konsep mohammad fauzil adhim tentang pendidikan …
TRANSCRIPT
KONSEP MOHAMMAD FAUZIL ADHIM TENTANG
PENDIDIKAN KEIMANAN PADA ANAK
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Program Studi
Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
NIDAA’AN KHAFIYYA
105191106617
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1442 H/2021 M
i
KONSEP MOHAMMAD FAUZIL ADHIM TENTANG
PENDIDIKAN KEIMANAN PADA ANAK
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Program Studi
Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
Nidaa’an Khafiyya
105191106617
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1442 H/2021 M
ii
iii
iv
v
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Nidaa’an Khafiyya
NIM : 105191106617
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Fakultas : Agama Islam
Kelas : C
Dengan ini menyatakan hal sebagai berikut:
1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi, saya
menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun)
2. Saya tidak melakukan penjiplakan (Plagiat) dalam menyusun skripsi ini
3. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2 dan 3 maka
bersedia untuk menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.
Makassar, 17 Dzulhijjah 1442 H
26 Juli 2021 M
Yang Membuat Pernyataan
Nidaa’an Khafiyya
NIM: 105191105317
vi
ABSTRAK
Nidaa’an Khafiyya. 105191106617. Konsep Mohammad Fauzil Adhim
tentang Pendidikan Keimanan pada Anak. Dibimbing oleh Mutakallim Sijal
dan Nurhidaya M.
Penelitian ini merupakan upaya penggalian konsep Mohammad Fauzil
Adhim tentang pendidikan keimanan pada anak. Adapun rumusan
masalahnya pada skripsi ini adalah (1) Bagaimana konsep pendidikan
keimanan yang harus diajarkan kepada anak menurut Muhammad Fauzil
Adhim? (2) Bagaimana metode-metode pendidikan keimanan kepada anak
menurut Muhammad Fauzil Adhim?
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, dengan menganalisa
buku-buku atau teks yang berkaitan dengan pemikiran Mohammad Fauzil
Adhim. Buku-buku mengenai pendidikan keimanan, mendidik anak serta
tulisan tentang parenting baik di artikel, penelitian, disertasi maupun jurnal
yang dikumpulkan kemudian analisis terkait dengan pembahasan Konsep
Mohammad Fauzil Adhim tentang Pendidikan Keimanan pada Anak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) menurut Mohammad Fauzil
Adhim keimanan adalah kesediaan untuk mengakui, menerima dan berserah
diri kepda Allah Ta’ala yang dinyatakan secara lisan dan diwujudkan
dengan perbuatan, serta mengikatkan diri dengan Islam dan memiliki
komitmen kepadanya, menjadikan Al-Qur’an dan Hadits sebagai
pegangannya didalam kehidupan. Adapun secara garis besar menurut
Mohammad Fauzil Adhim materi pendidikan keimanan pada anak yaitu
dengan mengenalkan Allah kepada anak seperti membacakan kalimat tauhid
pada anak, membina iman anak, mengajarkan Al-Qur’an, menumbuhkan
kecintaan anak terhadap agama Islam, mengajarkan mereka berislam dengan
Ihsan dan mendorong untuk berdakwah. (2) metode pendidikan keimanan
menurut Mohammad Fauzil Adhim adalah metode motivasi, kasih sayang,
pembiasaan, keteladanan nasihat dan ditambah dengan metode hukuman.
Kata Kunci: Pendidikan Keimanan, Anak, Mohammad Fauzil Adhim
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..........................................................................
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
SURAT PENGESAHAN SKRIPSI ....................................................... ii
BERITA ACARA MUNAQASYAH .................................................... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................... v
ABSTRAK .............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 10
E. Metodologi Penelitian
1. Desain Penelitian .................................................................. 10
2. Sumber Data ......................................................................... 12
3. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 12
4. Teknik Analisis Data ............................................................ 12
F. Penegasan Istilah ........................................................................ 13
BAB II BIOGRAFI MOHAMMAD FAUZIL ADHIM
A. Biografi ...................................................................................... 17
B. Karya-Karya Mohammad Fauzil Adhim ................................... 20
BAB III KONSEP MOHAMMAD FAUZIL ADHIM TERKAIT
PENDIDIKAN KEIMANAN BAGI ANAK
A. Hakikat Pendidikan Anak .......................................................... 24
B. Dasar Pendidikan Keimanan pada Anak .................................... 26
C. Indikator Keimanan .................................................................... 28
D. Materi Pendidikan Keimanan ..................................................... 29
viii
E. Urgensi Pendidikan Keimanan pada Anak Menurut Mohammad
Fauzil Adhim ............................................................................... 44
BAB IV ANALISA METODE PENDIDIKAN BAGI ANAK MENURUT
MOHAMMAD FAUZIL ADHIM
A. Analisis Konsep Mohammad Fauzil Adhim tentang Pendidikan
Keimanan pada Anak dengan Pemikiran Tokoh Lain ................ 47
B. Metode Pendidikan Keimanan pada Anak menurut Mohammad
Fauzil Adhim ............................................................................... 61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 71
B. Saran ........................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 73
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................ 78
LAMPIRAN ............................................................................................ 79
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah yang Maha Kuasa telah
melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
diberikan kemudahan dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Shalawat
serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan besar kita Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya serta orang
mukmin yang mengikutinya. Berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir skripsi ini dengan judul “Konsep Mohammad
Fauzil Adhim tentang Pendidikan Keimanan pada Anak”. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar S1
Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan didalam skripsi
ini dan tanpa bantuan dari banyak pihak maka tidak akan mungkin penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar. Oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Bapak, Ibu, Ayah, Umi, Ahmad Azkal Abied, suami tercinta dan
Khawla Azkiyyatun Nida, putri kesayangan yang selalu mendoakan,
menyayangi dan mencintai.
x
2. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag. selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
3. Ibu Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si. selaku dekan Fakultas Agama
Islam Universitas Muhammadiyah Makassar
4. Ibu Nurhidaya M, S.Pd.I., M.Pd.I. selaku ketua Jurusan Pendidikan
Agama Islam sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah
mencurahkan pikiran, tenaga dan pengorbanan waktunya dalam
upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Drs. Mutakallim Sijal M.Pd. selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah membimbing, memberikan nasehat dan arahan dalam
penyelesaian tugas akhir ini.
6. Ibu Dra. Siti Rajiah Rusdi M.Pd.I. selaku Dosen Penasehat Akademik
yang telah membimbing, memberikan nasehat dan arahan selama
menempuh kuliah S1 PAI Universitas Muhammadiyah Makassar.
7. Qaem Aulasyahied yang telah banyak membantu dan mengoreksi
penulisan tugas akhir ini.
8. Seluruh dosen dan petugas administrasi Jurusan Pendidikan Agama
Islam Universitas Agama Islam yang telah banyak membantu selama
kuliah dan juga penelitian berlangsung.
xi
9. Teman-teman yang saya sayangi, Darmiati dan Rahmadana serta
seluruh teman-teman dan semua pihak yang telah banyak membantu
dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.
Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan dan
mendapatkan ridho Allah SWT. semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi
penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Aamiin Ya Robbal
‘Alaamin.
Makassar, 09 Juli 2021 M
29 Dzulqa’dah 1442 H
Penulis
Nidaa’an Khafiyya
NIM: 2016191106617
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 57 tahun 2021 pasal 1
ayat 1 menyebutkan,
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian dan kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1
Diktum undang-undang di atas dengan jelas menegaskan beberapa nilai
dasar pendidikan yang dianut oleh negara Indonesia. Di antara nilai dasar itu
adalah, bahwa orientasi pendidikan negara yang berasas pancasila ini salah
satunya, membentuk insan yang tidak hanya terdidik dari aspek rasionalitas
belaka melainkan pula matang secara religius dan spritual. Indikasi dari
kematangan secara spritual ini dapat dilihat dari terpenuhinya insan terdidik
dengan mampu berakhlak mulia (akhlāq karīmah) dan mampu mengendalikan
diri. Dengan bahasa yang lebih sederhana, kualitas pendidikan tidak hanya
ditentukan dari kepintaran secara kognitif, tetapi juga kematangan secara spritual.
Dengan demikian, usaha untuk memberikan pendidikan agama kepada peserta
didik merupakan sebuah keniscayaan, dalam rangka mewujudkan orientasi
pendidikan yang telah disebutkan sebelumnya.
1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar
Nasional Pendidikan. (diakses 05 Juli 2021)
https://jdih.kemdikbud.go.id/arsip/Salinan%20PP%20Nomor%2057%20Tahun%202021.pdf
2
Salah satu tantangan dan problem pendidikan agama kepada peserta didik
adalah mengajarkan aspek ajaran yang bersifat konseptual dan abstrak, seperti hal-
hal gaib, eksistensi tuhan dan keimanan. Menurut Muhaimin dalam bukunya,
Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, wilayah kajian
pendidikan Islam -dan agama pada umunya- bermuara pada tiga problem pokok.
Problem paling utama dari tiga tersebut adalah Foundational Problems (masalah
dasar) yang di dalamnya berkaitan dengan aspek atau dimensi dan kajian tentang
konsep pendidikan yang bersifat universal, seperti hakikat manusia, masyarakat,
akhlak, hidup, ilmu pengetahuan, dan iman.2
Kesulitan untuk mengajarkan konsep keimanan yang bersifat empiris ini
dirasa semakin sukar apabila pihak yang diajar adalah peserta didik yang
tergolong masih anak-anak atau masih masuk dalam kategori usia dini. Hal ini,
selain karena kenyataannya banyak pendidik utamanya orang tua yang kurang
memberikan perhatian pada aspek keimanan anak karena telah -sadar atau tidak
sadar- berpaham sekularistik,3 juga karena pendidik atau orang tuanya sendiri
tidak memiliki pemahaman yang cukup atas konsep keimanan sehingga itu
berimbas kepada kurang cakap dalam memahamkan anak.4
Padahal dalam Islam, baik materi pendidikan yang berkaitan dengan
keimanan maupun jenjang pendidikan pada usia dini merupakan dua hal yang
penting dan tidak bisa terpisahkan dalam proses penanaman nilai-nilai ajaran yang
fundamental. Konsep iman adalah pondasi agama. Al-Qaradawi menyebutkan
2 Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam (Jakarta:
Rajawali Pers, 2011), hlm. 45-46 3 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam dan Sekularisme, (Bandung; Pustaka, 1981 M). 4 Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam (Semarang; Asy-Syifa,
1994).
3
bahwa keimanan, dalam struktur ajaran Islam, merupakan pondasi untuk manusia
dalam menjalani kehidupannya. Dari segi substansi dan aksi, keimanan
merupakan kepercayaan yang harus tertanam di dalam hati dan dideklarasikan
melalui ucapan serta dibuktikan melalui perbuatan.5 Dengan begitu maka
keimanan menjadi hal pertama dan materi paling utama yang harus diajarkan dan
ditanamkan kepada setiap individu.6
Berkaitan dengan usia dini dalam jenjang pendidikan, Nasih Ulwan
berpendapat bahwa anak sebagai makhluk individu dan sosial memiliki hak untuk
bisa mengakses dan memperoleh bimbingan pendidikan. Hal ini, agar anak bisa
berkembang secara baik sesuai potensi yang dimilikinya.7 Dalam kajian psikologi
perkembangan, fase usia dini disebut sebagai fase the golden age karena saat itu
otak mengalami perkembangan yang begitu maksimal, hingga 80% dari
perkembangan otak orang dewasa secara keseluruhan terjadi pada fase ini.8
Beberapa ayat al-Quran dan hadis sendiri menunjukkan secara jelas
mengenai pentingnya pendidikan dan penanaman iman di usia dini. Di antaranya,
surat Luqman ayat 13,
نلوإذ م نهقاللق بۥوهويعظهۦب رك لتش بني هٱي لل كٱإن ر معظيملش لظل ١٣
Terjemahnya:
5Yusuf Al-Qaradawi. Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan. (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1992). hlm. 27 6 Sutan Mansur. Tauhid Membentuk Pribadi Muslim. (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1981).
hlm. 10 7 Abdullah Nashih Ulwan. Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam. (Mesir: Dar as-Salam, 1997). hlm.
113 8 Ahmad Atabik dan Ahmad Burhanuddin. “Konsep Nasih Ulwan Tentang Pendidikan
Anak” dalam Elementary Jurnal, Vol.2, No. 2. (2015), hlm. 276 http://www.m-
edukasi.web.id/2012/10/pendidikan-anak-usia-dini-paud.html diakses Makassar Januari, 2021.
4
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar".9
Begitu pun dengan ayat yang merekam wasiat keimanan yang disampaikan
Ibrahim dan Ya’qub kepada anak-anak mereka. Firman Allah surat al-Baqarah
ayat 132 berbunyi,
ه ر بهاإب ووصى ينفلتموتن لكمٱلد طفى ٱص ٱلل إن بني قوبي مبنيهويع لمون س وأنتمم إل
Terjemahnya:
Dan Ibrahim telah Mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian
pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah
telah memilih agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam
memeluk agama Islam.10
Dua ayat ini, selain memberikan penegasan pada pentingnya tauhid dan
iman, juga menunjukkan bahwa penanaman nilai tauhid dan iman tersebut
diajarkan sejak dini. Perbuatan orang saleh yang menasehati dan mewasiatkan ini,
memiliki hikmah agar orang beriman yang membaca ayat ini dapat meneladani
apa yang telah dilakukan orang-orang saleh tersebut.11
Adapun hadis yang memperlihatkan urgensi pendidikan iman pada jenjang
anak ialah hadis tentang fitrah anak yang berbunyi,
ولود عن أبي هري رة، أنه كان ي قول: قال رسول اللهي صلى الله عليهي وسلم: »ما مين م سانيهي رانيهي ويج ي إيل يولد على الفيطرةي، فأب واه ي هو يدانيهي وي نص ي
Terjemahnya:
9Kementerian Agama RI. Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan. (Bogor: Madina Raihan
Makmur, 2007) hlm 412 10 Ibid hlm 20 11 Sulahuddin. “Internalisasi Pendidikan Iman Kepada Anak dalam Perspektif Islam” dalam
DIDAKTIKA, Jurnal Ilmiah, Vol. 16, No.2, (2016) (diakses 22 Juni 2021)
5
Dari Abu Hurirah [meriwayatkan] ia pernah berkata, Rasulullah saw
bersabda: tidaklah anak dilahirkan kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah
(Islam) kedua orang tuanya lah yang me-yahudi-kan dan me-nasrani-kan
dan me-majusi-kannya. (HR. Muslim)12
Baik Al-Quran maupun hadis yang telah dikutip sebelumnya menjadi dasar
argumentasi bahwa memang pendidikan di usia dini adalah proses yang tepat dan
penting untuk upaya penanaman nilai-nilai ajaran agama, utamanya keimanan
sebagai fondasi beragama itu sendiri. Senada dengan hal itu, Muhammad Abd as-
Ṣamad dalam tulisannya at-Tarbiyyah al-‘Aqīdah wa al-Khalqiyyah fī Adab al-
Aṭfāl, berpendapat,
فقد نال الأطفال اهتماما كبيرا ، واحتلوا مكانة رفيعة في وجوب العناية بهم ، ورعاياتهم، وتربيتهم وتوجيههم في المنهج الإسلامي، لأنهم جيل المستقبل يحملون رسالة العقيدة الإسلامية، ويؤدون واجبهم تجاه الدين الحنيف . وفي القرآن الكريم
ة الشريفة نصوص كثيرة تهتم بالطفولة في التربية والتعليم؛ تهيئة والسن ة النبوي للمستقبل
Terjemahnya:
Sungguh anak-anak telah mendapat perhatian yang besar dan menempati
posisi teratas dalam hal kewajiban menjaga, memelihara, mendidik dan
mengarahkan mereka kepada pedoman hidup yang Islami. Sebab mereka
adalah generasi masa depan yang akan memikul tugas risalah akidah Islam
dan yang melaksanakan kewajiban-kejiban mereka berdasarkan ajaran Islam
yang lurus. Di dalam al-Quran dan Sunah Nabi saw terdapat banyak teks
yang memberikan perhatian kepada generasi anak di dalam pendidikan dan
pengajaran serta pembentukan akhlak untuk masa yang akan datang.13
Urgensi penanaman iman pada jenjang usia dini diiringi dengan tantangan
dan hambatan pelaksanaannya -seperti yang telah disebutkan di atas- membuat,
tidak sedikit para akademisi, utamanya para ulama yang memiliki rasa tanggung
12 Muslim bin al-Hajjaj, Ṣaḥīḥ Muslim, pentahqiq. Muhamamd Fu’ad Abd al-Baqi, (Beirut:
Dār Iḥyā’ at-Turāṡ, tth), Jilid IV, hlm. 2047 13 Muhammad Abd as-Shamad, Tarbiyyah al-Aqdiyyah wa al-Khalqiyyah fi Adab al-Aṭfāl,
dalam ad-Dirāsāt, al-Jāmi’ah al-Islāmiyyah al’Ālamiyyah Vol, 3, Desember (2006)
6
jawab dan peduli terhadap agama dan generasi muda telah mencoba merumuskan
dan menuliskan gagasan mereka mengenai metode pendidikan iman kepada anak.
Menurut Uhbiyati dalam Mahsunudin, menyatakan bahwa langkah awal
yang perlu dilakukan orang tua atau pendidik adalah menanamkan keimanan,
tepatnya dengan mengenalkan tauhid kepada anak-anak sejak dini. Ketika anak
mulai berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.14
Dasar pendidikan Islam ialah Islam dengan segala ajarannya yang tertuang
dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.15 Al-Qur’an dan Sunnah adalah
starting awal tarbiyah Islam. Tarbiyah memahami perilaku manusia berdasar
petunjuk kedua rujukan ini. Maka tarbiyah Islam berbeda jauh dengan tarbiyah
jahiliyyah, terkait pandangan tentang individu dan masyarakat. Para pendidik
muslim sepakat dengan para psikolog yang menyatakan bahwa remaja adalah fase
peralihan masa kanak-kanak menuju dewasa.16
Bekal pendidikan agama yang diperoleh anak dari lingkungan keluarga
memberinya kemampuan untuk mengambil haluan ditengah-ditengah kemajuan
yang demikian pesat. Keluarga muslim memiliki tanggungjawab yang sangat
besar dalam mendidik generasi-generasi untuk mampu terhindar dari berbagai
tindakan yang menyimpang.17 Anak pada dasarnya harus memperoleh perawatan,
14 Mahsunudin. Urgensi Pendidikan Keimanan Bagi Anak. dalam Jurnal Al-Ifkar Vol XIV
no 02 (2020) (diakses 08 Juli 2021) hlm 181
http://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/ifkar/article/view/4329/3159 15 Lis Yulianti Syafrida Siregar. Pendidikan Anak dalam Islam. dalam Bunayya: Jurnal
Pendidikan Anak Vol 1 No 2 (UIN Ar-Raniry: 2016) (diakses pada 08 Juli 2021) hlm 19 LYS
Siregar - Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak, 2017 - jurnal.ar-raniry.ac.id 16 Khalid Asy-Syantut. Mendidik Anak Laki-Laki. (Solo; Aqwam, 2018) h 42 17 Abdullah. Urgensi Pendidikan Agama dalam Keluarga dan Implikasinya terhadap
Pembentukan Kepribadian Anak. dalam Tranformasi: Jurnal Kepemimpinan dan Pendidikan Islam
Vol 2 No 1 (Papua Barat: IAIN Sorong. 2018) hlm 6 (diakses 07 Juli 2021) https://e-
jurnal.iainsorong.ac.id/index.php/Transformasi/article/view/311/269
7
perlindungan serta perhatian yang cukup dari kedua orang tua, karena kepribadian
dan kesalehan/hah sangat bergantung kepada pendidikan masa kecilnya terutama
yang diperoleh dari orang tua dan keluarganya.18
Mengutip pemikiran Al-Ghazali bahwa pendidikan keimanan hendaknya
didahulukan pada anak kecil diawal pertumbuhannya agar dihafalkan, selanjutnya
pengertiannya akan diketahui sedikit-demi sedikit. Jadi pendidikan keimanan
terutama tentang ketauhidan perlu diprioritaskan pada anak kecil agar meresap
dalam jiwanya. Pendidikan keimanan yang diterapkan sejak usia dini juga akan
mengokohkan perjanjian primordial (berisi keesaan Tuhan) antara manusia
dengan Tuhannya di alam rahim.19
Pendidikan keimanan merupakan pendidikan dengan dasar-dasar keimanan,
pengakrabannya dengan rukun-rukun Islam dan pembelajaranya tentang prinsip-
prinsip syari’at Islam. Tugas pendidik dan orang tua dalam menumbuhkan anak
atas dasar pendidikan keimanan yang sempurna lagi diridhai.20
Dalam penelitian ini, penulis mengangkat gagasan Mohammad Fauzil
Adhim mengenai Pendidikan keimanan pada anak. Mohammad Fauzil Adhim
adalah seorang penulis yang kompeten di bidang pendidikan keluarga dan anak. Ia
menyukai kajian tentang tumbuh kembang anak, keluarga, komunikasi dan ia
18 Sukatin, dkk. Pendidikan Anak dalam Islam. dalam Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak
Vol VI No 2 (UIN Ar-Raniry. 2019) (diakses 08 Juli 2021) Hlm 192 https://www.jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php/bunayya/article/view/7345/4332 19 Sitti Riadil Janna. Konsep Pendidikan Anak Dalam Perspektif Al-Ghazali. Jurnal Ta’dib
Vol 6 No 2 (Kendari: Fakultas Tarbiyah STAIN Kendari. 2013) (diakses 05 Juli 2021) hlm 49 20 Fauzana Annova. Pendidikan Keimanan dalam Al-Qur’an. dalam Al-Uswah: Jurnal
Riset dam Kajian Pendidikan Agama Islam Vol 2 No 2. (Riau: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sultan Syarif Kasim Riau. 2019) (diakses 07 Juli 2021) Hlm 163
http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/AL-USWAH/article/view/8327
8
produktif menulis diberbagai media massa. Ia juga masih aktif mengisi kajian
parenting, tumbuh kembang anak dan keluarga di berbagai media sosial.
Mohammad Fauzil Adhim mengungkapkan bahwa pendidikan keimanan
sangat penting diterapkan dalam pola pengasuhan anak, khususnya dalam
menghadapi tantangan dijaman modern seperti saat ini. Pendidikan keimanan
sejak dini akan mampu membentuk kepribadian anak menjadi lebih baik dalam
kehidupannya. Oleh karena itu, orang tua harus benar-benar menanamkan nilai
keimanan dengan baik. Mohammad Fauzil Adhim bercita-cita melahirkan
generasi ulil-albab, yaitu generasi pilihan yang cemerlang hidupnya, tajam
pikirnya, jernih hatinya, kokoh jiwanya, dan kuat imannya.21
Karena tidak ada sesuatu yang lebih berharga yang dapat kita wariskan
kepada anak-anak kita selain segenggam iman yang kita harapkan agar tumbuh
berakar menguat didalam jiwa mereka. Karena iman itu mendorong mereka untuk
senantiasa bersungguh-sungguh dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi
mereka, termasuk belajar mendalami berbagai macam pengetahuan.22
Dari pernyataan diatas, penulis tertarik untuk mengangkat pemikiran
Mohammad Fauzil Adhim yang terkait dengan pendidikan keimanan pada anak
dengan mengambil judul “Konsep Mohammad Fauzil Adhim tentang Pendidikan
Keimanan pada Anak”
A. Rumusan Masalah
21 Mohammad Fauzil Adhim. Segenggam Iman Anak Kita. (Yogyakarta: Pro-U Media,
2013) 22 Mohammad Fauzil Adhim. Segenggam Iman Anak Kita. (Yogyakarta: Pro-U Media,
2013) h 13
9
Didasari oleh deskripsi pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
masalah akademik yang menjadi inti dari persoalan yang akan dijawab melalui
penelitian ini. Adapun rumusan masalah itu sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep pendidikan keimanan yang harus diajarkan kepada anak
menurut Muhammad Fauzil Adhim?
2. Bagaimana metode-metode pendidikan keimanan kepada anak menurut
Muhammad Fauzil Adhim?
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui konsep pendidikan keimanan kepada anak menurut
Muhammad Fauzil Adhim.
2. Untuk mengetahui metode-metode pendidikan keimanan kepada anak
menurut Muhammad Fauzil Adhim.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah:
1. Manfaat bagi penulis yaitu dapat menjadi bekal hidup dalam kehidupan
untuk mendidik anak mengenal keimanan
2. Manfaat bagi Lembaga, penulisan ini sebagai bagian dari usaha menambah
khasanah ilmu pengetahuan untuk Fakultas Agama Islam pada umumnya
dan jurusan Pendidikan Agama Islam pada khususnya
10
3. Manfaat pemerintah dan peneliti selanjutnya, dapat menghasilakan rumusan
tentang mendidik anak dengan mengenalkan keimanan, sehingga di
harapkan dapat memberi konstribusi positif bagi anak.
D. Metodologi Penelitian
1. Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat kepustakaan (library research) yaitu kegiatan untuk
menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang menjadi
objek penelitian. Informasi tersebut dapat di peroleh dari buku-buku, karya
ilmiah, tesis, disertasi, ensiklopedia, internet, dan sumber-sumber lain. Dengan
melalukan studi kepustakaan, peneliti dapat memanfaatkan semua informasi dan
pemikiran-pemikiran yang relevan dengan penelitiannya. Peranan penelitian
kepustakaan sangat penting sebab dengan melakukan kegiatan ini hubungan
antara masalah, penelitian- penelitian yang relevan dan teori akan menjadi lebih
jelas. Selain itu penelitian akan lebih ditunjang, baik oleh teori-teori yang sudah
ada maupun oleh bukti nyata, yaitu hasil-hasil penelitian, kesimpulan dan saran.23
Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang identik dengan kegiatan
analisis teks atau wacana yang menyelidiki suatu peristiwa, baik berupa perbuatan
atau tulisan yang diteliti untuk mendapatkan fakta-fakta yang tepat (menemukan
asal-usul, sebab, penyebab sebenarnya, dan sebagainya.)24
23 Tim Penyusun. Panduan Penulisan Karya Ilmiah. (Makasar: Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar. 2019) 24 Amir Hamzah. Metode Penelitian Kepustakaan. (Malang: CV Literasi Nusantara abadi,
2020) h 7
11
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data yang
relevan dengan pembahasan skripsi. Data dalam penelitian ini adalah data yang
sesuai dengan fokus penelitian yaitu konsep Mohammad Fauzil Adhim tentang
Pendidikan Keimanan pada Anak. Adapun sumber data adalah sebagai berikut:
a. Sumber Data Premier, yaitu data yang dikumpulkan, diolah, dan
disajikan oleh peneliti dari sumber pertama.25 Adapun data premier yang
di gunakan oleh penulis yaitu buku karya Muhammad Fauzil Adhim
yang berjudul: Segenggam Iman Anak, Positive Parenting: Cara-cara
Islami Mengembangkan Karakter Positif pada Anak Anda, Saat
Berharga untuk Anak Kita.
b. Sumber Data Sekunder, yaitu data yang dikumpulkan, diolah, dan
disajikan oleh pihak lain yang biasanya dalam bentuk publikasi ilmiah
atau jurnal.26 Diantara sumber yang digunakan oleh penulis yaitu,
Menanamkan Iman kepada Anak karya Dr. Amani Ar-Ramadi, Prophetic
Parenting: Cara Nabi Mendidik Anak karya DR. Muhammad Nur Abdul
Hafizh Suwaid, Psikologi Pendidikan Islam karya Prof. Dr. H. Abuddin
Nata, M.A. Mendidik Anak Laki-laki karya Dr. Khalid Asy-Syantut.
Mendidik Anak Perempuan karya Ishlahunnisa’.
25 Nurhidayat Muh. Said. Metode Penelitian Dakwah. Buku Daras. (Makassar: UIN
Alauddin. 2013) (diakses pada 10 Juli 2021) Buku Hlm 23 http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/405/1/Nurhidyat%20Muh.%20Said.pdf 26 Ibid hlm 23
12
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan
data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.27
Data penelitian yang dicari dengan pendekatan Library Research, yaitu
penelitian perpustakaan dengan langkah-langkah sebagai berikut:28
a. Mencari dan mengumpulkan buku-buku yang ada relevansinya dengan
kajian permasalahan
b. Mengindentifikasi semua permasalahan yang berkaitan dengan penelitian
c. Menarik kesimpulan sebagai hasil suatu penelitian dengan pokok
permasalahan.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain
yang mudah dipahami. Dengan demikian, temuannya dapat diinformasikan
kepada orang lain.29
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi
(content analysis) yaitu suatu teknik yang digunakan untuk mengumpulkan
27 Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. (Bandung: Kanisius, 1990)
h 61 28 Ayu PermataSari. Konsep Pendidikan Tauhid Bagi Anak Dalam Buku “Segenggam Iman
Anak Kita” Karya Muhammad Fauzil Adhim, Skripsi. IAIN Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Salatiga. (Salatiga: 2016) (diakses 05 Juni 2021) http://e-
repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1227/1/KONSEP%20PENDIDIKAN%20TAUHID%20BAGI
%20ANAK.pdf 29 Amir Hamzah. Metode Penelitian Kepustakaan. (Malang: CV Literasi Nusantara abadi,
2020) h 61
13
muatan sebuah teks berupa kata-kata, makna gambar, symbol, gagasan, tema, dan
segala bentuk pesan yang dapat dikomunikasikan.30
Menurut Riffe, Lacy dan Fico, yang dikutip oleh Ahmad menyatakan bahwa
analisis isi adalah pengujian yang sistematis dan dapat direplikasi dari simbol-
simbol komunikasi, dimana simbol ini diberikan nilai numerik berdasarkan
pengukuran yang valid, dan analisis menggunakan metode statistik untuk
menggambarkan isi komunikasi, menarik kesimpulan, dan memberikan konteks,
baik produksi ataupun konsumsi.31
E. Penegasan Istilah
1. Konsep Pendidikan Keimanan
Iman artinya, meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lidah dan
mengamalkan dengan anggota tubuh, bertambah dengan ketaatan dan berkurang
dengan kemaksiatan.32
Menurut Sayid Sabiq (1986) Pengertian keimanan atau akidah itu tersusun
dari enam perkara yaitu:33
a. Ma’rifat kepada Allah, ma’rifat dengan nama-namaNya yang mulia dan
sifat-sifatNya yang tinggi. Juga ma’rifat dengan bukti-bukti wujud atau
adaNya serta kenyataan sifat keagunganNya dalam alam semesta atau
didunia ini.
b. Ma’rifat dengan alam yang ada dibalik alam semesta ini yakni alam yang
tidak dapat dilihat. Demikian pula kekuatan-kekuatan kebaikan yang
terkandung didalamnya yakni yang berbentuk malaikat, juga kekuatan-
kekuatan jahat yang berbentuk iblis dan sekalian tentaranya dari
30 Ibid h 74 31 Ahmad. Desain Penelitian Analisis Isi. dalam Jurnal Ahmad. (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah. 2018) Hlm 2 (diakses 10 Juli 2021) https://www.researchgate.net/profile/Jumal-
Ahmad/publication/325965331_Desain_Penelitian_Analisis_Isi_Content_Analysis/links/5b30509
0a6fdcc8506cb8b21/Desain-Penelitian-Analisis-Isi-Content-Analysis.pdf 32 Yayasan Binaa’ul Mustaqbal. Tafsir Seper Sepuluh Dari Al-Qur’an Al-Karim. (Bekasi:
2006) 33 Sayid Sabiq. Aqidah Islam Pola Hidup Manusia Beriman. (Bandung. CV Diponegoro,
1986)
14
golongan syaithan. Selain itu juga ma’rifat dengan apa yang ada didalam
alam yang lain seperti jin dan ruh.
c. Ma’rifat dengan kitab-kitab Allah Ta’ala yang diturunkanNya kepada
para rasul. Kepentingannya adalah ia dijadikan sebagai batas antara yang
haq dan bathil, yang baik dan jelek, yang halal dan haram, juga yang
bagus dan buruk.
d. Ma’rifat dengan nabi-nabi serta Rasul-Rasul Allah Ta’ala yang dipilih
olehNya untuk menjadi pembimbing kearah petunjuk serta pemimpin
seluruh makhluk guna menuju yang haq.
e. Ma’rifat dengan hari akhir dan peristiwa-peristiwa yang terjadi saat itu
seperti kebangkitan dari kubur (hidup lagi sesudah mati), memperoleh
balasan, pahala atau siksa, surge atau neraka.
f. Ma’rifat kepada takdir (qadla dan qadar) yang diatas landasannya itulah
berjalannya peraturan segala yang ada dialam semesta ini, baik dalam
penciptaan atau cara mengaturnya.
Allah adalah Rabb kita, Illah kita adalah yang menciptakan kita, dan Dia-lah
satu-satunya yang berhak kita sembah. Dialah Allah yang menciptakan kita, tidak
ada yang menciptakan kita selain Dia.34
Tujuan pendidikan dalam konsep Islam harus mengarah pada hakikat
pendidikan yang meliputi beberapa aspeknya yaitu tujuan dan tugas hidup
manusia, memperhatikan sifat-sifat dasar manusia, tuntutan masyarakat, dan
dimensi-dimensi ideal Islam.35
Fungsi pendidikan menurut Hamka, yang dikutip oleh Toriqul Chaer
menyatakan bahwa pendidikan menjadi tempat titik tolak (starting point)
perkembangan anak dan unsur penentu dalam perkembangan kepribadian anak.
Pengaruh yang ditimbulkan pada lingkungan keluarga menjadi dasar pertumbuhan
dan perkembangan kemampuan atau ketidakmampuan penyesuaian emosi dan
sosial anak kelak.36
34 Ishlahunnisa’. Mendidik Anak Perempuan. (Solo: Aqwam, 2010) hlm 92 35 Rois Mahfud. Pendidikan Agama Islam. (Jakarta: Penerbit Erlangga. 2011) hlm 144 36 Moh Toriqul Chaer dan Fitriah Suud. Pendidikan Anak Perspektif Hamka (Kajian Q.S.
Luqman/31: 12-19 dalam Tafsir Al-Azhar. Dalam Southeast Asian Jurnal of Islamic Education
15
Pendidikan berbasis keimanan adalah pendidikan yang memahami hakikat
manusia, alam dan kehidupan, dan hubungannya dengan Pencipta. Bila pemikiran
tentang manusia, alam semesta, dan kehidupan tidak menarik simpulan
keterkaitan dengan Pencipta, akan lahir pemikiran yang bertolak belakang dengan
ketentuan Allah SWT. padahal, Allah adalah Tuhan segenap manusia dan
Pencipta serta pengurus langit dan bumi tidak bisa dipungkiri lagi.37
Pendidikan keimanan anak dalam keluarga menurut Zakiah Daradjat sesuai
dengan tujuan pendidikan islam, yaitu untuk membentuk kepribadian yang
didalamnya terjalin nilai-nilai keimanan, yang selanjutnya menjadi pengaruh dan
pengendali bagi perilakunya, serta dapat selalu mengadakan pilihan terbaik
(sesuai dengan ketentuan Allah) dalam hidupnya.38
2. Anak
Kata “anak” dalam Ensiklopedi Hukum Islam didefinisikan sebagai orang
yang lahir dalam rahim ibu, baik laki maupun perempuan atau khunsa yang
merupakan hasil persetubuhan dua lawan jenis. Menurut sumber ini, pengertian
anak semata-semata di nisbatkan pada konteks kelahiran dan posisiny sebagai
seorang laki-laki atau perempuan.39
Al-Ghazali menyatakan, Anak adalah amanah ditangan ibu-bapaknya.
Hatinya masih suci ibarat permata yang mahal harganya. Apabila ia dibiasakan
Vol 02 No 02. (2020) (diakses 07 Juli 2021) https://journal.iain-
samarinda.ac.id/index.php/SAJIE/article/view/2192 37 Itah Miftahul Ulum. Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Keimanan. (Cirebon: Program
Studi Akuntasi Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon, 2019) Jurnal Pendidikan Anak Usia
Dini Volume 2 No 2 diakses di Makassar, 03 Juli 2021 38 Rivanti Muslimawaty. Pendidikan Keimanan Anak dalam Keluarga Menurut Zakiah
Daradjat. (Bandung: STAI Sabili Bandung, 2018) hlm 120 dalam Jurnal Pendidikan Islam 39 Silahuddin. Internalisasi Pendidikan Iman Kepada Anak Dalam Perspektif Islam. Jurnal
Ilmiah DIDAKTIKA. (Banda Aceh. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry, 2016)
16
pada suatu yang baik dan dididik, niscaya ia akan tumbuh besar dengan sifat-sifat
baik dan akan bahagia didunia akhirat. Sebaliknya, bila ia dibiasakan dengan
tradisi-tradisi buruk, tidak dipedulikan seperti halnya hewan, niscaya ia akan
hancur dan binasa.40
M. Quraish Shihab dalam Fanny Fauzy menyatakan, anak adalah anugerah
Allah yang merupakan amanat. Dia anggota keluarga yang menjadi tanggung
jawab orang tua sejak dia dalam kandungan sampai dalam batas usia tertentu,
sebagaimana anak juga merupakan salah satu anggota keluarga yang wajib
mendapatkan pelayanan dan perlindungan.41
Abu Zahrah yng dikutip oleh Faishol Khusni, membagi fase perkembangan
anak menjadi empat fase, yaitu:
Ash-Shobiy atau At-Tifl (anakkecil), Mumayyiz (mampu membedakan
sesuatu), Murabiq (menjelang usia baligh), Baligh (mampu diberi beban
hukum, dibagi anak laki-laki ditandai dengan bermimpi basah atau ihtilam
seitar usia 14 tahun, dan darah haid bagi perempuan sekitar usia 11 tahun)42
40 Ahmad Syarifuddin. Mendidik Anak Membaca, Menulis, dan Mencintai Al-Qur’an.
(Jakarta: Gema Insani. 2007) hlm 59 41 Fanny Fauzy dan Abdul Azis. Konsep Positive Parenting Menurut Mohammad Fauzil
Adhim dan Implikasinya terhadap Pendidikan Anak dalam Jurnal Tarbiyah al-Aulad Vol 01 no 02
(2016) (diakses 07 Juli 2021)
https://drive.google.com/file/d/1dp4NtyITdnOec1Cu7EaVLXV2VSTY0TtW/view 42 Moh Faishol Khusni. Fase Perkembangan Anak dan Pola Pembinaannya dalam
Perspektif Islam. Dalam Jurnal Perempuan dan Anak Vol 2 No 2 (Pusat Studi Gender dan Anak
(PSGA) IAIN Tulungagung. 2018) (diakses 08 Juli 2021) hlm 365 http://ejournal.iain-
tulungagung.ac.id/index.php/martabat/article/view/1348
17
BAB II
BIOGRAFI MOHAMMAD FAUZIL ADHIM
A. Biografi Mohammad Fauzil Adhim
Mohammad Fauzil Adhim, lahir di Mojokerto, 29 Desember 1972. Ibunya
bernama Aminatuz Zuhriyah berasal dari keluarga pesantren Bahrul Ulum
Tambak Beras Jombang, sedang ayah berasal dari Pacitan, termasuk keluarga
pesantren Termas.
Tinggal di Yogyakarta Bersama istrinya yang bernama Mariana Anas
Beddu, dan ketujuh anaknya, yaitu Fathimatuz Zahra, Muhammad Husain As-
Sajjad, Muhammad Hibatillah Hasanin, Muhammad Nashiruddin An-Nadwi,
Muhammad Navies Ramadhan, Syahidah Nida’ul Haq, dan Sakinah Nida’uz
Zakiyyah. Alamat sekarang: Jln. Monjali Gg. Masjid Mujahadah RT 15 RW 40
Karangjati, Melati, Sleman, Yogyakarta.43
Berawal dari buku yang dipinjamkan oleh ibunya dari perpustakaan, Fauzil
Adhim tumbuh menjadi pecinta buku semenjak SD. Buku-buku itu kemudian
merangsangnya untuk menulis. Saat ini Mohammad Fauzil Adhim sudah menulis
28 buku. Beberapa karya best-sellernya antara lain Kupinang Engkau dengan
Hamdalah, Saatnya untuk Menikah, dan Mencari Ketenangan di Tengah
Kesibukan.44.
43 Lu’Luatul Qulubiyah. Konsep Pendidikan Keimanan bagi Anak Menurut Mohammad
Fauzil Adhim Skripsi. (Salatiga: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam
Negeri Salatiga. 2017) (diakses 04 Juni 2021) http://e-
repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1880/1/KONSEP%20PENDIDIKAN%20KEIMANAN%20BA
GI%20ANAK%20MENURUT%20MOHAMMAD%20FAUZIL%20ADHIM%20jadi.pdf 44 Mohammad Fauzil Adhim. Segenggam Iman Untuk Anak Kita. (Yogyakarta: Pro-U
Media. 2013)
18
Mohammad Fauzil Adhim awalnya banyak menulis tema-tema yang
berkaitan dengan psikologi pendidikan dalan kaitannya dengan orang tua maupun
sekolah. Ini sesuai dengan pendidikannya di Fakultas Psikologi Universitas
Gadjah Mada. Tetapi, penulis yang juga produktif menerbitkan buku-buku
pernikahan ini belakangan lebih kuat sudut pandangnya menurut Islam ketika
menulis soal-soal parenting seiring perhatiannya yang besar kepada As-Sunnah,
meskipun ia tetap gemar melahap buku-buku psikologi ilmiah. Selain menjadi
penulis tetap majalah Hidayatullah, Fauzil Adhim juga menjadi penulis di
berbagai media massa lainnya, termasuk majalah Demi Cinta yang terbit di Kuala
Lumpur.
1. Pendidikan formal beliau.45
a. SDN Ketidur, Kecamatan Mojokerto Jawa Timur, lulus tahun 1985.
b. SMPN Kutorejo, Mojokerto, lulus tahun 1988.
c. SMAN 2 Jombang, lulus tahun 1991.
d. Kemudian melanjutkan ke perguruan tinggi Universitas Gajah Mada
Yogyakarta. Beliau masuk di UGM mengambil jurusan Psikologi, tahun
2001.
2. Pengalaman kerja
a. Koresponden majalah Ayahanda (Jakarta), freelance, 1994-1995.
b. Staf pengajar sekolah guru taman kanak-kanak Islam Terpadu
(SGTKIT), Yogyakarta, 1996-1998.
45 Ibid hal 18
19
c. Dosen psikologi keluarga (marriage dan parenting) dan psikologi
komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, 2001-2004.
d. Kolumnis tetap jendela keluarga majalah Suara Hidayatullah khusus
untuk masalah parenting mulai Agustus 2002
e. Kolumnis tetap majalah AN-Nida’ selama setahun sampai Agustus
2003.
f. Pengaruh rubik konsultasi psikologi majalah Nebula, majalah komunitas
ESQ Jakarta.
3. Kegiatan saat ini
a. Staf pengajar fakultas psikologi Univertas Islam Indonesia, Yogyakarta.
b. Kolumnis tetap majalah Hidayatullah Surabaya untuk kolom Tarbiyah.
c. Kolumnis tetap untuk umum rapublika untuk renungan jum’at kolom
DIY-Jateng.
d. Menjadi pemateri tetap forum diskusi parenting para orang tua di
Yogyakarta.
e. Menjadi pemateri tetap untuk pelatihan menulis ibu-ibu rumah tangga di
Yogyakarta.
f. Narasumber dalam berbagai forum diskusi, seminar talkshow diberbagai
daerah seluruh Indonesia tentang masalah-masalah pernikahan, keluarga
dan Pendidikan.
g. Pembina SDIT Hidayatullah Yogyakarta sekaligus menjadi anggota
team perancang kurikulum SD Unggulan.
20
B. Karya-karya Mohammad Fauzil Adhim
Semenjak Mohammad Fauzil Adhim di Yogyakarta, kegemaran menulisnya
seakan-akan tidak terbendung lagi, mulai tulisan yang sering menghiasi media
masa dan buku-buku. Berikut ada 28 buku karya Mohammad Fauzil Adhim yang
sudah terbit yaitu, sebagai berikut:46
1. Positive Parenting: Cara-cara Islami Mengembangkan Karakter Positif
pada Anak Anda. PT Mizania. Bandung. Oktober 2015. cetakan 4.
2. Membuat Anak Gila Membaca. Pro-U Media. Yogyakarta. Maret 2015.
centakan 3.
3. Segenggam Iman Anak Kita. Pro-U Media.Yogyakarta. 2012.cetakan kedua
(edisi prakarya) Desember 2012.
4. Salahnya Kodok: Bahagia Mendidik Anak bagi Ummahat. Mitra Pustaka.
Yogyakarta. 1996. cet. Ke-2.
5. Mendidik Anak menuju Taklif. Pustaka Pelajar. 1996.
6. Mengajar Anak Anda Mengenal Allah Melalui Membaca. Bandung. Al-
Bayan. 1994.
7. Menuju Kreativitas tulisan bersama Wahyudin. Gema Insani Press. Jakarta.
2003.
8. Mencari Ketenangan di Tengah Kesibukan. Pro-U Media, Yogyakarta,
2012, cetakan kedua (edisi prakarya) Desember 2012.
9. Saat Berharga untuk Anak Kita. Pro-U Media. Yogyakarta. 2009.
46 Lu’Luatul Qulubiyah. Konsep Pendidikan Keimanan bagi Anak Menurut Mohammad
Fauzil Adhim Skripsi. (Salatiga: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam
Negeri Salatiga. 2017) (diakses 04 Juni 2021) hlm 23 http://e-
repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1880/1/KONSEP%20PENDIDIKAN%20KEIMANAN%20BA
GI%20ANAK%20MENURUT%20MOHAMMAD%20FAUZIL%20ADHIM%20jadi.pdf
21
10. Agar Cinta Bersemi Indah, buku kedua trilogy Indahnya Pernikahan Dini.
Gema Insani Press. Jakarta. Januari 2002.
11. Janda. kolaborasi dengan H. Abdul Azis Salim Basyaril. Gema Insani
Press. Jakarta. 1999.
12. Saat Anak Kita Lahir. Gema Insani Press. Jakarta. Desember 2001.
13. Ku Pinang Engkau dengan Hamdalah. Mitra Pustaka. Yogyakarta. 1997.
cetakan ke-26.
14. Mencapai Pernikahan Barakah. Mitra Pustaka. Yogyakarta. 1997. cetakan
ke-33.
15. Kado Pernikahan untuk Istriku. Mitra Pustaka. Yogyakarta. 1998. cetakan
ke-28
16. Memasuki Pernikahan Agung. Mitra Pustaka. Yogyakarta. 1998.
17. Mencapai Pernikahan Barokah. Mitra Pustaka. Yogyakarta. 1997.
18. Disebabkan oleh Cinta Kupercayakan Rumahku Padamu. Mitra Pustaka.
Yogyakarta. 1998. cet ke-7.
19. Di Ambang Pernikahan. Gema Insani Press. Jakarta. Juni 2002. kolaborasi
dengan M. Nazhif Masykur.
20. Bahagia saat Hamil bagi Ummahat. Mitra Pustaka. Yogyakarta. 2003.
21. Menjadi Ibu Bagi Muslimah. Mitra Pustaka. Yogyakarta. 1995.
22. Menembus UMPTN Tanpa Stress. Pustaka Pelajar. 1996.
23. Bersikap Terhadap Anak: Pengaruh Perilaku Orang Tua Terhadap
Kenakalan Anak. PT. Mizan Pustaka. Bandung. 2006.
24. Indahnya Pernikahan Dini. Gema Insani Press. Jakarta. Januari 2002.
22
25. Agar Cinta Bersemi Indah, buku kedua dari trilogy Indahnya Pernikahan
Dini. Gema Insani Press. Jakarta. Agustus 2002.
26. Membuka Jalan ke Surga. Pustaka Inti. Bekasi. 2004.
27. Dunia Kata Mewujudkan Impian Menjadi Penulis Brilian. Mizan.
Bandung. 2004.
28. Saatnya untuk Menikah. Gema Insani Press. Jakarta. 2000.
Dari uraian di atas, tergambar bahwa Mohammad Fauzil Adhim adalah
seorang penulis yang tertarik untuk fokus pada pendidikan anak-anak (parenting).
Mohammad Fauzil Adhim berpendapat bahwa pendidikan keimanan sangat
penting untuk diterapkan dalam pola pengasuhan, terutama untuk menghadapi
masa sekarang. Oleh karena itu, setiap orang tua harus memperhatikan pada masa
depan anak-anak mereka, dan yang utama adalah masa depan akhirat. Karena
tidak ada yang lebih berharga untuk diwariskan kepada seorang anak melebihi
segenggam iman anak kita yang diharapkan akan tumbuh dijiwa anak. 47
Pendidikan keimanan anak sudah semestinya menjadi perhatian utama dan
harus diperhatikan oleh para orang tua dan guru. Orang tua perlu mengingat
bahwa mengembangkan potensi anak itu untuk menjadikan anak-anak semakin
ringan hatinya menolong agama Allah Azza wa Jalla. Orang tua perlu
mencerdaskan anak dan melejitkan potensi mereka dibarengi dengan kuatnya jiwa
dan kokohnya iman.48
Dalam buku yang berjudul Saat Berharga untuk Anak Kita, Mohammad
Fauzil Adhim menerangkan pendapat dari Adnan Shahih Baharits yang
47 Mohammad Fauzil adhim. Segenggam Iman Anak Kita. (Yogyakarta: Pro-U Media,
2013) hlm 13-14 48 Ibid hlm 16
23
menyatakan tentang nasihat Rasulullah Saw dalam melakukan pendekatan
keimanan pada anak semenjak dini adalah dengan membangkitkan muraqabah.
Anak memiliki kesadaran diri bahwa setiap langkahnya senantiasa mendapat
pengawasan dari Allah. Ini merangsang anak untuk memiliki kendali perilaku
yang berasal dari dalam dirinya (internal locus of control).49
49 Mohammad Fauzil Adhim. Saat Berharga untuk Anak Kita. (Yogyakarta: Pro-U Media,
2009) hlm 99
24
BAB III
KONSEP MOHAMMAD FAUZIL ADHIM TERKAIT PENDIDIKAN
KEIMANAN PADA ANAK
A. Hakekat Pendidikan Keimanan
Pendidikan keimanan merupakan perpaduan dua istilah, yakni pendidikan
dan keimanan. Sebelum melakukan kajian lebih dalam mengenai pendidikan
keimanan pada anak, terlebih dahulu perlu diketahui apa pengertian Pendidikan
itu sendiri. Berikut pengertian Pendidikan menurut para ahli yakni:
1. Edward Humrey seperti dikutip Munir Yusuf:
“…education mean increase of skill of development of knowledge and
understanding as a result of training, study of experience.”
(Pendidikan adalah sebuah penambahan keterampilan atau pengembangan ilmu
pengetahuan dan pemahaman sebagai hasil latiham, studi atau pengalaman.)50
2. Menurut Abdur Rahman an Nahlawi tentang konsep pendidikan dalam empat
unsur:
a. Memelihara pertumbuhan fitrah manusia.
b. Mengarahkan perkembangan fitrah manusia menuju kesempurnaan.
c. Mengembangkan potensi insani (sumber daya manusia) untuk mencapai
kuliatas tertentu.
d. Melaksanakan usaha-usahatersebut secara bertahap sesuai dengan irama
perkembangan anak.51
50 Munir Yusuf. Pengantar Ilmu Pendidikan. (Palopo: Lembaga Penerbit Kampus IAIN
Palopo. 2018) hlm 7 51 Nurkholis. Pendidikan dalam Upaya Memajukan Tekhnologi. (Purwokerto: 2013) Jurnal
Kependidikan vol 1 no 1 https://media.neliti.com/media/publications/104343-ID-none.pdf diakses
di Makassar, 05 Juli 2021
25
3. Sementara itu, Konferensi Pendidikan Islam se-Dunia yang ke-2 pada tahun
1980 di Islamabad menyatakan:
Pendidikan harus ditujukan untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan
personalitas manusia secara menyeluruh, dengan cara melatih jiwa, akal,
perasaan, dan fisik manusia. Dengan demikian, pendidikan diarahkan untuk
mengembangkan manusia pada seluruh aspeknya: spiritual intelektual, daya
imajinasi fisik, keilmuan, dan bahasa, baik secara individual maupun
kelompok, serta mendorong seluruh aspek tersebut untuk mencapai
kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan diarahkan pada
upaya merealisasikan pengabdian manusia kepada Allah, baik pada tingkat
individual, maupun masyarakat dan kemanusiaan secara luas.52
4. Menurut Syed. M. Naquib al-Attas seperti dikutip oleh Wastuti:
Konsep ta'dib merupakan suatu gagasan pendidikan dalam Islam yang
membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang seutuhnya, yang
menyadari sepenuhnya akan tanggung jawab dirinya kepada Tuhan yang
haqq, yang memahami dan menunaikan kewajiban terhadap dirinya sebagai
hamba yang sekaligus sebagai khalifah di muka bumi. Al-Attas lebih
cenderung menggunakan istilah ta'dib untuk konsep pendidikan Islam,
karena selain mencakup unsur adab, struktur konsep ta'dib sudah mencakup
unsur-unsur ilmu ('ilm), instruksi atau pengajaran (ta'lim), dan pembinaan
yang baik (tarbiyah). Karenanya tidak perlu lagi dikatakan bahwa konsep
pendidikan Islam adalah sebagaimana terdapat dalam tiga serangkai konsep
tarbiyah-ta'lim-ta'dib.53
Dari beberapa pengertian pendidikan di atas, dapat diketahui, bahwa dari
segi cakupannya, pendidikan sudah mencakup seluruh aspek kehidupan manusia,
yakni aspek psikis, fisik, akal, spiritual, fitrah, bakat, dan sosial. Demikian dengan
aspek kebutuhan sosial dan individu, jasmani dan rohani manusia secara
seimbang.
52 Abuddin Nata., loc. cit. 53 Wastuti. Konsep Ta'dib Dalam Pendidikan Islam (Studi Atas Pemikiran Syed
Muhammad Naquib Al-Attas. (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. 2009) di akses 08 Agustus 2021
https://digilib.uin-
suka.ac.id/id/eprint/8736/1/WASTUTI%20KONSEP%20TA%27DIB%20DALAM%20PENDIDI
KAN%20ISLAM%20%28STUDI%20ATAS%20PEMIKIRAN%20SYED%20MUHAMMAD%2
0NAQUIB%20AL-ATTAS%29.pdf
26
Keimanan itu mencakup seluruh kewajiban yang ditetapkan untuk beriman
kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari
kiamat, ketentuan dan takdir yang baik maupun yang buruk.54
Adapun definisi keimanan menurut Mohammad Fauzil Adhim yaitu:
kesediaan untuk mengakui, menerima dan berserah diri kepada Allah Ta’ala yang
dinyatakan secara lisan dan diwujudkan dengan perbuatan, serta mengikatkan diri
dengan Islam dan memiliki komitmen (iltizam) kepadanya. Dengan pendidikan
keimanan diharapkan agar kelak anak hanya mengenal Islam sebagai agamanya
dan menjadikan Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai pegangannya didalam
kehidupan.55
B. Dasar Pendidikan Keimanan pada Anak
Mohammad Fauzil Adhim mengambil pelajaran dari Luqman Al-Hakim,
yang memperoleh karunia berupa hikmah. Sebuah kearifan yang berpijak pada
tulusnya cinta, lurusnya akidah dan bersihnya iman kepada Allah SWT; tidak
bercampur iman dengan kesyirikan. Pentingnya keimanan bagi pendidikan
anak sesuai dengan surat Luqman ayat 13.
نلوإذ م لق نهقال يعظهۦب بۥوهو رك تش ل بني هٱي لل كٱإن ر عظيملش م لظل
١٣
Terjemahnya:
54 Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid. Manhaj at-Tarbiyah an-Nabawiyyah lith Thifl.
(penerbit Dar Ibnu Katsir) Diterjemahkan oleh Farid Abdul Aziz Qurusy. 2010. Prophetic
Parenting; Cara Nabi Saw Mendidik Anak. (Yogyakarta: Pro-U Media, 2009) 55 Lu’Luatul Qulubiyah. Konsep Pendidikan Keimanan bagi Anak Menurut Mohammad
Fauzil Adhim Skripsi. (Salatiga: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam
Negeri Salatiga. 2017) (diakses 04 Juni 2021) hlm 23 http://e-
repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1880/1/KONSEP%20PENDIDIKAN%20KEIMANAN%20BA
GI%20ANAK%20MENURUT%20MOHAMMAD%20FAUZIL%20ADHIM%20jadi.pdf
27
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar".56
Berpijak pada Tafsir Ibnu Katsir, ayat ini memuat dua pesan utama.
Pertama, Luqman bin Anqa’ bin Sadun berpesan agar anak yang menyembah
Allah Yang Esa tiada sekutu bagi-Nya. Kedua, wanti-wanti-pesan-kepada anak
bahwa “sesungguhnya mempersekutukan Allah itu benar-benar merupakan
kezhaliman yang besar”. Syirik merupakan perbuatan paling zalim diantara
kezaliman-kezaliman.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dalam Shahihnya, “Tatkala
ayat, ‘orang-orang yang beriman dan mereka tidak mencampuri keimanannya
dengan kezaliman’ diturunkan, maka terasa berat lah bagi para sahabat
Rasulullah. Mereka berkata, ‘siapa diantara kami yang tidak mencampuri
keimanan dengan kezaliman?’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda, ‘Maksud ayat ini bukankah demikian. Apakah kamu tidak menyimak
ucapan Luqman yang berbunyi, ‘Hai anakku, janganlah mempersekutukan Allah.
Sesungguhnya mempersekutukan itu benar-benar merupakan kezhaliman yang
besar’.” (H.R. Al-Bukhari)57
56 Kementerian Agama RI. Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan. (Bogor: Madina Raihan
Makmur, 2007 57 Mohammad Fauzil Adhim. Segenggam Iman Anak Kita. (Yogyakarta: Pro-U Media,
2013) hlm 111
28
Inilah nilai dasar yang perlu kita tanamkan kepada anak. Agar mereka
menjadi anak yang hidup dengan kepribadian kuat dan memiliki arah yang jelas,
nilai dasar kehidupan harus mereka miliki semenjak belia.
28
C. Indikator Keimanan
Pendidikan keimanan akan membangkitkan muraqabah pada diri anak sejak
dini, anak akan memiliki kesadaran bahwa setiap langkahnya senantiasa
mendapatkan pengawasan dari Allah akan memiliki kendali perilaku yang berasal
dari dalam dirinya, Sekaligus membangkitkan komitmen dan tanggung jawab,
sehingga pikiran dan tindakan anak lebih terarah.58
Dengan memperdalam rasa cinta dan keinginan untuk memohon
pertolongan kepada Allah dalam dirinya, mengakar kuat dan perasaan selalu
diawasi oleh Allah dihatinya dan menanam keimanan terhadap ketentuan dan
takbir dalam koordinat, si anak dapat menghadapi kehidupan kanak-kanaknya
sekarang dan kehidupannya kelak di masa mendatang.59
Dalam hadis sahih diriwayatkan Ahmad, ketika Ibnu Abbas masih amat
kecil, Rasulullah Saw berkata:
“Hai anak kecil, jagalah agama Allah niscaya Allah akan menjagamu.
Jagalah agama Allah niscaya engkau menemukan Allah dihadapanmu. Ingatlah
kepada Allah ketika engkau senang, niscaya Dia ingat kepadamu dikala engkau
susah. Ketahuilah bahwa apapun yang sudah ditakdirkan untuk menimpamu,
maka tidak akan luput darimu, Dan apapun yang sudah ditakdirkan untuk luput
darimu, maka tidak akan menimpamu. Ketahuilah bahwa pertolongan selalu
58 Mohammad Fauzil Adhim. Saat Berharga untuk Anak Kita. (Yogyakarta: Pro-U Media,
2009) hlm 99 59 Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid. Manhaj at-Tarbiyah an-Nabawiyyah lith Thifl.
(penerbit Dar Ibnu Katsir) Diterjemahkan oleh Farid Abdul Aziz Qurusy. 2010. Prophetic
Parenting; Cara Nabi Saw Mendidik Anak. (Yogyakarta: Pro-U Media, 2009) hlm 306
29
datang bersama kesabaran, jalan keluar selalu ada bersama kesusahan dan pada
setiap kesulitan pasti ada kemudahan.” (H.R. Ahmad)60
Apabila anak sudah menghafalkan hadist ini dan memahaminya dengan
baik, maka tidak akan ada aral melintang di hadapannya dalam menghadapi
seluruh kehidupannya. Hadis ini memiliki kekuatan yang sangat besar dalam
memberikan solusi bagi masalah yang dihadapi oleh anak-anak dengan karunia
pengaruh dan sifat kerohaniannya. Anak-anak akan selalu memohon pertolongan
kepada Allah selalu merasa diawasi Allah, dan keimanannya terhadap ketentuan
dan takdir. Anak-anak diajarkan untuk mengetahui rambu-rambu dari Tuhannya
serta menjaga batasan-batasannya, hak-hak, perintah-perintah, larangan
larangannya. Bentuk pelaksanaannya yaitu dengan berkomitmen untuk
menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Maka akan tumbuh
rasa cinta dan harapan yang selalu ditujukan hanya untuk Allah semata.
D. Materi Pendidikan Keimanan bagi Anak
Menurut Mohammad Fauzil Adhim pendidikan anak pada masa awal-awal
diarahkan untuk membangun keyakinan yang kokoh kepada Allah. Ini ditempuh
dengan dua hal. Pertama, memberi dasar-dasar keyakinan yang mantap. Kedua,
melimpahkan kasih sayang secara tulus, bersahabat dan hangat kepada anak.
tulusnya kasih sayang orang tua akan menjadi persemaian yang baik bagi tumbuh
keyakinan yang kokoh. Inilah yang menguatkan rasa beragama seseorang.
Adapun materi pendidikan keimanan pada anak menurut Mohammad Fauzil
Adhim yaitu, sebagai berikut:
60 Sahih. Diriwayatkan juga oleh Ahmad, al-Hakim, ath-Thabarani, Ibnus Sunni, al-Ajurri
dan adh-Dhiya’. Ibid hlm 307
30
1. Mengenalkan Allah kepada Anak
a. Membacakan Kalimat Tauhid kepada Anak
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam pernah mengatakan, "awalilah
pagimu dengan kalimat lailahaillallah." kalimat kalimat suci yang kita
kenalkan pada awal kehidupan bayi-bayi kita, sehingga membekas pada
otaknya dan menghidupkan cahaya hatinya. Apa yang didengar bayi pada saat-
saat awal kehidupannya akan berpengaruh pada perkembangan berikutnya,
khususnya terhadap pesan-pesan yang disampaikan dengan cara yang
mengesankan.61
Hal ini bertujuan agar yang didengar pertama kali oleh anak adalah
kalimat tauhid serta pengetahuan tentang Allah dan ke-Esaannya. Itu juga
ajarkan kepada mereka bahwa Allah bersemayam di atas singgasananya yang
senantiasa melihat dan mendengar perkataan mereka, senantiasa bersama
mereka dimanapun mereka berada.
b. Membiasakan Kalimat Thoyyibah
Mengenalkan Allah kepada anak dengan terus-menerus melafalkan
kalimat Toyibah. Setiap memulai pekerjaan, apapun bentuknya goma kita ajari
mereka mengucap Basmalah titik kita ajari mereka menyebut nama Allah yang
maha pengasih lagi maha penyayang.62
c. Memperkenalkan Sifat-Sifat Allah Ta’ala
1) Memperkenalkan Allah kepada anak melalui sifatnya yang pertama
kali dikenalkan, yakni Al Khaliq (Maha Pencipta). Orang tua
61 Mohammad Fauzil Adhim. Positive Parenting. (Yogyakarta: Pro-U Media, 2015) hlm
241 62 Ibid hlm 240
31
menunjukkan kepada anak-anak bahwa kemanapun kita menghadapi
wajah kita, disitu kita menemukan ciptaan Allah. Orang tua
tumbuhkan kesadaran dan kepekaan pada mereka, bahwa segala
sesuatu yang ada di sekelilingnya adalah ciptaan Allah. Semoga
dengan ini, akan muncul kekaguman anak kepada Allah. Ia merasa
kagum, sehingga bergerak untuk tunduk-Nya.63
2) Ajak anak untuk mengenali dirinya dan mensyukuri nikmat yang
melekat pada anggota badannya. Dari sini orang tua ajak mereka
menyadari bahwa Allah menciptakan semua itu, perlahan-lahan jika
rangsang mereka untuk menemukan amanah di balik kesempurnaan
penciptaan anggota badannya.64
3) Memberi sentuhan kepada anak tentang sifat kedua yang pertama kali
diperkenalkan oleh Allah kepada kita yakni Al-Karim. Di dalam sifat
ini berhimpun dua keagungan, yakni kemuliaan dan
kepemurahan. Kita asah kepekaan anak untuk menangkap tanda-
tanda kemuliaan dan sifat pemurah Allah dalam kehidupan mereka
sehari-hari, sehingga tumbuh kecintaan dan harapan kepada Allah.
Sesungguhnya manusia cenderung mencintai mereka yang mencintai
dirinya, cenderung yang menyukai berbuat baik kepada dirinya dan
memuliakan mereka yang mulia.65
63 Ibid hlm 245 64 Ibid 245 65 Ibid hlm 246
32
2. Membina Anak untuk Beriman kepada Allah
Dalam membina anak untuk tetap beriman kepada Allah Ta’ala
Mohammad Fauzil Adhim memaparkan sebagai berikut:
a. Mengajarkan Anak untuk Tidak Mempersekutukan Allah
Menyukutukan Allah benar-benar merupakan kezaliman yang besar.
Bahkan dosa syirik merupakan dosa yang tidak Allah ampuni. Allah
Subhanahu wa ta'ala berfirman dalam surat Luqman ayat 13,
رك لظلم عظييم ن ليٱبنيهيۦ وهو يعيظهۥ يبن ل تشريك بيٱللي إين ٱلش ي ١٣ وإيذ قال لقم
Terjemahnya:
dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar".66
Dari ayat tersebut bisa dipahami ada dua pesan utama Luqman bin Anqa’
bin Sadun kepada anaknya. Pertama, diperintahkan kepada anaknya agar
menyembah Allah Yang Esa, dan tiada sekutu bagi-Nya. Kedua, Ia berpesan
kepada anak bahwa “Sesungguhnya mempersekutukan Allah itu benar-benar
merupakan kezhaliman yang besar”. Syirik merupakan perbuatan paling zalim
di antara kedholiman kezaliman.67
Inilah nilai-nilai dasar yang harus kita tanamkan kepada anak didik agar
mereka di memiliki kepribadian kuat dan memiliki arah yang jelas, serta agar
mereka memiliki prinsip hidup, orientasi hidup dan visi besar.
66 Kementerian Agama RI. Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan. (Bogor: Madina Raihan
Makmur, 2007) h 412 67 Mohammad Fauzil Adhim. Segenggam Iman Anak Kita. (Yogyakarta: Pro-U Media,
2013) hlm 111
33
b. Menanamkan Ketakwaan kepada Allah Di Jiwa Anak
Jika tak ada bekal pengetahuan yang orang tua miliki tentang bagaimana
mengasuh anak-anak, maka sungguh cukuplah ketakwaan itu mengendalikan
diri. Berbekal taqwa, ucapan akan terkendali dan tindakan tidak melampaui
batas. Seorang yang pemarah dan mudah meledak emosinya, akan mudah luluh
jika bertakwa. Luluh bukan karena lemahnya hati, melainkan amat takut
kepada Allah ta'ala. Menundukkan diri terhadap perintah Allah dan Rasul-
Nya seraya menjaga dirinya agar tidak melanggar larangan-larangannya.68
c. Membiasakan Anak dengan Perkataan Yang Benar
Berbicara dengan perkataan yang benar (qaulan sadidan). Qaulan
sadidan adalah berkata jujur, benar dan tidak mengelabui. Secara sederhana,
qaulan sadidan berarti perkataan yang benar sekaligus tidak menutupi
kebenaran. Berbekal takwa, berbicara dengan perkataan yang benar (qaulan
sadidan) akan mendorong untuk terus membenahi diri. Sebaliknya, tanpa
dilandasi takwa, berbicara dengan perkataan yang benar dapat menjadikan diri
terbiasa mendengar perkara yang buruk dan pada akhirnya membuat lebih
permisif terhadapnya. Kita lebih terbiasa terhadap hal-hal yang kurang patut.69
Cukuplah seseorang itu dikatakan berdusta apabila ia mengemukakan
semua yang diketahuinya. Suatu perkataan dapat dikatakan qaulan sadidan
apabila ia memiliki landasan ilmu yang jelas. Selain itu, kita belum dikatakan
68 Ibid hlm 52 69 Mohammad Fauzil Adhim. Segenggam Iman Anak Kita. (Yogyakarta: Pro-U Media,
2013) hlm 52
34
berbicara dengan qaulan sadidan apabila kita berbohong kepada anak kita dan
menutupi kebenaran.70
d. Mendisiplinkan Anak untuk Salat
Dalam hadis diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
Dari Abu Syariyah (Saburah) bin Muabad Al-Juhainy RA berkata:
Rasulullah Saw bersabda: “Ajarkanlah anakmu tata cara salat ketika telah
berusia tujuh tahun. Dan pukullah dia pada saat berusia sepuluh tahun
(apabila meninggalkannya).” (H.R. At-Tirmidzi)71
Hadits ini menunjukkan dengan sangat jelas kepada orang tua bahwa
mendisiplinkan anak salat dimulai pada usia tujuh tahun titik bukan usia
sebelumnya. Orang tua perlu memberi pendidikan iman, akhlak, dan ibadah
sedini mungkin. Tetapi ada prinsip lain yang harus kita perhatikan: berikanlah
pendidikan tepat pada waktunya.72
Tugas orang tua adalah menumbuhkan perasaan positif terhadap
kebiasaan yang ingin ditumbuhkan, membangkitkan sense of competence
(perasaan bahwa dirinya memiliki kompetensi) serta menjamin bahwa mereka
memiliki harga diri yang tinggi, memperlakukan mereka secara terhormat,
tetapi bukan memanjakan.
e. Mengajarkan Anak untuk Berbagi
Mohammad Fauzil Adhim menyatakan bahwa orang tua perlu
mempersiapkan anak-anak agar tangan mereka selalu di atas. Bukan di bawah
70 Mohammad Fauzil Adhim. Saat Berharga untuk Anak Kita. (Yogyakarta: Pro-U Media,
2009) hlm 78 71 Mohammad Fauzil Adhim. Segenggam Iman Anak Kita. (Yogyakarta: Pro-U Media,
2013) hlm264 72 Ibid hlm 265
35
mengharap derma jatuh. Orang tualah yang harus mendidik mereka agar
senantiasa memiliki kegelisahan untuk berbagi dengan apa yang mereka miliki.
Ada pelajaran penting yang perlu orang tua renungkan untuk
mengantarkan anak-anak meraih surga, Salah satu pilarnya adalah ringannya
hati untuk mendermakan hartanya. Bukankah salah satu bukti takwa juga
kerelaan menafkahkan sebagian hartanya untuk menyantuni mereka yang
miskin, membantu anak yatim, menolong agama Allah serta segala sesuatu
yang bernilai ibadah kepadanya.
Jadi ada tiga hal yang perlu orang tua tanamkan di sini.
Pertama, memberi sebagai kesengajaan yang disertai usaha dan bahkan
perjuangan serius. Kedua, memberi untuk meringankan beban dan memberi
manfaat. Ketiga, orang tua mengajari anak-anak untuk memberi dengan harta
yang berguna.73
Selebihnya orang tua menanamkan kepada mereka tekad untuk bisa
memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi agama dan umat ini; tekad untuk
memberi yang lebih besar dan lebih baik di masa-masa yang akan datang. Ini
diwujudkan dengan kerja keras dan kesungguhan berbagi.
f. Mengajarkan Anak untuk Berpuasa
Anak-anak berhasrat besar untuk puasa, mereka harus memiliki perasaan
yang sangat positif terhadap bulan Ramadhan. Orang tua perlu menumbuhkan
perasaan bukan sekedar menanamkan bahwa ramadhan adalah bulan penuh
barakah bulan yang berlimpah kebaikan didalamnya, bulan yang penuh
73 Mohammad Fauzil Adhim. Saat Berharga untuk Anak Kita. (Yogyakarta: Pro-U Media.
2009) hlm 124-128
36
kegembiraan karena setiap kebaikan akan dilipatgandakan ganjarannya. Tak
ada bulan yang lebih mulia dibandingkan dengan bulan Ramadhan. Oleh
karena itu, Ramadan harus dinanti dan disambut dengan suka cita. Sebagai
orang tua kita tidak boleh mengharuskan anak yang belum cukup umurnya
untuk berpuasa sebagaimana orang dewasa, tetapi memacu hasrat sangat
mungkin kita lakukan.74
g. Mengajarkan Anak untuk Beriman terhadap Takdir
Orang tua perlu membangun sikap dalam diri dan terutama anak-anak
bahwa sesungguhnya takdir yang telah digariskan oleh Allah mengikat setiap
makhluk-Nya, dan tidak pernah ada yang bisa menggeser takdir itu kecuali atas
kehendak Allah. Tidak ada yang lebih baik dalam membangun keyakinan diri
jika anak telah yakin bahwa lembaran takdir telah kering dan tidak ada yang
bisa menolong dengan sebaik-baik pertolongan selain Allah. Sikap yang tepat
terhadap takdir mengantar anak untuk jujur, kuat prinsipnya, kokoh
pendiriannya, kuat keyakinannya kepada Allah.
Pembentukan sikap yang benar terhadap takdir sesuai tuntunan
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, berharap akan lahir para pemberani
yang perkasa untuk memimpin dunia. Mereka perkasa justru karena
kepasrahannya terhadap setiap ketentuannya. Percaya diri yang kokoh sudah
seharusnya lahir dari iman. Iman yang kuat salah satunya iman kepada takdir.75
74 Ibid hlm 131 75 Mohammad Fauzil Adhim. Segenggam Iman Anak Kita. (Yogyakarta: Pro-U Media,
2013) hlm 118
37
h. Mengajarkan Muraqabah Sejak Dini
Sudah seharusnya orang tua mengajarkan kepada anak-anaknya tentang
muraqabah, yaitu senantiasa di awasi dan tidak pernah luput dari penglihatan
Allah. Sesungguhnya pengawasan Allah sangat tajam dan jeli. Tidak ada
satupun perbuatan yang luput dari pengawasan Allah. Dan tidak ada satupun
kezaliman yang terbebas dari perhitungan Allah.76
Awalnya kemurnian tauhid, kemudian muraqabah dan sekaligus
penggerak untuk bertindak. Anak harus merasa bahwa setiap langkahnya
mendapat pengawasan dari Allah. Sesudah tertanam kuat, mereka dapat
diharapkan menjadi penolong agama Allah.
3. Mengajarkan dan Mendekatkan Al-Qur’an pada Diri Anak
a. Menumbuhkan Kecintaan dan Keyakinan kepada Kitabullah
Jika mereka yakin dengan Al-Qur’an, maka mereka akan menerima
sepenuhnya apa yang di firmankan oleh Allah ‘Azza Wa Jalla. Mereka
menyambutnya tanpa keraguan dan membacanya dengan penuh kecintaan. Dan
lihatlah betapa tidak ada yang lebih mudah kita ingat melebihi apa yang
dicintai.
Jika kecintaan dan keyakinan kepada kitabullah telah tertanam dalam diri
mereka, berikutnya yang perlu kita perhatikan selaku orang tua adalah
menumbuhkan hasrat kuat untuk berpegang pada kitabullah dengan penuh
kesungguhan.77
76 Mohammad Fauzil Adhim. Saat Berharga untuk Anak Kita. (Yogyakarta: Pro-U Media,
2009) hlm 251 77 Mohammad Fauzil Adhim. 2013. Segenggam Iman Anak Kita. Yogyakarta. Pro-U
Media. hlm 154
38
b. Menumbuhkan Jiwa Anak dengan Al-Qur’an
Berusaha menghidupkan jiwa anak-anak dengan Al-Qur’an. Orang tua
limpahkan mereka kasih sayang sebagaimana kita melihat lemah-lembutnya
Rasulullah Saw. terhadap anak. Membekali jiwa mereka dengan melimpahkan
kasih sayang saat bersama mereka atau lebih-lebih saat mengajarkan Al-
Qur’an. S elain itu, orang tua atau guru harus mampu menjadikan anak melihat
bahwa kemana pun ia hadapkan wajahnya, disitulah ia melihat ayat Allah
Ta’ala. Menghidupkan jiwa anak-anak berarti membentuk anak menjadi
pribadi visioner semenjak usianya yang belia. Sesungguhnya Al-Qur’an
tidaklah berbicara dunia kecuali mengajak manusia meraih kebahagiaan
akhirat.78
c. Mengajarkan Keterampilan Membaca dan Menghafal Al-Qur’an
Mengajarkan keterampilan membaca dan menghafal Al-Qur’an dengan
tanpa menanamkan keyakinan yang kuat sekaligus pengalaman berinteraksi
dengan ayat-ayat Al-Qur’an, sama seperti meletakkan bertumpuk kitab pada
punggung keledai. Banyak ilmu didalamnya, tetapi tak bisa mengambil
pelajaran di dalamnya.
Mengajar anak-anak untuk membaca dan menghafal Al-Qur’an memang
penting, tetapi yang lebih penting adalah mengajarkan mereka untuk
meyakininya didalam hati. Agar anak tidak sekedar menghafal dan membaca,
lebih dari itu, hidup jiwanya dan kuat keyakinannya dalam memegangi prinsip.
78 Ibid h 168
39
d. Membangun Tradisi Berfikir yang Berpijak pada Al-Qur'an.
Kita membiasakan anak memikirkan ayat serta mengambil pelajaran
darinya. Kita menanamkan pola pikir berupa tradisi mendeduksikan ayat Al-
Qur’an dengan memahami makna dari orang-orang yang memiliki otoritas dan
literatur terpercaya. Sesudah itu, baru kita mengajak anak untuk menggunakan
nalarnya agar mampu memahami lebih jauh. Jadi, bukan menggunakan
nalarnya lebih dulu baru memahami maknanya. Sebab, ini lebih dekat dengan
praduga daripada tafsir, lebih cenderung kepada pembenaran pikiran daripada
menemukan kebenaran sehingga bisa mengoreksi kesalahan kita dalam
berfikir.79
Mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak dengan pengalaman religius
akan menimbulkan perasaan yang kuat bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk dan
sumber inspirasi yang penuh kebaikan. Misalnya, mengajarkan mereka satu
ayat, lalu menggerakan mereka untuk berbuat. Mengajak mereka melakukan
sesuatu, kemudian memberi penjelasan ayat yang menjadi landasan untuk
bertindak.
e. Menjadikan Al-Qur’an sebagai Petunjuk, Pembeda dan Penjelas.
Allah menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk, pembeda yang tegas
antara yang haq dan bathil, serta penjelas yang terang diantara petunjuk-
petunjuk, perlu menghujamkan di dada mereka keinginan untuk mengamalkan
Al-Qur’an.80
79 Ibid hlm 169 80 Ibid hlm 174
40
Al-Qur’an merupakan petunjuk yang pasti kebenarannya. Petunjuk itu
haruslah menjadi pijakan dalam bertindak serta acuan dalam berfikir dan
bersikap. Petunjuk menjadi daya penggerak untuk bertindak, berjuang,
bersungguh-sungguh, dan rela berkorban untuk menjalani serta mewujudkan
cita-cita yang bersifat moralistic-idealistik.
Al-Qur’an tidak memberi manfaat jika menggunakannya sebagai
pembenaran atas pendapat dan keinginan, bukan sebagai sumber kebenaran. Itu
akan membuat kehilangan petunjuk. Maka, perlu menghidupkan budaya
mengambil petunjuk dari Al-Qur’an semenjak anak-anak masih belia.
Mengakrabkan mereka dengan kebiasaan mengenali bagaimana kemauan Al-
Qur’an dalam setiap urusan sekaligus membuktikan kebenaran Al-Qur’an.
Membiasakan mereka mencerna ayat Al-Qur’an, lalu mengajak mereka
menemukan apa yang harus mereka kerjakan berdasarkan ayat-ayat tersebut.81
4. Menumbuhkan Kecintaan Anak pada Agama Islam
Menurut Mohammad Fauzil Adhim perlu menunjukkan kepada anak-
anak kesempurnaan agama Islam. Meyakinkan kepada mereka bahwa agama
Islam adalah agama yang benar melalui pembuktian yang cerdas. Sesudah
melakukan pembuktian, ajarkan kepada anak-anak untuk percaya yang gaib
dan menggerakkan jiwa anak untuk berbuat baik. Meyakinkan anak bahwa
Islam agama yang sempurna dan satu-satunya yang diridhoi oleh Allah Azza
Wa Jalla, kita perlu menguatkan mereka dengan beberapa hal: 82
81 Ibid 159-160 82 Ibid 144-145
41
a. Orang tua perlu membangkitkan kebanggaan menjadi muslim di dada
mereka. Semenjak awal kita tumbuhkan kepercayaan diri yang kuat dan
harga diri sebagai seorang muslim, sehingga mereka memiliki
kebanggaan yang besar terhadap agamanya. Mereka berani
menunjukkan identitasnya sebagai seorang muslim dengan penuh
percaya diri, “isyhadu anna muslimun. Saksikanlah bahwa aku seorang
Muslim!” mereka berani menunjukkan keislamannya dengan penuh rasa
bangga. Tidak takut dicela. Tidak khawatir direndahkan.
b. Orang tua membiasakan mereka untuk memperlihatkan identitasnya
sebagai muslim, baik yang bersifat fisik mental maupun cara ber
pikir. Inilah yang sekarang ini rasanya perlu kita gali lebih jauh dari
khazanah Islam; bukan untuk menemukan sesuatu yang baru, tetapi
untuk menemukan apa yang sudah pada generasi terdahulu yang berasal
dari didikan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan sekarang nyaris
tak kita temukan pada sosok kaum muslimin di zaman ini.
c. Orang tua bangkitkan pada diri mereka al wala wal bara’ sehingga
memperkuat percaya diri mereka. Apabila mereka berjalan, ajarkanlah
untuk tidak menepi dan menyingkir karena grogi hanya karena
berpapasan dengan orang-orang kafir yang sedang berjalan dari arah lain.
Kita tidak bersikap arogan. Kita hanya menunjukkan percaya diri kita
sehingga tidak menyingkir karena gemetar.
42
Sikap ini sangat perlu kita tumbuhkan agar kelak mereka sanggup
bersikap tegas terhadap orang-orang kafir dan lembut terhadap orang-orang
yang beriman.
5. Mengajarkan Mereka untuk Berislam dengan Ihsan
Sikap percaya diri sudah tumbuh, orang tua perlu mengajarkan kepada
mereka sikap Ihsan. Menunjukkan kepada anak-anak itu bagaimana seorang
mukmin dapat dilihat dari kemuliaan akhlak dan lembutnya sikap. Ada saatnya
untuk tegas ada saatnya untuk bersikap menyejukkan titik bukan untuk
menyenangkan hati orang-orang kafir dikarenakan hati yang lemah dan diri
yang tak berdaya, tetapi karena memuliakan tuntunan Allah dan rasulnya.
Bukankah Rasulullah berdiri menghormat ketika jenazah orang kafir
diantar ke tanah pekuburan? Bukankah Shalahuddim Al-Ayyubi, salah sorang
panglima yang disegani dalam sejarah Islam, memperlakukan musuh-
musuhnya dengan baik dan penuh kasih sayang ketika musuh sudah tidak
berdaya?83
Pada saatnya, orang tua mengajarkan kepada mereka untuk menghormati
hak-hak tetangga, muslim maupun kafir. Orang tua tunjukan kepada anak hak-
hak tetangga beserta prioritasnya, mana yang harus didahulukan. Ada tetangga
yang dekat pintunya, ada pula yang jauh pintunya; ada tetangga yang masih
memiliki hubungan keluaga, ada pula yang orang lain sama sekali; ada
83 Mohammad Fauzil Adhim. Anak Harus Paham, Ada Agama Selain Islam. (Suara
Hidayatullah. 2009) diakses di Makassar, 02 Juli 2021
https://www.hidayatullah.com/kolom/meminang-surga/read/2009/07/30/42109/anak-harus-paham-
ada-agama-selain-islam.html
43
tetangga yang Muslim, ada pula yang kafir. Masing-masing memiliki hak yang
berbeda-beda84
6. Dorongan untuk Berdakwah
Agar anak-anak itu memiliki percaya diri yang lebih kuat lagi sebagai
seorang muslim, kita perlu tanamkan dorongan untuk menyampaikan
kebenaran serta mengajak orang lain pada kebenaran. Ini sangat penting untuk
menjaga anak dari kebingungan terhadap masalah keimanan dan syariat.
Dengan mendorong anak untuk menyampaikan kebenaran, perlahan akan
memantapkan kepercayaan diri yang tinggi dan kebingungan anak akan hilang.
Mereka akan merasa bahwa ada tugas untuk mengingatkan dan
menyelamatkan. Ini akan mempengaruhi citra dirinya lalu pada giliranya
konsep diri, penerimaan diri, percaya diri, dan orientasi hidup anak juga ikut
terpengaruh.85
Dari pemaparan diatas dapat diketahui bahwa penanaman pendidikan
keimanan bagi adalah merupakan rangkaian kewajiban dan tanggung jawab yang
paling utama dan harus ditanamkan sejak dini. Dengan mendorong anak agar
senantiasa berada dalam suatu ikatan tauhid dengan Tuhan-Nya, sehingga anak
akan selalu tumbuh dan berkembang mempunyai rasa muraqabah kepada Allah.
Ada beberapa hal yang diutamakan untuk mengikat jiwa anak dengan
Tuhan-Nya antara lain: mengenalkan kalimat la ilaha illallah kepada anak
semenjak ia lahir, selain itu orang tua juga harus senantiasa mengenalkan sifat-
84 Ibid hlm 146 85 Ibid 148
44
sifat Allah dalam kehidupan sehari-sehari dan membiasakan anak-anak dengan
kalimat thayyibah. Selain menanamkan dasar-dasar keimanan kepada Tuhan-Nya,
orang tua juga perlu menghidupkan Al-Qur’an dalam jiwa anak, mencurahkan
perhatian sepenuhnya untuk mengajarkan dan mengenalkan anak-anak dengan Al-
Qur’an. Serta mengamalkan nilai-nilai kebajikan Al-Qur’an dalam kehidupan
sehari-hari.
Apabila anak-anak yang memiliki nilai keimanan yang kuat dalam jiwanya
dan terus dikembangkan, maka akan membentuk pemikiran-pemikiran yang
berdasarkan oleh dalil-dalil keimanan. Anak yang sudah dibentengi oleh
keyakinan-keyakinan keimanan yang kuat akan sulit untuk di goyahkan. Dan
semuanya akan berpengaruh dalam membentuk tingkah laku di kehidupannya.
E. Urgensi Pendidikan Keimanan pada Anak menurut Mohammad Fauzil
Adhim
Anak adalah manusia yang membutuhkan perawatan, bimbingan dan
pengembangan. Segala potensinya harus dikembangkan kearah positif melalui
suatu upaya yang disebut sebagai pendidikan. Anak-anak akan menjadi anugerah
yang tidak ternilai harganya dan menjadikan perhiasan baik di dunia maupun
diakhirat.
Pendidikan keimanan merupakan pendidikan dasar yang harus diberikan
kepada anak sedini mungkin. Hal tersebut mengingat bahwa pribadi anak pada
usia anak-anak masih mudah untuk dibentuk dan anak didik masih dalam
pengawasan orang tua. Orang tau sebagai pendidik betul-betul merupakan peletak
dasar kepribadian anak.
45
Pendidikan keimanan pada anak wajib dilakukan agar anak memahami
syariat Islam secara kaffah. Dengan pemahaman yang benar anak dapat
menjalankan syariat sesuai dengan tuntunan dari Allah dan Rasulullah SAW.
Mengikat anak dengan dasar-dasar keimanan adalah dengan menumbuhkan
jiwa anak perkara yang gaib, misal iman kepada Allah, iman kepada malaikat,
beriman kepada seluruh nabi dan rasul, beriman kepada siksa kubur, hari kiamat,
hisab, surga dan neraka dan seluruh perkara gaib lainnya.
Pendidikan iman dan ajaran Islam hendaknya diajarkan sejak masa
pertumbuhannya, sehingga anak-anak akan terikat dengan Islam, baik dalam hal
akidah, ibadah dan muamalah. Pada puncaknya, anak akan mendapatkan
pemahaman yang menyeluruh tentang pendidikan keimanan yang didasarkan pada
wasiat Rasulullah SAW.
Orang tua berperan besar dalam pengajaran dan pendidikan anak, terlebih
lagi mengajarkan anak tentang wawasan keagamaan penting bagi masa depan
perkembangan agama anak. Nilai-nilai agama, terutama masalah keimanan dan
ibadah menjadi pondasi dasar pendidikan bagi anak.
Menurut Fauzil Adhim, tugas utama orang tua adalah mengantarkan anak
menjadi manusia yang memahami dan mengerti tujuan hidupnya, untuk apa ia
diciptakan. Pendidikan keimanan akan membangkitkan muraqabah pada diri anak
sejak dini. Pendidikan keimanan akan membangkitkan komitmen dan tanggung
jawab sehingga pikiran dan tindakan anak lebih terarah.
Selain itu, untuk menghadapi tantangan globalisasi modern saat ini, Fauzil
Adhim mengajak para orang tua untuk membekali anak dengan rasa takut
46
terhadap masa depan, bertakwa kepada Allah Swt, tidak menyekutukan Allah,
berbicara dengan perkataan yang benar, mendidik anak untuk disiplin
mengerjakan shalat, menunjukkan kesalahan dengan pengarahan seperti teguran,
membiasakan diri untuk selalu bersyukur, tidak menyekutukan Allah Swt,
mempercayai takdir Allah serta menanamkan jiwa anak untuk bangga dengan
Islam dan bersikap Ihsan.
47
BAB IV
ANALISA METODE PENDIDIKAN KEIMANAN BAGI ANAK
MENURUT MOHAMMAD FAUZIL ADHIM
A. Analisis Konsep Mohammad Fauzil Adhim tentang Pendidikan Keimanan
bagi Anak dengan Pemikiran Tokoh Lain.
Berakar pada keimanan, orang tua harus membangun keyakinan yang kuat
dalam diri anak terhadap syariat Allah. Keimanan tak dapat diwariskan. Sekedar
membekali anak-anak dengan pengetahuan agama tak cukup untuk membuat
anak-anak merasa takut kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman dalam QS. Luqman
ayat 13:
لوإذ ن م لق نهقال يعظهۦب بۥوهو رك تش ل بني هٱي لل كٱإن ر لش معظيم ١٣لظل
Terjemahnya:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar".86
Pesan pertama Luqman kepada anaknya adalah tentang iman atau system
kepercayaan. Walau pada ayat 13 hanya disebutkan untuk tidak mempersekutukan
Allah, tetapi hal itu sudah cukup menggambarkan bahwa pengenalan iman
merupakan pendidikan utama bagi anak-anak.87 Belajar dari Luqman al-Hakim,
86 Kementerian Agama RI. Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan. (Bogor: Madina Raihan
Makmur, 2007) 87 Sinyo dan Nuraini, Pendidikan Anak Usia Dini ala Luqman Al-Hakim. (Jakarta:
Gramedia. 2015) hlm 5
48
mengokohkan iman anak juga perlu. Menanamkan didada mereka bahwa
apa pun yang mereka kerjakan akan mendapat balasan dari Allah. Kata Luqman
kepada putranya: QS. Luqman: 16
بني فيي أو رة صخ في فتكن دل خر ن م حبة قال مث تك إن إنهاتٱ و فيلسم ضٱأو ر تبهال
هٱيأ لل ٱإن ١٦لطيفخبيرلل
Terjemahannya:
(Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan)
seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi,
niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah
MahaHalus lagi Maha Mengetahui.
Menurut Fauzil Adhim pesan Luqman ini adalah untuk tidak menyekutukan
Allah, memurnikan tauhid sehingga memancarkan keimanan yang bersih, serta
memantapkan akidah dengan muraqabah; merasa senantiasa diawasi dan tidak
pernah luput dari penglihatan Allah. Tidak ada satu pun perbuatan yang luput dari
Allah. Dan tidak ada satu pun kezaliman yang terbebas dari perhitungan Allah.88
Surat inilah yang menjadi landasan Mohammad Fauzil Adhim bahwa
pendidikan keimanan sangat penting untuk ditanamkan dan diajarkan kepada
anak-anak sedini mungkin. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah
kalamullah; Al-Qur’an. dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah,
yakni segala yang ditelah diajarkan Rasullullah, termasuk yang beliau ajarkan,
diamkan dan larang.
Tujuan pendidikan keimanan adalah menumbuhkan anak atas dasar iman
dan ajaran Islam sejak masa pertumbuhannya sehingga terikat dengan Islam baik
akidah maupun ibadah, mengamalkan syariah Islam secara menyeluruh. Berarti
88 Mohammad Fauzil Adhim. Saat Berharga untuk Anak Kita. (Yogyakarta: Pro-U media.
2009) hlm 248
49
pendidikan keimanan mengupayakan pertumbuhan potensi iman dalam diri anak
agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan keimanan di dalam Islam dan
membuktikan imannya dengan mengamalkan syariat Islam lewat ibadah kepada
Allah.89
Menurut Mohammad Fauzil Adhim, ada yang perlu diperhatikan dalam
mengasuh anak. Segala sesuatu ada ilmunya. Tugas orang tua untuk membekali
diri dengan ilmu sebelum berbicara dan bertindak. Ilmu yang orang tua peroleh
adalah ilmu untuk mempersiapkan diri memperoleh jenjang karir yang lebih tinggi
bukan untuk mempersiapkan diri menjadi orang tua. Pada saat yang sama,
memohon pertolongan Allah agar apa yang ada dalam diri dapat menjadi jalan
kebaikan. Jika termasuk orang yang keras, semoga Allah jadikan kerasnya sikap
kita menjadi sebab tegaknya kebaikan. Sebaliknya, semoga lunaknya sikap tidak
menjadikan hilangnya ketegasan, tidak pula menyebabkan goyahnya pendirian
atas perkara yang nyata kebenaranya.
Secara garis besar konsep Mohammad Fauzil Adhim dalam membekali anak
dengan keimanan dapat dilihat dalam skema dibawah ini:
89 Amir Hamzah Lubis. Pendidikan Keimanan dan Pembentukan Kepribadian Muslim.
dalam Jurnal Darul ‘Ilmi Vol 4 No 1 (Padang:, 2016) hlm 68 (diakses 22 Juni 2021)
http://jurnal.iain-padangsidimpuan.ac.id/index.php/DI/article/viewFile/426/398 di Makassar
50
Konse
p P
endid
ikan
Kei
man
an m
enuru
t M
oham
mad
Fau
zil A
dhim
A. Mengenalkan Allah kepada anak
1. Membacakan Kalimat Tauhid pada Anak.
2. Membiasakan Melafadzkan Kalimat Thoyyibah.
3. Memperkenalkan Sifat-Sifat Allah Ta'ala
B. Membina anak untuk beriman kepada
Allah
1.Mengajarkan Anak untuk Tidak Mempersekutukan Allah.
2. Menanamkan Perasaan Takwa kepada Allah di Jiwa Anak.
3. Berbicara dengan Perkataan yang Benar (qaulan sadidan)
4. Mendisplinkan Anak untuk Shalat.
5. Membiasakan Anak untuk Berpuasa.
6. Mengajarkan Anak Untuk Berbagi.
7. Membangun Sikap Beriman Terhadap Takdir.
8. Membangkitkan Muraqabah Sejak Dini.
C. Mengajarkan Al-Qur'an pada Diri Anak
1. Menumbuhkan Kecintaan dan Keyakinan kepada Kitabullah
2. Menumbuhkan Jiwa Anak dengan Al-Qur’an
3. Mengajarkan Keterampilan Membaca dan Menghafal Al-Qur’an
4. Membangun Tradisi Berfikir yang Berpijak pada Al-Qur'an
5. Menjadikan Al-Qur’an sebagai Petunjuk, Pembeda dan Penjelas.
D. Menumbuhkan Kecintaan Anak pada
Agama Islam
1. Kita Bangkitkan Kebanggan menjadi Muslim di Dada Mereka.
2. Membiasakan Anak Memperlihatkan Identitas sebagai Muslim.
3. Al-Wala' Wal Bara'
E. Mengajarkan Mereka untuk Berislam dengan
Ihsan
F. Dorongan untuk Berdakwah
51
Berdasarkan penjelasan dan skripsi di atas, penulis mencoba menganalisis
pemikiran Mohammad Fauzil Adhim tentang Pendidikan Keimanan bagi Anak.
Upaya analisa yang dilakukan oleh penulis secara spesifik, dengan
mengkomparasikan pemikiran tokoh lain seperti pendapat Amani Ar-Ramadi dan
Hafizh. Hal ini bertujuan untuk mengetahui posisi pemikiran Mohammad Fauzil
Adhim di antara penulis-penulis lainnya
Menurut Amani Ar-Ramadi dalam buku Athfaluna wa Hubbullah, Hubbur
Rasul, Hubbul Islam, Kaifa Nuraghghibu auladana ilas shalat, banatuna wal
hijab judul terjemahan Menanamkan Iman kepada Anak yang diterjemahkan oleh
Fauziyah Nur Farida, bahwa dalam menanamkan iman kepada anak terbagi
menjadi empat pola, yaitu:
1. Mencintai Allah
Allah telah berfirman berkenaan dengan orang-orang yang mencintai-
Nya dalam surat Ali Imran ayat 31:
وي غفير بيبكم ٱلل فٱتبيعوني يح غفور قل إين كنتم تيبون ٱلل يم لكم ذنوبكم وٱلل ٣١ رحي
Terjemahnya:
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.90
Karena cinta kepada Allah SWT akan melahirkan rasa takut yang
disertai penghormatan dan pengagungan, baik ditengah kesepian maupun
keramaian. Tentunya kita berharap agar anak-anak kita memuliakan
Allah dan mengagungkan-Nya, daripada jika hubungan mereka dnegan-
90 Kementerian Agama RI. Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan. (Bogor: Madina Raihan
Makmur, 2007)
52
Nya dibangun atas rasa takut terhadap siksaan-Nya atau neraka
Jahannam. Jika demikian, ibadah mereka akan menjadi penentram jiwa
dan benteng mereka dari dosa-dosa.
Hal penting yang tidak boleh dilupakan dalam menanamkan rasa cinta
kepada Allah adalah membangun pola hubungan yang benar dan baik
diantara anggota keluarga dan anak-anak.
Amani Ar-Ramadi berpendapat bahwa menanamkan rasa cinta kepada
Allah sudah harus dimulai sejak fase pranikah. Karena dalam Islam
menjadikan memilih pasangan yang baik adalah salah satu hak anak
terhadap kedua orang tuanya.91
2. Mencintai Rasulullah
Mencintai Rasulullah merupakan salah satu pondasi keislaman kita.
Bahkan, keimanan kepada Allah tidak akan sempurna kecuali dengan
mencintainya.
Masa kanak-kanak diusia awal merupakan saat terpenting dalam
membangun kepribadian seseorang. Jika kita ingin mendidik generasu
muslim dengan kecintaaan terhadap Allah dan Rasul-Nya, kita harus
memulainya sejak dini. Saat hasrat mencari ridha ibu-bapaknya dan
kepatuhan terhadap mereka mulai tumbuh, maka prosesnya akan menjadi
lebih mudah.
91 Amani Ar-Ramadi. Athfaluna wa Hubbullah, Hubbur Rasul, Hubbul Islam, Kaifa
Nuraghghibu auladana ilas shalat, banatuna wal hijab judul terjemahan Menanamkan Iman
kepada Anak yang diterjemahkan oleh Fauziyah Nur Farida. (Solo: Istanbul, 2018) h 14-15
53
Kecintaan mereka kepada Rasulullah akan memberikan manfaat yang
baik, keberkatan dan taufik dalam segala sisi kehidupan. Hal demikian
itulah yang menjadi dambaan setiap orang tua.92
3. Mencintai Islam
Cinta islam adalah perasaan yang muncul ketika kita merasa benci
untuk keluar dari islam atau rasa benci jika Kembali kepada kekafiran,
sebagaimana kebencian kit ajika dilempar ke dalam neraka. Islam
merupakan agama terakhir yang relevan sepanjang masa disegenap aspek
kehidupan. Allah berfirman dalam (QS. Ali Imran ayat 19):
م سل إين ٱلد يين عيند ٱللي ٱلإي
Terjemahnya:
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.93
Masa kanak-kanak merupakan masa yang masih jernih dan bersih
pemikirannya. Karenanya, pengarahan anak untuk mengenal agama
mendapatkan porsi yang masih luas dalam hatinya, tempat tersendiri
dalam pikiran, dan sambutan oleh akalnya.
Menanamkan kecintaan kepada Islam harus dimulai dari orang tua
terlebih dahulu mencintai Islam karena anak-anak akan melihat orang tua
dan pendidiknya, selanjutnya, baru kita arahkan pada kondisi anak,
perasaan, kebutuhan, dan kemampuannya disetiap fase umur. Sehingga,
92 Ibid h 49-51 93 Kementerian Agama RI. Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan. (Bogor: Madina Raihan
Makmur, 2007)
54
dengan bantuan Allah, dia menjadi muslim yang lurus dan bermanfaat
bagi diri, keluarga, masyarakat dan agamanya.94
4. Mencintai Shalat
Orang tua harus berusaha mendidik anak untuk menjalankan shalat.
Shalat merupakan perintah Allah dan mematuhi perintah-Nya adalah inti
dalam agama ini. Ya, inti persoalannya adalah dengan berserah diri
sepenuhnya terhadap perintah-Nya dan menjauhi larang-Nya.
Rasulullah pun menjelaskan dengan tegas bahwa anak-anak yang
sudah berumur tujuh tahun sudah diwajibkan untuk shalat dan orang tua
dibolehkan memukul anaknya jika meninggalkan shalat setelah berumur
sepuluh tahun. Shalat merupakan penghubung antara seorang hamba
dengan Rabb-nya. Shalat juga menjadi pembeda anak-anak kita dari
orang kafir dan munafiq bila mereka sudah dewasa.95
Selanjutnya penulis akan memaparkan pendapat dari Hafizh dalam buku
Prophetic Parenting: Cara Nabi Mendidik Anak bahwasanya Rasulullah saw,
dalam menanamkan dasar pembinaan akidah terbagi menjadi lima pola antara
lain:
1. Membacakan Kalimat Tauhid pada Anak
Dari Ibnu Abbas ra. Menceritakan bahwa Rasulullah saw, bersabda:
“Ajarkanlah kalimat pertama kepada anak-anak kalian La Ilaha Illallah,
dan talqinkanlah Ketika akan meninggal dengan kalimat La Ilaha
Illahah” (HR. Al-Hakim)
94 Ibid h 99-101 95 Ibid h 171-173
55
Tujuan dari memperdengarkan dan mengajarkan kalimat tauhid ialah
agar pertama kali yang didengar adalah kalimat tauhid dan pengetahuan
tentang Allah.96
2. Mengajarkan Anak untuk Mencintai Allah
Menanamkan rasa cinta kepada Allah SWT, memohon pertolongan
kepada-Nya, merasa selalu diawasi oleh-Nya dan beriman kepada
ketentuan dan takdir.
Maka dari itu, anak dapat menghayati bentuk-bentuk keimanan dan
anak telah memiliki keyakinan yang kuat serta memiliki pengetahuan
tentang penciptanya dengan baik. Keimanan yang sudah melekat didalam
dada mereka akan membuatnya mampu menghadapi berbagai persoalan
hidup yang sedang dihadapinya hingga dewasa kelak.97
Setidaknya ada tiga hal yang perlu kita lakukan kepada anak saat anak
mulai bisa kita ajak berbicara:
a. Memperkenalkan Allah kepada anak melalui sifat-Nya, yakni al-
Khaliq (Maha Pencipta). Kita tunjukkan kepada anak bahwa
kemanapun mata kita memandang, disitu kita menemukan ciptaan
Allah.
b. Kita ajak anak untuk mengenali dirinya dan mensyukuri nikmat
yang melekat pada anggota badannya. Kita ajak mereka menyadari
bahwa Allah Yang Menciptakan itu semua.
96 Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid. Manhaj at-Tarbiyah an-Nabawiyyah lith Thifl.
(penerbit Dar Ibnu Katsir) Diterjemahkan oleh Farid Abdul Aziz Qurusy. 2010. Prophetic
Parenting; Cara Nabi Saw Mendidik Anak. (Yogyakarta. Pro-U Media, 2009) h 302 97 Ibid h 306-307
56
c. Memberi sentuhan kepada anak tentang sifat Al-Karim. Didalam
sifat ini berhimpun dua keagungan, yakni kemuliaan dan
kepemurahan. Orang tua perlu mengasah kepekaan anak-anak
untuk menangkap tanda-tanda kemuliaan dan kepemurahan Allah
dalam kehidupan sehari-hari.98
3. Mengajarkan Anak untuk Mencintai Rasulullah.
Nabi Muhammad Saw, idola dan tokoh yang paling layak untuk
diukuti dan ditiru serta tak tergantikan. Beliau adalah manusia yang
paling sempurna dan rasul utusan Allah yang terbaik. Mengajarkan anak
untuk mencintai Rasulullah, karena dengan cinta inilah perasaan si anak
tergugah, menambah semangat keislamannya, mendorongnya untuk
melakukan segala kebaikan, memberikan solusi bagi segala
permasalahannya dan meringankan segala musibah yang menimpanya. 99
4. Mengajarkan Al-Qur’an pada Anak.
Orang tua sepatutnya mengajarkan al-Qur’an kepada anak-anak sejak
kecil. Ini untuk mengarahkannya kepada keyakinan bahwa Allah SWT
adalah tuhan mereka dan ini adalah firman-firman-Nya. Agar ruh Al-
Qur’an meresap dalam hati mereka, cahayanya merasuk dalam pikiran
dan indra mereka. Supaya mereka mendapatkan akidah-akidah Al-Qur’an
sejak kecil. Juga agar mereka tumbuh dengan kecintaan terhadapkan Al-
Qur’an, keterikatan padanya, menjalankan segala perintah didalamnya,
98 Mohammad Fauzil Adhim. Mengenalkan Allah Kepada Anak. (Suara Hidayatullah.
2010) diakses di Makassar, 01 Juli 2021. https://www.hidayatullah.com/kolom/meminang-
surga/read/2010/08/19/44581/mengenalkan-allah-kepada-anak.html 99 Ibid h 313
57
meninggal segala larangan yang terdapat padanya, berperilaku dengan
akhlaknya dan berjalan sesuai dengan manhajnya.
Pengajaran Al-Qur’an merupakan sarana paling ideal dalam
membentuk anak menjadi sosok manusia yang selalu berlandaskan Al-
Qur’an. Jalan hidupnya tidak akan tersesat oleh gangguan sekitarnya dan
akan tetap mampu memandang kebenaran dimanapun berada. Allah akan
selalu menyinari jiwanya dengan Al-Qur’an. Sumber cahaya iman yang
selalu turun melimpahi diri anak Ketika dia telah mencintai Al-Qur’an.100
5. Mendidik Anak Agar Teguh dan Berkorban Demi Akidah.
Akidah menjadi tinggi dengan pengorbanan. Setiap kali wilayah
pengorbanan bertambah luas, maka jiwa akan semakin teguh. Itu juga
merupakan bukti akan kejujuran dan keistiqamahan.
Dengan menanamkan sifat pengorbanan dan akidah yang kuat pada
diri anak, diharapkan mereka mampu menghadapi gejolak dan tantangan
dunia modern saat ini. Karena akidah yang kuat akan kemurnian ajaran
Islam, anak mampu menghadapi godaan dan upaya setan dalam
menyesatkan umat manusia. Dengan akidah serta keyakinan yang kuat
akan kebenaran Islam tertanam kuat, maka dalam diri anak akan timbul
keyakinan kuat dalam mempertahankan kebenaran Islam.101
Dari pemaparan diatas dapat penulis simpulkan bahwa pemikiran
Mohammad Fauzil Adhim dekat dan mempunyai kesamaan dengan pemikiran
Hafizh tentang pola dalam mendidik keimanan anak. Senada juga dengan
100 Ibid h 330 101 Ibid h 334-345
58
pemikiran Amani Ar-Ramadi tentang pentingnya menanamkan pendidikan
keimanan anak. Hanya dalam pengkajiannya, Amani Ar-Ramadi membagi
periode anak dalam konteks penanaman jiwa keimanan pada anak menjadi pada
saat sebelum memilih pasangan, saat hamil, saat anak lahir dan setelah lahir.
Paparan tersebut diatas menyimpulkan juga bahwa secara keseluruhan
masing-masing tokoh memiliki konsentrasi yang sama yaitu adanya kesadaran
dan perhatian yang kuat tentang pentingnya pendidikan keimanan pada anak
sebagai landasan penting bagi kehidupan selanjutnya.
Secara ringkas analisis tersebut dapat dibaca pada table berikut:
Permasalahan Fauzil Adhim Amani Ar-Ramadi Hafizh
Pendidikan Keimanan
pada anak sebagai
landasan pokok
kehidupan
√ √ √
Cakupan pengertian anak √ √ √
Metode dan isi dalam
satu ulasan
√ √ √
Metode pendidikan
keimanan dibuat dalam
setiap periode anak.
- √ -
Keterangan simbol √: sama
59
Pemikiran Mohammad Fauzil Adhim mengenai pendidikan keimanan bagi
anak sangat diperlukan dan diperhatikan oleh setiap orang tua serta pendidik
dalam kehidupan sekarang. Orang tua harus bersungguh-sungguh mendidik anak-
anak dan menghindarkan mereka dari sejauh-jauhnya dari siksa neraka. Jika hari
ini tidak tega melihat penderitaan mereka didunia, lalu merasa khawatir dengan
“masa depan mereka” sesudah dewasa nanti, maka tegakah membiarkan wajahnya
melepuh dibakar api neraka?
Seperti dalam kisah Luqman yang mengajarkan bahwa iman kita wariskan
dengan mempersiapkan mereka untuk memiliki keyakinan yang bersih. Mendidik
mereka untuk tidak mempersekutukan Allah; melalui nasihat maupun lewat
contoh yang diberikan setiap kali bertindak dan bersikap. Rasa iman dibangkitkan
melalui nasihat yang menghidupkan jiwa. Bukan sekedar melalui ajaran yang
hanya memberi materi untuk otak.
Sepeninggal orang tua, selain shadaqah jariyah dan ilmu yang bermanfaat,
tidak ada lagi yang diharapkan selain anak-anak yang sholeh dan sholehah.
Artinya, anak-anak harus menjadi pribadi yang shalih terlebih dahulu, lalu
tersebab keshalihannya mereka mendoakan orang tuanya. Oleh sebab itu, sangat
diperlukan pendidikan keimanan pada anak sedini mungkin. Dalam mendidik
anak, orang tua harus benar-benar mengilmui apa yang akan diajarkan sekaligus
mengilmui bagaimana mengajarkannya kepada anak. Terlebih lagi mengenai
pendidikan keimanan bagi anak yang menjadi tonggak keselamatan seorang
hamba kepada Rabb-Nya, sebagai penguat jiwa anak dalam menghadapi
tantangan dalam kehidupannya.
60
Selanjutnya yang perlu dilakukan oleh orang tua adalah membentuk anak-
anak yang mencintai ilmu. Membentuk anak yang semangat dalam mencari ilmu,
mencintai ilmu dan bermanfaat bagi dirinya serta orang lain. Tujuan utamanya
bukan sekedar prestasi akademik, tetapi juga menumbuhkan sikap positif dan
keyakinan anak atas kompetensi yang dimiliki.
Menurut penulis kelebihan konsep Mohammad Fauzil Adhim adalah beliau
lebih banyak mengaitkan dengan hal-hal yang terjadi dimasa sekarang. Sehingga
orang tua sudah mengerti situasi-situasi apa yang akan dihadapi ketika mendidik
anak pada masa sekarang. Mohammad Fauzil Adhim juga lebih banyak mengajak
orang tua untuk menguatkan keimanannya terlebih dahulu sebelum mendidik
keimanan anaknya kuat. Konsep Mohammad Fauzil Adhim juga lebih
memerhatikan bagaimana cara orang tua mendidik anak untuk beriman kepada
Allah karena rasa cinta kepada-Nya bukan karena balasan dan neraka Allah bagi
orang yang tidak beriman kepada-Nya.
Penulis pada hakekatnya sepakat dengan konsep Mohammad Fauzil Adhim,
akan tetapi ketika konsep ini dihadapkan dengan realitas yang ada nampaknya
masih ada kekurangan dalam konsep ini. Bisa dibayangkan ketika anak yang
sering bermain video game/ playstation tanpa aturan yang ketat dan sikap keras
orang tua dalam menghadapi anak, anak akan menjadi penakut, tidak pernah ada
kenyamanan pada dirinya atau sebaliknya anak akan menjadi nakal, brutal, dan
liar.
Kekurangan lain dari konsep pendidikan Mohammad Fauzil Adhim, dalam
konsep ini tidak ada metode pendidikan yang dibuat untuk setiap periode anak.
61
Jika melihat konsep pendidikan keimanan menurut Amani Ar-Ramadi yang
membagi periode anak dalam konteks penanaman keimanan pada anak menjadi
pada saat sebelum memilih pasangan, saat hamil, saat anak lahir dan setelah lahir.
B. Metode Pendidikan Keimanan pada Anak Menurut Mohammad Fauzil
Adhim
Metode yang tepat sangat berperan penting dalam proses pendidikan Islam.
Karena seni dalam menyampaikan ilmu pengetahuan sebagai materi pengajaran
kepada peserta didik adalah melalui sebuah metode. Maksud metode disini adalah
cara yang dapat ditempuh dalam memudahkan tujuan pendidikan keimanan pada
anak. Menurut Mohammad Fauzil Adhim metode-metode yang digunakan untuk
pendidikan keimanan bagi anak antara lain:
1. Metode Motivasi.
Kata motivasi berasal dari bahasa inggris, motivation yang berarti
pengalasan, daya batin, dorongan, motivasi. Dalam bahasa Indonesia
terdapat kata motif yang berarti sebab-sebab yang menjadi dorongan,
tindakan seseorang, dasar pikiran atau pendapat, sesuatu yang menjadi
pokok (dalam cerita, gambaran, dan sebagainya)102
Menurut Mohammad Fauzil Adhim kata-kata motivasi yang bukan
sekedar menginformasikan merupakan kekuatan yang InsyaAllah efektif
menanamkan keyakinan. Kata-kata memotivasi bersumber dari tepatnya
pilihan kata, bagusnya susunan kalimat, indahnya ungkapan, dan terutama
kekuatan jiwa penyampainya. Sama kalimatnya beda kekuatan jiwa
102 Abuddin Nata. Psikologi Pendidikan Islam. (Depok: Rajawali Pers, 2018) h 301
62
penyampainya, beda pula pengaruh yang dihasilkannya.103 Motivasi juga
berpengaruh pada perhatian. Semakin besar perhatian, akan semakin efektif
anak belajar. Perhatian juga meningkatkan daya ingat anak.
Keinginan ibu untuk memotivasi anak tidak jarang menghadapi benturan
karena kesalahan-kesalahn kecil. Tindakan memotivasi justru menjadi
boomerang. Ada beberapa kesalahan yang sering dilakukan Ketika
memotivasi anak, yaitu:104
a. Membuat anak merasa bersalah.
Sebagian ibu menganggap bahwa dengan menimbulkan rasa bersalah,
anak akan terpacu untuk mmeperbaiki diri. Anak akan bersemangat
meraih apa yang diharapkan oleh orang tua. Tetapi kenyataannya
seringkali justru sebaliknya. Anak menjadi rendah diri dan tidak
memiliki percaya dri. Dalam jangka Panjang, ini melemahkan
kemampuan anak dalam menyesuaikan diri maupun dalam
mengembangkan kecapakan intelektual dan keterampilan kerja.
b. Menjadikan anak merasa anda tidak menganggapnya cukup pandai.
Memotivasi anak dengan bentuk-bentuk ungkapan yang tidak
menghargai anak justru bisa membodohkan anak. Orang tua hendaknya
memberikan kehangatan dan penerimaan apapun yag diraih oleh anak.
Sikap yang demikian akan menimbulkan rasa aman dan perasaan
diterima pada diri anak.
103 Mohammad Fauzil Adhim. Segenggam Iman Anak Kita. (Yogyakarta: Pro-U Media.
2013) hlm 115 104 Mohammad Fauzil Adhim. Menghindari Kesalahn Motivasi. (Suara Hidayatullah: 2010)
(diakses 01 Juli 2021) https://www.hidayatullah.com/kolom/meminang-
surga/read/2010/09/27/44926/menghindari-kesalahan-memotivasi.html
63
c. Menghancurkan harga diri anak.
Ungkapan-ungkapan yang dapat mengganggu harga diri anak, seperti
ketika orang tua menceritakan hal-hal buruk yang dilakukan anak kepada
orang lain. Terkadang hal semacam ini tidak disadari oleh orang tua.
Sikap seperti ini dapat menjadikan dawdling, yaitu sikap negative anak
dengan tidak mau melakukan apa yang diperintahkan orang tua dengan
harapan orang tuanya marah.
d. Membuat anak defensif.
Situasi yang memojokkan membuat seseorang harus bersikap bertahan
(defensif) tidak menuruti kemauan pihak yang menghendaki berubah.
Jika sangat terpaksa, ia akan menurut. Tetapi hanya asal tidak mendapat
tekanan. Anak akan menjadi apatis.
e. Mendorong anak balas dendam.
Tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya balas dendam.
Tetapi ternyata, ada pola-pola komunikasi yang cenderung membuat
anak terdorong untuk balas dendam. Sikap yang tegas sangat perlu
ditegakkan dalam keluarga. Tetapi ketegasan harus berlandaskan aturan
yang jelas dan dipahami anak. Ketegasan harus selaras dengan sikap
menghargai inisiatif anak. Orang tua hendaknya memiliki sikap terbuka
dan mau mendengarkan anak, mendampingi dan memberikan kehangatan
sehingga anak akan memiliki percaya diri dan harga diri yang baik. Ini
akan lebih berharga bagi anak.
64
2. Metode Kasih Sayang.
Menurut Mohammad Fauzil Adhim sebelum membangun orientasi hidup
anak, hal yang paling awal orang tua berikan adalah kasih sayang.
Memberikan kasih sayang dalam proses pendidikan pada anak, anak sudah
dapat merasakan apakah ia di sayangi, dicintai, diperhatikan dan dihargai
atau tidak. Orang tua harus hidupkan perasaannya dengan memberikan
waktu untuk bercanda bersama mereka. Sebab dengan kasih sayang yang
diberikan orang tua, anak akan memiliki orientasi hidup yang jelas.105
Seperti yang Rasulullah Saw lakukan dalam mendidik anak, sebelum
Rasul mengajarkan tentang kebenaran, Rasulullah Saw lebih dulu
melimpahi anak-anak dengan kasih sayang dan menyediakan waktu untuk
bermain-main. Seperti halnya yang dicontohkan Rasulullah Saw, saat
sedang menggendong cucunya Umamah Putri Zainab ketika sedang shalat.
Abu Qatadah berkata, “Kami Keluar bersama Rasulullah Saw, sedangkan
Umamah binti Abi Al-Ash berada diatas bahu Rasulullah (digendong). Lalu
beliau shalat. Ketika beliau rukuk, maka umamah diletakkan, dan ketika
beliau bangun dari rukuk, maka Umama diangkat.” (Riwayat Bukhori)
Sebuah pelajaran penting tentang betapa besar nilai kasih sayang bagi
proses pendidikan dan pembentukan karakter anak-anak. Begitu pentingny,
sehingga saat shalat pun diizinkan untuk menggendong anak yang masih
kecil agar hilang rasa susahnya dan gembira hatinya. Membahagiakan dan
memuliakan anak-anak niscaya mereka akan memuliakan orang tuanya,
105 Ibid hlm 44
65
mendengar kata-katanya dan mengarahkan dirinya untuk menjadi yang
seharusnya. 106 Hal ini menunjukkan betapa pentingnya orang tua untuk
meluangkan waktu bermain serta memberi perhatian yang hangat bagi
aqidah anak kelak.107
3. Metode Keteladanan
Suri teladan yang baik memiliki dampak yang besar pada kepribadian
anak. Sebab mayoritas yang ditiru anak berasal dari kedua orang tuanya.
Anak-anak akan selalu memerhatikan dan meneladani sikap dan perilaku
orang dewasa. Apabila mereka melihat kedua orang tua berperilaku jujur,
mereka akan tumbuh dalam kejujuran. Kedua orang tua selalu dituntut untuk
menjadi suri teladan yang baik. Karena, seorang anak yang berada dalam
masa pertumbuhan akan selalu memerhatikan sikap dan ucapan kedua orang
tuanya.108
Mohammad Fauzil Adhim memberikan contoh pembelajaran dengan
qaulan sadidan yaitu: perkataan yang benar sekaligus tidak menutupi
kebenaran. Perkataan orang tua kepada anak harus sesuai dengan prinsip-
prinsip kebenaran. Diantaranya dengan mengungkapkan kebenaran pada
waktu yang tepat. Berbicara dengan qaulan sadidan akan mendorong orang
tua untuk tetap berbenah. Membiasakan anak-anak untuk berkata jujur dan
benar kepada orang lain. Qaulan sadidan juga merupakan kunci untuk
106 Mohammad Fauzil Adhim. Bahagiakan Mereka, Nyalakan Semangatnya. (Suara
Hidayatullah: 2010) diakses di Makassar, 01 Juli 2021.
https://www.hidayatullah.com/kolom/meminang-surga/read/2010/07/01/44008/bahagiakan-
mereka-nyalakan-semangatnya.html 107 Ibid h 44 108 Hafizh Suwaid. Prophetic Parenting; Cara Nabi Mendidik Anak. (Yogyakarta: Pro-U
Media, 2010) h 139-140
66
melahirkan generasi yang kuat dan tidak menghawatirkan. Karena dengan
berbicara benar akan membawa kepada kebaikan-kebaikan.109
Di era modern saat ini, metode keteladanan masih sangat diperlukan
dalam dunia pendidikan, terlebih lagi pendidikan dalam keluarga.
Keteladanan akan memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi
tercapainya tujuan pendidikan dalam keluarga dan pendidikan keimanan.
4. Metode Pembiasaan
Menurut Mohammad Fauzil Adhim metode pembiasaan sangat penting
dalam mendidik anak dikehidupan sehari-hari. Pembiasaan akan membantu
proses pembentukan karakter anak sebab mereka akan diberikan
kesempatan untuk terbiasa melakukan apa yang diajarkan oleh orang tua.
Selain itu Mohammad Fauzil Adhim mencontohkan pembelajaran anak
untuk membiasakan dan mendisiplinkan shalat yang dimulai pada usia tujuh
tahun. Ketika anak belum berusia tujuh tahun tidak mengerjakan shalat,
orang tua harus memaklumi dan melapangkan hati. Tugas orang tua adalah
menumbuhkan perasaan positif terhadap kebiasaan yang ingin kita
tumbuhkan, membangkitkan sense of competence (perasaan bahwa dirinya
memiliki kompetensi) serta menjamin bahwa mereka memiliki harga diri
yang tinggi. Memperlakukan anak-anak secara terhormat, tetapi bukan
memanjakan. 110
109 Ibid h 77-79 110 Mohammad Fauzil Adhim. Segenggam Iman Anak Kita. (Yogyakarta: Pro-U Media,
2013) h 265
67
5. Metode Nasehat
Memberi nasehat adalah salah satu metode yang masyhur sejak berabad-
abad silam. Anak terkadang lebih senang mendengarkan atau
memperhatikan nasehat orang-orang yang ia cintai dan ia jadikan tempat
mengadukan segala permasalahannya. Dalam kondisi seperti ini pelajaran
atau nasehat akan benar-benar mempunyai pengaruh yang besar bagi
anak.111
Menurut Mohammad Fauzil Adhim metode keimanan melalui nasehat
yang baik digunakan oleh orang tua adalah apa yang terkandung dalam Al-
Qur’an. Seperti yang terdapat dalam Qur’an surat Luqman ayat 13-19,
nasehat Luqman kepada anaknya yang mencerminkan pendidikan yang
harus dilaksanakan oleh orang tua terhadap anaknya. Pendidikan tersebut
meliputi pembinaan iman dan tauhid, akhlak dan juga ibadah. Dalam surat
Luqman ayat 13 terlihat nasehat untuk anaknya agar tidak menyekutukan
Allah, dan pada ayat lain Luqman memberi nasehat pada anaknya dengan
kata perintah agar melaksanakan shalat, dan nasehat untuk menghindari
kesombongan.112
6. Metode Hukuman
Hukuman diberikan, apabila metode-metode yang lain sudah tidak dapat
merubah tingkah laku anak, atau dengan kata lain hukuman merupakan jalan
111 Zuhairini dkk. Metodologi Pendidikan Agama. (Bandung: Ramadhani, 1993) h 130 112 Mohammad Fauzil Adhim. Saat Berharga untuk Anak Kita. (Yogyakarta: Pro-U Media,
2009) h247-252
68
terakhir yang ditempuh oleh orang tua atau pendidik, apabila ada perilaku
anak yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.113
Memberi hukuman kepada anak harus dengan cara yang tepat, hukuman
yang tidak tepat bisa membuat anak merasa dilecehkan, merasa orang
tuanya kejam dan semena-mena, anak juga bisa menjadi minder, penakut
bahkan pengecut. Menurut Mohammad Fauzil Adhim ada beberapa catatan
yang harus diperhatikan ketika memberi hukuman pada anak, yaitu:
a. Menghukum anak bukan sebagai luapan emosi, apalagi sebagai
pelampiasan jengkel karena perilaku mereka. Tampaknya sepele, tetapi
sepele ini mempengaruhi sikap orang tua dan cara orang tua bersikap
mempengaruhi penerimaan anak. Selain itu, orang tua juga harus
senantiasa membenahi niat kita dalam menghukum anak, perilaku kita
lebih terkendali.
b. Menghukum merupakan tindakan mendidik agar anak memiliki sikap
yang baik. Artinya, hal terpenting dalam menghukum adalah anak
mengerti apa yang seharusnya dilakukan dan memahami apa yang
menyebabkan dia dihukum. Jika anak menyadari kesalahannya dan
memperbaiki sikapnya, orang tua perlu meresponnya dengan positif.
c. Tindakan memberi hukuman kepada anak adalah dalam rangka
mengajari bahwa setiap perbuatan yang anak lakukan mempunyai
konsekuensi. Orang tua menghukum anak bukan karena marah atau
membalaskan kejengkelan juga bukan untuk mempermalukan anak.
113 Mufatihatut Taubah. Pendidikan Anak dalam Keluarga Perspektif Islam. dalam Jurnal
Pendidikan Agama Islam Vol 03 No 01 (UIN Surabaya. 2015) (diakses 07 Juli 2021) Hlm 131-136
http://jurnalpai.uinsby.ac.id/index.php/jurnalpai/article/view/41/41
69
d. Menghukum tetapi tidak menyakiti. Banyak ornag tua yang bermaksud
menghukum tetapi yang terjadi adalah menyakiti hati anak. Orang tua
sering memojokkan anak dengan pertanyaan-pertanyaan yang
membuatnya mati kutu, dan menghujani anak dengan ancaman-ancaman
yang menakutkan, meskipun anak sudah memiliki iktikad baik.
e. Tetap berfikir jernih saat menghukum anak. Keputusan-keputusan yang
baik hanya dapat diambil oleh orang tua ketika pikirannya jernih. Pikiran
yang jernih hanya muncul ketika hati tenang dan emosi terkendali.
f. Kasih sayang mendahului kemarahan. Meskipun kita memberi hukuman
pada anak, tunjukkanlah bahwa kita melakukannya karena didorong oleh
rasa cinta dan kasih sayang.114
Metode-metode diatas akan sangat efektif apabila orang tua memiliki
kemauan dan niat yang kuat untuk mendidik anaknya memiliki iman yang kokoh.
Metode pendidikan keimanan juga harus didukung dengan lingkungan yang baik,
terutama keluarga yang merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama.
Keluargalah yang memegang peranan utama dan memegang tanggung jawab
terhadap pendidikan anak-anaknya. Pendidikan dalam keluarga berlangsung
secara wajar dan informal, serta lebih dominan dengan media permainan.
Dalam pendidikan tersebut juga harus diperhatikan ketika memberikan
kasih sayang, tidak berlebih-lebihkan akan tetapi juga tidak kurang. Perlu adanya
pendekatan pada anak dalam setiap metode pendidikan, salah satunya yaitu acra
bermain, meningkatkan tingkat kecerdikan anak dengan merangsang fungsi-fungsi
114 Mohammad Fauzil Adhim. Saat Berharga untuk Anak Kita. (Yogyakarta: Pro-U Media,
2009)
70
indranya. Proses pendampingan anak dnegan mendahulukan terjaganya sisi
kejiwaan anak karena yang mengalamu masa perkembangan awal menjadi hal
yang penting.
71
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada analisis yang berkaitan dengan “Konsep Mohammad
Fauzil Adhim tentang Pendidikan Keimanan pada Anak” dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Konsep Pendidikan keimanan pada anak menurut Mohammad Fauzil
Adhim antara lain: Pertama, membekali Pendidikan keimanan pada anak
meliputi pengenalan Allah kepada anak, dimulai dengan pembacaan
kalimat Lailahaillallah, membiasakan anak dengan kalimat, membiasakan
anak dengan perkataan yang benar (qaulan sadidan), mendisiplinkan anak
untuk shalat, mengajarkan anak untuk berbagi, mengajarkan anak untuk
berpuasa, dan beriman terhadap takdir. Kedua, mengajarkan dan
mendekatkan anak pada Al-Qur’an, menumbuhkan kecintaan dan
keyakinan kepada kitabullah, menumbuhkan jiwa anak dengan Al-Qur’an,
mengajarkan membaca dan menghafal Al-Qur’an dan menjadikan Al-
Qur’an sebagai petunjuk, pembeda dan penjelas. Ketiga, membangun
orientasi hidup yang jelas dengan memberikan kasih sayang,
menumbuhkan kecintaan terhadap agama Islam, mengajarkan anak untuk
berislam dengan Ihsan serta mendorong mereka untuk berdakwah.
2. Implementasi pendidikan keimanan bagi anak menggunakan metode
motivasi, kasih sayang, keteladanan, pembiasaan, nasihat dan ditambah
72
dengan metode hukuman dapat mengajak anak untuk mengenali Allah serta
membekali anak untuk menuntut ilmu dan mencintai orang yang berilmu.
B. Saran
Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, ada beberapa hal yang disarankan
kepada orang tua maupun Lembaga Pendidikan, antara lain:
1. Dalam menghadapi tantangan era modern saat ini, orang tua hendaknya
memberi perhatian khusus untuk pendidikan anak, terlebih mengenai
pendidikan keimanannya dengan menanamkan dasar-dasar keimanan dijiwa
anak.
2. Lembaga Pendidikan hendaknya membentuk lingkungan Pendidikan yang
agamis dalam proses kegiatan belajar mengajar, mengajarkan aktivitas-
aktivitas yang Islami pada peserta didik dengan memberikan waktu lebih
untuk mengenal nilai-nilai mulia pada ajaran agama Islam.
73
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Qarim
Abdullah. 2018. Urgensi Pendidikan Agama dalam Keluarga dan Implikasinya
terhadap Pembentukan Kepribadian Anak. dalam Tranformasi: Jurnal
Kepemimpinan dan Pendidikan Islam Vol 2 No 1. Papua Barat. IAIN
Sorong. (diakses 07 Juli 2021)
https://ejurnal.iainsorong.ac.id/index.php/Transformasi/article/view/311/269
Adhim, Mohammad Fauzil. 2009. Saat Berharga untuk Anak Kita. Yogyakarta.
Pro-U Media.
. 2009. Anak Harus Paham, Ada Agama Selain Islam.
Suara Hidayatullah.
https://www.hidayatullah.com/kolom/meminangsurga/read/2009/07/30/421
09/anak-harus-paham-ada-agama-selain-islam.html (diakses 01 Juli 2021)
. 2010. Bahagiakan Mereka, Nyalakan Semangatnya.
Suara Hidayatullah.
https://www.hidayatullah.com/kolom/meminangsurga/read/2010/07/01/440
08/bahagiakan-mereka-nyalakansemangatnya.html (diakses 01 Juli 2021)
. 2010. Mengenalkan Allah Kepada Anak. Suara
Hidayatullah. https://www.hidayatullah.com/kolom/meminang-
surga/read/2010/08/19/44581/mengenalkan-allah-kepada-anak.html (01 Juli
2021)
. 2010. Menghindari Kesalahan Motivasi. Suara
Hidayatullah.
https://www.hidayatullah.com/kolom/meminangsurga/read/2010/09/27/449
26/menghindari-kesalahan-memotivasi.html (01 Juli 2021)
. 2013. Segenggam Iman Anak Kita. Yogyakarta. Pro-
U Media.
. 2015. Positive Parenting. Yogyakarta. Pro-U Media.
Ahmad. 2018. Desain Penelitian Analisis Isi. dalam Jurnal Ahmad. Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah. (diakses 10 Juli 2021)
https://www.researchgate.net/profile/Jumal-
Ahmad/publication/325965331_Desain_Penelitian_Analisis_Isi_Content_A
nalysis/links/5b305090a6fdcc8506cb8b21/Desain-Penelitian-Analisis-Isi-
Content-Analysis.pdf
74
Al-Hajjaj, Muslim bin, Ṣaḥīḥ Muslim, pentahqiq. Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi,
(Beirut: Dār Iḥyā’ at-Turāṡ, t,th), Jilid IV.
Al-Qaradawi, Yusuf. 1992. Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan. Surabaya.
Pustaka Progresif.
Annova, Fauzana. 2019. Pendidikan Keimanan dalam Al-Qur’an. dalam Al-
Uswah: Jurnal Riset dam Kajian Pendidikan Agama Islam Vol 2 No 2.
Riau: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sultan Syarif Kasim Riau.
(diakses 07 Juli 2021) http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/AL-
USWAH/article/view/8327
Ar-Ramadi, Amani. 2018. Athfaluna wa Hubbullah, Hubbur Rasul, Hubbul Islam,
Kaifa Nuraghghibu auladana ilas shalat, banatuna wal hijab judul
terjemahan Menanamkan Iman kepada Anak yang diterjemahkan oleh
Fauziyah Nur Farida. Solo. Istanbul.
As-Shamad, Muhammad Abd. 2006. Tarbiyyah al-Aqdiyyah wa al-Khalqiyyah fi
Adab al-Aṭfāl, dalam ad-Dirāsāt, al-Jāmi’ah al-Islāmiyyah al’Ālamiyyah
Vol, 3,
Asy-Syantut, Khalid. 2018. Mendidik Anak Laki-Laki. Solo. Aqwam.
Atabik, Ahmad dan Burhanuddin, Ahmad. 2015. Konsep Nasih Ulwan Tentang
Pendidikan Anak. dalam Elementary Jurnal, Vol.2, No. 2. http://www.m-
edukasi.web.id/2012/10/pendidikan-anak-usia-dini-paud.html.
Azis, Abdul dan Fauzy, Fanny. 2016. Konsep Positive Parenting Menurut
Mohammad Fauzil Adhim dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Anak.
dalam Jurnal Tarbiyah al-Aulad Vol 01 no 02 (diakses 07 Juli 2021)
https://drive.google.com/file/d/1dp4NtyITdnOec1Cu7EaVLXV2VSTY0Tt
W/view
Chaer, Moh Toriqul dan Suud, Fitriah. 2020. Pendidikan Anak Perspektif Hamka
(Kajian Q.S. Luqman/31: 12-19 dalam Tafsir Al-Azhar. Dalam Southeast
Asian Jurnal of Islamic Education Vol 02 No 02. (diakses 07 Juli 2021)
https://journal.iain-samarinda.ac.id/index.php/SAJIE/article/view/2192
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar. 2019. Panduan
Penulisan Karya Ilmiah. Makasar
Hamzah, Amir. 2020. Metode Penelitian Kepustakaan. Malang. CV Literasi
Nusantara Abadi.
Ishlahunnisa’. 2010. Mendidik Anak Perempuan. Solo. Aqwam,
75
Janna, Sitti Riadil. 2013. Konsep Pendidikan Anak Dalam Perspektif Al-Ghazali.
Jurnal Ta’dib Vol 6 No 2. Kendari. Fakultas Tarbiyah STAIN Kendari.
(diakses 05 Juli 2021)
Khusni, Moh Faishol. 2018. Fase Perkembangan Anak dan Pola Pembinaannya
dalam Perspektif Islam. Dalam Jurnal Perempuan dan Anak Vol 2 No 2.
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Tulungagung. (diakses 08 Juli
2021)
http://ejournal.iaintulungagung.ac.id/index.php/martabat/article/view/1348
Lubis, Amir Hamzah. 2016. Pendidikan Keimanan dan Pembentukan
Kepribadian Muslim. Dalam Jurnal Darul ‘Ilmi Vol 04 no 01. Padang. IAIN
Padang Sidimpuan (diakses 07 Juli 2021)
http://jurnal.iainpadangsidimpuan.ac.id/index.php/DI/article/viewFile/426/3
98
Mahfud, Rois. 2011. Pendidikan Agama Islam. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Mahsunudin. 2020. Urgensi Pendidikan Keimanan bagi Anak. dalam Jurnal Al-
Ifkar Vol XIV no 02 (diakses 08 Juli 2021)
http://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/ifkar/article/view/4329
/3159
Mansur, Sutan. 1981. Tauhid Membentuk Pribadi Muslim. Jakarta. Yayasan Nurul
Islam.
Muhaimin, 2011. Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam.
Jakarta. Rajawali Pers.
Muslimawaty, Rivanti. 2018. Pendidikan Keimanan Anak dalam Keluarga
Menurut Zakiah Daradjat. Jurnal Pendidikan Islam. Bandung. STAI Sabili
Bandung.
Naquib, Syed Muhammad al-Attas. 1981. Islam dan Sekularisme. Bandung.
Pustaka.
Nata, Abuddin. 2018. Psikologi Pendidikan Islam. Depok. PT RajaGrafindo
Persada.
Nurkholis. 2013. Pendidikan dalam Upaya Memajukan Tekhnologi. Jurnal
Kependidikan. https://media.neliti.com/media/publications/104343-ID-
none.pdf (diakses 05 Juli 2021)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar
Nasional Pendidikan. (diakses 05 Juli 2021)
76
PermataSari, Ayu. 2016. Konsep Pendidikan Tauhid Bagi Anak Dalam Buku
“Segenggam Iman Anak Kita” Karya Muhammad Fauzil Adhim, Skripsi.
IAIN Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Salatiga (01 Maret 2021)
Qulubiyah, Lu’luatul. 2017. Konsep Pendidikan Keimanan Bagi Anak Menurut
Mohammad Fauzil Adhim. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan,
Institut Agama Islam Negeri Salatiga. (01 Maret 2021)
Sabiq, Sayid. 1986. Aqidah Islam Pola Hidup Manusia Beriman. Bandung. CV
Diponegoro.
Said, Nurhidayat Muh. 2013. Metode Penelitian Dakwah. Buku Daras. Makassar.
UIN Alauddin. (diakses pada 10 Juli 2021) http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/405/1/Nurhidyat%20Muh.%20Said.pdf
Silahuddin. 2016. “Internalisasi Pendidikan Iman Kepada Anak dalam Perspektif
Islam” dalam DIDAKTIKA, Jurnal Ilmiah, Vol. 16, No.2. Banda Aceh.
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry.
Sinyo dan Nuraini. 2015. Pendidikan Anak Usia Dini ala Luqman Al-Hakim.
Jakarta. Gramedia.
Siregar, Lis Yulianti Syafrida. 2016. Pendidikan Anak dalam Islam. dalam
Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak Vol 1 No 2. UIN Ar-Raniry. (diakses 08
Juli 2021) hlm 19 LYS Siregar - Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak, 2017 -
jurnal.ar-raniry.ac.id
Sugiyono. 1990. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Bandung.
Kanisius.
Sukatin, dkk. 2019. Pendidikan Anak dalam Islam. dalam Bunayya: Jurnal
Pendidikan Anak Vol VI No 2. UIN Ar-Raniry. (diakses 08 Juli 2021)
https://www.jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php/bunayya/article/view/7345/4332
Suwaid, Muhammad Nur Abdul Hafizh. 2009. Manhaj at-Tarbiyah an-
Nabawiyyah lith Thifl. (penerbit Dar Ibnu Katsir) Diterjemahkan oleh Farid
Abdul Aziz Qurusy. 2010. Prophetic Parenting; Cara Nabi Saw Mendidik
Anak. Yogyakarta. Pro-U Media.
Syarifuddin, Ahmad. 2007. Mendidik Anak Membaca, Menulis, dan Mencintai Al-
Qur’an. Jakarta. Gema Insani.
Taubah, Mufatihatut. 2015. Pendidikan Anak dalam Keluarga Perspektif Islam.
dalam Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol 03 No 01. UIN Surabaya.
(diakses 07 Juli 2021) Hlm 131-136
http://jurnalpai.uinsby.ac.id/index.php/jurnalpai/article/view/41/41
77
Ulum, Itah Miftahul. 2019. Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Keimanan.
dalam Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Volume 2 No 2. Cirebon. Program
Studi Akuntasi Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon.
Ulwan, Abdullah Nashih. 1994. Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam.
Semarang. Asy-Syifa.
Ulwan, Abdullah Nashih. 1997. Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam. Mesir. Dar as-
Salam.
Wastuti. 2009. Konsep Ta'dib Dalam Pendidikan Islam (Studi Atas Pemikiran
Syed Muhammad Naquib Al-Attas. (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.) di
akses 08 Agustus 2021 https://digilib.uin-
suka.ac.id/id/eprint/8736/1/WASTUTI%20KONSEP%20TA%27DIB%20D
ALAM%20PENDIDIKAN%20ISLAM%20%28STUDI%20ATAS%20PE
MIKIRAN%20SYED%20MUHAMMAD%20NAQUIB%20AL-
ATTAS%29.pdf
Yayasan Binaa’ul Mustaqbal. 2006. Tafsir Seper Sepuluh Dari Al-Qur’an Al-
Karim.
Yusuf, Munir. 2018. Pengantar Ilmu Pendidikan. Palopo. Lembaga Penerbit
Kampus IAIN Palopo.
Zuhairini dkk. 1993. Metodologi Pendidikan Agama. Bandung. Ramadhani.
78
RIWAYAT HIDUP
Nidaa’an Khafiyya, Bojonegoro, 13 September 1998. Anak ke-
3 dari tiga bersaudara, dari pasangan bapak Sadar dan Ibu
Khalifah. Penulis mengawali pendidikan di TK Dharma
Wanita Bakung pada tahun 2003 dan tamat pada tahun 2005,
kemudian melanjutkan pendidikan di MIM 04 Al-Azhar
Mejasem pada tahun 2005 dan tamat pada tahun 2010. Selanjutnya penulis
melanjutkan pendidikan di MTsM 01 Banjaranyar Baureno pada tahun 2010 dan
tamat pada tahun 2013. Kemudian melanjutkan pendidikan di MAM 02
Banjaranyar Baureno pada tahun 2013 dan tamat pada tahun 2016. Selanjutnya
penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Muhammadiyah Surabaya
jurusan Pendidikan Bahasa Inggris untuk dua semester pada tahun 2016-2017.
Selanjutnya pada tahun 2017 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas
Muhammadiyah Makassar dan mengambil jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Agama Islam.
79
80