konsep keamanan dalam persoalan small arms dan light weapon (salw)

23
UJIAN TENGAH SEMESTER KAJIAN STRATEGIS Konsep Keamanan dalam Persoalan Small Arms dan Light Weapon (SALW) Disusun oleh: Monika Lintang Retnani 2006330143 Kelas B No. Ujian: 1314

Upload: monikalr

Post on 10-Jun-2015

1.606 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

UTS KAJIAN STRATEGIS 2009

TRANSCRIPT

UJIAN TENGAH SEMESTER KAJIAN STRATEGISKonsep Keamanan dalam Persoalan Small Arms dan Light Weapon (SALW)

Disusun oleh:Monika Lintang Retnani 2006330143 Kelas B No. Ujian: 1314

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN BANDUNG 2009

I. PendahuluanIsu-isu keamanan di masa lalu cenderung lebih menonjolkan aspek geopolitik dan geostrategi, seperti pengembangan kekuatan militer dan senjata, strategi serta hegemoni. Pada masa sekarang ini isu-isu tersebut mulai bergeser ke arah lain, seperti terorisme, pembajakan, penyelundupan manusia, senjata dan bentuk-bentuk kejahatan lainnya. Isu-isu ini mengalami peningkatan yang cukup tajam dan berkembang menjadi isu keamanan dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, dunia cenderung berkonsentrasi pada senjata pemusnah masal. Tapi sejalan dengan era globalisasi, ada masalah lain yang juga butuh perhatian mendesak. Saat ini, efektif sistem kontrol perdagangan senjata kecil dan senjata ringan sangat sangat dibutuhkan. Dalam era globalisasi, aktivitas ekonomi dan perdagangan meningkat. Hal ini mendorong dan memungkinkan terjadinya aktivitas ekonomi lintas batas negara. Ini berlaku tidak hanya bagi negara-negara satu kawasan atau memiliki wilayah geografis yang berdekatan, tetapi juga negara-negara yang berada di berbagai belahan dunia satu sama lain. Termasuk perdagangan small arms dan light weapons (SALW). Permasalahan small arms dan light weapons (SALW) menjadi persoalan yang sangat kompleks bukan hanya dari senjata itu sendiri tetapi karena senjata tersebut secara legal maupun illegal dapat digunakan oleh siapa saja dan mudah ditransfer dari satu orang ke orang lain bahkan bisa juga antar kelompok dan negara, lewat jalur perdagangan. Keberadaan small arms dan light weapons (SALW) dalam jumlah besar di pasar gelap memiliki kaitan langsung dengan berlanjutnya konflik bersenjata di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia sekalipun. Ketersediaan small arms dan light weapons (SALW) tidak hanya membahayakan kehidupan kalangan sipil, tetapi juga mengancam keamanan negara. Luasnya peredaran senjata ringan dapat mengubah hubungan kekuasaan antara aktor negara dan non-negara. Sebagai contoh, di dalam sebuah negara yang menghadapi gerakan separatisme, pemilikan senjata oleh kelompok separatis jelas meningkatkan skala kekerasan antara negara dan kelompok separatis tersebut. Persoalan small arms sangatlah kompleks, dimana ia bukan hanya merupakan persoalan keamanan internasional, akan tetapi ia juga merupakan persoalan yang memiliki dimensi regional, nasional dan bahkan lokal. Oleh karena itu, untuk

menghadapi persoalan SAWL, diperlukan kerja sama regional. Keterlibatan organisasi masyarakat sipil pun diperlukan untuk menjamin transparansi dalam peredaran dan perdagangan senjata. Dalam hal ini, peran LSM yang bergerak dalam bidang resolusi konflik secara damai menjadi signifikan.1

Persoalan Small Arms and Light WeaponPersoalan senjata pemusnah massal (nuklir, biologi maupun kimia) yang proliferasinya dapat ditekan atau dapat dilakukan pengawasan secara intensif, antara lain dengan perjanjian atau kesepakatan bilateral maupun multilateral. Hal tersebut sangat berbeda dengan persoalan senjata kecil dan ringan, karena senjata jenis tersebut secara illegal dan legal dapat digunakan oleh siapa saja dan mudah ditransfer dari satu orang ke orang lainya, bahkan antara kelompok dan negara. Secara luas, instrumen SALW beragam, mulai dari pistol genggam sampai jenis senjata portable yang digunakan untuk pertahanan udara. Senjata ringan telah bertanggung jawab atas banyaknya jumlah kematian dalam konflik senjata sejak 1945. Pada waktu itu senjata ringan ini merupakan bagian dasar dari perlengkapan militer, tidak kontroversial, dan seperti senjata pemusnah massal, besarnya tidak diatur. Bagaimanapun, pada akhir tahun 1990-an ada faktor yang telah membawa mereka (SALW) ke dalam perhatian komunitas internasional2. Banyak definisi yang menjelaskan mengenai small arms itu sendiri, tetapi tidak satupun definisi yang disepakati secara general atas apa yang mendasari dari Small Arms and Light Weapons (SALW). Hal ini disebabkan perbedaan perspektif setiap negara dalam mendefinisikan small Arms. Sebenarnya tidak ada definisi yang tepat dan formal untuk SALW, meskipun begitu menurutnya small arms merupakan semua senjata konvensional yang bisa dibawa oleh combatant secara individual3. Berdasarkan laporan Sekjen PBB (1997) small arms adalah senjata-senjata yang khusus dibuat dengan spesifikasi militer yang di desain untuk digunakan secara perorangan, dan berbeda dari senjata berat yang membutuhkan beberapa orang untuk mengoperasikan dan memeliharanya4.1

Philips Jusario Vermonte. 2003. Problematika Peredaran Small Arms di Kawasan Asia Tenggara : Thailand, Filipina, dan Indonesia. Analisis CSIS Vol 32 no 1. Hal 57. 2 David Capie, 2002. Small Arms Production and Transfers in Southeast Asia. Canberra on Strategy and Defence No 146. Hal. 1. 3 Michael T. Klare. The Global Trade in Light Weapons and the International System in the Post-Cold War Era. Hal. 33. 4 UN Document A/52/298, 27 Agustus 1997. Hal. 11.

Jadi, berdasarkan beberapa definisi tersebut small arms dapat didefinisikan sebagai senjata ringan yang bersifat konvensional yang dapat dibawa oleh seorang individu atau combatant, seperti pistol dan senjata api yang di dalam penggunaannya tidak diperlukan latihan secara khusus dan mendasar karena dapat dipelajari dengan mudah, jika dibandingkan dengan senjata berkaliber tinggi seperti senjata mesin, senjata anti-tank atau sejenisnya yang bersifat sophisticated weapons. Ada tiga isu penting dari masalah SALW. Pertama, kontrol terhadap SALW ini adalah sesuatu yang amat penting bagi agenda keamanan internasional. Kedua, isu SALW lebih dari pada sekedar persoalan pengawasan dan pelucutan senjata. Ketiga, SALW tidak menyebar dengan sendirinya, tetapi senjata itu dirancang, diproduksi dan di beli sebagai respons atas permintaan pemerintah atau kelompok masyarakat.5 Small arms menjadi sebuah permasalahan yang sifatnya mendesak, artinya harus segera ditanggulangi dan mendapat perhatian baik oleh dunia internasional maupun oleh domestik negara-negara yang berkonflik agar tidak berakibat lebih buruk bagi stabilitas keamanan. Jika, terjadi instabilitas keamanan negara, maka akan berpengaruh dengan terjadinya instabilitas di dalam politik dan perekonomian. Hal ini dapat merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan negara-negara dalam usaha mencapai kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi, sosial dan politik. Masalah peredaran SALW secara illegal telah muncul sebagai masalah global karena sumbanganya tehadap kekerasan dan instabilitas di berbagai kawasan, termasuk telah merusak pembangunan dan membahayakan keamanan manusia. Walaupun Perang Dingin telah usai pada akhir tahun 80an, dunia masih terus mengalami konflik di berbagai tempat. Konflik berkembang menjadi konflik etnis atau agama yang diikuti oleh perang sipil. Dalam hal ini, penggunaan senjata ringan menjadi faktor penting yang dapat memperparah konflik. Sebuah laporan menyebutkan bahwa small arms and light weapons (SALW) telah menyebabkan kematian 500.000 orang setiap tahunya.6 Sejak tahun 1990-an, perdagangan senjata tersedia dengan mudah dan sangat murah di pasar dunia. Sebagai contoh, untuk kawasan Asia Tenggara, terdapat5

Bantarto Bandoro. 2002. Senjata Ringan dan Kaliber Kecil : Sebuah Persoalan Rumit dengan Penanganan yang Sulit. Analisis CSIS Vol 31 no 1. Hal 58. Graduate Institute of International Studies (Geneva). 2001. Small Arms Survey 2001 : Profiling The Problem. England : Oxford University Press.

6

beberapa negara yang berfungsi sebagai pasar atau penyedia SALW murah, seperti Kamboja dan Myanmar. Peningkatan perdagangan dan bisnis senjata telah melibatkan individu, kelompok-kelompok sub-nasional dan aktor-aktor non-negara, yang juga bertindak sebagai pengguna. Banyak contoh kasus atau konflik yang terjadi disebabkan oleh small arms, seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Molukas dan Poso di Indonesia, kemudian Liberation Tigers of Tamil Eelam (LTTE), Songkhla, Pattani, Yala dan propinsi Narathiwat di Thailand, serta Moro Islamic Liberation Front (MILF) di Filipina. Permasalahan small arms cenderung mempunyai dampak yang bersifat negatif, walaupun kelihatannya tidak dapat mempengaruhi konstelasi keamanan internasional secara signifikan. Tetapi akan menjadi sangat signifikan sejalan dengan perkembangan dan penyebaran illegal small arms setelah beberapa tahun dan didukung konflik-konflik kecil yang timbul di dalam sebuah negara. Small arms mempunyai potensi yang cukup besar untuk menciptakan instabilitas keamanan nasional atau kawasan bahkan internasional jika small arms problems telah mengalami penyebaran secara merata atau global, sama halnya dengan senjata yang dirancang khusus memiliki potensi daya hancur yang cukup besar seperti missile, aircraft bombers atau sophisticated tanks. Secara general, terdapat 101 konflik persenjataan antara tahun 1989-1996, dan diantaranya enam permasalahan mengenai gerakan separatis yang bertujuan untuk memisahkan diri dari negara dan tidak lebih dari 300.000 warga sipil termasuk wanita dan anak-anak per tahun yang menjadi korban yang disebabkan oleh SALW7.

II. AnalisaKonsep Keamanan Pasca Perang DinginKonsep keamanan mengalami perkembangan dan perubahan pasca perang dingin. Perubahan konsep keamanan tersebut dapat digambarkan lewat Lima Dimensi

7

Rizal Sukma. 2004. Small is (Not) Beautiful: The Problem of Small Arms in Southeast Asia. Jakarta :CSIS. Hal. 2.

Keamanan: Redefinisi Konsep Keamanan Tradisional8. Hal tersebut dapat dijelaskan secara sistematis dalam tabel sebagai berikut: Tradisional Origin of threats Nature of threats The Response The Responsibility for providing security Core values of securityNegara rival

Non-tradisionalNegara dan Non-negara: domestik dan transnasional Non-militer: ekonomi, politik domestik, lingkungan hidup, terorrisme, penyakit menular, narkoba Pendekatan non-militer: ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya Negara, organisasi/institusi internasional, individu

Militer

Pendekatan militer

Negara

Kemerdekaan Kesejahteraan ekonomi, hak asasi nasional, integritas manusia, perlindungan terhadap territorial, lingkungan hidup kedaulatan

Pertama adalah "the origin of threats". Pada masa Perang Dingin, ancamanancaman yang dihadapi oleh negara selalu dianggap datang dari pihak luar atau eksternal sebuah negara. Pada masa sekarang, hal itu berubah karena, ancamanancaman dapat berasal dari domestik dan global. Dalam hal ini, ancaman yang berasal dari dalam negeri biasanya terkait dengan isu-isu primordial seperti etnis, budaya dan agama, atau isu separatisme. Kedua adalah "the nature of threats". Menurut konsep keamanan tradisional, dimensi ini meliputi ancaman yang bersifat militer. Tetapi, sejalan dengan berbagai perkembangan nasional dan internasional sifat ancaman pun berkembang tidak hanya bersifat militer saja. Oleh karena itu, persoalan keamanan menjadi jauh lebih kompleks karena menyangkut pula aspek-aspek lain seperti ekonomi, sosial-budaya, lingkungan hidup dan bahkan isu-isu lain seperti demokratisasi, dan HAM. Ketiga adalah "the response". Selama ini, respon yang muncul atas isu-isu yang muncul sebagai ancaman adalah cenderung tindakan kekerasan atau militer semata, kini isu-isu tersebut perlu diatasi dengan berbagai pendekatan non-militer. Pasca perang dingin pendekatan keamanan yang bersifat militeristik digeser oleh8

Bahan perkuliahan Kajian Strategis oleh Prof. A.A. Banyu Perwita, Ph.d.

pendekatan-pendekatan ekonomi, politik, hukum dan sosial-budaya. Maka, instrumen diplomasi menjadi bagian yang sangat penting dalam menghadapi berbagai persoalan yang kini sudah melewati batas-batas tradisional suatu negara. Keempat adalah the responsibility for providing security. Bagi konsep keamanan tradisional, negara merupakan aktor politik utama yang bertanggung jawab untuk menyediakan keamanan bagi seluruh warganya. Pasca perang dingin, konsep keamanan itu mengalami perubahan, tingkat keamanan yang begitu tinggi akan sangat bergantung pada totalitas interaksi antar individu pada tataran global. Hal ini karena berkembangnya konsep keamanan baru yaitu keamanan manusia sehingga dibutuhkan kerjasama erat antar semua individu secara lokal, nasional maupun global. Maka, tercapainya keamanan tidak hanya bergantung pada negara melainkan akan ditentukan pula oleh kerjasama internasional secara multilateral yang turut melibatkan aktor non negara. Bahkan dalam banyak kasus, aktor non-negara memainkan peran yang sangat vital dalam mengatasi berbagai isu-isu keamanan baru. Kelima, dimensi terakhir adalah "core values of security". Kaum tradisional yang memfokuskan inti keamanan pada national independence, kedaulatan, dan integritas teritorial, sedangkan pasca perang dingin muncul nilai-nilai baru baik dalam tataran individual maupun global yang perlu dilindungi. Nilai-nilai baru ini antara lain memunculkan banyak penekanan pada penghormatan pada HAM, demokratisasi, perlindungan terhadap lingkungan hidup dan upaya-upaya memerangi kejahatan lintas batas (transnational crime). Lewat konsep keamanan ini akan dapat terlihat bahwa persoalan ini mencakup banyak aspek dan dimensi tidak hanya berfokus pada militer. Dimensi the origin of threats dalam persoalan small arms bisa datang dari individu, yaitu para pedagang maupun pebisnis dalam bidang persenjataan. Hal ini dilatarbelakangi oleh semakin berkembang dan menyebarnya konflik pasca Perang Dingin yang kemudian menyebabkan para pedagang dan pebisnis bidang persenjataan berpeluang untuk menjual senjata kecil dan senjata ringan tersebut kepada para kelompok-kelompok bahkan individu yang membutuhkan Jika dilihat dari dimensi the nature of threats, persoalan small arms bersifat nonmiliter, sehingga masuk konsep keamanan non-tradisional. Hal ini terlihat ketika transaksi-transaksi perdagangan senjata semakin tidak terkontrol. Dalam kasus ini,

yang ditekankannya adalah perdagangannya atau transaksinya, sehingga kaitannya dengan bidang ekonomi. Berdasarkan changing responsibility for providing security dapat dilihat bahwa dalam persoalan small arms yang bertanggung jawab adalah negara, organisasi/institusi internasional, dan individu. Dalam hal ini dibutuhkan kerjasama yang cukup baik antara aktor negara maupun non-negara, dilihat dampak dari small arms yang cukup kompleks dan dampak yang sangat mempengaruhi keamanan manusia, bukan hanya dalam negeri tapi membahayakan seluruh masyarakat internasional, sehingga negara tidak akan mampu menangani persoalan ini sendiri. Selanjutnya, dalam dimensi the responses, pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah dilakukan oleh negara, organisasi/institusi internasional, dan individu lewat pendekatan non-militer. Negara pada umumnya mengatasi ancaman persoalan small arms dengan membuat badan khusus penanganan perdagangan senjata gelap dan juga membuat peraturan mengenai persyaratan individu yang dapat memperoleh izin dalam kepemilikan senjata, jenis senjata, dan penggunaannya sesuai dengan posisinya di bidang pemerintahan atau di bidang bisnis. Pendekatan lain dilakukan oleh organisasi internasional seperti ASEAN dan PBB. Yang terakhir, dimensi core values. Dalam kasus perdagangan senjata kecil yang tidak terkontrol, nilai inti dari keamanan adalah menjaga hak asasi manusia, menyangkut kelangsungan hidup individu. Peredaran ilegal senjata kecil dan ringan juga merupakan gambaran betapa negara telah gagal memberikan jaminan keamanan kepada warga sipil, dimana melindungi keamanan warganya merupakan tanggung jawab negara. Secara general, terdapat 101 konflik persenjataan antara tahun 19891996, dan diantaranya enam permasalahan mengenai gerakan separatis yang bertujuan untuk memisahkan diri dari negara dan tidak lebih dari 300.000 warga sipil termasuk wanita dan anak-anak per tahun yang menjadi korban yang disebabkan oleh small arms dan light weapons bukan dari bom atau senjata yang berteknologi tinggi lainnya.9 Dari data-data tersebut terlihat jelas bahwa nilai dari keamanan tersebut adalah kemanusiaaan atau lebih tepatnya nilai inti dari keamanan adalah untuk menjaga hak asasi manusia.

9

http://diantonny.blogspot.com/2007/01/small-arms-di-asia-tenggara.html, Diakses pada tanggal 15 Maret 2009.

Dimensi-Dimensi Keamanan Barry BuzanPasca Perang Dingin terjadi pergeseran pandangan tentang ancaman terhadap keamanan. Ancaman utama terhadap keamanan bukan lagi datang dari kekuatan militer dari negara-negara lain, tetapi juga berupa ancaman yang sifatnya non-militer maupun militer yang berasal dari aktor non-negara. Seperti yang dinyatakan Barry Buzan, bahwa kemanan menyangkut masalah kelangsungan hidup. Jika ada unit-unit atau prinsip-prinsip yang terancam oleh sesuatu hal tersebut adalah ancaman eksistensial. Sehingga harus sesegera mungkin ditangani10. Berdasarkan hal itu maka keamanan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dan lingkup. Ada lima dimensi keamanan menurut Buzan yaitu politic, economy, societal dan environment. Kelima dimensi keamanan tersebut, dapat dilihat dari sudut pandang individual, nasional, regional dan internasional, yang tergabung dalam level of analysis. Hal ini dapat untuk melihat keterkaitan dimensi-dimensi keamanan dalam persoalan SALW, lewat tabel ini: Level of analysis Individual National Regional Internatio nal Non- Military SecurityPolitical Economy Social Environmen tal

Military SecurityMilitary

Dalam level individu, persoalan small arms mempunyai dampak dalam berbagai bidang. Banyak individu yang menjadi penyalur SALW, jelas hal itu akan mempengaruhi secara keamanan dimensi ekonomi, yaitu bagaimana sebagai individu dapat terus memenuhi kebutuhan hidup dari sisi finansial dan materi ekonomi. Economy security mereka, dapat dibilang akan terancam ketika control terhadap small arms dijalankan. Dari segi dimensi sosial, persoalan small arms dapat mengancam keamanan individu, yaitu menjadi korban konflik bersenjata yang menggunakan small10

Barry Buzan. 1991. People, States, and Fear : An Agenda for International Security Studies in the Post-Cold War Era. Hempstead: Harvester Wheatsheaf. Hal.22

arms. Terbukti dari pengamatan UN bahwa 47 dari 49 konflik bersenjata di dunia menggunakan SALW, dan menyebabkan korban jiwa sekitar 400 ribu jiwa setiap tahun, yang 90% nya adalah penduduk sipil dan 80% adalah wanita dan anak-anak11. Selain itu, penggunaan SALW pada konflik bersenjata akibat peredarannya yang tidak terkontrol, berpengaruh pada anak-anak, sehingga terjebak pada budaya kekerasan. Hal ini yang terjadi di Kamboja dan Myanmar, beredarnya senjata secara melimpah serta penggunaanya yang tergolong mudah dapat membuat anak-anak dapat menggunakan senjata dan mendorong mereka untuk menjadi pejuang12. Untuk level atau lingkup nasional, persoalan small arms mempengaruhi keamanan dari dimensi politik. Keamanan negara secara politik diartikan sebagai kemampuan negara dalam mengorganisir kestabilan kondisi negara, namun adanya peredaran SALW yang tidak terkontrol dapat mendorong meluasnya ekskalasi konflik, dan menyebabkan ketidakstabilan kondisi pada suatu negara13. Keamanan negara dari segi dimensi ekonomi dapat dipahami sebagai jaminan terhadap akses untuk memperoleh kebutuhan akan sumber-sumber alam, keuangan dan pasar dalam rangka keberlangsungan maupun pencapaian tingkat kesejahteraan dan kekuatan14. Adanya konflik di suatu daerah di suatu negara akan membuat masyarakat ketakutan. Rasa ketakutan dapat menghambat masyarakat di daerah itu dalam memperoleh akses-akses atau kebutuhan-kebutuhan ekonomi. Sedangkan keamanan negara dari segi dimensi sosial diartikan sebagai keberlangsungan dari pola-pola budaya, religi atau adat-istiadat maupun identitas nasional suatu masyarakat dalam batas-batas negara15. Peredaran SALW yang tidak terkontrol memungkinkan banyaknya penggunaan SALW pada satu daerah konflik, dan akan berpengaruh terhadap budaya masyarakat setempat. Sebagai contoh, konflik di Aceh, bahwa masyarakat Aceh yang dikenal berbudaya islami, menjadi budaya yang akrab dengan kekerasan akibat konflik yang menggunakan SALW di kawasan itu. Selanjutnya, di tingkat regional dapat dilihat bahwa peredaran SALW yang tidak terkontrol akan memberikan ancaman kepada setiap negara di kawasan tertentu.11 12

http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?mnorutisi=4&vnomor=7, Diakses pada tanggal 15 Maret 2009. Edy Prasetyono. 2004. Small is (Not) Beautiful: The Problem of Small Arms in Southeast Asia. Jakarta :CSIS. Hal 17 13 Barry Buzan, Ole Weaver and Jaap de Wilde. 1998. Security: A New Framework for Analysis. Colorado : Lynne Rienner Publisher, Inc. Hal 5. 14 Ibid. Hal 22. 15 Ibid. Hal 22.

Dilihat dari dimensi politik, peredaran SALW dapat mengganggu stabilitas di kawasan. Sebagai contoh, beredarnya senjata Vietnam di Malaysia dan Filipina, akan menciptakan suatu ketidakharmonisan dikarenakan tidak adanya rasa saling percaya antara negara-negara tersebut. Ketidakharmonisan diantara negara-negara tersebut akan menyebabkan terganggunya hubungan diplomatik di kawasan, dalam hal ini ASEAN. Pada bulan Desember 1997 ASEAN menyelenggarakan Conference on Transnational Crime di Manila, Filipina yang menghasilkan Declaration on Transnational Crime16 berisi bahwa kesepakatan negara-negara anggota ASEAN untuk menangani secara serius berbagai macam aktivitas kejahatan transnasional termasuk perdagangan gelap small arms. Dimensi ekonomi di kawasan juga kemudian bisa terganggu, jika hubungan kerjasama antar negara rusak. Bila hubungan negara-negara di satu kawasan tidak harmonis maka akan mengganggu kestabilan ekonomi kawasan. Sedangkan dari segi dimensi sosial, bahwa peredaran SALW illegal merupakan kejahatan yang dapat melintasi batas (cross borders) suatu negara dan peredaran SALW ikut meningkatkan kejahatan-kejahatan transnasional lainya, seperti peredaran narkotika. Hal itu akan sapat meningkatkan penyakit sosial di kawasan tersebut, seperti penggunaan narkoba dan penyebaran AIDS. Yang terakhir adalah persoalan Small Arms and Light Weapon (SALW) juga mencakup dan menyentuh level internasional. Pada dimensi politik, PBB sebagai oraganisasi internasional terbesar pendekatan untuk menciptakan keamanan dalam menghadapi ancaman yang muncul akibat persoalan SALW, dengan membuat Sidang Majelis Umum PBB yang membentuk UN Groups of Experts on Small Arms pada tahun 1997 dan 1999. Atas rekomendasi kelompok ahli ini, Majelis Umum PBB memutuskan untuk me-nyelenggarakan Konferensi PBB mengenai masalah senjata ringan dan kaliber kecil pada tanggal 9 s/d 20 Juli 2001, yang sebelumnya telah didahului dengan tiga kali pertemuan komite persiapan pada tahun 2000 dan 200117. Selanjutnya pada dimensi ekonomi, tidak jauh berbeda dengan level regional, dampak yang dirasakan akan ada ketidakstabilan ekonomi yang mempengaruhi dunia internasional. Yang terakhir adalah dimensi sosial, yaitu secara internasional muncul organisasi-organisasi yang khusus menangani masalah perdagangan dan keberadaan senjata ringan ini, misalnya IANSA (International Action Network on Small Arms).16 17

http://www.deplu.go.id/download/asean-selayang-pandang2007.pdf, Diakses pada tanggal 15 Maret 2009. http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Masalah%20Keamanan%20Internasional%20 %20bantarto%20bandoro.pdf, Diakses pada tanggal 15 Maret 2009.

Keterkaitan Antar Dimensi-Dimensi KeamananEconomic Dimension

Societal Dimension

Political Dimension

Military Dimension

Environmen tal Dimension

Jika suatu permasalahan atau konflik mengancam salah satu dimensi di atas, maka dimensi yang lain juga akan ikut terlibat, atau terganggu. Dengan kata lain, permasalahan atau konflik kecil yang di salah satu dimensi akan berdampak cukup besar bagi dimensi-dimensi lainnya. Berdasarkan analisa dari lima dimensi keamanan dalam persoalan Small Arms and Light Weapon (SALW) , dapat disimpulkan bahwa kelima dimensi tersebut saling berkaitan. Sebagai contoh, keamanan ekonomi, seperti terpenuhinya kebutuhan hidup masyarakat suatu negara, akan berpengaruh kepada kondisi sosial masyarakat atau negara. Dalam arti lain, kondisi ekonomi yang bagus akan menghasilkan kondisi sosial yang baik pula. Kondisi sosial yang baik ini akan mendorong terciptanya stabilitas politik suatu negara. Bila keadaan ekonomi buruk, mungkin karena ketidakstabilan politik, atau sebaliknya, atau dalam kasus persoalan SALW contohnya adalah meluasnya eskalasi konflik akibat peredaran SALW yang tidak terkontrol, sehingga mengganggu stabilitas kondisi negara dan berpengaruh pada kondisi sosial masyarakat yang menjadi korban konflik. Dimensi-dimensi ini saling berkaitan, dan akan memungkinkan untuk menjadi faktor penentu pembentukkan dimensi militer. Hubungan atau keterkaitan antara dimensi-dimensi keamanan tersebut akan terus berputar saling mempengaruhi satu

sama lain, dan kemudian mempengaruhi baik tingkat individu, negara, regional, dan internasional.

Konsep Keterkaitan Persenjataan dan PerangDi dalam konsep keamanan, dapat dilihat adanya keterkaitan yang besar antara senjata dan perang. Maka, konflik atau perang yang terjadi akibat persoalan Small Arms and Light Weapon (SALW) dapat dianalisa lewat konsep ini. Hal ini dapat dilihat berdasarkan teori yang ada di bawah ini18. Teori A (Idealis)arms tension war

Skema diatas menunjukkan bahwa keberadaan senjata akan meningkatkan ketegangan dan mengakibatkan perang pada akhirnya. Dalam kasus Small Arms and Light Weapon (SALW), peredarannya yang tidak terkontrol akan memungkinkan penggunaan yang tidak terkontrol pula. Dari hal tersebut, akan mempermudah mendorong ketegangan-ketegangan yang ada di dalam masyarakat pecah menjadi konflik. Teori B (Realis)arms tension war

Skema yang kedua menunjukkan bahwa pola hubungan manusia diwarnain dengan ketegangan yang tinggi menyebabkan manusia mempersiapkan senjata, dan baru terjadilah perang. Dalam kasus Small SALW, jika ada ketegangan dalam pola hubungan masyarakat yang mendorong untuk menggunakan senjata, maka senjata atau SALW dapat dengan mudah didapatkan karena peredarannya tidak terkontrol, sehingga hal itu dapat memecah konflik menjadi perang. Teori C (Hubungan kausal yang kompleks)

18

Bahan perkuliahan Kajian Strategis oleh Prof. A.A. Banyu Perwita, Ph.d.

arms

tension

war

Skema yang ketiga menunjukka bahwa adanya hubungan kausalitas atau keterkaitan antara senjata dengan ketegangan dan perang. Masing-masing dari tiga faktor tersebut akan saling mempengaruhi dua faktor lainnya. Jadi dalam persoalan Small Arms and Light Weapon (SALW), peredaran senjata yang tidak terkontrol serta penggunaannya, mempunyai hubungan kausalitas dengan faktor tensin dan perang yang akan saling mempengaruhi untuk menciptakan faktor it satu sama lain.

III. KesimpulanAncaman keamanan yang dihadapi oleh dunia internasional terkait persoalan Small Arms and Light Weapon (SALW), mengandung dimensi yang sangat luas dan terkait satu sama lain. Masalah Small Arms and Light Weapon (SALW) bukan melulu merupakan konsep keamanan tradisional yang terpaku pada dimensi militer, tapi berbicara mengenai dimensi non-militer seperti politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Dalam berbagai kasus, keterkaitan antar dimensi ini semakin terlihat jelas. Tingginya tingkat peredaran SALW yang tidak terkontrol, misalnya, menjadi sebuah kondisi yang akan memperluas eskalasi konflik dan memicu kejahatan trans nasional. Hal ini sesuai dengan fenomena hubungan internasional sejalan dengan globalisasi, di mana aktor-aktor dan kejadian yang terjadi di dalamnya bersifat dinamis, dan harus dilihat dari berbagai sudut pandang, termasuk di dalamnya konsep mengenai keamanan.

ReferensiBuku: Buzan, Barry, Ole Weaver, and Jaap de Wilde. 1998. Security: A New Framework for Analysis. Colorado : Lynne Rienner Publisher, Inc. Buzan, Barry. 1991. People, States, and Fear : An Agenda for International Security Studies in the Post-Cold War Era. Hempstead: Harvester Wheatsheaf. Capie, David. 2002. Small Arms Production and Transfers in Southeast Asia. Canberra : Australian National University, Strategic and Defence Studies Centre. Artikel dalam Jurnal: Bandoro, Bantarto. 2002. Senjata Ringan dan Kaliber Kecil : Sebuah Persoalan Rumit dengan Penanganan yang Sulit. Analisis CSIS Vol 31 no 1. Jakarta: CSIS. Rizal Sukma. 2004. Small is (Not) Beautiful: The Problem of Small Arms in Southeast Asia. Jakarta: CSIS. Vermonte, Philips Jusario Vermonte. 2003. Problematika Peredaran Small Arms di Kawasan Asia Tenggara : Thailand, Filipina, dan Indonesia. Analisis CSIS Vol 32 no 1. Jakarta: CSIS. Internet: http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?mnorutisi=4&vnomor=7 http://www.deplu.go.id/download/asean-selayang-pandang2007.pdf http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Masalah%20Keamanan%20Internasional%20 %20bantarto%20bandoro.pdf http://www.princeton.edu/~intrlist/issue1/africa/saulino.liberia.shtml http://www.sipri.org/contents/expcon/un_poa.html/view?searchterm=small%20arm http://www.time.com/time/magazine/article/0,9171,765893,00.html