konservasi vegetatif
DESCRIPTION
-TRANSCRIPT
TUGAS TERSTRUKTUR KULIAH TEKNOLOGI KONSERVASI DAN SUMBERDAYA
LAHAN “Konservasi Lahan Secara Vegetatif”
Disusun Oleh:
Nama : M. Hasan Suhaedi
Nim : 115040200111020
Kelas : J
UNIVERSITAS BRAWIJAYAFAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIMALANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Usaha tani tanaman pangan secara intensif dan menetap pafa lahan kering di
daerah hujan tropis dihadapkan pada masalah penurunan produktivitas lahan. Salah
satu penyebabnya adalah tanahnya yang peka erosi, berlereng, masam dan miskin
unsure hara. Untuk mencapai keberlanjutan produktivitas lahan perlu tindakan
konservasi tanah dan air, serta mencegah hanyutnya seresah dan humus tanah.
Tujuan ini dapat dicapai dengan menerapkan teknologi konservasi tanah secara
vegetative dan mekanik. Konservasi tanah pada lahan pertanian tidak hanya terbatas
pada usaha untuk mengendalikan tanah atau aliran permukaan, tertapi termasuk
usaha untuk mempertahankan kesuburan tanah. Konservasi tanah vegetative
mencakup semua tindakan konservasi yang menggunakan tumbuh-tumbuhan
(vegetasi), baik tanaman legume yang menjalar, semak atau perdu, maupun pohon
dan rumput-rumputan serta tumbuh-tumbuhan lain, yang ditujukan untuk
mengendalikan erosi dan aliran permukaan pada lahan pertanian. Tindakan konservasi
tanah vegetative tersebut sangat beragam, mulai dari pengendalian erosi pada bidang
olah atau lahan yang ditanami dengan tanaman utama, sampai dengan stabilisasi
lereng dari bidang olah, saluran pembuangan air (SPA), maupun jalan kebun.
Pada dasarnya konservasi tanah secara vegetatif adalah segala bentuk
pemanfaatan tanaman ataupun sisa-sisa tanaman untuk mengurangi erosi. Tanaman
ataupun sisa-sisa tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan
butir air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta
meningkatkan peresapan air ke dalam tanah. Kanopi berfungsi menahan laju butiran
air hujan dan mengurangi tenaga kinetik butiran air dan pelepasan partikel tanah
sehingga pukulan butiran air dapat dikurangi. Air yang masuk di sela-sela kanopi
(interception) sebagian akan kembali ke atmosfer akibat evaporasi.
Fungsi perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butir air hujan
merupakan hal yang sangat penting karena erosi yang terjadi di Indonesia penyebab
utamanya adalah air hujan. Semakin rapat penutupannya akan semakin kecil risiko
hancurnya agregat tanah oleh pukulan butiran air hujan. Batang tanaman juga menjadi
penahan erosi air hujan dengan cara merembeskan aliran air dari tajuk melewati
batang (stemflow) menuju permukaan tanah sehingga energi kinetiknya jauh
berkurang. Batang juga berfungsi memecah dan menahan laju aliran permukaan. Jika
energi kinetik aliran permukaan berkurang, maka daya angkut materialnya juga
berkurang dan tanah mempunyai kesempatan yang relatif tinggi untuk meresapkan air.
Beberapa jenis tanaman yang ditanam dengan jarak rapat, batangnya mampu
membentuk pagar sehingga memecah aliran permukaan. Partikel tanah yang ikut
bersama aliran air permukaan akan mengendap di bawah batang dan lama-kelamaan
akan membentuk bidang penahan aliran permukaan yang lebih stabil.
Keberadaan perakaran mampu memperbaiki kondisi sifat tanah yang
disebabkan oleh penetrasi akar ke dalam tanah, menciptakan habitat yang baik bagi
organisme dalam tanah, sebagai sumber bahan organik bagi tanah dan memperkuat
daya cengkeram terhadap tanah (Foth, 1995, Killham, 1994, Agus et al., 2002).
Perakaran tanaman juga membantu mengurangi air tanah yang jenuh oleh air hujan,
memantapkan agregasi tanah sehingga lebih mendukung pertumbuhan tanaman dan
mencegah erosi, sehingga tanah tidak mudah hanyut akibat aliran permukaan,
meningkatkan infiltrasi, dan kapasitas memegang air.
Untuk mencapai hasil maksimum dalam mengendalikan erosi dan aliran
permukaan, sebaiknya tindakan konservasi tanah vegetative dikombinasikan dengan
teknik konservasi tanah mekanik. Dalam bab ini diuraikan jenis-jenis teknologi
konservasi tanah vegetative.
BAB II
ISI
2.1 Jenis-Jenis Konservasi Tanah Secara VegetatifKonservasi tanah secara vegetatif yang akan diuraikan dalam monograf ini
adalah: penghutanan kembali (reforestation), wanatani (agroforestry) termasuk
didalamnya adalah pertanaman lorong (alley cropping), pertanaman menurut strip
(strip cropping), strip rumput (grass strip) barisan sisa tanaman, tanaman penutup
tanah (cover crop), penerapan pola tanam termasuk di dalamnya adalah pergiliran
tanaman (crop rotation), tumpang sari (intercropping), dan tumpang gilir (relay
cropping).
Konservasi metode vegetatif adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan
sisa-sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan
daya rusak aliran permukaan dan erosi. Fungsi dari metode vegetatif adalah:
• Untuk melindungi tanah terhadap daya perusak butir- butir hujan yang jatuh.
• Untuk Melindungi tanah terhadap daya perusak aliran air di atas permukaan tanah.
• Untuk memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah dan penahan air yang langsung
mempengaruhi besarnya aliran permukaan.
Konservasi dengan metode vegetatif ini dapat digunakan sebagai teknologi
pengendalian atau pencegahan erosi. Secara umum, tujuan penerapan teknologi
konservasi adalah untuk meningkatkan produktivitas lahan secara maksimal,
memperbaiki lahan yang rusak/kritis, dan melakukan upaya pencegahan kerusakan
tanah akibat erosi.
Pada metode vegetatif yang berperan adalah tanaman, dimana tanaman-
tanaman itu berperan untuk mengurangi erosi,yaitu dalam hal:
1. Batang, ranting dan daun-daunannya berperan mengahalangi tumbukan
tumbukan langsung butir-butir hujan kepada permukaan tanah, dengan
peranannya itu tercegahlah penghancuran agregat-agregat tanah.
2. Daun-daun penutup tanah serta akar-akar yang tersebar pada lapisan
permukaan tanah berperan mengurangi kecepatan aliran permukaan(run off),
sehingga daya kikis, daya angkutan air pada permukaan tanah dapat direduksi,
diperkecil ataupun diperlamban.
3. Daun-daunan serta ranting-ranting tanaman yang jatuh akan menutupi
permukaan tanah,peranannya sebagai pemulsa tanah yang dapat mengurangi
kecepatan alairan permukaan serta melindungi permukaan tanah terhadap
daya kikis air.
4. Akar-akar tanaman memperbesar kapasitas infiltrasi tanah,tunjangan dalam
meningkatkan aktivitas biota tanah yang akan memperbaiki porositas, stabilitas
agregat serta sifat kimia tanah.
5. Akar-akar tanaman berperan dalam pengambilan atau pengisapan air bagi
keperluan tumbuhnya tanaman yang selanjutnya sebagian diuapkan
(evaporasi) melalui daun-daunannya ke udara.
2.2 Kegiatan-kegiatan yang Dilakukan dalam Usaha Konservasi dengan Metode Vegetatif
a. Penghijauan KembaliPenghutanan kembali (reforestation) secara umum dimaksudkan untuk
mengembalikan dan memperbaiki kondisi ekologi dan hidrologi suatu wilayah
dengan tanaman pohon-pohonan. Penghutanan kembali juga berpotensi untuk
peningkatan kadar bahan organic tanah dari serasah yang jauh di permukaan
tanah dan sangat mendukung kesuburan tanah. Penghutanan kembali
biasanya dilakukan pada lahan-lahan kritis yang diakibatkan oleh bencana alam
misalnya kebakaran, erosi, abrasi, tanah longsor, dan aktivitas manusia seperti
pertambangan, perladangan berpindah, dan penebangan hutan.
Hutan mempunyai fungsi tata air yang unik karena mampu menyimpan
air dan meredam debit air pada saat musim penghujan dan menyediakan air
secara terkendali pada saat musim kemarau (sponge effect). Penghutanan
kembali dengan maksud untuk mengembalikan fungsi tata air, efektif dilakukan
pada lahan dengan kedalaman tanah >3 m. Tanah dengan kedalaman <3 m
mempunyai aliran permukaan yang cukup tinggi karena keterbatasan kapasitas
tanah dalam menyimpan air. Pengembalian fungsi hutan akan memakan waktu
20-50 tahun sampai tajuk terbentuk sempurna. Jenis tanaman yang digunakan
sebaiknya berasal dari jenis yang mudah beradaptasi terhadap lingkungan
baru, cepat berkembang biak, mempunyai perakaran yang kuat, dan kanopi
yang rapat/rindang.
Beberapa tanaman tahunan mempunyai intersepsi dan evaporasi yang
tinggi sehingga akan banyak mengkonsumsi air. Penelitian terhadap tanaman
pinus (Pinus merkusii), menyimpulkan bahwa tanaman pinus akan aman jika
ditanam pada daerah yang mempunyai curah hujan di atas 2.000 mm/tahun.
Pada daerah yang mempunyai curah hujan 1.500-2.000 mm/tahun disarankan
agar penanaman pinus dicampur dengan tanaman lain yang mempunyai
intersepsi dan evaporasi lebih rendah misalnya Puspa atau Agatis. Sedangkan
untuk daerah yang mempunyai curah hujan 1.500mm/tahun atau kurang
disarankan untuk tidak menanam pinus karena akan menimbulkan kekurangan
(defisit) air.
b. Penggunaan Seresah atau MulsaMulsa adalah bahan-bahan (sisa tanaman, serasah, sampah, plastik atau
bahan-bahan lain) yang disebar atau menutup permukaan tanah untuk
melindungi tanah dari kehilangan air melalui evaporasi. Mulsa juga dapat
dimanfaatkan untuk melindungi permukan tanah dari pukulan langsung butiran
hujan sehingga mengurangi terjadinya erosi percikan serta dapat mengurangi
laju dan volume limpasan permukaan. Bahan mulsa yang sudah melapuk akan
menambah kandungan bahan organik tanah dan hara. Mulsa mampu menjaga
stabilitas suhu tanah pada kondisi yang baik untuk aktivitas mikroorganisme.
Relatif rendahnya evaporasi, berimplikasi padastabilitas kelengasan tanah.
Secara umum mulsa berperan dalam perbaikan sifat fisik tanah. Pemanfaatan
mulsa di lahan pertanian juga dimaksudkan untuk menekan pertumbuhan gulma.
Mulching atau pemulsaan yaitu menutupi permukaan tanah dengan
serasah atau sisa-sisa tanaman yang dapat berkemampuan mencegah
berlangsungnya erosi, hal ini dikarenakan mulsa dapat melindungi tanah
permukaan dari daya timpa butir-butir huajn, dan melindungi tanah permukaan
tersebut dari daya aliran air di permuakaan.
Pemulasaan tanah dapat pula mempertahankan kelembaban dan suhu
tanah, sehingga dapat memperbaiki pengambilan zat hara oleh akar tanaman.
Serasah atau sisa-sisa tanaman yang melapuk akan memperkaya bahan organik
dalam tanah,dengan demikian sifat fisik dan tanah dapat di perbaiki pula. Peran
mulsa dalam menekan laju erosi sangat ditentukan oleh bahan mulsa,
persentase penutupan tanah, tebal lapisan mulsa, dan daya tahan mulsa
terhadap dekomposisi.
c. Agroforestri (wanatani)Agroforestri adalah salah satu bentuk usaha konservasi tanah yang
menggabungkan antara tanaman pohon-pohonan,atau tanaman tahunan dengan
tanaman komoditas lain yang ditanam secara bersama-sama ataupun
bergantian. Penggunaan tanaman tahunan mampu mengurangi erosi lebih baik
daripada tanaman komoditas pertanian khususnya tanaman semusim. Tanaman
tahunan mempunyai luas penutupan daun yang relatif lebih besar dalam
menahan energi kinetik air hujan, sehingga air yang sampai ke tanah dalam
bentuk aliran batang (stemflow) dan aliran tembus (throughfall) tidak
menghasilkan dampak erosi yang begitu besar. Sedangkan tanaman semusim
mampu memberikan efek penutupan dan perlindungan tanah yang baik dari
butiran hujan yang mempunyai energi perusak. Penggabungan keduanya
diharapkan dapat memberi keuntungan ganda baik dari tanaman tahunan
maupun dari tanaman semusim.
Penerapan agroforestri pada lahan dengan lereng curam atau agak
curam mampu mengurangi tingkat erosi dan memperbaiki kualitas tanah,
dibandingkan apabila lahan tersebut gundul atau hanya ditanami tanaman
semusim. Secara umum proporsi tanaman tahunan makin banyak pada lereng
yang semakin curam demikian juga sebaliknya. Tanaman semusim memerlukan
pengolahan tanah dan pemeliharaan tanaman yang lebih intensif dibandingkan
dengan tanaman tahunan. Pengolahan tanah pada tanaman semusim biasanya
dilakukan dengan cara mencangkul, mengaduk tanah,maupun cara lain yang
mengakibatkan hancurnya agregat tanah,sehingga tanah mudah tererosi.
Semakin besar kelerengan suatu lahan, maka risiko erosi akibat pengolahan
tanah juga semakin besar.
Pada saat ini dikenal enam jenis agroforestri (wanatan), yaitu : tanaman
sela, talun, kebun campuran, pekarangan, tanaman pelindung, dan pagar hidup.
1. Tanaman sela
Tanaman sela dapat dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
intersepsi dan intensitas penutupan permukaan tanah terhadap terpaan butir-
butir air hujan secara langsung sehingga memperkecil resiko tererosi. Sebelum
kanopi tanaman tahunan menutupi tanah, lahan di antara tanaman tahunan
tersebut digunakan untuk tanaman semusim.
Dilihat dari perkembangan tajuk tanaman tahunan, terdapat dua model
pertanaman sela, yaitu : pertanaman sela terus menerus dan pertanaman sela
periodik (sementara). Pertanaman sela terus menerus adalah penanaman
tanaman pangan semusim, palawija, atau rumput pakan ternak diantara
tanaman tahunan yang sudah menghasilkan. Pada sistem ini, tajuk tanaman
tahunan tidak rapat, sehingga memungkinkan untuk membudidayakan tanaman
lainnya yang memiliki tajuk leboh rendah dari tahaman tahunan. Pertanaman
sela periodic (Sementara) adalah penanaman tanaman pangan semusim,
palawija atau rumput pakan ternak diantara tanaman tahunan yang tajuknya
sebelum menutupi seluruh permukaan tanah. Jika tajuk tanaman tahunan
sudah cukup menutupi seluruh permukaan tanah, maka tanaman semusim
tidak dapat dibudidayakan lagi.
2. Talun
Talun adalah lahan diluar areal permukiman yang ditumbuhi oleh
tanaman hurtan dan tanaman tahunan lainnya. Karena komponen tanamannya
tumbuh sendir, maka proporsi dan jarak tanamnya tidak teratur. Dalam
kenyataannya sistem ini lebih menyerupai hutan sekunder yang tumbu setelah
hutan primer dibuka, ditanami tanaman pangan dan setelah beberapa tahun
ditngalkan karena produktivitas lahnnya rendah.
3. Kebun campuran
Kebun campuran mirip dengan talu, tetapi komponen tanaman hutan dan
tanaman tahunan lainnya sengaja ditanam. Jenis tanaman tahunan yang
sengaja ditanam antara lain petai, jengkol, aren, melinjo, sengon dan buah-
buahan. Kdadang-kadang sebagai lahan ditanami dengan tanaman semusim.
Tetapi komponen tanaman tahunan dalam sistem kebun campur lebih dominan
dibandingkan dengan tanaman semusim.
4. Pekarangan
Pekarangan adalah penanaman tanaman tahun dan tanaman pangan
semusim serta dikombinasikan dengan pemeliharaan ternak terutama jenis
ruminansia dan ungags di sekitar rumah.
5. Tanaman pelindunga
Tanaman pelindung adalah tanaman tahun bertajuk tinggi yang sengaja
ditanam dengan tujuan untuk melindungi tanaman semusim atau tanaman
perkebunan bertajuk rendah dari kebelebihan intensitas sinar matahari dan
pengaruh buruk dari aingin dingin. Untuk mengurangi persaingan unsur hara
dengan tanaman yang dilindungi, proporsi tanaman pelindung lebih sedikit dari
pada tanaman yang dilindungi dan dipilih tanaman sejenis leguminosa.
6. Pagar pelindung
Merupakan barisan tanaman tahunan jenis perdu atau pohon sepanjang
batas pemilikan lahan yang ditanam dengan jarak tanam rapat dipangkas pada
ketinggian 1.5 – 2.5 m. selain sebagai batas pemilikan lahan, pagar hidup dapat
berfungsi sebagai pencegah orang, ternak pemakan rumput/tanaman masuk ke
lahan dan merusak tanaman, sumber pakan ternak serta menahan erosi.
d. Penanaman Secara Garis KonturPenanaman secara garis kontur sangat diperlukan dan harus di
perhatikan kalau keadaan mempunyai kemiringan, jadi penanaman secara garis
kontur ialah penanaman tanaman yang searah atau sejajar dengan garis kontur
atau dengan secara menyilang lereng tanah, bukan menjurus searah dari atas
kebawah lereng. Dengan demikian maka tindakan-tindakan untuk mengolah
tanah seperti membajak, menggaru, menyiapkan bedengan-bedengan,
pembibitan dan pembuatan bedengan atau larikan tanaman haruslah sejajar
dengan garis kontur tersebut (contour cropping system).
e. Penanaman tanaman penutup tanahTanaman penutup tanah adalah tanaman yang ditanam untuk menutupi
permukaan lahan pertanaian yang berguna mengendalikan erosi dan
memperbaiki sifat-sifat tanah. Tanaman-tanaman penutup permukaan tanah
berperan untuk melindungi permukaan tanah dari daya dispersi dan daya
penghancur oleh butir-butir hujan. Selain itu berperan pula dalam hal
memperlambat aliran permukaan serat melindungi tanah permukaan dari daya
kikis aliran permukaan. Tanaman penutup permukaan dapat memperkaya
bahan-bahan organik tanah serta memperbesar porositas tanah.
Tanaman penutup tanah harus memenuhi persyaratan, antar lain : mudah
diperbanyak terutama dengan biji, tumbuh cept dan menghasilkan banyak daun,
toleran terhadap pemangkasan dan injakan, bukan tanaman inang hama dan
penyakit, sistem perakaran tidak berkompetisi berat dengan tanaman pokok, dan
mampu menekan gulma. Tanaman penutup tanah yang umum digunakan adalah
rumput atau kacang-kacangan/leguminosa.
f. Penanaman Tanaman dalam larikan (strip cropping)Cara yang efektif dalam pengendalian erosi atau pengawetan tanah yaitu
membuat larikan-larikan secukupnya, pada lariakn-lariakan pertama yang searah
dengan garis kontur itu dipahami rumput-rumputan atau tanaman pupuk hijau.
Strip cropping adalah untuk memperlambat lajunya aliran permukaan, larikan-
larikan tanaman penutup tanah dimaaksudkan pula untuk melindungi lariakan-
larikan tanaman palawija dari aliran permukaan tersebut.
g. Penerapan Pola TanamPola tanam adalah sistem pengatur pertanaman berdasarkan distribusi curah
hujan, baik pola tanam monokultur maupun tumpang sari pada tanaman hampir
sama umur pada sebidang tanah sebagai salah satu strategi untuk menjamin
keberhasilakn usaha tani lahan kering. Dalam pengembangannya pola tanam ini
sangat tergantung kepada jenis tanahm iklim, topografi dan pemasaran hasil.
Lahan dengan kemiringan <8% dapat mendukung tanaman pangan sebagai
tanaman utama. Adapun kemiringan >8% pertanaman diusahakan searah kontur
atau ters dan tanaman pangan tidak lagi berfungsi sebagai tanaman utama,
melainkan sudah beralih ke tanaman tahunan seperti karet, kelapa sawit dan
tanaman tahunan lainnya (Effendi, 1984)
Dengan meningkatkan intensitas tanaman, maka bukan hanya
produktivitas lahan yang ditingkatkan, tetapi sekaligus juga merupakan tindakan
konservasi vegetatif, tertutupnya lahan hampir sepanjang tahun akan
mengurangi erosi serta menghasilkan sisa tanaman sebagai bahan organik. Sisa
tanaman jika dimulsakan atau dibenamkan dapai mensuplai unsur hara, menutup
tanah sehingga terhindar dari kerusakan tanah akibat hujan, mempertinggi
stabilitas agregat dan kapasitas tanah menahan air. (Sanders, 1991).
Beberapa sistem pola tanam yang dapat dikembangkan pada lahan
kering yang sekaligus merupakan tindakan konservasi vegetatif adalah :
1) Mixed cropping atau pertanaman campuran, Merupakan sistem
penanaman lebih dari satu macam tanaman semusim pada lahan dan waktu
yang sma denngan pola tidak teratur, jenis tanaman yang diusahakan
biasanya terdiri atas tanaman semusim seperti padi gogo, palawija, atau
sayuran. Kadang-kadang lahan ditanami dengan tanaman tahunan seperti
jati dan mahoni sebagai pembatas pemilik lahan. Tetapi berbeda dengan
kebun campuran, komponen tanaman semusim dalam sistem pertanaman
campuran lebih dominan, tujuannya untuk konsumsi pangan, pakan, kayu
bangunan rumah dan kayu bakar.
2) Sequental planting atau penanaman berurutan, merupakan penanaman
dengan dua tanaman atau lebih secara berurutan/bergilir. Pola tanam dapat
berupa padi gogo - kacang tanah – jagung atau jagung – kacang tanah –
tanaman penutup tanah atau tanaman pupuk hijau. Tanaman pertama
biasanya ditanam pada awal musim hujan dan setelah panen tanah diolah
lagi kemudian ditanam tanaman kedua. Tanaman ketiga ditanam tergantung
dari ketersediaan air, kalau tidak memungkinkan biasanya tanah diberakan
sampai musin hujan berikutnya.
3) Inter cropping atau pertanaman tumpang sari. Pertanaman tumpang sari
adalah sistem penanaman lebih dari satu macam tanaman pada lahan yang
sama secara simultas, dengan umur tnaaman relative sama dan diatur
dalam barisan atau kumpulan baris scara berselang-seling. Pertanaman
tumpang sari telah berhasil dikembangkan di Jawa pada areal hutan jati dan
pinus (Arsyad, 2000). Petani dengan izin pihak perhutani menanam tanaman
semusim seperti padi gogo, jagung dan sebagainya secara tumpang sari
yang merupakan tanaman sela di antara tanaman pokok. Keuntungan dari
pola tumpang sari, adalah : bahaya kerusakan lahan dapat di atasi, petani
mendapat kesempatan pada areal usaha tani terbatas, pemeliharaan
tanaman hutan secara tidak langsung telah dilakukan, antar lain dengan
penyiangan dan pemupukan tanaman pangan.
4) Relay cropping atau pertanaman tumpang gilir merupakan penanaman
lebih dari satu macam tanaman pada lahan yang sama secara bergilir.
Tanaman kedua ditanam di antara tanaman pertanam sebelum panen. Pola
tanam dapat berupa padi gogo + jagung / ubi kayu+ kacang tanah.
Pertanaman pertama padi gogo ditumpangsarikan dengan jagung. Sebulan
sebelum jagung dipanen, ubi kayu ditanam dengan cara disisipkan di antara
jagung. Setelah padi dan jagung dipanen, kacang tanah ditanam di antara
barisan ubi kayu.
5) Inter culture, dalam hal in misalanya tanaman semusim atau tanaman yang
berumur pendek di tanam di antara tanaman tahunan.seperti: kacang tanah
di tanam di antara tanaman pepaya, kacang-kacangan di tanam diantara
pohon jeruk dan lain sebagainya.
h. Penyiangan ParsialPenyiangan parsial merupakan teknik dimana lahan tidak disiangi
seluruhnya yaitu dengan cara menyisakan sebagian rumput alami maupun
tanaman penutup tanah (lebar sekitar 20-30 cm) sehingga di sekitar batang
tanaman pokok akan bersih dari gulma. Tanaman penutup tanah yang tidak
disiangi akan berfungsi sebagai penahan erosi. Pada dasarnya teknik ini
menyerupai strip rumput dimana vegetasi gulma mampu menahan aliran
permukaan dan mengendapkan material terangkut. Hasil tanaman yang disiangi
dikembalikan ke lahan atau ditumpuk sebagai barisan sisa tanaman sehingga
dapat menambah bahan organik bagi tanah dan memperbaiki sifat tanah.
i. Budidaya Lorong (Alley Cropping)Pada sistem budidaya lorong ini, tanaman pangan (semusim) digunakan
sebagai tanaman utama yang dibudidayakan pada bidang olah di lorong-lorong
antara barisan-barisan tanaman pagar dari semak berkayu atau pohon legume,
yang secara berkala dipangkas untuk mengurangi naungan dan sebagai sumber
bahan organik. Penerapan sistem budidaya lorong pada lahan berlereng mampu
membentuk teras alami setinggi 20-30 cm dalam waktu 4 tahun (Sutono et al.,
1998). Dengan terbentuknya teras, maka panjang lereng menjadi berkurang dan
kemiringan lahan dimasing-masing bidang olah juga berkurang. Selain dapat
menekan erosi dan aliran permukaan, budidaya lorong juga dapat menekan
kehilangan unsure hara.
j. Pematah Angin (Windbreaks)Pematah angin adalah barisan pohon atau rumput tinggi yang ditanam
dengan jarak yang tepat untuk mencegah atau mengurangi dampak erosi angin,
kerusakan tanaman secara fisiologis maupun mekanis yang disebabkan oleh
angin, mengurangi evapotranspirasi, dan mengurangi kerusakan tanaman akibat
garam jika lokasinya dekat dengan laut. Pematah angin digunakan di daerah
yang anginnya kuat. Pohon yang digunakan untuk pematah angin yaitu pohon
yang tumbuhnya tegak dengan perakaran dalam dan dengan cabang dan ranting
yang kuat dan dapat menahan angin yang keras. Jenis tanaman yang dapat
digunakan antara lain Accacia mangium, Accacia auriculiformis, Mahagonia sp,
Sesbania grandifloria, Casuarina sp., dan bambu. Letak tanaman pematah angin
perlu diatur agar tidak mengganggu pekerjaan lapang. Arah barisan pematah
angina tegak lurus dengan arah angina dan waktu tanamannya masih kecil
disebelahnya dari arah datannya angina lebih dahulu dapat ditanam tumput
untuk melindungi pohon pematah angina yang baru ditanam. Setelah pohonnya
besar makan akarnya harus dicegah jangan sampai menggangu daerah
pertanaman dan jika tajuknya terlalu rindang maka harus dipangkas.
Pohon pematah angin tidak saja berguna untuk mengurangi kecepatan
angin, tetapi juga berpengaruh terhadap kelembaban tanah dan populasi fauna
dalam tanah.
Gambar bagan pematah angin
k. Penanaman RumputPenanaman tumput pada berbagai tempat yang terbuka (tidak tertutup
oleh tanaman utama) sangat penting dalam membantu mengendalikan erosi dan
aliran air permukaan dilahan pertanian. Tempat-tempat yang terbuka tersebut
antara lain adalah saluran pembuangan air (SPA), jalan dan bidang lereng dari
pertanian. Penanaman rumput pada SPA atau dinamakan sebagai SPA yang
diperkuat dengan rumput penting untuk mengamankan SPA, sehingga lahan
pertanina dapat lebih stabil. Teknik ini baik untuk lahan yang kelerangannya
<30%, jika air buangannya mengalir terus dan kecepatannya melebihi 1.5 m
detik-1, maka dasar salurannya perlu diperkuat dengan semen.
Penguatan lereng dengan menanam tumput merupakan teknik untuk
melindungi dan menstabilkan lereng dari suatu lahan pertanian. Penanaman
rumput ini juga mengurangi biaya pemeliharaan lereng dan menambah
keindahan dari bentang alam, jenis rumput yang ditanam sebaiknya yang dapat
tumbuh rapat dan berakar dalam. Kalau keadaannya memungkinkan dapat
ditanam tanaman yang berbunga. Pada waktu penanaman rumput tersebut perlu
dipupuk karena tanahnya berasal dari lapisan bawah yang umumnya miskin
unsur hara (FFC, 1995)
l. Barisan sisa tanamanPada dasarnya, sistem barisan sisa tanaman (transh line) ini sama dengan
sistem strip. Sistem ini adalah teknik konservasi tanah yang bersifat sementara
dimana gulma/rumput/sisatanaman yang disiangi/ditumpuk berbaris. Untuk
daerah berlereng biasanya ditumpuk mengikuti garis kontur. Peumpukan ini
selain dapat mengurangi erosi dan menahan selaju aliran permukaan juga bisa
berfungsi sebagai mulsa. Ketersediaan bahan sisa tanaman harus cukup banyak
sehingga penumpukannya membentuk struktur yang lebih dalam menahan gaya
erosi air dan akan cepat terkomposisi sehingga mudah hanyut. Penggunaan
kayu kayu pancang diperlukan untuk menperkuat barisan sisa tanaman ini.
Sistem ini cukup baik untuk mempertahankan ketersediaan hara melalui
dekomposisi bahan organic dan melindungi tanah dari bahaya erosi.
BAB III
PENUTUP
Teknologi konservasi tanah secara vegetatif telah tersedia cukup banyak, tetapi
dalam kenyataannya penerapan atau adopsinya oleh petani masih terbatas, sehingga
masih banyak lahan pertanian yang tererosi. Oleh Karen itu, berbagai upaya untuk
menyebarluaskan dan mempercepat adopsi teknologi ini perlu ditingkatkan. Sebagai
langkah awal perlu dilakukan pemahaman pedesaan secara patisipatif untuk
memahami kodisi social ekonomi, sistem pertanian yang ada, permasalahan
konservasi tanah yang dihadapi dan aspirasi petani untuk mengatasi permasalah
tersebut perlu dipahami bersama-sama dengan petani. Petani yang akan dibina harus
diikutsertakan dalam proses kegiatan pengembangan teknologi, sejak penyusunan
rencana penyuluhan dan penyebarluasan teknologi sampai ke kegiatan-kegiatan lain
berikutnya. Dengan demikian mereka akan dapat berpartisipasi secara aktif sejak
memilih dan mengenalkan teknologi yang akan disebarluaskan, sampai ke
pelaksanaan pengembangan dan penilaian dampak teknologi tersebut, sehingga
proses adopsinya diharapkan dapat berlangsung dengan mudah dan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. UPT Produksi. Media Indonesia. Cetakan ke III. Lembaga Sumberdaya Informasi IPB. 288 hlm.
Effendi, S. 1984. Membangun pertanian lahan kering yang tangguh. hlm. 391-398 dalam Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Pola Usaha tani Menunjang Transmigrasi. Cisaru, Bogor 27-29 Februari 1984. Badan Litbang Pertanian, Deptan.
Erfandi, D., H. Suwarjo, dan A. Rachman. 1988. Penelitian Alley Cropping di Kuamang Kuning, Jambi. hlm. 105-110 dalam prosiding Hasil Penelitian Pola Usaha tani terpadu di daerah transmigrasi Kuamang Kuning Jambi. Puslit Tanah, Bogor.
FFC. 1995. Soil Conservation Handbook. Chinese Edition, Food dan Fertilizer Technology Center (FFTC) for the Asian and Pacific Region. Taipei, Taiwan.
Sanders, D. W. 1991. Conservation Policy Consideration at the international and regional levels. Int. workshop on conservation policies for sustainable hillslope farming, session I. March 11-55, 1991. Solo. Indonesia.
Sujitno, E., H. Sunaryono, dan E. Sukamana. 1997. Sistem usaha tani terpadu dengan tanaman pokok buah-buahan pada lahan kering bertipe iklim basah di garut selatan. Hlm. 149-162 dalam prosiding lokakarya evaluasi hasil penelitian usha tani lahan kering. Garut, 6-7 januari 1997. Pusat penelitian tanah dan agroklimat, Bogor.
Sukristyonubowo, I G. P. Wigena, E. Santoso, dan D. Santoso, 1998. Sistem hutan pasture untuk meningkatkan Produktivitas padang penggembalaan di Nusa Tenggara Barat. Hlm. 19-36 dalam Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat: Bidang Kimia dan Biologi Tanah. Bogor, 10-12 februari 1998. Puslittanak, bogor