konsep dan implementasi ajaran aswaja di brunei …
TRANSCRIPT
LAPORAN HASIL PENELITIAN
KONSEP DAN IMPLEMENTASI AJARAN ASWAJA
DI BRUNEI DARUSSALAM
Oleh: DR.H. Imam Kanafi,M.Ag (Ketua)
DR.H.Muhlisin,M.Ag (Anggota) DR.Hj.Susminingsih,M.Ag (Anggota)
PUSAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT (P3M)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
MENDAPATKAN BANTUAN BIAYA DARI DIPA STAIN PEKALONGAN
TAHUN 2015
ii
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN
A. Judul : Konsep dan Implementasi Ajaran Aswaja di Brunei
Darussalam.
B. Bentuk Penelitian : Lapangan
C. Kategori : Pengembangan Ilmu Pengetahuan
D. Identitas Peneliti
a. Nama Lengkap : DR.Imam Kanafi, M.Ag
b. NIP : 197511201999031004
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Pangkat/Gol/Ruang : Pembina Tk. I (IV/b)
e. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
f. Bidang Keahlian : Pemikiran Islam
g. Jurusan/Prodi : Pascasarjana/PAI
E. Anggota Peneliti : DR.H.Muhlisin,M.Ag
DR.Hj.Susminingsih,M.Ag
F. Unit Kerja : STAIN Pekalongan
G. Jangka Waktu Penelitian : 4 bulan
H. Biaya Penelitian : Rp 40.000.000,-
(Empat Puluh Juta Rupiah)
Pekalongan, 1 Desember 2015
Mengetahui,
Kepala P3M STAIN Pekalongan
Maghfur, M.Ag
NIP. 197305062000031003
Ketua Peneliti
DR.Imam Kanafi, M.Ag
NIP. 197511201999031004
Disahkan,
Ketua STAIN Pekalongan
Dr. H. Ade Dedi Rohayana, M.Ag
NIP. 197101151998031005
vi
DAFTAR ISI
Halaman Sampul…i
Halaman pengesahan…ii
Surat Pernyataan........iii
Kata pengantar……iv
Daftar isi….vi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............1
B. Masalah penelitian ..............3
C. Tujuan dan Kegunaan.........3
D. Signifikansi Penelitian ........4
E. Kajian Riset Sebelumnya .........5
F. Kerangka teoritis ..... 6
G. Metodologi penelitian........8
H. Sistematika penulisan.......9
BAB II. KAJIAN TENTANG ASWAJA
A. Hakekat Aswaja .......11
B. Dasar Aswaja...........13
C. Sejarah Timbul dan Perkembangannya......21
D. Ajaran Pokok Islam Aswaja.......29
1. Akidah Aswaja..........29
2. Fiqih Aswaja..............32
3. Tasawuf Aswaja...........34
E. Nilai-Nilai Prinsip Aswaja.........37
1. Tawasuth........38
2. Ta’awun.......42
3. Tasamuh........44
4. Ta’adul..........45
vii
5. Islahiyyah.........46
6. Amar Makruf Nahyi Munkar.......47
BAB III. AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH DI BRUNEI DARUSSALAM
A. Sekilas tentang Negara Brunei Darussalam.....49
B. Konsep Aswaja Brunei Darussalam..........56
1. Pengertian Ahli Sunnah wal Jama’ah di Negera Brunei Darussalam....56
2. Dasar Pemahaman Ahlus Sunnah Wal Jama’ah...........60
3. Kedudukan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di Brunei Darussalam........62
4. Cakupan Paham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah:
a. Akidah.......64
b. Fiqih.........72
c. Tasawuf/Akhlaq.......76
C. Implementasi ajaran Aswaja Brunei Darussalam:
1. Tradisi Kebudayaan.........79
2. Sistem Pendidikan ...........81
3. Sistem Politik..........82
4. Hukum...........87
5. Ekonomi.........89
6. Pendidikan ......101
BAB IV . BRUNIE:NEGARA ASWAJA YANG SEJAHTERA
A. Analisis Konsep Aswaja………….104
B. Analisis Impelentasi Aswaja.............112
viii
C. Pembudayaan Aswaja di Brunei Darusslam ......118
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ......128
B. Rekomendasi……133
Daftar Kepustakaan
Lampiran-lampiran
iv
KATA PENGANTAR
Puji Syukur dan terima kasih kami haturkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan segala kenikmatanNya sehingga panukisan laporan penelitian akhir yang
berjudul Konsep dan Implementasi Ajaran Aswaja di Bruni Darussalam ini dapat
terselesaikan dengan baik, walaupun karena kendala teknis waktu sedikit mengalami
keterlambatan. Shalawat dan salam kami haturkan kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah menginspirasi kepada para ulama pewarisnya tentang
tanggungjawab sosial kemasyarakatan, untuk melakukan transformasi nilai-nilai Islam
yang subtantif demi tatanan bangsa dan masyarakat yang dinamis nan damai dan
harmonis .
Dengan selesaianya laporan ini, maka kami menghaturkan banyak terima kasih
yang tiada terkira kepada:
1. Ketua STAIN Pekalongan yang telah memberikan kebijakan sehingga kami
dapat memperoleh kesempatan menulis penelitian ini dengan beaya DIPA
2015.
2. Kepala P3M yang telah menyediakan fasilitas penelitian ini,
3. Direktur Program Pascasarjana STAIN Pekalongan atas izin dan
kerjasamanya.
4. Rektor Kolej Universiti Perguruan Ugama Seri Begawan Brunei darussalam
berserta segenap pimpinan yang telah memberikan fasiitas selama beberapa
hari untuk melakukan berbagai upaya pengumpulan data yang dimaksud.
v
5. Lembaga-lembaga penting di Brunei Darussalam diantara Pusat Pengkajian
Kefahaman Ahlussunnah Waljama’ah yang diketuai oleh Prof.DR.Samsyul
Bahri, Pusat Kajian Madzhab Syafi’i di Universiti Syarif Ali, Pusat Dakwah
Islamiyah, Lembaga Fatwa, Pusat Kawalan Akidah dan sebaginya yang
telah bersedia menjadi mitra dan objek kajian ini yang dengan dengan data-
data dan dukumen yang telah mereka sediakan bisa kami mafaatkan, semoga
amal baiknya membuahkan inspirasi dan insight bagi generasi yang peduli
pada kehidupan yang penuh kebersamaan dalam keragaman nan damai dan
harmoni
6. Seluruh tim (DR.H.Muhlisin dan DR.Susminingsih,MAg) dan kolega di
Brunei Darussalam yang tidak dapat disebut satu persatu.
7. Kolega dosen dan teman-teman yang bersedia diskusi dalam rangka
pengumpulan dan pematangan materi.
Kami menyadari penulisan ini jauh dari kesempurnaan baik subtansi maupun
metodologinya. Kepada semua pembaca dari kalangana manapun kami mengharapkan
saran dan kritiknya agar kajian ini dapat lebih bermanfaat bagi ummah.
Pekalongan, 1 Desember 2015
Ketua Peneliti
DR. Imam Kanafi,M.Ag
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Citra Islam di mata internasional dalam beberapa dekade ini, didominasi
oleh citra negatif dan peyoratif. Hal ini dibuktikan oleh banyaknya perilaku
sebagian kaum muslimin di berbagai negara berpenduduk muslim yang
menunjukkan kekerasan, anarkhis, tidak toleran, dan bahkan konflik sosial politik
yang berkepanjangan. Di berbagai negara Islam yang ada di Timur Tengah
bahkan terus bergejolak yang mengantarkan kepada kerusakan di berbagai bidang
kehidupan. Sementara gerakan-gerakan Islam garis keras di beberapa negara juga
sudah berani mendeklarasikan negara syari’ah (Islamic state) dan menentang
keberadaan negara bangsa (nation state) dengan melakukan cara yang merusak
dan merugikan banyak pihak. Ironismya berbagai tindakan kekerasan, anarkhis
dan konflik tersebut hampir selalu dinisbahkan kepada ajaran al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah SAW, dan karenanya mereka mengklaim juga sebagai
pengikut Ahl al-Sunnah Waljama’ah, di mana Rasulullah menegaskan sebagai
golongan yang selamat diantara puluhan bahkan ratusan golongan yang ada pada
ummat Islam.
Pola gerakan Islam yang cenderung radikal dan anarkhis yang
mengatasnamakan Ahl al-Sunnah Waljama’ah, menjadi hal yang menarik untuk
dikritisi, bagaimana sesungguhnya konsep Ahl al-Sunnah Waljama’ah itu dan
bagaimana konsep tersebut diimplementasikan dalam konteks yang berbeda-beda.
Apa yang dilakukan sebagai kelompok radikal yang mengatasnamakan pengikut
Ahl al-Sunnah Waljama’ah tersebut, tentu bukanlah merupakan kebenaran
2
faktual yang melingkupi praktik dunia Islam Ahl al-Sunnah Waljama’ah. Karena
Islam Ahl al-Sunnah Waljama’ah pada prinsipnya adalah ajaran Islam yang
selalu mengacu kepada nilai-nilai al-Qur’an dan al-Sunnah Nabawiyah serta
praktik terbaik para Sahabat, para Wali dan Ulama-Ulama, dengan
mengedepankan nilai moderasi (tawassuth), berkeadilan (i’tidal), seimbang antara
rasionalitas dan tekstual-formalitas (tawazun), dan penuh penghargaan toleransi
kepada sesama (tasamuh).
Dengan demikian, bila mengacu kepada prinsip dasar Ahl al-Sunnah
Waljama’ah, praktik kekerasan atas nama agama bukanlah ciri Ahl al-Sunnah
Waljama’ah. Sebaliknya Ahl al-Sunnah Waljama’ah akan lebih menekankan
terwujudnya perdamaian dan perilaku yang ramah dan kasih sayang bagi sesama
bahkan seluruh alam (Rahmatan Lill ‘Alamin). Secara konseptual memang ajaran
Ahl al-Sunnah Waljama’ah banyak pandangan atau pemikiran yang berbeda-
beda, sehingga berbeda pula dalam implementasinya. Oleh karena itu, dalam
rangka mencari model implementasi Ahl al-Sunnah Waljama’ah yang secara
nyata dapat mengantarkan kepada keadaan masyarakat yang aman, adil dan
sejahtera, perlu melihat berbagai praktik amalan Ahl al-Sunnah Waljama’ah di
beberapa negara mayoritas penduduk muslim, yang telah terbukti pola
keberagamaannya tidak menunjukkan adanya kekerasan apalagi konflik anarkhis.
Diantara negara di kawasan Asia Tenggara yang selama ini menunjukan
ciri tersebut adalah Negara Brunei Darussalam, yang berpenduduk 76% muslim
dan menyatakan secara tegas sebagai negara dengan agama resminya Islam Ahl
al-Sunnah Waljama’ah. Keadaan inilah yang menarik untuk dilakukan penelitian
3
secara serius tentang konsep dan implementasi ajaran Ahl al-Sunnah Waljama’ah
di Brunei Darussalam.
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah yang menjadi fokus
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep Ahl al-Sunnah Waljama’ah yang dirumuskan para
Ulama di Brunei Darussalam?
2. Bagaimana implementasi ajaran Ahl al-Sunnah Waljama’ah di Brunei
Darussalam pada bidang akidah, Fiqih (ibadah, muamalah-ekonomi dan
siyasah) dan di bidang akhlaq-tasawuf ?
3. Bagaimana ajaran Aswaja dibudayakan di negara Brunei Darussalam dalam
konteks kemodernan ?
C. Pembatasan Masalah
Ada dua batasan atau ruang lingkup kajian dalam penelitian ini, yaitu
(1) masalah konstruksi konseptual tentang Aswaja yang dirumuskan oleh para
ulama di Brunei Darussalam, dan (2) implementasi ajaran Aswaja tersebut pada
aspek akidah, fiqih dan tasawuf yang dikembangkan oleh negara maupun institusi
keagamaan dan para ulama di Brunei Darussalam. Termasuk dalam hal ini adalah
4
kebijakan dan keterlibatan negara dalam proses sosialisasi dan pembudayaan
dalam kehidupan masyarakat.
D. Signifikansi Penelitian
Berbijak pada latar belakang, rumusan masalah dan pembatasan masalah
di atas, signifikasi yang diberikan oleh penelitian ini antara lain:
1.Memberikan pemahaman konseptual yang komprehensif tentang Aswaja di
negara mayoritas muslim yang memiliki kondisi ekonomi paling mapan di Asia
Tenggara, sehingga dapat dijadikan bahan perbandingan dengan negara
Indonesia dan negara muslim sunni lainnya.
2. Memahami cara mengimpelentasikan ajaran Aswaja, baik bidang akidah, fiqih-
syari’ah maupun Akhlaq Tasawufnya dalam konteks masyarakat modern nan
maju, sehingga kondisi ini akan dapat dijadikan sebagai perbandingan dengan
negara Indonesia. Hasil kajian ini juga dapat dijadilkan pola atau model
rumusan konsep dan pengembangan Aswaja di wilayah Indonesia, khususnya
Kota Pekalongan dan sekitarnya. Pada akhirnya juga dapat dijadikan bahan
penyamaan visi dan langkah dalam memelihara ajaran dan tradisi Islam Aswaja
di Asia Tenggara dan mensikapi perkembangan sosial serta mencegah berbagai
hal yang mengancamnya. Hal tersebut diharapkan dapat memberikan
konstribusi bagi penciptaan perdamaian dan kesejahteraan masyarakat di
lingkup Asia dan dunai Internasional.
5
E. Kajian Riset Sebelumnya
Ada beberapa kajian yang telah dilaksanakan oleh para peneliti atau
ilmuwan tentang aswaja. Diantaranya yang dilakukan oleh Atho Mudhar yang
berjdul Menjaga Aswaja dan Kerukunan Ummat, yang terbitkan oleh
Kementerian RI Balai Badan Litbang tahun 2012. Buku ini menjelaskan tentang
ruang lingkup pembaharuan pemikiran aswaja dan bagaimana lingkungan sosial
keagamaan para pengikut aswaja dalam konteks sosial Indonesia menjadikan
aswaja sebagai pola tradisi amaliah yang mengkondisikan kepada kerukunan
antara agama. Hal ini berbeda dengan kajian yang akan penulis angkat, yang
berkenaan dengan implementasi pada wilayah khusus yaitu Bruni Darusssalam.
Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Imam Baehaqi yang berjudul
Kontroversi Aswaja, Aula Perdebatan dan Interpretasi, (Yogjakarta: LkiS,2000).
Kajian buku ini lebih melihat pandangan yang beraneka ragam tentang Aswaja
dan interpratasi dalil masing-masing kalangan untuk memperkuat basik
pendapatanya. Dengan demikian kajiannya tidak menyinggung masalah konsep
dan implementasi pada kawasan atau wilayah tertentu.
Chusnan bin Djaenuri dengan penelitian disertasi doktoralnya yang
berjudul Ahl as-Sunnah Wal Jamaah NU (Konsep dan impelemntasi), yang
mengaskan bahwa perkembangan aswaja NU menjadi fikrah Nahdhiyyah yang
menyatukan antara akidah, fiqih dan tasawuf menjadi kesatuan tersebut
melahirkan sikap moderat (tawassuth), tidak tafrit atau tidak ekstrim baik kanan
atau kiri, tasamuh atau toleran dengan perbedaan amal dan pikiran, i’tidal atau
6
bersikap adil dalam mensikapi berbagai persoalan dan selalu mengajukan
perbaikan ke arah yang lebih maju (al-islah la ma huwa islah). Aswaja NU juga
bersifat dinamis dalam merespon segala persoalan. Adapun Implementasi Aswaja
dalam cara berfikir masyarakat terbukti dapat mebentuk pola pikir yang
metodologis (manhaji) yaitu selalu menggunakan kerangka yang mengacu pada
manhaj amar maruf nahi mungkar dan rahmatan lil alamin. Dalam hal fiqih
sudah mendapat respon besar masyarakat, namun dalam hal tasawuf masih kurang
berkembang karena masih terlalu ideologis dan doktriner.
Melihat beberapa hasil kajian Aswaja tersebut, dan sepanjang yang
penulis ketahui belum ada kajian yang secara khusus membahas konsep dan
implementasi Aswaja di Brunei Darusslam. Secara subtansi kajian ini sama
dengan kajian Chusnan tentang konsep dan implementasinya, namun objek dan
wilayah kajian berbeda. Demikian tema kajian ini, memiliki kelayakan untuk
dilaksanakan karena tidak mengandung duplikasi dari kajian sebelumnya.
F. Kerangka Teori
Penelitian ini akan menggunakan kerangka teori ilmu sosial yang berupa
sosiologi pengetahuan yang dikemukakan oleh Karl Manheim yang menjelaskan
bagaimana ilmu pengetahuan membentuk perilaku. Dengan teori ini
menunjukkan bahwa perilaku yang terimplementasi pada ranah sosiologi
masyarakat, sangat terkait dengan pengetahuan konspetual yang dimilikinya.
Dengan teori ini maka pemahaman tentang konsep aswaja di Brunei Darussalam
akan menjadi sasaran awal untuk dikaji. Hal ini karena setiap tindakan yang
7
terbiasakan dalam bentuk tradisi selalu berawal dari konsep pemikiran yang
dirumuskan secara mendalam dan mantap. Teori yang kedua adalah teori Anthony
Giddens yang menekankan pada tindakan manusia sebagai sebuah agen atau
pelaku. Teori ini menyatakan bahwa suatu tradisi merupakan hasil dari praktek
sosial yang dilakukan secara berulang-ulang dan terjadi dialektika yang saling
mempengaruhi antara agen dan struktur. Suatu perilaku menurut Giddens dapat
dibedakan pada unconscious motives, practical consciousness dan discursive
consciousness. Teori kedua ini dapat dijadikan acuan dalam melihat implementasi
ajaran Aswaja dalam kehidupan sosial budaya masyarakat dan struktur sosial yang
ada.
Dalam merespon berbagai persoalan keagamaan maupun kemasyarakatan,
Ahlusunnah wal Jama’ah dalam konteks Indonesia dapat dijadikan sebagai
landasan berpikir yang mencakup beberap aspek, diantaranya:
a. Fikrah Tawassuthiyah (pola pikir moderat), artinya Nahdlatul ‘Ulama
senantiasa bersikap tawazun (seimbang) dan I’tidal (moderat) dalam
menyikapi berbagai persoalan.
b. Fikrah Tasamuhiyah (pola pikir toleran), artinya aswaja dijadikan sebagai
kerangka membangun peri kehidupan sosial yang hetrogen dengan
berdampingan secara damai dengan berbagai pihak lain walaupun aqidah, cara
pikir, dan budayanya berbeda.
c. Fikrah Ishlahiyyah (pola pikir reformatif), artinya aswaja dijadikan sebagai
pola pikir untuk perbaikan menuju ke arah yang lebih baik (al ishlah ila ma
huwa al ashlah).
8
d. Fikrah Tathawwuriyah (pola pikir dinamis), artinya aswaja sebagai kerangka
untuk melakukan kontekstualisasi dalam merespon berbagai persoalan.
e. Fikrah Manhajiyah (pola pikir metodologis), artinya aswaja digunakan
sebagai kerangka berpikir yang mengacu kepada manhaj yang telah
ditetapkan oleh para ‘Ulama.
G. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode
berpikir dialektis-kritis; yaitu dengan terlebih dahulu mendeskripsikan data
tentang konsep dan praktek, menganalisa data dan menarik kesimpulan. Data yang
akan diambil difokuskan pada data tentang konsep Aswaja dan impelentasinya di
Brunei Darussalam. Dengan demikian sumber data primernya adalah dokumen
tentang rumusan Aswaja Brunei Darussalam, dan dokumen terkait
implementasinya dalam kebijakan kelembagaan Islam yang dikonfirmasi kepada
para tokoh agama dan dipadupadankan pada kondisi dan praktek keberagamaan
masyarakat muslim.
Data-data tersebut akan dikumpulkan melalaui metode dokumentasi,
wawancara atau interview dan pengamatan. Dokumentasi akan diambil dari
berbagai perpustakaan di negera Brunei dan institusi keislaman, khususnya pada
Centre of Research for Understanding Ahl al- Sunnah Wa al-Jama’ah atau Pusat
Pengkajian Kefahaman Ahli Sunnah waljamaa’ah di Kolej Universiti Perguruan
Ugama Seri Begawan (KUPU-SB) Brunei Darussalam, di bawah pengelolaan
Prof.DR. Syamsul Bahri Andi Galigo,Ph.D. Lembaga ini akan menjadi mitra
kelembagaan untuk merealisasikan penelitian ini. Sedangkan metode wawancara
9
akan dugunakan untuk mendapat data konfirmatif dari para tokoh agama dan
negara baik pada lembaga tempat dokumentasi diambil maupun pada sumber yang
dirujuk oleh nara sumber kuncinya, sehingga model snow ball akan diterapkan
pada proses wawancara ini. Adapun pengamatan atau observasi dilakukan pada
komunitas muslimin dengan beragam aktifitas keagamaaan maupun yang lainnya,
baik di bidang pengamalan akidah, ibadah, ekonomi, politik, pendidikan dan
kebudayaan.
Memperhatikan data dan sumber data serta teknik pengumpulan data
tersebut, maka data akan diolah dan dianalisis secara kritis, sesuai dengan
kerangka teoritis yang telah ditentukan di atas. Dengan demikian analisis historis,
analisis isi, analisis sosio-kultural secara dialektis, reflektif dan eklektif akan
dilakukan untuk menghasilkan pemahaman secara komprehensif dan subtantif.
Maka teknik penyimpulan dapat secara bersama atau bergantian antara teknik
induktif dan deduktif.
H.Sistematika Penulisan
Untuk penyusunan penulisan, akan dibagi ke dalam beberapa bab yang
satu sama lain saling terkait. Bab I merupakan pendahuluan yang berisi tentang
latar belakang peulisan, rumusan masalahnya, tujuan dan manfaat penelitian,
kerangka teori dan kajian kepustakaan. Selanjutnya adalah metode penelitian yang
dipakai dan sistematika penulisan.
Bab II berisi teori tentang Ahslussunnuah Waljama’ah, yang terdiri dari
kajian tentang makna aswaja, dasar dan ajarannya, kemudian akan diuraikan
tentang sejarah timbul dan dinamika ajaran Ahlussunnah waljama’ah sampai pada
konteks Indonesia. Kemudian tentang ajaran Ahlussunnah waljama’ah baik
10
berkenaan dengan aspe akidah, ibadah fiqhiyyah sampai pada tasawuf akhlaqiyah
amaliyah. Seterusnya membahas tentang nilai-nilai prinsip ajaran Ahlussunnah
waljama’ah yang terdiri dari prinsip tasamuh, ta’awun, tawazun, ta’adul, islahiyah
dan prinsip amar makruf nahyi mungkar.
Bab III akan menguraikan tentang data pokok tentang Ahlussunnah
waljama’ah di Brunei Darussalam; yang meliputi tentang sejarah singkat negara
runei Darussalam, kemudian tentang konsep Ahlussunnah waljama’ah di Brunei
yang terdiri dari aspek akidah, ibadah dan muamalah akhlaqiyah. Selanjutnya
dibahas dasar konsep Ahlussunnah waljama’ah, serta posisinya dalam konteks
kenegaraan dan kebangsaan di Brunei Darussalam. Berikutnya dibahas
implementasinya dalam kehidupan baik pada bidang akidah, ibadah fiqhiyyah dan
tasawuf akhlaqiyahnya, bidang politik pemerintahan, pendidika, sosial dan
sebagainya. Pada paparan terakhir akan diuraikanusaha-usaha pembudayaan
Ahlussunnah waljama’ah di Brunie Darussalam.
Bab IV membahas analisis yag sudah dipaparkan pada bab III, yang
meliputi analisis konsep Ahlussunnah waljama’ah baik bidang akidah, ibadah
fiqhiyyah sampai kepada tasawuf akhlaqiyah. Termasuk dalam analisis tetang
posisi Ahlussunnah Waljama’ah dalam kenegaraan yang menjadi madha negara
secara resmi berdasarkan undang-undang. Kemudian tentang pelaksanaan
Ahlussunnah waljama’ah dalam kehidupan yang sedikit memiliki kekhasan
dibanding dengan Ahlussunnah waljama’ah di Indonesia sampai pada analisis
tentang pembudayaan yang meletakkan posisi raja sebagai penentu kebudayaan
Ahlussunnah waljama’ah di negara Brunei. Bab V berisi beberapa untaian kalimat
penutup yang terdiri dari dua hal; yaitu kesimpulan dan rekomendasi.
11
BAB II
KAJIAN TENTANG ASWAJA
A. Hakekat Aswaja
Aswaja berdasarkan makna bahasa terdiri dari tiga kata, Ahlu, Al-Sunnah,
dan Al-Jama’ah. Kata Ahlu diartikan sebagai keluarga, komunitas, atau pengikut.
Kata Al-Sunnah diartikan sebagai jalan atau karakter. Sedangkan kata Al-Jamaah
diartikan sebagai perkumpulan. Arti Sunnah secara istilah adalah segala sesuatu
yang diajarkan Rasulullah SAW., baik berupa ucapan, tindakan, maupun
ketetapan. Sedangkan Al-Jamaah bermakna sesuatu yang telah disepakati
komunitas sahabat Nabi pada masa Rasulullah SAW. dan pada era pemerintahan
Khulafah Al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali). Dengan demikian
Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah komunitas orang-orang yang selalu
berpedoman kepada sunnah Nabi Muhammad SAW. dan jalan para sahabat
beliau, baik dilihat dari aspek akidah, agama, amal-amal lahiriyah, atau akhlak
hati.1 Jama’ah mengandung beberapa pengertian, yaitu: kaum ulama atau
kelompok intelektual; golongan yang terkumpul dalam suatu pemerintahan yang
dipimpin oleh seorang amir; golongan yang di dalamnya terkumpul orang-orang
yang memiliki integritas moral atau akhlak, ketaatan dan keimanan yang kuat;
golongan mayoritas kaum muslimin; dan sekelompok sahabat Nabi Muhammad
SAW.2
1FKI LIM, Gerbang Pesantren, Pengantar Memahami Ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah Kediri :
Litbang Lembaga Ittihadul Muballigin PP. Lirboyo, 2010, cet. 2, hlm. 3 2Badrun Alarna, NU, Kritisisme dan Pergeseran Makna Aswaja, Yogyakarta : Tiara Wacana,
2000, cet. 1, hlm. 33
12
Menurut Imam Asy’ari, Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah golongan yang
berpegang teguh kepada al-Qur’an, hadis, dan apa yang diriwayatkan sahabat,
tabi’in, imam-imam hadis, dan apa yang disampaikan oleh Abu Abdillah Ahmad
ibn Muhammad ibn Hanbal.3
Menurut KH. M. Hasyim Asy’ari, Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah
golongan yang berpegang teguh kepada sunnah Nabi, para sahabat, dan
mengikuti warisan para wali dan ulama. Secara spesifik, Ahlusssunnah Wal
Jamaah yang berkembang di Jawa adalah mereka yang dalam fikih mengikuti
Imam Syafi’i, dalam akidah mengikuti Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, dan
dalam tasawuf mengikuti Imam al-Ghazali dan Imam Abu al-Hasan al-Syadzili.4
Menurut Muhammad Khalifah al-Tamimy, Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah
para sahabat, tabiin, tabiit tabi’in dan siapa saja yang berjalan menurut pendirian
imam-imam yang memberi petunjuk dan orang-orang yang mengikutinya dari
seluruh umat semuanya.5
Definisi di atas meneguhkan kekayaan intelektual dan peradaban yang
dimiliki Ahlusssunnah Wal Jamaah, karena tidak hanya bergantung kepada al-
Qur’an dan hadits, tapi juga mengapresiasi dan mengakomodasi warisan
pemikiran dan peradaban dari para sahabat dan orang-orang salih yang sesuai
dengan ajaran-ajaran Nabi. Terpaku dengan al-Qur’an dan hadis dengan
membiarkan sejarah para sahabat dan orang-orang saleh adalah bentuk
3Abi al-Hasan Ali ibn Ismail al-Asy’ari, al-Ibanah An Ushul al-Diyanah, Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, t.t., hlm. 14
4 Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi, Keumatan, Dan Kebangsaan, Jakarta : Kompas, 2010, cet. 1, hlm. 107
5 Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya, Jakarta : Rajawali Press, 2010, cet. 1, hlm. 190
13
kesombongan, karena merekalah generasi yang paling otentik dan orisinal yang
lebih mengetahui bagaimana cara memahami, mengamalkan dan menerjemahkan
ajaran Rasul dalam perilaku setiap hari, baik secara individu, sosial, maupun
kenegaraan. Berpegang kepada al-Qur’an dan hadis ansich, bisa mengakibatkan
hilangnya esensi (ruh) agama, karena akan terjebak pada aliran dhahiriyah
(tekstualisme) yang mudah menuduh bid’ah kepada komunitas yang dijamin
masuk surga, seperti khalifah empat.6
B. Dasar Islam Aswaja
Konsep aswaja, semula mendasarkan kepada Firman Allah QS. Al
Ma’idah: 54
على أذلة ويحبونه يحبهم بقوم ياأيها الذين ءامنوا من يرتد منكم عن دينه فسوف يأتي الله
ة المؤمنين لآئم ذلك لومة يخافون ولا سبيل الله يجاهدون في على الكافرين أعز
عليم واسع والله يشآء من يؤتيه الله فضل
Artinya: “Wahai sekalian orang beriman barangsiapa di antara kalian murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan kaum tersebut mencintai Allah, mereka adalah orang-orang yang lemah lembut kepada sesama orang mukmin dan sangat kuat -ditakuti- oleh orang-orang kafir. Mereka berjihad dijalan Allah, dan mereka tidak takut terhadap cacian orang yang mencaci”. (QS. Al-Ma’idah: 54).
6 Jamal Makmur Asmani, Manhaj Pemikiran Aswaja, dalam http://aswajacenterpati.
wordpress.com /2012/04/02/manhaj-pemikiran-aswaja/
14
Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa ketika turun ayat ini,
Rasulullah memberitakannya sambil menepuk pundak sahabat Abu Musa al-
Asy’ari, seraya bersabda: “Mereka (kaum tersebut) adalah kaum orang ini!!”.
Dari hadits ini para ulama menyimpulkan bahwa kaum yang dipuji dalam ayat di
atas tidak lain adalah kaum Asy’ariyyah, karena sahabat Abu Musa al-Asy’ari
adalah moyang dari al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari, sebagaimana telah kita
tulis secara lengkap dalam penulisan biografi al-Imâm Abu al-Hasan sendiri.
Dalam penafsiran firman Allah di atas: “Maka Allah akan
mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan kaum tersebut mencintai
Allah....” (QS. Al-Ma’idah: 54), al-Imâm Mujahid berkata: “Mereka adalah
kaum dari negeri Saba’ (Yaman)”. Kemudian al-Hâfizh Ibn Asakir dalam Tabyîn
Kadzib al-Muftarî menambahkan: “Dan orang-orang Asy’ariyyah adalah kaum
yang berasal dari negeri Saba’.
Penafsiran ayat di atas bahwa kaum yang dicintai Allah dan mencintai
Allah tersebut adalah kaum Asy’ariyyah telah dinyatakan pula oleh para ulama
terkemuka dari para ahli hadits. Lebih dari cukup bagi kita bahwa hal itu telah
dinyatakan oleh orang sekelas al-Imâm al-Hâfizh Ibn Asakir dalam kitab Tabyîn
Kadzib al-Muftarî. Beliau adalah seorang ahli hadits terkemuka (Afdlal al-
Muhaditsîn) di seluruh daratan Syam pada masanya. Al-Imâm Tajuddin as-Subki
dalam Thabaqât asy-Syâfi’iyyah menuliskan: “Ibn Asakir adalah termasuk
orang-orang pilihan dari umat ini, baik dalam ilmunya, agamanya, maupun
dalam hafalannya. Setelah al-Imâm ad-Daraquthni tidak ada lagi orang yang
15
sangat kuat dalam hafalan selain Ibn Asakir. Semua orang sepakat akan hal ini,
baik mereka yang sejalan dengan Ibn Asakir sendiri, atau mereka yang
memusuhinya.
Adapun hadis sebagai dasarnya adalah sabda Rasulullah bersabda:
وإن هذه الملة ستفترق على ثلاث وسبعين، ثنتان وسبعون في النار وواحدة في الجنة وهي
الجماعة (رواه أبو داود)
Artinya: “Dan sesungguhnya umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, 72 di antaranya di dalam neraka, dan hanya satu di dalam surga yaitu al-Jama’ah”. (HR. Abu Dawud).
Sejarah mencatat bahwa di kalangan umat Islam dari semenjak abad
permulaan, terutama pada masa Khalifah Ali ibn Abi Thalib, hingga sekarang ini
terdapat banyak golongan (firqah) dalam masalah akidah. Faham akidah yang
satu sama lainnya sangat berbeda dan bahkan saling bertentangan. Ini adalah
fakta yang tidak dapat kita pungkiri. Karenanya, Rasulullah sendiri sebagaimana
dalam hadits di atas telah menyebutkan bahwa umatnya ini akan terpecah-belah
hingga 73 golongan. Semua ini tentunya dengan kehendak Allah, dengan
berbagai hikmah terkandung di dalamnya, walaupun kita tidak mengetahui
secara pasti akan hikmah-hikmah di balik itu.
Namun demikian, Rasulullah juga telah menjelaskan jalan yang selamat
yang harus kita tempuh agar tidak terjerumus di dalam kesesatan. Kunci
16
keselamatan tersebut adalah dengan mengikuti apa yang telah diyakini oleh al-
Jamâ’ah, artinya keyakinan yang telah dipegang teguh oleh mayoritas umat
Islam. Karena Allah sendiri telah menjanjikan kepada Nabi bahwa umatnya ini
tidak akan tersesat selama mereka berpegang tegung terhadap apa yang
disepakati oleh kebanyakan mereka. Allah tidak akan mengumpulkan mereka
semua di dalam kesesatan. Kesesatan hanya akan menimpa mereka yang
menyempal dan memisahkan diri dari keyakinan mayoritas.
Mayoritas umat Rasulullah, dari masa ke masa dan antar generasi ke
generasi adalah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Mereka adalah para sahabat
Rasulullah dan orang-orang sesudah mereka yang mengikuti jejak para sahabat
tersebut dalam meyakini dasar-dasar akidah (Ushûl al-I’tiqâd). Walaupun
generasi pasca sahabat ini dari segi kualitas ibadah sangat jauh tertinggal di
banding para sahabat Rasulullah itu sendiri, namun selama mereka meyakini apa
yang diyakini para sahabat tersebut maka mereka tetap sebagai kaum
Ahlussunnah.
Dasar-dasar keimanan adalah meyakini pokok-pokok iman yang enam
(Ushûl al-Imâm as-Sittah) dengan segala tuntutan-tuntutan yang ada di
dalamnya. Pokok-pokok iman yang enam ini adalah sebagaimana disebutkan
dalam sebuah hadits yang dikenal dengan hadist Jibril:
17
ه (رواه البخ اري الإيمان أن تؤمن با� وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر والقدر خيره وشر
ومسلم)
Artinya: “Iman adalah engkau percaya dengan Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, serta beriman dengan ketentuan (Qadar) Allah; yang baik maupun yang buruk” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Pengertian al-Jamâ’ah yang telah disebutkan dalam hadits riwayat al-
Imâm Abu Dawud di atas yang berarti mayoritas umat Rasulullah, yang
kemudian dikenal dengan Ahlussunnah Wal Jama’ah, telah disebutkan dengan
sangat jelas oleh Rasulullah dalam haditsnya, sebagai berikut:
لذين يلونهم ثم الذين يلونهم، (وفيه): عليكم بالجماعة وإياكم والفرقة أوصيكم بأصحابي ثم ا
ة (رواه فإن الشيطان مع الواحد وهو من الاثنين أبعد، فمن أراد بحبوحة الجنة فليلزم الجماع
قال حسن صحيح، وصححه الحاكم)الترمذي و
Artinya: “Aku berwasiat kepada kalian untuk mengikuti sahabat-sahabatku, kemudian orang-orang yang datang sesudah mereka, kemudian orang-orang yang datang sesudah mereka”. Dan termasuk dalam rangkaian hadits ini: “Hendaklah kalian berpegang kepada mayoritas (al-Jamâ’ah) dan jauhilah perpecahan, karena setan akan menyertai orang yang menyendiri. Dia (Setan) dari dua orang akan lebih jauh. Maka barangsiapa menginginkan tempat lapang di surga hendaklah ia berpegang teguh kepada (keyakinan) al-Jamâ’ah”. (HR. at-Tirmidzi. Ia berkata: Hadits ini Hasan Shahih. Hadits ini juga dishahihkan oleh al-Imâm al-Hakim).
Kata al-Jamâ’ah dalam hadits di atas tidak boleh diartikan dengan
orang-orang yang selalu melaksanakan shalat berjama’ah, juga bukan jama’ah
masjid tertentu, atau juga bukan dalam pengertian para ulama hadits saja. Karena
pemaknaan semacam itu tidak sesuai dengan konteks pembicaraan hadits ini,
juga karena bertentangan dengan kandungan hadits-hadits lainnya. Konteks
18
pembicaraan hadits ini jelas mengisyaratkan bahwa yang dimaksud al-Jamâ’ah
adalah mayoritas umar Rasulullah dari segi jumlah. Penafsiran ini diperkuat pula
oleh hadits riwayat al-Imâm Abu Dawud di atas. Sebuah hadits dengan kualitas
Shahih Masyhur. Hadits riwayat Abu Dawud tersebut diriwayatkan oleh lebih
dari sepuluh orang sahabat Rasulullah. Hadits ini memberikan kesaksian akan
kebenaran apa yang dipegang teguh oleh mayoritas umat Nabi Muhammad,
bukan kebenaran firqah-firqah yang menyempal. Dari segi jumlah, firqah-firqah
sempalan 72 golongan yang diklaim Rasulullah akan masuk neraka seperti yang
disebutkan dalam hadits riwayat Abu Dawud ini, adalah kelompok yang sangat
kecil dibanding pengikut Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Kemudian di kalangan Ahlussunnah dikenal istilah “Ulama Salaf”;
mereka adalah orang-orang terbaik dari kalangan Ahlussunnah yang hidup pada
tiga abad pertama tahun hijriah. Tentang para ulama Salaf ini, Rasulullah
bersabda:
خير القرون قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم (رواه الترمذي)
Artinya: “Sebaik-baik abad adalah abad-ku (periode sahabat Rasulullah), kemudian abad sesudah mereka (periode Tabi’in), dan kemudian abad sesudah mereka (periode Tabi’i at-Tabi’in)” (HR. at-Tirmidzi).
Pola perumusan hukum dan ajaran Ahlul Sunnah Wa al-Jama’ah sangat
tergantung pada pola pemecahan masalahnya, antara: pola maudhu’iyah
(tematik) atau terapan (qonuniyah) dan waqi’yah (kasuistik). Pola maudhu’iyah
merupakan pendiskripsian masalah berbentuk tashawur lintas disiplin keilmuan
19
empirik. Ketika rumusan hukum atau ajaran Islam dengan kepentingan terapan
hukum positif, maka pendekatan masalahnya berintikan ”tathbiq al-syari’ah”
disesuaikan dengan kesadaran hukum kemajemukan bangsa. Apabila langkah
kerjanya sebatas merespon kejadian faktual yang bersifat kedaerahan atau
insidental, cukup menempuh penyelesaian metode eklektif (takhayyur) yaitu
memilih kutipan doktrin yang siap pakai (instan).
Metode pengalian atau pengambilan sumber (referensi) dan langkah-
langkanya baik deduktif maupun induktif dalam tradisi keagamaan dalam
mengembangkan paham Ahlul Sunnah Wa al-Jama’ah.
a. Madzhab Qauli, pandangan keagamaan ulama yang terindentifikasi
sebagai ”ulama sunni” dikutip utuh qaulnya dari kitab mu’tabar (qaulnya
Imam Syafi’i) dalam madzhab, untuk memperjelas dan memperluas
doktrin yang akan diambil bisa mengunakan kitab syarah yang disusun
oleh ulama sunni yang bermadzhab yang sama (Imam al Nawawi).
b. Madzhab Manhaji, madzhab ini lebih mengarah pada masalah yang
bersifat kasuistik yang diperlukan penyertaan dalil nash syar’i berupa
kutipan al-Quran, nuqilan matan sunnah atau hadist, serta ijmak
c. Madzhab Ijtihad, metode akan ditemui pada permasalahan rancangan
undang-undang atau rancangan peraturan daerah, dengan pola ijtihad
dengan memgang asas-asa idtihad dan didukung kearifan lokal serta
dialakukan secara kolektif.
20
Adapun upaya yang dilakukan dalam pola perujukan manhaji ini supaya
tersajikan dengan baik dan muhafazhah maka ada 3 hal yang harus dilakukan,
yaitu:
1. Pengutipan ayat dari mushaf dengan nisam Utsmany secara lengkap berikut
nama surah, nomor urut ayat, terjemah standar Departemen Agama RI,
kemudian dilengkapi dengan tafsir-tafsir populer karya mufassir-mufassir
Sunni dari kitab-kitab yang mu’tabarah. Pemilihan tafsir juga
mempertimbangkan penelusuran sumber-sumber dan media yang
diperbantukan dan diperlukan dalam kaidah istinbath (deduktif) yang dipakai.
Selain itu, profil mufassir seperti integritas dan mutu tafsir serta takwilnya
telah diakui oleh pelbagai ulama semasanya atau masa setelahnya. Perujukan
juga harus menghindari pola pentakwilan dan penafsiran yang berlebihan
seperti yang dilakukan Syiah 12 Imam dan Syiah Ja’fariyah soal
kema’shuman penafsir dan penfasiran yang bercampur dengan aliran
kebatinan yang bertentangan dengan paham umum ahlus sunnah wal-jama’ah.
2. Penuqilan matan sunnah/hadist harus dilakukan dari kitab-kitab ushulul hadist
(kitab standar hadist), dengan mencantumkan narasumber Nabi atau
Rasulullah SAW dalam redaksinya, beserta nama perawi atau nama mukharrij
(kolektor) nya. Penuqilan ini harus diberdayakan sedapat mungkin dengan
mempertimbangkan uji kehujjahannya sebagai hal shahih, hasan atau dhaif.
Penarikan kesimpulan atas konsep substansi nash yang diperoleh harus
bermuara pada pensyarahan terdahulu oleh para muhaddisin termasyhur dan
diakui berpaham Sunni.
21
3. Pengutipan ijma’ perlu memisahkan kategori-kategori ijma’, seperti ijma’
shahabi (ijma’ para shahabat Nabi) yang diakui sebagai ijma’ tertinggi
kehujjahannya, dan ijma’ mujtahiddin. Pengutipan ijma’ arus bersumber dari
karya mujtahid muharrir madzhab seperti Imam Nawawi dan kawan-kawan.
Kutipan ijma’ juga harus diintegrasikan dengan tafsir ayat al-Qur’an yang
disertai data kritik dan dukungan syarah hadist untuk mengimbangi kondisi
pemutusan masalah oleh pelaku ijtihad.7
C. Sejarah Timbul dan Perkembangannya
Ketika Nabi SAW wafat, kaum muslimin masih bersatu dalam agama
yang mereka jalani. Klasifikasi sosial yang ada pada saat itu terdiri dari 3
golongan, yaitu orang muslim, orang kafir, dan orang munafik. Namun begitu
Nabi wafat, perselisihan diantara mereka terjadi tentang pemimpin yang akan
menjadi pengganti Nabi SAW. Namun akhirnya, kekuatan kepemimpinan para
sahabat Nabi tersebut mengalahkan semua ambisi dan fanatisme kesukuan,
sehingga menggiring mereka pada kesepakatan untuk memilih Abu Bakar As-
Shidiq sebagai kholifah. Setelah Ia wafat, khilafah berpindah tangan Umar bin
Khatab, sahabat Nabi terbaik setelah Abu Bakar. Hingga akhirnya khalifah Umar
menemui ajalnya setelah ditikam oleh seorang budak Persia, yaitu Abu Lu’lu’ah
al-Majusi. Setelah ia wafat, khilafah berpindah ketangan kholifah Utsman bin
Affan, menantu Nabi SAW. Ia dibaiat sebagai kholifah berdasarkan hasil rapat
tim formatur yang dibentuk oleh Umar menjelang wafatnya.
7 Aswaja an-Nadhliyah, LTN PWNU Jawa Timurhttp://kotasepapan-pati.blogspot.com
22
Setelah 6 tahun dari masa pemerintahan Utsman, friksi internal dan
gejolak politik seputar kebijakan-kebijakan Utsman mulai muncul kepermukaan
dan menjadi sasaran kritik sebagian masyarakat. Dalam kondisi tersebut, unsur-
unsur Majusi dan Yahudi ikut bermain dalam mengeruhkan suasana, sehingga
lahirlah berbagai kekacauan dan beragam propaganda dengan membawa
kepentingan menurunkannya dari jabatan melalui amr ma’ruf dan nahi mungkar,
sehingga hal tersebut barakhir dengan terbunuhnya kholifah Utsman ditangan
kaum pemberontak.
Khilafah berpindah tangan ke Ali bin Abi Tholib, menantu dan sepupu
Nabi serta sahabat terbaik setelah wafatnya Utsman. Namun beragam kekacauan
yang terjadi pada Utsman sangat berpengaruh terhadap pemerintahan Ali bin Abi
Tholib. Pada masa pemerintahannya terjadi perang saudara besar-besaran antara
Ali dengan kelompok Aisyah, Tholhah, dan Zubair dalam perang jamal,
kemudian terjadi perang shiffin dengan kelompok Mu’awiyah bin Abi Sofyan.
Pada masa pemerintahannya, muncul satu kelompok dari pengikut Ali
yang memisahkan diri dan kemudian dinamakan dengan aliran khowarij. Mereka
mendefinisikan iman dengan keyakinan yang disertai pengamalan, sehingga
keyakinan tidaklah berguna ketika tidak disertai pengamalan. Oleh karena itu,
khowarij mengkafirkan pelaku dosa. Khowarij berpandangan bahwa Utsman,
Ali, Aisyah, Tholhah, Zubair, Muawiyah, dan pengikut mereka dalam perang
Jamal dan Shiffin adalah kafir. Khowarij hanya mengakui kholifah Abi Bakar
dan Utsman.
23
Pada masa Ali, lahir juga aliran Sabaiyah dari kalangan Rafidhah (Syi’ah)
yang dipimpin oleh Abdulloh bin Saba’. Mereka berpandangan bahwa Ali adalah
Tuhan. Ajaran Abdulloh bin Saba’ ini dilanjutkan oleh golongan syiah yang
terpecah menjadi 3 golongan besar, yaitu Imamiyah, Zaidiyah, dan Ismailiyah.
Kelompok syiah yang ekstrim seperti Imamiyah dan Ismailiyah mengkafirkan
seluruh sahabat Nabi kecuali empat orang.
Setelah benturan pemikiran antara Syi’ah dan Khowarij semakin keras
pasca proses arbitrase antara Ali dan Mu’awiyah. Situasi tersebut menjadi sebab
lahirnya satu kelompok yang netral (tidak memilih antara pihak manapun).
Menurut kelompok ini, ketika kita tidak dapat menentukan mana pihak yang
salah dan mana yang benar, maka kita harus mengembalikan persoalan ini
kepada Allah. Dengan pandangan ini, kelompok tersebut akhirnya dinamakan
aliran Murji’ah (kelompok yang mengembalikan persoalan kepada Allah).8
Pada akhir generasi sahabat, lahir aliran Qadariyah yang dipimpin oleh
Ma’bad al-Juhani, Ghailan al-Dimasyqi dan Ja’ad bin Dirham. Kelompok ini
berpandangan bahwa perbuatan manusia terjadi karena rencana sendiri bukan
karena takdir Allah. Pendangan mereka menuai penolakan keras dari kalangan
sahabat yang masih hidup pada saat itu, seperti Abdullah bin Umar, Abdullah bin
Abbas, dan lain sebagainya.
Pada masa al-Imam al-Hasan Al-Bashri lahir kelompok Mu’tazilah yang
dirintis oleh Atho’ al-Ghazzal yang membawa faham manzilah baina al
8 Lebih lanjut lihat Syabab Ahlusunnah Wal Jamaah, Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah,
(Jakarta: Syahamah Press, 2012)
24
manzilataini (tempat antara dua tempat). Aliran ini berpandangan bahwa seorang
muslim yang fasik tidak dikatakan mukmin dan tidak dikatakan kafir dan
diakhirat nanti dia akan kelak dineraka bersama dengan orang-orang kafir. Selain
aliran tersebut diatas muncul aliran Najjariyah, Karramiyah dan Wahhabi.
Berdasarkan data sejarah yang ada, setelah terjadinya fitnah pada masa
kholifah Utsman bin Affan kemudian aliran-aliran yang menyimpang dari
ajaran islam yang murni dan asli bermunculan satu persatu, maka pada periode
akhir generasi sahabat Nabi SAW istilah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah mulai
diperbincangkan dan dipopulerkan sebagai nama bagi kaum muslimin yang
masih setia kepada ajaran islam yang murni dan tidak terpengaruh dengan ajaran-
ajaran baru yang keluar dari mainstrem. Hal ini dapat dibuktikan dengan
memperhatikan beberapa riwayat yang menyebutkan bahwa istilah Ahlus Sunnah
Wal Jama’ah diriwayatkan dari sahabat Nabi generasi junior (sighor al-
shohabah) sepert Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Ibnu Sa’id al-Khurdi. Ibnu Abbas
(3SH-68H/619-688) mengatakan: “pada hari yang diwaktu itu ada muka yang
putih berseri dan ada pula muka yang hitam” (QS. Ali Imron: 106). Adapun
orang-orang yang wajahnya putih berseri, adalah pengikut Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah dan orang-orang yang berilmu. Sedangkan orang-orang yang wajahnya
hitam muram adalah pengikut bi’ah dan kesesatan.
Pada perkembangan selanjutnya, Ahlussunnah adalah kaum Asy’ariyyah
dan Maturidiyyah. Ibn Khaldun dalam kitab Muqaddimah menuliskan bahwa
produk-produk hukum yang berkembang dalam disiplin ilmu fiqih yang digali
dari berbagai dalil-dalil syari’at menghasilkan banyak perbedaan pendapat antara
25
satu imam mujtahid dengan lainnya. Perbedaan pendapat di antara mereka tentu
disebabkan banyak alasan, baik karena perbedaan pemahaman terhadap teks-teks
yang tidak sharîh, maupun karena adanya perbedaan konteks. Demikian maka
perbedaan pendapat dalam produk hukum ini sesuatu yang tidak dapat dihindari.
Namun demikian, setiap produk hukum yang berbeda-beda ini selama dihasilkan
dari tangan seorang ahli ijtihad (Mujtahid Muthlak) maka semuanya dapat
dijadikan sandaran dan rujukan bagi siapapun yang tidak mencapai derajat
mujtahid, dan dengan demikian masalah-masalah hukum dalam agama ini
menjadi sangat luas. Bagi kita, para ahli taqlîd; orang-orang yang tidak mencapai
derajat mujtahid, memiliki keluasan untuk mengikuti siapapun dari para ulama
mujtahid tersebut.
Dari sekian banyak imam mujtahid, yang secara formulatif dibukukan
hasil-hasil ijtihadnya dan hingga kini madzhab-madzhabnya masih dianggap
eksis hanya terbatas kepada Imam madzhab yang empat saja, yaitu; al-Imâm Abu
Hanifah an-Nu’man ibn Tsabit al-Kufy (w 150 H) sebagai perintis madzhab
Hanafi, al-Imâm Malik ibn Anas (w 179 H) sebagai perintis madzhab Maliki, al-
Imâm Muhammad ibn Idris asy-Syafi’i (w 204 H) sebagai perintis madzhab
Syafi’i, dan al-Imâm Ahmad ibn Hanbal (w 241 H) sebagai perintis madzhab
Hanbali. Sudah barang tentu para Imam mujtahid yang empat ini memiliki
kapasitas keilmuan yang mumpuni hingga mereka memiliki otoritas untuk
mengambil intisari-intisari hukum yang tidak ada penyebutannya secara sharîh,
baik di dalam al-Qur’an maupun dalam hadits-hadits Rasulullah. Selain dalam
masalah fiqih (Furû’iyyah), dalam masalah-masalah akidah (Ushûliyyah) para
26
Imam mujtahid yang empat ini adalah Imam-Imam teolog terkemuka (al-
Mutakllimûn) yang menjadi rujukan utama dalam segala persoalan teologi.
Demikian pula dalam masalah hadits dengan segala aspeknya, mereka
merupakan tumpuan dalam segala rincinan dan berbagai seluk-beluknya (al-
Muhadditsûn). Lalu dalam masalah tasawwuf yang titik konsentrasinya adalah
pendidikan dan pensucian ruhani (Ishlâh al-A’mâl al-Qalbiyyah, atau Tazkiyah
an-Nafs), para ulama mujtahid yang empat tersebut adalah orang-orang
terkemuka di dalamnya (ash-Shûfiyyah). Kompetensi para Imam madzhab yang
empat ini dalam berbagai disiplin ilmu agama telah benar-benar ditulis dengan
tinta emas dalam berbagai karya tentang biografi mereka.
Pada periode Imam madzhab yang empat ini kebutuhan kepada
penjelasan masalah-masalah fiqih sangat urgen dibanding lainnya. Karena itu
konsentrasi keilmuan yang menjadi fokus perhatian pada saat itu adalah disiplin
ilmu fiqih. Namun demikian bukan berarti kebutuhan terhadap Ilmu Tauhid tidak
urgen, tetap hal itu juga menjadi kajian pokok di dalam pengajaran ilmu-ilmu
syari’at, hanya saja saat itu pemikiran-pemikiran ahli bid’ah dalam masalah-
masalah akidah belum terlalu banyak menyebar. Benar, saat itu sudah ada
kelompok-kelompok sempalan dari para ahli bid’ah, namun penyebarannya
masih sangat terbatas. Dengan demikian kebutuhan terhadap kajian atas faham-
faham ahli bid’ah dan pemberantasannya belum sampai kepada keharusan
melakukan kodifikasi secara rinci terhadap segala permasalahan akidah
Ahlussunnah. Namun begitu, ada beberapa karya teologi Ahlussunnah yang telah
ditulis oleh beberapa Imam madzhab yang empat, seperti al-Imâm Abu Hanifah
27
yang telah menulis lima risalah teologi; al-Fiqh al-Akbar, ar-Risâlah, al-Fiqh al-
Absath, al-‘Âlim Wa al-Muta’allim, dan al-Washiyyah, juga al-Imâm asy-Syafi’i
yang telah menulis beberapa karya teologi. Benar, perkembangan kodifikasi
terhadap Ilmu Kalam saat itu belum sesemarak pasca para Imam madzhab yang
empat itu sendiri.
Seiring dengan semakin menyebarnya berbagai penyimpangan dalam
masalah-masalah akidah, terutama setelah lewat paruh kedua tahun ke tiga
hijriyah, yaitu pada sekitar tahun 260 hijriyah, yang hal ini ditandai dengan
menjamurnya firqah-firqah dalam Islam, maka kebutuhan terhadap pembahasan
akidah Ahlussunnah secara rinci menjadi sangat urgen. Pada periode ini para
ulama dari kalangan empat madzhab mulai banyak membukukan penjelasan-
penjelasan akidah Ahlussunnah secara rinci hingga kemudian datang dua Imam
agung; al-Imâm Abu al-Hasan al-As’yari (w 324 H) dan al-Imâm Abu Manshur
al-Maturidi (w 333 H). Kegigihan dua Imam agung ini dalam membela akidah
Ahlussunnah, terutama dalam membantah faham rancu kaum Mu’tazilah yang
saat itu cukup mendapat tempat, menjadikan keduanya sebagai Imam terkemuka
bagi kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah. Kedua Imam agung ini tidak datang
dengan membawa faham atau ajaran yang baru, keduanya hanya melakukan
penjelasan-penjelasan secara rinci terhadap keyakinan yang telah diajarkan oleh
Rasulullah dan para sahabatnya ditambah dengan argumen-argumen rasional
dalam mambantah faham-faham di luar ajaran Rasulullah itu sendiri. Yang
pertama, yaitu al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari, menapakan jalan madzhabnya
di atas madzhab al-Imâm asy-Syafi’i. Sementara yang kedua, al-Imâm Abu
28
Manshur al-Maturidi menapakan madzhabnya di atas madzhab al-Imâm Abu
Hanifah. Di kemudian hari kedua madzhab Imam agung ini dan para
pengikutnya dikenal sebagai al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah.
Penamaan Ahl as-Sunnah adalah untuk memberikan pemahaman bahwa
kaum ini adalah kaum yang memegang teguh ajaran-ajaran Rasulullah, dan
penamaan al-Jamâ’ah untuk menunjukan para sahabat Rasulullah dan orang-
orang yang mengikuti mereka di mana kaum ini sebagai kelompok terbesar dari
umat Rasulullah. Dengan penamaan ini maka menjadai terbedakan antara faham
yang benar-benar sesuai ajaran Rasulullah dengan faham-faham firqah sesat
seperti Mu’tazilah (Qadariyyah), Jahmiyyah, dan lainnya. Akidah Asy’ariyyah
dan al-Maturidiyyah sebagai akidah Ahlussunnah dalam hal ini adalah keyakinan
mayoritas umat Islam dan para ulama dari berbagai disiplin ilmu. Termasuk
dalam golongan Ahlussunnah ini adalah para ulama dari kalangan ahli hadits (al-
Muhadditsûn), ulama kalangan ahli fiqih (al-Fuqahâ), dan para ulama dari
kalangan ahli tasawuf (ash-Shûfiyyah).
Penyebutan Ahlusunnah dalam dua kelompok ini (Asy’ariyyah dan
Maturidiyyah) bukan berarti bahwa mereka berbeda satu dengan lainnya, tapi
keduanya tetap berada di dalam satu golongan yang sama. Karena jalan yang
telah ditempuh oleh al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari dan al-Imâm Abu Mansur
al-Maturidi di dalam pokok-pokok akidah adalah jalan yang sama. Perbedaan
yang terjadi di antara Asy’ariyyah dan Maturidiyyah adalah hanya dalam
masalah-masalah cabang akidah saja (Furû’ al-‘Aqîdah), yang hal tersebut tidak
menjadikan kedua kelompok ini saling menghujat atau saling menyesatkan satu
29
atas lainnya. Contoh perbedaan tersebut, prihal apakah Rasulullah melihat Allah
saat peristiwa Mi’raj atau tidak? Sebagian sahabat, seperti Aisyah, Abdullah ibn
Mas’ud mengatakan bahwa ketika itu Rasulullah tidak melihat Allah. Sedangkan
sahabat lainnya, seperti Abdullah ibn Abbas mengatakan bahwa ketika itu
Rasulullah melihat Allah dengan mata hatinya. Dalam pendapat Abdullah ibn
Abbas; Allah telah memberikan kemampuan kepada hati Rasulullah untuk dapat
melihat-Nya. Perbedaan Furû’ al-‘Aqîdah semacam inilah yang terjadi antara al-
Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah, sebagaimana perbedaan tersebut telah terjadi
di kalangan sahabat Rasulullah. Kesimpulannya, kedua kelompok ini masih
tetap berada dalam satu ikatan al-Jamâ’ah, dan kedua kelompok ini adalah
kelompok mayoritas umat Rasulullah Ahlussunnah Wal Jama’ah yang disebut
dengan al-Firqah an-Nâjiyah, artinya sebagai satu-satunya kelompok yang
selamat.
D. Ajaran Pokok Islam Aswaja
Ahlussunnah Waljama’ah, memiliki tiga ajaran pokok yang terdiri dari
ajaran akidah, fiqih syari’ah dan tasawuf. Konsep dasar ketiga ajaran tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1-Akidah Ahlussunnah Waljama’ah
Persoalan akidah ini bermula dari permasalahan tentang perbuatan
manusia dan kekuasaan Tuhan. Juga tentang sifat Tuhan, keadilan, melihat
Tuhan, kebaharuan dan kekekalan al-Qur’an. Pertentangan hebat antara
30
kelompok pun terjadi, dan di tengah pertentangan tersebut lahirlah
kelompokmoderat yang berusaha mengkompromikan keduanya beah pihak
yag ekstrem. Kelompok ini dipimpin oleh Abu Hasan al-Asyr’ari dan Imam
Abu mansyur al-Maturidi, yang dikenal sebagai golongan Ahlussunnah
waljama’ah.
Ciri khas kelompok ini adalah metode jaan tengah (tawasuth) diatara
kelompok-kelompok keagamaan yang berkembang, terutama kelompok
Jabariyah dan Qadariyah. Terkait perbuatan manusia dan keuasaan Tuhan, al-
Asy’ari berpandangan bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh Allah SWT,
namun manusia memiliki peranan dalam perbuatannya. Iniah yag disebutnya
sebagai kasb,yaitu kebersamaan kekuasaan manusia dengan perbuatan Tuhan.
Kasb memiliki makna keaktifan dan bahwa manusia bertanggungjawab atas
perbuatannya.Dengan konsep kasb ini al-Asy’ari menjadikan manusia selalu
berusaha secara kreatif dalam kehidupanya, akan tetapi tidak melupakan
bahwa Tuhanlah yang menentukan semuanya.
Kerja rasionalitas bagi al-Asyari tidak ditolak, tetapi dihormati sebagai
penerjemahan dan penafsiran wahyu dalam kerangka menentukan langkah-
langkah ke dalam peaksanaan sisi kehiduan manusia. Bagaimana pesan-pesan
wahyu dapat dilaksanakan oleh ummat manusia. Upaya pendamaian antara
naql dan aql dutujukan oleh al-Maturidi yangberpendapat bahwa suatu
keslahan apabila berhenti berbuat pada saat tidak ada nash. Sama juga salah
apabila larut tidak terkendali dalam menggunakan rasio. Menggunakan naql
31
sama pentingnya dengan menggunakan aql. Seba akal yanag dimiliki manusia
sama-sama berasal dari Allah, yangbahan Allah dalam al-Qur’an banyak
memerintahkan manusia untuk berfikir memahami segala realitas kehiduan
dengan akal.
Dalam masalah kekuasaan dan kemampua Tuhan, al-Maturidi
berpendapat bahwa kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan dibatasi oleh
Tuhan sendiri.jadi tidak mutlak. Meskipun demikian, Tuhan tidak dapat
dipaksa atau terpaksa berbuat apa yang dikehendaki-Nya.Karena manusia
diberi kekuasaan untuk memilih dalam berbuat, maka sesungguhnya
perbuatan tersebut tetap dimiliki oleh Allah. Sehingga perbuata manusia
sebagai perbuatan bersama antara manusia dan Tuhan. Allah yag
menciptakan dan manusia mengkasabkannya. Dengan begitu manusia yang
dikehendaki adalah manusia yag selalu kreatif, tetapi kreatifitasnya tidak
menjadikan makhluk menjadi sombong karena merasa mapu enciptakan dan
mewujudka perbuatan. Tetapi makhluk harus pandai bersyukur dan kreatif
selalu, sebab apapun perbuatannya tidak mungkin dapat terwujud tanpa
bantuan oeh Alllah sebagai pihak yang menguasai kehendak.9
Kelompok akidah aswaja menolak ajaran-ajaran akidah yang radika
dan keras, dan yang sering memaksakan ajaranya kepada masyarakat dengan
cara yang tidak santun. Seperti yang dilakukan oleh Muktazilah dan
Wahabiyah yang bila tidak sepaham atau tidak mau mengikutinya dituduhnya
9 Lihat TimPWNU Jatim, Aswaja an-Nahdliyah,(Surabaya: Khalista,2007), hlm.12-16
32
sebagai syirik, kufur, bid’ah dan sebagainya. Juga akidah aswaja ini menolak
kelompok-kelompok Islam yang bersifat eksklusif atau menutup diri dari
golongan mayoritas ini (jama’atul muslimin), dan tidak mau menerima dan
memberi masukan secara bersama-sama untuk kepentingan bersama ummat.
Prinsip akidah ini Ahlussunnah Waljama’ah tiada lain melestarikan hal lama
yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik, atau yang lebih dikenal
dengan istilah الاصلاح المحافطة على قديم الصالح والاخذ بالجديد .
2-Fiqih Ahlussunnah Waljama’ah
Pengamalan ajaran Islam, menuntut adanya pemahaman yang baik
supaya terhindar dari kesalahan dan penyelewengan. Pada zaman Rasulullah
bila ada persoaan bisa langsung bertanya kepada Rasulullah SAW. Pun pada
masa Sahabat dan tabi’in, kaummuslimi bisa langsung bertanya kepada para
sahabat dan kaum muslimin yang pernah tinggal dan hidup semasa dengan
Rasulullah SAW. Semenjak rasulpun, ada anjuran untuk menggunakan akal
pikir dalam memutuskan suatu erkara yang tidak dijelaskan oleh al-Qur’an
secara tegas. Penggunaan akal dengan tetap mengacu kepada metode
pengambilan hukum berdasarkan nash inilah yang kemudian disebutnya
sebagai metode ijtihad.
Metode ijtihad yang dilakukan oeh para sahabat, dan keudian
dilanjutkan oleh para tabi;in dan lalu tabiut tabi’in selalu mengacu kepada
pandangan sebelumnya yang bersifat meyakinkan atau muktabar, dan
33
didasarkan kepada kaidah –kaidah pengambilan hukum yang diakui
kebenarannya seperti adanya ilmu ushul fiqh, qawaid ushuliyyah dan
sebagainya. Orang-orang yang menggunakan pola ijtihad dalam memutuskan
hadis ii disebutnya mujtahid, dan model mujtahid dalam berijtihad inilah yang
kemudian melahirkan metode bermadzhab.
Dengan model madzhab, maka ajaran Islam dapat dikembangkan,
disebarluaskan dan diamalkan dengan mudah kepada semua lapisan dan
tingkatan ummat Islam. Dengan metode ini juga pewarisan dan pengamalan
ajaran Islam terpelihara kelurusan dan terjamin kemurniannya. Hal ini karena
ajaran Islam dipahami, ditafsiri, dan diamalkan dengan pola pemahaman dan
metode ijtihad yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Diantara
madzhab yang terkenal dan diakui kesahihan metodenya adalah empat
madzhab yaitu Hanfiah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanbaliyah.
Ada beberapa alasan mengapa ummat Islam harus bermadzhab,
diantaranya kualitas pribadi dan keilmuan mereka imam madzhab fiqih
tersebut sudah masyhur. Kedua, keempat imam madzhab tersebut merupakan
Imam Mujtahid Mutlak Mustaqil, yaitu Imam Mujtahid yang mampu secara
mandiri menciptakan manhaj al-fikr, pola, metode dan proses serta prosedur
pengambilan hukum dengan seluruh perangkat yang dibutuhkan. Ketiga,
keempat Imam tersebut telah memiliki pengikut setia atau urid yang secara
konsisten mengajar dan mengembangkan madzhabnya yang didukung oleh
kitab-kitab induk yang masih terjamin keasliannya hingga masa
34
ini.keempat,semua imam madzhab yang empat ini memiliki mata rantai
intelektual yang saling bersambug satu sama lainnya. Dan sambugan ini
sampai tersambug pada Rasulullah SAW.
Inilah karenanya Ahlussunnah waljama’ah akan selalu istiqmah dalam
mengamalkan ajaran syari’ah fiqhiyyah dengan mengikuti salah satu empat
madhab ini. Dalam rangka menjamin kebenaran dan kemurnain ajaran Islam
yang teah terbukti bersambug amaliah dan keilmuannya sampai pada
Rasulullah SAW. Prinsip pengamalan ajaran fiqih dengan bermadzhab akan
terhindar dari kecenderungan yang berlebihan kepada radikalisme dan juga
fundamentalisme. Terlebih dalam praktik pengamalan yang keras dan radikal.
Karena prinsip imam mazdhab ini adalah selalu menjaga keseimbangan,
keharmonisan dan akomodatif serta toleran terhadap perbedaan satu sama
lainnya.
3-Tasawuf Ahlussunah Waljama’ah
Dalam hal pendekatan diri kepada Allah dan untuk menemukan
kesejatiannya atau hakekat hidup yang sebenarya, maka tasawuf merupakan
satu disiplin ilmu yang digunakan ahlussunnah waljamaah. Metode tasawuf
mengantarkan manusia menemukan hakekat hidup, tujuan hidup dan metode
untuk sampai kepada pendakian spiritual dan rohani agar dapat mencapai
kesempurnaan. Pada ilmu tasawuf metode tersebut didasarkan kepada ajaran
a-Qur’an dan al Sunnah. Karenanya pengamalan ajaran tasawuf yang
35
dijalankan kaum Ahlussunnah waljama’ah sesuai denga ajaran al-Qur’an dan
alSunnah sebagaimana dicontohkan oleh Rasululah SAW.
Dalam ajaran Ahslussunnah waljama’ah, dianjurkan untuk mengikuti
salah satuu dari thariqah sebagai lembaga pengamalan tasawuf yang sudah
dirumuskan oleh para ulama yang sangat diakui kebeneran ajarannya. Standar
kebenarannya, baik sanad atau sambungan riwayatnya maupun matannya
sebagaimana hadis disebutya sebagai thariqah al-mu’tabarah.
Secara khusus, tasawuf dan thariqah yang diamalkan oleh
Ahlussunnah Wajama’ah adalah model moedarat akhaqi yang dimotori oleh
Abu Qasyim Juneid al-bagdadi, Abu Hamid al-Ghazali dan a-Qusyairi. Bukan
model tasawuf wujudiyyah yang cenderung rumit dan membuka peluang salah
paham bila tidak memiliki dasar keilmuan yang kuat. Pilihan kepada model
tarekat yang amali akhlaqi ala al-Ghazali ini bertjuan memberikan jaan tengah
diantara dua kelompok yang berbeda. Yaitu kelompok yang yang menyatakan
seteah seseorang mencapai tingkat hakekat, tidak lagi diperlukan engamalan
syari;ah fiqhiyyah. Disisi lain ada kelompok yang menyatakan bahwa tasawuf
merupakan penyebab kehancuran ummat Islam, sehingga mereka menolak
keberadaan ajaran tasawuf dan thariqah.
Ciri tasawuf yang diamalkan Ahlussunnah waljama’ah adalah
moderasi amaliah tersebut. Model ini memungkinan ummat Islam memiliki
hubugan langsung dengan Allah dan secara jama’ah dapat melakukan
36
kebaikan untuk kesejahteraan ummat. Dengan ini ummat Islam akan
diarahkan untuk memiliki kesalehan ndividu dan sosial sekaligus. Dengan
model moderat ala al-Ghazali dan Junied al-Baghdadi ini, ummat Isam
diharapkan lebih dinamis, dan dapat menghadapi berbagai tantangan
modernitas yang semakin problematik. Dengan model moderat ini akan
memudahkan Islam menerima berbagai hal baru yang ada di masyarakat dan
akomodatif terhadap tradisi, adaptif terhadap hal-hal yang baharu, dan
menghagai berbagai perbedaan atau pluralitas serta dapat bertindak secara
asah-asih-asuh. Iniah kunci keberhasilan para wali yang tanah air yang
menyebarkan Islam dengan mengimplementasian nilai-nilai tasawuf dalam
setiap langkah dakwahnya.
Dengan demikian untuk bidang tasawuf, aswaja memiliki ciri tidak
mencegah bahkan mengajurkan usaha, mencegah berlebihan dalam menilai
sesuatu, berpedoman pada akhlaq yang luhur, mengakui watak keberagamaan,
mengembangkan toleransi, bergaul dengan dasar toleransi. Dalam hal
berbudaya akhirnya aswaja memiliki sikap harus mensejajarkan kebudayaan
dengan norma agama, kebudayaan yang sejalan dengan Islam dikembangkan,
yang baik dijaga dan yang lebih baik dikembangkan, tidak berdakwah dengan
mengfonis, berdakwah dengan melihat sasaran dan tujuannya, dan
menghindari tindak kekerasan dan anarkhisne.
37
E. Nilai-Nilai Prinsip Ahlussunnah Waljama’ah
Dari uraian tentang ajaran dasar tersebut, dapat disarikan suatu tata nilai
yang menjadi kaidah dalam berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai
tersebut dikembangkan dalam aplikasi aswaja sebagai manhaj fikr atau metode
berfikir dan metode beramal dalam kesehariannya. Sebagaimana pandangan Said
Agil Siraj yang menyatakan bahwa aswaja adalah metode berfikir keagamaan yang
meliputi seluruh aspek kehidupan dan tuntutan yang dibangun atas dasar nilai
moderasi (tengah), keadilan dan saling toleran ( اهل السنة والجماعة هومنهج الفكر الديني
10. (الشامل على سؤون الحياة ومقتضياتها القائمة على اسس التوسط والاعتدال والتسامح
Diantara ciri aswaja sebagai manhaj fikr dan amali adalah (1) melakukan
reinterpretasi dalam mengkaji teks-teks untuk mencari konteksnya yang baru
(qiyas).(2) makna madzhab diubah dari bermadzhab secara tekstual (madzhab
qauly) menuju madzhab berfikir metodologis (madzhab manhaji), dari metode
istikhroj al-ahkam (mengeluarkan hukum/berfatwa) menjadi istimbath al-ahkam
(menetapkan hukum).(3) melakukan verifikasi mendasar terhadap ajaran yang
pokok dan cabang, (4) fiqih dihadiran sebagai etika sosial bukan hukum positif
dengan pendekatan mashlahat. Dari normatif partisipatoris menuju etis
emansipatoris. (5) melakukan pemahaman metodologi pemikiran filosofis
terutama dalam masalah-masalah sosial budaya.
10 Lihat ThalhahHasan, Aswaja,Pengertian dan Aktualisasinya...., hlm.84
38
Diantara niai-niai dasar perilaku golongan Ahlussunnah waljama’ah
adalah Tawassuth, Tasamuh, Ta’awun, Ta’adul dan Ishlahiyyah atau amar ma’ruf
nahyi munkar.
1.Tawassuth (moderat)
Yaitu sikap tengah dan adil dalam kehidupan, tidak memiliki
kecondongan ke ekstrim kanan maupun kiri. Berada ditengah dalam artian
tidak bersikap yang adil akomodatif dalam segala pilihan hidup. Hal ini
sebagaimana ayat Allah yang menegaskan:
سول عليكم شهيدا وما وكذ ة وسطا لتكونوا شهداء على الناس ويكون الر لك جعلناكم أم
بع الر ن ينقلب جعلنا القبلة التي كنت عليها إلا لنعلم من يت عقبيه وإن كانت علىسول مم
بالناس لر ليضيع إيمانكم إن ° وما كان ° ءوف رحيم لكبيرة إلا على الذين هدى °
Artinya: Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
Ahlussunnah Wal Jama’ah tidak menyukai kekerasan, permusuhan, dan
senantiasa menegakkan keadilan. Prinsip at-tawasuth dalam ajaran ini
diterapkan dalam segala bidang kehidupan yang meliputi: bidang akidah,
bidang syari’ah, dan bidang tasawuf.
39
Dalam bidang akidah ahlusunnah waljamaah berpegang teguh pada nash
sebagai pedoman utamanya dan menempatkan akal, ilmu dan filsafat serta
logika sebagai sarana pembantu untuk memahami nash, juga bersikap wajar
dalam menghadapi permasalahan, sehingga tidak terjerumus dalam sikap
ekstrim dalam memutuskan segala masalah. Secara garis besar ajaran
ahlusunnah waljamaah dalam bidang akidah dirumuskan dalam rukun iman
yang meliputi:
Imam Allah SWT, yang menurut ajaran ahlusunnah waljamaah, percaya
kepada Allah SWT SWT artinya mempercayai bahwa Allah SWT maha
kuasa, menciptakan, menguasai, dan mengatur alam semesta ini Allah SWT
mempunyai sifat yang tidak terbatas banyaknya, yaitu semua sifat jamal
(keindahan), sifat jalal (keagungan), dan sifat kamal (kesempurnaan). Dan
bagi setiap orang islam yang akil baligh wajib mengetahui 20 sifat wajib Allah
SWT dan 20 sifat mustahil serta 1 sifat jaiz Allah SWT.
Tentang malaikat, ahlusunnah waljamaah mengajarkan bahwa ada
sesuatu makhluk halus yang dijadikan Allah SWT dari nur (cahaya) tak
berayah dan tak beribu, tidak laki-laki atau perempuan, bernama malaikat.
Bagaimana hakikat dan bentuk malaikat itu hanya Allah SWT semata yang
tahu. Jumlah malaikat itu sangat banyak dan masing-masing mempunyai tugas
dari Allah SWT. Umat islam hanya diwajibkan mengetahui 10 nama malaikat
dan tugas-tugas utamanya.
40
Tentang kitab-kitab suci, ajaran pokok ahlusunnah waljamaah adalah
sebagai berikut: Allah SWT telah menurunkan beberapa kitab suci kepada
rasul-Nya, tetapi yang wajib diketahui hanya 4 kitab, yaitu: kitab zabur yang
diturunkan kepada nabi dawud, kitab taurat yang diturunkan kepada nabi
musa, kitab injil yang diturunkan kepada nabi isa, kitab al-qur’an yang
diturunkan kepada nabi Muhammad. Semua kitab suci tersebut isinya benar
dan tidak boleh diragukan.
Tentang utusan-utusan Allah SWT, ahlusunnah walajamaah
berpendapat bahwa Allah SWT telah mengutus para rasul kepada umat
manusia. Nabi dan rasul jumlahnya ada 124.000 orang, diantaranya ada 314
orang rasul. Nabi dan rasul yang pertama adalah nabi adam dan sebagai
penutup para rasul adalah nabi Muhammad sesudah nabi Muhammad tidak
ada lagi nabi dan rasul. Nabi dan rasul yang wajib diketahui adlah 25 orang.
Sedangkan tentang percaya kepada hari akhir artinya mempercayai
bahwa kehidupan di dunia ini pada saatnya pasti berakhir, manusia, binatang
pasti akan mati dan semua yang ada di dunia ini pasti akan rusak dan binasa.
Kemudin sesudah itu pasti ada kehidupan lagi yang abadi, manusia yang mati
dihidupkan kembali dan menerima pembalasan amal perbuatannya selama
hidup di dunia ini.
Pada aspek syariah dimaknai sebagai hukum yang ditetapkan Allah
SWT untuk hamba-Nya dengan perantaraan rasul-Nya. Dalam
perkembangannya para ulama’ memakai kata syari’ah diidentikkan dengan
ilmu fiqih. Kaum aswaja menetapkan hukum agama dengan jalan menggali
41
dalil-dalil al-qur’an dan assunah (hadis). Usaha dengan sungguh-sungguh
mencurahkan segala kemampuan , menggali dalil-dalil untuk menetapkan
suatu hukum yang disebut ijtihad. Kadang-kadang penggalian dalil al-qur’an
atau hadis itu ditempuh dengan jalan qiyas atau analogi.
Kata akhlaq merupakan bentuk jama’ dari kata arab “khuluq” yang
berarti tabiat, budi pekerti, watak, dan dalam pengertian umum sering
diartikan sopan santun atau etika, moral atau kesusilaan. Akhlaq yag luhur
akan menolak sikap-sikap at-thowur (teledor tanpa perhitungan) dan al-jubn
(penakut), at-takabbur watadollu (terlalu tinggi menilai diri sendiri atau
terlalu merendah), al-bukhl wal israf (bakhil dan boros). Imam al-Ghazali
memberikan arti akhlaq sebagai berikut: ”akhlaq adalah ungkapan tentang
sikap jiwa yang menimbulkan perbuatan dahulu”. Jadi akhlaq yang berupa
tingkah laku seseorang tersebut bersumber dari sikap batin atau jiwanya,
tingkah laku itu begitu saja muncul tanpa dipikir panjang oleh karena
dorongan batinnya dan telah dibiasakannya. Akhlaq memegang peranan
penting dalam kehidupan manusia, yang dapat membedakan manusia dengan
binatang. Sumber ajaran akhlaq menurut paham ahlusunnah waljamaah adalah
akhlaq dari nabi Muhammad SAW.
Akhlaq Rasullah SAW mempunyai cakupan yang sangat luas
sekali, yakni berbagai hal seperti sifat sabar, sederhana, rendah hati, jujur,
memgang teguh janji, suka menolong, dan lain-lain. Asal kata tasawuf, ada
yang mengatakan bersal dari kata “shala” yang artinya suci, ada pula yang
mengatakan berasal dari kata “shaff” berarti barisan dalam shalat dan ada pula
42
yang berpendapat berasal dari kata yunani “sophos” artinya hikmah, akan
tetapi tujuannya sama, yaitu memntingkan kebersihan batin. Orangnya disebut
sufi sedang ilmunya disebut tasawuf .
Sedangkan dalam hal pengamalan taswuf jelas mengambil model
yang tidak radikal ke wujudiyah dan juga tidak liberal yang enganggap rinagn
dan mudah atau ibahiyyah segala amal ibadah. Itulah tawasuth yang diambil
dengan merujuk kepada al-Ghazali dan Juned al-Bahgdadi
2. Ta’awun (saling tolong menolong)
Yaitu sikap dan sifat yang menyadari bahwa manusia tidak dapat
hidup dengan sendirinya, karena fitrahnya membutuhkan satu sama lainnya,
maka tolong menolong harus dilakukan dalam menghadapi segala hal yang
baik dan mewujudkan segala kebaikan pada tataran kehidupan sosial yang
ada. Prinsip saling menolong ini jelas diperintahkan dalam al Qur’an:
بعض يأمرون بالمعروف أولياء والمؤمنون والمؤمنات بعضهم
كاة لاة ويؤتون الز وينهون عن المنكر ويقيمون الص ويطيعون °
عزيز حكيم إن ° ئك سيرحمهم ° ورسوله أول
Arinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah Subḥānahu wa Ta’ālā: sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”(QS.9:71)
Juga ayat lain disebutkan:
43
تعاونواعلى البر والتقوى ولا وتعاونوا إن ° ثم والعدوان واتقوا ° على الإ
شديد العقاب
Artinya: ‘Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.(QS al-Maidah: 2)
Bahkan rasulullah SAW pun menegaskan pentingnya saling
menolong ini dalam suatuhadis yang menyatakan:
حدثنا مسدد حدثنا معتمر عن حميد عن أنس رضي الله عنه قال : قال مظلوما ) . ( انصر أخاك ظالما أورسول الله صلى الله عليه و سلم
قالوا يا رسول الله هذا ننصره مظلوما فكيف ننصره ظالما ؟ قال ( تأخذ فوق يديه )
Artinya:”Diriwayatkan dari Musadad, diriwayatkan dari Mu’tamar, dari Anas. Anas berkata: Rasulullah bersabda: Bantulah saudaramu, baik dalam keadaan sedang berbuat zhalim atau sedang teraniaya. Anas berkata: Wahai Rasulullah, kami akan menolong orang yang teraniaya. Bagaimana menolong orang yang sedang berbuat zhalim?” Beliau menjawab: “Dengan menghalanginya melakukan kezhaliman. Itulah bentuk bantuanmu kepadanya”.
3. Tasamuh ( toleransi)
Yaitu sikap saling menghormati perbedaan yang ada degan tidak saling
menjelakkan, tetapi saling meghormati dan menghargai. Hal ini sebagaimana al-
Qur’an menegaskan tidak ada paksaan dalam hal keagamaan.
44
شد من الغي فمن يكفر بالطاغوت ويؤمن ين قد تبين الر لا إكراه في الد فقد استمسك بالعروة الوثقى لا انف Áسميع عليم با صام لها و°
Artinya:”Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS.al-Baqarah:256)
Juga ayat tentang tidak bolehnya saling menghina
قوم عسى أن يكونوا خيرا يا أيها الذين آمنوا لا يسخر قوم من منهم ولا نساء من نساء عسى أن يكن خيرا منهن ولا تلمزوا أنفسكم
ولا تنابزوا بالألقاب بئس الاسم الفسوق بعد الإيمان ومن لم يتب فأولئك ون هم الظالم
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum yang lain, boleh jadi mereka yang di perolok-olokkan lebih baik dari mereka yang mengolok-ngolok. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mengolok-ngolokkan perempuan lain, boleh jadi perempuan yang diperolok-olokkan lebih baik dari pada perempuan yang mengolok-olok. Dan janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”. (QS. AI-Hujarat :11)
4. Ta’adul (Berbuat adil)
امين الله شهدآء بالقسط ولا يجرمنكم شنآن يآيها الذين آمنوا كونوا قوقوم على الا تعدلوا هو اقرب للتقو واتقوا الله قلى ان الله خبير بما
اجر عظيم. تعملون. وعد الله الذين امنواو غفرة و عملو الصلحت لا لهم م
45
١٠–٨والذين كفرواوكذبوا بايتنآ اولئك اصحب الجحيم. (الما ئدة:
Artinya:“ Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah maha teliti apa yang kamu kerjakan. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh, (bahwa) mereka akan mendapat ampunan dan pahala yang besar. Adapun orang-orang yang kafir mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka. “ (Q.S Al-Maidah [5]: 8-10)
Juga ayat yang perintah berbuat adil
حسان وايتائ ذى القربى وينهى عن الفحشاء ان الله يأمر بالعدل والام والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون. واوفوا بعهد الله اذا عاهدت
نقضوا الايمان بعد توكيدها وقد جعلتم الله عليكم كفيلا ان الله يعلم ولات ة انكاثا قلى ما تفعلون. ولا تكونوا كالتي نقضت غزلها منم بعد قو
خذون ايمانكم دخلام بينكم ا ة هي اربى من امة انما يبلوكم تت ن تكون ام٩٢ – ٩٠الله به قلى وليبينن لكم يوم القيمة ما كنتم فيه تختلفون ( النحل
Artinya:“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kamu dapat menggambil pelajaran. Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali. Kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan lain.[2] Allah hanya menguji kamu dengan hal itu, dan pasti pada hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisiahan itu. (Q.S An-Nahl [16]: 90-92)
46
5. Ishlahiyyah (perbaikan atau reformasi)
Adalah prinsip perbaikan yang harus terus dilakukan oleh pengikut
Ahlussunnah waljamaah dalam setiap bidang kehidupan. Keadaan yang tida
sesuai dengan prinsip keislaman harus diperbaiki dan yang sudah baik terus
dilakukan perbaikan ke arah yang lebih baik sesuai degan tuntutan jaman dan
keadaan. Bahkan istilah ishlahiyyah menuntut adaya suatu reformasi bagi suatu
bidang kehidupan yang memang mengharuskan adanya perbaikan mendasar dan
fundamental. Reformasi tersebut tersebut bisa menyangkut masalah akidah,
ibadah, epistemologi ilmu pengetahuan, bidang politik, ekonomi budaya dan sosial
serta yang lainnya. Secara prinsip hal yang baik, maka itulah yang akan dibea
sebagaimana kaidah yang enyatakan idha shahha al-mashlahah fahuwa madzhabi.
Hal ini sesuai dengan semangat al-Qur’an yang menjelaskan bahwa kita adalah
ummat yang bersudara dan karenanya harus saling memperbaiki , ayat 10 surat al-
Hujurat tersebut adalah:
لعلكم ترحمون إنما المؤمنون إخوة فأصلحوا بين أخويكم واتقوا °
Artinya:” orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”.
6. Amar Makruf Nahyi Munkar
Tata nilai ini mengajarkan ummat untuk memiliki kepedulian dengan sesama
dengan mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada hal-hal yang merusak
dan mengatarkan kepada kesengsaraan hidup. Anggota aswaja memiliki kewajiban
47
untuk memberikan peringatan kepada sesama dengan cara yang baik, santun dan
sesuai dengan kedaan masyarakat. Pelaksanaan prinsip nilai amar makruf nahyi
munkar ini tidak diperkenankan dengan cara yang kasar, radikal, merusak,
memaksa dan apalgi anarkhis. Maka pendekatannya juga harus lebih sosiologis
dan humanis.
Beberapa ayat al-Qur’an yang memerintahkan pelaksanaan nilai ini adalah:
ة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر ولتكن منك م أم
وأولئك هم المفلحون
Artinya:”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (Ali Imran: 104)
ة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر وتؤمنون كنتم خير أم
Áبا ◌
Artinya;”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”. (Ali Imran : 110)
لاة وأمر بالمعروف وانه عن المنكر واصبر على ما أصابك إن ذلك من يابني أقم الص
عزم الأمور
Artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah
48
terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. ( Surat Luqman : 17)
49
BAB III
AHLUS SUNNAH WALJAMA’AH DI BRUNEI DARUSSALAM
A. Sekilas tentang Negara Brunei Darussalam
Struktur Keislaman di Brunie Darusalam dapat dililhat dari beberapa aspek,
yaitu:
Pertama, Dalam sejarah, para Sultan Brunei itu dari dahulu hingga sekarang
kebanyakannya mempunyai kecenderungan yang kuat kepada agama. Ini dimulai
dari Sultan Sharif Ali, tokoh yang membawa Islam ke Brunei seterusnya menjadi
raja Brunei yang ketiga. Baginda merupakan pendakwah yang berkharisma,
berilmu dan bertakwa. Bakat kealimannya itu turun kepada anaknya Sultan
Sulaiman yang dibayangkan sebagai orang sufi, banyak beribadat. Puteranya
Sultan Bolkiah telkah menjelajah ke seluruh pulau Borneo, bahkan dikatakanj
sampai ke Jawa dan ke gugusan kepulauan Filipina. Sang putera, Abdul kahar
juga digambarkan sebagai sultan yang salih. Disambut pula oleh Sultan Saiful
Rijal yang berjasa mempertahankan negara Brunei dari penajajahan Spanyol.
Demikian juga Sultan Hasan, yang telah meninggalkan legasi yang besar
karena menjalankan opemerintahannya berdasarkan Hukum Kanun, siapa yagn
membina sistem adat istiadat beraja dan membina pertahanan negara dengan
senjata meriam di sekeliling istananya cukup dengan pengawalnya. Raja-raja
berikutnya demikian juga hingga ke zama Al-Marhum Sultan Haji Omar Ali
Saifuddien dan Kebawah Duli Yang Mulia Paduka Seri Baginda Sultan Haji
Hassanal Bolkiah sekarang. Mereka memiliki jiwa keislaman yang kuat.
50
Kaedahnya ialah, jika raja sebuah negara itu orang yang salih, maka rakyat yang
dipimpinj juga begitu. Karena raja itu selalu berperanan mencorakkan rakyatnya.
Kedua, yang mencorakkan Islam itu di Brunei adalah adanya sistem
pemerintahan secara tradisional yang mewujudkan barisan wazir-wazir, menteri-
menteri ugama (agama) yang teridiri dari Pehin Datu Seri maharaja sebagai ketua,
Pehin Datu Imam, Pehin Siraja Khatib, Pehin Tuan Imam dan Pehin Udana
Khatib, serta Pehin-Pehin Khatib. Kesemua mereka ini mempunyai peranan
dalam hal keugamaan di samping sultan sendiri sebgai ketua negara dan ketua
agama. Sistem ini berjalan dari dahulu hingga sekarang, sebab itu ugama di
negara Brunei Darusalam terpelihara.
Ketiga, ialah adanya perlembagaan Brunei 1959 yang dengan jelas
memaktubkan kedudukan Islam sebagai ugama resmi negara mengikut aliran Ahli
Sunah Wal Jamaah, madzhab Syafi’i. Inilah salah satu keistimewaan dalam
perlembagaan Brunei yang diciptakan oleh Al-Marhum Sultan Haji Omar Ali
Saifuddien. Dengan yang demikian Brunei menjadi negara Islam yang tulen,
tetapi sederhana. Selain itu jasa-jasa baginda menubuhkan sekolah ugama,
menubuhkan Undang-Undang Ugama dan Mahkamah Kadi, 1955, menubuhkan
Jabatan Hal Ehwal Ugama dan Majlis Ugama Islam. Sementara jasa-jasa
Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Baginda Sultan Haji Hassanal
Bolkiah antanya ialah menerusi titiah perisytiharan watiqah kemerdekaan Brunei
1984, penekanan kepada konsep Melayu Islam Beraja dan menubuhkan
Kementerian Hal Ehwal Ugama pada tahun 1986, telah meletakkan Hal Ehwal
Ugama pada tahun 1986, telah meletakkan Brunei benar-benar sebagai sebuah
Negara Islam.
51
Keinginan Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri baginda Sultan
dan Yang Di-Pertuan Negara Brunei Darusalam untuk menjadikan Negara Brunei
Darusalam sebagai sebuah negara Islam yang senantiasa memperoleh rahmat dan
eprtolongan Alloh, apat dilihat melalui usaha-usaha dan dasar pentadhbiran
Baginda. Perkara ini pernah Baginda titahkan pada sempena hari Raya Aidiladha
Tahun 1428 H bersamaan 19 Desember 2007, di Istana Nurul Iman:
“Brunei adalah negara yang selalu bersama-sama dengan Ar-Rahman
(Yang Maha Mengasihi) yagn senantiasa berhias dengan dzikir dan
menjadikannya sebagai rutin kebiasaan. Karena itu Alloh pun dengan
rahmat-Nya memalingkan kita dari sebarang kesusahan dan bencana
dari pelbagai anasir yang boleh merosakkan keamanan. Beta, Insya
Alloh akan terus berazam untuk menjadikan Brunei Darusalam sebagai
Negara Zikir yang senantiasa mengagungkan Allah, supaya kita selalu
berada dalam perhatian dan pemeliharaanNya, sesuai dengan janjiNya
di dalam surah al-Baqarah ayat 152, tafsirnya: ‘Kamu ingati Aku,
nescaya Aku akan mengingati kamu pula’
Dalam perkembangan pemeluk agama Islam di Brunei Darusalam bisa
dilihat sebagai contoh dari perkembangan tahun 1985-2910 dalam tabel berikut:
Tabel
Jumlah Pemeluk Agama Islam Brunei Darusalam 1985-2010
Tahun
Daerah
Brunei
Muara
Tutong Belait Temburong Jumlah
1985 190 59 116 57 422
52
1986 175 63 133 17 388 1987 144 70 110 12 336 1988 134 109 97 5 345 1989 174 55 104 12 345 1990 143 66 78 16 303 1991 170 113 118 19 420 1992 190 142 163 30 525 1993 211 208 121 24 564 1994 185 81 180 29 475 1995 168 72 80 31 351 1996 180 124 91 31 426 1997 223 153 144 81 601 1998 285 130 137 66 618 1999 219 102 99 47 467 2000 200 103 122 25 450 2001 260 124 101 19 504 2002 291 155 119 41 606 2003 284 124 103 35 546 2004 288 164 87 33 572 2005 260 88 116 32 496 2006 226 107 102 26 461 2007 238 122 94 8 462 2008 221 110 114 20 465 2009 234 125 153 21 533 2010 281 180 161 25 647
Perhatian pemerintah Brunei Darusalam di bidang agama juga diberikan
kepada para pemeluk Islam baru dengan program bimbingan agama., seperti pada
tabel berikut:
Tabel
Jumlah Pemeluk Islam Baru Yang Mengikuti Bimbingan
di Brunei Darusalam Tahun 1989-2010
Tahun
Nama Kursus
Bimbingan
Pengenalan
Islam 10 Hari
Skim
Bimbingan
Asas 14 hari
Skim
Bimbingan
Lanjutan (I)
Skim
Bimbingan
Lanjutan (II)
1989 46 - - - 1990 181 209 - -
53
1991 278 245 - - 1992 383 236 76 - 1993 402 235 80 - 1994 406 229 66 - 1995 297 205 68 - 1996 323 207 63 - 1997 448 221 74 - 1998 444 272 71 - 1999 472 284 75 - 2000 394 278 90 - 2001 430 253 86 - 2002 484 249 83 - 2003 454 259 92 - 2004 501 245 87 - 2005 446 236 91 47 2006 372 207 86 47 2007 416 207 73 43 2008 430 116 64 74 2009 450 136 77 27 2010 534 137 81 46
B.
Selain bimbingan agama, pemerintah Brunei Darusalam juga memberikan
bantuan kepada para pemeluk agama yang baru terkait dengan kehidupan
perekonomian mereka, seperti dalam tabel berikut:
Tabel
Bantuan Pusat Dakwah Islamiyah kepada Pemeluk Islam Baru
Tahun 1992-2010
Tahun
Rumah
Ijin Generato
r
Tangki Air
PAM Air
Mesin
Jahit
Ku bota
Mesin Rumput Sikut
Bahan Binaa
n
Ijin Motor
Sangkut
Kalbat
Pendawaian Elektr
ik
Keperluan Asas
1993 4 20 14 10 - - - 17 - - - - 1994 3 15 8 - - - - 8 - - - 8 1995 3 11 12 1 - - - 11 - - - 8 1996 1 24 8 - - - - 10 - - - 22 1997 11 24 5 - - - - 13 - - - 39 1998 - - - - - - - 5 - - - 45 1999 - - - - - - - 2 - - - 52 2000 8 - - - - - - 1 - - - 73 2001 7 8 1 1 - - - 2 - - - 96 2002 8 7 - - 1 - - 2 - - - 126 2003 7 8 2 2 - - - - - - -- 147
54
2004 6 4 12 - 2 6 6 11 1 1 - 113 2005 - 9 12 - - 4 4 1 - - - 171 2006 10 6 - - - - - - - - - 129 2007 6 1 - 1 1 1 1 3 3 1 2 181 2008 - 10 3 - - 2 2 - - - 1 127 2009 - 6 1 - - - - - - - - 156 2010 - 6 2 - - - - 2 - - - 163
Bantuan pembimbingan agama seperti yang telah tersebut dalam tabel
telah membantu memantabkan peningkatan kualitas hidup beragama pemeluk
Islam yang baru dan menaikkan tahap sosio ekonomi dan kehidupan mereka.
Selain perhatian fisik, kegiatan ceramah juga menjadi perhatian khusus bagi
pemerintah Brunei Darusalam, sebagaimana dalam tabel berikut:
Tabel
Jumlah Ceramah Tahun 1995-2010
Tahun
Jenis Ceramah Hari Kebesaran
Islam (I) Semasa (II) Mingguan (III) Bulanan (IV)
1995 521 194 9 26 1996 548 197 11 30 1997 552 221 15 29 1998 631 181 11 45 1999 684 914 45 40 2000 514 201 12 13 2001 500 511 61 36 2002 644 261 19 74 2003 514 837 - 52 2004 500 1,077 48 39 2005 630 1,130 53 126 2006 561 799 49 73 2007 582 479 87 87 2008 676 170 80 56 2009 802 296 147 147 2010 941 290 118
55
Mulai tahun 1990, Pusat Dakwah islamiyah telah mengupayakan
terbitan-terbitan rancangan agama harian dan mingguan untuk siaran rangkaian
radio Inggris dan Tiong Hwa. Pada tahun 1993, Pusat Dakwah Islamiyah
bukan saja telah berhasil menerbitkan rancangan-rancangan bermusim untuk
rangakaian-rangkaian radio tersebut, bahakan berhasil meningkatkan frekuensi
terbitan harian dan mingguannya masing-masing dari 1 kali sehari hingga 3
kali sehari dan seminggu.
Khusus mengenai materi dari bacaan atau buku, asesoris, peralatan dan
sebagainya yang dibawa dari luar negeri, dijual dan diedarkan akan diseleksi
terlebih dahulu untuk memastikan isinya tidak bertentangan dengan ajaran
Islam khususnya Ahlu Sunah Wal Jamaah serta tidak menimbulkan kekacauan
atau kegelisahan di kalangan masyarakat.
Pemerintah Brunei juga sangat memperhatikan potensi para pelajar
penghafal Al-Qur’an maupun yang sedang belajar ilmu tafsir, dengan
menyediakan penerbitan tafsir Darusalam. Di bawah pantauan Duli Yang
Maha Mulia Paduka Seri baginda Sultan dan Yang Di-Pertuan Negara Brunei
Darusalam sewaktu berangkat meninjau ke beberapa buah institusi pendidikan
ugama pada hari Kamis 18 Safar 1428/ 08 Mac 2007 telah mendapati
penuntut-penuntut yang sedang belajar Al-Qur’an menggunakan tafsir Al-
Qur’an dalam bahasa Indonesia susunan Departemen Agama Republik
Indonesia edisi Arab Saudi.
Melalui warkah Baginda kepada Menteri hal Ehwal Ugama, bil: HPPO
4/1981/ III bertarikh 17 Mac 2007 antara lain baginda menitahkan “8 Buku
tafsir Al-Qur’an yang digunakan perlu dipelbagaikan dan tidak terhad kepada
56
satu versi saja. Perlu difikirkan untuk menyediakan versi yang dihasilkan oleh
Brunei Darusalam sendiri.”
Untuk mendukung keinginan Yang Maha Mulia tersebut, sebagian
Mushaf Brunei Darusalam dan Terjemahannya telah dan akan ditindaklanjuti
kepada institusi pengkajian Islam dan masjid-masjid di seluruh negara. Empat
jilid (Juz 1-12) telah diterbitkan. Ini bertujuan untuk memudahkan para murid
membaca Mushaf Brunei Darusalam dan terjemahannya ini dalam memahami
kandungan Al-Qur’an dan seterusnya menghayati dan menjadikannya sebagai
panduan untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat
B. Konsep Aswaja Brunei Darussalam
1. Pengertian Ahli Sunnah wal Jama’ah di Negera Brunei Darussalam
Ahl Sunnah Waljama’ah di Brunei Darussalam, dipahami sebagai
suatu standard pemahaman agama Islam yang mengandung aspek nilai yang
mulia dan murni (tulen), karena ia merupakan pendekatan pemahaman Islam
yag di pegang oleh umat Islam pada zaman Rasulullah SAW bersama sahabat
Baginda. Karenanya tidak perlu diperdebatkan siapa pendiri Ahl Sunnah
Waljama’ah, sebab ia bukan organisasi yang diciptakan atau didirikan. Ia
merupakan kumpulan ummat Islam mayoritas (al-sawad al-‘adham) yang
senantasa tampil menilai dan mewaspadai kumpulan-kumpulan umat Islam
yang lain yang mencoba menimbulkan hal-hal yang bertentangan dengan
ajaran agam Islam yang sebenarnya.1
1 Lihat Syamsul Bahri Andi Galigo, Pengenalan Ahli Sunnah Waljam’ah;
Sejarah,Pendekatan dan Pemahaman, (Negara Brunei Darusalam: KUPU-SB Pusat Pengkajian Kefahaman Ahli Sunnah Waljamaah, 2012), hlm.24
57
Dalam Bahasa Arab kata ahli dimaknai sebagai keluarga, kerabat,
famili dan pemiliki. Mengikut pendapat al-Razi, ahli bermakna pemeluk satu-
satunya aliran atau pengikut mazhab jika dikaitkan dengan aliran atau
madzhab. Menurut Syamsul Bahri (2008), kata ahli merupakan badal nisbah,
sehingga jika dikaitkan dengan perkataan sunnah mempunyai arti orang yang
berfahaman ahli sunnah. Dalam kamus Lisan al Arab perkataan sunnah berari
sayr. Sementara dalam pengertian istilah sunnah artinya pedoman hidup
Rasulullah SAW dan juga para sahabat, baik berupa ilmu pengetahuan,
keyakinan, kepercayaan, perkataan, perbuatan, danajaran-ajaran sunnah
tersebut wajib diikuti dan ditaati oleh ummah. Sedangkan kata jamaa’ah
bermakna penggabungan sesuatu dengan yang lainnya.
Bekas Mufti Kerajaan, Negara Brunei Darussalam al-Marhum Haji
Ismail bin Omar Abdul Aziz, menyatakan bahwa bahwa perkataan ahli
bermakna orang yang memegang dan mengamalkan. Dan al-sunnah
bermakna perjalanan Rasulullah Sallahu ‘Alihi Wassallam dan perjalanan
sahabat-sahabat Baginda Radhiallah ‘anhu, sedangkan yang dimaksud
jama’ah adalah sekumpulan ummat Islam yang berpegang dan beramal
dengan perjalanan Rasulullah SAW serta berpandukan ajaran Rasulullah
SAW.2
Dari segi istilah, Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah satu golongan
yang mengikuti sunnah Nabi dan para sahabat Baginda serta jama’ah ummat
Islam. Golongan ini juga dikenal sebagai sunnis atau sunnites oleh
masyarakat Barat. Menurut al-Imam Abu Muzaffar al-Isfirayini menyatakan
2 Haji Ismail bin Omar Abdul Aziz, Ringkasan Akidah Ahli Sunnah Wal Jama’ah, cet. Kedua
(Brunei Pusat Dakwah Islamiah, 1994), hlm.1
58
bahwa Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah mereka yang mengikuti perjalanan
Nabi Muhammad SAW dan juga para sahabat Baginda dan menggunakan
segala hadits sahih serta tsabit dari pada mereka.3
Ibn Hazm, yang dikutip oleh tim Pusat Pengkajian Pemahaman Ahli
Sunah, menyatakan bahwa Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang juga disebut
sebagai ahlu al-Haq dan ahlu al-Hadits adalah dari kalangan sahabat-sahabat
Baginda Rasulullah SAW dan semua yang mengikut perjalanan mereka dari
kalangan tabiin, kemudian ahli hadits dan yang mengikuti jejak mereka dari
kalangan fuqaha’ sejak zaman berzaman sehinggalah hari ke hari ini dan
sesiapa yang mengikuti mereka dari kalangan orang awam baik dari timur
atau barat.4
Dengan mengutip pandangan Syekh Nasir bin Ali, Ahlus Sunnah
Wal Jama’ah dimaknai sebagai mereka yang berpegang teguh dengan ajaran-
ajaran yang dibawa oleh al-Qur’an dan Sunnah, dan beriltizam pada
kedua=duanya baik dalam peraturan dan pengamalan. Akidah yang mereka
anuti ini bertepatan dengan apa yang dibawa oleh al-Qur’an, Sunah dan juga
bertepatan dengan akidah yang dibawa oleh para sahabat Baginda Rasulullah
SAW dan juga para tabiin serta mereka yang mengikuti jejak pada tabiin.
Berdasarkan berbagai penpadat di atas, dapat disimpulkan bahwa
golongan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ialah golongan yang mengikuti
perjalan nabi Muhammad Sallah ‘Alihi Wassalam dan juga sahabat-sahabat
Baginda.
3 Pusat Pengkajian Kefahaman Ahli Sunnah Waljamaah, Kefahaman Ahli Sunnah Wal
Jama’ah; Isu dan Cabaran di Nusantara, (Kolej University Perguruan Ugama Seri Bagawan: Brune darussalam, 2011), hlm. 6-7
4 Pusat Pengkajian Kefahaman Ahli Sunnah Waljamaah, Kefahaman.....hlm. 7
59
Golongan ini telah diabadikan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya
sebagai berikut yang artinya “akan kekal segolongan daripada ummatku
yang bepegang teguh pada kebenaran dan tidak berganjak dari keaslian
agamnya hingga ke akhir zaman”. “ Mereka itu adalah ummat Islam yang
berpegang teguh pada ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW dan diamalkan oleh sahabat baginda” (HR. Imam Tirmidzi dan al-
Hakiem).
Dengan demikian ciri-ciri golongan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
adalah sebagai berikut:
a. Berpegang teguh kepada ikatan Allah (habl mina Allah) yaitu al-
Qur’an dan al-Sunnah, mengikuti tafsiran dan pemahaman para
ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
b. Menjadikan Rasulullah SAW dan para sahabatnya sebagai
pegangan dalam mengamalkan ajaran agama Islam mengikuti
panduan hadits dan athar para ulama salaf.
c. Berpandukan kepada metodologi dan pendekatan mazhab Imam
Syafi’i atau madzhab-madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang
lain dalam membahas masalah-masalah fiqih (ibadah dan
muamalah).
d. Berpedoman kepada metodologi dan pendekatan Imam Abu
Hasan Ash’ari dan Imam Abu Mansur al –Maturidi dan ulama
yang mengikuti keduanya dalam membahas prinsip-prinsip
Aqidah Islamiyah.
60
e. Menghidupkan pelbagai syiar Islam yang boleh memantapkan lagi
ketaqwaan dan keimanan ummat Islam.
f. Memelihara nilai-nilai murni individu dan masyarakat berteraskan
nilai-nilai Islam yang mulia.5
2. Dasar Pemahaman Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Pahaman Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang dijadikan
pegamangan bagi masuyarakat Brunei Darussalam, telah dikenal
secara pasti bersumberkan pada al-Qur’an dan al-Sunnah. Ia teradum
dan terbina dari nas-nas dan dalil-dalil syara’ yang sahih. Ia juga
terbukti sebagai dasar dan pegangan beragama yang berjaya, sehingga
mampu menjadikan ummah dan negara benar-benar sejahtera.
Maka oleh karena itu, bagi tujuan pengukuhan bagi
kefahaman Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di Brunei Darusslam,
dibentukkalh dan diresmikanlah oleh Kerajaan Pusat Pengkajian
Kefahaman Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, yang berada pada Kolej
University Perguruan Ugama Seri Begawan (KUPU). Hal ini
dianggap penting untuk dipelajari, dipahami dan dijadika pegangan
bagi masyarakat dan ummat agar dapat mencapai keselamatan dan
kesejahteraan.
Dengan demikian, dasar Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di Brunei
Darussalam adalah al-Qur’an dan al-Sunnah yang tidak lagi bisa
ditawar tawar lagi. Segala tingkah laku lahir dan bathin selalu
berdasarkan kepada kedua dasar tersebut. Karenanya Ahlus Sunnah
5 Seri Panduan Kefahaman Ahli Sunnah waljamaah, Memahami Ahli Sunnah Waljamaah dan
Menghindari Penyelewengannya, (Pusat Pengkajian Kepahaman Ahlus Sunnah Waljamaah: Brunei darussalam, 2014), hlm. 2-3
61
Wal Jama’ah di Brunei Darussalam meyakini bahwa rukun Iman itu
secara sempurna adalah enam perkara; iman pada Allah,
Rasul,Malaikat, Kitab, Kiamat dan qadha dan Qadar. Hal ini berbeda
dengan aliram Syiah yang hanya 5 aspek saja rukun iman itu (tauhid,
adil, kenabian, imam dan hari kiamat), demikian juga Muktazilah
(tauhid, adil, al-manzilah baein manzilatain, al-wa’d wal waid, amar
makruf nahyi mungkar). Keyakinan rukun iman yang enam tersebut
jelas berdasarkan hadis yang muktabar dari Rasulullah SAW.
Dalam hal ketuhanan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di Brunei
Darussalam meyakini Allah yang satu tidak diperanannkan dengan
segala sifat dan nama-nama sebagaimana pada al-Asma al-Husna.
Dalam hal kenabian meyakini Nabi Muhammad sebagai khatamul
anbiya wal mursalin sehingga menilak kenabian setelah Rasulullah
SAW sebagaimana agama Qadiyani yang meyakini Mirza Ghulan
sebagai nabi. Dalam hal kitab karenanya hanya meyakini al-Qur’an
sebagai pembimbing yang terlengkap dan tidak ada duanya.
Sementara kitab-kitab terdahulu sudah terselewengkan dan diubah
sesuai dengan selera para pengikut dahulunya.
Selain rukun Iman, Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di Brunei
Darussalam juga berpegang teguh pada prinsip keislaman atau rukun
Islam yang lima. Sebagaimana didasarkan kepada hadis Rasulullah
SAW yang diriwayatkan Bukhori Muslim. Dimulai dari Syahadah,
sholat sebagai lanjutan syahadahnya, membayar zakat, melaksanakan
62
puasa di bulan Ramadhan, dan melaksanakan haji ke Betullah bagi
yang memiliki kemampuan.
Rukun Iman dan Rukun Islam inilah yang menjadi pegangan
bagi muslimin dan muslimat Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di Brunei
Darussalam, dimana yang berpegang secara teguh akan membawa
kepada keamanan, kesejahteraan, dan ketenteraman lahir dan bathin
pengamalnya. Karena inilah maka kedua hal ini, menjadi dasar
pengajaran dan pendidikan yang wajib diberikan pada lembaga
pendidikan baik formal maupun informal di Brunei Darussalam.6
3. Kedudukan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di Brunei Darussalam
Keunikan Negara Brunei Darusslam dalam memartabatkan
kefahaman Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sangat kuat sebagaimana
Negara Brunei Darussalam mengukuhkan secara resmi bahwa agama
resmi bagi Nagera Brunei Darussalam adalah agama Islam menurut
paham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Sebagaimana hal ini termaktib
dalam Perlembagaan Negari Brunei tahun 1959 bab 3 (1).
Dalam titah Pemasyhuran Kemerdekaan Negara Brunei
Darussalam pada 1hb Januari, 1984 Masehi bertepatan dengan 27hb.
Rabiul Awal 1404 Hijriyah, perkara tersebut sekalilagi ditegaskan oleh
Duli Yag Maha Mulia Paduka seri Baginda Sultan Dan yang Di-
Pertuan Negara Brunei Darussalam yang menyatakan bahwa:
“.......Negara Brunei Darussalamadalah dan dengan izin serat
limpahan kurnia Allah Subhanahu Wataala, akan untuk selama-
lamanya kekal menjadi sebuah Negara Melayu Islam beraja yang
Merdeka, Berdaulat dan Demokratik kepada ajaran-ajaran Ugama
6 Pusat Pengkajian Kefahaman Ahli Sunnah Waljamaah, Kefahaman.....hlm. 13-16.
63
Islam menurut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan dengan berasakan
keadilan dan amanah dan kebebasan, dan dengan petunjuk serta
keredaan Allah SWT”.
Titah ini menjadi dasar bagi masyarakat sepanjang masa
bahwa agama resmi yang dianut negara adalah Islam dengan haluan
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Dasar ini tercatat dalam lembaran negara
Majelis Tertinggi Kebangsaan Melayu Islam Beraja yang secara tegas
menyatakab bahwa “agama resmi negara adalah agama Islam menurut
akidah Ahlus Sunnah Wal Jama’a, madzhab Syafi’i yang dihayatai
menjadi cara hidup yang lengkap, sempurna dan unggul.
Dengan demikian di Brunei Darussalam agama Islam bukan
saja menjadi agama resmi negara, bahkan pegangan akidah Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah juga disytiahrkan sebagai pegangan resmi
masyarakat Islam di negara ini selain berpegang kepada madzhab Imam
Syafi’i dalam masalah fiqih. Hal ini berari semua paham keagamaan
dalam Islam seperti syi’ah, wahabi, khawarij, bathiniyah dan sebagai
tidak dapat diterima di negara Brunei Darussalam.
Sudah terbukti diakui dan dirasakan masyarakat, bahwa
pengamalan ajaran Islam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di negara ini
sebagai pegangan hidup masyarakat seluruh negeri, telah memberikan
dampak positif bagi stabilitas dan kemakuran ummat serta dapat
mempersatukan berbagai kecenderungan masyarakat. hal ini sebagai
mana dinyatakan secara tegas oleh Baginda Raja Sultan Hassanah
Bolkiah bahwa selama ini pengamalan paham Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah telah terbukti mengantarkan masyarakat kepada persatuan
64
dan telah berhasil menghindarkan diri dari perpecahan dan perselisihan
dalam perkara-perkara agama. Karenanya tidak akan dibiarkan
penyebaran faham apapun selain paham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Bila ada indiksi perkembangan faham-faham yang tidak ssuai
dengan pagam agama negara, maka negara menganbil tindakan keras
memberantasnya baik melalui undang-undang negara maupun dengan
berbagai upaya untuk melakukan pencegahan bagi perkembangan
paham lain di seleuruh tanah negeri Brunei.7
4. Cakupan Paham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
a. Bidang Akidah
Akidah Ahli Sunnah Wal-Jamaah artinya kepercayaan, keyakinan
yang dianut oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat baginda.
Asalnya ia belum tersusun secara rapi. Tetapi kemudianya dikumpulkan,
disusun dan dirumuskan dengan rapi oleh seorang ulama Ushuluddin yang
agung, yaitu al-Syaikh Abu Hasan Ali al-Asy’ari, yang eninggal pada
tahun 324 Hijriyah. Dan juga seorag ulama lagi yang turut terlibat
bernama Abu mansyur Al-Maturidi yang meninggal pada tahun 333
Hijriyah, sebagaimana diungkapkan oleh al-Ghazali dalam Ihya yang
artinya: apabila disebut kaum Ahli Sunnah, maka maksudnya adalah
orang-orang yang mengikuti al-Asy’ari dan al-Maturidi.8
Pandangan akidah ini mendasarkan kepada hadis Nabi SAW
tentang kewajiban memegang pedoman sunnah, sebagaimana hadis yang
7 Pusat Pengkajian Kefahaman....hlm.5-6.
8 Haji Awang Abdul Aziz bin Juned, Mufi Kerajaan Brunei, Aqidah Ahli Sunnah wal
Jamaah Penyelemat Ummah, (Brunei Darussalam: Jabatan Mufi Kerajaan, 2011), hlm. 4-5.
65
artinya “maka barang siapa yang hidup lama diantara kamu selepasku,
niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak. Pada saat itu kamu
berpeganglah pada sunnahku dan sunnah Khulafaurrasyidin yang dieri
petunjuk, kamu peganglah ia dan gigit dengan geraham kamu” (Riwayat
Abu Daud).
Juga hadis tentang perpecahan ummat, yang artinya:”
Sesungguhnya Bani israil itu berpecah sampai 72 golongan dan ummatku
pula akan berpecah menjadi 73 golongan. Semuanya itu masuk neraka
keuali satu golongan saja. Bertaya para sahabat: siapa yag satu golongan
tersebut wahai Rasulullah?, Rasul menjawab yang satu itu adalah yang
berpegang dengan peganganku dan peganagan para sahabatku. Dalam
riwayat lain disebut yang selamat itu adalah golongan Ahli Sunnah wal
Jama’ah”.
Golonga Ahli Sunnah Wal-Jamaah telah secara bulat berpandangan
dan berucap satu kata Tiada Tuhan Selain Allah dan nabi Muhammad
adalah utusan Allah, juga bulat dalam keyakinan akan adanya alam ghaib,
hari akhir, alam kebangkitan, perkumpulan di padang mahsyar, pahal da
dosa serta timbangan, berjalan pada syirat al-mustakim, orang baik masuk
surga dan orang durhaka akan masuk neraka.9
9 Haji Awang Abdul Aziz bin Juned, Mufi Kerajaan Brunei, Aqidah Ahli Sunnah.....hlm.9
66
Islam bagi orang Brunei adalah Islam Ahlis Sunnah wal-Jama’ah
yang menjamin adanya keselamatan, mendorong kepada kesejahteraan dan
keadilan yang merata bagi seluruh ummat dan dunia.10
Dalam pandangan Ahlis Sunnah wal-Jama’ah, Islam memiliki
beberapa pokok ajaran dasar agama yang biasa disebut sebagai rukun
agama atau arkan al-din. Rukun ini memiliki konsekwensi yang fatal
kalau ditinggalkan atau tidak dilaksanakan, yang menyebabkan suatu
perkara yang dilakukan menjadi tidak sah. Sebab makna rukun itu sendiri
adalah sesuatu yang merupakan sebagian dari suatu perkara yang karena
kewujudannya maka wujudlah perkara itu, manakala sekiranya ia tidak
wujud, maka tidak wujudlah perkara itu. Rukun agama tersebut terdiri dari
dasar-dasar ke-Islaman yang mencakup 5 bidang, dan keimanan yang
menakup 6 aspek keimanan. 11
Dengan demikian pendekatan Ahlis Sunnah wal-Jama’ah di Brunei
darussalam pada bidang akidah adalah pemahaman yang di bawa oleh al-
Asy’ari dan al-Maturidi. Bahkan aliran ini bagi sebagian ulama Brunei
merupakan sinonim dengan Ahlis Sunnah wal-Jama’ah (ASWJ). Hal ini
didasarkan kepada pendapat Imam al-Subkhi dalam kitab Syarh al’Aqidah
Ibn al-Hazb dan al-Zabidi dalam Ittihad al-Sadat al-Muttaqin. Dan juga
diperkuatkan oleh para ulama Brunei Darussalam seperti Mantan Mufti
Kerajaaan Shihab al-Samahah Ustadz Haji Ismail Umar Abdul Aziz,
Mantan Menteri Hal Ehwal Ugama Brunei Uztaz Dr.Haji Mohd. Zein bin
10 Haji Awang Abdul Aziz bin Juned, Mufi Kerajaan Brunei, Aqidah Ahli Sunnah.....hlm.18
11 Kamaluddin Nurdin Marjani, “Beza Akidah Ahlussunnah waljama’ah dengan Syi’ah”, dalam Jurnal Kefahaman Ahli Sunnah Waljama’ah, No.02 Juni 2012,(Brunei Darussalam: Pusat Pengkajian Kefahaman Ahli Sunnah Waljama’ah, 2012), hlm. 26-54
67
Haji Serudin, dan DR. Uztadz Haji Awang Abdul Aziz bin Juned Mufti
Kerajaan.12
Kedua aliran ini, al-Asy’ariyah dan al Maturidiyah, cukup terkenal
mendapatkan tempat di kalangan masyarakat Islam Brunei, karena
kesederhanaannya dalam memahami akidah berdasarkaan al-Qur’an dan
al-Sunnah. Kesederhanaan dalam arrti menerima pendekatan salaf dan
pendekatan akal dalam memehami teks atau nushus agamaa tetapi tidak
sampai ke tahap melampui dan ekstrem terhadap akal sebagaimana aliran
Muktazilah, dan tidak juga tidak menerima manhaj literal dan beku dalam
memahami akidah Islam seprti yang diyakaini oleh golongan Mujassim
dan Karomah. Kedua pendekatan ini berjalan sealiran dan tidak
mempunyai perbedaan dalam menyelesaikan masalah akidah dan
khususnya ushul akidah.
Selain itu model keberagamaan al-Asy’ari juga mengajak
masyarakat Islam memberikan perhatian dan tempat kepada peranan akal
dalam mengukuhkan agama dan akidah yang dinyatakan oleh teks agama.
Dengan adanya perpaduan antara akal dan nash atau panduan antara aql
dan naql, maka akan lebih mudah meningkatkan pemahaman masyarakat
Islam tentang akidah dan sekaligus memudahkan penyebaran kepada
masyarakat yang belum mengenal Islam.
Namun demikian al-Asy’ari dan Maturidi tetap menempatkan nash
atau naql di atas akal. Hal ini untuk menghindari bila ada perselisihan
12 Pusat Kengkajian Kefahaman Ahlis Sunnah wal-Jama’ah, ....hlm.8
68
antara akal dengan nash al Qur’an atau Sunnah dalam suatu perkara
akidah, maka nash harus lebih diutamakan karena posisinya yang lebih
tinggi dan lebih otoritatif dalam suatu dasar keputusan. Peranan akal dapat
dikatakan sebagai pelengkap yang berkhidmat kepada nash dalam
menjelaskan hakekat kebenaran akidah, dan persoalan persoalan yang
lainnya berkenaan dengan persoalan iman dan Islam.
Karena itu semua yang dinayatakan oleh nash, maka akalpun harus
diterima dan dipatuhi secara penuh, sementara akal akan memberikan
penjelasan dan keterangan yang memperkuat kebenaran nash yang sudah
dinyatakan. Inilah yang dnamakan sebagai Ahlis Sunnah wal-Jama’ah
sebagai prinsip manhajiyah. Dan metode ini tidak akan berubah-berubah
seiring dengan perkembangan dan perubahan zaman.
Dengan pendekatan dan manhaj ini, menjadikan Ahlis Sunnah wal-
Jama’ah mudah diterima dan populer di kalangan mayoritas ummat
Islam.maka mayoritas ulama Bruneipun menyatakan dengan tegas bahwa
pandangan al-Asy’ari dan al Maturidy adalah pandangan pendukung
utama aliran Ahlis Sunnah wal-Jama’ah. Diantara ulama Brunei yang
dimaksud adalah Sahih al-Samahah DR. Ustaz haji Ismail Omar Abdul
Aziz, Ustaz haji Zein Serudin sebagai Mantan Menteri hal Ihwal Ugama
Nageri Brunei Darussalam. Para ulama inipun mengikuti pandangan para
ulama salafi yang mendukung pandangan al-Asy’ari dan al-Maturidi,
diantaranya Imam Abu bakar alQaffal, Abu Bakar al-Baqillani, Abu Ishaq
al-Isfarayini, al-Baghadadi, Imam hafiz al-Baehaqy, al-Qusyairy, Imam al-
Haramaien, al-Juweini, Imam al-Ghazali, Imam fakhrurozy, al-Iji, al-
69
taftazani, al-Jurjani, al-Sanusi, al-Laqani, Imam Muhammad Abduh dan
sebagainya yang menjadi rujukan al-Asy’ari. Demikian juga yang menjadi
pendukung al-Maturidi diantaranya Imam al-Thahtawi, Abu Yasir
alBazdawi, Abu Muin al-Nasafi, Imam Umar al-Nasafi, Imam Nurudin al-
Shabuni, al-Sadr al-‘Allamah, Ibn al-Himam, al-Syaeikh al-Zadah, dan
Mulla al-Umar dan sebagainya.
Sementara para pendukung aliran al-Asyr’ari dari kalangan Ulama
mutakhr antara lain al-Syeikh Muhammad bin Bakhit al-Mu’thi,
Muhammad Habibullah bin al-Syeikh Abdullah bin sayid Ahmad al-
Syinqithi, al-Syeikh Yusuf bin Ahmad bin Nasrud Dajwi, al-Syekh
Muhammad Zahid binHasan al-kautsari, al-Syekh Muhammad al-Hadari
Hussin, Syekh Musthafa sabri Afendy, dan seykh Alwi bin tahir al-Hadad
serta Seykh Muahammad Hasanin Makhluf al-Adawi al-Maliki.13
Pengamalan aswaja menuntun kepada tradisi-tradisi agama
seperti pembacaan al-Qur’an, Yasin dan tahlil dalam setiap perayaan,
saling menolong dan membantu sesama, istiqamah dalam berdzikir kepada
Allah dimanapun berada dan pun mendasarkan semua aktifitas ekonomi,
politik, seni kebudayaan dan yang lainnya dengan senantiasa berdoa
menyertakan Allah dan Rasul-Nya.14
Untuk penyelemataan akidah Ahli Sunnah wal-Jama’ah, Brunei
sangat menekankan kepada pemahaman tentang bid’ah, yaitu sesuatu yang
diadakan tanpa ada contoh-contoh sebelumnya dari Rasulullah SAW. Atau
13 Pusat Kengkajian Kefahaman Ahlis Sunnah wal-Jama’ah, ....hlm.10-11
14Haji Awang Abdul Aziz bin Juned, Mufi Kerajaan Brunei, Aqidah Ahli Sunnah.....hlm.11
70
sesuatu yang baru yang tidak ada penyebeutannya secara tertulis, baik al-
Qur’an maupun hadits.15
Dengan mengikuti pendapat Ibn Arabi dalam al-Ahkam fi al-
Qur’an, menyatakan bahwa perkara bid’ah atau muhdats tidak pasti
tercela hanya karena secara bahasa disebut bid’ah atau muhdats, atau
dalam pengertian keduanya. Melainkan bid’ah yang tercela itu adalah
perkara baru yang menyalahi Sunnah dan muhdats yang tercela itu adalah
perkara baru yang mengajak kepada kesesatan.16 Berdasarkan pandangan
tersebut maka bid’ah dibagi menjadi bid’ah dhalalah (sesat) dan bid’ah
hasanah (baik). Pahaman yang menyatakan bid’ah itu hanya satu dan
sesat, adalah pemahaman yang salah.
Bid’ah dhalalah yang disebut juga bid’ah sayyi’ah atau sunnah
sayyi’ah adalah perkara baru yang timbul dalam masyarakat islam yang
mengalahi pemahaman yang benar sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an
dan al-Sunnah. Sedangkan bid’ah hasanah atau bid’ah hudan adalah
perkara baru yang diamalkan dalam masyarakat Islam, namun ia masih
bersesuaian dan sejalan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah.
Pandangan tersebut juga didasarkan kepada pendapat Imam Syafii
yang menyatakan bahwa perkara-perkara baru itu terbagi menjadi dua,
yaitu perkara baru yang menyalahi al-Qur’an, sunnah, athar atau ijmak
para ulama, dan perkara inilah yang disebut bid’ah yang sesat. Sedangkan
perkara baru yang baik dan tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Athar
15 Pusat Kengkajian Kefahaman Ahlis Sunnah wal-Jama’ah, Makna Bid’ah mengikuti
Panduan Ahli Sunnah Wal Jama’ah, (Brunei: Penerbitan KUPU SB, 2014), hlm.1-2).. 16
Haji Awang Abdul Aziz bin Juned, Mufi Kerajaan Brunei, Aqidah Ahli Sunnah.....hlm.3
71
maupun ijmak ulama, maka sesuatu yang baru tersebut tidak tercela. Imam
Syafii menegaskan:
بدعتان: بدعة محمودة وبدعة مذمومة. وما وافق السنة فهو محمودة وما خالفها فهو
ةمذمومةالبدع
“Bid’ah ada dua jenis, bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang
tercela. Bid’ah yang sesuai dengan sunnah adalah bid’ah terpuji dan
bid’ah yang menyalahi sunnah adalah bid’ah tercela”
Beberapa amaliah bid’ah hasanah mahmudah yang dilestarikan
pada tradisi Brunai antara lain:
a. Penambahan adzan pertama sebelum sholat sebelum jumatan
b. Penambahan titik dalam huruf al-Qur’an
c. Penambahan mihrab dalam masjid sebagai tempat imam
Sholat Jamaah
d. Peringatan Maulid nabi SAW
e. Membaca Shalawat atas Rasulullah
f. Menulis kalimat lengkap Shaollahu ‘Alahi Wasallam pada
Nabi
g. Pengamalan 40 tarekat yang dilaksanakan dengan baik.
Sedangkan yang tergolong bid’ah sesat antara lain:
a. Mengingkari Qadar Allah
b. Memahami hamba itu mujbir atau terpaksa sebagaimana
paham jahmiyah
72
c. Pandangan kaum Khawarij yang mengkafirkan mukmin yang
berbuat dosa.
d. Mengkafirkan dan mengharamkan orang yang bertawasul
kepada para Nabi dan Rasul.17
b. Bidang Fiqih
Dengan melihat dasar negara yang telah diresmikan semanjak
tahun 1984, Konstitusi Brunei menegaskan bahwa agama resmi Brunai
Darussalam adalah ISLAM mengikut mazhab Syafi’i. Dengan penegasan
negara berdasarkan madzhab Syafi’i tersebut, jelas bahwa Brunei
menganut Islam Ahlus Sunnah wal Jama’ah; sebagaimana pemahaman
tentang Islam Ahlussunnah wal Jama’ah adalah kelompok Islam yang
secara konsisten dalam mengamalka fiqihnya mengikuti salah satu 4
mazdhab, dalam meyakini akidahnya mengikuti paham al-Asyari dan al-
Maturidi dan dalam mengembangkan aspe spiritualnya mengikuti paham
tasawuf moderat sebagaimana yang diajarkan oleh Abu al-Qasyim al-
Juneide, al-Qusyairi dan al-Ghazali.
Pengamalan aswaja al-syafi’iyah di Brunei, tidak bisa dilepaskan
dari konstelasi Islam Nusantara atau Islam Melayu yang semenjak awal
proses islamisasi melibatkan para tokoh ulama dari tanah Arab yang
bermadzhab sunny, yang mereka bersifat toleran, moderat dan menjunjung
tinggi tradisi yang maslahat dari para pandahulu, dan menjaga
keharmonisan, persatuan dan kerukunan dengan sesama di manapun saja
17 Haji Awang Abdul Aziz bin Juned, Mufi Kerajaan Brunei, Aqidah Ahli Sunnah.....hlm.15-
20
73
berada. Corak keberagamaan aswaja di wilayah Nusantara atau Asia
Tenggara, adalah bukti dahulunya wilayah Indonesia, Malaysia,
Singapura, Brunei Darussalam, Philipina, Thailand dan wilayah Vietnam,
mengalamai proses akuturasi kebudayaan dan selalu terjadi dialog kreatif
antara Islam dan budaya lokal, sehingga melahirkan pribadi masyarakat
yang santun dan toleran. Dengan keadaan ini stabilitas wilyah bisa lebih
terjaga dan kepentingan ummat dalam melaksanakan kehidupan
keagamaan dan sosial bisa berlangsung menuju keadilan dan
kesejahteraannya.
Dalam konteks pembudayaan inilah Brunei menerapkan prinsip
dialogis kreatifnya dengan istilah Melayu Islam Beraja (MIB), yaitu
Kerajaan Islam melayu menyerukan kepada masyarakat untuk setia
kepada rajanya, melaksanakan Islam dan menjadikannya sebagai jalan
hidup serta menjalani kehidupan dengan mematuhi segala karakteristik
dan sifat sejati bangsa melayu Brunei Darussalam, termasuk menjadikan
bahasa melayu sebagai bahasa utama.
Secara lebih khusus, pandangan fiqih Syafi’i memiliki dasar –
dasar pemikiran yang merujuk kepada pandangan Imam al-Syafi’i
sebagaimana dapat dilihat dalam kitab ushul fiqh Ar-Risalah dan kitab
fiqh al-Umm. Di dalam buku-buku tersebut Imam Syafi'i menjelaskan
kerangka dan prinsip mazhabnya serta beberapa contoh merumuskan
hukum far'iyyah (yang bersifat cabang). Dasar-dasar mazhab yang pokok
ialah berpegang pada hal-hal berikut:
74
a. Al-Quran, dengan tafsir secara lahiriah, selama tidak ada yang
menegaskan bahwa yang dimaksud bukan arti lahiriahnya. Imam Syafi'i
pertama sekali selalu mencari alasannya dari Al-Qur'an dalam menetapkan
hukum Islam.
b. Sunnah dari Rasulullah SAW kemudian digunakan jika tidak
ditemukan rujukan dari Al-Quran. Imam Syafi'i sangat kuat pembelaannya
terhadap sunnah sehingga dijuluki Nashir As-Sunnah (pembela Sunnah
Nabi).
c. Ijma' atau kesepakatan para Sahabat Nabi, yang tidak terdapat
perbedaan pendapat dalam suatu masalah. Ijma' yang diterima Imam
Syafi'i sebagai landasan hukum adalah ijma' para sahabat, bukan
kesepakatan seluruh mujtahid pada masa tertentu terhadap suatu hukum;
karena menurutnya hal seperti ini tidak mungkin terjadi.
d. Qiyas yang dalam Ar-Risalah disebut sebagai ijtihad, apabila
dalam ijma' tidak juga ditemukan hukumnya. Akan tetapi Imam Syafi'i
menolak dasar istihsan dan istislah sebagai salah satu cara menetapkan
hukum Islam.
Untuk menjaga kelestarian pandangan dan pengamalan madzhab
Syifi’i, negara Brunei Darusaalam, mendirikan Pusat Penyelidikan
Mazhab Syafi’i (Mazhab Syafi’i Research Centre/ Markaz Bukhust al-
Madzhab al-Syafi’i), yang didirikannya di kampus Universiti Islam Sultan
Sharuf Ali. Sebagaimana tertera dalam Jurnal al-Syafi’i, pusat kajian ini
berharap menjadi paltform bagi para ulama Islam di suluruh dunia untuk
berurusan dengan aktivitas penelitian, dokumentasi, dan ulasan ilmu-ilmu
75
yang bermadzhab Syafi’i dengan tujuan untuk mengembangkan dan
mengukuhkan penyebaran ajaran Islam bermadzhab al-Syafi’i di Asia
Tenggara.
Untuk menjaga orisinalitas dan kesinambungan pafam al-Syafii,
Negara melalui Pusat Penyeledikan Madzhab Syafii (Syafi’i Research
Center), menerbitkan panduan khusus tentang buku buku karya al-
Syafiiyah yang harus menjadi rujukan masyarakat. Pada buku tersebut
dijelaskan buku-bukual-Syafii sendiri mulai dari al-Rislah, al Umm dan
sebagainya. Serta buku-buku para ulama sunni yang menjadi rujukan oleh
para pimpinan pada level manapun.18
Adapun aspek fiqih yang dikembangkan baik dalam pengajaran,
penelitian sampai pengamalan di Brunei Darussalam, mencakup bidang-
bidang ibadah, mu’amalat/perdagangan, ahwal syakhsiyyah, jinayat,
pengadilan dan sebagainya. Dengan haluan Ahlis Sunnah wal-Jama’ah,
maka praktek-praktek bidang tersebut memiliki ciri khas sendiri dalam
kehidupan masyarakat Brunei Darussalaam.
Adapun metode pengambilan keputusan masalah-masalah
fiqhiyyah, selalu mengaju kepada metode yang digunakan asy-syafi’i,
yang secara berurutan sebagai berikut: pertama adalah Al-Qur’an yang
merupakan sumber pokok huku Islam sampai akhir zamah. Kedua adalah
al- Hadits; Sebagai sumber kedua dalam menentukan hukum ialah sunnah
Rasulullah SAW. Karena Rasulullah yang berhak menjelaskan dan
menafsirkan Al-Qur’an, maka As-Sunnah menduduki tempat kedua
18 Mazhab Syafi’i Research Centre, Kompilasi kertas ker
76
setelah Al-Qur’an. Ketiga adalah Ijma’ , yaitu kesepakatan para Ulama’
atas suatu hukum setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Karena pada
masa hidupnya Nabi Muhammad SAW seluruh persoalan hukum kembali
kepada Beliau. Setelah wafatnya Nabi maka hukum dikembalikan kepada
para sahabatnya dan para Mujtahid. Keempat adalah qiyas dan ke lima
adalah Istishab; yaitu menyertakan, membawa serta dan tidak melepaskan
sesuatu.
c. Bidang Tasawuf
Untuk bidang penguatan keimanan spiritual, Negara Brunie
berdasarkan pandangan para ulama-ulamanya, tidaklah menganut sutau
madzhab tasawuf tertentu, sebagaimana dikenal sebagi tarekat. Secara
resmi negara memiliki pengamalan yang kurang kondusif dalam
kemasyarakat, dimana beberapa aliran tarekat dianggap sebagai amalan
yang lebih dekat dengan penyelewengan akidah Ahlus Sunnah
Waljama’ah.
Karenanya Negara tidak secara tegas memberikan izin bagi
pengembangan pemahaman dan pengamalan tarekat sebagai implementasi
bagi pengembangan tasawuf. Bahkan Fatwa dari Lembaga Mufti telah
secara tegas mengharamkan beberapa tarekat dengan alasan tidak
bersesuaian dengan akidah. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh pengurus
aktifis masjid al-Ameerah Jerudong, Tuan Addadin, bahwa Negara Brunei
kurang dalam pengamalan tasawuf dan lebih banyak memperhatikan aspek
syari’ah fiqihnya. Hal ini lebih karena kekwatiran kaum tua akan dasar
77
pengaamalan tasawuf yang karena tidak sejak semula tumbuh kuat di
Brunei, dimungkinkan mudah dimasuki pemahaman yang tidak
bersesuaian dengan syariah dan akidah.19
Diantara alasan lain tidak mengamalkan tarekat secara khusus adalah
(1) tarekat dipandang sebagai pintu masuk ajaran-ajaran yang sesat secara
akidah, (2) tarekat yang diamalkan adalah tarekat tasawuf yang diamalkan
oleh Rasulullah dan salafusalihin, sehingga sudahlah cukup mengacu
kepada ama;an rasulullah saja, (3) amaliah pengembangan spiritual
mengacu kepada karya-karya al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin yang
mengabil aspek tasawuf amaliyah praktis yang mengarahkan kepada
peningkatan keimanan dan akhlaq karimah. (4) amaliah praktis itu berupa
amaliah dzikir yang harus dilaksanakan secara rutin di masjid-masjid
setiap habis sholat dan dengan suatra keras, (5) bila ada amalan para ahli
tetamu yang berkenaan dengan tarekat secara khusus, akan mendapatkan
kawalan ketat dari negara untuk mengantisipasi pada pemahaman yang
tidak sesuai dengan akidah Ahlus Sunnah Waljama’ah.
Sedangkan untuk penguatan spiritual masyarakat, pengamalan
tasawuf dilakukan secara umum, berdasarkan tuntutan para ulama salafi,
sehingga amalan yang dibolehkan seputar dzikir dzikir harian secara
umum sebagaimana diajarkan dalam hadits-hadits, shalawatan al-barzanji
yang dilakukan sebagai upacara perayaan Maulid nabi Muhammad SAW
19 Hasil wawancara dan observasi dengan Tuan Addadin, Mantan Pegawai Keuangan
Kerajaan Brunei, dan aktifis pengurus masjid negara al-Ameerah, Jerudong, Brunei Darussalam, pada hari Ahad, 13 Desember 2015.
78
di seluruh Negeri. Juga pembacaan ayat-ayat al-Qur’an termasuk Tahlil,
Yasin dan ratib al-Athtas yang hanya dibaca secara umum saja.20
Meskipun masalah tarekat tidak diperkenankan, namun persoalan
tasawuf dan akhlaq selalu menjadi perhatian negara, sehingga dalam
materi ini terdapat dalam seri panduan hukum yang secara resmi
diterbitkan oleh Jabatan Mufti Kerajaan, Perdana Menteri Negara Brunei
Darussalam. Sebagai contoh pada buku panduan hukum atau Irsyad
Hukum 2014, dijelaskan pada bab Tasawwuf tentang barokah atau
tabarrukan, dzikir, sedekah dan sebagainya. Berkah artinya perkembangan
atau pertumbuhan dan kelebihan. Dengan mengutip Imam Nawawi,
disebutkan bahwa berkah adalah kebaikan yang banyak dan tetap, atau
kebaikan yang melimpah. Sedangkan tabarruk adalah menagih ketetapan
kebaikan di sisi Allah pada suatu perkara. Ruang ringkup berkah sangat
luas, diantaranya berkah pada rezki,makanan dan harta benda. Juga berkah
pada ilmu dan umur. Untuk mendapatkan berkah maka harus melakukan
tabarruk. Maka tabarruk adalah keniscayaan bagi manusia, khususnya
tabarruk kepada sesuatu yang diketahui baiknya seperti tabarruk kkepada
al-Qur’an. Sedangkan tabarruk kepada hal hal yang buruk yang
menjadikan kekufuran, kesesatan dan bid’ah sangat dilarang seperti
pemakaian azimat, rajah, keris dan sebagainya.21
Model tabarruk atau permintaan kebaikan bisa disembarang tempat.
Tapi masjid merupakan tempat utama, sehingga masjid dan musholla
20 Hasil Focused Group Discussion (FGD) dengan pimpinan dan staf Pusat Pengkajian
Kefahaman Ahlus Sunnah waljama’ah, KUPU SB, yang dipimpin oleh Prof. DR. Syamsul Bahri Andi Galigo, MA pada hari Selasa, 15 Desember 2015.
21 Jabatan Mufti Kerajaan, Irsyad Hukum 2014; Himpunan Siri Bimbingan Hukum di Pelita
Brunei, (Brunai Darussalam, Jabatan Mufti kerajaan, 2014), hlm.285-290
79
harus tersedia disemua wilayah dan tempat. Selain itu makam-makam
orang soleh adalah bagus sebagai tempat berdzikir dan memohon kebaikan
kepada Allah, khususnya makam para raja yang telah berjasa bagi
perkembangan Islam di Negeri ini.
C. Implementasi ajaran Aswaja Brunei Darussalam
1. Tradisi Kebudayaan
Apa yang disebut sebagai tradisi di sini adalah semua bentuk atau
wujud pikiran, keyakinan dan perilaku yang tercermin pada kegiatan
masyarakat dan hasil pembangunan yang tertampang dalam lingkungan
masyarakat Brunei Darussalam. Dengan demikian keseluruhan dari peri
kehidupan masyarakat adalah kebudayaan yang hidup dan mempengaruhi
kehiduoan masyarakat.
Melihat dan merasakan Negeri Brunei, mengesankan adanya
keteraturan manajemen pemerintahan yang dipimpin oleh seorang Raja
dengan agama Islam Ahlus Sunnah Waljama’ahnya. Keteraturan dengan
kebersihan nampak jelas pada jalan-jalan raya yang bersih dan lebar,
lalulintas lancar dan tidak ada kemacetan. Pemukiman dan gedung-gedung
pun tertata rapi dengan pepohonan atau taman-taman hijau yang selalu
menghias sudut sudut rumah dan kota. Sepanjang jalan yang ada di negeri
ini, tertulis banyak kalimat-kalimat berbahasa Arab, khususnya arab jawi,
yaitu tulisan Arab tetapi bahasa melayu. Hal ini menunjukkan adanya
akulturasi dan pengaruh budaya Arab Muslim yang sangat kuat pada
masyarakat. bahkan negara memaklumlatkan bahwa bahasa resmi negara dan
masyarakat adalah bahasa Arab Jawi ini.
80
Pemandangan yang menaraik adalah banyaknya masjid-masjid yang
dibangun secara megah. Apalgi di pusat kota, dibuatlah dua buah Masjid raya
yang sangat mewah bahkan kubahnya bertaburan emas dan perak. Masjid
raya di tengah kota Bandar seri Begawan bisa menampung ribuah jama’ah,
dan dekelola dengan rapi, indah, tertib dan bersih. Merasakan masjid di
negeri ini seperti miniatur surga yang di sekitar masjid tersebut selalu ada
taman-taman hijau dengan berbagai tanaman dan buah yang siapa saja boleh
memanfaatkannya. Bahkan di masjid ini disediakan makan bagi para musafir
dan masyarakat yang sangat membutuhkan. 22
Berbagai bangunan kuno dan yang baru dipadu dalam satu kesatuan
yang bertaburan arsitektur Arab, Barat dan Melayu; sebagai simbol integrasi
sosial yang mendukung terwujudnya sistem sosial yang damai dan sejahtera
bersama. Dari beberapa museium yang ada, musiun negeri maupun musium
raja, nampak sekali kekuatan dan pengaruh besar agama Islam dengan hasil
kebudayaaan ilmu pengetahuannya dan teknologi yang digunaproduksikan.
Yang kesemuanya berpegang pada al-Qur’an al-Kariem. Pada musieum
nampak banyaknya kitab-kitab al-Qur’an dengan berbagai versi, berbagai
bentuk dan ragam hias kaligrafinya, menunjukkan kepedulian raja pada al-
Qur’an dan sekaligus menggambarkan kuatnya masyarakat berpegang teguh
kepada al-Qur’an dalam kehidupan sehari-harinya.
Selain al-Qur’an juga terdapat tasbih dengan berbagai ukuran. Hal ini
menjukkan adanya semangat ibadah pendekatan diri masyarakat dan Raja
kepada Allah begitu kuat. Hal ini sesuai dengan perilaku masyarakat yang
22 Hasil observasi pada tanggal 13-16 Desember 2015 di kota-kota Brunei Darussalam.
81
suka melakukan dzikir dalam berbagai upacara dan kegiatan keseharian dan
kenegaraan. Bahkan setiap har-hari besar international, seperti hari buruh,
hari aids, hari olah raga dan sebagainya dirayakan secara sangat religius
misalnya dengan khataman al-Qur’an, pembacaan doadan dikir. Maka
negarapun memaklumatkan sebagai negara berdikir.
2. Sistem Pendidikan
Bidang pendidikan merupakan aspek strategis dalam setiap
pembangunan masyarakat pada suatu bangsa. Demikian juga di Brunei
Darussalam, negara memberikan perhatian yang sangat besar pada dunia
pendidikan, karena maju mundurnya suatu bangsa sangat bergantung kepada
pembangunan sumberdaya manusianya, dan pembangunan sumberdaya
manusia tersebut hanya diperoeh melalui proses pendidikan.
Sebagai negara yang berdasarkan Islam Ahlus Sunnah wal Jama’ah,
maka negara melaksanakan pendidikan yang berbasis nilai-nilai tersebut
dengan program-program sebagai berikut:
a. Pembiayaan secara penuh pendidikan oleh negara bagi warga pada semua
jenjang mulai dari tingkat dasar sampai kepada tingkat doktoral.
b. Memberikan pendanaan sesuai dengan kebutuhannya bagi pengembangan
keilmuan, dengan secara konsisten memgutamakan kajian-kajian Islam
Ahlu Sunnah Waljama’ah.
c. Materi pendidikan agama Islam, menjadi wajib bagi seluruh warga
negara.
82
d. Sistem penpenjenjangan pendidikan menyesuaikan sistem pendidikan
modern Barat.
e. Kebijakan pendidikan berada di tangah raja, baik pendanaan maupun arah
dan materi yang dilaksanakan.
f. Bahasa Arab Jawi wajib digunakan oleh seluruh sekolah.23
3. Sistem Politik dan Pemerintahan
Pada sistem politik dan pemerintahan di Brunei Darussalam ini, diatur
dalam prinsip dan kaidah MIB; Melayu Islam Beraja.24 Bahkan MIB inilah
yang disebut sebagai ideologi negara yang telah disahkan sejak Proklamasi
Kemerdekaan Negera pada tanggal 1 Januari 1984. Hal itu dapat dilihat pada
teks proklamasi kemerdekaan Brunei Darussalam yang dibacakan Sultan Haji
Hassanal Bolkiah yaitu, “Negara Brunei Darussalam adalah dan dengan
izin dan limpah kurnia Allah Subhanahuwa Taala akan untuk selama-
lamanya kekal menjadi sebuah Melayu Islam Beraja yang merdeka,
berdaulat dan demokratik, bersendikan kepada ajaran-ajaran Agama
Islam menurut Ahlussunnah Waljamaah”.
Walaupun pencanangan dasar negara tersebut secara resmi pada
tahun 1984, namun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya telah berurat
berakar dalam tradisi masyarakat Brunei sejak zaman dulu yaitu sejak
berdirinya kerajaan Brunei dengan raja pertamanya yaitu Awang Alak
Betatar atau Sultan Mohammad Syah. Penjabaran secara rinci tentang MIB,
23 Hasil FGD dengan Pusat Pengkajian Pemahaman Ahlus Sunnah Waljama’ah, yang
dipimpin oleh Prof. DR.Syamsul Bahri, pada hari Selasa, 14 Desember 2015 24 Penjelasan Mohd. Muslehuddin, Staf pada Pusat Pengkajian Kefahaman Ahlu Sunnah
Waljamaah, Selasa 15 Desember 2015.
83
agar menginternalisasi kepada masyarakat maka Raja membentuk badan
khusus yang diberi nama Majelis Tertinggi Kebangsaan Melayu Islam
Beraja (MTKMIB), yang diketuai Pehin Dato Abdul Aziz Umar (mantan
Menteri Pendidikan). Lembaga ini bertugas untuk mejabarkan pengertian
MIB dalam kehidupan kebangsaan dan menyebarluaskannya kepada
masyarakat.
Pengertian MIB mencakup tiga landasan pokok yaitu Melayu, Islam
dan Beraja. Pengertian ketiga konsep dasar tersebut melalui uraian masing-
masing yaitu: Melayu, Islam dan Beraja.
a. Melayu
Istilah Melayu memiliki berbagai macam defenisi seperti dikemukakan
oleh ilmuwan Van Ronekl yaitu,”... bangsa Melayu ialah orang yang
bertutur bahasa Melayu dan mendiami Semenanjung Tanah Melayu,
Kepulauan Riau Lingga serta beberapa daerah di Sumatera khususnya di
Palembang.” Tetapi pengertian definisi Melayu tersebut berbeda dengan
konsep Melayu berdasarkan Konsitusi Malaysia yang menyatakan bahwa
bangsa Melayu adalah orang yang berbahasa Melayu, beragama Islam
dan mengamalkan budaya Melayu.
Sementara itu, pengertian Melayu berdasarkan konsteks MIB adalah
bangsa Melayu yang termaktub dalam Konstitusi Brunei Darussalam
tahun 1959 yaitu 7 etnis yang tinggal di Brunei yaitu: Melayu Belait,
Melayu Bisaya, Melayu Brunei, Melayu Dusun, Melayu Kedayan,
Melayu Murut, dan Melayu Tutong.
Hal itulah yang membedakannya dengan etnis Melayu di Malaysia dan
84
Indonesia. Warga suku Melayu Brunei Darussalam disebut dengan istilah
rakyat Kebawah Duli sebagai konsekuensi logis atas diakuinya hak-hak
etnis Melayu Brunei tersebut dalam ideologi negara. Sementara itu bagi
warga etnis lain diluar etnis Melayu Brunei disebut dengan istilah
penduduk Kebawah Duli seperti etnis Cina dan India yang telah disahkan
sebagai warga negara Brunei.
b. Islam
Islam pada ideologi MIB mengandung pengertian bahwa Brunei
Darussalam adalah kerajaan Islam dan bukanlah negara sekuler.
Penerapan nilai-nilai ajaran Agama Islam dirujuk kepada Agama Islam
golongan Ahlus Sunnah Waljamaah yaitu mengikut Mazhab Imam
Syafei.
Kelompok Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah golongan agama Islam yang
menjadikan Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW sebagai
sumber utama dan mengakui kekhalifahan Rasulullah (Khulafaurasyidin)
yaitu Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin
Abi Thalib. Golongan Ahlussunnah Wal Jamaah ini dipelopori oleh
Imam Al Asyhari dari Irak dan golongan inilah yang membedakannya
dengan golongan Mu’tazilah maupun Islam Syiah.
Sedangkan menurut Mufti Brunei, Pehin Abdul Aziz bin Juned bahwa
Ahlussunnah Waljamaah adalah golongan yang mendukung atau
menganut pendapat-pendapat atau kepercayaan yang datang dari
Rasulullah SAW yang disebut juga dengan Sunnah Rasulullah.
Sedangkan dalam tradisi Ahlus sunnah waljamaah mengakui adanya 4
85
mazhab utama yaitu: Imam Syafei, Iman Hanafi, Imam Maliki dan Imam
Hambali.
Tidak dapat diragukan lagi bahwa sejarah Brunei diawali dengan
pemerintahan Raja Awang Alak Betatar yang kemudian masuk Islam dan
menukar namanya menjadi Sultan Mohammad Syah pada tahun 1365 M.
Dasar negara Islam ini dijabarkan dalam bentuk penerapan Syariat Islam
dalam urusan agama disamping penerapan hukum sipil bagi hal-hal
tertentu mengikuti hukum Inggris. Begitu pula dalam bidang ekonomi,
pemerintah Brunei Darussalam gencar mendirikan bank Islam bahkan
mengharapkan jadi pusat keuangan Islam di kawasan. Begitu pula atas
dasar Islam ini pulalah arus keluar masuk barang dari luar dan ke dalam
negeri diatur sedemikian rupa agar untuk menghalangi masuknya barang-
barang yang diharamkan oleh ajaran Islam.
Sultan Brunei disamping sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan
adalah juga bertindak sebagai pemimpin tertinggi Agama Islam dimana
dalam menentukan keputusan atas sesuatu masalah dibantu oleh Mufti
Kerajaan. Meskipun demikian bukan berati umat non-Muslim tidak
mendapat tempat di Brunei karena dalam Al Quran sendiri diakui hak-hak
warga non-Muslim. Ajaran Islam pula memerintahkan tunduk dan patuh
kepada seorang Ulil Amri dalam konteks ini adalah sebagai seorang
Sultan yang akan membawa bangsa dan rakyatnya menuju kemakmuran
dan kesejahteraan. Rakyat Brunei diharapkan dapat mengamalkan ajaran
Islam karena diyakini agama tersebut merupakan agama yang sempurna.
Pengamalan ataupun perlakukan etnis Melayu dalam berkeluarga,
86
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta beraja tidak bertentangan
dengan ajaran Islam.
b. Beraja
Unsur atau sila ketiga daripada dasar negara MIB adalah Beraja artinya
Brunei merupakan negara kerajaan (monarki) yang dipimpin oleh seorang
raja secara absolut. Dalam konteks kebudayaan Melayu, rakyat telah
menyerahkan haknya secara bulat kepada raja untuk memerintah.
Tentunya raja harus dapat menjalankan amanat tersebut yang tidak hanya
diberikan oleh rakyatnya tetapi juga dari Allah SWT untuk membawa
rakyat kepada kesejahteraan dan kemakuran. Sehingga muncullah
pribahasa dalam perspektif adat yang mengatakan ”Raja tidak zalim,
rakyat pantang menderhaka kepada raja” dan ”Raja wajib adil, rakyat
wajib taat” dari perspektif agama.
Dalam konteks Beraja dalam MIB ini, Sultan memiliki 6 kedudukan:
1. Raja sebagai payung Allah di muka bumi,
2. Raja sebagai pemimpin tertinggi Agama Islam,
3. Raja sebagai kepala negara
4. Raja adalah kepala pemerintahan,
5. Raja sebagai pemimpin tertinggi adat istiadat,
6. Raja sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata.
Dibandingkan dengan kerajaan atupun negara lain di dunia,
kedudukan Sultan tersebut lebih kuat dan telah diwariskan secara
lama secara turun-temurun. Ketiga unsur atau sila dalam MIB tersebut
adalah merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu
87
dengan yang lainnya. Belumlah dapat dikatakan nasionalisme
seseorang rakyat Brunei dinilai baik kalau tidak mengakui salah satu
daripadanya seperti hanya mengakui Melayu dan Islam tapi tidak
mengakui Beraja.
Raja Brunei dalam sejarahnya telah berhasil menunaikan
kewajibannya dengan baik yang menjadi hak rakyat. Oleh sebab itu,
rakyat juga dituntut untuk menunaikan kewajibannya kepada raja
yang menjadi hak seorang Raja yaitu taat dan setia serta mendukung
kebijakannya yang sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan.
Dalan sistem Beraja terdapat 3 unsur yaitu: raja, pemerintahan
dan rakyat. Raja akan dihormati dan dicintai apabila pemerintahan
dapat menjalankan fungsinya dengan baik dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Dengan sendirinya rakyat kemudian
akan menunjukkan kesetiaannya kepada raja. Pemerintah hendaknya
dapat menjalankan roda administrasi dengan baik agar pembangunan
berjalan dengan berhasil. Hal inilah yang sebenarnya dituntut oleh
Agama Islam yaitu pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan
Umat Islam sehingga dapat menunaikan kewajibannya baik fardhu ain
maupun kifayah.25
4. Bidang hukum
Bagi Negara Brunei Darussalam, pegangan dan amalan hukum jelas
berasaskan Ahlus Sunnah Waljama’ah al-Syafi’iyyah. Dan hal ini telah jesal
25 Penjelasan ini dilengkapi dengan berbagai informasi dari media internet misalnya
http://liecute.blogspot.co.id/2008/06/ ideologi-negara-brunei-darussalam.html.
88
dinyatakan dalam pelembagaan Negara Brunei. Agama resmi bagi negeri
adalah Islam menurut Ahli Sunnah waljama’ah, tetapi agama-agama lain
boleh diamalkan dengan aman dan sempurna oleh mereka yang
menyakininya. Pengambilan dan pilihan kepada madzhab al-Syafi’iyah ini
telah tegaskan pada dokumen pelembagaan Negara pada bab 3 (1) dan juga
(S32/04;S65/04).
Berdasarkan pelembagaan di atas, pemahaman dan penghayatan
masyarakat islam di Brunei Darussalam dalam hal akidah terikat oleh paham
Ahlus Sunnah Waljama’ah al-Asy’ariyah wal Maturidiyah. Maka
barangsiapa yang menyebarkan dan mengamalkan akidah selain darai pada
akidah Ahlus Sunnah Waljama’ah, akan dianggap melakukan penyelewengan
dari dasar ajaran Ahlus Sunnah Waljama’ah (ASWJ) dan didakwa di bawah
bab 186 dari Akte Majelsi Ugama Islam dan Mahkamah Kadi Penggal 77,
yang menyebutkan bahwa:
“Barang siapa yang mengajar atau menerangkan di hadapan awam
seberang ajaran atau melaksanakan seberang upacara atau
perbuatan yang berkaitan dengan ugama Islam dengan sebarang
cara yang bertentangan dengan hukum syarak adalah melakukan
suatu kesalahan; hukuman di penjara selama 3 tahun atau didenda
sebanyak $2,000.”
Dalam hal fiqih, atau hukum Islam, pendapat yang digunakan dalam
mendasarkan kepada pendapat yang sah (muktamad) dalam madzhab Syafi’i.
Bila pendapat al-Syafi’i setelah dipertimbangkan secara seksama berlawanan
dengan kepentinga hajat masyarakat umum, maka boleh mengambil pendapat
madzhab yang lain yang disahkan, yaitu madzhab Hanifiah, Maliki dan
Hanbaliyah.
89
Dalam pelaksanaannya hukum Islam, persialan halal haram sangat
ditekankan dalam masyarakat Brunei. Melalui Lembaga Fatwa Kerajaan,
persoalan halal haram diatur sedemikian rinci dan teknis. Diantara persoalan
halal yang dikontrol negara antara, makanan, minuman, restoran,
penyembelihan, pengibatan, perdagangan, kosmetik, pakaian dan
transportasi. Aturan halal haram ini begitu ketat, dimana semua hal yang
dipakai, apalagi digunakan secara umum, maka izin harus didapatkan dan
memastikan kehalalalnya. Negara memiliki kepedulian dan jaminan kepada
masyarakat akan kehidupan yang halal sehingga mendapatkan keridhaaan
Allah sebagai implementasi Ahlus Sunnah Waljama’ah.26
5. Bidang ekonomi
Brunei Darusalam adalah satu dari negara yang memiliki sumber daya
minyak dan gas alam yang luar biasa. Kebijakan Sultan selalu diupayakan
untuk mendukung keseimbangan ketersediaan sumber daya alam ini agar
terus berkesinambungan. Kebijakan untuk menumbuhkan sumber daya alam
lainnya seperti kebijakan energy kelistrikan yang dikeluarkan oleh perdana
menteri, yang menginisiasi kebijakan tarif terkait dengan konsumsi energi.
Untuk itu, pihak kerajaan juga meminta respon publik terkait dengan ide
energi baru. Respon positif mengindikasikan bahwa di Brunei perhatian
terhadap penggunaan energi harus lebih diperketat sebagaimana penggunaan
26 Sebagaimana dibukukan dalam suatu fatwa yang secara sistematis komprehensif diatur
oleh negara Brunei. Lihat lebih lanjut pada State Muftis Office, Issues on Halal Product; Compilation
of State Mufti’s Fatwa on Issues on Halal Product 1994-2006 Brunei Darussalam, (Brunei Darussalam:Prime Manistre Office, t.th)
90
tabungan dan masyarakat dihimbau untuk lebih memperbaiki gaya hidup
dengan prioritas efisiensi energi.
Dari sisi pendidikan, Universitas Brunei Darusalam (UBD) berperan
sebagai kelompok Pembangun Teknologi yang dimotori oleh biro Penelitian
Brunei yang berkonsentrasi pada sumber energi alternatif, yang tidak hanya
berorientasi pada keuntungan pengembangan ilmu akan tetapi juga
berkontribusi bagi Sultan demi kelangsungan energi mendatang. Dalam
proyek khusus yang dimulai pada tahun 2011, sejumlah rumah/ pemukiman
yang menjadi icon/ landmark Kampung Ayer.
Pemerintahan Brunei Darusalam terus mempromosikan tenaga kerja
lokal dalam sektor privat, sementara mayoritas bekerja di sektor publik.
Untuk mengakomodir kesiapan tenaga kerja, kementrian Sumber daya atau
Human Resources Development Fund of the Departement of Economic
Planning and Development (DEPD) menyelenggarakan kegiatan bagi para
lulusan sarjana seperti bursa lapangan kerja (fresh graduate seeking
employment), kursus-kursus kilat seperti kursus bahasa untuk bisnis dan
training kemampuan berkomunikasi.
Brunei Darusalam dikenal menerapkan sistem ecotourism, untuk
memaksimalkan potensi ekonomi di bidang pariwisata. Spanjang 161
kilometer garis pantai dengan air laut yang biru sangat menarik bagi
wisatawan. Landscape Brunei Darusalam dikelilingi hutan yang dibatasi oleh
sungai. Beberapa titik wisata Brunei yang sangat bernilai ekonomis adalah:
91
1. Kawasan Brunei Muara: Pantai Muara, Pantai Serasa, Pulai Selirong,
Bukit Tempayang Pisang, Taman Bukit Rekreasi Shahbandar, Taman
Tasek Rekreasi lama, Wasai Kendal, Dermaga Diraja
2. Kawasan Tutong: Pantai Seri kenangan, Taman tasek Merimbun Heritage
3. Kawasan Belait: Bukit Teraja, Taman Sungai Liang Forest Rekreasi,
Wasai Wong Kadir, Taman Luagan Lalak, Taman Sungai Mau Rekreasi.
4. Kawasan Temburong: Taman Ulu Temburong Nasional, Taman Kuala
Belalong Mini, Taman Perdayan Forest Rekreasi.
Pengelolaan ekonomi di Brunei Darusalam diwujudkan ke dalam beberapa
aspek yaitu :
1. Managemen Sumber Daya
Supply terhadap kebutuhan air untuk populasi dari sekitar 400.000
penduduk dilayani dengan sejumlah fasilitas pipa yang mendapat pengawalan
dari Water Quality Guidelines dari WHO. Dalam hal ini pemerintah
kesultanan merencanakan infrastruktur air, sistem drainase, pertanian, dan
sebagainya.
Gas dan minyak bumi ditemukan sejak 1929 dan menjadi komoditi
yang sangat diandalkan hingga mendapat julukan Black Gold atau emas
hitam, dan menjadi sumber utama bagi pendapatan Brunei Darusalam. Brunei
Darusalam menjadi penghasil tebesar ketiga di Asia Tenggara yang
memproduksi sejumlah 143.226 barel perhari (bdp) pada pertengahan 2012.
Sekaligus menjadi pengekspor minyak terbesar ke sembilan di dunia
(Liquefield Natural Gas). Dengan kontribusinya, Brunei Darusalam berperan
penting dalam penentuan pasar minyak dunia. Sektor energi Brunei
92
Darusalam menjadi sektor andalan, di bawah kendali Total Energy sebagai
perusahaaan energi multinasional yang telah menempati posisi terbesar
keempat di dunia sebagai pengekspor terbesar. Kurang lebih sekitar 98.000
pekerja dan telah beroperasi lebih dari 130 negara di dunia.Total Company
telah mengeksplorasi lebih dari 40 negara dan sebagai produsen minyak dan
gas di lebih dari 30 negara. Untuk menjalin hubungan dengan lingkungan,
Total Company juga telah menerapkan Corporate Social Responsibility yang
dijalankan atas dasar 4 pilar:
1. Mengembangkan dan mendorong komunitas lingkungan.
2. Berkontribusi untuk membangun Kompetensi Brunei di bidang
perminyakan yang akan menguntungkan keberlanjutan bisnis mereka dan
daya kompetisinya.
3. Menjadi posisi kunci dalam mempromosikan lingkungan kelautan dan
aktivitas budaya untuk menciptakan kepedulian publik.
4. Berpartisipasi dalam diversifikasi ekonomi Brunei untuk mencapai profil
yang maksimal.
Keamanan/ ketahanan pangan menjadi tujuan utama dari Kementerian
Industri dan Sumber Daya Primer (MIPR). Kementerian ini juga menerapkan
berbagai metode/ strategi untuk mencapai pemenuhan produksi padi yang
optimal. Salah satunya padi Laila yang dihasilkan 3 ton per hektar. Dengan
managemen yanga bagus bisa dihasilkan 3-4 MT (metric tonnnes) per hektar.
Selain keberhasilan varitas padi laila, Brunei Darusalam melanjutkan fokus
pada penelitian tentang padi untuk meningkatkan produksi lebih dari 90 %
dari kebutuhan pangan.
93
2. Keberlanjutan Ekonomi
Menteri perindustrian dan Sumber Daya telah mengumumkan bahwa
di antara fokus ekonomi adalah pengembangan/ diversifikasi yang mencakup
penekanan pada sektor agrikultur yang meraup sekitar 288 miliar Brunei dari
total 1.515 triliun pendapatan, melebihi sektor industri, sektor pariwisata,
perikanan sebagaimana dalam sektor kehutanan. Pemerintah telah
mengalokasikan sejumlah lahan dari 4 distrik dan sekitar 555% lahan
dialokasikan untuk agrikultur.
Selain agrikultur, Brunei Darusalam juga mengembangkan
perekonomian di bidang aquaculture, yang diidentifikasikan sebagai sektor
terbesar/ mayor di bidang industri perikanan dengan kmontribusi sebesar 200
milyar dolar Brunei hingga tahun 2023. Beberapa strategi aquaculture di
untuk perikanan diterapkan agar mereka mapu menembus pasar ekspor.
Satu dari tujuan jaminan kualitas adalah melalui Good Aquaculture
Practices (GAP), yaitu sebuah sistem atau menajemen yang diikuti oleh
setiap pengusaha aquaculture dalam rangka memproduksi produk-produk
berkualitas. GAP berusaha menghasilkan produk yang bebas penyakit dan
aman untuk dikonsumsi. Hal ini bertujuan untuk menciptakan iklim
perikanan yang ramah lingkungan. Operator dari uaha aquaculture berusaha
untuk menerapkan kualitas pada produk mereka dalam rangka mendorong
kesempatan mereka menembus pasar yang lebih luas.
Departemen perikanan telah menyiapkan aktivitas dan sarana yang
memadai, seperti Pelong Roks dan area Pelompong. Proyek “hybrid grouper”
94
telah dimulai yang ditandai dengan disepakatinya MoU antara depatemen
perikanan Brunei Darusalam dan departemen perikanan dan Kelautan
Provinsi Guangdong, Rrepublik Rakyat Cina pada tanggal 10 September
2008. Hingga beberapa tahun teakhir, pertukaran komoditi ikan antara
Guangdong dan Brunei telah mendapatkan perkembangan yang cukup besar.
Seperti yang diketahui, Guangdong adalah provinsi penghasil ikan terbesar di
China. Guangdong juga telah menggabungkan teknologi aquaculture dan
pengalaman managemen. Di sisi lain, Brunei Darusalam memiliki sumber
perikanan dan kondisi alam yang sangat menguntungkan yang memebrikan
berbagai peluang bagus bagi industri perikanan.
3. Industri Halal
Dalam upaya pencapaian Brunei Vision 2035 untuk memperluas
ekonomi negara selain minyak dan gas alam, Brunei Darusalam terus
menguapayakan sertifikasi merk industri halal yang telah dimulai sejak tahun
2009. Dengan perubahan iklim industri yang cepat serta persaingan regional
dalam berbagai industri, Brunei Darusalam berupaya untuk terbebas dari
ketergantungan pada minyak dan gas alam, beralih pada pasar halal global.
Merk Brunei Halal merupakan produk dari keseriusan pemerintah dan
upaya mengenalkan warisan Islam pada dunia. Merk Brunei halal ini menjadi
pioner bagi pengusaha kecil dan menengah (SMEs) untuk memasuki
persaingan pasar global, melahirkan kesempatan investasi bagi Brunei
Darusalam di negara lain serta menciptakan pekerjaan sejalan dengan
tingginya angkatan kerja yang berpendidikan.
95
Brunei Wafirah Holding, sang pemilik merke Brunei Halal telah
beroperasi sejak 2009, dan telah melebarkan usahanya hingga benua Eropa
dengan mengoptimalkan penjualan dan distribusi di bulan Agustus 2011 di
Saltley Business Park di United Kingdom di bawah perusahaan Brunei
Wafirah Ltd.
Selain mengembangkan pasar Brunei Halal, Brunei juga
mengeksplorasi berbagai kesempatan di bidang farmasi dan kosmetik.
Tujuannya adalah untuk membangun kepercayaan dalam hal merk melalui
strategi yang mendorong integritas halal pada produk serta kepatuhan pada
aturan mencakup bidang bahan/ komponen bahan, proses produksi, logistik
dan distribusi. Merk Brunei Halal selanjutnya bertujuan untuk memenuhi
konsumsi masyarakat muslim dunia, serta menjadikan konsep halal sebagai
solusi dunia.
Brunei halal juga mendorong pertumbuhan usaha kecil menengah
(SMEs) untuk mengembangkan usahanya hingga ekspor. Terlebih karena
banyak usaha kecil tidak memiliki sertifikat HACCP dan ISO, maka Brunei
Halal berkomitmen untuk bekerja sama dengan usaha kecil menengah
(SMEs) agar bisa mengekspor produk yang dihasilkannya, dengan memenuhi
persyaratan produk, pengemasan serta akreditasi komersil yang diberlakukan.
Kebijakan Brunei halal ini bisa dimaklumi pula sebagai pelaksanaan
konsep agama negara yaitu Islam. Meski demikian kebebasan beragama
(selain Islam) dilindungi oleh pemerintah Brunei Darusalam. Demografi
populasi berdasarkan agama adalah sebagai berikut: Islam 67 %, Budha 13
%, Kristen 10 %, dan 10 % lainnya merupakan pemeluk ajaran / kepercayaan
96
lainnya. Kebersamaan agama dan kultur budaya sangat mempengaruhi
kehidupan sehari-hari yang dapat dilihat sebagai “keramahtamahan Brunei”
atau Bruneien Hospitality”.
Keseriusan Brunei Darusalam juga diperkuat dengan diterbitkannya
Kompilasi Fatwa pada Produk Halal 1994-2006 oleh Dewan Mufti Kerajaan
Brunei Darusalam yang di dalamnya mengatur beberapa hal yaitu:
a. Makanan, di dalamnya mengatur tentang:
a) Penggunaan bahan tambahan makanan Monosodium Glutamate,
b) Makanan hewan,
c) Penyiapan sate dan metode membersihkan daging,
d) Hukum mengkonsumsi tape,
e) Pengemulsi,
f) Konsumsi daging yang subhat,
g) Konsumsi saus,
h) Hukum mengkonsumsi ikan yang terkena najis.
b. Minuman, di dalamnya mengatur:
a) Konsumsi minuman yang bercampur dengan alkohol,
b) Softdrink ,
c) Minuman yang subhat,
d) Hukum penggunaan air yang telah disterrilkan dari najis (newwater),
c. Restoran, yang di dalamnya mengatur:
a) Perintah mencantumkan peringatan “tempat makan bukan untuk
orang Islam” di restoran tertentu,
b) Lisensi restoran untuk non muslim,
97
c) Restoran non muslim yang menjual makanan halal,
d) Hukum bersantap di toko non muslim.
d. Penyembelihan hewan, di dalamnya mengatur tentang
a) Penyembelihan ayam
b) Pasca penyembelihan
e. Obat-obatan, di dalamnya mengatur tentang
a) Obat-obatan yang bercampur dengan dengan alkohol dan gelatin
b) Vaksin meningitis
c) Kriteria untuk memilih obat
d) Obat dari tanduk hewan
f. Perdagangan, di dalamnya mengatur tentang
a) Perdagangan air zam-zam
b) Bisnis laser disk
c) I.B.B Saham
d) Hadiah dengan sistem pembelian
e) Transaksi bank konvensional dalan proyek halal
f) Pembelian produk dalam Quiz
g) Jual beli daging babi
h) Perdagangan kucin
i) Pembelian daging dari penjual non muslim
j) Hukum bisnis Amway
k) Penawaran lewat sms
l) Hukum dari hasil penjualan anjing
m) Hukum pembelian daging di toko non muslim
98
g. Kosmetik, di dalamnya mengatur tentang
a) Pewarna rambut
b) Mewarnai rambut memakai henna
c) Parfum yang mengandung alkohol
d) Penggunaan alkohol
h. Perhiasan, di dalamnya mengatur tentang
a) Memotong bulu domba hidup-hidup
b) Kata “carlsberg” pada kain
i. Persewaan dan Perabotan, di dalamnya mengatur tentang
a) Penggunaan gedung
b) Microwave yang diproduksi oleh non muslim
c) Penggunaan dapur dan mesin cuci di apartemen oleh non muslim
d) Cara pembersihan pasar babi
e) Penggunaan peralatan dari tulang
f) Transportasi
g) Penulisan label transporrtasi untuk daging babi
h) Transportasi khinzir atau daging babi
4. Perbankan Syariah & Otoritas Moneter
Sektor keuangan di Brunei Darusalam berjalan dengan 2 sistem
keuangan yaitu konvensional dan Keuangan Islam. Ada beberapa bank yang
beroperasi di Brunei Darusalam, 7 bank dari luar negeri dan 3 bank lokal,
termasuk 2 bank Islam yaitu Bank Islam Brunei Darusalam (BIBD) dan
Tabung Amanah Islam Brunei (TAIB), Baiduri Bank Berhad, Citibank,
99
HSBC, Standard Cartered Bank, Maybank, RHB dan United Overseas Bank,
Bank international seperti Royal bank Canada, Commerce International
Merchant Bankers and Overseas-Chinese Banking Corporation juga
menempatkan cabangnya di Brunei Darusalam.
Khusus untuk industri perbankan Islam di Brunei dimulai dengan
beroperasinya Tabung Amanah islam Brunei (TAIB) pada tahun 1991 yang
kemudian diikuti oleh Islamic Bank of Brunei Berhad (IBB) pada tahun 1993
dan Islamic Development Bank of Brunei Berhad (IDBB) pada tahun 2000.
Kementerian keuanganh pada gilirannya menerapkan merger antara IBB dan
IDBB menjadi Bank Islam Brunei Darusalam (BIBD) yang diluncurkan pada
tahun 2005.
Keuangan Islam memainkan peran sentarl pada ekonomi lokal Brunei
Darusalam gengan 40 % dari market share bank Syariah.dalam kurun waktu
5 tahun berikutnya telah meningkat 55 hingga 60 %. Sebagaimana industri
pelayanan keuangan yang menuntut jiwa kompetitif, bank Islam juga
memiliki tantangan tersendiri. Tantangan itu antara lain bagaimana
mengelola pembiayaan agar tidak mendatangkan resiko besar bagi mereka.
Beberapa jenis produk keuangan adalah dengan adanya BIBD’s Sukuk
Al-Ijarah pada tahun 2006, seiring dengan BIBD Musyarokah Musahamah
dan Sertifikat Al-BaiTradable Musyarokah. Perkembangan sektor ekonomi
juga mengalami perkembangan seiring pertumbuhan bank Islam di Brunei
Darusalam, seperti yang dikemukakan oleh Javed Ahmad (Direktur Manajer
BIBD) yang menyatakan bahwa pertumbuhan pelayanan Keuangan Islam
lahir sejalan dengan populasi masyarakat muslim. Faktanya, ada sejumlah 1,
100
6 miliar masyarakat muslim pada dunia global yang membutuhkan pelayanan
seperti ini. Banyak bank konvensional juga membuka pelayanan keuangan
Islam untuk memenuhi tuntutan pasar.
Baiduri Bank beroperasi dan memiliki 13 cabang pada Times Square
Shopping hingga Juli 2012. Dan sejak 1994, Baiduri Bank konsisten
membangun keuangan yang kuat dengan menyiapkan pelayanan produk dan
konsumen. Upaya mereka membuahkan prestasi internasional, antara lain
sebagai Best Retail Bank Brunei dari Asian Banker; Best Banking Group dari
World Finance dan Bank of the Year dari The Banker Magazine, UK.
5. Wirausaha/ Enterpreneur
Brunei Darusalam memiliki komitmen kuat untuk membangun bisnis
lokal yang fokus pada pertumbuhan industri kecil menengah (SMEs).
Berkoordinasi dengan Brunei Economic Deelopment Board (BEBD) dalam
rangka memperkuat sektor dalam negeri, Local Business Development
Strategy diformulasikan untuk memenuhi Brunei vision tahun 2035. BEBD
telah memformulasikan beberapa program untuk mengembangkan
kapabilitas, permodalan dan konektifitas dengan tujuan menciptakan
kreatifitas bagi bisnis lokal dengan mempromosikan lingkungan bisnis yang
ramah.
Selain itu dengan mengajak Kementerian Budaya, Pemuda dan
Olahraga, Alcoa of the USA, Bank Islam Brunei Darusalam, Petroleum Geo
Services of Norway dan Citi Foundation of the USA, Beberapa program
dijalankan oleh YDR termasuk seminar motivasi, mentoring bisnis,
101
workshoip bisnis dan skema bisnis mikro. Tipe bisnis yang dikembangkan
meliputi industri roti, jahit, makanan, jasa kaering, salon, cuci mobil, dan
sebagainya.
Perkembangan usaha di Brunei Darusalam juga semakin bergeliat
dengan dibukanya Icenter yang mulai beroperasi pada tahun 2008 di bawah
kendali Pangeran Mohamed Bolkiah, yagn pada sat itu juga menjabat sebagai
menteri perdagangan dan kementerian luar negeri. Icenter manjadi inkubasi
tehnologi komunikasi dan informasi (ICT) yang fokus pada pengembangan
pengusaha ICT menuju produksi Made-in Brunei.
6. Bidang pendidikan
Dalam rangka menghadapi tantangan sosial dan ekonomi pada abad 21
serta untuk merealisasikan visi kementerian pendidikan untuk membekali
pelajar dengan ketrampilan yang berguna, National Education Scheme
(SPN21) telah dikenalkan sebagai sistem pendidikan sejak 2009. Alasan di
balik pendekatan holistik dari SPN21 adalah untuk mencapai Visi Brunei
2035 yatiu mencetak generasi yang trampil untuk memasuki dunia kerja dan
ekonomi yang berkelanjutan. Negara ingin membentuk kreatifitas, inovasi
dan pelajar yang memiliki ketrampilan yang tinggi.
Kementerian Pendidikan telah mencanangkan beberapa program yang
mencakup kemampuan individu, inovasi kerja sebagaimana kreatifitas pada
kemampuan intelektual dan kreatifitras kemampuan menstimulasi mental dan
pengembangan bakat atau talenta.
102
Sejalan dengan SPN21 adalah adanya upaya meningkatkan efisiensi
pengajaran dan pembelajaran serta pelayanan kantor dengan menyiapkan
sejumlah pelatihan dan bimbingan kepada para guru dan karyawan baik
secara tingkat lokal maupun internasional. Hal ini dimaksudkan untuk
menguatkan kualitas pelayanan melalui program Building Improvment of
Schools and Infrastructure (BISAI), serta program perawatan gedung,
penguatan jaringan kerja sama dan pendekatan kerja sama dengan komunitas
serta industri yang berkaitan dengan pendidikan internasional melalui
hubungan bilateral, pelibatan pada asosiasi penting semacam SEAMEO,
UNESCO dan ISESCO, pola baru bagi para guru dan sudah dikenalkan pada
tahun 2008, diselenggarakan pula program Kepemimpinan Sekolah untuk
mengembangkan kapasitas pimpinan kepala sekolah, yang
mengimplementasikan program membaca seperti English fo Pre-School
(EPPS), mengintensifkan dukungan pada Science, Technology and
Environment Partner Center (STEP) dan menerapkan La main La Pate
(LAMAP), yang mengenalkan ilmu pada sekolah dasar dan menengah serta
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mendukung visi menteri dalam menyiapkan kualitas pendidikan
bagi pengembangan negara, maka kedamaian dan kemakmuran senantiasa
diupayakan dalam pencapaian visi Brunei 2035. Untuk itu beberapa kegiatan
yang menginisiasi telah disiapkan. Sebagai contoh para pelajar dalam
program SPN21 telah menerapkan Applied Secondary Education Programme
yang berorientasi pada kombinasi antara tehnologi dan bisnis secara lebih
praktik dan menggunakan pendekatan pengajaran bermodel hands-on dan
103
pendekatan pembelajaran. Melalui subyek bisnis, seni dan tehnologi, pelajar
akan mulai belajar mengembangkan bisnis khususnya identifikasi pasar dan
mendeteksi produk yang layak jual serta membangun ketrampilan dalam
penggunaan kemampuan berseni dalam waktu yang bersamaan menggunakan
tehnologi tingkat dasar. Kalau dilihat dari fatwa-fatwa lembaga fatwa,
memang Mufti ini memberikan saraan-saran agar diadakan sekolah-sekolah
agama, sehingga sekolah agama di Brunei sehingga lebih bagus, dan
disarankan juga oleh Mufti untuk mengadakan sekolah Arab. 7 tahun wajib
ugama. Jadi yang wajib itu sekolah melayu dan sekolah ugama.27
Bila di Indonesia sekolah agama banyak diajarkan di pesantren, di
Brunei tidak ada. Sebagaimana penjelasan pengurus lembaga dakwah yang
meyatakan bahwa di Brunei tidak ada pesantren, kalau dulu ada dan
namanya Balai. Pendidikan pun kita seiring dengan zamanlah. Jadi
kedudukan pesantren diganti oleh sekolah Arab,dan semuanya di asrama.28
27Hasil Focus Group Discussion dengan Pengurus Lembaga Fatwa Negara Brunei, Kamis, 17
Desember 2015 28 Wawancara dengan Pengurus Pusat dakwah Islamiyah Brunei Darussalam, Jum’at 18
Desember 2015
104
BAB IV
BRUNIE DARUSSALAM:
NEGARA AHLUS SUNNAH WALJAMA’AH YANG SEJAHTERA
A.Analisis Konsep Aswaja
Bila dilihat dari sisi konsep pemikiran, Ahlus Sunnah Waljama’ah di Brunei
Darussalam merupakan bentuk dari pemahaman keislaman yang sudah berkembang
sejak masa Nabi Muhammad SAW, para sahabat, tabiuttabi’in sampai para ‘ulama
dan da’i da’i kekinian. Dengan pemahaman makna aswaja sebagai kelompok yang
konsisten dengan kebenaran dan kebaikan yang dibawa secara turun temurun dari
para ulama, menunjukkan bahwa paham keislaman ini berusaha untuk yang
menjaga keaslian ajaran Islam dan ketersambungan (qontiunity). Hal ini penting
dilakukan secara konsisten karena banyak dalam pengalaman agama-agama langit,
yang terjadi berbagai penyelewengan ajarannya, sehingga tidak lagi bisa dijamin
orisinalitas ajaran yang kemudian melahirkan banyak penyalahgunaan. Dengan
demikian konsep Ahlus Sunnah Waljama’ah di Brunei Darussalam sejatinya
menganut telah memenuhi unsur teoritis qontiunity and changes.
Pemaknaan yang dilakukan oleh para ulama Brunei Darussalam tentang
Ahlus Sunnah Waljama’ah mengacu kepada pemaknaan yang dilakukan oleh para
ulama Nusantara yang tergabung pada MABIM, yaitu Majelis Agama Brunei
Darussalam, Indonesia dan Malaysia. Kesepakatan makna tersebut intinya adalah
golongan yang secara istiqamah berpegang teguh kepada tradisi kenabian dan
salafussalihin yang tentunya mengacu kepada dasar-dasar al-Qur’an dan al-Sunnah.
105
Pemegangan terhadap sunnah nabawiyah tersebut untuk memastikan adanya
kebenaran yang pasti terjamin keasliannya karena selalu mengacu kepada bimbingan
dan pendapat pendapat para ulama yang satu sama lainnya saling bersambung secara
mutawatir sampai Rasulullah SAW.
Pemahaman makna yang dipegang dan jadikan dasar pemikiran dan amaliah
Ahlus Sunnah Waljama’ah di Brunei Darussalam ini, sebagaimana juga pemahaman
masyarakat ulama di Indonesia dan Malaysia, berbeda dengan makanaan Ahlus
Sunnah Waljama’ah pada kelompok lain seperti kelompok salafi wahabi, yang
memaknai tanpa harus mengacu kepada pendapat ulama-ulama. Sehingga
pemahaman yang diambil dari pemaknaannya yang lansung menafsirkan dari hadist
tersebut menimbulkan amaliah yang sangat berbeda dengan mayoritas kaum
muslimin, dan bahkan cenderung eksklusif dan tak jarang menjadi radikal
fundamental.
Dari pola pemaknaan tersebut, juga menunjukkan adanya metode
pengambilan dasar hukum bagi pemahaman dan pengamalan Ahlus Sunnah
Waljama’ah di Brunei Darussalam. Dapat dipahami bahwa para ulama di Brunei
Darussalam Ahlus Sunnah Waljama’ah mendasarkan kepada (1) al-Qur’an sebagau
sumber utama yang tidak bisa di tawar, (2) al-Sunah al-nabawiyah sebagai sumber
kedua setelah al-Qur’an, yang pemahamannya harus dilihat berbagai aspeknya; asbab
al wurud, riwayah sanadnya, matanya dan contoh dari para ulama serta pengamalan
mayoritas ummat, karena itulah maka (3) Ijma’ atau kesepakatan ulama-ulama yang
106
ahli di bidangnya menjadi acuan dasar pemahaman yang ketiga. Ulama-ulama yang
dimaksud satu sama lainnya harus bersambung sampai Rasulullah SAW. Dan untuk
mensikapi berbagai perubahan sosial yang terus berkembang, maka para ulama Ahlus
Sunnah Waljama’ah di Brunei Darussalam dan di Asia Tenggara pada umumnya
menggunakan metode (4) qiyas atau analogi kasus yang sudah ada sebelumnya
dengan peristiwa atau kasus yang muncul belakangan. Bila memiliki kesamaan sebab
dan aspek lainnya, maka hukum disamakan dengan hukum amal yang sudah ada
tersebut.
Dengan ke empat dasar pemahaman dan juga pengamalan Ahlus Sunnah
Waljama’ah di Brunei Darussalam tersebut, dapat dipahami bahwa Ahlus Sunnah
Waljama’ah tidak hanya sekedar paham keagamaan biasa saja, namun juga
merupakan metode berfikir atau metode istinbath hukum (dedutif) maupun metode
istidlal (induktif). Diantara metode tersebut adalah (1) Ahlus Sunnah Waljama’ah
sebagai manhaj qauli, artinya mengutip pandangan atau pendapat uama sunni secara
utuh berdasarkan kitab-kitab yang muktabar.oleh karenanya perlu dihindari
pengutipan dari pendapat atau kitab dari madzhab lain dalam rangka menjaga
kemurnian dan konsistensi pemahaman. (2) Ahlus Sunnah Waljama’ah sebagai
madzhab manhaji, artinya cara merespon masalah yang harus mengutip sumber al-
Qu’an, Hadits dan pendapat para ulama dengan tahapan pengutipan dari kitab al-
Qur’an usmani, dan mufasir yang terkemuka, kemudian mengutip hadist hadist yang
muktabar periwayatannya dengan mencantumkan nama perawi sampai Rasulullah
dan kadar hadis yang disahkan oleh ulama yang tidak diragukan kesunnianya.
107
Langkah berikutnya adalah mengutip pendapat ulama baik ijma sahabat atau ijma
mujtahidin dengan tetap mengacu kepada kita-kitab muktabar serta mujtahid
muharrir madzhab.
Sedangkan prosedur penetapan hukum dalam tradisi Ahlus Sunnah
Waljama’ah se Asia Tenggara, sebagaimana berlaku di Brunei Darussalam juga
mengacu kepada tiga pola, yaitu (1) pola maudhuiyah, yaitu pola pendeskripsian
masalah yang berbentuk tashawur lintas disiplin keilmuan empirik..(2) pola
qanuniyah , yaitu bila masalah berkenaan dengan masalah hukum maka
pendekatanya adalah tathbiqu syari’ah dan (3) pola waqi’iyyah, yaitu cara merespon
kejadian faktual kontekstual serta insidental.
Adapun keberadaan Ahlus Sunnah Waljama’ah di Brunei Darussalam yang
secara tegas diyatakan dalam undang-undang negara sebagai madzhab resmi negara,
menunjukkan adanya keyakinan yang kuat pada para pemimpin negara ini bahwa
konsep Ahlus Sunnah Waljama’ah memiliki kekuatan untuk mengantarkan kepada
kondisi masyarakat islam danmasyarakat pada umumnya untuk bersatu membangun
kehidupan yang aman, adil, sejahtera lahir bathin dunia sampai akherat. Peletakan
paham Ahlus Sunnah Waljama’ah sebagai madzhab negara ini tidak terlepas dari
beberapa kenyataan yang melatarbelakanginya, diantaranya adalah (1) pemimpin
negara yang merupakan keturunan raja-raja Brunei yang merupakan keturunan
Rasulullah yang konsisten bermadzhabkan Ahlus Sunnah Waljama’ah.
Ketersambungan kepemimpinan yang berhaluan sunni, menuntut para penerusnya
108
memegang teguh haluan keislaman yang sudah menjadi cirikhas dan sekaligus
ideologi keagamaan, kenegaraan dan kemasyarakatan. Ketika penerus memegang
tabuk kepemimpinan, maka legitimasi kekuasaannya tidak hanya karena darah
birunya atau keturunan biologisnya, namun juga harus meneruskan dan
mengejawantahkan ideologi keagamaan yang justru lebih kuat legitimasi masyarakat
dan dunia manakala ideologinya memiliki kesamaan dengan penerus dan masyarakat
yang dipimpinanya.
Faktor yang kedua (2) adalah adanya jaringan keislaman dan keulamaan
Nusantara, yang meliputi wilayah-wilayah Asia Tenggara yang semenjak masa awal
islamisasi sudah menunjukkan warna keislamannya yang berhaluan Ahlus Sunnah
Waljama’ah atau lebih dikenal sebagai madzhab sunni. Haluan keulamaan yang sunni
inilah yang menjadikan Islam secara masif dapat diterima dengan damaioelh
masyarakat Nusantara, yang memang menekankan karakter moderatnya
(tawashutiyyah), santun (ahlaqiyyah), saling membantu (ta’awuniyah), saling
menghargai dan toleransi (tasamuhiyyah), persaudaraan (ukhuwwah) dan persamaan
sesama (al-musawah). Prinsip nilai-nilai tersebut menjadikan Islam damai atau Islam
rahmatan lil ‘alamien dapat terwujud secara nyata (3) pengalaman sosial
budaya,yaitu kondisi masyarakat Brunei yang secara budaya merupakan satu
kesatuan dengan budaya warga Nusantara yang memiliki banyak kesamaan dalam
banyak aspek kehidupan. Kenyamanan sosial yang sudah terbentuk merupakan hasil
perjuangan para dai Ahlus Sunnah Waljama’ah, dengan lahirnya tradisi-tradisi yang
berbasiskan kepada agama dan budaya lokal yang ada.model berbudaya yang
109
akamodatif dari madzhab sunni Ahlus Sunnah Waljama’ahiniah yang menjadikan
tatanan sosial budaya bertahan lama dan bahkan membudaya sedemikian rupa.
Prinsip kebudayaan kaum sunni yang menjaga tradisi lama yang masih baik dan
dapat mengambil hal-hal baru yang lebih bermashlahat atau seering dikenal dengan
istilah ( ة على قديم الصالح والاخذ بالجديد الاصلاحالمحافظ ), adalah prinsip metodologi
kebudayaan yang telah teruji dalam sejarah Islam. (4) kepentingan negara menjaga
stabilitas keamanan demi kondusifnya pembangunan yang berkelanjutan menuju
kesejahteraan umum yang senyatanya. Karena sudah menjadi pengalaman negara-
negara di dunia, bahwa stabilitas negara yang kondusif dan aman, menjadi modal
utama bagi terlaksananya pembangunan masyarakat. Melihat kondisi sosial budaya
yang sudah tertanam nilai-nilai Ahlus Sunnah Waljama’ah itulah maka negara harus
hadir membantu terciptanya tujuan masyarakat yang sudah memiliki tata nilai sunni
tersebut. Hal ini sesuai dengan teiru antropologi budaya dari Ibn Khaldun yang
menyatakan الرعية على دين ملكهم, rakyat atau ummat akan mengikuti kebijakan
pemimpinnya. dan kebijakan pemimpin harus mengikuti kemashlahatan untuk
ummatnya.
Dengan kemantapan dan penetapan Ahlus Sunnah Waljama’ah sebagai
madzhab negara Brunei Darussalam, maka negara inilah satu-satunya negara di dunia
yang secara tegas menyatakan sebagai Negara Ahlus Sunnah Waljama’ah, atau
negara aswaja, yang dengannya terbukti mengarahkan kepada kesejahteraan sosial
dan keadilan masyarakat, dan dinobatkan sebagai negara terkaya di Asia Tenggara.
110
Cakupan bidang Ahlus Sunnah Waljama’ah di Brunie Darusslalam,
sebagaimana ruang lingkup Ahlus Sunnah Waljama’ah di Asia Tenggaran lainnya,
yaitu 3 bidang meliputi akidah, fiqih syari’ah dan tashawwuf atau akhlaq. Aspek
akidahnya mengikuti pandangan al-Asy’ari dan al-Maturidi dan aspek fiqihnya
mengikuti salah satu empat madzhab fiqih (Hanbali, Maliki, Hanafi dan Syafi’i),
serta tasawuf akhlaqnya mengikuti pandangan tashawuf moderat model Abu Qasyim
Juneid al-baghdadi dan al-Ghazali.
Tiga bidang keagamaan tersebut sebenarnya mengikuti pola dasar trilogi
keberagamaan atau dikenal sebagai arkan al-dien, yaitu iman, islam dan ihsan yang
ketiganya bisa disebut dalam trilogi iman, ilmu dan amal. Model ketiganya juga
dianalogkan sebagai pohon thayyibah yang meliputi akar, batang ranting dau serta
buahnya. Sebagaimana hal tersebut digambarkan sebagai berikut:
111
Akar sebagai penyangga pohon
sebagai Akidah atau Iman
Batang tubuh atau pohon, ranting, anak ranting sampai dedaunan, diumpakan sebagai aspek Fiqih/Syari’ah
Buah atau sebagai hasil dari akar dan batang pohon sebagai akhklaq tasawuf
112
B. Analisis Impelentasi Aswaja
Konsep Ahlus Sunnah Waljama’ah di Brunie Darusslalam yang telah
ditetapkan secara resmi sebagai madzhab negara, menuntut negara bertanggungjawab
sepenuhnya untuk mengimplementasikan konsep tersebut secara sistematis dan
terencana dengan dukungan fasilitas yang memadai. Sebagai negara monarkhis, maka
pelaksanaan kebijakan semuanya ditangan raja karena rajalah pemiliki kebijakan
tertinggi dan sekaligus penanggungjawabnya. Salah satu kawalan yang dilakukan
adalah dengan membentuk Pusat Pengkajian Pemahaman Ahlu Sunnah Waljama’ah
yang berpusat di Kolej Universiti Perguruan Ugama Seri Begawan.
Suatu konsep tentang keyakinan, ajaran, madhab atau keagamaan, dibentuk
oleh beberapa faktor, diantaranya adalah doktrin normatif yang didapatkan dari suatu
teks yang sudah diyakini kebenarannya secara mutlak, yang harus diterima secara
taken for granted. Dalam hal konsep Ahlus Sunnah Waljama’ah di Brunie
Darusslalam, tentu faktor nash al-Qur’an dan al-Hadits menjadi faktor utamanya.
Faktor lain adalah keturunan atau warisan tradisi yang diturunkan secara
kekeluargaan, dan dalam kontek ini sangat jelas bahwa pemahaman Ahlus Sunnah
Waljama’ah di Brunie Darusslalam merupakan kebijakan keluarga raja yang masih
dhurriyah Rasulullah SAW yang sejak dahulu merupakan penjaga Islam sunni.
Konsep yang kuat ini akan mendorong suatu tindakan dalam bentuk kebijakan yang
bersifat mengikat bagi seluruh negeri. Hal ini sesuai dengan teori Karl Manheim yang
113
menegaskan bahwa pemahaman suatu konsep ilmu pengetahuan akan memdorong
dan membentuk perilaku.
Kosep
Karl Manheim : ilmu pengetahuan
membentuk perilaku
Implementasi
Anthony Giddens;
tindakan manusia sebagai
sebuah agen atau pelaku
Aswaja
Brunei Darussalam (analisis mengacu:
, فكرة التوسطية, التطورية, التسامحية
المنها جية و الاصلاحية
Cakupan: Aqidah, syari’ah-fiqhiyya
dan akhlaq-shufiyyah
Merespon kemodernan
Dari sisi konsep Ahlus Sunnah Waljama’ah di Brunie Darusslalam, ada
sedikit perbedaan dengan yang berkembang di negara-negara muslim Asia Tenggara.
Kesepahaman dari MABIN, yang diambil dari pemahaman para ulama sunni
muktabarah, bahwa cakupan pemahaman Ahlus Sunnah Waljama’ah yang standar itu
adalah berpegang teguhnya ummat bidang akidah mengikuti al-Asy’ari dan al-
Maturidi, bidang fiqih syari’ah mengikuti salah satu empat madhab dan mengikuti
atau mengamalkan tasawuf dengan mengambil model moderat sebagaimana
dilakukan al-Juneid dan al-Ghazali.
114
Pada praktiknya, Ahlus Sunnah Waljama’ah di Brunie Darusslalam ada
perbedaan yang cukup signifikan bila dibanding dengan Ahlus Sunnah Waljama’ah
di Indonesia. Perbedaan tersebut adalah:
a. Bidang akidah dijaga sangat ketat dan rigid, sehingga sangat sensitif
terhadap isu syirik, bid’ah dan khurafat. Bahkan untuk menjaga
kemurnian akidah ini dibentuk dewan khusus yang bertugas mengawal
akidah. Bentuk pengawalan tersebut diataranya melarang sama sekali
paham selain Ahlus Sunnah Waljama’ah, sehingga wahabi salafi,
muktazili dan lainnya merupakan larangan keras berkembang di Brunei
Darussalam. Razia akidah bisa diterapkan kapan saja, dan bila terdapat
hal-hal yang tidak sesuai dengan akidah Ahlus Sunnah Waljama’ah akan
dikenakan sanksi pidana atau penjara.
b. Bidang fiqih atau syari’ah, walaupun secara konsep Ahlus Sunnah
Waljama’ah pada umum memilih salah satu dari empat madzhab fiqih,
namun di Brunei ini negara telah menentukan pilihan satu satunya yang
dilaksanakan adalah madzhab Syafi’i. Pilihan madzhab ini pun ditegaskan
oleh negara sebagai satu-satunya madzhab yang harus diimplementasikan
dalam bidang ibadah, muamalah, politik atau siyasah, munakahat, jual beli
atau perdagangan dan bidang lainnya. Untuk pengawalan ini maka raja
membentuk dewan pengawalan yaitu center for madhab syafii studies
yang berpusat di Universitas Sultan Syarif Ali.
115
c. Bidang tasawuf, pengamalannya hanya bersifat umum yaitu praktik
akhlaq al-karimah melalui pendekatan dzikrullah secara masif dengan
materi yang bersifat umum. Implementasi aspek tasawuf ini berbeda
dengan dengan praktik di negara-negara berpendudukan muslim lain, yang
mengarahkan pada pemilihan pada salah satu tarekat yang berkembang
selama ini. Ahlus Sunnah Waljama’ah di Brunie Darusslalam dapat
dikatakan anti tarekat, karena dianggap tarekat itu rentan pada
pelaksanaan akidah ummat, dan sebagai pintu masuknya praktik
kesyirikan, kultus, bid’ah dan perdukunan yang ini berarti tidak sesuai
dengan kawalan akidah yang murni. Bahkan fatwa para mufti kerajaan
dengan tegas melarang amalan dan perkembangan tarekat, dan sesiapa
yang melakukannya akan mendapat sanksi tegas. Adapun pelaksanaan
tasawuf hanya ditujukan kepada pembentukan akhlaq al-karimah dengan
mengacu kepada pendapat kaum sufi moderat akhlaqi terutama al-Ghazali.
Amaliah dzikir dan pembacaan al-Qur’an, walaupun secara umum
sebagaimana dalam hadits, tetapi negara menjadikan dzikir sebagai
budaya masyarakat dalam aspek apapun. Semua kegiatan besar maupun
kecil, baik formal maupun non formal, terutama proyek-proyek besar,
selalu didahului dengan dzikir. Bahkan perayaan hari-hari besar Islam,
hari perayaan negara, hari perayaan internasional, selalu dilakukan
seremoni dengan dzikir. Pengamaan dzikir yang intens itu diyakini
masyarakat sebagai penyebab turunnya berkah dari Allah sehingga
116
kemamuran terwujud di negeri ini. Masyarakat sangat yakin bila dikir
dilaksanakan dengan serius negara tidak akan memgalami kesulitan
ekonomi, yang merupakan aspek terpenting kehidupan. Masyarakat dan
raja pun bersepakat untuk terus menjadikan Brunei sebagai negeri dzikr.
Selain kegiatan dzikir, sebagai bentuk kegiatan tasawuf akhlaqi amali
adalah pembacaan al-Qur’an dan shlawatan Nabi SAW. Dua kegiatan ini
merupakan acara wajib kenegaraan dalam rangka perayaan hari-hari besar
Islam dan kenegaraan. Kegiatan tersebut dilaksanakan di berbagai masjid
dan musholla dan negara yang membiayainya.Pembacaan al-Qur’an
diwajibkan pada sekolah-sekeolah dasar sebagai materi utama, bahkan
sekolah-sekolah tahfidz al-Qur’an menjadi perhatian raja secara serius.
Untuk memberikaan semangat kepada masyarakat muslim dalam
pengamalan tasawuf dan al-Qur’an, raja mendirikan musium al-Qur’an
yang memajang berbagai bentukdan versi al-Qur’an yang diambil dari
berbagai wilayah dan negara di dunia. Al-Qur’an yang terkecil sampai al-
Qur’an yang terbuat dari tulang dan marmer tersimpan dengan sangat rapi
di musium ini. Juga ada musium yang menyimpan berbagai bentuk dan
jenis tasbih, tongkat dan keris.ini menjukkan bahwa raja adalah suka
berdzikir sebagai implenentasi perintah Allah, raja juga mewarisi tradisi
para Nabi yang terus bersambung petunjuknya sebagaimana gambaran
tongkat yang menggambarkan permohonan petunju hidup. Sedangkan
117
keris menggambarkan penjagaan tradisi yang harus dihormati agar
kekuasaannya terus mendapatkaan dukungaan masyarakat, juga gambaran
akan kekuatan untuk menjaga kadaulatan negara dari gangangung dari
manapun.
Dalam rangka meneguhkan implementasi Ahlus Sunnah Waljama’ah, negara
mengendalikan sepenuhnya semua bidang kehidupan masyarakat. sebagaimana
konsep negara Islam yang berhaluan sunni sebagai negara resmi dengan pemahaman
konsep tunggal dari negara, maka semua aspek kehidupan dikontrol secara ketat oeh
negara. Aspirasi dan transformasi kerakyatan nyaris tidak tumbuh. Dengan model
monarkhi yang dikendalikan negara, masyarakaat tidak memiliki tafsir dan inisiatif
untuk mengembangkanaspek-aspek kehidupan keseharian.
Bidang akidah yang menolak syia’ah dan wahabiyah serta aliran-aliran
lainnya. Juga fiqih yang hanya menggunakan al-Syafi’i serta tasawuf normatif tanpa
tarekat, mengesankan kuatnya normatifitas dan berparadigma konservatif dalam hal
agama mahdhah. Namun untuk bidang muamalah, khususnya ekonomi dan ilu
pengetahuan umum, masyarakaat yang sepenuhnya diendalikan negara, mengikuti
perkembangan zaman. Artinya negara terbuka terhadap praktik-praktik ekonomi
modern, baik perbankan, pembangunan infrastrukttur, perdagangan eksport import
dan sebagainya.
118
C. Pembudayaan Aswaja di Brunei Darussalam
ASWAJA BRUNEI
Konsep Implementasi
Islam sbg Agama Negara (official religion)
agama sebagai instrument :Otoritas kekuasaan, menjaga
stabilitas
Konsep tunggal tentang Aswaja
Akidah Asy’ariyah
Tasawuf al-Ghazaliyah
Fiqih Syafi’iyyah
Aswaja dikendalikannegara: stablisator
Akidah: menolak syi’ah dan wahabiyah
Menolak wujudiyah
Fiqh post tradisional(stabilitas)
محافظة على الصالح والاصلاح وتطوربة
Menjaga tradisi dan menerima modernitas(continuity and change)
“Melayu Islam Baraja”
Praktik kehidupan masyarakat dapat dikatakan sebagai model akomodasi
kebudayaan baru dengan tetap menjaga tradisi dan nilai-nilai normatif teologis Islam
Ahlus Sunnah Waljama’ah. Prinsip akomodatif antara Islam dan tradisi yang ada
yaitu tradisi masyarakaat Melayu, inilah yang dirumuskan oleh negara sebagai
konsep Melayu Isam Baraja (MIB). Dengan konsep ini sesungguhnya Brunei
Darussalam mengaplikasikan kaidah “menjaga tradisi lama yang baik dan menerima
hal baru yang lebih bernilai guna”. Kaidah ini lebih dikenal dengan istilah المحافظة
على قديم الصالح والاخذ بالجديد لاصلح
Inilah prinsip pembudayaan Ahlus Sunnah Waljama’ah dalam kehidupan
masyarakat yang menjamin adanya stabilitas kekuasaan, stabilitas keamanan,
119
stabilitas keimanan dan stabilitas kesejahteraan. Stabilitas kekuasaan sangat
dibutuhkan oleh siapaun yang sedang berkuasa agar dapat menjalankan tugas
kekuasaannya. Konsentrasi penguasa dalam membuat program pembangunan untuk
rakyatnya menjadi sangat penting sehingga tujuan kekuasaan tercapai. Stabilitas
kekuasaan akhirnya menjadikan terwujudnya stabilitas keamanan negara yang
memungkinkan dapat menjaga situasi nyaman bagi seluruh masyarakat dan rakyat.
Namun stabilitas keamanantidak mungkin bisa terkondisikan bila hati masyarakat
tidak memiliki stabilitas keimanan, karena keimanan yang kuat akan mendorong
manusia melakukan banyak hal baik yang sesuai denga perintah Tuhan.semakin
banyak kebaikan yang dihasilkan, semakin amanlah keadaan. Di siniah peran ajaran
Ahlus Sunnah Waljama’ah sangat strategis dalam menumbuhkan keimanan yang
akomodatif dan toleran sehingga keamanan bisa terwujud.
Bila stabilitas kekuasaan, keimanan dan keimanan telah mapan, maka
pembangunan segala bidang masyarakat; politik, ekonomi, sosial, budaya dan lainnya
dapat dilaksanakan secara lancar. Dengan pembagunan yang aman lancar tersebut
akan memudahkan tercapainya kesejahteraan masyarakat. Keadaan telah
membuktikan bahwa stabiliats-stabilitas tersebut telah mengantarkan kepada
kesejahteraan yang merata bagi masyarakat. tentunya kesejahteraan yang tidak hanya
bersifat fisik namun bathiniyah. Dengan semua stabilitas tersebut akhirnya
kebahagiaan hidup akan dirasakan oleh seluruh komponen bangsa. Di sinilah
urgensinya negara hadir sebagai pihak yang mengontrol terjaminnya stabilitas
multidimensi tersebut. Kontrol tersebut memstikan terjadinya proses pembudayaan
120
yang terjadi secara sistematis dan berkeanjutan. Proses pembudayaan aswaja di
Brunei Darussaam dapat digambarkan sebagaimana bagan di bawah ini.
Pembudayaan Aswaja BruneiControlled and conditioned by Government
kelembagaan
kebudayaan
Pembentukan perundangan berasaskan aswaja, HB muizzaddin wa daulah, hukum qonun sbg UUD
Pendirian institusi keisaman: pendidikan, qadi, politik, ekonomi dan sosial dsb berasaskan “melayu Islam baraja”
Perayaan kagamaan sebagai tradisi Islam yg wajib diadakan diikuti masyarakat
Amaliyah syari’ah mahdhah dalam arahan MU, pelaksanaan kehidupan berbasis syari’ah
Dzikir, yasin tahlil dan ziarah, (negara sbg cultural broker)......
Negara sbg khadimul aswaja
Dari gambar tersebut nampak bahwa pembudayaan konsep Ahlus Sunnah
Waljama’ah oleh negara yang memegang kontrol kendali melalui langkah-angkah
sebagai berikut:
a. Konseptualisasi
Yaitu upaya negara untuk memberikan pemahaman secara benar dan
utuh tentang Ahlus Sunnah Waljama’ah kepada masyarakat pada setiap level
dan strata. Untuk kepentingan inilah didirikan Pusat Pengkajian Kefaman
Ahlus Sunnah Waljama’ah yang didirikan di Kolej Universiti Perguruan
121
Ugama Seri Begawan (KUPU-SB). Penyamaan konsep tentang Ahlus Sunnah
Waljama’ah merupakan upaya awal untuk meletakkan dasar-dasar keislaman
yang santun, ramah, toleran dan menghargai tradisi, suatu konsep tentang Islam
yang rahmatan lil ‘alamien. Konsep Ahlus Sunnah Waljama’ah yang
dibudayakan tersebut dapat mencakup sebagai metode beragama (manhaj al-
dini), metode berperilaku (manhaj al-suluki),metode pembaharuan dan
pengembangan (manhaj al-Islahiyah wa al-thatawwuriyah) dan metode
berpolitik (manhaj al-siyasiyah).
Secara khusus proses pembudayaan yang mengintegrasian antara Islam
dan budaya tersebut dirumuskan dalam konsep Melayu Isam Beraja. Ini adalah
bentuk konseptualisasi yang cukup cerdas dimana Islam dan tradisi Melayu
yang tidak bisa dipisahkan dalam suatu ranah kebudayaan yang hidup sejak
lama dan terbukti membawa kesejahteraan masyarakat.
b. Institusionalisasi
Tahapan ini adalah mendirikan lembaga-lembaga yang berfungsi secara
khusus untuk mengawal, menjabarkan pemahaman Ahlus Sunnah Waljama’ah,
merancang kegiatan-kegiatan khusus dan mengkordinasikan dengan lembaga-
lembaga terkait dalam rangka pembudayaan. Lembaga-lembaga tersebut
didirikan di berbagai bidang baik di pendidikan, ekonomi, pemerintahan dan
keagamaan. Diantara lembaga itu adalah Majelis Ugama Islam, Jabatan hal
Ihwa Agama (1955), Mahkamah Kadi (1955), Majelis Tertinggi Kebangsaan
122
Melayu Islam Beraja (MTKMIB), pusat kajian madzhab Syafi’i, pusat kajian
pemahaman Ahlus Sunnah Waljama’ah, lembaga fatwa, lembaga pengawal
akidah, pusat dakwah (1985), pusat kajian Isam (1986), pusat kajian keuangan,
dan sebagainya. Kesemua lembaga tersebut secara prinsip merupakan
penjabaran dari konsep Malayu Islam Beraja. Penjabaran ke dalam program-
program yang langsung bersentuhan dengan berbagai aspek kehidupan
masyarakat merupakan tugas kelembagaan yang menentukan proses
pembudayaan terwujud dalam keseharian hidup berbangsa dan bernegara.
Satu hal yang menarik adalah keberadaan MIB sebagai ideologi dan
dasar kenegaraan, yang dijabarkan secara khusus oleh lembaga yang bernama
Majelis Tertinggi Kebangsaan Melayu Islam Beraja (MTKMIB). Institusi
inilah yang bertugas untuk menjabarkan dasar dasar MIB kedalam program-
program kebijakan lembaga lain. Istilah beraja ini menunjukkan bahwa sultan
sebagai kepala negara diberikan mandat penuh dari rakyat sebagai payung
Allah, pemimpin tertinggi agama Islam, kepala negara, panglima tertinggi
angkatan senjata dan sebagai pemimpin tertinggi adat istiadat atau budaya.
Pada peran terakhir inilah kesultanan merupakan institusi yang berperan
sebagai cultural broker atau agen pengembangan kebudayaan. Ini
menunjukkan bahwa rajalah yang bertanggung jawab dalam pembudayaan
Ahlus Sunnah Waljama’ah.
123
c. Fasilitasi
Ini adalah tahap dimana negara memberikan berbagai perangkat yang
dibutuhkan oleh lembaga-lembaga yang telah dibentuk dalam membudayakan
konsep dan nilai-nilai Ahlus Sunnah waljama’ah secara kongrit. Fasilitasi
tersebut mencakup sumberdaya manusia yang berkompeten pada bidangnya,
regulasi dan sistem, sarana dan prasarana yang memadai dan pendanaan untuk
mencukukupi berbagai infra struktur kebudayaan. Semua tradisi yang sudah
berkembang diberikan fasilitas untuk memastikan keterpeliharaan dan
berkembangnya tradisi kebudayaan yang bersesuaian dengan prinsip Melayu
Islam Beraja. Sultan sebagai cultural broker bertanggungjawab terhadap
pemenuhan fasiltas apapun
d. Edukasi
Pendidikan merupakan sarana efektif dalam menanamkan suatu tata nilai
kebudayaan. Suatu proses yang dilaksanakan secara terus menerus, sistematis
dan terukur, menjadikan pendidikan sebagai sarana terbaik dalam proses
kebudayaan manapun. Dasar kehidupan bernegara, beragama dan berbudaya
dapat dilakukan secara simultan dalam proses pendidikan yang laksanakan
semenjaak usia dini sampai waktu yang tidak ditentukan. Itulah makanya Nabi
SAW menyabdakan bahwa mencari ilmu itu dimulai dari buain ibu sampai ke
liang lahat atau sering dikenal sebagai prinsip long life education,
124
Untuk kepentingan pembudayaan tata nilai Ahlussunnah Waljama’ah
inilah maka raja Bruniei Darussalam memiliki kebijakana untuk membiayai
pendidikan warganya secara maksimal dengan bantuan gratis dan pendukung
fasilitas yang dibutuhkan sampai pada tingkat jenjang setinggi-tingginya.
Lembaga pendidikan yang disediakan untuk warga Brunie semuanya dengan
fasilitas yang memadai, baik sarana prasarana, sumberdaya manusia pengajar
dan tenaga stafnya dan tidak kalah pentingnya adalah kurikulumnya. Pada
aspek kurikulum inilah materi pembelajaran atau materi pendidikan tentang
keislaman yang berhaluan Ahlussunnah waljama’ah serta kemelayuan diramu
dalam suatu binagaki pembudayaan Melaya Islam Beraja.
Dengan pendidikan iniah proses pemahaman, internalisasi, adaptasi,
akulturasi dan kondisioning dapat dilakukan. Bahkan internalisasi nilai Melaya
Islam Beraja yang dikemas dengan seluruh sistem pendidikan yang terintegrasi
tersebut menjadikan warga Brunei Darussalam menjadi warga yang patuh
dengan agama, taat pada negara dan mendengar serta menghormati titah
rajanya. Walaupu sistem kenegaraan bukan demokratis dengan pemilihan
bebas, namun rakyat sangat merasa bahagia dan tidak ada gejolak yang berarti
karena kondisi kebudayaan masyarakat yang sangat kondusif. Pendidikan
merupakan bagian sistem kenegaraan yang saling membutuhkan dan saling
memberikan.
e. Intensifikasi
125
Apa yangg disebut sebagai intensifikasi di sini adalah upaya yang secara
intens konsistem memberikan perhatian besar terhadap tumbuh kembangnya
suatu kebudayaan dalam segala bidang kehidupan bernafaskan Melayu Islam
Beraja. Perayaan hari-hari besar Islam misalnya, negara mewajibkan semua
masjid an mushollah untuk mengadakan maulid Nabi Muhammad SAW yang
wajib diikuti oleh seluruh warga. Bahkan perayaan secara besar-besaran di
seluruh penjuru negeri menjadi pertemuan akbar seluruh warga dan raja. Semua
prosesi kegiatan tersebut difasilitasi oleh raja sebagai kepala negara Brunei
Darussalam.
Juga pembudayaan yang intensif tentang pembacaan al-Qur’an, di mana
raja memberikan sumbangan geratis mushaf al-Qur’an di masjid-masjid dan
musholla agar dapat kemudahan bagi warga membaca dan menelaah secara
seksama apa kandungan al-Qur’an sebagai dasar amal keseharian seluruh
warga. Karena Ahlussunnah waljama’ah adalah segeolongan ummat yang
berpegang teguh kepada al-Qur’an dan Sunnah sebagai kebenaran, maka
membaca sumber kebenaran yaitu al-Qur’an adalah keniscayaan bagi seluruh
lapisan masyarakat.
Dalam proses intensifikasi ini, Raja Brunei melakukan kunjungan ke
seluruh elemen masyarakat, berdialog dan bertemu tanpa ada sekat dan jarak
lagi sehingga integrasi antara raja dengan rakyat sangatlah erat. Demikian juga
integrasi sosial antara agama, antara suku dan bangsa di Brunei sangatlah kuat.
126
Kerukunan dan kenyamanan sosial di jaga dengan nilai toeransi, saling
menghargai dan saling membantu. Juga memdukung terpeliharanya seni musik
khas melayu, pakaian, kuliner dan sistem kekeluargaan sebagai sebuah
kebudayaan yang tumbuh di masyarakat terus dijaga kelestariannnya.
f. Inspirasi
Yang menjadi panutan atau referensi perilaku berbudaya dalam
masyarakat tidak lain adalah raja. Maka sang raja Brunie adalah sosok ideal
bagi manusia, sehingga segala perilakunya menjadi inspiring dalam semua
bidang kehidupan.dalam suatu pratik kebudayaan selalu ada tuntutan yang
menjadi pedoman bagi terlaksananya perilaku keseharian masyarakat. Dengan
tetap menjaga perasaan, pikiran, perkataan, tata perilaku, tata busana, tata
konsumsi dan sebagainya, raja menjadi inspirasi sepanjang hari, sehingga cara
bersialam dan berbudaya Melayu dalam satu nafas berada dalam sosok raja dan
kendali raja. Inilah yang disebut sebagai beraja dalam sistem integrasi budaya
Islam Melayu di Brunei Darussalam.
Dalam konteks kemodernan, Melayu Islam Beraja memiliki prinsip
sebagaimana diimplementasikan oleh para ulama Ahlussunnah Waljama’ah,
yaitu melestarikan nilai tradisi lama yang baik dan mengambil hal-hal yang
bersifat kebaharuan atau kemoderan yang lebih bermaslahat; “ المحافظة على قديم
Ini berarti dalam hal keagamaan yang diyakini .”الصالح والاخذ بالجديد الاصلاح
sebagai kebenaran sebagaimana subtansi Ahslussunnah Waljam’ah,maka harus
127
tetap dilestarikan. Namun dalam konteks kemoderan yang tidak bertentangan
dengan prinsip keislaman, maka diambil kemanfaatannya sesuai dengan
tuntutan kebutuhan. Seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
perdgangan, arsitektur, transportasi, militer dan sebagainya dipelajari dan
dipraktekkan sebaik-baiknya untuk dapat berdiri sama tinggi dengan negara-
negara modern di dunia ini.
128
BAB V
P E N U T U P
Setelah menguraikan deskripsi tentang konsep dan implementasi Ahl al-Sunnah
Waljama’ah dalam konteks negara Brunei Darussalam dengan analisis pembudayaanya,
maka secara ringkas kajian ini dapat disimpulkan sebagaimana di bawah ini,dan sebagai
tindaklanjutnya dikemukakan saran rekomendasi untuk kajian selanjutnya dan bagi
berbagai pihak yang berkepentingan.
A.Kesimpulan
1. Konsep Ahl al-Sunnah Waljama’ah di Brunei Darussalam, berdasarkan
pengkajian dan pemahaman yang diyakini para ilmuwan dan ulama, adalah
golongan yang secara istiqamah berpegang teguh kepada tradisi kenabian dan
salafussalihin yang mengacu kepada dasar-dasar al-Qur’an dan al-Sunnah serta
pendapat para ulama yang muktabar jama’ah mayoritas. Ahl al-Sunnah
Waljama’ah dipahami sebagai suatu standard pemahaman agama Islam yang
mengandung aspek nilai yang mulia dan murni (tulen), karena ia merupakan
pendekatan pemahaman Islam yag di pegang oleh umat Islam pada zaman
Rasulullah SAW bersama sahabat Baginda. Ia merupakan kumpulan ummat Islam
mayoritas (al-sawad al-‘adham) yang senantasa tampil menilai dan mewaspadai
kumpulan-kumpulan umat Islam yang lain yang mencoba menimbulkan hal-hal
yang bertentangan dengan ajaran agam Islam yang sebenarnya. Konsep ini
129
seirama dengan hasil keputusan para ulama Majelis Agama Brunei Darussalam,
Indonesia dan Malaysi (MABIM).
Standar utama Ahl al-Sunnah Waljama’ah adalah berpegang teguh pada 3 aspek
keagamaan secara simultan yang terdiri dari (a) bidang akidah, dengan mengikuti
pendapat al-Asy’ari dan al-Maturidi yang dikenal sebagai akidah Ahl al-Sunnah
Waljama’ah , (b) bidang fiqih, mengikuti salah satu empat madhab (Maliki,
Hanafi, Safi’i dan Hanbali), dan (c) bidang tasawuf mengikuti pandangan al-
Juneidi dan al-Ghazali. Dari makna dan cakupan konsep Ahl al-Sunnah
Waljama’ah di Brunei Darussalam ini secara prinsip tidak berbeda dengan konsep
di negara-negara berpenduduk muslim lainnya.
2. Implementasi ajaran Ahl al-Sunnah Waljama’ah di Brunei Darussalam:
a. Bidang akidah, yang merujuk pandagan akidah Abu Hasan al-Asy’ari dan al-
Maturidi, diaplikasikan secara ketat dan konsisten. Negara telah menetapkan
akidah Ahl al-Sunnah Waljama’ah ini sebagai akidah paling benar dan
selainnya adalah bathil. Oleh karenanya, tidak diperkanankan akidah lain
berada dan dikembangkan di negara ini, karena dinilai sebagai akidah yang
sesat, seperti akidah syi’ah, khawarij, muktazilah dan wahabi salafiyah. Demi
menjaga kemurnian pelaksanaan akidah Ahl al-Sunnah Waljama’ah ini,
negara membentuk semacam satgas untuk mengawal akidah, dan bila dijumpai
akidah yang tidak bersesuaian dengan akidah madzhab negara akan dikenakan
sanksi tegas.
130
b. Bidang fiqih, yang secara konsep mengikuti salah satu empat madzhab
(Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Hanbali), dalam prakteknya di Brunei kebijakan
negara hanya menggunakan madzhab al-Syafi’i saja. Secara formal bahkan
ditegaskan dalam perundangan negara, bahwa Islam yang dianut adalah
bermadzhabkan al-Syafi’i. Hal ini ditetapkan negara dengan pertimbangan
matang; subtansi paham al-Syafi’i, coraknya yang moderat dan lebih
akomodatif dan sesuai degan amaliah yang telah lama dijalankan masyarakat,
sehingga lebih menjamin stabilitas. Untuk menguatkan pemahaman dan
pelaksanaan madzhab ini, dibentuklah Pusat Kajian madzhab Syafi’i, sebagai
instrumen pengembangan dan sekaligus pengawalan madzhab al-Syafi’i.
Dengan hanya memakai madzhab Syafi’i ini, maka praktik ibadah harus
merujuk kepada kitab-kitab al-Syafi’i dan para ulama yang mengikutinya
secara konsisten. Di bidang siyasah politik menjadikan dewan ulama sebagai
pemimpin tertinggi, yang diserahkan amanah pelaksanaannya kepada raja yang
memiliki darah keturunan Nabi Muhamad SAW. Dengan demikian
kepemimpinan di Brunei adalah keemimpinan berdasarkan otoritas agama,
bukan demokrasi liberal. Adapun berkenaan dengan muamalah-ekonomi,
secara prinsip nilai-nilai syari’ah al-Syafi’iyah tetap dijunjung tiinggi, namun
dalam segi pengembangannya mengikuti pola ekonomi modern sehingga bisa
mengikuti perubahan dan tuntutan zaman.
c. Bidang akhlaq-tasawuf, di implementasikan di Brunei Darussalam dengan
berpegang pada prinsip ajaran akhlaq al-karimah yang tidak bertentangan atau
131
berpotensi bertentangan dengan akidah. Karenanya praktik tasawuf Ahl al-
Sunnah Waljama’ah di negara ini tidak mengikuti salah satu lembaga-
lembaga tarekat yang berkembang di dunia Islam. Bahkan praktik tarekat dan
penyebarannya dilarang oleh hukum negara Brunie. Hal ini berdasarkan
pengalaman masyarakat, di mana praktik-praktik tarekat lebih banyak
berdekatan dengan praktik syirik, bid’ah dan khurafat seperti azimat, rajah,
jampi-jampi, pandangan kultus yang berlebihan pada sosok, dan sebagainya.
Amaliah tasawuf untuk mendekatkan diri kepada Allah dan peningkatan
akhlaq al-karimah dipilihnya suatu metode tasawuf praktis akhlaqi. Diantara
praktik tersebut adalah dzikir yang umum sebagaimana diajarkan dalam
hadits-hadits, shalawat al-barzanji, dzikir maulid Nabi dan khataman al-
Qur’an. Amaliah dzikir menjadi kewajiban bagai seluruh masyarakat dalam
memulai suatu pekerjaan, baik formal maupun nor formal. Begitu semaraknya
praktik dzikir di negeri ini, maka disebutpula Brunei sebagai negeri dzikir.
Dengan memperbanyak dzikir inilah masyarakat meyakini dilimpahannya
negeri Brunei suatu kesejahteraan yang adail dan merata bagai seluruh
masyarakat, dan terus dilimpahkan sumberdaya alam minyak sehingga tidak
berkekurangan secara material, juga dianugerahkan pimpinan atau raja yang
adil dan santun.
Secara khusus, implementasi konsep ajaran Ahl al-Sunnah Waljama’ah di
Brunei dikawal oleh suatu lembaga khusus yang dibentuk oleh raja yanag
bernama Pusat Pengkajian Kefamahan Ahl al-Sunnah Waljama’ah, dan dalam
132
bidang fiqih dikawal oleh Pusat Pengkajian Madzhab Syafi’i. Dengan impelentasi
Ahl al-Sunnah Waljama’ah secara konsisten inilah raja dan masyarakat meyakini
dapat merasakan keamanan, kenyamanan, keadilan dan sejahteraan. Maka pilihan
impelemtansi di atas tidak bisa dilepaskan dari tujuan memjaga stabilitas
keamanan dan kesejahteraan.
3. Pembudayaan ajaran Ahl al-Sunnah Waljama’ah di Brunei Darussalam dalam
konteks kemodernan, melalui serangkaian tahapan sebagai berrikut:
a. Konseptualisasi, dikonsepkan secara formal kenegaraan dengan istilah Melayu
Islam Beraja. Integrasi antara tradisi Melayu dengan agama Islam dalam
bimbingan seorang raja atau negara.
b. Institusionalisasi, negara membentuk berbagai lembaga untuk mendukung
pemahaman Ahl al-Sunnah Waljama’ah secara komprehensif, dan mengawal
paham ini sebagai instrumen mewujudkan stabilitas dan kesejahteraan.
c. Fasilitasi, negara memberikan berbagai sarana dan prasarana yang digunakan
untuk mendukung program pengawalan Ahl al-Sunnah Waljama’ah yang
dilakukan oleh institusi yang telah dibentuk.
d. Edukasi, negara menggunakan sarana pendidikan untuk menanamkana nilai-
nilai Ahl al-Sunnah Waljama’ah dalamkehidupan masyarakat dari mulai kecil
sampai dewasa. Materi kurikulum Ahl al-Sunnah Waljama’ah adalah wajib
bagi semua peserta didik, dan semua fasilitas pendidikan dipenuhi secara
maksimal oleh negara.
133
e. Intensifikasi, melakukana komunikasi dan bimbingan intens kepada
masyarakat yanag dilakukan secara humanis oleh raja dan seluruh pegawai
kawalaan Ahl al-Sunnah Waljama’ah .Maka raja turun ke masyarakata untu
mendorong terciptanya kebudayaan berdasarka nilai-nilai Ahl al-Sunnah
Waljama’ah .
f. Inspirasi, negara dengan raja dan staf pegawainya, menjadi contoh tauladan
bagi implementasi ajaran Ahl al-Sunnah Waljama’ah dalam kehidupan sehari-
hari. Keteladanan para pemimpin menjadi kunci pelaksanaan pembudayaan
Ahl al-Sunnah Waljama’ah pada seluruh aspek sosial.
B. Saran Rekoemdasi
Berdasarkan untaian kesimpulan di atas, maka ada beberapa saran
rekomendasi yang ditujukan untuk menindaklanjuti kajian ini.
1. Dalam kontek kehidupan bangsa, model penerapan ajaran Islam Ahl al-Sunnah
Waljama’ah Brunie Darussalam dapat menjadi bahan pertimbangan dalam hal
penciptaan stabilitas keagamaan, stabilitas keamanan dan stabiitas
kesejahteraan. Ajaran Ahl al-Sunnah Waljama’ah memberikan konsribusi
kongrit bagai penciptaan kondisi bangsa yang aman, tertib dan taat sehingga
pembangunan dapat dilaksanakan secara maksimal untuk kemajuan bangsa.
2. Lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian, perlu mengadakan kajian yang
serius tentang keislaman yang memiliki corak pemberdayaan dan mampu
mengantarkan kepada kondisi masyarakat umum lebih aman, sejahtera dan adil
berkemakmuran. Model kontrol negara terhadap kehidupan berbangsa dan
134
bermasysrakat secara ketat, perlu dikaji ketersesuaiananya dengan konteks
Indonesia yang memiliki latar belakang berbeda. Minimnya penduduk dan
kecilnya luas lahan namun melimpahnya sumber minyak menjadi bahan
kajiana tersendiri dalam melihat tingkat kesejahteraan masyarakat.
3. Perlu kajian lebih mendalam dan kritis, terkait kecenderungan Islam Brunie
kepada Islam Salafi Wahabai, seiring dengan kebijakan terlalu ketat kepada
akidah, apalagi terkait dengan amaliah tarekat yang terkesan over generalisir
sebagai lembaga yang membuka penyelewengan akidah. Perlu disikapi secara
bijak bahwa ajaran tarekat dengan praktiknya suatu hal yang berbeda, sehingga
bila terdapat praktik yang kurang sesuai dengan akidah hal tersebut tidak serta
merta menjadikan semua ajaran tarekat menjadi penyeleweng.
Daftar Pustaka
Asy’ari, KH Hasyim, Risalah Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah,(Jombang: Penerbit Tebuiring,
1418 H).
Abi al-Hasan Ali ibn Ismail al-Asy’ari, al-Ibanah An Ushul al-Diyanah, (Beirut : Dar al-
Kutub al-Ilmiyyah, t.t.,)
Baehaqi,Imam., Kontroversi Aswaja, Aula Perdebatan dan Interpretasi, (Yogjakarta:
LkiS,2000)
Badrun Alaena, NU, Kritisisme dan Pergeseran Makna Aswaja, (Yogyakarta : Tiara Wacana,
2000)
Badrun Alaina, NU, Kritisisme dan Pergeseran Makna Aswaja, (Yogyakarta : Tiara Wacana,
2000)
FKI LIM, Gerbang Pesantren, Pengantar Memahami Ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah
(Kediri : Litbang Lembaga Ittihadul Muballigin PP. Lirboyo, 2010)
Giddens, Anthony, The Constitutions of Society: Teori Strukturisasi Untuk Analisis Sosial,
terj., (Pasuruan: Pedati 2003)
Hasan, Muhammad Tholhah, Ahlussunnah wal Jamaah Dalam Persepsi dan Tradisi NU,
(Jakarta: Lantabora, 2005)
Haji Ismail bin Omar Abdul Aziz, Ringkasan Akidah Ahli Sunnah Wal Jama’ah, cet. Kedua
(Brunei Pusat Dakwah Islamiah, 1994)
Haji Awang Abdul Aziz bin Juned, Mufi Kerajaan Brunei, Aqidah Ahli Sunnah wal Jamaah
Penyelemat Ummah, (Brunei Darussalam: Jabatan Mufi Kerajaan, 2011)
Jamal Makmur Asmani, Manhaj Pemikiran Aswaja, dalam http://aswajacenterpati.
wordpress.com /2012/04/02/manhaj-pemikiran-aswaja/
Jabatan Mufti Kerajaan, Irsyad Hukum 2014; Himpunan Siri Bimbingan Hukum di Pelita
Brunei, (Brunai Darussalam, Jabatan Mufti kerajaan, 2014)
Kamaluddin Nurdin Marjani, “Beza Akidah Ahlussunnah waljama’ah dengan Syi’ah”, dalam
Jurnal Kefahaman Ahli Sunnah Waljama’ah, No.02 Juni 2012, (Brunei
Darussalam: Pusat Pengkajian Kefahaman Ahli Sunnah Waljama’ah, 2012)
Pusat Kengkajian Kefahaman Ahlis Sunnah wal-Jama’ah, ....hlm.8
Manheim, Karl., Ideologi Utopia; Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik, terj. penerbit
(Yogjakarta: Kanisius, 1990).
Muhibbin, Ahmad Zuhri, Pemikiran KH.Hasyim Asy’ari tentang Ahl al-Sunnah wa al-
Jama’ah, (Surabaya: Khalista, 2012)
Maksum, Ali, Hujjah Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah, (Semarang: Thoha Putra, tt)
Pusat Pengkajian Kefahaman Ahli Sunnah Waljamaah, Kefahaman Ahli Sunnah Wal
Jama’ah; Isu dan Cabaran di Nusantara, (Kolej University Perguruan Ugama
Seri Bagawan: Brune darussalam, 2011)
Pusat Kengkajian Kefahaman Ahlis Sunnah wal-Jama’ah, Makna Bid’ah mengikuti Panduan
Ahli Sunnah Wal Jama’ah, (Brunei: Penerbitan KUPU SB, 2014)
Siraj, Said Agil,. Ahlussunnah Waljamaah dalam Lintasan Sejarah, (Yogjakarta:
LKPSM,1997)
Saefuddin, Asep Chalim, Membumikan Aswaja Pegangan Guru NU, (Surabaya: Khalista,
2012)
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya,
(Jakarta : Rajawali Press, 2010)
Syakur, Abu Fadhl ibn Abdusy, al-Kawakib al-Lamma’ah fi Tahqiq al-Musamma bi Ahl as-
Sunnah wa al-Jamaah, (Semarang: Thoha Putra, tt.)
Syamsul Bahri Andi Galigo, Pengenalan Ahli Sunnah Waljam’ah; Sejarah,Pendekatan dan
Pemahaman, (Negara Brunei Darusalam: KUPU-SB Pusat Pengkajian
Kefahaman Ahli Sunnah Waljamaah, 2012)
Syabab Ahlusunnah Wal Jamaah, Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, (Jakarta: Syahamah
Press, 2012)
Seri Panduan Kefahaman Ahli Sunnah waljamaah, Memahami Ahli Sunnah Waljamaah dan
Menghindari Penyelewengannya, (Pusat Pengkajian Kepahaman Ahlus Sunnah
Waljamaah: Brunei darussalam, 2014)
State Muftis Office, Issues on Halal Product; Compilation of State Mufti’s Fatwa on Issues
on Halal Product 1994-2006 Brunei Darussalam, (Brunei Darussalam:Prime
Manistre Office, t.th)
LTN PWNU Jawa Timur , Aswaja an-Nadhliyah dalam http://kotasepapan-pati.blogspot.com
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi, Keumatan, Dan Kebangsaan,
(Jakarta : Kompas, 2010)
BIODATA PENELITI KETUA TIM
1. Nama Lengkap : Imam Kanafi
2. Tempat/tanggal Lahir : Blitar, 20 Nopember 1975
3. NIP : 197511201999034001/
4. Pangkat dan Golongan : Pembina Tk I (IV/b)
5. Jabatan Fungsional : Lektor kepala
6. Fakultas/Jurusan : Pascasarjana/PAI STAIN Pekalogan
7. Bidang Keahlian : Pemikiran Islam
8. Email : [email protected]
Pengalaman Pendidikan :
NO Perguruan Tinggi Kota Bidang Studi Tahun Lulus
1 IAIN Walisongo Surakarta Teologi-Filsafat
1997
2 Program Pascasarjana
IAIN Walisongo Semarang
Pemikiran
Tasawuf
2001
3 Program Pascasarjana
UIN Jakarta Jakarta
Pemikiran Islam
2008
9. Pengalaman Penelitian
NO Judul Penelitian Tim Peneliti Sumber Biaya Tahun
1 Peran Kyai Dalam
Membangun Kesadaran
Gender Kota
Pekalongan
Kolektif
DIP Depag Pusat
2002
2 Fungsi Sosial Masjid di
Kota Santri
Pekalongan
Kolektif DIK-S STAIN
2002
3 Kesetaraan Gender
Dalam Spiritualitas
Islam (Telaah Normatif
dan Historis atas
Pencapaian maqamat
sufi perempuan)
DIP STAIN
Pekalongan
2003
4 Dialog Tasawuf dan
Budaya Jawa
DIK-S STAIN 2004
5 Corak Pemikiran
Keislaman Dosen
STAIN Pekalongan
DIPA STAIN 2006
6 Persepsi dan
Transformasi Visi dan
Misi pada Civitas
Akademik STAIN
Pekalongan
Ketua Tim
Peneliti
DIPA STAIN 2009
7 Pengaruh Tasawuf bagi
Peningkatan ESQ pada
jama’ah TQN Kota
Pekaloangan
Peneliti Dipa STAIN 2010
8 Spiritualitas batik
Jlamprang Pekalongan
Peneliti DIPA STAIN 2011
9 Tarekat Kebangsaan Peneliti DIPA STAIN 2012
10 Problem Epistemologi
Kajian Islam di PTAIN
Peneliti DIPA STAIN 2013
11 Manajemen Kearifan
Lokal Pekalongan
Peneliti DIPA STAIN 2014
Biodata Anggota Tim
:
Nama lengkap dan gelar : Dr. H. Muhlisin,M.Ag.
Tempat Tanggal lahir : Pati, 07 Juni 1970
NIP. : 197007061998031001
Nomor HP. : 081542224597
Pekerjaan : Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan.
Jabatan : Lektor Kepala
Alamat : Proto, Kedungwuni, Pekalongan
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
Jenjang Universitas/ Institut Gelar
Akademik
Tahun
selesai
Bidang studi /
Program studi
S.1 Fak.Tarbiyah IAIN
Waisongo
S.Ag. 1995 Pendidikan
agama Islam
S.2 Program
Pascasarjana IAIN
Walisongo
M.A. 1999 Pemikiran
Pendidikan
Islam
S.3 Universitas
Pendidikan
Indonesia Bandung
DR. 2012 Pendidikan
Nilai/ Umum
Pengalaman penelitian :
1. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah pada Madrasah Swasta di Kabupaten
Pekalongan.
2. Madrasah sebagai stakeholders STAIN Pekalongan.
3. Pelaksanaan madrasah model di Indonesia.
4. Komitmen Pemerintah Kabupaten Pekalongan dalam pengembangan Pendidikan
Agama Islam Pasca Pemberlakukan UU Pemerintah Daerah No 32 tahun 2004.
5. Implementasi Active leaning pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di
Jawa Tengah
6. Formulasi pesantren (dampaknya terhadap transformasi pendidikan pesantren kota
Pekalongan)
Karya ilmiah yang pernah dipublikasikan dalam jurnal
1. Reformasi : Paradigma rekontekstualisasi pendidikan Islam.
2. Telaah atas perkembangan istitusi pendidikan masa Abbasiyah (Periode pertama).
3. Konvigurasi demokratisasi pendidikan dalam masyarakat madani.
4. Kebijakan pemerintah terhadap madrasah sebagai sub-sistem pendidikan nasional
(sejak kemerdekaan hingga transidi reformasi ).
5. Strategi pemberdayaan kapasitas kelembagaan dan kinerja komite madrasah.
Biodata Anggota Tim
1. Nama : DR. SUSMININGSIH, MAg
2. NIP/NIK : 197502111998032001/092 1040 1125 0015
3. Tempat/Tanggal Lahir : Temanggung, 11 Pebruari 1975
4. Golongan / Pangkat : IV/a Lektor Kepala
5. Perguruan Tinggi : STAIN Pekalongan
6. Alamat PTAI : Jl. Kusumabangsa No.9 Pekalongan
7. Telp./Faks. : (0285) 412575, 0285 423418
8. E-mail : [email protected]
2. RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun
Lulus Jenjang Perguruan Tinggi Jurusan/
Bidang Studi
1996 Sarjana (S1) IAIN Walisongo di Pekalongan Peradilan Agama
2000 Magister
(S2)
IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta
Ekonomi Islam
2014 Doktoral
(S3)
UII Yogyakarta Ekonomi/Manajemen
SDM
PENGALAMAN PENELITIAN
Tahun Judul Penelitian
Jabatan Sumber
Dana
2015
Berkah Lan Sanggan (Pragmatisme Religiusitas
Dalam Hubungan Kerja Pada Industri Batik di
Kota Pekalongan)
Peneliti
Utama
Mandiri
2014
From Functional Into Positional Desire
(Understanding The Transformation of Etichal
Consumer Decision in Islamic Perspective)
Peneliti
Utama
DIPA
STAIN
PKL
2013 Suksesi Bisnis Keluarga Muslim &
Keberlangsungan Industri Batik Di Kota
Pekalongan
Peneliti
Utama
DIPA
STAIN
PKL
2012 Self Leadership & Ketahanan Usaha
BatikKeluarga Muslim Di Kota Pekalongan
Peneliti
Utama
DIPA
STAIN
PKL
2011 Trust Building & Filosofi Kerja Pengusaha Batik
Etnis Jawa, Arab dan Cina di Pekalongan
Peneliti
Utama
DIPA
STAIN
PKL
2010 Neuroekonomi & Trust Pada Entrepreneur
Muslim di Kota Pekalongan
Peneliti
Utama
DIPA
STAIN
PKL