kitab dua hari raya
TRANSCRIPT
Kitab Dua Hari Raya
Bab Ke-1: Mengenai Dua Hari Raya dan Mengenakan yang Indah-
Indah pada Hari Raya
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan
isnadnya hadits Ibnu Umar yang tercantum pada nomor 475 di muka.")
Bab Ke-2: Bermain dengan Tombak dan Perisai pada Hari Raya
508. Aisyah berkata, "Rasulullah masuk padaku, dan di sisiku ada dua
anak wanita (dari gadis-gadis Anshar 2/3, dan dalam satu riwayat: dua
orang biduanita 4/266) pada hari Mina. Lalu, keduanya memukul rebana
(4/161). Mereka menyanyi dengan nyanyian (dalam satu riwayat: dengan
apa yang diucapkan oleh wanita-wanita Anshar pada hari) Perang Bu'ats[1]
sedang keduanya bukan penyanyi. Beliau berbaring di atas hamparan dan
memalingkan wajah beliau. Abu Bakar masuk, sedang Nabi
menutup wajah dengan pakaian beliau (2/11), lalu Abu Bakar menghardik
saya (dan dalam satu riwayat: menghardik mereka) dan mengatakan,
'Seruling setan di (dalam satu riwayat: Pantaskah ada seruling setan di
rumah) Rasulullah? Dia mengucapkannya dua kali. Lalu, Nabi menghadap
Abu Bakar (dalam satu riwayat: lalu Nabi membuka wajahnya) lantas
bersabda, 'Biarkanlah mereka wahai Abu Bakar! Karena tiap-tiap kaum
mempunyai hari raya, dan hari ini adalah hari raya kita.' Maka, ketika
beliau lupa, saya mengisyaratkan kepada kedua anak wanita itu, lalu
keduanya keluar."
509. "Hari itu adalah hari raya, di mana orang Sudan (dalam satu riwayat:
orang-orang Habasyah 1/117) bermain perisai dan tombak di dalam
masjid. Barangkali saya yang meminta kepada Nabi atau barangkali
beliau sendiri yang mengatakan kepadaku, 'Apakah engkau ingin
melihat?' Saya menjawab, 'Ya.' Saya disuruhnya berdiri di belakang beliau
di depan pintu kamarku. Beliau melindungiku dengan selendang beliau,
sedang aku melihat permainan mereka di dalam masjid. Lalu, Umar[2]
menghardik mereka. Kemudian Nabi bersabda, 'Biarkanlah mereka.'
(4/162) Maka, saya terus menyaksikan (6/147) sedang pipiku menempel
pada pipi beliau, dan beliau berkata, 'Silakan (dan dalam satu riwayat:
aman) wahai bani Arfidah!' Sehingga, ketika aku sudah merasa bosan,
beliau bertanya, 'Sudah cukup?' Aku menjawab, 'Cukup.' Beliau bersabda,
'Kalau begitu, pergilah.'" (Maka, perkirakanlah sendiri wanita yang masih
muda usia, yang senang sekali terhadap permainan. 6/159)
Bab Ke-3: Berdoa pada Hari Raya
Bab Ke-4: Makan pada Hari Raya Fitri Sebelum Keluar
510. Anas berkata, "Rasulullah tidak pergi (ke tempat shalat) pada hari
raya Fitri sehingga beliau memakan beberapa buah kurma. (Dan beliau
memakannya dalam jumlah ganjil.)"[3]
Bab Ke-5: Makan pada Hari Raya Nahar Atau Idul Adha
511. Al-Bara' bin Azib r.a. berkata, "Nabi berpidato kepada kami pada hari
raya kurban (Idul Adha) setelah shalat. Lalu beliau bersabda." (Dalam satu
riwayat al-Bara' berkata, "Pada hari Adha Nabi keluar, lalu mengerjakan
shalat Id dua rakaat. Kemudian menghadap kepada kami, seraya
bersabda, 'Sesungguhnya kurban kita pada hari ini harus kita mulai
dengan mengerjakan shalat Id, kemudian kita pulang, lalu kita sembelih
kurban. 2/8) Barangsiapa yang shalat dengan shalat kita dan
menyembelih dengan sembelihan kita, maka ia telah benar dalam
berkurban (dalam riwayat lain: sesuai dengan Sunnah kami). Barangsiapa
yang berkurban sebelum shalat, maka sesungguhnya sembelihan itu
(menyembelih biasa) dan tidak ada kurban baginya." (Dalam satu riwayat:
maka sesungguhnya yang demikian itu adalah daging yang ia segerakan
untuk keluarganya, bukan kurban sedikit pun 2/6). (Dan dalam riwayat
lain: barangsiapa yang mengerjakan shalat seperti shalat kita dan
menghadap kiblat kita, maka janganlah ia menyembelih kurban sebelum
selesai shalat. 6/238). Abu Burdah bin Niyar, paman Bara', berkata,
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya berkurban dengan kambing saya
sebelum shalat dan saya mengetahui bahwa hari raya ini adalah hari
makan dan minum. Saya senang kambing saya itu sebagai kambing
pertama yang disembelih di rumahku. Karena itu, saya sembelih kambing
saya dan saya makan sebelum mendatangi shalat (dan saya beri makan
keluargaku dan tetanggaku." 2/10). Dalam riwayat lain, al-Bara' berkata,
"Mereka mempunyai tamu di rumahnya, lalu Abu Burdah menyuruh
keluarganya menyembelih sebelum ia pulang, agar tamunya dapat
makan. Maka, mereka menyembelih kambing sebelum shalat. Kemudian
peristiwa itu dilaporkan kepada Nabi, lalu beliau menyuruhnya untuk
menyembelih kurban lagi. (7/227). Beliau bersabda, "Kambingmu adalah
kambing daging." Ia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami
mempunyai kambing kecil betina, kami mempunyai anak binatang ternak
(dalam satu riwayat: anak kambing betina yang jinak 6/237) yang lebih
saya sukai daripada dua ekor kambing (dalam satu riwayat: saya
mempunyai anak kambing betina, anak kambing penghasil susu, yang
lebih baik daripada dua ekor kambing daging. Dalam riwayat lain:
daripada seekor kambing yang lebih tua. Dan, dalam riwayat lain lagi:
daripada dua ekor kambing yang lebih tua). Apakah itu mencukupi bagi
saya?" Beliau menjawab, "Ya, tetapi tidak akan mencukupi bagi seorang
pun sesudahmu."
Bab Ke-6: Keluar ke Tempat Shalat Tanpa Mimbar
512. Abu Sa'id al-Khudri berkata, "Rasulullah keluar pada hari raya Fitri
dan hari raya Adha ke mushalla.[4] Yang pertama-tama beliau lakukan
adalah shalat. Kemudian beliau berdiri dan menghadap manusia, dan
manusia duduk di shaf-shaf mereka masing-masing. Beliau memberi
nasihat, wasiat, dan perintah kepada mereka. Jika beliau mau
menetapkan utusan, maka beliau mengutusnya; atau menyuruh sesuatu,
maka beliau menyuruhnya, kemudian beliau pergi." Abu Sa'id berkata,
"Orang-orang senantiasa berbuat demikan itu. Sehingga, saya keluar
bersama Marwan, Gubernur Madinah, pada hari raya Adha atau Fitri.
Ketika kami sampai di Mushalla, ternyata di sana ada mimbar yang dibuat
oleh Katsir bin Shalt. Tiba-tiba Marwan mau naik mimbar sebelum shalat,
maka saya menarik pakaiannya. Tetapi, ia menarikku, lantas ia naik dan
berkhutbah sebelum shalat. Maka, saya katakan kepadanya, 'Demi Allah
kamu telah mengubah.' Ia berkata, 'Wahai Abu Sa'id, apa yang kamu
ketahui telah ketinggalan (usang).' Saya berkata kepadanya, 'Demi Allah,
apa yang saya ketahui lebih baik daripada apa yang tidak saya ketahui.'
Lalu ia (Marwan) melanjutkan perkataannya, 'Sesungguhnya orang-orang
tidak lagi mau duduk bersama-sama kita sesudah shalat, maka saya
jadikan khutbah itu sebelum shalat.'"
Bab Ke-7: Berjalan dan Berkendaraan ke Tempat Shalat Hari Raya
serta Bab Tidak Adanya Azan dan Iqamah
513. Atha' mengatakan bahwa sesungguhnya Ibnu Abbas berkirim surat
kepada Ibnu Zubair pada hari pertama ia dibai'at (yang isi suratnya),
"Sesungguhnya shalat Idul Fitri itu tidak diazani sebagaimana shalat
fardhu,[5] dan sesungguhnya khutbah Id itu dilakukan sesudah shalat."
514. Ibnu Abbas dan Jabir bin Abdullah berkata, 'Tidak diadakan azan
pada shalat hari raya Idul Fitri dan tidak pula pada Idul Adha."[6]
515. Jabir bin Abdullah berkata, "Sesungguhnya Nabi berdiri (dan dalam
satu riwayat: keluar pada hari Idul Fitri), lalu memulai shalat. Kemudian
berkhutbah di muka orang banyak sesudah shalat itu. Setelah Nabi selesai
khutbah, beliau turun.[7] Kemudian mendatangi para wanita, memberi
nasihat kepada mereka dan pada waktu itu beliau bersandar pada tangan
Bilal. Bilal menggelar bajunya dan di baju itulah para wanita itu
meletakkan sedekah mereka." Aku (perawi) bertanya kepada Atha',
"Zakat pada hari raya Fitri?" Dia menjawab, 'Tidak, tetapi sedekah biasa
yang mereka berikan pada waktu itu. Mereka lepas cincin mereka dan
mereka lemparkan (ke baju bilal)." Saya bertanya (2/9), "Apakah Anda
berpendapat bahwa di zaman kita sekarang ini imam boleh mendatangi
kaum wanita, lalu memberi nasihat kepada mereka jika telah selesai
shalat dan berkhutbah?" Atha' berkata, "Yang demikian itu sebenarnya
adalah hak baginya. Kalau tidak boleh, maka apakah sebabnya tidak
boleh mengerjakan demikian?"
Bab Ke-8: Berkhotbah Sesudah Shalat Hari Raya
516. Ibnu Umar berkata, "Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar biasa
mengerjakan shalat hari raya sebelum khutbah."
Bab Ke-9: Dimakruhkan Membawa Senjata pada Hari Raya dan
ketika Berada di Tanah Suci
Al-Hasan berkata, "Manusia dilarang membawa senjata pada hari raya,
kecuali jika mereka dalam keadaan takut kepada musuh."[8]
517. Sa'id bin Jubair berkata, "Aku bersama Ibnu Umar ketika ia tertusuk
oleh ujung tombak yang tajam di tapak kakinya bagian dalam, maka
menempellah tapak kakinya itu pada sanggurdi. Lalu aku turun dan
mencopotnya. Peristiwa itu terjadi di Mina. Hal itu didengar oleh Hajjaj,
kemudian ia menjenguknya. Hajjaj berkata, 'Bagaimana keadaannya?'
Jawab Ibnu Umar, 'Baik.' Hajjaj berkata, "Alangkah baiknya kalau kita
mengetahui siapa orang yang menyebabkan Anda terkena bencana itu.'
Ibnu Umar berkata, 'Andalah yang telah menimpakan bencana kepadaku.'
Hajjaj menimpali, 'Bagaimana hal itu bisa terjadi?' Ibnu Umar menjawab,
'Anda membawa senjata pada hari yang tidak diperbolehkan membawa
senjata, dan Anda memasukkan senjata ke tanah suci, padahal senjata itu
tidak boleh dimasukkan ke tanah suci.'"
Bab Ke-10: Bersegera Mengerjakan Shalat Hari Raya
Abdullah bin Busr berkata, "Sesungguhnya kami selesai melakukannya
pada saat ini, yaitu ketika bertasbih."
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan
isnadnya hadits al-Barra' pada nomor 511 di muka.')
Bab Ke- 11: Keutamaan Beramal pada Hari-Hari Tasyrik[9]
Ibnu Abbas berkata, "'Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada
hari-hari yang telah ditentukan (al-Hajj: 28),' ialah sepuluh hari (yang
pertama dalam bulan Dzulhijjah); dan 'beberapa hari yang berbilang'[10]
(al-Baqarah: 203) ialah hari-hari tasyrik."[11]
Ibnu Umar dan Abu Hurairah biasa pergi ke pasar pada sepuluh hari
pertama Dzulhijjah sambil bertakbir, dan orang-orang yang di
belakangnya turut bertakbir mengikuti takbirnya.[12]
Muhammad bin Ali bertakbir di belakang kafilah.[13]
518. Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Tidak ada
amalan pada hari-hari lain yang lebih utama daripada sepuluh hari ini?"
Mereka menjawab, "Tidakkah jihad (lebih utama)?" Beliau bersabda,
"Bukan pula jihad, kecuali orang yang keluar dengan mempertaruhkan
jiwa dan hartanya, lalu ia tidak kembali dengan sesuatu pun."
Bab Ke-12: Bertakbir Pada Hari-Hari Mina dan Ketika Pergi Ke
Arafah
Umar r.a. biasa bertakbir di kubahnya di Mina. Lalu, terdengar oleh orang-
orang yang di masjid, kemudian mereka bertakbir (mengikutinya).
Bertakbir pula orang-orang yang di pasar-pasar, sehingga Mina gemuruh
dengan takbir.[14]
Ibnu Umar biasa bertakbir di Mina pada hari-hari itu, ketika selesai shalat-
shalat wajib, di tempat tidur, di tendanya, di majelisnya, dan di jalan,
pada semua hari itu.[15]
Maimunah biasa bertakbir pada hari nahar (10 Dzulhijjah).[16]
Orang-orang wanita biasa bertakbir di belakang Aban bin Utsman, dan
Umar bin Abdul Aziz, pada malam-malam hari tasyrik bersama kaum laki-
laki di masjid.[17]
519. Muhammad bin Abu Bakar ats-Tsaqafi berkata, "Saya bertanya
kepada Anas bin Malik ketika kami bersama-sama pergi dari Mina ke
Arafah, tentang talbiah, 'Bagaimana Anda melakukan bersama Nabi?' Ia
menjawab, 'Seseorang membaca talbiah tidak diingkari (oleh Nabi), dan
seseorang bertakbir juga tidak diingkari (oleh Nabi).'"
Bab Ke-13: Shalat dengan Menggunakan Tombak (Sebagai
Sutrah) Pada Hari Raya
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan
isnadnya sebagian hadits Ibnu Umar yang tertera pada nomor 279 yang
lalu.")
Bab Ke-14: Membawa Tombak Kecil atau Tombak Biasa di Muka
Imam pada Hari Raya
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan
isnadnya bagian lain dari hadits Ibnu Umar yang diisyaratkan di atas.")
Bab Ke-15: Keluarnya Kaum Wanita dan Orang-Orang yang
Sedang Haid ke Tempat Shalat
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan
isnadnya sebagian dan hadits Ummu Athiyah yang tertera pada nomor
180.")
Bab Ke-16: Keluarnya Anak-Anak ke Tempat Shalat
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan
isnadnya bagian dari hadits Ibnu Abbas yang disebutkan sesudah bab ini
nanti.")
Bab Ke-17: Imam Menghadap Makmum ketika Khutbah Hari Raya
Abu Said berkata, "Nabi berdiri menghadap manusia (yakni ketika
berkhutbah)"[18]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan
isnadnya hadits al-Barra' yang tertera pada nomor 511 di muka.")
Bab Ke-18: Bendera yang Berada di Tempat Shalat
520. Abdurrahman bin Abis berkata, "Aku mendengar Ibnu Abbas ditanya,
'Apakah Anda pernah menghadiri shalat hari raya bersama Nabi? Ia
menjawab, 'Ya, tetapi andaikata bukan sebab dekatnya kedudukanku
kepada Nabi, tentulah aku tidak menghadirinya, sebab aku masih kecil.
Aku menyaksikan Nabi (1/33) keluar pada hari raya Fitri (2/5) bersama
Bilal (1/33) hingga beliau tiba pada bendera yang diletakkan di tempat
Katsir bin Shalt. Lalu, beliau shalat dua rakaat, tanpa melakukan shalat
sebelumnya dan sesudahnya. Kemudian beliau berkhotbah (dan tidak
menyebut-nyebut azan dan iqamah 2/162). Selasai berkhotbah, beliau
mendatangi kaum wanita (dan dalam riwayat lain: maka Ibnu Abbas
melihat bahwa beliau tidak memperdengarkan kepada kaum wanita, lalu
beliau datang kepada mereka 2/122) bersama Bilal yang membentangkan
kainnya. Nabi memberikan nasihat dan peringatan kepada mereka, dan
menyuruh mereka agar mengeluarkan sedekah. Lalu beliau menyuruh
Bilal darang kepada mereka. Maka, aku melihat kaum wanita itu
mengulurkan tangan mereka ke telinga dan leher mereka. Lalu, mereka
melemparkannya (dan dalam satu riwayat: maka orang-orang wanita itu
melemparkan gelang dan anting-anting emas 2/118, dan dalam riwayat
lain: anting-anting emas dan kalungnya. Ayyub mengisyaratkan kepada
telinganya dan lehernya) pada kain Bilal. Kemudian beliau pulang ke
rumahnya bersama Bilal."
Bab Ke-19: Imam Memberikan Nasihat kepada Kaum Wanita pada
Hari Raya
521. Ibnu Abbas berkata, "Aku menghadiri shalat Idul Fitri bersama Nabi,
Abu Bakar, Umar, dan Utsman, semuanya mengerjakan shalat sebelum
berkhotbah. Nabi keluar (lalu turun 6/62) seakan-akan aku masih melihat
beliau ketika menyuruh orang banyak duduk dengan mengisyaratkan
tangannya. Kemudian menghadapi mereka dan membelah barisan kaum
lelaki (dan ini dilakukan sehabis berkhotbah). Sehingga, beliau
mendatangi kaum wanita bersama Bilal, lalu beliau mengucapkan, 'Yaa
ayyuhan nabiyyu idzaa jaa-akal mu'minaatu yubbaayi'naka ['alaa an laa
yusyrikna billaahi syaian wa laa yasriqna wa laa yazniina wa laa yaqtulna
aulaadahunna wa laa ya'tiina bi buhtaanin yaftariinahu baina aidiihinna
wa arjulihinna]' 'Hai Nabi, jika kamu didatangi oleh kaum wanita hendak
mengadakan bai'at atau berjanji setia kepadamu (untuk tidak
mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak
akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak mereka, dan tidak
membuat-buat tuduhan perzinaan kepada orang lain dengan tuduhan
palsu.' Hingga selesai 6/62) membaca ayat itu semuanya. Kemudian
beliau bersabda setelah membaca ayat tersebut, 'Hai kaum wanita,
apakah Anda sekalian seperti itu?' Seorang wanita di kalangan mereka
menjawab, dan tiada seorang pun dari kaum wanita itu yang menjawab
selainnya. Ia berkata, 'Benar wahai Rasulullah.' Al-Hasan (yang
meriwayatkan hadits itu) tidak mengetahui siapa wanita yang menjawab
itu. Nabi bersabda lagi, 'Kalau begitu, maka bersedekahlah kalian!'
Kemudian Bilal membeberkan pakaiannya, lalu dia berkata, 'Marilah, Anda
sekalian adalah penebus ayahku dan ibuku.' Kemudian orang-orang
wanita itu meletakkan cincin besar-besar dari emas (yang biasa dipakai
pada zaman jahiliah dulu), juga meletakkan cincin ukuran biasa di atas
pakaian Bilal itu."[19]
Abdur Razzaq berkata, "Al Fatakh ialah cincin-cincin besar yang biasa
dipakai pada zaman jahiliah."
Bab Ke-20: Jika Seorang Wanita Tidak Mempunyai Baju Kurung
pada Hari Raya
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan
isnadnya hadits Ummu Athiyah yang baru saja diisyaratkan di muka.")
Bab Ke-21: Menyendirinya Wanita yang Sedang Haid dan Menjauh
Sedikit dari Tempat Shalat
(Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Ummu Athiyah yang disebutkan di muka.)
Bab Ke-22: Menyembelih (Dzabah dan Nahar) pada Hari Raya
Kurban di Tempat Shalat
522. Ibnu Umar r.a mengatakan bahwa Nabi saw biasa menyembelih
(binatang kurban) di mushalla (tanah lapang tempat shalat Id).
Bab Ke-23: Pembicaraan Imam dan Orang Banyak dalam Khotbah
Hari Raya dan Jika Imam Ditanya Mengenai Sesuatu, dan Ia
Sedang Berkhotbah
523. Anas bin Malik berkata, "Sesungguhnya Rasulullah melakukan shalat
pada hari raya kurban, kemudian berkhotbah. Lalu, menyuruh orang yang
menyembelih kurban sebelum shalat, supaya mengulangi
penyembelihannya (menyembelih kurban lagi). Kemudian ada seorang
lelaki dari kaum Anshar, berkata, 'Wahai Rasulullah, (hari ini adalah hari
yang orang menyukai daging 2/3), aku mempunyai beberapa orang
tetangga-mungkin dia berkata-yang sangat membutuhkan'. Mungkin dia
berkata, 'Mereka itu dalam keadaan fakir' (lalu Nabi saw.
membenarkannya). 'Sebenarnya aku telah menyembelih sebelum shalat
hari raya, dan aku mempunyai seekor kambing yang umurnya kurang dari
setahun (dan dalam satu riwayat: masih muda). Tetapi, lebih aku sukai
daripada daging dua ekor kambing biasa.' Nabi kemudian memberikan
kelonggaran kepadanya dengan menyembelih kambing yang umurnya
belum setahun dan disembelih sebelum shalat hari raya dilakukan. Tetapi
saya tidak mengetahui apakah kelonggaran itu sampai kepada orang lain
atau tidak."
524. Jundub berkata, "Nabi melakukan shalat Idul Adha, kemudian beliau
berkhothah. Sesudah itu beliau menyembelih kurban, lalu bersabda,
'Barangsiapa yang menyembelih kurban sebelum shalat, hendaklah
menyembelih lagi yang lain (sesudah shalat) sebagai gantinya. Dan,
barangsiapa yang belum menyembelih, hendaklah menyembelih dengan
nama Allah.'"
Bab Ke-24: Orang yang Berbeda Jalan Ketika Pulang pada Hari
Raya dari Tempat Shalat
525. Jabir r.a. berkata, "Nabi apabila hari raya, beliau menyelisihi jalan
(yakni menempuh jalan yang berbeda ketika pergi dan ketika pulang dari
menunaikan shalat Id- penj.)."
Bab Ke-25: Apabila Terluput dari Shalat Hari Raya dengan
Berjamaah, Bolehlah Shalat Dua Rakaat, Begitu Pula Kaum
Wanita, Orang yang Ada di Rumah dan di Desa, Mengingat sabda
Nabi saw., "Ini adalah hari raya kita umat Islam."[20]
Anas bin Malik memerintahkan mantan budaknya dan sahabatnya Ibnu
Abi Utbah yang ada di pelosok supaya mengumpulkan keluarganya dan
anak anaknya, dan melakukan shalat hari raya sebagaimana orang kota
serta bertakbir seperti mereka.[21]
Ikrimah berkata, "Orang-orang pelosok berkumpul pada hari raya
menunaikan shalat dua rakaat sebagaimana yang dilakukan imam."[22]
Atha' berkata, "Apabila seseorang terluput menunaikan shalat Id (dengan
berjamaah), maka hendaklah ia menunaikannya dua rakaat."[23]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan
isnadnya hadits Aisyah yang tersebut pada nomor 508 di muka.")
Bab Ke-26: Shalat Sunnah Sebelum dan Sesudah Shalat Hari Raya
Abul Mu'alla berkata, "Saya mendengar Said dari Ibnu Abbas membenci
shalat Sunnah sebelum shalat Id."[24]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan
sanadnya bagian dari hadits Ibnu Abbas yang tertera pada nomor 520 di
muka.")
Catatan Kaki:
[1] Demikian lafat bu'ats dibaca sebagai isim munsharif (dengan tanwin
kasrah; isim munsharif atau isim munawwan adalah isim yang dapat
diberi tanda tanwin dan dapat diberi harkat kasrah) dan sebagai isim
ghairu munsharif (tidak bertanwin dan tidak dapat diberi harkat kasrah,
dan alamat jar-nya dengan fat-hah, kecuali kalau kemasukan alif lam
yakni al-... atau dalam kedudukan sebagai mudhaf-penj.). Bu'ats adalah
nama sebuah benteng yang di sisinya terjadi peperangan antara suku Aus
dan Khazraj tiga tahun sebelum hijrah.
[2] Demikianlah dalam riwayat Karimah yang menyebutkan nama
pelakunya (Umar) secara jelas. Demikian pula di dalam riwayat Imam
Ahmad (2/540) dan Nasa'i (1/236) dari hadits Abu Hurairah dengan sanad
sahih.
[3] Demikian tambahan dari penyusun secara mu'allaq, dan di-maushul-
kan oleh Ibnu Khuzaimah dan al-Ismaili dan lain-lainnya.
[4] Mushalla ini adalah suatu tempat yang terkenal di Madinah, yang jarak
antaranya dengan Masjid Nabawi seribu hasta sebagaimana dikutip al-
Hafizh Ibnu Hajar dari al-Kanani, sahabat Imam Malik.
[5] Abdur Razzaq menambahkan di dalam al Mushannaj (2/77/5628) dari
jalan periwayatan Imam Bukhari dengan tambahan, "Maka tidak diazani
untuknya." Kata Atha', "Ibnu Zubair tidak mengadakan azan pada hari itu.
Ibnu Abbas berkirim surat kepadanya yang isinya, 'Sesungguhnya
khutbah itu dilakukan setelah shalat Id.' Ibnu Zubair pun
melaksanakannya." Kata Atha', "Maka, Ibnu Zubair shalat Id sebelum
khutbah. Kemudian Ibnu Shafwan dan sahabat-sahabatnya bertanya
kepadanya, mereka berkata, "Mengapa engkau tidak berazan untuk kami?
Kemudian datanglah waktu shalat kepada mereka pada hari itu. Maka,
ketika hubungan antara dia dan Ibnu Abbas memburuk, Ibnu Zubair tidak
berani melanggar perintah Ibnu Abbas." Saya (al-Albani) katakan, "Zahir
perkataan Ibnu Abbas kepada Ibnu Zubair, 'Maka, janganlah engkau
berazan untuk shalat Id', adalah karena Ibnu Zubair biasa mengadakan
azan sebelum itu, maka ini berarti Ibnu Abbas melarangnya dari
perbuatan itu. Hal ini diperkuat dengan perkataan Atha' pada akhir
perkataannya, 'Ketika hubungannya memburuk, maka Ibnu Zubair tidak
berani melanggar perintah Ibnu Abbas.' Riwayat yang lebih kuat dari itu
menerangkan bahwa Shafwan dan sahabat-sahabatnya ketinggalan
(terluput) melakukan shalat Id, dan hal itu disebabkan-wallahu a'lam-
mereka tidak mendengar azan yang biasa mereka dengarkan
sebelumnya. Para ulama berbeda pendapat mengenai siapa orang yang
pertama kali mengadakan azan dalam shalat Id. Ada yang mengatakan
bahwa yang mula-mula mengadakannya adalah Muawiyah, dan terdapat
riwayat yang sahih bahwa dia melakukan hal itu, dan masih ada
pendapat-pendapat lain lagi. Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Abu
Qilabah, katanya, "Orang yang mula-mula mengadakannya adalah Ibnu
Zubair." Saya (al-Albani) katakan, "Kalau riwayat ini sahih dari Ibnu
Zubair, maka dia adalah orang pertama yang mengadakannya di Hijaz,
sedang Muawiyah adalah orang yang pertama kali mengadakannya di
Syam. Wallahu a'lam." Mengenai hal ini terdapat ungkapan yang bagus
untuk dipegangi, yaitu bahwa apabila terdapat sunnah yang sahih, maka
tidak boleh bertaklid kepada orang yang menyelisihinya, meskipun dia
seorang sahabat. Maka, Muawiyah dan Ibnu Zubair-mudah-mudahan Allah
meridhai keduanya-telah mengadakan azan shalat Id yang tidak pernah
terjadi pada zaman Nabi saw., barangkali dari segi ini, maka orang-orang
yang shalat di belakang Ibnu Zubair membaca amin dengan keras
sehingga riuh rendah suaranya di masjid, sebagaimana diriwayatkan
secara mu'allaq di muka (1/193). Di antaranya lagi ialah shalat gerhana
yang dilakukan Ibnu Zubair dengan cara seperti melakukan shalat subuh.
Maka, saudara Zubair yang bernama Urwah ketika ditanya tentang hal itu,
dia menjawab, "Menyalahi Sunnah", sebagaimana akan disebutkan pada
kitab al-Kusuf bab keempat. Di antara tindakannya lagi ialah mengusap
dengan tangannya pada tiang-tiang Baitullah yang empat, sedangkan
menurut Sunnah ialah mengusap dua rukun Yamani saja, sebagaimana
akan disebutkan pada "25 - AL-HAJJ / 59 - BAB".
[6] Hadits Ibnu Abbas akan disebutkan sebentar lagi pada nomor 520,
karena itu di sini tidak saya beri nomor tersendiri.
[7] Nabi saw. tidak pernah khutbah Id di atas mimbar sebagaimana
ditunjuki hadits Abu Sa'id di muka tadi. Kemungkinan beliau berada di
tempat yang tinggi, kemudian turun. Wallahu a'lam.
[8] Al-Hafizh berkata, "Saya tidak mendapatinya maushul, tetapi terdapat
riwayat seperti ini secara marfu dan muqayyad 'dengan ada persyaratan'
serta ada yang tidak muqayyad. Kemudian disebutkannya yang
muqayyad dari riwayat Ibnu Majah dengan isnad yang dhaif dari Ibnu
Abbas, dan yang lain disebutkan dari riwayat Abdur Razzaq dengan isnad
yang mursal.
[9] Sudah populer bahwa hari-hari tasyrik sesudah hari nahar (tangga110
Dzulhijjah) itu diperselisihkan, apakah dua hari atau tiga hari. Akan tetapi,
beberapa atsar memberikan kesaksian bahwa hari Idul Adha itu termasuk
hari tasyrik, dan pendapat ini dikuatkan oleh Abu Ubaid berdasarkan apa
yang dikutip dan ditahqiq oleh al-Hafizh dalam al-Fath.
[10] Bunyi teks bacaannya ialah "Wayadzkurullaaha fii ayaamin
ma'luumaat" atau "Wadzkurullaaha fii ayyaamin ma'duudaat". Yang
dimaksudkan oleh Ibnu Abbas bukan bacaannya, tetapi penafsiran kata
"ma'duudaat" dan "ma'luumaat".
[11] Di-maushul-kan oleh Abd bin Humaid dari Amr bin Dinar dari Ibnu
Abbas.
[12] Al-Hafizh berkata, "Saya tidak mendapatinya secara maushul dari
mereka."
[13] Muhammad bin Ali adalah Abu Ja'far al-Baqir, dan di-maushul-kan
oleh ad-Daruquthni darinya dalam al-Mu'talif.
[14] Di-maushul-kan oleh Abu Ubaid, dan di-maushul-kan pula dari
jalannya oleh al-Baihaqi (3/312) dari Umar, dan di-maushul-kan oleh Said
bin Manshur dari jalan lain darinya.
[15] Di-maushul-kan oleh Ibnul Mundzir dan al-Fakihi dalam Akhbaaru
Makkah dengan sanad sahih dari Ibnu Umar.
[16] AI-Hafizh berkata, "Saya tidak mendapatinya secara maushul."
[17] Di-maushul-kan oleh Abu Bakar Ibnu Abid Dun-ya dalam Kitab al-
Idain. Al-Hafizh berkata, "Hadits Ummu Athiyah dalam bab ini mendahului
mereka dalam hal itu."
[18] Ini adalah bagian dari hadits yang di-maushul-kan oleh penyusun
pada nomor 512 di muka..
[19] Kisah ini telah disebutkan dari jalan lain dari Ibnu Abbas secara
ringkas. Maka, kemungkinan cerita ini dua macam, dan mungkin juga
hanya satu, dan sebagian perawi meringkasnya. Wallahu a'lam.
[20] Al-Hafizh berkata, "Saya tidak mengetahuinya demikian.
Sesungguhnya bagian pertamanya terdapat di dalarn hadits Aisyah
tentang kisah dua wanita yang menyanyi -yakni hadits yang baru
disebutkan di muka (2-BAB). Adapun sisanya, kemungkinan diambil dari
hadits Uqbah bin Amir secara marfu, 'Hari Mina adalah hari raya kita umat
Islam'", yang mana hadits ini diriwayatkan dalam As-Sunan dan disahkan
oleh Ibnu Khuzaimah.
[21] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah (2/183) yang seperti itu.
[22] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah (2/191) yang sama dengannya
dengan sanad sahih.
[23] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dan al-Faryabi dengan sanad
sahih.
[24] Al-Hafizh berkata, "Saya tidak menjumpainya yang maushul." Saya
(Al-Albani) berkata, "Abdur Razzaq meriwayatkannya (5624) dengan
sanad sahih dari maula Ibnu Abbas, dari Ibnu Abbas, ia berkata, 'Tidak
boleh mengerjakan shalat sunnah sebelum dan sesudahnya.'"