keunggulan bersaing produk makanan umkm …repository.unp.ac.id/16633/1/ipi388183 ok.pdfdistribusi...
TRANSCRIPT
674
S e m i n a r a n d c a l l f o r p a p e r 2 0 1 5 S t r a t e g i c A g i l i t y : T h r i v e i n T u r b u l e n t E n v i r o n m e n t ( R e s e a r c h a n d P r a c t i c e s ) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
KEUNGGULAN BERSAING PRODUK MAKANAN UMKM
DIBANDING INDUSTRI BESAR DI SUMBAR Yasri
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh (langsung maupun tidak langsung) dari
keunggulan produk, harga, distribusi, promosi, pelayanan dan citra terhadap perkembangan UMKM
sektor makanan di Sumatera Barat. Populasi penelitian ini adalah konsumen UMKM makanan di
Sumatera Barat. Ukuran sampel adalah 377 unit. Data dianalisis dengan analisis jalur. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa keunggulan produk, harga, distribusi, promosi, pelayanan dan sitra mempunyai
pengaruh terhadap pembelian konsumen UMKM makanan di Sumatera Barat (Sumbar). Keunggulan
distribusi dan promosi mempunyai pegaruh yang lebih besar terhadap pembelian konsumen dan
pelayanan mempunyai pengaruh terkecil.
Kata Kunci: Keunggulan bersaing produk, harga, distribusi, promosi, pelayanan dan citra
Abstract
This study aims at analyzing the influence (including direct and indirect) of product advantage, price
advantage, distribution advantage, promotion advantage, service advantage and image to business
development of SME’s in foods sector at West Sumatera. Population of this research are customers of
food SME’s in West Sumatera. Sample size is 377 units. The collected data are analyzed with path
analysis. The study results revealed that, product advantage, price advantage, place advantage,
promotion advantage, service advantage and image has the influences to customer buying of SME’s
in foods sector in West Sumatera. Didistribution advantage and promotion advantage has the biggest
influences on the customer buying and the smallest influences is services advantage.
Key Words: competitive advantage of product, price, distribution, promotion, services and product
image
Latar Belakang Masalah
Usaha kecil dan menengah sektor makanan
Sumatera Barat saat ini menghadapi
persaingan yang semakin ketat. Hal ini
disebabkan berbagai faktor. Perkembangan
information and communication technology
(ICT) yang semakin cepat berdampak luas
terhadap kondisi perekonomian didunia saat
ini. Perkembangan ICT tersebut memperkuat
posisi tawar konsumen. Konsumen semakin
kuat karena mereka semakin mudah
memperoleh informasi dan melakukan
transaksi. Konsumen dapat mengakses
internet dan memperoleh informasi tentang
segala jenis produk dengan mudah dan
murah. Sehingga dengan informasi tersebut
konsumen dapat membandingkan satu sama
675
S e m i n a r a n d c a l l f o r p a p e r 2 0 1 5 S t r a t e g i c A g i l i t y : T h r i v e i n T u r b u l e n t E n v i r o n m e n t ( R e s e a r c h a n d P r a c t i c e s ) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
lainnya dengan cepat. Artinya dimana dan
kapanpun konsumen dapat mengakses
informasi tentang suatu produk, sehingga
mereka dapat memilih dengan mudah. Jika
dulu konsumen mengakses dengan e-
commerce maka saat ini mereka dapat
melakukannya dengan m-commerce. Dengan
memanfaatkan mobile phone (hand phone)
konsumen semakin mudah melakukan
transaksi ekonomi, sambil berjalan, diatas
kenderaan, diruang kerja, dirumah dan lain
sebagainya. Dalam kondisi perkembangan
internet yang cepat saat ini, menjadi sulit
untuk menciptakan keunggulan bersaing
yang berkelanjutan, dan posisioning
strategic menjadi sangat penting. Jika suatu
perusahaan tidak mempunyai operasional
yang efektif dibanding pesaing, satu-satunya
cara memberikan value ekonomik adalah
melalui biaya lebih rendah atau harga
premium dengan produk yang unik
(different) (Porter, 2002).
Perkembangan ICT juga menghasilkan
informasi yang semakin cepat, valid dan real
time, sehingga perusahaan yang akses ke
informasi dengan cepat memperoleh peluang
dan ide pengembangan produk. Produk
semakin cepat dikembangkan, sehingga daur
hidup produk juga semakin pendek.
Disamping itu peluncuran produk-produk
baru semakin banyak. Kondisi ini
menyebabkan semakin banyaknya variasi
dan jenis produk memasuki pasar.
Dampaknya adalah persaingan yang semakin
tajam dan konsumen yang semakin kuat.
Internet adalah suatu yang sangat penting
sebagai teknologi baru, dan tidak
mengherankan jika mendapat banyak
perhatian dari pengusaha, eksekutif,
investor, dan pemerhati bisnis. Teknologi
internet memberikan peluang yang sangat
baik untuk perusahaan dalam rangka
mengembangkan posisioning strategic
dimasa datang. Keberadaan internet juga
telah membuka berbagai industri dan
dampak yang paling besar adalah
menciptakan rekonfigurasi industri yang ada
saat ini yang terkendala oleh biaya
komunikasi yang tinggi, memperoleh
informasi, atau kesulitan transaksi (Porter,
2002).
Sejalan dengan kondisi diatas, konsumen
saat ini semakin smart. Artinya konsumen
semakin membandingkan antara kelayakan
harga dan kualitas produk yang dihasilkan
oleh sebuah perusahaan. Oleh karena
makanan merupakan produk convenience,
maka konsumen pada umumnya lebih
membandingkan harga-kualitas, karena pada
produk ini image kurang diperhatikan.
Dengan demikian kondisi harga tinggi,
kualitas tinggi tidak tepat diterpkan pada
produk makanan.
Perilaku atas kualitas dan kesehatan juga
meningkat pada diri konsumen. Konsumen
yang membeli makanan tidak ingin membeli
produk yang tidak berkualitas. Kualitas
makanan sering dikaitkan dengan kesehatan
dan higienis. Oleh sebab itu, produsen harus
mencantumkan secara jelas informasi yang
menyangkut makanan tersebut, termasuk
bahan baku, kandungan gizi, komposisi dan
masa layak dikonsumsi. Dalam kaitan itu,
berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa
sangat sedikit produk makanan di Sumatera
676
S e m i n a r a n d c a l l f o r p a p e r 2 0 1 5 S t r a t e g i c A g i l i t y : T h r i v e i n T u r b u l e n t E n v i r o n m e n t ( R e s e a r c h a n d P r a c t i c e s ) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
Barat yang dihasilkan UMKM yang
konsisten memperhatikan kualitas dan
kesehatan. Hampir tidak ada makanan yang
diproduksi UMKM di daerah ini yang secara
jelas dan valid mencantumkan ingredient
(informasi) tentang produk tersebut.
Kondisi ini disatu sisi karena pengusaha
kecil dan menengah tidak memahami
dengan baik perubahan keinginan dan
kebutuhan pelanggannya, sehingga mereka
cenderung menghasilkan produk sesuai
dengan yang mereka ketahui bari dahulu.
Dari hasil observasi juga diketahui bahwa
pengusaha kecil sektor makanan mengetahui
bahwa produk yang mereka hasilkan
kebanyakan dibeli oleh wisatawan, namun
mereka tidak mampu menyesuaikannya
dengan kebutuhan konsumen tersebut.
Rendahnya kemampuan menyesuaikan
tersebut berdampak langsung pada
rendahnya pengembangan produk. Hampir
tidak terjadi pengembangan produk yang
berarti pada produk makanan yang
dihasilkan UMKM di daerah ini, baik
variasi, rasa, maupun kemasannya. Oleh
sebab itu tidak diherankan jika pertumbuhan
sektor wisatawan justru tidak berdampak
signifikan pada perkembangan UMKM
sektor makanan di daerah Sumatera Barat.
Wisatawan kurang meminati produk mereka
karena ketidak cocokan, rasa, varian dan
kemasan yang sangat tradisional.
Globalisasi yang semakin luas disatu sisi
mendorong pembukaan pasar yang semakin
luas, namun disisi lain meningkatkan iklim
persaingan. Sumatera Barat sebagai suatu
daerah, akan semakin terbuka untuk
kemungkinan masuknya berbagai produk
dari daerah lain maupun manca negara. Saat
ini tidak ada lagi produk yang tidak bersaing
secara global. Seluruh jenis produk
menghadapi persaingan global, demikian
juga halnya dengan makanan. Di Sumatera
Barat terdapat berbagai jenis makanan
seperti; sanjai, galamai, batiah, karak-
kaliang, paniaram dan lain sebagainya.
Namun perkembangan seluruh produk di
atas sangat kecil dan tidak sesuai dengan
trend perkembangan produk makanan
lainnya. Rata-rata tingkat pertumbuhan
penjualan UMKM sektor makanan didaerah
ini hanya 4,5% pertahun.
Usaha kecil dan menengah
merupakan tulang punggung perekonomian
Sumatera Barat, karena didaerah ini tidak
terdapat perusahaan besar yang menopang
perekonomian daerah. Oleh sebab itu
lapangan kerja dan pendapatan masyarakat
sangat tergantung pada perkembangan
UMKM tersebut. Disamping itu, daerah ini
sejak dulu dikenal dengan makanan yang
relatif enak dan banyak jumlahnya. Namun
sejalan dengan perkembangan globalisasi,
usaha makanan di Sumatera Barat
menghadapi persaingan yang semakin tajam.
Produk-produk makanan dari negara
tetangga seperti Malaysia, Thailand dsn
China semakin banyak memasuki daerah ini
dan kondisi ini mengancam eksistensi
UMKM sektor makanan. Artinya jika usaha
kecil ini tidak dapat bersaing maka dalam
waktu dekat akan kesulitan dan gulung tikar.
Oleh sebab itu satu satunya cara adalah
membangun keunggulan bersaing UMKM
sektor makanan tersebut. Dengan demikian
usaha membangun keunggulan bersaing
677
S e m i n a r a n d c a l l f o r p a p e r 2 0 1 5 S t r a t e g i c A g i l i t y : T h r i v e i n T u r b u l e n t E n v i r o n m e n t ( R e s e a r c h a n d P r a c t i c e s ) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
adalah kunci dalam mempertahankan
eksistensi mereka. Usaha ini akan efektif
jika para pemangku kepentingan
(stakeholders) mempunyai informasi tentang
keunggulan bersaing yang akan dibangun.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1)
menganalisis pengaruh langsung dan tidak
langsung dari keunggulan produk,
keunggulan harga, keunggulan distribusi,
keunggulan promosi dan keunggulan biaya
terhadap citra UMKM sektor makanan dan
(2) menganalisis pengaruh langsung dan
tidak langsung kelima variabel eksogen
diatas dan citra terhadap pembelian
konsumen atas makanan produksi UMKM di
Sumatera Barat.
Landasan Teori
Agar perusahaan berhasil di masa persingan
yang semakin tajam, pengusaha kecil harus
dikendalikan oleh pandangan masa depan.
Pemimpin perusahaan harus memutuskan
bagaiamana perusahaan dipolakan pada lima
atau sepuluh tahun yang akan datang, apa
yang harus dilakukan untuk menjamin agar
pertumbuhan industri menguntungkan bagi
perusahaan, apa skill dan capabilitas yang
harus mulai dibangun sejak saat ini agar
perusahaan bisa tumbuh dimasa datang.
Perhatian untuk masa datang, suatu sense
atas peluang yang ada, dan pemahaman
masa datang itu bukanlah dimiliki oleh
sekelompok orang tetapi semua orang yang
ada dalam organisasi itu (Hamel and
Prahalad, 1999). Perusahaan yang ingin
tumbuh dan berkembang dalam kondisi
persaingan yang sangat ketat saat inti
haruslah mempunyai keunggulan bersaing.
Persaingan adalah inti dari keberhasilan dan
kegagalan perusahaan. Persaingan
menentukan ketepatan aktivitas perusahaan
yang dapat menyokong kinerjanya, seperti
inovasi, budaya kohesif atau pelaksanaan
yang baik. Strategi bersaing adalah
pencarian akan posisi bersaing yang
menguntungkan didalam suatu industri,
arena fundamental tempat persaingan terjadi
(Porter, 1980). Menurut Hofer and Schendel,
(dalam Akmal, 2006) keunggulan bersaing
merupakan posisi unik yang dikembangkan
perusahaan dalam menghadapi para pesaing,
yang memungkinkan perusahaan dapat
mengungguli mereka secara konsisten.
Menurut Coyne (1986), keunggulan bersaing
mempunyai arti hanya bila dirasakan di
pasar dan dicerminkan dalam atribut produk
yang merupakan kriteria keputusan
pembelian. Sedangkan Menurut Barney
(1991), keunggulan akan berkelanjutan
hanya bila para pesaing tidak bisa dengan
mudah menirunya.
Untuk berhasil, suatu bisnis harus memiliki
beberapa keunggulan lebih dibanding
pesaing. Keunggulan tersebut dapat
diciptakan dalam bentuk diferensiasi yang
lebih besar, dengan mana konsumen
memperoleh produk yang unik dan menarik.
Alternatif lainnya dapat menciptakan
keunggulan dalam bentuk biaya lebih
rendah, sehingga konsumen dapat menerima
produk dalam harga yang lebih rendah dari
pesaing (Dess and Miller, 1993, 108).
Keunggulan bersaing merupakan inti dari
tiap strategi dan pencapaian keunggulan
bersaing mengharuskan perusahaan
membuat pilihan. Menurut Cravens
678
S e m i n a r a n d c a l l f o r p a p e r 2 0 1 5 S t r a t e g i c A g i l i t y : T h r i v e i n T u r b u l e n t E n v i r o n m e n t ( R e s e a r c h a n d P r a c t i c e s ) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
(2003,18) “perusahaan memperoleh
keunggulan bersaing dengan memberikan
nilai lebih kepada para konsumen melalui
(1) harga yang lebih rendah, (2) keunikan
manfaat yang dapat menutupi harga tinggi”.
Selanjutnya Porter (1980) mengemukakan
bahwa keunggulan bersaing pada dasarnya
berkembang dari nilai yang mampu
diciptakan oleh sebuah perusahaan untuk
pembelinya yang melebihi biaya perusahaan
dalam menciptakannya. Nilai adalah apa
yang pembeli bersedia bayar dan nilai yang
unggul berasal dari tawaran harga yang lebih
rendah dari pada pesaing untuk manfaat
yang sepadan atau memberikan manfaat
unik yang lebih daripada sekedar
mengimbangi harga yang lebih tinggi.
Sumber keunggulan bersaing terdiri dari
sumber daya yang superior dan
pengendalian yang superior harus
dilaksanakan dengan baik untuk
menghasilkan keunggulan posisi yang terdiri
dari nilai konsumen yang superior juga serta
biaya yang relatif rendah, sehingga pada
akhirnya akan tercapai suatu prestasi hasil
akhir yaitu loyalitas konsumen, kepuasan
konsumen serta kemampuan untuk
menghasilkan laba sehingga bisa dilakukan
investasi laba yang berguna untuk
mempertahankan keunggulan yang bersifat
superior (Cravens, 2003). Sedangkan Porter
(1980) menyatakan bahwa keunggulan
bersaing dapat dibangun melalui lower cost
dan atau differentiation serta focus dalam
pemasarannya. Selanjutnya dikemukakan
bahwa pemimpin biaya harus mencapai
paritas atau proksimitas sebagai dasar
differensiasi dibandingkan dengan para
pesaingnya untuk menjadi perusahaan
berkinerja di atas rata-rata dalam industrinya
asalkan perusahaan tadi dapat menguasai
harga pada atau dekat rata-rata industri.
Paritas sebagai dasar diferensiasi
memungkinkan pemimpin biaya
mewujudkan keunggulan biayanya secara
langsung ke dalam laba yang lebih tinggi
dibandingkan laba pesaing. Proksimitas
dalam diferensiasi berarti bahwa potongan
harga yang diperlukan untuk mencapai
bagian pasar yang dapat diterima tidak
mengimbangi keunggulan biaya pemimpin
biaya, sehingga pemimpin biaya tersebut
bisa memperoleh keuntungan diatas rata-rata
(Porter (1994:13).
Menurut Kotler dan Keller (2009:19)
“diferensiasi adalah kegiatan mendesain
sekumpulan perbedaan yang berarti untuk
membedakan penawaran perusahaan dari
penawaran pesaingnya”. Perusahaan
berusaha menjadi unik dalam industrinya di
sepanjang beberapa dimensi yang secara
umum dihargai pembeli. Cara melakukan
diferensiasi berbeda untuk tiap industri,
diferensiasi bisa didasarkan pada produk itu
sendiri, sistem penyerahan produk yang
digunakan untuk menjualnya dan
pendekatan pemasaran.
Sedangkan menurut Lamb and Daniel (2001;
372), keunggulan diferensiasi adalah
sekumpulan keistimewaan dari suatu
perusahaan dan produknya yang diterima
oleh target pasar sebagai faktor yang
penting dan keunggulan dalam persaingan
faktor atau faktor itu menyebabkan
konsumen menjadi pelanggan suatu
679
S e m i n a r a n d c a l l f o r p a p e r 2 0 1 5 S t r a t e g i c A g i l i t y : T h r i v e i n T u r b u l e n t E n v i r o n m e n t ( R e s e a r c h a n d P r a c t i c e s ) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
perusahaan dan bukan pesaingnya. Dari
pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa keunggulan suatu usaha dapat
diciptakan melalui biaya lebih rendah dari
pesaing dan atau diferensiasi. Diferensiasi
itu dapat berupa produk maupun selain
produk.
Menurut Kotler dan Keller
(2009:5)”parameter-parameter diferensiasi
produk yang utama adalah atribut, kinerja,
kesesuaian, ketahanan, keandalan, mudah
diperbaiki, style dan desain”. Disamping
diferensiasi produk secara fisik, perusahaan
juga dapat melakukan diferensiasi terhadap
layanan. Apabila produk fisik tidak mudah
untuk diferensiasi, maka kunci keberhasilan
persaingan terletak pada layanan tambahan
dan mutu. Pembeda layanan utama adalah
pengiriman, instalasi, pelatihan pelanggan,
jasa konsultasi, perbaikan dan beberapa yang
lainnya.
Secara umum produk adalah salah satu
faktor penentu keberhasilan suatu
perusahaan. Namun produk bukanlah satu-
satunya penentu kinerja, produk yang baik
adalah produk yang cocok dengan
kebutuhan dan keinginan konsumen. Oleh
sebab itu strategi produk menjadi komponen
kunci bagi pengusaha dalam meningkatkan
kinerja perusahaan. Keinginan konsumen
pada umumnya terus berubah dan
berkembang setiap saat. Hal ini dipengaruhi
oleh perkembangan lingkungan dan individu
konsumen yang bersangkutan. Untuk itu
dibutuhkan pengembangan produk baru
sejalan dengan perubahan kebutuhan dan
keinginan tersebut. Pengembangan produk
dapat berupa modifikasi produk, peluncuran
produk baru, atau mengeliminasi produk
yang tidak relevan. Variabel yang paling
mendasar dari pemasaran adalah produk,
yang merupakan tawaran nyata ke pasar;
meliputi ciri-ciri produk dan wujud produk,
kemasan, merek, dan kebijaksanaan
pelayanan. Konsumen akan membeli produk
jika produk tersebut menawarkan kepuasan,
manfaat atau keuntungan yang merupakan
kebutuhan konsumen Kotler dan Keller
(2009).
Menurut Porter (1994:61) Keunggulan biaya
merupakan satu dari dua jenis keunggulan
bersaing yang mungkin dimiliki perusahaan.
Biaya juga sangat penting bagi strategi
diferensiasi karena diferensiator harus
mempertahankan proksimitas biaya dengan
para pesaing. Apabila premi harga yang
dihasilkan melebihi biaya diferensiasi maka
diferensiator akan tidak berhasil mencapai
kinerja unggul. Perilaku biaya juga
menimbulkan pengaruh kuat terhadap
struktur industri secara menyeluruh.
Menurut Lamb and Daniel (2001: 372)
Memiliki keunggulan bersaing dalam biaya
(cost competitive advantage) artinya menjadi
pesaing biaya rendah dalam industri
sementara tetap mempertahankan tingkat
keuntungan yang memuaskan. Suatu
keunggulan bersaing dalam biaya
memungkinkan suatu perusahaan untuk
menghasilkan nilai yang unggul kepada
konsumen.
Harga produk merupakan salah satu faktor
yang sangat penting, baik bagi produsen
maupun bagi konsumen. Sebelum
680
S e m i n a r a n d c a l l f o r p a p e r 2 0 1 5 S t r a t e g i c A g i l i t y : T h r i v e i n T u r b u l e n t E n v i r o n m e n t ( R e s e a r c h a n d P r a c t i c e s ) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
melakukan pembelian, konsumen pada
umumnya selalu memperhatikan harga
produk sebagai salah satu faktor dalam
pengambilan keputusan. Oleh sebab itu
harga sebagai salah satu alat untuk
mempengaruhi konsumen. Bagi konsumen,
harga merupakan salah satu bentuk
pengorbanan untuk dapat memenuhi
keinginannya (Kotler dan Keller, 2009,473).
Harga produk adalah faktor lain yang
menentukan pencarian informasi oleh
konsumen. Harga yang lebih tinggi akan
menimbulkan kekhawatiran yang lebih besar
mengenai risiko keuangan yang terlibat
dalam pembelian (Yasri, 1997,60). Oleh
sebab itu konsumen cenderung menuntut
harga produk yang lebih rendah pada tingkat
kualitas tertentu (Czepiel,1992, Keegen,
1995). Harga adalah salah satu komponen
yang sangat menentukan seseorang membeli
atau tidak. Harga sering dijadikan sebagai
indikator mutu bagi konsumen. Konsumen
sering memilih harga yang lebih tinggi
diantara dua atau lebih jenis produk, karena
mereka tidak mempuyai informasi lain
selain harga. Apabila harga lebih tinggi,
konsumen sering beranggapan bahwa mutu
juga lebih baik. Harga sering juga digunakan
sebagai indikator utama dalam menentukan
nilai. Produk dengan harg tinggi dianggap
mempunyai nilai superior dan sebaliknya
(Kotler dan Amstrong, 2010).
Harga menentukan posisi bersaing dan
pangsa pasar perusahaan. Harga mempunyai
pengaruh yang tidak kecil terhadap
pendapatan dan laba bersih perusahaan.
Sedangkan Kuriloff, Hemphill dan Cloud
(1993,143) juga menggambarkan
kompleksitas harga bagi perusahaan. Harga
adalah ukuran dari apa yang harus
ditukarkan (diserahkan) konsumen agar
memperoleh produk. Tetapi harga juga
merupakan indikator dari nilai yang diterima
konsumen. Harga harus didasarkan pada
persepsi konsumen, pada apa yang
ditawarkan dan nilai yang mereka terima.
Harga harus mencerminkan potensi apa yang
diyakini konsumen pada manfaat barang dan
jasa.
Promosi menunjukkan pada berbagai
kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk
mengkomunikasikan kebaikan, nilai,
kualitas produknya dan membujuk para
pelanggan dan konsumen sasaran untuk
membeli produk tersebut (Kotler dan Keller,
2009). Sedang McCharty (1999,217)
menyatakan bahwa promosi adalah
penyampaian informasi dari
produsen/penjual kepada pembeli untuk
mempengaruhi sikap dan tingkah laku.
Tugas utamanya adalah memberitahu
langganan sasaran bahwa produk yang baik
tersedia ditempat yang benar dan harga yang
tepat.
Strategi distribusi terbaik untuk usaha kecil
tergantung pada saluran yang menghasilkan
(memberikan) manfaat terbesar pada
konsumen atau pelanggan. Konsumen akan
menggunakan produk perusahaan hanya jika
produk tersebut tersedia pada suatu tempat
yang mudah dijangkau. Oleh sebab itu
saluran distribusi yang dipilih hendaknya
menawarkan dua jenis utility; produk
tersedia ditempat konsumen yang
681
S e m i n a r a n d c a l l f o r p a p e r 2 0 1 5 S t r a t e g i c A g i l i t y : T h r i v e i n T u r b u l e n t E n v i r o n m e n t ( R e s e a r c h a n d P r a c t i c e s ) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
menginginkannya (Kuriloff, Hamphill dan
Clound, 1993).
Strategi lokasi para pengecer adalah salah
satu dari determinan paling penting dalam
perilaku konsumen. Para pengecer dengan
terlalu sedikit atau terlalu banyak toko sering
gagal. Begitupula dengan pengecer yang
terletak dijalan yang ssalah, dipusat
perbelanjaan yang salah, dan dikota yang
salah. Tiga tingkat keputusan mengenai
lokasi dihadapi pleh para ahli strategi
pemasaran; seleksi pasar, analisis area, dan
evaluasi temapt. Mengerti bagaimana
konsumen menentukan tempat berbelanja
adalah masukan kritis dalam masing-masing
tingkat ini (Engel dkk,2002,238). Penelitian
yang dilakukan menunjukkan bahwa
konsumen mempertimbangkan beberpa
faktor dalam memilih toko tempat membeli,
yaitu jarak toko dari rumahnya, harga
produk yang akan dibeli, dan pelayanannya
(Spiggel dan Sewall, 1987,105).
Selanjutnya Kotler dan Keller (2009:18)
menyatakan bahwa perusahaan dapat
memperoleh keunggulan kompetitif yang
kuat dengan merekrut karyawan dan melatih
mereka lebih baik dari pada yang dilakukan
oleh pesaingnya. Personil yang terlatih
dengan baik memperlihatkan enam
sifat:yaitu kompeten, sopan, kredibel,
reliabel, responsif dan komunikatif.
Menurut Porter (1994:121),
“perusahaan dapat meningkatkan peran
saluran distribusi sebagai sumber
diferensiasi dengan cara (a) menyeleksi
pesaing untuk mencapai konsistensi dalam
sarana, kemampuan dan citra, (b)
menetapkan standar dan kebijakan mengenai
cara pengoperasian saluran, (c) menyediakan
bahan pengiklanan dan pelatihan (training)
untuk digunakan saluran dan (d)
menyediakan dana supaya saluran dapat
menawarkan kredit. Selanjutnya menurut
hasil penelitian Ham, et al. (2003); Johnson,
Sirikit (2002) kualitas layanan menciptakan
keunggulan kompetitif.
Menurut Kotler dan Keller (2009:18) citra
adalah persepsi masyarakat terhadap
perusahaan orang mencari sifat-sifat tertentu
dalam citra. Harus ada pesan tunggal yang
menunjukkan keunggulan utama dan posisi
produk. Citra harus dibangun lewat seluruh
media yang ada secara berkelanjutan. Pesan
harus disampaikan dengan simbol, media
cetak dan audio visual, suasana dan
peristiwa.
3. Metodologi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh
konsumen yang mengkonsumsi makanan
produksi UMKM di Sumatera Barat. Oleh
karena ukuran populasi tidak diketahui
dengan pasti, maka teknik penarikan sampel
yang digunakan adalah convenience
sampling. Dalam penarikan sampel
dipertimbangkan usia, asal wisatawan
(mancanegara atau nusantara), penduduk
lokal, dan jenis kelamin. Responden yang
ditarik sebagai anggota sampel
dikelompokkan pada wisatawan dan
penduduk Sumatera Barat. Ukuran sampel
sebesar 377 unit yang terdiri dari wisatawan
682
S e m i n a r a n d c a l l f o r p a p e r 2 0 1 5 S t r a t e g i c A g i l i t y : T h r i v e i n T u r b u l e n t E n v i r o n m e n t ( R e s e a r c h a n d P r a c t i c e s ) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
225 unit dan penduduk Sumatera Barat
sebesar 152 unit.
Teknik pengumpulan data dengan
menggunakan kuesioner. Sebelum kuesioner
digunakan sebagai instrumen penelitian
dilakukan uji validitas dan reliabilitas
instrumen. Untuk menguji validitas
instrumen digunakan korelasi product
moment dan semua pernyataan adalah valid.
Sedangkan untuk menguji reliabilitas
digunakan dengan koefisien alpha cronbach
dan instrumen termasuk reliabel. Data yang
akan dikumpulkan terdiri dari data primer.
Untuk mengumpulkan data primer
digunakan kuesioner, sedangkan data
skunder dikumpulkan dengan dokumentasi.
Hasil dan Pembahasan
Dari hasil analisis diperoleh hasil bahwa
keunggulan produk, keunggulan harga,
keunggulan distribusi, keunggulan promosi
mempunyai pengaruh signifikan terhadap
keunggulan citra dan pembelian konsumen.
Sedangkan keunggulan pelayanan
mempunyai pengaruh signifikan terhadap
keunggulan citra, namun tidak berpengaruh
signifikan terhadap pembelian makanan
produksi UKM Sumatera Barat. Oleh karena
itu dilakukan trimming atas model yang
diajukan dengan menghilangkan pengaruh
keunggulan pelayanan terhadap pembelian
konsumen, sehingga struktur model yang
dihasilkan adalah sebagai berikut
Gambar 1: Hasil Struktur Jalur Penelitian
Dari hasil analisis sebagaimana tergambar
dalam struktur penelitian di atas, diperoleh
besaran pengaruh langsung dan tidak
langsung antara variabel eksogen terhadap
variabel endogen
Pengaruh Keunggulan Produk Terhadap
Citra dan Pembelian Konsumen
Produk merupakan sesuatu yang ditawarkan
UMKM pada konsumennya untuk dimiliki
dan di konsumsi. Oleh sebab itu produk
dalam bentuk makanan dengan mudah dapat
dilihat dan diperhatikan, namun relatif sulit
untuk dicoba. Dengan demikian
pengetahuan konsumen tentang produk yang
ditawarkan UMKM harusnya relatif lebih
baik dibanding produk yang dapat dicoba
sebelum membeli. Dari hasil kunjungan
kepada beberapa UMKM objek penelitian
diketahui bahwa pada umumnya mereka
tidak mencantumkan informasi tentang
makanan tersebut di kulit luar atau
683
S e m i n a r a n d c a l l f o r p a p e r 2 0 1 5 S t r a t e g i c A g i l i t y : T h r i v e i n T u r b u l e n t E n v i r o n m e n t ( R e s e a r c h a n d P r a c t i c e s ) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
bungkusnya, sehingga pelanggan kesulitan
memperoleh informasi dan mengetahui
dengan valid tentang kondisi riil makanan
tersebut.
Sesuai dengan kerangka konseptual yang
dibangun di atas, pada sub struktur pertama
diduga ada 5 variabel eksogen yang
mempengaruhi variabel endogen yaitu
image. Jika dibandingkan produk makanan
yang dihasilkan UMKM Sumatera Barat
masih relatif lebih rendah kinerjanya
dibandingkan dengan produk yang
dihasilkan oleh industri besar. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa rata-rata skor
kinerja produk makanan UMKM Sumbar
baru 2,80 dengan tingkat capaian 56 persen.
Artinya secara umum produk makanan
Sumbar tidak mempunyai keunggulan
bersaing dibanding makanan yang hasilkan
industri besar. Kondisi ini menggambarkan
rendahnya eksistensi sektor ini. Kondisi ini
juga memberikan informasi
ketidakmampuan UMKM sektor makanan
untuk bersaing, karena produk yang mereka
hasilkan tidak mempunyai keunggulan. Dari
13 indikator yang dievaluasi tidak ada satu
indikatorpun yang menunjukkan adanya
keunggulan makanan yang dihasilkan
UMKM Sumbar. Dari informasi yang
diberikan rensponden hanya 5 indikator
yang sama kondisi dengan produk sejenis
yang dihasilkan industri besar, yaitu
mempunyai kesamaan dalam rasa,
kecocokan ukuran, kesesuaian dengan
selera, relatif sedikit lebih unik, kemudahan
mengkonsumsi. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa keunikan makanan
UMKM Sumbar juga tidak menonjol atau
belum dapat menjadi keunggulan bersaing
yang dapat diandalkan. Hal ini sangat
berbeda dengan informasi yang
dipersepsikan banyak orang selama ini
bahwa produk makanan yang dihasilkan
UMKM Sumbar memiliki keunikan tertentu
sehingga mampu bersaing dan eksis
menghadapi persaingan global.
Pengaruh keunggulan produk terhadap
image sebesar 0,130. Walaupun variabel ini
berpengaruh signifikan terhadap keunggulan
citra, namun jika dibandingkan dengan
variabel eksogen lainnya, maka besaran
koefisiennya relatif lebih kecil. Artinya
keunggulan produk makanan produksi
UMKM tidak memberikan pengaruh besar
terhadap pembentukan image (citra) produk
ini di pikiran pelanggan. Variabel
keunggulan produk juga mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
pembelian konsumen. Menurut Kotler
(2002), para pelanggan memilih dari
berbagai tawaran atau produk yang bersaing
berdasarkan yang dapat memberikan paling
banyak nilai pelanggan. Nilai pelanggan
ditentukan antara perbedaan manfaat dengan
pengorbanan pelanggan. Manfaat yang
dicari pelanggan terdiri dari manfaat produk,
manfaat jasa/layanan, manfaat personalia,
dan manfaat citra.
Dari hasil analisis jalur diketahui bahwa
besaran pengaruh keunggulan produk secara
total terhadap pembelian konsumen atas
makanan produksi UMKM Sumbar 11,22
persen. Pengaruh langsungnya sebesar 3,24
persen, sedangkan pengaruh tidak langsunya
sebesar 7,98 persen. Artinya untuk
684
S e m i n a r a n d c a l l f o r p a p e r 2 0 1 5 S t r a t e g i c A g i l i t y : T h r i v e i n T u r b u l e n t E n v i r o n m e n t ( R e s e a r c h a n d P r a c t i c e s ) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
meningkatkan pembelian konsumen tidak
dapat hanya dengan menciptakan
keunggulan produk, tetapi juga sangat
ditentukan oleh keunggulan lainnya sebagai
suatu bauran pemasaran. Brand image
berfungsi memperkuat pengaru bauran
pemasaran terhadap pembelian konsumen.
Jika dibandingkan dengan pengaruh variabel
lainnya, diketahui bahwa besaran pengaruh
keunggulan produk lebih kecil dibanding
keunggulan distribusi dan keunggulan harga.
Hal ini memberikan indikasi bahwa
konsumen belum dapat melihat perbedaan
yang nyata antar produk yang ditawarkan
pengusaha kecil pada pelanggannya. Artinya
pelanggan yang menyatakan produk unggul
dengan yang tidak unggul mempunyai
pembelian yang relatif tidak bervariasi.
Kondisi ini dapat dipahami karena umumnya
produk yang di hasilkan UMKM relatif
homogen satu sama lain, sehingga
cenderung menjadi komoditi. Kondisi ini
terjadi sebagai akibat rendahnya inovatifitas
pengusaha kecil dalam pengembangan
produk yang dihasilkan. Disamping itu,
pelanggan yang membeli makanan produksi
UMKM Sumbar juga berasal dari segmen
menengah bawah, oleh karena kualitas
produk yang mereka hasilkan belum
mempunyai keunggulan.
Pengaruh Keunggulan Harga Terhadap
Citra dan Pembelian Konsumen
Harga bagi konsumen merupakan
pengorbanan mereka untuk mendapatkan
dan mengkonsumsi produk yang ditawarkan,
namun disisi lain harga merupakan satu-
satunya sumber penerimaan bagi perusahaan
(UMKM). Oleh sebab itu kedudukan harga
penting bagi kedua belah pihak. Namun
posisi dan kepentingan harga berbeda
berdasarkan sensitifitas konsumen pada
harga tersebut.
Kondisi harga produk makanan produksi
UMKM lebih baik dibanding kinerja
produknya. Secara umum harga yang
ditawarkan oleh UMKM Sumbar relatif
lebih murah dibanding harga makanan
produksi industri besar. Hal ini ditunjukkan
oleh skor yang diperoleh yaitu 3,47 dengan
tingkat capaian 69,4 persen. Oleh sebab itu
menurut konsumen harga produk UMKM
lebih sesuai dengan daya beli mereka.
Namun disisi lain juga mereka mengakui
bahwa harga jual UMKM Sumbar sama saja
dengan kualitas produk itu sendiri. Artinya
harga lebih murah karena kualitasnya juga
lebih rendah dibanding makanan yang
dihasilkan industri besar. Artinya harga yang
sedikit lebih murah menurut konsumen
merupakan sesuatu yang wajar jika
dibanding dengan kualitas produk yang
ditawarkan ke konsumen. Artinya produk
makanan UMKM Sumbar belum dapat
memberikan nilai yang tinggi bagi
konsumennya. Dengan demikian dari hasil
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
UMKM Sumbar belum dapat mengandalkan
harga murah sebagai keunggulan bersaing
yang dapat diandalkan dalam membangun
daya saing sektor makanan di daerah ini.
Berdasarkan hasil analisis diketahui
bahwa harga berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap pembentukan citra
(image). Artinya harga yang lebih murah
685
S e m i n a r a n d c a l l f o r p a p e r 2 0 1 5 S t r a t e g i c A g i l i t y : T h r i v e i n T u r b u l e n t E n v i r o n m e n t ( R e s e a r c h a n d P r a c t i c e s ) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
akan menurunkan citra produk. Hal ini dapat
dipahami karena harga yang lebih murah
cenderung menurunkan image, karena dalam
pikiran pelanggan, harga murah berarti
kualitas produk makanan yang dihasilkan
relatif jelek. Variabel ini juga berpengaruh
signifikan terhadap pembelian konsumen.
Produk yang dibeli konsumen adalah produk
yang dapat memaksimumkan perbedaan
antara manfaat dan pengorbanannya untuk
memperoleh produk tersebut (harga).
Dengan demikian, nilai yang diterima
konsumen akan menentukan intensitas
permintaan. Produk mempunyai manfaat,
fungsi, bentuk dan arti. Ketika konsumen
membeli suatu produk, mereka berharap
produk tersebut mempunyai suatu manfaat
melalui fungsi yang dijalankannya (Engel
dkk, 2002). Selanjtnya menurut (Cravens,
2003), harga adalah salah satu komponen
yang sangat menentukan sesorang membeli
atau tidak. Harga sering dijadikan sebagai
indikator mutu bagi konsumen. Konsumen
sering memilih harga yang lebih tinggi
diantara dua atau lebih produk karena
mereka tidak mempunyai informasi lain
selain harga. Konsumen sering
menggunakan harga sebagai indikator nilai
dan mutu. Jika harga tinggi sering diartikan
mutu tinggi dan sebaliknya. Produk dengan
harga tinggi dianggap mempunyai nilai
superior dan sebaliknya produk dengan
harga rendah dianggap inferior.
Dari hasil nalaisis jalur diperoleh besaran
pengaruh langsung 0,69 persen, sedangkan
pengaruh tidak langsung sebesar 0,93
persen. Dengan demikian total pengaruh
harga terhadap pembelian sebesar 1,62
persen. Oleh sebab itu pengaruh harga
terhadap pembelian adalah yang terkecil
dibanding variabel eksogen lainnya. Hal ini
berarti harga tidak dapat diandalkan oleh
pengusaha kecil untuk meningkatkan
pembelian konsumen atau meningkatkan
penjualan perusahaan. Hasil penelitian ini
juga menunjukkan bahwa konsumen yang
dihadapi pengusaha bukanlah yang sensitif
harga, karena pengaruh harga yang relatif
kecil. Konsumen membeli makanan yang
diproduksi bukan karena harga murah tetapi
faktor selain harga. Informasi dari penelitian
ini berbeda dengan keunggulan yang saat ini
dikembangkan pengusaha kecil makanan.
UKM sektor makanan Sumbar saat ini
meletakkan harga sebagai daya saing
mereka, padahal pengaruh harga sangat kecil
terhadap pembelian konsumen. Berarti
terdapat kesalahan pengusaha kecil dalam
membangun keunggulan bersaing mereka.
Pengaruh harga melalui variabel lain juga
relatif kecil. Dengan demikian keunggulan
harga yang dibangun sejalan dengan
keunggulan variabel lainnya juga relatif
kecil.
Pengaruh Keunggulan Distribusi
terhadap Image dan Pembelian
Konsumen.
Kinerja distribusi produk makanan
UMKM Sumbar juga relatif lebih rendah
dibanding pesaingnya yaitu industri besar,
hal ini dapat dilihat dari besaran skor yang
diperoleh yaitu 2,91 dengan tingkat capaian
58,20 persen. Dari 4 indikator yang diteliti
diketahui bahwa kemudahan mendapatkan
produk sama saja dengan makanan
686
S e m i n a r a n d c a l l f o r p a p e r 2 0 1 5 S t r a t e g i c A g i l i t y : T h r i v e i n T u r b u l e n t E n v i r o n m e n t ( R e s e a r c h a n d P r a c t i c e s ) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
pesaingnya. Demikian juga dengan
ketersediaan produk yang sama saja dengan
pesaing. Salah satu keunggulan kecil yang
dimiliki produk makanan UMKM adalah
dapat dibeli ditempat yang lebih dekat,
karena banyak dijual dikaki lima dan
dipinggir-pinggir jalan. Namun penampilan
toko atau retailer tempat menjualnya jauh
lebih jelek dibanding toko atau retailer yang
menjual produk industri besar. Dari hasil
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
keunggulan bersaing UMKM juga tidak
tercipta melalui kemudahan dan aksesibilitas
oulet atau distribusinya. Justru yang ada
adalah penataan dan penampilan retail
tempat menjual produk UMKM yang relatif
jelak dibanding pesaing. Hal ini dapat
dipahami karena UMKM pada umumnya
tidak mampu membangun sinergisme
dengan retailernya, karena posisi tawar
retailer yang lebih tinggi dibanding
produksennya. Oleh sebab itu pengusaha
kecil hanya menyalurkan produknya ke
retailer yang bersedia menjualnya. Meskipun
UMKM tersebut menjual langsung ke
konsumen, namun akibat rendahnya
pengatahuan dan ketrampilan mereka maka
kondisi dan penataan outlet tersebut juga
relatif jelek.
Berdasarkan analisis data yang dilakukan
diketahui bahwa pengaruh keunggulan
distribusi terhadap image sebesar 0,156,
lebih besar dibandingkan pengaruh
keunggulan produk. Dengan demikian
terdapat pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap image produk. Variabel
ini juga mempunyai pengaruh positif dan
signifikan terhadap pembelian konsumen.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
penciptaan keunggulan distribusi dibanding
pesaing akan dapat membangun citra dan
sekaligus meningkatkan pembelian
konsumen akan produk makanan UMKM
Sumatera Barat. Sedangkan dari hasil
analisis jalur diperoleh besaran pengaruh
total keunggulan distribusi terhadap
pembelian konsumen 29,55 persen, terdiri
dari pengaruh langsung 19,18 persen dan
pengaruh tidak langsung sebesar 10,37
persen. Pengaruh keunggulan distribusi
adalah yang terbesar jika dibandingkan
dengan keempat variabel eksogen lainnya
yang dianalisis. Kondisi ini menunjukkan
bahwa distribusi sangat penting bagi produk
yang berupa convinience goods, karena
konsumen cenderung menginginkan produk
yang mudah didapat dan tersedia relatif luas.
Untuk mendapatkan produk konvinien
biasanya konsumen tidak mau mencari
informasi yang banyak dan tidak mau
berkorban banyak untuk mendapatkannya,
karena produknya relatif murah dan tidak
beresiko tinggi jika terjadi kesalahan dalam
pembelian. Oleh sebab itu keunggulan
bersaing distribusi menjadi variabel yang
sangat besar pengaruhnya terhadap brand
image (citra) dan pembelian konsumen. Hal
ini menunjukkan bahwa perusahaan-
perusahaan dapat mencapai keunggulan
bersaing melalui cara mereka merancang
saluran distribusi, terutama yang
menyangkut jangkauan, dan kinerja saluran-
saluran tersebut. Keunggulan saluran
distribusi dapat berupa jumlah lokasi
dibanding pesaing, dan tingkat ketrampilan
687
S e m i n a r a n d c a l l f o r p a p e r 2 0 1 5 S t r a t e g i c A g i l i t y : T h r i v e i n T u r b u l e n t E n v i r o n m e n t ( R e s e a r c h a n d P r a c t i c e s ) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
dan keandalan saluran distribusi yang
dimiliki perusahaan dibanding pesaingnya.
Namun dari hasil penelitian diketahui
bahwa UMKM sektor makanan Sumatera
Barat tidak mempunyai keunggulan dalam
distribusi produknya dibanding pesaing.
Salah satu kelemahan dalam distribusi UKM
adalah tidak tertatanya outlet yang menjual
produk UMKM itu sendiri. Disamping itu
letaknya juga tidak strategis sehingga tidak
mudah diakses oleh konsumennya. Dari
hasil deep interview yang peneliti lakukan
diperoleh informasi bahwa kemitraan antara
pengusaha kecil dengan pemilik toko atau
outlet jika sangat lemah. Pengusaha kecil
tidak mempunyai bargaining power ketika
berhadapan dengan mereka, sehingga
kontrol atas kualitas dan harga dari produsen
terhadap produk mereka yang dijual juga
tidak ada sama sekali. Kondisi seperti ini
merupakan kelemahan distribusi dan lokasi
yang dimiliki produk UMKM sektor
makanan di daerah ini, sehingga keunggulan
distribusinya sangat lemah dibanding
pesaingnya.
Pengaruh Keunggulan Promosi Terhadap
Citra dan Pembelian Konsumen.
Promosi yang diberikan UMKM Sumbar
juga relatif lemah dibandingkan pesaingnya
industri besar. Dari hasil penelitian diketahui
bahwa skor promosi sangat kecil yaitu 2,20
dengan tingkat capaian 44 persen. Artinya
potongan harga yang diberikan UMKM
lebih rendah, iklan UMKM sedikit sekali,
disamping itu jika ada promosi juga tidak
menarik, publikasi dari UMKM sangat
sedikit dan penataan produk di outlet-outlet
UMKM jauh lebih jelak dibanding di toko-
toko yang menjual produk manakan industri
besar. Kondisi ini dapat dipahami karena
UMKM sangat lemah dalam hal promosi.
Hal ini bukan saja depengaruhi oleh
ketidaktahuan mereka, tetapi juga
kemampuan finasial yang sangat lemah.
Dengan kondisi seperti ini, sangat sulit
diharapkan UMKM yang menghasilkan
makanan di Sumatera Barat akan eksis
dalam persaingan yang semakin global saat
ini.
Dari hasil analisis diketahui bahwa
keunggulan promosi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap image (citra) produk.
Disamping itu juga diperoleh hasil bahwa
variabel ini juga berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pembelian konsumen.
Berarti perbaikan atas keunggulan promosi
akan dapat meningkatkan image dan
sekaligus pembelian konsumen produk
makanan produksi UMKM Sumatera Barat.
Total pengaruh keunggulan promosi
terhadap pembelian konsumen sebesar 10,86
persen, yang terdiri dari pengaruh langsung
sebesar 1,14 persen dan pengaruh tidak
langsung 9,72 persen. Dengan demikian
besaran pengaruh variabel ini cukup kuat
dibandingkan beberapa variabel lainnya. Hal
ini memberikan informasi bahwa
keunggulan promosi dapat mendorong
pembelian konsumen pada makanan
produksi UMKM Sumatera Barat.
Namun dari hasil penelitian juga dikatahui
bahwa UMKM sektor makanan tidak
mempunyai keunggulan dalam promosi jika
dibandingkan pesaingnya. Data ini
688
S e m i n a r a n d c a l l f o r p a p e r 2 0 1 5 S t r a t e g i c A g i l i t y : T h r i v e i n T u r b u l e n t E n v i r o n m e n t ( R e s e a r c h a n d P r a c t i c e s ) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
menunjukkan bahwa aktivitas promosi
UMKM di daerah ini relatif kecil dan tidak
efektif. Penyebab utama dan klasik dalam
hal ini adalah minimnya modal dan
rendahnya pengetahuan pengusaha kecil
dalam melakukan promosi. Dari hasil
wawancara peneliti dengan pengusaha,
diketahui pasar sasaran utama produk
mereka adalah wisatawan, baik wisatawan
daerah, wisatawan nusantara maupun
wisatawan mancanegara. Namun dalam
melakukan promosi, para pengusaha kecil
belum mampu membangun kemitraan
dengan travel biro, agen-agen perjalanan,
perusahaan penerbangan dan perhotelan.
Padahal kemitraan seperti ini sangat
dibutuhkan dan efektif dalam mendorong
pertumbuhan penjualan dan pembangunan
produk image.
Pengaruh Keunggulan Pelayanan
Terhadap Citra dan Pembelian
Konsumen
Variabel kelima yang dievaluasi adalah
kemungkinan keunggulan pelayanan dari
UMKM sektor makanan di Sumbar. Dari
hasil penelitian di ketahui bahwa tingkat
pelayanan UMKM di daerah ini lebih rendah
dibanding pesaingnya. Dari 7 indikator yang
diteliti diketahui bahwa enam indikator
menunjukkan lebih jeleknya pelayanan oleh
UMKM pada pelanggannya dibanding
pesaing mereka. Secara rata-rata skor untuk
variabel pelayanan hanya 2,84 atau tingkat
capaian 56,8 persen. Artinya UMKM tidak
mampu menciptakan keunggulan dari
pelayanan, bahkan cenderung pelayanan
pada UMKM lebih jelak dari pelayanan di
industri menengah-besar. Hanya indikator
keramahan yang mempunyai skor yang sama
antara UMKM dengan pesaingnya.
Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa
keunggulan pelayanan berpengaruh
signifikan terhadap keunggulan citra, namun
tidak berpengaruh signifikan terhadap
pembelian konsumen. Hal ini bermakna
penciptaan keunggulan pelayanan hanya
berarti dalam membangun citra produk,
tetapi tidak berarti dalam mendorong
pembelian konsumen. Artinya bagi
konsumen, pelayanan yang baik dan jelak
sama saja dampaknya pada pembelian
mereka. Kondisi ini terjadi karena relatif
kecilnya bentuk pelayanan yang diberikan
UKM ke konsumennya. Disamping itu
kualitas pelayanan UMKM tersebut juga
relatif sama, sehingga tidak jelas diferensiasi
antar satu UMKM dengan UMKM lainnya.
Namun jika dilihat besaran pengaruh tidak
langsung pelayanan terhadap pembelian,
angkanya relatif besar. Artinya keunggulan
pelayanan mempunyai korelasi yang cukup
besar dengan variabel lainnya yang
dianalisis (dapat dilihat dalam gambar 2 di
atas), sehingga keunggulan pelayanan dapat
mempengaruhi pembelian konsumen melalui
variabel lainnya tersebut. Kondisi ini
memberikan informasi bahwa keunggulan
pelayanan tidak memberi pengaruh berarti
terhadap pembelian, namun penciptaan
keunggulan dalam hal ini berhubungan
dengan keunggulan produk, harga, distribusi
dan promisi. Besaran pengaruh langsung
keunggulan pelayanan terhadap pembelian
konsumen adalah 8,71 persen.
689
S e m i n a r a n d c a l l f o r p a p e r 2 0 1 5 S t r a t e g i c A g i l i t y : T h r i v e i n T u r b u l e n t E n v i r o n m e n t ( R e s e a r c h a n d P r a c t i c e s ) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
Pengaruh Keunggulan Citra Terhadap
Pembelian Konsumen
Selanjutnya juga diteliti kondisi image
makanan hasil UMKM di Sumbar. Hal ini
didasarkan selama ini daerah Sumatera Barat
mempunyai image yang baik sebagai salah
satu daerah penghasil makanan di Indonesia.
Namun dari hasil penelitian diketahui bahwa
image atau citra UMKM Sumbar sektor
makanan lebih rendah dibanding
pesaingnya. Skor untuk variabel ini hanya
sebesar 2,64 atau tingkat capaian 52,80
persen. Dari 4 indikator yang diteliti
semuanya berada pada posisi yang lemah.
Artinya didalam pikiran pelanggan sudah
tertanam suatu kondisi bahwa produk
makanan UMKM Sumbar tidak terkenal,
tidak bangga jika membelinya dan tidak
memperhatikan sisi emosional pelanggan.
Dari hasil penelitian tersebut dapat
disimpulkan adanya kecenderungan
menurunnya image masyarakat terhadap
produk makanan UMKM Sumatera Barat.
Jika dicoba dibandingkan posisioning image
produk makanan UMKM Sumbar didalam
pikiran pelanggan wisatawan dan penduduk
Sumbar sendiri, dapat dilihat bahwa image
pelanggan wisatawan lebih rendah dibanding
penduduk Sumbar itu sendiri. Artinya
kebanggaan daerah Sumatera Barat sebagai
salah satu daerah penghasil makanan di
Indonesia lambat laun akan terus menurun
secara nasional.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa
keunggulan image berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pembelian konsumen.
Berarti penciptaan keunggulan image dapat
mendorong pembelian konsumen. Dilihat
dari besaran pengaruhnya, diketahui bahwa
pengaruh image cukup kuat dibanding
variabel produk, harga, promosi, dan
pelayanan. Hal ini menunjukkan bahwa
image (citra) sangat besar pengaruh terhadap
pembelian konsumen. Hasil penelitian ini
memberitahukan pentingnya penciptaan
keunggulan image bagi produk makanan di
daerah ini. Hal ini sesuai dengan fungsi
produk makanan yang ditawarkan kepada
pelanggan. Manfaat produk ini tidak hanya
fungsional tetapi juga emosional. Konsumen
yang sebagian besar wisatawan
menggunakan produk sebagai ole-ole atau
gift bagi saudara atau kerabatnya setelah
mengunjungi Sumatera Barat, sehingga pada
produk melekat fungsi emosional yang
relatif besar. Namun jika dikaitkan dengan
kondisi produk, harga, distribusi, promosi,
dan pelayanan yang tidak memiliki
keunggulan maka tergambar bahwa
pengusaha kecil tidak berusaha membangun
image produknya dimata konsumen.
Sementara imege produk UKM ini relatif
rendah dibanding pesaingnya. Artinya untuk
menciptakan keunggulan bersaing
dibutuhkan pembangunan image sehingga
pembelian atas produk yang dihasilkan
UMKM di daerah ini meningkat dari tahun
ke tahun.
Simpulan
Dengan kondisi seperti diuraikan di atas,
dapat diperoleh informasi rendahnya daya
saing produk makanan yang dihasilkan
UMKM Sumatera Barat. Oleh sebab itu
diperkirakan dimasa datang kondisi usaha
690
S e m i n a r a n d c a l l f o r p a p e r 2 0 1 5 S t r a t e g i c A g i l i t y : T h r i v e i n T u r b u l e n t E n v i r o n m e n t ( R e s e a r c h a n d P r a c t i c e s ) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
ini akan semakin kalah bersaing dan pada
gilirannya akan gulung tikar. Dari hasil
penelitian diperoleh data bahwa pembelian
konsumen juga cenderung menurun. Hal ini
dapat dilihat dari skor variabel endogen ini
yang hanya mencapai 2,93 atau tingkat
capaian 58,60 persen. Dari hasil penelitian
juga diperoleh informasi bahwa pelanggan
enggan melakukan pembelian ulang, enggan
memperbanyak pembelian, akan mengurangi
frekuensi pembelian, tidak bersedia
mengajak orang lain untuk membeli dan
tidak bersedia mempromosikan produk
makanan UMKM Sumbar pada orang lain.
Dalam kondisi persaingan yang semakin
ketat saat ini dan masa datang, tidak ada
jalan lain kecuali membangun keunggulan
bersaing produk UMKM di masa datang.
Tidak adanya produk makanan UMKM
Sumbar yang mempunyai merek yang kuat
dan tidakadanya igredient (informasi) yang
memberitahu konsumen tentang isi, kondisi,
dan input produk juga salah satu sisi lemah
produk makanan daerah menurut konsumen.
Wisatawan sebagai pasar sasaran utama
produk makanan di daerah ini membutuhkan
bauran pemasaran yang tidak hanya
memberikan mereka fungsinya sebagai
makanan atau kudapan, tetapi juga mereka
sangat mengharapkan image atau manfaat
emosional. Hasil penelitian juga
memberikan informasi bahwa membangun
dan mengembangkan UMKM sektor
makanan membutuhkan perbaikan dan
penciptaan keunggulan yang menyeluruh,
tidak hanya dapat dilakukan dengan
memberikan harga murah kepada konsumen,
karena harga murah justru membuat image
produk rendah dimata konsumennya.
REFERENSI
Akmal. 2006. Pencapaian Keunggulan
Bersaing Berkelanjutan Melalui
Reformasi Peran Sumberdaya
Manusia. Jurnal Manajemen.
Universitas Bung Hatta. Padang.
Barney, J.B. 1991. Firm Resources and
Sustained Competitive Advantage.
Journal of Management. Vol. 17
January.
Coyne, K.P., 1986. Sustainable Competitive
Advantage: The Cornerstone of
Strategic Thingking. MC Graw Hill.
Inc. New York.
Craven, David W. 2003. Strategic
Marketing. Seventh edition. Richard
D. Irwin, Inc. Illinois.
Czepiel, John A. 1992. Competitive
Marketing Strategy. Printice Hall
International Inc. Englewood Cliffs.
New Jersey.
Dess, Gregory G and Alex Miller. 1993.
Strategic Management. Mc-Graw
Hill. International Editions. New
York.
Engel, James; Roger D Bluckwell dan Paul
W Miniard. 2002. Perilaku
Konsumen. Edisi Kedelapan.
Binarupa Aksara. Jakarta.
691
S e m i n a r a n d c a l l f o r p a p e r 2 0 1 5 S t r a t e g i c A g i l i t y : T h r i v e i n T u r b u l e n t E n v i r o n m e n t ( R e s e a r c h a n d P r a c t i c e s ) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
Ham, L.C., and Johnson, W., Weinstein, A.,
Plank, R., Johnson, L.P. 2003.
Gaining Competitive Advantages:
Analyzing the Gap between
Axpectations and Perceptions of
Service Quality. International
Journal of Value-Based
Management. Vol. 16/2.
ABI/INFORM Global.)
Hamel, Gary and C.K. Prahalad. 1999.
Competing for the Future. Harvard
Business Review on Managing
Uncertainty. Harvard Business
School Press Boston.
Keegan, Warren J. 1995. Global Marketing
Mangement.Fifth Edition. Printice
Hall International. New Jersey.
Kotler, Philip dan Keller, Lane Kavin. 2009.
Marketing Management. Prientice
Hall Interantional Inc. New Jersey.
Kotler, Philiip and Gary Armstrong. 2010.
Principles of Marketing. Prientice
Hall International. New Jersey.
Kuriloff, Arthur H, John M. Hemphill Jr and
Douglas Cloud. 1993. Starting and
Managing the Small Business. Third
Edition. McGraw Hill. New York.
Lamb Hair dan Daniel, Mc (2001) Perilaku
Konsumen, Edisi ke lima: Erlangga,
Jakarta.
McCharty, E Jemore. 2000. Dasar-dasar
Pemasaran. Terjemahan. Edisi
Ketiga. Erlangga. Jakarta.
Porter, Michael E. 1980. Competitive
Strategy; Techneques for Analyzing
Industries and Competitors.
McMillan Publishing Company. New
York.
----------------------. 1985. Competitive
Advantage; Creating and Sustaining
Superior Performance. The Free
Press. Irwin Chicago.
---------------------. 2002. Strategy and the
Internet. Harvard Business Review
on Advances in Strategy. Harvard
Business School Press. Boston.
Spigglen, Susan and Murphy Sewall. 1987.
A Choice Sets Model of Retail
Selection. Journal of Marketing. Vol
5.
692
S e m i n a r a n d c a l l f o r p a p e r 2 0 1 5 S t r a t e g i c A g i l i t y : T h r i v e i n T u r b u l e n t E n v i r o n m e n t ( R e s e a r c h a n d P r a c t i c e s ) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015