klipling illing
DESCRIPTION
ilmu lingkunganTRANSCRIPT
Walhi: Daya Dukung Lingkungan di Kalbar Telah Hilang
Kamis, 5 Desember 2013 08:04 WIB
SERAMBI INDONESIA/BUDI FATRIAIlustrasi
TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Direktur Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (Walhi) Kalbar Anton P Widjaya mengatakan seringnya banjir di beberapa
kawasan di Kabupaten Landak membuktikan daya dukung lingkungan sudah hilang.
"Hal ini disebabkan eksploitasi yang berlebihan. Alam tidak lagi memiliki kemampuan
menahan sesuatu yang berlebihan, bencana alam akan semakin sering terjadi," kata Anton,
Kamis (5/11/2013).
Dituturkan, bagi kami semua kejadian ini merupakan alarm, warning bagi kita semua
bahwa kondisi lingkungan hidup sudah tidak lagi seimbang.
"Hal ini juga warning bagi pemerintah untuk merubah seluruh kebijakan pengelolaan
sumber daya alamnya. Hentikan semua bentuk eksploitasi dan menggantinya dengan
kebijakan rehabilitasi yang lebih berkelanjutan dan berpihak kepada masyarakat dan petani,"
tegas Anton.
Seperti diberitakan, sebanyak lima kecamatan di Kabupaten Landak terendam banjir
akibat hujan deras kurang lebih tujuh jam. Banjir di Karangan, Kecamatan Mempawah Hulu
menyebabkan jalur Pontianak-Bengkayang terputus. Banjir juga menyebabkan satu di antara
1
warga meninggal karena kedinginan habis mengevakuasi anak-anak dan istrinya. Dikabarkan
sekitar 2.000 warga sudah mengungsi akibat banjir.
Yeni, seorang staf Koperasi Simpan Pinjam Pancur Kasih di Kabupaten Landak
mengatakan ia tak bisa bekerja seperti biasanya. "Kantor kami terendam, kondisi ini
menganggu pelayanan," kata Yeni. (Stefanus Akim)
Editor: Hendra Gunawan
Sumber: Tribun Pontianak
2
Diduga Cemari Sungai Sangatta
Pemkab Kutim Siap Pidanakan Perusahaan Tambang
Bakrie Group
Awaluddin Jalil
Jum'at, 16 Januari 2015 − 15:30 WIB
Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) siap mempidanakan perusahaan tambang
batu bara milik Bakrie Group, PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang diduga mencemari Sungai
Sangatta. Ilustrasi. (Sindonews)
SAMARINDA - Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) siap mempidanakan
perusahaan tambang batu bara milik Bakrie Group, PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang
diduga mencemari Sungai Sangatta.
Bupati Kutai Timur Isran Noor menyebutkan, pihaknya saat ini sedang melakukan
evaluasi terkait termuan ini. Setelah evaluasi dilakukan, baru diputuskan langkah apa yang
akan dilakukan.
3
“Kita lihat (hasil) evaluasi dulu, sampai sejauh mana (pelanggarannya). Apakah pantas
dipidanakan atau kita berikan sanksi-sanksi yang sesuai dengan aturan yang berlaku,” kata
Isran kepada wartawan di Samarinda, Jumat (16/1/2014).
Proses evaluasi ini nantinya akan menentukan langkah apa yang diambil Pemkab Kutai
Timur. Isran menyebut, opsi lain masih mungkin terjadi, tergantung komunikasi dengan PT
KPC.
“Kita lakukan cek san cek sini. Ya udah, kalau memang ini bisa dibawa ke pidana, kita
pidakan. Kalau tidak mungkin ada cara-cara lain, kita masih komunikasi dengan pihak KPC,”
katanya.
Soal tuntutan ganti rugi, pihak Pemkab mengaku masih melakukan penyelidikan.
Pasalnya, PDAM Kutai Timur mengalami gangguan produksi air bersih akibat pencemaran
ini.
“Sungai Sangatta adalah sumber air baku PDAM. Jadi, karena (pencemaran) ini,
kapasitas produksi diturunkan sampai 60%,” katanya.
Terkait langkah hukum yang bakal dilakukan Pemerintah Kutai Timur, General
Manager Health, Safety, Environment, and Security (HSES) PT KPC, Immanuel Manege,
pihaknya tidak akan berpolemik terkait hal itu.
“Itu (langkah hukum) perlu proses lebih lanjut. Ada kaidah-kaidah pada proses itu,”
kata Immanuel.
Meski demikian, PT KPC akan tetap patuh bila permasalahan ini ditindaklanjuti. PT
KPC, katanya, berkomitmen untuk menjalankan praktik penambangan yang baik.
Apalagi, melubernya kolam penampungan limbah terjadi karena cuaca ekstrim yang
menyebabkan curah hujan tinggi.
Akibat curah hujan yang tinggi tersebut, berdampak banjir di wilayah tambang PT
KPC. Pada kondisi banjir normal, air hujan masih bisa diendapkan di kolam tambang
sebelum keluar ke sungai Bendili, anak sungai Sangatta.
“Namun karena kondisi ektrem tersebut, air dari limpasan tambang tidak mampu
diendapkan dan langsung meluber ke luar. Dalam kondisi ekstrem seperti itu, secara aturan
lingkungan dapat diterima jika air tidak sanggup lagi diendapkan,” kata Immanuel.
4
Sebelumnya, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kutai Timur menemukan tingkat
kekeruhan Sungai Sangatta yang sangat tinggi pada akhir November 2014 lalu. Mereka lalu
melakukan penelusuran dan uji laboratorium kadar air sungai.
Hasilnya, tim penelusuran menemukan penyebab pencemaran setelah menelusuri
Sungai Bendili, anak Sungai Sangatta. Sungai Bendili berhulu di aktivitas pertambangan batu
bara milik PT KPC. Di sini merupakan kawasan Pit Pelikan SP, dan menjadi pintu air
terakhir sebelum dilepas ke Sungai.
source:
5
Sungai Mahakam Tercemar Limbah B3 Pengeboran
Minyak
Awaluddin Jalil
Selasa, 28 Oktober 2014 − 14:52 WIB
Sungai Mahakam (dok:Istimewa/bungadel.wordpress.com)
SAMARINDA - Sungai Mahakam, tercemar limbah kapal pengangkut limbah
berbahaya hasil pengeboran minyak. Akibat pencemaran itu, warga di Kelurahan Pendingin,
Kecamatan Sanga-sanga, Kutai Kartanegara, kesulitan mendapatkan pasokan air bersih.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur (Kaltim) mencatat, kapal
pengangkut limbah berbahaya hasil pengeboran minyak itu diangkut oleh oleh perusahaan
kontraktor migas Haliburton, dan tenggelam, pada 25 September 2014.
"Kapal mengangkut limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Tenggelam didekat
dermaga yang berada di sekitar pemukiman penduduk," kata Juru Bicara Jatam Kaltim Merah
Johansyah, kepada wartawan, Selasa (28/10/2014).
6
Dari hasil olah lapangan, dan wawancara warga di sekitar lokasi, kapal tersebut
terguling saat ingin bersandar di pelabuhan Haliburton, yang ada di Kelurahan Pendingin.
Dugaan awal, kapal terguling karena kelebihan muatan.
"Ada sekira 200 kepala keluarga di tiga RT yang memanfaatkan air sungai untuk
kehidupan sehari-hari. Warga mengakui, pemerintah lamban menangani kasus ini," bebernya.
Dijelaskan, pertemuan antara warga, Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), dan
pihak perusahaan, baru dilangsungkan pada 13 Oktober 2014. Hasilnya, warga sekitar
bantaran sungai dapat kompensasi air bersih satu galon untuk setiap kepala keluarga.
"Kami mendesak Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang dimiliki KLH dan BLH
yang memiliki wewenang Penyidikan Pidana Lingkungan Hidup untuk melakukan investigasi
secara mendalam," tegasnya.
Penyidikan itu, termasuk dugaan Pidana Lingkungan Hidup sesuai dengan Undang-
undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(PPLH).
“Dalam UU ini terdapat sembilan bentuk tindak Pidana Lingkungan Hidup. Salah satu
di antaranya adalah kegiatan atau usaha yang menghasilkan limbah B3 yang kemudian tidak
dilakukan pengelolaan atas limbah B3 tersebut," jelasnya.
Ditambahkan dia, sesuai Pasal 103, usaha yang tidak melakukan pengelolaan atas
limbah B3 dengan baik, maka diancam penjara maksimal tiga tahun, dan denda maksimal
Rp3 miliar.
Jatam juga mendesak Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Badan Lingkungan
Hidup (BLH) Kutai Kartanegara untuk menginvestigasi kasus ini. Jika terbukti mencemar
dan melanggar SOP, maka menerapkan pasal pidana lingkungan hidup.
“Jatam Kaltim mendesak agar kasus seperti ini tidak boleh ditutup-tutupi
pemberitannya dari publik, karena ini merupakan kasus pidana lingkungan hidup atas sungai
yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak,” pungkas Merah.
Informasi yang diperoleh Jatam kaltim, kapal yang tenggelam ini adalah milik Baroid
Surface Solution (BSS). BSS merupakan bagian dari divisi di Haliburton. Limbah diangkut
dari salah satu perusahaan migas kawasan Delta Mahakam.
7
Sampah Jadi Kendala untuk Lestarikan LingkunganSabtu, 6 Juni 2015 16:21 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam proses penanaman bakau di bibir pantai
di Kelurahan Setapuk Besar,Kecamatan Singkawang Utara, Kota Singkawang, Kalimantan
Barat, Jumadi, pemenang Kalpataru kerap menemui kendala.
Salah satu yang sering ditemui oleh Jumadi dan kawannya yang tergabung dalam
kelompok Surya Perdana Mandiri Mangrove adalah sampah.
"Sampah sering jadi kendala soalnya bisa menghambat pertumbuhan bakau," ujar
Jumadi kepada Tribunnews.com di sela-sela acara penganugerahaan penghargaan lingkungan
di Balai Kartini, Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Jumat, (5/6/2015).
Menurutnya sampah tersebut kerap datang dari luar dan dalam daerahnya. Dirinya
berharap warga bisa menjaga kebersihan agar dapat membantunya menahanan laju abrasi.
Jumadi juga mengaku telah meminta bantuan kepada Badan Lingkungan Hidup Kota
Singkawang dan Provinsi Kalimantan Baratuntuk memberikan bantuan pemasangan jaring
penahan.
"Pemasangan jaring penahan agar sampai tidak ada sampah menimbun bakau kita. Jadi
yang bisa menghambat pertumbuhan bakau," ujarnya.
Seperti diketahui Jumadi adalah pemenang penghargaan lingkungan Kalpataru dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dirinya mendapat penghargaan setelah
mendedikasikan hidupnya untuk menanam bakau di lingkungannya.
8
Penanaman bakau yang dilakukannya dapat mengurangi laju abrasi yang menggerus
daratan hingga 500 meter di pantai Setapuk Besar. Setelah Jumadi melakukan penanaman,
sekitar 100 meter daratan dapat dikembalikan.
Penulis: Fahdi FahleviEditor: Johnson Simanjuntak
9
Ribuan Perusahaan Tanpa Dokumen Lingkungan
Kamis, 20 Juni 2013 | 08:18 WIB
Kegiatan riset pencemaran bahan beracun yang dilakukan oleh Greenpeace. | Greenpeace
BATAM, KOMPAS.com - Ribuan perusahaan di Indonesia disinyalir beroperasi tanpa
dokumen lingkungan. Kesempatan mengurus dokumen evaluasi lingkungan dan dokumen
pengelolaan lingkungan yang diberikan pemerintah menyusul terbitnya Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak
banyak dimanfaatkan.
”Kami sedang menyusun surat edaran bersama Kementerian Dalam Negeri terkait hal itu,”
kata Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya pada Rapat Kerja Teknis Amdal 2013
di Batam, Kepulauan Riau, Rabu (19/6/2013).
Balthasar meminta pemerintah daerah, badan lingkungan hidup, dan perguruan tinggi turut
mengingatkan dunia usaha tentang pentingnya menerapkan praktik bisnis berkelanjutan.
”Jadikan analisis mengenai dampak lingkungan dan izin lingkungan sebagai bisnis inti
pengelola lingkungan,” lanjutnya.
10
Ia meminta masyarakat tak memilih calon kepala daerah yang tak memahami perlindungan
lingkungan. Hal ini, cepat atau lambat, akan merusak lingkungan dan merugikan masyarakat.
Menurut Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Tata Lingkungan Imam Hendargo A
Ismoyo, pihaknya sudah memberikan kesempatan bagi dunia usaha untuk melengkapi
dokumen lingkungan paling lambat dua tahun setelah UU No 32/2009 berlaku. Teknisnya
diatur dalam Peraturan Menteri LH tahun 2010. ”Sayangnya, banyak yang tidak patuh,”
ujarnya.
Untuk itu, pemerintah memberikan kesempatan mengurus dokumen lingkungan melalui surat
edaran bersama. ”UU mengatur pemberian sanksi bagi pelanggar, yang kewenangannya
diberikan di daerah,” lanjutnya.
Sanksi itu berupa teguran hingga sanksi pidana dan denda. ”Kami tidak hendak mematikan
atau memenjarakan orang. Semangatnya adalah bisnis yang bertanggung jawab pada masa
depan kehidupan,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata Balthasar, dunia usaha hendaknya mematuhi ketentuan yang ada. Sudah
terlalu lama ada pemakluman dan pemberian kesempatan untuk perbaikan. (GSA)
Sumber : Kompas Cetak
Editor : yunan
11
Sungai Citarum kembali berubah warna menjadi merah
M Bayu Hidayah
Minggu, 13 April 2014 − 17:41 WIB
Kondisi Sungai Citarum yang mendadak berwarna merah. (Foto: M Bayu Hidayah/Koran
SINDO)
Sindonews.com - Aliran Sungai Citarum di Dusun Babakan Bandung, Kelurahan
Adiarsa, Kecamatan Karawang Barat, mendadak berubah warna menjadi merah pekat.
Perubahan warna tersebut diduga akibat pencemaran yang dilakukan PT Pindodeli,
lantaran aliran sungai yang tercemar itu tepat berada di bekas pembuangan limbah cair
perusahaan tersebut.
Berdasarkan informasi yang diterima di lokasi, perubahan warna dengan bau
menyengat itu terjadi pada Minggu (13/4/2014) pagi. Awalnya, perubahan warna itu
diketahui oleh Muslim (42) warga setempat. Muslim yang saat itu hendak memancing di
sungai tersebut, tiba-tiba dikejutkan oleh fenomena yang terjadi pada air sungai itu.
12
"Saya langsung membatalkan untuk memancing. Melihat air sungai berwarna merah
pekat, saya jadi ketakutan," ujarnya.
Selain berwarna merah pekat, kata Muslim, air aliran sungai tersebut pun mengeluarkan
bau yang menyengat.
"Air berwarna merah pekat dengan bau menyengat itu mengalir dari sini," lanjut
Muslim, seraya menunjukkan saluran bekas pembuangan limbah cair PT Pindodeli di aliran
sungai tersebut.
Penemuan itu kemudian dia laporkan kepada Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(BPLH) Karawang. Tak menunggu lama, sejumlah petugas BPLH Karawang, langsung
mendatangi lokasi.
Di lokasi, petugas BPLH dan anggota LSM Forkadas-C langsung melakukan
pengecekan air sungai.
Meski belum diketahui hasil pengecekan contoh air tersebut, pihak BPLH Karawang
langsung mengarahkan kecurigaannya kepada PT Pindodeli.
"Indikasi awal, pencemaran ini ada kaitannya dengan PT Pindodeli. Namun kita belum
bisa memastikan. Pasalnya, kita harus melakukan pengujian contoh air di labolatorium.
Kecurigaan ini didasari atas sumber air berwarna merah pekat ini berasal dari saluran bekas
pembuangan PT Pindodeli," ujar Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal)
BPLH Karawang, Neneng Junengsih, di lokasi.
Berbekal kecurigaan, petugas beserta Kabid Wasdal BPLH Karawang kemudian
mendatangi perusahaan terkait, yang berlokasi hanya 600 meter dari aliran sungai yang
terindikasi tercemar itu. BPLH pun langsung melakukan sidak ke PT Pindodeli. Dalam sidak
itu, BPLH Karawang mendapati limbah cair berwarna merah pekat dalam air pembuangan di
drainase pabrik tersebut.
"Ini sudah pelanggaran. Harusnya, air yang mengalir di drainase pabrik berwarna
bening, bukan merah seperti ini," kata Neneng.
13
11 Sungai di Sleman Tercemar Logam Berat
Priyo Setyawan
Sabtu, 14 Desember 2013 − 14:30 WIB
Ilustrasi, (SINDOnews).
Sindonews.com - 11 sungai yang melintas di kabupaten Sleman, yaitu sungai Progo,
Kruwet, Winongo, Code, Kuning, Opak, Gajahwong, Bedog, Konteng, Tepus, dan Blothang.
Saat ini kualitasnya sangat rendah dan tercemar. Berdasarkan penelelitian Kantor Lingkungan
Hidup (KLH) setempat, pada bulan Agustus-September lalu, diketahui sungai-sungai tersebut
untuk kandungan logam berat dan bakteri e-coli melebihi baku mutu.
Akibatnya, air sungai tersebut tidak layak untuk dijadikan bahan baku air minum.
Kepala Seksi Pengendalian Pencemaran Lingkungan KLH, Rachmat Budi Saptono
mengatakan, dalam penelitian tersebut mengambil sampel di 5-6 titik dari masing-masing
daerah aliran sungai (DAS).
Hasil dari penelitian diketahui sungai-sungai itu tersebut tercemar logam berat dan e-
coli dalam kategori sedang dan berat. Misalnya, di DAS Sungai Winongo, sampel yang
diambil di bawah Jembatan Mulungan, Mlati, menunjukkan kandungan timbal mencapai 0,5
miligram/liter dan bakteri e-coli yang berasal dari tinja mencapai 204 ribu/mililiter.
Padahal, untuk baku mutu logam 0,2 miligram/liter dan e-coli 100/militer. “Sedangkan
secara keseluruhan kandungan timbah di sungai Winongga mencapai 0,13 miligram/liter dari
baku mutu 0,03 miligram/liter dan e-coli 93 ribu/mililiter dari baku mutu 1.000/milliliter,”
terang Rachmat, di Sleman, Sabtu (14/12/2013).
14
Sedangkan dari DAS Sungai Progo yang sampelnya diambil diantara bawah Jembatan
Ngapak, Jembatan Senangageng, dan Jembatan Bantar. Sampel dari bawah Jembatan
Ngapak, Moyudan menunjukkan kandungan tembaga mencapai 0,3 miligram/liter dan timbal
sebanyak 0,23 miligram/liter.
“Untuk kandungan bakteri e-coli 9.000/mililiter dan e-coli total sebanyak 130
ribu/milliliter,” paparnya
Menurut Rachmat, kandungan logam berat dan bakteri e-coli di 11 sungai tersebut
dalam tiga tahun terakhir. Kebanyakan pencemaran logam berat berasal dari limbah industri
dan bakteri e-coli dari pembuangan limbah rumah tangga yang langsung ke sungai. Limbah
tersebut termasuk septic tank yang dialirkan ke sungai.
Angota Komisi C DPRD Sleman Huda Tri Yudiana mengatakan prihatin dengan
kondisi sungai di Sleman saat ini sudah tercemar limbah. Dia berharap pemerintah
secepatnya melakukan penanganan terhadap sungai yang sudah tercemar itu, termasuk
membersihkan sampah dan kotoran yang menyebabkan pencemaran.
15
78 Pabrik di Banten Ancam Kesehatan Warga
Rasyid Ridho
Rabu, 25 Maret 2015 − 12:13 WIB
Keberadaan puluhan pabrik di Banten mengancam kesehatan warga.(foto
Rasyid/Sindonews)
SERANG - Provinsi Banten saat ini memiliki 78 pabrik kimia. Dimana pabrik tersebut
menghasilkan bahan berbahaya dan beracun, yang mengancam kesehatan warga jika tidak
dilakukan pencegahan terhadap bencana industri tersebut.
Menurut Kepala Seksi Pencegahan Badan Penanggulangan Bencana daerah (BPBD)
Banten Uus Koeswoyo 78 pabrik yang ada di Banten terbagi dalam empat zona. Untuk zona
satu berada di Anyer hingga perbatasan Ciwandan, kemudian zona dua berada di Ciwandan
sampe Cilegon. Zona tiga pada kawasan Gerem sampai Cilegon dan zona empat berada di
Cilegon hingga Merak.
16
“Semua itu industri yang memproduksi bahan kimia, dengan pencemaran udara yang
sangat tinggi, namum data jenis pencemaran belum pasti,tapi semuanya tergolong dalam
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3),” kata Uus ditemui dikantornya, Rabu (25/3/2015).
Dikatakan, ancaman yang bisa terjadi adalah terjadinya kebocoran pada pembuangan
uap industri dan reaktor pengolahan bahan. Selain itu limbah yang dihasilkan dikhawatirkan
belum disteralisasi, sehingga bisa merugikan masyarakat.
“Kesemuanya itu memproduksi limbah pabrik petrokimia yang menghasilkan Plastik,
karbon dan pabrik-pabrik petrokimia lainnya,” terangnya.
Akibatnya lanjut Uus, bila limbah bersentuhan langsung dengan manusia bisa
menimbulkan penyakit, jika lewat udara penyakit pernafasan, ISPA serta bisa juga
menyebabkan kanker otak. Dan jika bersentuhan langsung bisa menyebabkan penyakit kulit.
“Akibat bencana industri ini bisa menyebabkan kematian jika tidak ada pencegahan dan
mitigasi bencana yang sewaktu-waktu bisa terjadi," sebutnya.
source:
17
PT Rukindo Akui Buang Limbah di Kawasan Pulau Tegal
Penulis : Yulvianus Harjono
Jumat, 4 Januari 2013 | 13:14 WIB
Red Tide | Miriam Godfrey
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS.com — Pelaksana pengerukan alur Pelabuhan Panjang
dari PT Pengerukan Indonesia mengaku membuang limbah sedimen di dekat kawasan Pulau
Tegal yang tidak jauh dari lokasi keramba jaring apung di Ringgung, Lampung.
Fahmi, mualim II kapal keruk KK Halmahera yang ditemui di kapal itu, Jumat (4/1/2012),
mengatakan, lokasi pembuangan limbah sedimentasi berada di empat titik di dekat kawasan
Pulau Tegal. Padahal, lokasi pembuangan ini hanya berjarak sekitar 2 mil laut dari lokasi
keramba jaring apung di Ringgung, Pesawaran.
Titik pembuangan ini berjarak 6 mil laut dari lokasi pengerukan alur Pelabuhan Panjang.
Namun, ujar Fahmi, lokasi pembuangan itu telah ditentukan dan disetujui PT Pelindo selaku
pemilik proyek dan mendapat rekomendasi dari Administratur Pelabuhan Panjang. "Kami
juga sudah mengantongi perizinan dari Kementerian Perhubungan, termasuk amdal. Kalau
18
tidak ada izin, kami tidak mungkin berani melakukan kegiatan ini," ujar Sutrisno, pegawai
bidang operasional PT Rukindo.
Namun, ia tidak menduga jika proyek itu bisa mengakibatkan kematian ribuan ikan di
Ringgung. "Setahu saya, limbah sedimen itu tidak mematikan ikan," tuturnya.
Sebelumnya, pegawai dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, polisi air Polda
Lampung, dan sejumlah pembudidaya ikan kerapu dari Ringgung mendatangi KK
Halmahera. Para pembudidaya menuding kematikan ikan-ikan mereka ada kaitannya dengan
aktivitas pembuangan limbah pengerukan Pelabuhan Panjang.
Editor : Rusdi Amral
19
Limbah Batubara PLTU Bisa Dibuat Batu Bata
Penulis : Adi Sucipto
Jumat, 24 Mei 2013 | 16:46 WIB
Ilustrasi | KOMPAS/AMBROSIUS HARTO
TANAH LAUT, KOMPAS.com — Limbah batubara di PLTU Asam-Asam, Jorong,
Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, dimanfaatkan untuk batu bata.
Limbah batubara tersebut bisa dibuat batu bata berukuran 20 cm x 60 cm x 7,5 cm. Bata
dengan komposisi 60 persen abu batubara dan 40 persen semen itu bisa mengapung di air dan
lebih irit jika digunakan untuk membangun rumah.
Asisten Manajer Operasional PLTU Asam-Asam, Gatut Pujo Pramono, Jumat (24/5/2013),
menjelaskan, empat pembangkit membutuhkan 4.400 ton batubara dengan kadar 4.200 kalori
per hari.
Batubara dipasok oleh PT Arutmin dan PT PLN Batubara. Hingga saat ini pembakaran
batubara telah menghasilkan 130.000 ton abu.
20
PLTU Asam-Asam memiliki lahan seluas 170 hektar, 11 hektar di antaranya untuk
menampung abu batubara.
Abu itu bisa dimanfaatkan untuk menormalkan asam tambang, menstabilkan lahan gambut,
dan menjernihkan air.
Selama ini abu batubara dikategorikan limbah beracun dan berbahaya (B3). "Padahal
kandungannya lebih membayakan batubara," katanya.
Sebagian abu telah dimanfaatkan untuk pembuatan bata ukuran 20 sentimeter (cm) x 60 cm x
7,5 cm, paving, dan batako.
"Ini cocok untuk tembok rumah di Kalimantan yang sebagian besar rawa-rawa jadi tidak
membebani fondasi," tutur Gatut.
Selama ini batu bata yang dikerjakan tenaga kontrak dijual Rp 6.000 hingga Rp 8.000 per
biji. Namun, bata yang dibuat diberikan ke masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab sosial
perusahaan.
"Sebagian besar digunakan untuk pembangunan sekolah dan masjid," katanya.
Ke depan limbah abu batubara akan dimanfaatkan oleh PT Zircon Inti Persada (ZIP) untuk
dibuat batu bata dan paving.
Perusahaan tersebut membutuhkan 150 ton abu batubara per hari.
Satu unit pembangkit menghasilkan 30 ton abu sehingga total menghasilkan 120 ton per hari.
Abunya akan terserap semua dan tidak sampai mencemari lingkungan.
Limbah abu batubara nantinya dikelola PT ZIP setelah mendapatkan izin pemanfaatan limbah
B3 dan punya izin Amdal.
Saat ini saja di PLTU Asam-Asam abu batubara yang terkumpul mencapai 130.000 ton sejak
pembangkit dibangun.
Editor : Tjahja Gunawan Diredja
21
Ulasan
Pada berita pertama membahas tentang sudah hilangnya daya dukung lingkungan.
Hali ini terlihat dari seringnya terjadi banjir pada beberapa kawasan di Kabupaten Landak.
Penyebab dari hilang ini disebutkan bahwa besarnya eksploitasi pada daerah tersebut yang
menyebabkan hilangnya daya dukung lingkungannya. Salah satu solusi untuk mengurangi
terjadinya bencana banjir dengan mengkaji ulang kebijakan pemerintah terhadap peraturan
mengenai eksploitasi.
Pada berita kedua membahas tentang dugaan pencamaran sungai Sangatta yang
dilakukan oleh perusahan milik Bakrie Group, PT Kaltim Prima Coal(KPC). Pembahasan
mengenai pencemaran lingkungan ini sudah memasuki tahap evaluasi yang dilakukan oleh
pemerintah Kabupaten Kutai Timur. Hal ini dilakukan karena mengurangnya produksi air
bersih pada PDAM. Pencemaran lingkungan ini menyebabkan berkurangnya kapasitas
produksi hingga 60%. Penyebab dari pencemaran ini ditengarai karena bak penampung
limbah milik KPC meluap. Penyebab meluapnya ini karena curah hujan pada daerah tersebut
tinggi kan menyebabkan bak penampungan limbahnya meluap.
Pada berita ketiga ini membahas tentang sungai Mahakam yang tercemar Limbah
berbahaya. Sungai Mahakam ini tercemar disebabkan oleh olennya kapal pengangkut limbah
berbahaya pada sungai mahakam ini. Kapal tersebut mengangkut bahan berhaya dan beracun
(B3). Akibat dari olengnya kapal ini menyebabkan masyarakat dibantaran sungai Mahakam
yang masih memanfaatkan sungai untuk keperluan sehari-hari terganggu akibat adanya
limbah pada sungai Mahakam.
Berita Keempat yang berjudul Sampah jadi kendala untuk lestarikan lingkungan.
Dalam berita ini mengulas tentang seorang sosok Jumadi yang mendapat penghargaan dari
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap dedikasinya terhadap bakau. Dalam
hal ini Jumadi kesulitan untuk melestarikan bakau pada daerah di Singkawang, ini
disebabkan banyaknya sampah yang menghalangi dan mengganggu laju pertumbuhan dari
tanaman bakau itu sendiri.
Berita Kelima membahas tentang banyaknya perusahaan yang tanpa dilengkapi
dokumen mengenai lingkungan dalam perijinan mendirikan perusahaannya. Disinyalir
banyak perusahaan yang beroperasi di Indonesia tidak dilengkapi dengan dokumen mengenai
lingkungan, hal ini menyebabkan perusahaan tersebut seenaknya sendiri membuang limbah
pad lingkungan tanpa sadar tentang akibat yang ditimbulkannya.
22
Pada berita Keenam ini mengangkat topik tentang Sungai Citarum Kembali Berubah
Warna menjadi Merah. Perubahan warna pada Sungai Citarum ini dicurigai disebabkan
karena limbah dari PT Pindodeli. Kecurigaan ini muncul karena warna merah pada sungai ini
berada pada saluran pembuangan milik PT Pindodeli. Pencemaran sungai ini menyebabkan
sungai berubah warna menjadi merah dan menimbulkan efek bau yang menyengat. Kejadian
ini kemudian dilaporkan kepada Badan Pengelola Lingkungan Hidup. Pelaporan ini
kemudian ditindak lanjuti dengan melakukan sidak pada PT Pindodeli dan ditemukan bahwa
limbah tersebut berasal dari perusahaan tersebut.
Berita Ketujuh ini membahas tentang Pencemaran Sungai di Kabupaten Sleman.
Sebanyak 11 sungai yang melintas di Kabupaten Sleman ini. Terindikasi sungai-sungai
tersebut tercemar oleh kandungan logam berat dan bakteri e-coli. Dimana pencemaran itu
telah melebihi standar baku mutu logam dan e-coli. Misalkan pada salah satu sungai telah
terdeteksi memiliki kandungan timbal 0,13 miligram/ liter sedangkan baku mutunya 0,03
miligram/ liter dan kandungan e-coli 93 ribu/ mililiter dari baku mutunya 1.000/ mililiter.
Pencemaran ini disinyalir disebabkan karena limbah industri yang berada di sekitar sungai
serta limbah rumah tangga yang lansung dibuang ke sungai tanpa ada proses penyulingan
terlebih dahulu.
Pada berita Kedelapan ini membahas tentang ancaman pencemaran kesehatan di
Banten. Pemicunya karena di Banten mamiliki 78 pabrik kimia yang bisa saja menyebabkan
pencemaran kesehatan. Pencemaran limbah dari pabrik kimia ini bisa menyebabkan penyakit
apabila bersentuhan langsung dengan manusia. Penyakit-penyakit yang timbul antara lain
kanker, ISPA, penyakit kulit, bahkan bisa menyebabkan kematian.
Topik berita Kesembilan ini berjudul PT Rukindo akui buang di kawasan pulau tegal.
Pembuangan limbah ini mengakibatkan matinya ribuan ikan kerapu pada tempat
pembudidaya. Kematian ini disinyalir disebabkan karena pembuangan limbah sedimentasi.
Menurut pihak PT Rukindo sendiri sudah mengantongi izin mengenai pembuangan limbah
ini dan menurut salah satu juru bicaranya bahwasanya limbah sedimentasi ini tidak beracun.
Pada berita Kesepuluh membahas tentang pemanfaatan limbah batubara menjadi batu
bata. Pemanfaat ini dilakukan karena limbah abu dari pembakaran batubara yang banyak
sehingga muncul inisiatif mengolahnya menjadi batu bata. Batu bata yang terbuat dari limbah
batubara ini memiliki dimensi 20 cm x 60 cm x 7,5 cm. Batu bata ini bisa digunakan sebagai
bahan dasar pembuatan rumah, gedung, sekolah, dan lain-lain.
23