kode/nama bidangilmu 596/ilmu hukum laporan penelitian ... filepengendalian penduduk pendatang...
TRANSCRIPT
Kode/Nama BidangIlmu 596/Ilmu Hukum
LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGENDALIAN PENDUDUK
PENDATANG DENGAN MELIBATKAN KELEMBAGAAN DESA PAKRAMAN
( STUDI DI KOTA DENPASAR)
TIM PENELITI
ANAK AGUNG ISTRI ARI ATU DEWI., SH., MH.
0010017602 Ketua
ANAK AGUNG NGURAH WIRASILA., SH.,MH.
0014055804 Anggota
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
2015
ii
Abstrak
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGENDALIAN PENDUDUK
PENDATANG DENGAN MELIBATKAN KELEMBAGAAN DESA PAKRAMAN
( STUDI DI KOTA DENPASAR)
Anak Agung Istri Ari Atu Dewi.
Anak Agung Ngurah Wirasila.
Fakultas Hukum Universitas Udayana
Masalah kependudukan telah menjadi persoalan yang sangat kompleks dalam
perkembangan dewasa ini. Hal ini juga terjadi di wilayah hukum Kota Denpasar, dimana
pertumbuhan penduduk sangat pesat dengan daya dukung dan daya tampung sangat terbatas.
Berhubungan dengan hal tersebut maka dilakukan penelitian untuk mengetahui 2 (dua) hal
yaitu : pertama, untuk mengetahui pengaturan secara yuridis penduduk pendatang di Kota
Denpasar. Kedua, untuk mengetahui mengenai keterlibatan desa pakraman dalam pengendalian
penduduk pendatang. Sesuai dengan tujuan penelitian tersebut pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan peraturan peundang-undangan (statue approach).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : pertama, bahwa dalam
mengantisipasai ledakan kependudukan ataupun pengendalian penduduk pendatang di wilayah
hukum Kota Denpasar, Pemerintah Kota Denpasar mendasarkan kewenangannya dalam
pengendalian penduduk pendatang dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UU
Nomor 23 Tahun 2014, UU 23 tahun 2006 sebagaiman telah diubah dengan UU Nomor 24
Tahun 2013, Perda Provinsi Bali Nomor 10 TAhun 1998, Perda Provinsi Bali 3 Tahun 2001,
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Denpasar
Nomor 6 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dalam Kerangka Sistem
Informasi manajemen Kependudukan (SIMDUK), Keputusan Walikota Nomor 593 Taun 2000
tentang Penertiban Penduduk Pendatang. Keputusan ini juga terjadi perubahan yaitu Keputusan
Walikota Denpasar Nomor 610 Tahun 2002 tentang Perubahan Keputusan Walikota Denpasar
Nomor 539 Tahun 2000. Kedua, Mengenai Pelibatan Desa Pakraman dalam pengendalian
Penduduk Penndatang di wilayah hukum Kota Denpasar juga diatur secara jelas baik dalam
tataran Perda, Keputusan Walikota serta dituangkan dalam Kesepakatan Kerjasama antara Pihak
Kedinasan dengan Pihak Desa Pakraman di wilayah hukum Kota Denpasar. Dengan diaturnya
secara jelas keterlibatan Desa Pakraman tersebut memberikan otoritas kepada Desa Pakraman
dalam pengendalian Penduduk pendatang sesuai dengan awig-awig desa pakraman setempat.
Sebagai rekomendasi dalam penelitian ini maka perlu adanya pengaturan lebih jelas dalam
setiap awig-awig desa pakraman di wilayah Hukum Kota Denpasar tentang penduduk pendatang,
sehingga ledakan penduduk di Kota Denpasar dapat dikendalikan. Rekomendasi juga ditujukan
kepada Pemerintah Kota Denpasar, untuk lebih sungguh-sungguh menerapan kebijakan-
kebijakan hukum tersebut agar perkembangan penduduk pendatang dapat dikendalikan.
Kata Kunci : Kewenangan, Penduduk Pendatang, Desa Pakraman.
iii
Abstrac
LOCAL GOVERNMENT AUTHORITY IN CONTROL POPULATION RISING INVOLVING
THE INSTITUTIONAL PAKRAMAN VILLAGE
(STUDY IN DENPASAR)
Anak Agung Istri Ari Atu Dewi.
Anak Agung Ngurah Wirasila.
Faculty of Law
Udayana University
The population problem has become a very complex issue in development today. It also
occurs in the jurisdiction in Denpasar, where population growth is very rapid with carrying
capacity and very limited capacity. Associated with these conditions, to investigate the two (2)
things: first, to determine the juridical arrangements of migrants in the city of Denpasar. Second,
to find out about the involvement Pakraman the immigrant population control. In accordance
with the purpose of the research approach used is the approach peundang statutory regulations
(statue approach).
Based on the results of the study can be summarized as follows: first, that in
mengantisipasai explosion of population or population control entrants in the jurisdiction in
Denpasar, Denpasar government bases its authority in controlling the population of newcomers
to the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945, Law No. 23 of 2014, Act 23 2006 as
amended by Act No. 24 of 2013, the Regulation of Bali Province Number 10 of 1998, regulation
of Bali Province 3, 2001, the Regional Regulation No. 5 of 2014 on the Amendment of Regional
Regulation Denpasar No. 6 of 1996 on the Implementation of Population Registration in the
Framework Population Management Information System, Mayor Decree No. 593 of 2000 on
Control Population Taun entrants. This decision is also a change that decision Denpasar Mayor
No. 610 of 2002 on the amendment decision Denpasar Mayor No. 539 of 2000. Second,
Regarding involvement in the control population Pakraman Penndatang in the jurisdiction of the
city of Denpasar also clearly regulated both at the level of legislation, as well as the Mayor's
decision set forth in the Cooperation Agreement between the Parties Pakraman State Party in the
jurisdiction of the city of Denpasar. With clearly arranged Pakraman involvement of the
authorizing Pakraman in accordance with the immigrant population control awig awig local
Pakraman.
As a recommendation in this study adjustments should be made clearer in every awig
awig Pakraman in the Law of Denpasar on migrants, so that the population explosion in the city
of Denpasar can be controlled. Recommendations also addressed to the Government of
Denpasar, for more earnest menerapan legal policies so that development can be controlled
migrants.
Key word : Authorities, Population Immigrants , Pakraman Village.
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN SAMPUL…………………………………………………………………… i
PENGESAHAN…………………………………………………………………………… ii
ABSTRAK……………..……………………………………………………………….
ABSTRAC………………………………………………………………………………..
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….
iii
v
vii
KATA PENGANTAR............................................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………. 1
1.1. Latar Belakang Masalah………………………………………………………….. 1
1.2. Rumusan Masalah……………………………………………………………….. 6
BAB II STUDI PUSTAKA……………………………………………………………….. 7
2.1. Konsep Kewenangan…………………………………………………………….. 7
2.2. Desa Pakraman sebagai masyarakat hukum adat yang otonom..................... 10
2.3. Konsep Penduduk dan Penduduk Pendatang............................................... 14
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN……………………......................... 16
3.1. Tujuan penelitian……………………………………………………………….. 16
3.2. Manfaat penelitian ................................................................................................... 16
BAB IV METODE PENELITIAN……………………………………………………….. 17
4.1. Jenis Penelitian........................................................................................................ 17
v
4.2. Sifat Penelitian........................................................................................................ 18
4.3. Sumber Bahan Hukum………………………………………………………….. 18
4.4. Teknik pengumpulan bahan hukum..................................................................... 19
4.5. Teknik analisis bahan hukum............................................................................... 19
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………… 21
5.1. Kewenangan Pemerintah Kota Denpasar Dalam Pengendalian Penduduk
Pendatang ………………………………………………………………………….
21
5.2. Bentuk keterlibatan Desa Pakraman dalam Pengendalian Penduduk Pendatang di
Kota Denpasar..................................................................................................
29
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………… 45
6.1. Simpulan………………………………………………………………………… 45
6.2. Saran……………………………………………………………………………… 47
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 48
LAMPIRAN-LAMPIRAN.................................................................................................... 50
Lampiran 1 : Personalia Tenaga Peneliti................................................................................ 50
vi
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa, kerena berkat
Anugrahnya sehingga pelaksanaan kegiatan penelitian dapat terlaksana dengan lancar dan
semstinya sesuai dengan rencana dan jadwal yang telah ditetapkan.
Hasil penelitian ini, dituangkan dalam bentuk laporan yang Berjudul “KEWENANGAN
PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGENDALIAN PENDUDUK PENDATANG
DENGAN MELIBATKAN KELEMBAGAAN DESA PAKRAMAN ( STUDI DI KOTA
DENPASAR)”. Keberhasilan pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan dn
kerjasama dari para pihak diantaranya :
1. Universitas Udayana melalui LPPM Universitas Udayana, yang telah memberikan
dana dan fasilitas lainnya yang tidak dapat diungkap satu persatu.
2. Unit Penelitian dan Pengabdian Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah
banyak memfasilitasi demi terwujudnya penelitian ini.
3. Tim Peneliti yang telah meluangkan banyak waktu dalam pelaksanaan penelitian ini.
4. Pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini, yang tidak
dapat diungkapkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa kegiatan dan laporan Penelitian ini jauh dari sempurna, akan
tetapi diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik kalangan
akademis maupun praktisi yang mempunyai perhatian terhadap permasalahan yang dikaji dalam
penelitian ini.
Denpasar, 28 September 2015
Tim Peneliti
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pariwisata telah banyak memberikan kontribusi bagi perkembangan masyarakat Bali
secara menyeluruh. Namun meski disadari sebagai sebuah industry yang mampu menghidupi
sebagian besar masyarakat, dampak negative pariwisata pun cukup banyak.
Keberhasilan pariwisata di Bali di akui menjadi sebab bertambahnya migrasi ke Bali. Dengan
demikian salah satu dampak yang ditimbulkan dari keberhasilan pariwisata adalah masalah
kependudukan. Sebagaimana dikatakan Pitana bahwa masalah kependudukan dapat
menimbulkan dampak sekunder yang berantai aseperti pengangguran, gelandangan dan
pengemis, prostitusi, penyalahguaan obat terlarang, tindakan kriminal atau berbagai penyakit
sosial lainnya. Di berbagai tempat masalah kependudukan dapat menimbulkan konflik sosial
antar ras, suku, agama ataupun masalah ekonomi. Apabila masalah kependudukan ini tidak
dikelola dengan baik akan berdampak negatif bagi kelangsungan pariwisata di Bali.
Menurut Penelitian Pitana1 , masalah kependudukan telah menjadi persoalan yang sangat
kompleks dalam perkembangan pariwisata di Kuta. Hal ini sangat dirasakan oleh semua lapisan
masyarakat di kuta baik kalangan birokrat maupun para usahawan yang bergerak di bidang
ekonomi.
Massalah kependudukan juga merupakan pusat perhatian, dimana dikatakan bahwa Bali
sebagai tempat aktivitas masyarakat nasional maupun internasionalbaik dalam kegiatan ekonomi,
1 Pitana, I Gde, 2000, Kuta Cermin Retak Pariwisata Bali, Upada Sastra.
2
pemerintahan pendidikan dan kebudayaan akan menimbulkan suatu permasalahan yang sangat
strategis yaitu "masalah kependudukan ". MAsalah Kependudukan ini tidak dapat dipandang
sebelah mata karena masalah kependudukan merupakan masalah yang multi dimensional dan
multi effect.
Sebagai gambaran awal, berdasarkan berita media Gatra bahwa laju Pertumbuhan
Penduduk Bali Mencengangkan. Laju pertumbuhan penduduk Bali cukup mencengangkan.
Dalam setahun mencapai 1,46 persen, jauh melebihi angka nasional, yakin 1,29 persen.
Selanjutnya data yang diungkap Bali Post bahwa pertambahan penduduk pendatang di Denpasar
setiap tahunnya terus meningkat. Bahkan, laju pertambahan penduduk pendatang mengalahkan
pertumbuhan penduduk tetap. Data terbaru menyebutkan pertumbuhan penduduk pendatang di
Denpasar mencapai 0,12 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan penduduk tetap hanya 0,02
persen. Jumlah penduduk pendatang yang menuju Denpasar per tahunnya mencapai 4.000 orang.
Jika rasio pertumbuhan ini terus terpolakan maka marginalisasi penduduk lokal sangat terbuka.
Berita Koran yang tertanggal 25 Februari 2011 dengan judul “ Penertiban pendatang
belum efektif”. Pertambahan penduduk khususnya di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar
diatas rata-rata. Secara Spesifik laju Pertumbuhan penduduk perkecamatan dalam kurun waktu
yang sama paling tinggi di kecamatan kuta selatan (9,11 persen), Kuta Utara(6,94 persen) dan
Kuta (5,93 persen). Pertambahan penduduk yang tidak terkendali mengancam sendi-sendi
kehidupan di Bali.
Berdasarkan gambaran tersebut, jika kehadiran urban ke Bali khususnya ke kota denpasar yang
tidak terkontrol sangat potensial menimbulkan gesekan tata ruang serta lahirnya kantong-
kantong kemiskinan di tengah kota, tidak hanya itu degradasi budaya juga terbuka lebar.
3
Di sisi lain, salah satu lembaga adat yang merupakan wadah masyarakat adat di Bali
dalam membina kehidupannya yang sosial relegius adalah desa pakraman. Dalam kaitannya
tersebut Desa pakraman mempunyai otonomi baik dalam menetapkan aturan hukum yang
berlaku dilingkungan wilayahnya (awig-awig) termasuk mengatur masalah kependudukan baik
sebagai krama desa dan krama tamiu (penduduk pendatang). Desa pakraman juga mempunyai
otonomi dalam menyelenggarakan organisasinya yang sosial relegius, serta berwenang
menyelesaikan persoaln-persoalan hukum yang terjadi di lingkungan wilayahnya baik berupa
pelanggaran hukum mamupun sengketa (Sudantra, 2001). Oleh sebab itu pelibatan desa
pakraman dalam pengendalian penduduk pendatang perlu mendapat perhatian yang serius, sebab
dalam pelaksanaan kebjiakan pemerintah dibidang kependudukan, (pengendalian penduduk),
sebagai ujung tombak yang langsung berhadapan dengan penduduk pendatang adalah
pemerintahan di desa.
Berkaitan dengan pemerintahan desa di Bali, ada dua yaitu Desa Dinas dan Desa
Pakraman. Masing-masing Desa tersebut mempunyai fungsi dan kewenangan tersendiri dalam
pengaturan dan pengendalian penduduk pendatang. Oleh karena itu penelitian ini penting
dilakukan untuk mengetahui bagaimana pelibatan desa pakraman dalam pengendalian penduduk
pendatang di Kota Denpasar. Hal ini penting diketahui karena: pertama, bahwa desa pakraman
sebagai salah satu bentuk desa yang ada di Bali yang juga mempnyai kewenanagn mengurus
penduduk pendatang sehingga pelibatan desa pakraman penting agar tidak terjadi konflik
kewenangan dalam pelaksaan tugas. kedua, desa pakraman berkepentingan untuk dilibatkan
karena menyangkut penduduk yang memasuki dan hidup di wilayahnya.
4
Bedasarkan paparan diatas maka dipandang perlu dilakukan penelitian mengenai ”
Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Pengendalian Penduduk Pendatang dengan Melibatkan
Kelembagaan Desa Pakraman ( Studi di Kota Denpasar)”.
1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Kewenangan Pemerintah Kota Denpasar Dalam Pengendalian Penduduk
Pendatang?
2. Bagaimanakah bentuk keterlibatan Desa Pakraman dalam Pengendalian Penduduk
Pendatang di Kota Denpasar?
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Untuk membahas perumusan masalah di atas maka akan dikemukaan tinjauan pustaka drbagai
berikut :
2.1. Konsep kewenangan
Secara konseptual istilah wewenang atau kewenangan dalam bahasa belanda dapat
disebut “bevoegdheid” (yang berarti wewenang atau berkuasa). Menurut Atmosudirdjo antara
kewenangan (authority, gezag) dan wewenang (competence, bevoegheid) perlu dibedakan,
walaupun dalam praktik pembedaanya tidak selalu dirasakan perlu. Kewenangan adalah apa
yang disebut dengan kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legislative (diberi
oleh Undang-Undang) atau dari kekuasaan Eksekutif administrative.2 Kewenangan memiliki
kedudukan yang penting dalam menjalankan roda pemerintahan, dimana didalam kewenangan
mengandung Hak dan Kewajiban. Kewenangan menurut P. Nicolai, adalah sebagai berikut:
Het vermogen tot het verrichten van bepaalde rechtshandelingn (handeling die op
rechtsgevoleg gericht zijn en dus ertoe strekken dat bepaalde rechtsgovelgen onstaan of teniet
gaan). Een recht houdt in de (rechten gegeven) aanspraak op het verrichten van een handeling
door een ander. Een plicht impliceert een verplichting om een bepaalde handeling te verrichten
of na te laten.3(kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu (yaitu tindakan-tindakan
yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum, dan mencakup mengenai timbul
dan lenyapnya akibat hukum). Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tindak melakukan
2 Prajudi Atmosudirjo,1994, Hukum Administrasi Negara, Cetakan Kesepuluh, Ghalia Indonesia, Jakarta,
h.78
3Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.102.
6
tindakna tertentu atau menuntut pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu, sedangkan
kewajiban memuat keharusan untuk melakukan tindakan tertentu).
Menurut Philipus M. Hadjon menjelaskan, dalam konsep hukum publik wewenang
merupakan suatu konsep inti dalam hukum tata negara dan hukum administrasi.4 Pemerintah
dalam mengambil suatu tindakan, harus didasarkan pada hukum yang berlaku, oleh karena itu
agar suatu tindakan pemerintah dikatakan sah, maka hukum memberikan suatu kewenangan
kepada pemerintah untuk bertindak maupun tidak. Menurut Philipus M. Hadjon, Kewenangan
membuat keputusan hanya dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu dengan atribusi atau dengan
delegasi.5 Senada dengan hal tersebut F.A.M Stroink dan J.G Steenbeek, mengatakan bahwa
hanya ada dua cara organ pemerintahan memperoleh wewenang yakni atribusi berkenaan dengan
penyerahan suatu wewenang baru, sedangkan delegasi adalah menyangkut pelimpahan
wewenang yang telah wewenang yang telah ada, untuk wewenang mandat dikatakan tidak terjadi
perubahan wewenang apapun, yang ada hanyalah hubungan internal.6 Namun secara teoritis
pemerintah memperoleh kewenangan dari tiga sumber yaitu, atribusi, delegasi dan mandat.
Menurut Indroharto, bahwa wewenang diperoleh secara atribusi, delegasi dan mandat
yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut:
“ Wewenang yang diperoleh secara “atibusi”, yaitu pemberian wewenang pemerintahan
yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Jadi, disini
dilahirkan/ diciptakan suatu wewenang pemerintah yang baru. Pada delegasi terjadilah
4 Yudhi Setiawan, 2009, Instrumen Hukum campuran (gemeenscapelijkrecht) dalam Konsolidasi Tanah, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disebut Yudhi Setiawan I), h. 16.
5 Philipus M. Hadjon, et.al, 2011, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Introduction to the Indonesian
Administrative law, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h. 130.
6 H.Sadjijono, 2011, Bab- Bab Pokok Hukum Administrasi, Cetakan II, Edisi II, Laksbang Pressindo,
Yogyakarta,selanjut disebut Sadjijono (I), h. 65.
7
pelimpahan wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan TUN
lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang. Pada
mandat, disitu tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun pelimpahan
wewenang dari Badan atau Jabatan TUN yang satu kepada yang lain”.7
Kewenangan yang diperoleh secara atribusi menunjukkan pada kewenangan asli yaitu
bahwa adanya pemberian kewenangan oleh pembuat Undang-Undang kepada suatu organ
pemerintah. Suatu atribusi merupakan wewenang untuk membuat keputusan (besluit) yang
langsung bersumber kepada suatu peraturan perundang-undangan. Delegasi dapat diartikan
adanya penyerahan/ pelimpahan wewenang oleh pejabat pemerintah (delegans) kepada pihak lain
yang menerima wewenang tersebut (delegatoris). Dan kewenangan yang diperoleh secara
mandat tidak terjadi pergeseran kompetensi antara pemberi mandat dengan penerima mandat.
Dalam kajian hukum Administrasi Negara, sumber wewenang bagi pemerintah dalam
menyelenggarakan suatu pemerintahan sangatlah penting. Hal ini disebabkan karena dalam
penggunaan wewenang tersebut selalu berkaitan dengan pertanggungjawaban hukum. Dalam
pemberian kewenangan kepada setiap organ atau pejabat pemerintahan tertentu tidak terlepas
dari pertanggungjawaban yang ditimbulkan. Dalam hal atribusi, penerima wewenang dapat
menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada dengan
tanggungjawab intern ekstern pelaksaanaan wewenang yang diatribusikan sepenuhnya berada
pada penerima wewenang (atributaris).8
Wewenang delegasi merupakan pelimpahan wewenang dari organ/ pejabat/ lembaga
pemerintahan kepada organ/ pejabat pemerintah lainnya. Akibat hukum ketika wewenang
7 Indroharto, 1993, Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka
Harapan, Jakarta, h.90.
8 Ridwan HR,Op.cit, h.108.
8
dijalankan menjadi tanggungjawab penerima delegasi (delegataris), wewenang tersebut tidak
dapat digunakan lagi oleh pemberi wewenang, kecuali pemberi wewenang (delegans) menilai
terjadi penyimpangan atau pertentangan dalam menjalankan wewenang tersebut, sehingga
wewenang dicabut kembali oleh pemberi delegasi dengan berpegang pada asas Contrarius
Actus.9 Jadi dalam hal ni pemberi wewenang (delegans) melimpahkan tanggungjawab kepada
penerima wewenang (delegataris).
Mandat merupakan bentuk pelimpahan kekuasaan, tetapi tidak sama dengan delegasi,
karena mandataris (penerima mandat) dalam melaksanakan kekuasaannya tidak bertindak atas
namanya sendiri, tetapi atas nama sipemberi kuasa, karenanya yang bertanggungjawab adalah si
pemberi kuasa.10
2.2. Desa Pakraman sebagai masyarakat hukum adat yang otonom
Desa Pakraman merupakan salah satu contoh persekutuan hukum yang ada di Indonesia
yang dalam pembentukan suatu persekutan hukum dipengaruhi oleh 2 ( dua factor) yaitu factor
genealogis dan factor teritorial. Persekutuan hukum yang dipengaruhi faktor genealogis adalah
berdasarkan atas pertalian suatu keturunan, apabila soal apakah seseorang menjadi anggota
persekutuan hukum itu, tergantung dari pertayaan, apakah orang itu masuk suatu keturunan yang
sama sedangkan persekutuan hukum yang dipengaruhi oleh factor teritorial adalah berdasarkan
lingkungan daerah, apabila keanggotaan seseorang dari persekutuan itu tergantung dari soal
apakah ia bertempat tinggal di dalam lingkungan daerah persekutuan itu atau tidak11
.
9 H.Sadjijono , Op. cit, h. 66.
10 Jum Anggriani, 2012, “ Hukum Adminsitrasi Negara”, Graha Ilmu, Yogyakarta, h. 92.
11 Soepomo, 2000, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita Jakarta, h.52.
9
Persekutuan hukum dalam hal ini Desa Pakraman di Bali dalam pembentukannya umumnya
dipengaruhi factor teritorial dan ada juga terbentuknya Desa Pakraman dipengaruhi factor
genealogis dan teritorial. Desa Pakraman yang pembentukannya dipengaruhi oleh factor teritorial
dapat kita jumpai di bagian daerah bali dataran (bagian Bali selatan).
Desa Pakraman dalam perjalanan awalnya memang sudah melekat prinsip otonomi
dalam artian sejak lahirnya Desa Pakraman disertai dengan hak otonom (berhak mengatur
rumah tangganya sendiri). Otonomi Desa Pakraman sudah ada pengakuan dalam peraturan
perundang-undangan seperti UUD 1945 Pasal 18 b maupun dalam Undang-undang No. 32 tahun
2004. Secara lokal pengakuan otonomi Desa Pakraman dapat dilihat dalam Peraturan Daerah No.
3 tahun 2001 yang telah dirubah menjadi Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2003. Secara teknis
yuridis istilah Desa Pakraman pertama kali dipergunakan dalam Peraturan Daerah No. 3 Tahun
2001 yang sebelumnya berlaku Peraturan Daerah No. 06 Tahun 1986 yang pada waktu itu masih
menggunakan istilah Desa Adat. Dalam Peraturan Daerah No. 3 tahun 2003 dirumuskan Desa
Pakraman adalah “ kesatuan masyarakat hukum adat di Propinsi Bali yang mempunyai satu
kesatuan tradisi dan tata karma pergaulan hudup masyarakat umat Hindu secara turun temurun
dalam ikatan Khayangan Tiga atau Khayangan Desa yang mempunyai wilayah tertentu dan
harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri “.
Disamping merupakan masyarakat hukum adat yang mempunyai ciri-ciri seperti yang
disebutkan diatas , Desa Pakraman juga memiliki kekhasan yang membedakan dengan
masyarakat hukum adat di daerah lain. Kekhasan itu adalah bahwa dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat adat di wilayah Desa Pakraman senantiasa dilandasi dengan konsep tri hita karana
yang merupakan landasan filosofis Hindu yang menjiwai kehidupan masyarakat hindu Bali.
10
Landasan filosofis tri hita karana adalah untuk mengharmoniskan ketiga unsure yang
terkandung dalam konsep tri hita karana yaitu :
1. mengharmoniskan hubungan antara manusia dengan Tuhan
2. mengharmoniskan hubungan antara manusia dengan alam semesta
3. mengharmoniskan hubungan antara manusia dengan sesamanya12
.
Keseimbangan hubungan-hubungan diatas oleh masyarakat Bali diyakini menimbulkan
suasana yang harmonis dalam masyarakat yaitu suasana yang tertib, tentram dan sejahtera.
Penjabaran konsep Tri Hita Karana juga dapat direalisasikan kedalam 3 (tiga unsure) pokok
dalam pembentukan Desa Pakraman yaitu ;
a. Parhyangan yaitu adanya khayangan desa (khayangan tiga: pura desa atau Bale agung,
Pura Puseh dan Pura Dalem) sebagai tempat pemujaan bersama tehadap Tuhan Yang
Maha Esa.
b. Palemahan, sebagai wilayah tempat tingga dan tempat mencari penghidupan sebagai
proyeksi dari adanya bhuana yang tunduk di bawah kekuasaan hukum territorial Bale
Agung.
c. Pawongan yaitu warga ( Penduduk) Desa Pakraman yang disebut karma desa sebagai satu
kesatuan hidup masyarakat Desa Pakraman13
.
Desa Pakraman sebagai organisasi sosial relegius yang otonom dapat diartikan bahwa
Desa Pakraman berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Otonomi desa pkaraman ini
mempunyai landasan yang kuat disamping bersumber dari kodratnya sendiri (otonomi asli) juga
12
P windia dan Ketut Sudantra, 2006, Pengantar Hukum Adat Bali, Lembaga dokumentasi dan publikasi
Fakultas hukum Universitas Udayana,h. 45.
13 Tim Pusat Studi Hukum Adat,2001, Kedudukan Desa Pakraman Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Desa setelah berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 di Kabupaten Gianyar, Laporan Penelitian, Denpasar Kerjasama
antara BAPPEDA Kabupaten Gianyar dan Lembaga Penelitian Universitas Udayana, h. 24.
11
bersumber dalam struktur kenegaraan yang mendapat pengakuan yang secara yuridis diatur
dalam Ppasal 18 b UUD 1945 dan dalam perspektif lokal diatur dalam Peraturan Daerah No. 3
Tahun 2001 yang terlah dirubah menjadi Peraturan Daerah No. 3 tahun 2003. Sesungguhnya
otonomi Desa Pakraman bukanlah otonomi penuh seperti banyak dikira oleh masyarakat luas
tetapi semi otonom seperti yang disebutkan oleh Sally Falk Moore. Dia menyatakan bahwa Desa
Pakraman merupakan kelompok social yang semi otonom dimana dalam pelaksanaan
otonominya itu Desa Pakraman tidak boleh bertentangan atau tetap harus tunduk pada kekuasaan
Negara14
.
Isi dari otonomi Desa Pakraman ini adalah kewenangan atau kekuasaan untuk mengurus
rumah tangganya sendiri yang pada prinsipnya meliputi ;
a. Kekuasaan menetapkan aturan-aturan hukum yang berlaku bagi mereka. Dengan
kekuasaan ini Desa Pakraman menetapkan tathukumnya sendiri yang meliputi seluruh
aspek kehidupan dalam wadah Desa Pakraman. Aturan-aturan hukum ini lazim disebut
awig-awig desa atau pararem yang ditetapkan secara musyawarah melalui lembaga
musyawarah desa yang disebut paruman desa atau sangkepan desa.
b. Kekuasaan untuk menyelenggarakan kehidupan organisasinya. Terlepas dari beragamnya
variasi struktur organisasi serta system pemerintahan desa adat yang dikenal di bali,
secara umum dapat dikatakan bahwa aktifitas utama desa adat adalah aktifitas yang
bersifat social relegius. Perwujudan otonomi desa adat dibidang social menyangkut
hubungan social kemasyarakatan yakni hubungan antar sesame warganya baik dalam
ikatan kelompok maupun perorangan. Dibidang relegius, otonomi tersebut akan terwujud
dalam bentuk penyelenggaraan kegiatan keagamaan oleh masyarakat sebagai kesatuan.
14
Saily Falk Moore, 2001, Hukum dan Perubahan Sosial: Bidang Sosial Semi Otonom sebagai suatau topic
studi yang Tepat dalam TO Ihromi, antropologi Hukum Sebuah Bunga Rampai, Yayasan Obor Indonesia, h. 152.
12
Semua aktifitas itu diselenggarakan dalam koordinasi pengurus/pemimpin desa adat yang
disebut prajuru. Kekeuasaan untuk mengurus diri sendiri dibawah perintah prajuru
c. Kekuasaan menyelesaikan persoalan-persoalan hukum. Persoalan hukum yang dihadapi
Desa Pakraman dapat berupa pelanggaran hukum (pelanggaran awig-awig, dresta ataupun
aturan-aturan hukum lainnya) dan dapat berupa sengketa. Desa Pakraman berwenang
menyelesaikan persoalan-persoalan hukum tersebut dengan bentuk dan mekanisme
penyelesaian yang telah ditentukan oleh awig-awig.
2.3. Konsep Penduduk Pendatang
Sebagaimana diatur dalamUndang-Undang Nomor 24 TAhun 2014 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, khususnya
dalam Pasal 1 angka 11, bahwa Peristiwa Kependudukan adalah kejadian yang dialami
Penduduk yang harus dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan
Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan/atau surat keterangan kependudukan lainnya
meliputi pindah datang, perubahan alamat, serta status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap.
Selanjutnya dalam Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 10 Tahun 1998 Dalam PAsal 1 huruf
d yang menyatakan penduduk adalah “... orang dalam materanya sebagai diri pribadi, anggota
pertumbuhan keluarga, anggota masyarakat, warga Negara, warga asing, dan himpunan kuantitas
yang bertempat tingga di suatu tempat dengan batas wilayah Daerah untuk selamanya atau pada
waktu tertentu”. Mengenai kependudukan diatur dalam Pasal 1 huruf e menyatakan bahwa
kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, cirri utama, pertumbuhan,
persebaran, mobilitas, penyebaran kualitas, kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik,
ekonomi, social budaya, agama serat lingkungan penduduk tersebut”.
13
Penyebaran penduduk adalah upaya mengubah persebaran penduduk agar serasi, selaras
dan seimbang dengan daya dukung dan daya tamping lingkungan. Mengenai penduduk
pendatang ternyata tidak ada kesamaan difinisi. Dalam Surat Edaran Gubernur bali Nomor
470/1159/B.T. Pem. Tertanggal 27 Februari 2002, disebutkan “penduduk pendatang adalah
penduduk yang datang akibat mutasi kepindahan dari luar daerah yang telah memenuhi syarat-
syarat yang telah ditetapkan. Sedangkan dalam Suarat Edaran Gubernur Bali Nomor 470/758/B
Tapem, ditegaskan lagi bahwa “penduduk pendatang adalah penduduk yang datang akibat mutasi
kepindahan antar kabupaten/Kota atau Propinsi Bali” Dalam suarat edaran Gubernur ini,
penduduk pendatang diklasifikasikan menjadi dua :
1. Pendatang menetap, yaitu pendatang dengan lama tinggal tiga tahun.
2. Pendatang tinggal sementara yaitu pendatang dengan lama tinggal paling lama satu tahun.
Selanjutnya konsep penduduk pendatang dapat diihat dalam Himpunan Hasil-hasil
Pesamuhan Agung III MDP Bali juga diatur tentang karma tamiu dan tamiu. Dalam Keputsan
Majelis Utama Desa Pakraman (MDP) Bali Nomor. 050/Kep/Psm-1/MDP Bali/III/200615
, Jumat
3 Maret 2006, tentang hasil-hasil Pesamuhan Agung I MDP Bali menentukan : Penduduk Bali
berdasarkan agama yang dianut dan tempat berdomisili, dikelompokan menjadi 3 yaitu : karma
desa, karma tamiu dan tamiu. Krama tamiu dan tamiu dikatagorikan sebagai penduduk
pendatang. Krama tamiu dapat diartikan sebagai penduduk yang beragama hindu dan tidak mipil
atau tidak tercatat sebagai anggota karma desa pakraman. Tamiiu adalah penduduk non hindu
dan bukan anggota desa pakraman.
15
Majelis Utama Desa Pakraman, 2010, Himpunan Hasil-Hasil Pesamuhan Agung III MDP Bali, Majelis
Utama Desa Pakraman Bali, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, hal 48.
14
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITAN
3.1. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui aspek yuridis kewenangan Pemerintah Daerah Kota Denpasar dalam
Pengendalian Penduduk Pendatang
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk keterlibatan desa pakraman dalam pengendalian
penduduk pendatang.
3.2. Manfaat penelitian dapat di bagi dua (2) yaitu :
1. Manfaat secara teoritis
Dalam penelitian ini, penulis berharap hasilnya mampu memberikan sumbangan bagi
pembangunan Hukum khususnya mengenai Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam
Pengendalian Penduduk Pendatang Dengan Melibatkan Kelembagaan Desa Pakraman
Sstudi di Kota Dnpasar)
2. Manfaat secara praktis
Memberi sumbangan pemikiran kepada pihak- pihak yang terkait yaitu pihak
pemerintah daerah dan Desa Pakraman dalam pengendalian penduduk pendatang di
Kota Denpasar..
15
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana atau upaya pencarian untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan cara menemukan, dan mengemukakan suatu kebenaran
dengan melakukan suatu analisa. Menurut Peter mahmud Marzuki, “penelitian hukum
adalah suau proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun
doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.16
Menurut Morris L.
Cohen dan Kent C. Olson mengemukakan bahwa “Legal research is an essential component
of legal practice. It is the process of finding the law that governs an activity and materials
that explain or analyze that law”.17 Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa, dalam ilmu
hukum teradapat dua jenis penelitian hukum terdapat, yaitu penelitian hukum normatif dan
penelitian hukum sosiologis atau empiris.18
Penelitian hukum Normatif disebut juga sebagai
penelitian hukum doktrinal dan juga disebut penelitian hukum perpustakaan. Disebut
penelitian hukum doktrinal karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan pada peraturan-
peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum lain, sedangkan disebut sebagai penelitian
perpustakaan atau studi dokumen karena penelitian ini lebih banyak dilakukan perpustakaan
atau studi dokumen karena penelitian ini lebih banyak dilakukan pada bahan hukum yang
bersifat sekunder yang ada diperpustakaan.19
Dalam penelitian ini digunakan Jenis
penelitian normatif, penelitian ini digunakan untuk membedah permasalahan yang terkait
dengan kewenangan Pemerintah Daerah dalam pengendalian penduduk pendatang yang
fokus kajian padakebijakan-kebijakan hukum Pemerintah Kota Denpasar dalam
16
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Peneitian Hukum, Cetakan ke-1, Kencana, Jakarta, h. 35.
17 Morris L. Cohen dan kent C. Olson, 2000, Legal Research In A Nutshell, Seventh Edition, ST. Paul, Minn,
West Group, h. 1.
18 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI) Press), Jakarta, h. 51.
19 Bambang Waluyo, 1991, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, jakarta, h. 31.
16
pengendalian penduduk pendatang dan mengkaji juga mengenai bentuk-bentuk keterlibatan
desa pakraman dalam pengendalian penduduk pendatang tersebut.
4.2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah kualitatif. Sifat penelitian yang kualitatif adalah jenis penelitian
yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan
lainnya). Pada dasarnya penelitian kuallitatif didapat dari data dan bahan-bahan hukum yang
meliputi data yang berasal dari data lapangan, buku-buku, peraturan hukum, jurnal, hasil
penelitian yang nantinya diramu lalu disajikan dalam suatu paparan deskripsi analisis.
4.3. Sumber Bahan Hukum
Jenis bahan hukum yang digali dalam penelitian ini meliputi Bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder. Sumber bahan hukum primer diperoleh dari bahan-bahan hukum,
baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan
hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah peraturan perundang-undnagan
yang berlaku dan terkait dengan masalah yang dikaji, Undang-Undang Dasar Negera
Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan, Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor10 Tahun 1998 tentang
Pengendalian Kependudukan Dalam Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Bali , Peraturan
Daerah Kota Denpasar Nomor 14 Tahun 2002 tentang Perubahan Kedua Peraturan Daerah
Kota Denpasar Nomor 6 Tahun 1996 tentang Penyelenggraan Pendaftaran Penduduk Dalam
Kerangka Sistem Informsi Manajemen Kependudukan (SIMDUK), SK Walikota Denpasar
Nomor 593 Tahun 2000 tentang Penertiban Penduduk Pendatang di Kota Depasar, SK
Walikota Denpasar Nomor 610 Tahun 2002 tentang Perubahan Keputusan Walikota
Denpasar nomor 539 TAhun 2000 Tentang Penertiban Penduduk Pendatang, SK Walikota
Denpasar Nomor 585 Tahun 2002 tentang PErubahan Lampiran tentang Keputusan
Walikota Denpasar Tanggal 13 Desember 2001 Nomor 1002 Tahun 2001 tentang
Standarisasi Pungutan Desa/ Sumbangan Kelurahan di Kota Denpasar.
17
4.4. Teknik pengumpulan bahan hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara
mengumpulkan dan menginvetarisasi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti yang selanjutnya dilakukan pencatatan dengan
menggunakan system kartu. Dalam system kartu ini dilakukan suatu telaah kepustakaan
dengan mencatat dan memahami informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder serta bahan hukum penunjang lainnya yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas.
4.5. Teknik analisis bahan hukum
Bahan hukum yang telah terkumpul baik yang berasal dari bahan hukum primer maupun
bahan hukum sekunder diolah dan dianalisis secara kualitatif. Pada tahap pengolahan,
bahan hukum yang telah terkumpul dikatagorikan dan dikualifikasikan berdasarkan
permasalahan penelitian, selanjutnya disusun secara sistematis sesuai dengan kerangka yang
telah disiapkan sebelumnya. Pada tahap analisis, bahan hukum yang telah dikatagorikan
dan dikualifikasi dianalisis dengan mengkaitkan bahan hukum satu dengan bahan hukum
yang lainnya. Selanjutnya didakan interprestasi dari bahan hukum tersebut untuk dapat
menghasilkan simpulan tentang permasalahan yang diajukan. Interpretasi yang digunakan
adalah terkait dengan hermeneutika hukum.20
Hermeneutika hukum pada intinya adalah
metode interpretasi atas teks hukum, yang menampilkan segi tersurat yakni bunyi teks huku
dan segi tersirat yang merupakan gagasan yang ada di belakang teks hukum itu. Oleh karena
itu untuk mendapatkan pemahaman yang utuh tentang makna teks hukum itu perlu
memahami gagasan yang melatari pembentukan teks hukum dan wawasan konteks kekinian
saat teks hukum itu diterapkan atau ditafsirkan. Kebenaran dalam ilmu hukum merupakan
kebenaran intersubjektivitas, oleh karena itu penting melakukan konfirmasi dan konfrontasi
dengan teori, konsep, dan pemikiran para sarjana yang mempunyai otoritas di bidang
20
Lihat Soelistyowati Irianto, “Memperkenalkan Studi Sosiolegal …”, Ibid., hlm. 181
18
keilmuannya berkenaan dengan tematik penelitian ini.21
Keseluruhan hasil analisis,
selanjutnya disajikan secara deskriptif yaitu dengan memaparkan secara lengkap segala
persoalan yang terkait dengan masalah yang diteliti disertai dengan memberikan ulasan-
ulasan secara kritis.
21
Diadaptasi dari Gede Marhaendra Wija Atmaja, “Politik Pluralisme Hukum dalam Pengakuan Kesatuan
Masyarakat Hukum Adat dengan Peraturan Daerah”, Disertasi Doktor, Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2012, hlm. 17-18
19
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Kewenangan Pemerintah Kota Denpasar Dalam Pengendalian Penduduk Pendatang
Pada dasarnya Kewenangan adalah kekuasaan formal, kekuasaan formal yang berasal dari
kekuasaan legislative (diberi oleh Undang-Undang) atau dari kekuasaan Eksekutif
administrative.22
Terkait dengan pengendalian penduduk pendatang telah diatur secara yuridis
dalam peraturan perundang-undagan. Sebagaimana dilakatan oleh P. Nicolai bahwa
kewenangan itu dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu
(yaitu tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum, dan
mencakup mengenai timbul dan lenyapnya akibat hukum)23
. Pemahaman yang demikian
menempatkan pemahaman pada bahwa hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tindak
melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu,
sedangkan kewajiban memuat keharusan untuk melakukan tindakan tertentu. Mendasarkan pada
pendapat P Nicolai, bahwa Pemerintah Kota Denpasar berwenang dalam melakukan tindakan
yaitu dalam konteks melakukan pengendalian penduduk pendatang.
Dalam konteks sosiologis, Kota Denpasar sebagai tempat aktivitas masyarakat nasional
maupun intenasional baik dalam kegiatan ekonomi, pemerintahan, pendidikan dan kebudayaan
akan berdampak menimbulkan suatu permasalahan yang sangat kompleks, diantaranya adalah
masalah kependudukan. Masalah kependudukan ini tidak dapat dipandang sebelah mata karena
masalah kependudukan merupakan masalah yang dimensional dan multi efec. Penduduk yang
22
Prajudi Atmosudirjo,1994, Hukum Administrasi Negara, Cetakan Kesepuluh, Ghalia Indonesia, Jakarta,
h.78 23
Ridwan HR, 2006, loc.cit.
20
menjadi sumber daya manusia akan menjadi modal atau pendukung pembangunan apabila
memiliki ketrampilan dan kualitas yang baik. Penduduk yang banyak dengan kualitas yang
rendah akan menjadi beban pembangunan.
Kehadiran Urbanisasi ke Kota Denpasar yang tidak terkontrol potensial menimbulkan
gesekan tata ruang, timbulnya berbagai macam permasalahan-permasalahan sosial, lahirnya
kantong-kantong kemiskinan di tengah-tengah kota serta degradasi budaya yang terbuka lebar.
Terkait dengan tata ruang di Kota Denpasar bahwa daya dukung dan daya tampung Kota
Denpasar yang sangat terbatas dan dihuni oleh penduduk yang demikian padat dan banyak, maka
akan terjadi juga berbagai macam permasalan seperti masalah kebersihan, ketertiban umum,
kemacetan, gepeng, kriminalitas dan sebagainya.
Sebagai gambaran bahwa penduduk kota denpasar dari tahu ke tahun semakin meningkat
dapat dilihat dalam tabel berikut :
Penduduk Kota Denpasar Menurut Kelompok Umur 2010 - 2015
Population of Denpasar Municipality by Age Group 2010 - 2015
Kelompok
Umur (Tahun) 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Age Group
(Year)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
0-4 75900 76000 75900 75500 75500 75800
5-9 67700 69800 70900 72200 73000 72800
10-14 55700 57300 59500 61700 63800 65900
15-19 66800 67000 67700 68300 68900 70300
20-24 88900 91200 93200 94900 96100 96700
25-29 84500 85500 86900 88500 91000 93000
30-34 81000 81200 81700 82000 82600 83400
35-39 73700 74900 75800 76400 77000 77600
40-44 65700 67600 69500 70900 72500 73600
45-49 44500 47700 50800 53800 56200 58400
50-54 30600 32200 34100 35800 38100 40800
21
55-59 22200 23400 24600 26000 27500 28900
60-64 14100 14700 15400 16100 17100 17800
65-69 9400 9800 10100 10700 11100 11700
70-74 5700 5700 6100 6400 6500 6800
75+ 6600 6900 6700 7000 6700 7100
Jumlah 793000 810900 828900 846200 863600 88060
0
Sumber : Proyeksi Penduduk
Source : Population
Projection
Mendasarkan pada data di atas menunjukan bahwa dari tahun 2010 sampai tahun 2015
populasi penduduk di Kota Denpasar semakin meningkat. Terutama pada tataran usia 20-24
populasi penduduk yang paling tinggi yaitu mencapai 96.700 orang . Begitupun dalam tataran
usia 25-29 populasi penduduknya mencapai 93.000 orang. Rentang umur 20-29 adalah usia yang
produktif, sehingga dapat dipahami bahwa Kota Denpasar merupakan tujuan utama orang untuk
mencari pekerjaan. Meningkatnya populasi penduduk di Kota Denpasar berimplikasi kasi pada
banyak hal, terutama berdampak pada kemiskinan. Untuk mengetahui prosentase kemiskinan
khususnya di Kota Denpasar dapat dilihat dalam tabel berikut :
Kabupaten/
Kota
Jumlah Penduduk Miskin
(000) Persentase Penduduk Miskin
2011 2012 2013 2011 2012 2013
1 2 3 4 5 6 7
1 Jembrana 17.6 15.3 14.9 6.56 5.74 5.56
2 Tabanan 24.2 21 22.5 5.62 4.9 5.21
3 Badung 14.6 12.5 14.5 2.62 2.16 2.46
4 Gianyar 26 22.6 20.8 5.4 4.69 4.27
5 Klungkung 10.7 9.3 12.2 6.1 5.37 7.01
6 Bangli 11.4 9.9 12 5.16 4.52 5.45
7
Karangase
m 26.1 22.7 27.8 6.43 5.63 6.88
22
8 Buleleng 37.9 33 40.3 5.93 5.19 6.31
9 Denpasar 14.5 12.7 17.6 1.79 1.52 2.07
B A L I 183.1 158.9 182.8 4.59 3.95 4.49
Sumber: Bali Dalam Angka 2014 (berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional -
September)
Mendasarkan pada data sosiologis yang di dapat, dapat dipahami bahwa di Kota
Denpasar masih juga ada penduduk miskin yang berjumlah 176.000 atau 2.07 %. Ini menunjukan
bahwa perlu ada upaya dan komitmen dari pemerintah Kota Denpasar agar kemiskinan dapat di
tanggulangi. Oleh sebab itu, Pemerintah Kota Denpasar perlu mengantisipasi mengenai
pengendalian kependudukan melalui penertiban penduduk, khususnya meminimalisasi penduduk
pendatang. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat kebijakan-kebijakan pemerintah
dibidang kependudukan yang berupa aturan-aturan hukum baik itu peraturan daerah ataupun
perkada.
Dalam melakukan pengendalian penduduk pendatang, Pemerintah Kota Denpasar
mendasarkan pada kewenangannya sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengatur mengenai penduduk yaitu dalam Pasal 26 ayat (2) yang
berbunyi ”Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia”. Pada ayat (3) dinyatakan ”Hal-Hal mengenai warga negara dan penduduk diatur
dengan Undang-Undang”. Dalam pemahaman UUD NRI Tahun 1945 ini adalah ada dasar
pengaturan penduduk dalam konteks ini penduduk pendatang. Dalanm Undang-ndang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juga jelas diatur tentang Kependudukan yaitu dalam
Pasal 12 Ayat (2) huruf F yang menyatakan bahwa dalam bidang Administrasi Kependudukan
dan Pencatatan Sipil merupakan urusan wajib. Pengaturan Administrasi Kependudukan juga
23
dapat dilihat dalam lampiran huruf L khusunya dalam bidang Administrasi Kependudukan dan
Pencatatan Sipil, dimana kewenangan Kabupaten/Kota adalah pelayanan pendaftaran peduduk.
Mendasarkan pada Pasal di atas dapat dipahami bahwa ada kewenangan dari Kota Denpasar
untuk mengatur administrasi kependudukan termasuk di dalamnya di dalamnya pengaturan
penduduk pendatang. Selanjutnya secara materiil pengaturan penduduk pendatang juga dapat
dilihat dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Dalam Undang-undang Nomor 24
Tahun 2013, pengaturan mengenai penduduk terdapat dalam Pasal 1 angka 2 yang menyatakan
”Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat tinggal di
Indonesia”. Rumusan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 ini sama
dengan rumusan yang terrdapat dalam UUD 1945. Mengenai pendaftaran penduduk terdapat
dalam Pasal 1 angaka 10 yang menyataka ”Pendaftaran Penduduk adalah pencatatan biodata
Penduduk, pencatatan atas pelaporan Peristiwa Kependudukan dan pendataan Penduduk rentan
Administrasi Kependudukan serta penerbitan Dokumen Kependudukan berupa kartu identitas
atau surat keterangan kependudukan”. Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 11 dengan jelas
mengatur peristiwa kependudukan yang di dalamnya termasuk penduduk pendatang. Selanjutnya
norma pasal 1 angka 11 UU Adminduk menyatakan “Peristiwa Kependudukan adalah kejadian
yang dialami Penduduk yang harus dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau
perubahan Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan/atau surat keterangan kependudukan
lainnya meliputi pindah datang, perubahan alamat, serta statu tinggal terbatasmenjadi tinggal
tetap”.
Perlu juga dipahami bahwa perubahan UU Nomor 23 Tahun 2006 tidak serta merta
menggantikan UU Nomor 23 Tahun 2006, melainkan ada beberapa Pasal dalam UU 23 Tahun
24
2006 yang berubah. Dengan demikian ada ketentuan-ketentuan pada UU 23 Tahun 2006 masih
berlaku.
Dalam kaitannya dengan pendaftaran peduduk, dalam UU 23 Tahun 2006 diatur dalam Bab
IV mengenai Pendaftaran Penduduk. Khusus mengenai penduduk pendatang diatur dalam Bab
IV bagian kedua Paragraf 2 mengenai Pindah Datang Penduduk dalam Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 memberikan
kewenangan kepada pemerintah provinsi untuk menyelenggarakan administrasi kependudukan.
Selanjutnya dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 juga memberikan kewenangan
pada pemerintah Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan administrasi kependudukan.
Mengenai teknis dan tata cara pendaftaran penduduk diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 25
Tahun 2008. Sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Peraturan presiden Nomor 25 tahun 2008
khusus mengatur ”Pendaftaran Pindah Datang Penduduk Warga Negara Indonesia Dalam
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Dalam tataran peraturan lokal yaitu Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 10 Tahun 1998
tentang Pengendalian Kependudukan Dalam Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Bali, secara
jelas mengatur mengenai penduduk pendatang yang terdapat dalam Pasal 1 huruf q yaitu
”Pendatang baru adalah penduduk yang datang akibat mutasi kepindahan dari luar daerah dan
telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah”. Selain itu
dalam Pasal 1 huruf p juga diatur mengenai penduduk sementara yaitu “penduduk yang tidak
menetap yang berada dalam wilayah daerah dengan ijin tinggal terbatas”. Pasal 1 huruf r
mengatur mengenai penduduk musiman yaitu “setiap orang Indonesia yang datang dari luar
daerah dan bertempat tinggal tidak terus-menerus”. Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 1998 ini
25
diarahkan pada pengendalian kuantitas dan kualitas penduduk serta mobilitas penduduk daerah.
Pernyataan tersebut sebagaimana terdapat dalam Pasal 8 yang menyatakan :
(1) Gubernur Kepala Daerah menetapkan kebijaksanaan pengendalian kuantitas penduduk di
daerah dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah.
(2) Penetapan kebijaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini didasarkan pada
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung
dan daya tampung lingkungan serta kondisi perkembangan sosial ekonomi dan sosial
budaya.
(3) Kebijaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal inii berhubungan dengan
penetapan jumlah, Strukturdan komposisi, pertumbuhan dan persebaran penduduk yang
ideal, melalui upayapenurunan angka kematian, pengaturan kelahiran, dan pengarahan
mobilitas penduduk yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
(4) Penetapan kebijaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayal: (1) pasal ini dilakukan pada
Tingkat Daerah dan Daerah Tingkat 11 serta ditetapkan dari Waktu ke waktu berdasarkan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini.
Mengenai kualitas penduduk terdapat dalam Pasal 9 yang menyatakan :
(1) Gubernur Kepala Daerah menetapkan kebijaksanaan penyelenggaraan pengembangan
kualitas penduduk yang diatur dengan keputusan Gubernur Kepala Daerah.
(2) Penetapan kebijaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diarahkan pada
terwujudnya kualitas penduduk sebaga potensi sumber daya manusia, pengguna dan
pemelihara lingkungan dan pembina keserasian manusia dengan lingkungan hidup untuk
mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
(3) Kebijaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diselenggarakan melalui
pembangunan kualitas fisik dan nonfisik, dengan memperhatikan nilai-nilai agama, etika
dan sosial budaya.
Dan mengenai mobilitas penduduk diatur dalam Pasal 10 yang menyatakan :
(1) Gubernur Kepala Daerah menetapkan kebijaksanaan pengarahan mobilitas dan atau
penyebaran penduduk untuk mencapai persebaran penduduk yang optimal, didasarkan
pada keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung dan daya tampung
lingkungan.
(2) Kebijaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dilakukan pada tingkat
Daerah dan Daerah Tingkat II serta ditetapkan dari waktu ke waktu.
(3) Ketentuan mengenai kebijaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
pasal ini diatur dengan keputusan Gubernur Kepala Daerah.
26
Arah dan tujuan dari pengendalian penduduk adalah bahwa pengaturan kependudukan
diarahkan kepada pengendalian kuantitas penduduk, pengembangan kualitas penduduk serta
pengarahan mobilitas penduduk daerah. Sedangkan tujuan pengendalian kependudukan adalah
untuk mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara kuantitas, kualitas serta
pesebaran penduduk agar terjadi keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan antara
sesama manusia, hubungan manusia dengan lingkungan serta hubungan manusia dengan Tuhan
(sebagaimana dalam konsep Tri Hita Karana).
Sebagaimana di perintahkan oleh Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006, Pemerintah
kabupaten/kota berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan Administrasi
Kependudukan, yang dilakukan oleh bupati/walikota. Hal ini mempunyai makna bahwa
Pemerintah Kota Denpasar mempunyai kewajiban dan bertanggungjawab dalam melakukan
administrasi kependudukan. Bentuk kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah Kota Denpasar
tersebut dituangkan dalam Kebijakan-Kebijakan Tertib administrasi Kependudukan Kota
Denpasar.
Mengenai penyelenggaraan administrasi kependudukan di Kota Denpasar diatur dalam
Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Administrasi
Kependudukan. Mengenai Penduduk pendatang dapat dilihat pengaturannya dalam PAsal 1
angka 30 yang menyatakan bahwa pindah dating penduduk adalah perubahan lokasi tempat
tinggal untuk menetap karena perpindahan dari tempat yang lama ke tempat yang baru.
Selanjutnya secara eksplisit mengenai penduduk pendatang diatur dalam Bab IV tentang
Pendaftaran Penduduk bagian kedua tentang pendaftaran kependudukan paragraf 1 tentang
pendaftaran pindah datang penduduk dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Dalam perda 5
tahun 2014 ini Sangat jelas diatur mengenai penduduk pendatang mulai dari kedatangan sampai
27
proses pelaporan serta syarat-syarat yang harus dipenuhi. Adapun klasifikasi perpindahan
penduduk sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (6) Jelas diatur perpindahan penduduk itu
dapat terjadi :
a. Dalam satu desa/kelurahan;
b. Antar desa atau kelurahan dalam satu kecamata;
c. Antar kecamatan dalam satu Kota;
d. Antar Kabupaten atau Kota dalam satu provinsi; atau
e. Antar provinsi.
Dalam Pasal 22 ayat (1) juga ada mengatur ketentuan bahwa penduduk yang bermaksud
pindah yang masih dalam wilayah Negara Republik Indonesisa wajib melapor kepada Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk mendapatkan surat keterangan pindah. Hal ini
menunjukan agar tidak terjadi perpindahan penduduk yang gelap dalam arti perpindahan
penduduk yang tidak sah. Selanjutnya dalam Pasal 23 juga jelas diatur mengenai pelaporan
pendaftaran perpindahan penduduk WNI yang harus dilengkapi dengan surat pengantar Kepala
Dusun/Lingkungan, KK, KTP untuk medapatkan surat keterangan pindah. Untuk lebih lanjut
pengaturan penduduk pendatang perda ini mendelegasikan dalam bentuk peraturan walikota.
Dasar kewenangan pemerintah Kota Denpasar dalam pengendalian penduduk pendatang
juga dapat dilihat dalam Keputusan Walikota Denpasar Nomor 593 Tahun 2000 sebagamana
yang telah diubah menjadi Keputusan Walikota Denpasar Nomor 610 Tahun 2002. Pada
dasarnya Keputusan ini mengatur mengenai prosedur dan tatacara pengaturan pnertiban
penduduk pendatang di Kota Denpasar dituangkan dalam Keputusan Walikota Denpasar
Nomor 593 Tahun 2000 yang telah diubah menjadi Keputusan Walikota Denpasar Nomor 610
Tahun 2002. Dalam Pasal 1 Ayat (1) Keputusan Walikota menyatakan : “Setiap orang yang
berasal dari luar Kota Denpasar dan ingin menjadi penduduk pendatang wajib memenuhi
28
persyaratan tertentu”. Selanjutnya persyaratan penduduk pendatang diatur dalam Pasal 1 Ayat
(3)Keputusan Walikota yaitu :
a. Menyerahkan fotocopy KTP/Surat Keterangan pindah.
b. Memiliki penjamin;
c. Surat Keterangan perjalanan dari Kepala Desa/Kelurahan daerah asal penduduk pendatang.
d. Keterangan keahlian/kemampuan/ketrampilan penduduk pendatang dan Desa/Kelurahan
dan atau Instansi yang berwenang di daerah asalnya.
e. Menyerahkan rekomendasi dari Banjar Adat atas nama Desa Pakraman setempat.
Setelah penduduk pendatang memenuhi persyaratan tertentu sesuai dengan Pasal 1 Ayat (3)
maka keptusan itu dicatat oleh perangkat desa/Kelurahan setempat dalam register penduduk
pendatang dan kemudian diberikan kartu identitas penduduk pendatang (KIPP) (Pasal 4
Ayat(1)). KIPP yang telah diberikan tersebut berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan dan
KIPP tersebut hanya dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 3 (bulan). Dalam hal
KIPP telah diterima penduduk pendatang maka akan dikenakan biaya administrasi sesuai dengan
Keputusan Desa/Kelurahan setempat.
Dalam Keputusan Walikota Nomor 610 Tahun 2002 juga diatur mengenai tatacara dan
prosedur penjamin, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6 menyatakan bahwa kewajiban elalui
Kepenjamin adalah:
f. Melaporkan penduduk pendatang yang dijamin kepada Bendesa Pakraman melalui
Kelian Banjar Adat setempat.
g. Bertanggung jawab atas tingkah laku/perbuatan kepada pihak berwajib apabila
penduduk pendatang yang dijamin melanggar ketentuan berlaku.
29
Terhadap tenggang waktu penjaminan maka diberikan jangka waktu 3 bulan, dan apabila
dalam tenggang waktu itu, yang bersangkutan telah mendapat pekerjaan maka diwajibkan untuk
surat keterangan jaminan bekerja. Selanjutnya KIPP hanya dapat diperpanjang dengan
menggunakan dasar surat keterangan jaminan bekerja. Dan apabila tenggang waktu penjaminan
ini telah berakhir dan yang bersangkutan belum mendapatkan pekerjaan maka penjamin wajib
memulangkan penduduk pendatang ke daerah asalnya.
Terkait dengan jumlah pungutan terhadap penduduk pendatang diatur dengan Keputusan
Walikota Nomor 585 tahun 2002 tentang Perubahan Lampiran Keputusan Walikota Denpasar
Tanggal 13 Desember 2001 Nomor 1002 tahun 2001 tentang Srandarisasi Pungutan/Sumbangan
Kelurahhan Di Kota Denpasar. Pernyataan itu sebagai berikut :
Laporan pendatang yang akan menjadi penduduk pendatang atau penduduk :
a. Jenis pungutan dari luar Denpasar dalam Propinsi Bali dikenakan biaya pungutan sebesar
Rp. 50.000,-
b. Jenis pungutan dari luar Propinsi Bali dikenakan biaya pungutan sebesar Rp. 100.000,-.
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam pendaftaran penduduk pendatang di Kota
Denpasar adalah sebagai berikut :
1. Persyaratan Penduduk Pendatang :
a. Fotocopy KTP/Surat Keterangan Pindah.
b. Memiliki Penjamin.
c. Surat Keterangan Perjalanan dari daerah asal.
d. Keterangan keahlian/ketrampilan.
e. Rekomendasi Banjar Adat atas nama Bendesa Adat.
2. Persyaratan Kewajiban Penjamin :
30
a. Melaporkan penduduk pendatang kepada Kelian Banjar Adat (paling lambat 2 X24
jam).
b. Bertanggungjawab atas segala perbuatan penduduk pendatang yang bersangkutan.
c. Surat Pernyataan Penjamin.
d. Penjamin adalah warga setempat ber-KTP Denpasar.ela/belum mendapat pekerh berakhir
e. Memulangkan penduduk pendatang apabila tenggang waktu penjaminan telah
berakhir/belum mendapat pekerjaan.
3. Tugas Klian Banjar Adat:
a. Mendukung dialog dengan penduduk pendatang persama dengan penjamin.
b. Menrebitkan rekomendasi.
c. Melaporkan kepada kepala desa pakraman.
d. Memungut biaya administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Tugas Kepala Dusun/Kepala Lingkungan :
a. Mencatat dalam register penduduk pendatang
b. Membuat pengantar kepada kepala desa/Lurah untk proses KIPP.
5. Tugas kepala desa/lurah:
a. Meneliti dan mencatat dalam register penduduk pendatang.
b. Biaya administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Menertibkan KIPP
d. Menertibkan penduduk pendatang bersama dengan Tim melibatkan Bendesa Pakraman.
6. Tugas Camat
a. Menertibkan penduduk pendatang bersama TIM melibatkan BPPLA.
31
b. Melaporkan penduduk liar yang terjaring ke instansi yang berwenang.
c. Membuat laporan kependudukan secara rutin setiap bulan.
Mendasarkan pada aturan-aturan hukum yang terkait dengan penduduk pendatang, bahwa
Pemerintah Kota Denpasar berwenang dalam pengendalian penduduk pendatang.
5.1. Bentuk keterlibatan Desa Pakraman dalam Pengendalian Penduduk Pendatang di
Kota Denpasar
Sesuai dengan prinsip otonomi daerah, bahwa Pemerintah Daerah diberi kewenangaannya
untuk menyelenggarakan pemerintannya untuk mencapai efesiensi dan efektifitas pemerintahan
di daerah. Secara sederhana pemaknaan otonomi sebagaimana dikemukakan oleh logeman yang
di kutip oleh Y.W. Sunidhia24
yaitu kebebasan dan kemandirian tetapi bukan kemerdekaan.
Selanjutnya J. Wajong sebagaimana dikutip oleh Lukman Hakim25
juga mengutarakan bahwa
otonomi adalah kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus daerah,
dengan keuangan sendiri, menentukan hokum sendiri dan pemerintahan sendiri. Lebih lanjut
Lukman Hakim26
menyatakan bahwa Apabila otonomi diartikan sebagai segala tugas yang ada
pada daerah atau dengan kata lain apa yang harus dikerjakan oleh pemerintah daerah, maka
melekat kewenangan yang meliputi kekuasaan, hak atau kewajiban yang diberikan kepada
daerah dalam menjalankan tugasnya.
Medasarkan pada kewenangan Pemerintah Kota Denpasar dalam pengendalian penduduk
pendatang yaitu mendasarkan pada Keputusan Walikota Denpasar Nomor 593 Tahun 2000
24
Y.W. Sunindhia, 1987, Praktek Penyelenggaran Pemerintahan di Daerah, Bina Aksara Jakarta, hal. 35.
25 Lukman Hakim, 2012, Filosofi Kewenangan Organ Lembaga Daerah Perspektif Teori Otonomi
&Desetralisasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Hukum dan Kesatuan, Setara Press Malang hal, 35.
26 Ibid, hal.37.
32
sebagamana yang telah diubah menjadi Keputusan Walikota Denpasar Nomor 610 Tahun 2002,
memeberi kewenangan pada desa pakraman untuk berpartisipasi dalam pengendalian penduduk
pendatang. Dasar yuridis keterlibatan desa pakraman dalam pengendalian penduduk pendatang
di atur dalam Pasal 8 Keputusan Walikota Denpasar Nomor 610 Tahun 2002 dengan ketentuan
sebagai berikut :
(1) Bendesa pakraman diberikan kewenangan melakukanpembinaan dan
pengawasan/pengendalian terhadap keberadaan penduduk pendatang yang berada di
wilayahnya.
(2) Bendesa pakraman dalam meaksanakan kewenangannya dilaksanakan oleh perangkat
Banjar Adat dimana penduduk pendatang dimaksud berada.
(3) …
(4) …
Memahami Pasal 8 di atas bahwa desa pakraman diberi kewenangan dan terlibat dalam
pengendalian penduduk pendatang yang dalam konteks ini dilaksanakan oleh banjar adat sebagai
garda terdepan yang menyaring penduduk pendatang.
Keterlibatan Desa pakraman dalam pengendalian penduduk pendatang juga dapat dilihat
dalam Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 10 Tahun 1998 dalam BAB VI tentang Peran Serta
Masyarakat yang dinyatakan pada Pasal 11 ayat (2) yaitu ” Peran serta sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) pasal ini dilakukan melalui lembaga swadaya dan Organisasi masyarakat/ "pasuka
dukaan Banjar", pihak swasta dan perorangan secara sukarela”. Peraturan Derah Propinsi Bali
Nomor 3 tahun 2001 tentang Desa Pakraman, juga mengatur tentang peranserta dalam
administrasi kependudukan. Peran serta tersebut terdapat dalam Pasal 5 huruf d yang
menyatakan “ salah satu tugas desa pakraman adalah …bersama-sama Pemerintah melaksanakan
pembangunan di segala bidang…”. Kemudian Pasal 6 menyatakan bahwa salah satu wewenang
desa pakraman adalah “…turut serta menentukan setiap keputusan dalam pelaksanaan
pembangunan yang ada di wilayahnya…”. Ketentuan-ketentuan tersebut diatas semakin
33
mempertegas dan menguatkan pelibatan Desa Pakraman dalam kegiatan pembangunan termasuk
dalam hal penanganan penduduk pendatang.
Selanjutnya keterlibatan Desa pakraman juga dapat dilihat dalam Instruksi Gubernur
Nomor 12 tahun 1992 tentang Pengawasan dan Peningkatan Tertib Administrasi Kependudukan
Propinsi Daerah Tingkat I Bali yaitu “ …tetap berupaya meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam mewujudkan tertib administrasi kependudukan”.
Selain diatur dalam Peraturan Daerah, Keterlibatan Desa Pakraman dalam Pengendalian
penduduk Pendatang diatur secara jelas dalam Keputusan Walikota No.593 tahun 2000,
khususnya Bab III Pasal 9 tentang Peranan Desa Adat. Ketentuan ini diubah dengan Keputusan
Walikota Nomor 610 Tahun 2002, Pasal 8 yang memberikan kewenangan dalam kependudukan
yang secara rinci diatur dalam beberapa ayat diantaranya :
(1) Bendesa Pakraman diberikan kewenangan melakukan pembinaan dan pengawasan/
pengendalian terhadap keberadaan penduduk pendatang yang berada di wilayahnya.
(2) Bendesa Pakraman dalam melaksanakan kewenangannya dilaksanakan oleh
perangkat Banjar Adat dimana penduduk pendatang dimaksud berada.
(3) Kewenangan perangkat banjar adat dimaksud ayat (2) pasal ini adalah memberikan
keterangan atau rekomendasi mengenai keberadaan penduduk pendatang
diwilayahnya, sebagaimana dimaksud pasal 1 ayat (3) huruf e dan keterangan
dimaksud merupakan prsyaratan untuk dapat berlangsungnya proses administrasi
kependudukan.
(4) Banjar Adat dalam melaksanakan kewenangan dimaksud ayat (3) dilaporkan kepada
Desa Pakraman yang mewilayahinya.
34
Pelibatan Desa Pakraman dalam pengendalian penduduk pendatang oleh Pemerintah
Kota Denpasar juga tertuang dalam Kesepakatan Bersama antara Forum kepala Desa/Lurah Kota
Denpasar dengan Parum Bendesa Desa Pakraman Kota Denpasar Tentang Penertiban Penduduk
Pendatang Di Kota Denpasar. Nomor : 11/FK/IX/2002 (Pihak Pertama) yaitu Forum Kepala
Desa/Lurah dan Nomor : 003/PBDA/IX/2002 (Pihak Kedua) yaitu Parum Bendesa Pakraman.
Dalam kesepakan bersama ini terdapat 4 (empat) Pasal yaitu :
Pasal 1
(1) Pihak pertama bersama-sama pihak kedua melaksanakan Pembinaan dan Penertiban
Penduduk Pendatang untuk tertibnya Administrasi Kependudukan di wilayah Kota
Denpasar.
(2) Pihak kedua sesuai kewenangan yang diberikan oleh ketentuan-ketentuan yang berlaku
wajib mendata Penduduk PEndatang dan menyampaikan data jumlah penduduk
Pendatang dengan Identitas yang lengkap kepada pihak pertama.
Pasal 2
Pihak Pertama dalam rangka penertiban Penduduk Pendatang dengan Pihak Kedua selalu
mengacu kepada prinsip sinkronisasi dan koordinasi untuk tercapainya daya guna dan
hasil guna yang optimal.
Pasal 3
(1) Pihak kedua dalam pendataan setiap penduduk PEndatang dapat memungut Uang
Pendaftaran Penduduk Pendatang sesuai dengan Pararem Parum Bendesa Desa Adat/
Pakrman Kota Denpasar.
(2) Penggunaan hasil pungutan uang pendaftaran dimaksud ayat (1) lebih lanjut diatur
Paruman Desa Adat/Desa Pakramman setempat.
Terkait dengan Pasal 3 ayat (1) bahwa desa pakraman diberikan otoritas untuk memungut
uang pendaftaran penduduk pendatang sesuai dengan pararem, maka Parum Bendesa Desa
Pakraman Kota Denpasar membuat Keputusan Manggala Parum Bendesa Desa Pakraman Kota
Denpasar Nomor : 005/PBDA/XI/2002 tentang Standarisasi pungutan Desa Pakraman Atas
Biaya Administrasi Penduduk Pendatang Di Kota Denpasar. Standarisasi pungutan Desa
Pakraman atas biaya adminitrasi Penduduk Pendatang terdapat dalam Pasal 1 yaitu penduduk
yang berasal dari luar Denpasar dalam Propinsi Bali dipungut sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh
ribi rupiah) dan penduduk yang berasal dari luar Propinsi Bali maka dipungut Rp. 100,000,-
35
(seratus ribu rupiah). Pengalokasian pengutan diatur dalam pasal 2 yaitu “ 20 % diperuntukan
Desa Pakraman, 20 % diperntukan Banjar yang bersangkutan, 60% diperuntukan biaya
oprasional petugas dan administrasi blanko-blanko.
Terkait dengan bentuk riil keterlibatan desa pakraman dalam pengendalian penduduk
pendatang dapat dilihat dalam awig-awig desa pakraman padangsambian. Dalam Pawos 6 awig-
awig desa pakraman padangsambian ditentukan “ Indik karma tamiu lan tamiu kadabdab olih
banjar pakraman soang-soang”. Menindak lanjuti ketentuan Pasal 6 tersebut Bendesa Pakraman
menetapkan keputusan desa pakraman Nomor : 05 / KEP / DP.Pds / 14 tentang Kontribusi Biaya
Ketertiban dan Keamanan Sosial di Wilayah Desa Pakraman Padangsambian. Apabila dilihat
dari konteks lahirnya Keputusan Bendesa Pakraman Padangsambian ini menunjukan bahwa
telah ada koordinasi pihak desa pakraman dengan pihak desa dinas untuk bekerjasama dalam
pengendalan penduduk pendatang.
Hal ini dapat dilihat adanya rapat koordinasi Bendesa Pakraman Padangsambian Kelihan
Majelis Paruman Krama Desa Pakraman Padangsambian dengan Lurah Padangsambian, Kepala
Desa Padangsambian Kelod, Kepala Desa Padangsambian Kaja, Kepala Desa Tegal Harum,
Kelihan Banjar, Kepala Lingkungan, Kepala Dusun, Babinsa dan Babhinkamtibmas pada hari
Rabu, 18 Juni 2014 di Kantor Lurah Padangsambian yang menghasilkan keputusan desa
pakraman Nomor : 05 / KEP / DP.Pds / 14 tentang Kontribusi Biaya Ketertiban dan Keamanan
Sosial di Wilayah Desa Pakraman Padangsambian. Berdasarkan hasil rapat tersebut
menghasilkan 6 point :
1. Penerimaan krama tamiu dan tamiu yang baru datang dan tinggal menetap maupun
sementara dalam jangka waktu tertentu di Kelurahan Padangsambian, Desa Padangsambian
Kaja, Desa Padangsambian Kelod dan Desa Tegal Harum yang menjadi bagian wilayah
Desa Pakraman Padangsambian wajib:
36
a. membawa persyaratan surat pindah dari daerah asal;
b. memperoleh KIPPSdanSTPPTSsebagai persyaratan administrasi penduduk baru yang
dikeluarkan dari Desa dan Kelurahan di wilayah Desa Pakraman Padangsambian;
c. memperoleh rekomendasipindah sebagai krama tamiu dan tamiu dari Bendesa Desa
Pakraman Padangsambian dengan menunjuk pelaksana teknis kepada Kelihan Banjar.
2. Untuk menjamin ketertiban dan keamanan sosial-nya bagi krama tamiu dan tamiu yang baru
datang dan tinggal menetap maupun sementara dalam jangka waktu tertentu, dikenakan
kontribusi biaya sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) bagi penduduk pendatang luar
Provinsi Bali dan penduduk pendatang luar Denpasar dalam Provinsi Bali sebesar Rp.
25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah). Penggunaan kontribusi biaya tersebut akan diatur dan
disumbangkan sebagian kepada Desa dan Kelurahan yang ada di wilayah Desa Pakraman
Padangsambian sebagai wujud sinergi dan koordinasi dalam pengendalian kependudukan
(terlampir dalam Keputusan).
3. Pengenaan kontribusi biaya sebagaimana dimaksud poin kedua, dibayar pada saat krama
tamiu dan tamiu yang telah memenuhi kelengkapan persyaratan administrasi kependudukan
mendaftar di Kelihan Banjar yang melaksanakan rekomendasi Bendesa Pakraman
Padangsambian.
4. Terhadap Dusun/Lingkungan/Banjar yang belum memiliki Kelihan Banjar definitif,
rekomendasi Bendesa Desa Pakraman Padangsambian dapat dilaksanakan oleh Kelihan
Banjar Pakraman terdekat.
5. Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penerbitan Keputusan ini akan
dilakukan perubahan sebagaimana mestinya.
6. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Dalam awig-awig Banjar Adat Robokan Desa Adat Kerobokan juga mengatur mengenai
penduduk pendatang sebagaimana terdapat dalam Pawos 4 kaping 2 huruf ca menentukan :
37
Krama Padgata Kala, inggih punika karma sane magama Hindu utawi magama siyosan,
sane during pastika ajeg jenek ring wawidangan Banjar Robokan, saha kacacah ring pipil
karma padgata kala Banjar Robokan.
Selanjutnya dalam dalam pawos 6 awig-awig tersebut juga ditentukan tentang kewajiban
krama padgata kala yiatu : “ Swadarma Krama Banjar Padgata Kala :
Tinut ring daging awig-awig puniki, utamanyane indik karma padgata kala.
Nawur Pacingkrem manut pararem Banjar Adat Robokan.
Hal di atas dapat dipahami bahwa dalam awig-awig BAnjar Adat Robokan Desa Pakraman
Kerobokan juga ditur mengenai krama tamiu dan tamiu (penduduk pendatang). Bahwa penduduk
pendatang harus patuh terhadap isi awig-awig dan membayar urunan sesuai dengan pararem
Banjar Adat Robokan.
Untuk mengetahui besaran urunan yang dimaksud dalam awig-awig Banjar Adat
Robokan dapat dilihat dalam Pararem Awig-Awig Banjar Adat Robokan. Dalam Pawos 5
Pararem tersebut menentukan bahwa “karma saking dura Negara banjar Robokan sane jenek
saha maderbe umah/jero/griya utawi nyewa umah/tanah sekirangnyane 5 (limang) warsa ring
wewidangan Banjar Robokan patut mekrama banjar dinas, tata caranyane manut ring uger-uger
Guru Wisesa lan pararem Banjar Adat Robokan inggih punika nawur dana Yatra ageng ipun
Rp. 1.000.000,- (a yuta rupiah).” Ketentuan ini dapat dimaknai bahwa penduduk pendatang yang
tinggal kurang dari 5 tahun di banjar adat robokan membayar iuran 1.000.000, (satu juta
rupaiah).
Terkait dengan kewajiban penduduk pendatang yang tinggal di banjar adat robokan
yaitu sebagaimana diatur dalam Pawos 6 kaping 3 yang menentukan :
Swadarma Krama Banjar Padgata kala “:
Nawur pacingkreman manut pararem Banjar Adat Roboksn inngih punika :
1. Nawur pacingkreman ageng ipun Rp. 5.000,- (limang tali rupiah) nayabaran a bulan.
38
2. Krama Padgata kala saking dura Bali patut meduwe KIPS lan nawur Rp. 100.000 (satus
tali rupiah) adiri nyabaran 3 (tigang) bulan sane keepah dados kalih inngih punika ring
banjar Robokan Rp. 50.000,- (seket tali rupiah) lan ring desa Dinas Rp. 50.000,- (seket
tali rupiah).
3. Krama Padgata Kala saking Bali sane meduwe KTP ring luar Kota Denpasar patut
meduwe KIPS lan nawur Rp. 25.000,- (slae tali rupiah) a nyabaran 6 (enem) bulan sane
keepah dados kalih inggih punika ring banjar Robokan Rp. 20.000,- (duang dasa tali
rupiah) lan ring desa dinas Rp. 5.000,- (limang tali rupiah)
4. Krama Padgata Kala sane kari ngeranjing nenten keni dana KIPS lain iuran.
Mendasarkan pada awig-awig Desa Pakraman Padangsambian dan Awig-awig Banjar adat
Robokan Desa Adat Kerobokan, jelas ada pengaturan mengenai penduduk pendatang dan tata
cara menangani penduduk pendatang. Salah satu yang dapat dilakukan oleh desa pakraman dan
banjar adat adalah dengan mengenakan iuran bagi penduduk pendatang yang tinggal di wilayah
desa adat dan banjar adat. Hal ini juga perlu dipahami bahwa bentuk keterlibatan desa pakraman
dan banjar adat dalam pengendalian penduduk pendatang adalah dengan membuat aturan yang
jelas tentang penduduk pendatang dan membuat pararem yang dengan jelas juga mengatur tata
cara pengaturan penduduk pendatang. Tata cara tersebut juga mengatur secara jelas tentang
berapa iuran yang akan dikenakan pada penduduk pendatang.
Dengan adanya aturan yang memberi kewenangan pada desa pakraman melalui banjar adat
untuk ikut serta dalam pengendalian penduduk pendatang dan itu dituangkan dalam pararem
banjar adat. Ini menunjukan bahwa salah satu bentuk keterlibatan desa pakraman dalam
pengendalian penduduk pendatang.
Seturut dengan ketentuan yang telah tertuang dalam awig-awig desa pakraman serta pararem
desa pakraman di atas, nampaknya senada dengan keputusan Majelis Utama Desa Pakraman
39
(MDP) Bali Nomor; 050/Kep/Psm-1/MDP Bali/III/2006, Jumat 3 Maret 2006,yang menjelaskan
beberapa point yaitu :
1. Penduduk Balli berdasarkan agama yang dianut dan tempatnya berdomisili,
dikelompokan menjadi tiga yaitu : karma desa (penduduk beragama Hindu dan mipil
atau tercatat sebagai anggota di desa pakraman); karma tamiu (penduduk yang beragama
hindu dan tidak mipil atau tercatat sebagai anggota desa pakraman); dan tamiu (penduduk
non-indu dan bukan anggota desa pakraman).
2. Masing-mmasing golongan penduduk tersebut berlaku swadarma (kewajiban ) yang
berbeda terhadap desa pakraman. Perbedaan itu hendaknya memberikan kenyaman
kepada ketiga golongan penduduk tersebut.
3. Krama tamiu dan tamiu berdasarkan aktivitasnya di desa pakraman, dapat dibedakan
menjadi dua yaitu : a) karma tamiu dan tamiu yang hanya berdomisili di desa pakraman;
dan b) Krama tamiu dan tamiu yang berdomisili dan atau membuka usaha di desa
pakraman.
Keputusan Majelis Desa Pakraman ini dapat juga dipahami bahwa setiap penduduk
pendatang (karma tamiu dan tamiu) mempunyai kewajiban berbeda apabila tinggal di
wilayah desa pakraman. Perbedaan kewajiban tersebut dituangkan dalam awig-awig dan
pararem desa pakraman. Lebih lanjut keputusan Majelis Desa Pakraman tersebut juga
menyatakan bahwa pertama, karma tamiu wajib menciptakan kesukertan (kedamaian) desa
pakraman bersama-sama dengan karma desa baik yang menyangkut parahyangan
(keyakinan), pawongan( aktivitas kemanusiaan) serta palemahan ( kelestarian lingkungan
alam), kedua, bahwa kewajiban itu dituangkan dalam bentuk sikap saling menghormati
disertai urunan dan ayah-ayahan(wajib kerja) yang dapat diganti dengan uang dan jumlah
40
keduanya tidak lebih dari 10 % dari pada kewajiban karma desa, serta dapat memberikan
danan punia(sumbangan sukarela).
Selanjutnya dalam keputusan MUDP tersebut juga mengatur kewajiban tamiu (kraman
non hindu) yaitu pertama, tamiu wajib menciptakan kesukerta desa pakraman bersama-sama
karma desa dan karma tamiu dan aktivitas lainnya yang berhbungan dengan kemanusiaan dan
kelestarian lingkungan alam, sepanjang tidak terkait langsung dengan parhyangan (keyakinan
beragama menurut ajaran hindu). Kedua, kewajban tersebut dituangkan dalam bentuk sikap
saling menghormati disertai dengan urunan ddan ayah ayahan yang dapat diganti dengan
uang dan jumlah keduanya tidak lebih dari pada 30 % dari pada kewajiban karma desa serta
dapat memberikan dana punia (sumbangan sukarela).
Dengan demikian bahwa desa pakraman yang ada di Kota Denpasar, perlu
memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ada dalam keputusan Majelis Desa Pakraman,
sehingga ada kesatuan tafsir terkait kewajiban karma tamiu dan tamiu yang berdomisili di
Kota Denpasar.
41
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
Berdasarkan uaraian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Bahwa kewenangan Pemerintah Kota Denpasar dalam pengendalian penduduk
pendatang adalah Dalam melakukan pengendalian penduduk pendatang, Pemerintah
Kota Denpasar mendasarkan pada kewenangannya sesuai dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur mengenai penduduk yaitu
dalam Pasal 26 ayat (2) dan ayat (3) yang pemahamannya bahwa mengenai warga
negara dan penduduk diatur dengan Undang-undang. Selanjutnya dasar
kewenangannya dapat juga diihat dalam pasal 12 huruf FUndang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa dalam bidang
Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil merupakan urusan wajib.
Pengaturan Administrasi Kependudukan juga dapat dilihat dalam lampiran huruf L
khusunya dalam bidang Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan memberi dasar kewenangan untuk
mengatur administrasi kependudukan termasuk di dalamnya pengaturan penduduk
pendatang. Pengaturan penduduk pendatang dalam tataran loka juga diatur dengan
Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 1998 tentang Pengendalian Kependudukan.
Dalam pasal 9 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 1998 dinyatakan
bahwa Gubernur menetapkan kebijaksanaan untuk mengarahkan kualitas penduduk
dengan memperhatikan nilai-niali agama, etika dan sosial budaya. Selanjutnya dasar
kewenangan Kota denpasar dalam pengendalian penduduk Pendatang adalah
didasarkan pada Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Administrasi Kependudukan, Selanjutnya pengendalian penduduk pendatang lebih
rinci dapat dilihat dalam Keputusan Walikota Denpasar Nomor 593 Tahun 2000
sebagamana yang telah diubah menjadi Keputusan Walikota Denpasar Nomor 610
Tahun 2002. Terkait dengan pungutan terhadap penduduk pendatang dapat dilihat
dalam keputusan Walikota Nomor 585 tahun 2002 tentang Perubahan Lampiran
42
Keputusan Walikota Denpasar Tanggal 13 Desember 2001 Nomor 1002 tahun 2001
tentang Srandarisasi Pungutan/Sumbangan Kelurahhan Di Kota Denpasar.
2. Bahwa Bahwa bentuk keterlibatan desa pakraman dalam pengendalian penduduk
pendatang di Kota Denpasar adalah mendasarkan pada Keputusan Walikota Nomor 593
Tahun 2000 sebagamana yang telah diubah menjadi Keputusan Walikota Denpasar
Nomor 610 Tahun 2002, memberi kewenangan pada desa pakraman untuk
berpartisipasi dalam pengendalian penduduk pendatang, yang secara rinci diatur
mengenai kewenangan desa pakraman dalam melakukan pengawasan penduduk
pendatang. Pemahaman terhadap ketentuan tersebut ditindak lanjuti oleh desa
pakraman di Kota Denpasar. Sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan yang
menyatakan bahwa dalam awig-awig Banjar Adat Robokan Desa Adat Kerobokan
juga mengatur mengenai penduduk pendatang. Besaran urunan dalam ketentuan
awig-awig banjar robokan khususnya dalam pararemnya adalah Ketentuan ini dapat
dimaknai bahwa penduduk pendatang yang tinggal kurang dari 5 tahun di banjar adat
robokan membayar iuran 1.000.000, (satu juta rupaiah). Selain itu ada kewajiban lain
yang harus dipenuhi oleh penduduk pendatang yaitu membayar uang urunan
yangbervariasi yiatu Rp5000,- setiap bulan, Rp100.000, setiap tiga bulan yang
mempunyai KIPS dan membayar 25.000,- bagi penduduk yang telah mempunyai
KTP. Dengan adanya aturan yang memberi kewenangan pada desa pakraman melalui
banjar adat untuk ikut serta dalam pengendalian penduduk pendatang dan itu
dituangkan dalam pararem banjar adat. Ini menunjukan bahwa salah satu bentuk
keterlibatan desa pakraman dalam pengendalian penduduk pendatang.
43
6.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat di sarankan :
1. Kepada Desa Pakraman, bahwa tidak semua desa pakraman mengatur penduduk
pendatang dalam awig-awig maupun pararem, Oleh karena itu agar medapatkan hasil
maksimal ketika pengendalian penduduk pendatang maka desa pakraman perlu
mengatur lebih jelas tentang penduduk pendatang di dalam awig-awig desa pakraman
setempat.
2. Kepada Pemerintah Kota Denpasar, secara yuridis pengaturan penduduk pendatang
sudah jelas, yang perlu diperhatikan adalah penerapan kebijakan-kebijakan hukum
tersebut agar benar-benar diterapkan secara maksimal sehingga perkembangan
penduduk pendatang dapat dibendung.
3. Terhadap keputusan Walikota Keputusan Walikota Nomor 593 Tahun 2000
sebagamana yang telah diubah menjadi Keputusan Walikota Denpasar Nomor 610
Tahun 2002, perlu direvisi karena dasar pembentukan Keputusan Walikota ini
mendasarkan pada perda yang sudah dicabut dan diganti dengan Perda Nomor 5
Tahun 2014. Oleh karena itu Keputusan Walikota dimaksud perlu direvisi.
44
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Bambang Waluyo, 1991, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, jakarta.
Bambang Sunggono, 2003, Metodelogi Penelitian Hukum. Rajawal Pers Jakarta.
Indroharto, 1993, Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
Pustaka Harapan, Jakarta.
Jum Anggriani, 2012, “ Hukum Adminsitrasi Negara”, Graha Ilmu, Yogyakarta
Lukman Hakim, 2012, Filosofi Kewenangan Organ Lembaga Daerah Perspektif Teori Otonomi
&Desetralisasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Hukum dan Kesatuan,
Setara Press Malang
Majelis Utama Desa Pakraman, 2010, Himpunan Hasil-Hasil Pesamuhan Agung III MDP Bali,
Majelis Utama Desa Pakraman Bali, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.
Morris L. Cohen dan kent C. Olson, 2000, Legal Research In A Nutshell, Seventh Edition, ST.
Paul, Minn, West Group.
Marhaendra Wija Atmaja, Gede “Politik Pluralisme Hukum dalam Pengakuan Kesatuan
Masyarakat Hukum Adat dengan Peraturan Daerah”, Disertasi Doktor, Program Doktor
Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2012.
Oka Parwata, A A Gede, 2003, "Pola Hubungan Antara Desa Dinas dengan Desa Adat dalam
Penanganan Penduduk PEndatang di Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar",
Kerjasama Lembaga Penelitian dengan BAPPEDA Kabupaten Gianyar.
Philipus M. Hadjon, et.al, 2011, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Introduction to the
Indonesian Administrative law, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Prajudi Atmosudirjo,1994, Hukum Administrasi Negara, Cetakan Kesepuluh, Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Pitana, I Gde, 2000, Kuta Cermin Retak Pariwisata Bali, Upada Sastra.
Prajudi Atmosudirjo,1994, Hukum Administrasi Negara, Cetakan Kesepuluh, Ghalia Indonesia,
Jakarta.
45
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Peneitian Hukum, Cetakan ke-1, Kencana, Jakarta
Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sadjijono, H 2011, Bab- Bab Pokok Hukum Administrasi, Cetakan II, Edisi II, Laksbang
Pressindo, Yogyakarta
Soepomo, 2000, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita Jakarta.
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI) Press),
Jakarta
------------------------- dan Sri Mamuji, 1986, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat,
CV Rajawali Jakarta.
Sudantra, I Ketut, 2001, "Pola Penyelesaian Persoalan-persoalan Hukum oleh Desa Adat",
Dinamika Kebudayaan, Vol III No. 1, Lembaga Penelitian Universitas Udayana.
---------------------, 2005, Peran Serta masyarakat Dalam Pengendalian Kependudukan khususnya
Penduduk Pendatang Di Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung.
Saily Falk Moore, 2001, Hukum dan Perubahan Sosial: Bidang Sosial Semi Otonom sebagai
suatau topic studi yang Tepat dalam TO Ihromi, antropologi Hukum Sebuah Bunga
Rampai, Yayasan Obor Indonesia.
W. Sunindhia, 1987, Praktek Penyelenggaran Pemerintahan di Daerah, Bina Aksara Jakarta.
Tim Pusat Studi Hukum Adat,2001, Kedudukan Desa Pakraman Dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa setelah berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 di Kabupaten
Gianyar, Laporan Penelitian, Denpasar Kerjasama antara BAPPEDA Kabupaten
Gianyar dan Lembaga Penelitian Universitas Udayana.
Talizuduhu Ndraha, 1986, Pembangunan Masyarakat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Windia P dan Ketut Sudantra, 2006, Pengantar Hukum Adat Bali, Lembaga dokumentasi dan
publikasi Fakultas hukum Universitas Udayana.
Yudhi Setiawan, 2009, Instrumen Hukum campuran (gemeenscapelijkrecht) dalam Konsolidasi
Tanah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
46
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kepndudukan.
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 10 Tahun 1998 tentang Pengendalian Kependudukan
Dalam Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Bali.
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Denpasar
Nomor 6 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dalam
Kerangka Sistem Informasi manajemen Kependudukan (SIMDUK).
SK Walikota Denpasar Nomor 593 Tahun 2000 tentang Penertiban Penduduk Pendatang di Kota
Depasar.
SK Walikota Denpasar Nomor 610 Tahun 2002 tentang Perubahan Keputusan Walikota
Denpasar nomor 539 TAhun 2000 Tentang Penertiban Penduduk Pendatang.
SK Walikota Denpasar Nomor 585 Tahun 2002 tentang PErubahan Lampiran tentang Keputusan
Walikota Denpasar Tanggal 13 Desember 2001 Nomor 1002 Tahun 2001 tentang
Standarisasi Pungutan Desa/ Sumbangan Kelurahan di Kota Denpasar.
Kesepakatan Bersama antara Forum Kepala Desa /Lurah Kota Denpasar dengan Parum Bendesa
Pakraman Kota Denpasar tentang Penertiban Penduduk Pendatangdi Kota
Denpasar.
SK Manggala Parum Bendesa Desa Pakraman Kota Denpasar Nomor 005/PBDA/XI/2002
tanggal 18 Nopember 2002 tentang Standarisai Pungutan Desa Pakraman atas Biaya
Administrasi Penduduk Pendatang di Kota Denpasar.
Awig-Awig Banjar Kaja, Desa Adat Pakraman Sesetan, 2014.
47
Awig-Awig Desa Pakraman Padang Sambian tahun 2007.
Awig-Awig Banjar Adat Robokan Tahun 2014.
Pararem Awig-Awig Banjar Adat Robokan 2014.
48
LAMPIRAN 1: Personalia Penelitian
BIODATA KETUA TIM PENELITI
A. Identitas Diri
1. Nama Lengkap (dengan gelar) Anak Agung Istri Ari Atu Dewi., SH.,MH. P
Jabatan Fungsional Lektor
Jabatan Struktural -
NIP/NIK/No.Identitas lainnya 197601102001122001
NIDN 0010017602
Tempat dan Tanggal Lahir Batubula dan 10 Januari 1976
Alamat Rumah Jl. Sumandang No. 4 Batubulan
Nomor Telepon/Faks /HP 081338501180
Alamat Kantor Jl. Pulau Bali no. 1 Denpasar
Nomor Telepon/Faks (0361) 222666
Alamat e-mail [email protected]
Lulusan yang telah dihasilkan S1= 20 orang
Mata Kuliah yg diampu 1. Gender Dalam Hukum
2. Sosiologi Hukum
3. Hukum dan Kebudayaan
4. Metode Penulisan dan Penelitian Hukum
B. Riwayat Pendidikan
Program S1 S2 S3
Nama Perguruan
Tinggi
Fakultas Hukum
Unud
Pascasarjana Unud -
Bidang Ilmu Ilmu hukum Ilmu Hukum -
Tahun Masuk 1995 2006 -
Tahun Lulus 2000 2009 -
Judul
Skripsi/Thesis/Disertasi
Pencegahan dan
Penanggulangan
Psikotropika Setelah
Eksistensi
Kasepekangan ditinjau
dari Persepektif HAM
-
49
Berlakunya Undang-
Undang
PPsokosikotropika
Nama Pembimbing/
Promotor
I Mde Sumerta., SH
dan Ida Ayu
Rupawati, SH.
Prof. Dr. Tjok Istri
Putra Astiti., SH.,MS.
Dan Dr. Gde
Marhaendra Wija
Atmaja., SH., MH.
-
C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir
No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan
Sumber Jumlah
1. 2010 KonflikAdat Di Bali dan Upaya
Penanggulangannya.
Stranas 90.000.000
2. 2010 Peran Serta Masyarakat Ada t Dalam
Pengelolaan Dan Pelestarian Fungsi
Lingkungan Pengairan Untuk Pertanian Di
Kota Denpasar (Studitentang Keberadaan
Subak Di Kota Denpasar)
PDM 7.500.000
3. 2011 Eksistensi Tanah Adat Dewasa ini Fundamental 30.000.000
4. 2012 Sengketa Tanah Adat yang Disertai
Kekerasan Dalam Konteks Perkembangan
Pariwisata (Studi Kasus di
KabupatenGianyar)
Hibah Group
Riset
50.000.000
5. 2012 Otonomi Desa Pakraman Dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Dari
Perspektif Pluralisme Hukum
Dipa Fakultas 3.000.000
6. 2013 Naskah Akademis Rancangan Peraturan
Daerah Kota Denpasar Tentang Pendaftaran
Usaha Pariwisata
Pemerintah
Kota
Denpasar
30.000.000
50
7. 2013 Naskah Akademis Perlindungan
Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan
Pemerintah
Kabupaten
Badung
40,000,000
8. 2013 Sewa-Menyewa Tanah Adat Yang
Mempunyai Nilai Ekonomis Di Kawasan PDM 7.500.000
D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir
No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan
Sumber Jumlah
1. 2009 Sosialisasi Undnag-Undang No. 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak dan
Undang-Undang No 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga di Desa Timuhun,
Kecamatan Banjarangkan Kabupaten
Klungkung
Penerapan
IPTEKS-
SOSBUD
4.000.000
2. 2009 Sosialisasi Ketentuan-Ketentuan Tentang
Perkawinan dan Perceraian di Desa
Angantaka Kecamatan Abiansemal,
Kabupaten Badung.
Penerapan
IPTEKS-
SOSBUD
4.000.000
3. 2009 Sosialisasi Undnag-Undang No. 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak dan
Undang-Undang No 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga di Desa Timuhun,
Kecamatan Banjarangkan Kabupaten
Klungkung
Penerapan
IPTEKS-
SOSBUD
4.000.000
51
4. 2010 Pembinaan Penulisan Awig-Awig Desa
Pakraman Abangan, Tegalalang, Gianyar.
Dipa Fakultas 15.000.000
5. 2010 Pembinaan Penulisan Awig-Awig Desa
pakrama Sayan Ubud Gianyar.
Dipa Fakultas 5.000.000
6. 2010 Pembinaan Penulisan Awig-Awig Desa
Pakraman Padang Tegal Ubud Gianyar.
Dipa Fakultas 15.000.000
7. 2011 Diseminasi, Desa Adat Tenganan
Pagringsingan Dalam Menghadapi
Perkembangan Pariwisata : Tantangan
Terhadap Hukum Tanah Adat
NUFIC 4.000.000
8. 2012 Sosialisasi PP 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah
Notariat 3.000.000
9. 2013 Sosialisasi Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
sebagai upaya untuk mencegah perkawinan
anak di bawah umur di desa Pancasari
kabupaten Buleleng.
Penerapan
IPTEKS-
SOSBUD
4.000.000
E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir
No Judul Artikel Volume/Nomor Nama Jurnal
1. Gender Dalam Perwalian Anak
Setelah Perceraian Menurut Hukum
Adat Bali
Vol.X No. 1 Tahun
2010 ISSN: 1412-
0194
Jurnal Studi Gender
SRIKANDI
2. Eksistensi Sanksi Adat Kasepekang
dalam awig-awig dalam Kaitan
Dengan Penjatuhan Sanksi Adat
Volume 34 No.1 th
2010 ISSN 0215-
899X
Jurnal Ilmiah
Fakultas Hukum
Universitas Udayana
52
Kasepekang di Desa Pakraman KERTHA PATRIKA
3. Dampak PerkembanganEkonomi
Pariwisata Terhadap Hukum Tanah
Adat Di Desa Tenganan
Pagringsingan
Volume 36 Nomor 2
Tahun 2011 ISSN :
0215-899 X
Jurnal Ilmiah
Fakultas Hukum
Universitas Udayana
KERTHA PATRIKA
F. PengalamanPenyampaian Makalah Secara Oral pada Pertemuan/ Seminar Ilmiah
dalam 5 Tahun Terakhir
No Nama Pertemuan Ilmiah/Seminar Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat
1. Seminar Profile Statistik Gender
Kota Denpasar
Makalah
Pengarusutamaan
Gender (Pug) Dalam
Pendidikan tahun
2012
21 September 2012
di Kantor Badan
Keluarga Berencana
dan Pemberdayaan
Perempuan Kota
Denpasar
2 Seminar Profile Anak Kota
Denpasar
Makalah
Perlindungan Dan
Pemenuhan Hak
Anak Di Kota
Denpasar Untuk
Menuju Kota Layak
Anak tahun 2012
19 September 2012
di Kantor Badan
Keluarga Berencana
dan Pemberdayaan
Perempuan Kota
Denpasar.
3 Seminar Bagian Hukum dan
Masyarakat
Pelibatan desa
pakraman dalam
pengendalian
penduduk pendatang
Di Aula Fakultas
Hukun Unud
53
oleh pemerintah kota
denpasar tahun 2012
4 Sosialisasi dan Advokasi PUGk
Formal di Bidang Pendidikan bagi
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Formal dan Informal
Konsep Gender dan
Pengarusutamaan
Gender
Tanggal 10 s/d 11
Desember 2012 Di
Hotel Puri Nusa
Indah
G. Pengalaman Penulisan Buku dalam 5 Tahun Terakhir
No Judul Buku Tahun Jumlah
Halaman
Penerbit
1 Buku Persembahanku :
“Kesan dan Pesan dari
Untuk Sejawat Tjok Istri
Putra Astiti” (ISBN 978-
602-8409-06-3)
2009 141 Lembaga
Dokumentasi dan
Publikasi Fakultas
Hukum Unud
2. Perkawinan Pada Gelahang
Di Bali (ISBN 978-602-
8409-04-9)
2009 204 Lembaga
Dokumentasi dan
Publikasi Fakultas
Hukum Unud
3. The Exellenence Research
Universitas Udayana
2011 182 Udayana University
Prss
4. Buku Profile Statistik
Gender Kota Denpasar
Tahun 2012 (ISBN 978-602-
19712-1-5)
2012 100 Badan Keluarga
Berencana Dan
Pemberdayaan
Perempuan Kota
54
Denpasar
5. Buku Kompilasi Aturan
Tentang Desa Adat di Bali
(ISBN 978-602-7776-28-9)
2013 463 Udayana University
Prss
6. Kembang Rampai
Perempuan Bali ( ISBN 978-
602-9739-20-9)
2013 217 Pusat Study Wanita
dan Perlindunggan
Anak Universitas
Udayana
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai
ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan penelitian : Dosen Muda.
Denpasar, 20 Februari 2014
Pengusul,
Anak Agung Istri Ari Atu Dewi, SH., MH
NIP.197601102001122001
55
BIODATA ANGGOTA TIM PENELITI
A. Identitas Diri
1. Nama Lengkap (dengan gelar) Anak Agung NgurahWirasila,S.H.,M.H.
L
Jabatan Fungsional Lektor
Jabatan Struktural -
NIP/NIK/No.Identitas lainnya 19580514 198702 1 001
NIDN 0014055804
Tempat dan Tanggal Lahir Denpasar dan 14 Mei 1958
Alamat Rumah Jl. Singosari, Gg. Belibis No. 26 Denpasar
Nomor Telepon/Faks /HP 081338612090
Alamat Kantor Jl. Pulau Bali no. 1 Denpasar
Nomor Telepon/Faks (0361) 222666
Alamat e-mail -
Lulusan yang telah dihasilkan S1= 20 orang
Mata Kuliah yg diampu 1. Hukum Pidana
2. Hukum Kesehatan
3. Hukum Pidana Lanjutan
4. Tindak Pidana Tertentu Dalam KUHP
B. Riwayat Pendidikan
Program S1 S2 S3
Nama Perguruan
Tinggi
Fakultas Hukum
Unud
Pascasarjana Unud -
Bidang Ilmu Ilmu hukum Ilmu Hukum -
Tahun Masuk 1978 2007 -
Tahun Lulus 1985 2010 -
Judul
Skripsi/Thesis/Disertasi
Upaya
PEnanggulangan
PEnyalahgunaan dan
Euthanasia Dalam
Pandangan
Hukum Pidana Dan Hak
Asasi Manusia
-
56
KEjahatan Oleh
Generasi Muda Di
Kabupaten BAdung
Nama Pembimbing/
Promotor
. I Ketut Mertha, SH.
Dan I Dewa Nyoman
Sekar., SH.
Prof. Dr. I Ketut Mertha,
SH,M.Hum dan I Made
Tjatrayasa, SH,MH
-
C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir
No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan
Sumber Jumlah
1. 2011 Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan
Dan Kejahatan Narkotika Di Kota
Denpasar, Oktober 2011
Mandiri -
2. 2010 TindakPidanaTerhadapHarta Benda Mandiri -
3. 2011 TindakPidanaNarkotika Dan Psikotropika Mandiri -
4. 2011 Hubungan Kunjungan Wisatawan Asing
Dengan Tingkat Kejahatan Narkotika Di
Bali
DIPA FH 3.000.000
4. 2012 Delik Adat Lokika Sanggraha Dalam
Kaitannya Dengan Pembaharuan Kuhp
DIPA FH 3.000.000
D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir
No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan
Sumber Jumlah
1. 2009 PelaksanaanBaktiSosial Program Ekstensi
FH UnudDesa Belimbing Kecamatan
Pupuan Kabupaten Tabanan
F H Unud -
2. 2009 PenyuluhanHukumTentangNarkotikaDesa
Selan Bawak Kecamatan Marga –
Kabupaten Tabanan
FH UNUD -
4. 2010 PelaksanaanKerjaSosial FH Unud, di Desa FH UNUD -
57
Selan Bawak Kecamatan Marga Kabupaten
Tabanan.
9. 2013 Sosialisasi Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
sebagai upaya untuk mencegah perkawinan
anak di bawah umur di desa Pancasari
kabupaten Buleleng.
Penerapan
IPTEKS-
SOSBUD
4.000.000
E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir
No Judul Artikel Volume/Nomor Nama Jurnal
1. Pengaruh Minuman Keras Terhadap
Timbulnya Kriminalitas di Bali
Majalah Kertha
Patrika FH Unud,
No. 49. Tahun XV.
Desember 1989
Jurnal Ilmiah
Fakultas Hukum
Universitas Udayana
KERTHA PATRIKA
F. PengalamanPenyampaian Makalah Secara Oral pada Pertemuan/ Seminar Ilmiah
dalam 5 Tahun Terakhir
No Nama Pertemuan Ilmiah/Seminar Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat
G. Pengalaman Penulisan Buku dalam 5 Tahun Terakhir
No Judul Buku Tahun Jumlah
Halaman
Penerbit
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai
ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan penelitian : Dosen Muda.
Denpasar, 23 Februari 2014
58
BIODATA PEMBIMBING
A. Identitas Diri
1. Nama Lengkap (dengan gelar) Prof. Dr. Tjok Istri Putra Astiti, SH.MS P
2. Jabatan Fungsional Guru Besar
3. Jabatan Struktural -
4. NIP/NIK/No.Identitas lainnya 194712311975032003
5. NIDN 00300114606
6. Tempat dan Tanggal Lahir Payangan, Gianyar
7. Alamat Rumah Kompleks Perumahan Dosen No.33 Batubulan
8. Nomor Telepon/Faks /HP 299048
9. Alamat Kantor Fakultas Hukum Unud, Jalan Bali 1 Denpasar
10. Nomor Telepon/Faks 222666
11. Alamat e-mail Putra_ [email protected]
12. Lulusan yang telah dihasilkan S-1= … orang; S-2= …Orang; S-3= Orang …
13. Mata Kuliah yg diampu 1. Hukum Adat (S1)
2. Metode Penelitian Hukum (S1)
3. Gender Dalam Hukum (S1)
4. Kapita Selekta Hukum Adat (S1)
5. Filsafat Hukum Adat (S2)
6 Dinamika Hukum Adat (S2)
B. Riwayat Pendidikan
Program S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Tinggi Universitas
Udayana
Institut Pertanian
Bogor (IPB)
Institut
Pertanian Bogor
(IPB)
Bidang Ilmu Hukum Sosiologi Sosiologi
Tahun Masuk 1964 1984 1989
Tahun Lulus 1974 1986 1994
Judul
Skripsi/Thesis/Disertasi
Merangkat
sebagai Satu
Bentuk
Pengaruh
Perkembangan
Ekonomi
Pengaruh
Hukum Adat
dan Program KB
59
Perkawinan Adat
di Bali
Rumahtangga thd
Peranan Wanita
dalam Masyarakat
Bali yang
Patrilineal
thd Nilai Anak
Laki-Laki dan
Perempuan
dalam
Masyarakat Bali
yang Sedang
Berubah
Nama
Pembimbing/Promotor
Prof.Dr.
Mohamad
Koesnoe,SH
Prof.Dr. Pudjiwati
Sajogyo
Prof.Dr.
Pudjiwati
Sajogyo
C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir
No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan
Sumber *) Jml (Juta Rp.)
1. 2010 Pola Hubungan Penduduk
Pendatang dengan Desa Adat dan
Desa Dinas
Bagian Hukum
dan Masyarakat
Rp 2.000.000
2. 2010 Implementasi Ajaran Tri Hita
Karana dalam Awig-awig
Operasional
Gruru Besar
Rp 4.500.000
3. 2011 Dampak Perkembangan Ekonomi
Pariwisata terhadap Hukum
Tanah Adat di Desa Tenganan
Pagringsingan
Proyek Nuffic Rp 20.000.000
4. 2012 Pemekaran Desa, Sengketa Tanah
dan Kekerasan Antar Desa
Pakraman
Univ.Udayana Rp 41.000.000
5 2012 Sengketa Tanah Adat dan
Kekerasan
Program S2
Kenotariatan
Rp 6.000.000
60
6 2012 Penerapan Sanksi Adat yang
Berimplementasi Pelanggaran
HAM (Studi Kasus di Kabupaten
Gianyar)
Program S2
Ilmu Hukum
Rp 4.500.000
D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir
No. Tahun
Judul Pengabdian Kepada
Masyarakat
Pendanaan
Sumber *) Jml (Juta
Rp.)
1. 2010-
2012 Pembinaan Awig-Awig Desa
Padangtegal, Ubud, Gianyar
Bagian
Hukum dan
Masyarakat
Rp 2 000.000
2. 2011 Sosilisasi Awig-Awig dalam Kontek
Perubahan Sosial
Dana
Operasional
Group Riset
Rp 4.000.000
3. 2008 Sosialisasi Pengarus Utamaan
Gender di Diknas Propinsi Bali
Pemerintah
Daerah
?
4. 2009 Pelatihan Analisis Gender bagi
Pokja PUG Tingkat Propinsi,
Kabupaten dan Kota.
Pemerintah
Daerah
?
E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir
No. Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor Nama
Jurnal
1. Tajen, Kemiskinan, dan Kekerasan dalam
Rumahtangga
No. 70 Th.XXVI
Agustus 2010
WAHANA
2. Dampak Perkembangan Pariwisata terhadap
Hukum Tanah Adat di Desa Tenganan
Volume 36, No Kertha
61
Pagringsingan
2, Sept 2011 Patrika
3. Hukum Adat dan Hukum Negara dalam
Bidang Pertanahan dan Sumberdaya Alam:
Perbandingan, Perbenturan dan Solusi
Volume 34,
No2, Agustus
2010
Kertha
Patrika
4. Implementasi Ajaran Tri Hita Karana dalam
Awig-Awig
The
Excellence
Research
5 Hukum Adat : Dahulu diyakini sebagai
Dasar Persatuan Indonesia, Kini
Terpinggirkan
No. 68 Tahun
XXVI, Februari
2010
WAHANA
F. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral pada Pertemuan/ Seminar Ilmiah
dalam 5 Tahun Terakhir
No. Nama Pertemuan ilmiah/
Seminar
Judul Artikel Ilmiah Waktu dan
Tempat
1. Semiloka Evaluasi Format
dan Substansi Awig-Awig
Desa Pakraman
Awig-Awig di Tinjau dari
Hukum Negara
28 Februari 2009
Di Denpasar
2. Seminar Awig-Awig II Kajian Kritis terhadap
Substansi dan Format Awig-
Awig
30 Juli 2010, di
Denpasar
3. Lokakarya Peningkatan
Kapasitas Gender dalam
Pendidikan
Profil Gender di Perguruan
Tinggi
29 Oktober 2010
di Denpasar
4. International Seminar on
Environmental, Health, and
Savety Risks in a
Globaliing World
Tri Hita Karana,
Environmental Health and
Savety of Human Being
June 27-28, 2011,
Denpasar
62
G. Pengalaman Penulisan Buku dalam 5 Tahun Terakhir
No. Judul Buku Tahun Jumlah
Halama
n
Penerbit
1. Warna Warni Adat dan Budaya
Bali
2009 222 Plawa sari
2. Desa Adat Menggugat dan Digugat 2010 83 Udayana
University Press
J. Penghargaan yang Pernah Diraih dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi
atau institusi lainnya)
No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi
Penghargaan
Tahun
1. Satya Lancana Karya XXX Tahun Negara Indonesia 2011
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak-
sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan penelitian Dosen Muda sebagai Pembimbing.
Denpasar, 14 Pebruari 2014
Pembimbing,
63
64