kontrak baku pada polis asuransi syariah dalam perspektif...
TRANSCRIPT
i
KONTRAK BAKU PADA POLIS ASURANSI SYARIAH DALAM
PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
(Studi Pada Polis Asuransi Umum)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
ARIF PRIYO PAMBUDI
NIM: 1111046200040
KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M
KONTRAK BAKU PADA POLIS ASURANSI SYARIAH DALAM
PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
(Studi Pada Polis Asuransi Umum)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
ARIF PRIYO PAMBUDI
NIM : 1111046200040
Pembimbing
Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H.
NIP : 197407252001121001
KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsiiniberjudul “Kontrak Baku pada Polis
AsuransiSyariahdalamPersfektifHukumPerlindunganKonsumen (Studipada Polis
Asuransi Umum)”, yangditulisoleh Arif Priyo Pambudi, NIM1111046200022,
telahdiujikandalamsidingmunaqsyahFakultasSyariahdanHukumUniversitas Islam
NegeriSyarifHidayatullah Jakarta pada Rabu, 1 Juni
2016.SkripsiinitelahditerimasebagaisalahsatusyaratuntukmemperolehgelarSarjana
EkonomiSyariah (S.E.Sy) pada Program StudiMuamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, 2Juni 2016
Mengesahkan
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,
Dr. AsepSaepudinJahar, M.A.
NIP. 19691216 199603 1 001
Panitia Sidang:
Ketua : A.M. Hasan Ali, MA. ( ....................................... )
NIP. 19751201 200501 1 005
Sekretaris : Dr. Abdurrauf, Lc, MA. ( ....................................... )
NIP. 19731215 200501 1 002
Pembimbing : Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H . ( ....................................... )
NIP. 19740725 200112 1 001
Penguji 1 : Dr. Abdurrahman Dahlan, MA. ( ....................................... )
NIP. 19581110 198803 1 001
Penguji 2 : A.M. Hasan Ali, MA. ( ....................................... )
NIP. 19751201 200501 1 005
iv
LEMBAR PERYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh Gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumberyang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, Oktober 2016
Arif Priyo Pambudi
v
ABSTRAK
Arif Priyo Pambudi. 1111046200040. KONTRAK BAKU PADA POLIS
ASURANSI SYARIAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN
KONSUMEN (STUDI PADAPOLIS ASURANSI UMUM). Program Studi
Muamalat (Ekonomi Islam), Konsentrasi Asuransi Syariah, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kontrak baku dalam dunia bisnis menunjukkan dominasi ekonomi modern
oleh badan usaha atau perusahaan. Perusahaan-perusahaan menjadikan bentuk
kontrak baku sebagai bagian untuk menstabilkan hubungan pasar eksternal
perusahaan. Isi kontrak baku dibuat oleh hanya satu pihak sehingga pihak lainnya
tidak dapat mengemukakan kehendak secara bebas. Singkatnya tidak terjadi tawar
menawar mengenai isi perjanjian sebagaimana menurut asas kebebasan
berkontrak dan sering kali masih ditemukan pencantuman klausula-klausula baku
yangbertentangan dengan peraturan perundang-undangan perlindungan konsumen
yang berlaku. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian polis baku
yang dikeluarkan perusahaan asuransi umum syariah dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perlindungan konsumen.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bertujuan untuk
menganalisa norma-norma yang terdapat pada peraturan perundang-undangan di
bidang asuransi dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis, data yang
digunakan berupa data primer, sekunder, maupun non hukum, teknik analisis data
yang digunakan yaitu analisis isi (content analysis), data yang diperoleh kemudian
di analisis secara kualitatif.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara umum polis asuransi umum
syariah yang dikeluarkan perusahaan Takaful Umum, Bumida Syariah, Tripakarta
Syariah, Tugu Pratama Syariah, dan Mitra Syariah telah sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Pasal 18 Tahun 1999, POJK
Nomor 1/POJK.07/2013 Pasal 22, dan SEOJK Nomor 13/SEOJK.07/2014.Dari 7
(tujuh) ketentuan yang di analisis terhadap ke 5 polis yang dikeluarkan oleh
perusahaan Asuaransi Syariah tidak ditemukan klasula baku yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan perlindungan kosumen. Dapat
disimpulkan, bahwa ke 5 (lima) polis yang dikeluarkan perusahaan asuransi telah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perlindungan konsumen.
Kata Kunci : Asuransi Syariah, Polis, Kontrak Baku, dan
PerlindunganKonsumen
Pembimbing : Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag. MH
Tahun Daftar Pustaka : Tahun 1992 sampai 2015
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur bagi Allah SWT, tuhan pencipta alam beserta
isinya, atas segala nikmat, karunia dah rahmat-Nya yang begitu besar, yang selalu
memberikan keberuntungan dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam senantiasa tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, yang telah memperjuangkan Islam dan menyebarkan
risalah Islam sebagai pegangan kehidupan.
Punulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit hambatan
serta kesulitan yang penulis alami dalam penyusuan skripsi ini. Namun, berkat
keteguhan hati serta dukungan dan semangat dari banyak pihak hingga akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan penuh hormat dan apresiasi yang
tinggi terhadap semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi, penulis
ucapkan terima kasih terkhusus kepada:
1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak AM. Hasan Ali, M.A., dan Bapak Dr. Abdurrauf, Lc., MA., sebagai
Ketua dan Sekretaris Prodi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H., selaku Dosen Pembimbing
skripsi, yang dengan sabar telah memberikan bimbingan dan motivasi serta
arahan yang diberikan kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan, penulis ucapkan terima kasih.
vii
4. Kepada seluruh dosen dan sifitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
membagikan ilmunya dengan ikhlas kepada penulis, serta para pengurus
perpustakaan yang telah melayani dan memfasilitasi buku-buku hingga
penulis terbantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Kedua orangtua tercinta dan tersayang, ayahanda Nyamirun Edy Nuryanto
dan Ibunda Siti Nuraini, yang dengan tulus selalu mendoakan, memberikan
dorongan semangat tiada henti kepada penulis, sehingga penulis mampu
menyelesaikan tugas akhir ini yang menjadi amanah bagi penulis kepada
orangtua. Semoga Allah selalu memberikan perlindungan dan keberkahan
untuk mama dan abah, dibawah kasih sayang-Nya. Amin.
6. Untuk keluarga, eko purwanto, agung wibowo, suci utami, anisa pratiwi, ari
aguswinardi, iska komalasari yang selalu memberi dukungan dan doa
dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah
memberikan ilmu dan pengetahuan yang berharga selama penulis
menyelesaikan masa studi.
8. Kepada teman-teman kelas Asuransi Syariah 2011 Prodi Muamalat,vickih,
kino, ucup, yunus, dito. Terima kasih atas bantuan dan dukungan,
pengalaman, pembelajaran selama ini kepada penulis dalam menyelesaikan
masa studi. Serta terima kasih kepada Haryati Octarini yang telah
memberikan semangat dan dukungan hingga saat ini, semoga dan akan
selalu sampai selanjutnya.
viii
9. Serta kepada pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu,
terima kasih atas bantuannya hingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin.
Jakarta, 2 Juni 2016
Arif Priyo Pambudi
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. i
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................... 7
1.2.1 Rumusan Masalah ......................................................... 7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 7
1.4 Tinjauan Kajian Terdahulu .................................................... 8
1.5 Metode Penelitian................................................................... 11
1.5.1 Jenis Penelitian ............................................................. 11
1.5.2 Bahan Hukum ............................................................... 12
1.5.3 Metode Analisis Data ................................................... 12
1.5.4 Pedoman Penulisan ....................................................... 13
1.6 Sistematika Penulisan ........................................................... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................... 15
2.1 Asuransi Syariah .................................................................... 15
2.1.1 Pengertian Asuransi Syariah ......................................... 15
x
2.1.2 Landasan Hukum Asuransi Syariah ........................... 17
2.1.2.1 Al-Qur’an ....................................................... 17
2.1.2.2 Sunnah Nabi SAW ......................................... 19
2.1.2.3 Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah .................... 20
2.1.2.4 Akad-Akad Dalam Asuransi Syariah ............. 22
2.2 Produk-Produk Asuransi Kerugian (general insurance) ....... 32
2.2.1 Produk-Produk Simple Risk ........................................ 32
2.2.2 Produk-Produk Mega Risk ......................................... 33
BAB III ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
DALAM KONTRAK BAKU ASURANSI SYARIAH ............. 36
3.1 Kontrak Baku ......................................................................... 36
3.1.1 Pengertian Kontrak Baku .............................................. 36
3.1.2 Jenis-jenis Kontrak Baku .............................................. 38
3.1.3 Bentuk Klausula Baku Dalam Perjanjian ..................... 39
3.1.4 Dasar Hukum Kontrak Baku ........................................ 42
3.1.5 Prinsip-prinsip Kontrak Baku ....................................... 43
3.1.6 Pencantuman Klausul Eksonerasi ................................. 45
3.1.6.1 Klausul Eksonerasi ........................................... 45
3.1.6.2 Force Majeure .................................................. 46
3.2 Perlindungan Konsumen ........................................................ 49
3.2.1 Pengertian Perlindungan Konsumen............................. 49
3.2.2 Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ................... 50
3.2.3 Dasar Hukum Perlindungan Konsumen ....................... 52
xi
3.2.4 Hak dan Kewajiban Konsumen .................................... 53
BAB IV ISI POLIS ASURANSI UMUM SYARIAH ............................. 56
4.1 Deskripsi Polis Asuransi Kerugian ........................................ 56
4.5.1 Polis Asuransi Tri Pakarta Unit Syariah ....................... 56
4.5.2 Polis Asuransi PT. Asuransi Bumiputra Muda 1967 .... 60
4.5.2.1 Polis Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia 60
4.5.3 Polis PT. Tugu Pratama Indonesia................................ 63
4.5.3.1 Polis Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia 63
4.5.4 Polis PT. Asuransi Takaful General ............................. 67
4.5.4.1 Polis Asuransi Takaful Kebakaran ................... 67
4.5.5 Polis PT. Mitra Syariah ................................................ 68
4.5.5.1 Polis Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia 68
4.2 Analisis Isi Kontrak Baku Perspektif Hukum Pelindungan
Konsumen .............................................................................. 71
4.3 Hal-hal yang terkait dengan Akad yang harus dicantumkan
dalam polis (PMK Nomor 18/PMK.10/2010 jo PMK No.
227/2012. ................................................................................ 77
4.4 Model Kontrak Baku Yang Ideal Menurut SEOJK Nomor
13/SEOJK. 07/2014 ............................................................... 81
BAB V PENUTUP .................................................................................... 88
5.1 Kesimpulan ............................................................................ 88
5.2 Saran ....................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 91
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keberadaan perusahaan asuransi pada hakikatnya adalah sebagai
lembaga keuangan nonbank yang menghimpun dan ada di masyarakat untuk
memberikan perlindungan kepada pemakai jasa asuransi terhadap
kemungkinan timbulnya kerugian materil maupun immaterial19
. Akibat suatu
peristiwa yang tidak terduga. Perusahaan asuransi diberi kepercayaan
(amanah) oleh para peserta untuk mengelola premi, mengembangkan dengan
jalan yang halal, memberikan santunan kepada yang mengalami musibah
sesuai isi akta perjanjian yang telah disepakati.20
Asuransi syariah sebagai salah satu lembaga keuangan nonbank yang
melakukan transaksi bisnis secara system operasional didasarkan atas
pedoman syariah Islam.Sehingga segala bentuk kegiatan yang dilakukannya,
baikkegiatan intern perusahaan ataupun ekstern perusahaan seperti kegiatan
perjanjian (akad), mekanisme operasioanl perusahaan, budaya perusahaan
(shariah corporate culture), pemasaran (marketing), produk dan sebagainya
harus sesuai dengansyariah Islam21
. Dan tidak mengandung unsur-unsuryang
diharamkan seperti gharar (ketidakpastian), maisir (perjudian), dan riba.
19
Husain HusainSyahatah, Asuransi Dalam Persfektif Syariah, (Jakarta: Amzah, 2006),
hal. 49. 20
Burhanuddin S, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2010), cet. Ke-1, hal. 118. 21
Abdullah Amrin, Meraih Berkah Melalui Asuransi syariah, (Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2011), hal. 69.
2
Prospek asuransi Islam di Indonesia pada masa mendatang akan
semakin cerah dan menarik minat berbagai kalangan.22
Pada akhir tahun 2015,
jumlah perusahaan perusahaan asuransi kerugian syariah sebanyak 25(dua
puluh lima) perusahaan.Terdiri dari 2 (dua) perusahaan asuransi kerugian
syariah dan 23 (dua puluh tiga) asuransi kerugian unit syariah. Serta 3 (tiga)
reasuransi unit syariah.Sedangkan asuransi jiwa syariah sebanyak 20
(duapuluh) perusahaan.Terdiri dari 3 (tiga) perusahaan asuransi jiwa syariah
dan 17 (tujuh belas) asuransi jiwa unit syariah23
Pertumbuhan perusahaan asuransi yang pesat, tentu juga telah
menghasilkan beragam jenisproduk-produkasuransi yang ditawarkan
perusahaan asuransi kepada konsumen.Konsumen pada akhirnya dihadapakan
pada berbagai pilihan jenis produk-produk asuransi yang ditawarkan secara
variatif.Kondisi seperti ini,pada satu sisi menguntungkan konsumen, karena
kebutuhan terhadap barang/jasa yang diinginkan dapat terpenuhi dengan
beragam pilihan. Namun pada sisilain, fenomena tersebut menempatkan
kedudukan konsumen terhadap produsen menjadi tidak seimbang, di mana
konsumen menjadi posisi yang lemah. Karena konsumen menjadi objek
aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang besarnya melalui kiatpromosi
dan cara penjualan yang merugikan konsumen.
Ketidak berdayaan konsumen dalam menghadapi produsen jelas sangat
merugikan kepentingan rakyat.Pada umumnya produsen berlindung di balik
standard contract atau perjanjian baku yang telah ditandatangani oleh kedua
22
Abdul Wahab, Asuransi Dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Hadits, (Jakarta: PBB UIN,
2003) , cet. Ke-1, hal. 51. 23
Taufik Marjuniadi, Prinsip dan Operasional Asuransi Syariah UmumPT. Jaya Proteksi
Takaful, Jakarta 27 Oktober 2015.
3
belah pihak, yakni antara konsumen dan produsen, ataupun melalui informasi
semu yang diberikan oleh produsen kepada konsumen. Hal tersebut bukan
menjadi gejala regional saja, tetapi sudah menjadi persoalan global yang
melanda seluruh konsumen di dunia.24
Kontrak baku atau perjanjian baku dapat dikatakan sebagai perjanjian
yang tidak seimbang, yang selalu menempatkan pihak pelaku usaha dalam
posisi yang lebih kuat. Seharusnya suatu kontrak atau perjanjian harus
memenuhi syarat sahnya perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal
tertentu dan suatu sebab yang halal, sebagaimana ditentukan dalam Pasal
1320 Kitab Undang-Undang Perdata.Dengan dipenuhinya empat syaratsahnya
perjanjian tersebut, maka satuperjanjian menjadi sah dan mengikat secara
hukum bagi para pihak yang membuatnya.
Permasalahan hukum akan timbul jika sebelum perjanjian tersebut sah
dan mengikat para pihak, yaitu dalam proses perundingan atau preliminary
negotiation, salah satu pihak telah melakukan perbuatan hukum serperti
meminjam uang, membeli tanah, padahal belum tercapai kesepakatan final
antara mereka mengenai tercapai kesepakatan final antara mereka mengenai
kontrak bisnis yang dirundingkan, karena menurut teori klasik jika suatu
perjanjian belum memenuhi syarat hal tertentu, maka belum ada suatu
perjanjian sehingga belum lahir suatu perikatan yang mempunyai akibat
hukum bagi para pihak. Akibatnya, pihak yang dirugikan karena percaya pada
janji-janji pihak lawannya tidak terlindungi dan tidak dapat menuntut ganti
rugi.
24
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana, 2013), hal 1.
4
Berdasarkan asas kebebasan berkontrak tercantum dalam Pasal 1338
Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian yang dibuat
secara sah, mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang
membuatnya. Akan tetapi, pasal 1338 Ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata menyebutkan bahwa setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan
itikad baik. Menurut teori klasik hukum kontrak, asas itikad baik dapat
diterapakan dalam situasi dimana perjanjian sudah memenuhi syarat hal
tertentu.25
Kontrak baku atau perjanjian baku dibuat oleh pihak yang
kedudukannya lebih kuat, yang dalam kenyataan biasa dipegang oleh
pelaku usaha. Kontrak baku banyak digunakan dalam setiap perjanjian yang
bersifat sepihak. Isi kontrak baku sering kali merugikan pihak yang menerima
kontrak baku tersebut, yaitu pihak konsumen karena dibuat secara sepihak.
Bila konsumen menolak kontrak baku tersebut maka tidak akan mendapatkan
barang atau pun jasa yang dibutuhkan. Hal tersebut menyebabkan konsumen
lebih setuju terhadap isi kontrak baku walaupun memojokkan. Bagi para
pengusaha mungkin ini merupakan cara mencapai tujuan ekonomi yang
efisiensi praktis, dan cepat tidak bertele-tele. Tetapi bagi konsumen justru
merupakan pilihan yang tidak menguntungkan karena halnya dihadapkan
pada suatu pilihanya itu menerima walaupun dengan berat hati.26
25
Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori Dan Analisa Kasus, (Jakarta: kencana, 2004), hal. 1. 26
Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktik Perusahaan Perdagangan,
(Bandung: Citra AdityaBakti, 1992), hal. 6.
5
Ada beberapa pendapat mengenai kedudukan kontrak baku atau
perjanjian baku dalam hukum perjanjian, seperti dikemukakan oleh Sluijter
mengatakan bahwa perjanjian baku bukan merupakan perjanjian, sebab
kedudukan pengusaha dalam perjanjian itu adalah seperti pembentuk undang-
undang swasta (legio particuliere wetgever). Pitlo menggolongkan perjanjian
baku sebagai perjanjian paksa (dwang contract), yang merupakan secara
teoritis yuridis, perjanjian baku ini tidak memenuhi ketentuan udang-undang
dan oleh beberapa ahli hukum ditolak.
Stein mencoba memecahkan masalah ini dengan mengemukakan
pendapat bahwa perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian,
berdasarlan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan (fictie van wil en
evertrouwen). Asser Ruten mengatakan bahwa setiap orang yang
menandatangani perjanjian, bartanggung gugat pada isi dan apa yang
ditandatanganinya. Hondius dalam disertasinya mempertahankan bahwa
perjanjian baku mempunyai kekuatan mengikat berdasarkan kebiasaan27
yang
berlaku dalam transaksi bisnis.
Di Indonesia untuk melindungi kepentingan konsumen dari hal-hal
yang merugikan konsumen yang terdapat didalam kontrak atau polis yang
dikenal dengan kontrak baku, maka dibentuklah satu cabang baru ilmu
hukum, yaitu hukum perlindungan konsumen. Perlindungan hukum kepada
konsumen dengan cara membatasi sekaligus menyeimbangkan posisi tawar
para pihak,28
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
27
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), hal. 116. 28
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 81.
6
Indonesia, yaitu dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen, antara lain melarang adanya ketentuan baku/klausula baku yang
dapat merugikan konsumen.29
Selain peraturan perundangan-undangan Indonesia yang mengatur
tentang perlindungan konsumen. Dibentuk juga satu lembaga baru yaitu
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan
kegiatan di dalam sector jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur,
adil, transparan, akuntabel, mampu mewujudkan system keuangan yang
tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi
menyelenggarakan system pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan di sector jasa keuangan.30
Selanjutnya Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan peraturan dengan Nomor
1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan
dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07/2014
Tentang Perjanjian Baku. Dimana dalam penelitian ini penulis meneliti dari 5
perusahaan diantaranya, Asuransi Tripakarta, Asuransi Bumida Syariah,
Asuransi Takaful Syariah, Asuransi Mitra Syariah, Asuransi Tugu Syariah.
Perusahaan ini menjadi objek penelitian penulis karna perusahaan
tersebut masih terdapat beberapa polis yang masih jauh dari standarisasi polis
khususnya pada polis asuransi umum.
29Fathurrahman Djamil ,Penerapan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah, (Jakarta: SinarGrafika, 2012), hal. 19. 30
http://www.ojk.go.id/tugas-dan-fungsi di akses pada Kamis 9 Desember 2015
7
Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh
tentang klausula baku yang terdapat pada polis asuransi umum syariah yang
berjudul
“KONTRAK BAKU PADA POLIS ASURANSI SYARIAH
DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
(Studi Polis Asuransi Umum)”.
1.2 Perumusan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah
Melalui pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimana kedudukan Kontrak Baku oleh peraturan perundang-
undangan di Indonesia?
b. Bagaimana Implementasi kontrak baku oleh polis Asuransi
Syariah?
c. Apakah polis Asuransi Umum Syariah,sudah sesuai dengan
ketentuan Kontrak Baku oleh peraturan perundang-undangan dii
Indonesia?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditentukan, maka ada
beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini, yaitu sebagai
berikut:
1. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Mengetahui ketentuan kontrak baku yang terdapat dalam polis
asuransi umum syariah.
8
b. Mengetahui pandangan hukum perlindungan konsumen terhadap
penerapan kontrak baku dalam polis asuransi umum syariah.
c. Mengetahui standarisasi apa yang digunakan perusahaan asuransi
dalampembuatan kontrak baku.
d. Mengetahui kontrak baku yang dibuat oleh perusahaan asuransi
telah sesuai peraturan perundangan-undangan perlindungan
konsumen.
2. Manfaat penelitian
a. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan
yang luas dan mendalam mengenai kontrak baku yang sesuai pada
ketentuan hukum perlindungan konsumen.
b. Bagi perusahaan, membantu perusahaan dalam pembuatan kontrak
baku agar lebih jelas menjelaskan hal-hal yang dicamtumkan dalam
polis asuransi umum syariah.
c. Bagi akademisi, dapat menjadi sumber referensi bagi penelitian
sejenis dan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dari
penelitian yang sudah ada maupun yang akan dilakukan.
d. Bagi masyarakat, dapat memberikan pengetahuan yang lebih
mendalam tentang dunia lembaga keuangan asuransi syariah
terutama tentang kontrak baku.
1.4 Tinjauan Kajian Terdahulu
Dalam penelitian terdahulu digunakan untuk membantu mendapatkan
gambaran dalam menyusun penelitian ini. Adapun beberapa penelitian yang
9
menyinggung ataupun berhubungan dengan judul yang penulis angkat, yaitu
sebagai berikut:
1. Abdul Karim Munthe, “Kontrak Baku Pada Asuransi Syariah Dalam
Persfektif Hukum Perlindungan Konsumen”, (Skripsi Fakultas Syariah
dan Hukum-Ilmu Hukum, UIN Syarif Hidyatullah Jakarta, 2014).
Dalam skripsi ini membahas bagaimana pandangan hukum Islam dan
peraturan perundang-undangan terhadap kontrak baku asuransi syariah,
dan apakah kontrak baku yang dibuat oleh perusahaan asuransi syariah
di Indonesia telah sesuai dengan peraturan perlindungan konsumen.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan
spesifikasi penelitian yaitu deskriftif analitis. Teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari peraturan
perundang-undangan data sekunder berupa buku-buku, kitab-kitab, dan
karya tulis ilmiah. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara
kualitatif.
2. Ahmad Daenari Mahasiswa Syariah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Tahun 2010 skrisi S1 dengan judul Perlindungan
konsumen pada transaksi internet dalam perspektif hukum islam (studi
yuridis undang-udangan nomer 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen) Dalam skripsi ini membaas, bagaimana perlindungan
konsumen pada transaksi internetdengan perspektif hukum islam pada
pandangan islam dan sesuai dengan undang-undang perlindungan
konsumen . Penelitian ini menggunakan hukum normatif. Data
penelitian dikumpulkan dengan cara studi dokumen/pustaka, data yang
diperoleh dari studi pustaka dan studi dokumen, dianalisis dengan
10
metode kualitatif yaitu data yang terkumpul dituangkan dalam bentuk
uraian logis dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh
kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara
deduktif, yaitu dari hal bersifat umum menuju ke hal yang bersifat
khusus.
3. Mohamad Ihsan, “Efektifitas Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang
Polis Asuransi Syariah Ditinjau Dari Hukum Islam dan UU No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus AJB
Bumiputera 1912 Cabang Syariah)”, (Skripsi Fakultas Syariah dan
Hukum-Muamalat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008. Skripsi ini
menjelaskan hubungan antara akad asuransi syariah dan ketentuan pasal
18 UU N0. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dalam
perjanjian asuransi syariah dan apakah pembuatan polis asuransi syariah
telah sesuai dengan ketentuan mengenai klausula dalam pasal 18 UU
No. 18 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan hukum Islam.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif bearti bahwa
penelitian ini mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan masalah yang dibahas dengan pendekatan yang
bersifat komparatif dan kualitatif.
Pengertian ini berbeda dengan penelitian- penelitian sebelumnya. Waktu
penelitian yang berbeda dan objek penelitian yang berbeda. Dalam penelitian ini
objek yang diteliti yaitu tentang kontrak baku dalam polis asuransi umum syariah
dengan melihat kaidah yang sesuai pada peratuaran perundang-undangan hukum
perlinduangan konsumen.
11
1.5 Metode Penelitian
Penelitian yang dilalui menjadi penting karena akan menunjukkan alur
pikir yang benar dan dapat diterima.31
Berawal dari minat untuk mengetahui
fenomena tertentu dan selanjutnya berkembang menjadi gagasan, teori,
konseptualisasi, pemilihan metode penelitian yang sesuai dan seterusnya.32
Maka metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.5.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif
yang bearti bahwa penelitian ini mengacu pada peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dengan
pendekatan yang bersifat komparatif dan kualitatif. Metode penelitian
yurudis normatif bertujuan untuk menganalisa norma-norma yang
terdapat pada peraturan perundang-undangan di bidang asuransi.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif
dengan jenis metode deskriptif, yaitu bertujuan untuk menggali data dan
informasi baik tentang proses atau mekaniseme hubungan subyek
penelitian, penyajian informasi dasar, menciptakan katagori dan
31
Boy S. Sabarguna,Analisis Data Pada Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press), 2005), hal. 9. 32
Masri Singarimbundan Sofian Effendi, MetodePenlitianSurvai, (Jakarta: LP3ES, 1987),
cet. Ke-4, hal. 12.
12
pengklasifikasian baru, memahami, memecahkan dan mengantisipasi
masalah.33
1.5.2 Bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan pada penelitian ini adalah bahan
hukum primer, sekunder, maupun bahan non hukum.Bahan hukum
primer berupa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
ketentuan larangan pencantuman klausula baku, yaitu peraturan
undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK. 07/2013
Tentang Perlindungan Konsumen, dan Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 13/SEOJK. 07/2014 Tentang Perjanjian Baku.
Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini yaitu data yang
meliputi bahan yang mendukung bahan primer berupa buku-buku,
jurnal, hasil penelitian, karya ilmiah, dan sumber lain yang terkait
dengan penelitian ini.
Bahan non hukum dapat berupa buku-buku, jurnal, hasil
penelitian, dan karya ilmiah terkait asuransi syariah.
1.5.3 Metode Analisis Data
Teknik analisis data pada dasarnya merupakan penguraiandata
melalui tahapan, katagorisasi dan klasifikasi, perbandingan, dan
pencarian hubungan antar data yang secara spesifik tentang hubungan
antar peubah. Pada tahap pertama dilakukan seleksi data yang telah
33
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2014), cet. Ke-20, hal. 3.
13
dikumpulkan, kemudian diklasifikasikan menurut katagori tertentu,
setelah itu baru dilakukan analisa data.Dalam penelitian ini metode
yang digunakan yaitu teknikanalisis isi (content analysis) yaitu teknik
penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru
(replicable), dan shahih data dengan memerhatikan konteksnya.
Analisis isi (content analysis) berhubungan dengan komunikasi atau isi
komunikasi.34
Analisis isi (content analysis) didefinisikan sebagai cara mencari
makna materi tertulis atau visual dengan cara alokasi isi sistematis ke
katagori terperinci yang telah ditentukan sebelumnya dan kemudian
menghitung dan mengiterprestasikan hasilnya.35
Penelitian ini bersifat
pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau
tercetak dalam media massa. Metode yang meliputi semua analisis
mengenai teks, tapi disisi lain analisis isi juga digunakan untuk
mendeskripsikan pendekatan analisis yang khusus.
1.5.4 Pedoman Penulisan
Penulisan dan penyusunan skripsi ini berpedoman pada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012”.
34
BurhanBungin, PenelitianKualitatif: Komunikasi, Ekonomi, KebijakanPublik,
danIlmuSosialLainnya, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. Ke-4, hal. 155. 35
SamiajiSarosa, PenelitianKualitatif: Dasar-Dasar, (Jakarta: PT. Indeks. 2012), cet. Ke-
1, hal. 70.
14
1.6 Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan skripsi ini penulis membagi menjadi lima bab,
masing-masing bab terdiri dari sub bab yang tersusun secara sistematis
terhadap pokok permasalahan yang dibahas dengan sistematika penulisan
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis akan memaparkan latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis akan memaparkan penjelasan tentang
asuransi syariah, pengertian asuransi syariah, landasan hukum
asuransi syariah, prinsip-prinsip asuransi, akad-akad dalam
asuransi syariah, dan produk-produk Asuransi Umum syariah.
BAB III : ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM
KONTRAK BAKU ASURANSI SYARIAH
Pada bab ini penulis akan memaparkan penjelasan tentang
kontrak baku dan perlindungan konsumen, dibagian kontrak baku
penulis akan memaparkan pengertian kontrak baku, jenis-jenis
kontrak baku, bentuk klausula baku dalam perjanjian, dasar
hukum kontrak baku, prinsip-prinsip kontrak baku, klausula
eksonerasi dan force majeure. Dibagian kedua yaitu pengertian
15
perlindungan konsumen, tujuan perlindungan konsumen, dasar
hukum perlindungan konsumen, hak dan kewajiban konsumen.
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis menganalisis kontrak baku yang terdapat
dalam polis asuransi umum yang ditinjau dari peraturan hukum
perlindugan konsumen.
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini membahas tentang uraian kesimpulan yang
didapat dari hasil penelitian serta beberapa saran yang akan
ditujukan kepada para pihak terkait dan berkepentingan dengan
tema yang diteliti.
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Asuransi Syariah
2.1.1 Pengertian Asuransi Syariah
Asuransi syariah disebut juga dengan asuransi ta‟awun yang
artinya tolong menolong atau saling membantu atas dasar prinsip
syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjamin
kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta.36
Menurut Fathurrahman Djamil, asuransi adalah suatu perjanjian
dalam mana pihak yang menanggung berjanji terhadap pihak yang
ditanggung untuk menerima sejumlah premi mengganti kerugian yang
mungkin akan diderita oleh pihak yang ditanggung, sebagai akibat suatu
peristiwa yang belum terang akan terjadi.
Radiks Purba mendefinisikan asuransi sebagai suatu persetujuan,
di mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan
mendapat premi, untuk mengganti kerugian karena kehilangan,
kerugian, atau tidak diperolehnya keuntungan yang diharapkan, yang
dapat diderita karena peristiwa yang tidak diketahui lebih dahulu.37
Sedangkan menurut Muhammad Sayid Al-Dasuki mengartikan
asuransi sebagai transaksi yang mewajibkan kepada pihak tertanggung
untuk menunaikan kewajiban-kewajibannya berupa jumlah uang kepada
36
Abdullah Amrin, Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah, (Jakarta: PT. Alex Media
Komputindo, 2011), hal. 36. 37
AM. Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Prenada Media,
2004), hal. 61.
16
pihak penanggung, dan akan menggantikannya manakala terjadi
peristiwa kerugian yang menimpa si tertanggung.38
Dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK/010/2010 pada
bab I Ketentuan Umum Pasal 1 dikatakan bahwa asuransi berdasarkan
prinsip syariah adalah usaha saling menolong (ta‟awuni) dan
melindungi (takafuli) di antara para peserta melalui pembentukan
kumpulan dana (Dana Tabarru‟) yang dikelola sesuai dengan prinsip
syariah untuk menghadapi risiko tertentu.39
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI) dalam fatwa DSN-MUI.No. 21/DSN-
MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah40
, memberi
definisi tentang asuransi.Menurutnya, Asuransi Syariah (ta‟min, takaful,
tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di
antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalm bentuk aset dan
atau tabarru‟ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi
risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Di antara berbagai istilah asuransi dalam Islam, yang paling
sering digunakan adalah takaful.Takaful artinya menolong,
memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang, saling
menanggung satu sama lainnya, dan memberikan
bantuan/pertolongan jika yang bersangkutan atau pihak lain
tertimpa musibah.41
Dari definisi di atas tampak bahwa asuransi syariah bersifat saling
melindungi dan saling tolong-menolong yang disebut dengan
38
Muhammad Maksum, “Pertumbuhan Asuransi Syariah di Dunia dan Indonesia”
(Jurnal: Iqtishad, Ekonomi Islam, Febuari 2009), hal.73. 39
Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK.010/2010 Tentang Penerapan Prinsip Dasar
Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah. 40
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum
Asuransi Syariah. 41
Burhanuddin S, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2010), hal. 96.
17
“ta‟awun”.Yaitu, prinsip hidup saling melingungi dan saling
menolong atas dasar dasar ukhuwah islamiah antara sesama
anggota peserta Asuransi Syariah dalam menghadapi malapetaka
(risiko).42
Dalam pengelolaan dan penanggungan risiko, asuransi
syariah tidak memperbolehkan adanya gharar (ketidakpastian
atau spekulasi), riba (bunga), dan maisir (perjudian).43
Setiap peserta asuransi dikenakan premi, yaitu kewajiban peserta
asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan
asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.44
Premi pada
Asuransi Syariah adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh
peserta yang terdiri atas dana tabungan dan tabarru‟. Dana
tabungan adalah dana titipan dari peserta asuransi syariah (life
insurance) dan akan mendapat alokasi bagi hasil (al-mudharabah)
dari pendapatan investasi bersih yang diperoleh setiap tahun.
Dana tabungan beserta alokasi bagi hasil akan dikembalikan
kepada peserta apabila peserta yang bersangkutan mengajukan
klaim, baik berupa klaim nilai tunai maupun klaim manfaat
asuransi. Sedangkan, tabarru‟ adalah derma atau dana kebajikan
yang diberikan dan diikhlaskan oleh perserta asuransi jika
sewaktu-waktu akan dipergunakan untuk membayar klaim atau
manfaat asuransi (life maupun general insurance).45
2.1.2 Landasan Hukum Asuransi Syariah
Terdapat beberapa landasan hukum asuransi syariah di antaranya
adalah:
2.1.2.1 Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an memang tidak dijelaskan secara utuh
tentang praktik asuransi Islam da tidak ada satu pun ayat yang
menjelaskan tentang praktik ta‟min dan takaful.Akan tetapi,
42
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem
Operasional, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hal. 30. 43
Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press,
2005), hal. 2. 44
Burhanuddin S, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2010), hal. 99. 45
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem
Operasional, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hal. 30.
18
dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang memuat tentang nilai-nilai
asuransi Islam, antara lain:46
a. Perintah Allah mempersiapkan hari depan.47
QS. Al-Hasyr (59): 18
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa
yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
b. Perintah Allah untuk saling menolong dan berkerja sama.
QS. Al-Baqarah (2): 185
“...Allah mengehendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu ...”
c. Perintah Allah untuk saling melindungi dalam keadaan susah.
QS. Al-Baqarah (2): 126
“dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku,
Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa...”
46
Nurul Huda dan Mohammad Haykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjuan Teoritis dan
Praktis, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 161. 47
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), hal.
190.
19
d. Penghargaan Allah terhadap perbuatan mulia yang dilakukan
manusia.
QS. Al-Baqarah (2): 261
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-
orang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah
serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.Allah
melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia
kehendaki.Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi
Maha Mengetahui”.
2.1.2.2 Sunnah Nabi SAW
a. Hadis tentang anjuran menghilangkan kesulitan seseorang.
فس انبي ]ص[ قم : ي أبي سيسة ]زض[ ع ع يؤي ع
ي كسب كس اند ع يسس عه يعسس ب ا فس للا ي و انقيا يت ي
اآل خسة يا ف اد ]زا يسهى[ .يسس للا عهي
"Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a Nabi Muhammad
bersabda: “Barangsiapa yang menghilangkan kesulitan
duniawinya seorang mukmin, maka Allah SWT akan
menghilangkan kesulitannya pada hari kiamat.
Barangsiapa yang mempermudah kesulitan seseorang,
maka Allah akan mempermudah urusannya di dunia dan
di akhirat.”(HR. Muslim).
b. Hadis tentang menghindari risiko.
]ص[ ل للا يههك ]زض[ قال : قال زجم يا زس أس ب ع
كم. ]زا انتسير[ ت كم؟ قال : أعقها أت أعقها أ
20
"Diriwiayatkan dari Anas bin Malik r.a bertanya
seseorang kepada Rasulullah SAW tentang (untanya):
“Apa (unta) ini saya ikat saja atau langsung saya
bertawakal pada (Allah SWT)?” Bersabda Rasulullah
SAW: “Pertama ikatlah unta itu kemudian bertawakal
kepada Allah SWT”. (HR. At-Turmudzi).
Nabi Muhammad SAW memberi tuntunan pada manusia agar
selalu bersikap waspada terhadap kerugian atau musibah yang
akan terjadi, bukannya langsung menyerahkan segalanya
(tawakal) kepada Allah SWT. Hadis di atas mengandung nilai
implisit agar kita selalu menghindar dari risiko yang membawa
kerugian pada diri kita, baik itu berbentuk kerugian materi
ataupun kerugian yang berkaitan langsung dengan diri manusia
(jiwa).48
2.1.2.3 Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah
Perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi atau
usaha reasuransi dengan prinsip syariah wajib menerapkan prinsip
dasar sebagai berikut:
a. Berkerjasama untuk saling membantu49
Lembaga asuransi syariah hendaklah dijalankan dengan
mengedepankan prinsip kerjasama untuk saling membantu.
Tanpa adanya prinsip kerjasama, perusahaan asuransi tentu
akan mengalami kesulitan untuk memberikan pertolongan
secara maksimal kepada pihak yang yang tertimpa musibah.
48
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), hal. 193. 49
Burhanuddin S, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2010), hal. 118.
21
“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran.Dan bertakwalah kamu
kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksaannya”.(QS. Al-Maidah (5): 2).
b. Saling melindungi dari segala kesusahan.
Terjadinya kesusahan/penderitaan yang berlarut akibat
musibah, diperlukan adanya kesadaran masing-masing pihak
untuk saling melindungi. Bentuk perlindugan tersebut dapat
diberikan oleh perusahaan asuransi, baik ketika yang
bersangkutan dalam kondisi sehat maupun sebaliknya.
Jaminan mendapatkan perlindugan inilah yang merupakan
sebab kebutuhan masyarakat untuk menjadi peserta asuransi.
c. Saling tanggung jawab.
Berarti para peserta asuransi takaful memiliki rasa tanggung
jawab untuk membantu dan memberikan pertolongan kepada
peserta lain yang kebetulan sedang mengalami
musibah/kerugian.
ى ي ثمي تعا طف ى اد في ت ؤيي ثان عض م انجسد إذا اشتك ي
. ]زا يسهى ع انعا ب اع ن سائس انجسد باتد انح نسس
بشىس[“Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, salong
mengasihi dan mencintai tubh (yang satu); jikalau satu
22
bagian menderita sakit maka sebagian lain akan turut
menderita”. (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir).
Pada PMK No. 18/PMK/010/2010 dibagian BAB II Prinsip
Dasar dijelaskan perusahaan yang menyelenggarakan usaha
asuransi atau usaha reasuransi dengan prinsip syariah wajib
menerapkan prinsip dasar sebagai berikut:
a. Adanya kesepakatan tolong menolong (ta‟awun) dan saling
menanggung (takaful) di antara para peserta.
b. Adanya kontribusi peserta ke dalam danatabarru‟.
c. Perusahaan bertindak sebagai pengelola Dana tabarru‟.
d. Dipenuhinya prinsip keadilan („adl), dapat dipercaya
(amanah), keseimbangan (tawazun), kemaslahatan
(maslahah), dan keuniversalan (syumul).
e. Tidak mengandung hal-hal yang diharamkan, seperti
ketidakpastian/ketidakjelasan (gharar), perjudian (maysir),
bunga (riba), penganiyaan (zulm), suap (risywah), maksiat,
dan objek haram.50
2.1.2.4 Akad-Akad Dalam Asuransi Syariah
Bentuk akad dapat berupa surat permintaan (SP) asuransi
yang disampaikan oleh calon peserta dan surat penerimaan
peserta dalam bentuk lembaran polis yang dikeluarkan oleh
perusahaan yang berisi tentang perjanjian kedua belah pihak.51
50
Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK.010/2010 Tentang Penerapan Prinsip Dasar
Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah. 51
Abdullah Amrin, Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah, (Jakarta: PT. Elex Media
Kompetindo, 2011), hal. 103.
23
Dalam asuransi syariah biasanya akad yang melandasinya
berupa akad tijarah dan akad tabarru‟.52
Berikut akan dijelaskan
akad-akad yang terdapat dalam asuransi syariah tersebut.
1) Akad Tijarah
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No.
18/PMK.010/2010 pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 1
ayat 8 dijelaskan akad tijarah adalah akad antara peserta
secara kolektif atau secara individu dan perusahaan dengan
tujuan komersial.53
Dalam akad tijarah perusahaan bertindak sebagai
pengelola (mudharib) sedangkan para peserta (pemegang
polis) bertindak sebagai pemilik modal (shohibul mal).54
Akad tijarah dibagi lagi menjadi akad-akad sebagai
berikut:
a) Akad Wakalah bil Ujrah
Dalam PMK No. 18/PMK.010/2010 Pasal 1 ayat 9
dijelaskan bahwa:
Akad Wakalah bil Ujrah adalah akad Tijarah yang
memberikan kuasa kepada Perusahaan sebagai wakil
Peserta untuk mengelola Dana Tabarru‟ dan/atau Dana
52
Abdullah Amrin, Asuransi Syariah, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2006), hal. 34. 53
Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK.010/2010 Tentang Penerapan Prinsip Dasar
Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah. 54
M. Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, (Tangerang: Kholam
Publishing, 2006), hal. 48.
24
Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang
diberikan, dengan imbalan berupa ujrah (fee).
Akad Wakalah bil Ujrah wajib memuat sekurang-
kurangnya:
1) Objek yang dikuasakan pengelolanya.
2) Hak dan kewajiban Peserta secara kolektif dan/atau
Peserta secara individusebagai muwakil (pemberi
kuasa).
3) Hak dan kewajiban Perusahaan sebagai wakil
(penerima kuasa) termasuk kewajiban Perusahaan
untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi
dalam kegiatan pengelolaan risiko dan/atau kegiatan
pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh
kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau
wanprestasi yang dilakukan perusahaan.
4) Batasan kuasa atau wewenang yang diberikan
Peserta kepada Perusahaan.
5) Besaran, cara, dan waktu pemotongan ujrah (fee).
6) Ketentuan lain yang disepakati.
Dasar hukum akad wakalah bil ujrah di atur dalam
Fatwa Dewan Syariah Nasional pada Fatwa Nomor
52/DSN-MUI/III/2006 tentang akad Wakalah bil Ujrah
Pada Asuransi dan Reasuransi Syariah.
25
Mekanisme wakalah bil ujrah dengan unsur tabungan secara
sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:
Dalam skema tersebut, digambarkan bahwa peserta
membayar kontribusi kepada operator (perusahaan),
operator membagi dana tersebut kepada dua bagian yaitu
Tabarru‟ dan tabungan, kedua dana tersebut sama-sama
diinvestasikan, hasil invetasi dari dana tabarru‟
digunakan untuk santunan (klaim) bagi peserta asuransi
syariah yang mengalami musibah. Hasil dari investasi
tabungan menjadi profit peserta asuransi. Bila terjadi
surplus underwriitingdanatabarru‟, dana suplus dapat
dibagikan pada akhir tahun keuangan. Operator
(perusahaan) mendapatkan ujrah sebagai jasa dari setiap
transaksi.
b) Akad Mudharabah
Dalam PMK No. 18/PMK.010/2010 Pasal 1 ayat 10
dijelaskan bahwa:
1
Peserta
Kontribusi
i
Tabarru’
Investasi
Surplus Tabungan Investasi
Operator
Profil peserta x %
Profit
4
2 3a 3b Ujrah Wakalah Ujrah Wakalah
26
Akad Mudharabah adalah akad Tijarah yang
memberikan kuasa kepada Perusahaan sebagai mudharib
untuk mengelola investasi Dana Tabarru‟ dan/atau Dana
Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang
diberikan, dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah)
yang besarnya telah disepakati sebelumnya.
Akad Mudharabah wajib memuat sekurang-
kurangnya:
a. Hak dan kewajiban Peserta secara kolektif dan/atau
Peserta secara individu sebagai shahibul mal
(pemilik dana)
b. Hak dan kewajiban Perusahaan sebagai mudharib
(pengelola dana) termasuk kewajiban Perusahaan
untk menanggung seluruh kerugian yang terjadi
dalam kegiatan pengelolaan investasi yang
diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian
atau wanprestasi yang dilakukan Perusahaan.
c. Batasan wewenang yang diberikan Peserta kepada
Perusahaan.
d. Bagi hasil (nisbah), cara, dan waktu pembagian hasil
investasi.
e. Ketentuan lain yang disepakati.
27
Nisbah Operator x%
Dasar hukum akad mudharabah di atur dalam Fatwa
Dewan Syariah Nasional pada Fatwa Nomor 07/DSN-
MUI/IV/2006 tentang akad Mudharabah Pada Asuransi
dan Reasuransi Syariah.
Mekanisme Mudharabah dengan unsur tabungan
secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:
Dalam skema diatas digambarkan bahwa peserta
memberikan kontribusinya kepada operator (perusahaan)
untuk dikelola. Kedua dana tersebut sama-sama
diinvestasikan. Hasil investasi dari danatabarru‟
digunakan untuk santunan (klaim) bagi peserta asuransi
syariah yang mengalami musibah. Hasil dari investasi
tabungan menjadi profit peserta asuransi dan juga
operator. Bila terjadi surplus underwriting dana tabarru‟,
danasurplus dapat dibagikan pada akhir tahun keuangan.
Operator mendapatkan nisbah dari hasil pengelolaan
1
4b
3b
Nisbah Operator x%
4a
Profit
Peserta
Kontribusi
i
Tabarru’
Investasi
Surplus Tabungan Investasi
Operator
2 3a
Nisbah peserta x%
28
investasi baik pada investasi tabungan maupun investasi
tabarru‟.
c) Akad Mudharabah Musytarakah
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No.
18/PMK.010/2010 pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 1
ayat 11 dijelaskan akad Mudharabah Musytarakah
adalah akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada
Perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi
Dana Tabarru‟ dan/atau Dana Investasi Peserta, yang
digabungkan dengan kekayaan Perusahaan, sesuai kuasa
atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa
bagi hasil (nisbah) yang besarnya ditentukan berdasarkan
komposisi kekayaaan yang digabungkan dan telah
disepakati sebelumnya.
Akad Mudharabah Musytarakah wajib memuat
sekurang-kurangnya:
a. Hak dan kewajiban Peserta secara kolektif dan/atau
Peserta secara individu sebagai shahibul mal
(pemilik dana).
b. Hak dan kewajiban Perusahaan sebagai mudharib
(pengelola dana) termasuk kewajiban Perusahaan
untk menanggung seluruh kerugian yang terjadi
dalam kegiatan pengelolaan investasi yang
29
3b
diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian
atau wanprestasi yang dilakukan Perusahaan.
c. Batasan wewenang yang diberikan Peserta kepada
Perusahaan.
d. Bagi hasil (nisbah), cara, dan waktu pembagian hasil
investasi.
e. Ketentuan lain yang disepakati.
Dasar hukum akad mudharabah musytaralah di atur
dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional pada Fatwa
Nomor 51/DSN-MUI/III/2006 tentang akad Mudharabah
Musytarakah Pada Asuransi Syariah.
Mekanisme mudharabah musyarakah dengan unsur
tabungan secara sederhana dapat digambarkan sebagai
berikut:
Dalam skema ini digambaran peserta yang
memberikan kontribusinya kepada perusahaan.
5a 5b
Operator
Profil peserta x%
Peserta
Kontribusi
i
Tabarru’
Investasi
Surplus Tabungan Investasi
Profit
1
2 3a
Mudhrabah Musyarakah Manajemen
Investasi
4
Profil 1 x% Profil 2 x%
30
Kontribusi dibagi kepada dua bagian, dana tabungan dan
dana tabarru‟. Kedua dana tersebut sama-sama
diinvestasikan. Pada saat bersamaan, pada dana
tabungan, operator ikut menginvestasikan dananya untuk
mendapatkan profit pula pada pengelolaan ini. Hasil
investasi dari danatabarru‟ digunakan untuk santunan
(klaim) bagi peserta asuransi syariah yang mengalami
musibah. Hasil dari investasi tabungan menjadi profit
peserta asuransi dan juga operator. Operator
mendapatkan dua kali pembagian profit, pertama dari
hasil transaksi mudharabah (peserta memberikan
kontribusi untuk dikelola), yang kedua dari hasil
transaksi musytarakah (operator ikut memasukkan
dananya untuk diinvestasikan). Bila terjadi surplus
underwriting dana tabarru‟, danasurplus dapat dibagikan
pada akhir tahun keuangan.
2) Akad Tabarru’
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No.
18/PMK.010/2010 pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 1
ayat 7 dijelaskan akad tabarru‟ adalah akad hibah dalam
bentuk pemberian dana dari satu Peserta kepada Dana
Tabarru‟ untuk tujuan tolong menolong di antara para
31
Peserta, yang tidak bersifat dan bukan untuk tujuan
komersial.
Niat tabrru‟ “dana kebajikan” dalam akad asuransi
syariah adalah alternatif uang sah yang dibenarkan oleh
syara’ dalam melepaskan diri dari praktik gharar yang
diharamkan oleh Allah swt.
Dalam konteks akad dalam asuransi syariah, tabarru‟
bermaksud memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas
untuk tujuan saling membantu di antara sesama peserta
takaful (asuransi syariah) apabila ada di antaranya yang
mendapat musibah. Dana klaim yang diberikan diambil dari
rekening danatabarru‟ yang sudah diniatkan oleh semua
peserta ketika akan menjadi peserta asuransi syariah, untuk
kepentingan dana kebajikan atau dana tolong menolong.55
Dana Tabarru‟ hanya boleh digunakan untuk hal-hal
yang langsung berkaitan dengan nasabah, seperti klaim,
cadangan tabarru‟ dan reasuransi syariah.56
Dasar hukum akad tabarru‟ di atur dalam Fatwa Dewan
Syariah Nasional pada Fatwa Nomor 53/DSN-MUI/III/2006
tentang akad Tabarru’ Pada Asuransi dan Reasuransi Syariah.
Akad Tabarru‟ wajib memuat sekurang-kurangnya:
55
Muhammad Syukar Sula, Asuransi Syariah (life and general): Konsep dan Sistem
Operasional, (Jakarta: Gema Insanil Press, 2004), hal. 36. 56
Agus Edi Sumanto, dkk.,Solusi Berasuransi Lebih Indah Dengan Syariah, hal. 77.
32
a. Kesepakatan para Peserta untuk saling menolong
(ta‟awuni).
b. Hak dan kewajiban masing-masing Peserta secara
individu.
c. Hak dan kewajiban Peserta secara kolektif dalam
kelompok.
d. Cara dan waktu pembayaran kontribusi dan
santunan/klaim.
e. Ketentuan mengenai boleh atau tidaknya kontribusi
ditarik kembali oleh Peserta dalam hal terjadi pembatalan
oleh Peserta.
f. Ketentuan mengenai alternatif dan persentase pembagian
Surplus Underwriting.
g. Ketentuan lain yang disepakati.
2.2 Produk-Produk Asuransi Kerugian (general insurance)57
2.2.3 Produk-Produk Simple Risk
Produk-produk simple risk adalah jenis-jenis produk asuransi
umum atau kerugian yang berdasarkan syariah yang tingkat resiko dan
perhitungan secaraa teknis dalam produk-produknya relatif sederhana
(simple) dan resiko standar tanpa peluasan jaminan. Umumnya jumlah
penutupan masih dalam batas own retention (OR) perusahaan,
sehingga survei resiko tiak mutlak diperlukan antara lain.
57
Agus Edi Sumanto, dkk.,Solusi Berasuransi Lebih Indah Dengan Syariah, hal. 77
33
a. Takaful Kebakaran (fire insurance)
Memberikan perlindungan terhadap kerusakan sebagai
akibat terjadinya kebakaran yang disebabkan percikan api,
sambaran petir, ledakan dan jatuhan pesawat terbang berikut
risiko yang ditimbulkannya. Dan juga dapat diperlus dengan
tambahan jaminan polis yang lebih luas sesuai dengan
kebutuhan.
b. Takaful Kendaraan Bermotor (vahicle insurance)
Memberikan perlindungan terhadap kerusakan sebagai
akibat terjadinya kecelaka yang tidak diinginkan secara sebagian
(partial loss), tindak pencurian, tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga, huruhara, pemogokan umum, kerusuhan,
kecelakaan diri pengemudi dan kecelakaan diri penumpang.
c. Takaful Kecelakaan Diri ( personal accident)
Jaminan kecelakaa yang bisa berakibatkan : meninggal
dunia akibat kecelakaan, cacat seluruhnya akibat kecelakaan,
cacat sebagian dan penggantian biaya dokter, biaya pengobatan
rumah sakit akibat kecelakaan.
2.2.4 Produk-Produk Mega Risk
Produk-produk mega risk adalah produk kerugian yang bersifat
syariah dimana tingkat resikonya sangat tinggi, sehingga umumnya
melebihi kapasitas reasuransi perusahaan dan dalam perhitungan
struktur perhitungan teknisnya cukup rumit (complicated) antara lain:
34
a. Takaful kebakaran (industrial risk)
Menjamin objek-objek dengan resiko tinggi seperti:
pabrik, penggilangan, penggundangan dan juga memberikan
kebebasan peserta untukmenggunakan polis dengan sesuai
kebutuhan pinjaman seperti property and pecuniari
insurence(asuransi harta benda dan kepentinga keuangan)
b. Takaful Rekayasa ( engineering insurance)
Memberikan perlindungan terhadap kerugma atau
kerusakan akibat yang berkaitan dengan pekerjaan
pembangunan beserata alat-alat berat, pemasangan kontruksi
baja/mesindan akibat peroperasinya mesin produksi serta
tanggung jawab pihak ketiga.
c. Takaful Pengangkut (cargo insurence)
Memberikan perlindungan terhadap kerugma atau
kerusakan akibat alat pengangkutnya mengalami musibah atau
kecelakaan selama perjalanan melalui laut, udara ataupun darat.
d. Takaful Surety Bond (construction contract bond)
Memberikan perlindungan terhadap kerugma yang terjadi
pada pemilik proyek atau pemberian fasilitas terhadap
pelaksanaan kontrak atau penerima fasilitas dalam perjalanan
kontrak.
e. Takaful Rangka Kapal (marine hull insurance)
Memberikan perlindungan terhadap kerugma atau
kerusakan pada rangka kapal dan mesin kapal akibat kecelakaan
dan berbagai bahan bahaya lainnya yang dialami.
35
f. Takaful Energi (oil and gas insurence)
Memberikan perlindungan terhadap kerugma atau
kecelakaan dan berbagai bahaya lainnya yang dialami dalam
pekerjaan pengeboran minyak dan gas didarat maupun lepas
pantai.
g. Takaful Tanggung Gugat (liability insurance)
Memeberikan jaminan atas kerugian peserta dari
kemungkinan tuntutan ganti rugi pihak lain yang disebabkan
oleh keberadaan harta peserta atau aktifitas bisnis peserta atau
profesi peserta.
36
BAB III
ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KONTRAK
BAKU ASURANSI SYARIAH
3.1 Kontrak Baku
3.1.1 Pengertian Kontrak Baku
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak
atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau
pengungkapannya sulit dimengerti sebagai konsekuensinya setiap
klausula baku yang ditetapkan oleh pelaku usaha dalam dokumen atau
perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana di atas telah
dinyatakan batal demi hukum.93
Pasal 1 angka 10 UUPK menyatakan bahwa klausula baku adalah
setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan
dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat
dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Menurut Endang Purwaningsih ,
kontrak baku adalah suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah
satu pihak dalam bentuk formulir tertentu oleh satu pihak dalam kontrak
tersbut, bahkan seringkali kontrak tersebut sudah tercetak dalam bentuk
formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika
kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisi
93
Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hal. 79.
37
data-data informanitf tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan
dalam klausula-klausulanya, di mana pihak lain dalam kontrak tersebut
tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk
menegosiasi atau mengubah klausula-klausula yang dibuat oleh salah
satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat
sebelah.94
Kontrak baku merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan
telah dituangkan dalam bentuk formulir dan sebagian besar isinya sudah
ditetapkan oleh pihak perusahaan dan tidak dinegosiasikan lagi95
kepada konsumen.
Kontrak baku menurut Hondius adalah isi perjanjian itu tanpa
dibicarakan dengan pihak lainnya, sedangkan pihak lainnya hanya
diminta untuk menerima atau menolak isi perjanjian tersebut. Meriam
Darus Badrulzaman mengemukakan bahwa standar kontrak merupakan
perjanjian yang telah dibakukan.96
Menurut Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
13/SEOJK.07/2014 pada bagian I Ketentuan Umum dijelaskan
perjanjian baku adalah perjanjian tertulis yang ditetapkan secara
sepihak oleh PUJK dan memuat klausula baku tentang isi, bentuk,
maupun cara pembuatan, dan digunakan untuk menawarkan produk
dan/atau layanan kepada Konsumen secara massal.
94
Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hal. 79. 95
Mardani, Hukum Perikatan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hal.
79 96
Salim, Hukum Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), cet. Ke-4, hal. 107.
38
Dari uraian diatas, jelaslah bahwa hakikat dari perjanjian baku
adalah perjanjian yang telah distandarisasi isinya oleh pihak ekonomi
kuat sedangkan pihak lainnya (konsumen) hanya diminta untuk
menerima atau menolak isinya.
Apabila konsumen menerima isi perjanjian tersebut maka ia
menandatangani perjanjian tersebut, apabila ia menolak maka perjanjian
itu dianggap tidak ada.
3.1.2 Jenis-jenis Kontrak Baku
Meriam Darus Badrulzaman membagi jenis perjanjian baku
menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Perjanjian baku sepihak, yaitu perjanjian yang isinya ditentukan
oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak
kuat di sini ialah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai posisi
(ekonomi) kuat dibandingkan pihak debitur.
b. Perjanjian baku timbal balik, yaitu perjanjian baku yang isinya
ditentukan oleh kedua belah pihak, misalnya perjanjian baku yang
terdiri dari pihak majikan (kreditur) dan pihak buruh (debitur).
Keuda pihak lazimnya terikat dalam organinasi, misalnya
perjanjian buruh kolektif.
c. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh Pemerintah yaitu perjanjian
baku yang isinya ditentukan Pemerintah terhadap perbuatan-
perbuatan hukum tertentu, misalnya perjanjian yang mempunyai
objek hak-hak atas tanah.
39
d. Perjanjian baku yang ditentukan di likungan notaris atau advokat,
yaitu perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah
disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat
yang diminta bantuan notaris atau advokat yang bersangkutan.97
3.1.3 Bentuk Klausula Baku Dalam Perjanjian
Di dalam Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999, pelaku usaha dalam
menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen dan/atau perjanjian, antara lain:
a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.
b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali barang yang dibeli konsumen.
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali uang yang dibayarkan atas barang dan /atau jasa yang
dibeli konsumen.
d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku
usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
melakukan segela tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang
yang dibeli konsumen secara angsuran.
e. Mengatur perihal pembukian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen.
97
Salim, Hukum Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), cet. 4, hal. 109.
40
f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat
jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi
objek jual beli jasa.
g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturannya berupa
aturan baru, tambahan, lanjuran dan/atau pengubahan lanjutan
yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya.
h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku
usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak
jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran.98
Di dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
13/SEOJK.07/2014 dijelaskan klausula dalam perjanjian baku yang
dilarang adalah yang memuat:
a) Klausula eksonerasi/eksemsi yaitu yang sisinya menambah hak
dan/atau mengurangi kewajiban PUJK, atau mengurangi hak
dan/atau menambah kewajiban Konsumen.
b) Penyalahgunaan keadaan yaitu suatu kondisi dalam Perjanjian
Baku yang memiliki indikasi penyalahgunaan keadaan. Contoh
terhadap kondisi ini misalkan memanfaatkan kondisi Konsumen
yang mendesak karena kondisi tertentu atau dalam keadaan
darurat dan secara sengaja atau tidak sengaja PUJK tidak
98
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
41
menjelaskan manfaat, biaya dan risiko dari produk dan/atau
layanan yang ditawarkan.99
Di dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.07/2013 Pasal 22 dijelaskan perjanjian baku yang dilarang
adalah perjanjian yang memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab atau kewajiban Pelaku
Usaha Jasa Keuangan kepada Konsumen.
b. Menyatakan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan berhak menolak
pengembalian uang yang telah dibayar oleh Konsumen atas
produk dan/atau layanan yang dibeli.
c. Menyatakan pemberian kuasa dari Konsumen kepada Pelaku
Usaha Jasa Keuangan, baik secara langsung maupun tidak
langsung, untuk melakukan segala tindakan sepihak atas barang
yang digunakan oleh Konsumen, kecuali tindakan sepihak
tersebut dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
d. Mengatur tentang kewajiban pembuktikan oleh Konsumen, jika
Pelaku Usaha Jasa Keuangan yang menyatakan bahwa hilangnya
kegunaan produk dan/atau layanan yang dibeli oleh Konsumen
bukan merupakan tanggung jawab Pelaku Usaha Jasa Keuangan.
e. Membeli hak kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk
mengurangi kegunaan produk dan/atau layanan atau mengurangi
99
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07/2014 Tentang Perjanjian
Baku.
42
harta kekayaan Konsumen yang menjadi obyek perjanjian produk
dan layanan.
f. Menyatakan bahwa Konsumen tunduk pada peraturan baru,
tambahan, lanjutan dan/atau perubahan yang dibuat secara
sepihak oleh Pelaku Usaha Jasa Kuangan dalam masa Konsumen
memanfaatkan produk dan/atau layanan yang dibelinya.
g. Menyatakan bahwa Konsumen memberi kuasa kepada Pelaku
Usaha Jasa Keuangan untuk pembebanan hak tanggungan, hak
gadai, atau hak jaminan atas produk dan/atau layanan yang dibeli
oleh Konsumen secara angsuran.100
3.1.4 Dasar Hukum Kontrak Baku
Berikut dasar hukum kontrak baku di Indonesia:
a. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1998 tetang Perubahan Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
b. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
c. Surat Ederan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07/2014.
Tentang Perjanjian Baku
d. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013
tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
3.1.5 Prinsip-prinsip Kontrak Baku
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam kontrak baku yaitu:
100
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
43
a. Prinsip kesepakatan kehendak dari para pihak
Kesepakatan sebagai dasar sahnya perikatan tetap menjadi
penentu sah atau tidaknya kontrak tersebut. Sebagaimana
dijelaskan dalam pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan
perjanjian yang sah adanya kesepakatan dari kedua belah pihak.
Walaupun kontrak baku dibuat oleh salah satu pihak saja,
unsur kesepakatan harus dapat dipenuhi dalam kontrak baku
tersebut. Kesepakatan itu dapat ditandai dengan ditanda
tanganinya kontrak tersebut atau dengan cara serah terima barang
yang ditransaksikan.
b. Prinsip asumsi risiko dari para pihak
Dalam suatu kontrak, setiap pihak tidak dilarang untuk
melakukan asumsi risiko.Artinya bahwa jika ada risiko tertentu
yang mungkin terbit dari suatu kontrak, tetapi salah satu pihak
bersedia menanggung risiko tersebut sebagai hasil dari tawar
menawarnya, maka jika memang kemudian risiko tersebut benar-
benar terjadi, pihak yang mengasumsi risiko tersebutlah yang
harus menanggung risikonya. Dalam hubungan dengan kontrak
baku, maka dengan menandatangani kontrak yang bersangkutan,
bearti segala risiko apapun bentuknya akan ditanggung oleh pihak
yang menandatangannya sesuai isi dari kontrak tersebut.101
101
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2003), hal. 84.
44
c. Prinsip kewajiban membaca (duty to read)
Dalam ilmu hukum kontrak diajarkan bahwa ada kewajiban
membaca (duty to read) bagi setiap pihak yang akan
menandatangani kontrak. Dengan demikian, jika dia telah
menandatangani kontrak yang bersangkutan, hukum
mengasumsikan bahwa dia telah membacanya dan menyetujui apa
yang telah dibacanya.
d. Prinsip kontrak mengikuti kebiasaan
Kontrak sebagai role yang mengatur apa yang harus
dilakukan dan tidak boleh dilakukan para pihak bukan bearti apa
yang tidak dicantumkan dalam kontrak boleh dilakukan atau tidak
boleh dilakukan. Ada prinsip kebiasaan juga yang mengikat para
pihak dalam perjanjian.
Pasal 1339 mengatakan bahwa:
Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang
tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala
sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh
kepatutan, kebiasaan undang-undang. Ketentuan pasal ini
ditujukan untuk memenuhi rasa keadilan disamping
kepastian hukum.102
3.1.6 Pencantuman Klausul Eksonerasi
3.1.6.1 Klausul Eksonerasi
Dalam kontrak baku yang merupakan sumber malapetaka
dalam kontrak tersebut adalah terdapatnya beberapa klausula
102
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2003), hal. 85.
45
yang sangat memberatkan salah satu pihak. Salah satu klausula
berat sebelah tersebut adalah klausula eksonerasi.
Klausula eksonerasi adalah klausula yang dicantumkan
dalam suatu perjanjian, di mana satu pihak menghindarkan diri
untuk memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya
atau terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan
melawan hukum.103
Rijken mengatakan bahwa klausul eksonerasi adalah
klausul yang dicantumkan di dalam suatu perjanjian dengan
mana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi
kewajibannya dengan membayar ganti rugi seluruhnya atau
terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan
melawan hukum.104
Menurut Meriam Darus Badrulzaman, perjanjian baku
dengan klausula eksonerasi yang meniadakan atau membatasi
kewajiban salah satu pihak (kreditur) untuk membayar ganti
kerugian kepada debitur, memiliki ciri sebagai berikut:
a. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditur yang
posisinya relatif kuat daripada debitur.
b. Debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian
itu.
103 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), cet.
67. 104
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: P.T. Alumni, 2005),
cet. Ke 2, hal. 47
46
c. Terdorong oleh kebutuhannya, debitur terpaksa
menerima perjanjian tersebut.
d. Bentuknya tertulis.
e. Dipersipakan terlebih dahulu secara massal atau
individual.105
Dari pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa perjanjian baku dengan klausula eksonerasi pada
prinsipnya hanya menguntungkan pelaku usaha dan merugikan
konsumen, karena klausulanya tidak seimbang dan tidak
mencerminkan keadilan.
3.1.6.2 ForceMajeure
Keadaan memaksa (force majeure/overmacht) merupakan
suatu ketentuan yang tidak begitu banyak ditemukan dalam
peraturan perundang-undangan.Jika ditemukan atau diatur,
seringkali hanya menjadi bagian kecil dari keseluruhan
peraturan tersebut, misalnya ditempatkan pada bagian ayat atau
sub-ayat dari suatu pasal.Dalam KUH Perdata hanya dua pasal
yang mengatur tentang force majeure, yaitu Pasal 1244 dan
1245 KUH Perdata. Berdasarkan kedua pasal tersebut dapat
disimpulkan bahwa forece majeure adalah suatu keadaan
dimana tidak terlaksananya apa yang diperjanjikan karena hal-
105
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 115.
47
hal yang sama sekali tidak dapat diduga, dan debitur tidak dapat
berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul di
luar dugaan tersebut.106
Menurut Soebekti untuk dapat dikatakan suatu “keadaan
memaksa” (force majeure/overmacht) bila keadaan itu: (1)
diluar kekuasaannya; (2) memaksa; (3) tidak dapat diketahui
sebelumnya.107
Klausula-klausula force majeure dalam KUH Perdata
terdiri dari sebagai berikut:
a. Force majeure karena sebab-sebab yang tidak terduga.
Dalam hal ini, jika terjadi hal-hal yang tidak terduga
sebelumnya oleh para pihak yang menyebabkan terjadinya
kegagalan melaksanakan kontrak, maka hal tersebut tidak
tergolong kepada wanprestasi, akan tetapi termasuk ke
dalam katagori force majeure. Terhadap kejadian seperti ini
debitur tidak dimintai pertanggung jawaban. Beban
pembuktian terhadap terjadinya sebab-sebab tak terduga ini
ada pada debitur. Jika debitur dapat dibuktikan dalam
keadaan beritikad buruk, maka meskipun dalam keadaan
106
Rahmat S.S. Soemadipradja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa, (Jakarta:
Nasional Legal Reform Program, 2010), hal. 72. 107
Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, (Jakarta: Prenada Media
Group, 2005), cet. Ke-6, hal. 52.
48
force majeure, si debitur tetap harus bertanggung jawab
atas kegagalannya memenuhi prestasi.
b. Force majeure karena keadaan memaksa.
Sebab lain mengapa seorang kreditur dianggap dalam
keadaan force majeureadalah jika tidak terpenuhinya
kontrak karena terjadinya keadaan memaksa yang tidak
dapat dihindari oleh debitur, misalnya bencana alam,
perang, kerusuhan, dan lain-lain yang menyebabkan debitur
menjadi terhalang prestasi.
c. Force majeure karena perbuatan tersebut dilarang.
Apabila ternyata prestasi yang harus dilakukan oleh
debitur di kemudian hari ternyata diketahui sebagai suatu
perbuatan yang dilarang oleh undang-undang.Hal mungkin
terjadi karena perubahan kebijakan pemerintah atau
perubahan ketentuan perundang-undangan.Akibat hukum
force majeure adalah bahwa terhadap debitur tidak dapat
dimintakan pertanggungjawabannya untuk membayar
penggantian biaya, ganti rugi, atau bunga akibat tidak
terpenuhinya prestasi debitur karena terjadinya keadaan
force majeure.108
108
Sophar Maru Hutagalung, Kontrak Bisnis Di ASEAN Pengaruh Sistem Hukum
Common Law dan Civil Law, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hal. 68.
49
3.2 Perlindungan Konsumen
3.2.1 Pengertian Perlindungan Konsumen
Ada dua istilah yang berbeda, yaitu hukum konsumen dan hukum
perlindungan konsumen.Istilah hukum konsumen dan hukum
pelindungan konsumen sudah sering terdengar. Karena posisi konsumen
yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat,
sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan
(pengayoman) kepada masyarakat.Jadi sebenarnya hukum konsumen
dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang
sulit dipisahakan dan ditarik batasnya.109
Az. Nasution berpendapat bahwa hukum konsumen yang memuat
asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung
asas sifat melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum
perlindungan konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas dan kaidah
hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak
satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen.110
Berdasarkan UURI Nomor 8 Tahun 1999 pada bab I Pasal 1
dikatakan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen.111
109
Ah. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, (Tangerang Selatan: UIN Jakarta Press, 2013), hal. 1. 110
Ah. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, (Tangerang Selatan: UIN Jakarta Press, 2013), hal. 2. 111
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
50
Berdasarkan OJK Nomor 1/POJK.07/2013 pada bab I Pasal 1
dikatakan bahwa perlindungan konsumen adalah perlindungan terhadap
konsumen dengan cakupan pelaku usaha jasa keuangan.112
Berdasarkan pengertian di atas, maka perlindungan konsumen
adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan
melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan
penggunaan produk konsumen antara penyedia dan penggunaannya,
dalam kehidupan masyarakat.
3.2.2 Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 Pasal 2 dikatakan
perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan,
keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepatian hukum.113
a. Asas Manfaat
Asas manfaat dimaksudkan dalam menyelenggarakan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan.114
b. Asas Keadilan
Asas keadilan maksdunya agar partisipasi seluruh rakyat
dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan
112
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan. 113
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. 114
Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hal. 73.
51
kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya
dan kewajiban secara adil.
c. Asas Keseimbangan
Asas keseimbangan maksudnya perlindungan konsumen
memberikan keseimbangan antara konsumen, pelaku usaha dan
pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Asas keamanan dan keselamatan konsumen yaitu untuk
memberikan jaminan keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan dan pemakaian, serta pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
e. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum maksudnya agar pelaku usaha dan
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum.115
Perlindungan konsumen bertujuan:
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri.
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau
jasa.
115
Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta:
Rajawali, 2014), hal.192.
52
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntuk hak-hak sebagai konsumen.
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi.
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggungjawab dalam berusaha.
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.116
3.2.3 Dasar Hukum Perlindungan Konsumen
Berikut dasar hukum perlindungan kosumen di Indonesia:117
a. Pasal 27 (2) UUD 1945 “Tiap warganegara berhak atas
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
b. TAP MPR 1978 terdapat istilah “menjamin kepentingan
konsumen”, TAP MPR 1993 menggunakan istilah “melindungi
kepentingan konsumen”.
c. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat dalam pasal
1365 sampai pasal 1380. Pertama, tanggung jawab tidak hanya
karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan diri sendiri
116
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. 117
Ah. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, (Tangerang Selatan: UIN Jakarta Press, 2013), hal. 4.
53
tetapi juga berkenaan dengan perbuatan hukum orang lain dan
barang-barang dibawah pengawasannya. Kedua, perbuatan
melawan hukum terhadap tubuh dan jiwa manusia.
d. Ketenuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang
Metrologi Legal, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers, Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Undang-Undang Nomor 16
Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 42 tentang Perlindungan
Konsumen.118
3.2.4 Hak dan Kewajiban Konsumen
Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 Pasal 4 dan 5, hak dan
kewajiban konsumen, antara lain dijelaskan sebagai berikut.
Hak konsumen adalah:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
118
Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum Positif
dan Hukum Islam, (Tangerang Selatan: UIN Jakarta Press, 2013), hal. 5.
54
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan
nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
perundangan lainnya.119
Kewajiban konsumen adalah:
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan.
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa.
119
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
55
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.120
120
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
56
BAB IV
ISI POLIS ASURANSI UMUM SYARIAH
4.5 Deskripsi Polis Asuransi Kerugian
4.5.1 Polis Asuransi Tri Pakarta Unit Syariah
Isi polis Asuransi Syariah Kendaraan Bermotor Indonesia pada
PT. Tri Pakarta Unit syriah, adalah sebagai berikut:
a. Bagian Pendahuluan
Pada bagian awal polis asuransi, dibagi menjadi sub bagian
yang terdiri dari:
1) Bagian pertama terdiri dari logo perusahaan, nomor polis,
nama peserta asuransi, tanggal dikeluarkan polis asuransi.
2) Bagian kedua yaitu ikhtisar pertanggungan, yang berisikan
penjelasan mengenai nomor polis, nama peserta, tanggal
lahir peserta, alamat peserta, jangka waktu pertanggungan,
merek, model, sub model, jenis, no. Polis, no. Mesin, no.
Rangka, jumlah tempat duduk, kegunaan, tahun produksi,
daya angkut, lokasi warna harhga pertangungan dan
jaminan.
3) Bagian ketiga yaitu klausula, kondisi, resiko sendiri, suku
kontribusi, kontribusi dan keterangan
4) Bagian keempat yaitu menjelaskan prosuder klaim asuransi
kendaraan bermotor
57
b. Bagian Isi
Adapun hal-hal yang tercantum pada bagian polis, yaitu:
1) Judul polis asuransi.
Pada bagian isi dijelaskan syarat-syarat umum polis
Asuransi Syariah Kendaraan Bermotor Indonesia
Dalam syarat-syarat umum polis polis Asuransi Syariah
Kendaraan Bermotor Indonesia berisikan klausula-klausula
sebagai berikut:
a) Klausul Pembatalan
Jika terjadi pembatalan atas polis yang disebebkan
Tertanggung tidak memenuhi syarat premi maka
pertanggungan wajib memebayar premi untuk periode
mulai tanggal berlakunya hingga tanggal pembatalan,
ditambah biaya materai, biaya polis seperti tertera
dalam polis dan biaya administrasi
b) Klausula Perlengkapan Non Standar
Dengan ini dicatat dan disetujui, bahwa kerugian atau
kerusakan yang terjadi sebagai akibat dari suatu
kecelakaan terhadap alat-alat perlengkapan tambahan
(Non Standar) dari kendaraan bermotor ini
dikecualiankan dari pertanggungan
c) Klausula Perimbangan Harga
Apabila terjadi kerugian yang layak diganti berdasarkan
syarat-syarqat polis ini maka pembayaran ganti rugi
58
akan dilakukan menurut perbandingan antara harga
yang dipertanggungkan dan harga pasar dari objek yang
dipertanggungkan sesaat sebelum peristiwa kerugian
terjadi.
d) Klasula Resiko Sendiri
Dengan ini dicatat dan disetujui, bahwa apabila terjadi
kerugiaan total yang disababkan oleh pencurian
terhadap kendaran bermotor dipertanggungkan,
tertanggung wajib menanggung sendiri kerugian
sebesar........... dari jumlah harga pertanggungan
kendaraan bermotor.
e) Syarat-syarat Asuransi Syariah Kendaraan Bermotor
Indonesia pada PT. Tri Pakarta Unit syriah sebagai
berikut:
1) Bab I Definisi
Pengertian tentang asauransi syariah dan kentuan
polis asuransi
2) Bab II Akad
Bab II pada polis ini Klasula Wakalah Bil Ujrah
3) Bab III Jaminan
Pada bab III terdiri dari Pasal 1 Jaminan Terhadap
Kendaraan Bermotor dan Pasal 2 Jaminan
Tanggung Jawab Hukum Terhadap Pihak Ketiga.
59
4) Bab IV Pengecualian
Pada bab IV terdiri dari pasal 3 Pengecualian, pasal
4 Klasula Okupasi dan/atau Objek Yang Haram
5) Bab V Syarat Umum
Pada Bab V terdiri dari Pasal 5 wilayah, pasal 6
Kewajiban Untuk Mengungkaokan Fakta, pasal 7
Pembayaran Kontribusi, Pasal 8 Perubahan Resiko,
Pasal 9 pemeriksaan, Pasal 10 Pengalihan
Kepemilikan, Pasal 11 Kewajiban Peserta Dalam
Hal Terjadi Kerugian Dan Atau Kerusakan, pasal
12 Sisa Barang, Pasal 13 Laporan Tidak Benar,
Pasal 14 Dokumen Pendukung Klaim, Pasal 15
Penentuan Nilai Ganti Rugi, Pasal 16 Cara
Penyelesaian Dan Penetapan Ganti Rugi, Pasal 17
Pertanggungan Dibawah Harga, Pasal 18 Biaya
Yang Diganti, Pasal 19 Pertanggungan Lain, Pasal
20 Ganti Rugi Pertanggungan Rangkap, Pasal 21
Resiko Sendiri, Pasal 22 Subrigasi, Pasal 23
Pembayaran Gati Rugi, Pasal 24 Pemulihan Harga
Pertanggungan, Pasal 25 Hilangnya Hak Ganti
Rugi, Pasal 26 Mata Uang, Pasal 27 Penghentian
Pertanggungan, Pasal 28 Pengembalian Kontribusi,
Pasal 29 Perselisihan, Pasal 30 Penutup.
60
4.5.2 Polis Asuransi PT. Asuransi Bumiputra Muda 1967
4.5.2.1 Polis Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia
Isi polis Asuransi Syariah ikhtisar Pertanggungan Polis
Standar Asuransi kendaraan Bermotor Indonesia pada PT
Bumida syariah
a. Bagian Pendahuluan
Pada bagian awal polis asuransi, dibagi menjadi sub
bagian yang terdiri dari:
1) Bagian pertama terdiri dari logo perusahaan, nomor
polis, nama peserta, alamat peserta, keterangan tertulis
kendaraan bermotor yang dipertanggungkan, jangka
waktu pertanggugan, resiko, bentuk pertanggugan,
harga pertanggungan, jaminan tambahan,
perlengkapan tambahan, klausla / syarat pertambahan,
perhitungan premi dan tanda tangan direktur
2) Pada bagia kedua terdiri dari Lampiran / Syarat
Tambahan
a) Klausula Depresiasi Suku Cadang
b) Klasula Deduclible Karena Pencurian
c) Klasula Ganti Rugi Kerugian Total
d) Klausla Kendaraan Completely Bult-Up (CBU)
e) Klasula Penunjukan Bengkel Rekanan
f) Klasula Pembatalan Pertanggungan
61
g) Klasula Peralatan Non Standar
h) polis
b. Bagian Isi.
Adapun hal-hal yang tercantum dalam polis yaitu:
1) Judul polis asuransi.
Pada bagian isi dijelaskan Syarat-syarat dan kentetuan
dalam Polis Asuransi Kendaraaan Bermotor Roda
Empat, PT Asuransi Umum Bumida Syariah
2) Syarat-syarat Asuransi Kendaraaan Bermotor Roda
Empat, PT Asuransi Umum Bumida Syariah sebagai
berikut:
a) Bab I Definisi
Pengertian tentang asauransi syariah dan kentuan
polis asuransi
b) Bab II Akad
Bab II pada polis ini terdiri dari, Pasal 1 Akad dan
Pasal 2 Qardh,
c) Bab III Jaminan
Pada bab III terdiri dari Pasal 3 Jaminan Terhadap
Kendaraan Bermotor dan Pasal 4 Jaminan
Tanggung Jawab Hukum Terhadap Pihak Ketiga.
d) Bab IV Pengecualian
Pada bab IV terdiri dari pasal 5 Pengecualian
62
e) Bab V Syarat Umum
Pada Bab V terdiri dari Pasal 6 wilayah, pasal 7
Kewajiban Untuk Mengungkaokan Fakta, pasal 8
Pembayaran Kontribusi, Pasal 9 Perubahan
Resiko, Pasal 10 pemeriksaan, Pasal 11
Pengalihan Kepemilikan, Pasal 12 Kewajiban
Peserta Dalam Hal Terjadi Kerugian Dan Atau
Kerusakan, Pasal 13 Sisa Barang, Pasal 14
Laporan Tidak Benar, Pasal 15 Dokumen
Pendukung Klaim, Pasal 16 Penentuan Nilai Ganti
Rugi, Pasal 17 Cara Penyelesaian Dan Penetapan
Ganti Rugi, Pasal 18 Pertanggungan Dibawah
Harga, Pasal 19 Biaya Yang Diganti, Pasal 20
Pertanggungan Lain, Pasal 21 Ganti Rugi
Pertanggungan Rangkap, Pasal 22 Resiko Sendiri,
Pasal 23 Subrigasi, Pasal 24 Pembayaran Gati
Rugi, Pasal 25 Pemulihan Harga Pertanggungan,
Pasal 26 Hilangnya Hak Ganti Rugi, Pasal 27
Mata Uang, Pasal 28 Penghentian Pertanggungan,
Pasal 29 Pengembalian Kontribusi, Pasal 30
Perselisihan, Pasal 31 Penutup.
63
4.5.3 Polis PT. Tugu Pratama Indonesia
4.5.3.1 Polis Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia
Isi polis Polis Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia
Pada PT Tugu Pratama Indonesia sebagai berikut:
a. Bagian Pendahuluan
1) Bagian pertama terdiri dari logo perusahaan, nomor
polis, nama peserta, alamat peserta, keterangan tertulis
kendaraan bermotor yang dipertanggungkan, jangka
waktu pertanggugan, resiko, bentuk pertanggugan,
harga pertanggungan, jaminan tambahan,
perlengkapan tambahan, klausla / syarat pertambahan,
perhitungan premi dan tanda tangan direktur
2) Bagian kedua dilampirkan Pada dan Merupakan
Bagian Yang Tidak Terpisahkan Dari Sertifikat
TA’MIN Kenaraan Bermotor Indonesia yaitu
a) Klausul Huru-Hara, Terorisme dan Sabotase
1. Resiko yang dijamin
2. Resiko Yang Dikecualikan
3. Potongan Klaim Atau resiko Sendiri
4. Pembatalan
b) Klausul Angin Topan, Badai, Hujan Es, Banjir dan
atau Tanah Longsor yaitu
64
Dengan ini dicatat dan disepakati dengan
pembayaran tambahan premi, pertanggungan ini
diperluas dengan jamiana terhadap kerugian dana
atau kerusakan pada kendaraaan bermotor yang
dipertanggukan, yang disebabkan secara langsung
oleh angin to[an, badai,hujan es, banjir, genangan
air dan tanah longsor.
c) Klausul Kerugian Total Akibat Pencurian
Dengan ini dicatat dan disetujui antara operator
dan peserta, bilamana kendaraan yang
dipertanggukan dalam polis ini mengalami
Kerugian Total Akibat Pencurian sebagimana
disebutkan dalam Bab III Pasal 10 polis ini, maka
diberlakukan Resiko Sendiri sebesar 10% dari
Harga Pertanggungan Kendaraaan yang mengalami
kerugian tersebut.
d) Klausul Jaminan Kerugian Total dan Tanggung
Jawab Hukum Terhadap Pihak Ketiga ( Jaminan C)
Dengan ini dicatat dan disepakati, bahwa
pertanggungan ini hanya menjamin kerugian total
atas kendaraan bermotor yang dipertanggukan
sebagaimana diatur Bab IV Pasal 14 ayat 2 dan
tanggung jawab hukum Tertanggung terhadap
65
pihak Ketiga, yang secera langsung disebabkan
oleh kendaraaan bermotor yang dipertanggukan
sebagaimana diatur dalam bab 1 pasal 2 polis ini.
e) Klausul Akad
b. Bagian Isi
Adapun hal-hal yang tercantum pada bagian polis,
yaitu:
a) Judul Polis Asuransi.
Pada bagian isi dijelaskan Ketentuan Umum Polis
Standar Asuransi kendaraaan Bermotor Indonesia.
b) Syarat-syarat Polis Asuransi Kendaraan Bermotor
Indonesia Pada PT Tugu Pratama Indonesia sebagai
berikut:
1. Bab I Jaminan
Pasal 1 Jaminan Terhadap Kendaran Bermotor
dan Pasal 2 Jaminan Tanggung Jawab Hukum
terhadap Pihak Ketiga
2. Bab II Pengecualian
Bab II pada polis ini terdiri dari pasal 3
Pengecualian
3. Bab III devinisi
Bab III pada polis ini pasal 4 peraturan dan
syarat-syarat polis
66
4. Bab IV Syarat Umum
Bab IV pada polis ini pasal 5 wilayah, pasal 6
Kewajiban Untuk Mengunkap Fakta, Pasal 7
Pembayaran Premi, Pasal 8 Perubahan Resiko,
Pasal 9 Pemeriksa, Pasal 10 Pengalihan
Kepemilikan, Pasal 11 Kewajiban Terta ggung
Dalam Hal Terjadi Kerugian Dan Atau kerusakan,
Pasal 12 Sisa Barang, Pasal 13 Laporan Tidak
Benar, Pasal 14 Dokumen Pendukng Klaim, Pasal
15 Penentuan Nilai Ganti Rugi, Pasal 16 Cara
Penyelesaian dan Penetapan Ganti Rugi, Pasal 17
Pertanggungan Dibawah Harga, Pasal 18 Biaya
Ganti Rugi, Pasal 19 Pertanggungan Lain, Pasal
20 Ganti Rugi Pertanggungan Rangkap, Pasal 21
Resiko Sendiri, Pasal 22 Subrigasi, Pasal 23
Pembayaran Gati Rugi, Pasal 24 Pemulihan Harga
Pertanggungan, Pasal 25 Hilangnya Hak Ganti
Rugi, Pasal 26 Mata Uang, Pasal 27 Penghentian
Pertanggungan, Pasal 28 Pengembalian
Kontribusi, Pasal 29 Perselisihan, Pasal 30
Penutup.
67
4.5.4 Polis PT. Asuransi Takaful General
4.5.4.1 Polis Asuransi Takaful Kebakaran
Isi polis Polis Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia
Pada PT Asuransi Takaful general sebagai berikut:
a) Bagian Isi
1. Adapun hal-hal yang tercantum pada bagian polis, yaitu:
a) Judul Polis Asuransi.
Pada bagian isi dijelaskan Ketentuan Umum Polis
Takaful Kebakaran
b) Syarat-syarat ketentuan Polis Asuransi Takaful
Kebakaran, sebagai berikut:
1) Bab I Definisi
Bab I, Pasal 1 membahas pengertian tentang
asuransi syariah , kentuan polis asuransidan
peraturan polis asauransi
2) Bab II Akad
Bab II pada polis ini Pasal 2 Ketentuan Akad
Wakalah Bil Ujrah.
1. Ketentuan Akad Wakalah bil Ujroh dalam
Pengelolaan Risiko
2. Ketentuan Akad Wakalah Bil Ujrah dalam
Pegelolaan Investasi Dana Tabbaru
68
3. Ketentuan Perhitungan dan Pembagian
Surplus Underwriting
Pasal 3 Ketentuan Objek Perlindungan
Dengan Prisip Syariah Islam
3) Bab III Resiko Yang Dilindungi
Pada Bab III, Pasal 4 Resiko Yang Dilindungi
1. Kebakaran
2. Petir
3. Ledakan
4. Kejatuhan Pesawat Terbang
5. Asap
4) Bab IV Pengecualian
Pada bab IV, Pasal 5 Pengecualian
1. Resiko Yang Dikecualikan
2. Harta Benda Dan Kepentingan Yang
Dikecualikan
5) Bab V Syarat Umum
Pada Bab V terdiri dari, pasal 6 Kewajiban
Untuk Mengungkapkan Fakta, pasal 7
Pembayaran Kontribusi, Pasal 8 Perubahan
Resiko, Pasal 9 Pindah Temoat Dan Oindah
Tangan, Pasal 10 Kewajiban Pesertaa Dalam Hal
Terjadi Kerugian Dan Atau Kerusakan, pasal 11
69
Sisa Barang, Pasal 12 Tuntutan Atau Satntunan
Klaim, Pasal 13 Laporan Tidak Benar, Pasal 14
Kerugian Atas Barang Yang Dapat Dipindahkan,
Pasal 15 Penentuan Harga dalam Hal Kerugian,
Pasal 16 Cara Penyelesaian Dan Penetapan
Santunan Klaim, Pasal 17 Julah Manfaat Takaful
Dibawah Harga, Pasal 18 Biaya Yang Diganti,
Pasal 19 Perlindunugan Lain , Pasal 20 Santunan
Klaim Perlindungan Rangkap, Pasal 21
Subrogasi, Pasal 22 Risiko Sendiri, Pasal 23
Pembayaran Santunan Klaim, Pasal 24
Pemulihan Jumlah Manfaat Takaful, Pasal 25
Hilangnya Hak Santuan Klaim, Pasal 26 Mata
Uang, Pasal 27 Penghentian Polis Takaful, Pasal
28 Pengembalian Kontribusi, Pasal 29
Perselisihan, Pasal 30 Penutup
4.5.5 Polis PT. Mitra Syariah
4.5.5.1 Polis Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia
Isi polis Polis Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia Pada
PT Mitra Syariah sebagai berikut:
a) Bagian isi
Syarat-syarat Asuransi Syariah Kendaraan Bermotor
Indonesia pada PT. Mitra syriah sebagai berikut:
70
1) Bab I Definisi
Pengertian tentang asauransi syariah dan kentuan polis
asuransi
2) Bab II Akad
Bab II pada polis ini Klasula Wakalah Bil Ujrah
3) Bab III Jaminan
Pada bab III terdiri dari Pasal 1 Jaminan Terhadap
Kendaraan Bermotor dan Pasal 2 Jaminan Tanggung
Jawab Hukum Terhadap Pihak Ketiga.
4) Bab IV Pengecualian
Pada bab IV terdiri dari pasal 3 Pengecualian, pasal 4
Klasula Okupasi dan/atau Objek Yang Haram
5) Bab V Syarat Umum
Pada Bab V terdiri dari Pasal 5 wilayah, pasal 6
Kewajiban Untuk Mengungkaokan Fakta, pasal 7
Pembayaran Kontribusi, Pasal 8 Perubahan Resiko, Pasal
9 pemeriksaan, Pasal 10 Pengalihan Kepemilikan, Pasal
11 Kewajiban Peserta Dalam Hal Terjadi Kerugian Dan
Atau Kerusakan, pasal 12 Sisa Barang, Pasal 13 Laporan
Tidak Benar, Pasal 14 Dokumen Pendukung Klaim,
Pasal 15 Penentuan Nilai Ganti Rugi, Pasal 16 Cara
Penyelesaian Dan Penetapan Ganti Rugi, Pasal 17
Pertanggungan Dibawah Harga, Pasal 18 Biaya Yang
Diganti, Pasal 19 Pertanggungan Lain, Pasal 20 Ganti
Rugi Pertanggungan Rangkap, Pasal 21 Resiko Sendiri,
71
Pasal 22 Subrigasi, Pasal 23 Pembayaran Gati Rugi,
Pasal 24 Pemulihan Harga Pertanggungan, Pasal 25
Hilangnya Hak Ganti Rugi, Pasal 26 Mata Uang, Pasal
27 Penghentian Pertanggungan, Pasal 28 Pengembalian
Kontribusi, Pasal 29 Perselisihan, Pasal 30 Penutup.
4.6 Analisis Isi Kontrak Baku Perspektif Hukum Pelindungan Konsumen
Perlindungan Konsumen adalah ruh asuransi syariah berjalan dengen
baik atau tidak. Sebab semakin baik perlindungan konsumen maka secara
otomatis kepuasaaan dan tingkat keprcayaan konsumen akan semakin
meningkat. Walaupun demikian masih banyak ditemukan pelanggaran
kontrak baku yang dikeluarkan asauransi syariah.
Pelanggaran ini dapat terjadi memanfaatkan posisi peserta asuransi
yang lemah secara ekonomi dan kesempatan mereka untu mempelajari polis
yang ditawarkan kepada mereka. Pengaturan mengenai ketentuan polis baku
telah diatur oleh UUPK pasal 18 dalam empat ayat dan OJK dalam aturannya
Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan pasal 22 ayat (3) menjelaskan ada 7 (tujuh) larangan dicantumkan
dalam polis standar yang dibuat.
1. Pengalih tanggung jawab atau kewajiban perusahaan kepada
konsumen
Usaha perusahaan asuransi untuk melespakan tanggung jawabnya
kejadian kejadian yang seharusnya menjadi tanggung jawab perusahan
untuk ditanggung serig kali dihindari dengan menyantumkan dalam
72
kontrak baku yang mereka buat. Perbuatan ini dilarang oleh undang-
undang oleh UUPK dan POJK.
Larangan tersebut jeas diatur dalam UUPK pasal 18 ayat (1) huruf
a dan POJK pasal 22 ayat (3) yang intinya mengatur bahwa:
“menyatakan pengalihan tanggung jawab atau kewajiban Pelaku Usaha
Jasa Keuangan kepada Konsumen. pada Asuransi Tugu
pratama,Asuransi Tripakarta, Asuransi Mitra Syariah, Asuransi Bumida
Syariah dan Asuransi Takaful General, tidak adanya klausula atas
pengalihan tanggung jawab pelaku usaha jasa keungan kepada
konsumen yang ada didalam polis, pada 5 perusahaan tersebut sesuai
dengan Hukum perlindungan konsumen dan POJK.
2. Menyatakan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan berhak menolak
pernyerahakan kembalian uang yang dibayarkan atas barang/jasa
yang dibeli oleh konsumen.
Aturan yang melarang pencantuman klausula yang mengatur
penolakan pengembalian uang yang telah diberikan oleh pemegang
polis atas premi yang telah dibayarkan dilarang dalam peraturan
perundang-undangan. Larangan ini tercantum dalam UUPK pasal 18
ayat (1) huruf (b) dan POJK pasal 22 ayat (3) huruf (b) yang mengatur:
“Menyatakan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan berhak menolak
pernyerahaan kembalian uang yang dibayarkan atas barang/jasa yang
dibeli oleh konsumen”.
73
Dalam polis Asuransi Tugu pratama,Asuransi Tripakarta,
Asuransi Mitra Syariah, Asuransi Bumida Syariah dan Asuransi
Takaful General, klausula menyatakan adanya Pelaku Usaha
menyatakan berhak menolak kembali uang yang dibayarkan atas barang
dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen jadi pelaku usaha dilarang
untuk menerima kembali barang yang sudah dijualnya dantidak
mengembalikan uang yang telah diterimanya sebagai pembayaran atas
barang tersebut tetapi tentu saja jika pengembalian barang tersebut
dengan alasan-alasan yang dibenarkan oleh hukum. Maka pada polis
yang diterbitkan tidak ada klausul yang bertentangan dengan peraturan
diatas.
3. Menyatakan pemberian kuasa yang tidak terbatas dari konsumen
kepada PUJK untuk melakukan tindakan sepihak
Pemberian kuasa kepada perusahaan asuransi yang dapat
melakukan secara sepihak hal-hal yang dapat mengurangi hak
konsumen tidak dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Hal
ini diatur dalam UUPK pasal 18 ayat (1) huruf c dan POJK pasal 22
ayat (3) huruf c. Kecuali pembuatan tersebut diperoleh undang-undang,
sebagai berikut.
“Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada Pelaku
Usaha Jasa Keuangan, baik secara langsung maupun tidak
langsung, untuk melakukan segala tindakan sepihak atas barang
yang digunakan oleh konsumen , kecuali tindakan sepihak
tersebut dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undagan”.
74
Dalam polis Asuransi Tugu pratama,Asuransi Tripakarta,
Asuransi Mitra Syariah, Asuransi Bumida Syariah dan Asuransi
Takaful General, pada klausul tidak menyatakan pemberian kuasa yang
tidak terbatas dari konsumen kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan
untuk melakukan tindakan sepihak, jadi larangan UUPK pasal 18 ayat
(1) huruf c dan POJK pasal 22 ayat (3) huruf c sudah tepat karna
klausula baku yang berisikan pemberia kuasa dari konsumen ke pelaku
usaha untuk melakukan segala tindakan sepihak adalah tindakan yang
tidak adil samping itu dapat dikualifikasika sebagai penyalahgunaan
keadaaan konsumen.
Maka pada polis yang diterbitkan tidak ada klausul yang
bertentangan dengan peraturan diatas.
4. Pemberian kewenangan untuk mengurangi kegunaan produk atau
layanan
Pemberian kewenangan kepada perusahaan asuransi untuk
mengurangi produk dan/atau layanan tidak boleh dicantumkan dalam
polis standar.Ketentuan dijelaskan dalam UUPK pasal 18 ayat (1) dan
POJK pasal 22 ayat (3) huruf e sebagai berikut.
“Mewajibkan konsumen untuk membuktikan dalil PUJK untuk
mengurangi kegunaan produk dan/atau layanan atau mengurangi
harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek perjanjian produk
dan layanan”.
Dalam polis Asuransi Tugu pratama,Asuransi Tripakarta,
Asuransi Mitra Syariah, Asuransi Bumida Syariah dan Asuransi
Takaful General, pada klausul tidak adanya penjelasan pemberian
75
kewenangan untuk menguragi kegunaan produk atau layanan. Maka
pada polis yang diterbitkan oleh perusahaan tidak klausula yang
bertentangan dengan peraturan diatas.
5. Menyatakan Konsumen tunduk pada perubahan dan/atau lanjutan
perjanjian secara sepihak.
Perbuatan yang dilarang selanjutnya adalah menyatakan
pemegang polis untuk tunduk pada peraturan baru yang dibuat secara
sepihak oleh perusahaan tanpa pemberian tahunan terlebih dahulu oleh
perusahaan.Larangan ini dinyatakan dalam UUPK pasal 18 ayat (1)
huruf f dan POJK pasal 22 ayat (3) huruf f yang menyatakan bahwa.
“Menyatakan bahwa Konsumen tunduk pada peraturan baru,
tambahan, lanjutan dan/atau perubahan yang dibuat secar sepihak
oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan dalam masa Konsumen
memanfaatkan produk dan/atau layanan yang dibelinya.
Dalam polis Asuransi Tugu pratama,Asuransi Tripakarta,
Asuransi Mitra Syariah, Asuransi Bumida Syariah dan Asuransi
Takaful General, pada klausul tidak menyatakan Konsumen tunduk
pada perubahan dan/atau lanjutan perjanjian secara sepihak, pada
kenyataanya banyak perusahaan yang melakukan perubahan yang
tersebut khususnya terhadap besaran biaya pengelola, klaim dan kon
tribusi yang akan diterimannya. Pada sebagian polis dinyatakan
bahwa perusahaan tersebut dapat dilakukan dengan pemberitahuan
terlebih dahulu kemudian pihak pemegang polis menyatakan
persetujuan atau tidaknya, akan tetapi ada juga yang tidak demikian.
76
Jika polis tersebut menyatakan konsumen tunduk pada perubahan
dan/atau lanjutan perjanjian secar sepihak dalam klausula pernyataan
tersebut tidak adil karna tidak memberikan kesempatan kepada
pemegang polis untuk memilih melanjutka atau tidak. Padahal
dapatmerugikan pihak pemegang polis sebab apabila peserta tidak
mampu uintuk membayar maka konsekkuensinya yang diterima akan
berbeda dengan pengakhiran.
Maka pada polis yang diterbitkan tidak ada klausul yang
bertentangan dengan peraturan diatas.
6. Pelaku usaha dilarang menyatumkan klausula baku yang letaknya
atau bentuknya sulliter lihat atau tidak dapat dibaca secara jelas,
atau yang pengungkapan yang sulit dimengerti.
Kalasula yang sulit dipahami sepertinya sudah menjadi kebiasaan
dalam polis yang dikeluarkan perusahaan asuransi. Kesulitan tersebut
dapat disebabkan oleh bahasa yang berbelit-belit seperti yang tercantum
pada Asurnasi Tugu pratama, Tripakarta, Mitra Syariah, Bumida
Syariah, terdapat kata-kata yang “sulit” dimengerti yaitu kata “Viadutc
dan Endosemen” kata tersebut bisa salah arti dalam bahasa dan sulit
dimengerti oleh peserta asuransi.
Selain pengguna bahasa diatas, yang paling sering juga dilakukan
pada perusahaan tersebut adalah mencantumkan polis dengan huruf
yang sangat kecil dan sulit untuk dibaca serta susunan yang tidak
beraturan, polis yang seperti ini merupakan polis yang dikeluarkan oleh
Asuransi Tugu Pratama.
77
Pada Asuransi Takaful General polis yang dikeluarkan cukup
jelas dan beraturan, polis tersebut tidak menggunakan kata bahasa yang
sulit dimengerti dan huruf yang tertera dalam klausul cukup jelas.
7. Klausula Eksonerasi/ Eksemsi, menambah/ mengurangi kewajiban/
hak PUJK maupun konsumen
Pada Analisis Asuransi Tugu Pratama, Pada Asuransi Tripakarta,
Asuransi Mitra Syariah, Asuransi Bumida Syariah, Pada Asuransi
Takaful General tidak adaanya kalusula yang menyantumkan dengan
berkaitan kecurangan pada kalusla Eksonerasi/ Eksemsi, menambah/
mengurangi kewajiban/ hak PUJK maupun konsumen. Maka pada polis
yang diterbitkan tidak ada klausul yang bertentangan dengan peraturan
diatas.
4.7 Hal-hal yang terkait dengan Akad yang harus dicantumkan dalam polis
(PMK Nomor 18/PMK.10/2010 jo PMK No. 227/2012.
1. Pada saat danatabbaru belum bisa dibentuk pada setiap lini usaha,
perusahaan dapat membentuk dana tabbaru secara gabungan.
Pengambungan dana tabbaru harus diinformasikan dalam polis.
Pada (PMK Nomor 18/PMK.10/2010 jo PMK No. 227/2012).
Yang menjelaskan bahwa ”Pada saat dana tabbaru belum bisa dibentuk
pada setiap lini usaha, perusahaan dapat membentuk dana tabbaru
secara gabungan. Pengambungan dana tabbaru harus diinformasikan
dalam polis”. Yang mana harus dicantumkan dalam polis Asuransi,
pada polis Asuransi Tugu pratama,Asuransi Tripakarta, Asuransi Mitra
Syariah, Asuransi Bumida Syariah dan Asuransi Takaful General.
78
Semua polis tersebut menjelaskan bahwa Pada saat danatabbaru belum
bisa dibentuk pada setiap lini usaha, perusahaan dapat membentuk dana
tabbaru secara gabungan. Pengambungan dana tabbaru harus
diinformasikan dalam polis. Dan pada semua polis tersbut
mencantumkan kalimat tersebut. Maka pada polis yang diterbitkan tidak
ada klausul yang bertentangan dengan peraturan diatas
2. Polis Asuransi dan Perjanjian Reasuransi dengan prinsip syariah
wajib mengandung akad tabarru’ dan tijarah.
pada (PMK Nomor 18/PMK.10/2010 jo PMK No. 227/2012).
Yang menjelaskan bahwa ”Polis Asuransi dan Perjanjian Reasuransi
dengan prinsip syariah wajib mengandung akad tabarru‟ dan tijarah”.
Yang mana harus dicantumkan dalam polis Asuransi, pada polis
Asuransi Tugu pratama,Asuransi Tripakarta, Asuransi Mitra Syariah,
Asuransi Bumida Syariah dan Asuransi Takaful General. Semua polis
tersebut menjelaskan bahwa polis asuransi dan perjanjian reasuransi
dengan prinsip syariah dengan prinsip syariah wajib mengandung akad
tabbaru dan tijarah.Dimana semua polis Asuransi tersebut menjelaskan
pada BAB II Klasula Wakalah Bil Ujrah. Maka pada polis yang
diterbitkan tidak ada klausul yang bertentangan dengan peraturan diatas
3. Pilihan pembagian Surplus Underwriting wajib dimuat didalam
polis
Pada (PMK Nomor 18/PMK.10/2010 jo PMK No. 227/2012).
Yang menjelaskan bahwa “Pilihan pembagian Surplus Underwriting
wajib dimuat didalam polis”.Yang mana harus dicantumkan dalam polis
Asuransi, pada Asuransi Tugu Pratama, Asuransi Tripakarta, Asuransi
79
Mitra Syariah, Asuransi Bumida Syariah dan Asuransi Takaful General.
Semua polis tersebut menjelaskan bahwa “Pilihan pembagian Surplus
Underwriting wajib dimuat didalam polis”.Maka pada polis yang
diterbitkan tidak ada klausul yang bertentangan dengan peraturan
diatas.
4. Pilihan pembagian surplus underwriting wajib dimuat di dalam
polis ( pasal 13 ayat 2) dan pemanfaatan surplus underwriting yang
tidak dibagikan kepada peserta wajib diatur dalam polis ( pasal 13
ayat 6). (catatan : ada 2 pilihan: a. Mengurangi kontribusi peserta
periode berikutnya atau digunakan untuk dana sosial
Pada Asuransi Tripakarta, Asuransi Mitra Syariah, Asuransi
Bumida Syariah dan Asuransi Takaful General. Pilihan pembagian
surplus underwriting wajib dimuat di dalam polis dan pemanfaatan
surplus underwriting yang tidak dibagikan kepada peserta wajib diatur
dalam polis (catatan : ada 2 pilihan: a. Mengurangi kontribusi peserta
periode berikutnya atau digunakan untuk dana sosial. Ke 4 perusahaan
Asuransi tersebut telah mencantumkan dan menjelaskan. Contoh Pada
Asuransi Tripakarta, pada Asuransi Tripakarta Syariah pembagian
surplus underwriting senada dengan dengan PMK
No.18/PMK0.10/2010 jo PMK No.227/2010
Dikatakan bahwa pada akhir periode pertanggungan terdapat
kelebihan surplus dalam pengelolaan dan tabbaru maka peserta dengan
ini mensetujui dengan persentase pembagian (nisbah) sebagai berikut
Dibagikan sebesar 10% kepada peserta yang memenuhi syarat.
80
a. Masa (periode) asuransi minimum 1 tahun
b. Peserta tidak pernah menerima pembayaran klaim atau tidak
sedang mengajukan klaim
c. Peserta telah menulasi kontribusi yang menjadi kewajiban untuk
periode yangbaru saja berakhir
d. Polis tidak dibatalkan pada mas periode pertangungn
Dibagikan kepada pengelola sebesar 60% dan disimpan pada
cadangan pada akun tabbaru sebesar 30% Dan dalam hal surplus
underwriting dana tabbaru kepada peserta secara ekonomis
membutuhkan biaya yang lebih besar dari pada bagian yang akan dibagi
maka: “peserta mewakilkan kepada pengelola untuk secara langsung
menyalurkan kepada pengelola untuk secara langsung menyalurkan
kepada lembaga amil zakat yang ditunjuk.
Akan tetapi perusahaan Asuransi Tugu Pratama polis tersebut
hanya menjelaskan atau mencantumkan surplus underwriting TIDAK
menjelaskan pemanfaatan surplus underwriting yang tidak dibagikan
kepada peserta
5. Pencantuman kewajiban perusahaan untuk memberikan talangan
(Qard) bila terjadi defisit underwriting
Pada Asuransi Tripakarta, Asuransi Mitra Syariah, Asuransi
Bumida Syariah dan Asuransi Takaful General. perusahan tersebut
mencantumkan atau menjelaskan dalam polis karna apabila suatu saat
dana tabbaru tidak cukup untuk membayar maslahat sehubung dengan
suatu peristiwa yag dialami peserta dan para peserta, pengelola akan
81
menalagi kekurangan pembayaran maslahat tersebut berdasarkan
prinsip Qard. Seluruh pembayaran kembali kepada dana talangan akan
dipotong kelebihan (surplus) dana (tabbaru) pada akhir tahun keuangan
pengelola berikutnya, jika ada. PMK No.18/PMK0.10/2010 jo PMK
No.227/2012
Dari 5 Perusahaan Asuransi Syariah hanya 1 Asuransi yang tidak
mencantumkan dana Qard pada polis Asuransi yairu Asuransi Tugu
Pratama mungkin Perusahaan Tersebut menjelaskan secara internal
tidak menjelaskan dalam polis Asuransi maka perusahaan tersbut tidak
sesuai dengan PMK No.18/PMK0.10/2010 jo PMK No.227/2012-
4.8 Model Kontrak Baku Yang Ideal Menurut SEOJK Nomor 13/SEOJK.
07/2014
Setelah dilakukan analisis terhadap polis 5 Asuransi Umum Syariah
yaitu Asuransi Tugu Pratama, Asuransi Takaful General, Asuransi Tripakarta,
Asuransi Bumida Syariah, Asuransi Mitra Syariah. Pada 5 Asuransi Umum
Syariah ini dapat diketahui bahwa 5 Asuransi ini sesuai dengan UUPK
PASAL 18 UU NO.9/1999, SEOJK Nomor 13/SEOJK. 07/2014, dan PMK
No.18/PMK0.10/2010 jo PMK No.227/2012.
Pada model kontrak baku yang ideal menurut SEOJK nomor
13/SEOJK.07/2014. Menurut Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
13/SEOJK.07/2014 tentang Perjanjian Baku. Di dalam keputusan surat
tersebut ada 2 (dua) hal yang harus diperhatikan Pelaku Usaha Jasa Keuangan
jika akan membuat kontrak baku atau perjanjian baku, di antaranya klausula
82
dalam perjanjian baku dan format perjanjian baku, di antaranya sebagai
berikut:
Pada pengalih tanggung jawab atau kewajiban perusahaan kepada
konsumen, usaha perusahaan asuransi untuk melespakan tanggung jawabnya
yang seharusnya menjadi tanggung jawab perusahan untuk ditanggung
seringkali dihindari dengan menyantumkan dalam kontrak baku yang mereka
buat. Larangan tersebut jeas diatur dalam UUPK pasal 18 ayat (1) huruf a dan
POJK pasal 22 ayat (3) yang intinya mengatur bahwa: “ menyatakan
pengalihan tanggung jawab atau kewajiban Pelaku Usaha Jasa Keuangan
kepada Konsumen. apabila perusahaan asuransi tersebut mencantumkan
pengalihan tanggung jawab kepada konsumen maka ini akan merugikan
konsumen seluruhnya. Karna pengalihan konsumen merupakan pengalihan
tanggung jawab, dimana perusahaan tidak bertanggung jawab atas resiko
nasabah. pada Asuransi Tugu pratama,Asuransi Tripakarta, Asuransi Mitra
Syariah, Asuransi Bumida Syariah dan Asuransi Takaful General, tidak
adanya penjelasan atas pengalihan tanggung jawab pelaku usaha jasa
keuangan kepada konsumen yang ada didalam polis. Dengan demikian
perusahaan asuransipun telah menjelaskan prinsip dasar usaha asuransi secara
sempurna dengan menjalakan amanah secara jujur dan sempurna.
Pada poin selanjutnya Menyatakan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan
berhak menolak pernyerahakan kembalian uang yang dibayarkan atas
barang/jasa yang dibeli oleh konsumen.Aturan yang melarang pencantuman
klausula yang mengatur penolakan pengembalian uang yang telah diberikan
83
oleh pemegang polis atas premi yang telah dibayarkan dilarang dalam
peraturan perundang-undangan. Larangan ini tercantum dalam UUPK pasal
18 ayat (1) huruf (b) dan POJK pasal 22 ayat (3) huruf (b) yang mengatur:
“Menyatakan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan berhak menolak
pernyerahaan kembalian uang yang dibayarkan atas barang/jasa yang dibeli
oleh konsumen”. jadi pelaku usaha dilarang untuk menerima kembali barang
yang sudah dijualnya dantidak mengembalikan uang yang telah diterimanya
sebagai pembayaran atas barang tersebut tetapi tentu saja jika pengembalian
barang tersebut dengan alasan-alasan yang dibenarkan oleh hukum. Dalam
polis Asuransi Tugu pratama,Asuransi Tripakarta, Asuransi Mitra Syariah,
Asuransi Bumida Syariah dan Asuransi Takaful General tidak menjealskan
hal ini kepolis asuransi, maka Dengan demikian perusahaan asuransipun telah
menjelaskan prinsip dasar usaha asuransi secara sempurna dengan
menjalakan amanah secara jujur dan sempurna.
Menyatakan pemberian kuasa yang tidak terbatas dari konsumen
kepada PUJK untuk melakukan tindakan sepihak.Pemberian kuasa kepada
perusahaan asuransi yang dapat melakukan secara sepihak hal-hal yang dapat
mengurangi hak konsumen tidak dibenarkan oleh peraturan perundang-
undangan. Hal ini diatur dalam UUPK pasal 18 ayat (1) huruf c dan POJK
pasal 22 ayat (3) huruf c. Kecuali pembuatan tersebut diperoleh undang-
undang, sebagai berikut.
“Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada Pelaku Usaha
Jasa Keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk
84
melakukan segala tindakan sepihak atas barang yang digunakan oleh
konsumen , kecuali tindakan sepihak tersebut dilakukan berdasarkan
peraturan perundang-undagan”.
pada klausul tidak menyatakan pemberian kuasa yang tidak terbatas
dari konsumen kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk melakukan
tindakan sepihak, jadi larangan UUPK pasal 18 ayat (1) huruf c dan POJK
pasal 22 ayat (3) huruf c sudah tepat karna klausula baku yang berisikan
pemberia kuasa dari konsumen ke pelaku usaha untuk melakukan segala
tindakan sepihak adalah tindakan yang tidak adil samping itu dapat
dikualifikasika sebagai penyalahgunaan keadaaan konsumen. Dalam polis
Asuransi Tugu pratama,Asuransi Tripakarta, Asuransi Mitra Syariah,
Asuransi Bumida Syariah dan Asuransi Takaful General. Tidak adanya
pencantuman hal tersebut.
Poin selanjutnya pemberian kewenangan untuk mengurangi kegunaan
produk atau layanan Pemberian kewenangan kepada perusahaan asuransi
untuk mengurangi produk dan/atau layanan tidak boleh dicantumkan dalam
polis standar.Ketentuan dijelaskan dalam UUPK pasal 18 ayat (1) dan POJK
pasal 22 ayat (3) huruf e sebagai berikut.“Mewajibkan konsumen untuk
membuktikan dalil PUJK untuk mengurangi kegunaan produk dan/atau
layanan atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek
perjanjian produk dan layanan”.
Dalam polis Asuransi Tugu pratama,Asuransi Tripakarta, Asuransi
Mitra Syariah, Asuransi Bumida Syariah dan Asuransi Takaful General, pada
klausul tidak adanya penjelasan pemberian kewenangan untuk menguragi
85
kegunaan produk atau layanan. Seharusnya tidak hanya berkenan dengan
hilangnya kgunanaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh
konsumen tetapi juga perihal berkurangnya keguanaan atau jasa, sehingga
lengkahnya bunyi tersebut yaitu “mengatur perihal pembuktian atas hilangnya
dan berkurangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli
konsumen” apabila klausal baku terbatas atas perihal hilangnya kegunaan
barang atau jasa maka pelaku usaha bisa memanfaatkan kelemahan aturan
yang ada dengan menunjuk pada persoalan berkurangnyakegunaan barang
atau jasa didalam suatu klausula baku.
Poin selanjutnya menyatakan konsumen tunduk pada perubahan
dan/atau lanjutan perjanjian secara sepihak.Perbuatan yang dilarang
selanjutnya adalah menyatakan pemegang polis untuk tunduk pada peraturan
baru yang dibuat secara sepihak oleh perusahaan tanpa pemberitahuan
terlebih dahulu oleh perusahaan.Larangan ini dinyatakan dalam UUPK pasal
18 ayat (1) huruf f dan POJK pasal 22 ayat (3) huruf f yang menyatakan
bahwa.
“Menyatakan bahwa Konsumen tunduk pada peraturan baru, tambahan,
lanjutan dan/atau perubahan yang dibuat secar sepihak oleh Pelaku
Usaha Jasa Keuangan dalam masa Konsumen memanfaatkan produk
dan/atau layanan yang dibelinya.
Pada klausul tidak menyatakan Konsumen tunduk pada perubahan
dan/atau lanjutan perjanjian secara sepihak, pada kenyataanya banyak
perusahaan yang melakukan perubahan yang tersebut khususnya terhadap
besaran biaya pengelola, klaim dan kontribusi yang akan diterimannya. Pada
sebagian polis dinyatakan bahwa perusahaan tersebut dapat dilakukan dengan
86
pemberitahuan terlebih dahulu kemudian pihak pemegang polis menyatakan
persetujuan atau tidaknya, akan tetapi ada juga yang tidak demikian. Jika
polis tersebut menyatakan konsumen tunduk pada perubahan dan/atau
lanjutan perjanjian secara sepihak dalam klausula pernyataan tersebut tidak
adil karna tidak memberikan kesempatan kepada pemegang polis untuk
memilih melanjutka atau tidak. Padahal dapatmerugikan pihak pemegang
polis sebab apabila peserta tidak mampu uintuk membayar maka
konsekkuensinya yang diterima akan berbeda dengan pengakhiran.
Poin selanjutnya pelaku usaha dilarang menyatumkan klausula baku
yang letaknya atau bentuknya sulliter lihat atau tidak dapat dibaca secara
jelas, atau yang pengungkapan yang sulit dimengerti.Kalasula yang sulit
dipahami sepertinya sudah menjadi kebiasaan dalam polis yang dikeluarkan
perusahaan asuransi.
Kesulitan tersebut dapat disebabkan oleh bahasa yang berbelit-belit
seperti yang tercantum pada Asurnasi Tugu pratama, Tripakarta, Mitra
Syariah, Bumida Syariah, terdapat kata-kata yang “sulit” dimengerti yaitu
kata “Viadutc dan Endosemen” kata tersebut bisa salah arti dalam bahasa dan
sulit dimengerti oleh peserta asuransi. Selain pengguna bahasa diatas, yang
paling sering juga dilakukan pada perusahaan tersebut adalah mencantumkan
polis dengan huruf yang sangat kecil dan sulit untuk dibaca serta susunan
yang tidak beraturan, polis yang seperti ini merupakan polis yang dikeluarkan
oleh Asuransi Tugu Pratama.Pada Asuransi Takaful General polis yang
dikeluarkan cukup jelas dan beraturan, polis tersebut tidak menggunakan kata
87
bahasa yang sulit dimengerti dan huruf yang tertera dalam klausul cukup
jelas.
Poin selanjutnya Klausula Eksonerasi/ Eksemsi, menambah/
mengurangi kewajiban/ hak PUJK maupun konsumen tidak adaanya kalusula
yang menyantumkan dengan berkaitan kecurangan pada kalusla Eksonerasi/
Eksemsi, menambah/ mengurangi kewajiban/ hak PUJK maupun konsumen.
klasula eksonerasi yang biasanya dimuat dalam perjanjian sebagai klausula
tambahan atas unsur ensensial dari suatu perjanjian, pada umumnya memiliki
posisi lemah jika dibandingkan dengan produsen, karena beban yang
seharusnya dipikul oleh produsen dengan adanya klasula tersebut menjadi
beban konsumen. pada polis yang diterbitkan tidak ada klausul yang
bertentangan.
88
BAB V
PENUTUP
Sebagaipenutupdalampenelitianini,
penulismenyajikankesimpulanberdasarkananalisishasilpenelitiandanmemberikan
saran berdasarkankesimpulanyaitusebagaiberikut:
5.1 Kesimpulan
1. Penggunaan kontrak baku tidak dilarang dalam peraturan perundang-
undangan dan dalam hukum Islam. Menurut peraturan perundang-
undangan penggunaan kontrak baku dapat digunakan selama tidak
melanggar ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen Nomor 8 Pasal 18 Tahun 1999, POJK Nomor
1/POJK.07/2013 Pasal 22, dan SEOJK Nomor 13/SEOJK.07/2014
Tentang Perjanjian Baku. Sedangkan dalam persfektif hukum Islam
kontrak baku harus memperhatikan hal-hal yang difatwakan oleh DSN-
MUI dan ketentuan yang terkait dengan akad pada PMK Nomor
18/PMK.010/2010.
2. Setelah mempelajari isi polis yang dikeluarkan oleh 5 (lima) perusahaan
asuransi umum syariah, perusahaan telah menerapkan (impelementasi)
standar kontrak baku yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
perlindungan konsumen. Kelima polis telah menerapkan standar kontrak
baku yang diatur dalam peraturan Keputusan Mentri Keuagan
No.422/KMK.06/2003 Pasal 8.
89
3. Dari hasilanalisiskontrakbaku polis terhadap polis umumsyariah yang
dikeluarkanolehperusahaan Takaful General, BumidaSyariah,
TripakartaSyariah, TuguPratamaSyariah, danMitraSyariah. Dari 7
(tujuh) ketentuan yang di analisisterhadapke 5 polis yang
dikeluarkanolehperusahaanAsuaransiSyariahtidakditemukanklasulabaku
yang bertentangandenganperaturanperundang-
undanganperlindungankosumen. Dapatdisimpulkan, bahwake 5
(lima)polis
yangdikeluarkanperusahaanasuransitelahsesuaidenganperaturanperundan
g-undanganperlindungankonsumenUndang-
UndangPerlindunganKonsumenNomor 8 Pasal 18 Tahun 1999.
5.2 Saran
1. Bagiperusahaanasuransisyariahagar
terusmeningkatkanpemahamanterkaitketentuan yang
mengaturtentangkontrakbakumelaluiperaturanperundang-
undanganperlindungankonsumen. Kemudian perusahaan Asuransi
Syariah harus meningkatkan dan mempebarui polis, jikalau terdapat
perubahan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, POJK dan Fatwa
DSN nantinya.
2. Bagi Kementrian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan diharapkan
dapat terus mensosialisasikan peraturan-peraturan yang terkait
perlindungan konsumen kepada seluruh lembaga perusahaan asuransi
syariah agar dapat mengikuti peraturan yang berlaku.
90
3. Bagi Dewan Pengawas Syariah harus lebih teliti dalam mengawasi
mengenai penetapan prinsip-prinsip syariah dalam kontrak baku yang
dikeluarkanoleh perusahaan asuransi syariah.
91
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Amrin. Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah. (Jakarta: PT. Elex
Media Kompetindo, 2011.
Abdullah Amrin. Asuransi Syariah. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2006.
Abdulkadir Muhammad. Perjanjian Baku Dalam Praktik Perusahaan
Perdagangan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992.
Ahmadi Mirudan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2004.
Agus Yudha Hernoko. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam
KontrakKomersial. Jakarta: Kencana, 2010.
Agus Edi Sumanto, dkk., Solusi Berasuransi Lebih Indah Dengan Syariah, hal.
77.
Ah. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan
Hukum Positif dan Hukum Islam, (Tangerang Selatan: UIN Jakarta Press,
2013).
Abdullah Amrin. Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah. Jakarta: PT. Alex
Media Komputindo, 2011.
AM. Hasan Ali. Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam. Jakarta: Prenada
Media, 2004.
Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, (Jakarta: Prenada
Media Group, 2005), cet. Ke-6.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2004).
Burhanuddin S. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, cet. Ke-1.
Yogyakarta: GrahaIlmu, 2010.
Boy S. Sabarguna. Analisis Data Pada Penelitian Kualitatif. Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press) 2005.
Burhan Bungin. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial Lainnya, cet. Ke-4. Jakarta: Kencana, 2010.
92
Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010).
Fathurrahman Djamil. Penerapan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi di
Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
Husain Husain Syahatah. Asuransi Dalam Persfektif Syariah. Jakarta: Amzah,
2006.
Suharnoko. Hukum Perjanjian Teori Dan Analisa Kasus. Jakarta: kencana, 2004.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, cet. Ke-20.
Bandung: Alfabeta, 2014.
Samiaji Sarosa. Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar, cet. Ke-1. Jakarta: PT.
Indeks. 2012.
Masri Singarimbundan Sofian Effendi. Metode Penlitian Survai, cet. Ke-4.
Jakarta: LP3ES, 1987.
Muhammad Maksum, Pertumbuhan Asuransi Syariah di Dunia dan Indonesia.
Jurnal: Iqtishad, Ekonomi Islam, Febuari 2009.
Muhammad Syakir Sula. Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem
Operasional. Jakarta: Gema Insani, 2004.
Muhaimin Iqbal. Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik. Jakarta: Gema Insani
Press, 2005.
M. Amin Suma. Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional. Tangerang:
Kholam Publishing, 2006.
Mardani, Hukum Perikatan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013)
Munir Fuady. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis). Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2003
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: P.T. Alumni,
2005), cet. Ke-2.
Nurul Huda dan Mohammad Haykal. Lembaga Keuangan Islam: Tinjuan Teoritis
dan Praktis. Jakarta: Kencana, 2010.
Taufik Marjuniadi. Prinsip dan Operasional Asuransi Syariah Umum PT. Jaya
Proteksi Takaful. Jakarta 27 Oktober 2014.
Salim, Hukum Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), cet. 4.
93
Sophar Maru Hutagalung, Kontrak Bisnis Di ASEAN Pengaruh Sistem Hukum
Common Law dan Civil Law, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hal. 68.
Rahmat S.S. Soemadipradja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa,
(Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010
Wirdyaningsih. Bank dan Asuransi Islam Di Indonesia. Jakarta: Kencana,
2005.Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di
Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 2014), hal.192.
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Prenada Media Group 2013
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman
Umum Asuransi Syariah.
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07/2014 Tentang
Perjanjian Baku.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
http://www.ojk.go.id/tugas-dan-fungsidiaksespada tanggal 9 desember 2015.