak menjadi pembicaraan utama

dari sebuah skripsi. Di dalam bagian ini, penulis menekuni beberapa literatur-

literatur, artikel-artikel dan bahan-bahan bacaaan lainnya. Studi kepustakaan ini

memberikan sumbangan yang penting untuk pengkajian data dalam perumusan

16

Page 17: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

penulisan skripsi ini secara utuh dalam membangun keterkaitan antara kajian teori

dan data lapangan.

4) Analisis data

Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data dalam bentuk

deskriptif, bertolak dari data yang didapatkan melalui pengamatan wawancara dan

catatan lapangan. Dipihak lain, analisis data kualitatif adalah untuk

mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, dan membuat ikhtisar

sehingga data-data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola

hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.5 Menurut Miles dan

Herberman, tahapan analisis data dalam penelitian kualitatif secara umum dimulai

sejak pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan

(verifikasi), oleh karena itu data kualitatif yang dikumpulkan akan dianalisis

dengan menggunakan penjelasan kualitatif, maka dengan analisis ini, apa yang

ditemukan tidak hanya dijelaskan dengan apa adanya, harus diinterpretasikan.6

Dalam menganalisis data penulis melihat pemikiran J.B. Banawiratma

dalam bukunya yang berjudul Aspek-aspek Teologi Sosial, menurutnya analisis

dapat di bagi mejadi empat bagian yaitu:

- Analisis historis: situasi oyang di alami bersama di tempatkan dalam

situasi yang lebih luas, yaitu memperjelas keadaan sekarang dengan

melihat pengaruh-pengaruh masa lalu dan membentuk sarana orientasi

pada masa yang akan datang.

5 Moleong, Op.Cit., hlm. 29.6 Suprayogo, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Gramedia, 2001), hlm. 48.

17

Page 18: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

- Analisis sosial dan kultural: melihat aspirasi nilai-nilai sosial sebagai

proses interaksi dalam masyarakat serta mengambil nilai-nilai budaya

yang berpengaruh dalam satu komunitas serta berlaku untuk

menemukan kerangka acuan tindakan yang konkrit.7

Penulis juga menggunakan Analisis Teologis dalam rangka mengangkat

paham-paham teologis yang turut mempengaruhi tujuan dari penulisan skripsi ini.

e. Populasi dan Penetapan Sampel

1) Populasi

Ketika penulis memiliki lokasi yang menjadi sentral penelitian, maka

harus diketahui jumlah sampel umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon.

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.8 Berdasarkan data yang diperoleh

dari pemerintah setempat secara keseluruhan Umat Muslim Kampung Jawa

Tomohon berjumlah 823 Jiwa.

2) Sampel

Sampel yang digunakan oleh peneliti adalah sampel bertujuan. Sampel ini

dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random

atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Teknik ini biasanya

dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya adanya keterbatasan waktu,

tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel dengan jumlah besar.9

Namun, bukan berarti keterbatasan sampel akan mengabaikan tujuan yang hendak

dicapai oleh peneliti. Maka, penetapan sampel telah dipilih beberapa responden 7 J.B. Banawiratma, Aspek-aspek Telogi Sosial, (Yongyakarta:Kanisius 1989), hlm. 12.8 W. Surachmad, Dasar dan Teknik Research, (Bandung: Remadja Karya, 1989). Hlm. 39 Suharmisi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineke

Cipta, 1998), hlm.117.

18

Page 19: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

yang mampu untuk menjawab maksud dan tujuan dari penelitian ini. Responden

yang dijadikan sampel berjumlah 14 Orang, yang terdiri 3 orang Tokoh Agama, 3

orang mewakili Pemerintah, 4 orang Pemuda dan orang tua 4 orang (orang tua

yang dimaksud adalah juga umat muslim yang sudah lama menetap di Kampung

Jawa Tomohon).

G. METODE STUDI AGAMA

Sebagai usaha untuk mendekati dan mempermudah penulisan skripsi ini,

penulis harus menggunakan metode pendekatan studi agama-agama. Setelah

dikaji, ternyata penelitian skripsi ini berkaitan dengan studi agama-agama. Ada

beberapa pendekatan yang digunakan dalam studi agama-agama. Pendekatan

Historis-Empiris untuk meneliti latar belakang sejarah mulai dari munculnya

sampai pada perkembangan keyakinan, ajaran dan ritual keagamaa, Doktrinal-

Normatif untuk mencari tahu doktrin-doktrin suatu agama , dan Fenomenologis

adalah pendekatan untuk mencari hakikat atau inti dari apa yang ada di balik

segala macam manifestasi agama dalam kehidupan manusia secara nyata di dalam

konteks yang hendak menjadi lokasi penelitian.10

Sementara, ada beberapa ahli yang menggambarkan pendekatan studi

agama dengan tujuh pendekatan, yakni; Pendekatan Antropologis, Feminisme,

Fenomenologis, Filosofis, Psikologis, Sosiologis, dan Teologis. Secara umum

ketujuh pendekatan studi agama-agama ini, bermaksud agar penelti memperoleh

pengetahuan tentang konsentrasi utama masing-masing disiplin kerangka kerja

yang digunakan para praktisi. Tujuan umum yang lebih sederhana adalah

membantu peneliti menentukan disiplin manakah yang paling cocok sebagaimana

10 Amin Abdullah, Studi Agama (Yogyakarta: Pustaka Peladjar, 1996), hlm. 27.

19

Page 20: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

mereka merefleksikan pilihan spesialisasi metodologis. Ini adalah kewajiban yang

harus dilakukan peneliti studi agama, dan pada hakikatnya yang terpenting adalah

bagaimana setiap mahasiswa menghubungkan fenomena keagamaan yang mereka

minati dengan ide, wawasan dan teknik yang menjadi dasar penelitian.11

Berdasarkan pendapat-pendapat tentang pendekatan studi agama-agama,

dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan Doktrinal (Teologi) dan

Fenomenologis. Pendekatan doktrinal adalah untuk melihat ajaran-ajaran yang

turut mempengaruhi Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon dalam memahami

rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pendekatan fenomenologi adalah usaha-

usah peneliti dalam melihat realitas dan gejala-gejala yang terjadi di lokasi

penelitian. Gambaran fenomena ini sangat memberikan pengaruh bagi peneliti

demi mencapai maksud dan tujuan pokok penelitian yang hendak dicapai.

H. SISTEMATIKA PENULISAN

PENDAHULUAN : Dalam bagian ini berisi Latar Belakang Pemikiran Dan

Alasan Pemilihan Judul, Identifikasi Masalah, Pembatasan

Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Metodologi Penelitian dan Teknik Pengumpulan

Data dan Pendekatan Studi Agama-agama dan Sistematika

Penulisan.

BAB I : Dalam bagian ini berisikan uraian data-data yang

ditemukan di lapangan, yang meliputi Gambaran Lokasi

Penelitian, Pemaparan Data Hasil Penelitian tentang

11 Peter Connolly (ed.), Aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta : LKIS). hlm. 12-13.

20

Page 21: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

pemahaman Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon

mengenai Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai implikasi

kebebasan dan kerukunan antar umat beragama, serta

Analisis Data Lapangan.

BAB II : Dalam bagian ini memaparkan dan menguraikan Landasan

dan Kajian Teoritis mengenai rumusan Pancasila

“Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam konteks ke

Indonesiaan dan dalam konteks keagamaan.

BAB III : Dalam bagian ini berisi uraian refleksi teologis dialogis

yang merupakan hasil kajian dalam memahami dan

memaknai pemahaman umat Muslim Kampung Jawa

Tomohon tentang konsep “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

PENUTUP : Pada bagian ini, berisikan kesimpulan penelitian yang

dilakukan berdasarkan hasil kajian dengan usaha

memberikan saran-saran untuk kepentingan pengembangan

studi agama-agama.

BAB I

URAIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

21

Page 22: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

A. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Berdasarkan data terakhir yang diambil dari dokumen pemerintahan

Kampung Jawa Tomohon, Secara Geofrafis Kampung Jawa Tomohon termasuk

dalam Wilayah Kecamatan Tomohon Selatan, Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi

Utara. Kampung Jawa Tomohon memiliki luas wilayah 3000 m2. Sebelah utara

kelurahan Kampung Jawa berbatasan dengan Kelurahan Tumatangtang, sebelah

selatan berbatasan dengan kelurahan Tumatangtang, sebelah timur berbatasan

dengan kelurahan Tumatangtang, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan

Pinaras.

Pada tahun 1930 terbentuklah komunitas “kampung jawa”. Komunitas ini

sendiri adalah yang pertama bermukim di Sulawesi utara. Dari data sejarah yang

di ketahui, komunitas Kampung Jawa Tomohon berawal dari buangan Belanda

pada tahun 1791. Mereka berjumlah 7 orang dengan pimpinan rombongan

Tubagus Buang, Penghulu Abu Salam, Masjebeng, Mukhali, Abdul Rais, Abdul

Hai dan Abdul Haris dari Banten Jawa Barat. Mereka dibuang oleh pemerintah

Belanda karena dianggap pemberontak karena tidak ingin menjalin kerja sama

dengan Belanda12. Mereka diturunkan di daerah pesisir Tanawangko dan

diperintahkan untuk berjalan kaki ke daerah pegunungan, dengan tujuan agar tidak

bisa kembali lagi ke daerah asal mereka. Ketujuh orang Banten ini menetap di

Kakaskasen dan tinggal beberapa tahun dan tidak lama kemudian mereka

berpindah di belakang kantor Pertamina Lansot. 7 orang ini semuanya adalah laki-

laki dengan tidak membawa istri, secara tidak langsung mereka harus

menyesuaikan dengan konteks yang ada di daerah Tomohon. Terjadilah kawin-

12 TT, AT, Wawancara, 2 November2011. AM, Wawancara, 11 November 2011.

22

Page 23: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

mawin dengan penduduk asli di Tomohon. Dengan demikian, Masyarakat

Kampung Jawa Tomohon sebagian besar memiliki banyak keturunan Jawa-

Minahasa. Selanjutnya, ketika berada di Lansot, mereka menderita penyakit cacar

sehingga mereka berpindah di perkebunan kayu payung atau kayu yang besar

(wilayah Kampung Jawa sekarang). Setelah penyakit kulit membaik, mereka

menetap dan membentuk Kampung Jawa. Secara resmi Kampung Jawa Tomohon

memiliki pemerintahan sendiri pada tahun 1930. Berdasarkan data terakhir

monografi Kelurahan Kampung Jawa Tomohon tahun 2011, penduduk

masyarakat Kelurahan Kampung Jawa Tomohon memiliki jumlah penduduk 830

Jiwa. Laki-laki 398 jiwa dan perempuan 432 Jiwa. Sebagian besar penduduk

Kampung Jawa Tomohon adalah suku Minahasa. Sejak mereka datang di

Tomohon mereka melakukan kawin mawin dengan penduduk asli Tomohon. Oleh

karena itu, jika kita berkunjung di Kampung Jawa Tomohon sebagian besar

masyarakat memiliki marga Minahasa. Bukan hanya Agama Islam yang

bermukim di Kampung Jawa Tomohon, ada juga sebagian kecil umat Kristen

yang tinggal di Kampung Jawa Tomohon.

Berikut ini, adalah data-data Kampung Jawa Tomohon yang dibuat dalam

bentuk Tabel.

Tabel 1: Daftar Hukum Tua dan Lurah Kampung Jawa Tomohon dari tahun 1930-Sekarang

No

.

Nama Periode Keterangan

1 Jasmani Tabiman 1930-1940 Hukum Tua

2 Umar Haji Ali 1940-1941 Hukum Tua

23

Page 24: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

3 Dzakaria Kiay Demak 1941-1942 Hukum Tua

4 Motong Kiay Demak 1942 - 1959 Hukum Tua

5 Logas Tagolan 1959-1963 Hukum Tua

6 Rebo Tubagus 1963-1964 Hukum Tua

7 Totong Masloman 1964-1966 Hukum Tua

8 Abdurahman Tubagus 1966-1972 Hukum Tua

9 Djaber Tubagus 1972-1977 Hukum Tua

10 Majid Tubagus 1977-1985 Hukum Tua

11 Saat Kiay Demak 19785-1993 Hukum Tua

12 Abdullah Abusalam 1993-2001 Hukum Tua

13 Alo S. Saratiyono 2001-2009 Hukum Tua / Tahun 2006

berganti nama menjadi

“Lurah”

14 Munir Lihawa 2009-Sekarang Lurah

Ket. Tabel ini bertujuan untuk menjelaskan proses perjalanan kepemimpinan dari Kampung Jawa Tomohon sejak awal terbentuknya wilayah Kampung Jawa. Proses pergantian hukum tua dan lurah dilihat sebagai hasil dari relasi yang baik antara penduduk Kampung Jawa Tomohon dengan pemerintah sewaktu Kampung Jawa Tomohon masih satu pemerintahan dengan Kec. Saroinsong, di dalamnya terdiri dari masyarakat yang bersuku Minahasa. Pembentukan intitusi pemerintah dan periodesasi merupakan keterbukaan dalam rangka memberikan kesempatan kepada masyarakat Kampung Jawa Tomohon dalam eksistensinya untuk mengembangkan aspek-aspek kemasyarakatan.

Tabel 2: Data Menurut Agama di Kampung Jawa Tomohon

No. Agama Jumlah Jiwa

1 Islam 823 Jiwa

2 Katolik 1 Jiwa

3 Protestan 5 Jiwa

24

Page 25: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Ket. Tabel ini, memperlihatkan posisi jumlah masyarakat yang memeluk suatu agama. Terlihat didominasi oleh agama Islam terhadap agama lain. Berdasarkan data, ada 1 Jiwa dari Umat Katolik dan 5 Jiwa dari Protestan, walaupun jumlah agama Kristen Katolik dan Kristen Protestan tidak seimbang dengan agama Islam, namun mereka menunjukkan fenomena hidup yang rukun dan damai. Tidak pernah dijumpai konflik yang antar umat beragama Islam dan Kristen.

Tabel 3: Data Menurut Tingkatan Pendidikan di Kampung Jawa Tomohon

No

.

Pendidikan Jumlah

1 Taman Kanak-kanak 17 Orang

3 SD 128 Orang

4 SLTP 159 Orang

5 SMA 273 Orang

6 Diplomat 5 Orang

7 Sarjana 31 Orang

8 Pasca Sarjana 2 Orang

Ket. Tabel tingkatan pendidikan ini bertujuan untuk melihat berapa banyak penduduk yang merasa pentingnya faktor pendidikan. Selanjutnya perlu untuk diketahui bahwa sebagian besar masyarakat memiliki sekolah di tempat-tempat yang telah mengalami percampuran agama dan budaya. Hal ini membuktikan, keberagamaan telah menjadi proses alamiah yang tidak mengenal status agama. Fenomena ini sudah bisa menggambarkan pentingnya kerukunan antar umat beragama.

B. “Ketuhanan Yang Maha Esa” Sebagai Implikasi Kebebasan Beragama

dan Kerukunan Antar Umat Beragama Menurut Pemahaman Umat

Muslim di Kampung Jawa Tomohon.

Di Negara Kesatuan Republik Indonesia ada dua agama besar yaitu Islam

dan Kristen, ada juga beberapa agama lainnya Hindu, Budha dan Konghucu.

Masing-masing pasti memberikan pemahaman dan tanggapan tentang rumusan

Ketuhanan Yang Maha Esa, banyak pandangan yang berbeda ketika mencoba

25

Page 26: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

untuk menguraikan apa isi dari Ketuhanan Yang Maha Esa.13 Persoalannya

terletak pada cara tafsir dari masing-masing agama dalam melihat Pancasila

sebagai ideologi negara disesuaikan dengan Kitab Suci masing-masing agama.

Sebenarnya, konsep Ketuhanan Yang Maha Esa telah menjadi bagian penting bagi

Umat Muslim, jauh sebelum Pancasila, nilai Ketuhanan telah menjadi dasar

pijakan dalam perjalanan hidup orang beriman dan bertakwa. Pancasila kemudian

hadir sebagai ideologi yang mempertegas dan menyatukan keberagamaan Agama

dalam bingkai keIndonesiaan. 14

Agama Islam adalah agama yang sangat mendukung Pancasila dijadikan

dasar hidup bagi Negara Indonesia. Pancasila memiliki nilai-nilai moral yang

menjadi penuntun dan pedoman kehidupan bagi masyarakat Indonesia. Ketika kita

membicarakan tentang nilai Ketuhanan Yang Maha Esa maka kita sudah bisa

mengerti sila-sila yang lain.15

Sila pertama tentang Ketuhanan merupakan modal utama dan sila-sila

yang lain hanyalah pelengkap, sebab jika manusia berketuhanan pasti dia sudah

bisa bermusyawarah, berperikemanusiaan dan berkeadilan, artinya orang yang

berkeadilan pasti dia mengenal Tuhan. Masalah keyakinan adalah masalah yang

lebih ke dalam diri setiap orang, ketika seseorang yakin dengan adanya Tuhan

pasti memiliki sikap toleransi terhadap orang lain. Pada saat menjabarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa faktor pendidikan sangat mempengaruhi dan

menentukan makna yang ada di dalamnya.16

13 TT, AT, ML, Wawancara, 4 November 2011.14 TT, IJ, Wawancara, 4 November 2011.15 TT, HM, ML, Wawancara, 8 November 2011.16 AT, US, Wawancara, 8 November 2011.

26

Page 27: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Di konteks Indonesia umat Islam adalah Mayoritas dan status Pancasila

masih bertahan sebagai ideologi negara, artinya umat Muslim merasa ada

relevansi antara Pancasila sebagai dasar negara dan dasar hidup manusia.

Ketuhanan Yang Maha Esa di dalam Pancasila dipandang sudah relevan

ditetapkan sebagai dasar negara apalagi dasar kepercayaan bagi setiap umat

beragama.17

Ketuhanan merupakan suatu hal yang pokok dalam setiap agama sehingga

suatu agama yang tidak memiliki Tuhan bukanlah suatu agama. Tentu semua

agama mengajarkan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa dan dalam Islam disebut

Tauhid; yaitu mengesakan Tuhan yaitu Allah adalah satu. Dalam memahami

Ketuhanan Yang Maha Esa banyak penafsiran yang muncul, bagi umat Muslim

pemahaman Ketuhanan ini sama dengan pemahaman agama Kristen, percaya akan

adanya Tuhan Yang Maha Esa/yang tunggal. Agama Islam memiliki keyakinan

Muhammad itu adalah rasul yang diperintahkan Allah untuk mewartakan wahyu-

Nya, begitupun Kristen meyakini Yesus Kristus adalah Rasul. Agama Islam

meyakini, isi dari Pancasila termasuk Ketuhanan Yang Maha Esa bersumber dari

al-Quran, artinya dasar Ketuhanan diambil dalam Kitab Suci agama Islam, di

dalam al-Quran sangat jelas dikatakan asyhadu an-laa ilaaha illallaah (Tiada

Tuhan selain Allah). Sangat tidak diperkenankan setiap umat Muslim untuk

mempersandingkan Tuhan dengan ilah-ilah lain. Namun, bukan berarti

mengatakan salah terhadap apa yang diperayai agama-agama lain. Lakum

diinukum wa liya diin: Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (6)” (QS. Al

17 ML, Wawancara, 4 November 2011 .

27

Page 28: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Kafirun: 1-6), berdasarkan penyataan ini sebagai kamu muslimin hendaknya tidak

mencampuri urusan manusia dengan Tuhan dalam proses kepercayaannya.18

Ketuhanan dalam Agama Islam merupakan inti dari Ajaran Islam untuk

mengakui akan adanya Tuhan Yang Esa. Namun, bukan berarti Agama Islam

tidak menghargai agama-agama lain yang juga memiliki pemahaman dan rumusan

tersendiri terhadap Tuhan yang mereka anut. Berdasarkan kepercayaan kepada

Tuhan, umat muslim dituntut untuk menjalankan amal ibadah-Nya menurut

kepercayaan-Nya tanpa memaksakan orang lain untuk memeluk Agama Islam,

jika demikian yang terjadi, maka Agama Islam telah menjadi agama yang

memaksakan kehendak.19 Pada umumnya umat muslim Kampung Jawa Tomohon

mengenal dan mengetahui konsep Ketuhanan Yang Maha Esa diketahui dari

ajaran agama, di dalamnya dikatakan apabila seseorang tidak mengakui adanya

Tuhan, dengan demikian orang itu pun tidak beragama.20 Ceramah-ceramah

keagamaan dilakukan oleh orang-orang yang telah ditunjuk untuk memimpin

Umat, mereka adalah Imam dan Ustad. Kampung Jawa Tomohon hanya memiliki

1 Imam dan 1 Ustad. Walaupun, jumlah para pemimpin umat di Kampung Jawa

Tomohon hanya terbatas tetapi kehidupan keagamaan dan bermasyarakat di

Kampung Jawa Tomohon sangat baik.21

Ketika kita mengakui adanya Tuhan dan percaya kepada Tuhan kita pun

dituntut harus mengasihi sesama kita. Seperti di dalam Al-Quran dikatakan,

sebelum kamu mengasihi Aku, terlebih dahulu kamu harus mengasihi manusia.

18 TT, Wawancara, 8 November 2011.19 US, Wawancara, 8 Desember 2011.20 AA, Wawancara 5 Januari, 2012.21 ML, RT, Wawancara, 13 Desember 2011.

28

Page 29: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Itulah nilai-nilai Ketuhanan yang seharusnya dipraktekkan oleh setiap manusia

termasuk umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon.22

Sebagai wujud keyakinan terhadap Tuhan Umat Muslim di Kampung

Jawa Tomohon memiliki program untuk menyisihkan hasil pendapatannya untuk

diberikan kepada saudara-saudara yang berkekurangan. Pemberian sedekah itu

pertama disosialisasikan di tempat ibadah (Mesjid) kemudian di tunjuk beberapa

orang untuk mengkoordinir dalam rangka pengumpulan segala sesuatu yang

hendak diberikan dan disumbangkan. Itulah salah satu wujud nyata Umat Islam

dalam keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa.23

Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa apabila dijalankan dan diamalkan

secara benar dan baik oleh umat Muslim, maka akan membuahkan hasil yang baik

pula, diantaranya akan terjadi kerukunan dan perdamaian di tengah-tengah

masyarakat.24

Seharusnya Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa tidak lagi

diperdebatkan, karena pernah terjadi beberapa waktu yang lalu di Kampung Jawa

Tomohon, sempat berkembang isu-isu, untuk tidak lagi mendukung Pancasila

sebagai dasar Negara Indonesia, karena sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa

merupakan kalimat yang keliru.25

Beberapa bulan yang lalu ada jamaah-jamaah tabliq yang datang dari Jawa

dengan tujuan untuk membawa Dakwa di Kampung Jawa Tomohon, mereka

datang dengan membawa peralatan masak, namun karena telah ada himbauan

22 AT, Wawancara, 4 November.23 US, Wawancara, 7 Januari, 201224 AT, AM, Wawancara, 30 November, 2011.25 ML, Wawancara, 13 Desember 2011.

29

Page 30: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

untuk berhati-hati dengan tamu-tamu yang datang berkunjung, mereka tidak

diberikan kesempatan untuk menginap di Mesjid karena Mesjid adalah tempat

ibadah. Pada Tabliq-tabli ini, diperbolehkan untuk mengajar, tetapi memberikan

pengajaran yang baik dan bisa mengarahkan umat bukan memberikan pengajaran

sesat. Akhirnya mereka dikenakkan aturan, setelah mengajar di rumah-rumah

harus pulang ke tempat mereka tidak boleh menetap dan bertempat tinggal di

Kampung Jawa Tomohon.26

Perdebatan yang muncul tentang kata Ketuhanan ini bukan pertama

kalinya Kampung Jawa Tomohon, dibeberapa daerah pernah terjadi konflik

kekerasan oleh karena persoalan tafsit tentang Ketuhanan Yang Maha Esa dan isu

ini juga diketahui oleh masyarakat terlebih khusus umat muslim di Kampung

Jawa Tomohon dan dampaknya sangat buruk, sangat mudah memicu kesalahan

dalam memandang sesuatu yang berhubungan dengan agama, dengan demikian

yang akan terjadi adalah konflik baik antar umat beragama dan terhadap

pemerintah. Seharusnya Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa tidak

harus diperdebatkan, masyarakat mengamalkan saja nilai-nilai dari Ketuhanan

Yang Maha Esa.27

Wacana tentang Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa diduga

diindoktrinasi oleh tabliq-tabliq yang datang mengajar agama. Juru tabliq ini

dalam pencerahan yang dilakukan mengatakan bahwa Ketuhanan dalam Pancasila

telah menunjuk adanya banyak Tuhan dan banyak kepercayaan, sedangkan dalam

agama Islam Tuhan yang dipercayai hanyalah Allah, tidak ada yang Allah yang

26 TT, IS, ML, HM, Wawancara, 8 November 2011.27 ML, Wawancara, 8 November 2011.

30

Page 31: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

lain. jadi, negara memiliki kepentingan pribadi untuk mempertahankan Pancasila

sebagai dasar negara.28

Namun, isu-isu yang berkembang bisa diantisipasi karena akan sangat

berbahaya jika para Tabliq-tabliq ini lebih lama mempengaruhi masyarakat untuk

memikirkan suatu hal yang tidak harus untuk dipermasalahkan. Sebagian besar

masyarakat Kampung Jawa Tomohon sejak awal tidak mempersoalkan tentang

rumusan sila pertama Pancasila : Ketuhanan Yang Maha Esa, karena kami yakin

apa yang telah dibuat oleh para pendiri bangsa menjelang kemerdekaan telah

dipikirkan dengan sangat baik.29

Ternyata Pancasila memiliki nilai-nilai luhur untuk suatu keutuhan dan

keamanan bangsa, tidak mungkin bangsa Indonesia merdeka tanpa ada Pancasila

dan tidak mungkin bagsa Indonesia tentram tanpa ada Pancasila. Yang sangat

berpengaruh dalam Pancasila adalah sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa,

apabila seseorang telah mengerti dengan jelas maksud dan maknanya, maka

seseorang akan sangat mudah untuk mengerti dan bahkan mempraktekan keempat

sila lainnya.30

Jika kita membahas konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dalam

hubungannya dengan kebebasan Beragama dan Kerukukan Antar Umat

Beragama, maka itulah juga yang sementara dipertahankan oleh masyarakat

Kampung Jawa Tomohon. Dalam ajaran Islam, manusia yang bertaqwa terhadap

28 TT, Wawancara, 8 November 2011.29 HM, TT, Wawancara, 8 November.30 AT, AM, Wawancara, 30 November.

31

Page 32: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Tuhan Yang Maha Esa maka dia harus mampu berdampingan dengan orang lain

dengan tidak saling mencari masalah.31

Ketuhanan Yang Maha Esa telah menjadi dasar setiap masyarakat terhadap

Tuhan yang diyakininya. Memang beberapa tahun terakhir ini, banyak konflik-

konflik yang mengatasnamakan Islam. Misalnya, ada beberapa kelompok yang

ingin mendirikan Negara Islam Indonesia, usulan-usulan peraturan daerah yang

diskriminasi dengan memihak kepada Islam. Oleh karena itu, di Kampung Jawa

Tomohon terus diberi himbauan untuk tidak terpengaruh dengan isu-isu yang

sedang dibicarakan di beberapa media berita. Kenyataan yang terjadi, kerukunan

antar umat beragama baik Kristen dan Islam terus terjaga dan terpelihara dengan

baik.32

Konflik antar umat beragama tidak pernah terjadi dalam perjalanan

kehidupan masyarakat di Kampung Jawa Tomohon. Sejak terbentuknya kampung

Jawa Tomohon tidak didapati ada konflik antar agama. Memang pada tahun 4

November 2010 sempat terjadi kekacauan, itupun diakibatkan oleh ulah para

pemuda-pemuda yang sudah terpengaruh dengan minuman keras.33 Pemuda-

pemuda ini berasal dari Kampung Jawa Tomohon dan Kelurahan Lansot, oleh

karena keadaan yang tidak stabil, maka pemuda-pemuda dari Kampung Jawa

Tomohon berusaha melindungi diri.34

Namun pemuda-pemuda dari Lansot pulang dan menyebarkan isu-isu

“napa torang sementara da ba minum orang Islam dari Kampung Jawa so pukul”.

31 AT, ML, TT, Wawancara, 4 November.32 DS, AA, RA, Wawancara, 7 Januari 2012.33 AM, Wawancara, 30 November 2011. RA, ML, Wawancara, 13 Desember 2011.34 RA, Wawancara, 7 Januari. AA, Wawancara, 10 Januari 2012.

32

Page 33: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Sekitar pukul 15.00 waktu itu, beberapa pemuda-pemuda dan juga masyarakat,

mereka datang ke Kampung Jawa Tomohon dengan membawa benda-benda tajam

seperti parang dan sejenisnya, selayaknya untuk berperang.35

Masyarakat Kampung Jawa Tomohon merasa bahwa mereka hanyalah

kelompok minoritas maka mereka memilih untuk tetap berada di dalam rumah

sambil menunggu polisi untuk mengamankannya. Memang beberapa kali

peristiwa seperti ini terjadi, namun tidak sampai kepada konflik yang besar,

apalagi membawa nama Agama.36

Sikap untuk mengalah dan tidak terpancing dengan keadaan merupakan

keharusan dan ajaran yan selalu didapatkan oleh para orang tua dan pemimpin

agama umat Muslim Kampung Jawa Tomohon. Sikap-sikap seperti ini bisa

melahirkan sebuah kesadaran dan mencairkan suasana menjadi lebih baik dan

tidak akan merugikan orang lain termasuk diri sendiri.37

Setelah terjadi peristiwa tersebut, maka suasana kembali menjadi stabil,

ketenangan yang dilakukan adalah sebuah kesadaran bahwa sebagian besar

masyarakat telah memiliki budaya Jawa-Minahasa, artinya “torang kwa basudara,

Cuma tu torang pe anak-anak blum talalu tau”, itu jelas terlihat dengan beberapa

marga Minahasa, misalnya marga Togas, Kapoyos, Pangkerego, Kalimata, dsb.

dalam kehidupan masyarakat Kampung Jawa Tomohon, apabila ada beberapa

keluarga yang hendak berpindah agama, misalnya dari agama Kristen berpindah

35 RA, AA, Wawancara, 7 Januari 2012.36 ML, Wawancara ,13 November 2011. 37 JP, AA, Wawancara, 5 Januari 2012.

33

Page 34: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

ke Islam dan agama Islam berpndah ke Kristen itu merupakan hal yang biasa-

biasa saja.38

Di hari-hari raya agama baik Kristen dan Islam saling bersilahturahmi

karena banyak memiliki ikatan darah (ikatan kekeluargaan). Tidak jarang

kampung jawa tomohon pada saat Hari Raya Idul Fitri, situasinya sangat ramai

dan padat di kunjungi oleh kerabat keluarga dan masyarakat dari kelurahan-

kelurahan tetangga maupun dari luar kota tomohon. Pengamalan Nilai-nilai

Ketuhanan Yang Maha Esa dilihat pada saat umat Kristiani melakukan

pengamanan dan penjagaan mesjid sebagai wujud kebersamaan dan menjaga

kerukunan. Begitupun sebaliknya, pada saat menjelang perayaan Natal, pemuda-

pemuda Kampung Jawa Tomohon yang beragama Islam berbondong-bondong

pergi ke Gedung Gereja.39

Mempraktekkan kebaikan dan kerukunan merupakan tuntutan agama,

itulah wujud ketaqwaan kepada Allah. Umat Muslim di Kampung Jawa tidak

pernah memaksakan masyarakat lain untuk memeluk agama yang mereka anut

yaitu Agama Islam. Apabila seperti itu yang terjadi, dengan demikian Agama

Islam sudah membatasi seseorang untuk beragama dan jika demikian, tidak ada

pengamalan terhadap Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa. Kita

adalah warga negara Indonesia yang berada di bawah payung Pancasila, maka

sudah menjadi kewajiban bagi setiap warga negara untuk memaknai Pancasila.

Jadi, masing-masing sila dalam Pancasila memiliki makna yang besar, setiap

38 TT, ML, Wawancara, 8 November 2011.39 TT, HM, IJ, Wawancara, 8 November. ML, DS, Wawancara, 13 Desember 2011. AA, RT, Wawancara, 7 Januari 2012. AA, Wawancara, 10 Januari 2012.

34

Page 35: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

orang yang mengaku percaya dan bertaqwa kepada Allah, maka dia akan

mengaplikasikan nilai-nilai kemanusiaan dan berkeadaban.40

Dukungan terhadap rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa tidak hanya

datang dari Umat muslim Kampung Jawa Tomohon. Pemerintah juga mewajibkan

masyarakat untuk mengamalkan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara demi terciptanya hidup rukun dan damai. Menurut mereka ketika telah

ada hubungan persaudaraan, maka tidak lagi melihat keyakinan tapi persamaan

yang lebih ditonjolkan.41

Dibeberapa kesempatan apabila ada acara suka maupun duka, dari

pimpinan Agama dan Pemerintah mengambil kesempatan untuk memberikan

pencerahan kepada Umat Muslim untuk mempertahankan hidup rukun dan damai,

yang paling ditekankan adalah persamaan bahwa semua adalah manusia yang

memiliki Tuhan dengan tuntutan saling membutuhkan dan melengkapi. Pokok-

pokok ini meyakinkan bahwa Agama Islam dalam ajarannya tidak

memperkenankan seseorang untuk membunuh atau saling mencederai, karena itu

bukanlah sifat-sifat dari kaum muslimin, semua manusia sama dihadapan Tuhan.

Oleh karena itu, pada waktu belajar tentang agama haruslah dipahami dan

dimaknai secara baik sehingga nilai-nilai dari ajaran agama tidak salah dalam

aktualisasinya.42

Pengetahuan tentang Pancasila Khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa,

bukan saja didapatkan di dalam agama bisa juga didapatkan juga saat di bangku

sekolah. Ketika seorang Muslim sudah memahami dan memaknai dengan baik

40 TT, AT, Wawancara, 4 November 2011. IJ, Wawancara, 7 Januari 2012. 41 RT, ML, Wawancara, 13 Desember 2011.42 AT, Wawancara, 30 November 2011.

35

Page 36: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

ajaran agamanya, dia tidak lagi memperdulikan urusan orang lain apalagi di

wilayah agama. Karena urusan kamu dengan Tuhan adalah urusan yang bersifat

pribadi. Intinya, jika kita mengamalkan nilai-nilai Ketuhanan maka rasa

kemanusiaan terhadap sesama sangat tinggi. Ditambahkan lagi, apabila hubungan

seseorang tidak sempurna dengan sesamanya maka tidak sempurna dengan

Tuhan.43

Di zaman sekarang ini, banyak Umat Muslim yang menganggap diri

mereka memiliki kualitas pendidikan yang baik, maka yang mereka lakukan

hanyalah mempersoalkan dan memperdebatkan hal-hal dalam agama yang tidak

terlalu penting untuk dijadikan masalah, misalnya; munculnya perdebatan

mengenai Sunnah, Sunnah hanyalah persoalan kelebihan/bonus ketika kita

melakukan perbuatan-perbuatan baik hal itu sebenarnya tidak pantas untuk

diperdebatkan secara lebar, malahan hal-hal utama seperti sholat 5 waktu tidak

dijalankan secara benar dan penting untuk dibicarakan.44

Kepercayaaan kepada Tuhan Yang Maha Esa bisa berdampak pada

pemeliharaan nilai-nilai kemanusiaan dengan tetap berpengang pada kitab suci Al-

Quran. Sebagai umat Muslmimin keteguhan iman untuk berpegang pada

keyakinan agama sangatlah penting, namun dalam kehidupan sehari-hari yang

disekitarnya terdapat manusia lain yang berbeda agama, maka agama Islam harus

mampu untuk menjalin interaksi sosial dengan orang lain.

Di Indonesia, bukan hanya agama Islam, kemajemukan baik agama dan

budaya adalah sebuah kenyataan yang tidak bisa kita hindari. Rasa cinta kepada

Tuhan harus disalurkan juga kepada sesama manusia dalam kesehariannya,

43 AT, AM, Wawancara, 30 Noember 2011. 44 US, Wawancara, 7 Januari 2011.

36

Page 37: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

apalagi masyarakat yang ada di Kampung Jawa Tomohon telah mengalami

perkawinan campur dengan masyarakat yang ada disekitar Kampung Jawa dan

daerah-daerah lain. Perdamaian akan selalu terbina ketika ada rasa saling

membutuhkan dan tidak ada keegoisan dari setiap orang, itulah makna dari ibadah

Umat Muslim yang benar.45

C. ANALISIS DATA

Setelah mendapatkan data dalam proses wawancara dengan sebagian umat

Muslim di Kampung Jawa Tomohon, penulis juga turut mengamati realitas di

lapangan yang juga adalah homogen, karena dari data yang ada, masyarakat

Kampung Jawa Tomohon didominasi oleh umat yang beragama muslim,

walaupun ada 6 orang yang memeluk agama Kristen. Fenomena ini tidak menjadi

hambatan bagi komunitas Masyarakat Kampung Jawa Tomohon untuk

menerapkan perilaku hidup yang berdasarkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis melihat proses kehidupan mereka, dengan tujuan melihat kesejajaran

antara fakta normatif (lewat pernyataan-pernyataan dari pada responden) dengan

fakta empiris (lewat fenomena secara langsung, aktivitas umat Muslim Kampung

Jawa Tomohon). Dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat, kita

diperhadapkan dengan fenomena yang tidak terbantahkan yaitu kemajemukan dan

pluralitas, baik agama dan budaya. Agama dan budaya merupakan dua komponen

besar yang pada satu sisi memberikan kekayaan kepada manusia dalam mengatur

moralitas manusia, disisi lain Agama dan Budaya telah membentuk komponen

masyarakat yang terkotak-kotakan dengan pemikiran yang eksklusivisme tanpa

ada rasa peghargaan terhadap orang lain yang berlainan agama dan budaya. Setiap

45 ML, Wawancara, 13 Desember 2011. TT, Wawancara, 8 November 2011. AT, Wawancara, 30 November 2011.

37

Page 38: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

agama memiliki perbedaan yang mendasar, baik dari Kepercayaan terhadap

“Yang Suci” maupun ritual keagamaan.

Masing-masing agama memiliki penjelasan terhadap apa dipercayainya

“Yang Suci” dan penjelasan atas proses ritual yang dilakukannya. Indoktrinasi

dari agama turut mempengaruhi sikap dan sifat seseorang dalam melihat segala

hal. Artinya, agama telah mempengaruhi proses seseorang dalam hubungannya

dengan orang lain. Agama tidak bisa lagi dipisahkan dengan manusia, karena

manusia memiliki kebutuhan dan keinginan untuk beragama. Doktrin Ketuhanan

merupakan titik berpijak dari setiap agama. Masing-masing memiliki interpretasi

dalam membangun perspektif tentang Tuhan dan membangun hubungan dengan

Tuhan. Setiap agama di dalamnya menanamkan nilai-nilai moral untuk bisa

membangun hubungan baik dengan sesama manusia. Jika tidak demikian, yang

terjadi adalah kekacauan. Bagaimana dengan sekelompok orang yang membawa

nama Agama lantas praktek konkritnya adalah saling menumbangkan satu

terhadap yang lain. Beberapa tahun terakhir ini, rentetan aksi tragis dan anarkis

kerap kali kita dengar berasal dari ormas-ormas dan kelompok-kelompok yang

mengatas namakan agama Islam. Hal ini menjadi pergumulan besar umat Muslim

yang ada di Indonesia dalam menghadapi stigmatisasi terhadap agama mereka.

1. Analisis Historis

Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon merupakan tatanan masyarakat

yang yang minoritas beragama Islam. Dari latar belakang sejarah, terbentuknya

komunitas Kampung Jawa Tomohon harus melewati perjuangan dan pergumulan

yang panjang. Ternyata sejarah yang dimiliki Umat Muslim Kampung Jawa

38

Page 39: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Tomohon menyimpan makna yang mendalam, dalam artian sejarah yang dimiliki

oleh masyarakat Kampung jawa Tomohon memberikan pengaruh yang besar

terhadap kelahiran dan perkembangan kehidupan bersosialisasi dan bermasyarakat

di Kampung Jawa Tomohon sampai masa kini. Berawal dari buangan Belanda

yang dipandang sebagai pemberontak, diprediksi tidak bisa lagi melakukan

aktivitas, namun fakta yang terjadi mereka boleh membangun relasi sosial dengan

masyarakat di tempat yang menjadi lokasi pembuangan dari ke tujuh buangan dari

Banten.

Setelah mendengar pernyataan dari beberapa responden, ternyata Pancasila

bukan merupakan dasar awal bagi umat Muslim dalam pengenalan terhadap

Keesaan Tuhan. Pancasila lahir setelah agama Islam telah mengenal tentang

Ketuhanan. Para buangan-buangan dari banten telah menganut kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dibuktikan dengan, bertahannya mereka

ditengah-tengah kemajemukan agama dan budaya ketika berada di Tomohon.

Ekspansi ajaran menjadi berkembang dalam artian mendapatkan respon yang baik

dari penduduk-penduduk asli Tomohon yang bersuku Minahasa. Setelah sampai

pada tahap memdedah konteks sejarah dibantu dengan tanggapan-tanggapan para

responden, penulis berpikir bahwa Pancasila hanyalah ideologi bersama dalam

persyaratan untuk membentuk suatu Negara Republik Indonesia. Sila pertama

dalam Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa” hanyalah penegasan kepada

masyarakat dalam penerapan moral-moral kehidupan bermasyarakat. Apabila

Pancasila tidak ada, maka Indonesia tidak terbentuk menjadi Negara Indonesia.

Harus dipertegas kembali, Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon

memahami konsep Ketuhanan Yang Maha Esa bukan dari Pancasila, karena

39

Page 40: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

rumusan ini telah ada di Al-Quran dan hal ini jauh diketahui serta diamalkan oleh

umat Muslim pada umumnya. Pancasila hadir untuk mengakomodir beragamnya

agama dalam berbagai kepercayaannya, maka Pancasila harus menjadi salah satu

pegangan dan ideologi terbuka dalam konteks kenegaraan untuk membentuk

tatanan masyarakat yang saling menghargai agama-agama lain.

Proses sejarah yang telah berlangsung harus dipahami sebagai pintu masuk

untuk melihat latar belakang dibalik realitas dan proses hidup yang telah terjadi

saat ini. Sangat perlu untuk mengangkat fakta sejarah sebagai awal terbentuknya

komunitas Kampung Jawa Tomohon. Ketika ketujuh buangan dari Banten datang

di Tomohon, mereka telah menganut suatu aliran kepercayaan dalam Islam. Di

dalam agama Islam, bukan hanya satu golongan saja, melainkan ada beberapa

aliran-aliran yang lahir dan berkembang di tengah-tengah keberagaman agama

dalam konteks Indonesia. Walaupun mereka berstatus sebagai buangan-buangan

Belanda yang dianggap pemberontak, mereka bisa hidup dan bersosialisasi di

dalam wilayah yang didominasi oleh budaya Minahasa dengan tetap memegang

identitas sebagai umat yang menganut kepercayaan Islam.

2. Analisis Sosial dan Budaya

Terbentuknya relasi sosial yang baik merupakan hasil pemaknaan umat

Muslim terhadap pokok-pokok dalam ajaran Islam. Apalagi faktor kebudayaan

telah memberi pintu masuk bagi hubungan sosial antara umat muslim Kampung

Jawa Tomohon dengan masyarakat disekitarnya. Perjumpaan antara budaya Jawa

dan Minahasa telah dibagun dan dipadukan pada saat ketujuh Buangan dari

Banten. Mereka berinteraksi dengan sebagian masyarakat Minahasa dan akhirnya

40

Page 41: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

memutuskan untuk kawin. Dengan demikian terjadilah proses keturunan yang

sampai saat ini sebagian besar umat Muslim Kampung Jawa Tomohon bersuku

Minahasa. Ikatan keluarga yang terbentuk menjadi semangat dan dorongan bagi

masyarakat untuk menjalin kerukunan dan relasi sosial yang baik. Keyakinan

tidak lagi dipandang sebagai tembok-tembok pembatas, melainkan suatu kekayaan

yang bisa saling mengisi dan membangun satu sama lain.

Sikap saling memberikan pengertian dan rasa toleransi berdasar juga pada

kesadaran akan adanya hubungan keluarga dengan sebagian masyarakat yang

beragama Kristen. Dengan demikian, ketika telah membangun hubungan

keluarga, maka keinginan untuk berdamai dan hidup saling mengasihi akan timbul

dengan sendirinya. Hal inilah yang ingin ditampilkan oleh Umat Muslim di

Kampung Jawa Tomohon, demi kerukunan antar umat beragama.

Satu hal yang menarik adalah pada saat anggota keluarga ingin berpindah

keyakinan “Agama”, maka tidak ada larangan untuk berpindah agama. Persoalan

berpindah keyakinan merupakan kebebasan dari setiap manusia. Dalam Al-Quran

pun kaum muslimin tidak diperkenankan untuk memaksakan seseorang untuk

memeluk Islam. Sebuah kebebasan orang untuk beragama merupakan pemberian

penghormatan hubungan Tuhan dengan manusia. Oleh karena itu, pemahaman

seputar Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa menurut Umat Muslim

Kampung Jawa Tomohon memiliki berbagai pernyataan yang menarik.

Di Kampung Jawa Tomohon pernah terjadi konflik, konflik ini merupakan

kekacauan yang datang dari pemuda-pemuda Kampung Jawa Tomohon dengan

pemuda-pemuda dari kelurahan Lansot. Akar penyebab konflik antar pemuda

41

Page 42: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

datang dari pengaruh minuman keras yang terlalu berlebihan, oleh karena melepas

kekesalan dan untuk mencari dukungan kuantitas dari orang lain maka mereka

menggunakan nama Agama untuk memprovokasi demi terjadinya konflik.

Konflik itu tidak terjadi, karena masyarakat Kampung Jawa Tomohon tidak ada

yang keluar dari rumah mereka. Penulis melihat, rupanya ada kesadaran dari umat

Muslim untuk tidak terpancing dengan “undangan” untuk berkonflik dari pemuda-

pemuda dari Kelurahan tetangga.

Ungkapan “Napa torang orang Islam so pukul” merupakan kata-kata yang

bersifat provokatif, ternyata sebagian umat beragama sangat mudah menggunakan

nama-nama agama untuk memicu terjadinya konflik antar umat beragama.

Konflik ini tidak dilihat sebagai konflik antar agama, walaupun secara menonjol

para pemuda-pemuda menggunakan bahasa “orang Islam” secara umum. Benturan

yang terjadi, merupakan pengaruh dari pergaulan pemuda-pemuda yang telah

mengkomsumsi minuman keras secara berlebihan, akibatnya relasi sosial menjadi

kacau dan tidak terkendali.

Bahaya besar bisa terjadinya konflik baik internal dan eksternal di konteks

Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon adalah sikap yang terlalu berlebihan,

menerima informasi yang tidak jelas kemudian melakukan perluasan isu-isu yang

tidak benar. Jika dikaji, penyebaran isu-isu yang tidak benar merupakan sikap

yang suka mencari-cari masalah. Namun, walaupun demikian yang terjadi, pada

umumnya masyarakat dan pemerintah setempat mampu untuk menyaring setiap

informasi yang berkembang dan dianalisa semaksimal mungkin untuk mencegah

pecahnya konflik, baik konflik sosial dan konflik agama.

42

Page 43: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

3. Analisis Teologi

Secara umum dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia ideologi utama

yang mendasari hidup warga negara adalah Pancasila. Di dalam agama Islam,

ajaran utama adalah tentang Tauhid “Ketuhanan”. Pancasila terutama Ketuhanan

Yang Maha Esa merupakan cita-cita luhur dari bangsa Indonesia dalam konteks

kemajemukan dan keberagaman agama. Oleh karena terdapat beberapa agama di

Indonesia, maka masing-masing agama memberikan isi dan tafsiran terhadap

rumusan sila pertama.

Konsep Ketuhanan menurut Umat Islam Kampung Jawa Tomohon tidak

lain berasal dari Kitab Suci Al-Quran yang dianggap oleh umat muslim sebagai

wahyu dari Allah dengan perutusan Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Namun,

ada responden yang mengatakan bahwa, usaha-usaha memahami Ketuhanan Yang

Maha Esa dalam Pancasila sebenarnya sama dengan umat Kristen yang meyakini

Tuhan Yang Esa. Apalagi agama-agama Samawi dari fakta historikal memberikan

bukti jelas, tentang adanya hubungan baik antara Nabi-nabi terdahulu dalam

membangun sebuah wilayah masyarakat yang penuh kedamaian. Pada dasarnya

Umat Islam memiliki kajian tersendiri ketika hendak menjelaskan tentang konsep

Ketuhanan Yang Esa. Secara langsung ada yang memberikan tafsir tunggal yang

bisa berdampak eksklusivitas dan ada beberapa tanggapan yang memberikan

pernyataan bahwa “Ketuhanan” memiliki jangkauan yang universal.

Ketika Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi poros utama dalam mengisi

Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia muncullah berbagai

tafsiran yang pada dasarnya masing-masing memberikan penilaian terhadapnya.

43

Page 44: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Debat terbuka terjadi kalangan tertentu dengan berbagai kepentingan dan suksesi

dengan menggunakan “Tema Agamis” yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon merasa gelisah ketika

Ketuhanan Yang Maha Esa diperdebatkan secara terus-menerus. Beberapa

responden berpendapat bahwa Pancasila terutama Ketuhanan Yang Maha Esa

tidak harus diperdebatkan, apalagi perdebatan yang terlalu jauh dengan dasar yang

sempit, apalagi ada kepentingan dari orang-orang tertentu saja, hanya akan

memicu terjadinya kecemburuan dan kesenjangan di tengah-tengah antar umat

beragama.

Dewasa ini, Pancasila masih berdiri kokoh sebagai dasar bagi masyarakat

Indonesia didalam keanekaragaman yang ada baik agama maupun kehidupan

bermasyarakat terutama umat Muslim Kampung Jawa Tomohon. Hal ini

dibuktikan dengan stabilitas relasi sosial antara masyarakat Kampung Jawa

Tomohon dengan masyarakat di sekitarnya.

Ketuhanan merupakan pokok ajaran dalam Islam yang juga dikenal

sebagai Tauhid, maka semua bentuk aktivitas umat Muslim haruslah berdasarkan

Ketuhanan yang menjadi inti kepercayaan. Jangkauan Ketuhanan ternyata tidak

terbatas pada umat Muslim saja. Ketuhanan bersifat universal, itulah yang

menjadi kebutuhan dan kepentingan setiap umat beraama dimasa kini. Segala

bentuk pengetahuan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa sepenuhnya tertuang

dalam Al-Quran. Artinya, pemahaman Ketuhanan Yang Maha Esa tidak bisa

dilepaskan dengan Kitab Suci agama Islam. Walaupun keyakinan umat muslim

tentang Ketuhanan dalam Pancasila bersumber dalam Al-Quran, namun mereka

44

Page 45: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

tidak bersikap eksklusif terhadap agama-agama lain yang ada disekitar mereka.

Dasar uatama yang dipegang oleh umat muslim adalah sebuah kesadaran bahwa

mereka berada ditengah-tengah kemajemukan dan pluralitas agama-agama. Itulah

realitas sebenarnya yang sedang dihadapi masyarakat saat ini.

Persoalan Ketuhanan Yang Maha Esa memang telah menjadi isu yang

klasik, karena perdebatan-perdebatan mengenai sila pertama ini tidak kunjung

selesai. Namun, dimasa kini nilai-nilai Ketuhanan terkadang dipandang biasa-

biasa saja dan seakan-akan tidak memiliki makna yang penting. Padahal, ketika

kita mengkaji lebih dalam, akar terjadinya konflik sosial dan konflik agama salah

satu bersumber dari ketidaktahuan masyarakat tentang makna Ketuhanan di dalam

agama yang mereka anut. Sebab, di dalam agama yang diyakini seseorang pasti

mengajarkan Ketuhanan menurut cara dan metode yang berbeda.

Umat Islam Kampung Jawa Tomohon mengisi makna Ketuhanan Yang

Maha Esa berdasarkan ajaran Islam yang mereka dapatkan dari kegiatan-kegiatan

peribadatan berdasarkan keyakinan dan kepercayaan mereka. Seseorang yang

telah mempelajari baik ajaran-ajaran agama dengan baik pasti akan mengamalkan

nilai-nilai Ketuhanan dalam kehidupan setiap hari. Hal ini ditunjukkan oleh umat

Muslim Kampung Jawa Tomohon, dengan cara menjaga kerukunan antar umat

beragama.

Sangat menarik ketika kita mendapatkan beberapa pernyataan tentang

makna dari Ketuhanan Yang Maha Esa dari satu wilayah tertentu yang

mayoritasnya adalah agama Islam, sementara disatu sisi mereka berada di tengah-

tengah Minoritas masyarakat yang beragama Kristen di Kota Tomohon secara

45

Page 46: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

keseluruhan. Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon berdasarkan kepercayaan

kepada Allah dan Kitab Suci sebagai wahyu tunggal memiliki keyakinan bahwa

Allah itu Esa/tunggal “asyhadu an-laa ilaaha illallaah (Tiada Tuhan selain

Allah)”. Walaupun sebagian besar responden memberikan pernyataan secara

tegas bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa hanyalah bersumber dalam Al-Quran,

namun fakta yang terjadi adalah penjagaan stabilitas dalam bentuk toleransi

terhadap agama-agama lain.

Memang, konflik antar umat beragama dengan membawa nama agama

merupakan pergumulan besar yang sementara dihadapi oleh umat Muslim

Kampung Jawa Tomohon, mengapa tidak, ada beberapa kelompok-kelompok

yang melakukan teror di beberapa daerah dengan maksud ingin mendirikan

Negara Islam Indonesia, ada juga dengan alasan ingin mengembalikan kesucian

Islamisasi. Secara umum mereka mambawa nama Islam dalam aktivitasnya,

otomatis sebagian masyarakat yang non-Islam berpandangan buruk terhadap

agama Islam. Dengan berbagai pernyataan yang muncul Islam adalah Agama

pembunuh, agama pembantai, agama yang suka kekerasan dan peperangan.

Setelah dipelajari dan ditelusuri aksi-aksi anarkis dan upaya-upaya yang

mereka lakukan hanyalah berdasarkan pada ideologisasi kepentingan pribadi, oleh

karena kekeliruan dalam menafsirkan Kitab Suci yang terlalu harafiah dan ada

kepentingan-kepentingan politik dalam memenuhi apa yang menjadi tujuan

mereka. Perlu untuk diketahui bersama bahwa aksi terorisme yang membawa

nama Islam sangat tidak sesuai dengan ajaran agama Islam dan mereka bukanlah

mewakili keseluruhan umat Islam di Indonesia.

46

Page 47: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Kerukunan antar umat beragama merupakan harapan dan cita-cita dari

setiap warga negara, apalagi pemberian hak kepada seseorang untuk dapat

memeluk agamanya secara bebas. Pengamalan dan refleksi terhadap kepercayaan

kepada Tuhan dibuktikan dengan aplikasi nyata; setiap hari-hari raya besar agama,

umat Muslim dan Kristiani saling bergantian menjaga tempat ibadah, hal ini

bertujuan agar kerukunan antar umat beragama terjalin secara terus menerus. Di

hari-hari raya agama, hal menarik yang terlihat adalah proses silahturahmi antara

masyarakat Kampung Jawa Tomohon dan masyarakat tetangga, baik dihari Natal

dan Idul Fitri sangat ramai dengan masyarakat yang saling berkunjung. Proses

yang telah berlangsung, membuktikan bahwa masyarakat yang datang berkunjung

di Kampung Jawa Tomohon memiliki penilaian yang baik tentang pergaulan baik

beragama dan bermasyarakat.

Dengan demikian, pemahaman Ketuhanan Yang Maha Esa dari umat

Muslim Kampung Jawa Tomohon, merupakan interpretasi antara Kitab Suci Al-

Quran direlevansikan dengan konteks beragama dan bermasyarakat masa kini.

Sepanjang sejarah tidak pernah terjadi Konflik antar agama di Kampung Jawa

Tomohon. Hal-hal sederhana itu memberikan sangat menyadari bahwa telah

terjadi perjumpaan agama-agama dan budaya-budaya. “Untukmu agamamu, dan

untukkulah, agamaku” merupakan interpretasi sebagian besar umat Muslim

termasuk para tokoh-tokoh Islam dalam membentuk sikap hidup yang memiliki

rasa toleransi terhadap agama lain dan memberikan kesempatan kepada orang lain

untuk memeluk agamanya tanpa ada paksakan dari orang lain.

Secara umum, rumusan sila pertama di dalam Pancasila merupakan bagian

penting bagi masyarakat Kampung Jawa Tomohon dalam memahami realitas

47

Page 48: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Indonesia yang majemuk. Masyarakat memahami Ketuhanan sebagai ideologi

bersama dalam membentuk nilai hidup yang cinta akan perdamaian, terlepas dari

hal ini Negara seharusnya tidak membatasi diri pada kesepakatan dan kesimpulan

politik tentang paham Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai nafas setiap agama,

hanya bisa dimiliki oleh 6 agama. Undang-undang dasar 1945 merupakan

konstitusi yang mengatur dan membentuk konteks sosial yang bebas dari

kepentingan politik dan agama tertentu.

Hal penting yang perlu ditegaskan, Pancasila yang di dalamnya termaktub

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa bukan merupakan sumber utama dalam

memahami realitas kehidupan beragama dalam Agama Islam, tetapi Pancasila

merupakan ideologi yang hadir dalam konteks Umat Muslim di Kampung Jawa

Tomohon. Kehadiran Pancasila khususnya Sila Ketuhanan Yang Maha Esa harus

dipahami dan didekati dengan paham teologis masing-masing agama dalam

mendukung dan menerima Pancasila sebagai dasar negara. Hal ini dilakukan juga

oleh komunitas Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon, semua aktivitas hidup

yang berhubungan langsung dengan umat beragama lain harus memiliki dasar

yang bisa membentuk kestabilan dalam membentuk situasi sosial dan keagamaan

yang aman dan kondusif.

Kedudukan Pancasila telah menjadi instrument penting bagi komunitas ini,

karena semua aktivitas masyarakat haruslah memiliki keteraturan agar tidak

terkesan kacau balau. Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon sangat

menjunjung tinggi terhadap perbedaan agama, di dalamnya kebebasan agama

tidak lagi menjadi kompromi. Dengan demikian dampak dari sikap hidup ini

melahirkan kerukunan antar umat beragama. Di dalam Agama Islam, Agama dan

48

Page 49: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Negara merupakan dua komponen yang saling melengkapi, keduanya tidak saling

mematikan, artinya agama harus mendukung dan menjunjung tinggi aturan-aturan

yang telah disepakati bersama oleh pemerintah di dalam negara, begitupun

sebaliknya negara harus memberikan penghargaan terhadap agama dalam

melakukan aktivitas-aktivitas keagamaan. Pancasila telah memberikan peran yang

besar dalam kehidupan Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon dengan

hadirnya lima sila yang oleh umat muslim dipahami sejalan dengan paham ajaran

agama Islam. Dalam posisi ini Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon

memahami Pancasila berdasarkan pemahaman keagamaan mereka dalam

kaitannya dengan kebebasan beragama dan kerukunan antar umat beragama.

49

Page 50: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

BAB II

KAJIAN TEORI

SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA MENURUT AGAMA ISLAM

A. Sejarah Lahirnya Pancasila

Pada tanggal 28 April 1945 pemerintahan Jepang membentuk sebuah

Badan Usaha Menyelidiki Usaha-usaha Persiapan Indonesia. Badan ini

beranggotakan 62 orang anggota, yang diketuai oleh dr. Radjiman

Wediodeningrat, seorang priyayi Jawa, dan bekas ketua Budi Utomo, didampingi

oleh dua orang wakil ketua, masing-masing berkebangsaan Jepang dan seorang

Indonesia. Tugas badan ini adalah untuk mempertimbangkan masalah-masalah

pokok dan kemudian merumuskan rencana-rencana pokok bagi Indonesia

merdeka. Hasilnya kemudian diserahkan, melalui pemerintah pendudukan Jepang.

Dalam dua sidang paripurnanya yang pertama dari tanggal 29 Mei sampai 1 Juni

dan yang kededua dari 10 Juli sampai 17 Juli, badan penyelidik itu membahas

prinsip-prinsip pokok yang akan menjadi dasar dari negara yang akan didirikan

itu. Pertanyaan pokok adalah yang dikemukakan oleh dr. Radjiman di dalam

pidato pembukaannya: Apakah dasar dari negara yang akan kita bentuk itu?`

Pada waktu itu ada 3 orang yang mengajukan pendapatnya tentang dasar

negara. Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin dalam pidato

singkatnya mengemukakan lima asas yaitu: Peri kebangsaan, peri ke Tuhanan,

kesejahteraan rakyat, peri kemanusiaan, peri kerakyatan. Pada tanggal 31 Mei

1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo mengusulkan lima asas yaitu: Persatuan, mufakat

50

Page 51: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

dan demokrasi, keadilan sosial, kekeluargaan, musyawarah. Pada tanggal 1 Juni

1945 yang kemudian dikenal dengan hari lahirnya Pancasila, Ir. Soekarno

mengusulkan lima asas pula yang secara spontan Seokarno mengistilahkan

“Pancasila” yaitu: Kebangsaan Indonesia, internasionalisme dan peri

kemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, Ketuhanan yang

Maha Esa. Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang

BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam dalam Indonesia yang baru.46 Sampai

akhir rapat pertama, masih belum ditemukan kesepakatan untuk perumusan dasar

negara, sehingga akhirnya dibentuklah panitia kecil untuk menggodok berbagai

masukan. Panitia kecil beranggotakan 9 orang dan dikenal pula sebagai Panitia

Sembilan dengan susunan sebagai berikut: Ir. Soekarno (ketua), Drs. Moh. Hatta

(wakil ketua), Mr. Achmad Soebardjo (anggota), Mr. Muhammad Yamin

(anggota), KH. Wachid Hasyim (anggota), Abdul Kahar Muzakir (anggota),

Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota), H. Agus Salim (anggota) dan Mr. A.A.

Maramis (anggota).

Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan

(nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Kecil

kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan

Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan: Pertama: “Ketuhanan dengan

kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Kedua:

Kemanusiaan yang adil dan beradab. Ketiga: Persatuan Indonesia. Keempat:

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

perwakilan. Kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

46 Musthafa Kamal Pasha, “Pancasila dalam tinjauan historis, yuridis dan filosofis”, (Citra Karsa Mandiri, 2002), hlm. 61.

51

Page 52: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Meletakkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa mempunyai implikasi yang

menentukan bagi keseluruhan makna Pancasila. Panitia lima berpendapat bahwa

dasar Ketuhanan Yang Maha Esa memimpin cita-cita kenegaraan kita, yang

memberikan jiwa kepada usaha menyelenggarakan segala yang benar, adil dan

baik, sedangkan dasar kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kelanjutan

dalam perbuatan dan praktik hidup dari dasar yang memimpin tadi. Dasar

kemanusiaan yang adil dan beradab harus menyusul, berangkaian dengan dasar

yang pertama. Letaknya tak dapat terpisah dari itu, sebab ia harus dipandang

sebagai kelanjutan dalam praktek dari cita-cita dan amal Ketuhanan Yang Maha

Esa. Dengan dasar-dasar ini pemerintah tidak boleh menyimpang dari jalan yang

lurus untuk mencapai keselamatan negara dan masyarakat, ketertiban dunia dan

persaudaraan bangsa-bangsa.47 Ketuhanan Yang Maha Esa tidak lagi hanya

sekedar hormat menghormati agama masing-masing, melainkan menjadi dasar

yang memimpin ke jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran, persaudaraan

dan lainnya, dengan demikian Negara itu memperkokoh fundamennya.48

B. Pemahaman di sekitar Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”

Pada perkembangannya telah terjadi perdebatan mengenai penggunaan

kata Allah dan Ketuhanan. Sejak awal telah digunakan kata Allah, dalam kalimat

“Atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa…” dalam rumusan undang-undang

dasar Allah di sini menunjuk pada sebuah pribadi Allah, yang adalah Allah orang-

orang Islam (dan Allah orang-orang Kristen juga, tetapi khususnya bagi orang-

orang Islam). Persoalan sekitar penggunaan kata “Allah”, haruslah ditinjau dari

47 Eka Darmaputera, Pancasila: Identitas dan Modernitas (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), hlm. 107-108.

48 Panitia Lima, Uraian Pancasila (Jakarta: Mutiara, 1977), hlm. 31.

52

Page 53: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

bawah terang perumusan sila pertama. Pertama-tama, amatlah jelas bahwa

Pancasila diusulkan dan kemudian diterima sebagai semacam kompromi di antara

dua pendapat, di antara pendapat yang menghendaki suatu negara agama dan

pendapat lain yang menghendaki suatu negara sekuler. Dalam hubungan ini, maka

rumusan sila pertama itu sangat menentukan dan berpengaruh. Itulah sebabnya,

sila pertama dirumuskan dalam bentuk yang senetral mungkin. Ia tidak

dirumuskan “Allah” atau bahkan “Tuhan” “Yang Maha Esa”, tetapi “Ketuhanan

Yang Maha Esa”. Ia tidak menunjuk kepada “Allah” atau “Tuhan” yang tertentu,

melainkan kepada suatu “konsep” atau satu “prinsip” yang umum dan abstrak.49

Pada sidang yang kedua dari BPUPKI pada tanggal 10-17 Juli 1945,

dibentuk suatu panitia perumus UUD, yang terdiri dari 19 orang yang diketuai

oleh Soekarno. Diantara 19 orang ini, ada 7 orang ditunjuk sebagai panitia kerja

yang diketuai oleh Soepomo, seorang anggota pengurus Budi Utomo. Soepomo

dan anggota lainnya menyelesaikan rumusan undang-undang pada tanggal 13 Juli

1945 dengan hasil rumusan UUD yang diajukan adalah sebuah pasal tentang

agama, pasal ini adalah pasal 29 yang terdiri dari dua ayat. Ayat pertama

berbunyi; Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan

kewajiban untuk melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, artinya

terjadi pengulangan persis seperti Piagam Jakarta berkaitan dengan kalimat ini

dalam UUD pasal 29. Ayat kedua berbunyi; Negara menjamin kemerdekaan tiap-

tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat

menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Penambahan kata “dan

49 Darmaputera, Op.Cit., hlm. 108-109.

53

Page 54: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

kepercayaannya” adalah usul Wongonegoro, seorang pemimpin kebatinan yang

terkemuka.

Pada perkembangannya, muncul perdebatan dan keberatan dari panitia

yang tidak beragama Islam. Dalam rangka menjaga persatuan dan keutuhan

seluruh wilayah Indonesia, harus dikeluarkan bagian kalimat “dengan kewajiban

menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dari pembukaan Undang-

undang dasar, karena kesatuan territorial ditekankan, oleh karena walaupun Islam

dianut oleh mayoritas, namun ada beberapa bagian Indonesia yang penduduknya

sebagian besar tidak memeluk agama Islam.50 Mr. Latuharhary yang didukung

oleh Wongsonegoro dan Husein Djajadiningrat menyatakan keprihatinan apabila

Piagam Jakarta diterima akan mendorong fanatisme sebagian masyarakat Islam.51

Pada tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan

kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan

dalam rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk

menghilangkan frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar

negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar

ini merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh bangsa

Indonesia hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.

Rumusan itu berbunyi:

“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

50 Panitia Lima, Op.Cit., hlm. 32.51 DR. A. A. Yewangoe, Agama dan Kerukunan (Jakarta : Gunung Mulia, 2009), hlm. 7

54

Page 55: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Menurut tata atau dasar negara, setiap penyelenggara negara dan institusi

pemerintahan terikat pada Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama dalam

Pancasila. Namun, dengan istilah “ketuhanan”, setiap tipu muslihat dan

pemutarbalikan makina, baik nats maupun semangat, konstitusi dalam bidang

keagamaan dimulai. Ketuhanan adalah istilah abstrak. Ia cocok dalam bidang

kenegaraan, karena negara bukan merupakan lembaga keagamaan. Dengan istilah

“ketuhanan” ini, diakuilah oleh negara bahwa dalam masyarakat yang

membentuknya terdapat berbagai pemahaman mengenai suatu Kuasa Yang

Mahatinggi dan Maha Esa. Oleh karena itu, istilah yang patut untuk negara ialah

istilah yang tidak konkret melainkan abstrak, karena sebagai contoh, bukan negara

yang menyembah Tuhan Yang Maha Esa melainkan umat beragama.52 Sila

pertama tentang ketuhanan mengingatkan negara bahwa masyarakatnya terdiri

dari kelompok-kelompok yang dengan caranya masing-masing menyembah

Tuhan dan memercayainya. Dalam hal ini, tugas negara tidak lain adalah

melindungi masyarakat agar ia dapat menjalankan kepercayaannya dan kewajiban

sosialnya yang berakar dalam pemahaman agama secara aman dan saksama.53

C. Perbedaan Tafsir di Sekitar Pancasila Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”

1. Abdurahman Wahid

Pancasila adalah kesepakatan luhur antara semua golongan yang hidup di

tanah air kita. Namun, sebuah kesepakatan, seluhur apapun, tidak akan banyak

berfungsi jika tidak didudukkan dalam status yang jelas. Karenanya, kesepakatan

luhur bangsa kita itu akhirnya dirumuskan sebagai ideology bangsa dan falsafah

52 Olaf Schumann, Agama-agama:Kekerasan dan Perdamaian, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), hlm. 544-545.

53 Ibid., hlm. 553.

55

Page 56: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

negara. Ideology bangsa artinya setiap warga negara RI terikat oleh ketentuan-

ketentuannya yang sangat mendasar, yang tertuang dalam kelima sila. Pandangan

hidup dan sikap warga negara secara keseluruhan harus bertumpu pada pancasila

sebagai keutuhan, bukan hanya sekedar masing-masing sila. Sebagai falsafah

negara, Pancasila berstatus sebagai kerangka berpikir yang harus diikuti dalam

menyusun undang-undang dan produk-produk hukum yang lain, dalam

merumuskan kebijakan pemerintah dan dalam mengatur hubungan formal antara

lembaga-lembaga dan perorangan yang hidup dalam kawasan negara ini. Justru

dalam stataus sebagai ideologi bangsa dan falsafah negara inilah dirasa adanya

tumpang-tindih antara Pancasila dengan sebagian sisi kehidupan beragama dan

berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Agama dan kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa memiliki lingkup masing-masing yang

berjangkauan universal, berlaku seluruh umat manusia, sehingga terasa sulit untuk

dibatasi pada sisi ke-Indonesia-an belaka. Hal ini langsung tampak dalam upaya

Pancasila dalam menekankan isis kelapangan dada dan toleransi dalam kehidupan

antara umat beragama dan berkepercayaan terhadap TuhanYang Maha Esa. Jelas

setiap agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa memiliki visi

eksklusivistiknya sendiri, di samping visi universal yang mempersamakan semua

agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kata lain,

wawasan Pancasila tentang kebersamaan antara agama-agama dan kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak sepenuhnya sama dengan wawasan sekian

agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang satu sama lain

saling berbeda itu.54

54 Oetojo Oesman Alfian Pancasila sebagai Ideologi “Menurut Abdurrahman Wahid” (Jakarta: Perum percetakan negara RI, 1991), hlm. 163-166.

56

Page 57: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

2. Mohamad Natsir

Menurut Mohamad Natsir, “Pancasila di anut sebagai dasar rohani, akhlak,

dan susila oleh bangsa Indonesia”. Persoalannya terletak pada pola tafsiran

tentang Pancasila. Tidak seorang pun, termasuk perumus Pancasila sendiri, yang

berhak memonopoli tentang tafsirannya. Pancasila adalah peryataan dari niat dan

cita-cita kebajikan yang harus kita laksanakan di dalam negara dan bangsa kita.

Maka, apabila di tinjau dari sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa itu maka

akan mendapat penegasan kepada semua warga negara dan penduduk dari negara

luar, bahwa sesunguhnya seorang manusia tidak akan dapat memulai

kehidupannya menuju kebajikan dan keutamaan hidup kalau ia belum dapat

meyadarkan dan mempersembahkan dirinya kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.

Maka, bagaimana Al-Quran akan bertentangan dengan sila pertama itu sementara

dalam pengakuan di AL-Quran,Pancasila itu tetap hidup subur. Sebaiknya seorang

Muslim tidak mempertentangkan Pancasila khususnya sila Ketuhanan Yang Maha

Esa dengan Islam, karena di mata seorang muslim, rumusan Pancasila bukan

kelihatan sebagai barang asing yang berlawanan dengan ajaran Al-Quran.55

D. Negara Indonesia Berdasarkan Kepada Ketuhanan Yang Maha Esa

Kita sementara hidup dalam suatu masyarakat yang berupaya untuk

berkemas menyongsong masa depannya. Di satu pihak kita mengakui fakta

sejarah bahwa Pancasila sebagai dasar Negara dan ideologi bangsa dengan segala

keterbatasannya dalam menghadapi realitas negara yang tidak homogen. Proses

kerukunan antar umat beragama dan kebebasan beragama berakar dari

55 Artikel (http://mohamadnatsir.wordpress.com/2011/01/13/natsir-dan-pancasila/).

57

Page 58: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

pengetahuan yang jelas tentang kehidupan keagamaan dan kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa.

Ajaran Ketuhanan menurut agama Islam, sering disebut juga sebagai ilmu

Tauhid. Tauhid menurut bahasa, artinya mengetahui dengan sebenarnya bahwa

Allah itu ada dan Esa. Menurut istilah Tauhid merupakan suatu ilmu yang

membentangkan kepada kita tentang adanya Allah, dengan sifat-sifatnya yang

wajib berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadits untuk mempercayai dengan yakin.56

Dalam agama Islam, Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi titik berangkat dalam

memahami posisi manusia yang mengaku percaya dan bertaqwa kepada Tuhan.

Tauhid merupakan pokok ajaran yang berkonsepkan “Keesaan Tuhan”. Banyak

pandangan dalam member tafsir tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, apalagi

dikalangan umat Muslim yang mempertegas bahwa Tauhid berdasarkan pada

Kitab Suci Al-Quran.

Pengertian Tauhid yang digariskan oleh Al-Quran dengan pemikiran

ilmiah yang bersumber pada sejarah hidup Nabi, telah memberikan fakta-fakta

yang khas bagi pelaksanaan seluruh sila-sila dari Pancasila filsafat Negara

Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat, hingga dapat dikatakan, bahwa

Tauhid ajaran Quran dan Hadits sajalah yang dapat mengisi Pancasila sebagai

wadah dalam wujudnya didalam masyarakat dan negara. Oleh sebab itu dalam

usaha indoktrinasi Pancasila dalam masyarakat, harus diutamakan pelajaran,

pendidikan dan penerangan “Iman dan Ibadat kepada Allah” menuju taqwa karena

taqwa inilah yang dapat membina kekuasaan roh manusia menguasai nafsu-nafsu

56 AP. Budiyono HD, Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama, (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1983), hlm. 151.

58

Page 59: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

naluriah dan benda dalam hidup dan kehidupan menurut kehidupan Tuhan, hingga

seseorang yang mutakin adalah orang-orang yang alim yang dapat menguasai

dirinya dari berbuat segala bentuk kejahatan.57

Drs. Imam Pratigno menafsirkan pengertian bahwa Ketuhanan Yang Maha

Esa memberikan dasar moral yang dikehendaki ialah Ketuhanan yang berbudaya,

yang penuh toleransi. Masing-masing manusia di Indonesia supaya ber-Tuhan

menurut agamanya masing-masing dan menjalankan ibadatnya sesuai dengan

ajaran agamanya. Ketuhanan Yang Maha Esa tidak dapat ditafsirkan dalam

pengertian agama ataupun adanya agama resmi menjadi agama negara atau

adanya penguasaan dari agama yang satu terhadap yang lain.58

Sebuah paham tentang ketuhanan menjawab bahwa masyarakat adalah

wadah kebudayaan, kebudayaan terbentuk dari hubungan antara manusia. Dalam

hubungan itu lahirlah cita-cita, perbuatan dan ciptaan, yang menjalin kebudayaan.

Prilaku atau perbuatan dan ciptaan diistilahkan amal saleh dalam Islamologi,

taqwah yang bersifat pasif menjadi aktiv dalam wujud amal yang saleh.

Kebudayaan dilahirkan dalam kesatuan sosial. Kesatuan sosial terbentuk dari

pergaulan hidup. Pergaulan hidup adalah hubungan antar manusia dan manusia.

Hubungan antar manusia adalah lanjutan antara manusia dengan dirinya sendiri

dan alam. Kehidupan yang luas, beragam dan amat berliku-liku ini dapat

berdampak pada hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan

manusia lain. Betapa pentingnya hubungan-hubungan itu, karena sangat relevan

oleh Al-Quran “ditimpahkan kepada mereka kehinaan (hilang kekuasaan) di mana

57 Usman EL. Muhammady, Ilmu Ketuhanan Yang Maha Esa, (Jakarta : Pustaka Agusalim, 1963), hlm. 194.

58 Drs. Imam Pratigno, Filsafat Negara: Pantja Sila (Jakarta : Usdek, 1963), hlm. 54-56.

59

Page 60: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

saja mereka berada, kecuali mereka yang menjaga hubungan dengan Allah dan

hubungan dengan manusia (Q.S. Ali Imran ajat 112)”. Persoalan tauhid bukan lagi

menjadi persoalan bagi tiap-tiap orang muslim tetapi ia menjadi soal amal dan

tingkah laku dalam mewujudkan demokrasi kebangsaan dan pri-kemanusiaan.59

Berdasarkan istilahnya, “Kemahakuasaan Tuhan” adalah sebagai ganti

ungkapan “Kemahaesaan Tuhan” yang sejalan dengan ungkapan resmi pancasila,

Ketuhanan Yang Maha Esa. Tidak berarti bahwa kaum muslim menolak paham

Tuhan Yang Maha Kuasa. Pendapat “Ketuhanan Yang Maha Esa” atau

“Kemahakuasaan Tuhan” adalah netral, dalam arti berlaku untuk semua agama.60

Memang ada sedikit kekaburan di kalangan kaum Muslim Indonesia

mengenai masalah ini. Misalnya, banyak orang Indonesia yang mengira bahwa

hanya orang Islam yang percaya kepada Allah, atau bahwa kepercayaan kepada

Allah adalah khusus Islam, atau bahwa perkataan “Allah” itu sendiri adalah

khusus Islam, mereka lupa bahwa dalam (Q., 29:49) “Janganlah kamu berbantah

dengan ahli Al-Kitab, melainkan dengan sesuatu yang lebih baik, kecuali terhadap

yang zalim dari kalangan mereka. dan katakanlah kepada mereka, “Kami beriman

kepada Kitab Suci yang diturunkan oleh Tuhan kepada kami dan kepada Kitab

Suci yang diturunkan kepada kamu. Tuhan kami dan Tuhan kamu adalah satu, dan

kita semua pasrah kepada-Nya”. 61

59 Ibid., hlm. 235-236.60 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban : Sebuah Telaah Kritis Tentang

Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan (Jakarta : Yayasan Wakaf Paramadina, 1992), hlm. xcii.

61 Ibid., hlm. xciv.

60

Page 61: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Oleh karena itu (Wahai Nabi) ajaklah dan tegaklah engkau sebagaimana

diperintahkan, serta janganlah engkau mengikuti keinginan nafsu mereka. dan

katakana kepada mereka. “Aku beriman kepada kitab manapun yang diturunkan

Allah, dan aku diperintahkan untuk bersikap adil di antara kamu. Allah (Tuhan

Yang Maha Esa) adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu sekalian. Bagi kami alam

perbuatan kami, dan bagi kamu amal perbuatanmu. Tidak perlu perbantahan

antara kami dan kamu. Allah akan mengumpulkan antara kita semua, dan kepada-

Nya semua akan kembali”. Memang Kitab Suci Islam mengajarkan sikap tidak

satu garis terhadap agama-agama lain, khususnya Yahudi dan Kristen.

Di suatu tempat dalam Kitab Suci disebutkan bahwa Allah menanamkan

dalam hati para pengikut Isa Al-Masih, rasa kasih dan sayang. Oleh karena itu

senantiasa tetap terbuka luas bagi agama-agama, di Indonesia khususnya dan di

dunia umumnya, untuk bertemu dan berpangkal tolak ajaran kesamaan, yaitu

Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti dikehendaki oleh Al-Quran melalu Nabi

S.A.W dan kaum Muslim. Lebih-lebih lagi di Indonesia, dukungan kepada

optimisme itu lebih besar dan kuat, karena yang pertama, bagian terbesar

penduduk beragama Islam; dan kedua, seluruh bangsa sepakat untuk bersatu

dalam titik pertemuan besar, yaitu nilai-nilai dasar yang kita sebut Pancasila.

Pancasila merupakan pendukung besar, karena memang dari semua ia

mencerminkan tekad untuk bertemu dalam titik kesamaan antara berbagai

golongan di negeri kita. Sikap mencari titik kesamaan ini sendiri mempunyai nilai

keislaman.62 Pertama-tama, kita beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.

62 Ibid., hlm. xcvii-xcviii.

61

Page 62: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Iman itu melahirkan tata nilai berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa

(rabbaniyyah).63 Salah satu kesadaran yang sangat berakar dalam pandangan

seorang Muslim bahwa agama Islam adalah sebuah agama universal, untuk

sekalian umat manusia. Pokok pangkal kebenaran universal yang tunggal itu ialah

paham Ketuhanan Yang Maha Esa atau Tauhid yang secara harafiah

“memahaesakan”, yakni memahaesakan Tuhan dengan percikan nilai-nilai

Ketuhanan berdampak pada kebebasan beragama dan berdamai dengan sesama

manusia.64 Dalam konteks Indonesia, paham yang diberikan oleh dokumen negara

adalah bahwa agama adalah “kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa”;

namun, ketika paham yang sama akan dikenakan kepada “aliran kepercayaan

kepada Tuhan Yang Maha Esa” maka seluruh paham di atas sirna bukan karena

salah tetapi tidak boleh dikenakkan kepada “aliran kepercayaan” meskipun “aliran

kepercayaan” itu tetap dibenarkan untuk menyatakan bahwa mereka “percaya

kepada Tuhan Yang Maha Esa”. Jika Ketuhanan Yang Maha Esa dinyatakan

bukan agama lantas apa yang dipercaya oleh agama-agama di Indonesia? Kalau

pertanyaan ini dikemukakan maka agama yang dipersoalkan di sini bukan lagi

suatu keyakinan akan tetapi adalah sebuah perdebatan agama. Semuanya ini

berakibat bahwa mereka yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa itu harus

dibina agar tidak mengarah pada pembentukan agama baru.65 Jika dicermati

regulasi pemerintah di atas, negara telah menggalang pengakuan dengan jalan lain

63 Dalam Kitab Suci terdapat kata-kata rabbaniyyin, orang-orang yang berketuhanan. Dari situ diambil kata-kata rabbayyah “semangat ketuhanan”, yaitu inti semua ajaran para nabi dan rasul Tuhan: “Tidaklah sepatutnya seorang manusia yang kepadanya Tuhan menurunkan kitab suci, keputusan yang adil (al-hukum) dan martabat kenabian akan berkata kepada umat manusia, Jadilah kamu sekalian orang-orang yang berketuhanan dengan menyebarkan ajaran Kitab Suci dan dengan kajian pendalamannya oleh diri kamu sendiri” (Q., s. Alu Imran 3:79).

64 Madjid., Op.Cit., hlm. 177-180.65 “TAP MPR No.IV/MPR/1978 tentang garis-garis Besar Haluan Negara, Agama dan

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sosial Budaya”, dalam Surat Kabar Kompas, 3 April 1978.

62

Page 63: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

adalah dengan politik pengabaian. Dalam hal ini bisa terjadi bahwa hal itu adalah

suatu aksi sendiri-sendiri atau bersama dengan tujuan mengeluarkan agama atau

“kepercayaan” lain sehingga tercipta suatu tanda “entry barrier” ke dalam wilayah

pengakuan. Dengan berbuat seperti itu agama-agama akan membuka suatu soal

yang begitu mendasar seperti; dengan melarang aliran kepercayaan hanya karena

mereka percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa maka pertanyaannya kalau

sekiranya “kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa” itu bukan agama maka

apa yang diyakini agama-agama itu? Siapa Tuhan Yang Maha Esa yang

dipercayai oleh kaum aliran itu? Apakah itu Tuhan yang berbeda dari yang

dipercaya oleh agama-agama yang diakui negara? Kalau berbeda ada berapa

Tuhan, dan kalau sama mengapa mereka dilarang? Siapa sebenarnya yang

berkuasa menentukan kesamaan dan kebedaan itu?66

E. “Ketuhanan Yang Maha Esa” Sebagai Implikasi Kebebasan Beragama

dan Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia

Ketuhanan Yang Maha Esa eksistensinya berpangkal dari Pancasila

sebagai sila pertama yang sangat berpengaruh sebagai ideologi terbuka dan

bersama. Pancasila merupakan kompromi untuk menghadapi persoalan-persoalan

yang konkrit. Efektifitas Pancasila haruslah diukur dari sampai sejauh mana ia

mampu untuk mempertahankan baik ke “bhinneka” an maupun ke “tunggal” an

Indonesia di dalam suatu keseimbangan yang dinamis dan kreatif. Efektifitas

Pancasila terbukti melalui kemampuannya untuk bertahan di tengah-tengah

perubahan-perubahan konstitusional, untuk mengatasi tantangan-tantangan yang

66 Daniel Dhakidae, Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 559.

63

Page 64: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

mengancam kesatuan dan kemajemukan Indonesia, dan di dalam keberadaannya

sebagai satu-satunya alternatif yang mungkin bagi Indonesia, paling tidak dalam

tahap sejarah Indonesia sekarang ini dan masa depan yang dekat.67

Yang membuat Pancasila unik dank has adalah sila Ketuhanan Yang Maha

Esa. Di sinilah terletak jiwa Pancasila. memang benar bahwa sila ini adalah

bersangkut-paut dengan kemajemukan agama di Indonesia dank arena itu

mengenai kebebasan serta toleransi beragama. Pancasila secara umum dan

khususnya sila pertamanya, paling baik dipahami di dalam konteks permasalahan

konkrit yang dihadapi. Pada waktu itu, persoalannya adalah pilihan antara negara

sekuler atau negara Islam. perumusan sola yang pertama harus dilihat sebagai

perumusan yang dapat diterima oleh semua pihak. Ia diterima oleh Islam dan

Kristen yang monoteistis. Ia juga diterima oleh kelompok Hindu dan Buddha oleh

karena sila pertama tidak menyebut “Allah” atau “Tuhan” tetapi “Ketuhanan”.

Pentingnya sila pertama tidak terbatas pada kemampuannya menghadapi masalah

kemajemukan agama. Tetapi bahwa ia mencerminkan satu cara pemecahan yang

khas Indonesia di dalam menghadapi kenyataan kemajemukan pada umumnya.68

Kerukunan antar umat beragama sangat penting dan sangat dibutuhkan

oleh bangsa yang majemuk dalam hal agama. Jika toleransi beragama tidak

ditegakkan, bangsa atau negara tersebut akan menghadapi berbagai konflik antar

pemeluk masing-masing agama dan dapat menyebabkan disintegrasi nasional.

Untuk memberi perhatian khusus kepada masalah kerukunan antar umat

beragama, harus diupayakan pemahaman yang benar dan ditemukan cara untuk

67 Darmaputera, Op.Cit., hlm. 129.68 Ibid., hlm. 141-142.

64

Page 65: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

menciptakan kerukunan tersebut. Kerukunan antarumat beragama dalam

pandangan Islam (seharusnya) merupakan suatu nilai yang terlembagakan dalam

masyarakat.

Kemajemukan agama adalah sebuah fenomena yang tidak mungkin kita

hindari. Kita hidup di dalam kemajemukan aktif maupun pasif. Kita menghadapi

kenyataan adanya berbagai agama dengan umatnya masing-masing. Bahkan tidak

hanya itu, kita pun menghadapi orang yang mengaku tidak beragama dan

bertuhan. Islam dengan tegas memberikan kebebasan sepenuhnya kepada manusia

dalam masalah agama dan keberagaman. “Tak ada paksaan dalam agama”. Secara

eksplisit Al-Quran menegaskan bahwa orang-orang beriman (muslim), orang-

orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja yang

beriman kepada Allah dan Hari Kemudian serta melakukan amal kebaikan,

mereka akan memperoleh ganjaran dari Tuhan, bebas dari rasa takut dan

kesedihan (Al-Baqarah, 62).69

Kebebasan beragama dan respek terhadap agama dan kepecayaan orang

lain, apapun wujudnya, bukan saja penting bagi sebuah masyrakat majemuk akan

tetapi bagi seorang muslim, merupakan ajaran agama. Karena itu membela

kebebasan beragama bagi siapa saja dan menghormati agama dan kepercayaan

orang lain merupakan bagian dari kemusliman. Keharusan untuk membela

kebebasan beragama memang diisyarakatkan oleh Al-Quran sendiri yang

disimbolkan dalam sikap mempertahankan rumah-rumah peribadatan seperti

biara-biara dan gereja-gereja, sinagog-sinagog dan masjid-masjid (Al-Hajj, 40).

69 Abdurrahman Wahid, dkk., Elga Sarapung, dkk. (ed.), Dialog : Kritik dan Identitas Agama (Yogyakarta : Interfidei, 2004), hlm. 61-62.

65

Page 66: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Islam mengakui adanya titik temu yang sifat-sifatnya esensian dari berbagai

agama khususnya agama-agama samawi, yakni kepercayaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa sebagai landasan untuk hidup bersama. (Ali Imran, 63).70 Perspektif

teologi Islam tentang kerukunan hidup antar agama dan konsekuensinya terhadap

anatarumat beragama sangat berkaitan erat dengan doktrin Islam tentang

hubungan antara sesama manusia dan hubungan antara Islam dengan agama-

agama lain. Islam pada esensinya memandang manusia dan kemanusiaan secara

positif dan optimis. Menurut Islam, manusia berasal dari satu asal yang sama:

keturunan Adam dan Hawa. Perbedaan di antara umat manusia, dalam pandangan

Islam, bukanlah karena warna kulit dan bangsa, tetapi hanyalah tergantung pada

tingkat ketakwaan masing-masing (Al-Quran 49:13). Dengan demikian,

pluralisme keagamaan di antara umat manusia tidak terelakkan lagi, bahkan

pluralism ini merupakan hukum Tuhan (sunnatullah). Karena itu, agama Islam

tidak boleh dipaksakan oleh siapa pun kepada siapa pun. Sebab jika Tuhan

menghendaki, maka semua manusia akan beriman (Al-Quran 2:256; 10:99). Jika

Islam menolak “pemaksaan agama”, bagaimana halnya dengan dakwah. Islam

seperti agama-agama lain, tidak dapat menggelekkan diri dari penyebaran misinya

yang dipercayai mempunyai kebenaran eksklusif. Dengan demikian jelas, Islam

mengakui hak hidup agama-agama lain dan membenarkan para pemeluk agama-

agama lain terebut untuk menjalankan ajaran-ajaran agama masing-masing.71

Menurut Abdul Kalam Azad;

70 Ibid., hlm. 63.71 Weinata Sairin, Kerukunan umat beragama pilar utama kerukunan berbangsa: butir-

butir pemikiran (Jakarta : Gunung Mulia, 2006), hlm. 92-94.

66

Page 67: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

“semua agama mempunyai akar yang sama dan satu, yaitu Allah. Menurutnya, inti dari semua agama adalah mengusahakan kebaikan, menjauhi kejahatan dan percaya kepada keesaan Allah. Yang membedakan agama yang satu dengan agama lain adalah hukum-hukum masing-masing agama itu. Hal ini tidak dapat dihindarkan. Sebab walaupun agama-agama mempunyai sumber yang sama dan satu, mereka (agama-agama itu) bertumbuh dan berkembang dalam ruang dan waktu yang berbeda-beda”.72

Kebebasan beragama telah menjadi hak dari setiap orang, Jean- Rousseau

seorang tokoh Revolusi Perancis pernah melontarkan perkataan yang melawan

arus pada zamannya, "kemajuan pendidikan dan kebudayaan tidak mengakibatkan

perbaikan moral di dalam masyarakat modern." Diakhir tulisan dalam bukunya

"Social Contract", Rousseau menulis, "Siapapun tidak berhak untuk mengekang

manusia yang lain”, kalimat ini sangat memiliki kaitan dengan kebebasan

beragama. Siapapun tidak berhak untuk menguasai hak manusia yang lain, kecuali

disetujui oleh orang itu. Pada waktu itulah pertama kali dalam sejarah, orang

mulai melihat mengapa begitu banyak orang dirampas kebebasannya. Pemikiran

Rousseau itu kemudian menjadi api yang mencetuskan Revolusi Perancis pada

tahun 1789. Dan pada waktu revolusi Perancis, ada kalimat yang amat

menggetarkan umat beragama "Begitu banyak dosa dilakukan di belakang jubah

kependetaan." Agama ternyata bukan hanya menghadirkan kontribusi positif saja,

tetapi juga wajah kekerasan. Agama, dalam bahasa latin "religere" artinya

"hubungan." Berarti, hubungan antara manusia dengan Yang Tidak Kelihatan atau

Sang Pencipta. Hubungan manusia antara manusia dengan manusia yang lain.73

Manusia harus kembali kepada Tuhan dengan penuh perasaan takut

kepada Allah, jujur kepada kebenaran, dan cinta kepada sesama. Ini adalah dasar

bahagia daripada satu negara, satu masyarakat. Dan dari sinilah berdiri satu

72 Dr. A.A.Yewangoe, Op.Cit., hlm. 121-122.73 http://www.nusahati.com/2011/10/hak-sipil-kebebasan-beragama/

67

Page 68: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

kekuatan di dalam diri manusia untuk tidak bersikap semaunya terhadap orang

lain. Karena kebebasan yang melebihi batas yang seharusnya bukanlah kebebasan,

melainkan kebuasan. Jadi, kebebasan beragama bukan karunia pemerintah, tetapi

bcrsumber dari Tuhan. Dan, mereka yang beragama atau berkebudayaan

sepatutnya mempunyai moralitas sebagai manusia yang dicipta menurut peta dan

teladan Allah.

Jikalau agama betul- betul meningkatkan moral, kesucian, kejujuran,

kesungguhan, kasih, kebajikan, dan keadilan, agama akan menjadi hal yang paling

indah dalam kebudayaan manusia. Sebaliknya. Jikalau agama menjadi alat untuk

mendukung egoisme, kejahatan, keserakahan, dan menjadi alat untuk menenuhi

ambisi pribadi, maka agama akan menjadi alat yang paling jahat di dunia. Kita

harus menghargai adanya hak kebebasan beragama karena ini adalah pemberian

Tuhan. Sebagai peta dan teladan Tuhan, manusia diberikan kebebasan. Kita tidak

mungkin menyetujui semua agama. Orang Islam tidak setuju agama lain, orang

Kristen tidak setuju agama lain, itu adalah keyakinan masing-masing. Tetapi kita

harus setuju bahwa manusia mempunyai kebebasan beragama menurut keyakinan

mereka. Meskipun setiap pemimpin agama tidak suka akan hal tersebut, tetapi

biarlah setiap manusia bertanggung jawab terhadap apa yang dia tahu tentang

agamanya. Dan kita harus saling menghormati. Meskipun semua umat beragama

berhak mempropagandakan agama masing-masing sesuai konstitusi Indonesia,

tetapi, itu tidak boleh mengganggu kebebasan umat beragama lain. Hak memilih

agama sesuai keyakinan setiap orang, harus dilindungi. Hak kebebasan beragama

adalah hak yang sangat hakiki yang tidak boleh dirampas oleh siapapun, dan

sepatutnya menjadi hak sipil setiap warga negara.

68

Page 69: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

BAB III

REFLEKSI TEOLOGIS DIALOGIS

Pancasila merupakan ideologi terbuka bagi masyarakat Indonesia di

tengah-tengah perjumpaan agama-agama dan budaya-budaya. Berdasarkan latar

belakang pemikiran dan perkembangan tercetusnya rumusan Pancasila,

merupakan suatu kajian terhadap realitas sosial dan keagamaan. Sila-sila dalam

Pancasila telah di jabarakan ke dalam konstitusi Undang-undang Dasar Negara

Indonesia dengan penilaian secara umum sangatlah ideal. Masing-masing sila

menyimpang makna dan nilai luhur dalam mengakomodir semua kelompok

masyarakat dalam beraktivitas berdasarkan aturan dan norma-norma yang berlaku

di Indonesia. Kemajemukan merupakan ciri khas dari bangsa Indonesia, semua

masyarakat dengan latar belakang kepercayaan berbeda terintegrasi dalam satu

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Fenomena ini tidak terbantahkan

dan tidak bisa kita hindari. Perjumpaan yang sementara terjalin dan terbangun

haruslah dilihat sebagai sebuah kekayaan yang bisa memperdamaikan dalam

membangun kehidupan yang humanis.

Di dalam Pancasila tidak ada prinsip yang bertentangan dengan ajaran

agama. Prinsip-prinsip Pancasila justru merefleksikan pesan-pesan utama semua

agama, yang dalam ajaran Islam dikenal sebagai kemaslahatan umum. Dengan

demikian Pancasila dengan sila-silanya memposisikan diri sebagai ideologi yang

mengakui keragaman, mengayomi semua kepentingan, dan melindungi segenap

keyakinan dan budaya bangsa. Setiap agama termasuk agama Islam dalam

indoktrinasinya memiliki konsep-konsep teologis yang membina dan membangun

69

Page 70: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

pemikiran umat tentang relasi antara manusia dengan Tuhan “Yang Suci” dan

manusia dengan sesamanya. Konsep “Ketuhanan” merupakan pokok utama dari

ajaran setiap agama dalam membangun mental spiritualitas yang salah satunya

menghargai keberagaman.

Dalam Q., 42:15 berkata “Oleh karena itu (Wahai Nabi) ajaklah dan

tegaklah engkau sebagaimana diperintahkan, serta janganlah engka mengikuti

keinginan nafsu mereka. dan katakan kepada mereka, Aku beriman kepada kitab

manapun yang diturunkan Allah, dan aku diperintahkan untuk bersikap adil di

antara kamu. Allah (Tuhan Yang Maha Esa) adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu

sekalian. Bagi kami amal perbuatan kami, dan bagi kamu amal perbuatanmu.

Tidak perlu perbantahan antara kamu dan kamu. Allah akan mengumpulkan

antara kita semua, dan kepada-Nya semua akan kembali”. Dengan demikian umat

Islam harus menginterpretasikan secara jelas dalam mengembangkan pluralisme

agama dengan tidak memperluas masalah kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha

Esa yang hanya dimiliki oleh agama tertentu.

Dalam QS. Al-Ikhlas  ayat 1-4 dituliskan: “Keesaan Tuhan memiliki

prioritas yang tak terbantahkan lagi, “Katakanlah, Dia-lah: Allah Yang Maha

Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tidak

beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara

dengan Dia”. Secara konprehensif agama Islam dalam sisi dogmatisnya sangat

menekankan makna keesaan Tuhan/Allah. Persoalannya terletak pada cara setiap

Muslimin untuk memahami dengan baik dan benar dasar Al-Quran ini.

Sensitivitas merupakan sifat utama dalam membicarakan kepercayaan terhadap

70

Page 71: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Allah, bisa mengakatkan benturan pada saat interpretasi Kitab Suci ini berdimensi

tunggal. Ketergantungan segala sesuatu termasuk manusia terhadap Allah member

ruang gerak kepada setiap Muslim untuk menerjemahkannya dalam konteks

keIndonesiaan yang beragam agamanya dan kepercayaannya. Tidak

diperkenankan umat Islam melakukan tindakan kekerasan dengan alasan agama,

berdasarkan hasil tafsiran, itulah bahaya dalam memahami teks al-Quran dalam

alur berpikir terbatas dan eksklusif. Tuhan dalam keesaanNya harus dipahami

secara terbuka, dengan demikian maksud keilahian Tuhan adalah juga bagian dari

rasa penghargaan terhadap agama-agama lain.

Dalam agama Islam Tauhid adalah istilah yang digunakan pada saat

berbicara tentang “Ketuhanan”. Secara umum, umat Muslim memiliki keyakinan

bahwa Tuhan itu Esa, dalam ke-Esaan-Nya, Tuhan memiliki otoritas yang tinggi

terhadap manusia. Nilai dari “Ketuhanan” dalam agama Islam sebenarnya tidak

bersifat eksklusif, sifatnya universal yang bisa menjangkau seluruh umat manusia

pada umumnya. Semua bersumber pada perspektif seseorang ketika membaca

Kitab Suci. Tafsiran yang harafiah bisa berakibat eksklusivisme dan stigmatisasi

terhadap agama lain. Biasanya, kedangkalan tafsiran Kitab Suci dilakukan oleh

kelompok fundamentalisme yang telah mengidiologisasikan suatu teks menjadi

pendukung dalam melakukan ekspansi pemikiran yang sangat keliru dan tidak

benar.

Ketuhanan Yang Maha Esa dalam sisi dogmatisnya memiliki gagasan

ideal untuk membangun kehidupan umat yang harmonis, agamis dan humanis.

Konsep Ketuhanan menjadi wilayah yang sensitif bagi setiap agama. Penjelasan

71

Page 72: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

dan ide-ide tentang Ketuhanan tidak bisa dijabarkan secara harafiah, apalagi telah

ada ideologi politik. Kemajemukan agama telah mencirikan identitas Ketuhanan,

karena masing-masing agama memberikan uraian dan konsep tentang Ketuhanan

itu. Paman Ketuhanan Yang Maha Esa menurut Islam tidak lain adalah mengaku

dan percaya bahwa Tuhan yang mereka sebut Allah adalah Esa/satu, tidak bisa

disandingkan dengan bentuk-bentuk allah lain. Namun, pemahaman ini tidak

menjadi alasan bagi agama Islam untuk tidak menghargai, menerima dan

mengakui keyakinan serta kepercayaan agama-agama lain. Apabila hal itu yang

terjadi, maka hanya agama Islam yang paling benar, sedangkan agama-agama lain

tidak. Pernyataan-pernyataan seperti itu sangat tidak relevan di tempatkan pada

konteks Indonesia yang beragam agama.

Umat muslim kampung Jawa Tomohon mengaplikasikan dengan baik

makna dari kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Nilai-nilai kemanusian

hasil dari pemahaman ini menjadi prioritas utama dalam menjaga stabilitas

kerukunan antar umat beragama dengan tidak memaksakan orang yang bukan

agama Islam untuk memeluk agama Islam. Memang tidak mudah bagi masyarakat

kampung Jawa Tomohon untuk merealisasikan makna dari Ketuhanan Yang

Maha Esa, harus ada kesadaran dan pengetahuan yang luas mengenai rumusan ini,

jika tidak, kesenjangan sosial yang akan terjadi. Relasi sosial yang baik antara

umat muslim Kampung Jawa Tomohon dengan masyarakat disekitarnya

merupakan substansi dari makna Ketuhanan Yang Maha Esa.

Di tempat lain, Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa oleh

beberapa orang, memberikan pandangan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa

merupakan pernyataan politis yang pada konteks itu adalah asas untuk

72

Page 73: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

menyatukan keberagaman agama demi tercapainya kemerdekaan Indonesia.

Walaupun Ketuhanan Yang Maha Esa lahir dari konsensus politis, rumusan itu

telah menjadi wawasan terbuka yang mampu diterima oleh seluruh masyarakat

Indonesia untuk menjadi bagian dari bangsa yang berKetuhanan Yang Maha Esa.

Agama Islam dan Kristen memiliki argumentasi dalam mengasumsikan

prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Agama Kristen, nilai Ketuhanan Yang Maha

Esa salah satu diuraikan dalam Ulangan 6:4-6 “…Dengarlah, hai orang Israel:

TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan

segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.

Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan…”.

Dalam kalangan agama Yahudi kepercayaan kepada Tuhan Yang Esa, tidak hanya

berimplikasi di bidang agama (satu Allah dan satu Nama), tetapi juga

implikasinya dibidang kesusilaan (satu bangsa dan satu taurat). Ayat ini ingin

mempertegas dan meminta pengakuan kepada bangsa Israel bahwa Allah itu

adalah esa.

Ayat ini sering juga disebut Syema yang merupakan perintah penting yang

harus sungguh-sungguh diperhatikan. Kata syema berarti “mendengar dengan

sungguh-sungguh dan menaatinya”. Tuhan Yesus sendiri menyebut syema sebagai

hukum yang terutama dan pertama dalam hukum Taurat (Markus 12:28-30;

Matius 22:36-38).

Ayat dalam Ul. 6:4-6 diucapkan oleh Musa kepada bangsa Israel, ketika

Musa akan meninggalkan Israel karena mati. Ucapan ini sebenarnya mewujudkan

suatu pengakuan iman yang ditekankan kepada Israel pada waktu itu, agar supaya

73

Page 74: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Israel jangan melupakannya. Pengakuan iman ini bukanlah rumusan Musa sebagai

hasil pemikiran akalnya, yang diperolehnya dengan memandang kepada gejala-

gejala alam semesta, atau disimpulkan dari hukum akal, melainkan didasarkan

atas pengalaman-pengalaman Musa dan pengalaman-pengalaman umat Israel

sendiri, sejak Tuhan Allah memperkenalkan diri-Nya kepada Israel dengan

melepaskan Israel dari tanah perhambaan di Mesir.

Di sini diakui, bahwa Allah Israel adalah Tuhan. Arti nama ini yaitu

bahwa dengan nama ini Tuhan Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai sekutu

Israel. Sebagai sekutu Israel Tuhan Allah adalah Allah yang setia, yang memenuhi

segala janji-Nya. Dengan mengingatkan kepada nama itu Musa bermaksud

menekankan, bahwa Tuhan adalah setia, yang benar-benar telah memegang teguh

kepada apa yang telah difirmankan dan diperbuat. Bahwa TUHAN adalah Allah

yang setia, bukanlah suatu teori bagi Musa dan bagi bangsa Israel di dalam

Firman dan karya Tuhan Allah di sepanjang sejarah Israel hingga kini dan akan

diteruskan di dalam kelanjutan sejarah itu.

Keesaan Tuhan harus dipahami juga sebagau norma kesusilaan,

implikasinya telah nyata dalam Perjanjian Baru sendiri, di mana tidak hanya

diuraikan bahwa dari satu orang saja Allah telah menjadikan umat manusia untuk

mendiami seluruh muka bumi (Kis. 17:26). Dalam kalangan agama Kristen

kepercayaan kepada Tuhan Yang Esa tidak hanya mempunyai implikasi dibidang

agama melainkan di bidang moral yang tetap mererapkan perbuatan-perbuatan

yang benar dan bermoral. Kepercayaan ini menjadi pendorong umat untuk berlaku

terbuka dan menjalin hubungan baik dengan orang lain. Hal ini, dilihat atas

74

Page 75: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

interpretasi untuk dapat mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa dan

kekuatan. Maka, dalam proses mengasisi Tuhan Allah dengan penuh pemaknaan

dan penjiwaan, manusia harus mengasihi sesamanya sebagai bentuk

keseimbangan dan aktualisasi konkrit atas pemaknaan terhadap sifat-sifat dan nilai

Ketuhanan yang menekankan perdamaian dengan semua orang.

Sejarah telah membuktikan bahwa perumusan Ketuhanan Yang Maha Esa

di letakkan sebagai sila pertama dalam Pancasila tidak lain adalah untuk

memberikan gambaran yang jelas bahwa bangsa Indonesia memiliki tolok ukur

untuk menjalankan dan mengamalkan sila-sila yang lain. Beberapa tahun terakhir,

kita perhadapkan dengan peristiwa-peristiwa, terorisme, ketidakadilan, fanatisme,

politik yang berpihak, tidak bebasnya masyarakat beragama, dsb, itulah realitas

dan kesenjangan sosial yang hadir di konteks bangsa Indonesia. Hadirnya

kelompok-kelompok garis keras dengan paham egaliter dan fundamentalisme

telah menjadi ancaman besar bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ironisnya, apabila kelompok-kelompok garis keras telah membawa simbol dan

tema agama tertentu. Dengan demikian masyarakat non-Muslim akan memberikan

stigmatisasi serta mengidentikan agama Islam sebagai agama yang suka tindakan

kekerasan dan pemaksaan.

Agama Islam dalam menjawab konsep “Ketuhanan Yang Maha Esa” harus

berdasarkan Kitab Suci Al-Quran, karena disitulah tersirat makna-makna teologis

yang dialogis. Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon memiliki kesadaran,

bahwa mereka berada dalam konteks bangsa yang beragam. Hal utama yang harus

mereka lakukan adalah membuka ruang untuk saling menerima dan berdialog

dengan agama-agama lain, inilah esensi dari refleksi kepercayaan dan ketakwaan

75

Page 76: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam doktrin Islam, tidak ada ayat suci

Al-Quran yang mendorong seseorang untuk bertindak kejam dan tidak

berprikemanusiaan.

Dewasa ini, stigmatisasi terhadap suatu agama sering terjadi, hal ini

diakibatkan oleh ketidaktahuan masyarakat tentang nilai-nilai luhir yang

tersimpan oleh setiap agama. Pada dasarnya semua agama memberikan pengaruh

dan dorongan kepada umatnya untuk menerapkan nilai-nilai kemanusiaa. Dengan

demikian tidak menjadi alasan untuk melakukan penguasaan terhadap agama lain

dan hegemoni terhadap suatu kepercayaan. Kini umat Muslim sedang mengalami

krisis identitas yang diakibatkan oleh kelompok-kelompok garis keras yang

membawa dakwah eksklusivnya, mereka hadir dengan alasan ingin

mengembalikan kesucian Islam dalam identitas yang sesunggunya.

Segala bentuk kemaksiatan yang membawa nama agama Islam bukalah

representatif umat Muslim yang ada di Indonesia, jadi tidak menjadi alasan bagi

agama-agama lain untuk memberikan kesimpulan-kesimpulan negatif terhadap

suatu agama. Jika kita melihat peta kehidupan antar umat beragama di Indonesia,

disatu sisi akan ditemukan beberapa masyarakat yang bersikap inklusif terhadap

agama-agama lain dan disisi lain telah ada saling curiga, ketertutupan, perasaan

dendam dsb.

Umat Muslim Kapung Jawa Tomohon, merupakan komunitas masyarakat

yang mayoritas beragama Islam, yang menjadikan Al-Quran sebagai Kitab Suci

dan sumber dogmatis. Dengan tegas umat Muslim menolak segala bentuk

tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama Islam, karena di dalam Islam

76

Page 77: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

tidak pernah tertuang ayat-ayat Al-Quran yang menyerukan kepada setiap

umatnya untuk saling menumbangkan satu sama lain. Model utama sebagai wujud

pengetahuan yang luas tentang Ketuhanan Yang Maha Esa dibuktikan dengan

realitas hidup yang penuh dengan kerukunan dan kedamaian.

Kebebasan beragama dan kerukunan antar umat beragama merupakan

potensi utama dalam mewujudkan keharmonisan bangsa Indonesia. Wilayah

agama merupakan imanensi antara manusia dengan Tuhan. Negara pun dalam

konstitusi UUD 1945 pasal 29 menjamin kebebasan seseorang untuk memeluk

suatu agama Kepentingan masa kini, melihat situasi masyarakat Indonesia adalah

kebutuhan menjalin kerukunan antar umat beragama. Hal ini bisa diwujudkan

dengan berbagai langkah dan metode strategis, salah satunya adalah dialog antar

umat beragama. Dialog yang dimaksud bukan pertemuan yang akan melakukan

misi-misi agamis tertentu atau ideologisasi agama tertentu. Apabila yang

demikian terjadi, maka kepentingan dialog tidak lain adalah penyeragaman.

Keterbukaan dan melepaskan rasa curiga menjadi modal utama untuk memupuk

kredibilitas dalam membangun dialog antar umat beragama. Langkah ini,

memberikan ruang kepada masing-masing agama saling memberi masukan demi

kepentingan bersama. Pokok-pokok iman dipandang, bisa menjadi fokus

pertemuan dalam rangka dialog. Paham Ketuhanan Yang Maha Esa bisa dibedah

dan dibicarakan secara bersama dalam dialog, misalnya Islam dan Kristen

memiliki pemahaman yang sedikit berbeda tentang Ketuhanan Yang Maha Esa.

Hasil dari dialog antar umat beragama bisa memunculkan nilai-nilai positif dalam

melihat kesenjangan sosial di Indonesia.

77

Page 78: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Model-model pendekatan seperti dialog sementara dilakukan oleh umat

Muslim Kampung Jawa Tomohon, karena sebuah hubungan yang baik dengan

sesama manusia yang berbeda agama, dipandang sebagai sebuah kebutuhan dalam

kehidupan beragama dan bermasyarakat. Pemerintah sebagai bagian yang

mendukung Pancasila sebagai sebagai dasar negara, harus bersikap netral tanpa

ada kepentingan untuk berpihak. Penggagalam konstitusi yang telah disepakati

bersama demi kepentingan publik sering kali dicegal oleh institusi pemerintah

yang membawa kepentingan politik yang berakibat pada praktek ketidakadilan,

diskriminasi dan pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Oleh kerena itu, pemahaman Ketuhanan Yang Maha Esa dalam bingkai

Pancasila bersifat universal dan dalam interpretasi terhadap-Nya, berimplikasi

pada kebebasan beragama dan kerukunan antar umat beragama. Inilah fakta

normatif berdasarkan kajian-kajian teoritis dan empiris dari suatu komunits yang

memeluk agama Islam. Sedangkan, fakta empiris tidak lain adalah kelaborasi

konseptual dan realitas sosial.

Hal penting yang harus kita perhatikan, kemajemukan bukan dilihat

sebagai ketidaknyamanan. Kemajemukan terjadi secara alamiah, dengan demikian

kemajemukan harus dipandang sebagai kekayaan dalam membangun pemikiran-

pemikiran cerdas untuk keutuhan bangsa Indonesia. Baik ajaran Islam dan

Kristen, banyak memiliki sisi positif yang menekankan keutuhan dan harmonisasi

terhadap ciptaan Tuhan Yang Esa. Kepercayaan dan keyakinan kepada Tuhan

Allah yang kita yakini dalam pengakuan iman kita harus menjadi prioritas utama

namun dibalik otoritas Tuhan yang adalah Maha Kuasa, Dia menghendaki pola

hidup yang bisa mencerminkan karakter yang mulia.

78

Page 79: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Sejauh ini, agama Kristen dan Islam menjadi sorotan dari peristiwa konflik

antar agama. Padahal, dari perspektif sejarah banyak mengatakan banyak

kesamaan dan keterhubungan satu sama lain. Pada dasarnya masing-masing

agama memiliki perbedaan-perbedaan yang mendasar, dibalik perbedaan itu ada

nilai-nilai luhur dan mulia untuk membangun pandangan yang sama dalam

meretas jalan-jalan Tuhan Yang Maha Esa menuju konteks masyarakat yang

rukun dan damai.

Dalam Sidang Raya X DGI di Ambon 1984 Dr. T.B. Simatupang

memberikan penegasan dan ajakan untuk berpartisipasi dalam pengamalan

Pancasila dalam pembangunan nasional bukan berarti kita mengkristenkan

Pancasila atai mempancasilakan gereja. Gereja tidak mempunyai dasar yang lain

kecuali dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. Semua warganegara

yang menganut agama-agama dan kepercayaan-kepercayaan yang berlainan

bersama-sama mengamalkan Pancasila untuk membangun masa depan bersama,

dalam suasana kerukunan dan kebebasan yang bertanggung jawab.

Pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa berarti ajakan kepada agama-

agama dan kepercayaan-kepercayaan untuk bersama-sama mengembangkan

dasar-dasar moral yang positif, kreatif dan kritis bagi pembangunan kita. Sila ini

tidak merupakan dalil teologi. Negara tidak berteologi. Yang berteologi adalah

agama-agama. Dengan adanya sila pertama ini dijamin tempat yang wajar bagi

dimensi religius dalam kegidupan negara dan bangsa.

79

Page 80: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis memberikan uraian berdasarkan data wawancara dan studi

teoritis, maka dapat disimpukan dengan beberapa pandangan-pandangan umum

berikut ini:

1. Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon memiliki pemahaman yang

universal tentang Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara dogmatis, penjelasan

tentang Ketuhanan Yang Maha Esa dikaji berdasarkan Al-Quran sebagai

sumber utama.

2. Pancasila diterima dengan baik oleh Umat Muslim di Kampung Jawa

Tomohon sebagai ideologi dan dasar dalam menjujung kebebasan

beragama demi terwujudnya kerukunan antar umat beragama.

3. Pancasila khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa mendapat tanggapan

positif dari umat Muslim Kampung Jawa Tomohon sebagai rumusan

terpenting untuk memperjelas identitas bangsa Indonesia yang berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa.

4. Interpretasi pemahaman Ketuhanan Yang Maha Esa dari Umat Muslim

Kampung Jawa Tomohon berdampak pada pengakuan terhadap keyakinan

dan kepercayaan agama-agama lain, demi membangun stabilitas

kerukunan antar umat beragama dengan memberikan ruang kepada umat

yang beragama lain untuk memiliki kebebasan beragama.

5. Kelompok-kelompok Fundamentalisme yang memakai Agama Islam tidak

mendapat pengakuan dari umat Muslim Kampung Jawa Tomohon.

80

Page 81: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Dengan demikian, tindakan-tindakan kekerasan yang gencarkan oleh

aliran fundamentalisme ini, tidak representatif agama Islam di Indonesia

termasuk umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon.

6. Umat Muslim sementara menghadapi pergumulan, oleh karena telah

terjadi stigmatisasi dari umat non-Muslim terhadap umat Muslim yang

diakitabkan dengan hadirnya kelompok-kelompok fundamentalisme yang

membawa nama Islam dengan aksi teroris dan subversif terhadap agama

lain.

7. Pancasila merupakan penegasan yang jelas dalam mengakomodir setiap

agama-agama yang ada di Indonesia. Kebebasan beragama dan kerukunan

antar umat beragama menjadi substansi dalam konteks negara yang

memiliki keberagaman agama, maka Pancasila hadir sebagai ideologi

terbuka dalam jaminan dan dukungan status hukum untuk beraktivitasnya

setiap agama secara bebas tanpa ada intervensi dari berbagai pihak.

8. Telah ada stigmatisasi, bahwa Pancasila hanyalah rumusan politis oleh

para Pendiri Bangsa. Oleh karena itu Pancasila sangat tidak bernilai dalam

hal keagamaan. Namun, pernyataan-pernyataan itu terbantahkan, oleh

karena Pancasila terumus dan lahir atas konsensus bersama yang

merupakan cita-cita bersama yang telah lahir dan berkembang.

9. Kitab Suci Al-Quran tidak pernah memberi rujukan kepada setiap pemeluk

agama Islam untuk melakukan tindakan kekerasan dan pemaksaan

seseorang untuk memeluk agama Islam, tetapi kebebasan orang untuk

beragama menjadi bagian dari pengamalan iman terhadap Ketuhanan

Yang Maha Esa.

81

Page 82: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

10. Pemerintah harus lebih aktif dalam mengamalkan Pancasila yang adalah

dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dan UUD 1944 dalam rangka

menjawab kecemasan dan ketakutan masyarakat terhadap praktek-praktek

ketidakadilan kepada suatu agama.

11. Keberagaman agama terjadi secara alamiah tanpa ada intimidasi dari pihak

manapun, dipahami juga keberagamaan adalah realitas sosial yang harus

dijaga dan dikembangkan dalam rangka membentuk tatanan hidup yang

saling menghargai satu sama lain.

12. Dialog antar umat beragama merupakan kebutuhan dari masing-masing

agama sebagai antisipasi terjadinya salah pengertian baik dari sisi

dogmatis, interpetasinya dan aktualisasinya dalam realitas sosial dan

keagamaan.

B. Saran

Berdasarkan data hasil penelitian, analisis, serta pendalaman teoritis, maka

telah ada pokok-pokok pikiran yang akan dijadikan saran atau berupa sumbangan

pemikiran sebagai pengembangan studi agama-agama khususnya bagi Umat

Muslim di Kampung Jawa Tomohon.

1. Pengajaran tentang Ketuhanan Yang Maha Esa harus lebih diintensifkan

lagi oleh tokoh-tokoh agama dalam rangka membangun dan mendidik pola

pikir umat agar tidak terjebak pada eksklusivisme.

2. Dialog antar umat beragama harus berjalan secara efektif untuk menjaga

hubungan baik dengan agama-agama lain dalam rangka kerukunan antar

umat beragama.

82

Page 83: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

3. Hubungan keluarga umat Muslim Kampung Jawa Tomohon dengan

keluarga yang berada di kelurahan-kelurahan tetangga, harus tetap dijaga

dengan baik demi terciptanya rasa saling pengertian satu sama lain.

4. Pendekatan budaya menjadi salah satu langkah efektif dalam membangun

hubungan sosial dengan orang lain, apalagi sebagian besar umat Muslim

Kampung Jawa Tomohon telah mengalami perpaduan budaya Jawa-

Minahasa.

5. Pemerintah bisa menjadi mediator dalam rangka pertemuan antar agama.

Di dalamnya membicarakan langkah-langkah strategis untuk melihat

realitas-realitas sosial. Dalam pertemuan ini, konsentrasi lebih dipusatkan

untuk mengatasi kesenjangan-kesenjangan sosial yang tidak relevan

dengan nilai-nilai keagamaan.

6. Pemerintah harus lebih mengintensifkan dan memaksimalkan proses

pengamalan Pancasila berdasarkan butir-butir yang dipandang sangat ideal

dan relevan di tengah-tengah situasi Indonesia yang penuh dengan

kesenjangan dan ketimpangan sosial. Jika tidak demikian maka Pancasila

akan tidak bermakna apa-apa sebagai ideologi negara. Pemikiran ini,

berkaca dengan realitas sosial yang sedang dialami oleh negara. Harus ada

keseimbangan antara Pancasila yang menjadi dasar negara dengan praktek

dalam pemerintahan dan sosial kemasyarakatan.

83

Page 84: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

DAFTAR PUSTAKA

REFERENSI:

LAI, Lembaga Alkitab Indonesia, 2008

Al-Quran, terjemahan Indonesia, Departemen Agama Republik Indonesia, 2002

LITERATUR:

Abdullah, Amin M., Studi Agama, Jakarta: Pustaka Pelajar, 1996

Arikunto, Suharmisi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineke Cipta, 1998

Bahar, Saafroedin, et.al. (Peny.), Risalah Sidang Badang Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995

Banawiratma, J. B., Aspek-aspek Telogi Sosial, Yongyakarta:Kanisius 1989

Budiyono AP., Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama, Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1983

Connolly, Peter (ed.)., Aneka Pendekatan Studi Agama, Yogyakarta : LKIS

Dhakidae, Daniel, Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003

Darmaputera, Eka, Pancasila: Identitas dan Modernitas, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987

Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban : Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan, Jakarta : Yayasan Wakaf Paramadina, 1992

Moleong, Lexy, J., Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Refisi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009

Muhammady, Usman, EL., Ilmu Ketuhanan Yang Maha Esa, Jakarta : Pustaka Agusalim, 1963

Oesman O.A., Pancasila sebagai Ideologi “Menurut Abdurrahman Wahid “, Jakarta: Perum percetakan negara RI, 1991

84

Page 85: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Panitia Lima, Uraian Pancasila, Jakarta: Mutiara, 1977

Pasha, Musthafa K., “Pancasila dalam tinjauan historis, yuridis dan filosofis”, Citra Karsa Mandiri, 2002

Pratigno, Imam, Filsafat Negara: Pantja Sila, Jakarta : Usdek, 1963

Sairin, Weinata, Kerukunan umat beragama pilar utama kerukunan berbangsa: butir-butir pemikiran, Jakarta : Gunung Mulia, 2006

Soekarno, Ir., Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid II Jakarta: Di bawah Bendera Revolusi, 1965

Schumann, Olaf, Agama-agama:Kekerasan dan Perdamaian, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011

Surachmad, W., Dasar dan Teknik Research, Bandung: Remadja Karya, 1989

Wahid, Abvdurrahman, dkk., Elga Sarapung, dkk. (ed.), Dialog : Kritik dan Identitas Agama, Yogyakarta : Interfidei, 2004

Yewangoe, Andreas, A., Agama dan Kerukunan, Jakarta: Gunung Mulia, 2009

WEBSITE:

http://www.nusahati.com/2011/10/hak-sipil-kebebasan-beragama

http://mohamadnatsir.wordpress.com/2011/01/13/natsir-dan-pancasila

85

Page 86: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

LAMPIRAN 1 (Daftar Pertanyaan Wawancara)

1. Menurut agama yang anda anut, apa yang anda pahami tentang Ketuhanan

Yang Maha Esa?

2. Apa yang anda pahami tentang Pancasila kaitannya dengan Ketuhanan Yang

Maha Esa?

3. Apa hubungan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Agama?

4. Dimana anda mengetahui pemahaman tentang Ketuhanan Yang Maha Esa?

5. Apa dampak yang terjadi setelah anda mengetahui pemahaman Ketuhanan

Yang Maha Esa?

6. Menurut anda, apakah tepat Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan salah satu

dasar sebagai ideologi dalam konteks keberagamaan agama?

7. Bagaimana hubungan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Kebebasan

Beragama dan Kerukunan Antar Umat Beragama?

8. Apakah umat Muslim Kampung Jawa Tomohon telah mengamalkan

Pancasila khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa?

9. Dalam bentuk apa umat Muslim membuktikan bahwa Ketuhanan Yang Maha

Esa telah dipahami dan diamalkan?

10. Apa tanggapan anda tentang konflik-konflik yang mengatas namakan agama

dan ajaran Islam?

11. Bagaimana situasi Kebebasan agama dan Kerukunan antar umat beragama di

Kampung Jawa Tomohon?

12. Apa yang telah institusi pemerintah dan institusi agama lakukan untuk

mempererat kerukunan antar umat beragama?

86

Page 87: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

LAMPIRAN 2 (Data Informan)

MEWAKILI PEMERINTAH

1. Nama : Munir Lihawa

Umur : 57 Tahun

Pendidikan Terakhir : S1

Pekerjaan : Lurah Kampung Jawa Tomohon

2. Nama : Hidayat Maskun, S.Pd

Umur : 45 Tahun

Pendidikan Terakhir : S1

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

3. Nama : Ratna Togas

Umur : 42 Tahun

Pendidikan Terakhir : S1

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

MEWAKILI TOKOH-TOKOH AGAMA

4. Nama : Hj. Tommy Tubagus

Umur : 69 Tahun

Pendidikan Terakhir : PG. SLP

Pekerjaan : Ketua Majelis Ulama Indonesia di Tomohon

5. Nama : Mohamad Solihi, S.Pd

Umur : 37 Tahun

Pendidikan Terakhir : S1

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

6. Nama : Imam Johari Likit

87

Page 88: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Umur : 43 Tahun

Pendidikan Terakhir : SMA

Pekerjaan : Tokoh Agama

MEWAKILI TUA-TUA KAMPUNG JAWA

7. Nama : Awad Tubagus

Umur : 71 Tahun

Pendidikan Terakhir : SMA

Pekerjaan :

8. Nama : Ahmad Masjebeng

Umur : 73 Tahun

Pendidikan Terakhir : SR

Pekerjaan : -

9. Nama : Darmawan S.

Umur : 69 Tahun

Pendidikan Terakhir : SR

Pekerjaan : Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

10. Nama : Ahmad Abusalam

Umur : 70 Tahun

Pendidikan Terakhir : SR

Pekerjaan : -

MEWAKILI PEMUDA PEMUDA

11. Nama : Abdullah Abusalam

Umur : 29 Tahun

Pendidikan Terakhir : SMA

88

Page 89: Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebabasan Beragama, I, II, III

Pekerjaan : Pegrajin

12. Nama : Jein Pangkerego

Umur : 29 Tahun

Pendidikan Terakhir : S1

Pekerjaan : Pegawai Swasta

13. Nama : Abdurahman

Umur : 34 Tahun

Pendidikan Terakhir : SMP

Pekerjaan : Pedagang

14. Nama : Retno Abusalam

Umur : 38 Tahun

Pendidikan Terakhir : S1

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Keterangan:

Responden-responden yang telah diuraikan di atas merupakan orang-orang

yang telah dipilih berdasarkan konsultasi dengan Bpk. Munir Lihawa sebagai

Lurah Kampung Jawa Tomohon, mereka memiliki kompetensi dalam menjawab

tujuan dari penulis. Sebagian besar perpendidikan stratum satu, dan ada sebagian

yang berpendidikan terakhir SMA namun dalam pemahamannya responden-

responden ini memberikan pernyataan yang jelas dan berdasarkan fakta.

89