konsep dasar nyeri
DESCRIPTION
konsep dasar nyeriTRANSCRIPT
Konsep dasar Nyeri
Posted by Qittun on Wednesday, October 29, 2008
qittun.blogspot.com/2008/10/konsep-dasar-nyeri.html
21 komentarThis item was filled under Artikel Kesehatan
Pengertian nyeri
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila
seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional
yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan
Fisiologi nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang
berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap
stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis
reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada
kulit(Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-
beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah
untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a. Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri
tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang
lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah,
syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul
merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung,
hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap
pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.
Teori Pengontrolan nyeri (Gate control theory)
Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat menghasilkan
rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat
timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan (Tamsuri, 2007)
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau
dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa
impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan
tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur
proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk
mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A
yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang
dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme
penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang
dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta
A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri.
Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang
memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu
pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan
dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo
merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter, 2005)
Respon Psikologis
respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri
bagi klien.
Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain :
1) Bahaya atau merusak
2) Komplikasi seperti infeksi
3) Penyakit yang berulang
4) Penyakit baru
5) Penyakit yang fatal
6) Peningkatan ketidakmampuan
7) Kehilangan mobilitas
8) Menjadi tua
9) Sembuh
10) Perlu untuk penyembuhan
11) Hukuman untuk berdosa
12) Tantangan
13) Penghargaan terhadap penderitaan orang lain
14) Sesuatu yang harus ditoleransi
15) Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki
Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman
masa lalu dan juga faktor sosial budaya
Respon fisiologis terhadap nyeri
1) Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
b) Peningkatan heart rate
c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
d) Peningkatan nilai gula darah
e) Diaphoresis
f) Peningkatan kekuatan otot
g) Dilatasi pupil
h) Penurunan motilitas GI
2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a) Muka pucat
b) Otot mengeras
c) Penurunan HR dan BP
d) Nafas cepat dan irreguler
e) Nausea dan vomitus
f) Kelelahan dan keletihan
Respon tingkah laku terhadap nyeri
1) Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
2) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
3) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
4) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan
5) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial,
Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri
yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan
membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri
hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan
perhatian terhadap nyeri.
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase
lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri
tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam
menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang
dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh
nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah
merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu
menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari
upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan
tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi
sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan
gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola
perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit
mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak
mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien
mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol
dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri.
Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah
kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan
rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
Faktor yang mempengaruhi respon nyeri
1) Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada
orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada
lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah
yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri
diperiksakan.
2) Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri,
justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh
mengeluh nyeri).
3) Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti
suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka
melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4) Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana
mengatasinya.
5) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut
Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya
distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan
tehnik untuk mengatasi nyeri.
6) Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
7) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul,
maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung
pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8) Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang
maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9) Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk
memperoleh dukungan dan perlindungan
Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran
intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama
dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri
dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap
nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti
tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
1) skala intensitas nyeri deskritif
2) Skala identitas nyeri numerik
3) Skala analog visual
4) Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali
diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini
berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi
verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata
pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak
terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta
klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri
terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan
klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales,
NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah
intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm
(AHCPR, 1992).
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang
mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi
klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan
nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih
satu kata atau satu angka (Potter, 2005).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu
saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih
akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga,
mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi
lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).
sumber
Priharjo, R (1993). Perawatan Nyeri, pemenuhan aktivitas istirahat. Jakarta : EGC hal : 87.
Shone, N. (1995). Berhasil Mengatasi Nyeri. Jakarta : Arcan. Hlm : 76-80
Ramali. A. (2000). Kamus Kedokteran : Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta : Djambatan.
Syaifuddin. (1997). Anatomi fisiologi untuk siswa perawat.edisi-2. Jakarta : EGC. Hlm : 123-136.
Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-63
Potter. (2005). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC. Hlm 1502-1533.
definisi nyeri dan skala nyeri
A. DEFINISI NYERI
Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E. ).Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan – bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk). Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri. (Taylor C. dkk)Ganong, (1998), mengemukakan proses penghantaran transmisi nyeri yang disalurkan ke susunan syaraf pusat oleh 2 (dua) sistem serat (serabut) antara lain:1. Serabut A – delta (Aδ) Bermielin dengan garis tengah 2 – 5 (m yang menghantar dengan kecepatan 12 – 30 m/detik yang disebut juga nyeri cepat (test pain) dan dirasakan dalam waktu kurang dari satu detik, serta memiliki lokalisasi yang dijelas dirasakan seperti ditusuk, tajam berada dekat permukaan kulit.2. Serabut C, merupakan serabut yang tidak bermielin dengan garis tengah 0,4 –1,2 m/detik disebut juga nyeri lambat di rasakan selama 1 (satu) detik atau lebih, bersifat nyeri tumpul, berdenyut atau terbakar.
Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan proses pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang. Perawat tidak bisa melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri bersifat subyektif (antara satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di berbagai situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan. Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan.
Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik yang muncul karena adanya injury dan informasi ini didapat melalui sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord.
B. FISIOLOGI NYERI
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan atau diserap. Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari komponen fisiologis berikut ini:
Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius àaktivitas elektrik reseptor terkait.
Transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex.
Modulasi yaitu aktivitas saraf utk mengontrol transmisi nyeri. Suatu jaras tertentu telah diteruskan di sistem saran pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Jaras ini diaktifkan oleh stress atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto).
Persepsi, Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan karena nyeri secara mendasar merupakan pengalaman subyektif sehingga tidak terhindarkan keterbatasan untuk memahaminya. Ada dua jenis transmisi saraf :
1. Ionotropik dimana mediator bekerja langsung pada pintu ion ke dalam sel. Ciri jenis transmisi itu adalah proses berlangsung cepat dan masa proses Singkat.2. Metabotropik dimana mediator bekerja lewat perubahan biokimia pada membrane post-sinaps. Ciri transmisi cara ini adalah lambat dan berlangsung lama. Prostaglandin E 2 termasuk dalam golongan metabotropik; Hiperalgesia karena prostaglandin E 2 terjadi lambat tapi berlangsung lama. Morfin dan obat-opiat lainnya juga masuk golongan metabotropik, tetapi obat-obat ini menghambat hiperalgesia — bekerjanya juga lambat dan berlangsung lama. Trauma mekanik (dan juga trauma fisika dan kimia? ) rupa-rupanya langsung merusak integritas membran dan tergolong ionotropik , bersama bradykinin. Rasa nyeri timbul cepat dan berlangsung singkat, kecuali bila kerusakan yang ditimbulkannya hebat tentu rasa nyeri dapat berlangsung lama.
Klasifikasi nyeri ada 3 yaitu :
1. Nyeri perifer ada 3 macam :
nyeri superficial
nyeri visceral
nyeri akut
2. Nyeri Sentral : nyeri akibat stimulasi pada medula spinalis dan thalamus.
3. Nyeri Psikogenetik : nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya.
C. PENANGANAN NYERI
1. MANEJEMEN NYERI NON FARMAKOLOGIK
a. Dengan perilaku kognitif
RelaksasiRelaksasi merupakan metode yang efektif terutama pada pasien yang mengalami nyeri kronis. Latihan pernafasan dan teknik relaksasi menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, dan ketegangan otot, yang menghentikan siklus nyeri-ansietas-ketegangan otot (McCaffery, 1989).Ada tiga hal utama yang diperlukan dalam relaksasi, yaitu : posisi yang tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang. Posisi pasien diatur senyaman mungkin dengan semua bagian tubuh disokong (misal; bantal menyokong leher),
Pasien menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara Perlahan-lahan udara dihembuskan sambil membiarkan tubuh menjadi kendor dan merasakan dan merasakan betapa nyaman hal tersebut. Pasien bernapas beberapa kali dengan irama normal. Pasien menarik napas dalam lagi dan menghembuskan pelan-pelan dan membiarkan hanya kaki dan telapak kaki yang kendor. Perawat minta pasien untuk mengkonsentrasikan pikiran pasien pada kakinya yang terasa ringan dan hangat. Pasien mengulang langkah ke-4 dan mengkonsentrasikan pikiran pada lengan perut, punggung dan kelompok otot-otot yang lain. Setelah pasien merasa rileks, pasien dianjurkan bernapas secara pelan-pelan. Bila nyeri menjadi hebat, pasien dapat bernapas dangkal dan cepat.
Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa keuntungan, antara lain :
1. Relaksasi akan menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri atau stress2. Menurunkan nyeri otot
3. Menolong individu untuk melupakan nyeri
4. Meningkatkan periode istirahat dan tidur
5. Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain
6. Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri
DistraksiTehnik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. jika seseorang menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh klien). Peredaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat individu dalam stimulasi, oleh karena itu, stimulasi penglihatan, pendengaran dan sentuhan mungkin akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stimulasi satu indera saja (Tamsuri, 2007)Jenis-jenis distraksi:
1. Distraksi visual
Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat pemandangan dan gambar termasuk distraksi visua
2. Distraksi pendengaran
Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara burung serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki. (Tamsuri, 2007).
3. Distraksi pernafasan
Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada satu objek atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat dan kemudian menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang memberi ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola pernafasan ritmik.Bernafas ritmik dan massase, instruksi kan klien untuk melakukan
pernafasan ritmik dan pada saat yang bersamaan lakukan massase pada bagaian tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar di area nyeri. Distraksi intelektualAntara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (di tempat tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita.
D. MENGKAJI SKALA NYERI
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :1) skala intensitas nyeri deskritif 2) Skala identitas nyeri numerik3) Skala analog visual4) Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :0 :Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapatmengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagiberkomunikasi, memukul.Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005).Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri,
tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).
E.
Diposkan oleh ummie maesaroh di 21.37
Kirimkan Ini lewat Email
ummieyummy.blogspot.com/2011/10/definisi-nyeri-dan-skala-nyeri.html
A. DEFINISI NYERI
Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E. ).Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan – bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk). Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri. (Taylor C. dkk)Ganong, (1998), mengemukakan proses penghantaran transmisi nyeri yang disalurkan ke susunan syaraf pusat oleh 2 (dua) sistem serat (serabut) antara lain:(1).Serabut A – delta (Aδ) Bermielin dengan garis tengah 2 – 5 (m yang menghantar dengan kecepatan 12 – 30 m/detik yang disebut juga nyeri cepat (test pain) dan dirasakan dalam waktu kurang dari satu detik, serta memiliki lokalisasi yang dijelas dirasakan seperti ditusuk, tajam berada dekat permukaan kulit.(2).Serabut C, merupakan serabut yang tidak bermielin dengan garis tengah 0,4 –1,2 m/detik disebut juga nyeri lambat di rasakan selama 1 (satu) detik atau lebih, bersifat nyeri tumpul, berdenyut atau terbakar.Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan proses pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang. Perawat tidak bisa melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri bersifat subyektif (antara satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di berbagai situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan. Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik yang muncul karena adanya injury dan informasi ini didapat melalui sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cordSecara umum keperawatan mendefinisikan nyeri sebagai apapun yg menyakitkan tubuh yg dikatakan individu yg mengalaminya, yg ada kapanpun individu mengatakannya
B. ISTILAH DALAM NYERI• Nosiseptor : Serabut syaraf yang mentransmisikan nyeri Non-nosiseptor : Serabut syaraf yang biasanya tidak mentransmisikan nyeri• System nosiseptif : System yang teribat dalam transmisi dan persepsi terhadap nyeri • Ambang nyeri : Stimulus yg paling kecil yg akan menimbulkan nyeri • Toleransi nyeri : intensitas maksimum/durasi nyeri yg individu ingin untuk dpt
ditahanC. SIFAT-SIFAT NYERI• Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi• Nyeri bersifat subyektif dan individual• Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah• Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien• Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya• Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis• Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan• Nyeri mengawali ketidakmampuan• Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak optimal
Secara ringkas, Mahon mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut:• Nyeri bersifat individu• Nyeri tidak menyenangkan• Merupakan suatu kekuatan yg mendominasi• Bersifat tidak berkesudahan
D. FISIOLOGI NYERIBanyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan atau diserap. Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis berikut ini:Resepsi : proses perjalanan nyeriPersepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeriReaksi : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeri
FISIOLOGI NYERI :• Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius àaktivitas elektrik reseptor terkait. • Transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex. • Modulasi yaitu aktivitas saraf utk mengontrol transmisi nyeri. Suatu jaras tertentu telah diteruskan di sistem saran pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Jaras ini diaktifkan oleh stress atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto).• Persepsi, Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan karena nyeri secara mendasar merupakan pengalaman subyektif sehingga tidak terhindarkan keterbatasan untuk memahaminya (Dewanto).Ada dua jenis transmisi saraf :
1. Ionotropik dimana mediator bekerja langsung pada pintu ion ke dalam sel. Ciri jenis transmisi itu adalah (i) proses berlangsung cepat dan (ii) masa proses Singkat.2. Metabotropik dimana mediator bekerja lewat perubahan biokimia pada membrane post-sinaps. Ciri transmisi cara ini adalah (i) lambat dan (ii) berlangsung lama. Prostaglandin E 2 termasuk dalam golongan metabotropik; Hiperalgesia karena prostaglandin E 2 terjadi lambat tapi berlangsung lama. Morfin dan obat-opiat lainnya juga masuk golongan metabotropik, tetapi obat-obat ini menghambat hiperalgesia — bekerjanya juga lambat dan berlangsung lama. Trauma mekanik (dan juga trauma fisika dan kimia? ) rupa-rupanya langsung merusak integritas membran dan tergolong ionotropik , bersama bradykinin. Rasa nyeri timbul cepat dan berlangsung singkat, kecuali bila kerusakan yang ditimbulkannya hebat tentu rasa nyeri dapat berlangsung lama.
TRANSDUKSIPada nyeri nosiseptif, fase pertamanya adalah transduksi, konversi stimulus yang intens apakah itu
stimuli kimiawi seperti pH rendah yang terjadi pada jaringan yang meradang , stimulus panas diatas 420C, atau kekuatan mekanis. Disini didapati adanya protein transducer spesifik yang diekspresikan dalam neuron nosiseptif ini dan mengkonversi stimulus noksious menjadi aliran yang menembus membran, membuat depolarisasi membran dan mengaktifkan terminal perifer. Proses ini tidak melibatkan prostanoid atau produksi prostaglandin oleh siklo-oksigenase, sehingga nyeri ini, atau proses ini, tidak dipengaruhi oleh penghambat enzim COX-2. (7) . Neuron transduksi diperankan oleh suatu nosiseptor berupa serabut A-δ dan serabut C yang menerima langsung suatu stimulus noksius. (3) Serabut A-δ merupakan suatu serabut saraf dengan tebal 1- 3 mm dan diliputi oleh selaput mielin yang tipis. Kecepatan transimisi impuls pada serabut A-δ adalah sekitar 20m/s. Seperti serabut sensorik lainnya, serabut A-δ merupakan perpanjangan dari pesudounipolar neuron dimana tubuh selnya berlokasi pada akar ganglion dorsal. (4) Sedangkan serabut C merupakan suatu serabut saraf dengan tebal 1 mm dan tidak memiliki mielin. Karena serabut ini sangat tipis dan karena tidak memiliki mielin yang mempercepat transmisi saraf, kecepatan konduksi rendah, dan suatu rangsang berespon dengan kecepatan 1m/s. (4)Selain dari peran serabut A-δ dan serabut C, disebutkan juga terdapat peran dari neuroregulator yang merupakan suatu substansi yang memberikan efek pada transmisi stimulus saraf, biasanya substansi ini ditemukan pada nosiseptor yaitu akhir saraf dalam kornu dorsalis medulla spinalis dan pada tempat reseptor dalam saluran spinotalamik. Neuroregulator ada dua macam, yaitu neurotransmitter dan neuromodulator. Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik melewati celah synaptik antara 2 serabut saraf dan neuromodulator berfungsi memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi stimulus saraf tanpa mentransfer secara langsung sinyal saraf melalui synaps (4)TRANSMISIDisini terjadi transfer informasi dari neuron nosiseptif primer ke neuron di kornu dorsalis, selanjutnya ke neuron proyeksi yang akan meneruskan impuls ke otak. Transmisi ini melibatkan pelepasan asam amino decarboxilic glutamate, juga peptida seperti substantia P yang bekerja pada reseptor penting di neuron post-sinaptic. Selanjutnya ini akan memungkinkan transfer yang cepat dari input mengenai intensitas, durasi, lokasi, dari stimuli perifer yang berbeda lokasi. Secara umum, ada dua cara bagaimana sensasi nosiseptif dapat mencapai susunan saraf pusat, yaitu melalui traktus neospinothalamic untuk ”nyeri cepat – spontan” dan traktus paleospinothalamic untuk ”nyeri lambat”. (9)Pada traktus neospinothalamik, nyeri secara cepat bertransmisi melalui serabut A-δ dan kemudian berujung pada kornu dorsalis di medulla spinalis dan kemudian bersinapsis dengan dendrit pada neospinothlamaik melalui bantuan suatu neurotransmitter. Akson dari neuron ini menuju ke otak dan menyebrang ke sisi lain melalui commisura alba anterior, naik keatas dengan columna anterolateral yang kontralateral. Serabut ini kemudian berakhir pada kompleks ventrobasal pada thalamus dan bersinapsis dengan dendrit pada korteks somatosensorik. Nyeri cepat-spontan ini dirasakan dalam waktu 1/10 detik dari suatu stimulus nyeri tajam, tusuk, dan gores. (9) Sebenarnya terdapat beragam jalur khusus hantaran sinyal dari kerusakan jaringan dibawa ke berbagai tujuan, dimana dapat memprovokasi proses kompleks. Transmisi nosiseptif sentripetal memicu berbagai jalur : spinoreticular, spinomesencephalic, spinolimbic, spinocervical, dan spinothalamic. (9) Traktus spinoreticular membawa jalur aferen dari somatosensorik dan viscerosensorik yang berakhir pada tempat yang berbeda pada batang otak. Traktus spinomesencephalik mengandung berbagai proyeksi yang berakhir pada tempat yang berbeda dalam nukleus diencephali. Traktus spinolimbik termasuk dari bagian spinohipotalamik yang mencapai kedua bagian lateral dan medial dari hypothalamus dan kemudian traktus spinoamygdala yang memanjang ke nukleus sentralis dari amygdala. Traktus spinoservikal, seperti spinothalamik membawa sinyal ke thalamus. (3)MODULASIPada fase modulasi terdapat suatu interaksi dengan system inhibisi dari transmisi nosisepsi berupa suatu analgesic endogen. Konsep dari system ini yaitu berdasarkan dari suatu sifat, fisiologik, dan morfologi dari sirkuit yang termasuk koneksi antara periaqueductal gray matter dan nucleus raphe magnus dan formasi retikuler sekitar dan menuju ke medulla spinalis Analgesik endogen meliputi :- Opiat endogen- Serotonergik- Noradrenergik (Norepinephric)Sistem analgesik endogen ini memiliki kemampuan menekan input nyeri di kornu posterior dan proses
desendern yang dikontrol oleh otak seseorang, kornu posterior diibaratkan sebagai pintu gerbang yang dapat tertutup adalah terbuka dalam menyalurkan input nyeri. Proses modulasi ini dipengaruhi oleh kepribadian, motivasi, pendidikan, status emosional & kultur seseorang. Secara skematik proses modulasi dapat dilihat pada skema dibawah ini
PERSEPSIFase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu menjadi sadar akan adanya suatu nyeri, maka akan terjadi suatu reaksi yang kompleks. Persepsi ini menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu itu dapat bereaksi. (8)Fase ini dimulai pada saat dimana nosiseptor telah mengirimkan sinyal pada formatio reticularis dan thalamus, sensasi nyeri memasuki pusat kesadaran dan afek. Sinyal ini kemudian dilanjutkan ke area limbik. Area ini mengandung sel sel yang bisa mengatur emosi. Area ini yang akan memproses reaksi emosi terhadap suatu nyeri. Proses ini berlangsung sangat cepat sehingga suatu stimulus nyeri dapat segera menghasilkan emosi. (7, 9)RESEPSI
Stimulus (mekanik, termal, kimia) Pengeluaran histamin bradikinin, kalium, Nosiseptor Impuls syaraf Serabut syaraf perifer Kornu dorsalis medulla spinalis Neurotransmiter (substansi P) Pusat syaraf di otak Respon reflek protektif. Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul impuls syaraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut syaraf perifer yang akan membawa impuls syaraf ada dua jenis, yaitu serabut A-delta dan serabut C. impuls syaraf akan di bawa sepanjang serabut syaraf sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut akan menyebabkan kornu dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P). Substansi P ini menyebabkan transmisi sinapis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf ditransmisikan lebih jauh ke dalam system saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon reflek protektif.Contoh: Apabila tangan terkena setrika, maka akan merasakan sensasi terbakar, tangan juga melakukan reflek dengan menarik tangan dari permukaan setrika. Proses ini akan berjalan jika system saraf perifer dan medulla spinalis utuh atau berfungsi normal. Ada beberapa factor yang menggangu proses resepsi nyeri, diantaranya sebagai berikut:• Trauma• Obat-obatan• Pertumbuhan tumor• Gangguan metabolic (penyakit diabetes mellitus)
PERILAKU ( BEHAVIOR )Terdiri dari perilaku verbal dan non verbal dalam merespon suatu nyeri seperti keluhan atau komplain, rintihan, sikap dan ekspresi wajah.
PENANGANAN Seperti yang kita ketahui bahwa nyeri klinis umumnya terdiri atas nyeri inflamasi dan nyeri neuropatik. Keduanya menunjukkan simtom yang sama tetapi berbeda dalam strategi pengobatan yang disebabkan perbedaan dalam patofisiologi. (9) . Nyeri nosiseptif timbul akibat stimulasi reseptor nyeri yang berasal dari organ visceral atau somatik. Stimulus nyeri berkaitan dengan inflamasi jaringan, deformasi mekanik, injuri yang sedang berlangsung atau destruksi. Oleh karena itu penting untuk mencari dan mengobati jaringan yang rusak atau yang mengalami inflamasi sebagai penyebab nyeri. Sebagai contoh, pasien datang dengan nyeri nosiseptif akibat polymyalgia rheumatic maka diberikan kortikosteroid sistemik. Akan tetapi, sementara mencari penyebab nyeri, tidak ada pendapat yang melarang pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri. 10,11Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri :1. Budaya (etnis, keluarga, jenis kelamin, usia)2. Agama3. Strategi menyelesaikan masalah (“coping strategy”)
4. Dukungan dari lingkungan5. Kecemasan atau stressor lain6. Pengalaman sakit yang laluUntuk nyeri nosisepsi kronik, penanganannya berupa terapi farmaka, blok transmisi saraf, dan alternatif. 12 Terapi farmaka terdiri dari • Terapi analgesik seperti NSAID/ Paracetamol-opiod• Terapi analgesik ajuvan, seperti antidepresan, antikonvulsanTerapi blok transmisi• Irreversibel, yaitu operasi dan destruksi saraf.• Reversibel, yaitu injeksi anestesi lokalTerapi alternatif• Stimulator • Akupuntur• Hipnosis• PsikologiTujuan keseluruhan dalam pengobatan nyeri adalah mengurangi nyeri sebesar-besarnya dengan kemungkinan efek samping paling kecil.
E. SUMBER
Priharjo, R (1993). Perawatan Nyeri, pemenuhan aktivitas istirahat. Jakarta : EGC hal : 87. Shone, N. (1995). Berhasil Mengatasi Nyeri. Jakarta : Arcan. Hlm : 76-80 Ramali. A. (2000). Kamus Kedokteran : Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta : Djambatan.Syaifuddin. (1997). Anatomi fisiologi untuk siswa perawat.edisi-2. Jakarta : EGC. Hlm : 123-136.Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-63Potter. (2005). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC. Hlm 1502-1533.
http://admin-gudangpengetahuan.blogspot.com/2010/06/fisiologi-nyeri-physiology-of-pain.html
keperawatanSelasa, 09 Oktober 2012
askep nyeri
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut. Secara umum, nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Akan tetapi, bias tidaknya nyeri dirasakan dan hingga derajat mana nyeri tersebut mengganggu dipengaruhi oleh interaksi antara system algesia tubuh dan transmisi system saraf serta interpretasi stimulus.
Nosisepsi
System saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer yang khusus bertugas mendeteksi kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi sentuhan, panas, dingin, nyeri, dan tekanan. Reseptor yang bertugas merambatkan sensasi nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor merupakan ujung-ujung saraf perifer yang bebas dan tidak bermielin atau sedikit bermielin. Reseptor nyeri tersebut dapat dirangsang oleh stimulus mekanis, suhu, atau kimiawi. Sedangkan proses fisiologis terkait nyeri disebut nosisepsi. Proses tersebut terdiri atas empat fase, yaitu :
1. Tranduksi
Pada fase tranduksi, stimulus atau rangsangan yang membahayakan memicu pelepasan mediator biokimia yang mensesitisasi nosiseptor.
2. Transmisi
Fase transmisi nyeri terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama, nyeri merambat dari serabut saraf perifer ke medulla spinalis. Dua jenis serabut nosiseptor yang terlibat dalam proses tersebut adalah serabut C, yang mentransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan, serta serabut A-Delta yang mentransmisikan nyeri yang tajam dan terlokalisasi. Bagian kedua adalah transmisi nyeri dari medulla spinalis menuju batang otak dan thalamus melalui jaras spinotalamikus (spinothalamic tract atau STT). STT merupakan suatu system diskriminatif yang membawa informasi mengenai sifat dan lokasi stimulus ke thalamus. Pada bagian ketiga, sinyal tersebut diteruskan ke korteks sensorik somatic tempat yang dipersepsikan. Impuls yang ditransmisikan melalui STT mengaktifkan respons otonomi dan limbic.
3. Persepsi
Pada fase ini, individu mulai menyadari adanya nyeri. Tampaknya persepsi nyeri tersebut terjadi di struktur korteks sehingga memungkinkan munculnya berbagai strategi perilaku kognitif untuk mengurangi komponen sensorik dan afektif nyeri.
4. Modulasi
Fase ini disebut juga system desenden. Pada fase ini, neuron di batang otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke medulla spinalis. Serabut desenden tersebut melepaskan substansi seperti opioid, serotonin, dan norepinefrin yang akan menghambat impuls asenden yang membahayakan di bagian dorsal medulla spinalis.
Pengalaman nyeri
Pengalaman nyeri seseorang dipengaruhi beberapa hal, yaitu :
1. Arti nyeri bagi individu
Makna nyeri antara lain berbahaya atau merusak, menunjukkan adanya komplikasi, memerlukan penyembuhan, menyebabkan ketidak mampuan, merupakan hukuman akibat dosa, merupakan sesuatu yang harus ditoleransi. Factor yang mempengaruhi makna nyeri bagi individu antara lain usia, jenis kelamin, latar belakang social budaya, lingkungan, pengalaman nyeri sekarang dan masa lalu.
2. Persepsi nyeri
Persepsi nyeri, tepatnya pada area korteks, muncul akibat stimulus yang ditransmisikan menuju jaras spinotalamikus dan talamiko kortikalis. Persepsi nyeri ini bersifat objektif, sangat kompleks, dan dipengaruhi factor-faktor yang memicu stimulus bosiseptor dan transmisi impuls nosiseptor, seperti daya reseptif dan interpretasi kortikal. Persepsi nyeri dapat berkurang atau hilang pada periode stress berat atau dalam kedaan emosi. Kerusakan pada ujung saraf dapat memblok nyeri dari sumbernya.
3. Toleransi terhadap nyeri
Toleransi terhadap nyeri terkait dengan intensitas nyeri yang membuat seseorang mampu menahan nyeri sebelum mencari pertolongan. Tingkat toleransi yang tinggi berarti bahwa individu mampu menahan nyeri yang berat sebelum ia mencari pertolongan. Factor-faktor yang mempengaruhi toleransi terhadap nyeri yaitu :
Toleransi nyeri
Meningkat Menurun
Alcohol
Obat-obatan
Hypnosis
Panas
Gesekan atau garukan
Pengalihan perhatian
Kepercayaan yang kuat
Capai atau kelelahan
Marah
Kebosanan
Cemas
Nyeri yang kronis
Sakit atau penderitaan
4. Reaksi terhadap nyeri
Setiap orang memberikan reaksi yang berbeda terhadap nyeri. Ada yang menhadapi rasa nyeri dengan perasaan takut, cemas, dan gelisah, ada pula yang menanggapinya dengan perasaan optimis dan penuh toleransi. Factor yang mempengaruhi reaksi nyeri, yaitu :
a. Makna nyeri bagi individu
b. Tingkat persepsi nyeri
c. Pengalaman masa lalu
d. Nilai budaya
e. Harapan social
f. Kesehatan fisik dan mental
g. Sikap orang rtua terhadap nyeri
h. Lokasi nyeri
i. Perasaan takut dan cemas
j. Upaya untuk mengurangi respons terhadap stressor
k. Usia
B. Jenis dan Bentuk Nyeri
Jenis nyeri
Ada tiga klasifikasi nyeri :
1. Nyeri perifer
Nyeri perifer ada tiga macam, yaitu :
a. Nyeri superficial, yaitu nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa.
b. Nyeri visceral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulai pada reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium, dan toraks.
c. Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.
2. Nyeri sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang otak, dan thalamus.
3. Nyeri psikogenik
Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata lain, nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita sendiri. Seringkali nyeri ini muncul karena factor psikologis.
Bentuk nyeri
Secara umum, bentuk nyeri terbagi atas nyeri akut dan nyeri kronis.
1. Nyeri akut
Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari 6 bulan. Biasanya gejala mendadak dan penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.
2. Nyeri kronis
Nyeri ini biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan. Sumber nyeri bias diketahui ataupun tidak. Nyeri cenderung hilang dan timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan. Penginderaan nyeri menjadi lebih dalam sehingga penderita sulit untuk menunjukkan lokasinya. Dampak dari nyeri kronis antara lain penderita mudah teringgung dan sering mengalami insomnia, akibatnya mereka kurang perhatian, sering merasa putus asa, dan terisolir dari kerabat dan keluarga. Nyeri kronis biasanya hilang timbul pada periode waktu tertentu. Ada kalanya penderita terbebas dari rasa nyeri.
Factor yang mempengaruhi nyeri
1. Etnik dan nilai budaya
Latar belakang etnik dan budaya merupakan factor yang mempengaruhi reaksi terhadap nyeri dan ekspresi nyeri. Contohnya, individu dari budaya tertentu cenderung ekspresif dalam mengungkapkan nyeri, sedangkan individu dari budaya lain justru lebih memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan orang lain.
2. Tahap perkembangan
Usia dan dan tahap perkembangan seseorang merupakan variable penting yang akan mempengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri. Dalam hal ini anak-anak cenderung kurang mampu mengungkapkan rasa nyeri dibandingkan orang dewasa, dan kondisi ini dapat menghambat penanganan nyeri untuk mereka. Di sisi lain prevalensi nyeri pada individu lansia lebih tinggi karena penyakit akut ataupun kronis yang mereka derita. Walaupun ambang batas nyeri tidak berubah karena penuaan, tetapi efek analgesic yang diberikan menurun karena perubahan fisiologis yang terjadi.
3. Lingkungan dan individu pendukung
Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan aktifitas yang tinggi di lingkungan tersebut dapat memperberat nyeri. Selain itu dukungan dari keluarga dan orang terdekat menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi persepsi nyeri individu.
4. Pengalaman nyeri sebelumnya
Pengalaman masa lalu juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan kepekaannya terhadap nyeri. Selain itu keberhasilan atau kegagalan metode penanganan nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap harapan individu pada penanganan nyeri saat ini.
5. Ansietas dan stress
Ansietas sering kali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman yang tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka.
Cara mengukur intensitas nyeri
Skala nyeri menurut Hayward
Skala Keterangan
0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan
4-6 Nyeri sedang
7-9 Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol
dengan aktifitas yang biasa dilakukan
10 Sangat nyeri dan tidak bias dikontrol
Skala nyeri menurut McGill
Skala Keterangan
1 Tidak nyeri
2 Nyeri sedang
3 Nyeri berat
4 Nyeri sangat berat
5 Nyeri hebat
C. Pengkajian
Pengkajian nyeri yang akurat penting untuk upaya pelaksanaan nyeri yang efektif. Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda pada masing-masing individu, maka perawat perlu mengkaji semua factor yang mempengaruhi nyeri seperti factor fisiologis, psikologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri atas dua kompenen utama yaitu :
a. Riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien.
b. Observasi langsung pada respons perilaku dan fisiologis klien.
Tujuan pengkajian adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman subjektif.
Mnemonic untuk pengkajian nyeri.
P Provoking atau pemicu yaitu factor yang memicu timbulnya nyeri
Q Quality atau kualitas nyeri
R Region atau daerah perjalanan ke daerah lain
S Severity atau keganasan, yaitu intensitasnya
T Time atau waktu, yaitu serangan, lamanya, kekerapan, dan sebab
Riwayat nyeri
Secara umum pengkajian riwayat nyeri meliputi beberapa aspek, yaitu :
1. Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien menunjukkan area nyerinya. Pengkajian ini bisa dilakukan dengan bantuan gambar tubuh. Klien bisa menandai bagian tubuh yang mengalami nyeri. Ini sangat bermanfaat, terutama untuk klien yang memiliki lebih dari satu sumber nyeri.
2. Intensitas nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan terpercaya untuk menetukan intensitas nyeri pasien. Skala nyeri yang paling sering digunakan adalah rentang 0-5 atau 0-10. Angka 0 menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka tertinggi menandakan nyeri yang hebat.
3. Kualitas nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul” atau “ditusuk-tusuk”. Perawat perlu mencatat kata-kata yang digunakan pasien untuk menggambarkan nyerinya sebab informasi yang akurat dapat berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri serta pilihan tindakan yang diambil.
4. Pola
Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri. Perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir muncul.
5. Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing, dan diare. Gejala itu bisa disebabkan oleh awitan nyeri atau oleh nyeri itu sendiri.
6. Factor presipitasi
Terkadang aktifitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri, seperti aktifitas yang berta dapat menimbulkan nyeri dada. Selain itu factor lingkungan, stressor fisik, dan emosional juga dapat memicu nyeri.
7. Pengaruh pada aktifitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktifitas harian klien akan membantu perawat memahami perspektif klien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan interpersonal, hubungan pernikahan, aktifitas di rumah, aktifitas di waktu senggang, serta status emosional.
8. Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh agama atau budaya.
9. Respons afektif
Respons afektif klien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada situasi, derajat dan durasi nyeri, interpretasi tentang nyeri, dan banyak factor lain. Perawat perlu mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada diri pasien.
Observasi respons perilaku dan fisiologis
Banyak respons non verbal yang bisa dijadikan indicator nyeri. Salah satunya yang paling utama adalah ekspresi wajah. Perilaku seperti menutup mata rapat-rapat atau membuka mata lebar-lebar, mengigiti bibir bawah, dan seringai wajah dapat mengindikasikan nyeri. Perilaku lain yaitu vokalisasi, immobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri, gerakan tubuh tanpa tujuan, dll. Sedangkan respons fisiologis bergantung pada durasi dan sumber nyeri. Pada awal awitan nyeri akut, respons fisiologis dapat meliputi peningkatan tekanan darah, nadi, dan pernapasan, diaphoresis, serta dilatasi pupil akibat terstimulasinya system saraf simpatis. Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama, dan saraf simpatis telah beradaptasi, respons fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau bahkan tidak ada. Karenanya, perawat penting untuk mengkaji lebih dari satu respons fisiologis sebab bisa terjadi respons tersebut merupakan indicator yang buruk untuk nyeri.
Penetapan diagnosis
Menurut NANDA (2003), diagnosis keperawatan untuk klien yang mengalami nyeri atau ketidaknyamanan adalah :
1. Nyeri akt
2. Nyeri kronis
Saat menuliskan pernyataan diagnostic, perawat harus menyebutkan lokasinya. Lebih lanjut, karena nyeri dapat mempengaruhi banyak aspek fungsi individu, kondisi tersebut pula menjadi etiologi untuk diagnosis keperawatan lain seperti ketidakefektifan bersihan jalan napas, ansietas, ketidakefektifan koping, dll.
D. Perencanaan dan Implementasi
Tujuan asuhan keperawatan untuk klien yang mengalami ketidaknyamanan atau nyeri bervariasi, bergantung pada diagnosis dan batasan karakteristiknya.
1. Nyeri akut
Yang berhubungan dengan :
a. Trauma pada perineum selama persalinan dan pelahiran
b. Trauma jaringan dan reflex spame otot, sekunder akibat gangguan musculoskeletal, gangguan visceral, kanker, gangguan vascular
c. Inflamasi
d. Efek kanker
e. Kram abdomen, diare, muntah, sekunder akibat (gastroenteritis, influenza, ulkus lambung)
f. Inflamasi dan spasme otot polos, sekunder akibat (batu ginjal, infeksi pencernaan)
g. Trauma jaringan dan spasme otot reflex, sekunder akibat (pembedahan, kecelakaan, terbakar, tes diagnostik)
h. Demam
i. Respons alergi
j. Iritan kimia
Kriteria hasil
Individu akan menyampaikan kepuasan setelah tindakan pereda nyeri yang diberikan yang ditandai dengan (sebutkan)
Intervensi umum
1. Kaji factor yang dapat menurunkan toleransi nyeri.
2. Kurangi atau hilangkan factor yang dapat meningkatkan nyeri.
3. Kolaborasikan bersama pasien untuk menentukan metode mana yang dapat dipergunakan untuk mengurangi intensitas nyeri.
4. Beri pereda nyeri yang optimal bersama analgesic yang diresepkan.
5. Kaji respon pasien terhadap obat-obat pereda nyeri.
6. Bantu keluarga berespon positif terhadap pengalaman nyeri pasien.
7. Dorong klien untuk mendiskusikan nyeri yang dialami
Rasional
1. Jika klien harus meyakinkan tenaga kesehatan bahwa dia merasa nyeri, kecemasannya akan semakin meningkat dan akan meningkatkan persepsi nyerinya.
2. Penggunaan metode pereda nyeri noninvasive dapat meningkatkan efek terapeutik obat-obat pereda nyeri.
3. Tidur yang tidak mencukupi dapat menurunkan kemampuan individual untuk menoleransi nyeri dan menguras energy yang mereka butuhkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan social.
4. Penatalaksanaan nyeri seharusnya dilakukan secara agresif dan individual untuk menhilangkan nyeri yang tidak perlu. Salah satunya dengan membri obat sesuai jadwal pada periode awal pascaoperasi bukan memberikannya pada saat dibutuhkan.
5. Berbagai metode perilaku bertujuan memodifikasi reaksi fisiologis terhadap nyeri. Contoh metode tersebut yaitu relaksasi, meditasi, terapi music, hipnotis, dan umpan balik biologis.
6. Relaksasi dan imajinasi terbimbing cukup efektif dalam mengatasi nyeri, yakni dengan meningkatkan perasaan control, mengurangi perasaan tidak berdaya dan putus asa, menjadi metode pengalih yang menenangkan, serta menganggu siklus nyeri-ansietas-ketegangan
DAFTAR PUSTAKA
Roper, N. (2002). Prinsip-prinsip keperawatan. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica.
Tarwoto, W. (2003). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medica
http://blogbanez.blogspot.com/2012/10/askep-nyeri.html