konsentrasi perbankan syariah program studi...
TRANSCRIPT
PELAKSANAAN PELELANGAN BARANG JAMINAN SEBAGAI OBYEK
RAHN BEDASARKAN HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG-UNDANGAN
PADA PEGADAIAN SYARIAH CABANG CINERE
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Syarat mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh
MIFTAHUL HUDA
NIM: 208046100082
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya sendiri yang di ajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan untuk memenuhi gelar Strata Satu (S1) di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
Jakarta, 16 Maret 2015
Miftahul Huda
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji serta rasa syukur tak lupa selalu penulis haturkan ke
hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan rezeki yang diberikan kepada penulis
sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pelaksanaan
Pelelangan Barang Jaminan Sebagai Objek Rahn Bedasarkan Hukum Islam
dan Per-Undang-Undangan Pada Pegadaian Syariah Cabang Cinere ”. Shalawat
beserta salam tak lupa penulis ucapakan kepada suri tauladan penulis Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang Insya Allah
tetap istiqomah menjalankan perintahnya hingga yaumul akhir.
Penulis pun juga tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang terlibat karena telah membantu dan terus mendukung penulis baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis ingin
menucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA, Ph.D sebagai Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH. sebagai Ketua Program Studi
Muamalat. Bapak Abdurrauf, Lc, MA., sebagai Sekretaris Program Studi
Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Syahrul A‟dam, M.Ag sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang
bersedia untuk meluangkan waktunya kepada penulis untuk membimbing,
ii
mengarahkan dan memberikan saran-saran beserta petunjuknya sehingga
penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Drs. H. Asep Syarifuddin hidayat.SH, sebagai Dosen Pembimbing
Akademik penulis yang telah bersedia meluangkan waktunya kepada penulis
untuk membimbing dari awal perkuliahan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Shinta Della, selaku pimpinan Pegadaian Syariah Cabang Cinere dan para
staff yang telah membantu penulis untuk bersedia meluangkan waktunya
dengan memberikan informasi serta hal-hal yang mencakup penelitian pada
Pegadaian Syariah Cabang Cinere hingga selesainya skripsi penulis.
6. Ayah Ibu, abang dan kakak tercinta, terima kasih atas do‟a yang tak pernah
henti dipanjatkan dan juga memberikan dukungan terus-menerus kepada
penulis baik secara moril maupun materiil, sehingga penulis bisa
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
7. Teman-temanku di Prodi Perbankan Syariah angkatan 2008 kelas C, yang
selalu menjadi teman diskusi, sharing, baik di dalam maupun di luar kelas,
semoga tali silaturrahim kita dapat terus terjalin dan tidak pernah putus.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah
memberikan Kontribusi dan dukungan yang cukup besar sehingga penulis
dapat menjalani perkuliahan dari awal hingga akhir di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangan namun, penulis berharap dengan skripsi ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penulis dan pembaca pada umumnya
Demikianlah ucapan terima kasih yang diucapkan oleh penulis, semoga di kehidupan
yang telah kita jalani ini dapat diberkahi oleh Allah SWT dan mendapat syafaatnya di
kehidupan nanti. Apabila ada kesalahan kata mohon dimaklumi.
Akhir kata, yang benar datangnya dari Allah SWT yang salah datangnya dari penulis
selaku hambanya yang memiliki kekurangan. Kurang lebihnya mohon maaf.
Jakarta. 10 Maret 2015
` Miftahul Huda
iv
ABSTRAK
Miftahul Huda, 208046100082, “ PELAKSANAAN PELELANGAN BARANG
JAMINAN SEBAGAI OBYEK RAHN BEDASARKAN HUKUM ISLAM DAN
PERUNDANG-UNDANGAN PADA PEGADAIAN SYARIAH CABANG CINERE ”
Skripsi Strata 1, Program Studi Muamalat, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
Dengan kebutuhan manusia yang semangkin meningkat, banyak lembaga
lembaga keuangan baik bank maupun non-bank yang memberikan penawaran
kemudahan pinjaman dana untuk memenuhi kebutuhan setiap orang baik yang
bersifat mendesak atau bersifat konsumsif dengan mengunakan jaminan. Begitu juga
dengan Pegadaian Syariah dengan semboyan “ Mengatasi Masalah Tampa Masalah”
masyarakat yang ingin mendapatkan pinjaman cukup membawa barang yang masih
memiliki nilai. dapat di gunakan sebagai jaminan dengan mengunakan sistem gadai.
Dengan kemudahan itu masyarakat sangat terbantu untuk memenuhi kebutuhan
dengan jangka waktu yang telah di tentukan untuk melunasi hutang pinjamannya.
Akan tetapi ada sebagian orang tidak bisa membayar hutang pada saat jatuh tempo di
sebabkan faktor tertentu yang mengakibatkan barang jaminanya di lakukan penjualan
ke pihak lain atau di lelang guna melunasi hutangnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pelaksanaan pelelangan
barang jaminan yang di lakukan oleh Pegadaian Syariah Cabang cinere, yang
berawal dari pengajuan pinjaman oleh nasabah sampai dari pelaksanaan lelang jika
terjadi wanprestasi terhadap nasabah yang bersangkutan. Sedangkan dalam
pelaksanaan lelang panitia lelang memberikan keleluasaan kepada calon pembeli
untuk memilih sendiri barang yang di minati dengan memberikan penjelasan yang
rinci tentang kondisi barang dengan meperlihatkan barang yang di lelang. meberikan
pelayanan- pelayanan yang terbaik untuk mempengaruhi minat calon pembeli, dan
memberikan kemudahan dalan pelaksanaan ijab qabul serta penyerahan barang.
Penelitian ini menggunakan metode library research dan field research.
Penelitian melalui penelitian pustaka (library research) adalah penelitian yang
dilakukan dengan menelaah berbagai macam literatur, referensi-referensi, serta buku-
buku yang berhubungan dengan pembahasan ini. Sedangkan penelitian lapangan
(field research) adalah penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan
untuk melihat serta mengambil data-data secara langsung.
v
Dari penelitian ini dapat di simpulkan bahwa di pegadain syariah cabang
cinere dalam melaksanaka pelelangan telah sesuai dengan aturan aturan yang berlaku
sesuai.dengan ketentuan hukum islam maupun perundang-undangan
Kata Kunci : Pelelangan Barang Jaminan, Fatwa Dewan Syariah Nasional
No 25/DSN- MUI/III/2002, Pegadaian Syariah Cabang
Cinere.
Dosen Pembimbing : Dr. Syahrul A‟dam, M.Ag
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..... i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….... iv
Bab. I. PENDAHULUAN…………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………… 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………………………………….. 6
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian………………………………… 7
D. Kajian Pustaka…………………………………………………………….. 8
E. Metode Penelitian…………………………………………………………. 9
F. Lokasi Penenlitian………………………………………………………… 12
G. Teknik Penulisan ………………………………………………………….. 12
H. Sistematika Penulisan……………………………………………………… 12
Bab. II.LANDASAN TEORI………………………………………………………. 14
A. Lelang……………………………………………………………………… 14
1. Pengertian Lelang…………………………………………………….. 14
2. Lelang Menurut Perundang-Undangan………………………………... 16
3. Lelang Menurut Hukum Islam………………………………………… 20
4. Syarat-Syarat Lelang…………………………………………………… 25
5. Macam-Macam Lelang………………………………………………… 27
6. Jenis-Jenis lelang………………………………………………………. 28
7. Azaz Lelang……………………………………………………………. 29
vii
B. Jaminan……………………………………………………………………. 30
1. Pengertian Jaminan…………………………………………………….. 30
2. Jaminan Dalam Hukum Positif………………………………………… 33
3. Jaminan Dalam Hukum Islam…………………………………………. 34
4. Fungsi Jaminan………………………………………………………… 39
C. Rahn (gadai)………………………………………………………………. 40
1. Pengertian Rahn (gadai)………………………………………………... 40
2. Dasar Hukum…………………………………………………………. 42
3. Syarat dan Rukun Rahn (gadai)………………………………………. 44
4. Hak dan Kewajiban ……………………………………………………. 46
5. Mekanisme Pemberian Pinjaman, Sistem Cicilan
dan Perpanjangan Utang……………………………………………….. 48
Bab. III. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN………………………………… 52
A. Sejarah Singkat Perusahaan ……………………………………………….. 52
B. Visi, Misi dan Tujuan Pendirian Perusahaan………………………………. 54
C. Struktur Organisasi………………………………………………………… 55
D. Produk-Produk di Pegadaian Syariah……………………………………… 57
Bab. IV.PELAKSANAAN PELELANGAN BARANG JAMINAN
SEBAGAI OBYEK RAHN……………………………………………….. 60
A. Pelaksanaan dan Mekanisme Gadai (Rahn) ……………………………. 60
B. Mekanisme dan Prosedur Pelaksanaan Pelelangan Barang Jaminan……... 63
C. Analisis Pelaksanaan Pelelangan Barang Jaminan Bedasarkan
viii
Obyek Rahn Bedasarkan Hukum Islam Dan Perundang-Undangan …….. 72
Bab. V. PENUTUP……………………………………………………………...... 85
A. Kesimpulan……………………………………………………………...... 85
B. Saran……………………………………………………………………... 87
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….. 89
LAMPIRAN………………………………………………………………………. 94
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Islam merupakan suatu sistem dan jalan hidup yang dinamis dan
terpadu, islam memberikan panduan yang dinamis terhadap semua aspek
kehidupan termasuk sektor bisnis dan transaksi keuangan. Hal ini terlihat
dengan mengunakan prinsip syariah karena di harapkan dengan mengunakan
prinsip syariah, islam dapat memberikan maslahat bagi umat manusia dan
salah satu kelebihan dari lembaga keuangan syariah adalah tidak boleh
meminta kelebihan dari pokok pinjaman dikarenankan hal itu termasuk riba.
Sebagai mana kita ketahui bahwa riba di dalam islam itu sangatlah di
haramkan.1
Lembaga Keuangan Syariah berlomba mendapatkan keuntungan yang
optimal dan juga meraih pengaruh pasar yang besar sesuai dengan tujuan dan
sasaran lembaga keuangan syariah itu sendiri.
Dalam menghadapi persaingan yang semakin komplek selama ini,
perusahaan sebisa mungkin menciptakan win-win solution antara perusahaan
dan nasabahnya, karena yang memegang kendali terhadap pasar bukanlah
anda atau pesaing anda, melainkan masyarakat luas sebagai konsumen.
Kemampuan suatu lembaga keuangan dalam usaha mencapai
tujuannya ditentukan oleh unsur-unsur yang terkait dalam pengorganisasian
1 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah,( Jakarta:Alvabet, 2002). Hal.8.
2
dan pengoperasian lembaga keuangan syariah tersebut, salah satunya adalah
bagaimana cara memasarkan produknya kepada masyarakat.
Perkembangan keuangan yang berbasis syariah saat ini sangat pesat,
banyak lembaga keuangan syariah bersaing dengan mengeluarkan produknya
dengan menyediakan fasilitas pembiayaan ataupun pinjaman kredit dengan
basis jaminan. Jaminan adalah angunan tambahan yang diserahkan nasabah
kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kridit atau pembiayaan
bedasarkan prinsip syariah.2
Perusahaan pegadaian merupakan salah satu lembaga keuangan yang
menyediakan fasilitas pinjaman dengan jaminan tertentu. Jaminan nasabah
tersebut digadaikkan dan kemudian ditaksir oleh pihak pegadaian untuk
menilai besarnya nilai taksiran barang jaminan tersebut sehingga besaran nilai
barang jaminan akan mempengaruhi jumlah pinjaman yang akan di dapat oleh
nasabah.
Kriteria yang digunakan antara lain adalah perhatian pada selektifitas
tujuan penggunaan, kepribadian peminjam, produktivitas serta rencana
penggunaan dan pengembalian. Selain itu, diperlukan juga suatu lembaga
untuk membimbing dan menjamin kelayakan usaha. Lembaga ini penting,
karena selama ini banyak tuntutan yang ditujukan kepada perbankan untuk
2 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, ( Bandung: Citra Aditya Bhakti,
1999), hal,.253
3
mengalirkan dan sekaligus memberikan bimbingan kepada pengusaha atau
nasabah.3
Gadai merupakan salah satu kategori dari penjanjian utang piutang
yang mana untuk suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang maka orang
yang berhutang mengadaikan barangnya sebagai jaminan atas utangnya.
Barang jaminan tetap menjadi hak milik orang yang menggadaikan (orang
yang berhutang) akan tetapi di kuasai oleh penerima gadai (yang berpiutang).
Praktek seperti ini telah ada sejak zaman Rasullulah SAW, dan nabi sendiri
juga pernah melakukannya. Gadai memiliki nilai social yang tinggi dan
dilakukan secara sukarela dan saling tolong menolong.4
Secara umum operasional gadai syariah mirip dengan jasa gadai
konvensional, yaitu mengadaikan barang untuk memperoleh jaminan uang
dalam jumlah tertentu. Untuk jasa ini dalam gadai konvensional dikenakan
beban bunga, layaknya system keuangan yang ditetapkan diperbankan.
Sementara dalam gadai syariah nasabah tidak dikenakan bunga tetap. yang di
pungut dari nasabah adalah biaya penitipan, penjagaan, pemeliharaan serta
biaya penaksiran barang yang digadaikan. Sedangkan perbedaan utama antara
biaya gadai syariah dan bunga gadai konvensional adalah dari sifat bunga
3 Philip Kotler, Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan dan Pengendalian, (Jakarta:
Erlangga, 1996), Jilid 2, h.20
4 Muhammmad Sholikul Hadi, Pegadaian Syariah, (Jakarta: Salemba Diniyah,2003), hal. 3.
4
yang akan berakumulasi yang berlipat ganda sementara biaya gadai syariah
hanya sekali dan di tetapkan di muka.5
Sedangkan dalam islam gadai lebih di kenal dengan rahn. Rahn adalah
sejumlah harta yang diberikan sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat
diambil kembali sebagai tebusan.6
Sedangkan dalam sistem penyaluran
pinjaman secara gadai yang di dasarkan pada penerapan prinsip syariah dalam
transaksi ekonomi menghindari transaksi pinjam meminjam uang yang
mengandung unsur riba.7
Dalam pelaksanaan pemenuhan kewajiban yang di tanggung oleh
nasabah, kadang ada nasabah yang sengaja atau tidak sengaja tidak membayar
angsuran yang mereka dapat dari perjanjian gadai. Sehingga pihak kriditur
melakukan eksekusi atau melelang barang jaminan yang nasabah
jaminkan.dalam pelaksanaan eksekusi jaminan itu mengandung hak bagi
pelaksanaan pemenuhan piutangnya terhadap benda jaminan, jika pitangnya
sudah dapat di tagih maka debiturnya ternyata wanprestasi, maka seorang
5 Hendra, dkk, Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol,
(Jakarta: PT.Prenhalindo,1997),Jilid I, hal.18. 6 Muhammad Firdaus NH, dkk, Mengatasi Masalah Dengan Pegadaian Syariah, (Jakarta:
Renaisans, 2005), cet 1, hal.16 7 Perum Pegadaian, Keputusan Direksi Perum Pegadaian Tentang Pemberlakuan Manual
Operasi Unit Layanan Gadai Syariah, kep. Dir Pegadaian Nomor 06.A/UL.3.22.3/2003, Pasal 1 Ayat
(1)
5
kriditur memiliki kewenangan untuk melakukan eksekusi secara langsung
terhadap benda yang menjadi jaminan tanpa perantara hakim.8
Jaminan yang di jaminkan nasabah kepada bank syariah dapat di
lakukan penyitaan. Masalah penyitaan atau eksekusi jaminan pada bank
syariah tergantung pada operasional manajemen. Ada yang melakukan
eksekusi namun ada pula yang tidak melakukan eksekusi jaminan nasabah
yang mengalami kemacetan pembiayaan. Kebanyakan bank syariah lebih
memberlakukan rescheduling yaitu dengan cara melakukan penjadwalan
ulang tagihan, reconditioning berupaya penyelamatan terhadap kondisi
nasabah dan pembiayaan ulang dalam bentuk al-qardul hasan dan jaminan
harus tetap ada sebagai persyaratan jaminannya.9 Dan pelaksanaan eksekusi
atau pelelangan barang jaminan adalah jalan terakhir apabila nasabah tidak
dapat memenuhi tangung jawabnya membayar utangnya apabila tahapan
tahapan yang di ajukan bank syariah tidak sangup di penuhinya,
Dengan melihat pemaparan inilah, penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian dan memberikan gambaran apa dan bagai mana
pelaksaan pelelangan barang gadaian jika seorang mengalami wanprestasi
atau kerugian dalam melaksankan usahanya dan tidak dapat melakukan
kewajiban dan membayar utangnya serta perosedur pelaksanaan peminjaman
8
Sri Soedewi Masjchoen Sofyan, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum
Jaminan Perseorangan, ( Yogyakarta: Liberty Offset,2001), Cet. ke-2, hal. 47 9 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, ( Yogyakarta: AMI YKPN,2005),Cet. Ke-2, ha.
315.
6
pembiayaan gadai dan analisis pelaksanaan gadai bedasarkan Hukum Islam
dan Perundang-undangan, sehinga penulis mengambil judul
“PELAKSANAAN PELELANGAN BARANG JAMINAN SEBAGAI
OBYEK RAHN BEDASARKAN HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG-
UNDANGAN PADA PEGADAIAN SYARIAH CABANG CINERE”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan masalah
Untuk menjaga agar penulisan ini agar terarah dan untuk menghindari
kemungkinan pembahasan yang menyimpang dari pokok permasalahan yang
di teliti, serta sesuai dengan pokok permasalahan yang akan dibahas maka
skripsi ini dibatasi pada masalah pelaksanaan pelelangan barang jaminan
sebagai obyek gadai bedasarkan Hukum Islam dan Perundang-undangan pada
pegadaian syariah cabang cinere
2. Perumusan Masalah
kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang prosedur
pelelangan barang jaminan yang di lakukan oleh pihak-pihak yang
memberikan pinjaman kepada nasabah maka dengan dasar inilah, di cari
jawaban atas dari masalah pokoknya yaitu pelaksanaan pelelangan barang
jaminan sebagai obyek gadai bedasarkan Hukum Islam dan Perundang-
undangan Untuk menjawab persoalan ini perlu dirumuskan menjadi beberapa
pertanyaan sebagai berikut:
7
1. Bagaimana pelaksanaan gadai (rahn) yang di lakukan oleh Pegadaian
Syariah Cabang Cinere?
2. Bagaimana mekanisme pelaksanaan lelang gadai (rahn) yang di lakukan
Pegadaian Syariah Cabang Cinere?
3. Bagaimana menurut Hukum Islam dan perundang-undangan tentang
prosedur pelaksanaan pelelangan gadai yang dilakukan oleh Pegadaian
Syariah Cabang Cinere?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Adapun tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah
a. Untuk mengetahui tentang pelaksanaan gadai yang di lakukan oleh
pegadaian syariah dari awal pengajuan hingga mendapat kan pinjaman
b. Untuk mengetahui bagaimana peroses pelelangan barang jaminan yang di
jadikan objek gadai jika nasabah tidak dapat melaksanakan kewaajibannya.
c. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan pelelangan barang jaminan sudah
memenuhi ketentuan bedasarkan hukum islam dan perundang-undangan
yang berlaku.
2. Manfaat penelitian
a. Bagi Perusahaan, memberikan saran, informasi, kritik dan referensi yang
bermanfaat dalam melaksanakan langkah selanjutnya yang lebih baik
b. Bagi akademisi, dapat menambah pengetahuan tentang pelaksanaan
pelelangan barang jaminan
8
c. Bagi masyarakat, dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang
pelaksanaan pelelangan barang jaminan.
D. Kajian pustaka
Bedasarkan telaah yang telah di lakukan terhadap bebrapa sumber
kepustakaan, penulis menyimpulkan bahwa apa yang telah menjadi masalah
pokok penelitian ini tampaknya sangat penting.
Adapun kajian kepustakaan dalam penelitian ini dengan melihat beberapa
penelitian skripsi:
1. Tinjauan Hukun Islam dan Hukum Positif Terhadap Jaminan di
Pegadaian Syariah ( Studi Pada Pegadaian Syariah Cabang Pondok Aren
Tangerang –Banten) Ditulis oleh: Elis Nuryani –Perbankan Syariah 2006
Skripsi ini membahas tentang praktek jaminan pada pegadaian syariah
serta tinjauan hukum islam terhadap jaminan di pegadaian syariah, dan juga
membahas tentang persamaan dan perbedaan antara hukum islam dan hukum
positif tentang peraktek jaminan di pegadaian syariah.
2. Penjaminan Barang Gadai dalam Persepektif Islam dan Aplikasinya
Pada Bank Syariah. Ditulis oleh: Livia- Perbankan Syariah 2005
Skripsi ini membahasa tentang penjaminan barang pegadaian yang di
tetapkan oleh bank BNI syariah serta faktor-faktor yang mendukung dalam
pelaksanaan peroses jaminan dan hambatan dalam aplikasi di Bank BNI
Syariah
9
3. Pelaksanaan Eksekusi Terhadap Barang Jaminan Tidak Bergerak Yang
di Beli Bedasarkan Lelang Pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang (KPKNL) Medan. Ditulis oleh: Elman Simangunsong –
Jurusan Magister Ilmu Hukum. Universitas Sumatra Utara (USU). 2011
Pada tesis ini menjelaskan tentang aturan tata cara pelaksanaan
eksekusi lelang barang tidak bergerak yang terjadi di perusahaan lelang serta
kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang
berkepentingan serta hambatan-hambatan yang terjadi pada kantor pelayanan
kekayaan Negara dan lelang (KPKNL) medan.
Dari beberapa review terdahulu yang penulis amati, dapat ditarik
perbandingan bahwa skripsi tersebut di atas berbeda dengan penulis angkat,
karena skripsi yang penulis angkat lebih menitik beratkan pada pelaksanaan
pelelangan barang jaminan yang yang di jadikan sebagai objek gadai
bedasarkan hukum islam dan perundang-undangan yang telah jatuh tempo.
terdiri dari tata cara pelaksanaan lelang sampai dengan penyerahan barang
lelang kepada pembeli yang baru dan tata cara pelaksanaan pemberian
pinjaman kepada nasabah.
E. Metode penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengunakan metode library research dan
field research. Penelitian dengan penelitian kepustakaan (library research)
adalah penelitian yang di lakukan dengan menelaah berbagai macam literatur
dan referensi-referensi serta buku-buku yang berhubungan dengan
10
pembahasan ini. Sedangkan penelitian lapangan ( field research) adalah
penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan untuk melihat
serta mengambil data-data secara langsung.
Kajian pada skripsi ini dilakukan dengan pendekatan penelitian
kualitatif. Kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data diskriftif berupa kata –kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau
prilaku yang diamati.10
Dengan mengunakan metode sebagai berikut:
1. Sumber data
Dalam penyusunan ini penulis mengunakan dua jenis data yaitu:
a. Data Premier: merupakan data informasi yang dikumpulkan langsung dari
sumbernya.11
Dari individu seperti hasil wawancara atau hasil pengisian
kuesioner yang bias di lakukan peneliti.12
b. Data skunder: penyajian data sebagai data pendukung dari data premier,
seperti buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, artikel di internet dan
surat kabar, serta sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan masalah
dalam penelitian ini.
2. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penulisan ini dengan dua pendekatan:
10
Lexy J, Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, ( Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2002), hal.3. 11
Hermawan Warsito, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1993), hal. 69. 12
Suharsimi Arikuntoro, Managemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,1993), Cet.
kedua hal. 309
11
a. Pendekatan dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang di tujukan
kepada subyek penelitian.13
Studi ini dilakukan dengan cara melihat
dokumen serta arsip yang dijadikan objek penelitian.
b. Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara Tanya jawab, sambil bertatap muka antara si pananya atau
pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan alat yang
dinamakan interview guide (panduan wawancara).14
Wawancara ini di
laksanakan kepada fungsionaris Pegadaian Syariah yang berkompeten dan
repsentatif dengan masalah untuk mendapatkan informasi mengenai
pelaksanaan pelelangan barang jaminan sebagai objek rahn pada Pegadaian
Syariah
3. Analisa data
Bedasarkan metode penelitian di atas, penulisan skripsi ini bersifat
deskriftif analitis. Penelitian deskriftif adalah penelitian yang mengungkapkan
suatu masalah dan keadaan sebagai mana adanya, sehingga hanya
pengungkapan fakta.15
F. Lokasi Penelitian
Kantor Cabang Pegadaian Syariah Cinere. Jl. Karang Tengah Raya
No.25-D Cinere Jakarta Selatan.
13
Sukandarrumidi, Metode Penelitian ( Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula),
(Yogyakarta: UGM Press, 2004), hal.100. 14
Moh. Nazir, Metode Penelitian, ( Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hal.193 15
Hermawan, Pengantar Metodologi Penelitian, hal.10.
12
G. Teknik penulisan
Penulisan skripsi ini mengacu pada “ buku pedoman penulisan skripsi” yang
di terbitkan fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2012.
H. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan yang di gunakan dan penulisan skripsi ini adalh
sebagai berikut.
Bab I. bab pertama ini di awali dengan pendahuluan di angkatnya
kajian ini. Dalam bab ini penulis menjelaskan latar belakang pokok pikiran
yang akan di bahas, pembatasan dan perumusan masalah,tujuan dan manfaat
penelitian, metodologi penelitian yang di pergunakan dalam rangka
mempermudahkan penulisan dan sistematika penyusunan yang di gukanakan
untuk memberikan penjelasan tentang pembahasan ini.
Bab II. Bab berisikan tentang kerangka teori yang menjelaskan tentang
pengertian lelang,lelang bedasarkan undang undang, lelang dalam hukum
islam syarat-syarat lelang, sistem lelang, macam-macam lelang dan azaz azas
lelang serta pengertian jaminan, Jaminan dalam hukum positif, jaminan
dalam hukum islam, bentuk-.bentuk pengikatan jaminan, fungsi jamian serta
pencairan jaminan Sedangkan ruang lingkup dari produk gadai (rahn) terdiri
dari pengertian gadai, landasan hukum, rukun dan syarat gadai, hak dan
kewajiban, mekanisme pemberian pinjaman, sistem cicilan dan perpanjangan
utang dan manfaat gadai.
13
Bab III. Bab ini menjelaskan tentang deskripsi objek penelitian terdiri
dari sejarah perkembangan lembaga tersebut, visi, misi dan tujuan pendirian,
struktur organisasi, serta produk-produk yang di kembangkan.
Bab IV. Bab ini menjelaskan tentang Analisis pembahasan.tentang
prosedur pelaksanaan gadai dari mulai pengajuan hingga mendapatkan
pinjaman. Pelaksanaan lelang serta menjelaskan mekanisme pelelangan
barang jaminan gadai apabila nasabah tidak dapat melaksanakan kewajibanya
dan analisis bedasarkan Hukum Islam dan Hukum perundang-undangan
Bab V. penutup bab ini menjelaskan tentang kesimpulan serta saran
yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sehingga dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan. Dan memberikan jawaban ringkas dari
permasalahan yang dibahas.
14
BAB II
LANDASAN TEORI
A. LELANG
1. Pengertian Lelang
Lelang termasuk salah satu bentuk jual beli, akan tetapi ada perbedaan
secara umum. Jual beli ada hak memilih, boleh tukar menukar di muka umum
dan sebaliknya, sedangkan lelang tidak ada hak memilih, tidak boleh tukar
menukar di depan umum, dan pelaksanaannya dilakukan khusus di muka
umum16
Secara Umum Lelang adalah penjualan barang yang dilakukan di
muka umum termasuk melalui media elektronik dengan cara penawaran lisan
dengan harga yang semakin meningkat atau harga yang semakin menurun dan
atau dengan penawaran harga secara tertulis yang didahului dengan usaha
mengumpulkan para peminat.17
Lebih jelasnya lelang menurut pengertian
diatas adalah suatu bentuk penjualan barang didepan umum kepada penawar
tertinggi. Namun akhirnya penjual akan menentukan, yang berhak membeli
adalah yang mengajukan harga tertinggi. Lalu terjadi akad dan pembeli
tersebut mengambil barang dari penjual.
16
Aiyub Ahmad, Fikih Lelang Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif , (Jakarta:
Kiswah, 2004), hlm. 3 17
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia. No. 304/KMK.01/2002
15
Pengertian lelang menurut pendapat Polderman, sebagaimana dikutip
Rochmat Soemitro, menyatakan:18
“ Penjualan umum adalah alat untuk mengadakan perjanjian atau
persetujuan yang paling menguntungkan untuk sipenjual dengan cara
menghimpun para peminat. Polderman selanjutnya mengatakan, bahwa syarat
utama lelang adalah menghimpun para peminat untuk mengadakaan
perjanjian jual beli yang paling menguntungkan si penjual. Dengan demikian
syaratnya ada 3, yaitu: 1) Penjualan umum harus selengkap mungkin 2) Ada
kehendak untuk mengikat diri.3)Bahwa pihak lainnya yang akan mengadakan
perjanjian tidak dapat ditunjuk sebelumnya”.
Menurut Roell sebagaimana dikutip Rochmat Soemitro menyatakan:19
“Penjualan umum adalah suatu rangkaian kejadian yang terjadi antara
saat mana seseorang hendak menjual sesuatu atau lebih dari satu barang, baik
secara pribadi maupun dengan perantaraan kuasanya, memberikan
kesempatan kepada orang-orang yang hadir melakukan penawaran untuk
membeli barang-barang yang ditawarkan sampai kepada saat di mana
kesempatan lenyap”.
Jadi menurut Rochmat Soemitro titik berat dari definisi yang diberikan
Roell adalah pada kesempatan penawaran barang.20
18
Rochmat Soemitro, Peraturan dan Instruksi Lelang, Edisi Kedua, Penerbit PT Eresco
Bandung, Bandung, 1987, hal. 106. 19
Ibid. hal 107 20
Ibid.hal 107
16
2. Lelang Bedasarkan Undang-Undang
Penjualan lelang tidak secara khusus diatur dalam KUHPerdata tetapi
termasuk perjanjian bernama di luar KUHPerdata. Penjualan Lelang dikuasaí
oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata mengenai jual beli yang diatur dalam
KUHPerdata Buku III tentang Perikatan. Pasal 1319 KUHPerdata berbunyi:
“semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak
dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum”. Pasal
1319 membedakan perjanjian atas perjanjian bernama (nominaat) dan
perjanjian tidak bernama (innominaat). Pasal 1457 KUH Perdata,
merumuskan “jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain
untuk membayar harga yang dijanjikan”. Perjanjian jual beli adalah suatu
perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pembeli. Di dalam perjanjian
itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada
pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk
membayar harga dan berhak menerima objek tersebut. Lelang mengandung
unsur-unsur yang tercantum dalam defenisi jual beli adanya subjek hukum,
yaitu penjual dan pembeli, adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli
tentang barang dan harga; adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak
penjual dan pembeli. Esensi dari lelang dan jual beli adalah penyerahan
barang dan pembayaran harga
17
Di Indonesia, lelang secara resmi masuk dalam perundang-undangan
sejak tahun 1908, yaitu dengan berlakunya Vendu Reglement atau Peraturan
Lelang yang dimuat dalam Staatblad tahun 1908 Nomor : 189 dan Vendu
Intructie atau Instruksi Lelang yang dimuat dalam Staatblad tahun 1908
Nomor : 190. Peraturan-peraturan lelang ini masih berlaku sampai dengan saat
ini dan menjadi dasar hukum penyelenggaraan lelang di Indonesia. Hal
tersebut dimungkinkan karena berdasarkan Aturan Peralihan Pasal II Undang-
Undang Dasar 1945, yaitu untuk mengisi kekosongan peraturan dibidang
lelang.
Dengan adanya pengaturan khusus dalam Vendu Reglement, namun dasar
penjualan lelang sebagian masih mengacu pada ketentuan KUHPerdata
mengenai jual beli, sehingga penjualan lelang tidak boleh bertentangan
dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam hukum perdata, seperti
ditegaskan dalam Pasal 1319. Vendu Reglement (Stbl. Tahun 1908 Nomor 189
diubah dengan Stbl. 1940 Nomor 56) yang masih berlaku sebagai dasar
hukum lelang, dinyatakan:21
“Penjualan umum adalah pelelangan atau penjualan barang-barang
yang dilakukan kepada umum dengan harga penawaran yang meningkat atau
menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada
orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai
21
Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, PT Ichtiar Baru-Van
Hoeve, Jakarta, 1992, hal. 931
18
pelelangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut serta, dan diberi
kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau
memasukkan harga dalam sampul tertutup”.
Menurut peraturan Menteri Keuangan. Dalam pasal 1 angka 1 Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang (selanjutnya disebut Permenkeu) tersebut ditulis bahwa Penjualan
Umum atau Lelang adalah
“penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran
harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun
untuk mencapaiharga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang.”
Penjualan umum atau Lelang tersebut harus dilakukan oleh atau dihadapan
seorang Pejabat Lelang. Dari pengertian tersebut tampak bahwa lelang harus
memenuhi unsur sebagai berikut22
:
1. Lelang adalah suatu cara penjualan yang dilakukan pada suatu saat dan
tempat yang telah ditentukan.
2. Dilakukan dengan cara mengumumkannya terlebih dahulu untuk
mengumpulkan peminat/peserta lelang.
3. Dilaksanakan dengan cara penawaran atau pembentukan harga yang
khusus, yaitu dengan cara penawaran harga secara lisan atau secara
tertulis yang bersifat kompetitif.
22
F.X. Ngadijarno, Nunung EkoLaksito, dan Isti Indri Listiani, Lelang Teori Dan Praktek,
(Jakarta: Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, 2006), hlm. 23.
19
4. Peserta yang mengajukan penawaran tertinggi akan dinyatakan sebagai
pemenang/pembeli.
Dasar hukum lelang menurut perundang-undangan di golongkan
menjadi 2 kategori:
1. Ketentuan Secara khusus.
Dikatakan khusus karena peraturan perundang-undangan yang secara
khusus mengatur tentang tata cara dan prosedur lelang.
a. Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement, Ordonantie 28 Februari
1908 Staatsblad tahun 1908 Nomor : 189 sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Staatsblad tahun 1941 nomor : 3).
b. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2007 tentang Penerimaan Negara
Bukan Pajak
c. Instruksi Lelang (Vendu Instructie yang dimuat dalam Staatblad tahun
1908 Nomor : 190, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Staasblad tahun 1930 nomor 85).
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang Balai
Lelang.
2. Ketentuan Umum :
Dikatakan ketentuan umum karena peraturan perundang-undanganya
tidak secara khusus mengatur tentang tata cara dan prosedur lelang.
20
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
b. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
c. Reglemen Indonesia yang diperbaharui atau Het Herzeine Indonesisch
Reglement (HIR) Staatblad Nomor 1846 Nomor 57.
d. Undang-Undang Nomor 49 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang
Undang Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara.
e. Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
f. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998.
3. Lelang Menurut hukum islam
Jual beli model lelang (muzayyadah) dalam hukum Islam adalah boleh
mubah. Di dalam kitab Subulus salam Juz III/23 disebutkan Ibnu Abdil Dar
berkata, ”Sesungguhnya tidak haram menjual barang kepada orang dengan
adanya penambahan harga (lelang)”, dengan kesepakatan di antara semua
pihak. Menurut Ibnu Qudamah Ibnu Abdi Dar meriwayatkan adanya ijma‟
kesepakatan ulama tentang bolehnya jual-beli secara lelang bahkan telah
menjadi kebiasaan yang berlaku di pasar umat Islam pada masa lalu.
Sebagaimana Umar bin Khathab juga pernah melakukannya demikian pula
karena umat membutuhkan praktik lelang sebagai salah satu cara dalam jual
beli.
21
Jual beli secara lelang tidak termasuk praktik riba meskipun ia
dinamakan bai‟ muzayyadah dari kata ziyadah yang bermakna tambahan
sebagaimana makna riba, namun pengertian tambahan di sini berbeda. Dalam
muzayyadah yang bertambah adalah penawaran harga lebih dalam akad jual
beli yang dilakukan oleh penjual atau bila lelang dilakukan oleh pembeli maka
yang bertambah adalah penurunan tawaran. Sedangkan dalam praktik riba
tambahan haram yang dimaksud adalah tambahan yang tidak diperjanjikan
dimuka dalam akad pinjam-meminjam uang atau barang ribawi lainnya23
Syari‟at tidak melarang segala jenis penawaran selagi tidak ada
penawaran di atas penawaran orang lain ataupun menjual atas barang yang
telah dijualkan pada orang lain. Sebagaimana hadits yang berhubungan hal
ini. Dari Abu Hurairah sesungguhnya Nabi bersabda “tidak boleh seseorang
melamar di atas lamaran saudaranya dan tidak ada penawaran di atas
penawaran saudaranya.”24
Lebih jelasnya, praktik penawaran sesuatu yang sudah ditawar orang
lain dapat diklasifikasi menjadi tiga kategori: Pertama; Bila terdapat
pernyataan eksplisit dari penjual persetujuan harga dari salah satu penawar,
maka tidak diperkenankan bagi orang lain untuk menawarnya tanpa seizin
penawar yang disetujui tawarannya. Kedua; Bila tidak ada indikasi
persetujuan maupun penolakan tawaran dari penjual, maka tidak ada larangan
23
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Juz II, Beirut Libanon,1992, hlm. 162 24
Asy-Syaukani, Nailul Authar Juz.V,Beirut Libanon,1986, hlm. 191
22
syariat bagi orang lain untuk menawarnya maupun menaikkan tawaran
pertama, sebagaimana analogi hadits Fathimah binti Qais ketika melaporkan
kepada Nabi bahwa Mu‟awiyah dan Abu Jahm telah meminangnya, maka
karena tidak ada indikasi persetujuan darinya terhadap pinangan tersebut,
beliau menawarkan padanya untuk menikah dengan Usamah bin Zaid. Ketiga;
Bila ada indikasi persetujuan dari penjual terhadap suatu penawaran meskipun
tidak dinyatakan secara eksplisit, maka menurut Ibnu Qudamah tetap tidak
diperkenankan untuk ditawar orang lain.25
Sedangkan dalam segi landasan hukum ada sebagian para ulama
berbeda pendapat. Ada yang memperbolehkan dan ada yang memakruhkan.
a. Yang memperbolehkan
25
http://ulgs.tripod.com/favorite.htm. Diakses pada tangal 4 april 2015.
23
Artinya: Dari Anas bin Malik radliyallaahu 'anhu bahwa ada
seorang lelaki Anshar yang datang menemui Nabi Shallallahu „alaihi
wa sallam dan dia meminta sesuatu kepada Nabi Shallallahu „alaihi
wa sallam. Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam bertanya
kepadanya,”Apakah di rumahmu tidak ada sesuatu?” Lelaki itu
menjawab,”Ada. Dua potong kain, yang satu dikenakan dan yang lain
untuk alas duduk, serta cangkir untuk meminum air.” Nabi
Shallallahu „alaihi wa sallam berkata,”Kalau begitu, bawalah kedua
barang itu kepadaku.” Lelaki itu datang membawanya. Nabi
Shallallahu „alaihi wa sallam berkata, ”Siapa yang mau membeli
barang ini?” Salah seorang sahabat beliau menjawab,”Saya mau
membelinya dengan harga satu dirham.” Nabi Shallallahu „alaihi wa
sallam berkata lagi,”Ada yang mau membelinya dengan harga lebih
mahal?” Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam menawarkannya hingga
dua atau tiga kali. Tiba-tiba salah seorang sahabat beliau
berkata,”Aku mau membelinya dengan harga dua dirham.” Maka
Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam memberikan dua barang itu
kepadanya dan beliau mengambil uang dua dirham itu dan
memberikannya kepada lelaki Anshar tersebut… (HR Ahmad, Abu
Dawud, an-Nasa`i, dan at-Tirmidzi)
Hadits ini menjadi dasar hukum di bolehkannya lelang dalam
syariah islam lantaran Nabi sendiri mempraktekannya. Sehinga tidak
ada alasan untuk mengharamkannya.
b. Yang memakruhkan
ulama yang memakruhkan transaksi lelang. Di antaranya
Ibrahim an-Nakha`i. Beliau memakruhkan jual beli lelang, lantaran
ada dalil hadits dari Sufyan bin Wahab bahwa dia berkata:26
26
Imam As-Suyuthi,Al-Jami‟ Ash-Shaghir, Juz II/191
24
artinya: “aku mendengar rasulullah shallallahu „alaihi wasallam
melarang jual beli lelang” ( HR. Al-Bazzar)
Sedangkan Ibnu Sirin, Al-Hasan Al-Basri, Al-Auza`i, Ishaq bin
Rahawaih, memakruhkannya juga, bila yang dilelang itu bukan
rampasan perang atau harta warisan. Maksudnya, kalau harta
rampasan perang atau warisan itu hukumnya boleh. Sedangkan selain
keduanya, hukumnya tidak boleh atau makruh. Dasarnya adalah hadits
berikut ini :27
artinya:Dari ibnu umar radliyallaahu „anhuma bahwa rasulullah
shallallahu „alaihi wa sallam melarang seseorang di antara kalian
membeli sesuatu yang sedang di beli oleh saudaranya hingga dia
meningalkannya, kecuali rampasan perang dan waris.
Sayangnya, banyak yang mengkritik bahwa kedua hadits di atas
kurang kuat. Dalam hadits yang pertama terdapat perawi bernama Ibnu
Luhai‟ah dan dia adalah seorang rawi yang lemah (dha`if). Sedangkan
27
Imam Asy-Syaukani, Nailul Authar, Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000, hal. 1045.
25
hadits yang kedua, Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan hadits itu
dhaif.
4. Syarat- Syarat Lelang
lelang merupakan salah satu transaksi jual beli, walaupun dengan cara
yang berbeda dan tetap mempunyai kesamaan dalam rukun dan syarat-
syaratnya sebagaiman diatur dalam jual beli secara umum. Dalam lelang
rukun dan syarat-syarat dapat diaplikasikan dalam panduan dan kriteria umum
sebagai pedoman pokok yaitu diantaranya:
a. Transaksi dilakukan oleh pihak yang cakap hukum atas dasar saling
sukarela („an taradhin).
b. Objek lelang harus halal dan bermanfaat.
c. Kepemilikan / Kuasa Penuh pada barang yang dijual
d. Kejelasan dan transparansi barang yang dilelang tanpa adanya
manipulasi
e. Kesanggupan penyerahan barang dari penjual,
f. Kejelasan dan kepastian harga yang disepakati tanpa berpotensi
menimbulkan perselisihan.
g. Tidak menggunakan cara yang menjurus kepada kolusi dan suap untuk
memenangkan tawaran.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan
pelelangan adalah sebagai berikut:
a. Bukti diri pemohon lelang
26
b. Bukti pemilikan atas barang
c. Keadaan fisik dari barang
Bukti diri dari pemohon lelang ini diperlukan untuk mengetahui
bahwa pemohon lelang tersebut benar-benar orang yang berhak untuk
melakukan pelelangan atas barang yang dimaksud. Apabila pemohon lelang
tersebut bertindak sebagai kuasa, dari pemberi kuasa. Jika pelelangan tersebut
atas permintaan hakim atau panitia urusan piutang negara, harus ada surat
penetapan dari pengadilan negeri atau panitia urusan piutang negara.
Kemudian, bukti pemilikan atas barang diperlukan untuk mengetahui bahwa
pemohon lelang tersebut merupakan orang yang berhak atas barang dimaksud.
Bukti pemilikan ini, misalnya tanda pembayaran, surat bukti hak atas tanah
(sertifikat) dan lainnya.
Di samping itu, keadaan fisik dari barang yang dilelang juga perlu
untuk mengetahui keadaan sebenarnya dari barang yang akan dilelang. Untuk
barang bergerak, harus ditunjukkan mana barang yang akan dilelang;
sedangkan untuk barang tetap seperti tanah, harus ditunjukkan sertifikatnya
apabila tanah tersebut sudah didaftarkan atau dibukukan. Adapun, tanah yang
belum didaftarkan/dibukukan harus diketahui dimana letak tanah tersebut dan
bagaimana keadaan tanahnya, dengan disertai keterangan dari pejabat
setempat.28
28
Aiyub Ahmad, Fikih Lelang Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif , (Jakarta:
Kiswah, 2004), hal. 79-80
27
5. Macam Macam Lelang
Pada umumya lelang hanya ada dua macam yaitu lelang turun dan
lelang naik. keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Lelang Turun
Lelang turun adalah suatu penawaran yang pada mulanya
membuka lelang dengan harga tinggi, kemudian semakin turun sampai
akhirnya diberikan kepada calon pembeli dengan tawaran tertinggi
yang disepakati penjual melalui juru lelang (auctioneer) sebagai kuasa
si penjual untuk melakukan lelang, dan biasanya ditandai dengan
ketukan.
2. Lelang Naik
Sedangkan penawaran barang tertentu kepada penawar yang
pada mulanya membuka lelang dengan harga rendah, kemudian
semakin naik sampai akhirnya diberikan kepada calon pembeli dengan
harga tertinggi, sebagaimana lelang ala Belanda (Dutch Auction) dan
disebut dengan lelang naik.
6. Jenis-Jenis Lelang
Berdasarkan Pasal 1 angka 8 sampai dengan angka 10 Peraturan
Menteri Keuangan Nomor : 41/PMK.07/2006 tentang Pejabat Lelang Kelas I,
lelang itu terbagi menjadi 3 macam, yaitu lelang eksekusi, lelang non eksekusi
wajib, dan lelang non eksekusi sukarela.
1. Lelang Eksekusi Wajib
28
Lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan atau
dokumen-dokumen lain, yang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dipersamakan dengan itu, dalam rangka
membantu penegakan hukum, antara lain: Lelang Eksekusi Panitia
Urusan Piutang Negara (PUPN), Lelang Eksekusi Pengadilan, Lelang
Eksekusi Pajak, Lelang Eksekusi Harta Pailit, Lelang Eksekusi Pasal 6
Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), Lelang Eksekusi
dikuasai/tidak dikuasai Bea Cukai, Lelang Eksekusi Barang Sitaan
Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
Lelang Eksekusi Barang Rampasan, Lelang Eksekusi Barang Temuan,
Lelang Eksekusi Fidusia, Lelang Eksekusi Gadai.
2. Lelang Non Eksekusi Wajib
Lelang untuk melaksanakan penjualan barang milik negara/daerah
sebagaimana dimaksud dalam Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara atau barang milik Badan Usaha Milik
Negara/Daerah (BUMN/D) yang oleh peraturan perundang-undangan
diwajibkan untuk dijual secara lelang, termasuk kayu dan hasil hutan
lainnya dari tangan pertama.
3. Lelang Non Eksekusi Sukarela
Lelang untuk melaksanakan penjualan barang milik perorangan,
kelompok masyarakat atau badan swasta yang dilelang secara sukarela
oleh pemiliknya, termasuk BUMN/D berbentuk persero. Dalam Pasal
5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 40/PMK.07/2006, Pejabat
Lelang Negara bisa melaksanakan lelang untuk semua jenis lelang
sedangkan Pejabat Lelang Kelas II hanya bisa melaksanakan lelang
atas permohonan Balai Lelang atas jenis Lelang Non Eksekusi
Sukarela, lelang aset BUMN/D berbentuk Persero, dan lelang aset
milik Bank dalam likuidasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
25 Tahun 1999.
29
7. Asas Lelang
Asas-asas yang digunakan dalam lelang antara lain tercermin dari
pengertian lelang itu sendiri. Beberapa asas yang dapat dikemukakan antara
lain adalah :
a. Asas Publisitas (Publicity) atau asas Transparansi (Transparency),
artinyabsetiap pelelangan harus didahului dengan pengumuman lelang,
baik dalam bentuk iklan, brosur, atau undangan. Disamping untuk
menarik peserta lelang sebanyak mungkin, pengumuman lelang juga
dimaksudkan untuk memberi kesempatan sosial kontrol sebagai
perlindungan publik. Asas ini sangat penting karena membentuk
karakter lelang sebagai penjualan yang bersifat transparan.
b. Asas Persaingan (Competition), yaitu karena para peserta lelang
bersaing dan peserta dengan penawaran tertinggi yang mencapai atau
melebihi harga limit yang akan dinyatakan sebagai pemenang.
c. Asas Kepastian (Certainty), artinya indenpendensi Pejabat lelang
seharusnya mampu membuat kepastian bahwa penawar tertinggi yang
dinyatakan sebagai pemenang lelang dan bahwa pemenang lelang
tersebut telah melunasi kewajibannya akan memperoleh barang beserta
dokumen.
d. Asas Akuntabilitas (Accountability), artinya pelaksanaan lelang dapat
dipertanggung jawabkan karena Pemerintah melalui Pejabat Lelang
berperan untuk mengawasi jalannya lelang dan membuat akta otentik
30
yang disebut Risalah Lelang yang berfungsi sebagai akta van
transport, Pejabat lelang itu haruslah independen,artinya tidak
terpengaruh atau memihak kepada siapapun, sehingga asa ini dapat
juga dikatakan sebagai asas indenpendensi.
e. Asas Efisiensi (Effeciency), artinya karena lelang dilakukan pada suatu
saat dan tempat yang ditentukan dan transaksi yang terjadi pada saat
itu juga sehingga diperoleh efisiensi biaya dan waktu, karena dengan
demikian barang secara cepat dapat dikonversi menjadi uang.
B. JAMINAN
1. Pengertian Jaminan
Dalam kamus bahasa Indonesia jaminan berasal dari kata jamin yang
artinya adalah menangung.jaminan adalah tangungan atas pinjaman yang di
terima (borg) atau garansi atau janji seseorang untuk menangung utang jika
kewajiban tersebut tidak dapat terpenuhi.29
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa belanda yaitu
zekerheid atau cautie. Zekerheid atau ceutie mencakup secara umum cara-cara
kreditur menjamin dipenuhinya tagihan disamping pertangung jawaban
umudebitur terhadap barang barangnya.30
29
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989),hal. 348 30
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta:PT. Raja Grafindo
Persada), ed I.cet I, hal, 21
31
Menurut undang undang perbankan No.10 tahun 1998 pasal 1ayat 23
dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah angunan tambahan
yang diserahkan nasabah kepada bank dalam pemberian fasilitas keridit atau
pembiayaan bedasarkan perinsip syariah.31
Oleh sebab itu, untuk melindungi
kridit dari resiko kerugian baik disengaja maupun tidak disengaja, maka perlu
adanya pagar pengaman yang berupa jaminan, adapun barang yang dijadikan
jaminan haruslah suatu benda yang bernilai uang.32
Bedasarkan keputusan direksi bank indonesia No. 23/69/KEP/DIR
tertangal 28 februari 1998 di katakana bahwa yang dimaksud dengan jaminan
dalampemberian keridit menurut pasal 2 ayat 1 adalah keyakinan bank atas
kesangupan debitur untuk melunasi kridit sesuai dengan perjanjian, maka
sebelum memberikan kridit bank harus memberikan penilaian secara seksama
terhadap watak, kemampuan, modal, angunan dan prospek usaha debitur.33
Dengan demikian, istilah jaminan identic dengan angunan.
Didalam seminar badan pembinaan hokum nasional yang
diselengarakan di Yogyakarta pada tangal 20 s.d 30 juli 1977 disimpulkan
pengrtian jaminan , jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang
dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hokum.34
Pengertian ini senada dengan pengertian jaminan menurut hartono
31
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, ( Bandung: Citra Aditya Bhakti,
2003), Cet.ke-3, hal.73. 32
Subekti, Seminar Hukum Jaminan, (Yogyakarta; Bina Cipta,1981), Cet ke-7, hal. 24. 33
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, hal. 393-394 34
Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, h.22
32
hadisoeprapto bahwa jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur
untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban
yang dapat dinilai dengan uang yang yang timbul dari suatu perikatan.
Menurut M.bahsan, jaminan adalah segala sesuatu yang di terima
kriditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam
masyarakat.35
Pengertian lain tentang jaminan adalah suatu perikatan antara kriditur
dengan debitur dimana debitur menjanjikan sejumlah hartanya untuk
pelunasan utang menuurut ketentuan perundang undangan yang berlaku
apabila dalam waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang si
debitur.36
Hasanudin rahman menyebutkan bahwa jaminan adalah tangunggan
yang diberikan oleh debitur dan atau pihak ketiga kepada kriditur karena
pihak kriditur mempunyai kepentingan bahwa debitur harus memenuhi
kewajibanya dalam suatu perikatan.37
2. Jaminan Menurut Hukum Positif
Di Indonesia telah di atur mengenai hukum jaminan. Pengaturan
hukum positif tentang jaminan terdapat dalam kitab undang-undang hukum
perdata (KUH perdata) pasal 1150-1161.
35
Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, h.22 36
Gatot Suparmono, Perbankan dan Permasalahan Kredit: Suatu Tinjauan Yuridis ,(Jakarta;
Djambatan, 1996), hal.75 37
Hasanudin Rahman, Aspek Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, (
Bandung; Citra Aditya Bhakti, 1995),hal. 175
33
Menurut subekti, dasar hukum jaminan didasarkan pada pasal 8 undang-
Undang perbankan No.10 tahun 1998 yang di nyatakan bahwa:
“ Dalam pemberian kridit atau pembiayaan bedasarkan prinsip
syariah, bank wajib mempunyai keyakinan bedasarkan analisa yang
mendalam dan I‟tikad dan kemampuan serta kesangupan nasabah debitur
untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan yang dimaksud
sesuai dengan yang di perjanjikan.38
”
Landasan hukum jaminan juga didasarkan pada pasal 24 undang-
undang perbankan No.14 tahun 1967 yang di nyatakan bahwa bank tidak akan
memberikan kredit tanpa adanya jaminan. Demikian pula peraturan bank
Indonesia No. 8/3/PBI/2006 pasal 40 dinyatakan bahwa bank yang
melaksankan kegiatan usaha bedasarkan prinsip syariah wajib menerapkan
prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian dalam melakukan kegiatan usahanya.
Artinya bank tidak akan memberikan fasilitas kridit tanpa adanya jaminan.
Jaminan merupakan perjanjian yang bersifat accesoir yaitu perjanjian
yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok.39
perjanjian
pokok dari jaminan adalah perjanjian pemberian kridit atau pembiayaan.
Jaminan terbagi menjadi dua jenis.40
Yaitu:
a. jaminan materil (kebendaan)
38
Satrio. Hukum Jaminan Kebendaan, ( Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2007), Cet, ke-5,
hal.3. 39
Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, h.30 40
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Perseorangan ,(Yogyakarta; Liberty Offset Yogyakarta,2001), cet 2, hal.47.
34
jaminan materil adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu
benda yang mempunyai ciri-ciri hubungan langsung atas benda
tertentu yang dapat di pertahankan oleh siapapun selamanya, selalu
mengikuti bendanya (droit de suit) dan dapat diperalihkan.
Jaminan kebendaan dapat di golongkan menjadi 4 (empat) macam
yakni gadai, hak tangungan, jaminan fidusia, dan hipotek.
b. Jaminan imateril
jaminan imateril adalah jaminan yang menimbulkan hubungan
langsung pada perseorangan tertentu, dapat dipertahankan terhadap
debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya.
Yang termasuk jaminan perseorangan adalah borg (penangung yang
dapat di tagih), tangung menanggung dan perjanjian garansi.
3. Jaminan Menurut Hukum Islam
jaminan dalam hukum islam dikenal dengan istilah adh-dhaman.
Perkataan “dhaman” itu keluar dari masdar dhimmu yang beratri
menghendaki untuk ditangung dan kata yang semakna dengan dhaman adalah
kata kafalah. Dalam kamus istilah fiqh pengertian dhaman adalah jaminan
utang atau dalam hal lain menghadirkan seseorang atau barang ke tempat
tertentu untuk di minta pertangung –jawabannya untuk sebagai barang
jaminan.41
. Sedangkan jaminan adalah suatu jenis perjanjian dengan cara
41
M. Abdul Mujieb, dkk, Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 2002), cet 3, hal. 59
35
memberikan barang yang dijadikan sebagai penguat kepercayaan dalam
masalah hutang piutang.42
Menurut M.Hasan Ali, dhaman adalah menjamin (menagung) untuk
membayar hutang, menggadaikan barang atau menghadirkan orang pada
tempat yang ditentukan.43
Para ulama mazhab hambali menjelaskan bahwa dhaman adalah
menyangupi hak-haka yang telah di tetapkan atau bakal tetap atas orang lain
beserta hak tersebut masih tetap pada orang yang dijamin atau menyangupi
untuk mendatangkan orang yang memikul suatu hak.44
Imam mawardi (mazhab syafii) mengatakan bahwa dhaman dalam
pendaya-gunaan harta benda, tangungan dalam masalah diyat (denda),
jaminan terhadap kekayaan, terhadap jiwa dan jaminan terhadap beberapa
perserikatan sudah menjadi kebiasaan masyarakat.45
Sedangkan rukun dan syarat dhaman adalah sebagai berikut46
:
a. Dhaman (yang menjamin) disyaratkan ahli dalam mengendalikan
hartanya (baligh, berakal)
42
M. Abdul Mujieb, dkk, Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 1994), hal. 131 43
M.Hasan Ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), Ed I, cet 2, hal. 259 44
Abdurrahman Al_Jaziri, Fiqh Empat Mazhab Jilid IV, (Semarang: CV.Asy-Syifa, 1994),
hal. 376 45
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, hal. 260 46
Ibnu Mas‟ud dan Zainal Abidin S, Fiqh Mazhab Syafi‟I Edisi Lengkap Muamalat,
Munakahat, Jinayat, ( Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), cet I, hal.107.
36
b. Madhmun „anhu (orang yang menjamin) disyartkan terlepas dari
hutang yang akan dibayarnya.
c. Madhmunlah (penerima jaminan) disyartkan dikenal benar benar oleh
orang yang menjaminnya.
d. Mal madhmun (harta yang dijamin) disyartkan banyak dan tetap
e. Sighat (ijab qabul)disyaratkan dengan lafal yang menunjukkan
jaminan. Seperti “aku jamin piutangmu atas nama fulan bin fulan
sebanyak sekian”
Sedangkan kata yang semakna dengan dhaman adalah kafalah. Dalam
pengertian bahasa kafalah berarti adh-dhammu (menggabungkan). Menurut
pengertian syara kafalah adalah peroses pengabungan tangungggan kafil
(orang yang berkewajiban melakukan makful bihi (orang yang ditangung))
menjadi tangunggan ashil (orang yang berhutang) dalam tuntutan /permintaan
dengan materi sama atau hutang, atau barang, atau pekerjaan.47
Menurut ulama mazhab hanafi (hanafiyah) menerangkan definisi
dhaman atau kafalah adalah mengumpulkan suatu tangungan kepada
tangungan yang lain dalam hal menagih atau menuntut diri atau hutang atau
benda.48
Menurut ulama mazhab maliki (Al-malikiyah) menerangkan bahwa
dhaman, kafalah dan hamalah adalah lafaz-lafaz sinonim atau semakna yaitu
47
Sabiq, Fiqih Sunah 13, hal.157. 48
Al-Jaziri, Fiqh Empat Mazhab Jilid IV, hal. 371
37
pemilik suatu hak mengfungsikan suatu tangungan orang yang menjamin
dengan tangunggan orang yang di jamin, baik fungsi tangunggan itu
bergantung kepada sesuatu atau tidak tergantung kepadanya.
Para ulama mazhab hambali (Al-hanabilah) menjelaskan bahwa
dhaman adalah menyangupi hak yang telah tetap atau bakal tetap atas orang
lain beserta hak tersebut masih tetap pada orang yang dijamin atau
menyangupi untuk mendatangkan orang yang memikul suatu hak.49
Ulama mazhab syafi‟I menjelaskan dhaman menurut pengertian syara‟
ialah perjanjian yang menetapkan kesangupan untuk menjamin hak yang tetap
dengan tangungan orang lain, atau mendatangkan barang yang dijamin atau
mendatngkan diri orang yang berhak di datangkan.50
Lebih jelasnya kafalah (guaranty) adalah jaminan, beban atau
tangunggan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga
untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang di tanggung (makful). Atas
jasanya penjamin dapat meminta imbalan tertentu dari orang yang dijamin.
Praktik kafalah dalam perbankan syariah sama halnya seperti garansi bank
(bank guarantee) pada perbankan konvensional.
Landasan hukum kafalah adalah:
a. Al-Qur‟an
Al- Quran surah yusuf ayat 72.
49
Ibid, hal. 376 50
Al-jaziri, fiqh empat mazhab jilid IV, hal. 378
38
ذ صاع الملك لمه جاء ب حمل بعز اوا ب سعم قالا وفق
Artinya : Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan
piala Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan
memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin
terhadapnya". (Q.S. Yusuf : 72).
b. Al- Hadits
Hadits nabi riwayat Al-bukhari.
Artinya: “ dari salamah bin akwa‟, “telah dihadapkan kepada
rasullulah SAW jenazah seorang laki-laki untuk dishalatkan rasullulah
SAW bertanya „ apakah ia mempunyai utang?‟ sehabat menjawab
„tidak‟, maka, beliau mengshalatkannya. Kemudian dihadapkan lagi
jenazah lain rasullulah SAW pun bertanya‟apakah ia memiliki
hutang?‟ sahabat menjawab „ya‟. Rasullulah SAW berkata
“shalatkanlah temanmu itu” (beliau sendiri tidak mau
mengshalatkannya), lalu abu qatadah berkata “saya menjamin
hutangnya ya rosullulah”, maka rosullulah pun mengshalatkan
jenazah tersebut.” (HR. Bukhari dari salamah bin akwa‟)
39
Secara umum jaminan dalam hukum islam di bagi menjadi dua:
jaminan yang berupa orang (personal guarancy) dan jaminan yang berupa
harta benda. Yang pertama sering dikenal dengan istilah dhaman atau kafalah.
Sedangkan yang ke dua dikenal dengan istilah rahn.51
4. Fungsi jaminan
Jaminan memiliki fungsi sebagai antara lain:
a. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk
membiayai usahanya sehingga kemungkinan untukmeningalkan usaha
atau proyeknya dengan merugikan dirinya sendiri atau perusahaanya
dapat dicegah atau sekurang kurangnya kemungkinan untuk berbuat
demikian dapat diperkecil.52
b. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya,
khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat
yang disetujui agar debitur dan pihak ketiga yang ikut menjamin tidak
kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.
c. Memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak lembaga
keuangan bahwa kreditnya akan tetap kembali dengan cara
mengeksekusi jaminan keridit.
51
Azharudin Lathief, “ Penerapan Hukum Jaminan Dalam Pembiayaan di Perbankan
Syariah” ( Makalah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
, 2008). Hal.2. 52
Rachmadi Usman, Aspek Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, ( Jakarta; PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2003), hal. 286.
40
d. Memberikan hak dan kekuasaan kepada lembaga keuangan untuk
mendapatkan pelunasan dari angunan apabila debitur melakukan
cidera janji yaitu untuk pengembalian dana yang telah dikeluarkan
oleh debitur pada waktu yang telah di tentukan.
C. RAHN
1. pengertian rahn
Transaksi gadai dalam islam disebut ar-rahn. Ar-rahn adalah suatu
jenis perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tangungan utang.53
Penegertian ar-rahn dalam bahasa arab adalah ats-tsubut wa ad-dawam, yang
berarti “tetap” dan “kekal”.54
Pengertian tersebut merupakan yang tercakup dalam kata al-hasbu,
yang berarti menahan. Kata ini merupakan makna yang bersifat materiil.
Karena itu secara bahasa kata rahn berarti “ menjadikan sesuatu barang yang
bersifat materi sebagai pengikat utang”
Secara etimologi rahn (gadai) bermakna tetap dan berkesinambungan,
sebgaimana juga digunakan untuk makna kata al-hasbu “menahan”
pengunaan yang pertama seperti ungkapan ni‟matun rahinah “ nikmat yang
kekal”
Adapun menurut termilogi islam, rahn sebagaimana didifinisikan oleh
para ulama adalah menjadikan barang yang berharga menurut tinjauan syariat
53
Zainudin Ali, Hukum Gadai Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 1 54
Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh „ala Al-Madzahib Al-Arba‟ah, (Beirut: Dar Al-Fiqr, 1996),
hal. 249.
41
sebagai mana jaminan utang, sekiranya pembayaran utang atau sebagian bisa
diambil dari benda yang digadaikan tersebut.55
Sedangkan difinisi rahn
menurut oleh ulama fiqh. Ulama malikiyah mendifinisikan dengan: harta
yang dijadikan pemiliknuya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat56
.
Ulama hanafiyah mendifinisikannya dengan: menjadikan sesuatu
(barang)sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mengkin dijadikan
sebagai pembayar hak ( piutang)itu, baik seluruhnya maupun sebagian.
Sedangkkan ulama syafiiyah dan hanabilah mendifinisakn dengan:
menjadikan materi (barang) sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan
pembayar utang apabila orang yang berhutang tidak bisa membayar
utangnya itu. Definisi ini mengandung pengertian bahwa barang yang yang
boleh dijadikan jaminan (angunan) utang itu hanya bersifat materi, tidak
termasuk manfaat sebagaimana yang dikemukakan ulama malikiyah. Barang
jaminan itu boleh dijual apabila dalam yang disepaki kedua belah pihak, utang
tidak dilunasi. Oleh sebab itu, hak pemberi piutang hanya terkait dengan
barang jaminan, apabila orang yang berhutang tidak mampu melunasi
utangnya.
Rahn juga dapat diartikan menahan salah satu harta milik si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, barang tersebut memiliki
nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan
55
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah Jilid 3, (Jakarta: Al-I‟tishom, 2008), hal. 248 56
A.H. Azharudin Lathief, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Press, 2005), hal. 154.
42
untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Sedangkan
dalam pengertian istilah adalah akad atau perjanjian utang piutang yang
menjadikan marhun sebagai kepercayaan/penguat marhun bih dan murtahin
berhak menjual barang/melelang barang yang digadaikan itu pada saat ia
menuntut haknya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah
semacam jaminan utang untuk gadai.57
2. Dasar Hukum
Dasar hukum gadai adalah:
1) Al- quran
Dalam surat Al- baqarah ayat 283:
Artinya: “ jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah
tidak secara tunai/ sedang kamu tidak memperoleh seseorang penulis,
maka hendaklah ada barang tangunggan yang dipegang ( oleh orang
yang berpiutang ). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, maka hendaklah yang mempercayai itu
menunaikan amanatnya ( hutangnya) dan hendaklah ia bertaqwa
kepada allah tuhannya, dan janganlah kamu (para saksi)
57
Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim,
2008), hal. 187.
43
menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang
berdosa hatinya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.
2) Al- hadits
عه األعماش عه ابزام عه إأل ساد عه عائشت رض اهلل
عىا ان الىب صل اهلل عل سلم اشتز مه د طعا ما
راي البخار {. {ال اجل رى درع
Artinya: “ Dari A‟masy, dari Ibrahim, dari aswad, dari
„Aisyah r.a bahwa Nabi Muhammad SAW membeli makanan dari
seorang yahudi dengan cara berjanji, dan digadaikannya sehelai baju
besi” ( H.R. Bukhari dan Muslim )
3) Ijma
Para ulama semuanya sependapat, bahwa perjanjian gadai hukumnya
mubah (boleh). Namun ada yang berpegang kepada zahir ayat, yaitu
gadai hanya diperbolehkan dalam keadaan bepergian saja, seperti
faham yang dianut oleh mazhab Zahiri, Mujahid dan Al-Dhahak,
sedangkan jumhur (kebanyakan ulama) memperbolehkan gadai, baik
keadaan bepergian maupun tidak, seperti yang pernah dilakukan oleh
rasullulah dimadinah yang telah disebutkan oleh hadits diatas.58
58
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam,( Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004 ), hal. 255
44
4) Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 25/DSN-MUI/III/2002
tentang gadai dan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.
26/DSN-MUI/III/2002 tentang gadai emas
5) Undang- Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 Penjelasan
No. 23
“ angunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah
debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau
pembiayaan bedasarkan prinsip syariah”.
3. Rukun dan syarat rahn
a. Rukun Ar-rahn antara lain:59
1) Ada yang mengadaikan (rahn)
2) Ada yang menerima gadai (murtahin/ bank)
3) Ada barang yang di gadaikan (marhun/rahn)
4) Ada hutang
5) Ada akad
b. Syarat- syarat Ar-rahn, antara lain:60
1) Sayarat yang terkait degan orag yang berakad adalah cakap bertindak
hokum. Kecakapan bertindak hokum, menurut jumhur ulama adalh
orang yang telah baligh dan berkal.
59
Institut Banker Indonesia, Bank Syariah: Konsep dan Inplementasi Operasional, (Jakarta:
Djambatan, 2001), hal, 209 60
H. Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), hal. 254
45
2) Sighat (lafaz). Ulama hanafiyah mengatakan dalam akad itu tidak
boleh dikaitkan dengan syarat tertentu atau dikaitkan dengan masa
yang akan datang, karena akad rahn sama dengan akad juala beli.
3) Al-marhun Bih ( hutang) adalah: (1) Merupakan hak yang wajib
dikembalikan kepada orang berhutang (2) Utang itu boleh dilunasi
dengan angunan itu. (3) Utang itu jelas dan tertentu.
4) Al-marhun ( barang yang dijadikan angunan) menurut pakar fiqh
adalah: (1) barang jaminan (angunan) itu boleh dijual dan nilainya
seimbang dengan utang. (2) barang jaminan itu bernilai harta dan
boleh di manfaatkan.(3) barang jaminan itu jelas dan tertentu. (4)
anguna itu milik sah orang yang berhutang. (5) barang jaminan itu
tidak terkait dengan hak orang lain. (6)barang jaminan itu merupakan
harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa tempat dan (7)
barang jaminan itu boleh diserahkan baik materinya maupun
manfaatannya.
Di samping syarat- sayarat diatas, para ulama fiqh sepakat menyatakan
bahwa rahn itu baru diangap sempurna apabila barang yang di gadaikan itu
secara hukum sudah berada di tangan pemberi utang. Apabila barang jaminan
itu berupa benda tidak bergerak, seperti rumah dan tanah, maka tidak harus
46
rumah dan tanah itu diberikan, tetapi cukup surat jaminan tanah atau surat-
surat rumah itu yang dipegang pemberi utang.61
4. Hak dan Kewajiban
a. Bagi murtahin (penerima gadai)62
1. Pemegang gadai berhak menjual marhun apabila rahin tidak dapat
memenuhi kewajibanya pada saat jatuh tempo. Hasil penjualan
barang gadai (marhun) dapat di gunakan untuk melunasi pinjaman
(marhun bih) dan sisanya dikembalikan kepada rahin.
2. Pemegang gadai berhak mendapatkan biaya pengantian yang telah
dikeluarkan untuk menjaga keselamatan harta marhun
3. Selama pinjaman belum dilunasi, pemegang gadai berhak menahan
barang gadai yang diserahkan oleh pemberi gadai (nasabah/rahin)
Adapun kewajiban penerima gadai (murtahin)
1. Penerima gadai bertangung jawab atas hilang atau merosotnya
barang gadai, apabila hal itu disebabkan oleh kelalaian.
2. Penerima gadai tidak boleh mengunakan barang gadai untuk
kepentingan sendiri.
3. Penenrima gadai wajib memberitahukan kepada pemberi gadai
sebelum diadakan pelelangan barang gadai.
b. Hak pemberi gadai (rahin)63
61
H. Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), hal. 254 62
Buchari Alma, Manajemen Bisnis Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal 34
47
1. Pemberi gadai (rahin) berhak mendapatkan pengembalian harta
benda yang digadaikan sesudah ia melunasi pinjamna utangnya.
2. Pemberi gadai berhak menuntut ganti rugi atau kerusakan dan atau
hilangnya harta benda yang digadaikan, bila hal ini disebabkan
oleh kelalaian penerima gadai.
3. Pemberi gadai berhak menerima sisa hasil penjualan harta benda
gadai setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya.
4. Pemberi gadai berhak meminta kembali harta benda gadai apabila
penerima gadai menyalahgunakan harta benda gadainya.
Bedasarkan hak-hak pemberi gadai di atas maka timbulah kewajiban
yang harus di penuhi pemberi gadai, yaitu:
1. Pemberi gadai berkewajiban melunasi pinjaman yang telah di
terimanya dalam tengang waktu yang telah di tentukan, termasuk
biaya-biaya yang di tentukan pemberi gadai.
2. Pemberi gadai berkewajiban merelakan penjualan harta benda
gadainya, apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan
pemberi gadai tidak dapat melunasi uang pinjamannya.
5. Mekanisme pemberian Pinjaman, sistem cicilan dan
perpanjangan utang
a. Mekanisme Pemberi Pinjaman64
63
Zainudin Ali, Hukum Gadai Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 41 64
Ibid, hal 45
48
Mekanisme penyaluran pinjaman pada pelaksanaan sistem gadai
syariah mempunyai prinsip bahwa nasabah hanya dibebani oleh biaya
administrasi dan jasa simpan harta benda jaminan. Selain itu untuk
mendapatkan pinjaman, barang yang dimiliki harus terlebih dahulu
ditaksir oleh petugas penaksir, tujuannya adalah menghitung besarnya
jumlah pinjaman yang dapat dipinjamkan oleh tempat melakukan
permohonan gadai. Bedasarkan jumlah pinjaman itu, akan ditentukan
golongan pinjaman dan berapa tingkat biaya administrasi yang harus
di pegang. Setelah perhitungan selesai maka peminjam dapat
menerima pembayaran uang pinjaman tanpa pemotongan apapun,
kecuali premi asuransi (tetapi tergantung tempat pemohonan gadai).
Demikian pula, bila ingin melunasi pinjaman, pelunasan tidak harus
menunggu jatuh tempo. Artinya, bila jangka waktu pinjamn itu 4
(empat) bulan maka nasabah dapat melunasi walaupun priode
pinjaman belum berakhir. Mekanisme pelaksanaan pegadaian syariah
merupakan implementasi dari beberapa konsep yang telah ditetapkan
oleh beberapa ulama tentang pegadaian.
b. Sistem Cicilan dan Perpanjangan Utang
Pada dasarnya orang yang mengadaikan (rahin) hartanya di pegadaian
untuk mendapatkan pinjaman uang dapat melunasi utang pinjamannya
kapan saja, tanpa harus menunggu jatuh tempo. Namun pemberi gadai
49
(rahin) dapat memberi untuk memilih cara pelunasan sekaligus atau
dengan cara mencicil utangnya.
Selain itu, perlu diungkapkan bahwa ketentuan jumlah pinjaman
didasari oleh kualitas dan kuantitas barang yang digadaikan. Harta
benda yang akan digadaikan ditaksir bedasarkan pertimbangan jenis
harta, nilai harta dan lain-lain.65
c. Proses pelelangan barang gadai (marhun)
Pihak pegadaian akan melakukan pelelangan jika rahin tidak dapat
melunasi sampai batas waktu yang telah ditentukan dalam akad.
Pelelangan dilakukan oleh pihak pegadaian setelah sebelumnya di
beritahukan kepada rahin paling lambat 5 (lima) hari sebelum tangal
penjualan. Pelelangan dimaksud mempunyai ketentuan sebagai
berikut:66
1. Ditetapkan harga emas oleh pegadaian pada saat pelelangan
dengan margin 2% untuk pembeli
2. Harga penawaran yang dilakukan oleh banyak orang tidak boleh
dilakukan karena dapat merugikan bagi rahn. Karena itu pegadaian
melakukan pelelangan secara terbatas.
65
Zainudin Ali, Ibid, hal.49 66
Ibid. hal 51
50
3. Hasil pelelangan akan digunakan untuk biaya penjualan 1% dari
harga jual, biaya pinjaman 4 (empat) bulan dan sisanya di
kembalikan kepada rahn.
4. Sisa kelebihan yang tidak diambil selama setahun akan di serahkan
oleh pihak pegadaian kepada baitul mal.
5. Manfaat gadai
a. Bagi nasabah. Antara lain.
1. Penaksiran nilai suatu barang bergerak dari pihak atau instansi
yang berpengalaman dan dapat di percaya
2. Penitipan suatu barang bergerak pada tempat yang aman dan dapat
dipercaya nasabah yang akan bepergian. Merasa kurang aman
menetapkan barang bergeraknya di tempat sendiri, atau tidak
punya sarana penyimpanan suatu barang bergerak dapat
menitipkan barangnya.
b. Bagi perusahaan
Adapun manfaat yang langsung didapat oleh bank adalah biaya-biaya
yang harus dibayar oleh nasabah untuk pemeliharaan keamanan asset
dari nasabah tersebut, jika penahanan asset bedasarkan perjanjian
fidusia (penahannan barang bergerak sebagai jaminan pembayaran),
nasabah juga harus membayar biaya asuransi yang besarnya sesuai
dengan yang berlaku secara umum. Risiko yang ada pada
implementasi gadai pada perbankan syariah adalah risiko tidak
51
terbayarnya hutang nasabah (wanprestasi) dan risiko nilai asset yang
ditahan berupa kerusakan atau turunnya harga jual suatu asset.67
67
Ibid. hal. 162
52
BAB III
PROFIL PEGADAIAN SYARIAH CABANG CINERE
A. Sejarah Pegadaian Syariah Cabang Cinere
Terbentuknya gadai syariah pada perum (perusahaan umum)
pegadaian merupakan proses panjang selama kurang lebih lima tahun, dari
tahun 1998 sampai akhirnya terbentuk pada awal tahun 2003. Awalnya pada
tahun 1998 dengan perkembangan bank syariah yang cukup baik dan
kemunculan lembaga perekonomian lainnya yang berdasarkan syariah. Bagian
penelitian dan pengembangan perum pegadaian mengadakan penelitian
tentang gadai syariah dan kemungkinan dibukannya pegadaian syariah dengan
melakukan studi banding ke Malaysia, yang selanjutnya diadakan
penggodokan rencana pendirian pegadaian syariah. Hanya saja dalam proses
selanjutnya, hasil studi banding yang didapatkan hanya ditumpuk dan
dibiarkan, karena terhambat oleh permasalahan internal perusahaan.68
Konsep operasional Pegadaian syariah mengacu pada sistem
administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang
diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri
dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai
Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha
Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara
struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian
68
Zainudin Ali, Hukum Gadai Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2008). Hal. 16
53
Syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai
Syariah ( ULGS) Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003.
Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang,
Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih
di tahun yang sama pula, 4 Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi
menjadi Pegadaian Syariah.69
Hingga saat ini, perum pegadaian syariah telah memiliki banyak
kantor wilayah seluruh Indonesia yang membawahi beberapa kantor cabang
syariah. Di Jakarta khususnya, pegadaian syariah yang ada di Jakarta telah
memiliki empat kantor cabang yang tersebar diseluruh wilayah jabotabek,
seperti Cabang Dewi Sartika, Cabang Margonda Depok, Cabang Cinere,
Cabang Pondok Aren.70
Selain itu guna memenuhi kebutuhan masyarakat
terhadap layanan gadai syariah, maka pada tahun 2004 kantor wilayah perum
pegadaian telah membuka kantor cabang baru yang berlokasi diwilayah
Jakarta Selatan, yaitu kantor cabang Cinere yang berlokasi di Jl. Karang
Tengah No. 25D Lebak Bulus, kantor cabang ini didirikan Tepatnya pada
tanggal 05 November 2004. Dengan persetujuan kantor pusat dan kantor
wilayah di mana dalam menjalankan operasinalnya berbepang pada prinsip
syariah sebagaimana halnya institusi yang berlabel syariah dengan
berlandaskan konsep syariah islam. Dalam awal pendiriannya kantor cabang
69
Tentang Pegadaian Syariah, Company Profile, http://ulgs.tripod.com/aboutme.htm di akses
pada tanggal 14 mei 2014 70
Brosur Pegadaian Syariah, 2008
54
pegadaian syariah Cinere Jakarta. Pegadaian syariah bekerja sama dengan
BMI. Yang diantaranya berawal dari BMI tersebut, maka berdirilah Pegadaian
Syariah Cabang Cinere yang berlokasi di Jl. Karang Tengah No. 25D Lebak
Bulus Jakarta Selatan. Namun pada tahun 2007 kerjasama tersebut beralih
kepada Bank Syariah Mandiri (BSM).71
B. Tujuan, Visi dan Misi
Sesuai dengan PP 103 Tahun 2000 Pasal 8, Perum Pegadaian melakukan
kegiatan usaha utamanya dengan menyalurkan uang pinjaman atas dasar
hukum gadai serta menjalankan usaha lain seperti penyaluran uang pinjaman
berdasarkan layanan jasa titipan, sertifikasi dengan logam mulia, dan lainnya.
Sejalan dengan kegiatannya, Pegadaian mengembangkan misi untuk:
1. Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah
ke bawah.
2. Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba, dan pinjaman tidak
wajar lainnya.72
3. Membina perekonomian rakyat kecil dengan menyalurkan kredit atas dasar
hukum gadai kepada masyarakat kecil, agar terhindar dari praktek pinjaman
uang dengan bunga yang tidak wajar
4. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara cepat, praktis dan
menentramkan.
71
Wawancara dengan Ibu Shinta Della, Kepala Cabang Pegadaian Syariah Cabang Cinere,
Jakarta, 13 mei 2014 72
http://dhatin.wordpress.com/category/pegadaian-syariah, diakses pada tanggal 14 mei 2014
55
Visi Pegadaian Syariah Cabang Cinere sebagai solusi bisnis terpadu
terutama berbasis gadai yang selalu menjadi market leader dan mikro yang
berbasis fidusia selalu menjadi yang terbaik untuk masyarakat menengah dan
kebawah. Sedangkan misi dari Pegadaian Syariah:
1. Memberikan pembiayaan yang tercepat, termudah, aman dan selalu
memberikan pembinaan terhadap usaha golongan menengah ke bawah untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi.
2. Memastikan pemerataan pelayanan dan infrastruktur yang memberikan
kemudahan dan kenyamanan di seluruh pegadaian dan mempersiapkan diri
menjadi pemain regional dan tetap menjadi pilihan utama masyrakat.
3. Membantu pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat
golongan menengah ke bawah dan melaksanakan usaha lain dalam rangka
optimalisasi sumber daya perusahaan.
C. Struktur Organisasi
Pegadaian Syariah Cabang Cinere yang terletak di Jl. Karang Tengah
No. 25D Lebak Bulus Jakarta Selatan, kantor cabang ini didirikan tepatnya
pada tanggal 10 November 2004. Adapun struktur organisasi kantor
Pegadaian Syariah Cabang Cinere sebagai berikut:
1. Manager Cabang,
bertugas mengelola operasional cabang yaitu menyalurkan uang
pinjaman (Qard) secara hukum gadai yang didasarkan pada penerapan
Prinsip-Prinsip Syariah Islam. Disamping itu, pimpinan cabang juga
56
melaksanakan usaha-usaha lain yang telah ditentukan oleh manajemen serta
mewakili kepentingan perusahaan dalam hubungan dengan pihak lain.
2. Penaksir
bertugas menaksir Marhun (Barang Jaminan) untuk menentukan mutu
dan nilai barang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam rangka
mewujudkan penetapan penaksiran dan uang pinjaman yang wajar serta citra
baik perusahaan.
3. Kasir
bertugas melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pembayaran serta
pembuktian sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk kelancaran
pelaksanaan operasional kantor cabang.
4. Pemegang Gudang
bertugas melakukan pemeriksaan, penyimpanan, pemeliharaan dan
pengeluaran serta pembukuan marhun. Selain barang kantor sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dalam rangka ketertiban dan keamanan serta
keutuhan marhun.
5. Penyimpan Marhun
bertugas mengelola gudang marhun emas dengan menerima, menjaga,
menyimpan, merawat, mengeluarkan dan mengadministrasikan. Sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dalam rangka mengamankan serta menjaga
keutuhan barang milik rahin (pegadai).
6. Keamanan
57
bertugas mengamankan harta perusahaan dan rahin dalam lingkungan
kantor dan sekitarnya.
7. Staf
bertugas memelihara kebersihan, keindahan, kenyamanan gedung
kerja, mengirim dan mengambil surat/dokumen untuk menjaga kelancaran
tugas administrasi dan tugas operasioanal kantor cabang.73
D. Produk-Produk di Pegadaian Syariah Cabang Cinere
1. Gadai Syariah (Ar-Rahn)
Produk gadai syariah adalah skim pinjaman yang mudah dan praktis
untuk memenuhi kebutuhan dana dengan sistem gadai sesuai syariah dengan
barang jaminan berupa emas, perhiasan, berlian, elektronik dan kendaraan
bermotor.74
2. Mulia (Murabahah Logam Mulia Untuk Investasi Abadi)
Logam Mulia atau emas mempunyai berbagai aspek yang menyentuh
kebutuhan manusia disamping memiliki nilai estetis yang tinggi juga
merupakan jenis investasi yang nilainya stabil, likuid dan aman secara riil.
Mulia (Murabahah Logam Mulia untuk Investasi Abadi) adalah penjualan
logam mulia oleh Pegadaian kepada masyarakat secara tunai, dan agunan
dengan jangka waktu fleksibel.75
73
Perum Pegadaian, Pedoman Operasional Gadai Syariah, 2008, h, 1.E.1 74
Pegadaian Syariah, Brosur Gadai Syariah, Jakarta. 2009 75
Pegadaian Syariah, Brosur MULIA Murabahah Logam Mulia untuk Investasi Abadi,
Jakarta:2009
58
Akad Murabahah Logam Mulia untuk Investasi Abadi adalah persetujuan
atau kesepakatan yang dibuat bersama antara Pegadaian dan Nasabah atas
sejumlah pembelian Logam Mulia disertai keuntungan dan biaya-biaya yang
disepakati.76
3. Pembiayaan ARRUM
ARRUM adalah skim pinjaman berprinsip syariah bagi para
pengusaha Mikro dan Kecil untuk keperluan pengembangan usaha dengan
sistem pengembalian secara anggsuran dan menggunakan jaminan BPKB
motor/mobil.77
4. Jasa Taksiran
Adalah suatu layanan kepada masyarakat yang peduli akan harga atau
nilai benda miliknya. Dengan biaya yang relative ringan, masyarakat dapat
mengetahui dengan pasti tentang nilai atau kualitas suatu barang miliknya
setelah lebih dahulu diperiksa dan taksiran oleh juru taksiran berpengalaman.
Kepastian nilai atau kualitas suatu barang. Misalnya kualitas emas atau batu
permata, data tersebut dapat memberikan rasa aman lebih pasti bahwa barang
tersebut benar-benar mempunyai nilai investasi yang tinggi. Kebimbangan
anda tidak akan berlarut-larut dan kepentingan anda akan terlindungi.
5. Jasa Titipan
76
Pegadaian Syariah, Manual Operasional Gadai Syariah, Jakarta: 2009 77
Pegadaian Syariah, Pembiayaan ARRUM, Jakarta:2009
59
Dalam dunia perbankan, layanan ini dikenal sebagai safe deposit box.
Harta dan surat di jaga keamanannya agar tidak sampai hilang, rusak atau di
salahgunakan orang lain. Tetapi ternyata tidak selamanya barang dan surat
berharga iu aman di tangan sendiri. Jika anada mendapatkan kesulitan
“mengamankan”nya di rumah sendiri, karena akan dinas ke luar kota/negeri,
menunaikan ibadah haji, berlibur, sekolah di luar negeri, dll. Percayakan saja
penyimpanannya kepada kami. Jangka waktu penitipan dua minggu sampai
dengan satu tahun dan dapat di perpanjang. Kami akan menjaga dan
melindunginya dengan penuh perhatian.
6. Kurcica
Kurcica adalah suatu produk pengiriman uang dalam dan luar negeri
yang bekerjasama dengan Western Union.78
78
Perum Pegadaian Syariah, Pedoman Operasional Gadai Syariah
60
BAB. IV
PELAKSANAAN PELELANGAN BARANG JAMINAN SEBAGAI
OBYEK RAHN BEDASARKAN HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG-
UNDANGAN PADA PEGADAIAN SYARIAH CABANG CINERE
A. Pelaksanaan dan mekanisme gadai ( RAHN )
Mekanisme gadai (rahn) syariah atau pinjaman gadai emas di
pegadaian syariah cabang cinere adalah berasal dari modal sendiri dan di
dasarkan pada tiga akad di antranya yaitu (1) qard, Pinjaman tanpa kelebihan
dari pinjaman tersebut. (2) rahn, menahan harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang di terimnaya. (3) ijarah akad pemindahan hak
guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri.
Gadai emas syariah di pegadaian syariah cabang cinere sudah mulai
beroperasi pada tanggal 10 september 2004. Gadai emas syariah adalah
peggadaian atau penyerahan hak penguasaan secara fisik atas harta/ barang
(berupa emas) dari nasabah (ar-rahin) kepada murtahin atas pinjaman (al-
marhun bih) yang di berikan kepada nasabah/ peminjam tersebut. dalam hal
pelaksanaan produk gadai emas ini, pegadaian syariah cabang cinere harus
memperhatikan hal-hal dan unsur unsur saling percaya, jangka waktu
pinjaman dan kesepakatan di antara kedua belah pihak.79
79
Wawancara Pribadi dengan Ibu Shinta Della, Manager PT. Pegadaian Syariah Cabang
Cinere. 13 mei 2014
61
Bagi calon nasabah yang ingin mengajukan permohonan dapat mendatangi
pegadaian syariah yang telah menyediakan fasilitas pembiayaan gadai emas.
Dengan terlebih dahulu mengikuti prosedur yang telah di tetapkan oleh pihak
pegadaian untuk menjadi nasabah guna mendapatkan pinjaman. Berikut
prosedur pemberian pinjaman pegadaian syariah:
1. Syarat- syarat pemohon pinjaman.
a. Foto copy KTP atau identitas lainnya (SIM, Paspor) yang masih berlaku.
b. Marhun telah memenuhi persyaratan
c. Surat kuasa pemilik barang, jika di kuasakan dengan di sertai materai dan
KTP asli pemilik barang.
d. Mengisi formulir permintaan peminjaman (FPP) dan menandatanganinya
e. Menandatangani akad rahn dan ijarah dalam SBR
f. Membayar biaya administrasi
g. Menyerahkan berupa angunan emas.
2. Penetapan uang pinjaman ( marhun bih)
Di tetapkan bedasarkan prosentase tertentu dan bedasarkan surat edaran
16/2004 sebesar 90% dari taksiran barang.
3. Biaya administrasi
a. Di bebankan bedasarkan golongan marhun bih
b. Dibayarkan pada saat akad berlangsung
c. Ditetapkan bedasarkan surat edaran tersendiri
62
d. Merupakan biaya operasional yang di keluarkan oleh perusahaan dalam
memperoses marhun bih.
Apabila nasabah telah memenuhi persyaratan dan prosedur yang telah
di tentukan maka pihak pegadaian akan melakukkan analisis pinjaman
meliputi:
1. Petugas pegadaian memeriksa kelengkapan dan kebenaran syarat syarat calon
pemohon pinjaman
2. Penaksir melakukan analisis terhadap data pemohon, keaslian barang gadai
dan karatese jaminan berupa emas dengan mengunakan tes uji, sumber
pengembalian pinjaman.
3. Jika menurut analisis pemohon layak maka pihak pegadaian akan
menerbitkan pinjaman gadai emas.
4. Realisasi pinjaman dapat di cairkan setelah akad pinjaman sesuai dengan
ketentuan pegadaian
5. Nasabah di kenakan biaya administrasi, biaya sewa dari jumlah pinjaman.
Setelah peroses pencairan dana, nasabah berkewajiban melakukan
pelunasan biaya simpanan. Dalam akad tersebut nasabah dapat melunasi
kewajibannya sebelum waktu yang telah di tentukan ( jatuh tempo). Pelunasan
biaya simpanan nasabah prosedurnya adalah sebgai berikut:
a. Rahin membayarkan uang biaya simpanan kepada pihak pegadaian di sertai
dengan bukti surat gadai
b. Barang akan di keluarkan oleh murtahin
63
c. Marhun akan di kembalikan oleh penerima gadai kepada nasabah setelah
pelunasan biaya simpanan
B. Mekanisme dan Prosedur Pelaksanaan Lelang Barang Jaminan
1. mekanisme lelang di dasarkan pada obyek barang jaminan
a. Jaminan gadai
Gadai merupakan salah satu kategori dari penjanjian utang piutang
yang mana untuk suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang maka
orang yang berhutang mengadaikan barangnya sebagai jaminan atas
utangnya. Barang jaminan tetap menjadi hak milik orang yang
menggadaikan (debitur) akan tetapi di kuasai oleh penerima gadai
(kreditur).
Sedangkan waktu pelunasan adalah 120 hari dan di beri masa tengang 5
hari jadi masa jatuh tempo 125 hari. Jika pada saat itu pihak nasabah tidak
melakukan pelunasan pinjamannya dan tidak melakukan rescheduling
kembali pinjamannya maka akan di lakukan lelang sebagaimana ketentuan
yang tertera dalam surat perjanjian kredit.
b. Jaminan fidusia
Fidusia dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan istilah “penyerahan
hak milik secara kepercayaan”.Sedangkan pengertian fidusia berdasarkan
Pasal 1 angka 1 UUF adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas
dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya
64
dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda 80 . Berdasarkan pasal
tersebut fidusia dirumuskan secara umum, yang belum dihubungkan atau
dikaitkan dengan suatu perjanjian pokok jadi belum dikaitkan dengan hutang.
Di dalam pegadaian syariah cabang cinere jaminan fidusia di gunakan
dalam pembiayaan Ar-rum yakni penbiayaan untuk usaha mikro kecil
guna meningkatkan dan mengembangkan usahanya. Nasabah yang ingin
mendapatkan pembiayaan ini harus memiliki usaha sendiri yang telah
beroperasi minimal 1 (satu) tahun benjalan, sedangkan barang yang dapat
di jaminkan adalah BPKB kendaraan (motor/mobil). Dengan sistem
pembayaran angsuran tetap. Dengan pembayaran minimal 1 (satu) tahun
dan maksimal 3 (tiga) tahun.
Sedangkan pengikatan jaminan ini adalah dalam bentuk gadai artinya
pihak kreditur memiliki hak untuk menyita barang jaminan itu untuk di
lakukan lelang jika terjadi gagal bayar yang di lakukan nasabah.
Walaupun kekuasaan objek gadai tidak beralih dari debitur ke kreditur.
Hal ini telah di sebutkan dalam perjanjian pinjaman yang di lakukan oleh
nasabah kepada pihak pegadaian syariah cabang cinere. Dengan di
saksikan oleh notaris yang di tunjuk oleh pihak pegadaian syariah cabang
cinere dan kemudian di daftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia.
80
Himpunan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jaminan Fidusia, disusun oleh
Yayasan Kesejahteraan Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum,Dep hukum dan HAM RI,
2002, hal 2.
65
Perjanjian ini di lakukan ketika nasabah akan mendapatkan pencairan
dananya.81
Ketika nasabah telah mendapatkan pinjaman dan di kemudian hari
terjadi pembayaran angsuran yang kurang lancar atau tidak dapat melunasi
angsuran maka cara yang digunakan untuk mendapatkan kembali uang yang
dipinjamkan kepada nasabah (debitur) yaitu dengan cara penyitaan barang
kemudian melelang barang jaminan yang digadaikan oleh nasabah kepada
pengadian syariah cabang cinere pada saat melakukan perjanjian.
Akan tetapi sebebelum melakukan penyitaan pihak pegadaian syariah
cabang cinere mempunyai upaya-upaya yang sekiranya bisa dilakukan bila
terjadi keterlambatan dalam pembayaran angsuran sebelum dilakukan
penarikan terhadap benda jaminan, upaya-upaya itu antara lain adalah :
a. Upaya-Upaya Persuasif
Setiap kali timbul angsuran yang tidak lancar pihak pegadaian akan
melakukan upaya-upaya pengendalian. Setiap kali menghadapi persoalan
kredit bermasalah pihak pegadaian syariah cabang cinere akan mencari
sumber permasalahannya, misalnya: karena usahanya sedang lesu,
sengaja tidak mau bayar, benarbenar tidak mampu bayar, nasabahnya
meninggal dunia, barang jaminan rusak berat/hilang.
b. Somasi (Peringatan)
81
Wawancara Pribadi melalui telepon dengan, ibu Shinta Della, Manager di PT. Pegadaian
Syariah Cabang Cinere. Pada tanggal 08 april 2015
66
Sebelum dilaksanakan penyitaan, terhadap nasabah yang sudah
menunggak angsuran 3 (tiga) bulan berturut-turut atau menunggak
sampai dengan jatuh tempo, Manajer Cabang harus memberikan surat
peringatan terlebih dahulu kepada nasabah sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu :
1. Surat peringatan I, 7 (tujuh) hari setelah tanggal jatuh tempo angsuran
terakhir atau setelah 3 (tiga) kali berturut-turut nasabah tidak
melakukan angsuran.
2. Surat Peringatan II, 7 (tujuh) hari setelah surat peringatan I.
3. Surat Peringatan III, 7 (tujuh) hari setelah surat peringatan II.7
4. Proses Pelaksanaan Penarikan / Penyitaan barang yang di laksanakan
oleh juru sita yang telah di tunjuk oleh pihak pegadaian syariah.82
Tujuan dilakukannya penarikan barang jaminan adalah untuk menarik
kembali kredit yang telah disalurkan kepada nasabah untuk di lakukan
penjualan/lelang guna membayar utang semua utang nasabah.
Sedangkan dalam pelaksanaan lelang sama dengan lelang gadai pada
umumnya,di laksanakan di depan umum. sedangkan harga yang di gunakan
adalah harga pasaran yang berlaku di sekitar itu. Di pegadaian syariah cabang
cinere jenis barang jaminan yang sering di lelang adalah dalam bentuk perhiasaan
emas (kalung, cincin, gelang) dari pada barang elektronik itu sendiri. Ini di
sebabkan jumlah pinjaman yang di peroleh nasabah lebih besar mengunakan
jaminan perhiasaan dari pada jaminan mengunakan barang elektronik atau barang
82
Wawancara Pribadi melalui telepon dengan,bapak Istiono.Bagian Pemasaran PT.
Pegadaian Syariah Cabang Margonda. Pada tanggal 08 april 2015
67
lainnya, sedangkan untuk pengajuan kredit dengan jaminan barang elektronik.
Jumlah yang di peroleh Cuma sedikit walaupun harga dari barang jaminan
tersebut masih memiliki nilai yang tinggi. Sehingga banyak nasabah yang
menjaminkan dengan barang elektronik menebusnya kembali,83
2. Prosedur Pelaksanaan Lelang .
Pada dasarnya gadai diberikan untuk menjamin suatu tagihan, untuk
meyakinkan kriditur dan untuk mengatasi kemungkinan munculnya ha-hal
yang tidak diinginkan, maka kriditur meminta suatu jaminnan kebendaan ini
dipergunakan dalam hal debitur wanprestasi (tidak mampu membayar
hutangnya).
Pelelangan dapat di lakukan pada waktu dan tempat yang telah di
tentukan, pelelangan berlaku pada masyarakat umum dan sebelumnya ada
pemberitahuan kepada nasabah dan masyarakat adanya pelelangan.
Barang milik rahin yang akan di lelang karena ada beberapa sebab: 1.
Pada saat jatuh tempo, nasabah tidak dapat melunasi dan tidak dapat menebus
barang yang di gadaikan. 2. Pada saat jatuh tempo nasabah tidak
memperpanjang waktu pinjaman dengan ketentuan yang telah di atur oleh
pegadaian.84
Dalam mengadaikan barang tersebut rahin diberi jangka waktu
atau batasan waktu untuk bisa melunasi hutangnya supaya menebus benda
83
Wawancara Pribadi melalui telepon dengan, ibu Shinta Della, Manager di PT. Pegadaian
Syariah Cabang Cinere. Pada tanggal 08 april 2015 84
Heri suadarsono, bank dan lembaga keuangan syariah, (Yogyakarta: ekonisia, 2003). Hal.
178
68
jaminannya yaitu 120 hari. Serta tengang waktu yang di berikan oleh murtahin
kepada rahin yaitu 5 hari. Jadi jatuh tempo benda tersebut 125 hari.
Dan apabila rahin tidak bisa melunasi setelah jatuh tempo dan jangka
waktu yang telah di tentukan maka pihak pergadaian akan memperingatkan
rahin dan apabila dalam peringatan tersebut rahin belum bisa atau tidak bisa
menebus maka murtahin akan memberi surat peringatan, dan pada hari
berikutnya rahin belum bisa membayar maka pihak pegadaian akan melapor
ke pihak kanwil bahwa akan melelang suatu barang gadai milik rahin yang
belum bisa lunasi utangnya.
Dalam proses penjualan barang gadai tersebut maka pihak pegadaian
menyebarkan melalui media elektronik atau media massa. Sedangkan dalam
peroses penetapan harga barang hasil lelang yang untuk dijual dan di tawarkan
kepada nasabah yaitu menetapkan harga di sesuaikan dengan harga pasar pada
saat barang itu dilelang. Dan penjualan barang gadai hasil lelang tersebut di
berikan dan dijual pada nasabah yang penawarannya lebih tinggi. Sedangkan
prosedur pelelangan barang gadai di PT. Pegadaian Syariah Cabang Cinere ini
mengunakan sistem akad ijarah
a. Pelaksanaan lelang dan tangal lelang85
1. Lelang di laksanakan paling cepat pada hari ke 125 dari tangal 10
(untuk pinjaman tangal 1 s/d 10), pada hari 125 dari tangal
85
Buku Pedoman Pegadaian Syariah, Pedoman Operasional Gadai Syariah , (Jakarta: 1
Januari 2007) hal VI.B.1
69
28/29/30/31 (akhir bulan) untuk pinjaman tangal (21 s/d akhir bulan).
Oleh karena itu pelaksanaan lelang di lakukan dalam 3 (tiga) priode
dalam satu bulan dengan ketentuan:
a. Priode I untuk tangal akad 1 s/d 10,pelaksanaan lelang dilakukan
antara tangal 15 s/d 20 bulam ke 5.
b. Priode II untuk tangal akad 11 s/d 20, pelaksanaan lelang
dilakukan antara tanggal 25 s/d akhir bulan ke 5.
c. Priode III untuk tangal akad 21 S/d 31, pelaksanaan lelang
dilaksanakan diantaaara tangggal 5 s/d 10 bulan ke 6.
2. Tangggal pelaksanaan lelang tersebut ditetapkan oleh pemimpin
wilayah bedasarkan usulan dari manager cabang. Minimal dua bulan
sebelum tahun anggaran berakhir, manager cabang harus mengusulkan
rencana tanggal lelang untuk tanggal akad pinjaman tahun anggaran
berikutnya.
Penetapan tangal pelaksanaan lelang harus memperhatikan pula
1. Kantor cabang yang letaknya berdekatan satu dengan yang lainnya
sedapat mungkin tidak melakukan pelelangan dalam waktu yang
bersamaan
2. Sedapat mungkin lelang dilaksanakan satu hari. Jika lebih dari satu
hari, manager cabang harus memberitahukan alasannya kepada
pemimpin wilayah
3. Lelang tidak dilaksanakan pada hari libur/hari besar
70
4. Jika bersamaan dengan datangnya hari raya, lelang dilaksanakkan
sebelum hari raya.
b. Pengumuma lelang86
a. Cabang pegadaian syariah (CPS) wajib memberitahukan atau
mengingatkan kepada rahin untuk melunasi atau memperpanjang
jangka waktu pinjaman. Selain itu di informasikan juga tangal lelang
yang telah di tentukan, marhun yang telah menjadi jaminan atas
hutang rahin tersebut akan di eksekusi atau lelang. Upaya
pemberitahuan ini merupakan keharusan menurut ( Fatwa DSN no
25/DSN.MUI/III/2002 butir kedua no 5.a.) pemberitahuan melalui pos
atau telepon atau mengunakan formulir pemberitahuan marhun yang
akan di lelang (FPMYA S-27)
b. Pengertian dan prosedur pengumuman lelang dilaksanakan
sebagaimana surat edaran yang berlaku
c. Penetapan jumlah dan taksir ulang, pelaksanaan, administrasi lelang
dan ketentuan lain di laksanakan sebagai mana surat edaran (SE) SE
44/2006 tangal 3 oktober 2006 perihal lelang barang jaminan.
Sepanjang tidak diatur dalam peraturan pegadai syariah yang lebih
baru.
d. Cara cara penaksiran barang gadai
86
Ibid. hal. VI.B.2
71
Cara penaksiran barang gadai yang dilakukan oleh pegadaian syariah
cabang Cinere yaitu: barang gadai yang di gunakan untuk
mengadaikan barang oleh rahin yaitu perhiasan berupa emas dan
peralatan elektronik yang memiliki harga update seperti laptop,
handphone, dll.
Pada pegadaian syariah cabang Cinere memiliki nilai taksiran
tersendiri untuk menentukan berapa jumlah nilai pinjaman yang di
berikan kepada rahin dalam mengadaikan barangnya tersebut. Untuk
perhiasan maksimal ( 92% x harga barang untuk pinjaman 20 juta)
dan ( 91% untuk pinjaman di bawah 20 juta). Contoh. Barang gadai
berupa emas milik rahin pada saat itu memiliki nilai harga di pasaran
Rp. 3.500.000.00 maka penetapan nilai taksirannya 91 % x 3.500.000
= 3.185.000. maka si rahin mendapatkan pinjaman sebesar Rp.
3.185.000
Sedangkan untuk barang elektronik barang yang dapat di gadaikan
masih memiliki harga di pasaran sesuai update, sedangkan total
pinjaman hanya 5% hari harga barang itu ( hitungan harga barang
adalah harga second) contoh. Rahin memili laptop DELL dengan
harga second di pasaran Rp. 8.300.000. maka penetapan nilai
taksirannya 5 % x 8.300.000 = 415.000. maka si rahin mendapatkan
pinjaman sebesar 415.000.
72
Sedangkan dalam penentuan waktu jatuh tempo yang diberikan kepada
rahin agar bias melunasi htangnya tepat waktu adalah 120 hari dan
masa tengang 5 hari. 87
C. Analisis Pelaksanaan Pelelangan Barang Jaminan Sebagai Obyek Rahn
Bedasarkan Perundang-Undangan dan Hukum Islam
a. Bedasarkan perundang-undangan
Pada dasarnya penjualan lelang tidak secara khusus di atur dalam
KUHPerdata tetapi termasuk perjanjian bernama di luar KUHPerdata.
penjualan lelang di kuasai oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata
mengenai jual beli yang diatur dalam KUHPerdata Buku III tentang
Perikatan. Pasal 1319 KUHPerdata berbunyi, semua perjanjian baik yang
mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama
tertentu, tunduk pada peraturan umum Pasal1457 KUH Perdata,
merumuskan jual beli adalah suatu persetujuan, dengan manapihak satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain
untuk membayar harga yang dijanjikan. Perjanjian jual beli adalah suatu
perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pembeli. Di dalam
perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual
beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli
berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek tersebut.
87
Wawancara Pribadi dengan Ibu Shinta Della, Manager PT. Pegadaian Syariah Cabang
Cinere. 13 mei 2014
73
Sehingga Lelang mengandung unsur-unsur dari defenisi jual beli adanya
subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli, adanya kesepakatan antara
penjual dan pembeli tentang barang dan harga; adanya hak dan kewajiban
yang timbul antara pihak penjual dan pembeli. Esensi dari lelang dan jual
beli adalah penyerahan barang dan pembayaran harga. Penjualan lelang
memiliki identitas dan karakteristik sendiri, dengan adanya pengaturan
khusus dalam Vendu Reglement, namun dasar penjualan lelang sebagian
masih mengacu pada ketentuan KUHPerdata mengenai jual beli, sehingga
penjualan lelang tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum
yang terdapat dalam hukum perdata, seperti ditegaskan dalam Pasal 1319.
Vendu Reglement (Stbl. Tahun 1908 Nomor 189 diubah dengan Stbl. 1940
Nomor 56) yang masih berlaku sebagai dasar hukum lelang,
dinyatakan:25
“Penjualan umum adalah pelelangan atau penjualan barang-barang
yang dilakukan kepada umum dengan harga penawaran yang meningkat
atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau
kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu
mengenai pelelangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut serta,
dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang
ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup”.
Pelaksanaan lelang di pegadaian syariah cabang cinere mengambil
ketentuan hukum tentang gadai. Hukum Perdata tentang Kebendaan
74
khususnya Bab 20 Tentang Gadai dari Pasal 1150 sampai dengan Pasal
1160.Pasal tersebut mengatur mengenai pelaksanaan gadai, antara
lain:Jaminan; Perjanjian Pokok; Hak Kreditur Gadai; Penyerahan Barang
Jaminan dari Debitur kepada Kreditur dan Penguasaan Barang Jaminan;
Pemeliharaan Benda Jaminan; Perhitungan Bunga; Hapusnya Gadai; serta
Eksekusi Gadai.
Sedangkan untuk pelaksanaan lelang Pegadaian Syariah Cabang
Cinere menjadikan dasar hukum lelang pada KUHPerdata buku kedua
bab 20 pasal 1150
“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang
bergerak, yang diserahkan oleh seorang debitur untuk orang lain atas
namanya, dan yang memberi kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil
pelunasan dari barang tersebut dengan mendahulukan dirinya dan para
kreditur-kreditur lainnya dengan kecualian mendahulukan pembayaran-
pembayaran biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah
di keluarkan untuk menyelamatkan barang yang dapat di gadaikan itu”88
Ini dapat disimpulkan bahwa gadai merupakan perjanjian riil, yaitu
perjanjian yang disamping kata sepakat di perlukan suatu perbuatan nyata
( penyerahan atas barang gadai)89 penyerahan itu dilakukan oleh debitur
pemberi gadai dan ditujukan kepada kreditur pemberi gadai. Sehingga
debitur tersebut memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk
menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan yang digunakan
88
R. subekti dan R.tjitrosuddibyo, Kitab Undang Undang Hukum Perdata, hal. 248 89
R. Subekti, Aneka Perjanjian, ( Bandung: Alumni, 1977), hal. 14.
75
sebagai jaminannya untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang
tidak dapat memenuhi kewajibannya pada jatuh tempo/wanprestasi.
Dengan landasan hukum ini pihak Pegadaian Syariah Cabang Cinere
melakukan pelelang barang jaminan nasabah yang tidak melunasi
kewajibabannya pada saat jatuh tempo dan tidak melakukan pembaharuan
hutang pinjamannya. Dan hasil lelang tersebut di gunakan untuk melunasi
semua kewajiban nasabah.
Jika nasabah terjadi wanprestasi/cidera janji dengan tidak melunasi
dan tidak melakukan pembaharuan kreditnya maka pihak pegadaian
syariah cabang cinere akan melakukan penjualan hal ini di dasarkan pada
pasal 1155 KUHPerdata yang menyatakan:
“Bila oleh pihak-pihak yang berjanji tidak disepakati lain, maka jika
debitur atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya, setelah
lampaunya jangka waktu yang ditentukan, atau setelah dilakukan
peringatan untuk pemenuhan perjanjian dalam hal tidak ada ketentuan
tentang jangka waktu yang pasti, kreditur berhak untuk menjual barang
gadainya dihadapan umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan
dengan persyaratan yang lazim berlaku, dengan tujuan agar jumlah utang
itu dengan bunga dan biaya dapat dilunasi dengan hasil penjualan itu.”
Sebelum melakukan pelelangan. Pihak pegadaian syariah cabang
cinere. Akan memberikan pemberitahuan kepada nasabah, dengan upaya-
upaya persuasif maupun somasi ( peringatan). Jika dengan upaya
persuasive tidak mencapai kesepakatan maka dilakukan dengan
peringatan. Jika dari upaya tersebut gagal maka akan di lakukan lelang,
76
hal ini di jelaskan dengan pasal 1156 ayat 2 KUHPerdata yang
menyatakan:
“Tentang penandatanganan barang gadai yang dimaksud dalam
pasal ini dan pasal yang lampau, kreditur wajib untuk
memberitahukannya kepada pemberi gadai, selambat-lambatnya pada
hari berikutnya bila setiap hari ada hubungan pos atau telegrap, atau jika
tidak begitu halnya, dengan pos yang berangkat pertama. Berita dengan
telegrap atau dengan surat tercatat dianggap sebagai berita yang pantas”
Setelah pelaksanaan lelang telah di lakukan selanjutnya ia harus
memberikan perhitungan tentang pendapatan dari penjualan lelang gadai
tersebut. jika ada kelebihan dari pelunasan utang maka kelebihan tersebut
harus dikembalikan kepada debitur. Sebagai mana yang telah di pasal
1158 KUHPerdata.
b. Bedasarkan hukum islam
Dari data yang di peroleh dari prosedur pelelangan barang gadai di
pegadaian syariah cabang Cinere. pihak pegadaian memberi kebebasan
kepada calon pembeli untuk melihat dengan jelas barang yang akan di
lelang oleh pihak pegadaian tanpa menyembunyikan bagian bagian yang
cacat. Panitia lelang atau ketua tim pelaksana lelang juga menunjukkan
dan menjelaskan ciri-ciri barang yang akan di lelang tersebut.90 Dengan
demikian pelelangan barang gadai di pegadaian syariah ini tidak adanya
unsur gharar (penipuan), maisir, karena mereka melakukan atas dasar suka
90
Buku Pedoman Pegadaian Syariah, Pedoman Operasional Gadai Syariah,(Jakarta: 1
Januari 2007)
77
sama suka terhadap kondisi barang tersebut yang akan di lelang.
bedasarkan ketentuan Al-Qur‟an Surah An-Nisa ayat 29:
أ ا الذه امىا التأكلا امالكم بىكم با لبا طل اال أن تكن
(92-تجارة عه تزاض مىكم ؛.... )سرةالىساء
Artinya: hai orang orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta dengan yang batil, kecuali dengan jalan prniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu (An-nisa‟:29)
Adapun barang yang dijual belikan (obyeknya) adalah barang jaminan
(barang gadai) yang telah habis masa gadainya dan pemilik barang tidak
dapat melunasinya. Menurut sebagian ulama abu hanafiah hal ini di
benarkan, karena menjual barang adalah hak murtahin apabila rahin tidak
dapat melunasi atau memenuhi kewajibabnya dalam waktu yang telah di
tentukan. Apabila hal tersebut sudah disepakati bersama, mereka harus
mentaati peraturan yang telah dibuatnya.
Begitu pula sebelum melakukan lelang, pemilik barang sudah
diberitahu terlebih dahulu dan memberikan kesempatan untuk
menebusnya sebelum lelang di laksanakan, dengan demikian memberi
kesempatan lagi bagi pemilik barang untuk menebus dan memiliki
barangnya kembali, hal ini juga di jelaskan dalam Fatwa DSN no 25 tahun
2002 butir 5 point a dan b. yang di jelaskan dalam penjualan marhun: a.
apabila jatuh tempo murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera
78
melunasi utangnya; b. apabila rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya
maka marhun di jual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai dengan
syariah.91 Dan di jelaskan pula dalam Surat Bukti Rahn (SBR) point 6.
Akad Rahn yaitu bahwa apabila sampai pada tanggal jatuh tempo tidak di
lakukan pelunasan, ulang rahn, penundaan lelang, mengangsur marhun
bih, maka murtahin berhak melakukan penjualan (lelang) marhun92.Oleh
karena itu jika pemilik barang tidak dapat melakukan penebusan berarti
telah memberi izin kepada penerima gadai untuk menjual barang tersebut.
Dengan demikian obyek yang dijadikan jual beli dalam prosedur
pelelangan barang jaminan gadai di Pegadaian Cabang Cinere telah
memenuhi standar dan sesuai dari yang di tentukan oleh dewan syariah
nasional.
Sedangkan dalam pelaksanaan lelang, untuk mempengaruhi pembeli
dan menarik minat masyarakat, panitia lelang memberikan pengumuman
beberapa hari kepada calon pembeli sebelum lelang, diadakan uji coba
(uji kualitas maupun uji kadarnya) di depan calon pembeli mengenai
barang yang akan di lelang, harga yang di tawarkan diusahakan lebih
rendah dari harga pasar tapi lebih tinggi dari jumlah kredit. Di samping itu
juga sikap ramah yang selalu di tunjukkan pada setiap calon pembeli.
Akan tetapi melarang penjual mempengaruhi calon pembeli dengan usnsur
91
www.dsnmui.or.id/index.php?page=fatwa 92
Formulir Surat Bukti Rahn (SBR)
79
unsur (gharar) penipuan. Sebagai mana hadits nabi yang di riwatyatkan
oleh abu hurairah ra.
Artinya: Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam melarang jual beli al-
hashah dan jual beli gharar93
(H.R. Muslim)
Sedangkan harga yang di tawarkan lebih rendah dari harga pasar
adalah agar pembeli merasa puas dan tidak di rugikan karena boleh jadi
barang tersebut tidak baru lagi, baik dari segi model atau bentuk barang
tapi masih memiliki kualitas bagus. Barang yang di lelang laku di jual.
Hasil dari penjualan tersebut di gunakan melunasi utang rahin yang belum
terbayar. Seperti di jelaskan oleh fatwa DSN no25 tahun 2002 butir ke-5
point C yang menerangkan tentang penjualan marhun: hasil penjulan
marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan
penyimpanan yang belum di bayar serta biaya penjualan. Sedangkan jika
terdapat kelebihan marhun dapat mengambil kembali hasil uang
kelebihannya, sebaliknya apabila terdapat kekurangan hutang rahin dari
hasil penjualan marhun tersebut, maka rahin wajib untuk membayar
kekuranganya, hal tersebut telah di jelaskan di Fatwa DSN no 25 tahun
93
HR Muslim, Kitab Al-Buyu, Bab : Buthlaan Bai Al-Hashah wal Bai Alladzi Fihi Gharar,
1513
80
2002 butir ke-5 point d yang menjelaskan bahwa kelebihan hasil penjualan
marhun milik rahin dan kekurangannya milik rahin.
Sedangkan dalam peroses tawar menawar barang dilakukan secara
terbuka di depan umum untuk bersaing dengan pembeli lain jika
pembelinya perorangan dengan harga limit yang berlaku di pasar saat itu.
dan apabila jika pembeli pemborong mereka sudah memiliki harga lelang
tersendiri artinya harga di tawarkan setelah atau uji kualiatas barang
tersebut kemudian mereka menghitung harga yang mereka inginkan.
Harga lelang pembeli juga ada kesepakatannya dengan harga lelang
penjual yang telah di tetapkan (di tawarkan) artinya adalah pembeli
borongan dapat menawar harga di bawah harga yang di tetapkan pada
saat lelang dengan tidak melakukan penawaran di bawah harga limit
(bawah) yang telah ditetapkan oleh pegadaian. Dari peroses tawar
menawar inilah harga dapat tentukan oleh pembeli dan penjual lelang
untuk memberikan sebuah kesepakatan dalan jual beli. Sedangkan dalam
menentukan harga akhir dalam peroses pelaksanaan lelang yaitu dari harga
limit atau harga minimal lelang, sesuai dengan harga lelang yang telah di
tetapkan.94 Di karenakan yang berperan menetapkan harga akhir adalah
penjual (panitia lelang)= 70%, selebihnya adalah kedua belah pihak.
94
Wawancara Pribadi dengan ibu Shinta Della, Manager PT. Pegadaian Syariah Cabang
Cinere. 13 mei 2014
81
Dari proses tawar menawar harga inilah, sebuah kesepakatan antara
pihak penjual (panitia lelang) dengan nasabah terjadi. Untuk tidak terjadi
perselisihan. para ulama memberikan landasan hukum dalam pelaksanaan
penawaran barang lelang. Pertama: pembeli dapat menawar harga barang
yang di lelang walaupun disitu sudah ada penawar selagi penawaran masih
terbuka untuk umum. Segabaimana di jelaskan oleh an-nawawi dalam
kitab Raudhatut Thalibin,
Artinya: Barang yang masih ditawarkan untuk pembeli yang berani
memberi harga lebih, yang lain boleh ikut bergabung dan memberikan
tambahan harga, meskipun sudah ada yang menawar. Yang dilarang
adalah ketika sudah terjadi ketegasan saling ridha – antara penjual dan
pembeli –. (Raudhatut Thalibin, 3/415)95
Kedua: pembeli tidak dapat menawar jika lelang sudah di tutup.
Sebagaimana di riwayatkan oleh Abu-hurairah r.a.
Artinya: “Seorang lelaki tidak boleh melamar wanita yang sedang
dilamar lelaki lain, dan seseorang tidak boleh menawar barang yang
sudah ditawar orang lain.” (HR. Muslim 1408 dan yang lainnya)
95
http://www.konsultasisyariah.com/hukum-jual-beli-lelang. Di akses pada tanggal 07 april
2015
82
Agar peroses ini sesuai dengan ketentuan yang berprinsip syariah
maka disetiap cabang dalam wilayah atau daerah, di tepatkan seorang
petugas dari pihak kantor wilayah pusat yang memeriksa tentang sistem
operasional dan prosedurnya. Agar sistem operasional dan prosedurnya
sesuai dengan ketentuan syariah dan aturan aturan dewan syariah nasional
(DSN).
Dalam peroses ijab qobul dan penyerahan barang di Pegadaian Syariah
Cabang Cinere yaitu untuk ijab qabul di lakukan oleh pihak penjual dan
pembeli dengan menyatakan pihak penjual menyatakan menjual barang
kepada pembeli sebagai ijab dan disambut oleh pembeli sebagai tanda
qabul dengan mengunakan bahasa lisan dan di berikan bukti pembelian
dengan mengunakan surat bukti rahn (SBR) yang di tanda tangani oleh
kedua belah pihak.96 Sehingga dalam peroses ijab dan qabul tersebut tidak
adanya unsur keterpaksaan di antara kedua belah pihak dalam tata cara
yang di lakukan. Dan kedua belah pihak saling rela atau merelakan dalam
prosedurnya. Dan sebagai bukti bahwa telah terjadi kesepakatan jual beli
barang gadaian tersebut. untuk itu cara melakukan ijab qobul dalam
prosedurnya harus dengan lisan tapi juga berupa tulisan atau isyarat.
Dalam hubungan ini maka segala macam pernyataan akad dan serah
terima, dilahirkan dari jiwa yang saling merelakan untuk menyerahkan
96
Wawancara Pribadi dengan ibu Shinta Della, Manager PT. Pegadaian Syariah Cabang
Cinere. 13 Mei 2014
83
barangnya masing-masing kepada siapa dia melakukan transaksi. 97
sedangkan dalam penyerahan barang gadaian adalah ketika telah terjadi
akad ijab qobul telah selesai di laksanakan pembeli dapat membawa
barangnya dan ada pula di tanguhkan sampai proses pelelangan selesai. Ini
di lakukan guna menghindari kelalaian dalam pelayanan dan praktek
praktek yang mengakibatkan kerugian pada nasabah.
Setelah peroses pelelangan telah selesai, uang hasil penjualan barang
lelang di gunakan untuk melunasi semua utang nasabah. Tetapi jika
terdapat selisih, artinya barang yang di lelang tidak mencukupi untuk
melunmasi kewajiban rahin berupa marhun bih, bea penjual dan bea
pembeli serta ujrah maka rahin (nasabah) wajib membayar kekurangan
tersebut dan begitu juga sebaliknya jika terdapat kelebihan nasabah berhak
mengambil uang kelebihan tersebut dan jangka waktu yang telah di
tentukan yakni (1)satu tahun sejak tangal penjualan lelang dan jika dari
waktu itu tidak di ambil maka nasabah telah menyatakan sebagai sedekah
yang pelaksanaanya di serahkan kepada murtahin hal tersebut ada dalam
perjanjian akad rahn point (8) delapan dan akad ijarah point (7) tujuh.98
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan lelang di
pegadaian syariah cabang cinere telah sesuai dengan ketentuan hukum
97
Buku Pedoman Pegadaian Syariah, Pedoman Operasional Gadai Syariah,(Jakarta: 1
Januari 2007) 98
Wawancara Pribadi dengan ibu Shinta Della, Manager PT. Pegadaian Syariah Cabang
Cinere. 13 Mei 2014
84
islam dan Fatwa Dewan Syariah MUI Nomor 25 tahun 2002. Karena tidak
adanya unsur penipuan yang merugikan orang lain, baik dari
memperlihatkan barangnya maupun dari peroses tawar menawar barang
itu sendiri, di karenakan dari kedua hal itu sangat berperan penting dalam
pelaksanaan lelang, dan rawan dengan penipuan disebabkan bentuk barang
tidak sesuai dengan harga barang yang di jual pada saat lelang. Dan dalam
ijab qabul untuk memberikan kepercayaan kepada pembeli maka di
berikan bukti jual beli dengan Surat Bukti Rahn (SBR) yang di
tandatangani oleh kedua belah pihak.
85
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Lelang adalah penjualan barang yang dilakukan di muka umum baik melalui
media elektronik atau dengan cara penawaran lisan dengan harga yang
semakin meningkat atau harga yang semakin menurun untuk mencapai harga
tertinggi yang di dahului dengan pengumuman lelang, baik mengunakan
sistem pelelangan secara lisan atau dengan sistem pelelangan secara tertulis
dengan metode lelang naik atau lelang turun. Jaminan adalah tangungan atas
pinjaman yang di terima (borg) atau garansi atau janji seseorang untuk
menangung utang jika kewajiban tersebut tidak dapat terpenuhi. adapun
barang yang dijadikan jaminan haruslah suatu benda yang bernilai uang. Dan
jaminan terbagi menjadi dua jenis yaitu jaminan materil dan jaminan imateril.
Sedangkan menurut hukum islam adalah suatu jenis perjanjian dengan cara
memberikan barang yang dijadikan sebagai penguat kepercayaan dalam
masalah hutang piutang
2. Prosedur gadai di Pegadaian Syariah Cabang Cinere yaitu bagi masyarakat
yang ingin mengajukan permohonan mendapatkan pinjaman dapat
mendatangin pegadaian yang terlebih dahulu memenuhi persyaratan seperti
identitas resmi (KTP/PASPOR) yang masih berlaku, marhun yang memenuhi
persyaratan, mengisi formulir permintaan pinjaman (FPP)dan
menandatanganinya, menandatangani akad rahn dan ijarah dalam SBR,
86
membayar biaya administrasi, menyerakan angunan berupa barang emas, atau
barang lainnya yang memiliki nilai harga. Apabila telah memenuhi syarat
yang di perlukan maka selanjutnya pihak pegadaian akan melakukan analisis
pinjaman yan terdiri dari:
a. Petugas pegadaian akan memeriksa kelengkapan dan kebenaran syarat dan
calon pemohon pinjaman.
b. Penaksir melakukan analisis data pemohon, keaslian dan karatase jaminan
dengan tes uji bila jaminan emas dan akan menghitung harga pasaran jika
jaminannya barang elektronik. Sumber pengembalian pinjaman,
penampilan atau tingkah laku calon nasabah itu sendiri.
c. Jika menurut analisis pemohon telah memenuhi syarat maka phak
pegadaian akan menerbitkan (qard) gadai emas dan pinjaman dapat di
cairkan setelah akad pinjaman telah sesuai dengan ketentuan pegadaian.
d. Nasabah di kenakan basa administrasi, biaya sewa dari jumlah pinjaman
dan pelunasab dapat di lakukan sekaligus pada saat jatuh tempo.
e. Apabila pada waktu yang telah di tetapkan nasabah tidak dapat melunasi
dan proses kolektabilitas tidak di lakukan, maka barang yang di gadaikan
akan di lelang oleh pegadaian.
3. Dalam pelaksanaan lelang, sebelum lelang di laksanakan pihak Cabang
pegadaian syariah (CPS) wajib memberitahukan atau mengingatkan kepada
rahin untuk melunasi atau memperpanjang jangka waktu pinjaman. Selain itu
di informasikan juga tangal lelang yang akan di laksanakan, marhun yang
87
telah menjadi jaminan atas hutang rahin tersebut akan di eksekusi atau lelang.
Dan ketika lelang terjadi panitia lelang harus bersifat ramah baik dalam
pelayanan dan dalam memberikan informasi kondisi barang yang di lelang
tanpa harus menyembunyikan kecacatan barang tersebut. Dan ketika terjadi
kesepakatan jual beli lelang dan telah melakukan akad ijab qabul maka kedua
belah pihak akan menandatangani kesepakatan tersebut dengan mengunakan
akad perjanjian SBR (Surat Bukti Rahn)
B. Saran
1. Dalam pelaksanaan lelang di pegadaian belumlah mencakup semua lapisan
masyarakat artinya masih hanya segelintir masyarakat yang tahu akan lelang,
sehingga saran saya adalah pihak pegadaian haruslah memberikan informasi
kepada masyarakat umum ketika akan melakukan lelang, sehingga masyarakat
dapat ikut andil dalam peroses tersebut sehingga dapat memberikan ketahuan
kepada masyarakat tentang lelang dan secara tidak langsung akan
meningkatnya jumlah nasabah. Dan meningkatkan kualitas produk gadai
syariah baik berbasis barang emas atau barang lainnya, serta memberikan
pelayanan yang terbaik dalam pelaksanaan operasionalnya. Agar masyarakat
mendapatkan pelayanan yang terbaik dari Pegadaian Syariah Cabang Cinere.
2. Skirpsi ini masih memiliki kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari
segi pengambilan data sehingga saya harapkan di kemudian hari bila ada yang
akan melakukan penelitian lebih lanjut kiranya dapat memberikan data yang
lebih memadai dari apa yang telah saya teliti dan saya tulis sehingga dapat
88
memberikan informasi yang lebih akurat guna menambah wawasan bagi kita
semua.
89
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Al-Hadits
Arifin, Zainul Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta:Alvabet, 2002
Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: Citra Aditya
Bhakti, 1999
Kotler, Philip , Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan dan Pengendalian,
Jakarta: Erlangga, 1996
Sholikul Hadi, Muhammmad, Pegadaian Syariah, Jakarta: Salemba Diniyah,2003
Hendra, dkk, Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan
Kontrol, Jakarta: PT.Prenhalindo,1997
Firdaus NH, Muhammad, dkk, Mengatasi Masalah Dengan Pegadaian Syariah,
Jakarta: Renaisans, 2005
Perum Pegadaian, Keputusan Direksi Perum Pegadaian Tentang Pemberlakuan
Manual Operasi Unit Layanan Gadai Syariah, kep. Dir Pegadaian Nomor
06.A/UL.3.22.3/2003, Pasal 1 Ayat (1)
Soedewi Masjchoen Sofyan, Sri, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum
Jaminan Perseorangan, Yoyakarta: Liberty Offset,2001
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: AMI YKPN,2005
Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2002
90
Warsito, Hermawan, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 1993
Arikuntoro, Suharsimi, Managemen Penelitian, Jakarta: PT. Rineka Cipta,1993
Sukandarrumidi, Metode Penelitian ( Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula),
Yogyakarta: UGM Press, 2004
Nazir, Moh. Metode Penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005
Ahmad, Aiyub, Fikih Lelang Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif , Jakarta:
Kiswah, 2004
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia. No. 304/KMK.01/2002
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta:PT. Raja Grafindo
Persada
Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: Citra Aditya
Bhakti, 2003
Subekti, Seminar Hukum Jaminan, Yogyakarta; Bina Cipta,1981
Suadarsono,Heri. bank dan lembaga keuangan syariah, Yogyakarta: ekonisia, 2003
Suparmono, Gatot, Perbankan dan Permasalahan Kredit: Suatu Tinjauan Yuridis
,Jakarta; Djambatan, 1996
Rahman, Hasanudin, Aspek Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia,
Bandung; Citra Aditya Bhakti, 1995
Satrio. Hukum Jaminan Kebendaan, Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2007
91
Mujieb, M. Abdul, dkk, Kamus Istilah Fiqh, Jakarta; Pustaka Firdaus, 2002
Mujieb, M. Abdul, dkk, Kamus Istilah Fiqh, Jakarta; Pustaka Firdaus, 1994
Ali, M.Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004
Al_Jaziri, Abdurrahman, Fiqh Empat Mazhab Jilid IV, Semarang: CV.Asy-Syifa,
1994
Ibnu Mas‟ud dan Zainal Abidin S, Fiqh Mazhab Syafi‟I Edisi Lengkap Muamalat,
Munakahat, Jinayat, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000
Lathief, Azharudin, “ Penerapan Hukum Jaminan Dalam Pembiayaan di Perbankan
Syariah”, Makalah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta , 2008
Yayasan Kesejahteraan Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum,Dep hukum
dan HAM RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jaminan
Fidusia, 2002,
Usman, Rachmadi, Aspek Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta; PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2003
Ali, Zainudin, Hukum Gadai Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008
Subekti. R, Aneka Perjanjian, Bandung: Alumni, 1977
Al-Jaziri, Abdurrahman, Al-Fiqh „ala Al-Madzahib Al-Arba‟ah, Beirut: Dar Al-Fiqr,
1996
Asy-Syaukani, Imam, Nailul Authar, Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunah Jilid 3, Jakarta: Al-I‟tishom, 2008
92
Lathief, A.H. Azharudin, Fiqh Muamalat, Jakarta: UIN Press, 2005
Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Zikrul
Hakim, 2008
Institut Banker Indonesia, Bank Syariah: Konsep dan Inplementasi Operasional,
Jakarta: Djambatan, 2001
Haroen, H. Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000
Alma, Buchari, Manajemen Bisnis Syariah, Bandung: Alfabeta, 2009
Suadarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia,
2003
Tentang Pegadaian Syariah, Company Profile, http://ulgs.tripod.com/aboutme.htm
Wawancara dengan Ibu Shinta Della, Kepala Cabang Pegadaian Syariah Cabang
Cinere,
http://dhatin.wordpress.com/category/pegadaian-syariah,
http://www.konsultasisyariah.com/hukum-jual-beli-lelang.
www.dsnmui.or.id/index.php?page=fatwa
Perum Pegadaian, Pedoman Operasional Gadai Syariah, 2008
Pegadaian Syariah, Brosur Gadai Syariah, Jakarta. 2009
Pegadaian Syariah, Brosur MULIA Murabahah Logam Mulia untuk Investasi Abadi,
Jakarta:2009
Pegadaian Syariah, Manual Operasional Gadai Syariah, Jakarta: 2009
Pegadaian Syariah, Pembiayaan ARRUM, Jakarta:2009
93
Buku Pedoman Pegadaian Syariah, Pedoman Operasional Gadai Syariah , Jakarta: 1
Januari 2007
Formulir Surat Bukti Rahn (SBR)
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PERTANYAAN WAWANCARA
1. Bagaimana latar belakang berdirinya Pegadaian Syariah Cabang Cinere ?
2. Bagaimana pelaksanaan pemberian kredit kepada nasabah yang di lakukan oleh
Pegadaian Syariah Cabang Cinere?
3. Bagaimana pelaksanaan pelunasan kredit yang dilakukan nasabah kepada
Pegadaian Syariah Cabang Cinere?
4. Bagaimana cara penaksiran barang gadaian dan perhitungan nilai barang gadaian
di Pegadaian Syariah Cabang Cinere ?
5. Akad yang di gunakan dalam penyimpanan barang gadaian dan besaran nilai
dalam penitipan barang gadaian?
Akad yang di gunakan dalam penyimpanan barang gadaian dan besaran nilai
dalam penitipan barang gadaian yaitu akad rahn dan akad ijarah ( akad yang
tertera dalam bukti surat rahn)
6. Apakah ada kesepakatan tertentu apabila nasabah tidak dapat melunasi utangnya
dan pihak Pegadaian Syariah Cabang Cinere akan melakukan pelelangan barang
jaminan nasabah?
7. Apakah ada akad tertentu dalam pelaksaanaan pelelangan barang yang di lakukan
Pegadaian Syariah Cabang Cinere ?
8. Kapan pelaksanaan lelang dilakukan oleh pihak Pegadaian Syariah Cabang
Cinere?
9. Persiapan apa yang di lakukan oleh pihak Pegadaian Syariah Cabang Cinere
dalam melaksanakan pelelangan barang?
10. Bagaimana cara memberikan kabar kepada masyarakat kalau Pegadaian Syariah
Cabang Cinere akan melakukan pelelangan barang?
11. Bagaimana cara memperlihatkan barang lelang?
12. Cara apa yang dilakukan oleh Pegadaian Syariah Cabang Cinere dalam
memperngaruhi calon pembeli?
13. Bagaimana pelaksanaan tawar menawar barang lelang yang di lakukan oleh calon
pembeli ?
14. Bagaimana cara menetapkan harga akhir dalam peroses pelaksanaan lelang?
15. Bagaimana pelaksanaan ijab dan qabul ?
16. Bagaimana melakukan penyerahan barang hasil lelang tersebut?
17. Setelah barang jaminan nasabah telah di lelang, bagaimana peroses penyelesaian
utang nasabah tersebut?
18. Jika terdapat kelebihan/ sisa uang dalam penyelesaian utang nasabah. Apakah
kelebihan atau sisa uang tersebut di kembalikan kepada nasabah?
19. Jika nilai sisa uang tersebut tidak diambil oleh nasabah setelah jangka waktu
tertentu. Di alokasikan ke mana dana nasabah yang tidak di ambil tersebut?
Hasil Wawancara
Wawancara terhadap:
Nama : Ibu Shinta Della
Jabatan : Kepala Pimpinan Cabang
Tempat : PT. Pegadaian Syariah (Persero) Cabang Cinere
Tanggal : 13 Mei 2014
1. Bagaimana latar belakang berdirinya Pegadaian Syariah Cabang Cinere ?
Pegadaian syariah cabang cinere di dirikan pada tanggal 05 november 2004
atas persetujuan kantor pusat dan kantor wilayah pegadaian di mana dalam
menjalankkan operasionalnya berpegang kepada prinsip syariah, sebagaimana halnya
institusi yang berlabel syariah maka landasan konsep pegadaian syariah juga
mengacu pada syariah islam yang bersumber dari Al-quran dan Al-Hadits .
2. Bagaimana pelaksanaan pemberian kredit kepada nasabah yang di lakukan oleh
Pegadaian Syariah Cabang Cinere?
Peroses pemberian kredit yang dilakukan oleh pegadaian syariah cabang
cinere sebagai berikut:
a. Rahin mendatangin murtahin untuk meminta fasilitas penyimpanan barang
dengan membawa marhun yang dapat ataupun tidak bisa di manfaatkan/ di
kelola yang akan di serahkan kepada murtahin.
b. Murtahin melakukan pemeriksaan, termasuk juga menaksir marhun yang di
berikan oleh rahin sebagian barang simpanan.
c. Setelah semua persyaratan terpenuhi, maka murtahin dan rahin akan
melakukan akad.
d. Setelah akad di lakukan, maka murtahin akan memberikan tempat
penyimpanan barang yang akan di inginkan rahin dan jumlahnya di sesuaikan
dengan nilai taksir barang.
Sebagai peganti biaya penyimpanan dan perawatan maka pada saat akad berakhir
maka rahin akan memberikan sejumlah fee kepada murtahin.
3. Bagaimana pelaksanaan pelunasan kredit yang dilakukan nasabah kepada Pegadaian
Syariah Cabang Cinere?
Peroses pelunasan marhun bih dalam akad ijarah, nasabah berkewajiban
melakukan pelunasan biaya simpanan. Dalam akad ini rahin dapat melunasi
kewajibannya sebelum pada waktu yang telah di tentukan ( jatuh tempo), pelunasan
biaya simpanan rahin prosedurnya adalah sebagai berikut:
a. Rahin membayarkan uang biaya simpanan kepada murtahin di sertai dengan
bukti surat gadai.
b. Barang akan di keluarkan oleh murtahin
c. Marhun di kembalikan oleh penerima gadai kepada nasabah.
4. Bagaimana cara penaksiran barang gadaian dan perhitungan nilai barang gadaian di
Pegadaian Syariah Cabang Cinere ?
Cara penaksiran barang gadaian di pegadaian syariah cabang dinere sebagai
berikut:
a. Petugas penaksir melihat harga pasar pusat yang telah berlaku ( standar harga
yang berlaku)
b. Petugas penaksir melihat harga pasar setempat dari barang, harga pedoman
untuk keperluan penaksir selalu dengan perkembangan harga yang terjadi
c. Barang yang di gadai berupa barang bergerak saja, misalnya di pegadaian
syariah cabang cinere seperti: emas dan barang elektronik (sesuai update)
d. Penaksir melakukan pengujian kualitas marhun (barang) yang di gadai sesuai
dengan cara yang telah di tentukan di pegadaian.
e. Penaksir menentukan nilai taksiran kemudian nilai pinjaman yang di berikan
kepada nasabah.
Perhitunganya:
Taksiran emas = karatase x standar taksiran logam (STL) x berat ( gram)
Taksiran elektronik = persentase elektronik x harga pasar setempat ( HPS )
Uang pinjaman ( marhun bih) = taksiran x persentase ( %)
5. Akad yang di gunakan dalam penyimpanan barang gadaian dan besaran nilai dalam
penitipan barang gadaian?
Akad yang di gunakan dalam penyimpanan barang gadaian dan besaran nilai
dalam penitipan barang gadaian yaitu akad rahn dan akad ijarah ( akad yang tertera
dalam bukti surat rahn)
a. Akad rahn yaitu akad menahan harta milik si peminjam yang di terimanya,
pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh
atau sebagaian piutangnya. Dengan akad ini pegadaian menahan barang
bergerak sebagai jamianan atas utang tersebut.
b. Akad ijarah yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa
melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
atas barang itu sendiri.
6. Apakah ada kesepakatan tertentu apabila nasabah tidak dapat melunasi utangnya dan
pihak Pegadaian Syariah Cabang Cinere akan melakukan pelelangan barang jaminan
nasabah?
Apabila nasabah tidak dapat melunasi utangny pihak pegadaian syariah
cabang cinere akan melakukan pelelangan barang jaminan nasabah. Hal tersebut ada
kesepakatanya yang sudah tertera di SBR ( Surat Bukti Rahn) sebagai bukti
perjanjian atau akad. Yaitu pada point enam (6) akad rahn. Bahwa apabila sampai
pada dengan tangal jatuh tempo tidak di lakukan pelunasan, ulang rahn, penundaan
lelang, mengangsur marhun bih, maka murtahin berhak melakukan penjualan (
lelang) marhun.
7. Apakah ada akad tertentu dalam pelaksaanaan pelelangan barang yang di lakukan
Pegadaian Syariah Cabang Cinere ?
Akad tertentu dalam pelaksanaan lelang barang yaitu tertera dalam SBR (
Surat Bukti Rahn) poit (6) enam, (7) tujuh, dan (8) delapan. Akad rahn. Point (6)
enam yaitu apabila sampai jatuh tempo tidak dilakukan pelunasan ulang, penundaan
lelang, mengangsur maka murtahin berhak melakukan lelang marhun. Point (7) tujuh
yaitu rahn dapat melakukan permintaan penundaan lelang sebelum jatuh tenpo
dengan mengisi formulir yang telah di sediakan. Point (8) delapan yaitu dari hasil
penjualan marhun maka:
a. Jika terdapat uang kelebihan setelah di kurangi marhun bih, bea penjualan dan
bea pembelian adalah milik rahn. Jika waktu pengambilan uang kelebihan
adalah selama 1 (satu) tahun sejak tangal penjualan (lelang) dan jika lewat
waktu yang telah di tentukan nasabah menyatakan sebagai sedekah dan
pelaksanaannya di serahkan kepada murtahin.
b. Jika tidak mencukupi untuk melunasi kewajiban rahn berupa marhun bih, bea
penjualan dan bea pembelian maka rahin wajib membayar kekurangan
tersebut.
8. Kapan pelaksanaan lelang dilakukan oleh pihak Pegadaian Syariah Cabang Cinere?
Pelaksanaan lelang yang di lakukan pegadaian syariah cabang cinere sesuai
dengan jadwal lelang yang telah di tetapkan oleh kantor pegadaian pusat yang di
laksanakan sebulan tiga (3) kali
9. Persiapan apa yang di lakukan oleh pihak Pegadaian Syariah Cabang Cinere dalam
melaksanakan pelelangan barang?
Persiapan yag di lakukan oleh pihak pegadaian syariah cabang cinere dalam
melaksanakan pelelangan barang sebagai berikut:
a. Mengecek daftar barang jaminan yang akan di lelang
b. Mengambil barang yang akan di lelang beserta dwilipat SBR (Surat Bukti
Rahn)
c. Menyerahkan barang lelang dan daftar penyerahan barang lelang kepada
panitia lelang.
d. Panitia lelang menaksir ulang barang lelang, mengetahui HDLE, menghitung
limit lelang kemudian memilah barang yang masuk untuk di lelang kepada
calon pembeli yang sudah di tetapkan.
Sebelum hal itu terjadi pegadaian syariah cabang cinere terlebih dahulu mencari tahu
keadaan rahn (penyebab belum lunasnya utang) melalui media telekomunikasi
(telephone), SMS, atau surat, jika tidak ada kabar atau tidak bisa di hubungi maka
barang tersebut baru di lelang.
10. Bagaimana cara memberikan kabar kepada masyarakat kalau Pegadaian Syariah
Cabang Cinere akan melakukan pelelangan barang?
Cara memberikan kabar kepada masyarakat di pegadaian syariah cabang
cinere akan melakukan lelang barang yaitu dengan melalui komukasi secara langsung
apabila di jual secara perorangan (nasabah sendiri) atau melalui media telekomukasi
(telepon seluler) jika di jual kepada pembeli borongan maupun pembeli retail
11. Bagaimana cara memperlihatkan barang lelang?
Cara memperlihatkan barang lelang yaitu dengan mengeluarkan barang yang
akan di lelang kemudian di tawarkan per item sesuai dengan harga barang lelang
tersebut.
12. Cara apa yang dilakukan oleh Pegadaian Syariah Cabang Cinere dalam
memperngaruhi calon pembeli?
Cara yang di lakukan pegadaian syariah cabang cinere dalam mempengaruhi
calon pembeli yaitu:
a. Barang yang akan di lelang di cuci terlebih dahulu agar telihat menarik dan
bagus.
b. Model barangnya bagus dan bagus kadarnya.
c. Memperlihatkan barangnya.
d. Menawarkan kualitas dan harga sebanding. Biasanya harga di bawah harga
pasar (lebih murah di bandingkan took emas)
13. Bagaimana pelaksanaan tawar menawar barang lelang yang di lakukan oleh calon
pembeli ?
Pelaksanaan tawar menawar barang yang akan di lelangyang di lakukan calon
pembeli yaitu di lakukan secara terbuka atau di depan umum, biasanya apabila calon
pembeli pemborong mereka sudah memiliki harga lelang sendiri artinya di tawarkan
setelah di cek atau di uji kualitas barang tersebut baru menghitung harga yang mereka
inginkan. Harga lelang calon pembeli juga ada kesepakatanya dengan harga lelang
penjual yang sudah di tetapkan (ditawarkan)
14. Bagaimana cara menetapkan harga akhir dalam peroses pelaksanaan lelang?
Cara menetapkan harga akhir dalam peroses pelaksanaan lelang yaitu dari
harga limit atau harga minimal lelang sesuai dengan harga lelang yang telah di
tetapkan.
15. Bagaimana pelaksanaan ijab dan qabul ?
Pelaksanaan ijab dan qabul di lakukan oleh kedua belah pihak yaitu murtahin
(pejabat PT. Pegadain syariah persero) dan rahin (nasabah) dengan mengunkaan akad
perjanjian yaitu SBR ( Surat Bukti Rahn) yang di tanda tangani oleh kedua belah
pihak.
16. Bagaimana melakukan penyerahan barang hasil lelang tersebut?
Barang hasil lelang di serahkan kepada pembeli apabila sudah ada
kesepakatan harga dengan penjual(pihak pegadaian/panitia lelang yang menjual)
17. Setelah barang jaminan nasabah telah di lelang, bagaimana peroses penyelesaian
utang nasabah tersebut?
Jika barang nasabah telah di lelang, proses penyelesaian utang nasabah sudah
selesai tetapi jika terdapat selisih artinya barang yang di lelang tidak mencukupi
untuk melunasi kewaajiban rahin berupa marhun bih, ujrah bea penjual dan bea
pembeli maka rahin ( nasabah) wajib membayar kekurangan tersebut. Sebaliknya jika
terdapat uang kelebihan setelah dikurangi marhun bih, bea penjual dan bea pembeli
serta ujrah maka nasabah berhak mengambil uang kelebihan tersebut dan jangka
waktu pengambilan uang kelebihan tersebut adalah selama 1(satu) tahun sejak
tanggal penjualan lelang.