konsep dasar drama · 2020. 7. 20. · konsep-konsep dasar drama dalam pembelajaran drama di...

46
Modul 1 Konsep Dasar Drama Drs. B. Rahmanto, M.Hum. da tiga persoalan pokok yang perlu Anda pelajari berkaitan dengan konsep-konsep dasar drama dalam pembelajaran drama di sekolah menengah. Tiga pokok itu ialah (1) pengertian dan ciri-ciri drama; (2) jenis- jenis drama; dan (3) pembelajaran drama. Modul ini dibagi dalam tiga kegiatan belajar, dengan cakupan materi sebagai berikut. Kegiatan Belajar 1 membahas pengertian drama dan ciri-ciri drama. Kegiatan Belajar 2 membahas jenis-jenis drama. Kegiatan Belajar 3 membahas pembelajaran drama di SMP/SMA. Modul ini akan membantu Anda sebagai mahasiswa FKIP, khususnya sebagai guru SMP/SMA, untuk memahami konsep-konsep dasar drama sebagai acuan untuk mengetahui bagaimana memilih drama yang sesuai dengan usia siswa SMP/SMA, dan dapat menjelaskan strategi apresiasi drama sebagai karya sastra, dan bentuk pementasannya dalam pembelajaran drama. Uraian dalam modul ini merupakan dasar dari modul selanjutnya, misalnya: bagaimana asal-usul drama di Indonesia, dan bagaimana perkembangan drama di Indonesia. Maka, menguasai modul ini, dapat dipergunakan sebagai landasan untuk mempelajari modul-modul selanjutnya. Materi modul ini disusun menjadi 3 kegiatan belajar sebagai berikut: Kegiatan Belajar 1: Pengertian Drama dan Ciri-ciri Drama. Kegiatan Belajar 2: Jenis-Jenis Drama. Kegiatan Belajar 3: Pembelajaran Drama. A PENDAHULUAN

Upload: others

Post on 20-Oct-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Modul 1

    Konsep Dasar Drama

    Drs. B. Rahmanto, M.Hum.

    da tiga persoalan pokok yang perlu Anda pelajari berkaitan dengan

    konsep-konsep dasar drama dalam pembelajaran drama di sekolah

    menengah. Tiga pokok itu ialah (1) pengertian dan ciri-ciri drama; (2) jenis-

    jenis drama; dan (3) pembelajaran drama. Modul ini dibagi dalam tiga

    kegiatan belajar, dengan cakupan materi sebagai berikut. Kegiatan Belajar 1

    membahas pengertian drama dan ciri-ciri drama. Kegiatan Belajar 2

    membahas jenis-jenis drama. Kegiatan Belajar 3 membahas pembelajaran

    drama di SMP/SMA.

    Modul ini akan membantu Anda sebagai mahasiswa FKIP, khususnya

    sebagai guru SMP/SMA, untuk memahami konsep-konsep dasar drama

    sebagai acuan untuk mengetahui bagaimana memilih drama yang sesuai

    dengan usia siswa SMP/SMA, dan dapat menjelaskan strategi apresiasi

    drama sebagai karya sastra, dan bentuk pementasannya dalam pembelajaran

    drama.

    Uraian dalam modul ini merupakan dasar dari modul selanjutnya,

    misalnya: bagaimana asal-usul drama di Indonesia, dan bagaimana

    perkembangan drama di Indonesia. Maka, menguasai modul ini, dapat

    dipergunakan sebagai landasan untuk mempelajari modul-modul selanjutnya.

    Materi modul ini disusun menjadi 3 kegiatan belajar sebagai berikut:

    Kegiatan Belajar 1: Pengertian Drama dan Ciri-ciri Drama.

    Kegiatan Belajar 2: Jenis-Jenis Drama.

    Kegiatan Belajar 3: Pembelajaran Drama.

    A PENDAHULUAN

  • 1.2 Drama ⚫

    Petunjuk Belajar

    Untuk dapat memahami materi modul ini dengan baik serta mencapai

    kompetensi yang diharapkan, gunakan strategi belajar berikut ini.

    1. Sebelum membaca modul ini, cermati lebih dahulu glosarium pada akhir

    modul yang memuat istilah-istilah khusus yang digunakan dalam modul

    ini.

    2. Bacalah materi modul dengan saksama, tambahkan catatan pinggir

    berupa tanda tanya, pertanyaan, konsep lain yang relevan, dan masih

    banyak lagi sesuai dengan pemikiran Anda yang muncul.

    3. Cermati dan kerjakan tugas dalam kasus, gunakan pengalaman dan

    observasi Anda terhadap kasus serupa di lingkungan Anda.

    4. Kerjakan tes formatif seoptimal mungkin, dan gunakan kunci jawaban

    tes formatif untuk membuat penilaian apakah jawaban Anda sudah

    memadai.

    5. Buat catatan khusus hasil diskusi dalam tutorial tatap muka dan tutorial

    elektronik, untuk digunakan dalam pembuatan tugas mata kuliah dan

    ujian akhir mata kuliah.

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.3

    Kegiatan Belajar 1

    Pengertian Drama dan Ciri-ciri Drama

    alam kegiatan belajar ini Anda akan mengkaji dua permasalahan

    pokok, yaitu: perihal istilah ‘drama’ dan ‘teater’, dan ciri-ciri drama.

    Dengan demikian, setelah Anda mempelajari kegiatan belajar satu ini, Anda

    akan dapat menjelaskan istilah drama dan teater, serta dapat mengidentifikasi

    ciri-ciri drama dengan tepat.

    A. DRAMA DAN TEATER

    Kata ‘drama’ masuk ke dalam perbendaharaan Bahasa Indonesia berasal

    dan dibawa oleh kebudayaan Barat (Oemaryati, 1971: 14-15). Di tanah asal

    kelahiran drama yaitu Yunani, drama timbul dari suatu ritual pemujaan

    terhadap para dewa. Menurut asal-usulnya kata ‘drama’, berasal dari kata

    Yunani draomai yang berarti 'berbuat', 'berlaku', 'bertindak', 'bereaksi’, dan

    sebagainya (Harymawan,1988:1; Dewojati, 2012:7 ).

    Awalnya, ‘drama’ dipertontonkan di lapangan terbuka. Para penonton

    duduk melingkar atau setengah lingkaran, dan upacara dilakukan di tengah

    lingkaran tersebut. Makin lama jumlah lingkaran makin luas, upacara-

    upacara juga semakin lebih besar, ini berarti membutuhkan tempat yang lebih

    luas. Tempat yang luas yang dijadikan semacam auditorium inilah yang di

    Yunani saat itu disebut theatron. Theatron yang diartikan sebagai “a place for

    seeing” atau, tempat tontonan itu (Baranger, 1994; Yudiaryani, 2002: 1)

    berbentuk bangku-bangku yang berputar setengah lingkaran dan mendaki ke

    arah lereng bukit yang berfungsi sebagai tempat duduk penonton ketika

    drama Yunani klasik berlangsung. Dengan demikian, kata teater muncul

    sesudah kata drama. Dalam pada itu, apabila kita merunut asal-usul katanya,

    kata drama dan teater berbeda artinya, yang satu perbuatan yang dapat

    ditonton, yang lainnya tempat untuk menonton perbuatan yang dapat ditonton

    itu.

    D

  • 1.4 Drama ⚫

    Sumber: Situs Web/Blok Sastra, diunduh pada 24/4/2018.

    Gambar 1.1

    Salah Satu Sisa-sisa Theatron Yunani Kuno

    Dalam perkembangan selanjutnya, pergeseran-pergeseran terus terjadi.

    Berangkat dari sebuah upacara keagamaan menjadi seni berbicara yang enak

    ditonton. Intonasi untuk memeroleh efektivitas komunikasi mulai

    dipertimbangkan, sehingga melahirkan dua kecenderungan besar. Di satu

    pihak menekankan seni berbicara yang sarat dengan musik, dan nyanyian

    sebagai elemen utamanya, di pihak lain muncul pula bentuk seni berbicara

    yang hanya mengandalkan dialog sebagai elemen utamanya. Yang pertama

    hingga sekarang kita sebut sebagai opera. Sementara yang kedua, kelak kita

    kenal sebagai drama.

    Dua kecenderungan besar itu terus berkembang. Kata drama terus

    bertahan artinya, tetapi kata teater melebar artinya. Kata teater diartikan

    sebagai susunan tempat pementasan berlangsung, tetapi juga dapat

    dipergunakan untuk menunjukkan sebuah kejadian atau peristiwa yang

    sedang berlangsung. Dengan memakai kata teater, kita mampu mengetahui

    seluruh warisan budaya drama sebagai jenis sastra termasuk di dalamnya

    bentuk pementasan pantomim, pertunjukan rakyat, wayang kulit, wayang

    golek, monolog, dan kabaret (Judiaryani, 2002: 2). Pada masa sekarang,

    penggunaan kata teater pemakaiannya lebih luas lagi. Dapat dipergunakan

    untuk menyebut pertunjukan atau tempat-tempat yang terkait dengan film,

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.5

    radio, dan televisi. Dalam banyak hal (Dewojati, 2012:15), kata 'teater' dan

    'drama' sering digunakan dalam makna yang sama, meskipun sesungguhnya

    esensinya berbeda.

    Dalam perkembangannya, istilah ‘drama’ lebih sempit pemakaiannya

    daripada istilah ‘teater’. Dalam pengertiannya yang paling umum drama

    adalah setiap karya yang dibuat untuk dipentaskan di atas panggung oleh para

    aktor yang menggambarkan kisah hidup dan kehidupan manusia yang

    diceritakan dengan gerak dan laku. Sementara teater adalah sebuah istilah

    lain untuk “drama” dalam pengertian yang lebih luas, termasuk pentas,

    penonton, dan gedung pertunjukan. Elam dalam bukunya yang berjudul The

    Semiotics of Theatre and Drama (1984: 2; bandingkan juga Dewojati, 2012:

    15), mengartikan ‘drama’ sebagai “that mode of fiction designed for stage

    representation and constructed according to paticular dramatic convention”,

    atau drama merupakan rancangan fiksi untuk kepentingan panggung

    pertunjukkan dan dibangun berdasarkan konvensi dramatik.

    Harymawan (1988) mencoba mencari jalan keluar dengan memberikan

    pengertian teater dalam arti sempit dan teater dalam arti luas. Dalam arti

    sempit, teater adalah drama, kisah kehidupan manusia yang diceritakan di

    atas pentas, disaksikan oleh banyak orang dan menggunakan media

    percakapan. Pementasan itu bisa menggunakan atau tanpa dekor (layar dan

    sebagainya), didasarkan pada teks yang tertulis (hasil seni sastra), dengan

    atau tanpa musik, nyanyian, dan tarian; sedangkan teater dalam arti luas

    adalah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak.

    Misalnya, wayang orang, ketoprak, ludruk, srandul, membai, randai,

    mahyong, arja, rangda, reog, lenong, topeng, dagelan, sulap, akrobatik, dan

    sebagainya. Maka dalam modul ini kata drama akan dipergunakan untuk

    menyebut pementasan yang menggunakan naskah, sementara kata teater

    dipergunakan lebih luas, termasuk untuk pementasan drama tanpa naskah

    seperti pada teater tradisional.

    Dalam pada itu, kata drama sering bersinonim dengan sandiwara

    (Harymawan, 1988: 2-3). Menurutnya, kata sandiwara dipakai oleh P.K.G.

    Mangkunegara VII untuk menerjemahkan kata toneel (bhs Belanda); ‘sandi’

    artinya rahasia, dan ‘wara’ dari ‘warah’ pengajaran. Maka kata ‘sandiwara’

    pada awalnya diartikan sebagai pengajaran yang dilakukan dengan rahasia.

    Kata ‘rahasia’ diperjelas maksudnya oleh almarhum Ki Hadjar Dewantara

    sebagai ‘lambang’. Dengan demikian, kata sandiwara dimaksudkan sebagai

    pengajaran yang dilakukan dengan lambang. Dengan kata lain, apabila kita

  • 1.6 Drama ⚫

    menonton drama/teater tradisional atau sandiwara diharapkan akan

    memeroleh pengajaran secara tidak langsung. Ajaran yang diperoleh masih

    berwujud lambang yang harus diartikan oleh para penonton.

    Akan tetapi, dalam perkembangannya kata sandiwara memiliki tiga

    macam arti. Satu di antaranya (arti yang ketiga) memeroleh arti negatif yaitu

    kejadian (politik dan sebagainya) yang hanya dipertunjukkan untuk

    mengelabui mata alias tidak sungguh-sungguh (KBBI, 2008: 1219). Apabila

    ada seorang teman mengatakan, “Jangan main sandiwara, kamu!”, ini jelas

    teman kita marah karena kita menutup-nutupi sesuatu yang seharusnya

    transparan. Di samping itu, istilah sandiwara hanya terbatas pada para

    pemakai bahasa Jawa, misalnya untuk menyebut sandiwara radio, atau

    drama-drama tradisional seperti kethoprak dalam bahasa Jawa yang

    diudarakan secara periodik oleh stasiun radio khususnya di Yogyakarta, Jawa

    Tengah dan Jawa Timur. Dalam bahasa Indonesia istilah sandiwara kurang

    begitu populer dibanding dengan istilah drama.

    Sumber: Situs kemdikbud.go.id, diunduh pada 25/4/2018.

    Gambar 1.2

    Salah Satu Sandiwara Tradisional Kethoprak Lesung di DIY

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.7

    B. CIRI-CIRI DRAMA

    Di atas telah kita pelajari pengertian drama yang dirunut dari asal-usul

    katanya. Pertanyaan berikutnya adalah, apa sebenarnya drama itu. Atau lebih

    konkret, seperti apakah karakteristik drama itu? Untuk itu, sebelum kita

    menyimpulkan apakah drama dan bagaimana ciri-cirinya, silakan Anda

    membaca dan membandingkan dua penggalan teks, yang pertama, penggalan

    teks drama berjudul Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya;

    sedangkan yang kedua, penggalan cerpen berjudul “Kado Perkawinan” karya

    Hamsad Rangkuti dari buku kumpulan cerpen Lukisan Perkawinan yang

    diterbitkan oleh Sinar Harapan, 1982, seperti berikut ini:

    ....................................................................................................... Adegan III

    GUSTI BIANG

    Lubangnya terlalu kecil. Benangnya terlalu besar, sekarang ini serba

    terlampau. Terlampau tua, terlampau gila, terlampau kasar, terlampau begini,

    terlampau begitu. Sejak kemarin aku tidak berhasil memasukkan benang ini.

    Sekarang mataku berkunang-kunang. Oh, barangkali toko itu sudah menipu

    lagi. Atau aku terbalik memegang ujungnya? Wayaaaaan ....

    NYOMAN (Muncul dengan baki di tangannya dan lampu teplok)

    Bagaimana Gusti Biang? Sudah sehat rasanya.

    GUSTI BIANG TIDAK MENGHIRAUKAN DAN TETAP

    MEMASUKKAN BENANG KE JARUMNYA

    NYOMAN

    Gusti Biang, ini air daun belimbing, bubur ayam yang sengaja tiyang buatkan

    untuk Gusti.

    (Melihat kesulitan Gusti Biang)

    Mari tiyang tolong.

    GUSTI BIANG

    Waaayaaaaan ....

    (Kaget karena sentuhan)

    Ulaaaaar......

    NYOMAN

    Ya ya kenapa Gusti terkejut ini kan Nyoman ....

    GUSTI BIANG

    Kau? Kau.

  • 1.8 Drama ⚫

    (terbatuk)

    NYOMAN

    Nah, itu sebabnya kalau belum santap malam. Apalagi sejak beberapa hari ini

    Gusti sudah tidak mau minum jamu lagi, minum sekarang ya?

    GUSTI BIANG

    Kau … kau setan, kukira ular belang jatuh dari pohon, bikin sakit jantungku

    kumat lagi.

    NYOMAN

    Gusti Biang takut sekali dengan ular, kenapa?

    GUSTI BIANG

    Binatang itu menggigit dan menjijikkan.

    NYOMAN

    Tapi tidak semua ular berbahaya.

    (Tersenyum)

    Tiyang juga takut pada ular.

    GUSTI BIANG

    Aku tak peduli. Apa tugasmu di sini?

    NYOMAN

    Sekarang sudah saatnya Gusti Biang minum obat.

    GUSTI BIANG

    Hari ini aku tak mau minum obat.

    NYOMAN

    Oh ya, baik tiyang tolong dulu Gusti memasukkan benang ke jarumnya.

    GUSTI BIANG

    Juga tidak. Kau tidak diperlukan di sini.

    ………………………………………………………………… (http://naskahdrama-rps.blogspot.co.id//bila-malam-bertambah-malam-putu-wijaya.html. Diunduh 27/4/2018)

    ………………………………………………………………………………

    Sejak bisa mengingat sampai Rabiah tamat SMP, dia tetap merasakan

    ejekan yang sama, yang selalu dilontarkan orang kepadanya. Ia selalu ingat

    bahwa orang senantiasa berbisik di belakangnya kalau mereka lagi tidak

    senang terhadap dirinya. Bisikan itu selalu dapat didengarnya walaupun dari

    jarak jauh. Terkadang orang mungkin mengatakan yang lain, tetapi ia seperti

    mendengar ejekan yang sama dilontarkan kepadanya. Dia akan tersinggung

    http://naskahdrama-rps.blogspot.co.id/bila-malam-bertambah-malam-putu-wijaya.htmlhttp://naskahdrama-rps.blogspot.co.id/bila-malam-bertambah-malam-putu-wijaya.html

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.9

    mendengar kata-kata itu diucapkan di depannya. Kata-kata yang menyakitkan

    itu seperti sembilu yang ditusukkan ke hulu hatinya di dalam dada. Kata-kata

    “gunting”, “pisau cukur”, “sisir”, “pengetam rambut”, adalah semacam cuka

    yang dicurahkan ke atas luka yang menggores permukaan hati di dalam

    dadanya itu.

    Tadi siang, waktu dia mengantarkan surat undangan perkawinannya

    kepada Sri, teman bekas sekolahnya di SMP, dia mendengar orang berbisik

    waktu ia melintas hendak pulang. Ia dapat menangkap bisikan itu.

    “Anak tukang cukur itu mau menikah. Nasibnya baik. Dia mendapatkan

    jodoh seorang pegawai negri. Siapa mengira, anak si tukang cukur, bisa

    mendapatkan jodohnya seorang pegawai kantoran. Aku mau anakku juga bisa

    bernasib baik seperti dia, dapat jodoh seorang pegawai negri.”

    Begitulah bisik-bisik orang yang didengarnya. “Anak si tukang cukur

    mendapat jodohnya. Anak si gunting rambut menemukan jodohnya. Anak si

    gunting rambut akan menikah.”

    …………………………………………………………………

    (dari: Kumpulan Cerpen Lukisan Perkawinan, hlm. 154).

    Dilihat dari segi bentuk visualnya, apa yang membedakan antara teks drama

    dengan teks cerpen? Masih ingatkah Anda bahwa menurut Aristoteles secara

    garis besar karya sastra dibedakan ke dalam tiga pokok genre (dari bahasa

    Prancis, ucapkan zyanre) yaitu: lirik, epik, dan dramatik; atau lebih

    mudahnya yang berbentuk puisi, prosa rekaan, dan drama? Anda tentu saja

    masih ingat bahwa dalam novel Belenggu karya Armijn Pane, atau Burung-

    Burung Manyar karya Y.B. Mangunwijaya, pengarangnya menceritakan

    kisahannya dengan melibatkan tokoh-tokoh Tono, Tini, Yah dalam Belenggu,

    atau tokoh Teto dan Larasati dalam Burung-Burung Manyar lewat kombinasi

    antara dialog dan narasi. Begitu juga dalam penggalan cerpen berjudul “Kado

    Perkawinan” narasi tentang ejekan dan bisikan yang dialamatkan kepada

    Rabiah hingga tamat SMP jauh lebih banyak daripada dialog langsung yang

    diarahkan kepadanya. Sementara itu, dalam teks drama di atas, paparan

    kisahannya apakah seperti itu? Apa yang lebih mendominasi dalam teks

    drama, dialog, atau narasi?

    Dialog. Tepat jawaban Anda. Dialog (sering disebut sebagai teks utama)

    antara tokoh Gusti Biang dan tokoh Nyoman mendominasi penggalan drama

    tersebut. Pembaca ikut dibuat jengkel atas ucapan-ucapan Gusti Biang yang

    terasa seenak perutnya sendiri, yang menyiratkan konflik tajam antarmereka

    berdua. Sementara itu, narasi cukup dominan dalam cerpen; sedangkan dalam

  • 1.10 Drama ⚫

    teks drama, narasi hanya terbatas berupa petunjuk pementasan yang disebut

    sebagai teks samping (nebentext). Lewat petunjuk pementasan—yang

    kebanyakan dicetak miring atau ditulis kapital semua —itulah pengarang

    naskah drama memberi arahan penafsiran agar tidak terlalu melenceng dari

    apa yang sebenarnya dikehendakinya.

    Di samping itu, dibandingkan dengan cerpen dan novel, jumlah tokoh-

    tokohnya jauh lebih sedikit. Bisa Anda bayangkan jika dalam panggung

    muncul puluhan tokoh yang sekaligus tampil berkelebatan di sana. Anda bisa

    pusing. Dari sudut latar juga lebih terbatas. Dalam drama latar harus dapat

    divisualkan. Apalagi untuk pergantian latar, pementasan membutuhkan

    waktu dan peralatan yang tidak sedikit. Itu artinya juga membutuhkan biaya

    dan tenaga. Sementara dalam cerpen atau novel, pengarang dapat sebebas-

    bebasnya melukiskan latar kejadian sedetail dan seluas mungkin.

    Agar drama yang dipentaskan dapat ditonton dengan runtut dan enak

    diikuti, mirip dengan novel, drama pun dibagi-bagi dalam babak dan adegan-

    adegan. Babak merupakan bagian yang paling besar dalam naskah drama,

    dan biasanya dibagi-bagi dalam banyak adegan. Sementara itu, adegan adalah

    suatu unit lakuan drama yang mengaitkan hukum kausalitas.

    Bentuk visual drama itu variatif. Ada yang setiap dialognya diberi nomor

    urut, ada yang tidak bernomor seperti contoh lakon tersebut di atas. Ditulis

    bernomor, salah satu alasannya adalah untuk memudahkan pada saat berlatih.

    Akan tetapi, bentuk visual teks drama kebanyakan seperti contoh penggalan

    drama berjudul “Sampek & Engtay” karya N. Riantiarno (2004, 97-99),

    berikut ini.

    ..............................................................................................................

    GURU: (MEMUKUL BEL BERKALI-KALI DAN

    BARU BERHENTI KETIKA MURID-MURID

    SUDAH BERKUMPUL SEMUA. DIA

    MENATAP MURIDNYA SATU DEMI SATU)

    Siapa di antara kalian yang kencing sambil

    berdiri?

    (SEMUA MURID MENGACUNGKAN

    TANGAN. KECUALI ENGTAY)

    GURU: Sejak kapan kalian kencing sambil berdiri?

    MURID-

    MURID: Sejak kami kecil, Guru.

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.11

    GURU: Itu menyalahi peraturan. Apa bunyi peraturan

    tentang kencing?

    MURID-I: Seingat saya, sekolah kita tidak pernah membuat

    peraturan tentang kencing, Guru. Yang ada hanya

    peraturan yang bunyinya: Jaga Kebersihan.

    GURU: (MEMBENTAK) Jaga kebersihan! Jaga

    kebersihan! Bunyi peraturan itu bisa berlaku untuk

    segala perkara, termasuk perkara kencing dan

    berak. Paham?

    MURID-

    MURID: (KETAKUTAN) Paham, Guru.

    GURU: Tapi coba lihat sekarang di tembok WC dan kamar

    mandi. Hitamnya, kotornya. Bagaimana cara

    kalian menjaga kebersihan? Dengan cara

    mengotorinya? Itu akibat kalian kencing sambil

    berdiri.

    ENGTAY: (MENGACUNGKAN TANGAN)

    GURU: Kenapa Engtay? Mau omong apa? Kamu satu-

    satunya yang tadi tidak tergolong kepada para

    kencing-berdiriwan ini. Apa kamu kencing sambil

    berjongkok? Atau sambil tiduran?

    ENGTAY: (MENAHAN SENYUM) Maaf, Guru. Saya kencing

    sambil jongkok sejak saya kecil.

    ENGTAY: Sudah kebiasaan. Kencing sambil berdiri, bukan

    saja menyalahi peraturan sekolah kita, tapi juga

    melanggar ujar kitab-kitab yang bunyinya:

    “Jongkoklah Waktu Buang Air Kecil dan Besar,

    Supaya Kotoran Tidak Akan Berceceran”.

    ..............................................................................................................

    Selain cara penuturan dan bentuk visualnya, ciri khas apa yang terdapat

    dalam drama? Dari sepenggal kutipan drama “Sampek Engtay” tersebut di

    atas, tatkala kita membacanya tergambar di depan kita ulah seorang guru

    yang cukup galak sedang menanyakan kepada murid-muridnya tentang

    bagaimana mereka kencing sehingga WC dan kamar mandi sangat kotor. Ada

    gerak seperti mengacungkan tangan, membentak, dan ketakutan. Dengan

    demikian, penulis lakon membeberkan kisahannya tak cukup jika hanya

  • 1.12 Drama ⚫

    dibaca. Dibutuhkan gerak. Itulah yang disebut action. Pementasan di

    panggung, penulis lakon membayangkan action para aktornya dalam bentuk

    dialog. Dan dialoglah bagian paling penting dalam drama. Lewat dialoglah

    kita bisa melacak emosi, pemikiran, karakterisasi, yang kesemuanya itu

    terhidang di panggung lewat action alias gerak. Oleh karena itu, tidaklah

    berlebihan apabila seorang pakar drama kenamaan Moulton menyebut drama

    sebagai “life presented in action”, alias drama adalah hidup yang ditampilkan

    dalam gerak.

    Dengan demikian, secara lebih ringkas karakteristik drama ialah

    mengutamakan dialog daripada narasi. Drama adalah salah satu bagian dari

    genre sastra yang menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian

    dan emosi lewat lakuan dan dialog, yang dirancang untuk pementasan di

    panggung (Sudjiman, 1990). Selain dialog, alur, tokoh, dan latar, masih ada

    satu karakteristik drama yaitu tema. Berkaitan dengan tema dalam drama,

    George R. Kernodle dalam bukunya berjudul The Invitation to The Theatre

    (1961) seperti dikutip oleh Dewojati (2012: 25) mengemukakan bahwa tema

    drama, sangat dekat dengan nilai-nilai dramatis sehingga disimpulkan bahwa

    tema sebuah lakon perlu perenungan yang dalam. Dalam drama, tema pada

    dasarnya adalah "pemikiran" dan argumen dari simpulan terhadap karakter

    tertentu, yang bisa jadi merupakan tema secara keseluruhan lakon dan bisa

    pula hanya merupakan tema sebagian lakon tersebut. Tema pada lakon dapat

    diungkapkan secara eksplisit maupun implisit. Tema implisit didapatkan pada

    karakter, latar, dan kekayaan tekstur nonverbal yang dapat diamati di atas

    panggung; sedangkan tema eksplisit diucapkan dalam dialog verbal para

    tokohnya.

    Bacalah buku antologi drama berjudul Horison Sastra Indonesia, Buku

    Drama editor Taufiq Ismail, dkk.(2002), dan pilihlah satu atau dua judul

    kutipan drama yang ada di dalamnya, dan carilah satu atau dua judul cerpen

    yang terdapat dalam buku Horison Sastra Indonesia Kitab Cerita Pendek

    editor Taufiq Ismail, dkk. (2002); atau buku kumpulan drama berjudul 5

    LATIHAN

    Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,

    kerjakanlah latihan berikut!

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.13

    Naskah Drama Pemenang Sayembara Dewan Kesenian Jakarta 2003

    terbitan Grasindo, Jakarta (2005), atau buku kumpulan cerpen berjudul

    Riwayat Negeri yang Haru, editor Radhar Panca Dahana, terbitan Buku

    Kompas, Jakarta (2006). Kedua buku tersebut yang pertama memuat teks

    drama dan yang kedua cerita pendek secara utuh. Sementara itu, mintalah

    teman lain yang kebetulan Anda kenal untuk mencari cerpen-cerpen di surat-

    surat kabar seperti Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta; Suara Merdeka,

    Semarang; Jawa Pos, Surabaya; Pikiran Rakyat, Bandung; Republika,

    Kompas, Media Indonesia yang terbit di Jakarta; dan majalah sastra Horison

    lama yang memuat naskah drama, kemudian bandingkanlah. Diskusikan

    bersama teman-teman Anda mengapa yang satu disebut sebagai drama,

    sedangkan yang lain dikategorisasikan sebagai cerita pendek. Jelaskan

    jawaban Anda. Dari penjelasan itu dapat dirumuskan pula apa hakikat drama

    dan bagaimana ciri-ciri drama itu.

    Petunjuk Jawaban Latihan

    Untuk menjawab tugas tersebut di atas, Anda perlu mempelajari kembali

    apa yang membedakan antara teks drama dengan teks cerita pendek, dan apa

    sebenarnya drama itu, dan bagaimana karakteristik drama itu.

    Istilah drama dan teater seyogianya dibedakan artinya. Drama

    dimaksudkan sebagai bentuk karya sastra yang dirancang untuk

    dipentaskan di panggung oleh para aktor dan aktrisnya, sedangkan teater

    adalah istilah lain untuk drama dalam pengertian yang lebih luas,

    termasuk pentas, penonton, dan tempat lakon itu dipentaskan. Di

    samping itu, salah satu unsur penting dalam drama adalah gerak dan

    dialog. Lewat dialoglah, konflik, emosi, pemikiran, dan karakter hidup

    dan kehidupan manusia terhidang di panggung. Dengan demikian,

    hakikat drama sebenarnya adalah gambaran konflik kehidupan manusia

    di panggung lewat gerak.

    RANGKUMAN

  • 1.14 Drama ⚫

    1) Jelaskan perbedaan antara drama dan teater!

    2) Jelaskan perbedaan antara teks drama dan teks fiksi!

    3) Jelaskan ciri-ciri drama itu!

    4) Jelaskan pengertian drama!

    Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang

    terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.

    Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan

    Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

    Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali

    80 - 89% = baik

    70 - 79% = cukup

    < 70% = kurang

    Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat

    meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%,

    Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang

    belum dikuasai.

    TES FORMATIF 1

    Jawablah pertanyaan berikut sesuai dengan perintah!

    Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar

    100%Jumlah Soal

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.15

    Kegiatan Belajar 2

    Jenis-jenis Drama

    alam kegiatan belajar ini Anda akan menjelaskan satu permasalahan

    pokok yaitu jenis-jenis drama. Dengan demikian, setelah Anda

    mempelajari Kegiatan Belajar 2 ini, Anda akan dapat menjelaskan macam-

    macam jenis drama berikut contohnya.

    A. JENIS-JENIS DRAMA

    Secara garis besar ada enam jenis ragam drama, yaitu: tragedi, komedi,

    komedi baru, melodrama, tragikomedi, dan farce (baca/fars). Berikut akan

    dipaparkan secara ringkas keenam jenis drama tersebut dengan contoh karya

    dan pengarangnya.

    1. Tragedi

    Anda tentu masih ingat kisah sedih dari Bali yang berjudul “Jayaprana

    dan Layonsari”, “Roro Mendut dan Pranacitra” dari Jawa, atau “Layla dan

    Majnun” dari sastra Arab dan tentunya juga drama Romeo dan Juliet karya

    dramawan Inggris yang terkenal William Shakespeare. Yang terakhir ini,

    beginilah kisah pendeknya.

    Di Verona Italia, tinggal dua orang keluarga bangsawan Montaque dan

    Capulet yang saling bermusuhan. Awalnya mereka bersahabat karib. Namun,

    karena sesuatu hal yang menyinggung harga diri mereka masing-masing,

    persahabatan ini menjadi retak, dan menjelma menjadi musuh bebuyutan

    yang sulit untuk dirujukkan.

    Montaque mempunyai seorang putra remaja bernama Romeo. Ia

    menaruh hati pada Rosalina, tetapi Rosalina mengacuhkannya. Romeo

    mabuk kepayang. Merasa bertepuk sebelah tangan. Untunglah, dalam suatu

    pesta di rumah Capulet, Romeo nekat mengikutinya walaupun tidak

    menerima undangan. Di pesta itulah Romeo ketemu dengan Juliet yang

    sangat memesonakannya. Romeo meminta izin apakah boleh mencium

    tangan Juliet. Diizinkan. Juliet sangat terkesan. Kembali Romeo minta izin

    mencium bibirnya, Juliet mengiyakan. Ciuman sekilas ini terganggu oleh

    kehadiran pembantu Juliet. Dari pesta itu dua-duanya mengetahui bahwa

    mereka berasal dari dua keluarga yang bermusuhan.

    D

  • 1.16 Drama ⚫

    Setelah pesta usai dan para tamu pulang, di rumah Romeo tak bisa tidur.

    Diam-diam ia kembali ke rumah Juliet dan menunggu di bawah kamar Juliet.

    Di luar dugaan Juliet juga berada di kamar itu. Romeo naik ke kamarnya.

    Juliet mengatakan bahwa ia akan dinikahi Pangeran Paris yang tak

    dicintainya. Kontan Romeo melamarnya. Mereka bersepakat. Paginya Romeo

    datang ke pendeta minta tolong untuk menikahkan mereka. Pendeta sangat

    terkesan. Bertolak dari keinginan untuk mendamaikan kedua keluarga yang

    saling bermusuhan itulah pendeta bersedia menikahkannya. Pembantu

    Julietlah yang akhirnya berperan menjembatani pernikahan yang

    dirahasiakan itu. Setelah menikah, keduanya harus segera berpisah.

    Sementara itu, ayah Juliet telah menerima lamaran pria kaya bernama

    Pangeran Paris. Juliet merahasiakan perkawinannya dengan Romeo, sambil

    berpikir bagaimana mengatasi persoalannya, ia menyetujui permintaan

    ayahnya. Ia meminta izin pada ayahnya untuk menemui pendeta di biara. Di

    sana ia mengemukakan masalahnya pada pendeta. Setelah berpikir, pendeta

    memberikan sebotol minuman yang dapat diminum dan akan mengakibatkan

    semacam kematian selama dua hari. Pendeta menyarankan agar Juliet

    meminumnya di malam pernikahannya dengan Paris. Pendeta berjanji akan

    mengirimkan surat pada Romeo yang sedang dibuang dari Verona karena

    suatu perkelahian. Rencananya mereka akan dipertemukan di makam.

    Malam pernikahan berjalan lancar, tetapi beberapa saat kemudian

    terjadilah kegemparan. Mempelai wanita terkulai mati. Sebelum dimakamkan

    jenazahnya disemayamkan dua malam di pemakaman. Malam kedua, Romeo

    yang belum sempat menerima surat dari pendeta, demi mendengar Juliet

    telah mati dan siap dikuburkan, ia segera menuju kuburan. Di situ tubuh

    Juliet terbujur di peti mati. Tanpa berpikir panjang Romeo menegak racun,

    bunuh diri di samping tubuh Juliet. Pagi harinya saat ramuan itu sudah tak

    bereaksi Juliet terbangun. Ia kaget melihat tubuh Romeo terbujur kaku di

    sampingnya. Ia segera mencium mulut Romeo yang masih menyisakan

    racun. Karena tak juga mati ia segera mencabut pisau Romeo dan bunuh diri

    dengan menusuk dadanya sendiri.

    Akhir percintaan yang tragis, barangkali begitu reaksi Anda. Benar

    sekali. Dan dari reaksi penonton yang seperti itulah, Aristoteles seperti

    dikutip oleh Barranger (1994: 57) menamakan drama jenis ini sebagai drama

    tragedi.

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.17

    Drama tragedi seperti tersebut di atas, tokoh protagonisnya (Romeo dan

    Juliet) mengalami nasib yang tragis. Tokoh-tokohnya—selain Romeo, Juliet,

    pendeta, kedua orang tua mereka masing-masing, pembantu setia Juliet—

    terlibat dalam suatu bencana yang besar. Pengarangnya (Shakespeare) ingin

    melukiskan tentang ketidaksempurnaan manusia. Maksud Pendeta yang

    menikahkan Romeo-Juliet, dan usahanya lewat ramuan yang diminum Juliet

    bermaksud baik, tetapi apa daya, usaha yang bisa dikatakan “mulia” ini

    kandas karena informasi tak sampai di tangan Romeo. Aristoteles

    menyebutnya sebagai hamartia alias tragic flaw, sebagai esensi tragedi, alias

    sumber konflik batin yang menampilkan tokoh besar menjadi megah

    sekaligus jalan kepada kehancurannya (Soemanto, 2001: 254). Contoh seperti

    ini dapat dilacak dalam drama-drama tragedi Shakespeare yang lain, seperti

    tokoh Hamlet dalam Hamlet bergulat melawan keragu-raguannya sendiri,

    Macbeth dalam Macbeth bergulat melawan ambisi atas dorongan istrinya,

    Othello dalam Othello bergulat melawan kecemburuannya, dan King Lear

    dalam King Lear bergulat melawan kepikunannya. Oleh karena itu, drama

    tragedi sering diartikan sebagai drama yang menampilkan tokoh yang sedih

    dan muram, tenggelam dalam situasi yang gawat disebabkan sesuatu yang tak

    menguntungkan, misalnya kecemburuan atau ambisi yang keterlaluan.

    Keadaan seperti itu mengantarkan sang tokoh kepada keputusasaan,

    kehancuran, malapetaka, dan kesedihan atau kematian (Sudjiman, 1990: 22).

    Akan tetapi, menurut Aristoteles, drama-drama tragedi justru bermanfaat bagi

    penontonnya. Drama tragedi dapat membersihkan jiwa para penontonnya.

    Oleh Aristoteles disebutnya sebagai katharsis. Mengapa bisa begitu? Dengan

    menonton pementasan drama Oedipus Sang Raja karya Sophokles misalnya.

    Tatkala tokoh Gembala dengan terbata-bata membukakan bukti bahwa

    Oedipus lah pembunuh Laius, ayahnya sendiri; dan mengawini Iocasta

    ibunya sendiri, penonton ikut terhanyut oleh nasib yang dialami oleh Oedipus

    sang tokoh utama yang mengalami kegagalan ketika berusaha mencari

    kebenaran tentang dirinya. Penonton merasa diombang-ambingkan oleh rasa

    takut dan sekaligus belas kasihan. Setelah pulang, penonton terkesan dengan

    mendalam. Merenung, dan melakukan introspeksi sehingga jiwanya seolah

    dibersihkan dari noda dosa. Atau secara psikologis penonton merasa lega

    karena tekanan batinnya seolah terurai (Hartoko dan B. Rahmanto, 1998: 72).

    Itulah yang dimaksud Aristoteles dengan katharsis.

  • 1.18 Drama ⚫

    Selain tragedi, jenis lainnya adalah drama komedi, tragikomedi, komedi

    baru, melodrama, parodi, dan farce (baca/fars/drama yang bersifat

    karikatural).

    Sumber: dikutip dari WordPress.com, diunduh pada 21/5/2018.

    Gambar 1.3

    Rendra dalam Pentas “Oidipus Sang Raja”

    2. Komedi

    Drama komedi adalah lakon ringan yang sifatnya menghibur walaupun

    selorohan di dalamnya dapat bersifat menyindir, biasanya berakhir dengan

    bahagia (Sudjiman, 1990: 23). Akan tetapi, lelucon bukanlah tujuan utama

    dalam komedi. Nilai dramatik tidak dikorbankan demi mengejar hal-hal yang

    lucu. Memang, dalam drama komedi banyak ditampilkan tokoh-tokoh yang

    tolol, konyol, bijaksana, tetapi konyol dan cerdas. Kelucuan yang

    dihasilkannya tidak dibuat-buat, sangat wajar, dan merupakan sejenis humor

    yang serius. Karya-karya klasik William Shakespeare seperti A Midsummer

    Night’s Dream (“Impian di Tengah Musim”) dan The Merchant of Venice

    (“Saudagar Venesia”). Juga Moliere si raja komedi dari Prancis abad ke-17,

    melukiskan dengan sangat kocak seorang pelayan yang berpura-pura menjadi

    dokter agar dapat kawin dengan putri tuannya dalam drama komedi berjudul

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.19

    “Dokter Gadungan” (Le Medecin-Malgre Lui). Drama-drama karya Bernand

    Shaw sering dikategorisasikan sebagai drama komedi yang monumental.

    Begitu juga Lysistrata karya Aristophanes yang hidup di Yunani (445-385

    s.M), yang mengisahkan istri-istri prajurit Athena yang mogok tidak mau

    berhubungan seks dengan suami mereka masing-masing dalam upayanya

    untuk menghentikan peperangan yang terus-menerus, adalah contoh drama

    komedi yang masih sangat relevan sampai sekarang. Di Indonesia contoh

    drama-drama komedi dapat ditemukan misalnya dalam Opera Kecoa,

    Suksesi, dan Opera Sembelit karya N. Riantiarno.

    Sumber: dokumen Image Dynamics, dikutip dari www.saraswati.co.id, diunduh pada

    20/5/2018.

    Gambar 1.4

    Tokoh Roima Bersama Julini dalam Opera Kecoa Karya N. Riantiarno

    3. Komedi Baru

    Jenis komedi baru ini sangat populer, muncul tahun 338 SM ketika

    tragedi mulai hilang setelah tahun 400 SM (Dewojati, 2012: 50). Komedi

    baru ini banyak mengusung tema kehidupan rumah tangga kelas menengah di

    masyarakat Athena saat itu. Plot ceritanya mengungkapkan identitas pribadi

    para tokohnya dan berkutat pada kejadian-kejadian yang serba kebetulan.

    Menander (342—291 SM) termasuk penulis produktif ketika itu. Karyanya

    lebih dari 100 cerita komedi baru. Ceritanya romantis. Alur ceritanya happy

    ending, bergerak dari suasana yang tidak membahagiakan berubah ke arah situasi yang penuh kebahagiaan.

    http://www.saraswati.co.id/

  • 1.20 Drama ⚫

    Bagi Rendra (1993:108) komedi adalah drama yang mengungkapkan

    cacat dan kelemahan sifat manusia dengan cara yang lucu, sehingga penonton

    lebih bisa menghayati kenyataan kehidupan. Rendra menekankan komedi

    sesungguhnya bukan dimaksudkan untuk sajian guyonan. Komedi harus

    mampu membukakan mata penonton kepada kenyataan kehidupan sehari-hari

    yang lebih dalam. Komedi rendahan yang banyak muncul di televisi, yang

    hanya mengeksploitasi kekurangan fisik seseorang dan dengan materi

    banyolan yang kasar, dan ejekan yang tidak cerdas, hanya akan menjadi

    hiburan murahan yang tidak mampu meningkatkan kecerdasan moral

    penontonnya.

    4. Melodrama

    Istilah melodrama (Judiaryani, 2002: 150-151) pertama kali muncul di

    Prancis sekitar tahun 1800, dan digunakan untuk menamakan pertunjukkan

    yang menggabungkan unsur-unsur seperti: (1) menitikberatkan pada masalah

    moral bahwa kejahatan akan mendapatkan hukuman yang setimpal;

    (2) membangkitkan rasa benci pada tokoh jahat, dan rasa simpati pada tokoh

    baik; (3) tokoh pahlawan baik lelaki maupun perempuan adalah tokoh yang

    jujur dan lucu; (4) cerita yang menegang adalah tulang punggungnya;

    (5) merupakan gabungan antara musik dan drama; (6) di setiap babaknya

    mengandung beberapa lagu.

    Pada abad ke-19 melodrama ini berkembang menjadi opera yang

    melahirkan komponis-komponis besar seperti Claudio Monteverdi, Mozart,

    dan Richard Wagner. Pertunjukannya didominasi oleh orkestra, dan

    dipertunjukkan di gedung pertunjukan yang megah. Kesedihan yang

    mendalam dinyanyikan dengan suara nyaring indah, berhadapan dengan

    alunan koor yang lengkap, dan dilatarbelakangi dengan setting lukisan yang

    spektakuler.

    Karena populernya jenis melodrama ini, kadang muncul melodrama

    yang terlalu mengeksploitasi emosi penonton yang kurang terdidik dengan

    suguhan adegan horor, memancing rasa belas kasihan secara berlebihan

    dengan tidak memperlihatkan kaitan logis dalam pembeberan lakonnya. Hal

    inilah yang mereduksi arti melodrama menjadi lakon yang sangat

    sentimental, dengan lakuan yang mendebarkan dan mengharukan, tetapi

    karena penggarapan alur dan lakuannya berlebih-lebihan maka kurang

    meyakinkan penontonnya.

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.21

    5. Tragikomedi

    Tragikomedi adalah gabungan antara tragedi dan komedi. Menurut

    sejarahnya (Barnet, 2001: 39-40; dan Barranger, 1994: 180-181) tragikomedi

    sudah mulai populer dipentaskan oleh dramawan Plautus dengan lakon

    berjudul Amphitryon pada masa kekaisaran Roma 186 SM. Pada abad ke-17

    Corneille yang kerap disebut sebagai bapak drama tragedi di Prancis, lewat

    karyanya yang terkenal Le Cid menyuguhkan kombinasi tragedi dan komedi

    yang sarat akan percintaan di tengah-tengah kengerian, tetapi drama itu

    diakhiri dengan kebahagiaan. Karya kontroversial ini ternyata sangat

    digemari saat itu. Begitu juga Anton Chekov dramawan dari Rusia, dan

    George Bernand Shaw, sampai berujung pada drama absurd Samuel Beckett

    Waiting for Godot (“Menunggu Godot”) pada dasarnya adalah drama-drama

    jenis tragikomedi.

    Sumber: foto dari www.meanderite.com, diunduh pada 21/5/2018.

    Gambar 1.5

    Salah Satu Adegan dalam Menunggu Godot Karya Samuel Beckett

    Ciri-ciri umum dari jenis drama tragikomedi ini antara lain ialah apabila

    bagian awal penuh dengan gelak tawa dan kelucuan pada bagian akhir akan

    disusul dengan peristiwa-peristiwa tragis. Sebaliknya, jika pada awalnya

    penuh dengan kesedihan, akan berakhir dengan suka cita.

    http://www.meanderite.com/

  • 1.22 Drama ⚫

    6. Farce

    Farce merupakan bentuk lakon komedi tertua (abad pertama sebelum

    Masehi) dalam drama Romawi klasik yang diadaptasi dari Atella dekat kota

    Napels, Italia (Yudiaryani, 2002: 85). Dalam pertunjukannya drama ini selalu

    menggunakan tokoh yang sama dan sangat tipikal. Maccus adalah tokoh

    badut yang bodoh. Bucco tokoh yang serakah dan rakus. Pappus adalah tokoh

    yang tua, bodoh, dan mudah ditipu. Dossenus adalah tokoh licik dan

    bertubuh bongkok. Plot cerita berupa tipuan-tipuan dan hasutan-hasutan yang

    dilakukan oleh para badut. Dialog dilakukan secara improvisasi. Musik dan

    tari menjadi unsur penting untuk menghadirkan jalan cerita dengan setting

    alam pedesaan.

    Dalam perkembangannya, farce adalah drama yang bersifat komik dan

    penuh ejekan terhadap kondisi manusia. Di Prancis, apa saja tambahan yang

    disisipkan dalam pertunjukkan secara improvisasi, khususnya untuk

    memancing gelak tawa para penonton, disebut farce. Di Inggris, pelawak

    Charlie Chaplin memopulerkan farce lewat film-film bisu yang pendek.

    Sayangnya, seperti halnya melodrama, farce yang pada awalnya memang

    dimaksudkan sebagai sisipan jenaka dan cerdas dalam pertunjukkan drama

    karena makin digemari penonton, kejenakaan ini berubah menjadi banyolan

    yang cenderung konyol, kasar, dan vulgar. Aktivitas pemainnya sering

    dilebih-lebihkan, segala yang terjadi di pentas bukan karena tokoh, tetapi

    lebih karena situasi pertunjukan dan hanya mementingkan hasil tertawa yang

    diakibatkan oleh lakon yang dibuat selucu mungkin. Tokoh-tokoh yang

    serius dalam dunia wayang, seperti Arjuna dan Bima atau Aria Penangsang

    dan Ranggalawe dalam pentas ketoprak humor misalnya, dapat saja tiba-tiba

    menjadi sangat kocak hanya karena tuntutan kelucuan yang menjadi tujuan

    pertunjukan. Bahkan dalam lakon drakula pada pertunjukan Srimulat

    misalnya, si drakula yang akan menghisap calon korbannya masih sempat

    melawak sehingga penonton terbahak-bahak dan bukan ngeri ketakutan.

    Bacalah sembarang naskah drama yang Anda jumpai di majalah Sastra

    (sudah tidak terbit), Budaya Jaya (juga sudah tidak diterbitkan lagi), Horison,

    atau Kalam atau buku kumpulan drama berjudul 10 Lakon Indonesia 2017

    LATIHAN

    Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,

    kerjakanlah latihan berikut!

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.23

    Pemenang Lomba Penulisan Naskah Lakon Teater 2017 terbitan Direktorat

    Kesenian Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

    (2017) atau buku-buku drama karya N. Riantiarno seperti Opera Kecoa dan

    sebagainya di perpustakaan kota/sekolah Anda. Cobalah diskusikan dengan

    teman Anda mengapa drama-drama yang Anda jumpai itu dapat

    dikategorisasikan sebagai drama tragedi, drama komedi, tragikomedi,

    melodrama, atau farce. Jangan lupa alasan-alasan Anda mengapa Anda

    mengategorisasikannya sebagai drama tragedi misalnya.

    Petunjuk Jawaban Latihan

    Untuk menjawab tugas tersebut di atas, Anda perlu mempelajari kembali

    ciri-ciri drama tragedi, komedi, komedi baru, tragikomedi, melodrama, dan

    farce.

    Secara pokok ada enam jenis drama, yaitu tragedi, komedi, komedi

    baru, tragikomedi, melodrama, dan farce. Drama tragedi adalah lakuan

    yang menampilkan sang tokoh dalam kesedihan, kemuraman, keputus-

    asaan, kehancuran, dan kematian. Drama komedi adalah lakon ringan

    yang menghibur, menyindir, penuh seloroh, dan berakhir dengan

    kebahagiaan. Komedi baru mengusung tema kehidupan rumah tangga

    kelas menengah di masyarakat, mengungkapkan identitas pribadi para

    tokohnya dan berkutat pada kejadian-kejadian yang serba kebetulan.

    Tragikomedi adalah gabungan antara tragedi dan komedi. Melodrama

    adalah lakuan tragedi yang berlebih-lebihan. Farce adalah komedi yang

    dilebih-lebihkan, kadang bersifat karikatural.

    1) Jelaskan jenis-jenis drama itu!

    2) Jelaskan jenis drama komedi dan berilah contohnya!

    3) Jelaskan jenis drama tragedi dan berilah contohnya!

    RANGKUMAN

    TES FORMATIF 2

    Jawablah pertanyaan berikut sesuai dengan perintah!

  • 1.24 Drama ⚫

    4) Jelaskan jenis drama tragikomedi dan berilah contohnya!

    5) Jelaskan jenis drama farce dan berilah contohnya!

    Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang

    terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.

    Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan

    Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

    Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali

    80 - 89% = baik

    70 - 79% = cukup

    < 70% = kurang

    Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat

    meneruskan dengan Kegiatan Belajar 3. Bagus! Jika masih di bawah 80%,

    Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang

    belum dikuasai.

    Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar

    100%Jumlah Soal

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.25

    Kegiatan Belajar 3

    Pembelajaran Drama

    alam kegiatan belajar ini Anda akan menjelaskan tiga permasalahan

    pokok pembelajaran drama di SMP/SMA, yaitu tujuan pembelajaran

    drama, manfaat pembelajaran drama, dan cara memilih bahan pembelajaran

    drama untuk SMP/SMA. Dengan demikian, setelah Anda mempelajari

    kegiatan belajar tiga ini, Anda akan dapat menjelaskan tujuan pembelajaran

    drama, manfaat pembelajaran drama, dan cara memilih bahan pembelajaran

    drama untuk SMP/SMA.

    A. TUJUAN PEMBELAJARAN DRAMA

    Drama adalah salah satu bentuk karya sastra yang sekaligus

    menggairahkan dan mengasyikkan bagi pemain dan penontonnya. Selain

    mudah disesuaikan untuk dimainkan dan dinikmati oleh warga masyarakat

    dalam segala umur, drama sangat tinggi nilai pendidikannya. Bahkan, hampir

    semua drama/teater tradisional sejak Aceh, Batak, Minangkabau, Jambi,

    Melayu, Dayak Raya, Bangka Belitung, Sunda, Jawa, Bali, Bugis, Toraja,

    Gorontalo, Minahasa, Flores, Timor, Ternate, Halmahera, Ambon, sampai

    Papua, selalu berpegang teguh pada semboyan “tontonan-tuntunan” artinya

    setiap pertunjukan drama selain layak untuk ditonton sekaligus harus

    mengandung pengajaran moral yang baik (bandingkan dengan konsep

    Horatio dulce et utile). Tak pelak lagi dengan melakonkan berbagai macam

    peran yang dihayatinya, drama merupakan wadah bagi peserta didik untuk

    menjalani proses menuju kedewasaannya. Dengan menghayati berbagai

    macam peran, para siswa akan memiliki wawasan yang lebih luas tentang

    hidup dan kehidupan yang kelak akan dihadapinya.

    J.S. Bruner dalam bukunya berjudul Towards a Theory of Instruction

    (1976) memaparkan bahwa drama sebenarnya merupakan pelajaran tentang

    sebab akibat dari pilihan tokoh-tokohnya. Drama dapat mengungkapkan

    permasalahan dilematis, konflik-konflik, dan bahkan teror-teror yang

    membelit tokoh-tokohnya. (...) Dramatisasi merupakan suatu cara yang baik

    untuk menyampaikan hal itu. Oleh karena itu, drama perlu digarap dengan

    serius untuk mengungkap realitas manusia yang sebenarnya sehingga drama

    merupakan pelajaran tentang realitas kehidupan manusia.

    D

  • 1.26 Drama ⚫

    Drama bukan hanya pemaparan atau diskusi tentang peristiwa realitas

    kehidupan yang nyata; drama sebenarnya lebih merupakan ’penciptaan

    kembali’ realitas kehidupan atau ’peniruan gerak’ yang memanfaatkan unsur-

    unsur aktivitas nyata melalui bahasa. Bahasa merupakan unsur utama dalam

    drama, di samping gerak, posisi, isyarat dan ekspresi wajah. Bahasa dalam

    drama, bukan sekadar untuk menyampaikan pesan secara lisan, tetapi lebih

    dari itu. Dalam drama, bahasa mengandung aneka macam pengucapan lisan

    yang penting, seperti lagu kalimat, lafal, volume suara, tekanan, dan masih

    banyak aspek lain yang perlu dipertimbangkan agar dapat menyampaikan

    pesan secara sempurna.

    Tujuan utama dalam mempelajari drama adalah memahami bagaimana

    suatu tokoh harus diperankan dengan sebaik-baiknya dalam suatu

    pementasan. Untuk mempelajari pementasan tidaklah mudah, terutama bagi

    siswa yang sama sekali belum mengenal suatu pentas drama. Seorang guru

    drama bertanggung jawab untuk memperkenalkan siswa-siswanya pada

    kondisi pementasan drama. Guru hendaknya dapat memberikan gambaran

    tentang proses dramatisasi berdasarkan pengalaman hidupnya sehari-hari.

    Mempelajari naskah drama di satu sisi dan pentas drama di pihak lain

    merupakan dua aktivitas yang berbeda. Namun, perbedaan aktivitas tersebut

    perlu ditekan seminimal mungkin. Pertama, perlu diingat bahwa drama,

    mengandung sejumlah bentuk dan gaya yang berbeda satu sama lain. Kedua,

    bentuk dan gaya itu mempunyai tujuan yang tidak sama. Jika bentuk dan

    gaya ini dicampuradukkan, akan sangat mengecewakan. Misalnya, akan

    terjadi suatu kesalahan besar apabila pementasan tragedi, lantaran keliru

    menafsirkannya, akan ditanggapi para penonton justru sebagai bahan

    tertawaan; sebaliknya bentuk komedi malahan ditanggapi penonton dengan

    tegang dan serius.

    Diperlukan proses belajar yang cukup lama bagi para siswa untuk dapat

    memahami perbedaan bentuk dan gaya dalam drama tersebut. Perbedaan ini

    dapat dikenali lewat istilah kunci seperti misalnya tragedi (tentang kesedihan

    dan kemalangan) dan komedi (tentang lelucon dan tingkah laku konyol).

    Drama komedi sering dibagi menjadi melodrama dan farce (drama olok-

    olok) yang masing-masing memiliki ciri-ciri sendiri meskipun ada

    kesamaannya. Jenis drama macam ini sering masih dibedakan pula ke dalam

    drama-drama realis dan drama-drama simbolik. Untuk penyajian drama yang

    realis, pementasannya perlu disiapkan situasi yang mendekati kenyataan

    sebenarnya, misalnya penggunaan bahasa sehari-hari, tata rias, pakaian, tata

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.27

    panggung, dan sebagainya; sedangkan pada drama simbolik, dialognya dapat

    dibuat puitis, dibumbui dengan musik, tarian, kor, dan dengan panggung

    kosong tanpa hiasan yang melukiskan realitas. Lebih lanjut akan dibahas

    dalam Kegiatan Belajar 4.

    B. MANFAAT PEMBELAJARAN DRAMA

    Pembelajaran sastra (termasuk di dalamnya drama) memiliki empat

    manfaat (Moody dalam Rahmanto, 2002: 16-25) bagi para siswa, yaitu

    membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya,

    mengembangkan cipta dan rasa, serta menunjang pembentukan watak.

    Dengan demikian mempelajari drama dapat membantu para siswa terampil

    berbahasa, meningkatkan pengetahuan budayanya, mengembangkan cipta

    dan karsa, serta dapat menunjang pembentukan watak para siswa.

    Marilah kita bahas satu-persatu keempat manfaat mempelajari drama itu.

    Pertama, membantu siswa terampil berbahasa.

    Bagaimana ini dapat terjadi? Masih ingatkah Anda bahwa ada 4

    keterampilan berbahasa, yaitu (1) menyimak, (2) wicara, (3) membaca, dan

    (4) menulis. Lewat pembelajaran drama siswa akan sekaligus berlatih

    terampil membaca, menyimak, berbicara, dan menulis. Belajar bermain

    drama tidak bisa tidak akan mengaktifkan keterampilan membaca para siswa,

    yakni dengan berulang kali membaca teks drama sebelum tampil. Dalam

    membaca teks drama (atau mendengarkan drama radio yang diputar lewat

    pita rekaman, atau teks drama yang dibacakan oleh guru, atau teman), itu

    artinya juga mengaktifkan keterampilan membaca, menyimak, dan berbicara.

    Apalagi jika pementasan sudah dimulai, berbicara dan menyimak merupakan

    faktor penting. Karena pertunjukkan drama itu menarik, siswa dapat

    mendiskusikannya dan kemudian menuliskan hasil diskusinya sebagai bahan

    latihan keterampilan menulis.

    Kedua, meningkatkan pengetahuan budaya para siswa.

    Karya sastra (termasuk di dalamnya drama), tidaklah menyuguhkan

    pengetahuan dalam bentuk jadi. Setiap karya sastra selalu menghadirkan

    'sesuatu' dan kerap menyajikan banyak hal yang apabila dihayati benar-benar

    akan semakin menambah pengetahuan orang yang membacanya. Ada banyak

    fakta yang diungkapkan teks drama. Apabila kita dapat merangsang para

  • 1.28 Drama ⚫

    siswa untuk memahami fakta-fakta itu, lama-kelamaan mereka akan

    menyadari bahwa fakta-fakta itu sendiri tidak lebih penting dibanding dengan

    keterkaitannya satu-sama-lain. Fakta-fakta yang perlu dipahami dalam drama

    bukan hanya sekadar fakta-fakta tentang benda, tetapi fakta-fakta tentang

    kehidupan yang bukan hanya mencakup jawaban atas pertanyaan, apa dan

    siapa atau siapa melakukan apa; tetapi juga merupakan jawaban atas

    pertanyaan seperti manusia itu apa; apa yang dapat diharapkan darinya;

    mengapa dia bisa begitu; bagaimana dia bergaul dengan orang lain; dan

    sebagainya.

    Suatu bentuk pengetahuan khusus yang harus selalu dipupuk dalam

    masyarakat (termasuk di dalamnya para siswa) adalah pengetahuan tentang

    budaya yang dimilikinya (misalnya: etos kerja, hukum, organisasi, lembaga,

    kesenian, agama, dan sebagainya). Pemahaman budaya dapat menumbuhkan

    rasa bangga, rasa percaya diri, dan rasa ikut memiliki. Di samping itu, salah

    satu tugas pembelajaran drama adalah memperkenalkan anak didik dengan

    sederetan kemajuan yang dicapai manusia di seluruh dunia, tanpa merusak

    kebanggaan atas kebudayaan yang mereka miliki sendiri. Memang kita tetap

    akan hidup tanpa mengenal kebudayaan mereka, tetapi ini akan menyebabkan

    kita akan sering terkejut jika kita mendengar atau membaca apa yang

    dikatakan atau ditulis orang lain.

    Ketiga, mengembangkan cipta dan rasa.

    Dalam melaksanakan pembelajaran drama, kita tidak boleh berhenti pada

    penguraian pengertian keterampilan ataupun pemahaman. Setiap pendidik

    hendaknya selalu menyadari bahwa setiap siswa adalah individu dengan

    kepribadiannya yang khas, memiliki kemampuan yang berbeda-beda, serta

    memiliki masalah dan kadar perkembangannya masing-masing secara khusus

    pula. Dengan demikian, penting sekali kiranya memandang pembelajaran

    sebagai proses pengembangan individu secara utuh. Kita tahu bahwa di

    dalam diri siswa terkandung berbagai macam kecakapan yang kadang-kadang

    menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan atau kelebihan-kelebihan. Oleh

    karena itu, hendaknya kekurangan dan kelebihan itu dikembangkan secara

    harmonis.

    Dalam pembelajaran drama, kecakapan yang perlu dikembangkan oleh

    para siswa adalah kecakapan yang bersifat indrawi, penalaran, perasaan,

    sosial, dan religius. Pembelajaran drama dapat memperluas pengungkapan

    indra penglihatan, pendengaran, pengecapan, dan peraba. Dengan mengikuti

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.29

    penafsiran kata-kata yang diungkapkan pengarang, siswa akan mengenali

    berbagai pengertian dan mampu membedakan satu hal dengan yang lain,

    misalnya kuning dengan keemasan; bising dengan menggemparkan; harum

    dengan busuk, serta masih banyak yang lain. Dengan memahami kepekaan

    alat perasa, lebih lanjut siswa akan berusaha memahami berbagai aktivitas

    fisik yang dilakukan oleh bagian-bagian tubuh untuk mengungkapkan

    dirinya. Pengungkapan diri lewat aktivitas fisik ini tampak jelas dalam

    bidang pementasan drama.

    Pembinaan penalaran sering dianggap termasuk bidang khusus

    matematika yang ada di luar jangkauan pembelajaran sastra (termasuk

    drama). Meski benar bahwa pelajaran matematika itu menuntut proses

    berpikir tepat, logis, serta terkendali ketat; hendaknya kita sadari bahwa

    bukan hanya matematika yang menuntut proses berpikir demikian. Dewasa

    ini, banyak diterapkan metode-metode logis dan rasional untuk memecahkan

    masalah-masalah di luar jangkauan matematika. Proses berpikir logis banyak

    ditentukan oleh hal-hal seperti ketepatan pengertian, ketepatan penafsiran

    kebahasaan, klasifikasi dan pengelompokan data, penentuan berbagai pilihan,

    serta formulasi rangkaian tindakan yang tepat. Pembelajaran drama jika

    dilakukan dengan benar akan sangat membantu siswa berlatih memecahkan

    masalah-masalah berpikir logis semacam itu. Akan tetapi, sejak awal para

    guru sastra hendaknya melatih mereka memahami fakta-fakta, membedakan

    mana yang pasti dan mana yang dugaan, memberikan bukti untuk

    mendukung suatu pendapat, serta mengenal metode argumentasi yang betul

    dan yang sesat.

    Kepekaan rasa dan emosi juga terkait dengan pembelajaran drama.

    Sehubungan dengan ‘rasa’ ini, pembelajaran drama dapat menghadirkan

    berbagai problem atau situasi yang merangsang tanggapan perasaan. Situasi

    dan problem itu oleh penulis lakon drama diungkapkan dengan cara-cara

    yang memungkinkan penonton tergerak untuk menjelajahi dan

    mengembangkan perasaan kita sesuai dengan kodrat kemanusiaan kita.

    Misalnya, apabila kita menonton sepak terjang seorang tokoh yang dengan

    semena-mena memukuli anak kecil, emosi kita akan bangkit dan akan ikut

    merasa kesal atau apabila kita melihat ombak besar menerpa karang di pantai

    yang indah dalam cerita film, kita akan merasa kagum.

    Sikap dewasa terungkap dalam toleransi dan kesetiakawanan.

    Pemahaman yang efektif atas orang lain, hanya dapat dicapai dengan bertitik

    tolak dari pemahaman diri. Para penulis kreatif memiliki daya imajinasi dan

  • 1.30 Drama ⚫

    kesanggupan yang luar biasa untuk mengidentifikasikan dirinya dengan

    orang lain dan menerobos suatu masalah serta mengenali intinya. Oleh

    karena itu, seorang pengajar drama hendaknya memilih bahan

    pembelajarannya yang dapat membantu siswa memahami dirinya dalam

    rangka memahami orang lain.

    Hampir semua pengarang yang mempunyai daya imajinasi tinggi

    biasanya berusaha untuk menghadirkan masalah-masalah yang hakiki yang

    berkaitan dengan rasa religius dalam karya-karya mereka. Oleh karena itu,

    guru yang melihat perlunya penjelajahan pertanyaan-pertanyaan hakiki bagi

    siswanya akan menemukan materi yang berlimpah dalam dunia sastra. Akan

    tetapi, hendaknya guru mengarahkan agar siswanya tidak mempunyai

    anggapan bahwa setiap pengarang mempunyai ‘kebenaran mutlak’. Beberapa

    pengarang berusaha perlahan-lahan membantah kepercayaan tertentu, sedang

    beberapa pengarang lain berusaha memperbaiki atau mengubahnya. Jadi,

    bagaimanapun tetap diperlukan adanya pemikiran kritis tentang apa saja yang

    dianjurkan oleh pengarang-pengarang dalam karya mereka.

    Keempat, menunjang pembentukan watak.

    Perilaku seseorang lebih banyak ditentukan oleh faktor-faktor pribadinya

    yang paling dalam. Tidak ada satu pun jenis pendidikan yang mampu

    menentukan watak manusia. Pendidikan hanya dapat berusaha membina dan

    membentuk, tetapi tidak dapat menjamin secara mutlak bagaimana watak

    manusia yang dididiknya. Meskipun demikian, sehubungan dengan

    pembentukan watak ini, ada dua hal yang dapat dipetik dari pembelajaran

    sastra (termasuk juga drama), yaitu mampu membina perasaan dengan lebih

    tajam, dan membantu pengembangan berbagai kualitas kepribadian.

    Dibanding pelajaran-pelajaran lainnya, pembelajaran sastra

    memungkinkan lebih banyak untuk mengantar para siswa mengenali hal-hal,

    seperti kebahagiaan, kebenaran, kesetiaan, kebanggaan, kelemahan,

    kekalahan, keputusasaan, kebencian, perceraian, dan kematian. Seorang

    siswa yang banyak mendalami karya sastra biasanya mempunyai perasaan

    yang lebih peka untuk menunjuk mana yang bernilai dan mana yang tak

    bernilai. Dengan demikian, lebih lanjut dia akan mampu menghadapi

    masalah-masalah hidupnya dengan pemahaman, wawasan, toleransi, dan rasa

    simpati yang lebih mendalam.

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.31

    Dalam usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa,

    seperti ketekunan, kepandaian, dan imajinasi, karya sastra memuat berbagai

    medan pengalaman yang sangat luas. Lewat pembelajaran sastra, siswa

    dipertemukan dengan berbagai kesempatan untuk menelusuri semacam arus

    pengalaman yang sangat kaya, segar, dan terus mengalir. Pengalaman itu

    merupakan persiapan yang baik bagi kehidupan siswa di masa mendatang,

    terutama dalam profesinya ketika dia harus selalu siap menilai dan

    mengambil keputusan untuk menghadapi berbagai macam masalah.

    C. MEMILIH DRAMA UNTUK SMP/SMA

    Prinsip penting dalam pembelajaran drama adalah bahan yang akan

    disajikan harus sesuai dengan kemampuan siswa dalam suatu tahapan

    tertentu. Drama yang akan disajikan hendaknya juga diklasifikasikan

    berdasarkan tingkat kesukaran dan kriteria-kriteria tertentu lainnya, antara

    lain berapa banyak teks drama yang tersedia di perpustakaan sekolahnya,

    kurikulum yang harus diikuti, persyaratan bahan yang harus diberikan agar

    dapat menempuh tes hasil belajar akhir tahun, dan sebagainya. Dalam

    memilih bahan pembelajaran (Moody via Rahmanto, 2002: 26-33), perlu

    dipertimbangkan dari sudut bahasa, kematangan jiwa (psikologi), dan latar

    belakang kebudayaan para siswa.

    Pertama, dari sudut bahasa.

    Aspek kebahasaan tidak hanya ditentukan oleh masalah yang dibahas,

    tetapi juga faktor-faktor lain, seperti bagaimana cara penulisannya, ciri-ciri

    karya sastra pada saat teks drama itu ditulis, dan usia pembaca yang ingin

    disasar oleh pengarang. Oleh karena itu, diperlukan kiat untuk memilih

    bahan pembelajaran yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan

    bahasa siswanya. Caranya dengan mempertimbangkan kosakatanya, panjang

    pendeknya kalimat, dan struktur ketatabahasaannya. Seorang guru hendaknya

    selalu berusaha memahami tingkat kebahasaan siswa-siswinya sehingga

    berdasarkan pemahaman itu guru dapat memilih materi yang cocok untuk

    disajikan.

    Dalam usaha meneliti ketepatan teks yang terpilih, guru hendaknya

    mempertimbangkan juga isi teks drama, ungkapan-ungkapan, referensi yang

    ada, cara penulis menuangkan ide-idenya dan hubungan antardialog sehingga

    siswa dapat memahami kata-kata kiasan yang digunakan dalam dialog. Dari

  • 1.32 Drama ⚫

    sudut bahasa ini ada 17 buah naskah drama yang terkumpul dalam antologi

    Kumpulan Drama Remaja suntingan A. Rumadi (1988), dapat dipilih sebagai

    lakon yang bahasanya mudah dijangkau oleh siswa sekolah menengah. Selain

    bahasanya mudah dipahami, drama-drama dalam kumpulan tersebut dapat

    dipergunakan sebagai latihan pementasan drama karena rata-rata durasinya

    kurang dari satu jam pementasan.

    Kedua, dari sudut kematangan jiwa (psikologi).

    Dalam memilih bahan pembelajaran, tahap-tahap perkembangan

    psikologis siswa perlu diperhatikan. Tahap-tahap ini sangat besar

    pengaruhnya terhadap minat, keengganan, daya ingat, kemauan mengerjakan

    tugas, kesiapan bekerja sama, dan pemecahan problem yang dihadapi. Secara

    garis besar, ada empat tingkatan perkembangan psikologis anak-anak sekolah

    dasar sampai sekolah menengah, yaitu (1) pengkhayal (8-9 tahun), tahapan

    yang masih didominasi oleh berbagai macam fantasi kekanakan; (2) romantik

    (10-12 tahun), tahapan yang sudah mengarah ke realitas ketika lakon-lakon

    kepahlawanan, petualangan, dan bahkan kejahatan sudah mulai disenangi;

    (3) realistik (13-16 tahun), dalam tahapan ini anak-anak sangat berminat pada

    apa yang benar-benar terjadi, dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta

    untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan yang nyata; dan

    (4) generalisasi (16 tahun dan selanjutnya), tahapan di mana anak sudah

    berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis

    suatu gejala, yang kadang-kadang mengarah ke pemikiran falsafati untuk

    menentukan keputusan-keputusan moral.

    Tentu saja, tidak semua siswa dalam satu kelas mempunyai tahapan

    psikologis yang sama, tetapi guru hendaknya menyajikan naskah drama yang

    setidak-tidaknya secara psikologis dapat menarik minat sebagian besar siswa

    dalam kelas itu. Terlebih-lebih untuk tahapan terakhir, para siswa di

    Indonesia akan lebih mudah diajak memahami naskah drama yang kental

    aspek pertimbangan moralnya daripada yang filosofis.

    Ketiga, dari sudut latar belakang budaya.

    Latar belakang budaya karya sastra ini meliputi hampir semua faktor

    kehidupan manusia dan lingkungannya, seperti: geografi, sejarah, topografi,

    iklim, mitologi, legenda, pekerjaan, kepercayaan, cara berpikir, nilai-nilai

    masyarakat, seni, olahraga, hiburan, moral, etika, dan sebagainya. Biasanya

    siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.33

    yang erat hubungannya dengan latar belakang kehidupan mereka, terutama

    apabila karya sastra itu menghadirkan tokoh yang berasal dari lingkungan

    mereka dan mempunyai kesamaan dengan mereka atau dengan orang-orang

    di sekitar mereka. Dengan demikian, secara umum, guru sastra hendaknya

    memilih bahan pengajarannya dengan menggunakan prinsip mengutamakan

    karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa. Guru sastra

    hendaklah memahami apa yang diminati oleh para siswanya sehingga dapat

    menyajikan suatu karya sastra yang tidak terlalu menuntut gambaran di luar

    jangkauan kemampuan pembayangan yang dimiliki oleh para siswanya.

    Meski demikian, guru hendaknya selalu ingat bahwa pendidikan secara

    keseluruhan bukan hanya menyangkut situasi dan masalah-masalah lokal

    saja. Sastra merupakan salah satu bidang yang menawarkan kemungkinan

    cara-cara terbaik bagi setiap orang yang ada dalam satu bagian dunia untuk

    mengenal bagian dunia orang lain. Oleh karena itu, seorang guru sastra

    hendaknya berpengalaman luas. Dia bertanggung jawab mengarahkan siswa-

    siswanya untuk mencerap berbagai pengetahuan sehingga memiliki wawasan

    yang luas untuk memahami berbagai macam peristiwa kehidupan.

    1) Ada empat manfaat yang dapat dipetik dalam pembelajaran drama. Satu

    di antaranya bermanfaat untuk menunjang pembentukan watak para

    siswa dalam arti membina perasaan siswa dengan lebih tajam dan

    membantu pengembangan berbagai kualitas kepribadian. Diskusikan

    dengan teman-teman Anda khususnya yang pernah berpengalaman

    melatih para siswa dalam bermain drama. Tunjukkan bahwa berlatih

    bermain drama memang dapat membantu pengembangan kualitas

    perkembangan siswa.

    2) Bacalah dua buah penggalan teks drama di bawah ini. Teks pertama

    dikutipkan dari drama Romeo dan Juliet karya William Shakespeare

    yang diterjemahkan oleh Trisno Sumardjo dan RM Palaka (2004: 91-92);

    sedangkan yang kedua dikutipkan dari sandiwara berjudul Sampek &

    Engtay karya N. Riantiarno (2004: 29-31). Bacalah dengan teliti,

    LATIHAN

    Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,

    kerjakanlah latihan berikut!

  • 1.34 Drama ⚫

    kemudian diskusikan dengan teman-teman Anda teks mana yang dapat

    dipergunakan sebagai bahan pembelajaran drama untuk sekolah

    menengah.

    Teks Pertama

    …………………………………………………………………………….

    ROMEO

    Dia mengucapkan kata.

    Terus dan teruslah berkata, bidadari!

    Sebab malam ini engkau ratu yang terus berseri di ubun-ubunku

    laksana duta kayangan bersayap mendatangi makhluk yang tak

    punya daya, hingga matanya memutih disebabkan takjub tak

    tertanggungkan.

    Ia jatuh terlentang untuk melihat tatkala dia naik ke pundakan awan

    yang berarak lalu melayang-layang di awan-awan tertinggi.

    JULIET

    O, Romeo, Romeo! Mengapa kau Romeo?

    Jangan akui keturunanmu dan namamu!

    Dan aku bukan lagi orang Capulet.

    Dengan begitu, kau bisa menjadi kekasihku.

    ROMEO

    Akankah aku terus mendengar, atau menyela bicara?

    JULIET

    Hanya namamu yang menjadi musuhku.

    Tapi engkau tetap dirimu sendiri di mataku, bukan Montague.

    Apa itu “Montague?” Ia bukan tangan, bukan kaki, bukan lengan,

    bukan muka, atau apa pun dari tubuh seseorang.

    Jadilah nama yang lain!

    Apalah arti sebuah nama? Harum mawar tetaplah harum mawar,

    andaikan mawar bersalin dengan nama lain.

    Ia tetap bernilai sendiri, sempurna, dan harum mawar tanpa harus

    bernama mawar.

    Romeo, tanggalkan namamu.

    Untuk mengganti nama yang bukan bagian dari dirimu itu, ambillah

    diriku seluruhnya.

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.35

    ROMEO

    Janji itu mengikat dirimu!

    Jadikan aku kekasihmu, dan kuubah namaku, tak lagi Romeo.

    JULIET

    Orang macam apa ini yang diselubungi malam mendengarkan

    rahasiaku?

    ………………………………………………………………………

    Teks Kedua

    ..............................................................................................................

    (ENGTAY SUDAH BERPAKAIAN LELAKI, BERJENGGOT,

    MENGETUK PINTU)

    JINSIM : (RAGU-RAGU) Ya, ada perlu apa?

    ENGTAY: Kamu siapa?

    JINSIM : Saya pembantu kepala keluarga Ciok. Tuan siapa,

    dari mana?

    ENGTAY: Kamu, jangan banyak bicara. Lekas panggil

    majikanmu ke luar. Aku datang untuk suatu

    keperluan yang mendesak.

    JINSIM : (RAGU-RAGU) Tapi ….

    ENGTAY: Satu patah kata lagi, kamu akan saya seret ke

    penjara.

    JINSIM : (TAKUT) Baik, tuan, baik. Silakan tunggu dulu

    barang sebentar dulu.

    (BERGEGAS KE LUAR)

    ENGTAY: (KETAWA TERTAHAN) Bahkan Jinsim,

    pengasuhku sejak bayi, tidak mengenaliku. Oh,

    aku tidak tahu bagaimana nanti kalau berhadapan

    dengan ayah.

    CIOK : (BERGEGAS MENYAMBUT DIIRINGI NYONYA

    CIOK, SUHIANG DAN JINSIM) Silakan duduk,

    Tuan, ada perlu apakah? Kata pembantuku tadi,

    Tuan menyebut-nyebut penjara. Siapakah tuan,

    dari mana?

    ENGTAY: Dengar saja baik-baik, tidak usah memotong

    pembicaraan. Waktuku tidak banyak. Aku buru-

    buru. Kamu, betul bernama Ciok?

  • 1.36 Drama ⚫

    CIOK : Benar, Tuan.

    ENGTAY: Di dalam catatanku, kamu asal Banten. Pindah ke

    Serang delapan belas tahun yang lalu. Istrimu satu,

    anakmu satu, perempuan bernama Engtay. Betul?

    ………………………………………………………………………

    Petunjuk Jawaban Latihan

    Untuk menjawab latihan tersebut di atas, Anda perlu mempelajari

    kembali manfaat mempelajari drama, dan bagaimana cara memilih drama

    yang sesuai dengan siswa sekolah menengah.

    Hampir semua drama/teater tradisional di Indonesia, selalu

    berpegang teguh pada semboyan “tontonan – tuntunan”, artinya setiap

    pertunjukan drama selain layak untuk ditonton sekaligus harus

    mengandung pengajaran moral yang baik. Drama sangat tinggi nilai

    pendidikannya. Dengan melakonkan berbagai macam peran yang

    dihayatinya, drama merupakan wadah bagi peserta didik untuk menjalani

    proses menuju kedewasaannya. Dengan menghayati berbagai macam

    peran, para siswa akan memiliki wawasan yang lebih luas tentang hidup

    dan kehidupan yang kelak akan dijalaninya. Itulah tujuan pembelajaran

    drama di sekolah menengah.

    Apabila dilakukan dengan benar, pembelajaran sastra memiliki

    empat manfaat bagi para siswa yaitu: membantu keterampilan berbahasa,

    meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa,

    serta menunjang pembentukan watak. Oleh karena drama, termasuk satu

    di antara tiga jenis pokok karya sastra, maka mempelajari drama pun

    dapat membantu para siswa terampil berbahasa, meningkatkan

    pengetahuan budayanya, mengembangkan cipta dan karsa, serta dapat

    menunjang pembentukan watak para siswa.

    Dalam memilih bahan pembelajaran drama yang akan disajikan

    perlu dipertimbangkan dari sudut bahasa, kematangan jiwa (psikologi),

    dan latar belakang kebudayaan para siswa, di samping itu perlu pula

    diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesukaran dan kriteria-kriteria

    RANGKUMAN

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.37

    tertentu lainnya, seperti berapa banyak teks drama yang tersedia di

    perpustakaan sekolahnya, kurikulum yang harus diikuti, dan persyaratan

    bahan yang harus diberikan agar dapat menempuh tes hasil belajar akhir

    tahun.

    1) Jelaskan tujuan pembelajaran drama!

    2) Jelaskan manfaat pembelajaran drama!

    3) Jelaskan bagaimana cara pemilihan bahan pembelajaran drama di

    SMP/SMA!

    Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 3 yang

    terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.

    Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan

    Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 3.

    Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali

    80 - 89% = baik

    70 - 79% = cukup

    < 70% = kurang

    Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat

    meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%,

    Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 3, terutama bagian yang

    belum dikuasai.

    TES FORMATIF 3

    Jawablah pertanyaan berikut sesuai dengan perintah!

    Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar

    100%Jumlah Soal

  • 1.38 Drama ⚫

    Kunci Jawaban Tes Formatif

    Tes Formatif 1

    No. Jawaban Skor

    1) Drama berasal dari kata draomai (Bahasa Yunani) yang

    berarti berbuat, berlaku, atau bertindak. Kata “teater”

    berasal dari kata theatron (bahasa Yunani) yang diartikan

    sebagai a place for seeing atau tempat tontonan. Dalam

    sejarahnya kata teater muncul sesudah kata drama. Dilihat

    dari asal usul katanya kata drama dan teater berbeda

    artinya, tetapi saling mengait. Drama adalah suatu

    perbuatan yang dapat ditonton, sedangkan teater adalah

    tempat untuk menonton perbuatan yang dapat ditonton.

    Jika jawaban sesuai, skor 20.

    Jika jawaban kurang sesuai, skor 10.

    Jika jawaban tidak sesuai, skor 0.

    20

    2) Perbedaan antara teks drama dan teks cerpen sebagai

    berikut.

    a. Teks drama

    - Didominasi dialog, narasi hanya terbatas berupa

    petunjuk pementasan yang disebut sebagai teks

    sampingan.

    - Jumlah tokoh-tokohnya jauh lebih sedikit.

    - Latarnya terbatas.

    b. Teks cerpen

    - Ada dialog dan narasi.

    - Jumlah tokoh tergantung panjang pendeknya cerpen.

    - Latarnya jauh lebih kompleks, pengarang dapat

    sebebas-bebasnya melukiskan latar kejadian sedetail

    dan seluas mungkin.

    Jika jawaban sesuai, skor 40.

    Jika jawaban kurang sesuai, skor 30.

    Jika jawaban tidak sesuai, skor 0.

    40

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.39

    3) Ciri-ciri teks drama: mengutamakan dialog daripada

    narasi, menggambarkan kehidupan dengan

    mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan

    dialog, dan dirancang untuk pementasan di panggung.

    Jika jawaban sesuai, skor 20.

    Jika jawaban kurang sesuai, skor 10.

    Jika jawaban tidak sesuai, skor 0.

    20

    4) Drama adalah gambaran konflik kehidupan manusia di

    panggung lewat gerak.

    Jika jawaban sesuai, skor 20.

    Jika jawaban kurang sesuai, skor 10.

    Jika jawaban tidak sesuai, skor 0.

    20

    Total Skor 100

    Tes Formatif 2

    No. Jawaban Skor

    1) Jenis-jenis drama sebagai berikut: tragedi, komedi,

    komedi baru, tragikomedi, melodrama, dan farce.

    Jika semua jawaban benar, skor 20.

    Jika hanya dua yang benar, skor 10.

    Jika semua jawaban salah, skor 0 .

    20

    2) Drama tragedi ialah drama yang menampilkan tokoh yang

    sedih, muram, mengalami situasi yang gawat karena

    sesuatu yang tidak menguntungkan, yang menyebabkan

    tokoh mengalami keputus-asaan, kehancuran, malapetaka,

    dan kesedihan atau kematian. Contohnya: drama-drama

    tragedi karya William Shakespeare seperti: tokoh Hamlet

    dalam Hamlet bergulat melawan keragu-raguannya

    sendiri, Macbeth dalam Macbeth bergulat melawan ambisi

    atas dorongan istrinya, Othello dalam Othello bergulat

    melawan kecemburuannya, dan King Lear dalam King

    Lear bergulat melawan kepikunannya.

    Jika semua jawaban benar dan lengkap dengan

    contohnya, skor 20.

    20

  • 1.40 Drama ⚫

    Jika jawaban tak langkap dan contohnya hanya dua yang

    benar, skor 10.

    Jika semua jawaban salah, skor 0.

    3) Drama komedi ialah lakon ringan yang sifatnya

    menghibur, selorohanya bersifat menyindir, dan berakhir

    dengan kebahagiaan. Contohnya: drama “Impian di

    Tengah Musim” dan “Saudagar Venesia” karya William

    Shakespeare”; “Dokter Gadungan” karya Moliere;

    “Lysistrata” karya Aristophanes; “Opera Kecoa”,

    “Suksesi”; dan “Opera Sembelit” karya N. Riantiarno.

    Jika semua jawaban benar, dan lengkap dengan

    contohnya, skor 20.

    Jika jawaban tak langkap, dan contohnya hanya dua yang

    benar, skor 10.

    Jika semua jawaban salah, skor 0.

    20

    4) Drama tragikomedi ialah gabungan antara tragedi dan

    komedi yang sarat akan percintaan di tengah-tengah

    kengerian, tetapi diakhiri dengan kebahagiaan. Contohnya

    lakon “Amphitryon” 186 SM; “Le Cid” karya Corneille;

    dan “Menunggu Godot” karya Samuel Beckett.

    Jika semua jawaban benar dan lengkap dengan

    contohnya, skor 20.

    Jika jawaban tak langkap dan contohnya hanya dua yang

    benar, skor 10.

    Jika semua jawaban salah, skor 0.

    20

    5) Drama farce ialah lakon komedi yang menggunakan

    tokoh yang sama dan sangat tipikal, bersifat komik dan

    penuh ejekan terhadap kondisi manusia, alur kisahannya

    berupa tipuan-tipuan dan hasutan-hasutan yang dilakukan

    oleh para badut. Dialog dilakukan secara improvisasi.

    Musik dan tari menjadi unsur penting untuk menghadirkan

    jalan cerita dengan setting alam pedesaan. Contohnya,

    pelawak Charlie Chaplin memopulerkan farce lewat film-

    film bisu yang pendek. Di Indonesia banyak dipentaskan,

    baik dalam panggung maupun televisi oleh kelompok

    Srimulat.

    20

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.41

    Jika semua jawaban benar dan lengkap dengan

    contohnya, skor 20.

    Jika jawaban tak langkap dan contohnya hanya dua yang

    benar, skor 10.

    Jika semua jawaban salah, skor 0.

    Total Skor 100

    Tes Formatif 3

    No. Jawaban Skor

    1) Tujuan pembelajaran drama adalah memahami bagaimana

    suatu tokoh harus diperankan dengan sebaik-baiknya

    dalam pementasan, dan dengan melakonkan berbagai

    macam peran yang dihayatinya, peserta didik menjalani

    proses menuju kedewasaannya, sehingga para siswa akan

    memiliki wawasan yang lebih luas tentang hidup dan

    kehidupan yang kelak akan dihadapinya.

    Jika jawaban benar, dan lengkap, skor 30

    Jika jawaban tak lengkap, skor 10

    Jika jawaban salah, skor 0

    30

    2) Empat manfaat pembelajaran drama bagi para siswa,

    yaitu: membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan

    pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa,

    serta menunjang pembentukan watak para siswa.

    Jika jawaban benar dan lengkap, skor 30.

    Jika jawaban tak langkap, dan hanya dua yang benar,

    skor 10.

    Jika semua jawaban salah, skor 0.

    30

    3) Cara pemilihan bahan pembelajaran drama untuk

    SMP/SMA, dengan mempertimbangkan: (a) dari sudut

    bahasa, dipertimbangkan: kosakatanya, panjang

    pendeknya kalimat, struktur ketatabahasaannya,

    ungkapan-ungkapan, referensi dan cara penulis

    menuangkan ide-idenya, dan hubungan antardialog

    sehingga siswa dapat memahami kata-kata kiasan yang

    digunakan dalam dialog; (b) tahap-tahap kematangan jiwa

    (psikologi) siswa, yang berpengaruh terhadap minat, daya

    ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama,

    40

  • 1.42 Drama ⚫

    dan pemecahan problem yang dihadapi); serta (c) latar

    belakang kebudayaan para siswa, misalnya geografi,

    topografi, mitologi, kepercayaan, cara berpikir, nilai-nilai

    masyarakat, moral, etika, dan sebagainya. Para siswa akan

    mudah tertarik pada teks drama dengan latar belakang

    yang erat hubungannya dengan latar belakang kehidupan

    mereka.

    Jika semua jawaban benar, dan lengkap dengan

    penjelasannya, skor 40.

    Jika jawaban benar, tetapi penjelasannya kurang lengkap,

    skor 30.

    Jika jawaban dan penjelasannya salah, skor 0.

    Total Skor 100

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.43

    Glosarium

    Adegan : bagian dari babak dalam drama yang

    merupakan suatu unit lakuan drama yang

    menghasilkan suatu akibat tertentu.

    Alur : rangkaian peristiwa di dalam drama yang

    dijalin dan direka dengan saksama serta yang

    menggerakkan jalan cerita melalui

    penggawatan sampai klimaks dan selesaian.

    Babak : bagian dalam drama yang terdiri atas sejumlah adegan. Dalam drama gaya Aristoteles setiap

    drama terdiri atas lima babak, yaitu babak

    pertama disebut paparan, kedua rumitan, ketiga

    klimaks, keempat leraian, dan kelima selesaian.

    Drama : karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan

    emosi lewat lakuan dan dialog; lazimnya

    dirancang untuk pementasan di panggung.

    Dramaturgi : mengacu pada keseluruhan seni dramatik, termasuk penulisan, pementasan, dan

    permainan drama.

    Farce : merujuk pada adegan, adegan lucu yang ditampilkan dalam drama-drama liturgi kuno

    (pada drama yang memancing tawa dengan

    menggunakan sarana murahan dan tidak

    berhubungan dengan penokohan atau alur

    cerita).

    Fragmen : penggalan, misalnya dari sebuah sajak atau cerita. Sebuah antologi dapat terdiri atas

    fragmen yang menarik dari berbagai novel.

    Genre : istilah dalam bahasa Prancis yang berarti jenis. Dalam dunia sastra dibedakan tiga pokok

    genre, ialah lirik, epik, dan dramatik.

    Melodrama : melukiskan konflik antara kejahatan yang mengerikan dan kebaikan yang sangat mulia

    yang berwujud dalam tokoh utama yang

    sempurna seperti malaikat dan lawannya yang

    luar biasa jahat.

  • 1.44 Drama ⚫

    Opera : drama yang hampir seluruh catatan atau dialognya berwujud nyanyian.

    Novel : prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian

    peristiwa dan latar secara tersusun.

    Sandiwara : dibentuk dari kata “sandi” (dari bahasa Jawa yang berarti rahasia), dan “wara” (dalam

    bahasa Jawa warah yang artinya pengajaran).

    Kata ini dibuat oleh almarhum P.K.G.

    Mangkunegara VII untuk mengganti istilah

    toneel (bahasa Belanda), pertunjukan drama

    yang sudah mulai mendapat perhatian di

    kalangan kaum terpelajar di Indonesia pada

    saat zaman penjajahan Belanda. Oleh

    almarhum Ki Hadjar Dewantara kata sandiwara

    diartikan sebagai pengajaran yang dilakukan

    dengan lambang.

    Teater : sebuah istilah lain untuk drama, tetapi dalam pengertian yang lebih luas, termasuk pentas,

    penonton, dan gedung pertunjukan.

    Toneel : dari bahasa Belanda yang artinya pertunjukan Tragedi : lakon yang menampilkan tokoh yang sedih dan

    muram yang terlibat dalam situasi gawat

    karena sesuatu yang tak menguntungkan

    misalnya cemburu atau ambisi yang

    keterlaluan.

    Tragikomedi : drama yang alurnya tampak mengarah menuju ke akhir yang menyedihkan, tetapi berbalik

    menjadi akhir yang membahagiakan.

  • ⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.45

    Daftar Pustaka

    Achmad, A.K. (1981). Teater rakyat di Indonesia. Analisis Kebudayaan, 1(2).

    Barranger, M.S. (1994). Understanding plays. Boston: Allyn and Bacon.

    Dewojati, C. (2012). Drama, sejarah, teori, dan penerapannya. Tt: Javakarsa

    Media.

    Elam, K. (1984). The semiotics of theatre and drama. New York: Metheun &

    Co.

    Gani, R. (1981). Pengajaran apresiasi puisi. Jakarta: P3G.

    Gani, R. (1988). Pengajaran sastra Indonesia respon dan analisis. Jakarta:

    Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

    Harymawan, R.M.A. (1988). Dramaturgi. Bandung: Rosda.

    Hoa K.N. (1981). Pengajaran apresiasi drama. Jakarta: P3G Depdikbud.

    Hartoko, D., & Rahmanto, B. (1998). Kamus istilah sastra. Yogyakarta:

    Kanisius.

    Kernodle, G.R. (1966). The invitation to the theatre. New York: Harcourt,

    Brace & World.

    Moody, H.L.B. (1971). The teaching of literature. London: Longman.

    Rahmanto, B. (2000). Metode pengajaran sastra. Yogyakarta: Kanisius.

    Rumadi, A. (Ed.). (1988). Kumpulan drama remaja. Jakarta: Gramedia.

    Sarumpaet, R.K.T. (2010). Pedoman penelitian sastra anak. Jakarta: Obor.

    Soemanto, B. (2001). Jagat teater. Yogyakarta: Media Pressindo.

  • 1.46 Drama ⚫

    Sumardjo, J. (1986). Ikhtisar sejarah teater Barat. Bandung: Angkasa.

    Sudjiman, P. (1990). Kamus istilah sastra. Jakarta: UI Press.

    Wardani, I.G.A.K. (1981). Pengajaran sastra. Jakarta: P3G.

    Waluyo, H.J. (2001). Drama: Teori dan pengajarannya. Yogyakarta:

    Hanindita Graha Widia.

    Yudiaryani. (2002). Panggung teater dunia, perkembangan dan perubahan

    konvensi. Yogyakarta: Pustaka Gondho Suli.