lab
TRANSCRIPT
PEMERIKSAAN FISIS URINE
TUJUAN PRAKTIKUM :
1. Menilai warna urine
2. Menilai kejernihan urine
3. Melakukan pemeriksaan pH urine
4. Melakukan pemeriksaan BJ urine
PENJELASAN :
1. Menilai Warna Urine
Hasil Praktikum :
Dari hasil praktikum kelompok 1 untuk penilaian warna urine menunjukkan
bahwa urine berwarna kuning.
Pembacaaan Hasil :
Tidak berwarna, kuning muda, kuning, kuning tua, kuning kemerahan, merah, putih
serupa susu.
Pembahasan :
Pemeriksaan urine merupakan suatu pemeriksaan guna membantu menegakkan
diagnosa suatu penyakit. Normalnya,urine yang dikeluarkan dari dalam tubuh seseorang
yang normal sekitar 5 liter/hari. Banyaknya air yang diminum dan keadaan suhu
mempengaruhi banyaknya urine yang kita keluarkan. Apabila suhu udara dingin,
pembentukan urine meningkat sedangkan jika suhu panas, pembentukan urine
sedikit.Warna urine secara umumnya berwarna kuning. Warna kuning pada urine
dipengaruhi oleh zat warna empedu yang mengandung bilirubin dan biliverdin. Warna
urine juga tergantung dari jumlah urine yang dikeluarkan. Apabila urine encer
warnanya kuning pucat, apabila urine lebih kental maka warnanya kuning pekat dan
urine yang segar berwarna kuning jernih. Selain itu konsumsi makanan dan obat –
obatan juga akan mempengaruhi warna urine.
Pada praktikum ini memeriksa warna sampel urine. Langkah pertama adalah
memasukkan ± 100 ml sampel urin pada tabung reaksi, kemudian diamati. Pada sampel
urine yang kami periksa warna urine adalah kuning, hal tersebut menunjukkan bahwa
urine sampel dalam keadaan normal. Perubahan warna pada urine bisa disebabkan oleh
keadaan patologis dan non-patologis. Keadaan non-patologis bisa disebabkan oleh
makanan atau obat-obatan.
Kesimpulan :
Dapat disimpulkan bahwa dari hasil praktikum urine yang berwarna kuning
menunjukkan bahwa urine dalam keadaan normal yaitu kuning. Perubahan warna pada
urine bisa disebabkan oleh keadaan patologis dan non-patologis. Keadaan non-patologis
bisa disebabkan oleh makanan atau obat –obatan.
2. Menilai kejernihan urine
Hasil Praktikum :
Dari hasil praktikum kelompok 1 untuk penilaian kejernihan urine menunjukkan
bahwa urine jernih.
Pembacaan Hasil :
Menyatakan kejernihan urine sbb : jernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh.
Pembahasan :
Uji kejernihan urine sama seperti uji warna. Nyatakan keadaan urine dengan
salah satu dari : jernih, agak keruh, atau sangat keruh. Perlu diperhatikan apakah urine
yang dianalisis itu keruh pada saat dikeluarkan atau setelah dibiarkan beberapa lama.
Tidak semua macam kekeruhan menunjukan sifat abnormal. Urine yang normalpun
akan keruh jika dibiarkan atau didinginkan, kekeruhan ringan itu disebut nubecula dan
terjadi dari lendir, sel-sel epitel dan leukosit yang lambat laun mengendap.
Sebab-sebab urine menjadi keruh :
Bila urine keruh sejak awal ditampung, kemungkinan adanya fosfat yang cukup
banyak (dari konsumsi makanan), adanya bakteri, sel-sel epitel atau sel eritrosit dan
leukosit, chylus yang berasal dari adanya butir-butir lemak atau adanya zat-zat
koloidal lain.
Bila urine menjadi keruh setelah didiamkan, kemungkinan adanya nubecula, urat-
urat amorf, fosfat-fosfat amorf, adanya bakteri yang bukan berasal dari dalam badan
namun terdapat pada botol penampung.
Pada praktikum ini pemeriksaan kejernihan sama dengan warna urine. Langkah
pertama adalah memasukkan ± 100 ml sampel urine pada tabung reaksi, kemudian
diamati. Pada sampel urine yang kami periksa untuk kejernihan urine yaitu jernih dan
tidak keruh, hal tersebut menunjukkan bahwa urine sampel dalam keadaan normal.
Kesimpulan :
Disimpulkan bahwa dari hasil praktikum kejernihan urine menunjukkan urine
dalam keadaan normal yaitu jernih dan tidak semua macam kekeruhan menunjukan sifat
abnormal. Urine yang normalpun akan keruh jika dibiarkan atau didinginkan,
kekeruhan ringan itu disebut nubecula dan terjadi dari lendir, sel-sel epitel dan leukosit
yang lambat laun mengendap.
3. Melakukan pemeriksaan pH urine
Hasil Pemeriksaan :
Dari hasil praktikum kelompok 1 untuk pemeriksaan pH urine yaitu
Sampel Perlakuan Hasil
Urine + Kertas Nitrasin pH Urine : 5
Pembacaan Hasil :
pH urine normal 4,5 – 7,5
Pembahasan :
Pengukuran pH dilakukan dengan cara memasukkan kertas nitrazin ke dalam
urine. Kemudian ditunggu hingga kering, setelah mengering kertas nitrazin dicocokkan
dengan warna standart. Dari hasil pengukuran diketahui bahwa pH yang terdapat pada
urine adalah 5. pH urine orang sehat berkisar antara 4,5 hingga 7,5. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pH urine adalah normal. Derajat keasaman atau pH urine dapat
dipengaruhi oleh asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi. Orang yang banyak
mengkonsumsi protein urinenya asam, namum urine pada vegetarian lebih basa. Urine
asam biasanya terdapat pada penyakit asidosis, diabetes mellitus, kelaparan, diare dan
penyakit febris. Urine alkalis biasanya terdapat pada alkalosis, muntah-muntah yang
hebat dan infeksi traktus urinalis (kistisis).
Kesimpulan :
Disimpulkan bahwa dari hasil praktikum pH urine menunjukkan dalam keadaan
normal yaitu 5. pH urine seseorang berbeda-beda tergantung pada makanan atau
minuman yang dikonsumsi dan keadaan fisiologis tubuhnya.
4. Melakukan pemeriksaan BJ urine
Hasil Pemeriksaan :
Dari hasil praktikum kelompok 1 untuk pemeriksaan BJ urine yaitu :
Sebelum dipakai, urometer ditera terhadap aquadest (BJ 1,000)
dan urometer ditera terhadap air hasilnya BJ 0,995 (adanya penyimpangan), maka
pembacaan sampel harus ditambah 0,005
BJ air = 0,995
BJ urine = 1,024
jadi hasil akhir yaitu 1,024 + 0,005 = 1,029
Pembacaan Hasil :
Normal dari BJ urine adalah 1,003-1,030.
Pembahasan :
Pengukuran berat jenis urine bertujuan untuk mengetahui fungsi pemekatan atau
pengenceran oleh ginjal dan komposisi urine itu sendiri. Berat jenis merupakan
barometer untuk mengukur jumlah solid yang larut, berat jenis urine sangat erat
hubungannya dengan diuresis, makin besar diuresis, makin rendah berat jenisnya dan
sebaliknya makin kecil diuresis, makin besar berat jenisnya. Makin pekat urine makin
tinggi berat jenisnya, jadi berat jenis bertalian dengan faal pemekat ginjal. Urine
sewaktu yang mempunyai berat jenis 1,020 atau lebih, menunjukkan bahwa faal
pemekat ginjal baik. Keadaan ini dapat dijumpai pada penderita dengan demam dan
dehidrasi. Sedangkan berat jenis urine kurang dari 1,009 dapat disebabkan oleh intake
cairan yang berlebihan, hipotermi, alkalosis, dan kegagalan ginjal yang menahun.
Berat jenis urine 24 jam dari orang normal biasanya berkisar antara 1,016-1,022.
Batas urine sewaku-waktu dan urine pagi antara 1,003-1,030. Jika berat jenis urine lebih
besar dari 1,030 memberi isyarat akan kemungkinan glikosuria. Pada pengujian berat
jenis urine dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut tabung gelas urinometer
dan urinometer. Hal pertama yang dilakukan adalah menera urinometer dengan
menggunakan aquadest/air, tujuannya untuk mengkalibrasi alat sehingga didapatkan
data yang valid.
Urinometer dimasukkan ke dalam aquadest/air dan diputar, pengukuran
dilakukan dengan pembacaan meniskus. Air memiliki berat jenis 1,000. Jadi jika hasil
akhir yang didapatkan 1,000 maka urinometer siap digunakan, jika kurang dari 1,000
(misal 0,995) maka pada hasil akhir ditambah dengan nominal kekurangan tersebut
(ditambah 0,005). Selanjutnya, tabung gelas urometer diisi dengan urine hingga ¾
bagian. Selanjutnya dilakukan pengujian pada urine sampel dengan cara urinometer
dimasukkan dan diputar dalam urine sampel, setelah urinometer stabil, lalu pengukuran
dilakukan dengan membaca meniskus dan dilakukan pada tempat yang datar agar tidak
mempengaruhi hasil pengukuran. Tiap garis pada meniskus mewakili 0,001. Pada
percobaan kali ini urine tidak dilakukan pengenceran urine sehingga tidak perlu
mengkalikan hasil akhir dengan faktor pengenceran, didapatkan BJ 1,029 dan hasilnya
normal
Kesimpulan :
Disimpulkan bahwa dari hasil praktikum BJ urine menunjukkan dalam keadaan
normal yaitu 1,029 dengan faal pemekatan ginjal baik. Makin pekat urine makin tinggi
berat jenisnya, jadi berat jenis bertalian dengan faal pemekat ginjal. Urine yang
mempunyai berat jenis 1,020 atau lebih, menunjukkan bahwa faal pemekat ginjal baik,
dijumpai pada penderita dengan demam dan dehidrasi. Sedangkan berat jenis urine
kurang dari 1,009 disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan, hipotermi, alkalosis,
dan kegagalan ginjal yang menahun.
PEMERIKSAAN PROTEIN URINE
DENGAN REAKSI HELLER (KUALITATIF)
Prinsip Kerja :
Protein dengan penambahan Asam Nitrat pekat akan terjadi denaturasi −> terbentuk cincin
putih.
Hasil Pemeriksaan :
Dari hasil praktikum kelompok 1 untuk pemeriksaan protein urine yaitu
Sampel Perlakuan Hasil
5 ml Urine + Asam
Nitrat Pekat
Menuangkan Asam Nitrat pekat
pelan – pelan melalui dinding
tabung sehingga terbentuk dua
lapisan.
Negatif : tidak
terbentuk cincin putih
pada perbatasan kedua
lapisan tersebut
Pembacaan Hasil :
Negatif : tidak terbentuk cincin putih pada perbatasan kedua lapisan tersebut
Positif : terbentuk cincin pada perbatasan kedua lapisan tersebut
Pembahasan :
Protein biasanya tidak ditemukan dalam urine. Demam, olahraga keras,
kehamilan, dan beberapa penyakit dapat menyebabkan protein berada dalam urine.
Kondisi di mana terdapat protein di dalam urin disebut proteinuria. Albumin adalah
jenis protein yang lebih kecil dari protein lainnnya dan keberadaannya dalam urin
mengindikasikan tahap awal kerusakan ginjal. Keberadaan albumin dalam urin disebut
albuminuria. Kondisi lain yang dapat menyebabkan proteinuria adalah gangguan yang
meningkatkan protein dalam darah, seperti multiple myeloma, kerusakan sel-sel darah
merah, peradangan, keganasan (kanker), atau cedera pada saluran kemih.
Uji ini dilakukan dengan mencampurkan urine dengan HNO3 pekat sehingga
hasilnya akan terbentuk cincin yang berwarna putih pada permukaan larutan. Hal ini
menandakan bahwa di dalam urine terkandung albumin (protein). Urine pecah
kemudian mengalami denaturasi oleh HNO3. Protein albumin jika terkena asam pekat
(HNO3) akan terjadi denaturasi protein di permukaan, tetapi jika berlangsung lama,
denaturasi akan berlangsung terus-menerus sampai cincin putih menghilang .
Hasil dari praktikum tentang pemeriksaan protein terhadap urine menggunakan tes
heller yaitu dengan penambahan asam nitrat pekat pada urine yang jika terdapat protein
akan membentuk suatu lapisan terpisah dan ditunjukkan dengan terbentuknya cincin
putih. Namun, hasil pemeriksaan dengan menggunakan tes heller menunjukkan hasil
pemeriksaan yang negatif (-) karena urine yang diperiksa tidak ada endapan dan tidak
terbentuknya cincin putih. Hal ini menunjukkan bahwa urin yang diperiksa tidak
menyatakan adanya protein.
Kesimpulan :
Disimpulkan bahwa dari hasil praktikum untuk protein urine menunjukkan hasil
negatif artinya tidak terbentuk cincin putih pada perbatasan kedua lapisan tersebut. Protein
biasanya tidak ditemukan dalam urine. Demam, olahraga keras, kehamilan, dan beberapa
penyakit dapat menyebabkan protein berada dalam urine. Protein di dalam urin disebut
proteinuria. Albumin adalah jenis protein yang lebih kecil dari protein lainnnya
dan keberadaannya dalam urin mengindikasikan tahap awal kerusakan ginjal.
PEMERIKSAAN GLUKOSE URINE
DENGAN CARA FEHLING
Prinsip Kerja :
Dalam suasana alkali, glucose mereduksi cupri −> cupro.
Cupro oxid mengendap dan berwarna merah.
Hasil Praktikum :
Sampel Perlakuan Hasil
2 ml Reagen Fehling A +
2 ml Reagen Fehling B +
1 ml Urine.
Dipanaskan dengan api
kecil, posisi miring 450C
sampai mendidih.
Positif 1 : Keruh,
warna hijau atau agak
kuning.
Pembacaan Hasil :
Negatif : Tetap biru atau hijau jernih
+ : Keruh, warna hijau atau agak kuning
++ : Kuning kehijauan dengan endapan kuning
+++ : Kuning kehijauan dengan endapan merah
++++ : Merah jingga sampai merah bata
Pembahasan :
Pemeriksaan kadar glukosa pada urine adalah penting untuk tes adanya
glukosuria. Pada orang normal tidak ditemukan adanya glukosa dalam urine.
Glukosuria dapat terjadi karena peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi
kapasitas maksimum tubulus untuk mereabsorpsi glukosa. Hal ini dapat ditemukan pada
kondisi diabetes mellitus, tirotoksikosis, sindroma Cushing, phaeochromocytoma,
peningkatan tekanan intrakranial atau karena ambang rangsang ginjal yang menurun
seperti pada renal glukosuria, kehamilan dan sindroma Fanconi.
Pemeriksaan glukosa urine dapat melalui dua cara, yaitu tes reduksi dan
enzimatik. Tes reduksi terdiri dari fehling, benedict dan clinitest tablet. Sedangkan tes
enzimatik meliputi tes glucose oxidase dan hexokinase. Pada praktikum kali ini
digunakan dengan metode fehling dengan prinsip bahwa dalam suasana alkali, glukosa
mereduksi cupri menjadi cupro kemudian membentuk Cu2O yang mengendap dan
berwarna merah. Intensitas warna merah dari ini secara kasar menunjukkan kadar
glukosa dalam urine yang diperiksa.
Pada pemeriksaan kadar karbohidrat diawali dengan mencampurkan 2 ml fehling
A dan 2 ml fehling B dalam satu tabung reaksi dan kemudian menambahkannya dengan
1 ml urine yang akan diperiksa. Setelah itu dipanaskan dengan api kecil dan tunggu
hingga mendidih. Setelah mendidih, tunggu hingga dingin dan kemudian hasil dapat
diinterpretasi.
Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan hasil bahwa terdapat kandungan glukosa
pada urine sampel yaitu positif 1 (+). Hal tersebut dapat diketahui dari adanya
perubahan warna pada urine, yang awalnya berwarna biru karena adanya fehling A dan
fehling B, berubah menjadi warna hijau keruh (+).
Namun hasil positif pada pemeriksaan kadar glukosa ini tidak dapat dijadikan
pedoman bahwa sampel menderita penyakit Diabetes Mellitus. Hasil positif bisa juga
disebabkan karena sebelum dilakukan pemeriksaan, sampel mengkonsumsi makanan
sehingga kadar glukosa dalam darah masih tinggi. Selain itu dalam suatu penelitian
diketahui bahwa hasil positif pada pemeriksaan dengan metode reduksi yang
menghasilkan hasil positif tidak selalu berarti pasien menderita Diabetes Melitus. Hal
ini dikarenakan pada penggunaan cara reduksi dapat terjadi hasil positif palsu pada
urine yang disebabkan karena adanya kandungan bahan reduktor selain glukosa. Bahan
reduktor yang dapat menimbulkan reaksi positif palsu tersebut antara lain : galaktosa,
fruktosa, laktosa, pentosa, formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti streptomycin,
salisilat, dan vitamin C. Oleh karena itu perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk
memastikan jenis gula pereduksi yang terkandung dalam sampel urine. Hal ini
dikarenakan hanya kandungan glukosa yang mengindikasikan keberadaan penyakit
diabetes. Penggunaan cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan dengan cara reduksi.
Kesimpulan :
Disimpulkan bahwa dari hasil praktikum untuk pemeriksaan glucose dalam urine
menunjukkan hasil positif 1. Hasil positif pada pemeriksaan kadar glukosa tidak dapat
dijadikan pedoman bahwa sampel menderita penyakit Diabetes Mellitus. Hasil positif
bisa juga disebabkan karena sebelum dilakukan pemeriksaan, sampel mengkonsumsi
makanan sehingga kadar glukosa dalam darah masih tinggi.
PEMERIKSAAN BILIRUBIN URINE
DENGAN METODE HARRISON
Prinsip Kerja :
Bilirubin dapat mereduksi Ferri chloride menjadi senyawa yang berwarna hijau.
Bilirubin diendapkan dalam urine oleh larutan BaCl2
Hasil Praktikum :
Sampel Perlakuan Hasil
5 ml Urine + 3 ml
larutan BaCl2 10%
Hasil endapan pada kertas
saring ditetesi 1 – 2 tetes
reagen fouchet.
Negatif : Tidak terjadi
perubahan warna
Pembacaan Hasil :
Negatif : Tidak terjadi perubahan warna
Positif : Terjadi warna hijau yang makin lama makin jelas
Pembahasan :
Pada praktikum urinalisis pemeriksaan kimia urine, salah satunya dilakukan
percobaan pemeriksaan bilirubin. Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari
perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel
retikuloendotel. Disamping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat
lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air, bilirubin yang
disekresikan dalam darah harus diikatkan albumin untuk diangkut dalam plasma
menuju hati. Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan dan mengkonjugasinya dengan
asam glukoronat sehingga bersifat larut air, sehingga disebut bilirubin direk atau
bilirubin terkonjugasi. Bilirubin direk adalah bilirubin bebas yang bersifat larut dalam
air sehingga dalam pemeriksaan mudah bereaksi. Bilirubin terkonjugasi adalah bilirubin
bebas yang terikat albumin. Bilirubin yang larut dalam air masuk ke dalam saluran
empedu dan diekskresikan ke dalam usus. Didalam usus oleh flora usus bilirubin diubah
menjadi urobilinogen yang tak berwarna dan larut air, urobilinogen mudah dioksidasi
menjadi urobilirubin yang berwarna. Sebagian terbesar dari urobilinogen keluar tubuh
bersama tinja, tetapi sebagian kecil diserap kembali oleh darah vena porta dikembalikan
ke hati. Urobilinogen yang demikian mengalami daur ulang, keluar lagi melalui
empedu. Ada sebagian kecil yang masuk dalam sirkulasi sistemik, kemudian
urobilinogen masuk ke ginjal dan diekskresi bersama urine.
Prinsip dari pemeriksaan bilirubin, yaitu BaCl2 bereaksi dengan sulfat dalam
urine dan membentuk endapan BaSO4 dan bilirubin menempel pada molekul ini. Dan
bilirubin dapat mereduksi ferilklorida menjadi senyawa yang berwarna hijau.
Prosedur yang dilakukan untuk pemeriksaan bilirubin adalah dengan mengambil
3 ml urine, dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambah 3 ml BaCl2. Lalu ditunggu
sampai terbentuk endapan. Selanjutnya endapan disaring menggunakan kertas saring
dan filtrate ditampung dalam tabung reaksi lain. Kemudian kertas saring dibuka dan
endapannya ditetesi dengan reagen fouchet sebanyak 1-2 tetes. Selanjutnya diamati
perubahan warna pada endapan yang telah ditetesi reagen fouchet. Setelah diamati,
warna endapan tidak terjadi perubahan warna yang berarti negatif. Normalnya bilirubin
memang ada di dalam urine, namun dalam jumlah sangat sedikit sehingga tidak dapat
terdeteksi melalui pemeriksaan rutin.
Kesimpulan :
Disimpulkan bahwa dari hasil praktikum untuk pemeriksaan bilirubin urine
menunjukkan hasil negatif artinya tidak terjadi perubahan warna. Normalnya bilirubin
memang ada di dalam urine, namun dalam jumlah sangat sedikit sehingga tidak dapat
terdeteksi melalui pemeriksaan rutin.
PEMERIKSAAN UROBILINOGEN URINE
DENGAN WALLACE – DIAMOND TEST
Prinsip Kerja :
Urobilinogen dengan penambahan Paradimethylamino benzaldehide akan membentuk
warna Cherry red (merah).
Hasil Praktikum :
Sampel Perlakuan Hasil
3 ml Urine + 0,5 ml Reagen
Ehrlich
Didiamkan selama 5
menit
Normal : Merah mudah dan
agak pink
Pembacaan Hasil :
Normal : Merah mudah dan agak pink
Abnormal : Warna merah yang terjadi Nampak betul Urobilin mengikat cherry
red
Pembahasan :
Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar
menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang
melebehi batas kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi.
Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik
hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar
(toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar), penyakit jantung
dengan bendungan kronik, obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit.
Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat
disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan
sejumlah kecil urobilinogen. Urobilinogen urine menurun dijumpai pada ikterik
obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati yang parah (jumlah empedu yang dihasilkan
hanya sedikit), penyakit inflamasi yang parah, kolelitiasis, diare yang berat. Normal
urobilinogen ada dalam urine ± 1-4 mg/hari. Urobilinogen ditemukan tinggi pada
keadaan anemia,kelaian hati dan Urobilinogen ditemukan rendah pada keadaan ganguan
ekskresi
Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan urobilinogen urine. Adanya
urobilinogen dalam urin akan dioksidasi oleh reagen Erlich menjadi zat berwarna
merah. Prosedur yang dilakukan yaitu 5ml urin ditambah 0,5 reagen Erlich dibiarkan 5
menit sampai terjadi warna merah dilihat dari atas permukaan tabung. Yang didapatkan
setelah menunggu 5 menit yaitu warna merah mudah dan agak pink dan hasilnya
normal.
Kesimpulan :
Disimpulkan bahwa dari hasil praktikum untuk pemeriksaan urobilinogen urine
menunjukkan hasil normal yaitu merah muda dan agak pink. Orang yang sehat dapat
mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen. Normal urobilinogen ada dalam urine ± 1-4
mg/hari. Urobilinogen ditemukan tinggi pada keadaan anemia, kelaian hati dan
Urobilinogen ditemukan rendah pada keadaan gangguan ekskresi.
DAFTAR PUSTAKA
Andrias, D 2013, 'Hasil Urobilinogen Positif', 2013.
Anonim 2012, 'Hemoglobin dan Hapusan Darah Tepi', 23 Mei 2012.
Azalista 2013, 'Penentuan Kadar Hb', 14 Oktober 2013.
Azharadi 2012, 'Analisis Urine', 28 April 2012.
Hamzah, N 2012, 'Sediaan Apus Darah', 12 Mei 2012.
Rahmawati, M 2014, 'Pemeriksaan Fisis dan Kimiawi', 10 Oktober 2014.
Salma, D 2012, 'Bagaimana Memahami Hasil Tes Urine Anda', 08 Januari 2012.
Sloane, E 2003, Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula, EGC, Jakarta.
Tirtama, A 2014, 'Pemeriksaan Hb Sahli', 21 Maret 2014.
Wadhy 2011, 'Cara Menganalisa hasil Laboratorium Urine', 24 Februari 2011.
Yulianis 2012, 'Hitung Jenis Leukosit (Differential Count) dan Evaluasi Hapusan Darah Tepi (HDT)', Mei 2012.
Pemeriksaan Specimen
Darah
Pemeriksaan Specimen Urine
PEMERIKSAAN KADAR HAEMOGLOBIN
(MENURUT SAHLI)
Tujuan Praktikum :
1. Memeriksa kadar haemoglobin dengan metode sahli
2. Menganalisa kadar haemoglobin dengan metode sahli
Hasil Praktikum :
Sampel Perlakuan Hasil
Darah kapiler atau darah vena
+ Hemoglobinometer sahli +
HCl 0,1 N + aquadest
Didapatkan hasil : 8 gr %
Pembacaan Hasil :
Harga normal (menurut Dasie)
Dewasa laki – laki : 13,5 – 18,0 gr %
Wanita : 11,5 – 16,5 gr %
Bayi (< bulan) : 13,6 – 19,6 gr %
Umur 3 bulan : 9,5 – 12,5 gr %
1 tahun : 11 – 13 gr %
12 tahun : 11,5 – 14,8 gr %
Pembahasan :
Hemoglobin berperan penting dalam mempertahankan bentuk sel darah merah dan
memberi warna merah pada darah. Struktur hemoglobin yang abnormal bisa
mengganggu bentuk sel darah merah dan menghambat fungsi dan aliran darah
melewati pembuluh darah. Pemeriksaan hemoglobin dalam darah mempunyai peranan
yang penting dalam diagnosa suatu penyakit, karena hemoglobin merupakan salah satu
protein khusus yang ada dalam sel darah merah dengan fungsi khusus yaitu mengangkut
O2 ke jaringan dan mengembalikan CO2 dari jaringan ke paru-paru. Kegunaan dari
pemeriksaan hemoglobin ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya gangguan kesehatan
pada pasien, misalnya kekurangan hemoglobin yang biasa disebut anemia atau
kelebihan hemoglobin yang sering disebut polistemia. Hemoglobin bisa saja berada
dalam keadaan terlarut langsung dalam plasma. Akan tetapi kemampuan hemoglobin
untuk mengikat oksigen tidak bekerja secara maksimum sehingga mempengaruhi
kesehatan.
Kadar hemoglobin dalam darah dapat ditentukan dengan berbagai macam cara
atau metode. Dari sekian banyak metode yang ada, pada praktikum kali ini dipraktikkan
metode Sahli. Metode Sahli termasuk metode yang tepat dalam mengukur besarnya
kadar hemoglobin karena didasarkan atas analisa kandungan besi dari molekul
hemoglobin. Metode ini pula didasarkan pada pengamatan secara langsung pada warna
darah dan menyamakan dengan batang standar buatan pada haemometer sahli.
Penetapan Hb metode Sahli ini didasarkan atas pembentukan hematin asam
setelah darah ditambah dengan larutan HCl 0.1 N kemudian diencerkan dengan
aquadest. Digunakannya HCl karena asam klorida merupakan asam monoprotik yang
paling sulit menjalani reaksi redoks. Ia juga merupakan asam kuat yang paling tidak
berbahaya untuk ditangani dibandingkan dengan asam kuat lainnya. Walaupun asam, ia
mengandung ion klorida yang tidak reaktif dan tidak beracun. Oleh karena alasan inilah,
asam klorida merupakan reagen pengasam yang sangat baik.
Darah yang digunakan dalam pemeriksaan kali ini adalah darah EDTA, atau darah
yang telah ditambahkan antikoagulan, sehingga darah tidak mengalami pembekuan
selama proses pemeriksaan. Pengambilan darah dari tabung sampel dilakukan dengan
pipet Sahli yang berukuran 20 uL dibantu dengan alat penyedot, mengingat darah
merupakan spesimen infeksius maka penyedotan sama sekali tidak disarankan
menggunakan mulut selain itu pada pengambilan darah ini harus teliti agar tidak ada
gelembung udara di dalam pipet yang dapat mempengaruhi volume pemipetan. Selain
itu untuk menghindari kesalahan akibat volume yang kurang tepat, setelah dikeluarkan
dari tabung wadah darah dan ketika akan dimasukkan ke dalam tabung sahli, terlebih
dahulu bagian luar pipet sahli yang masih berisi bekas darah dibersihkan dengan tisu.
Setelah 20 uL darah dicampurkan dengan HCl, sampel dihomogenkan dengan batang
kaca pengaduk yang telah tersedia dalam alat haemometer sahli sampai benar-benar
homogen, setelah itu larutan didiamkan selama kurang lebih 1 menit. Jangka waktu ini
diberikan dengan maksud agar pembentukan senyawa hematin asam terbentuk dengan
sempurna, jika lebih dari jangka waktu ini akan menyebabkan kerusakan senyawa
hematin asam yang terbentuk, sedangkan jika kurang dari batas waktu yang ditentukan
maka pembentukan asam hematin belum berjalan sempurna. Setelah 1 menit, untuk
menyamakan warna larutan asam hematin yang terbentuk dengan kaca standar
digunakanlah aquadest. Alasan digunakannya aquades karena aquades bersifat netral.
Setiap penambahan akuades hendaknya dilakukan penghomogenisasian menggunakan
batang pengaduk agar warna yang terbentuk merata dan tidak melewati batas standar,
yang akan mengakibatkan kesalahan pembacaan hasil.
Setelah warna larutan asam hematin sama dengan warna batang kaca standar,
maka dapat dibaca kadar hb. Pembacaan hasil dilakukan pada lingkungan kerja yang
terang atau cukup sinar agar pengamatan jelas.
Pada kegiatan praktikum kali ini telah dilakukan uji sampel kepada dengan data
sebagai berikut :
Nama : Mrs. X
Jenis kelamin : Perempuan
Golongan Usia : Dewasa
Dari kegiatan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil kadar hemoglobin berada
di bawah nilai rujukan untuk perempuan dewasa. Nilai rujukan untuk perempuan
dewasa berada dalam kisaran 11,5 – 16,5 gr %, sedangkan kadar hemoglobin pasien
sebesar 8 g%. Berdasarkan teori yang ada dapat dicurigai bahwa pasien menderita
anemia. Untuk mengetahui penyebab anemia pada pasien sebaiknya dilakukan
pemeriksaan lanjutan yang terkait. Adapun hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan hemoglobin, antara lain sebagai berikut :
1. Reagen Reagen yang digunakan harus diketahui nomor lisensi kadaluarsanya, karena
jika batas kadaluwarsanya lewat akan mempengaruhi hasil pemeriksaan sehingga
hasil pemeriksaan menjadi tidak valid, keutuhan wadah atau botol atau cara
transportasi dan penyimpanannya juga harus diperhatikan karena mempengaruhi
kualitas reagen yang secara tidak langsung akan mempengaruhi hasil pemeriksaan
2. Metode Jika metode yang digunakan tidak dilaksanakan dengan benar sesuai
prosedur maka hasil pemeriksaan juga akan dipengaruhi.
3. Bahan pemeriksaan Bahan pemeriksaan meliputi; cara pengambilan spesimen,
pengiriman spesimen, penyimpanan spesimen, dan persiapan sampel. Jika tahapan-
tahapan tersebut dilakukan dengan salah maka dapat dipastikan juga akan dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan
4. Lingkungan Dalam hal ini dapat berupa ; keadaan ruang kerja, cahaya, suhu kamar,
kebisingan, luas dan tata ruang, karena keadaan-keadaan ini dapat mempengaruhi
sinar yang diterima oleh mata yang secara langsung dpat mempengaruhi pembacaan
hasil pemeriksaan.
5. Tenaga labratorium. Tenaga laboratorium dalam hal ini petugas yang mengerjakan
pemeriksaan memiliki kemampuan untuk membedakan warna yang tidak sama satu
sama lainnya, sehingga biasanya antara petugas satu dengan yang lainnya dapat
membaca hasil pemeriksaan secara berbeda Angka kesalahan metode sahli ini
mencapai 5 – 10%, karena :
Faktor Alat
- Alat sukar distandarisasi
- Volume pipet kurang tepat
- warna kaca standar berubah
- kadar larutan HCl kurang tepat
Faktor petugas :
- pengambilan darah yang salah
- pemipetan
- Tidak tepat mengambil 20 µl darah
- Pengadukan
- Penglihatan petugas
- Tidak memperhatikan waktu yang seharusnya berlalu untuk mengadakan
pembandingan warna.
- Ada gelembung udara di permukaan pada waktu membaca.
- Membandingkan warna pada cahaya yang kurang terang.
- Menggunakan tabung pengencer yang tidak diperuntukan alat yang dipakai
Faktor Metode
- Metode Sahli ini memiliki Risiko kesalahan yang besar besar mencapai 10 %
- Pengerjaan masih manual sehingga prosedurnya kurang praktis dan memakan
waktu cukup lama terlebih bagi praktikan yang masih pemula, terutama pada
saat proses pemipetan.
Kesimpulan :
1. Metode Sahli adalah metode yang digunakan untuk pemeriksaan kadar Hb dalam
darah berdasarkan atas terbentuknya senyawa hematin asam setelah darah sampel
direaksikan dengan HCl 0,1 N. Pembacaan hasil kemudian dilakukan dengan
membandingkan warna yang terbentuk dengan batang standar (metode
kolorimetrik).
2. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap Mrs. X/Perempuan/Dewasa
diperoleh hasil bahwa kadar Hb sebesar 8 gr %, yang berada di bawah batasan
normal kadar hemoglobin untuk perempuan dewasa yaitu 11,5 – 16,5 gr %. Maka
dicurigai menderita anemia, untuk mengetahui penyebab anemia yang diderita
disarankan untuk menjalani pemeriksaan lanjutan.
PEMERIKSAAN HAPUSAN DARAH
(MENURUT DAN MEMBACA PEMERIKSAAN HAPUSAN DARAH)
Tujuan Praktikum :
1. Membuat dan mengecat hapusan darah
2. Membaca pemeriksaan hapusan darah
Teori :
Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya (elemen pembentuk) tertahan
dan dibawa dalam matriks cairan (plasma). Darah lebih berat dibandingkan air dan lebih
kental. Cairan ini memiliki rasa dan bau yang khas, serta pH 7,4 (7,35-7,45). Warna
darah bervariasi dari merah terang sampai merah tua kebiruan, bergantung pada kadar
oksigen yang dibawa sel darah merah (Sloane, 2003).
Volume darah total sekitar 5 liter pada laki-laki dewasa berukuran rata-rata dan
kurang sedikit pada perempuan dewasa. Volume ini bervariasi sesuai ukuran tubuh dan
berbanding terbalik dengan jumlah jaringan adiposa dalam tubuh. Volume ini juga
bervariasi sesuai perubahan cairan darah dan konsentrasi elektrolitnya (Sloane, 2003).
Lebih dari separuh bagian dari darah merupakan cairan (plasma), yang sebagian
besar mengandung garam-garam terlarut dan protein. Protein utama dalam plasma
adalah albumin. Protein lainnya adalah antibodi (imunoglobulin) dan protein
pembekuan. Plasma juga mengandung hormon-hormon, elektrolit, lemak, gula, mineral
dan vitamin. Selain menyalurkan sel-sel darah, plasma juga:
a. merupakan cadangan air untuk tubuh
b. mencegah mengkerutnya dan tersumbatnya pembuluh darah
c. membantu mempertahankan tekanan darah dan sirkulasi ke seluruh tubuh.
Bahkan yang lebih penting, antibodi dalam plasma melindungi tubuh melawan
bahan-bahan asing (misalnya virus, bakteri, jamur dan sel-sel kanker), ketika protein
pembekuan mengendalikan perdarahan. Selain menyalurkan hormon dan mengatur
efeknya, plasma juga mendinginkan dan menghangatkan tubuh sesuai dengan
kebutuhan (Sherwood,2002).
Pada dasarnya darah memiliki tiga fungsi utama yaitu membantu pengangkutan
zat-zat makanan, perlindungan atau proteksi dari benda asing, dan mengatur regulasi
kandungan air jaringan, pengaturan suhu tubuh, dan pengaturan pH. Terdapat tiga
macam unsur seluler darah, yaitu eritrosit, leukosit, dan trombosit.
1. Sel darah merah (eritrosit).
Menurut Sloane (2003), eritrosit merupakan diskus bikonkaf, bentuknya bulat
dengan lekukan pada sentralnya dan berdiameter 7,65 µm. Eritrosit terbungkus
dalam membran sel dengan permeabilitas tinggi. Membran ini elastis dan fleksibel,
sehingga memungkinkan eritrosit menembus kapiler (pembuluh darah terkecil).
Setiap eritrosit mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin, sejenis pigmen
pernapasan yang mengikat oksigen. Volume hemoglobin mencapai sepertiga
volume sel.
Eritrosit merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan 2 sel
lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir separuh dari volume darah. Sel
darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel darah merah
membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh.
Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan bahan limbah berupa
karbon dioksida, yang akan diangkut oleh sel darah merah dari jaringan dan kembali
ke paru-paru.
2. Sel darah putih (leukosit)
Jumlahnya lebih sedikit, dengan perbandingan sekitar 1 sel darah putih untuk
setiap 660 sel darah merah. Terdapat 5 jenis utama dari sel darah putih yang bekerja
sama untuk membangun mekanisme utama tubuh dalam melawan infeksi, termasuk
menghasilkan antibodi. Dibedakan berdasarkan ukuran, bentuk nukleus, dan ada
tidaknya granula sitoplasma. Sel yang memiliki granula sitoplasma disebut
granulosit sedangkan sel tanpa granula disebut agranulosit.
a. Granulosit
1) Neutrofil
Juga disebut granulosit karena berisi enzim yang mengandung granul-granul,
jumlahnya paling banyak. Neutrofil membantu melindungi tubuh melawan infeksi
bakteri dan jamur dan mencerna benda asing sisa-sisa peradangan. Ada 2 jenis
neutrofil, yaitu neutrofil berbentuk pita (imatur, belum matang) dan neutrofil
bersegmen (matur, matang).
Menurut Sloane (2003), neutrofil memiliki granula kecil berwarna merah
muda dalam sitoplasmanya. Nukleusnya memiliki tiga sampai lima lobus yang
terhubungkan dengan benang kromatin tipis. Diameternya mencapai 9 µm samapai
12 µm.
2) Eosinofil
Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar, dengan
pewarnaan oranye kemerahan. Sel ini memiliki nukleus berlobus dua, dan
berdiameter 12 µm sampai 15 µm. Berfungsi sebagai fagositik lemah. Jumlahnya
akan meningkat saat terjadi alergi atau penyakit parasit, tetapi akan berkurang
selama stress berkepanjangan. Selain itu eosinofil juga membunuh parasit, merusak
sel-sel kanker dan berperan dalam respon alergi.
3) Basofil
Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya tidak
beraturan dan akan berwarna keunguan sampai hitam serta memperlihatkan nukleus
berbentuk S. diameternya sekitar 12 µm sampai 15 µm. Basofil juga berperan dalam
respon alergi. Sel ini mengandung histamin.
b. Agranulosit
1) Limfosit
Limfosit merupakan sel utama pada sistem getah bening yang berbentuk
sferis, berukuran yang relatif lebih kecil daripada makrofag dan neutrofil. Selain itu,
limfosit bergaris tengah 6-8 µm, 20-30% dari leukosit darah, memiliki inti yang
relatif besar, bulat sedikit cekung pada satu sisi. Sitoplasmanya sedikit dan
kandungan basofilik dan azurofiliknya sedikit. Limfosit-limfosit dapat digolongkan
berdasarkan asal, struktur halus, surface markers yang berkaitan dengan sifat
imunologisnya, siklus hidup dan fungsi (Efendi, 2003).
Limfosit dibagi ke dalam 2 kelompok utama (Farieh, 2008):
1. Limfosit B berasal dari sel stem di dalam sumsum tulang dan tumbuh menjadi
sel plasma, yang menghasilkan antibodi
2. Limfosit T terbentuk jika sel stem dari sumsum tulang pindah ke kelenjar
thymus, dimana mereka mengalami pembelahan dan pematangan.
Di dalam kelenjar thymus, limfosit T belajar membedakan mana benda asing dan
mana bukan benda asing. Limfosit T dewasa meninggalkan kelenjar thymus dan
masuk ke dalam pembuluh getah bening dan berfungsi sebagai bagian dari sistem
pengawasan kekebalan.
2) Monosit
Monosit merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit normal,
diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering diameter mencapai 20 µm atau
lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda.
Sitoplasma relatif banyak dengan pulasan wrigh berupa bim abu-abu pada sajian
kering. Granula azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil.
Ditemui retikulim endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom sedikit, banyak
mitokondria. Aparatus Golgi berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen
dan mikrotubulus pada daerah identasi inti. Monosit terdapat dalam darah, jaringan
ikat dan rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik mononuclear (system
retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan
membrannya. Untuk imunoglobulin dan komplemen (Efendi, 2003).
3. Platelet (trombosit).
Merupakan paritikel yang menyerupai sel, dengan ukuran lebih kecil daripada
sel darah merah atau sel darah putih. Sebagai bagian dari mekanisme perlindungan
darah untuk menghentikan perdarahan, trombosit berkumpul dapa daerah yang
mengalami perdarahan dan mengalami pengaktivan. Setelah mengalami
pengaktivan, trombosit akan melekat satu sama lain dan menggumpal untuk
membentuk sumbatan yang membantu menutup pembuluh darah dan menghentikan
perdarahan. Pada saat yang sama, trombosit melepaskan bahan yang membantu
mempermudah pembekuan (Junquiera,1997)).
Sediaan apus darah adalah suatu sarana yang digunakan untuk menilai
berbagai unsure sel darah tepi, seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Selain itu
dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria,
mikrofilaria, dan lain-lain. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik
merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang terbaik
merupaka syarat mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik.
Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler
atau vena dengan atau tanpa EDTA. Sediaan yang disimpan tanpa difiksasi terlebih
dulu tidak dapat dipulas sebaik sediaan segar. Kebanyakan cara memulas sediaan
darah menggunakan prinsip Romanowski, seperti Wright, Giemsa, May-Grunwald-
Biemsa atau Wright-Giemsa (Murtiati dkk, 2010).
Hapusan Darah Tepi
Darah dapat dibuat preparat apus dengan metode supra vital yaitu suatu metode
untuk mendapatkan sediaan dari sel atau jaringan yang hidup. Sel-sel darah yang hidup
dapat mengisap zat-zat warna yang konsentrasinya sesuai dan akan berdifusi ke dalam
sel darah tersebut, selanjutnya zat warna akan mewarnai granula pada sel bernukleus
polimorf (Anonim, 2012).
Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai unsur
sel darah tepi seperti eritosit, leukosit, dan trombosit dan mencari adanya parasit seperti
malaria, tripanasoma, microfilaria dan lain sebagainya. Sediaan apus yang dibuat dan
dipulas dengan baik merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil yang baik
(Arjatmo Tjokronegoro, 1996).
Dasar dari pewarnaan Romanowsky adalah penggunaan dua zat warna yang
berbeda yaitu Azur B (Trimetiltionion) yang bersifat basa dan eosin y
(tetrabromoflurescein) yang bersifat asam. Azur B akan mewarnai komponen sel yang
bersifat asam seperti kromatin. DNA dan RNA. Sedangkan eosin y akan mewarnai
komponen sel yang bersifat basa seperti granula eosinofil dan hemoglobin. Ikatan eosin
y pada Azur B yang bergenerasi dapat menimbulkan warna ungu, dan keadaan ini
dikenal sebagai efek Romanowsky giemsa efek ini sangat nyata pada DNA tetapi tidak
pada RNA sehingga menimbulkan kontras antara inti yang berwarna untuk sitoplasma
yang berwarna biru (Arjatmo Tjokronegoro, 1996).
Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler
atau vena, yang dihapuskan pada kaca obyek. Pada keadaan tertentu dapat pula
digunakan darah EDTA. (Arjatmo Tjokronegoro, 1996)
Kriteria preparat yang baik :
1. Lebar dan panjangnya tidak memenuhi seluruh kaca benda sehingga masih ada
tempat untuk pemberian label.
2. Secara granulapenebalannya nampak berangsur-angsur menipis dari kepala ke arah
ekor.
3. Ujung atau ekornya tidak berbentuk bendera robek.
4. Tidak berulang-ulang karena bekas lemak ada di atas kaca benda.
5. Tidak terputus-putus karena gerakan gesekan yang ragu-ragu.
6. Tidak terlalu tebal (karena sudut penggeseran yang sangat kecil) atau tidak terlalu
tipis (karena sudut penggeseran yang sangat besar).
7. Pewarnaan yang baik (Imam Budiwiyono 1995).
Jenis Apusan darah :
1. Sediaan darah tipis
Ciri-ciri sediaan apus darah tipis yaitu lebih sedikit membutuhkan darah
untuk pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tebal, morfologinya
lebih jelas, dan perubahan pada eritrosit dapat terlihat jelas.
2. Sediaan darah tebal
Ciri-ciri sediaan apus darah tebal yaitu lebih banyak membutuhkan darah
untuk pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tipis, jumlah selnya lebih
banyak dalam satu lapang pandang, dan bentuknya tak sama seperti dalam sediaan
apus darah tipis (Imam Budiwiyono 1995).
Hasil Praktikum :
Keterangan serta gambar :
No Gambar Keterangan
1. Stab Netrofil
Keberadaan: Bentuk sel: oval atau bulat
Warna sitoplasma: pink
Bentuk inti: semicircular
Tipe kromatin: condensed
Nukleolus: tidak terlihat
2. Segmen Netrofil
Bentuk sel: oval atau bulat
Warna sitoplasma: pink
Bentuk inti: obulated (normall kurang
dari 5 lobus)
Tipe kromatin: condensed
Nukleolus: tidak terlihat
3. Limfosit
Bentuk: bulat, kadang-kadang oval
Warna sitoplasma: biru
Granularitas: tidak ada
Bentuk inti: bulat atau agak oval
Tipe kromatin: homogen, padat
Nukleolus: tidak terlihat, kadang-kadang
hampir tidak terlihat , satu nukleolus
kecil.
4. Monosit
Monosit khas dengan sitoplasma biru
lembayung yang berisi vakuola-vakuola
kecil.
5. Basofil
memiliki sejumlah granula sitoplasma
besar yang bentuknya tidak beraturan dan
akan berwarna keunguan sampai hitam
serta memperlihatkan nukleus berbentuk
S. diameternya sekitar 12 µm sampai 15
µm. Basofil juga berperan dalam respon
alergi. Sel ini mengandung histamin.
6. Eosinofil
Memiliki granula sitoplasma yang kasar
dan besar, dengan pewarnaan oranye
kemerahan. Sel ini memiliki nukleus
berlobus dua, dan berdiameter 12 µm
sampai 15 µm. Berfungsi sebagai
fagositik lemah. Jumlahnya akan
meningkat saat terjadi alergi atau
penyakit parasit, tetapi akan berkurang
selama stress berkepanjangan. Selain itu
eosinofil juga membunuh parasit,
merusak sel-sel kanker dan berperan
dalam respon alergi.
Pembahasan :
Praktikum mengenai sediaan apus darah kali ini bertujuan untuk mengamati dan
menilai berbagai unsure sel darah pada manusia seperti sel darah merah (eritrosit), sel
darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Berdasarkan Murtiati, dkk (2010),
sediaan apus darah juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti
malaria, microfilaria, dan lain-lain. Namun pada praktikum kali ini hanya dilakukan
pengamatan untuk mengetahui deskripsi bentuk dari berbagai sel darah dan menilai
persentase sel darah yang teramati.
Sediaan apus darah dilakukan dengan menggunakan bahan darah segar yang
berasal dari kapiler atau vena. Pertama yaitu menaruh darah ke kaca objek. Kemudian
menyentuhkan kaca penutup ke tetesan darah hingga darah melebar. Selanjutnya
membentuk sudut 450 dengan kaca penutup, lalu digerakkan ke kiri membentuk apusan
darah yang tidak terlalu tipis ataupun terlalu tebal karena jika terlalu tebal maka saat
pengamatan di bawah mikroskop akan terlihat tidak jelas karena sel darah bertumpuk.
Setelah mendapat sediaan yang bagus (tidak tebal dan tipis), maka
membiarkannya hingga kering, setelah itu meneteskan metanol ke atas sediaan hingga
bagian yang terlapisi darah tertutup semuanya dan membiarkannya selama 5 menit.
Fungsi metanol adalah untuk memfiksasi darah sehingga darah tidak hilang saat
diamati. Selanjutnya sediaan diteteskan dengan giemsa yang telah diencerkan dengan
air dan membiarkannya selama 20 menit dan membilasnya dengan air dan
mengeringkannya. Fungsi giemsa adalah untuk mewarnai darah sehingga mudah
dibedakan dan dapat terlihat jelas saat diamati. Waktu perendaman ini sebaiknya jangan
terlalu lama karena darah bisa tidak terlihat akibat pewarnaan yang terlalu pekat.
Selanjutnya setelah sediaan apus darah telah selesai, maka dilakukan
pengamatan dengan menggunakan mikroskop untuk memeriksa sediaan apus darah.
Sebelum pengamatan sediaan apus darah diteteskan minyak emersi terlebih dahulu,
tujuan pemberian minyak emersi ini yaitu untuk mencegah kerusakan pada mikroskop.
Dengan perbesaran lemah (10x), praktikan hanya melihat bulat-bulat kecil yang sangat
banyak dan belum terlihat jelas perbedaan antara leukosit, eritrosit dan trombosit.
Setelah menggunakan pembesaran 100x, praktikan menemukan ukuran eritrosit
yang kecil , berbentuk bulat bikonkaf tidak berinti, dan berwarna ungu bening. Warna
ungu ini akibat pewarnaan dengan giemsa, sehingga warna darah yang semula merah,
setelah diamati di mikroskop berubah menjadi ungu. Hal ini sesuai dengan literatur
yaitu eritrosit berbentuk cakram bikonkaf atau cakram pipih, sel tidak berinti dan tidak
punya organel seperti sel-sel lain.
Kemudian didapatkan beberapa jenis leukosit, mengidentifikasinya apakah
termasuk basofil, eosinofil, batang, neutrofil, limfosit ataupun monosit.. Penggolongan
leukosit menjadi 5 macam merupakan penggolongan berdasarkan ukuran sel, bentuk
nukleus, dan ada tidaknya granula sitoplasma sehingga perlu pengamatan yang lebih
teliti dan perbesaran mikroskop yang baik serta dapat pula dibantu dengan
menggunakan minyak emersi.
Berdasarkan referensi, sel neutrofil memiliki granula kecil berwarna merah
muda dalam sitoplasmanya. Nukleusnya memiliki tiga sampai lima lobus yang
terhubungkan dengan benang kromatin tipis. Sedangkan basofil memiliki sejumlah
granula sitoplasma besar yang bentuknya tidak beraturan dan akan berwarna keunguan
sampai hitam serta memperlihatkan nukleus berbentuk S. diameternya sekitar 12 µm
sampai 15 µm (Sloane, 2003).
Untuk kelompok leukosit yang merupakan agranulosit yaitu limfosit dan
monosit, diperoleh data berdasarkan refernsi bahwa limfosit bergaris tengah 6-8 µm,
20-30% dari leukosit darah, memiliki inti yang relatif besar, bulat sedikit cekung pada
satu sisi. Sitoplasmanya sedikit dan kandungan basofilik dan azurofiliknya sedikit
(Efendi, 2003). Sedangkan monosit merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari
jumlah leukosit normal, diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering diameter
mencapai 20 µm atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam
berbentuk tapal kuda (Efendi, 2003).
Menurut referensi yang kami peroleh, jenis sel darah putih yang paling banyak
adalah netrofil. Monosit berfungsi untuk membunuh bakteri, fungsi monosit ini sama
dengan neutrofil, hanya jumlahnya saja yang berbeda.
Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta
proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga yang memberikan tanggapan
pertama terhadap infeksi bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang
banyak menyebabkan adanya nanah. Eosinofil terutama berhubungan dengan infeksi
parasit, dengan demikian meningkatnya eosinofil menandakan banyaknya parasit.
Basofil terutama bertanggung jawab untuk memberi reaksi alergi antigen dengan jalan
mengeluarkan histamin kimia yang menyebabkan peradangan.
Kesimpulan :
Sediaan apus darah dilakukan dengan menggunakan bahan darah segar yang
berasal dari kapiler atau vena. Penggolongan leukosit menjadi 5 macam merupakan
penggolongan berdasarkan ukuran sel, bentuk nukleus, dan ada tidaknya granula
sitoplasma sehingga perlu pengamatan yang lebih teliti dan perbesaran mikroskop yang
baik serta dapat pula dibantu dengan menggunakan minyak emersi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2012, 'Hemoglobin dan Hapusan Darah Tepi', 23 Mei 2012.
Azalista 2013, 'Penentuan Kadar Hb', 14 Oktober 2013.
Hamzah, N 2012, 'Sediaan Apus Darah', 12 Mei 2012.
Sloane, E 2003, Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula, EGC, Jakarta.
Tirtama, A 2014, 'Pemeriksaan Hb Sahli', 21 Maret 2014.
Yulianis 2012, 'Hitung Jenis Leukosit (Differential Count) dan Evaluasi Hapusan Darah Tepi (HDT)', Mei 2012.
LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM EPIDEMIOLOGI
UNTUK PEMERIKSAAN HAPUSAN DARAH
DAN SPECIMEN URINE
OLEH :
KELOMPOK 01
ANA SETYARINI (101.311.123.057)
ALIH JENIS – 2A
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2014