konsep materi pendidikan akhlak anak didik...
TRANSCRIPT
KONSEP MATERI PENDIDIKAN AKHLAK ANAK
DIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat
guna memperoleh Gelar Sarjana dalam
Ilmu Pendidikan Islam
Oleh:
MUHAMAD LAZIM
NIM : 093111245
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Muhamad Lazim
NIM : 093111245
Jurusan/Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya
saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.
Semarang, 6 Juni 2011
Saya yang menyatakan,
Muhamad Lazim
NIM : 093111245
iii
PENGESAHAN
Naskah skripsi dengan :
Judul
Nama
NIM
Jurusan
Program Studi
:
:
:
:
:
Konsep Materi Pendidikan Akhlak Anak Didik Dalam
Perspektif Islam Muhamad Lazim
093111245
Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam
telah diujikan dalam sidang munaqasyah oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo dan dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam.
Semarang, 2011
DEWAN PENGUJI
Ketua,
Drs. H. Mat Sholikhin, M.Ag
NIP : 19600524 199203 1001
Sekretaris,
Dra. Miswari, M.Ag
NIP : 150274337000002000
Penguji I,
Drs. H. Mustaqim, M.Pd
NIP : 19590424 198303 1005
Penguji II,
Dra. Muntholi’ah, M.Pd
NIP : 19670319 199303 2001
Pembimbing,
Hj. Lift Anis Ma’shumah, M.
NIP : 197209281997032001
KEMENTERIAN AGAMA R.I.
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS TARBIYAH
Jl. Prof. Dr. Hamka (Kampus II ) Ngaliyan Semarang
Telp. 024-7601295 Fax. 7615387
iv
NOTA PEMBIMBING Semarang, 6 Juni 2011
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo
di Semarang
Assalamu’alaikum wr. Wb.
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan
koreksi naskah skripsi dengan :
Judul
Nama
NIM
Jurusan
Program Studi
:
:
:
:
:
Konsep Materi Pendidikan Akhlak Anak Didik Dalam
Perspektif Islam Muhamad Lazim
093111245
Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada
Fakutas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqasyah.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Pembimbing,
Hj. Lift Anis Ma’shumah, M.
NIP : 197209281997032001
v
ABSTRAK
Judul : Konsep Materi Pendidikan Akhlak anak Didik Dalam
Perspektif Islam Nama : Muhamad Lazim
NIM : 093111245
Skripsi ini membahas tentang konsep pendidikan Akhlak dalam perspektif
Islam. Kajiannya dilatar belakangi oleh adanya dekadensi moral atau adanya
penurunan nilai-nilai akhlak yang akhir-akhir ini terjadi pada sebagian besar dari
orang-orang baik dikalangan remaja, dewasa bahkan orang tua termasuk
dikalangan para pelajar baik yang tinggal di daerah pedesaan maupun perkotaan.
Banyak orang telah mengabaikan pembinaan akhlak, padahal masalah akhlak
tidak bisa dianggap remeh, karena akhlak merupakan kunci perubahan individu,
sosial, atau kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki. Di samping itu kajian ini juga
dimaksudkan untuk menjawab permasalahan : (1) Bagaimana konsep pendidikan
akhlak? (2) meliputi apa saja cakupan pendidikan akhlak menurut perspektif
Islam? Permasalahan ini dikaji melalui studi kepustakaan yang data-datanya
diperoleh dari Al-Qur’an dan As-sunnah serta literatur-literatur yang mendukung
kajian mengenai akhlak ini.
Kajian ini menunjukkan bahwa (1) pendidikan akhlak adalah pendidikan
mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan perangai, tabiat, watak yang harus
dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa anak-anak sampai ia
menjadi mukallaf, pemuda yang siap mengarungi samudra kehidupan. Pendidikan
ini menekankan pada pentingnya pendidikan yang dimulai dari pendidikan
keluarga. Dari dalam keluarga inilah untuk pertama kalinya pendidikan anak
dimulai, sehingga orang tua mempunyai peranan yang sangat penting di dalam
proses pendidika akhlak anaknya. Sebagaimana hadits Rasulullah Saw : “Bahwa
setiap bayi yang lahir ke dunia ini dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang
tuanyalah yang akan menjadikanya sebagai seorang Yahudi, Nasrani atau
majusi”. Dan firman Allah SWT : “Jagalah dirimu dan keluargmu dari api
neraka”. Bagi umat Islam akhlak menjadi sangat penting guna mendasari seluruh
tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari. (2) Adapun proses pendidikan
akhlaknya disesuaikan dengan tujuan pendidikan akhlak yakni menyiapkan
manusia agar memiliki sikap dan perilaku yang terpuji baik ditinjau dari aspek
norma-norma agama maupun norma-norma sopan santun, adat istiadat dan tata
krama yang berlaku dimasyarakat dimana ia tinggal. Adapun cakupan materi
pendidikan akhlak secara umum meliputi pendidikan keimanan, pendidikan
moral/akhlak, pendidikan fisik/jasmani, pendidikan rasio, pendidikan kejiwaan
dan pendidikan seksual. Sedangan secara khusus adalah meliputi akhlak terhadap
Allah, akhlak terhadap Rasulullah, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap
keluarga serta akhlak bermasyarakat. Melalui proses pemahaman, pembiasaan dan
vi
uswatun hasanah bisa ditanamkan dalam diri anak-anak dan generasi muslim agar
bisa menjadi generasi penerus yang berakhlak karimah. Menurut Imam Al-
Ghazali ada dua metode dalam pendidikan akhlak yaitu : pertama mujahadah dan
membiasakan latihan dengan amal saleh. Kedua, perbuatan itu dikerjakan dengan
diulang-ulang dan memohon karunia Allah SWT. disamping itu juga dianjurkan
menggunakan metode cerita (hikayat) dan keteladanan (uswah al hasanah).
Dengan demikian anak dibiasakan melakukan kebaikan. Pergaulan anak juga
harus diperhatikan. Terlepas dari itu semua orang tua mempunyai kewajiban
menyekolahkan anak ke lembaga pendidikan formal (sekolah). Sehingga dari
sekolah ini anak diharapkan mendapatkan pendidikan yang tidak didapatkan dari
pendidikan keluarga dan menjadi bekal dalam mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat.
vii
TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Penulisan transliterasi huruf-huruf Arab – Latin dalam skripsi ini
berpedoman pada SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
R.I. Nomor : 158/1987 dan Nomor : 0543b/U/1987. Penyimpangan penulisan kata
sandang [al-] disengaja secara konsisten supaya sesuai teks Arabnya.
Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin
{t ط a ا
{z ظ b ب
‘ ع t ت
g غ \s ث
f ف J ج
q ق {h ح
k ك kh خ
l ل d د
m م \z ذ
n ن r ر
w و z س
h ه s ص
‘ ء sy ش
s} y ص
{d ض
Contoh :
كتة
فعل
= kataba
= fa’ala
ذكز
يذهة
= z\akara
= yaz\habu
Bacaan Madd Bacaan Diftong
a>
i>
u>
= a panjang
= i panjang
= u panjang
او
اي
= au
= ai
viii
Contoh :
قال
رمي
= qa>la
= rama>
كيف
حول
= kaifa
= fa’ala
قيل
يقول
= qi}la
= yaku>lu
Ta Marbutah
Transliterasi untuk ta marbutah ada dua :
1. Ta marbutah hidup
Ta marbutah yang hidup atau mendapat h}arakat fath}ah, kasrah dan
d}ammah, transliterasinya adalah /t/.
2. Ta marbutah mati
Ta marbutah yang mati atau mendapat h}arakat sukun, transliterasinya
adalah /h/.
Kalau pada kata yang terakhir dengan ta marbutah diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah maka ta
marbutah itu ditransliterasikan dengan ha (h).
Contoh :
= T}alh}ah = raud}ah al-at}fal
= ra}ud}atul-at}fal
= al-Madinah al-Munawwarah
= al-Madiatul-Munawwarah
Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda ( ), dalam transliterasi ini tanda syaddah tersebut dilambangkan
dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi syaddah itu.
Contoh :
رتنا
ىشل
الثز
= rabbana>
= nazzala
= al-birru
ix
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada :
1. Almamaterku, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
2. Ibu dan Bapak yang terhormat
3. Istriku Novi susanti dan anakku tercinta Maulida Khoirunnisa Arrohmah
4. Madrasahku M.Ts. NU Ngluwar
5. Adik, kakak serta sahabat-sahabatku semuanya
x
MOTTO
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.1
1 Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang : PT Karya Toha
Putra, 1998, hlm. 1112
xi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan karunia-Nya berupa taufiq,
hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini. Salawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada junjungan kita
Nabi Muhammad Saw beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya serta orang-orang
yang senantiasa mengikuti ajaran-ajarannya.
Selanjutnya sebagai ungkapan kebahagiaan penulis mengucapkan terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat :
1. Prof. DR. H. Muhibbin, M.Ag selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang
2. DR. Suja’i, M.Ag selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang
3. Ketua Program S1 Kualifikasi Ahmad Muthohar, M.Ag beserta staff
4. Ibu Hj. Lift Anis Ma’shumah, M.Ag selaku Dosen pembimbing skripsi
5. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
6. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini
Teriring doa semoga amal baik dari semua pihak yang telah membantu
penulisan skripsi ini mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT dan
mudah-mudahan menjadi amal saleh. Amin
Semarang, 6 Juni 2011
Penulis
Muhamad Lazim
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN ..........................................................................
PENGESAHAN ...............................................................................................
NOTA PEMBIMBING ....................................................................................
ABSTRAK .......................................................................................................
TRANSLITERASI............................................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................
HALAMAN MOTTO.......................................................................................
KATA PENGANTAR .....................................................................................
DAFTAR ISI ....................................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vii
ix
x
xi
xii
BAB I : PENDAHULUAN .....................................................................
A. Latar Belakang .....................................................................
B. Penegasan Istilah ..................................................................
C. Rumusan Masalah ................................................................
D. Alasan Pemilihan Judul .......................................................
E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ........................
F. Metode Penelitian ................................................................
G. Sistematika Penulisan ..........................................................
1
1
4
7
7
8
8
9
BAB II : KONSEP PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
A. Pengertian Pendidikan Dalam Perspektif Islam ...................
B. Dasar – dasar Pendidikan .....................................................
C. Tujuan Pendidikan ...............................................................
11
15
19
BAB III : MATERI PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DIDIK DALAM
PERSPEKTIF ISLAM ..............................................
24
xiii
A. Pengertian Pendidikan Akhlak .............................................
B. Dasar dan Tujuan Pendidikan Akhlak .................................
C. Materi Pendidikan Akhlak ...................................................
D. Metode Pendidikan Akhlak .................................................
24
27
32
52
BAB IV : ANALISA MATERI PENDIDIKAN AKHLAK ANAK
DIDIK MENURUT PERSPEKTIF ISLAM .............................
A. Proses Pendidikan Akhlak ...................................................
B. Interaksi Pendidikan Akhlak di Lingkungan Keluarga,
Sekolah dan Masyarakat ......................................................
56
56
59
BAB V : PENUTUP
A. Simpulan ..............................................................................
B. Kata Penutup ........................................................................
65
66
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.1
Jika kita perhatikan, akhir-akhir ini banyak orang telah mengabaikan
pembinaan akhlak, padahal masalah akhlak tidak bisa dianggap remeh, karena
akhlak merupakan kunci perubahan individu, sosial atau kesejahteraan dan
kebahagiaan hakiki.
Akhlak merupakan dasar dan landasan yang kokoh untuk kehidupan
manusia, karena dengan pendidikan akhlak akan menjadikan hidup manusia
bermanfaat, baik di rumah, madrasah maupun di masyarakat.
Pendidikan akhlak wajib dimulai dari lingkungan keluarga yaitu dengan
diberi bimbingan dan petunjuk-petunjuk yang benar agar anak-anak terbiasa
dengan adat dan kebiasaan yang baik. Mereka harus dilatih sedini mungkin
berperilaku yang baik dari dalam keluarga. Sebab anak pada saat yang demikian
ini dalam keadaan masih bersih dan mudah dipengaruhi atau dididik , ia ibarat
kertas putih yan belum ada coretan tinta sedikitpun.
Sekarang ini banyak orang tua yang mempunyai kesibukan diluar rumah
karena mengejar dan mementingkan karir, sehingga melupakan untuk
menanamkan pendidikan akhlak dirumah. Sebagai akibatnya, banyak anak-anak
yang belum dewasa terjebak dalam pergaulan bebas. Mereka mudah dipengaruhi
1
Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, (Jakarta : Dinas
Pendidikan, 2007) hlm.1
2
oleh sesuatu yang dianggap baru, mudah terbawa arus asing tanpa melakukan
filterisasi yang ketat. Mereka beranggapan bahwa segala yang datang dari barat
pasti modern.
Bila kondisi seperti ini dibiarkan berlarut-larut tanpa adanya usaha untuk
memperbaiki, maka akan semakin deras arus yang menyeret kearah dekadensi
moral dan penurunan kualitas manusia semakin drastis. Dekadensi moral
merupakan titik awal dari krisis-krisis yang lain. Pantas kalau akhlak itu menjadi
sesuatu yang langka.
Masalah moral (akhlak) adalah suatu yang menjadi perhatian dimana saja,
karena kerusakan akhlak seseorang akan mengganggu ketenteraman orang lain. Di
negara kita tercinta ini sudah banyak orang yang rusak moralnya, terbukti banyak
pejabat yang korup dan ini jelas merugikan negara. Dengan demikian masalah
akhlak harus diperhatikan. Terutama dari kalangan pendidik, alim ulama, pemuka
masyarakat dan orang tua.
Pendidikan akhlak harus ditanamkan sejak anak masih dalam kandungan
agar nantinya terbiasa dengan hal-hal yang baik. Hidupnya mempunyai pedoman
baik di rumah, di madrasah maupun di lingkungan masyarakat yang dihadapinya.
Sebagai contoh adalah akhlak Nabi Muhammad saw. dalam perjalanan
hidupnya sejak masih kanak-kanak hingga dewasa dan sampai diangkat menjadi
Rasul, beliau terkenal sebagai seorang yang jujur, berbudi luhur dan mempunyai
kepribadian yang tinggi. Tak ada sesuatu perbuatan dan tingkah lakunya yang
tercela yang dapat dituduhkan kepadanya, berlainan sekali dengan tingkah laku
dan perbuatan kebanyakan pemuda-pemuda dan penduduk kota Mekah pada
umumnya yang gemar berfoya-foya dan bermabuk-mabukan. Karena demikian
jujurnya dalam perkataan dan perbuatan, maka beliau diberi julukan “Al-Amin”,
artinya orang yang dapat dipercaya. Muhammad Saw sejak kecil hingga dewasa
tidak pernah menyembah berhala, dan tidak pernah pula makan daging hewan
yang disembelih untuk korban berhala-berhala seperti umumnya orang Arab
3
jahiliyyah waktu itu. Ia sangat benci kepada berhala itu dan menjauhkan diri dari
keramaian dan upacara-upacara pemujaan kepada berhala itu.2
Berdasarkan hal tersebut maka anak perlu sekali diperhatikan akhlaknya
yang baik agar berguna dalam pembentukan pribadinya. Islam menuntut supaya
para ibu dan bapak mendidik ana-anaknya dengan pendidikan keagamaan, akhlak
serta ketrampila denan berbagai ilmu pengetahuan. Alangkah bahagianya jika
mempunyai anak yang mau menjadikan Nabi Muhammad Saw sebagai idola dan
contoh dalam kehidupan sehari-harinya, karena hanya beliaulah yang pantas
dijadika teladan dalam segala hal. Firman Allah SWT :
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”.3(Q.S. al-Ahzab/33 : 21)
Dalam sebuah hadits juga dijelaskan, bahwa beliau d
dunia ini untuk menyempurnakan akhlak yang baik
“Dari Abu Hurairah r.a berkata : Rasulullah Saw bersabda : sesungguhnya
aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang saleh (baik)”. HR. Bukhari. 4
Manusia berusaha untuk membina dan membentuk akhlaknya melalui
sarana yang disebut pendidikan. Pendidikan sebagai salah satu alat kemajuan dan
ketinggian bagi seseorang dan masyarakat secara keseluruhan. Menurut Ki Hajar
Dewantara, pendidikan dimulai dari lahir sampai mati. Dengan kata lain adalah
Long Live Education yang berarti pendidikan seumur hidup. Dalam ilmu
2 Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Muqaddimah), (Jakarta,
1984), hlm. 58 3Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : PT Karya Toha
Putra, 1998), hlm. 832 4Ibnu Abi Dunya, Kitab Makarim al Akhlak, (Maktabah Syamila, tt ), hlm. 3
4
pendidikan ada tiga unsur utama yang harus terdapat dalam proses pendidikan,
yaitu5 :
a. Pendidik (orang tua/guru/ustadz/dosen/ulama/pembimbing)
b. Peserta didik (anak/santri//siswa/mahasiswa/mustami)
c. Ilmu atau pesan yang disampaikan (nasihat, materi
pelajaran/kuliah/ceramah/bimbingan)
Sedangkan menurut Prof. Dr. A. Sigit, menambahkan adanya unsur tujuan,
alat-alat dan lingkungan6. Selain itu ada tiga beberapa unsur lain sebagai
pendukung atau penunjang dalam proses pendidikan agar mencapai tujuan
yang diharapkan, yaitu :
a. Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai
b. Metode yang menarik
c. Pengelolaan/manajemen yang profesional
Perlu diketahui bahwa semua unsur-unsur tersebut tidak dapat berdiri
sendiri, akan tetapi saling mempengaruhi dan saling berhubungan satu sama
lainnya. Jadi apabila kita mengupas salah satu unsur maka tidak akan bisa
meninggalkan unsur yang lain. Misalnya jika kita mengupas unsurb tujuan, maka
denga sendirinya akan menyangkut unsur pendidik unsur peserta didik, ilmu, alat-
alat dan unsur-unsur yang lainnya.
B. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahan dan penafsiran yang berbeda dalam
memahami isi proposal ini, maka penulis perlu menegaskan istilah-istilah yang
digunakan.
1. Konsep
Konsep berarti rancangan atau buram surat, ide atau pengertian yang
diabstrakkan dari peristiwa kongkrit, dan gambaran mental dari objek, proses,
atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk
5H. Jauhar Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, Cet.1, 2005),
hlm. 14-15 6Nung Muhajir, Teori Pendidikan, (Yogyakarta : Rake Press, 1972), hlm. 25
5
memahami hal-hal lain7. Konsep juga berasal dari kata latin Concipere yang
berarti mencakup, mengambil, menangkap. Dari kata concipere muncul kata
benda conceptus yang berarti tangkapan. Konsep ini dalam bahasa Indonesia
sering diterjemahkan dengan istilah pengertian, yakni makna yang dikandung oleh
sesuatu.8
2. Pendidikan
Men-didik berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan,
pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara,
perbuatan mendidik9.
Sedangkan menurut Daoed Joesoef pendidikan adalah memperkenalkan,
memilih, merawat, meneruskan, mengolah dan mengembangkan seluruh hasil
pikiran, kemauan dan perasaan manusia melalui training yang diberikannya
kepada anggota masyarakat10
. Pendidikan dalam arti luas meliputi semua
perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya,
kecakapannya, ketrampilannya kepada generasi muda, sebagai upaya menyiapkan
agar dapat berfungsi hidupnya baik jasmani maupun rohaninya. Salah satu dari
ajaran Islam adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan.
Karena menurut ajaran Islam, pendidikan adalah juga merupakan kebutuhan hidup
manusia yang mutlak harus dipenuhi, demi untuk kesejahteran dan kebahagiaan
dunia akhirat.
3. Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari “khuluqun” yang menurut
bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Menurut
7 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1997, hlm. 519
8Nour MS Bakri, Logika Praktis, Bandung : Liberty, 1986, hlm. 2
9 www.artikata.com/arti-325206-didik.php. (diakses tgl 13 Januari 2011, 12.00 AM)
10H.M. Said, Ilmu Pendidikan, Bandung : Alumni, 1985, hlm. 5
6
pengertian sehari-hari umumnya akhlak itu disamakan dengan budi pekerti,
kesusilaan, sopan santun. Khalq merupakan gambaran sifat batin manusia, akhlak
merupakan gambaran bentuk lahir manusia, seperti raut wajah dan body. Dalam
bahasa Yunani, pengertian khalq ini dipakai kata eticos atau ethos artinya adab
kebiasaan, perasaan batin kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan.
Ethicos kemudian berubah menjadi etika.
Imam Ghazali dalam bukunya Ihya’ Ulumuddin mengatakan bahwa akhlak
ialah sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia) yang dapat melahirkan suatu
perbuatan yang gampang dilakukan tanpa melalui maksud untuk memikirkan
lebih lama. Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji
menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik. Tetapi
manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang
buruk.11
Akhlak adalah suatu pengetahuan yang membicarakan tentang kebiasaan-
kebiasaan pada manusia yakni budi pekerti mereka dan prinsip-prinsip yang
mereka gunakan sebagai kebiasaan. Kebiasaan adalah sebuah perbuatan yang
muncul dengan mudah. Ibnu Maskawaih mendefinisikan akhlak sebagai :
“Akhlak adalah kondisi jiwa yang mendorong melakukan perbuatan dengan
tanpa butuh pikiran dan pertimbangan”
Akhlak juga berarti budi pekerti, kelakuan13
. Kondisi jiwa seseorang
adakalanya melahirkan perbuatan terpuji, namun kadangkala juga melahirkan
perbuatan tercela. Oleh sebab itu akhlak ditinjau dari sifatnya ada dua yaitu
pertama, akhlak mahmudah (terpuji, karimah), kedua, akhlak mazdmumah
(tercela, sayyiah)
4. Pendidikan Akhlak
11
Al Ghazaly, Ihya’ Ulumuddin, Juz III, Usaha Keluarga Semarang, tt, hlm. 52
12 Ibnu Maskawaih, Tahdzib al-Akhlaq, Bab I, Maktabah Syamilah, hlm. 10
13 Depdikbud, hlm 17
7
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan yang dilakukan secara sadar
oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama14
. Pendidikan akhlak dapat diartikan
sebagai berikut :
a. Perbuatan ( hal cara ) mendidik.
b. ( ilmu, ilmu didik, ilmu mendidik ) pengetahuan tentang didik / pendidikan.
c. Pemeliharaan (latihan-latihan) badan, batin dan jasmanipun.
(Poerwadarminta, 2002; 250)
5. Perspektif
Perspektif yaitu sudut pandang, pandangan.15
6. Islam
Islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW
berpedoman pada kitab suci Al Qur’an yang diturunkan kedunia melalui wahyu
Allah SWT.16
secara etimologi, Islam berasal dari bahasa Arab yang terambil dari
kata “salima” yang berarti selamat sentausa, kemudian menjadi kata “Aslima”
yang berarti penyerahan diri, tunduk, patuh dan taat.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas,
maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Konsep Pendidikan Akhlak ?
2. Meliputi apa sajakah cakupan Materi Pendidikan Akhlak menurut perspektif
Islam?
D. Alasan Pemilihan Judul
1. Karena perlunya dalam setiap jiwa manusia ditanamkan akhlak yang baik
dengan tujuan menempatkan manusia pada martabat yang terhormat.
14
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Islam, Bandung : P.T. Al Ma’arif, 1989.
Hlm. 19 15
Depdikbud, hlm. 760
16 Amin Ahmad, Etika (Ilmu Akhlak), hlm. 60
8
2. Manusia berbeda-beda dalam berakhlak, ada yang terpuji dan ada yang tercela.
Oleh sebab itu Islam memandang perlunya penanaman akhlak dalam rangka
menempatkan posisi manusia pada tingkat ketakwaan dan keimanan yang
tinggi dengan jalan melalui pembinaan akhlak. Sebab akhlak merupakan modal
utama dalam mencapai kesuksesan hidup di dunia maupun di akhirat.
E. Tujuan Penelitian Dan Kegunaan Penelitian
1. Sebagai upaya pengembangan keilmuan pendidikan Islam khususnya bidang
pendidikan akhlak
2. Untuk dapat mengetahui interpretasi para ahli pendidikan Islam tentang materi-
materi pendidikan akhlak yang disampaikan dalam usaha membentuk pribadi
umat muslim berakhlak mulia
3. Disamping untuk menambah wawasan pengetahuan penulis juga diharapkan
dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam melaksanakan pendidikan
akhlak khususnya mengenai materipendidikan akhlak.
F. Metode Penelitian
1. Sumber Data
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang datanya diperoleh melalui
sumber literature ( library research ), yaitu kajian yang obyek utamanya adalah
buku-buku perpustakaan dan literature lainnya. Sumber-sumber dalam penelitian
ini antara lain adalah :
a. Sumber Primer, berupa Al-Qur’an dan terjemahnya, kitab-kitab hadits shohih
Bukhori Muslim, Sunan Turmudzi dan sebagainya.
b. Sumber Sekunder, sumber ini walau tidak secara langsung namun sangat
penting karena penulis mengambil interpretasi-interpretasi sumber primer dari
sini. Misalnya konsep pendidikan menurut al-Ghazali dan buku-buku yang
membahas mengenai pendidikan Islam (akhlak) misal karangan At-Toumy,
Jalaludin dan sebagainya.
9
2. Metode Analisa Data
Penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian yang bersifat deskriptif
dan tertuju pada pemecahan masalah yang ada sekarang. Sedangkan analisis yang
akan digunakan yaitu teknik analisis kualitatif dengan menggunakan pola berpikir :
a. Deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari keadaan yang umum; penemuan
yang khusus dari yang umum17
b. Induktif yaitu metode pemikiran yang bertolak dari kaidah ( hal-hal atau
peristiwa ) khusus untuk menentukan hukum (kaidah) yang umum; penarikan
kesimpulan berdasarkan keadaan-keadaan yang khusus untuk diperlakukan
secara umum; penentuan kaidah umum berdasarkan kaidah-kaidah khusus18
.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang diawali dengan halaman
formalitas yang berisi halaman judul, halaman pernyataan keaslian, halaman
pengesahan, halaman nota persetujuan pembimbing, Abstrak, transliterasi Arab –
Latin, persembahan, halaman motto, halaman kata pengantar dan daftar isi.
Lima bab dimaksud di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
BAB I : Berisi Pendahuluan.
Dalam bab ini dibahas mengenai : Latar Belakang, Masalah,
Penegasan Istilah, Rumusan masalah, Alasan pemilihan judul,
tujuan dan kegunaan penelitian, dan metode penelitian .
BAB II : Konsep Pendidikan Dalam Perspektif Islam
Dalam bab ini dijabarkan tentang Pengertian Pendidikan dalam
Perspektif Islam, Dasar-dasar Pendidikan, dan Tujuan Pendidikan
BAB III : Konsep Materi Pendidikan Akhlak Anak Didik dalam Perspektif
Islam
Dalam bab ini di uraikan tentang : Pengertian Pendidikan Akhlak,
17
Depdikbud, hlm. 216
18 Depdikbud, hlm, 377
10
Dasar-Dasar Pendidikan Akhlak, Materi Pendidikan Akhlak, serta
Metode Pendidikan Akhlak.
BAB IV : Analisa Materi Pendidikan Akhlak Anak Didik dalam Perspektif
Islam
Berisi Proses Pendidikan Akhlak, Interaksi Pendidikan Akhlak di
lingkungan keluarga, Pendidikan Akhlak disekolah dan
Pendidikan Akhlak di masyarakat.
BAB V PENUTUP
Meliputi kesimpulan dan kata penutup. Kemudian dibagian akhir,
penulis lampirkan Daftar Pustaka dan Daftar Riwayat Hidup.
_____________________
11
BAB II
KONSEP PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
A. Pengertian Pendidikan Dalam Perspektif Islam
1. Menurut Bahasa
Istilah ”pendidikan” yang banyak digunakan dalam konteks Islam, yaitu at-
Tarbiyat, at-Ta’lim dan at-Ta’dib.
a. at-Tarbiyat.
Dalam leksikologi Al-Qur‟an tidak ditemukan istilah at-tarbiyat tetapi ada
istilah yang senada dengan at-tarbiyat yaitu : ar-rabb rabbayani, nurabi,
ribbiyun, rabbani. Sebaliknya dalam hadits Nabi digunakan istilah Rabbani.1 Al-
Jauhari memberi makna at-tarbiyah, Rabban dan Rabba, dengan memberi makan,
memelihara dan mengasuh.2 Kosa kata Rabba ( رب ) yang dirujuk sebagai akar
kata dari konsep tarbiyat ( تربية ) atau pendidikan, pada hakikatnya merujuk
(Tuhan) dan Murabby (pendidik) berasal dari akar kata seperti termuat dalam ayat
al-Qur‟an, yaitu
“Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil”.3 (QS.Al-Isra‟/17:24).
At-tarbiyat mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik yang
kedalamannya sudah termasuk makna mengajar atau „allama (Ahmad Tafsir,
1995:109). Berangkat dari pengertian ini maka tarbiyat didefinisikan sebagai
proses bimbingan terhadap potensi manusia (jasmani, ruh dan akal) secara
1Muhaimin , Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung : Trigenda Karya,
1993), hlm. 127
2 Muhammad Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam, (Bandung : Mizan,
1988), hlm. 66
3 Tim Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 542
12
maksimal agar dapat menjadi bekal dalam menghadapi kehidupan dan masa
depan.4
b. At-Ta’lim
Apabila pendidikan dalam konteks Islam diidentikkan dengan at-Ta’lim,
para ahli mempunyai beberapa pendapat :
1. Muhammad Rosyid Ridla, menta‟rifkan at-ta’lim dengan proses transmisi
berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan
ketentuan tertentu.5
2. Syed Muhammad Naquib al-Attas memberikan makna at-Ta’lim dengan
pengajaran tanpa adanya pengenalan secara mendasar. Namun apabila at-
Ta’lim disinonimkan dengan at-Tarbiyat, at-Ta’lim mempunyai makna
pengenalan tempat segala sesuatu dalam sebuah sistem.6
At-Ta’lim merupakan bagian kecil dari tarbiyah al-Aqliyah yang bertujuan
memperoleh pengetahuan dan keahlian berpikir, yang sifatnya mengacu pada
dominan kognitif. Sebagaimana firman Allah :
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya...”.7
(QS. Al-Baqarah/2 : 31)
“Dan Dia (Sulaiman) berkata: "Hai manusia, Kami telah diberi pengertian tentang
suara burung ...."8.(QS. An-Naml/27 : 16)
Kata “allama” pada kedua ayat diatas mengandung pengertian sekedar
memberitahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan
4H. Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, Cet. III, 2003)
hlm. 114 5M.Rasyid Ridla, Tafsir Al-Mannar, Jilid IV, Beirut Dar al-Fikr, Juz 262, tt
6Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, hlm. 132
7Tim Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 11
8 Tim Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 747
13
kepribadian, karena sedikit kemungkinan pembinaan kepribadian Nabi Sulaiman
melalui burung atau membina kepribadian Adam melalui nama-nama benda.
c. At-Ta’dib
Adapun pengertian at-Ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan tempat-
tempat segala sesuatu didalam keteraturan penciptaan sedemikian rupa sehingga
hal ini membimbing kearah pengenalan dan pengakuan tempat-tempat Tuhan
yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadian.9
Baik at-Tarbiyah, at-Ta’lim maupun at-Ta’dib, merujuk kepada Allah.
Tarbiyah yang ditengarai sebagai kata bentukan dari kata Rabb ( رب ) atau Rabba
mengacu kepada Allah sebagai Rabb al-alamin, karena Tuhan juga bersifat ( ربا)
mendidik, mengasuh, memelihara malah mencipta.10
“Fir'aun menjawab: "Bukankah Kami telah mengasuhmu di antara
(keluarga) Kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama
Kami beberapa tahun dari umurmu”.(Q.S. Asy-Syu‟ara‟/26 : 18)11
[1078].
[1078] Nabi Musa a.s. tinggal bersama Fir'aun kurang lebih 18 tahun, sejak kecil.
Sedangakn ta’lim yang berasal dari kata „allama, juga merujuk pada kata
Allah sebagai Dzat Yang Maha „Alim. Selanjutnya ta’dib seperti termuat dalam
pernyataan Rasul Allah SAW. :
“Tuhan telah mendidikku, maka Ia sempurnakan pendidikanku.”
Kata ”Addabany Rabby faabsana_ta’diby” memperjelas bahwa sumber
utama pendidikan adalah Allah. Rasul sendiri menegaskan bahwa beliau dididik
oleh Allah SWT. sehingga pendidikan yang beliau peroleh adalah sebaik-baik
pendidikan. Dengan demikian dalam pandangan filsafat pendidikan Islam, Rasul
merupakan pendidik utama yang harus dijadikan teladan.12
9Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, hlm. 133
10Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 26
11Tim Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 719
12H. Jalaludin, Teologi Pendidikan, hlm. 72
14
2. Menurut Istilah
Pendidikan berasal dari kata didik, yaitu memelihara dan memberi latihan
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga berarti proses
membimbing manusia dari kegelapan, kebodohan, dan pencerahan pengetahuan.
Dalam arti luas, pendidikan baik formal maupun informal meliputi segala hal
yang memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia
tempat mereka hidup.
a. Menurut UURI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Bab I pasal 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pendidikan agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.13
b. Ahmad D. Marimba mengemukakan :
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
pribadi yang utama14
c. Ki Hajar Dewantara berpendapat :
Pendidikan adalah menuntun kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar
mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai
keselamatan yang setinggi-tingginya15
d. Sumadi Surya Brata :
Pendidikan adalah usaha manusia (pendidik) dengan tanggung jawab
membimbing anak-anak didik menuju kedewasaan16
13
Tim Redaksi Fokus Media, UUSPN Nomor 20 tahun 2003 (Bandung : Fokus Media,
2003), hlm. 3
14 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidika Islam, (Bandung : PT Al Ma‟arif,
1989), hlm. 19 15
Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta : PT Rineka Cipta, 1992, hlm. 2
16 Sumadi Surya Brata, Psikologi Pendidikan, Jakarta : UGM Rajawali Press, 1984, hlm.
321
15
e. Prof. Dr. Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany mendefinisikan pendidikan
sebagai proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi,
masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu
aktivitas asasi dan profesi di antara berbagai profesi asasi dalam masyarakat.
Beliau melihat pendidikan adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi
pada diri individu, maupun masyarakat. Dengan demikian pendidikan bukanlah
aktivitas dengan proses yang sekali jadi (instant).17
B. Dasar – Dasar Pendidikan
Dasar ialah landasan tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar sesuatu
tersebut berdiri tegak dan kokoh. Sebuah bangunan harus memiliki landasan yang
kuat berupa pondasi dasar agar mampu menopang beban yang berat sehingga
sebuah bangunan dapat berdiri dengan tegak dan kokoh. Demikian juga halnya
dengan dasar pendidikan Islam yang menjadi asas atau landasan supaya
pendidikan Islam dapat tetap tegak berdiri seperti kokohnya karang dilautan yang
tidak goyah diterjang derasnya ombak samudra.
Secara garis besar, dasar pendidikan Islam ada 3 yaitu : Al-Qur‟an, As-
Sunnah dan Perundang-undangan yang berlaku di negara kita18
.
1. Al-Qur‟an
Sebagai agama yang sempurna, Islam menjunjung tinggi ilmu
pengetahuan dan mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu. Salah satunya
caranya adalah dengan menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Ayat Al-
Qur‟an yang berhubungan dengan pendidikan adalah wahyu pertama yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril yakni surat al-
„Alaq ayat 1-5.
17
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan
Bintang, 1979), hlm. 416-417
18Hj Nur Uhbiyati, Abu Achmadi, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung : CV. Pustaka Setia,
1997, hlm. 24
16
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”19
[QS. Al – Alaq/96 : 1 – 5]
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa Tuhan seolah-olah berkata
hendaklah manusia meyakini akan adanya Tuhan Pencipta manusia, selanjutnya
untuk memperkokoh keyakinannya dan memeliharanya agar tidak luntur
hendaklah melaksanakan pendidikan dan pengajaran. Dalam ayat lain, Allah juga
memberikan bahan (materi/pendidikan agar manusia hidup sempurna didunia).
Firman Allah :
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-
orang yang benar! 20
[QS. Al-Baqarah/2 : 31]
Firman Allah :
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman
yang besar.”21
(QS. Luqman/31 : 13)
19
Tim Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 1271
20Tim Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 11
21Tim Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 814
17
Berdasarkan ayat-ayat diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa Allah swt
menyuruh kepada manusia untuk menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran.
Dengan pendidikan manusia akan mendapatkan berbagi macam ilmu pengetahuan
untuk bekal dalam kehidupannya. Selain dari itu masih banyak ayat-ayat yang
membicarakan tentang pendidikan, diantaranya adalah QS. Al-Baqarah/2 : 129
dan 151, QS. Ali Imran/3 : 164, QS. Al-Jumuah/62 : 2 dan sebagainya.
2. As-Sunnah.
As-Sunnah adalah perkataan, perbuatan dan perbuatan ataupun pengakuan
(taqrir) Rasulullah saw. Yang dimaksud dengan pengakuan Rasulullah saw adalah
kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau
membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Sunnah merupakan sumber
kedua setelah Al-Qur‟an. Seperti Al-Qur‟an, sunnah juga berisi aqidah dn syariah.
Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia
dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau
muslim yang bertaqwa. Untuk itu Rasul Allah menjadi guru dan pendidik utama.
Beliau sendiri mendidik, pertama dengan menggunakan rumah al-Arqam ibn Abi
Al-Arqam, kedua dengan memanfaatkan tawanan perang untuk mengajar baca
tulis, ketiga dengan mengirim para sahabat kedaerah-daerah yang baru masuk
Islam. Semua itu adalah pendidikan dalam rangka pembentukan manusia muslim
dan masyarakat Islam. Oleh karena itu sunnah merupakan landasan kedua bagi
cara pembinaan pribadi manusia muslim. Sunnah selalu membuka kemungkinan
penafsiran berkembang. Itulah sebabnya, mengapa ijtihad perlu ditingkatkan
dalam memahaminya termasuk sunnah yang berkaitan dengan pendidikan.22
Diantara hadits yang menerangkan tentang keutamaan pendidikan dan pengajaran
22
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 20-21.
18
adalah yang artinya “Dari Usman r.a. dari Nabi saw bersabda : Sebaik-baik kamu
adalah orang yang belajar Al-Qur‟an dan mengajarkannya”23
.
Dalam lapangan pendidikan, as-Sunnah mempunyai faedah yang sangat
besar, yaitu :
a. Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan
menerangkan hal-hal yang kecil yang tidak terdapat didalamnya.
b. Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah saw dan para
sahabatnya, perlakuannya terhadap anak-anak, penanaman keimanan kedalam
jiwa yang dilakukannya.
3. Perundang –undangan yang berlaku di Indonesia
a. UUD 1945, pasal 2
Ayat 1 berbunyi : “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Ayat 2 berbunyi : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu ...”.
Pada pasal 29 UUD 1945 ini jelas memberikan jaminan kepada warga
negara Republik Indonesia untuk memeluk agama dan beribadat sesuai dengan
agama yang dipeluknya, bahkan mengadakan kegiatan yang dapat menunjang
bagi pelaksanaan ibadat. Dengan demikian pendidikan Islam yang searah dengan
bentuk ibadat yang diyakininya diizinkan dan dijamin oleh negara.
b. GBHN
Dalam GBHN tahun 1993 Bidang Agama dan Kepercayaan Terhadap
Tuhan Yang Maha Esa Nomor 2 disebutkan :
Kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
makin dikembangkan sehingga terbina kualitas keimanan dan ketakwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kualitas kerukunan antar dan antara umat
23
H. Moh. Zaein, Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta : Indra Buana, 1999), hlm.
25
19
beragama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam
usaha memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta meningkatkan amal
untuk bersama-sama membangun masyarakat.
Memperhatikan GBHN Tahun 1993 tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa kehidupan keagamaan termasuk (didalamnya agama Islam), supaya
semakin dikembangkan dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan untuk
memperkembangkan keagamaan itu sangat diperlukan pelaksanaan pendidikan
termasuk didalamnya pendidikan Islam.
c. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 :
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pendidikan agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.24
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan keagamaan
bermaksud mempersiapkan peserta didik agar dapat menjalankan peranannya
sebagai pemeluk agama yang benar-benar mampu memadai, mampu menguasai
ilmu dengan penuh baik teori maupun praktek dan mampu memainkan
peranannya dengan tepat dalam hidup dan kehidupan dunia dan akhirat kelak.
C. Tujuan Pendidikan
Dalam adagium Ushuliyyah dikatakan bahwa “Al-Umur Bimaqoshidiha”
adalah setiap tindakan dan aktifitas harus berorientasi pada tujuan atau rencana
yang telah ditetapkan. Hal ini karena berorientasi pada tujuan itu, dapat diketahui
bahwa tujuan dapat berfungsi sebagai standar untuk mengakhiri usaha, serta
mengarahkan usaha yang dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai
tujuan-tujuan lain. Disamping itu tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha agar
24
Tim Redaksi Fokus Media, UUSPN Nomor 20 tahun 2003 (Bandung : Fokus Media,
2003), hlm. 3
20
kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan dan yang terpenting lagi
dapat memberi penilaian pada usaha-usahanya.25
Ada beberapa tujuan pendidikan :
1. Menurut Dr. Zakiah Daradjat, tujuan pendidikan dibagi kedalam empat tujuan :
a. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan
pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan ini meliputi
seluruh aspek kemanusian yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan ,
kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada setiap tingkat umur,
kecerdasan, situasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama. Cara atau alat yang
paling tepat dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan adalah pengajaran.
Karena itu pengajaran sering diidentikkan dengan pendidikan, meskipun kedua
istilah ini sebenarnya tidak sama. Pengajaran ialah poros membuat jadi terpelajar
(tahu, mengerti, menguasai, ahli; belum tentu menghayati dan meyakini); sedang
pendidikan ialah membuat orang jadi terdidik (mempribadi, menjadi adat
kebiasaan).
Tujuan pendidikan Islam harus dikaitkan pula dengan tujuan pendidikan
nasional negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan
pula dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan itu.
b. Tujuan Akhir
Pendidikan Islam itu berlangsung seumur hidup, maka tujuan akhirnya
terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir. Pendidikan itu berlaku
seumur hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara dan
mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. Tujuan pendidikan Islam
itu dapat dipahami dalam firman Allah :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar
takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam
Keadaan beragama Islam”26
.(QS. Ali Imran/3 : 102)
25
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung : Al Ma‟arif, 1989), hlm.
45-46 26
Tim Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm115
21
Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai muslim yang
beriman merupakan ujung dari taqwa sebagai akhir dari proses hidup jelas berisi
kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses pendidikan itu yang dapat dianggap
sebagai tujuan akhirnya. Insan kamil yang mati dan akan menghadap Tuhannya
merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan Islam.
c. Tujuan Sementara
Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi
sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum
pendidikan formal. Tujuan operasional dalam bentuk instruksional yang
dikembangkan menjadi tujuan instruksional umum dan khusus (TIU dan TIK),
dapat dianggap tujuan sementara dengan sifat yang agak berbeda.
d. Tujuan Operasional
Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah
kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan
yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu disebut
tujuan operasional. Dalam tujuan operasional ini lebih banyak dituntut dari anak
didik suatu kemampuan dan ketrampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih
ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian. Kemampuan dan ketrampilan
yang dituntut pada anak didik, merupakan sebagian kemampuan dan ketrampilan
Insan Kamil dalam ukuran anak, yang menuju pada bentuk Insan Kamil yang
semakin sempurna (meningkat). Anak harus sudah terampil melakukan ibadat,
(sekurang-kurangnya ibadat wajib) meskipun ia belum memahami dan
menghayati ibadat itu.27
2. Menurut Ahmad D. Marimba, fungsi tujuan itu ada empat macam,yaitu :
a. Mengakhiri usaha
b. Mengarahkan usaha
c. Tujuan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain, baik
merupakan tujuan-tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan
pertama
27
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT Bumi Aksara, Cet. Ke-6, 2006),
hlm. 29-33
22
d. Memberi nilai (sifat) pada usaha-usaha itu.28
3. Menurut Abdul Fatah Jalal dalam bukunya yang berjudul “Min Usalit Tarbiyati
Fil Islam” yang dialih bahasakan oleh Drs. Hery Noer Ali mengelompokkan
tujuan pendidikan Islam kedalam tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum
yaitu menjadikan manusia sebagai abdi atau hamba Allah SWT. yang senantiasa
mengagungkan dan membesarkan asma Allah SWT. dengan meneladani
Rasulullah saw, menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, suka mempelajari segala
yang bermanfaat baginya dalam merealisasikan tujuan yang telah digariskan oleh
Allah SWT. Sedangkan tujuan khusus sebenarnya merupakan perincian dari
tujuan umum. Dan diantara tujuan khusus ini yang pertama-tama adalah mampu
melaksanakan rukun Islam.29
Ada yang memerinci tujuan pendidikan Islam dalam bentuk taksonomi (sistem
klasifikasi) yang terutama meliputi :
1. Pembinaan kepribadian (nilai formil).
a. Sikap (attitude)
b. Daya pikir praktis rasional
c. Obyektifitas
d. Loyalitas kepada bangsa dan ideologi
e. Sadar nilai-nilai moral dan agama
2. Pembinaan aspek pengetahuan (nilai materiil), yaitu materi ilmu itu sendiri.
3. Pembinaan aspek kecakapan, ketrampilan (skill) nilai-nilai praktis.
4. Pembinaan jasmani yang sehat.30
Jadi tujuan ialah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha
atau kegiatan selesai. Pendidikan, karena merupakan suatu usaha dan kegiatan
yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, maka tujuannya pun
bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah satu benda yang bentuknya
28
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : PT Al-Ma‟arif,
1980), hlm. 45-46 29
Hj. Nur Uhbiyati dan H. Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia,
Cet.I, 1997), hlm. 41-44 30
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Ed.1, Cet.5, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009),
hlm. 161
23
tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang,
berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.
Jadi secara umum tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk membentuk
peserta didik yang beriman dan bertakwa, menyerahkan diri sepenuhnya kepada
Allah SWT serta berakhlak mulia.
_______________________
24
BAB III
MATERI PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DIDIK
DALAM PERSPEKTIF ISLAM
A. Pengertian Pendidikan Akhlak
1. Definisi Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari “khuluqun” yang menurut
bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.1
Menurut
pengertian sehari-hari umumnya akhlak itu disamakan dengan budi pekerti,
kesusilaan, sopan santun. Khalq merupakan gambaran sifap batin manusia, akhlak
merupakan gambaran bentuk lahir manusia, seperti raut wajah dan body. Khuluq
atau akhlaq adalah sesuatu yang telah tercipta atau terbentuk melalui sebuah
proses. Karena sudah terbentuk, akhlak disebut juga dengan kebiasaan. Kebiasaan
adalah tindakan yang tidak lagi banyak memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Kebiasaan adalah sebuah perbuatan yang muncul dengan mudah. Dalam bahasa
Yunani, pengertian ini dipakai kata ethicos atau ethos, artinya adab kebiasaan,
perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Ethicos
kemudian berubah menjadi etika.2
Pendidikan budi pekerti sering diartikan dengan pendidikan akhlak. Budi
pekerti dan akhlak merupakan dua istilah yang memiliki kesamaan esensi,
walaupun akhlak memiliki cakupan yang lebih luas. Sekalipun pengertian akhlak
itu berbeda asal katanya, tapi tidak berjauhan maksudnya, bahkan berdekatan
artinya satu dengan lainnya. Dengan demikian justru dapat menambah luas
wawasan dan pengertian mengenai definisi akhlak itu sendiri.
Menurut istilah (terminologi) dalam memberikan definisi tentang akhlak,
banyak ahli berbeda pendapat, antara lain :
Ibnu Maskawaih mendefinisikan akhlak sebagai :
1Mustofa, Akhlak Tasawuf, Bandung : Pustaka Setia, 1997, hlm. 19
2Nasir, Tinjauan Akhlak, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1991), hlm. 14
25
“Akhlak adalah kondisi jiwa yang mendorong melakukan perbuatan dengan tanpa
butuh pikiran dan pertimbangan”3
Menurut Abu Hamid al-Ghazali (w.1111 M) dalam bukunya Ihya’ Ulum al-Din
mendefinisikan akhlak sebagai berikut :
“Akhlak merupakan ungkapan tentang keadaan yang melekat pada jiwa dan
darinya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa membutuhkan
pemikiran dan pertimbangan”.4
Syaikh Muhamad bin Ali as-Syarif al-Jurjani mengartikan akhlak sebagai
stabilitas sikap jiwa yang melahirkan tingkah laku dengan mudah tanpa melalui
proses berpikir.5
Menurut Prof. Ahmad Amin :
Etika (Akhlak) adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik buruk,
menerangkan apa saja yang seharusnya dilakukan oleh setiap manusia kepada
manusia lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam
perbuatan manusia dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus
diperbuat.6
Menurut H.M. Rosyidi :
Akhlak adalah suatu pengetahuan yang membicarakan tentang kebiasaan-
kebiasaan pada manusia yakni budi pekerti dan prinsip-prinsip yang mereka
gunakan sebagai kebiasaan.
Menurut Mahdi Ahkam :
3Ibnu Maskawaih, Tahdzib al-Akhlaq, Bab I, Maktabah Syamila, hlm. 10
4 Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, Juz III, (Beirut: Dar Ihya‟ al-Kutub al-Arobiyah „Isa al-
Babii al Halabii, t.t), hlm. 52 5Ali Abdul Halim Mahmud, Tarbiyah Khuluqiyah, (Solo : Insani Press, 2003), Cetakan. I,
hlm. 37 6 Ahmad Amin, Etika ( Ilmu Akhlak ), ( Jakarta : Bulan Bintang, 1975 ). Hlm. 3
26
a. Akhlak adalah ilmu yang menyelidiki perbuatan manusia dari arah baik dan
buruk atau ilmu percontohan tinggi (Al Mutsul Al-A’la = idial) untuk perbuatan
manusia.
b. Akhlak adalah ilmu yang menyelidiki aturan-aturan yang menguasai perbuatan
manusia dan tujuan yang terakhir
Akhlak adalah perbuatan manusia yang bersumber dari dorongan jiwanya7.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah adanya
unsur perbuatan atau tindakan dan kebiasaan-kebiasaan yang sudah menyatu
dengan pribadi manusia baik buruk serta perbuatan tersebut dilakukan dengan
sadar. Akhlak mengandung empat unsur yaitu (1) adanya tindakan baik atau buruk,
(2) adanya kemampuan melaksanakan, (3) adanya pengetahuan tentang perbuatan
yang baik dan yang buruk, dan (4) adanya kecenderungan jiwa terhadap salah satu
perbuatan yang baik atau yang buruk.8
2. Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak merupakan suatu proses mendidik, memelihara,
membentuk dan memberikan latihan mengenai akhlak dan kecerdasan berpikir
baik yang bersifat formal maupun informal yang didasarkan pada ajaran-ajaran
Islam. Dan pada sistem pendidikan Islam ini khusus memberikan pendidikan
tentang akhlak dan moral yang bagaimana yang seharusnya dimiliki oleh seorang
muslim agar dapat mencerminkan kepribadian seorang muslim.9
Islam memandang bahwa pendidikan akhlak sangatlah penting dalam
kehidupan sehari-hari, bahkan Islam menegaskan akhlak merupakan misinya yang
paling utama. Rasulullah saw. banyak berdoa kepada Allah agar dirinya dihiasi
dengan akhlak dan perangai yang mulia. Beliau berdoa,
“Ya Allah, perbaiki parasku dan akhlakku”10
7 Mahjudin, Kuliah Akhlak – Tasawuf, Jakarta : Penerbit Kalam Mulia, 1991, hlm.5
8 Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, hlm. 32-33
9Fadlil Yuni Ainusysyam, Pendidikan Akhlak, PT Imtima, Cet. III, 2009, hlm. 39
10 Said Hawwa, Tazkiyatun Nafs Intisari Ihya Ulumuddin, (terj. Tim Kuwais), (Jakarta :
Darus Salam, 2005), hlm. 462
27
Rasulullah Saw bersabda :
Abdullah telah menceritakan pada kita, telah menceritakan kepadaku Abi, telah
menceritakan kepada kita Sa‟id bin Manshur berkata : telah menceritakan kepada
kita Abdul Aziz bin Muhammad dari Muhammad bin „Ajlan dari Qa‟qa bin
Hakim dari Abi Saleh dari Abi Hurairah r.a berkata : Rasulullah Saw bersabda :
Sesunggunhya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik. (H.R. Imam )
Ahmad bin Hambal)
Menurut Prof. Dr. Abdullah Nashih Ulwan : Pendidikan Akhlak (moral)
adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan perangai, tabiat
yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa anak-anak
sampai ia menjadi seorang mukallaf, pemuda yang mengarungi lautan
kehidupan12
Pendidikan akhlak adalah suatu pendidikan yang didalamnya terkandung
nilai-nilai budi pekerti, baik yang bersumber dari ajaran agama maupun dari
kebudayaan manusia. Budi pekerti mencakup pengertian watak, sikap, sifat, moral
yang tercermin dalam tingkah laku baik dan buruk yang terukur oleh norma-
norma sopan santun, tata krama dan adat istiadat, sedangkan akhlak diukur
dengan menggunakan norma-norma agama.13
Pendidikan akhlak dapat diartikan usaha sungguh-sungguh untuk mengubah
akhlak buruk menjadi akhlak yang baik. Dapat diartikan bahwa akhlak itu dinamis,
tidak statis. Terus mengarah kepada kemajuan dari yang tidak baik menjadi
baik.14
Sedangkan menurut penulis adalah salah satu usaha yang dilakukan dengan
kesadaran diri untuk membentuk pribadi seseorang yang harus dimiliki dan
11
Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Imam Ahmad Abu HambalJuz III, (Beirut : Darul
Kutub, 1413H), hlm. 323
12 Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, Jilid I, Semarang :
CV Asyifa 1988, hlm. 174 13
Ahmad, Implementasi Akhlak Qur’ani, Bandung : PT Telekomunikasi Indonesia , 2002,
hlm. 34 14
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005)
hlm. 274
28
dijadikan kebiasaan yang baik dan terarah menurut akal ataupun syara‟ oleh
manusia sejak lahir sampai meninggal dunia.
B. Dasar Dan Tujuan Pendidikan Akhlak
1. Dasar Pendidikan Akhlak
Dalam Islam, Al Qur‟an dan As-Sunnah selain dijadikan sebagai pegangan
hidup juga dijadikan sebagai dasar atau alat pengukur baik buruknya sifat
seseorang. Apa yang baik menurut Al Qur‟an dan As-Sunnah itu berarti baik dan
harus dijalankan, sedangkan apa yang buruk menurut Al Qur‟an dan Sunnah
berarti tidak baik dan harus dijauhi.15
Sebagai dasar umum dari pendidikan akhlak adalah QS. At-Tahrim ayat 6 :
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan”. (Q.S. At-Tahrim/66 : 6)16
.
Akhlak Rasulullah adalah Al-Qur‟an. Diriwayatkan oleh Saad bin Hisyam,
“Suatu hari aku menemui Aisyah yang ketika itu ia bersama ayahnya Abu Bakar.
Lalu aku bertanya tentang akhlak Rasulullah, Aisyah berkata, „Apakah kamu
pernah membaca Al-Qur‟an? Aku menjawab, Tentu. Aisyah kembali berkata,
“Akhlak Rasulullah adalah Al-Qur‟an”17
Rasulullah dibina akhlaknya langsung oleh Al-Qur‟an, seperti beberapa
ayat berikut yang memberikan pembinaan kepada beliau.
15
M. Ali Hasan, Tuntunan Akhlak, Jakarta : Bulan Bintang, 1982, hlm. 11
16 Tim Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Semarang Karya Toha Putra,
1998, hlm. 1148
17 Said Hawwa, Tazkiyatun Nafs Intisari Ihya Ulumuddin, (terj. Tim Kuwais),, hlm. 462
29
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran.”(QS.an-Nahl/16 : 90)18
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang
baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk
hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”(QS. Lukman/31 : 17)19
“Tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan, Sesungguhnya (perbuatan )
yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diutamakan.”(As-Syuura/42 : 43)20
“Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami
jadikan hati mereka keras membatu. mereka suka merobah Perkataan (Allah) dari
tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang
mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) Senantiasa akan
melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak
berkhianat), Maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik.”(QS. Al-Maidah/5 : 13)21
18
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 529
19 Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 815
20 Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 977
21 Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 205
30
Dan dalam surat Fushshilat/41 : 34, Ali Imran/3 : 134, al-Hujurat/49 : 12
dan lain-lainnya. Semua ayat al--Qur‟an diatas hanyalah sebagian dari pembinaan
yang dilakukan kepada Rasulullah karena meskipun ayat-ayat itu diturunkan
kepada seluruh umat Islam, sebelum menyampaikan kepada umatnya (Innama>
bu’is \tu liutammima maka>rimal akhlak).
Sabda Rasulullah Saw :
Abdullah telah menceritakan pada kita, telah menceritakan kepadaku Abi, telah
menceritakan kepada kita Sa‟id bin Manshur berkata : telah menceritakan kepada
kita Abdul Aziz bin Muhammad dari Muhammad bin „Ajlan dari Qa‟qa bin
Hakim dari Abi Saleh dari Abi Hurairah r.a berkata : Rasulullah Saw bersabda :
Sesunggunhya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik. (H.R. Imam )
Ahmad bin Hambal)
Sebelum memperbaiki akhlak-akhlak orang lain, beliaulah orang yang
pertama kali menghiasi dirinya dengan akhlak-akhlak yang mulia.
Alla berfirman
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
(QS. Al-Qalam/68 : 4)23
Setelah itulah Rasulullah baru menjelaskan kepada manusia bahwa Allah
sangat mencintai akhlak mulia dan sangat membenci akhlak tercela. Tak ada satu
perbuatan baik pun kecuali Rasulullah telah memerintahkan kita untuk
mengerjakan dan tidak ada satu perbuatan jelek pun kecuali beliau melarangnya.
Allah berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
22
Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Imam Ahmad Abu HambalJuz III, (Beirut : Darul
Kutub, 1413H), hlm. 323
23 Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 1156
31
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran.”(QS.an-Nahl/16 : 90)24
Demikianlah Allah membina akhlak-akhlak hamba-hamba-Nya terutama
Rasulullah dalam akhlak-akhlak yang mulia.
2. Tujuan Pendidikan Akhlak
Dengan berpedoman pada dasar atau landasan pendidikan akhlak, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah :
a. Menyiapkan manusia (peserta didik) agar memiliki sikap dan perilaku yang
terpuji, baik ditinjau dari segi norma-norma agama maupun norma-norma
sopan santun, adat istiadat dan tata krama yang berlaku di masyarakatnya.
b. Agar setiap orang berbudi pekerti atau berakhlak mulia, bertingkah laku
(tabiat), berperangai atau beradat istiadat yang baik sesuai dengan ajaran Islam.
Dalam hal ini Prof. Dr. Athiyah Al-Abrasy berpendapat bahwa :
“Tujuan dari pendidikan moral (akhlak) ialah untuk mementuk orang-orang
yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan,
mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersikap bijaksana, sempurna, sopan
dan beradab, ikhlas, jujur dan suci”.
Secara lebih terperinci lagi bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah
“mengkaji dan menginternalisasi nilai, mengembangkan ketrampilan sosial yang
memungkinkan tumbuh dan berkembangnya akhlak mulia dalam diri peserta didik
serta mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari dalam konteks sosio-kultural
yang berbhineka sepanjang hayat”.
Untuk itu pendidikan akhlak menghendaki agar dari setiap guru atau
pendidik supaya didalam pelajaran mengusahakan cara-cara yang bermanfaat
untuk membentuk adat istiadat yang baik, mendidik akhlak, menguatkan niat
bekerja mendidik panca inderanya, mengarahkan untuk berjalan yang lurus dan
membiasakan beramal yang baik.
Adapun yang menjadi dasar tujuan pendidikan akhlak menurut Prof. Dr. M.
Athiyah Al-Abrasy adalah sebagai berikut :
a. Pembentukan budi pekerti yang mulia
24
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 529
32
b. Memperhatikan aspek duniawi dan ukhrawi yang seimbang
c. Memperhatikan segi manfaat ilmu
d. Mempelajari ilmu semata-mata untuk ilmu saja
e. Mempersiapkan untuk mencari rezeki
C. Materi Pendidikan Akhlak
Secara umum lingkup materi pendidikan Islam itu menurut Dr. Abdullah
Nasikh Ulwan terdiri dari tujuh unsur25
:
1. Pendidikan Keimanan
Pendidikan ini mencakup keimanan kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab
Allah, Nabi/Rasul, Hari Akhirat dan Takdir. Termasuk didalamnya adalah materi
tata cara ibadah, baik ibadah mahdlah seperti salat, zakat, puasa, dan haji; maupun
ibadah ghairu mahdlah seperti berbuat baik kepada sesama. Tujuan dari materi ini
adalah agar anak/peserta didik memiliki dasar-dasar keimanan dan ibadah yang
kuat.
2. Pendidikan Moral/Akhlaq
Materi pendidikan ini merupakan latihan membangkitkan nafsu-nafsu
rububiyah (ketuhanan) dan meredam/menghilangkan nafsu-nafsu syaithaniyah.
Pada materi ini peserta didik dikenalkan mengenai : (a) Perilaku/akhlak yang
mulia (akhlakul karimah/mahmudah) seperti Al-amanah (setia, jujur, dapat
dipercaya), al Sidqu (benar, jujur), al-Adl (adil), al-Afwu(pemaaf), al-Alifah
(disenangi), al-Wafa (menepati janji), al-Haya (malu), ar-Rifqu (lemah lembut),
aniisatun (bermuka manis). dan (b) Perilaku/akhlak yang tercela (akhlakul
madzmumah) seperti al-Buhtan (dusta), ananiah (egois), al-Bahyu (melacur), al-
Khiyanah (khianat), az-Zulmu (aniaya), al-Ghibah (mengumpat), al-Hasd (dengki),
al-Kufran (mengingkari nikmat), ar-Riya‟ (ingin dipuji), al-Namimah (adu domba)
at-Takabur (sombong) dan sebagainya.
3. Pendidikan Jasmani
25
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, Cet. I,
2005, hlm. 15-18
33
Rasulullah pernah memerintahkan kepada umatnya agar mengajarkan
memanah, berenang, naik kuda dan bela diri kepada putra-putrinya. Ini merupakan
perintah kepada kita agar mengajarkan pendidikan jasmani kepada anak-anak
(peserta didik). Tentu hal ini dengan memperhatikan batasan umur, kemampuan,
aurat dan memisahkan antara anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan terutama
ketika pelajaran berenang. Tujuan dari materi ini adalah agar anak didik memiliki
jasmani yang sehat dan kuat, serta memiliki ketrampilan dasar seperti berlari,
lompat dan renang.
4. Pendidikan Rasio
Manusia dianugerahkan oleh Allah kelebihan, diantaranya berupa akal.
Supaya akal ini dapat berkembang dengan baik maka perlu dilatih dengan teratur
dan sesuai dengan umur atau kemampuan anak/peserta didik. Contoh materi ini
adalah berupa pelajaran berhitung atau penyelesaian masalah (problem solving).
Tujuan materi ini adalah agar peserta didik dapat menjadi cerdas dan dapat
menyelesaikan permasalaan-permasalahan yang dihadapinya.
5. Pendidikan Kejiwaan / Hati Nurani
Selain nafsu dan akal yang harus dilatih/dididik pada diri manusia adalah
kejiwaan atau hati nuraninya. Pada materi ini peserta didik dilatih agar dapat
membina hati nuraninya sehingga menjadi “tuan” dalam dirinya sendiri dan dapat
menyuarakan kebenaran dalam keadaan apapun. Selain itu diharapkan agar
peserta didik memiliki jiwa atau hati nurani yang kuat, sabar, dan tabah dalam
menjalani kehidupan ini.
6. Pendidikan Sosial/Kemasyarakatan
Sebagaimana diketahui bahwa manusia memiliki dua tugas hubungan yang
harus dilakukan dalam hidupnya, yaitu hubungan dengan Allah (hablumminallah)
berupa ibadah mahdlah dan hubungan dengan sesama manusia (hablumminannas)
berupa ghairu mahdlah atau kemasyarakatan. Dalam materi pendidikan sosial ini
anak/peserta didik dikenalkan mengenai hal-hal yang terdapat atau terjadi dalam
masyarakat serta bagaimana cara hidup dalam masyarakat dengan tata cara yang
Islami. Dengan materi ini diharapkan anak/peserta didik memiliki wawasan
34
kemasyarakatan dan mereka dapat hidup serta berperan aktif di masyarakatnya
secara benar.
7. Pendidikan Seksual
Pendidikan seksual disini berbeda dengan yang disuarakan secara makin
gencar oleh orang-orang sekuler. Pendidikan seksual yang dimaksud disini adalah
yang Islami dan sesuai dengan perkembangan usia serta mental peserta didik.
Contoh pendidikan seksual dalam Islami misalnya dengan memisahkan tempat
anak tidur dari kamar orang tua, memisahkan kamar tidur anak lelaki dan kamar
tidur anak perempuan, mengenalkan dan menjelaskan perbedaan jenis kelamin
anak, menjelaskan batas-batas pergaulan antara lelaki dan perempuan menurut
Islam dan sebagainya.
Ahmad Azhar Basyir (1987:6) menyebutkan cakupan akhlak meliputi
semua aspek kehidupan manusia sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk
individu, makhluk sosial, makhluk penghuni dan yang memperoleh bahan dari
kehidupan dari alam serta sebagai makhluk ciptaan Allah. Adapun ruang lingkup
akhlak adalah sebagai berikut26
:
1. Akhlak Terhadap Allah Swt
a. Takut kepada Allah SWT
Takut kepada Allah SWT merupakan ungkapan hati terhadap sesuatu yang
tidak disukai yang akan terjadi di masa yang akan datang dan mengetahui
sebab-sebab yang akan menimbulkan sesuatu yang tidak disukai itu.
Maksudnya bahwa segala perbuatan manusia itu nantinya akan dimintai
pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Maka hal seperti itulah yang
menjadikan seseorang takut kepada Allah SWT. Takut kepada-Nya bukan
berarti menjauh, akan tetapi sebaliknya harus berusaha dekat kepada-Nya
dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala yang menjadi
larangan-Nya. Firman Allah SWT :
26
Ahmad Azhar Basyir, Filsafat Ibadah alam Islam, (Yogyakarta : BPFH UII, 1987), hlm.
6
35
۸ : ٢٩)
“Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan
memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-
kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia
yang besar tersebut”.
Ayat diatas menjelaskan kepada setiap muslim agar jangan melebihkan
dirinya dari orang lain, selain dari jasa-jasa baiknya atau takwa yang berarti
budi kebaikannya kepada sesama manusia. Karena itu Rasulullah Saw tidak
dapat menunjukkan selain dari itu, bahwa kemuliaan itu tetap berdasarkan
kepada takwa semata-mata. Rasulullah Saw bersabda :
“Dari Ibnu Mas‟ud R.a, bahwasanya Nabi Saw berdoa : “Allahumma
innii as-alukal-huda wat-tuqaa wal-„afaafa`` wal-ghinaa” “Wahai Allah,
sesungguhnya saya mohon petunjuk, mohon agar selalu bertakwa, mohon
terjaganya kehormatan diri dan mohon kekayaan kepada-Mu”.28
Hadits di atas merupakan doa yang demikian singkat yang di ajarkan oleh
Rasulullah Saw, tetapi meliputi segala kepentingan hidup. Hidayah meliputi
segala jalan ihtiar sehingga selamat dari kesesatan. Takwa berarti waspada dan
hati-hati serta teliti. Kesopanan berarti menjaga kehormatan diri sehingga tidak
terjerumus ke dalam lembah kerendahan. Kekayaan meliputi kekayaan hati
maupun kekayaan harta. Keempat macam permintaan itu merupakan
kebutuhan manusia yang tidak dapat ditinggalkan.
1. Taubat
Taubat adalah kembali kejalan kebenaran atas dosa-dosa yang telah
dilakukan. Taubat merupakan aktifitas menghapus dosa dengan cara menyesali
dan memohon ampun dan berhenti dari kemaksiatan dan menutup dengan
27
Tim Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm.344
28 Drs. Muslich Shabir, MA, Tarjamah Riyadhus Shalihin I, Semarang : Karya Toha Putra,
2004, hlm. 53
36
perbuatan baik. Taubat tidak hanya cukup berhenti dari kemaksiatan tanpa
menutupi dengan kebaikan. Menurut al-Qusyairi taubat adalah :
“Taubat adalah kembali dari sesuatu yang dicela oleh syara‟ menuju kepada
sesuatu yang dipuji oleh syara‟.”
Orang yang bertobat berarti telah menyadari bahwa perbuatannya
merugikan orang lain.
Rasulullah Saw bersabda :
“Dari Al Agharr bin Yasar Al-Muzanni ra berkata : Rasulullah Saw
bersabda : “Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah
dan mohonlah ampun kepada-Nya karena sesungguhnya saya bertaubat seratus
kali setiap harinya” (HR. Muslim). 30
Hadits tersebut mengajarkan kepada umat Islam bahwa istighfar
merupakan suatu alat yang terbaik untuk taqarrub (mendekat) kepada Allah
SWT, sebab disitu ada pengertian pengakuan sebagai hamba yang lemah,
disamping pengakuan terhadap kebesaran Allah SWT dan kekuasaan-Nya yang
mutlak tidak terbatas.
Imam Al Ghazali menyebutkan bahwa tingkatan orang yang bertobat ada
empat :
a. Orang yang bertobat dengan sebenar-benarnya, yakni dengan taubat
nashuha;
b. Orang yang bertaubat dengan meninggalkan dosa-dosa besar, namun masih
sering melakukan dosa-dosa kecil, tetapi ia cepat menyadarinya dan kembali
kepada Allah SWT. (AS An-Najm : 32)
c. Orang yang bertaubat dan tidak akan mengulanginya lagi, tetapi ia tidak
berdaya melawan hawa nafsunya untuk berbuat dosa.
29
Al-Qusyairi, al-Risalah al-Qusyairiyyah, Juz I, al-Bab al-Taubat, Maktabah syamilah,
hlm. 44 30
Drs. Muslich Shabir, MA, Tarjamah Riyadhus Shalihin I , hlm. 10
37
d. Orang yang bertaubat, tetapi setelah itu ia berbuat dosa lagi dan tidak ada
penyesalan dalam dirinya.
Masih menurut al-Ghazali, proses taubat meliputi adanya pengetahuan
(Ilm) kemudian muncul situasi atau kondisi kejiwaan dan perbuatan
“Ketahuilah bahwa taubat merupakan ungkapan tentang kualitas yang terdiri
dari tiga hal yang berurutan, yaitu ilmu, hal(situasi kejiwaan), dan tindakan.
Ilmu adalah yang pertama kali, hal yang kedua hal dan tindakan adalah yang
ketiga. Yang pertama menyebabkan yang kedua dan yang kedua menyebabkan
yang ketiga”.31
2. Akhlak Terhadap Rasulullah Saw
Berakhlak terhadap Rasulullah berarti taat dan cinta kepadanya. Setiap
muslim wajib untuk mentaati segala perintah dan larangan yang disampaikan
oleh Nabi SAW. Mentaati dan mencintai Rasulullah Saw dapat dilakukan
dengan cara :
a. Mencintai dan memuliakan Rasul. Setiap orang yang beriman kepada Allah
SWT tentulah harus mengakui Muhammad Saw sebagai Nabi dan Rasul
yang terakhir (khatamul anbiyaa’a).
b. Mengikuti Rasulullah Saw. Ini adalah salah satu bukti kecintaan seorang
hamba kepada Alah SWT. Ketaatan kepada Rasulullah Saw bersifat mutlak,
karena taat kepada beliau merupakan bagian taat kepada Allah. Apa saja
yang datang dari Rasulullah Saw harus diterima, apa yang diperintahkannya
harus diikuti dan apa yang dilarangnya harus ditinggalkan.
Firman Allah SWT :
31
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz IV, Maktabah Usaha Keluarga Semarang,
hlm. 3
38
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”.32
(Q.S. Ali Imran/3 : 31)
c. Mengucapkan salawat dan salam. Allah SWT memerintahkan kepada orang-
orang yang beriman untuk mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi,
bukan karena Nabi membutuhkannya. Sebab tanpa doa dari siapapun beliau
sudah pasti akan selamat dan akan mendapatkan tempat yang paling mulia
dan terhormat di sisi Allah SWT. Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk
Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”33
(Q.S. al-Ahzab/33 : 56)
Selain membaca dalam ibadah salat, kita dianjurkan sebanyak mungkin
mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Saw dalam
berbagai kesempatan, terutama sekali manakala mendengar nama beliau
disebut. Nabi menilai orang yang benar-benar bakhil adalah orang yang tidak
mau bershalawat kepada beliau manakala mendengar nama beliau disebut.
“Cukuplah orang mukmin itu kikir dimana saya disebut disisinya namun ia
tidak membacakan salawat atasku” (H.R. Ibnu Majah)34
3 . Akhlak Terhadap Diri Sendiri
Berakhlak terhadap diri sendiri berarti berbuat baik terhadap dirinya, ini
berarti tidak mencelakakan atau menjerumuskan dirinya kedalam perbuatan dosa.
Akhlak tersebut meliputi :
a. Sabar
32
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 99
33Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 842
34Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jil.2, alih bahasa Drs. Moh. Zuhri, (Semarang : CV Asy
Syifa, 2003), hlm. 416
39
Sabar berarti mengekang dan menahan diri dari segala sesuatu yang tidak
disukai karena mengharap ridha Allah SWT. Menurut Imam al-Ghazali, sabar
merupakan ciri khas manusia. Binatang dan malaikat tidak memerlukan sifat
sabar. Macam-macam sabar antara lain :
1. Sabar menerima cobaan hidup
2. Sabar dari keinginan hawa nafsu
3. Sabar dalam taat kepada Allah SWT
4. Sabar dalam berdakwah
5. Sabar dalam berperang
6. Sabar dalam pergaulan
b. Pemaaf
Pemaaf adalah sikap lapang dada terhadap segala persoalan, baik yang
menimpa dirinya maupun orang lain. Memberi maaf terlebih dahulu kepada orang
lain memang dirasakan sangat berat, apalagi yang harus diberi maaf adalah orang
yang pernah menyakiti. Tetapi jika kita sanggup melaksanakannya berarti kita
telah mengikuti apa yang di ajarkan oleh Rasulullah Saw. Beliau selalu
memaafkan orang-orang yang pernah menyakitinya bahkan mau membunuhnya.
Allah SWT berfirman :
“Jadilah engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta
berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh35
. (Q.S. al-A‟raff/7: 199)
“Dan Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Maka barang
siapa memaafkan dan berbuat baik. Maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.
Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim”36
.[Q.S. As-Syuura/42:
40]
35
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,, 335
36 Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 976
40
c. Tawadhu‟
Artinya rendah hati. Orang yang rendah hati tidak memandang dirinya
lebih dari orang lain. Rendah hati tidak sama dengan rendah diri, karena rendah
diri berarti kehilangan kepercayaan diri. Meski dalam pelaksanaannya orang yang
rendah hati terkadang cenderung merendahkan dirinya dihadapan orang lain,
tetapi sikap tersebut bukan lahir dari rasa tidak percaya diri. Orang yang tawadhu‟
menyadari bahwa apa yang dia miliki, baik bentuk rupa yang cantik atau tampan,
ilmu pengetahuan, harta kekayaan, maupun pangkat dan kedudukan dan
sebagainya semua itu adalah karunia dari Allah SWT. Firman Allah SWT :
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah
(datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, Maka hanya kepada-Nya-
lah kamu meminta pertolongan”.
d. Istiqamah
Adalah sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman
sekalipun menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan. Istiqamah apabila
dipandang sekilas kelihatannya merupakan suatu hal yang remeh dan tidak
berarti. Maka jarang sekali orang yang menghayati dan mengamalkan isi dari
istiqamah tersebut. Padahal sudah terbukti banyak orang yang bisa menghasilkan
cita-cita mereka dengan melakukan istiqamah dan tabah dalam menanggulangi
segala cobaan dan rintangan. Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah",
kemudian mereka tetap istiqamah. Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka Itulah penghuni-penghuni surga,
mereka kekal di dalamnya; sebagai Balasan atas apa yang telah mereka
kerjakan.”37
[Q.S. Al-Ahqaf/46 : 13-14]
37
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 1015
41
“Dari „Abdillah bin Sufyan bin „Abdullah radhiyallahu anhu, ia berkata : "
Aku telah berkata : „Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu
perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seorang pun kecuali
kepadamu‟. Bersabdalah Rasululloh Saw : „Katakanlah : Aku telah beriman
kepada Allah, kemudian beristiqamalah kamu‟ “.
d. Sidiq
Sidiq artinya benar atau jujur. Seorang muslim diuntut untuk selalu berada
dalam keadaan benar lahir batin, benar hati, benar perkataan, benar perbuatan.
Antara hati dan perkataan haruslah sama, tidak boleh berbeda apalagi antara
perkataan dan perbuatan. Rasulullah Saw memerintahkan setiap Muslim untuk
selalu shidiq, karena shidiq membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan
mengantarkannya ke sorga. Sebaliknya beliau melarang untuk berbohong karena
kebohongan akan mmembawa kepada kejahatan dan akan berakhir ke neraka.
e. Disiplin
Disiplin berarti taat kepada tata tertib. Disiplin adalah kepatuhan untuk
menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk
tunduk pada keputusan, perintah atau peraturan yang berlaku. Dalam kehidupan
pribadi diperlukan tata tertib yang mengikat diri agar dapat memanfaatkan waktu
yang ada sebaik mungkin. Dengan disiplin maka akan terbentuk sikap tanggung
jawab dan menghindari sifat malas. Dalam ajaran Islam, banyak ayat Al-Qur‟an
yang memerintahkan disiplin dalam arti ketaatan pada peraturan yang telah
ditetapkan, salah satunya dalam Q.S. An-Nisa/4 : 59,
Allah SWT berfirman :
42
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. An-Nisa/4 : 59)38
Disiplin waktu juga ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya :
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.”39
(Q.S. Al-Ashr/103 : 1 – 3)
4. Akhlak Dalam Keluarga
Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama, tempat anak didik
pertama-tama menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya atau
anggota keluarga lainnya. Didalam keluarga inilah tempat meletakkan dasar-dasar
kepribadian anak didik pada usia yang masih muda, karena pada usia-usia ini anak
lebih peka terhadap pengaruh dari pendidiknya (orang tuanya dan anggota yang
lain). Dalam ajaran Islam telah dinyatakan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya :
38
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 162
39Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 1284
43
“.....dari Abi Hurairah r.a berkata, Rasulullah saw bersabda : Setiap anak
dilahirkan ke dasar fitrah maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia
yahudi, nasrani atau majusi, ....”(HR. At-Turmudzi).
Dengan demikian orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam
membentuk kepribadian anak didik. Anak dilahirkan dalam keadaan suci, adalah
menjadi tanggung jawab orang tua untuk mendidiknya (QS. At-Tahrim/66 : 6).
Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pembinaan
keluarga, perhatian yang sepadan dengan perhatiannya terhadap kehidupan
individu dan kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Demi terpeliharanya
keluarga yang harmonis dan dapatnya unit terkecil dari suatu negara itu
menjalankan fungsinya dengan baik. Islam melalui syariatnya menetapkan sekian
banyak petunjuk dan peraturan.41
Petunjuk dan peraturan tersebut antara lain :
a. Birrul Walidain
Birrul Walidain berarti berbuat baik kepada kedua orang tua. Syariat Islam
telah menempatkan posisi orang tua pada tempat yang istimewa sehingga berbuat
baik kepada keduanya juga menempati posisi yang sangat mulia. Dan sebaliknya
durhaka kepada orang tua akan menempati posisi yang sangat hina. Hal demikain
karena mengingat jasa kedua orang tua yang sangat besar sekali dalam proses
reproduksi dan regenerasi umat manusia. Allah SWT menciptakan manusia yang
pertama kali (Nabi Adam as) dari tanah dan menciptakan pasangannya (hawa)
dari tulang rusuk Adam, kemudian dari pertemuan Adam dan Hawa
berkembanglah umat manusia (laki-laki dan perempuan). Begitulah Allah SWT
seterusnya menciptakan sunnah-Nya tentang reproduksi dan regenerasi secara sah
dan diridhai-Nya melalui hubungan suami istri antara seorang ibu dan bapak.
Secara khusus Allah SWT juga mengingatkan betapa besar jasa dan
perjuangan seorang ibu dalam mengandung, menyusui, merawat dan mendidik
serta memelihara anaknya. Allah SWT berfirman :
40
303. الجزءالثالث صاحب المكتبت السلفيت بالمدينت المنورة ص2223رقم ,سنن التزمذي وهوالجامع الصحيح
41 Dr. M. Quraish shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung : Mizan, 1996, hlm. 253
44
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu - bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku
dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”42
. [QS al-
Luqman/31 : 14]
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, ....”.43
(QS. An-
Nisa/4 : 36)
Kemudian bapak, sekalipun tidak ikut mengandung dan menyusui tetapi dia
berperan yang besar dalam mencari nafkah, membimbing, membesarkan dan
mendidik anaknya hingga mampu berdiri sendiri, bahkan sampai waktu yang
tidak terbatas.
Berdasarkan semuanya itu, tentulah sangat wajar, normal dan logis jika anak
dituntut untuk berbuat kebaikan sebaik-baiknya terhadap kedua orang tuanya dan
dilarang keras untuk mendurhakai keduanya.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-
baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia[850]. Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
42
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,814
43 Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 155
45
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Q.S. An-Nisa/4 : 23-24)44
[850] Mengucapkan kata Ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi
mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.
b. Hak, Kewajiban dan kasih sayang suami istri
Dalam keluarga seorang suami harus memperlakukan istrinya atas dasar
cinta dan kasih sayang baik dengan ucapan, perbuatan dan penampilan yang indah
serta bekerja sama dan memaafkan segala kesalahan. Suami diwajibkan
menyediakan tempat tinggal yang layak sesuai dengan kemampuannya. Demikian
juga seorang istri dilarang memberatkan suaminya. Istri harus dapat memelihara
harta benda suaminya dan menjaga kehormatan dirinya serta rahasia rumah
tangganya.
Seorang suami harus memberikan kesempatan kepada istrinya untuk
menambah pengalaman, ketrampilan dan membekali ilmu pengetahuan dan
ketrampilan kepada anak-anaknya agar dapat hidup mandiri pada masa yang akan
datang. Allah SWT berfirman :
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika
mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
44
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 542
46
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. [Q.S. An-
Nisa/4 : 34].45
Rasulullah Saw bersabda yang artinya :
"Semua orang dari engkau sekalian itu adalah pemimpin dan semuanya saja
akan ditanya perihal pimpinannya. Seorang amir - pemerintah - adalah pemimpin,
orang lelaki juga pemimpin pada keluarga rumahnya, orang perempuan pun
pemimpin pada rumah suaminya serta anaknya. Maka dari itu semua orang dari
engkau sekalian itu adalah pemimpin dan semua saja akan ditanya perihal
pimpinannya." (Muttafaq 'alaih)46
Sebenarnya tanggung jawab suami dan istri adalah sama – sama
penting. Yang berbeda hanya macam dan jenisnya. Istri merupakan mitra kerja
yang sejajar dengan suami, baik dikala menanggung susah maupun merasakan
kegembiraan dalam keluarga.
c. Kasih sayang dan tanggung jawab orang tua terhadap anak
Anak adalah amanah yang harus di pertanggungjawabkan kepada Allah.
Pada umumnya orang tua yang beragama Islam, telah memperkenalkan agama
Islam sejak kecil, sebagai permulaannya adalah kalimat tauhid. Seperti yang di
sebutkan pada sunah rasul saat bayi di lahirkan dari kandungan ibu ia diadzankan
dan diiqamahkan. Lain dengan masyarakat disekitar kita kadang-kadang sering
dijumpai mereka sedang mengajarkan lafal “Basmalah” atau “Alhamdulillah”
pada anaknya yang berumur dua tahun. Kemudian apabila anak-anak tersebut
sudah besar diajarkan tentang huruf hijaiyyah dari alif, ba, dan seterusnya hingga
anak tersebut fasih dalam membaca kitab suci Al-Qur‟an, bahkan lebih dari itu di
ajarkan pula tentang fiqih, mulai bersuci, sholat dan sebagainya, lalu di
ajarkannya pada anak-anak tentang tauhid yaitu tentang 20 sifat wajib bagi Allah,
dan mustahil bagi Allah.
Dilain pihak anak diperkenalkan akhlak yang mahmudah dan madzmumah,
dan juga berbakti pada orang tua termasuk ahlak terpuji, sehingga hukumnya
wajib. Sebagai keluarga muslim maka selain tanggung jawab sebagai pendidik,
maka bertambah lagi dengan menjaga anak agar menjadi muslim yang sholeh.
45
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 154
46Al Imam An Nawawi, Tarjamah Riyadhus Shalihin, tt, Bab 35 hal 3,
47
Bagi keluarga muslim yang dituntut ialah adanya rasa wajib bertanggung jawab
atas keagamaan anaknya, Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan47
. (QS.At-Tahrim/66 : 6)
Dalam ayat ini orang muslim diwajibkan untuk memelihara keluarganya
dari api neraka. Untuk dapat demikian tentulah harus dipelihara keagamaan dari
pada sianak. Ayat ini menjadi asas daripada pendidikan agama dalam keluarga
muslim. Rasa tanggung jawab orang tua untuk memaksakan keagamaan si anak.
d. Silaturahmi dengan karib kerabat
Silaturahmi berarti menghubungkan tali kasih sayang antara sesama anggota
masyarakat. Tetapi silaturahmi yang kita maksudkan disini adalah hubungan kasih
sayang yang terbatas pada hubungan dalam sebuah keluarga besar atau qarabah.
Setiap muslim harus bersikap baik kepada orang tua, anak dan saudara-
saudaranya.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah
yangMaha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang”.
Memutuskan tali persaudaraan adalah dosa besar, rahmat tertolak baginya,
berikut kawan-kawan terdekat dengannya. Oleh karena itu, setiap muslim wajib
bertaubat dari pemutusan terhadap saudara / famili, istighfar dan secepatnya
memperbaiki hubungan dengannya, agar memperoleh rahmat Allah, dan terhindar
47
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 1148
48Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 1148
48
dari api neraka. Adapun cara bersilaturahmi (menyambung persaudaraan) dapat
dilakukan dengan cara (bagi yang familinya dekat) cukup dengan menghadiahi
/memberi dan mengunjungi, jika tak mempunyai harta maka dapat memberikan
tenaga, dan bagi keluarga yang jauh dapat dilakukan dengan saling menyurati,
menelpon dan jika berkunjung lebih baik.
1. Hikmah bersilaturahmi :
a. Memperoleh ridho Allah, karena Dia yang memerintahkan
b. Membuat mereka gembira
c. Kesukaan para malaikat, karena mereka senang bersilaturahmi
d. Pujian kaum muslimin kepadanya
e. Memarahkan iblis terkutuk
f. Memanjangkan usia
g. Menambah barakah (cukup) rizkinya
h. Memupuk kasih sayang diantara keluarganya /famili
i. Menambah pahala sesudah matinya, karena selalu dikenang dan didoakan
karena kebaikannya.
2. Fungsi keluarga
Begitu pentingnya posisi keluarga dalam membangun masyarakat bangsa,
maka keluarga harus didorong untuk mengembangkan fungsi sebagai berikut ;
a. Fungsi agama
Keluarga suatu wadah terkecil untuk mendidik. Mengajarkan serta
mengimplemensikan ajaran-ajaran agama bagi kehidupan sehari-hari. Agama
mengajarkan sebuah ketaatan dan ketundukan kepada yang maha pencipta,
mengajarkan cara mengekpresikan penghambaan (ibadah) umat-Nya. Agama
membuat pesan moral, aqidah, etika, estetika yang dengan jelas memaparkan
apa hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan antar manusia , serta manusia
dengan jagad raya. Agama menjamin jika para pemeluk agama konsisten
dengan ajarannya dalam keseharian, maka masyarakat semajemuk apapun akan
hidup selaras dan harmoni.
b. Fungsi sosial budaya
49
Keluarga menjadi sentral sosialisasi dengan lingkungan dimana mereka
tinggal. Mereka akan berbaur bahkan lebur dalam arus suatu budaya tertentu.
Karenanya, keluarga harus menjadi tegar bagi pelestarian budaya luhur
sekaligus menjadi filter bagi masuknya budaya aneh atau asing yang bisa
menyebabkan disharmoni bagi kebudayaan dan peradaban nasional.
c. Fungsi cinta kasih
Dunia lahir karena cinta kasih. Begitulah dalam keluarga, antara ayah, ibu dan
anak. Hanya memberi tak harap kembali, begitulah kasih orang tua terhadap
anak yang diharapkan dapat menjadi landasan sosialisasi dengan lingkungan
sehingga tidak akan muncul sikap beringas, brutal dan kekerasan lain.
d. Fungsi perlindungan
Jaminan bebas dari rasa takut terhadap apapun, menjadi sebuah keluarga
maupun mengaktualisasikan potensi untuk memenuhi kebutuhan psigkologis,
fisikologis maupun kebutuhan sosialogisnya
e. Fungsi Pendidikan
Pendidikan yang baik adalah keteladanan atas implementasi ajaran agama oleh
orang tua kepada anak. Keteladanan yang diberikan sejak dini akan
membangun basis perilaku positif yang menjadikan anak berkembang secara
alamiah menjadi dirinya sendiri.
Berat memang fungsi yang diemban keluarga, terlebih fungsi ini secara
bersama-sama akan membawa misi kemasyarakatan bahkan misi kebangsaan. Hal
ini tak terelakkan karena dari sanalah kehidupan berangkat, dari sana pulalah tata
kehidupan dimulai.49
5. Akhlak Bermasyarakat
Masyarakat adalah sebuah keluarga besar yang ada dalam sebuah komunitas
yang didalamnya terdapat peraturan, norma ataupun adat yang tidak tertulis, yang
mana semuanya itu sebagai etika hidup dalam masyarakat, sehingga individu
masyarakat akan merasa damai dan tenteram menjalani kehidupannya. Yang
49
Zaini Ibrahim, Revitalisasi Fungsi Menuju Keluarga Sejahtera, Rindang, No.9. Th.
XXIII (April, 1998), hlm. 36
50
menarik adalah dalam pola kehidupannya dimana unsur kekeluargaan, gotong
royong, tolong menolong ataupun bantu membantu begitu hidup dan tumbuh
berkembang dari generasi ke generasi. Dan realitas itu memang tak terbantahkan.
Barangkali inilah kebenaran dari sebutan manusia selain sebagai makhluk
individu juga sebagai makhluk sosial, yang mana dalam hidupnya saling memiliki
nilai ketergantungan.
1. Kewajiban dengan masyarakat :
a. Tiap individu menyadari dengan sepenuhnya bahwa dirinya adalah bagian
dari masyarakat, sehingga dalam bertindak harus dapat menghindari
benturan-benturan dengan masyarakat.
b. Keluarga juga merupakan bagian dari masyarakat, untuk itu orang tua harus
bisa memberi uswah khasanah pada anak-anaknya.
c. Karena individu dan keluarga itu merupakan bagian dari masyarakat, sudah
barang tentu merupakan suatu kewajiban untuk ikut memelihara
masyarakat agar kehidupan masyarakat itu berlangsung dengan baik.
d. Berpartisipasi dalam pengupayaan dan penghidupan organisasi
kemasyarakatan.
2. Adat Masyarakat
Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat norma yang dianggap sebagai
adat oleh masyarakat, antara lain :
a. Bertamu dan menerima tamu
Sebelum memasuki rumah tangga orang lain hendaklah yang bertamu
memohon ijin dan memberi salam terlebih dahulu kepada penghuni rumah.
Meminta ijin bisa dilakukan dengan kata-kata (salam), dengan mengetuk pintu,
menekan tombol bel atau cara lain yang dikenal baik dalam masyarakat.
Dianjurkan untuk tidak memasuki rumah yang bukan rumahnya sendiri
sebelum mendapat ijin dari penghuninya. Allah SWT berfirman :
51
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan
rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya.
yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu tidak
menemui seorangpun didalamnya, Maka janganlah kamu masuk sebelum kamu
mendapat izin. dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, Maka
hendaklah kamu kembali. itu bersih bagimu dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan”.50
(QS. An-Nuur/24 : 27-28)
Menerima dan memuliakan tamu tanpa membeda-bedakan status sosial
mereka adalah salah satu sifat yang sangat dianjurkan dalam Islam. Rasulullah
saw bersabda :
“Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw, beliau bersabda : Barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia
menyambung tali persahabatan, dan Barang siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik-baik saja atau hendaklah ia diam
saja.”51
(HR. Bukhori - Muslim).
Memuliakan tamu dapat dilakukan dengan menyambut kedatangannya
dengan muka yang manis dan tutur kata yang lemah lembut, mempersilahkannya
duduk ditempat yang baik dan jika ada dihidangkan minuman dan makanan
sekedarnya.
b. Hubungan baik dengan tetangga
Sebagai makhluk sosial kita hidup dimasyarakat sudah pasti bertetangga.
Allah SWT memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada tetangga.
Firman Allah :
50
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 690
51Drs. Muslih Shabir, MA, Tarjamah Riyadhus Shalihin, hlm. 359
52
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-
anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294],
dan teman sejawat, Ibnu sabil[295] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.52
[294] Dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat, hubungan
kekeluargaan, dan ada pula antara yang Muslim dan yang bukan Muslim.
[295] Ibnus sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan ma'shiat yang kehabisan
bekal. Termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu bapaknya.
Seorang muslim harus peduli dan memperhatikan tetangganya.
Mengulurkan tangan untuk membantu mengatasi kesulitan hidup yang dihadapi
oleh tetangganya. Jangan sampai terjadi seseorang dapat tidur dengan nyenyak
sementara tetangganya menangis kelaparan. Firman Allah :
“..... dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, ....”.53
c. Hubungan baik dengan masyarakat
Selain dengan tamu dan tetangga, seorang muslim juga harus dapat
berhubungan baik dengan masyarakat yang lebih luas, baik dilingkungan
pendidikan, kerja, sosial dan lingkungan lainnya. Baik dengan orang-orang yang
seagama maupun dengan pemeluk agama lain. Dalam hubungannya dengan
masyarakat non muslim, Islam mengajarkan kepada kita untuk toleransi, yakni
menghormati keyakinan umat lain tanpa berusaha memaksakan keyakinan kita
kepada mereka. Toleransi bukanlah berarti mengakui kebenaran agama mereka,
tapi hanya sebatas mengakui keberadaan agama mereka. Toleransi bukan berarti
52
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 155-156
53Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 200
53
kompromi dalam berkeyakinan dan beribadah. Keyakinan dan ibadah dilakukan
sesuai dengan agama masing-masing. Allah SWT berfirman :
“Untukmu agamamu, dan untukkulagh, aamaku."54
(Q.S. al-Kafirun/109 : 6)
D. Metode Pendidikan Akhlak
Berkaitan dengan pendidikan akhlak, ada beberapa metode yang dapat
digunakan55
:
1. Metode Ceramah
Yaitu penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap anak didik
dikelas. Dengan kata lain dapat pula dikatakan bahwa metode ceramah atau
lecturing itu adalah suatu cara penyajian informasi melalui penerangan dan
penuturan secara lisan oleh guru terhadap siswanya.
2. Metode Keteladanan (Uswah Hasanah)
Melalui metode ini orang tua atau pendidik dapat memberi contoh atau
teladan bagaimana cara berbicara, bersikap, beribadah dan sebagainya. Maka anak
atau peserta didik dapat melihat, menyaksikan dan meyakini cara sebenarnya
sehingga dapat melaksanakannya dengan lebih baik dan lebih mudah. Firman
Allah SWT :
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. al-Ahzab/33 : 21)56
3. Metode Pembiasaan
54
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 1291
55 www.pusatpanduan.com/pdf/ metode-metode. diakses tgl 31 Mei 2011, 02.00 – 03.30
AM 56
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 832
54
Metode pembiasaan dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk
mengubah kebiasaan-kebiasaan negatif menjadi kebiasaan atau perilaku positif.
Dalam upaya menciptakan kebiasaan yang baik / positif ini dapat dilakukan
dengan dua cara, antara lain ditempuh dengan proses bimbingan dan latihan serta
dengan cara mengkaji aturan-aturan Tuhan yang terdapat dialam raya yang
bentuknya amat teratur. Pembiasaan yang baik sangat penting bagi pembentukan
watak anak atau peserta didik dan juga akan terus berpengaruh pada anak itu
sampai hari tuanya. Menanamkan pembiasaan pada anak-anak terkadang sukar
dan memakan waktu lama. Akan tetapi segala sesuatu yang telah menjadi
kebiasaan akan sukar pula diubah. Maka dari itu, lebih baik menjaga anak-anak
atau peserta didik supaya mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang baik daripada
terlanjur memiliki kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik.
4. Metode Nasihat
Metode inilah yang sering digunakan oleh orang tua atau pendidik terhadap
anak atau peserta didik dalam proses pendidikannya. Memberi nasihat tentang
kebaikan sebenarnya menjadi kewajiban setiap muslim, seperti tertera dalam surat
al-Ashr :
“kecuali orang-orang yang beriman da mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran”57
.
5. Metode Kisah atau Cerita
Adalah suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan
menuturkan secara kronologis bagaimana terjadinya suatu hal, baik yang
sebenarnya ataupun yang rekaan saja. Adapun tujuan yang diharapkan melalui
metode ini adalah : agar anak atau peserta didik dapat memetik hikmah dan
mengambil pelajaran dari kisah-kisah yang disampaikan.
6. Metode pemberian hadiah dan Hukuman
57
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 1284
55
Metode pemberian hadiah atau reward ini tujuannya memberikan apresiasi
kepada peserta didik karena telah melakukan tugas dengan baik dan hadiah yang
diberikan tidak harus berupa materi.
Sedangkan hukuman dimaksudkan untuk memberi efek jera kepada peserta
didik agar tidak mengulangi kesalahan-kesalahannya lagi. Agama Islam
memberikan arahan dalam memberi hukuman terhadap anak atau peserta didik
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Jangan menghukum ketika marah, karena ketika marah akan lebih bersifat
emosional yang dipengaruhi nafsu syaithaniyah
b. Jangan sampai menyakiti perasaan dan harga diri anak atau orang yang
dihukum
c. Jangan sampai merendahkan derajat dan martabat, misalnya dengan menghina
dan memaki didepan umum
d. Jangan menyakiti secara fisik
e. Bertujuan merubah perilaku yang kurang baik atau tidak baik menjadi perilaku
yang terpuji.
______________________
56
BAB IV
ANALISA MATERI PENDIDIKAN AKHLAK
ANAK DIDIK MENURUT PERSPEKTIF ISLAM
A. Proses Pendidikan Akhlak
Sesuai dengan tujuan pendidikan akhlak adalah untuk menyiapkan manusia
(peserta didik) agar memiliki sikap dan perilaku yang terpuji baik ditinjau dari
segi norma-norma agama maupun norma-norma sopan santun, adat istiadat dan
tata krama yang berlaku di masyarakat dalam perilaku sehari-hari dalam konteks
sosio-kulural yang berbhineka sepanjang hayat, maka diperlukan adanya sarana
yang menunjang proses pendidikan akhlak. Sarana untuk menyampaikan
pendidikan akhlak bisa ditempuh melalui beberapa cara yaitu (a) memanfaatkan
substansi dan praksis mata pelajaran yang relevan, (b) memanfaatkan tatanan dan
iklim sosial budaya dunia pendidikan yang sengaja dikembangkan sebagai
lingkungan pendidikan yang memancarkan akhlak/moral luhur dan (c)
memanfaatkan media massa dan lingkungan masyarakat secara selektif dan
adaftif.
Ada beberapa macam proses pendidikan untuk membentuk akhlak yang
baik;1
a. Melalui Pemahaman (ilmu)
Pemahaman ini dilakukan dengan cara menginformasikan tentang hakikat
dan nilai-nilai kebaikan yang terkandung didalam obyek itu. Sebagai contoh,
taubat adalah obyek akhlak, oleh karena taubat dengan segala hakikat dan nilai-
nilai kebaikannya harus diberikan kepada si penerima pesan, bisa anak didik,
santri bahkan diri sendiri. Si penerima pesan selalu diberi pemahaman tentang
obyek itu sehingga ia benar-benar memahami dan meyakini bahwa obyek itu
benar-benar berharga dan bernilai dalam kehidupannya baik didunia maupun
akhirat.
Penjelasan tersebut sesuai dengan teori pembentukan sikap yakni bahwa
sikap itu muncul melalui proses kognisi (ilmu), afeksi (hal/ahwal) dan konasi
1 Nasirudin, M.Ag, Pendidikan Tasawuf, hlm. 36-41
57
(amal). Kognisi berarti pengetahuan atau keyakinan seseorang terhadap sesuatu.
Afeksi berarti perasaan batin (perasaan suka atau tidak suka) terhadap obyek
akhlak dan konasi berarti kecenderungan seseorang untuk melakukan atau
bertindak terhadap sesuatu itu. Proses pemahaman itu berupa pengetahuan dan
informasi tentang betapa pentingnya akhlak mulia dan betapa besarnya kerusakan
yang akan timbul akibat akhlak yang buruk.
Pemahaman berfungsi memberikan landasan logis teoritis mengapa
seseorang harus berakhlak mulia dan harus menghindari akhlak tercela. Dengan
pemahaman seseorang menjadi tahu, insaf dan terdorong untuk senantiasa
berakhlak mulia. Pemahaman dapat bersumber dari al-Qur’an, Sunnah maupun
pernyataan-pernyataan etis dari orang salih. Proses pemahaman ini bisa dilakukan
sendiri maupun oleh orang lain seperti guru, kyai, ustad, orang tua dan orang-
orang yang merasa bertanggung jawab untuk membentuk akhlak yang mulia.
Proses pemahaman melalui orang lain dapat dilakukan melalui proses pengajaran
dengan berbagai metode seperti ceramah, cerita, diskusi, nasehat, penugasan dan
lain sebagainya. Firman Allah :
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi
kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan
jangan kamu menyembunyikannya...," .2(QS. Ali Imran/3:187)
b. Melalui Pembiasaan (amal)
Proses pembiasaan menekankan pada pengalaman langsung. Pembiasaan
berfungsi sebagai :
1. Penguat terhadap obyek pemahaman yang telah masuk kedalam hatinya yakni
sudah disenangi disukai dan diminati serta sudah menjadi kecenderungan
bertindak.
2 Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, hlm. 137
58
2. Perekat antara tindakan akhlak dan diri seseorang. Semakin lama seseorang
mengalami suatu tindakan maka tindakan itu akan semakin rekat dan akhirnya
menjadi sesuatu yang tak terpisahkan dari diri dan kehidupannya dan akhirnya
tindakan itu menjadi akhlak.
3. Penjaga akhlak yang sudah melekat pada diri seseorang. Semakin tindakan
akhlak itu dilaksanakan secara terus menerus maka akhlak yang sudah melekat
itu akan semakin terjaga.
Pembiasaan sangat diperlukan dalam pembentukan akhlak karena hati
seseorang sering berubah-ubah meskipun kelihatannya tindakan itu sudah
menyatu dengan dirinya. Lingkungan pendidikan dapat menerapkan proses
pembiasaaan melalui penerapan aturan-aturan tertentu, misalnya lembaga
pendidikan mewajibkan peserta didik perempuannya untuk menutup aurat dalam
proses belajar mengajar. Keluarga menetapkan aturan bahwa TV tidak boleh
dihidupkan antara waktu maghrib dan isya’. Begitu juga seseorang dapat
membuat aturan sendiri
c. Melalui Teladan yang Baik (Uswah Hasanah)
Uswatun hasanah merupakan pendukung terbentuknya akhlak mulia.
Uswataun hasanah lebih mengena apabila muncul dari orang-orang terdekat. Guru
menjadi contoh bagi murid-muridnya, orang tua menjadi contoh yang baik bagi
anak-anaknya, kyai menjadi contoh yang baik bagi santrinya, atasan menjadi
contoh yang baik bagi bawahannya. Tingkah laku perbuatan Rasulullah saw
merupakan contoh yang baik bagi umatnya, sebagaimana firman Allah :
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”3 (QS. Al-Ahzab/33 : 21)
3Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, hlm. 832
59
Dalam ayat diatas jelas berisi anjuran dan perintah agar orang tua, guru,
kyai, dan pemimpin tidak hanya memberi contoh tapi yang terpenting adalah
menjadi contoh (uswatun hasanah). Contoh yang baik dan lingkungan yang baik
akan lebih mendukung seseorang untuk menentukan pilihan akhlak yang baik.
Demikian juga dengan contoh baik yang ada disuatu lingkungan akan semakin
meyakinkan seseorang untuk senantiasa berada pada nilai-nilai baik yang
diyakininya itu.
Ketiga proses tersebut tidak boleh dipisah-pisahkan, karena proses yang satu
akan memperkuat proses yang lain. Pembentukan akhlak yang hanya
menggunakan proses pemahaman tanpa pembiasaan dan uswatun hasanah akan
bersifat verbalistik dan teoritik. Proses pembiasaan tanpa pemahaman hanya akan
menjadikan manusia-manusia seperti robot yakni berbuat tanpa memahami
makna. Akhlak yang hanya dihasilkan oleh proses seperti ini akan mudah roboh.
Demikian juga, pembentukan akhlak yang tanpa didukung oleh teladan orang-
orang terdekat akan berjalan lamban.
B. Interaksi Materi Pendidikan Akhlak Dilingkungan Keluarga, Sekolah
Dan Masyarakat
1. Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga
Semua ajaran Islam bermuara pada akhlak. Syariat menggariskan tingkah
laku perbuatan yang bernilai akhlak. Dengan perintah-perintahnya syariat
membina akhlak yang positif dan dengan larangan-larangannya syariat
menjauhkan nilai negatif dari akhlak. Pendidikan Islam (akhlak ) dalam keluarga
sangat besar pengaruhnya terhadap kepribadian anak didik, karena itu suasana
pendidikan yang dialaminya pertama-tama akan selalu menjadi kenangan
sepanjang hidupnya. Orang tua memegang peranan penting dalam membentuk
kepribadian akhlak anak didik. Anak dilahirkan dalam keadaan suci, adalah
menjadi tanggung jawab orang tua untuk mendidiknya (QS. 66 : 6). Disinilah
letak tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak-anaknya, karena anak adalah
amanat Allah yang diberikan kepada kedua orang tua yang kelak akan diminta
pertanggungjawaban atas pendidikan anak-anaknya. Kewajiban orang tua untuk
60
mendidik anak-anaknya dalam hal pendidikan agama dan pendidikan umum
termasuk didalamnya pendidikan ketrampilan agar kelak anak-anak itu dapat
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.4 Sebagaimana disebutkan
dalam Al-Qur’an :
“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan Kami, berilah
Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa
neraka"5 (QS. Al-Baqarah/2 : 201)
2. Pendidikan Akhlak di Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang penting sesudah keluarga, karena
makin besar kebutuhan anak, maka orang tua menyerahkan tanggung jawabnya
sebagian kepada lembaga sekolah. Sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga
dalam mendidik anak, memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak
mengenai apa yang tidak dapat atau tidak ada kesempatan orang tua untuk
memberikan pendidikan dan pengajaran dalam keluarga.
Pendidikan budi pekerti (akhlak) dan keagamaan yang diselenggarakan
disekolah-sekolah haruslah merupakan kelanjutan, setidak-tidaknya jangan
bertentangan dengan apa yang diberikan dalam keluarga. Pendidikan kearah
pemilikan akhlak yang luhur untuk para siswa merupakan tanggung jawab semua
guru. Oleh karena itu, pembinaannya pun harus oleh semua guru. Dengan
demikian kurang tepat jika dikatakan bahwa mendidik para siswa agar memiliki
akhlak luhur hanya tanggung jawab guru mata pelajaran tertentu, misalnya guru
PPKn atau guru agama saja. Walaupun dapat dimengerti bahwa porsi yang
dominan untuk mengajarkan (pelajaran akhlak) adalah guru yang relevan dengan
pelajaran tersebut.
Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah
merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan
yang terpikul dipundak para orang tua. Agama Islam sangat menghargai orang-
4Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 178
5 Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, hlm. 60
61
orang yang berilmu pengetahuan (guru/ulama), sehingga hanya mereka sajalah
yang pantas mencapai taraf ketinggian dan keutuhan hidup. Firman Allah :
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.6(Q.S. Al-Mujadilah/58 : 11)
Untuk menjadi seorang guru yang dapat mempengaruhi anak didik ke arah
kebahagiaan dunia dan akhirat sesungguhnya tidaklah ringan, artinya ada syarat -
syarat yang harus dipenuhi. Adapun syarat - syarat untuk menjadi guru antara
lain7 : Takwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmani, baik akhlaknya, bertanggung
jawab dan berjiwa nasional. Yang dimaksud akhlak yang baik dalam Pendidikan
Islam adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti dicontohkan oleh
pendidik utama, Muhammad saw, diantara akhlak guru tersebut adalah :
a. Mencintai jabatannya sebagai guru
b. Bersikap adil terhadap semua muridnya
c. Berlaku sabar dan tenang
d. Guru harus wibawa
e. Guru harus gembira
f. Guru harus bersifat manusiawi
g. Bekerja sama dengan guru-guru lain
h. Bekerja sama dengan masyarakat
Mengenai tugas guru, ahli-ahli pendidikan Islam juga ahli pendidikan barat
telah sepakat bahwa tugas guru adalah mendidik. Dalam literatur yang ditulis oleh
para ahli pendidikan Islam, tugas guru memiliki peran yang strategis dalam
rangka meningkatkan kemampuan (kognisi, afeksi dan motorik) anak didik.
Selain itu juga guru berupaya mengarahkan anak didik untuk menuju manusia
paripurna. Diantara tugas guru antara lain :
a. Guru harus mengetahui karakter seorang murid;
b. Guru harus selalu berusaha meningkatkan keahliannya;
6Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, hlm. 1112
7Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 41- 44
62
c. Guru harus mampu mengantarkan anak didik kearah pembentukan
moral/akhlak mulia.
Ketiga tugas guru ini, merupakan sebagian dari beberapa tugas pokok
seorang guru. Namun begitu, ketiganya dianggap mewakili dari sekian jumlah
tugas guru. Untuk itu seorang guru perlu dibantu dengan kekuatan dirinya sendiri
dalam upaya menolong anak didiknya menjadi manusia yang mampu
mengamalkan nilai-nilai normatif dalam lingkungannya. Dalam hal ini semua
guru harus menjadi sosok teladan yang berwibawa bagi para siswanya.
Perlu dimengerti bahwa pendidikan akhlak menghendaki keterpaduan dalam
pembelajaran dengan semua mata pelajaran. Pendidikan akhlak diintegrasikan
kedalam semua mata pelajaran, dengan demikian akan menghindarkan adanya
mata pelajaran baru, alat indoktrinasi, media penyaluran kepentingan dan
pelajaran hafalan yang membosankan dan menjemukan.
3. Pendidikan Akhlak di Lingkungan Masyarakat
Proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang bermula dari keluarga,
kemudian ditambah dan dilengkapi dengan pendidikan dan pengajaran disekolah
yang selanjutnya dimantapkan oleh masyarakat yang selaras dengan sesuatu yang
diperolehnya dalam lingkungan keluarga dan sekolah. Proses ini jelas merupakan
suatu proses yang saling mempengaruhi dalam dunia pendidikan. Terhadap
pendidikan anak-anak, masyarakat mempunyai pengaruh yang sangat besar.
Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan. Secara
sederhana masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok
yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan dan agama. Pemimpin dan
penguasa dari masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
pendidikan. Sebab tanggung jawab pendidikan pada hakikatnya merupakan
tanggung jawab moral dari setiap orang dewasa baik sebagai perseorangan
maupun sebagai kelompok sosial. Tanggung jawab ini ditinjau dari segi ajaran
Islam, secara implisit mengandung pola tanggung jawab pendidikan.
63
Prof. Dr. Oemar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany8
mengemukakan
sebagai berikut:
Diantara ulama-ulama mutakhir yang telah menyentuh persoalan tanggung
jawab adalah Abbas Mahmud Al-Akkad yang menganggap rasa tanggung jawab
sebagai salah satu ciri pokok bagi manusia pada pengertian Al-Qur’an dan Islam,
sehingga dapat ditafsirkan manusia sebagai : “Makhluk yang bertanggung jawab”.
Firman Allah :
“... tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.9 (QS. Ath-
Thur/52 : 21)
Sekalipun Islam menekankan tanggung jawab perseorangan dan pribadi
bagi manusia dan menganggapnya sebagai asas, ia tidaklah mengabaikan
tanggung jawab sosial yang menjadikan masyarakat sebagai masyarakat
solidaritas, berpadu dan bekerja sama membina dan mempertahankan kebaikan.
Semua anggota masyarakat memikul tanggung jawab membina, memakmurkan,
memperbaiki, mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang makruf, melarang
yang mungkar dimana tangung jawab manusia melebihi perbuatan-perbuatannya
dan maksud-maksudnya, sehingga mencakup masyarakat tempat ia hidup dan
alam sekitar yang mengelilinginya. Islam tidak membebaskan manusia dari
tanggung jawab tentang apa yang berlaku pada masyarakatnya dan apa yang
terjadi disekelilingnya atau terjadi dari orang lain. Terutama jika orang lain itu
termasuk orang yang berada dibawah perintah dan pengawasannya seperti istri,
anak dan lain-lain. Firman Allah :
8Oemar Mohammad Al-Toumy Al-syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, alih Bahasa
Hasan Langgulung, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), hlm. 381-390
9Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, hlm. 1061
64
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar,
merekalah orang-orang yang beruntung.10
(Q.S. Ali Imran/3 : 104)
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik”.11
(Q.S. Ali Imran/3 : 110)
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana12
.(Q.S. At-Taubah/9 : 71)
Dengan demikian jelaslah bahwa tanggung jawab dalam Islam bersifat
perseorangan dan sosial sekaligus. Selanjutnya siapa yang memiliki syarat-syarat
ini tidak hanya bertangung jawab terhadap perbuatannya dan perbaikan dirinya
(akhlak), tetapi juga bertanggung jawab terhadap perbuatan orang-orang yang
berada dibawah perintah, pengawasan, tanggungannya dan perbaikan
masyarakatnya. Ini berlaku atas diri pribadi, istri, bapak, guru, golongan,
lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah.
_________________________
10
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, hlm. 116
11Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, hlm. 117
12Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, hlm. 378
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari uraian di atas, maka konsep materi pendidikan akhlak anak
didik dalam perspektif Islam dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pendidikan akhlak merupakan suatu proses mendidik, memelihara,
membentuk dan memberikan latihan mengenai akhlak dan kecerdasan
berpikir baik yang bersifat formal maupun informal yang didasarkan pada
ajaran-ajaran Islam. Dan pada sistem pendidikan Islam ini khusus
memberikan pendidikan tentang akhlak dan moral yang bagaimana yang
seharusnya dimiliki oleh seorang muslim agar dapat mencerminkan
kepribadian seorang muslim.
2. Pendidikan akhlak mencakup tujuan dan materi. Adapun tujuan dari
pendidikan akhlak adalah menyiapkan manusia (peserta didik) agar
memiliki sikap dan perilaku yang terpuji menurut norma-norma agama
maupun norma-norma sopan santun atau adat istiadat yang berlaku
dimasyarakat atau dengan kata lain agar setiap orang berbudi pekerti /
berakhlak mulia, bertingkah laku yang baik sesuai dengan ajaran Islam.
Sedangkan materi dari pendidikan akhlak (Islam) secara umum meliputi
pendidikan keimanan, pendidikan moral/akhlak, pendidikan fisik/jasmani,
pendidikan rasio/akal, pendidikan kejiwaan dan pendidikan seksual. Adapun
secara khusus meliputi akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap Rasulullah
Saw, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak dalam keluarga, dan akhlak
bermasyarakat. Jadi tujuan dan materi dalam pendidikan akhlak adalah
semata-mata untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dunia dan
akhirat. Metode yang digunakan dalam pendidikan akhlak meliputi metode
ceramah, metode keteladanan/ uswah hasanah, pembiasaan, nasihat,
kisah/cerita dan metode pemberian hadiah dan hukuman.
66
B. Kata Penutup
Segala puji bagi Allahyang telah memberikan petunjuk bagi penulis untuk
dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan ini jauh dari
sempurna. Hal ini karena keterbatasan penulis sehingga terdapat kekurangan-
kekurangan, maka dari itu penulis sangat membutuhkan kritik dan saran yang
kontraktif guna lebih sempurnanya skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis khususnya juga pembaca pada umumnya.
Selanjutnya penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa tanpa bantun dari
semua pihak yang terkait, rasanya sulit skripsi ini terselesaikan. Oleh karenanya
penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. Semoga amal
kebaikannya menjadi pahala disisi Allah SWT. Amin
Penulis
67
3. Pendidikan menurut bahasa adalah mendidik, melatih, memelihara dan
membimbing. Sedangkan pendidikan menurut istilah adalah pendidikan kita
artikan sebagai latihan mental, moral dan fisik yang menghasilkan manusia
berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab
dalam masyarakat selaku hamba Allah, maka pendidikann berarti
menunbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan tanggung
jawab.
4. Akhlak menurut bahasa berasal dari bahasa arab yang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat. Menurut pengertian sehari-hari umumnya
akhlak itu disamakan dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun.
Sedangkan akhlak menurut istilah adalah kehendak jiwa manusia yang
menimbulkan pernbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan
pikiran terlebih dahulu. Atau akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak
yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi membawa
kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak yang
baik) atau pihak yang jahat (dalam hal pihak yang jahat).
5. Sesuatu yang dikatakan baik apabila ia memberikan kesenangan, kepuasan,
kenikmatan, sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan buruk apa yang
dinilai tidak menyenangkan dan tidak memberikan kepuasan karena tidak
sesuai dengan yang diharapkan, sehingga ini dinilai negatif oleh orang lain.
6. Dalam rangka mensosialisakan nilai-nilai luhur Islam, dalam praktek
pendidikan diperlukan nilai-nilai akhlak dan melibatkan pada operasional
nilai-nilai tersebut. Pendidikan Islam yang mengutamakan pendidikan
akhlak tidak hanya berfungsi sebagai sarana untuk memtransformasi ilmu
pengetahuan secara akademik lewat jalur pendidikan formal, akan tetapi
68
pada dasarnya merupakan sebuah institusi soaial, fungsi pendidikannya
secara ideal menjadi fungsi budaya untuk melestarikan dan mengembankan
sistem nilai masyarakatnya sebagai suatu organized intelegence. Maka
pendidikan akhlak menjadi centrum dari berbagai kecerdasan yang
diorganisasi untuk menyelengarakan sebuah lingkungan masyarakat yang
beradab. Karenanya diskursus tentang pendidikan akhlak, harus diangkat
dari penelaahan konsep dan hakikat manusia.
7. Setiap guru mengajar tentunya harus membelajarkan siswanya sesuai
dengan tujuan utuh pendidikan. Tuijuan utuh pendidikan jauh lebih luas dari
misi pengajran yang dikemas dalam tujuan khusus pendidikan.
8. Metode-metode yang digunakan dalm proses pendidikan akhlak antara lain
adalah metode ceramah, metode keteladanan (uswah hasanah), metode
pembiasaan metode nasihat, metode kisah atau cerita dan metode pemberian
hadiah atau hukuman.
Penulis
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Achmadi, Abu, Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung : CV Pustaka
Setia, 1997
Amin, Ahmad, Etika (Ilmu Aklak), Jakarta : Bulan Bintang, 1975
al-Attas, Muhammad Naquib, Konsep Pendidikan Dalam Islam, Bandung :
Mizan, 1988
al-Ghazali, Abu Hamid, Ihya’ Ulumuddin, Juz III, Usaha Keluarga Semarang, tt
------, Ihya’ Ulumuddin, Juz IV, Semarang, Maktabah Usaha Keluaga, tt
Al-Qusyairi, al-Risalah al-Qusyairiyyah, al-Bab al-Taubat, Juz I, Maktabah
Syamila, tt
al-Toumy as-Syaibany, Oemar Muhammad, Falsafah Pendidikan Islam, alih
bahasa Dr. Hasan Langgulung, Jakarta : Bulan Bintang, 1979
at-Tirmidzy, Sunan, Al-Jami’us shahih, Juz III, Maktabah Salafiyyah, Madinah al-
Munawarah, tt
An-Nawawi, al-Imam, Tarjamah Riyadhus Shalihin, Bab XXXV, ttp, tt
Basyir, Ahmad Azhar, Filsafat Ibadah Dalam Islam, Yogyakarta : BPFH UII,
1987
Bahreisy,Salim, Tarjamah Riyadhus shalihin I, Bandung : PT Al Ma’arif, 1986
Daradjat, Zakiah, Metodologi Pengajaran Agama, Yogyakarta : Indra Buana,
1999
Tim Departemen Agama RI, , Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Proyek
Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1984
------, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang : PT Karya Toha Putra, 1988
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta : Balai Pustaka, 1997
Hasan, Ali M, Tuntunan Akhlak, Jakarta : Bulan Bintang, 1982
Hawwa, Said, Tarkiyatun Nafs Inti sari Ihya’ Ulumuddin, Terj. Tim Kuwais,
Jakarta : Darus Salam, 2005
Ibrahim, Zaini, Revitalisasi Fungsi Menuju Keluarga sejahtera, Rindang, No. 9
Tahun XXIII, 1998
Ilyas, Yunahar H, Kuliah Akhlak, Cet. IX, Yogyakarta : Lembaga Pengkajian dan
Pengamalan Ilmu (LPPI), Pustaka Pelajar Offset, Desember 2007
Jalaludin, Teologi Pendidikan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003
Mahjudin, Kuliah Akhlak - Tasawuf, Jakarta : Kalam Mulia, 1991
Mahmud, Ali Abdul Halim, Tarbiyah Khuluqiyah, Solo : Insani Press, Cet.III,
2003
Marimba, Ahmad D, Pengantar Filsafat Islam, Bandung : PT Al Ma’arif, 1989
Maskawaih, Ibnu, Tahdzib al-Akhlaq, Bab I, Maktabah Syamila, tt
Muchtar, Heri Jauhari, Fikih Pendidikan, Bandung : PT Temaja Rosda Karya,
2005
Mujib, Abdul, Muhaimin, , Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung : Trigenda
Karya, 1993
Nashih Ulwan, Abdullah, Pedoman Pendidikan Akhlak Dalam Islam, Jil.I,
Semarang : CV Asyifa, 1988
Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, Semarang, Rasail Media Group, 2009
Permendiknas, Lampiran No. 22 Tahun 2006, Standar Isi, inas Pendidikan, 2007
Ridla, M.Rasyid, Tafsir al-Manar, Jilid IV, Beirut, Dar al Fikr, tt
Shabir, Muslich, TarjamahRiyadhus Shalihin, Jil.I, Semarang : PT Karya Toha
Putra, 2004
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Bandung : Mizan, 1996
Surya Brata, Sumadi, Psikologi Pendidikan, Jakarta : UGM Rajawali Press, 1984
Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta : PT Rineka Cipta, 1999
www.artikata.com/arti-325206-didik.php. diakses tgl 13 Januari 2011
www.pusatpanduan.com/pdf/metode-metode. diakses tgl 31 Mei 2011
Zaein, Moh. H, Metodologi Pengajaran Agama, Yogyakarta : Indra Buana, 1999
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1995
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
1. Nama Lengkap : Muhamad Lazim
2. Tempat & Tgl. Lahir : Mantingan, Salam, Magelang, 4 Juli 1972
3. NIM : 093111245
4. Alamat Rumah : Rt 01 / RW 04 Madon Mantingan Salam Magelang
HP : 081802711162
e-mail : -
B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidkan Formal
a. SD : SD Negeri Ngluwar II 1985
b. SMP : SMP Muhammadiyah Ngluwar 1988
c. SLTA : MAS Ma’arif Ngluwar 1993
d. D2 : IAIN Walisongo Semarang 2001
e. S1 : IAIN Walisongo Semarang 2011
Semarang, 6 Juni 2011
Muhamad Lazim
NIM : 093111245