kontribusi desa pakraman di bali dalam pengentasan kemiskinan filedalam pengentasan kemiskinan ......

23
1 USULAN PENELITIAN KONTRIBUSI DESA PAKRAMAN DI BALI DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN Oleh Tim Peneliti Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar, 2014

Upload: lamkhanh

Post on 27-Jun-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

USULAN PENELITIAN

KONTRIBUSI DESA PAKRAMAN DI BALI

DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN

Oleh

Tim Peneliti Fakultas Hukum

Universitas Udayana

Denpasar, 2014

1

A. JUDUL : Kontribusi Desa Pakraman di Bali dalam Pengentasan

Kemiskinan.

B. PENDAHULUAN :

Kemiskinan merupakan satu problema nasional yang sedang dihadapi

dewasa ini bahkan sejak berpuluh tahun lalu, dan menjadi tugas negara untuk

menanggulanginya. Namun tentunya persoalan ini bukanlah semata-mata

menjadi tugas negara sebagaimana diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945

melainkan adalah juga menjadi bagian dari tugas kita bersama, tugas dari seluruh

bangsa dan rakyat Indonesia untuk secara bersama-sama menanggulanginya.

Secara umum, angka kemiskinan Indonesia sejak 1998 – 2011 terus

menurun. Penurunan tersebut tidak lepas dari upaya keras pemerintah untuk

menanggulangi kemiskinan melalui berbagai program pro-rakyat. Kendati belum

bisa dikatakan maksimal, akan tetapi tren penurunan menunjukkan bahwa

program-program penanggulangan kemiskinan yang diluncurkan pemerintah

telah memberikan efek positif bagi peningkatan kemampuan masyarakat dalam

mengembangkan hak-hak dasar mereka.

Gambar Penurunan angka kemiskinan di Indonesia sejak 1998 – 2010. Sumber

data BPS.

2

Berdasarkan Worldfactbook, BPS, dan World Bank, di tingkat dunia

penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia termasuk yang tercepat

dibandingkan negara lainnya. Tercatat pada rentang 2005 – 2009 Indonesia

mampu menurunkan laju rata-rata penurunan jumlah penduduk miskin per tahun

sebesar 0,8%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian negara lain

semisal Kamboja, Thailand, Cina, dan Brasil yang hanya berada di kisaran 0,1%

per tahun. Bahkan India mencatat hasil minus atau terjadi penambahan

penduduk miskin.

Kendati Indonesia adalah negara yang paling berhasil menurunkan angka

kemiskinan, akan tetapi masih terdapat disparitas antar provinsi. Ada provinsi

yang berhasil menurunkan prosentase penduduk miskinnya dengan cepat dan ada

pula yang lambat. Gambar 4 berikut menggambarkan profil kemiskinan beberapa

provinsi di Indonesia tahun 2011.

Profil Kemiskinan Per Provinsi Tahun 2011. Sumber data BPS.

3

Selain itu, sebaran penduduk miskin juga tidak merata di seluruh wilayah

kepulauan Indonesia. Penduduk miskin tersebut tinggal di wilayah perkotaan

maupun perdesaan, dengan prosentase terbesar berada di wilayah perdesaan di

Pulau Jawa, disusul Pulau Sumatera, baru kemudian pulau-pulau lain di

Indonesia. Secara rinci, gambaran jumlah penduduk miskin di perdesaan dan

perkotaan seperti tergambar berikut ini.

Jumlah Penduduk Miskin Perdesaan dan Perkotaan 2011 (dalam ribuan).

Sumber data BPS.

Sebagai catatan, ada beberapa hal yang patut dijadikan bahan kajian. Pertama,

tingkat kemiskinan masyarakat Bali. Dari data di Badan Pusat Statistik (BPS)

Provinsi Bali, pada 2 Januari 2013, jumlah angka kemiskinan masyarakat Bali

hingga September 2012 adalah 160.950 orang. Jumlah ini tentu sangat besar

dibandingkan jumlah penduduk Bali secara keseluruhan yang mencapai lebih dari

3,6 juta orang. Itu artinya, pemimpin ke depan mesti mampu terus-menerus

4

mengentaskan kemiskinan masyarakat Bali, karena akibat kemiskinan akan

menimbulkan multi efek yang kurang positif bagi peningkatan kesejahteraan

rakyat. Dengan kemiskinan, tentu akan berdampak pada tingkat kesehatan yang

rendah. Jika kesehatan masyarakat rendah, maka kesempatan untuk mendapatkan

pendidikan juga kecil. Berarti upaya peningkatan kemampuan bersaing dalam

memperebutkan lahan pekerjaan akan berkurang sehingga tingkat pengangguran

pun naik. Jadi persoalan mendasar dari rantai kehidupan ini adalah dengan

mengentaskan kemiskinan.

Secara garis besar, penurunan angka kemiskinan dari tahun ke tahun juga

terus mengalami penurunan. Pada tahun 2008, penduduk miskin di Bali tercatat

sebanyak 6,17 persen. Selanjutnya pada tahun 2009 menurun menjadi 5,13

persen, tahun 2010 tercatat sebanyak 4,88 persen. Selanjutnya pada tahun 2011

dan 2012 terus bergerak turun menjadi 4,20 persen dan terakhir 3,95 persen.

Angka kemiskinan dari 6,17% tahun 2008, sudah mampu ditekan menjadi 3,95%

pada tahun 2012 (terbaik kedua nasional, setelah Provinsi DKI Jakarta).

Penurunan angka kemiskinan itu menjadi sebuah bukti keberhasilan

berbagai program Bali Mandara yang pelaksanaannya telah memasuki tahun

kelima. Sejumlah program yang manfaatnya bisa dinikmati langsung oleh

masyarakat antara lain Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM), Bedah Rumah,

Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri), Beasiswa bagi siswa dan mahasiswa

kurang mampu, bantuan desa pakraman dan subak serta Gerakan Pembangunan

Desa Terpadu (Gerbangsadu). Semuanya merupakan program yang langsung

menyentuh kepentingan masyarakat luas dan terkait dengan upaya pengentasan

kemiskinan

5

Penjabaran rencana aksi yang dilakukan Pemprov Bali dalam

mengentaskan kemiskinan menunjukkan keberhasilan. Laporan resmi dari Badan

Pusat Statistik No. 45/07/th.XIII tertanggal 1 Juli 2010 tentang Profil Kemiskinan

Indonesia, menunjukkan keberhasilan Bali dalam pengentasan angka penduduk

miskin. Berdasarkan data yang dirujuk pada Maret 2010 dengan pendataan

konsep garis kemiskinan, tercatat 174.930 jiwa (4,88%) masuk kategori miskin.

Angka ini jauh menurun dibandingkan angka penduduk miskin pada bulan yang

sama tahun 2009. Saat itu angka penduduk miskin di Bali mencapai 181.720 jiwa

(5,13%).

''Berdasarkan perbandingan angka ini, Bali mampu mengentaskan penduduk

miskin mencapai 6.790 jiwa. Angka ini melampaui target nasional yang

dibebankan pemerintah pusat 6.360 jiwa.

Angka kemiskinan di Bali per Maret 2008 tercatat mengalami penurunan

13.400 orang. Pada bulan Maret 2007 tercatat ada 229.100 orang di Bali yang

berada di bawah kemiskinan atau mencapai 6,63 persen dari jumlah keseluruhan

penduduk Bali. Jumlah itu menurun menjadi 215.700 orang pada bulan Maret

2008 atau sekitar 6,17 persen dari total penduduk Bali.Data Badan Pusat Statistik

(BPS) 2006 tentang angka kemiskinan di Bali menunjukkan masih cukup tinggi

jumlah keluarga miskin di Bali yaitu 147.044 kepala keluarga (KK). Jumlah

terbesar berada di Buleleng, yaitu 47.908 KK. Berikutnya di Karangasem (41.826

KK), Bangli (13.191 KK), Tabanan (11.672 KK), Klungkung (8.460 KK),

Gianyar (7.629 KK), Jembrana (6.998 KK), Badung (5.201 KK), dan Denpasar

sebanyak 4.159 KK.

6

Dari hasil survei yang dilakukan, dapat diketahui bahwa dari 413

responden yang meliputi 67 desa/kampung di seluruh Bali, diketahui bahwa

sebagian besar bermatapencaharian sebagai buruh/tukang (29,5%), pedagang

(21,1%), dan petani (16,5%) dengan penghasilan rata-rata kurang dari 200

ribu/bulan (52,5%) dan sebagian besar memiliki hutang (77,5%). Dilihat dari

latar belakang pendidikan, sebagian besar responden telah tamat SD (33,7%) dan

tidak tamat SD (27%).Wakil Gubernur Bali I Gusti Ngurah Alit Kelakan

mengatakan bahwa pemerintah memiliki target penurunan angka kemiskinan di

Bali mencapai 5 persen per tahun. Dan jumlah kemiskinan terparah adalah tahun

2005 yaitu sebanyak 1.07. Begitulah tingkat kemiskinan di pulau Bali atau

Provinsi Bali yang naik turun dan tidak selalu stabil. sekarang, bagaimana

pemerintah akan menanggulanginya

Pelaksanaan berbagai program Bali Mandara yang diluncurkan oleh

Gubernur Bali Made Mangku Pastika telah memasuki tahun kelima. Upaya

pengentasan kemiskinan merupakan salah satu fokus dari berbagai program pro

rakyat yang dilaksanakan Gubernur Mangku Pastika beserta jajaran. Pelan tapi

pasti, berbagai program yang dilaksanakan terbukti mampu menurunkan jumlah

penduduk miskin. Data resmi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi

Bali menyebutkan, presentase penduduk miskin di Bali pada September 2012

hanya tersisa 3,95 persen atau sebanyak 160.950 jiwa. Jumlah tersebut tentunya

sudah jauh lebih kecil jika dibandingkan jumlah penduduk miskin pada tahun

2008 yang tercatat sebesar 6,17 persen. Itu artinya, penurunan angka kemiskinan

Bali mendekati presentasi 50 persen. Bali pun menduduki peringkat II setelah

DKI Jakarta yang presentase penduduk miskinnya sebesar 3,70 persen.

7

Penurunan angka kemiskinan tersebut bukan semata di tataran angka-

angka. Dalam aktualisasi, berbagai dampak nyata program Bali Mandara sangat

dirasakan oleh masyarakat. Desa Pengotan, Bangli merupakan salah satu desa

yang merasakan dampak positif berbagai program Bali Mandara. Bahkan, secara

nyata angka kemiskinan di desa ini berhasil dikurangi hingga lebih dari 50 persen

dalam kurun waktu empat tahun. Hal tersebut disampaikan Perbekel Desa

Pengotan Wayan Arsana dalam penyerahan Program Gerbangsadu oleh Gubernur

Bali Made Mangku Pastika kepada kelompok ekonomi produktif di Pasar Desa

Pengotan baru-baru ini. Lebih jauh Arsana mengurai, Desa Pengotan yang

berpenduduk 1315 KK atau 3617 jiwa. Pada catatan tahun 2008, desa ini

mengantongi 517 KK miskin. Pada tahun 2012, tambah Arsana, penduduk miskin

di wilayahnya bisa dikurangi hingga hanya tersisa sebanyak 295 KK.

"Berkurangnya penduduk merupakan dampak positif dari pelaksanaan berbagai

program Bali Mandara seperti JKBM, bedah rumah, simantri dan program

Gerbangsadu," urainya. Lebih jauh Arsana mengurai, banyak masyarakatnya

yang telah memanfaatkan Program JKBM. “Dengan program JKBM, masyarakat

kami tidak perlu lagi memikirkan biaya ketika harus berobat saat sakit,” ujarnya.

Karena itu Arsana berharap agar program Bali Mandara bisa dilanjutkan.

Hal senada juga diungkapkan Kepala Dusun Bayad, Tegallalang, Gianyar I Ketut

Sunarta. Ditemui di sela-sela kegiatan Sosialisasi Program Bali Mandara Melalui

Pentas Seni Tradisional, Sunarta mengatakan kalau Program Bali Mandara

merupakan terobosan yang luar biasa. Berbagai program Bali Mandara seperti

JKBM sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat khususnya golongan

menengah ke bawah. Selain JKBM, program bedah rumah dan Simantri juga

8

mendapat apresiasi masyarakat Dusun Bayad. Pernyataan tersebut diperkuat oleh

Bendesa Pakraman Bayad I Made Latra. “Banyak warga yang terselamatkan

karena program JKBM. Bahkan ada warga kami yang memanfaatkan layanan

cuci darah dua kali seminggu, bayangkan saja kalau tidak ada program JKBM,”

imbuhnya. AA.Nyoman Wijana, Ketua Kelompok Simantri 027 Desa Kelating

Tabanan khusus mengapresiasi program Simantri. Program Simantri, tambah

Wijana, secara perlahan mampu mewujudkan harapan para petani untuk

meningkatkan kesejahteraannya. “Ini merupakan program luar biasa di bidang

pertanian,” imbuhnya. Hanya saja, kata Wijana, para petani memang perlu lebih

kreatif dan bekerja keras agar hasilnya lebih maksimal. Dia berharap, berbagai

program Bali Mandara yang manfaatnya benar-benar telah dirasakan oleh

masyarakat dilanjutkan.

Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengapresiasi pelaksanaan

berbagai Program Bali Mandara yang mendapat sambutan positif dari

masyarakat. Pun demikian, Mangku Pastika tak lantas berpuas diri dengan

pencapaian berbagai program ini. “Kita memang sudah berupaya maksimal

melaksanakan berbagai program yang bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat,” ujarnya dalam kesempatan menginap di bedah rumah

seorang warga di Banjar Palaktihing, Desa Landih, Kabupaten Bangli. Namun

demikian, berbagai program itu masih memerlukan penyempurnaan. Terlebih lagi

program Gerbangsadu yang memang baru dilaksanakan sejak tahun 2012.

Gubernur pun bertekad mempercepat penuntasan pengentasan kemiskinan di

Pulau Dewata. Bagi seorang Mangku Pastika, keberadaan masyarakat miskin

selalu menjadi beban pikirannya. “Karena saya pernah hidup serba kekurangan di

9

masa kecil, makanya saya bisa merasakan susahnya jadi orang miskin,”

imbuhnya. Sejalan dengan tekadnya itu, mulai tahun 2013 ini, Gubernur Mangku

Pastika melaksanakan kegiatan menginap di rumah warga penerima program

bedah rumah. Selama bulan Januari 2013, tercatat sudah dua kali Gubernur yang

didampingi Ny.Ayu Pastika menginap di bedah rumah yaitu di Banjar Putung,

Desa Duda Timur Karangasem dan Banjar Palaktihing, Desa Landih, Kabupaten

Bangli. Gubernur Mangku Pastika menilai kegiatan nginep di rumah penduduk

penerima bantuan bedah rumah banyak memberi insfirasi guna mempercepat

penuntasan masalah kemiskinan. Selama ini, kata Mangku Pastika, pemerintah

telah memberikan bantuan berupa bedah rumah, kesehatan dan pendidikan bagi

mereka. "Tapi ternyata itu belum cukup membuat mereka benar-benar keluar dari

kemiskinan," imbuhnya. Kata Mangku Pastika, masyarakat kurang mampu masih

membutuhkan mata pencaharian yang lebih baik. Salah satunya melalui program

untuk menggerakkan ekonomi produktif di perdesaan. "Mereka perlu ketrampilan

untuk menghasilkan produk-produk yang bernilai ekonomis. Selain itu kita juga

harus memikirkan bagaimana pemasarannya," tandasnya. Untuk itu, Pemprov

Bali akan lebih memantapkan program Gerbangsadu agar dana yang disalurkan

dapat bergulir. Ke depannya, Gubernur berharap akan lebih banyak lagi desa

yang memperoleh program ini.

Dalam memimpin Bali lima tahun ke depan visi yang diusung oleh

Gubernur Mangku Pastika adalah:

Terwujudnya Bali yang maju, aman, damai, dan sejahtera (Bali Mandara)

“Mandara”, berasal dari Bahasa Sanskerta, yang berarti:besar, agung, suci, dan

great. Bali Mandara adalah Bali yang besar, Bali yang agung, Bali yang suci,

10

The great Bali. Mandara adalah juga akronim dari Maju, Aman, Damai, dan

Sejahtera

Visi tersebut kemudian dijabarkan ke dalam tiga Misi yaitu:

Pertama; Mewujudkan Bali yang Berbudaya, Metaksu, Dinamis, Maju, dan

Modern.

Kedua; Mewujudkan Bali yang Aman, Damai, Tertib, Harmonis, serta Bebas

dari berbagai Ancaman, dan

Ketiga; Mewujudkan Bali yang Sejahtera dan Sukerta Lahir Bathin.

Dari visi dan misi ini terlihat arah kepada upaya untuk mewujudkan masyarakat

Bali yang sejahtera lahir batin bebas dari kemiskinan.

Apa yang dikemukakan di atas menunjukkan upaya yang dilakukan oleh

pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah Provinsi Bali dengan landasan visi

dan misinya yang mengarah kepada upaya pengentasan kemiskinan, namun

dalam program dan kegiatan riil yang dilaksanakan sama sekali tidak terlihat

mengenai peran atau kontribusi dari desa pakraman dalam upaya pengentasan

kemiskinan tersebut. Hal ini tampaknya menjadi penting untuk diperhatikan

mengingat desa pakraman merupakan satu kesatuan masyarakat hukum adat

yang tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan jaman namun tidak

melupakan asal-usul dan tradisinya.

Kehadiran desa pakraman dalam kerangka upaya pengentasan kemiskinan

oleh pemerintah tentunya akan sangat membantu karena desa pakraman

bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat dalam kesehariannya,

sehingga upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka pengentasan

kemiskinan tersebut menjadi lebih efektif dan lebih cepat dapat diwujudkan.

11

Terlebih-lebih lagi bila dikaitkan dengan landasan filosofis yang melandasi

kehidupan masyarakat adat di Bali dalam wadah desa pakraman yang dikenal

dengan Tri Hita Karana yakni tiga unsur dalam mewujudkan kesejahteraan yang

selalu ditempatkan dalam hubungan yang harmonis, yaitu unsur: Brahman

(Tuhan Yang Maha Esa), Bhuwana (alam semesta/lingkungan hidup), dan

Manusa (manusia yang berada dalam kelompok masyarakat adat yang dikenal

dengan krama desa). Manifestasi dari ketiga unsur tersebut dalam kehidupan

desa pakraman di Bali adalah : Prahyangan Desa (sebagai tempat memuja Ida

Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa), Palemahan Desa (wilayah

teritorial desa) dan Krama Desa (kelompok orang yang terorganisasikan dalam

satu kesatuan).

Denggan landasan filosofis seperti ini maka adalah menjadi tugas dari

desa pakraman untuk menjaga keharmonisan dari warganya dengan berbagai

unsur lainnya. Namun disadari bahwa keharmonisan itu akan dapat terganggu

apabila kesejahteraan mereka tidak memadai. Dengan kata lain bahwa

kemiskinan dapat berakibat terhadap terjalinnya hubungan harmonis antara ketiga

unsur tersebut.

Sehubungan dengan hal itu maka dapat dipertanyakan mengenai sejauh

mana peran atau kontribusi yang telah diberikan oleh desa pakraman dalam

rangka mengupayakan kesejahteraan warganya dengan mengentaskan

kemiskinan warga yang menjadi kerama desa. Dengan kata lain masalah yang

muncul dan yang dirasa penting untuk diteliti adalah :

12

1. Apakah desa pakraman di Bali telah memiliki program atau

perencanaan berekenaan dengan upaya pengentasan kemiskinan dari

warganya?

2. Upaya-upaya apa yang telah dilakukannya untuk mengentaskan

kemiskinan tersebut?

3. Bagaimana tingkat keberhasilan dari upaya yang telah dilakukan oleh

desa pakraman dalam mengentaskan kemiskinan di wilayahnya.

Dengan meneliti permasalahan di atas akan dapat diketahui sejauh mana

kontribusi yang telah diberikan oleh desa pakraman dalam upaya mengentaskan

kemiskinan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah.

Dari penelitian ini diharapkan tercapainya satu tujuan untuk mengetahui

bagaimana kontribusi yang telah diberikan oleh desa pakraman dalam upaya

untuk mengentaskan kemiskinan di wilayahnya masing-masing yang tentunya

akan sangat mendukung program pengentasan kemiskinan yang telah dilakukan

oleh pemerintah. Selain itu dari penelitian ini akan dapat diketahui bahwa desa

pakraman bhukan hanya sekedar kelompok masyarakat adat yang berfungsi

untuk menyelenggarakan aktivitas adat dan budaya serta keagamaan namun juga

memperhatikan kesejahteraan dari warganya, sehingga desa pakraman tersebut

dapat menjadi lebih kuat dan mantap menjaga eksistensinya.

Dari hasil penelitian ini diharapkan pula ada satu manfaat yang dapat

disumbangkan setidak-tidaknya untuk pemerintah daerah dalam rangka program

pengentasan kemiskinan bahwa pihak pemerintah daerah setidak-tidaknya

melibatkan desa pakraman dalam program pengentasa kemiskinan tersebut.

13

C. KAJIAN PUSTAKA

Desa Pakraman di Bali adalah satu desa adat dalam pengertian sebagai

satu kelompok masyarakat yang terikat dalam satu wadah organisasi

kemasyarakatan adat yang bersifat sosial religius. Dalam kepustakaan tentang

hukum adat, desa adat disebut dengan persekutuan hukum adat atau ada pula

yang menyebutnya dengan masyarakat hukum adat.

Ter Haar dalam tulisannya yang berjudul “Beginselen en Stelsel van het

Adatrecht” yang diterjemahkan dalam Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat

(1974:13-14) mengemukakan bahwa : “di seluruh kepulauan Indonesia pada

tingkatan rakyat jelata terdapat pergaulan hidup di dalam golongan-golongan

yang bertingkah laku sebagai kesatuan terhadap dunia luar, lahir dan batin.

Golongan-golongan itu mempunyai tata susunan yang tetap dan kekal, dan orang-

orang segolongan itu masing-masing mengalami kehidupannya dalam golongan

sebagai hal yang sewajarnya, hal menurut kodrat alam. Tidak ada seorangpun

dari mereka yang mempunyai pikiran akan kemungkinan pembubaran golongan

itu. Golongan golongan masnusia tersebut mempunyai pula pengurus sendiri dan

mempunyai harta benda, milik keduniaan dan milik gaib. Golongan-golongan

demikianlah yang bersifat persekutuan hukum”.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa persekutuan hukum adat

merupakan sekelompok orang yang tersusun dalam satu tata susunan yang tetap,

memiliki pengurus dan harta kekayaan sendiri baik yang bersifat duniawi

maupun gaib. Yang lebih penting lagi adalah bahwa orang-orang yang ada dalam

kelompok itu merasakan kehidupannya sebagai sesuatu yang bersifat kodrati dan

tidak ada satu keinginanpun untuk membubarkan kelompoknya itu. Kelompok

14

seperti ini ditemukan puila di Bali yaitu yang dikenal dengan desa adat (sekarang

desa pakraman). Desa Pekraman di Bali telah diberikansatu landasan hukum

yang jelas yaitu dalam Perda No. 3 tahun 2001, di mana dinyatakan dalam pasal

1 sub. 4 bahwa :

Desa pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Propinsi Bali

yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup

masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan kahyangan

tiga atau kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta

kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.

Dari perda ini dapat dilihat bahwa desa pakraman (desa adat) telah diakui

sebagai satu kesatuan masyarakat hukum adat di wilayah Provinsi Bali yang

memiliki tradisi dan tata krama yang telah diwarisi secara turun temurun,

memiliki wilayah tertentu dan mempunyai hak untuk mengurus rumah tangganya

sendiri, dan mereka semua terikat dalam satu ikatan kahyangan tiga atau

kahyangan desa.

Jelas dari ketentuan di atas bahwa desa adat (desa pakraman) di Bali

memiliki karakteristik tersendiri sehingga wajar apabila desa pakraman atau desa

adat dikatakan memiliki sifat sosial religius yang tidak ditemukan pada

masyarakat hukum adat lainnya di Indonesia.

Pada bagian lain dapat dilihat, khususnya untuk masyarakat hukum adat

di Bali (Desa Pakraman), bahwa kehidupan masyarakat hukum adat di Bali

memiliki landasan filosofis yang bersumber pada ajaran Agama Hindu yang

dikenal dengan Tri Hita Karana yang bermakna sebagai tiga unsur penyebab

kebahagiaan yang meliputi : Brahman ( Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan

Yang Maha Esa), Bhuwana (alam semesta) dan Manusa (manusia/orang yang

berada di wilayah desa). Ketiga unsur ini terkait dalam satu ikatan kesatuan yang

15

tidak terpisahkan dan harus ditempatkan dalam situasi yang harmonis sepanjang

masa. Apabila keharmonisan itu terganggu maka kehidupan masyarakat adat

akan terganggu pula. Secara konkrit ketiga unsur tersebut dimanifestasikan dalam

wujud tertentu. Unsur Brahman diwujudkan dalam satu tempat pemujaan bagi

warga kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang dikenal dengan Kahyangan

Tiga dan Kahyangan Desa lainnya. Dalam menjamin hubungan yan g harmonis

antara manusia (dhi warga desa adat) dengan Sang Maha Pencipta, maka

ditetapkanlah berbagai aturan berkenaan dengan keberadaan tempat pemujaan

tersebut (disebut pula dengan Parahyangan Desa). Keberadaan Bhuwana dalam

lingkungan desa diwujudkan dalam bentuk Palemahan Desa yaitu wilayah desa

yang selalu dijaga kesucian dan kelestariannya. Unsur Manusa diwujudkan dalam

wadah Kerama Desa yaitu kelompok orang sebagai warga desa adat yang

berkewajiban untuk selalu menjaga keserasian kelompoknya dengan baik dimana

hubungan antar warga selalu berada dalam suasana yang harmonis. Selain itu

warga sebagai kesatuan kelompok selalu mengupayakan keharmonisan hubungan

dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui hubungan pemujaan di Prahyangan Desa

dan juga menjaga kelestarian lingkungan sehingga selalu dapat memberikan

kehidupan kepada warga desa itu sendiri.

Upaya untuk menjaga keharmonisan dari ketiga unsur tersebut berada di

tangan masyarakat hukum adat itu sendiri yang dikoordinasikan oleh kepala

persekutuan hukumnya. Dalam hubungan ini dapat dilihat adanya kewenangan

dari persekutuan hukum adat untuk menyelenggarakan kehidupannya sendiri

sesuai dengan tatanan yang dipandang tepat, atau yang lazim dikenal dengan

kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Keadaan ini pulalah yang

16

memberikan satu penilaian bahwa desa adat memiliki otonomi sendiri yang

bersifat asli dalam artian bahwa kewenangan itu bersumber pada keberadaan dari

desa adat itu sendiri tidak karena diberikan oleh kekuasaan lain yang lebih tinggi.

Jadi karena desa adat itu ada maka dia memiliki kewenangan tersebut.

Wirta Griadhi dalam tulisannya mengenai Peranan Otonomi Desa Adat

dalam Pembangunan mengemukakan bahwa otonomi desa adat meliputi tiga

aspek yaitu :

1. Kewenangan untuk menetapkan aturan hukum, dalam bentuk awig-

awig desa yang harus ditaati oleh setiap warganya dan juga

pengurusnya.

2. Kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan, dalam

pengertian menyelenggarakan jalannya masyarakat hukum adat

sehingga dapat mewujudkan tujuannya.

3. Kewenangan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di kalangan

warganya.

(Wirta Griadhi, 1990, 15)

Apabila diperhatikan lebih jauh maka kewenangan dari desa adat dalam

mengurus rumah tangganya sendiri bertumpu pada aturan aturan yang ditetapkan

oleh desa adat itu sendiri, sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan juga

penyelesaian sengketa akan bertumpu pada aturan hukum adat yang telah

ditetapkan dalam aturan-aturan adat (di Bali awig-awig) dan juga aturan adat

kebiasaan yang berlaku.

Khusus dalam hubungannya dengan penyelenggaraan pemerintahan yang

berada di tangan pemerintah desa (pengurus/prajuru adat), selain memperhatikan

17

pelaksanaan aturan hukum dalam bentuk hak dan kewajiban dari warga terhadap

kelompok masyarakatnya, seyogyanya juga memperhatikan kondisi kehidupan

dari warga masyarakat adatnya sendiri. Dengan kata lain pengurus desa

seyogyanya mengupayakan juga kesejahteraan dari warganya.

R. Soepomo (2007 : 16) mengemukakan bahwa aktivitas dari kepala-

kepala rakyat dapat dilihat dalam tiga hal yaitu :

1. Tindakan mengenai urusan tanah berhubung dengan adanya pertalian

erat antara tanah dan persekutuan (golongan manusia) yang

menguasai tanah)

2. Penyelenggaraan hukum sebagai usaha untuk mencegah adanya

pelanggaran hukum (preventieve rechtszorg) supaya hukum dapat

berjalan semestinya.

3. Menyelenggarakan hukum sebagai pembetulan hukum, setelah hukum

itu dilanggar (repressieve rechtszorg).

Dilihat dari pendangan di atas tampaknya kepala-kepala rakyat

(pengurus/prajuru desa) hanya mempunyai tugas untuk penyelenggaraan aturan

hukum dan pengawasannya, serta hal-hal yang berkaitan dengan tanah mengingat

tanah mempunyai arti penting bagi masyarakat adat yang bercorak agraris. Tidak

ada satupun pernyataan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kesejahteraan

rakyatnya. Tapi pada sisi lainnya dapat dilihat berkenaan dengan sifat dari kepala

rkyat dinyatakan bahwa : ”kepala rakyat adalah bapak masyarakat, dia mengetuai

pesekutuan sebagai ketua suatu keluarga besar, dia adalah pemimpin pergaulan

hidup di dalam pesekutuan. Sifat tradisional pimpinan kepala rakyat dapat

dikenal dari bunyi pepatah Minangkabau bahwa penghulu itu :

Kayu gadang di tanah lapang,

Bakeh batuduah ari ujan,

Bakeh bulauang dari paneh,

Ure nyo bulieh bakeh basando,

Batang nyo bulieh bakeh basando.

18

Artinya:

Sebatang kayu yang besar di tengah lapang,

Tempat berlindung di waktu hujan,

Tempat bernaung di waktu panas,

Urat-uratnya tempat duduk dan

Batangnya tempat bersandar.

Jadi tampaknya adalah menjadi tugas dari kepala rakyat juga untuk

melindungi warganya, memberikan kenyamanan, menjadi tempat untuk mengadu

ataupun bertanya segala hal dalam kehidupannya. Dengan kata lain kepala rakyat

juga mengusahakan kesejahteraan dan kebahagiaan untuk rakyatnya.

Dengan memperhatikan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa

masyarakat hukum adat melalui pengurusnya mempunyai kewajiban untuk dapat

memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi warganya.

Bagaimana kenyataannya? Inilah yang perlu ditelusuri dalam penelitian

ini khususnya di lingkungan desa adat di Bali, dengan fokus pada apa dan

bagaimana persekutuan hukum atat (desa adat/desa pakraman) di Bali telah

berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan.

D. METODE PENELITIAN

a. Sifat penelitian

Penelitian ini tergolong dalam penelitian hukum yang bersifat empiris,

sehingga penelitian lapangan sangat diperlukan untuk pelaksanaannya. Dalam

penelitian ini akan ditelusuri fakta-fakta empiris yang ada di desa pakraman di

Bali seputar hal-hal yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan di wilayah

desa pakraman tersebut, baik menyangkut program dan uapaya-upaya nyata yang

telah dilakukan oleh desa pakraman khususnya oleh prajuru dari desa pakraman

tersebut.

19

b. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di lingkungan desa pakraman di Bali. Namun

karena banyaknya jumlah desa pakraman di Bali yang sekitar 1450 buah maka

tidak mungkin untuk melakukan penelitian di seluruh desa pakraman di Bali.

Untuk itu penelitian ini akan di lakukan di desa-desa tertentu sebagai sampel,

yang diperkenankan dalam satu penelitian yang bersifat ilmiah.

Melihat kondisi desa pakraman di Bali terkait dengan permasalahan yang

akan diteliti relatif homogen, maka jumlah sampel tidak terlalu menentukan,

namun dalam penelitian ini akan ditetapkan sampel yang memiliki variasi variasi

tertentu seperti misalnya menyangkut luas wilayah (luas, sedang, dan kecil),

lokasi desa pakraman (di pegunungan, di wilayah dataran dan di perkotaan),

kondisi desa pakraman (maju, sedang, tertinggal) dan sebagainya. Penetapan

lokasi riil akan dilakukan setelah melakukan penjajagan lapangan.

c. Jenis dan sumber data

Jenis data yang akan dikumpulkan terdiri dari data primer dan data

skunder. Data primer sebagai data asli artinya yang diperoleh langsung dari

sumber data yang pertama, diperoleh dari para prajuru desa pakraman yang

bertugas menyelenggarakan kehidupan desa pakraman itu sendiri, termasuk juga

mereka-mereka (warga) yang tergolong sebagai warga miskin. Data primer juga

dikumpulkan dari pejabat-pejabat pemerintahan yang bergerak dibidang

pengentasan kemiskinan dalam rangka mengetahui sejauh mana perangkat

pemeerintahan melibatkan desa pakraman dalam upaya pengentasan kemiskinan

tersebut. Datas skunder sebagai data dari sumber kedua dikumpulkan melalui

20

bahan-bahan tertulis berkaitan dengan berita, laporan dan sebagainya dalam

upaya pengentasan kemiskinan tersebut.

d. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data lapangan (data primer) dikumpulkan dengan

menggunakan teknik wawancara berstruktur (dengan pedoman wawancara) yang

dilakukan oleh tim peneliti sendiri dengan beberapa petugas lapangan.

Sedangkan pengumpulan data skunder yang bersumber dari bahan-bahan tertulis

dikumpulkan dengan teknik dokumen yaitu dengan mengutip, menyadur dan

meringkas bahan-bahan terkait yang ada.

e. Teknik pengolahan dan analisis data

Pengolahan data dilakukan secara kualitatif yang mengutamakan isi dari

data yang diperoleh, tidak melihat jumlah informasi yang ada. Analisisnya juga

dilakukan secara kualitatif dengan dilengkapi dengan analisis situasional, yaitu

dengan melihat situasi yang ada disekitar permasalahan yang diteliti (Velsen,

1969 : 169)

E. WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini direncanakan pelaksanaannya selama 6 (enam) bulan dimulai

dari Bulan Mei 2015-Oktober 2015, dengan alokasi waktu sebagai berikut :

1. Persiapan : 2 bulan

2. Pengumpulan data : 2 bulan

3. Penulisan laporan : 2 bulan

------------

Jumlah : 6 bulan

21

F. . RENCANA ANGGARAN

Penelitian ini memerlukan anggaran sekitar Rp. 100.000.000.- (seratus juta

rupiah) dengan rincian pembiayaan sebagai berikut :

No Uraian Volume Satuan Harga

Satuan (Rp)

Jumlah Harga

(Rp)

1. Biaya Honorarium

Personil

Biaya Honorarium

Tenaga Ahli Berasal dari

Perguruan Tinggi :

a. Tim Leader/Koordinator

b. Ahli Madya

c. Ahli Muda

d. Asisten Ahli

Honorarium Tenaga

Pendukung :

a. Surveyor

b.Admin/Keuangan

6

6

6

6

6

6

OB

OB

OB

OB

OB

OB

4.000.000.00

3.250.000.00

2.500.000.00

2.000.000.00

1.500.000.00

500.000.00

70.500.000.00

24.000.000.00

19.500.000.00

15.000.000.00

12.000.000.00

12.000.000.00

9.000.000.00

3.000.000.00

2 Belanja ATK :

a. Kertas HVS 4 A. 80 gr

b. Tinta Laser Jet

30

2

rim

buah

50.000.00

1.500.000.00

4.500.000.00

1.500.000.00

3.000.000.00

3 Biaya Penggandaan&

Seminar

a. Draft laporan

b. Laporan Final

c, Biaya Seminar(40 0r.)

50

100

1 hari

expl.

expl.

-

60.000.00

60.000.00

-

13.000.000.00

3.000.000.00

6.000.000.00

4.000.000.00

Jumlah Total (1,2,3) +

PPN

100.000.000.00

22

G. PERSONALIA PENELITI .

Pelaksana penelitian ini disusun dalam satu susunan personalia peneliti

sebagai berikut :

1. Team Leader (Koordinator) : A.A.Gd.Oka Parwata, SH., Msi

2. Tenaga Ahli Madya : I Nyoman Wita SH., MH

3. Tenaga Ahli Muda:. I Gst.Agung Mas Rwa Jayantiari, SH., MKn.

4. Asisten Ahli : I Gst Ngr. Dharma Laksana, SH., MKn .

Dan tenaga pendukung berupa :

a. Tenaga Surveyor : Ni Made Ari Yuliaartini, SH., MH.

b. Tenaga Administrasi/Keuangan: Ni Putu Eka Damayanti SH.

DAFTAR BACAAN

Soepomo, R. 2007, Bab-Bab tentang Hukum Adat, PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Ter Haar, 1974, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta.

Velsen, J. Van, 1969, “The Extended-Case Method and Situational Analysis” dalam

A.L. Epsytein (Ed), The Craft od Sosial Antropology, London, Tavistock.

Wirta Griadhi, 1990, “Peranan Otonomi Desa Adat dalam Pembangunan”, Majalah

Kertha Patrika, Fak. Hukum Unud.

Bahan-bahan dari internet.