komplikasi eksodonsia dan perawatan

Upload: zana-salsabila-chobita

Post on 10-Mar-2016

46 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

bedah mulut kedokteran gigi

TRANSCRIPT

  • Universitas Gadjah Mada 1

    F. KOMPLIKASI EKSODONSIA DAN PERAWATAN

    Eksodonsia dilakukan untuk menghilangkan gigi yang menimbulkan penyakit dan bila

    dan tindakan eksodonsia itu memmbulkan hal-hal yang merugikan baik selama eksodonsia

    itu berlangsung maupun setelah selesai dilakukan eksodonsia maka yang dihadapi adalah

    suatu komplikasi eksodonsia. Komplikasi eksodonsia meliputi beberapa hal, yaitu: 1) Fraktur

    akar gigi; 2) Alveolalgia; 3) Perdarahan; 4) Fistula Oro-Antral; 5) Sinkop dan Syok; 6)

    Dislokasi Mandibula; 7) Kasus Komplikasi Eksodonsia Lain adalah:

    1. Malignansi Oral

    2. Fraktur Rahang

    3. Gigi terdorong ke dalani rongga Submandibular

    4. Peradangan Akut (Flehmon)

    1. Fraktur Akar Gigi

    Pada prakteknya eksodonsia dapat dilakukan dengan mudah tetapi ada yang menemui

    kesukaran karena hambatan dan keadaan gigi, akar gigi, atau jaringan pendukung gigi yang

    berkaitan. Eksodonsia yang dipaksakan dapat membawa akibat frakyut mahkota gigi atau

    bagian akar gigi yang meninggalkan sisa akar di dalam soket gigi. sisa akar yang tersisa itu

    akan menambah waktu eksodonsia. Pada prinsipnya, sisa akar yang tertinggal seluruhnya

    harus diambil segera terutama bila gigi yang bersangkutan berasal dari gigi yang telah

    terinfeksi.

    Ada beberapa keadaan ftaktur gigi yang telah terinfeksi:

    1). Mahkota gigi diatas gans gusi;

    2). Akar gigi setinggi garis gusi;

    3). Akar gigi di bawah garis gusi, dalam hal ini ada yang setengah panjang akar gigi

    atau sepertiga panjang akar gigi.

    Untuk mengambil sisa akar yang tertinggal di dalam soket, harus dipilih teknik

    pengambilan yang paling tepat dengan tujuan mencapai hasil eksodonsia atromatika yang

    akan mendukung proses penyembuhan luka. Teknik pengambilan sisa akar gigi yang masih

    tersisa, kepadatan jaringan pendukung sekeliling akar gigi, posisi akar gigi terhadap sinus

    maksilans dan kanalis mandibularis.

    Rencana Pengambilan Sisa Akar Gigi

    Sebelum mulai mengambil sisa akar gigi yang tertinggal di dalam soket maka perlu

    dipikirkan apakah pengambilan sisa akarfgigi akan menggunakan teknik tertutup (closed

    method atau intra-alveolar operation) atau membutuhkan teknik terbuka (open method atau

  • Universitas Gadjah Mada 2

    open flap operation) ada teknik khusus yang diperlukan untuk maksud itu? Perlukah

    dilakukan pengambilan akar gigi mellaui odontektomi?

    Sisa akar gigi yang tertinggal dalam alveolus dapat berasal dari:

    a). Sisa akar yang terjadi oleh karena perluasan proses karies. Dalam hal ini mungkin

    sisa akar gigi masih dalam keadaan panjang atau pendek dan dalam waktu yang lama

    berada dalam alveolus. Keadaan sisa akar gigi yang demikian ini bukan sebagai akibat

    aksodonsia secara langsung. Struktur akar gigi akan menjadi rapuh oleh proses karies dan

    mudah fraktur bila dipegang dengan forsep gigi.

    Kadang-kadang dijumpai sisa akar gigi yang tertinggal pada posisi terlentang di bagian

    permukaan soket gigi. Tubuh akan memandang akar gigi itu sebagai suatu benda asing dan

    berusaha untuk membuangnya keluar dan tubuh sedikit demi sedikit sampai pada suatu saat

    mencapai permukaan soket gigi.

    b). Sisa akar gigi yang telah lama tinggal di dalam alveolus dan berasal dari kegagalan

    ekstraksi gigi oleh operator terdahulu;

    c). Sisa akar gigi terjadi pada saat ekstraksi gigi.

    Penyebab Fraktur GigilAkar Gigi

    1). Kesalahan dalam menempatkan paruh forsep, paruh forsep memegang bagian gigi

    di luar daerah sementum atau poros panjang paruh forsep tidak sejajar dengan poros

    panjang gigi;

    2). Pemilihan forsep yang salah atau tidak tepat. Ukuran forsep gigi dibuat berbeda

    untuk masing-masing gigi atau ukuran gigi. Pemilihan forsep gigi yang tidak tepat akan

    memberi tekanan tidak merata pada bagian gigi yang akan diekstraksi dan dapat berakibat

    fraktur gigi.

    3). Karies gigi yang meluas bahkan kadang-kadang meliputi akar gigi; dalam keadaan

    demikian struktur gigi akan menjadi rapuh dan mudah fraktur.

    4). Kerapuhan struktur gigi yang berhubungan dengan usia lanjut atau nekrosis

    jaringan pulpa gigi.

    Eksodonsi gigi penderita berusia lanjut sering dihadapkan pada hambatan yang

    berasal dan daerah akar gigi yang tulang sekelilingnya memadat karena klasifikasi, apikal

    hipersementosis, dan mungkin ankilosis pada akar gigi.

    Proses klasifikasi akar gigi dan jaringan pendukungnya juga dijumpai pada gigi yang

    telah dirawat melalui perawatan saluran akar, gigi yang mengalami peradangan apikal

    kronis.

    5). Gigi yang mempunyai kelainan akar misalnya akar gigi membengkok atau

    menyudut pada ujungnya, akar gigi mengalami eksementosis (hipersementosis), berakar

    supernumeran yang berarti kelainan dalam jumlah akar gigi akar.

  • Universitas Gadjah Mada 3

    6). Kelainan tulang pendukung gigi yang akan diekstraksi. kelainan tulang sekitar gigi

    yang akan diekstraksi, mungkin disebabkan oleh beberapa faktor penyebab, yaitu:

    a). Radang tulang yang disebut Infective Osteitis

    b). Gigi yang akan diektraksi dalam keadaan terpisah jauh dari gigi tetangga karena

    gigi tetangga yang terdekat telah diekstraksi beberapa tahun sebelumnya. Beban kunyah

    harus dipikul gigi itu sendiri yang seharusnya dipikul bersama dengan gigi tetangganya dan

    akibatnya teijadi kepadatan tulang yang berlebth sekitar gigi yang akan diekstraksi.

    c). Gigi-gigi yang menjadi abutment atau pilar suatu jembatan gigi atau menjadi suatu

    pegangan removable prosthesis secara kronis akan menyebabkan tulang penyokong gigi

    tersebut memadat.

    d). Makanan sehari-hari yang keras secara kronis merangsang klasifikasi tulang

    pendukung gigi.

    e). Kebiasaan mengunyah tembakau atau kebiasaan mengunyah permen karet dpat

    pula menjadi sebab kalsifikasi tulang penyokong gigi.

    f). Gingivitis bonis yang nngan menimbulkan periostitis (peradangan periosteum) dan

    dapat berakibat terjadi eksostosis tulang korteks di sebelah gigi tersebut.

    7). Gerakan ekstraksi gigi yang salah arah yaitu tanpa mengindahkan arah sumbu

    panjang gigi.

    8). Menggerakkan gigi yang akan diekstraksi ke satu arah saja dengan kekuatan yang

    melebihi batas kekuatan struktur gigi tersebut.

    Prinsip bahwa sisa akar yang tertinggal harus diambil dengan segera terutama bila gigi

    itu dalam keadaan infeksi, tujuan utamanya ialah untuk menghilangkan fokus infeksi.

    Mungkin gigi yang akan diekstraksi itu berasal dan gigi yang tidak infeksi tetapi pada saat

    ekstraksi akar gigi itu akan terinfeksi yaitu yang berasal dan kuman-kuman mulut yang

    masuk kedalam saluran akar gigi atau oleh proses dekomposisi jaringan saluran akar. Sisa

    akar yang tertinggal clapat menjadi irirtan mekanis dan thpat menimbulkan reaksi

    peradangan pada jaringan sekitarnya yang dapat menimbulkan neralgia yang .ukar

    ditemukan sebab-sebabnya dalam diagnosis.

    Ada pendapat yang menyatakan bahwa sisa akar gigi sehat dapat ditinggalkan saja

    dengan harapan sisa akar tersebut akan terdorong ke permukaan soket karena dianggap

    sebagai benda asing oleh tubuh. Penulis memahami pendapat itu namun hanya pada

    keadaan tertentu misalnya bila berhadapan dengan sinus maksilaris, kanalis mandibulans.

    Bila keadaan memungkinkan untuk mengambil sisa akar itu penulis menyarankan untuk

    mengambil sisa akar gigi tersebut sampai bersih.

    Makin pendek sisa akar yang akan diambil makin sempit pandangan daerah operasi

    yang dihadapi makin sukar pengambilan sisa akar itu. Untuk menghindari hal tersebut maka

    penulis berprinsip pada:

  • Universitas Gadjah Mada 4

    a) Selama ekstraksi gigi sedapat mungkin hindari fraktur akar dengan perencanaan

    teknik ekstraksi gigi yang matang;

    b) Bila fraktur akar titik dapat dihindari, rencanakan agar bagian akar gigi yang

    tertinggal sepanjang mungkin dan berstruktur kuat sehingga mudah pengambilannya;

    c). Jangan tinggalkan sisa akar gigi sedikitpun dalam soket gigi;

    Alat Pengambil Sisa Akar

    Menurut ukuran sisa akar maka dapat dipakai alat-alat seperti a) Root forceps khusus

    untuk pengambilan akar gigi; b) Root elevator; c) Apical Fragment Forceps; d) William s

    Apical Pick; e) Apical Fragment Ejector.

    Bila dalam perencanaan ekstraksi gigi operator telah mengetahui kemungkinan terjadi

    fraktur akar maka operator akan mempersiapkan alat untuk maksud pengambilan akar

    tersebut, yaitu Tooth Forceps, Root elevator, macamnya adalah Straight elevator, Root

    elevator kin dan kanan dan kalau penlu disediakan pula Chisel & mallet, Bone-burs,

    Handpiece, Scalpel, Periosteal elevator, Curettes, Rongeur, Bone-file, Needle-holder.

    Ekstraksi gigi pada dasarnya banyak mempergunakan forsep gigi, disamping alat itu

    sering pula digunakan elevator sebagai alat yang ampuh untuk kasus ekstraksi gigi gigi

    dalam keadaan tertentu. Dalam ekstraksi gigi penulis selalu menyediakan elevator yang siap

    pakai. William s Apical Pick adatah alat yang khusus dibuat untuk menggaet siasa akar yang

    amat kecil dan pendek. ApEcal Fragment Ejector dan Apical Fragment Forceps serta

    excavator adalah alat yang dapat juga dipergunakan untuk mengambil fragmen akar gigi

    yang kecil.

    Pemilihan alat yang tepat merupakan bagian yang sangat penting dalam pengambilan

    sisa akar gigi dan pada setiap kasus alat yang dipergunakan mungkin berbeda tergantung

    pada keperluannya.

    Prinsip dasar pengambilan sisa akar

    Pada umumnya ekstraksi sisa akar gigi berakar jamak (multirooted tooth) lebih sukar

    dibanding dengan yang berakar tunggal (single rooted tooth), sebab mungkin letak gigi

    berakar jamak; disamping itu tulang labial/bukal gigi berakar tunggal relatif lebih tipis dari

    ukuran soket giginya yang relatif lebih besar. Keadaan itu membuat ekstraksi gigi berakar

    tunggal lebih mudah dibanding gigi berakar jamak sebab gerakan ekstraksinya lebih leluasa.

    Sering dijumpai pada frakWr nahkota gigi berakar jamak akar-akar gigi masih dalam

    keadaan bersatu; untuk mempermudah pengambilan akar dipisahkan sehingga mendapat

    keadaan seperti pada gigi berakar tunggal. Pekerjaan memisahkan akar yang masih bersatu

    menjadi akar yang saling terpisahkan disebut Root Division atau Root Separation (Archer,

  • Universitas Gadjah Mada 5

    1975). Pada pengambilan sisa akar gigi yang tertinggal di dalam soket gigi ada beberapa

    pedoman pokok yang perlu diperhatikan ialah:

    1). Bila sisa akar tersebut dapat terambil dengan menggunakan forsep akar gigi,

    lakukan pengambilan sisa akar tersebut dengan alat itu; 2). Bila sisa akar-akar tersebut tidak

    dapat tercakup oleh paruh forsep maka langkah berikutnya adalah:

    2.1) Pengambilan sisa akar gigi dilakukan dengan cara tertutup (Closed Method atau

    Intra Alveolar Operation) yaitu cara pengambilan sisa akar gigi dengan atau tanpa

    mengurangi jaringan tulang sekitarnya tanpa membuka lapisan (flap) jaringan

    mukoperiostealnya; bila dengan cara ini operator menemui keadaan hambatan ekstraksi

    (eksementosis, ankilosis) maka tulang yang terdapat di sekitar akar gigi tersebut dikurangi

    dengan menggunakan bur tulang tipe fisura nomer 3-4. Ektraksi gigi dengan cara

    mengurangi atau mengambil bagian tulang disekitarnya disebut odontektomi. Bila

    odontektomi tak dilakukan ektraksi gigi tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

    elevator meskipun harus dihadapi banyak hambatan dan akhirnya akan membutuhkan waktu

    ekstraksi yang panjang;

    2.2) Pengambilan sisa akar dengan cara terbuka (open method atau open flap

    operation) yaitu pengambilan gigi atau sisa akar gigi dengan membuka lapisan jaringan

    mukoperiosteal dan biasanya diikuti dengan odontektomi.

    2. Alveolalgia

    Alveolalgia yang juga disebut dry socket yaitu keadaan soket gigi pascaekstraksi yang

    ditandai dengan keadaan soket gigi yang kosong tidak diisi jendalan darah, infeksi terbatas

    yang disertai jaringan nekrotis dan rasa sakit.

    Patogenesis

    Bourgoyne berpendapat bahwa sebab utama alveolalgia atau dry socket ini ialah ada

    gangguan nutrisi di daerah alveolus yang bersangkutan yang berasal dan kerusakan vasa

    darah pokok yang member makanan kepada soket gigi bersangkutan.

    Simtoma

    Novitsky melukiskan simtoma alveolalgia sebagai berikut ini. Beberapa hari setelah

    ekstraksi gigi, tepi gusi membulat kasar, membengkak, warna merah kebirubiruan, tulang

    alveolus tidak ditutupi jaringan baru, terdapat rasa sakit dan penyembuhan terhambat.

    Pandangan Ilmu Bedah Mulut adalah keadaan alveolus gigi sudah dapat dikatakan

    menderita dry socket bila pasca ekstraksi gigi alveolus gigi yang bersangkutan tidak terisi

    jendalan darah, atau jendalan darah yang sudah terjadi rusak atau lepas dari soket gigi.

    Etiologi

  • Universitas Gadjah Mada 6

    Banyak teori yang menyebutkan tentang penyebab alveolalgia.

    (1). Infeksi bakteri terutama tafilokokus dan streptokokus ke dalam soket gigi;

    (2). Sekuester dan benda asing masuk ke dalam soket gigi;

    (3). Troma;

    (4). Larutan anestetikum dimasukan ke dalam soket gigi terlalu kuat sehingga

    membrana periodontal mendenta luka. Umumnya alveolalgia lebih banyak terjadi pada

    anestesi lokal dibanding anestesi umum;

    (5). Ekstraksi gigi dilakukan pada saat keadaan tulang alveolus menderita penostitis

    akut atau semiakut

    (6). Komplikasi dan penyakit diabetes melitus atau sifihis;

    (7). Penggunaan obat kumur yang keras sehingga menisak jendalan darah yang telah

    terkadi;

    (8). Terlalu banyak meludah atau luka ekstraksi disedot-sedot sehingga melepas

    jendalan darah yang telah terjadi;

    (9). Melakukan kuretase jaringan dengan cara yang salah dan tidak tepat;

    (10). Alat eksodonsia yang dipakai tidak steril;

    (11). Pada pendenta malignant blood disease (misalnya leukimia) umumnya

    penyembuhan luka terhambat;

    (12). Sebelum ekstraksi gigi jaringan tulang di sekitarnya telah mengalami skierosis.

    Lehner mengamati 60 kasus alveolalgia melalui gambar Rontgen sebelum dan sesudah

    ekstraksi gigi, 20 diantaranya mengalami skierosis (pengerasan tulang).

    (13). Lehner mengatakan bahwa meskipun telah terbentuk jendalan darah dalam

    alveolus tetapi tak terdapat jaringan yang membawa pembuluh-pembuluh darah ke tempat

    itu maka organisasi darah selanjutnya tak akan terjadi karena elemen seluler dan hormonal

    tak ada. Jaringan granulasi yang tidak baik akan mempermudah terjadi infeksi.

    Perawatan Alveolalgia

    Banyak cara untuk merawat alveolalgia, diantaranya adalah cara berikut ini:

    (1). Cara Bourgoyne. Pertama-tama soket gigi dibersihkan dengan larutan

    antibaktensidal misalnya metaphen, merthiolet, iodine dll terutama pada bagian yang

    tennfeksi. Tulang alveolus yang runcing harus segera dihaluskan. Keringkan kemudian

    dengan kapas yang steril dan kering. Kain kasa yang telah diberi yodoform dicelupkan pada

    minyak cengkeh lalu dimasukkan dalam soket gigi tanpa tekanan dan jangan menutup soket

    terlalu kuat. Biarkan kain kasa tinggal dalam soket selama 24 jam sampai penderita kembali

    untuk mengganti kain kasa itu diberi obat methylen blue sulfa; dressing ini dibiarkan sampai

    2 kali 24 jam dan kalau perlu diganti dengan kain kasa yang dibasahi dengan minyak

    cengkeh.

  • Universitas Gadjah Mada 7

    (2). Cara OHearn. Tulang-tulang alveolus dihaluskandahulu dengan memotong dan

    kemudian menghaluskannya. Kain kasa yodoform dimasukan kedalam songket lalu diberi

    obat anti sakit misalnya anodyne.

    (3). Cara Shea. Soket gigi dibersihkan dulu dari jaringan yang nekrotik. Jaringan tulang

    yang kasar dihaluskan. Penderita diben suntikan 5000-50000 unit vitamin B intramuskuler.

    Shea mengatakan bahwa rasa sakit akan berkurang dalam waktu kurang dan satu jam.

    3. Perdarahan

    Dalam hal ini yang dimaksud dengan perdarahan adalah perdarahan dari sudut ilmu

    bedah mulut. Perdarahan lain yang dikenal yaitu yang berasal dari penyakit kelainan darah

    (blood dyscrasia). Perdarahan yang berasal dan keadaan patologis perlu juga diketahui.

    Menurut Bourgoyne perdarahan adalah suatu keadaan, bukan suatu penyakit. Secara

    umum perdarahan adalah keadaan darah keluar dan pembuluh darah. Tindakan bedah

    termasuk eksodonsia selalu mengait pada perdarahan karena pembuluh darah terpotong

    dan lumen pembuluh darah terbuka dan darah keluar. Keadaan yang berbeda teijadi pada

    beberapa kasus perdarahan dan pendenta berpenyakit sistemik (misalnya kelainan elemen

    darah seperti hemofihi, lekemia), perdarahan terjadi elemen darah yang mendukung

    penjendalan darah tidak ada, atau karena pembulub darah sangat rapuh dan mudah pecah.

    Dalam keadaan normal keparahan perdarahan tergantung pada ukuran dan sifat

    lumen pembuluh darah. Perdarahan dapat berasal dan pembuluh darah vena, arteria,

    kapiler. Untuk membedakan asal ketiga perdarahan itu maka seorang operator secara ganis

    besar harus mengetahui sifat histologis pembuluh darah arteri, vena, dan kapiler yang

    sangat berguna untuk menentukan asal perdarahan itu terutama saat menggunakan

    hemostat agar tidak melukainya.

    Menunut Archer (1975) pada semua tindakan bedah bila ingin mencapai basil yang

    baik diperlukan usaha untuk menghentikan perdarahan yang terjadi (hemostatis). Pada

    daerah bedah tertentu usaha hemostatis menemui bambatan5 misalnya pada daerah yang

    terus-menerus secara tetap terkena troma selama berbicara dan penelanan shingga di

    daerah bedah tidak ada kesempatan untuk istirahat sebagai yang dipersyaratkan dalam

    ligasi suatu pembuluh darah. Luka ekstraksi tidak dapat ditutup sebagaimana seharusnya

    penutupan luka bedah. Soket gigi pasca ekstraksi gigi mengalami perdarahan rembesan

    (oozing) dan luka ekstraksi hanya dapat ditutup secara penutupan luka setengah terbuka

    (semi-open closure). Untung secara alami ada mekanisme menghentikan perdarahan

    dengan mekanisme untuk mengontrol perdarahan itu. Apabila mekanisme mi terganggu atau

    bekerja tidak baik karena suatu penyakit sitemik maka bukan hemostatis yang akan terjadi

    melainkan suatu perdarahan.

  • Universitas Gadjah Mada 8

    Arteri berstruktur Iebih banyak mengandung muskulus dibanding struktur vena

    sehingga lebih kuat menahan tekanan. Arteri berdenyut ritmis dan bila terpotong darah yang

    keluar berwarna merah muda seakan-akan terpompa keluar seirama dengan denyut tadi.

    Pembuluh darah vena berdinding tipis dan licin, tak ada pulsasi, dan bila vena

    berukuran kecil sukar dibedakan dengan arteri, wama darah vena merah tua.

    Perdarahan yang berasal dari kapiler biasanya mudah duhentikan secara cepat.

    Sebab Perdarahan

    Menurut Archer (1975) sebab perdarahan yang abnormal dapat mekanis atau

    biokimiawi. Perdarahan mekams yaitu perdarahan yang berasal dari berbagai ukuran

    pembuluh darah yang terluka yang tak dapat berhenti karena jendalan darah tidak dapat

    terbentuk atau karena jendalan darah yang sudah jadi pecah atau lepas dan ujung pembuluh

    darah yang terbuka. mi mungkin disebabkan, misalnya karena ukuran pembuluh darah dan

    kecepatan darah (vena dan arten), atau karena jumlah pembuluh darah kecil dan/atau troma

    pasca-operatif yang diterimanya (kapiler), dll. Sebagai contoh adalah perdarahan dan

    ekstraksi gigi, insisi jaringan lunak, laserasi jaringan lunak, troma tuiang rahang, hematoma

    karena alat suntik menusuk pembuluh darah arteri atau berasal dan troma pukulan, dll.

    Perdarahan biokimiawi adalah abnormaiitas eiemen darah atau sistem vaskular yang

    menghambat pembentukan jendalan darah dan organisasi darah normal. Perdarahan

    biokimiawi ditemui pada hemofihia, gangguan hepar, dan kelainan darah, hipertensi dan

    iiifeksi jaringan seperti padapyorrhoe alveolaris.

    Pada perawatan kasus perdarahan, operator dihadapkan dengan kedua masalah yaitu

    a) pre-operatif operator telah melihat ada kecenderungan perdarahan pada penderita.

    Semua penderita pre-operatif harus dievaluasi untuk kecenderungan perdarahan. Rowayat

    perdarahan berlebihan saat ekstraksi gigi sebeiumnya harus sudah diwaspadai operator

    namun belum periu mencatat penderita sebagai seorang bleeder. B) penderita yang

    dilihatnya untuk pertamakali ketika seseorang telah mengerjakan operasi dan sedang

    menghathpi bahaya akibat perdarahan itu.

    Berdasar masalah itu pendenta yang dicungai sebagai seorang bleeder harus

    menjalani uji darah.

    Penderita hemofili memberi nwayat yang khas yang menyangkut faktor keturunan

    keluarga dan nwayat kesehatan yang lampau. Juga terdapat riwayat gangguan waktu

    penjendalan darah (proglonged coagulation time). Penyandang perdarahan (bleeder) yang

    idiopatik tidak hanya mempunyai riwayat perdarahan dalam keluarga yang dihubungkan

    dengan hanya anggota keluarga laki-laki saja (misalnya dengan kematian diantara laki-laki

    dalam keluarga sehubungan dengan perdarahan yang berlebihan), juga tidak hanya ada

    gangguan waktu penjethian darah.

  • Universitas Gadjah Mada 9

    Seorang penderita dengan riwayat perdarahan harus mendapat uji laboratonum

    sebagai saran Archer (1961) berikut ini:

    a) Complete blood count (differential dan hemoglobine,); b) Lee-white coagulation time;

    c) Clot retraction; d) Platelet count; e) Plasma prothombine time; f) Plasma prothrombine

    concentration; g) tipe golongan darah; g) Cross matching; h) Capillary fragility; 1) Bleeding

    time.

    Dalam banyak kasus disfungi hati dikaitkan juga pada kecenderungan perdarahan

    maka. Uji laboratorium yang tepat untuk kasus ini adalah uji waktu protrombin plasma

    (Plasma Prothrombine Time) dan uji konsumsi protrombin. Menurut Archer perdarahan

    pasca-operasi akan terjadi bila konsentrasi protrombin kurang 20% dari normal.

    Bila dalam riwayat kesehatan penderita (past medical history) tercatat penyakit hati,

    maka supaya lebih cermat dianjurkan untuk melakukan uji laboratorium lain. Bila hasil

    pemeriksaan adalah penyakit hemofili atau penyakit hati maka sebelum melakukan

    perawatan bedah/eksodonsia penderita harus melalui saluran medis dahulu untuk mendapat

    perawatan pendahuluan. Kadang-kadang ditemui kasus yang memberi hasil pemeriksaan

    negatif meskipun kenyataannya saat operasi penderita adalah seorang yang termasuk

    bleeder. Penderita yang termasuk kasusini umumnya kelompok wanita. Di beberapa bagian

    tubuh terjadi daerah ecchimosis yang masif dan edema yang berhubungan dengan

    perdarahan oozing (daraha yang keluar sedikit dimi sedikit secara konstan). Bila luka tak

    segera dijahit erat darah akan keluar terus sedikit demi sedikit tetapi secaa tetap dalam

    rongga mulut sampai beberapa hari. Penyebab perdarahan ini belum diketahui tetapi diduga

    karena ada kerusakan kapiler. Tipe perdarahan mi sering pada wanita-wanita itu. Orang

    dapat berspekulasi bahwa ini pengaruh hormonal pada pembuluh kapiler tubuh seperti yang

    terjadi pada pengaruh hormon pada kapiler gingiva wanita sedang hamil, tetapi ini belum

    dibuktikan melalui penelitian. Secara klinis penderita ini dapat ditemukan karena mereka

    menceritakan riwayat perdarahan yang berlebihan hanya karena troma yang kecil.

    Evaluasi perdarahan. Penderita yang menderita perdarahan aktif bermasalah lain.

    Langkah pertama untuk dikerjakan adalah mengevaluasi apa yang terjadi pada sistem

    vaskularisasi. Sesudah aplikasi tekanan pack di atas daerah perdarahan untuk mengkontrol

    perdarahan melalui tekanan, evaluasi cepat tentang warna, kulit (kenng atau lembab),

    denyut dan tekanan darah, waktu atau durasi perdarahan akan membuka ancaman syok

    perdarahan. Dalam keadaan demikian penderita membutuhkan transfusi darah.

    Evaluasi berikutnya adalah inspeksi di daerah perdarahan. Pertamakali ditentukan asal

    perdarahan (dan tulang atau jaringan lunak). Perlu menggunakan penerangan lampu dan

    alat pnyedot darah (suction apparatus) yang baik. Tekanan jari sering membantu diagnostik

    perdarahan yang menguntungkan.

  • Universitas Gadjah Mada 10

    Perdarahan jaringan lunak bila mungkin pembuluh darah diikat (ligasi) atau dijahit pada

    pembuluh darah yang pokok.

    Perdarahan tulang bila mungkin pembuluh darah harus digilas atau tekan dengan kain

    kasa, semen bedah (surgical cement). Untuk mengkontrol perdarahan digunakan gelfoam

    atau semacamnya.

    Bila perdarahan persisten terutama ada oozing kepiler yang deras harus

    dipertimbangkan bahwa perdarahan itu berasal dari sebab biokimiawi.

    Perawatan dan Kontrol Perdarahan Ekstraksi Gigi

    Bourgoyne (1949) menyatakan ada 2 masalah persoalan yang harus diatasi ialah

    perdarahan:

    (1) Jaringan lunak selama dan sesudah ekstraksi gigi;

    (2) Pasca ekstraksi gigi

    Perdarahan jaringan lunak

    Perdarahan jaringan lunak selama ekstraksi gigi atau operasi di rongga mulut

    dihentikan dengan melakukan ligatur (mengikat) pembulh darah arteri besar sebelum

    perdarahan itu menjadi parah. Sebelum ligatur arteri terlebih dahulu menghentikan

    perdarahan itu dengan hemostst (Archer, 1975) lalu dengan benang catgut ujung arten

    dibelakang hemostat diikat.

    Bila tipe perdarahan itu banya oozing kapiler maka hemostatis dapat dilakukan dengan

    menekan kain kasa yang telah dibasahi adrenalin dnegan perbandingan 1 : 1000. Sedang

    selama operasi hemostatis dilakukan dengan menekankan kain kasa kering/hangat pada

    pembuluh darah.

    Perdarahan jaringan lunak dan sebab-sebab kecelakaan atau prosedur operasi adalah

    lebih parah bila terjadi ekstra-oral dibanding intra-oral.

    Pertolongan pertama pada perdarahan di daerah muka ialah memberi tekanan dengan

    perban di atas daerah yang berdarah, yang biasanya dilakukan pada titik-titik tekanan dan

    pembuluh darah yang terkena. Titik-titik itu ialah:

    a). arteria karotis kommunis yang terletak pada margo anterior muskulus

    stemokleidomastoideus setinggi os hiodeus;

    b). arteria maksilaris eksterna (a.fasialis) yang terletak pada margo inferior korpus

    mandibula sedikit di anteriornya;

    c). arteria temporalis superfisialis yang terletak tepat di muka perlekatan ujung atas

    tragus telinga.

    Bourgoyne mengatakan bahwa perdarahan pasca-ekstraksi gigi banyak dan akibat

    kelalaian operator sendiri. Setelah ekstraksi gigi selesai operator tidak melakukan langkah

  • Universitas Gadjah Mada 11

    untuk menekan dinding soket gigi ke posisi semula. Soket gigi yang telah melebar akibat

    manipulasi gerak ekstraksi gigi akan mengakibatkan jaringan mukoperiostealnya tetap dalam

    keadaan menegang. Pada keadaan itu pembuluh darah akan membuka dan akan

    mengganggu proses penjethian darah. Bila pada tulang alveolar terdapat fraktur, mugkin

    substansia spongiosa tetap dalam keadaan terbuka yang dapat berakibat mudah terjadi

    perdarahan pasca-ekstraksi gigi. Untuk menghindani perdarahan seperti di atas maka perlu

    a) menekan dinding tulang alveolus soket gigi segera setelah ekstraksi gigi selesai; b)

    meraba tulang alveolar untuk mencari tempat yang runcing yang dapat mengakibatkan

    komplikasi dan kemudian diatas lobang alveolus diletakkan tampon untuk kemudian

    dianjurkan digigit selama 1 jam.

    Perawatan perdarahan pasca ekstraksi gigi dengan menggunakan asam tanik dan

    adrenalin khlorida.

    Bila terjadi komplikasi laserasi gingiva maka dilakukan jahitan dulu tetapi soket jangan

    sampai tertutup sama sekali. Jangan sekali-kali memasukkan pack kedalam soket gigi,

    karena bila pack telah penuh darah akan menyebabkan gingiva koyak kembali.

    Kain kasa dibasahi dengan 10% asam tanik (tannic acid). Mekanisme kerja sama

    dengan yang ada pada penggunaan adrenalina khlorida 1: 1000.

    Pengalaman Bourgoyne. Tepung asam tanik diletakkan di seutas benang kain kasa

    dan benang digulung sehingga tepung asam tamk akan melekat di dalamnya. Gulungan kain

    kasa menjadi 3 kali lubang alveolus. Dengan alat medicine dropper teteskan adrenalin

    khlorida di atas gulungan benang, segera gulungan tadi akan mengecil. Masukan gulungan

    benang secara pada ke dalam soket yang sebelumnya telah dibersihkan dan sisa-sisa

    makanan atau gumpalan darah. Kemudian di atas soket diletakkan tampon kain kasa

    beberapa menit digigit penderita. Lalu kain kasa diambil dan asam tanik adrenalin yang ada

    ditinggal dalam alveolus selama 24 jam.

    Sesudah 24 jam, kain kasa diambilkan lalu dengan minyak cengkeh ulas luka itu

    secara berhati-hati. Sesudah itu di dalam soket tak perlu dibenkan pack lagi. Asam tanik

    bekerja menghentikan perdarahan di dalam tulang sedang adrenalin di jaringan lunak.

    Ecchymosis

    Ekimosis adalah suatu keadaan diskolonsasi fasial yang bergerak dan warna merah

    muda sampai warna ungu kebiruan, dan umumnya terjadi pasca prosedur bedah.

    Perdarahan mi biasanya dalam bentuk oozing.

    Ekimosis dapat teijadi pula pada pasca ekstraksi gigi yang umumnya disebabkan oleh

    keadaan benikut:

  • Universitas Gadjah Mada 12

    a). perdarahan di bawah mukosa karena troma: saat membuat lapisan mukopenosteal

    akstraksi gigi; tindakan bedah ini menyangkut daerah yang sangat luas, atau saat

    menghaluskan tulang alveolar dengan alat (trimming).

    b). ada tendensi perdarahan pada diri penderita juga sangat menentukan terjadi

    ekimosis. Misalnya pada penderita hemofihi, atau pada pendenita yang memang mudah

    mengalami perdarahan meskipun dan troma yang kecil.

    Diskolonisasi berasal dan pemecahan senyawa organik komipeks hemoglobin.

    Perawatan Ekimosis. Perawatan hangat thiam segala bentuk, atau pijat (massage),

    dapat dilakukan di daerah ekimosis setelah perdarahan oozing berhenti.

    Pada penderita yang bertndensi perdarahan maka setelah operasi selesai harus

    segera melakukan perawatan dingin agar perdarahan yang ada dapat segera berhenti. Pada

    penderita dengan kasus hemofihi, perawatan bethh harus dilakukan di rumah sakit karena

    membutubkan perawatan yang sangat khusus.

    Perawatan ditujukan pada stimulasi pembentukan pembuluh limfe baru untuk

    membangun drainage limfatik.

    Sebenarnya diskolonsasi ekimosis dapat menghilang sendiri dalam beberapa hari

    meskipun tanpa perawatan apapun. Biasanya penderita tidak memberikan keluhan apapun.

    Perdarahan Troma Instrumentasi

    Perdarahan ini berasal dari kesalahan instrumentasi saat operasi termasuk eksodonsia

    gigi. di bawah ini merupakan contoh kasus perdarahan seperti yang dimaksud.

    (a)saat melakukan gerakan mampulasi ekstraksi gigi secara tidak sadar engsel forsep

    menjepit bibir. Umumnya penderita tidak merasa kesakitan saat bibimya terjepit karena

    anestesi lokal masih berpengaruh di daerah itu. Akibat dari jepitan forsep dapat berupa

    laserisasi (koyak) pada bibir atau perlekukan bibir yang tertutup dan membekas pada daerah

    troma itu. Laserasi jaringan bibir akan menyebabkan perdarahan yang segera harus

    dihentikan dan luka dijahit sebaik mungkin.

    (b)Saat ekstraksi gigi molar mandibula posterior kadang-kadang mulut forsep menjepit

    jaringan lunak disebelah lingual yang menjadi bagian dan jaringan dasar mulut. Laserasi

    jaringan lunak dasar mulut dapat menyebabkan perdarahan yang parah yang harus segera

    dihentikan dan luka harus segera dijahit. Umumnya pasca ekstraksi gigi ini pendenta

    mengeluhkan rasa sakit.

    (c)Separasi jaringan mukosa gingiva dan gigi yang akan diekstraksi kadangkadang

    dilakukan tidak sempurna. Ekstraksi gigi yang dilakukan akan berakibat lasersi janngan

    mukosa itu danterjadi perdarahan.

  • Universitas Gadjah Mada 13

    (d)Elevator saat digunakan ekstraksi gigi dapat tergelincir dan melukai daerah jaringan

    lunak dan membentuk luka yang dalam dan perdarahan yang parah. Kecelakaan ini dapat

    berakibat kematian pendenta seperti yang pemah dijumpai Archer (1975).

    Hematoma. Hematoma adalah suatu masa darah yang menyerupai bentuk tumor

    (Archer, 1975). Hematoma ini terbentuk cepat dari suatu perdarahan dan darah berefusi ke

    dalam jaringan.

    Penyebab hematoma. Pembuluh darah tertusuk jarum suntik saat menjalankan

    anestesi lokal. Troma tusukan jarum dapat mengenai arten yang berada di bawah lapisan

    mukoperiosteal, atau di dalam processus alveolaris. Umumnya darah yang terkumpul di

    sela-sela jaringan akan diasorbsi secara lambat tetapi juga terdapat kemungkinan terinfeksi

    dan berubah menjadi keadaan supurasi.

    Di daerah ekstraksi gigi molar mandibula ketiga sering terjadi perdarahan yang masuk

    ke janingan sekitarnya tetapi tidak sampai teralokasikan; perdarahan ini menjadi suatu

    edema yang meluas dan darah akan tersedak semua jaringan di sisi yang bersangkutan.

    Darah yang terdesak itu akan berjalan memalui dan diantara rongga fasial.

    Hematoma sering terjadi saat penyuntikan anestesi blok tuberositas. Secara cepat

    akan terjadi pembengkakan masa darah yang diperkirakan pembuluh yang terkena troma

    adalah dan pleksus venosus Ptengoideus namun ada yang berpendapat bahwa yang

    terkena troma adalah arteri yang ada di daerah itu. Pendapat yang terakhir ini di dasari dan

    pembengkakan masa darah ini terjadi begitu cepatnya sebingga sering membawa penderita

    dalam ketakutan.

    Perawatan hematoma

    (a)ada yang menganjurkan aspirasi darah yang tergenang. Jalan ini banyak menemui

    kegagalan;

    (b)Archer (1975) menganjurkan perawatan sebagai berikut:

    (1) istirahatkan penderita, dalam waktu 24 jam berikan aplikasi kompres dingin pada

    daerah pembengkakan dengan maksud agar perdarahan berkurang atau berhenti;

    (2) bila perdarahan telah diyakini berhenti lalu berikan aplikasi hangat di daerah itu

    dengan maksud terjadi absorbsi darah yang terkumpul;

    (3) bila hematoma berasal dari perdarahan arterial sebagai akibat perdarahan lapisan

    mukoperiosteal, maka temukan dulu lokasi arteri yang mengalami perdarahan dan segera

    meligasi arteri itu untuk menghentikan perdarahan.

    (4) Bila perdarahan berasal dari processus alveolaris, usahakan untuk menghentikan

    perdarahan itu dengan jalan menekan pembuluh darah tulang sehingga lumen pernbuluh

    darah yang terbuka dengan lilin-tulang.

  • Universitas Gadjah Mada 14

    4. Fistula Oro-Antral

    Arti harafiah suatu fistula adalah pipa atau saluran yang sempit). Fistula oroantral

    adalah saluran yang menghubungkan rongga mulut dan rongga sinus maksilaris. Fistula mi

    dapat dibentuk oleh penutupan lubang yang tidak sempurna dan suatu lesi (misalnya abses,

    luka, proses penyakit). Pada bagian ini yang akan dibicarakan adalah fistula oroantral yang

    berasal dari luka akibat ekstraksi gigi posterior maksila, dan perawatannya.

    Anatomi. Sinus maksilans pada orang dewasa terletak pada korpus maksila dan

    merupakan rongga paranasal yang terbesar. Pada awal pembentukan sinus maksilaris

    terlihat Pada saat bayi lahir sebagai suatu tonjolan kecil dan meatus nasalis medialis yang

    kemudian berkembang di dalam bagian cancellous (spongeus) tulang maksila.

    Perkembangannya akan mencapai ukuran maksimal pada orang berumur 25 tahun,

    bertautan dengan perkembangan akhir dan lengkung gigi.

    Rongga udara yang berkedudukan pada tulang maksila tersebut terbentuk kira-kira

    sebagai suatu piramida; yang dapat diperikan sebagai suatu bangunan yang berlantai dan

    ada 3 dinding yang membatasi rongga itu. Dinding medial atau dinding dasar membentuk

    bagian lateral dinding rongga hidung. Puncaknya meluas ke dalam processus zigomatikus

    maksila, atau masuk ke dalam batas antara tulang maksila dan tulang zigomatikus. Dinding

    anterior sinus menjadi bagian dinding fasial maksila; dinding posterior sinus merupakan

    bagian permukaan orbital maksila; atap sinus menjadi bagian permukaan orbital maksila;

    sedang lantai atau dasar sinus menjadi bagian processus alveolaris maksila.

    Pada beberapa sinus, ruangannya terbagi oleh septa tulang atau septa membran dan

    ukuran ruang sinus bervariasi dengan ukuran rata-rata sebagai berikut: anteropostenor 34

    mm; vertikal 38 mm; mediolateral 23 mm.

    Nervus alveolaris posterior, medius dan anterosupenor berjalan melalui permukaan

    antrum dan nervus nasopalatinus palatinus anterior berjalan ke bawah menuju ke palatum

    sepanjang dinding medial sinus maksilaris. Memberi anestesi blok syaraf itu, dan aplikasi

    anestesi topikal kepada meatus media dan inferior menghasilkan anstesi yang memadai.

    Arteri ke daerah tulang maksila besar dan sangat banyak sehingga pengiriman darah

    berlimpah. Arteri itu berasal dari arteninfraorbitalis, alveolanis, palatinus descenden,

    sphenopalatinus, ethmoidalis, frontalis, nasalis, dan maksilaris ektemus.

    Sinus maksilaris atau disebut juga The antrum of Highmore dilapisi oleh membrana

    mukosa tipis yang melanjut melalui apertura sinus dengan yang melapisi fossa nasalis dan

    sinus tambahan lainnya. Lokasi lubang yang sangat kecil dan rongga udara yang besar,

    merupakan tempat yang sangat merugikan sebagai suatu lubang drainage. Karena lubang

    itu terletak pada titik tertinggi pada dinding medial rongga sinus dan terbuka kedalam

    infundibulum ethmoidale yang sempit (pada pertemuan antara dinding superior dan lateral).

    Lebih dari sepertiga spesimen sinus maksilaris berisi suatu apertura tambahan, ostium

  • Universitas Gadjah Mada 15

    maxillare accesorium, yang terutama menghubungkan dengan meatus nasalis medialis dan

    merupakan tempat yang lebih menguntungkan bagi kepentingan drainage.

    Beberapa hal yang harus diketajui dilihat dan sudut Kedokteran Gigi bahwa sinus

    maksilans merupakan rongga udara yang ada pada daerah korpus maksila adalah:

    a) hampir 65% infeksi sinus berasal dan infeksi gigi

    b) letak sinus maksilans berdekatan dengan akar gigi maksila posterior memungkinkan

    penluasan infeksi dari gigi ke dalam sinus, juga mungkin terjadi suatu komplikasi ekstraksi

    gigi seperti akar gigiterdorong masuk ke clalam rongga sinus atau terjadi fistula oro antral.

    Posisi akar gigi terhadap sinus maksilaris menurut Bougoyne adalah pada

    umumnyajarak antara dinding dasar sinus maksilans dengan akar-akar gigi posterior maksila

    berkisar antara 10-20 mm. Menurut Kruger (1984) ketebalan dinding sinus maksilaris tidak

    selalu sama, terutama atau dan dasar sinus. Ketebalan dinding sinus bervanasi dan 2-5 mm

    Pada atap dan pada dasarnya antara 2-3 mm. Pada daerah tak bergigi ketebalan dinding

    sinus antara 5-10 mm. Selanjutnya Kruger mengatakan Pada keadaan dinding posterior

    sinus ditembus maka akan tejadi lubang sebagai jalan masuk ke dalam fosa infra-temporale,

    dan setiap prosedur bedah yang dilakukan di tempat itu harus seksama karena keberadaan

    pembuluh darah yang besar seperti arteria dan vena maksilaris.

    Di bawah dasar sinus maksilanis terdapat gigi-gigi posterior (desiduilpermanen atau

    keduanya). Sening akar gigi premolar atau molar maksila.permanen meluas ke dalam sinus.

    Pada anak dan bayi dasar sinus selalu lebih tinggi daripada dasar hidung sehingga drainage

    lebih baik dapat diperoleh segera dari operasi jendela (window operation). Sebaliknya Pada

    orang dewasa dasar sinus lebih rendah daripada dasar hisung.

    Kedudukan akar gigi maksila posterior terhadap sinus maksilaris menurut Archer

    (1961) ada dua keadaan, yaitu: (a) Sinus Approximity(SA) yang berarti terdapat pendekatan

    sinus, apeks akar gigi posterior maksila berjarak 2 mm atau kurang terhadap dinding dasar

    sinus; (b) No Sinus Approximity (NSA) yang berarti tidak terdapat pendekatan sinus, jarak

    apeks akar gigi posterior maksila lebih besar dari 2 mm terhadap sinus maksilaris.

    Dalam sinus terdapat sekresi mukus yang bersifat bakterisidal dan baktenstatik

    (penghambat) maka sinus maksflaris seperti sinus-sinus yang lain, tidak dimasuki

    mikroorgarnsme yang berasal dan udara. Sel-sel kuboid yang bersilia membantu dalam

    menggerakkan nanah atau skresi yang berlebthan menuju ostium maksilare ke hidung. Pada

    keadaan normal silia-silia tersebut bergerak seperti gelombang tetapi pada suatu ketika,

    gerakan itu dapat berhenti; akibatnya suatu keadaan patologis mudah terjadi misalnya

    sinusitis akuta, kronika atau kroms dengan eksaserbasi yang akut.

    Penyebab Fistula Oro-Antral

    Fistula oro-antral dapat disebabkan oleh keadaan berikut ini:

  • Universitas Gadjah Mada 16

    1). Sebagai komplikasi eksodonsia gigi maksila posterior, misalnya: (a) penggunaan

    elevator yang salah dalam pengambilan akar gigi atau gigi dapat mendorong akar gigi/gigi ke

    atas masuk sinus; (b) elevator terpeleset dalam penggunaannya dan membuat lubang pada

    dinding dasar sinus; (C) rongga sinus sedemikian meluas sampai daerah akar gigi sehingga

    ekstraksi gigi yang berdekatan dengan sinus meninggalkan lubang besar; (d) Granulomata

    periapikalis meluas atau keadaan patologis (misalnya infeksi kronis) pada daerah periapikal

    menyebabkan tulang dinding dasar sinus menjadi tipis; (e) dinding sinus terbuka saat

    melakukan odontektomi gigi impaksi atau gigi kamnus maksila yang mengerupsi; (f)

    ekstraksi gigi yang berakibat fraktur processus alveolaris dengan melibatkan segmen yang

    besar yang bensi gigi-gigi dan dinding sinus;

    2). Enukleasi kista maksila yang besar yang berbatasan dengan dinding antrum.

    Pemeriksaan fistula oro-antral. Untuk membuktikan terjadi suatu fistula oroantral clapat

    dilakukan melalui uji hidung dengan cara sebagai berikut: (1) Hidung penderita ditutup rapat

    dengan menekan kedua sisi daun hidung erat-erat; (2) Instruksikan penderita untuk

    menghembuskan udara keluar melalui hidung yang saat itu masih dalam keadaan tertutup;

    (3) letakkan kaca mulut menghadap lubang soket gigi yang dicungai ada fistula oro-antral;

    (4) Bila kaca mulut menjadi buram berarti ada pengembunan uap air. Dasar keija uji hidung

    mi adalah bahwa ada uclara rongga hidung tertekan di dalam rongga hidung mencari jalan

    keluar dan masuk ke dalam rongga sinus melalui ostium maksilare lalu keluar melalui fistula

    ke dalam rongga mulut, udara itu mengembun di atas kaca mulut.

    Gigi atau Akar Gigi Masuk ke dalam Sinus Maksilaris.

    Untuk menghindari akar gigi premolar dan molar maksila saat ekstraksi terdorong

    masuk ke dalam sinus maksilaris maka gigi itu sebelumnya harus dengan seksama diamati,

    terutama bila ekstraksi gigi itu tidak disertai dengan gambar Rontgen gigi yang bersangkutan

    (Archer, 1961). Perhatikan bahwa saat ekstraski: (1) jangan sekali-kali memberi tekanan

    pada ujung fragmen akar gigi dengan memakai elevator ke arah apikal; (2) medan operasi

    harus dapat dilihat dengan jelas; (3) jangan bekerja membuta dalam medan operasi yang

    penuh darah.

    Penggunaan gambar Rontgen sebelum ekstraksi gigi posterior maksila sangat berguna

    terutama dalam menentukan posisi akar gigi di dalam rongga sinus atau untuk mengetahui

    keadaan sinus approximizy suatu gigi.

    Archer (1961) menyebutkan bahwa akar gigi-gigi yang berhubungan erat dengan sinus

    maksilans dengan urutan yang paling dekat dengan dasar dinding sinus yaitu akar gigi molar

    maksila pertama, molar maksila kedua, premolar maksila kedua, dan molar maksila ketiga,

    premolar maksila pertama (jarang), kaninus (lebihjarang).

  • Universitas Gadjah Mada 17

    Bila saat pengambilan akar gigi terdorong masuk ke dalam sinus maksilans maka akar

    gigi itu harus segera diambil untuk menghindari infeksi sinus maksilans yang tidak

    diharapkan.

    Tehnik Pengambilan Akar Gigi

    Gigi atau akar gigi yang mask ke dalam rongga sinus maksilaris selalu akan berada di

    dinding dasar sinus sesuai dengan hukum gravitasi. lJsaha untuk mengambil gigi atau akar

    gigi dan dalam sinus selalu harus didasan pemikiran bahwa (a) lokasi gigi atau akar gigi

    tersebut selalu ada di dasar sinus; (b) pendekatan rongga sinus melalui lubang fistula

    menghadapi beberapa kendala yaitu:

    pengambilan gigi atau akar gigi sukar dikerjakan karena melalui jalan sempit

    sehingga tidak mudah dicapai alat-alat,

    penerangan ke dalam rongga sinus tak akan mampu mencapai dasar sinus

    mukosa lantai dasar sinus tidak rata melainkan bergelombang

    operasi dengan pendekatan melalui fistula yang terjadi, yang akan memperbesar

    lubang fistula semula.

    Dengan dasar di atas maka pengambilan gigi atau akar di dalam sinus maksilans Iebih

    mudah bila dilakukan melalui pendekatan dan dinding lateral, Untuk maksud ini harus

    dipahami dahulu operasi Caldwell-Luc.

    Prosedur pengambilan gigi/akar gigi/benda asing dan dalam sinus maksilaris dilalui

    dnegan 2 tahapan, yaitu (1) Membuat jendela pembukaan pada dinding sinus, yang

    dianjurkan menggunakan operasi Caldwell-Luc dan (2) mengambil gigi/akar gigi, benda

    asing dan dalam sinus.

    (1) Operasi CaldwelI-Luc

    Menurut Kruger (1974) operasi Caidwell-Luc mempunyai beberapa indikasi, yaitu:

    (1) pengambilan fragmen gigi atau akar gigi dalam sinus. Operasi Caldwell-Luc ini

    akan menghilangkan prosedur operasi buta dan memberi kemudahan pengambilan benda

    asing.

    (2) Troma maksila bila dinding sinus maksilaris remuk kepencet atau bila dinding dasar

    orbita remuk dan jatuh ke arah sinus. Tipe luka troma ini sangat baik dikoreksi melalui

    operasi CaIdwell-Luc.

    (3) Manajemen hematoma antrum dengan perdarahan aktif melalui hidung. Darah

    dapat dievakuasi dan lokasi perdarahan lebih mudah ditemukan. perdarahan dihentikan

    dengan jalan pack epinefrin atau hemostatik.

    (4) Pada kasus sinusitis maksilaris kromka yang disertai dnegan degenerasi polipoid

    mukosanya.

  • Universitas Gadjah Mada 18

    (5) Kista di dalam sinus maksilans.

    (6) Neoplasma sinus maksilaris yang paling baik diambil melalui teknik operasi

    Caldwell-Luc.

    Prosedur Operasi Caldwell-Luc

    (1) pilih anestesi yang cocok untuk penderita (lokal atau unium), persiapkan daerah

    operasi yaitu daerah muka dan rongga mulut seperti seharusnya;

    (2) operasi dibawah anestesi lokal, dipersiapkan alat-alat yang dibutuhkan seperti

    scalpel, periosteal elevator, bur tulang, chisel-mallet, bone-forceps, aoical fragment forceps,

    needle-holder, scissors, retractors, lampu penerangan.

    (3) Selanjutnya bibir atas diangkat dengan retractor. Insisi mukoperiosteum berbentuk-

    U dibuat pada tulang alveolar maksila. Insisi vertikal dibuat pada daerah kamnus dan molar

    kedua dan suatu titik tepat di atas kaninus dan molar kedua dan suatu titik tepat di atas

    perlekatan gingiva ke atas menuju dan di atas lipatan mukobukal.

    Insisi mukosa di atas tulang alveolar yang horisontal menghubungkan kedua insisi

    vertikal beberapa milimeter di atas perlekatan gingiva gigi-gigi.

    Jaringan diangkat dan tulang dengan elevator periosteal, jauh ke atas sampai

    mencapai kanalis infraorbitalis. Hati-hati di daerah mi ada syaraf-syaraf cabang nervs

    infraorbitalis.

    (4) dibuat lubang ke dalam dinding fasial sinus maksilaris di atas akar gigi premolar

    dengan mengginakan chisel, gouges, atau bur tulang.

    (5) Lubang pembukaan diperlebar dengan alat bone cutting forceps sehingga rongga

    sinus mudah diinspeksi secara Jelas. Ukuran pembukaan paling besar jangan melebihi

    ukuran ujung jari telunjuk rata-rata. Lubang pembukaan ini harus dibuat cukup tinggi untuk

    melindungi akar-akar gigi di daerah itu.

    (6) Bila pembukakan tulang telah maka selanjutnya menyelesaikan operasi berikutnya

    sesuai dengan tujuannya misalnya pengambilan gigi atau ujung akar gigi atau lain benda

    asing.

    (7) Tulang yang runcing dihaluskan dengan bonefile rongga sinus dibersihkan dari sisa

    fragmen tulang dan sisa operasi lain.

    (8) Kembalikan lapisan mukoperiosteum pada posisi semula dan dijahit dengan jahitan

    benang sutra hitam secara muluple, interupted. Letak jahitan hams di atas tulang yang

    kokoh. Sesudah 5-7 hari jahitan dibuka.

    Catatan

  • Universitas Gadjah Mada 19

    (a) menurut Kruger (1974) jarang diperlukan pengambilan seluruh mukosa sinus

    maksilans secara radikal, tetapi bila memang diperlukan dapat dilakukan dengan

    menggunakan alat penosteal elevator dan kuret.

    (b) Anestesi pipi dan gigi-gigi dapat diikuti komplikasi perlukaan pada nerbus

    infraorbitalis atau syarafgigi-gigi saat menatah tulang maksila.

    (C) Pembengkakan pipi pasca operasi biasa terjadi namun dalam beberapa hari akan

    menghilang.

    (2) Pengambilan Gigi/Akar Gigi/Benda Asing

    Menentukan lokasi akar gigi di dalam sinus maksilaris dengan menggunakan gambar

    Rontgen. Jangan mengambil akar gigi tersebut tanpa menggunakan bantuan gambar

    Rontgen kecuali bila akar gigi tersebut dapat terlihat dnegan jelas. Untuk mendapat

    kepastian letak akar gigi dalam sinus maka sering dibutuhkan beberapa gambar Rontgen.

    Juga hams diingat, bahwa kadang-kadang meskipun akar gigi telah tidak nampak di dalam

    soket gigi mungkin belum menembus membran sinus tetapi masih terletak dibawah

    membran dan tidak di dalam rongga sinus.

    Sepertiga ujung akar mesio-bukal maksila pertama fraktur saat ektraksi gigi dan pada

    saat usaha untuk mengambilnya, akar tersebut terdorong masuk ke dalam rongga sinus

    maksilaris. Melalui gambar Rontgen dapat dilihat akar gigi masih berada di dekat ujung soket

    gigi.

    Insisi untuk membuat lapisan mukoperiosteal bukal yang berbentuk trapezium yang

    lebar agar medan operasi nampak jelas.

    Tulang processus alveolaris yang menutup soket sebelah bukal dibuka dengan bur

    tulang/chisel, dan juga tulang intra-radikular agar operator melihat jelas daerah operasi yang

    akan memudahkan pengambilan akar gigi dan untuk memudahkan penutupan fistula oro-

    antral. Pengambilan tulang dilakukan dengan menggunakan ujung pemotong tulang

    (Rongeur).

    Lubang kedalam sinus maksilaris diperlebar sampai melalui mukosa sinus dengan

    menggunakan currete yang kecil dan lurus. Pada umumnya akar dapat tertangkap dalam

    sendok currete dan dapat ditank ke luar sinus atau paling tidak dapat posisi akar itu

    dibetulkan kembali dl dalam soket gigi lagi sehingga dapat terambil dengan apicalfragment

    forceps.

    Cara pengambilan akar gigi yang berada didalam sinus dengan keadaan posisi di

    dekat ujung soket gigi dapat dikerjakan dnegan membentuk suatu jerat (sloop) kawat yang

    kecil tetapi kuat. Tindakan itu dilakukan setelah akar gii yang akan diambil tersebut tidak

    berhasil terambil dengan currete.

  • Universitas Gadjah Mada 20

    Perawatan Fistula Oro-Antral

    Bila suatu fistula oro-antral terjadi saat ekstraksi gigi maka harus segera ditutup.

    Penutupan fistula yang masih baru ini perawatannya akan memberi hasil yang lebih

    memuaskan daripada penutupan fistula yang telah terjadi sama sebelumnya. Pada fistula

    oro-antral lama, telah terjadi keadaan epitelisasi saluran yang akan menghambat proses

    perlekatan jaringan. Perawatan penutupan fistula oro-antral ini dapat dibagi menjadi:

    (1) perawatan yang segera (immediate) dikerjakan pada saat fitula terjadi, dan (2)

    perawatan dikerjakan pada fistula yang telah lama terjadi (long standing fist ula).

    Perawatan pada saat terjadi fistula (immediate)

    Bila dasar sinus maksilaris terkoyak saat ektraksi gigi maksila posterior terjadi fistula

    oro-antral. Bila keadaan sinus tidak infeksi, segera melakukan insisi bukal, insisi dilakukan

    pula pada jaringan mukoperiosteal palatum. Jaringan mukoperiosteal bukal dan palatal

    dilepas perlekatannya dan tulang sehingga mudah di tank ke medial.

    Processus alveolanis di atas fistula dikurangi trimming) ketinggiannya agar saat lapisan

    mukoperiosteum bukal dan palatal saling dipertemukan dan dijahit titik dalam keadaan yang

    menegang dan akan mendukung proses penyembuhan.

    Sepon cliletakkan diatas luka dan penderita diinstruksikan untuk menggigitnya agan

    tidak terlepas. Selanjutnya penderita diberi beberapa sepon agar dapat mengganti sendiri di

    rumah bila sepon yang lama basah oleh darah. Selama tidur sepon tetap digigit untuk

    melindungi daerah operasi dan gerakan Iidah.

    Antibiotika diberikan kepada penderita untuk beberapa han. Obat tetes hidung

    diberikan agar mukosa hidung mengerut; apabila mukosa hidung mengkerut maka ostium

    antral tetap terbuka shingga memudahkan drainage dari rongga sinus maksilaris.

    Semua keadaan komplikasi yang terjadi ini sebaiknya penderita diberi tahu agar

    penderita kooperatif. Penderita dilarang membuang ingus. Lebih menguntungkan membuang

    dahak melalui mulut thripada melalui hidung. Minum melalui pipa juga tidak dilarang. Bagi

    penderita yang sedang merokok dilarang menghisap terlalu dalam.

    Kontrol penderita dilakukan stelah 48 jam, bila dalam pemeriksaan tidak menunjukkan

    gejala infeksi sinus maksilaris akut, instruksikan pendenta untuk datang kontrol dalam waktu

    96 jam. Bila dalam pemeriksaan kontrol tersebut ternyata terdapat tanda-tanda sinusitis

    maksilaris akut maka drainage hams dilakukan oleh dokter ahli Hidung Telinga dan

    Tenggorokan melalui pungsi (inferior turbinate puncture).

    Maksud memberikan pungsi adalah agar penyembuhan jahitan pada fistula mendapat

    hasil yang baik karena tidak terganggu oleh adanya infeksi atau pus yang terjadi.

    Mungkin terjadi keadaan dimana tulang diantara sinus maksilaris dan apeks akar gigi

    telah dirusak oleh proses infeksi yang berasal dan gigi itu sendiri; bila demikian semua

  • Universitas Gadjah Mada 21

    jaringan patogen atau polip yang ada di daerah tersebut dibuang dengan menggunakan

    currete. Tulang korteks sebelah bukal dan lingual dikurangi dnegan memakai Rongeur tulang

    kemdian janngan lunak dijahit kembali pada posisi semula. Sepon diletakkan di atas luka

    dan penderita diinstruksikan untuk menggigitnya.

    Penderita diinstruksikan segera dikinm ke ahli Telinga Hidung dan Tenggorokan untuk

    mendapatkan drainage dengan membuat jendela di bawah inferior turbinate ke sinus

    maksilaris.

    Pada kasus-kasus umumnya fistula sinus maksilaris akan tetap tertutup dan dengan

    demikian operasi radikal sinus maksilans dapat terhindarkan. Tetapi, pada beberapa kasus

    radikal operasi sinus maksilaris harus dilakukan meskipun telah dibuat drainage melalui

    hidung (nasal window) dan fistula oral kedalam sinus maksilans menutup. Pada kasus itu

    dimana penutupan asalnya terbuka, pelaksanaan operasi radikal dilakukan oleh ahli H.T.T

    sedang ahli bedah mulut mengerjakan penutupan fistulanya yaitu dengan menghilangi

    epithel daerah fistula merefleksikan flap buccal sehingga bebas bergerak, mengendorkan

    flap palatal dan mengurang ketinggian.

    Kain kasa atau lempengan Tantalum diletakkan diatas lubang fistula dengan maksud

    memberi kekuatan bagi lapisanjanngan lunak itu.

    Perawatan Fistula Lama (Long-standing Fistula)

    Apabila fistula yang dihadapi adalah dan tipe long-standing fistula, berarti fistula

    tersebut telah dilapisi oleh suatu epitel dimana epitel tersebut akan

    menghambat perlekatanjanngan pada perawatan penutupan fistula oro-antral. Epitel itu

    keluar dan antrum sepanjang fistula dan masuk ke dalam janingan epitel rongga mulut.

    Agar didapat penlekatan janngan yang sempurna maka epitel hams dibuang (eksisi).

    Cara:

    1. Eksisi semua epitel yang telah terjadi di sepanjang fistula dan di atas lubang fistula

    yang ada di dalam rongga mulut.

    2. Lubang fistula harus ditutup dengan lapisan mukoperiosteal yang dijahit dengan

    mukosa di atas tulang yang sehat, jadi bukan diatas lubang fistula seperti biasanya.

    Lapisan yang dipergunakan untuk menutup lubang fistula hams mempunyai banyak

    pembuluh darah.

    3. Sekresi antral harus dikeluarkan melalui lubang hidung yaitu dengan membuat

    jendela dibawah permukaan dan ostium antral. Bila belum cukup baik, lakuan

    membuat jendela di bawah inferior turbinate.

    4. Pergunakan pengobatan antibiotika dan pasca operatif.

    Di bawah ini akan dibicarakan kasus sederhana yang penulis jumpai dalam

    perawatanlubang kecil fistula oro-antral tetapi telah lama terjadi.

  • Universitas Gadjah Mada 22

    Sinkop dan Syok Sinkop

    Sinkop disebut pula fainting atau anemia serebral akut (Archer, 1975) merupakan

    bentuk syok neurogenetik dan disebabkan oleh iskhemia serebral yang timbul sekunder

    setelah terdapat vasodilatasi atau suatu kenaikan volume darah pada vascular periferal

    disertai suatu penurunan dalam tekanan darah.

    Sinkop terjadi hanya untuk waktu yang pendek dan banyak dijumpai pada praktek

    kedokteran gigi sebagai komplikasi setelah anestesi lokal (Archer, 1975). Penderita yang

    sedang menerima perawatan gigi bila sedang duduk di atas kursi gigi, otaknya berada pada

    posisi superior sehingga sangat mudah terkena penurunan aliran volume darah.

    Sinkop tidak selalu diikuti dengan hilangnya kesadaran karena seseorang dapat

    merasakan akan pingsan dan merasakan akan muntah meskipun dia sadar akan

    sekelilingnya. Hilangnya kesadaran seseorang adalah manifestasi yang ekstrim dan

    iskhemia serebral yang cukup untuk mengganggu fungsi dan korteks.

    Tanda-tanda sinkop adalah kulit berubah warna menjadi pucat, berkeringat dingin,

    tekanan pulsus kecil, dan rasa pening pada kepala, kelapa merasa ringan atau rasa ingin

    muntah.

    Operator sering tidak melihat tanda-tanda obyektif yang lanjut itu dan tiba-tiba sadar

    bahwa penderita telah tak sadarkan diri, pupil mata dilatasi lebar, dan kaki penderita

    menunjukkan kejang-kejang sebagai akibat dan keadaaan anoksia serebral.

    Perawatan sinkop yang paling baik adalah mencegah penderita menjadi tak sadarkan

    diri. Bila seorang penderita menunjukkan tanda-tanda sinkop, sandaran kursi gigi segera

    dirabalikan sehingga kepala penderita lebih rendah daripada kakinya; pakaian yang terlalu

    ketat chlonggarkan; stimulasi efek dikerjakan dengan membenikan aplikasi air dingin pada

    muka penderita dan dengan hati-hati memben inhalasi amomak (kalau tidak ada dapat

    dilakukan dengan alcohol 70% yang diteteskan denga tiba-tiba pada lubang hidung atau

    secara inhalasi, minyak wangi).

    Sandaran kepala diputar ke belakang dan sandaran punggung kursi gigi direbahkan

    ke belakang agar lepala penderita berposisi lebih rendah daripada kakinya. Bila posisi yang

    demikian belum memberikan basil yang memuaskan, maka kaki penderita perlu dianggakat

    sedikit ke atas saat penderita masih dalam keadaan terbaring.

    Dengan posisi demikian maka darah yang ada pada bagian kaki akan membantu

    menambah sirkulasi darah di atas pinggang kira-kira dengan 1000cc dan secara cepat akan

    mengembalikan keadaan anoksia serebralis kembali menjadi normal. Tetapi apabila sinkop

    melanjut dan penderita telah pingsan, maka dala keadaan itu perlu memberi oksigen 100%

    melalui jalan hidung dan obat vasopresor misalnya neosinefrin atau epinefrin, obat stimulan

    seperti kafein sodium berizoat atau metrazol (Archer, 1975).

  • Universitas Gadjah Mada 23

    Pada keadaan mendesak apabila pendenta masih dapat diberikan minum, melalui

    mulut dapat disuapkarm sendok demi sendok kopi panas sebagai pengganti obat stimulan

    karena kopi juga mengandung kafein.

    Pertahankan kedudukan penderita dengan posisi terbaring sampai penderita benar-

    benar siuman. Perhatikan terus pulsus penderita, pernafasannya, dan tekanan darah diukur

    secara periodik.

    Apabila dalam anamnesis operator telah mengetahui penderita mempunyai riwayat

    pernah mengalami sinkop setelah menerima suntikan anestesi atau thiam pemenksaan fisik

    operator mengetahui (obyektif) ada gejala predisposisi penderita mudah mengalami sinkop

    maka dianjurkan agar penderita sebelum menerima suntikan anestesi posisi duduknya diatur

    pada posisi setengah terbaring (semireclimng position) atau posisi terbang (recumbent shock

    position).

    Seldin menganjurkan agar penderita yang sedang mengalami sinkop, dirawat seerti

    berikut:

    (1) Saat masih dalam posisi duduk kepala penderita didorong ke muka sehingga badan

    terbungkuk sampai posisi kepala penderita berada di antara kedua kakinya yang

    terbuka lebar. Badan penderita dipertahankan pada posisi tersebut untuk beberapa

    saat dengan bantuan tekanan tangan operator. Dengan demikian darah yang berada

    pada sistem venosa visera (splanchnic) tertekan sehingga akan mengalir ke kepala.

    (2) Selain dengan cara tersebut, penulis juga menggunakan bantuan aromatik alcohol

    70% sebagai pengganti amomak, yaitu dengan meneteskan 1 atau 2 tetes alcohol

    70% di atas lubang hidung. Oleh athnya rangsangan alcohol yang sangat

    menyengat, pada umumnya panderita akan sangat bereaksi dan pada saat itu yang

    paling baik untuk menjaga penderita tetap siuman sampai penyembuhan yang

    sempurna.

    Syok

    Syok dapat didefimsikan sebagai suatu keadaan klinis yang menunjukkan ada

    reduksi pada sirkulasi darah perifer atau rerata aliran thrah perifer yang bermakna.

    Menurut Kruger (1984) ada tiga tipe syok:

    1. Primer atau nerogenik. Sinkop termasuk pada tipe ini.

    2. Jantung dan sistem sarafpusat (Cardiac and central nervous system).

    3. Hipovolemik.

    Syok yang termasuk dalam tipe ini adalah syok yang disebabkab oleh trauma,

    pendarahan, tindakan bedah atau luka terbakar. Pada syok tipe ini darah berkurang

    akibat terjadi suatu perdaraban, plasma hilang plasma oleh proses ekstravasasi ke

    dalam jaringan yang terluka atau dehidrasi. Tipe hipovolemik ini bersifat reversible

    artinya apabila terapi segera dilakukan untuk mengembalikan volume darah

  • Universitas Gadjah Mada 24

    intravaskuler. Bila tidak dilakukan, maka tejadi rantaian reaksi dan jantung, pembuluh

    darah, dan gangguan fisiologis lainnya, dan syok menjadi irreversible dan berakibat

    kematian penderita.

    Gejala-gejala syok adalah kulit pucat, dingan lembab oleh keringat, membrana

    mukosa bibir, kuku, ujung jan tangan dan kaki dan telingan kebirubiruan, muka tak

    berekspresi, mata menunjukan pandangan yang sayutanpa tujuan dan pupil dilatasi lebar

    dan bereaksi sangat lemah; pulsus sangat lemah tetapi cepat, dan kadang-kadang

    intermittent; respirasi dangkal dan cepat tetapi tidak teratur dan kadang-kadang diselingi

    dengan suara keluhan, temperatur badan dibawah normal; kesadaran mungkin masih ada

    meskipun menunjukkan apatis.

    Perawatan pada syok hipovolemik menyangkut beberapa hal yang penting:

    1. Restorasi darah!cairan darah yang hilang.

    2. Kontrol pendarahan.

    3. Membenkan oksigen 100%

    4. Menghilangkan rasa sakit.

    Syok lebih mudah untuk dicegah daripada merawatnya. Bila dijumpai rasa sakit yang

    hebat, secara intravenosa diberikan suntikan narkotika (biasanya morfin) tetapi jangan

    diberikan secara intramuskular atau subkutan. Pertahankan panas tubuh dengan temperatur

    kamar yang normal.

    Perhatikan : Jangan membungkus penderita dengan selimut, air hangat atau

    semacamnya.

    Penderita diletakkan pada keadaan syok agar sirkulasi darah pada organ penting

    dapat dipertahankan. Kembalikan cairan tubuh yang hilang. Pada semua kasus syok pulsus

    dan tekanan thrah selalu diukur karena penting untuk menjadi pegangan yang terpercaya

    untuk mengetahui keadaan syok (berat/ringan) tersebut.

    Archer (1975) menambahkan human albumin dalam penyembuhan syok. Pada

    hakekatnya darah atau cairan tubuh yang Kilang paling baik duganti dengandarah pula tetapi

    kalau tidak mkencukupi dapat ditambahkan dekstrose 5% dalam larutan salin, diberikan

    secara intravenosa.

    Segera setelah penderita menunjukkan penyembuhan maka pemberian dekstrose

    dihentikan, karena dengan pemberiandekstrose terlalu banyak atau terlalu cepat akan

    mengakibatkan gangguan jantung yang serius.

    Hipoksemia ditanggukangi denga jalan pembenan oksigan 100% sehingga meskipun

    volume darah and cardiac output rendah, darah yang mengalir masih membawa oksigen

    banyak yang penting untuk vitalitas sel-sel jaringan terutama pada organ penting.

    Anestesi lokal thpat merangsang dan kadang-kadang menekan sisten saraf pusat

    atau tempat lain dan sistem tersebut. Bila penekana tersebut pada pusatnya maka dapat

  • Universitas Gadjah Mada 25

    mengakibatkan fainting, koma, dan hilang kesadaran; sedangkan bila pusat pernafasan dan

    jantung yang ditekan, maka syok dan hambatan pernafasan aka terjadi (Seldin, 1947).

    Gangguan toksik oleh penyuntukan prokain adrenalin mengakibatkan penderita

    kejang-kejang, yang harus ditanggulangi dengan menyuntikkan sodium pentotal 5%

    sebanyak 2-4 cc secara intravenosa.

    Hilangnya kesadaran dapat disebabkan oleh keadaan toksisitas obat anestesi yaitu

    bila menekan pada korteks serebri. Untuk menanggulangi hal ini maka dapat dikerjakan

    tahap-tahap perawatan sinkop atau syok dengan memberikan pula suntikan Sodium

    Pentobarbital intravenosa atau intramuskular paling banyak antara 50 - 100mg.

    Alergi terhadap suatu obat anestesi dapat dirawat dengan pemberian Benadryl

    secara intravenosa dengan dosis antara 20 - 50mg, atau disuntik dengan epinefrin

    (adrenalin) denga dosis antara 0,3 - 0,5mg secara intramuskular.

    Bila korteks serebri terkena stimulasi karena terjadi kelebihan dosis pemakaian suatu

    obat anestesi maka penderita senng mengalami konvulsi; keadaan kejangkejangtersebut

    dapat dirawat dengan suntikan succinycholin chloride dengan dosis antara 20 - 50mg secara

    intravenosa.

    Ringkasan/ Kesimpulan

    Sinkop dan syok sangat penting untuk diketahui dokter gigi praktek. Sinkop masih

    berhubungan erat dengan syok sehingga pertolongan harus segera diberikan sedini mungkin

    pada keadaan sinkop. Kasus-kasus sinkop lebih banyak ditemui dalam praktek daripada

    kasus-kasus syok.

    Meskipun demikian para dokter gigi harus bersiaga menghadapi suatu kasus darurat

    (emergency dentistry cases) dengan menyediakan obat-obat sebagai berikut:

    1. Oksigen 100% siap dalam tabung oksigen untuk ganguan pemafasan dan

    jantung.

    2. Pentobartibal sodium (Nembutal) atau Secobarbital sodium untuk kelebihan

    dosis toksis (toxic overdose) atau idiosinkrasi.

    3. Benadryl atau Epinefrmn untuk kasus reaksi alergi.

    4. Succinycholin chloride untuk kasus konvulsi.

    6. Dislokasi Mandibula

    Dislokasi mandibula adalah setiap variasi dari posisi normal facies articularis suatu

    persendian

    Kruger (1984) menggambarkan dislokasi mandibula sebagai berikut. Selama gerak

    membuka mulut dapat teijadi keadaan dislokasi atau luksasi sendi temporo mandibulare

    karena kapsula dan ligamentum temporo mandibulare dalam keadaan cukup kendoruntuk

  • Universitas Gadjah Mada 26

    menggerakkan kondilus ke suatu titik di sebelah anterior eminentia articularis. Lalu otot-otot

    berkontraksi, mengejang dan mengunci kondilus pada posisi ini. Akibat keadaan ini

    penderita tidak dapat menutup rahang ke posisi oklusi normal.

    Dislokasi mandibula dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral; dapat pula

    terjadi secara spontan saat penderita membuka mulut terlalu lebar, misalnya pada saat

    seseorang menguap, selama dilakukan ekstrasi gigi, atau saat penderita menerima suntikan

    anestesi lokal.

    Bourgoyne membagi dislokasi mandibula menjadi 6 tipe, yaitu:

    1. Mandibula superior.

    2. Mandibula posterior.

    3. Mandibula medial.

    4. Mandibula lateral.

    5. Mandibula inferior.

    6. Mandibula anterior.

    Dan keenam tipe diatas, yang paling banyak dijumpai adalah dislokasi mandibula

    anterior. Pada umumnya dislokasi superior, posterior dan medial disertai dengan fraktur

    tulang. Tidak demikian pada dislokasi lateral, inferior dan arterior.

    Dislokasi mandibula yang terjadi sebagai akibat ekstraksi gigi yang paling sering

    adalah dan tipe anterior oleh sebab itu akan diuraikan di bawah ini.

    Dislokasi Mandibula anterior

    Penyebab:

    1. Tindakan ekstrasi gigi sethng dilakukan.

    2. Penderita menguap.

    3. Membuka mulut terlalu lebar pada pemasangan alat anestesi umum.

    4. Tertawa.

    Dislokasi anterior tersebut dapat pula disertai suatu fraktur tulang, tetapi keadaan itu

    jarang dijumpai. Ketika mulut dibuka, fasies anterior superior kaput kondilus terdesak ke

    muka berkontak dengan fasies inferior-distal eminensia artikularis. Apabila pada saat itu

    datang suatu tekanan, misalnya pada saat mulut dibuka terlalu lebar, kondilus terdesak ke

    muka lereng eminensia. Pada waktu itu terjadi kontraksi otot-otot penutup rahangsehingga

    kondilus terkunci di situ dan processus coronoideus terkunci di bawah processus

    zygomaticus. Rasa sakit yang timbul menyebabkan otot yang telah berkontraksi akan

    bertambah kuat kontraksinya. Oleh sebab itu usaha perawatan dislokasi ini sering

    mengalami kesukaran. Usaha ini disebut reduksi. Pada umumnya rasa sakit yang timbul itu

    berasal dari ligamentum yang tertarik dengan paksa.

    Diagnosis.

  • Universitas Gadjah Mada 27

    Dua tanda yang penting dalam mendiagnosa dislokasi anterior adalah:

    1. Mulut tidak dapat ditutup.

    2. Gerakan mandibula sangat terbatas, dan pada kasus dislokasi bilateral, mulut ditahan

    terbuka lebar. Pada kasus unilateral akan memberi gambaran asimetri dan mulut tidak

    terbuka selebar dislokasi bilateral.

    3. Penderita merasa sangat kesakitan.

    Dengan palpasi di daerah sendi rahang, terasa lekukan yang dalam karena kondilus

    tidak berada di tempatnya.

    Perawatan.

    Reduksi dislokasi mandibula anterior adalah sebagai berikut.

    1. Penderita didudukkan pada kursi gigi lalu kursi gigi diatur sampai pada kedudukan kursi

    gigi yang paling rendah.

    2. Kedua ibu jari tangan operator dibalut dengan handuk/kainkasa yang dimaksudkan

    sebagai pelindung terhadap gigitan yang terjadi tiba-tiba saat mandibula mengatup

    kembali pada posisi semula.

    3. Kedua ibu jari tangan dimasukkan ke dalam rongga mulut penderita untuk memegang

    gigi-gigi mandibula posterior di kedua sisi, dan keempatjan operator lainnya memegang

    dagu penderita (lihat gambar dibawah).

    4. Mandibula ditekan ke bawah pada gigi-gigi posterior dan tekan keatas pada dagu disertai

    tekkanan dorongan keseluruhan bagian mandibula ke belakang.

    5. Posisi operator, adalah berdiri di muka menghadap penderita. Pada umumnya prosedur

    ini mudah dijalankan tetapi kadang-kadang dijumpai keadaan yang sukar yaitu apabila

    terdapat hambatan dan kekejangan otot-otot penutup mulut. Pada kasus terakhir

    tersebut, maka diperlukan tindakan mengendorkan otot penutup mulut untuk

    memudahkan reduksi kondilus mandibula.

    Untuk mengendorkan otot-otot tersebut digunakan cara dengan suntikan anestesi

    umum dan bila perlu dibenkan obat relaksan otot (muscle relaxing drug).

    Johnson telah melaporkan bahwa beliau berhasil secara spontan mereduksi dislokasi

    persendian rahang (temporo mandibular joint) dengan memberikan suntukan anestesi

    infiltrasi lokal ke dalam otot yang berada di sekeliling kondilus. Cara yang dipakai Johnson

    tersebut tidak memerlukan manipulasi gerakan karena otot menjadi lemah untuk kemudian

    memudahkan kondilus dimasukkan kembali ke posisi normal dalam fosa glenoidea.

    Sebagai catatan bahwa kasus yang dikerjakan Johnson tersebut, bila dari tipe

    dislokasi mandibula yang bilateral maka penyuntikan anestesi dapat diberikan hanya pada

    satu sisi kondilus saja untuk mendapatkan reduksi yang bilateral.

  • Universitas Gadjah Mada 28

    Archer (1975) mengerjakan perawatan dislokasi mandibula bilateral. dengan

    penyuntikan anestesi lokal pada satu sisi atau kedua rongga persendian rahang. Penulis

    sendin mengerjakan perawatan dislokasi mandibula anterior denganjalan reduksi biasa.

    Hanya ada 2 kasus yang memerlukan penyuntikan pati rasa lokal.

  • Universitas Gadjah Mada 29

    DAFTAR PUSTAKA

    Archer, H.W., 1975, Oral and Maxillofacial Surgery, 5th ed., W.B. Saunders, University Book

    Publishing Co. Taipei Taiwan, The Republic of China.

    Kruger, G.O., 1989, Oral and Maxillofacial Surgery., 6th ed., The CV. Mosby Co., Saint Louis

    Toronto

    Peterson, L.J., 1998, Oral and Maxillofacial Surgery., 3rd ed., Mosby-Year Book Inc., Saint

    Louis.

    Thoma, K.H., 1969, Oral Surgery, 5th ed., The CV. Mosby Co. Saint Louis

    Thoma, K.H., and Gold man,H.M., 1960, Oral Pathology, 5th ed., The CV. Mosby Co., Saint

    Louis.