kph.menlhk.go.idkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/rphjp/rphjp_yogyakarta.pdf · 2017-02-16 ·...
TRANSCRIPT
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI
BALAI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN YOGYAKARTA
Dinilai di Tanggal : Tim Penilai : _______________________________
_____________________________
_______________________________
______________________________ Disahkan di Jakarta Tanggal :
An. MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN REGIONAL II
__________________________________
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN
BALAI KESATUAN DAN PENGELOLAAN HUTAN (KPH) YOGYAKARTA Jln. Argulobang No. 13, Baciro – Telepon 588518, 512447 – Fax : 512447- hompage : http://dishutbun.jogjaprov.go.id/
YOGYAKARTA-55225
KATA PENGANTAR
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan
(KPH) Yogyakarta ini disusun berlandaskan pada Peraturan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria
Pengelolaan Hutan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan
Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).
Pengelolaan hutan jangka panjang pada Balai KPH Yogyakarta ini memperhatikan
prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management) agar hutan dapat
berfungsi optimal baik sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, maupun dapat
bermanfaat sesuai dengan fungsi yang ditetapkan. Demikian pula aspek pemberdayaan
masyarakat sekitar menjadi pegangan agar pengelola hutan dapat bermitra dengan
masyarakat sekitar dan ikut mensejahterakannya pula. Sementara itu dalam proses
perencanaan ini juga mempertimbangkan aspek pengembangan wilayah DIY agar dapat
menjadi sinergis dan memberikan manfaat yang optimal.
Akhirnya semoga Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Balai KPH ini dapat
menjadi pedoman dalam kegiatan pengelolaan hutan jangka panjang dan menjadi acuan
dalam penyusunan rencana derivatifnya dan pelaksanaannya.
Yogyakarta, Kepala Balai KPH Yogyakarta,
Ir. SRI HARYANTO NIP. 19610314 198803 1 006
KATA PENGANTAR
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan
(KPH) Yogyakarta ini disusun berlandaskan pada Peraturan Menteri Kehutanan
Republik Indonesia Nomor P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan
Kriteria Pengelolaan Hutan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).
Pengelolaan hutan jangka panjang pada Balai KPH Yogyakarta ini
memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari (sustainable forest
management) agar hutan dapat berfungsi optimal baik sebagai perlindungan sistem
penyangga kehidupan, maupun dapat bermanfaat sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.
Demikian pula aspek pemberdayaan masyarakat sekitar menjadi pegangan agar
pengelola hutan dapat bermitra dengan masyarakat sekitar dan ikut
mensejahterakannya pula. Sementara itu dalam proses perencanaan ini juga
mempertimbangkan aspek pengembangan wilayah DIY agar dapat menjadi sinergis dan
memberikan manfaat yang optimal.
Akhirnya semoga Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Balai KPH ini
dapat menjadi pedoman dalam kegiatan pengelolaan hutan jangka panjang dan menjadi
acuan dalam penyusunan rencana derivatifnya dan pelaksanaannya.
Yogyakarta, Kepala Balai KPH Yogyakarta,
Ir. SRI HARYANTO NIP. 19610314 198803 1 006
DAFTAR LAMPIRAN PETA
1. Peta Wilayah KPH Yogyakarta
2. Peta Penutupan Lahan
3. Peta DAS
4. Peta Sebaran Potensi Wilayah KPH dan Aksesibilitas
5. Peta Penataan Hutan
6. Peta Penggunaan Lahan
7. Peta Izin Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan
8. Peta Tanah
9. Peta Geologi
10. Peta Iklim
Ringkasan Eksekutif Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta ditetapkan berdasarkan
SK.439/Menhut-II/2007 tanggal 13 Desember 2007. Wilayah kelola KPH
Yogyakarta ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.
721/Menhut-II/2011 seluas 15.724,50 ha terbagi menjadi Hutan Produksi
seluas 13.411,70 ha, dan Hutan Lindung seluas 2.312,80 ha. Wilayah hutan KPH
Yogyakarta tersebar pada tiga kabupaten yaitu Kabupaten Gunungkidul seluas
13.826,800 ha, Kabupaten Bantul seluas 1.041,20 ha, dan Kabupaten
Kulonprogo seluas 856,50 ha. Sesuai dengan Keputusan Kepala Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY 188/8898 tanggal 30 November 2010
tentang Penetapan Wilayah Kerja Bagian Daerah Hutan (BDH) dan Resort
Pengelolaan Hutan (RPH) pada Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
Yogyakarta, bahwa kawasan hutan negara Balai KPH Yogyakarta seluas
15.724,50 ha terbagi dalam 5 (lima) wilayah Bagian Daerah Hutan (BDH) dan
25 wilayah Resort Pengelolaan Hutan (RPH).
Potensi tegakan pada wilayah KPH Yogyakarta (diluar izin pemanfaatan)
terdiri dari :
1. Tegakan jati dengan luas tegakan 6.161 Ha, yang tersebar di kawasan hutan
lindung seluas 979 Ha, dan kawasan hutan produksi seluas 5.182 Ha.
2. Tegakan kayu putih, dengan luas tegakan 4.508,75 ha, terletak di kawasan
hutan lindung seluas 303,75 Ha dan kawasan hutan produksi seluas 4.205 ha.
3. Tegakan rimba seluas 1.494,20 Ha.
Kontribusi pendapatan bagi Pemerintah (Pusat) dan Pemerintah DI
Yogyakarta dari Balai KPH Yogyakarta diperoleh dari berbagai produksi hasil
hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu. Hasil hutan kayu masih relatif kecil
karena umumnya tegakan kayu jati dan rimba masih tergolong usia muda dan
hasil terbesar diperolah dari hasil hutan non kayu seperti Minyak Kayu Putih
dan Getah Pinus. Dalam kaitannya dengan aspek sosial budaya masyarakat
sekitar hutan di wilayah Balai KPH Yogyakarta, masyarakat memiliki
keterkaitan dengan hutan baik dalam pemungutan hasil hutan non kayu,
pemanfaatan lahan dalam bentuk pesanggem dan lainnya.
Rencana kelola dan pemanfaatan wilayah tertentu wilayah KPH
Yogyakarta jangka 2014-2023 diarahkan pada penanaman dan/atau
Pengkayaan pada petak-petak Tanah Kosong dan perombakan tegakan kayu
putih baik Tanah Kosong maupun TBK seluas 303,75 Ha dirubah secara
bertahap menjadi tegakan pohon pinus merkusii atau tegakan rimba. Strategi
dalam perombakan dan penanaman kelas hutan tidak produktif ini sesuai
Ringkasan Eksekutif Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 2
dengan rencana dari KPH Yogyakarta yang akan melakukan penanaman tegakan
jati unggul seluas 1.000 ha. Dan untuk tegakan jati yang sudah ada, KPH
Yogyakarta hanya akan menebang maksimal seluas 100 Ha/tahun.
Rencana teknik kehutanan pada tegakan kayu putih pada kawasan hutan
produksi difokuskan pada penyusunan rencana pengkayaan. Khusus untuk
kawasan hutan lindung, direncanakan untuk dilakukan kegiatan pengkayaan
(penggantian) dari tegakan kayu putih menjadi tegakan kayu rimba campuran.
Pada Tegakan Kayu Rimba, maka penambahan luas tegakan pinus merkusii dari
yang saat ini luasnya sekitar 100 ha akan ditingkatkan menjadi 300 ha.
Jenis komoditi yang direncanakan untuk dikembangkan pada lahan di
bawah tegakan jati antara lain: porang, empon-empon (jahe, kunyit, kunir putih
dll). Sedangkan untuk lahan dibawah tegakan kayu putih, direncanakan
dikembangkan tanaman camelina sativa, janggelan, dan komoditi unggulan lain.
Untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat lebih difokuskan pada
pemantapan kelembagaan pengelola HKm/HTR/HD, dan optimalisasi
pemanfaatan lahan. Arah kegiatan pemberdayaan yang akan dilakukan
menggunakan pendekatan pola pelibatan aktif/partisipasi masyaraat, dan pola
kemitraan baik dengan pemanfaatan lahan di bawah tegakan dengan pola
agroforestry maupun pola-pola lain. Berkenaan dengan keberadaan IUPHHK di
wilayah kelola KPH Yogyakarta, maka peran dari pengelola KPH Yogyakarta
melakukan pengendalian (pemantauan) dan evaluasi terhadap pemegang ijin.
Dalam rangka menuju KPH Yogyakarta sebagai Pusat Pendidikan
Pengelolaan Hutan, KPH Yogyakarta membuka peluang kerjasama dalam bidang
penelitian dan pengembangan dengan berbagai pihak. Hal ini terkait dengan
dengan potensi wisata yang banyak terdapat di wilayah kelola KPH Yogyakarta,
dimana KPH akan memadukan sajian alam, dengan sajian kultur/ budaya,
terutama yang menonjolkan keunikan budaya Yogyakarta. Untuk sumber
pendanaan, selama ini Balai KPH Yogyakarta menggunakan pendanaan dari
alokasi dana APBD DI Yogyakarta. Di samping itu saat ini KPH Yogyakarta sudah
mengundang investor dalam skala terbatas yaitu untuk penanaman jati unggul
serta akan diujicoba beberapa investasi serupa. Balai KPH Yogyakarta juga akan
melakukan kemitraan dengan institusi/perusahaan untuk terlibat dalam
rehabilitasi, pembangunan dan pengelolaan hutan di KPH Yogyakarta.
iv
DAFTAR ISI
HHAALLAAMMAANN JJUUDDUULL .................................................................................................................................................................................................................................................................................. ii
LLEEMMBBAARR PPEENNGGEESSAAHHAANN .......................................................................................................................................................................................................................................................... iiii
PPEETTAA SSIITTUUAASSII.................................................................................................................................................................................................................................................................... .................................. iiiiii
RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF.............................................................................................................................................................................................................................. ............................ iivv
KKAATTAA PPEENNGGAANNTTAARR ............................................................................................................................................................................................................................................................................ vv
DDAAFFTTAARR IISSII .......................................................................................................................................................................................................................................................................................................... vvii
DDAAFFTTAARR TTAABBEELL ........................................................................................................................................................................................................................................................................................ vviiii
BBAABB II.. PPEENNDDAAHHUULLUUAANN .......................................................................................................................................................................................................................................... 11
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................................. 2
1.3 Sasaran ..................................................................................................................... ....... 3
1.4 Prinsip Dasar ................................................................................................................ 3
1.5 Ruang Lingkup ............................................................................................................. 4
1.6 Batasan Pengertian..................................................................................................... . 4
BBAABB IIII.. DDEESSKKRRIIPPSSII KKAAWWAASSAANN .................................................................................................................................................................................................................. 77
2.1 Risalah Wilayah ........................................................................................................... 7
2.1.1 Letak dan luas wilayah ............................................................................ 7
2.1.2 Fungsi ............................................................................................................. 8
2.1.3 Pembagian Wilayah Pengelolaan ........................................................ 12
2.1.4 Aksesibilitas ................................................................................................. 13
2.1.5 Batas-Batas .................................................................................................. 14
2.1.6 Jenis Tanah, Geologis, Kelerangan, dan Iklim ................................. 16
2.1.6.1 Jenis Tanah ..................................................................................... 16
2.1.6.2 Geologis ........................................................................................... 16
2.1.6.3 Kelerengan ..................................................................................... 23
2.1.6.4 Iklim .................................................................................................. 24
2.1.7 Hidrologi ....................................................................................................... 25
2.1.7.1 Air Permukaan ........................................................................ 25
2.1.7.2 Air Tanah ................................................................................... 25
2.1.8 SejarahPengelolaanHutan KPH Yogyakarta .................................... 26
2.2 Potensi Wilayah KPH ................................................................................................ 29
2.2.1 PenutupanVegetasi ................................................................................... 29
2.2.2 PotensiKayudan Non Kayu .................................................................... 31
2.2.2.1 Potensi Kayu ............................................................................ 32
2.2.2.2 Potensi Non Kayu ................................................................... 32
2.2.2.3 Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan
Hasil Hutan Non Kayu .......................................................... 32
2.2.3 Keberadaan Flora dan Fauna ................................................................ 34
v
2.2.3.1 Flora ............................................................................................ 34
2.2.3.2 Fauna .......................................................................................... 34
2.2.4 PotensiLingkungandanJasaWisata ..................................................... 35
2.3 Sosial Budaya Masyarakat ...................................................................................... 40
2.3.1 KarakterMasyarakatSekitarHutan ...................................................... 40
2.3.2 HubunganMasyarakatDenganHutan.................................................. 50
2.3.3 KelembagaanPetaniHutan ..................................................................... 51
2.4 Ijin Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan ................................................... 52
2.4.1 IjinPemanfaatan ......................................................................................... 52
2.4.1.1 Hutan Kemasyarakatan (HKm) ........................................ 52
2.4.1.2 Hutan Tanaman Rakyat (HTR) ......................................... 58
2.4.1.3 Hutan Desa (HD) .................................................................... 59
2.4.2 Pemanfaatan Kawasan ............................................................................ 60
2.5 Posisi KPH dalam Perpektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan
Daerah ............................................................................................................................ 62
2.5.1 Aspek Ruang dan Wilayah ..................................................................... 61
2.5.2 Aspek Pembangunan Daerah ............................................................... 63
2.5.2.1 Posisi Kelembagaan KPH .................................................... 63
2.5.2.2 Kontribusi Pendapatan Pemerintah dan
Pemerintah Daerah ............................................................... 65
2.5.3 Pembukaan Lapangan Kerja dan Usaha serta Kontribusi
Masyarakat ................................................................................................... 67
2.6 Kegiatan Pembangunan yang Pernah Dilaksanakan .................................... 69
2.6.1 Tata Hutan dan Perencanaan ................................................................ 69
2.6.2 Rehabilitasi Hutan ..................................................................................... 71
2.6.3 Pemanfaatan ................................................................................................ 71
2.6.4 Perlindungan Hutan ................................................................................. 71
2.6.5 Sarana dan Prasarana .............................................................................. 72
2.6.6 Kemitraan ..................................................................................................... 72
2.6.7 Pemberdayaan Masyarakat ................................................................... 72
2.7 Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan ......................................................... 74
2.7.1 Isu Strategis ................................................................................................. 74
2.7.2 Kendala .......................................................................................................... 76
2.7.2.1 Internal ...................................................................................... 76
2.7.2.2 Eksternal ................................................................................... 78
2.7.3 Permasalahan ............................................................................................. 78
vi
BBAABB IIIIII.. VVIISSII,, MMIISSII,, DDAANN AARRAAHHAANN PPEENNGGEELLOOLLAAAANN HHUUTTAANN ...................................................................................................... 8811
3.1 Visi .................................................................................................................................... 81
3.2 Misi ................................................................................................................................... 81
3.3 Pendekatan manajemen .......................................................................................... 81
3.4 Arahan Kebijakan Pengelolaan ............................................................................. 82
BBAABB IIVV.. AANNAALLIISSIISS DDAANN PPRROOYYEEKKSSII .................................................................................................................................................................................................... 8866
4.1 Pendahuluan ................................................................................................................ 86
4.2 Klasifikasi Tegakan .................................................................................................... 87
4.3 Komposisi Tegakan ................................................................................................... 88
4.3.1 Tegakan Jati .................................................................................................... 89
4.3.2 Tegakan Kayu Putih .................................................................................... 95
4.3.3 Tegakan Rimba .............................................................................................. 100
4.3.4 Hutan Lindung ............................................................................................... 106
4.4 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Hutan .......................................... 110
4.5 Sebaran Desa-Desa Hutan ....................................................................................... 110
4.4.1 Kepemilikan Lahan Pertanian dan Ternak ......................................... 111
4.4.2 Tingkat Pendidikan dan Mata Pencaharian Penduduk ................. 114
BBAABB VV.. RREENNCCAANNAA KKEEGGIIAATTAANN .................................................................................................................................................................................................................... 111166
5.1 Pendahuluan ................................................................................................................ 116
5.2 Prinsip-Prinsip Dasar ............................................................................................... 117
5.3 Arah Kebijakan dalam Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta ................ 119
5.4 Rencana Penataan Kawasan dan Inventarisasi SDH .................................... 120
5.4.1 Rencana Penataan Kawasan .................................................................... 120
5.4.2 Rencana Penataan Batas Luar Kawasan ............................................. 142
5.4.3 Rencana Penataan Batas Dalam Kawasan ……………………………. . 143
5.4.4 Rencana Penataan Pemanfaatan Hutan ………………………………… 144
5.4.5 Rencana Inventarisasi SDH ...................................................................... 146
5.5 Rencana Kelola dan Pemanfaatan Wilayah Tertentu ................................... 146
5.5.1 Rencana Kelola dan Pemanfaatan Hutan Lindung .......................... 149
5.5.2 Rencana Kelola dan Pemanfaatan Hutan Produksi ......................... 152
5.5.2.1 Rencana Kelola dan Pemanfaatan Tegakan Hutan Jati 152
5.5.2.2 Rencana Kelola dan Pemanfaatan Tegakan Hutan
Kayu Putih ................................................................................... 170
5.5.2.3 Rencana Kelola dan Pemanfaatan Tegakan Hutan
Kayu Rimba ................................................................................. 174
5.5.3 Rencana Pemanfaatan Lahan di Bawah Tegakan ............................ 175
5.6 Rencana Pengembangan Potensi Wisata .......................................................... 175
5.7 Rencana Pemberdayaan Masyarakat ................................................................. 176
5.7.1 Peningkatan Akses ke Hutan Negara .................................................... 177
vii
5.7.2 Pendampingan Pengembangan Potensi Masyarakat Desa .......... 179
5.8 Rencana Pembinaan dan Pemantauan Pemegang Ijin ................................. 180
5.9 Rencana Kelola Lingkungan ................................................................................... 182
5.10 Rencana Perlindungan dan Konservasi Alam ................................................. 183
5.11 Rencana Rehabilitasi dan Reklamasi .................................................................. 190
5.12 Rencana Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM ............................... 191
5.13 Rencana Pendanaan .................................................................................................. 193
5.14 Rencana Pengembangan Investasi ...................................................................... 194
BBAABB VVII.. PPEEMMBBIINNAAAANN,, PPEENNGGAAWWAASSAANN DDAANN PPEENNGGEENNDDAALLIIAANN ............................................................................................ 119988
6.1 Pembinaan .................................................................................................................... 198
6.2 Pengawasan .................................................................................................................. 199
6.3 Pengendalian ................................................................................................................ 200
6.4 Penutup .......................................................................................................................... 201
BBAABB VVIIII.. PPEEMMAANNTTAAUUAANN,, EEVVAALLUUAASSII DDAANN PPEELLAAPPOORRAANN ...................................................................................................................... 220022
7.1 Mekanisme Sistem Monitoring dan Evaluasi Internal KPJ………………… 202 7.2 Perumusan Kriteria dan Indikator Penilaian Kriteria Kinerja
dalam Sistem Monitoring dan Evaluasi Internal KPH ……………………… 205
BBAABB VVIIIIII.. PPEENNUUTTUUPP .................................................................................................................................................................................................................................................................... 221122
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Hal
Tabel 2.1 Luas dan Sebaran Fungsi Hutan di Wilayah KPH Yogyakarta ........................ 7
Tabel 2.2 Penetapan Wilayah Kerja Bagian Daerah Hutan (BDH) dan Resort
Pengelolaan Hutan (RPH) Balai KPH Yogyakarta................................................ 13
Tabel 2.3 Sebaran dan Letak Geografis Hutan Balai KPH Yogyakarta ............................ 15
Tabel 2.4 Batas Luar Kawasan Hutan Balai KPH Yogyakarta pada Setiap Bagian
Daerah Hutan..................................................................................................................... 16
Tabel 2.5 Tipe Iklim Menurut Schmidt & Ferguson Untuk DIY ......................................... 24
Tabel 2.6 Sebaran Tanaman (Penutupan Vegetasi) di Balai KPH Yogyakarta
menurut Inventarisasi Tahun 2012 .......................................................................... 30
Tabel 2.7 Hasil Pendataan Satwa Langka di Wilayah Balai KPH Yogyakarta ................ 35
Tabel 2.8 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya
Tergantung dari Hutan Pada BDH Karangmojo ................................................... 43
Tabel 2.9 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya
Tergantung dari Hutan Pada BDH Playen .............................................................. 45
Tabel 2.10 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya
Tergantung dari Hutan Pada BDH Paliyan ............................................................. 47
Tabel 2.11 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya
Tergantung dari Hutan Pada BDH Pangang .......................................................... 47
Tabel 2.12 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya
Tergantung dari Hutan Pada BDH Kulonprogo-Bantul ..................................... 49
Tabel 2.13 Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUP HKm) di wilayah
Balai KPH Yogyakarta di kabupaten Gunungkidul .............................................. 53
Tabel 2.14 Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUP HKm) di wilayah
Balai KPH Yogyakarta di Kabupaten Kulonprogo ............................................... 57
Tabel 2.15 Hutan Tanaman Rakyat di wilayah Balai KPH Yogyakarta............................ 58
Tabel 2.16 Arahan Fungsi dan Pengembangan Kehutanan di Provinsi DIY .................... 60
Tabel 2.17 Produksi Hasil Hutan Kayu dan PSDH Balai KPH Yogyakarta (s.d.
November 2011) .............................................................................................................. 66
Tabel 2.18 Produksi, PAD, dan PSDH dari Minyak Kayu Putih di KPH Yogyakarta...... 67
Tabel 2.19 Produksi, PSDH dari Getah Pinus .............................................................................. 67
Tabel 2.20 Pemberdayaan Masyarakat melalui Penyadapan Getah Pinus ...................... 69
Tabel 2.21 Kegiatan Pembangunan yang Pernah Dilaksanakan .......................................... 73
Tabel 2.22 Kekuatan Personil Balai KPH Yogyakarta .............................................................. 76
Tabel 2.23 KekuatanTenagaTeknisLapanganPada Tingkat RPH ........................................ 77
Tabel 4.1 Sebaran Tanaman (Penutupan Vegetasi) di KPH Yogyakarta menurut
Inventarisasi Tahun 2012............................................................................................. 90
Tabel 4.2 Struktur Kelas Hutan Tegakan Jati masing-masing RPH dan BDH di KPH
Yogyakarta Tahun 2012 ................................................................................................ 92
Tabel 4.3 Kondisi Petak Tegakan Jati di BDH Playen menurut Nilai dkn ..................... 93
Tabel 4.4 Kondisi Petak Tegakan Jati di BDH Karangmojo menurut Nilai dkn .......... 93
Tabel 4.5 Kondisi Petak Tegakan Jati di BDH Paliyan menurut Nilai dkn ..................... 94
Tabel 4.6 Sebaran Kondisi Petak Tegakan jati di BDH Panggang menurut Nilai dkn 95
Tabel 4.7 Kondisi Petak Jati di BDH Kulon Progo dan Bantul menurut Nilai dkn ...... 96
Tabel 4.8 Struktur Kelas Hutan Tegakan Kayu Putih di KPH Yogyakarta ..................... 98
Tabel 4.9 Kondisi Petak Tegakan Kayu Putih di BDH Playen menurut Nilai dkn ....... 99
Tabel 4.10 Kondisi Petak Kayu Putih di BDH Karangmojo menurut Nilai dkn ............. 99
Tabel 4.11 Kondisi Petak Kayu Putih di BDH Panggang menurut Nilai dkn .................. 100
Tabel 4.12 Kondisi Petak Kayu Putih di BDH Paliyan menurut Nilai dkn ....................... 100
Tabel 4.13 Kondisi Petak Kayu Putih di BDH Kulon Progo-Bantul menurut Nilai dkn 101
Tabel 4.14 Sebaran Komposisi Tegakan Rimba di KPH Yogyakarta Tahun 2012 ........ 102
Tabel 4.15 PotensiTanamanMahoni di Wilayah KPH Yogyakarta ...................................... 103
Tabel 4.16 PotensiTanamanAkasia di Wilayah KPH Yogyakarta ........................................ 103
Tabel 4.17 PotensiTanamanSono di Wilayah KPH Yogyakarta ............................................ 104
Tabel 4.18 PotensiTanamanBambu di Wilayah KPH Yogyakarta ....................................... 104
Tabel 4.19 Kondisi Petak Tegakan Kayu Rimba di BDH Playen menurut Nilai dkn .... 105
Tabel 4.20 Kondisi Petak Tegakan Rimba di BDH Karangmojo menurut Nilai dkn ..... 105
Tabel 4.21 Kondisi Petak Tegakan Rimba di BDH Paliyan menurut Nilai dkn .............. 105
Tabel 4.22 Kondisi Petak Tegakan Rimba di BDH Panggang menurut Nilai dkn .......... 105
Tabel 4.23 Kondisi Petak Tegakan Rimba di BDH Kulon Progo-Bantul menurut Nilai
dkn ......................................................................................................................................... 107
Tabel 4.24 Komposisi Tegakan Jati di Hutan Lindung KPH Yogyakarta Tahun 2012
(diluar areal HKm) .......................................................................................................... 108
Tabel 4.25 Komposisi Tegakan Kayu Putih di Hutan Lindung KPH Yogyakarta
Tahun 2012 (diluar areal HKm) ................................................................................. 108
Tabel 4.26 Komposisi Tegakan Rimba di Hutan Lindung KPH Yogyakarta Tahun
2012 (diluar areal HKm) ............................................................................................... 109
Tabel 4.27 Kondisi Tegakan Jati pada Kawasan Hutan Lindung KPH Yogyakarta
menurut Nilai dkn ............................................................................................................ 110
Tabel 4.28 Kondisi Tegakan Kayu Putih pada Kawasan Hutan Lindung KPH
Yogyakarta menurut Nilai dkn.................................................................................... 110
Tabel 4.29 Kondisi Tegakan Rimba pada Kawasan Hutan Lindung KPH Yogyakarta
menurut Nilai dkn ............................................................................................................ 111
Tabel 4.30 Sebaran Desa Sekitar Hutan di Wilayah KPH Yogyakarta ............................... 112
Tabel 4.31 Daftar Desa Hutan dan Kondisi Umum Desa Hutan ........................................... 112
Tabel 4.32 Rata-rata Kepemilikan Lahan Pertanian di Kecamatan dengan Desa
Hutan .................................................................................................................................... 113
Tabel 4.33 Sebaran Kepemilikan Ternak di Kecamatan Sekitar KPH Yogyakarta ........ 114
Tabel 4.34 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Tingkat Pendidikan dan
Jenis Kelamin di Propinsi D.I. Yogyakarta (per Agustus pada Masing-
Masing Tahun) .................................................................................................................. 115
Tabel 4.35 Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut Lapangan Pekerjaan Utama di
Provinsi DI. Yogyakarta (per Agustus pada Masing-Masing Tahun) ........... 116
Tabel 5.1 Arahan Pembagian Blok pada Kawasan HL ………………………………………… 128
Tabel 5.2 Rekapitulasi Pembagian Blok pada Kawasan HP per BDH …………………… 130
Tabel 5.3 Arahan Pembagian Blok pada Kawasan HP di BDH Karangmojo …………… 131
Tabel 5.4 Arahan Pembagian Blok pada Kawasan HP di BDH Paliyan …………………. 132
Tabel 5.5 Arahan Pembagian Blok pada Kawasan HP di BDH Panggang ……………… 133
Tabel 5.6 Arahan Pembagian Blok pada Kawasan HP di BDH Playen …………………… 134
Tabel 5.7 Arahan Pembagian Blok pada Kawasan HP di BDH Kulon Progo-Bantul… 135
Tabel 5.8 Rencana Kegiatan Penataan KawasanHutan ......................................................... 145
Tabel 5.9 Rencana Penanaman /Pengkayaan Kawasan Hutan Lindung ........................ 151
Tabel 5.10 Rencana Perombakan Tegakan Kayu Putih menjadi Tegakan Pinus .......... 151
Tabel 5.11 Rencana Penanaman / Pengkayaan (Enrichment Planting) Tanah Kosong
di Kawasan Hutan Lindung Jangka 2013-2022 .................................................... 152
Tabel 5.12 Rencana Perombakan Tegakan Kayu Putih menjadi Tegakan Rimba
(Pinusmerkusii) pada Kawasan Hutan Lindung .................................................. 152
Tabel 5.13 Rencana Pemeliharaan/Penjarangan KPH Yogyakarta 2013-2022 ............ 154
Tabel 5.14 Rencana Pemeliharaan dan/atau Penjarangan Tegakan Jati Kelas Hutan
Produktif Jangka 2013 – 2022 ................................................................................... 156
Tabel 5.15 RencanaTebangan Perbaikan dan/atau Penanaman Kelas Hutan Tidak
Produktif di KPH Yogyakarta Tahun 2013-2022 ............................................... 159
Tabel 5.16 Rencana Tebangan Perbaikan dan Penanaman pada Kelas Hutan Tanah
Kosong Jangka Tahun 2013-2022 ............................................................................. 160
Tabel 5.17 Rencana Tebangan dan Penanaman pada Kelas Hutan Tegakan
Bertumbuhan Kurang Jangka Tahun 2013-2022 ................................................ 1 61
Tabel 5.18 Rencana Pemanenan Kelas Umur KPH Yogyakarta 2013-2022 .................... 164
Tabel 5.19 Rencana Pemanenan Tegakan Jati Kelas Umur di KPH Yogyakarta jangka
2013-2022 .......................................................................................................................... 166
Tabel 5.20 Rencana Penanaman Areal Bekas Tebangan Kelas Umur Jangka Tahun
2013-2022 .......................................................................................................................... 167
Tabel 5.21 Rencana Penanaman Areal Bekas Tebangan pada Tegakan Jati Kelas Umur
Jangka Tahun 2013-2022 ............................................................................................. 169
Tabel 5.22 RencanaPungutanDaunKayuPutihJangkaTahun 2013-2022 ......................... 170
Tabel 5.23 Rencana Pengkayaan Tegakan Kayu Putih KH Tanah Kosong Jangka Tahun
2013-2022 .......................................................................................................................... 172
Tabel 5.24 Rencana Pengkayaan Tegakan Kayu Putih pada Kelas Hutan Tanah
Kosong Jangka Tahun 2013-2022 ............................................................................. 173
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal I - 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pemerintah, c.q. Kementrian Kehutanan, terus berupaya untuk
mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan, berdasarkan azas dan pilar-
pilar kelestarian. Salah satu prioritas kebijakan untuk mencapai hal tersebut
adalah melalui pembentukan/ pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan
(KPH) yang tertuang dalam PP No.6/ 2007. Kebijakan pembentukan KPH ini
ditujukan untuk menyediakan wadah bagi terselenggaranya kegiatan
pengelolaan hutan secara efisien dan lestari (Badan Planologi 2006).
KPH merupakan konsep perwilayahan pengelolaan hutan sesuai dengan
fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.
KPH nantinya diharapkan bisa berperan langsung sebagai unit penyelenggara
pengelolaan hutan tingkat tapak. Secara umum, sasaran yang ingin dicapai
dengan kebijakan pembentukan KPH ini adalah memberikan kepastian: 1) areal
kerja pengelolaan hutan, 2) wilayah tanggung jawab pengelolaan, dan 3) satuan
perencanaan pembangunan dan pengelolaan hutan, yang kesemuanya
merupakan prasyarat kunci bagi pengelolaan hutan lestari. Lebih lanjut, untuk
membentuk sebuah KPH, akan diadopsi beberapa prinsip, antara lain:
transparansi, pelibatan para pihak, akuntabilitas, serta keutuhan ekosistem.
Nantinya, seluruh kawasan hutan di Indonesia akan dibagi-bagi dalam
wilayah KPH. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta ditetapkan
berdasarkan SK.439/Menhut-II/2007 tanggal 13 Desember 2007 yang
selanjutnya telah diubah dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.
721/Menhut-II/2011 seluas 15.724,50 ha terbagi menjadi Hutan Produksi
seluas 13.411,70 ha, dan Hutan Lindung seluas 2.312,80 ha. Sebagai tindak
lanjut dari penyiapan KPH Yogyakarta sebagai sebuah unit pengelolaan yang
mandiri dan efisien, diperlukan sebuah pedoman bagi pelaksanaan berbagai
aktivitas pengelolaan hutan. Pedoman pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan
ini dituangkan dalam rencana pengelolaan hutan, baik rencana strategis (jangka
panjang) maupun rencana taktis (jangka pendek/ tahunan).
Perencanaan merupakan salah satu componen integral dari pengelolaan
hutan, yang mencakup penentuan tujuan dan sasaran, target serta langkah-
langkah untuk mencapainya. Pentingnya penyusunan rencana pengelolaan ini
1
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014 -2023 Hal I - 2
juga digaris-bawahi di dalam Permenhut No. P.6/Menhut-II/2010. Nantinya,
dokumen rencana pengelolaan hutan akan dipakai sebagai blueprint/ cetak biru
yang harus dilaksanakan oleh unit pengelola untuk memonitor pencapaian
tujuan pengelolaan. Dokumen ini disusun sebagai Rencana Pengelolaan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta (untuk selanjutnya akan disebut
sebagai Rencana Pengelolaan/RP).
Penyusunan RP ini melalui sebuah proses yang kompleks. Ada banyak
tantangan dan permasalahan dalam proses penyusunan rencana, khususnya
untuk unit manajemen hutan yang luasannya cukup besar. Hal ini dikarenakan
jangka/ rentang pengelolaan yang cukup panjang (terkait dengan umur pohon),
keragaman kondisi geografis, ketidakpastian alam dan pasar, dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, proses perencanaan harus bisa mendorong sebuah
formasi proyeksi yang berimbang untuk mencapai pengelolaan yang efektif dan
efisien. Disini diperlukan elemen fleksibilitas untuk mengatasi berbagai hal dan
kejadian yang diluar kontrol yang bisa mempengaruhi pencapaian dari tujuan
yang telah ditetapkan.
RP harus disusun untuk mencapai sebuah equilibrium/ keseimbangan
antara tujuan lingkungan, sosial, dan produksi. Hal ini dikarenakan hutan
menghasilkan berbagai kemanfaatan di berbagai tataran mulai dari lokal sampai
dengan nasional. Di tingkat lokal, hutan di wilayah KPH Yogyakarta bisa
mengampu sejumlah peran antara lain mengatur tata air, mencegah bencana
alam seperti banjir dan tanah longsor, memberikan kemanfaatan ekonomi bagi
masyarakat lokal, sampai dengan menjaga nilai-nilai budaya yang penting bagi
masyarakat. Di tingkat nasional, hutan di wilayah KPH Yogyakarta juga
diharapkan bisa meningkatkan potensi pembangunan wilayah dan
menyediakan berbagai peluang untuk mendukung perekonomian nasional,
seperti penyediaan lapangan kerja dan lain sebagainya. Di tingkat global, hutan
di KPH Yogyakarta diharapkan juga bisa berperan dalam penyerapan dan
penyimpanan karbon dan mengatur kondisi iklim global.
1.2 Tujuan
RP ini disusun untuk memberikan arahan dan panduan bagi pelaksanaan
pengelolaan hutan yang merefleksikan serangkuman aktivitas pengelolaan,
konservasi dan perlindungan sumberdaya hutan di wilayah KPH Yogyakarta,
untuk memenuhi berbagai kepentingan di berbagai tataran dari lokal, regional,
nasional dan global. Untuk mencapai hal tersebut, RP ini:
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014 -2023 Hal I - 3
Memberikan arahan manajemen
Menetapkan standar dan perkiraan tata waktu serta kegiatan-kegiatan
yang terkait yang diperlukan untuk melaksanakan arahan manajemen
yang telah disusun
Menetapkan prosedur monitoring dan evaluasi yang diperlukan untuk
menjamin bahwa arahan manajemen telah dilaksanakan, dan menentukan
bahwa tujuan yang telah ditetapkan sudah tercapai.
1.3 Sasaran
Sasaran yang diharapkan dari penyusunan Rencana Pengelolaan KPH
Yogyakarta ini adalah:
1. Tersusunnya dokumen Rencana Teknik Pengelolaan Hutan KPH
Yogyakarta, meliputi rencana penataan, rencana inventarisasi, rencana
penanaman, rencana pemeliharaan, rencana pemanenan, rencana
rehabilitasi, rencana perlindungan pada rentang waktu tahun 2015 – 2024
yang disesuaikan dengan tujuan pengelolaan, ragam jenis, dan
kondisi/karakteristik wilayah setempat.
2. Tersusunnya dokumen rencana-rencana non teknik kehutanan seperti
rencana pengembangan SDM, rencana pendanaan, dan rencana investasi
di KPH Yogyakarta.
3. Tersusunnya dokumen pembinaan, pengawasan, dan pengendalian, serta
dokumen pemantauan, evaluasi, dan pelaporan kegiatan di KPH
Yogyakarta.
Semua sasaran tersebut diarahkan untuk mempercepat terbentuknya KPH
Yogyakarta menuju KPH Mandiri.
1.4 Prinsip dasar
Penyusunan RP ini mengadopsi beberapa prinsip, yaitu:
Keberlanjutan pengelolaan hutan: Rencana pengelolaan ini ditujukan
untuk menjamin upaya konservasi dan pembangunan/ pengelolaan
berkelanjutan terhadap sumberdaya hutan
Proses adaftif dan iteratif: Rencana Pengelolaan ini merupakan sebuah
siklus mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
yang merefleksikan sebuah proses iteratif dan adaftif terhadap
perubahan lingkungan dan akusisi terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014 -2023 Hal I - 4
Holistik dan keterpaduan: Rencana Pengelolaan ini disusun dengan
pertimbangan bahwa hutan merupakan sebuah ekosistem yang beragam,
terdiri dari berbagai elemen yang saling terkait. Selain itu, rencana ini
juga merekoqnisi bahwa hutan dan kehutanan tidak dapat direncanakan
secara terpisah dari sektor perekonomian lainnya, dan mempunyai
peran yang yang vital dan menyediakan berbagai barang dan jasa.
Konsistensi terhadap tujuan pembangunan nasional:Rencana
Pengelolaan ini disusun berdasarkan pertimbangan rencana
pembangunan kehutanan nasional dan kebijakan yang lebih luas seperti
kebijakan lingkungan, pengentasan kemiskinan, kebijakan desentralisasi
dan sebagainya.
Komitmen internasional: Rencana Pengelolaan ini disusun dengan
mempertimbangkan berbagai komitmen negara terhadap berbagai
perjanjian dan proses-proses kehutanan dan lingkungan di tingkat
internasional
1.5 Ruang Lingkup
Rencana ini merupakan dokumen yang mencakup pola-pola penggunaan
sumberdaya untuk sepuluh (10) tahun mendatang yang didasarkan pada
berbagai data mengenai kapabilitas lahan, inventarisasi tegakan, sosio-
demografi masyarakat, keinginan publik (public demand) dan sebagainya. Selain
itu, RP ini merupakan dokumen strategis yang memberikan panduan
pelaksanaan. Oleh karena itu, keputusan-keputusan yang lebih rinci dan site-
specific akan dibuat tersendiri di dalam rencana-rencana taktis.
1.6. Batasan Pengertian
Rencana Pengelolaan adalah dokumen yang berisi rencana
pengelolaan hutan sebagai dasar utama untuk penyusunan rencana
teknik kehutanan yang disusun pada wilayah Kesatuan Pengelolaan
Hutan menurut Kelas Perusahaan dalam jangka waktu 10 (sepuluh)
tahun yang berazaskan kelestarian SDH dengan mempertimbangkan
keseimbangan lingkungan dan social.
Daur adalah jangka waktu antara saat penanaman hutan sampai
dengan saat pemungutan hasil akhir atau tebangan habis (untuk KP
kayu); atau sampai dengan saat peremajaan tegakan (untuk KP bukan
kayu).
Kelas Perusahaan adalah penggolongan usaha di bidang kehutanan
berdasarkan jenis tanaman hutan, sistem silvikultur, dan jenis produk
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014 -2023 Hal I - 5
yang dihasilkan yang ditetapkan sebagai bisnis utama (core business)
suatu perusahaan hutan.
Bagian Hutan adalah suatu areal penataan hutan sebagai kesatuan
daerah pengelolaan pada suatu kesatuan DAS ataupun sub DAS yang
berfungsi untuk mengatur kelestarian hutan dan kekekalan perusahaan.
Bagian Daerah Hutan (BDH) adalah wilayah kerja administrasi KPH
Yogyakarta yang dibebani pekerjaan teknik kehutanan meliputi
pekerjaan penanaman, pemeliharaan/penjarangan, pengamanan,
penebangan, dan pelayanan pada masyarakat.
Resort Pengelolaan Hutan (RPH) adalah satuan manajemen hutan
bagian dari BDH yang dibebani pekerjaan teknik kehutanan meliputi
pekerjaan penanaman, pemeliharaan/penjarangan, pengamanan, dan
penebangan; tanpa dibebani pekerjaan keuangan, kepegawaian, dan
pemasaran hasil kayu.
Petak adalah bagian yang terkecil dari Bagian Hutan yang berfungsi
sebagai kesatuan manajemen dan kesatuan administrasi kegiatan teknik
kehutanan.
Anak Petak adalah pembagian petak dalam areal yang lebih kecil
berdasarkan pertimbangan perbedaan tindakan silvikultur yang bersifat
sementara, yang bertujuan untuk memudahkan pengelolaan hutan.
Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB) adalah sistem silvikultur
dalam pengelolaan hutan dimana penebangan (pemanenan) dilakukan
terhadap semua vegetasi yang ada saat tegakan telah mencapai daur
atau akan diganti dengan jenis lain, dan dilanjutkan dengan pembuatan
tanaman secara buatan.
Tebang Pilih Permudaan Buatan (TPPB) adalah sistem silvikultur
dalam pengelolaan hutan dimana penebangan (pemanenan) dilakukan
secara selektif terhadap pohon-pohon dengan kriteria tertentu (tua,
besar, mencapai masak tebang, atau dengan tujuan untuk penggantian
jenis tanaman) yang dilakukan pada areal-areal yang tidak baik untuk
tebang habis dan dilanjutkan dengan pembuatan tanaman secara
buatan.
Alur adalah batas antara petak-petak kawasan hutan untuk
mempermudah pelaksanaan pengelolaan hutan. Umumnya alur berupa
jalan angkutan dan dibedakan antara alur induk dan alur cabang.
Etat adalah jumlah luas atau jumlah volume kayu yang dapat dipanen
(ditebang) dalam satu jangka perusahaan atau jangka waktu tertentu
sedemikian rupa sehingga terjamin kelestarian hutan dan kelestarian
perusahaan.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014 -2023 Hal I - 6
Inventarisasi hutan (perisalahan hutan) adalah kegiatan untuk
mengetahui kekayaan (potensi) yang terkandung di dalam suatu hutan
pada saat tertentu (baik potensi kayu maupun non kayu) sebagai bahan
untuk penyusunan rencana pengelolaan SDH di masa depan.
Dkn adalah perbandingan antara jumlah riil pohon jenis tertentu di
lapangan terhadap ukuran kondisi ideal pada tabel normal jenis pohon
tersebut dalam satuan luas per hektar.
Dkd2 adalah perbandingan antara rata-rata diameter riil pohon jenis
tertentu dilapangan terhadap ukuran kondisi ideal pada tabel normal
jenis pohon tersebut dalam satuan luas per hektar.
Penjarangan adalah suatu tindakan silvikultur terhadap tegakan hutan
tanaman yang bertujuan selain untuk memperoleh tegakan tinggal
sehat, kualitas kayu yang baik pada akhir daur, juga untuk menghasilkan
produksi kayu sebagai pendapatan antara.
Petak Ukur adalah bagian dari populasi yang secara statistik dianggap
representatif untuk mewakili karakteristik populasi yang dibuat dengan
beberapa kriteria tertentu.
Intensitas Sampling (IS) adalah suatu bilangan yang mengambarkan
perbandingan antara jumlah sampel dengan jumlah populasi
seluruhnya (biasanya dalam desimal atau prosen).
Kelas Umur adalah penggelompokan kelas hutan produktif yang
memiliki dkn ≥ 0,5 dengan rentang umur setiap 10 tahun (untuk daur
panjang), 5 tahun (untuk daur menengah), dan 1 tahun (untuk daur
pendek)
Kawasan Perlindungan adalah kawasan yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian Lingkungan Hidup yang mencakup
sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya
bangsa guna kepentingan Pembangunan berkelanjutan.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 7
Deskripsi Kawasan
2.1 Risalah Wilayah
2.1.1 Letak dan luas wilayah
Luas hutan di Provinsi DIY menurut Keputusan Kepala Dinas Kehutanan
dan Perkebunan No. : 188.4/3710 Tanggal 22 Oktober 2003 adalah 18.715,06
ha atau sebesar 5,86 % dari 318.518 ha luas Provinsi DIY. Hutan tersebut
tersebar di empat wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten
Bantul, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Sleman. Kabupaten Gunungkidul
memiliki areal hutan terluas dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Hutan
konservasi seluas 1.262,15 ha dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam
dan Balai Taman Nasional Gunung Merapi (untuk wilayah Provinsi DIY) seluas
1.728,28 ha. Selebihnya, hutan seluas 15.724,50 ha dikelola oleh Balai KPH
Yogyakarta sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Wilayah kelola KPH Yogyakarta ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan No. 721/Menhut-II/2011 seluas 15.724,50 ha terbagi
menjadi Hutan Produksi seluas 13.411,70 ha, dan Hutan Lindung seluas
2.312,80 ha. Wilayah hutan KPH Yogyakarta tersebar pada tiga kabupaten yaitu
Kabupaten Gunungkidul seluas 13.826,800 ha, Kabupaten Bantul seluas
1.041,20 ha, dan Kabupaten Kulon Progo seluas 856,50 ha. Luas dan Sebaran
Fungsi Hutan di Wilayah KPH Yogyakarta disajikan pada Tabel 2.1 sebagai
berikut.
2
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 8
Tabel 2.1 Luas dan Sebaran Fungsi Hutan di Wilayah KPH Yogyakarta
G.Kidul Bantul K.Progo Sleman
1 Hutan Produksi 13.411,70 12.810,10 0,00 601,60 0,00 SK. Menhut No. 197 Th. 2000
a. Hutan Produksi AB 1.773,00 1.773,00 0,00 0,00 0,00
b. KDTK ( I+II ) : 700,30 700,30 0,00 0,00 0,00
( I ) Htn Pendidikan Wanagama 599,70 599,70 0,00 0,00 0,00 SK. Menhut No. 757 Th. 1989
( II ) Htn. Penelitian Playen 100,60 100,60 0,00 0,00 0,00 SK. Menhut No. 395 Th. 2004
c. Hutan Produksi 10.938,40 10.336,80 0,00 601,60 0,00
2 Hutan Lindung 2.312,80 1.016,70 1.041,20 254,90 0,00
15.724,50 13.826,80 1.041,20 856,50 0,00
100,00 87,93 6,62 5,45 0,00
Sumber : SK Kadishutbun DIY No. 188.4/3710
Prosentase
KeteranganNO JENIS KAWASANLUAS
JUMLAHLokasi
TOTAL LUAS ( 1+2)
2.1.2 Fungsi
Areal KPH Yogyakarta sebagian besar terletak di Kabupaten Gunungkidul
yaitu seluas 13.826,80 Ha (88%), dan sisanya tersebar di Kabupaten Bantul dan
Kabupaten Kulon Progo. Kawasan hutan di wilayah Balai KPH Yogyakarta
terbagi menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu
menjadi kawasan hutan produksi maupun hutan lindung. Adapun luasan fungsi
hutan tersebut masing-masing beserta lokasinya disajikan pada Tabel 2.1 sesuai
SK Kadishutbun DIY No. 188.4/3710. Peta Kawasan Hutan Balai KPH
Yogyakarta berdasarkan fungsi hutan tercantum dalam Gambar 2.1; Gambar
2.2; dan Gambar 2.3 sebagai berikut.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 9
Gambar 2.1 Peta Kawasan Hutan Wilayah KPH Yogyakarta berdasarkan Fungsi Hutan di Kabupaten Gunungkidul
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 10
Gambar 2.2 Peta Kawasan Hutan Wilayah KPH Yogyakarta berdasarkan Fungsi Hutan di Kabupaten Kulon Progo
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 11
Gambar 2.3 Peta Kawasan Hutan Wilayah KPH Yogyakarta berdasarkan Fungsi Hutan di Kabupaten Bantul
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 12
2.1.3 Pembagian Wilayah Pengelolaan
Pengelolaan hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta dimulai sejak jaman
penjajahan dan telah dilakukan sistem pembagian kedalam unit-unit
pengelolaan hutan yaitu dalam unit-unit Bagian Daerah Hutan (BDH) dan Resort
Pengelolaan Hutan (RPH). Seiring berkembangnya waktu, dengan adanya
penggunaan fungsi/alih fungsi kawasan hutan menyebabkan penataan wilayah
dalam satuan BDH dan RPH ini perlu disempurnakan kembali. Sejak
dibentuknya Balai KPH Yogyakarta tahun 2008, pada tahun 2010 Balai KPH
Yogyakarta telah melakukan penyempurnaan pembagian wilayah BDH dan RPH.
Sesuai dengan Keputusan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Provinsi DIY 188/8898 tanggal 30 November 2010 tentang Penetapan Wilayah
Kerja Bagian Daerah Hutan (BDH) dan Resort Pengelolaan Hutan (RPH) pada
Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta, bahwa kawasan hutan
negara Balai KPH Yogyakarta seluas 15.724,50 ha terbagi dalam 5 (lima)
wilayah Bagian Daerah Hutan (BDH) dan 25 wilayah Resort Pengelolaan Hutan
(RPH).
Dengan penyempurnaan penataan kawasan hutan wilayah KPH
sebagaimana ditetapkan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah
Istimewa Yogyakarta tersebut, maka seluruh wilayah KPH Yogyakarta menjadi
satu kesatuan pengelolaan. Penetapan Wilayah Kerja Bagian Daerah Hutan
(BDH) dan Resort Pengelolaan Hutan (RPH) pada Balai Kesatuan Pengelolaan
Hutan (KPH) Yogyakarta tersebut disajikan pada Tabel 2.2
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 13
Tabel 2.2 Penetapan Wilayah Kerja Bagian Daerah Hutan (BDH) dan Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Balai KPH Yogyakarta
KARANGMOJO Candi 733,10 11 petak 55 s.d. 65
Gelaran 815,40 10 30, 31, 32, 33, 40, 41, 42, 43, 44, 45
Kenet 864,10 10 petak 39, 46 s.d. 54
Nglipar 800,60 10 25, 26, 27, 28, 29, 34, 35, 36, 37, 38
Semanu 533,20 2 petak 161, 162 (+ Hutan AB)
Total BDH 3.746,40 43
PALIYAN Giring 585,30 7 petak 144 s.d. 150
Grogol 614,00 8 petak 128 s.d. 135
Kedungw anglu 649,40 6 petak 102 s.d. 107
Menggoro 661,00 7 petak 95 s.d. 101
Mulo 972,97 10 petak 151 s.d. 160 (+ Hutan AB)
Karangduw et 723,63 8 142, 143, (+ Hutan AB)
Total BDH 4.206,30 46
PANGGANG Bibal 519,00 7 petak 108 s.d. 114
Blimbing 773,07 7 120, 122, 123, 124, 125, 126, 127 (+ Hutan AB)
Gebang 528,60 6 115, 116, 117, 118, 119, 121
Pucanganom 412,03 -- kaw asan hutan AB
Total BDH 2.232,70 20
PLAYEN Kemuning 460,30 7 2, 3, 4, 8, 9, 10, 12
Gubugrubuh 653,20 8 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80
Kepek 696,80 7 88, 89, 90, 91,92, 93, 94
Menggoran 676,60 7 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87
Wonolagi 554,90 8 1, 66, 67, 68, 69, 70, 71,72
Wanagama 599,70 8 5, 6, 7, 13, 14, 16, 17, 18
Total BDH 3.641,50 45
K.PROGO-BANTUL Mangunan 570,70 dalam bentuk blok
Dlingo 470,50 dalam bentuk blok
Kokap 601,50 19 petak 1 s.d. 19
Sermo 254,90 7 petak 24 - 30
Total BDH 1.897,60 26
15.724,50 JUMLAH WILAYAH KPH YOGYAKARTA
Jml PtkLuas (Ha)BDH RPH Nomor Petak
2.1.4 Aksesibilitas
Kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta sangat mudah dijangkau melalui
sarana perhubungan darat. Dari Yogyakarta untuk mencapai wilayah hutan
negara tersebut :
1. Pada kawasan hutan negara di Kabupaten Gunungkidul dari Yogyakarta
berjarak ± 25 km untuk wilayah Bagian Daerah Hutan (BDH) Playen, ± 35
km untuk BDH Paliyan, ± 30 km untuk BDH Panggang dan ± sekitar 50
km untuk BDH Karangmojo.
2. Pada kawasan hutan negara di Kabupaten Bantul, dari Yogyakarta untuk
mencapai wilayah hutan negara di Resort Pengelolaan Hutan (RPH)
Mangunan sekitar 20 km dan 30 km untuk RPH Dlingo.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 14
3. Pada Kabupaten Kulon Progo, dari Yogyakarta untuk mencapai wilayah
RPH Sermo sekitar 40 km, dan RPH Kokap sekitar 45 km.
Untuk mencapai blok/petak-petak dalam kawasan hutan negara sudah
tersedia jalan hutan atau alur (sluef). Lebar jalan ini antar 2 – 2,5 meter, berupa
jalan tanah dan sebagian dengan pengerasan makadam. Beberapa jalan
hutan/alur digunakan masyarakat sekitar hutan untuk sarana jalan antar desa,
dan beberapa alur hilang karena perencanaan penanaman yang saat itu tidak
mempertimbangkan alur dan juga kurangnya perawatan.
2.1.5 Batas-Batas
Daerah Istimewa Yogyakarta terletak diantara 70°53’ – 80°15’LS dan
1100°5’ – 1100°48’ BT. Daerah Isttimewa Yogyakarta memiliki batas wilayah
sebagai berikut : sebelah barat laut berbatasan dengan Kabupaten Magelang,
sebelah timur laut berbatasan dengan Kabupaten Klaten, dan sebelah timur
berbatasan dengan Kabupten Wonogiri. Di sebelah selatan dibatasi oleh
Samudera Hindia yang mempunyai pantai sepanjang lebih kurang 100 km, dan
di sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Purworejo. Luas wilayah Daerah
Istimewa Yogyakarta adalah 3.185,18 km2 yang terdiri atas 5 kabupaten,
sebagai berikut:
1. Pemerintah Kota Yogyakarta : 32.50 km2
2. Kabupaten Sleman : 574,82 km2
3. Kabupaten Bantul : 506,85 km2
4. Kabupaten Kulon Progo : 586,28 km2
5. Kabupaten Gunung Kidul : 1.485,36 km2
Wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta terletak diantara 07°48’4.8” -
08°8’8.08” LS dan 110°04’10.16” – 110°42’42.7” BT, seluas 16.358,60 ha yang
tersebar pada 3 (tiga) Kabupaten yaitu Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten
Bantul dan Kabupaten Kulon progo.
Kawasan hutan di Kabupaten Gunungkidul tersebar mulai dari
Kecamatan Karangmojo, Paliyan, Playen, dan Panggang. Untuk wilayah
Kabupaten Bantul tersebar di Kecamatan Dlingo dan Kabupaten Kulon Progo
tersebar di Kecamatan Kokap dan Kecamatan Pengasih.
Kawasan hutan di wilayah Balai KPH Yogyakarta ini terbagi dalam 5
(lima) wilayah Bagian Daerah Hutan (BDH) dan 25 (dua puluh lima) wilayah
Resort Pengelolaan Hutan (RPH). Kewilayahan BDH yang terbagi dalam RPH-
RPH ini, tidak selamanya sesuai dengan wilayah administrasi kecamatan,
seperti RPH Menggoro dalam administrasi Kehutanan masuk dalam wilayah
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 15
BDH Paliyan, namun dalam administrasi pemerintahan masuk dalam wilayah
Kecamatan Playen. Perbedaan ini disebabkan karena pembentukan wilayah
kehutanan didasarkan pada efektifitas pengelolaan dengan mempertimbangkan
aspek DAS dan biofisik wilayah agar terbentuk satu kesatuan wilayah hutan
pengelolaan. Sebaran dan Letak Geografis Hutan Balai KPH Yogyakarta disajikan
pada Tabel 2.3 sebagai berikut:
Tabel 2.3 Sebaran dan Letak Geografis Hutan Balai KPH Yogyakarta
BT LS
A.
1 Karangmojo 3746.40 110⁰42'42.7''-110⁰35'15.91'' 07⁰52'4.11''-08⁰02'14.89'' Karangmojo
2 Paliyan 4206.30 110⁰27'10.04''-110⁰37'10.4'' 07⁰57'9.87''-08⁰8'8.08'' Paliyan dan Playen
3 Playen 4275.60 110⁰35'34.15''-110⁰31'24.74'' 07⁰57'9.87''-07⁰59'39.24'' Playen
4 Panggang 2232.70 110⁰22'34.9'' 07⁰58'13.93''-08⁰01'30.02'' Panggang
B.
5 K.Progo-Bantul 1897.60 110⁰52'4.42''-110⁰08'24.34'' 07⁰48'4.8''-07⁰52'4.42''Dlingo (Bantul) dan
Kokap (K. Progo)
16358.6
Kabupaten Gunungkidul
Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon progo
Jumlah
No BDH Luas (Ha)Letak Geografis
Kecamatan
Sumber : SK Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY 188/8898 tanggal 30 November 2010
Untuk kawasan Hutan Produksi AB tersebar secara sporadis diseluruh
kawasan Selatan Kabupaten Gunungkidul.
Kawasan hutan wilayah Balai KPH Yogyakarta, hampir seluruh batas luar
telah ditata batas, hanya untuk hutan produksi AB seluas 1.773 ha sepanjang
582 km belum ditata batas luar. Batas luar kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta
pada setiap bagian daerah hutan disajikan pada Tabel 2.4. Batas fungsi antar
petak dan anak petak, RPH ditandai dengan alur dan batas alam. Sebagian alur
telah hilang karena tidak ada perawatan. Demikian juga pada penanaman
GNRHL, kurang mempertimbangkan adanya alur, dan banyak alur yang
ditanami tegakan hutan.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 16
Tabel 2.4 Batas Luar Kawasan Hutan Balai KPH Yogyakarta Pada Setiap Bagian Daerah Hutan
No BDHSUNGAI
(Km)
KALEN
(Km)
BATAS
DALAM
BATAS
LUAR
JUMLAH
(Km)
JUMLAH
PAL
BATAS
KONDISI
BAIK
RUSAK/HI
LANGKETERANGAN
1 Playen 13,195 7,94 5,6 65,16 91,859 1801 1657 144 Wanagama 213 pal
2 Karangmojo 18,2 4,35 4,6 75,6 102,75 1113 597 516
3 Paliyan 16,78 10,135 5,65 99,59 132,155 1640 1601 39
4 Panggang 1,6 1,5 2,75 28,6 34,45 1873 504 1369 RPH Pucanganom
jumlah pal : 1280
hilang : 1152
5 Kulonprogo-Bantul
Sermo dan Kokap 2,75 4,95 87,9 95,6 1525 901 624
Dlingo/Bantul 5 3,2 32,5 40,7 438 377 61
Mangunan/Bantul 11,25 0 19,25 31,2 239 125 114
Jumlah 19 5,65 3,2 139,65 167,5 2202 2027 175
57,525 35,225 21,8 389,35 497,55 8390 5637 2753JUMLAH DIY
2.1.6 Jenis Tanah, Geologis, Kelerengan, dan Iklim
2.1.6.1 Jenis Tanah
Secara garis besar jenis tanah yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta
antara lain terdiri dari: (a) Kambisol, (b) Grumusol, (c) Regosol, (d) Aluvial, (e)
Latosol, (f) Mediteran, dan (g) Renzina. Hutan di wilayah Balai KPH Yogyakarta
tumbuh pada berbagai macam jenis tanah, sebagian besar mempunyai solum
sangat tipis dan tidak subur seperti Mediteran/Renzina. Di beberapa tempat
terdapat solum yang tebal dan subur seperti aluvial/kambisol/grumusol,
umumnya pada Hutan Lindung.
Pada BDH Kulon Progo-Bantul seluruh hutannya seluas 1.897,60 ha
tumbuh diatas tanah Latosol, sedangkan pada BDH Panggang seluruh hutannya
seluas 2.232,70 ha tumbuh diatas tanah mediteran. Untuk BDH Playen sebagian
besar hutannya berada pada tanah mediteran dengan luas 3.586,92 ha dan
sebagian kecil atau 688,68 ha berada pada tanah latosol.
Jenis tanah yang berada BDH Karangmojo cukup bervariasi. sebagian
besar hutannya tumbuh pada jenis tanah mediteran dengan luas 3.353,83 ha,
sedangkan sebagian kecil tumbuh pada berbagai jenis tanah, yaitu : 186,84 ha
tumbuh pada tanah aluvial, 133,44 ha tumbuh pada tanah Grumusol, 65,90 ha
tumbuh pada tanah Latosol, dan 6,39 ha tumbuh pada tanah Renzina.
2.1.6.2 Geologis
Secara geologis wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki beberapa
satuan batuan. Satuan batuan ini sangat menentukan terhadap ketersediaan air
terutama air tanah, karena keberadaan air tanah maupun air permukaan
ditentukan oleh sifat batuan, antara lain: porositas, permeabilitas, arah
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 17
perlapisan batuan, komposisi mineral, stratigrafi dan topografi. Secara Geologi
di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat :
a. Endapan aluvial
Sebaran endapan aluvial terdapat di dataran rendah maupun di dataran
tinggi misalnya: dataran di sekitar sungai dan dataran aluvial karst. Sifat
endapan aluvial ini ditentukan oleh asal material yang diendapkan,
pemampatan, tebal endapan, dan ukuran butir. Potensi air baku, baik yang
berasal dari air permukaan maupun air tanah ditentukan oleh sifat
endapan. Di wilayah DIY terdapat berbagai batuan, sehingga terdapat
endapan aluvial yang materi penyusunnya berbeda pula. Selanjutnya sifat-
sifat air baku pada dataran aluvial yang materi pembentuknya berbeda
akan berbeda pula.
b. Endapan Fluvio-marin
Endapan ini merupakan hasil proses fluvial dan proses marin yang bekerja
pada suatu tempat dan membentuk suatu dataran. Hasil proses fluvial dan
proses marin tersebut secara setempat-setempat sifat marin dan sifat
fluvial masih dapat ditemukan namun dengan luasan yang sempit sehingga
tidak dapat dipetakan. Endapan hasil proses fluviomarin ini dinamakan
kompleks endapan fluviomarin.
Dalam kaitannya dengan kondisi air pada endapan fluviomarin, tekstur
batuan sangat menentukan sifat air. Pada endapan dengan tekstur kasar
unsur-unsur garam mudah terlarut oleh air hujan sehingga air yang
dikandungnya menjadi tawar, sedangkan pada endapan dengan tekstur
lempung, unsur garam didalamnya sangat sulit tercuci sehingga air yang
dikandung masih tetap asin atau payau.
Endapan ini merupakan hasil proses fluvial dan proses marin yang bekerja
pada suatu tempat dan membentuk suatu dataran. Hasil proses fluvial dan
proses marin tersebut secara setempat-setempat sifat marin dan sifat
fluvial masih dapat ditemukan namun dengan luasan yang sempit sehingga
tidak dapat dipetakan. Endapan hasil proses fluviomarin ini dinamakan
kompleks endapan fluviomarin.
Dalam kaitannya dengan kondisi air pada endapan fluviomarin, tekstur
batuan sangat menentukan sifat air. Pada endapan dengan tekstur kasar
unsur-unsur garam mudah terlarut oleh air hujan sehingga air yang
dikandungnya menjadi tawar, sedangkan pada endapan dengan tekstur
lempung, unsur garam didalamnya sangat sulit tercuci sehingga air yang
dikandung masih tetap asin atau payau.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 18
c. Endapan Marin
Pantai Daerah Istimewa Yogyakarta sebagian besar berupa clift atau tebing
pantai yang curam sebagian berupa dataran fluviomarin dan pantai.
Endapan marin dapat bertekstur kasar, dapat pula bertekstur halus.
Endapan yang bertekstur kasar yang telah membentuk daratan. Sifat airnya
akan berubah dari asin menjadi tawar sedangkan endapan marin yang
bertekstur halus sifat airnya akan tetap asin. Ini disebabkan oleh terjadinya
pencucian unsur-unsur garam yang terdapat pada endapan bertekstur
halus. Pencucian garam ini dilakukan oleh hujan yang jatuh pada wilayah
tersebut. Endapan marin yang bertekstur kasar dapat berupa beting gisik
atau bura, sedangkan endapan marin yang bertekstur halus berupa rataan
lumpur. Sebaran endapan marin yang bertekstur halus jarang ditemukan di
wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
d. Endapan Koluvium
Endapan ini berasal dari material pada lereng bagian atas yang bergerak ke
bawah karena tenaga gravitasi. Material batuan tidak terjadi pemilahan
sehingga butiran kasar bercampur dengan butiran yang halus. Karena sifat
endapan yang demikian maka endapan koluvium dapat menyimpan air
sehingga pada bagian bawah endapan koluvium sering ditemukan
rembesan atau bahkan mata air.
e. Endapan Volkanik Merapi Muda
Endapan Merapi Tua terbentuk oleh material piroklastik hasil aktivitas
sebelum tahun 1006, sedangkan sesudahnya disebut sebagai endapan
Merapi Muda. Endapan Merapi Muda mendominasi lereng atas, tengah dan
lereng bawah gunung api. Lereng atas dengan kemiringan kurang lebih 320,
dan proses yang utama adalah gravitasi. Lereng tengah dengan kemiringan
antara 200 hingga 30° merupakan lereng transportasi oleh proses fluvial
dan lereng bawah merupakan lereng yang terbentuk oleh proses
sedimentasi material yang diangkut oleh proses fluvial dari lereng tengah.
Material penyusun batuan pada endapan Merapi muda ini antara lain: tuf,
abu vulkanis, breksi, aglomerat dan aliran lava.
Dalam kaitannya dengan potensi air pada umumnya sifat batuan sangat
mendukung adanya air, baik air permukaan maupun air tanah. Hujan yang
cukup tinggi terutama pada arah datangnya hujan akan merupakan pasokan
untuk air permukaan dan air tanah sedangkan lereng yang terletak pada
bayangan hujan akan mendapat hujan dengan jumlah sedikit, sehingga
potensi airnya kecil.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 19
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki sebagian volkan Merapi mulai dari
lereng atas, tengah, dan lereng bawah yang terletak pada sebagian
Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sifat batuan
yang porus, serta curah hujan yang relatif tinggi di lereng atas dan tengah
yaitu di wilayah Kaliurang hingga Pakem akan memberikan andil besar
terhadap air permukaan dan air tanah pada daerah sebagian Kabupaten
Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.
f. Endapan Volkanik Merapi Tua
Sifat endapan Merapi Tua ini sudah cukup mantap membentuk topografi
lebih tinggi namun mempunyai lereng yang stabil. Sebaran endapan Merapi
Tua tidak luas, hanya menempati sebagian puncak Merapi. Kegiatan Merapi
Tua menghasilkan endapan yang sekarang masih dapat ditemukan di
Plawangan, Banjarejo dan Kendit. Material penyusun endapat Merapi tua
terdiri atas breksi, aglomerat, dan aliran lava serta endesit dan basal yang
tidak mengandung Olivin.
g. Formasi Sentolo Formasi Sentolo
Formasi batuan ini tersusun oleh batu gamping dan batu pasir napalan.
Bagian bawah formasi ini terdapat konglomerat yang ditumpuki oleh napal
tufaan dengan sisipan tuf kaca. Bagian atas formasi ini tersusun oleh batu
gamping berlapis yang banyak mengandung Foraminivera. Formasi Sentolo
berumur Miosen dan mempunyai ketebalan 950 m. Sebaran Formasi
Sentolo di daerah Bantul terdapat di sebelah selatan Pandak, sebelah barat
Tamantirto. Di Kabupaten Kulon Progo terdapat di perbukitan di sebelah
selatan Wates ke timur hingga sebelah timur Galur, sepanjang Kali Progo di
sebelah tenggara Sentolo, perbukitan di sebelah utara Wates, dan disebelah
barat Wates terdapat di Girigondo hingga Gebongan. Pada umumnya pada
Formasi Sentolo ini sifat batuan kurang mendukung ketersediaan air tanah
maupun air permukaan.
h. Formasi Jonggrangan
Bagian bawah Formasi Jonggrangan terdapat konglomerat yang tertutup
oleh napal rufaan dan batupasir gampingan dengan sisipan lignit. Dibagian
atas terdapat batu gamping berlapis dan batu gamping koral yang
membentuk bukit berbentuk kerucut. Kondisi batuan pada formasi ini
kurang mendukung terhadap ketersediaan air, karena adanya diaklas yang
menyebabkan air tanah terletak sangat dalam. Sebaran formasi batuan ini
adalah : Desa Jonggrangan hingga Gunung Gepak.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 20
i. Formasi Nanggulan
Batuan penyusun Formasi Nanggulan terdiri atas batupasir dengan sisipan
lignit, napal pasiran, batu lempung dengan konkresi limonit, sisipan napal
dan batu gamping, batu pasir dan tuf, banyak mengandung Foraminivera
dan Moluska dengan tebal 300 m. Formasi batuan ini terdapat di sebelah
barat wilayah Desa Nanggulan. Bagian bawah dari Formasi Nanggulan ini
terbentuk pada laut dangkal. Batuan terdiri atas batu pasir, serpih, dengan
selingan napal dan lignit. Pada bagian atas dicirikan oleh napalan yang
menunjukkan endapan laut yang lebih dalam dengan fasies neritik.
Berdasarkan umur Foraminivera, Formasi Nanggulan umurnya berkisar
antara Eosen tengah hingga Oigosen atas.
j. Formasi Wonosari
Batuan penyusun Formasi Wonosari adalah terumbu karang, kalkarenit dan
kalkarenit tufaan. Dibagian selatan terdapat batu gamping yang membentuk
topografi karst. Batu gamping berfosil, keras dan sarang terdapat di bagian
hulu Kaliurang. Batu ini banyak digunakan untuk bangunan. Batu pasir
gampingan tidak banyak ditemukan di daerah ini.
Dalam kaitannya dengan ketersediaan air tanah pada wilayah yang
berbatuan gamping, napal dan kalkarenit dapat dikatakan kurang
mendukung ketersediaan air tanah. Keterdapatan air tanah ada pada
peralihan antara gamping dengan breksi, atau pada sungai bawah tanah.
Formasi Wonosari ini menempati sebagian besar wilayah kabupaten
Gunung Kidul.
k. Formasi Andesit Tua atau Formasi Bemmelen
Batuan pada formasi ini terdiri atas andesit hipersten, andesit-augit-
hornblende. Sebaran batuan ini ada di Gunung Pencu, Gunung Gandul, dan
Gunung Ijo, di Kabupaten Kulonprogo. Formasi batuan ini menepati wilayah
yang cukup luas, menempati sebagian besar wilayah perbukitan di
Kabupaten Kulon Progo, mulai dari sebelah utara Temon hingga sebelah
selatan Borobudur.
l. Formasi Sambipitu
Batuan pada formasi ini adalah tuf, serpih, batu lanau, batu pasir, dan
konglomerat. Di bagian timur terdapat tuf-batu apung, batu lanau tufaan
yang sebagian bersifat gampingan.
m. Formasi Nglanggran
Batuan penyusun terdiri atas breksi volkanik, breksi aliran, aglomerat,
aliran lava, dan ruf. Breksi yang pejal dan berlapis tersingkap di lembang
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 21
Kali Oyo. Tebal formasi Nglanggran di sekitar Patuk antara 500 - 750 m,
sedangkan di sepanjang Kali Oyo lebih tebal.
Hutan yang ada di wilayah Balai KPH Yogyakarta tersebar pada berbagai
formasi batuan yang ada. Hutan yang berada di dalam pengelolaan BDH Kulon
Progo-Bantul merupakan hutan yang berada pada formasi batuan yang paling
beragam. Pada BDH Kulon Progo-Bantul untuk wilayah RPH Kokap dan RPH
Sermo, hutan tersebar pada : (a) Andesit Tua Formasi Bemmelen seluas
798,3000 ha, (b) Bahan Terobosan Andesit seluas 284,5 ha, (c) Formasi Sentolo
seluas 11,7 ha, dan (d) Endapan Aluvium seluas 1 ha. Sedangkan hutan yang
berada di dalam BDH Panggang hanya menempati dua formasi batuan saja. Pada
BDH Yogyakarta, hutan tersebar pada: (a) Endapan Vulkanik Merapi Tua seluas
361,60 ha, (b) Formasi Wonosari seluas 206,40 ha, (c) Endapan Vulkanik
Merapi Muda seluas 199,90 ha, (d) Formasi Nglanggran seluas 161 ha, (e)
Formasi Oyo seluas 73,10 ha, (f) Formasi Semilir seluas 50,30 ha, dan (g)
Endapan Koluvium 0,20 ha.
Di BDH Paliyan, hutan yang berada pada Formasi Wonosari
mendominasi dengan luas 2.801 ha, diikuti oleh hutan di Formasi Kepek seluas
892,80 ha, dan hutan di Formasi Oyo seluas 178,50 ha. Untuk BDH Playen, luas
hutan yang berada di atas Formasi Wonosari adalah 3.415,60 ha, hutan di atas
Formasi Kepek 753,7 ha, dan di atas Formasi Oyo 178,5 ha.
Pada BDH Karangmojo, hutan terluas berada pada Formasi Oyo seluas
2.343,10 ha, diikuti oleh hutan di Formasi Wonosari seluas 433,10 ha, dan hutan
di Formasi Semilir 420,40 ha. Untuk BDH Panggang, hutan yang ada menempati
Formasi Wonosari 1.438,60 ha dan Formasi Oyo 158,80 ha. Selanjutnya Peta
sebaran tanah pada kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta dapat dicermati pada
Gambar 2.4 sebagai berikut :
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 22
Gambar 2.4 Sebaran Tanah pada Kawasan Hutan Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 23
2.1.6.3 Kelerengan
Timbulan (relief) di Daerah Istimewa Yogyakarta dicirikan atas dasar
lereng dan altitude (ketinggian tempat dari permukaan laut). Secara garis besar
dapat dibedakan kedalam 5 kelas kemiringan lahan, yaitu: datar (0 – 8%)
seluas 20.200 ha, landai sampai berombak (8-15%) seluas 47.900 ha, berombak
sampai bergelombang (15–25%) seluas 64.300 ha, curam/berbukit (25–40%)
seluas 179.400 ha, dan sangat curam/bergunung (>40%) seluas 6.700 ha.
Menurut altitude dapat dibagi menjadi daerah 1.000 – 2000 m diatas
permukaan laut terletak di Kabupaten Sleman, daerah antara 500 – 1.000 m,
daerah antara 100 – 500 m dan daerah di bawah 100 m yang sebagian besar
berada di Kabupaten Bantul.
Hutan di Wilayah KPH Yogyakarta tersebar pada berbagai kelas
kemiringan lereng, mulai dari kelas lereng datar sampai dengan kelas lereng
sangat curam. Pada BDH Kulon Progo-Bantul, BDH Panggang dan BDH Playen
sebagian besar hutannya berada pada lereng curam (15-25 %) sampai dengan
sangat curam (>45 %), sedangkan untuk BDH Karangmojo dan BDH Paliyan
sebagian besar hutannya berada pada lereng datar (0-8 %)sampai dengan
miring (8-15 %).
Pada BDH Kulon Progo-Bantul, hutan yang berada pada lereng sangat
curam mempunyai luas 441,70 ha, pada lereng curam seluas 498,50 ha, pada
lereng sangat miring seluas 16,90 ha, pada lereng miring seluas 87,30 ha, dan
pada lereng datar 51,30 ha. Untuk BDH Panggang, hutan yang berada pada
lereng sangat curam mempunyai luas 962,60 ha, pada lereng curam seluas
105,70 ha, pada lereng sangat miring seluas 57,10 ha, pada lereng miring seluas
268,70 ha, dan pada lereng datar seluas 203,30 ha.
Pada BDH Playen, dominasi luas hutan terjadi pada kemiringan datar
dengan luas 1.726 ha, diikuti oleh hutan pada lereng sangat miring seluas 1.538
ha, hutan pada lereng miring seluas 890,20 ha, dan hutan pada lereng sangat
curam seluas 158,40 ha. BDH Karangmojo memiliki hutan yang sebagian besar
berada pada lereng datar dengan luas 1.853,60 ha, sebagian lagi berada pada
lereng miring 842,60 ha, pada lereng sangat miring 221,90 ha, dan pada lereng
curam 278,60 ha. Untuk BDH Paliyan dominasi luas hutan juga berada pada
lereng datar dengan luas 1866,30 ha, diikuti hutan pada lereng miring seluas
1166,60 ha, hutan pada lereng sangat miring seluas 742,10 ha, hutan pada
lereng curam 6,20 ha, dan hutan pada lereng sangat curam 91,10 ha.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 24
2.1.6.4 Iklim
Daerah Istimewa Yogyakarta yang termasuk daerah tropika musim
dipengaruhi oleh hembusan angin Muson Barat dan Muson Timur
mengakibatkan terjadi musim penghujan dan musim kemarau yang silih
berganti sepanjang tahun. Kelembaban udara nisbi berkisar antara 65 - 95 %.
Pada musim hujan curah hujan bulanan maksimum dapat mencapai lebih dari
400 mm yang biasanya dapat terjadi antara bulan November - Maret. Pada
musim kemarau curah hujan bulanan minimum dapat kurang dari 100 mm yang
terjadi pada bulan Juli – September. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.500
– lebih dari 3.500 mm. Pada musim hujan jumlah hari hujan lebih dari 10 hari
perbulan. Di Daerah Istimewa Yogyakarta ada kecenderungan sebaran hujan
juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat dan mungkin juga jarak dari pantai.
Umumnya suhu udara berkisar antara 23,4° – 31,1° C.
Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, Daerah Istimewa
Yogyakarta mempunyai 3 tipe iklim yaitu B, C dan D. Sebagai gambaran kondisi
tipe iklim di DIY menurut Schmidt & Ferguson dapat dilihat dari Tabel 2.5.
berikut ini.
Tabel 2.5 Tipe Iklim Menurut Schmidt & Ferguson Untuk DIY
No. Tipe Iklim Penyebaran Keterangan
1 B Daerah lereng Gunung Merapi (2.911 m dpl) Kabupaten
Sleman
2 bulan kering dan minimum 9
bulan basah
2 C - Daerah kabupaten Sleman kecuali sekitar Kalasan
- Daerah kabupaten Gunung Kidul kecuali sebagian
Kecamatan Ponjong, Semanu, dan Rongkop.
- Daerah Kabupaten Bantul daerah sekitar Imogiri hingga
ke pantai Samas selatan Kecamatan Sanden.
- Daerah Kabupaten Kulon Progo kecuali sekitar sebagian
kecamatan Galur, Lendah, Piyungan dan Sedayu.
3 D - Sekitar Kalasan Kabupaten Sleman hingga keseluruhan
Kodya Yogyakarta dan sebagian besar Kabupaten Bantul ke
utara hingga sebagian besar wilayah Kecamatan Gamping
Kabupaten Sleman
4,5-6 bulan kering dan 6-7,5 bulan
basah
- Daerah kabupaten Gunung Kidul yaitu sekitar Kecamatan
Ponjong, Semanu, dan Rongkop
3-4,5 bulan kering dan 7,5-9 bulan
basah
Berdasarkan analisis peta curah hujan dengan peta BDH dapat dilihat
bahwa hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta terletak pada wilayah yang
memiliki curah hujan yang variatif, mulai dari 1500 mm/th sampai dengan lebih
dari 3500 mm/th. BDH Kulon Progo-Bantul merupakan BDH yang memiliki
wilayah dengan curah hujan paling variatif, yaitu : (a) 343,91 ha berada pada
wilayah dengan curah hujan 1500-2000 mm/th, (b) 155,4 ha berada pada
wilayah dengan curah hujan 2000-2500 mm/th, (c) 552,20 ha berada pada
wilayah dengan curah hujan 3000-3500 mm/th, dan (d) 1,09 ha berada pada
wilayah dengan curah hujan lebih dari 3500 mm/th. BDH Panggang memiliki
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 25
hutan yang keseluruhannya berada pada wilayah dengan curah hujan 2000-
2500 mm/th.
Hutan di BDH Karangmojo terbagi menjadi dua, yaitu hutan yang berada
pada wilayah dengan curah hujan 1500-2000 mm/th seluas 1538,16 ha dan
berada pada wilayah dengan curah hujan 2000-2500 mm/th seluas 1658,44 ha.
Kondisi hutan di BDH Playen juga memilliki kesamaan dengan BDH
Karangmojo, yaitu 3010,15 ha berada pada wilayah dengan curah hujan 1500-
2000 mm/th dan 1300,55 ha berada pada wilayah dengan curah hujan 2000-
2500 mm/th. Di BDH Paliyan, hutan yang berada pada wilayah dengan curah
hujan 1500-2000 mm/th seluas 3324,12 ha dan berada pada wilayah dengan
curah hujan 2000-2500 mm/th seluas 548,18 ha. Untuk BDH Kulon Progo,
hutan seluas 991,07 ha berada pada wilayah dengan curah hujan 2500-3000
mm/th dan 104,53 ha berada pada wilayah dengan curah hujan 3000-3500
mm/th. Dari uraian di atas tampak bahwa wilayah hutan yang berada di BDH
Kulon Progo-Bantul sebagian besar memiliki curah hujan yang cukup tinggi,
yaitu lebih dari 2500 mm/th, sehingga apabila dapat dijaga kelestariannya akan
sangat bermanfaat dalam proses peresapan air hujan menjadi air tanah. Untuk
hutan yang berda pada BDH di wilayah Gunungkidul seluruhnya berada pada
wilayah yang memilki curah hujan tidak terlalu tinggi, yaitu kurang dari 2500
mm/th.
2.1.7 Hidrologi
Secara garis besar hidrologi wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dapat
dibedakan menjadi hidrologi air permukaan dan hidrologi air tanah.
2.1.7.1 Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang mengalir di permukaan bumi setelah
dikurangi infiltrasi dan evapotranspirasi. Pola aliran di Daerah Istimewa
Yogyakarta sangat dipengaruhi oleh struktur geologi setempat. Ada berbagai
tipe pola aliran yaitu pola radial sentrifugal, paralel, dan pola trealis. Untuk
wilayah kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, Bantul, dan Kulon Progo bagian
utara dan Gunungkidul bagian barat mempunyai pola aliran radial sentrifugal,
sedangkan pola aliran sungai wilayah Kulonprogo bagian selatan adalah pola
paralel. Untuk Kabupaten Gunungkidul khususnya pada formasi batu gamping
mempunyai pola aliran trealis karena banyak berkembang struktur rekahan
(diaclas).
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 26
2.1.7.2 Air Tanah
Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat didalam
ruang-ruang antar butir tanah atau batuan yang membentuknya dalam retak-
retak batuan. Pada kawasan yang merupakan formasi Yogyakarta dan Sleman
hasil proses vulkanis Merapi merupakan kawasan dengan sumberdaya air tanah
yang bagus dengan cadangan melimpah. Ditinjau dari aspek DAS, di Propinsi
DIY terdapat 4 DAS yang cukup besar, yaitu : (a) DAS Progo, (b) DAS Opak-Oyo,
(c) DAS Serang, dan (D) DAS Bribin-Pegunungan Seribu. DAS Progo yang
bermuara di Samudera Hindia meliput sebagian wilayah Kabupaten Sleman,
Kota Yogyakarta, Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Bantul. DAS Progo
merupakan DAS yang cukup besar, berhulu di Gunung Sindoro-Gunung
Sumbing-Gunung Merbabu dan wilayah DIY merupakan bagian tengah dan hilir
dari DAS Progo tersebut. Beberapa Sub DAS di Daerah Istimewa Yogyakarta
yang bermuara di DAS Opak adalah SubDAS Krasak dan Sub DAS Bedog. Hutan
Daerah Istimewa Yogyakarta yang berada pada DAS Progo ini seluas 495,70 ha
dan merupakan bagian dari BDH Yogyakarta.
DAS Opak-Oyo merupakan DAS yang memiliki luas paling besar di
Daerah Istimewa Yogyakarta, membentang dari puncak Gunung Merapi sampai
dengan sebagian besar Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, Kabupaten
Gunungkidul dan Kabupaten Bantul. Beberapa Sub DAS yang bermuara di DAS
Opak-Oyo adalah Sub DAS Winongo, Sub DAS Code, Sub DAS Gajahwong, dan
Sub DAS Oyo. Seluruh hutan yang berada pada BDH Karangmojo (3.746,40 ha)
dan BDH Playen (4.276,60 ha) berada di wilayah DAS Opak Oya. Di samping itu
sebagian dari hutan yang berada di BDH Kulon Progo-Bantul, yaitu seluas
556,90 ha berada di wilayah DAS ini pula. DAS Serang berada di Kabupaten
Kulonprogo, yaitu di wilayah Kecamatan Kokap, Girimulyo, Pengasih, Wates,
dan Temon. Seluruh hutan yang ada di BDH Kulon Progo-Bantul seluas 1.095,60
ha berada di wilayah DAS Serang.
DAS Bribin Pegunungan Seribu sebagian besar terletak di wilayah
Kabupaten Gunungkidul bagian selatan yang meliput wilayah Kecamatan
Purwosari, Panggang, Saptosari, Paliyan, Wonosari, Tanjungsari, Tepus,
Semanu, Ponjong, Rongkop, dan Girisubo. Hutan yang berada di BDH Panggang
(2.232,70 ha) dan BDH Paliyan (4.206,30 ha) sebagian besar berada di wilayah
DAS Bribin-Pegunungan.
2.1.8 Sejarah Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta
Pengelolaan Hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak terlepas dari
sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam memperoleh kemerdekaannya.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 27
Sejarah pengelolaan hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta di mulai sejak zaman
penjajahan Belanda, yaitu zaman Pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels
yang membentuk Dienst van Het Boschwezen (setingkat Jawatan Kehutanan)
yang mengelola hutan Jawa dan Madura tahun 1873 (Staatsblad NO. 215,
TAHUN 1873). Jawatan ini menerbitkan Boschreglement van Java en Madoera
1913 dan Boschordonantie Voor Java En Madoera 1927, dimana membagi
kawasan pemangkuan hutan menjadi 13 Bagian Hutan (BH). Salah satunya BH
Surakarta dan Yogyakarta.
Pada jaman penjajahan Jepang, Jawatan Kehutanan Belanda (Dienst Van
Het Boschwezen) di ubah menjadi Ringyo Tyuoo Zimusyo. Selanjutnya pada
masa Kemerdekaan dibentuk Jawatan Kehutanan dibawah Menteri Pertanian
Kewenangan jawatan Kehutanan ditegaskan Dalam PP 26/1952.
Dalam pengelolaan hutan di Jawa dan Madura, Jawatan Kehutanan
membentuk Perum Perhutani berdasarkan PP 30 /1963, dimana untuk Bagian
Daerah Hutan Surakatra menjadi salah satu Bagian Hutan di Wilayah Perum
Perhutani, dan Bagian Hutan Yogyakarta tidak termasuk dan pengelolaannya
diserahkan kepada Pemerintah Provinsi DIY (Hal ini berkaitan dengan
kedudukan Keraton Yogyakarta dan Keistimewaan Yogyakarta, UU nomor
3/1955). Kondisi inilah yang membedakan pengelolaan hutan di Daerah
Istimewa Yogyakarta yang hingga saat ini Daerah Istimewa Yogyakarta
merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang mengelola kawasan hutan
negara.
Konsep Houtvesterij ini dicetuskan oleh A.E.J. BRUINSMA, kepala Brigade
Planologi Jawa Tengah di Salatiga pada tahun 1890, dan disetujui oleh
Pemerintah Hindia Belanda tahun 1892. Secara garis besar pengelolaan
kawasan hutan dengan pembentukan Planning Unit (Boschafdelling/Bagian
Hutan) dan manajemen organisasi pengelola hutan (organisasi teritorial) yang
efektif dan efisien. Dalam konsep Houtvesterij ini hutan jati ditata, dipetakan,
diinventarisasi, dan diekspolitasi secara swa-kelola sehingga tindakan
pengelolaan hutan dapat dilakukan lebih intensif. Konsep Houtvesterij
merupakan konsep Kesatuan Pemangkuan Hutan, dimana bukan hanya
mementingkan aspek teknik kehutanan semata, tetapi juga sudah memikirkan
aspek sosial ekonomi masyarakat khususnya desa-desa enklave, hanya belum
dielaborasi secara optimal karena eskalasi masalah sosial ekonomi masyarakat
saat itu relatif belum besar.
Pada awalnya konsep houtvesterij yang dirancang oleh Bruinsma sebatas
untuk menjamin kelestarian kegiatan di tingkat tegakan (Stand Level
Management) yaitu kegiatan: pembangunan hutan (forest establishment);
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 28
pemeliharaan hutan (forest culture); dan pemanenan (harvesting), dan belum
mencakup kegiatan Forest Product Management yaitu kegiatan pengolahan
hasil hutan (processing); dan pemasaran hasil hutan (marketing). Hal ini dapat
dipahami karena pada saat lahirnya konsep houtvesterij sistem penjualan kayu
jati masih dalam bentuk gelondongan (log), sehingga penekanan kelestarian
dalam konsep houtvesterij adalah agar setiap kegiatan teknik kehutanan
(penanaman, penjarangan, pemanenan) dapat berjalan kontinyu setiap tahun
dan tidak mengalami kerugian.
Konsep houtvesterij ini kemudian berkembang dan dipadukan dengan
konsep Tumpangsari oleh Buurman, Tabel Normal Tegakan Hutan Jati oleh Wolf
von Wulfing, dan metode Penjarangan hutan oleh Hartz.
Organisasi pengelolaan hutan berdasarkan konsep houtvesterij dibagi
dalam dua kelompok besar yaitu Planning Unit yang bertugas mengendalikan/
mengontrol kelestarian hasil (berupa standing stock), dan Management Unit
sebagai organisasi pengelolaan hutan yang berfungsi untuk pelaksanaan
kegiatan teknik kehutanan yang efektif dan efisien. Antara konsep planning unit
dengan management unit saling berdiri sendiri (terpisah dan mandiri), dan
tidak ada yang menjadi sub-ordinasi dari yang lain, akan tetapi keduanya
bersinergi untuk mencapai kelestarian hasil dan kelestarian perusahaan.
Organisasi management unit ini dibangun berdasarkan territorial atau
kewilayahan yang ditata berdasarkan kondisi bentang alam baik topografi,
geomorfologi, satuan DAS/Sub DAS atau yang berdekatan, kondisi biofisik,
bioecoregion dan lainnya, yang bertujuan untuk dapat dijadikan satu kesatuan
pengeloaan secara lestari. Oleh karena itu, kewilayahan kehutanan berbeda
(tidak selalu sama) dengan kewilayahan administratif pemerintahan. Tahapan
organisasi pengelolaan yang dibangun di tingkat management unit yaitu :
1. Houtvesterij (Daerah Hutan)
Pelaksanaan pengelolaan wilayah Houtvesterij ini dipimpin oleh seorang
Houtvester, yang pada era Jawatan Kehutanan dinamakan Kepala Daerah
Hutan (KDH), dan pada jaman Perhutani berubah menjadi
Administratur/Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (Adm/KKPH).
Houtvesterij ini berfungsi sebagai pengelola satu kesatuan kelestarian
hutan dalam wilayah houtvesterij. Houtvesterij ini bertugas untuk
melaksanakan fungsi-fungsi manajemen pengelolaan hutan mulai dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan dan
pengendalian terhadap kegiatan teknis seperti tata hutan dan penyusunan
rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 29
hutan, rehabilitasi hutan dan reklamasi, perlindungan hutan dan konservasi
alam. Daerah Hutan ini dibagi dalam beberapa Bagian Daerah Hutan (BDH).
2. Bagian Daerah Hutan (BDH)
Pada era Djatibedrijfs Kepala Bagian Daerah Hutan ini dinamakan Opziener,
pada jaman Jawatan Kehutanan disebut Kepala Bagian Daerah Hutan
(KBDH), dan pada di Perhutani dinamakan Asisten Perhutani (Asper) atau
Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (KBKPH). Dari istilah Opziener
tersebut maka pejabat ini lebih terkenal dengan sebutan Sinder. Tugas dari
Kepala BDH ini sebagai koordinator pelaksanaan fungsi teknis tata hutan
dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan,
penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan dan reklamasi, perlindungan
hutan dan konservasi alam.
3. Resort Polisi Hutan (RPH)
Resort Polisi Hutan (RPH) dalam perkembangannya mengalami perubahan,
Resort Polisi Hutan (RPH) sekarang dikenal dengan Resort Pengelolaan
Hutan (RPH) merupakan unit pengelolaan terkecil, untuk mengatur dan
melaksanakan kegiatan teknik kehutanan (penanaman, pemeliharaan dan
pemanenan, perlindungan dan konservasi) yang teratur dan efisien. Jabatan
ini dikenal dengan nama Kepala Resort Pengelolaan Hutan atau Mantri
Hutan.
Dalam perkembangannya, setelah kemerdekaan dan di bentuklah
Jawatan Kehutanan, Daerah Hutan Yogyakarta (houtvesterij) menjadi Dinas
Kehutanan. Dan pada tahun 2008 berdasarkan Perda nomor 36 Tahun 2008 dan
Peraturan Gubenur Nomor 40 tahun 2008 dibentuk UPTD Balai KPH Yogyakarta
yang mengelola kawasan hutan produksi, hutan konservasi dan hutan lindung
seluas 16.358,60 ha di Provinsi DIY. Kemudian pada tahun 2011 dilakukan
perubahan sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 721/Menhut-
II/2011 seluas 15.724,50 ha.
2.2 Potensi Wilayah KPH
2.2.1 Penutupan Vegetasi
Penutupan vegetasi hutan di wilayah KPH Yogyakarta sangat beragam,
umumnya merupakan hutan tanaman, namun yang paling dominan adalah
tanaman jati dan kayu putih. Pada tahun 1999 – 2000 hampir seluruh tanaman
jati mengalami kerusakan terutama berkait dengan adanya berbagai krisis pada
era reformasi. Penanaman kembali (rehabilitasi) hutan jati wilayah Balai KPH
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 30
Yogyakarta sudah dimulai bersamaan dengan adanya Gerakan Nasional
Rehabilitasi Lahan tahun 2003 dengan dana APBN dan juga rehabilitasi
tanaman dengan menggunakan dana APBD.
Ragam tegakan yang terdapat di wilayah kelola KPH Yogyakarta adalah
tegakan tanaman Jati, tanaman kayu putih, mahoni, Acasia auriculiformis, Acasia
catechu, Pinus merkusii, Kemiri, Kesambi, Gmelina, Gliricedea, Sono, Bambu,
Murbei, dan tanaman campuran. Penutupan vegetasi hutan di wilayah KPH
Yogyakarta sangat beragam, namun umumnya merupakan hutan tanaman. Jenis
tegakan yang paling dominan di KPH Yogyakarta adalah tanaman jati dan kayu
putih.
Berdasarkan hasil inventarisasi hutan yang dilakukan pada tahun 2012,
berikut ini adalah ragam penutupan vegetasi di KPH Yogyakarta.
Tabel 2.6 Sebaran Tanaman (Penutupan Vegetasi) di Balai KPH Yogyakarta menurut Inventarisasi Hutan Tahun 2012
HKm JatiKayu
PutihMahoni
Acacia
auri
Acacia
catechuPinus Kemiri Kesambi Gliricidea Sono Bambu Murbei Campur
1 PLAYEN 3.641,5 233,5 1.168,7 1.415,1 53,5 9,9 6,3 - 61,3 17,8 5,5 - 0,2 4,9 212,8
2 PALIYAN 4.206,3 327,4 2.398,0 434,7 6,5 100,9 - - - - - - - - 46,0
3 KARANGMOJO 3.746,4 450,9 577,6 2.325,2 2,9 30,4 1,5 - - - - 4,8 - - 119,0
4 PANGGANG 2.232,7 190,9 1.612,0 30,0 64,0 - - - - - - - - - 15,0
5KPROGO-
BANTUL1.897,6 129,2 404,7 303,8 24,9 67,8 - 130,0 98,0 - 12,4 36,5 5,0 - 454,8
15.724,5 1.331,9 6.161,0 4.508,8 151,8 209,0 7,8 130,0 159,3 17,8 17,9 41,3 5,2 4,9 847,6
100,00 8,47 39,18 28,67 0,97 1,33 0,05 0,83 1,01 0,11 0,11 0,26 0,03 0,03 5,39
Sumber : Inventarisasi Hutan, 2012
Prosentase
No BDH Luas (Ha)
STRUKTUR TEGAKAN (Diluar Areal HKm dan Hutan Pendidikan Wanagama)
Jumlah
Dari data pada tabel di atas nampak bahwa penutupan vegetasi di KPH
Yogyakarta didominasi oleh tanaman jati seluas 6.161,00 ha (39.18%) dan
tanaman kayu putih seluas 4.508,80 ha (28,67), mahoni 151.80 ha (0,97%),
Acasia auriculiformis 208,95 ha (1.33%), Acasia catechu 7,8 ha (0.05%), Pinus
130,00 ha (0.83%), Kemiri 159,3 ha (1,01%), Kesambi 17,8 ha (0.11%), Gmelina
1,00 ha (0,01%), Gliricedea 17,9 ha (0,08%), Sono 41,30 ha (0,26), Bambu 5,20
ha (0,03%), Murbei 4,90 ha (0,03%), dan campuran 847,60 ha (5,39%).
Secara nyata di kawasan hutan wilayah Balai KPH Yogyakarta, kawasan
yang terbuka secara murni tidak ada, namun terdapat kawasan tertentu yang
jumlah tegakannya kurang dari standar yang ditetapkan. Pengertian Tanah
Kosong (TK) yang dimaksudkan disini adalah suatu kawasan yang jumlah
tanaman/tegakan yang ada kurang dari 20% per hektar dari standar tanaman
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 31
yang ada. Sedangkan Bertumbuhan Kurang (BK) adalah suatu kawasan yang
jumlah tanaman/tegakan lebih dari 21% dan kurang dari 50% per hektar dari
standar tanaman yang ada. Selebihnya suatu kawasan yang jumlah tegakannya
lebih dari 50% disebut Normal.
Jumlah tanaman tegakan jati dalam satu satuan hektar dalam dekade
pananaman tidak selalu sama. Sebelum tahun 1980-an jarak tanam tanaman Jati
2x1 meter dengan jumlah tanaman 5.000 batang per hektar. Sedangkan pada
dekade tahun 1980 hingga tahun 2003 jarak tanam diperlebar menjadi 2x3
meter, sehingga jumlah tanaman jati persatuan hektar sebanyak 1.667 batang.
Hal ini dilakukan dengan pertimbangan, untuk memberikan ruang bagi
masyarakat sekitar hutan untuk dapat melakukan pengembangan usaha
pertanian dalam bentuk pesanggem. Selanjutnya pada dekade tahun 2003
hingga sekarang penanaman jati dilakukan pada Gerakan Nasional Rehabilitasi
Hutan dan Lahan (GNRHL) dengan jarak tanam 4x2,5 meter, sehingga terdapat
sebanyak 1.000 batang per hektar.
Pada tanaman kayu putih pun jarak tanam berbeda-beda, namun yang
paling banyak ditemui pada kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta adalah jarak
tanam 4x1 meter, sehingga jumlah tegakan kayu putih 2.500 batang per hektar.
Kebijakan intensifikasi pengelolaan pada tahun 2010 terus dilakukan. Dalam
kenyataannya di lapangan, jumlah tegakan kayu putih ini banyak yeng telah
berkurang karena berbagai gangguan hutan. Jumlah tanaman kayu putih yang
bervarisasi dari 700 batang per hektar hingga 2.500 batang per hektar. Secara
rata-rata jumlah tanaman kayu putih per hektar hanya 1.200 batang/hektar.
Didorong dengan fungsi tanaman kayu putih yang dulunya sebagai tanaman
konservasi yang sekarang memberikan hasil ikutan ekonomi berupa
pendapatan dari pengusahaan minyak kayu putih, mendorong kebijakan
intensifikasi tanaman kayu putih dilakukan untuk memenuhi kapasitas
produksi dan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terus meningkat.
Kebijakan intensifikasi tanaman kayu putih dilakukan dengan
meningkatkan jumlah tanaman kayu putih per hektar. Jumlah tanaman kayu
puti normal dengan jarak tanam 4 x 1 meter sebanyak 2.500 batang
ditingkatkan menjadi 3.334 batang per hektar (dengan pengkayaan dan jarak
tanam dengan sistem jalur 1,3 x 1.5 meter). Kebijakan peningkatan jumlah
satuan tanaman kayu putih per hektar yang dilakukan dari 2.500 batang/hektar
menjadi 3.334 batang per hektar akan menyebabkan jumlah petak yang
termasuk dalam kategori Bertumbuhan Kurang (BK) dan Tanah Kosong (TK)
meningkat.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 32
2.2.2 Potensi Kayu dan Non Kayu
Penutupan vegetasi pada wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta terdiri
dari beberapa jenis antara lain jati, kayu putih, sonokeling, pinus, kenanga,
mahoni, kemiri, gliricidea, akasia, murbei, dan bambu dengan luas yang
bervariasi. Namun demikian diantara keseluruhan jenis yang ditanam, hanya
jati dan kayu putih saja yang ditanam dalam luasan yang besar, karena jenis
yang lain hanya dengan luasan kecil dan bersifat sporadis. Dengan kata lain,
Balai KPH Yogyakarta memiliki potensi kayu dan non kayu yang cukup tinggi.
2.2.2.1 Potensi Kayu
Potensi kayu pada wilayah kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta yaitu
dari jenis jati, mahoni, acasia, gmelina, gliricecidea, sono, dan bambu yang
ditanam pada hutan produksi. Potensi kayu ini memberikan harapan untuk
produksi kayu yang lebih baik lagi baik secara kualitas maupun kuantitasnya
dan baik dalam bentuk kayu pertukangan maupun kayu bakar.
Sebagaimana dijelaskan di depan, bahwa kawasan hutan di wilayah Balai
KPH Yogyakarta pada masa reformasi banyak mengalami kerusakan dan mulai
tahun 2003 direhabilitasi melalui kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi dan
Lahan (GNRHL). Oleh karena itu, sebagaian besar tegakan yang ada masih
merupakan tegakan muda, berumur kurang dari 10 tahun. Namun demikian,
kedepan keberhasilan rehabilitasi hutan ini akan memberikan harapan untuk
produksi kayu.
2.2.2.2 Potensi Non Kayu
Potensi non kayu pada wilayah kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta
meliputi jenis tanaman Kayu Putih, Pinus, Kesambi, dan Murbai. Disamping itu,
dalam rangka pemberdayaan masyarakat di kawasan hutan juga dikembangkan
tanaman sela dengan pemanfaatan ruang tumbuh melalui budidaya rotan,
nanas, lebah madu, dan porang dengan melibatkan kelompok tani hutan di
sekitar hutan.
2.2.2.3 Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Hasil Hutan
Non Kayu
Dalam pengembangan usaha tani masyarakat sekitar hutan untuk
pemanfaatan hasil hutan non kayu dikembangkan berbagai kegiatan
perhutanan sosial dengan memanfaatkan ruang tumbuh di Kawasan Hutan yang
tidak mengganggu tanaman pokok. Usaha tani perhutanan sosial ini diantaranya
adalah pengembangan rotan, budidaya nenas, lebah madu, persuteraan alam,
dan Porang.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 33
a. Pengembangan Rotan
Usaha tani hutan budidaya rotan dikembangkan untuk memanfaatkan lahan
kawasan hutan yang tegakannya tidak dapat dilakukan tumpangsari untuk
tanaman pertanian lokal. Budidaya rotan dikembangkan di RPH Bibal BDH
Panggang seluas 10 ha (petak 108). Petak 108 RPH Bibal merupakan hutan
lindung yang berdekatan dengan permukiman masyarakat, sehingga
pemberdayaan usaha non kayu seperti budidaya rotan menjadi bagian yang
penting untuk dikembangkan. Usaha tani hutan budidaya rotan
dikembangkan untuk memanfaatkan lahan kawasan hutan yang tegakannya
tidak dapat dilakukan tumpangsari untuk tanaman pertanian lokal.
Budidaya rotan dikembangkan di RPH Bibal BDH Panggang seluas 10 ha
(petak 108). Petak 108 RPH Bibal merupakan hutan lindung yang
berdekatan dengan permukiman masyarakat, sehingga pemberdayaan
usaha non kayu seperti budidaya rotan menjadi bagian yang penting untuk
dikembangkan.
b. Budidaya Nanas
Usaha tani hutan budidaya nenas dikembangkan untuk memanfaatkan
lahan kawasan hutan yang tegakannya tidak dapat dilakukan tumpangsari
untuk tanaman pertanian lokal. Pengembangan budidaya nenas ini
diharapkan dapat memberdayakan masyarakat melalui hasil nenas yang
selanjutnya dengan sentuhan teknologi tepat guna dapat diolah menjadi
produk lanjutannya seperti sirup dan lainnya.
Budidaya Nenas dikembangkan di RPH Giring BDH Paliyan seluas 25 ha dan
RPH Mangunan di Blok Sudimoro III seluas 5 ha. Kelompok tani yang dibina
untuk mengembangkan di RPH Giring yaitu KTH Karya Lestari, KTH Karya
Maju, KTH Sido Rukun, KTH Ngudi Makmur dan KTH Manunggal. Hasilnya
cukup menggembirakan namun masyarakat terkendala dengan pasar yang
terbatas, sehingga pengelolaan budidaya nenas menjadi kurang optimal.
c. Lebah Madu
Usaha tani hutan berbasis ekonomi dalam bentuk lebah madu
dikembangkan BDH Paliyan di RPH Mulo dan BDH Kulon Progo - Bantul di
RPH Sermo dan RPH Mangunan.
Usaha tani ini pada tahun 2000 – 2004 fasilitasi dilakukan oleh Provinsi,
dan setelah itu dilimpahkan kepada Kabupaten/Kota. Usaha ini hingga
sekarang telah berhasil yang dibina oleh RPH masing-masing dan
dikembangkan secara mandiri oleh Kelompok tani.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 34
d. Persuteraan Alam
Usaha tani hutan berbasis ekonomi dalam bentuk persuteraan alam
dikembangkan BDH Playen dengan memanfaatkan tanaman murbai 4,9 Ha
di RPH Tahura dan RPH Gubugrubuh. Usaha ini dikembangkan sejak tahun
2000 – 2004 dengen memberdayakan 8 (delapan) Kelompok tani yaitu
Gading I, Gading II, Gading III, Gading IV, Gading V, Gading VI, Gading VII dan
kelompok tani hutan Gubug Rubuh.
Usaha tani ini pada awalnya mendapatkan hasil yang menggembirakan,
namun karena kurang intensifnya pengelolaan usaha tani ini menjadi
kurang berkembang. Demikian juga, pada tahun 2000 – 2004 fasilitasi
dilakukan oleh Provinsi, dan setelah itu dilimpahkan kepada
Kabupaten/Kota.
e. Porang
Tanaman porang dikembangkan oleh Balai KPH Yogyakarta karena porang
dianggap sebagai komoditas yang prospektif dan multi product. Porang
dapat digunakan untuk bahan baku lem, mie, kosmetik dan bahkan hasil
olahannya digunakan untuk bahan baku pembuatan lem pesawat terbang.
Porang ditanam sebagai tanaman sela/ tumpangsari dengan ciri tahan
naungan sehingga tanaman ini sangat cocok digunakan untuk tanaman
tumpangsari. Umumnya porang mulai ditanam ketika tegakan/ tanaman
pokok telah berumur 3 (tiga) tahun.
Tanaman porang dikembangkan di BDH Panggang yaitu Petak 109 RPH
Bibal, Petak 121 RPH Gebang, Petak 127 RPH Blimbing, dan BDH Paliyan
yaitu Petak 128 RPH Grogol. Tanaman ini dikembangkan pada tahun 2009
oleh kelompok tani dengan fasilitasi dari Balai KPH Yogyakarta.
2.2.3 Keberadaan Flora dan Fauna
2.2.3.1 Flora
Kawasan hutan wilayah Balai KPH Yogyakarta dengan penutupan
vegetasi hutan tanaman seperti jati, mahoni, akasia, gliricedea, gmelina, kayu
putih dan lainnya membuat keanekaragaman flora langka sangat terbatas.
Biodiversitas tanaman penutup lahan yang rendah serta keadaan tanah yang
marjinal ikut andil dalam minimnya keberadaan flora langka di wilayah hutan
Balai KPH Yogyakarta. Ada beberapa jenis flora langka yang dapat ditemui di
wilayah hutan sebagai salah satu nilai tambah bagi hutan di wilayah Balai KPH
Yogyakarta antara lain anggrek lokal, dlinggo dan walikukun.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 35
2.2.3.2 Fauna
Sama halnya dengan flora langka, fauna langka yang terdapat di dalam
wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta juga sangat terbatas. Hal inilah yang perlu
dikaji lebih lanjut bahwa hutan bukan hanya memuat komposisi tegakan saja
tetapi juga konservasi terhadap flora dan fauna yang ada didalamnya sehingga
kelak diharapkan ada strategi pengelolaan hutan yang dapat memuat hal
tersebut untuk kedepannya. Fauna langka yang masih banyak ditemui di
wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta yaitu jenis aves, mamalia dan reptilia
sebagaimana disajikan pada Tabel 2.7 sebagai berikut.
Tabel 2.7 Hasil Pendataan Satwa Langka di Wilayah Balai KPH Yogyakarta
NO. FAMILI NAMA ILMIAH
1 Kutilang Picnonotus aurigaster
2 Penjak Phyloscocum moratus
3 Pelatuk Pinopitum javaense
4 Sriti Hirundo rustica guturalis
5 Perkutut Geopeliaq striata
6 Sesap madu Anthereptes malacensis
7 Elang bido Spilornis cheela
8 Ayam hutan Gallus sp
9 Kepodang Oriolus cinensis
10 Radja udang Alcheldo atthis
11 Puyuh Turnix suscifator
12 Trotokan Pycnonotus quaivier
13 Emprit Lonchura maja
14 Srigunting Diorurus sp
15 Burung hantu Bubu sp
16 Dekukur Streptopilia chinensis
1 Babi hutan Sus scrofa
2 Garangan Herpetes javanicus
3 Musang Paradoxurus sp
4 Tupai Tupaia javanica
5 Tikus sawah Ratus sp
6 Kijang Muntiacus muntjak
1 Ular sowo Phyton sp
2 Ular air Pytas curus
3 Ular dahan Dryphis prasimus
II
ReptiliaIII
NAMA DAERAH/LOKAL
I Aves
Mamalia
2.2.4 Potensi Lingkungan dan Jasa Wisata
Potensi wisata yang berada pada kawasan hutan dan atau wilayah lahan
milik yang berdekatan dengan kawasan hutan di Balai KPH Yogyakarta cukup
banyak, namun sebagian besar belum tersentuh dalam pengembangan wisata
baik lokal maupun regional. Beberapa potensi wisata tersebut antara lain
sebagai berikut :
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 36
1. BDH Playen
a. Goa Rancang
Goa Rancang terdapat di sekitar kawasan hutan petak 74 RPH
Gubugrubug BDH Playen. Kawasan ini telah menjadi wisata bagi
pengunjung untuk melihat keunikan goa berupa patahan stalaktit
yang masih mengeluarkan tetesan air. Dan di atas goa tersebut,
terdapat pohon beringin yang banyak digunakan sebagai wisata
spiritual.
Goa Rancang ini terdapat di Dusun Rancang, Desa Menggoran, yang
berbatasan dengan petak 74 RPH Gubugrubuh BDH Playen. Pada
petak 74 ini telah dibangun camping ground yang dibangun
Departemen Kehutanan (pada waktu itu Kantor Wilayah Kehutanan
Provinsi DIY) yang diserahkan kepada Saka Wana Bhakti. Camping
ground ini telah dilengkapi dengan fasilitas kantor, MCK dan lainnya.
Kondisi pengelolaan yang terbatas di era otonomi menyebabkan
camping ground dan sarana prasarananya rusak dan tidak terawat.
b. Air Terjun Sri Gethuk
Air terjun Sri Gethuk terdapat di RPH Gubugrubuh di sekitar desa
Bleberan, kecamatan Playen, Gunung Kidul. Air terjun ini telah
menarik banyak wisatawan untuk mengunjunginya.
Air terjun ini cukup menarik, untuk dapat melihat air terjun tersebut
wisatawan dapat menempuh dua cara yaitu dengan menggunakan
kapal dan dengan berjalan kaki menyusuri sawah yang sejajar
dengan puncak air tejun. Selain dapat melihat kiindahan air terjun di
daerah krast wisatawan juga dapat berenang di sungai yang terdapat
di bawah air terjun tersebut. Sungai yang menghubungkan antara
tempat parkir dengan air terjun tersebut mempunyai kedalaman
sekitar 4 meter dengan disepajang sungai terdapat dinding krast
yang dengan ketinggian sekitar 3.5 meter, sehingga menambah idah
pemandangan objek wisata tersebut.
2. BDH Karangmojo
a. Goa Pindul
Goa Pindul berada di Dusun Gelaran I, Desa Bejiharjo, Karangmojo
tepat berbatasan dengan Petak 45 RPH Gelaran, berdekatan dengan
Pabrik Minyak Kayu Putih Gelaran. Gua ini dialiri oleh aliran sungai
dibawah tanah dengan panjang total 300 meter, lebar rata-rata 5
sampai 6 meter, dengan kedalaman air 5,5 meter dan tinggi gua 4,5
meter (dari permukaan air). Hal yang sangat menarik dari Gua
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 37
Pindul ini adalah tipe karakteristik aliran air didalam gua yang cukup
tenang sehingga ketika kita melakukan penyusuran tidak diperlukan
keterampilan khusus untuk dapat menyusurinya selain itu Goa
Pindul ini juga merupakan tempat yang cocok untuk segala usia.
Nama Goa Pindul berasal dari sebuah kisah dimana ada seorang
pemuda yang bernama Joko Singlulung mencari ayahnya yang hilang,
dengan menyusuri banyak hutan dan goa, tiba-tiba dia terantuk
kepalanya di salah satu batu di goa ini, goa dimana dia terantuk
inilah akhirnya dinamakan Goa Pindul. Saat anda melakukan susur
gua di Goa Pindul ini, anda akan menemukan sebuah stalaktit yang
sudah menyatu dengan stalakmit sehingga tampak seperti sebuah
pilar dengan ukuran lebar lima rentangan tangan orang dewasa,
kilauan stalakmit dan stalagmit yang berwarna putih kristal di
berbagai sudut di gua inilah yang akan membuat anda terpesona
oleh keindahan Goa Pindul ini.
b. Goa Semanu
Pada kawasan hutan di RPH Semanu terdapat goa yang masih asli.
Goa ini merupakan bagian dari salah satu goa di Gunungkidul yang
merupakan kawasan karst. Hingga saat ini goa ini belum ditata dan
digarap untuk tujuan wisata.
3. BDH Kulon Progo-Bantul
a. Mata Air Bengkung
Mata air Bengkung berada di Hutan Pinus yang terletak di Blok
Sudimoro II, RPH Mangunan. Mata air ini memiliki riwayat historis
yang tinggi, di sekitar mata air Bengkung ini terdapat makam Sultan
Agung IX dan makam raja-raja Mataram sehingga air yang terdapat
pada mata air Bengkung ini dianggap sebagai air suci oleh khalayak.
Banyak legenda yang terkait dengan mata air Bengkung, salah satu
legenda menceritakan bahwa pada saat Sultan Agung IX
mengamanatkan kepada para punggawanya “apabila meninggal
nanti meminta kepada punggawa dan keluarganya untuk
memakamkan dirinya di Tanah Suci Mekah, namun para punggawa
dan keluarganya tidak mengijinkan, selanjutnya, disarankan untuk
dimakamkan di tanah Jawa yang setara dengan tanah suci Mekah.
Kemudian Sultan Agung mengambil tanah satu genggaman
kemudian melemparkannya dan dimana lemparan tanah itu berada
beliau minta dimakamkan di situ. Suatu hari Sultan Agung IX
bersama punggawanya mencari tanah itu, dan disuatu tempat
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 38
ditemukan tanah itu di Desa Bengkung. Saat itu, beliau kehausan dan
disabdanya tanah yang ada tersebut menjadi mata air Bengkung.
Wisata mata air Bengkung ini belum ditata secara baik, penataannya
lebih mengarah kepada Makam Raja-raja Mataram di Imogori.
Kawasan mata air Bengkung ini telah ditata oleh Balai KPH
Yogyakarta seluas 6 hektar, yang merupakan hutan Pinus.
b. Panorama Waduk Sermo
Waduk Sermo yang berdampingan dengan kawasan hutan di BDH
Kulon Progo-Bantul menjadikan daya tarik dalam pengembangan
wisata di BDH ini khususnya bagi RPH Sermo. Waduk Sermo yang
terletak di Bukit Menoreh, tepatnya di Dusun Sermo, Desa
Hargowilis, Kecamatan Kokap ini dapat ditempuh dengan perjalanan
kurang lebih 6 km dari Kota Wates ke arah barat.
Waduk ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 20
November 1996 dengan membendung Sungai Ngrancah. Sejak saat
itu Waduk Sermo menjadi sumber air utama di bidang pertanian
untuk daerah sekitarnya. Luas genangan air Waduk Sermo menurut
Pemkab Kulonprogo adalah kurang lebih 157 ha dengan kondisi air
yang masih jernih serta bentuknya berkelok-kelok. Waduk ini dapat
menampung air 25 juta meter kubik dan dibangun selama dua tahun
delapan bulan.
Upaya pengembangan wisata di BDH Kulon Progo-Bantul ini
dilakukan oleh Kelompok Tani pemegang IUP HKm di Kalibiru, IUP
HK ini berada di Hutan Lindung, sehingga pemanfaatan jasa
lingkungan dan non kayu dikembangkan. Kelompok tani ini telah
membangun pondok penginapan bagi para wisatawan dan berbagai
fasilitas lainnya. Atraksi yang ditawarkan adalah pemandangan alam,
outbound dan juga Flying Fox. Bagi wisatawan yang tidak
menghendaki untuk menginap atraksi yang ditawarkan adalah
outbound dengan menelusuri jalan setapak batas hutan yang masih
belum mengalami pengerasan dan dengan suasana alam yang masih
hijau serta belum tercemar polusi.
4. BDH Panggang
a. Goa di RPH Gebang
Potensi wisata yang terdapat di BDH Panggang ini mayoritas masih
belum tergarap dan tertata secara baik. Kawasan hutan di BDH
Panggang hampir sama dengan BDH lainnya dimana kawasan karst
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 39
dan goa terdapat di wilayah ini. Salah satu goa yang terdapat di RPH
Gebang dengan kedalaman 10 meter. Menariknya adalah goa ini
merupakan bagian dari aliran sungai bawah tanah.
b. Kolam Ikan di RPH Pucanganom
Secara historis, RPH Pucanganom merupakan Hutan AB, sebelum
hutan AB ini ditetapkan menjadi kawasan hutan definitif oleh
Menteri Kehutanan, kawasan hutan ini telah banyak digunakan
masyarakat untuk pertanian (dalam arti luas). Salah satu obyek
potensi wisata yang berada di RPH Pucanganom yaitu berupa
sumber air yang telah ditata menjadi obyek wisata pemancingan.
Kelompok Tani Hutan (KTH) yang mengampu selain membantu
dalam pembangunan hutan KTH juga memanfaatkan kolam tersebut
untuk usaha perikanan berbasis hutan (agrofishery) sehingga hutan
kembali bermanfaat dalam menghasilkan produk sampingan selain
hasil hutan.
5. BDH Paliyan
a. Goa Ngingrong
Goa Ngingrong terlatak di Petak 156, RPH Mulo. Goa ini merupakan
patahan dari batuan kapur, yang memiliki kedalaman hingga 80
meter dengan luas hampir 1 ha. Bentuk permukaan atas dalam goa
ini hampir menyerupai kawah. Terdapat 2 buah bentuk kawah yaitu
bagian yang besar dan kecil. Antara kawah besar dan kecil
dihubungkan goa, yang merupakan aliran bawah tanah. Goa dan
aliran bawah tanah ini menurut masyarakat di wilayah tersebut,
terhubung dengan Laut Selatan (Samudera Indonesia).
b. Goa Luweng
Goa Luweng terletak di Petak 144 RPH Giring. Goa ini juga
merupakan patahan pengunungan yang menyerupai kawah dengan
kedalaman kurang lebih 50 meter. Pada bagain bawah terdapat goa
yang merupakan aliran air bawah tanah yang menuju ke Pantai
Baron.
c. Gunung Bagus
Gunung Bagus ini merupakan obyek wisata yang potensial karena
lekatnya historis yang tidak dapat terpisahkan dari keberadaan
makam Joko Tarup dan Dewi Nawangsih pada puncak gunung ini.
Dengan alasan inilah maka gunung ini kerap dikunjungi untuk acara
ritual dan wisata budaya. Gunung Bagus terletak di petak 149 RPH
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 40
Giring. Sekitar 2 km dibawah Gunung Bagus atau tepatnya di depan
Kemantren Giring, terdapat sungai yang konon kabarnya merupakan
tempat mandi bidadari (Nawangsih) yang menurut legenda
selendang Nawangsih diambil oleh Joko Tarup sehingga Nawangsih
tidak dapat kembali ke kahyangan dan kemudian diperistri oleh Joko
Tarup.
Kawasan gunung Bagus ini ramai dikunjungi oleh wisatawan pada
hari tertentu sebagai wisata ritual Jawa. Kawasan obyek wisata
gunung Bagus ini sebagian telah ditata oleh Dinas Pariwisata
Kabupaten Gunungkidul.
2.3 Sosial Budaya Masyarakat
Kawasan hutan di wilayah Balai KPH Yogyakarta tersebar pada 3 (tiga)
kabupaten yaitu Kabupaten Gunungkidul, Bantul dan Kulon Progo. Secara
umum, potret masyarakat sekitar hutan wilayah KPH Yogyakarta terkait dengan
kondisi demografi Daerah Istimewa Yogyakarta, antara lain : (a) kepadatan yang
tinggi, (b) mempunyai semangat hidup (struggle of life) yang tinggi; (c)
mobilitas tinggi; dan (d) mempunyai budaya yang tinggi.
2.3.1 Karakter Masyarakat Sekitar Hutan
Dalam kaitannya dengan budaya, masyarakat Daerah Istimewa
Yogyakarta mempunyai karakteristik, diantaranya : (a) umumnya berorientasi
maju, kondisi ini tidak terlepas dari peranan Yogyakarta sebagai pusat
pendidikan; (b) pandangan hidup yang luhur dalam mewujudkan keseimbangan
hidup antara manusia, alam dan lingkungannya (living in harmony). Pandangan
hidup ini diilhami dari filosofi hidup ”Hammemayu Hayuning Bawono”. Dan
(c) tingkat sosial yang tinggi yang ditunjukkan dengan semangat
kegotongroyongan yang tinggi.
Dalam kaitannya dengan aspek sosial budaya masyarakat sekitar hutan
di wilayah Balai KPH Yogyakarta. Masyarakat memiliki keterkaitan dengan
hutan baik dalam pemungutan hasil hutan non kayu, pemanfaatan lahan dalam
bentuk pesanggem dan lainnya. Budaya masyarakat dalam kaitannya dengan
tanaman kehutanan diantaranya, masyarakat sangat menyukai tanaman jati.
Penggunaan kayu jati untuk bangunan rumah dan dan sarana prasarananya
menjadikan lambang strata kehidupan di masyarakat Yogyakarta.
Disisi lain masyarakat memiliki keterbatasan antara lain : (a) kehidupan
yang terkait dengan resources endownment (sumberdaya yang dikuasai),
umumnya masyarakat (petani sekitar hutan) mempunyai lahan yang terbatas
(marginal, sebagian besar merupakan batu bertanah), modal terbatas,
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 41
pendidikan yang relatif rendah, daya absorbsi teknologi lemah dan kemampuan
memanfaatakan pasar terbatas; (b) orientasi jangka pendek; dan (c) kemitraan
yang lemah.
Persoalan resources endownment ini berkaitan dengan isu kemiskinan.
Masalah kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan tidak dapat
diselesaikan apabila hanya ditinjau dari satu sektor saja. Balai KPH Yogyakarta,
mempunyai peranan penting dalam pengentasan kemiskinan baik dalam
membuka lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan ketahanan
pangan melalui berbagai kegiatan kehutanan yang bersifat prosperity approach
seperti pesanggem dan berbagai pengembangan usaha tani kehutanan.
Tingkat kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Maret 2010
tercatat sebesar 16,83%. Garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada
Maret 2010 sebesar Rp. 224 258,- per kapita per bulan. Jumlah penduduk
miskin, yaitu penduduk yang konsumsinya berada di bawah garis kemiskinan,
pada Maret 2010 di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 577,30 ribu orang.
Jika dibandingkan dengan keadaan Maret 2009 yang jumlahnya mencapai 585,8
ribu orang, berarti jumlah penduduk miskin berkurang sebanyak 8,5 ribu orang
dalam setahun.
Tingkat kemiskinan, yaitu persentase penduduk miskin dari seluruh
penduduk, di Daerah Istimewa Yogyakarta pada Maret 2010 sebesar 16,83%.
Apabila dibandingkan dengan keadaan Maret Tahun 2009 yang besarnya
17,23% berarti ada sedikit gejala penurunan sebesar 0,40% selama setahun.
1. Kabupaten Gunungkidul
Jumlah penduduk Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2010 berjumlah
sebanyak 759.040 jiwa terdiri 271.006 laki-laki dan 388.034 perempuan.
Rata-rata kepadatan penduduk 511 jiwa per km2, dengan persebaran
kepadatan tertinggi di Kecamatan Wonosari, sebagai ibukota kabupaten
yang mencapai 1.047 jiwa per km2 dan terendah di Kecamatan Panggang
284 jiwa per km2. Jumlah rumah tangga sebanyak 155.629 rumah tangga
sehingga rata-rata jumlah jiwa per rumah tangga sebesar 5 jiwa dan dengan
pertumbuhan penduduk 0,4%.
Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, yang berada pada usia angkatan
kerja mencapai 636.052 jiwa, terdiri angkatan kerja 382.774 jiwa dan
bukan angkatan kerja 253.278 jiwa. Jumlah angkatan kerja yang mencapai
382.774 jiwa meliputi 363.053 jiwa yang bekerja, sedang 19.721 jiwa
hingga kini masih pengangguran.
Kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul ini pada tahun 2010 tercatat
sebanyak 173.500 orang atau sebesar 25,96% dari penduduk Kabupaten
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 42
Gunungkidul. Dari jumlah ini sebanyak 9.636 orang (5,6%) bekerja di
hutan sebagai pesanggem. Nilai ini belum termasuk tenaga pabrik minyak
kayu putih, peserta HKm dan HTR serta kegiatan usaha tani lainnya. Jumlah
penduduk miskin Kabupaten Gunungkidul sebanyak 173.500 orang
tersebut sebesar 18% (atau 13.405 KK miskin) berada di sekitar hutan.
Oleh karena itulah pembangunan hutan yang berkesinambungan dan turut
menyertakan masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaannya diharapkan
dapat membantu beban kerja pemerintah dalam upaya pemberantasan
kemiskinan di Indonesia.
Kemampuan pengentasan kemiskinan melalui pembangunan kehutanan
pada masing-masing BDH di wilayah KPH Yogyakarta memliki karakteristik
yang berbeda-beda, tergantung pada kondisi wilayah dan pola
pengelolaannya. Gambaran pengentasan kemiskinan pada masing-masing
BDH di Kabupaten Gunungkidul sebagai berikut :
a. BDH Karangmojo
Ada enam kecamatan yang berada di dalam wilayah BDH Karangmojo
yaitu Kecamatan Wonosari, Karangmojo, Semanu, Nglipar, Rongkop dan
Tepus. Desa atau kelurahan yang berdekatan atau berdampingan dengan
kawasan hutan negara di BDH Karangmojo tercatat sebanyak 24
desa/kelurahan.
Dari 24 kelurahan tersebut tercatat keluarga miskin sebanyak 7.995
keluarga miskin dan diantara keluarga miskin tersebut yang ikut
berperan aktif sebagai pesanggem (atau bekerja dalam kegiatan
kehutanan) sebanyak 2.722 KK atau sebanyak 34,05%. Gambaran
mengenai sebaran penduduk miskin di sekitar BDH Karangmojo yang
hidupnya tergantung pada hutan tersaji pada Tabel 2.8 sebagai berikut.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 43
Tabel 2.8 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya Tergantung dari Hutan Pada BDH Karangmojo
Miskin (%) SD SLTP SLTA PT KK% (pddk
miskin)% pddk
1 WONOSARI
a. Wunung 1.005,00 3.467,00 1.002,00 249,00 24,85 0,41 83,79 7,83 56,05 31,17 4,95 100,00 40,16 9,98
b. Candi 600,00 6.072,00 1.818,00 186,00 10,23 0,36 80,28 10,11 45,22 40,21 4,46 56,00 30,11 3,08
c. Mulo 694,00 4.355,00 1.308,00 163,00 12,46 0,42 79,89 13,13 40,11 38,20 8,56 36,00 22,09 2,75
d. Wareng 658,80 3.972,00 1.049,00 93,00 8,87 0,32 70,61 15,12 45,13 25,30 14,45 15,00 16,13 1,43
e. Karang Tengah 524,00 7.282,00 2.114,00 245,00 11,59 0,41 78,10 11,20 30,30 40,10 18,40 19,00 7,76 0,90
2 KARANGMOJO
a. Karangmojo 1.114,58 7.470,00 2.349,00 466,00 19,84 0,41 84,30 5,20 32,20 40,20 22,40 161,00 34,55 6,85
b. Beliharjo 2.200,94 15.770,00 3.899,00 748,00 19,18 0,42 85,20 5,60 45,40 42,60 16,40 432,00 57,75 11,08
c. Jatiayu 1.280,49 7.472,00 1.793,00 508,00 28,33 0,40 82,10 4,50 32,10 40,20 23,20 100,00 19,69 5,58
d. Ngawis 835,54 3.673,00 1.099,00 270,00 24,57 0,41 81,50 7,20 34,20 42,60 16,00 24,00 8,89 2,18
3 SEMANU
a. Pacarejo 3.074,31 15.973,00 4.808,00 851,00 17,70 0,42 79,60 10,22 50,20 35,00 4,58 100,00 11,75 2,08
b. Candirejo 2.203,85 8.837,00 1.985,00 367,00 18,49 0,37 81,20 9,35 45,20 40,20 5,25 289,00 78,75 14,56
c. Ngeposari 1.674,35 9.311,00 2.577,00 429,00 16,65 0,39 80,90 12,20 40,50 43,20 4,10 228,00 53,15 8,85
d. Semanu 1.646,30 15.790,00 3.530,00 586,00 16,60 0,40 81,20 11,40 40,20 42,60 5,80 80,00 13,65 2,27
4 NGLIPAR
a. Nglipar 1.332,80 4.456,00 1.051,00 239,00 22,74 0,38 76,00 9,22 49,90 35,02 5,86 129,00 53,97 12,27
b. Pengkol 883,80 5.376,00 1.519,00 319,00 21,00 0,42 77,00 10,25 46,10 41,20 2,45 50,00 15,67 3,29
c. Kedungpoh 1.080,00 5.644,00 1.468,00 265,00 18,05 0,35 79,20 10,21 42,60 40,12 7,07 75,00 28,30 5,11
d. Kedungkeris 1.061,80 4.898,00 1.157,00 225,00 19,45 0,40 80,20 11,50 42,31 42,60 3,59 277,00 123,11 23,94
e. Katongan 1.356,10 5.065,00 1.270,00 255,00 20,08 0,38 82,10 9,10 44,20 41,20 5,50 47,00 18,43 3,70
f. Natah 796,80 3.669,00 956,00 194,00 20,29 0,37 79,00 11,10 42,30 42,50 4,10 52,00 26,80 5,44
g. Pilangrejo 875,80 3.548,00 910,00 212,00 23,30 0,40 77,90 11,90 41,30 42,60 4,20 36,00 16,98 3,96
5 RONGKOP
a. Semugih 1.155,70 4.773,00 1.263,00 270,00 21,38 0,37 83,79 8,73 56,05 32,10 3,12 94,00 34,81 7,44
b. Karangwuni 1.102,60 4.218,00 905,00 235,00 25,97 0,40 80,28 9,56 45,22 39,50 5,72 115,00 48,94 12,71
6 TEPUS
a. Kemadang 1.928,50 6.405,00 1.642,00 289,00 17,60 0,41 80,00 11,50 45,40 40,10 3,00 112,00 38,75 6,82
b. Gayamrejo 1.334,90 5.691,00 1.467,00 331,00 22,56 0,39 82,00 11,40 41,98 42,60 4,02 95,00 28,70 6,48
Jumlah 30.420,96 163.187,00 42.939,00 7.995,00 18,62 0,39 80,26 9,90 42,67 39,21 8,22 2.722,00 34,05 6,34
Pertumb
Penduduk
(%)
Usia Angk
Kerja (%)
Tingkat Pendidikan Masy tgt pd hutan
Ket
KK
NoKecamatan/Desa
(Sekitar Hutan)Luas (Ha)
Jml Penduduk
(Jiwa)KK
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 44
b. BDH Playen
Wilayah BDH Playen yang memiliki akses yang terbuka dan
berdampingan dengan wilayah kabupaten Bantul dan kecamatan Paliyan,
memberikan akses tidak hanya bagi masyarakat sekitar hutan di
Kecamatan Playen melainkan juga masyarakat di Kecamatan Paliyan
serta masyarakat di kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul.
Cakupan wilayah BDH Playen yang cukup tersebar secara luas,
memberdayakan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan
sebanyak 5.660 KK baik dalam pengelolaan hutan negara maupun dalam
pemungutan hasil daun kayu putih. Jumlah ini melebihi dari jumlah
penduduk miskin sekitar hutan BDH Playen yaitu hanya 2.595 KK. Hal
ini menunjukkan bahwa akses pengelolaan hutan ternyata tidak hanya
menampung bagi masyarakat miskin tetapi masyarakat yang tergolong
mampu pun juga ikut serta dalam kegiatan pengeloaan hutan.
Karakteristik ini sangat menarik, dan berkaitan dengan budaya
masyarakat bahwa proses pemberdayaan masyarakat kehutanan tidak
hanya bagi masyarakat yang tidak mampu.
Jumlah masyarakat dari kecamatan lain yang bekerja di wilayah hutan
BDH Playen 920 KK yang datang dari Kecamatan Paliyan sebanyak 327
KK dan dari Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul sebanyak 593 orang
(khususnya Desa Jatimulyo dan Dlingo). Peran kehutanan dalam
memberdayakan masyarakat di BDH Playen bagi masyarakat sekitar
hutan menopang sebesar 35,37% dari jumlah penduduk sekitar hutan
yang ada. Kondisi sebaran masyarakat dalam pengelolaan hutan di BDH
Playen disajikan pada Tabel 2.9 sebagai berikut.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 45
Tabel 2.9 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya Tergantung dari Hutan Pada BDH Playen
Miskin (%) SD SLTP SLTA PT KK% (pddk
miskin)% pddk
1 PLAYEN
a. Banyusoco 2.035,10 6.405,00 2.011,00 252,00 12,53 0,39 82,00 10,22 48,20 37,00 4,58 676,00 268,25 33,62
b. Bleberan 1.626,10 9.311,00 2.600,00 316,00 12,15 0,41 81,00 9,26 45,20 40,21 5,33 1.119,00 354,11 43,04
c. Getas 723,20 3.669,00 1.250,00 236,00 18,88 0,37 79,20 10,23 45,44 39,21 5,12 1.691,00 716,53 135,28
d. Playen 430,80 2.556,00 987,00 228,00 23,10 0,40 79,00 8,50 40,21 44,00 7,29 111,00 48,68 11,25
e. Gading 1.311,30 5.600,00 1.909,00 236,00 12,36 0,37 75,00 7,20 40,41 39,20 13,19 391,00 165,68 20,48
f. Banaran 751,10 3.255,00 1.521,00 279,00 18,34 0,39 76,00 8,50 42,30 40,10 9,10 378,00 135,48 24,85
g. Ngleri 986,40 3.552,00 1.449,00 148,00 10,21 0,40 78,00 9,90 40,00 41,60 8,50 374,00 252,70 25,81
2 PALIYAN
a. Karangduwet 1.744,00 7.043,00 1.761,00 360,00 20,45 0,41 78,00 12,00 45,20 39,00 3,80 327,00 90,83 18,57
3 DLINGO (Bantul)
a/ Dlingo 1.284,63 7.255,00 1.814,00 325,00 17,92 0,39 80,00 10,00 42,12 39,21 8,67 421,00 129,54 23,21
b. Jatimulyo 775,86 2.800,00 700,00 215,00 30,71 0,38 81,00 12,00 45,20 38,34 4,46 172,00 80,00 24,57
Jumlah 11.668,49 51.446,00 16.002,00 2.595,00 16,22 0,39 78,92 9,78 43,43 39,79 7,00 5.660,00 218,11 35,37
Pertumb
Penduduk
(%)
Usia Angk
Kerja (%)
Tingkat Pendidikan Masy tgt pd hutan
Ket
KK
NoKecamatan/Desa
(Sekitar Hutan)Luas (Ha)
Jml Penduduk
(Jiwa)KK
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 46
c. BDH Paliyan
Wilayah BDH Paliyan juga memberikan akses pengentasan dan
pemberdayaan masyarakat sekitar hutan yang tidak kalah dengan BDH
Playen dan Karangmojo. Jumlah keluarga miskin yang berada di sekitar
hutan BDH Paliyan sebanyak 8.240 KK, sementara yang diberdayakan
dalam kegiatan pengelolaan hutan di BDH Paliyan sebanyak 662 KK
(44,55% dari KK miskin). Data sebaran penduduk miskin dan keluarga
miskin yang diberdayakan di BDH Paliyan disajikan pada Tabel 2.10.
d. BDH Panggang
Penduduk miskin sekitar hutan di wilayah BDH Panggang sebanyak 8
kelurahan dengan jumlah 1329 KK (atau sebesar 19,18% dari KK
miskin). Pengelolaan hutan di wilayah BDH Panggang mampu
memberdayakan sebesar 637 KK (47,93% dari KK miskin). Data sebaran
dan pemberdayaan KK miskin di BDH Panggang disajikan Tabel 2.11.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 47
Tabel 2.10 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya Tergantung dari Hutan pada BDH Paliyan
Miskin (%) SD SLTP SLTA PT KK% (KK
miskin)% (KK)
1 PALIYAN
a. Karangduwet 1.744,00 7.043,00 1.761,00 360,00 20,45 0,41 78,00 12,00 45,20 39,00 3,80 214,00 59,44 12,15
b. Karangasem 1.268,00 7.914,00 1.979,00 347,00 17,54 0,40 80,00 11,20 45,20 40,10 3,50 211,00 60,81 10,66
c. Mulusan 779,00 5.348,00 1.337,00 127,00 9,50 0,39 80,20 10,59 44,28 39,21 5,92 45,00 35,43 3,37
d. Giring 1.014,00 3.131,00 783,00 126,00 16,10 0,40 79,20 9,20 42,00 44,00 4,80 55,00 43,65 7,03
e. Sodo 172,00 4.852,00 1.213,00 221,00 18,22 0,38 79,10 12,80 47,20 39,20 0,80 45,00 20,36 3,71
f. Pampang 371,00 2.680,00 670,00 164,00 24,48 0,39 77,20 12,21 42,30 40,20 5,29 67,00 40,85 10,00
g. Grogol 459,00 2.393,00 598,00 141,00 23,57 0,71 76,90 10,10 43,20 43,20 3,50 25,00 17,73 4,18
Jumlah 5.807,00 33.361,00 8.341,00 1.486,00 17,82 0,40 78,66 11,16 44,20 40,70 3,94 662,00 44,55 7,94
KK
NoKecamatan/Desa
(Sekitar Hutan)Luas (Ha)
Jml Penduduk
(Jiwa)KK
Pertumb
Penduduk
(%)
Usia Angk
Kerja (%)
Tingkat Pendidikan Masy tgt pd hutan
Ket
Tabel 2.11 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya Tergantung dari Hutan pada BDH Pangang
Miskin (%) SD SLTP SLTA PT KK% (KK
miskin)% (KK)
1 PANGGANG
a. Giriharjo 1.099,82 3.459,00 938,00 241,00 25,69 0,41 79,00 10,32 44,20 38,30 7,18 84,00 34,85 8,96
b. Giriwungu 1.128,08 2.434,00 573,00 160,00 27,92 0,40 78,00 12,10 42,40 41,20 4,30 70,00 43,75 12,22
c. Girimulyo 1.599,45 5.506,00 1.234,00 185,00 14,99 0,39 81,00 9,20 43,30 39,21 8,29 129,00 69,73 10,45
d. Girikarto 1.405,94 3.828,00 879,00 181,00 20,59 0,40 82,10 10,10 40,30 43,00 6,60 68,00 37,57 7,74
e. Girisekar 2.132,03 7.346,00 1.663,00 349,00 20,99 0,38 80,00 11,20 44,20 38,00 6,60 195,00 55,87 11,73
f. Girisuko 2.514,29 5.459,00 1.641,00 213,00 12,98 0,39 81,00 10,25 40,23 42,10 7,42 91,00 42,72 5,55
Jumlah 9.879,61 28.032,00 6.928,00 1.329,00 19,18 0,40 80,18 10,53 42,44 40,30 6,73 637,00 47,93 9,19
KK
NoKecamatan/Desa
(Sekitar Hutan)Luas (Ha)
Jml Penduduk
(Jiwa)KK
Pertumb
Penduduk
(%)
Usia Angk
Kerja (%)
Tingkat Pendidikan Masy tgt pd hutan
Ket
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 48
2. Kabupaten Bantul
Luas hutan wilayah KPH Yogyakarta di Kabupaten Bantul 1,041.20 ha
terbagi dalam dua RPH yaitu RPH Dlingo dan RPH Mangunan, yang
kesemuanya termasuk dalam wilayah BDH Kulon Progo - Bantul. Kawasan
hutan ini merupakan hutan lindung dan berada pada wilayah Kecamatan
Dlingo.
Jumlah penduduk Kabupaten Bantul sebanyak 945.594 jiwa dengan
penduduk kategori miskin 67.589 KK, dimana Kecamatan Dlingo
merupakan kantong kemiskinan kedua setelah Sedayu. Jumlah penduduk
miskin di Kecamatan Dlingo sebanyak 3.815 KK. Jumalh penduduk ini yang
telah diberdayakan dalam pengelolaan kehutanan oleh balai KPH
Yogyakarta sebanyak 334 KK.
Jumlah penduduk yang diberdayakan melalui pembangunan kehutanan
sebanyak 334 KK ini khususnya desa di sekitar Desa Jatimulyo, Temuwuh
dan Mangunan. Jumlah ini jika dibandingkan dengan penduduk miskin di
tiga desa terebut tercatat sebesar 49,9%, sebagaimana disajikan pada Tabel
2.12 sebagai berikut.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 49
Tabel 2.12 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya Tergantung dari Hutan Pada BDH Kulon Progo-
Bantul
Miskin (%) SD SLTP SLTA PT KK% (KK
miskin)% (KK)
KABUPATEN BANTUL
1 Dlingo
a. Jatimulyo 775.86 3,250.00 813.00 174.00 21.42 0.42 82.00 11.21 45.22 40.21 3.36 75.00 43.10 9.23
b. Temuwuh 915.90 3,345.00 836.00 175.00 20.93 0.39 81.00 12.10 44.21 41.20 2.49 44.00 25.14 5.26
c. Mangunan 952.35 3,520.00 880.00 330.00 37.50 0.39 79.00 8.22 43.30 40.34 8.14 215.00 65.15 24.23
Jumlah 2,644.11 10,115.00 2,529.00 679.00 0.27 0.40 80.67 10.51 44.24 40.58 4.66 334.00 49.19 13.21
KABUPATEN KULON PROGO
1 Kokap
a. Hargorejo 1,543.45 3,854.00 964.00 160.00 16.61 0.39 79.00 8.21 40.12 41.21 10.46 42.00 26.25 4.36
b. Hargomulyo 1,521.97 4,921.00 1,230.00 150.00 12.19 0.38 80.00 8.66 39.21 43.35 8.78 52.00 34.67 4.23
Jumlah 3,065.42 8,775.00 2,193.75 310.00 14.13 0.39 79.50 8.44 39.67 42.28 9.62 94.00 30.32 4.28
Pertumb
Penduduk
(%)
Usia Angk
Kerja (%)
Tingkat Pendidikan Masy tgt pd hutan
Ket
KK
NoKecamatan/Desa
(Sekitar Hutan)Luas (Ha)
Jml Penduduk
(Jiwa)KK
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 50
3. Kabupaten Kulon Progo
Luas hutan wilayah KPH Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo 855,50 ha
terbagi dalam dua RPH yaitu RPH Semo dan RPH Kokap, yang kesemuanya
termasuk dalam wilayah BDH Kulon Progo - Bantul. Kawasan hutan ini
merupakan hutan lindung seluas 254,90 ha dan dan hutan produksi seluas
600,60 ha. Kesemuanya termasuk dalam Kecamatan Kokap.
Jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo 459.231 Jiwa (129.789 KK),
dengan jumlah keluarga miskin sebanyak 45.025 KK (37,5%). Sementara
jumlah penduduk miskin di Kecamatan Kokap sebanyak 7.078 KK, dan
keluarga miskin di Desa Hargomulyo dan Harorejo yang berbatasan dengan
kawasan hutan sebanyak 310 KK serta telah diberdayakan dalam
pembangunan kehutanan sebanyak 94 KK (30.32%), sebagaimana telah
disajikan pada Tabel 2.12.
2.3.2 Hubungan Masyarakat Dengan Hutan
Keberadaan masyarakat agraris yang hidup turun temurun berada di
sekitar kawasan hutan negara dan memiliki ketergantungan yang tinggi
terhadap sumberdaya alam yang ada membuat mau tidak mau mereka
memanfaatkan hutan dalam keseharian hidup mereka. Masyarakat sekitar
kawasan hutan memanfaatkan hutan negara untuk berbagai keperluan guna
mencukupi kebutuhan hidup mereka. Beberapa manfaat hutan bagi masyarakat
yaitu sebagai sumber rumput untuk pakan ternak dan kayu bakar sebagai bahan
pembuatan arang yang dijual di wilayah mereka. Sebagai bahan pembuatan
arang adalah tanaman kayu-kayuan berusia pendek seperti akasia, yang mereka
ambil dari kawasan hutan dan tanaman yang sakit. Rumput yang diambil dari
hutan dipergunakan sebagai pakan ternak (sapi) dan dipergunakan sebagai
sumber pendapatan masyarakat. Para petani juga memanfaatkan lahan hutan
untuk bercocok tanam, sebagian besar masyarakat di sekitar hutan
memanfaatkan lahan hutan negara sebagai lahan pertanian dengan sistem
tumpang sari atau agroforestry. Sistem tumpang sari banyak membantu para
petani untuk menambah pendapatan terutama bagi petani yang tidak memiliki
lahan atau petani yang lahan pertaniannya sempit. Pemanfaatan lahan hutan
untuk tumpang sari yang memadukan penanaman palawija/tanaman pangan
dengan tanaman keras secara bersama-sama juga bermanfaat untuk konservasi
tanah dan air di kawasan hutan. Masyarakat hutan telah memahami bagaimana
mengurangi erosi lahan hutan garapannya dengan melakukan pengolahan tanah
serta pembuatan teras sederhana.
Di samping itu adanya program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
(PHBM) oleh pemerintah ternyata mampu meningkatkan peran serta
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 51
masyarakat sekitar hutan untuk turut serta dalam pelestarian hutan dan dapat
memberikan banyak peluang bagi petani untuk meningkatkan pendapatan dari
hasil pertaniannya sekaligus juga ikut menikmati hasil panen tanaman keras
dari hutan negara sesuai kesepakatan yang berlaku. Ada beberapa trik PHBM
yang diterapkan dalam pengelolaan kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta,
antara lain yaitu pengembangan agroforestry dan kegiatan PAM swakarsa. Dari
sedikit uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa masyarakat dan hutan
memiliki hubungan yang saling erat terkait dan dapat saling memberi manfaat
bagi keduanya.
2.3.3 Kelembagaan Petani Hutan
Keberadaan hutan menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi masyarakat
sekitar hutan. Masyarakat banyak merasakan manfaat hutan khususnya yang
berkaitan langsung dengan mata pencaharian mereka sebagai petani. Kesadaran
masyarakat untuk mengelola hutan bersama-sama menumbuhkan keinginan
untuk membentuk suatu kelompok, organisasi atau lembaga. Masyarakat
sekitar hutan di keempat kabupaten tersebut secara umum memiliki struktur
organisasi dan tujuan yang sama. Masyarakat sekitar hutan yang bekerja
sebagai petani sebagian besar telah tergabung dalam suatu organisasi/
Kelompok Tani Hutan (KTH). Kelompok-kelompok tani tersebut biasanya
terbentuk secara swadaya dan berfungsi menampung aspirasi anggotanya.
Tujuan utama dalam kelembagaan petani hutan secara umum adalah
meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Dari data hasil penelitian untuk kabupaten-kabupaten di Daerah
Istimewa Yogyakarta diketahui bahwa masyarakat sekitar hutan 74,38 %
menjadi anggota organisasi kelompok tani atau organisasi yang terkait langsung
dengan pekerjaan mereka sebagai petani, 20% mengikuti organisasi yang tidak
ada kaitannya dengan dengan mata pencaharian mereka dan 5,63% ikut serta
dalam organisasi lainnya. Manfaat yang diperoleh dari ikut sertanya para
petani: 56,67% menyatakan bahwa dengan ikutnya mereka dalam kelompok
tani dapat menambah penghasilan, 26,04% dapat menambah pengetahuan dan
17,29% merasakan berbagai manfaat lainnya. Keikutsertaan petani dalam suatu
kelembagaan dapat memberikan berbagai kemudahan dalam memperoleh
pupuk, bibit, obat dan pinjaman. Bentuk kemudahan penting lain yang dapat
diperoleh para petani yaitu kemudahan memperoleh izin yang sah untuk
menggarap lahan hutan negara sehingga selain dapat mendapat tambahan lahan
garapan untuk pertanian, petani juga dapat ikut merasakan bagi hasil panenan
tanaman keras milik negara sesuai ketentuan yang berlaku. Beberapa kendala,
hambatan dan kekurangan yang dialami oleh kelompok tani hutan adalah :
a. Belum berbadan hukum
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 52
b. Belum berfungsi optimal sebagai sebuah organisasi kelompok tani
c. Masih kurangnya pengetahuan tentang organisasi yang baik
d. Kelemahan dalam regenerasi penerus karena para pemudanya banyak
yang bekerja tidak sebagai petani/merantau.
Maka dari itu diperlukan berbagai bentuk bantuan kepada organisasi-
organisasi dalam kelembagaan masyarakat baik berupa pelatihan, insentif,
kemudahan akses ke pemerintah terutama mengajukan permohonan bantuan,
dan bentuk-bentuk bantuan lainnya yang dapat meningkatkan peran organisasi
petani menjadi lebih baik dan maksimal.
2.4 Ijin Pemanfaatan Kawasan
Ijin pemanfaatan kawasan di wilayah Balai KPH Yogyakarta diantaranya
sebagai berikut :
2.4.1 Hutan Kemasyarakatan (HKm)
Hutan Kemasyarakatan (HKm) di wilayah Balai KPH Yogyakarta terdapat
sebanyak 42 unit IUP HKm yang tersebar pada 2 (dua) kabupaten yaitu 35 unit
di Kabupaten Gunungkidul dan 7 (tujuh) unit di Kabupaten Kulon Progo. Data
IUP HKm di Kabupaten Gunung Kidul selengkapnya disajikan pada Tabel 2.13,
dan Tabel 2.14 untuk IUP HKm di Kabupaten Kulon Progo.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 53
Tabel 2.13 Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUP HKm) di wilayah Balai KPH Yogyakarta di Kabupaten Gunungkidul
Kayu SemusimGarapa
n (Ha)
Petak
(Ha)
Petak
NomorRPH/BDH
A
1 Tani Manunggal Manggoran
II/Bleberan/Pl
ayen
Ngabdani/Ha
rtono/Radimi
n
84 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 40 103,5 86 Menggoran/
Playen
312/KPTS/2003 8-Dec-03 204/KPTS/2007 12-Dec-07
2 Sumber Wanajati IV Surulanang/Ka
rangduwet/Pali
yan
Wariyo/Suda
di/Kasidi
51 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 14 138,2 94 Kepek/Paliy
an
71/KPTS/2004 18-Jun-04 216/KPTS/2007 12-Dec-07
3 Sumber Wanajati IV Kepek/Banyus
oko/Playen
Poniyo/Sugin
a/Saena
49 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 12,65 138,2 94 Kepek/Paliy
an
67/KPTS/2004 16-Jun-04 224/KPTS/2007 12-Dec-07
4 Sedyo Rukun Gempol/Banyu
soko/Playen
Rosidi/Sugiya
ti/Ismintarti
37 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 17 74,2 95 Menggoran/
Playen
86/KPTS/2004 23-Jun-04 208/KPTS/2007 12-Dec-07
5 Wana Makmur Ngasem/Getas/
Playen
M.
Subandi/Suki
ran/Marto
Wiyadi
114 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 35 82 71 Wonolegi/Pl
ayyen
83/KPTS/2004 22-Jun-04 217/KPTS/2007 12-Dec-07
6 Wana Lestari I Ngasem/Getas/
Playen
Wariyo/Waki
di/Saridjo
160 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 39,4 63,1 73 Gubuk
Rubuh/
Playen
69/KPTS/2004 18-Jun-04 207/KPTS/2007 12-Dec-07
7 Wana Lestari II Gubug
Rubuh/Getas/P
layen
Irsad/Sunart
o
122 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 57,4 85,4 74 Gubuk
Rubuh/
Playen
70/KPTS/2004 19-Jun-04 206/KPTS/2007 12-Dec-07
8 Sedyo Lestari
KOPERASI/No.
02342/KDK.13.3/1/
V/1999
Karangasem
B/Karangasem
/Paliyan
Parjo
Suwito/Sardi
/Kamdi
124 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 29,2 39,8 135 Karangmojo
/Paliyan
92/KPTS/2004 1-Jul-04 228/KPTS/2007 12-Dec-07
9 Wonorejo Kepuhsari/Kat
ongan/Nglipar
Wardoyo 250 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 100 120,5 37 Nglipar/Kar
angmojo
74/KPTS/2004 19-Jun-06 230/KPTS/2007 12-Dec-07
10 Karya Hutan Kalialang/Kalit
ekuk/Semin
Supriyatno/
Muryanto/Su
prihatin
250 Hutan
Lindung
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 40 50 60 Candi/Karan
gmojo
309/KPTS/2003 4-Dec-03 214/KPTS/2007 12-Dec-07
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
NoKelompok Tani
Hutan
Alamat
Dusun/Desa/K
ec
Pengurus
K/S/B
Jml
Anggot
a
Fungsi
Kawasan
Jenis PohonTahun
Tanam
Luas/Lokasi dimohon
Tanggal Ijin Sementara Tanggal Ijin TETAP
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 54
Lanjutan Tabel 2.13
Kayu SemusimGarapa
n (Ha)
Petak
(Ha)
Petak
NomorRPH/BDH
A
11 Sedyo Makmur Jragum/Ngepos
ari/Semanu
Tambiyo/Ma
rdi
Suwarno/Sis
wo Utomo
115 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 115 163,9 161/16
2
Semanu/Kar
angmojo
73/KPTS/2004 19-Jun-04 214/KPTS/2007 12-Dec-07
12 Kusuma Tani Kepuhsari/Kat
ongan/Nglipar
Drs.
Suparman
250 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 80,9 80,9 51 Kenet/Kara
ngmojo
78/KPTS/2004 21-Jun-04 210/KPTS/2007 12-Dec-07
13 Sumber Rejeki Serpeng/Pacare
jo/Semanu
Sis
Subur/Sujiyo
no/Sutimin
155 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 43,5 113,8 156 Mulo/Paliya
n
294/KPTS/2003 7-Nov-03 235/KPTS/2007 12-Dec-07
14 Ngudi Makmur Ngampol/Pacar
ejo/Semanu
Sudarno/Wak
iman/Ngadipa
n
93 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 31 64,2 159 Mulo/Paliya
n
292/KPTS/2003 6-Nov-03 215/KPTS/2007 12-Dec-07
15 Maju Makmur Dengok/Pacare
jo/Semanu
Pujono 100 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 20 89 160 Mulo/Paliya
n
310/KPTS/2003 5-Dec-03 232/KPTS/2007 12-Dec-07
16 Sido Maju II Tahunan/Kara
ngduwet/Paliy
an
Ngadiman/Tu
kimin/Sukino
28 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 10 105,6 128 Karangmojo
/Paliyan
311/KPTS/2003 5-Dec-03 236/KPTS/2007 12-Dec-07
17 Sido Dadi II Tahunan/Kara
ngduwet/Paliy
an
Warijo/Sumi
di/Adi W
23 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 10 105,6 128 Karangmojo
/Paliyan
94/KPTS/2004 5-Jul-04 238/KPTS/2007 12-Dec-07
18 Ngudi Rejeki Tahunan/Kara
ngduwet/Paliy
an
Drs.
Sutopo/Pardi
man/Suhadi
69 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 26,7 105,6 128 Karangmojo
/Paliyan
308/KPTS/2003 4-Dec-03 221/KPTS/2007 12-Dec-07
19 Manunggal Tahunan/Kara
ngduwet/Paliy
an
Dulrachman/
Sumidjo/Pard
iyo
101 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 30 105,6 128 Karangmojo
/Paliyan
293/KPTS/2003 7-Nov-03 205/KPTS/2007 12-Dec-07
20 Sido Maju IV Setrol/Karangd
uwet/Paliyan
Harto
Sentono/Pai
min/Yuanto
38 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 10 105,6 128 Karangmojo
/Paliyan
307/KPTS/2003 18-Dec-03 212/KPTS/2007 12-Dec-07
21 Ngudi Sempurna Kemiri/Mulusa
n/Paliyan
Nurhuda/Kai
ran/Margiyo
53 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 15 102,2 142 Paliyan/Pali
yan
80/KPTS/2004 22-Jun-04 209/KPTS/2007 12-Dec-07
22 Handayani Paliyan
Lor/Karangdu
we/Paliyan
Adi
Sakijo/Suratn
o/Marsono
78 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 20 139,9 97 Menggoro/P
aliyan
313/KPTS/2003 8-Dec-03 229/KPTS/2007 12-Dec-07
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
NoKelompok Tani
Hutan
Alamat
Dusun/Desa/K
ec
Pengurus
K/S/B
Jml
Anggot
a
Fungsi
Kawasan
Jenis PohonTahun
Tanam
Luas/Lokasi dimohon
Tanggal Ijin Sementara Tanggal Ijin TETAP
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 55
Lanjutan Tabel 2.13
Kayu SemusimGarapa
n (Ha)
Petak
(Ha)
Petak
NomorRPH/BDH
A
23 Mintasari Surulanang/Ka
rangduwet/Pali
yan
Suminto/Poni
jan/Pursagi
90 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 30 74,2 95 Menggoro/P
aliyan
82/KPTS/2004 5-Jun-04 234/KPTS/2007 12-Dec-07
24 Sido Maju I Cangkring/Kar
angasem/Paliya
n
Mitro
Prawiro/Jazi
m/Sakiman
55 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 10 39,8 135 Karangmojo
/Paliyan
291/KPTS/2003 4-Nov-03 233/KPTS/2007 12-Dec-07
25 Sido Rukun Mulusan/Mulu
san/Paliyan
Wagito/Surat
no/Kastimin
53 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 25 102,2 142 Paliyan/Pali
yan
76/KPTS/2004 21-Jun-04 231/KPTS/2007 12-Dec-07
26 Sumber Wanajati II Surulanang/Ka
rangduwet/Pali
yan
Ngatimin/Wa
rno/Ngatijan
60 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 20 138,2 94 Kepek/Paliy
an
79/KPTS/2004 21-Jun-04 213/KPTS/2007 12-Dec-07
27 Sumber Wanajati III Kepek
II/Banyusoko/
Playen
Harjono/Tu
mini/Parso
30 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 15 138,2 94 Kepek/Paliy
an
81/KPTS/2004 22-Jun-04 222/KPTS/2007 12-Dec-07
28 Sido Mulyo IV Klepu/Banyuso
ko/Playen
Basuki/Waki
di/Jukiyo
87 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 26,8 60 112 Bibal/Pangg
ang
84/KPTS/2004 23-Jun-04 227/KPTS/2007 12-Dec-07
29 Margo Mulyo II Prahu/Giri
Mulyo/Panggan
g
Parmorejo/P
arjiman/Paijo
40 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 20 91,5 123 Blimbing/Pa
nggang
66/KPTS/2004 23-Jun-04 223/KPTS/2007 12-Dec-07
30 Sido Mulyo I Turunan/Giris
uko/Panggang
Yatno
Suwito/Harn
o/Doto
57 Hutan
Lindung
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 24,9 55,2 109 Bibal/Pangg
ang
75/KPTS/2004 19-Jun-04 211/KPTS/2007 12-Dec-07
31 Sido Mulyo III Turunan/Giris
uko/Panggang
Soatmo/Kusy
anto/Bagiyo
Sukoco
24 Hutan
Lindung
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 17,4 155,8 108 Bibal/Pangg
ang
77/KPTS/2004 21-Jun-04 225/KPTS/2007 12-Dec-07
32 Sido Mulyo IV Nogosari/Selop
amioro/Imogir
i/Bantul
Adi
Sumarto/Suy
anto/Darto
71 Hutan
Lindung
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 26,8 155,8 108 Bibal/Pangg
ang
85/KPTS/2004 23-Jun-04 237/KPTS/2007 12-Dec-07
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
NoKelompok Tani
Hutan
Alamat
Dusun/Desa/K
ec
Pengurus
K/S/B
Jml
Anggot
a
Fungsi
Kawasan
Jenis PohonTahun
Tanam
Luas/Lokasi dimohon
Tanggal Ijin Sementara Tanggal Ijin TETAP
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 56
Lanjutan Tabel 2.13 Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUP HKm) di wilayah Balai KPH Yogyakarta di Kabupaten Gunungkidul
Kayu SemusimGarapa
n (Ha)
Petak
(Ha)
Petak
NomorRPH/BDH
A
33 Ngudi Makmur Dempul/Girisu
ko/Panggang
Trisno
Wiharjo/Suta
rman/Wahadi
48 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 20 95 119 Panggang/Pa
nggang
70/KPTS/2004 18-Jun-04 226/KPTS/2007 12-Dec-07
34 Sido Raharjo Temuireng/Gir
isuko/Panggan
g
Adi
Marwoto/Dat
a/Musyanto
55 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 35 83,6 125 Blimbing/Pa
nggang
64/KPTS/2004 10-Jun-04 219/KPTS/2007 12-Dec-07
35 Sido Dadi Temuireng/Gir
isuko/Panggan
g
Darmo
Suparjo/Pary
ono/Musman
to
90 Hutan
Produksi
Jati Kacang
Tanah, Jagung
2000 20 93,3 119 Panggang/Pa
nggang
65/KPTS/2004 12-Jun-04 218/KPTS/2007 12-Dec-07
3104 1088 3460JUMLAH
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
NoKelompok Tani
Hutan
Alamat
Dusun/Desa/K
ec
Pengurus
K/S/B
Jml
Anggot
a
Fungsi
Kawasan
Jenis PohonTahun
Tanam
Luas/Lokasi dimohon
Tanggal Ijin Sementara Tanggal Ijin TETAP
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 57
Tabel 2.14 Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUP HKm) di wilayah Balai KPH Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo
Kayu MPTSGarapan
(Ha)
Petak
(Ha)
Petak
NomorRPH/BDH
1 Sido Akur Clapar/
Hargowilis/
Kokap
Teguh 68 Hutan
Lindung
Jati,
Mahoni
Nangka,Cengk
eh,Melinjo
Temulawak,
Jahe,Serai,R
umput
2000 20 - 29 Sermo/Kulon
Progo
450/2007 12-Dec-07 20/KPTS/2003
15-Peb-03
2 Menggarejo Soka/
Hargowilis/
Kokap
Tumiranto 60 Hutan
Lindung
Jati,
Mahoni
Nangka,Cengk
eh,Melinjo
Temulawak,
Jahe,Serai,R
umput
2000 11.2 - 28 Sermo/Kulon
Progo
451/2007 12-Dec-07 21/KPTS/2003
15-Peb-03
3 Nuju Makmur Pandul/
Hargorejo/
Kokap
Harjosumarto/
Suyanto/Gito
Sumarno
121 Hutan
Produksi
Jati - Temulawak,
Jahe,Serai,R
umput
2000 39.6 - 19 Kokap/Kulon
Progo
448/2007 12-Dec-07 22/KPTS/2003
15-Peb-03
4 Taruna Tani Selo Timur/
Hargorejo/
Kokap
Marto
Suwito/Kasidi
165 Hutan
Produksi
Jati - Temulawak,
Jahe,Serai,R
umput
2000 43.4 - 17 Kokap/Kulon
Progo
449/2007 12-Dec-07 23/KPTS/2003
15-Peb-03
5 Rukun Makaryo Girinyono/
Sendangsari/
Pengasih
Mugi 102 Hutan
Lindung
Jati,
Mahoni
Nangka,Cengk
eh,Melinjo
Temulawak,
Jahe,Serai,R
umput
2000 38.6 - 29/30 Sermo/Kulon
Progo
453/2007 12-Dec-07 24/KPTS/2003
15-Peb-03
6 Suko Makmur Girinyono/
Sendangsari/
Pengasih
Parijan 51 Hutan
Lindung
Jati,
Mahoni
Nangka,Cengk
eh,Melinjo
Temulawak,
Jahe,Serai,R
umput
2000 15 - 29 Sermo/Kulon
Progo
453/2007 12-Dec-07 25/KPTS/2003
15-Peb-03
7 Mandiri Kalibiru/
Hargowilis/
Kokap
Parjan 106 Hutan
Lindung
Jati,
Mahoni
Nangka,Cengk
eh,Melinjo
Temulawak,
Jahe,Serai,R
umput
2000 29 - 28/29 Sermo/Kulon
Progo
452/2007 12-Dec-07 26/KPTS/2003
15-Peb-03
673 196.8
Luas/Lokasi dimohonTanggal Ijin
TETAP
JUMLAH
NoKelompok Tani
Hutan
Alamat
Dusun/Desa/
Kec
Pengurus
K/S/B
Jml
Anggot
a
Fungsi
Kawasan
Jenis PohonSemusim
EmponTanggal Ijin Sementara
Tahun
Tanam
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 58
2.4.1.1 Hutan Tanaman Rakyat (HTR)
Hutan Tanaman Rakyat (HTR) telah dikembangkan di wilayah Balai
KPH Yogyakarta sejak tahun 2009. Setelah mendapat pencadangan areal hutan
tanaman rakyat pada tahun 2008, hutan produksi eks AB seluas 327,73 ha telah
ditetapkan Menteri Kehutanan melalui keputusan Nomor : SK. 118/Menhut-
II/2009 tanggal 20 Maret 2009 tentang Pencadangan Areal Untuk
Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat seluas 327,73 ha di Kabupaten
Gunungkidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. HTR di wilayah Balai KPH
Yogyakarta terdapat sebanyak 3 unit IUP HTR yang tersebar pada areal
pencadangan dimaksud, sebagaimana disajikan pada Tabel 2.15
Tabel 2.15 Hutan Tanaman Rakyat di wilayah Balai KPH Yogyakarta
No Blok Desa Kelompok Tani Jml Anggota (orang) Koperasi SK Luas (Ha)
Candirejo Jati Lestari 96 43.49
Pacarejo
Paguyupan
Among Tani
Pengelola
Hutan (Paman
Polah)
289 77.44
Jumlah 120.93
Jepitu HTR Jepitu 200 38.41
Balong AB Lestari 262 107.26
Purwodadi Kel. Tani 136 17.71
Jumlah 168.31
Wunung Mulu 224 43.97
Wunung 62.88
106.88Jumlah
Koperasi
Bima
Semanu
2Jepitu-Balong-
Purwodadi
Koperasi
Trimartan
i
HTR Wunung
Koperasi
HTR
Wunung
3
1Candirejo-
Pacarejo
2.4.1.2 Hutan Desa (HD)
Hutan Desa (HD) telah dikembangkan di wilayah Balai KPH
Yogyakarta sejak tahun 2012. Setelah mendapatkan Surat Direktur Jenderal
Planologi Kehutanan Nomor S.1267/VII-WP3H/2012 tanggal 9 November 2012
perihal Penyampaian Peta Areal Kerja Hutan Desa Kabupaten Gunungkidul. HD
di wilayah Balai KPH Yogyakarta seluas 627 Ha di kecamatan Saptosari,
Kabupaten Gunungkidul terdapat di 6 Desa yang tersebar pada areal
pencadangan dimaksud, sebagaimana disajikan pada Tabel 2.15
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 59
Tabel 2.16 Hutan Desa di wilayah Balai KPH Yogyakarta
No Blok Desa Kecamatan Kabupaten SK Luas (Ha)
Kanigoro Saptosari Gunungkidul 527/Menhut-II/2013 434
Jumlah 434
Krambilsawit Saptosari Gunungkidul 528/Menhut-II/2013 45
Jumlah 45
Jetis Saptosari Gunungkidul 529/Menhut-II/2013 9
Jumlah 9
Monggol Saptosari Gunungkidul 530/Menhut-II/2013 39
Jumlah 39
Planjan Saptosari Gunungkidul 531/Menhut-II/2013 62
Jumlah 62
Kepek Saptosari Gunungkidul 532/Menhut-II/2013 38
Jumlah 38
627
Temanggung -
Karang
Jumlah
2Banjaran -
Sawah
3
1Gondel Kulon -
Gumuk
Trengguli -
Wareng
4Namberan -
Gebang
5 Pake - Ngepung
6
2.4.2 Pemanfaatan Kawasan
Pemanfaatan kawasan wilayah kelola Balai KPH Yogyakarta selain untuk
hutan produksi diakomodir dalam Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK) yang
meliputi Hutan Pendidikan Wanagama I, Hutan Penelitian Playen, dan kawasan
kerjasama enam perguruan tinggi.
Di samping pemanfaatan kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK)
di atas, di beberapa petak kawasan hutan KPH Yogyakarta dimanfaatkan untuk
pemakaman masyarakat khususnya masyarakat yang bertempat tinggal di
sekitar kawasan hutan. Sampai saat ini pihak Balai KPH Yogyakarta masih
melakukan inventarisasi dan pendataan sebaran lokasi dan luas makam yang
terdapat di petak-petak kawasan hutan KPH Yogyakarta.
a. Hutan Pendidikan Wanagama
Kawasan Hutan Pendidikan dan Penelitian Wanagama I yang dikelola
Fakultas Kehutanan UGM, berada di BDH Playen berdasarkan Kepmen
No 757/Kpts-II/89 yang awalnya hanya meliputi petak 5. Namun
kemudian Wanagama I diperluas sehingga meliputi petak 5, 6, 7, 13, 14,
16, 17, dan 18 dengan total luas 599,9 ha. Semula hutan ini direncanakan
untuk dikembangkan menjadi model penghutanan kembali lahan kritis,
akan tetapi kemudian berkembang menjadi berbagai kegiatan program
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 60
penelitian disamping mengemban tugas sebagai kawasan hutan
pendidikan. Sejak awal pembangunannya kawasan hutan ini seperti
halnya kawasan hutan lain di daerah Gunungkidul termasuk kategori
daerah kritis. Sebab-sebab terjadinya lahan kritis dikarenakan tidak saja
kondisi fisik yang kritis, tetapi kondisi sosial ekonomis juga yang kritis.
Oleh karena itu pemecahan masalah juga harus dilakukan lewat dua
pendekatan, yaitu lewat teknik silvikultur dan sosial ekonomis, sekaligus
untuk dapat memenuhi misi Wanagama I semula: menemukan Pola
Hutan Serba Guna maupun Pola Pembangunan Daerah Kritis.
b. Hutan Penelitian
Hutan penelitian ini merupakan hutan yang dikelola oleh pihak Badan
Litbang Departemen Kehutanan. Penetapan kawasan hutan tersebut
sebagai Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK) baru dilaksanakan untuk
wilayah BDH Playen pada petak 93 seluas 103 ha berdasarkan
Kepmenhut No. 395/Menhut-II/04. sedangkan untuk RPH Kaliurang
belum dilakukan penunjukan ataupun penetapan sebagai HDTK. Hasil
penelitian yang pernah dilakukan tidak banyak diperoleh. Keberhasilan
pelaksanaan penelitian lebih menonjol pada hutan tanaman yang
ditinggalkan. Pengelolaan terhadap kawasan hutan tersebut selanjutnya
bersifat alami tanpa perlakuan sehingga makna hutan sebagai hutan
penelitian menjadi kurang tajam.
c. Kerjasama Enam Perguruan Tinggi dalam Pengelolaan Hutan
Kawasan hutan Petak 84 seluas 122,3 ha, Resort Pengelolaan Hutan
(RPH) Menggoran, Bagian Pemangkuan Hutan (BDH) Playen digunakan
sebagai pengembangan pengelolaan hutan lestari oleh enam perguruan
tinggi tersebut, yaitu Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri
Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia, Universitas Atmajaya
Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan Universitas
Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta.
Gagasan ini menjadi perhatian Gubernur DIY dan Departeman
Kehutanan, untuk dapat mengalokasikan lahan yang dapat
dikembangkan guna tujuan tersebut dengan tetap berlandaskan pada
konsep pembangunan dan prinsip-prinsip pengelolaan hutan. Disamping
memberikan solusi untuk menjawab harapan perguruan tinggi tersebut,
pengembangan model pengelolaan hutan ini diharapkan juga dapat
memadukan keunggulan-keunggulan dari perguruan tinggi yang berbasis
ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dalam satu kesatuan sistem
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 61
pengelolaan hutan. Oleh karena itu pengembangan pengelolaan hutan
ini ditujukan untuk :
1) Membangun model pengelolaan hutan; Keenam perguruan tinggi ini
berdasarkan areal yang telah ditetapkan diharapkan dapat
membangun model-model silvikultur melalui penerapan iptek
berdasarkan kondisi dan karakteristik wilayah, agar dapat
menghasilkan hutan yang berkualitas, produktivitas tinggi dan
lestari.
2) Model yang dikembangkan dapat dijadikan pendidikan dan
pelatihan/pembelajaran (teaching forest), penelitian, pengkajian dan
acuan bagi para mahasiswa, masyarakat dan pihak terkait; Sekaligus
sebagai implementasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi
3) Model yang dikembangkan dapat dijadikan acuan baik kebijakan
pengelolaan dan percepatan pembangunan hutan baik hutan rakyat
maupun hutan negara di Daerah Istimewa Yogyakarta dan kebijakan
nasional (Departemen Kehutanan).
Dasar pengembangan model pengelolaan hutan terpadu yang dibangun sebagai
Kerjasama antara Pemerintah DIY dengan enam Perguruan Tinggi di Yogyakarta
adalah :
1. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah DIY dengan Enam
Perguruan Tinggi yang ditandatangani pada tanggal 15 Desember
2007;
2. Kesepakatan Bersama butir 1., telah ditindaklanjuti dengan
“Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah DIY dengan Enam
Perguruan Tinggi yang ditandatangani pada tanggal 11 November
2008.
2.5 Posisi KPH dalam Perpektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan
Daerah
Posisi Balai KPH Yogyakarta dalam prespektif tata ruang dan
pembangunan daerah memiliki aspek penting, setidaknya dari aspek wilayah
dan peranan KPH dalam pembangunan daerah, yang dapat dijabarkan sebagai
berikut :
2.5.1 Aspek Ruang dan Wilayah
Kawasan Hutan Balai KPH Yogyakarta seluas 15.724,50 ha yang tersebar
di 3 (tiga) kabupaten yaitu kabupaten Gunungkidul, Bantul dan Kulon Progo.
Posisi kawasan hutan pada Balai KPH Yogyakarta dalam kaitannya dengan Tata
Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta secara prinsip diakui dan
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 62
dihormati keberadaannya. Posisi kawasan hutan di Daerah Istimewa
Yogyakarta ini tampak jelas dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Gunungkidul, Bantul dan Kulon Progo.
Wilayah hutan produksi secara umum masuk dalam Kawasan Budidaya
dan Hutan Lindung. Beberapa hal yang memerlukan keterpaduan pembangunan
antara Kawasan Hutan dan Tata Ruang ini, diantaranya di wilayah Kawasan
Selatan kabupaten Gunungkidul, khususnya hutan produksi AB dalam Tata
Ruang Wilayah Provinsi. Penggunaannya dialokasikan sebagai Kawasan Karst.
Untuk itu, pengembangan konservasi Karst dan konservasi alam (hutan) perlu
dipadukan termasuk pemanfaatannya sehingga kawasan hutan ini tetap utuh
dan dapat mendukung pembangukan konservasi kasrt sebagaimana
dimaksudkan oleh pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam tata ruang
wilayah telah dibangun arahan penggunaan lahan untuk hutan negara dan
pengembangan hutan rakyat sebagaimana disajikan pada Tabel 2.16; Gambar
2.7; dan Gambar 2.8 sebagai berikut
Tabel 2.16 Arahan Fungsi dan Pengembangan Kehutanan di Provinsi DIY
Bantul G. Kidul Kota Yk. K. Progo Sleman
1 Hutan 1.146,56 13.346,80 1.120,38 1.439,78
2 Hutan AB 991,45
3 Kawasan Lindung 3.010,54 18.261,29 11.580,95 928,56
4 Sempadan Sungai 1.997,20 1.799,70 1.802,40 1.306,94
5 Rekomendasi Hutan 3.127,16 21.326,11 11.411,13 2.586,06
6 Kawasan Penyangga 6.946,21 31.275,57 3.381,14 6.694,63 26.877,92
7Kawasan Budidaya
Tanaman Tahunan6.422,20 17.102,01 6.141,87 1.381,27
8
Kawasaan Budidaya
Tanaman Semusim dan
Permukiman
29.396,82 43.116,74 9,9 19.605,07 23.045,63
52.046,69 147.219,68 3.391,04 58.356,43 57.566,16Luas Total
No. KeteranganKabupaten
Sumber: Balai KPH Yogyakarta, tahun 2012
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 63
Gambar 2.7 Peta Tata Ruang Daerah Istimewa Yogyakarta
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 64
Gambar 2.8 Peta Kawasan Hutan, Kawasan Hutan AB, Kawasan Lindung, Kawasan Berfungsi Hutan, Dan Arahan Fungsi
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 65
2.5.2 Aspek Pembangunan Daerah
Dalam pembangnan daerah, peranan Balai KPH Yogyakarta cukup besar
dalam mendukung tercapainya target pembangunan baik yang ditetapkan
dalam Rencana Jangka Panjang (RJP) dan Rencana Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) khususnya dalam pengentasan kemiskinan, pembukaan lapangan kerja
dan pengurangan pengangguran, serta memberikan konstribusi dalam
pendapatan daerah.
2.5.2.1 Posisi Kelembagaan KPH
Dalam kaitannya dengan posisi dan kaitannya dengan pembangunan
daerah, posisi kelembagaan KPH juga mempengaruhi terhadap akses dan
kemandirian KPH dalam pengelolaan hutan yang dikelola. Kelembagaan KPH
Yogyakarta saat ini ditetapkan melalui Peraturan Daerah nomor 36 tahun 2008,
dalam bentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dari Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Provinsi DIY. Kondisi ini membutuhkan percermatan khusus dalam
tata hubungan kerja antara Balai KPH Yogyakarta, Dinas Kehutanan dan
Perkebunan DIY dengan unit kerja lainnya baik kehutanan maupun non
kehutanan yang terkait.
Prinsip pokok dalam tata hubungan kerja ini akan menempatkan Balai
KPH Yogyakarta sebagai fungsi manajemen unit pengelolaan hutan dan fungsi
kondinasi, sinkronisasi dan integrasi dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan dan
Perkebunan DIY. Sejalan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 61
tahun 2010 tentang kelembagaan KPH, maka kelembagaan KPH ini perlu
disempurnakan dan dimantapkan baik dalam tugas, fungsi dan kedudukannya
dalam organisasi daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Diselenggarakan Dephut/Dinas Prov/Kab/Kota
PENGURUSAN HUTAN
1. Perencanaan kehutanan
2. Pengelolaan 3. LITBANG, Diklat,
Penyuluhan 4. Pengawasan 1. Tata hutan & RP KPH
2. Pemanfaatan Hutan 3. Penggunaan Kawasan Hutan 4. Rehabilitasi 5. Perlindungan & Konservasi
DISELENGGARAKAN OLEH KPH
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2013-2022 Hal II - 65
Gambar 2.9 Penyelenggaraan Pengurusan Dinas dan Pengelolaan Hutan KPH
2.5.2.2 Kontribusi Pendapatan Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Kontribusi pendapatan bagi Pemerintah (Pusat) dan Pemerintah
Daerah Istimewa Yogyakarta dari Balai KPH Yogyakarta diperoleh dari berbagai
produksi hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu. Hasil hutan kayu maih
relatif kecil karena umumnya tegakan kayu jati dan rimba masih tergolong usia
muda dan hasil terbesar diperolah dari hasil hutan non kayu seperti Minyak
Kayu Putih dan Getah Pinus.
1. Kayu Bulat
Pendapatan dari hasil hutan kayu bulat setiap tahunnya belum cukup
konsisten, karena tebangan kayu yang dilakukan dikategorikan sebagai
tebangan tak tersangka. Tebangan tak tersangka ini merupakan tebangan
yang tidak direncanakan sebelumnya, dapat berupa areal yang memerlukan
pembukaan lahan akibat kegiatan pembangunan lainnya (sarana
prasarana), hasil dari tangkapan pencurian, kebakaran dan bencana. Hasil
penjualan kayu hasil pelelangan disetor kepada Pemerintah Daerah Daerah
Istimewa Yogyakarta melalui pendapatan lain-lain (karena sifatnya yang
tidak bisa diprediksi) dan untuk PSDH disetor kepada Rekening Menteri
Kehutanan. Produksi kayu bulat dan besarnya PSDH di wilayah Balai KPH
Yogyakarta disajikan pada Tabel 2.17 berikut.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 66
Tabel 2.17 Produksi Hasil Hutan Kayu dan PSDH Balai KPH Yogyakarta
(s.d. November 2011)
Jati Rimba Jati Rimba Jumlah Jati Rimba Jumlah
1 1988 10,04 12,53 12.048.000 2.316.797 14.364.797 1.720.454 330.839 2.051.293
2 1989 7,8 13,65 9.360.000 2.523.885 11.883.885 1.336.608 360.411 1.697.019
3 1990 18,76 800,38 22.512.000 147.990.262 170.502.262 3.214.714 21.133.009 24.347.723
4 1991 152,36 608,45 182.832.000 112.502.405 295.334.405 26.108.410 16.065.343 42.173.753
5 1992 72 464,38 86.400.000 85.863.862 172.263.862 12.337.920 12.261.359 24.599.279
6 1993 25,71 301,16 30.852.000 55.684.484 86.536.484 4.405.666 7.951.744 12.357.410
7 1994 14,6 253,8 17.520.000 46.927.620 64.447.620 2.501.856 6.701.264 9.203.120
8 1995 55,13 775,31 66.156.000 143.354.819 209.510.819 9.447.077 20.471.068 29.918.145
9 1996 124,47 865,13 149.364.000 159.962.537 309.326.537 21.329.179 22.842.650 44.171.829
10 1997 62,53 128,56 75.036.000 23.770.744 98.806.744 10.715.141 3.394.462 14.109.603
11 1998 14,58 52,58 17.496.000 9.722.042 27.218.042 2.498.429 1.388.308 3.886.736
12 1999 71,79 96,73 86.148.000 17.885.377 104.033.377 12.301.934 2.554.032 14.855.966
13 2000 14,21 61,47 17.052.000 11.365.803 28.417.803 2.435.026 1.623.037 4.058.062
14 2001 53,16 93,92 63.792.000 17.365.808 81.157.808 9.109.498 2.479.837 11.589.335
15 2002 0 95,95 0 17.741.155 17.741.155 0 2.533.437 2.533.437
16 2003 31,38 66,1 37.656.000 12.221.890 49.877.890 5.377.277 1.745.286 7.122.563
17 2004 0 54,495 0 20.501.157 20.501.157 0 2.927.565 2.927.565
18 2005 0 54,89 0 15.549.639 15.549.639 0 2.220.488 2.220.488
19 2006 2,135 17,17 2.737.400 3.782.890 6.520.267 390.897 540.197 931.094
20 2007 1,229 5,1 920.970 2.226.828 3.147.798 131.515 317.991 449.506
21 2008 3,661 57,067 2.242.900 25.251.298 27.494.219 320.289 3.605.885 3.926.174
22 2009 58,552 9,002 8.880.200 1.491.742 10.371.942 1.268.093 213.021 1.481.113
23 2010 22,391 174,67 25.595.250 25.323.440 50.918.686 3.665.001 3.616.187 7.271.188
24 2011 0,852 18,41 675.800 3.404.648 4.080.476 96.508 486.184 582.692
PSDH
(Rp)No Tahun
Volume Kayu
Bulat (m3)
Pendapatan
(Rp)
Sumber: Balai KPH Yogyakarta, tahun 2012
2. Minyak kayu putih
Hasil produksi minyak kayu putih dari Balai KPH Yogyakarta secara nyata
telah memberikan kontribusi pendapatan bagi Pemerintah (Pusat) melalui
Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan bagi Pemerintah Daerah Daerah
Istimewa Yogyakarta melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kontribusi
PSDH dan PAD ini tiap tahun terus meningkat sejalan dengan peningkatan
produksi dan harga pasar minyak kayu putih yang disajikan lebih rinci pada
Tabel 2.18 sebagai berikut.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 67
Tabel 2.18 Produksi, PAD, dan PSDH dari Minyak Kayu Putih di Balai KPH
Yogyakarta
TAHUNBAHAN BAKU
(ton)
Produksi Minyak
Kayu Putih (liter)PAD (Rp) PSDH (Rp)
2004 4,100.23 40,951.00 3,514,278,950 22,534,000
2005 4,157.51 40,721.00 3,530,277,500 13,249,000
2006 4,107.45 40,378.00 3,544,265,000 14,751,000
2007 4,199.81 52,424.00 4,572,355,050 17,912,840
2008 4,189.00 40,881.00 3,686,046,000 32,798,000
2009 4,300.00 41,083.00 4,050,406,200 35,600,000
2010 4,800.00 43,352.00 5.028.309.00 40,000,000
2011 4,950.00 40,300.00 5,797,110,000 52,173,990
2012 5,015.00 46,321.00 7,581,090,000 16,549,500
2013 4,744.00 44,669.00 7,330,657,000 15,654,441 Sumber: Balai KPH Yogyakarta, tahun 2013
3. Pinus
Pada tahun 2011 mulai diproduksi getah Pinus di RPH Dlingo dan RPH
Mangunan. Kontribusi pendapatan daerah dari getah pinus sebagaimana
disajikan pada Tabel 2.19 sebagai berikut.
Tabel 2.19 Pendapatan dan PSDH dari Getah Pinus
Produksi Hasil PSDH
(kg) (Rp) (Rp)
1 2010 - - - -
2 2011 83,300.50 107,987,150 1,198,000 -
3 2012 117,064.30 236,328,000 1,589,000 -
4 2013 77,551.50 155,782,000 1,123,900 -
No. Tahun Keterangan
Sumber: Balai KPH Yogyakarta, tahun 2013
2.5.3 Pembukaan Lapangan Kerja dan Usaha serta Kontribusi Masyarakat
Pembukaan lapangan kerja dan berusaha serta upaya peningkatan
pendapatan masyarakat sekitar hutan khususnya bagi masyarakat yang
dikelompokkan miskin telah dilakukan sejak lama melalui berbagai kegiatan
tumpangsari, pemungutan daun kayu putih, penyadapan getah pinus dan
pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kehutanan lainnya.
1. Tumpangsari (agroforestry)
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 68
Pola pengelolaan dengan tumpangsari merupakan salah satu wujud
pengelolaan hutan bersama masyarakat. Hal ini dilakukan untuk
memberikan ruang kepada msayarakat sekitar hutan untuk melakukan
usaha tani guna memenuhi kebutuhan akan pangan. Pola tumpangsari
ini juga sangat mendukung Program Ketahanan yang dicanangkan
Pemerintah.
Jumlah masyarakat yang melakukan tumpangsari ini pada tahun 2011
tercatat sebanyak 9.849 pesanggem, dengan luas garapan masing-masing
pesanggem antara 0,2 ha hingga 0,5 ha. Hasil tumpangsari diperuntukan
bagi masyarakat pesanggem, masyarakat pesanggem diwajibkan ikut
berperan serta dalam pembangunan kehutanan dan menjaga keutuhan
dan keamanan hutan.
Pada kawasan hutan Jati dan rimba, pelaksanaan tumpangsari hanya
terbatas 2 (dua) tahun karena lahan hutan akan tertutup dengan tajuk
tanaman sehingga akan mengganggu usaha pertanian yang
dikembangkan pesanggem. Kegiatan masyarakat sekitar hutan
digantikan dengan pemberdayaan lainnya dengan tanaman yang tahan
naungan seperti budidaya nenas, budidaya rotan, budidaya porang,
pengembangan lebah madu yang dapat memberikan lapangan usaha bagi
mereka. Sementara itu, usaha pertanian dalam bentuk pesanggem pada
kawasan hutan kayu putih dapat dilakukan sepanjang masa karena ruang
tumbuh cukup terbuka. Jumlah dan sebaran pesanggem pada setiap BDH
di wilayah Balai KPH Yogyakarta (terlampir).
2. Pemungutan Daun Kayu Putih
Pada kawasan hutan kayu putih, para pesanggem selain dapat
melakukan kegiatan usaha tani pada lahan hutan yang ditetapkan juga
dapat melakukan kegiatan pemungutan daun kayu putih setiap harinya
dengan sistem pengupahan secara tonase, yaitu Rp. 60.000,-/ ton. Jumlah
pesanggem tersebut pada 15 RPH dengan jumlah 9.981 orang. Dari
pemungutan daun kayu putih rata-rata setiap pesanggem sebesar Rp.
500.000,-/pesanggem/pungutan.
3. Penyadapan Getah Pinus
Jumlah petani hutan penyadap getah pinus sebanyak 87 orang.
Pendapatan petani penyadap getah Pinus berkisar antara Rp. 600.000,-
hingga 1.250.000,-/orang/bulan, atau rata-rata Rp. 1.125.000,-/org/bln,
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 69
sebagaimana disajikan pada Tabel 2.20 sebagai berikut.
Tabel 2.20 Pemberdayaan Masyarakat melalui Penyadapan Getah Pinus
No. DesaTenaga Kerja
(penyadapan)
Hasil Rata-
Rata
(kg/org/bln)
Harga
Satuan/kg
(Rp)
Tambahan
Pendapatan
(Rp/org/bln)
Keterangan
1 Terong 4 300 2.000 600.000
2 Sudimoro I 15 500 2.000 1.000.000
3 Sudimoro II 30 625 2.000 1.250.000
4 Sudimoro
III 38 600 2.000 1.200.000
87 506,25 2.000 1.125.000Jumlah/Rata-
rata
4. Pemungutan Kemiri
Kemiri (Aleuritus mollucana) adalah tumbuhan yang bijinya
dimanfaatkan sebagai sumber minyak dan rempah rempah. Tumbuhan
ini masih sekerabat dengan singkong dan termasuk suku euphorbiaceae.
euphorbiaceae. Dalam kawasan Hutan Negara di Daerah Istimewa
Yogyakarta khususnya yang berada di Resort Pengelolaan Hutan
Mangunan dan Dlingo ada potensi pohon kemiri seluas 25 hektar dengan
potensi tanaman sebanyak 7.500 pohon atau kepadatan 500 pohon/ha
yang ditanam pada tahun 2000 sampai 2003. Kemiri ini dikelola oleh
Kelompok Tani Krido tani dengan jumlah anggota 30 orang dan
kelompok tani Ngudi Makmur dengan jumlah anggota sebanyak 20
orang.
Tanaman ini sudah menghasilkan biji kemiri dengan hasil rata-rata 2
kg/pohon/tahun sehingga bila dijumlah secara keseluruhan akan
didapatkan hasil 1.5 ton dari perhitungan di atas. Posisi harga kemiri di
pasaran lokal saat ini Rp. 300,-/kg, sehingga kelompok tani tersebut
setiap tahun mendapatkan tambahan penghasilan sebesar Rp.
4.500.000,-.
2.6 Kegiatan Pembangunan yang Pernah Dilaksanakan
Balai KPH Yogyakarta yang telah dibentuk berdasarkan Perda 36 Tahun
2008, secara operasional melaksanakan tugas pada tahun 2009. Kegiatan yang
telah dilaksanakan pada tiga tahun ini lebih terfokus pada pembenahan
penyempurnaan kegiatan KPH agar sesuai dengan amanah PP 6 tahun 2007 dan
melanjutkan kegiatan yang dulu dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Provinsi DIY. Kegiatan tersebut diantaranya sebagai berikut :
2.6.1 Tata Hutan dan Perencanaan
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 70
Kegiatan tata hutan dan perencanaan yang dilaksanakan balai KPH
Yogyakarta, meliputi :
1. Perencanaan
Perencanaan yang telah disusun meliputi perencanaan teknis tahunan
dan rencana jangka panjang KPH Yogyakarta. Rencana teknis tahunan
disusun N-1. Rencana Teknis Tahunan (RTT) yang disusun meliputi : (a)
RTT Pungutan Daun Kayu Putih; (b) RTT Jalan Hutan; (c) RTT Tanam dan
Pemeliharaan; dan (d) Rencana Tebangan.
RTT Pungutan daun Kayu Putih ini disusun untuk mendukung
ketersediaan bahan baku pabrik kayu putih, sehingga aspek kelestarian
baik hutan dan produksinya dapat terpenuhi dengan baik. RTT Jalan
Hutan disusun untuk mendukung angkutan produksi daun kayu putih
dari lokasi ke pabrik minyak kayu putih. Jalan-jalan yang rusak
direncanakan untuk direhabilitasi agar angkutan daun kayu putih tidak
terhambat. Rencana Jangka Panjang Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta
disusun pada tahun 2012 ini untuk memberikan arah dan pedoman
pembangunan KPH Yogyakarta sebagaimana diamanatkan dalam
Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.6/Menhut-II/2010 tentang
Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Pengelolaan Hutan Pada
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Dan Kesatuan Pengelolaan
Hutan Produksi (KPHP).
2. Inventarisasi dan taksasi tegakan
Inventarisasi hutan secara menyeluruh belum dilaksanakan, kegiatan
inventarisasi yang dilaksanakan terutama berkait dengan kemampuan
kawasan hutan kayu putih dalam mendukung bahan baku pabrik minyak
kayu putih yang dinamakan taksasi daun kayu putih.
Dalam pelaksanaannya, para Mantri (RPH) dan Mandor berkewajiban
menyusun Kendali Petak yang berisikan potensi tanaman yang ada
dalam setiap petak baik luas, jumlah tanaman dan volumenya. Dengan
demikian, secara tidak langsung inventarisasi potensi kawasan hutan di
KPH Yogyakarta telah dilaksanakan, sekalipun dalam keterbatasan.
Disamping itu, inventarisasi tanaman juga dilakukan pada areal yang
terkena pembukaan lahan untuk kegiatan pembangunan seperti
peruntukan uji coba Jati Unggul Nusantara (JUN) seluas 30 ha dan juga
pembangunan sarana prasarana seluas 0,6 ha.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 71
3. Penataan
Dalam penataan KPH Yogyakarta khususnya hutan AB, karena selama ini
belum masuk dalam pengelolaan BDH dan RPH maka pada tahun 2009
dilakukan inventarisasi wilayah hutan AB dan dimasukkan dalam
pengelolaan BDH dan RPH melalui Keputusan Kepala Dinas Kehutanan
dan Perkebunan Provinsi DIY 188/8898 tanggal 30 November 2010.
4. Pemetaan
Kegiatan pemetaan sekalipun dalam bentuk terbatas telah pada Balai
KPH Yogyakarta, diantaranya : (a) peta wilayah Balai KPH Yogyakarta
yang terbagi atas 5 BDH dan 26 RPH; (b) Peta Sebaran dan Jenis
Tanaman wilayah Kelola KPH; (c) Penyusunan Peta Sebaran Pesanggem;
(d) Penyusunan Peta Tanah Kosong pada Kawasan Hutan Kayu Putih;
dan (e) Peta Penjadwalan Pungutan Daun Kayu Putih dan (f) Peta
Rencana Tanam dan Pemeliharaan.
2.6.2 Rehabilitasi Hutan
Rehabilitasi hutan pada tahun 2009 dan 2010 dilakukan untuk
pananaman kawasan yang rusak akibat pencurian atau gangguan hutan baik
untuk jenis Jati dan Kayu Putih. Pada tahun 2009 dilakukan penanaman untuk
Jati seluas 20 ha dan kayu putih seluas 15 ha, tahun 2010 ditanam jenis jati 70
Ha dan kayu putih 50 ha. Pada tahun 2011, dengan adanya peningkatan
kapasitas pabrik kayu putih yang dibangun pada tahun 2009, tuntutan bahan
baku meningkat maka dilakukan intensifikasi tanaman kayu putih seluas 300
ha.
2.6.3 Pemanfaatan
Sebagaimana telah dijelaskan, pemanfaatan yang telah dilakukan secara
rutin yaitu pemungutan daun kayu putih dan pengolahan minyak kayu putih
serta penyadapan getah pinus. Pemanfaatan lainnya yaitu :
a. Penyiapan lahan untuk ujicoba pengembangan Jati Unggul
Nusantara seluas 30 ha. Pembukaan hutan pada lahan tersebut
menghasilkan kayu pertukangan 180 m3.
b. Pembukaan kawasan untuk sarana prasarana Tahura seluas 0,6
ha.
2.6.4 Perlindungan Hutan
Perlindungan hutan khususnya operasional pengamanan hutan
dilakukan terus menerus, berkala dengan melibatkan masyarakat serta
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 72
instansi terkait.
2.6.5 Sarana dan Prasarana
Pembangunan sarana prasarana yang telah dibangun sejak dibentuknya
Balai KPH Yogyakarta yaitu :
a. Pembangunan Pabrik Minyak Kayu Putih Sendangmole
b. Rehabilitasi Kantor BDH 4 unit dan Kantor RPH 8 unit
c. Pembangunan Tower HT 3 unit, dilengkapi dengan RIG 2 unit dan
HT 15 unit untuk mendukung pengamanan hutan
d. Pengadaan komputer 6 unit.
2.6.6 Kemitraan
Kemitraan yang telah dibangun selain dengan masyarakat sekitar hutan
juga dibangun dengan pihak ketiga yaitu dalam pengembangan Jati Unggul dan
penyadapan getah Pinus.
2.6.7 Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaaan masyarakat banyak dikembangkan sebagaimana
dijelaskan di depan, yaitu budidaya nenas, budidaya rotan, budidaya porang,
penanaman kemiri, pemberdayaan pesanggem dan juga Pengamanan Hutan
Swakarsa (Pamhut swakarsa). Secara lengkap kegiatan yang pernah
dilaksanakan disajikan pada Tabel 2.21 sebagai berikut.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 73
Tabel 2.21 Kegiatan Pembangunan yang Pernah Dilaksanakan No. 2009 2010 2011 Keterangan
I.
A.
1
Penyusunan Rencana Teknik
Tahunan (RTT) Pungutan Daun Kayu
Putih
1 buku 1 buku 1 buku
2 Penyusunan RTT Tanam 1 buku 1 buku 1 buku
3 Penyusunan RTT Jalan Hutan 1 buku
4Penyusunan Rencana Pembangunan
Jangka Panjang KPH1 buku
B.
1 Taksasi Daun Kayu Putih 4.086 ha 4.086 ha 14 RPH
2 Inventarisasi Petak 95 dan 96 untuk
PT JUN30 Ha
3
Inventarisasi rencana pembukaan
hutan untuk sarana prasarana
Tahura
0,6 Ha Petak 19
4 Inventarisasi kawasan wilayah
Kelola KPH (AB dan HN definitif)16.359,6 Ha
5Inventarisasi Potensi Tanaman KPH
Yogyakarta5 BDH, 26 RPH
Penyusunan
Kendali Petak
RPH dan BDH
C.
11. Penataan Wilayah KPH
Yogyakarta16.359,6 Ha
D.
1 Penyusunan Peta Wilayah Kelola
KPH (RPH, BDH, dan RPH)31 peta
1 KPH, 5 BDH, 26
RPH
2Penyusunan Peta Sebaran dan Jenis
Tanaman wilayah Kelola KPH31 peta
1 KPH, 5 BDH, 26
RPH
3Penyusunan Peta Sebaran
Pesanggem31 peta
1 KPH, 5 BDH, 26
RPH
4Penyusunan Peta Tanah Kosong pada
Kawasan Hutan Kayu Putih17 peta 14 RPH, 3 BDH
5 Peta penjadwalan pungutan daun
kayu putih1 peta 1 peta 1 peta
6Peta rencana tanam dan
pemeliharaan1 peta 1 peta 1 peta
E.
1Pendataan pesanggem di Wilayah
kelola KPH4 KTH/RPH 4 KTH/RPH 4 KTH/RPH
II.
A.
1 Penanaman Jati 20 Ha 70 Ha
2 Penyulaman Kayu Putih 15 Ha
3 Penanaman kayu Putih 50 Ha
4Intensifikasi Tanaman Kayu Putih
menjadi 3.333 btg/ha 300 Ha
B.
1 Pemeliharaan tahun I
a Jati
b Kayu Putih
2 Pemeliharaan tahun I
a Jati
b Kayu Putih
3Inventarisasi kawasan wilayah
Kelola KPH (AB dan HN definitif)16.359,6 Ha
4Inventarisasi Potensi Tanaman KPH
Yogyakarta5 BDH, 26 RPH
Penyusunan
Kendali Petak
RPH dan BDH
Kegiatan
TATA HUTAN DAN PERENCANAAN
REHABILITASI HUTAN
Penanaman dan Penyulaman
Pemeliharaan Tanaman
Perencanaan
Inventarisasi dan Taksasi
Penataan
Pemetaan
Pendataan
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 74
Lanjutan Tabel 2.21 Kegiatan Pembangunan yang Pernah Dilaksanakan
No. 2009 2010 2011 Keterangan
C.
1 Penataan Wilayah KPH
Yogyakarta16.359,6 Ha
D.
1 Penyusunan Peta Wilayah Kelola
KPH (RPH, BDH, dan RPH)31 peta 1 KPH, 5 BDH, 26
RPH 2 Penyusunan Peta Sebaran dan
Jenis Tanaman wilayah Kelola 31 peta 1 KPH, 5 BDH, 26
RPH 3 Penyusunan Peta Sebaran
Pesanggem31 peta 1 KPH, 5 BDH, 26
RPH 4 Penyusunan Peta Tanah Kosong
pada Kawasan Hutan Kayu Putih17 peta 14 RPH, 3 BDH
5 Peta penjadwalan pungutan daun
kayu putih1 peta 1 peta 1 peta
6 Peta rencana tanam dan
pemeliharaan1 peta 1 peta 1 peta
III.
1 Pemungutan Daun kayu Putih 4.300 ton 4.800 ton 4.950 ton 14 RPH
2 Pengolahan Kayu Putih 40.881 liter 41.700 liter 45.000 liter 4 Pabrik
3 Tebangan Kayu
a Jati Unggul 180 m3 30 Ha
b Tahura 17 m3 0.6 Ha
15 sm
IV.
1 Patroli rutin 25 RPH 25 RPH 25 RPH 25 RPH
2 Sosialisasi Pengamanan Hutan 2 kal 2 kali 2 kali 2 kal
3 Pengamanan bersama
masyarakat5 Kel (5 BDH) 10 Kel (5 BDH) 10 Kel (5 BDH 5 Kel (5 BDH)
4 Pembuatan Ilaran Api 40.000 m2 40.000 m2 40.000 m2 40.000 m2
5 Pengamanan Peredaran Hasil
Hutan4 Pos 4 Pos 4 Pos 4 Pos
V.
1 Pembangunan Tower HT - 2 unit 1 unit
2 Pengadaan HT 15 unit
3 Pengadaan Komputer - - 6 unit
4 Pembangunan Pabrik Kayu Putih 1 unit - - Sendangmole (Rp.
12M) 5 Rehabilitasi Pabrik Kayu Putih 4 unit 3 unit 3 unit 4 unit
6 Rehablitasi Kantor BDH - 2 unit 2 unit -
7 Rehabilitasi Kantor RPH 4 unit 4 unit
8 Pengadaan RIG 2 unit
VI.
1 Jati Unggul Sept, 2009
2 Penyadapan Getah Pinus Jan-10
SARANA DAN PRASARANA
KEMITRAAN
Kegiatan
Penataan
Pemetaan
PEMANFAATAN
PERLINDUNGAN HUTAN
2.7 Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan
2.7.1 Isu Strategis
Berdasarkan kondisi wilayah, potensi dan penyelenggaraan pengelolaan
hutan pada Balai KPH Yogyakarta, maka dapat ditarik isu strategis yaitu :
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 75
“Pengelolaan Hutan pada Balai KPH Yogyakarta belum diselenggarakan
secara optimal”. Isu ini dapat diukur dari bebagai kegiatan yang dilaksanakan
oleh Balai KPH Yogyakarta diantaranya bahwa :
1. Luas hutan pada Balai KPH Yogyakarta seluas 15.724,5 ha yang secara
nyata memberikan akses sosial, ekonomi dan lingkungan hanya dari
hutan kayu putih seluas 4.603,72 ha (21%). Potensi hutan Jati dan
rimba, dan jasa wisata belum dilakukan pengelolaan secara optimal,
sebagai sumber-sumber ekonomi baru dalam mendukung pembangunan
KPH Yogyakarta yang efektif, efisien dan mandiri.
2. Tahapan pengelolaan hutan belum dilakukan secara baik berlandaskan
pada prinsip “Pengelolaan Hutan Lestari”, yang menyangkut 10
(sepuluh) prinsip pengelolaan hutan lestari yang ditetapkan Forest
Stewarship Council (FSC) yaitu :
Prinsip 1 Ketaatan Terhadap Hukum & Prinsip-Prinsip
Pengelolaan Hutan
Prinsip 2 Tata Guna Hutan yang Bertanggung-jawab secara
Proporsional
Prinsip 3 Menghormati Hak-Hak Masyarakat Lokal
Prinsip 4 Hubungan antara Masyarakat dan Pengelola
dalam satu kesatuan sistem
Prinsip 5 Pemanfaatan Hutan berasas Kelestarian
Prinsip 6 Meminimalkan dampak negatif lingkungan
Prinsip 7 Rencana Pengelolaan yang jelas dan
berkesinambungan
Prinsip 8 Pengawasan dan pengendalian yang baik dan
tegas
Prinsip 9 Konservasi lahan dan alam dalam meningkatkan
daya dukung lingkungan
Prinsip 10 Pembangunan hutan produktif harus memberikan
konstribusi pada Daerah
3. Tahapan penyelengggaraan silvikultur belum dilaksanakan secara baik
mulai dari bibit (bersertifikat), tanam, prunning (wiwilan), penjarangan,
penebangan, pengolahan.
4. Penyelenggaraan rehabilitasi belum direncanakan secara baik dalam
satu kesatuan wilayah pengelolaan. Hal ini dimaklumi, bahwa program
rehablitasi belum terkait dengan proses produksi yang dibangun dari
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 76
hulu sampai hilir. Kegiatan rehablitasi masa lalu terkesan “asal hijau”
karena hanya untuk tujuan konservasi, tentunya dengan dibangunnya
KPH Yogyakarta paradigma rehabilitasi perlu diarahkan pada “hijau plus
dan mandiri” artinya proses rehabilitasi/penanaman suatu jenis
tanaman sudah dapat dirancang hingga panen dan prosesingnya.
5. Kebijakan yang belum mantap dan konsisten dalam penggunaan lahan
dan ruang, sehingga masih terdapat kegiatan yang dengan mudah
mengganti tanaman yang sudah ada dengan tanaman lain atau untuk
kepentingan lain yang arah dan tujuannya belum jelas.
6. Pemberdayaan dan partisipasi masyarakat sekitar hutan belum dibangun
aspek yuridis yang kuat baik dalam hak dan kewajiban. Ikatan-ikatan
hak dan kewajiban masih bersifat naluri dan turun temurun.
7. Isu perdagangan karbon yang sedang marak dibicarakan masyarakat
global perlu dimasukkan ke dalam rencana jangka panjang, sehingga KPH
Yogyakarta mempunyai peran baik secara nasional maupun global.
Berlandaskan pada isu di atas maka perlu adanya “Perencanaan
Pengelolaan Jangka Panjang yang Mantap dan Terpadu”, sehingga dapat
menjadi acuan dan pedoman bagi perencanaan teknis derivatifnya.
2.7.2 Kendala
Kendala dalam upaya mewujudkan Pengelolaan Hutan pada Balai
KPH secara optimal menyangkut internal dan eksternal diantaranya
sebagai berikut :
2.7.2.1 Internal
Kendala internal menyangkut kelemahan dalam unsur-unsur
manajemen yaitu :
1. Sumberdaya manusia yang terbatas
Organisasi Balai KPH Yogyakarta bersifat kewilayah yang terbagi dalam 5
BDH dan 25 RPH, pada masing-masing unit kerja ini dibutuhkan
pengelola hutan pada wilayahnya masing-masing. Secara kuantitas
kekuatan personil KPH Yogyakarta terdapat sebanyak 177 orang
sebagaimana disajikan pada Tabel 2.22 sebagai berikut.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 77
Tabel 2.22 Kekuatan Personil Balai KPH Yogyakarta
No Unit S2 S1 S0/D3 SMA SMP SD TOTA
L1 Tata Usaha 1 1 0 7 3 0 12
2 Penataan dan Perlindungan
Hutan 0 2 0 2 1 0 5
3 Rehabilitasi dan Produksi
Hutan 1 2 3 5 2 0 13
4 BDH Playen 0 3 1 20 8 1 33
5 BDH Paliyan 0 1 0 17 3 2 23
6 BDH Karangmojo 0 1 0 13 8 6 28
7 BDH Panggang 0 0 0 7 3 2 12
8 BDH Kulonprogo-Bantul 0 0 0 17 14 4 35
2 10 4 88 42 15 161JUMLAH
Tabel 2.23 Kekuatan Tenaga Teknis Lapangan Pada Tingkat RPH
Tana
m
Pemeliharaa
n
Pemanena
n
Pengamana
nKARANGMOJO Candi 681,2 1 1 - 1 3
Gelaran 815,4 1 1 1 2 5
Kenet 780,3 1 1 - 1 3
Nglipar 884,1 1 1 - 1 3
Semanu 163,9 1 - - 1 2
PALIYAN Giring 585,3 1 1 - 1 3
Karangmojo 614 1 - - 1 2
Kedungwangl
u287,7 1 1 - 2 4
Menggoro 661 1 1 1 2 5
Mulo 747,2 1 1 - 1 3
Paliyan 181 1 1 - 1 3
PANGGANG Bibal 306 1 - - 2 3
Blimbing 549,8 1 - - 1 2
Panggang 528,6 1 - - 1 2
Pucanganom 402 1 - - 1 2
PLAYEN Banaran 522,9 1 - - 2 3
Bunder 375,6 1 - - 1 2
Gubugrubuh 653,2 1 1 1 2 5
Kepek 696,8 1 1 1 2 5
Manggoran 676,6 1 1 1 1 4
Wonolagi 768,6 1 1 - 1 3
YOGYAKARTA Mangunan 510 2 2 2 3 9
Dlingo 415 2 2 2 2 8
KULON PROGO Kokap 601,6 1 1 - 1 3
Sermo 435,9 1 1 - 1 3
JUMLAH 90
JUMLA
HBDH RPH
Luas
(ha)
MANDOR
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 78
Disamping keterbatasan dalam kuantitas karena banyak yang pensiun,
dan formasi untuk penambahan tenaga teknis (khususnya lapangan)
tidak ada, keterbatasan dalam kualitas juga mewarnai tenaga teknis pada
Balai KPH. Bentuk-bentuk pendidikan fungsional seperti polisi
kehutanan, pemetaan, inventarisasi (cruising), ganis dan wasganis dan
lainnya masih sangat terbatas.
2. Sumber Dana Pembangunan
Sumber pendanaan pembangunan pada Balai KPH Yogyakarta masih
terbatas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
3. Sarana Prasarana
Sarana prasarana perkantoran seperti meja kursi dan lemari (khususnya
pada BDH dan RPH), komputer, sarana surveyor, pemetaan, pengamanan
hutan dan lainnya masih sangat terbatas.
Disamping kendala dalam unsur-unsur manajemen ini, beberapa kendala
teknis diantaranya mencakup :
a. Kawasan hutan yang belum mantap khususnya hutan AB
b. Keterpaduan pembangunan yang masih lemah baik dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian.
2.7.2.2 Eksternal
Kendala eksternal dalam upaya mencapai tujuan pembangunan KPH
Yogyakarta diantaranya :
1. Tata Hubungan Kerja antara Dinas Kehutanan dan para pihak terkait
dengan Balai KPH yang belum padu. Hal ini menyulitkan dalam penilaian
kinerja KPH yang didasarkan pada PP 6 tahun 2007.
2. Belum seluruh Eselon I pada Kementerian Kementerian Kehutanan
memberikan dukungan kepada Pengembangan KPH. Sementara ini baru
dari Direktorat Jenderal Planologi.
2.7.3 Permasalahan
Kawasan hutan di Balai KPH Yogyakarta seluas 15.724,50 ha, yang
berada pada wilayah penduduk yang padat dan masyarakat sekitar hutan
umumnya merupakan masyarakat yang berpendapatan rendah, serta luas
hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang relatif kecil (5,56% dari luas
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 79
wilayah), menyebabkan berbagai permasalahan dalam upaya mewujudkan
multifungsi hutan KPH Yogyakarta yang mampu mewadahi aspek sosial,
ekonomi dan lingkungan.
Permasalahan sosial menyangkut kebutuhan masyarakat sekitar hutan
akan lahan garapan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan lapangan kerja
untuk meningkatkan pendapatannya. Sekalipun upaya pemberdayaan
masyarakat telah dilaksanakan seperti tumpangsari, HKm, HTR, HD dan
pemberdayaan budidaya nenas, rotan, kemiri, dan lainnya. Kiranya masih perlu
dilakukan penataan kembali seperti : (a) ikatan pesanggem dalam pengelolaan
hutan baik hak dan kewajiban, serta upaya pemberdayaan lanjutannya; (b)
penataan batas HKm dan HTR yang di lapangan belum jelas; (c) disain
perencanaan pemberdayaan yang perlu dirancang dari hulu (proses produksi)
hingga hilir (pasar), melalui kelembagaan usaha yang jelas. Dengan demikian,
peran hutan dan kehutanan yang dikelola KPH akan memberikan akses nyata
kepada masyarakat lokal dan juga Daerah Istimewa Yogyakarta dalam
pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran melalui pembukaan
lapangan kerja dan berusaha. Permasalahan sosial ini, juga mengakibatkan
berbagai gangguan hutan baik untuk kawasan hutan seperti okupasi lahan
(bibrikan), pencurian hasil hutan dan lainnya.
Disamping permasalahan sosial ini, permasalahan pemantapan status
kawasan hutan juga perlu dimantapkan. Hal ini perlu dilakukan karena
berbagai kepentingan pembangunan fasilitas umum seperti pembukaan Jalan
Lintas Selatan (yang sebagian membuka kawasan hutan AB), pelebaran jalan,
penggunaan alur (jalan pengawasan hutan) untuk kepentingan masyarakat
dimana masyarakat menuntut untuk dapat ditingkatkan kualitasnya guna
kepentingan umum. Hal ini tentunya akan mengurangi riil kawasan hutan,
termasuk dalam hal ini perubahan batas dan juga penggantian batas yang hilang
baik batas luar maupun batas fungsi.
Berkait dengan pemantapan kawasan hutan dan tata hutan, masalah
penggunaan kawasan hutan yang belum jelas statusnya perlu diselesaikan
seperti penggunaan kawasan untuk Pusat Latihan Tempur (PUSLATPUR) di
Paliyan yang hingga kini belum jelas proses pinjam pakainya. Juga di beberapa
kawasan hutan terdapat bentuk-bentuk fasilitas masyarakat seperti lapangan
bola dan lainnya yang perlu dikoordinasikan penyelesaiannya dengan instansi
terkait.
Dalam aspek pengembangan ekonomi, Balai KPH yang selama ini
bertumpu pada kekuatan produksi minyak kayu putih dan saat ini mulai dengan
penyadapan getah pinus, kiranya belum mengoptimalkan seluruh potensi yang
ada. Pembangunan dan rehabilitasi tanaman yang mengarah pada konservasi
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 80
dan pengembangan sumber-sumber ekonomi baru termasuk pengembangan
jasa wisata perlu dibuka dan dikembangkan sehingga akses dan kontribusi
pembangunan KPH kepada masyarakat lokal dan daerah menjadi semakin
meningkat.
Demikian juga, penutupan kawasan hutan di wilayah Balai KPH
Yogyakarta sudah mencapai 99%, namun upaya rehabilitasi tetap harus
dilakukan untuk mengganti tanaman yang mengalami gangguan keamanan
hutan. Upaya peningkatan penutupan lahan hutan dengan tanaman produktif
dengan kerapatan yang optimal diharapkan dapat meningkatkan produktifitas
hutan wilayah KPH Yogyakarta yang pada gilirannya akan memberikan
kontrubusi ekonomi baik bagi Balai KPH Yogyakarta sebagai subyek
pengelolanya maupun masyarakat sebagai bagian dari obyek pengelolaan
hutan.
Seluruh kegiatan aspek sosial, ekonomi dan teknis manajerial kehutanan
yang dilakukan Balai KPH Yogyakarta tentunya akan berbasis ekosistem dengan
mengedepankan konservasi alam dan konservasi lahan guna mendukung fungsi
lingkungan baik dalam penyangga iklim dan tata air.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal III- 81
Visi, Misi dan Arahan Pengelolaan Hutan
3.1 Visi
Visi KPH disusun berdasarkan kondisi ideal sumberdaya hutan yang diharapkan di masa mendatang yang akan menginspirasi penyusunan kegiatan pengelolaan hutan di dalam rencana ini. Penyusunan visi diselaraskan dengan visi rencana pembangunan di Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya Rencana Kehutanan Tingkat Propinsi (RKTP) D.I. Yogyakarta yang telah disusun pada tahun 2011. Dengan memperhatikan visi tersebut serta memperhatikan perubahan paradigma dan kondisi yang akan dihadapi pada masa yang akan datang, maka visi KPH Yogyakarta dirumuskan sebagai berikut: “Terwujudnya kemandirian KPH menuju pengelolaan hutan lestari dan kemanfaatan bagi parapihak.”
Visi tersebut didasarkan pada rasionalitas bahwa kawasan hutan di KPH Yogyakarta terdiri dari hutan dengan beragam fungsi dan kondisi biofisik, serta ragam kondisi sosio-demografi masyarakat yang melingkupi, mulai dari masyarakat pedesaan yang menggantungkan hidupnya terhadap sumberdaya hutan dan masyarakat urban. Selain itu, visi ini juga mempertimbangkan komitmen nasional terhadap isu global, terutama terkait dengan perubahan iklim (climate change).
3.2 Misi
Untuk mencapai visi tersebut, KPH Yogyakarta perlu merumuskan misi yang lebih operational di lapangan. Misi yang dikembangkan untuk mewujudkan visi pengelolaan KPH Yogyakarta adalah sebagai berikut:
a. Pemantapan tata hutan b. Optimalisasi pemanfaatan potensi sumberdaya hutan c. Peningkatan rehabilitasi dan perlindungan hutan, sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya d. Peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk mendukung
pengelolaan hutan lestari.
3.3 Pendekatan manajemen Untuk mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan di atas, pengelolaan
KPH Yogyakarta mengadopsi beberapa pendekatan/ prinsip dasar sebagai berikut:
1. Otonomi Salah satu prinsip dasar yang sangat penting dalam pengelolaan sumberdaya hutan adalah otonomi pengelola dalam menterjemahkan arahan manajemen dan menetapkan pilihan-pilihan kegiatan yang
3
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal III - 82
didasarkan pada analisis trajektori dan proyeksi pengelolaan sumberdaya hutan. Otonomi ini sangat penting untuk memberi ruang bagi pengelola untuk secara aktif melakukan adaptasi terhadap kemungkinan dinamika yang melingkupi pengelolaan sumberdaya hutan, sehingga didapatkan pilihan-pilihan respon yang tepat.
2. Manajemen berbasis rejim (Regime-based management) Pengelolaan hutan saat ini menuntut sinergitas tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu ekologi/ lingkungan, sosial, dan produksi/ ekonomi. Yang menjadi tantangan adalah satu unit bentang kawasan berdasarkan karakteristik biofisik dan kondisi sosio-demografi masyarakat yang melingkupinya bisa mengampu beberapa pilar kelestarian secara simultan. Oleh karena itu, dalam pengelolaan KPH Yogyakarta akan disimulasikan kombinasi rejim pengelolaan antara kondisi biofisik dan sosio-ekonomi masyarakat, yang tentunya akan didapatkan beragam kombinasi rejim pengelolaan. Sebagai contoh, kawasan hutan yang secara biofisik telah ditetapkan sebagai hutan produksi bisa diterjemahkan lebih detail dalam berbagai rejim yang didasarkan pada kondisi sosio-demografi masyarakat yang berbeda.
3.4 Arahan kebijakan pengelolaan
Arah kebijakan kehutanan KPH Yogyakarta merupakan panduan yang harus diikuti untuk menuju pengelolaan hutan berkelanjutan dengan pertimbangan ekologi, sosial dan ekonomi. Untuk itu, berdasarkan analisis visi, dan misi, pengembangan arahan kebijakan kehutanan adalah untuk memecahkan masalah strategis pengelolaan KPH Yogyakarta sebagai berikut:
1. Meningkatkan stabilitas ekosistem kawasan hutan
a. Restorasi kawasan lindung yang kritis: Kawasan lindung yang kritis akan menurunkan kualitas ekologi dan ekosistem yang akan berimplikasi pada penurunan kemampuan sumberdaya hutan untuk memberikan kemanfaatan lingkungan bagi masyarakat. Untuk itu, pengelolaan KPH Yogyakarta diarahkan untuk secara gradual -disesuaikan dengan kemampuan anggaran dan juga tingkat partisipasi masyarakat- untuk merestorasi kawasan lindung yang kritis sehingga kawasan tersebut bisa mengampu fungsi yang telah ditetapkan dengan optimal.
b. Penanaman tanah kosong: Tanah kosong merupakan masalah yan cukup pelik yang akan mengganggu stabilitas ekosistem kawasan hutan secara keseluruhan. Penanganan tanah kosong akan menjadi prioritas pengelolaan untuk memperbaiki kualitas sumberdaya hutan secara keseluruhan. Kegiatan penanaman tanah kosong akan dilakukan secara gradual secara mandiri maupun kolaborasi untuk mengurangi fragilitas kawasan hutan dan juga tujuan finansial perusahaan jangka panjang.
c. Peningkatan kualitas hutan produksi: Kawasan hutan yang dibebani fungsi produksi yang dikelola dengan baik secara simultan akan memberikan kemanfaatan ekologis. Oleh karena itu kualitas hutan
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal III - 83
produksi acara secara gradual akan terus ditingkatkan. Skema peningkatan kualitas hutan produksi tergantung dari kondisi terkini. Tegakan yang tidak produktif akan dipriritaskan untuk diganti. Selain itu juga akan dipertimbangkan pengembangan struktur hutan yang lebih baik dengan pengembangan multi species dalam satu kawasan produksi.
2. Meningkatkan tanggungjawab sosial melalui peningkatan akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan
a. Melakukan identifikasi kebutuhan dasar masyarakat di sekitar hutan: Identifikasi kebutuhan dasar masyarakat merupakan bagian prakondisi untuk program pemberdayaan masyarakat dengan skema hutan desa, hutan tanaman rakyat dan kemitraan.
b. Melakukan pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan: Pemberdayaan masyarakat desa hutan akan menjadi prioritas pengelolaan melalui berbagai skema yang dapat meningkatkan independensi dan kemampuan mereka untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik dengan memberikan akses yang lebih baik terhadap hutan. Akses yang lebih baik ini bisa diterjemahkan dalam berbagai skema misalnya meningkatkan luasan plot tanaman pertanian diantara species kehutanan.
c. Melakukan fasilitasi kepada kelompok masyarakat atau lembaga desa adat untuk mendapatkan hak hutan kemasyarakatan: Kegiatan fasilitasi ini akan difokuskan terhadap kelompok masyarakat yang sudah mendapatkan ijin kehutanan kemsyarakatan untuk benar-benar bisa mendapatkan manfaatnya yang nyata dari sumberdaya hutan yang dikelola. Fasilitasi ini juga mencakup bagaimana kelompok masyarakat tersebut dapat memanfaatkan hasil hutan mayor (kayu) dari dalam hutan. Selain itu, pengelolaan hutan KPH Yogyakarta akan mendorong dan memfasilitasi kelompok masyarakat/ desa lain untuk mendapatkan ijin-ijin baru, terutama di kawasan yang sesuai.
d. Meningkatkan peran RPH sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat: Fungsi RPH harus ditingkatkan dari koordinator polisi hutan menjadi petugas yang mampu memfasilitasi masyarakat desa hutan dalam upaya pemanfaatan, pengamanan, perlindungan, konservasi dan wisata alam, terutama dengan skema hutan desa, kemitraan, dan hutan tanaman rakyat.
e. Asistensi dan fasilitasi pengembangan hutan rakyat: Hutan rakyat merupakan salah satu kunci dalam pengelolaan kawasan hutan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Keberadaan hutan rakyat ini bisa menutupi defisit luasan kawasan hutan minimal yang tidak bisa dipenuhi oleh kawasan hutan negara. Selain itu, hutan rakyat juga secara nyata menumbuhkembangkan perekonomian masyarakat.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal III - 84
Oleh karena itu, KPH Yogyakarta akan memberikan perhatian yang serius terhadap pengelolaan hutan rakyat.
3. Meningkatkan viabilitas finansial pengelolaan hutan
a. Memperkuat peran kayu putih sebagai tulang punggung finansial: Kayu putih selama ini menjadi sumber pendapatan utama KPH Yogyakarta. Peran tegakan kayu putih dapat ditingkatkan dengan mengganti tegakan tua yang kurang produktif dengan memperkenalkan bibit unggul, dan meningkatkan rendemen produksi yang lebih tinggi dengan penggunaan teknologi yang lebih baik.
b. Melakukan pemanenan/ penebangan tegakan jati dan rimba yang kurang produktif: Penebangan tegakan jati dan rimba yang kurang produktif (tebangan akhir maupun penjarangan) akan digunakan untuk memperkuat pendapatan perusahaan jangka pendek.
c. Meningkatkan peran hasil hutan non-kayu, terutama pinus untuk penghasilan perusahaan, selain untuk sumber penghasilan masyarakat sekitar hutan.
d. Pengembangan produk non-kayu baru: Terdapat potensi yang cukup besar untuk pengembangan produk-produk non-kayu baru seperti bambu. Potensi pasar bambu sangat prospektif, sementara di wilayah KPH Yogyakarta terdapat lahan yang cukup cocok untuk pengembangan bambu terutama di sepanjang sungai.
e. Pengembangan wisata: KPH Yogyakarta mempunyai banyak potensi wisata yang bisa terus dikembangkan untuk memberikan keuntungan finansial. Mengingat potensi kecenderungan peningkatan kebutuhan masyarakat akan sarana wisata alam, potensi wisata alam di masa mendatang justru bisa menjadi tulang punggung bagi pendapatan finansial perusahaan. Pengembangan wisata dapat dilakukan melalui identifikasi potensi wisata, pembangunan sarana dan prasarana pendukung serta pemasaran yang baik.
f. Pengembangan dari jasa lingkungan: Pengembangan dan pemasaran jasa lingkungan juga akan menjadi fokus pengelolaan hutan KPH Yogyakarta. Saat ini telah ada berbagai skema pembayaran untuk jasa lingkungan (payment for environmental services) seperti perdagangan karbon. Pada tahap awal, pengembangan jasa lingkungan ini bisa dilakukan dengan inventarisasi potensi dan pasar.
g. Pemanfaatan pada wilayah tertentu: Wilayah tertentu akan terus dioptimalkan pemanfaatannya sesuai dengan karakteristik masing-masing kawasan, baik secara mandiri oleh KPH, maupun melalui skema-skema pemberdayaaan masyarakat dan ujicoba kerjasama dengan pihak lain.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal III - 85
4. Memantapkan penataan kawasan hutan secara rasional, efektif dan efisien
a. Melanjutkan penataan tanah AB di KPH Yogyakarta: Kawasan AB merupakan kawasan hutan negara yang sudah dikelola dan digunakan oleh masyarakat. Pengelolaan KPH akan memberikan perhatian serius pada kawasan ini untuk mendorong kepastian kawasan dengan tetap mempertimbangkan keinginan masyarakat. Skema kehutanan kemasyarakat sangat dimungkinkan pada kawasan ini.
b. Melakukan rasionalisasi organisasi RPH: Resort polisi hutan (RPH)
merupakan organisasi pengelola hutan terkecil yang langsung melakukan kegiatan pengelolaan hutan, penjagaan dan perlindungan hutan pada tingkat lapangan. Luas dan distribusi wilayah hutan yang dikelola harus didasarkan pada kondisi khas, biofisik, kekompakan wilayah hutan, dan akesibilitas, dan kesatuan ekosistem hutan yang relatif sama.
5. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia (SDM) kehutanan
Kebutuhan tenaga pengelola KPH baik dalam kuantitas maupun kualitasnya dalam pengelolaan hutan dan pemanfaatan hutan harus ditingkatan untuk mencapai KPH Yogyakarta sebagai KPH mandiri, profesional dan berkelanjutan.
6. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi antar institusi
Koordinasi dan komunikasi intensif dengan Kementrian Kehutanan, dinas kehutanan kabupaten dan pemerintah kecamatan dan desa secara reguler harus diagendakan untuk keberlanjutan kegiatan KPH Yogyakarta.
7. Meningkatkan kerjasama penelitian
Kerjasama penelitian dengan berbagai institusi riset seperti perguruan tinggi akan terus didorong untuk memberikan kemanfaatan mutual.
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 86
Analisis dan Proyeksi
4.1. Pendahuluan
Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa
Yogyakarta, beberapa pemanfaatan/peruntukan dalam kawasan hutan produksi
antara lain: Areal pemanfaatan untuk Hutan Kemasyarakatan (HKm) seluas
1.061,55 ha; Areal Hutan Pendidikan Wanagama seluas 599,7 ha; Areal Hutan
Penelitian 100,6 Ha; Areal Pengembangan Model Pengelolaan Hutan seluas 118,0
Ha; dan Areal Pengembangan Silvikultur Intensif seluas 94,0 Ha. Untuk kawasan
hutan AB, dari luas total 1.773 ha, seluas 327 Ha telah dicadangkan oleh Menteri
Kehutanan sebagai lokasi Hutan Tanaman Rakyat. Sedangkan untuk kawasan hutan
lindung dari luas total 2.312,8 ha, seluas 222,9 ha dimanfaatkan sebagai areal HKm.
Berikut ini adalah gambaran tentang kondisi ragam pengelolaan dan
pemanfaatan di kawasan KPH Yogyakarta sampai dengan tahun 2013.
Gambar 4.1. Sebaran wilayah KPH Yogyakarta menurut Pemanfaatan
Dari areal yang belum dibebani ijin pemanfaatan tersebut (diluar areal HKm,
Hutan Tanaman Rakyat dan Hutan Desa) yang lebih dikenal dengan istilah
KPH
YOGYAKARTA
15.724,5 hA
HUTAN
PRODUKSI
13.411,7 Ha
HUTAN
LINDUNG
2.312,8 Ha
HP : 11.638,7 Ha Wanagama: 599,7 Ha
Htn Penel: 100,6 Ha
HP - AB: 1.773 Ha
Pengemb. Model
Kelola Hutan: 118,0 Ha
HKm : 222,9 Ha
Areal SILIN : 94,0 Ha
HKm : 1061,55 Ha
HTR : 327,0 Ha
Blm ada Pemanfaatan : 9.664,85 Ha
Blm ada Pemanfaatan :
1.446 Ha
Blm ada Pemanfaatan : 2.089,9 Ha
HD : 627,0 Ha
4
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 87
kawasan hutan wilayah tertentu, pada tahun 2012 yang lalu sudah dilakukan
kegiatan inventarisasi hutan yang bertujuan untuk mengetahui sebaran, dan
potensi tegakan yang terdapat di wilayah KPH Yogyakarta.
Mengingat kegiatan inventarisasi hutan dilakukan sebelum kegiatan
penataan kawasan hutan, sehingga batas antara petak dan anak petak di lapangan
belum tertata dengan baik, maka pelaksanaan kegiatan inventarisasi dilakukan
berbasis petak yang dapat berdampak tidak dapat ditampilkannya data kondisi
tegakan pada masing-masing anak petak misal: jenis tegakan dan luas dari tiap-tiap
anak petak. Disamping itu sampai dengan saat ini KPH Yogyakarta belum memiliki
Tabel Tegakan Normal sehingga output yang bisa diperoleh dari kegiatan
inventarisasi hutan hanya sebatas mengetahui sebaran jenis tegakan,
tinggi/peninggi, umur, jenis permudaan, derajat kesempurnaan jumlah pohon
(dkn), dan volume riil tegakaan (actual standing stock). Untuk data derajat
kesempurnaan diameter (dkd2), dan derajat kesempurnaan kerapatan tegakan
(KBD) tidak dapat ditampilkan karena tidak ada parameter pembanding dari
tegakan normal.
4.2. Klasifikasi Tegakan
Salah satu inti dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan adalah
penentuan tindakan teknik kehutanan yang akan diterapkan atau dilakukan pada
masing-masing petak. Berkenaan dengan hal tersebut perlu dilakukan
pengelompokkan tegakan hutan menurut pendekatan parameter tegakan, karena
tindakan teknik kehutanan yang akan dilakukan akan berbeda antara petak yang
memiliki kondisi tegakan yang baik dan kondisi tegakan yang kurang baik.
Mengingat belum adanya tabel tegakan normal dari tegakan yang ada di kawasan
hutan KPH Yogyakarta, sehingga tidak diketahui nilai Kerapatan Bidang Dasar
(KBD) dari tegakan, maka pendekatan pengklasifikasian tegakan di KPH
Yogyakarta menggunakan parameter nilai dkn. Nilai dkn adalah derajat
kesempurnaan yang nilainya antara 0 – 1 yang diperoleh dari perbandingan jumlah
pohon lapangan dibandingkan jumlah pohon normal setiap hektar luasan.
Untuk perhitungan nilai dkn tegakan hutan di KPH Yogyakarta, berikut ini
adalah nilai N/ha (jumlah pohon normal setiap ha) dari setiap jenis tegakan yang
ada di KPH Yogyakarta.
1. Tegakan jati, N/ha ditetapkan sebesar 1.000 pohon/ha, dengan jarak
tanam 4 x 2.5 meter.
2. Tegakan kayu putih, N/ha ditetapkan sebesar 3.333 pohon/ha, dengan
jarak tanam 4 x 0,75 meter.
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 88
3. Tegakan rimba (pinus, akasia, mahoni dll), N/ha ditetapkan sebesar
2.000 pohon/ha. Angka N/ha sebesar 2.000 pohon tersebut ditetapkan
dengan pertimbangan tegakan sudah berumur > 15 tahun dan sudah
dilakukan kegiatan penjarangan, sehingga N/ha nya sudah berkurang
dari N awal yaitu 3.333 pohon/ha.
Dari pendekatan nilai dkn tegakan hutan, berikut ini adalah klasifikasi dari
tegakan hutan yang ada di KPH Yogyakarta, yaitu:
1. Tanah Kosong (TK), yaitu tegakan yang memiliki nilai dkn < 0,2.
2. Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK), yaitu tegakan yang memiliki nilai
0,2 ≤ dkn < 0,5.
3. Tegakan Normal (kelas umur), yaitu tegakan yang memiliki nilai dkn ≥
0,5. Khusus untuk tegakan jati normal kemudian dibagi dalam kelas
hutan KU I, KU II, KU III, s.d. KU VIII dengan interval umur setiap 10
tahun. Artinya KU I adalah tegakan jati dengan dkn ≥ 0,5 dan memiliki
umur antara 1 – 10 tahun, KU II adalah tegakan jati dengan dkn ≥ 0,5
dan memiliki umur antara 11 – 20 tahun, dan begitu seterusnya.
4.3. Komposisi Tegakan
Sebagaimana dipaparkan dalam Bab II, ragam tegakan yang terdapat di
wilayah kelola KPH Yogyakarta adalah tegakan tanaman Jati, tanaman kayu putih,
mahoni, Acasia auriculiformis, Acasia catechu, Pinus merkusii , Kemiri, Kesambi,
Gmelina, Gliricedea, Sono, Bambu, Murbei, dan tanaman campuran. Penutupan
vegetasi hutan di wilayah KPH Yogyakarta sangat beragam, namun umumnya
merupakan hutan tanaman. Jenis tegakan yang paling dominan di KPH Yogyakarta
adalah tanaman jati dan kayu putih.
Sebagaimana uraian pada Bab II, berdasarkan hasil inventarisasi hutan yang
dilakukan pada tahun 2012, berikut ini adalah ragam penutupan vegetasi di KPH
Yogyakarta.
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 89
Tabel 4.1. Sebaran Tanaman (Penutupan Vegetasi) di KPH Yogyakarta menurut
Inventarisasi Tahun 2012
HKm JatiKayu
PutihMahoni
Acacia
auri
Acacia
catechuPinus Kemiri Kesambi Gliricidea Sono Bambu Murbei Campur
1 PLAYEN 3.641,5 233,5 1.168,7 1.415,1 53,5 9,9 6,3 - 61,3 17,8 5,5 - 0,2 4,9 212,8
2 PALIYAN 4.206,3 327,4 2.398,0 434,7 6,5 100,9 - - - - - - - - 46,0
3 KARANGMOJO 3.746,4 450,9 577,6 2.325,2 2,9 30,4 1,5 - - - - 4,8 - - 119,0
4 PANGGANG 2.232,7 190,9 1.612,0 30,0 64,0 - - - - - - - - - 15,0
5KPROGO-
BANTUL1.897,6 129,2 404,7 303,8 24,9 67,8 - 130,0 98,0 - 12,4 36,5 5,0 - 454,8
15.724,5 1.331,9 6.161,0 4.508,8 151,8 209,0 7,8 130,0 159,3 17,8 17,9 41,3 5,2 4,9 847,6
100,00 8,47 39,18 28,67 0,97 1,33 0,05 0,83 1,01 0,11 0,11 0,26 0,03 0,03 5,39 Prosentase
No BDH Luas (Ha)
STRUKTUR TEGAKAN (Diluar Areal HKm dan Hutan Pendidikan Wanagama)
Jumlah
Berikut ini adalah penjelasan secara lebih rinci dari beberapa tegakan yang
dominan di KPH Yogyakarta menurut hasil inventarisasi hutan tahun 2012.
4.3.1. Tegakan Jati
Berdasarkan hasil inventarisasi hutan yang dilakukan pada tahun 2012, luas
tegakan jati (diluar areal ijin pemanfaatan HKm dan areal hutan pendidikan
Wanagama) di KPH Yogyakarta seluas 6.161,00 Ha, yang tersebar di kawasan hutan
lindung seluas 979,00 Ha, dan kawasan hutan produksi seluas 5.182,00 Ha.
Dari tegakan hutan jati khususnya yang berada di kawasan hutan lindung
seluas 979,00 Ha tersebut, tersebar di beberapa BDH, dengan perincian di BDH
Karangmojo seluas 381,60 ha (38,98%), BDH Paliyan seluas 328,00 Ha (33,50%),
BDH Panggang seluas 65,90 Ha (6,73%), dan BDH Kulon Progo-Bantul seluas
203,50 Ha (20,79%). Sedangkan untuk tegakan jati yang berada di kawasan hutan
produksi seluas 5.182,00 Ha tersebar di beberapa BDH, tegakan jati terluas berada
di BDH Paliyan seluas 2.070,00 ha (39,95%), diikuti pada urutan kedua adalah
BDH Panggang seluas 1.546,10 Ha (29,84%), urutan ketiga BDH Playen dengan luas
1.168,70 Ha (22,55%), keempat adalah BDH Kulon Progo-Bantul dengan luas 201,2
Ha (3,88%), dan terakhir adalah BDH Karangmojo seluas 196,00 Ha (3,78%).
Dari tegakan hutan jati yang berada kawasan hutan produksi tersebut
terbagi dalam kawasan hutan yang tidak produktif seluas 2.265,30 Ha, dan
kawasan hutan produktif seluas 2.916,70 Ha. Dari kawasan hutan tidak produktif
tersebut didominasi oleh Tegakan Bertumbuhan Kurang (BK) seluas 2.103,25 Ha
(92,85%) dan sisanya berupa kelas hutan Tanah Kosong (TK) seluas 162,05 Ha
(7,15%). Untuk kelas hutan Tanah Kosong seluas 162,05 Ha, sebagian besar berada
di BDH Playen seluas 158,05 ha, dan sisanya tersebar di BDH Paliyan dan BDH
Panggang masing-masing seluas 2,00 ha. Sedangkan untuk kelas hutan Tegakan
Bertumbuhan Kurang tersebar di beberapa BDH, yaitu BDH Playen seluas 743,35
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 90
ha, BDH Panggang seluas 674,30 Ha, BDH Paliyan seluas 551,60 Ha, BDH
Karangmojo seluas 130,00 Ha, dan BDH Kulon Progo-Bantul seluas 4,00 Ha.
Untuk kelas hutan produktif produktif, dari luas kawasan 2.916,70 Ha
didominasi tegakan jati Kelas Umur I seluas 2.611,50 Ha (85,94%), dan Kelas Umur
II seluas 234,80 ha (8,05%), sedangkan sisanya terbagi dalam beberapa kelas hutan
yaitu KU III seluas 10,70 ha (0,37%); KU IV seluas 27,00 Ha ( 0,93%); KU V seluas
1,00 Ha (0,03%); KU VII seluas 9,0 ha (0,31%), dan KU VIII seluas 22,70 Ha
(0,78%). Sebaran kondisi tegakan hutan produktif yang didominasi oleh KU I
tersebut dapat dimaklumi mengingat sebagian besar tegakan jati di KPH
Yogyakarta merupakan tanaman hasil kegiatan GNRHL periode tahun 2003-2007.
Data lengkap dari kompisisi dan sebaran tegakan jati (baik pada hutan
lindung maupun hutan produksi) dari masing-masing RPH dan BDH di KPH
Yogyakarta berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012 adalah sebagaimana
yang ditampilkan pada tabel di bawah ini.
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 91
Tabel 4.2. Struktur Kelas Hutan Tegakan Jati masing-masing RPH dan BDH di KPH
Yogyakarta Tahun 2012
TOTAL
HUTAN H. PROD
LINDUNG TK BK KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII
PLAYEN WONOLAGI - 47,00 169,40 - - - - - - - - 216,40 216,40
KEMUNING - 39,10 55,10 77,60 - - - - - - - 171,80 171,80
GUBUG RUBUH - - 115,40 - - - - - - - - 115,40 115,40
MENGGORAN - - 294,30 - - - - - - - - 294,30 294,30
KEPEK - 71,95 109,15 127,20 62,50 - - - - - - 370,80 370,80
Sub Total - 158,05 743,35 204,80 62,50 - - - - - - 1.168,70 1.168,70
KARANGMOJO CANDI 381,60 - 87,00 - - - - - - - 87,00 468,60
GELARAN - - - 46,00 - - - - - - - 46,00 46,00
KENET - - 43,00 - - - - - - - - 43,00 43,00
NGLIPAR - - - 10,00 - - 10,00 - - - - 20,00 20,00
Sub Total 381,60 - 130,00 56,00 - - 10,00 - - - - 196,00 577,60
PALIYAN MENGGORO 194,60 351,50 10,70 10,00 566,80 566,80
KDWANGLU 328 2,00 142,60 124,10 - - - - - - - 268,70 596,70
GROGOL - 39,90 18,90 - - - - - - - 58,80 58,80
KR.DUWET - - 62,20 - - - - - - - 62,20 62,20
GIRING - 90,50 494,80 - - - - - - - 585,30 585,30
MULO - 84,00 329,00 115,20 - - - - - - 528,20 528,20
Sub Total 328,00 2,00 551,60 1.380,50 115,20 10,70 10,00 - - - - 2.070,00 2.398,00
PANGGANG BIBAL 65,9 - 172,10 109,10 - - - - - - - 281,20 347,10
GEBANG 0 - - 415,50 57,10 - 7,00 1,00 - - - 480,60 480,60
BLIMBING - 226,70 268,10 - - - - - - - 494,80 494,80
PUCANG ANOM 2,00 275,50 12,00 - - - - - - - 289,50 289,50
Sub Total 65,90 2,00 674,30 804,70 57,10 - 7,00 1,00 - - - 1.546,10 1.612,00
KL.PROGO BANTUL DLINGO 82,90 - - - - - - - - - - - 82,90
KOKAP - - 4,00 165,50 - - - - - 9,00 22,70 201,20 201,20
MANGUNAN 75,00 - - - - - - - - - - - 75,00
SERMO 45,60 - - - - - - - - - - - 45,60
Sub Total 203,50 - 4,00 165,50 - - - - - 9,00 22,70 201,20 404,70
979,00 162,05 2.103,25 2.611,50 234,80 10,70 27,00 1,00 - 9,00 22,70
979,00 2.265,30 2.916,70 6.161,00 T O T A L 5.182,00
BDH RPH
LUAS (HA)
JUMLAHKLS HUTAN TDK PROD KELAS HUTAN PRODUKTIF
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Sebagai informasi tambahan, untuk mengetahui kondisi tegakan baik umur,
nilai dkn, dan kelas hutan dari masing-masing petak dari tiap-tiap BDH di KPH
Yogyakarta, berikut ini kami tampilkan data klasifikasi tegakan hutan jati dari
masing-masing petak, sebagaimana tampilan pada tabel-tabel di bawah ini.
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 92
Tabel 4.3. Kondisi Petak Tegakan Jati di BDH Playen menurut Nilai dkn
BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan
Playen Wonolagi 69 69 65,70 9 Jati 0,33 BK
70 70 A 53,90 7 Jati 0,24 BK
71 71 47,00 8 Jati 0,19 TK
72 72 49,80 8 Jati 0,25 BK
Kemuning 2 2b 41,30 5 Jati 0,60 KU I
3 3b 30,10 5 Jati 0,23 BK
4 4b 36,30 9 Jati 0,92 KU I
8 8 39,10 19 Jati 0,08 TK
9 9b 25,00 8 Jati 0,22 BK
Gubugrubuh 73 73 23,70 9 Jati 0,40 BK
74 74 28,00 8 Jati 0,32 BK
75 75 63,70 16 Jati 0,27 BK
Menggoran 84 84 118,60 7 Jati 0,34 BK
85 85 59,70 8 Jati 0,29 BK
86 87 59,30 8 Jati 0,28 BK
87 88 56,70 8 Jati 0,32 BK
Kepek 88 88 a 25,00 8 Jati 0,06 TK
88 b 36,00 11 jati trubusan 1,24 KU II
88 c 25,00 5 Jati 0,10 TK
89 89 a 58,15 7 Jati 0,48 BK
89 b 26,50 11 Jati 1,59 KU II
89 c 1,65 7 Jati 0,10 TK
90 90 a 71,00 9 Jati 0,60 KU I
90 c 20,30 7 Jati 0,00 TK
91 91 a 18,00 8 Jati 0,26 BK
94 94 a 56,20 7 Jati 0,84 KU I
94 b 33,00 7 Jati 0,43 BK
1168,70Grand Total Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Tabel 4.4. Kondisi Petak Tegakan Jati di BDH Karangmojo menurut Nilai dkn BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan
Karangmojo Candi 58 58 87,00 9 Jati 0,40 BK
59 59 51,40 5, 8, 9, 14 Jati 0,32 BK
60 60 10,00 5, 7, 9 Jati 0,29 BK
61 61 49,20 8, 9, 13 Jati 0,34 BK
62 62 51,30 7, 9, 50 Jati 0,38 BK
63 63 81,90 5,7,9 Jati 0,35 BK
64 64 76,80 5, 6, 7, 9, 13, 14 Jati 0,31 BK
65 65 61,00 8, 9 Jati 0,35 BK
Gelaran 33 33 46,00 7 Jati 0,93 KU I
Kenet 50 50 43,00 13, 9, 8, 7 Jati 0,48 BK
Semanu 162 162 20,00 9, 31 Jati 0,67 KU I & KU IV
577,60Grand Total
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi
Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 93
Tabel 4.5. Kondisi Petak Tegakan Jati di BDH Paliyan menurut Nilai dkn BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan
Paliyan Menggoro 96 96 10,00 37 Jati 0,54 KU IV
10,70 26 Jati 0,54 KU III
84,00 2, 5 Jati 0,54 KU I
97 97 119,90 8 Jati 0,51 KU I
98 98 81,00 9 Jati 0,72 KU I
99 99 91,00 8; 5 Jati 0,35 BK
100 100 66,60 7; 5 Jati 0,66 KU I
101 101 103,60 31; 8; 5 Jati 0,37 BK
Kedungwanglu 102 102A 2,00 19, 27, 32, 33, 36, 39 Jati 0,14 TK
102B 48,00 9 Jati 0,47 BK
102C 20,00 9 Jati 0,70 KU I
103 103A 44,10 9 Jati 0,60 KU I
103B 52,00 5 Jati 0,61 KU I
104 104B 8,00 5 Jati 0,55 KU I
104C 9,00 - Jati 0,48 BK
104D 44,00 - Jati 0,49 BK
104E 41,60 - Jati 0,27 BK
105 105A 27,80 16 Jati 1,63 NORMAL
105B 25,00 15 Jati 0,92 NORMAL
105C 30,00 7 Jati 0,90 NORMAL
106 106A 35,00 8 Jati 0,61 NORMAL
106B 80,00 5 Jati 0,29 BK
107 107A 130,20 32 Jati 0,78 NORMAL
Grogol 128 128 18,90 8 Jati 0,76 KU I
129 129A 39,90 8 Jati 0,36 BK
Karangduwet 142 142 62,20 8 Jati 0,61 KU I
Giring 144 144 90,50 5 Jati 0,34 BK
145 145 77,50 5 Jati 0,84 KU I
146 146 83,50 8 Jati 1,04 KU I
147 147 83,50 9 Jati 0,79 KU I
148 148 84,30 8 Jati 0,75 KU I
149 149 85,70 5 Jati 0,94 KU I
150 150 80,30 5 Jati 0,86 KU I
Mulo 151 151 84,00 7 Jati 0,45 BK
152 152 60,00 8 Jati 0,73 KU I
153 153 44,00 8 Jati 0,73 KU I
154 154 68,00 9 Jati 0,56 KU I
155 155-a 40,00 9 Jati 0,71 KU I
155-b 14,50 12 Jati 0,71 KU II
156 156 60,00 10 Jati 0,63 KU I
156 8,50 14 Jati 0,66 KU II
157 157 56,20 11 Jati 1,29 KU II
158 158-b 30,00 8 Jati 0,73 KU I
160 160-a 36,00 12 Jati 0,69 KU II
160-b 27,00 9 Jati 0,60 KU I
2398,00Grand Total
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 94
Tabel 4.6. Sebaran Kondisi Petak Tegakan jati di BDH Panggang menurut Nilai dkn
BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan
Panggang Bibal 108 108a 35,60 8 Jati 0,75 NORMAL
109 109 30,30 6 Jati 0,59 NORMAL
110 110 55,90 9 Jati 0,62 KU I
111 111 53,20 9 Jati 0,60 KU I
112 112 33,20 8 Jati 0,42 BK
113 113 70,80 5 Jati 0,31 BK
114 114 68,10 8 Jati 0,45 BK
Gebang 115 115 84,30 8; 6 Jati 0,77 KU I
116 116 30,00 8 Jati 0,80 KU I
36,00 11 Jati 0,80 KU II
117 117 72,00 2, 5, 8 , 9 Jati 1,00 KU I
6,10 16 Jati 1,00 KU II
7,00 40 Jati 1,00 KU IV
118 118 79,00 9 Jati 0,87 KU I
15,00 12, 16 Jati 0,76 KU II
1,00 49 Jati 0,70 KU V
119 119 48,30 9 Jati 0,76 KU I
121 121 101,90 7,9 Jati 0,90 KU I
Bl imbing 120 120 65,40 6; 5 Jati 0,73 KU I
122 122 71,60 10; 9; 5 Jati 0,54 KU I
123 123 71,50 9; 8 Jati 0,47 BK
124 124 106,60 9; 8; 7 Jati 0,36 BK
125 125 48,60 9 Jati 0,45 BK
126 126 62,90 9; 5 Jati 0,69 KU I
127 127 68,20 9; 8 Jati 0,69 KU I
Pucanganom Anduawan Anduawan 40,00 7 Jati 0,43 BK
Dagang mati Dagang mati 30,00 7 Jati 0,40 BK
Dalangan Dalangan 12,00 7 Jati 0,54 KU I
Di lem Di lem 15,00 9 Jati 0,46 BK
Gemulung Gemulung 17,50 8 Jati 0,21 BK
Glagah Glagah 2,00 7 Jati 0,17 TK
Jambe Jambe 40,00 8 Jati 0,34 BK
Klego Klego 3,00 8 Jati 0,20 BK
Palawan Palawan 15,00 7 Jati 0,43 BK
Pringlarangan Pringlarangan 25,00 9 Jati 0,31 BK
Pucung Pucung 30,00 9 Jati 0,33 BK
Tapakegrang Tapakegrang 30,00 7 Jati 0,48 BK
Wunut Wunut 30,00 9 Jati 0,45 BK
1612,00Grand Total
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 95
Tabel 4.7. Kondisi Petak Jati di BDH Kulon Progo dan Bantul menurut Nilai dkn BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan
Kp.progo-Bantul Kokap 1 1 10,00 9, 8 Jati 1,10 KU I
2 2b 7,00 9 Jati 1,35 KU I
3 3b 10,00 9 Jati 1,18 KU I
4 4b 14,00 9 Jati 1,25 KU I
5 5 4,00 9 Jati 0,44 BK
6 6a 15,00 9 Jati 0,65 KU I
6b 17,00 71 Jati 0,65 KU VIII
7 7a 23,40 9 Jati 1,13 KU I
8 8 8,10 9 Jati 1,00 KU I
9 9b 5,00 9 Jati 0,90 KU I
10 10b 10,00 9 Jati 1,10 KU I
11 11a 5,70 71 Jati 0,95 KU VIII
11c 5,00 8 Jati 0,95 KU I
12 12b 3,00 9 Jati 0,75 KU I
13 13b 10,00 9 Jati 1,40 KU I
14 14b 10,00 9 Jati 0,85 KU I
16 16b 10,00 9 Jati 1,05 KU I
18 18b 9,00 68 Jati 1,02 KU VII
18c 25,00 9, 8 Jati 1,02 KU I
Sermo 26 26B 6,00 8 Jati 1,00 KU I
27 27A 10,20 8 Jati 0,75 KU I
27D 27,10 47, 9 Jati 1,08 KU I & KU V
27F 2,30 8 Jati 1,25 KU I
Dlingo Dodogan Dodogan a 29,00 7, 11, 14 Jati 0,67 KU I & II
Kali urang Kali urang 8,00 14, 15, 4 Jati 0,00 TK
Kayu mas Kayu mas a 5,00 7, 8, 9 Jati 0,22 BK
Kebo sungu Kebo sungu a 40,90 7, 8, 15, 16, 17 Jati 0,70 KU I & II
Mangunan Gumelem Gumelem 20,00 8, 13 Jati 1,03 KU I & II
Kediwung Kediwung 26,00 8, 9, 21 Jati 1,38 KU I & III
Sudimoro II Sudimoro II 3,00 8 Jati 2,18 KU I
Sudimoro III Sudimoro III 6,00 8 Jati 0,51 KU I
Terong Terong 20,00 8 Jati 1,12 KU I
404,70Grand Total
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
4.3.2. Tegakan Kayu Putih
Berdasarkan hasil inventarisasi hutan yang dilakukan pada tahun 2012, luas
tegakan kayu putih yang terdapat di KPH Yogyakarta adalah 4.508,75 ha, yang
terbagi dalam kawasan hutan lindung seluas 303,75 Ha (6,74%), dan kawasan
hutan produksi seluas 4.205,00 ha (93,26%).
Mengingat sebagian petak-petak tegakan kayu putih umumnya tidak hanya
terdiri atas satu umur tetapi memiliki lebih dari satu umur, maka meskipun
diketahui nilai dkn tetapi tidak dapat dibagi-bagi dalam kelompok kelas hutan
Kelas Umur sebagaimana yang dilakukan di tegakan hutani jati. Pendekatan yang
Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 96
dilakukan untuk penggelompokan dalam tegakan kayu putih akhirnya hanya
menggunakan klasifikasi tegakan menurut nilai dkn, yaitu suatu tegakan
dikelompokkan dalam Tanah Kosong (TK), jika tegakan kayu putih memiliki nilai
dkn < 0,2; Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) jika tegakan kayu putih memiliki
nilai 0,2 ≤ dkn < 0,5; dan termasuk dalam kelompok Tegakan Normal jika tegakan
kayu putih memiliki nilai dkn ≥ 0,5.
Untuk tegakan kayu putih yang berada di kawasan hutan lindung semuanya
terdapat di BDH Kulon Progo-Bantul tepatnya di RPH Sermo, RPH Mangunan, dan
RPH Dlingo. Berdasarkan penggelompokan nilai dkn tersebut, tegakan kayu putih
yang berada di kawasan hutan lindung hanya terdiri atas Tanah Kosong (TK) dan
Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK). Dari tegakan kayu putih di kawasan hutan
lindung seluas 303,75 Ha, terbagi dalam Tanah Kosong (TK) seluas 130,30 Ha
(42,90%), dan Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 173,45 Ha (57,10%).
Untuk tegakan kayu putih yang berada di kawasan hutan produksi, tersebar
di empat BDH yaitu BDH Playen, BDH Karangmojo, BDH Paliyan, dan BDH
Panggang. BDH yang memiliki tegakan kayu putih paling luas adalah BDH
Karangmojo seluas 2,325,20 Ha (55,30%), kemudian diikuti BDH Playen seluas
1.415,10 Ha (33,65%), BDH Paliyan seluas 434,70 Ha (10,34%), dan BDH Panggang
seluas 30,00 Ha (0,71%). Ditinjau dari klasifikasi tegakan menurut nilai dkn,
sebagian besar tegakan kayu putih yang terdapat di kawasan hutan produksi
termasuk Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 2.496,40 Ha (59,37%),
kemudian Tanah Kosong seluas 1.603,90 Ha (38,14%), dan untuk tegakan normal
(nilai dkn ≥ 0,5) hanya seluas 104,70 Ha (2,49%). Kondisi ini perlu menjadi
perhatian mengingat tegakan kayu putih menjadi salah satu sumber utama
pendapatan di KPH Yogyakarta.
Dari tegakan kayu putih yang termasuk Tegakan Bertumbuhan Kurang
(TBK) tersebar di tiga BDH yaitu BDH Karangmojo seluas 2.044,20 Ha, BDH Paliyan
seluas 290,30 Ha, dan BDH Playen seluas 161,90 Ha. Untuk Tanah Kosong (TK)
tersebar di BDH Playen seluas 1.253,20 Ha, BDH Karangmojo seluas 206,30 Ha, dan
BDH Paliyan seluas 144,40 Ha. Sedangkan untuk tegakan kayu putih yang termasuk
kriteria tegakan normal tersebar di BDH Karangmojo seluas 74,70 Ha, dan BDH
Panggang khususnya di RPH Pucanganom seluas 30,00 Ha.
Berikut ini adalah sebaran dari petak-petak tegakan kayu putih menurut
nilai dkn di wilayah KPH Yogyakarta (baik pada kawasan hutan lindung dan
kawasan hutan produksi).
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 97
Tabel 4.8. Struktur Kelas Hutan Tegakan Kayu Putih di KPH Yogyakarta
TK BK NORMAL TK BK NORMAL
PLAYEN WONOLAGI - - - 303,50 - - 303,50
KEMUNING - - - 161,90 71,10 - 233,00
GUBUG RUBUH - - - 441,00 - - 441,00
MENGGORAN - - - 251,50 90,80 - 342,30
KEPEK - - - 95,30 - - 95,30
Sub Total - - - 1.253,20 161,90 - 1.415,10
PALIYAN GROGOL - - - 138,40 290,30 - 428,70
MULO - - - 6,00 - - 6,00
Sub Total - - - 144,40 290,30 - 434,70
KARANGMOJO CANDI - - - - 202,10 - 202,10
GELARAN - - - - 687,10 74,70 761,80
KENET - - - 206,30 482,20 - 688,50
NGLIPAR - - - - 672,80 - 672,80
Sub Total - - - 206,30 2.044,20 74,70 2.325,20
PANGGANG PUCANGANOM - - - - - 30,00 30,00
Sub Total - - - - - 30,00 30,00
KL.PROGO BANTUL DLINGO 100,00 111,25 - - - - 211,25
MANGUNAN 24,00 51,20 - - - - 75,20
SERMO 6,30 11,00 - - - - 17,30
Sub Total 130,30 173,45 - - - - 303,75
130,30 173,45 - 1.603,90 2.496,40 104,70
303,75 4.205,00 T O T A L 4.508,75
BDH RPHHUTAN LINDUNG HUTAN PRODUKSI
JUMLAH
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Untuk data lengkap dari komposisi dan sebaran tegakan kayu putih (baik
pada hutan lindung maupun hutan produksi) dari masing-masing RPH dan BDH di
KPH Yogyakarta berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012 adalah
sebagaimana yang ditampilkan pada tabel di bawah ini.
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 98
Tabel 4.9. Kondisi Petak Tegakan Kayu Putih di BDH Playen menurut Nilai dkn BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan
Playen Wonolagi 1 1 73,60 38, 34, 9 Kayu Putih 0,08 TK
66 66 71,60 16, 17, 22, 40 Kayu Putih 0,10 TK
67 67 88,00 5, 7, 17, 22, 31, 42, 43 Kayu Putih 0,13 TK
68 68 70,30 7, 9, 38, 60 Kayu Putih 0,12 TK
Kemuning 2 2a 12,90 51,34,40 Kayu Putih 0,04 BK
3 3a 12,70 40, 38 Kayu Putih 0,02 TK
4 4a 28,80 8 Kayu Putih 0,18 TK
9 9a 48,70 9, 8, 5 Kayu Putih 0,05 TK
10 10 58,20 37, 35, 43, 22, 23, 9, 8 Kayu Putih 0,43 BK
12 12 71,70 40 Kayu Putih 0,18 TK
Gubugrubuh 76 76 79,40 29 Kayu Putih 0,04 TK
77 77 46,40 23 Kayu Putih 0,03 TK
78 78 87,30 8 Kayu Putih 0,06 TK
79 79 109,20 11 Kayu Putih 0,08 TK
80 80 118,70 33 Kayu Putih 0,04 TK
Menggoran 81 81 117,50 39, 36, 33, 32, 27, 16, 7 Kayu Putih 0,13 TK
82 82 116,00 26, 17, 7 Kayu Putih 0,18 TK
83 83 86,60 39, 26, 23, 17, 8 Kayu Putih 0,21 BK
85C 85C 18,00 7 Kayu Putih 0,17 TK
86C 86C 4,20 3 Kayu Putih 0,21 BK
Kepek 90 90 b 8,00 8 Kayu Putih 0,09 TK
92 92 87,30 9 Kayu Putih 0,12 TK
1415,10Grand Total
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Tabel 4.10. Kondisi Petak Kayu Putih di BDH Karangmojo menurut Nilai dkn BDH RPH Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan
Karangmojo Candi 55 51,90 37, 39 Kayu Putih 0,37 BK
56 88,70 5, 8, 9, 24 Kayu Putih 0,32 BK
57 61,50 14, 15, 16, 17, 18, 19, 38, 44 Kayu Putih 0,35 BK
Gelaran 30 80,50 17, 18, 22, 23, 37, 40 Kayu Putih 0,45 BK
31 74,70 17, 18, 21, 23, 26, 28, 35, 36, 38 Kayu Putih 0,50 NORMAL
32 60,60 8, 16, 17, 22, 23, 28, 29, 35, 37 Kayu Putih 0,49 BK
33 48,30 5, 6, 9, 22, 29, 35, 36, 37, 38 Kayu Putih 0,23 BK
40 119,40 8, 11, 16, 17, 22, 30, 35, 40 Kayu Putih 0,44 BK
41 74,20 8, 14, 16, 17, 40 Kayu Putih 0,43 BK
42 132,80 8, 14, 16, 22, 23, 30, 32, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40 Kayu Putih 0,33 BK
43 33,50 30, 31, 39, 40 Kayu Putih 0,26 BK
44 53,60 16, 17, 25, 29, 33, 38, 39 Kayu Putih 0,49 BK
45 84,20 35, 16, 17, 25, 31, 36, 38 Kayu Putih 0,30 BK
Kenet 39 135,70 2, 9, 23, 27, 35, 37 Kayu Putih 0,39 BK
46 79,10 2, 6, 15, 16, 18, 20, 22, 37, 38 Kayu Putih 0,21 BK
47 36,90 4, 17, 21, 22, 38 Kayu Putih 0,29 BK
48 56,30 15, 27, 30, 31, 32, 37 Kayu Putih 0,21 BK
49 72,40 5, 16, 18, 33, 34, 42, 43 Kayu Putih 0,15 TK
50 55,80 7, 8, 9, 13, 26, 28, 35, 36, 38 Kayu Putih 0,25 BK
52 118,40 4, 9, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 35, 36, 38, 39, 42 Kayu Putih 0,20 BK
53 65,00 21, 33, 36, 37, 38, 39, 40, 44, 47 Kayu Putih 0,16 TK
54 68,90 8, 9, 15, 20, 34, 36, 38, 52 Kayu Putih 0,16 TK
Nglipar 25 52,20 43 Kayu Putih 0,35 BK
26 81,10 28 Kayu Putih 0,26 BK
27 110,00 15,18,27 Kayu Putih 0,33 BK
28 66,10 36 Kayu Putih 0,34 BK
29 105,60 45,15,18 Kayu Putih 0,34 BK
34 80,90 13,16,23,32 Kayu Putih 0,32 BK
35 80,10 15,23,27,45 Kayu Putih 0,38 BK
36 42,50 18,31,32 Kayu Putih 0,30 BK
38 54,30 22,23,32,38,40 Kayu Putih 0,39 BK
2325,20Grand Total
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi
Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 99
Tabel 4.11. Kondisi Petak Kayu Putih di BDH Panggang menurut Nilai dkn BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan
Panggang Pucanganom Salam dan Guwo Salam dan Guwo 30,00 17 Kayu Putih 0,57 NORMAL
30,00Grand Total
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Tabel 4.12. Kondisi Petak Kayu Putih di BDH Paliyan menurut Nilai dkn BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan
Paliyan Grogol 129 129A 20,00 8 Kayu Putih 0,15 TK
129B 16,10 30 Kayu Putih 0,15 TK
7,50 15 Kayu Putih 0,19 TK
129C 2,50 42 Kayu Putih 0,08 TK
11,00 15 Kayu Putih 0,12 TK
9,20 12 Kayu Putih 0,23 BK
130 130A 5,70 8 Kayu Putih 0,19 TK
40,00 8 Kayu Putih 0,26 BK
130B 15,60 30 Kayu Putih 0,28 BK
130C 17,50 15 Kayu Putih 0,23 BK
131 131A 22,30 40 Kayu Putih 0,29 BK
131B 7,60 13 Kayu Putih 0,38 BK
131C 22,50 16 Kayu Putih 0,28 BK
131D 10,80 18 Kayu Putih 0,23 BK
131E 17,10 15 Kayu Putih 0,22 BK
131F 7,50 34 Kayu Putih 0,34 BK
132 132A 10,60 39 Kayu Putih 0,33 BK
132B 47,50 16 Kayu Putih 0,21 BK
132C 12,10 29 Kayu Putih 0,33 BK
132D 14,30 15 Kayu Putih 0,28 BK
133 133A 27,00 6 Kayu Putih 0,17 TK
5,00 2 Kayu Putih 0,38 BK
133B 20,70 17 Kayu Putih 0,23 BK
133C 10,00 5 Kayu Putih 0,34 BK
134 134A 23,60 8 Kayu Putih 0,19 TK
134B 25,00 5 Kayu Putih 0,15 TK
Mulo 160 160 c 6,00 - Kayu Putih 0,12 TK
434,70Grand Total
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi
Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 100
Tabel 4.13. Kondisi Petak Kayu Putih di BDH Kulon Progo-Bantul menurut Nilai
dkn BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan
Kp.progo Bantul Dlingo Dodogan Dodogan b 64,00 8, 9, 37 Kayu Putih 0,34 BK
Kali urang Kaliurang a 47,259, 14, 38, 45 Kayu Putih 0,23 BK
Kayu mas Kayu mas b 100,00 7, 8 Kayu Putih 0,06 TK
Mangunan Gumelem Gumelem 14,00 8 Kayu Putih 0,15 TK
Kediwung Kediwung 14,00 8 Kayu Putih 0,28 BK
Sudimoro I Sudimoro I 20,00 9 Kayu Putih 0,30 BK
Sudimoro II Sudimoro II 17,20 8 Kayu Putih 0,32 BK
Terong Terong 10,00 9 Kayu Putih 0,13 TK
Sermo 26 26A 6,30 47 Kayu Putih 0,09 TK
26C 11,00 53, 8 Kayu Putih 0,33 BK
303,75Grand Total
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
4.3.3. Tegakan Rimba
Di wilayah KPH Yogyakarta, selain tegakan jati dan tegakan kayu putih,
terdapat beberapa petak yang berisi tegakan rimba. Beberapa jenis tanaman
kehutanan yang dikembangkan di wilayah KPH Yogyakarta antara lain: mahoni,
Acasia auriculiformis, Acasia catechu, Pinus, Kemiri, Kesambi, Gmelina, Gliricedea,
Sono, Bambu, Murbei, dan tegakan campuran. Dari hasil inventarisasi hutan yang
dilakukan pada tahun 2012, luas tegakan rimba yang terdata adalah seluas
1.494,20 Ha yang tersebar di BDH Karangmojo, BDH Playen, BDH Kulon progo-
Bantul, dan BDH Panggang, dengan sebaran tegakan rimba terluas berada di BDH
Kulon Progo-Bantul seluas 952,90 Ha, disusul oleh BDH Paliyan seluas 246,90 Ha,
BDH Panggang seluas 132,50 Ha, BDH Karangmojo seluas 110,30 Ha, dan BDH
Playen seluas 51,60 Ha.
Sebagaimana pada tegakan kayu putih, pada tegakan rimba meskipun
diketahui nilai dkn namun karena sebagian petak umur tegakannya terdiri dalam
beberapa umur, maka pengelompokkan tegakan rimba hanya menggunakan
pendekatan Tanah Kosong (TK), jika tegakan kayu putih memiliki nilai dkn < 0,2;
Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) jika tegakan kayu putih memiliki nilai 0,2 ≤
dkn < 0,5; dan termasuk dalam kelompok Tegakan Normal jika tegakan kayu putih
memiliki nilai dkn ≥ 0,5.
Berdasarkan posisinya tegakan rimba tersebut seluas 763,9 Ha berada di
kawasan hutan lindung, sedangkan sisanya seluas 730,30 Ha berada di kawasan
hutan produksi. Tegakan rimba yang berada di kawasan hutan lindung tersebar di
BDH Kulon Progo-Bantul seluas 654,20 Ha, BDH Paliyan seluas 33,70 Ha, dan BDH
Panggang seluas 76,0 Ha. Untuk tegakan rimba yang berada di kawasan hutan
Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 101
produksi tersebar di semua BDH, dan terbagi atas kelas hutan Tanah Kosong (TK)
seluas 204,30 Ha, Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 255,20 Ha, tegakan
normal seluas 205,00 Ha, dan tegakan yang tidak diketahui dkn-nya seluas 65,80
Ha.
Untuk tegakan rimba yang memiliki kelas hutan Tanah Kosong tersebar di
BDH Kulon Progo-Bantul seluas 56,5 Ha; BDH Panggang seluas 53,5 Ha; BDH
Playen seluas 51,6 Ha; BDH Paliyan seluas 27,10 Ha; dan BDH Karangmojo seluas
15,6 Ha. Kelas hutan Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) tersebar di dua BDH
yaitu BDH Kulon Progo-Bantul seluas 215,20 Ha; dan BDH Paliyan seluas 40,0 Ha.
Sedangkan untuk kelas hutan tegakan normal tersebar di BDH Paliyan seluas
146,10 Ha; BDH Karangmojo seluas 28,9 Ha; BDH Kulon Progo-Bantul seluas 27,0
ha; dan BDH Panggang seluas 3,00 Ha. Berikut ini adalah gambaran sebaran
komposisi tegakan rimba di KPH Yogyakarta menurut dkn hasil dari kegiatan
inventarisasi tahun 2012.
Tabel 4.13. Sebaran Komposisi Tegakan Rimba di KPH Yogyakarta Tahun 2012
HUTAN TDK ADA
LINDUNG DATA dkn TK BK NORMAL
KARANGMOJO NGLIPAR - 7,30 - - - 7,30
CANDI - 22,40 - - - 22,40
KENET - 36,10 15,60 - - 51,70
SEMANU - - - - 28,90 28,90
Sub Total - 65,80 15,60 - 28,90 110,30
PLAYEN KEMUNING - - 51,60 - - 51,60
KEPEK - - - - - -
Sub Total - - 51,60 - - 51,60
PALIYAN KDWANGLU 33,70 - - 5,00 15,00 53,70
KR.DUWET - - - - 78,80 78,80
MULO - - 27,10 35,00 52,30 114,40
Sub Total 33,70 - 27,10 40,00 146,10 246,90
PANGGANG BIBAL 76,00 - - - - 76,00
GEBANG - - 5,00 - 3,00 8,00
PUCANG ANOM - - 48,50 - - 48,50
Sub Total 76,00 - 53,50 - 3,00 132,50
KL.PROGO BANTUL KOKAP - - 56,50 215,20 27,00 298,70
SERMO 66,10 - - - - 66,10
DLINGO 176,60 - - - - 176,60
MANGUNAN 411,50 - - - - 411,50
Sub Total 654,20 - 56,50 215,20 27,00 952,90
T O T A L 763,90 65,80 204,30 255,20 205,00 1.494,20
BDH RPHLUAS (HA) DARI KELAS HUTAN
JUMLAH
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 102
Berikut ini adalah gambaran dari masing-masing tegakan rimba yang ada di
KPH Yogyakarta.
1. Tegakan Mahoni
Potensi kayu dari tanaman mahoni pada wilayah Balai KPH Yogyakarta
terdapat seluas 151,8 ha tersebar pada seluruh BDH. Sayangnya hutan mahoni
yang berada di wilayah Balai KPH Yogyakarta ini belum ditata secara baik
sehingga sebarannya tidak merata.
Tabel 4.14. Potensi Tanaman Mahoni di Wilayah KPH Yogyakarta
KU I KU II KU III
Luas (ha) Luas (ha) Luas (ha) Luas (ha)
1 PANGGANG 2.232,7 61,0 - 3,0 64,0
2 PALIYAN 4.206,3 - - 6,5 6,5
3 KARANGMOJO 3.746,4 2,9 - - 2,9
4 PLAYEN 3.641,5 - - 53,5 53,5
5 KULONPROGO-BANTUL 1.897,6 - - 24,9 24,9
15.724,5 63,9 - 87,9 151,8 JUMLAH
No BDHLuas BDH
(ha)
KELAS UMUR (KU) MAHONIJUMLAH
Sumber : Kendali Petak 2011
2. Tegakan Akasia
Tanaman Akasia yang berada di wilayah hutan KPH Yogyakarta terdiri dari dua
jenis yaitu Acacia auriculiformis seluas 208,95 ha dan Acacia cathecu seluas 7,8
ha. Penanaman akasia ini dilakukan pada 1984 dan tahun 1994, dengan tujuan
sebagai tanaman konservasi karena mengingat tanaman aksia merupakan
tanaman pioneer dan merupakan fast growing spesies. Selain itu tujuan
penanaman akasia ini adalah untuk pemenuhan kayu bakar bagi masyarakat
sekitar hutan. Sebaran tanaman akasia di wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta
disajikan pada Tabel 4.15.
Tabel 2.11. Potensi Tanaman Akasia di Wilayah KPH Yogyakarta
ha N (btg) ha N (btg)
1 PLAYEN 9.9 1750 6.3 1940
2 PALIYAN 100.85 1474 0 0
3 KARANGMOJO 30.4 1474 1.5 145
4 PANGGANG 0 0 0 0
5 KULONPROGO-BANTUL 67.8 5153 0 0
201.65 11377 7.8 2085
KeteranganNo BDH
Acacia
auriculiformis
Acacia
catechu
JUMLAH Sumber : Kendali Petak 2011
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 103
3. Tegakan Sonokeling
Potensi tanaman sono pada Kawasan Hutan Balai KPH Yogyakarta terdapat
seluas 41,25 ha. Tanaman sono ini tidak ditanam secara mengelompok di
kawasan rimba, tanaman ini dimanfaatkan sebagai tanaman tepi dan pengisi
diantara tegakan jati dan di kawasan hutan kayu putih. Sebaran tanaman sono
di wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta disajikan pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12. Potensi Tanaman Sono di Wilayah KPH Yogyakarta
ha N (btg)
1 PLAYEN 0 0
2 PALIYAN 0 0
3 KARANGMOJO 4.8 1180
4 PANGGANG 0 0
5 KULONPROGO-BANTUL 36.45 4200
41.25 5380JUMLAH
KeteranganNo BDHSono
Sumber : Kendali Petak, 2011
4. Tegakan Bambu
Potensi tanaman bambu pada kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta total
terdapat 5 ha bambu. Tanaman bambu ini ditanam sebagai tanaman pelindung
(konservasi) sekitar kawasan sempadan sungai dan kawasan rawan longsor.
Disamping sebagai tanaman konservasi tersebut, hasilnya untuk rebung (tunas
bambu) dapat dimanfaatkan masyarakat. Saat ini tanaman bambu ini kurang
terpelihara dengan baik termasuk dalam pengaturan hasil bambu dan
pemanfaatan rebungnya. Sebaran tanaman Bambu di wilayah hutan Balai KPH
Yogyakarta disajikan pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13. Potensi Tanaman Bambu di Wilayah KPH Yogyakarta
ha N (btg)
1 PLAYEN 2 100 Kemantren Kepek
2 PALIYAN 0 0
3 KARANGMOJO 0 0
4 PANGGANG 0 0
5 KULONPROGO-BANTUL 3 559
5 659JUMLAH
KeteranganNo BDHBambu
Sumber : Kendali Petak, 2011
Untuk data lengkap dari komposisi dan sebaran tegakan rimba (baik pada
hutan lindung maupun hutan produksi) dari masing-masing RPH dan BDH di KPH
Yogyakarta berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012 adalah sebagaimana
yang ditampilkan pada tabel di bawah ini.
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 104
Tabel 4.14. Kondisi Petak Tegakan Kayu Rimba di BDH Playen menurut Nilai dkn
BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (th) Jenis dkn Kls Hutan
Playen Kemuning 3 3c 51,6 40,31,26 Rimba 0,1 TK
51,6Grand Total Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Tabel 4.5. Kondisi Petak Tegakan Rimba di BDH Karangmojo menurut Nilai dkn
BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (th) Jenis dkn Kls Hutan
Karangmojo Kenet 48 48 6,40 - Rimba no data TK
52 52 5,40 17 Rimba no data TK
53 53 15,60 36,39 Rimba 0,11 TK
54 54 24,30 38 Rimba no data TK
Ngl ipar 26 26 7,30 39 Rimba no data TK
Semanu 161 161 28,90 7, 9, 12, 26 Rimba 0,71 NORMAL
Candi 62 62 22,40 40 Rimba no data TK
110,30Grand Total
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Tabel 4.16. Kondisi Petak Tegakan Rimba di BDH Paliyan menurut Nilai dkn
BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Ha) Jenis dkn Kls Hutan
Pal iyan Karangduwet 143 143 78,80 8 Rimba 0,55 NORMAL
Kedungwanglu 103 103C 15,00 30 Rimba 1,18 NORMAL
104 104A 5,00 - Rimba 0,37 BK
106 106C 33,00 1 Rimba 0,16 TK
106D 0,70 32 Rimba 1,88 NORMAL
Mulo 153 153 4,00 27 Rimba 1,20 NORMAL
156 156 1,50 - Rimba 0,20 BK
157 157 48,30 - Rimba 0,73 NORMAL
158 158-a 27,10 9,65 Rimba 0,16 TK
159 159-c 33,50 - Acacia 0,40 BK
246,90Grand Total
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi
Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi
Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 105
Tabel 4.17. Kondisi Petak Tegakan Rimba di BDH Panggang menurut Nilai dkn
BDH RPH Petak An Petak Luas (ha) Umur (th) Jenis dkn Kls Hutan
Panggang Gebang 117 117 3,00 36 mahoni 1,1 NORMAL
119 119 5,00 7 Rimba - TK
Pucanganom Bel imbing telogosongBel imbing telogosong 3,50 - (blank) 0 TK
Benggolo Benggolo 32,00 - (blank) 0 TK
Kacangan Kacangan 2,50 - (blank) 0 TK
Sawit dan Kemusu Sawit dan Kemusu 3,50 - (blank) 0 TK
Soka Soka 0,50 - (blank) 0 TK
Tlogosambi Tlogosambi 6,50 - (blank) 0 TK
Bibal 108 108b 76,00 7, 5 Rimba 0,26 BK
132,50Grand Total
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Tabel 4.18. Kondisi Petak Tegakan Rimba di BDH Kulon Progo-Bantul menurut
Nilai dkn BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan
Kprogo Bantul Kokap 1 1 36,00 49, 66, 35, 39, 66, 9, 8 Rimba 0,40 BK
2 2a 45,30 66, 45, 43, 34, 40 Rimba 0,31 BK
3 3a 41,50 68 Rimba 0,23 BK
4 4a 0,00 49, 37 Rimba 0,38 BK
6 6c 9,90 25, 37 Rimba 0,34 BK
7 7b 9,30 27 Rimba 0,48 BK
9 9a 27,00 59, 40, 34 Rimba 0,50 NORMAL
10 10a 28,60 68, 69 Rimba 0,16 TK
11 11b 26,40 38, 59 Rimba 0,32 BK
12 12a 15,30 36, 30 Rimba 0,29 BK
13 13a 5,50 34, 40 Rimba 0,22 BK
14 14a 7,60 49 Rimba 0,18 TK
15 15 9,10 71 Rimba 0,19 TK
16 16a 11,20 36 Rimba 0,10 TK
18 18a 26,00 30, 59, 37 Rimba 0,21 BK
Sermo 25 25B 5,00 22 Pinus 0,66 NORMAL
25C 10,00 22 Pinus, kemiri 0,46 BK
25D 14,00 22, 18 Pinus, akasia, sonokeling 0,32 BK
27 27B 14,00 8 Jati, Pinus 0,57 NORMAL
27C 12,00 47, 8 akasia, kayu putih, kenanga 0,23 BK
27E 11,10 47, 10 jati, kayu putih 0,46 BK
Dlingo Banyu urip Banyu urip 11,30 6 Rimba 0,28 BK
Dodogan Dodogan c 43,30 27, 30 Rimba 0,18 TK
Kali urang Kaliurang b 46,00 9, 26, 28, 30, 32, 33, 38 Rimba 0,78 NORMAL
Kayu mas Kayu mas c 31,00 12 Rimba 0,75 NORMAL
Kebo sungu Kebo sungu b 45,00 9 Rimba 0,21 BK
Mangunan Cerme Cerme 39,80 45, 34, 30, 29, 2 Akasia,Mungur, Nyamplung, Duwet 0,55 NORMAL
Gumelem Gumelem 49,50 29, 28, 10, 9 Rimba 0,39 BK
Kediwung Kediwung 57,60 29, 21, 10, 9 Rimba 0,68 NORMAL
Sudimoro I Sudimoro I 68,20 24, 22, 20, 10, 9, 6 Rimba 0,54 NORMAL
Sudimoro II Sudimoro II 88,10 28, 27, 26, 24 Rimba 1,19 NORMAL
Sudimoro III Sudimoro III 96,00 32, 30, 27, 26 Rimba 1,26 NORMAL
Terong Terong 12,30 41 Rimba 0,71 NORMAL
952,90Grand Total
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi
Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 106
4.3.4. Hutan Lindung
Sesuai dengan kondisi biofisik wilayah dan berdasarkan hasil skoring, di
areal hutan KPH Yogyakarta terdapat kawasan hutan lindung seluas 2.312,80 Ha.
Kawasan hutan lindung tersebut tersebar di beberapa kabupaten yaitu seluas
1.016,70 Ha terdapat di Kabupaten Gunung Kidul, 1.041,20 Ha terdapat di
Kabupaten Bantul, dan sisanya terdapat di Kabupaten Kulon Progo.
Dari kawasan hutan lindung tersebut, seluas 222,9 ha sudah dimanfaatkan
sebagai areal kelola HKm khususnya di wilayah RPH Sermo BDH Kulon Progo
seluas 113,80 ha; RPH Candi BDH Karangmojo seluas 40,0 ha; dan RPH Bibal BDH
Panggang seluas 69,10 ha.
Berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012, kawasan hutan lindung
(diluar areal HKm) yang ditanami tegakan jati seluas 979,00 Ha, kemudian yang
ditanami tegakan kayu putih seluas 303,75 ha, dan sisanya seluas 763,90 Ha
umumnya berupa tegakan kayu rimba antara lain pinus, akasia, sonokeling dll.
Berikut ini adalah data komposisi tegakan hutan jati, tegakan kayu putih dan
tegakan rimba yang berada di kawasan hutan lindung.
Tabel 4.19. Komposisi Tegakan Jati di Hutan Lindung KPH Yogyakarta Tahun 2012
(diluar areal HKm)
TK BK KU I KU II KU III KU IV
KARANGMOJO CANDI - 381,60 - - - - 381,60
Sub Total - 381,60 - - - - 381,60
PALIYAN KDWANGLU - 80,00 65,00 52,80 - 130,20 328,00
Sub Total - 80,00 65,00 52,80 - 130,20 328,00
PANGGANG BIBAL - - 65,90 - - - 65,90
Sub Total - - 65,90 - - - 65,90
KL.PROGO BANTUL SERMO - - 45,60 - - - 45,60
DLINGO 8,00 5,00 69,90 - - - 82,90
MANGUNAN - - 75,00 - - - 75,00
Sub Total 8,00 5,00 144,90 - - - 203,50
T O T A L 8,00 466,60 275,80 52,80 - 130,20 979,00
BDH RPHLUAS HUTAN LINDUNG (HA)
JUMLAH
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Dari data pada tabel di atas nampak bahwa untuk tegakan jati yang tumbuh di
kawasan hutan lindung seluas 979,00 Ha tersebut didominasi kelas hutan Tegakan
Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 466,60 Ha, dan KU I seluas 275,80 Ha;
sedangkan sisanya berupa Tanah Kosong (TK) seluas 8,00 Ha, tegakan KU II seluas
52,8 Ha; dan KU IV seluas 130,2 Ha.
Untuk tegakan kayu putih yang ada di kawasan hutan lindung, dari tegakan
seluas 303,75 Ha yang berupa Tanah Kosong seluas 130,30 Ha; dan tegakan
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 107
Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 173,45 Ha. Keberadaan tegakan kayu putih di
kawasan hutan lindung ini perlu menjadi perhatian karena tegakan kayu putih ini
umumnya diproduksi daunnya dan dipangkas tegakannya sehingga tidak dapat
berfungsi optimal dalam aspek perlindungan. Berikut ini adalah data komposisi
tegakan kayu putih yang ada di kawasan hutan lindung.
Tabel 4.20. Komposisi Tegakan Kayu Putih di Hutan Lindung KPH Yogyakarta
Tahun 2012 (diluar areal HKm)
TK BK NORMAL
KL.PROGO BANTUL DLINGO 100,00 111,25 - 211,25
MANGUNAN 24,00 51,20 - 75,20
SERMO 6,30 11,00 - 17,30
Sub Total 130,30 173,45 - 303,75
BDH RPHHUTAN LINDUNG
JUMLAH
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Tabel 4.21. Komposisi Tegakan Rimba di Hutan Lindung KPH Yogyakarta Tahun
2012 (diluar areal HKm)
TK BK NORMAL
Pal iyan Kdwanglu 33,00 - 0,70 33,70
33,00 - 0,70 33,70
Panggang Bibal - 76,00 - 76,00
- 76,00 - 76,00
Kprogo-Bantul Sermo - 47,10 19,00 66,10
Dl ingo 43,30 56,30 77,00 176,60
Mangunan - 49,50 362,00 411,50
43,30 152,90 458,00 654,20 Sub Total
BDH RPHHUTAN LINDUNG
JUMLAH
Sub Total
Sub Total
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Dari data di atas nampak bahwa untuk tegakan rimba yang berada di kawasan
hutan lindung seluas 654,20 ha, terbagi dalam kondisi Tanah Kosong (TK) seluas
43,30 Ha; Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 152,90 Ha; dan tegakan
normal seluas 458,00 Ha. Keberadaan tanah kosong maupun TBK baik pada
tegakan jati, tegakan kayu putih, maupun tegakan rimba perlu mendapat perhatian
dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan ke depan sehingga akan dapat
terbentuk tegakan di kawasan hutan lindung yang mampu berfungsi secara optimal
khususnya dalam menjaga keseimbangan fungsi hidro-orologi dan fungsi
perlindungan flora-fauna lainnya.
Untuk data lengkap dari komposisi dan sebaran tegakan baik jati, kayu
putih, maupun tegakan rimba pada hutan lindung dari masing-masing RPH dan
BDH di KPH Yogyakarta berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012 adalah
sebagaimana yang ditampilkan pada tabel di bawah ini.
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 108
Tabel 4.22. Kondisi Tegakan Jati pada Kawasan Hutan Lindung KPH Yogyakarta
menurut Nilai dkn
BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kelas Hutan
Karangmojo Candi 59 59 51,40 5, 8, 9, 14 Jati 0,32 BK
60 60 10,00 5, 7, 9 Jati 0,29 BK
61 61 49,20 8, 9, 13 Jati 0,34 BK
62 62 51,30 7, 9, 50 Jati 0,38 BK
63 63 81,90 5,7,9 Jati 0,35 BK
64 64 76,80 5, 6, 7, 9, 13, 14 Jati 0,31 BK
65 65 61,00 8, 9 Jati 0,35 BK
Sub Total BDH Karangmojo 381,60
Paliyan Kdwanglu 105 105A 27,80 16 Jati 1,63 KU II
105B 25,00 15 Jati 0,92 KU II
105C 30,00 7 Jati 0,90 KU I
106 106A 35,00 8 Jati 0,61 KU I
106B 80,00 5 Jati 0,29 BK
107 107A 130,20 32 Jati 0,78 KU IV
Sub Total BDH Paliyan 328,00
Panggang Bibal 108 108a 35,60 8 Jati 0,75 KU I
109 109 30,30 6 Jati 0,59 KU I
Sub Total BDH Panggang 65,90
KP Bantul Sermo 26 26B 6,00 8 Jati 1,00 KU I
27 27A 10,20 8 Jati 0,75 KU I
27D 27,10 47, 9 Jati 1,08 KU I & KU V
27F 2,30 8 Jati 1,25 KU I
Dlingo Dodogan Dodogan a 29,00 7, 11, 14 Jati 0,67 KU I & II
Kali urang Kali urang 8,00 14, 15, 4 Jati 0,00 TK
Kayu mas Kayu mas a 5,00 7, 8, 9 Jati 0,22 BK
Kebo sungu Kebo sungu a 40,90 7, 8, 15, 16, 17 Jati 0,70 KU I & KU II
Mangunan Gumelem Gumelem 20,00 8, 13 Jati 1,03 KU I & KU II
Kediwung Kediwung 26,00 8, 9, 21 Jati 1,38 KU I & KU III
Sudimoro II Sudimoro II 3,00 8 Jati 2,18 KU I
Sudimoro III Sudimoro III 6,00 8 Jati 0,51 KU I
Terong Terong 20,00 8 Jati 1,12 KU I
Sub Total BDH Kulon Progo-Bantul 203,50
TOTAL 979,00
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 109
Tabel 4.23. Kondisi Tegakan Kayu Putih pada Kawasan Hutan Lindung KPH
Yogyakarta menurut Nilai dkn
BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan
Kp.progo Bantul Dl ingo Dodogan Dodogan b 64,00 8, 9, 37 Kayu Putih 0,34 BK
Kal i urang Kal iurang a 47,25 9, 14, 38, 45 Kayu Putih 0,23 BK
Kayu mas Kayu mas b 100,00 7, 8 Kayu Putih 0,06 TK
Mangunan Gumelem Gumelem 14,00 8 Kayu Putih 0,15 TK
Kediwung Kediwung 14,00 8 Kayu Putih 0,28 BK
Sudimoro I Sudimoro I 20,00 9 Kayu Putih 0,30 BK
Sudimoro II Sudimoro II 17,20 8 Kayu Putih 0,32 BK
Terong Terong 10,00 9 Kayu Putih 0,13 TK
Sermo 26 26A 6,30 47 Kayu Putih 0,09 TK
26C 11,00 53, 8 Kayu Putih 0,33 BK
303,75Grand Total
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Tabel 4.24. Kondisi Tegakan Rimba pada Kawasan Hutan Lindung KPH Yogyakarta
menurut Nilai dkn
BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Ha) Jenis dkn Kls Hutan
Pal iyan Kedungwanglu 106 106C 33,00 1 Rimba 0,16 TK
106D 0,70 32 Rimba 1,88 NORMAL
33,70
Panggang Bibal 108 108b 76,00 7, 5 Rimba 0,26 BK
76,00
Kprogo Bantul Sermo 25 25B 5,00 22 Pinus 0,66 NORMAL
25C 10,00 22 Pinus , kemiri 0,46 BK
25D 14,00 22, 18 Pinus , akas ia , sonokel ing 0,32 BK
27 27B 14,00 8 Jati , Pinus 0,57 NORMAL
27C 12,00 47, 8 akas ia , kayu putih, kenanga 0,23 BK
27E 11,10 47, 10 jati , kayu putih 0,46 BK
Dl ingo Banyu urip Banyu urip 11,30 6 Rimba 0,28 BK
Dodogan Dodogan c 43,30 27, 30 Rimba 0,18 TK
Kal i urang Kal iurang b 46,00 9, 26, 28, 30, 32, 33, 38 Rimba 0,78 NORMAL
Kayu mas Kayu mas c 31,00 12 Rimba 0,75 NORMAL
Kebo sungu Kebo sungu b 45,00 9 Rimba 0,21 BK
Mangunan Cerme Cerme 39,80 45, 34, 30, 29, 2 Akas ia ,Mungur, Nyamplung, Duwet 0,55 NORMAL
Gumelem Gumelem 49,50 29, 28, 10, 9 Rimba 0,39 BK
Kediwung Kediwung 57,60 29, 21, 10, 9 Rimba 0,68 NORMAL
Sudimoro I Sudimoro I 68,20 24, 22, 20, 10, 9, 6 Rimba 0,54 NORMAL
Sudimoro II Sudimoro II 88,10 28, 27, 26, 24 Rimba 1,19 NORMAL
Sudimoro III Sudimoro III 96,00 32, 30, 27, 26 Rimba 1,26 NORMAL
Terong Terong 12,30 41 Rimba 0,71 NORMAL
654,20
763,90
Sub Total
Sub Total
Sub Total
T O T A L
Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 110
4.4. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Hutan
4.4.1. Sebaran Desa-Desa Hutan
Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan hutan saat ini
adalah semakin meningkatnya dinamika permasalahan sosial
ekonomi.Pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan
tersediaanya kebutuhan pangan, sandang, dan lapangan pekerjaan berdampak
pada meningkatnya jumlah keluarga miskin dan lonjakan jumlah pengangguran.
Apabila kondisi ini terjadi di desa-desa sekitar hutan, akan berdampak pada
peningkatan interaksi penduduk dengan sumber daya hutan baik bersifat
konstruktif maupun destruktif.
Sebagaimana kondisi umum kawasan hutan di Pulau Jawa, hampir semua
kawasan hutan di KPH Yogyakarta dikelilingi oleh desa-desa sekitar hutan.
Berdasarkan data, jumlah desa hutan dan/atau desa sekitar hutan di Propinsi D.I.
Yogyakarta sebanyak 66 desa yang tersebar di 21 kecamatan. Dilihat dari jumlah
kecamatan yang memiliki desa hutan, terbanyak di Kabupaten Gunung Kidul
sebanyak 45 desa di 13 kecamatan, disusul Kabupaten Kulon Progo sebanyak 12
desa di 5 kecamatan, dan Kabupaten Bantul sebanyak 9 desa di 3 kecamatan.
Berikut ini adalah sebaran desa-desa sekitar hutan yang terdapat di masing-masing
kabupaten di wilayah KPH Yogyakarta.
Tabel 4.30 Sebaran Desa Sekitar Hutan di Wilayah KPH Yogyakarta
Kota Desa Jumlah Kec % Desa %
1 Gunung Kidul 18 5 139 144 9 50,0 44 30,6
2 Bantul 17 47 28 75 1 5,9 3 4,0
3 Kulon Progo 12 13 75 88 1 8,3 2 2,3
Jumlah 47 65 242 307 11 23,4 49 16,0
Jml Desa HutanNo Kabupaten Kec
Jml Desa/Kelurahan
Sumber : D.I. Yogyakarta dalam Angka, 2010
Dari Tabel 4.30 di atas nampak bahwa, di wilayah Kabupaten Gunung Kidul
dan Kabupaten Kulon Progo, sebagian besar desa berstatus sebagai pedesaan,
berbeda dengan Kabupaten Bantul dimana desanya lebih didominasi oleh desa
kota. Oleh karena itu sebaran desa hutan yang terbanyak juga didominasi oleh
Kabupaten Gunung Kidul sebanyak 45 desa (atau 30,6% dari total desa).
Penyebaran desa hutan dan tingkat kesejahteraan dari desa-desa hutan tersebut
dapat diamati pada tabel berikut.
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 111
Tabel 4.31 Daftar Desa Hutan dan Kondisi Umum Desa Hutan
KK (%) KK (%)
KABUPATEN GUNUNG KIDUL
I WONOSARI VII PLAYEN
1 a. Wunung 1.002 249 24,85 1 a. Banyusoco 2.011 252 12,53
2 b. Candi 1.818 186 10,23 2 b. Bleberan 2.600 316 12,15
3 c. Mulo 1.308 163 12,46 3 c. Getas 1.250 236 18,88
4 d. Wareng 1.049 93 8,87 4 d. Playen 987 228 23,10
5 e. Karang Tengah 2.114 245 11,59 5 e. Gading 1.909 236 12,36
II KARANGMOJO 6 f. Banaran 1.521 279 18,34
1 a. Karangmojo 2.349 466 19,84 7 g. Ngleri 1.449 148 10,21
2 b. Beliharjo 3.899 748 19,18 VIII PALIYAN
3 c. Jatiayu 1.793 508 28,33 1 a. Karangduwet 1.761 360 20,45
4 d. Ngawis 1.099 270 24,57 2 b. Karangasem 1.979 347 17,54
III SEMANU 3 c. Mulusan 1.337 127 9,50
1 a. Pacarejo 4.808 851 17,70 4 d. Giring 783 126 16,10
2 b. Candirejo 1.985 367 18,49 5 e. Sodo 1.213 221 18,22
3 c. Ngeposari 2.577 429 16,65 6 f. Pampang 670 164 24,48
4 d. Semanu 3.530 586 16,60 7 g. Grogol 598 141 23,57
IV NGLIPAR X PANGGANG
1 a. Nglipar 1.051 239 22,74 1 a. Giriharjo 938 241 25,69
2 b. Pengkol 1.519 319 21,00 2 b. Giriwungu 573 160 27,92
3 c. Kedungpoh 1.468 265 18,05 3 c. Girimulyo 1.234 185 14,99
4 d. Kedungkeris 1.157 225 19,45 4 d. Girikarto 879 181 20,59
5 e. Katongan 1.270 255 20,08 5 e. Girisekar 1.663 349 20,99
6 f. Natah 956 194 20,29 6 f. Girisuko 1.641 213 12,98
7 g. Pilangrejo 910 212 23,30 Jumlah 44 desa 42.939 7.995 18,62
V RONGKOP KABUPATEN BANTUL
1 a. Semugih 1.263 270 21,38 I Dlingo
2 b. Karangwuni 905 235 25,97 1 a. Jatimulyo 813,00 174,00 21,42
VI TEPUS 2 b. Temuwuh 836,00 175,00 20,93
1 a. Kemadang 1.642 289 17,60 3 c. Mangunan 880,00 330,00 37,50
2 b. Gayamrejo 1.467 331 22,56 4 d. Dlingo 1.814 325 17,92
Jumlah 4 desa 4.343,00 1.004,00 97,77
KABUPATEN KULON PROGO
I Kokap
1 a. Hargorejo 964,00 160,00 16,61
2 b. Hargomulyo 1.230,00 150,00 12,19
Jumlah 2 desa 2.194,00 310,00 14,13
Kecamatan/Desa
(Sekitar Hutan)
Kondisi Kemiskinan
Jumlah KKMiskinNo
Kecamatan/Desa
(Sekitar Hutan)
Kondisi Kemiskinan
Jumlah
KK
Miskin No
Sumber: Survei Potensi Desa D.I. Yogyakarta, 2010
Dari data pada tabel di tersebut nampak bahwa di Kabupaten Bantul rata-rata
prosentase KK miskin dibandingkan dengan jumlah keseluruhan KK adalah
18,06%, sedangkan untuk Kabupaten Bantul sebesar 26,85%, dan Kabupaten Kulon
Progo sebesar 14,13%.
4.4.2. Kepemilikan Lahan Pertanian dan Ternak
Untuk mengetahui potensi dari kepemilikan lahan rata-rata dari desa-desa
hutan, dibawah ini ditampilkan pendekatan dari rata-rata kepemilikan lahan
pertanian dari masing-masing kecamatan yang memiliki sebaran desa hutan,
sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4.32. Untuk mengetahui kepemilikan lahan
pertanian dilakukan dengan pendekatan Equivalensi Lahan Sawah Tadah Hujan
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 112
(ESTH) yang diperoleh dari perbandingan produktivitas lahan sawah irigasi dan
lahan kering terhadap lahan sawah tadah hujan. Dalam hal ini dipakai asumsi
bahwa produktivitas lahan sawah irigasi dua kali lahan sawah tadah hujan dan
lahan kering sepertiga lahan sawah tadah hujan. Sedangkan data sebaran
kepemilikan ternak besar, ternak kecil, dan unggas (ayam dan itik) dari desa-desa
hutanditampilkan pada Tabel 2.33
Tabel 4.32 Rata-rata Kepemilikan Lahan Pertanian di Kecamatan dengan Desa
Hutan
Sawah Irigasi Sawah Rumah & Tegal(ha) (ha) (ha) (ha)
KABUPATEN GUNUNG KIDULI WONOSARI 7.291 82,00 - 2.138,00 4.354,00 2.193,60 0,30 II KARANGMOJO 9.140 574,00 36,00 3.397,00 2.187,00 3.433,20 0,38 III SEMANU 12.900 195,00 - 2.042,00 7.342,00 3.400,20 0,26 IV NGLIPAR 8.331 180,00 100,00 2.147,00 2.171,00 1.935,40 0,23 V RONGKOP 2.168 - - 613,00 2.763,00 1.012,80 0,47 VI TEPUS 3.109 - - 487,00 3.301,00 1.136,40 0,37 VII PLAYEN 11.727 125,00 151,00 1.651,00 3.395,00 2.039,80 0,17 VIII PALIYAN 8.341 - 31,00 932,00 2.546,00 1.074,40 0,13 IX PANGGANG 6.928 - 22,00 623,00 4.329,00 1.507,60 0,22
69.935 1.156,00 340,00 14.030,00 32.388,00 17.733,40 0,25 KABUPATEN BANTULI Dlingo 2.529 213,00 538,00 472,00 3.350,00 2.323,60 0,92
2.529 213,00 538,00 472,00 3.350,00 2.323,60 0,92 KABUPATEN KULON PROGOI Kokap 2.194 47,00 26,00 2.192,00 2.357,00 1.531,70 0,70
2.194 47,00 26,00 2.192,00 2.357,00 1.531,70 0,70
ESTHKepemilikan
Lahan/KK
Jumlah
Jumlah
Jumlah
NoKecamatan/Desa
(Sekitar Hutan)Jumlah KK
Tata Guna Lahan
Sumber: Kabupaten Gn Kidul, Sleman, Kulon Progo, & Bantul dalam Angka, 2010
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 113
Tabel 4.33 Sebaran Kepemilikan Ternak di Kecamatan Sekitar KPHYogyakarta
Sapi Potong Sapi Kerbau Kuda Kambing Domba Babi Kelinci Unggas(ekor) (ekor) (ekor) (ekor) (ekor) (ekor) (ekor) (ekor) (ekor) (ekor)
KABUPATEN GUNUNG KIDULI WONOSARI 7.291 7.367 - - - 12.982 1.709 - 625 79.195 109.169 II KARANGMOJO 9.140 5.337 - - - 2.289 640 - 76 160.251 177.733 III SEMANU 12.900 7.773 6 - - 8.146 1.539 - 491 90.254 121.109 IV NGLIPAR 8.331 7.239 - - - 7.230 2.770 - 423 55.583 81.576 V RONGKOP 2.168 6.442 - - - 10.536 - - 56 47.120 66.322 VI TEPUS 3.109 6.854 - - - 15.172 13 - - 43.885 69.033 VII PLAYEN 11.727 11.452 - - - 13.292 1.416 178 550 277.080 315.695 VIII PALIYAN 8.341 4.867 - - - 6.015 237 - 385 79.289 99.134 IX PANGGANG 6.928 4.652 - - - 5.075 97 - 305 32.182 49.239
69.935 61.983 6 - - 80.737 8.421 178 2.911 864.839 1.089.010 KABUPATEN BANTULI Dlingo 2.529 6.319 - - - 7.955 374 - - 92.071 106.719
2.529 6.319 - - - 7.955 374 - - 92.071 106.719 KABUPATEN KULON PROGOI Kokap 2.194 2.661 - 2 5 16.010 432 - 2.823 144.451 166.384
2.194 2.661 - 2 5 16.010 432 - 2.823 144.451 166.384
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
NoKecamatan/Desa
(Sekitar Hutan)Jumlah KK
Kepemilikan Ternak
Sumber: Kabupaten Gunung Kidul, Bantul, Sleman,& Kulon Progo dalam Angka, 2010
Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 114
4.4.3. Tingkat Pendidikan dan Mata Pencaharian Penduduk
Salah satu parameter untuk melihat kualitas sumberdaya manusia adalah
dengan melihat sebaran tingkat pendidikan dari masyarakat. Sesuai dengan
premise di atas, di bawah ini disajikan data jumlah penduduk Propinsi D.I.
Yogyakarta menurut tingkat pendidikantertinggi yang diselesaikan.
Tabel 4.34 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Tingkat Pendidikan
dan Jenis Kelamin di Propinsi D.I. Yogyakarta (per Agustus pada Masing-Masing
Tahun)
Laki-Laki Perempuan Jumlah % Laki-Laki Perempuan Jumlah %
1 Tidak/Belum Sekolah 30.462 74.994 105.456 5,60 27.368 68.730 96.098 5,13
2 Tidak Tamat SD 127.792 133.341 261.133 13,87 104.041 98.705 202.746 10,83
3 SD 196.617 156.008 352.625 18,73 171.940 161.343 333.283 17,79
4 SLTP 208.515 156.097 364.612 19,37 195.858 136.923 332.781 17,77
5 SLTA Umum 164.560 114.884 279.444 14,85 192.573 125.219 317.792 16,97
6 SLTA Kejuruan 182.896 107.748 290.644 15,44 211.882 123.679 335.561 17,92
7 D I - D III 40.684 36.614 77.298 4,11 37.794 41.609 79.403 4,24
8 Universitas 82.025 69.059 151.084 8,03 101.007 74.241 175.248 9,36
1.033.551 848.745 1.882.296 100 1.042.463 830.449 1.872.912 100 Sumber : Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2012
NoPendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan
Jumlah
Jumlah Penduduk (jiwa)
2010 2011
Tabeldi atas menunjukkan bahwa masih ada penduduk di Provinsi DIY yang tidak
atau belum pernah sekolah sekitar 5% pada tahun 2010 dan 2011 masih berkisar
pada angka 5%, sedangkan jumlah penduduk yang tidak tamat SD, pada tahun
2010 dan 2011 berkisar pada angka 10%.
Ditinjau dari ragam mata pencahariannya, berdasarkan hasil Survey
Angkatan Kerja Nasional yang dilakukan oleh BPS,pada tahun 2010, sektor yang
paling banyak digeluti oleh penduduk Propinsi D.I. Yogyakarta adalah sektor
pertanian sebanyak 30,40%, diikuti sektor perdagangan sebesar 24,69%, jasa-jasa
sebesar17,93%, industri pengolahan sebesar 13,92%, dan 13,05% di sektor-sektor
lainnya. Sedangkan pada tahun 2011, terjadi perubahan pada beberapa sektor.
Sektor perdagangan menjadi sektor yang paling banyak digeluti oleh penduduk
DIY, yaitu sebesar 26,70%. Sektor pertanian menenpati sektor yang dijadikan mata
pencaharian utama kedua, sebesar 23,97%, kemudian diikuti jasa-jasa
sebesar19,60%, industri pengolahan sebesar 14,83%, dan 14,91% di sektor-sektor
lainnya. Data mata pencaharian penduduk dijelaskan pada Tabel 4.35 sebagai
berikut.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal IV - 115
Tabel 4.35Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut Lapangan Pekerjaan Utama di
Provinsi DI. Yogyakarta (per Agustus pada Masing-Masing Tahun)
Laki-Laki Perempuan Jumlah % Laki-Laki Perempuan Jumlah %
1 Pertanian 277.415 262.288 539.703 30,40 232.414 198.656 431.070 23,97
2Pertambangan, Listrik, Gas
dan Air13.216 2.542 15.758 0,89 14.625 2.086 16.711 0,93
3 Industri Pengolahan 131.431 115.662 247.093 13,92 136.780 129.988 266.768 14,83
4 Bangunan 107.395 2.538 109.933 6,19 129.080 4.048 133.128 7,40
5Perdagangan (besar, eceran,
rumah makan)189.553 248.729 438.282 24,69 209.010 271.126 480.136 26,70
6Angkutan,Pergudangan, dan
Komunikasi58.284 9.084 67.368 3,80 55.857 12.343 68.200 3,79
7 Keuangan 25.911 12.740 38.651 2,18 38.352 11.711 50.063 2,78
8 Jasa-Jasa 166.325 152.035 318.360 17,93 185.935 166.584 352.519 19,60
Jumlah 969.530 805.618 1.775.148 100,00 1.002.053 796.542 1.798.595 100,00
Sumber : Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2012
No Lapangan Pekerjaan Utama
Jumlah Penduduk (jiwa)
2010 2011
4.5. Proyeksi Kondisi Wilayah KPHP Yogyakarta di masa yang akan datang
Kondisi wilayah KPH Yogyakarta di masa yang akan datang diproyeksikan
selaras dengan rencana kegiatan yang diuraikan dalam Rencana Stratejik
Jangka Panjang KPH Yogyakarta.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 116
Rencana Kegiatan
5.1. Pendahuluan
Dari uraian dan paparan pada Bab IV, wilayah kelola KPH Yogyakarta seluas
15.724,5 Ha terdiri atas kawasan hutan lindung seluas 2.312,80 Ha dan kawasan
hutan produksi seluas 13.411,70 Ha. Dari kawasan hutan produksi tersebut
terbagi dalam hutan produksi 11.638,7 Ha, dan kawasan Hutan AB seluas 1.773
Ha.
Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa
Yogyakarta, beberapa pemanfaatan/peruntukan dalam kawasan hutan produksi
antara lain: Areal HKm seluas 1.061,55 ha; Areal Hutan Pendidikan Wanagama
seluas 599,7 ha; Areal Hutan Penelitian 100,6 Ha; Areal Pengembangan Model
Pengelolaan Hutan seluas 118,0 Ha; dan Areal Pengembangan Silvikultur Intensif
seluas 94,0 Ha. Untuk kawasan hutan AB, dari luas total 1.773 ha, seluas 327 Ha
telah dicadangkan oleh Menteri Kehutanan sebagai lokasi Hutan Tanaman Rakyat.
Sedangkan untuk kawasan hutan lindung dari luas total 2.312,8 ha, seluas 222,9
ha dimanfaatkan sebagai areal HKm.
Ditinjau dari sebaran tegakan yang ada di KPH Yogyakarta adalah tegakan
hutan jati, tegakan hutan kayu putih, tegakan hutan rimba (antara lain meliputi:
pinus merkusii, mahoni, akasia auriculiformis, akasia catechu, sono keling dan
beberapa jenis lainnya). Berdasarkan data inventarisasi hutan yang dilakukan
pada tahun 2012 yang dilaksanakan di luar areal HKm, areal HTR dan Hutan
Pendidikan Wanagama, luas tegakan hutan jati yang ada di KPH Yogyakarta seluas
6.161,00 Ha, yang tersebar di kawasan hutan lindung seluas 979,00 Ha, dan
kawasan hutan produksi seluas 5.182,00 Ha. Untuk tegakan kayu putih yang
terdapat di KPH Yogyakarta adalah 4.508,75 ha, yang terbagi dalam kawasan
hutan lindung seluas 303,75 Ha, dan kawasan hutan produksi seluas 4.205,00 ha.
Dari tegakan hutan jati yang ada di KPH Yogyakarta seluas 6.161,00 Ha
terbagi dalam kelas hutan hutan lindung seluas 979,00 Ha; Tanah Kosong (TK)
seluas 162,05 Ha; Tegakan Bertumbuhan Kurang (BK) seluas 2.103,25 Ha; tegakan
5
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 117
jati Kelas Umur I seluas 2.611,50 Ha (85,94%), dan Kelas Umur II seluas 234,80 ha
(8,05%), sedangkan sisanya terbagi dalam beberapa kelas hutan yaitu KU III
seluas 10,70 ha (0,37%); KU IV seluas 27,00 Ha ( 0,93%); KU V seluas 1,00 Ha
(0,03%); KU VII seluas 9,0 ha (0,31%), dan KU VIII seluas 22,70 Ha (0,78%).
Untuk tegakan kayu putih seluas 4.508,75 Ha yang berada di kawasan
Hutan Lindung seluas 303,75 Ha; dan sisanya berada di kawasan hutan produksi.
Dari tegakan kayu putih di kawasan hutan lindung seluas 303,75 Ha, terbagi
dalam Tanah Kosong (TK) seluas 130,30 Ha (42,90%), dan Tegakan Bertumbuhan
Kurang (TBK) seluas 173,45 Ha (57,10%).
Untuk tegakan kayu putih yang berada di kawasan hutan produksi terbagi
dalam Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 2.496,40 Ha (59,37%),
kemudian Tanah Kosong seluas 1.603,90 Ha (38,14%), dan untuk tegakan normal
(nilai dkn ≥ 0,5) hanya seluas 104,70 Ha (2,49%).
5.2. Prinsip-Prinsip Dasar
Prinsip-prinsip dasar yang harus ditetapkan dahulu sebelum menyusun
Rencana Pengelolaan di KPH Yogyakarta adalah sebagai berikut:
a. Kelas Perusahaan
Kelas perusahaan adalah penggolongan usaha di bidang kehutanan
berdasarkan jenis tanaman hutan, sistem silvikultur, dan jenis produk yang
dihasilkan yang ditetapkan sebagai bisnis utama (core business) suatu
perusahaan hutan. Di dalam pengusahaan hutan yang dilaksanakan dengan
tebang habis permudaan buatan dengan tanaman sejenis yang seumur, maka
jenis produk yang dihasilkan menunjuk pada jenis kayu yang ditanam. Oleh
karena itu pengertian kelas perusahaan di dalam pedoman ini menunjuk
kepada jenis kayu pokok yang dihasilkan.
Untuk wilayah kelola KPH Yogyakarta, kelas perusahaan yang ditetapkan
sesuai dengan jenis tegakan utama dan luas minimum yang diusahakan ada
dua yaitu: pertama adalah Kelas Perusahaan Jati, dan kedua adalah Kelas
Perusahaan Kayu Putih. Untuk tegakan-tegakan lain seperti tegakan pinus,
tegakan mahoni karena luas tegakannya masih kecil sehingga sementara
statusnya belum sebagai kelas perusahaan namun hanya sebatas kluster.
b. Daur
Daur adalah jangka waktu antara saat penanaman hutan sampai dengan saat
pemungutan hasil akhir atau tebangan habis (untuk KP kayu); atau sampai
dengan saat peremajaan tegakan (untuk KP bukan kayu). Daur menurut
jangka waktu (lamanya) dibedakan menjadi: daur panjang yaitu > 60 tahun,
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 118
daur menengah antara 30 – 60 tahun, dan daur pendek antara 6 – 25 tahun.
Dalam menetapkan daur hutan, selain daur ekonomi/finansial juga harus
mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi daerah, tingkat kerawanan sosial
dan sebagainya.
Dengan mempertimbangkan kondisi tegakan, pemasaran hasil hutan kayu, dan
tingkat keamanan tegakan hutan, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat
pengelola hutan rakyat yang umumnya menebang kayu dengan sistem tebang
butuh, maka daur tegakan hutan jati di KPH Yogyakarta ditetapkan pada umur
15 tahun. Sedangkan untuk tegakan hutan kayu putih yang bertujuan untuk
memproduksi daun untuk disuling menjadi minyak kayu putih daur tegakan
ditetapkan sebesar 40 tahun. Untuk tegakan hutan rimba, daur ditetapkan
selama 30 tahun.
c. Pengaturan Hasil
Pengaturan hasil merupakan upaya untuk mengatur pemungutan hasil
(panenan) agar jumlah hasil yang dipungut setiap periode kurang lebih sama
dan dapat diupayakan meningkat secara berkesinambungan. Etat yaitu jumlah
volume kayu yang dapat dipungut atau jumlah luas areal hutan yang dapat
dipanen (ditebang) dalam satu jangka perusahaan atau jangka waktu tertentu
sedemikian rupa sehingga terjamin kekekalan kelas perusahaan. Jadi etat
dibedakan menjadi etat volume dan etat luas, dan untuk pengaturan hasil
biasanya menggunakan metode kombinasi etat luas dan etat volume.
Untuk di wilayah KPH Yogyakarta, mengingat belum dimilikinya tabel normal
tegakan hutan maka untuk jangka 2014-2023 ini pengaturan hasil hutannya
masih menggunakan pendekatan etat luas.
d. Pembagian Kelas Hutan
Kelas hutan yaitu keadaan hutan yang berbeda satu dengan yang lainnya di
dalam suatu wadah yang terbatas. Perbedaan tersebut karena adanya
perbedaan ukuran keadaan hutan dan tindakan yang akan dilakukan terhadap
petak tersebut. Kriteria pembagian petak secara umum adalah:
Kondisi fisik kawasan, dibedakan antara areal untuk penghasilan dan areal
tidak dapat untuk penghasilan seperti: hutan lindung, sungai/rawa/waduk,
dan LDTI (TPK, rumah dinas, kuburan dll).
Kerapatan Vegetasi, dibedakan antara kelas hutan produktif dan kelas
hutan non produktif (Tanah Kosong, Tegakan Bertumbuhan Kurang dll.)
Kelas Umur (KU), merupakan jenis tanaman pokok yang memiliki
peertumbuhan cukup baik (dicerminkan dari nilai dkn ≥ 0,5), sehingga
secara ekonomis dapat dipertahankan untuk dipungut hasilnya setelah
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 119
mencapai umur daur. Lebar interval kelas umur tergantung daur jenis
tanaman, yaitu untuk tegakan jati dengan panjang interval KU adalah 10
tahun.
5.3. Arah Kebijakan dalam Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta
Berdasarkan arah dan kebijakan pembangunan kehutanan di Propinsi D.I.
Yogyakarta sebagaimana telah digariskan dalam Rencana Kehutanan Tingkat
Propinsi (RKTP), kebijakan Dinas Kehutanan dan Perkebunan, dan kebijakan
pengelola KPH Yogyakarta, diharapkan dalam beberapa tahun ke depan KPH
Yogyakarta dapat meningkat statusnya menjadi KPH mandiri. Kemandirian
tersebut bukan hanya kemandirian dari aspek pengelolaan, kemandirian
kewenangan, namun juga kemandirian dalam pendanaan finansial. Seiring
dengan kebijakan pemerintah untuk mengimplementasikan konsep Badan
Layanan Umum Daerah dalam operasionalisasi KPH-KPH, perlu diatur pola
pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah khususnya untuk
dilaksanakan di Balai KPH Yogyakarta tersebut.
Berdasarkan data kebutuhan dana untuk biaya overhead cost maupun
pembiayaan kegiatan teknik kehutanan di KPH Yogyakarta setiap tahun berkisar
antara 12 – 13 Milyar. Sementara saat ini hasil dari produksi minyak kayu putih
berkisar di angka 8 Milyar sehingga masih ada kekurangan dana sebesar 4 – 5
Milyar. Untuk mencapai tujuan dan sasaran sebagai KPH Mandiri tersebut, selain
mengandalkan dari hasil produksi minyak kayu putih, dalam jangka waktu 10
tahun ke depan KPH Yogyakarta akan mendapatkan tambahan pendapatan dari
tebangan kayu jati, baik tebangan penjarangan maupun tebangan akhir daur. Di
samping itu yang tidak dapat dilupakan adalah hasil dari penyadapan getah
tegakan pinus merkusii, dan penebangan tegakan kayu jati unggul hasil kerjasama
KPH Yogyakarta dengan pihak mitra strategis.
Berkenaan dengan hal tersebut, selain melakukan kegiatan teknik
kehutanan pada tegakan jati dan tegakan kayu putih direncanakan akan dilakukan
pengembangan luasan areal kerjasama penanaman jati unggul seluas ± 1.000 ha,
pengembangan tegakan pinus di lokasi petak-petak hutan lindung yang selama ini
ditanami dengan tegakan kayu putih sehingga diharapkan luas tegakan pinus akan
mencapai ± 300 ha, dan pengembangan komoditas tanaman di bawah tegakan
dengan teknik agroforestry dengan target seluas ± 3.000 ha yang diharapkan
dapat menjadi salah satu sumber pendapatan bagi KPH Yogyakarta.
Selain berupaya meraih pendapatan dari pemanenan tegakan jati baik
tebangan penjarangan maupun tebangan akhir daur, dan meningkatkan poduksi
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 120
minyak kayu putih, mengacu kondisi sebaran tegakan pada kawasan hutan di KPH
Yogyakarta yang sebagian terdiri atas kelas hutan Tanah Kosong (TK) dan
Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK), maka penyusunan rencana pengelolaan
KPH Yogyakarta jangka 10 tahun ke depan juga akan difokuskan pada tindakan-
tindakan untuk melakukan perbaikan tegakan dari kondisi tegakan yang kurang
normal mengarah menuju tegakan yang full standing stock yang lebih dikenal
dengan istilah JANGKA BENAH atau JANGKA PERBAIKAN.
Khusus untuk tegakan hutan yang ada di RPH Kokap BDH Kulon Progo-
Bantul, meskipun berada di kawasan hutan produksi dan umumnya sudah
berumur tua namun karena menjadi kawasan hutan ini menjadi kawasan
penyangga dan kawasan tangkapan air (catchment area) untuk Waduk Sermo, dan
keseimbangan tata air di Kabupaten Kulon Progo, maka khusus untuk RPH Kokap
pada jangka 2014-2023 tidak akan dilakukan kegiatan pemananen, dan hanya
sebatas kegiatan pemeliharaan, penjarangan, dan pengamanan.
Berkenaan dengan penyusunan rencana pengelolaan KPH Yogyakarta,
berikut ini adalah beberapa rambu kebijakan yang perlu diperhatikan dalam
implementasi/ penerapan di lapangan:
1. Rencana pengelolaan KPH Yogyakarta jangka 2014-2023 ini masih
merupakan rencana umum pada kawasan hutan lindung dan kawasan
hutan produksi dan baru sebatas memuat waktu dan lokasi pelaksanaan
kegiatan teknis kehutanan (seperti rencana penanaman,
pemeliharaan/penjarangan, pemanenan hasil hutan kayu dan non kayu).
2. Dalam implementasi di lapangan rencana pengelolaan KPH Yogyakarta ini
akan dijabarkan lebih detail dalam Rencana Teknik Tahunan (RTT). Dalam
penyusunan RTT yang bersifat detail tersebut masih dimungkinkan adanya
perubahan dari Rencana Umum KPH Yogyakarta sesuai dengan
pertimbangan kondisi riil di lapangan, keterbatasan sarana-prasarana dan
anggaran yang tersedia, serta sepanjang perubahan tersebut sesuai koridor
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.4. Rencana Penataan Kawasan dan Inventarisasi SDH
5.4.1. Rencana Penataan Kawasan
Kawasan hutan yang tertata merupakan salah satu prasyarat pengelolaan
hutan berkelanjutan. Kegiatan penataan kawasan ini meliputi penentuan arahan
fungsi kawasan, pembagian blok, pembagian petak/compartemenisasi, dan
pembentukan organisasi pelaksana yang bertanggungjawab atas pengelolaan
kawasan yang telah ditetapkan baik pada kawasan hutan lindung maupun
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 121
kawasan hutan produksi. Sebelumnya di KPH Yogyakarta telah dilakukan Kajian
Penataan Hutan KPH Yogyakarta oleh BPKH Wilayah XI Jawa Madura (lihat buku:
Penataan Wilayah/ Blok Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta,
2009).
Mengacu pada PP No. 6 Tahun 2007, Permenhut P.6/Menhut-II/2010, dan
Perdirjen Planologi Kehutanan P.5/VII-WP3H/2012, secara umum pembagian
blok atau zone pada kawasan hutan di dalam wilayah suatu Kesatuan Pengelolaan
Hutan dipengaruhi oleh fungsi kawasan hutan tersebut (yaitu kawasan hutan
produksi dan kawasan hutan lindung). Berdasarkan aturan dalam PP, Permenhut,
dan perdirjen tersebut secara umum tata hutan di KPHL dan KPHP meliputi
kegiatan: a). Inventarisasi hutan; b). Pembagian blok dan petak; c). Tata batas
dalam wilayah KPHL dan KPHP berupa penataan batas blok dan petak; dan d).
Pemetaan.
Dalam pembagian Blok di wilayah KPH memperhatikan: karakteristik
biofisik lapangan; kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar; potensi sumberdaya
alam; dan keberadaan hak-hak atau izin usaha pemanfaatan hutan dan
penggunaan kawasan hutan. Pembagian Blok dilakukan pada wilayah KPHL dan
KPHP yang kawasan hutannya berfungsi Hutan Lindung (HL) dan wilayah KPH
dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi Hutan Produksi (HP).
Pembagian Blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya
berfungsi HL terdiri atas satu Blok atau lebih, yaitu: a). Blok Inti; b). Blok
Pemanfaatan; dan c). Blok Khusus. Sedangkan pembagian Blok pada wilayah KPHL
dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi HP terdiri atas satu Blok atau lebih,
yaitu: a). Blok Perlindungan; b). Blok Pemanfaatan kawasan, Jasa Lingkungan,
HHBK; dan c). Blok Pemanfaatan HHK-HA; d). Blok Pemanfaatan HHK-HT; e). Blok
Pemberdayaan Masyarakat; dan f). Blok Khusus.
Menurut Perdirjen Planologi No P.5/VII-WP3H/2012, deskripsi dari masing-
masing blok diuraikan sebagai berikut:
a. Blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi sebagai
Hutan Lindung:
1. Blok Inti merupakan Blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air
dan perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan.
Kriteria Blok ini antara lain:
- Kurang memiliki potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi hasil
hutan non kayu;
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 122
- Dalam RKTN/RKTP/RKTK termasuk dalam Kawasan untuk
perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk kawasan
rehabilitasi.
2. Blok Pemanfaatan merupakan blok yang difungsikan sebagai areal yang
direncanakan untuk pemanfaatan terbatas sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan
yang berfungsi HL.
Kriteria Blok ini antara lain:
- Mempunyai potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi hasil hutan
non kayu;
- Terdapat ijin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, hasil hutan non
kayu;
- Arealnya dekat masyarakat sekitar atau dalam kawasan hutan;
- Mempunyai aksesibilitas yang tinggi;
- Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan
untuk perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk
kawasan rehabilitasi.
3. Blok Khusus merupakan Blok yang difungsikan sebagai areal untuk
menampung kepentingan-kepentingan khusus yang ada di wilayah KPHL
dan KPHP yang bersangkutan
Kriteria Blok ini antara lain:
- Terdapat pemakaian wilayah kawasan hutan untuk kepentingan antara
lain: religi, kebun raya, kawasan dengan tujuan khusus (KHDTK),
wilayah adat/ulayat;
- Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan
untuk perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk
kawasan rehabilitasi.
b. Blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi sebagai
Hutan Produksi:
1. Blok Perlindungan merupakan Blok yang difungsikan sebagai perlindungan
tata air dan perlindungan lainnya serta direncanakan untuk tidak
dimanfaatkan.
Kriteria Blok ini antara lain:
- Termasuk dalam kriteria kawasan lindung;
- Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan
untuk perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 123
kawasan rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan
skala besar atau kecil.
2. Blok Pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK adalah merupakan
blok yang telah ada ijin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK
dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk
pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK sesuai dengan potensi
kawasan yang telah dihasilkan dari proses inventarisasi.
Dalam Blok ini diupayakan berintegrasi dengan upaya solusi konflik atau
upaya pemberdayaan masyarakat melalui Pemanfaatan kawasan atau jasa
lingkungan atau HHBK.
Kriteria Blok ini antara lain:
- Mempunyai potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi hasil hutan
non kayu;
- Terdapat ijin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, hasil hutan non
kayu;
- Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan
untuk perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk
kawasan rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan
skala besar atau kecil.
3. Blok Pemanfaatan HHK-HA merupakan blok yang telah ada ijin
pemanfaatan HHK-HA dan yang akan difungsikan sebagai areal yang
direncanakan untuk pemanfaatan HHK-HA sesuai dengan potensi kawasan
yang telah dihasilkan dari proses tata hutan.
Kriteria Blok ini antara lain:
- Dalam RKTN/RKTP/RKTK diarahkan sebagai Kawasan hutan untuk
pengusahaan hutan Skala Besar;
- Mempunyai potensi hasil hutan kayu cukup tinggi;
- Terdapat ijin pemanfaatan HHK-HA.
- Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan hutan
untuk pengusahaan hutan skala besar.
4. Blok Pemanfaatan HHK-HT merupakan blok yang telah ada ijin
pemanfaatan HHK-HT dan yang akan difungsikan sebagai areal yang
direncanakan untuk pemanfaatan HHK-HT sesuai dengan potensi kawasan
yang telah dihasilkan dari proses tata hutan.
Kriteria Blok ini antara lain:
- Dalam RKTN/RKTP/RKTK diarahkan sebagai Kawasan hutan untuk
pengusahaan hutan Skala Besar;
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 124
- Mempunyai potensi hasil hutan kayu rendah;
- Merupakan areal yang tidak berhutan;
- Terdapat ijin pemanfaatan HHK-HT.
- Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan
rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar
atau kecil
5. Blok Pemberdayaan Masyarakat merupakan blok yang telah ada upaya
pemberdayaan masyarakat (al: Hutan Kemasyarakatan/HKM, Hutan Desa,
Hutan Tanaman Rakyat/HTR) dan yang akan difungsikan sebagai areal
yang direncanakan untuk upaya pemberdayaan masyarakat sesuai dengan
potensi kawasan yang telah dihasilkan dari proses tata hutan.
Kriteria Blok ini antara lain:
- Dalam RKTN/RKTP/RKTK diarahkan sebagai Kawasan hutan untuk
pengusahaan hutan skala kecil;
- Mempunyai potensi hasil hutan kayu rendah;
- Merupakan areal yang tidak berhutan;
- Terdapat ijin pemanfaatan hutan untuk HKm, Hutan Desa, HTR;
- Arealnya dekat masyarakat di dalam dan sekitar hutan;
- Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan
rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar
atau kecil.
6. Blok Khusus merupakan Blok yang difungsikan sebagai areal untuk
menampung kepentingan-kepentingan khusus yang ada di wilayah KPHL
dan KPHP yang bersangkutan
Kriteria Blok ini antara lain:
- Terdapat pemakaian wilayah kawasan hutan untuk kepentingan antara
lain: religi, kebun raya, kawasan dengan tujuan khusus (KHDTK),
wilayah adat/ulayat;
- Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan
untuk perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk
kawasan rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan
skala besar atau kecil
Pada setiap Blok pemanfaatan baik di wilayah KPHL dan KPHP yang
berfungsi HL atau berfungsi HP agar dirancang areal-areal yang direncanakan
akan dikelola sendiri oleh KPH dalam bentuk ”Wilayah Tertentu”. Yang dimaksud
dengan wilayah tertentu ini adalah wilayah-wilayah dalam suatu KPH yang belum
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 125
dibebani oleh ijin-ijin pemanfaatan dan direncanakan akan dikelola sendiri oleh
KPH Yogyakarta.
Dari hasil kajian penataan wilayah/blok KPH Yogyakarta tahun 2009,
pendekatan yang digunakan dalam melakukan penataan wilayah/pembagian blok
adalah: pendekatan bentuk lahan (landform), pendekatan penutupan lahan (land
coverage), pendekatan bentang lahan (landscape), dan pendekatan sosial ekonomi
dan budaya masyarakat. Berikut ini adalah rencana penataan wilayah/pembagian
blok di KPH Yogyakarta baik pada kawasan hutan lindung maupun kawasan hutan
produksi:
a. Kawasan Hutan Lindung
Berdasarkan pendekatan aspek biofisik dan aspek sosial ekonomi
masyarakat dan sesuai dengan pedoman dalam Perdirjen Planologi P.5/VII-
WP3H/2012, bahwa kawasan hutan lindung umumnya memiliki aksesibilitas
yang tinggi, memiliki potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi HHBK,
berdekatan dengan pemukiman penduduk, dan selama ini sudah
dimanfaatkan oleh masyarakat maka penataan blok pada kawasan hutan
lindung di KPH Yogyakarta diarahkan sebagai blok pemanfaatan. Dengan
ditetapkan sebagai blok pemanfaatan, maka masyarakat sekitar tetap
diberikan peluang untuk mengambil manfaat sumber daya hutan meskipun
dalam skala terbatas seperti mengambil hasil hutan bukan kayu (buah-
buahan, lebah madu, tanaman hias, tanaman obat-obatan, wisata alam), dan
pemanfaatan sumber daya air.
Sedangkan untuk sebagian kawasan hutan lindung yang selama ini belum
dibebani dalam ijin hak pemanfaatan dan sudah dikelola oleh KPH Yogyakarta
sebagai penghasil HHBK seperti getah pinus, maupun daun kayu putih
ditetapkan sebagai blok/wilayah tertentu. Meskipun ditetapkan sebagai
blok/wilayah tertentu yang dikelola oleh Balai KPH Yogyakarta, namun pola
pengelolaan dan pemanfaatan HHBK tetap melibatkan masyarakat baik
sebagai tenaga kerja maupun pola kemitraan.
Baik di blok pemanfaatan maupun blok/wilayah tertentu, masyarakat
tetap diperkenankan melakukan kegiatan-kegiatan tumpangsari tanaman
pertanian semusim asalkan tetap dilakukan sesuai kaidah pengelolaan
kawasan ramah lingkungan seperti: a). Tidak mengurangi, mengubah, dan
menghilangkan fungsi utama sebagai hutan lindung; b). Pengolahan lahan
terbatas; c). Tidak menimbulkan dampak negatif terhadap biofisik dan sosial
ekonomi; d). Tidak menggunakan alat mekanis dan alat berat; dan e). Tidak
membangun sarana-prasarana yang mengubah bentang alam. Strategi ini
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 126
diambil mengingat kenyataan di lapangan, petak-petak/blok kawasan hutan
lindung tersebut sebagian besar sudah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
hutan sebagai lokasi untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari,
termasuk sebagai lahan tumpangsari pertanian semusim. Kondisi ini
menunjukkan bahwa relatif sudah tidak ada petak hutan lindung yang
terbebas dari interaksi masyarakat.
Berikut ini adalah arah penataan wilayah/blok pada masing-masing petak
kawasan hutan lindung (sesuai hasil review penataan kawasan KPH
Yogyakarta, 2009):
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 127
Tabel 5.1. Arahan Pembagian Blok pada Kawasan Hutan Lindung
Perlindgn Pmanf Tbts
BDH KARANGMOJO
Candi 59 51.40 0.00 51.40 - - Ka l i tekuk, Jatiayu
60 50.00 0.00 50.00 - - ka l i tekuk, Jatiayu, Umbulrejo
61 49.20 0.00 49.20 - - Jatiayu, Umbulrejo
62 73.70 0.00 73.70 - - Jatiayu, Umbulrejo
63 81.90 0.00 81.90 - - Jatiayu
64 76.80 0.00 76.80 - - Jatiayu
65 61.00 0.00 61.00 - - Jatiayu, Umbulrejo
Jumlah 444.00 0.00 444.00
BDH PALIYAN
Kedungwanglu 105 82.80 21.31 61.49 -- Banyusoco
106 148.70 6.81 141.89 bumi perkemahan Banyusoco
107 130.20 9.74 120.46 -- Banyusoco, Girisuko
Jumlah 361.70 37.86 323.84
BDH PANGGANG
Bibal
108 155.80 17.50 138.30 sumber a i r Selopamioro, Mangunan,
Girisuko, Banyusoco
109 55.20 20.29 34.91 sumber a i r
Jumlah 211.00 37.79 173.21
BDH KULON PROGO BANTUL
Sermo 24 5.50 0.00 5.50 Bumi perkemahan Hargowi l i s , Tawangsari
25 29.00 23.57 5.43 -- Hargowi l i s
26 23.30 0.26 23.04 -- Hargowi l i s , Tawangsari
27 77.10 50.74 26.36 -- Hargowi l i s , Tawangsari
28 34.20
24.66
9.54 wisata flying fox, gardu
pandang
Hargowi l i s
29 62.20 31.03 31.17 -- Sengdangsari , Hargowi l i s
30 23.60 7.47 15.42 -- Sengdangsari , Hargowi l i s
Jumlah 254.90 137.73 116.46
Dl ingo Blok Banyuurip 11.30 11.30 0.00 sumber a i r Jatimulyo
Blok Cerme 39.80 0.00 39.80 -- Temuwuh
Blok Dodogan 136.30 115.78 20.51 - - Getas , Jatimulyo
Blok Ka l iurang 101.00 55.00 46.00 satwa (ki jang & kera),
luweng, PAM
Dl ingo, Temuwuh, Muntuk
Blok Kayumas 136.00 105.95 30.05 luweng, pabrik MKP Dl ingo, Jatimulyo
Blok Kebosungu 85.90 75.50 10.40 - - Dl ingo
Jumlah 510.30 363.53 146.76
Mangunan Blok Gumelem 83.50 8.23 75.27 - - Sariharjo, Mangunan
Blok Kediwung 97.60 0.00 97.60 - - Banyusoco, Mangunan
Blok Sudimoro I 97.20 36.60 60.61 - - Terong, Muntuk, Wonolelo
Blok Sudimoro II 108.30 20.21 88.08
HA Bengkung, Hutan
wisata Wukirsari , Muntuk, Mangunan
Blok Sudimoro II I 102.00 55.21 46.79 - - Muntuk, Mangunan
Blok Terong 42.30 1.00 41.30 - - Terong, Srimulyo
Jumlah 530.90 121.25 409.65
2,312.80 698.16 1613.92T O T A L
Arahan BlokPotensi HHNK Nama Desa HutanBDH / RPH No. Ptk Luas SK
Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009
Dari tabel di atas nampak bahwa sebagian petak kawasan hutan lindung
diarahkan sebagai blok pemanfaatan (terbatas) dan sebagian dimanfaatkan
sebagai blok/wilayah tertentu.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 128
b. Kawasan Hutan Produksi
Sesuai dengan arahan Perdirjen Planologi P.5/VII-WP3H/2012, secara
umum arahan pembagian blok di kawasan hutan produksi adalah sebagai blok
perlindungan, blok pemberdayaan masyarakat, blok khusus, dan
blok/wilayah tertentu.
Berikut ini adalah arahan umum dari penataan blok di kawasan hutan
produksi:
Blok perlindungan, ditetapkan pada Kawasan Perlindungan Setempat
seperti sempadan kiri kanan sungai (Sungai Oya, Sungai Seran dan
beberapa sungai lain), sempadan waduk (waduk Sermo), sempadan
pantai, sempadan mata air, dan beberapa kawasan perlindungan lain.
- Kawasan sempadan Sungai Oyo: petak 3, 4, 5, 6, 7, 8 , 9, 10, 12, 13,
16, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 38, 39,40, 41,42, 43, 45, 46, 47, 48, 49,
dan 50.
- Kawasan sempadan Sungai Seran (K Progo): petak 26, dan 27.
- Areal perlindungan sumber air: petak 30, 37, 48, 49, 52, 54, 81,
83, 84, 85
- Areal tempat tinggal satwa endemik/langka: petak 110, 111,112,
113, 114, 122, 123, 124, 125, 126, 127, 144, 151, 152, 153, 156.
Blok pemberdayaan masyarakat, ditetapkan pada petak-petak hutan
produksi yang sudah ditetapkan ijin pemanfaatannya sebagai areal
HKm, HTR, Hutan Desa, dan/atau petak-petak yang letaknya
berdekatan dengan masyarakat termasuk kawasan hutan AB.
Blok khusus, ditetapkan pada petak-petak yang termasuk dalam
kawasan hutan dengan tujuan khusus seperti: Hutan Pendidikan
Wanagama (petak 5, 6, 7, 13, 14, 17, 18), Hutan Penelitian (petak 93
BDH Playen), Hutan Kerjasama 6 Perguruan Tinggi (petak 84), dan
Areal bekas petilasan/makam : petak 149, dan 157.
Blok/Wilayah Tertentu, ditetapkan pada kawasan hutan produksi
yang belum dibebani ijin pemanfaatan dan selama ini dikelola oleh
Balai KPH Yogyakarta.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 129
Tabel 5.2. Rekapitulasi Pembagian Blok pada Kawasan Hutan Produksi per BDH
Total
Perlindungan % Perlind Stmpt % Pemanf Tbts % Pmanfaatan % (Ha)
1 Karangmojo 10,26 0,4 487,63 16,9 138,67 4,8 2.244,34 77,9 2.880,90
2 Pal iyan 79,19 2,6 323,21 10,5 628,91 20,4 2.044,89 66,5 3.076,20
3 Playen 1.035,70 28,0 133,15 3,6 467,95 12,7 2.056,90 55,7 3.693,70
4 Panggang 829,07 59,8 - - 262,98 19,0 294,25 21,2 1.386,30
5 Kulon Progo 152,17 25,3 - - 229,50 38,1 219,93 36,6 601,60
Total 2.106,39 18,1 943,99 8,11 1.728,01 14,8 6.860,31 58,9 11.638,70
Arahan BlokNo BDH
Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009
Untuk perincian lengkap dari arahan pembagian blok pada masing-masing
petak pada tiap-tiap BDH diuraikan pada Tabel 5.3. s.d. Tabel 5.7. dibawah ini.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 130
Tabel 5.3. Arahan Pembagian Blok pada Hutan Produksi di BDH Karangmojo
Jenis Tan Luas
Dominan Perlind Perld Stmpt Pmftn Tbts Pmftn (Ha)
26 Kayu Putih 1,57 17,37 20,05 49,41 88,40 -- Ngalang, Kedungkeris
27 Kayu Putih 8,70 58,00 17,90 25,39 110,00 -- Kedungkeris
28 Kayu Putih 0,00 24,84 0,00 41,26 66,10 -- Kedungkeris
29 Kayu Putih 0,00 8,67 0,00 96,93 105,60 -- Kedungkeris
30 Kayu Putih 0,00 15,77 4,13 60,61 80,50 Mata air, dan luweng kecil Nglipar, Kedungkeris
31 Kayu Putih 0,00 74,70 0,00 0,00 74,70 -- Karangtengah,Bejiharjo
32 Kayu Putih 0,00 36,62 29,98 66,60 -- Nglipar, Kedungkeris
33 Kayu Putih 0,00 1,98 30,09 63,83 95,90 -- Nglipar
34 Kayu Putih 0,00 0,00 80,90 80,90 -- Nglipar
35 Kayu Putih 0,00 0,00 80,10 80,10 -- Nglipar
36 Kayu Putih 0,00 0,00 42,50 42,50 -- Nglipar, Kedungpoh
37**) Kayu Putih 0,00 13,91 21,14 85,45 120,50 Sumber air, petilasan pesholatan Katongan, Kedungpoh
38 Kayu Putih 0,00 8,23 0,00 46,07 54,30 -- Katongan
39 Kayu Putih 0,00 19,65 0,00 116,05 135,70 -- Katongan, Nglipar
40 Kayu Putih 0,00 11,71 0,00 107,69 119,40 -- Nglipar
41 Kayu Putih 0,00 2,86 0,00 71,34 74,20 -- Bejiharjo, Nglipar
42 Kayu Putih 0,00 19,43 0,00 113,37 132,80 -- Bejiharjo, Nglipar
43 Kayu Putih 0,00 26,28 0,00 7,22 33,50 -- Bejiharjo, Nglipar
44 Kayu Putih 0,00 43,95 0,00 9,65 53,60 Bumi perkemahan Bejiharjo, Ngawis
45 Kayu Putih 0,00 77,07 0,00 7,13 84,20 -- Bejiharjo, Nglipar
46 Kayu Putih 0,00 1,49 0,00 77,61 79,10 -- Nglipar, Katongan, Bejiharjo
47 Kayu Putih 0,00 10,70 0,00 26,20 36,90 -- Katongan, Nglipar
48 Kayu Putih 0,00 5,28 0,00 57,42 62,70 Bendungan Latar ombo, Belik
Ngembel
Katongan
49 Kayu Putih 0,00 15,47 0,00 56,93 72,40 Sumber air Banyumata Katongan
50 Jati/Rimba 0,00 30,26 0,00 68,54 98,80 -- Katongan
51**) Jati/Rimba 0,00 0,00 80,90 80,90 -- Katongan
52 Kayu Putih 0,00 0,00 123,80 123,80 Sumber air Balekambang Katongan
53 Kayu Putih 0,00 0,00 80,60 80,60 -- Katongan
54 Kayu Putih 0,00 0,00 93,20 93,20 Sendang Sinaban Bejiharjo, Ngawis, Katongan
55 Kayu Putih 0,00 0,00 51,90 51,90 -- Bejiharjo, Ngawis
56 Kayu Putih 0,00 0,00 88,70 88,70 -- Jatiayu, Ngawis
57 Kayu Putih 0,00 0,00 61,50 61,50 -- Jatiayu, Ngawis
58 Jati/Rimba 0,00 0,96 86,04 87,00 -- Kalitekuk, Jatiayu
161**) Jati/Rimba 0,00 5,28 92,62 97,90 2 Gua (air bawah tanah), 1 luweng Semanu,Ngeposari
162**) Jati/Rimba 0,00 2,49 63,51 66,00 2 Luweng Kirono, 1 Gua Branjang dgn
air bawah tanah
Ngeposari
Total 10,26 487,63 138,67 2244,34 2880,90
Keterangan : **) : Petak2 areal HKm
Potensi HHNKArahan Blok
Petak Desa Hutan
Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 131
Tabel 5.4. Arahan Pembagian Blok pada Hutan Produksi di BDH Paliyan
Jenis Tan Luas
Dominan Perlind Perld Stmpt Pmftn Tbts Pmftn (Ha)
95**) Jati/Rimba 0,00 0,00 74,20 74,20 -- Karangduwet, banyusoco
96 Jati/Rimba 0,00 0,00 104,70 104,70 Pohon induk Jati Karangduwet, banyusoco
97**) Jati/Rimba 0,00 0,00 139,90 139,90 -- Karangduwet, Girisuko
98 Jati/Rimba 0,00 32,08 48,92 81,00 -- Karangduwet, Girisuko
99 Jati/Rimba 0,09 35,63 55,27 91,00 sumber air di tengah kali Karangduwet, Girisuko
100 Jati/Rimba 0,00 0,00 66,60 66,60 -- Karangduwet, banyusoco
101 Jati/Rimba 0,00 0,00 103,60 103,60 -- Karangduwet,Girisuko,Banyusoco
102 Jati/Rimba 0,00 0,27 69,73 70,00 -- Banyusoco
103 Jati/Rimba 0,00 70,68 0,00 40,42 111,10 -- Banyusoco
104 Jati/Rimba 4,95 43,61 0,00 58,04 106,60 -- Banyusoco
128**) Jati/Rimba 0,00 0,00 105,60 105,60 -- Karangduwet
129 Kayu Putih 0,00 0,00 106,20 106,20 -- Karangduwet, Karangasem, Grogol
130 Kayu Putih 0,00 0,00 78,80 78,80 Sumber air Grogol
131 Kayu Putih 0,00 0,00 87,80 87,80 -- Banyusoco, Grogol, Plembutan
132 Kayu Putih 0,00 0,00 84,50 84,50 -- Karangduwet, Karangasem, Grogol
133 Kayu Putih 0,00 0,00 62,70 62,70 -- Karangasem, Grogol
134 Kayu Putih 0,00 0,00 48,60 48,60 -- Karangasem
135**) Jati/Rimba 0,00 0,00 39,80 39,80 -- Karangduwet, Kaarangasem
142**) Jati/Rimba 0,00 41,62 60,58 102,20 Banyak luweng Karangasem,Mulusan
143**) Jati/Rimba 0,00 31,73 47,07 78,80 Banyak luweng Monggol, Mulusan
144 Jati/Rimba 0,00 0,09 90,41 90,50 Gua Ngeleng, Sumber air, Goa walet (potensi goano)Giring, Mulusan
145 Jati/Rimba 0,00 56,78 20,72 77,50 -- Giring, Mulusan
146 Jati/Rimba 7,90 42,63 32,98 83,50 -- Giring, Mulusan, Monggol
147 Jati/Rimba 6,39 77,11 0,00 83,50 -- Giring, Monggol
148 Jati/Rimba 11,10 71,93 1,26 84,30 Telaga Gandhu Giring
149 Jati/Rimba 39,73 44,08 1,89 85,70 Makam Gunung Bagus, Sungai bawah tanah Giring
150 Jati/Rimba 4,95 38,39 28,59 8,37 80,30 -- Giring, Wunung
151 Jati/Rimba 0,00 48,92 0,00 41,89 90,80 Sumber air Kaligowang,batu gamping Giring, Sodo, Wunung
152 Jati/Rimba 0,00 44,41 0,00 17,49 61,90 Sumber air untuk air minum masy, batu gamping Wunung
153 Jati/Rimba 0,00 49,60 0,00 0,00 49,60 sumber air u/minum masy, batu tegel u/arca Wunung
154 Jati/Rimba 0,00 12,84 0,00 48,96 61,80 -- Wunung
155 Jati/Rimba 0,00 0,00 54,50 54,50 -- Wunung,Mulo
156**) Jati/Rimba 0,00 10,73 103,07 113,80 Gua Nglingrong, sumber air Mulo, Pacarejo
157 Jati/Rimba 0,00 58,34 46,16 104,50 Patilasan Gn Pendem (Brawijaya), Pohon induk
jati, Telaga Belik, satwa (kera & kijang)
Pacarejo
158 Jati/Rimba 0,00 34,19 22,91 57,10 Telaga Gandu Taklik, Kera & kijang Pacarejo
159**) Jati/Rimba 4,07 57,21 2,92 64,20 -- Pacarejo
160**) Jati/Rimba 0,00 14,76 5,90 68,34 89,00 Gua Blimbing (sriti dan air bawah tanah) & Gua
Seropan Pacarejo
Total 79,19 323,21 628,91 2044,89 3076,20
**) : Petak-petak lokasi areal HKm
Potensi HHNKArahan Blok
Petak Desa Hutan
Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 132
Tabel 5.5. Arahan Pembagian Blok pada Hutan Produksi di BDH Panggang
Jenis Tan Luas
Dominan Perlind Perld Stmpt Pmftn Tbts Pmftn (Ha)
110 Jati/Rimba 31,15 0,00 24,75 55,90 Banyak Luweng (dihuni Codot) Girisuko
111 Jati/Rimba 26,41 0,00 26,79 53,20 Banyak Luweng (dihuni Codot), dan
kera ekor panjang
Girisuko
112**) Jati/Rimba 55,87 0,00 4,13 60,00 Banyak Luweng (dihuni Codot) Girisuko
113 Jati/Rimba 54,52 0,00 16,28 70,80 Banyak Luweng (dihuni Codot) Girisuko
114 Jati/Rimba 32,91 0,00 35,19 68,10 Banyak Luweng (dihuni Codot) Girisuko
115 Jati/Rimba 35,10 0,00 49,20 84,30 -- Girisuko
116 Jati/Rimba 53,96 0,00 12,04 66,00 -- Girisuko, Giriharjo
117 Jati/Rimba 42,66 0,00 45,44 88,10 Luweng & sungai bawah tanah Girisuko
118**) Jati/Rimba 84,57 0,00 10,43 95,00 -- Girisuko
119**) Jati/Rimba 39,66 0,00 53,64 93,30 Goa Songsuren (ada potensi batu
fosfat)
Girisuko
120 Jati/Rimba 49,04 0,00 16,36 65,40 -- Girisuko
121 Jati/Rimba 101,90 0,00 0,00 101,90 -- Girisuko
122 Jati/Rimba 64,97 6,63 0,00 71,60 3 Luweng (dihuni codot), Girisuko, Girimulyo
123**) Jati/Rimba 16,83 74,67 0,00 91,50 2 Luweng (dihuni codot) Girisuko, Girimulyo
124 Jati/Rimba 65,51 40,99 0,00 106,50 1 Luweng (dihuni codot), Girisuko, Girimulyo, Girisekar
125**) Jati/Rimba 74,01 9,59 0,00 83,60 2 Luweng (dihuni codot), Girisuko, Girisekar
126 Jati/Rimba 0,00 62,90 0,00 62,90 1 Luweng (dihuni codot) Girisuko, Girisekar
127 Jati/Rimba 0,00 68,20 0,00 68,20 3 Luweng (dihuni codot) Girisekar
Total 829,07 0,00 262,98 294,25 1386,30**) Petak-petak lokasi areal HKm
Potensi HHNKArahan Blok
Petak Desa Hutan
Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 133
Tabel 5.6. Arahan Pembagian Blok pada Hutan Produksi di BDH Playen
Jenis Tan Luas
Dominan Perlind Perld StmptPmftn Tbts Pmftn (Ha)
1 Kayu Putih 73,23 0,00 0,37 73,60 -- Beji, Gading
2 Kayu Putih 54,20 0,00 0,00 54,20 -- Gading
3 Jati/Rimba 86,66 7,73 0,00 94,40 -- Beji, Gading
4 Jati/Rimba 56,83 0,00 8,27 65,10 -- Gading
5*) Jati/Rimba 10,95 20,54 1,99 46,22 79,70 Sumber air Gading, Logandeng
6*) rimba/belukar 44,74 6,55 0,00 0,00 51,30 wisata alam & wisata pendidikan Gading, Logandeng,Bunder
7*) rimba/belukar 75,52 2,06 0,12 77,70 wisata alam & wisata pendidikan Bunder, Logandeng
8 Jati/Rimba 32,96 6,14 0,00 39,10 -- Bunder,Beji
9 Jati/Rimba 20,56 19,66 33,48 0,00 73,70 -- Bunder,Beji, Gading
10 Kayu Putih 28,55 29,65 0,00 58,20 --- bunder, Beji
12 Kayu Putih 67,24 8,36 0,00 75,60 --- Bunder,Logandeng
13*) Jati/Rimba 57,38 8,64 22,08 88,10 wisata alam & wisata pendidikan Logandeng
14*) Jati/Rimba 41,20 0,00 49,50 90,70 wisata alam & wisata pendidikan Bandung, Logandeng
16*) Jati/Rimba 23,63 11,28 0,00 37,09 72,00 wisata alam & wisata pendidikan Bandung
17*) Jati/Rimba 0,37 0,05 63,58 64,00 wisata alam & wisata pendidikan Bandung, Logandeng
18*) Jati/Rimba 0,89 0,36 74,95 76,20 wisata alam & wisata pendidikan Bandung
25 Kayu Putih 0,72 0,00 51,48 52,20 -- Bandung, Gari
66 Kayu Putih 29,12 2,56 39,92 71,60 -- Getas, Gading
67 Kayu Putih 74,24 4,55 9,21 88,00 -- Getas, Gading
68 Kayu Putih 70,30 0,00 0,00 70,30 -- Gading
69 Kayu Putih 65,70 0,00 0,00 65,70 -- Gading
70 Jati/Rimba 35,40 0,00 18,50 53,90 -- Getas, Gading
71**) Jati/Rimba 40,93 4,81 0,75 29,77 82,00 -- Getas, jatimulyo
72 Jati/Rimba 0,11 6,26 9,94 33,49 49,80 -- Getas
73**) Jati/Rimba 0,56 28,57 11,89 19,77 63,10 Sumber air PAM Getas Getas, Beberan, jatimulyo
74**) Jati/Rimba 0,00 1,26 38,59 45,55 85,40 Bumi perkemahan, Sumber air PAM Bleberan, Gua
Rancang Bleberan
75 Kayu Putih 0,00 17,04 46,66 63,70 -- Getas, Bleberan
76 Kayu Putih 0,00 24,02 55,38 79,40 -- Getas, Bleberan
77 Kayu Putih 0,00 7,39 39,01 46,40 -- Getas,
78 Kayu Putih 0,00 0,00 87,30 87,30 -- Getas
79 Kayu Putih 0,00 0,00 109,20 109,20 -- Getas, Gading, Logandeng
80 Kayu Putih 0,00 0,00 118,70 118,70 -- Getas, Bleberan
81 Kayu Putih 0,00 0,00 117,50 117,50 Sumber air Cina untuk PAM Bleberan Bleberan
82 Kayu Putih 0,00 0,00 116,00 116,00 -- Bleberan
83 Kayu Putih 0,00 8,11 78,49 86,60 Sumber air Cluwik Bleberan, Banyusoco
84 Jati/Rimba 0,00 22,77 95,83 118,60 Sumber air Jambe untuk PAM Bleberan & Dlingo Bleberan, Banyusoco
85 Jati/Rimba 0,00 68,66 8,97 77,70 Sumber air Pucung, dan Luweng Bleberan
86**) Jati/Rimba 3,07 24,77 70,26 0,01 103,50 -- Bleberan,Dlingo
87 Jati/Rimba 40,62 1,62 10,66 0,00 56,70 -- Bleberan,Dlingo
88 Jati/Rimba 0,00 46,38 39,09 86,00 -- Bleberan, Banyusoco
89 Jati/Rimba 0,00 33,65 51,96 86,30 -- Banyusoco
90 Jati/Rimba 0,00 0,00 99,30 99,30 -- Banyusoco
91 Jati/Rimba 0,00 0,00 99,10 99,10 -- Banyusoco, Karangduwet
92 Kayu Putih 0,00 0,00 87,30 87,30 -- Bleberan,Banyusoco, Grogol
93 Jati/Rimba 0,00 0,00 100,60 100,60 -- Banyusoco, Grogol, Krgduwet
94**) Jati/Rimba 0,00 0,00 138,20 138,20 -- Banyusoco, Karangduwet
Total 1035,70 133,04 467,95 2038,47 3693,70
*) : Petak-Petak Hutan Pendidikan Wanagama **) Petak-Petak lokasi areal HKm
Potensi HHNKArahan Blok
Petak Desa Hutan
Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 134
Tabel 5.7. Arahan Pembagian Blok pada Hutan Produksi di BDH Kulon Progo
Jenis Tan Luas
Dominan Perlind Perld Stmpt Pmftn Tbts Pmftn (Ha)
1 Jati/Rimba 5,63 40,37 0,00 46,00 no data Kalirejo
2 Jati/Rimba 0,00 29,06 23,24 52,30 no data Kalirejo,Hargomulyo
3 Jati/Rimba 22,66 28,84 0,00 51,50 no data Kalirejo
4 Jati/Rimba 32,60 0,00 0,00 32,60 no data Kalirejo
5 Jati/Rimba 4,00 0,00 0,00 4,00 no data Hargomulyo
6 Jati/Rimba 40,95 0,87 0,08 41,90 no data Hargomulyo
7 Jati/Rimba 3,27 18,15 11,28 32,70 no data Hargomulyo
8 Jati/Rimba 0,00 0,00 8,10 8,10 no data Hargomulyo
9 Jati/Rimba 0,00 5,05 27,05 32,10 no data Hargomulyo,Temon Wetan
10 Jati/Rimba 9,47 22,36 6,76 38,60 no data Hargomulyo
11 Jati/Rimba 4,79 31,05 1,27 37,10 no data Hargomulyo
12 Jati/Rimba 1,35 3,88 13,07 18,30 no data Hargomulyo, Hargorejo
13 Jati/Rimba 0,00 3,83 11,67 15,50 no data Hargomulyo, Hargorejo
14 Jati/Rimba 0,00 6,22 11,38 17,60 no data Hargomulyo, Hargorejo, Kulur
15 Jati/Rimba 0,00 0,00 9,10 9,10 no data Kulur, Hargorejo
16 Jati/Rimba 0,00 0,10 21,09 21,20 no data Hargorejo
17**) Jati/Rimba 0,00 18,48 24,92 43,40 no data Hargorejo
18 Jati/Rimba 27,45 21,23 11,32 60,00 no data Hargorejo
19**) Jati/Rimba 0,00 0,00 39,60 39,60 no data Hargorejo
Total 152,17 0,00 229,50 219,93 601,60
**) : Petak-petak lokasi areal HKm
Potensi HHNKArahan Blok
Petak Desa Hutan
Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009
Berikut ini adalah peta-peta penataan wilayah/pembagian blok di masing-
masing BDP di wilayah KPH Yogyakarta hasil kegiatan Kajian Penataan
Wilayah/KPH Yogyakarta tahun 2009.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 142
5.4.2. Penataan Batas Luar
Masalah tata batas kawasan hutan menjadi sangat penting ketika intensitas
penggunaan kawasan hutan sudah tinggi. Terlebih dengan adanya
desakan/tekanan masyarakat akan lahan terus semakin tinggi, kepastian hukum
tentang lahan menjadi sangat penting. Sumber daya hutan dan ekosistemnya yang
bersifat dinamik, dan pengelolaan hutan juga berkembang sesuai dengan
perkembangan hukum dan paradigma pembangunan kehutanan, maka landasan
hukum dan atau penentuan tata batas dengan seharusnya menjadi dasar kegiatan
pengelolaan.
Sebagaimana diketahui bahwa kawasan hutan KPH Yogyakarta khususnya
tegakan hutan jati di Gunung Kidul telah dilakukan penataan batas, pemetaan, dan
penetapan kawasan hutan yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda yaitu
Boschwezen (Dinas Kehutanan) dan Djatibedrift (BUMN Kehutanan) dan selesai
tahun 1930. Kegiatan penataan hutan tahun 1930 meliputi penataan batas luar
maupun penataan kawasan menjadi petak, RPH, dan BDH. Sebagai bukti kegiatan
penataan tersebut di lapangan terdapat pemasangan tanda batas berupa
pal/patok beton dan pembuatan alur-alur jalan sebagai batas antar petak.
Namun sejak tahun 1980 sampai dengan saat ini Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Yogyakarta maupun KPH Yogyakarta belum pernah melakukan
kegiataan penataan ulang kawasan hutan sehingga batas-batas petak di lapangan
baik alur jalan maupun pal-pal (patok beton) banyak yang sudah hilang dan tidak
jelas di lapangan.
Selain penandaan batas di lapangan sudah banyak yang hilang, kegiatan
penataan hutan di kawasan hutan KPH Yogyakarta yang belum selesai dilakukan
adalah penataan hutan di BDH Kulon Progo-Bantul , RPH Pucanganom BDH
Panggang, dan kawasan hutan AB. Untuk kawasan hutan di RPH Pucanganom
BDH Panggang, dan BDH Kulon Progo-Bantul umumnya masih berupa blok hutan,
yang belum dibakukan sebagai petak/anak petak, sedangkan penataan hutan di
kawasan hutan AB (Afgeschreven Bosch) yang tersebar di beberapa BDH di
Kabupaten Gunung Kidul sampai saat ini belum selesai dilakukan.
Sampai saat ini, belum semua kawasan hutan AB tertata dengan baik. Dari
Kawasan hutan AB seluas 1.773 Ha, yang sudah berhasil ditata batas oleh Kanwil
Kehutanan Propinsi D.I. Yogyakarta sampai akhir dasawarsa 1990 baru seluas
1.078 Ha (61%), dan yang belum tertata seluas 695 Ha (39%). Sebagian besar
kawasan hutan AB yang sudah tertata termasuk wilayah kelola RPH Pucanganom
BDH Panggang, namun diluar RPH Pucanganom tersebut sangat terfragmentasi
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 143
dengan luasan yang relatif kecil-kecil (0,5 – 4 ha) sehingga terkadang kurang
efisien untuk dikelola secara intensif.
Selama ini, kawasan hutan AB telah lama digunakan dan dikelola oleh
masyarakat dari desa-desa sekitar. Ada sejumlah desa yang menyatakan bahwa
telah menggunakan kawasan tersebut bahkan sebelum kemerdekaan Indonesia.
Kawasan tersebut banyak digunakan untuk budidaya pertanian, dan sebagian
digunakan untuk pemukiman dan prasarana publik seperti jalan dan pasar.
Sesuai dengan syarat pengelolaan hutan lestari adalah adanya penataan
kawasan hutan yang mantap dan jelas dilapangan dan diakui oleh semua pihak
(baik masyarakat, sektor-sektor lain, maupun LSM), maka pengelola KPH
Yogyakarta merencanakan untuk melakukan kegiatan penataan ulang kawasan
hutan. Penataan ulang kawasan hutan ini meliputi dua kegiatan utama yaitu: tata
batas luar dan tata batas di dalam kawasan hutan KPH Yogyakarta
Sasaran dari kegiatan tata batas luar yang perlu dilakukan adalah:
a. Melanjutkan pelaksanaan tata batas kawasan hutan AB sepanjang 655
Km,
b. Melaksanakan tata batas fungsi hutan antara KPH Yogyakarta dengan
Kawasan Konservasi antara lain: Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder,
Suaka Margasatwa Paliyan, Suaka Margasatwa Sermo, Cagar Alam
Mangunan, dll.
c. Rekonstruksi batas seluruh kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta
terutama pada kawasan pal batas luar yang berdampingan dengan lahan
masyarakat dan tata batas luar pada batas-batas yang rusak dan hilang.
5.4.3. Penataan Batas di Dalam Kawasan
Disamping tata batas luar, dalam tata batas kawasan juga perlu dilakukan
tata batas fungsi. Selama ini batas fungsi hutan lindung dan hutan produksi di KPH
Yogyakarta sudah lama tidak tersentuh, demikian juga batas petak dan anak petak
banyak yang hilang dan tidak terawat serta alur/sluef yang menjadi batas petak
dan anak petak juga banyak yang hilang, akibat penyelenggaraan rehabilitasi yang
pada saat itu kurang memperhatikan fungsi alur dan batas petak dan anak petak.
Oleh karena itu sasaran kegiatan tata batas di dalam kawasan hutan meliputi :
a. Rekonstruksi (penataan ulang) batas hutan lindung dan hutan produksi;
b. Penataan batas Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (HKm)
sebanyak 42 unit;
c. Penataan batas Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Tanaman Rakyat (HTR)
sebanyak 7 unit;
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 144
d. Rekonstruksi (penataan ulang) batas petak/anak petak dan pemeliharaan
alur dan pal batas petak/anak petak.
Khusus untuk penataan kawasan di hutan AB, mengingat sebagian
kawasan hutan AB sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dan beralih
fungsi/peruntukan menjadi non hutan, maka pendekatan yang dilakukan dalam
penataan kawasan hutan AB akan menggunakan pendekatan penataan partisipatif
dan multipihak. Setelah dilakukan penataan kawasan dan pemetaan pola-pola
penggunaan/ pemanfaatan oleh masyarakat, kemudian akan digunakan untuk
merumuskan pola penggunaan yang tepat, yang disinergikan dengan dinamika
aspirasi yang berkembang di masyarakat mengenai pengelolaan kawasan hutan
secara kolaboratif. Salah satu skema yang ditawarkan dalam pengelolaan kawasan
hutan AB antara lain adalah skema Hutan Tanaman Rakyat, skema Hutan Desa
ataupun skema Hutan Kemasyarakatan .
Berikut ini adalah rencana penataan kawasan hutan yang dilaksanakan di
KPH Yogyakarta
Tabel 5.8 Rencana Kegiatan Penataan Kawasan Hutan
No Kegiatan Waktu Target A Tata Batas Luar 1 Tata batas luar kawasan hutan AB 2013 – 2015 2 Tata batas fungsi hutan antara KPH Yogyakarta
dengan Kawasan Konservasi: (CA, SM, dan Tahura)
2013 - 2015
3 Rekonstruksi batas luar kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta dengan lahan non kawasan hutan
2013-2015
B Tata Batas Dalam Kawasan KPH 1 Rekonstruksi (penataan ulang) batas hutan
lindung dan hutan produksi 2013-2014
2 Penataan batas Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (HKm)
2014
3 Penataan batas Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Tanaman Rakyat (HTR)
2014
4 Penataan batas Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Desa (HD)
2014
5 Rekonstruksi (penataan ulang) batas petak/anak petak dan pemeliharaan alur dan pal batas petak/anak petak.
2014
5.4.4. Rencana Penataan Pemanfaatan Kawasan
Penggunaan kawasan hutan untuk berbagai kepentingan perlu dilakukan
penataan agar efektivitas dan efisiensi penggunaan lahan hutan dapat
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 145
terselenggara dengan baik, baik yang mendapat ijin pemanfaatan, bentuk-bentuk
kerjasama, pinjam pakai sarana prasarana, dan juga upaya penyelesaian konflik
kawasan hutan.
1. Penataan Pemanfaatan Kawasan untuk Ijin Usaha Pemanfaatan
Ijin usaha pemanfaatan hutan baik dalam bentuk IUP HKm ataupun
HTR perlu dilakukan penataan dan pembinaan guna mendorong
pengeloaan yang dilakukan oleh pemegang ijin secara baik dan benar.
Jumlah IUP HKm sebanyak 42 unit dan IUP HTR 3 unit, perlu diarahkan
dalam pelaksanaannya mengelola kawasan di wilayahnya masing-masing
dengan berbasis pengeloaan hutan lestari mulai dari penyusunan rencana
jangka panjang dan jangka pendek, penyelenggaraan tata hutan dan
penyusunan rencana pengelolaan hutan (pada wilayah pengelolaan),
pemanfaatan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan
hutan dan konservasi alam.
Berkaitan dengan pengembangan Hutan Desa, dalam waktu dekat di
wilayah KPH Yogyakarta akan dikembangkan Hutan Desa. Lokasi yang
dicadangkan untuk kawasan hutan desa berada di kawasan hutan AB di
BDH Paliyan seluas ± 400 ha.
2. Penataan Pemanfaatan Kawasan Hutan Kerjasama dengan Lembaga
Lain
Kerjasama dalam pengelolaan hutan baik Wanagama, kerjasama enam
Perguruan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan Hutan, Pengembangan
Tanaman Nangka, Pengembangan Jati Unggul Nusantara, Pengembangan
Wisata Ngingkrong dan lainnya perlu didorong untuk dapat dilakukan
pengelolaannya dengan baik dan benar, melalui proses kerjasama yang
legal untuk mendukung pengelolaan hutan lestari pada KPH Yogyakarta.
3. Pinjam Pakai Kawasan
Proses pinjam pakai dan tukar menukar kawasan hutan seperti Pusat
Latihan Tempur (Puslatpur) di Sodong Paliyan 23 ha, petak 136 dan Petak
12 Bunder seluas 2,5 Ha perlu dipertegas batas waktu penggunaan
kawasasan dan proses tukar menukar kawasan hutan dengan prosedur
yang benar. Untuk itu, perlu dilakukan dengan Kementerian Kehutanan
menelusuri penggunaan kawasan tersebut.
Pada beberapa wilayah kawasan hutan terdapat pengunaan kawasan
umum yang dilakukan oleh masyarakat untuk kepentingan tempat
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 146
pemakaman, lapangan bola, kandang sapi dan lainnya. Kondisi ini perlu
dilakukan penertiban dengan koordinasi dengan perangkat desa dan
Camat.
4. Pinjam Pakai Sarana Prasarana Kehutanan
Masih terdapat sarana dan prasarana Balai KPH Yogyakarta yang
digunakan untuk kepentingan diluar KPH Yogyakarta, diantaranya asset
Kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gunungkidul dan juga
Kantor Satuan Tugas Pengamanan Hutan di Playen yang digunakan untuk
pihak ketiga. Hal ini perlu diselesaikan prosedurnya bersama DPPKA
Propinsi DIY.
5.4.5. Rencana Inventarisasi SDH
Inventarisasi adalah suatu kegiatan untuk mengetahui kekayaan (potensi)
yang terkandung di dalam suatu hutan pada saat tertentu (baik potensi kayu
maupun non kayu) sebagai bahan untuk penyusunan rencana pengelolaan SDH di
masa depan. Mengingat hutan sifatnya dinamis, maka kegiatan inventarisasi harus
dilakukan secara berkala dalam rentang waktu tertentu.
. Pelaksanaan kegiatan inventarisasi akan dilakukan dengan sistem
sampling dengan Intensitas sampling tertentu, dan dilaksanakan 2 atau 1 tahun
sebelum penyusunan rencana pengelolaan jangka berikutnya.
Namun diluar pelaksanaan inventarisasi yang untuk menyusun rencana
pengelolaan jangka panjang, Pelaksanaan inventarisasi untuk seluruh kawasan
hutan baik pada kawasan hutan lindung maupun kawasan hutan produksi dan
meliputi seluruh tegakan baik tegakan tanaman jati, tegakan kayu putih, dan
tegakan rimba akan dilakukan setiap 10 tahun sekali sesuai dengan tata waktu
penyusunan rencana pengelolaan jangka panjangakan dilakukan inventarisasi
sumber daya hutan baik dengan cara sampling maupun sensus (IS 100%) yang
bertujuan untuk menyusun Rencana Teknik Tahunan (RTT) khususnya pada
kawasan yang akan dikelola pada tahun berikutnya. Pelaksanaan kegiatan
inventarisasi untuk penyusunan RTT dilaksanakan 1 tahun sebelum tahun
berjalan (Et-1).
5.5. Rencana Kelola dan Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu
Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah No. 3
Tahun 2008 tentang tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta
Pemanfaatan Hutan pasal 21 ayat (1) menyebutkan bahwa “ Untuk wilayah
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 147
tertentu, Menteri dapat menugaskan Kepala KPH untuk menyelenggarakan
pemanfaatan hutan, termasuk melakukan penjualan tegakan”. Yang dimaksud
dengan wilayah “tertentu” antara lain adalah wilayah hutan yang situasi dan
kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan usaha
pemanfaatannya, sehingga Pemerintah perlu menugaskan Kepala KPH untuk
memanfaatkannya. Pemanfatan wilayah tertentu dirancang pada areal-areal yang
belum dibebani oleh ijin-ijin pemanfaatan dan direncanakan akan dikelola sendiri
oleh KPH Yogyakarta, pada setiap Blok Pemanfaatan baik pada wilayah KPHL dan
KPHP yang berfungsi HL atau HP.
Berikut ini adalah sebaran kawasan hutan yang dikelola Balai KPH
Yogyakarta yang belum dibebani hak (Ijin IUPHKm, IUPHHK-HTR dan Hutan
Desa) sebagaimana tabel berikut.
NO KABUPATEN HP (Ha) HL (Ha) LUAS (Ha)
1 Gunungkidul 10.876,82 907,60 11.784,42
2 Bantul 0 1.041,20 1.041,20
3 Kulon Progo 518,60 141,10 659,70
Total 11.395,42 2.089,90 13.485,32
Sesuai dengan kebijakan untuk menuju terbentuknya KPH Mandiri, dan
sekaligus melakukan pembenahan kualitas tegakan menuju tegakan normal,
berikut ini adalah rencana pengelolaan KPH Yogyakarta jangka tahun 2014-2023:
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 148
Peta Area Pemanfaatan Wilayah Tertentu KPH Yogyakarta
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 149
5.5.1. Rencana Kelola dan Pemanfaatan pada Kawasan Hutan Lindung
Sebagaimana sudah dipaparkan pada Bab IV dari wilayah kelola KPH
Yogyakarta seluas 15.724,5 Ha terdapat kawasan hutan lindung seluas 2.312,8 Ha.
Dari kawasan hutan lindung tersebut sebanyak 222,9 Ha dimanfaatkan sebagai
areal HKm. Ditinjau dari penutupan tegakannya, kawasan Hutan Lindung di KPH
Yogyakarta yang ditumbuhi tegakan jati seluas 979,00 Ha, tegakan kayu putih
seluas 303,75 Ha, dan sisanya seluas 807,15 merupakan tegakan kayu rimba
meliputi tegakan pinus merkusii, akasia, mahoni dan beberapa jenis lainnya.
Dari tegakan jati yang tumbuh di kawasan hutan lindung seluas 979,00 Ha
tersebut didominasi kelas hutan Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas
466,60 Ha, dan KU I seluas 275,80 Ha; sedangkan sisanya berupa Tanah Kosong
(TK) seluas 8,00 Ha, tegakan KU II seluas 52,8 Ha; dan KU IV seluas 130,2 Ha.
Untuk tegakan kayu putih yang ada di kawasan hutan lindung, dari tegakan seluas
303,75 Ha yang berupa Tanah Kosong seluas 130,30 Ha; dan tegakan
bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 173,45 Ha. Sedangkan tegakan rimba yang
berada di kawasan hutan lindung seluas 654,20 ha, terbagi dalam kondisi Tanah
Kosong (TK) seluas 43,30 Ha; Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 152,90
Ha; dan tegakan normal seluas 458,00 Ha.
Keberadaan tanah kosong (TK) maupun TBK baik pada tegakan jati, tegakan
kayu putih, maupun tegakan rimba perlu mendapat perhatian dalam penyusunan
rencana pengelolaan hutan ke depan sehingga akan dapat terbentuk tegakan di
kawasan hutan lindung yang mampu berfungsi secara optimal khususnya dalam
menjaga keseimbangan fungsi hidro-orologi dan fungsi perlindungan flora-fauna
lainnya. Demikian pula keberadaan tegakan kayu putih di kawasan hutan lindung
perlu menjadi perhatian karena tegakan kayu putih ini dipungut daunnya dan
dipangkas tegakannya sehingga tidak dapat berfungsi optimal dalam aspek
perlindungan.
Berkenaan dengan kondisi tegakan di kawasan hutan lindung tersebut di
atas, maka rencana kelola kawasan hutan lindung pada jangka 2014-2023 adalah:
a. Penanaman dan/atau Pengkayaan (enrichment planting) pada petak-
petak Tanah Kosong baik pada tegakan jati maupun tegakan kayu rimba.
Prioritas pengkayaan pada kelas hutan Tanah Kosong ini dilakukan
mengingat total luas Tanah Kosong (TK) hanya 51,3 ha, sedangkan luas
Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) cukup luas yaitu 619,5 Ha. Di
samping itu Tanah Kosong membutuhkan penanganan lebih dahulu
dibanding petak TBK.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 150
b. Perombakan tegakan kayu putih baik Tanah Kosong maupun TBK seluas
303,75 Ha dirubah secara bertahap menjadi tegakan pohon pinus
merkusii atau tegakan rimba.
Berikut ini adalah gambaran umum dari rencana kegiatan penanaman
dan/atau pengkayaan (enrichment planting) kawasan hutan lindung di KPH
Yogyakarta jangka tahun 2014-2023.
Tabel 5.9. Rencana Penanaman /Pengkayaan Kawasan Hutan Lindung
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
PALIYAN - - 33.0 - - - - - - -
KPROGO-BANTUL - 8.0 - 43.3 - - - - - -
TOTAL - 8.0 33.0 43.3 - - - - - -
BDHLUAS PENANAMAN/PENGKAYAAN TANAH KOSONG KAWASAN HUTAN LINDUNG (HA)
Dari tabel di atas nampak bahwa dari luas Tanah Kosong 84,3 Ha,
direncanakan untuk mulai dilakukan pengkayaan pada tahun 2014 sampai
dengan tahun 2016.
Diluar kegiatan pengkayaan Tanah Kosong (TK), berkaitan dengan
keberadaan tegakan kayu putih pada kawasan hutan lindung, maka pada
jangka 2014-2023 ini direncanakan untuk dilakukan perombakan/perubahan
dari tegakan kayu putih menjadi tegakan kayu rimba (salah satunya dengan
tegakan pinus merkusii). Berikut ini adalah gambaran umum rencana
perombakan tegakan kayu putih menjadi tegakan kayu rimba/pinus merkusii.
Tabel 5.10. Rencana Perombakan Tegakan Kayu Putih menjadi Tegakan Pinus
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
KPROGO-BANTUL - 60.0 56.3 59.0 64.5 64.0 - - - -
TOTAL - 60.0 56.3 59.0 64.5 64.0 - - - -
BDHLUAS PEROMBAKAN TEGAKAN KAYU PUTIH DI KAWASAN HUTAN LINDUNG (HA)
Dari data tabel di atas nampak bahwa dari tegakan kayu putih di kawasan
hutan lindung seluas 303,75 Ha akan dirombak menjadi tegakan pinus yang
dimulai sejak tahun 2014 s.d. tahun 2018. Diharapkan pada tahun 2019
tegakan kayu putih yang ada di kawasan hutan lindung sudah mulai
digantikan dengan tegakan hutan rimba.
Berikut ini adalah rencana penanaman/pengkayaan dari Tanah Kosong
dan perombakan tegakan kayu putih menjadi tegakan rimba (tegakan Pinus
merkusii) pada masing-masing petak di kawasan hutan lindung.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 151
Tabel 5.11. Rencana Penanaman / Pengkayaan (Enrichment Planting) Tanah Kosong di Kawasan Hutan Lindung Jangka 2014-2023
Jenis Kelas
Tegakan Hutan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
PALIYAN Kedungwanglu 106 106C 33.00 1 Rimba 0.16 TK 33.00
33.00
KPROGO-BANTUL Dlingo Kal i urang Kal i urang 8.00 14, 15, 4 Jati 0.00 TK 8.00
Dodogan Dodogan c 43.30 27, 30 Rimba 0.18 TK 43.30
43.30
76.30 - - 8.00 33.00 43.30 - - - - -
dknLUAS PENGKAYAAN TEGAKAN JATI & RIMBA DI KAWASAN HUTAN LINDUNG (HA)
Sub Total
Sub Total
T O T A L
BDH RPH Petak An. Ptk Luas (Ha) Umur (Th)
Tabel 5.12. Rencana Perombakan Tegakan Kayu Putih menjadi Tegakan Rimba (Pinus merkusii) pada Kawasan Hutan Lindung
Kelas
Hutan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
KPROGO-BANTUL Dl ingo Dodogan Dodogan b 64.00 8, 9, 37 0.34 BK 64.00
Kal i urang Kal iurang a 47.25 9, 14, 38, 45 0.23 BK 47.25
Kayu mas Kayu mas b 100.00 7, 8 0.06 TK 60.00 40.00
Mangunan Gumelem Gumelem 14.00 8 0.15 TK 14.00
Kediwung Kediwung 14.00 8 0.28 BK 14.00
Sudimoro I Sudimoro I 20.00 9 0.30 BK 20.00
Sudimoro II Sudimoro II 17.20 8 0.32 BK 17.20
Terong Terong 10.00 9 0.13 TK 10.00
Sermo 26 26A 6.30 47 0.09 TK 6.30
26C 11.00 53, 8 0.33 BK 11.00
303.75 - 60.00 56.30 59.00 64.45 64.00 - - - -
dknLUAS PEROMBAKAN TEGAKAN KAYU PUTIH MENJADI TEGAKAN RIMBA/PINUS (HA)
Sub Total
BDH RPH Petak An. Ptk Luas (Ha) Umur (Th)
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 152
5.5.2. Rencana Kelola dan Pemanfaatan pada Kawasan Hutan Produksi
5.5.2.1. Rencana Kelola dan Pemanfaatan pada Tegakan Hutan Jati
Sebagaimana paparan di atas, sesuai dengan kondisi tegakan jati yang
didominasi oleh keluas umur muda (KU I dan KU II), dan sebagian berupa Tanah
Kosong dan Tegakan Bertumbuhan kurang, maka rencana pengelolaan hutan yang
disusun pada jangka ini antara lain adalah: penyusunan rencana pemeliharaan
dan/atau penjarangan pada kelas hutan Kelas Umur; penyusunan rencana
tebangan pembangunan dan rencana penanaman kembali pada Tanah Kosong dan
Tegakan Bertumbuhan Kurang; dan penyusunan rencana pemanenan akhir daur
pada tegakan jati kelas hutan KU. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-
masing rencana tersebut di atas.
1. Rencana Pemeliharaan dan/atau Penjarangan pada Kelas Umur
Sebagian besar tegakan jati yang ada di KPH Yogyakarta merupakan hasil
penanaman kegiatan GNRHL periode tahun 2003-2007. Sejak penanaman
sampai dengan saat ini petak-petak tanaman GNRHL tersebut belum pernah
dilakukan kegiatan pemeliharaan baik kegiatan babad tumbuhan bawah,
wiwil tunas-tunas air, pemangkasan cabang (prunning), pemberantasan hama
dan penyakit, maupun kegiatan penjarangan (thinning). Belum adanya
kegiatan pemeliharaan dan penjarangan ini mengakibatkan kondisi tegakan
jati yang ada tidak optimal baik dari riap pertumbuhan maupun kondisi
batangnya.
Untuk meningkatkan kualitas tegakan jati, khususnya yang termasuk
dalam kelas hutan KU, maka pada jangka 2014 – 2023 ini akan dilakukan
kegiatan pemeliharaan khususnya kegiatan babad tumbuhan bawah, wiwil
tunas air, pemangkasan cabang (prunning) dan kegiatan penjarangan
(thinning).
Berikut ini adalah beberapa pertimbangan dan ketentuan umum dalam
penyusunan rencana pemeliharaan dan penjarangan:
d. Ragam kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi: babad
tumbuhan bawah, wiwil tunas air, pemberantasan hama/penyakit, dan
penjarangan.
e. Frekuensi kegiatan pemeliharaan dan/atau penjarangan adalah setiap 5
tahun sekali, artinya dilakukan pada tegakan umur 5 dan umur 10 tahun.
Namun dalam pelaksanaannya tetap mempertimbangkan pemerataan
kegiatan setiap tahunnya.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 153
f. Jika saat dilakukan inventarisasi hutan pada tahun 2012, tegakan sudah
berumur 5 atau 10 tahun maka tegakan tersebut akan diupayakan untuk
segera dilakukan pemeliharaan/penjarangan namun dengan tetap
mempertimbangkan kemampuan pelaksanaan pekerjaan.
g. Norma penjarangan yang digunakan dalam kegiatan pemeliharaan/
penjarangan ini adalah kombinasi antara penjarangan bawah dan
penjarangan atas, yang artinya selain menebang pohon-pohon yang
pertumbuhannya jelek, tertekan, dan cacat dalam kegiatan penjarangan
juga akan menebang pohon-pohon yang memiliki tajuk dominan yang
dikhawatirkan akan menganggu pertumbuhan dari pohon-pohon lain
disekitarnya. Sehingga jika pohon yang dominan ditebang akan dapat
memberikan ruang tumbuh yang cukup bagi pohon-pohon lain yang ada
disekitar pohon dominan tersebut.
h. Jumlah pohon yang dijarangi pada umur tegakan 5 tahun adalah 25%
dari N awal. Artinya jumlah pohon yang ditebang sebanyak 250
pohon/ha, atau ditinggalkan sebanyak 750 pohon sebagai pohon tinggal
setiap ha. Demikian pula pada penjarangan pada saat tegakan berumur
10 tahun, jumlah pohon yang dijarangi pada umur tersebut adalah 250
pohon/ha, atau tegakan tinggal dari kegiatan penjarangan adalah 500
pohon setiap ha.
Berikut ini adalah gambaran umum dari rencana kegiatan pemeliharaan
dan/atau penjarangan di KPH Yogyakarta jangka tahun 2014 - 2023.
Tabel 5.13. Rencana Pemeliharaan/Penjarangan KPH Yogyakarta 2014-2023
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
PLAYEN - 103.8 107.3 56.2 - 41.3 - - - -
KRMOJO - 10.0 - 46.0 - - - - - -
PALIYAN - 423.6 419.3 317.6 166.0 60.0 144.1 196.0 - -
PANGGANG - 229.0 158.2 163.3 131.3 30.0 30.0 65.4 - -
KPROGO-BANTUL - 62.1 63.4 40.0 - - - - - -
TOTAL - 828.5 748.2 623.1 297.3 131.3 174.1 261.4 - -
BDHLUAS PEMELIHARAAN/PENJARANGAN (HA)
Dari tabel di atas nampak bahwa di tahun 2014 tidak dilakukan kegiatan
pemeliharaan dan/atau penjarangan karena pada tahun ini sudah dilakukan
pembahasan kegiatan dan anggaran melalui mekanisme di DPRD Propinsi.
Kegiatan pemeliharaan/penjarangan baru mulai direncanakan pada tahun
2014 dan tahun-tahun berikutnya sampai dengan tahun 2023.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 154
Pada awal-awal jangka, tepatnya tahun 2014 s.d 2016 kegiatan
pemeliharaan dan/atau penjarangan dilakukan dalam luasan yang cukup
besar. Kondisi ini dapat dapat dimaklumi karena selama sejak penanaman s.d.
tahun 2013 tidak pernah dilakukan kegiatan pemeliharaan dan/atau
penjarangan sehingga terjadi penumpukan kegiatan. Apabila kegiatan
pemeliharaan dan/atau penjarangan ditunda pada tahun-tahun berikutnya
akan berdampak pada kualitas tegakan tinggal akan semakin jelek karena
tegakan tidak dipelihara dan/atau dijarangi.
Dari data di atas juga nampak bahwa kegiatan pemeliharaan dan/atau
penjarangan yang paling luas dilakukan di BDH Paliyan, dan kemudian urutan
kedua adalah BDH Panggang. Kondisi ini dapat dimengerti mengingat sebaran
Kelas Umur Jati yang paling banyak ada di dua BDH tersebut.
Di sisi lain mengingat sebaran umur tegakan jati yang akan
dipelihara/dijarangi pada setiap BDH tidak merata, maka dalam tiap tahun
belum tentu di tiap BDH dilakukan kegiatan pemeliharaan/penjarangan.
Demikian pula luas kegiatan pemeliharaan/penjarangan pada setiap BDH
ditiap tahunnya juga tidak sama karena dipengaruhi oleh frekuensi
pemeliharaan/penjarangan yang dilakukan saat tegakan berumur 5 atau 10
tahun. Meskipun demikian untuk menjamin adanya kesinambungan dan
kestabilan pendapatan bagi pengelola KPH, maka diupayakan ada pemerataan
luas kegiatan pemeliharaan/ penjarangan di tiap tahunnya dan tiap BDH.
Untuk rincian kegiatan pemeliharaan dan/atau penjarangan pada masing-
masing petak di tiap-tiap BDH di wilayah KPH Yogyakarta dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 155
Tabel 5.14. Rencana Pemeliharaan dan/atau Penjarangan Tegakan Jati Kelas Hutan Produktif Jangka 2014 - 2023
Kelas
Hutan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
PLAYEN Kemuning 2 2b 41.30 5 0.60 KU I 41.30 41.30
4 4b 36.30 9 0.92 KU I 36.30
88 b 36.00 11 1.24 KU II 36.00
89 b 26.50 11 1.59 KU II 26.50
90 90 a 71.00 9 0.60 KU I 71.00
94 94 a 56.20 7 0.84 KU I 56.20
267.30 - 103.80 107.30 56.20 - 41.30 - - - -
KARANGMOJOGelaran 33 33 46.00 7 0.93 KU I 46.00
Semanu 162 162 20.00 9, 31 0.67 KU I & KU IV 10.00 khusus yg umur 9 th
66.00 - 10.00 - 46.00 - - - - - -
PALIYAN Menggoro 96 96 104.7037, 26,5, 2 0.54KU I, KU III, KU IV 30.00 30.00 khusus yg umur 2 & 5
97 97 119.90 8 0.51 KU I 119.90
98 98 81.00 9 0.72 KU I 81.00
100 100 66.60 7; 5 0.66 KU I 66.60 66.60
Kedungwanglu 102 102C 20.00 9 0.70 KU I 20.00
103 103A 44.10 9 0.60 KU I 44.10
103B 52.00 5 0.61 KU I 52.00 52.00
104 104B 8.00 5 0.55 KU I 8.00 8.00
Grogol 128 128 18.90 8 0.76 KU I 18.90
Karangduwet 142 142 62.20 8 0.61 KU I 62.20
Giring 145 145 77.50 5 0.84 KU I 77.50 77.50
146 146 83.50 8 1.04 KU I 83.50
147 147 83.50 9 0.79 KU I 83.50
148 148 84.30 8 0.75 KU I 84.30
149 149 85.70 5 0.94 KU I 85.70 85.70
150 150 80.30 5 0.86 KU I 80.30 80.30
Mulo 152 152 60.00 8 0.73 KU I 60.00
153 153 44.00 8 0.73 KU I 44.00
154 154 68.00 9 0.56 KU I 68.00
155 155-a 40.00 9 0.71 KU I 40.00
156 156 60.00 10 0.63 KU I 60.00
158 158-b 30.00 8 0.73 KU I 30.00
dknLUAS PENJARANGAN TEGAKAN JATI KELAS UMUR (HA)
Keterangan
Sub Total
Sub Total
Luas (Ha)Umur (Th)BDH RPH Petak An. Ptk
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 156
Kelas
Hutan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
PANGGANG Bibal 110 110 55.90 9 0.62 KU I 55.90
111 111 53.20 9 0.60 KU I 53.20
Gebang 115 115 84.30 8; 6 0.77 KU I 84.30
116 116 66.00 11; 8; 6 0.80 KU I 35.00 khusus yg umur 6 & 8
117 117 85.10 37; 36; 11;9;8;5 1.00 KU I & KU IV 35.00 khusus yg umur 5, 8, & 9
118 118 95.00 49; 13; 9; 8;7 0.87 KU I & KU V 40.00 khusus yg umur 7, 8 , & 9
119 119 48.30 9 0.76 KU I 48.30
121 121 101.90 12; 11; 8;7; 6; 5 0.90 KU I & KU II 50.00 khusus yg umur 5,6,7 & 8
Blimbing 120 120 65.40 6; 5 0.73 KU I 65.40 65.40
122 122 71.60 10; 9; 5 0.54 KU I 71.60 30.00
126 126 62.90 9; 5 0.69 KU I 62.90 30.00
127 127 68.20 9; 8 0.69 KU I 68.20
Pucanganom DalanganDalangan 12.00 7 0.54 KU I 12.00
869.80 - 229.00 158.20 163.30 131.30 30.00 30.00 65.40 - -
KPROGO-BANTUL Kokap 1 1 10.00 9, 8 1.10 KU I 10.00
2 2b 7.00 9 1.35 KU I 7.00
3 3b 10.00 9 1.18 KU I 10.00
4 4b 14.00 9 1.25 KU I 14.00
6 6a 15.00 9 0.65 KU I 15.00
7 7a 23.40 9 1.13 KU I 23.40
8 8 8.10 9 1.00 KU I 8.10
9 9b 5.00 9 0.90 KU I 5.00
10 10b 10.00 9 1.10 KU I 10.00
11c 5.00 8 0.95 KU I 5.00
12 12b 3.00 9 0.75 KU I 3.00
13 13b 10.00 9 1.40 KU I 10.00
14 14b 10.00 9 0.85 KU I 10.00
16 16b 10.00 9 1.05 KU I 10.00
18c 25.00 9, 8 1.02 KU I 25.00
165.50 - 62.10 63.40 40.00 - - - - - -
828.5 748.2 623.1 297.3 131.3 174.1 261.4 TOTAL KPH YOGYAKARTA
BDH RPH Petak An. Ptk dknLUAS PENJARANGAN TEGAKAN JATI KELAS UMUR (HA)
Keterangan
Sub Total
Sub Total
Luas (Ha) Umur (Th)
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 157
2. Rencana Tebangan dan Penanaman pada Tanah Kosong dan TBK
Kebijakan pengelolaan hutan di KPH Yogyakarta pada kelas hutan Tidak
Produktif (baik Tanah Kosong maupun TBK) adalah kelas hutan tidak
produktif direncanakan untuk secepatnya dirombak (tebangan perbaikan)
dan diganti dengan tanaman baru (tanaman pembangunan). Tujuan dari
kegiatan tebangan perbaikan dan penanaman pada kelas hutan Tidak
Produktif ini adalah agar Tanah Kosong dan TBK dapat segera tertutup
dengan tegakan yang berkualitas tinggi yang berdampak pada meningkatnya
tata air dan mengurangi dampak erosi/banjir. Di samping itu dengan
digantinya tegakan tidak produktif dengan tanaman baru diharapkan dalam
jangka panjang akan menguntungkan bagi pengelola.
Strategi dalam perombakan dan penanaman kelas hutan tidak produktif
ini sesuai dengan rencana dari KPH Yogyakarta yang akan melakukan
penanaman tegakan jati unggul seluas 1.000 ha, pengembangan budidaya
tanaman pulai (alstonia scholaris) untuk memenuhi kebutuhan bahan baku
untuk industri kerajinan topeng.
Berkenaan dengan penyusunan rencana Tebangan Perbaikan dan
Penanaman pada Kelas Hutan Tidak Produktif di atas, berikut ini adalah
beberapa pertimbangan dan ketentuan, yaitu:
a. Kegiatan penebangan dan penanaman pada kelas hutan tidak
produktif dilakukan pada tahun yang sama (Et+0), artinya jika
kegiatan penebangan dilakukan pada tahun 2014 maka pada tahun
yang sama langsung dilakukan kegiatan penanaman. Kegiatan
penanaman harus dilakukan secepatnya untuk mencegah dampak
erosi dan pelindihan unsur hara dari areal bekas tebangan.
b. Mengingat kualitas tegakan pada kelas hutan Tanah Kosong lebih jelek
daripada kelas hutan Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK), maka
kegiatan pada Tanah Kosong diupayakan diselesaiakn pada awal
jangka tersebut, sedangkan kegiatan pada Tebangan Bertumbuhan
Kurang dilakukan setelah kegiatan pada Tanah Kosong selesai.
c. Untuk meningkatkan kualitas tegakan, maka penanaman pada bekas
tebangan Tanah Kosong dan TBK akan dilakukan dengan tegakan
unggul baik melalui skema swadaya KPH Yogyakarta maupun skema
kemitraan dengan pihak ketiga melalui pola bagi hasil.
d. Sesuai dengan karakteristik Propinsi D.I. Yogyakarta sebagai daerah
pariwisata, beberapa jenis pohon yang perlu dibudidayakan di wilayah
KPH Yogyakarta antara lain:
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 158
Penanaman pohon-pohon nangka sebagai tanaman tepi ataupun
tanaman pengisi untuk membantu pemenuhan bahan baku gudeg
sebagai makanan khas dari propinsi Yogyakarta.
Penanaman/budidaya tanaman pulai (alstonia scholaris) untuk
membantu pemenuhan bahan baku industri kerajinan topeng.
Berikut ini adalah gambaran umum dari rencana kegiatan Tebangan
Perbaikan dan/atau Penanaman Kelas Hutan Tidak Produktif di KPH
Yogyakarta jangka tahun 2014 - 2023.
Tabel 5.15. Rencana Tebangan Perbaikan dan/atau Penanaman Kelas Hutan
Tidak Produktif di KPH Yogyakarta Tahun 2014-2023
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
PLAYEN - 64.1 69.0 25.0 - - - - - - 158.1
KRMOJO - - - - - - - - - - -
PALIYAN - 2.0 - - - - - - - - 2.0
PANGGANG - - 2.0 - - - - - - - 2.0
KPROGO-BANTUL - - - - - - - - - - -
TOTAL TK - 66.1 71.0 25.0 - - - - - - 162.1
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
PLAYEN - - 65.7 87.4 49.8 84.7 102.7 113.2 58.2 63.1 624.8
KRMOJO - - 20.0 - 87.0 - - - 23.0 - 130.0
PALIYAN - 30.0 41.6 9.0 48.0 30.0 89.0 39.9 130.0 134.1 551.6
PANGGANG - - 48.6 135.0 96.5 97.3 43.0 128.1 55.0 70.8 674.3
KPROGO-BANTUL - - - - - 4.0 - - - - 4.0
TOTAL TBK - 30.0 175.9 231.4 281.3 216.0 234.7 281.2 266.2 268.0 1,984.7
TOTAL TK & TBK - 96.1 246.9 256.4 281.3 216.0 234.7 281.2 266.2 268.0 2,146.7
BDHLUAS TEBANGAN PERBAIKAN & PENANAMAN TANAH KOSONG (HA)
BDHLUAS TEBANGAN PERBAIKAN & PENANAMAN TEGAKAN BERTUMBUHAN KURANG (HA)
Jumlah
Jumlah
Dari data pada tabel di atas nampak bahwa kegiatan penebangan dan
penanaman pada kelas hutan Tanah Kosong (TK) seluas 162,1 Ha akan
diselesaikan pada tahun 2014 sampai tahun 2017. Sedangkan untuk kegiatan
penebangan dan penanaman pada Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK)
dilakukan mulai tahun 2015 sampai dengan tahun 2023.
Dari luas kelas hutan tidak produktif seluas 2.146,7 Ha tersebut,
khususnya pada lahan-lahan yang memiliki kondisi tanah yang subur
direncanakan akan ditanami tegakan jati unggul sehingga diharapkan dapat
menjadi sumber pendapatan bagi KPH Yogyakarta. Sistem penanaman
tegakan jati unggul tersebut dapat dilakukan dengan skema kemitraan atau
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 159
swadaya oleh KPH Yogyakarta. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat,
maka pelaksanaan kegiatan pemeliharaan dan/atau penjarangan diupayakan
untuk melibatkan peran serta masyarakat sekitar hutan.
Berikut ini adalah rincian kegiatan penebangan dan penanaman pada
kelas hutan tidak produktif pada masing-masing petak di tiap-tiap BDH di
wilayah KPH Yogyakarta.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 160
Tabel 5.16. Rencana Tebangan Perbaikan dan Penanaman pada Kelas Hutan Tanah Kosong Jangka Tahun 2014-2023
Kelas
Hutan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
PLAYEN Wonolagi 71 71 47.00 8 0.19 TK 47.00
Kemuning 8 8 39.10 19 0.08 TK 39.10
Kepek 88 88 a 25.00 8 0.06 TK 25.00
88 c 25.00 5 0.10 TK 25.00
89 c 1.65 7 0.10 TK 1.65
90 c 20.30 7 0.00 TK 20.30
158.05 - 64.10 68.95 25.00 - - - - - -
PALIYAN Kedungwanglu 102 102A 2.00 19, 27, 32, 33, 36, 39 0.14 TK 2.00
2.00 - 2.00 - - - - - - - -
PANGGANG Pucanganom Glagah Glagah 2.00 7 0.17 TK 2.00
2.00 - - 2.00 - - - - - - -
162.05 - 66.10 70.95 25.00 - - - - - -
dknLUAS TEBANGAN PERBAIKAN & PENANAMAN KELAS HUTAN TANAH KOSONG (HA)
Sub Total
Sub Total
Sub Total
Luas (Ha) Umur (Th)
TOTAL KPH YOGYAKARTA
BDH RPH Petak An. Ptk
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 161
Tabel 5.17. Rencana Tebangan dan Penanaman pada Kelas Hutan Tegakan Bertumbuhan Kurang Jangka Tahun 2014-2023
Kelas
Hutan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
PLAYEN Wonolagi 69 69 65.70 9 0.33 BK 65.70
70 70 A 53.90 7 0.24 BK 53.90
72 72 49.80 8 0.25 BK 49.80
Kemuning 3 3b 30.10 5 0.23 BK 30.10
9 9b 25.00 8 0.22 BK 25.00
Gubugrubuh 73 73 23.70 9 0.40 BK 23.70
74 74 28.00 8 0.32 BK 28.00
75 75 63.70 16 0.27 BK 63.70
Menggoran 85 85 59.70 8 0.29 BK 59.70
86 86 59.30 8 0.28 BK 59.30
87 87 56.70 8 0.32 BK 56.70
Kepek 89 89 a 58.15 7 0.48 BK 58.15
91 91 a 18.00 8 0.26 BK 18.00
94 b 33.00 7 0.43 BK 33.00
624.75 - - 65.70 87.40 49.80 84.70 102.70 113.20 58.15 63.10
KARANGMOJO Candi 58 58 87.00 9 0.40 BK 87.00
Kenet 50 50 43.00 13, 9, 8, 7 0.48 BK 20.00 23.00
130.00 - - 20.00 - 87.00 - - - 23.00 -
PALIYAN Menggoro 99 99 91.00 8; 5 0.35 BK 45.00 46.00
101 101 103.60 31; 8; 5 0.37 BK 30.00 30.00 43.60
Kedungwanglu 102B 48.00 9 0.47 BK 48.00
104 104C 9.00 - 0.48 BK 9.00
104D 44.00 - 0.49 BK 44.00
104E 41.60 - 0.27 BK 41.60
Grogol 129 129A 39.90 8 0.36 BK 39.90
Giring 144 144 90.50 5 0.34 BK 90.50
Mulo 151 151 84.00 7 0.45 BK 84.00
551.60 - 30.00 41.60 9.00 48.00 30.00 89.00 39.90 130.00 134.10
dknLUAS TEBANGAN PERBAIKAN & PENANAMAN TEGAKAN JATI BERTUMBUHAN KURANG (HA)
Sub Total
Sub Total
Sub Total
BDH RPH Petak An. Ptk Luas (Ha) Umur (Th)
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 162
Kelas
Hutan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
PANGGANG Bibal 112 112 33.20 8 0.42 BK 33.20
113 113 70.80 5 0.31 BK 70.80
114 114 68.10 8 0.45 BK 68.10
Blimbing 123 123 71.50 9; 8 0.47 BK 35.00 36.50
124 124 106.60 9; 8; 7 0.36 BK 30.00 30.00 46.60
125 125 48.60 9 0.45 BK 48.60
Pucanganom Anduawan Anduawan 40.00 7 0.43 BK 40.00
Dagang mati Dagang mati 30.00 7 0.40 BK 30.00
Dilem Dilem 15.00 9 0.46 BK 15.00
Gemulung Gemulung 17.50 8 0.21 BK 17.50
Jambe Jambe 40.00 8 0.34 BK 40.00
Klego Klego 3.00 8 0.20 BK 3.00
Palawan Palawan 15.00 7 0.43 BK 15.00
Pringlarangan Pringlarangan 25.00 9 0.31 BK 25.00
Pucung Pucung 30.00 9 0.33 BK 30.00
Tapakegrang Tapakegrang 30.00 7 0.48 BK 30.00
Wunut Wunut 30.00 9 0.45 BK 30.00
674.30 - - 48.60 135.00 96.50 97.30 43.00 128.10 55.00 70.80
KPROGO-BANTULKokap 5 5 4.00 9 0.44 BK 4.00
4.00 - - - - - 4.00 - - - -
- 30.00 175.90 231.40 281.30 216.00 234.70 281.20 266.15 268.00
dknLUAS TEBANGAN PERBAIKAN & PENANAMAN TEGAKAN JATI BERTUMBUHAN KURANG (HA)
Sub Total
Sub Total
T O T A L
BDH RPH Petak An. Ptk Luas (Ha) Umur (Th)
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 163
3. Rencana Pemanenan pada Tegakan Kelas Umur
Berdasarkan data inventarisasi hutan, di wilayah KPH Yogyakarta
terdapat kelas hutan Kelas Umur seluas 2.916,70 Ha yang tersebar di 5 BDH.
Sebagaimana uraian di awal Bab V, berdasarkan kebijakan pengelola KPH
Yogyakarta, panjang daur tegakan di KPH Yogyakarta adalah 15 tahun.
Mengingat tidak diketahuinya volume tegakan pada akhir daur, maka pada
rencana pengelolaan KPH Yogyakarta jangka tahun 2013 – 2023 ini etat
tebangan dihitung dengan pendekatan etat luas.
Rumus untuk menghitung etat luas adalah luas kelas hutan produktif
dibagi dengan daur. Berdasarkan rumus tersebut maka etat tebangan di KPH
Yogyakarta adalah sebesar 2.916,7 ha /15 tahun = 194,4 Ha/tahun. Angka
tersebut berarti bahwa jatah tebangan maksimal di wilayah KPH Yogyakarta
adalah 194,4 Ha/tahun.
Meskipun etat tebangan di KPH Yogyakarta sesuai perhitungan adalah
194,4 Ha/tahun, namun sesuai dengan kebijakan pemerintah propinsi D.I.
Yogyakarta dimana BDH Kulonprogo-Bantul lebih diarahkan untuk menjaga
keseimbangan ekosistem dan fungsi perlindungan maka pada dalam jangka
tahun 2014-2023 BDH Kulonprogo-Bantul tidak akan dilakukan penebangan,
sehingga luas kelas hutan produktif di KPH Yogyakarta (diluar BDH
Kulonprogo-Bantul) adalah = 2916,7 – 197,2 Ha = 2.719,5 Ha. Dari luas kelas
hutan tersebut, maka etat tebangan di KPH Yogyakarta (diluar BDH
Kulonprogo-Bantul) adalah = 2.719,5 Ha / 15 tahun = 181,3 Ha/tahun.
Mengacu pada kebijakan pengelola KPH Yogyakarta pada jangka tahun
2014-2023 adalah ditekankan pada upaya peningkatan kualitas tegakan tidak
produktif menjadi kelas hutan produktif, maka perlu dipertimbangkan beban
pekerjaan yang harus dilakukan oleh petugas di lapangan. Berkenaan dengan
pertimbangan keberhasilan pembuatan tanaman baik pada kelas hutan
produktif maupun kelas hutan tidak produktif, meskipun jatah tebangan pada
kelas hutan produktif adalah 181,3 Ha/tahun, namun pada jangka tahun
2014-2023 ini KPH Yogyakarta hanya akan menebang maksimal seluas 100
Ha/tahun.
Berkenaan dengan penyusunan rencana pemanenan pada kelas hutan
produktif berikut ini adalah ketentuan-ketentuan umum yang menjadi
pertimbangan, yaitu:
a. Sistem pemanenan yang diterapkan pada tegakan jati kelas hutan
produktif adalah sistem Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB).
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 164
b. Teknik pemanenan yang digunakan adalah tebang basah, artinya
pohon ditebang tanpa melalui proses peneresan terlebih dahulu.
c. Pemanenan dilakukan pada tahun berjalan, sedangkan penanaman
akan dilakukan pada satu tahun berikutnya atau (Et+1).
d. Untuk pemanenan pada jangka tahun 2014-2023 ditekankan pada
tegakan yang memiliki umur 9 tahun ke atas, sedangkan tegakan yang
memiliki umur 8 tahun ke bawah tetap dipertahankan sampai pada
jangka pengelolaan berikutnya.
Berikut ini adalah gambaran umum dari rencana kegiatan pemanenan
kelas hutan produktif di KPH Yogyakarta jangka tahun 2014-2023.
Tabel 5.18. Rencana Pemanenan Kelas Umur KPH Yogyakarta 2014-2023
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
PLAYEN 103.8 107.3 56.2 - - - - - - -
KRMOJO - 10.0 - 46.0 - - - - - -
PALIYAN - 423.6 419.3 317.6 166.0 60.0 144.1 196.0 - -
PANGGANG - 299.0 158.2 163.3 131.3 30.0 30.0 65.4 - -
KPROGO-BANTUL - 62.1 63.4 40.0 - - - - - -
TOTAL 103.8 902.0 697.1 566.9 297.3 90.0 174.1 261.4 - -
BDHLUAS PEMELIHARAAN/PENJARANGAN (HA)
Dari tabel di atas nampak bahwa pemanenan di KPH Yogyakarta baru
dimulai pada tahun 2015. Selain di tahun 2014 KPH Yogyakarta masih fokus
pada kegiatan penebangan pada kelas hutan tidak produktif dan kegiatan
pemeliharaan/penjarangan, jadwal pemanenan tegakan Kelas Umur pada
tahun 2015 ini berkaitan dengan persiapan yang harus dilakukan oleh KPh
Yogyakarta dalam melaksanakan kegiatan pemanenan, seperti pelaksanaan
job training pemanenan dll.
Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa pemanenan tegakan kelas
umur di KPH Yogyakarta sebagian besar dilakukan di BDH Paliyan dan BDH
Panggang. Kondisi ini sesuai dengan sebaran tegakan jati produktif yang
sebagian besar berada di BDH Paliyan dan BDH Panggang.
Khusus di RPH Kokap BDH Yogyakarta terdapat petak-petak tegakan kayu
campuran yang rata-rata sudah berumur > 40 – 60 tahun. Berkenaan dengan
kebijakan dari pemerintah propinsi D.I. Yogyakarta dimana kawasan hutan di
kabupaten Kulon progo difungsikan untuk kawasan penyangga (catchment
area) Waduk Sermo dan juga menjaga keseimbangan tata air kabupaten Kulon
Progo, maka khusus pada RPH Kokap pada jangka tahun 2014- 2023 tidak
direncanakan adanya kegiatan pemanenan. Yang dilakukan pada kawasan
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 165
RPH Kokap sebatas kegiatan pemeliharaan, penjarangan, dan pengamanan
tegakan.
Berikut ini adalah rincian detail dari rencana pemanenan tegakan jati
kelas hutan produktif (Kelas Umur) di tiap-tiap RPH dan BDH di KPH
Yogyakarta.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 166
Tabel 5.19. Rencana Pemanenan Tegakan Jati Kelas Umur di KPH Yogyakarta jangka 2014-2023
Kelas
Hutan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
PLAYEN Kemuning 4 4b 36.30 9 0.92 KU I 36.30
Kepek 88 88 b 36.00 11 1.24 KU II 36.00
89 b 26.50 11 1.59 KU II 26.50
90 90 a 71.00 9 0.60 KU I 36.00 35.00
94 94 a 56.20 7 0.84 KU I
226.00 - - - - 36.00 26.50 36.30 36.00 35.00 -
KRGMOJO Gelaran 33 33 46.00 7 0.93 KU I
Semanu 162 162 20.00 9, 31 0.67 KU I & KU IV 10.00 10.00 umur 31, baru umur 9
66.00 - - 10.00 - - 10.00 - - - -
PALIYAN Menggoro 96 96 104.70 37, 26,5, 2 0.54 KU I, KU III , KU IV 40.00 khusus yg umur 37 & 26
Kedungwanglu 102 102C 20.00 9 0.70 KU I 20.00
103 103A 44.10 9 0.60 KU I
Giring 147 147 83.50 9 0.79 KU I
Mulo 154 154 68.00 9 0.56 KU I 20.00 48.00
155 155-a 40.00 9 0.71 KU I
155-b 14.50 12 0.71 KU II 14.50
156 156 60.00 10 0.63 KU I 30.00 30.00
156 8.50 14 0.66 KU II 8.50
157 157 56.20 11 1.29 KU II 26.00 30.20
160 160-a 36.00 12 0.69 KU II 36.00
160-b 27.00 9 0.60 KU I 27.00
562.50 - - 48.50 50.50 26.00 30.20 20.00 50.00 30.00 75.00
PANGGANG Bibal 110 110 55.90 9 0.62 KU I
111 111 53.20 9 0.60 KU I 30.00 23.20
Gebang 116 116 66.00 11; 8; 6 0.80 KU I 20.00 khusus umur 11
117 117 85.10 37; 36; 11;9;8;5 1.00 KU I & KU IV 25.00 20.00 khusus umur 36, 37
118 118 95.00 49; 13; 9; 8;7 0.87 KU I & KU V 45.00 20.00 khusus umur 13 & 49
119 119 48.30 9 0.76 KU I
121 121 101.90 12; 11; 8;7; 6; 5 0.90 KU I & KU II 35.00 khusus umur 11 & 12
Bl imbing 122 122 71.60 10; 9; 5 0.54 KU I 10.00 khusus umur 10
127 127 68.20 9; 8 0.69 KU I khusus yg umur 9
645.20 - - 25.00 45.00 35.00 30.00 40.00 - 30.00 23.20
1499.70 - - 83.50 95.50 97.00 96.70 96.30 86.00 95.00 98.20
Sub Total
T O T A L
dknLUAS PENEBANGAN AKHIR DAUR TEGAKAN JATI KELAS UMUR (HA)
Keterangan
Sub Total
Sub Total
Sub Total
BDH RPH Petak An. Ptk Luas (Ha) Umur (Th)
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 167
4. Rencana Penanaman pada Kelas Umur
Setelah kegiatan pemanenan, maka pada petak-petak tersebut perlu
secepatnya dilakukan penanaman. Berikut ini adalah beberapa ketentuan
dalam kegiatan penanaman pada kelas umur:
a. Untuk kegiatan penanaman pada areal bekas tebangan kelas umur
dilakukan satu tahun setelah dilakukan kegiatan pemanenan, artinya
jika tegakan jati ditebang pada tahun 2014 maka penanamannya akan
dilakukan pada tahun 2015.
b. Jenis yang dipilih untuk penanaman pada areal bekas tebangan kelas
umur adalah jenis jati, dan diupayakan dengan jati unggul sehingga
dapat menghasilkan produksi kayu yang optimal.
c. Penanaman pada areal bekas tebangan diupayakan dengan sistem
tumpangsari sehingga dapat melibatkan peran serta masyarakat
sekitar hutan.
d. Sesuai dengan karakteristik Propinsi D.I. Yogyakarta sebagai daerah
pariwisata, beberapa jenis pohon yang perlu dibudidayakan di wilayah
KPH Yogyakarta antara lain:
Penanaman pohon-pohon nangka sebagai tanaman tepi ataupun
tanaman pengisi untuk membantu pemenuhan bahan baku gudeg
sebagai makanan khas dari propinsi Yogyakarta.
Penanaman/budidaya tanaman pulai (alstonia scholaris) untuk
membantu pemenuhan bahan baku industri kerajinan topeng.
Berikut ini adalah gambaran dari rencana kegiatan penanaman tegakan jati
Kelas Umur di KPH Yogyakarta jangka tahun 2014-2023.
Tabel 5.20. Rencana Penanaman Areal Bekas Tebangan Kelas Umur
Jangka Tahun 2014-2023
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
PLAYEN - - - - - 36.0 26.5 36.3 36.0 35.0
KRMOJO - - - 10.0 - - 10.0 - - -
PALIYAN - - - 48.5 50.5 26.0 30.2 20.0 50.0 30.0
PANGGANG - - - 25.0 45.0 35.0 30.0 40.0 - 30.0
TOTAL - - - 83.5 95.5 97.0 96.7 96.3 86.0 95.0
BDHLUAS PENANAMAN TEGAKAN JATI KELAS UMUR (HA)
Dari data pada tabel di atas nampak bahwa apabila kegiatan penebangan
dilakukan pada tahun 2015, maka kegiatan penanaman baru dilakukan mulai
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 168
tahun 2016. Setiap tahun rata-rata luas penanaman di KPH Yogyakarta
sebesar 90 – 100 Ha, yang tersebar di beberapa BDH, terutama di BDH Paliyan
dan BDH Panggang.
Berikut ini adalah rincian detail dari rencana penanaman areal bekas
tebangan kelas hutan produktif (Kelas Umur) di tiap-tiap RPH dan BDH di
KPH Yogyakarta.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 169
Tabel 5.21. Rencana Penanaman Areal Bekas Tebangan pada Tegakan Jati Kelas Umur Jangka Tahun 2014-2023
Kelas
Hutan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
PLAYEN Kemuning 4 4b 36.30 9 0.92 KU I 36.30
Kepek 88 88 b 36.00 11 1.24 KU II 36.00
89 b 26.50 11 1.59 KU II 26.50
90 90 a 71.00 9 0.60 KU I 36.00 35.00
169.80 - - - - - 36.00 26.50 36.30 36.00 35.00
KRGMOJO Semanu 162 162 20.00 9, 31 0.67 KU I & KU IV 10.00 10.00
20.00 - - - 10.00 - - 10.00 - - -
PALIYAN Menggoro 96 96 104.70 37, 26,5, 2 0.54 KU I, KU III , KU IV 40.00
Kedungwanglu 102 102C 20.00 9 0.70 KU I 20.00
103 103A 44.10 9 0.60 KU I
Giring 147 147 83.50 9 0.79 KU I
Mulo 154 154 68.00 9 0.56 KU I 20.00
155 155-a 40.00 9 0.71 KU I
155-b 14.50 12 0.71 KU II 14.50
156 156 60.00 10 0.63 KU I 30.00 30.00
156 8.50 14 0.66 KU II 8.50
157 157 56.20 11 1.29 KU II 26.00 30.20
160 160-a 36.00 12 0.69 KU II 36.00
160-b 27.00 9 0.60 KU I
562.50 - - - 48.50 50.50 26.00 30.20 20.00 50.00 30.00
PANGGANG Bibal 110 110 55.90 9 0.62 KU I
111 111 53.20 9 0.60 KU I 30.00
Gebang 116 116 66.00 11; 8; 6 0.80 KU I 20.00
117 117 85.10 37; 36; 11;9;8;5 1.00 KU I & KU IV 25.00 20.00
118 118 95.00 49; 13; 9; 8;7 0.87 KU I & KU V 45.00 20.00
119 119 48.30 9 0.76 KU I
121 121 101.90 12; 11; 8;7; 6; 5 0.90 KU I & KU II 35.00
Bl imbing 122 122 71.60 10; 9; 5 0.54 KU I 10.00
127 127 68.20 9; 8 0.69 KU I
645.20 - - - 25.00 45.00 35.00 30.00 40.00 - 30.00
1397.50 - - - 83.50 95.50 97.00 96.70 96.30 86.00 95.00
Sub Total
T O T A L
dknLUAS PENANAMAN AREAL BEKAS TEBANGAN TEGAKAN JATI KELAS UMUR (HA)
Sub Total
Sub Total
Sub Total
BDH RPH Petak An. Ptk Luas (Ha) Umur (Th)
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 170
5.5.2.2. Rencana Kelola dan Pemanfaatan pada Tegakan Hutan Kayu Putih
1. Rencana Pungutan Daun Kayu Putih
Saat ini tegakan kayu putih di KPH Yogyakarta merupakan salah satu
tulang punggung pemasukan keuangan untuk APBD propinsi DIY. Pada tahun
2013 target pendapatan yang diharapkan dari minyak kayu putih sebesar 8
Milyar. Berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012 petak-petak
tegakan kayu putih berada di kawasan hutan lindung dan kawasan hutan
produksi. Untuk produksi daun kayu putih direncanakan berasal dari
kawasan hutan produksi, karena tegakan kayu putih yang berada di kawasan
hutan lindung akan dirombak menjadi tegakan hutan rimba. Berikut ini
adalah rencana produksi daun kayu putih di KPH Yogyakarta jangka tahun
2014-2023.
Tabel 5.22. Rencana Pungutan Daun Kayu Putih Jangka Tahun 2014-2023
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
PLAYEN 1,415.1 1,415.1 1,415.1 1,415.1 1,415.1 1,415.1 1,415.1 1,415.1 1,415.1 1,415.1
KRMOJO 2,325.2 2,325.2 2,325.2 2,325.2 2,325.2 2,325.2 2,325.2 2,325.2 2,325.2 2,325.2
PALIYAN 434.7 434.7 434.7 434.7 434.7 434.7 434.7 434.7 434.7 434.7
PANGGANG 30.0 30.0 - - - - - - - -
KPROGO-BANTUL 303.8 243.8 187.5 128.5 64.0 - - - - -
TOTAL 4,508.8 4,448.8 4,362.5 4,303.5 4,239.0 4,175.0 4,175.0 4,175.0 4,175.0 4,175.0
BDHLUAS AREAL PEMUNGUTAN DAUN KAYU PUTIH (HA)
Dari data pada tabel di atas direncanakan luas areal pemungutan areal
kayu putih pada awal-awal jangka seluas 4.508,8 ha namun seiring dengan
adanya kegiatan perombakan/perubahan tegakan kayu putih menjadi tegakan
rimba di BDH Kulon Progo-Bantul dan di BDH Panggang yang dilaksanakan
sejak tahun 2014, maka ada penurunan luas tegakan kayu putih yang
dipungut daunnya sehingga di akhir jangka luas tegakan kayu putih yang
dipungut daunnya hanya 4.175 Ha.
Meskipun ada penurunan luas tegakan kayu putih, namun diharapkan
pada akhir jangka 2014-2023 akan ada peningkatan produktifitas daun kayu
putih. Peningkatan produktifitas daun kayu putih tersebut karena adanya
peningkatan jumlah pohon kayu putih per hektar hasil dari kegiatan
pengkayaan (enrichment planting).
Diharapkan jika saat ini produktifitas tegakan kayu putih per hektar
hanya berkisar antara 1 ton/ha sampai 1.5 ton/ha, maka diharapkan pada
tahun 2020 produktifitas pungutan daun kayu putih meningkat menjadi 2,0 –
3,0 ton/ha.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 171
2. Rencana Pengkayaan (Enrichment Planting) Tegakan Kayu Putih
Berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012 masih banyak petak-
petak tegakan kayu putih yang memiliki kerapatan dibawah kondisi normal
(dkn < 0,5). Dari tegakan kayu putih di kawasan hutan lindung seluas 303,75
Ha, terbagi dalam Tanah Kosong (TK) seluas 130,30 Ha (42,90%), dan
Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 173,45 Ha (57,10%). Sedangkan
untuk tegakan kayu putih yang berada di kawasan hutan produksi terbagi
dalam Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 2.496,40 Ha (59,37%),
kemudian Tanah Kosong seluas 1.603,90 Ha (38,14%), dan untuk tegakan
normal (nilai dkn ≥ 0,5) hanya seluas 104,70 Ha (2,49%).
Berkenaan dengan tegakan kayu putih di kawasan hutan produksi yang
sebagian besar termasuk kelas hutan tidak produktif baik TK maupun TBK,
maka penyusunan rencana teknik kehutanan pada tegakan kayu putih pada
kawasan hutan produksi jangka tahun 2014-2023 difokuskan pada
penyusunan rencana pengkayaan (enrichment planting). Mengingat luas
tegakan kayu putih yang termasuk kelas hutan Tanah Kosong cukup luas yaitu
mencapai 1.603,90 Ha, maka pada jangka tahun 2014-2023 kegiatan
pengkayaan tegakan kayu putih difokuskan pada kelas hutan Tanah Kosong.
Untuk tegakan kayu putih yang termasuk kelompok Tegakan Bertumbuhan
Kurang akan dilakukan pada waktu-waktu mendatang. Diharapkan dengan
kegiatan pengkayaan nilai dkn tegakan akan meningkat menjadi tegakan
normal (n lapangan berkisar di angka 3.333 pohon/ha).
Khusus untuk kawasan hutan lindung, mengingat tegakan hutan kayu
putih tidak dapat memberikan manfaat dan fungsi perlindungan secara
optimal karena setiap tahun dilakukan pemangkasan daun, maka pada
kawasan hutan lindung direncanakan untuk dilakukan kegiatan pengkayaan
(penggantian) dari tegakan kayu putih menjadi tegakan kayu rimba campuran
yang memiliki tajuk evergreen seperti tegakan pinus, kemiri atau jenis-jenis
penghasil hutan non kayu. Diharapkan untuk kawasan hutan lindung ke
depan hanya akan dimanfaatkan untuk produksi hasil hutan non kayu
khususnya penyadapan getah.
Berikut ini adalah gambaran umum dari rencana kegiatan pengkayaan
tegakan kayu putih di kawasan hutan produksi jangka tahun 2014-2023.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 172
Tabel 5.23. Rencana Pengkayaan Tegakan Kayu Putih KH Tanah Kosong
Jangka Tahun 2014-2023
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
PLAYEN - 125.4 109.6 109.4 168.4 160.9 147.3 129.1 144.0 159.1
KRMOJO - 72.4 65.0 68.9 - - - - - -
PALIYAN - 2.5 11.0 6.0 20.0 16.1 25.0 27.0 23.6 13.2
TOTAL - 200.3 185.6 184.3 188.4 177.0 172.3 156.1 167.6 172.3
BDHLUAS PENGKAYAAN (ENRICHMENT PLANTING ) TEGAKAN KAYU PUTIH (HA)
Dari tabel di atas nampak bahwa kegiatan pengkayaan tegakan kayu putih
mulai dilakukan tahun 2014 sampai dengan tahun 2022 dengan rata-rata luas
pengkayaan antara 175 – 190 ha/tahun. Target jumlah pohon yang
diharapkan adalah 3.333 pohon/ha.
Untuk pola pertanaman, jarak tanam, dan jumlah bibit yang akan ditanam
setiap hektar disesuaikan dengan jumlah tegakan riil yang ada dilapangan,
dengan target jumlah pohon per hektar yang diharapkan tersebut.
Berikut ini adalah rincian detail dari rencana penanaman areal bekas
tebangan kelas hutan produktif (Kelas Umur) di tiap-tiap RPH dan BDH di
KPH Yogyakarta.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 173
Tabel 5.24. Rencana Pengkayaan Tegakan Kayu Putih pada Kelas Hutan Tanah Kosong Jangka Tahun 2014-2023 Kelas
Hutan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
PLAYEN Wonolagi 1 1 73.60 38, 34, 9 0.08 TK 73.60
66 66 71.60 16, 17, 22, 40 0.10 TK 71.60
67 67 88.00 5, 7, 17, 22, 31, 42, 43 0.13 TK 88.00
68 68 70.30 7, 9, 38, 60 0.12 TK 70.30
Kemuning 3 3a 12.70 40, 38 0.02 TK 12.70
4 4a 28.80 8 0.18 TK 28.80
9 9a 48.70 9, 8, 5 0.05 TK 48.70
12 12 71.70 40 0.18 TK 30.00 41.70
Gubugrubuh 76 76 79.40 29 0.04 TK 79.40
77 77 46.40 23 0.03 TK 46.40
78 78 87.30 8 0.06 TK 87.30
79 79 109.20 11 0.08 TK 79.00 30.20
80 80 118.70 33 0.04 TK 118.70
Menggoran 81 81 117.50 39, 36, 33, 32, 27, 16, 7 0.13 TK 60.00 57.50
82 82 116.00 26, 17, 7 0.18 TK 56.00 60.00
85C 85C 18.00 7 0.17 TK 18.00
Kepek 90 90 b 8.00 8 0.09 TK 8.00
92 92 87.30 9 0.12 TK 87.30
1253.20 - 125.40 109.60 109.40 168.40 160.90 147.30 129.10 144.00 159.10
KRGMOJO Kenet 49 72.40 5, 16, 18, 33, 34, 42, 43 0.15 TK 72.40
53 65.0021, 33, 36, 37, 38, 39, 40, 44, 47 0.16 TK 65.00
54 68.90 8, 9, 15, 20, 34, 36, 38, 52 0.16 TK 68.90
206.30 - 72.40 65.00 68.90 - - - - - -
PALIYAN Grogol 129 129A 20.00 8 0.15 TK 20.00
129B 16.10 30 0.15 TK 16.10
7.50 15 0.19 TK 7.50
129C 2.50 42 0.08 TK 2.50
11.00 15 0.12 TK 11.00
130 130A 5.70 8 0.19 TK 5.70
133 133A 27.00 6 0.17 TK 27.00
134 134A 23.60 8 0.19 TK 23.60
134B 25.00 5 0.15 TK 25.00
Mulo 160 160 c 6.00 - 0.12 TK 6.00
144.40 - 2.50 11.00 6.00 20.00 16.10 25.00 27.00 23.60 13.20
1,603.9 - 200.30 185.60 184.30 188.40 177.00 172.30 156.10 167.60 172.30 T O T A L
BDH RPH Petak An. Ptk dknLUAS PENGKAYAAN TEGAKAN KAYU PUTIH (HA)
Sub Total
Sub Total
Sub Total
Luas (Ha) Umur (Th)
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 174
5.5.2.3. Rencana Kelola dan Pemanfaatan pada Tegakan Kayu Rimba
Di sebagian wilayah kelola KPH Yogyakarta, terdapat tegakan hutan rimba
(diluar tegakan jati dan tegakan kayu putih) antara lain tegakan mahoni 151.80 ha
(0,97%), Acasia auriculiformis 208,95 ha (1.33%), Acasia catechu 7,8 ha (0.05%),
Pinus 130,00 ha (0.83%), Kemiri 159,3 ha (1,01%), Kesambi 17,8 ha (0.11%),
Gmelina 1,00 ha (0,01%), Gliricedea 17,9 ha (0,08%), Sono 41,30 ha (0,26), Bambu
5,20 ha (0,03%), Murbei 4,90 ha (0,03%), dan campuran 847,60 ha (5,39%).
Berikut ini adalah rencana pengelolaan pada hutan rimba yang dominan,
yaitu untuk tegakan pinus, tegakan akasia, dan tegakan mahoni:
1. Rencana pada Tegakan Pinus
Hutan pinus di KPH Yogyakarta yang umumnya berada di kawasan hutan
lindung dalam beberapa tahun terakhir ini sudah dimanfaatkan untuk disadap
getahnya. Berkenaan dengan optimalisasi pemanfaatan kawasan hutan
lindung untuk pendapatan perusahaan dan masyarakat sekitar hutan, maka
direncanakan ada penambahan luas tegakan pinus merkusii dari yang saat ini
luasnya sekitar 100 ha akan ditingkatkan menjadi 300 ha. Berkenaan dengan
kebijakan tersebut, dilakukan penyusunan rencana perombakan dari tegakan
kayu putih di kawasan hutan lindung menjadi tegakan pinus merkusii. (untuk
detail rencana lihat di bagian Rencana pada Kawasan Hutan Lindung).
2. Rencana pada Tegakan Akasia
Saat ini di beberapa BDH di KPH Yogyakarta terdapat tegakan hutan acacia
auriculiformis seluas 209,00 ha dan acacia catechu seluas 7,80 Ha. Mengingat
tegakan acacia auriculiformis dan acacia catechu tersebut sudah memasuki
umur daur, maka direncanakan untuk dilakukan penyusunan rencana
pemanenan tegakan akasia auriculiformis. Namun sistem pemanenannya
akan dilakukan dengan sistem tebang pilih.
3. Rencana pada Tegakan Mahoni
KPH Yogyakarta memiliki tegakan hutan mahoni seluas 151,80 Ha yang
lokasinya tersebar di semua BDH. Untuk tindakan pengelolaan ke depan
dalam 10 tahun ke depan lebih difokuskan pada kegiatan pengamanan dan
penjagaan karena umur tegakan mahoni yang ada belum layak untuk
dilakukan pemanenan.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 175
5.5.3. Rencana Pemanfaatan Lahan di Bawah Tegakan
Kawasan hutan KPH Yogyakarta memiliki peranan yang sangat penting
bagi para pihak, terutama masyarakat sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari. Selain untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar, bagi
masyarakat sekitar hutan, lahan yang ada di kawasan hutan KPH Yogyakarta
merupakan salah satu lokasi alternatif untuk menanam tanaman pertanian
semusim melalui teknik agroforestry atau lazim dikenal dengan nama
tumpangsari.
Sistem tumpangsari pada tegakan jati umumnya hanya dapat dilakukan
sampai tegakan berumur < 5 tahun, karena setelah tegakan berumur 5 tahun
biasanya lahan dibawah tegakan sudah ternaungi oleh tajuk pohon jati, meskipun
di beberapa lokasi masyarakat terlihat masih melakukan penanaman tumpangsari
di bawah tegakan jati yang sudah berumur > 5 tahun karena keterbatasan lahan
pertanian yang dimilikinya. Namun untuk lahan tegakan kayu putih sejak mulai
dibudidayakan awal dasawarsa 1980-an, areal tersebut sudah menjadi lahan milik
kedua bagi menjadi para petani karena dengan sistem pungut daun dengan teknik
pangkasan maka lahan tegakan kayu putih menjadi lahan yang ideal untuk
kegiatan tumpangsari.
Saat ini komoditi tanaman pertanian semusim atau tanaman palawija yang
sudah lazim dikembangkan oleh petani hutan di lahan hutan antara lain: jagung,
ketela pohon, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, dll. Dalam rangka
pemberdayaan masyarakat dan juga untuk menambah pendapatan bagi pengelola
KPH, ke depan pihak pengelola KPH akan mengembangkan program-program
optimalisasi lahan-lahan di bawah tegakan baik dengan pola kemitraan maupun
dalam rangka pemberdayaan kelompok-kelompok tani hutan. Beberapa jenis
komoditi yang direncanakan untuk dikembangkan pada lahan di bawah tegakan
jati antara lain: porang, empon-empon (jahe, kunyit, kunir putih dll), garut, dan
beberapa jenis tanaman tahan teduh lainnya. Sedangkan untuk lahan dibawah
tegakan kayu putih, komoditas yang direncanakan untuk dikembangkan adalah
tanaman camelina sativa, janggelan, dan beberapa komoditi unggulan lain.
Diharapkan dengan pola kemitraan antara pengelola KPH, investor, dan petani
hutan akan mampu meningkatkan pendapatan bagi KPH Yogyakarta dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
5.6. Rencana Pengembangan Potensi Wisata
Di wilayah kelola KPH Yogyakarta terdapat banyak potensi wisata yang bisa
dikembangkan. Potensi ini tersebar di berbagai wilayah (RPH dan BDH). Beberapa
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 176
kawasan yang sangat potensial untuk wisata meliputi berbagai gua karst dan air
terjun yang banyak ditemukan di Gunungkidul. Selain itu juga ada Waduk Sermo
yang terletak di Kabupaten Kulon Progo dengan pemandangan yang menarik, dan
masih banyak yang lainnya.
Berkaitan dengan potensi wisata yang banyak terdapat di wilayah kelola
KPH Yogyakarta, pihak pengelola KPH merencanakan untuk mengembangkan
potensi-potensi tersebut. Selain untuk memberikan pemasukan finansial
perusahaan, pengelolaan potensi wisata tersebut juga bertujuan untuk
pemberdayaan masyarakat, dan untuk menyediakan kawasan rekreasi bagi
masyarakat. Potensi pasar cukup menjanjikan seiring dengan meningkatnya
tuntutan masyarakat urban (di Yogyakarta) dan wilayah sekitar Yogyakarta.
Pengemasan potensi wisata tersebut menjadi salah satu kunci utama
pengembangan kawasan wisata. KPH akan memadukan sajian alam, dengan sajian
kultur/ budaya, terutama yang menonjolkan keunikan budaya Yogyakarta. Konsep
natural-cultural heritage akan dijadikan tema dalam pengembangan kawasan
wisata. Pementasan budaya di kawasan wisata bisa menjadi salah satu strategi
utama. Selain itu, untuk marketing kawasan wisata ini, pengelola KPH Yogyakarta
akan bekerjasama dengan pengelola obyek wisata lain di Yogyakarta yang sudah
terbangun dan dikenal oleh kalayak luas, melalui paket-paket wisata.
Untuk pengembangan wisata itu, KPH akan menjalin kerjasama dengan
berbagai pihak. Masyarakat lokal akan dijadikan partner utama. Saat ini sudah ada
beberapa pengembangan wisata yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan
hutan KPH Yogyakarta (contoh: Kelompok Tani HKm). Selain itu, KPH mungkin
bisa menggandeng investor untuk pembangunan sarana dan prasarana maupun
pemasaran obyek wisata (lihat Rencana Pengembangan Kemitraan).
5.7. Rencana Pemberdayaan Masyarakat
Rencana pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk meningkatkan
kapasitas sumberdaya masyarakat desa hutan untuk mengembangkan potensi
yang dimiliki dan meningkatkan resiliensi dan kemandirian penghidupan, yang
bermuara pada peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan. Rencana
pemberdayaan masyarakat desa hutan mencakup 2 hal, yaitu 1) pemberian akses
terhadap hutan negara yang lebih baik, dan 2) pengembangan potensi yang ada di
masyarakat.
Berkenaan dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat selama ini sudah
dilakukan melalui skema pemberiaan ijin IUPHHK-HKm, IUPHHK-HTR, dan
rencana pengembangan hutan desa.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 177
Sesuai dengan arahan dan kebijakan dari Dinas Kehutanan Propinsi dan
Balai KPH Yogyakarta, selama jangka pengelolaan 2014-2023 untuk kegiatan
pemberdayaan masyarakat melalui IUPHHK-HKm dan IUPHHK-HTR tidak
dilakukan melalui skema perluasan areal, namun lebih difokuskan pada
pemantapan kelembagaan pengelola HKm/HTR, dan optimalisasi pemanfaatan
lahan melalui pelaksanaan kegiatan teknik kehutanan.
Arah kegiatan pemberdayaan yang akan dilakukan dalam jangka 2014-
2023 ini menggunakan pendekatan pola pelibatan aktif/partisipasi masyaraat,
dan pola kemitraan baik untuk pemanfaatan pada blok pemberdayaan
masyarakat, blok wilayah tertentu, baik dengan pemanfaatan lahan di bawah
tegakan dengan pola agroforestry maupun pola-pola lain.
Berikut ini adalah beberapa bentuk pemberdayaan masyarakat yang akan
dikembangkan oleh pengelola KPH Yogyakarta selama jangka 2014-2023.
5.7.1. Peningkatan akses ke hutan negara
Pemberdayaan akan diarahkan pada pemberian akses terhadap hutan yang
lebih baik kepada masyarakat desa hutan agar bisa mendapatkan
kemanfaatan yang lebih nyata bagi penghidupan mereka.
Peningkatan akses terhadap lahan
Akses terhadap lantai hutan untuk penanaman tanaman masih cukup
penting bagi masyarakat desa yang menggantungkan hidup pada sektor
pertanian. Akses yang lebih baik diwujudkan dalam pemberian plot
tanam yang lebih lebar diantara species kehutanan. Untuk tanaman kayu
putih, pengaturan penanaman akan diatur sedemikian rupa dengan
adanya jalur tanaman kehutanan dan jalur tanaman pertanian agar
lokasi tanaman pangan bisa lebih luas sepanjang jumlah pohon kayu
putih masih bisa dipertahankan sekitar 3.333 pohon/Ha. Skema
agroforestry di tegakan jati juga akan tetap dipertahankan, dengan
memperhatikan karakteristik sosio-demografi dan potensi yang dimiliki
oleh masyarakat. Sebagai contoh, penanaman jenis-jenis pakan ternak
(fodder) akan didorong di desa-desa yang mempunyai potensi ternak
yang tinggi.
Peningkatan akses terhadap hasil hutan non-kayu
Di dalam tegakan kayu putih direncanakan akan diuji coba pengkayaan
jenis khususnya dengan pohon kenanga. Bagi KPH, tanaman ini nantinya
akan difungsikan untuk memperbaiki kualitas ekosistem hutan, sedang
bunganya akan dialokasikan untuk dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai tambahan penghasilan. Di hutan lindung, masyarakat desa hutan
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 178
tetap diperbolehkan mendapatkan sumber-sumber penghidupan, dari
hasil hutan non-kayu. Untuk kawasan hutan lindung yang kondisinya
kritis, masyarakat akan didorong untuk ikut terlibat dalam kegiatan
restorasi, dengan menaman jenis-jenis yang nantinya bisa memberikan
hasil yang bernilai ekonomi tinggi.
Peningkatan peluang pekerjaan bagi masyarakat
KPH Yogyakarta juga akan terus membuka peluang-peluang pekerjaan
bagi masyarakat. Selain terlibat sebagai tenaga pesanggem dan tenaga
pungut daun kayu putih, ke depan ketelibatan masyarakat dalam
pengelolaan hutan di KPH Yogyakarta akan semakin banyak dan
beragam karena selain ada kegiatan tanaman juga akan dilakukan
kegiatan pemeliharaan/penjarangan, pemanenan/tebangan, dan
beberapa kegiatan kelola hutan lainnya. Di samping itu keterlibatan
masyarakat untuk terlibat sebagai tenaga penyadap getah pinus juga
akan semakin terbuka dengan adanya rencana perluasan tegakan pinus
di kawasan hutan lindung seluas ± 300 ha untuk menggantikan tegakan
kayu putih yang selama ini ada di kawasan hutan lindung.
Peningkatan manfaat skema kehutanan sosial
Seiring dengan era kehutanan sosial, skema HKm, HTR, dan Hutan Desa
akan terus difasilitasi oleh pengelola KPH agar benar-benar bisa
memberikan kemanfaatan bagi kelompok pemegang ijin. Apalagi pada
akhir tahun 2012 yang lalu, kelompok tani pengelola HKm sudah
mendapatkan IUPHHK-HKm. Dengan adanya IUPHHK-HKm tersebut
merupakan peluang bagi kelompok tani pengelola HKm dan juga KPH
Yogyakarta untuk mengawal, membimbing dan mengarahkan sistem
pengelolaan berbasis kehutanan sosial.
Dalam kaitan dengan pendanaan, pengelola KPH juga akan memfasilitasi
kelompok pemegang ijin HKm untuk dapat mengakses dana BLU yang
ada di Kementrian Kehutanan. Selain itu, akan diekplorasi pengusulan
ijin-ijin baru khususnya ijin Hutan Desa di kawasan hutan AB.
Salah satu hal penting yang direncanakan akan dilakukan oleh pengelola
KPH Yogyakarta adalah mengembangkan pola-pola kemitraan dalam
kerangka berbagi peran, berbagi manfaat, dan berbagi hasil dalam
pengelolaan hutan antara pihak KPH dengan kelompok-kelompok tani
hutan yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan, dan
pemerintah daerah melalui skema Cooperative Forest Management
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 179
sebagaimana konsep Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) yang dikembangkan oleh Perum Perhutani.
Diharapkan dengan adanya skema HKm, HTR, Hutan Desa, dan
Cooperative Forest Management akan dapat menjamin keberlanjutan
fungsi produksi dan fungsi sosial dari kawasan hutan.
5.7.2. Pendampingan pengembangan potensi masyarakat desa hutan
Pendampingan pengelolaan hutan rakyat
Hutan rakyat mempunyai posisi yang sangat strategis, karena
keseluruhan luasan hutan negara di propinsi D.i. Yogyakarta hanya
sekitar 5,9%, yang berarti jauh dari luasan tutupan minimal 30%
seperti yang telah digariskan dalam UU. Kehutanan No. 41/ 1999.
Keberadaan hutan rakyat mampu menutupi defisiensi hutan negara
dalam menyediakan layanan ekologis bagi masyarakat. Namun dalam
pengelolaan hutan rakyat tersebut masih dijumpai beberapa
kelemahan khususnya dalam hal penguasaan silvikultur,
pengorganisasian pengelola hutan rakyat, dan lemahnya jaringan
pemasaran dan permodalan. Oleh karena itu, KPH Yogyakarta, bersama
berbagai instansi terkait hutan rakyat akan berkontribusi dengan
melakukan pendampingan bagi pengelola hutan rakyat untuk
meningkatkan perkembangan hutan rakyat di Propinsi D.I. Yogyakarta.
Beberapa kegiatan pendampingan yang akan dilakukan, antara lain
meliputi: penyediaan bibit unggul, pelatihan dan bimbingan teknis
silvikultur, bimbingan dalam pembentukan unit manajemen hutan
rakyat, bimbingan dalam mengelola pemasaran hasil hutan, dan
bimbingan dalam menembus akses permodalan.
Peningkatan rantai nilai (value chain) industri pengolahan kayu
Rantai nilai merupakan rangkaian aktivitas yang terintegrasi mulai
dari input pemasok logistik (faktor produksi), proses produksi, proses
finishing, pendistribusian dan penjualan dan pelayanan bagi
konsumen. Tujuan akhir dari pengembangan rantai nilai adalah untuk
meningkatkan efisiensi usaha mendorong keunggulan komparatif
suatu usaha, dan memberdayakan kemampuan lokal.
Produksi kayu dari wilayah propinsi Yogyakarta, terutama dari hutan
rakyat, cukup besar. Setiap bulannya ada sekitar 1.000 m3 kayu yang
diproduksi. Sayangnya sebagian besar kayu tersebut dijual dalam
bentuk kayu gelondongan ke sentra-sentra industri di daerah lain
seperti Jepara, Klaten, Sukoharjo dan Semarang. Penjualan dalam
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 180
bentuk kayu gelondongan kurang bisa memberi nilai tambah bagi
produsen. Keuntungan seperti terbukanya lapangan kerja dan
pendapatan daerah, justru lebih banyak dinikmati oleh daerah lain.
Oleh karena itu KPH Yogyakarta akan melakukan koordinasi dengan
pemerintah daerah untuk mendorong pengembangan industri
pengolahan kayu di sentra produksi kayu, terutama Kabupaten
Gunungkidul. Pengembangan industri nantinya akan meliputi industri
pengolahan produk setengah jadi dan produk jadi.
5.8. Rencana Pembinaan dan Pemantauan Pemegang Ijin
Kawasan hutan KPH Yogyakarta merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan. Adanya berbagai ijin pengelolaan di beberapa wilayah (HKm dan
HTR, dan rencana juga Hutan Desa di kawasan hutan AB di BDH Paliyan) tidak
menjadikan pengelolaannya terlepas dari rencana pengelolaan KPH secara
keseluruhan. Prinsip kesatuan rencana pengelolaan juga akan digunakan dalam
konteks benchmarking pengelolaan hutan (sertifikasi legalitas kayu (SVLK) atau
pengelolaan hutan lestari. Dalam konteks pengelolaan hutan lestari, diharapkan
sertifikasi pengelolaan hutan akan diajukan oleh KPH Yogyakarta dan mencakup
seluruh kawasan termasuk kawasan yang dibebani ijin, sehingga nantinya para
pemegang ijin tidak perlu mengurus sertifikasi sendiri-sendiri.
Oleh karena itu, pengelolaan dari kawasan yang diberikan ijin akan
dikoordinasikan dan disinergikan dengan KPH. Sinergi ini juga mencakup
pengesahan seluruh aktivitas kegiatan pengelolaan (termasuk pemanfaatan
seluruh sumberdaya) di kawasan hutan dari ijin yang dimaksud. Disini, KPH
Yogyakarta bertanggungjawab penuh atas seluruh perencanaan, pelaksanaan
kegiatan, monitoring dan evaluasi seluruh aktivitas di kawasan hutan. Prinsip
otonomi ini juga dimaksudkan untuk mendorong proses birokrasi yang lebih
sederhana sehingga seluruh kegiatan pengelolaan hutan di kawasan yang dibebani
berbagai ijin bisa berjalan dengan efektif, dan selaras dengan kebijakan
pengelolaan KPH secara keseluruhan.
Sesuai dengan amanat pasal 9 dalam PP No. 6/2007 jo PP No. 3/2008
tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, dan
Pemanfaatan Hutan, peran dan posisi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sangat
penting. Menurut pasal 9 tersebut organisasi KPH mempunyai tugas dan fungsi
untuk:
a. Menyelenggarakan pengelolaan hutan yang meliputi :
1. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan;
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 181
2. Pemanfaatan hutan
3. Penggunaan kawasan hutan;
4. Rehabilitasi hutan dan reklamasi; dan
5. Perlindungan hutan dan konservasi alam.
b. Menjabarkan kebijakan kehutanan nasional, propinsi dan kabupaten/kota
bidang kehutanan untuk diimplementasikan;
c. Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan diwilayahnya mulai dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta
pengendalian;
d. Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan
pengelolaan hutan di wilayahnya;
e. Membuka peluang investasi guna mendukung tercapainya tujuan
pengelolaan hutan.
Maksud dari tugas dan fungsi KPH sebagai penyelenggara artinya jika
terdapat izin pemanfaatan di wilayah kelola KPH maka fungsi penyelenggaraan
adalah sebatas melakukan pembinaan dan pengendalian (memantau), namun
apabila tidak terdapat izin pemanfaatan maka KPH yang menjadi pelaksana
kegiatan di lapangan.
Sebagaimana sudah diuraikan di atas, berkenaan dengan keberadaan
IUPHHK-HKm, IUPHHK-HTR di wilayah kelola KPH Yogyakarta, maka peran dari
pengelola KPH Yogyakarta pada jangka 2014-2023 bukan dalam rangka perluasan
areal kelola namun lebih ditekankan pada melakukan pembinaan, melakukan
pengendalian (pemantauan) dan evaluasi. Bentuk pembinaan, pengendalian
(pemantauan), dan evaluasi yang dilakukan oleh pengelola KPH Yogyakarta
terhadap para pemegang ijin antara lain:
a. Pengembangan kelembagaan, pengembangan usaha,bimbingan teknologi,
pendidikan dan latihan, serta akses terhadap pasar.
b. Memantau keselarasan dan kesesuaian antara RKUPHHK untuk jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun yang disusun oleh para pemegang ijin dengan
Rencana Pengelolaan Hutan yang disusun oleh KPH.
c. Mengesahkan dokumen Rencana Kerja Tahunan (RKT) para pemegang ijin
baik IUPHHK-HKm, IUPHHK-HTR, dan IUPHHK-Hutan Desa.
d. Mengevaluasi pelaksanaan RKT setiap tahun dan RUPHHK setiap 5 (lima)
tahun oleh pemegang izin.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 182
e. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pemanfaatan hutan dan
penggunaan kawasan hutan sesuai dengan rambu-rambu dalam peraturan
perundang-undangan
f. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi hutan
yang dilaksanakan oleh pemegang ijin pemanfaatan dan ijin penggunaan
kawasan hutan setiap tahun pelaksanaan kegiatan .
5.9. Rencana Kelola Lingkungan
Semua hutan, baik hutan produksi maupun hutan lindung/ kawasan
konservasi harus mampu mengampu fungsi-fungsi ekologi dan lingkungan. Oleh
karena itu, rencana kelola lingkungan akan dilakukan di semua hutan, dengan
meningkatkan stabilitas ekosistem dari semua kawasan hutan. Di hutan produksi,
kelola lingkungan disinergikan dengan rencana produksi, terutama terkait dengan
penanaman tanah kosong. Selain itu, akan dilakukan penanaman jenis-jenis yang
mempunyai fungsi konservasi di hutan produksi.
Rencana dan strategi kelola di hutan lindung, akan disesuaikan dengan
karakteristik hutan lindung yang ada. Hutan lindung di KPH Yogyakarta yang
seluas 2.312,80 ha tersebar di beberapa kabupaten dengan karakteristik geologi
yang beragam dan problematika yang beragam pula. Mayoritas hutan lindung di
Gunungkidul berada di batuan karst, dengan solum tanah yang tipis. Sementara
itu, kondisi geologi sebagian besar hutan lindung di Kulonprogo dan Kulonprogo
relatif cukup labil dan rawan longsor dengan solum tanah yang cukup tebal dan
subur.
Oleh karena itu, restorasi kawasan lindung kritis akan dilakukan dengan
pendekatan yang berbeda. Restorasi kawasan lindung kritis di Gunungkidul akan
diarahkan untuk mendukung konservasi kawasan karst tersebut. Sedangkan di
dua kabupaten lainnya, stabilitas geologi menjadi sangat krusial.
Dari sisi sosio-demografi masyarakat, banyak kantong-kantong kemiskinan
di sekitar hutan lindung. Pelibatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat
akan didorong dalam kegiatan restorasi kawasan. Masyarakat desa hutan akan
didorong untuk melakukan penanaman jenis yang bisa memberikan hasil hutan
non-kayu untuk peningkatan pendapatan. Pemilihan jenis akan disesuaikan
dengan ragam kondisi geologi dan tujuan konservasi tersebut di atas.
Konservasi sempadan sungai menjadi prioritas KPH Yogyakarta. Bambu
merupakan species alternatif yang mempunyai fungsi konservasi yang sangat baik
dan mampu melindungi sumberdaya air baku. Bambu relatif mudah tumbuh,
terutama disekitar badan-badan air seperti di sekitar sempadan sungai. Oleh
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 183
karena itu, kegiatan rehabilitasi dan konservasi sempadan sungai akan dilakukan
dengan budidaya bambu.
Selain manfaat ekologis, bambu mempunyai potensi ekonomi yang sangat
prospektif. Nilai perdagangan bambu di skala global mencapai sekitar 10 miliar
USD pada tahun 2011, diharapkan meningkat sampai 20 miliar USD pada tahun
2015. Dalam skala lokal, kebutuhan bambu untuk konstruksi bangunan dan
kerajinan juga sangat prospektif. Oleh karena itu, budidaya bambu di sempadan
sungai diharapkan akan memberikan sumbangan finansial yang cukup
menjanjikan.
Total panjang sungai di KPH Yogyakarta mencapai sekitar 70 Km.
Direncanakan, budidaya bambu akan dilakukan dilakukan 10 meter di kiri dan
kanan badan sungai dengan rumpun diatur secara alternate (untu walang) dengan
jarak antara 10 meter, sehingga untuk sungai sepanjang 1 km akan dibudidayakan
bambu sebanyak 100 rumpun. Model penanaman secara alternate ini lebih
didasarkan pada pertimbangan teknis pada saat pemanenan. Masyarakat akan
diijinkan untuk mengambil rebung, sehingga hal ini akan memberi ruang
memanen bambu tua tanpa merusak batang lain dalam rumpun. Budidaya bambu
ini direncanakan akan dilakukan sepanjang 1 km/ tahun (250 rumpun).
Diharapkan bambu sudah bisa memberi kemanfaatan finansial pada umur 4-5
tahun.
5.10. Rencana Perlindungan dan Konservasi Alam
Program perlindungan dan pengamanan kawasan diperlukan untuk
menjamin keutuhan kawasan hutan, memecahkan permasalahan gangguan
kawasan dan sekaligus meningkatkan kesadaran dan apresiasi masyarakat
terhadap keberadaan kawasan hutan bagi kehidupan masyarakat saat ini dan
masa yang akan datang. Program ini mencakup: (1) Operasional Perlindungan
Hutan; (2) Pencegahan kebakaran hutan dan hama penyakit tumbuhan; (3)
Penanganan masalah penambangan galian tanpa ijin (PETI); (4) Penanganan
masalah pencurian hasil hutan dan perburuan liar; dan (5) Penanganan masalah
perambahan kawasan untuk pertanian dan permukiman
1. Operasional Perlindungan hutan
Upaya perlindungan umum ditekankan pada kegiatan untuk memonitor dan
mengamankan adanya gangguan terhadap keutuhan kawasan hutan berikut
aset yang ada di dalamnya. Kegiatannya berupa patroli rutin dan operasi
gabungan serta koordinasi pengamanan antar instansi terkait.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 184
Patroli rutin. Patroli rutin dilaksanakan oleh Jagawana di wilayah kerja
masing-masing resort. Patroli ini difokuskan pada tempat-tempat yang
rawan gangguan seperti penambangan, perambahan dan tempat lain yang
rawan akan perburuan liar, pencurian kayu dan hasil hutan lainnya. Patroli
ini dilakukan setiap hari dengan perondaan oleh petugas secara bergiliran
pada setiap RPH yang dikoordinasikan oleh BDH.
Operasi gabungan dan koordinasi pengamanan. Operasi Gabungan
sebaiknya dilaksanakan jika keadaan keamanan benar-benar
membutuhkan dukungan dari unsur pengamanan lain, seperti dari TNI, dan
PEMDA setempat. Dengan demikian pelaksanaannya sesuai dengan situasi
di lapangan. Mempertimbangkan perlunya pengamanan pada kawasan
hutan yang cukup luas, perlu koordinasi yang baik tidak saja antar instansi
terkait tetapi juga dengan tokoh masyarakat sekitar kawasan. Oleh karena
itu koordinasi ini harus terus dilakukan dari waktu ke waktu minimal
setiap akan dan setelah pelaksanaan operasi gabungan.
2. Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran
Dengan pertimbangan bahwa masyarakat, khususnya masyarakat yang
memasuki kawasan hutan belum sadar akan pentingnya membuang sampah
pada tempatnya, mematikan puntung rokok, mematikan sisa memasak di
areal camping maupun hal-hal lain yang menyebabkan kebakaran hutan maka
risiko kebakaran hutan pada musim kemarau pada musim hujan akan terjadi.
Oleh karena itu kegiatan yang harus dilakukan mencakup :
Identifikasi daerah risiko tinggi kebakaran
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran distribusi
daerah-daerah yang berisiko tinggi terhadap kebakaran, hasilnya
dipetakan dalam peta kerawanan kawasan. Pelaksanaan identifikasi
dilakukan oleh para petugas lapangan, dengan mempergunakan alat-alat
pemetaan (identifikasi lokasi), seperti GPS, kompas, alat ukur jarak
sehingga peta yang dihasilkan cukup akurat untuk pedoman petugas. Peta
kerawanan kawasan ini sebaiknya diselesaikan pada lima tahun pertama.
Patroli intensif pada periode musim kering
Dengan berpedoman pada peta kerawanan kawasan dan melihat keadaan
cuaca, maka patroli oleh petugas lapang harus dilakukan pada musim
kemarau. Patroli minimal satu kali tiap bulan kering, diarahkan terutama
ke daerah yang rawan dan dalam patroli ini petugas perlu dilengkapi
dengan peralatan yang cukup memadai seperti alat-alat komunikasi (Handy
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 185
Talky), teropong, dan alat-alat lain yang sederhana untuk pencegahan dan
pemadaman kebakaran secara sederhana. Patroli dilakukan oleh Jagawana
sebagai tugas rutin. Bila telah ada kerjasama dengan anggota masyarakat
setempat dalam hal pencegahan kebakaran hutan, maka patroli bisa juga
melibatkan mitra dari masyarakat tersebut.
Penyuluhan kepada Masyarakat
Kegiatan penyuluhan ini merupakan penyampaian informasi tentang
bahaya kebakaran yang mungkin terjadi dalam kawasan hutan, cara
pencegahan kebakaran, dan cara-cara penanggulangan jika terjadi
kebakaran. Penyuluhan kepada masyarakat bisa dilakukan oleh petugas
lapangan atau dari kantor desa-desa sekitar kawasan hutan, terutama yang
masyarakatnya sangat berhubungan dengan sumber daya hutan. Teknik
penyuluhannya bisa dipilih sesuai dengan kondisi yang paling
memungkinkan seperti ceramah dalam pertemuan kelompok, anjang sana,
memakai audio visual, dll. Penyuluhan kepada masyarakat ini minimal
dilakukan dua kali setahun yaitu sebelum musim kemarau dan selama
periode risiko tinggi (musim kemarau). Cara lain adalah melalui leaflet,
poster, atau booklet yang memungkinkan dibaca oleh pengunjung dan
masyarakat.
Peningkatan fasilitas dan peralatan
Dalam rangka pencegahan kebakaran, diperlukan berbagai jenis fasilitas
seperti alat-alat komunikasi, alat-alat mobilisasi/transportasi, alat patroli
(teropong, kamera, kompas dll), alat-alat pencegahan dan pemadaman
kebakaran, alat-alat dan media penyuluhan. Peralatan-peralatan tersebut
harus dalam kondisi baik, artinya pengadaan peralatan harus
mempertimbangkan umur pakai alat-alat tersebut. Bagi alat-alat
eloktronik, transportasi direkomendasikan pengadaannya/
penggantiannya setiap lima tahun sekali, akan tetapi untuk alat-alat lain
yang penggunaannya mungkin tidak intensif seperti alat-alat pencegah dan
pemadam kebakaran, penggantiannya bisa setiap sepuluh tahun sekali atau
dilakukan setelah rusak. Fasilitas lain yang penting diperhatikan adalah
jalur patroli/trail, menara pengintai (jika ada tempat yang sesuai),
rambu-rambu peringatan, papan informasi, pondok jaga, pos jaga, dan
peralatan perorangan bagi petugas. Pengadaan alat-alat tersebut bisa
dilakukan dengan biaya pemerintah maupun dengan dana bantuan dari
pihak lain.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 186
Pembentukan regu pemadam kebakaran
Satuan Pelaksana (SATLAK) Pemadaman Kebakaran sebaiknya dibentuk di
tingkat BDH dan membawahi minimal satu Regu Pemadam Kebakaran di
tiap Resort. Dalam satu Resort bisa saja dibentuk lebih dari satu regu jika
daerah kerjanya benar-benar rawan kebakaran. Menurut petunjuk teknis
Pemadam kebakaran hutan, SATLAK dipimpin oleh seorang Ketua SATLAK
yang dibantu oleh lima orang, yaitu Penanggung Jawab Peralatan,
Komunikasi, Logistik, Transportasi, dan Komandan Pemadam Kebakaran.
Komandan Pemadam Kebakaran langsung membawahi Regu-regu
Pemadam Kebakaran. Satu regu Pemadam Kebakaran Hutan terdiri dari 10
sampai 20 orang yang diketuai satu orang Komandan Regu. Bila jumlah
tenaga lapangan dalam satu Resort tidak mencukupi membentuk satu regu,
maka diminta partisipasi masyarakat untuk menjadi anggota regu. Anggota
regu ini harus dibekali dengan keterampilan yang cukup dengan jalan
mengikutsertakan anggota dalam pelatihan penanggulangan kebakaran.
Setiap regu juga harus dilengkapi dengan peralatan yang memadai seperti
alat-alat komunikasi dan transportasi, alat-alat potong (kampak, golok),
garuk, sekop, pemukul (flapper), pompa penyemprot, pompa air portable,
dan alat-alat perorangan seperti, sepatu, pakaian anti api, senter kepala,
sarung tangan, topi helm, tempat minum, dll.
3. Pemantauan hama penyakit hutan
Dalam ekosistem hutan alam yang strukturnya terdiri dari berbagai jenis
tanaman, tidak seumur dan kondisi ekosistemnya relatif stabil, hama penyakit
tumbuhan jarang sekali mengalami ledakan yang dapat merugikan komunitas
hutan. Gejolak populasi hama penyakit dalam hutan biasanya bisa diatasi
dengan kemampuan alam sendiri sehingga alam dapat pulih kembali.
Pengelola hutan mungkin harus lebih memperhatikan kemungkinan adanya
hama penyakit berbahaya di daerah-daerah pertanian dalam kawasan atau
sekitar batas kawasan. Kegiatan pemantauan oleh petugas terhadap hama
penyakit di daerah-daerah tersebut perlu dilakukan secara periodik atau
dengan memperhatikan laporan-laporan dari masyarakat tentang hama
penyakit tanaman. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan
invasi tanaman eksotik ke dalam kawasan hutan. Oleh karena itu, apabila ada
kasus hama penyakit yang dianggap membahayakan kawasan, maka harus
segera dicarikan jalan pemecahannya baik secara preventif maupun represif.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 187
4. Perburuan Liar dan Pencurian Hasil Hutan
Gangguan-gangguan kawasan hutan berikut aset yang ada di dalamnya sudah
ditangani dengan berbagai cara, yaitu secara persuasif dan represif dengan
hasil yang cukup baik. Akan tetapi masih terdapat permasalahan yang sampai
sekarang masih tetap berlanjut karena adanya keterbatasan-keterbatasan
pengelolaan terutama dalam jumlah tenaga lapangan, dana, aksesibilitas, dan
alasan ekonomi kehidupan masyarakat serta keinginan politik yang kurang
kuat dari instansi lain yang terkait.
Penyuluhan
Penyuluhan sebagai usaha persuasif kepada masyarakat pelaku dan
masyarakat umumnya sekitar kawasan hutan harus terus dilakukan baik
melalui anjang sana ceramah-ceramah, maupun penyebaran informasi
melalui media leaflet, poster, media massa maupun pada even-even
pameran. Untuk tetap mengingatkan bahwa penambangan di kawasan
hutan dilarang, maka petugas disarankan untuk melakukan penyuluhan
minimal sebulan sekali kepada masyarakat. Pelaksanaannya bisa
bekerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat baik tokoh formal maupun
informal, atau bekerjasama dengan instansi lain seperti pertanian,
pemerintah daerah, Resort Kepolisian, Resort Militer dan lain-lain.
Penyuluhan PETI bisa dilaksanakan dengan bidang-bidang lain seperti
penanganan kebakaran, bina cinta alam, konservasi tanah dan air.
Penegakan hukum bagi pelaku pelanggaran
Jika upaya-upaya persuasif tidak mempan untuk menangani pelaku
pelanggaran, maka pihak berwenang harus tidak ragu-ragu untuk
melaksanakan penegakan hukum. Para pelaku yang tertangkap tangan
dalam operasi pengamanan baik dalam patroli rutin oleh petugas hutan
maupun dalam operasi gabungan bersama-sama dengan TNI dan
Kepolisian harus diproses ke pengadilan untuk diberikan sanksi sesuai
dengan ketentuan yang ada. Jika penegakan hukum ini tidak dilakukan
secara tegas, maka dikhawatirkan hutan akan terus dirambah akibatnya
akan jauh lebih merugikan masyarakat seperti erosi, sedimentasi, polusi
air, kerusakan habitat alam dan dampak sosial yang merugikan kehidupan
masyarakat. Kegiatan penegakan hukum diproyeksikan sama dengan
kegiatan operasi gabungan yaitu enam paket dalam setahun atau 60 paket
selama Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP). Dalam operasi
gabungan dan penegakan hukum diperlukan koordinasi yang baik antara
pihak Pengelola Hutan dengan instansi terkait seperti TNI dan Kepolisian,
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 188
Kejaksaan, Pengadilan, dan dengan tokoh-tokoh masyarakat sehingga tidak
menimbulkan gejolak sosial yang bisa mengganggu kestabilan keamanan
baik lokal maupun regional. Disamping sebagai shock therapy terhadap
pelaku pelanggaran, penegakan hukum ini juga sebagai psiko-terapi bagi
masyarakat lain, dan diharapkan terjadi peningkatan kesadaran dan
apresiasi masyarakat terhadap pengusahaan hutan dan instansi terkait
lain. Satu hal yang sangat penting dalam penanganan PETI ini adalah harus
dihindarinya kolusi antara petugas dengan pelaku atau dalang pelaku.
5. Penanganan Perambahan
Selama survey dilakukan, telah diketahui lokasi-lokasi perambahan kawasan
hutan oleh masyarakat untuk dijadikan tanah pertanian. Akan tetapi data
secara detail masing-masing lokasi yang dirambah dan pelakunya sebagai
dasar pemecahan masalah masih belum banyak diketahui. Oleh karena itu
kegiatan pertama dari penanganan masalah perambahan kawasan ini adalah
identifikasi secara detail setiap perambahan termasuk profil pelakunya.
Kegiatan-kegiatan berikutnya adalah penyuluhan dan tindakan persuasif,
berupa pembuatan peraturan/ petunjuk teknis bagi para perambah,
penegakan hukum, memberikan alternatif kegiatan non pertanian,
resetlement, rehabilitasi lahan dan monitoring dan evaluasi.
Identifikasi detail perambahan
Kegiatan ini ditujukan untuk mendapatkan informasi secara detail
tentang luas, lokasi, pola usaha, produktivitas, profil pelaku seperti
jumlah keluarga, jumlah anggota keluarga, umur, pemilikan lahan,
pendapatan, konsumsi, pendidikan, mata pencaharian dan lain-lain. Satu
hal yang sangat penting dari profil pelaku adalah informasi pemilikan dan
penggarapan lahan.
Penyusunan petunjuk teknis
Petunjuk teknis yang dimaksud adalah aturan-aturan yang harus dipatuhi
dan dilaksanakan oleh para perambah dalam melakukan kegiatan usaha
tani dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pemanfaatan
sumberdaya kawasan hutan. Petunjuk teknis ini dibuat karena adanya
kenyataan bahwa tidak mudah menghilangkan perambahan dalam waktu
singkat terutama bagi perambah yang termasuk KMPH (Kelompok
Masyarakat Petani Hutan), yang kehidupan sehari-harinya sangat
tergantung pada keberadaan kawasan rencana pengelolaan hutan.
Peraturan ini harus diarahkan agar perambahan tidak bertambah,
pemanfaatan lahan rambahan optimal, tidak menimbulkan risiko/dampak
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 189
negatif ke kawasan, meningkatkan kesadaran, kemampuan dan apresiasi
petani dalam konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya.
Penyusunan petunjuk teknis ini sebaiknya melibatkan partisipasi
masyarakat perambah dan masyarakat sekitarnya sehingga setelah
selesai petunjuk teknis tersebut dibentuk, akan mendapat dukungan dari
masyarakat dan tidak ada lagi konflik atau beda interpretasi tentang
aturan-aturan yang dibuat.
Penyuluhan dan persuasi
Penyuluhan kepada perambah ditujukan dalam tiga bidang utama yaitu
peraturan-peraturan baku dari pemerintah tentang kegiatan-kegiatan
yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan dalam kawasan hutan termasuk
pemasyarakatan petunjuk teknis tersebut di atas, teknik-teknik usaha tani
yang baik dan benar (termasuk memasukkan pentingnya konservasi), dan
peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam usaha
yang tidak berdasarkan pada lahan (alternatif sumber pendapatan).
Semua materi penyuluhan tersebut juga sesuai untuk disampaikan
kepada masyarakat sekitar kawasan hutan. Kegiatan penyuluhan tersebut
sebaiknya dilaksanakan oleh tenaga lapangan. Dalam hal penyuluhan
bidang yang kurang dikuasai oleh petugas hutan, misalnya usaha tani,
maka pelaksanaannya bisa bekerjasama dengan penyuluh pertanian.
Penciptaan kegiatan altematif yang tidak membutuhkan lahan
Tujuan utama dari kegiatan-kegiatan yang tidak terlalu menggantungkan
pada lahan ini adalah memberikan alternatif pendapatan petani di luar
usaha tani. Dengan adanya pendapatan sampingan tersebut diharapkan
ketergantungan terhadap lahan dan sumber daya hutan dapat berkurang,
sehingga pelestarian hutan akan lebih terjamin. Usaha-usaha alternatif
tersebut seperti pelibatan petani dalam usaha ekoturisme, penangkaran
flora atau fauna yang bernilai ekonomis, pembudidayaan lebah madu,
kerajinan tangan, dan industri kecil lainnya. Bila memungkinkan adalah
pelibatan anggota masyarakat dalam pengelolaan hutan secara langsung
(diangkat sebagai pegawai). Kegiatan usaha-usaha off-land tersebut
sebaiknya dimulai dari dana hasil pengelolaan hutan sendiri seperti
dalam bentuk paket-paket usaha pedesaan.
Penegakan Hukum
Prioritas utama penegakan hukum akan dilakukan terhadap para pelaku
perambahan yang tidak mau meninggalkan kegiatan dalam kawasan
setelah upaya-upaya persuasi dilaksanakan cukup lama. Kelompok
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 190
perambah ini sebenarnya sudah tidak lagi untuk asal hidup tetapi sudah
mengarah kepada keserakahan dengan jalan melanggar hukum. Bila hal
ini dibiarkan maka dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk bagi
masyarakat lain untuk merambah ke dalam kawasan. Proses penegakan
hukum harus dilaksanakan secara hati-hati bekerjasama dengan
pihak-pihak terkait.
Khusus untuk penyelenggaraan konservasi sumber daya hutan pada
kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta belum banyak dilakukan. Ke depan kegiatan
ini dilaksanakan dengan sasaran :
a. Inventarisasi potensi sumber air dan pengelolaan konservasi di sumber air
pada Kawasan Hutan.
b. Inventarisasi jasa lingkungan dan pengelolaan serta pengembangan jasa
lingkungan.
5.11. Rencana Rehabilitasi dan Reklamasi
Yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah upaya untuk memulihkan,
mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya
dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sisterm penyangga
kehidupan tetap terjaga. Sedangkan yang dimaksud dengan reklamasi hutan
adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi
yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai peruntukannya.
Dalam pengelolaan hutan di wilayah KPH Yogyakarta baik oleh pemegang
ijin pemanfaatan, ijin penggunaan kawasaan, maupun oleh pengelola KPH
Yogyakarta baik dalam skala besar maupun kecil pasti akan berdampak adanya
kerusakan. Kerusakan ini terjadi karena adanya aktifitas pemanfaatan hasil hutan
baik kegiatan penebangan, pengangkutan hasil hutan maupun kegiatan-kegiatan
lainnya. Oleh karena itu perlu disusun rencana untuk melakukan kegiatan
rehabilitasi dan reklamasi.
Sebagaimana uraian dalam rencana kelola hutan dan pemanfaatan hutan
pada tegakan jati, tegakan kayu putih, tegakan rimba, dan tegakan di kawasan
hutan lindung (uraian lengkap pada point 5.6. di atas), berikut ini adalah
beberapa rencana rehabilitasi dan reklamasi yang disusun oleh KPH Yogyakarta
jangka tahun 2014-2023:
a. Penyusunan rencana penanaman pada kawasan hutan Tanah Kosong (TK),
Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK), dan areal bekas Tebangan Kelas
Umur pada tegakan jati.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 191
b. Penyusunan rencana penanaman/pengkayaan pada tegakan kayu putih
yang termasuk kelas hutan Tanah Kosong dan TBK.
c. Penyusunan rencana rehabilitasi hutan lindung melalui kegiatan reboisasi
dan pengayaan tanaman. Sasaran kegiatan reboisasi dilaksanakan pada
kawasan hutan lindung yang kerapatan tegakannya < 200 batang/Ha.
Kegiatan pengayaan tanaman dilakukan pada wilayah hutan lindung
dengan tingkat kerapatan populasi tanamannya belum optimal (200-400
batang/Ha, termasuk anakan, pancang, tiang, dan pohon).
d. Penyusunan rencana rehabilitasi lahan pada kawasan perlindungan
setempat/kawasan seperti sempadan kiri-kanan sungai, kawasan sekitar
mata air, sempadan waduk, dan sempadan pantai.
Selain rencana tersebut di atas, pengelola KPH Yogyakarta merencanakan
untuk melakukan pengendalian erosi dan sedimentasi melalui penerapan teknik
konservasi tanah baik secara: vegetatif antara lain budidaya tanaman lorong dan
strip rumput; maupun secara sipil teknis antara lain pembuatan dam pengendali,
dam penahan, teras, saluran pembuangan air, pengendali jurang, perlindungan
kanan dan kiri tebing sungai, serta rorak.
5.12. Rencana Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM
Pengembangan aparatur dan sarana prasarana ini mencakup dua kegiatan
yaitu kebutuhan dan pengembangan aparatur, dan sarana prasarana.
1. Kebutuhan dan Pengembangan Aparatur
Sifat kelembagaan KPH yang berorientasi kewilayahan (region)
mendorong kebutuhan aparatur yang lebih beragam baik dari disiplin dan
jenjang pendidikan baik untuk formal maupun non formal. Struktur
kelembagaan KPH Yogyakarta yang terbagi 5 BDH dan 25 RPH, serta dibawah
Kepala RPH terdapat jabatan mandor dan polisi kehutanan, perlu didukung
dengan kuantitas dan kualitas aparatur sesuai kondisi wilayah yang ada.
Pada tingkat BDH yang wilayahnya antara 2000 sampai 4.300 ha,
disamping Kepala BDH (Sinder) terdapat jabatan Kepala Tata Usaha BDH dan
Kepala Teknis Kehutanan (jabatan ini setingkat Kepala RPH/mantri), masing-
masing jabatan ini membutuhkan staf sebanyak 3 orang. Disamping itu, pada
setiap BDH minimal harus ada 2 polisi kehutanan, satu orang sebagai
komandan/koordinator polisi kehutanan BDH dan satu sebagai sekretaris
untuk mencatat data dan informasi gangguan hutan dari radio omunikasi
serta menyiapkan operasional perlindungan hutan.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 192
Sementara wilayah RPH yang wilayahnya antara 600 sampai 800 ha,
disamping Kepala RPH dalam penyelenggaraan pengelolaan dibantu mandor.
Jumlah mandor ini tergantung pada kondisi dan sebaran hutan yang ada.
Dalam sejarah kehutanan, pada setiap RPH harus terdapat 4 mandor yaitu
mandor tanam, mandor pemeliharaan, mandor produksi dan mandor
tebangan. Disamping itu, pada wilayah kawasan hutan yang tersebar pada
satuan blok seperti di Hutan Lindung dan kawasan hutan AB, setiap blok
dikelola oleh mandor.
Hal ini menjadi dilema, karena tidak setiap RPH terdapat seluruh kegiatan
mulai penanaman, pemeliharaan, pengamanan dan tebangan. Oleh karena itu,
tugas dan fungsi mandor perlu diselaraskan dengan Kepala BDH dan Kepala
RPH sebagai pengelola hutan di wilayahnya. Dalam satuan RPH seharusnya
perlu dibagi dalam beberapa blok yang dikelola oleh mandor. Standarisasi
luasan untuk satu mandor dapat 200 – 300 ha. Pada tingkat RPH ini
disamping mandor, setiap RPH harus ada minimal satu polisi kehutanan.
Berkenaan dengan kuantitas dan kualitas serta disiplin dan jenjang
pendidikan yang beragam ini, sementara untuk tenaga lapangan yang ada
sebagian sudah purna tugas dan umumnya sudah mendekati masa purna
tugas, maka formasi untuk mandor dan polisi kehutanan perlu tetapkan oleh
Badan Kepegawaian Daerah.
Disamping kebutuhan aparatur sebagaimana dibutuhkan dimuka,
pengembangan aparatur pun perlu dilakukan baik struktural maupun
fungsional. Pendidikan dan latihan struktural tentunya telah baku ditetapkan
oleh Badan Diklat Daerah. Pendidikan teknis fungsional untuk tenaga
lapangan perlu dirancang untuk dapat difasilitasi oleh Badan Diklat Daerah
agar penyelenggaraan pengelolaan hutan semakin berkualitas. Berbagai
pendidikan dan latihan ini diantaranya diklat polisi kehutanan, diklat
inventarisasi hutan, diklat tata usaha hasil hutan, diklat penanaman, diklat
perencanaan hutan, diklat prunning dan penjarangan, diklat penebangan,
diklat pengolahan hasil hutan kayu dan non kayu serta lainnya.
2. Sarana Prasarana
Struktur Balai KPH Yogyakarta dengan struktur dalam 5 BDH dan 25 RPH,
membutuhkan sarana prasarana seperti :
a. Sarana prasarana perkantoran baik pada Balai KPH, BDH dan RPH.
b. Sarana kantor dan rumah dinas BDH dan RPH.
c. Sarana teknis seperti radio komunikasi, kompas, GPS, theodolit,
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 193
d. Sarana pengamanan hutan (mobil patroli, borgol, tali, pakaian
kelengkapan polhut dan lainnya)
Standarisasi sarana prasarana pada setiap BDH dan RPH ini perlu
ditetapkan secara layak agar petugas lapangan yang bekerja di tengah hutan
dapat menyelenggarakan tugasnya dengan baik. Mengingat saat ini KPH
Yogyakarta belum belum mempunyai alat pengolahan data base
sehingga perlu direncanakan pengadaan peralatan yang mendukung
sistem database di wilayah KPH dalam waktu yang tidak terlalu lama.
5.13. Rencana Pendanaan
Berkenaan dengan kegiatan pengelolaan hutan di wilayah KPH Yogyakarta
baik kegiatan teknis kehutanan seperti kegiatan penanaman, pemeliharaan
(prunning, penjarangan), pemanenan baik kayu maupun non kayu (daun kayu
putih dan getah pinus), rehabilitasi dan reklamasi, rencana kelola lingkungan;
maupun kegiatan non teknis kehutanan seperti pengembangan SDM, penelitian
dan pengembangan, di satu sisi akan membutuhkan pendanaan demi kelancaran
kegiatan tersebut. Namun disisi lain beberapa kegiatan kelola hutan tersebut juga
akan menghasilkan pendapatan dan dana bagi Balai KPH Yogyakarta.
Dalam pengelolaan kegiatan di KPH Yogyakarta, baik pembiayaan
upah/gaji karyawan, kegiatan teknis kehutanan maupun pembiayaan lain-lainnya
selama ini Balai KPH Yogyakarta sebagai pengelola wilayah KPH Yogyakarta
menggunakan pendanaan dari alokasi dana APBD propinsi DI Yogyakarta yang
disusun setiap tahun pada Et-1 melalui pembahasan di Badan Anggaran dan
disahkan oleh DPRD.
Selama ini Balai KPH Yogyakarta belum melakukan semua kegiatan kelola
teknik kehutanan (penanaman, pemeliharaan, maupun pemanenan) pada tegakan
jati secara rutin. Kegiatan teknik kehutanan yang dilakukan secara rutin oleh KPH
Yogyakarta selama ini baru sebatas pada tegakan kayu putih, sehingga KPH
Yogyakarta baru memiliki standar biaya (atau tarif upah) yang digunakan sebagai
acuan atau referensi dalam penentuan biaya kegiatan per satuan (baik luas atau
volume) di tegakan kayu putih, sedangkan untuk tegakan jati dan tegakan rimba
belum dimiliki secara lengkap. Di samping itu KPH Yogyakarta juga belum
memiliki tabel tegakan normal, maupun beberapa tarif volume lokal yang akan
digunakan untuk membantu dalam penaksiran nilai derajat kesempurnaan
tegakan, volume tegakan, dan hasil kegiatan penjarangan maupun pemanenan
hasil hutan.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 194
Berkenaan dengan kenyataan tersebut, maka rencana pendanaan pada 10
tahun ini sementara dilakukan dengan pendekatan asumsi-asumsi (minimal pada
1 atau 2 tahun pertama). Sebagai contoh untuk kegiatan penanaman hutan biaya
yang dibutuhkan sebesar Rp X,- /Ha, biaya pemeliharaan (prunning dan
penjarangan) sebesar RP Y,-/Ha; dan biaya pemanenan adalan Rp Z,-/Ha. Sehingga
jika pada suatu tahun dilakukan kegiatan penanaman seluas 250 Ha,
pemeliharaan seluas 200 Ha, dan pemanenan seluas 125 Ha, maka biaya yang
dibutuhkan untuk kegiatan penanaman adalah 250.X; biaya pemeliharaan adalah
200.Y, dan biaya pemanenan adalah 125.Z.
Demikian pula untuk rencana pendapatan, perlu dilakukan pendekatan
asumsi (khususnya pada tahun ke-1 atau ke-20. Misal pada kegiatan penjarangan
nanti akan diperoleh volume kayu sebanyak X m3 dan pada kegiatan pemanenan
akhir daur akan diperoleh kayu sebanyak Y m3, maka dengan asumsi harga per m3
kayu adalah senilai Rp. A,- dan Rp. B,- maka akan dapat dihitung berapa
pendapatan perusahaan, dan akhirnya akan dapat dihitung berapa keuntungan
dan/atau kerugian perusahaan.
Seiring waktu maka asumsi-asumsi tersebut di atas harus diganti dengan
data-dan informasi faktual dari hasil pengumpulan dan analisis data lapangan.
Oleh karena itu Balai KPH Yogyakarta harus melakukan penelitian-penelitian
terapan untuk mengetahui berapa biaya yang dibutuhkan, dan volume yang
dihasilkan dari kegiatan kelola hutan.
5.14. Review Rencana Pengelolaan
Review Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta ini disesuaikan
dengan Sistem Monitoring dan Evaluasi di internal KPH Yogyakarta sebagaimana
terlampir di Bab selanjutnya.
5.15. Rencana Pengembangan Investasi
5.14.1 Kerjasama Kemitraan
Dalam bagian rencana produksi, dalam rentang waktu rencana pengelolaan
ini, kegiatan pengelolaan lebih banyak difokuskan pada kegiatan pembenahan
tegakan/ pembinaan (rehabilitasi, penanaman dan pemeliharaan), sementara
kegiatan produksi relatif terbatas. Investasi merupakan salah satu opsi pendanaan
kegiatan pengelolaan hutan. Pengembangan investasi direncanakan akan mulai
dinilai secara hati-hati, dengan analisis rencana bisnis yang matang, agar KPH
mendapat keuntungan dari skema investasi.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 195
Saat ini KPH Yogyakarta sudah mengundang investor dalam skala terbatas
yaitu untuk penanaman jati unggul dengan luasan total 30 hektar untuk rentang
10 tahun. Skema investasi akan dievaluasi untuk dijadikan basis pengembangan
investasi di masa mendatang. Direncanakan selama 10 tahun ke depan akan ada
pengembangan kerjasama penanaman jati unggul seluas 1.000 Ha. Selain
kerjasama penanaman jati unggul, untuk meningkatkan konfidensi terhadap
investasi, akan diujicoba beberapa investasi serupa, seperti komoditi tanaman
dibawah tegakan dengan jenis camelina sativa, dll. Berkenaan dengan program-
program Corporate Social Responsbility (CSR) dari instansi/institusi perusahaan-
perusahaan baik BUMN maupun BUMS, Balai KPH Yogyakarta akan melakukan
komunikasi untuk mengandeng kemitraan dengan institusi-institusi tersebut
untuk terlibat dalam rehabilitasi, pembangunan dan pengelolaan hutan di KPH
Yogyakarta.
Di samping itu di kawasan hutan AB BDH Paliyan, Pemerintah Propinsi D.I.
Yogyakarta atas dukungan dari Pemerintah Norwegia sedang mengembangkan
kawasan Baron Technopark seluas 27 ha. Tujuan pembangunan Baron technopark
tesebut adalah sebagai pusat pengkajian dan pelatihan teknologi, pembangkit
listrik energi terbarukan (energi re-newable), yang sekaligus sebagai sarana
edukasi teknologi yang bersifat rekreatif dan informatif. Dalam pembangunan
Baron Technopark ini Balai KPH Yogyakarta diharapkan dapat berperan secara
optimal untuk pengembangan investasi di kawasan hutan.
Investasi juga akan mulai diujicobakan untuk pengembangan kawasan
wisata. Berdasarkan evaluasi, sumberdaya manusia yang dimiliki oleh KPH selama
ini lebih terbiasa untuk melakukan kegiatan teknis kehutanan, dan belum
mempunyai pengalaman yang memadai untuk mengembangkan kawasan wisata
dan pemasarannya. KPH akan mengundang investor untuk mengembangkan satu
kawasan wisata unggulan. Investasi akan difokuskan pada pengembangan sarana
dan prasarana pendukung, dan marketing. KPH akan mendorong proses
pembelajaran dari investasi ini, terutama dari aspek pemasaran, sehingga ke
depannya KPH bisa secara profesional dan mandiri untuk pengembangan
kawasan wisata lainnya.
5.14.2 Kerjasama Penelitian
Penelitian aplikatif sangat diperlukan untuk mendukung pengelolaan
hutan. SDM yang dimiliki oleh KPH Yogyakarta relatif masih terbatas. Oleh karena
itu, KPH Yogyakarta akan menjalin kerjasama penelitian dengan institusi yang
mempunyai portofolio penelitian yang mantap. KPH akan menginisiasi kerjasama
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 196
penelitian aplikatif dengan Fakultas Kehutanan UGM, Balai Besar Penelitian
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH) Kementerian Kehutanan
maupun institusi riset yang berada di sekitar Yogyakarta, dengan fokus penelitian
pada peningkatan kualitas pengelolaan hutan baik dari aspek teknis maupun non
teknis. Kerjasama penelitian yang akan dilakukan meliputi:
- Pemuliaan jenis tegakan unggulan baik jati, kayu putih, pinus dll
- Peningkatan produksi cyneol dari daun kayu putih.
- Ujicoba penerapan multi species (dan multi daur) dalam satu rejim
pengelolaan kawasan
- Penanganan masalah-masalah sosial.
- Dan lain-lain
Kerjasama juga akan dilakukan dalam rangka penyiapan pengembangan
KPH jangka panjang antara lain dalam rangka sertifikasi pengelolaan hutan lestari
dan eksplorasi potensi ekonomi jasa lingkungan dalam skema Payments for
Environmental Services (Lihat Rencana Pengembangan Lain)
5.14.3 Rencana Pengembangan Lain-lain
a. Verifikasi legalitas kayu dan pengelolaan hutan lestari
Salah satu indikator pengelolaan hutan yang baik dan bertanggung jawab
adalah rekoqnisi/ pengakuan dari lembaga independen melalui skema
sertifikasi yang melalui proses penilaian/ verifikasi terhadap serangkuman
standar pengelolaan. Saat ini ada beberapa skema sertifikasi: sertifikasi
pengelolaan hutan lestari (PHL) dan sertifikasi legalitas kayu (VLK). Cakupan
PHL jauh lebih luas karena mencakup semua pilar kelestarian/ keberlanjutan
pengelolaan hutan, ekologi, sosial dan produksi. Sedangkan VLK merupakan
kebijakan baseline, hanya sebagian kecil dari PHL, yaitu hanya terkait dengan
legalitas kayu.
Pengelolaan hutan KPH Yogyakarta akan diarahkan untuk mendapatkan
rekoqnisi sertifikasi tersebut. Sertifikasi ini akan mencakup seluruh kawasan
termasuk berbagai ijin yang ada di dalam KPH. Dalam jangka pendek, KPH
merencanakan akan mengadopsi sertifikasi VLK dengan dua alasan utama.
Pertama, skema ini dimandatkan oleh pemerintah sebagai skema wajib
(mandatory) yang harus diadopsi oleh seluruh unit pengelolaan hutan di
Indonesia. Kedua, KPH Yogyakarta merupakan unit manajemen yang relatif
baru, sehingga adopsi baseline (legal) certification akan lebih memungkinkan.
b. Eksplorasi skema “Pembayaran terhadap Jasa Lingkungan” (Payments for
Environmental Services) dan REDD++
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 197
Dalam beberapa tahun terakhir, ada beberapa program berbasis mekanisme
pasar untuk produksi jasa lingkungan (kehutanan) seperti PES dan REDD+.
Ide dasar dari program-program tersebut adalah memberi reward terhadap
unit manajemen yang telah terbukti melaksanakan pengelolaan hutan dengan
baik yang berimbas pada meningkatnya kualitas lingkungan. Skema PES
relatif mash baru, dan beberapa yang sudah mencoba memanfaatkan skema
ini baru pada tahap eksperimen dan pengembangan.
Peluang lain terkait dengan upaya global untuk mencegah dampak perubahan
iklim melalui skema REDD+. Saat ini pemerintah terlibat dalam berbagai
inisiatif REDD+, termasuk UN-REDD Programme, FIP, FCPF, IFCI Kalimantan
(Partnership Hutan dan Iklim). Selain itu, tren perdagangan karbon di pasar
sukarela (voluntary) cukup menjanjikan.
KPH Yogyakarta dalam jangka panjang merencanakan akan menangkap
peluang-peluang tersebut untuk memberikan insentif finansial bagi
pengelolaan hutan. Eksperimen juga bisa dilakukan di kawasan yang dibebani
ijin, yang mengharuskan KPH untuk membangun skema pembagian benefit
antara kelompok pemegang ijin dan KPH.
KPH akan melakukan inventarisasi peluang, termasuk identifikasi kawasan
yang prospektif untuk program-program tersebut. Dalam lima tahun pertama
rencana ini (2013-2017), penyiapan dan ujicoba akan dilakukan dalam skala
kecil terlebih dahulu. Untuk perdagangan karbon, KPH akan menggandeng
institusi riset (Fakultas Kehutanan UGM) untuk menyiapkan berbagai
perangkat termasuk dalam konteks monitoring, reporting and verification.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VI -198
Pembinaan, Pengawasan,
dan Pengendalian
6.1. Pembinaan
Kelembagaan Balai KPH Yogyakarta yang dibentuk berdasarkan Peraturan
Daerah nomor 36 Tahun 2008 dan Keputusan Gubernur nomor 40 Tahun 2008,
masih berlandaskan pada pola organisasi yang bersifat administratif dengan acuan
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 41 tahun 2007. Sementara itu, organisasi
pengelolaan pada Balai KPH Yogyakarta bersifat kewilayahan.
Kelembagaan dan organisasi dalam pengelolaan kawasan hutan pada balai
KPH Yogyakarta (saat ini) dibagi ke dalam 5 (lima) Bagian Daerah Hutan (BDH).
Setiap wilayah BDH dibawah kewenangan Kepala BDH, dan setiap BDH dibagi lagi
menjadi beberapa wilayah Resort Pengelolaan Hutan (RPH) yang dipimpin oleh
Kepala RPH masing-masing. Setiap wilayah RPH memiliki luas rata-rata 600 ha,
terdiri atas beberapa blok hutan dan atau petak hutan yang menjadi kewenangan
Kepala RPH masing-masing.
Saat ini struktur kelembagaan Balai KPH hanya terdiri dari Kepala Balai
KPH, Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Penataan dan Perlindungan
Hutan, serta Kepala Seksi Rehabilitasi dan Produksi Hasil Hutan. Kedudukan Kepala
BDH dan Kepala RPH serta jajaran dibawahnya belum diakses dalam struktur
organisasi berdasarkan PP 41 tahun 2008.
Kehadiran Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 61 tahun 2010, dimana
struktur organisasi KPH di lini tapak, ditetapkan sebagai Resort kiranya dapat
membuka peluang untuk mewadahi BDH dan RPH menjadi jabatan struktural.
Kemantapan organisasi ini akan memberikan harapan karir bagi para petugas
lapangan dan pada gilirannya akan mendorong peningkatan kinerja organisasi
dengan penjenjangan yang jelas.
6
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VI -199
6.2. Pengawasan
Cakupan tugas pokok dan fungsi pengelolaan hutan pada Balai KPH yang
cukp luas mencakup tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,
pemanfaatan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan
konservasi alam, serta hirearki organisasi KPH Yogyakarta yang terbagi dalam 5
BDH dan 25 RPH yang tersebar pada tiga kabupaten yaitu Kabupaten Gunungkidul,
Bantul, dan Kulon Progo, membutuhkan mekanisme perancanaan yang terpadu dan
mantap baik dari institusi kehutanan sendiri, juga wilayah sekitar hutan dan
wilayah administratif (desa, kecamatan dan kabupaten).
Sementara ini, BDH dan RPH lebih difungsikan sebagai pelaksana tugas,
bukan sebagai manajer diwilayah pemangkuannya. Dari cakupan wilayah mungkin
kedudukan Kepala BDH dan Kepala RPH dapat disetarakan setingkat Kecamatan
dan Desa. Dan pada kenyataannya, sebaran kawasan hutan tingkat RPH dapat
berdekatan dengan beberapa desa, dan sebaran kawasan hutan tingkat BDH bisa
berdekatan dengan beberapa wilayah kecamatan. Sementara itu, penyelenggaraan
pengelolaan hutan tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan masyarakat sekitar
hutan. Oleh karena itu, koodinasi dan mekanisme perencanaan perlu dibangun
secara bottom up agar penyelenggaraan pengelolaan hutan dapat memberikan
dayaguna dan hasilguna yang tinggi baik bagi kelestarian hutan, pemerintah
daerah, kecamatan dan desa serta masyarakat sekitar hutan.
Mekanisme perencanaan pengelolaan hutan ini, perlu mulai dibangun dari
tingkat RPH hingga tingkat KPH yang selanjutnya diusulkan kepada Badan
Perencana baik Daerah (untuk anggaran APBD) dan Pemerintah Pusat (untuk dana
APBN). Perencanaan ini disusun setahun sebelumnya dengan tahapan sebagai
berikut :
a. Musyawarah Pengelolaan Hutan tingkat RPH, diselenggarakan oleh Kepala
RPH bersama mandor dan polisi kehutanan setempat untuk menyusun rencana
pengelolaan yang menjadi tugas dan fungsinya. Koordinasi perencanaan
dilakukan dengan Desa yang berbatasan dengan hutan, Kelompok Tani Hutan,
Babinsa dan para tokoh masyarakat setempat.
b. Musyawarah Pengelolaan Hutan tingkat BDH, diselenggarakan oleh Kepala
BDH, RPH dan koordinator polisi kehutanan, untuk mengkoordinasikan usulan
rencana dari RPH. Koordinasi perencanaan BDH ini melibatkan Camat dan
Kepala Desa yang berdekatan dengan kawasan hutan, ketua kelompok tani
hutan, tokoh masyarakat dan intansi terkait lainnya.
c. Musyawarah Pengelolaan Hutan tingkat KPH, diselenggarakan oleh KPH
untuk mengkoordinasikan usulan/rencana dari BDH dalam pengelolaan hutan
dan merancang kegiatan penganggarannya untuk diajukan kepada Bappeda
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VI -200
(untuk APBD) atau Biro Perencanaan Kementerian Kehutanan (untuk APBN)
dan lembaga penyandang dana (untuk dana non pemerintah) melalui Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dari proses mekanisme ini dapat disusun perencanaan yang mantap dalam
pengelolaan hutan untuk dasar penyusunan perencanaan jangka panjang
pengelolaan hutan dan rencana jangka pendek perencanaan hutan.
Disamping perencanaan kegiatan yang membutuhkan fasilitasi
penganggaran, perencanaan teknis juga disusun untuk dijadikan acuan dalam
pelaksanaan kegiatan. Perencanaan teknis ini tentunya akan mencakup seluruh
kegiatan pengelolaan, yang disusun dalam bentuk Rencana Teknis Tahunan seperti
RTT Pungutan Daun Kayu Putih, RTT Rehabilitasi Jalan Hutan, RTT Tanam dan
Pemeliharaan, RTT Tebangan, dan lainnya.
6.3. Pengendalian
Sebelum dibentuknya Balai KPH Yogyakarta, Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta melaksanakan tugas polok dan fungsi
dalam pengurusan hutan dan pengelolaan hutan. Landasan hukum pengelolaan
hutan adalah UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan mengamanatkan bahwa
pengelolaan hutan merupakan bagian dari pengurusan hutan. Pengurusan hutan
mencakup 4 hal, yaitu: perencanaan kehutanan (makro), pengelolaan hutan, litbang
dan diklat, penyuluhan kehutanan, dan pengawasan. Dalam pengelolaan hutan
meliputi 4 hal, yaitu: tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan (pada
wilayah pengelolaan), pemanfaatan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta
perlindungan hutan dan konservasi alam.
Dengan dibentuknya Balai KPH Yogyakarta sebagai manajemen unit
pengelolaan, sudah barang tentu Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah
Istimewa Yogyakarta menyerahkan penyelenggaraan pengelolaan kepada Balai
KPH Yogyakarta. Dinas Kehutanan dan Perkebunan akan melaksanakan kegiatan
pengurusan hutan di luar dari pengelolaan, sekaligus sebagai fungsi koordinasi,
sinkronisasi dan integrasi terhadap penyelenggaraan pembangunan kehutanan
secara utuh dengan institusi lain yang terkait.
Sementara ini beberapa kegiatan pengelolaan masih belum sepenuhnya
berjalan sebagaimana ditetapkan dalam UU nomor 41 tahun 1999 dan PP nomor 6
tahun 2007. Oleh karena itu, tata hubungan kerja antara Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta perlu dimantapkan dan disempurnakan
sejalan dengan pemantapan organisasi Balai KPH Yogyakarta sebagaimana
digariskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 61 tahun 2010.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VI -201
6.4. Penutup
Pengawasan dan pengendalian dilaksanakan terhadap penyelenggaraan
pengelolaan hutan secara hirearki dari RPH, Kepala Pabrik, BDH,dan KPH, terhadap
seluruh kegiatan yang dilakukan. Proses pengawasan dan pengendalian dapat
dilakukan secara langsung dan melalui mekanisme monitoring dan evaluasi yang
diikuti dengan pembinaan.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VII - 202
Pemantauan, Evaluasi,
dan Pelaporan
Sistem Monitoring dan Evaluasi dalam wilayah pengelolaan hutan dalam
suatu wadah KPH merupakan salah satu komponen utama dalam sistem
pemantauan dan pengendalian (monitoring & controling system). Sistem
pemantauan dan pengendalian itu sendiri merupakan suatu perangkat sistem
yang bertugas untuk membangkitkan dan menyediakan informasi sehingga
data dan informasi tersebut dapat dipergunakan untuk memberikan umpan
balik atau feed back sehingga seluruh dinamika sistem manajemen dapat
dijaga pada status atau kondisi yang dinginkan.
Sesuai dengan tujuan, prinsip, tugas pokok dan fungsi KPH, maka sistem
monitoring dan evaluasi yang dikembangkan haruslah merupakan suatu
bentuk positive feed back yaitu peragkat pemantauan dan pengendalian yang
mempunyai kapasitas untuk mengakses sistem manajemen dan melakukan
perubahan terhadap sistemnya sendiri apabila memang diperlukan. Dengan
demikian maka sistem monitoring dan evaluasi akan mencakup: 1). seluruh
tingkat (level) dan perangkat organisasi, 2). input, proses dan output yang
dijalankan oleh KPH, 3). fungsi-fungsi yang dijalankan KPH.
Di dalam proses manajemen monitoring dan evaluasi dapat mengambil
bagian di hampir seluruh tingkatan baik di tingkat perencanaan, tingkatan
operasional kegiatan (implementas) maupun tingkatan pasca iplementasi.
Evaluasi ditujukan untuk membuat justifikasi terhadap rencana yang
dibuat,pencapaian tujuan dan pelaksanaan rencana serta dampak yang
ditimbulkan terhadap lingkungan maupun kinerja manajemen di lingkup KPH
itu sendiri.
Strategi Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan untuk mencapai
pengelolaan hutan lestari antara lain :
a. Manajemen kawasan meliputi Pemantapan Kawasan, Penataan Kawasan,
dan Pengamanan Kawasan;
b. Pengelolaan hutan yang meliputi kelola produksi, kelola lingkungan
dan kelola sosial;
7
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VII - 203
c. Manajemen kelembagaan yang meliputi penataan organisasi, input
pengelolaan sumberdaya hutan lestari (al. sumberdaya manusia,
keuangan, material, metode dan waktu).
Dalam pengelolaan hutan, manajemen kawasan merupakan
prasyarat keharusan agar pengelolaan hutan dapat berlangsung secara
mantap dan aman dalam jangka panjang, sedangkan manajemen hutan
merupakan inti kegiatan dalam mewujudkan pengelolaan hutan secara
lestari, serta manajemen kelembagaan merupakan prasyarat kecukupan agar
manajemen hutan dapat berlangsung dan berkembang sesuai dengan tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan.
Pada setiap Unit Pengelolaan Hutan (KPH) dibentuk institusi
pengelola yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pengelolaan
hutan yang meliputi
a. Perencanaan pengelolaan;
b. Pengorganisasian;
c. Pelaksanaan pengelolaan; dan
d. Pengendalian dan pengawasan.
7.1 Mekanisme Sistem Monitoring dan Evaluasi Internal KPH
Agar dapat menjalankan fungsinya dalam ekplorasi dan pemantauan,
penilaian dan pemilihan tindakan korektif maka sistem monitoring dan
evaluasi internal KPH haruslah memiliki elemen pengakses informasi, elemen
identifikasi kualitas sesuai dengan tolok ukur atau baku mutu, penunjuk ke
arah peningkatan kualitas dan elemen yang keempat adalah perangkat
pengendali sehingga sistem monitoring dan evaluasi merupakan sistem yang
hidup, yang dicirikan dengan berkelanjutan ketiga fungsi yang diembannya.
Suatu sistem monitoring dan evaluasi memulai tugasnya dengan
mengakses informasi. Akses informasi mengenai tugas pokok dan fungsi KPH
dapat diperoleh melalui berbagai sumber dan berbagai teknik atau metode
sesuai dengan karakteristik obyek yang akan dijadikan sasaran monitoring
dan evaluasi. Akses informasi ditujukan kepada elemen-elemen utama dalam
KPH yaitu :
a. Perumusan tujuan pembentukan KPH sesuai dengan konten dan kontek
permasalahan yang dihadapi di mana lokasi KPH tersebut dibentuk,
b. Baseline informasi yang digunakan sebagai basis penyusunan rencana
kelola KPH,
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VII - 204
c. Tugas pokok dan fungsi KPH yang relevan dengan permasalahan
sumber daya hutan, keadaan sosial, ekonomi dan budaya dan
kelembagaan pengurusan dan pengelolaan sumber daya hutan di mana
KPH berada.
Kriteria yang menunjukkan kualitas disusun untuk setiap lingkup tugas
pokok dan fungsi KPH. Kreteria dapat menggunakan skala interval atau rasio
untuk elemen-elemen tertentu yang bersifat kuantitatif atau dapat pula
menggunakan skala nominal dan ordinal yang dijabarkan dari pembobotan
yang kuantitatif. Di samping penilaian untuk menunjukkan performa atau
keragaan setiap rincian di dalam elemen tertentu dilakukan pula pembobotan
terhadap rincian itu sendiri dan pembobotan elemen di dalam sistem
monitoring dan evaluasi secara keseluruhan.
Makna pembobotan di sini adalah bahwa setiap rincian elemen
monitoring dan evaluasi memiliki timbangan yang berbeda dan oleh karena itu
nilai yangdiberikan padanya hendaknya dinyatakan dalam ukuran tertimbang
terhadap bobot rincian tersebut.
Dari hasil identifikasi kualitas dapat ditentukan apakah suatu rincian
atau dalam gabungannya sebagai elemen sistem yang kualitasnya kurang
dapat dilakukan peningkatan. Dapat tidaknya peningkatan kualitas tersebut
tergantung kepada sifat rincian atau elemen yang bersangkutan, apakah
merupakan kendala yang dapat diperbaiki ataukah tidak dan tergantung
kepada kemampuan organisasi untuk melakukan upaya-upaya peningkatan
kualitas dengan ketersediaan sumber daya yang ada.
Setiap sistem monitoring dan evaluasi memerlukan perangkat untuk
mengoperasikannya, oleh karenanya diperlukan kejelasan peran dan otoritas
tertentu dalam hal:
a. siapa yang mengakses informasi,
b. siapa yang melakukan pemantauan dan penilaian
c. siapa yang bertugas untuk mengarahkan pada peningkatan kualitas.
Ukuran besar-kecilnya unit-unit dengan tugas tertentu untuk
menjalankan fungsi sebagai perangkat pengendali tergantung kepada beban
pekerjaan evaluasi yang ditangani dan ketersediaan tenaga yang memiliki
kualifikasi keahlian dan keterampilan tertentu.
Dalam kaitannya dalam fungsi tindakan korektif maka dalam sistem
monitoring dan evaluasi internal KPH diperlukan juga seperangkat proses
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VII - 205
pengendalian (controlling).Pengendalian merupakan proses untuk
memastikan bahwa aktivitas sebenarnya yang dilakukan sesuai dengan
aktivitas yang telah direncanaka.Dengan adanya pengendalian ini maka proses
monitoring keefektivitasan aktivitas perencanaan, pengorganisasian,
implementasi dan penagwasan dapat berjalan dengan baik. Bagian penting
dari proses pengendalian adalah mengambil tindakan korektif yang
diperlukan oleh unit manajemen.
7.2 Perumusan Kriteria dan Indikator Penilaian Kinerja dalam Sistem
Monitoring dan Evaluasi Internal KPH
Apa yang seharusnya diukur untuk menera pencapaian tidak hanya
membantu melakukan penelusuran sejauh mana kemajuan telah dicapai
tetapi bermakna sebagai faktor pendorong kinerja manajemen KPH sesuai
dengan tujuan yang telah ditentukan.
Agar dapat diperoleh ukuran keberhasilan yang jelas maka harus
dirumuskan kreteria dan indikator yang benar-benar mampu merefleksikan
apa yang dicapai manajemen. Indikator merupakan ukuran khusus (atau
serangkaian data) yang menandai kemajuan (atau tidak adanya kemajuan)
menuju pencapaian target tertentu.
Pengembangan indikator merupakan kegiatan inti dalam penyusunan
sistem Pemantauan & Penilaian yang menggerakkan semua pengumpulan
data, analisis dan pelaporan berikutnya. Menurut Schiavo-Campo, indikator
yang baik harus:
Terbuka (tepat dan tidak bermakna ganda)
Terkait (sesuai dengan pokok persoalan yang dihadapi)
Murah (tersedia dengan biaya yang wajar)
Memadai (dapat memberikan dasar yang memadai untuk menilai
kinerja)
Dapat dipantau (dapat dipertanggungjawabkan dengan pengesahan
terpisah)
Untuk alasan penghematan biaya kadang-kadang digunakan indikator
pra-rancang, dalam kasus tersebut perlu mempertimbangkan seberapa erat
indikator ini dihubungkan atau akan dihubungkan sesuai dengan keadaan
atau kontek unit manajemen (KPH) yang bersangkutan.
Mungkin saja tidak tersedia sistem data untuk setiap indikator.
Indikator kinerja yang dipilih dan strategi pengumpulan data untuk
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VII - 206
menghimpun informasi tentang indikator ini perlu disusun berlandaskan
kenyataan dengan mempertimbangkan:
sistem data apa yang tengah berjalan
data apa yang dapat dihasilkan saat ini
kemampuan apa yang ada saat ini untuk memperluas jangkauan dan
kedalaman pengumpulan dan analisis data.
Pengukuran kemajuan (atau tidak adanya kemajuan) untuk mencapai
hasil dimulai dengan penterbukaan dan pengukuran keadaan awal yang
dihadapi, dibandingkan dengan hasilnya. Pengumpulan data patokan dasar
pada intinya berarti melakukan pengukuran pertama dari indikator untuk
mengetahui , “Di posisi apakah saat ini?”
Patokan dasar kinerja merupakan informasi (kualitatif maupun
kuantitatif) tentang kinerja dari indikator tertentu di awal (atau langsung
sebelum) tindakan perbaikan. Bahkan sebenarnya salah satu pertimbangan
ketika memilih indikator adalah ketersediaan data patokan dasar yang
memudahkan dilakukannya penelusuran kinerja yang berhubungan dengan
patokan dasar tersebut.
Sumber data patokan dasar dapat terdiri atas data utama
(dikumpulkan khusus untuk proyek ini) atau data pendukung (dikumpulkan
untuk keperluan lain, tetapi dapat dimanfaatkan). Data pendukung dapat
berasal dari dalam organisasi, maupun dari luar organisasi tetapi memiliki
relevansi yang tinggi dengan unit manajemen KPH. Data pendukung dapat
menghemat dana kita ketika mengumpulkan data, tetapi kita harus berhati-
hati memeriksa apakah data itu benar-benar informasi yang dibutuhkan,
karena kita tidak dapat kembali untuk mendapatkan data patokan dasar kalau
di kemudian hari kita menyadari bahwa sumber data pendukung yang kita
gunakan tidak memenuhi kebutuhan.
Kriteria, indikator, skala intensitas, justifikasi pembobotan dan metode
verifikasi disajikan pada Tabel 7.1 sebagai berikut:
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VII - 207
Tabel 7.1 Rancangan Mekanisme Sistem Monitoring dan Evaluasi Internal KPH
No Tugas Pokok dan
Fungsi Kegiatan
Kriteria/ Indikator Kegiatan
Pelaksana Regulasi
(Ijin/Proyek) Sumber Data dan
Informasi
Periode Pelaksanaan
A 1
Pengelolaan Hutan
Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan
a. Pengukuhan Hutan
- Batas temu gelang - Penetapan Kawasan Hutan - Keberadaan konflik kawasan
Seksi Perencanaan Hutan
SK KaBaplan Peta pencadangan
3 tahun
b. Rekonstruksi Batas - Update data tata batas - Terpasangnya/ terpeliharanya pal batas kawasan baru
Seksi Perencanaan Hutan
- SK KKPH sesuai RKAP
- Peta tata batas - Update data dari lapangan
Tiap 10 tahun
c. Inventarisasi Hutan - Tersusunnya Dokumen Register Risalah Hutan
Seksi Perencanaan Hutan
- SK KKPH - data Inventarisasi jangka lampau - Peta kerja - Update data lapangan
Tiap 10 tahun
d. Pembagian ke dalam blok atau zona
- Terbentuk Unit-Unit Manajemen - Terbentuk Unit Perencanaan
Seksi Perencanaan Hutan
- SK KKPH - Peta DAS - Data Unit Manajemen
2 tahun
e. Pembagian petak dan anak petak
Semua kawasan terbagi habis ke dalam petak
Seksi Perencanaan hutan
- SK KKPH Informasi hasil inventarisasi
2 tahun
f. Pemetaan - Peta Kerja 1 : 10.000 - Peta-Peta lainnya
Seksi Perencanaan Hutan
SK KKPH Peta pencadangan, data tata batas, data rekonstruksi batas, data hasil inventariasi
Tiap 10 tahun
g. Penyusunan Rencana Jangka Panjang
- Tersusun Perencanaan Sumberdaya Hutan (RPKH) - Tersusunnya Rencana Usaha KPH
Seksi Perencanaan Hutan
SK Kepala Dinas - Data hasil inventarisasi
- Sejarah KPH
Tiap 10 tahun
h. Penyusunan Rencana Jangka Pendek
Tersusunnya RKT Seksi Perencanaan Hutan
SK KKPH - rencana jangka panjang
Tiap tahun
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VII - 208
No Tugas Pokok dan
Fungsi Kegiatan
Kriteria/ Indikator Kegiatan
Pelaksana Regulasi
(Ijin/Proyek) Sumber Data dan
Informasi
Periode Pelaksanaan
2 Pemanfaatan Hutan
Pemanfaatan kawasan pada Hutan Produksi
a. Pemanfaatan kawasan
- Adanya identifikasi areal potensial untuk pemanfaatan kawasan pada hutan produksi
Seksi Produksi Hasil Hutan
SK KKPH Hasil identifikasi potensi pemanfaatan kawasan
Sesuai ijin
b. Pemanfaatan jasa lingkungan
- Adanya identifikasi potensi pemanfaatan jasa lingkungan
Seksi Produksi Hasil Hutan
SK KKPH Hasil identifikasi potensi pemanfaatan jasa lingkungan
Sesuai ijin
c. Pemanfaatan hasil hutan kayu dan non kayu
pm Seksi Produksi Hasil Hutan
SK Menteri/Gubernur/Bupati
RPKH RKT
Sesuai ijin
d. Pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu
- Produksi hasil hutan kayu sesuai etat
- Produksi hasil hutan non hutan sesuai target
- Tertib administrasi pemungutan hasil hutan
- Pemungutan hasil hutan ramah lingkungan
Seksi Produksi Hasil Hutan
SK Bupati RPKH RKT
Sesuai ijin
Pemanfaatan kawasan pada Hutan Lindung
a. Pemanfaatan kawasan
- Adanya identifikasi areal potensial untuk pemanfaatan kawasan pada hutan lindung
Seksi Produksi Hasil Hutan
Ijin Bupati/ Gubernur
Hasil identifikasi potensi pemanfaatan kawasan
Sesuai ijin
b. Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan lindung
- Adanya identifikasi potensi pemanfaatan jasa lingkungan
Seksi Produksi Hasil Hutan
Ijin Bupati/ Gubernur
Hasil identifikasi potensi pemanfaatan jasa lingkungan
Sesuai ijin
c. Pemanfaatan hasil hutan non kayu pada hutan lindung
Pm Seksi Produksi Hasil Hutan
Ijin Bupati/ Gubernur
RPKH RKT
Sesuai ijin
d. Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung
- Produksi hasil hutan non hutan sesuai target
- Tertib administrasi pemungutan
Seksi Produksi Hasil Hutan
Ijin Bupati/ Gubernur
RPKH RKT
Sesuai ijin
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VII - 209
No Tugas Pokok dan
Fungsi Kegiatan
Kriteria/ Indikator Kegiatan
Pelaksana Regulasi
(Ijin/Proyek) Sumber Data dan
Informasi
Periode Pelaksanaan
hasil hutan - Pemungutan hasil hutan ramah
lingkungan
3 Penggunaan Kawasan Hutan
pm pm Pm pm pm
4. Rehabilitasi Hutan dan Reklamasi
a. Rehabilitasi Hutan Keberhasilan permudaan pada areal tidak produktif
Seksi Rehabilitasi dan Perlindungan Hutan
Ijin KKPH Data kawasan tidak produktif
Sesuai rencana
b. Reklamasi Hutan Keberhasilan penghutanan kembali areal bekas tambang, abrasi, dll.
Seksi Rehabilitasi dan Perlindungan Hutan
Ijin KKPH Data areal bekas tambang, dll
Sesuai rencana
5. Perlindungan hutan dan konservasi alam
a. Perlindungan hutan 1. Tingkat kerusakan tegakan karena penyebab dari faktor biotik dan abiotik berada pada tingkat yang diperkenankan
Seksi Rehabilitasi dan Perlindungan Hutan
Ijin KKPH Data hasil inventarisasi Sesuai rencana
b. Konservasi Alam 1. adanya tata batas dan upaya pengelolaan kawasan-kawasan yang seharusnya dilindungi di dalam areal
2. Tersedianya informasi mengenai spesies endemik/langka/dilindungi dan agihan habitatnya yang penting di dalam kawasan
3. Adanya upaya-upaya meminimumkan dampak pada kegiatan pemanfaatan hutan terhadap spesies
Seksi Rehabilitasi dan Perlindungan Hutan
Ijin KKPH Data hasil inventarisasi Sesuai rencana
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VII - 210
No Tugas Pokok dan
Fungsi Kegiatan
Kriteria/ Indikator Kegiatan
Pelaksana Regulasi
(Ijin/Proyek) Sumber Data dan
Informasi
Periode Pelaksanaan
langka/endemik ataupun yang dilindungi
B. Melaksanakan
kegiatan pengelolaan hutan
a. Perencanaan b. Pengorganisasian c. Pelaksanaan dan pengawasan d. Pengendalian
1. Tersusunnya prosedur penyusunan, penilaian, dan pengesahan rencana pengelolaan hutan
2. Adanya mekanisme tertulis yang menjabarkan pengorganisasian sumberdaya dalam setiap kegiatan pengelolaan hutan
3. Terlaksananya kegiatan kelola hutan sesuai dengan tata waktu, volume, dan alokasi sumberdaya
4. Keseuaian antara rencana dengan realisasi kegiatan
Seksi Perencanaan, Seksi Rehabilitasi dan Perlindungan, Seksi Produksi
Ijin KKPH Dokumen RPKH Dokumen RKT Dokumen Monev
Tiap tahun dan tiap 5 tahun
C. Menjabarkan
kebijakan kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten/kota untuk diimplementasikan
Penyusunan Juknis Kegiatan
- Tersusunan juknis/peraturan operasional kegiatan berasarkan kebijakan nasional, provinsi, kabupaten/kota
Kepala KPH - - Sesuai kebutuhan
D. Melaksanakan
pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan
- Penyusunan standar (prinsip, kriteria, dan indikator) kinerja - Pemantauan dan penilaian kinerja untuk
- Tersusunnya prinsip, kriteria, dan indikator pencapaian kinerja pada setiap jenjang manajemen
Seksi Perencanaan
Ijin KKPH - Standar Kinerja 2 tahun
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VII - 211
No Tugas Pokok dan
Fungsi Kegiatan
Kriteria/ Indikator Kegiatan
Pelaksana Regulasi
(Ijin/Proyek) Sumber Data dan
Informasi
Periode Pelaksanaan
pengelolaan hutan di wilayahnya
tiap jenjang manajemen
E. Membuka peluang
investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan.
- Promosi peluang investasi sesuai hasil identifikasi potensi pemanfaatan hutan
- Menyusun mekanisme kerjasama investasi yang menjamin kepastian usaha
- Terciptanya iklim investasi yang menarik investor dalam pemanfaatan hutan
Kepala KPH - -
Pelaksanaan kegiatan pemantauan, evaluasi dan pelaporan disesuaikan dengan rencana kegiatan pengelolaan hutan setiap
hatunnya.
Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal IV - 212
Penutup
Penyusunan Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-
2023 ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dan pedoman dalam pelaksanaaan
tugas serta menjadi dasar dalam penyusunan rencana derivatifnya dan rencana
teknis pengelolaan hutan serta dapat digunakan sebagai bahan dalam melahirkan
kebijakan-kebijakan dalam pengelolaan hutan di wilayah KPH Yogyakarta.
Tiada gading yang tak retak, mengingat ini adalah rencana jangka panjang
pertama yang disusun di lingkup KPH Yogyakarta, kami menyadari dalam
penyusunan rencana ini masih banyak mengandung kelemahan dan kekurangan.
Olah karena itu masukan dan saran dari semua pihak demi perbaikan rencana
pengelolaan KPH Yogyakarta di masa-masa mendatang.
Akhirnya semoga rencana ini dapat menjadi alat pengendali dalam
penyelenggaraan pengelolaan hutan pada Balai KPH Yogyakarta hingga 10 tahun
mendatang.
8