konsumsi air putih, status gizi, dan status … · status gizi, dan status kesehatan lansia di...
TRANSCRIPT
KONSUMSI AIR PUTIH, STATUS GIZI, DAN STATUS
KESEHATAN PENGHUNI PANTI WERDHA
DI KABUPATEN PACITAN
DESY DWI APRILLIA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Konsumsi Air Putih,
Status Gizi, dan Status Kesehatan Penghuni Panti Werda di Kabupaten Pacitan
adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Desy Dwi Aprillia
NIM I14100017
ABSTRAK
DESY DWI APRILLIA. Konsumsi Air Putih, Status Gizi, dan Status Kesehatan
Penghuni Panti Werda di Kabupaten Pacitan. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari dan menganalisis hubungan
konsumsi air putih, status gizi, dan status kesehatan penghuni panti werda di
Kabupaten Pacitan. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study.
Subjek dalam penelitian ini adalah penghuni panti werda. Sejumlah 24 orang
dipilih sebagai subjek. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa 75% subjek
memiliki tingkat kecukupan air putih yang tergolong kurang dan 25% tergolong
cukup. Tingkat kecukupan energi dan protein subjek sebesar 33% dan 42%
tergolong normal. Tingkat kecukupan zat gizi mikro subjek, yaitu 83% fosfor,
88% zat besi, dan 100% vitamin A termasuk dalam kategori cukup, namun tingkat
kecukupan kalsium dan vitamin C, yaitu sebesar 96% dan 100% termasuk dalam
kategori kurang. Sejumlah 42% subjek berstatus gizi normal, 25% gizi kurang,
dan 33% gizi lebih. Status kesehatan subjek sebesar 54% tergolong baik,
sedangkan 46% tergolong tidak baik. Uji korelasi Pearson dan Spearman
menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan (p>0.05) antara status gizi
dengan asupan zat gizi pangan, konsumsi air putih, dan status kesehatan subjek.
Kata Kunci : air putih, asupan zat gizi pangan, lansia, status gizi, status kesehatan
ABSTRACT
DESY DWI APRILLIA. Plain Water Consumption, Nutritional Status, and
Health Status Panti Werda Residents at Pacitan. Supervised by ALI KHOMSAN.
The objective of this study was to learn and analyze the relationship
between the consumption of plain water, nutritional status, and health status of
panti werda residents in Pacitan. This study used cross-sectional study design.
Subject of this study were panti werda residents. As many as 24 people were
chosen as subject. Descriptive analysis showed that 75% of subject had plain
water sufficient levels were categorized as adequate and 25% were inadequate.
Energy and protein sufficiency levels of subject as many as 33% and 42% were
categorized as normal. Micronutrient sufficient levels of subject consists of 83%
phosphorus, 88% iron, and 100% vitamin A were categorized as adequate, but
calcium and vitamin C sufficient levels as many as 96% and 100% were
categorized as inadequate. As many as 42% subject had normal nutritional status,
25% were underweight, and 33% were overweight. Health status of subject as
many as 54% were categorized as high and 46% were low. The Pearson and
Spearman correlation test showed that nutritional status with nutrient intake,
plain water consumption, and health status of subject had no significant
relationship (p>0.05).
Key words : elderly, health status, nutrition intake, nutritional status, plain water
KONSUMSI AIR PUTIH, STATUS GIZI, DAN STATUS
KESEHATAN PENGHUNI PANTI WERDHA
DI KABUPATEN PACITAN
DESY DWI APRILLIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak Bulan Januari sampai April 2014 ini ialah gizi
lansia, dengan judul Konsumsi Air Putih, Status Gizi, dan Status Kesehatan
Penghuni Panti Werda Di Kabupaten Pacitan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan,
MS sebagai pembimbing skripsi yang telah banyak memberi saran, masukan, dan
bimbingan dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS atas kesediaannya sebagai
dosen pemandu seminar dan penguji pada ujian skripsi serta saran dan masukan
yang sangat membangun. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi serta Kepala Panti Werda
Kabupaten Pacitan beserta stafnya yang telah memberikan ijin pengambilan data
dan membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada ayah (Sukadri) dan ibu (Agus Iriantin) tercinta beserta
keluarga, teman-teman Gizi Masyarakat angkatan 47, teman-teman Pengurus
Harian Nasional ILMAGI 2013/2014, teman-teman Organisasi Mahasiswa Daerah
(OMDA) Pacitan, teman-teman Asrama A1 TPB IPB khususnya kamar 33-34,
teman-teman Kos Pondok Mona, keluarga besar Departemen Gizi Masyarakat
FEMA IPB, dan semua pihak yang telah memberikan doa, kasih sayang,
dukungan, dan bantuan dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah
ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
Desy Dwi Aprillia
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Hipotesis Penelitian 3
KERANGKA PEMIKIRAN 3
METODE
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 4
Teknik Penarikan Contoh 5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5
Pengolahan dan Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Contoh 9
Kebutuhan dan Konsumsi Cairan 10
Kegiatan Penyelenggaraan Makanan 12
Konsumsi Pangan 13
Status Gizi 15
Status Kesehatan 16
Hubungan Antar Variabel 16
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 18
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 23
DAFTAR TABEL
1 Jenis dan cara pengumpulan data 6
2 Variabel dan indikator data yang dianalisis 8
3 Data karakteristik contoh 10
4 Rata-rata kebutuhan dan konsumsi cairan sehari 11
5 Data tingkat kecukupan cairan dan air putih 11
6 Rata-rata kebutuhan dan konsumsi contoh 13
7 Tingkat kecukupan energi dan protein 14
8 Tingkat kecukupan zat gizi mikro 14
9 Kontribusi energi dan protein berdasarkan waktu makan 15
10 Data status gizi 15
11 Data status kesehatan 16
12 Data analisis hubungan asupan zat gizi pangan dengan status gizi 17
13 Data analisis hubungan status gizi dengan status kesehatan 17
14 Data analisis hubungan konsumsi air putih dengan status gizi 18
15 Data berat badan, tinggi badan, dan status gizi contoh 23
16 Data konsumsi cairan contoh 24
17 Jadwal menu makanan lansia di panti 25
18 Data konsumsi contoh berdasarkan waktu makan 27
DAFTAR GAMBAR
1 Bagan pemikiran faktor-faktor yang mempengaruhi asupan air putih,
status gizi, dan status kesehatan lansia di Panti Werda Pacitan 4
2 Metode PURI penentu status dehidrasi 26
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data berat badan, tinggi badan, dan status gizi contoh 23
2 Data konsumsi cairan contoh 24
3 Jadwal menu makanan lansia di panti 25
4 Metode PURI penentu status dehidrasi 26
5 Data konsumsi contoh berdasarkan waktu makan 27
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan manusia terdiri atas beberapa tahap, yaitu kehidupan
sebelum lahir, saat bayi, anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut usia. Menua
merupakan suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri secara perlahan serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita. Proses ini terjadi ketika manusia telah mencapai pertumbuhan dan
perkembangan optimal, selanjutnya secara perlahan mengalami penurunan secara
fisiologi maupun psikologi, yaitu pada usia pertengahan sampai lanjut usia
(lansia). Perubahan fisiologi ini dipengaruhi oleh kebiasaan hidup dan lingkungan
yang dapat menyebabkan dampak positif atau negatif terhadap kesehatan.
Permasalahan yang sering terjadi pada kelompok usia pertengahan sampai lansia
yaitu konsumsi cairan terutama air putih yang kurang diperhatikan, konsumsi
makanan dan asupan zat gizi yang belum berimbang, penurunan aktivitas fisik,
serta gaya hidup yang tidak sehat. Kondisi ini berdampak terhadap kejadian
obesitas pada usia dewasa sampai lansia pada laki-laki dan perempuan di
Indonesia sebesar 19.7% dan 32.9% (Riskesdas 2013).
Perilaku yang kurang peduli terhadap pentingnya konsumsi cairan,
terutama air putih dalam jumlah cukup menyebabkan kelompok usia ini berisiko
mengalami dehidrasi. Dehidrasi merupakan suatu kondisi apabila tubuh tidak
cukup mendapatkan air atau kehilangan air sekitar ≥2% dari berat badan. Hal ini
dipengaruhi oleh penurunan fungsi secara fisik dan fisiologi, sehingga kurang
mampu memperhatikan konsumsi minuman, serta kadar air dalam tubuh yang
semakin menurun akibat proses penuaan organ-organ tubuh (Yudianti 2011). Air
merupakan komponen utama dalam tubuh manusia. Pada pria dewasa, 55-60%
dari berat tubuh adalah air, sedangkan wanita dewasa berkisar antara 50-60%. Air
sebagai salah satu zat gizi makro yang mempunyai fungsi penting dalam berbagai
proses tubuh, seperti proses metabolisme, sirkulasi zat gizi dan non gizi,
pengendalian suhu tubuh, pengaturan keseimbangan elektrolit, serta proses
pembuangan zat tak berguna bagi tubuh. Kebutuhan air bagi setiap orang
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis kelamin, usia, tingkat aktivitas, serta
faktor lingkungan (Muchtadi 2009). Menurut Sawka et al. (2005), tubuh secara
normal akan kehilangan air melalui paru-paru ketika menghembuskan nafas,
melalui keringat, produksi kemih dan saat buang air besar. Kehilangan cairan
tersebut harus diganti untuk menjaga agar kondisi dan fungsi cairan tubuh tidak
terganggu.
Beberapa penelitian tentang konsumsi air menunjukkan bahwa dari 245
contoh yang berumur >65 tahun di Perancis, rata-rata konsumsi air yaitu 1105
ml/hari (EFSA 2010). Di Itali, rata-rata konsumsi air dari 167 contoh berumur >64 tahun sebesar 858 ml/hari (Turrini et al. 2001). Penelitian lain menunjukkan
bahwa rata-rata konsumsi air contoh yang berumur 60-74 tahun sebesar 1393
ml/hari (EFSA 2010). Penelitian di Indonesia tentang asupan air yang optimal
pada penghuni panti werda yaitu 1000 ml/hari (Siregar et al. 2009), sedangkan
1
hasil penelitian di Amerika terhadap konsumsi air putih yang dianjurkan kepada
kelompok usia 25-42 tahun sebesar >2 liter per hari (Pan et al. 2012). Penelitian
lain mengenai asupan air, khususnya air putih belum banyak diteliti di Indonesia,
padahal air putih termasuk kebutuhan yang penting untuk memenuhi kebutuhan
cairan yang diperlukan dalam proses metabolisme tubuh. Menurut Popkin (2006),
Sekitar 80% dari kebutuhan individu merupakan kontribusi dari cairan termasuk
air, dan sisanya diperoleh dari makanan.
Masalah lain yang dialami oleh kelompok usia pertengahan sampai lansia
adalah kurang berimbangnya pemenuhan asupan zat gizi yang berpengaruh
terhadap status gizi, serta adanya perubahan fisiologis yang berpengaruh pada
status kesehatan. Perubahan fisiologi akibat proses penuaan yang berhubungan
dengan aspek gizi antara lain berat badan (status gizi), komposisi tubuh, sistem
imun, sistem pencernaan, berkurangnya indera penciuman dan perasa, dan
masalah fisik lainnya (Rolfes et al. 2009). Beberapa masalah yang ada telah
diuraikan, namun permasalahan tersebut masih kurang diimbangi dengan
penelitian yang seharusnya dilakukan untuk memberikan gambaran yang nyata
dalam upaya perbaikan status gizi dan kesehatan. Oleh karena itu peneliti
melakukan penelitian tentang konsumsi air putih yang dikaitkan terhadap status
gizi dan status kesehatan pada kelompok usia pertengahan sampai lansia yang
tinggal di panti werda. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
tentang kebutuhan cairan dari konsumsi air putih berkaitan dengan status gizi dan
status kesehatan lansia, khususnya di Panti Werda Kabupaten Pacitan.
Perumusan Masalah
Permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pemenuhan kebutuhan cairan dan konsumsi air putih pada
penghuni panti?
2. Bagaimana konsumsi pangan dan asupan zat gizi penghuni panti?
3. Bagaimana status gizi dan status kesehatan penghuni panti?
4. Bagaimana hubungan asupan zat gizi pangan dengan status gizi penghuni
panti?
5. Bagaimana hubungan status gizi dengan status kesehatan penghuni panti?
6. Bagaimana hubungan konsumsi air putih dengan status gizi penghuni panti?
Tujuan
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis hubungan
konsumsi air putih, status gizi, dan status kesehatan penghuni Panti Werda di
Kabupaten Pacitan.
Tujuan Khusus
1. Mempelajari pemenuhan kebutuhan cairan dan konsumsi air putih pada penghuni panti.
2. Mempelajari konsumsi pangan dan asupan zat gizi penghuni panti.
3. Mempelajari status gizi dan status kesehatan penghuni panti.
2
4. Menganalisis hubungan asupan zat gizi pangan dengan status gizi penghuni panti.
5. Menganalisis hubungan status gizi dengan status kesehatan penghuni panti.
6. Menganalisis hubungan konsumsi air putih dengan status gizi penghuni panti.
Hipotesis Penelitian
Terdapat hubungan antara status gizi dengan asupan zat gizi pangan,
konsumsi air putih, dan status kesehatan penghuni panti.
KERANGKA PEMIKIRAN
Usia yang semakin bertambah mengakibatkan seseorang mengalami
proses penuaan. Proses penuaan yang mulai terjadi pada usia pertengahan sampai
lansia akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, serta
khususnya gizi dan kesehatan. Semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh
akan semakin menurun, baik karena faktor alamiah maupun penyakit. Salah satu
masalah yang timbul seiring dengan proses penuaan adalah kurang peduli
terhadap pentingnya asupan cairan dalam jumlah yang cukup, terutama air putih.
Hal ini dipengaruhi oleh faktor fisik dan metabolisme tubuh yang semakin
menurun, sehingga asupan minuman kurang diperhatikan. Selain itu, jika dilihat
dari perbandingan total kadar air dalam tubuh, kelompok yang paling rentan
terkena dehidrasi adalah lansia yang telah mengalami proses penuaan pada organ-
organ tubuh.
Air merupakan komponen utama dalam tubuh manusia. Manusia dapat
bertahan sampai beberapa minggu tanpa makan, namun tidak mampu bertahan
hanya dalam beberapa hari tanpa asupan air. Air sebagai salah satu zat gizi makro
mempunyai fungsi dalam berbagai proses penting dalam tubuh, seperti proses
metabolisme, sirkulasi gizi dan non gizi, pengendalian suhu tubuh, pengaturan
keseimbangan elektrolit, dan proses pembuangan zat tak berguna dari tubuh. Air
dalam tubuh manusia diperoleh dari tiga sumber, yaitu minuman, makanan, dan
hasil metabolisme. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kontribusi air
terbesar diperoleh dari minuman, terutama air putih. Pemenuhan jumlah konsumsi
air putih pada kelompok usia pertengahan sampai lansia masih belum diperhatikan
secara optimal. Kebutuhan asupan air yang optimal bagi usia pertengahan adalah
> 2 liter, sedangkan pada lansia sebesar 1-1.5 liter per hari.
Kebutuhan air bagi setiap orang berbeda-beda, begitu pula pada kelompok
usia ini. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain jenis kelamin, usia, tingkat
aktivitas, serta faktor lingkungan. Masalah lain yang sering dialami oleh
kelompok usia ini adalah pemilihan makanan yang berpengaruh terhadap asupan
zat gizi pangan dan status gizi, serta adanya perubahan fisiologis yang
berpengaruh pada status kesehatan. Perubahan fisiologi yang berhubungan dengan
aspek gizi, yaitu berat badan (status gizi), komposisi tubuh, sistem imun, sistem
3
pencernaan, berkurangnya indera penciuman dan perasa, dan masalah fisik
lainnya. Skema kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.
Gambar 1 Bagan pemikiran faktor-faktor yang mempengaruhi asupan air putih,
status gizi, dan status kesehatan lansia di Panti Werda Pacitan
Keterangan :
= variabel yang diteliti
= hubungan yang dianalisis
= variabel yang tidak diteliti
= hubungan yang tidak dianalisis
METODE
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study yang bertujuan
untuk menggambarkan karakteristik populasi maupun hubungan antar variabel.
Penelitian ini dilaksanakan di Panti Werda Kabupaten Pacitan. Lokasi penelitian
ditentukan secara purposif dengan pertimbangan bahwa panti tersebut merupakan
satu-satunya panti yang terdapat di Kabupaten Pacitan yang dikelola oleh Dinas
Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Pacitan. Selain itu, panti
memiliki jumlah penghuni yang relatif banyak, kemudahan akses dan perijinan,
serta populasi yang beragam. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai
April 2014.
Karakteristik Sampel :
Usia Pertengahan-Lansia, Jenis
Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan,
Pendapatan, Riwayat Kesehatan
Konsumsi Air Putih
Kebutuhan Cairan :
Berasal dari minuman,
makanan, dan hasil
metabolisme
Status Gizi
BB, TB, IMT
Asupan zat gizi pangan
dan tingkat kecukupan
zat gizi
Status Kesehatan
Skor Morbiditas
4
Teknik Penarikan Contoh
Contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah populasi yang tinggal
di panti. Populasi tersebut merupakan semua penghuni Panti Werda Pacitan yang
berjumlah 24 orang. Pertimbangan pengambilan populasi sebagai contoh dalam
penelitian ini adalah keinginan peneliti untuk mempelajari dan menganalisis
keadaan penghuni panti tersebut, sehingga dapat diperoleh data yang
menunjukkan keadaan nyata terhadap contoh. Berdasarkan hal tersebut, peneliti
menetapkan usia sebagai kriteria khusus untuk contoh yang terbagi menjadi 3
kategori, yaitu usia pertengahan (middle age), lansia (elderly), dan lansia tua (old).
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer
dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan adalah karakteristik contoh
(nama, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan status
perkawinan), konsumsi air putih (recall 1x24 jam), konsumsi pangan (food
weighing dan food recall (1x24 jam), status gizi (berat badan dan tinggi badan),
dan status kesehatan (jenis penyakit, lama sakit, dan frekuensi sakit).
Pengumpulan data karakteristik contoh, konsumsi air putih, dan status kesehatan
dilakukan dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner, sedangkan data
status gizi diperoleh dengan mengukur berat badan menggunakan timbangan dan
tinggi badan menggunakan stature meter atau mengkonversi dari perhitungan
panjang depa yang diukur menggunakan meteran bagi contoh yang tidak mampu
berdiri tegak. Data konsumsi pangan diperoleh dengan melakukan penimbangan
makanan yang dikonsumsi dalam satu hari, serta melakukan recall 1x24 jam
menggunakan kuesioner untuk makanan tambahan dari luar panti. Data sekunder
yang dikumpulkan meliputi data keadaan umum panti, menu makanan, dan jadwal
kegiatan penghuni panti yang diperoleh langsung dari penanggung jawab panti.
Jenis dan cara pengumpulan data secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis menggunakan program
Microsoft Excel 2013 dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi
16.0 for Windows. Tahapan pengolahan data dimulai dari proses editing, coding,
entry, cleaning, dan selanjutnya dianalisis. Data karakteristik contoh ditabulasi
kemudian dianalisis secara deskriptif.
Data konsumsi air putih diperoleh dari wawancara menggunakan
kuesioner metode recall 1x24 jam. Data yang dihitung adalah frekuensi konsumsi
air putih yang dikonsumsi dalam sehari. Tingkat kecukupan air putih dihitung dari
konsumsi air putih dibandingkan dengan kebutuhan cairan perhari dikali 100%.
Kebutuhan cairan contoh dihitung dengan rumus 30 ml/kg BB/hari (Chernoff
2006). Penggolongan tingkat kecukupan cairan ditentukan sama dengan
penggolongan tingkat kecukupan zat gizi makro menurut Depkes (1996),
5
sedangkan tingkat kecukupan air putih dikategorikan menurut Hardinsyah et al.
(2011), yaitu kurang minum (<65%) dan cukup minum (≥65%).
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
Variabel Jenis Data Cara Pengumpulan Data
Karakteristik contoh Nama, jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan,
pekerjaan, pendapatan,
dan status perkawinan
Wawancara dengan
menggunakan kuesioner
Konsumsi air putih Frekuensi konsumsi air
putih
Wawancara menggunakan
kuesioner (Recall 1x24 jam)
Konsumsi pangan Jenis dan jumlah pangan
Tingkat kecukupan zat
gizi
(energi, protein, vitamin
A dan C, kalsium, zat
besi, dan fosfor)
Penimbangan bahan pangan mentah dan masak dari
konsumsi menu sehari
Wawancara dengan
menggunakan kuesioner
(recall 1x24 jam) untuk
makanan dari luar panti
Status gizi Berat badan (kg)
Tinggi badan (cm)
IMT (kg/m2)
Berat badan diukur
menggunakan timbangan
dengan ketelitian 0.1 kg
Tinggi badan diukur menggunakan stature meter
atau mengkonversi dari
perhitungan panjang depa
menggunakan meteran
dengan ketelitian 0.1 cm
IMT dihitung dengan perbandingan BB dan TB
Status kesehatan Jenis penyakit
Lama sakit
Frekuensi sakit
Wawancara dengan
menggunakan kuesioner
Data konsumsi pangan diperoleh dari metode penimbangan dan food recall
1x24 jam. Penimbangan dilakukan terhadap bahan pangan mentah dan masak
pada menu makan sehari. Alat yang digunakan yaitu timbangan digital dan
formulir penimbangan makanan yang terdiri atas jenis dan jumlah bahan pangan
mentah dan masak dari makanan yang akan dikonsumsi. Metode recall 1x24 jam
digunakan untuk mengumpulkan data konsumsi makanan dari luar panti, seperti
jajanan, camilan, dan lainnya yang dikonsumsi dalam sehari. Data zat gizi yang
dihitung adalah kandungan energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor,
zat besi, serta vitamin A dan C menggunakan Daftar Kelompok Bahan Makanan
(DKBM) dan program Microsoft Excel 2013. Kebutuhan zat gizi ditentukan
berdasarkan Angka Kecukupan Zat Gizi (AKG 2013) menggunakan konversi
berat badan aktual dengan berat badan standar untuk menentukan kebutuhan zat
gizi makro (energi, protein, lemak, dan karbohidrat). Kebutuhan zat gizi mikro
ditentukan berdasarkan AKG sesuai dengan umur dan jenis kelamin. Berdasarkan
data konsumsi zat gizi tersebut, dapat diperoleh tingkat kecukupan zat gizi dengan
cara membandingkan zat gizi yang dikonsumsi dengan kebutuhan berdasarkan
6
AKG. Perhitungan tingkat kecukupan zat gizi dinyatakan dalam rumus sebagai
berikut :
Tingkat Kecukupan Zat Gizi = x 100%
Penggolongan tingkat kecukupan energi dan protein (Depkes 1996) yaitu :
(1) defisit tingkat berat (<70% AKG); (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKG);
(3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG); (4) normal (90-119% AKG); (5) lebih
(≥120% AKG). Penggolongan tingkat kecukupan vitamin dan mineral (Gibson
2005) yaitu: (1) kurang (<77% AKG) dan (2) cukup (≥77% AKG). Pengolahan
data status gizi menggunakan data hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan.
Status gizi contoh ditentukan berdasarkan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
dengan rumus :
IMT (kg/m2) =
Status gizi dikategorikan menjadi empat, yaitu kurang (underweight) (IMT<18.5),
normal (18.5≤IMT≤24.9), lebih (overweight) (25≤IMT≤29.9), dan obesitas
(IMT≥30) (Depkes 2005).
Status kesehatan contoh meliputi jenis penyakit, lama sakit, dan frekuensi
sakit. Jenis penyakit dilihat dari penyakit yang diderita contoh selama 1 bulan
terakhir. Lama dan frekuensi sakit dianalisis berdasarkan sebaran data yang
diperoleh. Lama sakit contoh selama satu bulan terakhir diperoleh dengan
mengalikan lama dan frekuensi sakit. Data tersebut selanjutnya dikelompokkan
menjadi 2 kategori yaitu <3 hari sakit dan ≥3 hari sakit. Status kesehatan contoh
dalam satu bulan terakhir dinyatakan baik, jika contoh mengalami lama sakit < 3
hari dan jika ≥ 3 hari, berarti bahwa contoh mempunyai status kesehatan yang
tidak baik. Tabel 2 menunjukkan variabel dan indikator data yang dianalisis dalam
penelitian.
Hasil pengolahan data selanjutnya dianalisis secara deskriptif (total, rata-
rata, dan persentase) dan statistik. Analisis deskriptif dilakukan terhadap data
karakteristik contoh, status gizi dan kesehatan, konsumsi air putih dan cairan,
serta konsumsi makanan. Uji statistik berupa uji korelasi Pearson dan Spearman
menggunakan program SPSS versi 16.0 for Windows. Uji ini digunakan untuk
mengetahui hubungan antar variabel yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu
hubungan antara status gizi dengan status kesehatan, konsumsi air putih, dan
asupan zat gizi pangan.
7
Tabel 2 Variabel dan indikator data yang dianalisis
Variabel Indikator Literatur
Karakteristik contoh Jenis Kelamin
Usia
Tingkat Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan
Status Perkawinan
Sebaran Contoh
Tingkat Kecukupan
Konsumsi Air Putih
Kurang Minum (<65%)
Cukup Minum (≥65%)
Hardinsyah et
al. 2011
Tingkat Kecukupan Zat
Gizi Makro
Defisit Tingkat Berat (<70%)
Defisit Tingkat Sedang (70-79%)
Defisit Tingkat Ringan (80-89%)
Normal (90-119%)
Lebih (≥120%)
Depkes 1996
Tingkat Kecukupan Zat
Gizi Mikro
Kurang (<77%)
Cukup (≥77%)
Gibson 2005
Status Gizi Kurang (underweight) (IMT <18.5)
Normal (18.5≤ IMT ≤24.9)
Lebih (overweight) (25≤ IMT
≤29.9)
Obesitas (IMT ≥30)
Depkes 2005
Frekuensi Sakit (1 tahun
terakhir)
Satu kali
Dua kali
Tiga kali
Empat kali
Dijaissyah 2011
Lama Sakit (1 tahun
terakhir)
<3 hari
≥3 hari
Sebaran Contoh
Status Kesehatan Baik
Tidak baik
Sebaran Contoh
HASIL DAN PEMBAHASAN
Panti Werda Kabupaten Pacitan adalah tempat perlindungan dan
pelayanan sosial bagi orang berusia lanjut maupun terlantar yang tidak memiliki
tempat tinggal atau keluarga. Panti ini berdiri sejak tahun 1949 dengan nama Panti
Werda Budiharjo Pacitan dibawah naungan Dinas Kesejahteraan Sosial
Kabupaten Pacitan. Seiring meningkatnya pelayanan sosial yang harus dilakukan,
pada tahun 2003 panti ini mengalami perubahan nama menjadi Panti Werda
Kabupaten Pacitan berdasarkan peraturan otonomi daerah yang ditetapkan oleh
Bupati Pacitan. Saat ini, panti werda sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) pelayanan kesejahteraan sosial dibawah naungan Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan
Transmigrasi Kabupaten Pacitan.
Tenaga kerja di panti ini berjumlah 6 orang, terdiri atas kepala panti,
petugas administrasi, penjaga panti, dan 3 juru masak. Sarana prasarana yang
8
terdapat di panti antara lain kantor pegawai, wisma penghuni panti berjumlah 5
bangunan, ruang pertemuan, mushola, dapur, ruang kerajinan, dan beberapa petak
kebun. Sarana di dalam wisma penghuni panti terdiri atas 4-5 kamar tidur, kamar
mandi, meja, kursi, dan televisi. Kegiatan penghuni panti meliputi kegiatan
keagamaan yang dilaksanakan 2 kali dalam seminggu, membuat kerajinan berupa
sapu lidi atau sapu lantai dengan bahan dasar serabut kelapa, serta bercocok tanam
di lahan yang terdapat di sekitar panti.
Panti Werda Kabupaten Pacitan beralamat di jalan KH Samanhudi No 19,
Pacitan. Lokasi ini cukup strategis karena berdekatan dengan pusat pemerintahan
Kabupaten Pacitan, masjid agung, bangunan sekolah seperti TK, SD, SMP/MTs,
serta pusat perbelanjaan. Hal ini memudahkan bagi para penghuni panti untuk
berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Kondisi ini juga
bermanfaat bagi para penghuni panti untuk melakukan pekerjaan, seperti menjual
hasil kerajinan, menjadi petugas parkir di pasar, atau penarik becak di lokasi
sekitar untuk mengisi waktu. Pelayanan bagi penghuni panti ada yang dilakukan
secara langsung oleh petugas panti, seperti penyelenggaraan makanan, kebersihan,
serta kegiatan penunjang kerohanian. Pelayanan yang dilakukan secara tidak
langsung, diantaranya pemeriksaan kesehatan bagi para penghuni panti yang
bekerja sama dengan dokter atau petugas puskesmas di sekitar panti.
Karakteristik Contoh
Contoh dalam penelitian ini terdiri atas 10 laki-laki dan 14 perempuan.
Penggolongan usia lansia dilakukan berdasarkan WHO yang terbagi menjadi 4
kelompok, yaitu usia pertengahan (45-59 tahun), lansia (60-74 tahun), lansia tua
(75-90 tahun), dan sangat tua (≥90 tahun). Data karakteristik contoh ditunjukkan
pada Tabel 3 sebagai berikut.
Karakteristik contoh berdasarkan usia menunjukkan 50% contoh termasuk
kelompok lansia berumur 60-74 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan, 83%
contoh tidak sekolah dan hanya 17% yang sekolah sampai pada tingkat sekolah
dasar. Sebanyak 58% contoh tidak bekerja, sedangkan sisanya bekerja sebagai
petugas kebersihan, perajin, atau pemulung. Tingkat pendapatan contoh sebagian
besar (92%) berkisar antara Rp 0 sampai Rp 100000, sedangkan hanya 8% dari
contoh memiliki pendapatan > Rp 500000 dari hasil bekerja sebagai petugas
kebersihan dan membantu pekerjaan di panti. Sebagian contoh memiliki status
perkawinan menikah, namun 46% dari contoh berstatus janda/duda, sedangkan
13% berstatus tidak menikah. Riwayat kesehatan yang dimiliki oleh contoh, yaitu
stroke (13%) dan tekanan darah tinggi (4%). Kemampuan fisik pada contoh
menunjukkan beberapa keterbatasan kemampuan, diantaranya 3 orang mengalami
lemah mental, 2 orang tuna rungu, 1 orang tuna netra, dan 1 orang tuna wicara.
9
Tabel 3 Data karakteristik contoh
Karakteristik Contoh n %
Jenis Kelamin
- Laki-laki 10 42
- Perempuan 14 58
Usia
- Usia Pertengahan (middle age) (45-59 tahun) 5 21
- Lansia (elderly) (60-74 tahun) 12 50
- Lansia Tua (old) (75-90 tahun) 7 29
Tingkat Pendidikan
- Sekolah Dasar (SD) 4 17
- Tidak Sekolah 20 83
Pekerjaan
- Perajin 5 21
- Petugas kebersihan 3 13
- Pemulung 2 8
- Tidak Bekerja 12 58
Tingkat Pendapatan
- Rp 0 - Rp 100000 22 92
- > Rp 500000 2 8
Status Perkawinan
- Tidak menikah 8 33
- Menikah 5 21
- Janda/Duda 11 46
Riwayat Kesehatan dan Fisik
- Stroke 3 13
- Tekanan Darah Tinggi 1 4
- Lemah Mental 3 13
- Tuna Rungu 2 8
- Tuna Netra 1 4
- StatTuna Wicara 1 4
Kebutuhan dan Konsumsi Cairan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan rata-rata cairan contoh
dalam sehari yang berasal dari minuman sebesar 1496 ml, sedangkan kebutuhan
rata-rata air putih sebesar 1200 ml. Berdasarkan hasil recall 1x24 jam diketahui
konsumsi rata-rata cairan dari minuman (air putih dan non air putih) sebesar 963
ml dan konsumsi air putih sebesar 699 ml. Tabel 4 di bawah ini menunjukkan
rata-rata kebutuhan dan konsumsi cairan contoh dalam sehari.
10
Tabel 4 Rata-rata kebutuhan dan konsumsi cairan sehari
Cairan Nilai Rata-rata
Kebutuhan (ml) Konsumsi (ml)
Air putih 1200 699
Minuman 1496 963
Data tersebut menunjukkan bahwa konsumsi cairan dari minuman yang
harus dipenuhi contoh termasuk dalam kategori kurang. Hal ini karena dalam
sehari contoh mengonsumsi rata-rata air putih sebanyak 3 gelas (600 ml) ditambah
dengan minuman lain, seperti teh atau kopi 1-2 gelas. Menurut Hardinsyah et al.
(2011), asupan air yang optimal pada usia lanjut adalah 1-1.5 liter per hari,
sedangkan pada usia pertengahan dianjurkan mengonsumsi air sebanyak 2 liter
per hari. Berdasarkan hasil recall dapat diketahui bahwa selain mengonsumsi air
putih, contoh juga mengonsumsi minuman berupa teh manis, kopi, susu, atau
sirup. Tingkat kecukupan konsumsi cairan dan air putih pada contoh ditunjukkan
pada tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5 Data tingkat kecukupan cairan dan air putih
Kategori n %
Cairan (air putih dan non air putih)
- Defisit tingkat berat (<70%) 13 54
- Defisit tingkat sedang (70-79%) 5 21
- Defisit tingkat ringan (80-89%) 3 13
- Normal (90-119%) 1 4
- Lebih (≥120%) 2 8
Air Putih
- Kurang (<65%) 18 75
- Cukup (≥65%) 6 25
Tingkat kecukupan cairan dikategorikan sama dengan tingkat kecukupan
zat gizi makro menurut Depkes (1996) yang terbagi menjadi 4 kelompok (Tabel
5). Cairan yang dianalisis dalam penelitian ini berasal dari minuman yang terdiri
atas air putih dan non air putih. Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa 54%
tingkat kecukupan cairan contoh tergolong defisit tingkat berat dan hanya 4%
yang memiliki tingkat kecukupan cairan normal, sedangkan 8% tergolong tingkat
kecukupan cairan yang berlebih. Sebagian besar contoh merupakan golongan
lanjut usia yang cenderung kurang peduli terhadap pentingnya asupan cairan
dalam jumlah cukup, terutama air putih yang menyebabkan pemenuhan terhadap
konsumsi cairan belum terpenuhi secara optimal. Selain itu, kurangnya aktivitas
fisik yang dilakukan oleh contoh selama di panti menyebabkan berkurangnya rasa
haus, sehingga keinginan untuk mengonsumsi minuman, baik air putih maupun
non air putih menurun. Kurangnya aktifitas fisik serta adanya penurunan fungsi
secara fisik dan metabolisme dapat menyebabkan berkurangnya asupan cairan
yang masuk ke dalam tubuh (Yudianti 2011).
Data tingkat kecukupan air putih contoh menunjukkan bahwa 75%
tergolong kurang dan hanya 25% yang tergolong cukup. Beberapa faktor yang
mempengaruhi kurangnya konsumsi air putih pada contoh antara lain
berkurangnya rasa haus, ketidakinginan untuk sering buang air kecil,
11
ketidaksukaan contoh terhadap air putih dan lebih memilih mengonsumsi teh atau
kopi, serta kurangnya paparan informasi mengenai pentingnya konsumsi air putih
untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh. Secara fisiologis, proses penuaan yang
terjadi pada individu dapat mempengaruhi kemampuannya untuk menjaga
keseimbangan air, sehingga perlu perhatian khusus, terutama bagi kelompok
lansia agar kebutuhan cairan tubuh terpenuhi (Bossingham 2005).
Kekurangan cairan dapat berisiko terjadinya dehidrasi, yaitu kondisi
apabila tubuh tidak cukup mendapatkan air atau kehilangan air sekitar ≥2% dari
berat badan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
hidrasi seseorang adalah PURI (Periksa Urin Sendiri) (Lampiran 4). Menurut
Amstrong et al. (1994) dalam penelitiannya mengenai status hidrasi, menyatakan
bahwa warna urin dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan status
hidrasi seseorang secara praktis. Data tingkat kecukupan cairan maupun air putih
contoh sebagian besar berada dalam tingkat kecukupan yang kurang. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar contoh dapat berisiko mengalami dehidrasi
karena kurang memperhatikan asupan cairan, terutama air putih. Namun, hal lain
yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan cairan juga terpenuhi dari makanan dan
hasil metabolik dalam tubuh. Oleh karena itu, penentuan status hidrasi seseorang
selain memperhatikan asupan air, juga perlu memperhatikan asupan cairan dari
makanan maupun hasil metabolik.
Kegiatan Penyelenggaraan Makanan Panti
Penyelenggaraan makanan di panti dilakukan secara mandiri oleh pihak
panti. Kegiatan penyelenggaraan makanan terdiri atas perencanaan anggara biaya,
penyusunan menu, penyediaan bahan makanan, persiapan, pengolahan, penyajian
makanan, dan monitoring evaluasi. Proses ini dilakukan oleh petugas panti mulai
dari perencaaan sampai penyediaan bahan makanan, sedangkan proses persiapan
sampai penyajian makanan dilakukan oleh juru masak. Perencanaan anggaran
biaya didasarkan pada anggaran dana yang diperoleh dari Dinas Sosial, Tenaga
Kerja, dan Transmigrasi. Penyusunan menu dilakukan dengan memperhatikan
beberapa faktor, seperti jenis bahan makanan, harga, dan daya terima contoh.
Kegiatan penyelenggaraan makanan menggunakan siklus menu 7 hari serta
dilakukan variasi jenis bahan makanan yang digunakan untuk pengolahan sesuai
dengan ketersediaan bahan makanan. Penyediaan bahan makanan dilakukan
melalui 2 cara yaitu langsung dan tidak langsung. Penyediaan bahan makanan
secara langsung artinya bahan makanan dibeli di pasar 1 minggu sekali, seperti
bahan pokok (beras, tepung terigu, gula, minyak goreng), telur, dan bumbu-
bumbuan, sedangkan sayur, buah, tempe, dan tahu dibeli setiap hari atau satu hari
sebelum pengolahan. Penyediaan makanan secara tidak langsung yaitu melakukan
pemesanan kepada pihak yang bekerja sama dengan pihak panti untuk
mengirimkan bahan makanan sesuai pesanan, seperti daging sapi, daging ayam,
ikan, dan snack.
Kegiatan pengolahan meliputi pengolahan makanan pokok, lauk, pauk,
dan sayur, serta makanan selingan yang terdiri atas minuman (teh manis, susu,
atau sirup), buah, dan snack. Jumlah bahan makanan yang diolah setiap hari untuk
mencukupi kebutuhan penghuni panti antara lain makanan pokok (beras 9 kg),
12
lauk (ayam/daging 3.5-4 kg, telur 70-80 biji untuk 2 kali makan), pauk
(tahu/tempe 1-2 kg), sayur (kangkung/bayam/sawi 5-7 ikat), dan buah
(jeruk/pisang/pir 6 kg), serta bumbu-bumbuan sesuai dengan kebutuhan
pengolahan makanan. Minuman juga disediakan langsung dari panti, berupa air
putih dan air panas. Total air putih yang disediakan dalam sehari berkisar 10-15
liter, sedangkan air panas disediakan 1 termos untuk setiap contoh. Pengambilan
air putih dilakukan oleh masing-masing contoh saat pagi hari atau menjelang
waktu makan menggunakan teko, botol ukuran 1,5 L, atau gelas 200 ml. Setiap
hari kegiatan pengolahan dimulai pukul 06.00-17.00 WIB, yang terbagi menjadi 4
jadwal pembagian makanan, yaitu makan pagi (pukul 07.00), selingan pagi (pukul
09.00), makan siang (pukul 11.30), dan makan sore (pukul 16.30). Penyajian
makanan berupa lauk, pauk, dan sayur dilakukan oleh juru masak, sedangkan nasi
dapat diambil oleh masing-masing contoh sesuai keinginan. Evaluasi kegiatan ini
dilakukan antara juru masak dengan petugas panti setiap satu bulan sekali, baik
terkait bahan makanan atau sarana penunjang dalam kegiatan ini.
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan dalam penelitian ini terdiri atas kebiasaan makan,
kebutuhan dan konsumsi contoh, asupan, serta tingkat kecukupan zat gizi.
Kebiasaan makan contoh terdiri atas 3 kali makanan utama, yaitu makan pagi,
siang, sore, serta 1 kali selingan. Konsumsi pangan contoh dilihat dari jenis dan
jumlah makanan yang disediakan oleh pihak panti. Konsumsi makanan yang
diperoleh pada setiap waktu makan terdiri atas makanan pokok, lauk, pauk, sayur,
dan selingan berupa buah, snack, dan minuman yang terdaftar dalam menu
makanan di panti (Lampiran 3). Kebutuhan zat gizi contoh ditentukan berdasarkan
Angka Kecukupan Zat Gizi (AKG) dengan memperhatikan jenis kelamin dan usia
contoh. Asupan zat gizi pangan diketahui dari jumlah konsumsi pangan contoh
yang terdiri atas energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, serta
vitamin A dan C. Berdasarkan data dapat diketahui rata-rata AKG dan asupan zat
gizi contoh yang ditunjukkan pada Tabel 6 sebagai berikut.
Tabel 6 Rata-rata kebutuhan dan konsumsi contoh
Zat Gizi Nilai Rata-rata TKG (%)
AKG Asupan
Energi (Kal) 1647 1749 120
Protein (g) 51.7 53.6 113
Lemak (g) 45.9 42.6 107
Karbohidrat (g) 258 302 135
Kalsium (mg) 1000 206 21
Fosfor (mg) 700 575 82
Zat besi (mg) 12.4 10.9 88
Vitamin A (UI) 542 2444 454
Vitamin C (mg) 81.2 26.9 34
Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata asupan zat gizi contoh
telah memenuhi AKG yang diperlukan, namun terdapat beberapa asupan zat gizi
13
yang belum memenuhi kebutuhan AKG serta tingkat kecukupan zat gizi (TKG),
yaitu kalsium (206 mg/21%) dan vitamin C (26.9 mg/34%). Hal ini dipengaruhi
oleh kebiasaan makan contoh yang kurang mengonsumsi sayur dan buah sebagai
pangan sumber vitamin dan mineral. Setiap hari, contoh mengonsumsi sayur
sebanyak 1-2 kali dan buah 1 kali, sedangkan konsumsi sayur dan buah yang
dianjurkan masing-masing sebanyak 2-3 kali sehari. Konsumsi pangan sumber
kalsium, seperti susu juga termasuk rendah, karena contoh hanya mengonsumsi
sebanyak 1-2 kali dalam satu minggu. Selain itu konsumsi air yang cukup juga
sangat penting sebagai pelarut zat gizi, terutama vitamin dan mineral (Kurniasih et
al. 2010). Menurut Fatmah (2010), kalsium mempunyai kunci dalam
pemeliharaan tulang dan dibutuhkan untuk mengganti kehilangan kalsium di
tulang pada masa lansia. Vitamin C berperan untuk meningkatkan kekebalan
tubuh lansia dan membantu penyerapan zat besi dalam tubuh. Kekurangan
kalsium dapat meningkatkan terjadinya osrteoporosis, sedangkan kekurangan
vitamin C akan menyebabkan terganggunya sistem imun serta penyerapan zat besi
yang berdampak terjadinya anemia. Tabel 7 dan 8 berikut ini menunjukkan
tingkat kecukupan energi, protein, dan zat gizi mikro pada contoh.
Tabel 7 Tingkat kecukupan energi dan protein
Kategori TKE TKP
n % n %
Defisit tingkat berat (<70%) 2 8 1 4
Defisit tingkat sedang (70-79%) 1 4 1 4
Defisit tingkat ringan (80-89%) 3 13 3 12
Normal (90-119%) 8 33 11 44
Lebih (>=120%) 10 42 9 36
Tabel 8 Tingkat kecukupan zat gizi mikro
Kategori Kalsium Fosfor Zat Besi Vitamin A Vitamin C
n % n % n % n % n %
(1)kurang (<77%) 23 96 4 17 3 13 0 0 24 100
(2)cukup (>=77%) 1 4 20 83 21 88 24 100 0 0
Tingkat kecukupan energi dan protein, masing-masing 33% dan 44%
tergolong normal, namun sebanyak 42% contoh memiliki tingkat kecukupan
energi yang berlebih, dan 8% tergolong defisit tingkat berat. Tingkat kecukupan
protein yang berlebih terdapat pada 36% contoh, dan 4% tergolong defisit berat.
Tingkat kecukupan zat gizi mikro, seperti fosfor (83%), zat besi (88%), dan
vitamin A (100%) tergolong cukup, sedangkan kalsium (96%) dan vitamin C
(100%) tergolong kurang. Tingkat kecukupan energi, protein, dan zat gizi mikro
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, kondisi fisiologis, dan konsumsi
pangan yang menyebabkan perbedaan daya terima terhadap makanan. Faktor
penuaan yang terjadi juga memengaruhi penurunan sensitivitas rasa terhadap
makanan yang menyebabkan berkurangnya konsumsi makanan, sehingga
beberapa kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi (Kennedy 2006). Selain itu,
ketidakseimbangan konsumsi makanan dengan asupan zat gizi yang diperlukan
oleh tubuh dapat menyebabkan terjadinya defisiensi beberapa zat gizi (Bouillanne
14
et al. 2005). Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui persentase kontribusi
energi dan protein dari konsumsi makanan terhadap kebutuhan pada setiap waktu
makan yang ditunjukkan pada tabel 9 berikut ini.
Tabel 9 Kontribusi energi dan protein berdasarkan waktu makan
Waktu Makan Kontribusi (%)
Energi Protein
Makan Pagi (Sarapan) 30.7 19.1
Selingan Pagi 23.1 9.6
Makan Siang 36.9 66.4
Makan Malam 40.1 42.1
Data tersebut menunjukkan bahwa kontribusi terbesar yang memenuhi
kebutuhan energi dan protein adalah konsumsi di waktu makan malam, sebesar
40.1% dan 42.1%. Kontribusi energi dan protein terendah terdapat pada konsumsi
di waktu selingan pagi sebesar 23.1% dan 9.6%. Kontribusi energi di setiap waktu
makan cenderung berlebih dari yang seharusnya dipenuhi, yaitu makan pagi
(20%), 2 kali makanan selingan (20%), makan siang (30%), dan makan malam
(30%). Hal ini diduga berkaitan dengan sistem penyelenggaraan makanan di panti
yang memberi kebebasan kepada contoh untuk mengonsumsi pangan sumber
energi sesuai keinginan, serta pemilihan makanan selingan yang belum beragam.
Ketidakseimbangan antara masukan makanan (energi) dan pengeluaran berpotensi
terjadinya kegemukan pada kelompok lansia, sehingga diperlukan pengaturan pola
makan yang sesuai dengan kebutuhan gizi setiap individu/kelompok (Kurniasih et
al. 2010).
Status Gizi
Penentuan status gizi contoh dilakukan melalui penimbangan berat badan
dan pengukuran tinggi badan secara langsung. Berdasarkan data tersebut dapat
diperoleh indeks massa tubuh (IMT) yang digunakan untuk mengetahui status gizi
contoh. Rata-rata IMT sebesar 22.5 kg/m2 dan termasuk dalam rentang kategori
status gizi normal. Berdasarkan data IMT tersebut, diperoleh jumlah dan
persentase status gizi contoh yang ditunjukkan pada tabel 10 berikut ini.
Tabel 10 Data status gizi
Kategori Status Gizi n %
Kurang : IMT < 18.5 6 25
Normal : 18.5 ≤ IMT ≤ 24.9 10 42
Lebih : IMT ≥ 25 8 33
Rata-rata IMT (kg/m2) 22.5±5.2
Data tersebut menunjukkan 42% contoh memiliki status gizi normal, 25%
berstatus gizi kurang, dan 33% berstatus gizi lebih. Faktor yang mempengaruhi
status gizi contoh adalah usia dan perubahan fungsi fisiologis, seperti
berkurangnya indera penciuman dan perasa, penurunan fungsi gastrointestinal,
berkurangnya sekresi saliva, kehilangan gigi, menurunnya sekresi HCl, pepsin,
enzim proteolitik, garam empedu, dan motilitas usus. Kondisi tersebut
15
menyebabkan menurunnya nafsu makan, kesulitan mengunyah dan menelan, serta
gangguan pencernaan dan penyerapan zat gizi dalam tubuh, sehingga berdampak
terhadap aspek gizi, khususnya lansia (Fatmah 2010). Faktor lain yang
berpengaruh adalah menurunnya aktivitas fisik yang tidak diimbangi dengan
perubahan pola makan, sehingga menyebabkan kegemukan pada sebagian besar
contoh. Kesalahan dalam pengaturan pola makan juga menyebabkan asupan zat
gizi tidak terpenuhi secara optimal, sehingga berdampak terhadap terjadinya gizi
kurang (Kurniasih et al. 2010).
Status Kesehatan
Status kesehatan contoh ditentukan berdasarkan lama sakit dalam satu
bulan terakhir yang diperoleh dengan mengalikan lama sakit dalam hari dan
frekuensi sakit. Selain itu diperoleh data terkait penyakit yang biasa diderita oleh
contoh melalui wawancara langsung. Tabel 11 di bawah ini menunjukkan status
kesehatan contoh yang dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu baik dan tidak
baik.
Tabel 11 Data status kesehatan
Kategori n %
Baik (lama sakit <3 hari) 13 54
Tidak baik (lama sakit ≥3 hari) 11 46
Rata-rata lama sakit 3±2.6
Data tersebut menunjukkan bahwa 54% contoh memiliki status kesehatan
baik, sedangkan 46% contoh memiliki status kesehatan yang tidak baik dengan
rata-rata lama sakit 3 hari dalam satu bulan terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa
status kesehatan contoh sebagian besar berada dalam keadaan baik. Berdasarkan
data, jenis penyakit yang biasa diderita contoh diantaranya flu, batuk, sakit kepala,
nyeri sendi, sakit mata, dan sesak napas. Menurut Kurniasih (2010), proses
penuaan dapat menyebabkan penurunan kualitas, fungsi organ dan jaringan tubuh
yang dapat menyebabkan berbagai permasalahan kesehatan, seperti gangguan
penginderaan, pernapasan, atau pencernaan. Proses ini juga dapat memengaruhi
kemampuan seseorang, seperti pada lansia dalam menjaga keseimbangan air
dalam tubuh, sehingga dapat berakibat terjadinya dehidrasi, yaitu tubuh
kehilangan air atau elektrolit. Kondisi ini harus diperhatikan bagi contoh agar
mengonsumsi air yang cukup untuk mempertahankan hidrasi dan mengimbangi
perubahan karena faktor usia dalam pemenuhan tercapainya keseimbangan cairan
bagi tubuh (Bossingham et al. 2005).
Hubungan Antar Variabel
Hubungan Status Gizi dengan Asupan Zat Gizi Pangan
Asupan zat gizi pangan yang dianalisis terdiri atas energi, protein, lemak,
karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, serta vitamin A dan C. Rata-rata asupan zat
gizi pangan yang dianalisis dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu kurang dan
cukup. Status gizi contoh dalam analisis ini dikelompokkan menjadi 2 kategori,
16
yaitu normal dan tidak normal (underweight/overweight). Analisis hubungan
asupan zat gizi dengan status gizi dilakukan menggunakan uji korelasi Pearson
dan Spearman. Tabel 12 berikut ini menunjukkan hubungan status gizi dengan
asupan zat gizi pangan serta hasil uji korelasi kedua variabel tersebut.
Tabel 12 Data analisis hubungan asupan zat gizi pangan dengan status gizi
Asupan Zat Gizi Pangan / Status Gizi Normal Tidak Normal
n % n %
Kurang 0 0 1 7.1
Cukup 10 100 13 92.9
p 0.588
Data pada Tabel 12 menunjukkan bahwa contoh berstatus gizi normal
memiliki asupan zat gizi pangan yang cukup, sedangkan 7.1% contoh yang
berstatus gizi tidak normal memiliki asupan zat gizi pangan yang kurang. Asupan
zat gizi diperoleh dari konsumsi pangan contoh yang dapat berpengaruh terhadap
status gizi contoh. Namun, hasil uji korelasi antara asupan zat gizi pangan dengan
status gizi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
asupan zat gizi dengan status gizi (p>0.05). Hasil ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Fauziah (2012) terhadap kelompok lansia yang tinggal di
panti perlindungan sosial yang terdapat di Bogor, Jawa Barat. Salah satu faktor
yang diduga memengaruhi hasil tersebut berkaitan dengan penelitian ini adalah
metode penimbangan (food weighing) untuk pengumpulan data konsumsi sehari
belum dapat menggambarkan status zat gizi contoh pada saat itu. Menurut Riyadi
(2006), status gizi merupakan keadaan kesehatan seseorang atau kelompok orang
yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan penggunaan
(utilization) zat gizi makanan masa lalu. Selain itu, faktor fisiologi dan terjadinya
proses penuaan menyebabkan asupan zat gizi dari konsumsi pangan juga
berkurang, sehingga dapat berpengaruh terhadap status gizi. Defisiensi terhadap
vitamin dan mineral yang dapat terjadi pada kelompok lansia dapat memengaruhi
proses metabolisme zat gizi dalam tubuh yang juga dapat berdampak terhadap
status gizi (Fatmah 2010). Oleh karena itu pemenuhan kebutuhan zat gizi dari
konsumsi pangan harus seimbang untuk mempertahankan kondisi tubuh tetap
optimum dan kualitas kesehatan tetap terjaga.
Hubungan Status Gizi dengan Status Kesehatan
Analisis hubungan status gizi dengan status kesehatan contoh dilakukan
menggunakan uji korelasi Pearson. Tabel 13 di bawah ini menunjukkan hasil
analisis status gizi dengan status kesehatan sebagai berikut.
Tabel 13 Data analisis hubungan status gizi dengan status kesehatan
Status Kesehatan / Status Gizi Normal Tidak Normal
n % n %
Baik 4 40 7 50
Tidak Baik 6 60 7 50
p 0.888
Data pada Tabel 13 menunjukkan bahwa jumlah contoh berstatus gizi
normal yang memiliki status kesehatan baik lebih sedikit (40%) dari pada contoh
berstatus gizi tidak normal (60%). Hal ini menunjukkan bahwa status gizi tidak
17
sepenuhnya mempengaruhi status kesehatan seseorang, namun terdapat faktor lain
seperti kondisi fisiologis yang dapat berpengaruh terhadap status kesehatan
contoh. Hasil uji korelasi kedua variabel tersebut menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan status kesehatan
(p>0.05). Status kesehatan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan jenis
penyakit yang sering diderita contoh, lama sakit, dan frekuensi sakit. Faktor-faktor
yang digunakan untuk menentukan status kesehatan diduga belum dapat
menggambarkan secara langsung status kesehatan contoh. Menurut Islamiyah et
al. (2013), status kesehatan lebih dipengaruhi oleh jenis dan jumlah konsumsi
makanan serta kecukupan zat gizi dalam tubuh yang berkaitan dengan terjadinya
proses penuaan.
Hubungan Konsumsi Air Putih dengan Status Gizi
Analisis hubungan konsumsi air putih dengan status gizi contoh dilakukan
menggunakan uji korelasi Spearman. Tabel 14 berikut ini menunjukkan hasil
analisis kedua variabel tersebut.
Tabel 14 Data analisis konsumsi air putih dengan status gizi
Konsumsi Air Putih / Status Gizi Normal Tidak Normal
n % n %
Kurang 6 60 11 78.6
Cukup 4 40 3 21.4
p 0.815
Data pada Tabel 14 menunjukkan bahwa contoh yang mengonsumsi air
putih cukup sesuai dengan kebutuhan, sebanyak 40% terdapat pada contoh yang
berstatus gizi normal. Contoh yang mengonsumsi air putih kurang dari kebutuhan,
sebanyak 78.6% terdapat pada contoh yang berstatus gizi tidak normal. Uji
korelasi antara konsumsi air putih dengan status gizi memperoleh hasil bahwa
terdapat hubungan yang tidak signifikan (p>0.05) antara kedua variabel tersebut.
Hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pan et al.
(2012) terhadap kelompok wanita usia pertengahan dan lansia di Amerika yang
menunjukkan bahwa konsumsi air putih memiliki hubungan yang signifikan
dengan status gizi. Kecukupan konsumsi air putih dapat mengurangi asupan
energi dalam tubuh dan membantu menurukan berat badan, khususnya pada
kondisi yang mengalami kelebihan berat badan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Contoh yang digunakan pada penelitian ini merupakan penghuni Panti Werda di Kabupaten Pacitan berjumlah 24 orang. Karakteristik contoh
berdasarkan usia menunjukkan 50% termasuk kelompok lansia berumur 60-74
tahun. Tingkat pendidikan contoh 83% tidak sekolah dan 50% tidak bekerja.
18
Tingkat pendapatan contoh sebagian besar (92%) berkisar antara Rp 0 sampai Rp
100000. Sebanyak 46% contoh memiliki status perkawinan janda/duda. Riwayat
kesehatan yang dimiliki oleh contoh meliputi beberapa penyakit, seperti stroke
dan tekanan darah tinggi. Beberapa contoh memiliki keterbatasan kemampuan
fisik, diantaranya lemah mental, tuna rungu, tuna netra, dan tuna wicara.
Kebutuhan rata-rata cairan contoh yang berasal dari minuman sebesar
1496 ml, sedangkan kebutuhan rata-rata air putih sebesar 1200 ml. Konsumsi rata-
rata cairan sebesar 963 ml, sedangkan air putih sebesar 699 ml. Konsumsi air
putih contoh tergolong kurang dari kebutuhan yang harus dipenuhi. Tingkat
kecukupan cairan dan air putih sebagian besar contoh dalam kategori kurang. Hal
ini dipengaruhi oleh beberapa alasan seperti tidak merasa haus, ketidakinginan
sering buang air kecil, ketidaksukaan terhadap air putih, serta faktor fisiologi
terkait proses penuaan. Kebutuhan zat gizi contoh terpenuhi dari konsumsi sehari
yang terdiri atas makan pagi, selingan pagi, makan siang, dan makan malam.
Tingkat kecukupan energi dan protein berdasarkan kebutuhan dan konsumsi
contoh tergolong normal. Tingkat kecukupan zat gizi mikro, yaitu fosfor, zat besi,
dan vitamin A tergolong cukup, sedangkan kalsium dan vitamin C tergolong
kurang. Faktor yang memengaruhi antara lain usia, kondisi fisiologis, konsumsi
pangan, dan faktor penuaan.
Status gizi contoh ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)
dengan rata-rata IMT sebesar 22.5 kg/m2 yang berada pada kategori normal. Data
IMT contoh 42% dalam kategori status gizi normal, 25% gizi kurang, dan 33%
gizi lebih. Faktor yang memengaruhi diantaranya perubahan fungsi fisiologis,
penurunan aktivitas fisik, serta kesalahan dalam pengaturan pola makan. Status
kesehatan contoh 54% tergolong baik dan 46% berada pada status kesehatan yang
tidak baik. Status kesehatan didasarkan pada jenis penyakit, lama sakit, dan
frekuensi sakit selama satu bulan terakhir. Faktor yang memengaruhi diantaranya
proses penuaan serta penurunan fungsi organ dan jaringan tubuh. Hasil uji analisis
menggunakan korelasi Pearson dan Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan (p>0.05) antara status gizi dengan asupan zat gizi
pangan, konsumsi air putih, dan status kesehatan.
Saran
Beberapa permasalahan pada kelompok usia pertengahan sampai lansia
terkait gizi dan kesehatan memerlukan suatu tindakan preventif, khususnya yang
tinggal di panti werda. Tindakan ini sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
kualitas hidup penghuni panti, baik secara jasmani maupun rohani. Pihak panti
seharusnya lebih peduli dan siap, serta meningkatkan koordinasi dengan
dinas/instansi/pemerintahan terkait dalam hal penyelenggaraan pelayanan dan
perlindungan sosial bagi penghuni panti. Beberapa bentuk program penunjang
untuk mendukung peningkatan pelayanan di panti, diantaranya pemantauan gizi
dan kesehatan secara berkala, seperti penimbangan berat badan, pengukuran tinggi
badan, penyuluhan gizi, dan konsultasi kesehatan. Selain itu, perlu adanya
perbaikan program penyelenggaraan makanan yang didasarkan kebutuhan gizi
individu dan prinsip gizi seimbang. Hal lain yang sebaiknya diperhatikan yaitu
perlunya monitoring dan evaluasi secara rutin antara pihak panti dengan instansi
19
terkait dalam penyelenggaraan pelayanan dan perlindungan sosial penghuni panti.
Kualitas yang baik dalam pelayanan dan perlindungan sosial di panti werda
menjadi salah satu faktor penting dalam meningkatkan kesejahteraan dan kualitas
hidup, khususnya penghuni panti werda di Kabupaten Pacitan. Hasil dari
penelitian ini masih terdapat beberapa kekurangan. Oleh karena itu, saran penulis
untuk penelitian selanjutnya antara lain penggunaan metode MNA (Mini
Nutritional Assessment) untuk menganalisis status gizi pada lansia, penggunaan
jumlah contoh yang lebih besar sehingga dapat diperoleh hasil analisis yang lebih
baik, serta perlu adanya uji hidrasi terhadap contoh untuk mengetahui status
hidrasi dari konsumsi air putih maupun asupan cairan contoh.
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong LE et al. 1994. Urinary indices of hydration status. Int J Sport Nutr.
4(3): 265-79.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta (ID) : Depkes RI.
Bossingham MJ, Nadine SC, and Wayne WC. 2005. Water balance, hydration
status, and fat free mass hydration in younger and older adults. Am J Clin
Nutr [Internet]. [diunduh 2013 Okt 31]; 81: 1342-1350. Tersedia pada:
www.ajcn.nutrition.org.
Bouillanne O, Gilles M, Claire D, Isabelle C, Jean-Pierre V, Ioannis N, Simone B,
Luc Cynober, and Christian A. 2005. Geriatric nutritional risk index: a
new index for evaluating at risk elderly medical patients. Am J Clin Nutr
[Internet]. [diunduh 2013 Okt 31]; 82: 777-783. Tersedia pada:
www.ajcn.nutrition.org.
Chernoff R. 2006. Geriatric Nutrition The Health Professional's Handbook third
edition. Amerika (US) : Jones and Bartlett Publishers, Inc.
Dijaissyah N. 2001. Riwayat pemberian makan, status gizi, dan status kesehatan
siswa PAUD [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1996. Pedoman Pengaturan Makan. Jakarta
(ID): Departemen Kesehatan.
[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 2005. Petunjuk Teknis Pengukuran
Kebugaran Jasmani. Jakarta (ID): Depkes RI.
European Food Safety Authority (EFSA). 2010. Scientific opinion on dietary
reference values for water. EFSA Journal. 8(3): 14-59.
Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut: Kebutuhan Zat Gizi. Jakarta (ID): Erlangga.
Fauziah S. 2012. Konsumsi pangan, aktivitas fisik, status gizi dan status kesehatan
lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Bogor. [Skripsi].
Bogor (ID) : Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor.
20
Gibson RS. 2005. Principle of Nutrition Assesment. New York (ID): Oxford
University Press.
Gillette S, Sandrine A, Fatemeh N, Viviane, Helene G, and Bruno V. 2005.
Cognitive impairment and composition of drinking water in women:
finding of the EPIDOS study. Am J Clin Nutr [Internet]. [diunduh 2013
Okt 31]; 81: 897-902. Tersedia pada: www.ajcn.nutrition.org.
Hardinsyah, Siregar P, Santoso BI, Pardede SO. 2011. Air Bagi Kesehatan.
[tempat tidak diketahui]: Centra Communications.
Hardinsyah, Atmojo SM, editor. 2001. Pengendalian Mutu dan Keamanan
Pangan. Perpustakaan Nasional, catalog dalam terbitan.
Islamiyah, Nurhaedar J, Veny H. 2013. Gaya hidup, status gizi, dan kualitas hidup
manusia lanjut usia yang masih bekerja di Rumah Sakit Stella Maris
Makassar. [Makalah]. Makassar (ID) : Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin.
Kennedy ET. 2006. Evidence for nutritional benefits in prolonging wellness. Am J
Clin Nutr [Internet]. [diunduh 2013 Okt 20]; 83: 410S-414S. Tersedia
pada: www.ajcn.nutrition.org.
Kurniasih D, Hilman H, Marfuah PA, Saeful I. 2010. Sehat&Bugar Berkat Gizi
Seimbang. Jakarta : PT Penerbitan Sarana Bobo.
Muchtadi D. 2009. Gizi Anti Penuaan Dini. Bandung (ID): Alfabeta.
Paan A, Vasanti SM, Matthias BS, Joann EM, Water CW, and Frank BH. 2012.
Plan water intake and risk of type 2 diabetes in young and middle aged
women. Am J Clin Nutr [Internet]. [diunduh 2013 Oktober 20]; 95: 1454-
1460. Tersedia pada : www.ajcn.nutrition.org.
Popkin BM, Lawrence EA, George MB, Benjamin C, Balz F, and Walter CW.
2006. A new proposed guidance system for beverage consumption in the
United State. Am J Clin Nutr [Internet]. [diunduh 2013 Okt 31]; 83: 529-
542. Tersedia pada: www.ajcn.nutrition.org.
Rivlin RS. 2007. Keeping the young elderly healthy: is it too late to improve our
health through nutrition?. Am J Clin Nutr [Internet]. [diunduh 2014 Mei 12];
86: 15728-68. Tersedia pada: www.ajcn.nutrition.org.
Riyadi H. 2006. Gizi dan Kesehatan Keluarga edisi ke-2. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Rolfes SR, Kathryn P, and Ellie W. 2009. Understanding Normal and Clinical
Nutrition. Amerika (ID) : Yolanda Cossio.
Rusilanti. 2006. Aspek psikososial, aktivitas fisik, konsumsi makanan, status gizi
dan pengaruh susu plus probiotik enterococcus faecium is-27526 (medp)
terhadap respons imun lansia [desertasi]. Bogor (ID): Sekolah
Pascasarjana IPB.
Sawka MN, Cheuvront SN, dan Carter R. 2005. Human Water Needs. [tempat
tidak diketahui]: International Life Science Institute.
21
Sharkey JR, Laurence GB, Namvar Z, Carol G, Jan Busby W, and Pamela SH.
2002. Inadequate nutrient intakes among homebound elderly and their
carrelation with individual characteristic and health-related factors. Am J
Clin Nutr [Internet]. [diunduh 2013 Okt 31]; 76: 1435-1445. Tersedia
pada: www.ajcn.nutrition.org.
Siregar et al. 2009. Optimal water intake for the elderly: prevention of
hyponatremia. Mer J Indonesia. 18(1): 18-25.
Turrini et al. 2001. Food consumption pattern in Italy: the INN-CA Study 1994-
1996. Eu J Clin. 55(1): 571-588.
Wilson MM, Raj P, and John EM. 2002. Effect of liquid dietary supplements on
energy intake in the elderly. Am J Clin Nutr [Internet]. [diunduh 2013
September 14]; 75: 944-7. Tersedia pada: www.ajcn.nutrition.org.
Yudianti Desi. 2011. Analisis asupan air dan mutu gizi asupan pangan pada lansia
di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
22
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Berat Badan, Tinggi Badan, dan Status Gizi
Tabel 15 Data berat badan, tinggi badan, dan status gizi contoh
Kodresp
BB
(kg)
TB
(cm)
TB
(m2)
IMT
(kg/m2)
Status Gizi
1 62 157 2.4649 25.2 Lebih
2 64 157 2.4649 25.9 Lebih
3 63 139.5 1.9460 32.4 Lebih
4 42 138.9 1.9281 21.8 Normal
5 50 133 1.7689 28.3 Lebih
6 56 153.5 2.3562 23.8 Normal
7 62 151 2.2801 27.2 Lebih
8 38 124.7 1.5561 24.4 Normal
9 36 149.5 2.2350 16.1 Kurang
10 25 134.5 1.8090 13.8 Kurang
11 46 136.9 1.8741 24.6 Normal
12 42 138 1.9044 22.0 Normal
13 40 144.7 2.0929 19.1 Normal
14 41 156 2.4336 16.9 Kurang
15 53 157 2.4649 21.5 Normal
16 46 136.5 1.8633 24.7 Normal
17 77 160.5 2.5760 29.9 Lebih
18 65 174 3.0276 21.5 Normal
19 21 138 1.9044 11.0 Kurang
20 61 154.5 2.3870 25.6 Lebih
21 68 160.4 2.5716 26.4 Lebih
22 54 152 2.3104 23.4 Normal
23 42 158 2.4964 16.8 Kurang
24 43 159 2.5281 17.0 Kurang
Rata-rata 22.5
23
Lampiran 2 Data Konsumsi Cairan Contoh
Tabel 16 Data konsumsi cairan contoh
Kodresp
Air putih
(ml)
Non air putih
(ml)
Total konsumsi
(ml)
Kebutuhan
(ml)
1 600 187 787 1860
2 600 187 787 1920
3 600 187 787 1890
4 800 187 987 1260
5 600 187 787 1500
6 600 187 787 1680
7 1000 187 1187 1860
8 600 187 787 1140
9 600 187 787 1080
10 600 337 937 750
11 600 187 787 1380
12 800 187 987 1260
13 600 374 974 1200
14 400 661 1061 1230
15 600 187 787 1590
16 600 187 787 1380
17 600 187 787 2310
18 1800 187 1987 1950
19 600 187 787 630
20 800 374 1174 1830
21 600 474 1074 2040
22 775 561 1336 1620
23 800 187 987 1260
24 600 374 974 1290
Rata-rata 698.96 263.92 962.88 1496.25
24
Lampiran 3 Jadwal Menu Makanan Lansia
Tabel 17 Jadwal menu makanan lansia di panti
Hari Waktu Makan
Pagi Siang/Malam Selingan
Senin Bothok
Telur
Sayur asem
Sayur lodeh
Ikan laut
Kacang hijau
Buah
Snack
Selasa Pecel
Rempeyek
Sup
Ayam goreng
Opor ayam
Sirup
Buah
Snack
Rabu Urap
Tahu bacem
Sayur bening
Telur dadar
Terik tahu
Teh manis
Buah
Snack
Kamis Asem-asem
Tahu goring
Semur daging
Kerupuk
Rendang daging
Sirup
Buah
Snack
Jumat Tumis
Telur dadar
Sayur asem
Sayur lodeh
Ikan laut
Susu
Buah
Snack
Sabtu Oseng-oseng
Tempe bacem
Sayur bening
Ayam goreng
Garang asem
Kerupuk
Kacang hijau
Buah
Snack
Minggu Urap
Tahu bacem
Terik tempe tahu
Telur dadar
Bali telur
Kerupuk
Teh manis
Buah
Snack
25
Lampiran 4
Gambar 2 Metode PURI penentu status dehidrasi
26
Lampiran 5 Data Konsumsi Contoh
Tabel 18 Data konsumsi contoh berdasarkan waktu makan
Kodresp Menu Berat (g)
Pagi Siang Malam Selingan Pagi Siang Malam Selingan
1 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 320 320 320 13
Tumis kecipir dendeng daging Gulai daging Pisang ambon 50 35 52 188
Tahu goring Hati sapi Kerupuk Lemper 35 10 30 56
Minyak Sayur bobor Minyak
5 50 5
Santan
50
2 Lontong pecel Nasi Nasi Teh manis (gula) 125 197 197 13
dendeng daging Gulai daging Pisang ambon
35 52 188
Hati sapi Kerupuk Lemper
10 30 56
Sayur bobor Minyak
50 5
Santan
50
3 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 207 103.5 103.5 13
Tumis kecipir dendeng daging Gulai daging Pisang ambon 50 35 52 188
Tahu goreng Hati sapi Kerupuk Lemper 35 10 30 56
Minyak Sayur bobor Minyak
5 50 5
Santan
50
4 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 107 107 107 13
Tumis kecipir dendeng daging Gulai daging Pisang ambon 50 35 52 188
Tahu goreng Hati sapi Kerupuk Lemper 35 10 30 56
Minyak Sayur bobor Minyak
5 50 5
Santan
50
27
Kodresp Menu Berat (g)
Pagi Siang Malam Selingan Pagi Siang Malam Selingan
5 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 107 107 107 13
Tumis kecipir dendeng daging Gulai daging Pisang ambon 50 35 52 188
Tahu goreng Hati sapi Kerupuk Lemper 35 10 30 56
Minyak Sayur bobor Minyak
5 50 5
Santan
50
6 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 197 197 197 13
Tumis kecipir dendeng daging Gulai daging Pisang ambon 50 35 52 188
Tahu goreng Hati sapi Kerupuk Lemper 35 10 30 56
Minyak Sayur bobor Minyak
5 50 5
Santan
50
7 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 107 197 197 13
Tumis kecipir Rempah Rempah Pisang ambon 50 22 22 188
Tempe goreng Sayur bobor Mie rebus Lemper 35 50 50 56
Minyak Santan Kerupuk
5 25 30
Minyak
5
8 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 197 197 197 13
Tumis kecipir dendeng daging Gulai daging Pisang ambon 50 35 52 188
Tahu goreng Hati sapi Rempah Lemper 35 10 22 56
Minyak Sayur bobor Kerupuk
5 50 30
Santan Minyak
50 5
9 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 107 107 107 13
Tumis kecipir dendeng daging Gulai daging Pisang ambon 50 35 52 188
Tahu goreng Hati sapi Kerupuk Lemper 35 10 30 56
Minyak Sayur bobor Minyak
5 50 5
Lanjutan Tabel 18 Data konsumsi contoh berdasarkan waktu makan
28
Kodresp Menu Berat (g)
Pagi Siang Malam Selingan Pagi Siang Malam Selingan
Santan
50
10 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 103,5 103,5 197 13
Tumis kecipir dendeng daging Mie rebus Pisang ambon 50 35 50 188
Tahu goreng Hati sapi Kerupuk Lemper 35 10 30 56
Minyak Sayur bobor Minyak
5 50 5
Energen Santan
150 50
11 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 197 197 107 13
Tumis kecipir dendeng daging Mie rebus Pisang ambon 50 35 50 188
Tahu goreng Hati sapi Kerupuk Lemper 35 10 30 56
Minyak Sayur bobor Minyak
5 50 5
Santan
50
12 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 107 107 107 13
Tumis kecipir dendeng daging Gulai daging Pisang ambon 50 35 52 188
Tahu goreng Hati sapi Kerupuk Lemper 35 10 30 56
Minyak Sayur bobor Minyak
5 50 5
Santan
50
13 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 107 107 107 13
Tumis kecipir dendeng daging Gulai daging Pisang ambon 50 35 52 188
Tahu goreng Hati sapi Kerupuk Lemper 35 10 30 56
Minyak Sayur bobor Minyak
5 50 5
Kopi (gula) Santan
13 50
14 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 107 107 107 13
Tumis kecipir dendeng daging Gulai daging Pisang ambon 50 35 52 188
Tahu goreng Hati sapi Kerupuk Lemper 35 10 30 56
Lanjutan Tabel 18 Data konsumsi contoh berdasarkan waktu makan
29
Kodresp Menu Berat (g)
Pagi Siang Malam Selingan Pagi Siang Malam Selingan
Minyak Sayur bobor Minyak
5 50 5
Kopi (gula) Santan
26 50
15 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 197 197 197 13
Tumis kecipir dendeng daging Gulai daging Pisang ambon 50 35 52 188
Tahu goreng Hati sapi Kerupuk Lemper 35 10 30 56
Minyak Sayur bobor Minyak
5 50 5
Santan
50
16 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 160,5 160,5 107 13
Tumis kecipir dendeng daging Rempah Pisang ambon 50 35 22 188
Tahu goreng Hati sapi Kerupuk Lemper 35 10 30 56
Minyak Sayur bobor Minyak
5 50 5
Santan
50
17 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 197 197 197 13
Tumis kecipir dendeng daging Gulai daging Pisang ambon 50 35 52 188
Tahu goreng Hati sapi Kerupuk Lemper 35 10 30 56
Minyak Sayur bobor Minyak
5 50 5
Santan
50
18 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 197 197 197 13
Tumis kecipir dendeng daging Gulai daging Pisang ambon 50 35 52 188
Tahu goreng Hati sapi Kerupuk Lemper 35 10 30 56
Minyak Sayur bobor Minyak
5 50 5
Santan
50
19 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 53,5 107 107 13
Tumis kecipir dendeng daging Gulai daging Pisang ambon 50 35 52 188
Lanjutan Tabel 18 Data konsumsi contoh berdasarkan waktu makan
30
Kodresp Menu Berat (g)
Pagi Siang Malam Selingan Pagi Siang Malam Selingan
Tempe goreng Hati sapi Kerupuk Lemper 35 10 30 56
Minyak Sayur bobor Minyak
5 50 5
Santan
50
20 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 197 197 107 13
Tumis kecipir dendeng daging Gulai daging Pisang ambon 50 35 52 188
Tempe goreng Hati sapi Kerupuk Lemper 35 10 30 56
Minyak Sayur bobor Minyak
5 50 5
Santan
50
21 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 98,5 98,5 0 39
Tumis kecipir dendeng daging Gulai daging Pisang ambon 50 35 52 188
Tempe goreng Hati sapi Mie rebus Lemper 35 10 50 56
Minyak Sayur bobor Kerupuk
5 50 30
Santan Telur puyuh
50 75
Minyak
5
22 Nasi Nasi Nasi Teh manis + kopi (gula) 160 107 267 13
Tumis kecipir dendeng daging Gulai daging Pisang ambon 50 35 52 188
Tempe goreng Hati sapi Kerupuk Lemper 35 10 30 56
Minyak Sayur bobor Minyak
5 50 5
Kopi (gula) Santan
26 50
23 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 107 107 107 13
Tumis kecipir dendeng daging Gulai daging Pisang ambon 50 35 52 188
Tempe goreng Hati sapi Kerupuk Lemper 35 10 30 56
Minyak Sayur bobor Minyak
5 50 5
Santan
50
Lanjutan Tabel 18 Data konsumsi contoh berdasarkan waktu makan
31
Kodresp Menu Berat (g)
Pagi Siang Malam Selingan Pagi Siang Malam Selingan
24 Nasi Nasi Nasi Teh manis (gula) 107 107 107 13
Tumis kecipir dendeng daging Gulai daging Pisang ambon 50 35 52 188
Tempe goreng Hati sapi Kerupuk Lemper 35 10 30 56
Minyak Sayur bobor Minyak
5 50 5
Santan
50
32
Lanjutan Tabel 18 Data konsumsi contoh berdasarkan waktu makan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pacitan pada tanggal 30 Desember 1991 dari ayah
Sukadri dan ibu Agus Iriantin. Penulis adalah putri kedua dari dua bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pacitan dan pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum
Pengantar Biokimia Gizi pada tahun ajaran 2011/2012 dan 2012/2013 serta
asisten praktikum Metabolisme Zat Gizi pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis
juga pernah aktif dalam beberapa organisasi, diantaranya sebagai staf Departemen
Isu dan Advokasi BEM TPB IPB, staf Departemen Kajian Advokasi dan
Kesejahteraan Mahasiswa BEM FEMA IPB, representatif advokasi ILMAGI
dalam Health Profesional Education Quality (HPEQ) Student, serta koordinator
Departemen Isu dan Advokasi Ikatan Lembaga Mahasiswa Gizi Indonesia
(ILMAGI). Bulan Februari-Maret 2014 penulis melaksanakan Praktik Kerja
Lapang Internship Dietitian (ID) di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Hasan
Sadikin Bandung, Jawa Barat.
Penulis juga aktif mengikuti lomba karya tulis dan lainnya di tingkat
mahasiswa. Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis antara lain Juara I Lomba
Debat Pesta Politik Tingkat TPB IPB tahun 2010, Program Kreatifitas Mahasiswa
Bidang Penelitian (PKM-P) yang Didanai Dikti dengan judul penelitian “Analisis
Profil Lipid Darah Sebagai Salah Satu Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner
Akibat Frekuensi Konsumsi Gorengan Dikalangan Mahasiswa IPB” dan
“Pengaruh Pemberian Pangan Antioksidan Terhadap Penurunan Kadar
Malondialdehid Darah Penanda Kanker pada Mahasiswi Pengonsumsi Gorengan”
tahun 2013, sebagai Best Staff Departemen Isu dan Advokasi Ikatan Lembaga
Mahasiswa Gizi Indonesia tahun 2013, serta Finalis 10 Besar Health Agent
Awards (HAA) PT Nutrifood tahun 2014.