lab

47
PEMERIKSAAN FISIS URINE TUJUAN PRAKTIKUM : 1. Menilai warna urine 2. Menilai kejernihan urine 3. Melakukan pemeriksaan pH urine 4. Melakukan pemeriksaan BJ urine PENJELASAN : 1. Menilai Warna Urine Hasil Praktikum : Dari hasil praktikum kelompok 1 untuk penilaian warna urine menunjukkan bahwa urine berwarna kuning. Pembacaaan Hasil : Tidak berwarna, kuning muda, kuning, kuning tua, kuning kemerahan, merah, putih serupa susu. Pembahasan : Pemeriksaan urine merupakan suatu pemeriksaan guna membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit. Normalnya,urine yang dikeluarkan dari dalam tubuh seseorang yang normal sekitar 5 liter/hari. Banyaknya air yang diminum dan keadaan suhu mempengaruhi banyaknya urine yang kita keluarkan. Apabila suhu udara dingin, pembentukan urine meningkat sedangkan jika suhu panas, pembentukan urine sedikit.Warna urine secara umumnya berwarna kuning. Warna kuning pada urine dipengaruhi oleh zat warna empedu yang mengandung bilirubin dan biliverdin. Warna urine juga tergantung dari jumlah urine

Upload: anna-blind-street

Post on 27-Dec-2015

35 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lab

PEMERIKSAAN FISIS URINE

TUJUAN PRAKTIKUM :

1. Menilai warna urine

2. Menilai kejernihan urine

3. Melakukan pemeriksaan pH urine

4. Melakukan pemeriksaan BJ urine

PENJELASAN :

1. Menilai Warna Urine

Hasil Praktikum :

Dari hasil praktikum kelompok 1 untuk penilaian warna urine menunjukkan

bahwa urine berwarna kuning.

Pembacaaan Hasil :

Tidak berwarna, kuning muda, kuning, kuning tua, kuning kemerahan, merah, putih

serupa susu.

Pembahasan :

Pemeriksaan urine merupakan suatu pemeriksaan guna membantu menegakkan

diagnosa suatu penyakit. Normalnya,urine yang dikeluarkan dari dalam tubuh seseorang

yang normal sekitar 5 liter/hari. Banyaknya air yang diminum dan keadaan suhu

mempengaruhi banyaknya urine yang kita keluarkan. Apabila suhu udara dingin,

pembentukan urine meningkat sedangkan jika suhu  panas, pembentukan urine

sedikit.Warna urine secara umumnya berwarna kuning. Warna kuning pada urine

dipengaruhi oleh zat warna empedu yang mengandung  bilirubin dan biliverdin. Warna

urine juga tergantung dari jumlah urine yang dikeluarkan. Apabila urine encer

warnanya kuning pucat, apabila urine lebih kental maka warnanya kuning pekat dan

urine yang segar berwarna kuning jernih. Selain itu konsumsi makanan dan obat –

obatan juga akan mempengaruhi warna urine.

Pada praktikum ini memeriksa warna sampel urine. Langkah pertama adalah

memasukkan ± 100 ml sampel urin pada tabung reaksi, kemudian diamati. Pada sampel

urine yang kami periksa warna urine adalah kuning, hal tersebut menunjukkan bahwa

urine sampel dalam keadaan normal. Perubahan warna pada urine bisa disebabkan oleh

Page 2: Lab

keadaan patologis dan non-patologis. Keadaan non-patologis bisa disebabkan oleh

makanan atau obat-obatan.

Kesimpulan :

Dapat disimpulkan bahwa dari hasil praktikum urine yang berwarna kuning

menunjukkan bahwa urine dalam keadaan normal yaitu kuning. Perubahan warna pada

urine bisa disebabkan oleh keadaan patologis dan non-patologis. Keadaan non-patologis

bisa disebabkan oleh makanan atau obat –obatan.

2. Menilai kejernihan urine

Hasil Praktikum :

Dari hasil praktikum kelompok 1 untuk penilaian kejernihan urine menunjukkan

bahwa urine jernih.

Pembacaan Hasil :

Menyatakan kejernihan urine sbb : jernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh.

Pembahasan :

 Uji kejernihan urine sama seperti uji warna. Nyatakan keadaan urine dengan

salah satu dari : jernih, agak keruh, atau sangat keruh. Perlu diperhatikan apakah urine

yang dianalisis itu keruh pada saat dikeluarkan atau setelah dibiarkan beberapa lama.

Tidak semua macam kekeruhan menunjukan sifat abnormal. Urine yang normalpun

akan keruh jika dibiarkan atau didinginkan, kekeruhan ringan itu disebut nubecula dan

terjadi dari lendir, sel-sel epitel dan leukosit yang lambat laun mengendap.

Sebab-sebab urine menjadi keruh :

Bila urine keruh sejak awal ditampung, kemungkinan adanya fosfat yang cukup

banyak (dari konsumsi makanan), adanya bakteri, sel-sel epitel atau sel eritrosit dan

leukosit, chylus yang berasal dari adanya butir-butir lemak atau adanya zat-zat

koloidal lain.

Bila urine menjadi keruh setelah didiamkan, kemungkinan adanya nubecula, urat-

urat amorf, fosfat-fosfat amorf, adanya bakteri yang bukan berasal dari dalam badan

namun terdapat pada botol penampung.

Pada praktikum ini pemeriksaan kejernihan sama dengan warna urine. Langkah

pertama adalah memasukkan ± 100 ml sampel urine pada tabung reaksi, kemudian

diamati. Pada sampel urine yang kami periksa untuk kejernihan urine yaitu jernih dan

tidak keruh, hal tersebut menunjukkan bahwa urine sampel dalam keadaan normal.

Kesimpulan :

Page 3: Lab

Disimpulkan bahwa dari hasil praktikum kejernihan urine menunjukkan urine

dalam keadaan normal yaitu jernih dan tidak semua macam kekeruhan menunjukan sifat

abnormal. Urine yang normalpun akan keruh jika dibiarkan atau didinginkan,

kekeruhan ringan itu disebut nubecula dan terjadi dari lendir, sel-sel epitel dan leukosit

yang lambat laun mengendap.

3. Melakukan pemeriksaan pH urine

Hasil Pemeriksaan :

Dari hasil praktikum kelompok 1 untuk pemeriksaan pH urine yaitu

Sampel Perlakuan Hasil

Urine + Kertas Nitrasin pH Urine : 5

Pembacaan Hasil :

pH urine normal 4,5 – 7,5

Pembahasan :

Pengukuran pH dilakukan dengan cara memasukkan kertas nitrazin ke dalam

urine. Kemudian ditunggu hingga kering, setelah mengering kertas nitrazin dicocokkan

dengan warna standart. Dari hasil pengukuran diketahui bahwa pH yang terdapat pada

urine adalah 5. pH urine orang sehat berkisar antara 4,5 hingga 7,5. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa pH urine adalah normal. Derajat keasaman atau pH urine dapat

dipengaruhi oleh asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi. Orang yang banyak

mengkonsumsi protein urinenya asam, namum urine pada vegetarian lebih basa. Urine

asam biasanya terdapat pada penyakit asidosis, diabetes mellitus, kelaparan, diare dan

penyakit febris. Urine alkalis biasanya terdapat pada alkalosis, muntah-muntah yang

hebat dan infeksi traktus urinalis (kistisis).

Page 4: Lab

Kesimpulan :

Disimpulkan bahwa dari hasil praktikum pH urine menunjukkan dalam keadaan

normal yaitu 5. pH urine seseorang berbeda-beda tergantung pada makanan atau

minuman yang dikonsumsi dan keadaan fisiologis tubuhnya.

4. Melakukan pemeriksaan BJ urine

Hasil Pemeriksaan :

Dari hasil praktikum kelompok 1 untuk pemeriksaan BJ urine yaitu :

Sebelum dipakai, urometer ditera terhadap aquadest (BJ 1,000)

dan urometer ditera terhadap air hasilnya BJ 0,995 (adanya penyimpangan), maka

pembacaan sampel harus ditambah 0,005

BJ air = 0,995

BJ urine = 1,024

jadi hasil akhir yaitu 1,024 + 0,005 = 1,029

Pembacaan Hasil :

Normal dari BJ urine adalah 1,003-1,030.

Pembahasan :

Pengukuran berat jenis urine bertujuan untuk mengetahui fungsi pemekatan atau

pengenceran oleh ginjal dan komposisi urine itu sendiri. Berat jenis merupakan

barometer untuk mengukur jumlah solid yang larut, berat jenis urine sangat erat

hubungannya dengan diuresis, makin besar diuresis, makin rendah berat jenisnya dan

sebaliknya makin kecil diuresis, makin besar berat jenisnya. Makin pekat urine makin

tinggi berat jenisnya, jadi berat jenis bertalian dengan faal pemekat ginjal. Urine

sewaktu yang mempunyai berat jenis 1,020 atau lebih, menunjukkan bahwa faal

pemekat ginjal baik. Keadaan ini dapat dijumpai pada penderita dengan demam dan

dehidrasi. Sedangkan berat jenis urine kurang dari 1,009 dapat disebabkan oleh intake

cairan yang berlebihan, hipotermi, alkalosis, dan kegagalan ginjal yang menahun.

Berat jenis urine 24 jam dari orang normal biasanya berkisar antara 1,016-1,022.

Batas urine sewaku-waktu dan urine pagi antara 1,003-1,030. Jika berat jenis urine lebih

besar dari 1,030 memberi isyarat akan kemungkinan glikosuria. Pada pengujian berat

jenis urine dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut tabung gelas urinometer

dan urinometer. Hal pertama yang dilakukan adalah menera urinometer dengan

menggunakan aquadest/air, tujuannya untuk mengkalibrasi alat sehingga didapatkan

data yang valid.

Page 5: Lab

Urinometer dimasukkan ke dalam aquadest/air dan diputar, pengukuran

dilakukan dengan pembacaan meniskus. Air memiliki berat jenis 1,000. Jadi jika hasil

akhir yang didapatkan 1,000 maka urinometer siap digunakan, jika kurang dari 1,000

(misal 0,995) maka  pada hasil akhir ditambah dengan nominal kekurangan tersebut

(ditambah 0,005). Selanjutnya, tabung gelas urometer diisi dengan urine hingga ¾

bagian. Selanjutnya dilakukan pengujian pada urine sampel dengan cara urinometer

dimasukkan dan diputar dalam urine sampel, setelah urinometer stabil, lalu  pengukuran

dilakukan dengan membaca meniskus dan dilakukan pada tempat yang datar agar tidak

mempengaruhi hasil pengukuran. Tiap garis pada meniskus mewakili 0,001. Pada

percobaan kali ini urine tidak dilakukan pengenceran urine sehingga tidak perlu

mengkalikan hasil akhir dengan faktor pengenceran, didapatkan BJ 1,029 dan hasilnya

normal

Kesimpulan :

Disimpulkan bahwa dari hasil praktikum BJ urine menunjukkan dalam keadaan

normal yaitu 1,029 dengan faal pemekatan ginjal baik. Makin pekat urine makin tinggi

berat jenisnya, jadi berat jenis bertalian dengan faal pemekat ginjal. Urine yang

mempunyai berat jenis 1,020 atau lebih, menunjukkan bahwa faal pemekat ginjal baik,

dijumpai pada penderita dengan demam dan dehidrasi. Sedangkan berat jenis urine

kurang dari 1,009 disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan, hipotermi, alkalosis,

dan kegagalan ginjal yang menahun.

PEMERIKSAAN PROTEIN URINE

DENGAN REAKSI HELLER (KUALITATIF)

Page 6: Lab

Prinsip Kerja :

Protein dengan penambahan Asam Nitrat pekat akan terjadi denaturasi −> terbentuk cincin

putih.

Hasil Pemeriksaan :

Dari hasil praktikum kelompok 1 untuk pemeriksaan protein urine yaitu

Sampel Perlakuan Hasil

5 ml Urine + Asam

Nitrat Pekat

Menuangkan Asam Nitrat pekat

pelan – pelan melalui dinding

tabung sehingga terbentuk dua

lapisan.

Negatif : tidak

terbentuk cincin putih

pada perbatasan kedua

lapisan tersebut

Pembacaan Hasil :

Negatif : tidak terbentuk cincin putih pada perbatasan kedua lapisan tersebut

Positif : terbentuk cincin pada perbatasan kedua lapisan tersebut

Pembahasan :

Protein biasanya tidak ditemukan dalam urine. Demam, olahraga keras,

kehamilan, dan beberapa penyakit dapat menyebabkan protein berada dalam urine.

Kondisi di mana terdapat protein di dalam urin disebut proteinuria. Albumin adalah

jenis protein yang lebih kecil dari protein lainnnya dan keberadaannya dalam urin

mengindikasikan tahap awal kerusakan ginjal. Keberadaan albumin dalam urin disebut

albuminuria. Kondisi lain yang dapat menyebabkan proteinuria adalah gangguan yang

meningkatkan protein dalam darah, seperti multiple myeloma, kerusakan sel-sel darah

merah, peradangan, keganasan (kanker), atau cedera pada saluran kemih.

Uji ini dilakukan dengan mencampurkan urine dengan HNO3 pekat sehingga

hasilnya akan terbentuk cincin yang berwarna putih pada permukaan larutan. Hal ini

menandakan bahwa di dalam urine terkandung albumin (protein). Urine pecah

kemudian mengalami denaturasi oleh HNO3. Protein albumin jika terkena asam pekat

(HNO3) akan terjadi denaturasi protein di permukaan, tetapi jika berlangsung lama,

denaturasi akan berlangsung terus-menerus sampai cincin putih menghilang     .   

Hasil dari praktikum tentang pemeriksaan protein terhadap urine menggunakan tes

heller yaitu dengan penambahan asam nitrat pekat pada urine yang jika terdapat protein

akan membentuk suatu lapisan terpisah dan ditunjukkan dengan terbentuknya cincin

putih. Namun, hasil pemeriksaan dengan menggunakan tes heller menunjukkan hasil

Page 7: Lab

pemeriksaan yang negatif (-) karena urine yang diperiksa tidak ada endapan dan tidak

terbentuknya cincin putih. Hal ini menunjukkan bahwa urin yang diperiksa tidak

menyatakan adanya protein.

Kesimpulan :

Disimpulkan bahwa dari hasil praktikum untuk protein urine menunjukkan hasil

negatif artinya tidak terbentuk cincin putih pada perbatasan kedua lapisan tersebut. Protein

biasanya tidak ditemukan dalam urine. Demam, olahraga keras, kehamilan, dan beberapa

penyakit dapat menyebabkan protein berada dalam urine. Protein di dalam urin disebut

proteinuria. Albumin adalah jenis protein yang lebih kecil dari protein lainnnya

dan keberadaannya dalam urin mengindikasikan tahap awal kerusakan ginjal.

PEMERIKSAAN GLUKOSE URINE

DENGAN CARA FEHLING

Page 8: Lab

Prinsip Kerja :

Dalam suasana alkali, glucose mereduksi cupri −> cupro.

Cupro oxid mengendap dan berwarna merah.

Hasil Praktikum :

Sampel Perlakuan Hasil

2 ml Reagen Fehling A +

2 ml Reagen Fehling B +

1 ml Urine.

Dipanaskan dengan api

kecil, posisi miring 450C

sampai mendidih.

Positif 1 : Keruh,

warna hijau atau agak

kuning.

Pembacaan Hasil :

Negatif : Tetap biru atau hijau jernih

+ : Keruh, warna hijau atau agak kuning

++ : Kuning kehijauan dengan endapan kuning

+++ : Kuning kehijauan dengan endapan merah

++++ : Merah jingga sampai merah bata

Pembahasan :

Pemeriksaan kadar glukosa pada urine adalah penting untuk tes adanya

glukosuria. Pada orang normal tidak ditemukan adanya glukosa dalam urine.

Glukosuria dapat terjadi karena peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi

kapasitas maksimum tubulus untuk mereabsorpsi glukosa. Hal ini dapat ditemukan pada

kondisi diabetes mellitus, tirotoksikosis, sindroma Cushing,  phaeochromocytoma,

peningkatan tekanan intrakranial atau karena ambang rangsang ginjal yang menurun

seperti pada renal glukosuria, kehamilan dan sindroma Fanconi.

Pemeriksaan glukosa urine dapat melalui dua cara, yaitu tes reduksi dan

enzimatik. Tes reduksi terdiri dari fehling, benedict dan clinitest tablet. Sedangkan  tes

enzimatik meliputi tes glucose oxidase dan hexokinase. Pada praktikum kali ini

digunakan dengan metode fehling dengan prinsip bahwa dalam suasana alkali, glukosa

mereduksi cupri menjadi cupro kemudian membentuk Cu2O yang mengendap dan

berwarna merah. Intensitas warna merah dari ini secara kasar menunjukkan kadar

glukosa dalam urine yang diperiksa.

Page 9: Lab

Pada pemeriksaan kadar karbohidrat diawali dengan mencampurkan 2 ml fehling

A dan 2 ml fehling B dalam satu tabung reaksi dan kemudian menambahkannya dengan

1 ml urine yang akan diperiksa. Setelah itu dipanaskan dengan api kecil dan tunggu

hingga mendidih. Setelah mendidih, tunggu hingga dingin dan kemudian hasil dapat

diinterpretasi.

Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan hasil bahwa terdapat kandungan glukosa

pada urine sampel yaitu positif 1 (+). Hal tersebut dapat diketahui dari adanya

perubahan warna pada urine, yang awalnya berwarna biru karena adanya fehling A dan

fehling B, berubah menjadi warna hijau keruh (+).

Namun hasil positif pada pemeriksaan kadar glukosa ini tidak dapat dijadikan

pedoman bahwa sampel menderita penyakit Diabetes Mellitus. Hasil  positif bisa juga

disebabkan karena sebelum dilakukan pemeriksaan, sampel mengkonsumsi makanan

sehingga kadar glukosa dalam darah masih tinggi. Selain itu dalam suatu penelitian

diketahui bahwa hasil positif pada pemeriksaan dengan metode reduksi yang

menghasilkan hasil positif tidak selalu berarti pasien menderita Diabetes Melitus. Hal

ini dikarenakan pada penggunaan cara reduksi dapat terjadi hasil positif palsu pada

urine yang disebabkan karena adanya kandungan bahan reduktor selain glukosa. Bahan

reduktor yang dapat menimbulkan reaksi positif palsu tersebut antara lain : galaktosa,

fruktosa, laktosa, pentosa, formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti streptomycin,

salisilat, dan vitamin C. Oleh karena itu perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk

memastikan jenis gula pereduksi yang terkandung dalam sampel urine. Hal ini

dikarenakan hanya kandungan glukosa yang mengindikasikan keberadaan  penyakit

diabetes. Penggunaan cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan dengan cara reduksi.

Kesimpulan :

Disimpulkan bahwa dari hasil praktikum untuk pemeriksaan glucose dalam urine

menunjukkan hasil positif 1. Hasil positif pada pemeriksaan kadar glukosa tidak dapat

dijadikan pedoman bahwa sampel menderita penyakit Diabetes Mellitus. Hasil  positif

bisa juga disebabkan karena sebelum dilakukan pemeriksaan, sampel mengkonsumsi

makanan sehingga kadar glukosa dalam darah masih tinggi.

PEMERIKSAAN BILIRUBIN URINE

Page 10: Lab

DENGAN METODE HARRISON

Prinsip Kerja :

Bilirubin dapat mereduksi Ferri chloride menjadi senyawa yang berwarna hijau.

Bilirubin diendapkan dalam urine oleh larutan BaCl2

Hasil Praktikum :

Sampel Perlakuan Hasil

5 ml Urine + 3 ml

larutan BaCl2 10%

Hasil endapan pada kertas

saring ditetesi 1 – 2 tetes

reagen fouchet.

Negatif : Tidak terjadi

perubahan warna

Pembacaan Hasil :

Negatif : Tidak terjadi perubahan warna

Positif : Terjadi warna hijau yang makin lama makin jelas

Pembahasan :

Pada praktikum urinalisis pemeriksaan kimia urine, salah satunya dilakukan

percobaan pemeriksaan bilirubin. Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari

perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel

retikuloendotel. Disamping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat

lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air, bilirubin yang

disekresikan dalam darah harus diikatkan albumin untuk diangkut dalam plasma

menuju hati. Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan dan mengkonjugasinya dengan

asam glukoronat sehingga bersifat larut air, sehingga disebut bilirubin direk atau

bilirubin terkonjugasi. Bilirubin direk adalah bilirubin bebas yang  bersifat larut dalam

air sehingga dalam pemeriksaan mudah bereaksi. Bilirubin terkonjugasi adalah bilirubin

bebas yang terikat albumin. Bilirubin yang larut dalam air masuk ke dalam saluran

empedu dan diekskresikan ke dalam usus. Didalam usus oleh flora usus bilirubin diubah

menjadi urobilinogen yang tak berwarna dan larut air, urobilinogen mudah dioksidasi

menjadi urobilirubin yang berwarna. Sebagian terbesar dari urobilinogen keluar tubuh

bersama tinja, tetapi sebagian kecil diserap kembali oleh darah vena porta dikembalikan

ke hati. Urobilinogen yang demikian mengalami daur ulang, keluar lagi melalui

empedu. Ada sebagian kecil yang masuk dalam sirkulasi sistemik, kemudian

urobilinogen masuk ke ginjal dan diekskresi bersama urine.

Page 11: Lab

Prinsip dari pemeriksaan bilirubin, yaitu BaCl2 bereaksi dengan sulfat dalam

urine dan membentuk endapan BaSO4 dan bilirubin menempel pada molekul ini. Dan

bilirubin dapat mereduksi ferilklorida menjadi senyawa yang  berwarna hijau.

Prosedur yang dilakukan untuk pemeriksaan bilirubin adalah dengan mengambil

3 ml urine, dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambah 3 ml BaCl2. Lalu ditunggu

sampai terbentuk endapan. Selanjutnya endapan disaring menggunakan kertas saring

dan filtrate ditampung dalam tabung reaksi lain. Kemudian kertas saring dibuka dan

endapannya ditetesi dengan reagen fouchet sebanyak 1-2 tetes. Selanjutnya diamati

perubahan warna pada endapan yang telah ditetesi reagen fouchet. Setelah diamati,

warna endapan tidak terjadi perubahan warna yang berarti negatif. Normalnya bilirubin

memang ada di dalam urine, namun dalam jumlah sangat sedikit sehingga tidak dapat

terdeteksi melalui pemeriksaan rutin.

Kesimpulan :

Disimpulkan bahwa dari hasil praktikum untuk pemeriksaan bilirubin urine

menunjukkan hasil negatif artinya tidak terjadi perubahan warna. Normalnya bilirubin

memang ada di dalam urine, namun dalam jumlah sangat sedikit sehingga tidak dapat

terdeteksi melalui pemeriksaan rutin.

PEMERIKSAAN UROBILINOGEN URINE

Page 12: Lab

DENGAN WALLACE – DIAMOND TEST

Prinsip Kerja :

Urobilinogen dengan penambahan Paradimethylamino benzaldehide akan membentuk

warna Cherry red (merah).

Hasil Praktikum :

Sampel Perlakuan Hasil

3 ml Urine + 0,5 ml Reagen

Ehrlich

Didiamkan selama 5

menit

Normal : Merah mudah dan

agak pink

Pembacaan Hasil :

Normal : Merah mudah dan agak pink

Abnormal : Warna merah yang terjadi Nampak betul Urobilin mengikat cherry

red

Pembahasan :

Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar

menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang

melebehi batas kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi.

Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik

hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar

(toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar), penyakit jantung

dengan bendungan kronik, obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit. 

Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat

disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan

sejumlah kecil urobilinogen. Urobilinogen urine menurun dijumpai pada ikterik

obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati yang parah (jumlah empedu yang dihasilkan

hanya sedikit), penyakit inflamasi yang parah, kolelitiasis, diare yang berat. Normal

urobilinogen ada dalam urine ± 1-4 mg/hari. Urobilinogen ditemukan tinggi pada

keadaan anemia,kelaian hati dan Urobilinogen ditemukan rendah pada keadaan ganguan

ekskresi

Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan urobilinogen urine. Adanya

urobilinogen dalam urin akan dioksidasi oleh reagen Erlich menjadi zat berwarna

merah. Prosedur yang dilakukan yaitu 5ml urin ditambah 0,5 reagen Erlich dibiarkan 5

Page 13: Lab

menit sampai terjadi warna merah dilihat dari atas permukaan tabung. Yang didapatkan

setelah menunggu 5 menit yaitu warna merah mudah dan agak pink dan hasilnya

normal.

Kesimpulan :

Disimpulkan bahwa dari hasil praktikum untuk pemeriksaan urobilinogen urine

menunjukkan hasil normal yaitu merah muda dan agak pink. Orang yang sehat dapat

mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen. Normal urobilinogen ada dalam urine ± 1-4

mg/hari. Urobilinogen ditemukan tinggi pada keadaan anemia, kelaian hati dan

Urobilinogen ditemukan rendah pada keadaan gangguan ekskresi.

DAFTAR PUSTAKA

Page 14: Lab

Andrias, D 2013, 'Hasil Urobilinogen Positif', 2013.

Anonim 2012, 'Hemoglobin dan Hapusan Darah Tepi', 23 Mei 2012.

Azalista 2013, 'Penentuan Kadar Hb', 14 Oktober 2013.

Azharadi 2012, 'Analisis Urine', 28 April 2012.

Hamzah, N 2012, 'Sediaan Apus Darah', 12 Mei 2012.

Rahmawati, M 2014, 'Pemeriksaan Fisis dan Kimiawi', 10 Oktober 2014.

Salma, D 2012, 'Bagaimana Memahami Hasil Tes Urine Anda', 08 Januari 2012.

Sloane, E 2003, Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula, EGC, Jakarta.

Tirtama, A 2014, 'Pemeriksaan Hb Sahli', 21 Maret 2014.

Wadhy 2011, 'Cara Menganalisa hasil Laboratorium Urine', 24 Februari 2011.

Yulianis 2012, 'Hitung Jenis Leukosit (Differential Count) dan Evaluasi Hapusan Darah Tepi (HDT)', Mei 2012.

Page 15: Lab

Pemeriksaan Specimen

Darah

Page 16: Lab

Pemeriksaan Specimen Urine

PEMERIKSAAN KADAR HAEMOGLOBIN

(MENURUT SAHLI)

Tujuan Praktikum :

1. Memeriksa kadar haemoglobin dengan metode sahli

2. Menganalisa kadar haemoglobin dengan metode sahli

Hasil Praktikum :

Sampel Perlakuan Hasil

Darah kapiler atau darah vena

+ Hemoglobinometer sahli +

HCl 0,1 N + aquadest

Didapatkan hasil : 8 gr %

Page 17: Lab

Pembacaan Hasil :

Harga normal (menurut Dasie)

Dewasa laki – laki : 13,5 – 18,0 gr %

Wanita : 11,5 – 16,5 gr %

Bayi (< bulan) : 13,6 – 19,6 gr %

Umur 3 bulan : 9,5 – 12,5 gr %

1 tahun : 11 – 13 gr %

12 tahun : 11,5 – 14,8 gr %

Pembahasan :

Hemoglobin berperan penting dalam mempertahankan bentuk sel darah merah dan

memberi warna merah pada darah. Struktur hemoglobin yang abnormal bisa

mengganggu  bentuk sel darah merah dan menghambat fungsi dan aliran darah

melewati pembuluh darah. Pemeriksaan hemoglobin dalam darah mempunyai peranan

yang penting dalam diagnosa suatu penyakit, karena hemoglobin merupakan salah satu

protein khusus yang ada dalam sel darah merah dengan fungsi khusus yaitu mengangkut

O2 ke jaringan dan mengembalikan CO2 dari jaringan ke paru-paru. Kegunaan dari

pemeriksaan hemoglobin ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya gangguan kesehatan

pada pasien, misalnya kekurangan hemoglobin yang biasa disebut anemia atau

kelebihan hemoglobin yang sering disebut polistemia. Hemoglobin bisa saja berada

dalam keadaan terlarut langsung dalam plasma. Akan tetapi kemampuan hemoglobin

untuk mengikat oksigen tidak bekerja secara maksimum sehingga mempengaruhi

kesehatan. 

Kadar hemoglobin dalam darah dapat ditentukan dengan berbagai macam cara

atau metode. Dari sekian banyak metode yang ada, pada praktikum kali ini dipraktikkan

metode Sahli. Metode Sahli termasuk metode yang tepat dalam mengukur besarnya

kadar hemoglobin karena didasarkan atas analisa kandungan besi dari molekul

hemoglobin. Metode ini pula didasarkan pada pengamatan secara langsung pada warna

darah dan menyamakan dengan batang standar buatan pada haemometer sahli.

Penetapan Hb metode Sahli ini didasarkan atas pembentukan hematin asam

setelah darah ditambah dengan larutan HCl 0.1 N kemudian diencerkan dengan

aquadest. Digunakannya HCl karena asam klorida merupakan asam monoprotik yang

paling sulit menjalani reaksi redoks. Ia juga merupakan asam kuat yang paling tidak

berbahaya untuk ditangani dibandingkan dengan asam kuat lainnya. Walaupun asam, ia

Page 18: Lab

mengandung ion klorida yang tidak reaktif dan tidak beracun. Oleh karena alasan inilah,

asam klorida merupakan reagen pengasam yang sangat baik.

Darah yang digunakan dalam pemeriksaan kali ini adalah darah EDTA, atau darah

yang telah ditambahkan antikoagulan, sehingga darah tidak mengalami pembekuan

selama  proses pemeriksaan. Pengambilan darah dari tabung sampel dilakukan dengan

pipet Sahli yang berukuran 20 uL dibantu dengan alat penyedot, mengingat darah

merupakan spesimen infeksius maka penyedotan sama sekali tidak disarankan

menggunakan mulut selain itu pada  pengambilan darah ini harus teliti agar tidak ada

gelembung udara di dalam pipet yang dapat mempengaruhi volume pemipetan. Selain

itu untuk menghindari kesalahan akibat volume yang kurang tepat, setelah dikeluarkan

dari tabung wadah darah dan ketika akan dimasukkan ke dalam tabung sahli, terlebih

dahulu bagian luar pipet sahli yang masih berisi bekas darah dibersihkan dengan tisu.

Setelah 20 uL darah dicampurkan dengan HCl, sampel dihomogenkan dengan batang

kaca pengaduk yang telah tersedia dalam alat haemometer sahli sampai benar-benar

homogen, setelah itu larutan didiamkan selama kurang lebih 1 menit. Jangka waktu ini

diberikan dengan maksud agar pembentukan senyawa hematin asam terbentuk dengan

sempurna, jika lebih dari jangka waktu ini akan menyebabkan kerusakan senyawa

hematin asam yang terbentuk, sedangkan jika kurang dari  batas waktu yang ditentukan

maka pembentukan asam hematin belum berjalan sempurna. Setelah 1 menit, untuk

menyamakan warna larutan asam hematin yang terbentuk dengan kaca standar

digunakanlah aquadest. Alasan digunakannya aquades karena aquades  bersifat netral.

Setiap penambahan akuades hendaknya dilakukan penghomogenisasian menggunakan

batang  pengaduk agar warna yang terbentuk merata dan tidak melewati batas standar,

yang akan mengakibatkan kesalahan pembacaan hasil.

Setelah warna larutan asam hematin sama dengan warna batang kaca standar,

maka dapat dibaca kadar hb. Pembacaan hasil dilakukan pada lingkungan kerja yang

terang atau cukup sinar agar pengamatan jelas.

Pada kegiatan praktikum kali ini telah dilakukan uji sampel kepada dengan data

sebagai berikut :  

Nama : Mrs. X

Jenis kelamin : Perempuan

Golongan Usia : Dewasa

Dari kegiatan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil kadar hemoglobin berada

di bawah nilai rujukan untuk perempuan dewasa. Nilai rujukan untuk perempuan

Page 19: Lab

dewasa berada dalam kisaran 11,5 – 16,5 gr %, sedangkan kadar hemoglobin pasien

sebesar 8 g%. Berdasarkan teori yang ada dapat dicurigai bahwa pasien menderita

anemia. Untuk mengetahui penyebab anemia pada pasien sebaiknya dilakukan

pemeriksaan lanjutan yang terkait. Adapun hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil

pemeriksaan hemoglobin, antara lain sebagai berikut :

1. Reagen Reagen yang digunakan harus diketahui nomor lisensi kadaluarsanya, karena

jika  batas kadaluwarsanya lewat akan mempengaruhi hasil pemeriksaan sehingga

hasil  pemeriksaan menjadi tidak valid, keutuhan wadah atau botol atau cara

transportasi dan penyimpanannya juga harus diperhatikan karena mempengaruhi

kualitas reagen yang secara tidak langsung akan mempengaruhi hasil pemeriksaan

2. Metode Jika metode yang digunakan tidak dilaksanakan dengan benar sesuai

prosedur maka hasil pemeriksaan juga akan dipengaruhi.

3. Bahan pemeriksaan Bahan pemeriksaan meliputi; cara pengambilan spesimen,

pengiriman spesimen,  penyimpanan spesimen, dan persiapan sampel. Jika tahapan-

tahapan tersebut dilakukan dengan salah maka dapat dipastikan juga akan dapat

mempengaruhi hasil  pemeriksaan

4. Lingkungan Dalam hal ini dapat berupa ; keadaan ruang kerja, cahaya, suhu kamar,

kebisingan, luas dan tata ruang, karena keadaan-keadaan ini dapat mempengaruhi

sinar yang diterima oleh mata yang secara langsung dpat mempengaruhi pembacaan

hasil pemeriksaan.

5. Tenaga labratorium. Tenaga laboratorium dalam hal ini petugas yang mengerjakan

pemeriksaan memiliki kemampuan untuk membedakan warna yang tidak sama satu

sama lainnya, sehingga biasanya antara petugas satu dengan yang lainnya dapat

membaca hasil  pemeriksaan secara berbeda Angka kesalahan metode sahli ini

mencapai 5 – 10%, karena :

Faktor Alat

- Alat sukar distandarisasi

- Volume pipet kurang tepat

- warna kaca standar berubah

- kadar larutan HCl kurang tepat

Faktor petugas :

- pengambilan darah yang salah

- pemipetan

- Tidak tepat mengambil 20 µl darah

Page 20: Lab

- Pengadukan

- Penglihatan petugas

- Tidak memperhatikan waktu yang seharusnya berlalu untuk mengadakan

pembandingan warna.

- Ada gelembung udara di permukaan pada waktu membaca.

- Membandingkan warna pada cahaya yang kurang terang.

- Menggunakan tabung pengencer yang tidak diperuntukan alat yang dipakai

Faktor Metode

- Metode Sahli ini memiliki Risiko kesalahan yang besar besar mencapai 10 %

- Pengerjaan masih manual sehingga prosedurnya kurang praktis dan memakan

waktu cukup lama terlebih bagi praktikan yang masih pemula, terutama pada

saat proses  pemipetan.

Kesimpulan :

1. Metode Sahli adalah metode yang digunakan untuk pemeriksaan kadar Hb dalam

darah berdasarkan atas terbentuknya senyawa hematin asam setelah darah sampel

direaksikan dengan HCl 0,1 N. Pembacaan hasil kemudian dilakukan dengan

membandingkan warna yang terbentuk dengan batang standar (metode

kolorimetrik).

2. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap Mrs. X/Perempuan/Dewasa

diperoleh hasil bahwa kadar Hb sebesar 8 gr %, yang berada di bawah batasan

normal kadar hemoglobin untuk perempuan dewasa yaitu 11,5 – 16,5 gr %. Maka

dicurigai menderita anemia, untuk mengetahui penyebab anemia yang diderita

disarankan untuk menjalani pemeriksaan lanjutan.

Page 21: Lab

PEMERIKSAAN HAPUSAN DARAH

(MENURUT DAN MEMBACA PEMERIKSAAN HAPUSAN DARAH)

Tujuan Praktikum :

1. Membuat dan mengecat hapusan darah

2. Membaca pemeriksaan hapusan darah

Teori :

Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya (elemen pembentuk) tertahan

dan dibawa dalam matriks cairan (plasma). Darah lebih berat dibandingkan air dan lebih

kental. Cairan ini memiliki rasa dan bau yang khas, serta pH 7,4 (7,35-7,45). Warna

darah bervariasi dari merah terang sampai merah tua kebiruan, bergantung pada kadar

oksigen yang dibawa sel darah merah (Sloane, 2003).

Volume darah total sekitar 5 liter pada laki-laki dewasa berukuran rata-rata dan

kurang sedikit pada perempuan dewasa. Volume ini bervariasi sesuai ukuran tubuh dan

berbanding terbalik dengan jumlah jaringan adiposa dalam tubuh. Volume ini juga

bervariasi sesuai perubahan cairan darah dan konsentrasi elektrolitnya (Sloane, 2003).

Page 22: Lab

Lebih dari separuh bagian dari darah merupakan cairan (plasma), yang sebagian

besar mengandung garam-garam terlarut dan protein. Protein utama dalam plasma

adalah albumin. Protein lainnya adalah antibodi (imunoglobulin) dan protein

pembekuan. Plasma juga mengandung hormon-hormon, elektrolit, lemak, gula, mineral

dan vitamin. Selain menyalurkan sel-sel darah, plasma juga:

a. merupakan cadangan air untuk tubuh

b. mencegah mengkerutnya dan tersumbatnya pembuluh darah

c. membantu mempertahankan tekanan darah dan sirkulasi ke seluruh tubuh.

Bahkan yang lebih penting, antibodi dalam plasma melindungi tubuh melawan

bahan-bahan asing (misalnya virus, bakteri, jamur dan sel-sel kanker), ketika protein

pembekuan mengendalikan perdarahan. Selain menyalurkan hormon dan mengatur

efeknya, plasma juga mendinginkan dan menghangatkan tubuh sesuai dengan

kebutuhan (Sherwood,2002).

Pada dasarnya darah memiliki tiga fungsi utama yaitu membantu pengangkutan

zat-zat  makanan, perlindungan atau proteksi dari benda asing, dan mengatur regulasi

kandungan air jaringan, pengaturan suhu tubuh, dan pengaturan pH. Terdapat tiga

macam unsur seluler darah, yaitu eritrosit, leukosit, dan trombosit.

1.    Sel darah merah (eritrosit).

  Menurut Sloane (2003), eritrosit merupakan diskus bikonkaf, bentuknya bulat

dengan lekukan pada sentralnya dan berdiameter 7,65 µm. Eritrosit terbungkus

dalam membran sel dengan permeabilitas tinggi. Membran ini elastis dan fleksibel,

sehingga memungkinkan eritrosit menembus kapiler (pembuluh darah terkecil).

Setiap eritrosit mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin, sejenis pigmen

pernapasan yang mengikat oksigen. Volume hemoglobin mencapai sepertiga

volume sel.

Eritrosit merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan 2 sel

lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir separuh dari volume darah. Sel

darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel darah merah

membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh.

Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan bahan limbah berupa

karbon dioksida, yang akan diangkut oleh sel darah merah dari jaringan dan kembali

ke paru-paru.

2.     Sel darah putih (leukosit)

Page 23: Lab

Jumlahnya lebih sedikit, dengan perbandingan sekitar 1 sel darah putih untuk

setiap 660 sel darah merah. Terdapat 5 jenis utama dari sel darah putih yang bekerja

sama untuk membangun mekanisme utama tubuh dalam melawan infeksi, termasuk

menghasilkan antibodi. Dibedakan berdasarkan ukuran, bentuk nukleus, dan ada

tidaknya granula sitoplasma. Sel yang memiliki granula sitoplasma disebut

granulosit sedangkan sel tanpa granula disebut agranulosit.

a.     Granulosit

1)    Neutrofil

Juga disebut granulosit karena berisi enzim yang mengandung granul-granul,

jumlahnya paling banyak. Neutrofil membantu melindungi tubuh melawan infeksi

bakteri dan jamur dan mencerna benda asing sisa-sisa peradangan. Ada 2 jenis

neutrofil, yaitu neutrofil berbentuk pita (imatur, belum matang) dan neutrofil

bersegmen (matur, matang).

Menurut Sloane (2003), neutrofil memiliki granula kecil berwarna merah

muda dalam sitoplasmanya. Nukleusnya memiliki tiga sampai lima lobus yang

terhubungkan dengan benang kromatin tipis. Diameternya mencapai 9 µm samapai

12 µm.

2)    Eosinofil

Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar, dengan

pewarnaan oranye kemerahan. Sel ini memiliki nukleus berlobus dua, dan

berdiameter 12 µm sampai 15 µm. Berfungsi sebagai fagositik lemah. Jumlahnya

akan meningkat saat terjadi alergi atau penyakit parasit, tetapi akan berkurang

selama stress berkepanjangan. Selain itu eosinofil juga membunuh parasit, merusak

sel-sel kanker dan berperan dalam respon alergi.

3)    Basofil

Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya tidak

beraturan dan akan berwarna keunguan sampai hitam serta memperlihatkan nukleus

berbentuk S. diameternya sekitar 12 µm sampai 15 µm. Basofil juga berperan dalam

respon alergi. Sel ini mengandung histamin.

b.    Agranulosit

1)    Limfosit

Limfosit merupakan sel utama pada sistem getah bening yang berbentuk

sferis, berukuran yang relatif lebih kecil daripada makrofag dan neutrofil. Selain itu,

Page 24: Lab

limfosit bergaris tengah 6-8 µm, 20-30% dari leukosit darah, memiliki inti yang

relatif besar, bulat sedikit cekung pada satu sisi. Sitoplasmanya sedikit dan

kandungan basofilik dan azurofiliknya sedikit. Limfosit-limfosit dapat digolongkan

berdasarkan asal, struktur halus, surface markers yang berkaitan dengan sifat

imunologisnya, siklus hidup dan fungsi (Efendi, 2003).

Limfosit dibagi ke dalam 2 kelompok utama (Farieh, 2008):

1.    Limfosit B berasal dari sel stem di dalam sumsum tulang dan tumbuh menjadi

sel plasma, yang menghasilkan antibodi

2.    Limfosit T terbentuk jika sel stem dari sumsum tulang pindah ke kelenjar

thymus, dimana mereka mengalami pembelahan dan pematangan.

Di dalam kelenjar thymus, limfosit T belajar membedakan mana benda asing dan

mana bukan benda asing. Limfosit T dewasa meninggalkan kelenjar thymus dan

masuk ke dalam pembuluh getah bening dan berfungsi sebagai bagian dari sistem

pengawasan kekebalan.

2)    Monosit

Monosit merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit normal,

diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering diameter mencapai 20 µm atau

lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda.

Sitoplasma relatif banyak dengan pulasan wrigh berupa bim abu-abu pada sajian

kering. Granula azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil.

Ditemui retikulim endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom sedikit, banyak

mitokondria. Aparatus Golgi berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen

dan mikrotubulus pada daerah identasi inti. Monosit terdapat dalam darah, jaringan

ikat dan rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik mononuclear (system

retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan

membrannya. Untuk imunoglobulin dan komplemen (Efendi, 2003).

3.    Platelet (trombosit).

Merupakan paritikel yang menyerupai sel, dengan ukuran lebih kecil daripada

sel darah merah atau sel darah putih. Sebagai bagian dari mekanisme perlindungan

darah untuk menghentikan perdarahan, trombosit berkumpul dapa daerah yang

mengalami perdarahan dan mengalami pengaktivan. Setelah mengalami

pengaktivan, trombosit akan melekat satu sama lain dan menggumpal untuk

membentuk sumbatan yang membantu menutup pembuluh darah dan menghentikan

Page 25: Lab

perdarahan. Pada saat yang sama, trombosit melepaskan bahan yang membantu

mempermudah pembekuan (Junquiera,1997)).

Sediaan apus darah adalah suatu sarana yang digunakan untuk menilai

berbagai unsure sel darah tepi, seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Selain itu

dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria,

mikrofilaria, dan lain-lain. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik

merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang terbaik

merupaka syarat mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik.

Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler

atau vena dengan atau tanpa EDTA. Sediaan yang disimpan tanpa difiksasi terlebih

dulu tidak dapat dipulas sebaik sediaan segar. Kebanyakan cara memulas sediaan

darah menggunakan prinsip Romanowski, seperti Wright, Giemsa, May-Grunwald-

Biemsa atau Wright-Giemsa (Murtiati dkk, 2010).

Hapusan Darah Tepi

Darah dapat dibuat preparat apus dengan metode supra vital yaitu suatu metode

untuk mendapatkan sediaan dari sel atau jaringan yang hidup. Sel-sel darah yang hidup

dapat mengisap zat-zat warna yang konsentrasinya sesuai dan akan berdifusi ke dalam

sel darah tersebut, selanjutnya zat warna akan mewarnai granula pada sel bernukleus

polimorf (Anonim, 2012).

Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai unsur

sel darah tepi seperti eritosit, leukosit, dan trombosit dan mencari adanya parasit seperti

malaria, tripanasoma, microfilaria dan lain sebagainya. Sediaan apus yang dibuat dan

dipulas dengan baik merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil yang baik

(Arjatmo Tjokronegoro, 1996).

Dasar dari pewarnaan Romanowsky adalah penggunaan dua zat warna yang

berbeda yaitu Azur B (Trimetiltionion) yang bersifat basa dan eosin y

(tetrabromoflurescein) yang bersifat asam. Azur B akan mewarnai komponen sel yang

bersifat asam seperti kromatin. DNA dan RNA. Sedangkan eosin y akan mewarnai

komponen sel yang bersifat basa seperti granula eosinofil dan hemoglobin. Ikatan eosin

y pada Azur B yang bergenerasi dapat menimbulkan warna ungu, dan keadaan ini

dikenal sebagai efek Romanowsky giemsa efek ini sangat nyata pada DNA tetapi tidak

pada RNA sehingga menimbulkan kontras antara inti yang berwarna untuk sitoplasma

yang berwarna biru (Arjatmo Tjokronegoro, 1996).

Page 26: Lab

Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler 

atau vena, yang dihapuskan pada kaca obyek. Pada keadaan tertentu dapat pula

digunakan darah EDTA. (Arjatmo Tjokronegoro, 1996)

Kriteria preparat yang baik :

1. Lebar dan panjangnya tidak memenuhi seluruh kaca benda sehingga masih ada

tempat untuk pemberian label.

2. Secara granulapenebalannya nampak berangsur-angsur menipis dari kepala ke arah

ekor.

3. Ujung atau ekornya tidak berbentuk bendera robek.

4. Tidak berulang-ulang karena bekas lemak ada di atas kaca benda.

5. Tidak terputus-putus karena gerakan gesekan yang ragu-ragu.

6. Tidak terlalu tebal (karena sudut penggeseran yang sangat kecil) atau tidak terlalu

tipis (karena sudut penggeseran yang sangat besar).

7. Pewarnaan yang baik (Imam Budiwiyono 1995).

Jenis Apusan darah :

1. Sediaan darah tipis

Ciri-ciri sediaan apus darah tipis yaitu lebih sedikit membutuhkan darah

untuk pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tebal, morfologinya

lebih jelas, dan perubahan pada eritrosit dapat terlihat jelas.

2. Sediaan darah tebal

Ciri-ciri sediaan apus darah tebal yaitu lebih banyak membutuhkan darah

untuk pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tipis, jumlah selnya lebih

banyak dalam satu lapang  pandang, dan bentuknya tak sama seperti dalam sediaan

apus darah tipis (Imam Budiwiyono 1995).

Hasil Praktikum :

Keterangan serta gambar :

No Gambar Keterangan

Page 27: Lab

1. Stab Netrofil

Keberadaan: Bentuk sel: oval atau bulat

Warna sitoplasma: pink

Bentuk inti: semicircular

Tipe kromatin: condensed

Nukleolus: tidak terlihat

2. Segmen Netrofil

Bentuk sel: oval atau bulat

Warna sitoplasma: pink

Bentuk inti: obulated (normall kurang

dari 5 lobus)

Tipe kromatin: condensed

Nukleolus: tidak terlihat

3. Limfosit

Bentuk: bulat, kadang-kadang oval

Warna sitoplasma: biru

Granularitas: tidak ada

Bentuk inti: bulat atau agak oval

Tipe kromatin: homogen, padat

Nukleolus: tidak terlihat, kadang-kadang

hampir tidak terlihat , satu nukleolus

kecil.

4. Monosit

Monosit khas dengan sitoplasma biru

lembayung yang berisi vakuola-vakuola 

kecil.

Page 28: Lab

5. Basofil

memiliki sejumlah granula sitoplasma

besar yang bentuknya tidak beraturan dan

akan berwarna keunguan sampai hitam

serta memperlihatkan nukleus berbentuk

S. diameternya sekitar 12 µm sampai 15

µm. Basofil juga berperan dalam respon

alergi. Sel ini mengandung histamin.

6. Eosinofil

Memiliki granula sitoplasma yang kasar

dan besar, dengan pewarnaan oranye

kemerahan. Sel ini memiliki nukleus

berlobus dua, dan berdiameter 12 µm

sampai 15 µm. Berfungsi sebagai

fagositik lemah. Jumlahnya akan

meningkat saat terjadi alergi atau

penyakit parasit, tetapi akan berkurang

selama stress berkepanjangan. Selain itu

eosinofil juga membunuh parasit,

merusak sel-sel kanker dan berperan

dalam respon alergi.

Pembahasan :

Praktikum mengenai sediaan apus darah kali ini bertujuan untuk mengamati dan

menilai berbagai unsure sel darah pada manusia seperti sel darah merah (eritrosit), sel

darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Berdasarkan Murtiati, dkk (2010),

sediaan apus darah juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti

malaria, microfilaria, dan lain-lain. Namun pada praktikum kali ini hanya dilakukan

pengamatan untuk mengetahui deskripsi bentuk dari berbagai sel darah dan menilai

persentase sel darah yang teramati.

Sediaan apus darah dilakukan dengan menggunakan bahan darah segar yang

berasal dari kapiler atau vena. Pertama yaitu menaruh darah ke kaca objek. Kemudian

menyentuhkan kaca penutup ke tetesan darah hingga darah melebar. Selanjutnya

membentuk sudut 450 dengan kaca penutup, lalu digerakkan ke kiri membentuk apusan

Page 29: Lab

darah yang tidak terlalu tipis ataupun terlalu tebal karena jika terlalu tebal maka saat

pengamatan di bawah mikroskop akan terlihat tidak jelas karena sel darah bertumpuk.

Setelah mendapat sediaan yang bagus (tidak tebal dan tipis), maka

membiarkannya hingga kering, setelah itu meneteskan metanol ke atas sediaan hingga

bagian yang terlapisi darah tertutup semuanya dan membiarkannya selama 5 menit.

Fungsi metanol adalah untuk memfiksasi darah sehingga darah tidak hilang saat

diamati. Selanjutnya sediaan diteteskan dengan giemsa yang telah diencerkan dengan

air dan membiarkannya selama 20 menit dan membilasnya dengan air dan

mengeringkannya. Fungsi giemsa adalah untuk mewarnai darah sehingga mudah

dibedakan dan dapat terlihat jelas saat diamati. Waktu perendaman ini sebaiknya jangan

terlalu lama karena darah bisa tidak terlihat akibat pewarnaan yang terlalu pekat.

Selanjutnya setelah sediaan apus darah telah selesai, maka dilakukan

pengamatan dengan menggunakan mikroskop untuk memeriksa sediaan apus darah.

Sebelum pengamatan sediaan apus darah diteteskan minyak emersi terlebih dahulu,

tujuan pemberian minyak emersi ini yaitu untuk mencegah kerusakan pada mikroskop.

Dengan perbesaran lemah (10x), praktikan hanya melihat bulat-bulat kecil yang sangat

banyak dan belum terlihat jelas perbedaan antara leukosit, eritrosit dan trombosit.

Setelah menggunakan pembesaran 100x, praktikan menemukan ukuran eritrosit

yang kecil , berbentuk bulat bikonkaf tidak berinti, dan berwarna ungu bening. Warna

ungu ini akibat pewarnaan dengan giemsa, sehingga warna darah yang semula merah,

setelah diamati di mikroskop berubah menjadi ungu. Hal ini sesuai dengan literatur

yaitu eritrosit berbentuk cakram bikonkaf atau cakram pipih, sel tidak berinti dan tidak

punya organel seperti sel-sel lain.

Kemudian didapatkan beberapa jenis leukosit, mengidentifikasinya apakah

termasuk basofil, eosinofil, batang, neutrofil, limfosit ataupun monosit.. Penggolongan

leukosit menjadi 5 macam merupakan penggolongan berdasarkan ukuran sel, bentuk

nukleus, dan ada tidaknya granula sitoplasma sehingga perlu pengamatan yang lebih

teliti dan perbesaran mikroskop yang baik serta dapat pula dibantu dengan

menggunakan minyak emersi.

Berdasarkan referensi, sel neutrofil memiliki granula kecil berwarna merah

muda dalam sitoplasmanya. Nukleusnya memiliki tiga sampai lima lobus yang

terhubungkan dengan benang kromatin tipis. Sedangkan basofil memiliki sejumlah

granula sitoplasma besar yang bentuknya tidak beraturan dan akan berwarna keunguan

Page 30: Lab

sampai hitam serta memperlihatkan nukleus berbentuk S. diameternya sekitar 12 µm

sampai 15 µm (Sloane, 2003).

Untuk kelompok leukosit yang merupakan agranulosit yaitu limfosit dan

monosit, diperoleh data berdasarkan refernsi bahwa limfosit bergaris tengah 6-8 µm,

20-30% dari leukosit darah, memiliki inti yang relatif besar, bulat sedikit cekung pada

satu sisi. Sitoplasmanya sedikit dan kandungan basofilik dan azurofiliknya sedikit

(Efendi, 2003). Sedangkan monosit merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari

jumlah leukosit normal, diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering diameter

mencapai 20 µm atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam

berbentuk tapal kuda (Efendi, 2003).

Menurut referensi yang kami peroleh, jenis sel darah putih yang paling banyak

adalah netrofil. Monosit berfungsi untuk membunuh bakteri, fungsi monosit ini sama

dengan neutrofil, hanya jumlahnya saja yang berbeda.

 Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta

proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga yang memberikan tanggapan

pertama terhadap infeksi bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang

banyak menyebabkan adanya nanah. Eosinofil terutama berhubungan dengan infeksi

parasit, dengan demikian meningkatnya eosinofil menandakan banyaknya parasit.

Basofil terutama bertanggung jawab untuk memberi reaksi alergi antigen dengan jalan

mengeluarkan histamin kimia yang menyebabkan peradangan.

Kesimpulan :

Sediaan apus darah dilakukan dengan menggunakan bahan darah segar yang

berasal dari kapiler atau vena. Penggolongan leukosit menjadi 5 macam merupakan

penggolongan berdasarkan ukuran sel, bentuk nukleus, dan ada tidaknya granula

sitoplasma sehingga perlu pengamatan yang lebih teliti dan perbesaran mikroskop yang

baik serta dapat pula dibantu dengan menggunakan minyak emersi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2012, 'Hemoglobin dan Hapusan Darah Tepi', 23 Mei 2012.

Azalista 2013, 'Penentuan Kadar Hb', 14 Oktober 2013.

Hamzah, N 2012, 'Sediaan Apus Darah', 12 Mei 2012.

Page 31: Lab

Sloane, E 2003, Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula, EGC, Jakarta.

Tirtama, A 2014, 'Pemeriksaan Hb Sahli', 21 Maret 2014.

Yulianis 2012, 'Hitung Jenis Leukosit (Differential Count) dan Evaluasi Hapusan Darah Tepi (HDT)', Mei 2012.

LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM EPIDEMIOLOGI

UNTUK PEMERIKSAAN HAPUSAN DARAH

DAN SPECIMEN URINE

Page 32: Lab

OLEH :

KELOMPOK 01

ANA SETYARINI (101.311.123.057)

ALIH JENIS – 2A

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2014