komunitas tionghoa dan perkembangan kota bandung b
TRANSCRIPT
~ 1 ~
Table of Contents
PERKEMBANGAN KOMUNITAS ETNIS TIONGHOA DAN KOTA BANDUNG .................................................... 2
GROOTE POSTWEG .......................................................................................................................................... 2
STATISTIK PENDUDUK ETNIS TIONGHOA DIKOTA BANDUNG .......................................................................... 5
JALAN KERETA API DAN PERKEMBANGAN KOTA BANDOENG .......................................................................... 7
PETA KODYA BANDUNG TAHUN 1955 ............................................................................................................ 16
KEADAAN STREETSCAPE KINI ......................................................................................................................... 18
PENUTUP ....................................................................................................................................................... 20
~ 2 ~
Perkembangan komunitas etnis Tionghoa dan kota Bandung
Gambar 1 Groote postweg, 1808. (Kompas, harian 15 Agustus 2008. Jakarta
Groote postweg. Ketika VOC bangkrut, kekuasaan pemerintahan dialihkan pada kerajaan
Belanda, kemudian ketika Belanda diduduki oleh Napoleon terbentuklah Republik Batavia
Belanda. Dikirimlah pada tahun 1808 governor general Herman Willem Daendels ke Hindia
Belanda.
)
Untuk kepentingan ekonomi dan pertahanan pulau Jawa terhadap kemungkinan serangan
Inggris ia memerintahkan membangun jalan raya sepanjang pulau Jawa, Anyer- Panarukan.1
Pekerjaan ini selesai dalam waktu 2tahun dengan menelan banyak korban masyarakat
yang dipaksa kerja
Disebut sebagai groote postweg, kelak jalan raya ini berfungsi menjadi jalan utama bagi
perkembangan kota-kota yang dilewatinya sepanjang pulau Jawa.
2. Setelah jalan raya ini selesai perjalanan berkuda dari Batavia sampai
Soerabaya dapat tercapai dalam 9 hari. Setiap 9km sepanjang jalan ini disediakan tempat
beristirahat dan penggantian kuda.3
Berbarengan dengan pekerjaan ini Daendels juga memerintahkan pada bupati Wiranata
Kusumah untuk memulai dibangunnya kota Bandoeng ditepi jalan raya tsb. Titik yang
ditunjukan oleh Daendels kini menjadi patok km 0(nol) Bandung. Sedangkan lahan kampung
berpenduduk yang paling tua di kota Bandung adalah Cikapundung kolot, Balubur, Babakan
Bogor( Kebun kawung), Cikalintu (Cipaganti)
4
1 Untuk penjelasan detail pemerintahan HW Daendels. lihat Clive Day, The policy and administration of the Dutch in Java. Halaman 148 dst.. The Macmillan, New York 1904. Reprinted Oxford University Press. KualaLumpur. 1972. 2 Pramudya Ananta Toer. Jalan raya pos, jalan Daendels. Lentera Dipantara. Jakarta.2008. 3 Lubis, Nina dkk. Sejarah kota-kota lama di Jabar. Halaman 139. Aquaprint Jatinangor. Bandung. 2000. 4 Kunto, Haryoto. Semerbak bunga di Bandung raya. Halaman 188. PT Granesia. Bandung. 1986.
~ 3 ~
Gambar 2 Patok km 0 (nol) Bandung.
Daerah Priangan sejak pemerintahan VOC telah dipolakan secara khusus tertutup bagi
para pendatang. April 1764 dikeluarkan larangan untuk etnis Tionghoa, Eropah atau pun
kelompok lain yang bukan penduduk asli Priangan untuk masuk, dengan ancaman hukuman
bagi yang melanggar.
Menurut catatan pada tahun 1809 hanya pemukim Tionghoa saja yang diijinkan berdagang
beras, dan didaerah ini tertutup untuk yang lain. Tahun 1810 mulai dibangun wijk kusus
hunian Tionghoa Chineesche kamp, disertai perintah bila ada penghuni yang tidak kembali
lagi pada hari yang sama, maka akan ditahanlah 10 keluarga Tionghoa.5
Keputusan diambil setelah terbukti warga Tionghoa berhasil memajukan kesejahteraan
dan perdagangan di daerah Kedu dan vorstenlanden sekitarnya. Tidak tercatat di Bandung
didaerah mana pemukiman awal ini terletak; tapi mungkin diperkirakan sebelah barat Alun-
alun Bandoeng. Profesor Dr. Godee Molsbergen memperkirakan pasar pertama dibanguni di
kampung Ciguriang, belakang Kepatihan sekarang; dibangun 1812
Pembentukan kampung kusus Tionghoa ini berdasarkan besluit tanggal 9 Juni 1810,
bersamaan dengan kota-kota lain dikeresidenan Priangan: Cianjur, Parakan muncang,
Sumedang, Sukapura, Limbangan dan Galuh.
Tujuan utama dikeluarkannya penunjukan daerah pecinan ini adalah dalam usaha untuk
memberdayakan tanah-tanah kosong yang tidak bisa ditanami kopi dan padi serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menggiatkan perdagangan.
6
Tahun 1821 Gubernur jendral GA van der Capellen mengeluarkan peraturan yang
melarang bangsa Belanda , Eropah dan asing lain untuk menetap atau berdagang di daerah
, dan terbakar ketika
terjadi huru hara pada pertengahan abad 19. Kemudian mereka berkumpul lagi dan berdagang
di sekitar Pasar Baroe.
5 Sandi Aminuddin Siregar. Bandung, the architecture of an city in development. Halaman 86. Disertasi Katholiekke Universiteit Leuven. 1990. 6 Prof. Dr. Ecb Godee Molsbergen, Mooi Bandoeng en de oude tijd. 1935.
~ 4 ~
Priangan(9 Januari 1821, staatsblad no. 6 tahun 1821) 7 ,Peraturan ini bertujuan agar
perdagangan kopi dapat tetap dikendalikan hanya oleh pemerintah Hindia Belanda8
Juga selama masa itu ada hambatan lain berupa peraturan Hindia Belanda yang berawal
dari tahun 1875, melarang penjualan tanah pertanian pribumi pada warga Tionghoa tetap
berlaku.
.
Baru pada tahun 1852 keresidenan Priangan dinyatakan terbuka oleh Hindia Belanda
bebas untuk para pedatang. Berbeda dengan kota-kota pesisir pantura Jawa dengan sejarah
lebih lama dan lebih terbuka untuk pendatang etnis Tionghoa; hampir selalu dapat ditemukan
daerah pecinan yang homogen, padat dan jelas batasannya, sedangkan didaerah Bandung-
Priangan ini bagi etnis Tionghoa adalah daerah terahir yang dapat dimasuki dan dihuni.
Sehingga periode sejarah yang singkat kurang meninggalkan jejak batas daerah tegas yang
mudah dilihat secara kasat mata.
Keadaan ini lebih meluas lagi setelah tahun 1911 ketika pemerintah Hindia Belanda
mencabut semua larangan yang membatasinya. Demikianlah hingga daerah pecinan di
Bandung hanya mempunyai sejarah yang singkat sampai saat Jepang masuk lalu dilanjutkan
dengan kemerdekaan Indonesia, batasan daerah pecinan menjadi sangat tersamar tidak terlalu
tegas.
9
7 Kunto, Haryoto. Wajah Bandoeng tempo doeloe. Halaman 17. PT Granesia. Bandung. 1984. 8 Clive Day, The policy and administration of the Dutch in Java. Halaman 234. The Macmillan, New York 1904. Reprinted Oxford University Press. KualaLumpur. 1972. 9 Tan, Mely G. Golongan etnis Tionghoa di Indonesia. Halaman 19. Leknas-LIPI & Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 1979.
Peraturan ini kemudian hari baru digantikan oleh peraturan agraria nasional pada
masa pemerintahan Soeharto.
Karena kegiatan utamanya bergerak dalam bidang perdagangan, komunitas Tionghoa
cenderung bermukim disekitar pusat simpul (node) transportasi, perhubungan (jalan raya,
jalan kereta api), setasiun kereta api dan pasar sebagai pusat perdagangan (Pasar Baroe ).
Ciri khusus lainnya hunian Tionghoa berupa deretan bangunan yang menyambung
sepanjang tepi jalan utama. Tempat berdagang dan tinggal bercampur, dinding muka masing-
masing unit dapat dibuka lepas pagi hari ketika berdagang dan ditutup kembali sore hari
ketika kegiatan berhenti,(dinding muka ruko demikian disebut: tiam tang,dian chuang 店
窗, bagian belakang atau lantai atas berfungsi untuk tempat tinggal (ruko horisontal atau
vertikal).
~ 5 ~
Statistik penduduk etnis Tionghoa dikota Bandung. Tahun Pribumi Eropa Tionghoa Gol Lain Sumber
footnote
Keterangan
Tionghoa Peranakan
1812-1813 203.042 34 107 51 279 10
Batavia &
Priangan
1815 243.268 _ 180 _ _ 11 Priangan
1846 11.136 9 13 _ 35 12 Bandoeng
1874 _ _ 6 keluarga _ _ 13 Bandoeng
1889 _ _ 1.000 _ _ 14 Bandoeng
1901 _ _ 2.530 _ _ 15 Bandoeng
1905 _ _ 3.800 _ _ 16 Bandoeng
1906-1910 _ _ 3.704 _ _ 17 Bandoeng
tabel 1 Penduduk Bandoeng, data dari beberapa sumber. (1812-1910)
Tahun Pribumi Eropa Tionghoa Arab Gol. Lain Jumlah
1889 16.424 339 974 263 18.000
1890 16.656 467 923 68 17.114
1891 19.240 591 1.140 69 21.040
1892 19.370 601 1.150 60 9 21.190
1893 22.000 548 1.182 69 1 23.800
1894 22.754 724 1.453 57 24.988
1895 23.731 968 1.756 59 26.514
1896 26.247 1.134 1.958 43 29.382
1897 24.000 800 1.800 60 26.660
1900 24.748 1.522 2.630 43 20 28.963
1905 41.400 2.200 3.700 100* 47.400
1906 41.493 2.199 3.704 98* 47.194
tabel 2 Penduduk Bandoeng 1889-1906.18
* mungkin termasuk timur asing lainnya.
10 Thomas Stamford Raffles. History of Java. Halaman I/62. Printed for Black,Parbury and Allen. London1817 11 Thomas Stamford Raffles. History of Java. Halaman I/63. Printed for Black,Parbury and Allen. London1817. 12 Kunto, Haryoto. Semerbak bunga di Bandung raya. Halaman 832. PT Granesia , Bandung. 1986. 13 Sandi Aminuddin Siregar. Bandung, the architecture of an city in development. Halaman 142. Disertasi Katholiekke Universiteit Leuven. 1990. 14 RPGA Voskuil. Bandoeng, beeld van een stad. Halaman 28. Asia Major. Purmerend 1996 15 Kunto, Haryoto. Semerbak bunga di Bandung raya. Halaman 413. PT Granesia. Bandung. 1986. 16 RPGA Voskuil. Bandoeng, beeld van een stad. Halaman 28. Asia Major. Purmerend 1996 17 Tan, Mely G. Golongan etnis Tionghoa di Indonesia. Halaman XII. Leknas-LIPI & Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 1979. 18 Lubis, Nina dkk. Sejarah kota-kota lama di Jabar. Halaman 127. Alquaprint Jatinangor. Bandung. 2000.
~ 6 ~
tabel 3 Penduduk Bandoeng 1905 – 1929. Kelompok etnis Tionghoa termasuk dalam “vreemde oosterlingen”
(Kunto, Haryoto. Semerbak bunga di Bandung raya. Halaman 824. PT Granesia. Bandung. 1986.)
Kemudian lingkungan kawasan dilengkapi dengan klenteng sebagai tempat aktifitas dan
ibadat komunitas Tionghoa. Hunian bagi komunitas etnis Tionghoa yang intens demikian
berakibat membentuk lingkungan kusus bercirikan typo-morphological patrimonial yang
membedakannya dari bagian lingkungan kota lainnya19
Pada peta kota Bandoeng tahun 1882 telah terlihat bangunan sepanjang Pangeran
Soemedang weg (sekarang jl. Otista) dan Groote postweg( sekarang jl AA dan jl. Jend.
Soedirman) berupa deretan pertokoan yang dimiliki oleh pengusaha pribumi yang tinggal
disekitar pasar Baroe yang dikenal sebagai “saudagar Bandoeng”, “orang pasar”, “mandoran”
menurut cerita rehrean urang pasar ini adalah keturunan prajurit dan senapati Pangeran
Diponegoro yang mengungsi, banyak diantaranya berdagang kain batik dari Jawa tengah.
. Dengan bangunan berlanggam gaya
arsitektur dari tempat asalnya di Tiongkok.
20
19 Sandi Aminuddin Siregar. Bandung, the architecture of an city in development. Halaman 28-30, 37. Disertasi Katholiekke Universiteit Leuven. 1990. 20 Kunto, Haryoto. Semerbak bunga di Bandung raya. Halaman 832-856. PT Granesia , Bandung. 1986.
~ 7 ~
Jalan kereta api dan perkembangan kota Bandoeng.
Kehidupan kota Bandoeng sangat erat berhubungan dengan perkembangan perkebunan
sekitarnya, ketika pemodal swasta masuk ke daerah Priangan setelah peraturan Cultuurstelsel
secara bertahap dihapuskan. Dalam rangka ini pada tahun 1870 dikeluarkan peraturan agraria
Hindia Belanda dan berdatanganlah para pemodal Eropah (Preanger planters) memulai
perkebunan kina, teh, karet, coklat disamping penanaman kopi yang sebelumnya diharuskan
tanam paksa oleh pemerintahan kolonial Belanda. Para pemukim inilah yang menghidupkan
kota Bandung sebagai kota berahir pekan mereka.
Gambar 3 Peta Bandoeng, 1825. (RPGA Voskuil. Bandoeng, beeld van een stad. Halaman 22. Asia Major. Purmerend
1996.)
Pada tahun 1869-1873 jalan kereta api dibangun antara Batavia dan Buitenzorg ( Bogor),
lalu tahun 1879 mulai diperpanjang melewati Bandoeng sampai Cicalengka ( selesai tahun
1884 ) dan disambung ke Garoet tahun 1889. Buitenzorg - Soekaboemi selesai tahun 1882,
kemudian Buitenzorg- Cianjoer 1883, tahun 1884 Cianjoer- Bandoeng tersambung pula.
Dengan demikian Bandoeng – Batavia telah dapat langsung ditempuh via Bogor.
Sarana ini turut mempercepat perkembangan kota Bandoeng dengan lancarnya perniagaan
ekspor barang hasil pertanian perkebunan pedalaman Priangan yang dikirimkan kepelabuhan
Tanjung Priok dan barang-barang kebutuhan warga Bandoeng pun dapat dengan mudah
didatangkan.
~ 8 ~
Kemudian tahun 1906 dibukalah jalan kereta api Bandoeng-Batavia melewati Padalarang
–Karawang yang lebih mempersingkat waktu tempuh antara kedua kota.21 Dalam rangka
pembangunan jalan kereta api ini Belanda banyak mendatangkan tenaga kerja etnis
Tionghoa.22
Gambar 4 Bandoeng 1825. Digambar ulang.(Kunto, Haryoto. Wajah Bandoeng tempo doeloe. Halaman 183. PT
Granesia. Bandung. 1984.)
Gambar 5 Gudang Tjirojom, Paskal Hypersquare sekarang. (S.A. Reitsma. Gedenkboek der Staatsspoor- en
tramwegen in Nederlandsch-Indie. 1875-1925. Halaman 171. Topografische inrichting. Weltevreden. 1925.)
Gambar 6 Kegiatan bongkar muat di Ciroyom. (S.A. Reitsma. Gedenkboek der Staatsspoor- en tramwegen in
Nederlandsch-Indie. 1875-1925. Halaman 181. Topografische inrichting. Weltevreden. 1925.)
21 Sandi Aminuddin Siregar. Bandung, the architecture of an city in development. Halaman 90-92. Disertasi Katholiekke Universiteit Leuven. 1990. 22 Kunto, Haryoto. Semerbak bunga di Bandung raya. Halaman 362. PT Granesia. Bandung. 1986.
~ 9 ~
Gambar 7 Peta Bandoeng, 1882. (RPGA Voskuil. Bandoeng, beeld van een stad. Halaman 29. Asia Major.
Purmerend 1996.)
Gambar 8 Peta 1888 , 1889 sejarah jalan kereta api ke Bandoeng. (S.A. Reitsma. Gedenkboek der
Staatsspoor- en tramwegen in Nederlandsch-Indie. 1875-1925. Halaman 72. Topografische inrichting.
Weltevreden. 1925.)
~ 10 ~
Gambar 9 Peta 1913, 1925 sejarah jalan kereta api ke Bandoeng. S.A. Reitsma. Gedenkboek der Staatsspoor-
en tramwegen in Nederlandsch-Indie. 1875-1925. Halaman 73. Topografische inrichting. Weltevreden. 1925.
Gambar 10 Setasiun kereta api Bandoeng 1926, 1884,( RPGA Voskuil. Bandoeng, beeld van een stad. Halaman 124.
Asia Major. Purmerend 1996.)
Gambar 11 Setasiun kereta api Bandoeng dibangun ulang 1928.
~ 11 ~
Dan tugu SS (Staats Spoorwagen) ultah 50 tahun ( 5 Juni 1926, perencana oleh Ir. EH de Roo) dengan lampu
listrik, merupakan titik ordinat pemetaan triangulasi kota Bandoeng. Sekarang diganti monument lokomotif
kecil.
Gambar 12 Setasiun kereta api, foto uidara.
Jalan kereta api bersilangan dengan jalan Pasirkaliki 1925. Sudut kanan perempatan pertemuan berupa
gedung gudang Ciroyom yang sekarang digunakani sebagai Paskal Hypersquare. (S.A. Reitsma. Gedenkboek
der Staatsspoor- en tramwegen in Nederlandsch-Indie. 1875-1925. Halaman 45. Topografische inrichting.
Weltevreden. 1925. )
Pada tahun 1856 gubernur jendral Charles Ferdinand Pahud memindahkan ibukota
keresidenan Priangan dari Cianjur ke Bandoeng, gagasan ini baru terwujud pada tahun 1864
bertepatan dengan letusan gunung Gede, residen van der Moore pindah disertai sekretaris,
komisaris, mantri kesehatan, guru dan notaris23
23 Kunto, Haryoto. Wajah Bandoeng tempo doeloe. Halaman 18. PT Granesia. Bandung. 1984.
.
~ 12 ~
Lalu pada tahun 1894 Balai besar kereta api pindah ke Bandoeng, disusul 1898 pabrik
senjata, mesiu dan ACW (artillerie constructie winkel) kedaerah Kiaracondong sekarang dari
Soerabaia. Setelah sebelumnya 1896 dibangun pusat militer di daerah Cimahi arah barat
kota Bandoeng. Semuanya menyumbang pada perkembangan kota.24
Disekitar setasiun kereta api tumbuhlah usaha yang menunjang perjalanan hotel-hotel,
restoran dan toko. Awal abad ke 20, pada tahun 1919 direncanakan Bandoeng sebagai
ibukota Hindia Belanda. Dimulailah dengan perencanaan kota yang lengkap dan
pembangunan berkembang. Diantaranya dalam pelaksanaan ketika membangun Gedung Sate;
Belanda juga mendatangkan para tenaga ahli bangunan etnis Tionghoa.
Gambar 13 Pintu masuk utama Pasar Baroe 1930.( RPGA Voskuil. Bandoeng, beeld van een stad. Halaman 123. Asia
Major. Purmerend 1996.)
Gambar 14 Pasar Baru 2008.
Gambar 15 Pasar Baru 1984. (Kunto, Haryoto. Wajah Bandoeng tempo doeloe. Halaman . PT Granesia.
Bandung. 1984.)
24 Kunto, Haryoto. Semerbak bunga di Bandung raya. Halaman 835. PT Granesia , Bandung. 1986.
~ 13 ~
Gambar 16 Pasar Baroeweg dari pintu kereta api ke selatan 1910.( RPGA Voskuil. Bandoeng, beeld van een stad.
Halaman 123. Asia Major. Purmerend 1996.) Gambar 17 trotoar sudah dibangun. (http://djawatempodoeloe.multiply.com/photos )
Gambar 18 Jl Otista 2008, pintu kereta api, kearah selatan.
Gambar 19 Pasar baroe 1880.
Gambar 20 Pangeran Soemedangweg (Otista sekarang) ke-utara kearah kediaman residen 1890.( RPGA Voskuil.
Bandoeng, beeld van een stad. Halaman 123. Asia Major. Purmerend 1996.)
~ 14 ~
Gambar 21 Toko ABC. SudutPasarbaroeweg dan jl. pasar selatan.
(http://djawatempodoeloe.multiply.com/photos )
Gambar 22 Bangunan sudut toko ABC sudah dibangun baru.
Gambar 23 ABCweg kearah Pasar Baroeweg (toko ABC) 1940. (RPGA Voskuil. Bandoeng, beeld van een stad.
alaman 124. Asia Major. Purmerend 1996.) Gambar 24 Lokasi bekas toko ABC sekarang.
Gambar 25 Toko Ang Sioe Tjiang pertengahan Pasar Baroeweg 1925. (RPGA Voskuil. Bandoeng, beeld van een
stad. Halaman 124. Asia Major. Purmerend 1996.)
~ 15 ~
Gambar 26 Sudut Raceplein weg-Groote postweg. (http://djawatempodoeloe.multiply.com/photos)
Gambar 27 Sudut jl Otista – jl.Jend Soedirman, sekarang. (http://djawatempodoeloe.multiply.com/photos)
Gambar 28 Toko Soekaboemi Sudut Pasarbaroeweg-Soeniaradjaweg.
(http://djawatempodoeloe.multiply.com/photos)
Gambar 29 Sudut Jl.Otista-Suniaraja, sekarang.
Pada tgl 21 Februari 1906 kota Bandoeng memperoleh status “Gemeente” dengan
Burgemeester pertama B. Coops. Untuk mengevaluasi kondisi Bandoeng pemerintah
Hindia Belanda membentuk “ Commissie voor de Beoordeeling van de uitbreidingsplannen
der Gemeente Bandoeng “ dipimpin oleh E.H. Karsten. Dalam laporan no.4 , tgl. 12 Agustus
1919, disebutkan kegiatan ekonomi kota Bandoeng sangat terpusat di daerah Chineezenwijk (
Pecinan ) sekitar Pasar Baroe.
Perputaran usaha di Pasar Baroe 5 kali dari pergerakan di Pasar Andir atau Pasar
Kosambi. Juga kepala dinas kereta api menyampaikan laporan bahwa 80% penumpang
kereta yang turun disetasiun Bandung setiap hari adalah para commuters .
Sehingga Karsten diantaranya mengajukan usulan yang dilaksanakan untuk membagi dan
memudahkan para penumpang kereta turun sedekat mungkin pada tujuan, dibangunlah halte
kereta api di Andir, Ciroyom, Cikudapateuh, Kiaracondong, Jl.Jawa, Jl.Karees (Gatsu
sekarang).
~ 16 ~
Peta kodya Bandung tahun 1955 , terlihat pada beberapa kawasan kota terdapat beberapa
nama jalan yang berkaitan erat dengan sejarah perkembangan kota bercirikan etnis Tiong
Hoa.
Gg Gwan An( developer Kok Gwan & Kok An), sekarang Jl. Kerta Laksana. Menurut
referensi Poey Kok Gwan adalah seorang hartawan di Bandoeng, pada zamannya aktif
dalam berorganisasi dalam masyarakat Tionghoa, THHK (pendidikan), Siang hwe (
kumpulan perdagangan), direktur Koran “Sin Bin” (1925), anggota dewan regentschapsraad
Bandoeng, Khong Kauw Tjong Hwe ( keagamaan), Hok Gie Hwe (paguyuban), Chineesche
werkloozenfonds . Lahir di Bandoeng tgl 18 –12-1886, meninggal 3 Mei 1964. Mengetahui
banyak mengenai kebudayaan dan filsafat Tionghoa25
Kawasan Yap Lun . sekarang jl. Gabus, jl. Jambal, jl. Kakap. Dari penelusuran tercatat
Yap Loen seorang pengusaha tekstil dan properti. Aktif dibanyak organisasi Tionghoa,
THHK ( pendidikan), Siang hwe ( perdagangan), Hong Hoat Tong ( paguyuban), anggota
dewan regentschapsraad Bandoeng, lahir 1874 di Batavia, ( menurut cucunya lahir di
Tiongkok ?), kembali ke Jawa pada usia 12 tahun, awalnya sebagai pedagang kain keliling.
Menjadi kaya raya ketika pecah perang dunia ke 1 (1914-1918). Karena impor kain dalam
jumlah besar dari Jepang, pada saat Eropah berperang sehingga tidak mampu mensuplai ke
Hindia Belanda. Menjadi developer Gg. Luna ( Lun-An; Yap Lun & Kok An),didaerah jl
Waringin, Pasar Andir. Disebut sebagai kompleks Yap-lun, Yaploen straat, Yaploen plein.
Terdiri dari sekitar 130 buah rowhouse ruko satu lantai
. Mengusahakan perumahan di daerah
Gedung delapan , Gedung Sembilan dan sekitarnya. Pabrik beras di Jawa Barat, pabrik mesin
dan gelas “Kong Liong” didaerah Kerta Laksana sekarang. Daerah Kong Liong ( 2
bersaudara Kong Seng & Liong Seng, putera Kok An). Sekarang jl. Kerta Laksana, sekitar
400 unit rumah.
26
Jl. Tamblong . menurut catatan tahun 1874 ketika pennduduk Tionghoa baru 6 keluarga,
ada pengrajin mebel suku Konghu bernama Tam Long , dipakai nama jalan disisi timur
hotel Preanger
khas Tionghoa. Perusahaan
pengembangnya : “Jap Loen & Co. “ dan “NV Bow Mij Tjoan Seng.”
27
25 Tan Hong Boen. Orang-orang Tionghoa jang terkemoeka di Java. Halaman 180. The Biographical centre. Solo. 1935. Setyautama, Sam. Tokoh-tokoh etnis Tionghoa di Indonesia. Halaman:312. KPG. 2008. 26 Tan Hong Boen. Orang-orang Tionghoa jang terkemoeka di Java. Halaman 185. The Biographical centre. Solo. 1935. Setyautama, Sam. Tokoh-tokoh etnis Tionghoa di Indonesia. Halaman:101. KPG. 2008. 27 Kunto, Haryoto. Semerbak bunga di Bandung raya. Halaman 833. PT Granesia , Bandung. 1986.
~ 17 ~
Jl. Yo Sun Bie, sekarang jl. Mayor Sunarya . Yo Sun-bie ( 1870 -1968 ) lahir di Changpu,
Fujian. Sampai di Batavia tahun 1891, dan mulai berdagang tekstil 1895. Mendirikan pabrik
tenun “Sin I Seng” dan pabrik sagu di Malngbong “ Jo Sun Bie Kongsie”. Membangun ruko
2 lantai disekitar Pasar baru, Jl Jo Sun Bie. Aktif di organisasi CHCH ( paguyuban) , THHK
(pendidikan), Siang Hwe (perkumpulan perdagangan), simpatisan Dr. Sun Yat Sen.
Mengalami interniran semasa pendudukan Jepang. Mendirikan sekolah “Soen Bie” dan
menyumbang jalan di Fujian. Meninggal di Bandung.28
( Seorang putera angkatnya adalah
Yo Giok Sie industriawan textil Bandung besar th 1950an, pabriknya BTN Badan Tekstil
Nasional ),
Gambar 30 Peta Bandung 1955.
Gambar 31 Gg. Sow Tjin Kie, Gg. Gwan An. Gambar 32 Kompleks Jap-Lun, Gg. Luna, Gg. Kam Soei.
28 Setyautama, Sam. Tokoh-tokoh etnis Tionghoa di Indonesia. Halaman:104. KPG. 2008.
~ 18 ~
Gambar 33 Gg. Sim Tjong, Gg. Kompato Sianto. Gambar 34 Jl. Pecinan Lama, Jl. Jo Soen Bie.
Gambar 35 Jl. Jun Liong.
Keadaan streetscape kini pada beberapa lingkungan hunian historis etnis Tionghoa.
Suasana sekarang di jalan Pecinan Lama, Pasar Utara, Belakang Pasar, Pasar Barat, kompleks
Yaplun, jendral Sudirman. Terlihat suasana ditepi jalan jalan-jalan sekitar Pasar Baru telah
berubah sama sekali. Bangunan yang ada sebagian besar merupakan perbaruan dengan
langgam arsitektur masa kini .
Bangunan-bangunan historis era kolonial hampir hilang semuanya. Tidak lagi dapat
dilihat suasana pecinan dahulu. Yang masih dapat ditemui adalah suasana kesibukan
perdagangan pada hari-hari kerja, disertai kemacetan lalu lintas disepanjang jalan-jalan ini.
Kemungkinan besar perkembangan demikian (perubahan menjadi bangunan-bangunan
berlanggam mutahir) merupakan imbas dari pembangunan renovasi bangunan Pasar-baru
sendiri sebagai bangunan utama yang menentukan lingkungannya . Sedikitnya bangunan
pasar ini sejak era kemerdekaan sampai sekarang telah dua kali dibongkar total dan dibangun
~ 19 ~
baru kembali. Setiap terjadi hal ini selalu diikuti oleh renovasi bangunan para penghuni di
jalan sekeliling bangunan Pasar-baru tsb.
Tetapi pada daerah kompleks Yap-Lun masih dapat dilihat suasana seolah-olah waktu
telah berhenti pada masa kolonial dahulu. Bangunan ruko satu lantai berderat sebagian besar
tanpa perubahan berarti. Suasana khas daerah pecinan, disain dinding muka toko dari
konstruksi kayu yang dapat dibuka ketika siang hari, sore hari dapat dipasang kembali.
Merubah ruang depan ruko sebagai ruang terbuka umum untuk aktifitas perdagangan. Ketika
malam tiba kembali menjadi hunian pemilik toko. Bangunan sempit yang memanjang
kedalam. Atap menerus sepanjang barisan ruko. Beberapa wuwungan masih terlihat
berbentuk melengkung.
Daun pintu yang terbelah setengah tinggi. Aroma khas pasar selalu melingkupi lingkungan
ini, disebabkan ikan asin yang dijajakan para pedagang, bercampur sisa-sisa sayur dagangan,
dan lingkungan yang tergenang air disebabkan buruknya sistim drainase kota didaerah ini.
Berdekatan dengan kompleks ini terdapat Pasar Andir yang merupakan pasar tradisional
dengan masa bangunan yang sangat menentukan suasana sekitarnya. Pasar ini baru saja
mengalami perombakan total beberapa waktu y.l.
Bila berkaca pada suasana dilingkungan Pasar-baru sekarang, besar kemungkinan ini akan
berimbas juga pada bangunan lain disekelilingnya. Terutama bila pihak Pemda berwibawa,
mampu dan dapat mengembalikan fungsi jalan dan trotoar sebagai peruntukan sebenarnya.
Suasana yang kacau sekarang jelas sangat menghambat gerak dan niat para pemilik rumah
disekitarnya, para PKL dapat semena-mena berdagang memenuhi seluruh trotoar dan badan
jalan dari subuh sampai malam hari.
Dari segi sebagai suatu heritage lingkungan, kondisi situasi kompleks Yaplun sekarang
adalah satu kesempatan untuk dapat preservasi suasana dahulu. Bila Pemda dapat membuat
suatu rencana yang integral menyeluruh sebagai suatu kawasan hunian Tionghoa, daerah ini
mungkin dapat dikembangkan menjadi suatu daerah tujuan wisata baru.
Para penghuni akan dapat memperbaharui kehidupan setempat, rejunivication. Mirip
seperti China-town dibanyak kota-kota besar dunia. Suatu ide yang ambisius tetapi bukan
tidak mungkin dapat dilaksanakan.
~ 20 ~
Penutup
Sejarah hubungan Tiongkok dan Nusantara sudah tercatat selama +/_ 2200 tahunan ,
disamping temuan arkeologis lainnya yang berusia lebih lama lagi. Para emigrant Tionghoa
secara kontinu meninggalkan tempat asalnya mayoritas berasal dari Tiongkok Selatan.
Gelombang immigrant ini mencapai pulau Jawa, khususnya Batavia dengan menumpang
kapal-kapal dagang junk, mereka merantau karena alasan ekonomi demi mencari kehidupan
yang lebih baik dibanding di tempat asal.
Pada beberapa periode juga disebabkan alasan politis dan terjadinya peperangan di
daratan Tiongkok. Awal VOC berusaha di Nusantara kelompok ini sangat dibutuhkan sebagai
pekerja dalam membangun, bertani dan perdagangan kepedalaman. Tetapi kondisi berbalik
ketika pendatang mengarus menjadi tidak terkendali, hingga menimbulkan kekwatiran akan
menggoyahkan kekuasaan VOC29
29 Kemasang, ART. Overseas Chinese in Java and their liquidation in 1740. Southeast Asian Studies, vol. 19, no.2, September 1981. Halaman 123-146. Kyoto University. Japan.
.
Dimulai pengaturan tempat hunian kelompok etnis yang menimbulkan pecinan di kota-
kota pulau Jawa. Lingkungan yang bernuansa khusus berlanggam arsitektur Tionghoa,
dominan bangunan ruko satu lantai berderet, row-house shop-house bagi warga kebanyakan,
memanjang dengan sisi muka langsung menempel pada tepi jalan umum. Konstruksi kayu
dinding muka yang dapat dibuka pada siang hari untuk berusaha dan ditutup kembali ketika
sore tiba; dinding muka ruko demikian disebut: tiam tang, dian chuang 店窗.
Dengan wuwungan atap bangunan yang menanjak dikedua ujung akhir. Kadang dibangun
juga beberapa rumah dalam ukuran besar bagi warga kaya yang menjadi pimpinan kelompok
Tionghoa setempat.
Kawasan biasa dilengkapi dengan klenteng tempat aktifitas komunitas dan beribadat,
dengan ciri arsitektur yang mutlak mengacu bangunan asli serupa dari tempat asalnya.
Dikota Bandung sesuai sejarah berkembangnya kota, peran serta kelompok etnis
Tionghoa ini terekam juga dalam nama-nama jalan. Mereka membangun hunian di daerah
tersebut dengan langgam arsitektur khusus. Karena kendala waktu; tulisan ini hanya sempat
menelusuri beberapa diantaranya.
Nama jalan lain yang dapat diteliti lebih lanjut sejarah dan peran mereka dalam
perkembangan kota Bandung a.l. : Jl. Kompato Sianto, Gg. Sow Tjin Kie, Gg. Sim Tjong,
Gg. Kam Soei, Jl. Kelenteng, Gg Tan Tie Wan, Gg. Lim Siong, Gg. Ong Toa Tin, Jl.
Pecinan lama, kampung Pecinan, Jl. Yun Liong ( Chineese Luitennant).
~ 21 ~
Para tukang bangunan beretnis Tionghoa banyak dimanfaatkan dalam pembangunan kota
Bandoeng oleh pemerintahan kolonial Belanda, diantaranya pembangunan gedung Sate dan
pembangunan jalan kereta api.
Perkembangan terahir pada daerah-daerah hunian Tionghoa ini sudah mengalami
perubahan yang sangat drastis, beberapa diantaranya suasana dari arsitektur bangunannya
tidak lagi memberi kesan sebagai pecinan. Tetapi didaerah kompleks Yaplun masih sangat
kental suasana hunian pecinan zaman kolonial dulu. Untuk daerah demikian mungkin dapat
dipikirkan sebagai suatu daerah preservasi arsitektur dan lingkungan yang dapat
dimanfaatkan untuk tujuan wisata. dan dan kawasan historis.