konstruksi kayu i
TRANSCRIPT
Konstruksi Kayu
Pengertian dan Sifat Kayu
Kayu mempunyai beberapa kegunaan bagi kehidupan manusia, salah
satunya adalah dijadikan sebagai bahan bangunan dalam pembuatan suatu
bangunan. Kayu banyak digunakan dalam bangunan-bangunan sederhana
dan dalam konstruksi kuda-kuda untuk atap. Digunakannya kayu untuk
bangunan disebabkan karena kayu mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan bahan lain seperti baja, antaran lain karena kayu mempunyai
berat volume yang lebih ringan, harga yang lebih murah, mudah diperoleh
terutama di Indonesia yang masih mempunyai kawasan hutan yang luas, dan
dapat memberikan kenampakan luar yang indah.
Kayu sampai saat ini masih banyak dicari dan dibutuhkan orang.
Diperkirakan pada abad abad yang akan datang kayu masih akan selalu
dibutuhkan. Dari segi manfaat bagi kehidupan manusia, kayu dinilai
mempunyai sifat sifat utama yang menyebabkan kayu selalu dibutuhkan
manusia.
Sifat sifat utama bahan bangunan kayu dapat diuraikan sebagai
berikut.
Kayu merupakan kekayaan alam yang tidak akan habis habisnya jika dikelola/diusahakan dengan baik.
Kayu merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang lain.
Kayu mempunyai sifat sifat spesifik yang tidak bisa ditiru oleh bahan lain buatan manusia. Misalnya kayu mempunyai sifat elastis, ulet, tahan terhadap pembebanan yang tegak lurus dengan seratnya atau sejajar seratnya dan berbagai sifat lainya.
Jenis jenis kayu yang digunakan pada umumnya disesuaikan dengan
fungsi dari komponen rumah yang bersangkutan. Dimana komponen rumah
adalah bagian bagian yang menyusun sebuah rumah, seperti lantai, dinding,
pintu, jendela, plafon, dan lain lain. (Abdurachman; 1980, Barly dan
Abdurrohim; 1982).
Pemilihan dan penggunaan kayu untuk satu tujuan pemakaian,
memerlukan pengetahuan dari sifat sifat kayu tersebut dan yang umum
adalah : berat jenis, kelas awet dan kelas kuat. Pengetahuan sifat sifat
tersebut tidak saja dapat dipilih jenis kayu yang tepat serta macam
penggunaan yang memungkinkan, akan tetapi juga dapat ditentukan
kemungkinan substansi oleh jenis kayu lain, apabila jenis kayu tersebut sulit
didapat secara kontinyu atau harganya lebih mahal (Anonimius; 1979).
Menurut Soekotjo (1977), kayu untuk perumahan biasanya dalam bentuk:
1. Untuk kerangka rumah2. Atap3. Dinding
Konstruksi Atap Kayu
Konstruksi atap adalah bagian paling atas dan suatu bangunan,
permasalahan konstruksi atap tergantung pada luasnya ruang yang harus
dilindungi, bentuk dan konstruksi yang dipilih, dan lapisan penutupnya.
Pengaruh lingkungan luar terhadap atap menentukan pilihan
penyelesaian yang baik terhadap suhu ( sinar matahari ), cuaca ( air hujan
dan kelembaban udara), serta keamanan terhadap kebakaran (petir dan
bunga api) sehingga atap harus memenuhi kebutuhan terhadap keamanan
dan kenyamanan.
Konstruksi atap rangka kayu adalah suatu konstruksi yang berfungsi
bagai penahan beban penutup atap, yang melindungi penghuni rumah dan
panas matahari, angin dan air hujan, yang strukturnya terbuat dan rangka
kayu.
Konstruksi atap rangka kayu memiliki elemen-elemen sebagai berikut :
Kuda-kuda merupakan penopang (iga-iga) yang menyalurkan gaya
tekan, sedangkan balok dasar pada kuda - kuda yang berfunfsi sebagai
penahan dasar gaya tarik, serta tiang tengah (ander) yang mendukung balok
bubungan (molo) dan menerima gaya tekan.
Gording merupakan sebagai penyangga kasau (usuk) tenletak pada
kuda penopang dibutuhkanjikajarak antara bantalan dan bubungan> 2 m.
Kasau / Usuk merupakan balok melintang di atas balok dinding
(bantalan), gording, dan bubungan serta berfungsi sebagai penyangga reng.
Ujung bawah kasau diteruskan menonjol pada dinding rumah ke luar,
membentuk lebar tritisan yang dikehendaki.
Reng merupakan bilah yang melintang di atas kasau dan berfungsi
sebagai tempat menempatkan posisi genteng, sedangkan ring balok
diletakkan di bagian puncak dinding dan berfungsi sebagai pendukung balok
kuda-kuda.
Listplank Tirisan terbuat dari papan tegak yang dipasang pada ujung
bawah kasau sebagai pengikat ujung kasau. Listplank harus dilindungi
terhadap cucuran air hujan dan terhadap panas matahari agar tidak cepat
lapuk.
Konstruk rangka batang konstruksi rangka yang terletak pada sebuah
bidang dan saling dihubungkan degan sendi pada ujungnya, sehingga
membentuk suatu bagian bangunan yang terdiri dan segitiga-segitiga.
Pelapis atap merupakan lapisan kedap air biasanya terbuat dari seng,
plastik, plat semen berserat yang biasanya diletakkan di atas kasau,
Sedangkan penutup atap nerupakan lapisan kedap terhadap resapan air
hujan yang sering digunakan dari bahan ijuk, rumbia, genteng, plat semen
berserat, atau seng bergelombang.
Pada konstruksi kuda-kuda, terutama yang berkonstruksi kayu,
kemiringan dan bentuk atap sangat dipengaruhi prinsip konstruktif dan bentuk
konstruksi atap kayu.
Gambar : Konstrksi rangka kuda kuda
Perhitungan serta perencanaan konstruksi kayu harus mengindahkan :
1. Perhitungan konstruksi harus didasarkan atas pengetahuan ilmu gaya2. Muatan yang ditetapkan seperti :
o Muatan tetap, seperti beban bergerak yang bersifat tetap atau terus-menerus, berat sendiri, tekanan tanah, tekanan air dan sebagainya.
o Muatan tidak tetap, seperti beban bergerak tidak tetap, beban orang berkumpul dan sebagainya.
o Tegangan-tegangan yang diperkenankan untuk kayu
Material Kayu merupakan salah satu bahan konstruksi yang
mempunyai berat jenis ringan dan proses pengerjaannya dapat dilakukan
dengan mudah dan peralatan yang sederhana. Sebagai bahan dari alam,
kayu dapat terurai secara sempurna sehingga tidak ada istilah limbah pada
konstruksi kayu. Untuk mengetahui kualitas kayu secara visual sudah sejak
lama dipergunakan oleh masyarakat kita. Beberapa parameter visual yang
dapat diamati pada kayu dan berhubungan erat dengan kekuatan adalah
lebar cincin tahunan, kemiringan serat, mata kayu, keberadaan jamur atau
serangga perusak kayu, dan retak. Apabila si pengamat tidak mempunyai
keahlian dan pengalaman, maka pemilihan kelas kuat kayu akan lama dan
hasilnyapun menjadi tidak reliable (mengandung banyak keraguan) untuk itu
dilakukan pemilahan dengan menggunakan pengujian sifat mekanik untuk
mengetahui kekuatan lentur, kekuatan tarik, dan kekuatan tekan. Adapun
Dasar Perencanaan Konstruksi Kayu dalam buku ini ddasarkan dengan
Standart SNI-5 2002 yaitu tentang Tata Cara Perencanaan Konstruksi kayu.
Dalam perencanaan itu meliputi, Perencanaan batang Tarik, Perencanaan
tekan, pengenalan alat sambung kayu. Analisis sambungan paku, Analisis
sambungan paku, Analisis sambungan baut dan Analisis sambungan takikan.
Semoga buku ini dapat menjadi pegangan dan referensi mahasiswa, dosen
dan enginer dalam menyusun perancangan konstruksi kayu.
http://campuraduk-gadogado.blogspot.com/2011/03/konstruksi-kayu.html
CARA PENGAWETAN KAYU Author: Antok | Filed Under: Pengawetan Kayu
Cara rendaman: kayu direndam di dalam bak larutan baha pengawet yang telah
ditentukan konsentrasi (kepekatan) bahan pengawet dan larutannya, selama beberapa jam
atau beberapa hari. Waktu pengawetan (rendaman) kayu harus seluruhnya terendam,
jangan sampai ada yang terapung. Karena itu diberi beban pemberat dan sticker. Ada
beberapa macam pelaksanaan rendaman, antara lain rendaman dingin, rendaman panas,
dan rendaman panas dan rendaman dingin. Cara rendaman dingin dapat dilakukan dengan
bak dari beton, kayu atau logam anti karat. Sedangkan cara rendaman panas atau
rendaman panas dan dingin lazim dilakukan dalam bak dari logam. Bila jumlah kayu yang
akan diawetkan cukup banyak, perlu disediakan dua bak rendaman (satu bak untuk
merendam dan bak kedua untuk membuat larutan bahan pengawet, kemudian diberi
saluran penghubung). Setelah kayu siap dengan beban pemberat dan lain-lain, maka
bahan pengawet dialirkan ke bak berisi kayu tersebut. Cara rendaman panas dan dingin
lebih baik dari cara rendaman panas atau rendaman dingin saja. Penetrasi dan retensi
bahan pengawet lebih dalam dan banyak masuk ke dalam kayu. Larutan bahan pengawet
berupa garam akan memberikan hasil lebih baik daripada bahan pengawet larut minyak
atau berupa minyak, karena proses difusi. Kayu yang diawetkan dengan cara ini dapat
digunakan untuk bangunan di bawah atap dengan penyerang perusak kayunya tidak
hebat.
1. Cara pencelupan: kayu dimasukkan ke dalam bak berisi larutan bahan pengawet
dengan konsentrasi yang telah ditentukan, dengan waktu hanya beberapa menit
bahkan detik. Kelemahan cara ini: penetrasi dan retensi bahan pengawet tidak
memuaskan. Hanya melapisi permukaan kayu sangat tipis, tidak berbeda dengan
cara penyemprotan danpelaburan (pemolesan). Cara ini umumnya dilakukan di
industri-industri penggergajian untuk mencegah serangan jamur blue stain. Bahan
pengawet yang dipakai Natrium Penthachlorophenol. Hasil pengawetan ini akan
lebih baik baila kayu yang akan diawetkan dalam keadaan kering dan bahan
pengawetnya dipanaskan lebih dahulu.
2. Cara pemulasan dan penyemprotan : cara pengawetan ini dapat dilakukan
dengan alat yang sederhana. Bahan pengawet yang masuk dan diam di dalam
kayu sangat tipis. Bila dalam kayu terdapat retak-retak, penembusan bahan
pengawet tentu lebih dalam. Cara pengawetan ini hanya dipakai untuk maksut
tertentu, yaitu : a. Pengawetan sementara (prophylactic treatment) di daerah
ekploatasi atau kayu-kayu gergajian untuk mencegah serangan jamur atau bubuk
kayu basah. b. Untuk membunuh serangga atau perusak kayu yang belum banyak
dan belum merusak kayu (represif). c. Untuk pengawetan kayu yang sudah
terpasang. Cara pengawetan ini hanya dianjurkan bila serangan perusak kayu
tempat kayu akan dipakai tidak hebat (ganas).
3. Cara pembalutan : cara pengawetan ini khusus digunakan untuk mengawetkan
tiang-tiang dengan menggunakan bahan pengawet bentuk cream (cairan) pekat,
yang dilaburkan/diletakkan pada permukaan kayu yang masih basah. Selanjutnya
dibalut sehingga terjadilah proses difusi secara perlahan-lahan ke dalam kayu.
4. Proses vakum dan tekanan (cara modern) :
Proses ini ada 2 macam menurut kerjanya :
1. Proses sel penuh antara lain :
Proses Bethel
Proses Burnett
2. Proses sel kosong antara lain :
Proses Rueping
Proses Lowry
Keduanya berbeda pada pelaksanaan permulaan. Proses Rueping langsung memasukkan
bahan pengawet dengan tekanan sampai ± 4 atmosfer, kemudian dinaikkan sampai
sekitar 7-8 atmosfer. Sedangkan pada proses lowry tidak digunakan tekanan awal, tapi
tekanan langsung sampai 7 atmosfer. Beberapa jam kemudian tekanan dihentikan dan
bahan pengawet dikeluarkan dan dilakukan vakum selama 10 menit untuk membersihkan
permukaan kayu dari larutan bahan pengawet.
PENGAWETAN KAYU
Kayu adalah bagian batang atau cabang serta ranting tumbuhan yang
mengeras karena mengalami lignifikasi. Penyebab terbentuknya kayu
adalah akibat akumulasi selulosa dan lignin pada dinding sel berbagai
jaringan di batang.Kayu digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari
memasak, membuat perabot (meja, kursi), bahan bangunan (pintu, jendela,
rangka atap), bahan kertas, dan banyak lagi. Kayu juga dapat
dimanfaatkan sebagai hiasan-hiasan rumah tangga dan sebagainya.
Kayu dikategorikan ke dalam beberapa kelas awet :
- Kelas awet I (sangat awet), misal : kayu sonokeling, jati
- Kelas awet II (awet), misal : kayu merbau, mahoni
- Kelas awet III (kurang awet), misal : kayu karet, pinus
- Kelas awet IV (tidak awet), misal : kayu sengon
- Kelas awet V (sangat tidak awet)
Pengawetan kayu merupakan metode untuk menambah tingkat keawetan dari kayu dengan perlakuan
fisik maupun kimia. Pengawetan kayu bertujuan untuk menambah umur pakai kayu lebih lama,
terutama kayu yang dipakai untuk material bangunan atau perabot luar ruangan, karena penggunaan
tersebut yang paling rentan terhadap degradasi kayu akibat serangga/organisme maupun faktor abiotis
(panas, hujan, lembab).
Dalam SNI 03-5010.1-1999, hanya kayu dengan kelas awet III, IV dan V lah yang memerlukan
pengawetan, tetapi pada keperluan tertentu, bagian kayu gubal dari kayu kelas awet I dan II juga perlu
diawetkan. Metode pengawetan kayu sangat beragam, bahan kimia seperti borax menjadi salah satu
bahan yang digunakan untuk mengawetkan kayu dalam metode vakum, pencelupan dingin, pencelupan
panas hingga metode pemolesan.
Tindakan Pencegahan
Namun demikian dalam hubungannya dengan lingkungan dan kesehatan pemakai, pengawetan kayu
pada perabot sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut :
1. Minimalkan pengawetan kayu dan jangan lakukan pengawetan khemis apabila produk furniture anda
merupakan produk potensial kontak langsung dengan makanan.
2. Hindari penggunaan kayu yang diawetkan untuk konstruksi yang berpotensi kontak langsung dengan
air minum dan air bersih.
3. Buang sisa kayu hasil pengawetan dengan cara dikubur, hindari pembakaran/dijadikan bahan bakar.
Asap kayu hasil pengawetan berpotensi mengandung bahan kimia berbahaya.
4. Hindari diri anda dari debu gergaji/amplas terlalu banyak, gunakan masker yang memadai.
5. Bagi anda yang terlibat pada pengawetan, terutama yang kontak langsung dengan bahan kimia,
gunakan safety wear dan cuci bersih secara terpisah, pakaian maupun bagian tubuh anda yang sangat
rentan masih terdapat residu bahan kimia.
6. Perhatikan pengolahan dan pembuangan limbah hasil tindakan pengawetan kayu.
Mengenal Teknik Pengawetan Kayu
XI IPA 1 - 10 Febriani (Febi)
Kayu Dan Cara Pengawetannya
Judul buku: Mengenal Teknik Pengawetan Kayu
Penulis: Ir. Tikno Iensufiie, M. Pd,
Penerbit: Erlangga, 2008
Tebal buku: 88 halaman
Kayu adalah hasil dari tumbuhan berupa pohon dengan batang yang keras. Ada
bermacam-macam jenis dan ukuran kayu, serta tingkat kekerasannya. Kayu
sangat bermanfaat bagi manusia sejak zaman dulu kala, misalnya dimanfaatkan
sebagai bahan bakar, bahan baku industri, konstruksi, bagian rumah,
transportasi, furniture, alat musik, barang seni, dan masih banyak fungsi kayu
lainnya.
Kayu dapat digunakan dalam jangka panjang maupun jangka pendek, dan kayu
yang digunakan untuk jangka waktu yang lama memerlukan perawatan khusus
agar kayu lebih tahan lama. Buku ini disusun agar pembaca mengetahui
bagaimana cara-cara yang dapat ditempuh untuk mengawetkan kayu agar kayu
dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang. Buku ini dibagi dalam
beberapa bab dan tiap bab diulas secara singat namun padat sehingga pembaca
dapat dengan mudah mengerti secara umum tentang anatomi kayu, struktur
kayu, faktor-faktor yang dapat mengakibatkan kayu menjadi rusak, jenis-jenis
kerusakan kayu berdasarkan faktor penyebabanya, dan cara pengawetan kayu itu
sendiri, yang meliputi teknik yang digunakan maupun bahan-bahan apa yang
dapat digunakan untuk memperpanjang usia kayu tersebut.
Kelebihan buku ini antara lain adalah buku ini berwarna, sehingga pembaca yang
membaca buku ini tidak jenuh dan semakin tertarik untuk membacanya. Di buku
ini juga dilampirkan beberapa gambar, foto, grafik, dan tabel yang sangat
mendukung isi buku ini agar semakin mudah dipahami. Kelebihan lain buku ini
adalah ulasannya yang sangat detail dimulai dari membahas anatomi dan
struktur kayu yang mungkin berguna dalam teknik pengawetan kayu namun
dapat dimengerti dengan mudah. Cetakan buku ini pun tergolong baik dengan
kualitas tinta dan gambar yang cukup baik pula.
Diposkan oleh Agust Wahyu di 20:21
STANDARDISASI PENGAWETAN KAYU DAN BAMBU SERTA
PRODUKNYA
Ada tiga metode pengawetan secara difusi yang lazim dipraktekkan secara komersial
menggunakan senyawa boron (Boric Acid Equivalent =BAE) yaitu pemanasan dan rendaman
dingin (steaming and cold quench), rendaman panas (hot immersion) dan pencelupan
(momentary immersion). Proses difusi terdiri dari dua tahap, yaitu pertama tahap pemasukan
bahan pengawet pada permukaan atau di bagian luar kayu; kedua tahap penyimpanan
(diffusion storage) agar proses difusi berlangsung dengan baik.
Proses pemasukan bahan pengawet dapat dilakukan dengan cara:
1. Pemanasan dan rendaman dingin
Cara ini digunakan apabila kayu yang akan diawetkan masih basah bercampur
dengan kayu yang sudah kering. Kayu yang akan diawetkan ditumpuk secara teratur
di dalam ruang atau tangki pengawetan. Antara tumpukan dipasang kayu pengganjal
(sticker) berukuran tebal 1,25 cm. Ke dalam ruang tersebut dialirkan uap panas,
suhu 82°C selama beberapa jam. Lama waktu pengaliran uap panas bergantung
ukuran tebal kayu. Untuk papan tebal 2,5 cm pemberian uap panas minimum 3 jam.
Selesai pemberian uap, ke dalam ruang tersebut segera dimasukkan larutan bahan
pengawet encer (2% - 3%), kayu dibiarkan terendam selama 15 jam, kemudian
larutan dikeluarkan kembali ke dalam bak persediaan. Kayu yang telah diawetkan
disimpan dalam ruang tertutup sedemikian rupa sehingga proses difusi berlangsung
dengan baik. Lama penyimpanan (diffusion storage) beberapa minggu bergantung
kepada jenis dan ukuran tebal kayu yang diawetkan.
2. Rendaman panas
Cara ini lazim digunakan pada pengawetan kayu gergajian yang masih basah atau
lembab, maksimum 14 hari setelah proses penggergajian. Seperti cara pertama,
kayu yang akan diawetkan ditumpuk secara teratur di dalam ruang atau tangki
pengawetan. Ke dalam ruang tersebut dimasukkan larutan bahan pengawet encer
(3% - 6%), panas pada suhu 82°C selama beberapa jam bergantung ukuran tebal kayu.
Untuk papan yang berukuran tebal 2,5 cm lama waktu perendaman panas
berkisar antara 2 - 4 jam. Selesai perendaman kemudian larutan dikeluarkan kembali
ke dalam bak persediaan. Kayu yang telah diawetkan disimpan dalam ruang tertutup
sedemikian rupa sehingga proses difusi berlangsung dengan baik. Lama
penyimpanan (diffusion storage) beberapa minggu bergantung kepada jenis dan
ukuran tebal kayu yang diawetkan.
3. Pencelupan
Proses difusi dengan cara pencelupan, pelaburan dan penyemprotan prinsip
kerjanya sama dengan cara pertama dan kedua. Bedanya, pada cara ini digunakan
larutan bahan pengawet dengan konsentrasi tinggi berkisar antara 20% - 40%.
Pelaburan dilakukan bagi kayu yang ukuran besar tetapi jumlahnya sedikit. Apabila
kayu yang akan diawetkan jumlahnya banyak, kayu tersebut diikat dalam ikatan
besar (bundel), kemudian dicelupkan ke dalam larutan yang sudah disiapkan. Kayu
yang telah diawetkan disimpan dalam ruang tertutup sedemikian rupa sehingga
proses difusi berlangsung dengan baik. Lama penyimpanan (diffusion storage)
beberapa minggu bergantung kepada jenis dan ukuran tebal kayu yang diawetkan.
Proses difusi lain
Sebelum senyawa boron diperkenalkan sebagai bahan pengawet kayu cara difusi
yang lazim dilakukan adalah proses osmose, penggunaan balutan bahan pengawet
dan difusi berganda (double diffusion).
a. Proses osmose
Proses osmose prinsipnya sama, yaitu dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama
bahan pengawet berupa cream atau pasta dilaburkan pada permukaan kayu yang
masih basah; tahap kedua kayu yang sudah dilaburi dengan cepat ditumpuk (tanpa
pengganjal) dan ditutup rapat dengan bahan kedap air untuk mencegah penguapan.
Lama penyimpanan (diffusion storage) beberapa minggu bergantung kepada jenis
dan ukuran tebal kayu yang diawetkan.
b. Proses balutan (bundage)
Proses tersebut dikembangkan di Jerman dan dikenal dengan nama proses AHIG.
dilakukan pada pengawetan kayu tiang yang masih basah dan atau yang sudah
terpasang dalam rangka pemeliharaan. Bagian pangkal tiang yang memungkin
terjadinya serangan OPK dilaburi cream bahan pengawet kemudian dibungkus atau
dililiti dengan pembalut yang berisi bahan pengawet berupa pasta (band aid).
c. Difusi berganda
Dilakukan dengan cara: pertama, kayu direndam dalam larutan tembaga sulfat
(terusi) selama waktu yang cukup untuk terjadinya proses difusi; kemudian diangkat
dan direndam kembali dalam larutan yang mengandung sodium dikhromat.
Perlakuan tersebut diharapkan terbentuk endapan tembaga-khromat di dalam kayu
yang beracun terhadap jamur dan tahan terhadap pelunturan.
Pengawetan kayu kering
Kayu yang harus diawetkan adalah jenis kayu yang memiliki keawetan alami rendah,
yaitu kelas awet III, IV dan V ( Oey Djoen Seng, 1964) serta kayu gubal dari kelas
awet I dan kelas awet II. Untuk memperoleh hasil pengawetan yang baik perlu
diperhatikan hal berikut : Kayu yang akan diawekan harus memiliki kadar air yang
sesuai dengan metode pengawetan yang akan dipakai, yaitu: (1) kering udara
sampai maksimal 35% untuk proses vakum-tekan; (2) kering udara sampai maksimal
45% untuk proses rendaman dingin dan rendaman panas dingin. Permukaan kayu
harus bersih, bebas dari segala macam kotoran dan tidak berkulit. Kayu harus sudah
siap pakai, sehingga tidak diperlukan lagi pemotongan, penyerutan atau jenis
pengerjaan lain. Apabila terpaksa, maka bagian yang terbuka harus dilabur dengan
bahan pengawet yang pekat secara merata .
A. Pelaburan, pemulasan dan penyemprotan
Pengawetan dengan cara tersebut dapat dilakukan dengan alat sederhana. Cairan
bahan pengawet larut organik atau berupa minyak dengan kekentalan rendah lazim
digunakan dalam pengawetan kayu kering yang sudah siap pakai atau sudah
terpasang. Pada kayu yang sudah terpasang pelaburan dapat diulangi secara
periodik setiap 2 - 3 tahun. Bahan pengawet yang masuk ke dalam kayu sangat tipis.
Penembusan akan lebih dalam apabila terdapat retak. Cara tersebut hanya dipakai
untuk maksud terbatas, yaitu membunuh serangga atau perusak yang belum banyak
pada kayu yang sudah terpasang (represif). Selain pada kayu, juga dapat dilakukan
pada kayu lapis, bambu dan produknya.
B. Pencelupan
Pengawetan kayu dengan cara pencelupan, hasilnya akan lebih baik dibandingkan
dengan cara pelaburan atau penyemprotan karena bahan pengawet akan mengenai
seluruh permukaan. Lama waktu pencelupan dapat disesuaikan dengan kebutuhan
atau standar. Biasanya waktu pencelupan dalam larutan pengawet pelarut organik
atau minyak lebih singkat, yaitu kurang dari satu jam, sementara apabila digunakan
bahan pengawet pelarut air lebih lama. Kelemahan cara tersebut adalah
penembusan dan retensi yang diharapkan tidak memuaskan. Karena hanya melapisi
permukaan kayu sangat tipis, tidak berbeda dengan cara penyemprotan dan
pelaburan. Cara tersebut dipraktekkan pada pengawetan bambu dan industri kayu
lapis dalam mengawetkan venir serta di industri penggergajian untuk mencegah
jamur biru.
C. Rendaman panas-dingin
Metode rendaman panas-dingin merupakan salah satu proses sederhana untuk
mengawetkan kayu kering dan setengah kering yang umum digunakan sebagai
bahan konstruksi rumah dan gedung. Dalam cara ini kayu direndam dalam bak pengawetan
yang terbuat dari logam, kemudian larutan bersama isinya dipanaskan selama beberapa jam
dan dibiarkan tetap terendam sampai larutan dingin. Cara lain dilakukan, kayu berserta
larutan dipanaskan beberapa jam,
kemudian kayu diangkat dan dimasukkan ke dalam bak lain yang bersi larutan dingin.
Suhu pemanasan berkisar 70°C atau 80 – 95°C apabila kreosot yang digunakan.
Karena pemanasan, udara yang ada di dalam kayu mengembang
dan pemanasan dihentikan jika tidak ada lagi gelembung udara ke luar. Lama waktu
perendaman bergantung kepada jenis kayu dan ukuran tebal sortimen atau
perendaman dihentikan apabila berat contoh uji sebelum dan semudah diawetkan
menunjukkan nilai retensi yang dikehendaki. Cara tersebut sangat cocok untuk
mengawetkan kayu yang memiliki kelas keterawetan mudah dan sedikit sukar
diawetkan dengan cara tekanan.
D. Perendaman dingin
Metode rendaman dingin merupakan salah satu proses sederhana untuk
mengawetkan kayu kering dan setengah kering yang umum digunakan sebagai
bahan konstruksi rumah dan gedung . Bak pengawetannya dapat
dibuat dari besi, kayu atau beton bergantung kepada keperluan. Dalam cara ini kayu
direndam dalam bak pengawetan dan dibiarkan tetap terendam. Lama waktu
perendaman bergantung kepada jenis kayu dan ukuran tebal sortimen atau
perendaman dihentikan apabila berat contoh uji sebelum dan semudah diawetkan
menunjukkan nilai retensi yang dikehendaki. Cara tersebut sangat cocok untuk
mengawetkan kayu yang memiliki kelas keterawetan mudah dan sedikit sukar
diawetkan dengan cara tekanan.
E. Vakum - tekan
Salah satu keistimewaan dari proses ini adalah waktu pengawetan relatif cepat dan
jalannya dapat dikendalikan sehingga retensi dan penembusan bahan pengawet
dapat disesuaikan dengan komoditas dan tujuan akhir penggunaan kayu.
Pengawetan dilakukan dalam tabung tertutup dengan tekanan tinggi yaitu yaitu
antara 800 kPa- 1400 kPa. Banyak variasi dalam proses tekanan, tetapi prinsip
kerjanya sama dan secara garis besar dibagi atas dua golongan yaitu proses sel
penuh (full cell process) dan sel kosong (empty cell process) Proses sel penuh
digunakan apabila menginginkan absorbsi larutan dalam kayu maksimum.
Sedangkan proses sel kosong diperlukan apabila apabila tujuannya untuk
memperoleh penembusan sedalam-dalamnya dengan retensi yang minimum,
menggunakan bahan pengawet creosote dan pelarut minyak.
Dalam proses tekanan, kayu yang akan diawetkan disyaratkan harus dalam
keadaan kering atau kadar air maksimum 30%. Akan tetapi bagi kayu yang rentan
terhadap jamur biru dan kumbang ambrosia dapat dilakukan dalam keadaan segar
atau basah dengan proses tekanan berganti (Alternating Pressure Method) atau
vakum-tekan berganti (Oscillating Pressure Method).
Pengawetan bambu
Secara anatomis bambu berbeda dengan kayu. Batang bambu berlubang, berbuku
dan beruas. Kulit batang tidak mengelupas, melekat kuat dan sukar ditembus oleh
cairan. Batang bambu dalam keadaan utuh relatif lambat kering dan pengeringan
yang terlalu cepat menyebabkan pecah atau retak.
A. Pengawetan bambu basah
1. Proses boucherie
Proses ini dilakukan pada bambu yang baru ditebang, yaitu batang belum
dibersihkan, cabang dan daun masih lengkap. Pada bagian pangkal batang
dihubungkan dengan bak yang berisi larutan pengawet. Bahan pengawet masuk
melalui bidang potong dan dari bagian dalam menembus sampai ke ujung batang
dengan bantuan proses penguapan. Bidangpenyerapan larutan dapat diperluas dengan cara
menguliti bagian pangkal batang agar waktu pengawetan lebih pendek. Dalam proses itu,
waktu pengawetan dipengaruhi oleh antara lain: jenis dan kadar air bambu, iklim serta bahan
pengawet yang digunakan. Sebagai contoh pengawetan bambu Dendrocalamus strichus
pada
kadar air 72,1% menggunakan 10% ZnCl2 diperoleh retensi 12,6 kg/m3 dan pada
Bambusa polymorpha pada kadar air 110% diperoleh retensi 28,4 kg/m3 pada
panjang yang sama, yaitu 7,2 m. Pada bambu ater (Gigantochloa atter Kurz.) menggunakan
campuran boraks, asam borat dan polybor dalam waktu 1 hari 75% dari panjang batang
sudah ditembus bahan pengawet dengan retensi 7,24 kg/m3.
2. Modifikasi proses boucherie
Dilakukan dengan cara ujung ranting dan pohon dipangkas. Kemudian pada bagian
pangkal batang yang baru ditebang dipasang selubung kedap air dan dengan
bantuan pompa tekan, secara hidrostatis larutan bahan pengawet dimasukkan dan
mendorong cairan yang terdapat di dalam batang bambu ke luar menggunakan pompa listrik
dengan tekanan 2 kg/m2 untuk menggantikan pompa air sederhana dan menggantinya
dengan
tabung udara yang dapat dipompa secara manual bertekanan 3 kg/m2 – 5 kg/m2.
B. Pengawetan bambu kering
Pengawetan bambu dalam keadaan utuh dengan cara vakum-tekan jarang dilakukan
karena mudah pecah, tetapi jika diperlukan ruas antar buku harus dilubangi.
Pembuatan lubang di ruas juga berlaku pada pengawetan dengan cara rendaman
dingin, rendaman panas-dingin atau pencelupan agar penembusan bahan pengawet
merata. Cara rendaman, pencelupan dan pelaburan dapat dilakukan terhadap
bambu kering berupa bilah dan sayatan.
Pengawetan produk kayu berperekat
Bahan pengawet dan perekat yang digunakan harus memiliki sifat yang sesuai satu
sama lain (compatible), sebab akan berpengaruh terhadap keteguhan rekat.
Penerapan pengawetan dapat dilakukan dengan proses sederhana atau vakumtekan.
Contoh, proses pencelupan, pelaburan dan tekanan dapat dipakai pada venir
yang selanjutnya dibuat kayu lapis. Proses vakum-tekan juga dapat
dipakai pada kayu lapis yang sudah jadi. Cara
pertama lebih baik daripada cara kedua karena bahan pengawet masuk ke dalam
venir yang setelah menjadi kayu lapis berarti masuk ke dalam semua bagian kayu
lapis. Cara tersebut dapat dilakukan pada balok dan papan yang selanjutnya dibuat
kayu lamina atau terhadap balok dan kayu lamina yang sudah jadi. Sejalan dengan
perkembangan, pencampuran bahan pengawet ke dalam perekat dapat dilakukan
sepanjang produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan standar. Contoh,
pemakaian bahan pengawet organik pelarut air (emulsi atau dispersi) dalam jumlah
yang minimal, seperti penggunaan permetrin pada perekat fenol formaldehida dalam
pembuatan kayu lapis dapat memenuhi persyaratan keteguhan rekat menurut standar
Indonesia dan standar Jepang.
Penggunaan alfametrin dan foksim masing-masing ke dalam perekat urea
formaldehida dalam pembuatan papan partikel dapat
memenuhi standar FAO bagi medium density dan standar Jepang tipe 150. Hasil
tersebut mungkin akan berbeda jika dipakai bahan pengawet anorganik karena akan
meningkatkan kekentalan perekat. Persyaratan retensi bahan pengawet disebutkan
dalam standar produk yang bersangkutan, seperti dalam SNI Venir lamina
PENUTUP
Kayu dan bambu merupakan salah satu sumber daya alam yang penting di
Indonesia dan sebagian besar dimanfaatkan antara lain untuk konstruksi atau
pertukangan. Industri pengolahan kayu dan bambu telah berkembang dengan baik
dan produknya beraneka ragam sehingga memperbesar peluang pasar. Usaha
pengolahan untuk peningkatan mutu baik yang menyangkut bahan baku maupun
produk masih perlu ditingkatkan. Sejalan dengan jenis kayu yang sudah dikenal baik
mulai langka dan kebutuhan dipenuhi oleh jenis kayu cepat tumbuh yang umumnya
memiliki sifat inferior, antara lain keawetannya rendah.
Pengawetan kayu dan bambu sebagai upaya mencegah OPK mempunyai
manfaat besar dalam mengatasi pemborosan penggunaan kayu serta bambu dan
perluasan lapangan kerja. Jenis kayu bediameter kecil dan jenis kayu yang belum
digunakan dapat dimanfaatkan dengan baik. Kegiatan itu, sejalan dengan program
pengelolaan sumberdaya hutan secara berkelanjutan. Dengan demikian, melalui
standardisasi pengawetan kayu dan bambu diharapkan dapat menciptakan industri
kayu dan bambu yang tangguh dan mampu bersaing di pasar global.
Keberhasilannya tentu sangat bergantung pada bagaimana cara mengelola dan
memanfaatkannya. Keterlibatan semua pihak yang berkepentingan sangat
diperlukan.