kualitashidupkti lengkap
TRANSCRIPT
-
HUBUNGAN ANTARA SIKAP DAN PERILAKU KELUARGA
DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA DIABETES
MELLITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I
KEMBARAN
SKRIPSI
Oleh
TATIK NOERHAYATI
G1D010040
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2014
-
ii
-
iii
-
iv
PERSEMBAHAN
Kaki yang akan berjalan lebih jauh, tangan yang akan berbuat lebih banyak,
mata yang akan menatap lebih lama, leher yang akan lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, dan hati yang
akan bekerja lebih keras, serta mulut yang akan selalu berdoa
Allah SWT , terimakasih untuk semua anugerah-Mu yang menjadikanku seperti sekarang ini
Dan untuk cahaya penuh kasih sayang & ketulusan, mamahku Ibu Sariningsih Untuk kekuatan penuh cinta & tanggungjawab, bapakku Bapak Darsim
Untuk semangat & harapanku, adikku Diaz Erlangga
Terimakasih selalu memberikan doa &dukungan yang tak ternilai harganya
Untuk Ibu Eva Rahayu & Bapak Arif Zaenudin, terimakasih telah membimbing sepenuh hati hingga terselesainya skripsi ini. Untuk Bapak Endang Triyanto , terimakasih telah memberikan saran & dukungannya.
Dan terimakasih untuk Ibu Luthfatul Latifah telah berkenan menjadi wakil komisi.
Terimakasih teruntuk sixlable dan sahabat-sahabatku yang sampai saat ini
selalu memberikan semangat, doa, dan motivasi. Terimakasih juga untuk seseorang yang telah memberikan semangat tiada tara (mas Fahmi F Fiqi).
Terimakasih untuk para responden penelitianku di wilayah kerja Puskesmas I Kembaran
Dan terimakasih untuk keluarga besar KEPERAWATAN UNSOED 2010 dan UFC yang takkan terganti, perjuangan kita belum berakhir hanya di
skripsi ini. Seluruh orang-orang yang mungkin belum tersebutkan diatas, saya ucapkan
terimakasih sebanyak-banyaknya.
Dalam hidup pasti ada yg datang dan pergi Memberi cinta atau menebus luka
Namun bukankah tuhan selalu punya rencana Setelah hujan selalu ada pelangi Setelah luka pasti ada bahagia
Setelah menunggu kan ada yang datang jika kau mau menunggu, berusaha, dan berdoa.
-
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Tatik Noerhayati
Alamat : Gembong Hilir RT 01 RW 06, Desa Malabar, Kecamatan
Wanareja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah 53265
Tempat Tanggal Lahir : Cilacap, 09 September 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No Telp/Handphone : 085647866613
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri 4 Malabar
2. SMP Negeri 1 Wanareja
3. SMA Negeri 1 Majenang
4. Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
Riwayat Organisasi :
1. Bendahara I Unsoed Football Club (UFC) Tahun 2013
2. Divisi Basket NSC 2011
-
vi
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Hubungan antara Sikap dan Perilaku Keluarga dengan Kualitas Hidup Penderita
Diabetes Mellitus tipe 2 di Wilayah kerja Puskesmas I Kembaran yang penulis
ajukan pada Komisi Skripsi Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-
Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman. Terima kasih penulis sampaikan
kepada:
1. Dr. Warsinah, MSi., Apt., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu
Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.
2. Dr. Saryono, S.Kp., M.Kes., selaku Ketua Jurusan Keperawatan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.
3. Yunita Sari, S. Kep., Ns., MHS., Ph.D., selaku Ketua Komisi Skripsi Jurusan
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal
Soedirman.
4. Eva Rahayu, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku dosen pembimbing 1 skripsi, yang
telah bersedia meluangkan waktu dan ketelatenannya dalam memberikan
bimbingan sejak awal sampai akhir penulisan dan penyusunan skripsi ini.
5. Arif Zaenudin, S.Kep., Ns., selaku dosen pembimbing 2 skripsi, yang telah
bersedia meluangkan waktu serta ketelatenannya dalam memberikan bimbingan
sejak awal sampai akhir penulisan dan penyusunan skripsi ini.
-
vii
6. Endang Triyanto, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku dosen penguji yang telah berkenan
memberikan pengarahan dan bimbingannya demi kesempurnaan penulisan dan
penyusunan skripsi ini.
7. Seluruh anggota keluarga, khususnya kedua orang tua, adikku tercinta atas semua
dorongan, kasih sayang, perhatian dan doa dalam penulisan dan penyusunan
skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan hidayah dan karunia-
Nya.
8. Teman-teman mahasiswa FKIK khususnya Keperawatan 2010 yang telah
memberikan dukungan serta bantuan hingga dapat diselesaikannya skripsi ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas bantuan moral
maupun material dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak ketidaksempurnaan dalam skripsi ini, oleh
karena itu diharapkan kritik maupun saran demi hasil yang lebih baik, semoga skripsi
ini mendapat ridho dari Allah SWT dan bermanfaat bagi kita semua.
Purwokerto, Januari 2014
Tatik Noerhayati
G1D010040
-
viii
HUBUNGAN ANTARA SIKAP DAN PERILAKU KELUARGA DENGAN
KUALITAS HIDUP PENDERITA DM TIPE 2 DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS I KEMBARAN
Tatik Noerhayati1 Eva Rahayu
2 Arif Zaenudin
3
1Mahasiswa Jurusan Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman 2Departemen Keperawatan Komunitas, Jurusan Keperawatan, Fakultas Kedokteran
dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman 3Puskesmas II Sokaraja
ABSTRAK
Latar Belakang: Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang
disebabkan karena keadaan hiperglikemia (kadar gula dalam darah meningkat). DM
dapat mengakibatkan komplikasi apabila tidak ditangani dengan tepat. Komplikasi
tersebut akan memberikan efek terhadap kualitas hidup penderita. Kualitas hidup
penderita DM mempunyai hubungan dengan peran keluarga. Sikap dan perilaku
keluarga dalam perawatan penderita DM juga merupakan komponen-komponen
yang berasal dari keluarga untuk meningkatkan derajat kesehatan penderita DM.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sikap dan
perilaku keluarga dengan kualitas hidup penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja
Puskesmas I Kembaran
Metode: Penelitian ini menggunakan metode analitik korelasi dengan pendekatan
cross sectional terhadap 50 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan
sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling.
Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukan hubungan yang signifikan antara sikap
keluarga dengan kualitas hidup penderita DM tipe 2 (p = 0,001), dan hubungan
antara perilaku keluarga dengan kualitas hidup penderita DM tipe 2 (p = 0,000)
Kesimpulan: Ada hubungan antara sikap dan perilaku keluarga dengan kualitas
hidup penderita DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas I Kembaran
Kata kunci : Diabetes Mellitus, keluarga, kualitas hidup.
-
ix
Relationship Between Attitudes and Behaviour of Families with Quality of Life
Type 2 DM Patients In The Region Work Kembaran I Community Health
Center
Tatik Noerhayati1 Eva Rahayu
2Arif Zaenudin
3
1Student of Nursing Majority, Faculty of Medical and Health Sciences
Jenderal Soedirman University 2Community Nursing Departement, Nursing Majority, Faculty of Medical
and Health Sciences
Jenderal Soedirman University 3Sokaraja II Comumunity Health Center
ABSTRACT
Background: Diabetes mellitus (DM) is metabolic diseases that caused by condition
in hiperglikemia (increased blood sugar levels). DM can lead to complications if not
treated appropriately. These complications will give the effect on the quality of life
patients. Quality of life patients with DM relates to family role. Attitude and
behavior of families in the treatment of DM patients is also the components which
come from families to increase the health level of DM patients.
Purpose: The purpose of this research was to determine the relation between
attitudes and behaviors of families with quality of life type 2 DM patients in the
region work Kembaran I Community Health Center.
Method: This research used the analytic method correlation with the approach of
cross sectional to 50 respondents which satisfies the criteria inclusion. The sample
obtained with purposive sampling technique.
Result: Bivariat analysis results showed a significant relation between attitudes of
families with quality of life type 2 DM patients (p = 0.001), and behavior of families
with quality of life type 2 DM patients (p = 0.000).
Conclusion: There was a relationship between attitude and behavior of the family
with quality of life type 2 DM patients in the region work Kembaran I community
Health Center.
Key words:.Diabetes Mellitus, Family, Quality of life
-
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ...................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................... v
PRAKATA ................................................................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................. viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. x
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvi
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................... xvii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
-
xi
B. Perumusan Masalah ..................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6
E. Keaslian Penelitian ....................................................................... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ........................................................................... 12
1. Diabetes Mellitus .................................................................. 12
2. Kualitas Hidup penderita Diabetes Mellitus ......................... 24
3. Keluarga ................................................................................ 28
4. Sikap dan Perilaku ................................................................ 30
B. Kerangka Teori ........................................................................... 40
C. Kerangka Konsep ........................................................................ 41
D. Hipotesis Penelitian .................................................................... 42
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ........................................................................ 43
B. Populasi dan Sampel ................................................................... 44
C. Variabel Penelitian ...................................................................... 45
D. Definisi Operasional Variabel ................................................... 46
E. Instrumen Penelitian ................................................................... 47
F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ........................................... 51
G. Jalannya Penelitian ..................................................................... 55
H. Analisis Data ............................................................................... 57
I. Etika Penelitian ........................................................................... 59
-
xii
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ........................................................................... 62
B. Pembahasan ................................................................................. 69
C. Keterbatasan Penelitian ............................................................... 81
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................. 83
B. Saran ........................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
-
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Kadar gula darah sewaktu dan puasa ............................................... 13
2.2 Kriteria diagnosis ............................................................................. 13
3.1 Definisi Operasional ......................................................................... 46
3.2 Kisi-kisi kuesioner sikap .................................................................. 48
3.3 Kisi-kisi kuesioner perilaku ............................................................. 49
3.5 Kisi-kisi kuesioner kualitas hidup .................................................... 50
3.6 Nilai korelasi butir pernyataan variabel sikap keluarga ................... 53
3.7 Nilai korelasi butir pernyataan variabel perilaku keluarga .............. 53
4.1 Distribusi responden berdasarkan usia ............................................. 63
4.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin .............................. 63
4.3 Distribusi responden berdasarkan pendidikan ................................. 64
4.4 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan .................................... 65
4.5 Distribusi kualitas hidup .................................................................. 65
4.6 Distribusi sikap dan perilaku keluarga ............................................. 66
-
xiv
4.7 Hubungan sikap keluarga terhadap kualitas hidup
penderita DM tipe 2 ......................................................................... 67
4.8 Hubungan perilaku keluarga terhadap kualitas hidup
penderita DM tipe 2 ......................................................................... 68
-
xv
DAFTAR GAMBAR
2.1 Konsepsi Skematik Rosenberg & Hovland mengenai Sikap ........... 32
2.2 Skema Perilaku ................................................................................. 34
2.3 Kerangka Teori ................................................................................. 40
2.4 Kerangka Konsep ............................................................................. 41
-
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Surat Ijin Survey Pendahuluan
Surat Ijin Validitas dan Reliabilitas
Surat Ijin Penelitian
Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 5. Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 6. Lembar Observasi
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Lampiran 11.
Lampiran 12.
Lampiran 13.
Lampiran 14.
Lampiran 15.
Kuesioner Kualitas Hidup
Kuesioner Sikap dan Perilaku Keluarga Penderita DM
Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Sikap dan Perilaku Keluarga
Data Hasil Penelitian
Analisis Univariat
Analisis Bivariat
Jadwal Penelitian
Blangko Bimbingan/Konsultasi Skripsi Pembimbing I
Blangko Bimbingan/Konsultasi Skripsi Pembimbing II
-
xvii
DAFTAR SINGKATAN
DM : Diabetes Mellitus
GODM : Gestasional Onset Diabetes Mellitus
IMT : Indeks Massa Tubuh
OHO : Obat Hipoglikemia Oral
TNM : Terapi Nutrisi Medis
IRT : Ibu Rumah Tangga
SD : Sekolah Dasar
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SMA : Sekolah Menengah Akhir
PT : Perguruan Tinggi
PNS : Pegawai Negeri Sipil
ADH : Anti Diuretic Hormone
PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
IMT : Indeks Massa Tubuh
TTGO : Test Toleransi Glukosa Oral
-
xviii
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit kronis yang
menyebabkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas. Penyakit tersebut
termasuk dalam gangguan metabolisme yang mempengaruhi produksi energi di
dalam sel. Diabetes mellitus (DM) ditandai dengan hilangnya toleransi
karbohidrat yang menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia (Price & Wilson, 2006).
Penyakit ini dibagi menjadi 4 tipe utama yaitu DM tipe 1, DM tipe 2,
DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lain, dan DM gestasional.
DM tipe 1 terjadi karena adanya proses autoimun yang menghancurkan sel-sel
beta pankreas sehingga tidak mampu menghasilkan insulin (Ulbritch, 2009). DM
tipe 2 terjadi karena tubuh tidak dapat memproduksi atau menggunakan insulin
sebagaimana mestinya (Smeltzer & Bare, 2002). DM dengan keadaan atau
sindrom terjadi karena adanya kelainan-kelainan lain seperti sindrom cushing dan
akromegali. DM gestasional merupakan penyakit DM yang dialami pertama kali
selama masa kehamilan (Price & Wilson, 2006).
Angka kejadian DM di dunia khususnya di negara berkembang pada
tahun 2025 akan muncul 80% kasus baru (American Diabetes Federation, 2012).
Saat ini, DM di tingkat dunia diperkirakan lebih dari 371 juta (American
Diabetes Federation, 2012). Angka kejadian DM di Indonesia pada tahun 2000,
-
2
menempati urutan keempat yaitu 8,4 juta penduduk dengan DM, dan pada tahun
2030 diperkirakan akan mengalami peningkatan 2-3 kali lipat menjadi 21,3 juta
penduduk dengan DM (Wild, 2004). Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan, menunjukan bahwa angka
kejadian DM di daerah urban Indonesia untuk usia 15 tahun mengalami
peningkatan sebesar 5,7%. Angka kejadian terkecil terdapat di Propinsi Papua
sebesar 1,7%, dan terbesar di Propinsi Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang
mencapai 11,1%. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2012, terdapat penderita DM sebanyak 509.319 orang.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, pada tahun
2012 data kunjungan penderita DM di Wilayah Kabupaten Banyumas sebesar
6,91 % dengan DM tipe 2, dan 1,14% dengan DM tipe 1. Data kunjungan
penderita di wilayah kerja Puskesmas I Kembaran pada tahun 2012 menduduki
peringkat kedua diseluruh Puskesmas Kabupaten Banyumas, dengan data
kunjungan penderita sebanyak 120 orang.
Hasil studi pendahuluan penelitian di Puskesmas I Kembaran yang
wilayah kerjanya meliputi Desa Tambaksari, Desa Bantarwumi, Desa
Dukuhwaluh, Desa Karangsoka, Desa Karangsari, Desa Kembaran, Desa
Purbadana, dan Desa Linggasari menunjukkan angka penderita DM tipe 2 tahun
sejumlah 56 orang dengan kunjungan sebanyak 73 kali terhitung sejak bulan
Maret hingga September tahun 2013. DM dapat mengakibatkan komplikasi
apabila tidak ditangani dengan benar. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu
nefropati, retinopati, penyakit arteri coroner, penyakit serebrovaskuler, dan
-
3
pembuluh vaskuler perifer (Smeltzer & Bare, 2002). Komplikasi penyakit DM
tersebut akan memberikan efek pada kualitas hidup penderita. Kemudian kualitas
hidup akan mempengaruhi kesehatan penderita secara umum (Odilli, 2010).
Penurunan kualitas hidup mempunyai hubungan yang signifikan terhadap angka
kesakitan dan kematian, serta mempengaruhi usia harapan hidup penderita DM
(Isa & Baiyewu, 2006).
Kualitas hidup merupakan suatu kesejahteraan yang dirasakan oleh
seseorang dan berasal dari kepuasan atau ketidakpuasan dengan bidang
kehidupan yang penting bagi mereka. Persepsi subyektif tentang kepuasan
terhadap berbagai aspek kehidupan dianggap penentu utama dalam penilaian
kualitas hidup, karena kepuasan merupakan pengalaman kognitif yang
menggambarkan penilaian terhadap kondisi kehidupan yang stabil dalam jangka
waktu lama. Kualitas hidup yang baik pada penderita DM merupakan perasaan
puas dan bahagia akan hidupnya secara umum khususnya hidup dengan DM
tersebut ( Kurniawan, 2008).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 4
Oktober 2013 pada 10 penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja Puskesmas I
Kembaran, terdapat 80 % penderita DM tipe 2 yang menunjukan kurangnya
kepuasaan hidup terhadap hal-hal penting seperti kesehatan fisik, kesehatan
psikologis, tingkat aktifitas, hubungan sosial, dan lingkungan. Hal tersebut
ditandai dengan pernyataan penderita bahwa tidak puas dengan pengobatan yang
sudah dilakukan, sering merasa lelah, tidak dapat melakukan aktivitas sesuai apa
yang diinginkan oleh penderita, dan sering takut mengalami komplikasi.
-
4
Penelitian yang dilakukan oleh Karwaji (2013), memperlihatkan bahwa
kualitas hidup penderita DM mempunyai hubungan dengan peran keluarga. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Steptoe et al. (2004) dalam Karwaji
(2013) menyatakan bahwa tanpa adanya peran keluarga dan kesendirian
merupakan faktor risiko terjadinya sakit mental dan fisik.
Keluarga akan mempengaruhi kualitas hidup pada penderita DM tipe 2.
Terdapat hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya
dimana peran keluarga sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan
anggota keluarga, mulai dari strategi-strategi pencegahan penyakit hingga fase
rehabilitasi (Friedman, 1998 dalam Nadirawati, 2011).
Sikap dan perilaku keluarga dalam perawatan penderita DM juga
merupakan komponen-komponen yang berasal dari keluarga untuk meningkatkan
derajat kesehatan penderita DM. Sikap merupakan sindrom atau kumpulan gejala
dalam merespons stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2010). Newcomb salah
seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap adalah kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan
tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
perilaku (tindakan) sehingga sikap dikatakan sebagai reaksi tertutup
(Notoatmodjo, 2010). Sedangkan perilaku itu sendiri merupakan semua kegiatan
atau aktivitas manusia (Notoatmodjo, 2007). Sikap dan perilaku keluarga
dimungkinkan dapat berhubungan dengan kualitas hidup pada penderita DM tipe
2.
-
5
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 4 Oktober 2013
pada 10 keluarga penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja Puskesmas I Kembaran,
terdapat 80 % keluarga penderita memiliki sikap keluarga yang kurang yaitu
sering kali membiarkan penderita memilih makanan sesuka hati yang tidak sesuai
terapi diit yang dilakukan, dan meyakini bahwa olahraga teratur tidak membawa
pengaruh yang besar terhadap kesembuhan penderita. Keluarga penderita
memiliki perilaku keluarga yang kurang yaitu keluarga tidak mengingatkan jika
penderita tidak melakukan pengecekan kesehatan secara rutin ke pelayanan
kesehatan.
Keluarga merupakan sistem dasar dimana perilaku sehat dan perawatan
kesehatan menjadi fokus utama untuk meningkatkan derajat kesehatan para
anggotanya (Friedman, 2010). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang
sikap dan perilaku keluarga terhadap kualitas penderita DM tipe 2.
B. Rumusan Masalah
Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit kronik yang sulit untuk
disembuhkan secara total. Angka kejadian di setiap tahunnya mengalami
peningkatan. Jika tidak ada penanganan pada penderita DM, maka akan
mengakibatkan terjadinya komplikasi seperti retinopati, neuropati, dan nefropati.
Kualitas hidup penderita DM dapat mengalami penurunan akibat komplikasi
tersebut. Sikap dan perilaku keluarga dimungkinkan dapat berhubungan dengan
kualitas hidup penderita DM tipe 2. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah
-
6
Apakah ada hubungan antara sikap dan perilaku keluarga dengan kualitas hidup
penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja Puskesmas I Kembaran ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara sikap dan
perilaku keluarga dengan kualitas hidup penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja
Puskesmas I Kembaran.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden (usia, jenis kelamin, pendidikan,
dan pekerjaan).
b. Mengetahui sikap keluarga penderita DM Tipe 2.
c. Mengetahui perilaku keluarga penderita DM Tipe 2.
d. Mengetahui kualitas hidup penderita DM Tipe 2.
e. Menganalisis hubungan sikap keluarga dengan kualitas hidup penderita
DM Tipe 2.
f. Menganalisis hubungan perilaku keluarga dengan kualitas hidup penderita
DM Tipe 2.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan memiliki manfaat teoritis dan praktis sebagai
berikut:
-
7
a. Bagi instansi pelayanan kesehatan
Sebagai pedoman bagi pengelolaan penderita DM tipe 2 agar melibatkan
keluarga.
b. Bagi masyarakat
Sebagai informasi bahwa keluarga menjadi faktor penting dalam mengelola
masalah DM tipe 2.
c. Bagi bidang penelitian
Sebagai landasan bagi penelitian selanjutnya, khususnya penelitian-penelitian
untuk meningkatkan kualitas hidup penderita DM tipe 2.
d. Bagi pendidikan
Dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan
khususnya dalam keperawatan keluarga untuk lebih memahami sikap dan
perilaku keluarga terhadap penderita DM dalam peningkatan kualitas hidup
penderita.
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian tentang kualitas hidup penderita DM yang sudah
dilakukan sebagai berikut:
1. Penelitian Yusra (2011), hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas
hidup pasien DM tipe 2 di poliklinik penyakit dalam di Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta, subyeknya yaitu penderita DM yang menjalani
rawat jalan di RS Umum Fatmawati Jakarta. Penelitian menjelaskan bahwa
dukungan keluarga diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien DM
-
8
tipe 2. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara dukungan
keluarga ditinjau dari 4 dimensi (emosional, penghargaan, instrumental,
informasi) dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta.
Desain dalam penelitian ini adalah analitik crossectional dengan
jumlah sampel 120 pasien DM tipe 2. Analisis data menggunakan koefisien
korelasi pearson, uji t-independen dan regresi linier berganda. Hasil
penelitian didapatkan variabel yang berkaitan dengan kualitas hidup yaitu
usia (p value 0,034; 0,05), pendidikan (p value 0,001; 0,05) dan
komplikasi (p value 0,001; 0,05). Terdapat hubungan antara dukungan
keluarga yang ditinjau dari empat dimensi dengan kualitas hidup (p value
0,001; 0,05). Peningkatan satu satuan dukungan keluarga akan
meningkatkan kualitas hidupnya sebesar 35% setelah dikontrol oleh
pendidikan dan komplikasi DM.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Yusra (2011) adalah
penggunaan kualitas hidup penderita DM tipe 2 sebagai variabel terikat.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Yusra (2011) yaitu variabel bebas
yang digunakan. Variabel bebas dalam penelitian Yusra (2011) yaitu
dukungan keluarga, sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini yaitu sikap
dan perilaku keluarga. Perbedaan lainnya yaitu dalam hal tempat dan
responden dalam penelitian.
2. Penelitian Nidya (2008) tentang hubungan antara sikap, perilaku, dan
partisipasi keluarga terhadap kadar gula darah penderita DM tipe 2 di RS
-
9
PKU Muhammadiyah Yogyakarta bulan Januari-Juli 2008. Penelitian tersebut
dilakukan dengan tujuan memberikan gambaran dari sikap, perilaku, dan
partisipasi keluarga penderita DM tipe 2 terhadap penatalaksanaan kadar gula
darah penderita DM tipe 2. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif-
analitik dan menggunakan rancangan dengan pendekatan cross-sectional.
Populasi penelitian adalah pasien DM tipe 2 RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta dari bulan Januari-Juli 2008 sebanyak 70 orang. Jumlah
responden dalam penelitian sebanyak 35 orang. Pengumpulan data dengan
kuesioner dan rekam medik. Analisa data menggunakan uji statistik Chi-
Square dengan taraf signifikan p
-
10
tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji
statistik Chi-Square yang menghubungkan antara sikap, perilaku, dan
partisipasi keluarga penderita DM tipe 2 terhadap kadar gula darah, ternyata
masing-masing memberikan hasil yang tidak bermakna. Pada tabel 8
diperoleh X2=3,157 dan p>0,05, pada tabel 9 diperoleh X
2=1,446 dan p>0,05
dan pada tabel 10 diperoleh X2=2,485 dan p>0,05. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pengendalian kadar gula darah pada penderita DM tipe 2
tidak dapat diprediksi berdasarkan sikap, perilaku, dan partisipasi keluarga.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Nidya (2008) adalah penggunaan
sikap dan perilaku keluarga sebagai variabel bebasnya. Perbedaan penelitian
ini dengan penelitian Nidya (2008) yaitu variabel terikat yang digunakan.
Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu kualitas hidup penderita DM tipe 2,
sedangkan variabel terikat dalam penelitian Nidya (2008) adalah kadar gula
darah penderita DM tipe 2. Perbedaan lainnya adalah tempat dan responden
pada masing-masing penelitian.
3. Penelitian Karwaji (2013) tentang hubungan peran keluarga terhadap kualitas
hidup penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja Puskesmas Purwokerto II Utara.
Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan antara peran keluarga
terhadap kualitas hidup pasien penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja
Puskesmas Purwokerto Utara II. Dengan menggunakan desain crossectional,
menggunakan purposive sampling, yaitu 34 keluarga dengan DM. Instrumen
yang digunakan adalah kuesioner Quality of Life (QoL) yaitu secara luas
terpakai dan divalidasi kemudian dianalisis oleh WHO. Analisis data
-
11
menggunakan uji Chi-Square. Hasil menunjukan bahwa karakteristik dari
jenis kelamin adalah perempuan, rata-rata 59,47 tahun usia, pekerjaan rata-
rata adalah ibu rumah tangga (35,3%), pendidikan rata-rata adalah sekolah
dasar (41,2), tidak ada komplikasi (79,4%), dan lama menderita DM 5,71
tahun, diketahui bahwa value = 0,016 (
-
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Diabetes Mellitus
a. Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik yang disebabkan karena keadaan hiperglikemia (kadar gula
dalam darah meningkat). Penyakit ini sendiri sering disebut sebagai the
great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh
dan menimbulkan berbagai macam keluhan (Sherwood, 2011).
DM disebabkan oleh kelainan sekresi insulin atau kerja insulin.
Insulin adalah hormon atau cairan kimia yang mengatur dan
mengendalikan fungsi tubuh tertentu. Insulin dihasilkan oleh pankreas,
sebuah kelenjar buntu yang kecil terdapat tepat di bawah lambung. Di
dalam pankreas itu, terdapat sel-sel beta yang khas disebut pulau-pulau
Langerhans mengeluarkan insulin langsung ke aliran darah
mengendalikan jumlah glukosa di dalam darah (Johnson, 1998).
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan
glukosa baru dari asam-asam amin), namun pada penderita DM proses ini
akan menimbulkan hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa darah
(Smeltzer & Bare, 2002).
-
13
Tabel 2.1 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM
(dikutip dari Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI, 2009)
Adanya kadar glukosa yang meningkat secara abnormal
merupakan kriteria yang menjadi penegakan diagnosis DM. Uji
diagnostik DM dilakukan pada individu yang menunjukkan gejala atau
tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
mengidentifikasi pasien yang tidak bergejala yang mempunyai risiko DM
(Smeltzer & Bare, 2002).
Tabel 2.2 Kriteria diagnosis Diabetes Mellitus
No. Kriteria Diagnosis Keterangan
1. Gejala klasik DM dan
glukosaplasma
sewaktu 200 mg/dl
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir.
2. Gejala klasik DM dan
glukosa plasma puasa 126 mg/dl
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori
tambahan sedikitnya 8 jam
3. Glukosa plasma 2 jam
pada TTGO 200 mg/dl
TTGO dilakukan dengan standar WHO,
menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 gram glukosa anhidrus yang
dilarutkan ke dalam air
(dikutip dari Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI, 2009).
Jenis Pengukuran Jenis Sampel Darah Bukan
DM
Belum
Pasti DM
DM
Kadar glukosa darah
sewaktu (mg/dl)
Plasma vena
Darah kapiler
< 110
< 90
110-199
90-199
200 200
Kadar glukosa darah
puasa (mg/dl)
Plasma vena
Darah kapiler
< 110
< 90
110-125
90-105
126 110
-
14
Tanda dan gejala pada penyakit DM menurut Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 2011 adalah sebagai berikut:
1) Poliuria (peningkatan pengeluaran urin)
2) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat
besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi
intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan
berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke
plasma yang hipotonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang
pengeluaran Anti Diuretic Hormone (ADH) dan menimbulkan rasa
haus.
3) Polifagia (peningkatan rasa lapar)
4) Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi
mucus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada
penderita diabetes kronik.
5) Kelainan kulit : gatal-gatal, bisul
Kelainan kulit berupa gatal-gatal, biasanya terjadi di lipatan kulit
seperti di ketiak dan dibawah payudara. Biasanya akibat tumbuhnya
jamur.
6) Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati
7) Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari
protein dan unsur makanan yang lain. Pada penderita DM bahan
-
15
protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga
bahan yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang rusak
mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh juga dapat
diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada
penderita DM.
8) Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi
Penderita DM mengalami penurunan produksi hormon seksual akibat
kerusakan testoteron dan sistem yang berperan.
9) Mata kabur
Disebabkan oleh katarak atau gangguan refraksi perubahan pada lensa
oleh hiperglikemia, mungkin juga disebabkan pada korpus vitreum.
b. Klasifikasi DM
Menurut Smeltzer & Bare (2002), diabetes mellitus ini terdapat
beberapa klasifikasinya yakni sebagai berikut:
1) DM tergantung insulin (DM tipe 1). Diabetes mellitus ini dikenal
sebagai tipe juvenileonist dan tipe dependen insulin yang dapat terjadi
disembarang usia. DM tipe ini terjadi akibat tubuh tidak mampu
memproduksi insulin sama sekali. Hal tersebut dikarenakan adanya
disfungsi proses autoimun dengan kerusakan sel-sel beta. Kemudian
penyebab lainnya yaitu idiopatik, tidak ada bukti adanya autoimun
dan tidak diketahui sumbernya.
2) DM tak tergantung insulin (DM tipe 2). Dikenal sebagai tipe non
dependen insulin. Dimana tubuh tidak dapat memproduksi insulin
-
16
sebagaimana mestinya. Pada diabetes ini terdapat dua masalah utama
yang berhubungan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Insulin yang dihasilkan tidak terikat oleh reseptor
khusus pada permukaan sel. Pada tipe ini tidak terjadi ketoasidosis
diabetikum karena masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya.
3) DM kehamilan atau Gestasional Onset Diabetes Mellitus (GODM).
GODM ini terjadi pada wanita yang tidak menderita DM sebelum
kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi
hormon-hormon plasenta. Semua wanita hamil harus menjalani
skrining pada usia kehamilan 24 hingga 27 minggu untuk mendeteksi
kemungkinan diabetes. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah
pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali
normal. Walaupun begitu, banyak wanita yang mengalami diabetes
gestasional ternyata kemudian hari menderita diabetes tipe 2. Oleh
karena itu, semua wanita yang menderita diabetes gestasional harus
mendapatkan konseling guna mempertahankan berat badan idealnya
dan melakukan latihan secara teratur sebagai upaya untuk
menghindari awitan diabetes tipe 2.
4) DM tipe lain dapat disebabkan oleh sindrom atau kelainan lain,
infeksi, obat atau zat kimia, pankreatektomi, insufisiensi pankreas
akibat pankreatitis, dan gangguan endokrin.
-
17
c. Faktor risiko terjadinya DM
1) Usia
Penelitian antara umur terhadap kejadian DM menunjukan adanya
hubungan yang signifikan. Kelompok umur dibawah 40 tahun
merupakan kelompok yang kurang berisiko menderita DM tipe 2.
Risiko pada kelompok ini 72,0% lebih rendah dibandingkan
kelompok umur 40 tahun. Hal ini disebabkan adanya peningkatan
intoleransi glukosa. Selain itu pada individu usia lebih tua terdapat
penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35,0%. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30,0%,
dan memicu terjadinya resistensi insulin (Potter & Perry, 2006).
2) Jenis kelamin
Berdasarkan penelitian Santono, Lian & Yudi (2006) dalam Karwaji
(2013), angka kejadian DM tipe 2 pada wanita lebih tinggi dari laki-
laki. Wanita lebih berisiko mengalami peningkatan indeks massa
tubuh yang lebih besar. Selain itu pada perempuan memiliki tingkat
kecemasan atau stress yang lebih tinggi dari laki-laki. Pada kondisi
stres, hormon stres yang berada dalam tubuh akan dikeluarkan yang
kemudian dapat mempengaruhi peningkatan kadar gula darah
(Smeltzer & Bare, 2001).
3) Pendidikan
Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian DM tipe 2.
Orang dengan pendidikan yang tinggi biasanya akan memiliki
-
18
pengetahuan tentang kesehatan yang memadai. Dengan adanya
pengetahuan tersebut orang akan memiliki kesadaran dalam menjaga
kesehatannya. Penelitian yang dilakukan oleh Yusra (2011)
mengatakan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku
seseorang dalam mencari perawatan dan pengobatan penyakit yang
dideritanya, serta memilih dan memutuskan tindakan terapi yang akan
dijalani untuk mengatasi masalah kesehatannya. Dalam penelitian
Gautam et al (2009) dalam Yusra (2011) juga didapatkan bahwa
tingkat pendidikan yang rendah berhubungan dengan kejadian DM.
4) Aktifitas
Menurut Trisnawati (2012), kurangnya aktifitas fisik juga menjadi
salah satu faktor risiko terjadinya DM tipe 2, dikarenakan aktifitas
fisik yang rendah tidak dapat mengontrol gula darah dengan baik.
Aktifitas fisik yang rendah dapat mengakibatkan penurunan jumlah
reseptor insulin yang siap berikatan dengan insulin, sehingga dapat
meningkatkan kadar gula dalam darah yang nantinya dapat
menyebabkan terjadinya DM (Kurniawan, 2010).
5) Obesitas
Menurut Wiardani (2007) menyatakan bahwa kelompok obesitas
mempunya risiko DM lebih besar dibandingkan dengan kelompok
yang memiliki IMT normal.
d. Komplikasi kronik DM dapat menyerang semua sistem organ dalam
tubuh. Kategori komplikasi kronik DM meliputi:
-
19
1) Mikrovaskuler
a) Nefropati
Penyakit DM turut menyebabkan kurang lebih 25% dari pasien-
pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang memerlukan
dialisis atau transplantasi setiap tahunnya di Amerika Serikat.
Penderita DM memiliki risiko sebesar 20% hingga 40% menderita
penyakit ginjal. Penderita DM tipe 1 sering memperlihatkan
tanda-tanda permulaan penyakit ginjal setelah 15 hingga 20 tahun
kemudian, sementara pasien DM tipe 2 dapat terkena penyakit
ginjal dalam waktu 10 tahun sejak diagnosis diabetes ditegakkan.
Banyak pasien DM tipe 2 ini sudah menderita diabetes selama
bertahun-tahun sebelum penyakit tersebut didiagnosis dan diobati.
b) Retinopati
Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah
kecil pada retina mata. Retina mata merupakan bagian yang
menerima bayangan dan mengirimkan informasi tentang bayangan
tersebut ke otak. Retinopati diabetik bukan merupakan satu-
satunya komplikasi DM yang dapat mengganggu penglihatan.
Katarak, hipoglikemia dan hiperglikemia, neuropati, dan
glaukoma dapat mengganggu penglihatan juga.
c) Neuropati
Neuropati dapat menyerang semua tipe saraf bergantung pada
lokasi sel saraf yang terkena. Dua tipe neuropati yang paling
-
20
sering dijumpai yaitu polineuropati sensorik (gejalanya rasa
tertusuk, kesemutan, kaki terasa baal dan rasa terbakar) dan
neuropati otonom (kardiovaskuler, gastrointestinal, urinarius,
kelenjar adrenal, neuropati sudomotorik, dan disfungsi seksual).
2) Makrovaskuler
a) Penyakit arteri koroner
Penyakit DM cenderung untuk mengalami komplikasi akibat
infark miokard. Penyakit arteri koroner menyebabkan 50% hingga
60% dari semua kematian pada pasien DM .
b) Penyakit Serebrovaskuler
Perubahan arterosklerosis dalam pembuluh darah serebral akan
menimbulkan serangan iskemia dan stroke. Kesembuhan serangan
stroke dapat menjadi hambatan pada pasien dengan kadar glukosa
darah yang tinggi.
c) Pembuluh vaskular perifer
Tanda dan gejala penyakit ini seperti berkurangnya denyut nadi
perifer dan nyeri pantat atau betis ketika berjalan (Smeltzer &
Bare, 2002).
Berbagai komplikasi dapat terjadi lebih buruk lagi jika tidak
diberikan penanganan DM tersebut. Penanganan DM memiliki tujuan
akhir yaitu turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
-
21
e. Penatalaksanaan DM
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa
darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan
obat hipoglikemia oral (OHO), dan atau suntikan insulin. Pada keadaan
tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung
kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun
dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan
(PERKENI, 2011).
Menurut PERKENI (2011), penatalaksanaan DM terdiri dari 4
pilar mencakup edukasi, terapi nutrisi medis, latihan jasmani, dan terapi
farmakologis.
1) Edukasi
DM tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang DM
memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim
kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan
motivasi. Edukasi yang dapat diberikan yaitu tentang pemantauan
glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hiperglikemia serta cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar
-
22
glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri setelah mendapat
pelatihan khusus.
2) Terapi Nutrisi Medis (TNM)
TNM merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total.
Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta
pasien dan keluarganya). Setiap penyandang DM sebaiknya mendapat
TNM sesuai kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip
pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
Pada penyandang DM perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan
dalam hal jadwal makan jenis, dan jumlah makanan, terutama pada
mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
3) Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu
pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti
berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap
dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga
dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani
yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti
-
23
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
Untuk mereka yang relative sehat, intensitas latihan jasmani bisa
ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat
dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau
bermalas-malasan.
4) Terapi farmakologis
a) Berdasarkan cara kerjanya, obat hiperglikemia oral (OHO) dibagi
menjadi 5 golongan yaitu pemicu sekresi insulin (insulin
secretagogue) : sulfoniurea dan ginid, peningkat sensitivitas
terhadap insulin : metformin dan tiazolidindion, penghambat
gluconeogenesis: metformin, penghambat absorpsi glukosa:
penghambat glukosidase alfa, dan DPP-IV inhibitor.
b) Terapi insulin
Pada DM tipe 1, tubuh kehilangan kemampuan untuk
memproduksi insulin. Dengan demikian, insulin eksogenus harus
diberikan dalam jumlah tak terbatas. Pada DM tipe 2, insulin
mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk
mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan OHO tidak
berhasil mengontrolnya. Disamping itu, sebagian pasien DM tipe
2 yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet
dan obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer
-
24
selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau
beberapa kejadian stress lainnya.
Selain itu terdapat program dari Asuransi Kesehatan yang
terbilang masih baru yang disebut Program Penanggulangan Penyakit
Kronis (Prolanis) (PERKENI, 2011). Dalam program ini lebih berfokus
dalam promotif dan preventif untuk pemeliharaan kesehatan. Pasien yang
memenuhi kriteria akan menjalani pemeriksaan kesehatan (medical
check-up) terseleksi. Semua penyakit, khusunya DM yang ditemukan
pada peserta Asuransi Kesehatan akan ditata laksana. Untuk penanganan
jangka panjang, peserta tersebut akan dialihkan ke dokter keluarga yang
akan memberikan penyuluhan, memberikan obat yang efektif,
memastikan pengobatan teratur, memberika informasi, serta melakukan
pengawasan lebih lanjut.
2. Kualitas Hidup Penderita DM
Menurut WHO dalam Skevington (2004), kualitas hidup merupakan
persepsi seseorang tentang posisinya dalam hidup dalam kaitannya dengan
budaya dan sistem tata nilai dimana ia tinggal dalam hubungannya dengan
tujuan, harapan, standar, dan hal-hal menarik lainnya. Selain itu, menurut
WHO dalam Skevington (2004) juga mendefinisikan kualitas hidup sebagai
suatu kesejahteraan yang dirasakan oleh seseorang dan berasal dari kepuasan
atau ketidakpuasan dengan bidang kehidupan yang penting bagi mereka.
Kualitas hidup yang baik pada penderita DM merupakan perasaan puas dan
-
25
bahagia akan hidupnya secara umum khususnya hidup dengan DM tersebut
(Kurniawan, 2008).
Menurut Post, Witte, dan Schrijvers (1999), ada tiga cara yang dapat
digunakan untuk mengoperasionalkan konsep dari kualitas hidup yaitu
melihat kualitas hidup sebagai kesehatan, sebagai kesejahteraan, dan sebagai
konstruk yang bersifat global (superordinate construct).
Secara umum terdapat 5 bidang (domain) yang dipakai untuk
mengukur kualitas hidup berdasarkan kuesioner yang dikembangkan oleh
WHO dalam Silitonga (2007), bidang tersebut adalah kesehatan fisik,
kesehatan psikologik, keleluasaan aktifitas, hubungan sosial dan lingkungan,
sedangkan secara rinci bidang-bidang yang termasuk kualitas hidup adalah
sebagai berikut:
a. Kesehatan fisik (physical health): kesehatan umum, nyeri, energi dan
vitalitas, aktifitas seksual, tidur dan istirahat.
b. Kesehatan psikologis (psychological health): cara berpikir, belajar
memori dan konsentrasi.
c. Tingkat aktifitas (level of independence): mobilitas, aktifitas sehari-hari,
komunikasi, kemampuan kerja.
d. Hubungan sosial (sosial relationship): hubungan sosial, dukungan sosial.
e. Lingkungan (environment), keamanan, lingkungan rumah, kepuasan
kerja.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita
DM tipe 2 yaitu sebagi berikut:
-
26
a. Usia
DM tipe 2 merupakan jenis DM yang paling banyak jumlahnya yaitu
sekitar 90-95% dari seluruh penyandang DM dan banyak dialami oleh
dewasa diatas 40 tahun. Hal ini disebabkan resistensi insulin pada DM
tipe 2 cenderung meningkat pada lansia 40-65, riwayat obesitas dan
adanya faktor ketutunan. Setelah memasuki tahap usia pertengahan, lansia
mempunyai kebutuhan dalam menjaga kesehatan. Sehingga usia
mempengaruhi seseorang dalam menerima perubahan kondisi sakit dan
datang ke pelayanan kesehatan (Smeltzer & Bare, 2002).
b. Jenis kelamin
DM memberikan efek yang kurang baik terhadap kualitas hidup. Wanita
mempunyai kualitas hidup yang lebih rendah dengan penderita laki-laki
secara bermakna (Gutam et al, 2009 dalam Yusra 2011). Dalam penelitian
Wu (2007) dalam Yusra (2011), penderita DM laki-laki lebih banyak
mendapatkan dukungan dari keluarga, sehingga penderita DM laki-laki
memiliki kualitas hidup yang lebih baik dari penderita wanita.
c. Tingkat pendidikan
Kualitas hidup yang rendah juga signifikan berhubungan dengan tingkat
pendidikan yang rendah dan kebiasaan aktifitas fisik yang kurang baik.
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi penderita dalam mengatur
dirinya sendiri (Gautman et al, 2009 dalam Yusra 2011).
-
27
d. Status sosial ekonomi
Menurut Isa & Baiyewu (2006), pendapatan yang rendah berhubungan
secara bermakna dengan kualitas hidup penderita DM.
e. Lama menderita DM
Pada penelitian Fisher (2005) dalam Yusra (2011), responden yang baru
menderita DM selama 4 bulan sudah menunjukan efikasi diri yang baik
tentunya perawatan diri pasien juga akan baik sehinga mampu
mempertahankan kualitas hidup yang lebih baik juga. Sedangkan
penelitian Wu et al (2006) dalam Yusra (2011) menemukan bahwa pasien
yang menderita DM 11 tahun memiliki efikasi diri yang baik daripada
pasien yang menderita DM
-
28
3. Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan,
kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan
budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial
dari setiap anggota keluarga. Peran keluarga diharapkan dapat meningkatkan
perawatan bagi penderita DM memenuhi kebutuhannya sehari-hari
(Friedman, 2010).
Penggolongan keluarga didasarkan kepada pemenuhan kebutuhan
primer, sekunder, dan tersier (Triyanto, 2011). Lebih jelasnya akan diuraikan
berikut ini:
a. Keluarga Sejahtera
Keluarga yang dibentuk atas dasar perkawinan sah mampu memenuhi
kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, memiliki hubungan serasi selaras, dan seimbang
antaranggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Tujuan
keperawatan pada keluarga ini adalah meningkatkan pengetahuan keluarga
tentang masalah yang dihadapi, kemampuan keluarga dalam menganalisis
potensi dan peluang yang dimilikinya, kemauan masyarakat dalam
memecahkan masalahnya secara mandiri, kegotongroyongan dan
kesetiakawanan sosial dalam membantu keluarga, khususnya keluarga
prasejahtera untuk meningkatkan kesejahteraannya.
-
29
b. Keluarga Pra Sejahtera
Keluarga prasejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya secara minimal. Pada keluarga prasejahtera,
kebutuhan dasar belum sepenuhnya terpenuhi, yaitu melaksanakan ibadah
menurut agamanya oleh masing-masing anggota keluarga, umumnya
seluruh anggota keluarga dalam sehari makan dua kali atau lebih, seluruh
anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk aktivitas di rumah,
bekerja, sekolah, dan berpergian, lantai rumah terluas lantai tanah, dan bila
ada anggota keluarga yang sakit dibawa ke pelayanan kesehatan.
c. Keluarga Sejahtera II
Keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah
dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat
memenuhi kebutuhan pengembangannya, misalnya kebutuhan untuk
menabung dan perolehan informasi.
d. Keluarga Sejahtera III
Keluarga sejahtera III adalah keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasar, sosial psikologis, dan pengembangan keluarganya, tetapi
belum dapat memberikan sumber yang teratur bagi masyarakat, misalnya
sumbangan materi dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.
e. Keluarga Sejahtera III Plus
Keluarga sejahtera III plus adalah keluarga yang telah dapat
memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial psikologis, dan pengembangan
serta telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif
-
30
dalam kegiatan kemasyarakatan. Kebutuhan fisik, sosial psikologis, dan
pengembangan telah terpenuhi, serta memiliki kepedulian sosial yang
tinggi.
4. Sikap dan Perilaku
a. Sikap
Sikap manusia atau sikap telah didefinisikan dalam berbagai versi
oleh para ahli. Berkowitz bahkan menemukan adanya lebih dari 30
definisi sikap. Puluhan definisi dan pengertian itu pada umumnya dapat
dimasukkan ke dalam salah satu diantara tiga kerangka pemikiran
(Azwar, 2007).
Pertama adalah kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli
psikologi seperti Louis Thurstone (1928; salah seorang tokoh terkenal
dibidang pengukuran sikap), Rensis Likert (1932; seorang pionir di
bidang pengukuran sikap), dan Charles Osgood (Azwar, 2007). Menurut
mereka, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap
seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau
memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak
memihak (unfavorable) pada objek tersebut (Azwar, 2007).
Kelompok pemikiran yang kedua diwakili oleh para ahli seperti
Chave (1928), Bogardus (1931), LaPierre (1934), Mead (1934), dan
Gordon Allport ( 1935), sikap merupakan semacam kesiapan untuk
bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu (Azwar, 2007).
Kelompok ketiga menurut Secord & Backman (1964), sikap sebagai
-
31
keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afektif), pemikiran (kognitif),
dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di
lingkungan sekitarnya (Azwar, 2007).
Menurut Alloprt (1954) dalam Notoatmodjo (2010), sikap itu
terdiri dari 3 komponen pokok yakni:
1). Kepercayaan atau keyakinan ide, dan konsep terhadap objek, artinya
bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap
objek. Sikap orang terhadap penyakit DM misalnya, berarti
bagaimana pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap penyakit
DM.
2). Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya
bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang
tersebut terhadap objek. Seperti contoh, bagaimana orang menilai
terhadap penyakit DM, apakah DM yang biasa saja atau penyakit
yang membahayakan.
3). Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah
komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap
adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka
(tindakan). Misalnya tentang contoh sikap terhadap penyakit DM di
atas, adalah apa yang dilakukan seseorang jika ia menderita penyakit
DM.
-
32
Gambar 2.1. Konsepsi Skematik Rosenberg & Hovland mengenai Sikap
(diadaptasi dari Fishbein & Ajzen, 1975 hal 340 dalam Azwar, 2007)
Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang di alami
oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar
adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota
kelompok sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling
mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain, terjadi
hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-
masing individu sebagai anggota masyarakat. Interaksi sosial yaitu
meliputi hubungan antar individu dengan lingkungan fisik maupun
lingkungan psikologis di sekelilingnya (Azwar, 2007).
Stimulus Sikap
Afek
Perilaku
Kognisi
Respon saraf
simpatik
Pernyataan lisan
tentang afek
Respon perseptual
Pernyataan lisan
tentang keyakinan
Tindakan yang
tampak
Pernyataan lisan
mengenai perilaku
-
33
Berbagai tingkatan sikap yaitu sebagai berikut :
a) Menerima (receiving), diartikan bahwa orang atau subjek mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan objek.
b) Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu
indikasi dari sikap ini, karena dengan suatu usaha untuk menjawab
suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas
pekerjaan ini benar atau salah bahwa orang menerima ide tersebut.
c) Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ini.
d) Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi
dalam tingkatan sikap.
b. Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut
pandang biologis semua mahkluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan,
binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka
mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan
perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari
manusia yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain:
berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,
membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang
-
34
dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang dapat diamati langsung (Notoatmodjo, 2007)
Faktor penentu perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena
perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor. Faktor-faktor yang
membentuk perilaku tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar. 2.2. Skema Perilaku (Notoatmodjo, 2010)
Faktor pengalaman, keyakinan, lingkungan fisik, sarana prasarana,
dan sosio budaya akan menimbulkan pengetahuan, sikap, persepsi,
keinginan, kehendak, dan motivasi yang pada gilirannya akan membentuk
perilaku manusia (Notoatmodjo, 2010). Beberapa teori lain yang
merupakan turunan dari konsep umum tersebut telah dicoba
dikembangkan oleh para ahli lain, diantaranya yaitu:
Pengalaman
Fasilitas
Sosiobudaya
EKSTERNAL INTERNAL
Persepsi
Pengetahuan
Keyakinan
Keinginan
Motivasi
Niat
Sikap
RESPONS
PERILAKU
-
35
1). Teori ABC (Sulzer, Azaroff, Mayer, 1977 dalam Notoatmodjo, 2010)
Teori ABC atau lebih dikenal dengan model ABC ini mengungkapkan
bahwa perilaku adalah merupakan suatu proses dan sekaligus hasil
interaksi antara: Antacedent, Behaviour, Concequences.
a) Antacendent
Merupakan suatu pemicu yang menyebabkan seorang berperilaku,
yakni kejadian-kejadian dilingkungan kita.
b) Behavior
Reaksi atau tindakan terhadap adanya pemicu tersebut.
c) Concequences
Kejadian selanjutnya yang mengikuti perilaku atau tindakan
tersebut.
2). Teori Thoughs and Feeling
World Health Organization atau WHO (1984) menganalisis bahwa
yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena 4
alasan pokok, yaitu:
a). Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman
orang lain.
b). Kepercayaan
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek.
Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan
tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
-
36
c). Sikap
Sikap menggambarkan kesiapan seseorang dikarenakan suka atau
tidak sukanya terhadap objek.
d). Orang penting sebagai referensi
apabila perilaku seseorang dianggap penting, maka apa yang ia
katakan atau perbuatan cenderung untuk dicontoh.
e). Sumber-sumber lain
Sumber daya disini mencakup fasilitas, materiil, waktu, tenaga,
dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku suatu
kelompok masyarakat.
Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), merumuskan bahwa
perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut
merespons, maka teori Skinner ini disebut teori S-O-R atau Stimulus
Organisme Respons. Skinner membedakan adanya dua respons:
1. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan
oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini
disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respons respons
yang relative tetap. Misalnya: makanan yang lezat menimbulkan
keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup,
dan sebagainya. Respondent respons ini juga mencakup perilaku
emosional misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau
-
37
menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan
pesta, dan sebagainya.
2. Operant respons dan instrumental respons, yakni respons yang timbul
dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang
tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation dan reinforce,
karena memperkuat respons. Misalnya apabila seorang petugas
kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respons terhadap
uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan
dari atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan
lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.
Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka perilaku
kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus
atau objek yang berkaitan dengan sakit, dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan.
Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi
3 kelompok yaitu:
a) Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintenance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau
menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan
bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini
terdiri dari 3 aspek yaitu perilaku pencegahan penyakit, penyembuhan
penyakit bila sakit, dan pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh
dari penyakit. Kemudian perilaku peningkatan kesehatan, apabila
-
38
seseorang dalam keadaan sehat. Yang terakhir yaitu perilaku gizi atau
makanan dan minuman.
b) Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan
kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (Health
seeking behavior)
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada
saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku
ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari
pengobatan ke luar negeri.
c) Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut
tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana
seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak
mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakatnya.
Misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat
pembuangan sampah, pembuangan limbah, dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2007).
Soewondo (2005) dalam Nidya (2008) menyatakan bahwa stres-
stres yang dialami penderita fisik maupun mental berhubungan dengan
sakitnya dan secara tidak disadari atau tidak langsung dirasakan oleh
orang tua dan keluarga penderita, maka akan timbul suatu kesalahan-
kesalahan sikap keluarga dan penderita. Lingkungan yang mempengaruhi
-
39
perilaku tidak hanya terbatas pada lingkungan fisik saja, tetapi juga
lingkungan psikologis, sosial, ekonomi, dan budaya. Hal ini selanjutnya
akan mempengaruhi cara hidup sehat manusia. Sehingga peran keluarga
seperti sikap dan perilaku keluarga dipandang sebagai naluri untuk
melindungi anggota keluarga yang sakit. Ada semacam hubungan yang
kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya setiap aspek
perawatan kesehatan anggota keluarga mulai dari segi strategi
pencegahan sampai fase rehabilitasi (Sundari & Setyawati, 2006).
Selain itu berdasarkan penelitian Norhayati (2009) tentang
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Keluarga terhadap Tindakan
Dukungan Kontrol Gula Darah pada Penderita DM di Kabupaten
Ponorogo menyatakan bahwa sikap keluarga berhubungan dan
memberikan dampak terhadap dukungan kontrol gula darah pada
penderita DM. Hasil penelitian Hariyadi (2010) menyatakan bahwa
perilaku keluarga sadar gizi mempunyai hubungan yang signifikan
terhadap status gizi balita dilihat dari TB/U.
-
40
B. Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dijelaskan maka dibentuk
kerangka teori penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 2.3. Kerangka teori
( Smeltzer & Bare, 2002; Trisnawati, 2012; Sherwood, 2011; Novelia, 2008; WHO
2004 dalam Sari 2013; Notoatmodjo, 2010 )
Faktor risiko: usia,
jenis kelamin,
pendidikan,
aktivitas, dan
obesitas.
DM tipe 1
dan tipe 2
Gangguan
metabolisme
hiperglikemi
Kualitas hidup
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
Kualitas Hidup:
Usia, Jenis kelamin,
pendidikan, sosek,
lama menderita DM,
komplikasi.
Sikap dan perilaku
keluarga
Komplikasi DM
-
41
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan fokus penelitian yang akan diteliti, kerangka
konsep ini terdiri dari variabel bebas (independen) dan variabel terikat
(dependen). Adapun kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Keterangan:
: diteliti
: variabel pengganggu
Gambar 2.4. Kerangka konsep penelitian
Variabel pengganggu
Faktor yang mempengaruhi kualitas
hidup:
1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Pendidikan 4. Lama menderita 5. Sosial Ekonomi 6. Komplikasi DM
Sikap dan perilaku
keluarga
DM
Tipe 2 Kualitas Hidup
Variabel Bebas Variabel terikat
-
42
D. Hipotesis Penelitian
Arikunto (2002) mengartikan hipotesis sebagai suatu teori sementara
yang kebenarannya perlu diuji. Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep
tersebut, maka peneliti menggunakan rumusan hipotesis alternatif (Ha) dalam
penelitian yaitu:
1. Ada hubungan antara sikap keluarga dengan kualitas hidup penderita DM tipe
2.
2. Ada hubungan antara perilaku keluarga dengan kualitas hidup penderita DM
tipe 2.
-
43
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan
pendekatan cross-sectional. Penelitian Crossectional merupakan salah
satu desain penelitian observasional. Peneliti hanya melakukan observasi
dan melakukan pengukuran variabel pada satu saat tertentu saja.
Pengukuran variabel tidak terbatas harus tepat pada satu waktu
bersamaan, namun mempunyai makna bahwa setiap subyek hanya
dikenai satu kali pengukuran, tanpa dilakukan tindak lanjut atau
pengulangan pengukuran (Saryono, 2011).
Penelitian yang dilakukan meneliti hubungan sikap dan perilaku
keluarga dengan kualitas hidup penderita DM tipe 2.
2. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian yaitu posisi geografis dimana responden berada
sehingga proses penelitian dapat dilakukan. Penelitian ini dilaksanakan
pada penderita DM tipe 2 yang merupakan pasien di Wilayah kerja
Puskesmas I Kembaran yang terdiri dari 8 desa yaitu desa Kembaran,
Linggasari, Purbadana, Karangsari, Karangsoka, Dukuhwaluh,
Bantarwuni, dan Tambaksari. Adapun peneliti memilih pasien DM di
Wilayah kerja Puskesmas I Kembaran karena berdasarkan data Dinas
-
44
Kesehatan Kabupaten Banyumas, Puskesmas I Kembaran termasuk
peringkat kedua dalam hal angka kejadian penderita DM tipe 2. Selain
itu, di Wilayah kerja Puskesmas I Kembaran juga belum pernah
dilakukan penelitian tentang hubungan sikap dan perilaku keluarga
dengan kualitas hidup penderita DM tipe 2.
3. Waktu penelitian
Waktu penelitian merupakan rentang waktu yang dibutuhkan
untuk dilakukan penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan September-
Desember 2013.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Santjaka (2009) mendefiniskan populasi yaitu keseluruhan subjek
dimana sebagian dari padanya akan dilakukan pengukuran. Hasil
pengukuran menjadi dasar untuk generalisasi penelitian. Berdasarkan
studi pendahuluan di Puskesmas I Kembaran, populasi penderita DM
yang mendapatkan pelayanan rawat jalan sebanyak 56 penderita DM tipe
2.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil dengan
menggunakan suatu teknik pengambilan sampel. Pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling (Saryono,
-
45
2011). Jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi adalah
sejumlah 50 penderita.
Adapun pemilihan sampel didasarkan pada kriteria inklusi dan
eksklusi sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
1) Usia penderita DM tipe 2 40 tahun
2) Lama menderita
-
46
1. Variabel bebas (independent variable) merupakan variabel yang
menstimulasi target (Saryono, 2011). Variabel bebas dalam penelitian
yang dilakukan yaitu sikap dan perilaku keluarga.
2. Variabel terikat (dependent variable) merupakan variabel yang
dipengaruhi dan menjadi akibat dari variabel bebas (Hidayat, 2003).
Variabel terikat dalam penelitian yang akan dilakukan yaitu kualitas
hidup.
D. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional dibuat untuk memudahkan pengumpulan data
dan menghindari perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup
variabel (Saryono, 2011). Adapun definisi operasional dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi
operasional
Alat ukur Hasil Ukur Skala data
1. Sikap
Keluarga
Kesiapan
keluarga
untuk
bereaksi
terhadap
suatu objek
atau
perawatan
dan
pengobatan
penderita
DM dengan
cara-cara
tertentu
Menggunakan
kuesioner yang
dimodifikasi dari
penelitian Nidya
(2008)
Sikap
kurang :
9-22
Sikap baik :
23-36
b
a
Ordinal
2. Perilaku
keluarga
Semua
kegiatan
atau
aktivitas
Menggunakan
kuesioner yang
dimodifikasi dari
penelitian Nidya
Perilaku
kurang :9-
22
Ordinal
-
47
keluarga
yang dapat
diamati
langsung
oleh pihak
luar dalam
perawatan
dan
pengobatan
penderita
DM
(2008)
Perilaku
baik : 23-36
4. Kualitas
hidup
Persepsi
atau
pandangan
subjektif
pasien DM
tipe 2
terhadap
kepuasan
dan dampak
yang
dirasakan,
baik
terhadap
kemampuan
fisik,
psikologis,
hubungan
sosial dan
lingkungan.
Menggunakan
kuesioner
DQOL
(Diabetes
Quality of Life)
dari (Munoz
&Thiagarajan,
1998)
dimodifikasi
oleh Tyas (2008)
kemudian diuji
validitas dan
reliabilitas oleh
Yusra (2010).
Kualitas
hidup buruk
: 28-69
Kualitas
hidup baik :
70-112
Ordinal
E. Instrumen penelitian
Saryono (2011) menyebutkan bahwa instrumen merupakan suatu alat
ukur yang dikembangkan untuk menerjemahkan variabel yang dipergunakan
dalam mengungkap data suatu penelitian. Instrumen penelitian merupakan
hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian karena menentukan
keakuratan data yang diperoleh.
Pada setiap individu dilakukan pencatatan data demografi yaitu
dengan melengkapi kuesioner karakteristik individu berisi pertanyaan pada
-
48
penderita DM yaitu tanggal lahir, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, dan
pekerjaan.
1. Kuesioner karakteristik demografi responden yaitu usia, pendidikan, dan
pekerjaan penderita.
2. Kuesioner sikap dan perilaku keluarga
Kuesioner sikap dan perilaku keluarga ini dimodifikasi dari
penelitian yang dilakukan oleh Nidya (2008) tentang hubungan sikap,
perilaku, dan partisipasi keluarga terhadap kadar gula darah penderita DM
tipe 2 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta bulan Januari-Juli 2008.
Kuesioner ini terdapat tiga bagian yaitu kuesioner sikap dan perilaku
keluarga dengan kisi-kisi sebagai berikut:
Tabel 3.2. Kisi-kisi kuesioner sikap
No. Sub Variabel Pernyataan
Favorable
Pernyataan
Unfavorable
1. Diit penderita DM 2, 1
2. Pengobatan 3, 5, 8 - 3. Informasi DM 9 7
4. Keterlibatan Keluarga 4 -
5. Motivasi keluarga 6
Kuesioner sikap terdapat 9 pernyataan terdiri dari 7 pernyataan
favorable dan 2 pernyataan unfavorable dengan jawaban (A) = selalu, (B)
= sering, (C) =kadang-kadang, (D) = tidak pernah. Pada pernyataan
favorable jawaban selalu memilki nilai tertinggi yaitu 4, dan jawaban tidak
pernah memiliki nilai terendah yaitu 1. Untuk pernyataan unfavorable
yaitu sebaliknya. Rentang jawaban menggunakan skala likert. Jumlah
kumulatif jawaban dengan nilai tertinggi dari kuesioner sikap yaitu 36, dan
-
49
nilai terendah 9. Kemudian dikategorikan yaitu 9-22 dikategorikan sikap
kurang dan 23-36 dikategorikan sikap baik.
Tabel 3.3. Kisi-kisi kuesioner perilaku
No. Sub Variabel Pernyataan
Favorable
Pernyataan
Unfavorable
1. Diit penderita DM 2 1
2. Pengobatan 3, 6 7, 8
3. Informasi DM 5 -
4. Aktifitas fisik penderita 4 -
5. Meminimalkan resiko 9
Kuesioner perilaku terdapat 9 pernyataan terdiri dari 6 pernyataan
favorable dan 3 pernyataan unfavorable dengan jawaban (A) = selalu, (B)
= sering, (C) = kadang-kadang, (D) = tidak pernah. Pada pernyataan
favorable jawaban selalu memilki nilai tertinggi yaitu 4, dan jawaban tidak
pernah memiliki nilai terendah yaitu 1. Untuk pernyataan unfavorable
yaitu sebaliknya. Rentang jawaban menggunakan skala likert. Jumlah
kumulatif jawaban dengan nilai tertinggi dari kuesioner perilaku yaitu 36,
dan nilai terendah 9. Kemudian dikategorikan yaitu 9-22 dikategorikan
perilaku kurang dan 23-36 dikategorikan perilaku baik.
3. Kuesioner kualitas hidup
Kuesioner ini untuk menilai variabel dependen yaitu kualitas
hidup. Pengumpulan data dilakukan dengan mengisi kuesioner yang
dimodifikasi oleh Tyas (2008) dari (Munoz &Thiagarajan, 1998) yang
kemudian diuji validitas dan reliabilitas oleh Yusra (2010), yaitu DQOL
(Diabetes Quality of Life) guna mengukur kualitas hidup pada pasien
diabetes. Awalnya kuesioner terdiri atas 30 item pertanyaan dengan
-
50
rentang jawaban menggunakan skala likert. Nilai validitas instrument
adalah 0,3 dan nilai reliabilitas adalah Alpha Cronbach 0,9.
Kemudian kuesioner yang dimodifikasi oleh Tyas (2008) diuji
validitas dan reliabilitas oleh Yusra (2011). Hasil uji coba validitas dan
reliabilitas pada kuesioner kualitas hidup yang dilakukan oleh Yusra
(2011) kepada 20 responden, terdapat 6 pertanyaan yang kurang valid, dan
pertanyaan tersebut diperbaiki redaksi kalimatnya menjadi lebih spesifik.
Selanjutnya instrumen kualitas hidup yang telah diperbaiki digunakan
untuk pengambilan data dengan jumlah responden 30 yang diambil secara
random. Hasil uji validitas dan reliabilitas dengan degree of freedom 30-
2=28 (r tabel 0,361), pada kualitas hidup terdapat 2 item pertanyaan yang
tidak valid yaitu nomor 44 dan 53. Kedua pertanyaan tersebut dikeluarkan
dari instrumen, sehingga pertanyaan yang valid dan reliabel adalah 28 item
dengan nilai validitas (r= 0,428-0,851) dan nilai reliabelnya (Alfha
Cronbach = 0,963).
Tabel 3.5. Kisi-kisi kuesioner kualitas hidup
No. Sub Variabel Pernyataan
Favorable
Pernyataan
Unfavorable
1. Kesehatan fisik 1, 2, 3, 6, 8, 10,
12
14, 15, 16
2. Kesehatan psikologis 5, 13, 18 19, 20, 23, 25,
26, 27, 28
3. Tingkat aktivitas 9, 11 21, 22
4. Hubungan sosial 4, 7 17
5. Lingkungan - 24
Kuesioner terdiri atas 28 item pertanyaan dengan rentang jawaban
menggunakan skala likert. Rentang untuk pertanyaan kepusasan adalah
-
51
4=sangat puas, 3=puas, 2=tidak puas, 1=sangat tidak puas. Sedangkan
untuk dampak pada pertanyaan positif rentangnya adalah 1=tidak pernah,
2=jarang, 3=sering, 4=selalu dan pada pertanyaan negative rentangnya
adalah 4=tidak pernah, 3=jarang, 2=sering, 1=setiap saat. Jumlah
kumulatif dari jawaban dengan nilai tertinggi 112 dan nilai terendah 28,
kemudian dikategorikan yaitu 28-69 dikategorikan kualitas hidup buruk
dan 70-112 dikategorikan kualitas hidup baik.
F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
1. Uji Validitas
Validitas adalah indeks yang menunjukan alat ukur tersebut benar-
benar mengukur apa yang diukur, pengukuran validitas kuesioner
dilakukan untuk mengetahui tingkat ketepatan dan kecermatan alat ukur
untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Notoatmodjo, 2010).
Rumus yang digunakan yaitu pearson product moment:
Keterangan:
r : Koefisien korelasi
X : Jumlah skor pertanyaan
Y : Jumlah skor total
n : Jumlah responden
-
52
Kriteria pengujian :
Apabila r hitung > r tabel, maka item pertanyaan valid
Apabila r hitung < r tabel, maka item pertanyaan adalah tidak
valid
Bila sudah ada kuesioner atau instrumen pengumpul data yang
standar, maka bisa digunakan oleh peneliti (Saryono, 2011). Peneliti tidak
melakukan uji validitas dan reliabilitas pada kuesioner kualitas hidup
penderita DM. Hal tersebut berdasarkan penelitian Yusra (2011) guna
mengukur kualitas hidup pada pasien DM kuesioner ini terdiri 28 item
pertanyaan dengan rentang jawaban menggunakan skala likert. Nilai
validitas instrumen ini adalah r=0,428-0,851.
Kuesioner sikap dan perilaku keluarga dimodifikasi dari penelitian
yang dilakukan oleh Nidya (2008) tentang hubungan sikap, perilaku, dan
partisipasi keluarga terhadap kadar gula darah penderita DM tipe 2 di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta bulan Januari-Juli 2008.
Dan diuji validitas oleh peneliti kepada penderita DM tipe 2 di
Wilayah kerja Puskesmas II Baturaden. Jumlah responden pada uji
validitas yaitu sebanyak 30 penderita DM tipe 2. Berdasarkan hasil uji
validitas pada kuesioner sikap keluarga terdapat 9 pernyataan yang
dinyatakan valid yaitu pernyataan nomor 2, 3, 9, 13, 14, 15, 16, 17, 18
dan pernyataan yang dinyatakan tidak valid berjumlah 9 yaitu nomor 1, 4,
5, 6, 7, 8, 10, 11, 12. Pernyataan yang tidak valid dikeluarkan dari
kuesioner tersebut.
-
53
Tabel 3.6. Nilai korelasi butir pertanyaan pada variabel sikap keluarga
Pertanyaan p value Nilai r Kesimpulan
1 0,090 0,315 Tidak Valid
2 0.034 0.388 Valid
3 0.000 0.709 Valid
4 0.316 0.189 Tidak Valid
5 0.831 0.041 Tidak Valid
6 0.065 0.341 Tidak Valid
7 0.502 0.128 Tidak Valid
8 0.108 0.300 Tidak Valid
9 0.001 0.557 Valid
10 0.419 0.153 Tidak Valid
11 0.165 0.260 Tidak Valid
12 0.170 0.257 Tidak Valid
13 0,004 0,516 Valid
14 0.000 0.597 Valid
15 0,009 0,470 Valid
16 0,015 0,441 Valid
17 0,000 0,696 Valid
18 0,000 0,620 Valid
Berdasarkan hasil uji validitas pada kuesioner perilaku keluarga
terdapat 9 pernyataan yang dinyatakan valid yaitu pernyataan nomor 2, 3,
5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan pernyataan yang dinyatakan tidak valid sebanyak
2 yaitu pernyataan nomor 1 dan 4. Pernyataan yang tidak valid
dikeluarkan dari kuesioner tersebut.
Tabel 3.7. Nilai korelasi butir pertanyaan pada variabel perilaku keluarga
Pertanyaan p value Nilai r Kesimpulan
1 0,057 0,352 Tidak Valid
2 0.000 0.668 Valid
3 0.000 0.694 Valid
4 0.125 0.287 Tidak Valid
5 0.000 0.637 Valid
6 0.005 0.500 Valid
7 0.000 0.700 Valid
8 0.000 0.689 Valid
9 0.000 0.739 Valid
10 0.000 0.637 Valid
11 0.002 0.534 Valid
-
54
2. Uji Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap
kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama.
Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut pengukuran yang
reliabel. Walaupun reliabilitas mempunyai berbagi makna lain seperti
keterpercayaan, keterandalan, kestabilan, konsistensi, dan sebagainya,
namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah
sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya.
Rumus untuk melakukan uji reliabilitas adalah sebagai berikut:
Keterangan:
: Koefisien reliabilitas Alpha Cronbach
K : Jumlah item pertanyaan yang diuji
s 2 : Jumlah varians skor item
SX2 : Varians skor-skor tes (seluruh item K)
Peneliti tidak melakukan uji reliabilitas pada kuesioner kualitas
hidup penderita DM. Hal tersebut berdasarkan penelitian Yusra