koagulasi intravaskular diseminata

Upload: daisy-haryono

Post on 12-Oct-2015

40 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Koagulasi Intravaskular DiseminataKoagulasi Intravaskular Diseminata adalah diagnosis patologi klinik dari kelainan yang didefinisikan oleh International Society on Thrombosis and Hemostasis (ISTH) sebagai sebuah sindrom didapat, ditandai dengan aktivitas koagulasi intravaskular dengan hilangnya lokasi yang muncul dari penyebab yang berbeda-beda. Kondisi ini khas pada mikrovaskular dan dapat menyebabkan kerusakan dengan berbagai tingkat keparahan yang menyebabkan disfungsi organ multiple (gambar 2). Hal tersebut dapat diidentifikasi pada sistem penilaian dasar yang dikembangkan ISTH (tabel 2).Tabel 2. Sistem penilIan diagnostik untuk KID.

Asesment risiko:Apakah pasien mempunyai kelainan mendasar yang diketahui berhubungan dengan KID yang jelas? Jika ya: ditangani sesuai algoritma. Jika tidak: jangan gunakan algoritma. Tes koagulasi umum :PT, hitung trombosit, fibrinogen, petanda fibrin. Nilai hasil test sebagai berikut: Hitung trombosit : 50.000 - 100.000/mm3: 1 poin = 6 detik : 2 poin Kadar fibrinogen : >= 1 g/liter : 0 poin < 1g/liter : 1 poin Penghitungan nilai sebagai berikut: >= 5 poin : sesuai dengan KID yang jelas, ulangi penilaian setiap hari. < 5 poin : kemungkinan KID yang tidak jelas, ulangi penilaian 1- 2 hari berikutnya.

(Data diadaptasi dari Toh and Hoots pada dasar sistem penilaian yang dikembangan oleh ISTH).

KID biasanya muncul sebagai perdarahan, dengan hanya 5-10% kasus menunjukkan dengan mikrotrombi (contoh: iskemia digitalis). Kondisi muncul dengan episode trombotik / perdarahan bergantung pada penyebabnya dan pertahanan host. Sepsis adalah penyebab paling sering KID pada perawatan kritis ; infeksi sistemik dengan perkiraan bakteri Staphilococcus aureus hingga Escherichia coli yang diketahui berhubungan dengan kondisi ini. Kompleks patofisiologi dimediasi oleh pola molekuler patogen, dimana menghasilkan respon inflamasi pada host melalui sinyal pada reseptor spesifik. Sebagai contoh, sinyal oleh Toll -like receptor dan komplemen reseptor inisiasi sinyal intraseluler, dimana menghasilkan sintesis beberapa protein ( termasuk sitokin proinflamasi).

Protein ini memicu perubahan hemostasis, menyebabkan up-regulation dari faktor jaringan dan kerusakan dari antikoagulan fisiologis dan fibrinolisis. Faktor jaringan mempunyai peran penting pada proses ini. Terlihat pada septikemia meningokokus, dimana kadar faktor jaringan di monosit mungkin memprediksi pertahanan. Studi lain dari sepsis meningokokus menunjukkan bahwa faktor jaringan ditemukan mikropartikel turunan monosit pada sirkulasi. Up-regulation dari faktor jaringan mengaktivasi koagulasi, mengakibatkan deposisi fibrin yang menyebar luas dan trombosis mikrovaskular dan berkontribusi pada disfungsi organ multipel.

Terjadi kompleks abnormal antikoagulan fisiologik dan dosis farmakologi dari protein C teraktivasi, antitrombin, dan inhibisi jalur faktor jaringan muncul menjadi keuntungan pada studi dari endotoxemia pada binatang. Studi menjanjikan ini mengarahkan acak mayor, percobaan terkontrol suplementasi antikoagulan fisiologik dengan dosis farmakologik dari protein C teraktivasi, antitrombin dan inhibitor jalur faktor jaringan pada pasien dengan sepsis. Bagaimanapun, studi menunjukan tidak ada penurunan angka kematian dan peningkatan episode perdarahan.

Konsumsi dari protein koagulasi dan trombosit menghasilkan perdarahan cenderung dengan trombositopenia, pemanjangan PT dan aPTT, hipofibrinogenemia, dan peningkatan kadar FDP (Fibrinogen Degradation Product : D-dimer). Antikoagulan fisiologik juga dikonsumsi pada proses inhibisi banyak faktor koagulasi teraktivasi. Pada KID parah, konsumsi dan pengurangan suplai trombosit dan protein koagulasi biasanya mengakibatkan kebocoran perlahan pada tempat akses vaskular dan luka tetapi biasanya disebabkan perdarahan yang mengalir.

Dasar untuk penanganan kondisi ini tetap dari penyebabnya (co: sepsis). Penanganan lebih jauh mungkin tidak diperlukan pada pasien dengan koagulasi abnormal ringan dan tidak ada bukti perdarahan. Panduan penanganan didasari terutama pada pendapat ahli, dimana penggantian protein koagulasi dan trombosit pada pasien dengan perdarahan. Transfusi trombosit diindikasikan untuk mempertahankan kadar trombosit > 50.000/mm3, bersama dengan pemberian FFP (Fresh Frozen Plasma) untuk mempertahankan PT dan aPTT 1,5 g/liter.

Penggunaan agen antifibrinolitik dikontraindikasikan pada penanganan KID, karena sistem fibrinolitik diperlukan pada perbaikan untuk memastikan disolusi dari penyebarluasan fibrin. Beberapa panduan merekomendasikan pemberian dosis terapi Unfractioned heparin pada pasien dengan fenotip trombotik (co:gangren), tetapi beberapa rekomendasi tetap kontroversial karena sulitnya monitor terapi pada pasien dengan aPTT memanjang. Selain itu, pemberian heparin mungkin memicu perdarahan. Akhir-akhir ini kurang ada bukti klinis untuk membuat rekomendasi pada pemakaian heparin pada pasien dengan KID.

TrombositopeniaMekanisme patofisiologiTrombositopenia mungkin muncul karena penurunan produksi atau peningkatan destruksi (imun/non imun) dari trombosit, serta dari sekuestrasi limpa. Diantara pasien ICU, kondisi terjadi 20% dari pasien medis dan 1/3 dari pasien bedah. Penyebab dari kondisi ini sering multifaktor. Pasien dengan trombositopenia cenderung lebih sakit, dengan nilai keparahan sakit lebih tinggi, daripada mereka yang diketahui dengan hitung trombosit normal. Tabel 3. Daftar Diagnosis Banding dari trombositopenia pada perawatan kritis. Identifikasi pasien yang trombositopenia penting karena memerlukan penanganan khusus ( co: trombositopenia diinduksi heparin, purpura trombositik trombositopenia). Trombositopenia diinduksi obat merupakan tantangan diagnostik,karena secara kritis pasien sakit sering menerima obat-obatan multipel yang dapat menyebabkan trombositopenia.

Ambang batas trombosit dari 10.000/mm3 untuk transfusi trombosit pada pasien dengan kondisi stabil adalah secara hemostatik efikasi dan ekonomis dalam mengurangi peralatan transfusi trombosit. Pasien dengan kegagalan produksi trombosit yang lama, seperti mielodisplasia, anemia aplastik, mungkin tetap bebas dari perdarahan serius, dengan hitung trombosit dibawah 5.000 ke 10.000/mm3. Bagaimanapun, stimulasi transfusi trombosit yang lebih tinggi harus dilakukan pada pasien dengan kelainan hemostatik atau peningkatan tekanan pada penggantian trombosit / fungsi trombosit.jika pasien perdarahan aktif, kemudian hitung trombosit 50.000/mm3 harus dipertahankan. Diantara pasien yang mempunyai atau ada risiko perdarahan pada SSP atau yang mengalami bedah saraf, hitung trombosit >100.000/mm3 sering direkomendasi, walaupun data berkurang untuk mendukung rekomendasi.

Standar hitung trombosit dihasilkan oleh hitung sel yang mengkategorisasikan sel berdasarkan ukuran, tetapi besar trombosit mungkin sama ukurannya seperti sel darah merah dan kemudian dikategorisasikan sama. Karena itu, sebuah metode imunologik hitung trombosit, dimana antigen trombosit dilabel dengan petanda yang dapat dideteksi dengan penggunaan aliran sitometri, mungkin membantu membuktikan hitungan benar. Karena transfusi trombosit mungkin cenderung refraksi trombosit imun menyebabkan pembentukan antibodi anti-HLA, penggunaan trombosit yang cocok dengan HLA, harus menghasilkan hitung trombosit yang lebih baik setelah transfusi.

Penyebab imunologikSebagai peran umum, sebuah pengurangan hitung trombosit dengan riwayat operasi baru-baru ini memperkirakan sebuah penyebab imunologik atau reaksi transfusi berat (Post Transfusion Purpura atau Trombositopenia diinduksi obat). Trombositopenia diinduksi heparin trombosis tidak biasa, transient, diinduksi obat, kelainan protrombotik autoimun disebabkan oleh pembentukan antibodi Ig G yang menyebabkan aktivitas trombosit oleh pembentukan antibodi terhadap kompleks dari faktor 4 trombosit dan heparin.

Purpura post transfusiPurpura post transfusi adalah kelainan perdarahan jarang disebabkan oleh alloantibodi spesifik trombosit (biasanya, anti-human platelet antigen 1a (HPA-1a)) pada resipien. HPA-1a bereaksi dengan trombosit donor, menghancurkannya dan juga trombosit resipien sendiri. Mayoritas dari pasien yang terkena adalah wanita yang sudah melahirkan berkali-kali yang telah tersensitisasi selama kehamilan. Pengobatan purpura post transfusi termasuk IVIg (gamma), glukokortikoid dan plasmapheresis. IVIg dosis tinggi (2g/kgBB diberikan 2-5 hari) memberikan peningkatan hitung trombosit sekitar 85% pasien. Transfusi trombosit jumlah besar mungkin diperlukan untjk m3ngontrol perdarahan berat sebelum ada respon terhadap IVIg. Ada keterbatasan bukti bahwa penggunaan trombosit HPA-1a negatif lebih efektif daripada penggunaan trombosit dari donor acak.

Diagnosis banding Trombositopenia pada pasien ICU:

Pertama, singkirkan pseudotrombositopenia dengan pertanyaan: Apakah sampel darah menggumpal? cek untuk antibodi trombosit bergantung EDTA dengan mengumpulkan contoh antikoagulan (co: sitrat). Jika pseudotrombositopenia telah disingkirkan, tanyakan: Apakah pasien minum obat yang dapat menurunkan hitung trombosit? Periksa: Heparin, dapat berhubungan dengan trombositopenia terinduksi heparin. IIb /IIIa inhibitor (co: abciximab, eptifibatide, tirofiban). Antagonis reseptor Adenosine diphosphate (ADP) (co: klopidogrel). Toksisitas alkohol akut Apakah pasien mempunyai defisinsi hematinic ( khususnya def. As.folat)? Apakah pasien mempunyai salah satu dibawah ini: Sepsis (pikirkan terutama) Infeksi HIV KID Kehilangan darah banyak dan hemodilusi Fragmentasi mekanik: Post-Cardiopulmonary bypass IABP (Intraaortic Ballon Pump) Dialisis ginjal Extracorporeal membrane oxygenation Kelainan yang dimediasi imun: ITP ( Immune Thrombocytopenic Purpura) Sindrom antifosfolipid Purpura post transfusi Anemia hemolitik mikroangiopati: DIC TTP ( Trombotic Trombocytopenic Purpura HUS Hipersplenisme Kelainan lain: Sindrom mielodisplastik Kanker Trombositopenia herediter