kompetensi yurisdiksi peradilan desa
DESCRIPTION
Peradilan DesaTRANSCRIPT
PERADILAN DESA Nama : I G A Wahyu Nugraha
NIM : 1003005036
No. Absen : 10
Kewenangan mengadili atau kompetensi yurusdiksi adalah untuk menentukan
pengadilan mana yang berwenang memeriksa dan memutus suatu perkara, sehingga
pengajuan perkara tersebut dapat di terima dan tidak di tolak dengan alasan pengadilan
tidak berwenang mengadili.
Pengertian kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan
(memutuskan sesuatu).1
Pengertian yurisdiksi adalah kekuasaan mengadili; lingkup kuasa kehakiman;
atau lingkungan hak dan kewajiban, serta tanggung jawab dalam suatu wilayah atau
lingkungan kerja tertentu; kekuasaan hukum.2
Pada hakikatnya bahwa peradilan desa memiliki kompetensi yurisdiksi yaitu
dalam menegakan hukum adat, hkususnya dalam menegakan kembali peraturan-
peraturan adat yang telah dilanggar oleh para pihak atau si pelanggar dapat berjalan
dengan baik dan lancar, apabila jiwa dari peraturan hukum adat yang ada sesuai dengan
perasaan hukum dan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat.3 Dalam hal ini menurut R.Soepomo tugas penting seorang Kepala Adat
adalah untuk menyelesaikan dan mendamaikan apabila ada perselisihan antara teman-
teman sedesa, memulihkan perdamaian adat dan keseimbangan masyarakat desa apabila
ada perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan hukum adat, dan berusaha untuk
merukunkan para pihak yang bersengketa agar bisa hidup rukun seperti sediakala.
1 http://kamusbahasaindonesia.org/kompetensi#ixzz2iFfqhocM diakses pada tanggal 20 oktober 2013 pada jam 5.11 pm.
2 http://kamusbahasaindonesia.org/yurisdiksi#ixzz2iFef0rmi diakses pada tanggal 20 oktober 2013 pada jam 5.11 pm.
3 Arma Diansyah, “Eksistensi Damang Sebagai Hakim Perdamaian Adat Pada Masyarakat Suku Dayak Di Palangkaraya”, (Tesis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Denpasar, 2011), hal 129.
Hakim Perdamaian Adat ini tetap diakui oleh pemerintah nasional Republik Indonesia
dalam Undang-undang Darurat No.1 Tahun 1951.4
Menurut Tjok Istri Putra Astiti, menyatakan meskipun lembaga peradilan ini
sangat sederhana namun tidak dapat dipandang rendah, karena dalam menegakan
hukum adat pada dasarnya Hakim Perdamaian Desa (hakim adat) menjalankan perannya
yang mendidik, penegakan hukum didasarkan pada prinsip bahwa adanya hukum itu
bukan untuk dilanggar melainkan untuk ditaati. Penjatuhan sanksi kepada si pelanggar
bukanlah dimaksudkan untuk menghukumnya, melainkan sebagai upaya membuat ia
merasa malu dan untuk mempengaruhi warga lainnya agar menyadari bahwa melakukan
perbuatan melanggar hukum tersebut merupakan ”keberatan batin”.
Peranan Hakim Perdamaian Desa (hakim adat) mendamaikan dan membina
ketertiban disebutkan dalam Pasal 13 ayat 1 R.I.B (Reglemen Indonesia yang
diperbaharui) menyatakan bahwa ”mereka harus mengikhtiarkan supaya penduduk
desanya tetap dalam kesentosaan dan bersatu padu serta menyingkirkan segala sesuatu
yang dapat menyebabkan perselisihan dan perbantahan”. Selanjutnya Pasal 13 ayat (2)
R.I.B menyatakan, bahwa perselisihan yang kecil-kecil dan semata-mata hanya
mengenai kepentingan penduduk desa itu saja, sedapat-dapatnya harus didamaikan
dengan tidak berpihak dan dengan semufakat orang-orang tertua dari desa itu. Untuk
dapat menghadapi perkembangan yang demikian kompleks, seorang hakim desa (hakim
adat) dituntut mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang cukup mengenai cara-
cara penyelesaian perkara adat secara damai.
Kemudian, untuk menemukan cara pemecahan kasus adat yang sedang dihadapi
Hakim Adat (hakim desa) juga perlu memahami tiga asas pokok (asas kerukunan,
kepatutan dan keselarasan yang menjadi pedoman dalam mencarikan pemecahan
terhadap persoalan adat yang dihadapi. Asas kerukunan adalah suatu asas yang isinya
berhubungan erat dengan pandangan dan sikap orang menghadapi hidup bersama dalam
lingkungan dengan sesamanya untuk mencapai suasana hidup bersama yang aman,
tentram, dan sejahtera. Di dalam pengertian hukum adat “rukun” merupakan suatu asas
kerja yang menjadi pedoman dalam menyelesaikan perkara adat. Asas kepatutan
4 R.Soepomo, 2007, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, Cetakan Ketujuhbelas, hal. 70.
merupakan asas yang menekankan perhatian kepada cara menemukan jawaban tentang
bagaimana kualitas suatu perkara dan status para pihak dapat diselamatkan sebaik-
baiknya. Pada intinya sasaran utama dari asas ini adalah menghindarkan para pihak
jatuh kedalam rasa malu. Dalam penerapan asas kepatutan Hakim Perdamaian Desa
atau Hakim Perdamaian Adat tidak boleh bersikap kaku, melainkan harus menyesuaikan
diri dengan perubahan yang terjadi di masyarakat, karena apa yang dianggap patut di
masa lalu belum tentu dianggap patut di masa kini. Asas keselarasan adalah asas yang
berkaitan dengan cara bagaimana melihat suatu persoalan itu secara bijaksana, sehingga
pemecahan yang diberikan dapat diterima oleh para pihak dan masyarakat sebagai suatu
yang melegakan perasaan. Sasaran utama dari asas ini adalah supaya para pihak dan
masyarakat dapat menerima dan merasa puas terhadap pemecahan yang diberikan.
Dengan demikian, sangat diperlukan kemampuan dan keahlian Damang sebagai Hakim
Perdamaian Adat untuk mengauasi cara-cara penyelesaian perkara secara damai atau
perdamaian adat, sehingga memperoleh penyelesaian yang terbaik dan dapat
memuaskan para pihak yang terlibat berperkara.