kritik sosial dalam naskah dramarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46628...i abstrak...
TRANSCRIPT
KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA
OBROG OWOK-OWOK EBREG EWEK-EWEK
KARYA DANARTO DAN IMPLIKASINYA PADA
PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI
SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah & Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.)
Oleh
Chitra Nur Imaniar
NIM: 1112013100005
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
・
,
ヽ
′
LEⅣIBAR PENGESAHAN SKRIPSI ′
KRITIK SOSIAL DALAPI NASKAH DRAⅣ IA
OBRθG θ″り【 θ″りrttBREC E″"″
τr KARYA DANART0
DAN
IR/1PLIKASINYA PADA PEPIBELAJARAN BAⅡ ASA DAN SASTRA
INDONESIA DISEKOLAⅡ ⅣIENENGAⅡ ATAS(SPI劫
Skripsi
Dttukan kepada Fakultas 1lmu Tarbiytt dan Kcguruan untuk Memelluhi
Pcrsyaratan dalaln Melmperolё h Cclar Sttana PCndidikan(So Pd.)
01eh
Chitra rur lma亜ar
NIPI:1112013000055
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTASILPIU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAⅣ I NEGERISYARIF ⅡIDAYATULLAⅡ
JAKARTA
2019
ⅣIe
NIP。 197710302008012009
LEPIBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH
Skripsi berjudul Kritik Sosial dalam Naskah Dram.a Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek
Karya Danarto dan Implikasinya terhadap Pembelajaran bahasa dan Sastra Indonesia di
SMA disusun oleh Chitra Nur Imaniar, Nomor Induk Mahasiswa 1112013000055, diajukan
kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah
dinyatakan lulus dalam ujian Munaqasah pada29 April 2019, dihadapan dewan penguji. Oleh
karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana (S. Pd) dalam bidang Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia.
Jakarta, 2019
Panitia Ujian Munaqasah
Ketua Pttiua(Ketua Jurusan/Stud)
Dr.Makvlllll Subuki3 M.Hum.
NIP。 198003052009011015
sekraaris selC∝aris Jurusaly Prod)
Toto Edidttmo,MA.NIP.197602252008011020
PCnttiIA仙nad Btttiar、 M.Hulll.
NIP.197601182009121002
PenguJl II
No宙 Diah Harvanti,M.Hullll.
NIP。 198411262015032007
Tallggal
a2Mθ ,ュοノθ
e2 Mei 2619
aB Miei gate
Tanda Tangan
Mengetahui,Tarbiyah dan Keguruan
%..照グ.卸 .
KEMENTERIAN AGAMAUIN JAttRTAIFITK″
`″
//■“η凛,ヽ,ガ ぜ́ ″
"′
71イ プPルあ″ぶ●
FORIM(F]時
No Dokllmcn i FI・ rK‐ FR.AKD‐ ()89
TgL Terbit : I Maret 20luNo.Rcvisi: : 01
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Saya yang beianda tangan di ba、 vah ini)
Nama
Tempat/T'gl.Lahir
NIM
.lurusan I Prodi
i Chitra Nurimaniar
i Tangerang,19 Mei 1994
:1112013000055
:Pendidikan 3ahasa dan Sastra 11ldoncsia
Jlldul Skripsi :“ lくritik Sosial dalam Naskah Drama Obrok O、 ″ok…
o、、「ok Ebrck E、vck―cwck dan ilnplikasinya lPada
Pembclttaran Bahasa ttn Sattra lndonesia di SⅣ 独 ''
IDoscn Pcmbimbing :Rosida Erowati、 Ⅳl.lium
dcngan ini lncnyatakall bah、 va skripsi yang saya buat benar― bcnar hasil kava scndiri
dan saya bcftanggungiaヽ Vab sccara akadclnis atas apa yang saya tは lis
Pcrnyataan ini dilDutt scbagtt salah sttu syartt mcncmpuh Чian Munaqasyah
.lakarta,29 April 2019Mahasiswa Ybs.
NIⅣI。 1112013000055
i
ABSTRAK
Chitra Nur Imaniar (1112013000055), “Kritik Sosial dalam Naskah Drama
Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek Karya Danarto dan Implikasinya pada
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”. Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Rosida
Erowati, M. Hum.
Karya sastra memiliki kecenderungan untuk mencerminkan kondisi sosial
masyarakat yang dipotretnya. Oleh karena itu jika didalamnya terdapat kritik
sosial, hal ini menandakan bahwa karya sastra tersebut menyikapi sebuah
fenomena sosial. Naskah drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek Karya
Danarto merupakan salah satu naskah drama yang mengandung kritik sosial di
dalamnya. Dengan demikian peneliti menggunakan naskah tersebut sebagai objek
penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) merepresentasikan kritik sosial masa
orde baru; (2) mengimplikasikannya ke dalam pengajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia di sekolah. Pendekatan yang digunakan sosiologi sastra yaitu
pendekatan yang berupaya mengungkapkan hubungan antara karya sastra dengan
kehidupan sosial masyarakat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat enam kritik
sosial yang dikritik pengarang antara lain: (1) Kritik masalah politik terhadap
Undang-Undang Permusikan, (2) Kritik masalah pendidikan terhadap rendahnya
kreativitas dan mahasiswa yang tidak tahan kritik, (3) Kritik masalah agama
terhadap kebobrokan iman, (4) Kritik masalah sosial budaya terhadap perseturuan
antara budaya tradisi dan budaya modern, (5) Kritik masalah teknologi terhadap
alat mengamen pengamen modern dan konvensional, (6) Kritik masalah moral
terhadap keserakahan, penipuan, kebiasaan hidup satu atap tanpa hubungan
pernikahan, dan poligami yang ada di masyarakat.
Kata kunci: Kritik sosial, Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek, Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia
ii
ABSTRACT
Chitra Nur Imaniar, (1112013000055), “Social Criticism in Drama Obrog
Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek of Danarto and its Implications on Indonesian
Language and Literature Learning”. Major Indonesian Language and
Literature Education, Faculty of Science and Teachers Training, Syarif
Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Advisor: Rosida Erowati, M.
Hum.
A literary work has a tendency to reflect the social condition of the society
it expresses. Therefore, if there's social criticism in it, this indicates that the
literary work addresses a social phenomenon. The script of Obrog Owok-Owok
Ebreg Ewek-Ewek written by Danarto is one of the drama scripts that contains
social criticism in it. Thus, researchers use the text as the object of the research.
The aims of this research are: (1) to represent social criticism during the new
order; (2) to imply it in teaching Indonesian Language and Literature at school.
The approach used in literary sociology is an approach that able to express the
relationship between literary work and social life. The method used in this
research is a qualitative method. The result of this research indicates that there
are six social criticisms concerned by the authors, as following: (1) Criticism of
political problems with the Permission Act, (2) Criticism of educational problems
on low creativity and students who cannot stand criticism, (3) Criticism of
religious problems against faith depravity, (4) Criticism of socio-cultural
problems towards rivalry between traditional culture and modern culture, (5)
Criticism of technological problems with modern and conventional busking
buskers, (6) Moral criticism against greed, fraud, one-stop living habits without
marital relations, as well as polygamy issues.
Keywords: Social Criticism, Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek, Indonesian
Language and Literature Learning in High School.
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirahim
Syukur Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah Swt., yang telah
memberikan segala rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Selawat serta salam semoga selalu tercurah kepada
baginda Nabi Besar Muhammad Saw., keluarga, para sahabatnya, dan para
pengikutnya sampai akhir zaman.
Skripsi berjudul “Kpitik Sosial dalam Naskah Drama Obrog Owok-Owok
Ebreg Ewek-Ewek dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia di SMA”, disusun guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan S-1 pada
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini,
penulis membutuhkan bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai
pihak, sehingga dapat menyelesaikan skripsi inidengan baik. Sebagai ungkapan
rasa hormat, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. Sururin, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Makyun Subuki, M. Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
3. Toto Edidarmo, M. A., selaku Sekretaris Jurusan Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
4. Rosida Erowati, M. Hum., selaku dosen pembimbing akademik sekaligus
dosen pembimbing skripsi yang membantu penulis dalam segala proses
perkuliahan dan meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk
memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
5. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta, yang selalu memberikan kasih
sayang, doa, dan motivasi demi kesuksesan penulis.
iv
6. Kepala sekolah, rekan guru, dan staf Homeschooling Primagama Meruya yang
tiada henti mendukung dan memberi izin penulis untuk menyelesaikan skripsi
ini.
7. Bangkit Sanjaya, untuk diskusi dan saran kepada penulis.
8. Sahabat dan rekan pada periode sekolah dasar hingga perkuliahan Tibi,
Lambe, Caduy, dan khususnya pada Mohammad Aulia Ramadhan atas
bantuan dan dukungannya.
9. Teman-teman seperjuangan PBSI 2012 dan lain-lain yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu yang selalu membuat suasana kelas begitu hangat, dan
penulis mengucapkan banyak terima kasih atas kebersamaanya.
Akhirnya penulis memohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat
dalam skripsi ini. Penulis menerima kritik serta saran yang membangun. Semoga
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan para pembaca serta
kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia.
Jakarta, 29 April 2019
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 6
C. Batasan Masalah............................................................................. 6
D. Rumusan Masalah .......................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
F. Manfaat Penelitian ......................................................................... 7
G. Metodologi Penelitian .................................................................... 8
BAB II KAJIAN TEORI
A. Hakikat Kritik Sosial ...................................................................... 11
1. Pengertian Kritik Sosial ........................................................... 11
2. Kritik Sosial, Protes Sosial, dan Kreativitas ............................ 12
3. Kritik Sosial dalam Sastra ........................................................ 12
4. Kritik Sastra ............................................................................. 13
5. Jenis-Jenis Kritik Sosial ........................................................... 13
B. Hakikat Sosiologi Sastra ................................................................ 18
1. Pengertian Sosiologi Sastra ...................................................... 18
C. Hakikat Drama ............................................................................... 20
1. Pengertian Drama ..................................................................... 20
2. Pengertian Naskah Drama ........................................................ 21
3. Unsur Intrinsik Drama.............................................................. 22
D. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ................................... 30
E. Penelitian yang Relevan ................................................................. 31
BAB III BIOGRAFI PENGARANG
A. Biografi Danarto............................................................................. 34
vi
B. Pandangan Danarto ........................................................................ 35
C. Karya Danarto ................................................................................ 37
D. Sipnosis .......................................................................................... 38
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Unsur Intrinsik Naskah Drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek
karya Danarto ................................................................................. 41
1. Tokoh dan Penokohan ............................................................. 41
2. Alur ......................................................................................... 60
3. Latar dan Ruang ....................................................................... 62
4. Penggarapan Bahasa................................................................. 65
5. Tema dan amanat ..................................................................... 69
B. Analisis Kritik Sosial terhadap Naskah Drama Obrog Owok-Owok
Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto................................................... 73
1. Kritik Sosial Masalah Politik ................................................... 73
2. Kritik Sosial Masalah Pendidikan ............................................ 75
3. Kritik Sosial Masalah Agama .................................................. 77
4. Kritik Sosial Masalah Sosial Budaya ....................................... 79
5. Kritik Sosial Masalah Teknologi ............................................. 80
6. Kritik Sosial Masalah Moral .................................................... 83
C. Implikasi Kritik Sosial dalam Naskah Drama Obrog Owok-Owok
Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto terhadap Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia ............................................................................. 92
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................................ 96
B. Saran ............................................................................................. 97
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 99
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai jenis karya sastra dibuat sastrawan sebagai bentuk
“pemberontakan” terhadap fenomena kehidupan yang dianggap tidak
wajar, dalam hal ini berarti menyanggah. Kondisi semacam ini membuat
banyak pelaku seni mencoba “menipu” dengan cara menuangkan kritik
dibalut dengan estetika seni yang menarik.
Kritik sosial sebagai sarana kegelisahan masyarakat atau bahkan
ungkapan kemarahan bertujuan untuk suatu perubahan yang lebih baik. Ia
hadir di dalam sebuah karya sastra, sebagai bentuk sindiran dari suatu
peristiwa yang dialami dan didengar oleh seorang pengarang terhadap
lingkungan di sekitarnya yaitu berupa ketimpangan sosial yang
menimbulkan masalah-masalah sosial. Oleh karena itu, karya sastra
dianggap sebagai salah satu wadah yang paling ampuh untuk
menyampaikan kritik sosial dimana seorang pengarang menyelipkan kritik
melalui karyanya dengan tujuan untuk menyadarkan objek yang menjadi
sasarannya. Wujud kehidupan sosial yang dikritik bermacam-macam.
Salah satu peristiwa yang menarik perhatian beberapa sastrawan ialah
mengenai keluarga, krisis kepercayaan sesama manusia, dan
perselingkuhan.
Naskah drama sebagai karya sastra menjadi media penyampai
representasi masyarakat. Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek
(selanjutnya disebut OOEE) adalah naskah drama yang sudah cukup
familiar di kalangan tokoh teater. Naskah drama ini merupakan naskah
yang ditulis oleh Danarto pada tahun 1973 (masa awal Orde Baru) dan
sudah dipentaskan oleh grup teater di Indonesia dengan tema yang cukup
sederhana. Karya ini menceritakan permasalahan kehidupan yang dapat
2
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan perselingkuhan,
permainan, dan kejiwaan tentu sudah sangat sering diangkat sebagai tema
naskah drama, tetapi yang unik dan menarik di sini adalah bagaimana
cerita tersebut disajikan melalui teks OOEE yang ringan, dan tidak terlalu
rumit. Danarto sebagai sosok representasi yang menuangkan kritiknya
dengan cara yang berbeda, ia menyuguhkan cara bercerita dengan
campuran humor di dalamnya. Hal inilah yang kemudian diangkat oleh
Danarto dalam naskah drama OOEE.
Permasalahan-permasalahan aktual di atas juga telah diangkat oleh
beberapa sastrawan dalam penggarapan masalahnya. Dua diantaranya
yakni Nano Riantiarno dalam karyanya Pelangi dan Sumur Tanpa Dasar
karya Arifin C. Noer.
Pelangi karya Nano Riantiarno mengisahkan hancurnya sebuah
keluarga karena faktor kemiskinan. Kehancuran keluarga itu menjadikan
seorang kepala keluarga (ayah) mencari hiburan dengan perempuan lain
yang justru memperburuk keadaan. Di akhir cerita sang kepala keluarga
meninggal dunia.
Selanjutnya adalah Sumur Tanpa Dasar karya Arifin C. Noer yang
menggambarkan seseorang yang gila harta, tidak percaya kepada manusia,
bahkan kepada keluarganya sendiri. Didasari oleh latar belakang salah satu
tokoh yang trauma terhadap kemiskinan. Sebuah krisis kepercayaan
terhadap sesama manusia yang harus berujung kembali pada agama
sebagai solusi.
Sebagai pekerja seni, Danarto memberi sumbangan yang besar
bagi perkembangan seni peran di Indonesia. Karya-karyanya mampu
mendudukannya dalam jajaran pengarang Indonesia kontemporer
terpandang. Karya-karyanya terpilih karena dilihat menurut riwayat kreatif
yang telah ia torehkan dalam sejarah kesenian (pertunjukan), orisinalitas
3
selera sastra, dan kecemerlangan idenya. Maka dari itu, ia berhasil meraih
penghargaan FTI (Federasi Teater Indonesia) Award 2014.
Tiada hari tanpa menulis. Kreativitasnya terus mengalir. Usia senja
tidak menghalanginya untuk terus berkarya. Danarto sosok sastrawan dan
pelukis yang produktif di Indonesia. Sosoknya yang rendah hati telah
memberikan kontribusi dalam perkembangan dunia sastra dan seni rupa di
Tanah Air. Dengan apik ia menjadikan hiruk-pikuk Pasar Beringharjo
sebagai penggambaran keadaan sosial masyarakatnya. Realitas sosial yang
dimunculkan Danarto membuat pembaca menyadari bagaimana suasana
Pasar Beringharjo yang melambangkan kehidupan manusia yang selalu
berkutat pada permasalahan pemenuhan kebutuhan hidup dan terkenal
dengan harga barang yang murah dan batiknya yang berkualitas. Tidak
hanya transaksi barang dan uang, juga transaksi nilai moral.
Seno Gumira Ajidarma mengatakan bahwa naskah OOEE bukan
hanya membicarakan masalah ruang, tapi juga waktu. Ada kesepekatan
tentang waktu. Danarto menciptakan tokoh yang setiap saat bertambah
muda, ruang waktu yang makin muda, dan sekian waktu itu di berbagai
waktu yang berbeda dijadikan satu kepala, khayalan, dan mimpi. Danarto
dalam OOEE bermain dengan ruang waktu yang berbeda namun tetap
dalam satu panggung, saling sahut-menyahut, tapi pada kenyataannya,
ruang dan waktunya berbeda. Khayalan menjadi kenyataan, mimpi seperti
kenyataan, dan kenyataan tidak terlalu diambil serius. Danarto menghayati
mistik dengan riang dan tidak ada penjelasan untuk sebuah keajaiban.
Dunia nyata tetap bicara. Tidak mengorbankan seluruh kemurniannya
dalam kesepakatan sehari-hari yang harus logis. Danarto tidak
membedakan fakta dengan fiksi. Baginya, sastra adalah dirinya.
Selanjutnya, Sapardi Djoko Damono juga mengakui keunikan sastrawan
4
yang pernah menjadi editor majalah dinding di fakultasnya ini. Naskah
Danarto menarik untuk dibaca.1
Naskah drama OOEE ini sangat menarik untuk dibaca karena
pembawaannya yang ringan dan Danarto menceritakannya seperti
dongeng yang menampilkan khayalan, kenyataan, masa lalu, masa yang
akan datang menjadi satu sehingga masih layak dibaca. Ia menggambarkan
kondisi masyarakat dibumbui dengan komedi namun tetap serius. Terdapat
pembelajaran hidup sehingga berkesan setelah membacanya. Kritik sosial
yang timbul karena adanya masyarakat kelas menengah ke atas yang
modern di zaman orde baru. Kritik yang disampaikan pun dengan kiasan
yang lucu sehingga tidak membuat jenuh membacanya. Kepercayaan
daerah yang masih dijunjung tinggi oleh masyarakat Jawa, hiruk pikuk
permasalahan kebutuhan kehidupan di Yogyakarta, dan perselingkuhan.
Hal inilah yang diangkat Danarto dalam naskah drama OOEE.
Naskah drama OOEE yang ditulis Danarto dalam waktu yang
cukup lama ini merupakan drama yang mengungkapkan permasalahan
pada masyarakat masa kini maupun pada masa drama ini dibuat. Dalam
naskah dramanya, dikisahkan berbagai permasalahan kehidupan sosial
masyarakat di Yogyakarta. Danarto mencoba mengkritisi kehidupan sosial
masyarakat yang masih terbelenggu dengan hal-hal yang berbau suap-
menyuap dan sikap mistis. Kalangan atas yang menjalankan perilaku
tersebut, sedangkan kalangan bawah mengawasi kelakuan kalangan atas.
Drama ini sekaligus mengupas berbagai fakta yang sering kita temui di
sekitar kita: orang-orang ambisius yang menempuh berbagai cara untuk
mencapai tujuan pribadinya.
Dewasa ini, pada realita yang terjadi di masyarakat tentang
banyaknya orang yang egois, saling mencurigai, saling memeras, krisis
1Narasumber dalam acara diskusi dramaturgi Danarto pada acara penganugerahan tokoh FTI
(Federasi Teater Indonesia) 2014 di Graha Bakti Budaya (GBB) TIM, Cikini.
5
kepercayaan, mengakibatkan malapetaka bagi diri mereka sendiri. Di
kalangan pemerintah dan public figure pun demikian. Mereka menguasai
media massa cetak maupun elektronik demi meraup keuntungan. Media
massa menjadi alat kepentingan politik untuk berkuasa. Sindiran Danarto
yang juga ia tampilkan di naskah drama ini tentang masalah pelanggaran
norma di masyarakat. Dalam beberapa kasus seperti perselingkuhan dan
kumpul kebo. Perselingkuhan di sini berasal dari seorang laki-laki yang
mencintai dua wanita sekaligus dan tinggal satu atap dengan salah satu
wanita yang ia cintai dan manfaatkan untuk mendapatkan uang.
Permasalahan lain yang ditawarkan Danarto adalah bagaimana sesuatu
yang modern dan tradisional menjadi bahan untuk bercerai-berai. Naskah
drama OOEE ini memiliki cerita yang sangat erat hubungannya dengan
masyarakat nyata pada situasi aktual sekarang seperti sopir transportasi
konvensional dengan sopir transportasi online, persaingan perdagangan,
bahkan dalam hal pendidikan. Semua saling berseteru untuk tujuan yang
sama: pemenuhan kebutuhan pokok.
Keberadaan naskah drama OOEEsebagai karya fiksi dapat menjadi
pilihan dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah. Pada
hakikatnya, naskah OOEE turut memberikan pengaruh dan peranan yang
sangat penting dalam pembentukan karakter remaja, dikarenakan Danarto
membahas persoalan-persoalan sosial yang tengah terjadi di masyarakat.
Kritik sosial yang terkandung di dalamnya pun dapat merangsang
pesertadidik untuk berpikir secara kritis dengan keadaan sosial yang
terjadi di lapangan dewasa ini.
Pada pembelajaran sastra di SMA terdapat kompetensi dasar
memahami dan menganalisis dari segi unsur intrinsik dan ekstrinsik
naskah drama. Naskah-naskah yang berisi sindiran di dalamnya juga dapat
mengajarkan siswa tentang norma masyarakat yang seharusnya dipatuhi
sesuai aturan yang berlaku dan tidak dilupakan di era globalisasi yang
semakin canggih, berpikir kritis agar tidak mudah tergerus oleh zaman dan
6
dengan mudahnya ikut budaya barat yang seharusnya bisa disaring secara
dewasa. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengangkat skripsi
yang berjudul “Kritik Sosial dalam Naskah Drama Obrog Owok-owok,
Ebreg Ewek-ewek karya Danarto serta Implikasinya terhadap
Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA)”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat
diidentifikasi beberapa masalah, yaitu:
a) Kurangnya pembahasan mengenai kritik sosial dalam naskah drama
Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto;
b) Kurangnya pengetahuan siswa mengenai kritik sosial;
c) Rendahnya minat siswa mengapresiasi karya sastra, khususnya
naskah drama;
d) Kurangnya pemahaman siswa terhadap unsur intrinsik karena dalam
kegiatan belajar mengajar hanya sebatas mengidentifikasi;
e) Kurangnya pemahaman siswa terhadap drama jika dikaitkan dengan
situasi terkini.
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah bertujuan untuk membatasi banyaknya
masalah yang muncul dalam penelitian ini. Pembatasan masalah juga dapat
mempermudah peneliti agar objek yang diteliti lebih spesifik dan
mendalam. Dalam naskah drama Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek-Ewek
terdapat banyak permasalahan, maka dari itu, penulis membatasi dan
memfokuskan penelitian pada:
1. Kritik sosial dalam naskah drama Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek-
Ewek karya Danarto
7
2. Implikasi kritik sosial dalam naskah drama Obrog Owok-Owok, Ebreg
Ewek-Ewek karya Danarto
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan dan pembatasan masalah
penelitian seperti yang telah dikemukakan di atas, masalah penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana perwujudan kritik sosial yang terkandung dalam naskah
drama Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto?
b. Bagaimana implikasi kritik sosial dalam naskah drama Obrog Owok-
Owok, Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto terhadap pembelajaran sastra
di SMA?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalahan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan kritik sosial dalam naskah drama Obrog Owok-
Owok, Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto.
2. Mendeskripsikan implikasi naskah Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek-
Ewek karya Danarto terhadap pembelajaran sastra di SMA.
F. Manfaat Penulisan
a) Manfaat Teoretis
Untuk menambah keilmuan Bahasa dan Sastra Indonesia,
memberikan manfaat pada semua pembaca dalam bentuk tergugahnya
kesadaran bahwa kritik sosial menjadi sebuah hal yang penting untuk
terus ditingkatkan di tengah derasnya arus pusaran keadaan saat ini
yang terus menerus mengacu nilai-nilai luhur dalam kehidupan
bermasyarakat.
8
b) Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan sikap kritis
pembaca mengenai hal-hal yang umum dalam kehidupan sehari-
hari.
b. Hasil penelitian ini memberikan sumbangan pada dunia sastra
khususnya dalam memahami kritik sosial dalam naskah drama
Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto, yaitu:
1. Bagi peneliti, dapat memberikan motivasi untuk belajar
menganalisis karya sastra, khususnya yang berhubungan dengan
kritik sosial.
2. Bagi siswa, hasil penelitian ini akan membantu siswa dalam
meningkatkan kemampuan untuk mengapresiasi naskah drama.
G. Metodologi Penelitian
1. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini berupa naskah drama, yaitu naskah
drama Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto.
Sedangkan, objek dari penelitian ini adalah berupa kritik sosial yang
terkandung dalam naskah drama tersebut.
2. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini dibuat agar pembahasan lebih terarah dan
tepat pada sasarannya, sehingga dapat dengan mudah diteliti dan
dipahami dengan baik oleh para pembaca. Fokus dari penelitian ini
adalah kritik sosial yang terkandung dalam naskah drama Obrog
Owok-Owok, Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto dengan menggunakan
pendekatan sosiologi sastra yang berimplikasi terhadap pembelajaran
sastra di SMA.
3. Sumber Data Penelitian
Sumber data untuk analisis ini terdapat dua sumber, yaitu
sumber data primer dan sumber data sekunder.
9
a. Sumber Data Primer
Sumber utama pada penelitian ini adalah naskah drama
Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek, cetakan pertama karya
Danarto diterbitkan oleh Nalar, di Yogyakarta, pada tahun 2014,
dengan tebal 92 halaman.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yang digunakan berupa data yang
berhubungan dengan analisis ini sebagai pelengkap dan
penunjang seperti skripsi, buku, artikel, jurnal yang terkait
dengan permasalahan yang ingin dibahas, dan penelitian lain
yang relevan dengan analisis ini.
4. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah metode kualitatif dengan pendekatan metode deskriptif analisis
dan studi kepustakaan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
sosiologi sastra.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah teknik
membaca dan mencatat. Adapun langkah-langkah pengumpulan
datanya, dikelompokkan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan
sebagai berikut:
a. Mengadakan studi kepustakaan untuk pengumpulan bahan.
Langkah awal penelitian ini adalah membaca pustaka yang
berhubungan dengan objek penelitian untuk mendapatkan konteks
penelitian;
b. Membaca naskah drama Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek-Ewek
karya Danarto untuk menganalisis keterjalinan antar unsur
intrinsik dalam drama tersebut;
10
c. Membaca naskah drama Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek-Ewek
karya Danarto untuk menganalisis kritik sosial yang ada dalam
naskah drama tersebut;
d. Menyimpulkan hasil analis yang didasarkan pada analisis data
secara keseluruhan.
6. Teknik Analisis data
a) Mengkategorikan data berdasarkan unsur intrinsik yang
terkandung dalam naskah drama tersebut dengan pendekatan
objektif.
b) Mengkategorikan hal-hal yang berkaitan dengan kritik sosial yang
terdapat di dalam naskah drama Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek-
Ewek karya Danarto dengan menggunakan pendekatan sosiologi
sastra.
c) Mengimplikasikan kritik sosial yang terdapat di dalam naskah
drama Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek-Ewek dengan
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah yang
dikhususkan pada tingkat SMA
11
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini berisi tentang kajian kepustakaan yang didasarkan pada teori-
teori yang relevan, yang menyangkut pembahasan dalam penelitian ini. Teori-
teori di sini tentang kritik sosial, naskah drama serta unsur intrinsiknya,
implikasi naskah terhadap pembelajaran sastra, dan juga penelitian yang
relevan.
A. Hakikat Kritik Sosial
1. Pengertian Kritik Sosial
Kritik berasal dari bahasa Yunani, krinien yang artinya mengamati,
membanding, dan menimbang.1 Kata kritikos dalam bahasa Yunani
kuno pada mulanya dipergunakan oleh kaum Pergamon pimpinan
Crates untuk membedakan dengan kaum ahli tata bahasa. Kritik sastra
merupakan cabang ilmu sastra yang berurusan dengan perumusan,
klasifikasi, penerangan, dan penilaian nilai-nilai sastra.2
Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam
masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap
jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat. Dalam
konteks inilah kritik sosial merupakan salah satu variabel penting dalam
memelihara sistem sosial. Berbagai tindakan sosial ataupun individual
yang menyimpang dari orde sosial maupun orde nilai moral dalam
masyarakat dapat dicegah dengan mengfungsikan kritik sosial. Dengan
kata lain, kritik sosial dalam hal ini berfungsi sebagai wahana untuk
konservasi dan reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat.3
1 Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1984),
hlm.187 2 Yudiono K.S., Pengkajian Kritik Sastra Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2009), hlm. 29-
30 3 Akhmad Zaini Akbar, “Kritik Sosial, Pers dan Politik Indonesia”, (dalam Moh. Mahfud
MD, dkk (editor), Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan, (Yogyakarta: UII Press, 1999), Cet.
2, hlm. 47
12
Kritik sosial juga berarti sebuah inovasi sosial, di mana kritik
sosial menjadi sarana komunikasi gagasan-gagasan baru sembari
menilai gagasan-gagasan yang lama untuk sebuah perubahan sosial.
Kritik sosial dalam kerangka demikian berfungsi untuk membongkar
berbagai sikap konservatif, status quo dan vested interest dalam
masyarakat sauntuk perubahan sosial.4 Perspektif kritik sosial yang
demikian lebih banyak dianut oleh kaum kritis dan strukturalis. Mereka
melihat bahwa kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk suatu
tujuan perubahan sosial.5
2. Kritik Sosial, Protes Sosial, dan Kreativitas
Berbicara mengenai kritik sosial, maka erat hubungannya dengan
protes sosial dan kreativitas, terutama jika dikaitkan dengan karya
sastra. Seperti yang dijabarkan Saini. K.M mengenai hubungan antara
protes sosial dan kreativitas. Pertama, terdapat dua unsur yang
menghasilkan kreativitas, yaitu kesadaran manusia dan realitas.
Kesadaran manusia dapat berupa kepekaan pikiran maupun hasratnya.
Realitas dapat berupa rangsangan, sentuhan-sentuhan, serta masalah-
masalah yang melibatkan dan menjadi pemicu kesadaran manusia.6
3. Kritik Sosial dalam Sastra
Karya sastra, melalui media bahasa figuratif konotatif memiliki
kemampuan yang jauh lebih luas dalam mengungkapkan masalah-
masalah yang ada di masyarakat.7 Pengarang berhak menuangkan
kegelisahannya terhadap kondisi sosial masyarakat dalam bentuk karya
sastra yang dibalut dengan kritik sosial sebagai perwakilan dari
masyarakat. Menuangkan kritik sosial dalam karya sastra merupakan
salah bentuk penyampaian kritik secara tidak langsung terhadap
4 Ibid., hlm. 48-49
5 Ibid., hlm. 49
6 Saini. K.M, Protes Sosial dalam Sastra, (Bandung: Angkasa, 1988), hlm. 2
7 Nyoman Kuta Ratna, Paradigma Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013),
hlm. 23
13
fenomena sosial yang terjadi seperti faktor ekonomi, sosial, budaya,
politik, dan lain-lain.
Hubungan karya sastra dengan masyarakat, baik sebagai negasi
dan inovasi, maupun afirmasi, jelas merupakan hubungan yang hakiki.
Karya sastra mempunyai tugas penting, baik dalam usahanya untuk
menjadi pelopor pembaharuan, maupun memberikan pengakuan
terhadap suatu gejala kemasyarakatan.8
4. Kritik Sastra
Kritik sastra adalah suatu penyelidikan yang langsung berurusan
dengan suatu karya sastra tertentu. Di samping menimbang bernilai dan
tidaknya suatu karya sastra, penyelidikan ini menjernihkan pula segala
macam persoalan yang meliputi karya sastra itu dengan memberikan
penafsiran, penjelasan, dan uraian.9
Definisi lain kritik sastra ialah ilmu sastra yang berusaha
meyelidiki karya sastra dengan langsung menganalisis, memberi
pertimbangan baik buruknya karya sastra, bernilai seni atau tidak.10
Dari beberapa pemaparan di atas dapat dijelaskan secara singkat
bahwa kritik sastra adalah suatu proses menimbang untuk mengetahui
suatu karya layak diperhitungkan atau tidak.
5. Jenis-jenis Kritik Sosial
Kritik sosial yang menjadi perhatian peneliti dalam penelitian ini
meliputi beberapa aspek, yakni kritik sosial masalah politik,
pendidikan, agama, sosial-budaya, teknologi, dan moral.
8 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 334 9 Andre‟ Hardjana, Kritik Sastra: Sebuah Pengantar, (Jakarta: Gramedia, 1985), hlm.37
10 Rachmat Djoko Pradopo, Prinsip-prinsip Kritik Sastra Teori dan Penerapannya,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994), hlm. 9
14
a. Kritik Sosial Masalah Politik
Sumaadmaja mengemukakan bahwa manusia adalah
makhluk berpolitik karena manusia mempunyai kemampuan untuk
mengatur kesejahteraan, keamanan, dan pemerintahan di
kelompoknya. Manusia adalah makhluk yang dapat mengatur
pemerintahan dan negaranya.11
b. Kritik Sosial Masalah Pendidikan
Pendidikan secara luas, merupakan dasar pembentukan
kepribadian, kemajuan ilmu, kemajuan teknologi, dan kemajuan
kehidupan sosial pada umumnya. Kemajuan ilmu telah mengubah
cara berpikir manusia saat ini. 12
Definisi lain menurut Ahmadi dkk menjelaskan bahwa
pendidikan pada hakikatnya suatu kegiatan secara sadar dan
disengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh
seorang dewasa kepada anak, sehingga timbul interaksi dari
keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-
citakan dan berlangsung terus-menerus.13
Dengan pendidikan, manusia dapat menghadapi masalah-
masalah yang terjadi pada dirinya sendiri dan masyarakat. Masalah
pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dalam
kehidupan, sehingga pendidikan tidak dapat dipisahkan sama sekali
dengan kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga, maupun dalam
kehidupan bangsa dan negara.14
Lebih lanjut dikemukakan mengenai masalah-masalah
pendidikan yang terjadi dalam masyarakat. Masalah-masalah
11
Nursid Sumaadmaja, Perspektif Studi Sosial, (Bandung: Angkasa, 1980), hlm. 42 12
Ibid, hlm. 89 13
Ahmadi, dkk, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta), hlm. 70 14
Ibid, hlm. 98
15
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor pendidik,
baik pendidik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat serta
faktor masalah yang bersumber pada anak didik itu sendiri.
Masalah-masalah yang disebabkan oleh faktor pendidik antara lain:
masalah kemampuan ekonomi, kemampuan pengetahuan dan
pengalaman, kemampuan skill, kewibawaan, kepribadian, attitud
(sikap), sifat, kebijaksanaan, kerajinan, tanggung jawab, kesehatan,
dan sebagainya. Adapun permasalahan yang berasal dari faktor
peserta didik sendiri meliputi: masalah kemampuan ekonomi
keluarga, intelegensi, bakat dan minat, pertumbuhan dan
perkembangan, kepribadian, sikap, sifat, kerajinan dan ketekunan,
pergaulan, dan kesehatan.15
c. Kritik Sosial Masalah Agama
Selain melakukan hubungan secara horizontal, yaitu
hubungan dengan sesama manusia, manusia juga melakukan
hubungan secara vertikal, dalam hal ini adalah hubungan manusia
dengan Tuhannya sebagai pencipta alam semesta. Hubungan
tersebut diwujudkan dalam bentuk agama.
Kata agama berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu dari kata:
a yang berarti tidak, dan gamae yang berarti kacau, tidak teratur.
Dari dasar pengertian ini selanjutnya terjadi pengertian agama.
Agama adalah suatu kepercayaan yang berisi norma-norma atau
peraturan-peraturan yang menata bagaimana cara berhubungan
antara manusia dengan Tuhannya. Norma tersebut bersifat kekal.16
Agama berfungsi mengisi memperkaya, memperhalus, dan
membina kebudayaan manusia, tetapi kebudayaan itu sendiri tidak
dapat memberi pengaruh apa-apa terhadap pengaruh pokok-pokok
ajaran yang telah ditetapkan agama sebagai norma yang abadi
15
Ibid, hlm. 256 16
Burhanudin Salam, Etika Sosial, Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1997), hlm. 179
16
dapat berpengaruh terhadap perkembangan budaya dalam
masyarakat, akan tetapi kebudayaan tidak dapat mempengaruhi
ajaran agama. Ajaran agama digunakan sebagai petunjuk dalam
mengembangkan kebudayaan dan aspek kehidupan lainnya.17
Pada dasarnya sifat dan sasaran agama adalah meletakan
dasar ajaran moral, supaya manusia dapat membedakan mana
perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang tercela. Ajaran
tersebut bersifat memberi peringatan dan tidak memaksa.18
Secara
ideal manusia sebagai makhluk Tuhan YME harus senantiasa taat
dengan bertakwa kepada-Nya. Namun pada kenyataannya masih
banyak orang yang menyalahkangunakan agama, karena sifat
agama yang tidak memaksa dan memberi kebebasan kepada
umatnya untuk menentukan sikap.
Manusia yang memiliki iman yang kuat pasti akan berusaha
menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya.
Sebaliknya manusia yang tidak memiliki iman yang tidak cukup
akan melakukan penyelewengan. Masalah ini timbul akibat
lemahnya fondasi iman sehingga manusia tidak mampu
menjalankan perintah-Nya, ketidakmampuan inilah yang
mengakibatkan masalah sosial.
d. Kritik Sosial Masalah Budaya
Masalah budaya adalah peristiwa atau kejadian yang timbul
akibat interaksi sosial dalam kelompok masyarakat atau antara
kelompok masyarakat atau antara kelompok masyarakat guna
memenuhi suatu kepentingan hidup, yang dianggap merugikan
salah satu pihak atau masyarakat secara keseluruhan. Masalah
tersebut bersumber pada perbedaan sosial budaya yang dianggap
merugikan kepentingan pihak lain, sehingga dapat memunculkan
17
Ibid, hlm. 182 18
Ibid, hlm. 183
17
konflik. Dengan demikian, moral selalu menunjukkan baik
buruknya perbuatan atau tingkah laku manusia. Tolak ukur untuk
menilai baik buruknya tingkah laku manusia disebut norma. Prinsip
moral yang amat sangat penting adalah melakukan yang baik dan
menolak yang buruk19
Dapat disimpulkan bahwa kritik dalam masalah sosial
budaya merupakan kritik yang muncul akibat adanya masalah-
masalah yang terjadi akibat penyimpangan terhadap unsur-unsur
kebudayaan.
e. Kritik Sosial Masalah Teknologi
Teknologi dipersepsikan sebagai pengetahuan untuk
memecahkan masalah dalam bentuk peralatan, teknik, kerajinan.
Selain itu teknologi juga berarti sistem dari suatu organisasi.
Teknologi juga mempunyai keterkaitan dengan perubahan budaya.
Sebagai contoh, kemunculan telepon seluler mengubah perilaku
seseorang.20
Maka dari itu pada dasarnya teknologi diciptakan untuk
kemudahan manusia melakukan sesuatu. Akan tetapi apabila
manusia terlalu bergantung pada teknologi dan kurang
memanfaatkan diri sendiri, maka akan menjadi bumerang bagi diri
sendiri.
f. Kritik Sosial Masalah Moral
Moral merupakan sistem nilai tentang bagaimana kita harus
hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai tersebut terbentuk
dari nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang
19
M. Abdulkadir, Ilmu Sosial Budaya Dasar, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005),
hlm. 5 20
Dewi Salma Prawiradilaga, Wawasan Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2012), hlm. 15
18
diwariskan secara turun menurun melalui agama dan kebudayaan
tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup21
Secara umum moral menunjuk pada pengertian (ajaran
tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan,
sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila.
Istilah “bermoral”, misalnya tokoh bermoral tinggi, berarti
mempunyai pertimbangan baik dan buruk yang terjaga dengan
penuh kesadaran. Namun, tidak jarang pengertian baik buruk itu
sendiri dalam hal-hal tertentu bersifat relatif. Pengertian baik buruk
itu sendiri dalam hal-hal tertentu bersifat relatif. Artinya, suatu hal
yang dipandang baik oleh orang yang satu atau bangsa pada
umumnya, belum tentu sama bagi orang yang lain atau bangsa
yang lain. Pandangan seseorang tentang moral, nilai-nilai, dan
kecenderungan-kecenderungan tertentu, biasanya dipengaruhi oleh
pandangan hidup, way of life, bangsanya.22
B. Hakikat Sosiologi Sastra
1. Pengertian Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi
berasal dari akar kata sosio (Yunani) (socius berarti bersama-sama,
bersatu, kawan, teman) dan logi (logos berarti sabda, perkataan,
perumpamaan). Lalu mengalami perkembangan perubahan makna,
soio/socius berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu.23
Menurut Wolf, sosiologi sastra merupakan disiplin yang tanpa
bentuk, tidak teridentifikasi dengan baik, terdiri dari sejumlah studi
empiris dan berbagai percobaan pada teori yang agak lebih general,
21
Burhanudin, Op.Cit, hlm. 3 22
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.), hlm. 429. 23
Nyoman Kuta Ratna, Op.Cit, hlm. 1
19
yang masing-masing hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa
semuanya berurusan dengan hubungan sastra dengan masyarakat.24
Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat
reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin
melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Karenanya,
asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak
dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi pemicu
lahirnya karya sastra. Karya sastra berhasil atau sukses yaitu yang
mampu merefleksikan zamannya.25
Perspektif sosiologi sastra menurut Levin (Elizabeth dan Burns)
dalam Suwardi Endraswara menjelaskan bahwa “literature is not only
the effects of social causes but also the cause of social effects.” Sugesti
ini memberikan arah bahwa penelitian sosiologi sastra dapat kea rah
hubungan pengaruh timbal balik antara sosiologi dan sastra. Keduanya
akan saling mempengaruhi dalam hal-hal tertentu yang pada gilirannya
menarik perhatian sendiri.26
Nyoman Kutha Ratna menjelaskan sastra memiliki kaitan yang erat
dengan masyarakat yaitu karena 1) karya satra ditulis oleh pengarang,
diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga
subjek tersebut adalah anggota masyarakat 2) karya sastra juga hidup
dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi
dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh
masyarakat 3) sebagai medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan,
dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan sendirinya
telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatan 4) berbeda
dengan ilmu pengetahuan, agama, adat istiadat, dan tradisi yang lain,
dalam karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan juga logika.
24
Faruq, Pengantar Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 4 25
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Medpress, 2008),
Cet. IV, hlm. 77 26
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: CAPS, 2011), hlm.
79
20
Masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut
5) sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat
intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam sebuah
karya.27
C. Hakikat Drama
Drama adalah kualitas komunikasi, situasi, action, (segala apa
yang terlihat dalam pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan
(exciting), dan ketegangan pada pendengar penonton.28
1. Pengertian Drama
Secara etimologis, kata “drama” berasal dari Yunani “dran”
yang berarti berbuat. Orang Yunani menyebut kata drama “draomai”
berarti perbuatan meniru. Menurut Morris dalam Emzir&Rohman,
“drama term derived from greek verbs, „dran‟ meaning „act‟ to „do‟;
maksudnya adalah drama dari kata kerja dran yang berarti berbuat.29
Drama adalah seni cerita dalam percakapan dan akting tokoh.30
Suwardi Endraswara juga menjelaskan bahwa drama adalah karya
yang memiliki daya rangsang, cipta, rasa, dan karsa yang amat tinggi.
31Aristoteles dalam Brahim pada buku Metode Pembelajaran Drama
Suwardi Endraswara menyatakan bahwa drama adalah “a
representation of an action” yang berarti adanya tindakan dan lakon.32
Berdasarkan kenyataan ini, drama adalah sesuatu perbuatan dan
tindakan untuk dipertunjukkan yang mempunyai rasa di dalamnya.
Ferdinand Brunetiere dan Balthazar Verhagen dalam Hasanudin
berpendapat bahwa drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan
sikap manusia dan harus melahirkan kehendak manusia dengan action
dan perilaku. Sedangkan pengertian drama menurut Moulton adalah
27
Nyoman Kutha Ratna, 2010, Op.Cit, hlm. 332-333 28
RMA. Harymawan, Dramaturgi, (Bandung: CV. Rosda Bandung, 1988), hlm. 1 29
Emzir& Rohman, Teori dan Pengajaran Sastra, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2016), hlm. 262 30
Suwardi Endraswara, Metode Pembelajaran drama, (Yogyakarta: CAPS, 2011), Cet I,
hlm. 11 31
Ibid, hlm. 13. 32
Ibid, hlm. 12.
21
hidup yang dilukiskan dengan gerak, drama adalah menyaksikan
kehidupan manusia yang diekspresikan secara langsung.33
Brander Mathews berpendapat dalam Harymawan bahwa konflik
dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama.34
Drama
merupakan kisah pertentangan yang saling beroposisi, di mana tiap
kejadian dari kekuatan-kekuatan khusus action dapat diketahui pada
tiap motif. Dengan demikian maka drama didasarkan atas human
conflict.35
2. Naskah Drama
Naskah berasal dari bahasa Inggris manuscript dan bahasa Perancis
manuscript, karangan yang ditulis tangan atau diketik, yang
dipergunakan sebagai dasar untuk mencetaknya.36
Naskah pada
umumnya sebuah tulisan yang umumnya memuat sebuah tulisan
panjang mengenai kehidupan. Naskah drama berisi percakapan antara
lakon satu dengan lakon yang lain yang pada umumnya berupa tulisan
atau ketikan yang dibukukan.
Sebagai genre sastra, drama mempunyai unsur cerita yang ditulis
seorang pengarang dalam bentuk dialog. Pengarang naskah drama
menggunakan bahasa sebagai sarana untuk menyalurkan kreativitas dan
imajinasinya yang dibentuk dalam dialog dan petunjuk pemanggungan.
Dialog merupakan pemikiran tokoh yang ditampilkan dalam bentuk
perkataan atau ujaran, sedangkan petunjuk pemanggungan merupakan
tuntutan bagi pengaturan tingkah laku pemain.37
Sebagai genre sastra, secara umum dapat dikatakan drama
mendekati, atau bahkan dapat diidentikkan dengan fiksi. Biasanya
rumusan tentang keidentikan ini diperoleh dari penulusuran tentang
bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan pengarang. Di dalam
33
Hasanuddin, Drama dalam Karya Dua Dimensi, (Bandung: Angkasa, 1996), hlm. 2 34
Harymawan, Op.Cit., h.1 35
Ibid, hlm. 16 36
Hasanuddin, Ensiklopedia Sastra Indonesia, (Bandung: Titian Ilmu, 2004), hlm. 532. 37
Attar Semi, Anatomi Sastra, (Bandung, Angkasa, 1988), hlm. 161
22
fiksi dapat ditemukan pemaparan tersebut tentang suatu peristiwa atau
tentang seseorang. Pemeran tersebut dilakukan sedemikian rupa
sehingga seolah-olah terjadi. Tokoh atau seseorang yang dipaparkan
seolah-olah benar-benar ada dan pernah ada, atau akan ada nantinya.
Padahal peristiwa hanya di dalam imajinasi dan pikiran pengarang
semata. Tentu saja harus diingat bahwa pemaparan ini tidak mungkin
terus imajinasi, karena jika terus imajinasi, fiksi tidak pula bisa
dipahami. Unsur-unsur yang semacam ini – yang biasa dikenal dengan
istilah fiksionalitas – di dalam drama.38
3. Unsur Intrinsik Drama
a. Tokoh dan Penokohan
Baldic dalam Nurgiantoro menjelaskan bahwa tokoh adalah
orang yang menjadi pelaku dalam cerita fiksi atau drama,
sedangkan penokohan adalah penghadiran tokoh dalam cerita fiksi
atau drama dengan cara langsung atau tidak langsung dan
mengundang pembaca untuk menafsirkan kualitas dirinya lewat
kata dan tindakannya39
Tokoh-tokoh yang telah “dipilih” oleh pengarangnya
biasanya telah “dipersiapkan” sedemikian rupa. Akan tetapi,
bagaimana pengarang tetap akan menjaga agar “jalan keluarnya”
sang tokoh tidak terlalu jauh. Maka, hal –hal yang melekat pada
tokoh dapat dijadikan sumber data atau sinyal informasi guna
membuka selubung makna drama secara keseluruhan. Faktor-faktor
yang disebut melekat langsung pada tokoh adalah persoalan nama,
peran, keadaan fisik, keadaan psikis, serta karakternya. Aspek-
aspek yang penokohan ini akan saling berhubungan dan berkaitan
dalam upaya membentuk dan membangun permasalahan dan
konflik di dalam drama40
Nurgiyantoro mengkategorikan tokoh ke dalam:
38
Hasanuddin, Op.Cit, hlm. 58 39
Burhan Nurgiyantoro, Op.Cit, hlm. 247 40
Hasanuddin, Op.Cit, hlm. 77
23
1) Tokoh utama dan tokoh tambahan
Pembedaaan tokoh ke dalam kategori ini didasarkan peran
dan pentingnya seorang tokoh dalam cerita fiksi secara
keseluruhan. Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya
tokoh dalam suatu cerita, ada tokoh yang tergolong penting
ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian
besar cerita. Sebaliknya ada tokoh yang hanya dimunculkan
sesekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itupun mungkin dalam
porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama
adalah tokoh utama cerita (central character), sedang yang kedua
adalah tokoh tambahan atau tokoh (peripheral character)41
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya
dalam cerita yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling
banyak diceritakan. Baik sebagai pelaku kejadian maupun yang
dikenai kejadian. Sementara itu tokoh tambahan biasanya
diabaikan, atau paling tidak, kurang mendapat perhatian.42
2) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Jika dilihat dari peran-peran tokoh dalam pengembangan plot
dapat dibedakan adanya tokoh utama dan tokoh tambahan, dilihat
dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh
protagonis dan tokoh antagonis.43
Baldic dalam Nurgiantoro
menjelaskan bahwa Tokoh Protagonis adalah tokoh yang
merupakan pengejawantahan norma-norma dan nilai-nilai yang
ideal bagi kita. Tokoh protagonis menampikan sesuatu yang sesuai
dengan pandangan kita, harapan-harapan kita
41
Nurgiyantoro, Op, Cit, hlm. 258 42
Ibid, hlm. 259 43
Ibid, hlm. 260
24
Sebuah fiksi harus mengandung konflik, ketegangan,
khususnya konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh
protagonist. Tokoh yang menjadi penyebab terjadinya konflik
disebut tokoh antagonis. Tokoh antagonis adalah tokoh yang
beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung maupun tidak
langsung, bersifat fisik maupun batin. Secara umum dapat
dikatakan bahwa kehadiran tokoh antagonis penting dalam suatu
cerita fiksi, khususnya fiksi yang mengangkat masalah
pertentangan antara dua kepentingan, baik-buruk, baik-jahat, benar-
salah, dan lain-lain yang sejenis. Tokoh antagonislah yang
menyebabkan timbulnya konflik dan ketegangan sehingga cerita
menjadi menarik44
3) Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Perbedaan tokoh sederhana dan tokoh bulat dilakukan
berdasarkan perwatakannya. Dengan mengkaji dan mendalami
perwatakan para tokoh dalam suatu cerita fiksi, kita dapat
membedakan tokoh-tokoh yang ada ke dalam kategori tokoh
sederhana (simple atau flat character) dan tokoh kompleks atau
tokoh bulat (complex atau round character).45
Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli, adalah tokoh
yang hanya memiliki suatu kulitas pribadi tertentu, satu sifat watak
tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tidak diungkap
berbagai kemungkinan sisi hidupnya. Ia tidak memiliki sifat dan
tingkah laku seorang toko sederhana bersifat datar, monoton, hanya
mencerminkan satu watak tertentu. Watak yang telah pasti itulah
44
Ibid, hlm. 261 45
Ibid, hlm. 264
25
yang mendapat penekanan dan terus menerus terlihat dalam cerita
fiksi yang bersangkutan.46
Tokoh bulat atau tokoh kompleks, berbeda halnya dengan
tokoh sederhana, adalah tokoh yang yang memiliki dan diungkap
berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati
dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat
diformulasikan, namun ia dapat pula menampilkan watak dan
tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin tampak
bertentangan dan sulit diduga. Abrams dalam Nurgiyantoro
menjelaskan perwatakan ini pada umumnya sulit dideskripsikan
secara tepat. Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh bulat
lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya karena di
samping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga
sering memberi kejutan.47
4) Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang
Altenbernd&Lewis dalam Nurgiyantoro menjelaskan bahwa
berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-
tokoh dalam cerita fiksi, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh
statis, tidak berkembang (static character) dan tokoh berkembang
(developing character). Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara
esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan
perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Tokoh jenis ini tampak seperti kurang terlihat dan tidak terpengaruh
oleh adanya perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi karena
adanya hubungan antarmanusia. Tokoh statis memiliki watak yang
relatif tetap, tidak berkembang, sejak awal sampai akhir cerita.
46
Ibid, hlm. 265 47
Ibid, hlm. 266-267
26
Tokoh berkembang, di pihak lain, adalah tokoh cerita yang
mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan
perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan plot dikisahkan. Ia
secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan
alam, sosial, maupun yang lain yang semuanya mempengaruhi sikap
wataknya. Sikap dan watak tokoh berkembang, dengan demikian,
akan mengalami perkembangan dan atau perubahan dari awal,
tengah, dan akhir cerita, sesuai dengan tuntutan logika cerita secara
keseluruhan.48
b. Alur/ Plot
Plot merupakan unsur fiksi yang terpenting. Hal ini
disebabkan karena kejelasan plot, kejelasan tentang kaitan
antarperistiwa yang dikisahkan secara linear, akan mempermudah
pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan.49
Tahapan karakteristik alur drama yang dikemukakan Tafsir
dalam Burhan Nurgiyantoro dibagi menjadi lima tahapan yakni : 1)
Tahap penyituasian. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita,
pemberian informasi awal yang berfungsi untuk melandastumpui
cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya. 2)Tahap pemunculan
konflik. Tahap ini merupakan tahap awal pemunculan konflik, dan
terus berkembang menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.
3) Tahap peningkatan konflik. Pada tahap ini peristiwa dramatis
yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan semakin mengarah
ke klimaks. 4) Tahap Klimaks. Klimaks sebuah cerita akan dialami
oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan
penderita terjadinya konflik utama. 5). Tahap Penyelesaian.
48
Ibid, hlm. 272-273 49
Ibid, hlm. 164
27
Konflik yang telah mencapai klimaks diberi jalan keluar, cerita
diakhiri.50
c. Latar dan Ruang
Latar merupakan identitas permasalahan drama sebagai karya
fiksionalitas yang secara samar diperlihatkan dalam penokohan dan
alur. Jika permasalahan drama sudah diketahui melalui alur atau
penokohan, maka latar dan ruang memperjelas suasana, tempat,
serta waktu peristiwa itu berlaku. Latar ikut membangun
permasalahan drama dan menciptakan konflik.51
Sedangkan ruang merupakan unsur lain drama yang jelas
berkaitan dengan latar. Ruang juga menyangkut tempat dan
suasana. Namun begitu, sukar untuk menganalisis ruang tanpa
menghubungkannya dengan persoalan pementasan. 52
d. Penggarapan Bahasa
Penggarapan bahasa di dalam drama akan memberikan
indikasi lain tentang keberadaan unsur-unsur yang berikatan erat
dengan latar drama, misalnya hal-hal yang berhubungan dengan
latar drama, dengan indikasi suasana, waktu dan tempat.53
Gaya penceritaan menurut Wahyudi Siswanto mencakup
teknik penulisan dan teknik penceritaan. Teknik penulisan adalah
cara yang digunakan pengarang untuk menulis karya sastranya.
Sedangkan teknik penceritaan adalah cara yang digunakan oleh
pengarang dalam menyajikan karya sastranya.54
Gaya bahasa cenderung dikelompokkan menjadi empat jenis,
yaitu penegasan, pertentangan, perbandingan, dan sindiran.
Sebagaimana di dalam karya sastra lainnya, di dalam drama para
50
Ibid., hlm. 209-210 51
Ibid., hlm. 94 52
Ibid., hlm. 97 53
Ibid., h. 101 54
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 162
28
pengarang pun memanfaatkan hal ini. Tentu dengan
memperhatikan kekhususan karakteristik drama. Masing-masing
jenis itu dapat pula diperinci lebih lanjut, misalnya metafora,
personifikasi, asosiasi, paralel, dan lain-lain untuk jenis gaya
bahasa perbandingan, ironis, sarkas, dan sinis untuk jenis gaya
bahasa sindiran; pleonasme, repetisi, klimaks, retoris, dan lain-lain
untuk jenis gaya bahasa penegasan, dan paradoks, antitesis, dan
lain-lain, untuk jenis gaya bahasa pertentangan. Penggunaan jenis
gaya bahasa ini akan membantu pembaca mengidentifikasi
perwatakan tokoh. Tokoh yang menggunakan gaya bahasa
penegasan dalam ucapan-ucapannya tentu akan berbeda letaknya
dengan tokoh yang menggunakan gaya Bahasa sindiran ataupun
pertentangan dan perbandingan.55
Penggarapan bahasa di dalam drama akan memberikan
indikasi lain tentang keberadaan unsur-unsur yang berkaitan erat
dengan latar drama, misalnya hal-hal berhubungan dengan latar
drama, indikasi suasana, waktu, dan tempat. Jika di dalam teks
drama ditemukan gaya sinisme yang digunakan pengarang,
mungkin akan memberikan indikasi tentang suatu keadaan
sewenang-wenangnya kekuasaan, ataupun gaya simbolisme yang
berhubungan dengan suasana keprihatinan. Dengan begitu, suasana
dan latar cerita dapat dikenali melalui gaya bahasa atau
penggarapan bahasa yang dilakukan oleh pengarang melalui tokoh,
apakah bersuasana komedi atau tragedi. Oleh sebab itu,
penggarapan bahasa oleh pengarang di dalam drama merupakan
bagian penting untuk diselidiki guna menunjang pemahaman
informasi-informasi teks drama dengan baik dan benar.56
55
Hasanudin, Op.Cit, hlm. 100 56
Ibid. hlm. 101
29
e. Tema dan Amanat
Tema merupakan dasar cerita, gagasan, sentral, atau makna
cerita. Dengan demikian, dalam sebuah cerita fiksi, tema berfungsi
mengikat dan menyatukan keseluruhan fiksi tersebut. Dalam
kebanyakan cerita fiksi, tema umumnya tidak dinyatakan secara
eksplisit. Hal itu berarti pembacalah yang “bertugas”
menafsirkannya.57
Tema adalah inti dari permasalahan yang hendak
dikemukakan pengarang dalam karyanya. Oleh sebab itu, tema
merupakan hasil konklusi dari berbagai peristiwa yang terkait
dengan penokohan dan latar.58
Pengarang dalam menulis ceritanya
bukan hanya sekadar ingin bercerita, tetapi juga ingin mengatakan
sesuatu pada pembacanya. Sesuatu yang ingin dikatakan itu bisa
suatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan
ini atau komentar terhadap kehidupan ini. Kejadian dan perbuatan
tokoh cerita, semua didasari oleh ide pengarang tersebut. Tema
tidak perlu selalu berwujud moral, atau ajaran moral. Tema bisa
hanya berwujud pengamatan pengarang terhadap kehidupan59
Amanat merupakan opini, kecenderungan, dan visi pengarang
terhadap tema yang dikemukakannya. Amanat di dalam drama
dapat terjadi lebih dari satu, asal kesemuanya itu terkait dengan
tema. Pencarian amanat pada dasarnya identik atau sejalan dengan
teknik pencarian tema.60
Ketut Dibia menjelaskan bahwa amanat merupakan unsur
cerita yang berhubungan erat dengan tema. Amanat akan berarti
apabila ada dalam tema, sedangkan tema akan sempurna apabila di
dalamnya ada amanat sebagai pemecah jalan keluar bagi tema
57
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.), hlm. 255 58
Hasanuddin, Op.Cit, hlm. 103 59
Jakob Sumardjo& Saini K.M, Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia), h. 56 60
Ibid, hlm. 103
30
tersebut. Sementara itu, Sudjiman dalam Alwi pada buku Apresiasi
Bahasa dan Sastra Indonesia Ketut Dibia menjelaskan bahwa
amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang.
Amanat terdapat pada sebuah karya sastra secara implisit jika jalan
keluar atau ajaran moral disiratkan dalam tingkah laku menjelang
cerita berakhir. Amanat dilukiskan secara eksplisit apabila
pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan,
saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan, sebagainya.61
D. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Pembelajaran sastra dinilai dapat membantu siswa dalam
keterampilan bahasa, meningkatkan pengetahuan budaya,
mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak62
Secara sederhana Horace dalam Ismawati mengatakan bahwa
sastra itu dulce et utile, artinya indah dan bermakna. Sastra sebagai sesuatu
yang dipelajari atau sebagai pengalaman kemanusiaan dapat berfungsi
sebagai bahan renungan dan refleksi kehidupan karena bersifat
koekstensif dengan kehidupan, artinya sastra berdiri sejajar dengan hidup.
Dalam kesusastraan dapat ditemukan berbagai gubahan yang
mengungkapkan nilai-nilai sosial budaya, di antaranya terdapat dalam
drama. Pembahasan karya sastra yang terkait dengan kehidupan diarahkan
pada pengajaran apresiasi sastra dan bagaimana menggunakan media yang
berupa drama ini untuk mengungkapkan nilai-nilai kehidupan sesuai tema
dalam karya tersebut. Sehingga fungsi pengajaran sastra dapat dikatakan
sebagai wahana untuk menemukan nilai-nilai yang terdapat dapat dalam
karya sastra yang diajarkan, dalam suasana yang kondusif di bawah
bimbingan guru di sekolah. Pembelajaran sastra dimungkinkan tumbuhnya
sikap apresiasi terhadap hal-hal yang indah, yang lembut, yang manusiawi,
61
I Ketut Dibia, Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia, (Depok: Rajawali Pers, 2018),
hlm. 113 62
B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hlm. 16
31
untuk diinternalisasikan menjadi bagian dari karakter anak didik yang
akan di bentuk.63
Mempelajari naskah drama adalah bentuk dari keterampilan
berbahasa siswa yaitu membaca, menulis, menyimak, dan mendengarkan.
Pembelajaran sastra menurut Wahyudi Siswanto keempat keterampilan
tersebut meliputi: (1) keterampilan mendengar meliputi: mendengar,
memahami, mengapresiasi ragam karya sastra baik asli, saduran aturan
atau terjemahan sesuai kemampuan siswa. (2) keterampilan berbicara
meliputi: membahas dan mendiskusikan ragam karya sastra sesuai dengan
isi konteks lingkungan dan budaya. (3) keterampilan membaca meliputi:
membaca dan memahami ragam karya sastra, serta mampu melakukan
apresiasi secara tepat. (4) keterampilan menulis meliputi: mengekspresikan
karya sastra yang diminati dalam bentuk sastra tulis yang kreatif, serta
dapat menulis kritik dan esai sastra berdasarkan ragam sastra yang telah
dibaca.64
Kegiatan pembelajaran sastra secara garis besar ini dapat
menumbuhkan minat baca siswa dalam bentuk yang lain, yaitu teks drama.
E. Penelitian yang Relevan
Adapun penelitian yang relevan ini dilakukan untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan seperti menyontek karya orang lain dan
sebagainya. Untuk menghindari hal-hal tersebut, akan penulis paparkan
tentang perbedaan di antara masing-masing judul dan masalah yang
dibahas.
Pertama, penelitian skripsi yang berjudul “Diksi dan Citraan dalam
Naskah Drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto
(Tinjauan Stilistika)”, yang diteliti oleh Dwi Fitri Wulandari Mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Surakarta Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra
Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada tahun
2011. Penelitian ini mendeskripsikan tentang diksi dan citraan yang
63
Esti Ismawati, Pengajaran Sastra, (Yogyakarta:Ombak, 2013), hlm. 3 64
Wahyudi Siswanto, Op. Cit., hlm. 171
32
terkandung dalam naskah drama OOEE karya Danarto ditinjau dari segi
stilistika dan makna. Hasil penelitiannya meliputi Analisis diksi meliputi
kata konkret, kata serapan dari bahasa asing, kata sapaan khas atau nama
diri, kata seru khas Jawa, kata vulgar, kata dengan objek realitas alam, dan
kosakata bahasa Jawa. Analisis citraan meliputi citraan penglihatan (visual
imagery), citraan pendengaran (auditory imagery), citraan peraba
(tactile/thermal imagery), dan citraan gerak (movement/kinaesthetic
imagery), dan analisis makna pada naskah drama OOEE karya Danarto.
Dimensi kultural, terdiri atas kesenian batik kebudayaan bangsa yang
berdimensi internasional, batik sebagai warisan budaya dunia. Dimensi
sosial, terdiri atas empati masyarakat desa sebagai wujud kepedulian
terhadap bangsa Indonesia,tolong-menolong terhadap relasi kerja. Dimensi
moral, yaitu perbuatan positif dalam kehidupan masyarakat.
Kedua, penelitian skripsi yang berjudul “Kesantunan Berbahasa
dalam Naskah Drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek karya
Danarto”, yang diteliti oleh Andi Pratama mahasiswa Universitas
Airlangga Surabaya Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya.
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2014 ini menghasilkan pembahasan
mengenai ragam bentuk kesantunan berbahasa yang ada di dalam naskah
drama OOEE dan faktor-faktor yang melatarbelakangi kesantunan
berbahasa terjadi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa replika
konstruksi sosial dalam naskah drama OOEE ini banyak tokoh yang
melanggar daripada mematuhi kesantunan berbahasa. Seperti bentuk
kalimat deklaratif dan interogatif, penggunaan sindiran, skala
kemanasukaan, penggunaan sapaan, seperti sapaan formal dan non formal,
dan pemarkah kesantunan.
Ketiga, penelitian skripsi yang berjudul “Gagasan Tasawuf dalam
Kumpulan Cerpen Godlob Karya Danarto dan Implikasinya Terhadap
Pembelajaran Sastra di Sekolah”, yang diteliti oleh Muhamad Ali Alvian
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Jurusan Pendidikan bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun
33
2018 menghasilkan pembahasan mengenai gagasan tasawuf yang terdapat
dalam naskah Danarto yang meliputi: gagasan tentang KeTuhanan,
gagasan tentang kejiwaan; dan gagasan alam semesta melalui peristiwa
dan laku tokoh di dalamnya.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang penulis paparkan di atas,
skripsi berjudul kritik sosial dalam naskah drama Obrog Owok Owok
Ebreg Ewek Ewek ini belum pernah ada yang menggunakan judul yang
sama. Oleh karena itu, peneliti mengangkat judul tersebut sebagai syarat
untuk mendapat gelar Sarjana.
34
BAB III
BIOGRAFI PENGARANG
A. Biografi Danarto
H. Danarto dilahirkan pada 27 Juni 1940 di Sragen, Jawa Tengah.
Iaadalah salah seorang pengarang terkemuka dewasa ini. Selain pengarang
eksperimental, Danarto juga dikenal sebagai pelukis yang selalu
menampilkan kebaruan. Pada tahun 1961 Danarto belajar di Akademi Seni
Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta jurusan seni lukis. Di samping itu, ia
gemar sekali berkecimpung dalam lapangan drama. Danarto menjadi
anggota Sanggar Bambu, kemudian membantu pementasan Rendra, Arifin
C. Noer dan Sardono W. Kusumo. Ia sempat melawat ke luar negeri. Pada
tahun 1970 menjadi designer Misi Kesenian Indonesia di Expo 1970
Osaka, Jepang. Pada tahun 1973 mengajar di Akademi Seni Rupa LPKJ.
Karya-karyanya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris antara
lain “Armageddon”, “Godlob”, “Adam Makrifat”, dan lain-lain.1 Pada
tahun 1976 Danarto mengikuti lokakarya International Writing Program
di Iowa, Amerika. Perpaduan antara sikapnya sebagai seorang dramawan
(art designer), pelukis, atau sastrawan, membuat karya sastranya sulit
terjamah oleh manusia biasa.2 Penghargaan dan hadiah yang pernah ia raih
antara lain, hadiah sastra majalah Horison untuk cerpennya Rintrik (1968),
hadiah sastra Dewan Kesenian Jakarta (1983), hadiah Yayasan Buku
Utama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk cerpennya “Adam
Makrifat” (1983), dan hadiah sastra S.E.A Write (1988) dari kerajaan
Thailand.3
1 Abdul Hadi W.M, WawancaradenganDanarto: Sastra PunyaAktualitasSendiri,
BeritaBuana, 28 Juli 1981, hlm. 18. 2Anonim, MenyimakCerpen-CerpenDanarto. Dari AjaranMistik – Religius Hingga Kritik
Sosial,Berita Buana, Selasa, 28 Juni1988, hlm. 4 3Kemendikbud, Danarto, (http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/tokoh
/734/Danarto), Diaksespadatanggal 5 Agustus 2017 pukul 12:39 WIB
35
Perjalanan hidup sastrawan putra keempat dari lima bersaudara ini
cukup luar biasa. Dikenal sebagai sastrawan yang kalem, cenderung
„absurd‟ dalam setiap karyanya. Lahir dari keluarga sederhana, ia
berkembang dengan pesat. Pengalamannya baik di dalam maupun luar
negeri sudah banyak ia kantongi. Selain sebagai sastrawan dan teatrawan,
ia juga seorang pelukis yang suka mengadakan pameran di beberapa kota.
Sastrawan yang mempertahankan bahasa daerah di setiap karyanya dan
seseorang yang mencintai pekerjaannya yang dianggapnya menarik.
Sebagai seorang budayawan dan penyair ia juga pernah mengikuti
lokakarya penulisan di Iowa City dan program menulis Professional
Fellowship dari Japan Foundation di Kyoto, Jepang. Di usianya yang
sudah senja, ia pun masih aktif sebagai anggota sanggar Bambu. Ia lebih
banyak menghabiskan waktu di rumah dengan berkarya sampai di akhir
hayat hidupnya.
B. Pandangan Danarto
Selain pelukis dan penata panggung juga pengarang yang
terkemuka, penggaliannya yang berhasil terhadap mistik Jawa atau
Kejawen membuat karya-karyanya lain daripada yang lain. Baik dalam
tema, pengolahan masalah, gaya bercerita, maupun penyusunan cerita.4
Arief Budiman mengatakan dalam Berita Buana bahwa karya
Danarto lahir dalam suatu keadaan trance dan memberikan banyak hal-hal
baru dibandingkan cerita-cerita lain yang pernah ada di Indonesia. Sapardi
Djoko Damono menilai karya Danarto sebagai tren baru yang bernilai.
Karyanya unik dan menonjol, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di
dunia. Sastra Indonesia modern semakin menarik dengan karya penulis
seperti Danarto.5
Landung Simatupang mengatakan dalam pengantar naskah drama
Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto berpendapat bahwa
4AnonimdalamharianBeritaBuana, Danarto: Angkatan 70&SeniSebagaiEnlightment, 14
Februari1978, hlm. 6 5 Abdul Hadi W.M, Op. Cit., hlm. 18
36
alih-alih kisah petualangan cinta gombal Tommy, yang menonjol dalam
lakon OOEE ini adalah sentilan-sentilan mengenai persoalan kebudayaan
di Indonesia dalam era ketika lakon ditulis, awal 1970-an. Ketika yang
tradisional atau jagad tradisional Jawa dengan batik dan gamelannya di
salah satu pusat kebudayaan Jawa yaitu Yogyakarta mulai merasakan
tantangan modernitas dan industrialisasinya. Istilah dan gagasan „pasar‟
mulai muncul dan secara sepenuh sadar diperhitungkan, bahkan dalam
produksi barang seni yang semula seolah tak ada urusannya dengan jual-
beli dan untung-rugi. Seiring itu, muncul pokok persoalan tentang bajak-
membajak dan hak cipta serta kebutuhan pengaturan hukum.6
Bertitik tolak pada kehidupan setempat yaitu rakyat Yogyakarta,
yang menggambarkan kehidupan kelas menengah ke atas yang tradisional
dan masyarakat menengah keatas yang modern. Kedua kehidupan itu
hidup berdampingan yaitu pedagang atau juragan (kebanyakan batik) bisa
bekerja sama dengan kaum intelektual kecil.7
Seperti dalam cerpen-cerpen Danarto, cerita ini pun melantarkan
ide-ide yang aneh, betapun segalanya dipersiapkan hanya untuk
menggembirakan penontonnya. Satire atau lebih tepatnya dikatakan ejekan
atau sindiran itu secara humoristis telah ditujukan kepada masyarakat
sekarang yang sedang gila-gilanya. Ejekan-ejekan itu cukup menyentuh
karena di dalamnya dilontarkan kritik mengenai sistem pendidikan, hidup
bersama tanpa nikah, merosotnya kreativitas, undang-undang perkawinan,
dan lainnya yang semuanya itu terjadi di sekitar kita.8
Danarto merupakan salah satu sastrawan Indonesia yang beraliran
sufisme dan mistik apabila dilihat dari karya-karyanya yang memiliki ciri
abstrak, imajinatif, dan bersifat ketuhanan.Karya-karya Danarto dinilai
orang berbau sufisme dan cenderung bergaya gelap. Pesona dari cerita
6Danarto, ObrogOwok-OwokEbregEwek-Ewek, (Nalar,2014) hlm. ix
7Muhammad Bilal, CampurBaur Antara Mistikdan Propaganda Lukisan Batik, Resensi
Drama, Gg. Bunga, November 1973 8Jajak MD, Catatan dari Teater Alam Yogya: Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek
Karya Danarto, Sina rHarapan, 24 November 1973
37
yang terdapat sederhana, namun tidak jarang pula pengendapan pribadi
lahir secara unik dan banyak hal perenungan memandang kehidupan
teknologi sebagai hal yang ajaib. Danarto mengakui bahwa masa kecilnya
memang mengalami hal-hal yang bersifat magis. Pernah mengalami dunia
perdukunan tentunya banyak menggambari naluri pengobatan kala itu.9
Danarto sangat erat berhubungan dengan sang Pencipta. Karya
Danarto merupakan kerinduannya dengan Tuhan. Ia berpikir bahwa seni
berfungsi sebagai enlightment, sebagai penerang yang menyatukan diri
kembali dengan Tuhannya. Danarto lahir ke dunia dengan latar belakang
dunia Jawa. Oleh karena itu, sedikit banyak terlihat bahwa dunia Jawa
yang cenderung mempermasalahkan kebatinan, sangat kuat memengaruhi
Danarto. Danarto pun memiliki konsep pendekatan mistik secara islami.10
C. Karya Danarto
Karya-karya Danarto terdiri dari cerpen, naskah drama, novel, dan
kumpulan esai. Kumpulan-kumpulan Cerpen Danarto antara l;ain yaitu
Rintrik pada tahun 1968, Godlob pada tahun 1975 yang berisi 9 cerpen,
From Surabaya to Armageddon pada tahun 1976, Adam Ma’rifat yang
berisi 6 cerpen diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1982, Orang
Jawa Naik Haji yang berisi catatan perjalanan naik haji Danarto yang
diterbitkan oleh Grafiti Pers pada tahun 1984, Berhala yang berisi 13
cerpen yang diterbitkan oleh Firdaus pada tahun 1987, Gergasi pada tahun
1996 yang berisi 13 cerpen, Setangkai Melati di Sayap Jibril pada tahun
2000 berisi 28 cerpen, dan Kaca Piring pada tahun 2007. Selanjutnya
naskah-naskah drama Danarto yang pernah ia buat adalah Obrog Owok-
Owok Ebreg Ewek-Ewek pada tahun 1973, Bel Geduweh Beh pada tahun
1978, dan Bumi di Tangan Anak-Anak pada tahun 2004. Ia juga pernah
9DwiErySantoso, Harian Merdeka, SufismedanPesonaKekanak-KanakanDanarto,
Minggu, 28 September 1986, hlm. 7 10
BudoyoPracahyo, HarianPelita, MenangkapHubunganDanartodenganTuhan, 30
Agustus1989, hlm. 6
38
membuat novel yang berjudul Asmaraloka pada tahun 1999 dan membuat
Kumpulan esai yang berjudul Gerak-Gerak Allah pada tahun 1996.
D. Sinopsis
Naskah drama ini menceritakan kehidupan seorang mahasiswa seni
rupa yang bernama Tommy dimana ia menjalin hubungan dengan dua
wanita sekaligus yaitu Sumirah (seorang juragan batik Pasar Beringharjo)
dan Kusningtyas (Mahasiswi Kedokteran, anak dari Profesor, yang
sekaligus dosen dari Tommy). Di dalam naskah drama ini Tommy
memiliki maksud tersembunyi dalam menjalin hubungan dengan kedua
wanita tersebut. Demi mencapai tujuan pribadinya, Tommy menjalankan
lika-liku perselingkuhannya dengan penuh kehati-hatian.
Maksud tersembunyi Tommy mencintai kedua wanita tersebut
ialah urusan bisnis yang berhubungan dengan Sumirah. Sedangkan dengan
Kusningtyas, ia ingin mengejar prestasi pendidikannya karena ia adalah
mahasiswa bimbingan Profesor. Maksud buruk Tommy telah diketahui
oleh Slentem yang merupakan tukang sapu pasar Beringharjo sehingga
Slentem dapat menghasut Sumirah bahwa Tommy menduakannya.
Tommy tak henti-hentinya menutup mulut Slentem dengan uang
rokok namun keadaan ini dimanfaatkan oleh Slentem. Kedua kubu, baik
kubu Sumirah dan kubu Profesor dan Kusningtyas sama-sama telah
mengendus hal tersebut. Tetapi hanya seorang Slentem, yaitu seorang
tukang sapu Pasar Beringharjo, yang menjadi juru kunci atas permasalahan
ini. Slentem telah terlebih dahulu mengetahui perbuatan Tommy tersebut,
tetapi menyimpannya sebagai rahasia, sehingga ketika Sumirah meminta
Slentem untuk mengaku, Slentem tetap tidak mau. Begitu juga dengan
Profesor yang juga mengetahui perbuatan Tommy melalui kawan
dosennya yang mendengar pembicaraan Slentem saat makan burjo di salah
satu pedagang di pasar Beringharjo.
39
Tommy dengan siasatnya berhasil mengelak dari tuduhan-tuduhan
tersebut. Tetapi imbasnya, ketika Tommy melaksanakan ujian di rumah
Profesor, ia sengaja tidak diluluskan oleh Profesor karena kecurigaan
Profesor kepadanya tentang hubungannya dengan Sumirah. Tommy tidak
mengetahui alasan Profesor tidak meluluskannya. Kedua kubu masih
memiliki keterbatasan dalam memecahkan masalah tersebut.
Tetapi di tengah cerita, Slentem tiba-tiba mengaku menjadi dukun
kepada Sumirah dan Profesor, sehingga kedua kubu percaya dan berani
membayar mahal Slentem hanya untuk sehelai rambutnya yang katanya
memiliki khasiat dapat melihat jarak jauh dan mencubit jarak jauh.
Padahal Slentem hanya berbohong. Tetapi entah kenapa pada malam
harinya, yang dijanjikan oleh Slentem tersebut dapat benar-benar terjadi,
sehingga meskipun terpisah jarak dan ruang, Sumirah dapat melihat
Profesor, dan sebaliknya, Profesor dapat melihat dan mencubit Sumirah.
Mengetahui hal tersebut, Slentem juga tidak percaya bahwa tipuannya
dapat berhasil begitu saja. Intelektual profesor yang dipertanyakan dimana
Profesor, seorang yang dikatakan sangat mengerti tentang pendidikan
ternyata juga masih percaya terhadap hal-hal yang masih tabu misalnya
percaya dukun dan piranti untuk menyelesaikan segala permasalahan yang
dihadapinya
Di hari yang lain, Slentem berpihak kepada Sumirah dan
mengirimkan surat kaleng berisi ancaman kepada Profesor agar
meluluskan Tommy, karena gelar kelulusan Tommy dapat berdampak
pada usaha batik Sumirah. Tetapi setelah seminggu tidak ada respon dari
Profesor, Slentem mendatangi rumah Profesor, dan akhirnya terkuaklah
bahwa Slentem adalah pengirim asli dari surat itu. Kemudian terjadilah
kejar-kejaran hingga set ditutup.
Kisah berakhir dengan semua pemeran yang menua, Tommy
menikah dengan Sumirah dan Kusningtyas dan memiliki banyak anak,
Profesor dan istrinya yang semakin menua, tetapi Slentem, entah kenapa
dengan pemikirannya, ia tetap menjadi Slentem muda.
40
Dalam kisah tersebut juga dibumbui dengan adanya tokoh-tokoh
pengamen seperti Sariyem, dengan teman-teman pemusik tradisionalnya,
dan Warti dengan cassette tape recorder-nya. Kedua pengamen pasar ini
mendapat konflik ketika Warti mengamen dengan alat-alat yang sudah
modern sedangkan Sariyem masih memakai alat-alat musik tradisional.
Perilaku Warti ini lantas membuat Sariyem merasa sudah tidak mendapat
keuntungan lagi dari kerjanya karena kemodernan yang telah dipakai oleh
Warti.
41
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Unsur Intrinsik Naskah Drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek
Karya Danarto
Di bawah ini akan dijelaskan unsur intrinsik dalam naskah drama
Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto sebagai berikut:
1. Tokoh dan Penokohan
Dalam unsur intrinsik, tokoh dan penokohan merupakan dua
hal penting yang tidak dapat dipisahkan dalam sebuah cerita.
Danarto dalam OOEE menggambarkan tokohnya dengan cukup
jelas. Hal ini terlihat melalui tindakan para tokoh serta
pendeskripsian yang disampaikan oleh dialog antar tokoh dan
narasi.
Gambaran tokoh tercermin lewat dialog dalam naskah lakon
OOEE karya Danarto, tergambar tokoh beserta wataknya. Tokoh
biasanya ditandai dengan nama sedangkan penokohan tergambar
melalui sikap dan watak. Dalam naskah OOEE karya Danarto,
banyak terdapat tokoh yang terlibat di dalam jalan cerita
diantaranya, Slentem, Profesor Seni Rupa, Nyonya Profesor Seni
Rupa, Tommy, Kusningtyas, Sumirah, Ati, Sariyem, Tukang
Kendang, Tukang Suling, Tukang Clempung, dan Warti. Dalam
naskah OOEE yang menjadi peran utama adalah Tommy dan
Slentem. Kedua tokoh ini mengalami konflik yang menegangkan.
Masing-masing memiliki kepribadian dan watak yang berbeda.
Tokoh utama merupakan tokoh yang tergolong penting dan
ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian
besar cerita.
42
a) Tommy
Dilihat dari awal kemunculannya, Tommy termasuk salah
satu tokoh yang utama. Hal ini dikarenakan Tommy memiliki
peran krusial untuk mengetahui tema apa yang terkandung dalam
naskah OOEE karya Danarto. Tommy digambarkan sebagai
seorang mahasiswa Fakultas Seni Rupa yang cuek dan santai. Ia
hadir sebagai sosok representasi kaum golongan menengah ke atas
yang modern. Dilihat dari namanya, ia bukan masyarakat Jawa asli,
namun seorang mahasiswa yang merantau untuk belajar di
Yogyakarta. Gayanya yang nyeleneh dan ngetop dari cara
berpakaian, berbicara, sampai pada penamaan batik yang menjadi
karya andalannya.
Sumirah: Lha, ini loh Jeng Ati, yang kemarin sudah saya
bilang, batik baru desain Tommy.
Ati: Waduh ini baru lagi. Bagus betul. Namanya apa ini,
Mbakyu Sumirah?
Sumirah: ini karya Tommy yang paling lama ia kerjakan.
Judulnya “Shadow of Your smile”1
Terdapat pada adegan pembuka cerita yaitu percakapan
antara juragan batik (Sumirah) dan pedagang batik (Ati). Danarto
membuat propaganda batik yang bertujuan untuk menarik minat
orang membeli dan mencintai batik tradisional. Persaingan batik
pun terasa di salah satu pusat batik di Yogyakarta yaitu Pasar
Beringharjo. Tempat yang fenomenal pada masa penulisan naskah
bahkan sampai sekarang. Disaat di sana kental dengan nama-nama
motif klasik yang mengandung unsur Jawa, justru Tommy
menciptakan motif yang “nyeleneh”.
1 Danarto, Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek, (Nalar, 2014), hlm. 3
43
Tommy: Bagaimana kata mereka?
Sumirah: Apa?
Ati: Itu lho, Mbak… Pak Suryo...
Sumirah: Oh, iya… Kritikan mereka… Ya rutin seperti kata
Slentem tadi.
Tommy: Ah, begitu saja selalu dalam ngritik... Sementara
desain batik maju pesat, kritikan-kritikan tak pernah maju-
maju.2
Tommy juga digambarkan sebagai mahasiswa yang tidak
suka dikritik, berpendirian keras, dan merasa bahwa ialah yang
paling baik. Pada dasarnya ia membutuhkan kritik yang diharapkan
untuk kemajuan batiknya, namun setelah diberikan komentar, ia
tidak terima dan berdalih kritik yang diberikan selalu begitu saja.
Sementara itu, Tommy mengalami kegalauan dikarenakan
mengalami kesulitan untuk mendapatkan kelulusan dari sang
profesor. Kejadian tersebut membuat Tommy memanfaatkan anak
perempuan profesor seorang mahasiswi kedokteran untuk
mendekati keluarga profesor dengan harapan ia akan segera
mendapatkan gelar yang menurutnya akan membuat perubahan
dalam karirnya sebagai seorang pelukis.
Slentem: Kusningtyas, mahasiswi Fakulteit Kedokteran
tingkat 3, putri pak profesor seni rupa.3
Cita-cita Tommy untuk lulus dari Fakultas Seni Rupa
bergantung pada Kusningtyas anak sang profesor. Ia menjadikan
Kus sebagai Tameng agar keluarga profesor luluh dan profesor
bisa meluluskannya dengan mudah. Berbagai cara dan upaya
dilakukan melalui berbagai tipu muslihatnya.
2 Ibid, hlm. 16
3 Ibid, hlm. 8
44
Di lain sisi, ia juga tinggal satu atap dengan memanfaatkan
Sumirah, seorang juragan batik di Pasar Beringharjo untuk meraup
keuntungan dalam karir, biaya hidup, serta biaya kuliahnya di
Yogyakarta. Namun, apa yang ia lakukan dengan wanita-wanita
tersebut diketahui dengan tokoh Slentem. Lalu ia menyuap tokoh
Slentem agar diam dan menutup aibnya.
Sumirah: Tom, darimana dia garong itu? Padahal barusan
dia merengek-rengek minta saya.
Slentem: (Cepat-cepat berlalu)
Tommy: Saya yang kena bajak tadi.4
Tommy sekuat tenaga berupaya membuat Slentem tidak
membeberkan kenyataan bahwa ia menjalankan hubungan dengan
anak profesor dimana Slentem sudah mengetahui perilaku Tommy
di belakang Sumirah. Mereka pergi bersama untuk menonton
bioskop dan boncengan dengan vespa tanpa sepengetahuan
Sumirah.
Slentem: Apa yang musti saya ceritakan kalau tidak ada
dongeng? Apa yang musti saya lihat kalau tidak ada
pemandangan?
Sumirah: Jangan pura-pura ya? Kamu katanya pernah lihat
Tommy boncengan vespa sama Kus nonton di Rahayu?5
Kondisi di atas menjelaskan watak Tommy yang
ceroboh, ia menghalalkan segala cara yang membuat dirinya
terancam.
Profesor: Tom, kamu sudah membawa desain batik
baru?
Tommy: Shadow of your smile ini, Prof.
NY. Prof: Wah hebat kamu, Tom. Ini bagus untuk Ibu,
Tom.
Tommy: Memang pantas untuk Ibu.
NY. Prof: Terima kasih, Tom.
4 Ibid, hlm. 14-15
5 Ibid, hlm. 10
45
Tommy: Tetapi ini satu-satunya contoh yang ingin saya
bawa ke Jakarta. Jadi bolehkah saya pinjam dulu nanti
saya antar kembali ke sini?
NY. Prof: Janji ya.
Tommy: Ya, Bu. Saya pinjam dulu.6
Selanjutnya, Tommy juga hadir sebagai lelaki playboy
dan gombal. Ucapan dan janji manisnya ia tuaikan kepada
siapa saja dan tidak bisa dipertanggungjawabkan, ia juga
tidak mempunyai pendirian dan serakah.
Kus: Lama kamu gak kemari, kenapa?
Tommy: Saya sibuk menciptakan desain baru, sayang.
Kus: Mana untuk saya?
Tommy: Ini untukmu, Kus. Shadow of Your Smile.7
Dalam kutipan di atas menunjukkan ketidakseriusan
dan ketidakkonsistenan Tommy sebagai laki-laki. Ia
berbohong kepada ketiga wanita sekaligus. Pertama, ia
mengatakan batik itu untuk Sum, lalu Ny. Prof, dan
setelahnya kepada Kus dalam kurun waktu yang sama. Ia
tidak mempunyai rasa takut atas apa yang ia ucap dan
perbuat. Semua mengalir begitu saja tanpa merasa bersalah.
Dari penjabaran tokoh Tommy di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa Tommy termasuk tokoh utama yang
bersifat antagonis karena sikapnya yang tidak diharapkan
pembaca dan bertentangan dengan norma-norma yang ada. Ia
juga masuk ke dalam tokoh kompleks dikarenakan sifatnya
yang selalu di luar batas dan membuat para pembaca atau
penonton geleng-geleng kepala dengan perilakunya yang
semena-mena memperlakukan wanita, dan pendidikannya.
6 Ibid, hlm. 26
7 Ibid, hlm. 32
46
Dilihat dari kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan
Tommy, ia merupakan tokoh statis dikarenakan dari awal
sampai akhir cerita ia tetap konsisten dengan pendiriannya
dan memilih untuk berpoligami dengan Kus dan Sumirah.
b) Slentem
Slentem seorang tukang sapu Pasar Beringharjo. Selain
menjadi salah satu tokoh sentral, Slentem juga sekaligus
hadir sebagai narator di dalam naskah drama ini. Ia adalah
penghubung antar tokoh. Slentem digambarkan sebagai sosok
yang sederhana, njawani, dan mewakili kaum menengah ke
bawah pada zamannya. Berdasarkan namanya kita bisa
mengetahui bahwa tokoh Slentem adalah penduduk asli
Yogyakarta. Slentem dihadirkan untuk menciptakan konflik-
konflik yang menyebabkan terjadinya permasalahan yang
menarik dan dibungkus dengan humor yang cukup
menggelitik. Ia hadir dengan karakter yang menyebalkan dan
kerap hadir dimana-mana, ia menjadi pengendali dan penentu
jalannya cerita.
Ati: Memang semuanya harus terinci dan tepat,
Mbakyu.
Profesor: Harus tepat.
Sumirah: Dengan begitu bisa melahirkan satu karya
yang bagus…
Slentem: …dan harga yang mahal
Sumirah: Sudahlah, Tem. Kamu pergi sana. Kerja!8
Slentem hadir sebagai penggerak cerita. Ia selalu
menjadi pendengar dan ikut „nimbrung‟ apabila tokoh Sum
dan Ati sedang berbincang. Slentem kerap menimpali dengan
8 Ibid, hlm. 5
47
kata-katanya yang ajaib dan selalu mau ikut campur urusan
orang.
Ia juga digambarkan sebagai sosok yang matre,
berorientasi dengan uang, jahil dan suka menipu Profesor
dengan ide-ide yang ajaibnya.
Profesor: Ongkosnya berapa, Mas?
Slentem: Mahal.
Profesor: Berapa sih?
Slentem: Dua ribu lima ratus.
Profesor: Sebanyak itu? Tapi benar-benar ces-pleng,
Mas?
Slentem: Tok-cer!
Profesor: Jampi-jampinya apa itu?
Slentem: Bayar dulu atau nggak usah saja.9
Ia berusaha menipu professor sebagai seorang dukun
ketika professor berusaha mencarinya di pasar, namun bisa-
bisanya ia mengelabui dan memanfaatkan professor yang
datang menanyakan akan dirinya, justru ia mengaku dirinya
sebagai seorang dukun yang mempunyai ilmu magis. Ia
memberikan seutas rambutnya kepada profesor yang
berharap bisa memata-matai Tommy dari jarak jauh.
Dengan segala kemahirannya memainkan kata-kata
serta kecerdasannya dalam mengelak segala kecurigaan yang
datangnya padanya. Ia dihadirkan sebagai sosok yang pandai
bersilat lidah dan menyembunyikan cerita.
Ati: Kalau kamu cepat ngaku dan menceritakan semua
hubungan Tom dan Kus, itu lebih baik daripada kamu
diam saja. Kalau begini terus dan berlarut-larut,
semuanya akan menjadi gerah dan suasana menjadi
panas. Senang kamu kalau udara menjadi umob?
9 Ibid., hlm. 44
48
Slentem: Apa yang musti saya ceritakan kalau tidak ada
dongeng? Apa yang musti saya lihat kalau tidak ada
pemandangan?
Sumirah: Jangan pura-pura, ya? Kamu katanya pernah
lihat Tommy boncengan vespa dengan Kus nonton di
Rahayu.10
Pada kutipan dialog di atas Slentem berusaha untuk
menutupi aib Tommy karena ia sudah disogok dengan rokok
agar bungkam. Slentem bersikeras tidak mau mengakui
kejadian yang sebenarnya karena merasa ia sudah diberi
rokok dan harus menjaga rahasia dari Sumirah. Susah payah
ia berusaha agar tidak kelepasan membocori perihal
hubungan Kus dan Tommy.
Pada akhir cerita digambarkan bahwa Slentem adalah
orang yang „nyeleneh‟, dan idealis. Slentem memiliki kuasa
penuh dan penggerak dalam cerita ini. Slentem sosok yang
tidak mau diatur, berpendirian yang keras, keras kepala, dan
mempunyai jalan hidupnya sendiri.
Slentem: Para penonton semuanya, inilah mereka yang
bergerak maju terus: Mas Tommy, Yu Sumirah,
Kusningtyas, Ati, Profesor, Nyonya Profesor, Sariyem,
Warti, Tukang Kendang, Tukang Suling, Tukang
Clempung. Tapi aku sendiri yang nggak mau,
sementara mereka bertambah terus tiap 1 Januari,
sedang aku nggak mau, aku selalu meloncat kembali ke
Desember yang silam dan akhirnya kuputuskan untuk
berhenti sama sekali. Bagi mereka, aku adalah masa
silam mereka, sedang bagiku adalah masa akan
datangku yang enggan aku jalani. Kok maunya mereka
menjadi tua.11
Pada bagian epilog tersebut pun tergambar bahwa
hanya Slentem yang tidak mau hidup maju, ia mau mengatur
10
Ibid., h. 10 11
Ibid, hlm. 82
49
jalan hidupnya sendiri. Disinilah tergambar sangat jelas dan
lugas, bagaimana Danarto berhasil menempatkan Slentem
sebagai lakon dan sebagai narator.
Berdasarkan analisis tokoh Slentem, Slentem termasuk
tokoh utama yang mempunyai sifat antagonis, dibuktikan dari
perilakunya yang selalu tiba-tiba muncul dan membuat orang
kesal di setiap adegannya. Dilihat dari perwatakannya, ia
merupakan tokoh bulat yang selalu memberikan kejutan.
Sementara itu dilihat dari sisi berkembang atau tidaknya, ia
merupakan tokoh statis karena dari prolog sampai epilog ia
memotori hidupnya sendiri dan teguh dengan pendiriannya.
Ia tidak berubah dan tidak mengikuti arus cerita.
Selain tokoh utama, terdapat tokoh tambahan yang
utama. Tokoh tambahan yang utama dalam naskah drama ini
yaitu Profesor Seni Rupa, Ny.Profesor, Sumirah,
Kusningtyas, Ati, Sariyem, dan Warti.
c) Profesor
Profesor merupakan seorang tenaga pengajar di
Fakultas Seni Rupa Yogyakarta. Ia digambarkan sebagai
tokoh yang kaku, jahil, kolot, mempunyai pendirian yang
kuat, dan kleni. Ditelaah dari penyebutan tokohnya, hanya ia
dan istrinyalah yang tidak diberi nama seperti tokoh-tokoh
yang lain. Profesor sebagai sosok yang visioner, dan teoritis.
Profesor: Apakah soal ujian haruas tidak
membingungkan?
Tommy: Tetapi ini menggelikan. Professor bersenda
gurau, ya?
50
Professor: Saya serius. Serius sekali12
Pada kutipan di atas menunjukkan sifat profesor
yang masih menjaga kewibawaan dan keseriusannya
sebagai tenaga pengajar. Di sisi lain pemikirannya yang
visioner sebagai seorang profesor yang berpendidikan
tinggi membuat ia terlalu teoritis, bosan dengan yang sudah
ia biasa jalani sehari-hari dan ingin mencoba dengan hal
yang menyimpang agama, yaitu percaya dengan hal mistis.
Hal ini pun dapat wijarkan terlebih ia memang tinggal di
lingkungan masyarakat jawa yang kental dengan hal-hal
yang berbau mistis.
Profesor: jampi-jampinya apa itu?
Slentem: Bayar dulu atau ngga usah saja
Profesor: Baiklah, Mas, nih!13
Pada posisi mendesak dan kekhawatirannya kepada
anaknya, profesor pun nekat melakukan sesuatu yang di
luar nalar orang normal sewajarnya. Ia bersikukuh ingin
membuktikan apa yang selama ini ia gelisahkan.
Berdasarkan analisis di atas tokoh profesor
merupakan tokoh utama tambahan utama yang bersifat
antagonis, dilihat dari perilakunya yang tidak diharapkan
pembaca. Dilihat dari sisi perwatakannya profesor termasuk
ke dalam tokoh bulat yang melakukan hal-hal yang
membuat kejutan. Sementara itu, ia merupakan tokoh
berkembang karena pada akhir cerita ia menerima
kenyataan bahwa anaknya dipoligamikan oleh tokoh
Tommy.
12
Ibid, hlm. 31 13
Ibid, hlm. 42
51
d) Ny.Profesor
Tokoh tambahan utama yang selanjutnya adalah Ny.
Profesor. Ny.Profesor merupakan istri sah dari Profesor
seni rupa. Ia memiliki watak yang penyabar dan selalu
berpikir positif, terutama kepada Tommy. Tidak sedikitpun
ia berpikir negatif tentang Tommy dan cenderung membela
Tommy apabila profesor berpikir yang tidak-tidak tentang
Tommy.
Profesor: Aku dengar dia sudah pacaran, bahkan
sudah lama hidup bersama dengan juragan batik
Beringharjo.
Ny. Prof: Ah mosok. Dengar dari siapa?
Profesor: Dari kawan dosen
Ny. Prof: Kus sudah dengar?
Prof: Belum
Ny: Jangan main tuduh loh, Pap, sebelum lihat
sendiri buktinya dan jangan sampai terdengar oleh,
Kus. 14
Pada kutipan di atas Ny.prof sangat pro kepada
anaknya, Kusningtyas. Ia sangat menyayangi dan menerima
pilihan anaknya apabila memang tulus mencintai Tommy
tanpa embel apapun. Namun pada kenyatannya, justru
anaknya lah yang diselingkuhi oleh orang kepercayaannya
sendiri.
Berdasarkan analisis di atas tokoh Ny. Profesor
merupakan tokoh utama tambahan utama yang bersifat
protagonist, dilihat dari perilaku yang selalu sabar dalam
menyikapi sesuatu, tidak gegabah, sikap seperti inilah yang
diharapkan pembaca. Sosok Ny.Profesor sangat mewakili
wanita jawa pada aslinya yang kalem, lemah lembut dalam
14
Ibid, hlm. 8
52
bertutur, menghargai orang, berpikiran positif, dan santai.
Tidak terlihat juga ia seorang yang neko-neko didilik dari
ucapan, tingkah lakunya walaupun ia seorang istri profesor.
Dilihat dari sisi perwatakannya, Ny. Profesor termasuk ke
dalam tokoh sederhana karena sifatnya yang datar dan
monoton. Sementara itu, ia merupakan tokoh statis karena
pada dari awal hingga akhir cerita ia tetap pada sikap yang
sama. Menerima tommy menjadi mantunya.
e) Sumirah
Sumirah digambarkan sebagai tokoh yang kuat
dalam mental dan pikirannya. Walau terdengar desas-desus
ia tetap berpikir baik tentang Tommy.
Sumirah: Sudah lama sebenarnya, tapi sengaja saya
diam saja, sebelum melihat sendiri buktinya.15
Dari kutipan di atas pada dasarnya Sumirah telah
mengetahui hubungan Tommy dan Kus dari berbagai
sumber yang ia dapat dan memberi tahu dirinya di pusat
pertemuan orang dari berbagai kalangan dan rupa, Pasar
Beringharjo. Namun ia tetap kuat seolah-olah tidak terjadi
apa-apa dan tidak mau menghakimi Tommy apabila ia
belum menemukan bukti yang kuat perihal apa yang ia
dengar dari orang-orang terhadap Tommy.
Ia juga tergambar sebagai sosok yang gigih dalam
berusaha, ia mempunyai penderian dan tekat yang kuat.
Apabila mempunyai suatu target dan keinginan harus
tercapai. Tergambar pada kutipan di bawah ini.
15
Ibid, hlm. 8
53
Sumirah: Sebab, seluruh rencana sudah terpancang
kuat-kuat antara kita berdua, sebab seluruh
kekuatan, pikiran dan harta benda diarahkan untuk
mencapai sasaran utama16
Pada kutipan di atas terlihat betapa ia mencintai
sosok laki-laki pujaan yang telah hidup dua tahun bersama
dengannya. Ia berpikir bahwa dengan titel yang didapatkan
nantinya akan membawa kesuksesan yang lebih untuk
usahanya dan Tommy. Harapan demi harapan sudah
terpampang di depan mata. Maka ia sangat ambisius
menginginkan Tommy lulus dari Fakultas Seni Rupa dan
mendapat titel doktorandus.
Berdasarkan analisis, tokoh Sumirah merupakan
tokoh utama tambahan utama yang bersifat protagonis,
dilihat dari perilaku yang selalu sabar dalam menyikapi
sesuatu, mempunyai mental yang kuat walaupun mau
dibohongi dan dimadu. Kenyataan ini memang cukup miris,
namun sikap seperti inilah yang diharapkan pembaca dalam
menyikapi suatu permasalahan walaupun terkesan terlalu
dibodohi oleh cinta buta. Sosok Sumirah dlihat dari sisi
perwatakannya ia termasuk ke dalam tokoh sederhana
karena sifatnya cukup datar dan konsisten. Sementara itu, ia
merupakan tokoh statis karena pada dari awal hingga akhir
cerita ia tetap pada sikap yang sama. Menerima dimadu
dengan Tommy, kekasih kumpul keponya. Walaupun di
akhir cerita ia dinikahi dan mempunyai 3 orang anak
dengan Tommy.
16
Ibid, hlm. 51
54
f) Kusningtyas
Kusningtyas digambarkan sebagai tokoh yang
manut, pendiam, dan gampang dibodohi. Ia sangat
mengikuti alur cerita, namun tidak terlalu terlihat
bagaimana wataknya dilihat dari kemunculannya yang tidak
terlalu banyak dan tidak tergambar begitu gambling
bagaimana perilakunya.
Kusningtyas: Aduh, darling, manis betul. Aku jahit saja
sekarang untuk malam minggu nanti
Tommy: Tentu, honey, cuma sebentar, izinkan saya
pinjam barang dua tiga hari. Mau saya bawa ke Jakarta.
Ada seorang kolektor yang kepingin lihat. Boleh,
sayang?
Kusningtyas: Tentu, baby.17
Pada kutipan di atas tergambar bagaimana ketulusan
perasaan Kus kepada Tom tanpa embel-embel
dibelakangnya yang sayangnya dimanfaatkan oleh Tommy.
Ia sangat menaruh harapan kepada Tommy. Ia berpikir
bahwa mereka adalah pasangan yang sangat cocok.
Berdasarkan analisis di atas tokoh Kusningtyas
merupakan tokoh utama tambahan utama yang bersifat
protagonis, dilihat dari perilaku yang selalu sabar dalam
menyikapi sesuatu, walaupun sama-sama mau dibohongi
dan dimadu, namun tetap ikhlas menjalani kenyataan.
Sosok Kusningtyas dilihat dari sisi perwatakannya ia
termasuk ke dalam tokoh sederhana karena sifatnya cukup
monoton, tidak ada kejutan yang berarti. Sementara itu, ia
merupakan tokoh statis karena pada dari awal hingga akhir
cerita ia tetap pada sikap yang sama. Menerima dimadu
dengan Tommy, kekasihnya yang ia pacari dengan tulus
17
Ibid, hlm. 33
55
dan dengan cinta. Walaupun di akhir cerita ia dinikahi dan
mempunyai dua orang anak yang lucu dengan Tommy.
g) Ati
Ati adalah sosok pedagang batik yang cukup
mewakili representasi masyarakat jawa yang mencintai
kebudayaan. Ia hadir sebagai penengah apabila Sumirah
berselisih dengan Slentem.
Ati: Sudahlah, Mbak. Semuanya „kan belum pasti.
Harus kita selidiki dulu.
Pada kutipan di atas terlihat sosok Ati yang
mempunyai niat baik sesama rekan yang sama-sama
mencari nafkah di tempat yang sama. Sosoknya yang setia
kawan dan mau menolong Sumirah tanpa pamrih. Ati pun
selalu menerima menjadi pendegar yang baik ketika
Sumirah berkeluh kesah tentang apapun.
Ati sebagai sosok yang turut membela Tommy dan
sangat mendukung hubungan Tommy dengan Sumirah. Ia
sangat menyayangkan apabila mereka tidak bersama lagi.
Ati: Itulah, Mbakyu. Mas Tommy dan mbakyu
sudah merupakan pasangan yang manis. Sayang
kalau terjadi bentrokan-bentrokan. Mas Tommy
seorang pelukis laris, sedang Mbakyu juragan yang
bisa menghargai uang. Klop!
Sosok Ati yang menunjukan ketulusannya dalam
berkawan dan mudah mengambil hati Tommy dan Sumirah
lewat kata-katanya yang bernilai positif. Ia dengan senang
hati membela dan tidak segan-segan melawan apabila
56
terdengar hal yang tidak baik datang pada Tom maupun
Sum.
Ati: Kalau kamu cepat ngaku dan menceritakan
semua hubungan Tom dan Kus, itu lebih baik
daripada kamu diam saja.18
Dari kutipan di atas, Ati memang dihadirkan
sebagai tokoh hero bagi Sumirah untuk membujuk dan
merayu Slentem agar mereka mendapatkan berita mengenai
kedekatan Tom dan Kus.
Ati: Ayolah, Tem. Kok kaya kita ini bukan kawan
lama. Kalau kamu sedang repot sering dibantu
Mbakyu Sum.19
Ati diposisikan sebagai orang yang terus membela
Sumirah dan merasa tidak dihargai oleh Slentem sebagai
teman yang sudah lama. Slentem pun sebagai tokoh yang
kerap dibantu Sumirah tetap diam dan tidak mau bercerita.
Pada akhir cerita, usut punya usut ternyata Ati
menyimpan perasaan kepada Slentem. Terlihat dari epilog
Slentem di bawah ini.
Slentem: …sedang Ati sebenarnya menyimpan rasa
dengan saya, tetapi saya menolak.20
Perseturuan Slentem, Sumirah, Ati dan intensitas
pertemuan mereka sehari-hari yang memungkinkan Ati
menyimpan perasaannya kepada Slentem walau pada
18
Ibid, hlm. 10 19
Ibid, hlm. 11 20
Ibid, hlm. 83
57
awalnya Ati sering merasa risih dan gemas terhadap
kedatangan Slentem yang selalu tiba-tiba nimbrung
percakapan, ikut campur, dan muncul di setiap saat.
Berdasarkan analisis di atas tokoh Ati merupakan
tokoh utama tambahan utama yang bersifat protagonis,
dilihat dari kehadirannya sebagai penengah dan mencoba
membuat energi yang positif di sekitarnya. Sosok Ati
dilihat dari sisi perwatakannya ia termasuk ke dalam tokoh
sederhana karena sifatnya cukup monoton, tidak ada
kejutan yang berarti. Sementara itu, ia merupakan tokoh
statis karena pada dari awal hingga akhir cerita ia tetap
pada sikap yang sama.
h) Sariyem
Sariyem merupakan tukang ngamen yang biasa
menembangkan lagu-lagu tradisionalnya. Dalam bahasa
Jawa disebut ledek. Sariyem sebagai representasi
masyarakat Jawa yang masih berpegang teguh kepada adat
dan budaya Jawa dan tunduk akan aturan yang berlaku.
Hidupnya tidak banyak macam-macam dan mengikuti alur.
Sariyem: Silakan! Silakan! Terus! Memangnya aku
dianggap apa atas dasar ini semua. Pada hakikatnya
kami adalah orang-orang yang menurut. Tetapi
kalau dibeginikan terus, apa yo kuat! Ti, Warti!21
Di awal kemunculannya, Sariyem mengamuk
dikarenakan ia melihat bagaimana kondisi Pasar
Beringharjo tempat ia mencari makan menjadi didominasi
oleh orang yang mengamen menggunakan tape recorder.
Sebagai orang yang masih berpegang teguh pada tradisi
21
Ibid, hlm. 21.
58
jelas ia tersulut emosi karena merasa tersingkir dan tidak
lagi mempunyai tempat.
Berdasarkan analisis di atas tokoh Sariyem
merupakan tokoh utama tambahan utama yang bersifat
protagonis, tergambar dari kehadirannya sebagai sosok
yang tidak neko-neko. Sosok Sariyem dilihat dari sisi
perwatakannya termasuk ke dalam tokoh kompleks terbukti
dari apa yang perseteruannya dengan Warti. Sementara itu,
ia merupakan tokoh berkembang karena di awal
kemunculannya ia bersikap baik-baik saja, hanya karena
tersulut emosinya oleh Warti, dan di akhir cerita para
pengamen hidup dengan tenang oleh undang-undang
permusikan yang dibuat oleh Slentem walaupun pada
akhirnya Sariyem juga mengikuti jejak Warti mengamen
dengan tape recorder dikarenakan pita suaranya sudah habis
dan tidak bisa menembangkan tembang lagi karena
dimakan usia.
i) Warti
Warti digambarkan sebagai sosok kaum kelas
menengah ke bawah yang modern dengan gayanya yang
borju dan terbilang belagu. Ia merupakan seorang wanita
pengamen dengan tape recorder. Warti sosok yang keras
dan egois seperti kacang lupa kulitnya. Pendiriannya kuat
dan berpegang teguh atas sesuatu yang telah menjadi
prinsip hidupnya.
59
Warti: Aku adalah aku. Aku bertindak hanya karena
disuruh. Kita memang teman. Dulu. Sekarang kita
musuh.22
Pada kutipan di atas ia hidup dalam kendali orang
dan ia harus memegang kemudi itu. Warti sebagai
representasi kaum borjuis pada era orde baru pada dasarnya
memiliki selera musik yang cukup bagus untuk orang-orang
yang menyukai musik sejenisnya.
Warti: “When I First Saw You”, ada “Rolling
Love”, ada. “Moonlight Country” ada23
Status Warti sebagai pengamen yang sudah tidak
memegang teguh tradisi dan lebih memilih mengikuti
zaman dan teknologi dengan menampilkan lagu-lagu barat
ketimbang lagu tradisional. Warti telah mengeyampingkan
budaya dimana ia pernah dibesarkan dari alat dan musik
tradisional.
Berdasarkan analisis di atas tokoh Warti merupakan
tokoh utama tambahan utama yang bersifat antagonis,
dilihat dari kehadirannya sebagai penyulut emosi dan
pendatang permasalah muncul antara dirinya dengan
Sariyem. Sosok Warti dilihat dari sisi perwatakannya ia
termasuk ke dalam tokoh kompleks karena perilakunya
yang luar biasa. Sementara itu, ia merupakan tokoh
berkembang karena pada akhir cerita semua pengamen
hidup dengan rukun dan damai.
22
Ibid, hlm. 22 23
Ibid, hlm. 20
60
Sementara itu, tokoh utama tambahan (yang
memang) tambahan adalah Tukang Cemplung, Tukang
Kendang, dan Tukang Suling.
2. Alur/Plot
Drama OOEE karya Danarto menggunakan alur maju tanpa
menoleh ke belakang sedikitpun. Cerita dalam naskah ini terjadi
dalam 1 babak.
MASA LALU, MASA KINI, MASA YANG AKAN DATANG
MENJADI SATU. RUANG DAN WAKTU KEMPAL DALAM
SATU SUASANA DAN KEADAAN. PASAR
BERINGHARJO ADALAH RUANG UJIAN, ADALAH
KAMAR TIDUR, ADALAH TEMPAT NGAMEN, ADALAH
HARI KETUAAN, MENANTI MAUT… ADALAH…24
Petikan prolog di atas menggambarkan tahap penyituasian.
Prolog ini berisi pegenalan latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini
merupakan pembukaan cerita dan pemberian informasi awal bahwa
Pasar Beringharjo menjadi tempat saksi hidup berbagai generasi
terjadinya transaksi uang dan juga moral. Tahap ini berfungsi untuk
memberikan informasi kepada penonton, agar penonton mendapat
gambaran mengenai jalannya cerita.
Tommy: Soalnya bukan serius atau tidak, tetapi bunyi kritikan
itu selalu sama saja dari dulu sampai sekarang. Dan mereka
senada. Aku telah berusaha keras untuk menciptakan motip-
motip baru, warna-warna baru, dan tidak jarang aku bekerja
terlalu lama.25
Petikan dialog di atas adalah tahap pemunculan konflik,
masalah-masalah dan peristiwa yang menyulut terjadinya konflik. Jadi
tahap ini tahap munculnya konflik. Jika kita melihat ucapan Tommy
24
Ibid., hlm. 3 25
Ibid., hlm. 15
61
di atas hal ini dikarenakan Tommy marah dan gusar kepada orang-
orang pasar yang berpendapat kurang baik tentang batiknya.
Profesor: Kamu tidak lulus, Tom.
Tommy: (Kaget). Bagaimana, Prof?
Profesor: Kamu tidak lulus.26
Kutipan dialog di atas termasuk ke dalam tahap peningkatan
konflik. Konflik yang telah dimuncukan pada tahap sebelumnya
semakin berkembang. Peristiwa dramatik semakin mencekam.
Peristiwa yang mengarah ke klimaks semakin tidak dapat dihindari
dengan pernyataan profesor yang tiba-tiba menyatakan bahwa Tommy
tidak langsung padahal belum melakukan apa-apa. Dimana peristiwa
ini menambah sulutan amarah Tommy. Tommy semakin berapi-api.
Tommy bersikeras dan tidak terima ia tidak diluluskan secara sepihak.
Tommy berharap bahwa profesor hanya bergurau dan mengerjai saja
karena Tommy merasa bahwa profesor bahkan belum memberikan
ujian kepadanya.
Slentem: Aku akan ancam Profesor!
Ati+Sumirah+NY. Prof+Prof: (kaget) Aaaaaaaaaaa…
Ati+Sumirah: Ancam bagaimana?
Slentem: Aku akan kirimi surat kaleng…
Profesor: Aku tak mungkin diperas…
Sumirah: Itu pikiran yang cemerlang, Tem.
Slentem: Pokoknya kalau Mas Tommy tidak diluluskan, akan
saya cegat di depan kantor pos.27
Petikan dialog di atas adalah terjadinya tahap klimaks. Tahap
klimaks, atau pertentangan yang terjadi yang dilakukan atau
ditimpakan kepada tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak.
Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang
berperan dan penderita terjadinya konflik utama. Dialog di atas adalah
26
Ibid., hlm. 30 27
Ibid., hlm. 69
62
puncak dari masalah Tommy yang tidak diluluskan yang berimbas
kepada kemarahan waga-warga pasar (re: Slentem, Sum, dan Ati)
sehingga akhirnya kemarahan mereka sudah tidak tertahankan lagi.
Slentem: Tentu saja Profesor menjadi orang yang berbahagia.
Beliau lepas dari surat kaleng saya ditambah lima orang cucu.28
Petikan epilog di atas menandakan terjadi tahap penyelesaian.
Tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks diberi jalan
keluar dan cerita diakhiri. Jalan keluar dan akhir cerita tersebut adalah
bahwa Prof dan Ny. Prof akhirnya menerima Tommy sebagai
menantunya dan di sisi lain ia juga menikahi Sumirah seorang juragan
batik. Masing-masing dari mereka mempunyai anak. Tiga dari
Sumirah dan dua dari Kusningtyas.
Dengan demikian, alur pada cerita OOEE karya Danarto ini
adalah alur kronologis karena rangkaian jalannya peristiwa sesuai
runtutan cerita.
3. Latar/Ruang
Latar nerupakan salah satu komponen penting dalam unsur
intrinsik. Latar memiliki kaitan yang erat dengan penokohan dan alur
karena ketiga komponen tersebut memilki hubungan dalam
membangun permasalahan dan konflik. Tanpa adanya latar, tidak ada
pijakan bagi tokoh dan alur dalam membangun cerita. Latar
memberikan pijakan secara konkrit dan jelas, hal ini penting karena
untuk menghadirkan kesan realistis bagi pembaca.
a. Latar tempat
Secara garis besar latar tempat yang digunakan dalam
naskah OOEE adalah Kota Yogyakarta, lebih tepatnya di Pasar
28
Ibid., hlm. 83
63
Beringharjo. Hal ini tidak terlepas dari Danarto yang cukup lama
menghabiskan masa hidupnya di sana.
MASA LALU, MASA KINI, MASA YANG AKAN
DATANG MENJADI SATU. RUANG DAN WAKTU
KEMPAL DALAM SATU SUASANA DAN KEADAAN,
PASAR BERINGHARJO ADALAH RUANG UJIAN,
ADALAH KAMAR TIDUR, ADALAH TEMPAT
NGAMEN, ADALAH HARI KETUAAN MENANTI
MAUT… ADALAH…29
Naskah drama menggunakan satu dialog untuk diucapkan
dua bahkan tiga tokoh sekaligus. Menariknya, dua-tiga tokoh ini
tidak berada dalam satu ruang dan waktu yang sama. Ini adalah
naskah yang menyatukan dimensi ruang dan waktu. Di satu tempat
adalah pasar Beringharjo, tetapi di situ juga rumah Profesor dan
ruang tidur. Jadi tanpa disengaja, dialog-dialog mereka menjadi
saling berkaitan. Latar yang berbeda ini juga ditempatkan dan
dimainkan dalam satu panggung secara bersamaan. Hal ini
menunjukkan bahwa naskah drama ini merupakan refleksi dari
kehidupan masyarakat saat ini dimana konflik setiap pribadi
masyarakat akan cepat terdengar kepada masyaraka yang lain.
Pasar Beringharjo menjadi saksi bisu dimana terjadinya
ketimpangan-ketimpangan sosial. Danarto nampaknya menorehkan
kenangannya selama berkuliah dan aktif di Yogyakarta lewat karya
OOEE ini. Ia mengangkat kota tempat dimana ia mengenyam
pendidikan. Ini membuktikan bahwa Danarto bukanlah orang yang
lupa akan dimana ia „dibesarkan‟.
b. Latar Waktu
Latar waktu dalam naskah ini dituliskan secara gamblang
pada saat pembacaan Undang-Undang permusikan yang dibuat
29
Ibid., hlm. 3
64
oleh Slentem dan disepakati bersama oleh para pengamen Pasar
Beringharjo seperti pada kutipan di bawah ini.
Sariyem+Warti+Tiga Orang Lainnya: Terima kasih. Sampai
ketemu, Slentem. Pasar Beringharjo, 1973.30
Latar waktu yang tergambar pada naskah drama OOEE
adalah pada tahun 1973 dimana pada saat itu terjadi awal masa
orde baru.
Kemudian latar lainnya yang terlihat dalam naskah OOEE
ialah siang hari dan malam hari. Latar waktu siang, malam pada
naskah drama OOEE tidak terlalu banyak dalam menyebutkan
waktu terjadinya peristiwa. Hanya beberapa bagian saja yang
disebutkan dalam suatu adegan.
Berikut kutipan-kutipan yang mengacu pada latar waktu
tersebut:
1) Siang
Tommy: Selamat siang, Profesor.
Profesor: Selamat atau bencana.
Nyonya Profesor: Apa-apaan sih, Pap, kamu ini. Selamat
siang Nak Tommy. Silakan-silakan.31
Pada kutipan dialog di atas, yang menunjukan latar waktu
adegan tersebut adalah ucapan salam dari Tommy ketika hendak
datang ke rumah Profesor yang hendak berniat untuk mengikuti
ujian dengan profesor. Hal yang wajar dilakukan oleh seorang tamu
yang datang ke rumah orang, yaitu mengucapkan salam. Sebuah
ciri khas masyarakat Indonesia yang dikenal dengan
keramahannya, kesopanannya, dan menghormati yang mempunyai
rumah.
30
Ibid, hlm. 68 31
Ibid., hlm. 24
65
2) Malam
ADEGAN TEMPAT TIDUR. TOMMY DENGAN
SUMIRAH DAN PROFESOR DENGAN NYONYA.
SLENTEM TIDUR DI DEPAN.32
Pada kutipan di atas adalah latar waktu yang tersirat yaitu
digambarkannya bagaimana suasana pada malam hari di tempat
masing-masing ketika berisitirahat di malam hari setelah lelah
beraktivitas di siang hari.
4. Penggarapan Bahasa
Pembicaraan tentang penggarapan bahasa menyangkut
kemahiran pengarang mempergunakan bahasa sebagai medium drama.
Gaya bahasa cenderung dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu,
penegasan, pertentangan, perbandingan, dan sindiran.
SELURUH PEMAIN BERDIRI SEPERTI MAU DIPOTRET. 33
Pada kutipan di atas, mengandung majas perumpamaan atau
simile yang tergambar dalam kalimat berdiri seperti mau dipotret.
Maksud dari kata seperti dalam kalimat tersebut adalah semua pemain
sudah siap berdiri dan berpose seolah-olah ingin di foto.
Slentem: Ati dan Sumirah meronta seperti ditinggal kekasih-
dramatis.34
Pada kutipan di atas juga mengandung majas simile. Pada
kalimat meronta seperti ditingal kekasih mengandung arti bahwa
mereka menangis tersedu-tersedu seolah-olah kehilangan kekasih.
Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat
eksplisit. Perbandingan yang bersifat eksplisit ialah bahwa ia langsung
32
Ibid., hlm. 50 33
Ibid., hlm. 80 34
Ibid., hlm 76
66
menyatakan sesuatu dengan yang lain. Untuk itu, ia memerlukan
upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-
kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya.35
Selanjutnya simile menurut Albertine Minderop menjelaskan bahwa
simile adalah perbandingan langsung antara benda-benda yang tidak
selalu mirip secara esensial.36
Slentem: (Naik pitam meledak). Seminggu yang lalu saya kirim
surat kaleng yang isinya penuh ancaman untuk profesor!37
Pada kutipan di atas mengandung dua majas metafora. Terdapat
pada kata naik pitam yang berarti marah dan surat kaleng yang berarti
tidak diketahui siapa pengirimnya
Tommy: Kita akan bertengkar lagi.
Sumirah: Bertengkar lebih baik
Slentem: Daripada perang dingin38
Pada kutipan di atas juga mengandung majas metafora. Terdapat
pada kata perang dingin yang berarti perang dalam wujud konflik
batin antara Slentem dan Tommy.
Metafor adalah suatu gaya bahasa yang membandingkan suatu
benda dengan benda lainnya dengan benda lainnya secara langsung.39
Metafora sebagai perbandingan langsung tidak mempergunakan kata
seperti, bak, bagai, bagaikan, dan sebagainya, sehingga pokok pertama
langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Metafora tidak selalu
harus menduduki fungsi predikat, tetapi dapat juga menduduki fungsi
lain seperti subyek, objek, dan sebagainya.40
35
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia, 1987), hlm. 138 36
Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Obor Indonesia,
2005), hlm. 52 37
Danarto, Op.Cit, hlm 79 38
Ibid, hlm. 54 39
Keraf, Op.Cit, hlm. 53 40
Minderop, Op.Cit, hlm. 139
67
Slentem: Manakah yang lebih luhur, menerima satu lontaran
nasib buruk atau mengurangi lautan bencana dan
memeranginya?
Ati: Keadilan memang tidak datang begitu saja to, Mbak?
Sumirah: Atau harus dibeli. Dia minta disogok berapa sih?
Prof: Lha, mbok hartamu tumplek-blek di depan saya, tak
bakalan Tommy saya luluskan.
NY. Prof: Apa kamu setabah itu, Pap?
Slentem: Prof tidak mungkin tidak butuh duit.
Ati: Aku butuh duit, Tem?
Slentem: Profesor itu pada dasarnya adalah seorang pemborong.
Seorang pemborong kebenaran. Seorang pemborong malu
menjilat ludahnya kembali.41
Pada kutipan di atas terdapat empat kalimat yang mengandung
majas metafora yaitu lautan bencana, pemborong kebenaran, menjilat
ludah, hartamu tumplek blek. Lautan bencana bermaksud banyak
bencana dan hartamu tumplek blek mengandung arti berharta banyak.
Menjilat ludah mengandung arti menarik kembali keputusannya,
pemborong kebenaran orang yang merasa dirinya selalu benar
sekaligus pada kalimat Profesor itu pada dasarnya adalah seorang
pemborong. Seorang pemborong kebenaran. Seorang pemborong
malu menjilat ludahnya kembali mengandung majas sindiran kepada
orang-orang yang merasa dirinya selalu benar, tidak pernah salah.
Sumirah: Kalau begini saya jadinya malas untuk bekerja. Tubuh
jadi pegel-pegel lungkrah. Ini juga banyak mempengaruhi usaha
dagang. Jadi mundur. Pembeli jadi sedikit. Efeknya kantong
juga hebat. Tiba-tiba jadi pemboros. Ini kan diluar pemikiran
sama sekali. Inginnya jajan melulu, lha lama-lama kan bisa
mobol-mobol.
Ati: Sudahlah, Mbakyu. Pada hakekatnya ketenaran toh tak
membutuhkan titel. Mas Tommy sudah tenar. Sudah jajah ke
mana-mana, orang lupa melihat apakah ia bertitel atau tidak.
Dan duit mengalir terus tak henti-henti.42
41
Danarto, Op.Cit, hlm. 58 42
Ibid., hlm. 59
68
Kutipan ini mengandung majas personifikasi dan hiperbola.
Personifikasi adalah suatu proses penggunaan karakteristik manusia
untuk benda-benda non-manusia. Termasuk abstraksi atau gagasan.43
Sementara Keraf menjelaskan bahwa personifikasi adalah semacam
gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau
barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat
kemanusiaan.44
Ditunjukan pada kalimat kantong juga hebat. Kata hebat biasa
digunakan untuk menunjukan ungkapan sesuatu yang bagus dan duit
mengalir tak henti-henti. Kalimat duit mengalir menunjukan sesuatu
yang berlebihan.
Sumirah: Jadi kamu suka rokoknya aja to?
Slentem: Soal saya suka rokok itu lain. Rokok dan sebuah kritik
itu lain. Kondisinya lain. Jangan campur adukkan. Lah mbakyu
apa nggak suka rokoknya Tommy?45
Kutipan ini mengandung majas sindiran (sarkasme). Sarkasme
yang diartikan sebagai suatu sindiran yang lebih kasar dari ironi dan
sinisme. Ia adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan
celaan yang getir.46
Disampaikan melalui Slentem yang bermaksud
menyindir atau mengejek hubungan tanpa status Sumirah dengan
Tommy.
Ati: Keadilan memang tidak datang begitu saja to, Mbak? Harus
diperjuangkan.
Sumirah: Atau harus dibeli. Dia minta disogok berapa sih?47
43
Minderop, Op.Cit, hlm. 53 44
Keraf, Op.Cit, hlm. 140 45
Danarto, Op.Cit. hlm. 62 46
Keraf, Op.Cit, hlm. 143 47
Ibid, hlm. 58
69
Kutipan di atas bermaksud menyindir para penegak hukum di
Indonesia yang tidak adil dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya. Masih bersifat tumpul ke bawah dan tajam ke atas.
5. Tema dan Amanat
a. Tema
Tema merupakan dasar cerita, gagasan, sentral, atau
makna cerita. Dengan demikian, dalam sebuah cerita fiksi, tema
berfungsi mengikat dan menyatukan keseluruhan fiksi
tersebut.48
Tema merupakan salah satu unsur pembangun dalam
sebuah cerita yang bisa ditemukan secara tersurat maupun
secara tersirat dengan cara membaca naskah secara keseluruhan
dan berulang-ulang. Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek
sebuah judul yang unik yang tidak dapat secara langsung kita
ketahui maknanya.
Naskah drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek Ewek
karya Danarto bertemakan perselingkuhan. Masalah
perselingkuhan menjadi porsi utama dalam naskah ini. Naskah
drama ini menceritakan ambisi seorang mahasiswa Seni Rupa
untuk mencapai gelar sarjana dengan memanfaatkan juragan
batik untuk biaya kuliahnya, dan di sisi lain ia juga
memanfaatkan anak perempuan profesornya agar bisa
diluluskan dengan mengandalkan ketampanannya.
Krisis kepercayaan kepada sesama manusia juga menjadi
masalah yang ditawarkan Danarto. Manusia saling mencurigai,
kehilangan kepercayaan kepada orang lain, memanfaatkan
orang lain demi keutungan pribadi, memeras orang lain demi
keuntungan pribadi, sifat egois yang besar, sehingga terciptalah
48
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.), hlm. 255
70
jarak dengan sesamanya dan berakibat menjadi bumerang bagi
diri sendiri dan orang lain, batinpun menjadi tersiksa.
Pada dasarnya kisah ini adalah sebuah perselingkuhan
yang dilakukan Tommy dengan dua wanita sekaligus untuk
mengeruk keuntungan pribadi. Ber-owok-owok dengan wanita
yaitu Kusningtyas dan di sisi lain -ewek-ewek dengan juragan
batik Sumirah.
Slentem: Hiyo-hiyo kalau ngga berlagak sekarang kapan
lagi? Para penonton yang baik hatinya, demikianlah pada
dasarnya orang berhati baik walau tahu kalau ditipu.
Bagaimana mungkin mereka percaya saja dengan
omongan saya, padahal semua itu akal bulus yang amat
terlalu sering dilakukan orang.49
Terlihat sekali dalam petikan tersebut bagaimana tokoh
Slentem mendeskripsikan betapa bobrognya kehidupan di
Indonesia mengenai terjadinya kemerosotan moral bangsa.
Orang-orang yang ingin menjadi konglomerat dengan berbagai
cara agar semua usahanya tercapai. Kalangan atas yang
menjalankan perilakunya dan kalangan bawah yang
mengawasinya.
Slentem: Apa yang musti saya ceritakan kalau tidak ada
dongeng? Apa yang musti saya lihat kalau tidak ada
pemandangan?50
Tommy menggunakan berbagai cara untuk mencapai
tujuannya. Padahal niat buruknya sudah diketahui Slentem
namun Slentem tidak membocorkannya karena sudah disogok
rokok oleh Tommy. Seperti kasus korupsi di tanah air, ulah
kejahatan yang diketahui tidak di bungkam, justru kita yang
mengetahuinyalah yang di bungkam.
49
Danarto, Op.Cit, hlm. 48 50
Ibid., hlm. 10
71
Slentem: Loh permisi bagaimana. Masak hak cipta nggak
dikasih honorarium. Sini duit beli rokok.51
Slentem: O, alah Mbakyu ini kok tidak jelas-jelas, mbok
ya saya ini cepat-cepat dilempar sepuluh rupiah biar
cepat-cepat pergi.52
Kutipan di atas menggambarkan kasus pemerasan
masyarakat kaum menengah ke bawah terhadap sesamanya
yang biasa terjadi di Pasar Beringharjo. Inilah yang
menunjukkan bahwa di Pasar bukan hanya terjadi transaksi
barang, juga transaksi nilai moral.
Sumirah: Ingin rasanya saya menangis menjerit-jerit
kalau begini ini. Tommy, oh Tommy.
Ati: Sudahlah, Mbak. Semuanya, kan belum pasti. Harus
kita selidiki dulu.
Sumirah: Semuanya sudah jelas. Tommy sudah tak suka
lagi kepada saya.53
Dari kutipan di atas bisa diambil kesimpulan bahwa
tokoh Sumirah yang sudah tidak mempercayai pasangannya
sediri dikarenakan desas-desus yang terdengar sampai ke
telinga dan perilaku pasangannya (Tommy) yang mencurigakan
membuat hati merasa resah dan galau.
Slentem: (Menirukan suara Profesor). Aku bisa
membayangkan bagaimana si Tommy dan juragan batik
itu berpelukan dengan mesranya, sementara ekor si
Tommy menggayut-gayut di pinggang Kusningtyas.
Ny. Profesor: Masya Allah, sampai demikian curigamu,
Pap?54
Kutipan di atas mengambarkan bagaimana tokoh
Profesor memikirkan hal yang tidak-tidak tentang hubungan
51
Ibid., hlm. 68 52
Ibid., hlm. 6 53
Ibid., hlm. 12 54
Ibid., hlm. 18
72
anaknya dengan Tommy dan Kus di mana kepercayaan itu
hilang dikarenakan omongan-omongan yang terdengar sampai
ke telinganya.
b. Amanat
Pada dasarnya sebuah karya sastra mengandung pesan
yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca atau
penonton. Naskah ini mengandung amanat tersirat dan tersurat.
Slentem+Profesor: Akan aku gebrak dia. Sekali mukul,
ih mampus.
Ati+NY. Profesor+Sumirah: Mbok ya tahu diri.
Slentem+Prof: Biar tahu rasa. Biar berpikir seribu kali
dia.
Ati+Sumirah+NY. Profesor: Alah….
Slentem+Profesor: Aku bukan sembarang orang!
Ati+Sumirah+NY. Profesor: Pasti kalah deh kamu.55
Pada kutipan di atas Danarto ingin menyampaikan pesan
bahwa hendaknya sebagai manusia jangan takabur, keras
kepala, egois, dan main hakim sendiri. Hadapilah setiap
permasalahan dengan kepala dingin dan tidak gegabah. Karena
sikap seperti itu hanya akan merugikan diri sendiri dan orang
lain.
Ati: Jangan kayak orang kena sihir, Mbak.
Sumirah: Biar saja, Jeng. Untuk iseng-iseng.56
Pada kutipan di sini ada pesan bahwa kita tidak boleh
mempercayai hal mistis. Pada zaman dewasa ini yang sudah
sangat canggih bagaimana bisa orang masih percaya dengan
hal yang sangat tidak masuk akal dan dengan mudahnya saja
mau membayar berapapun demi keinginannya tercapai. Ketika
55
Ibid., hlm. 72 56
Ibid., hlm. 47
73
seseorang sudah kepepet apapun dihalalkan. Tetaplah
mengingat Tuhan dimanapun, kapanpun, dan dalam kondisi
apapun. Perkuatlah iman agar tidak mempercayai hal-hal gaib.
B. Analisis Kritik Sosial terhadap Naskah Drama Obrog Owok-Owok
Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto
Setelah melakukan pengkajian unsur intrinsik yang terkandung
dalam naskah drama OOEE karya Danarto, penelitian ini menghasilkan
data-data yang menggambarkan hiruk pikuk suasana Pasar Beringharjo
dengan ketimpangan sosial yang ada di dalamnya. Kritik sosial yang yang
terkandung dalam naskah drama OOEE merupakan perwujudan dari
tanggapan terhadap tindakan penyimpangan yang kerap terjadi di latar
tempat cerita. Wujud kritik sosial yang didapati dalam naskah drama
OOEE di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Kritik Sosial Masalah Politik
Kritik terhadap Undang-Undang Permusikan. Kritik ini
menjadi salah satu masalah yang ditawarkan Danarto. Perselisihan
para pengamen konvensional dan modern di Pasar Beringharjo
membuat Slentem mengambil langkah seribu. Ia berinisiatif membuat
Undang-Undang Permusikan bagi para pengamen yang terus
berselisih mempermasalahkan cara mereka mengamen.
Slentem: Saya kira saya punya jalan keluar yang bisa saya
tawarkan kepada saudara-saudara semua.
Sariyem+Warti+Tk.ngamen lainnya: Bagaimana?
Slentem: Saya mendapat ilham. Harus cepat ditelorkan sebuah
undang-undang tentang ngamen57
57
Ibid, hlm. 66
74
Slentem pun membacakan poin demi poin aturan-aturan yang harus
disepakati dan dijalani oleh para pengamen apabila masih ingin mencari
nafkah di Beringharjo. Mereka sepakat untuk mengikuti undang-undang
Slentem pada awalnya. Hingga di akhir pembacaan undang-undang ia
meminta imbalan atas kreatifitas yang menurutnya telah ia torehkan.
Slentem: Lho permisi pigimana. Masak hak cipta nggak dikasih
honorarium. Sini duit beli rokok.58
Uang dan politik menjadi hal yang sensitif bagi manusia. Ketika
seseorang merasa dirinya telah menciptakan sesuatu maka ia berhak
mendapatkan penghargaan atas apa yang telah ia lakukan. Pada awalnya
mereka memang menyetujui apa yang telah disepakati. Namun, jika
ditelusuri lebih tersirat justru isi UU permusikan yang dibuat oleh
Slentem membelenggu dan membatasi para pengamen. Undang-undang
itu berisi tiga poin yang berisi kesepakatan antar pengamen.
Slentem:…Satu: Yang ngamen dengan instrument hidup yang
tradisonal misalnya kendamg, suling, dll hanya dibenarkan
membawa gending-gending tradisional saja. Dua: Yang ngamen
dengan dengan instrument hidup yang luar negeri, misalnya gitar,
cello, dll hanya dibenarkan membawakan lagu-lagu yang
berbahasa Indonesia saja. Tiga: Yang ngamen dengan Cassette
Tape Recorder hanya dibenarkan membawakan lagu-lagu luar
negeri saja59
Pada masa pembuatan naskah Danarto mengharapkan adanya
pembuatan Undang-Undang yang diharapkan demi terciptanya
kesejahteraan para pengamen pada masa itu. Pada gambaran saat ini,
Rancangan Undang-Undang Permusikan (RUU) di Indonesia yang
dicanangkan tim DPR menjadi hal yang sensitif dan lagi-lagi berbau
politik. Pro dan kontra silih berganti. Di sisi lain, ada orang-orang yang
58
Ibid, hlm. 68 59
Ibid, hlm. 87
75
merasa dirugikan dengan adanya RUU Permusikan. Mereka merasa
dibatasi dalam berkarya dan mempunyai tembok besar sebagai
penghalang. Namun di lain hal ada saja yang menyetujuinya dengan
berbagai alasan.
RUU yang diusulkan anggota DPR Anang Hermansyah dan
dirumuskan oleh badan khusus pembuat UU memang sempat membuat
ricuh jagat permusikan Indonesia. RUU ini berlandaskan aspirasi musik
Ambon yang berisi 12 poin. Beberapa musisi yang pro merasa Hak Cipta
dan Peraturan Pemerintah dinilai tidak cukup. Salah dua pasal yang
dikritik adalah pasal 5 yang dinilai membelenggu kebebasan bereskpresi
para musisi dan pasal 52 yang berisi uji kompetensi yang dinilai ujian itu
hanya untuk “proyek” semata bagi kaum tertentu untuk menguji mereka
bagi yang belum menciptakan lagu mereka diharuskan mengikuti ujian
yaitu memainkan lagu, membaca dan menulis not balok.
Pada dasarnya, draft RUU yang berisi 54 pasal ini barulah
rancangan semata yang bisa saja ditolak atau ditangguhkan dan UU adalah
peraturan tertinggi yang lahir atas kesepakatan bersama yang bisa
diperbaiki, ditambah, dan dihilangkan bagiannya. Namun, kecaman sudah
datang silih berganti untuk menolak. Kalau ditelusuri lebih lanjut, tidak
semua pasal yang isinya tidak bagus. Bukan berarti harus ditolak semua.
Itupun kalau mereka dirasa peduli dengan kondisi musik Indonesia karena
dinilai terkait dengan nasib standar pembayaran musisi daerah modern
yang dianggap harus di Amini oleh stake holder seniman.
2. Kritik Sosial Masalah Pendidikan
Bobroknya sistem pendidikan dan pelajar yang anti kritik dan
minim kreativitas. Inilah kritik yang ditawarkan pada kritik sosial
masalah pendidikan oleh Danarto pada OOEE bagaimana seorang
76
pelajar yang bersifat tidak sopan kepada pengajarnya dan tidak mau
dikritik.
Tommy: Aku tidak mau semuanya diujikan untuk saya seorang.
Lagipula ujian ini curang, sembunyi-sembunyi.
Profesor: Ini ujian terang-terangan dan kamu telah diberi
undangan sebelumnya, mana mungkin ini ujian curang,
sembunyi-sembunyi.
Tommy: Ogaaaaaaah!
Profesor: Kamu tidak lulus.
Tommy: Saya menolak.
Profesor: Silakan.
Tommy: Saya protes.
Profesor: Sama siapa?60
Pada zaman sekarang terdapat pula mahasiswa yang tidak
mempedulikan permasalahan keaslian, kreativitas, hanya berorientasi
pada nilai semata. Begitu pula yang menjadi prinsip para orang tua
dan orang terdekat mereka. Nilai dan kelulusan menjadi patokan
utama dalam sebuah kata kesuksesan.
Profesor: Tetapi, Tom, kamu ngga maju-maju. Begini-begini
doing desainmu.
Tommy: (Ingat kritikan di pasar jadi marah) Bapak juga ngga
maju-maju. Begini-gini doing kritiknya.
Profesor: Kamu bagaimana sih, dikritik begitu saja marah,
seolah-olah bukan seniman saja61
Sudah pada dasarnya seorang seniman membutuhkan kritik untuk
kemajuan dalam hasil karya dan kelancaran dalam perkuliahannya,
tetapi tidak dengan Tommya. Ia tidak menerima kritikan keras yang
ditujukan kepadanya. Tommy merasa dirinya paling hebat dan
membutuhkan pengakuan pada karya yang telah ia torehkan. Peristiwa
60
Ibid, hlm. 30 61
Ibid, hlm. 26
77
ini menjadi konflik hebat yang membuat Tommy semakin gundah dan
memancing amarahnya.
Tommy: Batik ini menurut dia juga jelek.
Slentem+Prof: memang jelek
Tommy: Ini yang paling bagus yang pernah saya cipta!62
Rendahnya kreativitas seorang mahasiswa yang tidak suka
dikomentari dan merasa karya yang ia ciptakan sudah paling baik.
Pada dasarnya sebuah karya seni adalah multitafsir yang berarti
bagi diri sendiri dan orang lain bisa saja berbeda. Sebagai pelajar
sudah selayaknya menghargai dan menerima segala pendapat,
saran, dan komentar demi kemajuan yang akan datang.
3. Kritik Sosial Masalah Agama
Permasalahan yang rumit yang dialami oleh Profesor membuat
profesor mudah putus asa dalam menyelesaikan masalahnya sendiri.
Profesor dalam naskah ini diceritakan oleh Danarto seakan-akan
menjual gelar profesornya. Tanpa diduga seorang Profesor yang
memiliki gelar dalam pendidikan tinggi juga masih dapat
mempercayai hal-hal yang bersifat mistis, bagaimana bisa kaum
intelektual yaitu seorang Profesor menggunakan jasa dukun untuk
menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapinya. Apabila ia
berpegang teguh pada nilai agama sebagai fondasi ilmunya, ia tentu
tidak akan salah arah. Karena orang yang berpendidikan tinggi
setidaknya memiliki dasar ilmu yang baik, mengetahui yang mana
yang benar dan yang mana yang salah. Pertentangan etika dalam dunia
pendidikan jelas terlihat dalam adegan ini. Di mana banyak orang
yang melihat jika seseorang yang sudah memiliki pendidikan tinggi
apalagi seorang profesor sudah tidak percaya lagi akan hal-hal yang
62
Ibid, hlm. 39
78
bersifat mistis. Mengingat pemikiran orang yang sudah memiliki
pendidikan tinggi adalah pemikiran orang yang sudah maju.
Sedangkan orang biasa saja biasanya pemikirannya masih kalut akan
pemikiran-pemikiran sederhana yang tidak jauh akan hal-hal mistis.
Masyarakat nyata yang seperti ini sudah jelas terlihat di kehidupan
nyata dan sehari-hari. Meskipun zaman sudah sangat modern masih
banyak masyarakat yang masih percaya terhadap perdukunan. Bahaya
perdukunan bagi kehidupan masyarakat adalah hilangnya kepercayaan
manusia terhadap Tuhannya.
Profesor dan seorang juragan batik sama-sama masih
mempercayai tentang hal-hal mistis yang dikatakan Slentem. Sebagian
masyarakat Indonesia baik masyarakat menengah maupun ke atas
datang dari kalangan manapun sampai sekarang masih mempercayai
hal-hal mistis seperti dukun, ramal, santet dan lain-lain.
Sumirah: Baiklah, Tem. Saya kepingin juga bisa melihat jarak
jauh dan mencubit jarak jauh. Boleh?
Slentem: Boleh.
Ati: Jangan kayak orang kena sihir, Mbak.
Sumirah: Biar saja, Jeng. Untuk iseng-iseng.
Slentem: Tak boleh iseng-iseng. Harus percaya seratus persen
dan dua ribu lima ratus bayar kontan.
Sumirah: Oke! (Mengambil uang dan menyerahkan kepada
Slentem).63
Pada kutipan ini adalah sebuah penggambaran seorang juragan
batik yang mewakili kaum borjuis pada zamannya yang masih percaya
hal-hal klenik.
Slentem: Percaya nggak. Kalau nggak, nih ambil uangnya
kembali.
Prof: Percaya.
Slentem: Seratus persen.
Prof: Seratus persen.
Slentem: Saudara saya izinkan pergi sekarang.
Prof: Nggak pakai do‟a?
63
Ibid, hlm. 46-47
79
Slentem: Kok, tanya saya. Percaya nggak?
Prof: Percaya.
Slentem: Yaudah pergi sana.
Prof: Kapan saya membuktikannya?
Slentem: Waktu tidur.64
4. Kritik Sosial Masalah Budaya
Kritik sosial masalah budaya di sini adalah mengenai
perseturuan antara budaya tradisi dan budaya modern. Antara lagu
daerah dan lagu pop barat yang sampai saat ini permasalahan sejenis
ini pun tidak pernah usai. Penggambaran dalam naskah yaitu
pertikaian mereka seolah-olah seperti Perang Brontoyudo. Perang
antara zaman pewayangan Pandawa dan Kurawa.
Slentem: Halo apa kabar? Brontoyudonya pigimana sih? Siapa
yang kalah? Siapa yang menang? Kok loyo semuanya? Apa
pada kena lesu darah, hiya?65
Pertikaian yang terjadi disebabkan Warti yang bersikap curang
kepada teman sepengamenannya, Sariyem. Warti memilih untuk
membawakan lagu-lagu pop barat ketimbang lagu-lagu tradisional
melalui tap recorder (kaset) sedangkan Sariyem harus bersusah payah
mengeluarkan suaranya.
Sariyem: Kita ini istirahat kecapaian
Warti: Tiga hari bertempur terus66
Berhari-hari mereka berlarian kesana kemari dengan senjata
andalan mereka menggambarkan betapa boboroknya sikap sosial-budaya
yang terjadi pada masyarakat dalam menyelesaikan sebuah masalah.
Kebiasaan seperti inilah yang menjadi suatu hal yang sulit dihilangkan
64
Ibid, hlm. 44 65
Ibid, hlm. 65 66
ibid
80
karena sudah menjadi bad habbit (kebiasaan buruk) yang tertanam di diri
mereka sendiri dan terus berulang sepanjang zaman.
Mirisnya, musik pop dianggap menjadi musik yang keren
(kekinian) sedangkan musik tradisional dianggap kuno dan ketinggalan
zaman. Warti lebih memilih untuk meninggalkan budaya tradisi dan
mengikuti arus globalisasi yang seharusnya disikapi dengan bijak. Warti
berprinsip ia tidak perlu capai mengeluarkan suara, bermodal membawa
kaset kemana-mana setelah itu ia bisa dengan mudah menghasilkan uang
lebih banyak karena musik pop barat sudah banyak diminati dan
digandrungi kalangan menengah atas maupun bawah.
5. Kritik Sosial Masalah Teknologi
Kritik Sosial masalah teknologi disini terjadi karena adanya
perselisihan antara Sariyem dan Warti dalam hal alat pekerjaan
mereka. Pengamen dengan alat tradisonal dan kaset. Teknologi yang
seharusnya diciptakan untuk memudahkan urusan manusia justru
disalahgunakan dan menjadi perselisihan. Sariyem dan Warti yang
saling berselisih dalam urusan pekerjaan ini menimbulkan kritik yang
cukup mengundang tawa. Naskah drama ini memiliki kelebihan yaitu
drama yang sarat akan kritik namun kritik tersebut dalam bentuk
komedi yang jenaka. Warti yang mengamen di pasar dengan alat-alat
musik yang sudah modern mengundang amarah Sariyem yang kala itu
masih menggunakan alat-alat musik tradisional. Warti dianggap
berkhianat kepada Sariyem karena pernah ada di posisi yang sama
namun Warti menjadi pribadi yang berbeda dan beranggapan bahwa
tindakannya akan menutup jalur rezekinya dalam bernyanyi.
Sariyem: Silakan! Silakan! Terus! Memangnya saya ini
dianggap apa atas dasar ini semua. Pada hakikatnya kami
adalah orang-orang yang menurut. Tetapi kalua dibeginikan
terus, apa yo kuat! Ti! Warti! Mentang-mentang kamu
81
sugih, ya! Punya tape recorder! Memangnya aku ledek
bulukan, kok main-mainkan terus.
(Sariyem mematikan tape recorder) Sudah sejak………….
Dari prapatan Nggayam sampai peristiwa di Gampingan
E… E. di Pasar Beringharjo ini, jebul kamu mengulang
sejarah lagi.
Tommy & Sumirah: Sabar, Yem, sabar.
Sariyem: Diam kamu semua!
Warti: Sebentar, Yem.
Sariyem: Diam! Aku belum habis membeberkan fakta.
Begitu ya tabiatmu. Padahal kita dulu temenan sekolah lho,
Ti. Lha kok sekarang kamu berani nracak. Otakmu ini
kamu mau taruh dimana to, Ti.67
Sebuah pertikaian yang tak bisa dihindari antara Sariyem dan
Warti. Sariyem menumpahkan amarahnya dengan berapi-api namun
dibalas dengan tanggapan Warti yang biasa saja. Kritik ini muncul
karena adanya kelas menengah ke atas pada zaman orde baru. Kritik
yang sesuai dengan undang-undang “pengamenan” yang dibuat oleh
Slentem. Sebuah kritikan tentang betapa sengsaranya rakyat kecil
yang hidup sebagai pengamen. Mereka harus gigit jari karena sumber
nafkah mereka berkurang, orang-orang bisa mendengarkan tembangan
lagu sudah bisa melalui tape recorder (kaset).
Sariyem: ……………………. Aku yang suaraku lebih bagus
dari seluruh pita tapemu, gigi-gigiku lebih bagus, bibirku lebih
bagus, lidahku lebih bagus, tenggorokanku lebih lebih bagus, lha
kamu seenaknya saja membajak segala jerih payah kami. Kamu
pada hakikatnya sudah bertindak tidak sopan. Benar-benar aku
tidak mengira bahwa kamu berani bertindak sejorok itu. Warti!
Warti! Edan tenan kowe!
Warti: Aku adalah aku. Aku bertindak hanya karena disuruh.
Kita memang teman sekolah. Dulu. Sekarang kita saingan.68
67
Ibid, hlm 21-22 68
Ibid, hlm. 22-23
82
Pada kutipan di atas Sariyem melakukan protes karena ia
merasa dirugikan dan tidak diperlakukan secara adil dikarena
ulah Warti. Sariyem bersusah payah harus mengeluarkan
segenap tenaga untuk mencari nafkah namun Warti mencolong
start dengan mudahnya
MULAILAH. SARIYEM MULAI NEMBANG. TAPI HANYA
MULUTNYA YANG KELIHATAN CUMA MENGANGA
DAN MENUTUP, TANPA ADA SUARA YANG KELUAR.
Slentem: Kenapa mulutmu, Yem?
Tk. Kendang: Karena sudah terlalu tua, suaranya nggak ada
lagi.69
Pada akhir cerita, Sariyem putus asa dengan pekerjaannya
tersebut dan Sariyem juga menggunakan alat-alat musik modern
seperti Warti. Sariyem yang tua kemudian kehilangan suara sehingga
mau tidak mau mengamen dengan modal kaset.
Hal ini sangat banyak terjadi di masyarakat nyata khususnya
pedagang-pedagang yang memiliki pesaing dalam melakukan
perdagangan. Contohnya pedagang online dan pedagang
konvensional. Pedagang konvensional yang belum memanfaatkan
teknologi sudah dipastikan akan kalah dalam bersaing dengan
penikmat belanja online. Mereka bersaing untuk mendapatkan
pelanggan. Tidak hanya itu, pekerjaan lain dimanapun banyak terjadi
persaingan perang dingin antar sesama pegawai. Menjatuhkan lawan,
menghalalkan segala cara agar dapat lebih maju. Mereka
menyalahgunakan teknologi yang ada. Bahkan dalam hal pendidikan,
persaingan itu tak bisa dielakkan. Berita yang cukup viral hingga
dewasa ini juga adalah kasus persaingan ojek online dan ojek
pangkalan yang mirisnya sampai terjadi pertikaian fisik. Ojek online
dianggap mematikan rezeki ojek pangkalan (opang) padahal mereka
69
Ibid, hlm. 81-82
83
mempunyai tujuan yang sama, yaitu adalah pemenuhan kebutuhan
hidup sehari-hari.
6. Kritik Sosial Masalah Moral
Kritik sosial masalah moral yang pertama adalah tentang
penipuan dan uang. Perilaku Slentem yang menghasut dan
mengompori Sumirah bahwa Tommy melakukan perselingkuhan
sangat lekat dengan keadaan masyarakat setiap zaman. Ada masanya
seseorang tidak tahan jika menyimpan sebuah rahasia besar sendiri.
Profesor: Sama siapa?
Slentem: Sama Kusningtyas.
Sumirah: Lho, kamu tahu nama itu, Tem.
Slentem: Saya tukang ngarang nama.
Sumirah: Tak mungkin, tak mungkin.70
Hal ini kemudian diterapkan oleh Danarto di dalam naskah
dramanya. Keadaan seperti ini masih dapat dilihat di masyarakat
sekarang, meskipun seseorang itu hanya orang biasa yang menerima
suapan setiap harinya untuk tutup mulut jika mereka mudah berdusta
maka tak perlu ada lagi rahasia yang dipercayakan untuk mereka.
Sikap Slentem ini kemudian menjadi yang paling menarik di dalam
naskah drama ini. Slentem seakan-akan menjadi narator atas semua
kejadian yang ada di dalam naskah.
Tommy menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuannya.
Padahal, niat buruknya sudah diketahui oleh Slentem. Namun,
Slentem tidak membocorkannya karena telah disogok dengan rokok.
Kasus di sini untuk menyindir orang-orang yang ingin menjadi
konglomerat dengan berbagai cara dan upaya agar usahanya tercapai.
Kalangan atas yang menjalankan perilaku dan kalangan bawalah yang
mengawasinya.
70
Ibid, hlm. 30
84
Begitu halnya dengan masyarakat nyata, jika seseorang
mengetahui banyak rahasia dari orang lain maka orang tersebut seakan
memiliki peran penting dalam suatu lingkup masyarakat. Contohnya
yang masih hangat sampai sekarang adalah pemegang akun Lambe
Turah yang kerap menyebar berita dan aib-aib Public Figure masa
kini. Admin-nya kerap menjadi sorotan karena dianggap mempunyai
unsur politik atau orang dalam untuk menyebar setiap berita yang
terbit di jejaring sosial akun tersebut.
Manusia zaman sekarang pun banyak sekali yang tidak tahan
menyimpan suatu rahasia besar, tidak tahan dan akhirnya terbongkar.
Tidak jarang itu menjadi bumerang bagi mereka sendiri. Seperti kasus
korupsi pula dari tahun pembuatan naskah 1970-an sampai sekarang.
Perilaku kejahatan tidak dibungkam, justru kita yang
mengetahuinyalah yang dibungkam.
Ati: Keadilan memang tidak datang begitu saja to, Mbak? Harus
diperjuangkan.
Sumirah: Atau harus dibeli. Dia minta disogok berapa sih?71
Pada kutipan di atas Danarto mengkritisi sistem penetapan hukum
yang ada di Indonesia. Bagaimana kasus penegakan hukum di
Indonesia seperti tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Masyarakat
menjadi gelisah akibat ulah penegak hukum yang terkesan tebang pilih.
Kasus ini menjadi sindiran nyata bahwa keadilan di Indonesia lebih
menohok kepada kaum menengah ke bawah, dimana yang menjadi
penguasa, konglomerat akan “kebal” dan bebas dengan hukum. Kasus
korupsi sebagai tindakan kejahatan luar biasa dan merugikan
masyarakat se-Indonesia hanya dihukum beberapa tahun, dan bebas
begitu saja, bahkan mereka dipenjarakan di tempat yang esklusif dan itu
bukan rahasia umum lagi. Mereka membayar kepada petinggi lapas,
hakim, jaksa agar mereka bisa terbebas dari hukum. Terlebih di zaman
71
Ibid, hlm. 58
85
sekarang mantan narapidana koruptur bisa dengan bebas hidup dan
bekerja di luar sana dan bisa mencalonkan diri sebagai anggota
legislatif.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menemui kasus perkara
kecil tapi dibesar-besarkan yang seharusnya bisa diselesaikan dengan
sikap kekeluargaan, sementara itu narapidana koruptor bisa bebas
berkeliaran dan tetap menikmati uang negara. Kasus-kasus kelalaian
dalam berkendara yang melibatkan anak pejabatpun bisa menghilang
seperti di telan bumi asalakan ada uang sebagai pelicin.
Kritik sosial masalah moral selanjutnya mengenai Slentem yang
memanfaatkan keadaan Tommy ketika sedang gusar, untuk selalu
dibelikan rokok, dengan cara itu Slentem akan tutup mulut dan tidak
menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
Sumirah: Tem! Berapa kali aku peringatkan! Kenapa sih? Ada
apa sih sukamu nrambul melulu?
Slentem: Kita tidak berkawan dan tidak beromong lagi.
(Mengeluarkan sebungkus rokok)
Sumirah: Kamu hari ini kok perayaan betul? (Melihat rokok
Slentem) Lho dari mana kau copet itu, ha?
Slentem: (Bersiul-siul, berlagak, sambal menyulut rokoknya)
Sumirah: Kamu nyolong dari mana, Tem? Wah drawasi ini.
Slentem: kita tidak berkawan dan tidak beromong lagi.
Ati: Wah Slentem mulai kumat.
Slentem: Jangankan sebungkus, lha mbok sekarang seluruh kios
rokok…. (Menepuk-nepuk sakunya)
Sumirah: Tom, darimana dia garong itu? Padahal barusan dia
merengek-rengek minta saya.
Slentem: (Cepat-cepat berlalu)
Tommy: Saya yang kena bajak tadi.72
Pada kutipan di atas tampak bahwa uang benar-benar mampu
memegang kendali dalam kehidupan seseorang. Ketika melihat
sejumlah uang yang banyak, seseorang akan tergiur dan goyah
72
Ibid, hlm. 14-15
86
pendiriannya. Hal inilah yang mendapat kritik oleh pengarang.
Kesulitan ekonomi menjadikan seseorang mudah tergiur akan materi,
bahkan ada yang sampai menipu dan merugikan orang lain.
Permasalahan seperti ini sering ditemui di masa modern seperti
sekarang. Demi memenuhi kebutuhan seseorang rela melakukan apa
saja. Padahal dampak yang timbul akan menyulitkan mereka sendiri
nantinya.
Sumirah:…Jangan banyak mbanyol kamu, Tem
Slentem: Saya ngga butuh dipercaya. Saya butuh duit
Sumirah: Hiya, tapi kalua nggak terbukti…
Slentem: Duit kembali
Sumirah: Awas kalau duitnya keburu kau habisin
Slentem: Aku tak akan pernah kehabisan uang73
Pada zaman modern saat ini kemajuan dan keberhasilan menjadi
prioritas utama. Manusia saling bersaing untuk menjadi yang terbaik,
yang menjadi prioritas hanya diri sendiri sehingga mengeyampingkan
aturan yang ada seperti tampak pada kutipan di bawah ini.
Sumirah: Gandrung sih boleh saja, angsal Tommy diluluskan dulu.
Sebab seluruh rencana sudah terpancang kuat-kuat antara kita
berdua, sebab seluruh kekuatan pikiran dan harta benda diarahkan
untuk mencapai sasaran utama tahun ini, yaitu: titel Dokterandus,
yang amat penting bagi usaha perluasan bisnis dan menunjang
usaha-usaha yang lebih tinggi. Profesor ini keliwatan sentimennya.
Sentimen ya mbok sentimen, angsal Tommy lulus. Apa dia tahu
betapa pentingnya titel untuk tiap usaha apa saja.74
Dari kutipan di atas terlihat bahwa sebagian besar masyarakat
Jawa di Yogyakarta dipengaruhi oleh pola pikir bahwa kesuksesan
bisa diraih dengan bertitel. Cara mendapatkan titel itu bisa dengan
menghalalkan berbagai cara dengan mengebelakangkan logika dan
norma-norma yang ada.
73
Ibid, hlm. 47 74
Ibid, hlm. 51-52
87
Profesor: Mas, saya mau bertanya.
Slentem: (Menyanyi) Jangan ditanya ke mana aku pergi…
Professor: Mas, saya mau bertanya betul-betulan.
Slentem: Ya, cepat dong tanyanya! Apa?
Professor: Mas kenal, Slentem?
Slentem: Kenal…..
Profesor: Di mana dia?
Slentem: Ke luar negeri
Professor: Ah mosok? Ke luar negeri? Dia tukang sapu pasar,
„kan?
Slentem: Tukang sapu pasar ngga boleh ke luar negeri?
Professor: Boleh75
Profesor merupakan representasi kaum intelektual dan Sumirah
seorang juragan batik yang percaya kepada Slentem dan telah ditipu
Slentem, ketika Slentem mengelabuhinya dan ia mengaku sebagai
seorang dukun yang bisa mencubit dengan jarak yang jauh dan
berbeda tempat dengan membayar sejumlah uang.
Slentem: Ada perlu apa kok tanya Slentem?
Profesor: Ngga perlu apa-apa
Slentem: Kok tanya?
Profesor: Apa ngga boleh?
Slentem: Boleh, tapi harus bayar
Prosefor: Memangnya Mas ini siapa? Tukang obat? Pantas
banyak ngomong dengan para penonton.
Slentem: Dukun
Profesor: Dukun?
Slentem: Yes
Profesor: Wah kebetulan nih, e‟ siapa tahu, cocok
Slentem: Ada apa?
Profesor: Begini Mas. Saya itu kepengin lihat orang jarak jauh.
Apa Mas bisa ngasih jampi-jampinya?
Slentem: Bisa. Malah juga bisa nyubit jarak jauh76
75
Ibid, hlm. 43 76
Ibid, hlm. 43
88
Profesor dan Sumirah diharuskan membayar dua ribu lima ratus,
kemudian Slentem memberikan sehelai rambutnya, lalu
memerintahkan untuk dipraktikkan pada saat tidur nanti tanpa doa dan
tanpa jampe-jampe. Sayangnya mereka dengan mudahnya tergiur
dengan iming-iming Slentem. Tanpa pikir panjang mereka langsung
mengiya-kan dan membawa pulang sehelai rambut Slentem.
Profesor: Ongkosnya berapa, Mas?
Slentem: Mahal
Profesor: Berapa sih?
Slentem: Dua ribu lima ratus77
Pada fokus kritik di sini yang seharusnya seorang Profesor yang
berpendidikan tinggi yang atau seorang juragan batik yang cukup
hidup modern dan borjuis masih tergiur dengan hal-hal mistis seperti
dukun yang menawarkan kemudahan untuk menyelesaikan segala
permasalahan mereka.
Tommy: ….. Dan kamu harus percaya bahwa profesor-profesor
memang demikian dan cerita-cerita tentangnya semuanya adalah
benar: Pelupa, mau menang sendiri, lupa daratan78
Pada kutipan di sini Danarto menyinggung para bagi pendidik yang
bersifat semena-mena kepada anak didiknya. Bahwa pengajar adalah
dewa, tidak pernah salah, dan tidak mau disalahkan. Pelajar seolah-
olah harus menurut dan seperti kerbau yang harus manut.
Masalah moral yang Danarto gambarkan selanjutnya adalah
Profesor mendengar berita tentang kebobrokan Tommy yang
berhubungan dan tinggal bersama dengan juragan batik Pasar
Beringharjo dari rekan-rekan sesama dosen di kampus dan dari tukang
bubur kacang ijo di Pasar Beringharjo. Maka, profesor tidak
77
Ibid, hlm. 44 78
Ibid, hlm. 53
89
meluluskan Tommy dikarenakan sakit hatinya pada Tommy yang
menduakan anaknya (Kusningtyas). Seharusnya sebagai dosen yang
baik harus tetap bersikap profesional dan objektif apapun yang terjadi,
tidak boleh bersikap subjektif.
Sumirah: Tem! Ke sini Kalau kamu tidak ngaku, tau rasa!
Slentem: Kecap! Saya tidak pernah ngomong apa-apa tentang
apa-apa terhadap siapa-siapa.
Sumirah: Kamu terus terang saja atau dipecat sebagai tukang
sapu!
Slentem: Ogah semuanya!
Ati: Lho, bagaimana, to, kok Mbakyu bisa dengar Slentem,
sedang Slentem ngelak?
Sumirah: Slentem pernah ngomong-ngomong dengan Tukijo, itu
yang jual burjo di Pintu Utara, tentang hubungannya Tommy
dengan Kus. Dia tidak tahu kalua saya ada di balik pagar di took
besi. Serta merta aku mendekat setelah dengar dia dengan
Tukijo asyik sekali dan lama ngomong-ngomongnya!79
Perilaku Tommy yang memanfaatkan Kusningtyas untuk
keperluan pendidikannya juga merupakan perilaku yang sangat
disayangkan. Karena pada dasarnya untuk mendapat gelar dalam
pendidikan itu tidak seharusnya menggunakan cara yang tidak lazim
misalnya dengan mendekati anggota keluarganya. Dalam masyarakat
nyata, drama ini banyak diterapkan dimana banyak orang yang
memanfaatkan kedekatannya dengan salah seorang yang memiliki
pengaruh penting dalam urusan pendidikan. Mereka memberikan
sesuatu sebagai pelicin agar bisa lolos masuk sekolah atau keluar dari
sekolah, universitas atau bahkan pekerjaan. Mereka menghalalkan
cara apapun di saat kebutuhan sudah mendesak
Tommy tidak lagi mempedulikan akal dan moral ketika ia
sedang dalam tekanan. Ia bersikukuh bahwa ia telah melakukan yang
terbaik. Manusia-manusia seperti inilah yang hadir pada zaman
79
Ibid, hlm. 9
90
pembuatan naskah dan bahkan sampai sekarang. Begitu banyak orang
egois, menghalalkan segala cara, tidak mengikuti alur yang baik dan
benar apabila sedang dalam kondisi kepepet. Kecurangan,
pemberontakan, penyelewangan, itulah sikap-sikap yang muncul
akibat dari ketimpangan sosial tersebut
Tommy yang mencintai dua wanita sekaligus. Hal ini tentunya
sudah sangat marak pada masyarakat zaman ini. Tommy yang
mencintai Sumirah hanya untuk urusan bisnisnya dan mereka
diceritakan dalam naskah bahwa mereka tinggal dalam satu rumah
meskipun mereka belum ada ikatan pernikahan. Kejadian seperti itu
memang sangat melanggar aturan dan norma kesusilaan yang ada di
masyarakat. Tommy yang memanfaatkan Sumirah untuk keperluan
bisnisnya sudah sangat marak di masa yang modern seperti saat ini.
Perilaku Tommy ini tidak pantas untuk ditiru oleh kawula muda saat
ini. Melihat pergaulan remaja yang bebas maka refleksi masyarakat
dari perilaku Tommy dan Sumirah ini sedikit merugikan jika dilihat
dalam kehidupan nyata.
Di dalam kehidupan, manusia pada hakikatnya diciptakan oleh
Tuhan sebagai makhluk sosial untuk saling berpasangan dan
ditakdirkan untuk bergantung pada orang lain karena manusia tidak
bisa hidup sendiri. Tuhan sudah menggariskan setiap jodoh, rezeki,
dan maut. Manusianya sendiri lah yang tinggal menentukan pilihan
hidupnya masing-masing. Sebagai manusia kita diciptakan memiliki
nafsu. Tidak ada manusia di dunia ini yang merasa puas dengan apa
yang diperoleh, mereka selalu menginginkan sesuatu yang lebih.
Berbagai cara ditempuh untuk memuaskan ambisi manusia itu dengan
tidak memperdulikan nilai norma dan tanpa pandang bulu. Pada
naskah drama OOEE tokoh Tommy yang merupakan mahasiswa Seni
Rupa yang mempunyai pekerjaan sebagai seorang pelukis batik.
Sebagai seorang pelukis batik, ia memiliki hubungan dengan Sumirah
yang merupakan juragan batik yang sukses. Namun di sisi lain
91
Tommy juga mendekati Kusningtyas yang merupakan putri dari
profesor. Tommy merupakan mahasiswa dari Profesor dan memiliki
tujuan agar ujiannya diluluskan.
Prof: Aku dengar dia sudah pacaran, bahkan sudah lama hidup
bersama dengan juragan batik Beringharjo.
Ny.Prof: Ah mosok, dengar dari siapa?
Prof: Dari kawan dosen.80
Desas-desus memang sudah terdengar sampai seantero Pasar
Beringarjo dan tercium sampai ke telinga Profesor mengenai latar
belakang Tommy sebenarnya.
Sumirah: Buat apa? Dua tahun kita bina bersama. Berat dan
penuh pertengakaran. Jika dia kesukaran aku sanggup
membantunya. Sedang jika aku membutuhkan sesuatu Tommy
bias mengatasi dengan baik.81
Pada kutipan ini menggambarkan sosok Sumirah dan Tommy
yang sudah lama menjalin hubungan dan Sumirah kerap
membantunya apabila ia mengalami kesulitan.
Profesor: Kuping kemana, ha?! Kupingmu tadi ke mana? Aku
banyak sekali menyebut persoalan seni rupa yang tradisionil
maupun kontemporer. Hubungan dengan pasar, koperasi dan
pacaran dan hidup bersama.82
Kutipan di atas mengandung sindirian kepada orang-orang yang
suka hidup bersama tanpa hubungan ikatan pernikahan yang resmi
layaknya mengikuti budaya barat.
Tommy yang pada akhir cerita akhirnya menikahi dua orang
wanita sekaligus yang telah ia manfaatkan untuk biaya kuliah dan
demi kelulusannya yaitu Sumirah seorang juragan batik dan
80
Ibid, hlm. 8. 81
Ibid, hlm. 12 82
Ibid, hlm. 31
92
Kusningtyas seorang mahasiswa kedokteran. Penggambaran sosok
yang ambisus dan serakah. Danarto ingin mengkritik orang-orang
yang tidak pernah merasa cukup dengan apa yang mereka miliki,
selalu merasa kekurangan.
Slentem: ……Tentu saja Profesor menjadi orang yang
berbahahagia. Beliau lepas dari surat kaleng saya ditambah lima
orang cucu, tiga dari Mbakyu Sumirah, dan dua dari
Kusningtyas.83
Pada kutipan epilog di atas menyimpulkan bahwa
bagaimana bobroknya sifat masyarakat Indonesia yang bisa hidup
dengan perselingkuhan, hidup bebas bersama dengan wanita tanpa
hubungan pernikahan, bahkan berpoligami, membagi cintanya
kepada banyak orang (mempunyai istri banyak) dan mempunyai
anak banyak.
C. Implikasi Kritik Sosial dalam Naskah Drama Obrog Owok-Owok
Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto terhadap Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia
Pembelajaran sastra adalah pembelajaran yang mencoba untuk
mengembangkan kompetensi apresiasi sastra, kritik sastra, dan proses
kreatif sastra. Kompetensi apresiasi sastra yang diasah dalam pendidikan
ini adalah kemampuan menikmati dan menghargai karya sastra. Melalui
pendidikan semacam ini, peserta didik diajak langsung membaca,
memahami, dan menganalisis karya sastra secara langsung. Mereka diajak
berkenalan dengan sastra, tidak melalui hapalan nama-nama judul karya
sastra atau sinopsisnya saja, tetapi langsung berhadapan dengan karya
sastranya.84
83
Ibid, hlm. 83 84
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), hlm. 168
93
Sebagai salah satu bentuk karya sastra, drama merupakan bagian
dari bahan ajar dalam pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah
Menengah Atas (SMA). Keberadaan naskah drama OOEE sebagai bahan
bacaan fiksi menjadi salah satu bacaan yang memberikan peserta didik
pemahaman dan pengenalan terhadap nilai-nilai sosial yang terkandung
dalam sastra. Analisis kritik sosial dalam naskah drama OOEE karya
Danarto dapat pula diimplikasikan ke dalam pembelajaran bahasa dan
sastra Indonesia di sekolah, yaitu melalui materi unsur-unsur tersebut
siswa dapat memahami kondisi dan masalah sosial yang terkandung dalam
karya fiksi sehingga dapat mengembangkan diri pada peserta pada aspek
afektif.
Dalam silabus pembelajaran SMA/MA kelas XI semester ganjil
terdapat aspek pembelajaran mendengarkan, standar kompetensi mampu
mengkritisi teks drama, dengan kompetensi dasar yaitu siswa dapat
memahami unsur struktur dan kaidah teks film/ drama baik melalui lisan
maupun tulisan, dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif dan
interaktif, contohnya diskusi dan saling menanggapi. Agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan baik, strategi demikian bisa
menggunakan metode pembelajaran dengan cara menjawab, ceramah,
diskusi, kerja kelompok, dan presentasi.
Di dalam pembelajaran sastra di sekolah standar kompetensi yang
digunakan adalah menganalisis unsur intrinsik naskah drama. Jika
dikaitkan dengan kompetensi dasar yaitu menerangkan sifat-sifat tokoh
dari kutipan naskah drama. Drama dalam OOEE dapat dijadikan bahan
untuk mengetahui permasalahan kritik sosial. Terlebih tujuan
pembelajaran pada materi tersebut adalah agar siswa mampu menjelaskan
unsur-unsur intrinsik dari naskah drama yang dibaca dan mampu
menjelaskan sifat dan karakter tokoh. Jika mengacu pada tujuan
pembelajaran, maka guru diharapkan mampu memberikan pengarahan
kepada siswa bagaimana caranya menanggulangi masalah yang dihadapi
oleh siswa. Setiap manusia pasti memiliki masalah, dan bagaimana
94
manusia tersebut mampu menelusuri akar dari penyebab permasalahan
tersebut agar kita tahu bagaimana cara atau tindakan apa yang harus
diambil untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Pembelajaran sastra dengan mengapresiasikan karya sastra dapat
mengembangkan kompetensi siswa untuk memahami setiap unsur dalam
karya sastra, dengan menghargai keindahan yang tercermin dalam setiap
unsur drama, baik unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik, siswa akan
mengetahui apa pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Siswa juga
tidak hanya diajak untuk membaca dan menganalisis karya sastra saja,
akan tetapi siswa diajak untuk menanamkan sikap positif terhadap karya
sastra sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir, sikap dan
keterampilan siswa.
Melalui pembelajaran sastra, siswa akan belajar percaya diri untuk
tampil di muka umum dan akan mengasah kemampuan dari berbagai
aspek, baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.85
Guru juga
dapat memposisikan dirinya sebagai guru Bahasa Indonesia yang dapat
mentransfer ilmu melalui pengalaman dan pendekatan yang
menyenangkan terhadap siswa. Guru pun dapat membantu siswa menggali
potensi yang dimilikinya, sehingga siswa dapat lebih bijaksana
menghargai dirinya sendiri dan lingkungan. Selain itu, siswa juga dapat
menanamkan nilai-nilai positif dalam hubungan bermasyarakat dan
menjadi insan yang saling menghargai serta memiliki semangat untuk
memperjuangkan hidup sejahtera.
Ketika di dalam kelas, guru harus menggunakan metode
pembelajaran yang variatif agar siswa tidak merasa bosan dalam tiap
pertemuan. Variasi metode bisa berupa bermain peran di dalam kelas,
dimana setiap siswa dituntut untuk memilih karakter yang disukai dan
kemudian memerankannya. Ketika sudah selesai, maka seluruh siswa
kembali diperintahkan untuk memilih karakter yang tidak disukai
85
Emzir& Rohman, Teori dan Pengajaran Sastra, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2016), hlm. 262
95
kemudian memerankannya. Metode seperti ini melatih siswa agar mampu
merasakan menjadi orang lain. Dengan adanya variasi metode, siswa
diharapkan lebih nyaman dan antusias dalam menerima pelajaran sehingga
pesan yang disampaikan oleh guru dalam proses pembelajaran dapat
ditangkap dengan baik oleh siswa. Inilah yang menjadi indikasi
tercapainya pembelajaran yang diharapkan oleh guru maupun siswa.
Tahapan ketika diimplikasikan dalam kegiatan belajar mengajar di
kelas. Pertama, peserta didik diberikan naskah drama OOEE agar dibaca
terlebih dahulu sebelum dibahas, kemudian dibuat kelompok secara acak.
Kedua, ketika tiba waktunya guru membahas materi ini dan menjelaskan
langkah-langkah menganalisis unsur intrinsik khususnya penokohan, guru
dapat meminta peserta didik untuk menyimak dan memberi kesempatan
untuk bertanya. Ketiga, setiap kelompok diminta untuk mengidentifikasi
dan menganalisis unsur intrinsik yang ada di naskah OOEE. Keempat,
setiap kelompok mengerjakan tugas yang sudah dipersiapkan guru di LKS
(Lembar Kerja Siswa). Kelima, setelah selesai seluruh kelompok
mempresentasikan di depan kelas secara bergiliran, kemudian kelompok
lain menanggapi dan membuat kesimpulan hasil diskusi. Di akhir
pembelajaran peserta didik diberikan pertanyaan lisan tentang untuk
menilai pemahaman siswa.
Melalui tahapan-tahapan pembelajaran di atas peserta didik
dituntut untuk berwawasan lebih luas dan berpikir kritis lewat kritik sosial
yang tertuang dalam naskah drama, sehingga diharapkan mampu lebih
mengetahui norma-norma yang berlaku di masyarakat untuk pembelajaran
dan bekal hidup di masa kini atau di masa depan agar tidak salah arah dan
tujuan.
96
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan analisis terhadap naskah drama OOEE karya Danarto
mengenai kritik sosial serta implikasinya terhadap pembelajaran sastra di
sekolah, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Terdapat enam kritik sosial yang dipresentasikan dalam naskah drama
OOEE karya Danarto yang terlihat pada penggambaran tokoh dan
peristiwa. Kritik pertama mengenai masalah politik terhadap Undang-
Undang Permusikan yaitu Undang-Undang Permusikan yang dibuat
oleh Slentem ditujukan agar para pengamen tidak berselisih terus
menerus justru menjadi bumerang bagi para pengamen itu tersendiri,
kedua kritik mengenai masalah pendidikan tentang rendahnya
kreativitas dan mahasiswa yang tidak tahan kritik yaitu yang dialami
oleh Tommy seorang mahasiswa Seni Rupa dalam hal menciptakan
batik dan tidak suka dikritik oleh dosen dan sesama rekan pedagang
batik, ketiga kritik mengenai masalah agama tentang kebobrokan
iman, yaitu yang dialami oleh profesor dan juragan batik yang masih
mempercayai hal mistis dimana mereka mempercayai seorang dukun
yang dipercaya dapat mempermudah segala urusan hanya dengan
seutas rambut dan melalui media cubit jarak jauh, keempat kritik
mengenai masalah budaya tentang perseteruan antara budaya tradisi
dan budaya modern, yaitu perseturuan yang tidak kunjung usai
dialami Warti (pengamen modern) dan Sariyem pengamen tradisional
dimana Sumirah merasa tersaingi oleh pengamen yang menggunakan
kaset sedangkan dirinya hanya mengamen dengan menggunakan
media pita suara, kelima kritik mengenai masalah teknologi tentang
alat mengamen pengamen konvensional dan modern, yaitu melalui
97
media kaset dan tembang suara, dan keenam kritik mengenai masalah
moral mengenai kritik terhadap penipuan yang dilakukan oleh
Slentem kepada profesor dan Sumirah yang mengakui dirinya sebagai
seorang dukun dan memerasnya, selanjutnya yaitu kritik terhadap
kebiasaan hidup satu atap tanpa hubungan pernikahan yaitu hubungan
kumpul kebo yang dilakukan oleh Tommy dan Sumirah, dan terakhir
kritik terhadap keserakahan yaitu kasus poligami yang ada di
masyarakat dimana pada akhir cerita digambarkan pada naskah
Tommy berpoligami dengan Sumirah dan Kusningtyas.
2. Analisis kritik sosial dalam naskah OOEE karya Danarto dapat
diimplikasikan pada pembelajaran Bahasa dan sastra Indonesia di
SMA kelas XI semester ganjil dalam silabus Kurikulum 2013. Naskah
drama ini dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran sastra yang
isinya banyak mengandung nilai-nilai sosial dan pendidikan moral
dengan standar kompetensi mampu mengkritisi teks film/drama, dan
kompetensi dasar memahami struktur dan kaidah teks film/drama baik
melalui lisan maupun tulis serta mampu mengungkapkan kembali
kaidah teks film/drama dan menginterpretasikan makna baik secara
lisan maupun tulisan.
B. SARAN
1. Naskah drama OOEE karya Danarto dapat digunakan sebagai bahan
untuk pembelajaran sastra di sekolah oleh guru, baik dalam materi
sebagai unsur intrinsik drama, maupun pementasan drama karena
mengandung nilai-nilai sosial serta pendidikan moral yang dapat
menjadikan peserta didik lebih kritis dan menghormati keadaan sosial
sekitarnya.
2. Melalui pembelajaran sastra, siswa dapat menanamkan sikap positif
terhadap karya sastra dan mengambil intisari yang terkandung di
dalamnya sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir,
sikap, dan keterampilan siswa dalam kehidupannya.
98
3. Lewat kritik sosial yang tertuang dalam naskah drama OOEE karya
Danarto, diharapkan siswa mampu memahami norma-norma bangsa
dan menjadi pribadi yang lebih baik.
99
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir, M. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
2005
Akbar, Akhmad Zaini. “Kritik Sosial, Pers, dan Politik Indonesia” (dalam Moh.
Mahfud MD, dkk (editor), Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan.
Yogyakarta: UII Press, 1999.
Ahmadi, Abu. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Anonim. Danarto: Angkatan „70 & Seni Sebagai Enlightment. Berita Buana, 14
Februari 1978.
Anonim. Menyimak Cerpen-Cerpen Danarto dari Ajaran Mistik - Religius hingga
Kritik Sosial. Berita Buana, Selasa, 28 Juni 1988.
Bilal, Mohammad. Resensi Drama “Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek”. Gg.
Bunga, November 1973.
Danarto. Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek. Yogyakarta: Nalar, 2014.
Dibia, I Ketut. Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia. Depok: Rajawali Pers.
2018.
Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Medpress, 2008
_________________ Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS, 2011
_____________________ Metode Pembelajaran drama. Yogyakarta: CAPS.
2011.
Faruq. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016.
Hasanuddin, Ensiklopedia Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu, 2004.
Hardjana, Andre. Kritik Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia, 1985.
Harymawan, RMA. Dramaturgi. Bandung: CV. Rosda Bandung, 1988.
W S. Hasanuddin. Drama dalam Karya Dua Dimensi. Bandung: Angkasa, 1996.
Ismawati, Esti. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Ombak, 2013.
100
Kemendikbud. 2017. Danarto. http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa
/tokoh/734/Danarto. 5 Agustus 2018 pukul 12:39 WIB
K.M Saini. Protes Sosial dalam Sastra. Bandung: Angkasa, 1988
K.S, Yudiono. Pengkajian Kritik Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo, 2009.
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia, 1987
MD, Jajak. Catatan dari Teater Alam Yogya: Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-
Ewek Karya Danarto, Sinar Harapan, 24 November 1973
Minderop, Albertine. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Obor Indonesia.
2005
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2013.
Pracahyo, Budoyo. Menangkap Hubungan Danarto dengan Tuhan. Harian Pelita,
30 Agustus 1989.
Prawiradilaga, Dewi Salma. Wawasan Teknologi Pendidikan. Jakarta:
Prenadamedia. 2012
Pradopo, Rachmat Djoko. Prinsip-Prinsip Kritik Sastra Teori dan Penerapannya.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994.
Rahmanto, Bernardus. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Ratna, Nyoman Kuta. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2013.
___________________ Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
Rohman, Saifur& Emzir. Teori dan Pengajaran Sastra. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2016
Salam, Burhanudin. Etika Sosial: Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia.
Jakarta: Rineka Cipta, 1997.
Santoso, Dwi Ery. Sufisme dan Pesona Kekanak-kanakan Danarto. Harian
Merdeka, 28 September 1986.
Semi, Attar. Anatomi Sastra. Bandung: Angkasa. 1988.
Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo, 2008.
101
Sumaadmaja, Nursid. Perspektif Studi Sosial. Bandung: Angkasa. 1980
Sumardjo, Yakob & Saini Kosim. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia,
1986.
Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa, 1984.
W.M., Abdul Hadi. Wawancara dengan Danarto: Sastra Punya Aktualitas
Sendiri. Berita Buana, 28 Juli 1981.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
NAMA SEKOLAH SMAN 3Tangerang
MATA PELAJARAN Bahasa dan Sastra Indonesia
KELAS /SEMESTER XI (sebelas) / 2 (dua)
PROGRAM IPS
ASPEK
PEMBELAJARAN
Membaca
STANDAR
KOMPETENSI
5.0 Memahami naskah drama
KOMPETENSI DASAR 5.1 Mengidentifikasi peristiwa, pelaku, dan perwatakannya,
dialog dan konflik pada pementasan drama
INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI :
No Indikator Pencapaian Kompet ensi Nilai Budaya Dan
Karakter Bangsa
Kewirausahaan/
Ekonomi Kreatif
1 Menentukan tokoh, peran, dan wataknya Bersahabat/
komunikatif
Kreatif
Percaya diri
Kepemimpinan
Keorisinilan 2 Menentukan konflik dengan menunjukkan
data yang mendukung
3 Menentukan tema dengan alasan
4 Menentukan pesan dengan data yang
mendukung
5 Merangkum isi drama berdasarkan dialog
yang dibaca
6 Mengaitkan isi drama dengan kehidupan
sehari-hari
ALOKASI WAKTU 2 x 45 menit ( 2 pertemuan)
TUJUAN PEMBELAJARAN
TUJUAN Mampu menentukan tokoh, peran, dan wataknya
Mampu menentukan konflik dengan data yang mendukung
Mampu menentukan tema dengan alasan
Mampu menentukan pesan dengan data yang mendukung
Mampu merangkum isi drama berdasarkan dialoh yang
dibaca
Mampu mengaitkan isi drama dengan kehidupan sehari-hari
MATERI POKOK
PEMBELAJARAN
Teks drama/ video rekaman pementasan drama
Unsur intrinsik (tokoh, penokohan, alur, tema, amanat) teks
drama
Menginterpretasi makna pada teks drama
METODE PEMBELAJARAN
v Presentasi
v penugasan
v Diskusi Kelompok
v Tanya Jawab
v Menyimpulkan
STRATEGI PEMBELAJARAN
Tatap Muka Terstruktur Mandiri
Memahami teks film/
drama
Menganalisis teks film/
drama berdasarkan unsur
intrinsik yang
terkandung
Masing-masing
kelompok dapat
mengungkapkan
pendapat dari hasil
diskusi
Siswa dapat memahami
unsur intrinsik teks
film/drama serta
mengkritisi teks yang telah
dipelajari
KEGIATAN PEMBELAJARAN
KEGGIATAN KEGIATAN PEMBELAJARAN ALOKASI
WAKTU
PEMBUKA
(Apersepsi)
Guru memberi salam dan memberi pertanyaan
yang berhubungan dengan pembelajaran
sebelumnya tentang teks film/ drama serta
bertanya kepada siswa mengenai karakter atau
sifat teman sebangku.
Guru memutarkan rekaman beberapa cuplikan
adegan pementasan drama. Video yang
ditayangkan terdapat tokoh-tokoh perempuan.
20 Menit
Kegiatan Inti :
Eksplorasi
Guru menjelaskan beberapa teknik yang sangat
penting dalam mengkritisi teks drama. Setiap
penjelasan langsung disertai contoh yang
terdapat dalam teks drama
Guru membagi siswa menjadi lima kelompok
Elaborasi
Siswa membaca teks drama secara utuh. Dengan
berdiskusi dengan teman kelompoknya, siswa
menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik di
dalamnya.
Siswa berdiskusi untuk merumuskan mengkritisi
teks drama.
70 Menit
Siswa mempresentasikan hasil diskusinya di
muka kelas dan ditanggapi secara kritis oleh
anggota kelompok lain.
Guru mengobservasi kinerja dan keterlibatan
setiap siswa dalam berdiskusi maupun
presentasi
Guru mengamati bagian yang belum dipahami
dan dapat didiskusikan kembali
Guru mengulas hasil presentasi setiap kelompok
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, Siswa:
Menyimpulkan tentang hal-hal yang belum
diketahui
70 menit
Menjelaskan tentang hal-hal yang belum
diketahui
Memberikan kata kunci kepada siswa terkait
hasil diskusi akhir agar mudah diingat
PENUTUP
(Internalisasi
dan refleksi)
Guru mengakhiri kegiatan pembelajaran dengan
memberikan pesan agar peserta didik selalu
belajar agar dapat menjawab soal-soal Kuis Uji
Teori untuk mereview konsep-konsep penting
tentang mengkritisi teks film/ drama yang telah
dipelajari
Guru memberikan kuis berkenaan dengan aspek
pengetahuan dan keterampilan.
Guru memberikan arahan kegiatan berikutnya
dan tugas pengayaan
Siswa diajak merefleksikan nilai-nilai serta
kecakapan hidup (live skill) yang bisa dipetik
dari pembelajaran
Guru menyampaikan tugas mandiri (dikerjakan
di rumah): mencermati teks. Pengamatan
difokuskan pada karakter tokoh terutama tokoh
perempuan
20 Menit
SUMBER BELAJAR
V Pustaka rujukan Buku Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik kelas
XI SMA/SMK/MA/MAK semester 2 Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2013
Drama Karya dalam dua dimensi karya Hasanuddin W.S
Material: Naskah drama Obrog Owog Owog Ebrek Eweg-Eweg
V Mediacetak dan
elektronik
Naskah / video pertunjukan drama
Website internet
Lingkungan Lingkungan masyarakat sekitar siswa
PENILAIAN
TEKNIK DAN BENTUK
V Tes Lisan
V Tes Tertulis
V Tagihan Hasil Karya/Produk: tugas, projek, portofolio
V Pengukuran Sikap
V Penilaian diri
V Penilaian kelompok
INSTRUMEN /SOAL
Tugas untuk menganalisis teks drama
Tugas untuk mendiskusikan dan mempresentasikan hasil
analisis teks drama
Daftar pertanyaan Kuis uji teori untuk mengukur pemahaman
siswa atau konsep-konsep yang telah dipelajari
RUBRIK/KRITERIA
PENILAIAN/BLANGKO
OBSERVASI
Blangko observasi dan penilaian kinerja siswa dalam
mengikuti diskusi dan presentasi (terlampir di bawah)
Mengetahui Tangerang, Juli 2017
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
NIP. NIP.
KEMENttER:AN AGAMAUIN JAKARTAF:丁Kノ″″」ツnda崎 95 crp″ far′ 5`ブ 2● donesla
FORM(FR)
No.Dokumen : FITK‐ FR‐AKD-081
Tgl.Terbl , : l Maret 2010
No. Revisi: 01
Hal
SURAtt B:MBINGAN SKRIPSl
Nomor : LIn.Q 1 /F. 1 /I(M.0 1 .3/ ...........1201 6Lamp. :,Hal :BiyrbinganSkripsi
Jakaia,Januari 2016
砕 pada Ytll,
Rosida Erowati,M.Hum。Pembilnbing Skripsi:Fakultas 11lnu Tarbiyah dan Keguruan
UIN SyarifI‐ Iidayatullah
」akarta.
/ssαιαη,7♭ル′れι“
フスwb. `
Dengan inl diharapkan kesediaan Saudara untllk
(materi/teknis)penulisan skripsi mahasiswa:
menjadi pembimbing UII
Chitra Nur lmaniar
ll12013000055
Pendidikall Bahasa dan Sastra lndonesia
7←可uh)
Kritik Sosial dalalll Naskah Drama Obrok Owok‐ owok Ebrek Ewek―
ewek Karya Danarto dan Implikasinya Terhadap Pembel ajaran Sastra di
Sekolah
Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal 10 Desember 2015 ,abstraksloutline terlampir. Saudara dapat melalukan pJrubaha-n redaksional pada judul tersebut.Apabila perubahan substansial dianggap perlu, mohon pembimbing menghubungi Jurusanterlebih dahulu.
Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjangselama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.
Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu' alaikum wr.wb,
Kajur Pend. dan Sastra Indonesia
Subuki,ⅣI
Nama
NIM
Jurusan
Semester
Judul Skripsi
Tembusan:l. Dekan FITK2. Mahasiswa ybs.
a.n. Dekan
9800305200901 1015ギ讐て, 1ご
NamaNIMJurusanFakultasJudul Skripsi
Dosen Pembimbing
LEⅣIBAR UJI REFERENSI
Chitra Nur Imaniar1112013000055
Pendidikan Bahasa dan Sastra IndonesiaIImu Tarbiyah dan KeguruanKritik Sosial dalam Naskah Drama Obrok Owok-owok EbrekEwek-ewek Karya Danarto dan Implikasinya pada
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.Rosida Erowatio M.Hum
NO REFERENSI ⅡALAⅣIAN PASaF
1 Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra,
Bandung: Angkasa, 1984
187
4つ乙 Akhmad Zaini Akbar, "Kritik Sosial, Pers dan
Politik Indonesia", (dalam Moh. Mahfud MD, dkk
(editor), Kritik Sosial dalam Wacona Pembangunan,
(Yogyakarta: UIi Press, 1999
48-49
うD Andre' Hardjana, Kritik Sastrct: Sebuah Pengantar,
(Jakarla: Gramedia, 1 985)
37
′4. Rachmat Djoko Pradopo, Prinsip-prinsip Kritik
Sastra Teori dan Peneropannlta, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 1994)
9
瀕5. Burhanudin Salam, Etika Sosictl, Asas Moral Dulam
Kehidupan Manusict, (Jakarla: Rineka Cipta, 1997)
179, t82 /み
6. Keraf. Gorys. Diksi dan Galta Bahasa. Jakarla:
Crarnedia, 1987
138. 53, 108,
140,143 潔7. Mincierop, Albefiine. lvletode Koraliteri.;rtsi Telault
Fiksi. Jakarla: Obor Indonesia. 2005
52.139.
』8. Ratna, Nyoman Kr.rta. !-eori. llctotle, cltrn Tel;nik
Penelitittn Sostrtr. Yogyakarta: Pr-rstaka Pela;ar. 201 0
111 Aa1 al 'JJj, JJJ, JJ+
放9. Wahyudi Siswanto. Pcngutttcu' Tcori Sastra,
(Jakafia: Grasindo. 200"q)
152,171
汐10. Esti Ismar,vati, Pengajaran Sostra,
(Yo gyakarla: Orr-rbak" 2 0 1,3 )
うD
滋
B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra,
(Yogyakarta: Kanisius, 1992),
16
漢12. Rohman, Saifur& Emzir. Teori dan Pengajaran
Sastra. Jakarta: Raja Grafindo Persada,2016.
262
」13. Jakob Sumardjo& Saini K.M, Apresiasi
Kesus as traan, (l akarta: Gramedia). 1 986.
56
滅14.
Burhan Nurgiyanto r o, T e o ri P en gkaj i an F i l{s i,Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2013
255,247 , 764,
209,2r0,94,
97, 101,258,
259,260,261,
264,265,266"
267,272,273
』
15.Hasanuddin, Drama dalam Karya Dua Dimensi,(Bandung: Angkasa, 1996)
2, 58, 103,77 ,
100,101,103 β16. RMA. Harymawan, Dramaturgl (Bandung: CV.
Rosda Bandung. 1988)16
17. Nyoman Kuta Ratna, Paradigma Sosiologi Sastra,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013)
1,23
』18. Fatuq, Pengantar Sosiologi Sastra, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2016)
4
"19. Abdul Hadi W.M, Wawancara dengan Danarto:
Sastra Punlta Aktualitas Sendiri, Berita Buana, 28
Juli 1981
18
』20. Anonim. Menyimak Cerpen-Cerpen Danctrto. Dari
.,ljorun tV[istik - Religius Hinggct Kritik Sosial, Berita
Buana. i3 Juni i988
4
,
一Kernencli kbvcl, D an or to,
(http :i,&adanbahasa.kerndikbud. eo.id/lamanbahasa/to
スkohT34rDqnALto_), Diakses pada tanggal 5 Agustus
2017 pukul l2:39 WIB
つ4
つ4 Anonim dalam harian Berita Buana, Danarto:
Angliatan 70c8 Seni Sebagui Enlightment, 14
Februari 1978
6
必
』
23. Danarto, Obrog Owok-Owok Ebreg Eweg-Eweg,
201 4, Yogyakarta: Nalar
lX
洪24. Semi,Attaro И″αわ″J Sas′rα.Bandung:Angkasa。
1988.
161
メ25. Dwi Ery santoso dalam Harian Merdeka,'Sufisme
dan Pesona Kekanak-kanakan Danarto, 28
September 1986
7
泌26. Budoyo Pracahyo, Harian Pelita, Menangkap
Hubungan Danarto dengan Tuhan,30 Agustus 1989
6
漁27 Dibia, I Ketut. Apresiasi Bahasa dan Sastra
Indonesia. Depok: Rajawali Pers. 2018.
113
脚28 Abdulkadit n_I′ η2ν SosJα′βッグανα」Dαsαr.Bandung:
PT.Citra Aditya Bakti。 2005
5
ハ29 Ahmadi, Abu.Ihz Pθ 77グ″グノたακ.Jakarta: Rincka
Cipta
70,98,256
ヌ30 Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Medpress, 2008
77
詠31 Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra.
Yogyakarta: CAPS. 2011
79
訊32 Endraswara, Suwardi. Metode Pembelajaran drama.
Yogyakarta: CAPS. 2011. 訊33 K.M Saini. Protes Sosial dalam Sastra. Bandung:
Angkasa, 1988
2
』34 Prawiradilaga, Dervi Salma. Wawasan Teknologi
Penclicliktm. Jakarla: Prenaclame dia. 201 2
15
腺くフ
う0 Sr-rmaadmaja, Nursid. PersTteliti.f Sntdi Sosial.
Bandung: Angkasa. 19E0
42
訊36 Hasarruddin. Ettsiklopaeliu Sastro Indonesict.
Bandung: Titian Ilmu. 20011.
532
ス37 Yudiono K.S., Pergkojian Kritik Sastra Indonesia,
(Jakarla: Grasindo, 2009)
29-30
詠
BIOGRAFI PENULIS
Chitra Nur Imaniar dilahirkan di Tangerang, 19 Mei 1994. Merupakan
anak kedua dari pasangan Bapak Ridhuan Maulana dan Ibu Hj. Suhanah, memulai
pendidikan di Taman Kanak-Kanak Kemala Bhayangkari 12 pada tahun 1999.
Setelah lulus Taman Kanak-Kanak ia melanjutkan pendidikannya di SD Negeri 7
Tangerang dari tahun 2000-2006, lalu melanjutkan pendidikan ke jenjang pertama
di sekolah favorit berstandar Nasional SMP Negeri 3 Tangerang dari tahun 2006-
2009. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri 10
Jakarta Barat pada tahun 2009-2012 sebelum memutuskan untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yakni di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Sejak kecil, penulis bercita-cita menjadi untuk menjadi
seorang tenaga pengajar sebagaimana obsesinya menjadi seorang pahlawan tanpa
tanda jasa. Itulah yang menjadi salah satu motivasi penulis untuk memilih
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dengan mengambil jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia.
Pada periode awal perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi siswa yaitu
Gerakan Mahasiswa Indonesia (GMI) yang bergelut dalam bidang aksi, diskusi,
dan advokasi. Penulis juga pernah berkecimpung dalam panitia penyelengaraan
Federasi Teater Indonesia (FTI) award yang berfokus kepada parasastrawan dan
tokoh-tokoh berpengaruh besar dalam dunia drama/teater. Penulis merupakan
penikmat hidup, penikmat seni, dan mencintai dunia keguruan. Hal ini dapat
dilihat dari kesehariannya yang cukup cuek, suka menonton drama/teater, dan
hingga saat inipun keseharian penulis adalah menjadi salah satu guru
homeschooling dan les privat.