kita adalah korban

82
KORBAN ADALAH KITA

Upload: suryani-adawiyah

Post on 22-Jul-2015

611 views

Category:

Healthcare


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: KITA ADALAH KORBAN

KORBANADALAHKitA

Page 2: KITA ADALAH KORBAN
Page 3: KITA ADALAH KORBAN

Jangan simpan buku ini! Berikan kepada teman, saudara,

atau siapapun yang ada di samping Anda setelah membacanya.

Mari bersaMa selaMatkan anak-anak kita dari bahaya rokok.

Page 4: KITA ADALAH KORBAN
Page 5: KITA ADALAH KORBAN

Prolog

KITA adalah korban, sebab tak ada yang diuntungkan dalam konsumsi rokok, kecuali pro-dusennya. Kesak sian orang-orang dalam buku ini menunjukkan bahwa rokok tak hanya me-

renggut tubuh dan nyawa penghisapnya, tapi juga orang di sekelilingnya. Perokok pasif malah jauh lebih berisiko karena umumnya mereka tak sadar t elah terkena penyakit akibat rokok.

Cerita seorang aktivis politik dan hak asasi manusia meng-konfirmasi bahaya ini. Ia tak percaya paru-parunya terluka karena terpapar asap rokok, hingga bolak-balik ke rumah sakit, sampai dokter meyakinkan bahwa luka itu akibat ra-cun nikotin yang dihisap koleganya ketika rapat partai. Atau seorang karyawan yang meninggal karena bertahun-tahun bergumul dengan m e reka yang mengepulkan asap di ruang kerja.

Para perokok pasif umumnya tak siap dan tak sadar tubuh me reka rontok dimakan racun nikotin karena tak merokok, dan orang-orang dekatnya juga bersih dari nikotin. Lalu mer-eka kolaps karena jantung dan paru-parunya terkena kanker stadium lanjut. Rokok telah menjadi pembunuh manusia paling efektif dan massal yang ironisnya dilegalkan oleh negara.

Para perokok aktif, sementara itu, kesulitan berhenti sam-pai dokter memvonisnya terkena kanker atau pembuluh darahnya tersumbat hingga jantungnya berhenti berdetak.

Kita adalah korban...

Penanggung jawab dr. Prijo Sidipratomo

editor Tari Menayang

Penulis Nanda Fauziy

desain grafis Andi Andya

KORBANADALAHKitA

Komisi nasional Pengendalian tembakau Jl. Teuku Umar 8, Menteng, Jakarta 10310T : (021) 3917354E : [email protected]

Komnas Pengendalian Tembakau

@komnaspt

website: www.komnaspt.or.id

aliansi Masyarakat Korban rokok indonesiaE : aliansikorbanrokok@ yahoo.com

@kitakorban

Page 6: KITA ADALAH KORBAN

Orang-orang dekatnya juga terimbas penyakit serupa karena racun rokok s elamanya menempel di tubuhnya, mengendap di darah, m elayang di udara hingga dihisap orang-orang sekeling tak berdosa yang s adar asap rokok begitu mematikan.

Buku ini bercerita tentang bagaimana rokok telah mengalahkan cinta, m e-misahkan mereka yang bersatu karena kasih sayang. Sebab rokok m enyerang siapa saja ke arah siapa saja. Kaya miskin, tua muda, menjadi korban rokok k arena efek dominonya yang dahsyat.

Seorang narasumber mengingatkan negara perlu turun tangan untuk m encegah korban rokok lebih banyak dengan cara mengendalikan distri-busi, produksi, dan konsumsinya. Tanpa campur tangan negara—pemerintah, parlemen, lembaga penegak hukum—upaya masyarakat sipil yang peduli de-ngan generasi republik ini tak akan punya gaung yang gemanya memantul ke pe losok-pelosok negeri. Pendapatan dari cukai itu tak menjadi apa-apa ketika banyak orang yang sakit akibat racun nikotin.

Para korban yang bersaksi di buku ini—suami yang ditinggalkan istri karena jadi perokok pasif, istri yang sendiri karena suami meninggal akibat jadi pe-rokok aktif, anak-anak yang menjadi yatim karena ayah dan ibunya direnggut nikotin—punya wasiat seragam: jauhi rokok karena pasti menyengsarakan. Jika tak berakhir di kuburan, perokok dan orang di sekelilingnya minimal mam-pir di ruang operasi rumah sakit.

Anda yang merokok adalah korban, mereka yang terpapar asap rokok jauh lebih korban, kita semua adalah korban. Maka stop merokok sekarang juga!

Jakarta, Februari 2014

Page 7: KITA ADALAH KORBAN

Sudah waktunya kita melek bahaya merokok. Indonesia saat ini sedang berada dalam ancaman bencana kemanusiaan. Adiksi rokok yang tidak hanya berdampak pada kesehatan namun juga keberlangsungan kese-jahteraan hidup rakyat Indonesia terutama generasi mudanya.

Saya memberikan apresiasi atas terbitnya buku “Kita adalah Korban” Buku ini dapat meningkatkan pemahaman kita tentang pentingnya melakukan upaya pence-gahan dan penanggulangan dampak rokok terhadap kesehatan terutama pada kalangan generasi muda.

Buku ini adalah wajah dari data yang selama ini tidak terlihat oleh mata kita, didalamnya bercerita tentang bagaimana rokok telah mampu mengalahkan cinta, memisahkan mereka yang bersatu karena kasih sayang, dan kehilangan orang yang dicintai. Tokoh yang bercerita dalam buku ini adalah wajah yang berjuang demi kesehatan masyarakat Indonesia. Mereka adalah sedikit dari saksi hidup yang bisa berkisah betapa berharganya waktu yang dihabiskan hanya untuk rokok. Mereka tidak ingin anak, cucu, dan generasi muda mendatang menjadi korban rokok baru.

Perjuangan mereka yang bercerita dalam buku ini bukan untuk kita, bukan untuk generasi saat ini, tapi untuk anak-anak Indonesia di masa mendatang. Karena anak-anak bangsa ini sangat penting untuk diselamatkan, maka semua pihak harus terlibat dan satu suara “Anak-anak harus dilindungi dari target pemasaran adiksi rokok dan bahayanya”.

Cita-cita proklamasi Negara Indonesia adalah melindungi segenap tumpah darah Indonesia dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Cita-cita ini tidak akan bisa tercapai jika anak-anak kita terus dibiarkan terjerat oleh adiksi rokok. Gene rasi muda yang cerdas dan sehat adalah aset pembangunan Bangsa. Sudah saatnya kita bersama-sama melindungi anak-anak negeri ini, sudah saatnya kita melek ba-haya merokok.

Jakarta, 1 April 2014

Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, M.P.H.

Menteri Kesehatan RI

Kata Sambutan

Page 8: KITA ADALAH KORBAN
Page 9: KITA ADALAH KORBAN

Di BalikStAtiStiK

Jumlah perokok aktif di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, yang menurut Riset Kesehatan Dasar 2010 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, telah mencapai 34,7 persen dari total penduduk Indonesia. Kenaikan jumlah perokok

diiringi dengan tingginya angka kematian yang disebabkan oleh penyakit-penyakit serius akibat rokok. Ini bukan hanya angka statistik. Dalam booklet ini, para korban rokok yang selama ini berada di balik angka statistik, menceritakan kisahnya.

Simak cerita mereka, bagaimana menjadi korban perbudakan candu nikotin rokok yang te-lah menghancurkan hidup mereka dan keluarga mereka. Tidak hanya kehilangan nyawa dan ke sempatan sehat untuk hidup normal, tapi juga kerugian material yang tak terkira. Apakah Anda siap men-jadi korban seperti mereka?

Ya, bukan hanya mereka yang menjadi korban. Kita semua adalah korban dari pencitraan salah yang selama ini ditanam oleh industri rokok di kepala kita. Rokok bukan simbol kejantanan, kecerdasan, atau pertemanan. Rokok, seperti yang telah dialami para korban ini, adalah awal dari kerugian mental dan material yang takkan pernah tergantikan.

Waspada intervensi industri rokok, dan jangan mau jadi korban!

Dr. Prijo Sidipratomo, Sp, Rad(K)Ketua Umum Komisi Nasional Pengendalian Tembakau

jANgAN mAu jAdi KORBAN!”

Page 10: KITA ADALAH KORBAN
Page 11: KITA ADALAH KORBAN

MARI KITA RESAPI MAKNA ANGKA PERBANDINGAN Taufiq Ismail

Dalam sehari 45 orang mati karena narkobaDalam sehari 62 orang mati kecelakaan lalu-lintasDalam sehari 1.100 orang mati karena asap rokok

Setiap hari orang mati karena asap rokok di Indonesia24 kali lebih besar ketimbang mati karena narkoba

WAH, BESAR SEKALI !Tapi kok publik cuma dipertakuti dengan bahaya narkoba?

Karena di sini iklan rokok paling bebas di duniaDan iklan-iklan itu dusta besar semua

Perusahaan rokok menindas petani tembakau kitaDunia olahraga ditipu dengan rupiah ribuan juta

Dunia pendidikan dikelabui dengan beasiswaDunia kesenian dikecoh dengan bantuan pementasan

Dunia kesehatan diremuk 25 penyakit asap rokokDengan kejahatan adiksi yang dimanipulasi rapi

Perusahaan rokok Indonesia menolak ikut FCTCDi seluruh dunia cuma 3 negara tak ikut FCTC

Menolak pengaturan tembakau dengan segala caraSalah satunya negara kita, yang 2 lagi negara sak-upil di Afrika

Dan kini para pengusaha rokok IndonesiaTermasuk 10 orang paling kaya di jagat raya

Penyogok paling raksasa ukuran duniaLihat mereka terkekeh tertawa-tawa

Menjagal 1.100 warga bangsa kita setiap harinyaSetiap harinya para algojo berjas berdasi itu

Membunuhi manusia berpuluh tahun lamanyaSelama ini kita biarkan saja

Jadi bagaimana?Bagaimana kok sampai begini jadinya?

Rumah Puisi, 30 Maret 2014.

Page 12: KITA ADALAH KORBAN
Page 13: KITA ADALAH KORBAN

Bagian 1SeBuAh memOAR

Page 14: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM storyVICTIM story

SAYA merokok sejak usia Sekolah Menengah Pertama, sekitar 13 t a hun. Satu sampai dua bungkus sehari.

Zaman remaja seperti itu rasanya keren jika sudah merokok, merasa sudah de-wasa, dan ikut-ikutan teman lain yang mer-okok. Dulu ada anggapan orang d isebut dewasa jika sudah merokok. Ini pemaha-man yang salah.

Lalu saya berhenti merokok tahun 2011 di usia 58. Artinya, saya diperbudak rokok selama 45 tahun. Gila. Saya k atakan di-perbudak karena rokok membuat anda sangat ketergantungan dan dijajah. Jika saya dan istri serta anak-anak makan di restoran, setelah selesai makan saya ke-luar lalu merokok. Anak dan istri saya menunggu saya selesai merokok. Mereka jadi korban saya.

Tiap kali bepergian ke Amerika Serikat, ke Eropa, transit setengah jam sampai satu jam saya mampir ke ruang merokok. Di ruangan 3 x 3 meter itu berjubel diisi 20 orang yang semuanya merokok dan abu-nya berantakan di mana-mana. Kita hisap

16

tanpa rokok konser tetap Jalan

adrie subono, 60 tahunPromotor Musik, Jakarta

sama-sama. Apa bukan diperbudak itu na-manya?

Saya menikah di usia 35. Dan sampai 2011 istri saya berdekatan dengan seorang perokok. Sekarang saya paham mengapa istri saya yang bukan perokok sering me-ngomel karena badan saya bau. Saya pa-ham sekarang ketika berdekatan dengan orang yang perokok, meski tak merokok di dekat saya, saya tahu dia p erokok karena badannya bau. Asap rokok itu menem-pel di baju, rambut, kulit. Sekarang saya jengkel jika berdekatan dengan perokok. Berarti orang-orang yang dekat dengan saya juga dulu sama seperti itu. Kasihan sekali.

Saya berhenti merokok karena sakit. Jantung saya bermasalah. Sesak. Lalu saya periksa ke dokter dan diputuskan harus operasi d engan memasang ring. Jumlah-nya sampai lima. Jadi saya dijuluki “Lord of The Ring” dalam arti yang sebenarnya. Dokter bilang tubuh saya harusnya sudah lewat, karena banyak organ jantung saya sudah tak b erfungsi.

Pengalamannya mendapat serangan jantung membuat ia mengurangi sponsor rokok untuk konser musik

Page 15: KITA ADALAH KORBAN

Foto oleh Dennise; Foto diambil di kantor Adrie Soebono, Javamusikindo, di sela waktu istirahat, daerah Radio Dalam, Jakarta Selatan.

15

Page 16: KITA ADALAH KORBAN

18

Tubuh saya bisa tahan mungkin karena saya keras berolahraga, bisa saya laku-kan lima kali sepekan. Dan makanan saya jaga betul. Jika tak olahraga seperti itu, saya mungkin sudah lewat. Saking diper-budak, saya masih merokok satu jam sebe-lum masuk kamar operasi. Tapi setelah itu tak pernah lagi memegang rokok apalagi menghisapnya. Tak ada keinginan sama sekali.

Diberi kesempatan hidup membuat saya kian bulat menjauhi rokok. Saya ingin meng-gendong cucu, mengantarnya ke se ko lah. Betapa jahat jika saya menginginkan cucu tapi meracuninya dengan rokok jika saya tetap merokok. Mereka akan menjadi pe-rokok pasif yang risikonya jauh lebih berat dibanding perokok aktif.

Dengan pengalaman itu, sebagai pro-motor musik saya berusaha mengurangi sponsor dari industri rokok. Industri musik sekarang sudah berkembang dibanding sepuluh tahun lalu. Dulu sponsor yang ber-sedia membiayai konser hanya perusa ha-

an rokok. Sekarang ada perusahaan tele-komunikasi, bank, dan banyak lagi. Artinya, jika tak menggandeng industri rokok, bisnis pertunjukan tak akan mati. Saya bisa bukti-kan ketika konser Alicia Keys, sama sekali tak ada sponsor rokok.

Kepada orang-orang dekat, saya juga bercerita tentang gaya hidup saya yang terasa lebih sehat setelah berhenti m erokok. Saya jelaskan kepada mereka yang masih merokok untuk stop, agar mereka tak s eperti saya yang baru berhenti karena sakit. Saya tak anjurkan mereka berhenti, tapi saya c eritakan pengalaman saya saja.

Kampanye bahaya rokok kini mulai ba-nyak. Orang kian sadar dengan b ahaya rokok. Di luar negeri itu sudah lama. K arena itu rokok sangat mahal. Di A merika Serikat, harga sebungkus rokok bisa R p.100 ribu. Itu kan tujuannya supaya orang tak beli ka-rena mahal, ujungnya supaya mereka ter-hindar dari dampak b uruk merokok. Meski keluarga saya punya riwayat kematian karena jantung, saya yakin jantung saya bermasalah karena kebiasaan menghisap rokok itu. Kini saya kapok tak akan lagi bersinggungan dengan rokok. Bahaya!

BetApA jAhAt jiKA SAyA meNgiNgiNKAN cucu tApi meRAcuNiNyA deNgAN ROKOK.”

Page 17: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

17

CHRISYE atau Chrismansyah Rahadi sudah merokok ketika saya k enal. Dia pernah cerita pertama kali

merokok sewaktu Sekolah Menengah Atas karena rokoknya pernah dirampas kepala sekolah dan ia dihukum menghisap tujuh batang rokok sekaligus. Sampai dua tahun sebelum meninggal pada 2007 di usia 57, rokok Chrisye tak pernah berubah, selalu merokok dengan jenis dan brand yang sama.

Chrisye meninggal setelah sakit yang panjang. Sebelumnya dia tak pernah meng eluh sakit atau sesak napas. Tapi langsung dinyatakan terkena tuberculo-sis (TBC) tulang. Jadi TBC tidak hanya di paru-paru, tapi ada juga di tulang. Chrisye sempat tak bisa berjalan sehingga harus

dibantu tongkat penyangga. Saat pengo-batan TBC tulang itu kondisi Chrisye drop karena obat suntiknya menyerang daya tahan tubuh. Saat pemeriksaan itulah dok-ter baru mengetahui Chrisye juga terkena kanker paru-paru. Waktu rontgen, paru-parunya sudah tak terlihat karena sudah termakan asap rokok.

Sejak sakit itu Chrisye berhenti mero-kok. Sewaktu berhenti merokok itu tu buh C hrisye terlihat lebih sehat, wajahnya le-bih bersih, nafasnya lebih segar. K etika meninggal, dia tak seperti orang s edang sakit parah dan panjang. Mungkin k a-re na tak ada pengobatan kimia dan dia b er henti m erokok. Reaksinya luar biasa dan l angsung menumbuhkan lagi daya tahannya.

halusinasi dan Mengigau rokok

alM. Chrisye Musisi, Jakarta

(Dituturkan oleh istri, Gusti Firoza Damayanti Noor, 59 tahun)

Saking sudah kecanduan, penyanyi Chrisye mengigau dan berhalusinasi sedang merokok ketika menjalani pengobatan kanker

Page 18: KITA ADALAH KORBAN

Foto oleh Donal; Foto diambil di kediaman Yanti Noor dan Alm.Chrisye daerah Bintaro, Jakarta Selatan.

20

Page 19: KITA ADALAH KORBAN

Yang membuat sakit Mas Chrisye parah juga mungkin karena sering merokok di r uangan tertutup. Jika rekaman, Chrisye me rokok. Sewaktu jeda menyanyi saat konser dia juga merokok. Tak peduli itu ruangan tertutup yang berpendingin. Itu memang lebih berbahaya ketimbang m erokok di udara terbuka.

Selain Chrisye, di rumah saya juga m erokok. Tergolong perokok berat, meski tidak terlalu banyak. Dua anak p erempu-an saya tak merokok, anak laki-laki mul ai coba-coba, tapi bukan pecandu seperti ayah-ibunya. Dua anak perempuan itu yang sering mengingatkan kami agar b er henti merokok.

Awalnya kami merokok dalam rumah, Chrisye di kamar atau taman karena anak-anak protes, lalu mereka mengingatkan agar tak ada asap di rumah. Jadi kami melarang ada rokok di dalam rumah s e-jak itu. Tiap mau merokok kami keluar. K epada tamu juga kami beritahu jika ingin merokok harap di luar rumah.

Saya merokok sejak lulus SMA. Ada sepupu yang mengajak merokok dan saya sudah bekerja sehingga punya uang. Wa ktu itu saya pikir, “Uang gue mau di -belanjakan apa terserah gue kan?” Yang membuat saya sengsara sekarang sulit

19

ROKOK iNi memANg meNjeRAt jiKA S udAh KecANduAN. BAhKAN ROKOK BiSA S AmpAi Ke AlAm BAwAh SAdAR, BiSA memicu h AluSiNASi.”

m enghentikan kebiasaan merokok ini. K esalahan saya dulu sewaktu coba m e-rokok adalah menganggap rokok seba-gai teman.

Waktu itu banyak yang saya hadapi se-hingga saya lari ke rokok. Padahal itu tak benar. Stres juga tak hilang dengan me ro kok, tak membuat saya jadi tenang. Pokoknya rokok tak menolong apa-apa dan tak meng-hilangkan apa-apa, apalagi menghilangkan masalah. Yang ada saya jadi kecanduan dan ujungnya saya jadi perokok berat lalu sekarang susah berhenti.

Saya pernah coba meniru bagaimana ayah saya berhenti merokok. Ayah saya seorang perokok berat yang menghabis-kan tiga bungkus rokok sehari. Tapi beliau berhenti 20 tahun sebelum m eninggal. Saya pernah Tanya apa resepnya bisa berhenti merokok. Ayah saya bilang, dia tak pernah berhenti merokok m elainkan menundanya. Tiap ada keinginan m e ro kok dia tunda hingga bisa menundanya s am-pai 20 t ahun. Sebab dia pernah b er henti m erokok dengan menggantinya dengan pipa, tapi kembali lagi ke rokok. Jadi b erhenti merokok setengah-setengah itu tak akan berhasil. Ayah saya b erhasil menunda merokok selama itu. Saya p ernah coba resepnya tapi gagal terus.

Page 20: KITA ADALAH KORBAN

22

Anehnya ketika puasa kita bisa tahan tak merokok seharian, meskipun ketika buka, barang yang pertama kali masuk mulut se-telah teh hangat adalah rokok. Itu mungkin karena kita tahu dosa kita besar sehingga bisa tahan tak merokok. K arena itu berhenti merokok itu sebenarnya m e merangi hati dan pikiran kita sendiri. Saya belum bisa berhen-ti merokok sampai saat ini, saya belum bisa mengalahkan nafsu di hati saya sendiri.

Rokok ini memang menjerat jika s udah kecanduan. Bahkan rokok bisa s ampai ke alam bawah sadar, bisa memicu h alusinasi.

Sewaktu berobat sebulan di S ingapura, Chrisye kerap mengigau d engan m emper-lihatkan seperti sedang merokok. Padahal tak ada apa-apa di t angannya. Barangkali saking k ecanduannya, racun nikotin m enagih ketika dia s udah berhenti merokok.

Tips paling ampuh adalah jangan p ernah sekali-kali mencoba rokok. S ebelum m e ning-gal, Chrisye m engingatkan t eman- temannya agar stop merokok dan m en jauhinya bagi yang belum pernah mencoba. “Lihat gue”, katanya. Dia sadar betul rokok telah me-renggut produktivitas hidupnya.

Page 21: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

21

SUAMI saya meninggal karena stroke berat di batang otak pada 2012 di usia 51. Serangan stroke itu t erjadi

pada 2005 ketika usianya 44 tahun. Jadi kami merawatnya selama tujuh tahun. S ela-ma itu dia tak bisa berbicara atau t erse-nyum. K omunikasi hanya melalui kedipan mata, gerakan jari tangan, atau jari kaki.

Lebih tragisnya adalah ketika terserang stroke itu dia sedang merokok. Dia jatuh ke lantai berikut rokoknya. Dia memang perokok berat. Merokok sejak belajar di Sekolah Dasar. Jika sedang banyak peker-jaan, dia merokok hingga dua b ungkus.

Selain pengajar tetap di pascasarjana K omunikasi Universitas Indonesia, V ictor Menayang pernah menjabat sebagai K etua Komisi Penyiaran Indonesia 2003-2006.

Saya juga merokok, sama sejak s eko-lah dasar juga. Jadi, memang ini bikin s edih, s elama merawat suami, saya tetap m erokok. Dan saya pernah m enguji a pa-kah stroke itu benar dipicu oleh rokok. Saya pernah coba bangun tidur minum teh lalu cek tekanan darah. Normal. K e-mu dian saya merokok. Saya tak bisa ge-rak. T ekanan darah naik seketika. Itulah agaknya yang memicu stroke suami saya.

Candu Menggelapkan Mata saya

alM. ViCtor Menayang Mantan Ketua KPI Pertama, Jakarta

(Dituturkan oleh istri, Tari Menayang, 52 tahun)

Suaminya terjungkal terkena stroke ketika sedang merokok, lalu koma selama tujuh tahun

Page 22: KITA ADALAH KORBAN

24

Foto dokumentasi pribadi keluarga Alm. Victor Menayang.

Page 23: KITA ADALAH KORBAN

kemba li menjadi perokok lagi. Stroke sua-mi b ahkan tak bisa menghilangkan tubuh menagih candu rokok. Saya bisa berhenti setelah anak saya mengultimatum.

Anak semata wayang kami bilang tak akan mengurus saya jika terjadi apa-apa. Dia akan mengurus papanya saja. Dia bi lang akan menyerahkan saya ke panti jompo jika tetap merokok. Dari situ saya sadar jika saya terus merokok lalu sakit, yang repot adalah orang lain, yakni anak saya. Suami saya meninggal setahun s e-telah saya berhenti merokok.

23

Ketika ia terserang stroke, ia sedang banyak pekerjaan. Kurang tidur k arena begadang sementara porsi merokok b er-tambah, membuat tubuhnya kelelahan se hingga tekanan darah melonjak tinggi sekali. Tekanan darah itu menyumbat da rah ke otak. Pada suami saya, yang t ersumbat itu di batang otak sehingga s trokenya berat sekali.

Tak ada yang mengingatkan betapa ja hat nya rokok. Saya sudah sadar tapi memang susah sekali berhentinya. Saya pernah coba kurangi konsumsi, tapi

tAK AdA yANg meNgiNgAtKAN BetApA jAhAtNyA ROKOK.”

Page 24: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

KALAU mau bergaya, gaya yang lain saja, jangan rokok. Mau me-ngecat rambut memakai warna

ku ning, biru, merah, oranye, terserah, asal jangan rokok. Merokok itu bakar duit. Saya merokok tiga bungkus dalam dua hari. Waktu saya sekolah di Amerika Se-rikat, harga rokok di sana mahal sekali. Jadi betul-betul bakar duit. Dan racun n ikotin itu g anas sekali. Gigi bisa rusak, tu-buh kita bau, jantung dan paru-paru bisa kena kanker.

Waktu saya terkena serangan jantung tahun 2004, badan saya sakit sekali, dari dada sampai ke punggung. Padahal ketika itu saya sudah berhenti merokok lima bulan. Saya berhenti karena setiap

26

bergaya, kok, bakar duit…

ted sulisto, 61 tahunDesainer interior, Jakarta

b angun tidur badan tak enak dan batuk-batuk. Lalu saya berhenti. Prosesnya su-sah sekali. Saya tak langsung berhenti begitu saja. Mula-mula saya tak ingin me rokok, padahal rokok ada. Lalu saya tahan satu jam, eh, berhasil. Dua jam, bisa tahan ju ga. Lalu target saya naikkan menjadi sampai makan siang, lalu makan malam. Akhirnya bisa sehari. Gembiranya bukan main.

Setelah sehari bisa berhenti, target saya naikkan lagi menjadi dua hari, lalu s epekan. Setelah sepekan berhasil tak me-rokok, rasanya sayang sekali jika k embali merokok. Keinginan ada, tapi saya lebih menyayangkan waktu yang t elah saya lewati tanpa rokok. Dari cerita teman-

Terkena serangan jantung, padahal tak pernah absen olahraga

Page 25: KITA ADALAH KORBAN

Foto oleh Dennise; Foto diambil di salah satu hotel di daerah Kuningan, Jakarta Pusat, di sela meeting yang dihadiri oleh Ted Sulisto.

25

Page 26: KITA ADALAH KORBAN

28

teman, semua adiksi sama—n arkoba, ma-kanan, atau minuman—jika sekali saja kem-bali kita akan terjerumus lagi.

Berhenti merokok itu tak bisa dipaksa apalagi disuruh orang lain. Itu betul-betul kesadaran kita sendiri. Kalau kita tak niat tak akan bisa berhenti merokok. Misalnya, karena merokok tak enak dekat orang lain, kita akan cari tempat yang jauh dari orang lain. Di rumah tak boleh merokok, kita akan cari teras. Begitulah jika niat merokok bukan datang dari diri sendiri.

Anak saya umur 24 dan merokok juga, sejak umur 18 seperti saya. Meski s udah lihat saya sakit jantung dan sering d inasihati, dia tak akan berhenti selama

dia sendiri tak punya dorongan atau niat untuk berhenti. Saya sendiri pada a khirnya bisa berhenti merokok. Tapi, itulah, j antung saya bermasalah.

Oya, saya ini olahragawan sejak muda. Dari dulu saya tak pernah absen fitnes. Tapi racun rokok tak peduli, masih m enyerang jantung juga. Olahraga rutin, teratur, dan keras sekalipun tak akan bisa mengusir racun rokok. Ini bisa dimengerti karena racun rokok itu menghadang o ksigen ke paru-paru dan jantung kita. S erangan j an-tung saya terjadi karena salah satu pem-buluh ke jantung saya tersumbat.

Jadi jangan pernah mencoba rokok, bahkan untuk gaya sekalipun…

KAlAu mAu BeRgAyA, gAyA yANg lAiN SAjA, jANgAN ROKOK.”

Page 27: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

27

SEBAGAI ibu rumah tangga, saya merasa bersalah telah merokok s ehingga anak-anak saya kini juga

jadi pecandu dan sulit berhenti. Saya m e-rokok sejak tahun 1970, bisa habis s ampai dua bungkus sehari. Berapa tuh uang saya habiskan untuk membeli barang yang membuat saya mampir ke rumah sakit dan jantung saya dipasang enam cincin?

Awalnya saya merokok karena iseng. Karena bekerja di rumah, saya pikir, dari -pada bengong saya merokok u ntuk hi-buran. Rupanya ini hiburan yang berisiko. Waktu itu tahun 2011, dada saya sesak dan sakit hingga ke punggung. Sebelum dokter memberitahu, saya sadar ini pe-nyakit akibat merokok. Dan benar. Ada enam pembuluh darah saya yang tersum-

bat sehingga jantung saya rusak. Tang-gal 30 September 2011 jantung saya di-pasang ring.

Setelah operasi itu saya masih sempat merokok. Dua-tiga batang sehari. Akibat-nya dada saya sesak lagi. Sejak itu saya bertekad berhenti. Di rumah ada adik yang merokok, jadi godaannya b erat sekali. Se-lalu ada keinginan kembali m erokok. Tiap ada rokok di meja, ingin nya mengambil lalu merokok lagi. Tapi saya meng ingatkan terus bahwa anak-anak itu berdoa agar saya tak merokok, supaya saya tak sakit lagi. Sekarang saya sudah tak ada lagi ke-inginan untuk merokok.

Suami saya sudah lama mengingatkan agar saya berhenti. Dia bilang, “Yang cari duit saja tak merokok, ini kok merokok

hiburan yang Menyakitkan

sri PaluPi, 63 tahun Ibu rumah tangga, Semarang

Enam pembuluh darahnya tersumbat yang menyebabkan jantungnya hampir tak bisa berdetak

Page 28: KITA ADALAH KORBAN

Foto dokumentasi pribadi keluarga Sri Palupi.

30

Page 29: KITA ADALAH KORBAN

terus.” Suami saya juga dulu perokok tapi berhenti sejak 1996. Saya malah tak per-nah punya niat berhenti, malah bertambah terus. Akibatnya tiap berjalan dada saya sesak, napas susah.

Dipikir-pikir memang sudah banyak uang saya habiskan untuk membeli rokok yang ujungnya saya sakit. Kalau sekarang satu bungkus rokok seharga Rp 15 ribu

29

SAyA iNgiN c ucu-cucu SAyA NANti tAK meNcOBA

SAmA SeKAli ROKOK.”

berarti saya habiskan Rp 30 ribu sehari, sebu lan h ampir Rp 1 juta. Uang itu kini terpa kai u ntuk k ebutuhan rumah yang lain lain. N amanya orang berumah tangga, memang ada saja k ebutuhan. Sekarang saya bersyukur k arena yang penting sa ya sehat.

Saya ingatkan kepada yang m erokok, ini kegiatan tak berguna. Karena p enya-kitnya pasti, kalau tidak kena jantung, ya, p aru- paru. Saya korbannya. Saya ingin c ucu-cucu saya nanti tak mencoba sama sekali rokok karena bahayanya besar sekali. Mau iseng-iseng, coba-coba, untuk hiburan, kalau sudah mencandu susah berhenti dan akibatnya bisa sakit.

Page 30: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

SEKARANG tiap lihat ada anak-anak merokok saya bilang, “Eh, apa kau mau sakit jantung? Apa kau sudah

tahu rasanya sakit jantung? Matikan rokok-mu. Kau bisa sengsara k alau tak punya Askes!” Itu karena ongkos operasi sakit jan-tung itu besar sekali. Tahun 2011 jantung saya dipasang ring, ongkosnya Rp 129 juta. Uang dari mana kalau tak ada Askes?

Jantung saya bermasalah ketika saya menyetir ke Pematang Siantar dari M edan. Jauhnya sekitar tiga jam. Saya muntah-muntah. Saya dan istri saya menduga saya masuk angin. Jadi saya dikerok dan d iolesi minyak angin. Memang bisa s embuh s ehingga saya bisa menyetir lagi pulang ke Medan. Sampai di Medan dada saya sakit sekali. Sakitnya tak t erbayang.

Rupanya jantung saya bermasalah. Kata dokter, itu karena saya merokoknya ken-cang. Minimal dua bungkus sehari sejak usia 17 tahun. Begitulah. Saya menyesal se karang karena sebenarnya dari dulu istri

32

bah, ini barang suMber Malapetaka…

Zainal siahaan, 60 tahunPensiunan, Medan

saya itu sudah bilang apa tak bikin sakit rokok tuh? Saya selalu menjawab orang lain tak ada yang sakit karena rokok. Seka-rang saya tahu rokok membuat orang sakit.

Maka kepada anak-anak yang sudah c oba-coba merokok karena meniru saya, saya bilang ke mereka, “Apa kau mau sakit jantung?” Tapi dasar anak z aman seka-rang, dibilang mamaknya, be git u j a wab -nya, “Sekali-sekali tak apa, Mak!” Itu juga ja waban saya dulu tiap kali ada yang m engingatkan bahaya rokok. Kalau seba-tang tak apalah begitu. Tapi mau s eba-tang, mau dua batang, kan tetap m erokok namanya.

Dulu saya juga tak langsung merokok dua bungkus sehari. Awalnya sebatang dua b atang, lama-lama mencandu jadi dua b ungkus juga. Awalnya itu untuk ke-jantanan seperti itulah. Supaya terlihat keren. Tapi b ukan keren, penyakit yang didapat. Bah, ini barang benar-benar sum-ber malapetaka…

“Sakitnya luar biasa, tak terbayang…”

Page 31: KITA ADALAH KORBAN

Foto oleh Donal; Foto diambil di kediaman anak dari Zainal Siahaan dan istri saat berkunjung di daerah Depok, Jawa Barat.

31

Page 32: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM storyVICTIM story

34

PEKERJAAN saya mengharuskan saya tenggelam dalam sunyi. Ketika mem-buat gitar, atau suling, atau alat mu-

sik lain, bahkan reparasi alat musik, saya sen dirian di bengkel. Sehingga saya me-rokok. Ini karena saya merasa me rokok itu seperti ada teman. Tentu saja ini dalih yang tak baik karena saya merokok sejak umur 15 tahun.

Saya tumbuh dalam lingkungan perokok. Ayah, kakak, tetangga, semua merokok. Jadi walaupun waktu itu belum ada iklan rokok banyak, saya merokok karena me-lihat orang lain merokok. Ketika muda dan selesai bekerja, orang yang memberi uang suka bilang, “Ini buat beli rokok.” Jadi rokok dan merokok itu sudah jadi ke-seharian. Dan saya pikir itu normal. Karena teman-teman saya ada juga yang menjadi

pecandu narkoba. Untuk narkoba saya tak mau, untuk rokok saya pikir wajar.

Itu pandangan saya waktu itu. Selama 40 tahun saya merokok, lima bungkus se-hari. Selama itu tak pernah ada keluhan di tubuh saya. Sampai bulan Oktober 2011. Saya batuk terus menerus hingga muntah darah. Jika muntah itu darahnya bisa sege-las penuh. Lalu saya berobat ke Rumah Sakit Persahabatan di Jakarta. Organ da-lam saya discan, tapi dokter tak bisa me-lihat apa yang ada di paru-paru dan jan-tung saya, karena sudah gelap. Akhirnya dirontgen. Dari situ baru ketahuan ada kanker di paru-paru saya. Setelah diambil jaringannya, dokter tahu kanker itu jenis kanker ganas.

Umur saya divonis tinggal tiga bulan lagi karena paru-paru saya sudah berlendir.

keJahatan yang dilindungi negara

taufiK effendi, 56 tahun Perajin gitar, Bogor

Negara mesti turun tangan mencegah lebih banyak korban racun rokok

Page 33: KITA ADALAH KORBAN

33

Foto oleh Donal; Foto diambil di kediaman Taufik dan keluarga besarnya di daerah Utan Kayu, Jakarta Timur.

Page 34: KITA ADALAH KORBAN

36

Saya harus menjalani tujuh jenis tindakan untuk memperlambat kematian tubuh saya: operasi, radioterapi, kemotarapi, hingga terapi gen. Tapi saya hanya ambil dua terapi. Dengan dua ini saja saya bersyu-kur masih hidup dan bertahan dua tahun, tidak tiga bulan seperti perkiraan dokter.

Kini saya masih bekerja tapi dibantu istri karena kondisi lemah sekali. Keku-atan tubuh saya ra sa nya hilang sampai 70%. Kan-ker itu memakan daya ta-han tubuh saya. Sekarang berge rak saja terbatas. Ini semua gara-gara rokok. Dok-ter mengatakan sakit paru-paru saya kare-na aktivitas merokok selama 40 tahun itu.

Selama pengobatan itu saya banyak berbicara dengan dokter. Dia menunjuk-kan ada 100 racun dalam rokok. Saya percaya sekarang karena sudah menga-laminya. Yang dihisap dari rokok itu racun melulu. Jika pemerintah mengatakan rokok berbahaya dan bisa membunuh, 100% saya percaya dan setuju. Belum ada kan

orang yang bisa sembuh dari kanker? Kanker belum ada obatnya. Obat hanya memperlambat atau menunda kematian.

Repot juga ya, rokok ini barang legal, di-jual bebas. Artinya, pemerintah dan nega-ra melindungi kejahatan. Ro kok itu jahat

ka rena membunuh. Pada kenyataannya, kare na ro-kok barang legal, mela -rangnya akan di mu suhi ba nyak orang. Iro nis se-ka li. Karena itu pemerin-tah dan negara mungkin perlu lebih banyak ber-

kam panye agar orang ber henti merokok. Semua pemerintah, pusat maupun daerah. Rokok itu merugikan semua pihak.

Dengan banyaknya orang merokok, ma kin banyak orang sakit. Pengobatan-nya kem bali menjadi beban pemerintah juga. Uang cukai itu akan keluar juga untuk menanggung asuransi pengobatan penyakit akibat rokok. Jadi mengingatkan lewat kampanye itu sangat penting, agar kor ban rokok seperti saya tak bertambah banyak.

jiKA muNtAh itu dARAhNyA BiSA SegelAS

peNuh.”

Page 35: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

35

MEROKOK itu cara terbaik bu-nuh diri pelan-pelan. Paling tidak cara bagus agar cacat

seumur hidup, seperti saya. Laring saya di-potong karena terkena kanker akibat 20 tahun lebih terpapar asap rokok. Laring itu organ di leher yang memproduksi suara. Karena itu setelah laring saya diambil, le-her saya bolong, dan suara hilang.

Semua itu gara-gara rokok. Saya me-rokok sejak duduk di Sekolah Menengah Pertama, sekitar usia 13 tahun. Waktu itu saya pemusik sehingga dalam pergaulan dengan teman-teman kami merokok ber-sama. Orang tua, tetangga, teman-teman

lain menyarankan agar saya berhenti me-rokok. Saya usir dan hardik mereka. Me-rokok itu nikmat. Dan akibatnya saya ca-cat seumur hidup seperti sekarang.

Para perokok sebenarnya dimiskinkan oleh industri rokok. Pemilik pabrik rokok menjadi orang terkaya sementara para perokoknya tetap atau bertambah miskin. Berapa banyak uang dibuang untuk mem-beli rokok yang menyebabkan penyakit ini? Sebelum operasi di dokter saya ber-obat ke alternatif. Habis puluhan juta tapi kanker saya tak sembuh-sembuh.

Dan pemerintah yang mengandalkan upeti dari pabrik rokok sungguh tak punya

nikMat MeMbawa sengsara

djoKo waluyo, 70 tahun Dosen, Surabaya

Lehernya bolong karena terkena kanker laring akibat merokok dua bungkus sehari

Page 36: KITA ADALAH KORBAN

38

Foto oleh Dennise; Foto diambil di kediaman salah satu anggota PWE, di daerah Medokan Semampir, Kota Surabaya.

Page 37: KITA ADALAH KORBAN

37

jiwa nasional. Upeti itu diperoleh dengan mengorbankan generasi mendatang se-bagai korban rokok. Upeti itu mungkin makin besar, tapi dari situ juga akan ter-lihat orang miskin makin banyak karena uangnya buat beli rokok. Orang sakit ju-ga makin banyak karena rokok sumber pe nyakit. Ujungnya pemerintah juga yang keluar banyak untuk asuransi kesehatan. Upeti pabrik rokok itu tak berarti apa-apa.

meROKOK itu cARA teRBAiK

BuNuh diRi pelAN-pelAN.”

Perlu tiga bulan buat saya belajar kembali berbicara setelah operasi pada 2006. Di Surabaya ini saya membantu pe-latihan berbi cara bersama 150 anggota lain yang senasib, mereka yang dibikin ca-cat oleh rokok. Kami saling memupuk sema-ngat karena tersisih dalam pergaulan so-sial, tak bisa berkomunikasi dengan anak, istri, cucu. Karena itu jika tak ingin seperti saya, berhenti merokok sekarang juga, ke-cuali mau bunuh diri pelan-pelan.

Page 38: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

40

SAMA seperti Pak Djoko Waluyo, saya menderita kanker laring yang membuat leher saya dilubangi dan

pita suara saya hilang. Saya merokok dua bungkus sehari sejak usia 16 tahun sampai menjelang dioperasi pada 2011. Pekerjaan saya kuli sehingga dulu merasa tak afdol jika sambil bekerja tak merokok.

Gejala awal sebelum dokter memvonis laring saya terkena kanker adalah batuk terus menerus lalu suara hilang. Sebulan kemudian sembuh, lalu batuk lagi, dan suara hilang lagi. Di antara itu saya terus merokok karena tak tahu penyakitnya. Ke-tika saya punya uang, saya cek ke dok-ter lalu diketahui pita suara saya terkena tumor ganas. Jalan satu-satunya harus diope rasi dengan risiko saya tak bisa bi-cara. Sedih sekali…

Orang-orang di rumah sudah i ngatkan agar saya berhenti merokok ketika batuk-batuk itu. Tapi saya bandel ka rena ketika coba berhenti merokok kepala pusing, seperti orang stres. Teman-teman di peker-jaan juga merokok sehingga saya merasa punya teman. Lalu batuk kambuh lagi dan suara hilang lagi sampai ke dokter itu. Alhamdulillah, saya mendapat ja minan ke sehatan dari pemerintah sehingga ope-rasi ditanggung oleh pemerintah.

Sekarang setelah berhenti merokok, ba-dan lebih segar dan beratnya bertambah. Dulu berat badan saya tak sampai 40 kilo-gram . Kurus sekali. Sekarang mencapai 45. Badan terasa lebih sehat tapi tak bisa bica-ra. Ka rena itu saya anjurkan kepada anak-anak muda agar jangan sekalipun mencoba rokok. Tak ada gunanya dan bikin sakit.

nikMat MeMbawa sengsara bagian 2

Kasan Munadi, 52 tahun Buruh, Surabaya

“Jalan satu-satunya harus dioperasi dengan risiko saya tak bisa bicara.”

Page 39: KITA ADALAH KORBAN

39

Foto oleh Dennise: Foto diambil di kediaman Kasan Munadi, daerah Kedung Tarukan, Kota Surabaya.

Page 40: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

42

PEROKOK itu orang sok berkuasa yang egois. Ketika saya masih mero-kok, saya mengepulkan asap lalu

asap itu dihirup oleh anggota keluarga saya. Saya yang melakukan, mereka yang terkena dampaknya. Itu yang buat sa ya se-dih tiap kali mengingat penyakit ini.

Pita suara saya diangkat karena terke-na kanker akibat 40 tahun dihajar asap rokok. Saya tak menyangka bisa sehebat ini akibatnya. Waktu itu saya hanya serak dan batuk lalu mengeluarkan darah. Saya diperiksa dan diputuskan mesti operasi la-ring, artinya pita suara saya dipotong se-hingga saya tak bisa berbicara.

Jika sudah begitu, menyesal pun tiada guna. Sudah terlambat. Agar penyesalan saya tak berlaru-larut, setelah agak kuat saya kumpulkan anak jalanan, saya sam-

bangi mereka “di tempat tinggal” mereka. Saya ingatkan mereka agar tak sekali-kali mendekat ke rokok. Saya tunjukkan, dengan pengalaman saya terkena kanker laring, bahaya rokok begitu hebat dan dahsyat. Ada yang menurut, ada yang mencibir dan membangkang. Tak apa itu bagian dari per-juangan.

DPR dan pemerintah perlu duduk bersama merumuskan bagaimana mencegah korban jatuh lebih banyak, tidak hanya mengurusi pendapatan cukai dari barang berbahaya ini. Kalau pemerintah dan DPR sudah sejalan bahwa rokok ini sangat berbahaya, mungkin tidak akan ada itu iklan rokok besar sekali seperti di tol Padalarang itu. Sedih sekali saya melihatnya. Sedih karena di balik iklan itu ada bahaya yang besar sekali. Saya kor-ban sehingga tahu apa bahaya itu.

penguasa egois tak tahu diri

Zaenal arifin nasution, 65 tahun Karyawan swasta, Bekasi

Ia terjun mengasuh anak-anak jalanan agar tak menjadi perokok setelah terkena kanker laring

Page 41: KITA ADALAH KORBAN

41

Foto oleh Donal; Foto diambil di kediaman Zainal Arifin di daerah Perumnas, Bekasi.

Page 42: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

AWALNYA saya divonis menderita bronkhitis atau asma atau TBC. Tapi dokter spesialis penyakit dalam

yang memeriksa saya menyebutkan nama penyakit yang saya baru dengar hari itu: PPOK, penyakit paru obstruktif kronik. Kare-na tanda-tandanya lebih parah dari asma atau bengek. Jalan ke kamar mandi saja tu-buh saya lelah dan tak bisa bernapas.

Jadi napas saya bisa teratur jika saya benar-benar diam. Sedikit saja melaku-kan aktivitas, menjinjing ember, berjalan sebentar, itu membuat tubuh saya sangat lelah, napas sesak, batuk berdahak tak henti-henti. Menurut dokter, PPOK itu di-pastikan oleh aktivitas merokok.

Saya memang perokok berat sejak be-lajar di Sekolah Menengah Atas di tahun 1959. Sampai saya pensiun dari kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada 1992, saya masih merokok. Sehari bisa habis dua bungkus. Saya merokok karena waktu itu ada anggapan anak laki-laki sudah dianggap dewasa jika sudah me-rokok. Maka saya merokok sebagai gaya

dan merasa keren. Setelah itu ketagihan dan tak berhenti hingga tua, sampai saya divonis menderita penyakit paru.

Penyakit ini sangat langka meski umum dijumpai pada orang yang perokok berat. Gejalanya sangat ekstrem seperti yang saya sebutkan tadi. Rasanya mau mati ketika kelelahan itu mendera dan batuk terus menerus. Saya pikir saya tak akan bertahan dengan penderitaan seberat itu. Maka kini saya menganjurkan kepada anak-anak muda agar stop merokok. An-juran pemerintah dan upaya pengenda-lian rokok itu kebijakan yang benar.

Rokok tak hanya merugikan perokoknya tapi juga orang-orang di sekitar yang menghisap rokok orang lain. Perokok pasif ini jauh lebih berisiko terkena penyakit per-nafasan dibanding penghisap rokoknya. Dengan melihat pengalaman saya, tak ada cara lain untuk jangan dekati rokok bagi yang belum merokok dan stop bagi yang masih merokok. Saya sudah merasakan de-ngan nyata dampak buruk rokok terhadap tubuh manusia.

lebih parah dari bengek

dadang tisna, 77 tahun Pelukis, Bandung

Dokter memvonisnya menderita penyakit paru obstruktif akibat puluhan tahun menghisap nikotin

44

Page 43: KITA ADALAH KORBAN

Foto oleh kontributor, Haykal: Foto diambil di kediaman Dadang Tisna, yang juga merupakan studio lukisnya, daerah Buah Batu, Bandung.

43

Page 44: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

TAK ada gejala apapun sebelumnya ketika tiba-tiba saya tak bisa berna-pas suatu hari pada 2007. Jam sebe-

las malam sehabis menonton televisi tiba-tiba saya merasa tercekik. Saya dibawa ke Puskesmas terdekat. Bidan di sana tak mau merawat karena kondisi saya sudah parah. Akhirnya keluarga saya membawa saya ke Rumah Sakit Telogosari. Saya pi-lih dokter spesialis teman saya, sekantor di Dinas Kesehatan Semarang.

Saya disuntik tiga kali sehari dan nebula gas. Kata dokter, jika cuma nebula, lendir di paru-paru saya tak akan bisa keluar saking banyaknya. Maka dibantu obat suntik. Se-tiap hari dari mulut dan hidung keluar dahak coklat kehitaman. Mungkin sekitar segelas setiap hari. Terus menerus begitu selama

satu pekan: saya disuntik dan diasap lalu keluar dahak. Dahak itulah yang menyum-bat oksigen masuk dan keluar paru-paru.

Dahak itu disebabkan oleh asap rokok yang saya hisap terus menerus sejak umur 12 tahun. Awalnya, waktu itu sehabis sunat saya merokok karena anak-anak sebaya di kampung saya juga merokok. Awalnya merokok coba-coba dari putik jambu air yang dikeringkan. Kembang jambu air itu dikeringkan lalu dilinting. Setelah besar dan bekerja, baru bisa beli rokok sendiri dan jadi perokok berat. Rokok saya ber-tambah jadi tiga bungkus sehari merknya berbeda-beda.

Saya benar-benar telah menjadi pero-kok berat. Saya lebih baik tak makan daripada tak merokok. Saya bisa tahan

hidup-Mati di tangan kita

Kuswanto, 52 tahun Pegawai Dinas Kesehatan, Semarang

Ketika dirawat, selama sepekan dari mulutnya keluar dahak hitam segelas penuh tiap hari

46

Page 45: KITA ADALAH KORBAN

Foto oleh Dennise; Foto diambil selepas jam kantor Bapak Kuswanto di salah satu ruangan BKPM (Balai Kesehatan Paru Masyarakat) Semarang.

45

Page 46: KITA ADALAH KORBAN

tak makan, tapi tak tahan jika di saku tak ada rokok. Pernah, saya hanya punya uang sepuluh ribu rupiah pagi-pagi. Perut saya la-par. Tapi saya membeli se -bungkus rokok dan kopi segelas. Jadilah, hari itu sa-ya tak makan, tapi tak risau karena saya bisa makan asap dari merokok itu. Begi-tulah jahatnya rokok. Sela-ma jadi perokok itu saya hanya makan sekali sehari.

Anehnya saat puasa saya bisa tak merokok seharian. Tapi setelah buka puasa itu tak berhenti sampai sahur lagi. Jadi begadang dan tak tidur itu hanya agar bisa me rokok karena besok siang tak bisa merokok. Sehabis buka tak peduli makanan kar-ena yang penting menghisap rokok dulu.

Lalu saya sakit. Alham-dulillah masih diberi umur dan saya bisa sembuh. Sejak itu saya tak lagi me-nyentuh rokok. Di rumah saya juga melarang orang me rokok, walaupun itu ta mu. Dokter bilang tubuh sa ya su-dah 85 persen sembuh. Karena teman, dia me ng ancam tak akan mengobati saya lagi jika kembali merokok.

Sekarang badan saya lebih segar. Se-lama enam tahun ini saya tak pernah te-

lat salat subuh. Sehabis salat saya joging. Dulu boro-boro bisa jogging , bangun saja sulitnya minta ampun.

Setelah saya sakit ba-nyak teman di kantor yang merokok juga pelan-pelan berhenti. Saya selalu bi-lang, “Merokok saja jika ingin sakit seperti saya!”. Karena mereka lihat sen-diri saya sakit, mereka ikut berhenti. Tapi ada ju-ga tetangga yang saya bilangin tak mau berhen-ti karena katanya nikmat. Dia bilang mati-hidup di

tangan yang Kuasa. Saya tak omong lagi. Memang benar mati ada takdirnya. Tapi sehat dan sakit itu kita yang menentukannya. Rokok itu jelas membuat sakit. Dan sakit bisa me-nyebabkan kematian.

Anak saya tiga, perem-puan semua. Sekarang saya ingin berumur pan-jang agar bisa mengawa-si cucu dan memberitahu mereka sejak awal agar tak merokok. Dulu tak ada

yang memberitahu saya tentang bahaya rokok, selain keinginan sendiri agar ter-lihat keren. Ayah saya merokok. Dari situ mungkin penga ruhnya punya ang gapan salah tentang rokok ini.

meROKOK SAjA jiKA iNgiN SAKit SepeRti SAyA!”

48

Page 47: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

MENGAPA saya menyimpulkan seperti itu? Karena saya me-ngalaminya. Hingga Septem-

ber 2012 saya tak pernah percaya jika asap rokok orang lain bisa menyebabkan sakit. Saya tak merokok, mantan suami saya dulu bekas atlet sehingga olahra-ganya bagus, di keluarga juga tak ada yang merokok. Maka ketika pada 2005 saya sakit sesak napas dan dokter bilang penyebabnya rokok saya tak percaya. Bagaimana mungkin saya tak merokok bisa terkena penyakit akibat rokok?

Pada 2005 itu tiba-tiba saya tak bisa bergerak. Sedang berdiri tiba-tiba ba-dan seperti tak punya tulang, lunglai, tak ada tenaga. Saya pikir saya lumpuh. Di dekat rumah kebetulan ada dokter, saya

dibawa ke sana. Menurut dokter itu saya kekurang an udara, darah saya ke otak kekurang an oksigen sehingga tubuh saya kaku. Kata dokter, itu penyebabnya karena saya menghisap asap rokok. Saya bilang saya tak merokok. Kata dokter, itu bisa juga ka rena rokok dari orang lain.

Sampai tahun itu saya tak percaya. Tapi kemudian saya sering sesak dan badan cepat lemas. Puncaknya pada 2008 ke-tika saya demam berdarah. Badan saya sama sekali tak bisa bergerak seperti lumpuh sekujur tubuh. Saya pikir lemas itu karena trombosit saya habis dimakan vi-rus de ngue. Tapi ketika saya diberi obat Cina dan trombosit saya naik, badan saya tetap lemah, lunglai. Dokter lain yang me-meriksa saya itu kembali mengatakan bah-

dendaM untuk MenCegah korban lain

KenCana indhriswari, 64 tahun Aktivis Hak Asasi Manusia, Jakarta

“Perokok pasif itu lebih menderita karena mereka tak siap dengan ancaman rokok.”

47

Page 48: KITA ADALAH KORBAN

Foto oleh Dennise; Foto diambil di sela waktu rapat Ibu Kencana di Kantor Yayasan Jantung Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat.

50

Page 49: KITA ADALAH KORBAN

wa penyebabnya karena saya terpapar asap rokok.

Dokter berkesimpulan seperti itu karena ia mendengar paru-paru saya berbunyi, seperti orang bengek. Dokter bilang ada masalah di paru-paru saya. Ketika itu saya belum tahu jika sebenarnya paru-paru saya itu sudah bengkak. Kepada dokter itu saya bilang bahwa saya memang se-ring batuk terus menerus. Bahkan pernah batuk kering selama sebulan. Saya pikir itu bukan karena paru-paru bermasalah.

Pada September 2012 itulah baru ke-tahuan jika paru-paru saya sudah ber-lubang. Lever saya juga bengkak dan ada infeksi di empedu. Semua komplikasi itu, kata dokter, karena virus yang dibawa asap rokok. Baru kali itulah saya percaya bahwa rokok orang lain bisa membuat kita juga terkena penyakit yang disebab-kan racun nikotin. Jadi saya ini korban rokok sebagai perokok pasif.

Setelah divonis dokter itu, saya meng-ingat kejadian ke belakang. Saya salah satu peng urus partai politik di Jakarta se-lama sepuluh tahun sebelum sakit itu. Se-tiap rapat di kantor pusat atau cabang, saya dikelilingi asap rokok. Semua poli-tikus itu rata-rata merokok. Maka ketika rapat di ruang tertutup yang berpendingin mere ka merokok. Asapnya kemana-mana dan terhisap oleh saya.

Waktu itu tak mungkin diingatkan. Me-rokok seperti telah membudaya sehingga kami yang bukan perokok hanya me ne-rima saja. Itulah salahnya. Perokok le bih berkuasa ketimbang nonperokok. Dan ka rena anggapan sudah membudaya itu nonperokok biasanya juga tak menegur. Kalaupun menegur kita akan dianggap aneh karena merokok itu dianggap hak asasi.

Setelah saya sakit, teman-teman saya tahu saya sakit sebagai perokok pasif. Saya dengar di kantor pusat sudah dila-rang merokok di ruangan. Pemimpin saya juga katanya berhenti merokok. Rapat-rapat tak ada lagi yang merokok karena yang merokok harus di luar ruangan. Tapi di kantor cabang partai kebiasaan itu be-lum berubah.

Setelah agak sembuh saya keluar dari partai dan kini aktif di sebuah organisasi hak asasi manusia. Para aktivis juga ba-nyak yang merokok tapi mereka sadar hak orang lain akan udara bersih bebas asap rokok.

Dari situlah saya menyimpulkan bahwa perokok pasif itu lebih berisiko dibanding perokok aktif. Orang yang merokok pasti sudah paham akan risikonya, sehingga mereka bisa menyiapkan diri jika penya-kit itu datang, atau berhenti sebelum sakit. Tapi perokok pasif tidak akan menyadari

SeORANg AyAh yANg meROKOK AKAN meRAcuNi SeluRuh KeluARgANyA, iStRi dAN ANAK-ANAKNyA.”

49

Page 50: KITA ADALAH KORBAN

bahwa ia terkena racun rokok karena merasa tak pernah merokok. Lima korban perokok pasif itu bisa disebabkan oleh satu orang perokok aktif. Dari segi jumlah pasti lebih banyak. Seorang ayah yang merokok akan meracuni seluruh keluar-ganya, istri dan anak-anaknya.

Karena itu sebaiknya pemerintah lebih mengkampanyekan perlindungan pada perokok pasif ini. Salah satu caranya ada-lah dengan melarang iklan rokok di ruang publik karena barang ini membahayakan semua orang, sehingga tak memicu orang

menjadi perokok. Namanya juga barang adiktif. Yang lebih menyedihkan lagi spon-sor konser musik dari perusahaan rokok. Rokok dibagi-bagi secara gratis kepada penonton. Itu kan sama saja menyuruh mereka merokok. Atau pertandingan olah-raga. Ironis sekali olahraga yang menye-hatkan disponsori oleh rokok yang mem-buat sakit.

Kini saya aktif dalam kampanye pengen-dalian tembakau. Kesannya seperti den-dam. Memang betul, dendam agar tak ada korban perokok pasif lain seperti saya.

KAmi yANg BuKAN peROKOK

hANyA meNeRimA SAjA.”

52

Page 51: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

KAMI sekeluarga tak ada yang me-rokok. Saya, istri, dan satu anak kami yang masih kecil. Kecuali

kakak-kakak ipar saya yang punya rumah jauh terpisah, praktis kami tak pernah terkena paparan asap rokok secara lang-sung di rumah. Maka ketika istri saya me-ngeluh sesak napas pada Agustus 2012, dan dokter memvonisnya terkena kanker paru-paru, saya bertanya-tanya dari mana penyakit itu datang?

Pertanyaan itu muncul setelah saya agak jernih berpikir, setelah kalut menerima vonis dokter yang begitu tiba-tiba, mendadak, dan tak terpikir barang sedikit. Saya berpikir istri saya, Dewi Husmawati, masuk angin biasa atau asma ketika mengeluh dadanya sakit dan napasnya sesak. Pertanyaan tentang

penyebab kanker itu begitu misterius. Setiap bercerita tentang kantornya, saya menang-kap kesan ia bekerja normal, baik, dan tak menunjukkan gejala tertekan.

Setelah vonis dokter itu, istri saya masih kuat jalan, sembari kemote rapi. Kami ma-sih bisa mengobrol secara jernih. Saat itu istri saya baru berterus te rang jika ia be-kerja di sebuah percetakan foto dengan ruangan penuh asap rokok setiap hari. Re-kan-rekannya bekerja sambil mengepul-kan asap rokok. Istri saya menyerah dan tak bisa berbuat banyak ka rena para per-okok adalah bosnya sendiri yang tak bisa ditegur meski sudah diingatkan bahwa ia terganggu dengan asap-asap itu. Dan jum-lah mereka tentu saja le bih dari penen-tang rokok.

hingga kanker MeMisahkan kita

alM. dewi husMawati Karyawan swasta, Jakarta

(Dituturkan oleh suami, Wawan Saksono, 45 tahun)

Istrinya terkena kanker paru-paru karena bekerja di ruangan berasap rokok

51

Page 52: KITA ADALAH KORBAN

Foto oleh Dennise; Foto diambil di kediaman keluarga besar Alm. Dewi Husmawati di daerah Bekasi.

54

Page 53: KITA ADALAH KORBAN

Menurut dokter, itulah pemicu kanker di paru-paru istri saya. Nasi sudah jadi bubur. Tak mungkin lagi saya menyesali yang sudah berlalu, meski ingin. Misalnya, saya menda-tangi bos istri saya itu dan meminta baik-baik agar ruangan kerjanya steril dari rokok agar tak ada karyawan jatuh korban. Itu jelas tidak mungkin. Saya paham juga istri saya tak bisa berbuat banyak karena nonperokok selalu kalah dibanding para perokok.

Setelah istri saya masuk rumah sakit, ada karyawan lain masuk rumah sakit dengan alasan yang sama: kanker paru-paru. Hanya saja stadiumnya masih lebih ringan diban-ding istri saya. Sementara istri saya harus terapi kemoterapi rutin setiap bulan. Seusai kemo ke-5, yakni menginjak hampir bulan ke-6, dia sudah tak tahan. Tuhan mengambil jiwanya, meninggalkan kami, orang-orang yang mencintai dan mengasihinya. Ketika meninggal istri saya berusia 36 tahun.

Awalnya saya tak bisa terima, tapi kini sudah ikhlas. Yang membuat saya makin sedih sekarang adalah tiap kali Kayla, anak kami, bercerita jika kami bepergian naik motor. Ia bilang jika ibu masih ada, ibunya di belakang. Saya sedih sekali mendengar ia bercerita seperti itu. Jika hari libur kami memang suka jalan-jalan. Kayla tak pernah bertanya kemana ibu-nya. Justru itu yang membuat saya kian se-dih karena anak itu seperti tahu apa yang terjadi dan lebih ikhlas dibanding saya. Sejak ibunya sakit saya larang ia mene-ngoknya.

Semoga peristiwa ini menyadarkan ki-ta semua. Mereka yang punya kantor ha -rus membuat kantornya bebas asap ro kok. Dan pemerintah membuat aturan gedung- gedung kantor bebas asap rokok. Tanpa campur tangan pemerintah, orang non-pe rokok senantiasa kalah oleh perokok. Sekarang yang tak merokok akan meng-hindar dari perokok di sebelahnya, alih- alih menegur, bahkan ketika itu terjadi di ruang publik.

KAylA tAK peRNAh BeRtANyA KemANA

iBuNyA... “

53

Page 54: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM storyVICTIM story

LEHER saya harus dilubangi untuk me-ngangkat laring saya yang terkena tumor pada 2008. Karena sudah tak

punya pita suara kini saya tak bisa berbi-cara. Saya sedih mengapa ini menimpa saya. Penyebab tumor laring ini adalah paparan asap rokok. Saya seorang pe-rokok pasif. Sebab seumur hidup, saya tak pernah menjadi perokok.

Di rumah tak ada anggota keluarga yang merokok. Ayah-ibu tak merokok, sua-mi juga. Saya menghisap rokok orang lain di tempat kerja. Saya bekerja jadi koki di sebuah restoran di Surabaya. Namanya dapur umum orang banyak di sana dan merokok. Sepuluh tahun saya bekerja di sana sampai dinyatakan terkena tumor la-ring oleh dokter.

Gejala awalnya suara selalu serak. Makin lama suara saya makin mengecil. Sudah mencoba berbagai cara dengan pengobatan alternatif. Ketika berobat ke dokter, mereka menyarankan agar saya operasi dengan mengangkat laring saya. Selain takut, saya tak punya biaya un-tuk menebus biayanya yang puluhan juta. Saya takut karena dokter mengatakan ope-rasi ini akan menghilangkan suara saya.

Pengobatan alternatif tak berhasil. Ak-hirnya saya pasrah operasi di dokter, di ru-mah sakit umum. Biayanya mengajukan asu-ransi Jaminan Kesehatan Da erah Provinsi Jawa Timur. Juga biaya untuk kemoterapi untuk membunuh sel kanker agar tak me-nyebar. Kini saya tak berminat kerja lagi. Sekarang saya mau urus anak saja.

tak Merokok, kena asapnya

iKe wijayanti, 36 tahun Koki, Surabaya

Koki dapur ini terkena tumor laring karena menjadi perokok pasif

56

Page 55: KITA ADALAH KORBAN

Foto oleh Dennise; Foto diambil di kediaman salah seorang anggota PWE (Pelatihan Wicara Esophagus) Surabaya ketika diadakan acara silaturahmi bersama.

55

Page 56: KITA ADALAH KORBAN
Page 57: KITA ADALAH KORBAN

Bagian 2wAjAh diBAliKStAtiStiK

Page 58: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

donny fattah gagola, 63 tahunBasist God Bless, Jakarta

SAYA ini menggilai rokok. Bayang-kan saja sejak 1968, saya merokok 4-5 bungkus sehari. Saya tak ingat

lagi mengapa saya merokok. Mungkin ka-rena lingkungan, para musikus itu rata-rata mero kok. Saya pikir mero kok itu kegiatan bodoh se kali. Kini saya menerima akibatnya.

Pada 29 Januari 2012, saya kolaps, tiba-tiba koma tanpa penyebab jelas. Sa ya pikir saya meninggal hari itu. Rupanya tiga pembuluh darah ke jantung saya ter sumbat se-cara bersama an: pembuluh kiri jantung, pem buluh balik, dan pembuluh paru-paru. Kon di si tiga salu-ran darah itu sudah 90 persen rusak. Saya dibawa ke rumah sakit dan dok ter memutus-kan jantung saya harus dibedah.

Operasi itu berhasil. Saya siuman dan rasanya terlahir kembali karena diberi ke-sempatan hidup lagi. Kini saya berpikir bodoh sekali merokok itu. Setelah operasi saya masih harus check-up dengan biaya

Rp 2 juta setiap bulan. Jadi merokok itu sudah merusak tubuh, merusak kantong pu-la. Tak ada untungnya.

Saya menyesal kare na apa yang saya laku kan se-jak 1968 itu mempe nga ruhi ba nyak orang. Ketika saya stop mero kok se telah opera-si itu, saya dengar ada 1.800 penggemar God Bless ikut

berhenti me rokok. Saya terharu sekali. Ka rena itu ketika diberi kesempatan hi dup seperti itu, saya merasa dilahirkan kem-bali.

SAyA SelAlu BeRpiKiR, KAmu tuh

BOdOh BANget

dulu Sih, dON.”

seperti lahir keMbali“Ketika saya stop merokok ada 1.600 penggemar God Bless

ikut berhenti merokok. Mengharukan.”

60

Page 59: KITA ADALAH KORBAN

Foto oleh Saptono (Antara); Foto diambil di kediaman Donny Fattah saat ia berolahraga di pagi hari, waktu “spesial” yang kini ia nikmati.

59

Page 60: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

edison PoltaK siahaan, 74 tahunPensiunan, Jakarta

SUARA saya seperti robot. Ada lu-bang pula di leher saya. Itu karena saya terkena kanker laring. Pita suara

saya diangkat pada 2001. Setelah koma, saya tak bisa bicara, sulit bernapas. Pada-hal se jak 1995 saya rutin ke dokter karena saya sudah merasakan ada yang aneh di tenggorokan saya. Penyebabnya tak lain tak bukan, ya, rokok itu.

Sembari rawat jalan itu sa ya masih merokok. Saya be tul-betul tak bisa menghin-dari rokok karena 35 ta hun merokok. Bukan per bung-kus lagi saya beli tiap hari, tapi per pak. Dari bangun tidur sam pai tidur lagi saya tak pernah absen me nge pulkan asap.Maka tahun 1995 suara sa ya tiba- tiba mengecil. Kata dokter ada bin tik hitam di pita suara saya. Sejak itu saya ber obat jalan. Tapi tak pernah berhenti merokok.

Ketika koma itu dokter memutuskan meng operasi leher saya. Saya betul-betul

stress karena dokter bilang risikonya ada-lah saya tak bisa berbicara lagi. Bagai-mana bisa? Hobi saya bernyanyi. Apa jadi nya kalau sa ya tak punya suara, tak bisa menjerit, tak bisa teriak, bahkan me-nangis pun tak ada suaranya. Akhirnya

sa ya pa srah. Ini akibat yang ha rus sa ya tanggung karena me rokok itu.

Saya pensiun dini dari pe rusahaan property. Mo-bil, ta nah, dan keka yaan sa ya ju al untuk ong kos ope rasi itu. Rokok betul-betul te lah me rampas hi-dup sa ya. Maka jika tak

mau bernasib seperti saya, stop merokok se ka rang juga. Omong kosong jika mau ber henti me rokok dengan mengurangi. Per cuma. Mesti berhenti total. Dulu saya tak per- nah berpi kir begitu karena tak ada con tohnya. Kalau waktu bisa dipu tar saya pasti tak akan dekat-dekat dengan rokok.

rokok Menghilangkan suara saya

“Bagai mana bisa? Hobi saya bernyanyi. Apa jadi nya kalau sa ya tak punya suara...”

SAyA mASih Ngumpet-Ngumpet

meROKOK SAAt meNjelANg OpeRASi.”

62

Page 61: KITA ADALAH KORBAN

Foto oleh Prast Utomo (Antara); Foto diambil di kantor sekretariat Pusat Wicara Esofagus, tempat Pak Edison kini menyibukkan diri menjadi pelatih bicara untuk rekan-rekan senasib.

61

Page 62: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

BApAK meNgAlAmi

peNyumBAtAN AKiBAt NiKOtiN. pemBuluhNyA tAK elAStiS.”

alM. heria MaChdi Jakarta

(Dituturkan istri, Reni Kusuma)

MELIHAT apa yang menimpa suami saya, tak ada gunanya keras berolahraga jika me-

rokok. Suami saya itu orang yang aktif. Dia pencinta alam. Olah-raga rutin. Hari-harinya di sibukkan dengan kegi-atan yang mengeluarkan keringat. Tapi itu tak ber-guna karena dia merokok lima bungkus sehari.

Tahun 2012, dia kena serangan jantung. Pembu-luh ke jantungnya sudah mengeras karena nikotin sehingga tak bi-sa lagi ditembak dengan obat. Akhirnya harus dipasang tiga stan seharga Rp 250 juta untuk membuka pembuluh itu. Sampai dua kali dipasang stan. Yang ketiga alat

itu pun sudah tak mampu memompa udara ke jantung. Suami saya mesti dipasang alat pemacu jantung yang harganya Rp 200 juta.

Tak terhitung berapa biaya perawa-tan sakit suami saya itu. Sampai asuransi habis se hingga tabungan juga terkuras. Suatu kali jan-tungnya infeksi. Sekali suntik biayanya Rp 4 juta dan suntiknya sehari tiga kali selama empat hari. Dia menyesal, sangat me-nyesal telah merokok. Se-

waktu menjalani perawatan dia banyak mengingatkan teman-temannya agar stop merokok sekarang juga. Ia meninggal tiga hari sebelum anak kami yang kedua beru-lang tahun ke-17.

harta habis karena rokok

Asuransi sampai habis untuk biaya pengobatan jantung yang kolaps akibat nikotin

64

Page 63: KITA ADALAH KORBAN

Foto oleh Saptono (Antara); Foto diambil di kantor almarhum Bapak Heria yang kini masih beroperasi di daerah Ampera, Jakarta Selatan.

63

Page 64: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

alM. MiKrad MasduKiKaryawan swasta, Jakarta

Cerita ini merupakan dokumentasi yang di-

ambil oleh penulis pada saat almarhum masih

hidup. Sebelumnya almarhum merupakan

sosok yang aktif dalam berbagai kegiatan

sosialisasi tentang bahaya merokok kepada

masyarakat hingga akhirnya beliau berpulang

pada September 2013 di usia ke 71.

J IKA dihitung-hitung, sepuluh kali dalam setahun saya mesti opname di rumah sakit. Saya menderita penyakit paru

obstruktif kronik akibat merokok sejak SMP. Hidup saya tergantung oleh alat bantu per-

napasan dan kantong oksigen. Jantung dan paru-paru saya sudah tak berfungsi akibat tertumpuk nikotin.

Rokok betul-betul me renggut kebe bas an sa ya. Dulu saya aktif mengamen kare na ter-gabung dalam grup keroncong Irama Se-hati Jembatan Besi. Sesak napas ini mem-buat saya tak bisa kemana-mana. Jika na-pas sudah sesak, saya tak bisa tidur, bah-kan duduk pun serba salah karena tubuh tak bisa mengambil oksigen. Badan saya ting-gal 45 kilogram dan bungkuk akibat terlalu sering menarik napas yang susah itu.

iraMa tak lagi sehatiBadannya jadi bungkuk

akibat terlalu sering kehilangan napas.

66

Page 65: KITA ADALAH KORBAN

Foto oleh Prast Utomo (Antara); Foto diambil di kediaman Pak Mikrad yang tinggal di lingkungan padat penduduk di daerah Meruya, Jakarta Barat.

65

Page 66: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

SAyA hARuS cepAt OpeRASi KAReNA SuARA SAyA SemAKiN Kecil SepeRti

peluit.”

Zainudin, 40 tahun Wiraswasta, Bogor

SAYA betul-betul marah kepada Tu-han. Mengapa saya yang dipilih untuk menerima cobaan ini. Di usia

23, saya tak bisa bicara, karena pita su-ara saya dipotong. Ada kanker di laring saya. Ka-rena apa? Karena rokok! Padahal saya bukan pe-rokok. Saya tumbuh besar di rumah dengan keluarga besar yang semuanya me-rokok.

Saya menjadi perokok pasif. Mula-mula suara sa-ya sering serak, lalu mengecil, dan tera-khir suaranya mirip peluit. Di Rumah Sakit Husada Mangga Besar Jakarta itu pada 1996 pita suara saya diangkat. Saya

betul-betul depresi ketika dokter mengata-kan kepada ibu saya bahwa saya tak lagi bisa bicara, sudah cacat seumur hidup. Bagaimana rasanya mendengar vonis

seperti itu?Saya kehilangan ener-

gi hidup. Kelu ar ga juga kena imbasnya. Mereka menjual har ta dan keka-yaan untuk biaya ope rasi saya. Saya marah dan mengurung diri di kamar. Sifat saya menjadi tem-peramental. Saya pi kir

saya masih muda, mengapa ha rus menda-pat siksaan seperti ini? Bahkan untuk mengambil udara, dokter melubangi leher saya.

suara hilang rokok terbilang

Dia bukan perokok tapi kehilangan suara karena menghirup asap orang lain

68

Page 67: KITA ADALAH KORBAN

Foto oleh Prast Utomo (Antara); Foto diambil di kantor sekretariat Pusat Wicara Esofagus, tempat Zainudin turut menjadi sukarelawan untuk melatih para korban penderita kanker pita suara.

67

Page 68: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

pAyudARA SeBelAh

KiRi hARuS dipOtONg SemuA BAhKAN AgAK meNdAlAm.”

laKsMi notoKusuMo, 65 tahunSeniman, Jakarta

KETIKA dokter memvonis saya terke-na kanker payudara pada 2007, saya pulang menyetir mobil sendiri.

Di tengah jalan saya berhenti, buka kaca jendela, saya menangis….

Payudara kiri saya mesti diangkat dan agak dalam karena kanker stadium 2B. Tahun 1978 kedua payu-dara saya terkena kanker tapi masih jinak dan mesti diangkat. Kanker itu rupa-nya tumbuh lagi dan kali ini seluruh payudara kiri saya mesti dipotong. Sedih sekali. Terutama karena penyebab kanker itu adalah rokok.

Saya perokok berat sejak SMA. Waktu itu tujuannya untuk menambah konsentrasi belajar. Ayahnya bilang coba pakai rokok

untuk giat belajar. Ayah saya juga perokok berat. Saya merokok linting yang dibuat sendiri.

Setelah operasi saya mesti 16 kali ke-moterapi dan 30 kali radiasi. Selama masa

kemoterapi itu saya mual dan muntah. Itu terjadi se-lama setahun hingga ram-but saya rontok. Kegiatan saya di kesenian otomatis terhenti.

Kini saya melibatkan penderita kanker dalam kegiatan keseninan. Men-

jadi koreografer dan menjermahkan karya sastra untuk teater. Saya coba susupkan tentang bahaya rokok dalam karya-karya itu. Memang tak banyak orang tahu ten-tang bahayanya rokok itu.

banyak yang tak tahu bahaya rokok

Payudara kiri dipotong karena kanker stadium 2B akibat nikotin menghambat pertumbuhan sel

70

Page 69: KITA ADALAH KORBAN

Foto oleh Prast Utomo (Antara); Foto diambil di kediaman Ibu Laksmi yang sesekali menjadi tempat berkumpul dan berlatih seni para mantan penderita kanker.

69

Page 70: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

sanadi, 56 tahun Supir, Jakarta

TAK ADA tanda-tanda saya terkena kanker paru-paru stadium 3. Saya dengar orang kena kanker itu sesak

napas, muntah darah, dan nyeri di dada. Saya cuma merasakan tangan kanan pa-nas, seperti terbakar. Nyerinya menjalar ke punggung. Ketika diperiksa, dokter bi lang saya terkena kanker paru-paru stadium tiga. Antara percaya dan tak percaya.

Saya dirawat di Rumah Sakit Persaha-batan Jakar ta dan sudah menjalani dua kali kemo terapi.

Efeknya rambut rontok dan kaki kiri bengkak. Sudah 33 kali jalani radioterapi.

Peng obatan ini menimbulkan dam pak kulit dada seperti hangus terbakar.

Ini semua gara-gara rokok. Saya me-rokok mulai usia 15. Tiga bungkus sehari, terutama jika jalan macet. Untuk meng-hilangkan jenuh di angkutan kota saya me rokok. Selama pegang kemudi dalam sehari, saya nyaris tak pernah jeda me-megang rokok. Rokok se perti istri perta-ma saja, tak bisa pisah. Saya ingin sehat lagi, ingin bugar lagi. Saya bilang kepa-da empat anak saya untuk tak sekalipun mendekat kepada rokok jika tak ingin sakit seperti saya.

asap tak Mengusir MaCet

Rokok dianggap istri pertama

72

Page 71: KITA ADALAH KORBAN

Foto oleh Saptono (Antara); Foto diambil di RS Persahabatan Jakarta, tempat Sanadi kini menjalani kemoterapi untuk melawan kanker paru-paru yang dideritanya.

71

Page 72: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

diAm-diAm SAyA jugA

SempAt meNcARi peNgOBAtAN AlteRNAtif.”

M. saleh arief Bangka Belitung

(dituturkan istri, Ida Rosanti)

SUAMI saya meninggal di usia 54 pada Maret 2012. Awalnya ia se-sak napas hingga harus dirawat di

Rumah Sakit PT Timah di Bangka Belitung. Dari hasil rontgen, paru-paru-nya berwarna hitam. Mes-ki su dah dirawat dua bu-lan batuknya tak kunjung sembuh, sesak napasnya se ring kumat. Dokter ke-mudian menyarankan ber-obat di Jakarta karena peralatan rumah sakitnya lebih lengkap.

Di RS Persahabatan itu, dokter bilang suami saya kena kanker paru-paru stadium 4. Itu karena dia merokok. Sejak itu suami saya sering menasihati teman-temannya

agar berhenti merokok. “Rokok sebatang itu tak seberapa tapi akibatnya fatal dan mahal,” katanya. Dia sudah pasrah de-

ngan nasibnya yang ter-kena kanker.

Di rawat di Jakarta kondisinya makin parah ka rena dia tiba-tiba lum-puh. Dokter bilang karena kan kernya sudah menye-bar. Say cari pengobat-an alternatif juga, tapi

tak membantu. Kata dokter, kemoterapi juga percuma karena kankernya sangat ganas dan menyebar ke seluruh tubuh. Saya cuma bisa pasrah dan berdoa saja. Ia meninggal pada 23 Maret 2012 saat subuh.

sebatang rokok seharga nyawa

Dari sesak napas hingga kaki lumpuh, sumbernya kanker paru-paru stadium 4

74

Page 73: KITA ADALAH KORBAN

Foto oleh Prast Utomo (Antara); Foto diambil dengan mengumpulkan foto-foto kenangan Saleh yang tersisa, didapat dari keluarga Saleh di Bangka Belitung.

73

Page 74: KITA ADALAH KORBAN

VICTIM story

taher Mangunsong, 59 tahun Bekas Sopir, Jakarta

KEGIATAN saya hanya di rumah dan Rumah Sakit Persahabatan. Bolak-balik tiap bulan. Selama

21 hari saya menjalani kemoterapi, dua pekan istirahat di rumah, pekan berikutnya kembali lagi ke rumah sakit. Begitu seterusnya.

Penyebabnya adalah kanker paru-paru stadi-um empat. Itu dimulai pada 2010 ketika saya muntah darah. Dokter bilang paru-paru kanan saya terkena kanker sekaligus tu-berculosis. Ini karena saya merokok dua

bungkus sehari. Saya mesti menjalani ke-moterapi yang membuat rambut saya ron-tok seperti daun-daun kering.

Sebelum muntah darah itu, saya memang mulai merasa aneh dengan tubuh sendiri. Tiap kali merokok dada nyeri, lalu batuk, dan suara sering hilang. Saya acuhkan karena sudah kecanduan merokok. Sa ya terus saja merokok hingga muntah

darah itu. Akibatnya, rutinitas mengobati kanker itu membuat saya tak aktif lagi di paduan suara gereja.

rontok seperti daun kering

Kanker stadium 4 membuatnya tak bisa berkutik

limA hARi SetelAh

diKemOteRApi, RAmBut SAyA guguR SepeRti dAuN KeRiNg.”

76

Page 75: KITA ADALAH KORBAN

Foto oleh Saptono (Antara); Foto diambil di RS Persahabatan yang kini menjadi rumah kedua bagi Taher yang harus rutin menjalani kemoterapi.

75

Page 76: KITA ADALAH KORBAN

ePIlog

Berpacu dengan waktu...

Orang-orang yang saya temui un-tuk menceritakan kisah hidupnya dalam buku ini adalah aktor

yang menjalani skenario yang tak terduga. Mereka hanya punya satu kali kesempatan bermain, tak ada pengulangan, tak ada re-visi. Sekali mereka memilih peran dan garis hidup yang dipilih, waktu tak bisa mengu-langnya kembali. Dan yang terjadi ketika itu adalah penyesalan.

Mereka berasal dari tempat yang ber-beda, dengan latar belakang pekerjaan dan pendidikan yang juga berbeda-beda, tapi pengalaman dan cerita mereka disatu-kan oleh barang yang mereka pilih dalam lakon hidup: rokok. Mereka telah memilih hidupnya yang pedih di babak akhir seba-gai korban-korban nikotin. Mereka telah kehilangan banyak: cinta, hidup, dan ke-sempatan memilih peran happy ending.

Mengumpulkan mereka untuk diwawan-cara dan berbicara untuk buku ini tidak mudah. Bukan karena mereka menolak ki-sahnya diketahui orang banyak. Kesulitan menyusun buku ini adalah kami seperti ber-

pacu dengan waktu pada jam yang dipe-gang malaikat maut. Tak jarang janji yang telah dibuat, waktu yang telah disepakati gagal dan buyar karena narasumber itu tiba-tiba meninggal.

Statistik sering kali menipu, karena trage-di seringkali diringkas hanya dalam bentuk grafik dan angka-angka. Yang saya dan tim alami adalah sebuah cerita manusia yang menyentuh karena perjuangannya mempertahankan hak milik terakhir yang paling hakiki: nyawa.

Statistik barangkali tak akurat mencatat berapa banyak korban-korban rokok yang berguguran sebenarnya. Mereka mung-kin di luar stastik resmi, tapi suara mereka layak dikenang, sebagai sebuah peringa-tan betapa bahayanya rokok menjadi sen-jata pemusnah massal yang dilegalkan. Bukan hanya mereka yang telah memilih akhir hidup yang sedih, tapi juga mereka yang pada detik ini memulai skenario yang dipilih dengan cara mulai menghisap niko-tin untuk pertama kali. Merekalah korban-korban rokok sesungguhnya.

78

Page 77: KITA ADALAH KORBAN

alM. Chrisye1949 – 2007

IN MEMORIAM

“Memang perjuangan ini akan berat, tapi jangan berhenti. Suara saya ini setidaknya bisa menjadi cerita jika saya sudah tidak ada.”

-Alm. Slamet Heriyanto-

Terima kasih untuk teman-teman seperjuangan kami, perjuangan ini tidak akan berhenti. Pesan itu akan selalu kami ingat, kami sampaikan pada generasi muda negeri ini.

alM. ViCtor Menayang1961 – 2012

alM. dewi husMawati1974 – 2013

alM. slaMet heriyanto 1951 – 2013

alM. asbon sinurat luMban Pea1957 – 2013

alM. heria MaChdi1961 – 2012 alM. MiKrad MasduKi

1942 – 2013alM. M. saleh arief

1959 – 2012

77

Page 78: KITA ADALAH KORBAN

TeSTIMoNIAl

“Asap rokok jelas menjadi biang keladi munculnya berbagai masalah, baik kesehatan, ekonomi maupun lingkungan. Dampak mengkonsumsi rokok telah banyak dibahas baik di tingkat mikro maupun makro. Namun bagaimana derita fisik yang diakibatkan akibat rokok bagi seseorang yang terlanjur menjadi pecandu atau bahkan keluarganya, belum banyak diceriterakan di negeri ini. Buku ini dapat membuka mata kita betapa di balik iklan-iklan rokok yang memberikan citra kenikmatan, kejantanan dan gaya, ada ceritera derita panjang yang sungguh memilukan. Buku ini terbit untuk memberi bekal renungan bagi bangsa ini bahwa di tengah bisnis rokok yang jelas memberi keuntungan luar biasa pada segelintir pengusaha dalam negeri maupun luar negeri yang beroperasi di negeri ini, di sana juga ada begitu banyak korban-korban yang menderita berkepanjangan. Buku ini memberi kesaksian bahwa di tengah gemuruhnya pengusaha rokok mengeruk keuntungan luas biasa, ada mayat mayat dan kepedihan yang diakibatkannya.”

iMaM Prasodjo, Ph.d Sosiolog

“Buku ini bercerita tentang bagaimana rokok telah mengalahkan cinta, memisahkan mereka yang bersatu karena kasih sayang. Mereka yang bercerita dalam buku ini adalah wajah yang berjuang demi kesehatan masyarakat Indonesia. Mereka tidak ingin anak, cucu, dan generasi muda mendatang menjadi korban, kalah di hadapan keganasan rokok.”

Prof. dr. KoMaruddin hidayat Akademisi

“Di buku ini, kita bisa merasakan langsung gimana bahayanya rokok buat kita dan orang-orang di sekitar kita. Makanya, kita yang masih muda dan produktif harus berani bilang “TIDAK” sama merokok. Masih banyak kok, kegiatan positif yang jauh lebih bermanfaat: olahraga, ikutan komunitas, atau organisasi. Say NO to smoking!”

albern sultan1st Runner-Up Mister International 2013, L-Men of the Year 2013

80

Page 79: KITA ADALAH KORBAN

“Buku ini menjelaskan bahwa “Rokok Membunuhmu!”. Mari kita lawan semua kebijakan yang membiarkan anak-anak Indonesia terbunuh oleh asap rokok!”

dr. seto Mulyadi, Psi. Msi.Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak

“Kepada mereka yang masih merokok, silakan anda memilih, berhenti merokok atau meneruskan menanam dosa kepada mereka yang di sekeliling anda, sehingga mereka semua ikut menanggung risiko dan akibat dari pasif smoker & tertiary smoker. Saya tahu mereka sebenarnya adalah orang-orang yang anda sayangi, dan selalu ada untuk anda setiap harinya.”

reinita arlin, s. Ked. Putri Pariwisata Indonesia 2012

“Kaum wanita adalah penopang penting kesehatan suatu bangsa. Negara yang sehat bebas dari asap rokok dimulai dari rumah yang bebas asap rokok. Kita perlu pahami bahwa pesan akan bahaya rokok ini sebenarnya dimulai dari keluarga. Karena sebaik apapun program yang dicanangkan oleh pemerintah untuk masyarakat, tidak akan berguna jika kasyarakatnya tidak sehat”

dr. dewi MotiK PraMono M.siKetua Kongres Wanita Indonesia (KOWANI)

79

“Sudah tidak bisa dipungkiri, rokok membunuh. Sebagai sebuah perusahaan media, kami tidak pernah menerima iklan rokok sejak terbitnya majalah kami yang pertama, 1972. Ketika kami masuk ke gedung baru di Kuningan, tahun 1982, gedung kami dibuat gedung bebas rokok. Mengapa group media lainnya masih menerima iklan rokok? Lebih tidak dimengerti lagi, pemerintah masih perlu dihimbau untuk mengeluarkan peraturan keras untuk menyelamatkan bangsa ini dari bahaya rokok. Kita harus bersatu untuk membrantas rokok dan menyelamatkan anak anak kita dari bahaya rokok. “

sVida alisjahbanaCEO, Femina Group

Page 80: KITA ADALAH KORBAN

teRimA KASih KepAdA SeluRuh KeluARgA KORBAN yANg telAh meNduKuNg

teRwujudNyA BuKu iNi. SemOgA BuKu iNi BiSA meNjAdi iNSpiRASi BANgSA iNdONeSiA AKAN

BAhAyA ROKOK yANg hARuS dihiNdARi.

Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia merupa-kan sebuah aliansi yang dibentuk atas dasar kepedu-lian dan keprihatinan masyarakat yang telah menjadi

korban akibat merokok untuk maju ke garis depan perjuangan pengendalian rokok dalam menyuarakan aspirasinya. Aliansi ini dideklarasikan pada Senin, 22 Oktober 2012.

Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia memiliki visi mewujudkan “Masyarakat Indonesia yang cerdas dan sehat bebas dari dampak buruk asap rokok” yang dijabarkan mela-lui misi sebagai berikut:

»Meningkatkan kapasitas dan pemahaman korban tentang bahaya asap rokok dan pentingnya pengendalian tembakau

»Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bahaya asap rokok dan pentingnya pengendalian tembakau

»Mendorong terwujudnya masyarakat yang sehat bebas dari dampak buruk asap rokok

»Mendorong perwujudan dan penegakkan kebijakan dan peraturan tentang pengendalian tembakau

Aliansi masyarakatKorban Rokok indonesia

Tentang

Page 81: KITA ADALAH KORBAN
Page 82: KITA ADALAH KORBAN

JAngAn simpAn Buku ini! BerikAn kepADA temAn, sAuDArA, AtAu siApApun yAng ADA Di sAmping AnDA seteLAH memBAcAnyA.

Mari bersaMa selaMatkan anak-anak kita dari bahaya rokok.

sm king kills!