kultur mikrospora dan protoplas
DESCRIPTION
laporan praktikum kultur mikrospora dan isolasi protoplasTRANSCRIPT
PRAKTIKUM I
Kultur Mikrospora Padi (Oryza sativa L.)
I. Tujuan
1. Mengetahui tahapan kultur mikrospora padi
2. Memahami dan dapat mengaplikasikan teori kultur mikrospora padi kedalam
praktikum
II. Dasar Teori
Pemuliaan tanaman merupakan kegiatan untuk mengubah susunan genetik tanaman secara tetap
sehingga memiliki sifat atau penampilan sesuai dengan tujuan yang diinginkan pelakunya.
Produk pemuliaan tanaman adalah kultivar dengan ciri-ciri yang khas dan lebih bermanfaat bagi
penanamnya. (McCouch, 2004). Aplikasi pemuliaan tanaman telah dilakukan pada berbagai jenis
tanaman pangan, salah satunya adalah padi (Subantoro et al. 2008). Program pemuliaan tanaman
padi umumnya di mulai dengan penyerbukan silang untuk mengkombinasikan sifat-sifat tetua
yang di inginkan (Paleman and van der vort, 2003).
Pemuliaan padi di Indonesia ditujukan untuk menciptakan varietas yang berdaya hasil
tinggi dan sesuai dengan kondisi ekosistem di Indonesia (susanto et al. 2003). Saat ini telah
dikembangkan beberapa jenis padi yang memiliki sifat ketahanan terhadap hama dan penyakit
antara lain tipe Bengawan, tipe PB5, tipe IRxx, serta tipe IR64 (Daradjat et al. 2001). Proses
pemuliaan padi secara konvensional dalam rangka menghasilkan varietas padi yang unggul
tergolong sangat lama di lakukan sehingga untuk mempercepat perakitan tanaman baru tersebut
dapat di lakukan melalui kultur mikrospora.
Kultur mikrospora merupakan salah satu teknis kultur jaringan yang dapat mempercepat
perolehan tanaman homozigot dari heterozigot tanpa disukarkan oleh hubungan dominan resesif,
sehingga siklus pemuliaan dapat lebih singkat. Selain itu, melalui kultur mikrospora proses
pemilihan mutan unggul dapat berlangsung dengan cepat. Hal ini karena haploid hanya
mempunyai satu alel dalam tiap lokus sehingga memungkinkan sifat mutan resesif dapat
dideteksi secara mudah (Dewi et al. 2007).
Kultur mikrospora dapat dilakukan untuk menginduksi proses embriogenesis pada
tanaman, sehingga sering disebut embriogenesis mikrospora. Embriogenesis mikrospora
diartikan sebagai pembentukan embrioid yang berasal dari mikrospora. Peristiwa ini dinamakan
juga dengan androgenesis (Raghavan, 1997). Perkembangan mikrospora dapat diarahkan menuju
perkembangan sporofitik jika berada pada kondisi induktif secara in vitro yang sesuai.
Perkembangan embrioid dari mikrospora mirip dengan perkembangan embrio zigotik
(Ignacimuthu, 1997; Sawhney dan Shivana, 1997). Proses ini dapat diinduksi dengan
mempertimbangkan faktor-faktor ekstra dan intraselular seperti kondisi fisiologis dari tanaman
donor, stadium perkembangan pollen, metode isolasi, stress pretreatment dan medium kultur
(Torres, 1957).
Ogawa et al. (1995) menunjukkan bahwa tanaman padi kultivar IR24 dapat diinduksi
embriogenesisnya dengan perlakuan cold shock dan starvasi nitrogen Selain itu, Miceska, (2011)
menunjukkan bahwa pada tembakau, karbohidrat dan nitrogen starvation yang diperlakukan pada
biselular pollen dapat menginduksi pembentukan pollen yang embriogenik, dimana setelah
dipindah pada medium sederhana yang mengandung sukrosa dan nitrogen, membelah secara
berulang-ulang dan menghasilkan embrio. Mikrospora yang diisolasi pada stadium yang sama
bila dikulturkan pada kondisi tanpa stress akan berkembang menjadi pollen yang fertil. Pada
Brassica napus, heat shock treatment pada 32°C selama 8 jam mampu menginduksi
embryogenesis sampai 40% dari mikrospora yang diisolasi dan dikulturkan pada medium
sederhana tanpa zat pengatur tumbuh. Pada suhu 18°C, mikrospora melanjutkan perkembangan
normal gametofitiknya dan menghasilkan pollen yang masak (Zhao et al. 2003).
Medium untuk induksi praperlakuan stres memegang peran di dalam kultur mikrospora
meskipun bukan satu-satunya faktor yang paling menentukan. Untuk menginduksi mikrospora
menjadi embriogenik, mikrospora dikulturkan pada medium sederhana, hanya terdiri atas
unsurunsur makro dan mannitol. Untuk menghasilkan mikrospora embriogenik pada tembakau,
mikrospora dikulturkan selama 4 hari di dalam medium starvasi yang berisi 0,4 M mannitol
(Vicente dkk., 1992; Zarsky dkk., 1992). Tetapi selama perkembangan embrioid diperlukan
medium yang diperkaya. Medium tersebut mengandung komposisi fosfat dan nitrogen dalam
jumlah besar. Menurut Touraev dkk. (1996), di dalam medium juga tidak ditambahkan zat
pengatur tumbuh. Senyawa ini memang tidak mempunyai fungsi yang signifikan di dalam kultur
mikrospora. Justru asam amino glutamin ditambahkan ke dalam medium androgenesis.
Sumber karbohidrat juga tidak harus sukrosa. Maltosa juga telah banyak digunakan
khususnya untuk kultur mikrospora tanaman serealia, maltosa dimetabolisir lebih lamban.
Sukrosa yang lebih cepat dimetabolisir seringkali terakumulasi sejumlah senyawa yang
merugikan sehingga berefek meracuni mikrospora (Scott dkk., 1994).
Secara umum dalam jalur ontogenik embriogenesis mikrospora, pembelahan embriogenik
pertama dapat terjadi secara simetrik atau asimetrik (Sunderland et al. 1974). Pada mikrospora
yang membelah secara asimmetris, menghasilkan struktur yang tampak seperti tipe pollen pada
umumnya, terdiri dari sel generatif yang lebih kecil didalam sel vegetatif yang lebih besar.
Sedangkan mikrospora yang membelah simetris menghasilkan suatu struktur dengan dua sel atau
nuklei yang sepadan. Menurut Zarsky et al. (1992) serbuk sari anggota Solanaceae normal dalam
perkembangannya dicirikan oleh pembelahan asimetri. Sel generatif dengan cepat mengalami
replikasi DNA dan tertahan di fase G2 dari siklus sel. Sementara itu sel vegetatif tertahan pada
fase G1 dari siklus sel. Tergantung pada jenis tanaman, sel generatif akan membelah lagi, baik
selama perkembangan serbuk sari atau di dalam buluh serbuk sari, setelah berkecambah. Gambar
1 menunjukkan jalur ontogenik dari embriogenesis mikrospora.
Gambar 1. Jalur utama ontogenik dari embriogensis mikrospora(Sumber: http://www.elisa.ugm.ac.id/mikrospora/embriogenesislarge.jpg)
III. Metodea. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Laminar Air Flow (LAF) cabinet yang
dilengkapi dengan HEPA filter, petridish, pinset, Erlenmeyer, lampu bunsen, mikropipet, pipet
tip, gunting, gelas beker, mikroskop cahaya, dan optilab.
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini terdiri atas bahan tanaman dan bahan kimia.
Bahan tanaman berupa malai padi. Bahan kimia yang digunakan berupa medium B (starvasi
nitrogen), alkohol 90%, tween 20, akuades steril, hidogen peroksida (H2O2), floroscein diacetate
(FDA).
c. Cara Kerja