konsep tb paru
DESCRIPTION
TB paruTRANSCRIPT
Laporan Pendahuluan
Tuberkulosis Paru
Definisi
Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkhim paru (Brunner &
Suddarth, h. 584).
Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis. Penyakit ini seringkali menginfeksi paru tetapi juga mengenai ginjal, tulang,
kelenjar aderenal, nodus limfe dan selaput meningen (Lewis,h.623,2000).
Anatomi dan fisiologi
Respirasi (pernafasan) melibatkan keseluruhan proses yang menyebabkan
pergerakan pasif O2 ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta pergerakan apsief
CO2 selanjutnya yang merupakan produk sisa metabolisme dari jaringan ke atmosfer.
Fungsi utama pernafasan adalah untuk memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh sel-sel
tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel.
Sistem pernafasan mencakup saluran pernafasan yang berjalan ke paru, paru itu
sendiri dan struktur-struktur thoraks (dada) yang menimbulkan gerakan udara masuk keluar
paru melalui saluran pernafasan. Saluran nafas melibatkan hidung (nasal) → Faring
(tenggorokan) → laring → trakhea → bronkhus → bronkhiolus → alveoli → paru-
paru
Paru-paru: terdapat 2 buah paru yang masing-masing dibagi menjadi beberapa lobus
dan masing-masing dipasok oleh bronkus. Jaringan paru itu sendiri terdiri dari serangkaian
saluran nafas yang bercabang-cabang yaitu alveolus, pembuluh darah paru dan sejumlah
jaringan ikat elastik. Tidak terdapatnya otot didalam dinding alveolus yang dapat
menyebabkan alveolus mengembang atau menciut selama proses bernafas.
Paru menempati sebagian besar volume rongga dada. Dinding dada luar (thoraks)
dibentuk oleh 12 pasang iga yang melengkung dan menyatu di sternum (tulang dada)
disebelah anterior dan vertebra torakalis (tulang punggung) di posterior. Sangkar iga
membentuk tulang pelindung bagi paru dan jantung.
Paru dapat diregangkan ke berbagai ukuran selama inspirasi dan kemudian kembali
menciut ke ukuran pra inspirasinya selama ekspirasi karena sifat elastik paru. Complience
1
paru mengacu pada distensibilitas paru – seberapa jauh mereka meregang sebagai respon
terhadap perubahan gradien tekanan transmural, gaya yang meregangkan dinding paru
tertentu.
Recoil elastik mengacu pada fenomena paru kembali ke posisi istirahatnya selama
ekspirasi. Sifat elastik paru tergantung pada jaringan ikat elastik di dalam paru dan pada
interaksi tegangan permukaan alveolus/surfaktan paru.
Paru-paru mempunyai 2 sumber suplay darah, dari arteri bronkhialis dan arteri
pulmonalis. Siklus bronkhial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan
berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru. Arteri bronkhialis berasal dari
aorta torakalis dan berjalan sepanjang posterior bronkus. Sedangkan arteri pulmonalis yang
berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena campuran ke paru-paru. Darah yang
teroksigensi kemudian dikembalikan melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri yang
selanjutnya membagikan kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik.
Sirkulasi paru-paru adalah suatu sistem tekanan rendah dan resistensi rendah
dibanding dengan sirkulasi sistemik. Tekanan darah sistemik ± 120/80 mmHg, sedangkan
tekanan di pulmonal ± 25/10 mmHg sengan tekanan rata-rata ± 15 . mmHg. Hal ini
memungkinkan beban kerja ventrikel kanan yang lebih kecil dibandingkan dengan ventrikel
kiri. Selain itu aliran darah pulmonal pada waktu melakukan kegiatan fisik dapat
ditingkatkan tanpa peningkatan tekanan pulmonal yang berarti.
Etiologi
Penyebab penyakit tuberculosis adalah kuman tahan asam aerobik Mycobacterium
Tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4/Um dan tebal
0,3 – 0,6/Um yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan ultraviolet
Spesies lain kuman ini yang dapat menginfeksi manusia adalah M. Kansasii, M.
Intetrcelluler, M. Bovis dan M. Avium
Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat
kuman tahan lebih asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Sifat lain dari
kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah yang banyak oksigin, dalam hal ini lebih
menyenangi daerah yang tinggi kandunagn oksiginnya yaitu. daerah apikal paru, daerah ini
yang menjadi prediksi pada penyakit Tuberkulosis
2
Apalagi bila bakteri ini berada dalam keadaan yang bersifat dormant. Dalam
keadaan dormant bakteri ini dapat hidup dalam keadaan kering,cuaca dingin bahkan dalam
lemari es sekalipun dormant ini dapat hidup bertahun-tahun. Dari bentuk dormant, bakteri
ini dapat berkembang lagi menjadi bentuk aktif yang bisa menyebabkan penyakit
tuberkulosis. Oleh sebab itu maka bakteri ini lebih banyak menyebabkan penyakit di daerah
paru. Juga bakteri ini dalam jaringan bersifat parasit intraseluler dalam sitoplasma
makrofag. Makrofag yang pada awalnya memfagositnya malah menjadi tempat yang paling
disukainya karena makrofag mengandung banyak lipid. Suatu kondisi yang khas dari
penyakit ini adalah adanya nodul yang khas berbentuk tuberkel.
Penyebaran basil tuberkel dapat ditransmisikan lewat kominikasi dari orang ke
orang lain dan dari minuman susu yang telah terinfeksi. Kebanyakan penyebarannya
melalui inhalasi udara (airbone) melalui percikan dahak dari batuk, bersin, atau bicara.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit
yang terdiri dari 1-3 basil; gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran
hidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. (Price,Sylvia,h.754,1992
dikutip dari Dennerberg,1981).
Droplet nuclei yang berukuran kecil (2u – 10u) akan menetap (tertahan) di udara
dan hidup sampai berjam-jam. Ketika kuman terhirup, kuman akan terus berjalan dan siap
menyampaikan ke filter hidung dan mukosilier pertahanan jalan nafas untuk disampaikan
ke alveoli. (Woods, Patrick,H.371,1996).
M. Bovis, adalah salah satu jenis lain dari M. Tuberculosis yang masuk melalui
saluran pencernaan dan penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi. Akan tetapi di
USA, dengan luasnya pasteurisasi susu dan deteksi penyakit pada sapi perah, tuberculosis
bovin ini jarang terjadi. (Price,Sylvia,h.754,1992).
Fase-fase manifestasi klinis tuberculosis
□ Dimulai dengan fase asimptomatis dengan lesi yang hanya dapat
□ Dideteksi secara radiologik.
□ Berkembang menjadi plitis yang jelas kemudian mengalami stagnasi atau regresi
□ Eksaserbasi memburuk
3
□ Dapat berulang kemudian menjadi menahun
Manifestasi klinis
Individu yang terinfeksi TB tidak selalu menunjukkan gejala klinis, chest-film
findings, atau kultur bakteri positif, infeksi dideteksi dengan adanya reaksi positif dari
tuberculin skin test. (Woods,Patrick,h.372,1996). Sebagian besar pasien menunjukkan
gejala klinis sebagai berikut :
□ Demam tingkat rendah
Demam yang timbul biasanya adalah subfebris seperti influenza. Tapi kadang panas
badan bisa mencapai 40° – 41°.Demam dan influenza ini sifatnya hilang timbul dalam
waktu yang lama. Bila sudah sembuh selang waktu beberapa hari kemudian akan
timbul lagi. Sehingga penderita merasa tidak pernah bebas dari influenza.
□ Keletihan/malaise.
Gejala yang sering ditemukan adalah anoreksia, tidak ada nafsu makan, penurunan
berat badan , sakit kepala, nyeri otot, keringat malam. Dan gejala ini makin lama makin
berat.
□ Nyeri dada.
Nyeri dada ini dirasakan bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.
□ Batuk menetap.
Batuk biasanya terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering (non produktif) sampai menjadi batuk produktif sebagai akibat adari
adanya peradangan. Dan menghasilkan sputum. Selanjutnya batuk itu akan berubah
menjadi hemoptisis. Tuberkulosis dapat mempunyai menifestasi atipikal pada lansia,
seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia dan
penurunan BB. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dormant.
(Brunner & Suddarth,h.585,1997).
□ Sesak nafas.
Biasanya sesak nafas ditemukan pada penyakit dengan stadium lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru.
4
□ Pada Atelektasis terdapat gejala manifestasi klinik yaitu: Sianosis, Sesak nafas, Kolaps.
Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong kesisi yang
sakit. Pada Foto Torax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diagfragma
menonjol keatas.
□ Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti prilaku tidak
biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia, dan penurunan berat badan.
Basil TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman.
Pada pasien yang terinfeksi HIV dengan TB seringkali pemeriksaan fisiknya tidak khas
dan ditemukan pada pemeriksaan x-ray dada. Gejala klinisnya sama yaitu panas, batuk,
penurunan BB, boleh jadi merupakan sifat dari pneumocytis Cranii (PCP) atau kumpulan
penyakit oppurtunistik HIV yang lain. Manifestasi klinis pada masalah respirasi dapat
dengan teliti dikaji untuk menentukan penyebab (Lewis,h.624,2000).
Patofisiologi
Adanya kuman M. Tuberculosis
Terhirup oleh individu yang rentan ---- terinfeksi
Bakteri dipindahkan melakui jalan nafas ke alveoli
Bakteri terkumpul & Memperbanyak diri di alveoli
Sistem immum tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi
Fagosit (neutrofil & makrofag) Limfosit spesifik TB melisis
Menelan banyak bakeri (menghancurkan) basil dan jaringan normal
Timbul penumpukan eksudat dalam alveoli (granulomas)
(10-20 hari)
Granulomas dikelilikgi oleh makrofag membentuk dinding protektif
5
Granulomas diubah menjadi jaringan fibrosa (bagian sentral disebut : tuberkel Ghon)
Mengalami nekrotik Pencairan --- timbul kavitas Membentuk massa seperti
keju (nekrosis kaseosa)
Mengalami kalsifikasi skar kolagenosa
Bakteri dorman Penyakit aktif
Bakeri dorman Penyakit aktif
(tanpa perkembangan peny. aktif) (oleh karena: inadequat respon sistem
imun, infeksi ulang, aktivasi bakteri
dorman)
Tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan spt keju ke dalam bronkhi
Proses dihentikan - Bakteri menyebar ke udara, penyebaran
(penyebaran dengan lambat mengarah penyakit jauh
kebawah / ke hilum paru-paru kemudian - Tuberkel sembuh ----- bentuk jaringan
meluas ke lobus yang berdekatan parut ----- paru-paru membengkak -----
bronkopneumonia bertambah dan
tuberkel makin banyak.
Infeksi PrimerPenyebaran melalui droplet (bakteri berukuran 1 – 5 m) dan melalui saluran
pernafasan ke alveoli - infeksi primer
(Biasanya pada apeks paru atau kadang dengan lapisanpleura dibagian bawah lobus
atas, infeksi primer sulit dikenali dengan foto rontgen karena ukurannya sangat kecil)
6
Terbentuk area bronkopnemonia yang kecil di area infeksi primer
( Sel imun berespon dengan melakukan reaksi inflamasi yang mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia)
Sebelum system imun mulai aktif, banyak dari baksil yang selamat dari sel makrofag
dan menyebar ke bagian bronkus yang lain atau ke bagian tubuh lain melalui
saluran limfe.
Infeksi primer ini akan dapat atau tidak mengalami proses nekrosis degeneratif yang
menghasilkan suatu kavitas yang berisi cairan yang bentuknya seperti keju dan
disebut perkejuan.
Cairan perkejuan akan dikeluarkan melalui percabangan bronkus dan dapat
dibatukkan saat pasien batuk. Ruang kososng stelah perkejuan dibatukkan akan
terlihat cavitas pada rontgen.
Kebanyakan infeksi primer akan sembuh dalam beberapa bulan dengan membentuk
jaringan fibrosis yang akirnya membentuk lesi (kompleks Ghon)
Lesi ini dapat berisi baksil yang masih hidup yang dapat diaktivasi apabila daya
tahan tubuh pasien menurun dan dapat menyebabkan infeksi sekunder
Sebelum infeksi sekunder terjadi, infeksi primer terlebih dahulu membuat tubuh
membentuk reaksi alergi terhadap baksil tuberkel dan protein dari baksil tsb. Reaksi
dari sel imun “mediated” tsb tergambar pada pemeriksaan tuberkulin
Infeksi Sekunder
Infeksi sekunder adalah fase infeksi TB yang dimulai/diawali dengan reaktivasi infeksi
primer atau reinfeksi sebelum penderita terpapar.
Seringkali penyebab infeksi sekunder adalah reinfeksi dan pertumbuhan basil yang
dorman. Terhirupnya basil tuberkel menyebabkan infeksi sekunder, sejak infeksi awal
dengan adanya basil tuberkel yang memberikan kekuatan imun yang lebih. Infeksi ini
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan paru, kapasitas vital dan penurunan
volume paru. Tekanan O2 arteri yang sering melemah menandakan adanya kerusakan
paru, dan mengindikasikan panurunan perfusi dan penurunan ventilasi.
7
Ekstra Pulmonary TB ketika infeksi TB terjadi di luar paru, prosesnya ada kemiripan
dengan formasi tuberkel dan terjadinya nekroses kaseosa. Pada ginjal, lesi dapat terjadi
di korteks. Adanya lesi pada CNS menimbulkan tuberculoma atau adanya meningitis.
Skeletal tuberkulosis dapat menimbulkan arthritis dan osteomyelitis.
Klasifikasi Tuberkulosis.
Sistem klasifikasi diadopsi dari The American Thoraric Association And American
Lung Assosiation.
a. Kelas O
Tidak terpapar TB, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat terpapar, tuberkulin skin test
negatif).
b. Kelas 1
Terpapar TB, tidak ada bukti infeksi (riwayat terepapar, tuberkulin skin test
negatif).
c. Kelas 2
Terinfeksi TB tanpa penyakit (reaksi yang signifikan dari tuberkulin skin test,
pemeriksaan bakteriologi negatif, tidak ada bukti TB dari radioterapi, secara klinis
tidak ada fakta TB).
d. Kelas 3
Terinfeksi TB dengan adanya penyakit klinis yang aktif (pemeriksaan bakteriologi
positif atau keduanya reaksinya signifikan terhadap skin test tuberkulin dan secara
klinik atay x-ray nyata terdapat riwayat paru)
8
e. Kelas 4
Tidak ada riwayat penyakit (episode TB pada riwayat sebelumnya atau
abnormalitas, ditemukan pemeriksaan x-ray yang tidak berubah pada individu
dengan reaksi yang signifikan terhadap tuberculin skin test, pemeriksaan bakteri
negatif jika dilakukan, dan secara klinis atau adanya X-ray nyata pada riwayat
panyakit.
f. Kelas 5
Suspect TB (diagnosa diputuskan).
(dikutip oleh Lewis,h.624,2000 dari Sumber: Amrica Thoraric Society)
Komplikasi
Penyebaran infeksi TB (TB miliaris)
□ Efusi pleura
□ Tuberculosis pneumonia
□ Melibatkan organ-organ lain (meningen, ginjal, kelenjar adrenal, nodus limfe,
saluran genital pada pria dan wanita dapat terinfeksi). (Lewis,h.624,2000).
Mal nutrisi
Efek samping terapi obat-obatan : hepatitis, perubahan neurologis
(ketulian, neuritis), ruam kulit, gangguan GI
Resistensi banyak obat
Pemeriksaan Diagnostik□ Kultur Sputum/ Tes BTA
Positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit.
Akurat, Diperlukan sputum yang pure, BTA (+) jika terdapat 5000 kuman/ml sputum.
□ Ziehl-Neelsen
(Pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah)Positif untuk basil
asam-cepat.
9
□ Tes Kulit (PPD, Mantoux, potongan vollmer)
Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi
48 –72 jam setelah injeksi intradermal antigen).
□ ELISA/Western Blot (Enzim Linked Immonosorbent Assay)
Dapat menyatakan adanya HIV, deteksi respon antigen-antibodi pada antigen 38
Kdm.TB
□ Rontgen Paru
Foto anterior-posterior
Kelainan berupa bayangan bercak, awan, atau berlubang
TB primer : sarang TB diparenkim disertai pembesaran KGB
TB sekunder : sarang (bercak/awan) TB disertai/tidak disertai kavitas
□ PCR (Polimerase Chain Reaction)
Deteksi DNA kuman
□ BACTEC (Becton Dickinson Diagnostic Instrument System)
Deteksi asam lemak dari M. Tuberculosa (growth index)
□ MYCODOT
Deteksi antibody antimikobakterial dalam tubuh manusia
□ Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan; urine dan cairan cerebrospinal,
biopsy kulit)
Positif untuk Mycobacterium Tuberculosis
□ Biopsi jarum pada jaringan paru
Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis
□ Elektrolit
Dapat tak normal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi;
cth hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air
dapat ditemukan pada TB paru kronis luas
□ GDA
Dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada
Paru
10
□ Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan ratio udara residu dan
kapasitas paru total, dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi
parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural (TB paru kronis luas)
Medical management
Diagnosis Tuberculosis ditegakkan dengan mengumpulkan riwayat kesehatan, pemeriksaan
fisik, rontgen dada, usap tahan asap BTA, kultur sputum dan tes kulit tuberkulin (Brunner
& Suddarth).
1. Pemeriksaan Fisik
Tempat yang paling dicurigai adalah apeks paru karena disini tempat dimana tekanan
oksigen paling besar, dan tempat seperti inilah yang disukai oleh bakteri tersebut.
Biasanya pada perkusi didapatkan suara yang redup dan bila diauskultasi akan di
dapatkan suara nafas bronkial. Selain itu akan ditemukan juga suara nafas tambahan
berupa ronkhi basah kasar dan nyaring. Tapi pada kondisi dimana infiltrat diliputi
penebalan pleura akan didapatkan suara vesikuler melemah. Bila ditemukan juga
kavitas yang melebar maka pada perkusi akan didapatkan suara hipersonor atau timpani
dan auskultasi dengan suara amforik. Atrofi dan retraksi otot-otot interkostal juga
ditemukan bila ada fibrosis yang luas. Bagian paru yang sakit menciut dan bagian paru
yang sehat hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas lebih dari setengah jaringan
paru akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru sehingga meningkatkan tekanan
arteri pulmonalis akibatnya terjadi cor pulmonal yang pada akhirnya bisa menyebabkan
gagal jantung kanan. Pada kejadian tersebut akan didapatkan gejala-gejala takipnea,
takikardia, sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, Graham steel murmur,
11
bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites
dan edema.
Bila tuberkulosis mengenai pleura akan terbentuk effusi pleura. Paru yang sakit akan
tertinggal didalam dan pada perkusi didapatkan suara yang pekak. Dalam auskultasi
suara lemah sampai tidak terdengar.
2. Pemerikasaan Radiologis
Pada awal penyakit gambaran radiologisnya berupa bercak-bercak seperti awan dengan
berbatas yang tidak tegas, bila telah berlanjut bercak-bercak awan jadi lebih padat dan
batasnya jadi lebih jelas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat dan terlihat bayangan
berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan tuberkuloma. Pada
kavitas bayangannya berupa cincin. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai
bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat garis-garis yang
disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian/satu lobus maupun satu bagian paru.
Adanya penebalan pleura yang mengindikasikasikan efusi pleura. Dan gambaran
bayangan hitam radiolusen di pinggir paru menggambarkan pneumotoraks.
Adapun pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan adalah Rontgen sfoto Posterior
Anterior (Foto PA), Foto lateral, foto top-lordotik, foto oblik, foto tomografi, dan foto
dengan proyeksi densitas keras, bronkografi.
3. Pemeriksaan Labolatorium.
a. Darah. Jumlah leukosit sedikit meninggi, jumlah limfosit masih dibawah normal,
Laju Endap Darah mulai meningkat, pemeriksaan serologis takahashi dengan
menggunakan titer 1/128.
12
b. Sputum.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA pada suatu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml
sputum. Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan dengan memakai cara Tan Thiam Hok
yang merupakan gabungan cara pulas Kinyoun dan Gabbet.
4. Pemeriksaan biakan.
medium biakan, koloni kuman tuberkulosis mulai tampak. Bila setelah 8 minggu
penanaman koloni tidak juga tampak, biakan dinyatakan negatif. Medium biakan Pada
pemeriksaan dengan biakan, setelah 4 – 6 minggu penanaman sputum dalam yang
sering dipakai adalah :
a. Lowenstein Jensen
b. ATS
Untuk pemeriksaan BTA selain memakai sputum dapat juga diambil dari bilasan
bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar,
cairan serebro-spinal, urine, tinja dll.
5. Tes Tuberkulin.
Terutama dipakai untuk menegakkan diagnosis pada anak.Biasanya dipakai cara
mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D (Purified Protein
Derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U (Intermediate Strength). Bila 5 T.U masih
memberikan hasil negatif bisa diberikan ulang dengan 250 T.U (Second Strength).
Dasar dari tes tuberkulin ini adalah reaksi alerginya yang merupakan reaksi alergi tipe
lambat.
13
Setelah 48 - 72 jam akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang merupakan
reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dab antigen tuberkulin. Makin besar
pengaruh antibodi, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.
Hasil tes mantoux dibagi dalam :
a. Indurasi 0 – 5 mm (diameternya) : Mantoux negatif = golongan tidak sensitif.
b. Indurasi 6 – 9 mm (diameternya : hasil meragukan golongan low grade sensitivity.
c. Indurasi 10 – 15 (diameternya) : Montoux positif = golongan normal sensitivity.
d. Indurasi lebih dari 16 mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity.
Pengobatan.
1. Prinsip pengobatan tuberkulosis.
a. Aktivitas obat.
Terdapat 2 macam sifat obat terhadap tuberkulosis yaitu :
1) Aktivitas bakterisid.
Obat jenis ini bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang bertumbuh
(metabolismenya masih aktif).Aktivitas bakterisid diukur dari kecepatan obat
tersebut membunuh dan melenyapkan kuman.
2) Aktivitas sterilisasi.
Obat ini bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat
(metabolismenya kurang aktif). Aktifitas obat ini diukur dari angka kekambuhan
setelah pengobatan dihentikan.
Hampir semua obat anti tuberkulosis mempunyai sifat bakterisid kecuali
etambutol dan tiasetazon. Kedua obat tersebut bersifat bakteriostatik yang
berfungsi sebagai pencegah terjadinya resistensi kuman terhadap obat.
14
b. Panduan obat.
Jenis obat yang dipakai :
1) Obat primer.
a) Isoniazid.
b) Rifampisin.
c) Pirazinamid.
d) Streptomisin.
e)Etambutol.
2) Obat sekunder.
a) Etionamid.
b) Protionamid
c) Sikloserin.
d) Kanamisin.
e) P.A.S (Para Amino Salicyclic acid).
f) Tiasetazon.
g) Viomisin.
h) Kapreomisin.
Sebelum ditemukannya rifampisin, pengobatan tuberkulosis adalah
menggunakan pengobatan dengan sistem jangka panjang yaitu:
INH (H) + strepyomisin (S) + PAS atau etambutol (E) tiap hari dengan fase initial
selama 1 – 3 bulan kemudian dilanjutkan dengan :
INH + Etambutol atau PAS selama 12 – 18 bulan.
Namun setelah ditemukan rifampisin panduan obat menjadi :
15
INH + rifampisin + streptomisin atau etambutol setiap hari (fase initial) dan
diteruskan dengan INH + rifampisin dan etambutol (fase lanjut).s
Kemudian berkembang jadi menjadi terapi jangka pendek, dimana diberikan :
INH + rifampisin + streptomisin atau etambutol atau pirazinamid setiap hari
sebagai fase initial selama 1 – 2 bulan, kemudian dilanjutkan dengan :
INH + rifampisin atau etambutol atau streptomisin 2 – 3 kali seminggu selama 4 –
7 bulan. Sehingga lama pengobatan keseluruhan menjadi 6 – 9 bulan.
Adapun beberapa keuntungan dengan pemberian terapi jangka pendek
adalah :
1) Waktu pengobatan lebih dipersingkat.
2) Biaya keseluruhan untuk pengobatan menjadi lebih rendah.
3) Jumlah penderita yang membangkang menjadi berkurang.
4) Tenaga pengawas pengobatan menjadi lebih hemat/ efisien.
c. Dosis Obat
1) Obat-obatan primer.
a) Isoniazid.
Mekanisme kerja : Menghancurkan metabolisme DNA dari tuberkel bakteri.
Efek samping : Neuritis perifer, hepatotoksik, hipersensitifitas, neuritis
optik.
Dosis : Perhari 5 – 10 mg/kg sampai maksimal 300 mg per oral atau
IM; 2x/minggu 15 mg/kg per oral atau IM.
Interaksi obat : Tidak sinergis dengan phenithoin.
Sifat obat : Bakterisid terhadap ekstra sel dan intrasel organisme.
16
Pencegahan Efek samping : Pyridoxin 10 mg sebagai propilaksis untuk neuritis
dan 50 – 100 mg sebagai pengobatan.
b) Rifampisin.
Mekanisme kerja : Mempunyai efek spektrum yang luas, menghambat
polymerase RNA dari tuberkel bakteri.
Efek samping : Hepatitis, reaksi demam, gangguan saluran pencernaan,
neuropati perifer, hipersensitifitas.
Dosis : Perhari 10 mg/kg sampai maksimal 600 mg mg per oral.
2x/minggu 10 mg/kg sampai 600 mg per oral.
Interaksi obat : Rifampisin menghambat efek kontrasepsi oral, quinidine
dan kortikosteroid. Selain itu rifampisin juga merusak
penyerapan metadon, digoxin, obat penurun gula darah dan
PAS.
Sifat obat : Bakterisid terhadap semua populasi bakteri, memberikan
perubahan warna pada kontak lensa dan menyebabkan urine
berwarna orange.
c) Etambutol.
Mekanisme kerja : Menghambat sintesis RNA dan bakteriostatik untuk tuberkel
bakteri.
Efek samping : Kemerahan pada kulit, gangguan saluran pencernaan,
kelemahan, neuritis perifer, neuritis optik.
Dosis : Perhari 15 – 25 mg/kg per oral.
2x/minggu 50 mg/kg per oral.
17
Sifat obat : Bakteriostatik terhadap intrasel dan ekstra sel bakteri.
Terutama dipakai untuk mencegah resistensi. Perlu perhatian
ketat bila diberikan pada pasien dengan kerusakan ginjal dan
mata.
d) Streptomysin.
Mekanisme kerja : Menghambat sintesis protein dan bakterisid.
Efek samping : Kerusakan pada mata (yaitu kerusakan pada syaraf ke VIII),
kerusakan ginjal dan hipersensitifitas.
Dosis : Perhari 15 – 20 mg/kg sampai maksimal 1 gr IM.
2x/minggu 25 – 30 mg/kg IM.
Interaksi obat : Potensial menyebabkan kelumpuhan yang lama akibat
adanya bloking pada agen neuromuskular.
Sifat obat : Bakterisid untuk ekstra seluler bakteri. Perlu perhatian ketat
bila diberikan pada orang lanjut usia atau pada orang dengan
gangguan renal.
e) Pyrazinamid.
Mekanisme kerja : Efek bakterisid tapi mekanisme secara spesifik belum
diketahui.
Efek samping : Demam, kemerahan pada kulit, joundice dan hiperuricemia.
Dosis : Perhari 15 – 30 mg/kg sampai maksimal 2 gr per oral.
2x/minggu 50 – 70 mg/kg per oral.
18
Sifat obat : Bakterisid untuk intraseluler bakteri lebih efektif bila
dikombinasikan dengan aminoglikosida.
2) Obat-obatan sekunder.
a) Etionamid.
Mekanisme kerja : Menghambat sintesis protein.
Efek samping : Gangguan saluran pencernaan, kerusakan hati,
hipersensitifitas.
Dosis : Perhari 15 – 30 mg/kg sampai maksimal 1 gr per oral.
Sifat obat : Bakteriostatik terhadap intrasel dan ekstrasel bakteri,
mempunyai rasa seperti logam, jangan diberikan pada wanita
hamil.
b) Capreomisin
Mekanisme kerja : Menghambat sintesa protein dan bakterisid.
Efek samping : Kerusakan mata dan ginjal.
Dosis : Perhari 15 – 30 mg/kg sampai 1 gr IM.
Interaksi obat : Potensial menyebabkan kelumpuhan yang lama akibat
adanya bloking pada agen neuromuskular.
Sifat obat : Bakterisid terhadap ekstraseluler bakteri dalam kavitas Perlu
perhatian ketat bila diberikan pada orang lanjut usia atau pada
orang dengan gangguan renal.
c) Kanamisin.
Mekanisme kerja : Menghancurkan sintesa protein.
Efek samping : Kerusakan mata dan ginjal.
Dosis : Perhari 15 – 30 mg/kg sampai maksimal 1 gr IM.
19
Interaksi obat : Potensial menyebabkan kelumpuhan yang lama akibat
adanya bloking pada agen neuromuskular.
Sifat obat : Bakterisid terhadap ekstraseluler bakteri. Perlu perhatian
ketat bila diberikan pada orang lanjut usia atau pada orang
dengan gangguan renal.
d) Asam Para Amino Siklik.
Mekanisme kerja : Menghancurkan metabolisme dari tuberkel bakteri.
Efek samping : Gangguan saluran pencernaan, hipersensitifitas dan
kerusakan hati.
Dosis : Perhari 150 mg/kg sampai maksimal 12 gr per oral.
Sifat obat : Bakteriostatik hanya terhadap ekstraseluler bakteri. Paling
sering memberikan efek samping pada saluran pencernaan.
e) Seromysin.
Mekanisme kerja : Menghambat sintesis dinding sel.
Efek samping : Gangguan kepribadian, psikosa dan kemerahan pada kulit.
Dosis : 10 – 20 mg/kg sampai maksimal 1 gr per oral.
Interaksi obat : Sebagai pencetus masalah psikiatri.
Dalam pengobatan tuberkulosis sering kali terdapat kegagalan dalam
pengobatan. Sebab-sebab kegagalan pengobatan tersebut diantaranya adalah :
1) Obat. Kegagalan dikarenakan :
a) Panduan obat tidak adekuat.
b) Dosis obat tidak cukup.
c) Minum obat tidak teratur/tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan.
d) Jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya.
20
e) Terjadinya resistensi obat.
2) Drop out. Kegagalan karena :
a) Kekurangan biaya pengobatan.
b) Merasa sudah sembuh.
c) Malas berobat/kurang motivasi.
3) Penyakit. Kegagalan karena :
a) Lesi paru yang sakit terlalu luas/sakit berat.
b) Penyakit lain yang menyertai tuberkulosis seperti diabetes melitus,
alkoholisme dan lainnya.
c) Adanya gangguan imunologis.
Sedangkan penanggulangan terhadap kasus-kasus yang gagal ini adalah :
1) Terhadap penderita yang sudah berobat secara teratur :
a) Menilai kembali apakah panduan obat sudah adekuat mengenai dosis dan cara
pemberiannya.
b) Lakukan pemeriksaan uji kepekaan/tes resistensi kuman terhadap obat.
c) Bila sudah dicoba dengan obat-obatan yang masih peka, tapi ternyata gagal juga
maka pertimbangkan terapi dengan pembedahan terutama pada penderita dengan
kavitas atau destroyed lung.
2) Terhadap penderita dengan riwayat pengobatan tidak teratur.
a) Teruskan pengobatan lama selama + 3 bulan dengan evaluasi bakteriologis tiap-tiap
bulan.
b) Nilai kembali tes resistensi kuman terhadap obat.
c) Bila ternyata terdapat resistensi terhadap obat, ganti dengan panduan obat yang
masih sensitif.
21
d. Pengobatan pembedahan.
Indikasi terapi bedah saat ini adalah :
1) Penderita dengan sputum BTA tetap positif (persisten) setelah pengobatan
diulangi.
2) Penderita dengan batuk darah masif atau berulang.
e. Pengobatan pada penderita kambuh.
Penanggulangan pada penderita kambuh seperti ini adalah :
1) Berikanlah pengobatan yang sama dengan pengobatan pertama.
2) Lakukan pemeriksaan bakteriologis optimal yakni periksa sputum BTA
mikroskopis langsung 3 kali, biakan dan resistensi.
3). Evaluasi secara radiologis luasnya kelainan paru.
4) Identifikasi adakah penyakit lain yang memberatkan tuberkulosis seperti
diabetes melitus, alkoholisme atau pemberian kortikosteroid yang lama.
5) Sesuaikanlah obat-obat dengan hasil tes kepekaan/resistensi.
6) Nilai kembali secara ketat hasil pengobatan secara klinis, radiologis dan
bakteriologis tiap-tiap bulan.
PenatalaksanaanPengobatanCara : Pengelolaan “program WHO” dan individuo Kategori I
BTA (+) & penderita sakit berat atau BTA (-) dan kelainan paru luas, TB usus dll :
- Fase Intensif : 2 HRZS (E) selama 2 bulan, jika BTA masih (+) diperpanjang 1 bulan
- Fase lanjutan : 4 HR atau 4 H3R3 selama 6 – 7 bulan
22
o Kategori IIBTA (+) pernah dapat OAT, kasus putus OAT, relaps, perlu kultur, resiko resisten
- Fase intensif : 2HRZES / 3HRZE- Fase lanjutan : 3HRZE
o Kategori IIISeperti kategori I, individu muda- Fase intensif : 2HRZ / 2H3R3Z3 selama 2 bulan- Fase lanjutan : 4 HRZ / 2H3R3Z3 selama 4 bulan
o Kategori IVSeperti kategori III, tetapi ulang dengan efektif
- Isoniazid seumur hidup
23