konsep dasar apendisitis

11
A. Konsep Dasar Apendisitis 1. Pengertian apendisitis Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Jong, 2006) Apendisistis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, biasanya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks, obstruksi limfoid, fekalit, benda asing, dan struktur karena fibrosis akibat peradangan neoplasma (Mansjoer, 2007) 2. Penyebab Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penelitian epidemiologi

Upload: ponponamel

Post on 16-Jan-2016

67 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Konsep Dasar Apendisitis

TRANSCRIPT

Page 1: Konsep Dasar Apendisitis

A. Konsep Dasar Apendisitis

1. Pengertian apendisitis

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai

cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Infeksi ini bisa

mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera

untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Jong, 2006)

Apendisistis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, biasanya

disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks, obstruksi limfoid, fekalit, benda asing,

dan struktur karena fibrosis akibat peradangan neoplasma (Mansjoer, 2007)

2. Penyebab

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan

sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang

diajukan sebagai faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, tumor

apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penelitian

epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan

pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendistis. Konstipasi akan menaikkan

tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan

meningkatkan pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan

mempermudah timbulnya apendisitis (Sjamsuhidajat, 2004)

3. Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi atas tiga , yakni :

a. Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda

setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal

Page 2: Konsep Dasar Apendisitis

b. Apendisitis rekrens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan

bawah yang mendorong dilakukannya apendektomi. Kelainan ini terjadi bila

serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis

tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan

parut

c. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah

lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan

mikroskopik (fibrosis menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan partial atau

lumen), dan keluhan menghilang setelah apendektomi (Nurarif, 2013)

4. Patofisiologi

Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan

seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24 sampai 48 jam pertama.

Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau

tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda

asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri

abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam,

terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang

terinflamasi berisi pus (Smeltzer & Bare, 2001)

5. Gambaran klinis apendisitis

Pada kasus apendisitis akut klasik, gejala awal adalah nyeri atau rasa tidak

enak di sekitar umbilicus. Gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2

hari. Dalam beberapa jam bergerser ke kuadran kanan bawah dengan disertai

anoreksia, mual dan muntah. Dapat juga terjadi nyeri tekan di sekitar titik

Page 3: Konsep Dasar Apendisitis

McBurney. Kemudian, dapat timbul spasme otot dan nyeri tekan lepas. Biasanya

ditemukan demam ringan dan lukositosis sedang. Penyakit ini sering disertai oleh

hilangnya rasa nyeri secara dramatis untuk sementara (Price, S. A. and Wilson,

2005). Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar

37,5-38,5 derajat celcius (Nurarif, 2013)

Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai

akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks

ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.

a. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal

Yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan

bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri

lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti

berjalan, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas

mayor yang menegang dari dorsal

b. Bila apendiks terletak di rongga pelvis

Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rectum, akan timbul

gejala dan rangsangan sigmoid atau rectum, sehingga peristaltik meningkat,

pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare)

c. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat

terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dindingnya (Nurarif,

2013)

6. Penatalaksanaan

Bila diagnosis klinis sudah jelas tindakan paling tepat dan merupakan satu-

satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Apendektomi merupakan suatu

Page 4: Konsep Dasar Apendisitis

tindakan pembedahan yang dilakukan pada apendisitis akut, karena terjadi

peradangan dan infeksi dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab

abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik

laki-laki maupun perempuan (Jong, 2006).

Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara

laparoskopi. Bila apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih

oleh ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan

observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila

dalam observasi masih terdapat keraguan. Jika tersedia laparoskop, tindakan

laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan

dilakukan operasi atau tidak (Sjamsuhidajat, 2004)

Apendektomi direncanakan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang

telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberi antibiotic kombinasi yang aktif

terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang yaitu sekitar 6

sampai 8 minggu kemudian, dilakukan apendektomi. Pada anak kecil, wanita

hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau

berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya (Sjamsuhidajat, 2004)

Untuk mencapai apendiks ada tiga cara yang secara teknik operatif

mempunyai keuntungan dan kerugian (Mansjoer, 2007):

a. Insisi menurut Mc Burney (Grid Incision/Muscle Spliting Incision)

Sayatan dilakukan pada garis yang tegak lurus pada garis yang

menghubungkan spina iliaka superior (SIAS) dengan umbilicus pada batas

sepertiga lateral (titik McBurney). Teknik inilah yang paling sering dikerjakan

karena keuntungannya tidak terjadi benjolan, trauma operasi minimum pada alat-

Page 5: Konsep Dasar Apendisitis

alat tubuh dan penyembuhan lebih cepat. Kerugiannya adalah lapangan operasi

terbatas, sulit diperluas dan waktu operasi lebih lama.

b. Insisi menurut Roux (Muscle Cutting Incision)

Lokasi dan arah sayatan sama dengan McBurney, hanya sayatannya

langsung menembus otot dinding perut tanpa memperdulikan arah serabut sampai

tampak peritoneum. Keuntungannya lapangan operasi lebih luas, mudah diperluas,

sederhana dan mudah. Kerugiannya adalah lebih banyak memotong saraf dan

pembuluh darah sehingga pendarahan lebih banyak, masa istirahat pasca bedah

lebih lama karena adanya benjolan., nyeri lebih sering terjadi dan penyembuhan

lebih lama.

c. Insisi pararektal

Dilakukan sayatan pada garis batas muskulus rektus abdominalis dekstra

secara vertikal dari cranial ke kaudal sepanjang 10cm. Keuntungannya, teknik ini

dapat dipakai pada kasus-kasus apendiks yang belum pasti dan sayatan mudah

diperpanjang. Sedangkan kerugiannya, sayatan ini tidak langsung mengarah ke

apendiks/sekum, memotong saraf dan pembuluh darah lebih banyak, dan menutup

luka operasi diperlukan jaritan penunjang

7. Perawatan pasca apendektomi

Menurut Mansjoer (2007) dan Smeltzer & Bare (2001) perawatan pasien

pasca apendektomi antara lain :

a. Pemantauan kondisi tubuh

Tindakan yang diberikan adalah pemantauan perkembangan tubuh pasca

operasi seperti observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya

perdarahan didalam, syok, hipertermi, gangguan pernafasan

Page 6: Konsep Dasar Apendisitis

b. Pemberian antibiotik dan analgetik

Tindakan yang dilakukan berupa kolaborasi pencegahan infeksi dan

kolaborasi penanganan nyeri dengan bantuan analgetika. Pemberian antibiotika

dan analgetik diberikan melalui oral maupun IV.

c. Pemberian diit dilakukan secara bertahap setelah pasien flatus

Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan , selama

itu pasien dipuasakan hingga flatus. Bila pasien sudah flatus, pasien

diperbolehkan untuk makan dan minum. Pasien diberikan minum mulai 15ml/jam

selama 4 sampai 5 jam lalu naikkan menjadi 30ml/jam. Pasien diperbolehkan

makan bubur selanjutnya makan biasa. Diit yang disarankan adalah mengandung

cukup energi, protein, lemak dan zat-zat gizi, menghindari makanan yang

merangsang peristaltik (pedas, asam), suhu makanan lebih baik bersuhu dingin.

d. Mobilisasi sedini mungkin secara bertahap

Mobilisasi pasca operasi yaitu pergerakan pada otot – otot tubuh yang

dilakukan pasca pembedahan dimulai dari latihan ringan di atas tempat tidur

(latihan pernapasan, latihan batuk efektif, dan menggerakkan tungkai) sampai

dengan pasien bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan

keluar kamar (Smeltzer & Bare, 2001). Latihan umum harus dimulai sesegera

mungkin setelah pembedahan, lebih baik 24 jam pertama.

Tahap-tahap mobilisasi pada pasien pasca operasi (Smeltzer & Bare,

2001) meliputi :

1) Pada saat awal (6 sampai 8 jam setelah operasi), pergerakan fisik bisa

dilakukan di atas tempat tidur dengan menggerakkan tangan dan kaki yang

Page 7: Konsep Dasar Apendisitis

bisa ditekuk dan diluruskan, mengkontraksikan otot-otot termasuk juga

menggerakkan badan lainnya, miring ke kiri atau ke kanan.

2) Pada 12 sampai 24 jam berikutnya atau bahkan lebih awal lagi badan sudah

bisa diposisikan duduk, baik bersandar maupun tidak dan fase selanjutnya

duduk di atas tempat tidur dengan kaki yang dijatuhkan atau ditempatkan di

lantai sambil digerak-gerakkan.

3) Pada hari kedua pasca operasi, rata-rata untuk pasien yang dirawat di kamar

atau bangsal dan tidak ada hambatan fisik untuk berjalan, semestinya memang

sudah bisa berdiri dan berjalan di sekitar kamar atau keluar kamar, misalnya

ke toilet atau kamar mandi sendiri.

e. Perawatan luka operasi

Menurut Mansjoer (2007) perawatan luka pasca apendektomi dilakukan

pada hari ketiga pasca operasi. Luka jaritan diusahakan tetap kering untuk

mencegah terjadinya infeksi. Berdasarkan Standar Prosedur Operasional (SPO)

perawatan luka pasca bedah dari RSUD Wangaya pasien diwajibkan melakukan

kontrol kembali 3 hari setelah keluar dari RS.