konflik di krimea - syamina.org - bekerja mencegah kezaliman · oleh sistem sivash laguna dangkal....
TRANSCRIPT
1
SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014Laporan Bulanan
KoNfLIK dI KrIMEA NASIB MuSLIM TATAr KrIMEA
ABouT uS
Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis. Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami, kirimkan e-mail ke: [email protected].
Seluruh laporan kami bisa didownload di website: www.syamina.org
Dalam beberapa bulan belakangan ini telah terjadi konflik di Krimea, sebuah wilayah otonomi khusus yang merupakan bagian dari
Ukraina. Konflik tersebut melibatkan Ukraina, Krimea dan Rusia. Konflik terjadi karena adanya tarik ulur kepentingan antara fihak-fihak yang bertikai. Secara umum ada tiga opsi kepentingan yang menyebabkan pertikaian di Krimea: keinginan untuk mempertahankan Krimea tetap sebagai bagian Ukraina, keinginan untuk menjadikan Krimea sebagai bagian Rusia, dan keinginan untuk menjadikan Krimea sebagai negara yang merdeka. Konflik yang terjadi di Krimea tidak lepas dari sejarah perjalanan hubungan politik antar negara di sekitar wilayah tersebut dan kondisi demografis di Krimea.
Nasib Muslim Tatar Krimea 1
Perjuangan Uighur di Xinjiang Melawan China 19
Etika Perang dalam Islam 32
2
Laporan Bulanan SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014
Wilayah Krimea dihuni oleh 3 etnik utama yaitu Rusia (59%), Ukraina (20%), Tatar Krimea (15%) dan sisanya etnik lain (6%)1. Media massa saat ini lebih banyak menyorot pertikaian antara etnik Rusia dan Ukraina yang mempunyai kepentingannya masing-masing. Etnik minoritas Tatar Krimea yang Muslim seolah terjepit diantara kepentingan 2 etnik lainnya di Krimea. Padahal dahulu etnik Muslim Tatar Krimea merupakan mayoritas, pernah berkuasa di wilayah tersebut selama beberapa abad dan menjadikan semenanjung ini sebagai salah satu pusat budaya Islam.
Komposisi etnik di Krimea
Kondisi Geografis, Iklim, Ekonomi dan
Pemerintahan di Krimea
Krimea merupakan wilayah yang berada di
daerah selatan Ukraina di Semenanjung Krimea.
Wilayah ini dikelilingi oleh Laut Hitam disisi barat-
selatan dan laut Azov disisi timur dan mencakup
hampir seluruh wilayah semenanjung itu dengan
pengecualian Sevastopol, sebuah kota yang saat ini
sedang diperdebatkan oleh Rusia dan Ukraina. Luas
wilayah Krimea adalah 26.100 km persegi. Krimea
berbatasan dengan distrik Kherson (Ukraina) di
utara dan dipisahkan dari Krasnodarsky Kray (Rusia)
oleh Selat Kerch disebelah timur.
1 Public Opinion Survey Residents of the Autonomous Republic of Crimea May 16 – 30, 2013, dimuat pada laman http://www.iri.org/sites/default/files/2013%20October%207%20Survey%20of%20Crimean%20Public%20Opinion,%20May%2016-30,%202013.pdf, diakses pada 26 April 2014.
Semenanjung Krimea dipisahkan dari Ukraina
oleh sistem Sivash laguna dangkal. Garis pantai
Krimea berliku-liku dan terdiri atas beberapa teluk
dan pelabuhan. Topografi Krimea relatif datar
karena sebagian besar semenanjung ini terdiri dari
padang rumput semi kering atau padang rumput
tanah. Pegunungan Krimea terletak di sepanjang
pantai tenggara semenanjung itu.
Semenanjung Krim (Crimea) yang menjadi wilayah Ukraina, namun merupakan basis militer utama Rusia di Laut Hitam
(istimewa)
Ibu kota Republik Otonomi Krimea adalah
Simferopol. Beberapa kota utama yang ada di
Krimea adalah Feodosia, Kerch, Sevastopol,
Simferopol, Sudak, Yalta, dan Yevpatoria.
Pantai selatan Krimea memiliki iklim sub-
Mediterania, dengan musim panas yang kering
panas dan musim dingin ringan yang lembab
hangat. Suhu rata-rata di musim panas (Juli) +23,0°
sampai +24,5° dan di musim dingin (Januari) +2,0°
sampai +4,0°. Curah hujan tahunan di pantai selatan
Krimea adalah sekitar 350-650 (mm). Daerah ini
memiliki 250-300 hari bersinar matahari per tahun.
Bagian pegunungan yang memisahkan pantai
selatan Krimea dari bagian tengah Krimea memiliki
iklim benua ringan yang hangat dengan musim
panas ringan yang lembab dan musim dingin yang
dingin lembab.
3
SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014Laporan Bulanan
Bagian tengah dari Krimea memiliki iklim stepa
benua ringan dengan musim panas yang kering
panas dan musim dingin yang dingin lembab. Suhu
rata-rata di musim panas (Juli) +22,0° sampai +23,5
° dan di musim dingin (Januari) -2,3° sampai - 0,0°.
Curah hujan tahunan di bagian tengah dari Krimea
adalah sekitar 340-480 (mm).2
Perekonomian Krimea utamanaya didasarkan
pada pariwisata dan pertanian. Kota Yalta adalah
tempat tujuan wisata yang terkenal di Laut Hitam
bagi orang-orang Rusia, demikian juga dengan
Alushta, Eupatoria, Saki, Feodosia dan Sudak.
Produk pertanian utama Krimea adalah biji-bijian,
sayuran dan anggur. Pemeliharaan ternak sapi,
ayam dan domba juga merupakan sumber ekonomi
yang penting. Krimea memiliki beberapa sumber
alam seperti garam, batu mulia, batu kapur dan
pasir besi.3
Krimea telah menjadi bagian dari Ukraina sejak 1954. Pemimpin Uni Soviet saat itu, Nikita Khrushchev “memberikan” wilayah ini pada Ukrania yang kemudian menjadi bagian dari Uni Soviet hingga negara ini bubar pada 1991. Sejak saat itu, Krimea menjadi wilayah semiotonom dari negara Ukraina yang memiliki ikatan politik kuat dengan Ukraina, namun memiliki ikatan budaya yang kuat dengan Rusia.
Krimea memiliki badan legislatif sendiri -Dewan Tertinggi Krimea beranggotan 100 wakil rakyat- dan kekuasaan eksekutif yang dipegang Dewan Menteri yang dipimpin seorang ketua yang berkuasa atas persetujuan Presiden Ukraina. Pengadilan adalah bagian dari sistem peradilan Ukraina dan tidak memiliki otoritas otonom.4
2 http://www.crimeaconsulting.com/crimea.html, diakses pada 26 April 2014.3 http://en.wikipedia.org/wiki/Crimea, diakses pada 26 April 2014.4 http://www.antaranews.com/berita/422113/lima-fakta-kunci-tentang-krimea.
Sejarah bangsa Tatar Krimea
Tatar Krimea adalah penduduk asli Krimea
yang sejarahnya berawal sejak berabad-abad
yang lalu. Kekuatan dan wibawa bangsa Tatar
Krimea mencapai puncaknya sebagai Khanate
Krimea yang independen, yang muncul pada paruh
pertama abad ke-15 dan terus berlangsung sampai
1783. Selama lebih dari 300 tahun itu, ia menjadi
kekuatan utama dan memainkan peran penting
dalam internasional, maupun hubungan politik dan
militer di seluruh Eurasia.5
Penduduk Tatar Krimea
Dengan maksud untuk secara penuh memahami
sejarah Tatar Kremia perlu dilihat kembali
pendahulu Khanate Krimea, yaitu Golden Horde.
Golden Horde dibentuk oleh cucu Jenghis Khan,
Batu, meliputi wilayah yang luas pada apa yang
sekarang menjadi Rusia dan Ukraina, termasuk
semenanjung Krimea di selatan. Dalam beberapa
abad setelah kematian Batu, Krimea menjadi
tempat berlindung bagi calon-calon yang tidak
berhasil menduduki tahta Horde tersebut.6
5 The Crimean Tatars: Overview and Issues, Oktober 2009, dimuat pada laman http://www.unpo.org/images/2009_Presidency/crimean%20tatars,%20overview%20and%20issues,%20october%202009.pdf. 6 Brian Glyn Williams, The Sultan’s Raiders, The Military Role of the Crimean Tatars in the Ottoman Empire, The Jamestown Foundation, Washington, D.C., 2013.
4
Laporan Bulanan SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014
Pada tahun 1443, salah satu dari pesaing-pesaing ini, Haci Giray telah berhasil memisahkan diri dari Golden Horde dan mengangkat dirinya sendiri sebagai pemerintah independen pada sebagian Krimea dan area perbatasan dari stepa tersebut. Keturunannya memerintah di Krimea dengan beberapa pengecualian sampai akhir abad 17.
Sebagai salah satu dari banyak pecahan Golden Horde, Khanate Krimea, “lebih dari yang lain dalam melestarikan tradisi dan institusi Golden Horde”. Haci Giray, “keturunan Cingis Khan (Jengis Khan)”, menjalankan kekuasaan yang merdeka antara tahun 1420 sampai 1441. Ia mendirikan sebuah dinasti yang memerintah Khanate Krimea tanpa gangguan sampai tahun1783, pada saat aneksasi Rusia atas Krimea.7
Khanate Krimea yang berbagi semenanjung
Krimea dengan Genoa, mencoba untuk
mendapatkan kembali pelabuhan dan kota-kota
mereka di bagian selatan dan barat daya Krimea.
Dalam upaya ini mereka masuk ke dalam aliansi
dengan Khilafah Utsmaniyah yang relatif baru, yang
ingin merebut “mimpi berabad-abad Muslim dan
Turki tentang Konstantinopel, ibukota Kekaisaran
Romawi Timur.” Sejak dari situasi itu selamanya
berubah untuk Genoa, yang perdagangannya
tergantung pada selat yang kini dikendalikan oleh
Khilafah Utsmaniyah.
Pada tahun 1454, Tatar dan Turki membuat serangan yang gagal pada pelabuah Kefe; pada tahun 1475 mereka akhirnya merebutnya dari Genoa, hal itu memperkuat hubungan politik dan militer Krimea-Utsmaniyah di masa depan.8 Hubungan dan peran Khanate Krimea dengan
7 Igor Davydov, The Crimean Tatars and Their Influence on the ‘Triangle of Conflict’ — Russia-Crimea-Ukraine, Thesis Naval Postgraduate School, Monterey California, Maret 20088 Idem
Khilafah Utsmaniyah akan dijelaskan lebih rinci pada bagian berikutnya.
Khanate Krimea sangat kuat di awal keberadaannya. Namun, pada abad 17 dan 18 para khan ini mulai kehilangan kekuatan mereka karena ketidakstabilan domestik. Para pemimpin suku setempat, yang memperoleh kekayaan tertentu, kekuasaan politik dan militer, menjadi kurang tergantung pada khan, dan bertindak sendiri tanpa persetujuan khan.
Khilafah Utsmani kehilangan kekuatan di Eropa dan, sebaliknya, Rusia mendapatkan kekuasaannya. Rusia memiliki kepentingan untuk mendapatkan akses ke Laut Hitam dan, mengeksploitasi ketidakstabilan internal dan kelemahan Krimea, menyerangnya dan tahun 1774 memaksa khan di bawah pengaruhnya; dan kemudian pada tahun 1783, Krimea dianeksasi oleh kekaisaran Rusia.9
Setelah aneksasi itu, Catherine II membuat reorganisasi pemerintahan di Krimea. Itu bukan pengalaman pertama bagi Rusia untuk memerintah wilayah Muslim di kekaisaran Rusia: Kazan Tatar dan Bashkir Volga telah dianeksasi sebelum aneksasi Krimea. Untuk memenuhi keputusannya, Catherine mengadakan sensus di Krimea, sebuah studi sistem administrasi perpajakan Krimea, dan menunjuk Pemerintah Distrik Krimea yang baru didirikan Tavricheskaya oblast’, “area bekas Khanate Krimea dari Sungai Dnepr ke Taman (yang membentang jauh melampaui Semenanjung Krimea itu sendiri dan termasuk sepotong besar wilayah Ukraina sekarang).”
Sistem administrasi Khanate yang lama digantikan oleh sistem administrasi yang biasa berada dalam kekaisaran Rusia masa itu. Dalam hal agama, kebijakan Rusia akhir abad 16 dan 17 dimaksudkan untuk memberantas Islam dalam kekaisaran Rusia. Kemudian pada tahun 1773, Catherine sendiri yang
9 Idem
5
SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014Laporan Bulanan
tidak beragama, menerbitkan keputusan ‘Toleransi pada semua kepercayaan’, yang memungkinkan bangsa Tatar untuk mempraktekkan Islam.
Catherine memungkinkan masing-masing orang
Krimea “untuk mendapatkan kewajiban dan hak yang sama seperti yang didapatkan rekannya di Rusia.” Pada saat yang sama, ia membiarkan bagi mereka yang tidak ingin memiliki kewarganegaraan Rusia berangkat ke Kekaisaran Utsmaniyah. Diperkirakan bahwa selama dekade pertama setelah aneksasi, jumlah Tatar yang meninggalkan Krimea berkisar dari sekitar 20.000-30.000 sampai 150,000-200,000, dengan jumlah penduduk Tatar Krimea pra-aneksasi “sedikit kurang dari setengah juta.” Eksodus massal Tatar selama dekade terakhir dari Khanate Krimea (sejak 1772) dan dekade pertama setelah aneksasi telah meninggalkan sejumlah besar lahan kosong, yang selain berefek negatif pada demografi, juga memiliki beberapa efek negatif pada pertanian.
Di sisi lain, lahan bebas di negara yang
ditinggalkan itu telah menarik para penjajah. Pada
awal abad kesembilan belas, selain 8.746 orang
Rusia yang ada sebelumnya, sekitar “35.000 non-
Muslim telah menetap di semenanjung Krimea,
bekas Khanate Krimea, yang meliputi tanah dari
Dnestr ke sungai Kuban, yang hanya ditinggali
kurang dari 100.000 pemukim Rusia.”
Aneksasi Krimea merupakan peristiwa penting dalam sejarah Rusia. “Dengan menganeksasi Krimea, Rusia mencapai apa yang banyak dianggap sebagai perbatasan selatan ‘alami’ nya.” Nasionalisme Krimea abad kesembilan belas telah menyebar ke entitas Muslim lain dalam Kekaisaran Rusia dengan semakin meningkatnya perasaan anti-Rusia, yang disebabkan oleh tidak hormatnya Rusia terhadap budaya Tatar dan Russifikasi yang dipaksakan.
Selama revolusi Rusia 1917-1918 para nasionalis
Tatar meningkatkan klaim kemerdekaan mereka.
Perang Dunia pertama menyebabkan krisis dalam
identitas Tatar Krimea. Di satu sisi, Tatar yang
diwakili di Duma (parlemen), dalam eksekutif Rusia
mereka berpartisipasi dalam organisasi-organisasi
Muslim dan berjuang di barisan depan barat
Perang Dunia I. Di sisi lain, Kekaisaran Utsmaniyah
mendukung musuh Rusia di perang Dunia I dan
gagasan untuk melawan perang itu hampir tidak
dapat diterima.
Selama Perang Saudara Rusia dari 1918-1921,
Krimea adalah arena untuk berjuang kelompok-
kelompok yang berkepentingan. Tatar tidak
menerima pembela kepentingan mereka baik dari
Bolshevics maupun Whites, Tentara Relawan yang
terdiri dari mantan tentara tsar. Tidak ada pihak
yang tertarik untuk menyebabkan Krimea merdeka;
masing-masing dari mereka menginginkan Rusia
bersatu di bawah kekuasaan mereka sendiri.
Akhirnya, pada bulan Oktober 1920, Bolshevics
menduduki Krimea dan tinggal di sana sampai
invasi Jerman pada tahun 1941.
Di Uni Soviet, Krimea menerima status Otonomi
Krimea Republik Sosialis Soviet (Crimean ASSR)
dan, secara administratif, merupakan bagian dari
Republik Federasi Sosialis Rusia (RSFSR). Pada
saat itu, rakyat Tatar Krimea merupakan sekitar
seperempat dari populasi ASSR Krimea. Otonomi
tersebut bersifat terbatas dan Moskow tetap
bertanggung jawab atas sebagian besar kegiatan
Krimea, dengan pengecualian barangkali pada
masalah-masalah keadilan, pendidikan, dan
kesehatan. Dua kota pelabuhan penting, Sevastopol
dan Evpatoria, dikeluarkan dari yurisdiksi Krimea
dan disubordinasikan langsung ke Moskow.
6
Laporan Bulanan SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014
Selama Perang Dunia II, Krimea relatif mudah diduduki oleh Jerman, Rumania, dan Italia untuk jangka waktu dari 1941 sampai 1944, dengan pengecualian adalah Sevastopol yang secara heroik dipertahankan hingga Juli 1942. Segera setelah Krimea kembali di bawah kontrol Soviet pada awal tahun 1944, Stalin memerintahkan deportasi Tatar Krimea dan minoritas kecil lainnya sebagai hukuman kolektif untuk kerjasama mereka dengan Nazi. Pada tahun 1967, Tatar telah direhabilitasi tapi dilarang kembali ke Krimea.
Crimean ASSR dihapuskan pada tahun 1945 dan direorganisasi menjadi Oblast Krimea bagian dari RSFSR. Pada tahun 1954, Krimea dipindahkan di bawah yurisdiksi Ukraina SSR karena kedekatan hubungan geografis, ekonomi, dan budaya dengan Ukraina, dan sebagai sikap persahabatan yang melambangkan ulang tahun ke-300 perjanjian yang menyatukan Rusia dan Ukraina. Selama beberapa tahun setelah Perang Dunia II dan sampai pembubaran Uni Soviet, Krimea dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata dan pangkalan untuk Armada Laut Hitam (BSF).
Di bawah Uni Soviet demografi Krimea berubah secara signifikan. Bencana kelaparan pada 1921-1922 mengakibatkan penurunan populasi penduduk lebih dari 21 persen. Seratus ribu orang meninggal karena kelaparan (60 persen dari mereka adalah Tatar Krimea) dan lima puluh ribu, terutama Tatar, mengungsi ke luar negeri. Pada tahun 1923, 25 persen (seratus lima puluh ribu) dari populasi Krimea adalah Tatar. Sebanyak 35000 - 40000 Tatar Krimea dipindahkan ke Siberia sebagai bagian dari serangan Stalin pada nasionalisme Tatar Krimea; padahal sebelum perang populasi Tatar Krimea adalah sekitar 300 ribu sampai 2 juta, dan pada akhir 1970-an kurang dari seribu dua ratus keluarga Tatar yang tercatat di Krimea.
Perubahan dramatis tersebut disebabkan oleh deportasi terhadap Tatar dan minoritas lainnya.
Deportasi Tatar Krimea dan minoritas lainnya dari Krimea diprakarsai oleh Stalin pada tahun 1944 setelah pembebasan Krimea oleh Tentara. Selama pendudukan Jerman terhadap Krimea sejumlah 15.000-20.000 Tatar Krimea membantu Jerman
untuk pendukung perang di pegunungan Krimea.
Fisher mengacu pada perkiraan yang berbeda menyatakan bahwa sekitar 20,000-53,000 Tatar Krimea berperang melawan Jerman bergabung dalam Tentara Merah dan sampai sekitar dua belas ribu bertahan dan bersembunyi bawah tanah. Stalin mengabaikan partisipasi Tatar Krimea pada Great Patriotic War melawan Nazi Jerman dan memerintahkan deportasi mereka ke Asia Tengah.
Dengan terjadinya disintegrasi Uni Soviet pada tahun 1991, Krimea menjadi bagian integral dari negara Ukraina merdeka yang baru. Krimea adalah wilayah yang bukan tipikal Ukraina karena beberapa alasan. Secara etnis, Krimea adalah satu-satunya daerah di Ukraina dengan mayoritas besar adalah orang-orang Rusia.
Komposisi penggunaan bahasa sehari-hari
Secara kultural Krimea adalah berkultur Rusia;
bahkan administrasinya masih menggunakan
bahasa Rusia pada dokumennya, meskipun fakta
bahwa satu-satunya bahasa resmi di Ukraina
adalah bahasa Ukraina. Secara historis, setidaknya
dari sudut pandang Rusia, Krimea adalah bagian
dari Rusia sampai saat Khrushchev, etnis Rusia dan
7
SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014Laporan Bulanan
mantan pemimpin Ukraina, memindahkannya ke
Republik Sosialis Soviet Ukraina pada tahun 1954.
Krimea adalah pangkalan untuk BSF dan Sevastopol
masih dianggap sebagai “kota kejayaan Rusia.”
Krimea yang dianggap sebagai “daerah panas” merupakan ancaman yang cukup berarti bagi kesatuan negara Ukraina. Pada tahun 1991, walaupun oblast Krimea adalah bagian dari SSR Ukraina, pemerintah daerahnya menjalankan referendum untuk mendirikan Otonomi Krimea Republik Sosialis Soviet (ASSR) dalam Uni Soviet, dengan dukungan lebih dari 80 persen populasinya. Legitimasi hukum untuk referendum itu dipertanyakan, karena “tidak ada hukum referendum pada waktu itu baik di Uni Soviet maupun di Ukraina.” Namun hal itu mencerminkan fakta demografis yang tak terbantahkan.
Pengaruh Tatar Krimea terhadap hasil referendum itu disamakan dengan nol. Pada saat itu Tatar merupakan segmen kecil dari populasi Krimea. Pada musim semi tahun 1987 hanya ada 17.400 Tatar Krimea sebagai bagian dari lebih dua juta penduduk Krimea saat itu. Mereka diberikan hak kembali ke tanah air sebelum Uni Soviet runtuh, dan pada bulan Juni 1991 populasi Tatar Krimea telah meningkat menjadi 135.000. Selain itu, sebagian besar Tatar memboikot referendum karena mereka lebih memilih untuk tetap sebagai bagian dari Ukraina.
Pada bulan April 1992, parlemen Ukraina mengadopsi hukum tentang Status Republik Otonomi Krimea yang memberikan kekuasaan yang lebih luas dibandingkan dengan badan-badan teritorial lainnya di Ukraina. Sebagai tanggapanyan, pada bulan Mei 1992 parlemen Krimea mengadopsi “Konstitusi ditambah Deklarasi Kemerdekaan,” bagaimanapun, klaim bahwa republik Krimea diproklamasikan adalah bagian dari republik Ukraina dan bahwa hubungan antara kedua
republik ‘independen’ itu harus tetap didasarkan pada perjanjian.
Pengalaman Krimea berada dalam Ukraina merdeka dapat dibagi menjadi dua periode, dengan Revolusi Oranye tahun 2004 sebagai batasnya. Periode pertama terdiri dari dua sub - periode: periode 1992-1995 ditandai dengan upaya pemisahan diri yang diprakarsai oleh kekuatan politik pro-Rusia; dan periode kedua dari 1995-2004 ditandai dengan kondisi relatif stabil dari sikap separatis. Periode kedua sejak tahun 2004 pada gilirannya telah ditandai dengan munculnya konflik antara Krimea dengan pemerintah pusat.
Pembagian ini adalah bersyarat karena hubungan Ukraina - Krimea telah tak normal sejak Ukraina merdeka. Hubungan Russo - Ukraina, dalam sengketa Krimea, berkisar pada hak-hak etnis Rusia di Krimea, pembagian Armada Laut Hitam dan hak pangkalannya. Akhirnya, terkait dengan Tatar Krimea yang kembali dari pengasingan membawa ketegangan tambahan di wilayah tersebut. Masalah tanah, pemulihan hak-hak Tatar Krimea, dan hubungan antar-etnis menjadikan lebih rumit situasi di Republik Otonomi Krimea, dan meradikalkan baik etnis Rusia maupun Tatar Krimea.
Hubungan dan Peran Muslim Tatar Krimea terhadap Khilafah Utsmaniyah
Hubungan dan peranan Muslim Tatar Krimea terhadap Khilafah Utsmaniyah pada masa Khanate Krimea cukup erat dan penting bagi keduanya. Berikut ini adalah terjemahan bebas sebagaian dari sebuah laporan yang ditulis oleh Brian Glyn Williams yang berjudul The Sultan’s Raiders, The Military Role of the Crimean Tatars in the Ottoman Empire, dan diterbitkan oleh The Jamestown Foundation, Washington, D.C. pada Mei 2013.10
10 Naskah aslinya dapat diunduh dari laman http://www.jamestown.org/uploads/media/Crimean_Tatar_-_complete_
8
Laporan Bulanan SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014
Dari abad 14 sampai 17, bangsa-bangsa
Kristen Eropa dan syiah Persia dipaksa untuk
mempertahankan tanah mereka melawan serangan
Khilafah Utsmaniyah yang selalu berekspansi,
sebuah kekaisaran yang mempunyai mesin perang
mengagumkan pada saat itu yang tampaknya
cukup kuat untuk menyerap tetangga-tetangga
dekatnya. Selama rangkaian kampanye tersebut,
banyak dari bangsa Eropa diperkenalkan dengan
kiblat dunia ketika ghazis Utsmaniyah (mujahid)
dari Asia menduduki sepanjang Balkan dan Eropa
Tengah.
Dalam rombongan besar sultan tersebut,
ditemui berbagai macam bangsa yang menyusun
kekaisaran Turki Raya dengan bermacam-macam
etnis. Turki, Arab, Circassian, Kurdi, Maghrib,
Bosnia, Poma, Albania dan beberapa bangsa lain
yang keberadaannya di Eropa Barat tidak diketahui,
dapat ditemukan berjuang bersama dibawah
bendera Sultan. Salah satu yang paling menarik,
dan secara militer kelompok yang efektif digunakan
oleh Khilafah Utsmaniyah dalam perangnya yang
tampaknya tidak pernah berakhir, adalah Tatar dari
semenanjung Krimea.
Dalam tiga ratus tahun layanannya, Tatar Krimea memberikan kontribusi terhadap militer Utsmaniyah lebih banyak daripada pembantu-pembantu lain Sultan yang bukan bangsa Turki, dan catatan layanan terhadap Sultan ini, merupakan babak yang paling luar biasa dalam sejarah Eropa.
Salah satu kesuksesan terbesar umat Islam terhadap orang-orang Kristen, penaklukan Khilafah Utsmaniyah terhadap Konstantinopel pada tahun 1453 oleh Muhammad Al Fatih, terjadi 10 tahun setelah pembentukan Khanate Krimea dan tidak diragukan lagi menyebabkan perhatian Tatar Krimea yang mulai melihat pada Khilafah Utsmaniyah untuk report_01.pdf
membantu perjuangan mereka terhadap Khan Golden Horde. Dengan kejatuhan Konstantinopel, memberikan kekuasaan Muslim Turki dalam mengontrol Dardenelles dan Bosphorous.
Salah satu aksi Sultan untuk mendapatkan kendali terhadap pintu masuk Laut Hitam adalah dengan bergerak menduduki pusat-pusat perdagangan Genoese di pesisir selatan Krimea. Pada musim panas tahun 1454, sebuah armada Utsmaniyah terdiri atas 56 kapal memasuki Laut Hitam untuk memulai proses penguatan pemerintahan Muhammad II di area yang akhirnya dikenal sebagai “Danau Ustmaniyah” itu.
Khilafah Utsmaniyah tidak melibatkan diri ke dalam Krimea lagi sampai tahun 1466. Dalam tahun itu, Haci Giray pendiri Khanate Krimea meninggal dalam kondisi misterius, mungkin diracun oleh pemimpin klan Tatar yang iri dengan perkembangan kekuasaannya. Setelah kematiannya, dua anak lelakinya, Nurdevlet dan Mengli, memulai perebutan singgasana. Selama masa perang sipil ini klan-klan Krimea berkembang untuk memainkan peranan yang bertambah penting.
Pada tahun 1475, kepala klan Shirin yang sangat kuat, Eminek, mengundang Sultan Utsmaniyah Muhammad II untuk mengintervensi perang sipil tersebut. Muhammad II secara mudah diyakinkan tentang keuntungan keterlibatannya dalam interferensi di Krimea. Dia melihat hal itu sebagai sebuah peluang untuk mendapatkan pengaruh diantara bangsa Tatar, dan juga sebuah kesempatan untuk memberikan serangan pada bangsa Kaffa yang juga terlibat dalam perselisihan tersebut.
Pada tanggal 19 Mei 1475, armada Utsmaniyah berangkat ke Krimea untuk terlibat dalam perebutan singgasana tersebut dan menaklukkan kota-kota perdagangan Italia di semenanjung itu. Dua minggu kemudian komandan Utsmaniyah,
9
SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014Laporan Bulanan
Muhammad Pasha, sekali lagi memasang meriam Turki yang terkenal itu mengarah ke dinding Kaffa dan memulai pengepungan kedua terhadap kota itu. Bangsa Kaffa bertahan dari pemboman intensif Utsmaniyah selama hanya 4 hari sebelum penyerahan tanpa syarat terhadap pasukan Sultan.
Bangsa Kaffa mengalami penderitaan berat selama pertahanannya terhadap Ustmaniyah, dan sebagian besar penduduk Italia ditawan dan dibawa ke Istambul. Utsmaniyah yang tidak puas hanya dengan penaklukkan Kaffa, malanjutkan invasi ke pesisir selatan Krimea dan akhirnya menduduki kota-kota Genoese Inkerman, Sevastopol, Kerch, Balaklava, Sudak, dan benteng stategis Azov di Don Basin.
Setelah berakhirnya penaklukan tersebut, pesisir selatan Krimea berada dibawah langsung pemerintah Utsmaniyah dan bangsa Tatar Krimea menemukan diri mereka berbagi semenanjung itu dengan tetangga baru dan sangat kuat, Khilafah Utsmaniyah. Utsmaniyah juga berhasil dalam upayanya untuk memengaruhi hasil perang antara pasukan Mengli Giray dan Nurdevlet, dan pada tahun 1478 mereka telah menempatkan calon mereka, Mengli Giray, pada singgasana Krimea. Sebagai balasan terhadap bantuan tersebut, Mengli menjanjikan pada Muhammad untuk “menjadi musuh bagi musuhmu dan teman bagi temanmu”. Sultan diberi barmacam-macam hak di Krimea sebagai balasan atas bantuannya, yang paling penting adalah hak untuk menetapkan pemilihan klan-klan Tatar sebagai Khan.
Keterlibatan Khilafah Utsmaniyah di Krimea bukan sebagai ancaman bagi Tatar Krimea tetapi sebagai sekutu untuk menyelesaikan sengketa internal dan untuk membantu Khanate dalam perjuangan melawan Golden Horde. Aliansi Utsmani-Tatar dalam banyak hal mirip dengan aliansi Polandia-Lithuania yang mulai mengkoordinasikan
kegiatannya di stepa tersebut di sekitar waktu itu.
Gambaran dari Henry Howorth yang menyatakan
bahwa para Khanate dipandang seperti “Mesir
dan Tunisia di masa-masa berikutnya, sebagai
provinsi tergantung dalam aturan pada Khilafah
Utsmaniyah, meskipun menikmati sejumlah besar
kemerdekaan” mungkin merupakan ringkasan yang
paling akurat dari posisi Khanate Krimea terhadap
Khilafah Utsmaniyah.
Ketika Sultan Ustmaniyah membutuhkan
bantuan bangsa Krimea dalam sebuah kampanye,
undangan dan hadiah dikirim ke Khan dan
beberapa pejabat di kerajaannya. Sementara itu,
Khan menerima pedang berhiaskan berlian, jubah
kehormatan dan pembayaran yang dikenal sebagai
“quiver price”. Khan juga diberi kehormatan memiliki
gaun parade penuh setibanya di kamp Utsmaniyah
sebelum sebuah kampanye dan dianggap memiliki
derajat yang lebih tinggi daripada Grand Vezir.
Akhirnya, Khilafah Utsmaniyah meningkatkan
pengaruh mereka di Khanate Krimea, tetapi
harus diingat bahwa Tatar Krimea tidak pernah
menjadi subyek seperti bangsa Serbia atau Yunani,
melainkan sebagai sekutu bawahan. Meskipun
sejarawan mungkin tidak setuju tentang sifat
yang tepat dari hubungan Utsmaniyah-Tatar, tidak
ada kontroversi mengenai pentingnya prestasi
Muhammad II di Krimea untuk keamanan kedua
Kekaisaran Utsmaniyah dan Khanate Krimea.
Usahanya di Krimea, meskipun telah menerima
relatif sedikit perhatian dari sejarawan (kecuali di
Rusia) tidak diragukan lagi merupakan salah satu
hal yang paling penting dan berpandangan jauh
dari semua usaha Sang Penakluk (Muhammad Al
Fatih), dan hal itu terbukti memberikan keuntungan
bersama baik bagi Utsmaniyah maupun Krimea.
10
Laporan Bulanan SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014
Dalam biografinya tentang Muhammad Al Fatih, Franz Babinger bahkan menempatkan lebih penting pada keberhasilan Sang Penakluk di wilayah Laut Hitam dan menempatkannya dalam konteks yang lebih luas. Babinger menyatakan:
“Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa penemuan rute perdagangan Atlantik baru, dengan konsekuensi penting untuk kehidupan ekonomi Barat, diakibatkan sebagai bagian dari ekspansi Utsmaniyah di wilayah Laut Hitam. Pelayaran ke Dunia Baru telah dilakukan dengan harapan menciptakan rute pengganti yang baru ke India dan Asia Tengah.”
Perang Krimea
Perang Krimea (1853–1856) adalah pertempuran yang terjadi antara kekaisaran Rusia melawan sekutu yang terdiri dari Perancis, Britania Raya, Kerajaan Sardinia, dan Khilafah Ustmaniyah. Kebanyakan konflik terjadi di semenanjung Krimea, dengan pertempuran lainnya terjadi di Turki barat dan laut Baltik. Perang Krimea kadang-kadang dianggap sebagai konflik modern pertama yang memengaruhi peperangan pada masa depan.
Perang Krimea dikenal dengan nama yang berbeda. Di Rusia dikenal sebagai “Perang Oriental” (bahasa Rusia: Восточная война, Vostochnaya Voina), dan di Britania pada saat itu kadang-kadang dikenal sebagai “Perang Rusia”.11
Perang Krimea terkenal karena kesalahan logistik dan taktis pada kedua belah pihak. Namun perang itu dianggap sebagai perang “modern” yang pertama, karena “memperkenalkan perubahan-perubahan teknis yang memengaruhi tata peperangan dimasa depan,” termasuk taktis penggunaan pertama kereta api dan telegraf. Dalam perang ini juga terkenal pekerjaan yang dilakukan oleh Florence Nightingale, yang mempelopori praktik keperawatan modern ketika merawat tentara 11 http://en.wikipedia.org/wiki/Crimean_War
Inggris yang terluka. Perang Krimea juga perang yang pertama kali secara luas didokumentasikan dalam foto.
Diantara hal yang melatar belakangi perang Krimea secara ringkas dijelaskan sebagai berikut.
Pada akhir perang Napoleon, negara-negara besar berkumpul di Wina untuk mengembalikan sistem negara-negara Eropa yaitu keseimbangan antara berbagai kekuatan besar dan kecil yang menahan agresi oleh yang kuat, dan menjunjung tinggi hak-hak yang lemah.
Mereka berharap untuk membangun perdamaian permanen dengan menekan republik-republik yang revolusioner dan menegakkan kestabilan pada kerajaan-kerajaan yang tertib. Meskipun dengan tujuan dan ambisi yang berbeda diantara Rusia, Prusia, Austria, Inggris dan Perancis, sebuah kompromi telah dibuat, setelah gangguan singkat Napoleon ‘selama seratus hari dan Pertempuran Waterloo.
Setelah Perjanjian Wina negara-negara besar
menikmati tiga dekade perdamaian, beberapa
tahun di mana tekanan-tekanan dari industri,
politik, ekonomi, sosial dan nasionalis dapat
ditekan atau dibelokkan. Tapi akhirnya sistem
Wina rusak. Masalah awalnya adalah kelemahan
dari Khilafah Utsmaniyah-Turki, dan kesempatan
ini memberikan bagi Eropa untuk campur tangan
dalam mendukung populasi Kristen.
Presiden baru Perancis, Louis-Napoleon
Bonaparte, mengeksploitasi kelemahan Turki
untuk mengamankan konsesi bagi gereja Katolik di
Palestina, dan berharap mendapatkan dukungan
konservatif untuk rencana kudetanya. Ketika Tsar
Nicholas I dari Rusia membalas, dengan mengirim
misi untuk memulihkan hak-hak Ortodoks Yunani,
Turki hanya memberi jalan bagi kedua belah pihak,
dan berharap masalah itu akan hilang.
11
SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014Laporan Bulanan
Setelah mendirikan Kekaisaran Kedua, (Louis) Napoleon III kehilangan minat, namun Nicholas memutuskan untuk menyelesaikan ‘orang sakit di Eropa’ (julukan bagi Khilafah Utsmaniyah yang sudah melemah) sekali dan untuk semua. Mengharapkan dukungan dari Prusia, Austria dan Inggris, ia berencana untuk mengukir bagian Eropa dari Turki.
Dia ternyata salah, baik Inggris maupun Austria tidak ingin melihat Rusia mengendalikan Dardanella. Merasakan adanya jalan pembuka untuk kesuksesan diplomatik yang berguna, Perancis bergabung dengan Inggris dalam mendukung Turki, yang menolak rencana keterlaluan Tsar.12
Rangkaian peristiwa yang membuat Perancis dan Inggris menyatakan perang terhadap Rusia pada tanggal 27 dan 28 Maret 1854 dapat dilacak dari peristiwa kudeta pada tahun 1851 di Perancis. Napoleon III mengirim duta besar untuk Khilafah Ustmaniyah dan berusaha memaksanya untuk mengakui Perancis sebagai “penguasa yang berdaulat” di Tanah Suci orang Kristen. Rusia menolak perubahan “penguasa” baru di Tanah Suci tersebut. Merujuk pada dua perjanjian sebelumnya, yaitu tahun 1757 dan pada tahun 1774, Khilafah Utsmaniyah mengubah keputusan mereka sebelumnya, membatalkan perjanjian Perancis dan bersikeras bahwa Rusia adalah pelindung orang-orang Kristen Ortodoks di Khilafah Ustmaniyah.
Napoleon III menjawab dengan unjuk kekuatan, mengirimkan armada kapal Charlemagne ke Laut Hitam, yang merupakan pelanggaran terhadap Konvensi Selat London. Pamer kekuatan Prancis dikombinasikan dengan diplomasi dan uang yang agresif, memaksa Sultan Abdülmecid I untuk menerima perjanjian baru, mengakui Perancis dan Gereja Katolik Roma sebagai otoritas Kristen
12 .http://www.bbc.co.uk/history/british/victorians/crimea_01.shtml
tertinggi di Tanah Suci dengan kontrol atas tempat-tempat suci Kristen dan memiliki hak atas Gereja Nativity, yang sebelumnya dipegang oleh Gereja Ortodoks Yunani.
Tsar Nicholas I kemudian mengirimkan angkatan perang korp ke-4 dan ke-5 di sepanjang Sungai Danube, dan menugaskan Count Karl Nesselrode, menteri luar negerinya, untuk melakukan pembicaraan dengan Khilafah Ustmaniyah. Nesselrode mengutarakan hal tersebut kepada Sir George Hamilton Seymour, Duta Besar Inggris di St Petersburg.
Karena konflik muncul atas masalah tempat-tempat suci, Nicholas I dan Nesselrode memulai sebuah serangan diplomatik, yang mereka harapkan akan mencegah baik Inggris atau Perancis ikut campur dalam konflik antara Rusia dan Khilafah Utsmaniyah, serta untuk mencegah persekutuan mereka.
Nicholas mulai merayu Inggris melalui percakapan dengan Duta Besar Inggris, George Hamilton Seymour, pada bulan Januari dan Februari 1853. Nicholas bersikeras bahwa ia tidak lagi ingin memperluas Kekaisaran Rusia tetapi bahwa ia memiliki kewajiban terhadap komunitas Kristen di Khilafah Ustmaniyah.
Tsar Nicholas selanjutnya mengirim seorang diplomat, Pangeran Menshikov, pada misi khusus ke Khilafah Utsmaniyah pada Februari 1853. Pada perjanjian sebelumnya, sultan telah berkomitmen “untuk melindungi agama Kristen (Ortodoks Timur) dan gereja-gerejanya”. Menshikov berusaha untuk menegosiasikan kesepakatan baru, sebuah konvensi formal dengan kekuatan perjanjian internasional, di mana Utsmaniyah akan memberikan pada Rusia hak yang sama untuk intervensi dalam urusan agama Ortodoks seperti yang baru saja diberikan pada Prancis sehubungan dengan penganut
12
Laporan Bulanan SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014
dan gereja Katolik. Perjanjian tersebut akan memungkinkan Rusia untuk mengendalikan hirarki Gereja Ortodoks di Khilafah Utsmaniyah.
Menshikov tiba di Istanbul pada 16 Februari 1853, dengan kapal perang bertenaga uap Gromovnik (Thunderer). Pada pertemuan pertamanya dengan sultan, ia menghina Turki dengan tampil dalam pakaian sipil bukan seragam militer adat dan tradisional dalam penyambutan resmi kepada Porte. Dia kemudian melanjutkan untuk mengecam konsesi Utsmaniyah kepada Prancis. Menshikov juga mulai menuntut penggantian pegawai sipil posisi tinggi Utsmaniyah terutama Fuad Efendi menteri luar negeri Utsmaniyah.
Tak lama setelah ia belajar dari kegagalan diplomasi Menshikov, pada bulan Juni 1853, Tsar mengumumkan akan mengirim tentara ke kerajaan-kerajaan Danubian yang dikendalikan Utsmaniyah yaitu Moldavia dan Wallachia. Tujuan misi militer ini adalah untuk “memaksa” sultan agar mau bekerja sama dan memenuhi tuntunan Rusia.
Namun, di belakang layar Duta Besar Inggris, Lord Stratford de Redcliffe, telah mendorong Sultan untuk menolak tuntutan Rusia. Mengetahui adanya ancaman dari Rusia, Inggris dan Prancis memutuskan untuk campur tangan. Pada tanggal 15 Juni 1853, gabungan armada Perancis dan Inggris dikirim ke Dardanella untuk menunjukkan solidaritas dengan Turki.
Di seluruh Eropa, diplomat bergegas untuk mencoba mencegah terjadinya perang. Sebuah rancangan kompromi, yang disusun oleh Austria, ditolak oleh Sultan. Pada bulan Juli, Tsar memerintahkan pasukan Rusia ke Moldavia dan Wallachia, dibawah komando lapangan Marshall Ivan Paskevich dan Jenderal Mikhail Gorchakov menyeberangi Sungai Pruth. Kurang dari setengah dari 80.000 tentara Rusia yang melintasi Pruth
pada tahun 1853 yang berhasil selamat. Sejauh ini, sebagian besar kematian disebabkan oleh penyakit bukan karena pertempuran. Tentara Rusia mendapatkan layanan medis yang buruk atau bahkan tidak ada layanan.
Pada tanggal 5 Oktober 1853, didukung oleh harapan bahwa Inggris dan Perancis akan membantunya dan tidak ingin melihat runtuhnya Kekaisaran Turki, Sultan secara resmi menyatakan perang terhadap Rusia, dan memulai melakukan serangan. Pasukannya bergerak menuju tentara Rusia di dekat Danube pada akhir bulan Oktober. Rusia dan kekaisaran Utsmaniyah memusatkan pasukannya pada dua front utama, Kaukasus dan Danube. Pemimpin Utsmaniyah Omar Pasha berhasil mencapai beberapa kemenangan di front Danubian. Di Kaukasus, Utsmaniyah mampu menahan lawan dengan bantuan Muslim Chechnya yang dipimpin oleh Imam Shamil.
Nicholas merespon dengan mengirimkan kapal perang, yang dalam Pertempuran Sinop pada 30 November 1853 berhasil menghancurkan satu skuadron patroli kapal perang Utsmaniyah saat mereka berlabuh di pelabuhan Anatolia utara. Penghancuran kapal Utsmaniyah memberikan alasan bagi Inggris dan Perancis untuk menyatakan perang melawan Rusia berada pada fihak Kekaisaran Utsmaniyah. Pada 28 Maret 1854, setelah Rusia mengabaikan ultimatum Anglo-Perancis untuk menarik diri dari kerajaan-kerajaan Danubian, Inggris dan Perancis secara resmi menyatakan perang.
Beberapa catatan penting terkait perang Krimea adalah sebagai berikut.13
Perang Krimea adalah satu-satunya perang Eropa yang diperjuangkan oleh Inggris antara 1815 sampai 1914.
13 AS History: Unit 2 The Crimean War dimuat pada laman www.whshumanities.co.uk/attachments/download.asp?file=259...pdf
13
SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014Laporan Bulanan
Ini adalah perang yang terkenal karena ketidakmampuan militer dan kekacauan administratif.
Ini adalah perang di mana istri diizinkan untuk menemani suami mereka untuk terakhir kalinya.
Ini adalah perang di mana kepahlawanan dan kecerobohan dari serbuan Brigade Ringan (Light Brigade) di Balaclava menciptakan segudang kontroversi yang masih membingungkan sejarawan hari ini.
Perang Krimea, juga menciptakan dan memecah reputasi. Ia menciptakan reputasi Florence Nightingale dan, belakangan, Maria Seacole. Ia menghancurkan reputasi komandan Lord Raglan, dan merusak reputasi dari Lords Lucan dan Cardigan.
Perang ini memiliki dampak jangka panjang pada masyarakat Inggris yang mengubah institusi dan menciptakan sebuah profesi.
Perang Krimea adalah salah satu perang besar
pertama dimana sejumlah besar saksi mata telah
selamat, dan ini adalah perang besar pertama
dimana foto-foto dan surat kabar menghentak
meja sarapan dan panti kelas menengah Victoria .
Ini adalah perang yang menimbulkan keraguan
tentang kompetensi kelompok kecil elit bangsawan
untuk menjalankan Angkatan Darat Inggris, tentang
kemampuan pemerintah Inggris dan tentang
efisiensi pemerintahan Inggris.
Lokasi peperangan terjadi di beberapa tempat
diantaranya semenanjung Krimea, Kaukakus,
Balkan, Laut Hitam, Laut Baltik, Laut Putih dan
Timur Jauh. Jumlah korban perang meninggal
sekitar 350,000–375,000 orang difihak sekutu dan
sekitar 220,000 orang difihak Rusia. Sebagian
besar korban karena penyakit dan luka-luka yang
tidak tertangani dengan baik. Akhir peperangan
dimenangkan oleh aliansi sekutu (Inggris, Perancis
dan Khilafah Utsmaniyah) dan menghasilkan
Perjanjian Paris yang menandai diakhirinya perang
Krimea.14
Krisis di Krimea saat ini
Krisis dan konflik di Krimea dan secara luas di Ukraina pada saat laporan ini ditulis masih berlangsung. Konflik yang berawal Nopember tahun lalu, merupakan cerminan pertarungan geopolitik di kawasan Rusia dan Eropa Timur. Berikut adalah gambaran kronologi singkat dari jalannya konflik tersebut yang dikumpulkan dari berbagai sumber.
Pada tanggal 21 November 2013 pemerintah Ukraina yang pro Rusia secara tiba-tiba mengumumkan penundaan pembicaraan Perjanjian Asosiasi dan Perdagangan dengan Uni Eropa, demi membangun hubungan ekonomi yang lebih erat dengan Rusia. Langkah itu memicu kemarahan kelompok oposisi yang pro-Eropa, yang kemudian berencana melakukan demonstrasi.
Pada tanggal 30 November 2013, polisi menyerang sekelompok pengunjuk rasa, dan menahan 35 orang. Foto-foto pengunjuk rasa yang berdarah oleh serangan polisi dengan cepat menyebar sehingga meningkatkan dukungan publik untuk demonstrasi. Memasuki bulan Desember demonstrasi semakin membesar sampai mengumpulkan demonstran sebanyak 300.000 orang, yang terbesar di Kiev sejak Revolusi Oranye tahun 2004. Aktivis merebut Balai Kota Kiev.
Pada tanggal 17 Desember 2013 Presiden UkrainaYanukovych berangkat ke Moskwa, Rusia, bertemu dengan Putin untuk menandatangi kesepakatan dana talangan sebesar 15 miliar dolar Amerika Serikat (sekitar Rp 177.18 trilun) dan mendapat potongan harga untuk membeli gas Rusia.14 http://en.wikipedia.org/wiki/Crimean_War
14
Laporan Bulanan SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014
Pada bulan Januari 2014 unjuk-rasa terus berlanjut dan terjadi bentrok dengan polisi yang menyebabkan jatuhnya korban. Pada tanggal 28 Januari 2014, Perdana menteri mengundurkan diri dan parlemen mencabut undang-undang anti protes baru yang keras yang memicu kekerasan seminggu sebelumnya. Kedua pihak mencapai kesepakatan bersama yang bertujuan untuk meredakan krisis.
Pada 2 Februari 2014 para pemimpin oposisi
meminta mediasi internasional dan bantuan
finansial dari Barat di hadapan lebih dari 60.000
demonstran di Kiev. Tanggal 5-6 Februari 2014
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Catherine
Ashton dan utusan khusus AS untuk Eropa, Victoria
Nuland, mengunjungi Kiev. Tanggal 7 Februari 2014
Presiden Yanukovych bertemu dengan sekutunya
Presiden Rusia, Vladimir Putin, di sela-sela acara
pembukaan Olimpiade Musim Dingin di Sochi,
Rusia.
Pada 9 Februari 2014 sekitar 70.000 demonstran
berkumpul di Lapangan Merdeka. Selanjutnya
pada14 Februari 2014 sebanyak 234 demonstran
yang ditahan sejak Desember 2013 dibebaskan,
tetapi dakwaan atas mereka tidak dicabut. Tanggal
16 Februari 2014 para demonstran meninggalkan
balai kota Kiev yang mereka duduki sejak 1
Desember 2013. Puluhan ribu orang berkumpul di
Lapangan Merdeka.
Pada 18-19 Februari 2014 sebanyak 28 orang,
termasuk 10 polisi, tewas dalam bentrokan
berdarah di Lapangan Merdeka. Demonstran
kembali menduduki balai kota Kiev. Polisi antihuru-
hara melancarkan serangan terhadap demonstran
sepanjang malam. Pada 19 Februari 2014 Presiden
Yanukovych mencopot kepala staf angkatan
bersenjata Ukraina dan mengumumkan digelarnya
“operasi anti-teroris” di negaranya sendiri. Negara-
negara Barat mengecam aksi kekerasan di Ukraina
dan mengancam akan menjatuhkan sanksi. Tanggal
20 Februari 2014 para demonstran menyerang
polisi di Kiev, mengabaikan kesepakatan gencatan
senjata yang dicetuskan Yanukovych. Sekitar 25
orang tewas dalam peristiwa itu, Kementerian
Dalam Negeri Ukraina mengatakan dua orang polisi
tewas ditembak dalam insiden itu.
Pada tanggal 21 Februari 2014 para pemimpin oposisi menanda-tangani pakta perdamaian dengan Presiden Yanukovych yang dimediasi oleh Uni Eropa. Pada 22 Februari 2014 parlemen Ukarina mengadakan pungutan suara untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Yanukovych. Tanggal 26 Februari 2014 parlemen Ukarina menunjuk pemerintah baru.
Hal ini menyebabkan kemarahan Rusia sehingga menyiapkan sebanyak 150.000 prajuritnya dalam kondisi siaga tinggi. Pada hari yang sama sejumlah pasukan bersenjata pro-Rusia tanpa identitas secara perlahan mulai mengambil kendali di semenajung Krimea. Tanggal 27 Februari 2014 pasukan tak dikenal menduduki gedung parlemen regional dan Gedung dewan kementrian Krimea di Simferopol.
Pada tanggal 28 Februari 2014, sementara orang-orang bersenjata menduduki gedung, parlemen mengadakan sidang darurat, dan melakukan pungutan suara untuk mengakhiri pemerintah Krimea, dan mengganti Perdana Menteri Anatolii Mohyliov dengan Sergey Aksyonov. Aksyonov adalah anggota Partai Persatuan Rusia, yang menerima 4% suara dalam pemilu terakhir.
Sidang darurat ini juga melakukan pungutan suara untuk mengadakan referendum tentang otonomi yang lebih besar pada tanggal 25 Mei. Orang-orang bersenjata tersebut telah memotong semua komunikasi pada gedung tersebut dan
15
SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014Laporan Bulanan
mengambil ponsel anggota parlemen saat mereka masuk. Tidak ada wartawan independen diizinkan di dalam gedung ketika pemunggutan suara sedang berlangsung. Beberapa anggota parlemen menyatakan bahwa mereka diancam dan bahwa suara diberikan untuk mereka dan anggota parlemen lainnya, meskipun mereka tidak berada di ruangan.
Pada 1 Maret 2014, Putin memenangkan persetujuan parlemen untuk menginvasi Ukraina. Hal ini memicu kemarahan Gedung Putih. Tanggal 6 Maret 2014 parlemen Krimea melakukan pemungutan suara untuk bergabung dengan Rusia, dan menjadwalkan referendum tentang hal itu pada tanggal 16 Maret 2014.
Pada 16 Maret 2014, referendum diselenggarakan di Krimea, dan menunjukkan dukungan yang luar biasa untuk bergabung dengan Federasi Rusia, meskipun diboikot oleh Tatar Krimea dan penentang referendum lainnya. Parlemen Ukraina menyatakan referendum itu inkonstitusional. Amerika Serikat dan Uni Eropa mengutuk referentum itu ilegal, dan kemudian memberlakukan sanksi terhadap orang-orang yang dianggap telah melanggar kedaulatan Ukraina.
Tanggal 21 Maret 2014, Putin menandatangani undang-undang untuk melengkapi aneksasi Krimea. AS memberlakukan sanksi terhadap Putin dan sekutu dekatnya Uni Eropa mengikuti dengan langkah-langkah yang sama. Pada tanggal 24 Maret 2014, Kementerian Pertahanan Ukraina mengumumkan bahwa sekitar 50% dari tentara Ukraina di Krimea telah membelot ke militer Rusia. Tanggal 27 Maret 2014 Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi tidak mengikat yang menyatakan referendum Krimea yang didukung Moskow tidak valid. Resolusi disahkan dengan 100 suara mendukung, 11 menentang dan 58 abstain dalam majelis 193 negara.
Pada tanggal 1 April 2014 NATO mengumumkan menagguhkan semua kerjasama sipil dan militer dengan Rusia. Pada 7 April 2014 aktivis Pro-Rusia menguasai gedung-gedung pemerintah di kota-kota timur Donetsk, Luhansk dan Kharkiv, serta menyerukan referendum kemerdekaan. Pihak berwenang Ukraina mendapatkan kembali kontrol dari gedung Kharkiv hari berikutnya. Pada 11 April 2014 perdana menteri sementara Ukraina menawarkan untuk memberikan kekuasaan lebih bagi wilayah timur, saat separatis pro-Rusia terus menduduki bangunan di Donetsk dan Luhansk. Tanggal 12 April 2014 milisi bersenjata Pro-Rusia mengambil alih kantor polisi dan gedung badan keamanan di kota Slovyansk, 60 kilometer dari Donetsk di mana militan pro-Rusia mengambil alih markas polisi.
Pada tanggal 15 April 2014 parlemen Ukraina meloloskan RUU yang menyatakan semenanjung Krimea selatan sebagai wilayah yang sementara diduduki oleh Federasi Rusia dan memberlakukan larangan perjalanan bagi penduduk Ukraina untuk mengunjungi Krimea.
Seiring dengan berjalannya waktu tampaknya konflik di Ukraina dan Krimea belum akan segera berakhir. Akankah konflik ini akan dapat memicu ketegangan yang lebih luas bahkan perang besar yang melibatkan beberapa negara sebagaimana yang pernah terjadi di Krimea pada tahun 1853-1856?
Posisi Muslim Tatar Krimea dalam Konflik Krimea saat ini
Tatar Krimea yang sebagian besar Muslim saat ini merupakan etnik minoritas di Krimea. Krisis yang terus berlanjut di Ukarina dan Krimea menjadikan Muslim Tatar Krimea seakan terjepit karena posisinya sebagai minoritas. Kekhawatiran akan nasib mereka diungkapkan oleh salah seorang dari
16
Laporan Bulanan SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014
mereka sebagaimana diberitakan oleh reuters. “Jika ada konflik, sebagai minoritas, kami akan menjadi yang pertama menderita,” kata Usein Sarano, 57, bersamaan dengan berkumandangnya adzan dari menara batu abad ke-16 dari Bakhchisaray, yang pernah menjadi ibukota kuno Tatar. “Kami mengkhawatirkan keluarga kami, anak-anak kami. Ini dapat menjadi Yugoslavia baru.”15
Umat Islam Ukraina terjepit konflik pertarungan antara AS, Eropa dan Rusia.
Beberapa waktu yang lalu ribuan Tatar Krimea
turun di jalan-jalan Simferopol, ibukota regional
Krimea, berbaris mendukung pemerintahan baru
Kiev pada sebuah demonstrasi tandingan terhadap
demonstrasi yang dilakukan oleh separatis Rusia.
Beberapa orang terluka dalam suatu bentrokan.
Dalam aksi itu Tatar Krimea meneriakkan Allahu
Akbar untuk menunjukkan kesetiaan kepada
pemerintah baru di Kiev dan menentang tuntutan
separatis oleh mayoritas etnis Rusia di kawasan itu.
Keesokan paginya sebelum fajar, orang-orang
bersenjata tak dikenal menduduki parlemen Krimea
dalam serangan misterius, sebagai bukti telah
dimulainya operasi militer yang diluncurkan oleh
Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengambil
alih wilayah tersebut.
15 http://www.reuters.com/article/2014/03/02/us-ukraine-crisis-tatars-idUSBREA210VI20140302
Sejak saat itu, belum ada tanda-tanda lebih lanjut adanya protes dari Tatar. Pemimpin masyarakat itu Refat Chubarov – yang selalu vokal dalam penentangannya terhadap prospek bahwa Rusia mungkin mencoba untuk merebut semenanjung itu- memilih kata-katanya dengan hati-hati pada konferensi pers di Simferopol. “Kita harus melakukan apapun untuk mencegah suasana ketakutan dan ketidakpercayaan di Krimea ini semakin meningkat,” katanya. “Warga Krimea, bersama-sama dengan tetangga mereka terlepas apapun kebangsaannya, harus menjaga perdamaian.”16
Seorang pensiunan Tatar yang menyebut namanya hanya sebagai Rustem mengatakan bahwa masyarakat telah diberitahu oleh para pemimpin mereka untuk bersikap rendah hati karena ketidakpastian politik. “Putin adalah orang gila yang haus kekuasaan. Dia sudah mengaduk perbedaan di sini untuk sementara waktu,” kata Rustem, sambil berdiri di bawah bayang-bayang Masjid Jami-Kebir. Masjid tersebut, dibangun pada tahun 1508. Ini adalah bangunan tertua Simferopol dan bukti akan keberadaan akar mendalam Tatar di sini.
Sebagai masyarakat berbeda yang berasal dari semenanjung pegunungan ini yang merupakan saudara sepupu penutur Turki lainnya di seluruh Asia dan Eropa Rusia, Tatar Krimea hampir dihapuskan atas perintah Moskow, pertama oleh Tsar dan kemudian oleh Soviet.
“Dari saat Kaisar Rusia Yekaterina II mengirim pasukan ke sini untuk mencaplok wilayah ini, penderitaan kami dimulai,” kata Enver Sherfiyev, 26, memamerkan topi berajut hitam dan janggutnya di luar masjid, dan mengingatkan kembali akan sebuah penaklukan Rusia abad ke-18 bahwa setiap Krimea Tatar masih dapat berhubungan.16 http://www.reuters.com/article/2014/03/02/us-ukraine-crisis-tatars-idUSBREA210VI20140302
17
SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014Laporan Bulanan
Pada tahun 1944, diktator Soviet Josef Stalin mendeportasi seluruh populasi Tatar Krimea dari semenanjung Krimea ke Asia Tengah, ribuan mil jauhnya. Ribuan orang meninggal dalam perjalanan.
Bakhchisaray, dengan masjidnya yang
elegan, menjadi daya tarik wisata Soviet yang
menyeramkan, seluruhnya dikosongkan dari orang.
Ia terlahir kembali di akhir 1980-an, awal dari
pemulihan yang melihat sebagian besar Tatar
Krimea kembali dari pengasingan ke tanah air
mereka, pertama di bawah pemimpin Soviet
Mikhail Gorbachev dan kemudian setelah Ukraina
merdeka.
Dengan kenangan pahit perlakuan terhadap mereka oleh Rusia, mereka telah lama membanggakan diri pada loyalitas mereka ke Ukraina, membual bahwa suara mereka memberikan margin kemenangan di Krimea pada referendum kemerdekaan Ukraina dari Uni Soviet tahun 1991.
Pemerintah Krimea yang pro-Rusia sekarang merencanakan plebisit (referendum) baru pada tanggal 30 Maret yang akan membuat semenanjung itu “berdaulat”, secara luas dilihat sebagai awal untuk memisahkan diri dari Ukraina menjadi protektorat Rusia seperti halnya pemisahan daerah di Georgia dan Moldova.
“Aku bahkan tidak mengenali gagasan referendum. Apa yang akan mereka lakukan, memikirkan hal yang baru setiap tahun?” kata Nimatulayeva Khadirova, seorang pensiunan Tatar yang mengajarkan bahasa Rusia.
“Semua tetangga saya orang Rusia dan mereka semua datang ke rumah saya untuk minum kopi sepanjang waktu,” katanya. “Kami adalah warga negara Ukraina sekarang dan kami ingin tetap demikian. Apa yang salah dengan cara hal-hal itu?”
Berdasarkan ungkapan-ungkapan diatas terlihat
bahwa umumnya orang-orang Tatar Krimea lebih
memilih untuk tetap bergabung dengan Ukraina
karena sejarah membuktikan bahwa ketika berada
dibawah kekuasaan Rusia, mereka menderita
bahkan terusir dari tanah airnya.
Namun kita sebagai sesama Muslim yang diikat
dengan ukhuwah Islamiyah dengan Muslim Tatar
Krimea perlu melihat sejarah lebih jauh ke belakang
bahwa sesungguhnya Krimea pada mulanya
bukanlah bagian dari Ukraina, tetapi disana pernah
berdiri sebuah Khanate Krimea yang diperintah
berdasarkan hukum Islam dan berada dibawah
perlindungan Khilafah Utsmaniyah (sebagai
protektorat atau vassal). Pada massanya kaum
Muslim Tatar Krimea pernah mengalami kejayaan
Islam.
Tatar Krimea memiliki peran yang besar bagi
kaum Muslim Krimea dalam berjihad melawan
Rusia bersama negara Islam di zaman kekhilafahan
Utsmani. Krimea menghadapi tekanan yang
dilakukan Rusia dan Jerman. Bahkan Rusia dapat
menginvasinya pada tahun 1783 M, setelah Rusia
membunuh 350 ribu kaum Muslim Krimea. Pada
tahun 1928 M., sang drakula Stalin mendirikan
entitas Yahudi di Krimea, sehingga mendapat
perlawanan kaum Muslim yang dipimpin oleh para
imam masjid dan kaum intelektual.
Akibatnya 3.500 dari mereka itu dieksekusi mati.
Dan pada tahun 1929 M., lebih dari 40 ribu kaum
Muslim dibuang dari Tatar ke wilayah Sverdlovsk di
Siberia. Statistik menunjukkan penurunan jumlah
kaum Muslim Tatar, dari 9 juta jiwa pada tahun
1883 M. menjadi sekitar 850 ribu jiwa pada tahun
1941 M.
18
Laporan Bulanan SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014
Semua itu disebabkan oleh politik pembunuhan
dan pengusiran yang ditempuh oleh pemerintah
Rusia, baik pada era Kekaisaran maupun Bolshevik.
Dan perlakukan buruk juga menimpa masjid dan
al-Qur’an, dimana kaum Komunis Rusia telah
menghancurkan sekitar 1.558 masjid, serta
sejumlah perguruan tinggi dan sekolah, yang
kemudian di atas puing-puingnya didirikan bar-bar
dan kandang ternak, serta mereka membakar al-
Qur’an.17
Ketidakberdayaan kaum Muslim Tatar Krimea
dalam krisis saat ini secara umum disebabkan
kaum Muslim sudah terpecah-belah dan bercerai-
berai, tidak berpegang teguh dengan agamanya,
serta runtuhnya negara mereka, maka semua
inilah yang memberi peluang musuh-musuhnya
untuk menghancurkan, mengganyang dan
mengalahkannya.
Kewajiban kita selaku sesama Muslim adalah menolong mereka Muslim Tatar Krimea dengan berbagai cara sesuai tuntunan syari’at Islam semampu kita, minimal adalah do’a untuk mereka. (Rudi Azzam).
Lampiran gambar-gambar:
Peta wilayah kekuasaan Khanate Krimea
17 http://hizbut-tahrir.or.id/2014/03/31/konflik-atas-semenanjung-krimea/
Perjalanan Bangsa Tatar Krimea
Pasukan Khilafah Utsmaniyah dalam Perang Krimea
Gambaran Medan Tempur Sevastopol
pada Perang Krimea
19
SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014Laporan Bulanan
Xinjiang > Ibukota : Urumqi > Luas 1/6 wilayah Cina (1.6 Juta km2) > Jumlah Penduduk : 19.250.000 jiwa (th 2000) > Memiliki Gurun terluas ke-2 di Dunia > Memiliki puncak tertinggi ke-2 di Dunia > Tempat terendah Ke-2 > Berbatasan dengan 8 negara > 75 % Muslim Turki/Uighur th 1949 (menjadi 44 % tahun 2010) > Terbanyak kasus AIDS di Cina (2003) > Mempunyai cadangan minyak, gas dan mineral terbesar di Cina > Nama Xinjiang dipakai sejak 1884 > Sejarah Kedaulatan, Republik Turkestan Timur, 1931-1934, dan 1944-1949
PERJUANGAN UIGHUR DI XINJIANG MELAwAN CHINA
20
Laporan Bulanan SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014
Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, Xinjiang
Uighur Autonomous Region (XUAR)
memiliki luas hampir 17% dari wilayah
Republik Rakyat Cina (RRC) dan memiliki perbatasan
dengan Mongolia, Rusia, Kazakstan, Kirgistan,
Tajikistan, Afghanistan dan Pakistan. Daerah itu di
masa lalu telah disebut dengan berbagai nama,
termasuk Uighuristan dan Turkestan Timur. Cina
memberikan nama “Xinjiang” - yang secara harfiah
berarti “perbatasan baru” atau “kekuasaan baru”
- di akhir abad ke-19 ketika dimasukkan ke dalam
wilayah Kekaisaran Cina.
Ada 55 kelompok etnis minoritas di Cina hari
ini dengan total populasi sekitar 91 juta jiwa, yang
membuat naik sekitar 9 persen dari penduduk RRC.1
Masyarakat Uighur telah menggunakan huruf Arab
selama 800 tahun, dan mereka Muslim bermazhab
Hanafi. Xinjiang sendiri terletak di jantung Asia.
Daerah ini sebagian besar terdiri dari
pegunungan, gurun, dan stepa, juga merupakan
sebuah wilayah masyarakat nomadik, wilayah
pertanian, dan beberapa kota oasis yang penting.
Gurun terbesar di Xinjiang antara lain: Karakum,
Kyzylkum, dan Taklamakan.2
Masyarakat adat dari XUAR adalah orang-orang
Turki yang mayoritas Muslim. Mereka termasuk
Uighur, Kazaks, Uzbek, Kyrgyz, Tajik, Tatar dan
kelompok lain secara resmi diklasifikasikan sebagai
“minoritas nasional” oleh RRC, termasuk Hui, etnis
Cina yang beragama Islam. 1 Dru Gladney, Dislocating China (Chicago: University of Chicago Press, 2004), 9 dalam Kyle C. Welshans, NATIONALISM AND ISLAMIC IDENTITY IN XINJIANG, thesis Master Of Arts In National Security Affairs, Naval Postgraduate School December 20072 Theodore Shabad, Lexicon Universal Encyclopedia 19 (NY: Lexicon Publications, Inc., 1990), hlm. 347. J. Morris Jones dkk (ed.), The World Book Encyclopedia 16 (USA: Fielad Enterprises, Inc., 1956), hlm. 8207.
Xinjiang adalah wilayah administrasi terbesar di China, tetapi karena geografisnya yang berupa pegunungan dan gurun, sehingga relatif jarang penduduknya. Berdasarkan sensus tahun 2010, Uighur, Muslim Sunni berbahasa turki, menyumbang 44% dari populasi Xinjiang dan Han Cina 41%. Di utara Xinjiang, yang meliputi Urumqi, Cina Han menjadi penduduk mayoritas, sedangkan di selatan, di mana Kashgar merupakan pusat kota utama, Uighur mendominasi. Daerah ini juga secara resmi dibagi menjadi sejumlah daerah etnis (misalnya Daerah Otonomi Hui Changji, Daerah Otonomi Yili Kazakh, dll).3 Ada sekitar 47 kelompok etnis yang berbeda di Xinjiang.4
Kehidupan umat Islam di China, negara penganut paham komunis terbesar kedua di dunia setelah Rusia, selalu dipenuhi dengan tekanan dan ketidakadilan. Dalam ajaran komunis yang tidak mengenal Tuhan, menganggap agama sebagai Candu, dan mengambil sikap anti agama dengan keras dan beranggapan bahwa agama merupakan gejala kolot yang lambat laun akan ditinggalkan. Apalagi Partai Komunis Cina dalam konstitusinya pada 1931 menyatakan ‘kemerdekaan melawan agama.’5
Sejak dulu, umat Islam memang tidak selamanya memperoleh angin segar, beberapa kali mereka ditekan keras dan dimusuhi oleh pemerintah Cina, maupun kelompok-kelompok
3 Nick Holdstock, Islam and instability in China’s Xinjiang, NOREF (Norwegian Peacebuilding Resource Centre) Report – March 2014. p.1 http://www.peacebuilding.no/content/download/167985/725803/version/1/file/Holdstock_NOREF_Islam+and+instability+in+China%E2%80%99s+Xinjiang_Mar+2014_FINAL.pdf 4 China.org.cn, http://www.china.org.cn/english/China/165014.htm. dalam Kyle C. Welshans, NATIONALISM AND ISLAMIC IDENTITY IN XINJIANG, thesis Master Of Arts In National Security Affairs, Naval Postgraduate School December 20075 Ika Yogyantari, MUSLIM UIGHUR DI PROPINSI XINJIANG PADA MASA PEMERINTAH KOMUNIS CHINA TAHUN 1949 – 2008 M, SKRIPSI Fakultas Adab Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
21
SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014Laporan Bulanan
yang tidak menginginkan Islam berkembang di Cina pada umumnya dan Xinjiang khususnya. Sebagai kelompok minoritas, muslim kerap kali harus mengalami perlakuan diskriminatif, baik dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya maupun dalam menjalankan ibadah sehari-hari, hal ini dikarenakan proses “pemarjinalan” agama dalam sistem komunisme yang diterapkan oleh pemerintah. Bahkan pemerintah lokal Xinjiang yang didominasi etnis Han (yang memang sengaja didatangkan dari Cina kawasan timur), berusaha melucuti ke-Islaman Uighur lewat penerbitan berbagai dekrit, dokumen resmi, dan peraturan lainnya, yang melucuti agama dan membatasi aktifitas beragama, selain itu juga terjadi pelanggaran HAM.
Selain memerangi kelompok Uighur, Cina bahkan sudah membuat daftar para pemimpin separatis dan menyerahkannya pada dunia internasional dengan menyebut mereka sebagai ‘teroris Islam’ dengan perspektifnya sendiri, yang dikaitkan langsung dengan Taliban di Afghanistan dan jaringan Al Qaeda pimpinan Usamah bin Ladin. Atas dasar itulah, umat Islam mengadakan berbagai bentuk perlawanan, sebagai respon atas perlakuan, penindasan dari pemerintah, yang dirasa sangat tidak adil serta merugikan umat Islam, dan bagaimana pemerintah berusaha untuk meredam perlawanan mereka dengan brutal, dan menganggapnya sebagai ancaman. Sehingga menimbulkan korban yang tidak sedikit, juga kerusakan hebat pada kehidupan Muslim.
Letak Geografis
Wilayah Xinjiang dilingkari pegunungan Tianshan dan dilewati sungai terpanjang di China, Sungai Tarim, merupakan daerah pertanian yang subur, mempunyai gurun pasir yang luas. Selain itu Xinjiang juga memiliki potensi minyak bumi dan tambang yang besar.
Di daerah perbatasan semu terdapat cadangan minyak terbesar di China, batu bara, bijih besi, dan lebih dari seratus mineral lainnya. Dataran yang begitu beragam seperti orang-orang di Xinjiang. Ada gunung yang tetap tertutup salju sepanjang tahun, bersanding dengan dataran tinggi semi-kering, padang pasir, dan sungai pedalaman.
http://www.rfa.org/english/news/uyghur/cambodia-12032009115438.html
Turkestan, Uygur dan Xinjiang
Kata ‘Uighur’ sesungguhnya merupakan
rekonstruksi Pemerintah Cina setelah para
penasihat Uni Soviet mengusulkan pemakaian nama
itu pada 1931. Nama tersebut digunakan kembali,
setelah lebih dari 500 tahun tidak pernah disebut-
sebut lagi karena pemilik nama ‘Uighur’, suku
beragama Budha di Xinjiang telah beralih menjadi
Muslim. Menghidupkan kembali penyebutan
Uighur untuk masyarakat yang berdiam di sekitar
Oasis itu tidak lain karena Pemerintah Cina ingin
merekonstruksi identitas Uighur agar seolah-olah
nampak merupakan bagian tak terpisahkan dari
Cina sejak awal.6
6 Abanti Bhattacharya, Conceptualising Uighur Separatism in Chinese Nationalism, Strategic Analysis, Vol. 27, No. 3, Jul-Sep 2003 Institute for Defence Studies and Analyses. p.358 http://www.idsa.in/system/files/strategicanalysis_abhattacharya_0903.pdf&a=bi&pagenumber=1&w=100
22
Laporan Bulanan SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014
Identitas etno-religius ‘Uighur’ sebenarnya
merupakan identitas yang dikonstruksikan oleh
Pemerintah Cina pada abad ke-20. Identitas ini
dapat dikatakan artifi sial dan menyesatkan serta
menjadi perdebatan di kalangan kaum Uighur
sendiri dengan Pemerintah Cina. Dengan kata lain,
ethnonym ‘Uighur’ tidak lain merupakan kata dan
identitas yang diproduksi oleh Pemerintah Cina,
seolah-olah kata ‘Uighur’ merupakan ethnogenesis
yang disandang oleh kaum di Xinjiang. Hal ini
dilakukan oleh Pemerintah Cina demi kepentingan
narasi sejarah pemerintah, sementara hampir tidak
ada yang meluruskan hal tersebut, seolah-olah
ethnonym ‘Uighur’ merupakan sebuah realitas
empiris.7
Daerah Otonomi Xinjiang Uighur (XUAR)
yang dengan batas-batas yang dikenal sekarang
merupakan bagian dari “China” setelah dianeksasi
pada masa Dinasti Qing 250 tahun yang lalu.8
Nama “Turkestan” berasal dari bahasa Iran yang berarti “tanah bangsa Turki” merujuk pada dekade abad ke-5. Bagian barat Turkestan secara bertahap ditaklukkan oleh Tsar Rusia pada tahun 1865, setelah itu dikenal sebagai Turkestan Barat. Setelah pembentukan Uni Soviet pada tahun 1924, Turkestan Barat dibagi menjadi lima negara: Uzbekistan, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Turkmenistan dan Tajikistan. Bagian timur Turkestan diserang oleh para penguasa Manchu dari Cina pada tahun 1876, dan diberi nama Turkestan Timur. Ini adalah tempat lahir sejarah, budaya dan peradaban Uighur.9
7 John Conway, The Uighur And The Scholar Competing Narratives of Ethno-religious Identity, Queen’s University Kingston, Ontario, Canada July, 2010 p.1-2 http://qspace.library.queensu.ca/bitstream/1974/6011/1/John%20Conway.pdf 8 C. Welshans, NATIONALISM AND ISLAMIC IDENTITY IN XINJIANG, thesis Master Of Arts In National Security Affairs, Naval Postgraduate School December 2007. p.9 9 UNPO, East Turkestan, UNPO presentation Agustus 2009. p.1 http://www.unpo.org/images/member%20profile%20east%20turkestan,%20august%2024%202009.pdf
Dari zaman dahulu Turkestan Timur adalah pusat berbagai negara Turki yang didirikan di Asia Tengah, berbagai Dinasti Turki seperti Hun (220 SM-386 M), Tabghach (386-534), Kok-Turk (552-744 ), Uighur (744-840), Idi-kut Uighur Raya (850-1250), Karakhanid (840-1124) dan Konfederasi Uighur-Mongol (1218-1759).
Orang Cina, memanfaatkan peluang melemahnya Turkestan. Cina melakukan enam invasi besar terhadap Turkestan Timur antara 104 SM dan 744 M. Tapi invasi tersebut tidak berhasil, sampai invasi terakhir pada tahun 1876. Setelah invasi ini, Turkestan Timur diberi nama “Xinjiang”, yang berarti “Kekuasaan/wilayah Baru” dan dianeksasi ke dalam wilayah kekaisaran Manchu pada 18 November, 1884.10
Ketidakadilan
Dengan masuknya Han Cina di XUAR secara besar-besaran sejak tahun 1949, penduduk pribumi telah merasa semakin terpinggirkan di tanah leluhur mereka. Aspirasi menuju kemerdekaan memiliki akar sejarah yang panjang. Selama tahun 1930-an dan 1940-an, dua Republik independen Turkestan Timur dibentuk berturut-turut di Kashgar (1933) dan Ili (1944) sebagai upaya untuk melawan kekuasaan China.11 Kedua republik yang singkat, tetapi mereka terus menginspirasi oposisi nasionalis sejak tahun 1949, khususnya di kalangan warga Uighur. Selama bertahun-tahun, berbagai kelompok oposisi kemerdekaan Turkestan Timur dibentuk secara rahasia di XUAR - beberapa dilaporkan didukung oleh kelompok nasionalis di pengasingan yang didirikan di antara diaspora
10 Ibid. p. 311 Linda Benson, “The Ili Rebellion: The Moslem Challenge to Chinese Authority in Xinjiang, 1944-1949”, M.E. Sharpe, New York, 1990; and Dru C. Gladney, “Internal colonialism and the Uighur nationality: Chinese nationalism and its subaltern subject”, in CEMOTI (Cahiers d’Etudes sur la Mediterranee Orientale et le monde Turco-Iranien), No.25, janvier-juin 1998, pp.47-61.
23
SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014Laporan Bulanan
Uighur di berbagai negara. Beberapa kelompok ini telah mengambil jalan kekerasan, termasuk serangan terhadap pejabat pemerintah dan kantor-kantor, dan penanaman dan peledakan bom. Munculnya negara Asia Tengah yang independen dengan pecahnya Uni Soviet, bersama-sama dengan munculnya gerakan-gerakan Islam dan konflik berkepanjangan di negara-negara tetangga lainnya tampaknya telah meningkatkan kekhawatiran pemerintah Cina terhadap ‘oposisi politik yang terorganisir di XUAR, menyebabkan pembalikan kebijakan yang relatif liberal selama tahun 1980.12
Sejak akhir tahun 1980an, tumbuh ketidakpuasan etnis di XUAR terhadap kebijakan pemerintah. Terus masuknya imigran Han Cina, diskriminasi dan peluang ekonomi yang tidak merata, pembatasan pada hak-hak agama dan budaya, kebijakan pemerintah, pengendalian kelahiran, korupsi, dan persepsi bahwa pemerintah tidak serius menangani kejahatan yang tumbuh merupakan salah satu faktor yang telah memicu kekerasan.
Bahkan, ketimpangan regional antara utara dan selatan Xinjiang sangat drastis: Xinjiang utara memiliki hanya 1/3 dari luas lahan dan jumlah penduduk 54% tapi jumlah investasi aktiva tetap mencapai 74,8%, dan memiliki 76% GDP, dan hasil produksi industri 78,8%. Semua angka-angka ini menggambarkan suatu fakta mengejutkan bahwa mayoritas orang Han yang tinggal di Xinjiang utara menikmati kondisi hidup jauh lebih baik daripada sebagian besar rekan-rekan mereka Uighur di Xinjiang selatan. Hal ini menjelaskan mengapa sebagian besar serangan terbaru terkonsentrasi di Xinjiang selatan, khususnya di Kashgar dan Hotan.13
12 Amnesty International. 1999. “Gross violations of human rights in the Xinjiang Uighur Autonomous Region.”13 Raymond Lee, Unrest in Xinjiang, Uighur Province in China,
Keseimbangan populasi
Pada tahun 1949, penduduk lokal Turki, mayoritas Uighur, setidaknya 93% dari populasi di wilayah ini, sementara etnis Cina hanya berjumlah sekitar 6 atau 7% dari populasi. Pada tahun 1997, menurut statistik resmi, populasi XUAR adalah lebih dari 17 juta, dibagi menjadi 47% Uighur, 42% etnis Cina (38% Han dan 4% Hui), 7% Kazaks dan sisanya dibagi antara kelompok-kelompok lainnya. Menurut beberapa ahli asing, jumlah etnis Cina di wilayah itu sudah sama dengan kelompok etnis lain pada akhir tahun 1970. Sejak itu, banyak orang Cina Han terus bermigrasi ke wilayah tersebut, sementara banyak pemukim Cina kuno telah meninggalkan XUAR untuk kembali ke provinsi asal mereka di pedalaman China. Sejak akhir 1980-an, banyak anak muda Uighur juga meninggalkan XUAR ke mencari pekerjaan di provinsi-provinsi Cina dan beberapa telah pergi ke luar negeri.
Ada bukti bahwa masuknya pekerja migran Han telah jauh meningkat di XUAR dalam beberapa tahun terakhir. Sejak tahun 1997 khususnya, berbagai sumber resmi telah menunjukkan bahwa jumlah Han migran setiap tahun jumlahnya ratusan ribu, datang untuk pekerjaan musiman.14
Tabel 1. Perubahan Presentase Populasi di Xinjiang15
Al Jazeera Center for Studies, February 2014. p.6 http://studies.aljazeera.net/en/ 14 Amnesty International. 1999. “Gross violations of human rights in the Xinjiang Uighur Autonomous Region.”15 Abanti Bhattacharya, Conceptualising Uighur Separatism in Chinese Nationalism, Strategic Analysis, Vol. 27, No. 3, Jul-
24
Laporan Bulanan SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014
Bingtuan
Selama tiga dekade pertama dari RRC, pemukiman Han China di wilayah tersebut difasilitasi oleh apa yang sekarang disebut Produksi Xinjiang dan Konstruksi Corps (umumnya dikenal sebagai Bingtuan), sebuah lembaga yang didirikan pada awal 1950-an. Bingtuan, digambarkan oleh banyak ulama sebagai lembaga yang bertugas untuk menjajah Xinjiang, baik organ administrasi dengan struktur agak militer dan sebuah perusahaan pembangunan yang besar. Hal ini didirikan di sepanjang perbatasan dan di kantong-kantong wilayah kira-kira di tengah dari XUAR, memisahkan bagian utara di mana sebagian Kazaks hidup dari selatan terutama Uighur. Bingtuan memiliki yurisdiksi atas beberapa juta hektar tanah dan sebagian besar penduduknya adalah etnis Cina. institusi yang unik di RRC dan menikmati status khusus. Hal ini dikelola secara independen dari pemerintah daerah XUAR dan memiliki kekuatan polisi sendiri, pengadilan, perusahaan pertanian dan industri, serta jaringan besar sendiri kamp kerja paksa dan penjara. Selama bertahun-tahun telah diperluas, mengambil alih tanah bila diperlukan, termasuk di selatan yang dianggap jantung budaya dan tradisi Uighur dan di mana sebagian besar orang Uighur hidup.
Bingtuan selalu memiliki fungsi ganda mengembangkan perekonomian daerah dan melindunginya terhadap ancaman eksternal dan internal. Hal ini dianggap sebagai kekuatan penting dalam menjamin “stabilitas” dari XUAR dan selama bertahun-tahun unit polisi bersenjata yang telah mengambil bagian dalam memadamkan kerusuhan etnis. Pada bulan Mei 1997, misalnya, pemimpin Partai Komunis XUAR, Wang Lequan, memuji peran unit-unit polisi bersenjata Bingtuan yang sedang bermain: “Dalam beberapa tahun terakhir, unit
Sep 2003. Institute for Defence Studies and Analyses. p.12
polisi bersenjata ‘telah memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas politik dan persatuan Xinjiang.”16 Setelah kerusuhan etnis pecah pada bulan Februari 1997 di kota Gulja (Yining), di Ili Prefektur di barat XUAR, fasilitas penjara Divisi ke-4 Bingtuan, yang terletak di Ili, yang digunakan untuk menahan para pemrotes dan orang lain ditangkap di Gulja. Mereka telah terus digunakan untuk menahan tersangka lawan pemerintah.17
Diskriminasi
Meskipun ekonomi berkembang di XUAR sejak 1980-an, pengangguran tinggi di antara orang-orang Uighur. Banyak warga Uighur mengeluh bahwa pelecehan rasial dan diskriminasi terhadap etnis minoritas adalah umum, dan bahwa mereka tidak memiliki kesempatan yang sama dalam pendidikan, perawatan kesehatan dan pekerjaan. Tidak seperti rekan-rekan China mereka, misalnya, banyak sekolah Uighur dan rumah sakit tidak memadai, dan beberapa sekolah desa Uighur dilaporkan menjadi begitu miskin dan benar-benar kehilangan peralatan yang siswa harus duduk dan menulis di lantai tanah. Banyak rumah sakit dilaporkan memiliki praktik-praktik diskriminatif, memberikan perlakuan istimewa kepada pasien Han Cina dan pekerjaan ke dokter Cina dengan mengorbankan rekan-rekan mereka Uighur.
Sejak 1980-an, kesempatan yang diberikan oleh pembangunan ekonomi memiliki manfaat terutama bagi Han Cina. Di sektor pertanian, banyak petani Uighur telah menjadi miskin karena kebijakan baru, perbanyakan pajak, dan praktek-praktek korupsi atau diskriminatif. Di beberapa daerah, petani Uighur harus menjual hasil panennya kepada badan-badan negara dengan harga yang lebih rendah daripada pasar bebas, sedangkan petani 16 Report by Chinese regional TV from Xinjiang, 14 May 1997, BBC Monitoring, 15 May 199717 Amnesty International. 1999. “Gross violations of human rights in the Xinjiang Uighur Autonomous Region.”
25
SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014Laporan Bulanan
Cina dilaporkan diperbolehkan untuk berdagang di pasar. Beberapa petani Uighur harus menjual tanah mereka dan bergabung dengan barisan pengangguran dan gelandangan.18
Dalam industri, sebagian besar pekerja yang bekerja di bidang baru minyak dan perusahaan lain di utara, yang merupakan kunci untuk pembangunan daerah, adalah Han Cina.19 Di selatan, menurut beberapa sumber, banyak perusahaan yang telah diprivatisasi telah datang di bawah manajemen Cina dan semakin mempekerjakan pekerja Cina Han bukan Uighur. Hal ini dilaporkan telah meluas ke beberapa pabrik yang memproduksi karpet lokal dan sutra yang merupakan kerajinan tradisional Uighur. Dengan perubahan ekonomi dan sosial selama dua dekade terakhir, kejahatan telah secara substansial meningkat di wilayah tersebut. Di beberapa daerah, kecanduan narkoba dan prostitusi telah menjadi luas di kalangan pengangguran.
Pribumi Uighur memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi daripada migran Han, namun penghasilan Uighur rata-rata 29 persen lebih sedikit dibandingkan dengan Han. Hal ini menunjukkan besarnya diskriminasi pasar atas dasar etnis baik di sektor formal maupun informal.20
Agama
Sebelum komunis mulai berkuasa pada tahun 1949, ada lebih dari 20.000 masjid di Xinjiang. Jumlah tersebut menurun menjadi kurang dari 500 selama Revolusi Kebudayaan. ada dua gelombang pasang keagamaan di tahun 1980-an dan setelah 18 “Xinjiang Uighurs bitter at invasion of Chinese immigrants”, Agence France Presse report from Urumqi, 13 May 1997, citing officials from the Xinjiang Economic Commission.19 “Trouble on the Marches”, op.cit., p.22, and Agence France Presse report of 13 May 199720 Anthony J. HOWELL, Chinese Minority Income Disparity in the Informal Economy: A Cross-Sectoral Analysis of Han-Uighur Labour Market Outcomes in Urumqi’s Formal and Informal Sectors Using Survey Data, CIJ_V11.3_004.indd. p.21 http://www.tonyjhowell.com/papers/Minority_income_disparity_in_Xinjiange.pdf
tahun 2006, mencerminkan peningkatan pesat dalam jumlah masjid. Gelombang kedua masih berlangsung, dan statistik menunjukkan kecepatan yang mengejutkan bahwa lebih dari 10.000 masjid dibangun dalam waktu 5 tahun.
Fakta ini jelas menggambarkan naiknya kesadaran keagamaan di kalangan penduduk Uighur di Xinjiang, yang membawa fenomena lain yang luar biasa : yang berkembang dari sekolah-sekolah Islam di bawah tanah. Di Cina, semua kegiatan keagamaan diatur oleh otoritas negara, administrasi urusan agama, termasuk pendirian tempat-tempat resmi untuk ibadah (masjid, gereja, kuil, dll.), pelatihan ustad, pengelolaan kegiatan agama dan sertifikasi pengkhotbah.
Namun, kebangkitan agama baru-baru ini di
kalangan penduduk Uighur berkembang melalui
jalur tidak resmi untuk menghindari kontrol negara.
Organisasi-organisasi keagamaan sangat mampu
untuk menarik pengikut dan memobilisasi kekuatan
melalui khotbah keagamaan bawah tanah. Catatan
terbaru ‘insiden kekerasan’ menunjukkan bahwa
banyak serangan itu terkait dengan organisasi-
organisasi bawah tanah dan jaringan mereka, yang
sekarang menjadi target utama untuk ditindak
otoritas.21
Grafik Perkembangan Jumlah Masjid di Xinjiang sejak tahun 1949-2011
21 Raymond Lee, Unrest in Xinjiang, Uighur Province in China, Al Jazeera Center for Studies, February 2014. p.6 http://studies.aljazeera.net/en/
26
Laporan Bulanan SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014
Dengan “pintu terbuka” kebijakan yang
diluncurkan pada akhir tahun 1970 dan reformasi
ekonomi berikutnya, ada kebangkitan agama di
XUAR. Pihak berwenang mengizinkan pembukaan
kembali masjid dan penggunaan dana sumbangan
dari beberapa negara-negara Islam untuk
membangun masjid baru dan ditemukan sekolah-
sekolah Al-Quran. Banyak Muslim diizinkan lagi
untuk melakukan perjalanan ke negara-negara
Islam, dan kontak dengan Muslim di luar negeri
didorong.22 Namun Liberalisasi ini berhenti pada
akhir 1980-an.
Pemerintah kembali ke kebijakan restruktif, di tengah kekhawatiran bahwa Islam mungkin memberikan titik kumpul bagi nasionalisme etnis dan bahwa gerakan Islam di luar negeri mungkin menginspirasi anak muda Uighur yang telah pergi untuk belajar di sekolah-sekolah Islam asing. Ketakutan ini tampaknya diperkuat oleh sebuah insiden di Baren, dekat Kashgar, pada bulan April 1990, ketika terjadi protes dan kerusuhan, dilaporkan dipimpin oleh anggota dari kelompok nasionalis Islam yang mengakibatkan banyak kematian.
Sejak itu, banyak masjid dan sekolah Al-Quran
ditutup, penggunaan tulisan Arab dihentikan,
kontrol ketat telah dikenakan pada para ulama
Islam, dan pemimpin agama yang dianggap
“subversif” telah diberhentikan atau ditangkap.
Muslim yang bekerja di kantor-kantor pemerintah
dan lembaga resmi lainnya dilarang mempraktikkan
agama mereka, yang nekat mereka akan kehilangan
pekerjaan mereka.
Sejak tahun 1996 pemerintah mengintensifkan kampanye melawan “Three evils” yaitu “teroris”,
22 Lillian Craig Harris, op.cit., p. 121, and Gaye Christoflersen, “Xinjiang and the Great Islamic Circle: The Impact of Transnational Forces on Chinese Regional Planning”, The China Quarterly, No.133, March 1993, pp.130-151.
“separatis” dan “ekstremis agama”, dan pada saat yang sama meluncurkan “pendalaman pendidikan ateis” kampanye untuk membersihkan akar rumput komite partai komunis dan lembaga lainnya dari unsur kepercayaan Islam. laporan kampanye seperti di wilayah Turpan pada tahun 1997, surat kabar resmi Harian Xinjiang mengatakan: “Para anggota partai yang percaya pada agama dan yang menolak untuk mengubah cara mereka setelah pendidikan harus diberikan jangka waktu tertentu untuk melakukan koreksi, dibujuk untuk menarik diri dari partai atau dipecat dari partai sesuai dengan keseriusan kasus mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, 98 anggota partai agama [di Turpan] telah ditangani. “ Surat kabar itu juga melaporkan:
“Organisasi Partai dan organ-organ pemerintah di semua tingkatan telah memperketat kontrol urusan agama, dan selanjutnya komite kontrol agama ditingkatkan di kota, kota dan desa.” [harian Xinjiang, 9 April 1997].
Pada Juni 1997, surat kabar yang sama melaporkan tindakan keras terhadap kegiatan “ilegal” keagamaan di wilayah Ili menyusul kerusuhan etnis di sana pada bulan Februari 1997: “Kegiatan keagamaan ilegal yang dibersihkan di Ili, dari desa ke desa, dusun dengan dusun” Surat kabar itu juga melaporkan bahwa 40 “peserta dalam kegiatan keagamaan” telah ditangkap, 35 pemimpin partai komunis di desa-desa dan kota-kota serta 19 walikota atau pemilik pabrik telah dipecat, dan renovasi 133 masjid telah dihentikan di berbagai daerah.23
Pada tanggal 17 April 1998, Urumqi Evening News melaporkan penggeledahan yang dilakukan polisi di 56 masjid di Egarqi, di distrik Aksu: “polisi telah menggeledah masjid ini dan mengontrol ketat imam dan muadzin serta kegiatan mereka,
23 Reuters, Beijing, 26 June 1997, citing the Xinjiang Dailyof 21 June 1997.
27
SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014Laporan Bulanan
Aktivitas yang dianggap tidak wajar dihentikan.”
Sumber tidak resmi melaporkan bahwa banyak kelas Al-Quran rahasia dan kelompok-kelompok agama yang didirikan pada 1990-an ketika pemerintah mulai menutup sekolah-sekolah agama. Beberapa pemimpin agama kemudian membuka kelas agama untuk mengajar mengaji di rumah-rumah penduduk. Banyak kelas privat seperti itu dibentuk di selatan, di mana tradisi Islam tetap kuat. Kelas-kelas ini secara berkala ditemukan oleh polisi kemudian ditutup. Menurut sumber tidak resmi, para Mullah (guru agama) dan juga santri dibawa ke tahanan polisi, ditahan selama dua atau tiga bulan, dan biasanya kemudian dilepaskan dengan syarat membayar denda. Beberapa ditahan berulang kali. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa telah dikirim ke kamp “pendidikan ulang melalui kerja paksa” atau dijatuhi hukuman penjara.
Pada bulan Juni 1997 pemerintah RRC mulai secara eksplisit menghubungkan kegiatan separatis dengan agama. The Xinjiang Daily melaporkan bahwa tindakan keras terhadap kegiatan keagamaan bawah tanah telah mengakibatkan larangan resmi pada pembangunan atau renovasi 133 masjid. Selain itu, pihak yang berwenang menyatakan mereka telah membubarkan lebih dari 100 kelas Al-Quran ilegal. Pada bulan Juli, Amudun Niyaz, ketua Kongres Rakyat Xinjiang, secara terbuka menyerukan “perang rakyat melawan separatis dan kegiatan keagamaan ilegal”. Namun, ia berhati-hati, “Perjuangan kita melawan separatis nasional bukan etnis atau agama”.24
Sosial dan budaya
Sosial dan budaya juga telah dibatasi. Di Urumqi, beberapa pengusaha Uighur yang memproduksi pakaian etnik tradisional atau yang terlibat dalam isu-isu sosial telah mengalami pelecehan -
24 Noref Report – March 2014, p.5
beberapa harus menutup usaha mereka. Di kota-kota di utara, beberapa orang juga dilaporkan telah ditahan hanya karena menampilkan tanda-tanda identitas etnis dan agama mereka, seperti jilbab bagi Muslimah. Di Ili dan daerah lain, sebuah forum sosial dan budaya yang dikenal sebagai “meshreps”, yang dihidupkan kembali pada tahun 1994 oleh Uighur di kota Gulja (Yining), dilarang oleh penguasa pada tahun 1995.25
Pakaian tradisional china dan mode china dipaksakan di sekolah-sekolah dan instansi pemerintahan. Elit Cina tidak secara eksplisit mengakui pengaruh ide-ide dari Marxisme Eropa. Dalam arti, China tidak bisa mengakui itu karena RRC harus melanjutkan perjuangan melawan kolonialisme (‘barat’) untuk menyembunyikan proyek kolonial sendiri di Xinjiang.26
Menurut berbagai sumber, puisi, lagu, drama dan karya-karya lain seniman dan penulis Uighur telah dilarang oleh pihak berwenang ketika dianggap membangkitkan perasaan nasionalis, dan beberapa orang dilaporkan telah ditahan hanya karena memiliki kaset atau karya sastra yang dilarang. Namun, kerusuhan etnis dan protes publik terus berlanjut.27
Pengendalian kelahiran
Sejak akhir tahun 1980an, penegakan kebijakan pengendalian kelahiran nasional di XUAR telah menciptakan kebencian yang kuat di antara suku
25 Amnesty International. 1999. “Gross violations of human rights in the Xinjiang Uighur Autonomous Region.”26 David Tobin, Xinjiang Talks Back: Reflections on Post-Coloniality and Gender Security, 10/04/14, http://www.psa.ac.uk/sites/default/files/conference/papers/2014/Tobin%20(2014)%20Xinjiang%20Talks%20Back%20-%20Reflections%20on%20Postcoloniality%20and%20Gender%20Security.pdf 27 Amnesty International. 1999. “Gross violations of human rights in the Xinjiang Uighur Autonomous Region.” <http://www.amnesty.org/en/library/asset/ASA17/018/1999/e n / 6 e b 1 1 6 e d - e 2 8 5 - 1 1 d d - a b c e - 6 9 5 d 3 9 0 c c e a e /asa170181999en.html>
28
Laporan Bulanan SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014
Uighur dan kelompok etnis lainnya. Sumber resmi dan tidak resmi menunjukkan bahwa implementasi kebijakan telah menyebabkan insiden kekerasan, termasuk serangan terhadap kantor-kantor pengendalian kelahiran. Di bawah kebijakan pengendalian kelahiran resmi, pasangan minoritas diperbolehkan untuk memiliki tiga anak di pedesaan dan dua anak di perkotaan. Namun, menurut sumber tidak resmi, pihak berwenang semakin memberikan tekanan pada pasangan minoritas untuk mengurangi jumlahnya menjadi dua dan satu.
Seperti di seluruh negeri, kehamilan harus direncanakan sesuai dengan kuota kelahiran diizinkan dan dialokasikan untuk daerah tertentu untuk suatu periode tertentu. Seorang pasangan kemudian dapat ditolak izin untuk hamil selama beberapa tahun sampai “rencana” memungkinkan. Rencana ini diberlakukan pada prinsipnya dengan sistem imbalan dan hukuman. Namun, banyak wanita yang hamil “di luar rencana” dipaksa untuk melakukan aborsi dan mereka yang melahirkan di luar rencana menghadapi hukuman yang membahayakan mata pencaharian keluarga. Sterilisasi paksa juga umum terjadi.28
Kebijakan “Three Evils” Pemerintah China
Meskipun ada sekitar 23-50 juta Muslim di Cina (sekitar 1-2% dari populasi), terbagi di antara sepuluh kelompok etnis mayoritas Muslim, klaim dan kekhawatiran pemerintah RRC tentang fokus terorisme selalu ditujukan pada Uighur, yang secara geografis terkonsentrasi di Xinjiang. populasi Uighur yang cukup signifikan juga ada di Kazakhstan (220.000), Uzbekistan (55.000) dan Kyrgyzstan (49.000).29
28 Ibid.29 Nick Holdstock, Islam and instability in China’s Xinjiang, NOREF (Norwegian Peacebuilding Resource Centre) Report – March 2014. p.1
Banyak orang Uighur yang menjadi lebih konservatif terhadap Islam setelah tindakan keras oleh aparat. Banyak pemuda Uighur mengakui bahwa sebelumnya mereka sering minum alkohol, jarang pergi ke masjid dan tidak berpuasa selama bulan Ramadhan. Pertumbuhan religiusitas antara Uighur di Xinjiang dapat dipandang sebagai respon terhadap tindakan keras terhadap Islam.30
Serangan 11 September, 2001 di Amerika Serikat yang diikuti Perang Global Melawan Teror membuat kondisi semakin memburuk bagi warga Uighur. Jika keadaan mereka sebelumnya setidaknya telah sedikit menarik perhatian dari AS dan Uni Eropa, sebagai Muslim mereka sekarang tidak bisa mengharapkan bantuan dari negara-negara Barat. Dengan memanfaatkan situasi, pemerintah Cina tidak membuang waktu dalam mempublikasikan hasil penelitian mereka sendiri: separatis Uighur tidak hanya dituduh sebagai teroris tapi juga terkait erat dengan Al Qaeda dan Taliban Afghanistan. Amerika Serikat yang memiliki kebutuhan mencari mitra untuk memperluas perang melawan teror, AS mempertimbangkan lobi Cina; pada musim gugur 2002, ETIM telah ditambahkan ke daftar PBB sebagai organisasi teroris.31
Cina selalu memberi cap pejuang Xinjiang sebagai teroris. Teroris, separatis dan ekstrimis agama, ditempatkan dalam satu set ancaman keamanan utama yang dikenal di Cina sebagai “Three evils” (tiga setan). Di Xinjiang, semua unsur “Three evils” dianggap ada di East Turkestan Islamic Movement (ETIM), yang merupakan gerakan nasionalis Uighur terbesar dan paling aktif. Cina telah mengajukan ETIM sebagai organisasi teroris yang dikatkan dengan hampir semua insiden kekerasan separatis.
30 Nick Holdstock, Islam and instability in China’s Xinjiang, NOREF (Norwegian Peacebuilding Resource Centre) Report – March 2014. p.531 Teemu Naarajärvi, War on Terror with Chinese Characteristics?, p.253 http://www.sgr.fi/sust/sust264/sust264_naarajarvi.pdf
29
SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014Laporan Bulanan
Beberapa orang uighur bahkan sempat ditahan
di tahanan Guantanamo Cuba. Mereka dituduh
terlibat terorisme. Namun militer AS kemudian
menemukan bahwa mereka tidak terlibat teroris,
tetapi ditangkap dengan tuduhan palsu oleh
pemerintah china. Sehingga mereka akhirnya
dibebaskan. Mungkin penangkapan itu tidak
akan terjadi bila AS tidak terbujuk China untuk
memasukkan ETIM dalam daftar organisasi teroris.
Sebenarnya status ETIM masih belum jelas,
melihat bahwa ada beberapa gerakan separatis
yang berbeda bekerja untuk kemerdekaan Uighur.
Namun, pandangan pemerintah China adalah
bahwa semua gerakan yang beroperasi di bawah
payung ETIM adalah organisasi teroris.32
Menurut studi Cina yang sering dikutip, ETIM
bertanggung jawab atas sekitar 200 serangan
teroris yang telah menyebabkan kematian korban
162 orang sejak tahun 1990-an. Meskipun tidak
ada yang dapat menyangkal bahwa sebagian
besar insiden ini terjadi, sangat mungkin banyak
di antaranya adalah serangan individu yang tidak
ada hubungannya dengan gerakan separatis
terorganisir. Definisi terorisme Cina menyatakan
bahwa ada berbagai jenis terorisme di dunia, dan
bahwa ‘negara yang berbeda sepenuhnya berhak
menentukan lebih lanjut difinisi terorisme dalam
batas mereka sendiri’. Meskipun seseorang tidak
dapat menyangkal hak-hak negara untuk membela
diri, seperti definisi ‘pintu terbuka’ terorisme
tampaknya agak oportunistik, terutama ketika
diciptakan persis seperti Perang Global Melawan
Teror saat ini.33
32 Teemu Naarajärvi, War on Terror with Chinese Characteristics?, p.25233 Ibid. p.253
Pada tahun 2002, Amerika Serikat, dalam
sebuah langkah yang kontroversial, ketika
memasukkan Gerakan Islam Turkistan Timur (ETIM)
sebagai organisasi teroris. Banyak orang Uighur
menunjukkan fakta bahwa, meskipun teror bom
dan kekerasan lain juga terjadi di Tibet, Amerika
Serikat belum menempatkan kelompok separatis
Tibet dalam daftar organisasi teroris.34
Kelompok Perlawanan di Xinjiang35
1. Front Revolusioner Turkestan Timur
(United Revolutionary Front of Eastern Turkestan)
Pemimpin: Yusupbek Mukhlisi (alias Modan
Mukhlisi).
Kekuatan : 30 unit bersenjata, termasuk ahli
pembuat bom.
Mukhlisi mengklaim memiliki anggota “22
juta Uighur” siap untuk melakukan perjuangan
bersenjata melawan RRC.
Mengklaim memiliki hubungan dengan beberapa
kelompok di seberang perbatasan di Kazakhstan
2. Wolves of Lop Nor
Pemimpin: tidak diketahui.
Mengaku bertanggung jawab atas sejumlah
serangan bom di kereta api dan beberapa insiden
pembunuhan.
Markas Lop Nor adalah salah satu wilayah uji
coba nuklir terbesar Cina.
34 Jenny L. Phillips, UIGHURS IN XINJIANG: UNITED OR DIVIDED AGAINST THE PRC? THESIS. Naval Postgraduate School Monterey, California. 2012 p.4635 “China’s Relations with Central Asian States and Problems with Terrorism.” US Department of State, Congressional Research Service Report, 2001. and Scott Fogden thesis, Writing Insecurity: The PRC’s Push to Modernize China and the Politics of Uighur Identity. University of Wales, Aberystwyth, September 2002. Dalam Dru C. Gladney, “China’s Xinjiang Problem” Center for Strategic and International Studies Washington, DC 5 June 2003. p.18
30
Laporan Bulanan SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014
3. Himpunan Pemuda Turkistan Timur (Home of East Turkistan Youth)
Pemimpin: tidak diketahui.
Dicap sebagai Hamas Xinjiang. Dilaporkan memiliki 2.000 anggota.
4. Gerakan Islam Turkistan Timur (East Turkistan Islamic Movement /ETIM)
Pemimpin: Hasan Houran.
Dituduh bertanggung jawab atas pembunuhan Uighur dipandang sebagai “kolaborator” dengan RRC dan pemerintah Asia Tengah.
Tersebar di seluruh wilayah: di Tajikistan, China, Uzbekistan, Afghanistan, dan Chechnya. Pemimpin ketiga, Rashid dideportasi ke China dari Pakistan
5. Gerakan Pembebasan Turkistan (Free Turkistan Movement)
Pemimpin: Abdul Kasim
April 1990 mengorganisir kerusuhan di Baren, Xinjiang. Pejabat RRC melaporkan 22 orang tewas.
Senjata yang digunakan dalam Baren mungkin berasal dari Afghanistan mujahidin.
6. Organisasi Pembebasan Uighuristan
Pemimpin: Ashir Vakhidi. Berkomitmen untuk perjuangan bersenjata terhadap “pendudukan” Cina dari “ tanah air Uighur.”
Terroris atau Freedom Fighter?
Fakta-fakta yang ada tidak mendukung gagasan bahwa ada, atau telah ada dalam sejarah, ancaman teroris Uighur yang besar dan canggih. Bukti dari tindakan teroris yang dilakukan Uighur sebagian besar tidak meyakinkan sebagai kelompok teroris, seperti informasi mengenai kapasitas dan jangkauan ETIM yang disampaikan pemerintah RRC. Ancaman teroris yang disampaikan pemerintah cenderung dibesar-besarkan dan tidak sesuai dengan fakta.
Hal itu dilakukan untuk melegitimasi tindakan keras yang dilakukan aparat keamanan RRC terhadap kelompok yang menentang kebijakan mereka.36
Menurut Jenny L. Phillips dalam tesisnya menyatakan bahwa, konflik etnis di Xinjiang tidak masuk ke dalam kategori radikalisasi Islam dan terorisme berdasarkan teori Sageman. Uighur hanya memenuhi satu dari empat dinamika radikalisasi. Kebanyakan orang Uighur tidak merasa bahwa ada perang melawan Islam. Meskipun pengalaman pribadi mereka dapat menyaksikan ketidakadilan moral, tetapi tidak dalam konteks perang melawan Islam.37
Faktanya sangat sedikit dari konfrontasi sejak 1990-an secara definitif terkait dengan kelompok separatis Uighur atau “teroris”. Selain itu, pemeriksaan lebih lanjut mengenai beberapa insiden membawa pertanyaan tentang bagaimana tindakan “teroris” didefinisikan, dan apakah tindak pidana biasa bisa didefinisikan sebagai tindakan terorisme. Terakhir, tidak ada indikasi yang signifikan adanya seruan untuk perang agama melawan Cina -pada kenyataannya, pencarian melalui internet untuk seruan jihad melawan Cina hampir tidak ada.38
Millward membuat pengamatan yang menarik bahwa dalam laporan China dan tulisan-tulisan sebelumnya, kata-kata seperti “Turkistan Timur” dan “teroris” tidak umum ditemukan, tetapi yang dipakai kata-kata seperti “separatis nasional” dan “musuh” yang digunakan untuk menggambarkan mereka yang terlibat dalam konflik di Xinjiang.39
36 Nick Holdstock, Islam and instability in China’s Xinjiang, NOREF (Norwegian Peacebuilding Resource Centre) Report – March 2014. p.6-837 Jenny L. Phillips, UIGHURS IN XINJIANG: UNITED OR DIVIDED AGAINST THE PRC? THESIS. Naval Postgraduate School Monterey, California. 2012 p.4938 Ibid.p.5039 Millward, Eurasian Crossroads, 339. Dalam Jenny L. Phillips, UIGHURS IN XINJIANG: UNITED OR DIVIDED AGAINST THE PRC?p.50
31
SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014Laporan Bulanan
Namun, setelah serangan 9/11 di Amerika Serikat, RRC mulai intensif menggunakan bahasa yang berkaitan dengan terorisme, seperti terlihat dalam laporan tahun 2002 “Pasukan teroris ‘Turkistan. “RRC menerima beberapa keuntungan dalam perang “terorisme” global.
Menariknya ketika Wakil Menteri Luar Negeri AS, Richard Armitage, mengidentifikasi ETIM sebagai kelompok teroris di tahun 2002, tidak ada insiden pada 1990-an yang pernah diklaim oleh kelompok yang menamakan dirinya ETIM dan tidak ada penyebutan ETIM sampai 2000. Ternyata bahwa beberapa orang tidak pernah mendengar tentang ETIM, yang dalam laporan 2001 tentang separatis Muslim Uighur tidak hanya tidak menyebutkan ETIM tetapi juga menyatakan bahwa “tidak ada kelompok tunggal yang dapat diidentifikasi” untuk kekerasan oposisi di Xinjiang. Observasi ini mengungkapkan upaya pemerintah Cina mengambil keuntungan dari “perang global melawan terorisme” untuk menekan Uighur.40
Meskipun banyak Uighur tidak menganggap ada perang melawan Islam, mereka meyakini ada usaha genosida budaya. Jika di masa depan Pemimpin Uighur karismatik muncul, ia dapat memanfaatkan Islam sebagai sarana untuk memobilisasi dukungan dalam perjuangan untuk kemerdekaan. Kebijakan represif RRC tentu memberikan Uighur alasan nyata untuk menentang rezim. Daya tarik jihad bahkan mungkin lebih kuat jika seseorang percaya bahwa genosida budaya terjadi.
Dalam hal ini, penentuan nasib sendiri menjadi di atas segalanya, tujuan yang paling penting karena tanpa itu, akhir yang akan dirasakan adalah pemusnahan. seperti pendapat Basayev yang begitu meyakinkan: “Bagi saya, pertama dan terutama adalah perjuangan untuk kebebasan. Jika 40 Jenny L. Phillips, UIGHURS IN XINJIANG: UNITED OR DIVIDED AGAINST THE PRC? THESIS. Naval Postgraduate School Monterey, California. 2012. p.51
aku bukan orang bebas, saya tidak bisa hidup dalam iman saya. Saya harus menjadi orang yang bebas. Kebebasan adalah yang utama.” Jihad adalah salah satu pendekatan yang mungkin untuk mencapai kebebasan ini.41
Jika pemerintah Cina terus menekan Uighur atas nama memerangi “separatisme, ekstrimisme dan terorisme,” apakah mungkin bahwa RRC dapat menciptakan stabilitas? Apakah mungkin sebuah negara terus mengobati orang-orang seperti penjahat dan menganggap radikal, mungkin orang-orang ini benar-benar akan menjadi begitu? Ada beberapa kekhawatiran bahwa perlakuan kasar Beijing pada Uighur pada akhirnya dapat menyebabkan radikalisasi. Pada tahun 2012, Komisi AS untuk Kebebasan Beragama Internasional (USCIRF) mengatakan dalam laporan tahunannya bahwa : “represi aktif Cina terhadap agama dan budaya Uighur dapat menjadi kontraproduktif, yang mengarah ke jenis yang sangat ekstrem yang berusaha untuk Beijing cegah.” Direktur USCIRF, Dr Katrina Lantos Swett, juga berpendapat bahwa penganiayaan pemerintah China terhadap agama di Xinjian telah “menyebabkan keamanan tidak stabil sera memicu kemarahan dan kebencian” dan justru berpotensi “memicu ekstremisme yang berusaha diperangi Beijing.”42(K. Subroto)
41 Ibid.p.51-5242 Ibid.p.51
32
Laporan Bulanan SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014
I. Pendahuluan
Sejak dahulu, perang tidak terpisahkan dari sejarah peradaban manusia. Dalam skala yang lebih kecil, pada waktu itu, perang dapat terjadi antar marga, kemudian meningkat menjadi antar kabilah atau suku, lalu melonjak menjadi antar negara. Namun perang kini tidak hanya melibatkan antar dua negara, tetapi melibatkan beberapa negara berhadapan beberapa negara lainnya. Perang dunia I dan II adalah fakta tak terbantahkan dari contoh tersebut.
Untuk itu, sejak dahulu, peradaban manusia sudah menyusun dan membuat suatu etika-etika dan perjanjian-perjanjian perang yang mereka jalankan dan implementasikan sesama mereka yang saling berperang. Beberapa etika tersebut dapat ditemukan pada peradaban-peradaban kuno terdahulu seperti Cina, Mesir, perabadan-peradaban yang ada di Utara Afrika, dan Asia Barat (seperti Persia) yang menjalankan perangnya berdasarkan beberapa etika yang sudah berlaku seperti tradisi antar mereka.
Sayangnya, etika-etika dan perjanjian-perjanjian tersebut tidak mengikat antar kelompok yang berperang, kecuali hanya pada poin-poin tertentu yang ingin dihormati oleh suatu negara. Sementara untuk kelompok atau negara yang tidak terikat oleh perjanjian-perjanjian dengan mereka maka etika-etika tersebut tidak akan diterapkan. Dengan kata lain, tradisi mereka jika terjadi perang
adalah berusaha melepaskan diri dari etika-etika yang telah ada demi mengalahkan dan menghancurkan musuh mereka.1
Ironisnya, di Eropa, tradisi ini terus berlanjut hingga pada abad ke 18, sebagaimana yang diungkapkan oleh William Scott bahwa undang-undang (etika-etika) perang Eropa tidak diimplementasikan secara menyeluruh pada negara-negara di luar Eropa. Scott mengatakan, “Suatu yang sangat sulit sekali bagi masyarakat (Eropa) dalam menyikapi Kerajaan Morroco, seperti Marrakest (dengan) memandang bahwa mereka diharuskan (mengimplementasikan) secara keseluruhan hukum undang-undang internasional global sebagaimana yang diimplementasikan antar sesama negara Eropa.”2 Sikap mereka seperti itu disebabkan oleh pandangan mereka bahwa dunia ini terdiri tiga kelompok manusia: (1) berperadaban, (2) barbar, dan (3) buas. Kelompok pertama berhak atas pengakuan politik yang sempurna. Dengan kata lain, berhak untuk diterapkan undang-undang secara menyeluruh. Sementara untuk kelompok kedua hanya berhak atas sebagian pengakuan politik. Sedangkan untuk kelompok ketiga hanya berhak mendapatkan pengakuan alami mereka atau dasar kemanusian mereka. Kelompok pertama yang mereka maksudkan hanya sebatas pada masyarakat Eropa, adapun kelompok kedua dan ketiga adalah masyakat non-Eropa.3
1 Dr. Dhou Miftah Ghamaq, Nazhariyyatul-Harb fil-Islam wa Atsaruha fil-Qanuun ad-Dualy Al-‘Aam, hal. 10.2 Ivan Leward, As-Salaam war Ra’yu, penerjemah Muhammad Amin, dinukil dalam Nazhariyyatul-Harb fil-Islam wa Atsaruha fil-Qanuun ad-Dualy Al-‘Aam, hal. 10. 3 Ibid.
ETIKA PErANG dALAM ISLAM
33
SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014Laporan Bulanan
Sementara Islam, sejak kemunculannya pada abad ke-7 M, telah menggariskan etika-etika perang yang dapat ditemukan pada biografi Muhammad saw maupun dalam karya-karya para ahli hukum Islam (fuqaha). Etika-etika tersebut mencakup teori-teori mengenai peperangan, seluruk aspek-aspeknya, filsafatnya, serta motif-motif dan peringatan-peringatan sebelum terjadinya perang. Secara spesifik, etika tersebut mencakup kadar pengrusakan dan pembunuhan yang diizinkan agar terealisasi kemenangan, cara memperlakukan kelompok yang lemah untuk berperang, cara memperlakukan korban musuh yang terluka dan yang tertawan serta masyarakat yang tunduk di bawah pemerintahan Islam, juga berbagai interaksi internasional antara pemerintahan Islam dengan pihak lain dan sebagainya. Singkatnya, etika-etika tersebut telah diimplementasikan sejak 14 abad yang lalu dalam perang-perang yang dilakukan oleh pemerintahan Islam, saat di mana Eropa sedang berada pada masa kegelapan dan keterpurukannya.
II. Perang dan Perdamaian dalam Islam
Pembahasan mengenai etika perang dalam Islam tidak terlepas dari pembahasan mengenai perang dan damai dalam Islam. Sebagaimana di ketahui bahwa Islam adalah agama yang mendasarkan keyakinan dan perbuatannya pada wahyu ilahi, baik yang dinarasikan sesuai dengan lafaz dan maknanya, yaitu Al-Quran, maupun yang dinarasikan oleh Rasul-Nya, Muhammad saw, dengan tanpa mengurangi dari maksud dan makna wahyu tersebut.
Dengan demikian, identifikasi perang dan damai Islam selalu berlandaskan pada konsep Islam tersebut.
Al-Quran menjelaskan bahwa perang antara Islam dan kekufuran akan terus berlanjut sampai kekufuran tersebut tunduk di bawah politik Islam.4
Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah: 193)
Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Anfal: 39)
... dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya ... (QS. At-Taubah: 36)
Namun ini tidak berarti bahwa, dalam Islam, perang merupakan jalan terdekat dan satu-satunya untuk mendakwahkan Islam; dan bukan berarti bahwa umat Islam harus
4 Pendapat bahwa asal hubungan Islam dan kekufuran adalah perang merupakan pendapat mayoritas ahli hukum Islam (fuqaha), baik dari aliran fikih Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Sementara pendapat bahwa asal hubungan Islam dan kekufuran adalah damai merupakan pendapat sebagian ahli hukum Islam, terutama yang kontemporer seperti Muhammad Rasyid Ridha, Muhammad Syaltut, Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahha Khalaf, dan Abdullah bin Zaid Alu Mahmud. Lihat Abdullah bin Ibrahim Ath-Thuraiqi, Al-Isti’aanatu bi Ghairil Muslimiin fil Fiqhil Islaami, hal. 107-114.
34
Laporan Bulanan SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014
memulai memerangi musuh sebelum mereka diperangi; perang tidak bertujuan memaksa seluruh manusia untuk masuk ke dalam Islam; tidak berarti Islam membolehkan membunuh seluruh orang kafir –termasuk wanita, anak-anak, para rahib, orang tua renta dan sebagainya- baik mereka sebelumnya didakwahi Islam atau tidak; juga tidak berarti bahwa Islam tidak menerima perdamaian dengan pihak musuh atau tidak menerima ketundukan mereka terhadap kekuasaan politik Islam yang diwujudkan dengan bersedia membayar jizyah; atau tidak juga bahwa tujuan perang dalam Islam adalah mencari kedudukan yang tinggi di atas muka bumi.
Islam menjadikan perang menjadi bagian dari sarana dakwah, sehingga perang tidak akan dilakukan kecuali setelah dakwah secara damai ke negeri kafir mendapat hambatan, penolakan, bahkan pembunuhan; dan juga negeri tersebut tidak mau tunduk pada pemerintahan Islam yang diwujudkan dengan ketersediaan untuk membayar jizyah.5
Dari sini, perdamaian dengan negara kafir atau kekuatan kekufuran adalah suatu pengecualian dalam Islam. Islam memang membolehkan untuk melakukan perdamaian dengan negara atau kekuatan kafir dalam rentang masa tertentu, tidak untuk selamanya.6 Menurut aliran fikih Syafi’i dan Hanbali, rentang masa perdamaian tersebut tidak boleh melebihi 10 tahun –sesuai dengan masa perjanjian antara Muhammad saw dan bangsa
5 Lihat Abdullah bin Ibrahim Ath-Thuraiqi, Al-Isti’aanatu bi Ghairil Muslimiin fil Fiqhil Islaami, hal. 122-125.6 Ibid.
Quraisy dalam perjanjian Hudaibiyah, meski ada diantara alirah fikih Islam yang membolehkan waktu perdamaian lebih dari itu, sesuai dengan kemaslahatan umat Islam.7
Namun mereka sepakat bahwa perdamaian dengan orang kafir tidak boleh berlangsung selamanya.8 Mayoritas ahli hukum Islam membolehkan berdamai dengan negera kafir ketika posisi negara Islam diprediksikan lebih lemah dibanding dengan negara kafir, meski ada yang berpandangan bahwa perdamaian dengan negara kafir bisa dijalankan selama negera tersebut tidak memusuhi negara dan umat Islam. Perdamaian akan terjadi selamanya ketika seluruh orang-orang atau kekuatan kafir tunduk di bawah pemerintahan Islam.
III. Perang Suriah dalam Pandangan Islam
Dalam literatur-literatur karya para ahli hukum Islam, fuqaha, aktivitas perang dalam Islam sering kali dikaitkan dengan pembagian kewilayahan antara wilayah Islam (daaru l-Islaam) dan wilayah perang (daaru l-harb), yang biasanya identik dengan negeri atau wilayah atau kekuasaan kafir. Meski kurang tepat untuk disinonimkan dengan istilah negara dalam undang-undang internasional kontemporer, namun terma ad-daar acapkali digunakan dengan maksud sebuah negara.
Daaru l-Islaam secara singkat dapat didefinisikan sebagai sejumlah wilayah yang di dalamnya diterapkan hukum-hukum Islam, tampuk kekuasaan berada di tangan umat Islam,
7 Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Al-Wajiiz fil Fiqhil Islaami, jilid. 2, hal. 508-5098 Dr. Ihsaan Al-Hindi, Ahkaamul Harbi was Salaam fid Daulatil Islaam, hal. 92.
35
SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014Laporan Bulanan
dan penduduknya –baik muslim maupun kafir dzimmi- merasakan keamanan. Penentu utama apakah sebuah wilayah adalah daaru l-islaam adalah hukum-hukum (perundang-undangan) yang diterapkan di wilayah tersebut.9 Jika diterapkan perundangan-undangan Islam maka dinamakan dengan daaru l-islaam sementara jika yang diterapkan bukan perundang-undangan Islam maka tidak bisa dinamakan daaru l-islaam, atau dinamakan daaru l-kufr atau jika memerangi umat Islam maka disebut daaru l-harb.
Meski secara teoritis membedakan antara
daaru l-islaam dan daaru l-kufr terkesan
mudah, namun mengaplikasikan teori ini pada
realita kontemporer merupakan suatu yang
tidak mudah, meski tidak berarti mustahil. Tidak
mudah mengingat bahwa setiap dari kedua
kedua istilah tersebut mempunyai konsekuensi
masing-masing.
Ada perbedaan kondisi politik mendasar
antara kondisi di mana para ahli hukum Islam
ketika membicarakan teori kewilayahan
tersebut dengan kondisi yang di alami oleh
mayoritas umat Islam. Para ahli hukum Islam
dahulu membicarakan teori tersebut ketika
kondisi politik Islam di atur oleh perundang-
undangan Islam dengan pemimpin negara
bergelar amiir atau khaliifah. Sekarang, meski
banyak negara dengan mayoritas umat Islam
namun sebagian besar –jika tidak dikatakan
seluruh- pemerintahannya tidak tunduk pada
aturan perundang-undangan Islam (syariat).
9 Ibid, hal. 171-172.
Jika pun ada yang menyatakan pemerintahannya tunduk pada perundang-undangan Islam, akan tetapi belum cukup ideal untuk disebut dengan daaru l-islaam. Selain juga dikhawatirkan bahwa akan terjadinya pertumpahan darah antara umat Islam dalam suatu negara, di mana terjadi peperangan antara umat Islam yang berada di barisan pemerintahan yang diklaim dengan daaru l-harb/daaru l-kufr dengan umat Islam lain yang berusaha mengembalikan daaru l-kufr menjadi daaru l-islaam.
Dengan penjelasan singkat mengenai pembagian kewilayahan (ad-daar) di atas diharapkan mampu untuk menjelaskan mengenai status perang yang terjadi di sebuah negara dengan mayoritas umat Islam, terkhusus Suriah sekarang ini.
Ada beberapa pendapat mengenai status hukum perang (jihad) Suriah yang terjadi saat ini. Pendapat pertama menyatakan bahwa perang Suriah hari ini adalah perang antara negara Islam (daaru/daulatu l-islaam) dengan negara kafir (daaru/daulatu l-kaafir). Sementara kelompok kedua berpendapat bahwa perang tersebut adalah perang antara rezim/penguasa kafir yang batal legalitas pemerintahannya dengan rakyat Muslim yang dalam keadaan tertindas dan ingin merubah rezim/penguasa kafir tersebut. Pendapat terakhir bahwa perang tersebut adalah bentuk perang/jihad mempertahankan diri (daf’u sh-shaa`il) dari rezim/penguasa yang zalim dan melampaui batas.10
10 Ali bin Nayif Asy-Syahud, At-Takyiif Al-Fiqh li ts-Tsaurah as-Suuriyah wa l-Aatsaar al-Murattabah ‘Alayh, hal. 3-11.
36
Laporan Bulanan SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014
Pendapat pertama yang menyatakan bahwa perang Suriah adalah perang antara daulatu l-islaam dengan daulatu l-kaafir berargumentasi bahwa penguasa Suriah saat ini, Basyar Asad, adalah penguasa kafir lantaran keyakinan Syi’ah Nushairiyah-nya yang disepakati kekufurannya oleh ulama ahlus sunnah. Ditambah lagi bahwa dia dibantu oleh beberapa negara- negara kafir seperti Rusia dan Cina dan aliansi Syiah seperti Iran yang berkiblat pada Syiah Rafidhah, dengan Garda Penjaga Revolusi-nya, Hizbullah-Syiah Libanon, dan beberapa Brigade Syiah Irak.
Namun paling tidak ada dua kritik atas pendapat di atas; (1) jika asumsi bahwa negara Suriah ini berubah menjadi daulatu l-kaafir diterima, akan tetapi tidak terdapat negara yang pada asalnya adalah daulatu l-islaam. Perang di Suriah tidak seperti yang terjadi di Afghanistan era 80-an, atau perang Chechnya yang melawan Rusia. Untuk itu, perang Suriah bukanlah perang antara daulatu l-islaam dan daulatu l-kaafir; (2) kebanyakan pendukung rezim Nushairiyah Suriah di satu pihak dan pihak pro-syariat di pihak lain adalah berasal dari Suriah.11
Sementara pendapat kedua bahwa perang Suriah adalah perang antara rezim/penguasa kafir yang batal legalitas pemerintahannya dengan rakyat Muslim yang dalam keadaan tertindas dan ingin merubah rezim/penguasa kafir tersebut, berargumentasi bahwa penguasanya telah keluar dari Islam adalah diantaranya: (1) penguasanya pada dasarnya tidak konsisten terhadap hukum-hukum Islam sama sekali; (2) menetapkan perundang-11 Ibid, hal. 3.
undangan positif sebagai pengganti perundang-undangan (syariat) Islam, sementara orang yang menganggap bahwa perundang-undangan positif lebih baik atau sama dengan perundang-undangan Islam maka dinyatakan sebagai murtad; (3) berloyalitas secara terang-terangan kepada musuh-musuh Islam, yang merupakan diantara sebab yang mengeluarkan seseorang dari Islam; (4) tidak mendirikan shalat bahkan cenderung memerangi orang yang mendirikan shalat, menghancurkan masjid-masjid, dan menghinakan kitabullah dan merobek-robeknya, mencaci maki agama Islam, dan menulis ungkapan kekufuran –seperti Laa Ilaaha Illa l-Basyar (Tidak ada Tuhan selain Basyar)- di dinding-dinding masjid; (5) menghalalkan perbuatan-perbuatan haram yang disepakati keharamannya secara konsensus seperti zina yang dilakukan secara suka rela antara kedua belah pihak, judi, dan minum khamar, sementara orang yang menghalalkan apa yang disepakati keharamannya atau sebaliknya, mengharamkan apa yang disepakati kehalalannya, maka dia telah keluar dari Islam. Dengan adanya sebab-sebab tersebut pada diri seorang penguasa maka dia telah keluar dari Islam dan wajib bagi umat Islam untuk melengserkannya dan menggantinya dengan penguasa Muslim.12
Terakhir pendapat ketiga bahwa perang di Suriah adalah bentuk mempertahankan diri (daf’u sh-shaa`il) berargumentasi bahwa rezim Nushairiyah adalah pihak yang memulai memusuhi dan menyerang rakyat Sunni yang tidak memiliki senjata, serta menodai kehormatan-kehormatan mereka. Untuk 12 Ibid, hal. 4-10.
37
SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014Laporan Bulanan
itu, membela diri semampunya dari setiap permusuhan dan penyerangan tersebut adalah suatu kewajiban.13
Dari ketiga pendapat di atas, pendapat yang agak tepat berdasarkan masing-masing argumentasi yang diutarakan adalah pendapat kedua, bahwa perang Suriah adalah adalah perang antara rezim/penguasa kafir yang batal legalitas pemerintahannya dengan rakyat Muslim yang dalam keadaan tertindas dan ingin merubah rezim/penguasa kafir tersebut. pendapat pertama kurang tepat karena –sebagaimana disebutkan sebelumnya- bahwa tidak didapati pada dasarnya daulatu l-islaam. Sementara pendapat ketiga dapat dikategorikan sebagai konsekuensi dari pendapat kedua. Berdasarkan alasan demikian maka illaah (alasan hukum) kewajiban perang dengan rezim tersebut adalah lantaran kekufurannya yang telah jelas dan juga sikap permusuhannya terhadap umat Islam-Sunni Suriah. Untuk itu, orang yang dibolehkan diperangi hanya terbatas pada orang yang memerangi atau membantu memerangi umat Islam, meskipun dia seorang Muslim.
IV. Hukum-hukum Berkaitan Perang dalam Islam14
1. Hukum Orang Kafir yang Memeluk Islam ketika Perang
→ Jika terdapat salah seorang kafir memeluk Islam di tengah-tengah berkecamuknya perang dan sebelum dia ditangkap dan dibunuh pasukan Islam maka
13 Ibid, hal. 10.14 Hampir seluruh tema ini disarikan dari tulisan Dr. Ali bin Nayif Asy-Syahud yang berjudul At-Takyiif Al-Fiqh li ts-Tsaurah as-Suuriyah wa l-Aatsaar al-Murattabah ‘Alayh, hal. 12-28.
darah, harta, dan kehormatannya dilindungi, tidak boleh menangkap dan memenjarakan, serta membunuhnya secara syar’i.15
2. Hukum Tawanan Perang
→ Tawanan adalah sesorang yang ikut serta dalam perang kemudian berhasil ditangkap baik saat berkecamuknya perang ataupun setelahnya
→ Para tawanan harus diperlakukan dengan baik sebelum terbukti bersalah atau tidak. Tawanan berhak mendapat pengobatan jika sakit atau terluka, selain juga tawanan tidak boleh mendapat penyiksaan.
→ Ada beberapa hukuman bagi tawanan kafir: (1) dibunuh16, jika dia terbukti ikut serta membunuh, merampas, dan merampok (harta umat Islam), atau memperkosa (Muslimah); (2) tidak dibunuh (bisa digunakan untuk pertukaran tawanan perang atau ditebus dengan harta), jika dia tidak terbukti atau ikut serta dalam membunuh, merampas, dan merampok (harta umat Islam), atau memperkosa (Muslimah); (3) dibebaskan tanpa syarat, jika dia terbukti tidak ikut serta membunuh, merampas, dan merampok (harta umat Islam), atau memperkosa (Muslimah), selain itu diduga kuat dia ikut berperang karena suatu keterpaksaan.15 Hukum ini disimpulkan dari Al-Qur`an, yaitu, “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kalian pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah (carilah keterangan) dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan ‘salaam’ (yaitu Laa Ilaaha Illallah) kepadamu, ‘Kamu bukan beriman’ (lalu kamu membunuhnya) dengan maksud mencari harta benda kehidupan dunia, padahal di sisi Allah ada harta yang banyak” (QS. An-Nisaa`: 94). Lihat Dr. Abdul Lathif ‘Amir, Ahkaamul Asra was Sabaayaa fil Huruubil Islaamiyyah, hal. 85. 16 Hukuman bunuh (mati) tersebut dalam Islam dikenal dengan qishash. Hukuman ini berdasarkan teks Al-Qur`an, “Wahai orang-orang beriman! Diwajibkan atas kalian (melaksanakan) qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh ...” (QS. Al-Baqarah: 178)
38
Laporan Bulanan SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014
→ Adapun bagi tawanan Muslim, hukumannya adalah: (1) dibunuh, jika dia terbukti ikut berperang bersama musuh dan ikut serta membunuh, merampas, dan merampok, atau memperkosa. Hukuman tersebut sebagai bentuk had atasnya, dan untuk itu dia tidak bisa diberikan pengampunan; (2) tidak dibunuh dan dipaksa untuk memisahkan diri dari musuh, jika tidak terbukti ikut berperang mersama musuh dan ikut serta membunuh, merampas, dan merampok, atau memperkosa.
→ Diperbolehkan menculik setiap orang yang memerangi atau yang memata-matai umat Islam.
→ Jika salah seseorang pasukan Islam memberikan amaan (jaminan keamanan personal) kepada salah seorang diantara musuh maka musuh yang diberikan amaan tersebut tidak boleh dibunuh meskipun dia telah melakukan pembunuhan.
3. Hukum Seputar Mata-mata
→ Mata-mata adalah seseorang yang memberikan informasi-informasi kepada musuh, atau menunjukkan aib-aib umat Islam.
→ Diperbolehkan untuk menangkap seseorang yang diduga kuat menjadi mata-mata musuh.
→ Jika salah seseorang kafir terbukti melakukan tindakan memata-matai umat Islam maka dia dijatuhi hukuman bunuh.
→ Jika tindakan memata-matai itu dilakukan oleh seorang Muslim maka ada beberapa hal yang diperhatikan: (1) jika dia melakukan tindakan tersebut secara suka rela (qanaa’ah)
maka dia dihukumi murtad. Dia dimintai taubat segera setelah terbukti melakukan tindakan memata-matai. Jika dia segera bertaubat, maka hukuman yang diberikan memperhatikan beberapa hal; jika dia terbukti telah membunuh salah seorang Muslim, maka dia dijatuhi had pembunuhan, yaitu dibunuh; namun jika tidak maka dia dijatuhi hukuman ta’ziir, seperti dipenjarakan, dijilid, dan sebagainya. Jika dia tidak bertaubat maka dia jatuhi hukuman bunuh karena kekufuran dan kemurtadannya. Dia tidak boleh dikuburkan di pemakaman umat Islaam dan tidak boleh dishalatkan. (2) jika dia mengaku dalam keadaan terpaksa atau di bawah tekanan maka harus dibuktikan bahwa keterpaksaan tersebut mendapat legitimasi secara syar’i. Meski demikian, jika terbukti telah membunuh salah seorang umat Islam maka dia dijatuhi hukuman bunuh sebagai bentuk had pembunuhan. Sebaliknya, jika dia tidak terbukti melakukan pembunuhan dan mengganggu umat Islam, lalu bertaubat dan bergabung dengan umat Islam, maka dimungkinkan untuk dia mendapat keampunan dengan tetap bersikap waspada kepadanya.
→ Setiap orang yang mengetahui bahwa seseorang adalah mata-mata dan menutup-nutupinya maka dia dianggap ikut terlibat dan akan mendapatkan sanksi sesuai dengan kejahatannya. Sementara bagi keluarga mata-mata, jika dia mengetahui bahwa keluarganya tersebut adalah mata-mata lalu berdiam diri (tidak melaporkannya) maka mereka tidak boleh mendapatkan bantuan dan harus diboikot agar menjadi pelajaran bagi yang lainnya.
39
SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014Laporan Bulanan
4. Orang yang Boleh Dibunuh dan yang Tidak Boleh Dibunuh dalam Peperangan
→ Setiap orang yang ikut terlibat aktif berperang bersama musuh maka dibolehkan untuk dibunuh, baik laki-laki maupun wanita.
→ Tidak diperbolehkan membunuh wanita, anak-anak, dan orang jompo yang tidak ikut terlibat perang secara aktif atau secara pasif dengan memberikan ide-ide perang kepada musuh.
→ Setiap personel yang terbukti membunuh wanita, anak-anak, dan orang jompo yang tidak ikut terlibat perang secara aktif atau secara pasif dengan memberikan ide-ide perang kepada musuh, maka dia akan mendapatkan hukuman sesuai dengan kejahatannya.
5. Hukum Perampok (Qaathi’u Thariiq) dalam Medan Perang
→ Perampok adalah orang yang membunuh seseorang, dan atau mengambil hartanya dengan menggunakan senjata dan dilakukan tanpa alasan yang dibenarkan menurut syariat.
→ Hukuman perampok dibedakan berdasarkan kejahatan yang dilakukan: (1) jika dia membunuh dan mengambil harta seseorang maka hukumannya adalah dibunuh dan disalib; (2) jika hanya membunuh maka hukumannya adalah dibunuh; (3) jika hanya mengambil harta seseorang maka hukumannya adalah tangan dan kakinya dipotong secara silang, tangan kanan dan kaki kiri, jika masih melakukan yang kedua kalinya, tangan kiri dan kaki kanan.17
17 Hukuman bagi perampok ini berdasarkapan pada pemahaman terhadap teks Al-Qur`an, “Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi, hanyalah dibunuh atau disalib,
→ Jika perampok tadi berhasil ditangkap sebelum bertaubat maka tidak boleh memberikannya maaf (tidak menghukumnya), karena hukum tersebut adalah hak Allah, bukan hak seorangpun diantara manusia.
→ Namun jika dia menyerahkan diri dan bertaubat sebelum ditangkap maka dia bisa mendapatkan kemaafan. Jika dia hanya mengambil harta orang lain maka dia diminta untuk mengembalikan barang yang telah diambilnya kepada pemiliknya. Namun jika telah melakukan pembunuhan maka wali dari yang terbunuh diberikan pilihan apakah untuk menuntut dibunuh (qishaash), atau meminta diyaat, atau memaafkannya.18
6. Menculik Musuh dalam Perang
→ Diperbolehkan menculik siapa saja yang turut membantu dan mendukung musuh. Pihak musuh yang pada dasarnya tidak boleh diculik adalah wanita dan anak-anak, kecuali jika musuh juga atau kelompok yang berloyalitas padanya terlebih dahulu menculik wanita dan anak-anak umat Islam, maka diperbolehkan menculik wanita dan anak-anak pihak musuh sebagai perlakuan yang setimpal dengan perbuatan mereka.
→ Pihak musuh yang diculik tadi berstatus menjadi tawanan. Dia tidak boleh direndahkan martabatnya dan harus mendapat perlakuan yang baik. Mereka bisa digunakan untuk
atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya ...” (QS. Al-Maa`idah: 33)18 Landasan hukumnya dipetik dari ayat berikutnya dari catatan kaki sebelumnya yang berbunyi, “Kecuali orang-orang bertobat sebelum kamu dapat menguasai mereka; maka ketahuilah, bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Maa`idah: 34)
40
Laporan Bulanan SYAMINASYAMINA Edisi XI/ April 2014
petukaran tawanan umat Islam yang menjadi tawanan pihak musuh.
→ Jika yang diculik dari pihak musuh tadi terbukti membunuh umat Islam maka dia dijatuhi hukuman bunuh. Namun jika dia tidak terbukti melakukan hal itu, maka dia boleh ditukarkan dengan umat Islam yang menjadi tawanan musuh, atau ditebus dengan uang, bahkan diperbolehkan dibebaskan begitu saja, sesuai dengan pertimbangan kemaslahatan.
7. Kesimpulan
Islam telah menetapkan etika-etika ketika berlangsungnya perang. Islam mewajibkan kepada setiap Muslim untuk konsisten terhadap etika-etika Islam saat berperang. Mereka tidak diperbolehkan: melanggar janji, berkhianat, merampas harta tanpa alasan yang diperbolehkan syariat, mencuri harta rampasan perang, menodai kehormatan seseorang, melakukan penyiksaan, memutilasi pihak musuh, meneggelamkan atau membakar sesuatu kecuali jika hal itu menjadi satu-satu sarana perang, dan membunuh orang tidak diperbolehkan untuk dibunuh.
Sebagai penghormatannya pada nilai-nilai kemanusiaan, Islam tidak membolehkan dan membenarkan adanya perlakuan yang tidak manusia kepada para tawanan seperti berbagai bentuk penyiksaan, penghinaan, dan harga diri dan martabat manusia. selama dalam masa penahanan, para tawanan harus mendapatkan perlakuan yang baik. Islam memerintahkan untuk mengobati tawanan
yang terluka, memberi makan mereka yang kelaparan, memberikan pakaian dan tempat yang layak bagi mereka yang dapat melindungi mereka dari kedinginan di musim dingan dan kepanasan di musim panas.
Sementara mengenai hukum-hukum yang akan diimplementasikan di medan perang, sepenuhnya berada di tangan mahkamah syariat atau qadhi (hakim) yang memutuskan setiap keputusan berdasarkan bukti-bukti yang jelas, bukan hanya berdasarkan praduga yang tanpa didukung oleh bukti yang kuat. Keputusan seorang qadhi sangat berkaitan dengan nyawa seseorang, sedangkan nyawa seseorang sangat dijunjung dalam Islam. Untuk itu, membebaskan sepuluh pembunuh yang tidak terbukti melakukan pembunuhan adalah lebih ringan daripada menjatuhkan hukuman mati kepada seorang terduga pembunuh hanya berdasarkan praduga semata tanpa didukung bukti-bukti yang jelas. Apalagi jika yang dijatuhi hukuman mati adalah seorang Muslim. Rasulullah saw bersabda, “Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya. Sungguh terbunuhnya seorang Mukmin (tanpa alasan yang benar) lebih besar di sisi Allah dari hancurnya dunia.”19 [Ali Sadikin]
19 HR. An-Nasaa`i, Sunan An-Nasaa`i, Kitaab: Tahriimud Damm, Baab: Ta’zhiimud Damm, jilid. 7, hal. 82, no. 3986. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani. Lihat Al-Albani, Shahiihut Targhiib wat Tarhiib, jilid. 2, hal. 315, hadits no. 2440.