kontrak perbankan syariah

16
I-STUD 7 (BAFIN) : Mengupas Tuntas Kontrak Perbankan Syariah (session 1) You are here:Home » Kajian » I-STUD 7 (BAFIN) : Mengupas Tuntas Kontrak Perbankan Syariah (session 1) 30 Nov, 2012 Kajian Kontrak Pembiayaan Islam Pembicara : Sesi I. Getri Permata Sari, S.H Hari/Tanggal : Selasa/ 30 Oktober 2012 Sesi I. (10.00-12.00) 1. Pendahuluan Sejarah Perbankan Islam a. Sejarah perbankan Islam di Dunia Istilah Perbankan Islam atau Perbankan Syariah merupakan fenomena baru dalam dunia ekonomi modern, kemunculannya seiring dengan upaya gencar yang dilakukan oleh para pakar Islam dalam mendukung ekonomi Islam yang diyakini akan mampu mengganti dan memperbaiki sistem ekonomi konvensional yang berbasis pada bunga. Karena itulah sistem Perbankan Syari’ah menerapkan sistem bebas bunga (interest free) dalam operasionalnya, dan karena itu rumusan yang paling lazim untuk mendefinisikan Perbankan Syari’ah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syari’at Islam, dengan mengacu kepada Al Quran dan As Sunnah sebagai landasan dasar hukum dan operasional. Konsep teoritis mengenai Perbankan Islam muncul pertama kali, menurut dalam bukunya Sultan Remy Sjahadeini bahwa pemikiran dari para penulis yang mula-mula menyampaikan gagasan mengenai perbankan Syari’ah adalah Anwar Iqbal Qureshi, Naiem Siddiqi, dan

Upload: indra-tri-junialdi

Post on 09-Nov-2015

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Hukum Perbankan Syariah

TRANSCRIPT

I-STUD 7 (BAFIN) : Mengupas Tuntas Kontrak Perbankan Syariah (session 1)

You are here:HomeKajianI-STUD 7 (BAFIN) : Mengupas Tuntas Kontrak Perbankan Syariah (session 1)30 Nov, 2012

KajianKontrak Pembiayaan Islam

Pembicara :

Sesi I. Getri Permata Sari, S.H

Hari/Tanggal : Selasa/ 30 Oktober 2012

Sesi I. (10.00-12.00)

1. Pendahuluan

Sejarah Perbankan Islama. Sejarah perbankan Islam di Dunia

Istilah Perbankan Islam atau Perbankan Syariah merupakan fenomena baru dalam dunia ekonomi modern, kemunculannya seiring dengan upaya gencar yang dilakukan oleh para pakar Islam dalam mendukung ekonomi Islam yang diyakini akan mampu mengganti dan memperbaiki sistem ekonomi konvensional yang berbasis pada bunga. Karena itulah sistem Perbankan Syariah menerapkan sistem bebas bunga (interest free) dalam operasionalnya, dan karena itu rumusan yang paling lazim untuk mendefinisikan Perbankan Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam, dengan mengacu kepada Al Quran dan As Sunnah sebagai landasan dasar hukum dan operasional.

Konsep teoritis mengenai Perbankan Islam muncul pertama kali, menurut dalam bukunya Sultan Remy Sjahadeini bahwa pemikiran dari para penulis yang mula-mula menyampaikan gagasan mengenai perbankan Syariah adalah Anwar Iqbal Qureshi, Naiem Siddiqi, dan Mahmmud Ahmad. Kemudian uraian yang lebih rinci tentang gagasan ini ditulis oleh Al Maududi (1950). Maududi Uzair merupakan seorang perintis teori perbankan Islam dengan karyanya yang berjudul A Groundwork for Interest Free Bank.

Pemikiran yang sudah muncul pada tahun 50-an tidak langsung memberikan jalan yang lapang bagi perbankan Islam. Tahun 1960-an, bank Syariah hanya menjadi diskursus teoritis. Belum ada langkah konkrit yang memungkinkan implementasi praktis gagasan tersebut. Padahal, telah muncul kesadaran bahwa bank Syariah merupakan solusi masalah ekonomi untuk menghasilkan kesejahteraan sosial di negara-negara Islam.

Hingga pada tahun 1963 dari sudut kelembagaan yang merupakan Bank Islam pertama adalah Myt-Ghamr Bank. Didirikan di Mesir, dengan bantuan permodalan dari Raja Faisal Arab Saudi dan merupakan binaan dari Prof. Dr. Abdul Aziz Ahmad El Nagar. Myt-Ghamr Bank dianggap berhasil memadukan manajemen perbankan Jerman dengan prinsip muamalah Islam dengan menerjemahkannya dalam produk-produk bank yang sesuai untuk daerah pedesaan yang sebagian besar orientasinya adalah industri pertanian . Namun karena persoalan politik, pada tahun 1967 Bank Islam Myt-Ghamr ditutup . Kemudian pada tahun 1971 di Mesir berhasil didirikan kembali Bank Islam dengan nama Nasser Social Bank, hanya tujuannya lebih bersifat sosial daripada komersil. Sedang Bank Islam pertama yang bersifat swasta adalah Dubai Islamic Bank, yang didirikan tahun 1975 oleh sekelompok usahawan muslim dari berbagai negara. Pada tahun 1977 berdiri dua bank Islam dengan nama Faysal Islamic Bank di Mesir dan Sudan. Dan pada tahun itu pula pemerintah Kuwait mendirikan Kuwait Finance House .

Secara internasional, perkembangan perbankan Islam pertama kali diprakarsai oleh Mesir. Karena mesir telah mengilhami diadakannya konferensi ekonomi Islam pertama di Makkah pada tahun 1975. Sebagai tindak lanjut rekomendasi dari konferensi tersebut, dua tahun kemudian, lahirlah Islamic Development Bank (IDB) yang kemudian diikuti oleh pendirian lembaga-lembaga keuangan Islam di berbagai negara, termasuk negara-negara bukan anggota OKI, seperti Philipina, Inggris, Australia, Amerika Serikat dan Rusia.

Sejak saat itu mendekati awal dekade 1980-an, Bank-bank Islam bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh dan Turki. Secara garis besar lembaga-lembaga perbankan Islam yang bermunculan itu dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yakni sebagai Bank Islam Komersial (Islamic Commercial Bank), seperti Faysal Islamic Bank (Mesir dan Sudan), Kuwait Finance House, Dubai Islamic Bank, Jordan Islamic Bank for Finance and Investment, Bahrain Islamic Bank dan Islamic International Bank for Finance and Development; atau lembaga investasi dengan bentuk international holding companies, seperti Daar Al-Maal Al-Islami (Geneva), Islamic Investment Company of the Gulf, Islamic Investment Company (Bahama), Islamic Investment Company (Sudan), Bahrain Islamic Investment Bank (Manama) dan Islamic Investment House (Amman).

Pada perjalanannya sistem perbankan berbasis Syariah, semakin hari semakin populer bukan hanya di negara-negara Islam tetapi juga negara-negara barat, yang ditandai dengan makin suburnya bank-bank yang menerapkan konsep syariah. Perkembangan perbankan syariah atau perbankan dengan konsep bagi hasil menandakan konsep syariah dalam pengelolaan kekayaan/ uang diterima kebiasaan umat manusia secara universal, karena jelas-jelas konsep riba atau bunga dalam Islam sangat dilarang dan bertentangan dengan konsep kemanusiaan.

b. Sejarah Perbankan Islam di Indonesia

Sebagaimana perkembangan pemikiran perbankan syariah di dunia khususnya Negara-negara Islam, Indonesia ikut kena imbas dari tuntutan pemikiran cendikia-cendikia muslim Indonesia.

Indonesia sebagai Negara mayoritas berpenduduk muslim terbesar didunia muncul pemikiran tentang perlunya menerapkan perbankan berbasis syariah yang muncul pada 1974. munculnya gagasan pemikiran perbankan berbasis syariah dalam sebuah seminar Hubungan Indonesia-Timur Tengah yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK). Perkembangan pemikiran tentang perlunya umat Islam Indonesia memiliki perbankan Islam sendiri mulai berhembus sejak itu, seiring munculnya kesadaran baru kaum intelektual dan cendekiawan muslim dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Pada awalnya memang sempat terjadi perdebatan yang melelahkan mengenai hukum bunga Bank dan hukum zakat vs pajak di kalangan para ulama, cendekiawan dan intelektual muslim.

Perbedaan dan perdebatan dikalangan para cendikiawan atau ulama sangat luar biasa, perbedaan pandangan di kalangan ulama Indonesia mengenai bunga yang secara garis besar terbagi pada tiga kelompok yaitu; kelompok yang menghalalkan, kelompok yang mengatakan syubhat dan kelompok yang mengharamkan. Hal ini sangat menentukan respon masyarakat terhadap bank Syariah. Umar Syihab, salah seorang ulama NU (Nahdatul Ulama) sebagai representasi ulama berpendapat bahwa bunga bank adalah halal, didasarkan pendapatnya pada beberapa alasan. Pertama, jumlah bunga uang yang dipungut dan diberikan oleh bank kepada nasabah jauh lebih kecil dibandingkan dengan riba yang diberlakukan di jaman jahiliyah. Kedua, pemungut bunga bank tidak membuat bank itu sendiri dan nasabahnya memperoleh keuntungan besar atau sebaliknya tidak akan merasa dirugikan dengan pemberian bunga. Ketiga, tujuan pengambilan kredit dari debitor pada jaman jahiliyah adalah untuk konsumsi, sementara pada saat ini bertujuan produktif. Keempat, adanya kerelaan antara kedua belah pihak yang bertransaksi sebagaimana halnya kebolehan dalam jual-beli dengan asas kerelaan.

Adapun pendapat Majelas Tarjih Muhammadiyah sebagai organisasi terbesar kedua di Indonesia memutuskan bahwa bunga bank yang diberikan oleh bank milik negara kepada nasabahnya, atau sebaliknya selama berlaku termasuk ke dalam perkara syubhat. Akan tetapi dari faktor tersebut, hanya menyinggung bunga bank yang diberikan oleh bank negara, dengan menyatakan bahwa bunga yang diberikan oleh negara diperbolehkan, karena bunga yang diberikan masih tergolong rendah, jika dibandingkan dengan bunga pada bank swasta.

Organisasi Nahdatul Ulama sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, di samping Muhammadiyah, memutuskan masalah bunga bank tersebut dengan beberapa kali sidang, dengan terjadinya polarisasi pendapat pada tiga kelompok yaitu, haram, halal, dan Syubhat. Namun, meskipun terdapat perbedaan pandangan, Lajnah Bahsul Masail memutuskan bahwa yang lebih berhati-hati adalah pendapat pertama, yakni bunga bank haram.

Adanya perbedaan dikalangan umat Islam tidak menyurutkan munculnya perbankan syariah di Indonesia, rintisan praktek perbankan Islam di Indonesia dimulai pada awal periode 1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam pengkajian tersebut, untuk menyebut beberapa, di antaranya adalah Karnaen A Perwataatmadja, M Dawam Rahardjo, AM Saefuddin, dan M Amien Azis. Sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas di antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti). Sebagai gambaran, M Dawam Rahardjo dalam tulisannya pernah mengajukan rekomendasi Bank Syariat Islam sebagai konsep alternatif untuk menghindari larangan riba, sekaligus berusaha menjawab tantangan bagi kebutuhan pembiayaan guna pengembangan usaha dan ekonomi masyarakat. Jalan keluarnya secara sepintas disebutkan dengan transaksi pembiayaan berdasarkan tiga modus, yakni mudlarabah, musyarakah dan murabahah. Prakarsa lebih khusus mengenai pendirian Bank Islam di Indonesia baru dilakukan tahun 1990. Pada tanggal 18 20 Agustus tahun tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22 25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang terkait. Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirinya PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada tanggal 1 Nopember 1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp 106.126.382.000,-. Sampai bulan September 1999, BMI telah memiliki lebih dari 45 outlet yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang diikuti oleh berdirinya BPRS-BPRS lainnya dan terbuktinya perbankan syariah tidak terkena imbas dari krisis moneter pada tahun 1998 maka akhirnya diikuti oleh berdirinya perbankan-perbankan umum membangun perbankan berbasis syariah.

Evolusi Perundang-undangan Perbankan di Indonesia Undang-undang nomor 14 Tahun 1967 (tidak dimungkinkan bank beroperasi tanpa adanya bunga)

Deregulasi 1 Juni 1983 (dimungkinkan adanya bank tanpa bunga tapi belum ada izin mengenai pendirian bank baru)

Pakto 1988 (dimungkinkan adanya bank tanpa bunga dan sudah terdapat ketentuan mengenai izin pendirian bank baru)

Undang-undang No 7 Tahun 1992 (sudah diakomodasi adanya system bank tanpa bunga dengan adanya system bagi hasil)

Undang-undang No 7 tahun 1998 (dimungkinkan adanya bank konvensional melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil)

Periode UU no 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah ( sudah diakomodir kebutuhan syariah dan bank syariah mempunyai uu sendiri)

Produk Perbankan SyariahBeberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:

Titipan atau simpananAl-Wadiah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. Bank Muamalat Indonesia-Shahibul Maal.

Deposito Mudharabah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.

Bagi hasilAl-Musyarakah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan

Al-Mudharabah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.

Al-Muzaraah, adalah bank memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang pertanian/perkebunan atas dasar bagi hasil dari hasil panen.

Al-Musaqah, adalah bentuk lebih yang sederhana dari muzaraah, di mana nasabah hanya bertanggung-jawab atas penyiramaan dan pemeliharaan, dan sebagai imbalannya nasabah berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.

Jual beliBai Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh: harga rumah 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.

Bai As-Salam, Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Barang yang dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak. Contoh: Pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang pendek (2-6 bulan). Karena barang yang dibeli (misalnya padi, jagung, cabai) tidak dimaksudkan sebagai inventori, maka bank melakukan akad bai as-salam kepada pembeli kedua (misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir). Contoh lain misalnya pada produk garmen, yaitu antara penjual, bank, dan rekanan yang direkomendasikan penjual.

Bai Al-Istishna, merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada pembeli dan penjual secara terpisah, tidak seperti As-Salam di mana semua pihak diikat secara bersama sejak semula. Dengan demikian, bank sebagai pihak yang mengadakan barang bertanggung-jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan pekerjaan dan jaminan yang timbul dari transaksi tersebut.

SewaAl-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.

Al-Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik sama dengan ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa, namun dimasa akhir sewa terjadi pemindahan kepemilikan atas barang sewa.

JasaAl-Wakalah adalah suatu akad pada transaksi perbankan syariah, yang merupakan akad (perwakilan) yang sesuai dengan prinsip prinsip yang di terapkan dalam syariat islam.

Al-Kafalah adalah memberikan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung, dengan kata lain mengalihkan tanggung jawab seorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai jaminan.

Al-Hawalah adalah akad perpindahan dimana dalam prakteknya memindahkan hutang dari tanggungan orang yang berhutang menjadi tanggungan orang yang berkewajiban membayar hutang (contoh: lembaga pengambilalihan hutang).

Ar-Rahn, adalah suatu akad pada transaksi perbankan syariah, yang merupakan akad gadai yang sesuai dengan syariah.

Al-Qardh adalah salah satu akad yang terdapat pada sistem perbankan syariah yang tidak lain adalah memberikan pinjaman baik berupa uang ataupun lainnya tanpa mengharapkan imbalan atau bunga ( riba . secara tidak langsung berniat untuk tolong menolong bukan komersial.

I-STUD 7 (BAFIN) : Mengupas Tuntas Kontrak Perbankan Syariah (session 2)

You are here:HomeKajianI-STUD 7 (BAFIN) : Mengupas Tuntas Kontrak Perbankan Syariah (session 2)30 Nov, 2012

KajianKontrak Pembiayaan Bank SyariahDan Pelaksanaannya Dalam Akad Murabahah Bil WakalahPembicara :

Sesi II. Keisha Adinda Rizky

Hari/Tanggal : Selasa/ 30 Oktober 2012

Sesi II (14.00-16.00)

1. Pendahuluan

Mengapa dalam bank syariah disebut akad, bukan perjanjian?

2 istilah Perikatan IslamAhdu Aqdu

Lingkup ahdu Lingkup aqduAhdu= Perjanjian (overeenkomst)Aqdu= Perikatan (verbintenis)

Proses terjadinya al-aqdu

1. Al-Ahdu(perjanjian), yaitu pernyataan dari seseorang untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu;

2. Persetujuan, yaitu pernyataan setuju dari pihak kedua untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagai reaksi terhadap janji yang dinyatakan oleh pihak pertama. Persetujuan tersebut harus sesuai dengan janji pihak pertama;

3. Apabila dua janji dilaksanakan maksudnya oleh para pihak, maka terjadilah apa yang dinamakanaqduoleh Al-Quran yang terdapat dalam QS. Al-Maidah (5) : 1. Maka yang mengikat masing-masing pihak sesudah melaksanakan perjanjian itu bukan lagi perjanjian (ahdu) tetapi akad (aqdu).

Perbedaan dengan proses perikatan hukum perdata

Perbedaan ada padatahap perjanjianHukum Perikatan Islam : 2 Tahap

(janji pihak pertama terpisah dari janji pada pihak kedua)

KUH Perdata : 1 Tahap

Titik tolak yang paling membedakan adalah pada pentingnya unsur ikrar (ijab dan Kabul) dalam tiap transaksi

Bank Konvensional Vs. Bank Syariah

PENGHIMPUNAN DANA GirowadiahSimpanan dana dengan prinsip titipan ini diterapkan dalam produk Giro dan Tabungan. Pengertian titipan adalah nasabah pemilik dana menyimpan dananya di Bank, tanpa mengharapkan adanya imbalan (jasa bank).

TabunganMudharabah(Prinsip Bagi Hasil)

Simpanan dana dengan prinsip bagi hasil ini diterapkan dalam produk Tabungan dan Deposito. Pengertian bagi hasil adalah nasabah pemilik dana yang menginvestasikan dananya di Bank, akan memperoleh imbalan bagi hasil. Adapun besarnya dihitung berdasarkan nisbah yang disepakati dikalikan dengan pendapatan bank pada bulan yang bersangkutan.

DepositoMudharabah(Prinsip Bagi Hasil) :

Pemilik dana (shahibul maal) yang menginvestasikan dananya dalam bentuk deposito, pada umumnya memiliki motif utama untuk mendapatkan keuntungan karena bagi hasilnya memang relatif besar. Walaupun tidak tertutup kemungkinan bahwa motif lain juga ada, yaitu agar mendapatkan rizki yang berkah karena sesuai syariah. Seperti produk deposito pada umumnya, simpanan berjangka ini hanya dapat ditarik sesuai jangka waktu yang disepakati. Karena pengendapan dananya relatif lebih lama, maka nisbah untuk deposito ini lebih tinggi dari Tabungan.

PENYALURAN DANAPrinsip Jual Beli

MurabahahMerupakan akad jual beli yang disepakati antara Bank syariah dengan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank dari pemasok ditambah margin keuntungan) pada waktu yang ditetapkan sesuai kesepakatan.

SalamMerupakan akad jual beli antara bank dengan nasabahnya atas suatu barang dimana harganya dibayar oleh bank dengan segera, sedangkan barangnya akan diserahkan kemudian oleh nasabah (produsen) kepada bank dalam jangka waktu yang telah disepakati. Selanjutnya, bank dapat menjual kembali barang tersebut kepada nasabah atau pihak lain (pembeli) maupun kepada nasabah (produsen) semula secara angsuran.

IstishnaMerupakan akad jual beli yang dilakukan antara nasabah sebagai pemesan atau pembeli (mustashni) dengan bank syariah sebagai produsen atau penjual (shani) dimana penjual (pihak bank) membuat barang yang dipesan oleh nasabah. Bank untuk memenuhi pesanan nasabah dapat mensubkan pekerjaannya kepada pihak lain dan barang yang akan diperjualbelikan harus dibuat lebih dulu dengan kriteria yang jelas. Pada umumnya, pembiayaan istishna dilakukan untuk pembiayaan konstruksi.

Prinsip Bagi Hasil

MudharabahMerupakan penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal)kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu dengan pembagian menggunakan metode bagi untung rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah (bagian keuntungan usaha bagi masing-masing pihak yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan) yang telah disepakati sebelumnya. Dalam pembiayaanmudharabah, bank bertindak sebagai shahibul maal dan nasabah bertindak sebagaimudharib.MusyarakahMerupakan penanaman dana dari pemilik dana untuk mencampurkan dana mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pemilik dana berdasarkan bagian dana masing-masing. Bank syariah dan nasabah yang membutuhkan pembiayaan, bersama-sama membiayai dan mengelola suatu usaha atau proyek secara bersama atas prinsip bagi hasil sesuai dengan penyertaannya, dimana keuntungan dan kerugian dibagi secara proporsional sebagaimana kesepakatan awal.

Prinsip pinjam-meminjam (Qard)

Merupakan kontrak antara bank syariah dengan nasabahnya untuk memfasilitasi nasabah yang membutuhkan dana talangan segera untuk jangka waktu yang sangat pendek. Dalam hal ini, bank menyediakan fasilitas pinjaman dana kepada nasabah yang patut, dan nasabah hanya berkewajiban mengembalikan sejumlah pinjaman, sedangkan bank dilarang meminta imbalan apapun dari nasabah, kecuali nasabah memberikan dengan suka rela.

Prinsip Sewa Menyewa (Ijarah)

Ijarah merupakan transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa sesuai dengan kesepakatan dan setelah masa sewa berakhir maka barang dikembalikan kepada bank. Ijarah tidak dapat dilakukan secara langsung oleh pihak bank, melainkan oleh anak perusahaan bank. Bank syariah hanya wajib menyediakan barang yang disewakan, baik barang milik bank maupun bukan milik bank untuk kepentingan nasabah berdasarkan kesepakatan. Namun demikian, bank mempunyai hak pemanfaatan atas barang yang disewakan.

Jasa Pelayanan

WakalahYaitu jasa melakukan tindakan/pekerjaan mewakili nasabah sebagai pemberi kuasa. Akadwakalahdalam bank syariah diaplikasikan untuk jasa-jasa tertentu yang membutuhkan perwakilan dari pihak ketiga.

HiwalahMerupakan pengalihan piutang nasabah kepada bank syariah untuk membantu nasabah mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya dan bank mendapat imbalan atas jasa pengalihan piutang tersebut.Hiwalahsecara umum merupakan anjak piutang.

KafalahPemberian jaminan oleh bank sebagai penanggung (kafil) kepada pihak ketiga atas kewajiban pihak kedua (yang ditanggung,makful anhuatauashil). Atas pemberian jaminan ini bank memperolehfee.

RahnMerupakan transaksi gadai antara bank syariah dengan pemilik barang yang membutuhkan dana dimana pemilik barang tersebut dapat menggadaikan barang yang dimilikinya untuk menjadikan barang tersebut sebagai jaminan hutang kepada bank, hingga pemilik barang yang bersangkutan boleh mengambil barangnya setelah melunasi hutangnya kepada bank. Bank akan membebankan jasa gadai sesuai dengan kesepakatan.

Pembiayaan murabahah

Pembiayaan masih menjadi pilihan utama penempatan dana perbankan syariah dibandingkan penempatan lainnya, bank lain ataupun surat-surat berharga. Hal itu terlihat dari pangsa pembiayaan yang mencapai 70,6% dari total aset BUS dan UUS.

Secara umum penyaluran pembiayaan perbankan syariah masih didominasi oleh akad murabahah yakni sebesar 54,9% pada BUS dan UUS

(Sumber: Direktorat Perbankan Syariah BI,Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2011(Jakarta: Bank Indonesia, 2012), hal. 12.)

Why murabahah?

Murabahah: Fasilitas pembiayaan melalui Jual Beli

Kredit: Peminjaman uang

Murabahah bil Wakalah: Murabahah yang diwakilkan

Fasilitas pembiayaan melalui penyaluran uang untuk mewakili bank dalam membeli barang. Kemudian kembali ke konsep jual beli

SKEMA MURABAHAH

SKEMA MURABAHAH BIL WAKALAH

Proses pembiayaan

Praktik murabahah bil wakalah pada bank syariah

Dilakukan melalui pengikatan dua akad yaitu (Murabahahdanwakalah)

Fatwa Dewan Syariah Nasional

Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentangMurabahahpada Ketetapan Pertama butir 9. Fatwa tersebut menyebutkan bahwa jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual belimurabahahharus dilakukan setelah barang,secara prinsip telah menjadi milik bank.

Fakta di lapangan

Pengikatan atas akadmurabahahdanwakalahdilakukan di saat yang bersamaan.

MENGAPA MENGGUNAKAN WAKALAH?

Tolong menolong di antara sesama manusia. Semua manusia membutuhkan bantuan orang lain.

Proses pembiayaanmurabahahmenjadi lebih praktis, karena mempermudah bank didalam menyediakan barang yang hendak dijadikan objek pembiayaan, tanpa harus mencarisupplierpenyedia barang yang sesuai dengan yang diinginkan nasabah, ataupun mencari pihak ketiga lain yang dapat dijadikan agen untuk membeli barang tersebut, dikarenakan bank dibolehkan memberikan kuasa untuk mencari dan membeli barang sebagai objek pembiayaan langsung kepada nasabah selaku orang yang berkepentingan terhadap barang tersebut

Hemat waktu, pencarian dan pembelian barang yang dijadikan objek pembiayaan oleh bank akan memakan waktu yang cukup lama, belum lagi apabila pihak bank kekurangan orang untuk melakukan pekerjaan tersebut sehingga harus mencari agen yang bersedia membelikan barang tersebut. Sedangkan apabila bank memberikan kuasanya langsung kepada nasabah untuk membeli barang mewakili dirinya, pencarian dan pembelian akan barang yang dimaksud oleh nasabah akan memakai waktu yang lebih sedikit dikarenakan nasabah merupakan orang yang berkepentingan sendiri atas barang tersebut

Nasabah akan langsung mengetahui fisik barang yang menjadi objek pembiayaan sehingga tidak lagi terdapat keraguan atas barang yang menjadi objek pembiayaan dan bank tidak akan mendapat keluhan tentang cacatnya barang karena nasabah yang membeli sendiri barang tersebut

Timbulnya saling percaya mempercayai diantara bank dengan nasabah. Memberikan kuasa pada orang lain merupakan bukti adanya kepercayaan pada pihak lain.

Pembelokan atas prinsipmurabahahyang sesungguhnya

walau memang pada dasarnya ia membeli barang tersebut atas nama bank, tetapi kesan yang terlihat adalah bank memberikan pinjaman berupa dana segar kepada nasabah untuk kemudian digunakan nasabah untuk membeli barang yang dikehendakinya. Sehingga seringkali orang awam menyalahartikan konsep darimurabahahbilwakalahmembelok dari ketentuan syariah yang seharusnya ditegakkan oleh bank syariah.

Risiko yang akan dihadapi oleh bank.

Peristiwa penandatanganan akadwakalahsebagai pelengkap dari akadmurabahahtidak menjamin seluruh dari nasabah yang disetuji permohonannya akan menjalankan akad sebagaimana mestinya, dalam artian, nasabah membelikan dana yang telah diberikan tersebut untuk pembelian barang yang tidak sesuai dengan yang telah dperjanjikan sebelumnya. Kasus seperti ini dikenal sebagaiside streaming.

KESIMPULAN

Murabahah dengan akad pelengkap wakalah diperbolehkan oleh Fatwa DSN.

Dengan catatan: akad jual belimurabahahdilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank (melalui akadwakalah)Tujuannya agar barang yang dibeli melalui uang yang diberikan oleh bank benar-benar dibelikan sesuai dengan yang telah disepakati dalam akad. Barulah nantinya barang tersebut dijual oleh bank kepada nasabah.