kriteria rumah sehat
DESCRIPTION
Kriteria Rumah SehatTRANSCRIPT
•Aman dan Nyaman
•Tinggal di lingkungan yang memiliki tingkat ekonomi relatif sama
•Perabotan Tidak Berdesakan
•Kamar Mandi di dalam rumah
•Rumah dihias dengan tanaman, dll
• Tersedia Air Bersih
• Memiliki tempat pembuangan sampah dan limbah lainnya
• Bebas serangga dll yang berbahaya
• Temperatur Segar
• Pencahayaan Baik
• Ventilasi Cukup
• Luas Bangunan Cukup
•Koefisien Dasar Bangunan
•Koefisien Luar Bangunan
•Garis Sempadan Jalan
•Garis Sempadan Bangunan
•Garis Jarak Bebas Samping
•Garis Jarak Bebas Belakang
•Kepadatan bangunan 9m2
per jiwa Memenuhi Peraturan Mengenai Koefisien dan Garis Bangunan dan Rasio
Penghuni dengan Luas Bangunan
Memenuhi Kebutuhan Dasar Fisik
Memenuhi Kebutuhan
Dasar Psikologis
Bebas Penyakit
Syarat – Syarat dan Kriteria Rumah Sehat
Kriteria rumah sehat yang diajukan oleh dalam Entjang (2000) dan Wicaksono (2009) yang dikutip dari Winslow antara lain:
1. harus dapat memenuhi kebutuhan fisiologis;
2. harus dapat memenuhi kebutuhan psikologis;
3. harus dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan; dan
4. harus dapat menghindarkan terjadinya penularan penyakit.
Hal ini sejalan dengan kriteria rumah sehat menurut American Public Health Asociation (APHA), yaitu sebagai berikut.
1. Memenuhi Kebutuhan Dasar Fisik.
Sebuah rumah harus dapat memenuhi kebutuhan dasar fisik, seperti:
a. Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipelihara atau dipertahankan temperatur lingkungan
yang penting untuk mencegah bertambahnya panas atau kehilangan panas secara berlebihan. Sebaiknya temperatur udara dalam
ruangan harus lebih rendah paling sedikit 4°C dari temperatur udara luar untuk daerah tropis. Umumnya temperatur kamar 22°C -
30°C sudah cukup segar.
b. Rumah tersebut harus terjamin pencahayaannya yang dibedakan atas cahaya matahari (penerangan alamiah) serta
penerangan dari nyala api lainnya (penerangan buatan). Semua penerangan ini harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu
gelap atau tidak menimbulkan rasa silau.
c. Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna sehingga aliran udara segar dapat terpelihara. Luas lubang
ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantairuangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum
5% luas lantai sehingga jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan. Ini diatur sedemikian rupa agar udara yang masuk
tidak terlalu derasdan tidak terlalu sedikit. Rumah tersebut harus dapat melindungi penghuni dari gangguan bising yang berlebihan
karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan baik langsung maupun dalam jangka waktu yang relatif lama. Gangguan yang dapat
muncul antara lain gangguan fisik seperti kerusakan alat pendengaran dan gangguan mental seperti mudah marah dan apatis.
e. Rumah tersebut harus memiliki luas yang cukup untuk aktivitas dan untuk anak- anak dapat bermain. Hal ini penting
agar anak mempunyai kesempatan bergerak, bermain dengan leluasa di rumah agar pertumbuhan badannya akan lebih baik, juga agar
anak tidak bermain di rumah tetangganya, di jalan atau tempat lain yang membahayakan.
2. Memenuhi Kebutuhan Dasar Psikologis.
Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan dasar psikologis penghuninya seperti berikut.
a. Cukup aman dan nyaman bagi masing-masing penghuni. Adanya ruangan khusus untuk istirahat bagi masing-masing
penghuni, seperti kamar tidur untuk ayah dan ibu. Anak-anak berumur di bawah 2 tahun masih diperbolehkan satu kamar tidur dengan
ayah dan ibu. Anak-anak di atas 10 tahun laki-laki dan perempuan tidak boleh dalam satu kamar tidur. Anak-anak di atas 17 tahun
mempunyai kamar tidur sendiri.
b. Ruang duduk dapat dipakai sekaligus sebagai ruang makan keluarga, dimana anak- anak sambil makan dapat berdialog
langsung dengan orang tuanya.
c. Dalam memilih letak tempat tinggal, sebaiknya di sekitar tetangga yang memiliki tingkat ekonomi yang relatif sama,
sebab bila bertetangga dengan orang yang lebih kaya atau lebih miskin akan menimbulkan tekanan batin.
d. Dalam meletakkan kursi dan meja di ruangan jangan sampai menghalangi lalu lintas dalam ruangan
e. W.C. (Water Closet) dan kamar mandi harus ada dalam suatu rumah dan terpelihara kebersihannya. Biasanya orang
tidak senang atau gelisah bila terasa ingin buang air besar tapi tidak mempunyai W.C. sendiri karena harus antri di W.C. orang lain
atau harus buang air besar di tempat terbuka seperti sungai atau kebun.
f. Untuk memperindah pemandangan, perlu ditanami tanaman hias, tanaman bunga yang kesemuanya diatur, ditata, dan
dipelihara secara rapi dan bersih, sehingga menyenangkan bila dipandang.
3. Melindungi dari Penyakit
Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuninya dari kemungkinan penularan
penyakit atau zat-zat yang membahayakan kesehatan. Dari segi ini, maka rumah yang sehat adalah rumah yang di dalamnya tersedia
air bersih yang cukup dengan sistem perpipaan seperti sambungan atau pipa dijaga jangan sampai sampai bocor sehingga tidak
tercemar oleh air dari tempat lain. Rumah juga harus terbebas dari kehidupan serangga dan tikus, memiliki tempat pembuangan
sampah, pembuangan air limbah serta pembuangan tinja yang memenuhi syarat kesehatan.
4. Melindungi dari Kemungkinan Kecelakaan
Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni
dari kemungkinan terjadinya bahaya atau kecelakaan. Termasuk dalam persyaratan ini antara lain bangunan yang kokoh,
tangga yang tidak terlalu curam dan licin, terhindar dari bahaya kebakaran, alat-alat listrik yang terlindung, tidak menyebabkan
keracunan gas bagi penghuni, terlindung dari kecelakaan lalu lintas, dan lain sebagainya (Azwar, 1990; CDC, 2006; Sanropie, 1989).
5. Memenuhi Standar dan Peraturan Mengenai Koefisien Bangunan dan Garis Bangunan
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Mengatur agar luas bangunan rumah maksimal 60% lahan agar tidak mengganggu daya serap air pada suatu lingkungan.
Selain itu, agar tidak mengganggu keseimbangan tanah, bangunan rumah sebaiknya mengikuti bentuk topografi alam sekitar.
b. Koefisien Luar Bangunan (KLB)
Mengatur perbandingan luas keseluruhan lantai rumah dengan luas tanah. Hal ini ditujukan agar setiap rumah tidak
memiliki ketinggian melebihi yang telah ditentukan. Misalnya, area tersebut adalah area perumahan dengan ketinggian rata-
rata dua lantai, karena tanahnya kecil sementara ruangan yang diperlukan banyak, maka rumahnya mencapai empat lantai
seperti halnya ruko-ruko. Hal ini tidak diperbolehkan karena bisa dibayangkan ada bangunan tinggi di antara bangunan rendah.
Atau sebaliknya, di area cluster untuk rumah-rumah yang besar dengan ketinggian rata-rata dua lantai ada bangunan kecil
dengan ketinggian satu lantai. Hal ini mengakibatkan suasana lingkungan yang diharapkan tidak tercipta semestinya.
Cara menghitung KLB cukup sederhana. Contoh, luas lantai dasar beserta lantai atasnya seluas 200 m2. Jika luas lahan 200
m2, maka nilai KLB adalah 1,0. Jika aturan KLB adalah 1,2, maka nilai KLB telah memenuhi persyaratan karena tidak
melebihi nilai yang telah ditetapkan.
Berbeda dengan KDB yang ditulis dalam bentuk persen, KLB dinyatakan dalam bentuk desimal.
c. Garis Sempadan Jalan (GSJ)
Garis sempadan jalan (GSJ) adalah garis batas pekarangan terdepan atau dengan kata lain GSJ merupakan batas terdepan
pagar halaman yang boleh didirikan. Oleh karena itu biasanya di muka GSJ terdapat jalur untuk instalasi air, listrik, gas, serta saluran-
saluran pembuangan.
Pada GSJ tidak boleh didirikan bangunan rumah, kecuali jika GSJ berimpit dengan garis sempadan bangunan (GSB).
Ketentuan mengenai GSJ biasanya sudah terdapat dalam dokumen rencana tata ruang kota setempat, bisa didapat di dinas tata kota
atau Bappeda.
GSJ dimaksudkan mengatur lingkungan hunian memiliki kualitas visual yang baik, selain itu juga mengatur jarak pandang
yang cukup antara lalu lintas di jalan dan bangunan.
d. Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Garis sempadan bangunan (GSB) merupakan batas dinding bangunan terdepan pada suatu persil tanah. Panjang jarak antara
GSBdengan GSJ ditentukan oleh persyaratan yang berlaku untuk masing-masing jenis bangunan dan letak persil tanah setempat,
serta mengacu pada rencana tata ruang kota setempat.
Tujuan dari GSB adalah sebagai berikut.
1. Supaya hunian/rumah tinggal memiliki pekarangan di depan rumah yang cukup untuk penghijauan, pengudaraan alami, dan
menambah daerah resapan air hujan serta mempercantik rumah.
2. Untuk keamanan rumah agar tidak dapat secara langsung dimasuki tamu tak diundang/maling, dan sebagai tempat bermain
anak-anak supaya terhindar dari risiko kecelakaan, selain itu juga dapat memperlancar lalu lintas.
3. Mengurangi pengaruh suara bising dari kendaraa bermotor yang lalu lalang di depan rumah, dan memungkinkan dibuat teritis
atap yang cukup lebar sebagai pelindung bangunan dari panas matahari dan tempias air hujan.
Garis Sempadan Jalan dan Garis
Sempadan Bangunan
e. Garis Jarak Bebas Samping (GJBS)
Pada bangunan berbentuk tunggal/lepas dan renggang, induk bangunan harus memiliki jarak bebas terhadap batas
pekarangan yang terletak di samping (sisi). Pada bangunan turutan/anak/tambahan boleh dibangun rapat dengan batas pekarangan
samping dengan dinding terdepan berada pada jarak minimal dua kali jarak antara GSB dan GSJ sesuai dengan persyaratan yang
berlaku. Sedangkan lebar jarak garis bebas samping antara bangunan dengan batas pekarangan ditentukan berdasarkan jenis bangunan
dan persil tanah setempat. Luas areal bebas samping adalah lebar jarak bebas samping dikali panjang jarak antara GSB dan GSJ yang
ditentukan.
Tujuan garis jarak bebas samping ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan kesehatan, kenyamanan, dan keindahan
mengingat faktor iklim tropis lembab di Indonesia d engan ciri-ciri temperatur udara cukup tinggi, curah hujan besar, sudut datang
sinar matahari yang besar dan lain-lain. Maka dengan adanya jarak bebas samping memungkinkan:
1. sirkulasi udara yang baik ke dalam ruangan untuk mengurangi panas dan lembab;
2. sinar matahari langsung ke dalam rumah (pada pagi hari) untuk kesehatan; dan
3. lebar teritis atap yang cukup untuk melindungi bangunan dari panas matahari dan hempasan air hujan.
f. Garis Jarak Bebas Belakang (GJBB)
Garis jarak bebas belakang adalah garis batas bangunan yang boleh didirikan pada bagian belakang terhadap batas
pekarangan bagian belakang. Panjang garis bebas belakang ditentukan sesuai dengan jenis bangunan dan lingkungan persil tanah
setempat.
Pada halaman belakang suatu persil tanah boleh didirikan bangunan turutan/tambahan, asal tidak memenuhi seluruh
pekarangan belakang. Halaman kosong di belakang rumah minimal mempunyai lebar sama dengan panjang garis bebas belakang yang
ditentukan.
Tujuan adanya garis jarak bebas belakang adalah:
1. memungkinkan sirkulasi udara dan pencahayaan alami ke dalam
ruangan;
2. memungkinkan adanya taman belakang rumah untuk kesejukan dan
menambah volume oksigen bagi penghuni rumah;
3. menghindari atau mencegah bahaya kebakaran;
4. Sebagai area servis seperti tempat cuci dan jemur agar tidak merusak
tampilan rumah bagian depan.
5. Sebagai tempat rekreasi mini atau tempat bercengkerama bagi penghuni
rumah.
Garis-Garis Bangunan
6. Memiliki Rasio/Perbandingan Luas Bangunan dengan Penghuni yang Tepat
Secara jelas kebutuhan luas minimum bangunan dan lahan untuk rumah sederhana sehat disajikan dalam tabel berikut.
Minimal Efektif Ideal
(Ambang Batas)
7,2
(Indonesia)
9,0
(Internasional)
12,0
27,0 60,0 72-90 200
36,0 60,0 - -
Standar per JiwaLuas (m2) untuk Tiga Jiwa
Unit
Rumah
Lahan
21,6 60,0 72-90 200