korelasi kelimpahan plankton dan...
TRANSCRIPT
KORELASI KELIMPAHAN PLANKTON DAN
MAKROZOOBENTHOS DENGAN
KANDUNGAN NITRAT DAN FOSFAT
RAHADATUL ‘AISY
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
KORELASI KELIMPAHAN PLANKTON DAN
MAKROZOOBENTHOS DENGAN
KANDUNGAN NITRAT DAN FOSFAT
RAHADATUL ‘AISY
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
ABSTRAK
‘AISY, RAHADATUL. Korelasi Kelimpahan Plankton dan Makrozoobenthos
dengan Kandungan Nitrat dan Fosfat. Tanjungpinang. Jurusan Ilmu Kelautan,
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Pembimbing oleh Dr. Agung Dhamar Syakti, DEA., dan Chandra Joei Koenawan,
S.Pi., M.Si.
Penelitian ini mengenai korelasi kelimpahan plankton dan makrozoobenthos
dengan kandungan nitrat dan fosfat telah dilakukan di perairan Sei Payung dan Sei
Terusan Kota Tanjungpinang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
kandungan nitrat dan fosfat dan struktur komunitas plankton dan
makrozoobenthos pada dua stasiun, dan untuk mengetahui korelasi antara
kelimpahan plankton dan makrozoobenthos dengan nitrat dan fosfat. Penelitian ini
dilakukan dengan metode purposive sample sebanyak 10 titik. Hasil penelitian
ditemukan 27 jenis plankton dan 4 jenis makrozoobenthos. Rentang konsentrasi
nitrat pada dua lokasi penelitian berkisar 0,5-18,8 mg/L. Rentang konsentrasi
fosfat pada dua lokasi berkisar 0,039-17,173 mg/L. Kelimpahan fitoplankton pada
dua lokasi berada pada kategori sedang. Kelimpahan zooplankton pada dua lokasi
penelitian berada pada kategori tinggi. Indeks keanekaragaman (H’) plankton dan
makrozoobenthos berada pada kategori sedang, kecuali keanekaragaman
fitoplankton yang tinggi pada Sei Terusan. Indeks keseragaman (E) dan
dominansi (C) biota pada dua lokasi penelitian berada pada kategori seragaman
tinggi dan tidak ada yang mendominasi. Kandungan nitrat dan fosfat dengan
kelimpahan biota menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan, yang
berarti terima Ho. Pengujian hipotesis terhadap hubungan kandungan nitrat dan
fosfat dengan kelimpahan biota menunjukkan adanya hubungan, namun tidak
secara signifikan yang berarti terima Ho.
Kata kunci : nitrat, fosfat, plankton, makrozoobenthos
ABSTRACT
‘AISY, RAHADATUL . The correlation between the abundance of plankton and
macrozoobenthos to nitrate and phosphate. Tanjungpinang. Marine Science,
Faculty of Marine Sciences and Fisheries, Raja Ali Haji Maritime University.
Supervisor Dr. Agung Dhamar Syakti, DEA., and Chandra Joei Koenawan, S.Pi.,
M.Si.
Research on the correlation between the abundance of plankton and
macrozoobenthos to nitrate and phosphate has been carried out in the waters of
Sei Payung and Sei Terusan Kota Tanjungpinang. The purpose of this study were
to investigate concentration of nitrate and phosphate and the community structure
of plankton dan macrozoobenthos in every station, and to know the correlation
between the abundance of plankton and macrozoobenthos to nitrate and
phosphate. This research was conducted by the method of purposive sample of 10
points. The research found that 27 species of plankton and 4 species of
macrozoobenthos. The concentration range of nitrate in two study sites were 0,5-
18,8 mg/L. The concentration range of phosphate in two study sites were 0,039-
17,173 mg/L. The abundance of phytoplankton on two study sites were in medium
category. The abundance of zooplankton on two study sites were in the high
category. Plankton and macrozoobenthos diversity index (H’) were in the medium
category, except the high phytoplankton diversity on Sei Terusan. The uniformity
index (E) and dominance (C) of biota on two study sites were in uniform category
and no one dominates. The content of nitrate and phosphate with abundance of
biota showed no significant difference between stations, which means accept Ho.
The hypothesis testing the relationship between the nitrate and phosphate content
in abundance of biota shows the relationship, but not significantly which means
accept Ho.
Keyword : nitrate, phosphate, plankton, macrozoobenthos
© Hak cipta milik Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tahun 2017
Hak Cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Universitas Maritim Raja Ali Haji, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apa pun, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
KORELASI KELIMPAHAN PLANKTON DAN
MAKROZOOBENTHOS DENGAN
KANDUNGAN NITRAT DAN FOSFAT
RAHADATUL ‘AISY
NIM. 130254241023
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Program Studi Ilmu Kelautan
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
2017
PRAKATA
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
berkat, rahmat, dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi dengan judul “Korelasi
Kelimpahan Plankton dan Makrozoobenthos dengan Kandungan Nitrat dan
Fosfat” ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Perikanan di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim
Raja Ali Haji.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan masukan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini, Dr. Agung
Dhamar Syakti, DEA. selaku pembimbing utama. Chandra Joei Koenawan, S.Pi.,
M.Si. selaku pembimbing pendamping, Ita Karlina, S.Pi., M.Si. selaku ketua
penguji dan Arief Pratomo, S.T., M.Si. selaku anggota penguji.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
pembaca sangat diperlukan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Tanjungpinang, Agustus 2017
Rahadatul ‘Aisy
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjungpinang pada tanggal 8 Januari 1996 dari ayah
Sony Widjaja dan Ibu Rosi Fitriana. Penulis merupakan anak kedua dari empat
bersaudara.
Tahun 2001 penulis menamatkan pendidikan TK Masjid Raya al-Hikmah
Tanjungpinang, kemudian melanjutkan ke SD Negeri 011 Tanjungpinang dan
lulus tahun 2007, kemudian melanjutkan ke MTs Negeri Tanjungpinang dan lulus
pada tahun 2010, pada tahun 2013 menamatkan pendidikan MA Negeri
Tanjungpinang.
Pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Maritim Raja Ali Haji
(UMRAH) melalui jalur SBMPTN. Penulis diterima pada Jurusan Ilmu Kelautan,
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Martim Raja Ali Haji
(UMRAH).
Penulis pernah melaksanakan magang di Balai Perikanan Budidaya Laut
(BPBL) Batam, Kota Batam sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
pada program studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH). Penulis menyusun dan
menyelesaikan skripsi dengan judul “Korelasi Kelimpahan Plankton dan
Makrozoobenthos dengan Kandungan Nitrat dan Fosfat”.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................. i
DAFTAR TABEL .................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ iv
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3. Tujuan ............................................................................................... 2
1.4. Manfaat ............................................................................................. 3
1.5. Hipotesis ........................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 4
2.1. Nitrat dan Fosfat ............................................................................... 4
2.2. Plankton ............................................................................................ 4
2.3. Makrozoobenthos ............................................................................. 5
2.4. Sumber dan Perubahan Bentuk Nitrogen
dan Fosfor dalam Sistem Perairan .................................................... 6
2.5. Kegunaan Nitrat dan Fosfat Bagi Lingkungan ................................. 9
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................... 11
3.1. Waktu dan Tempat ............................................................................. 11
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................. 11
3.3. Metode .............................................................................................. 12
3.4. Analisis Data ..................................................................................... 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 22
4.1. Hasil .................................................................................................. 22
4.2. Pembahasan ...................................................................................... 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 48
5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 48
5.2. Saran ................................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 49
LAMPIRAN .............................................................................................. 53
DAFTAR TABEL
1. Alat dan bahan yang digunakan penelitian ....................................... 12
2. Jenis, aspek dan sumber data yang dikumpulkan ............................. 13
3. Jenis dan kelimpahan fitoplankton (ind/L) ....................................... 26
4. Jenis dan kelimpahan zooplankton (ind/L) ....................................... 28
5. Jenis dan kelimpahan makrozoobenthos .......................................... 29 6. Indeks Keanekaragaman (H`), Indeks Domansi (C) dan Indeks
Keseragaman (E) .............................................................................. 30 7. Nilai parameter fisika-kimia ............................................................. 35 8. Uji beda nyata antar stasiun .............................................................. 38 9. Hasil analisis korelasi regresi ganda kelimpahan
fitoplankton dengan kimia air ........................................................... 39 10. Hasil analisis korelasi regresi ganda kelimpahan
zoooplankton dengan kimia air ......................................................... 41 11. Hasil analisis korelasi regresi ganda kelimpahan
makrozoobenthos dengan kimia air .................................................. 42
DAFTAR GAMBAR
1. Bagan Siklus Nitrogen ...................................................................... 7
2. Bagan Siklus Fosfor .......................................................................... 9
3. Lokasi Penelitian .............................................................................. 11
4. Korelasi Ganda Dua Variabel Indepeden
dan Satu Dependen ........................................................................... 20
5. Kandungan nitrat air (mg/L) ............................................................. 22
6. Kandungan nitrat pada sedimen (mg/L) ........................................... 23
7. Kandungan fosfat air (mg/L) ............................................................ 24
8. Kandungan fosfat pada sedimen (mg/L) ........................................... 25
9. Grafik Indeks Keanekaragaman (H’) ................................................ 32
10. Grafik Indeks Keseragaman (E) ....................................................... 33
11. Grafik Indeks Dominansi (C) ........................................................... 34
12. Grafik Normalitas Fitoplankton pada
Perairan Sei Payung .......................................................................... 40
13. Grafik Normalitas Fitoplankton
pada Perairan Sei Terusan ................................................................ 41
14. Grafik Normalitas Zooplankton
pada Perairan Sei Payung ................................................................. 42
15. Grafik Normalitas Zooplankton
pada Perairan Sei Terusan ................................................................ 42
16. Grafik Normalitas Makrozoobenthos
pada Perairan Sei Payung ................................................................. 43
17. Grafik Normalitas Makrozoobenthos
pada Perairan Sei Terusan ................................................................ 44
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta dan titik koordinat sampling ...................................................... 55
2. Kerangka Konsep .............................................................................. 56
3. Data Kelimpahan Fitoplankton ......................................................... 57
4. Data Kelimpahan Zooplankton ......................................................... 58
5. Data Kelimpahan Makrozoobenthos ................................................ 59
6. Data Uji ANOVA Kelimpahan Fitoplankton
antar Stasiun....................................................................................... 60
7. Data Uji ANOVA Kelimpahan Zooplankton
antar Stasiun....................................................................................... 60
8. Data Uji ANOVA Kelimpahan Makrozoobenthos
antar Stasiun....................................................................................... 61
9. Data Uji ANOVA Nitrat Air antar Stasiun ........................................ 61
10. Data Uji ANOVA Nitrat Sedimen antar Stasiun ............................... 62
11. Data Uji ANOVA Fosfat Air antar Stasiun ....................................... 62
12. Data Uji ANOVA Fosfat Sedimen antar Stasiun ............................. 63
13. Data Uji Regresi Linear 3 Jenis Fitoplankton Tertinggi ................... 63
14. Data Uji Regresi Linear 3 Jenis Zooplankton Tertinggi ................... 65
15. Data Uji Regresi Linear 3 Jenis Makrozoobenthos Tertinggi .......... 67
16. Data Uji Korelasi Antara Kelimpahan
Fitoplankton dan Zooplankton .......................................................... 70
17. Data Uji Regresi Linier Berganda Antara
Kelimpahan Fitoplankton dan Nitrat-Fosfat Air ............................... 73
18. Data Uji Regresi Linier Berganda Antara
Kelimpahan Zooplankton dan Nitrat-Fosfat Air ............................... 74
19. Data Uji Regresi Linier Berganda Antara
Kelimpahan Makrozoobenthos dan Nitrat-Fosfat Sedimen ............. 75
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Efiyandi. (2015), perairan pesisir merupakan daerah yang memiliki
sumberdaya hayati yang tinggi disebabkan adanya akumulasi zat hara yang
berasal dari sungai dan muara di perairan pantai. Zat hara seperti nitrat dan fosfat
memberi pengaruh terhadap kelimpahan produktivitas perairan (Iswanto et al.,
2015) dan makrozoobenthos sebagai pendaur bahan organik dan proses
mineralisasi (Lind. 1979). Di sisi lain, penumpukan zat hara secara berlebih
dikarenakan kegiatan manusia pada daerah atas (up land) akibat peningkatan
buangan limbah pada lingkungan pesisir dapat mengganggu ekologi (Dahuri et
al,. 2001).
Meningkatnya aktivitas manusia pada perairan berarti juga meningkatnya
jumlah limbah yang dihasilkan (Darmawan et al., 2014). Limbah yang dihasilkan
tersebut salah satunya merupakan limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan
biasanya mengandung beberapa parameter kimiawi yang beberapa di antaranya
merupakan nitrat dan deterjen. Detergen yang berasal dari limbah domestik selain
feses dan urin juga merupakan penyebab masuknya fosfat ke perairan (Widyastuti
et a.l, 2015). Tingginya parameter kimiawi ini dapat menyebabkan berbagai
dampak seperti perubahan struktur jaringan makanan, perubahan struktur
komunitas perairan, efek fisiologi, tingkah laku, genetik, dan resistensi pada
perairan (Meittinen. 1977).
Menurut Mustofa. (2015), jika nutrien tersebut berlebihan di perairan maka
dapat menyebabkan terjadinya blooming plankton, yang dapat memicu
kelimpahan makrozoobenthos. Hal ini dikarenakan fitoplankton membutuhkan
nutrien yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik dan menurut Amelia et
al., (2014), makrozoobenthos juga memegang peranan penting dalam proses
mendaur ulang bahan organik dan proses mineralisasi serta menduduki beberapa
posisi penting dalam rantai makanan. Maka dari itu jika jumlah plankton dan
makrozoobenthos berlebihan pada suatu perairan hal ini akan menyebabkan
terganggunya keseimbangan ekosistem.
2
Perairan Sei Payung dan Sei Terusan merupakan perairan yang terdapat di
Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Perairan Sei Payung dan Sei
Terusan dihubungkan dengan perairan Teluk Riau yang merupakan jalur
transportasi bagi masyarakat Kota Tanjungpinang. Terdapat perbedaan
pengamatan visual pada kedua perairan ini, dimana perairan Sei Terusan
merupakan kawasan perairan ekosistem mangrove dan lamun, sedangkan perairan
Sei Payung dipenuhi oleh aktivitas manusia seperti jalur transportasi laut (gudang
minyak, pelabuhan A.L., pemukiman, bongkar muat kapal, dan docking kapal)
yang dimungkinkan menyebabkan perubahan pada lingkungan perairan tersebut.
Berdasarkan latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian dengan judul
“Korelasi Kelimpahan Plankton dan Makrozoobenthos dengan Kandungan Nitrat
dan Fosfat”, berdasarkan kawasan hidup biota yang berbeda.
1.2. Perumusan Masalah
Perairan Sei Payung yang terdapat banyak aktivitas manusia dan Sei Terusan
yang merupakan kawasan ekosistem mangrove dan lamun, hal ini diduga adanya
parameter kimia yang berbeda yang dapat berpengaruh kepada struktur komunitas
plankton dan makrozoobenthos di perairan. Maka dapat ditarik rumusan masalah
bagaimana kandungan parameter perairan pada perairan Sei Payung dan Sei
Terusan tersebut, bagaimana keadaan struktur komunitas biota pada Sei Payung
dan Sei Terusan, dan apakah terdapat hubungan antara kandungan nitrat dan fosfat
terhadap kelimpahan biota pada Sei Payung dan Sei Terusan.
1.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui kandungan nitrat dan fosfat pada dua stasiun yang diduga berbeda
kondisi perairannya.
b. Mengetahui struktur komunitas (kelimpahan dan indeks keanekaragaman,
keseragaman dan dominansi) plankton dan makrozoobenthos pada dua stasiun
yang berbeda kondisi perairannya.
c. Mengetahui hubungan antara kandungan zat hara dan kelimpahan biota pada
dua lokasi yang berbeda keadaan.
3
1.4. Manfaat
Penelitian ini dapat memberikan berupa:
a. Informasi bagi pihak yang membutuhkan dan memberikan gambaran bagi
akademisi untuk penelitian lanjutan.
b. Informasi kandungan hara yang terdapat di perairan Sei Payung dan Sei
Terusan.
c. Informasi berupa struktur komunitas plankton dan makrozoobenthos di
perairan Sei Payung dan Sei Terusan
1.5. Hipotesis
Mengacu pada rumusan masalah dan tujuan dari penelitian yang dilakukan,
maka muncul hipotesis untuk penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Adanya perbedaan kelimpahan plankton dan makrozoobenthos dengan
kandungan nitrat dan fosfat antara dua stasiun.
H0 = tidak ada perbedaan antara kelimpahan plankton dan makrozoobenthos
dengan kandungan nitrat dan fosfat antar stasiun.
H1 = ada perbedaan antara kelimpahan plankton dan makrozoobenthos
dengan kandungan nitrat dan fosfat antar stasiun.
b. Adanya hubungan antara kelimpahan plankton dan makrozoobenthos dengan
kandungan nitrat dan fosfat.
H0 = tidak ada hubungan antara kelimpahan plankton dan makrozoobenthos
dengan kandungan nitrat dan fosfat.
H1 = ada hubungan antara kelimpahan plankton dan makrozoobenthos
dengan kandungan nitrat dan fosfat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nitrat dan Fosfat
Senyawa nitrat dan fosfat secara alamiah berasal dari perairan itu sendiri
melalui proses-proses penguraian pelapukan ataupun dekomposisi tumbuh-
tumbuhan, sisa-sisa organisme mati dan buangan limbah baik limbah daratan
seperti domestik, industri, pertanian, dan limbah perikanan ataupun sisa pakan
yang dengan adanya bakteri terurai menjadi zat hara (Wattayakorn. 1988;
Mustofa. 2015).
Nitrat (NO3) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat berasal dari
ammonium yang masuk ke dalam badan sungai terutama melalui limbah domestik
dan konsentrasinya di dalam sungai akan semakin berkurang bila semakin jauh
dari titik pembuangan yang disebabkan adanya aktiftitas mikroorganisme di
dalam air contohnya bakteri nitrosomonas (Mustofa. 2015). Sedangkan sumber
alami fosfor adalah dari pelapukan bahan mineral dan berasal dari dekomposisi
bahan organik. Fosfat dalam perairan yang dalam bentuk-bentuk orthofosfat (PO4)
adalah bentuk fosfor yang dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik,
yang menurut Mustofa. (2015), fosfat merupakan karakteristik kesuburan
perairan.
Di dalam sedimen disebutkan oleh Amelia et al., (2014), nitrat diproduksi dari
biodegradasi bahan-bahan organik menjadi ammonia yang selanjutnya dioksidasi
menjadi nitrat. Pada sedimen sumber utama fosfor adalah dari endapan terestrial
yang mengalami erosi dan pupuk pertanian yang dibawa oleh aliran sungai (Saleh.
2003 ; Amelia et al., 2014). Amelia et al., (2014), juga menambahkan fraksi lain
dari fosfat yang terlarut yang sebagian berbentuk koloid berasal dari ekskresi
organisme dan juga terbentuk dari hasil autolisis organisme yang mati.
2.2 Plankton
Plankton dimaksudkan sebagai makhluk hidup berupa jasad renik yang
melayang dalam air, tidak bergerak atau bergerak sedikit, dan selalu mengikuti
arus air. Plankton dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu fitoplankton
(plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani) (Mulyanto. 1992).
5
Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tergantung pada
kandungan zat hara di perairan antara lain nitrat dan fosfat. Fitoplankton selain
berperan sebagai makanan bagi konsumen primer (zooplankton) juga mendukung
dalam kehidupan makrozoobentos yang akan dimanfaatkan sebagai salah satu
sumber makanan organisme di laut (Nybakken. 1998).
Menurut Nybakken. (1992), bahwa zooplankton merupakan anggota plankton
yang bersifat hewani, sangat beraneka ragam dan terdiri dari bermacam larva dan
bentuk dewasa yang mewakili hampir seluruh filum hewan.
2.3 Makrozoobenthos
Makrozoobentos merupakan kelompok organisme yang hidup di dalam atau di
permukaan sedimen dasar perairan serta memiliki ukuran panjang lebih dari 1 mm
(Nybakken. 1998). Komunitas makrozoobentik laut umumnya terdiri atas empat
kelompok utama yakni Mollusca, Annelida (Polychaeta), Crustacea dan
Echinodermata dan kelompok lain yang terdiri atas berbagai filum kecil lainnya
seperti Sipunculida, Cnidaria dan Nemertea (Lumingas et al., 2011).
Padatnya aktivitas manusia di muara sungai dapat memberikan sumbangan
pencemaran di muara dan pesisir pantai. Kondisi ekologis ini dikhawatirkan akan
semakin menurun, akibatnya keseimbangan dinamika muara, seperti kehidupan
biota dasar perairan misalnya makrozoobenthos yang memegang peranan penting
dalam proses mendaur ulang bahan organik dan proses mineralisasi serta
menduduki beberapa posisi penting dalam rantai makanan akan terganggu
(Amelia et al., 2014).
Keterbatasan mobilitas untuk menghindari kondisi yang kurang
menguntungkan mengakibatkan bentos sering terekspos pada kontaminan yang
terakumulasi dalam sedimen dan konsentrasi oksigen yang rendah dalam perairan
bentik, sehingga komunitas bentik dapat menggambarkan kondisi lingkungan
lokal (Smith et al., 2001). Dengan demikian perubahan kondisi lingkungan
perairan dapat tergambar atau terekam lewat perubahan struktur komunitas
makrozoobentiknya atau berfungsi sebagai 'pita rekaman' perubahan lingkungan
di sekitarnya. (Lumingas et al., 2011).
6
2.4 Sumber dan Perubahan Bentuk Nitrogen dan Fosfor dalam Sistem
Perairan
Nitrogen terdapat di lingkungan perairan dalam beragam bentuk dan gabungan
kimiawi yang luas meliputi keadaan oksidasi yang berbeda. Nitrogen organik
terikan pada unsur pokok sel dari makhluk hidup yang masih hidup, sebagai
contoh, purin, peptida, dan asam amino, sedangkan nitrogen anorganik, sebagai
contoh, amonia, nitrit, nitrat, dan gas nitrogen, terlarut dalam massa air (Connell,
Miller. 2006).
Fosfor terdapat dalam suatu keadaan oksidasi tunggal sebagai fosfor anorganik
atau fosfor organik. Bentuk anorganik terutama adalah ortofosfat
(PO43-
) dan polifosfat. Bentuk organik selalu digabungkan dengan senyawaan zat
selular dan sebagian besar fosfor dalam air alamiah adalah dalam bentuk organik.
Bentuk anorganik, khususnya ortofosfat, siap diasimilasi selama fotosintesis
(Connell, Miller. 2006).
1.5.1. Siklus Nitrogen
Proses penting yang terjadi pada siklus nitrogen, antara lain fiksasi nitrogen,
asimilasi, amonifikasi, nitrifikasi, denitrifikasi dan oksidasi amonia anaerobik.
Nitrogen dalam atmosfer dapat difiksasi secara biologi oleh bermacam-macam
makhluk hidup seperti bakteri azetobacter (Clostiridium sp.) dan simbiosis alga
biru dan bakteri (Rhizobium sp.), fiksasi dapat juga terjadi pada saat terjadinya
kilat petir dengan oksigen yang berikatan dengan nitrogen. Fiksasi nitrogen yang
terjadi secara fisika (kilat petir) terjadi dalam beberapa tahapan, proses ini diawali
dengan N2 dan O2 yang dilecutkan oleh kilat dan petir dengan air hujan yang
kemudian menuju tanah, proses ini menghasilkan nitrit dan nitrat larut dalam air
(Indriaty, 2007). Selanjutnya nitrat diasimilasi melalui absorpsi akar yang
kemudian masuk ke dalam tumbuhan dan diteruskan ke dalam jaringan makanan.
Biota yang mengeluarkan zat eksresi dan mati akan mengalami proses penguraian
oleh dekomposer yang disebut dengan proses amonifikasi. Setiapermana. (2006),
menyebutkan proses amonifikasi merupakan pemecahan dari ikatan nitrogen-
karbon yang melepaskan amonia (NH3) yang cenderung bereaksi dengan H+ atau
H2O membentuk ammonium (NH4). Menurut Setiapermana. (2006), dalam air
7
Denitrifikasi
N dalam
hewan
mati
Dekomposisi oleh dekomposer
Nitrosomonas
Nitrobacter
Nitrifi-
kasi
oleh
bakteri
Asimilasi
dengan kandungan oksigen yang cukup, ammonium mudah teroksidasi menjadi
nitrit dan kemudian menjadi nitrat berturut-turut oleh bakteri Nitrosomonas dan
Nitrobacter. Proses ini disebut 'nitrifikasi' yang terjadi secara bertahap. Hal ini
dilanjutkan dengan proses denitrifikasi yang merupakan proses reduksi nitrat
untuk kembali menjadi gas nitrogen (N2), proses ini dilakukan oleh bakteri
Pseudomonas sp. dan Clostiridium sp. dalam kondisi anaerobik. Bakteri heretrofik
tersebut merespirasi bahan organik menggunakan nitrat sebagai akseptor elektron
dalam kondisi air laut yang tak jenuh dengan oksigen (Setiapermana. 2006). Hasil
akhir proses denitrifikasi ini yang berupa nitrogen di laut terbentuk dari proses
oksidasi amonia anaerobik yang merupakan bagian dari denitrifikasi. Nitrogen
yang terbentuk kemudian dilepaskan kembali ke atmosfer, dan kembali difiksasi
kembali secara fisika maupun biologi.
Gambar 1. Bagan Siklus Nitrogen (Krisnadwi., 2013)
2.4.1 Siklus Fosfor
Di alam, fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (pada
tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah). Fosfat
organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh decomposer
(pengurai) menjadi fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah
atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen laut (Tampoebolon et al.,
N dalam atmosfer
N dalam tumbuhan dan mikroba
Bahan organik + eksresi hewan
Senyawa amoniak dan amonium
Nitrit
Nitrat
Denitrifikasi Fiksasi N
Absorpsi
oleh akar
8
2014). Burung laut yang mencari makanan di laut mengeksresikan fosfor organik
padat dengan kotorannya yang langsung masuk ke kolom perairan. Tampoebolon
et al., (2014), menambahkan daur fosfor terlihat akibat aliran air pada batu-batuan
akan melarutkan bagian permukaan mineral termasuk fosfor akan terbawa sebagai
sedimentasi ke dasar laut dan akan dikembalikan ke daratan. Pengikisan dan
pelapukan batuan membuat fosfat larut dan terbawa menuju sungai sampai laut
sehingga membentuk sedimen. Sedimen ini muncul kembali ke permukaan karena
adanya pergerakan dasar bumi (Tampoebolon et al., 2014). Sungai membawa
hanyutan sampah maupun sumber fosfat daratan lainnya, sehingga sumber fosfat
di muara sungai lebih besar dari sekitarnya. Fosfat yang berada pada kolom
sungai akan mengalir menuju laut. Keberadaan fosfat di dalam air akan terurai
menjadi senyawa ionisasi, antara lain dalam bentuk ion H2PO4-
, HPO42-
, PO43-
.
Fosfor padat ini didekomposisi oleh aktifitas bakteri yang akan menjadi ortofosfat
terlarut dalam laut. Ortofosfat tersebut diabsorpsi oleh fitoplankton melalui proses
fotosintesis dan seterusnya masuk ke dalam rantai makanan, dan kemudian
beberapa hewan melepaskan sejumlah fosfor padat kembali melaui kotoran
mereka ke dalam kolom perairan. Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang
mati diuraikan oleh dekomposer (pengurai) menjadi fosfat anorganik. Fosfat
anorganik yang terlarut di air tanah atau air laut akan terkikis dan mengendap di
sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak terdapat di batu karang dan fosil.
Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan membentuk fosfat anorganik terlarut di air
tanah dan laut (Effendi, 2003; Tampoebolon et al., 2014). Fosfat anorganik ini
kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi dan siklus ini akan berulang terus
menerus.
9
fotosintesis
pemangsaan mati
Mati / eksresi
Sedimentasi heterotropis
Makanan hewan
Pelapukan
Transpor sungai
uptake
uptake
Eksresi
metabolit
heterotropis
autolisis
Gambar 2. Bagan Siklus Fosfor (Veanti., 2011)
2.5 Kegunaan Nitrat dan Fosfat Bagi Lingkungan
Kegunaan nitrat dan fosfat sangatlah banyak pada kehidupan. Nitrat dan fosfat
tidak hanya berguna pada kehidupan yang ada di daratan, namun nitrat dan fosfat
juga memiliki kegunaan yang sangat penting di dalam perairan. Nitrat dan fosfat
memiliki banyak kegunaan pada kolom perairan itu sendiri, rantai dan jejaring
makanan, serta bagi biota perairan.
2.5.1 Perairan
Unsur N dan P berguna sebagai faktor pembatas di dalam suatu perairan.
Menurut Basmi. (1995), unsur N dan P sering dijadikan sebagai faktor pembatas
dikarenakan kedua unsur ini dibutuhkan oleh fitoplankton dalam jumlah yang
besar, namun bila kedua unsur tersebut ketersediaannya di habitat bersangkutan di
bawah kebutuhan minimum, akibatnya pertumbuhan fitoplankton akan terganggu
atau populasinya akan menurun. Hal ini juga bersangkutan dengan kehidupan
makrozoobenthos yang memanfaatkan zooplankton yang memakan fitoplankton
sebagai sumber makanan.
Menurut Amelia et al., (2014), nitrat di perairan merupakan makro nutrien
yang mengontrol produktivitas primer di daerah eufotik. Orthofosfat merupakan
fraksi senyawa fosfor terkecil yang utama di perairan untuk aktivitas fotosintesis
(Harris. 1978 ; Suprapto et al., 2014).
Ortofosfat terlarut
Tanaman Hewan
Bahan partikel
Sedimen batuan Bakteri
Fosfor oganik
terlarut
Buangan domestik
10
2.5.2 Rantai dan Jejaring Makanan
Menurut Nybakken. (1998), zat hara nitrat dan fosfat berperan penting terhadap
sel jaringan jasad hidup organisme serta dalam proses fotosintesis. Namun
berdasarkan rantai dan jejaring makanan dalam tingkatan trofik, yang menyerap
atau absorpsi zat hara hanyalah produsen, sedangkan konsumen tidak dapat
menyerap secara langsung zat hara. Nitrogen dan fosfor keduanya diperlukan bagi
semua organisme. Organisme yang menempati tingkatan trofik sebagai konsumen,
secara tidak langsung memanfaatkan N dan P dari produsen yang dimakan. N dan
P yang ada pada tubuh fitoplankton juga masuk ke dalam tubuh zooplankton yang
memakannya. Hal ini dilanjutkan oleh makrozoobenthos yang memakan
zooplankton, makrozoobenthos dimakan ikan dan seterusnya hingga konsumen
tertinggi.
2.5.3. Biota Perairan
Zat hara nitrat dan fosfat termasuk zat yang diperlukan dan mempunyai
pengaruh terhadap proses dan perkembangan hidup organisme seperti
fitoplankton. Kedua zat hara ini berperan penting terhadap sel jaringan jasad
hidup organisme serta dalam proses fotosintesis. Menurut Basmi. (1995),
fitoplankton membutuhkan unsur N dan P dalam pembuatan lemak dan protein
tubuh. Unsur N dan P sering menjadi faktor pembatas dalam produktifitas primer
fitoplankton.
Menurut Iswanto et al., (2015), nitrat (NO3-) adalah nutrien utama bagi
pertumbuhan fitoplankton. Nitrogen juga berfungsi untuk membangun dan
memperbaiki jaringan tubuh serta memberikan energi bagi organisme, seperti
misalnya pada makrozoobenthos zat ini memberikan manfaat dalam pembentukan
cangkang. Amelia et al., (2014), menyebutkan bahwa fosfat merupakan nutrisi
yang esensial bagi pertumbuhan suatu organisme perairan. Lebih tepatnya fosfor
berperan dalam transfer energi di dalam sel, misalnya yang terdapat pada ATP
(Adenosine Triphospate) dan ADP (Adenosine Diphosphate). Fosfat juga
merupakan unsur yang penting dalam pembentukan protein dan membantu proses
metabolisme sel suatu organisme.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan mulai awal April 2017 sampai akhir
Juni 2016, dengan melakukan pengamatan dan pengukuran di perairan Sei Payung
Tanjung Unggat dan Sei Terusan Tanjung Lanjut, Kota Tanjungpinang.
Sedangkan analisis laboratorium dilakukan pada laboratorium Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji dan laboratorium
Penguji BPBL Batam.
Gambar 3. Lokasi Penelitian
3.2 Alat dan Bahan
Bahan dan alat yang akan digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 1.
12
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian
No Alat/Bahan Fungsi dan Kegunaan
Alat
Parameter Kimia
1 Botol sampel. Untuk sampel nitrat dan fosfat
2
Spektrofotometer, gelas ukur, pipet
tetes, erlenmeyer, pipet ukur,
cuvette, tabung reaksi.
Untuk pengujian kadar fosfat
3 Colorimeter, tabung reaksi. Untuk pengujian kadar nitrat
4
Timbangan, sendok, penyaring,
corong, erlenmeyer, tabung reaksi,
pengocok tabung.
Untuk penyaringan sedimen
Parameter Biologi
5 Plankton Net Menyaring plankton
6 Botol sampel Untuk sampel plankton
7 SRC (Sedgwick Rafter Counting
Chamber) Menghitung jumlah plankton
8 Mikroskop Mengamati organisme plankton
9 Eckman grab Pengambilan sampel makrozoobenthos
10 Kantong plastik Memisahkan sampel makrozoobenthos
Lain-lain
11 Ice box Menyimpan sampel
12 GPS (Global Position System) Menentukan posisi geografis stasiun sampling
13 Buku identifikasi plankton dan
makrozoobenthos Pedoman
14 Kertas label Menandai sampel
15 Kamera Dokumentasi
16 Alat tulis Mencatat data di lapangan
Bahan
17 Formalin 4% Pengawetan sampel untuk makrozoobenthos
18 Lugol 4% Pengawetan sampel untuk plankton
19 Aquades Membilas alat
20 Tissue Mengeringkan alat
3.3 Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive
sampling, yaitu berdasarkan pertimbangan terwakilinya variabel yang akan
diteliti, dimana data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh langsung dari lapangan meliputi data kualitas air,
kandungan nitrat dan fosfat dan identifikasi plankton dan makrozoobenthos. Data
sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari literatur-literatur
yang terkait dengan penelitian dan Google Earth berupa data lokasi peta. Adapun
13
Jenis dan sumber data yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 2 dan lokasi
pengamatan langsung dapat dilihat pada Gambar 1.
Tabel 2 Jenis, aspek dan sumber data yang dikumpulkan
No Jenis Data Aspek-aspek Sumber Data
1. Parameter Kimia Nitrat
Fosfat
Pengambilan sampel
2. Parameter Biologi Struktur komunitas – plankton
dan makrozoobenthos
Pengambilan sampel
3. Data parameter perairan DO – perairan
pH – perairan dan sedimen
Kecerahan – perairan
Salinitas – perairan
Suhu – perairan
Pengamatan langsung
4. Peta lokasi Google earth
3.3.1 Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel
Titik sampling ditentukan sebanyak lima titik per stasiun, yakni Sei Payung
sebanyak 5 titik sampel, dan Sei Terusan sebanyak 5 titik sampel. Kode sampel
air untuk Sei Payung A1, A2, A3, A4, dan A5, sedangkan kode sampel air untuk
Sei Terusan yaitu B1, B2, B3, B4, dan B5. Lokasi pengambilan sampel mulai dari
titik 1 menuju titik 5 yaitu perairan laut menuju muara dengan jarak per titik mulai
dari 230 m – 778 m.
3.3.2 Pengambilan Sampel
3.3.2.1 Nitrat dan Fosfat
Pengambilan sampel dilakukan pada setiap titik sampling yang telah
ditentukan. Pengambilan sampel air menggunakan botol kaca gelap dengan
ukuran 110 mL dan dicelupkan ke dalam perairan dengan kedalaman 20 cm dari
permukaan air. Hal ini diasumsikan untuk mendapatkan perwakilan sampel pada
permukaan air yang sesungguhnya. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan
melawan pola arus, hal ini dilakukan agar kandungan hara yang terbawa oleh arus
juga akan terambil dan masuk ke dalam botol sampel. Sedangkan pengambilan
sampel sedimen digunakan eckman grab.
14
3.3.2.2 Plankton
Pengambilan sampel dilakukan setiap pada satu titik. Pengambilan sampel
menggunakan ember 100 L, kemudian mengambil air permukaan dan selanjutnya
menuangkan air yang ada pada ember ke planktonet, air yang telah tersaring akan
masuk ke dalam botol planktonet yang selanjutnya diawetkan dengan
menggunakan pengawet lugol 4%. Pengambilan sampel plankton dilakukan
dengan metode penyaringan (filtration method).
3.3.2.3 Makrozoobenthos
Pengambilan sampel makrozoobentos ini dilakukan dengan menggunakan
alat eckman Grabb, kemudian sampel makrozoobentos yang bercampur dengan
sedimen dipisahkan dari lumpur maupun sampah organik dan anorganik dengan
menggunakan Sieve net nomor 32 (1x1 mm). Sampel yang tersaring (sampel
sedimen untuk nitrat fosfat) dimasukkan ke dalam plastik sampel yang telah diberi
tanda atau kode stasiun. Sedangkan sampel yang tidak tersaring diamati secara
visual untuk pengambilan sampel makrozoobenthos.
Pengambilan data makrozoobenthos dilakukan dengan menghitung jumlah
dan jenis, pada masing-masing sampel yang diambil berdasarkan titik stasiun.
Jenis makrozoobenthos untuk setiap jenis diambil untuk keperluan identifikasi.
Data Sekunder yang diperlukan adalah data umum yang mendukung penelitian
meliput referensi-referensi terkait, perbandingan dengan penelitian sebelumnya
dan lain-lain.
3.3.3 Analisis Laboratorium
3.3.3.1 Plankton
Analisis sampel plankton dilakukan pada laboratorium Fakultas Ilmu Kelautan
dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji. Analisis yang dilakukan yaitu
menghitung kelimpahan, indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi
serta mengidentifikasi sampel plankton hingga tingkat genus.
15
Pengamatan plankton menggunakan mikroskop. Sampel yang terdapat di botol
sampel diambil menggunakan pipet tetes. Selanjutnya sampel tersebut dituang ke
atas SRC (Sedgwick Rafter Counting Chamber) sebanyak 1 ml. Kemudian tutup
sampel yang berada di atas SRC tersebut dengan glass obyek. Letakkan SRCC di
atas meja preparat mikroskop. Atur fokus mikroskop agar gambar spesies yang
ditemukan terlihat dengan jelas. Spesies yang ditemukan kemudian dipadukan
dengan buku identifikasi plankton. Selanjutnya dilakukan analisa data dengan
menghitung kelimpahan, indeks keanekaragamn, keseragaman dan indeks
dominansi.
3.3.3.2 Makrozoobenthos
Analisis sampel makrozoobenthos dilakukan di laboratorium Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji. Analisis yang
dilakukan yaitu mengidentifikasi sampel makrozoobenthos hingga tingkat genus.
Identifikasi digunakan dengan menggunakan mikroskop dengan tujuan didapatkan
detail lebih akurat terhadap jenis makrozoobenthos.
Analisa data dilakukan dengan menghitung kelimpahan, indeks
keanekaragaman dan keseragaman dan indeks dominansi.
3.3.3.3 Pengenceran dan Penyaringan Sedimen
Pengenceran dan penyaringan sampel sedimen dilakukan di laboratorium Uji
Kesehatan Lingkungan Balai Perikanan Budidaya Laut Batam. Pengenceran
sedimen dilakukan dengan sedimen yang masih basah ditambah aquades sebanyak
80 ml kemudian sampel tersebut dikocok selama 30 menit. Kemudian sampel
disaring menggunakan screen net berukuran 20 𝜇𝑚. Penyaringan dengan
menggunakan screen net dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Hasil saringan
dimasukkan dalam erlenmeyer sebanyak 100 ml dan diendapkan selama 24 jam.
Hasil saringan dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
3.3.3.4 Instrumentasi Alat
Pengecekan kandungan nitrat dan fosfat yang ada pada air sample laut dan air
ekstrak sedimen dilakukan dengan memakai alat colorimeter dan
16
spektrofotometer. Pengecekan nitrat air dan air saringan sedimen menggunakan
colorimeter, sedangkan pengecekan fosfat menggunakan spektrofotometer.
3.3.3.4.1 Colorimeter
Colorimeter merupakan instrument yang digunakan untuk analisis dengan
metode kolorimetri. Prinsip dasar dari metode kolorimetri visual adalah
tercapainya kesamaan warna antara sampel dan standar apabila jumlah molekul
penyerap yang dilewati sinar pada ke dua sisi larutan persis sama.
Colorimeter memiliki prinsip kerja yang sama dengan spektrofotometer, yakni
bekerja atas dasar hukum Beer-Lambert, yang menyatakan bahwa penyerapan
cahaya yang ditransmisikan melalui medium berbanding lurus dengna konsentrasi
medium. Colorimeter memiliki ketelitian konsentrasi sebesar 0,01 mg/L.
3.3.3.4.2 Spektrofotometer
Spektrofotometer UV-VIS merupakan salah satu metode sederhana untuk
menentukan zat organik dan anorganik secara kualitatif dan kuantitatif dalam
contoh air laut. Prinsip kerjanya berdasarkan penyerapan cahaya atau energi
radiasi oleh suatu larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang diserap
memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam secara kuantitatif (Pecsok
et al., 1976; Skoog, West. 1971; Triyati. 1985).
Spektrofotometer adalah suatu instrumen yang digunakan untuk mengukur
energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau
diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Prinsip kerja alat
spektrofotometer uv-vis adalah berasal dari suatu cahaya yang dipancarkan oleh
monokromator. Monokromator menguraikan sinar yang masuk dari sumber
cahaya tersebut menjadi pita-pita panjang gelombang yang diinginkan untuk
pengukuran suatu zat tertentu, yang menunjukkan bahwa setiap gugus kromofor
mempunyai panjang gelombang maksimum yang berbeda. Kemudian
cahaya/energi radiasi diteruskan dan diserap oleh suatu larutan yang akan
diperiksa di dalam kuvet. Kemudian jumlah cahaya yang diserap oleh larutan akan
menghasilkan signal elektrik pada detektor, yang mana signal elektrik ini
17
sebanding dengan cahaya yang diserap oleh larutan tersebut. Besarnya signal
elektrik yang dialirkan ke pencatat dapat dilihat sebagai angka (Triyati. 1985).
Spektrofotometer UV-VIS memiliki spesifikasi dengan panjang gelombang
berkisar 190 nm – 1100 nm. Kalibrasi pada spektrofotometer dapat secara
otomatis maupun manual. Spektrofotometer memiliki tingkat akurasi sebesar ± 2
nm, dan tingkat keberhasilan ± 1 nm. Spektrofotometer UV-VIS memiliki tingkat
ketelitian sebesar 0,001.
3.4 Analisis Data
3.4.1.1 Kelimpahan Plankton
Menghitung kelimpahan fitoplankton per liter menggunakan rumus yaitu:
Keterangan:
N = jumlah plankton per liter (sel/liter)
n = jumlah plankton yang tercacah
a = jumlah petak counting sel (1000 sel)
b = jumlah petak counting yang diamati
c = volume sampel plankton yang tersaring (ml)
d = volume sampel di counting sel (ml)
e = volume sampel air plankton yang disaring (100 L)
3.4.1.2 Kelimpahan Makrozoobenthos
Melihat kelimpahan makrozoobenthos dihitung berdasarkan jumlah individu
per satuan luas (ind/m2) dengan perhitungan Odum. (1971), sebagai berikut:
𝐾 = 10.000 × 𝑁
𝐴
Keterangan:
K = Indeks kelimpahan jenis (ind/m2)
A = Luas tangkapan grab atau luas bukaan mulut Aeckman grab (240,25 cm2)
N = Jumlah total individu makrozoobenthos yang tertangkap dalam A (ind)
N = 𝑛 × 𝑎
𝑏 ×
𝑐
𝑑 ×
1
𝑒
18
3.4.1.3 Indeks Keanekaragaman (H’)
Indeks keanekaragaman plankton dan makrozoobenthos dihitung berdasarkan
rumus Shannon-Wiener (H’) dalam Odum. (1971), sebagai berikut ini:
H’ = - ∑ 𝑃𝑖 𝑙𝑜𝑔 2𝑆𝑖=1 𝑃𝑖
Keterangan:
H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (nits/individu)
Pi = ni/N (proporsi jenis ke-i)
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah total individu
Log 2 = 3,321928
Kriteria penilaian:
H’ < 1 = keanekaragaman rendah dengan jumlah tidak seragam dan
salah satu spesies ada yang dominan
1 < H’ < 3 = keanekaragaman sedang dengan jumlah individu tiap spesies
tidak seragam tetapi tidak ada yang dominan
H’ > 3 = keanekaragaman tinggi dengan jumlah individu tiap spesies
seragam dan tidak ada yang dominan.
Menurut Stirn. (1981), dalam Iswanto. (2015), apabila H’ < 1, maka komunitas
biota dinyatakan tidak stabil, apabila H’ berkisar 1 – 3 maka stabilitas komunitas
biota tersebut adalah moderat (sedang) dan apabila H’ > 3 berarti stabilitas
komunitas biota berada dalam kondisi prima (stabil).
3.4.1.4 Indeks Keseragaman (E)
Indeks keseragaman ini dihitung menggunakan rumus “Evenness Shannon”
(Soegiant., 1994) yaitu:
E = 𝐻′
𝑙𝑜𝑔 𝑆
Keterangan:
E = Indeks keseragaman
H’ = indeks keragaman
H’maks = Log2 S (3,322 log S)
S = Jumlah spesies.
19
Michael. (1994), menyatakan bahwa kriteria keseragaman yaitu 0 < E < 0,4
menunjukkan keseragaman rendah, 0,4 < E < 0,6 menunjukkan keseragaman
sedang dan 1 > E > 0,6 menunjukkan keseragaman tinggi.
Indeks keseragaman yang mempunyai nilai berkisar antara 0 sampai dengan 1.
Semakin mendekati nilai 1, maka penyebaran cenderung merata dan tidak ada
yang mendominasi. Sebaliknya, semakin mendekati nilai 0, semakin kecil
keseragaman populasi yang artinya penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak
sama dan ada kecenderungan satu jenis mendominasi.
3.4.1.5 Indeks Dominansi (C)
Nilai indeks dominansi Simpson memberikan deskriptif tentang dominansi
organisme dalam suatu komunitas lingkungan. Indeks ini menerangkan bilamana
suatu jenis lebih banyak terdapat selama pengambilan data (Rappe. 2010, dalam
Utami. 2014). Rumus indeks dominansi Simpson (C) menurut Utami. (2014),
yaitu:
C = ∑ [𝑛𝑖
𝑛]𝑛
𝑙=𝑐2
Keterangan:
C = indeks dominansi Simpson
ni = jumlah individu ke-i
N = jumlah total individu
Odum (1973), menyatakan bahwa dominansi hasil perhitungan adalah sebagai
berikut: C mendekati 0 tidak ada jenis yang mendominasi dan C mendekati 1
terdapat jenis yang mendominasi.
3.4.2 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis statistik. Analisis statistik
tersebut dibagi menjadi dua tahapan. Tahap pertama menggunakan analysis of
varians (ANOVA) satu arah untuk mengetahui kelimpahan plankton dan
makrozoobenthos dan kandungan nitrat dan fosfat. Tahap kedua menggunakan
20
analisis korelasi ganda dua variabel independen dan satu dependen untuk
mengetahui hubungan antara kelimpahan plankton dan makrozoobenthos dengan
kandungan zat hara. Analisis korelasi ganda dilambangkan dengan R.
Gambar 4. Korelasi Ganda Dua Variabel Indepeden dan Satu Dependen
Korelasi ganda merupakan hubungan secara bersama-sama antara X1 dan X2
dengan Y. Untuk dapat menghitung korelasi ganda, maka harus dihitung terlebih
dahulu korelasi sederhananya dulu melalui korelasi Product Moment dari Pearson.
Pengolahan data menggunakan software Microsoft Excell. Rumus korelasi ganda
dua variabel ditunjukkan pada rumus berikut:
Keterangan:
Ry.x1x2 = korelasi ganda antara variabel X1 dan X2 secara bersama-sama dengan
variabel Y
ryx1 = korelasi Product Moment antara X1 dengan Y
ryx2 = korelasi Product Moment antara X2 dengan Y
rx1x2 = korelasi Product Moment antara X1 dengan X2
Pengujian signifikansi terhadap koefisien korelasi ganda dapat menggunakan
rumus berikut, yaitu dengan uji F.
𝑅𝑦.𝑥1𝑥2= √
𝑟 𝑦.𝑥1 2 + 𝑟 𝑦.𝑥2
2 − 2𝑟𝑦.𝑥1 𝑟𝑦.𝑥2 𝑟𝑥1𝑥2
1 − 𝑟 𝑥1𝑥22
Fh = 𝑅2
𝑘⁄
(1−𝑅2)(𝑛−𝑘−1)⁄
21
Keterangan:
R = koefisien korelasi ganda
k = jumlah variabel independen
n = jumlah sampel
Harga tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga F tabel dengan dk
pembilang = k dan dk penyebut = (n - k – 1), dengan taraf kesalahan 5%. Jika F
hitung lebih besar dari F tabel maka koefisien korelasi ganda yang ditemukan
adalah signifikan (H1 diterima), atau jika p-value (Significance f) < 𝛼 maka Ho
ditolak atau H1 diterima.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1 Kandungan Nitrat dan Fosfat
4.1.1.1. Kandungan Nitrat pada Air
Penelitian menunjukkan hasil kandungan nitrat air tertinggi terjadi pada
perairan Sei Payung yakni 1,3 mg/L pada titik sampling ke-5. Sedangkan
kandungan nitrat terendah pada perairan Sei Terusan yakni 0,5 mg/L pada titik
sampling ke-5 (Gambar 5).
Gambar 5. Kandungan nitrat air (mg/L)
Hasil penelitian menunjukkan tingginya kandungan nitrat pada perairan Sei
Payung diduga dikarenakan mendapat pengaruh anthropogenik sehingga
menyebabkan terjadinya peningkatan nitrat. Pengaruh anthropogenik yang diduga
mempengaruhi kandungan nitrat pada air adalah adanya kawasan pemukiman,
saluran pembuangan limbah yang besar dari daratan, pelabuhan dan gelanggang
kapal seperti yang ditemukan pada titik sampling ke lima pada perairan Sei
Payung. Sedangkan pada perairan Sei Terusan pada titik sampling ke lima
memiliki kandungan nitrat terendah. Rendahnya kandungan nitrat pada titik
sampling ke lima pada perairan Sei Terusan dikarenakan pada kawasan tersebut
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5
Kad
ar n
itra
t (m
g/L)
Sei Payung
Sei Terusan
Baku mutu
23
perairan tidak terganggu oleh efek anthropogenik yang dapat menyebabkan
tingginya kandungan hara. Namun kandungan nitrat pada perairan Sei Terusan
masih tergolong tinggi dibandingkan baku mutu KepMen. LH. No.51 tahun 2004
dikarenakan perairan Sei Terusan termasuk kategori perairan dengan produktivitas
tinggi dimana terdapat ekosistem mangrove.
4.1.1.2. Kandungan Nitrat pada Sedimen
Penelitian menunjukkan hasil kandungan nitrat pada sedimen tertinggi terjadi
pada perairan Sei Terusan yakni 18,8 mg/L pada titik sampling ke-4. Sedangkan
kandungan nitrat terendah pada perairan Sei Payung yakni 2,9 mg/L pada titik
sampling ke-2 (Gambar 6).
Gambar 6. Kandungan nitrat pada sedimen (mg/L)
Berdasarkan Gambar 6, terdapat perbedaan yang mencolok pada titik sampling
ke empat pada perairan Sei Terusan dibanding kandungan nitrat pada titik
sampling lainnya. Hal ini diduga dikarenakan kandungan nitrat pada air
permukaan yang mengendap ke perairan dasar atau sedimen dan kandungan nitrat
yang ada pada sedimen yang tidak langsung dimanfaatkan oleh biota pada
sedimen.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5
Kad
ar n
itra
t (m
g/L)
Sei Payung
Sei Terusan
Baku mutu
24
4.1.1.3. Kandungan Fosfat pada Air
Penelitian menunjukkan hasil kandungan fosfat air tertinggi terjadi pada
perairan Sei Payung yakni 0,576 mg/L pada titik sampling ke-5. Sedangkan
kandungan fosfat terendah pada perairan Sei Terusan yakni 0,039 mg/L pada titik
sampling ke-4 (Gambar 7).
Gambar 7. Kandungan fosfat air (mg/L)
Berdasarkan hasil penelitian, tingginya kandungan fosfat pada perairan Sei
Payung pada titik 5 diduga dikarenakan terdapat ekosistem mangrova di perairan
tersebut. Adanya ekosistem mangrove akan membuat kandungan hara yang ada
tinggi, namun dikarenakan mendapat pengaruh anthropogenik dari manusia maka
kandungan hara menjadi semakin tinggi. Tingginya nutrien pada perairan Sei
Payung dikarenakan banyaknya aktifitas anthropogenik seperti mendapat
pengaruh dari kegiatan lalu lalang kapal yang memicu tingginya fosfat.
Sedangkan kandungan fosfat perairan Sei Terusan yang lebih rendah daripada
yang ada pada Sei Payung, namun tetap lebih tinggi dari ambang batas Baku Mutu
KepMen LH No. 51 tahun 2004 yaitu 0,015 mg/L, dikarenakan perairan Sei
Terusan termasuk kategori perairan dengan produktivitas tinggi dimana terdapat
ekosistem mangrove.
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5
Kad
ar f
osf
at (
mg/
L)
Sei Payung
Sei Terusan
Baku mutu
25
4.1.1.4. Kandungan Fosfat pada Sedimen
Penelitian menunjukkan hasil kandungan fosfat pada sedimen tertinggi terjadi
pada perairan Sei Terusan yakni 17,173 mg/L pada titik sampling ke-2.
Sedangkan kandungan fosfat terendah pada sedimen Sei Terusan yakni 0,916
mg/L pada titik sampling ke-5 (Gambar 8).
Gambar 8. Kandungan fosfat pada sedimen (mg/L)
Berdasarkan hasil penelitian, tingginya kandungan fosfat pada sedimen Sei
Payung dan Sei Terusan dikarenakan kandungan fosfat pada air akan mengendap
di perairan dasar dan sedimen. Begitu juga kandungan fosfat yang terikat dengan
senyawa pada sedimen perairan dapat kembali terlarut menjadi PO43-
yang terlarut
di air. tingginya kandungan fosfat sedimen pada titik 2 di Sei Terusan dikarenakan
pada lokasi terdapat pepohonan mangrove yang ditebang sehingga rembesan
fosfat dari tanah dan batuan daratan turun ke perairan dikarenakan tidak adanya
mangrove sebagai perangkap hara. Khalil et al., (2016), menyebutkan jika kadar
fosfat tinggi, yakni lebih besar dari 0,1 mg/L maka tingkat produktivitas perairan
juga akan meningkat yang mengakibatkan blooming algae sehingga
membutuhkan oksigen terlarut yang tinggi untuk mengoksidasinya. Rendahnya
fosfat sedimen pada titik 1 di Sei Terusan dikarenakan pada titik tersebut diduga
adanya proses asimilasi yang tinggi pada perairan tersebut sehingga fosfat pada
saat itu rendah.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5
Kad
ar f
osf
at (
mg/
L)
Sei Payung
Sei Terusan
Baku mutu
26
4.1.2 Struktur Komunitas Plankton dan Makrozoobenthos
4.1.2.1 Kelimpahan Plankton
4.1.2.1.1 Kelimpahan Fitoplankton
Kelimpahan fitoplankton didefinisikan sebagai jumlah unit individu persatuan
volume air dan dinyatakan dalam jumlah individu per liter air (Raymont. 1983).
Hasil analisis fitoplankton di perairan Sei Payung dan Sei Terusan dijelaskan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Jenis dan kelimpahan fitoplankton (ind/L) di Sei Payung dan Sei Terusan
No Jenis Stasiun Pengamatan
Sei Payung Sei Terusan
1 Bacteriastrum elongatum 150 600
2 Biddulphia urita 75 150
3 Cerataulina bergonii 675 600
4 Chaetoceros decipiens 4950 375
5 Cocconeis costata 150 0
6 Corethron hystrix 0 675
7 Coscinodiscus rothu 0 75
8 Fragilaria crotonensis 675 75
9 Gonatozygon kinahani 150 0
10 Hyalotheca dissiliens 0 150
11 Karenia brefish 0 375
12 Melosira sp. 75 0
13 Pachycladon umbrinus 300 225
14 Rhizosolenia 75 450
15 Stephanodiscus niagarae 75 75
16 Synedra sp. 3450 1050
17 Tabellaria sp. 0 225
18 Uroglena sp. 0 825
Total 10800 5925
Dari Tabel 3 di atas, dapat diketahui bahwa total kelimpahan fitoplankton di
lokasi penelitian berbeda-beda setiap stasiun pengamatannya. Total kelimpahan
fitoplankton berkisar antara 5925 – 10800 ind/L. Kelimpahan fitoplankton pada
perairan Sei Payung sebanyak 10800 ind/L, dan pada Sei Terusan sebanyak 5925
ind/L.
Kelimpahan jenis fitoplankton terbanyak pada Sei Payung adalah jenis C.
decipiens dengan kelimpahan sebesar 4950 ind/L. Hal ini sesuai dengan penelitian
27
Raza’i. (2017a), bahwa C. decipiens yang termasuk klas Bacillariophyceae
ditemukan memiliki kelimpahan terbanyak berbanding klas fitoplankton lainnya,
dan kandungan nitrat dengan rentang 0,91 – 1,12 mg/L dan fosfat berkisar 0,04 –
0,7 mg/L.
Kelimpahan jenis fitoplankton terbanyak pada Sei Terusan adalah jenis
Synedra sp. Dengan kelimpahan sebesar 1050 ind/L. Kelimpahan Synedra sp.
(klas Fragilariaphyceae) tidak lebih tinggi daripada kelimpahan C. decipiens (klas
Bacillariophyceae) pada Sei Payung dikarenakan C. decipiens memiliki
kemampuan adaptasi lebih tinggi terhadap kandungan hara yang tinggi pada
perairan. Hal ini sesuai dengan penelitian Raza’i. (2017a,) dan Dewiyanti et al.,
(2014), bahwa kandungan nitrat dan fosfat yang tinggi lebih banyak dijumpai klas
Bacillariophyceae dibanding klas Fragilariophyceae.
Pada perairan Sei Payung ditemukan kelimpahan fitoplankton terbanyak dari
pada Sei Terusan, hal ini dikarenakan pengambilan sampel berada pada perairan
yang banyak aktifitas manusia seperti limbah domestik. Hal ini diperkuat oleh
pernyataan Wahyudi. (2015), bahwa perairan yang banyak terdapat limbah
domestik, KJA, dan adanya dekomposisi daun mangrove menjadi penunjang
utama bagi kehidupan fitoplankton, sehingga fitoplankton lebih banyak
dikarenakan nutrien yang dihasilkan dari limbah tersebut.
Kelimpahan fitoplankton pada perairan Sei Terusan lebih rendah dibanding Sei
Payung, namun jenis fitoplankton pada Sei Terusan lebih banyak dibanding jenis
fitoplankton di Sei Payung yaitu sebanyak 15 jenis. Adanya perbedaan
kelimpahan fitoplankton hal ini diduga karena karakteristik setiap lokasinya
berbeda. Nybakken. (1992), menyatakan bahwa jumlah fitoplankton selalu
berubah-ubah sesuai dengan keadaan perairan hidupnya karena masing-masing
spesies fitoplankton memiliki kepekaan yang berbeda. Berdasarkan kategori
kelimpahan fitoplankton, kelimpahan fitoplankton dapat dikategorikan tinggi
apabila jumlah individu lebih dari 106 per liter, sedang apabila jumlah individu
antara 103 – 10
6 per liter, dan rendah apabila jumlah individu antara 10
3 per liter
(Majidek. 2016).
28
4.1.2.1.2 Kelimpahan Zooplankton
Steeman-Nielsen. (1971), menyatakan bahwa pertumbuhan zooplankton
tergantung pada fitoplankton tetapi karena pertumbuhannya lebih lambat dari
fitoplankton maka populasi maksimum zooplankton akan tercapai beberapa waktu
setelah populasi maksimum fitoplankton berlalu. Hasil analisis di laboratorium
diperoleh kelimpahan plankton di perairan Sei Payung dan Sei Terusan akan
dijelaskan pada Tabel 4.
Tabel 4. Jenis dan kelimpahan zooplankton (ind/L) di Sei Payung dan Sei Terusan
No. Jenis Stasiun Pengamatan
Sei Payung Sei Terusan
1 Cestum amphithrites 150 0
2 Acartia tranteri 375 0
3 Creseis conica 75 300
4 Acartia clausi 75 75
5 Porodon teres 75 0
6 Tigriopus japonicas 75 0
7 Tintinnopsis radix 75 75
8 Leprottintinnus simplex 0 225
9 Leprottintinnus bottnicus 0 150
Total 900 825
Dari Tabel 4 di atas, jenis dan kelimpahan zooplankton tertinggi adalah A.
Tranteri. Menurut Redjeki. (2007), dalam Raza’i. (2017b), Acartia sp. dan
Tigriopus sp. termasuk ke dalam pakan alami terbaik di dalam perairan dengan
sebutan “copepoda mix”. Raza’i. (2017b), juga menambahkan klas Copepod
mampu menunjang kehidupan alami di ekosistem perairan.
Dari Tabel 4 di atas, dapat diketahui bahwa total kelimpahan zooplankton di
lokasi penelitian berbeda setiap stasiun pengamatannya. Total kelimpahan
zooplankton berkisar antara 825– 900 ind/L. Kelimpahan zooplankton pada
perairan Sei Payung sebanyak 900 ind/L, dan pada Sei Terusan sebanyak 825
ind/L.
Pada perairan Sei Payung ini ditemukan jenis zooplankton terbanyak dari pada
Sei Terusan dan memiliki total kelimpahan sebesar 900 ind/L, hal ini dikarenakan
kelimpahan fitoplankton pada Sei Payung juga lebih banyak dibanding pada Sei
Terusan.
29
Hasil analisis kelimpahan zooplankton pada perairan Sei Terusan, diketahui
bahwa total kelimpahan zooplankton pada Sei Terusan sebesar 825 ind/L dan
ditemukan 5 jenis zooplankton. Berdasarkan kategori kelimpahan zooplankton,
kelimpahan zooplankton pada Sei Payung dan Sei Terusan termasuk kategori
tinggi dengan jumlah individu lebih dari 500 ind/L, sedang apabila jumlah
individu antara 50 – 500 ind/L, dan rendah apabila jumlah individu kurang dari 50
ind/L (Majidek. 2016).
4.1.2.2 Kelimpahan Makrozoobenthos
Pada penelitian ini kelimpahan makrozoobenthos tertinggi terdapat pada Sei
Payung dengan jumlah 249,74 ind/m2 dan kelimpahan makrozoobenthos terendah
terdapat pada Sei Terusan dengan jumlah 166,49 ind/m2 Hasil pengamatan
kelimpahan makrozoobenthos yang ditemukan di perairan Sei Payung dan Sei
Terusan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jenis dan kelimpahan makrozoobenthos di Perairan Sei Payung dan Sei
Terusan
No Jenis Stasiun Pengamatan
Sei Payung Sei Terusan
1 Scylla sp. 41,62 0,00
2 Cerithium obtusa 124,87 41,62
3 Terebralia sulcata 41,62 41,62
4 Pyrene sp. 41,62 83,25
Total 249,74 166,49
Hasil analisis kelimpahan makrozoobenthos pada Sei Payung dan Sei Terusan
berbeda-beda, hal ini diduga karena karakteristik setiap lokasi berbeda.
Kelimpahan makrozoobenthos pada Sei Payung ditemukan sebanyak 4 jenis dan
Sei Terusan sebanyak 3 jenis.
Tingginya kelimpahan pada Sei Payung dibanding Sei Terusan diduga
dikarenakan adanya perbedaan parameter pendukung dan perbedaan keadaan
lingkungan seperti substrat yang berbeda dan kecepatan arus. Berdasarkan
pengamatan visual Sei Terusan memiliki substrat lumpur berpasir dengan
kecepatan arus yang tinggi sehingga membuat kelimpahan makrozoobenthos yang
30
hidup pada daerah ini lebih sedikit dibanding dengan perairan dengan kecepatan
arus rendah/tenang.
4.1.2.3 Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks
Dominansi (C)
Kestabilan komunitas suatu perairan dapat digambarkan dari nilai indeks
keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C). Nilai
keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi fitoplankton di perairan Sei
Payung dan Sei Terusan selama pengamatan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Indeks Keanekaragaman (H`), Indeks Domansi (C) dan Indeks
Keseragaman (E) pada Sei Payung dan Sei Terusan
Stasiun (H’) keterangan (C) keterangan (E) Keterangan
Fitoplankton
I 2,14 Sedang 0,32 Tidak ada yang
mendominasi 0,6
Keseragaman
tinggi
II 3,52 Tinggi 0,10 Tidak ada yang
mendominasi 0,90
Keseragaman
tinggi
Zooplankton
I 2,45 Sedang 0,24 Tidak ada yang
mendominasi 0,87
Keseragaman
tinggi
II 2,12 Sedang 0,26 Tidak ada yang
mendominasi 0,91
Keseragaman
tinggi
Makrozoobenthos
I 1,79 Sedang 0,33 Tidak ada yang
mendominasi 0,90
Keseragaman
tinggi
II 1,50 sedang 0,38 Tidak ada yang
mendominasi 0,95
Keseragaman
tinggi
Berdasarkan Tabel 6 di atas, dapat diketahui bahwa indeks keanekaragaman
biota pada Sei Payung dan Sei Terusan berada pada kategori sedang kecuali
indeks keanekaragaman fitoplankton pada Sei Terusan. Hal ini sesuai dengan
kandungan hara pada Sei Terusan yang lebih rendah dibanding Sei Payung dan
lebih mendekati baku mutu kesesuaian biota sehingga lebih bervariasi jenis
fitoplankton. Indeks keseragaman biota pada Sei Payung dan Sei Terusan berada
31
pada tingkat keseragaman tinggi, diikuti indeks dominansi biota yang menyatakan
tidak ada biota yang mendominasi pada Sei Payung dan Sei Terusan pada masing-
masing jenis fitoplankton, zooplankton dan makrozoobenthos. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa kedua lokasi memiliki jenis biota yang seragam dan tidak ada
yang mendominasi, yang menandakan jika ada jenis yang mendominasi maka
dapat menimbulkan blooming suatu jenis tertentu sehingga berakibat kepada
indeks keanekaragaman dan keseragaman jenis lainnya (Raza’i. 2017b).
4.1.2.3.1 Indeks Keanekaragaman (H’)
Indeks Keanekaragaman (H’) merupakan gambaran dari keanekaragaman jenis
biota yang terdapat pada suatu ekosistem perairan, indeks keanekaragaman ini
berkaitan dengan banyaknya spesies yang mendiami ekosistem perairan. Indeks
Keanekaragaman pada umumnya digunakan dalam menilai keanekaragaman
hayati ke lokasi tertentu yang telah banyak digunakan untuk menggambarkan
komposisi dan struktur suatu biota atau untuk menetapkan suatu kebijakan
konservasi. Indeks keanekaragaman akan mempermudah dalam menganalisis
informasi-informasi mengenai jumlah individu dan jumlah spesies atau organisme
dalam populasi (Efiyandi. 2015). Untuk mengetahui tentang Indeks
Keanekaragaman (H’) fitoplankton, zooplankton dan makrozoobenthos di
perairan Sei Payung dan Sei Terusan dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Grafik Indeks Keanekaragaman (H’) di Sei Payung dan Sei Terusan
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
Sei Payung Sei Terusan
Fitoplankton
Zooplankton
Makrozoobenthos
H' Tinggi
H' Rendah
H' Sedang
32
Kisaran indeks keanekaragaman (H’) fitoplankton berada pada kisaran antara
2,14 – 3,52. Dapat dilihat dari Gambar 9 bahwa fitoplankton pada Sei Terusan
lebih bervariasi dibanding pada Sei Payung. Hal ini dapat diartikan penyebaran
jumlah individu fitoplankton dalam perairan Sei Terusan dalam keaadaan tinggi
dan kestabilan komunitas fitoplankton dalam keadaan tinggi. Sedangkan
penyebaran jumlah individu fitoplankton dalam perairan Sei Payung dalam
keadaan sedang dan kestabilan komunitas fitoplankton dalam keadaan sedang.
Kisaran indeks keanekaragaman (H’) zooplankton berada pada kisaran antara
2,12 – 2,45. Berdasarkan Gambar 9, dapat dilihat bahwa Indeks Keanekaragaman
(H’) pada perairan Sei Payung dan Sei Terusan dalam tingkat keanekaragaman
sedang dapat diartikan bahwa penyebaran jumlah individu zooplankton dalam
perairan Sei Payung dan Sei Terusan dalam keadaan sedang dan kestabilan
komunitas zooplankton dalam keadaan sedang.
Kisaran indeks keanekaragaman (H’) makrozoobenthos berada pada kisaran
antara 1,5 – 1,79. Berdasarkan Gambar 9, dapat dilihat bahwa Indeks
Keanekaragaman (H’) pada perairan Sei Payung dan Sei Terusan dalam tingkat
keanekaragaman sedang dapat diartikan bahwa penyebaran jumlah individu
makrozoobenthos dalam perairan Sei Payung dan Sei Terusan dalam keadaan
sedang dan kestabilan komunitas makrozoobenthos dalam keadaan sedang.
Berdasarkan hasil analisis Indeks Keanekaragaman (H’) di Sei Payung dan Sei
Terusan, dapat diketahui bahwa Indeks Keanekaragaman (H’) berada dalam
kategori sedang, kecuali Indeks Keanekaragaman (H’) fitoplankton pada perairan
Sei Terusan yang berada dalam kategori tinggi.
4.1.2.3.2 Indeks Keseragaman (E)
Indeks Keseragaman (E) merupakan suatu perhitungan untuk mengukur
kemerataan penyebaran biota di perairan Sei Payung dan Sei Terusan. Untuk
mengetahui tentang indeks keseragaman (E) pada perairan Sei Payung dan Sei
Terusan dapat dilihat pada Gambar 10.
33
Gambar 10. Grafik Indeks Keseragaman (E) di Sei Payung dan Sei Terusan
Kisaran indeks keseragaman (E) fitoplankton berada pada kisaran antara 0,6 –
0,9. Berdasarkan Gambar 10, dapat dilihat bahwa Indeks Keseragaman (E) pada
perairan Sei Payung dan Sei Terusan dalam tingkat keseragaman tinggi. Hal ini
dapat diartikan bahwa jenis fitoplankton tersebar secara merata di perairan Sei
Payung dan Sei Terusan.
Kisaran indeks keseragaman (E) zooplankton berada pada kisaran antara 0,87 –
0,91. Berdasarkan Gambar 10, dapat dilihat bahwa Indeks Keseragaman (E) pada
perairan Sei Payung dan Sei Terusan dalam tingkat keseragaman tinggi yang
dapat diartikan bahwa jenis zooplankton tersebar secara merata di perairan Sei
Payung dan Sei Terusan.
Kisaran indeks keseragaman (E) makrozoobenthos berada pada kisaran antara
0,9 – 0,95. Berdasarkan Gambar 10, dapat dilihat bahwa Indeks Keseragaman (E)
pada perairan Sei Payung dan Sei Terusan dalam tingkat keseragaman tinggi yang
dapat diartikan bahwa jenis makrozoobenthos tersebar secara merata di perairan
Sei Payung dan Sei Terusan.
Berdasarkan hasil analisis Indeks Keseragaman (E) di Sei Payung dan Sei
Terusan, dapat diketahui bahwa Indeks Keseragaman (E) fitoplankton,
zooplankton dan makrozoobenthos berada dalam kategori tinggi.
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1
Sei Payung Sei Terusan
Fitoplankton
Zooplankton
Makrozoobenthos
E Tinggi
E Rendah
E Sedang
34
4.1.2.3.3 Indeks Dominansi (C)
Indeks Dominasi (C) merupakan suatu bentuk penguasaan dalam suatu
perairan untuk mendapatkan makanan maupun tempat tinggal yang layak serta
bertahan cukup lama. Untuk mengetahui tentang indeks dominansi (C) pada
perairan Sei Payung dan Sei Terusan dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Grafik Indeks Dominansi (C) di Sei Payung dan Sei Terusan
Kisaran indeks dominasi fitoplankton berada pada kisaran antara 0,32 – 0,1.
Berdasarkan Gambar 11, dapat dilihat bahwa Indeks Dominasi (C) pada perairan
Sei Payung dan Sei Terusan dalam tingkat dominansi rendah. Hal ini dapat
diartikan bahwa tidak ada spesies atau filum yang dominan pada komunitas.
Kisaran indeks dominansi (C) zooplankton berada pada kisaran antara 0,24 –
0,26. Berdasarkan Gambar 11, dapat dilihat bahwa Indeks Dominasnsi (C) pada
perairan Sei Payung dan Sei Terusan dalam tingkat dominansi rendah yang dapat
diartikan bahwa tidak ada spesies atau filum yang dominan pada komunitas.
Kisaran indeks dominansi (C) makrozoobenthos berada pada kisaran antara
0,33 – 0,38. Berdasarkan Gambar 11, dapat dilihat bahwa Indeks Dominansi (C)
pada perairan Sei Payung dan Sei Terusan dalam tingkat dominansi yang rendah
yang dapat diartikan bahwa tidak ada spesies atau filum yang dominan pada
komunitas.
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
Sei Payung Sei Terusan
Fitoplankton
Zooplankton
Makrozoobenthos
C Tinggi
C Rendah
35
Berdasarkan hasil analisis Indeks Dominansi (C) di Sei Payung dan Sei
Terusan, dapat diketahui bahwa Indeks Dominansi (C) fitoplankton, zooplankton
dan makrozoobenthos berada dalam kategori rendah.
4.1.3 Parameter Fisika-Kimia Pendukung
Hasil pengukuran kualitas air sebagai data pendukung untuk mengetahui
variasi parameter pada masing-masing stasiun pengamatan dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Nilai parameter fisika-kimia di Sei Payung dan Sei Terusan
Parameter Satuan Rentang Nilai
Baku Mutu* Sei Payung Sei Terusan
Fisika
Suhu ℃ 28,17 – 29,27 30,9 – 33,9 Alamia
Kecerahan m 0,96 – 1,1 1,03 – 1,73 >3
Kimia
Salinitas ‰ 35,27 – 36,67 25 – 30 Alami
DO mg/L 7,3 – 8,27 6,8 – 7,6 >5
pH air 7,3 – 8,59 6,64 – 7,23 7 – 8,5
pH sedimen 6,6 – 6,9 7,45 – 7,81
*Kepmen LH. No. 51 Tahun 2004
Kualitas perairan menjadi baku mutu terhadap kehidupan biota laut. Kualitas
perairan tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan ekosistem perairan, namun juga
dipengaruhi oleh kandungan nutrien. Menurut Febrianty. (2011), nutrien yang
masuk ke perairan dapat mempengaruhi kualitas air di perairan tersebut. Kualitas
perairan akan turun jika terkena dampak dari kegiatan manusia. Berbagai kegiatan
baik jasa kelautan seperti pelabuhan untuk pelayaran dan perikanan, maupun
kegiatan-kegiatan lain di sekitar pantai seperti pemukiman, perindustrian,
pertambakan, dan sebagainya merupakan bagian dari faktor pendukung manusia
(Irawati et al., 2013).
Suhu pada kedua stasiun pengamatan berada pada ambang batas baku mutu
KepMen LH. No. 51 tahun 2004. Namun suhu tertinggi terdapat pada perairan Sei
Terusan dengan nilai 33,9 ℃ yang merupakan lebih dari ambang batas baku mutu
KepMen LH. No. 51 tahun 2004 yakni 28 – 32 ℃. Pada penelitian Gruner et al.,
(2017), menyatakan bahwa pemanasan global yang dapat meningkatkan suhu
36
suatu perairan dapat menurunkan kekayaan suatu spesies. Hal ini berbeda dengan
penelitian Hiddink et al., (2008), dan Rosset et al., (2010), yang menyatakan
peningkatan suhu tidak menyebabkan penurunan kekayaan suatu spesies. Adanya
perbedaan penurunan kekayaan suatu spesies atau tidak adanya penurunan
kekayaan, hal ini bergantung pada letak lokasi geografis suatu spesies, dimana
spesies pada daerah belahan bumi utara atau selatan cenderung bergerak lebih
cepat dibandingkan yang berada pada khatulistiwa.
Kecerahan pada kedua stasiun pengamatan lebih rendah dari baku mutu
KepMen LH. No. 51 tahun 2004. Dalam KepMen LH. No. 51 tahun 2004 tentang
baku mutu air laut untuk biota perairan dengan kecerahan > 3 m sementara
kecerahan di stasiun pengamatan < 3 m. Rendahnya nilai kecerahan diduga karena
faktor pembauran cahaya di perairan yang terhalang oleh jumlah dan jenis unsur
terlarut di perairan seperti sedimen maupun senyawa organik seperti detritus dan
plankton (Hasnawati. 2014).
Salinitas di Sei Payung tergolong tinggi dan Sei Terusan tergolong rendah
berdasarkan baku mutu KepMen LH. No. 51 tahun 2004 salinitas untuk ekosistem
mangrove dan lamun berkisar 33 – 34 ‰ dengan syarat boleh <5‰ dari salinitas
rata-rata musiman. Pada perairan Sei Terusan salinitas masih dalam ambang batas
yang sesuai baku mutu air laut, salinitas terendah pada perairan Sei Terusan
adalah 25‰ dikarenakan adanya masukan dari air darat. Beberapa gastropoda dari
kelompok mollusca, hidupnya tidak terbatasi pada perairan yang salinitasnya
rendah (Järvekülg. 1979 ; Vuorinen et al., 2015). Berdasarkan hal ini maka
Vuorinen et al., (2015). meneliti tentang permodelan masa depan kandungan
salinitas dimana apabila terjadi perubahan salanitas, berdasarkan tingkatan
spesies, akan terjadi ekspansi mollusca beriring dengan menurunnya varietas
crustacea.
Oksigen terlarut di setiap stasiun pengamatan tergolong baik karena memiliki
kadar sesuai baku mutu untuk biota air laut > 5 mg/L. Kadar oksigen terlarut
dihasilkan dengan adanya fotosintestis fitoplankton. Pada perairan Sei Terusan
kadar oksigen terlarut rendah diduga karena kecerahan yang rendah. Kecerahan
memengaruhi penetrasi cahaya sehingga mengganggu proses fotosintesis dalam
menghasilkan oksigen terlarut.
37
Nilai pH air pada Sei Payung memiliki nilai yang besar. Hal ini sesuai
pernyataan Susana. (2009), bahwa nilai pH dalam perairan bervariasi mulai dari
sungai maupun sampai ke laut, semakin ke laut nilainya tinggi. Nilai pH
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktifitas biologi, aktifitas fotosintesis,
suhu, kandungan oksigen, serta kation dan anion. Batas toleransi organisme
akuatik terhadap derajat keasaman bervariasi tergantung pada suhu air, oksigen
terlarut serta stadia organisme tersebut (Pescod. 1973, dalan Arifin. 2009).
Nilai pH sedimen pada Sei Payung memiliki nilai yang lebih kecil dibanding
Sei Terusan. Namun nilai pH sedimen di kedua stasiun masih dalam kondisi
normal sehingga mendukung kehidupan biota. Hal ini didukung oleh pernyataan
Odum. (1971), perairan dengan pH antara 6 – 9 merupakan perairan dengan
kesuburan yang tinggi dan tergolong produktif karena memiliki kisaran pH yang
dapat mendorong proses pembongkaran bahan organik yang ada dalam perairan
menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasikan oleh fitoplankton.
4.1.4 Pengujian Hipotesis
Menurut Venkatesh et al., (2013), suatu penelitian dapat menilai suatu
hubungan di antara dua variabel dengan membandingkan rata-rata variabel
dependen di antara dua atau lebih kelompok variabel independen. Pada pengujian
hipotesis dilakukan dua tahap. Tahap yang pertama adalah pengujian beda nyata
antara kelimpahan fitoplankton, zooplankton dan makrozoobenthos, dan
kandungan nitrat dan fosfat terhadap dua lokasi penelitian, dan tahap yang kedua
adalah pengujian hubungan antara kelimpahan fitoplankton, zooplankton dan
makrozoobenthos yang masing-masingnya dihubungkan dengan kandungan nitrat
dan fosfat.
4.1.4.1 Analisis Ragam (ANOVA)
Dalam pengujian hubungan antar variabel, penelitian dapat menggunakan t-test
atau ANOVA untuk membandingkan rata-rata dari dua kelompok terhadap
variabel dependen (Green, Salkind. 2010). Adapun hasil uji beda nyata pada
penelitian ini menggunakan ANOVA: single factor, dengan variabel independen
adalah Sei Payung dan Sei Terusan, sedangkan variabel dependen adalah
38
kelimpahan fitoplankton, zooplankton dan makrozoobenthos, dan kandungan
nitrat dan fosfat seperti yang tersaji pada Tabel 8.
Tabel 8. Uji beda nyata antar stasiun (Sei Payung, Sei Terusan)
No Variabel Keterangan
1 Kelimpahan Fitoplankton TB
2 Kelimpahan Zooplankton TB
3 Kelimpahan Makrozoobenthos TB
4 NitratAir TB
5 Nitrat Sedimen TB
6 Fosfat Air TB
7 Fosfat Sedimen TB
Keterangan : Hasil penelitian (TB: tidak beda, BN: beda nyata)
Berdasarkan Tabel 8, diperoleh hasil tidak beda nyata antar stasiun terhadap
variabel kelimpahan fitoplankton, kelimpahan zooplankton, kelimpahan
makrozoobenthos, nitrat air dan sedimen, fosfat air dan sedimen. Berdasarkan
analisis ragam diperoleh Fhitung sebesar 3,84 dan Ftabel sebesar 5,32. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa Fhitung lebih kecil dari Ftabel maka terima Ho yang berarti
tidak terjadi perbedaan sebaran nitrat pada air antar stasiun. Analisis ragam
terhadap kadar nitrat pada sedimen antar stasiun diperoleh Fhitung sebesar 1,05 dan
Ftabel sebesar 5,32. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Fhitung lebih kecil dari Ftabel
maka kembali terima Ho yang berarti tidak terjadi perbedaan terhadap kadar
nitrat pada sedimen antar stasiun.
Hasil uji beda nyata terhadap variabel fosfat pada air diperoleh Fhitung sebesar
1,39 dan Ftabel sebesar 5,32. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Fhitung lebih kecil
dari Ftabel maka terima Ho yang berarti tidak terjadi perbedaan sebaran nitrat pada
air antar stasiun. Analisis ragam terhadap variabel fosfat sedimen diperoleh Fhitung
sebesar 0,002 dan Ftabel sebesar 5,32. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Fhitung
lebih kecil dari Ftabel maka kembali terima Ho yang berarti tidak terjadi perbedaan
terhadap kadar fosfat sedimen antar stasiun.
Hasil uji beda nyata terhadap variabel kelimpahan fitoplankton diperoleh Fhitung
sebesar 2,57 dan Ftabel sebesar 5,32. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Fhitung
lebih kecil dari Ftabel maka terima Ho yang berarti tidak terjadi perbedaan
kelimpahan fitoplankton antar stasiun. Analisis ragam terhadap variabel
kelimpahan zooplankton diperoleh Fhitung sebesar 0,02 dan Ftabel sebesar 5,32.
39
Hasil tersebut menunjukkan bahwa Fhitung lebih kecil dari Ftabel maka kembali
terima Ho yang berarti tidak terjadi perbedaan terhadap sebaran kelimpahan
zooplankton antar stasiun. Hasil uji beda nyata terhadap variabel kelimpahan
makrozoobenthos diperoleh Fhitung sebesar 0,33 dan Ftabel sebesar 5,32. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa Fhitung lebih kecil dari Ftabel maka terima Ho yang
berarti tidak terjadi perbedaan kelimpahan makrozoobenthos antar stasiun.
4.1.4.2 Analisis Regresi dan Korelasi
Analisis regresi ganda bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
kelimpahan fitoplankton, kelimpahan zooplankton dan kelimpahan
makrozoobenthos dengan kandungan nitrat-fosfat pada tiap perairan yaitu Sei
Payung dan Sei Terusan.
4.1.4.2.1 Korelasi Kelimpahan Fitoplankton dan Nitrat-Fosfat
Analisis statistik dalam menentukan korelasi antara kelimpahan fitoplankton
dan kandungan nitrat dan fosfat dilakukan dengan menggunakan analisis regresi
linear berganda pada Ms.. Excel. Hasil analisis data statistik tersaji pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil analisis korelasi regresi ganda kelimpahan fitoplankton dengan
kimia air (X1 : Nitrat ; X2 : Fosfat)
Stasiun Persamaan Regresi Ganda r R
2
Sei Payung Y = 3780,54 – 1340,9x1 – 1398,08x2 0,39 0,16
Sei Terusan Y = 1457,79 – 414,74x1 + 355,36x2 0,50 0,25
Berdasarkan Tabel 9, diperoleh hasil analisis korelasi regresi berganda yang
menunjukkan bahwa kelimpahan fitoplankton yang dipengaruhi oleh nitrat dan
fosfat.
Hasil regresi ganda terhadap kelimpahan fitoplankton, nitrat air, fosfat air pada
Sei Payung menunjukkan nilai koefisien korelasi 0,39 yang berarti memiliki
hubungan yang lemah antar variabel x dan y. Hasil analisis ganda pada Sei
Terusan menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,5 yang berarti
memiliki hubungan yang sedang antar kelimpahan fitoplankton dengan nitrat dan
fosfat pada air. Adapun hubungan antara interval koefisien dan tingkat hubungan
40
yaitu 0,00 – 1,999 (sangat rendah), 0,20 – 0,399 (rendah), 0,40 – 0,599 (sedang),
0,60 – 0,799 (kuat), 0,80 – 1,000 (sangat kuat).
Analisis regresi ganda terhadap kelimpahan fitoplankton (y), nitrat air (x1), dan
fosfat air (x2) menghasilkan koefisien determinasi (R2) yang merupakan kuadrat
koefisien korelasi yang menunjukkan besarnya ragam variabel y (tergantung)
yang dapat dijelaskan oleh variabel x (bebas). Koefisien determinasi (R2) pada Sei
Payung sebesar 0,16 yang berarti sebesar 16% variabel x mempengaruhi variabel
y. Koefisien determinasi (R2) pada ekosistem Sei Terusan 0,25 yang berarti
sebesar 25% variabel x mempengaruhi variabel y. Berdasarkan hasil perhitungan
statistik juga menunjukkan adanya grafik normalitas pada perairan Sei Payung
dan Sei Terusan.
Gambar 12. Grafik Normalitas pada Perairan Sei Payung
Gambar 13. Grafik Normalitas pada Perairan Sei Terusan
0
1000
2000
3000
4000
0 20 40 60 80 100
Ke
limp
ahan
Fit
op
lan
kto
n
Nitrat-Fosfat (mg/L)
Normal Probability Plot
0
500
1000
1500
0 20 40 60 80 100
Ke
limp
ahan
Fit
op
lan
kto
n
Nitrat-Fosfat (mg/L)
Normal Probability Plot
41
4.1.4.2.2 Korelasi Kelimpahan Zooplankton dan Nitrat-Fosfat
Analisis statistik dalam menentukan korelasi antara kelimpahan zooplankton
dan kandungan nitrat dan fosfat dilakukan dengan menggunakan analisis regresi
linear berganda pada Ms.. Excel. Hasil analisis data statistik tersaji pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil analisis korelasi regresi ganda kelimpahan zoooplankton dengan
kimia air (X1 : Nitrat ; X2 : Fosfat)
Stasiun Persamaan Regresi Ganda r R
2
Sei Payung Y = 1174,59 – 1243,08x1 + 504,65x2 0,62 0,38
Sei Terusan Y = 68,8 + 143,17x1 + 96,15x2 0,17 0,03
Berdasarkan Tabel 10, diperoleh hasil analisis korelasi regresi berganda yang
menunjukkan bahwa kelimpahan zooplankton dipengaruhi oleh nitrat dan fosfat.
Hasil regresi ganda terhadap kelimpahan zooplankton, nitrat air, fosfat air pada
Sei Payung menunjukkan nilai koefisien korelasi 0,62 yang berarti memiliki
hubungan yang kuat antar variabel x dan y. Hasil analisis ganda pada Sei Terusan
menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,17 yang berarti memiliki
hubungan yang sangat rendah antar kelimpahan zooplankton dengan nitrat dan
fosfat pada air. Pada kelimpahan zooplankton, faktor yang lebih mempengaruhi
zooplankton adalah ketersediaan fitoplankton sebagai bahan makanan, arus, suhu,
salinitas, DO dan pH. Nitrat dan fosfat dimanfaatkan zooplankton secara tidak
langsung dari N dan P organik yang berada pada tubuh fitoplankton yang
dikonsumsi.
Analisis regresi ganda terhadap kelimpahan zooplankton (y), nitrat air (x1), dan
fosfat air (x2) menghasilkan koefisien determinasi (R2) yang merupakan kuadrat
koefisien korelasi yang menunjukkan besarnya ragam variabel y (tergantung)
yang dapat dijelaskan oleh variabel x (bebas). Koefisien determinasi (R2) pada Sei
Payung sebesar 0,38 yang berarti sebesar 38% variabel x mempengaruhi variabel
y. Koefisien determinasi (R2) pada ekosistem Sei Terusan 0,03 yang berarti
sebesar 3% variabel x mempengaruhi variabel y. Berdasarkan hasil perhitungan
statistik juga menunjukkan adanya grafik normalitas pada perairan Sei Payung
dan Sei Terusan.
42
Gambar 14. Grafik Normalitas pada Perairan Sei Payung
Gambar 15. Grafik Normalitas pada Perairan Sei Terusan
4.1.4.2.3 Korelasi Kelimpahan Makrozoobenthos dan Nitrat-Fosfat
Analisis statistik dalam menentukan korelasi antara kelimpahan
makrozoobenthos dan kandungan nitrat dan fosfat dilakukan dengan
menggunakan analisis regresi linear berganda pada Ms. Excel. Hasil analisis data
statistik tersaji pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil analisis korelasi regresi ganda kelimpahan makrozoobenthos
dengan kimia air (X1 : Nitrat ; X2 : Fosfat)
Stasiun Persamaan Regresi Ganda r R
2
Sei Payung Y = -62,35 + 10,34x1 + 8,41x2 0,87 0,76
Sei Terusan Y = 31,44 -1,39x1 + 2,06x2 0,51 0,26
Berdasarkan Tabel 11, diperoleh hasil analisis korelasi regresi berganda yang
menunjukkan bahwa kelimpahan makrozoobenthos dipengaruhi oleh nitrat dan
fosfat.
-200
0
200
400
600
800
0 20 40 60 80 100
Ke
limp
ahan
zo
op
lan
kto
n
Nitrat-Fosfat (mg/L)
Normal Probability Plot
-100
0
100
200
300
400
500
0 20 40 60 80 100
Ke
limp
ahan
zo
op
lan
kto
n
Nitrat-Fosfat (mg/L)
Normal Probability Plot
43
Hasil regresi ganda terhadap kelimpahan makrozoobentos, nitrat sedimen,
fosfat sedimen pada Sei Payung menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar
0,87 yang berarti memiliki hubungan yang sangat kuat antar variabel x dan y.
Hasil analisis ganda pada Sei Terusan menunjukkan nilai koefisien korelasi (r)
sebesar 0,51 yang berarti memiliki hubungan yang sedang antar kelimpahan
makrozoobenthos dengan nitrat dan fosfat pada sedimen.
Analisis regresi ganda terhadap kelimpahan makrozoobenthos (y), nitrat
sedimen (x1), dan fosfat sedimen (x2) menghasilkan koefisien determinasi (R2)
yang merupakan kuadrat koefisien korelasi yang menunjukkan besarnya ragam
variabel y (tergantung) yang dapat dijelaskan oleh variabel x (bebas). Koefisien
determinasi (R2) pada Sei Payung sebesar 0,76 yang berarti sebesar 76% variabel
x mempengaruhi variabel y. Koefisien determinasi (R2) pada ekosistem Sei
Terusan 0,26 yang berarti sebesar 26% variabel x mempengaruhi variabel y.
Berdasarkan hasil perhitungan statistik juga menunjukkan adanya grafik
normalitas pada perairan Sei Payung dan Sei Terusan.
Gambar 16. Grafik Normalitas pada Sedimen Sei Payung
Gambar 17. Grafik Normalitas pada Sedimen Sei Terusan
-50
0
50
100
150
0 20 40 60 80 100
Ke
limp
ahan
M
akro
zoo
be
nth
os
Nitrat-Fosfat (mg/L)
Normal Probability Plot
-50
0
50
100
0 20 40 60 80 100
Ke
limp
ahan
m
akro
zoo
be
nth
os
Nitrat-Fosfat (mg/L)
Normal Probability Plot
44
4.1.4.2.4 Korelasi Tertinggi Antara Kelimpahan Spesies dan Nitrat-Fosfat
Hasil perhitungan regresi linear berganda terkait kandungan nitrat dan fosfat
pada air dan sedimen dengan kelimpahan plankton dan makrozoobenthos
menunjukkan bahwa terdapat jenis biota yang memiliki hubungan. Hal ini
diartikan kandungan nitrat dan fosfat dapat mempengaruhi kelimpahan plankton
dan makrozoobenthos berdasarkan spesiesnya.
Perhitungan regresi linear berganda menunjukkan kandungan nitrat dan fosfat
pada air terhadap kelimpahan jenis fitoplankton yang tertinggi di Sei Payung
terdapat pada spesies Chaetoceros decipiens yang memiliki hubungan sangat kuat
dan memberikan pengaruh sebesar 93%, diikuti oleh spesies Cerataulina bergonii
yang memiliki hubungan sangat kuat dan memberikan pengaruh sebesar 82%, dan
kemudian diikuti oleh spesies Pachycladon umbrinus yang memiliki hubungan
sangat kuat dan memberikan pengaruh sebesar 68% kandungan hara terhadap
kelimpahan spesies. Hal ini sesuai dengan kelimpahan jenis yang ditemukan
bahwa C. decipiens memiliki kelimpahan tertinggi dengan kandungan nitrat dan
fosfat yang tinggi di perairan.
Perhitungan regresi linear berganda menunjukkan kandungan nitrat dan fosfat
pada air terhadap kelimpahan jenis fitoplankton yang tertinggi di Sei Terusan
terdapat pada Tabellaria sp. yang memiliki hubungan sangat kuat dan
memberikan pengaruh sebesar 88%, diikuti oleh spesies Bacteriastrum elongatum
yang memiliki hubungan sangat kuat dan memberikan pengaruh sebesar 85%, dan
kemudian diikuti oleh spesies Chaetoceros decipiens yang memiliki hubungan
sangat kuat dan memberikan pengaruh sebesar 71% kandungan hara terhadap
kelimpahan spesies. Hal ini sesuai dengan penelitian Raza’i. (2017a), bahwa
Tabellaria sp. yang termasuk dalam klas Bacillariophyceae memiliki kelimpahan
yang tinggi pada kandungan nitrat dan fosfat yang tinggi di perairan, sehingga ini
menandakan tingginya kandungan nitrat dan fosfat mempengaruhi juga tingginya
kelimpahan fitoplankton pada klas Bacillariophyceae.
Perhitungan regresi linear berganda menunjukkan kandungan nitrat dan fosfat
pada air terhadap kelimpahan jenis zooplankton yang tertinggi di Sei Payung
terdapat pada spesies Tigriopus japonicus yang memiliki hubungan sangat kuat
dan memberikan pengaruh sebesar 99%, diikuti oleh spesies Porodon teres yang
45
memiliki hubungan kuat dan memberikan pengaruh sebesar 49%, dan kemudian
diikuti oleh spesies Acartia clausi yang memiliki hubungan kuat dan memberikan
pengaruh sebesar 45% kandungan hara terhadap kelimpahan spesies. Zooplankton
tidak memanfaatkan hara secara langsung, melainkan zooplankton memanfaatkan
fitoplankton demi keberlangsungan hidupnya. Tingginya hubungan antara hara
dan masing-masing spesies zooplankton berkaitan dengan tingginya hubungan
antara spesies fitoplankton dan spesies zooplankton. Hal ini sesuai dengan hasil
korelasi yang didapatkan yaitu spesies fitoplankton yang tertinggi mendapatkan
pengaruh zat hara juga berhubungan secara kuat dengan spesies zooplankton yang
tinggi hubungannya.
Perhitungan regresi linear berganda menunjukkan kandungan nitrat dan fosfat
pada air terhadap kelimpahan jenis zooplankton yang tertinggi di Sei Terusan
terdapat pada spesies Tintinnopsis radix, Leprottintinnus simplex dan
Leprottintinnus bottnicus yang sama-sama memiliki hubungan sangat kuat dan
memberikan pengaruh sebesar 93% kandungan hara terhadap kelimpahan spesies.
Zooplankton tidak memanfaatkan hara secara langsung, melainkan zooplankton
memanfaatkan fitoplankton demi keberlangsungan hidupnya. Tingginya
hubungan antara hara dan masing-masing spesies zooplankton berkaitan dengan
tingginya hubungan antara spesies fitoplankton dan spesies zooplankton. Hal ini
sesuai dengan hasil korelasi yang didapatkan yaitu spesies fitoplankton yang
tertinggi mendapatkan pengaruh zat hara juga berhubungan secara kuat dengan
spesies zooplankton yang tinggi hubungannya.
Perhitungan regresi linear berganda menunjukkan kandungan nitrat dan fosfat
pada sedimen terhadap kelimpahan jenis makrozoobenthos yang tertinggi di Sei
Payung terdapat pada Pyrene sp. yang memiliki hubungan sangat kuat dan
memberikan pengaruh sebesar 99%, diikuti oleh spesies Cerithium obtusa yang
memiliki hubungan sangat kuat dan memberikan pengaruh sebesar 90%, dan
kemudian diikuti oleh spesies Terebralia sulcata yang memiliki hubungan sangat
kuat dan memberikan pengaruh sebesar 88% kandungan hara terhadap
kelimpahan spesies.
Perhitungan regresi linear berganda menunjukkan kandungan nitrat dan fosfat
pada sedimen terhadap kelimpahan jenis makrozoobenthos yang tertinggi di Sei
46
Terusan terdapat pada T. sulcata yang memiliki hubungan sangat kuat dan
memberikan pengaruh sebesar 86%, diikuti oleh spesies Cerithidae obtusa yang
memiliki hubungan kuat dan memberikan pengaruh sebesar 45%, dan kemudian
diikuti oleh spesies Pyrene sp. yang memiliki hubungan sangat rendah dan
memberikan pengaruh sebesar 4% kandungan hara terhadap kelimpahan spesies.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Signifikansi Lingkungan
Berdasarkan hasil perhitungan regresi linear berganda, maka dapat dikaitkan
hubungan antara kandungan nitrat dan fosfat dengan kelimpahan plankton dan
makrozoobenthos. Namun untuk melihat nilai signifikansi dapat dilihat dari nilai
sig-F pada hasil output Ms. Excel. Apabila p-value (sig-F) < 𝛼 (0,05) maka
terdapat korelasi antara variabel independen dan dependen tersebut signifikan (H1
diterima). Perhitungan regresi linear berganda dilakukan berdasarkan setiap
sampel yang dianalisis dan setiap titik sampling pengamatan.
Perhitungan regresi linear berganda menunjukkan kandungan nitrat dan fosfat
pada air terhadap kelimpahan fitoplankton memiliki hubungan yang rendah dan
memberikan pengaruh sebesar 16% pada perairan Sei Payung dengan nilai
signifikansi sebesar 0,841. Hal ini dapat disimpulkan bahwa walaupun
fitoplankton memiliki korelasi dengan nitrat dan fosfat, namun tetap tidak dapat
dikuatkan dengan nilai signifikansi (Ho diterima). Hal ini sama dengan yang
terjadi antara korelasi kandungan nitrat dan fosfat pada air terhadap kelimpahan
fitoplankton di perairan Sei Terusan yang memiliki hubungan sedang,
mempengaruhi sebesar 25% kelimpahan fitoplankton dan signifikansi sebesar
0,745. Hal ini dapat disimpulkan korelasi antara fitoplankton dan nitrat fosfat di
Sei Terusan tidak signifikan (Ho diterima).
Perhitungan regresi linear berganda menunjukkan kandungan nitrat dan fosfat
pada air terhadap kelimpahan zooplankton memliki hubungan yang kuat dan
memberikan pengaruh sebesar 38% dengan nilai signifikansi sebesar 0,617 pada
perairan Sei Payung. Hal ini berbeda dengan korelasi kandungan nitrat dan fosfat
pada air terhadap kelimpahan zooplankton di perairan Sei Terusan yang memiliki
hubungan sangat rendah dan mempengaruhi sebesar 3% kelimpahan zooplankton
47
dengan nilai signifikansi sebesar 0,97. Sementara itu terjadinya variasi tingkat
keterkaitan (R2) antar stasiun menunjukkan adanya perbedaan tingkat efisiensi
pemanfaatan hara untuk pertumbuhan zooplankton, disebabkan zooplankton
memanfaatkan hara secara tidak langsung melalui fitoplankton yang
dikonsumsinya.
Perhitungan regresi linear berganda menunjukkan kandungan nitrat dan fosfat
pada sedimen terhadap kelimpahan makrozoobenthos memiliki hubungan yang
sangat kuat dan memberikan pengaruh sebesar 76% dengan nilai signifikansi
sebesar 0,236 pada perairan Sei Payung. Sedangkan korelasi kandungan nitrat dan
fosfat pada sedimen terhadap kelimpahan makrozoobenthos di perairan Sei
Terusan yang memiliki hubungan sedang dan mempengaruhi sebesar 26%
kelimpahan makrozoobenthos dengan nilai signifikansi sebesar 0,742. Sementara
itu terjadinya variasi tingkat keterkaitan (R2) antar stasiun menunjukkan adanya
perbedaan tingkat efisiensi pemanfaatan hara untuk pertumbuhan
makrozoobenthos, hal ini diduga rata-rata kandungan hara sedimen pada Sei
Terusan dibanding rata-rata kandungan hara sedimen pada Sei Payung lebih tinggi
sedangkan kelimpahan makrozoobenthos Sei Terusan lebih sedikit daripada
kelimpahan makrozoobenthos pada Sei Payung. Adanya nilai signifikansi pada
dua stasiun yang lebih besar dari 𝛼 (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak
ada nilai signifikan antara makrozoobenthos dengan kandungan nitrat-fosfat (Ho
diterima.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian telah ditemukan bahwa kandungan nitrat dan
fosfat pada perairan Sei Payung diketahui bahwa nitrat dan fosfat melebihi baku
mutu kesesuaian hidup biota laut, namun plankton dan makrozoobenthos masih
dapat beradaptasi pada perairan.
Kelimpahan fitoplankton pada Sei Payung berada pada kategori sedang dan Sei
Terusan kategori sedang. Kelimpahan zooplankton pada Sei Payung dan Sei
Terusan berada pada kategori tinggi. Indeks keanekaragaman plankton dan
makrozoobenthos berada pada kategori sedang, kecuali keanekaragaman
fitoplankton pada Sei Terusan yang tinggi. Indeks keseragaman dan dominansi
biota pada Sei Payung dan Sei Terusan secara bersama-sama dalam kategori
seragam dan tidak ada yang mendominansi.
Kandungan nitrat dan fosfat dengan kelimpahan biota menunjukkan tidak
terjadi perbedaan secara nyata antar stasiun, diperoleh Fhitung lebih kecil dari Ftabel
yang berarti terima Ho. Sedangkan hipotesis yang menguji hubungan antara
kandungan nitrat dan fosfat pada kelimpahan biota menunjukkan adanya
hubungan, namun tidak secara signifikan yang diperoleh nilai p-value (sig-F) > 𝛼
(0,05) yang berarti Ho diterima.
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat pencemaran di
perairan Sei Payung Tanjung Unggat dan Sei Terusan Tanjung Lanjut dengan
jumlah parameter yang lebih banyak (penambahan variabel) dan pengambilan
sampel dilakukan berdasarkan tiap bulan. Selain itu, dalam pengamatan
fitoplankton, zooplankton dan makrozoobenthos pada penelitian selanjutnya,
hendaknya memperhitungkan pengaruh kadar nitrat dan fosfat yang berasal dari
limbah anthoropogenik dan secara alami dan parameter perairan.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, Y., Muskananfola, M.R., Purnomo, P.W., 2014, Sebaran Struktur
Sedimen, Bahan Organik, Nitrat dan Fosfat di Perairan Dasar Muara
Morodemak, Diponegoro Journal of Management of Aquatic Resources, 3(4):
208 – 215.
Arifin, R, 2009, Distribusi Spasial dan Temporal Biomassa Fitoplankton
(Klorofil-a) dan Keterkaitannya dengan Kesubran Perairan Estuari Sungai
Brantas, Jawa Timur, [Skripsi], Institut Pertanian Bogor.
Basmi, J., 1995, Planktonologi : Produksi Primer, Institut Pertanian Bogor, 35
hlm.
Connell, D.W., Miller, G.J., 2006, Chemistry and Ecotoxicology of Pollution -
Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran, University Indonesia Press, 520 hlm.
Dahuri, R., Rais, Y., Putra, S.G., Sitepu, M.J., 2001, Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu, PT. Pradnya Paramita.
Darmawan, H., Masduqi, A., 2014, Indeks Pencemaran Air Laut Pantai Utara
Tuban dengan Parameter TSS dan Kimia Non-Logam, Teknik Pomits, 3(1): 16
– 20.
Dewiyanti, G.A.D., Irawan, B., Moehammadi, N., 2014, Kepadatan dan
Keanekaragaman Plankton di Perairan Mangetan Kanal Kabupaten Sidoarjo
Provinsi Jawa Timur Daerah Hulu, Daerah Tengah dan Daerah Hilir Bulan
Maret 2014, Universitas Airlangga.
Efiyandi, 2015, Struktur Komunitas Zooplankton pada Malam Hari di Perairan
Teluk Riau Kelurahan Senggarang Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan
Riau, [Skripsi], Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Febrianty, E., 2011, Produktivitas Alga (Hydrodictyon) pada Sistem Perairan
Tertutup (Closed System), [Skripsi], Institut Pertanian Bogor.
Green, S., B., Salkind, N., J., 2010, Using SPSS for Windows and Macintosh:
Analyzing and Understanding Data, 5th
ed, Upper Saddle River, NJ: Pearson
Education, Inc, 480 pages.
Gruner, D., S., Bracken, M., E., S., Berger, S., A., Klemens, B., E., Gamfeldt, L.,
Matthiessen, B., Moorthi, S., Sommer., U., Hillebrand, H, 2017, Effects of
Experimental Warming on Biodiversity Depend on Ecosystem Type and Local
Species Composition, Oikos, 126: 8 – 17.
Hasnawati, 2014, Bahan Ajar Pengelolaan Kualitas Air, Sekolah Usaha Perikanan
Menengah Pontianak.
50
Hiddink, J., G., Hofstede, R., 2008, Climate Induced Increases in Species
Richness of Marine Fishes, Global Change Biology, 14: 453–460.
Indriaty, 2007, Metabolisme Nitrogen, [Makalah], Universitas Negeri Malang.
Irawati, E., E.M., Adiwilaga, N., T., M., Pratiwi, 2013, Hubungan Produktivitas
Primer Fitoplankton dengan Ketersediaan Unsur Hara dan Intensitas Cahaya di
Perairan Teluk Kendari Sulawesi Tenggara, Biologi Tropis, 13(2): 195 – 206.
Irmawan, R., N., Zulkifi, H., Hendri, M., 2010, Struktur Komunitas
Makrozoobenthos di Estuaria Kuala Sugihan Provinsi Sumatera Selatan,
Maspari Journal, 1(01): 53-58.
Iswanto, C.Y., Hutabarat, S., dan Purnomo, P.W., 2015, Analisis Kesuburan
Perairan Berdasarkan Keanekaragaman Plankton, Nitrat dan Fosfat di Sungai
Jali dan Sungai Lereng Desa Keburuhan, Purworejo. Diponegoro Management
of Aquatic Resource, 4(3): 84 – 90.
Khalil, M., Ezraneti, R., Jannatiah, Hajar, S., 2016, Penggunaan Keong Bakau
Telescopium sp (Gastropoda: Potamididae) dan Siput Bakau Ceritihidea sp.
(Gastropoda: Potamididae) Sebagai Biofilter terhadap Limbah Budidaya Ikan
Bandeng (Chanos chanos), Omni-Akuatika, 12(3): 88 – 97.
KepMen. LH., 2004, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51
tahun 2004 Tentang Baku Mutu Hidup untuk Biota Laut.
Krisnadwi, 2013, Siklus Fosfat di Laut, [internet], [diacu 2017 Agustus 10],
Tersedia dari: https://bisakimia.com/2013/07/22/mengenal-siklus-fosfor/.
Lind, O.T., 1979, Handbook of Common Method in Limnology, The C.V. Mosby
Company.
Lumingas, L.J.L., Moningkey, R.D., Kambey, A.D, 2011, Efek Stres
Antrhopogenik Terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentik Substrat Lunak
Perairan Laut Dangkal di Teluk Buyat, Teluk Totok dan Selat Likupang
(Semenanjung Minahasa, Sulawesi Utara), Matematika dan Sains., 16(2): 95-
105.
Majidek, A., 2016, Pengamatan Kelimpahan Plankton di Perairan BPBL Batam,
[Laporan Magang], Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Meittinen, J.K., 1977, Inorganic Trace Element as Water Pollutant to Healt and
Aquatic Biota, Academy Press, Teknik POMITS, 3(1) : 2337-3539.
Michael, 1994, Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium,
Universitas Indonesia Press, 195 hlm.
51
Mulyanto, 1992, Lingkungan Hidup Untuk Ikan, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Jakarta, 94 hlm.
Mustofa, A., 2015, Kandungan Nitrat dan Pospat sebagai Faktor Tingkat
Kesuburan Perairan Pantai, Disprotek, 6(1): 13 – 19.
Nybakken, J.W., 1992, Biologi laut, Suatu Pendekatan Ekologis, PT. Gramedia
Pustaka Utama, 496 hlm.
Nybakken, J.W., 1998, Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi, Penerjemah: M.
Eidman, Koesobiono, D.G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukarjo, PT. Gramedia,
459 hlm.
Odum, E.P., 1971, Fundamentals of Ecology, 3rd
Ed., W.B. Saunders Company,
125 pages.
Raymont, J.E.E., 1983, Plankton and Productivity in the Ocean, 2nd
Ed.,
Pergamon Press, 40 pages.
Raza’i, T.S., 2017a, Analisis Kesesuaian Ekologi untuk Kegiatan Budidaya
Perairan di Pulau Abang Kota Batam, Intek Akuakultur, 1(1): 87 – 96.
Raza’i, T.S., 2017b, Identifikasi dan Kelimpahan Zooplankton sebagai Sumber
Pakan Alami Ikan Budidaya di Perairan Kampung Gisi Desa Tembeling
Kabupaten Bintan, Intek Akuakultur, 1(1): 27 – 36.
Rosset, V.A., Lehmann, Oertli, B., 2010, Warmer and Richer? Predicting the
Impact of Climate Warming on Species Richness in Small Temperate
Waterbodies, Global Change Biology, 16: 2376–2387.
Setiapermana, D., 2006, Siklus Nitrogen di Laut. Oseana, 31(2): 19-31.
Soegianto, A., 1994, Ekologi Kuantitatif, Usaha Nasional, 190 hlm.
Steeman-Nielsen, E, 1971, Marine Photosinthesis with Emphasis on the
Ecological Aspect, Elseiver Oceanography Series 13, Elseiver Science
Publisher Coorperation.
Suprapto, D., Purnomo, P.W., Sulardiono, B., 2014, Analisis Kesuburan Perairan
Berdasarkan Hubungan Fisika Kimia Sedimen Dasar dengan NO3-N dan PO4-P
di Muara Sungai Tuntang Demak, Saintek Perikanan, 10(1): 56 – 61.
Susana, T., 2009, Tingkat Keasaman (pH) dan Oksigen Terlarut sebagai Indikator
Kualitas Perairan Sekitar Muara Sungai Cisadane, Teknologi Lingkungan,
16(3): 33 – 39.
Tampoebolon, A.D., Sibuea, M., Mutia., Filipus, R.A., 2014, Siklus Fosfor,
[Makalah], Universitas Sriwijaya.
52
Triyati, E., 1985, Spektrofotometer Ultra-Violet dan Sinar Tampak Serta
Aplikasinya dalam Oseanologi, Oseana, 10(1): 39 – 47.
Utami, M., 2014, Struktur Komunitas Biota Makrozoobenthos Infauna
Berdasarkan Bentuk Mulut Liang di Kawasan Perairan Teluk Dalam Desa
Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang, [Skripsi], Universitas Maritim Raja
Ali Haji.
Veanti, O., 2011, Daur/Siklus Nitrogen, [internet], [diacu 2017 Agustus 10],
Tersedia dari: kamuspengetahuan.blogspot.co.id/2011/08/daur-siklus-
nitrogen.html?m=1.
Venkatesh, V., Brown, S., Bala, H., 2013, Bridging the qualitative-quantitative
divide: Guidelines for conducting mixed methods research in information
systems, MIS Quarterly, 37: 21-54.
Vuorinen, I., Hänninen, J., Rajasilta, M., Laine, P., Eklund, J., Montensino-
Pouzols, F., Corona, F., Junker, K., Meier, H., E., M., Dippner, J., W., 2015,
Scenario Simulations of Future Salinity and Ecological Consequences in The
Baltic Sea and Adjacent North Sea Areas–Implications for Environmental
Monitoring, Ecological Indicators, 50: 196 – 205.
Wahyudi, R., 2015, Korelasi Parameter Fisika Kimia Air terhadap Kepadatan
Fitoplankton di Perairan Kampung Batu Licin, Bintan, [Skripsi], Universitas
Maritim Raja Ali Haji.
Widyastuti, E., Sukanto, Setyaningrum, N., 2015, Pengaruh Limbah Organik
terhadap Status Tropik, Rasio N/P serta Kelimpahan Fitoplankton di Waduk
Panglima Besar Soedirman Kabupaten Banjarnegara, Biosfera, 32(1): 35 – 41.
LAMPIRAN
54
Lampiran 1. Peta dan titik koordinat sampling
No Stasiun Titik Sampel Koordinat
N E
1
I
1 0°55′53.49" 104°28′05.15"
2 2 0°55′42.62" 104°28′06.24"
3 3 0°55′35.06" 104°28′07.05"
4 4 0°55′27.08" 104°28′05.65"
5 5 0°55′27.14" 104°28′12.49"
6
II
1 0°56′34.56" 104°28′24.33"
7 2 0°56′42.43" 104°28′25.57"
8 3 0°56′52.16" 104°28′47.12"
9 4 0°56′04.23" 104°28′59.41"
10 5 0°57′17.63" 104°28′47.27"
Stasiun I. Sei Payung Tanjung Unggat
Stasiun II. Sei Terusan Tanjung Lanjut
55
Lampiran 2. Kerangka Konsep
Tinggi Rendah
Aktifitas di Perairan Sei
Payung Aktifitas di Perairan
Sei Terusan
Kawasan dampak
anthropogenik
Indikasikan
perairan laut
Baik Kurang baik
Analisis parameter
Kimia perairan Biologi perairan
Nitrat dan Fosfat Struktur Komunitas:
Plankton dan
Makrozoobenthos
Sumber nitrat dan
fosfat
Pemukiman, dermaga kapal,
bongkar muat kapal, jalur
transportasi, gudang minyak
Ekosistem mangrove dan
penangkapan ikan
Survei Hipotesis
56
Lampiran 3. Data Kelimpahan Fitoplankton
Sei Payung ; Tanjung Unggat
No JENIS STASIUN
ST 1 A ST 2 A ST 3 A ST 4 A ST 5 A
1 Bacteriastrum elongatum 1 1 0 0 0
2 Biddulphia Aurita 1 0 0 0 0
3 Cerataulina Bergonii 1 3 0 0 5
4 Chaetoceros decipiens 14 13 16 16 7
5 Cocconeis costata 2 0 0 0 0
6 Corethron hystrix 0 0 0 0 0
7 Coscinodiscus Rothu 0 0 0 0 0
8 Fragilaria Crotonensis 0 9 0 0 0
9 Gonatozygon kinahani 1 0 1 0 0
10 Hyalotheca dissiliens 0 0 0 0 0
11 Karenia Brefish 0 0 0 0 0
12 Melosira 0 1 0 0 0
13 Pachycladon umbrinus 0 2 0 0 2
14 Rhizosolenia 0 1 0 0 0
15 Stephanodiscus Niagarae 0 1 0 0 0
16 Synedra 30 16 0 0 0
17 Tabellaria 0 0 0 0 0
18 Uroglena 0 0 0 0 0
N 50 47 17 16 14
a/b 25 25 25 25 25
c/d 300 300 300 300 300
1/e 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
Kel. tiap stasiun 3750 3525 1275 1200 1050
Jumlah kelimpahan 10800
Sei Terusan ; Tanjung Lanjut
No JENIS STASIUN
ST 1 A ST 2 A ST 3 A ST 4 A ST 5 A
1 Bacteriastrum elongatum 2 1 4 1 0
2 Biddulphia Aurita 0 0 1 1 0
3 Cerataulina Bergonii 1 5 0 0 2
4 Chaetoceros decipiens 1 2 0 2 0
5 Cocconeis costata 0 0 0 0 0
6 Corethron hystrix 6 0 0 1 2
7 Coscinodiscus Rothu 0 1 0 0 0
8 Fragilaria Crotonensis 0 1 0 0 0
9 Gonatozygon kinahani 0 0 0 0 0
10 Hyalotheca dissiliens 0 0 0 2 0
11 Karenia Brefish 0 3 2 0 0
12 Melosira 0 0 0 0 0
13 Pachycladon umbrinus 1 0 1 1 0
14 Rhizosolenia 0 0 1 0 5
15 Stephanodiscus Niagarae 1 0 0 0 0
16 Synedra 0 2 3 7 2
17 Tabellaria 1 0 2 0 0
18 Uroglena 0 2 2 0 7
N 13 17 16 15 18
a/b 25 25 25 25 25
c/d 300 300 300 300 300
1/e 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
Kel. tiap stasiun 975 1275 1200 1125 1350
Jumlah kelimpahan fitoplankton 5925
57
Lampiran 4. Data Kelimpahan Zooplankton
Sei Payung ; Tanjung Unggat
Jenis ST1 A ST2 A ST3 A ST4 A ST5 A
Cestum amphithrites 0 0 0 0 2
Acartia tranteri 2 2 1 0 0
Creseis conica 1 0 0 0 0
Parafavella pasifica 1 0 0 0 0
Tintinnidium muscicola 2 0 0 0 0
Acartia clausi 0 1 0 0 0
Porodon teres 0 0 0 1 0
Tigriopus japonicus 0 0 0 0 1
Tintinnopsis radix 0 0 1 0 0
N 6 3 2 1 3
a/b 25 25 25 25 25
c/d 300 300 300 300 300
1/e 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
Kelimpahan tiap stasiun 450 225 150 75 225
Jumlah kelimpahan zooplankton 900
Sei Terusan ; Tanjung Lanjut
JENIS ST1 B ST2 B ST3 B ST4 B ST5 B
Creseis conica 0 1 2 1 0
Acartia clausi 1 0 0 0 0
Tinntinnopsis radix 0 0 1 0 0
Leprottintinnus simplex 0 0 3 0 0
Leprottintinnus bottnicus 0 0 2 0 0
N 1 1 8 1 0
a/b 25 25 25 25 25
c/d 300 300 300 300 300
1/e 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
Kelimpahan tiap stasiun 75 75 600 75 0
Jumlah kelimpahan 825
58
Lampiran 5. Data Kelimpahan Makrozoobenthos
Sei Payung ; Tanjung Unggat
Jenis Stasiun Uji
Jumlah Luas Penampang Eikman Grab
(cm2)
Kelimpahan
(ind/m2) ST1 A ST2 A ST13 A ST4 A ST5 A
Scylla sp 0 0 0 0 1 1 240,25 41,62
Cerithium obtusa 0 0 2 1 0 3 240,25 124,87
Terebralia sulcata 0 0 1 0 0 1 240,25 41,62
Pyrene sp 0 0 0 1 0 1 240,25 41,62
Jumlah 0 0 3 2 1 6 961 249,74
KEL. TIAP ST. 0 0 124,8699 83,24662 41,62331
Sei Terusan ; Tanjung Lanjut
Jenis Stasiun Uji
Jumlah Luas Penampang Eikman Grab
(cm2)
Kelimpahan
(ind/m2) ST1 B ST2 B ST13 B ST4 B ST5 B
Scylla sp 0 0 0 0 0 0 240,25 0,00
Cerithidae obtusa 1 0 0 0 0 1 240,25 41,62
Terebralia sulcata 0 1 0 0 0 1 240,25 41,62
Pyrene sp 0 0 2 0 0 2 240,25 83,25
Jumlah 1 1 2 0 0 4 961 166,49
KEL. TIAP ST. 41,6233 41,6233 83,2466 0 0
59
Lampiran 6. Data Uji ANOVA Fitoplankton antar Stasiun
Anova:
Single Factor
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
ST1 5 10800 2160 1832062,5
ST2 5 5925 1185 20812,5
ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between
Groups 2376562,5 1 2376562,5 2,565270188 0,14790153 5,317655072
Within
Groups 7411500 8 926437,5
Total 9788062,5 9
Fhit<Ftab = Ho diterima
Lampiran 7. Data Uji ANOVA Zooplankton antar Stasiun
Anova:
Single Factor
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
ST1 5 825 165 60187,5
ST2 5 925 185 27687,5
ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between
Groups 1000 1 1000 0,022759602 0,883818545 5,317655072
Within
Groups 351500 8 43937,5
Total 352500 9
Fhit < Ftab = Ho diterima
60
Lampiran 8. Data Uji ANOVA Makrozoobenthos antar Stasiun
Anova:
Single
Factor
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
ST1 5 249,74 49,948 2945,32257
ST2 5 166,49 33,298 1212,80682
ANOVA
Source of
Variation SS Df MS F P-value F crit
Between
Groups 693,05625 1 693,05625 0,333350016 0,579574701 5,317655
Within
Groups 16632,51756 8 2079,064695
Total 17325,57381 9
Fhit < Ftab = Ho diterima
Lampiran 9. Data Uji ANOVA Nitrat Air antar Stasiun
Anova:
Single
Factor
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
ST1 5 4,9 0,98 0,042
ST2 5 3,7 0,74 0,033
ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between
Groups 0,144 1 0,144 3,84 0,085712125 5,317655072
Within
Groups 0,3 8 0,0375
Total 0,444 9
Fhit< Ftab = Ho diterima
61
Lampiran 10. Data uji ANOVA Nitrat Sedimen antar Stasiun
Anova:
Single
Factor
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
ST1 5 28,1 5,62 9,682
ST2 5 44,1 8,82 39,062
ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between
Groups 25,6 1 25,6 1,050385688 0,335406928 5,317655072
Within
Groups 194,976 8 24,372
Total 220,576 9
Fhit < Ftab = Ho diterima
Lampiran 11. Data Uji ANOVA Fosfat Air antar Stasiun
Anova:
Single
Factor
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
ST1 5 1,096 0,2192 0,0400797
ST2 5 0,532 0,1064 0,0057203
ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between
Groups 0,0318096 1 0,0318096 1,389065502 0,272427519 5,317655072
Within
Groups 0,1832 8 0,0229
Total 0,2150096 9
Fhit < Ftab = Ho diterima
62
Lampiran 12. Data Uji ANOVA Fosfat Sedimen antar Stasiun
Anova:
Single
Factor
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
ST1 5 32,21 6,442 9,0852255
ST2 5 34,23 6,846 39,7996515
ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between
Groups 0,40804 1 0,40804 0,016693915 0,900384864 5,317655072
Within
Groups 195,539508 8 24,4424385
Total 195,947548 9
Fhit < Ftab = Ho diterima
Lampiran 13. Data Uji Regresi Linear 3 Jenis Fitoplankton Tertinggi
A. Sei Payung, Tanjung Unggat
a. Chaetoceros decipiens
Titik Kelimpahan Nitrat Fosfat
1 1050 1 0,153
2 975 0,8 0,138
3 1200 0,8 0,107
4 1200 1 0,122
5 525 1,3 0,576
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,966895423
R Square 0,934886759
Adjusted R Square 0,869773519
Standard Error 100,1777331
Observations 5
b. Cerataulina bergonii
Titik Kelimpahan Nitrat Fosfat
1 75 1 0,153
2 225 0,8 0,138
3 0 0,8 0,107
4 0 1 0,122
5 375 1,3 0,576
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,906737808
R Square 0,822173453
Adjusted R Square 0,644346906
Standard Error 96,96689475
63
Observations 5
c. Pachyladon umbrinus
Titik Kelimpahan Nitrat Fosfat
1 75 1 0,153
2 225 0,8 0,138
3 0 0,8 0,107
4 0 1 0,122
5 375 1,3 0,576
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,825263481
R Square 0,681059814
Adjusted R Square 0,362119628
Standard Error 65,61777589
Observations 5
B. Sei Terusan, Tanjung Lanjut
a. Tabellaria sp.
Titik Kelimpahan Nitrat Fosfat
1 75 0,9 0,098
2 0 0,9 0,076
3 150 0,8 0,236
4 0 0,6 0,039
5 0 0,5 0,083
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,940214661
R Square 0,884003609
Adjusted R Square 0,768007218
Standard Error 32,31048618
Observations 5
b. Bacteriastrum elongatum
Titik Kelimpahan Nitrat Fosfat
1 150 0,9 0,098
2 75 0,9 0,076
3 300 0,8 0,236
4 75 0,6 0,039
5 0 0,5 0,083
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,921453044
R Square 0,849075711
Adjusted R Square 0,698151423
Standard Error 62,49132714
Observations 5
64
a. Chaetoceros decipiens
Titik Kelimpahan Nitrat Fosfat
1 75 0,9 0,098
2 150 0,9 0,076
3 0 0,8 0,236
4 150 0,6 0,039
5 0 0,5 0,083
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,841074192
R Square 0,707405796
Adjusted R Square 0,414811592
Standard Error 57,37320626
Observations 5
Lampiran 14. Data Uji Regresi Linear 3 Jenis Zooplankton Tertinggi
A. Sei Payung, Tanjung Unggat
a. Tigriopus japonicus
Titik Kelimpahan Nitrat Fosfat
1 0 1 0,153
2 0 0,8 0,138
3 0 0,8 0,107
4 0 1 0,122
5 75 1,3 0,576
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,996622
R Square 0,993255
Adjusted R Square 0,98651
Standard Error 3,895601
Observations 5
b. Porodon teres
Titik Kelimpahan Nitrat Fosfat
1 0 1 0,153
2 0 0,8 0,138
3 0 0,8 0,107
4 75 1 0,122
5 0 1,3 0,576
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,697461
R Square 0,486452
Adjusted R Square -0,0271
Standard Error 33,99241
Observations 5
65
c. Acartia clausi
Titik Kelimpahan Nitrat Fosfat
1 0 1 0,153
2 75 0,8 0,138
3 0 0,8 0,107
4 0 1 0,122
5 0 1,3 0,576
SUMMARY
OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,669284
R Square 0,447941
Adjusted R Square -0,10412
Standard Error 35,24389
Observations 5
B. Sei Terusan, Tanjung Lanjut
a. Tintinnopsis radix
Titik Kelimpahan Nitrat Fosfat
1 0 0,9 0,098
2 0 0,9 0,076
3 75 0,8 0,236
4 0 0,6 0,039
5 0 0,5 0,083
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,96422
R Square 0,92972
Adjusted R Square 0,85944
Standard Error 12,57498
Observations 5
b. Leprottintinnus simplex
Titik Kelimpahan Nitrat Fosfat
1 0 0,9 0,098
2 0 0,9 0,076
3 225 0,8 0,236
4 0 0,6 0,039
5 0 0,5 0,083
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,96422
R Square 0,92972
Adjusted R Square 0,85944
Standard Error 12,57498
66
Observations 5
c. Leprottintinnus bottnicus
Titik Kelimpahan Nitrat Fosfat
1 0 0,9 0,098
2 0 0,9 0,076
3 150 0,8 0,236
4 0 0,6 0,039
5 0 0,5 0,083
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,96422
R Square 0,92972
Adjusted R Square 0,85944
Standard Error 12,57498
Observations 5
Lampiran 15. Data Uji Regresi Linear 3 Jenis Makrozoobenthos Tertinggi
A. Sei Payung, Tanjung Unggat
a. Pyrene sp.
Titik Kelimpahan Nitrat Fosfat
1 0 5,8 5,035
2 0 2,9 4,256
3 0 10,8 7,558
4 41,62330905 5 11,236
5 0 3,8 4,127
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,997014
R Square 0,994037
Adjusted R Square 0,988073
Standard Error 2,03902
Observations 5
b. Cerithium obtusa
Titik Kelimpahan Nitrat Fosfat
1 0 5,8 5,035
2 0 2,9 4,256
3 83,24661811 10,8 7,558
4 41,62330905 5 11,236
5 0 3,8 4,127
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,950159
R Square 0,902802
Adjusted R Square 0,805604
Standard Error 16,41442
Observations 5
67
c. Terebralia sulcata
Titik Kelimpahan Nitrat Fosfat
1 0 5,8 5,035
2 0 2,9 4,256
3 41,62330905 10,8 7,558
4 0 5 11,236
5 0 3,8 4,127
SUMMARY
OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,940473
R Square 0,884489
Adjusted R Square 0,768979
Standard Error 8,946998
Observations 5
B. Sei Terusan, Tanjung Lanjut
a. T. sulcata
Titik Kelimpahan Nitrat Fosfat
1 0 3,3 3,618
2 41,62330905 4 17,173
3 0 10,2 8,034
4 0 18,8 4,489
5 0 7,8 0,916
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,929208
R Square 0,863427
Adjusted R Square 0,726854
Standard Error 9,728574
Observations 5
b. C. obtusa
Titik Kelimpahan Nitrat Fosfat
1 41,62330905 3,3 3,618
2 0 4 17,173
3 0 10,2 8,034
4 0 18,8 4,489
5 0 7,8 0,916
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,672863
R Square 0,452745
Adjusted R Square -0,09451
Standard Error 19,47429
Observations 5
68
a. Pyrene sp.
Titik Kelimpahan Nitrat Fosfat
1 0 3,3 3,618
2 0 4 17,173
3 83,24661811 10,2 8,034
4 0 18,8 4,489
5 0 7,8 0,916
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,194033
R Square 0,037649
Adjusted R Square -0,9247
Standard Error 51,64917
Observations 5
69
Lampiran 16. Data Uji Korelasi Antara Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton
A. Sei Payung, Tanjung Unggat
Fito
Zoo
B.
elongatu
m
Biddulphi
a aurita
C.
bergon
ii
Chaetocer
os
decipiens
Cocconei
s costata
F.
crotonens
is
G.
kinaha
ni
Melosir
a sp.
P.
umbrinu
s
Rhizosoleni
a sp.
S.
niagara
e
Synedr
a sp.
C.
conica 0,612372 1 -0,2063
0,1208244
2 1 -0,25 0,61237 -0,25 -0,40824 -0,25 -0,25
0,8590
6
A. clausi 0,612372 -0,25 0,3094
3 -0,0302061 -0,25 1 -0,4082 1
0,61237
2 1 1
0,2808
5
P. teres -
0,408248 -0,25 -0,4641
0,4228854
7 -0,25 -0,25 -0,4082 -0,25 -0,40824 -0,25 -0,25 -0,3799
T.
japonicu
s
-
0,408248 -0,25
0,8251
4 -0,9363893 -0,25 -0,25 -0,4082 -0,25
0,61237
2 -0,25 -0,25 -0,3799
T.
bottnicu
s
-
0,408248 -0,25 -0,4641
0,4228854
7 -0,25 -0,25 0,61237 -0,25 -0,40824 -0,25 -0,25 -0,3799
B. Sei Terusan, Tanjung Lanjut
B.
elongatuBiddulph C. Chaetocer
os
Corethr
on Coscinodisc
F.
crotonens
H.
dissilieK.
P.
umbrinRhizosolen
S.
niagar
70
Fito
Zoo
m ia aurita bergon
ii
decipiens hystrix us rothu is ns brefish us ia sp. ae
C.
conica
0,70929
9 0,763763
-
0,2017 0
-
0,74402
4
0,13363062
1
0,133630
6
0,13363
1
0,63386
6
0,32732
7
-
0,3859224
9
-
0,5345
2
A.
clausi
0,14744
2 -0,40825
-
0,1618 0
0,94292
8 -0,404112 -0,25 -0,25
-
0,39528
0,40824
8
-
0,3094263
7
1
T. radix 0,88465
2 0,612372
-
0,4313
-
0,5590170
-
0,40411
2
-0,25 -0,25 -0,25 0,39528 0,40824
8
-
0,0515710
6
-0,25
L.
simplex
0,88465
2 0,612372
-
0,4313
-
0,5590170
-
0,40411
2
-0,25 -0,25 -0,25 0,39528 0,40824
8
-
0,0515710
6
-0,25
L.
bottnic
us
0,88465
2 0,612372
-
0,4313
-
0,5590170
-
0,40411
2
-0,25 -0,25 -0,25 0,39528 0,40824
8
-
0,0515710
6
-0,25
71
Lanjutan Korelasi Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton pada Sei Terusan, Tanjung Lanjut.
Fitoplankton
Zooplankton Synedra sp. Tabellaria sp. Uroglena sp.
C. conica 0,438669 0,534522 -0,29217
A. clausi -0,60471 0,25 -0,42948
T. radix 0,043193 0,875 -0,03904
L. simplex 0,043193 0,875 -0,03904
L. bottnicus 0,043193 0,875 -0,03904
72
Lampiran 17. Data Uji Regresi Linier Berganda Antara Kelimpahan Fitoplankton
dan Nitrat-Fosfat Air
A. Sei Payung, Tanjung Unggat
SUMMARY
OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,398165742
R Square 0,158535958
Adjusted R Square -0,682928084
Standard Error 1755,912706
Observations 5
ANOV
A
df SS MS F
Significa
nce F
Regres
sion 2
1161791
,134
58089
5,6
0,188
405
0,84146
4042
Residu
al 2
6166458
,866
30832
29
Total 4 7328250
Coefficie
nts
Standard
Error t Stat
P-
value
Lower
95%
Upper
95%
Lower
95,0%
Upper
95,0%
Interce
pt
3780,54
3809
7376,35
9986
0,512
522
0,659
278
-
27957,3
7162
35518,4
5924
-
27957,3
7162
35518,4
5924
x1
nitrat
air
-
1340,90
2471
9312,93
7221
-
0,143
98
0,898
712
-
41411,2
3723
38729,4
3229
-
41411,2
3723
38729,4
3229
x2
fosfat
air
-
1398,08
1148
9533,42
7968
-
0,146
65
0,896
856
-
42417,1
1102
39620,9
4872
-
42417,1
1102
39620,9
4872
B. Sei Terusan, Tanjung Lanjut
SUMMARY
OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,504487318
R Square 0,254507454
Adjusted R Square -0,490985091
Standard Error 176,1565418
Observations 5
73
ANOV
A
df SS MS F
Signific
ance F
Regres
sion 2
21187,7
4557
10593
,87
0,34139
5086
0,74549
254
Residu
al 2
62062,2
544
31031
,13
Total 4 83250
Coefficie
nts
Standard
Error t Stat P-value
Lower
95%
Upper
95%
Lower
95,0%
Upper
95,0%
Interce
pt
1457,79
9514
367,694
914
3,964
699
0,05812
6462
-
124,2640
149 3039,86
3043
-
124,264
0149 3039,86
3043
x1
nitrat
air
-
419,743
4563
508,672
995
-
0,825
178
0,49603
0755
-
2608,386
709 1768,89
9796
-
2608,38
6709 1768,89
9796
x2
fosfat
air
355,363
1909
1221,76
097
0,290
861
0,79854
6515
-
4901,450
008 5612,17
639
-
4901,45
0008
5612,17
639
Lampiran 18. Data Uji Regresi Linier Berganda Antara Kelimpahan Zooplankton
dan Nitrat-Fosfat Air
A. Sei Payung, Tanjung Unggat
SUMMARY
OUTPUT
Regression
Statistics
Multiple
R
0,61892
6766
R
Square
0,38307
0341
Adjuste
d R
Square
-
0,23385
9317
Standar
d Error
272,512
2156
Observa
tions 5
ANOVA
df SS MS F
Signific
ance F
Regressi
on 2
92224,1
8472
46112
,09
0,62093
0338
0,61692
9659
Residual 2
148525,
8153
74262
,91
Total 4 240750
Coeffici
ents
Standar
d Error t Stat P-value
Lower
95%
Upper
95%
Lower
95,0%
Upper
95,0%
Intercep
t
1174,59
7666
1144,78
8232
1,026
039
0,41275
6943
-
3751,02
8546
6100,22
3877
-
3751,02
8546
6100,22
3877
x1 nitrat - 1445,33 - 0,51190 - 5075,71 - 5075,71
74
1143,07
7674
9023 0,790
87
785 7361,86
9566
4219 7361,86
9566
4219
x2 fosfat
504,646
2335
1479,55
8504
0,341
079
0,76554
327
-
5861,38
0204
6870,67
2671
-
5861,38
0204
6870,67
2671
B. Sei Terusan, Tanjung Lanjut
SUMMARY
OUTPUT
Regression
Statistics
Multiple
R
0,17459
1604
R
Square
0,03048
2228
Adjuste
d R
Square
-
0,93903
5544
Standar
d Error
231,704
6539
Observa
tions 5
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regressi
on 2
3375,90
6766
1687,
953
0,03144
0608
0,96951
7772
Residual 2
107374,
0932
53687
,05
Total 4 110750
Coeffici
ents
Standar
d Error t Stat P-value
Lower
95%
Upper
95%
Lower
95,0%
Upper
95,0%
Intercep
t
68,8039
2946
483,641
5503
0,142
262
0,89991
0548
-
2012,13
7707
2149,74
5566
-
2012,13
7707
2149,74
5566
x1 nitrat
143,196
6252
669,074
7851
0,214
022
0,85036
7489
-
2735,59
9826
3021,99
3076
-
2735,59
9826
3021,99
3076
x2 fosfat
96,1519
5398
1607,02
351
0,059
832
0,95772
9971
-
6818,31
2138
7010,61
6046
-
6818,31
2138
7010,61
6046
Lampiran 19. Data Uji Regresi Linier Berganda Antara Kelimpahan
Makrozoobenthos dan Nitrat-Fosfat Sedimen
A. Sei Payung, Tanjung Unggat
SUMMARY
OUTPUT
Regression Statistics
Multiple
R
0,87409
457
R
Square
0,76404
1318
75
Adjusted
R
Square
0,52808
2635
Standard
Error
37,2820
1799
Observat
ions 5
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regressi
on 2
9001,39
2549
4500,
696
3,238
03
0,23595
8682
Residual 2
2779,89
7731
1389,
949
Total 4
11781,2
9028
Coefficie
nts
Standar
d Error t Stat
P-
value
Lower
95%
Upper
95%
Lower
95,0%
Upper
95,0%
Intercept
-
62,3470
2849
48,0332
2743 -1,298
0,323
813
-
269,017
3256
144,323
2686
-
269,017
3256
144,323
2686
x nitrat
10,3378
4159
6,39784
1431
1,615
833
0,247
506
-
17,1898
4831
37,8655
3149
-
17,1898
4831
37,8655
3149
x2 fosfat
8,41297
0933
6,60462
487
1,273
8
0,330
743
-
20,0044
3629
36,8303
7816
-
20,0044
3629
36,8303
7816
B. Sei Terusan, Tanjung Lanjut
SUMMARY
OUTPUT
Regression Statistics
Multiple
R
0,50773
1592
R
Square
0,25779
1369
Adjusted
R
Square
-
0,48441
7261
Standard
Error
42,4300
7634
Observat
ions 5
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regressi
on 2
1250,60
4523
625,3
023
0,347
33
0,74220
8631
Residual 2
3600,62
2757
1800,
311
Total 4
4851,22
728
Coefficie
nts
Standar
d Error t Stat
P-
value
Lower
95%
Upper
95%
Lower
95,0%
Upper
95,0%
76
Intercept
31,4431
8074
48,8935
7263
0,643
094
0,586
053
-
178,928
883
241,815
2445
-
178,928
883
241,815
2445
Nitrat
-
1,38883
3656
3,56190
1954
-
0,389
91
0,734
207
-
16,7144
6082
13,9367
9351
-
16,7144
6082
13,9367
9351
Fosfat
2,06022
9638
3,52873
9217
0,583
843
0,618
401
-
13,1227
0979
17,2431
6906
-
13,1227
0979
17,2431
6906
Lampiran 20. Dokumentasi
Sampel sedimen Persiapan Homogen
Sampel air Colorimeter Spektrofotometer
Sampel sedimen ekstrak Penuangan sampel Sampel plankton
77
Lampiran 21. KepMen. LH. No. 51 tahun 2004
78
Lanjutan