kombinasi bisnis
DESCRIPTION
Akuntansi Keuangan LanjutanTRANSCRIPT
KOMBINASI BISNIS
Pengertian Kombinasi Bisnis
Kombinasi bisnis merupakan terminologi akuntansi yang substansinya di
Indonesia dibahas dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 22 yang
telah direvisi pada tahun 2010. Transaksi kombinasi menurut PSAK 22 revisi tahun
2010 terjadi ketika suatu entitas memperoleh pengendalian atas entitas lain yang
berupa bisnis. Disini yang dimaksud dengan pengendalian adalah kekuasaan untuk
mengatur kebijaksanaan keuangan dan operasi suatu entitas demi memperoleh
manfaat dari aktivitas entitas tersebut. Kombinasi bisnis melibatkan 2 pihak, yakni
entitas pengakuisisi dan entitas yang diakuisisi. Pihak pengakuisisi merupakan entitas
yang memperoleh pengendalian atas entitas yang diakuisisi dalam transaksi bisnis.
Sebaliknya, entitas yang diakuisisi, atau disebut juga entitas target, merupakan
entitas yang dalam transaksi kombinasi bisnis dikendalikan oleh entitas lain (entitas
pengakuisisi). PSAK 33 direvisi taun 2010 cenderung menggunakan istilah entitas
dibanding perusahaan.
PSAK 22: Kombinasi Bisnis, merupakan pengadopsian dari Standar
Akuntansi Internasional, yakni Internasional Finansial Reporting Standard (IFRS) 3
tahun 2008. IFRS 3 pada awalnya terbit tahun 2004 sebagai pengganti dari
Internasional Accounting Standard (IAS) 22. Hasil kerja sama dewan standar
akuntansi internasional atau Internasional Accounting Standard Boars (FASB)
dengan dewan standar Amerika- dalam hal ini Financial Accounting Standard Boars
(FASB) – sebagai bagian dari upaya konvergensi standar akuntansi internasional,
menghasilkan Norwalk agreement yang merevisi kembali IFRS 3 tahun 2004
sehingga terbitlah IFRS 3 tahun 2008. Pada tahun 1994 terbit PSAK 22 mengenai
Pengabunggan Usaha sebagai hasil adopsi dari Internasional Accounting Standard
(IAS) 22. PSAK 22 tahun 1994 menggunakan termoninologi “ Penggabungan
Usaha”,kemudian pada tahun 2010 revisi PSAK 22 mengganti terminologi
“Penggabungan Usaha” menjadi “Kombinasi Bisnis”.
Bisnis vs Perusahaan
PSAK 22 tahun 1994 menggunakan istilah “perusahaan” dalam pengabungan usaha,
yang menyatakan bahwa penggabungan usaha terjadi antara satu perusahaan dengan
perusahaan lain. Walaupun tampaknya sama, terdapat perbedaan istilah “perusahaan”
dengan istilah “bisnis”. Bisnis merupakan substansi usaha tanpa memandang bentuk
usaha, sementara “perusahaan” mengacu pada bentuk atau badan usaha. PSAK 22
revisi 2010 mendefinisikan “bisnis” sebagai suatu rangkaian terpadu dan kegiatan dan
aset yang mampu diadakan serta dikelola dengan tujuan memberikan hasil dalam
bentuk dividen, biaya yang lebih rendah, atau manfaat ekonomi lainnya secara
langsung kepada investor atau pemilik, anggota, atau peserta lainnya.
PSAK 22 revisi 2010 bermaksud mencegah transaksi semacam itu. PSAK 22
revisi 2010 bermaksud menegakkan kombinasi bisnis, yaitu mendapatkan sinergi
positif dari kedua aktivitas ekonomi (bisnis), bukan untuk menggabungkan dua badan
hukum.
PSAK 22 revisi 2010 menyatakan bahwa suatu bisnis memiliki input dan
proses serta mampu menghasilkan output. Walaupun bisnis biasanya menghasilkan
output, namun apabila dalam suatu rangkaian aktivitas tidak memilki output yang
jelas, maka dapat dipertimbangkan faktor-faktor lain yang menentukan apakah suatu
aktivitas merupakan bisnis atau tidak, yaitu:
1. Aktivitas utama yang direncanakan telah dimulai;
2. Terdapat karyawan, kekayaan intelektual, serta input dan proses lainnya yang
dapat diterapkan pada input;
3. Sedang dijalankan rencana untuk memproduksi output;
4. Dapat diperoleh akses ke pelanggan yang akan membeli output, dan lainnya.
Pengendalian
Pengendalian ini dapat diperoleh dengan kepemilikan hak suara atas entitas
lain. Hak suara biasanya melekat dalam kepemilikan ekuitas suatu entitas walaupun
tidak selalyu demikian. Jika hak suara yang dimiliki sedemikian besar, diperoleh hak
pengendalian, dan pada saat itu telah terjadi kombinasi bisnis. Kepemilikan equitas
suatu entitas dalam jumlah tertentu dapat menimbulkan pengendalian atas entitas
tersebut, dan hal itu menunjukkan bahwa telah terjadi kombinasi bisnis.
Entitas yang tidak berbadan hukum merupakan usaha yang didirikan namun
belum memiliki bentuk hukum tetap. Contoh bentuk hukum dalam hal ini meliputi
perusahaan perseorangan, CV Firma, Perseroan Terbatas, dan bentuk lainnya.
Sepanjang entitas bersangkutan merupakan bisnis yang riil, kombinasi bisnis dapat
dilakukan atas entitas tidak berbadan hukum tersebut.
Akan tetapi, makna mengendalikan lebih dari sekedar memiliki ekuitas entitas
lain. Pengendalian tidak harus selalu diperoleh dengan kepemilikan dan sebaliknya,
kepemilikan hak suara mayoritas tidak selalu memberikan hak pengendalian.
Pengendalian yang diperoleh tanpa adanya kepemilikan dapat terjadi melalui
kontrak. Sebagai contoh, suatu entitas telah terikat kontrak hanya menjual atau
memberikan jasa atau memberikan hak pemakaian aset pada entitas lain yang
mengindikasikan adanya pengendalian oleh entitas lain tersebut. Ini berarti entitas
yang mengendalikan. Sebaliknya, jika ada pengendalian tanpa kepemilikan, itu
merupakan indikasi bahwa telah terjadi kombinasi bisnis. Dalam kasus lain, suatu
entitas mungkin memiliki sebagian saham biasa entitas lain dan entitas pengakuisisi
tersebut dalam posisi mengendalikan. Misalkan PT R memiliki 450 saham dari 1.000
lembar PT S yang beredar. Dalam hal ini, PT R memiliki hak suara 45%. Namun PT
S kemudian menarik sahamnya dari peredaran yang tidak dimiliki PT R sebanyak 200
lembar, sehingga saham beredar PT S sekarang adalah 800 lembar. Akibatnya, hak
suara PT R atas PT S menjadi 56,25% (450/800) dan hak suara ini membuat PT R
dalam posisi mengendalikan PT S. Kasus ini menggambarkan telah terjadinya
kombinasi bisnis.
Kombinasi Bisnis dan Pengendali Tertinggi
Kombinasi bisnis mengenal istilah entitas “pengendali”, dimana pengendalian
dapat diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh, PT A
mengakuisisi 90% hak suara PT B, dan di sini telah terjadi kombinasi bisnis karena
PT A memiliki hak 90% hak suara PT B. Jika PT B memiliki hak pengendalian 80%
atas PT C, maka PT A dengan sendirinya memiliki hak pengendalian atas PT C
karena memiliki hak suara tidak langsung atas PT C sebesar 72% (90% x 80%).
Dalam kasus ini, PT A merupakan pengendali tertinggi. Selain itu,dapat juga
dikatakan bahwa ketiga entitas (PT A, PT B, dan PT C merupakan satu grup). Dalam
praktik, hal ini sering terjadi.
Misalkan PT A mengakuisisi 20% hak suara PT C dengan menukarkan hak
kepemilikannya atas PT B. Dalam hal ini, secara ekonomi tidak ada perubahan
kepemilikan PT A atas grup atau kelompok tersebut walaupun tidak ada perubahan
kepemilikan PT A atas grup atau kelompok tersebut walaupun secara hukum ada. Hal
itu bukan merupakan kombinasi bisnis yang sesuai dengan PSAK 22 revisi 2010. PT
A merupakan pengendali tertinggi baik sebelum maupun sesudah PT A mengakuisisi
hak suara PT. C Transaksi semacam itu disebut Kombinasi Bisnis Entitas
Sepengendali yang diatur tersendiri dalam PSAK 38 REVISI 2011.
Tanggal Kombinasi Bisnis
PSAK 22 revisi 2010 menjelaskan bahwa kombinasi bisnis terjadi pada saat
satu entitas mengendalikan entitas lain yang berupa bisnis. Tanggal transaksi bisnis
merupakan tanggal diperolehnya kendali atas suatu bisnis.
Tanggal kombinasi bisnis mungkin merupakan tanggal akuisisi atau tanggal
ketika pihak pengakuisisi secara hukum mengalihkan imbalan, memperoleh aset, dan
mengambil alih liabilitas/kewajiban pihak yang diakuisisi, atau disebut juga tanggal
penutupan. Akan tetapi, pihak pengakuisisi mungkin saja memperoleh pengendalian
pada tanggal sebelum atau setelah tanggap penutupan. Misalnya, dalma perjanjian
tertulis dinyatakan bahwa pihak pengakuisisi memperoleh pengendalian atas pihak
yang diakuisisi pada tanggal sebelum tanggal penutupan. Sebagai contoh, PT A
mengakuisisi seluruh hak suara PT B yang efektif pada tanggal 1 Juli 2014. Akan
tetapi, PT B terikat kontrak dengan PT X untuk mengalihkan aset kepada PT X
hingga 31/12/2014. Dalam hal ini, kombinasi bisnis antara PT A dan PT B terjadi
pada tanggal 31/12/2014, walaupun tanggal penutupan transaksi akuisisi adalah 1 Juli
2014. Ini karena pada tanggal 31/12/2014 diperoleh kendali atas PT B yang
merupakan persayratan kombinasi bisnis.
Identifikasi Pihak-pihak Dalam Kombinasi Bisnis
Kombinasi bisnis melibatkan pihak pengakuisisi dan entitas target. Pihak
pengakuisisi merupakan pihak yang memeproleh kendali atas aktiva neto dna operasi
pihak yang diakuisisi. Pengendalian atas pihak yang diakuisisi mungkin diperoleh
dengen beberapa cara, seperti:
(a) Dengan mengalihkan kas, setara kas, atau aset lainnya (termasuk aset neto
yang merupakan suatu bisnis);
(b) Dengan menimbulkan laibilitas/kewajiban;
(c) Dengan menerbitkan kepentingan ekuitas;
(d) Dengen memebrikan l;ebih dari satu jenis imbalan; atau
(e) Tanpa mengalihkan imbalan, termasuk yang hanya berdasarkan kontrak
Pihak pengakuisisi setelah kombinasi bisnis disebut induk, yang
berkewajiban menyusun laporan konsolidasi yang akan dibahas pada bab-bab
berikutnya. Pada umumnya, pihak pengakuisisi diidentifikasi sebagai pihak
yangmengalihkan kas atau aset lainnya, atau meiliki liabilitas sebagai pihak yang
mengalihkan kas atau aset lainnya, atau memiliki liabilitas atas kombinasi bisnis. Kas
atau aset lainnya akan diberikan atau dialihkan (liablilitas) kepada pemilik atau
pengendali entitas target sebelumnya. Jika terjadi hal semacam itu, PSAK 22 revisi
2010 memberikan indikasi yang dapat dipakai untuk mennetukan nama perusahaan
pengakuisisi, yakni:
Ukuran pihak pengakuisisi (dinyatakan dengan laba, aset atau pendapatan)
lebih besar dari entitas target.
Jika kombinasi bisnis melibatkan lebih dari dua pihak, maka pengakuisisi
biasanya merupakan pihak yang berinisiatif melakukan kombinasi bisnis, dan
ukurannya lebih besar dari pihak lain dalam kombinasi bisnis.
Entitas baru yang dibentuk sebagai hasil dari kombinasi bisnis tidak selalu
merupakan pihak pengakuisisi. Jika entitas baru dibentuk untuk menerbitkan
kepentingan ekuitas dalam rangka kombinasi bisnis, maka salah satu entitas
yang bergabung merupakan peihak pengakuisisi dengan melihat ukuran dan
faktor lainnya.
Jika kombinasi bisnis mengakibatkan manajemen suatu perusahaan
mendominasi penentuan anggota manajemen perusahaan yang bergabung,
mak aperusahaan yang dominan tersebut adalh perusahaan pengakuisisi.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam kombinasi bisnis yang dilakukan
dengan penerbitan ekuitas, pihak pengakuisisi umumnya merupakan pihak yang
menerbitkan ekuitas. Pengecualian terjadi dalam Reverse Acquistion di mana pihak
yang secara hukum diidentifikasi sebagai pihak pengakuisisi, tetapi berdasarkan
substansi akuntansi diidentifikasi sebagai pihak yang diakuisisi.
UU NO. 40 Tahun 2007
Standar Akuntansi Keuangan merupakan regulasi resmi di Indonesia untuk
bidang akuntansi. Sementara itu, PSAK 22 merupakan bagian dari prinsip akuntansi
yang mengatur kombinasi bisnis. Dalam praktiknya, PSAK tidka berdiri sendiri
melainkan bersinergi denagn aturan-aturan pemerintah lainnya yang mengatur
masalah kombinasi bsinis, seperti aturan Bapepam, aturan yang dikeluarkan
Departemen Keuangan, aturan pajak, dan lainnya. Karena itu, PSAK dan aturan-
aturan pemerintah lainnya harsu harmonis agar bersinergi dalam mengefktifkan
tujuan yang dimaksud. Perubahan atau revisi PSAK juga harus tidak bertentangan
dengan aturan lainnya yang telah ada. Bila perlu, perubahan regulasi akuntansi
dilakukan seiiring denga perugahan regulasi lainnya kurang bersinergi. UU NO. 40
tahun 2007 Bab I pasal 1 ayat 11 misalnya, yang mengatur masalah penggabungan,
peleburan, dan pengambilalihan, mendefinisikan pengambilalihan sebagai perbuatan
hukum yang dilakukan ol;eh badna hukum atau orang perorangan untuk mengambil
alih, baik seluruh maupun sebagian besar saham perseroan yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. Revisi PSAK 22 tahun 2010
menjadi kurang harmonis dengan UU No. 40 Tahun 2007 dan dapat menimbulkan
kebingungan interpretasi atas kedua aturan tersebut. Pengertian Kombinasi Bisnis
menurut PSAK 22 revisi 2010 dan Pengambilakihan menurut UU No. 4 tahun 2007
memiliki perbedaan, antara lain karena UU No. 4 tahun 2007 menjelaskan bahwa
pengambilakihan hanya berlaku untuk entitas yang berbentuk perseroan terbatas,
sedangkan kombinasi bisnis yang dimaksud dalam PSAK 22 tidak hanya berlaku bagi
entitas yang berbentuk perseroan terbatas saja.
AKUNTANSI KOMBINASI BISNIS
METODE KOMBINASI BISNIS
Kombinasi bisnis pada umumnya terjadi dengan kepemilikan hak suara yang
memberikan hak pengendalian. Kepemilikan hak suara biasanya direalisasi dengan
perolehan ekuitas entitas lain, sebagai contoh, hak suara dalam entitas yang berbentuk
peseroan terbatas dinyatakan dalam kepemilikan saham biasa PSAK 22 revisi tahun
2010 mensyaratkan penerapan metode pembelian (purchase) atau metode akuasisi
untuk perolehan ekuitasentitas yang dimaksud. Pembahasan selanjutnya
mengasumsikan bahwa kombinasi bisnis terjadi diantara entitas yang berbentuk
peseroan terbatas melalui akuisisi saham biasa kecuali disebut khusus.
Akuisisi saham biasa entitas target biasanya menyebabkan entitas
pengakuisisi memiliki hak suara dalam entitas target. Akuisisi sebagian besar saham
entitas target memberikan hak pengendalian bagi entitas pengankuisisi, sehingga
terjadi kombinasi bisnis.
Apabila entitas mengakuisisi merupakan perusahaan publik, peraturan
bapepam masyarakat adanya pihak independen, yakni perusahaan penilai (appraisal
Company), untuk menilai kelayakan harga akuisisi berdasarkan nilai wajar dari
entitas target. Penilai independen akan melakukan penilaian berdasarkan penilaian
yang di Indonesia di sebut setandar penilaian Indonesia (SPI). Profesi prusahaan
penilai ini diatur dalam undang-undang pasar modal no.8 tahun 1995. Perusahaan
penilai memiliki peran penting dalam menentukan nilai wajar asset entitas, kerena
nilai wajar ini diperlukan sebagi informasi wajib mematuhi prosedur dan tatacara
yang dipersiapkan serta dikeluarkan oleh organisasi prodesi bersangkutan dalam
menentukan dan melaporkan nilai wajar asset entitaas dimaksud.
Suatu ekuisisi dapat dibiayai dengan kas atau saham. Akuisisi yang dibiayai
dengan kas dilakukan melaui pembayaran kas atau setara kas atau penerbit surat
utang kepada pemilik entitas target. Dengan pembayaran tersebut, pemilik lama
entitas yang diakuisisi akan meninggalkan entitas tersebut dan dan digantikan oleh
entitas pengakuisisi sebagai pemilik baru.pembiayaan akuisisi dengan saham
dilakukan dengan menerbitkan saham baru. Pembiayaan jenis ini dilakukan dengan
menerbitkan saham baru atau mengeluarkan kembali saham treasuri atau
pembendaharaan yang diberikan kepada pemilik lama entitas target. Akuisisi yang
dibiayai dengan saham menyebabkan pemilik lama entitas target meninggalkan
entitas tersebut, tetapi menjadi pemegang saham entitas pengakuisisi, atau dengan
kata lain, menjadi pemilik baru entitas pengakuisisi, (investor). Walaupun secara
hokum entitas pengakuisisi dan entitas target merupakan entitas yang berbeda, tetapi
secara ekonomi keduanya adalah satu. Dengan demikian, pada dasarnya pemilik lama
entitas target tetap memiliki hak suara dalam entitas target meskipun ia kini terhitung
sebagi pemegang saham entitas pengakuisisi. Karena itu, akuisisi tersebut tidak
memiliki dampak ekonomi terhadap pemilik lama entitas target. Sebagai contoh, PT.
pinokio mengakuisisi seluruh saham biasa PT. Abunawas. Saham PT. Abunawas
yang beredar berjumlah 1 juta lembar dengan nilai nominal Rp 1.000 per lembar, agio
Rp 200 per lembar saham, dan nilai buku saham Rp 1.500 perlembar saham. Harga
akuisisi perlembar saham adalah Rp 1.500 Dan untuk ini PT. pinokio menerbitkan 1
juta lembar saham dengan nilai nominal Rp 1.000 per lembar sementara harga pasar
perlembar adalah Rp 1.500. PT. pinokio mencatat ayat jurnal berikut:
Investasi saham PT. Abunawas Rp 1.500.000.000
Model Saham Rp 1.000.000.000
Tambahan Modal Disetor 500.000.000
HARGA AKUISISI
Nilai investasi pada tanggal akuisisi dicatat sebesar harga perolehan. Biaya terkait
akuisisi adalah biaya yang dikeluarkan pihak pengakuisisi dalam rangka kombinasi
bisnis, yang meliputi biaya makelar, hukum, akuntansi, penilaian, dan biaya
profesional atau konsultasi lainnya; serta biaya administrasi umum, termasuk biaya
pemeliharaan departemen akuisisi internal yang dicatat sebagai beban pada periode
akuisisi. Khusus biaya pendaftaran serta penerbitan efek utang dan efek ekuitas sesuai
dengan PSAK 22 revisi 2010 diakui berdasarkan ketentuan dalam PSAK 55 (revisi
2006 ) instrumen keuangan: pengakuan dan pengukuran.
Contoh:
Pada tanggal 1 januari 2012, PT. intiseka mengakuisisi saham biasa PT. andaika
sebanyak 4 juta lembar dengan harga per saham Rp 1.400. pengeluaran-pengeluaran
lain sehubungan dengan akuisisi tersebut antara lain.
_ Biaya akuntan, perusahaan penilai, dan pihak independen lain yang terlibat
akuisisi Rp 200 juta
_ pengeluaran sehubungan dengan surat menyurat Rp 15.000.000
Harga akuisisi dibayar dengan menerbitkan saham PT. intiseka sebanyak 2
juta lembar dengan nilai nominal Rp 2000 dan harga pasar Rp 2.800 per lembar.
Saham ini diberikan kepada pemilik lama 4 juta lembar saham PT. andaika.biaya
konsultan dan pengeluaran lainnya dibayar per kas tunai.
Dengan demikian harga perolehannya adalah 4 juta lembar x Rp 1.400 per
saham = Rp 5,6 miliar, yang merupakan nilai investasi pada tanggal 1 januari 2012
transaksi ini dicatat sebagai berikut:
Investasi dalam saham biasa Rp 5.600.000.000
Beban Rp 215.000.000
Saham biasa (2 juta x 2.000)
Rp4.0000.0000
Tambahan modal disetor Rp
1.00.000.000
Kas Rp
215.000.000
Akuisisi saham akan diakui dengan registrasi saham. Biaya registrasi saham pada
dasarnya merupakan biaya langsung akuisisi, tetapi tidak satu paket dengan harga
akuisisi. Biaya langsung yang tidak satu paket dengan transaksi akuisisi diperlakukan
sebagai pengurang tambahan modal disetor. Dalam transaksi akuisisi diatas, misalkan
perusahaan mencatat saham dengan biaya Rp 100 juta per kas, PT. intiseka akan
mencatat ayat jurnal sebagai berikut:
Tambahan modal disetor Rp 100 juta
Kas Rp 100 juta
Jadi tambahan modal disetor PT. intiseka berkurang sebesar Rp 100 juta akibat
pencatatan saham PT. andaika yang diakuisisi tersebut.
ALOKASI HARGA AKUISISI
Nilai wajar sebesar Rp6,8 miliar merupakan nilai wajar 100% kekayaan PT
Andika, yaitu yang baik yang akan diakusisi 80% maupun kepentingan
nonpengendali.
Harga akusisi sebesar Rp5,6 miliar mencerminkan harga wajar atas 80% bank
suara PT Andika. Karena kepentingan nonpengendali juga harus nilai pada harga
wajar sesuai PSAK 22 revisi 2010 maka harga diakusisi sebesar Rp5,6 miliar dapat
dijadikan rujukan harga wajar untuk 20% kepentingan nonpengendali. Jika harga
wajar untuk 80% hak suara adalah Rp5,6 miliar, maka harga pasar untuk 100%
adalah Rp7 miliar (Rp5,6 miliar/80%). Dengan demikian harga nonpengendali adalah
Rp1,4 miliar (20% x Rp7 miliar). Perhitungan harga wajar kepentingan
nonpengendali ini bukan satu-satunya teknik yang diizinkan. Jika terdapat bukti lain
yang lebih valid, dapat diterapkan teknik perhitungan lain untuk kepentingan
nonpengendali. Jadi, harga wajar kepentingan nonpengendali bisa saja lebih besar
atau lebih kecil dari Rp1,4 miliar.
GOODWILL DAN DISKON PEMBELIAN
Goodwill merupakan selisih lebih harga akusisi dengan nilai wajar ekuitas yang
diakuisasi PSAK 22 menyatakan goodwill dialokasikan ke pihak pengendali
(perusahaan induk) dan kepentingan nonpengendali. Dengan demikian, nilai goodwill
adalah selisih lebih dari penjumlahan harga ekuitas yang diakusisi dan harga wajar
pepentingan nonpengendali, dengan total nilai wajar kekayaan entitas yang diakuisisi:
Harga ekuitas yang diakuisisi xxx
Harga wajar kepentingan nonpengendali xxx
Total harga wajar xxx
Total nilai wajar entitas yang diakuisisi (xxx)
Goodwill xxx
Dalam khasus kombinasi bisnis PT Andaika, misalkan harga wajar kepentingan
nonpengendali merujuk pada harga wajar ekuitas yang diakusisi PT Intiseka,
sehingga total harga wajar adalah Rp 7 miliar yang mencerminkan 80% harga ekuitas
yang diakusisi (Rp 5,6 miliar), dan 20% harga wajar berkepentingan nonpengendali
(Rp 1,4 miliar), jadi perhitungan goodwill adalah:
Harga akuisisi 100% hak suara Rp.7.000.000.000
Total nilai wajar 6.800.000.000
Total goodwill Rp. 200.000.000
Goodwill pihak pengakuisisi 80% 160.000.000
Goodwill kepentingan nonpengendali Rp. 40.000.00
Misalakan harga wajar kepentingan nonpengendali dihitung Rp1,360 miliar,
sehingga goodwill dihitung sebagai berikut:
Harga ekuitas yang diakuisisi Rp. 5.600.000.000
Harga wajar kepentingan nonpengendali 1.
360.000.000
Total harga wajar Rp. 6.960.000.000
Total nilai wajar entitas yang diakuisisi
(6.800.000.000)
Goodwill Rp. 160.000.000
Goodwill pihak pengakuisisi (5,6 M-5,44 M) 160.000.000
Goodwill nonpengendali Rp 0
Dalam khasus semacam itu, seluruh goodwill yang terdapat dalam akuisisi
adalah milik pengakuisisi kerena harga akuisisi kepentingan nonpengendali sebesar
Rp 1,36 miliar sama dengan nilai wajar kekayaan yang diakuisisi yakni 20% x Rp 6,8
miliar = Rp 1,36 miliar. Sementar itu, harga akuisisi induk sebesar Rp 5,6 miliar lebih
tinggi Rp 160 juta dari nilai wajar yang dimiliki, yakni Rp 5,44 miliar (80%x Rp 6,8
miliar)
PSAK 19 (revisi 2010) mengenai Aset Tidak Bereujud mengatur akutansi
untuk goodwill sebagai aset tidak berwujud teridentifikasi yang deperoleh dalam
kombinasi bisnis. Pihak pengakuisisi mengatur goodwill pada jumlah yang diakui
pada tanggal akusisi dikurangi akumulasi rugi penurunan nilai (impairment). PSAK
48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset mengatur akutansi untuk rugi penurunan nilai.
Diskon Pembelian
Kadang kala, pihak pengkuisisi melakukan pembelian dengan diskon, yaitu suatu
kombinasi bisnis di mana hasil penjumlahan harga ekuitas yang diakuisisi dan harga
wajar kepintingan nonpengendalian lebih kecil dan nilai wajar total ekuitas yang
diakusisi. Hal ini mengidentifikasi adanya diskon pembelian yang menjadi
keuntungan bagi pihak pengakuisisi.
Sebelum mengakui kentungan dari pembelian dengan diskon, pihak
pengakuisisi menilai kembali apakah telah mengidentifikasi dengan tepat seluruh aset
yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih, serta mengakui setiap aset atau
liabulitas tembahan yang dapat diidentifikasi dalam pengkajian kembali tersebut.
PSAK 22 mensyaratkan pihak pengakuisisi juga mengkaji kembali prosedur yang
digunakan untuk mengkur jumlah yang diakui pada tanggal akuisisi bagi hal-hal
berikut:
(a) Aset teridentifakasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih:
(b) Kepentingan nonpengendalian pada pihak yang diakuisisi, jika ada;
(c) Untuk kombinasi bisnis yang dilakukan secara berpahap, kepentingan ekuitas
pihak pengkuisasi yang dimiliki sebelunya pada pihak yang diakuisisi; dan
(d) Imbilan yang dialihkan
Jika selisih lebih nilai wajar entitas yang diakuisisi tetap ada, pihak pengkuisisi
mengakui keutungan yang dihasilkan dalam laporan laba rugi pada tanggal akusisi.
Keutungan tersebut diatribusikan kepada pihak pengakuisisi.
Misalkan, dalam kasus kombinasi bisnis PT Intiseka dengan PT Andaika, harga
akuisisi, adalah Rp 5,42 miliar dan harga wajar kepentingan nonpengendali
berdasarkan penilaian appraisal company adalah Rp1,36 miliar, sehingga diskon
pembelian adalah:
Harga ekuitas yang diakuisisi Rp5.420.000.000
Harga wajar kepentingan nonpengendali 1.360.000.000
Total harga wajar Rp6.780.000.000
Total nilai wajar entitas yang diakuisisi (6.800.000.000)
Keuntungan diskon Rp 20.000.000
Diskon pembelian pada dasarnya merupakan kemampuan negosisasi atau
timbul dari kombinasi bisnis yang terpaksa (misalnya, harus dilakukan karena aturan
pemerintah). Kondisi ini membuat bargaining power pihak pengakuisisi lebih tinggi
sehingga kentungan bagi pihak pengakisisi saja. PT Intiseka akan mencatat akuisisi
tersebut dalam laporan konsilidasi sebagai berikut:
Aset yang dapat diendefikasi yang diperoleh 9.450.000.000
Kas 5.420.000.000
Liabilitas yang diaambil-alih 2.650.000.000
Keuntungan dari pembelian dengan diskon 20.000.000
Ekuitas-kepentingan nonpengenndali 1.360.000.000
PEMBUKUAN ENTITAS PENGKUISISI SETELAH KOMBINASI BISNIS
Akuisisi ekuitas dalam kombinasi bisnis membuat pihak pengakuisisi menjadi induk
dan pihak yang diakuisisi sebagai anak. Hal ini akan dibahas secara khusus dalam
Bab 3. Entitas
Prosedur akutansi investasi pihak pengkuisisi dalam ekuitas entitas yang
diakuisisi dalam banyak hal dilakukan sesuai dengan PSAK 15 (revisi 2009):
Investasi dalam entitas asosiasi yang mensyarakat penerapan metode ekuitas.
Menurut metode ekuitas, investasi pada awalnya dicatat sebesar biaya diperoleh dan
jumlah tercatat tersebut ditambah atau dikurangi untuk mengakui bagian investor,
yang dalam hal ini adalah pihak pengakuisisi, atas laba atau rugi invesestee (entitas
yang diakuisisi) setelah tanggal peroleh. Bagian investor atas laba/rugi investee
dicacat sebagai pendapat investasi, dengan ayat jurnal berikut:
Investasi dalam ekuitas xxx
Pendapat investasi xxx
Distribusi laba atau dividen (kecuali dividen saham) yang diterima dari
investee mengurangi nilai tercatat investasi yang dicacat investor sebagai berikut:
Piutang Dividen xxx
Investasi dalam ekuitas xxx
Karena itu, nilai investasi dalam metode ekuitas mengalami perkembangan
sesuai dengan perkembangan entitas investee dengan persamaan sebagai berikut:
Investasi akhir = investasi awal + pendapatan investasi- Dividen investee
PSAK 15 revisi 2009 juga masyarakat penyusuaian terhadap nilai tercatat
investasi jika pendapat perubahan proposi bagian investor atas yang timbul dari
pendapatan comprehensive lainnya bagi investee. Investor akan mencatat:
Investasi dalam ekuitas xxx
Pendapatan comprehenside lainnya xxx
Misalkan PT Intiseka memiliki 80% saham PT Andaika, maka haknya atas laba
sebesar Rp 200 juta dan dividen tunai sbesar Rp100 juta. Pt Intiseka mencatat
pengumuman laba PT Andaika sebagai berikut:
Investasi dalam saham (80%xRp200 juta) Rp 160 juta
Pendapatan investasi Rp 160 juta
Karena PT intiseka memiliki 80% saham PT Andaika, maka haknya atas laba
PT Andaika adalah 80% x Rp200 juta = Rp160 juta.
Pengumuman dividen PT Andaika sebesar Rp100 juta merupakan
pengurangan herta investor dalam perusahaan investee sesuai dengan proporsi
kepemilikan (80%). Catatan PT Intiseka atas pengumumman dividen tersebut adalah:
Pitung dividen (80% x Rp 100.000.000) Rp80.000.000
Investasi dalam saham Rp80.000.000
Selisih Harga Akuisisi
Dalam penentuan harga akuisisi, kombinasi bisnis PT Intiseka dan PT Andaika
diperhitungkan undervalue atas penilaian indevenden berdasarkan nilai wajar sebesar
Rp300.000.000, dan Googwil Rp200.000.000. keterangan mengenai informasi nilai
wajar tersebut disajikan dalam peraga 2-2
PERAGA 2-2
Informasi Tahun 2012 PT Andika
Nama Akun Jumlah Keterangan
Piutang usaha – overvalue
Persedian – overvalue
Bangunan – undervalue
Tanah – undervalue
Utang pajak – overvalue
Goodwill
Jumlah
Rp(500.000.000)
(350.000.000)
500.000.000
800.000.000
(150.000.000)
200.000.000
500.000.000
Telah terjual tahun 2012
Umur 10 tahun, metode garis lurus
Penurunan nilai tahun 2012 Rp12,5
jt
Nilai investasi PT Intiseka sebesar Rp5.600.000.000 dapat dijelaskan sebagai berikut:
Nilai buku investee yang dimiliki (80% x Rp6,5 M) Rp 5.200.000.000
Selisih investasi dengan nilai buku (80% x Rp500 jt) 400.000.000
Nilai investasi Rp 5.560.000.000
Jika diurai berdasarkan komponennya, maka nilai investasi itu adalah sebagai berikut:
Investasi = kekayaan bersih investee yang dimiliki + selisih investasi.
informasi mengenai kekayaan investasi dan saldo selisih investasi pada
tanggal dimaksud. Peraga 2-2 menyajikan informasi tentang aset, liabilitas, dan
goodwill penyebab harga akuisisi (investasi) berbeda dari nilai buku kekayaan entitas
yang diakuisisi. Jika seluruh persediaan PT andaika pada tanggal akuisisi telah terjual
selama tahun 2012, hal ini menunjukan bahwa selisih investasi yang disebabkan oleh
overvalue persediaan akan nihil. Hal ini juga berlaku untuk seluruh aset lainnya
seperti piutang yang diterima, bangunan yang akan habis masa pakainya, dan tanah
yang mungkin akan terjual. Utang pajak juga harus dilunasi, sementara goodwill akan
mengalami pernurunan nilai. PSAK 15 mensyaratkan bagian investor atas laba/rugi
investee disesuaikan dengan perubahan nilai tersebut. Pada tahun 2012, persediaan
yang terjual, bangunan yang disusutkan, dan penurunan nilai goodwill kombinasi
bisnis akan mengubah selisih harga akuisisi (nilai investasi) PT Intiseka yang harus
disesuaikan.
Terjualnya persediaan oleh PT Andaika akan menyebabkan overvalue
persediaan harus dipulihkan. Karena kondisi overvalue menurunkan harga akuisisi
(nilai investasi), maka PT Intiseka harus memulihkan nilai investasi sebesar Rp280
juta (80% x Rp 350 juta) dengan jurnal sebagai berikut:
Investasi Rp 280.000.000
Pendapatan investasi Rp 280.000.000
Selisih investasi dengan nilai buku akibat bangunan yang undervalue sebesar
Rp 400 juta (80% x Rp 350 juta) akan menyebabkan naiknya harga akuisisi.
Bangunan merupakan aset tetap yang dibeli bukan untuk dijual kembali seperti
persediaan, melainkan untuk dipakai dalam operasi normal perusahaan. Nilai
bangunan PT Andaika akan terus menurun selama 10 tahun umur ekonomisnya.
Karena itu, nilai investasi harus diturunkan setiap tahun sebesar Rp 40 juta (Rp 400
juta/ 10 tahun) untuk menyesuaikan penurunan nilai bangunan tersebut dengan ayat
jurnal berikut:
Pendapatan investasi Rp 40 juta
Investasi dalam saham Rp 40 juta
Sementara itu, goodwill akan menyebabkan harga akuisisi naik sebesar Rp
160 juta (80% x 200 juta). Penurunan nilai goodwill sebesar Rp 12,5 juta
mengharuskan PT Intiseka menurunkan nilai investasi sebesar Rp 10 juta (80% x
12,5 juta), dengan ayat jurnal pada akhir tahun 2012 sebagai berikut:
Pendapatan investasi Rp 10 juta
Investasi dalam saham biasa Rp 10 juta
Pendapatan investasi PT Intiseka pada tahun 2012 berdasarkan ayat jurnal penyesuain
(adjustment) di atas adalah:
Laba investee (80% x Rp 200 juta) Rp 160.000.000
Amortisasi selisih investasi
- Overvalue persediaan 280.000.000 - Undervalue bangunan ( 40.000.000)- Goodwill di-impair ( 10.000.000)
Total pendapatan investasi Rp 390.000.000
Berdasarkan pendapatan investasi tersebut, perhitungan nilai investasi pada akhir
tahun dapat disajikan sebagai berikut:
Investasi awal Rp 5.600.000.000
Pendapatan investasi 2012 390.000.000
Dividen yang diumumkan (80.000.000)
Investasi 31/12/2012 Rp5.910.000.000
Perhitungan investasi berdasarkan komponennya juga dapat dilakukan seperti berikut:
Kekayaan investee yang dimiliki (80% x 6.600.000) Rp 5.280.000.000
Selisih investasi (lihat peraga 2-3) 630.000.000
Investasi 31 Desember 2012 Rp 5.910.000.000
Kekayaan investasi per 31 Desember 2008 sebesar Rp 6.6 miliar berasal dari:
Kekayaan 1 januari Rp 6.500.000.000
Laba tahun 2012 200.000.000
Dividen yang diumumkan pada akhir tahun (100.000.000)
Nilai kekayaan 31 Desember 2012 Rp 6.600.000.000
Selisih investasi setelah penyesuain atas persediaan, bangunan, dan penurunan nilai
goodwill tahun 2012 disajikan dalam peraga 2-3. Selisih investasi itu membesar dari
Rp 400 juta menjadi Rp 630 juta setelah amortisasi selisih investasi, karena akun
yang diamortisasi lebih besar dari akun yang overvalue (Rp 280 juta), yakni
persediaan, disbanding amortisasi akun yang undervalue.
PERAGA 2-3
1/1/2012 Amortisasi 31/12/2012
Piutang usaha Rp (400.000.000) - Rp (400.000.000)
Persediaan-overvalue (280.000.000) 280.000.000-
Bangunan 400.000.000 40.000.000360.000.000
Tanah 640.000.000 -640.000.000
Utang pajak – overvalue (120.000.000) - (120.000.000)
Goodwill 160.000.000 10.000.000 150.000.000
Jumlah Rp 400.000.000 Rp630.000.000
Selisih investasi tersebut suatu saat akan menjadi nol. Aset akan menjadi nol
melalui proses penjualan, penyusutan, amortisasi atau bahkan kerusakan, hilang, atau
ditarik dari operasi karena teknologi yang tidak sesuai lagi. Sementara itu, utang akan
menjadi nol melalui proses pelunasan atau pembebasan utang. Apabila aset atau
utang yang menjadi factor penyebab selisih investasi pada saat akuisisi menjadi nol,
investor harus mengoreksi nilai investasinya. Apabila selisih investasi menjadi nol,
maka
Investasi = jumlah kekayaan investasi yang dimilki investor
Misalkan pada tahun 2040 selisih investasi telah seluruhnya diamortisasi. Apabila
kekayaan pemegang saham PT Andaika sebesar Rp 10 miliar, maka nilai investasi
adalah 80% x Rp10 miliar = Rp 8 miliar.
Apabila pada saat akuisisi tidak terdapat selisih investasi dengan nilai
kekayaan yang diperoleh, atau harga investasi pada saat akuisisi sebesar nilai buku
kekayaan investee yang diakuisisi, maka jumlah kekayaan investee yang dimiliki
mencerminkan nilai investasi dan tidak ada amortisasi selisih investasi yang
mempengaruhi investasi serta pendapatan investasi.
Misalkan harga perolehan investasi dalam saham PT Andaika pada tanggal 1
januari 2012 adalah Rp 5,2 miliar untuk 80% saham. Nilai investasi tersebut sama
dengan jumlah kekayaan PT Andaika yang dimiliki saat itu, yakni 80% x Rp 6.5
miliar = Rp 5,2 miliar. Apabila pada tahun 2012 PT Andaika laba sebesar Rp 200 juta
dan membagi dividen Rp 100 juta, kekayaan PT Andaika per 31 Desember 2012
adalah sebesar Rp 6.500.000.000 + Rp 100.000.000 = Rp 6.600.000.000. karena itu,
nilai investasi PT Intiseka menjadi sebesar 80% x Rp 6,6 miliar = Rp 5,28 miliar atau
meningkat Rp 80 juta dari tanggal 1 januari 2012.
Pendapatan investasi apabila pada tanggal akuisisi terdapat selisih investasi
adalah sebagai berikut:
Laba investasi x % kepemilikan xxx
Amotisasi/impairment selisih investasi
- Undervalue (xxx)- Overvalue xxx- Aset tidak berwujud (goodwill dll) (xxx)
Total pendapatan investasi xxx
Apabila selisih investasi sudah menjadi nol melalui proses amortisasi dan
impairment, pendapatan investasi hanya bersumber dari laba entitas investee kecuali
terjadi kasus lain yang akan dibahas dalam bab 5 dan 6. Misalkan pada tahun 2040
setelah semua selisih investasi menjadi nol, PT Andaika mengumumkan laba sebesar
Rp400 juta. Jadi, pendapatan investasi PT Intiseka adalah 80% x Rp 400 juta = Rp
320 juta.
Pendapatan Invetasi – Diakon pembelian
PSAK 15 revisi 2009 paragraf 20 (b) mengatakan bahwa setiap selisih bagian
investor atas nilai wajar dan liabilitas yang teridentifikasi dari entitas asosiasi
terhadap biaya perolehan investasi dimasukkan sebagai penghasilan dalam
menentukan bagian investor atas laba atau rugi entitas asosiasi pada periode investasi
diperoleh. Dalam kasus kombinasi bisnis PT Intiseka dan PT Andaika, jika terdapat
diskon pembelian sebesar Rp 20 juta seperti yang telah dijelaskan, maka perhitungan
pendapatan investasi adalah sebagai berikut:
Laba investee (80% x Rp 200juta) Rp 160.000.000
Amortisasi selisih investasi
- Overvalue persediaan 280.000.000- Undervalue bangunan (40.000.000)- Untung diskon pembelian 20.000.000
Total pendapatan investasi Rp 420.000.000
PENDAPATAN INVESTASI DALAM LAPORAN KEUANGAN INDIVIDU
Walaupun pihak pengakuisisi setelah kombinasi bisnis diharuskan mencatat dan
menyesuaikan nilai investasinya dengan metode ekuitas sesuai PSAK 15 revisi 2009,
tetapi PSAK 4 tetap mengizinkan entitas pengakuisisi (induk) menggunakan metode
biaya (cost) ketika menyusun laporan tersendiri (laporan individu) dalam batas
sebagai informasi tambahan sesuai dengan PSAK 55 : Intrument keuangan:
pengakuan dan pengukuran. Pencatatan dengan metode cost menyajikan nilai
investasi sebesar harga perolehan dan mengabaikan perkembangan nilai investasi
dalam entitas anak.
Metode cost disebut juga metode pendaptan. Metode cost berpandangan
bahwa perusahaan investee adalah sumber pendaptan investor. Bila investee
mengumumkan laba, hal itu belumlah menjadi pendapatan bagi perusahaan investor.
Berdasarkan teori akuntansi, pendapatan itu harus dibuktikan dengan adanya aliran
masuk kas atau bukti akan menerima kas (piutang). Pengumuman laba entitas
investee tidak serta merta menjadi tanda aliran masuk bagi investor kecuali investee
berniat membagikan laba tersebut kepada pemegang saham (dividen). Jadi, laba
entitas investee tidak boleh diakui sebagai pendapatan oleh investor. Karena itu, tidak
ada ayat jurnal penyesuaian yang dibuat entitas investor atas pengumuman laba
investee.
Jika pihak investee mengumumkan dividen, hal ini merupakan bukti
pendapatan bagi investor, yakni pendapatan dividen. Investor akan mencatat
pengumuman dividen tersebut sebesar jumlah yang akan di peroleh berdasarkan
jumlah kepemilikan atas saham, dengan ayat jurnal sebagai berikut:
Piutang Dividen (dividen x % kepemilikan saham) xxx
Pendapatan Dividen xxx
Dalam metode cost, sumber pendapatan investasi adalah laba yang dibagikan
oleh investee (dividen). Penerapan metode cost ini juga dapat dilakukan dengan
alasan-alasan tertentu, yakni:
1. Pengendalian dimaksudkan untuk sementara, karena saham perusahaan anak dibeli dengan tujuan dijual kembali dalam jangka pendek.
2. Perusahaan anak dibatasi oleh suatu restrika jangka panjang sehingga mempengaruhi secara signifikan kemampuannya dalam mentransfer dana perusahaan induk.
3. Penggunaan metode akuitas atas investee tidak lagi sesuai dengan alasan – alasan tertentu.
Misalkan PT Andaika membagi dividen setelah PT Intiseka menjadi pemilik
saham perusahaan tersebut sebesar 80%. Apabila PT Intiseka mencatat
investasinya dengan menggunakan metode cost, pengumuman dividen untuk
yang 80% dicatat sebagai pendapatan dengan ayat jurnal berikut:
Piutang dividen (80% x 100 jt) Rp 80 jtPendapatan investasi Rp 80 jt
Jadi, pendapatan investasi dalam metode cost merupakan dividen yang
diumumkan investee.
Pada umunya, dividen ditetapkan berdasarkan laba yang diperoleh, sementara
hak investor atas dividen maksimum sebesar laba entitas investee. Misalkan pada
tahun 2012 PT Andaika mengumumkan laba sebesar Rp 200 juta, sehingga hak PT
Intiseka atas dividen PT Andaika maksimum sebesar 80% x 200 juta = Rp 160 juta.
Apabila PT Andaika mengumumkan dividen sebesar Rp 225 juta atau PT Intiseka
mendapat 80% x 225 juta = Rp 180 juta, penerimaan ini telah melampaui hak PT
Intiseka sebesar Rp 180 – Rp 160 = Rp 20 juta. Kelebihan hak atas pendapatan ini
diperlakukan sebagai pengurang nilai investasi, sehingga pengumuman dividen
investee dicatat oleh PT Intiseka sebagai berikut:
Piutang dividen Rp 180 jutaPendapatan investasi Rp 160
jutaInvestasi dalam saham Rp 20
juta
Akibat pengumuman dividen ini nilai investasi PT Intiseka berkurang sebesar
Rp 20 juta sehingga investasi per 31 desember 2012 menjadi Rp 5,6 miliar – Rp 20
juta = Rp 5.580.000.000.
Apabila PT Andaika mengumumkan pembagian dividen sebesar Rp 225 juta
sebelum tanggal laporan keuangan, maka pada tanggal pengumuman dividen PT
Intiseka mencatat pendapatan sebagai berikut:
Piutang dividen Rp 180 jutaPendapatan dari PT Andaika Rp 180
juta
Apabila laba yang diumumkan PT Andaika ternyata sebesar Rp 200 juta,
maka PT Intiseka harus melakukan koreksi atas pendapatan sebesar Rp 20 juta karena
pendapatan tersebut telah melebihi hak atas laba. Ayat jurnal koreksinya adalah:
Pendapatan dari PT Andaika Rp 20 jutaInvestasi dalam saham PT Andaika Rp 20 jtua