lagu-lagu zapin ciptaan zul alinur: kajian · pdf filedan perkembangan kehidupan kesenian dan...
TRANSCRIPT
0
LAGU-LAGU ZAPIN CIPTAAN ZUL ALINUR:
KAJIAN TERHADAP STRUKTUR TEKS DAN MELODI
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O L E H NAM A: EVA GUSM ALA YANTI
NIM : 060707011
UNIVERSITAS SUM ATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEM EN ETNOMUSIKOLOGI
M EDAN
2011
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
M elayu adalah sebuah terminologi yang memiliki berbagai pengertian. Di
antaranya adalah ras yang terdapat di kawasan Asia Tenggara dan diasporanya di
berbagai wilayah dunia ini. Ras Melayu terdiri dari ras M elayu Tua dan ras Melayu
M uda. Ras M elayu juga lazim disebut dengan ras Mongoloid Tenggara. Wilayah
peradaban ras M elayu ini, dalam kajian ilmu-ilmu linguistik selalu disebut dengan
M elayu-Polinesia. Sementara menurut ilmu arkeologi lazim juga disebut dengan
M elayu-Austronesia (lihat Haziyah Husein 2008).
Pengertian Melayu biasa pula merujuk kepada kelompok etnik yang ada di
Asia Tenggara, yang mencakup wilayah M alaysia, Thailand, Singapura, Brunai
Darussalam, Filipina, Kamboja, dan lainnya. Etnik M elayu yang tersebar di beberapa
negara bangsa ini memiliki berbagai persamaan garis darah, bahasa, dan kebudayaan.
Hubungan kekerabatan juga selalu menjadi faktor pemersatu di antara etnik Melayu
ini. Misalnya sebahagian besar orang Patani di Thailand memiliki kerabat di bahagian
utara M alaysia. Orang M elayu di Riau memiliki hubungan kekerabatan dengan orang
M elayu di Semenanjung Malaysia. Atau sebaliknya beberapa orang M elayu dari
Semenanjung M alaya, migrasi dan kini menetap di wilayah Republik Indonesia.
Contohnya masyarakat M elayu keturunan Kedah, yang tinggal dan menetap di Pulau
Jaring Halus di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Satu pulau ini mayoritas adalah
2
keturunan Melayu Kedah, namun mereka adalah warga negara Indonesia (WNI).
M ereka sadar bahwa nenek moyangnya berasal dari Kedah.
Etnik M elayu adalah sebagai salah satu etnik natif yang mendiami kawasan
Sumatera Utara, bersama etnik-etnik natif lainnya seperti: Karo, Simalungun, Pakpak-
Dairi, Batak Toba, Mandailing-Angkola, Pesisir Barat, dan Nias. Selain itu, Sumatera
Utara juga memiliki etnik-etnik pendatang, baik dari Nusantara maupun kawasan
dunia lainnya. Di antara enik pendatang itu adalah: Aceh Raya, Pidie, Gayo,
Alas,Tamiang, Kluet, M inangkabau, Jawa, Sunda, Ambon, Makassar, Bugis, dan
lainnya. Pendatang dunia di antaranya: Hokkian, Kwong Fu, Hakka, Khek, Kanton,
Tamil, Benggali, Arab, Gujarat, beberapa etnik dari Eropa, dan lain-lain. Keberadaan
kebudayaan Sumatera Utara dengan posisi penduduk seperti itu, tentu saja beragam
dan multikultural. Dalam rangka demikian, setiap kebudayaan etnik perlu
dipertahankan jati dirinya, termasuk kebudayaan Melayu Sumatera Utara.
M asyarakat M elayu Sumatera Utara, secara wilayah budaya umumnya
mendiami bahagian timur provinsi ini. M ereka ada di Langkat, Deli, Serdang,
Batubara, Asahan, dan Labuhan Batu. Secara kebudayaan mereka juga memiliki
hubungan dengan suku Pesisir Tapanuli Tengah dan Sibolga. M asyarakat Melayu
Sumatera Utara ini, memiliki kebudayaan yang sama dengan kebudayaan masyarakat
M elayu di berbagai tempat di Asia Tenggara, namun ada juga yang khas setiap daerah.
M isalnya zapin1 dijumpai hampir di semua kawasan budaya Melayu. Namun dedeng
1Untuk penulisan selanjutnya, baik di bab ini atau bab-bab berikutnya ist ilah zapin
akan ditulis dengan huruf biasa, tidak miring (italic), sebagaimana halnya menuliskan
3
hanya dijumpai di kawasan Langkat saja, serta sinandong dijumpai di Asahan dan
Labuhan Batau saja. Artinya genre-genre kesenian M elayu di semua Dunia Melayu
ada yang menyebar secara luas, namun ada yang hanya berada dalam satu wilayah
budaya yang relatif kecil saja.
Etnik M elayu Sumatera Utara memiliki kesenian yang diwarisi dari masa-masa
animisme, Hindu, Budha, Islam, Eropa, dan era globalisasi. Contoh kesenian yang
mengandung unsur animisme adalah kesenian pada upacara jamu laut atau melepas
lancang. Contoh seni yang mengandung unsur kebudayaan Hindu dan Budha adalah
upacara tepung tawar, makyong, mendu, gerak-gerak tari India, dan lainnya. Contoh
unsur budaya Barat ada pada seni ronggeng (joget), wals, forxtrot, band di kesultanan,
dan lainnya. Contoh yang kuat mengekspresikan kebudayaan Islam adalah barodah,
nasyid, kasidah, marhaban, barzanji, dan zapin. Kesenian zapin ini menceminkan
musik dan tari M elayu secara umum, dan juga identitas musikal dan tarian khas
kawasan Sumatera Utara.
M usik M elayu, termasuk zapin, memiliki cir i-cir i khas. M enurut Takari dan
Heristina Dewi (1998) pada umumnya musik Melayu tergolong ke dalam tangga-
tangga nada pentatonik, heptatonik, dan diatonik. Sistem yang dipakai adalah
ekuadistan tujuh nada Asia Tenggara, atau juga pengaruh tangga nada heptatonik dari
raga India dan maqamat Timur Tengah. Ekspresi tangga nada ini dalam melodi,
memakai teknik cengkok (mengayunkan nada), patah lagu ( menyentak-nyentakkan
peristilahan dalam sistem penulisan ilmiah, untuk mengefesienkan teknik penulisan. T ujuannya adalah karena skripsi ini akan membahas seni zapin yang past inya banyak menggunakan ist ilah zapin di semua bahagian bab atau sub babnya.
4
nada), dan gerenek (membuat variasi nada dengan densitas rimik nada yang relatif
rapat). M usik M elayu juga memiliki berbagai pola ritme (rentak) yaitu senandung,
mak inang, lagu dua, patam-patam, ghazal, hadrah, zapin, dan lain-lain.
Kesenian Melayu, termasuk zapin adalah bahagian dari seni pertunjukan
Indonesia dan Dunia M elayu sekali gus. Pertumbuhan dan perkembangan seni
pertunjukan dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, tidak lepas dari pertumbuhan
dan perkembangan kehidupan kesenian dan kebudayaan Indonesia, yang terdir i
berbagai suku bangsa, yang melahirkan kesenian yang sangat beragam dan bersumber
dari identitas etnik setempat.
Akar budaya seni pertunjukan M elayu, merupakan budaya yang diwarisi dari
masa sebelum datangnya pengaruh luar dan terus ditransformasikan saat datangnya
pengaruh dari luar. Akar budaya seni pertunjukan ini menjadi bagian dalam
memperkuat jati diri seni dan masyarakat M elayu itu sendiri. Kebudayaan Melayu
sendiri merupakan kebudayaan yang terbuka yang mau menerima kebudayaan luar
tanpa menghilangkan unsur budaya aslinya dalam konteks akulturasi. Sehingga
terciptalah kekhasan tersendiri dalam musik M elayu. Seperti salah satu contoh seni
pertunjukan M elayu yang cukup populer sekarang ini yaitu zapin.
Dalam genre seni ini, dapat dilihat pengaruh unsur budaya Arab yang sangat
kental sekali, baik dari struktur melodi, ritme, instrumen, lirik, tari, pertunjukan,
penonton, dan pendukung budayanya. Zapin-zapin yang masih hidup dan masih
bertahan di bumi M elayu, memberikan corak warna gubahannya yang spesifik
kedaerahan sebagai wujud prilaku komunitas Melayu itu sendiri dalam aktivitas
5
sehari-hari. Dengan demikian, walau zapin ini berasal dari Arab, oleh orang-orang
M elayu zapin juga mengalami kreativitas disesuaikan dengan cita rasa seni dan
keperluan kebudayaan etnik M elayu. Bahkan di Alam Melayu dikenal dua jenis zapin
yaitu zapin Arab dan zapin M elayu.
Hamzah Ahmed (1984:71) mengatakan bahwa zapin lahir pada tahun keenam
masa ketika terjadi gencatan senjata dengan orang-orang kafir M ekah, pada waktu
anak puteri Saidina Hamzah ingin ikut Nabi M uhammad hijrah ke M adinah. Padahal
dalam perjanjian, orang-orang pelarian Mekah itu harus di kembalikan. Pihak Nabi
M uhammad tidak mau. Lalu siapa yang menjadi pengasuh anak itu? Nabi M uhammad
menunjuk Ja’far yang dengan girangnya menari-nari mengangkat kaki bersama
Saidina Ali. Inilah diperkirakan sejarah awal munculnya zapin dalam peradaban
(tamadun) Islam.
Zapin kemudian berkembang ke Persia (Farsi)2 dan ke Nusantara, yaitu zapin
ala Hijaz. Menurut M ohd Anis Md.Nor (1997:116-117) pertama kalinya kesenian
zapin mulai masuk ke istana-istana di Nusantara adalah di Sumatera dan Kalimantan.
Penari zapin yang terlatih mahir ujiannya adalah berzapin di tikar rotan yang licin
dilapisi dengan permadani. Permadani di atas tikar rotan itu tidak boleh bergeser
2Pada masa Nabi Muhammad hidup, Persia ini dikenal dengan nama Farsi yang
wilayahnya mencakup beberapa kawasan di Timur Tengah. Mereka saat awal itu beragama Majusi dan menyembah api. Pada saat itu terjadi peperangan antara Persia dan Romawi yang agama resminya adalah agama Kristen. Umat Islam saat itu lebih cenderung membela Romawi karena “kedekatan” tauhid dan kepercayaan kepada T uhan. Ketika tentara Romawi dapat ditaklukan oleg tentara Persia, maka gundah gulanalah umat Islam. Namun T uhan berjanji akan segera memenangkan tentara Romawi, dan kemudian janji Tuhan itu terbukti. Kini wilayah Persia itu mencakup sebahagian besar Republik Islam Iran dan sebahagian Irak. Mereka umumnya beragama Islam (mazhab Syiah).
6
sedikit pun. Apabila hal itu terjadi, hukumannya selama tiga bulan kumpulan itu tidak
boleh lagi menghibur di istana. Begitulah halusnya langkah dan gerak tari zapin yang
menurut asalnya zapin itu ditarikan sebagai kesenian yang bernafaskan Islam.
Kesenian zapin masuk ke Nusantara sejalan dengan berkembangnya agama
Islam sejak abad ke 13 Masehi. Para pedagang dari Arab dan Gujarat yang datang
bersama para ulama dan senimannya, menyusuri pesisir Nusantara. Zapin tersebut
kemudian berkembang di kalangan masyarakat pemeluk Islam. Sekarang kita dapat
menemukan zapin hampir di seluruh pesisir Nusantara, seperti di: pesisir timur
Sumatera Utara, Semenanjung M alaysia, Serawak, kepulauan Riau, pesisir
Kalimantan, Jambi, Brunai Darussalam, dan lainnya. Hingga saat ini zapin tetap
menjadi khazanah budaya M elayu yang masih digemari oleh berbagai lapisan
masyarakat. Kesenian ini juga sangat populer. Zapin itu sendiri terdapat di kalangan
istana-istana M elayu dan di tengah-tengah masyarakat awam.
Secara etimologis, kata zapin berasal dari Bahasa Arab, yang memiliki berbagai
makna. Kata zapin sendiri berkaitan dengan kata-kata turunan seperti zafa, zaffa,
zafana, zaffan, dan lain-lainnya. Kalau ditelisik lebih jauh, memang kesemua kata itu
dalam bahasa Arab memiliki hubungan dengan kata tari dalam bahasa Melayu. Namun
sebelum dibedah maknanya, alangkah baik kita lihat dahulu apa arti zapin dalam
wikipedia Indonesia.
Zapin berasal dari bahasa Arab yaitu kata "zafn" yang mempunyai
arti pergerakan kaki cepat mengikut rentak pukulan. Zapin merupakan khasanah tarian rumpun M elayu yang mendapat pengaruh dari Arab. Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan
7
sebagai media dakwah Islamiyah melalui syair lagu-lagu zapin yang didendangkan. M usik pengiringnya terdiri dari dua alat yang utama yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut marwas. Sebelum tahun 1960, zapin hanya ditarikan oleh penari laki-laki namun kini sudah biasa ditarikan oleh penari perempuan bahkan penari campuran laki-laki dengan perempuan. Tari Zapin sangat banyak ragam gerak tarinya, walaupun pada dasarnya gerak dasar zapinnya sama, ditarikan oleh rakyat di pesisir timur dan barat Sumatera, Semenanjung M alaysia, Sarawak, Kepulauan Riau, pesisir Kalimantan dan Brunei Darussalam (sumber: http//id.wikipedia.org/wiki/Zapin).
Berdasarkan kutipan seperti terurai di atas, maka dapat dikatakan bahwa istilah zapin
berasal dari bahasa Arab. Kemudian zapin adalah salah satu tari M elayu, yang
diadopsi dari Arab. Zapin adalah media enkulturasi dakwah Islam. Ensambel musik
terdiri dari dua peran yaitu yang membawa melodi adalah musik petik (gambus atau
‘ud) dan pembawa ritme yaitu tiga buah alat pukul kecil (maksudnya gendang
marwas). Awalnya ditarikan lelaki, akhirnya perempuan, atau campuran laki- laki dan
peremuan. Ragam tari berkembang dan tari ini muncul di Alam Melayu.
Kemudian seorang profesor tarian M elayu Mohd Anis Md Nor menguraikan
secara panjang lebar tentang arti kata zapin ini dan kata-kata turunannya sebagai
berikut.
In M alaysia, Singapore, the Riau Islands and Sumatera, Zapin
designates a performing arts genre which encompasses a repertoire of dances and a body of music. But first and foremost, Zapin means dance, a particular kind of dance usually performed by men. In his Unabridged M alay-English Dictionary, Richard Winsted noted that the word Zapin is of Arabic origin with its most frequent usage found in the state of Johor on the southernmost part of the M alay Peninsula. Wilkinson explains that Zapin is an Arabic derived word which denotes the term for an Arab dance performed by two persons. Wilkinson, however, added further that the word Zafin generally stands for the etymology of dancing. …
The word Zapin may have come from the Arabic root word Zaffa ( ) which mean to lead the bridge to her groom in a wedding
procession. It is important to trace Zapin from the Arabic root word or
8
masdar ( ) since the Arabic-derived word or Arabic-loaned word in the M alay vocabulary may have undergone modification in sound and may have taken a specific meaning other than the original Arabic word. This is all the more important when a word like Zapin cannot be directly associated with an Arabic performance genre. One can only speculate from the manner in which the root word I conjugated and in due course try to associate the conjugated Arabic with the word Zapin. The closest association of Zapin with the most word Zaffa is in Zafah ( ) which means wedding, while Zafana ( ) means to dance in a wedding. Wehr interpreted Zafana as to dance or gambol, thus allowing the word be associated with some form of prancing or frolic. Lane explained Zafanan (
) as danced, played or sported, and that ( ) ia a sentence implies that “ a person (she) used to the dance to El-Hasan”. A dance is called Zaffan ( ). Dance is this context cannot be associated with raqasa ( ), which implies dance as in a less respected and less honoured gathering than a wedding. Raqasa are performed in places such as entertainment clubs or an establishment which solicits money from patrons. Zsfana implies an honored and respected dance tradition which is associated with a wedding celebration (M ohd Anis M d Nor 1990:32-33).
M enurut kajian M ohd Anis M d Nor, bahwa di Dunia M elayu zapin adalah sebuah
genre seni pertunjukan yang di dalamnya menampilkan tarian dan musik sekali gus.
Biasanya tarian zapin dipersembahkan oleh penari lelaki. Seperti yang dikutipnya dari
Winsted, kata zapin berasal dari bahasa Arab, yang banyak digunakan oleh orang
M elayu Johor. Zapin dalam bahasa Arab ini menurut Wilkinson adalah tarian yang
dilakukan dua orang penari laki-laki. Kata turunan zapin yaitu zaffa maknanya adalah
sehelai kain yang dibawa oleh pengantin wanita kepada mempelai lelaki dalam prosesi
pernikahan. Kemungkinan besar pula istilah zapin ini disesuaikan dengan lidah
M elayu sehingga kemungkinan bisa memiliki arti lain. Namun arti-arti itu jika
ditelusuri dari bahasa Arab memiliki makna yang dekat, seperti maknanya adalah
upacara pernikahan atau menari untuk upacara pernikahan. Kata zapin ini pula tidak
dapat dihubungkan dengan kegiatan menari yang bertujuan memperoleh uang yang
disebut dengan kegiatan raqasa. Zapin berhubung erat dengan tari yang
9
dipersembahkan pada upacara pernikahan. Dengan demikian, zapin memuat penuh
ajaran-ajaran Islam, yaitu memperbolehkan menari di majelis pernikahan (walimatul
ursy)
M enurut pendapat para ahli sejarah seni M elayu, Luckman Sinar (2010) dan
M ohd Anis M d Nor (1995) zapin adalah berasal dari Yaman Selatan (Hadramaut)
merupakan sejenis irama atau rentak dalam seni musik tradisional. Zapin juga adalah
sejenis tarian rakyat Arab. Perkataan zapin berasal dari kata al-zaffan, yaitu gerak
kaki. Sebutan zapin umumnya dijumpai di Sumatera Utara dan Riau, sedangkan di
Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu menyebutnya dana. Julukan bedana terdapat
di Lampung sedangkan di Jawa umumnya menyebut zafin. Masyarakat Kalimantan
cenderung memberi nama jepin, di Sulawesi disebut jippeng, dan di M aluku lebih
akrab mengenal dengan nama jepen. Sementara di Nusa Tenggara dikenal dengan
julukan dana-dani.
Di Nusantara, zapin dikenal dalam dua jenis, yaitu zapin Arab yang mengalami
perubahan secara lamban, dan masih dipertahankan oleh masyarakat keturunan Arab.
Jenis kedua adalah zapin M elayu yang ditumbuhkan oleh para ahli lokal, dan
disesuaikan dengan linkungan masyarakatnya. Kalau zapin Arab hanya dikenal satu
gaya saja, maka zapin M elayu sangat beragam dalam gayanya. Begitu pula sebutan
untuk tari tersebut tergantung dari bahasa atau dialek lokal di mana dia tumbuh dan
berkembang. Zapin juga merupakan sejenis rentak atau irama dalam seni musik
tradisional Melayu (yang di sampingnya ada senandung mak inang, lagu dua, patam-
patam, ghazal, hadrah, dan lain-lain).
10
Zapin merupakan salah satu genre dalam seni pentas pertunjukan M elayu yang
di dalamnya mencakup musik (rentak/ritme), tari, serta lagu. Apabila rentak zapin itu
didendangkan, maka musik itu dinamakan dengan musik zapin. Seperti apa yang
dikatakan oleh Fadlin Dja’far (wawancara Januari 2011), bahwa struktur rentak atau
ritem zapin di Sumatera Utara khususnya di M edan, dapat diklasifikasikan ke dalam
dua kategori : (1) rentak induk atau dasar dan (2) rentak anak atau peningkah. Rentak
induk dibentuk oleh tanda birama 4/4, sedangkan rentak peningkah dikembangkan
berdasarkan rentak induk dengan struktur mengikut estetika para pemain musiknya.
M usik zapin biasa juga di sebut musik gambus, yang alat musik utamanya
adalah gambus, di samping alat musik marwas dan musik pengiring yang lain seperti
biola, accordion, harmonium, gendang ronggeng (frame drum) dan vokal. Sedangkan
dari struktur melodi, musik zapin mempergunakan unsur-unsur budaya M elayu, Arab,
India, dan Barat.
Zapin di samping memiliki meter 4, juga memiliki struktur musik yang cukup
jelas. Zapin mempunyai bahagian pembuka yang biasa jadi improvisasi solo gambus
yang freemeter (taksim), bagian tengah yang diulang-ulang untuk lagu dasar, dan
variasi gendang (takhtum).
Dari segi struktur tari, sesuai dengan namanya zapin (al-zaffan) berarti
pergerakan kaki cepat (rentakan kaki), yang mengikut rentak pukulan. Tari zapin
terikat dengan gerak-gerik yang telah baku, yang sudah mempunyai konsep dasar.
Salah seorang tokoh tari zapin dari Perbaungan, O.K. Hamidi, mengatakan ciri tari
zapin adalah angkat, patah, tekuk, dan seret. Kesemuanya itu merupakan gerakan
11
kaki. Terdapat perbedaan antara tari zapin Arab dengan tari zapin M elayu. Zapin Arab
yang pola gerakannya berbentuk zig-zag yang biasanya ditarikan oleh masyarakat
keturunan Arab. Gerak tari zapin Arab adalah gagah dengan langkah dan lenggangan
yang lebih luas, ayunan tangan yang tinggi dan hinjutan kaki yang keras.
Zapin M elayu berbentuk huruf alif (lurus) umumnya ditarikan oleh orang-
orang M elayu yang diadaptasikan dari unsur-unsur zapin Arab. Sedangkan gerak tari
zapin M elayu lebih halus dan santun dengan ayunan tangan yang lebih kecil atau
sempit, langkah kaki yang tidak terlalu luas dan tinggi, serta henjutan kaki yang
lembut.
Zapin dipersembahkan dalam tiga peringkat: Pertama: pembuka tirai (dikenali
sebagai taksim) yaitu gambus dibunyikan secara solo secara free meter, dan penari
melakukan gerak sembah. Pada peringkat ini, semua penari akan melakukan tarian
pengenalan dengan beberapa pergerakan saja. Kedua tarian, pergerakan dan ayunan.
Pada peringkat kedua ini persembahan terdir i dari pecahan atau gerakan serta lenggang
tarian.. Ketiga penutup, tari di sini kemudian dikembangkan dengan berbagai ragam
gerak seperti alif, pecah, langkah, sut, anak ayam, dan tahto.
Gerakan tari zapin harus menampilkan gerak tari yang sopan dan menjunjung
tinggi adat resam Melayu. Tidak melompat, mengangkat kaki tinggi-tinggi, berguling-
berguling, dan tidak saling bersentuhan pada lawan jenis, seperti mengendong yang
tidak sesuai dengan kaedah sopan santun adat M elayu yang berpaksikan kepada ajaran
agama Islam. Sebab tari zapin itu sendiri bernafaskan Islam. Sekarang banyak kita
temukan zapin tradisi yang berkembang menjadi tari Zapin kreasi baru, yang telah
12
mengalami pergeseran nilai-nilai budaya yang hampir kehilangan identitasnya.
Timbulnya pembaharuan-pemabaharuan dari zapin tradisi ke bentuk zapin kreasi baru
ini mulai dirasakan pada tahun 1960-an.
Demikian pula bila rentak zapin itu dinyanyikan maka lagu tersebut dinamakan
dengan lagu zapin, Lagu-lagu zapin ini lah yang ingin saya pilih menjadi judul skripsi
saya. Dari segi teks, nyanyian zapin ini di samping bersifat edukatif dan didaktik
sekaligus menghibur tetapi juga digunakan sebagai media dakwah Islam dengan syair
atau pantun-pantun M elayu yang didendangkan, bisa pula lebih ke arah etika
pergaulan secara umum, ataupun pesan-pesan jenis lain, baik dengan tema percintaan,
nasihat, pandangan hidup, dan lain sebagainya. Lagu-lagu tersebut akan penulis
analisis melalui teori semiotik. Penyajian musik zapin dapat saja hanya di iringin
musik instrumental, atau tanpa teks pantun M elayu yang dinyanyikan (vokal).
Dari uraian di atas tergambar dengan jelas bahwa seni zapin sangatlah penting
di dalam kebudayaan M elayu. Seni zapin ini mengekspresikan sejarah masuknya
peradaban Islam ke dalam kebudayaan Melayu. Dalam seni zapin juga terkandung
proses kreativitas seniman Melayu dalam mengolah zapin Arab menjadi zapin Melayu.
Sejauh ini, banyak kita jumpai tokoh-tokoh yang mengangkat tradisi zapin,
baik sebagai pengamat, penulis, penata tari, serta pencipta lagu zapin. Khususnya yang
berada di kawasan kota Medan dan sekitarnya. Mereka itu antara lain adalah: Singah
bin Zakaria (di Bengkel Perbaungan), Tuk Poncil (Nagur, Bedagai), O.K. Aris dan
O.K. Tera’i (Galang), Sauti dan O.K. Adram (di Serdang, di samping mereka penata
13
tari serampang dua belas mereka juga penari zapin yang bersal dari Pantai Cermin)
dan Anjang Nurdin Paitan (Pantai Labu), dan lainnya.
Ada pula para pengamat zapin, seperti Tengku Luckman Sinar. Beliau aktif
membuat artikel mengenai zapin dalam seminar-seminar tentang kebudayaan Melayu,
ke berbagai kota besar di Indonesia bahkan ke luar negeri. Di samping itu ada juga
M uhammad Takari dan Fadlin (Medan). Dua tokoh di bidang kesenian M elayu yang
juga aktif sebagai pengamat zapin dan penulis, yang selalu menjadi pembicara dalam
seminar mengenai zapin, dan langsung ikut berperan serta dalam proses penggarapan
pembuatan lagu-lagu zapin.
Selain itu, terdapat juga tokoh penggarap tari khususnya tari zapin antara lain:
Yose Rizal Firdaus yang aktif juga menulis artikel tentang tari zapin, ada juga O.K.
Hamidi sebagai pengamat tari zapin, Tengku Sita Syaritsa (M edan), A. Rahim Noor,
dan terdapat juga tokoh muda penggarap tari zapin yang berada di Kota Medan,
khususnya di Taman Budaya M edan, seperti: Dilinar Adlin, Syafrizal, Sri Ning Ayu,
Ivan, dan ramai lagi. Di samping itu terdapat juga tokoh-tokoh pencipta lagu zapin
yang karya-karya beliau sangat termasyhur. Salah satunya adalah Rizaldi Siagian
seorang etnomusikolog, beliau menciptakan lagu-lagu zapin anatara lain: Zapin
Ceracap dan Zapin Tanda-tanda. Lagu ini lebih ke zapin kreasi karena dilihat dari
instrumen yang dipakai yaitu perkawinan alat musik dasar seperti marwas dan gambus
dengan instrumen modern, seperti bas, drum, gitar, dan keyboard. Lagu ini lebih
komersial karena lagu ini telah dir ilis ke dalam album Grenek. Ada juga Zapin
Menjelang Maghrib yang lebih ke tradisi. Sebab dalam lagu ini dapat kita lihat dari
14
segi instrumennya yang memakai alat musik dasar yaitu gendang marwas dan gambus
saja. Lagu-lagu Rizaldi tersebut masih sering dibawakan untuk persembahan tari oleh
sangar-sanggar tari di Kota M edan, baik untuk acara-acara resmi ataupun festival. Di
samping itu ada juga Tengku Safick Sinar, Tengku Rio, Hendrik Perangin-angin,
Sahrial, Zul Alinur, dan lain-lainnya.
Zul Alinur adalah seorang generasi muda yang berbakat membuat karya-karya
musik zapin. Lagu-lagu zapin beliau lah yang ingin penulis kaji lewat struktur teks
dan melodinya. Walaupun umurnya masih relatif muda namun karya-karya beliau
cukup membanggakan. Zul Alinur yang akrab dipanggil Al Coboy atau M ak Boy
adalah salah satu pelaku seni di kota M edan yang berdarah M elayu dan M inangkabau.
Dalam membuat lagu-lagu zapin beliau menuliskannya dalam notasi angka dan teknya
dalam huruf Latin. Puluhan lagu zapin telah diciptakannya. Yang paling menarik
adalah di antara lagu-lagu tersebut ada sebanyak lima lagu menurut pengamatan
penulis, menang dalam lomba atau festival lagu zapin di tingkat provinsi atau nasional.
Di samping sebagai pemusik, dia juga mahir mengaransemen lagu-lagu
khususnya lagu etnik yang terdapat Sumatera. Bahkan ia juga sangat mahir
menciptakan lagu-lagu M elayu khususnya bergenre zapin. Dalam hal ini dia memiliki
kelebihan, dengan langsung menciptakan lagu-lagu zapin dan menciptakan musiknya.
Sedangkan lagu-lagu di luar zapin dia hanya mampu mengaransemen saja bukan
sebagai pencipta. Lagu- lagu beliau lah yang penulis ingin kaji. Lagu zapin ciptaan
Zul Alinur tidak terlalu terikat dengan tradisi dan cenderung ke kreasi baru. Namun
demikian, konsep dasar atau pakem dari zapin itu sendiri masih tetap dipakai.
15
Kenyataan ini dapat dapat dilihat melalui struktur musiknya, yaitu melodi yang
sederhana dan mudah diingat. Instrumen yang di pakai di luar alat musik dasar seperti
gambus dan marwas antara lain gendang ronggeng (frame drum), dol, biola,
accordion, dan gitar bas, Terjadinya peralihan musik pengiring tari zapin dari bentuk
zapin tradisi (alat musik dasar) ke bentuk musik zapin kreasi tidak terlepas dari
kebutuhan pertunjukan, dan kreativitas seniman-senimannya, yang merupakan usaha
yang dilakukan para pelaku seni untuk menjadikan kesenian itu untuk tetap hidup dan
berkembang di tengah masyarakat.
Perbedaan di antara garapan tradisional dengan garapan kreasi terdapat pada
varisasi gerak, gaya, pola lantai, pola dramatik, musik dan alat musik, jumlah penari,
peralatan tari, beserta pantun yang didendangkan. Sementara kesamaannya bahwa
zapin itu sendiri telah memakai konsep dasar atau pakem tersendiri baik taksim
maupun tahtum, dan meiliki struktur rentak dalam tanda birama 4/4, dan lain
sebagainya.
Zul Alinur memberi sentuhan baru pada zapin, namun tidak merusak pakem
pada zapin itu sendiri, Resam dari akar zapin masih tetap dipakai, sehingga
menghasilkan zapin pengembangan dalam karya-karya baru dalam suatu wujud
upaya pelestarian. Seperti apa yang dikatakan oleh Julianus P. Limbeng bahwa semua
kesenian tradisional itu memiliki pola atau pakem tersendiri yang membuat kesenian
itu menjadi khas, berbeda dengan yang lainnya. Akan tetapi pakem tersebut bukanlah
suatu aturan yang “mati,” melainkan suatu potensi yang dapat berkembang ,dan
mampu mengakomodasi perubahan-perubahan isi sesuai dengan kepentingan situasi
16
demi situasi, waktu demi waktu. Jika kesenian kesenian tradisional memiliki pakem
yang kuat, maka ia pun memiliki ruang kebebasan yang luwes. Keduanya pakem dan
kebebasan kreatif terjalin secara integral, menjadi semacam grammar atau bahasa
ungkap yang organis dan cerdas sehingga pertumbuhannya pun dapat tumbuh secara
alamiah. Atas dasar itu, yang disebut dengan kesenian tradisi dan upaya pelestariannya
harus menyangkut kedua aspek antara lain: bentuk, pola, atau pakemnya serta daya
atau potensi untuk berubah. Dalam aspek itulah sesungguhnya terletak nilai, sehingga
kesenian di Nusantara ini biasa disebut sebagai “tradisi hidup” (living tradition)
bukan suatu tradisi yang mati atau beku (Julianus P. Limbeng 2009).
Selain itu, lagu-lagu ciptaan Zul Alinur selalu digunakan oleh sanggar-sanggar
tari yang ada di Kota M edan, khususnya di Taman Budaya, untuk mengiringi berbagai
acara atau festival yang ada di Medan dan di luar kota M edan. Di antaranya untuk
mengikuti festival tari zapin, yang diadakan oleh Dewan Kesenian Medan (DKM )
dalam event M edan Arts Festival, empat lagu yang diciptakan Zul Ainur termasuk ke
dalam kategori lima lagu yang terbaik. Selain itu, lagu-lagu ciptaan Zul Alinur juga
digunakan pada festival zapin dalam acara Gempar Sumut di lapangan Merdeka
M edan, dan karyanya mendapat juara pertama.
Selain untuk festival, lagu beliau juga dipakai untuk mengisi event-event
nasional bahkan internasional yaitu: Pesta Gendang Nusantara (Malaysia, acara
tahunan menyambut ulang tahun Kota M elaka), Pedati Nusantara (Bukit Tinggi, acara
tahunan oleh Visit Indonesian Year), Semarak Zapin Serantau (yang diadakan selama
dua tahun sekali di Bengkalis), Temu Zapin Indonesia (Pekan Baru), Cross Culture
17
(Surabaya), dan Festival Seni Melayu Nusantara (Palembang). Dalam acara yang
terakhir ini karya lagu zapinnya mendapatkan penghargaan penata musik terbaik.
Judul lagu-lagu zapin yang beliau ciptakan adalah: Zapin Puan, Zapin Perantau, Zapin
Purnama, Zapin di Hati, Zapin Perindu, Arena Zapin, Zapin Bertuah, Zapin in My
Heart, dan masih banyak lagi karya-karya lainnya.
Berdasarkan uraian sosiomusikal di atas, maka saya tertarik untuk
menganalisis lagu-lagu zapin Zul Alinur ini, baik dari aspek teks maupun melodinya.
Adapun ketertarikan ini karena saya sangat begitu dekat dengan karya-karya beliau,
karena akhir-akhir in i penulis sering di percayai untuk menyanyikan lagu-lagu
ciptaannya dalam mengiringin persembahan tari khususnya tari zapin. Sehingga saya
tertarik untuk mengangkatnya menjadi judul skripsi ini, dengan judul Lagu-lagu
Zapin Ciptaan Zul Alinur: Kajian Terhadap Struktur Teks dan Melodi.
1.2 Pokok Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka selanjutnya penulis
menarik dua pokok masalah utama yang akan dikaji dalam skripsi ini. Pokok-pokok
masalah tersebut adalah: pertama, bagaimana struktur teks (lirik atau syair) lagu-lagu
zapin ciptaan Zul Ainur. Yang kedua, bagaimana struktur melodi lagu-lagu zapin
ciptaan Zul Alinur. Sebagai dasar untuk menguatkan dua pokok masalah di atas, maka
akan dikaji pula bagaimana biografi ringkas Zul Alinur. Hal ini sesuai dengan alasan
bahwa karya seni apa pun bentuknya tidak terlepas dari pengalaman hidup dan
lingkungan budaya di mana seorang pencipta seni itu hidup.
18
Pokok masalah struktur teks akan diperinci dalam skripsi ini mencakup unsur
rima, pantun, makna-makna sosiobudaya, tafsiran terhadap makna teks, makna
denotatif, makna konotatif, suku kata, interyeksi, pemakaian partikel, metafora, gaya
bahasa (plastik bahasa), nilai-nilai intrinsik dan ekstrinsik, reperiti, hubungan teks
dengan melodi, dan hal-hal sejenis. Sementara untuk pokok masalah kedua yaitu
bagaimana struktur melodi lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur akan diperinci dengan
kajian yang mencakup: tangga nada (yang berakar dari tangga nada musik M elayu atau
maqam Arab), wilayah nada, nada dasar, formula melodi, distribusi interval, pola-pola
kadensa, ambitus suara, dan kontur. Untuk menguatkan aspek struktur melodi ini,
maka dalam skripsi ini penulis juga akan mengkaji aspek waktu yang mencakup meter
atau tanda birama, siklus rentak, fungtuasi ritmik, kecepatan lagu, rentak dasar dan
rentak peningkah, taksim yang berupa meter bebas, hubungan antara pemain mus ik
pembawa rentak dan pembawa melodi, dan lain-lainnya. Juga akan mengkaji sajian
lagu-lagu zapin dalam konteks pertunjukan seperti paduan suara, suara tunggal atau
solo, gaya litany, gaya responsorial, properti panggung, hubungan musik zapin dan
tarinya, dan lain-lainnya. Untuk melengkapi dua pokok masalah di atas, penulis juga
akan mengkaji secara umum saja bagaimana struktur tari zapin yang diiringi oleh lagu-
lagu ciptaan Zul Alinur ini, yang diciptakan oleh para penata tari di kawasan M edan
dan sekitarnya. Ini untuk melihat sejauh apa kreativitas tari yang diciptakan
berdasarkan musik zapin yang diciptakan sebelumnya, atau sebaliknya. Lebih jauh,
adalah bagaimana penata tari berkomunikasi dengan lagu-lagu zapin ciptaan Zul
Alinur, dan kemudian membuat kreativitas tari berdasarkan apa yang didengar, atau
19
komunikasi verbal dengan Zul Alinur. Dengan membuat dua pokok masalah dan
unsur-unsur kajian yang mendukungnya, diharapkan melalui skripsi ini akan
didapatkan kajian yang mendalam dan saling mengisi, dalam konteks interdisiplin
dalam bidang etnomusikologi.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah penulis kemukakan di atas,
maka tujuan penelitian ini juga merujuk kepada pokok permasalahan tersebut. Adapun
dua tujuan utama penelitian ini adalah: (a) untuk mengetahui bagaimana struktur teks
(syair atau pantun) yang terdapat dalam lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur, (b) untuk
mengetahui bagaimana struktur melodi lagu-lagu zapin yang diciptakan oleg Zul
Alinur. Kedua tujuan utama ini akan diikuti secara langsung dengan berbagai tujuan
lain yaitu untuk M encari ciri khas musik zapin atau lagu zapin ciptaan Zul Alinur yang
membuat dia berbeda dengan pencipta lagu zapin yang lain. Selain itu adalah untuk
mengetahui bagaimana pentingnya zapin dalam kebudayaan M elayu termasuk
masyarakat urban di Kota M edan, dan oleh karena pentingnya genre seni ini, maka
perlu selalu melakukan ciptaan baru berdasarkan ciptaan lama dalam ruang dan waktu
yang dilalui oleh kebudayaan. Tujuan lain adalah untuk mengungkap fenomena
bagaimana zapin diciptakan oleh generasi muda M elayu dan mendapat sambutan
masyarakat pendukungnya.
20
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini, menurut penulis dapat dikategorikan dalam dua
hal, yaitu manfaat saintifik atau keilmuan, dan manfaat praktis bagi pengembangan
kesenian dalam konteks negara Indonesia (dalam hal ini kota M edan dan Provins i
Sumatera Utara). Dari segi manfaat keilmuan maka skripsi ini akan memberikan
berbagai pengetahuan baru yaitu bagaimana seorang generasi muda menciptakan lagu-
lagu genre zapin. Apakah ia akan membuat pembaharuan, begitu juga apakah pakem
atau norma-norma lagu zapin akan terus dipertahankannya. Uraian ini akan
memberikan manfaat kepada disiplin etnomusikologi dalam melihat musik,
kebudayaan, kreativitas, dan pengembangan karya musik. M anfaat keilmuan lainnya
adalah untuk memperluas pengetahuan dan wawasan penulis dan para pembaca dalam
disiplin ilmu-ilmu humaniora dan sosial termasuk etnomusikologi. Selain itu, manfaat
keilmuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjadi bahan kajian bagaimana
proses difusi seni zapin melalui penyebaran agama Islam. Kemudian terjadi
pembumian atau adaptasi di sana-sini menjadi zapin M elayu, sekali gus melihat
bagaimana kreativitas seniman lokal dalam menggarap seni yang diadopsi dari luar.
Dari kajian zapin ini juga akan menggambarkan bagaimana proses akulturasi dan
inovasi sekali gus. Manfaat saintik lainnya adalah memahami makna-makna teks yang
terdapat dalam lagu-lagu zapin yang diciptakan Zul Alinur. Sebagaimana diketahui
bahwa dalam penelitian kualitatif pencarian makna dalam fenomena budaya adalah
sangat penting. Dari segi melodi pula, penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui
bagaiman struktur melodi lagu-lagu zapin yang diciptakan Zul Alinur, apakah struktur
21
melodinya mengandung budaya tangga nada Melayu, maqam Arab, tangga nada
Eropa, atau ada kekhasan yang diciptakan Zul Alinur. Lebih jauh adalah sebagai
keturunan Minangkabau dan M elayu, apakah ada unsur musik M inangkabau dan
M elayu yang diterapkannya ke dalam lagu-lagu zapin ciptaannya. Sebagai seorang
muslim, nilai-nilai agama yang seperti apa yang diaplikasikannya ke dalam lagu-lagu
zapin ciptaan beliau. Ke depan mungkin akan ditemukan teori baru dari keberadaan
zapin di tengah masyarakat Nusantara termasuk Medan, terutama melalui karya-karya
generasi mudanya, termasuk Zul Alinur.
Selanjutnya manfaat praktis penelitian ini adalah untuk memberdayakan,
memungsikan zapin (termasuk ciptaan Zul Alinur) dalam kebudayaannya. Contohnya
adalah memungsikan seni zapin dalam konteks upacara perkawinan M elayu (atau
yang berdasar kepada agama Islam), untuk mengkhitankan anak, untuk menyambut
dan memeriahkan hari-hari besar keagamaan Islam, untuk acara tepung tawar, untuk
melepas dan menyambut haji, dan lain-lainnya.
Lebih jauh, sangat mungkin lagu-lagu zapin ciptaan beliau digunakan dalam
konteks seni wisata di Medan dan sekitarnya, dalam rangka mendukung program
pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Budaya dan Pariwisata, di bidang seni
dan kepariwisataan. M anfaat praktis lainnya adalah penelitian ini dapat dijadikan
sumber rujukan dalam rangka menciptakan zapin-zapin baru bagi generasi muda. Atau
kalau mungkin menjadi inspirasi bagi dilaksanakannya lomba cipta lagu zapin, baik di
tingkat Kota M edan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia, atau Dunia M elayu. Manfaat
praktis lainnya adalah lagu-lagu zapin ciptaan baru ini bisa diproduksi dalam bentuk
22
video compact disk (VCD) atau DVD, yang berkualitas, dan akan menyumbangkan
penghasilan bagi pencipta dan kelompok produksinya, kalau zapin itu laku di pasaran
dan diterima masyarakat. Begitu juga dengan manfaat-manfaat lainnya.
1.4 Konsep dan Teori yang Digunakan
Sebelum menjelaskan beberapa konsep dan teori yang penulis gunakan dalam
penelitian ini, maka supaya tidak terjadi tanda-tanya dan keragu-raguan, penulis
menggunakan pengertian konsep dan teori sebagai berikut. Konsep merupakan
rancangan ide atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa kongkret
(Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005:588).
Selanjutnya yang dimaksud dengan teori adalah pendapat yang didasarkan pada
penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi (Poerwadarminta
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005:1177).
Dari dua pengertian di atas, maka ada perbedaan mendasar antara konsep dan
teori. Konsep baru sampai ke tahap pengertian yang diabstrakan peristiwa
sesungguhnya. Kalau penulis boleh memberi contoh dalam kebudayaan Melayu
terdapat konsep tentang alam (terdiri dari alam janin, alam sekitar, alam kubur, alam
akhirat, dan seterusnya). Begitu juga konsep tentang yang baik budi yang indah
bahasa, yang bermakna konsep manusia baik dinilai dari budinya, orang yang
memiliki sopan santun dan estetika tinggi dapat dinilai dari bahasa yang
diucapkannya. Sementara teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan
penemuan, didukung oleh data dan argumentasi. Jadi teori sifatnya lebih ke arah
23
telah terbukti secara saintifik dan pendapat keilmuan itu digunakan untuk
memecahkan permasalah atau fenomena alam maupun sosiobudaya. Contoh teori
dalam ilmu pengetahuan adalah teori difusi, akulturasi, evolusi, gravitasi,
relativisme, bobot tangga nada (weighted scale), kantometrik, dan lain-lain. Kedua
hal tersebut (konsep dan teori) akan diaplikasikan dalam penelitian terhadap struktur
teks dan melodi lagu-lagu zapin yang diciptakan oleh Zul Alinur.
1.4.1 Konsep
Ada beberapa konsep utama yang digunakan dalam konteks skripsi ini. Konsep
tersebut berkait erat dengan judul yang penulis gunakan. Adapun konsep itu adalah:
(a) lagu, (b) musik, (c) tari, (d) zapin, (e) kajian, (f) struktur, (g) teks, dan (h) melodi.
(a) Konsep mengenai lagu. Menurut Kamus Dewan Edisi Ketiga (2002),
lagu itu memiliki pengertian-pengertian seperti yang diuraikan berikut ini.
lagu 1. irama suara (dlm bacaan nyanyian, percakapan, dll): ~ bacaan qari dan qariah pd malam itu merawankan hati pedengar, 2. gubahan muzik biasanya dgn seni kata, nyanyian: memperdengarkan sebuah ~ yg dinyanyikan oleh seorang penyanyi terkenal; ~ suka ramai; 3. langgam atau corak irama (muzik dll) : ~ Melayu asli; ~ keroncong; 4. cara, gaya, macam, kaedah, pakaian ~ ini saya tidak suka memakainya; ~ ini (itu) cara ini (itu); ~ kebangsaan lagu rasmi sesebuah negara (diperdengarkan kpd umum dlm upacara atau peristiwa tertentu; ~ lama perkara lama (yg sudah basi); ~ patriotik lagu yang seni katanya dsb menunjukkan atau bertemakan kesetiaan atau cinta kpd negara; ~ rakyat lagu yang irama dan seni katanya telah dinyanyikan turun-temurun. berlagu berirama: suaranya berlagu-lagu; melagu bernyanyi, menyanyi: kedua-dua anak itu kemudiannya menari dan ~; melagui memberi berlagu (pantun, sajak, syair, dll);
24
melagukan menyampaikan lagu, menyanyikan, membaca dgn lagu (Quran, sajak, dll): mereka bersalung dan bernyanyi ~ pantun dagang dgn sedih; laguan + nyanyian pelagu + orang yang menyampaikan lagu (nyanyian dll), penyanyi. (hal. 794).
M enurut kutipan di atas, lagu dalam bahasa M elayu memiliki empat makna
yaitu makna suara yang dikaitkan dengan melodi, juga musik yang menggunakan seni
kata (teks). Lagu juga mencakup genre musik vokal seperti lagu Melayu asli dan
keroncong. Dalam konteks Dunia M elayu lebih luas, genre lagu ini sangat banyak
contohnya, seperti dedeng, mulaka nukal, dodoi, sinandung, inang, zapin, ahoi, ketam
padi, lerai padi, dan seterusnya. Pengertian berikutnya lagu adalah gaya atau cara,
dengan contoh seperti lagu kebangsaan, lagu lama, lagu patriotik, lagu rakyat.
Sementara itu jika kata lagu dikembangkan menjadi kata kerja seperti berlagu maka
maknanya adalah suara yang berirama dan berlagu-lagu (menggunakan melodi).
Kemudian melagu artinya adalah bernyanyi atau menyanyi, dan selalu juga dikaitkan
dengan aktivitas menari. Kata kerja lainnya melagui artinya memberi berlagu kepada
karya sastra seperti pantun, sajak, syair, nazam, gurindam, seloka, dan seterusnya—
pengertiannya adalah memberi melodi pada karya sastra. M elodi itu sendiri artinya
adalah rangkaian nada-nada dengan ritme-ritme tertentu, membentuk bangunan
(arsitektonik) lagu. Kata laguan berarti juga nyanyian—sedangkan pelagu bermakna
orang yang mempersembahkan lagu. Dengan demikian, mengikut Kamus Dewan ini,
lagu terdiri dari aspek tekstual atau seni kata dan melodi sebagai salah satu unsur
musik. Lagu mengandung aspek bahasa, sastra, dan seni musik sekali gus.
25
(b) Konsep tentang musik. Dalam Kamus Dewan (2002) mus ik
didefinisikan sebagai gubahan bunyi yang menghasilkan bentuk dan irama yang indah.
Seterusnya menurut Wikipedia Indonesia (2007) musik adalah bunyi yang diterima
oleh individu dan berbeda-beda berdasarkan sejarah, lokasi, budaya, dan selera
seseorang. Konsep tentang musik juga bermacam-macam, misalnya bunyi yang
dianggap enak oleh pendengarnya, segala bunyi yang dihasilkan secara sengaja oleh
seseorang atau kelompok dan disajikan sebagai musik .
Beberapa orang menganggap musik tidak berwujud visual. Musik menurut
Aristoteles mempunyai kemampuan menentramkan hati yang gundah, mempunyai
terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa patriotisme. M usik adalah bunyi yang diterima
oleh individu dan berbeda-beda berdasarkan sejarah, lokasi, budaya, dan selera
seseorang.
Dalam kebudayaan M elayu, musik (muzik di M alaysia) itu adalah unsur
serapan yang berasal dari kebudayaan Barat, yang merujuk kepada Dewa Ilmu
Pengetahuan masa Yunani-Romawi Kuno yaitu Dewa M ousikos. Namun kata ini
kemudian berkembang merujuk kepada semua jenis seni bunyi yang menggunakan
dimensi tangga nada dan ritme di seluruh dunia termasuk di dalam kebudayaan
M elayu. Dalam budaya Melayu seni musik sering juga disebut dengan seni bunyi-
bunyian, yang terdiri dari genre-genrenya seperti syair, gurindam, nazam, barodah,
hadrah, nasyid, kasidah, dondang sayang, joget, dan seterusnya. M usik M elayu adalah
musik yang menjadi milik orang M elayu, yang diolah baik secara inovatif maupun
secara akulturasi.
26
(c) Konsep mengenai tari. M enurut Kamus Dewan Edisi Ketiga
(2002:1378), tari itu memiliki pengertian-pengertian seperti yang diuraikan berikut ini.
tari = tarian gerakan badan serta tagan dan kaki berirama mengikut rentak muzik; ~ gambus sj tari yang diir ingi oleh gambus dan rebana; ~ inai = ~ piring tari dgn menggunakan piring dan lilin (oleh gadis-gadis); ~ keris (sewar, sikin) tari dgn memainkan keris (sewar, sikin); ~ kipas tari dgn memainkan kipas; ~ payung sj tari dgn menggunakan payung; ~ sapu tangan tari dgn melambai- lambaikan sapu tangan; ~ selendang tari dgn memakai selendang; ~ serimpi sj tari yang dipertunjukkan oleh perempuan (di istana Jogja, Solo); menari, bertari + melakukan tari dgn mengikut muzik; kakak Ramlah sedang ~, sedang berlatih ~; ~ di ladang orang perb bersuka-suka memakai harta orang lain dgn tidak mengingat kerugian orang itu; yang tak pandai, dikatakan lautan nan terjungkat = sebab tiada tahu ~ dikatakan tanah lembab perb sebab tidak tahu membuat sesuatu pekerjan, dikatakan perkakas yg salah atau tidak cukup; Menari-nari melompat-lompat (kegirangan dll), mendompak-dompak, bergerak-gerak pantas dan lancar (spt gerakan penari); menarikan 1. melakukan sesuatu tari, menari dgn sesuatu tari: maka pendekar pun menghampiri lalu ~ inai serta memukul rebana lagu ceracap ini; 2. menggerak-gerakkan (jari- jari) dgn patas dan lancar (spt geraan menari) : perbuatan ~ jari- jari di atas meja semasa berakap dll; tari-tarian, tari-menari bermacam-macam tari: pd malam itu telah diadakan suatu majlis ~; tertari-tari menari-nari: kijang dua ekor itu datang ke hadapan rumahnya berlompat-lompat dan ~; penari orang yang pandai menari, tukang tari (p. 1378) anak tari: dia seorang ~ joget.
M enurut kutipan dari Kamus Dewan seperti terurai di atas, pengertian tari
dalam konteks bahasa dan budaya M elayu memilik i berbagai makna. Yang pertama
tari adalah gerakan badan serta tangan dan kaki berirama mengikuti rentak mus ik.
Dalam pengertian ini tari sangat berhubungan dengan irama (r itme dan melodi) mus ik.
Biasanya jika ada aktivitas tari selalu menggunakan musik dalam budaya Melayu.
Jarang ditemukan tari yang berdiri sendiri tanpa diiringi musik. Seterusnya dalam
27
pengertain kedua, nama tari berhubungan erat dengan properti utama yang
digunakannya, misalnya tari lilin, tari inai, tari keris, tari sapu tangan, tari payung, dan
seterusunya. Pengertian lainnya adalah genre, seperti tari serimpi adalah satu genre tari
di kraton Yogyakarta dan Surakarta. Dalam budaya M elayu Semenanjung, terdapat
juga tari ashek, joget gamelan Terengganu, dan lainnya. Makna konotatif juga
dijumpai untuk kata tari ini, seperti kalimat: Menari di ladang orang—artinya adalah
bersuka-suka memakai harta orang lain dengan tidak mengingat kerugian orang itu.
M akna konotatif lainnya adalah tercermin dalam kalimat: Sebab tiada tahu tar i
dikatakan tanah lembab. Artinya perbuatan sebab tidak tahu membuat sesuatu
pekerjaan, dikatakan perkakas yang salah atau tidak cukup, mencari-cari alasan karena
ketidakmampuannya. Pengertian berikutnya adalah tari sebagai ekspresi emos i,
gembira dengan melompat, mendompak, dan seterusnya. M akna lainnya adalah fungs i
tari seperti pada acara perhelatan pendekar dengan diiringi tari inai. Kemudian juga
orang yang menari disebut penari.
Jadi dari kutipan di atas dapat diketahui bahawa tari adalah seni gerak dalam
konteks budaya M elayu, yang memiliki norma-norma dan sistem nilainya sendiri.
Selain itu istilah tari dalam kebudayaan Melayu juga memiliki sinonim dengan istilah
tandak, liuk dan igal (lihat Takari dan Heristina Dewi 2008).
Salah satu motif tari yang paling dasar adalah mengekspresikan dan
mengkomunikasikan emosi. M anusia dan juga beberapa jenis hewan selalu menari
dengan cara menyalurkan perasaan. M otif tari ini bukan saja diperkuat oleh gerakan
meloncat, menghentakkan kaki, dan melompat-lompat, namun juga didukung oleh
28
emosi yang intens. Tari juga ada yang menggunakan gerak-gerak yang formal, seperti
tarian perang pada masyarakat tribal atau tarian rakyat untuk festival. Di sini tari
membantu untuk menghasilkan emosi-emosi dan kemudian melepaskannya.
M asyarakat juga menari untuk menikmati pengalaman tubuh dan mengitari
alam persekitaran dalam cara yang khas. Tari juga melibatkan gerakan yang ekstrim,
seperti melenturkan atau meregangkan tangan, memalingkan wajah ke belakang dan
berbagai gerak lainnya. Tari juga melibatkan gerakan yang cenderung diorganisasikan
kepada pola-pola ritmik khusus, seperti melangkah membentuk garis, mengitari lantai,
mengikuti langkah-langkah tertentu, atau membentuk pola aksen reguler, atau
melakukan penekanan gerak.
Tari adalah satu cabang kesenian yang adakalanya berdiri sendiri namun tak
jarang pula digunakan dalam seni teater. Dalam budaya M elayu misalnya, berbagai
teater mempergunakan seni tari, seperti ada teater makyong, jikei, mek mulung,
mendu, menhora, dan lainnya. Tari-tarian dalam teater ini sering disebut sebagai
tarian teater, karena fungsi utamanya mendukung situasi dan perwatakan dalam
sesebuah teater.
Zapin maknanya sangat erat dengan tari. Begitu disebutkan istilah zapin, maka
yang terbayang dikalangan pencinta dan seniman M elayu adalah tari zapin, yang
berasal dari Yaman, kemudian diolah menjadi tarian M elayu. Seperti sudah diuraikan
pada bahagian latar belakng, bahwa zapin itu sendiri bermakna gerak, dan gerak itu
adalah unsur utama dalam seni tari. Sebagaimana bunyi di dalam seni mus ik.
29
Sementara itu, masyarakat M elayu sendiri memiliki berbagai istilah yang merujuk
kepada tari seperti liuk, igal, dan tandak.
(d) Konsep tentang zapin. Seperti sudah disinggung pada bagian latar
belakang masalah Hamzah Ahmed (1984) mengatakan seni zapin dalam peradaban
Islam lahir pada tahun keenam masa ketika terjadi gencatan senjata dengan orang-
orang kafir M ekah, pada waktu anak puteri Saidina Hamzah ingin ikut Nabi
M uhammad hijrah ke M adinah. Padahal dalam perjanjian, orang-orang pelarian
M ekah itu harus dikembalikan. Pihak Nabi M uhammad tidak mau. Lalu siapa yang
menjadi pengasuh anak itu? Nabi Muhammad menunjuk Ja’far yang dengan
girangnya menari-nari mengangkat kaki bersama Saidina Ali. Inilah diperkirakan
sejarah awal munculnya zapin dalam peradaban ( tamadun) Islam. Zapin kemudian
berkembang ke Persia danNusantara. Kesenian zapin masuk ke Nusantara sejalan
dengan berkembangnya agama Islam sejak abad ke 13 Masehi. Secara etimologis, kata
zapin berasal dari Bahasa Arab, yang memiliki berbagai makna. Kata zapin sendiri
berkaitan dengan kata-kata turunan seperti zafa, zaffa, zafana, zaffan, dan lain-lainnya
(lihat M ohd Anis Md Nor 1995).
(e) Konsep mengenai kajian. Istilah ini berasal dari kata analisa atau
analisis, yaitu penyelidikan dan penguraian terhadap satu masalah untuk mengetahui
keadaan yang sebenar-benarnya serta proses pemecahan masalah yang di mulai dengan
dugaan akan sebenarnya. Struktur adalah bangunan (teoretis) yang terdiri atas unsur-
unsur yang berhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan (Poerwadarminta dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005).
30
(f) Struktur adalah unsur serapan dari bahasa Inggris yaitu structure. Kata
ini memiliki arti sebagai: susunan, bangunan, dan kerangka (Echols dan Shadily
1978:563). Struktur ini bisa dikaitkan dengan pengertian struktur sosial atau struktur
masyarakat. Begitu juga dengan struktur gedung atau bangunan. Struktur juga
bermakna sebagai bangunan bisa saja bangunan musik, bangunan swejarah, bangunan
tari, bangunan atom, dan lain-lain. Atau bisa juga sebagai kerangka yang mebentuk
bidang-bidang apa saja. Misalnya kerangka karangan, kerangka layang-layang, dan
seterusnya.
Dalam kaitannya dengan tulisan ini, struktur yang diamksud adalah merujuk
kepada dua aspek yaitu struktur melodi dan struktur teks atau lirik. Struktur melodi
lebih khusus merujuk kepada melodi lagu-lagu ciptaan Zul Alinur, yang terdiri dari
unsur-unsur: tangga nada, wilayah nada, nada dasar, formula melodi, interval yang
digunakan, nada yang digunakan, pola-pola kadensa, dan kontur melodi. Sementara
untuk teks atau lirik mencakup genre sastranya yaitu pantun atau puisi atau yang
lainnya. Kemudian kata-kata ini disusun oleh baris, bait, rima atau persajakan, makna-
makna (denoattif dan konoattif serta interpretasinya), juga interyeksi, struktur intrinsik
dan ekstrinsik, dan lain-lainnya.
(g) Teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan
dari Kitab Suci untuk pangkal ajaran atau alasan, serta bahan tertulis untuk dasar
memberikan pelajaran, berpidato, dan sebagainya (Poerwadarminta dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia 2005). Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka yang
dimaksud dengan teks adalah lirik lagu-lagu zapin yang diciptakan oleh Zul Alinur.
31
Teks ini ada yang strukturnya berdasarkan pantun dan ada pula yang berupa puisi
bebas karangan beliau, yang disesuaikan dengan perjalanan atau progresi musiknya.
(h) M elodi adalah unsur serapan yang berasal dari bahasa Inggris melody.
M enurut Echols dan Shadily (1978:378) yang dimaksud dengan melodi adalah
nyanyian atau lagu, namun dalam konteks ini artinya adalah dalam kebudayaan Barat.
Lagu sendiri sudah diuraikan konsepnya pada bahagian (a) tulisan ini. Lebih jauh yang
dimaksud melodi secara musikal adalah penggunaan rangkain nada-nada disertai unsur
ritmik yang dirangkai sedemikian rupa, berdasarkan kepada motif, frase, maupun
bentuknya. Adapun unsur-unsur melodi ini terdiri dari delapan unsur seperti yang
sudah disinggung di atas.
1.4.2 Teori
Sebagai landasan berfikir dalam melihat permasalahan dalam penelitian ini,
maka penulis mempergunakan dua teori utama untuk membedah dua permasalahan
utama. Untuk mengkaji masalah struktur melodi digunakan teori weighted scale (bobot
tangga nada), dan untuk mengkaji struktur teks (lirik) lagu digunakan teori semiotik.
Namun demikian, dalam kerangka kerja multidisiplin dan interdisiplin ilmu,
penulis juga menggunakan berbagai teori yang relevan untuk dapat mengungkap dua
permasalahan utama tersebut. M isalnya untuk mengkaji biografi r ingkas Zul Alinur
sebagai orang M elayu yang berdarah M elayu dan M inangkabau, penulis menggunakan
teori biografi. Kemudian untuk melihat persebaran zapin dari asalnya di Yaman Tanah
32
Arab sampai ke Asia Tenggara (Nusantara) penulis menggunakan teori difusi, yang
mengkaji persebaran kebudayaan dari pusat asalnya ke kawasan lain. Demikian pula
untuk mengkaji terjadinya proses pemelayuan zapin, penulis menggunakan teori
etnosains Melayu, yaitu bagaimana orang Melayu menyerap dan mengolah zapin Arab
menjadi zapin M elayu, dan tentu saja teori-teori lain yang tidak penulis uraikan satu
per satu.
M enyangkut kajian terhadap struktur melodi maka penulis menggunakan teori
weighted scale. Teori ini pada prinsipnya menawarkan delapan karakteristik yang
harus diperhartikan dalam mendeskripsikan melodi yaitu: scale (tangga nada), pitch
center (nada dasar), range (wilayah nada), frequency of note (jumlah nada), prevalent
interval (interval yang dipakai), cadence patterns (pola-pola kadensa), melodic
formulas (formula-formula melodis), dan contour (kontur) (M alm 1997:8)
Untuk mendukung teori tersebut, penulis menggunakan metode
mentranskripsikan musik. M enurut Nettl (1963:98) ada dua pendekatan di dalam
mendeskripsikan musik yaitu: (1) kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik
dari apa yang kita dengar, dan (2) kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas
dan mendeskripsikan apa yang kita lihat.
Untuk menganilisis struktur teks, penulis menggunakan teori semiotika. Sebab
bahasa memiliki mempunyai lambang bunyi tersendiri. Semiotik atau semiologi
adalah kajian terhadap tanda-tanda (sign) serta tanda-tanda yang di gunakan dalam
prilaku manusia. Dua tukoh perintis semiotika adalah Ferdinand De Sausurre seorang
ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders filosof dari Amerika Serikat. Menurut
33
pakar linguistik, Ferdinand De Sausurre, semiotika adalah kajian mengenai
“kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu.“
Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang membuat lambang bahsasa itu sendiri
dari sebuah imaji bunyi (sound image) atau signifer yang berhubungan dengan konsep
(signifed). Peirce juga menginterpretasikan bahasa sebagai sistem lambang, tetapi
terdiri dati dari 3 bagian yang saling berkaitan : (1) respresentatum, (2) pengamat
(interpretant) dan (3) objek. Dalam kajian kesenian kita harus memperhitungkan
peranan seniman pelaku dan penonton sebagai pengamat dari lambang-lambang dan
usaha kita untuk memahami proses pertunjukan atau proses penciptaan. Sedangkan
secara saintifik, istilah semiotika berasal dari perkataan Yunani semion.
Dalam kaitannya teori semiotika untuk mengkaji teks lagu zapin, maka penulis
menutip pendapat van Zoest (1996:11). M enurutnya di dalam sebuah teks terdapat
ikon, apaila adanya persamaan suatu tanda tekstual dengan acuannya. Segalanya
mempunyai kemungkinan untuk dianggap sebagai suatu tanda. Penyusunan kalimat-
kalimat dalam sajak (keteraturan suku kata, pengulangan fonetik, ataupun hanya
wujud satu susunan tipografi tertentu) adalah tanda: penanda “ini adalah sebuah
sajak.” Adanya kalimat yang panjang-panjang adalah tanda. Banyaknya kata sifat,
pergantian vokalisasi dalam sebuah cerita, panjang pendeknya sebuah teks, semua itu
bisa dianggap sebagai tanda. Semua yang dapat diamati dan diidentifikasikan dapat
menjadi tanda, baik hal yang sangat kecil seperti atom, maupun yang bersifat
kompleks karena terdiri atas sejumlah besar tanda lainnyayang lebih kecil. Pada
34
kekhasan teks hanya tampak setelah dilakukan analisis struktural yang sangat
mendalam.
Selanjutnya dalam rangka kerja dengan teori semiotika peneliti hendaklah
menginterpretasi (menafsir) tanda dalam teks. Suatu gejala struktural, baik yang
muncul dalam teks pada tingkatan mikrostruktural (dalam kalimat atau sekuen)
maupun pada tingkatan makrostruktural (teks yang lebih luas), selalu dapat dianggap
sebagai tanda. Terpulang kepada pembuat analisis teks, untuk memutuskan apa atau
apa-apa saja yang ingin dipilihnya. Selain dari itu, jika ia memutuskan menganggap
tanda yang dipilihnya sebagai ikon, konsep ikonositas dapat dipakainya sebagai alat
heuristis. Maksudnya alat itu memungkinkannya mengenali suatu makna yang
mungkin akan tetap tersembunyi kalau alat itu tidak dipergunakan. Demikian sekilas
uraian teori semiotik untuk kerja mengkaji teks lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur.
Untuk membahas biografi Zul Alinur secara r ingkas, maka penulis akan
menggunakan teori biografi. Dalam studi biografi penulis akan menganalisis dan
menerangkan kejadian-kejadian dalam hidup seseorang. M elalui biografi, akan
ditemukan hubungan, keterangan arti dari tindakan tertentu atau misteri yang
melingkupi hidup seseorang, serta penjelasan mengenai tindakan dan perilaku
hidupnya. Biografi biasanya dapat bercerita tentang kehidupan seorang tokoh terkenal
atau tidak terkenal, namun demikian, biografi tentang orang biasa akan menceritakan
mengenai satu atau lebih tempat atau masa tertentu.
Dalam bidang sastra misalnya melalui buku Antologi Biografi Pengarang
Sastra Indonesia (1999:3-4) dijelaskan bahwa biografi adalah suatu teori yang
35
dipergunakan untuk mendeskripsikan hidup pegarang atau sastrawan. Dalam buku ini
juga dijelaskan bahwa dalam menyusun biografi seseorang harus memuat latar
belakang yaitu:
1. (a) keluarga yaitu memuat keterangan lahir, meninggal (jika sudah
meninggal), istri dan keturunan (orang tua, saudara dan anak); (b) pendidikan yaitu
pendidikan formal dan non formal dari tingkat dasar sampai perguruan tartinggi jika
ada; (c) pekerjaan, yang memberi penjelasan tentang pekerjaan, baik pekerjaan yang
mendukung kepengarangannya maupun pekerjaan yang tidak ada hubungannya sama
sekali dengan kepengarangannya, dan (d) kesastraannya yang menjelaskan apa yang
mempengaruhi pengarang itu sehingga ia menjadi pengarang.
2. Karya-karya pengarang itu yang didaftar menurut jenisnya, baik yang
berupa buku maupun yang berupa karya yang diterbitkan secara terlepas, bahkan yang
masih berbentuk naskah karena kadang-kadang ada pengarang yang mempunyai
naskah karyanya yang belum diterbitkan sampai ia meninggal.
3. Tanggapan para kritikus yang didaftarkan berdasarkan judul dan sumbernya
dengan tujuan memberi keterangan kepada para pembaca tentang tanggapan orang
kepada pengarang itu. Hal itu tegantung kepada ada atau tidak adanya orang yang
menanggapi.
Karena biografi termasuk salah satu kajian dari sastra, maka teori di atas juga
dapat digunakan dalam bahasan ini, dan mengganti objek bahasan yang diteliti yang
mana sebelumnya membahas tentang pengarang, kemudian diubah objeknya menjadi
pemusik dan sekali gus pencipta lagu.
36
1.5 S tudi Kepustakaan
Untuk mendukung tulisan pada skripsi ini, penulis menggunakan buku-buku
dan karya ilmiah seperti skripsi, tesis, dan disertasi yang cukup relevan tentang
masalah yang dibahas. Baik buku-buku yang berhubungan dengan kajian-kajian
budaya, sastra, maupun kajian-kajian etnomusikologi. Penulis juga mengumpulkan
tulisan-tulisan yang bersasal dari seminar-seminar zapin. Kemudian penulis juga
mengambil beberapa kutipan-kutipan dari beberapa skripsi yang ada di Departemen
Etnomusikologi yang kemudian dijadikan sebagai bahan perbandingan. Selain itu
penulis juga mencari penjelasan dari internet yang mana dari literatur tersebut
diharapkan dapat membantu penyelesaian dari penulisan skripsi ini.
(a) Sejauh ini buku yang mengkaji zapin di Dunia Melayu, yang dianggap
oleh orang Melayu paling meluas adalah buku yang bertajuk Zapin Nusantara yang
diedit oleh Mohd Anis M d Nor, dan diterbitkan oleh Yayasan Warisan Johor. Dalam
buku ini, para penulis di kawasan budaya Melayu mendeskripsikan zapin di
wilayahnya masing-masing. M ereka itu ada yang dari Johor, Kepulauan Riau,
Sumatera Utara, Jambi, Palembang, Kalimantan, dan Semenanjung Malaysia. Untuk
tahapan awal buku ini tampaknya perlu dibaca dan dipelajari. Umumnya para penulis
menulis zapin secara umum saja, tidak r inci, karena memang demikian diatur.
(b) Karya ilmiah lainnya yang dipandang menjadi sumber mengenai zapin
adalah tulisan dalam be ntuk disertasi yang ditulis oleh Mohd Anis M d Nor. Disertasi
tersebut bertajuk The Zapin Melayu Dance of Johor: From Village to A National
37
Performance Tradition, yang ditulis Anis pada tahun 1990, dalam rangka
menyelesaikan program doktoralnya di The University of M ichigan, Amerika Serikat.
Disertasi ini dibentuk oleh delapan bab kajian, yaitu dimulai dari bab satu berupa
pendahuluan, bab dua zapin di Johor, kemudian bab tiga Zapin di Alam M elayu, bab
empat Zapin di Era Pra Perang Dunia Kedua; bab lima Zapin di Dasawarsa 1950an;
bab enam Tradisi Zapin Lama dan Baru; bab tujuh Zapin Kontemporer, dan bab
delapan Kesimpulan. Walaupun disertasi ini mengkaji asal-usul zapin di alam Melayu
secara umum, dan penelitian dilakukan Anis di berbagai tempat, namun akhirnya
fokus perhatian adalah proses kesejarahan perkembangan zapin di daerah Melayu
Johor saja. Bagaimana pun disertasi ini amatlah menarik untuk penulis baca dan
menjadi salah satu sumber dalam penelitian zapin ciptaan Zul Alinur.
(c) Pada bulan Desember 2009 di Bengkalis Riau, Dewan kesenian Bengkalis
mengadakan pargelaran acara yang beretajuk Semarak Zapin Serantau yang diadakan
dua tahun sekali. Sembang Zapin sebuah panel diskusi atau seminar yang membahas
perkembangan upaya pelestarian Zapin, makna dan f ilosopi, serta berbagai persoalan
yang mencakup Zapin. Tema ikon diskusi ini adalah: zapin sebagai ikon budaya
M elayu. Juga diselengarakannya seminar yang terdir i dari beberapa narasumber,
antara lain: seminar yang berjudul Dinamika Kehidupan Konteporer Zapin Sebagai
Puncak Peradaban Seni Islam Nusantara, yang disampaikan oleh Prof. Dr. M ahdi
Bahar, S.Kar., M .Hum. (Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang), d ia membahas
tentang eksitensi zapin yang telah mencapai puncak peradaban seni Islam Nusantara.
Zapin sebagiai manifestasi estesis, tumbuh dan hidup khususnya dalam masyarakat
38
Islami, oleh karena itu Zapin dapat diposisikan sekarang sebagai salah satu bentuk
puncak peradaban seni Islam Nusantara yang memiliki struktur dasar, bentuk
komposisi tersendiri., sehingga ia dapat digolongkan pada suatu genre seni tertentu, di
antara genre seni yang ada. Sementara itu, secara normatif dipahami bahwa eksitensi
seni bagi kaum muslimin semata-mata tidak mempunyai keterkaitan dengan sistem
peribatan ajaran Islam. Oleh karena itu dapat di pahami bahwa ajaran Islam memberi
ruang kebebasan bagi pemeluknya berseni. M aka timbullah suatu ungkapan “tak
M elayu kalau tak Islam; adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah :syarak
berkata, adat memakai.”
(d) Sedangkan Riza Pahlefi, membawakan makalah yang bertajuk “Zapin:
Dari Handramaut Berkampung di Bengkalis.” Beliau membahas zapin secara historis
yang telah berkembang di rantau ini sejak lama sejalan dengan berkembangnya pusat-
pusat pertumbuhan peradaban yang berinteraksi langsung dengan berbagai peradaban
dunia pada masa itu. Kemudian zapin telah memecahkan dirinya pada maqam yang
sangat istimewa dalam khanazah Melayu Setelah melawati proses akulturasi. Zapiin
kini lahir menjadi salah satu ikon budaya M elayu khususnya di Bengkalis. Menurut
Yusmar Yusuf, budayawan Riau, zapin mewakili seni yang penuh kehalusan,
kelembutan, dengan lirik terpilih. Gerakan yang mengulang harmonis bisa
membangun kontemplasi. Kunci untuk menikmati dan menari zapin itu adalah hati.
Jadi, zapin itu semacam taman hati nurani.
(e) Pada bulan Juli 2010 dalam event yang bertajuk Temu Zapin Indonesia
di Pekan Baru Riau, dilaksanakan serangakaian acara baik seminar serta persembahan
39
tari zapin yang didiikuti berbagai kelompok seni dari kota besar di Indonesia. Dalam
event ini terdapat juga seminar zapin yang diadakan di Taman Budaya Pekan Baru,
yang berjudul “Cakap Rampai-Rampai Zapin: Melempar M asa Kini ke M asa Depan,
Zapin Baru untuk Tradisi Masa Depan.” Salah satu pembicaranya adalah: O.K. Nizami
Jamil (budayawan Riau). Beliau membahas tentang zapin tradisional di Kerajaan
Siak, dan bagaimana perkembangan masuknya zapin di kerajaan Siak yang di
perkirakan sejak raja-raja Siak sudah menganut agama Islam yang dibawa oleh ulama
serta pedagang Arab. M asuknya zapin di Siak melalui dua jalur. Jalur pertama lewat
pembinaan dan kalangan istana yang dibina oleh datuk-datuk dan penghulu sebagai
penguasa negri. Jalur kedua, tarian zapin yang tumbuh dan berkembang pada
masyarakat di kampung dan kalalangan orang biasa.
(f) Selanjutnya makalah yang bertajuk “Pengawalan Perkembangan Zapin”
oleh Edi Sedyawati (Komunitas Budaya Indonesia), beliau membahas keanekaan
teknik dan gaya menarikan zapin baik secara tradisional ataupun kontemporer. Tari
zapin yang kita jumpai pada saat ini tidak hidup dalam kungkungan tradisi, melainkan
sudah banyak digunakan untuk menjadi suatu bahan dasar atau bahan tambahan dalam
karya-karya cipta tari dalam berancangan kontemporer.
(g) Yusmar Yusuf (budayawan sekaligus Guru Besar di Universiatas Riau)
beliau membuat catatan kecil yang bertajuk “Zapin….??? Beredaplah Menuju
“Bid’ah Baru.” M elalui makala ini beliau menyatakan bahwa zapin hari ini mestinya
mampu mengikis rasa istana sentris itu dan menyesuaikan dengan kadar lingkungan
dunia sekitar, kita yang calar, dan kemabukan manusia-manusia yang mempadukan
40
secara sosiografis, dengan menjinjit masa lalu seolah miliknya sendiri dan harus
dirawat menurut patrom dan pakemnya pula.
(h) Riza Pahlefi (Ketua Dewan Kesian Bengkalis) dengan makalah yang
berjudul “Mewariskan Zapin: Berbagai Pengembangan Zapin di Bengkalis.” Beliau
mencabarkan sejarah perkembangan zapin di Bengkalis serta upaya-upaya yang
dilakukan oleh Dewan Kesenian Bengkalis, untuk menunjang pelestarian zapin. Ketika
zapin belum menyatu pada diri kita, apa yang hendak diwariskan ke masa depan.
(i) H.Jose Rizal Firdaus dalam makalah “Tari Zapin Sumber Rujukan
Kreatifitas, Kini Era Tari Zapin.” Beliau membahas tentang zapin yang berada di
Pesisir Sumatera Timur, dan membagi zapin ke dalam dua versi yaitu zapin Arab dan
zapin M elayu. Zapin Arab yang masih sangat kental Timur Tengahnya dan yang telah
berakulturasi dengan gerak Nusantara, dari sisi tarian gerakannya cepat dan kasar dan
lebih dominan ke kaki. Sedangkan pada zapin M elayu lebih lembut dan lambat disertai
dengan gerakan tangan yang mengalir dan keseluruhan dan geraknya lebih kaya.
Beliau juga membahas perkembangan zapin dewasa ini yang terdapat 3 (tiga) bentuk
perkembangan tari zapin di Sumatera Utara, dan zapin sebagai sumber kreativitas.
(j) Pada bulan Desember 2010, di Hotel Tiara M edan dilaksanakan
Seminar Zapin. Pembicara pada saat itu adalah Tengku Luckman Sinar, M uhammad
Takari, Jose Rizal Firdaus, dan Muslim. Empat makalah ini khusus membicarakan
zapin yang ada di Sumatera Utara dan Riau. Tengku Luckman Sinar membahas aspek
kesejarahan seni zapin atau yang lazim disebut gambus di kawasan Kesultanan
Serdang melalui makalahnya yang bertajuk “Zapin/Gambus di Wilayah Kabupaten
41
Deli-Serdang (Sumatera Utara).” Menurut Tengku Luckman Sinar zapin di Kesultanan
Serdang langsung datang dari Hadramaut, yang dapat dikaji melalui datangnya para
saudagar Arab dan kemudian menetap di wilayah Kesultanan Serdang. Para penduduk
Arab dari Hadramaut Yaman ini, sampai sekarang menggunakan panggilan Al-Sagaf,
Aqil, Jamalulail, Shihab, Muthahar, dan Aidid. Zapin ini bagi Tengku Luckman Sinar
mengekspresikan kebudayaan Islam dan disesuaikan dengan cita rasa estetika musik
dan tarian Melayu.
(k) M uhammad Takari mengupas zapin di Sumatera Utara dengan tajuk
“Zapin M elayu dalam Peradaban Islam: Sejarah, Struktur M usik, dan Lirik.” Makalah
yang terdiri dari 21 halaman ini amat menarik untuk menjadi bahan kajian awal
tentang eksistensi zapin di dalam kebudayaan masyarakat M elayu di Sumatera Utara.
M uhammad Takari mengupas tentang zapin dalam konteks Dunia Islam, zapin sebagai
ekspresi peradaban Islam, zapin di Alam Melayu, struktur musiknya yang khas, begitu
juga liriknya yang khas. Salah satu kekhasan zapin Melayu adalah dalam liriknya
menggunakan unsur pantun, seperti rima, baris, sampiran, dan isi. Lirik lagu-lagu
zapin M elayu ada juga yang tidak berbentuk pantun, sebagai puisi biasa saja. Namun
terjadi pemelayuan pada teks zapin M elayu. Kadang dicampur pula dengan teks Arab.
Ini menurut pandangan Takari.
(l) H. Jose Rizal Firdaus, membawakan makalah yang bertajuk “Zapin di
Sumatera Utara.” Karena latar belakang beliau adalah sebagai penari dan pencipta tari,
maka fokus kajian Jose Rizal Firdaus adalah pada tari zapin. M engulangi aspek
sejarah Jose Rizal Firdaus mengatakan bahwa zapin berasal dari Hadramaut, dan ada
42
yang langsung dan ada pula yang melalui Gujarat. Gerak tari zapin M elayu yang
umum adalah angkat, tekuk, patah, dan seret. Penampilan zapin biasanya dimulai
dengan tahsim, kemudian gerak alif, gerak pecah, dan di ujung penari minta tahtum
atau minta tahto. Itulah norma pertunjukan zapin yang umum di Sumatera Utara.
M akalah ini bagi penulis memberikan gambaran dasar bagaimana tari zapin di
Sumatera Utara, yang juga memiliki kaitan dengan lagu zapin yang diciptakan Zul
Alinur dalam rangka mengiringi tarian zapin.
(m) M uslim dari Riau sebagai sarjana dan magister seni tari juga menyoroti
zapin di Riau dari aspek etnokoreologi. Ia membawakan makalah yang bertajuk
“Zapin.” M enurutnya zapin adalah salah satu jenis tari tradisional yang terdapat dan
berkembang dalam masyarakat Melayu, seperti di Riau, Deli, Jambi, M alaysia, dan
Brunei. Di Riau tari ini hidup dan berkembang hampir di sebahagian besar daerah
Riau terutama di kawasan pesisirnya. Bagaimanapun tulisan M uslim ini dapat penulis
gunakan untuk menjadi rujukan bagaimana gambaran umum zapin di Riau.
Inilah beberapa karya ilmiah mengenai zapin di Alam M elayu (Nusantara)
termasuk di Sumatera Utara, yang menjadi rujukan utama penulis dalam rangka
meneliti bagaimana struktur teks dan melodi zapin yang diciptakan oleh seorang
pencipta berusia relatif muda yaitu Zul Alinur. Bagi penulis lagu zapin yang
diciptakan Zul Alinur masih berdasar dan berpaksikan kepada aturan-aturan dan
norma atau pakem lagu zapin untuk mengiringi tarian zapin dalam konteks
kebudayaan M elayu.
43
1.6. Metode Penelitian
1.6.1 Metode Penelitian Lapangan
M enurut Merriam dalam etnomusikologi, dikenal istilah teknik lapangan dan
metode lapangan. Teknik mengandung arti pengumpulan data-data secara rinci d i
lapangan. M etode lapangan sebaliknya mempunyai cakupan yang lebih luas,
yaitu meliputi dasar-dasar teoretis yang menjadi acuan bagi teknik penelitin lapangan.
Teknik menunjukkan pemecahan masalah pengumpulan data hari demi hari,
sedangkan metode mencakup teknik-teknik dan juga berbagai pemecahan masalah
sebagai bingkai kerja dalam penelitian lapangan (M erriam 1964:39-40).
Selain itu penulis juga menggunakan metode penelitian deskriftip dengan
pendekatan kualitatif, karena pendekatan ini berupa kata-kata dan makna di baliknya
secara mendetail bukan angka-angka. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk
mendalami apa sebenarnya makna yang terdapat dalam tanda pertunjukan musik dan
tari zapin yang hendak dikomunikasikan pencita (termasuk Zul Alinur) kepada para
penonton dan penikmatnya.
M etode penelitiaan yang digunakan juga memakai metode penelitian
deskriptif, merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan
menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat
yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, dan akibat atau efek yang terjadi
(Sukmadinata 2006:72).
44
Sedangkan substansi metode kualitatif, lebih jauh menurut Nelson menurut
keberadaannya dalam dunia ilmu pengetahuan adalah seperti yang diuraikannya
berikut ini.
Qualitative research is an interdisiplinary, transdisiplinary, and sometimes counterdisiplinary field. It crosscuts the humanities and the social and physical sciences. Qualitative research is many things at the same time. It is multiparadigmatic in focus. Its practitioners are sensitive to the value of the multimethod approach. They are commited to the naturalistic perspective, and to the interpretive understanding of human experience. At the same time, the field is inherently political and shaped by multiple ethical and political positions (Nelson dan Grossberg 1992:4).
Dari kutipan di atas, secara garis besar dapat dinyatakan bahwa penelitian
kualitatif umumnya ditujukan untuk mempelajari kehidupan kumpulan manusia.
Biasanya manusia di luar kelompok peneliti. Penelitian ini melibatkan berbagai
jenis disiplin, baik dari ilmu humaniora, sosial, ataupun ilmu alam. Para
penelitinya percaya kepada perspektif naturalistik (alamiah), serta menafsirkan
untuk mengetahui pengalaman manusia, yang oleh karena itu biasanya inheren dan
dibentuk oleh berbagai nilai etika posisi politik. Namun demikian, penelitian seni
dengan metode kualitatif juga selalu melibatkan data-data yang bersifat kuantitatif.
dengan melihat kepada pernyataan S. Nasution bahwa setiap penelitian (kualitatif
dan kuantitatif) harus direncanakan. Untuk itu diperlukan desain penelitian.
Desain penelitian merupakan rencana tentang cara pengumpulan dan menganalisis
data agar dapat dilaksanakan secara ekonomis serta serasi dengan tujuan
penelitian itu. Dalam desain antara lain harus dipikirkan: (a) populasi sasaran, (b)
metode sampling, (c) besar sampling, (d) prosedur pengumpulan data, (e) cara-cara
45
menganalisis data setelah terkumpul, (f) perlu tidaknya menggunakan statistik, (g) cara
mengambil kesimpulan dan sebagainya (Nasution 1982:31).
Penelitian lapangan ini dilakukan dengan metode pengumpulan data dengan cara
wawancara dan perekaman. Sebelum wawancara, penulis menyusun daftar pertanyaan
untuk mengarahkan kepada pokok permasalahan yang ingin penulis ketahui. Namun
demikian penulis tetap akan mengembangkan pertanyaan kepada hal-hal yang
berkaitan dengan permasalahan
1.6.2 Wawancara
M enurut Soeharto dalam Wilda Damanik (1995:67), wawancara atau interview
adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan
secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada narasumber (informan)
atau responden dan jawaban-jawaban responden akan dicatat atau direkam dengan alat
perekam (tape recorder). Wawancara adalah salah satu cara yang digunakan untuk
memperoleh data tentang kejadian yang diamati baik secara langsung sendiri atau
tidak.
M enurut Moleong wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak-pihak yaitu pewawancara (interviewer)
dan yang di wawancari (interview). Patton (dalam Moleong 1988:135),
mengungkapkan beberapa jenis wawancara, yaitu (1) wawancara pembicaraan
informal, (2) pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara, dan (3)
wawancara baku terbuka.
46
Dalam rangka penelitian ini, penulis mewancarai langsung orang yang diteliti
yaitu Zul Alinur. M elihat langsung pertunjukan musik Zapin Zul Alinur, serta
mewawancarai seluruh pesonil grup musiknya yang bernama M etronom Musik
Collaboration. Para anggotanya terdiri dari: Irma Karyono (pemain gendang
ronggeng), Rubino (pemain akordion dan gambus), Afit (pemain biola), Ade (pemain
gitar bass), Jumaidi (pemain zimbe ), Eva Gusmala Yanti, yaitu saya sendiri (vokalis).
Zul Alinur sendiri biasanya memainkan gendang dol (Minangkabau), marwas, serta
sewaktu-waktu memainkan seruling. M etronom Music Collaboration sendiri
bertempat di Taman Budaya Sumatera Utara. Penulis juga melihat atau mendengarkan
kembali hasil rekaman pertunjukan yang berformat video ataupun mp3.
1.6.3 Perekaman Data Audio dan Visual
Selain wawancara, penulis juga mengumpulkan data baik Audio dan visual
ataupun Audio visual sekaligus. Penulis melihat langsung pertunjukan musik dan tari
zapin oleh grup musik Zul Alinur yaitu M etronom Music Collaboration, dengan
langsung merekamnya dengan format video serta mengambil gambar atau fotonya.
Penulis menggunakan kamera Canon EOS 400D dan Canon Ixus 970 IS. Serta
mengumpulkan dan merekan lagu-lagu beliau dalam format mp3.
Rekaman dalam bentuk data visual dan adudio visual ini kemudian diedit,
dipilih, dan dimuat dalam bentuk data skripsi. Rekaman musik zapin secara
audiovisual kemudian dipindahkan ke dalam bentuk notasi yang sifatnya visual. Kerja
47
transkripsi dilakukan setelah kerja pengumpulan data lapangan. Kerja transkripsi juga
menggunakan bantuan notasi angka dan teks huruf Latin yang ditulis oleh Zul Alinir.
1.6.4 Kerja Laboratorium
Setelah mendapatkan data dil apangan, penulis mengadakan kerja
laboratorium. Dimana hasil rekaman lagu akan di transkripsi dan dianalisis. Untuk
memudahkan pentranskripsian, penulis mengubah hasil rekaman yang didengar ke
dalam bentuk notasi. Penggunaan notasi ini dilakukan untuk menggambarkan lebih
jelas apa yang di analisa. Hasil transkripsi ini akan di bahas pada bab V dalam skripsi.
Dari semua data yang di peroleh di lapangan, untuk selanjutnya diolah dalam
kerja laboratorium. Di dalam proses pengolahan data ini, penulis dibimbing oleh dosen
pembimbing yaitu Bapak Fadlin dan Muhammad Takari, yang juga mengarahkan
penulis melalui pendekatan-pendekatan etnomusikologi tentang masalah yang penulis
bahas. Jika masih ada data yang dirasa kurang lengkap, maka penulis akan kembali ke
lokasi penelitian menemui narasumber guna melengkapi materi pembahasan melalui
saran-saran dari dosen pembimbing penulis
1.7 Pengalaman Penelitian
Penulis pertama sekali mengenal Zul Alinur pada bulan M aret Tahun 2009.
Ketika itu penulis diajak oleh Datuk Ahmad Fauzi selaku dosen Praktik Musik
M elayu, Etnomusikologi USU, dalam mengikuti proses latihan di Taman Budaya
Sumatera Utara, mewakili Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara untuk ikut
48
berpartisipasi membuat persembahan musik dan tari dalam acara Pesta Gendang
Nusantara di M elaka, Malaysia pada waktu itu. Penulis di percayai untuk
menyanyikan salah satu lagu ciptaan Zul Alinur yang berjudul Zapin Puan. Setelah
sekian lama Acara itu selesai, penulis kemudian di ajak untuk bergabung di sanggar
musik Zul Alinur yang bernama Metronom M usik Collaboration yang bertempat di
Taman Budaya Sumut. Dari situlah penulis banyak mempelajari dan menyanyikan
lagu-lagu beliau, khususnya Zapin di berbagai kegiatan, event-event, serta festival-
festival zapin, baik di kota Medan maupun di luar kota Medan.
Penulis tertarik mengangkat karya-karya beliau, untuk dijadikan skripsi
sarjana. Walaupun umur Zul Alinur masih relatif muda dan pengalamannya dalam
berkesenian Zapin masih relatif baru, namun karya-karya beliau sangatlah cukup
membanggakan. Lewat berbagai penghargaan yang diraihnya dari berbagai event,
festival, dan perlombaan.
Di samping itu, penulis juga aktif mengikuti seminar-seminar zapin, baik yang
diselenggarakan di Medan ataupun di luar kota Medan. Di antaranya adalah: Semarak
Zapin Serantau di Bengkalis, Temu Zapin Indonesia di Pekan Baru, Bengkel dan
Seminar Tari Zapin Nusantara di Kota Medan. Dalam hal ini penulis bertujuan untuk
memperoleh data-data berupa makalah seminar.
Di samping seminar, terdapat juga pertunjukan zapin baik musik dan tari yang
diisi oleh sanggar-sanggar musik dan tari yang bersal dari berbagai kota besar di
Indonesia. Di situ penulis dapat mengamati dan membandingkan bagaimana
perbedaan zapin yang berasal dari setiap kawasan, baik itu musik, tari, serta lagu yang
49
ada di kota M edan dengan zapin yang berada di Alam Melayu Nusantara ini.
Demikian sekilas uraian tentang pengalaman penulis dalam rangka meneliti lagu-lagu
zapin ciptaan Zul Alinur, yang secara kultural terintegrasi dengan tradisi zapin Melayu
di Nusantara ini. Menurut penulis, pencipta lagu dan pemusik M elayu ini memiliki
berbagai “kelebihan” bakat yang diberi Tuhan, terutama dalam penciptaan lagu-lagu
zapin.
50
BAB II
GAMBARAN UMUM BUDAYA MAS YARAKAT MELAYU S UMATERA
UTARA S EBAGAI LATAR BELAKANG S ENI ZAPIN
DAN PENCIPTAAN LAGU-LAGU ZAPIN OLEH ZUL ALINUR
2.1 Latar Belakang S osiobudaya Zul Alinur sebagai Pencipta Lagu-lagu Zapin
Lagu-lagu zapin yang diciptakan oleh Zul Alinur, tidak dapat dipisahkan
dengan latar belakang M elayu Sumatera Utara. Zul Alinur adalah sosok orang Melayu
yang berdarah M elayu dan M inangkabau sekali gus. Ia banyak mengumpulkan
pengalamannya dari kebudayaan M elayu dan Minangkabau yang ada di Sumatera
Utara, khusus yang tergabung ke dalam kelompok seni Tigo Sapilin, Badan
M usyawarah M asyarakat Minangkabau (BM 3) yang dipimpin oleh Bapak Abu Bakar,
S.H.
Oleh karena itu, sebelum sampai kepada pembahasan mengenai struktur teks
dan melodi lagu-lagu zapin yang diciptakan oleh Zul Alinur, pada Bab II ini penulis
akan menguraikan gambaran umum budaya masyarakat M elayu Sumatera Utara,
sebagai latar belakang tumbuh dan berkembangnya tradisi zapin, termasuk penciptaan
lagu-lagu zapin oleh para penciptanya seperti Rizaldi Siagian, Syahrial Felani, dan Zul
Alinur. Namun untuk melengkapi latar belakang budaya ini, karena Zul Alinur juga
selain sebagai penggiat seni M elayu ia juga keturunan Minangkabau dan penggiat seni
M inangkabau di M edan, maka penulis akan memerikan secara umum latar belakang
budaya M inangkabau dan integrasinya dengan budaya Melayu di Sumatera Utara, dan
51
juga Dunia Melayu. Bahwa M inangkabau dalam konteks yang luas menjadi bahagian
dari Dunia Melayu juga.
2.2 Sejarah Masyarakat dan Budaya Melayu di S umatera Timur
M enurut Tengku H. M uhammad Lah Husni (1986), yang di maksud dengan
suku M elayu itu adalah golongan bangsa yang menayatukan dirinya dalam perbauran
ikatan perkawinan antar suku bangsa serta memakai adat resam bahasa M elayu secara
sadar dan berkelanjutan. Selain itu pengertian Melayu juga dapat disimpulkan dalam
tiga bidang yaitu: (a) Dalam arti luas merupakan rumpun ras Melayu yang meliputi
daerah Indonesia, Malaysia, Filipina, M alagasi, M uang Thai, dan sebagian dari
pulau-pulau di lautan teduh lain-lain. (b) Dalam arti pertengahan bangsa Indonesia
yang terdiri dari beribu suku bangsa, berhimpun dalam satu kesatuan daerah
berperintahan sendiri meliputi bekas Nederlands-Indie dahulu. (c) Dalam arti sempit
suku bangsa M elayu khusus yang berdiam di dataran rendah Sumatera Timur dan
daerah pantai lainnya yang dinamakan juga M elayu pesisir.
Terdapat berbagai macam pendapat orang dengan sebutan kata Melayu. Antara
lain Malayu itu terdiri dari dua suku kata yaitu Mala dan Yu yang artinya negeri. Ada
juga yang menyebut M elayu atau M elayur yang berarti tanah tinggi dalam bahasa
Tamil. Dalam bahasa Sansekrit disebut Malaya yang berarti nama pohon yang harum,
yang menerangkan bahwa M alaya dahulu Negeri Gaharu yang terkenal. Melayu
dalam bahasa Jawa berarti lari atau deras. Serta ada lagi menyebutkan M elayu dari
kata Pamalayu seperti yang terdapat di Palembang, dan masih banyak lagi.
52
Nama-nama M elayu itu sendiri bukan datangnya dari luar melainkan dari
dalam sendiri. Artinya orang M elayu itu sendiri yang menamakan dirinya Melayu,
sesuai dengan sifat-sifatnya sampai sekarang ini yaitu sopan santun, ramah tamah,
dapat menyesuaikan diri tiada ingin membesar-besarkan diri, berbudi luhur, berbudi
bahasa, dan lain-lain. M aka untuk mencapai sikap ini haruslah dia memelayukan atau
melujurkan rasa sifat angkara, murka, sombong, takabur dari cakap yang karup.
Seperti apa yang dikatakan oleh Burhanuddin Elhulaimy yang menyatakan
bahwa Alam M elayu telah ada pada 5000 tahun yang lalu yang dilandaskan pada
tarikh, riwayat, dan peta yang diperbuat oleh kerajaan Bhaharat atau India Tua, serta
adanya nama Malay Race (jenis bangsa Melayu) dan Malay Archipelago (Kawasan
Kepulauan Melayu) yang dimuat dalam ensiklopedia bangsa Eropa. Riwayat Bukit
Siguntang pun menyebut nama-nama M elayu asli, yaitu: Demang Lebar Daun, Wan
Empu, dan Wan Malini. Nyatalah pula sebelum jenis bangsa lain datang ke sini,
bangsa M elayu telah ada.
Suku-suku Melayu pesisir Sumatera Timur berdiam di Provinsi Sumatera
Utara bagian timur. Daerahnya menjulur dari dataran pantai ke barat hingga sampai ke
dataran berbukit-bukit, mulai dari Kabupaten Aceh Timur, Langkat, Deli, Serdang,
Batubara, Asahan, dan sampai ke Labuhan Batu. Sedangkan yang disebut dengan
orang M elayu Pesisir Sumatera Timur adalah turunan dari campuran antara orang
M elayu Sumatera Utara tadi dengan suku bangsa pendatang dari Arab, India, Johor,
M elaka, Portugis, dan berbagai etnik seperti suku Aceh, Karo, M andailing, Jawa,
Bugis , M inangkabau, dan lain-lain, yang merasa dan mengamalkan adat resam
53
M elayu serta beragama Islam, serta memakai bahasa M elayu dalam kehidupan sehari-
hari (Lah Husni 1986:34).
B. Simanjuntak dalam bukunya Pengantar Antropologi Kebudayaan Bangsa
Indonesia untuk SMA (2005) menamakan suku Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara
ini dengan istilah suku orang M edan. Hal ini tidaklah benar, sebab orang Medan,
bukan seluruhnya orang M elayu dan orang M elayu bukan seluruhnya orang M edan.
M enurut T. Neumann dalam karanganya Bijdrage Tot De Qes Chidenisder
Karo Bataks Tammen (1914) menyebutkan bahwa orang Karo dari Tanah Tinggi
Karo datang berpindah (invasi) ke daerah Deli Sumatera Timur, adalah 300 tahun yang
lalu dan menetap di dataran rendah dekat Deli Tua dan Binjai. Kalau ini sebagai acuan
pegangan, maka invasi orang Karo itu adalah terjadi pada tahun 1914-300 bertepatan
dengan tahun 1641 M asehi. Jadinya mereka pun merupakan suku bangsa yang
mendatang ke Deli sesuai dengan catatan sejarah teromba Senembah (Si Smbeleng
Tinggol), Sunggal, dan Hamparan Perak atau Kuta XII kota Guru Patimpus. Ketiga-
tiganya diislamkan oleh Datuk Kota Bangun dan Gojah Pahlawan sewaktu mereka
turun ke dataran rendah Deli. Ini berarti bahwa suku Melayu yang terlebih dahulu
berada di Pesisir Timur dan mereka pula yang mengislamkan penduduk yang dari
gunung. Karena kuatnya kedudukan dan peranan agama Islam di dalam kebudayaan
suku M elayu ini, sehingga sekarang menjadi suatu persepsi umum di kawasan ini,
bahwa masuk M elayu sama artinya dengan masuk Islam.
Setelah meneliti sebegitu jauh tentang dasar-dasar asal masyarakat yang
menyatakan dirinya sebagai suku Melayu Pesisir Sumatera Timur itu, maka dapatlah
54
diambil suatu kesimpulan bahwa adapun dasar-dasar kesimpulan dan dasar
pertumbuhannya, adalah jelas M elayu merupakan pembauran dari beberapa golongan
etnik, seperti dari proses campuran antara ras Melayu seperti Johor, M elaka, Riau,
Aceh, M andailing, Jawa, M inangkabau, Karo, India, dan lain-lain. Sehingga
masyarakat pesisir kemudian menyatakan bahwa dirinya sebagai suku M elayu. Oleh
karena itu, apabila seorang yang tinggal di Pesisir Sumatera Timur, dan memakai adat
dan budaya M elayu, maka mereka lazim juga disebut dengan suku Melayu Pesisir
Sumatera Timur, atau kini lazim juga disebut suku M elayu Pesisir Timur Sumatera
Utara.
Adapun daerah-daerah kebudayaan M elayu di Sumatera Timur atau Pesisir
Timur Sumatera Utara, berdasarkan pemerintahan kabupaten dan kota di Sumatera
Utara pada masa kini mencakup: Kabupaten Langkat, Kota Binjai, Kabupaten Deli
Serdang, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Batubara, Kabupaten Asahan, Kota Tanjung
Balai, dan Kabupaten Labuhan Batu
Sedangkan berdasarkan sejarah kesultanan-kesultanan yang berada di
Sumatera Timr adalah: (a) Kesultanan Deli, (b) Kesultanan Serdang, (c) Kesultanan
Langkat, (d) Kesultanan Asahan, (e) Kesultanan Panai, (f) Kesultanan Kualuh, (g)
Kesultanan Kota Pinang, (h) Kesultanan M erbau. Ditambah empat Kedatuan di
Batubara, yang memiliki kekuasaan otonomi pada masa pemerintahannya. Kini
kesultanan itu ada yang berlanjut seperti Kesultanan Deli dan Serdang, yang mas ih
memiliki sultan sebagai pemangku adat saja. Namun banyak pula yang pupus sejak
revolusi sosial 1946.
55
2.3 Kesultanan-kesultanan Sumatera Timur
2.3.1 Kesultanan Deli
Kesultanan Deli Terletak di antara selat M elaka, dari muara Sungai Labu
dalam utara perbatasan Langkat sampai sungai Pematang Oni di selatan berbatasan
dengan Serdang, yakni pada daerah 457’ sampai 439’ Lintang Utara, dan 9825’
sampai 98 47’ Bujur Timur (Veth 1977:153).
Asal mula kata Deli adalah berasal dari sultan yang pernah memerintah di
Kerajaan Deli itu sendiri, yang merupakan tempat asalnya yaitu Deli Akbar, serta
mengingat gelar nya sebagai Panglima Deli. Nama Sultan Deli ini adalah Gojah
Pahlawan (lahir pada tahun 1623 dan mangkat pada tahun 1698), yang bernama
lengkap Gojah Pahlawan Gelar Sri Paduka Percut Sungai Lalai Ibnu Tuanku
M uhammad Derikan Delhi Akbar, Ka Pasei Aceh, Ibnu Tuanku Zulqarni Bahatsid
Segh M ataruludin Hindustan (1590-1653). Dapat dilihat bahwa nama Deli sangat
berkaitan dengan Delhi, bahwa asal mereka berasal dari negri Hindustan (India). Itulah
kaitannya maka kerajaan yang didir ikannya di beri nama Deli. Dan oleh karena pusat
yang pertama berada di Balun Aru, maka daerah tersebut di ganti dengan nama Deli
Tua. Hampir semua tempat yang berbau Aru di gantinya dengan tambahan kata Deli,
seperti: M edan Deli, Labuhan Deli, Sengai Deli, Tebing Ti nggi Deli , Kuuala Deli,
dan lain-lain.
M engenai adat dan kebudayaan yang di pakai di negri Deli adalah adat dan
budaya M elayu, yang menapis dan memasukkan juga unsur-unsur kebudayaan lainnya
56
yang positif ke dalam kebudayaan M elayu guna mencapai perpaduan masyarakat yang
kompak dan harmonis.
Dalam konteks seni zapin, beberapa insan dari Kesultanan Deli ada juga yang
aktif sebagai seniman dan pencipta tari dan lagu-lagu zapin. Yang paling cukup
menonjol adalah Tengku Sitta Saritsyah. Ia adalah seorang penari dan sekali gus juga
pencipta tari zapin. Di antara ciptaan tari zapin beliau yang terkenal adalah Zapin Deli.
M usik iringan tarian ini dibawakan oleh para pemusik Sri Indra ratu (SIR). Zapin yang
mereka bawakan biasanya dipertunjukkan di kawasan M edan dan sekitarnya.
Adakalanya juga dipertunjukkan di luar negeri seperti M alaysia, Singapura, Brunai
Darussalam, Afrika Selatan, Belanda, Jerman, dan lainnya. Bagaimanapun karya-karya
tari dan lagu zapin di istana Kesultanan Deli ini cukup memebrikan inspirasi musikal
bagi Zul Alinur yang memang bertempat tinggal di Kota M edan. Selanjutnya kita
liuhat bagaimana eksistensi Keslutanan Serdang, yaitu kesultanan yang sangat aktif
membina dan mengembangkan kesenian-kesenian M elayu, termasuklah di antaranya
zapin.
2.3.2 Kesultanan Serdang
Di kawasan lain Sumatera Timur, berjarak lebih kurang 39 kilometer dari
Kota M edan menuju ke arah timur, terdapat kesultanan Serdang. Kesultanan ini
berbatasan dengan sebelah utara kesultanan Langkat dan Selat M elaka, sebelah
selatan dengan Simalungun dan Kesultanan Deli, sebelah timur dengan kesultanan
Asahan dan Selat Melaka, sebelah barat dengan Tanah Karo dan Tapanuli.
57
Serdang adalah salah satu dari empat kesultanan besar di Sumatera Timur.
Di masa Sultan Basyaruddin (1850-1880) istana berada di Rantau Panjang.
Digantikan oleh Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah, istana dipindahkan ke
Perbaungan. Pengangkatan dan pemberhentian orang besar (Landsgrooten)
kesultanan harus mendapat persetujuan pemerintah Belanda. Pada masa
pemerintahan Sultan Sulaiman (1881-1946) Kesultanan Serdang memasuki kejayaan
karena konsesi-konsesi tanah yang dibagi-bagikan kepada pengusaha swasta Eropa
yang menanamkan sahamnya dalam industri perkebunan.
Pada masa Sultan Thafsinar Basyarsah yang lebih dikenal sebagai Sultan
Besar (1790-1850), ibu negeri Serdang berada di Rantau Panjang. Karena letaknya
dekat dengan pantai, kerajaan ini cepat berkembang dan menjadi salah satu bandar
terkenal d i Sumatera Timur. Serdang di kala itu menghasilkan lada dan diekspor
ke bandar perdagangan internasional, seperti M elaka. Di masa pemerintahan Sultan
Besar, Serdang banyak dilalui kapal-kapal dengan tujuan perdagangan. Sebelum
belayar ke negeri Sumatera Timur, biasanya kapal lebih dahulu singgeh di Rantau
Panjang. Jika kapal akan ke Pulau Pinang sering belayar melalui Deli, Langkat, dan
Serdang untuk mengambil lada (Broersma 1919:16).
M enurut Anderson yang melawat ke Serdang pada tahun 1823, di Rantau
Panjang dijumpai tempat pembuatan kapal, dan jumlah penduduknya tiga ribu orang
M elayu dan delapan ribu orang Batak, yang gemar menghibur dir i dengan melaga
burung puyuh (Anderson 1971:302-305).
58
Unsur magis dalam kerajaan acapkali dihidup-hidupkan untuk memberi
legitimasi sultan. Istana beserta perangkatnya memiliki daya magis yang luar biasa.
Ibu kota kerajaan bukan saja sebagai pusat politik dan kebudayaan, tetapi juga
pusat magis (Geldern, 1972:6).
Sultan dianggap sebagai peribadi sempurna. Namun dalam kebudayaan
M elayu, boleh saja rakyat berontak, dengan mengikuti konsep: raja adil raja
disembah, raja zalim raja disanggah. Sumber kekuasaan Sultan lain yang dapat
mengukuhkan legitimasinya adalah alat-alat kebesaran, di antaranya: (1) alat-alat
musik seperti gendang nobat, serunai, seruling, dan terompet; (2) beberapa mohor
jawatan seperti kayu gamit, puan naya, taru, kumala, surat ciri, cap halilintar, ubor-
ubor, bantal, dan langsir; (3) senjata-senjata seperti pedang, tombak, dan keris.
Yang terakhir ini d ipercayai mampu menjelma sendir i dan dipenuhi kuasa sakti
sehingga dapat memusnahkan siapa saja yang memegangnya tanpa izin (Gullick
1972:73-74).
Pada tahun 1891 Sultan Sulaiman menikah dengan Tengku Darwisyah.
Perkawinannya ini merupakan perkawinan politik. Tengku Darwisyah adalah
saudara tiri Sultan Deli, yang ketika itu sering berselisih dengan Kesultanan Serdang
karena soal batas kerajaan. Untuk menyelesaikan masalah wilayah ini pemerintah
Belanda campur tangan melalui perkawinan antara Sultan Sulaiman dengan
Tengku Darwisyah (M ohammad Said t.t.: 67).
Kehidupan istana Serdang tidak ketat dengan adat upacara yang rumit.
Upacara besar dalam istana adalah penabalan sultan. Sultan Serdang lebih senang
59
berpergian ke tempat tertentu untuk menonton seni peryunjukan. Putra Mahkota
Tengku Rajih Anwar adalah seorang pemusik yang sangat berbakat. Baginda
pandai memainkan piano, gendang, serunai, dan terutama gesekan biolanya yang
khas. Baginda juga pernah sekolah musik ke Jerman.
Bentuk penyelenggaraan birokrasi kesultanan M elayu Sumatera Timur
bercorak patrimonial, dan mengutamakan status sosial dalam hirarki jabatan. Sultan
M elayu yang beragama Islam dalam kekuasaannya tetap didukung oleh
bermacam-macam atribut suci dan sakti, walau pada kenyatannya bukan
merupakan jaminan kesetiaan abadi para bawahannya (Ratna 1990:xi).
Dalam rangka memperluaskan apresiasi budaya, Kesultanan Serdang
mengadakan hubungan dengan Kesultanan Yogyakarta, yang pada tahun 1922
menerima seperangkat gamelan Jawa lengkap dengan para pemainnya dari Sultan
Yogyakarta. Dalam perkembangan sosial dan politik setelah Indonesia merdeka, para
keturunan Sultan Serdang sangat dikenal di Sumatera Utara sebagai ahli-ahli
intelektual, budayawan, dan tentara. Generasi Sinar ini menduduki beberapa jabatan
strategis dalam tata pemerintahan di Sumatera Utara. Bahkan kesenian-kesenian
dikembangkan oleh mereka, seperti: makyong, mendu, ronggeng, dan bangsawan.
Para sultan yang memerintah Negeri Serdang adalah: (1) Raja Osman atau
Teuku Umar; (2) Sultan Pahlawan Alamsyah; (3) Sultan Thaf Sinar Basyarah
(1790-1850); (4) Sultan Basyarudin (1809-1850); (5) Sultan Sulaiman (1862-
1946), Sultan Sulaiman ini ditetapkan oleh Belanda menjadi Sultan Serdang pada
tanggal 29 Januari 1887; (6) Sultan Abunawar Sinar, (7) Sultan pemangku budaya
60
M elayu Serdang berikutnya adalah Tengku Luckman Sinar Basharshah II, S.H., Al-
Haj. Kemudian setelah beliau meninggal, yaitu tepatnya pada tanggal 8 Januari 2011
yang baru lalu, ia digantikan oleh Drs. Ahmad Thala’a putra dari Almarhum Tengku
Abunawar Sinar, Al-Haj, melalui kerapatan adat Negeri Serdang. Kini sebagian
Pengurus Besar M ajelis Adat dan Budaya M elayu Indonesia (PB M ABM I Sumatera
Utara) terdiri dari para warga Serdang ini.
Dalam konteks zapin, maka di antara kesultanan-kesultanan M elayu di
Sumatera Timur, peranan Kesultanan Serdang dalam membina dan mengembangkan
seni zapin sangatlah begitu meononjol. Terutama di masa pemerintahan Sultan
Sulaiman Syariful Alamsyah. Zapin yang terdapat di Negeri Serdang ini, menurut
pendapat masyarakat dan beberapa pakar M elayu datang langsung dari Tanah Arab,
khususnya Negeri Yaman.
M enurut penjelasan Chairul Bahri bin Singah Zakaria (wawancara 16 M ei
2011) zapin yang ada di Kesultanan Serdang datang langsung dari Tanah Arab. Seperti
yang diceritakan para informan dari kawasan ini, seorang M elayu keturunan Jawa
pergi ke Tanah Suci M ekah di abad ke-19 belajar ilmu agama dan seni termasuk zapin
dari sana dan kemudian mengembangkannya di Serdang. Tokoh itu bernama Haji
Razali. Salah satu muridnya yang terkenal adalah Singah bin Zakaria, seorang penari,
juga polisi dan kepala Desa di Pasar Bengkel Perbaungan Serdang.
Bahkan pendapat Singah bin Zakaria tentang seni zapin ini dikutip oleh M ohd
Anis M d Noor (1995:90) sebagaai berikut.
61
Kami menari untuk Tuanku sekurang-kurangnya dua kali sebulan. Tuanku suka sekali sama Gambus. Ada tempat seperti kotak di hadapan singgasana, dari Kepala Gajah. Tuaku mau melihat semua pemain: Wak Pian, Alang, Ja’apar Buta, Noh, M ail semuanya peningkah. Tengku Tobo, pemusik semua duduk di muka. Kami harus di samping, tidak dibenarkan seorang pun memberi belakang kepada penonton. Kotak tempat kami bernain itu dipagar keliling dan diikat sama kain kuning. Itu satu penghormatan menari di muka Tuanku, tapi kami ngeri. Tuaku kuat disiplin. Kami terpaksa kerja keras. Kalau saja kami juara satu dalam pertandingan, Tuanku mengadakan perayaan selama dua hari dua malam. Kami makan roti jala, kari, dan meronggeng. Hebat waktu itu. Demikian penjelasan Singah Zakaria mengenai sedikit memorinya sebagai
penari zapin yang menari di muka Sultan Serdang saat itu. Tampak dari penjelasannya
bahwa Sultan Serdang sangat gemar dengan kesenian. Selain zapin juga
dipertunjukkan ronggeng, yang memang menjadi seni rakyat dan istana sekali gus.
Fungsi seni ronggeng ini adalah untuk integrasi sosial, yang sesuai dengan kerajaan
Serdang yang terdiri dari etnik M elayu, Simalungun, Karo, dan pendatang. Sultan juga
menurut penjelaasan Singah Zakaria suka mengajak makan bersama, khas Melayu,
yaitu roti jala dan kari kambing, sebagai kuliner tradisional M elayu.
2.3.3 Kesultanan Langkat
Kesultanan L:angkat memliki batas-batas teritorialnya : sebelah utara dan barat
berbatasan dengan daerah Aceh, sebelah timur dengan Selat M alaka, dan sebelah
selatannya berbatasan dengan Kesultana Deli (ENI, II 1918:1530). Wilayah
Kesultanan Langkat berada pada 3414 sampai 4031’ Lintang Utara dan 9052’
sampai 9845’ Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 45 M eter di atas permukaan
laut.
62
Kata Langkat itu sendiri dahulunya berasal dari pohon yang buahnya hampir
serupa dengan buah langsat sehingga pohon tersebut dinamakan dengan Langkat.
Namun deemikian, menurut orang Karo Jahe kata Langkat itu berasal dari bahasa Karo
yaitu lang ku angkat yang artinya tidak ku angkat, lama-lama menjadi Langkat. Lalu
manakah yang benar antara keduanya sulit bagi kita untuk menentukannya.
Raja Langkat yang pertanma kali adalah Quri, setelah beliau meninggal dunia,
maka Langkat memiliki dua kerajaan yaitu yang pertama Kerajaan Jentra M alay yang
menjadi rajanya adalah Tan Qatar, dan yang kedua adalah Kerajaan Bahorok yang
menjadi rajanya adalah Tan Husun, mereka merupakan saudara kandung yang
keduanya sama-sama ingin memajukan negeri Langkat dan di sekitarnya.
Sedangkan sultan yang pertanma kali mendapat gelar sultan di Langkat adalah
Sultan M usa Akhalidy Almu Azamsyah . Pada masa itu berdirilah sebuah kampung
yang bernama Tanjung Pura. Beliaulah yang mendirikan istana yang berada di
Tanjung Pura, dan beliau berusaha betul agar daerah Langkat itu tetap dalam keadaan
yang aman dan sejahtera, dengan berbagai pembangunan untuk kepentingan rakyat
yang di bangunnya.
Raja-raja Langkat adalah raja yang terkaya di daerah pesisir Sumatera Timur,
sebab bumi Langkat mengandung tambang minyak yang cukup besar. Hal itu di
ketahui oleh pemerintah Hindia Belanda. Setelah Belanda tahu hal itu, mulailah
dilakukannya penelitian secara ilmiah dan kemudian terbukti bahwa bumi Langkat
mengandung minyak. Demikianlah lebih kurang 100 tahun yang lalu ditemukannlah
63
sumur minyak di Telaga Said, dan untuk memperingati tempat itu, maka Pertamina
membuat sebuah tugu di Telaga Said itu.
Setelah keadaan negeri Langkat aman dan sejahtera, Sultan M usa menjalankan
ibadah Haji ke M ekah, sepulangnya dari Mekah beliau menggalakkan pengembangan
ajaran Islam ke penduduk Langkat dan merencakanan membangun sebuah mesjid
yang sangat baik di Tanjung Pura. Setelah Sultan Musa wafat pada tahun 1898
M asehi, kedudukannya sebagai sultan digantikan oleh anaknya yang bernama
Tengku Abdul Aziz, dan pembangunan masjid itu diteruskan oleh Sultan Aziz maka
dari itulah nama mesjid itu diberi nama M asjid Azizi, suatu masjid yang bermutu
tinggi dengan arsitek yang sempurna. Ternyata di samping tambang minyak yang
besar, Tanjung Pura juga kaya akan bangunan dan arsitekturnya.
M asjid Azizi dibangun pada tahun 1902 bertepatan pada 13 Rabiul Awal 1320
H, diatas tanah seluas 2,4 hektar, dan menelan biaya yang cukup besar yaitu sebesar
200.000 ringgit Singapura, pada waktu itu diperkirakan uang Republik Indonesia lebih
kurang 4 miliyar rupiah, dengan gaya mozaik Persia. Sultan Kedah sewaktu melewati
negeri Langkat, terpesona akan keindahan Mesjid Azizi ini, sehingga beliau
membangun model yang sama dengan masjid Azizi di Kedah Malaysia. Setelah sultan
Langkat yang terakhir mangkat yaitu Sultan Tengku M ahmud Aziz pada tahun 1946
M asehi, maka setelah itu tidak ada lagi pengangkatan sultan, setelah Indonesia
menyatakan kemerdekaanya.
Dalam konteks penelitian ini, zapin juga terdapat di wilayah budaya Melayu
Langkat. Seperti diketahui oleh umum, bahwa Kesultanan Langkat adalah sebagai
64
pusat Islam di Sumatera Timur. Di Langkat terdapat pusat tarikat Naqsabandiyah,
yang jamaahnya menyebar ke seluruh kawasan Asia Tenggara. Tokoh sastrawan sufi
yang terkenal dari kawasan ini, yaitu Tengku Amir Hamzah. Bagaimanapun zapin di
kawasan Langkat berkembang selaras dengan perkembangan Islam di kawasan ini.
2.3.4 Kesultanan Asahan
Kerajaan Asahan letaknya di antara Batubara, Simalungun, Kualuh, Tanah
Toba, dan Selat Malaka. Di sebelah utara berbatasan dengan Simalungun dan
Batubara, di sebelah timur berbatasan dengan selat M elaka, dan di sebelah selatan
berbatasan dengan Labuhan Batu dan Tapanuli.
Nama Asahan dibuat oleh masyarakat Batak Toba Kuno, karena penduduk
daerah Asahan umumnya berasal dari sebelah hulu sungai Asahan. Sedangkan
terminologi Asahan itu sendiri berasal dari kata sahan yakni suatu alat yang dibuat
dari tanduk kerbau, yang di dalamnya berisi air yang digunakan untuk menyiram tubuh
ibu-ibu, terutama ibu yang mandul, dan di anggap sebagai “saluran bahagia.” Air
yang terpancar dari sahan tersebut diibaratkan sebagai air terjun yang mengalir dari
Tao Toba, pangkalnya agak besar dan lebar, akan tetapi semakin ke hilir semakin
sempit dan kecil serta deras, dan terjun ke dalam Ngarai Sigura-gura dan Siarimo, lalu
lepas memutih seperti kapas menjadi air terjun raksasa. Dari sinilah kata Asahan
sebagai nama tempat, termasuk Kesultanan Asahan (Batara Sangti 1977:61).
Daerah Asahan memili 3 luhak yaitu: (1) Tanjung Balai di kepalai oleh
Tengku M ajid, anakanda sari paduka Tengku regent cucuanda almarhumTengku
65
M ohd.Adil. (2) Bandar Pulau diketuai oleh Tengku Dewak cucuanda almarhum
Tengku M uhammad Adil. (3) Kisaran di kepalai oleh T. Adenan, anakanda Almarhum
Tengku M antri, cucuanda Almarhum Tengku Pangeran Dasar M uda.
Terminologi Asahan dan Tanjung Balai merupakan negeri dan Bandar yang
termasuk tertua di Sumatera Timur. Sekarang Asahan merupakan kabupaten.
Sedangkan Tanjung Balai merupakan pemerintahan kota yang secara administratif
pemerintahannya berdiri sendiri di luar Kabupaten Asahan.
Di kawasan M elayu Asahan ini terdapat juga seni zapin yang difungsikan
untuk kegiatan-kegiatan aama Islam. Seni zapin Asahan terdapat di beberapa tempat
seperti di Tanjungbalai, Kisaran, Air Joman, dan lainnya. Zapin di Asahan menurut
keterangan para informan berasal dari Arab. Zapin yang ada di Asahan juga terdapat di
kawasan-kawasan dunia Melayu lainnya. Zapin Asahan ada yang diciptakan teksnya
menggunakan bahasa Arab dan ada pula yang menggunakan bahasa Melayu dialek
Asahan.
2.4 Agama Islam
Kesenian zapin dalam kebudayaan M elayu di Sumatera Utara selalu dipndng
sebagai salah satu kesenian Islam. Hal ini berdasar kepada kenyataan bahwa zapin
mengekspresikan ajaran-ajaran dan identitas Islam. Zapin dipandang sebagai salah
satu kesenian yang memiliki karakter filsafat dan peradaban Islam secara garis besar.
Oleh karena itu perlu dideskripsikan keberadaan agama Islam di dalam peradaban
66
M elayu, khususnya Sumatera Utara. Lebih khusus lagi adalah ajaran-ajaran agama
Islam yang terekspresikan secara budaya dalam lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur.
Islam masuk ke Asia Tenggara diperkirakan melalui, baik langsung dari orang
Arab dan India. M asuknya Islam pertama kali ke Asia Tenggaara yang tercatat dalam
sejarah adalah pada abad ketiga belas. Marcopolo mencatat bahwa tahun 1292 di
Sumatera telah berdir i kerajaan Islam yang bernama Perlak (Hill 1963:8). Dalam abad-
abad ini Islam menyebar ke daerah lainnya. Pada awal abad kelima belas, kerajaan Aru
di Peseisir Timur Sumatera Utara merupakan suatu kerajaan yang rakyatnya sebagian
besar beragama Islam (Coedes 1968:235), sehingga Islam berpengaruh kuat selama
abad ini. Bandar Melaka menjadi pusat perdagangan maritim, sekaligus menjadi pusat
persebaran agama Islam ke seluruh kepulauan di Nusantara ini. M elaka merupakan
kota yang letaknya strategis dan tidak memiliki saingan sehingga ia begitu maju
(Sheppard 1972:14). Penguasa M elaka menganut Islam pada awal dasawarsa abad ke
lima belas, sejak abad ini Melaka menjadi pusat dan persebaran Islam ke seluruh Asia
Tenggara (Hill 1968:213-214).
Pulau Sumatera adalah pulau yang diperkirakan pertama menerima kedatangan
agama Islam di Indonesia. Dalam kaitan kedatangan Islam ini, ada dua pendapat ahli
sejarah Islam tentang masuknya Islam di pulau Sumatera , yaitu:
1. Daerah Aceh ( Pasai ) Agama Islam telah masuk sekitar tahun 1200 M asehi, di
masa kerajaan Samudera Pasai.
2. Daerah Barus, Pesisir tapanuli Tengah, Agama Islam telah masuk kedaerah
tersebut lebih kurang sekitar tahun 900 atai 1050 Masehi.
67
Peta 1.
Sumatera Timur Dekade 1940-an
Sumber: Langenberg (1975:45)
68
Adapun bentuk agama Islam yang semula datang ke daerah Sumatera Utara
khususnya Sumatera Timur ini ialah suatu ajaran yang mengutamakan tarikat (sufi),
yang terdiri dari 4 tingkatan yakni: 1. syariat, 2. tarikat, 3. makrifat, dan 4. hakikat,
yaitu suatu ajaran untuk mengetahui adanya kebenaran utama dan mengenai Allah.
Agama Islam ini masuk secara berangsur-angsur yang dibawa oleh saudagar-
sauadagar yang datang langsung dari Arab atau melalui Hindia M uka atau Gujarat
pada mulanya.
Agama Islam ini memiliki pengaruh yang sangat besar sekali khususnya pada
suku M elayu. Dari situlah timbul perubahan secara besar-besaran dalam sosial
masyarakat Melayu. Adat budayanya juga banyak disesuaikan dengan kaedah-kaedah
Islam. Hampir seluruh ajaran Islam itu diambil alih dan diterapkan dalam
pertumbuhan sosial ekonomi dan budayanya. M aka berkaitan dengan hal ini, timbullah
suatu pepatah M elayu: “ Masuk M elayu berarti masuk Islam.” Pepatah ini sampai
saat ini masih di gunakan di Alam Melayu ini.
Seperti apa yang telah dikemukakan di atas, bahwa pertumbuhan adat dan
budaya M elayu di daerah ini adalah disesuaikan dengan kaedah-kaedah agama Islam
tersebut, sehingga timbullah suatu falsafah: “Adat bersendikan agama, agama
bersendikan syara’, dan syara’ bersendikan Kitabullah yaitu Al-Qur’an dan Hadits
Rasulullah Muhammad SAW.
Konsep di atas lahir karena ajaran Islam mengandung norma-norma hubungan
manusia dengan Allah SWT. (hubungan vertikal atau hablumminallah, dan hubungan
sesama manusia serta manusia dengan alam (hubungan horizontal atau
69
hablumminannas). M anusia dituntut agar dapat menjaga, mengharmoniskan dan
melestarikan keseimbangan antara kedua hubungan tersebut.
Selain konsep di atas terdapat juga konsep kebudayaan dalam Islam, bahwa
kebudayaan wajib berdasar kepada ajaran-ajaran agama Islam. A gama Islam agama
wahyu yang diturunkan Allah kepada umat manusia melalui perantara Malaikat Jibril
dan tugas kerasulan yang diemban Nabi M uhammad. Islam sebagai wahyu adalah
bukan bagian dari kebudayaan tetapi sebagai pendorong terbitnya kebudayaan yang
diridhai Allah. Kebudayaan sebagai hasil umat manusia, dalam rangka pemenuhan
keperluan hidupnya, wajib berdasar kepada ajaran-ajaran Islam.
Di samping konsep kebudayaan Islam, terdapat juga konsep seni dalam Islam.
M enurut pandangan Hossein Nasr (dalam kitabnya Spiritualitas dan Seni Islam),
berpandangan bahwa tujuan akhir dari seni Islam, adalah untuk mengingat Allah. Atau
Kemudian Nasr menyatakan bahwa seni tidak akan berfungsi spriritual jika ia tidak
dihubungkan dengan bentuk dan kandungan wahyu Islam. Nasr menguraikan bahwa
Islam dibentuk oleh beberapa bangunan syariah, tarikat, dan hakikat. Ia
mengemukakan bahwa syariat Islam memberi kontribusi dan peranan penting dalam
memberi dasar dan persekitaran kepada seni Islam, dan juga menyediakan batasan-
batasan tertentu atau garis untuk seni Islam itu. Nasr memberikan arahan polarisasi
bahwa sumber spiritual Islam tentu saja berasaskan pada Al-Qur’an dan Hadits. Jika
tidak ada kedua asas ini, maka tidak akan ada seni Islam. Suatu karya dikatakan
sebagai seni Islam bukan saja hanya karena diciptakan oleh seorang muslim, tetapi
juga dilandasi oleh wahyu dari Allah.
70
Kebudayaan Islam merupakan salah satu peradaban besar, dalam sejarah
perdaban manusia. Keberadaan Islam dimulai sejak abad ke-6 dan terus berkembang
sampai sekarang yang tersebar ke seluruh penjuru dunia, serta mampu mengikuti
perkembangan sang waktu. Kebudayaan Islam adalah kebudayaan yang melintasi
wilayah etnik dan bangsa. Ia adalah milik seluruh umat Islam di dunia.
Dalam kaitan ini, zapin adalah termasuk ke dalam seni Islam. Ajaran Islam
baik dalam peringkat syariat, hakikat, makrifat terkandung dalam seni zapin. Seni ini
difungsikan dalam upacara perkawinan (walimatul ursy) adalah sesuai dengan ajaran
Nabi M uhammad bahwa sunat hukumnya melakukan seni dalam upacara perkawinan.
Dalm teks-teks lagu zapin biasanya terkandung ajaran-ajaran Islam, seperti ajaran
tentang hidup, kasih sayang, kelestarian budaya, hakika ketuhanan, dan lain-lainnya.
Dengan demikian seni zapin mengekspresikan ajaran-ajaan Islam. Selain itu ada pula
adat di dalam kebudayaan Melayu ini.
2.5 Adat
M enuurut La husni adat pada Etnik M elayu tercakup dalam empat ragam yaitu:
(1) adat yang sebenar adat, (2) adat yang di adatkan, (3) adat yang teradat, dan (4) adat
istiadat. Pada umumnya adat berfungsi untuk membentuk akhlak dan budi masyarakat
M elayu itu sendiri, yang bersifat preventif (pencegahan) terhadap kemungikinan hal-
hal yang bersifat negatif. Adat sepintas lalu seperti membendung hak-hak azasi
manusia, kemerdekaan, dan kebebasan individu. Kemerdekaan dan kebebasan itu
haruslah mempunyai norma-norma dalam lingkungan tertentu yang dilengkapi dengan
71
pedoman-pedoman serta aturan-aturan hidup. Ditambah lagi jika ia tiada
melaksanakan ajaran agama. Hilang rasa malu, hilang martabat kemanusiaan, sehingga
hilanglah pengertian hak dan kewajiban dan batas-batas kemanusiaan.
Adapun dasar adat manusia yang hidup didalam dunia ini ada 3 macam:
1. Adat perbapaan (patrilineal) : kebanyakan di pakai oleh masyarakat Tapanuli,
Simalungun, karo, dan etnik-etnik yang berada di Sumatera Utara ini.
2. Adat peribuan, di pakai oleh suku Minangkabau di Sumatera Barat
3. Adat peribubapaan: kebanyakan di pakai oleh masyarakat pesisir lainnya
termasuk suku M elayu di Sumatera Timur ini.
Dalam adat terdapat juga suatu aturan hukum yang di sebut dengan hukum
adat. Hukum adat ini banyak yang sengaja tidak dituliskan, namun hal itu seluruhnya
sudah diketahui oleh masyarakat sebagai suatu aturan dan norma-norma dalam
kehidupan sehari-hari. Bagi suku M elayu, bukan sesuatu yang tertulis itu penting,
melainkan tujuan, niat, dan perasaannya itulah yang utama.
Dalam adat itu ada bebrerapa ketentuan-ketentuan hukum , antara lain: (1)
hukum adat larangan pidana, (2) hukum adat pantang, (3) hukum nadat sumbang/ luar
batas ketentuan-ketentuan kesopanan, dan (4) hukum adat perhalatan. Dasar adat serta
hukum adat yang tersebut di atas, sangatlah sesuai dengan kaedah ajaran agama Islam,
sebab hampir seluruh adat dan budaya M elayu dipengaruhi oleh ajaran agama Islam.
72
2.5.1 Adat yang S ebenar Adat
Adat sebenar adat ini menurut konsep etnosains M elayu adalah: penuh tidak
melimpah, berisi tak kurang, terapung tak hanyut, terendam tak basah. Yang besar di
besarkan, yang tua dihormati, yang kecil disayangi, yang sakit diobati, yang bodoh
diajari, yang benar diberi hak, yang tinggi tidak menghimpit, yang pintar tidak
menipu, hidup berpautan, makan berpadanan. Jadi, r ingkasnya hidup itu harusnya
harmonis, baik mencakup diri sendir i, bernegara, dan lingkungan hidupnya. Tidak ada
hidup yang bernafsi-nafsi. Inilah adat yang tidak boleh berubah (Lah Husni 1986).
Dengan melaksanakan pokok adat yang tersebut di atas, mudah-mudahan
harkat dan martabat puak Melayu akan kembali sebagaimana sediakala “bersatu dan
kukuh.” Yaitu pokok adat yang harus di pegang kukuh dan dilaksanakan sebagaimana
mestinya oleh masyarakat Melayu itu sendiri dalam kehidupan sosial dan budayanya.
2.5.2 Adat yang Diadatkan
Adat yang diadatkan adalah suatu yang berbeda anatara daerah Melayu dengan
daerah lainnya, walaupun dasar semula adalah sama, tetapi karena pengaruh alam dan
perbauran setempat disebabkan oleh perbedaan baik adat, bahasa, agama, tempat, dan
lain sebagainya sehingga perbedaan ini membawa resam dan adatnya sendiri, yang
dikehendaki oleh masyarakatnya, dan diwarisi oleh leluhurnya.
Adat yang diadatkan ini dalah sesuatu yang telah diterima untuk dijadikan
kebiasaan atau peraturan yang dibuat atas mufakat bersama oleh masyarakatnya,
73
sesuai dengan ukuran yang patut dan benar, yang dapat di modifikasi sedemikian rupa
dan fleksibel (Lah Husni 1986).
2.5.3 Adat yang Teradat
M enurut Lah Husni, adat yang teradat adalah suatu kebiasaan pihak lain lalu
diambil atau diserap karena serasi oleh oleh suatu kebudayaan tertentu dan akhirnya
menjadi suatu kebiasaan sehingga menjadi adat. Banyak golongan lain yang telah
menjadi kebiasaan suku Melayu. Contohnya dari segi gaya atau pakaian, teknologi,
gaya hidup yang diserap dari tradisi Barat.
Walaupun Melayu merupakan kebudayaan yang terbuka, yang mau menerima
unsur kebudayaan dari luar tetapi tidak mau menerima secara mentah-mentah. Tetapi
disaring sesuai dengan kaidah resam M elayu itu sendiri khususnya Islam.
2.5.4 Adat Istiadat
M erupakan tata laku atau kebiasaan yang secara turun temurun dari generasi ke
generasi lain sebagai warisan budaya. Sehingga kuat integrasinya dengan pola-pola
prilaku masyarakat, yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan
aturan-aturan yang telah disepakati bersama.
Banyak kita jumpai adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari contohnya adat
perkawinan, adat berkeluarga, adat bertutur sapa, adat penabalan, adat memberi gelar,
dan lain-lain. Tentu saja adat itu tidak bertentangan dengan norma-norma tertentu.
74
Dalam konteks zapain, maka kesenian Islami ini sebenarnya juga berkait
dengan adat M elayu, walau asal-usulnya dari Yaman Arab. Adat M elayu ini tercermin
dalam aktivitas, yaitu penggunaan kain songket, pakaian M elayu, dan ajaran-ajaran
adat M elayu dalam seni zapin. Begitu juga dengan pantun-pantun dan teks yang
mengandung ajaran adat Melayu.
2.6 Kesenian
2.6.1 Seni Musik
M enurut Goldswortthy (1979:42-3) ragam atau genre budaya musikal etnik
M elayu pesisir Timur Sumatera Utara dikelompokkan pada tiga masa yaitu: Pra-
Islam, Islam, dan Portugis. Jika dilihat secara seksama dan mendalam, klasifikas i
ragam ini memiliki beberapa kelemahan, misalnya suatu genre musik tidak semuanya
mencerminkan gaya pada masa Pra-Islam, Islam, atau Portugis, bisa saja semuanya
berpadu dalam suatu genre musik.
M enurut T. Luckman Sinar musik M elayu di bagi menjadi tiga golongan,
yaitu: (1) M usik asli: seperti nyanyian, dan tetabuhan yang di lakukan oleh dukun atau
pawang ataupun lagu-lagu tertentu di dalam musik nobat Diraja, nyanyian kematian.
(2) Musik tradisional: seperti yang di mainkan di dalam mengiringi teater makyong,
menora, rodat, silat, serta zapin. (3) M usik modern: seperti musik yang
mempergunakan alat-alat musik Barat, meskipun lagu yang dipakai lagu M elayu asli
dan begitu juga tari yang mengiringnya.
75
Sesuai dengan keberadan etnik M elayu yang memiliki beberapa negara
kawasan, begitu juga dengan kebudayaan musiknya yang beragam dan bervarisai yang
mengalami proses transformasi sosial budaya. Kehidupan musikal etnik M elayu Di
pengaruhi oleh kurun waktu yang cukup panjang, seperti uraian beikut ini.
2.6.2 Masa Animisme
Sebelum datangnya pengaruh dari Hindu, islam dan barat, Etnik M elayu sudah
meiliki konsep musik tersendiri, baik tangga nada atau ritme. Sebelum datangnya
pengaruh tersebut, dapat di lihat dari kajian sistem musik M elayu yang menggunakan
suara dengan sebutan sepertimersik, garau, garau alang, dan pekak, yang merupakan
suatu ide yang mencakup pengertian nada dengan karakteristik tertentu pada masa itu.
Sesuai dengan konsep musik tentang r itme, pada masa animisme umumnya di
sebut dengan rentak, mengandung pengertian pola-pola ritme, motif, ritme, durasi,
onomatopeik atau tiruan bunyi dan lain-lain. Unsur-unsur rreligi-animisme juga
terkandung dalam kebudayaan nusikal etnik M elayu, yang dapat dilihat dari
pengguanaan masyarakatnya, seperti musik pada wayang kulit misalnya, dimainkan
pada saat selesai menuai padi yang telah mendapat hasil padi yang melimpah ruah,
sebagai ucapan terima kasih etnik Melayu kepada kuasa-kuasa ghaib.
Upacara-upacara religi lainnya berbau animisme yang menggunakan unsur-
unsur musikal dalam aktifitasnya adalah upacara mengambil manisan lebah, musik dan
tari menghadap rebab (two-string long neck lute) yang digunakan pada teater
76
makyong, bertujuan untuk menghormati rebab yang di anggap mengandungi kuasa
gaib.
Seperti apa yang dikatakan oleh oleh Nasuruddin (1977:162) musik etnik
M elayu awalnya berasal dari musik masyarakat primitif yang memilki religi animisme.
David J. Goldworty (1979:42-43) mengklasifikasikan musik ini kepada musik pra-
Islam. Lebih kanjut, menurut Nasaruddin, musik yang berasal dari animisme ini,
digunakan untuk teater wayang kulit, makyong (seperti yang disebut di atas), menhora,
mendu, bangsawan, dan lainnya.
2.6.3 Masa Hindu
Agama Hindu pertama kali di perkirakan masuk ke Asia Tenggara sejak akhir
abad ke-2 Masehi yang dibawakan oleh orang-orang India dan Asia Tenggara.
M enurut Hall (1968:12) hubungan antara orang India dengan orang di Asia Tenggara
telah lama terjadi, sejak zaman prasejarah. Daerah Asia Tenggara merupakan bagian
yang penting sebagai route perdagangan antara India dan Cina. Sumber-sumber
kesejarahan dari Cina menyebutkan bahwa masyarakat M elayu Sumatera juga
memainkan peranan penting dan menjadi pionir dalam hubungan perdagangan ini
(Hall 1968:13, 19 )
Dilihat dari struktur musik etnik M elayu banyak di pengaruhioleh mus ik
Hindu, yang dapat dilihat pada penggunaan tangga nada musik India yang secara
umum seperti raga, dengan menggunakan improvisasi atau varisasi melodi yang
disebut dengan patah lagu, gerenek,cengkok, di India yang disebut kampita.
77
M enurut Sinar (1986:14) , genre musik dari budaya Hindu yang diserap oleh
etnik M elayu adalah musik chalti, yang menggunakan alat musik Harmonium, biola
dan tabla. Rentak chalti selalu dibawakan oleh orkes-orkes M elayu dan para seniman
serba bisa seperti P. Ramlee, dan seniman lainnya. Ada juga kesenian hadrah yang
memakai konsep Islam, dan pengaruh India terdapat pada pengguanaan teksnya yang
memakai bahasa Hindustani, seperti pada lagu Pari Melayang, Cempa Vella, dan
Kutum Marogi yang dideskripsikan oleh Nasaruddin di Perlis.
2.6.4 Masa Islam
Pada masa iini terdapat unsur-unsur kesenian Islam yang terdapat di kawasan
Pesisir Timur Sumatera utara antara lain: zikir, berzanji, marhaban, rodat, ratib,
hadrah, nasyid, dan sebagainya. Sedangkan dalam budaya musik, dapat kita lihat dari
segi alat musik yang khas dengan budaya Islam anatara lain: rebab, biola, gendang,
nobat, nafri, serunai dan sebagainya.
Sedangkan konsep musik yang di pakai juga diserap oleh etnik di Pesisir
Timur Sumtera Utara ini memakai sistem akulturasi dan enkulturasi dalam mus ik
Islam. Seperti maqam yang mereka serap sebagai dasar perkembangan melodi musik-
musik Islam seperti rast, bayati, husaini, hijaz, yaman hijaz, sikahira, ushaq, dan
sebagainya.
Di Pesisir Timur Sumatera Utara konsep-konsep musik Islam dalam teori dan
praktik nya mereka serap dari dari budaya Islam lainnya. Hal ini merupakan penerapan
dari konsep bahwa sesama musilim diseluruh dunia adalah bersaudara.
78
2.6.5 Masa Pengaruh Eropa
Budaya Barat masuk ke dalam kehidupan etnik M elayu yaitu sejak Portugis
menaklukkan M elaka pada tahun 1511. Sejak saat itu masyarakat M elayu mengadopsi
berbagai unsur kebudayaan Barat melalui alat-alat musik anatara lain: akordion, biola,
saksofon, ukulele, gitar akustik, dan berbagai alat musik elektronik antara lain :
keyboard, piano electrik, gitar elektrik, dan lainnya.
2.7 Seni Tari
Fungsi tari tidak bisa terlepas dari kebudayaan dan peradaban manusia.
Apabila kebudayaan dan peradaban bisa berubah demikinalah dengan fungsi tari.
Fungsi tari bisa berubah, karena arti tari bagi masyarakat pendukungnya berubah.
M elalui seni tari kita bisa menilai tingakt peradaban pada suatu bangsa serta kadar
komunikasi antar sesamanya
Sejalan dengan fungsinya, tari memiliki nilai, sebagai pengikat rasa persatuan
karena didalamnya terdapat nilai spiritual komunal yang dapat mengikat masing-
masing pribadi ke dalam suatu kelompok.
M enurut Tengku Lah Husni (1995) bahwa secara taksonomis, tari Melayu
Pesisir Timur Sumatera Utara, dapat di klasifikasikan ke dalam tiga konsep gerak
yaitu: (1) tari, merupakan gerak yang dilakukan oleh lengan dan jari tangan, (2)
tandak, yaitu gerak yang dilakukan oleh wajar, leher, lengan, jari tangan dan kaki. (3)
79
lenggang yang berupa gerakan lenggok atau liuk pinggan dan badan yang disertai
ayunan tangan dan jari. .
Seperti apa yang dikatakan oleh M ohd Anis Noor bahwa salah satu aspek
terpenting dalam mengekspresikan gerak dalam tari tradisional M elayu berdasarkan
kepada kehalusan budi dan pekerti orang Melayu itu sendiri yang berdasarkan estetika
masyarakat pendukungnya.
Tari Melayu dapat di kategorikan ke dalam berbagai jenis antara lain:
1. Tarian yang bercorakkan kalangan istana yang di persembahkan pada waktu
acara pekhawinan, penabalan, acara pelantikan raja-raja dan sebagai nya,
misalnya tarian mak inang inang, siti payung dan sebagainya.
2. Tarian yang di pengaruhi oleh unsur-unsur Arab dan Persia misalnya: hadrah,
rodat dan zapin.
3. Tari yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat misalnya :
Ronggeng, dondang sayang, serampang laut, dan joget.
4. Tarian yang berhubungan dengan bernbagai kegiatan khususnya dalam mata
pencaharian, misalnya: ahoi (mengirik padi), lukah menari (untuk menangkap
ikan), gubang (tarian yang mengekspresikan permohonan kepada tuhan untuk
mendapat kan angin agar mereka dapat berlayar)
5. Tarian yang berkaitan dengan olah raga misalnuya pancak silat.
6. Tarian yang di pergunakan dalam teater seperti makyong, mendu, dan
sebagainya, dan lain-lain
80
Tari M elayu meiliki tiga repertoar utama antara lain: tari senandung, mak
inang, dan lagu dua. Dalam kebudayaan Melayu itu sendiri, M elayu memiliki berbagai
jenis tarian baik tarian yang masih asli ataupun tarian yang yang telah di pengaruh
oleh unsur-unsur modern. Seperti apa yang dikatakan oleh Jaafar Mampak tarian
M elayu asli di bagi menjadi dua jenis yang pertama bercorak lemah lembut seperti
mak inang, siti payung, dan lain-lain. Yang kedua adalah tarian rancak yang
merupakan hasil pengaruh dari tarian Portugis antara lain ronggeng, serampang laut
dan lain-lain. Tarian M elayu sebagai kebudayaan pesisir telah mengalir menelusuri
pantai Nusantara, ibarat pengantar komunikasi ras yang merata.
2.8 Seni Teater atau Drama tradisional
Teater tradisional M elayu mencermikan berbagai warisan budaya orang
M elayu, ia juga menggambarkan bagaimana kegemilangan kehidupan istana dan
keunikan cara hidup rakyat biasa pada masa dahulu. Teater tradisonal M elayu pada
ketika itu tidak saja berfungsi sebagai sarana hiburan akan tetapi juga sebagai saluran
untuk menyampaikan nilai dan norma hidup diantara dunia nyata dengan dunia ghaib.
Ada bebrapa maacam jenis teater atau drama tradisional M elayu antara lain seperti
yang diuraikan berikut ini.
2.8.1 Teater Makyong
M akyong merupakan teater tradisonal Melayu yang terdapat di Sumatera
Timur, dan juga di M alaysia. M akyong meiliki unsur- unsur didalamnya. Makyong
81
berangkat dari seni tari rakyat seperti joget, tandak, dan ronggeng M elayu. Beberapa
pendapat mengatakan bahwa ronggeng berfungi tidak hanya semata sebagai pelipur
lara, melainkan memiliki makna spiritual.
Seperti apa yang dikatakan oleh Mubin Sheppard (1974), kesenian makyong
jika di hubungkan dengan namanya adalah bentuk kesenian yang dikaitkan dengan
bentuk pemujaan Ma’ Hyang atau the Mother Spirit yang sebetulnya merupakan
bentuk pemujaan masyarakat yang berkebudayaan padi dan beras, ini dapat di kaitkan
dengan Dewi Sri yang sudah kita kenal sebagai dewi padi. Di samping itu kata Hyang
mengingatkan kita pada Sang Hyang yang kita jumpai pada kebudayaan Hindu di Bali
dan orang Dayak di Kalimantan Tengah. Dengan demikian dapat di mengerti bahwa
di dalam kesenian makyong terdapat nilai spiritual, tapi tak pernah disadari dan
dikembangkan untuk kegunaan masa kini.
Persembahan makyong biasanya dibuka dengan lagu menghadap rebab yang
diikuti dengan tarian, lakonan dan musik pendukung. M akyong ini banyak di perankan
oleh kaum wanita dan ceritanya berasaskan cerita rakyat tradisi denagn watak raja,
dewa dan pelawak. Alat musik yang digunakan dalam tetaer ini adalah rebab, gendang
dus sisi, dan tetawak.
2.5.1 Teater Menora
Teater menora berasal dari Siam Selatan yang di dalamnya terdapat unsur
Budisme. Teater Menora merupakan kebalikan dari dari makyong, pada menora ini
semua pemain adalah laki- laki atau diperankan oleh seorang banci yang cantik dengan
82
rambut panjang yang terurai. M enurut Abdul Samat yang beraasal dari Siam Selatan,
bahwa menora merupakan nama pahlawan dalam cerita-cerita Jatataka yang bernama
M anchara.
2.5.2 Teater Mendu
M erupakan teater tradisonal M elayu yang oleh sementara pihak menanggap
bahwa kesenian ini diilhami oleh Wayang Farsi yang dibawa oleh orang India ke
jajahan Inggris di Penang pada tahun 1870-an, yang mulanya memakai bahasa India,
kemudian membawa cerita-cerita yang bersasal dari Persia dan Timur Tengah.
Jumlah pemain dalam teater ini sedikitnya sebanyak 44 orang yang utama
adalah: Raja M ajusi, 3 orang M entri pendampingnya yaitu Raja Beruk, Raja
Laksemanik, Raja Langkadura, yang masing-masing dengan tiga mentri
pendampingnya pula. Kemudia ada lagi anak muda (Dewa M endu), Angkara Dewa,
dan Semadu Dewa. Sedangkan pemain wanita dalah Siti M ahadewi dan permaisuri
dan banyak lagi. Ketika setiap penggalan cerita akan dimainkan melaului madah yaitu
prolog yang mengai cerita yang akan dimainkan yang di pimpin oleh Syekh yang
bertindak sebagai sutradara.
Pertunjukan teater M endu ini dimulai dengan Ladun, semacam tarian
melingkar seperti randai, menari keliling sambil bernyanyi bersama-sama. Selesai
berladun dan beriwayat, kemudian barulah mereka melakonkan cerita, yang biasanya
ceritanya di penggal-penggal dalam beberapa episode.
83
Alat musik yang dipakai dalam teater ini rebab, dua buah gendang panjang,
tetabuhan, gong, breng-breng, dan vokal. Sebelum pertunjukan di mulai ada juga
upacara mantra dan tepung tawar untuk mengusir roh dab hantu. Jembalang Tanah.
Teater mendu ini berkembang di Sumtera Timur sejak abad ke-20.
2.5.3 Teater Bangsawan
Dari teater Mendu, maka lahirlah opera Melayu yang lebih ke arah modern
yang disebut Bangsawan atau Dul M uluk. Nama Dul M uluk itu sendiri yaitu
merupakan pimpinan rombongan teater bangsawan yang mula-mula datang ke daerah
Stambul pada tahun 1890-an. Sedangkan nama Bangsawan berasal dari kata bangsa
dan wan, yang berari ingin mengetengahkan kepahlawanan orang berbangasa. M asa
kejayaan teater ini antara tahun 1920-1935.
Dalam teater ini terdapat peran-peran utama antara lain: (1) Sri Panggung
Wanita (2) Anak Muda atau Hero, (3) Pelawak (komedian), (4) Jin Afrit yang jahat.
Cerita ini dipenuhi dengan tarian dan nyanyian. Terutama pada Sri Panggung wanita
dan anak muda haruslah berparas cantik, tampan dan pandai bernyanyi pula. Di
samping itu, dalam teater ini harus memiliki layar atau background panggung yang
berbeda-beda antara lain: layar pemandangan hutan, interior istana, rumah gubuk,
pemandangan taman, scene jalan raya, dan sebagainya. Para pelakon juga akan
memakai kostum yang berbeda sesuai dengan watak dan lakon yang diperankan.
Cerita-cerita Bangsawan yang sangat terkenal pada masa itu adalah Jula Juli Bintang
Tiga, Siti Zubaidah, Gul bakuali, dan lain-lain.
84
Uniknya pada teater ini tidak melibatkan menggunakan skrip atau naskah, para
pelakon hanya menuturkan dialog-dialog secara spontanitas dan ada kalanya
melakukan impropisasi sesuai dengan jalur cerita yang diarahkan oleh sutradara. Itulah
yang mebuat daya tarik utama penonton untuk menonton pementasan tersebut.
Karena teater ini merupakan persembahan gabungan antara drama tradisional
dengan modern, begitu pula dengan alat musik yang dipakai antara lain: Gendang
ronggeng, biola, akordion, saksofon, drum, untuk mengiringi nyanyian. Teater ini
begitu populer dan banyak diminati oleh berbagai kalangan masyarakat.
Di antara teater-teater tradisional Melayu ini, dalam berbagai tempat ceritanya,
adakalanya menyisipkan lagu-lagu zapin. Berdasarkan pengaaman berkesenian
penulis, teater makyong di Serdang dan Deli menyisipkan lagu zapin Serdang dan
Zapin Deli.
2.9 Bahasa
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia yang dipakai masyarakat sebagai alat komunikasi. Di dalam komunikasi itu
terdapat kaidah, aturan, dan pola-pola yang di bentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk
dan tata kalimat. Bahasa juga merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan
manusia , karena tanpa adanya bahasa, manusia tidak akan dapat berkomunikasi antara
sesamanya.
Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa M elayu yang sejak
zaman dahulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan ( lingua franca),
85
Rumpun bahasa Melayu sangat tersebar luas meliputi berbagai kawasan di Asia
Tenggara. Bahasa-bahasa suku bangsa di Indonesia termasuk bahasa Melayu, dalam
khanazah kebahasan umumnya disebut dengan bahasa Nusantara. Bahasa Melayu
dahulu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antar suku di Nusantara dan dipakai
sebagai bahasa perdagangan. Sejarah bahasa M elayu dapat kita lihat dari penemuan
naskah-naskah M elayu Kuno.
Bahasa M elayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa teruma bahasa
Sansakerta, bahasa Persia, dan bahasa-bahasa Eropa. Selanjutnya oleh para Pemuda
Indonesia yang pada saat itu tergabung dalam suatu organisasi pemuda,
mengangakat bahasa M elayu menjadi bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan,
yang tertuang dalam Sumpah Pemuda pada tahun 1928.
Dalam bahasa M elayu, ada beberapa pokok mengenai kajian latar belakang,
sistem dan keberadaan linguistik bahasa Melayu yaitu sebagai berikut:
1. Bahasa Melayu merupakan alat untuk mengekspresikan harapan, kehendak, cita-
cita dan sebagainya, baik mengenai alam maupun lingkungan sekitar.
2. Bahasa Melayu jika dilihat dari sudut pandang falsafah, diklasifikasikan sebagai
bahasa yang memiliki dasar atau akar mitologis (mytological root/descent) yaitu
bahasa yang bercirikan bahasa tradisi dan bahasa yang memiliki pesan-pesan
moral serta keadaan yang Islami.
3. Di dalam bahasa M elayu terdapat hubungan akrab saling ketergantungan antara
bahasa dengan budaya, adat-istiadat dan tradisi M elayu.
86
4. Bahasa Melayu berfungsi sebagai salah satu penanda utama budaya Melayu
(principal marker) melalui bahasa M elayu dimensi konkrit budaya M elayu dapat
diekspresikan atau dengan kata lain dapat difungsikan sebagai pengungkap
solidaritas dan identitas kelompok.
5. Bahasa Melayu dianggap sebagai suatu sistem arbitrer (terdapat hubungan antara
makna dengan bentuk) yang pada perkembangannya memiliki variasi eksternal dan
internal. Secara eksternal terdapat variasi ujaran pada fonem tertentu, maupun beda
kata untuk makna leksikal yang sama. Contoh : kata alhamdulillah lebih
dibudayakan dari pada terima kasih, dan assalamualaikum lebih dianjurkan dari
pada mengucapkan selamat pagi/siang/malam.
6. Budaya, adat-istiadat dan tradisi Melayu memprioritaskan untuk seseorang
berharkat, bermartabat dan berterima oleh keluarga dan masyarakat sekitarnya.
Penekanan tercermin dalam ungkapan sebagai pembina kepribadian seseorang
(mode of action) dan bahasa Melayu berperan sebagai media penyampaian pesan-
pesan moral berlandaskan ajaran agama dan adat-istiadat yang bernuansa
keIslaman.
7. Penggunaan bahasa Melayu memiliki pilihan kata dan ungkapan pemeliharaan
tutur kata secara lembut. Sikap berbahasanya selalu berlandaskan dengan
memprioritaskan kesopansantunan dan seringkali diiringi gerak kinetik (suatu
syarat yang berhubungan atau merupakan hasil gerak tubuh).
8. Bahasa juga memiliki makna yang sama seperti bahasa lainnya, Dalam hal
peringkat sinonim, hiponim, polisemi, dan antonym. Contohnya : kata molek, pada
87
peringkat sinonim sejajar dengan kata seperti cantik, menarik dan syur. Akan
tetapi variasi penggunaannya disesuaikan dengan konteksnya, contoh : “Empuan
tu molek” hanya dapat bervariasi dengan cantik dan menarik. Namun demikian,
berbeda konteksnya dengan kata syur karena dalam konteks “Empuan tu syur”
maknanya akan bergeser menjadi membangkitkan selera.
9. Bahasa Melayu juga memiliki pemahaman tersendiri dari sudut penanda beda jenis
kelamin (gender marker) dalam istilah kekerabatan. Bagi masyarakat M elayu kata
kekerabatan ditentukan kedalam beberapa spesifikasi yaitu :
a. Penanda berdasarkan urutan kelahiran (birth order) seperti (U) lung, (Te) ngah,
Tok Ucu (Bungsu) sehingga terdapat pembentukan seperti Bah Lung, Wak
Uteh, Tok Ucu, dan sebagainya.
b. Penanda berdasarkan nama singkatan seseorang contoh: Ban Am (Aban Amin),
Wak Ucup (Wak Yusuf), Tok Zen (Atok Zainal).
c. Penanda berdasarkan bentuk fisik atau warna kulit contoh: Tok Tam (Atok
Hitam), Wak Endek (Wak Pendek), dan sebagainya.
d. Penanda berdasarkan nama tempat, baik tempat kelahiran daerah asal, tempat
tinggal sebenarnya dan sebagainya, contoh : Wak Simpang (Wak dari Simpang
Tiga).
10. Bahasa Melayu memiliki untaian kata, ungkapan, petatah-petitih baik secara lisan
maupun tulisan yang biasa diungkapkan dalam bentuk pantun untuk
menyampaikan pesan moral dan etika bagi seseorang untuk bermanis budi bahasa,
indah budi pekerti dan memiliki rasa pengendalian diri.
88
Contoh:
Jangan suka mematahkan parang,
Tangan luka gagangnya rusak,
Jangan suka menyusahkan orang,
Tuhan murka orang pun muak.
Dari latar belakang bahasa M elayu di atas, maka dapat dilihat ekspresi bahasa
tersebut di dalam sistem sosial yang menggambarkan psikologis orang M elayu yang
terkait dengan cakupan emosi, estetika, alasan moral, logika dan rasionalisme yang
salin terjalin erat (Luckman 2002:111)
Seni zapin karya-karya Zul Alinur, kesemuanya menggunakan bahasa Melayu,
dibumbui dengan beberapa diksi yang berasal dari bahasa Arab. Dengan demikian
lagu-lagu karya Zul Alinur ini lebih mengekspresikan budaya dan baasa Melayu,
khususnya yang berdasar kepada kawasan M elayu Sumatera Utara.
2.10 Upacara-upacara
M asyarakat M elayu memiliki banyak sekali upacara-upacara tradisional yang
masih didijalankan sampai sekarang ini. Upacara tradisional M elayu itu meliputi
keseluruhan siklus kehidupan orang M elayu itu sendiri yang di mulai sejak dalam
kandungan, kelahiran, anak-anak, remaja, dewasa, berumah tangga hingga meninggal
dunia. Biasanya dalam menjalankan upacara-upacara tradisional, masyarakat Melayu
mengundang sanak saudara, kerabat dekat, jiran tetangga, dengan jamuan makan
89
bersama. Itu semua di atur oleh adat yang telah di sepakati oleh petuah Melayu
terdahulu dan tata nilai luhur, yang kemudian di wariskan secara turun menurun
hingga samapi sekarang.
Adapan upacara-upacara tradisional melayu antara lain:
a. Pada saat anak lahir,
b. Turun ke sungai, bercukur, dan mengayun,
c. Berkhatan atau sunat Rasul,
d. Penabalan putera mahkota (Tengku Besar),
e. Upacara Pernikahan,
f. Upacara-upacara untuk melakukan perkerjaan baik berburu, menanam padi,
dan mencari ikan, dan lain-lain.
Dalam konteks sejarah Islam, seni zapin paling sering digunakan untuk
memeriahkan suasana pesta perkawinan. Upacara pesta perkawinan adat M elayu ini
menggunakan beberapa tahapan seperti, merisik, meminang, mebghantar pengantin,
hempang batang, hempang kipas, hempang pintu, bersanding, mandi bedimbar, dan
lainnya. Zapin biasanya menjadi bahagian dari upacara utama pernikahan adat Melayu.
Selain itu zapin juga digunakan untk upacara khitanan, menyambut hari besar Islam,
meyambut tetamu, dan lainnya. Dengan demikian zapin menjadi bahagian yang
integral dalam adat Melayu.
90
2.11 Minangkabau
Ibu Zul Alinur, yang bernama Rosmiar, adalah seorang ynag bersuku (etnik)
M inangkabau. Bagaimanapun dalam diri Zul Alinur mengalir darah dan jiwa
M inangkabau. Selain itu, dalam rangka menapaki dunia kesenian, Zul Alinur awalnya
masuk ke dalam sanggar seni M inangkabau di Medan, yaitu Sanggar Tigo Sapilin,
yang dipimpin oleh Bapak Abu Bakar Sidik, yang juga sebagai orang M inangkabau,
yang lahir dan besar di Kota M edan (selanjutnya lebih rinci lihat di Bab IV bahagian
biografi).
M enurut keterangan Zul Alinur sendiri, berbagai konsep budaya M inangkabau
diterapkan dalam kehidupannya dan juga diaplikasikan ke dalam seni yang
ditekuninya. Termasuk juga dalam seni zapin yang diciptakan atau dikreasikannya. Ia
mengamalkan filsafat budaya M inangkabau seperti alam takambang manjadi guru,
yang juga dilandasi ajaran Islam bahwa manusia harus selalu membaca (iqra’)
sekelilingnya secara mikrokosmos maupun makrokosmos.
Zul Alinur juga belajar bahasa dan budaya M inangkabau, terutama kepada
guru awalnya yaitu Hazijar. Dari beliau ini pula Zul Alinur belajar bermus ik
M inangkabau dan budaya Minangkabau secara umumnya. Zul Alinur juga belajar teori
musik dari Uda Hajizar. Oleh karenanya, Zul Alinur dapat menulis ciptaannya dengan
menggunakan notasi angka seperti yang diajarkan Hajizar. Dalam menggarap dan
menciptakan lagu-lagu zapin, Zul Alinur juga memasukkan unsur-unsur musik
91
M inangkabau seperti memasukkan alat musik dol dan beberapa gaya musik
M inangkabau, seperti gariniak, harmoni, dan pantun-pantunnya.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka alangkah baiknya dideskripsikan latar
belakang budaya Minangkabau. Begitu juga interaksi dan hubungan antara budaya
M inangkabau dan Melayu, sebagai latar belakang kehidupan Zul Alinur.
M enurut Adam, daerah suku bangsa M inangkabau ditandai dengan
masyarakatnya yang menganut adat-istiadat M inangkabau, yang umumnya bermukim
di Pulau Sumatera bahagian tengah, meliputi Provinsi Sumatera Barat (tidak
termasuk Mentawai), sebahagian hulu sungai Rokan, Kampar, dan Kuantan di
Provinsi Riau, Batang Tebo, dan M uara Bungo di Provinsi Jambi serta hulu sungai
M erangin dan M uko-muko di Provinsi Bengkulu (Boestanoel Arif in Adam, 1970).
Penghulu mengatakan bahwa daerah M inangkabau terdiri dari: (1) darek,
(2) pasisie, dan (3) rantau. Secara tradisonal, masyarakat M inangkabau
mempunyai dua wilayah pemerintahan adat. Pembahagian ini disesuaikan dengan
kondisi masa Kerajaan Pagaruyung masih berdiri, yaitu luhak dan rantau. Daerah
darek dikenal sebagai luhak nan tigo yang terdir i dari: (1) Luhak Tanah Data, (2)
Luhak Agam, dan (3) Luhak Limo Puluah Koto. Ada keterkaitan erat di antara
luhak dan rantau (Penghulu 1978:12).
Berdasarkan mitologi yang terdapat di dalam tambo M inangkabau, pada
mulanya luhak hidup secara berkelompok pada daerah-daerah kecil yang bersifat
kesatuan teritorial, bernama nagari. Nagari-nagari inilah yang merupakan daerah
92
asal penduduk rantau. Setiap nagari sekurang-kurangnya ditempati oleh empat
suku (klen) yang terdiri dari Bodi, Chaniago, Koto, dan Piliang.
Orang-orang M inangkabau mempunyai mitos yang menceritakan bahwa
mereka berasal dari puncak gunung M erapi, seperti yang dikemukakan Junus:
Umumnya orang Minangkabau mencoba menghubungkan keturunan mereka dengan suatu tempat, yaitu Periangan Padang Panjang. M ereka beranggapan bahwa nenek moyang mereka berpindah dari tempat itu dan kemudian menyebar ke daerah penyeberangan yang ada sekarang. Hal ini mungkin dapat dihubungkan dengan dongeng tentang nenek moyang orang M inangkabau yang berasal dari gunung Merapi ketika gunung itu masih kecil (Umar Junus 1971:241).
Adat istiadat M inangkabau, sebagaimana pula M elayu, terdiri dari empat
klasifikasi: (1) adat nan sabana adat, (2) adat nan diadatkan, (3) adat nan taradat,
dan (4) adat istiadat. Konsep adat mereka, sebagai landasan tertinggi adalah
syariat Islam, seperti konsep: adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah, syarak
mangato, adat mamakai (Penghulu 1978:105).
Ciri khas budaya M inangkabau adalah sistem sosial kemasyarakatan
yang berdasar pada garis keturunan ibu (matrilineal). Inilah yang biasanya
dianggap sebagai salah satu unsur yang memberi identitas kepada kebudayaan
M inangkabau terutama yang dipopulerkan oleh roman-roman Balai Pustaka, pada
awal abad kedua puluh.
Orang M inangkabau sering merantau, yaitu bermigrasi ke rantau. Istilah
rantau boleh d iartikan sebagai dataran rendah atau daerah aliran sungai (Mochtar
Naim 1984:2), sebagai tempat orang M inangkabau mencari nafkah dengan
93
meninggalkan kampung halaman yang terletak di dataran tinggi. Akan tetapi, kini
istilah rantau tidak hanya terbatas kepada daerah rendah atau daerah aliran sungai,
melainkan juga sudah berkonotasi dengan daerah luar kampung halaman mereka.
Kebiasaan merantau ini sangat besar pengaruh dan peranannya dari segi sosial dan
ekonomi masyarakat M inangkabau.
Unsur-unsur pokok yang dikandung kata merantau adalah meninggalkan
kampung halaman, dengan kemahuan sendiri, dalam jangka waktu yang lama atau
tidak lama, untuk mencari tingkat ekonomi yang lebih baik, menuntut ilmu,
atau memperluas pengalaman. Pada saatnya mereka pulang. Merantau adalah
bahagian dari budaya M inangkabau. Orang yang merantau bukan meninggalkan
susunan sosial, tetapi untuk memperkuatnya. Bermukim di rantau hanya salah satu
cara untuk mencari tujuan. Para migran di rantau diharapkan menemukan identitas
sendiri, dalam menghadapi pelbagai kebudayaan dan susunan sosial lain. Para
perantau dari M inangkabau biasanya lebih menyadari akan pentingnya
kerukunan, senasib, dan sepenanggungan, dibanding mereka yang berada di
kampung halaman (Mochtar Naim 1984:3).
M igrasi orang M inangkabau ke Sumatera Timur (Sumatera Utara sekarang),
baharu mulai pada akhir abad kesembilan belas, ketika perkebunan-perkebunan
besar asing mulai dibuka (M ochtar Naim 1984:97). Kebanyakan mereka bukan
bekerja sebagai buruh perkebunan, melainkan menjajakan barang dagangannya dari
perkebunan yang satu ke perkebunan yang lain, atau menetap di kota-kota di
Sumatera Timur untuk berdagang. Sesudah Revolusi Kemerdekaan berakhir, arus
94
migrasi orang M inangkabau bertambah dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan
dengan sebelumnya. Terutama sewaktu berlangsungnya pemberontakan PRRI
(Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) terjadi arus migrasi yang paling besar
(M ochtar Naim 1984:97). Dalam konteks ini, ibundanya Zul Alinur merantau ke
wilayah Deli pada pertengahan abad kedua puluh dan berjodoh dengan ayahnya
seorang M elayu dari Batubara. Kawasan Batubara ini sendiri sejak awal menjadi
daerah baru orang-orang Minangkabau sejak zaman Pagarruyung. Bahkan nama-nama
kawasan di Batubara juga memperuat adanya hubungan dengan M inangkabau, seperti
Kota Lima Puluh, Lima Laras, Luhak, dan lain-lainnya.
Jika kita lihat jenis pekerjaan perantau Minangkabau, yang dominan adalah
pedagang eceran sampai grosir, usaha penjahitan, rumah makan M inangkabau/
M elayu, menjajakan sate Padang, industri kerajinan pakaian jadi; yang bersaing
dengan orang Tionghoa atau menggantikan kedudukan orang Cina yang sudah
naik tingkat ekonominya. Selain pekerjaan-pekerjaan itu, usaha percetakan, usaha
penerbitan, tokoh buku, toko alat tulis, dan bidang kewartawanan ditangani oleh
orang M inangkabau dalam persentase yang lebih tinggi, terutama sebelum perang
kemerdekaan. Pegawai tinggi, guru-guru sekolah, dosen, serta mahasiswa di
Sumatera Utara banyak daripada Sumatera Barat. Oleh kerana perkembangan
pendidikan di Sumatera Barat mendahului daerah Sumatera Timur di bawah
pemerintahan Hindia-Belanda, maka para migran Sumatera Barat diterima di
kantor-kantor pemerintah atau usaha-usaha swasta sebagai pegawai, guru, juru tulis,
ahli mesin, dan sebagainya.
95
Dalam pergerakan kebangsaan (nasionalisme), orang M inangkabau
memainkan peranan penting di rantau. Hal ini kerana mereka tinggi kesedarannya
atas agama Islam dan giat menggabungkan diri ke dalam organisasi sosial dan partai
politik yang progresif, terutama di M uhammadiyah dan M asyumi. Kini berubah ke
dalam Partai Amanat Nasional atau Partai Matahari Bangsa.
Para perantau M inangkabau di Sumatera Timur berkelompok pula menurut
tempat asalnya seperti sekampung, seluhak seperti wilayah Pariaman, M aninjau,
Batu Sangkar, Pasaman, dan lain-lain. Bertujuan demi menanggulangi masalah yang
bersangkutan dengan kerukunan dan adat mereka.
Orang-orang M inangkabau dan Melayu sejak awalnya juga sadar tentang
persamaan-persamaan budaya mereka. Daerah Negeri Sembilan di Semenanjung
M alaysia termasuk ke dalam daerah rantau M inangkabau. Bekas Yang di-Pertuan
Agong M alaysia, Tuanku Za'farsyah, adalah keturunan M inangkabau. Tidak jarang
pula orang M inangkabau menyebutkan dirinya sebagai Melayu M inangkabau.
Diperkirakan orang-orang M elayu Deli, Serdang, dan Langkat berasal dari
pembauran etnik Minangkabau serta Johor (Ratna 1990:45).
Bukti lain adanya hubungan di antara M inangkabau dengan M elayu Sumatera
Utara ini dapat dilihat dari dialek yang dipergunakan oleh masyarakat M elayu di
Asahan dan Batubara Sumatera Utara mirip dengan bahasa M inangkabau. Selain
itu nama-nama tempat di Batubara dan Asahan ada yang sama dengan nama-nama
tempat di Minangkabau, seperti Lima Laras, Pesisir, dan Kota Lima Puluh.
96
Para seniman dan intelektual tari tradisi dan garapan baru Melayu
Sumatera Timur banyak juga yang berasal dari etnik M inangkabau, seperti Dra.
Delinar Adlin, Syainul Irwan, S.H., M .Si.; Yusnizar Heniwaty, SST., M.Hum.; Arifni
Netriroza, SST., M.A.; dan lainnya. Bahkan seorang pengusaha Minangkabau di
M edan, yang mengelola Hotel Garuda Plaza di Jalan Si Singamangaraja, memasukkan
musik ronggeng sebagai salah satu acara hiburannya. Lagu dari M inangkabau yang
populer bagi masyarakat Sumatera Utara, yang dipergunakan pada seni ronggeng
M elayu adalah lagu Haji Lahore dan Babendi-bendi.
Dengan demikian terjadi hubungan budaya dan darah anara etnik M elayu di
Sumatera Utara dengan etnik M inangkabau, terutama mereka yang telah tinggal dan
menetap di kawasan ini, dan kemudian menyerap dan menggunakan budaya Melayu
Sumatera Utara. Termasuk di antaranya Zul Alinur yang secara keturunan berdarah
M inangkabau dan Melayu sekali gus.
97
BAB III
GAMBARAN UMUM ZAPIN DI DUNIA IS LAM
DAN DI ALAM MELAYU
3.1 Zapin sebagai Kreativitas Seni Melayu
Etnik Melayu adalah etnik yang kreatif dalam menerima dan mengelola berbagai
unsur kebudayaan luar. Kebudayaan luar ini kemudian diadun sesuai dengan keperluan
peradaban Melayu sendiri. Ini merupakan bahagian dari proses akulturasi yang
dinamis. Selain itu, masyarakat Melayu juga inovatif dan kreatif dalam mengelola
kebudayaannya berdasarkan kemampuan yang datangnya dari dalam kebudayaan
M elayu itu sendiri. Proses ini dalam kajian antropologis lazim disebut dengan
inovasi. M elayu menjadi pelopor utama proses akulturasi dan inovasi budaya. Bahasa
M elayu telah lama dijadikan sebagai lingua franca (bahasa pengantar) dalam
pergaulan masyarakat Nusantara yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Menurut
penulis, ke masa depan sangat mungkin budaya Melayu akan menjadi cultura franca
di Nusantara ini.
Dalam situasi yang demikian, maka berbagai unsur budaya Melayu menjadi
milik bersama masyarakat Nusantara ini. Contohnya adalah pakaian M elayu, lagu
M elayu, musik M elayu, cara berpikir Melayu, zapin M elayu, dan lainnya. Teras
budaya yang dikonsepkan adat bersendi syarak dan syarak bersendi kitabullah juga
98
telah membuktikan bagaimana masyarakat M elayu membentuk adatnya berasas ajaran
Islam. Dengan demikian terjadi keselarasan antara agama dan adat dalam kebudayaan
M elayu. Islam yang datang dari Asia Barat maupun melalui Asia Selatan kemudian
diolah sesuai dengan keperluan-keperluan budaya M elayu di Nusantara ini. Hasilnya
adalah tamadun Islam yang unik, menarik, eksotik, dan khas di Alam Melayu.
Kemudian menyumbang kepada kebudayaan Dunia Islam. Akhirnya menjadi rahmat
kepada seluruh sekalian alam, rahmatan lil alamain. Artinya menjadi rahmat kepada
semua makhluk dan manusia (bukan hanya umat Islam saja).
Kesenian-kesenian yang kuat mengekspresikan peradaban Islam dalam
kebudayaan M elayu di antaranya adalah nasyid, kasidah, hadrah, rodat, barzanji,
marhaban, zikir, nazam, syair, dendang Siti Fatimah, ghazal, zapin, dan lainnya.
Zapin adalah salah satu genre seni Islam dalam kebudayaan Melayu yang awalnya
diserap dari tamadun Islam dari Timur Tengah, yang kemudian diolah menjadi khas
zapin M elayu. Zapin tardiri dari unsur seni tari, musik, teks, yang menyatu dalam
sebuah persembahan. Seni ini dalam kebudayaan M elayu difungsikan dalam berbagai
aktivitas yang umumnya berhubungan dengan aktivitas Islami seperti upacara
perkawinan, khitanan, festival, pesta budaya, hari besar agama Islam, dan lainnya.
Seni zapin ini terus hidup sampai sekarang, karena fungsi sosialnya dalam masyarakat.
3.2 Konsep Budaya dalam Islam
Zapin adalah bahagian dari budaya dan kesenian Islam. Dalam Islam, jika
dibicarakan istilah kesenian dan budaya, biasanya selalu merujuk kepada kandungan
99
makna pada kata-kata atau istilah yang sejenis, seperti: millah, ummah, tahaqafah,
tamadun, hadharah, dan adab. Istilah ini digunakan dalam seluruh kurun waktu
sepanjang sejarah Islam.
Istilah millah ( ), yang bentuk jamaknya milal ( ), terdapat dalam Al-
Qur’an, yang digunakan untuk merujuk keadaan kebudayaan yang berhubungan
dengan syariat Nabi Ibrahim Alaihissalam. Millah artinya adalah agama, syariat,
hukum, dan cara beribadah. Millah seperti yang disebutkan di dalam Al-Qur’an,
maknanya ditujukan umat Islam, atau golongan manusia yang suci, yang berpegang
teguh kepada agama Allah, serta mengamalkan sistem syariat, serta mereka yang
menjalankan tugas-tugas rohaniah dalam hidup dan peradabannya.
Selain itu, ada satu istilah lagi yang lazim digunakan dalam Islam, dalam
kaitannya dengan kebudayaan, yaitu ummah ( ). Istilah ini mengandung makna
sebagai orang-orang muslim dalam bentuk masyarakat kolektif. Istilah ini yang
pluralnya adalah umam digunakan dalam Al-Qur’an untuk menyebut umat Islam,
sebagai umat terbaik.
Artinya: “Kamu (wahai umat Muhammad) adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan bagi (faedah) umat manusia, (karena) kamu menyuruh berbuat kepada segala perkara yang baik dan melarang dari
100
segala perkara yang salah (buruk dan keji) serta kamu beriman kepada Allah (dengan sebenar-benar iman) dan kalaulah Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) itu beriman (sebagaimana yang semestinya), tentulah (iman) itu menjadi baik bagi mereka. (Tetapi) di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali Imran:110).
Kata lain yang maknanya merujuk kepada kebudayaan dalam Islam adalah
atahaqafah ( ), yang biasanya digabung dengan al-Islamiyah, artinya adalah
keseluruhan cara hidup, berpikir, nilai-nilai, sikap, institusi, serta artefak yang
membantu manusia dalam hidup, yang berkembang dengan berasaskan kepada syariat
Islam dan sunah Nabi Muhammad. Dalam bahasa Arab, atahaqafah artinya adalah
pikiran atau akal seseorang itu menjadi tajam, cerdas, atau mempunyai keahlian yang
tinggi dalam bidang-bidang tertentu. Selanjutnya istilah taqafah ( ) berarti
membetulkan sesuatu, menjadi lebih baik daripada keadaan yang dulunya tidak begitu
baik, ataupun menjadi berdisiplin. Kata taqafah artinya adalah ketajaman, kecerdasan,
kecerdan akal, dan keahlian yang tinggi, yang diperoleh melalui proses pendidikan.
Jadi istilah ini, menekankan kepada manusia untuk selalu menggunakan pikirannya,
sebelum bertindak dan menghasilkan kebudayaan.
Terminologi al-hadarah ( ) digunakan untuk menyebut kehidupan manusia
secara kolektif dan peradaban yang tinggi. Istilah al-hadarah berasal dari kata dasar,
hadhara, yahduru, dan hadaratan, yang artinya adalah bermukim dalam kawasan
negeri atau tempat yang ramai yang membedakannya dari negeri atau tempat yang
sunyi, badiyah. Istilah hadar dan hadarah dalam bahasa Arab klasik bermaksud
kawasan yang didiami oleh manusia berupa perkotaan atau kehidupan yang relatif
101
maju. Istilah ini memiliki makna bahwa indikator kebudayaan yang dianggap maju
dan tinggi adalah dengan munculnya kota-kota dengan sistem sosial yang kompleks.
Namun bagaimanapun pedesaan tetap diperlukan dalam sebuah peradaban, sebagai
mitra dari kota-kota. Ekspresi al-hadarah dalam kesenian Islam, diwujudkan dalam
genre hadrah. Hadrah ini sejak abad kelima belas menjadi bahagian dari kesenian
sufi, khususnya tariqat Rifaiyah.
Tamaddun ( ) atau bentuk jamaknya tamaddunan ( ) berasal dari
bahasa Arab, yang maknanya sering disejajarkan dengan istilah civilization dalam
bahasa Inggris. Sivilisasi sendiri awalnya berasal dari bahasa Perancis. Hingga tahun
1732, kata ini merujuk kepada proses hukum. Pada akhir abad ke-18, istilah ini
memiliki pengertian yang meluas tidak hanya sebatas sebagai hukum, tetapi juga
tahapan paling maju dari sebuah masyarakat. Konsep kebudayaan dalam Islam juga
melibatkan istilah at-tamaddun, dan kebudayaan Islam disebut at-tamaddun al-Islami.
Istilah ini merujuk kepada karangan terkenal Tarikh at-Tamaddun al-Islami yang
ditulis oleh Jurzi Zaidan. Istilah ini berasal dari kata dasar maddana, yamduru, dan
mudunan, yang artinya adalah datang ke sebuah bandar, dengan harf bi yang
bermakna menduduki suatu tempat, maddana pula artinya membangun bandar-bandar
atau kota-kota, atau menjadi kaum atau seseorang yang mempunyai peradaban. Dari
istilah maddana ini muncul istilah lanjutan madinah yang artinya adalah kota dan
madani yang berasal dari kata al-madaniyah yang berarti peradaban dan kemakmuran
hidup. Istilah ini awalnya digunakan oleh Ibnu Khaldun, seorang sosiolog Islam
terkenal. Dalam perkembangan sosial di Asia Tenggara, istilah madani begitu giat
102
dipopulerkan oleh Anwar Ibrahim, mantan Timbalan Perdana Menteri Malaysia.
Pengertian istilah ini merangkum tingkah laku yang beradab seperti orang perkotaan,
bersifat halus dalam budi bahasa, serta makmur dalam pencapaian material.
Di antara istilah-istilah yang berkaitan dengan konsep kebudayaan dalam Islam,
yang selalu digunakan oleh para cendekiawan, termasuk di Asia Tenggara, adalah
istilah adab ( ) atau kata bentukannya peradaban. Ismail Faruqi menyatakan bahwa
adab itu berarti culture atau kebudayaan. Dalam konteks ini kita kaji Hadits Nabi
M uhammad s.a.w. yang bermaksud: “Tuhan telah memberikan kepadaku pendidikan
adab, addabani, dan Tuhan telah memperbaiki atau menyempurnakan pendidikan
adab terhadapku.” Adab yang dimaksud adalah adab dalam pengertian yang paling
luas, yang merangkumi kemampuan meletakkan sesuatu itu pada tempat yang
sewajarnya, yaitu sifat yang timbul dari kedalaman ilmu dan disiplin seseorang. Sifat
ini jika disebarkan ke dalam masyarakat dan kehidupan budaya, maka akan
menimbulkan kesan yang alamiah dan menyeluruh di dalam kehidupan kolektif.
Kesadaran tentang makna adab yang menyeluruh itu tercermin dalam kitab-kitab
Islam, seperti Adab ad-Dunya wad-Din karya Abul Hasan Al-M awardi. Juga analisis
tentang kehidupaan yang beradab dalam kitab karangan Imam Al-Ghazali Ihya
‘Ulumuddin.
Selain itu, dalam peradaban Islam sering juga digunakan istilah ad-din ( )
yang berarti agama dalam pengertian yang paling luas, dengan sifat-sifat universalnya,
baik itu segi akidah maupun amal. Oleh karena itu, istilah ini bersamaan maknanya
dengan syariat sebagaimana yang dicatat di dalam kitab Tajul ‘Arus dan kepercayaan
103
tentang mentauhidkan Allah, serta sifat-sifat ketakwaan dan kewarakan orang-orang
saleh. Din juga berarti hukum atau aturan-aturan tertentu. Istilah din juga berarti
amalan ataupun upacara yang dilakukan, yang diwarisi dari beberapa generasi yang
lalu. Dalam pengertian ini maka din sama maknanya dengan tradisi.
Ad-dinul Islam sebagai agama adalah satu-satunya kerangka umum kehidupan
yang benar, dan oleh karenanya harus dilaksanakan secara total tanpa ada aspeknya
yang tertinggal satu pun. Islam sebagai keimanan, hukum agama (syariat), dan
pengembangan pola-pola aspek kehidupan, pada keseluruhanya berfungsi sebagai
jalan hidup yang akan membawakan kesejahteraan bagi umat manusia.
Seorang penulis seni dalam peradaban Islam yang ternama, Seyyed Hossein
Nasr (dalam kitabnya yang bertajuk Spiritualitas dan seni Islam terjemahan Sutejo)
berpandangan bahwa tujuan akhir dari seni Islam, adalah untuk mengingat Allah.
Kemudian Nasr menyatakan bahwa seni tidak akan berfungsi spiritual jika ia tidak
dihubungkan dengan bentuk dan kandungan wahyu Islam. Nasr menguraikan bahwa
Islam dibentuk oleh beberapa bangunan syariah, tarikat, dan hakikat. Ia
mengemukakan bahwa syariat Islam memberikan sumbangan peranan penting dalam
memberikan dasar kepada seni Islam. Juga menyediakan batasan-batasan tertentu atau
garisan untuk seni Islam itu. Nasr memberikan arahan polarisasi, bahwa sumber
spiritual Islam tentu saja berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Tanpa dua mata air yang
bersumber dari Al-Qur’an dan barakah Nabi M uhammad, tidak akan ada seni Islam.
Satu karya seni dapat dikategorikan sebagai seni Islam, bukan hanya diciptakan oleh
seorang muslim, tetapi jua dilandasi oleh wahyu Allah.
104
M enurut Imam Al-Ghazali, mendengar musik itu ada lima hukumnya: harus,
sunat, wajib, makruh, dan haram. Untuk musik Islam, Al-Ghazali
mengkategorisasikannya ke dalam tujuh fungsi: (1) lagu yang membangkitan
kerinduan untuk menziarahi tempat-tempat suci seperti M ekah an M adinah; (2) lagu
yang mengobarkan semangat untuk berjuang mempertahankan akidah dan negara; (3)
lagu yang isinya bertema pertarungan dan sikap jantan yang pantang menyerah di saat-
saat genting; (4) mengenang peristiwa masa lalu, sehingga mengingatkan diri tentang
hakekat hidup; (5) lagu yang menyifatkan keadaan ketika sukacita untuk menghargai
suasana tersebut dan menikmati kenangannya selama mungkin; (6) lagu ghazal yang
sopan, yaitu yang berisikan tema tentang kisah cinta dan membayangkan harapan
untuk bertemu dan pertautan yang lebih erat di masa yang akan datang; dan (7) lagu
yang berisikan tema tentang keagungan dan sifat-sifat Allah SWT, memuji serta
mentahmidkan kebesaran-Nya (1413 H:24-284) (dalam Engku Ibrahim Ismail dan
Abdul Ghani Shamsuddin. 1992) .
Dari konsep tentang kebudayaan dalam Islam seperti uraian di atas, maka
menurut penulis, zapin adalah salah satu seni Islam. Artinya seni ini dalah wujud dari
konsep-konsep ajaran Islam. Di dalamnya terkandung nilai-nilai, filsafat, bahkan adat,
estetika, etika, dan semua hal yang berkait dengan seni Islam. Di dalam zapin
terkandung kultur Islam, yang kemudian disesuaikan dengan jiwa lokal, yakni Alam
M elayu, sebagai salah satu kawasan yang menyumbang peradaban Dunia Islam, yang
runduk di bawah arahan wahyu Allah. Ini semua tidak lepas dari keinginan Allah
105
Yang M aha Berkehendak, yakni tegaknya agama Allah di muka bumi, melalui proses
difusi dalam sejarah.
Seni zapin adalah bahagian dari kebudayaan Islam. Seni zapin di Alam Melayu
juga memperlihatkan bagaimana proses masuk dan berkembangnya zapin di kawasan
persebaran Islam. Oleh karena itu, perlu kita telusuri bagaimana perkembangan dan
difusi kebudayaan Islam.
Kebudayaan Islam merupakan salah satu peradaban besar dalam sejarah
peradaban manusia. Berbanding dengan beberapa peradaban besar lainnya yang telah
hilang seperti Indus, Huang Ho, Mesir, Yunani, Romawi, Inca, dan lainnya, maka
peradaban Islam masih terus berkembang, dari abad ke-6 sampai kini. Eksistensi
peradaban Islam yang kontinu ini bukan saja mencerminkan kegemilangannya namun
juga memperlihatkan bahwa peradaban Islam mampu mengikuti perkembangan sang
waktu. Peradaban Islam yang awalnya berasal dari Semenanjung Arabia, kini tersebar
ke seluruh dunia dengan berbagai proses adaptasinya yang menarik.
Kebudayaan Islam adalah kebudayaan yang melintasi wilayah etnik dan bangsa.
Ia adalah milik seluruh umat Islam di dunia. Kebudayaan Islam meletakkan agama
Islam sebagai dasar terpenting dalam perkembangannya. Berawal dari M ekah dan
M adinah, berkembang ke seluruh Jazirah Arab dan keluar dari Tanah Arab ke seluruh
penjuru dunia. Perkembangannya sangat pesat, hingga akhirnya Islam mampu
muncul sebagai kekuatan penting di beberapa kawasan seperti: Asia Tengah, Benua
Kecil India, China, Afrika, Asia Tenggara, dan sebahagian Eropa.
106
Nabi Muhammad sejak awal telah membentuk generasi pertama Islam yang
dijuluki sebagai al-jilu al-Rabbaniyu al-muntazim atau mereka yang menghayati dan
mengamalkan setiap arahan Allah. Keadaan ini kemudian diteruskan di masa
Khulafaur Rasyidin. Dalam periode ini, Islam berkembang pesat meliputi seluruh
Jazirah Arab, begitu juga wilayah kekuasaan Romawi dan Persia lambat-laun menjadi
kawasan Islam.
Seir ing dengan perkembangan wilayah, maka pembentukan peradaban juga tidak
dilupakan. Untuk ini didirikan berbagai perkotaan sebagai pusat peradaban Islam,
seperti Damaskus di Syria, Basrah, Kufah, Fustat di Mesir, Jerussalem di Palestina,
dan lainnya. Dalam memandang perkembangan perkotaaan Islam ini, Lapidus (dalam
Beg 1983:27) menjelaskan: “Muslim cities, then, were the products of Islamic
civilization... Political institutions, religious values and forms of social organisaion
were the creations of city peoples.”
Setelah era Khulafaur Rasyidin, perkembangan kebudayaan Islam digerakkan
dan dimotivasi oleh beberapa kerajaan Islam. Kerajaan Bani Umayyah dan Abbasyiah
muncul sebagai kekuasaan penting dalam mengembangkan syiar Islam. Oleh
beberapa pakar politik, dianalisisi bahwa saat pemerintahan dinasti ini, aspek
keduniawian lebih menonjol dibanding era Khulafaur Rasyidin. Pada masa
pemerintahan Bani Umayyah Islam mencapai kawasan Asia, Afrika, dan Eropa.
Pada abad ke-8, beberapa kawasan Asia Tengah telah berada di dalam kekuasan
Islam. Kemudian dilanjutkan dengan penyebaran Islam ke Bukhara, Samarkand,
Khawarizmi, Farghnah, dan lainnya. Panglima Qutaibah bin Muslim telah berhasil
107
menaklukkan Sinkiang dan Kansu. Tahun 713 seorang utusan muslim diterima oleh
M aharaja Hsuan Tsung. Peristiwa ini adalah babak awal dalam perkembangan Islam
di China (Yahaya dan Halimi 1993). Di Afrika, Islam masuk dibawa oleh Hassan bin
Nukman al-Ghassoni, yang kemudian diangkat sebagai gubernur pertama Afrika Utara
dan Maghribi kemudian diagntikan oleh Musa bin Nusair/Amir Qairawan (Abdullah
1999 dalam Yahaya dan Halimi 1993).
Spanyol adalah gerbang utama masuknya Islam ke Eropa (Barat). M asuknya
Islam di kawasan ini adalah melalui penaklukan yang dipimpin M usa bin Nusair dan
Tariq bin Ziad. M ereka menguasai beberapa kota penting seperti Carmona, Sevilla,
Toledo, Granada, dan lainnya. Kekuasaan Islam bertapak di kawasan ini dari tahun
711 sampai 1492.
Di Timur Tengah (Asia Barat), selain Arab terdapat suku lain seperti Persia,
Turki, dan Kurdi. M ereka ini setelah masuk Islam mendirikan beberapa kerajaan
seperti Tahiriyah di Khurasan, Saffariyah di Fars, Samaniyah di Trensonxania,
Sajidiyah di Azerbaijan, Ziyariyah di Jurjun, dan Buwaih di Irak. Begitu juga muncul
kerajaan Islam antara abad ke-9 sampai 12 di Turki, M esir, Turkestan, Asia kecil, dan
lainnnya. Di India muncul kerajaan Islam Ghori, Kilji, Tughluq, Lodi, dan Mughal
(An-Nadwi 1992:33-56). Di Asia Tenggara muncul kerajaan Perlak, Samudera Pasai,
M elaka, Kutai, Demak, Mataram, Ternate, Tidore, dan lain-lainnya. Di kerajaan-
kerajaan Islam Nusantara ini diperkirakan tumbuh dan berkembangnya seni zapin.
Pada masa sekarang ini Islam telah menyebar ke seluruh dunia dengan densitas serta
108
pemahaman yang berbeda-beda, namun satu dalam ukhuwah Islamiyah (persaudaraan
Islam yang senasib dan sepenanggungan).
Perkembangan Islam dari Jazirah Arab ke seluruh penjuru Dunia, termasuk ke
Alam Nusantara ini dapat diperkirakan uru pula membawa kesenian-kesenian
termasuk zapin dari ujung selatan jazirah tersebut. Dalam seni zapin ini bagaimanapun
terdapat unsur-unsur musik Islam dari Asia Barat, dengan sistem-sistemnya seperti
maqamat dan iqaat. Semua itu tidak bisa dilepaskan dari keberdaan musik dan tarian
Islam yang terdapat di berbagai kawasan Islam. Khususnya adalah wilayah
Hadhramaut atau Yaman sekarang ini yang diyakini para ilmuwan seni dan budaya
Islam, sebagai awal tumbuhnya seni zapin di Dunia Islam. Oleh karenanya, perlu kita
lihat bagaimana budaya musik Islam itu, terutama di kawasan Asia Barat, Afrika
Utara, Persia, dan lain-lain negeri Islam untuk menambah wawasan keilmuan kita.
3.3 Gambaran Umum Musik di Dunia Islam
Berikut ini dideskripsikan keberadaan musik Islam di Dunia Islam secara
umum. Adapun dekripsi ini dikutip dari tulisan Malm (1977). Penduduk Afrika Utara,
sebelum masuknya Islam, didominasi oleh masyarakat Berber. Islam muncul abad ke-
7 dan pada abad ke-11 terjadi migrasi besar-besaran masyarakat Badui Arab ke daerah
ini. Pada masa sekarang masyarakat Berber telah beragama Islam. Kebudayaannya
adalah hasil dari dialog antara budaya setempat dengan Islam.
Selain dari masyarakat Berber, di Afrika Utara juga terdapat masyarakat
Tuareg, yang berdasarkan kepada konsep budaya monogami. Seperti halnya
109
masyarakat Minangkabau di Sumatera, mereka berdasarkan kepada keturunan pihak
wanita (matriachart). Dalam memainkan musik, tampak unsur yodelling (manipulasi
suara daerah glotal) wanita Arab. Mereka memiliki dua buah alat musik perkusi, yaitu
berbentuk ketel satu sisi yang disebut tendi, membrannya adalah kulit rusa betina,
dimainkan dengan dua telapak tangan dengan teknik demping (memukul dan
kemudian menekan secara halus). Alat musik perkusi yang satu lagi adalah mangkuk
besar yang diisi air, yang dipukul dengan dua stik, membawa ritme-ritme dasar. Secara
tradisional, yang menjadi pemusik adalah wanita, sedangkan laki-laki adalah sebagai
penyanyi terutama untuk hiburan dalam konteks bertani (ahal). Biasanya tema
nyanyiannya adalah cinta, dengan ornamentasi yang eksotik, diiringi dengan alat
musik amzhad (spike fiddle). Selama bulan suci Ramadhan, masyarakat Tuareg,
Berber, Arab, atau kulit hitam lainnya, menari dan bernyanyi bersama di oase-oase—
sebagai syukur atas bulan yan penuh berkah. Setelah tarawih (shalat sunat pada malam
bulan puasa), mereka biasanya juga menyajikan musik sufi hingga dalam keadaan
trance (wadj).
Di sepanjang pantai dan pegunungan Afrika Utara terdapat musik pan-Islam.
Awalnya, selama perkembangan budaya Islam di Spanyol, beberapa seniman di istana
di Maroko, Tunisia, dan Algeria banyak belajar musik klasik Arab dari para seniman
Hispanik. Di sepanjang daerah pantainya, terdapat praktik musik dan tari yang
menceritakan tentang kepahlawanan dalam Islam, serta diiringi alat musik qasaba
(flute). M usik rakyat dalam peradaban pan-Islam yang paling banyak adalah vokal,
disajikan secara solo atau responsorial (solo disahuti kelompok penyanyi), disertai
110
tepuk angan, meter dupel, alat musik pengiring tamburin dengan berbagai sebutan
seperti duff, taar, dan bendair. Jenis musik vokal ini disajikan dalam upacara
pernikahan, nyanyian tentang kepahlawanan, nyanyian cinta, atau mengiringi tari
berbentuk garis (debka), atau nyanyian untuk kafilah naik unta (huda).
Nyanyian-nyanyian untuk upacara pernikahan merupakan bahagian penting
pada musik wanita Islam. Biasanya dipertunjukkan oleh para penyanyi profesional,
yang diundang dan dibayar pada saat tertentu. Pada upacara pernikahan alat musik
yang sering digunakan adalah aerofon reed ganda yang disebut zukra, zamr, atau gaita
di Maghribi; di Persia surnay, dan di Turki zurna. Selain itu juga dipergunakan alat
musik bagpipa yang dijumpai di Maghribi, dan alat musik klarinet ganda yang disebut
argul atau yarul. Ada tiga jenis alat musik membranofon (penggetar utamanya
membran) dalam peradaban musik Islam, yaitu: tabl gendang berbentuk silindris ;
naqqara gendang berbentuk ketel; serta darbuka gendang berbentuk goblet.
M usik sufi dijumpai hampir di seluruh kawasan budaya Islam. Misalnya pada
tarikat M awaliyah (M evlevi) yang menggunakan modus-modus trance (zikir dan
sama’), dengan ir ingan doa dan musik instrumental. Di Iran juga terdapat kelompok
sufi yang disebut dengan zurkhaneh yang juga melibatkan tari dan musik. Para
penyair sering pula melantunkan qasidah yaitu nyanyian yang memuji-muji Nabi
M uhammad atau sahabat (Malm 1977).
Alat musik kordofon (penggetar utamanya senar) adalah alat musik utama
dalam musik klasik Islam. Istilah umum untuk menyebutkan alat musik lute yang
digesek (spike fiddle) adalah kamanja—memiliki dua sampai empat senar. Di Persia
111
disebut dengan kamanchay, di Maroko disebut rabab. Lute petik dengan leher
panjang yang disebut tambur muncul dalam musik klasik Islam. Dari keseluruhan alat
musik lute petik, yang paling terkenal adalah ‘ud (kwitra atau lauta). Alat musik ini
menjadi instrumen utama dalam ensambel musik zapin di Nusanara. Alat musik ini
memiliki senar ganda tanpa menggunakan fret. Alat-alat musik harpa dan lira tidak
begitu banyak dipergunakan di Timur Tengah. Di Nurestan dan Asia Tengah lainnya
terdapat harpa lengkung yang disebut vaji.
M usik klasik Islam memiliki teori-teori baku yang selalu menjadi panduan bagi
para pemain dan komponis muslim. Seperti diketahui bahwa dari keseluruhan wilayah
peradaban Islam, terdapat beberapa pusatnya: (1) Persia dengan pusatnya di Iran; (2)
Arab dengan pusatnya di Mesir; (3) Andalusia dengan pusatnya di Afrika Utara; dan
(4) Turki. Para seniman musik di Alam Melayu umumnya belajar teori musik baku
dari Mesir, yang sekali gus biasanya menimba ilmu aga Islam juga.
Di Timur Tengah (Asia Barat), musik untuk para golongan aristokrat, biasanya
terdapat di istana-istana maupun pedesaan sebelum datangnya Islam. M asyarakat
Badui sangat antusias terhadap shair yang dinyanyikan, begitu pula dengan hiburan
yang melibatkan para penari wanita (gaynat). Setelah lahirnya Islam terjadi
transformasi di sana-sini, disesuaikan dengan ajaran-ajaran Islam yang bermuara
kepada ketundukan manusia kepada Allah.
Dengan dijiwai ketauhidan kepada Allah, maka di Dunia Islam muncul beberapa
sarjana musik. Al-Kindi (194-260 H atau 809-83M.) dan Al-Farabi (wafat 350 Hijriah
atau 961 M .), mencoba mengkombinasikan konsep-konsep musik Yunani, Persia, dan
112
Arab—dengan hasil yang menakjubkan. Al-Farabi menghasilkan teori musik yang
ditulisnya dalam Kitab Al-Musiqi Al-Kabir, yang menjadi sebuah karya monumental
tentang teori musik, yang dipelajari di Dunia Timur dan Barat. Begitu juga dengan
Ibnu Sina (370-428 H. Atau 980-1037) menulis berbagai bidang ilmu termasuk mus ik.
Ziryab, pemusik Islam abad ke-19 bekerja di Spanyol dan mengajarkan berbagai teori
musik Islam di sana. Safiuddin Al-M ukmin (wafat 1294) menyebarkan pengetahuan
musik Islamnya di Baghdad. Begitu pula dengan Abdul Qadir Ghaibi al-Maraghi
(wafat 1453), sebagai ahli teori dan pemain musik Islam dari Persia dan kemudian
mengembangkannya di Turki.
Dalam musik klasik Islam terdapat dua teori penting tentang musik, yaitu maqam
(untuk dimensi ruang) dan iqa’at (dimensi waktu). Teori maqam pada umumnya
membicarakan tangga nada atau modus. Maqam dapat didefinisikan sebagai deretan
tangga nada heptatonik (tujuh nada) dengan sebuah nada oktafnya, yang dibagi ke
dalam dua unit tetrakord (kumpulan empat nada). Maqam ini termasuk ke dalam
tangga nada devisif, yaitu cara menghasilkan nada diperoleh melalui pembagian
panjang senar yang diukur secara matematis. Pembagian ini kadang dihubungkan
dengan bentuk geometris sesuai dengan posisi jari tangan pada alat musik ‘ud dalam
menghasilkan asabi, seperti lingkaran, bintang, dan poligon—yang juga berkaitan
dengan konsep siklus waktu, hari, musim, wana, dan lainnya. Satu oktaf dapat dibagi
ke dalam beberapa hitungan interval seperti 25, 22, 17, dan seterusnya. Pada tahun
1932 ketika dilakukan penelitian tentang maqamat in i, M esir memiliki 52 maqam,
113
Syria memiliki jumlah yang sama, Afrika Utara 18 (16 di antaranya ada di M esir); Irak
memiliki 37 maqam (15 di antaranya ada di M esir); dan Iran mempunyai 7 maqam.
Iqa’at dalam musik Islam adalah sebuah teori tentang dimensi waktu, yang
mempergunakan modus-modus ritmik yang diturunkan dari kombinasi berbagai
bentuk puisi. Ide-ide modus r itmik ini disebut dengan iqa’at di Arab Timur; durub d i
M esir; usul di Turki; dan mazim di M aghribi. Setiap negara mempunyai berbagai pola
ritmik—baik dalam teori maupun praktiknya. Pola-pola ritmik musik Islam umumnya
empat, delapan atau kelipatannya, yang paling panjang mencapai 50 ketukan dasar
dalam satu pola. Yang jelas, musik Islam selalu berkaitan dengan aspek matematika,
estetika, filosofis, dan yang paling penting ajaran-ajaran agama Islam.
Musik Islam dilakukan dalam berbagai bentuk. Salah satu di antaranya adalah
bentuk vokal yang biasa mempergunakan puisi-puisi Arab atau Persia. Syair-syair
pujian kepada Nabi dan sahabat, yang disebut qasidah, merupakan nyanyian strofik
(melodi diulang dengan teks berbeda) terdapat di berbagai tempat kawasan Islam.
Begitu juga penyajian dalam bentuk pengutamaan ritme, yang disebut dengan
muwashshah, dipakai oleh beberapa kelompok sufi. Nyanyian layali menggunakan
ritme bebas, biasanya untuk pertunjukan solo diiringi oleh ‘ud dengan menekankan
pada aspek improvisasi. Di Turki terdapat nyanyian klasik Islam dalam bentuk beste
dan sarki. Di Persia terdapat seni gusheh yaitu campuran musik vokal dan
instrumental. Begitu juga dengan nawba atau nuba adalah bentuk suita yang lahir
pada abad ke-16 di Andalusia. Di Turki disebut dengan fasil. Gaya yang umum adalah
melakukan modulasi-modulasi (perpindahan nada dasar) dan kembali ke maqam
114
semula. Pada penyajian musik Islam selalu dijumpai improvisasi solo yang disebut
dengan taqzim atau taksim, dilanjutkan dengan musik vokalnya yang disebut gazel,
yang diresitalkan secara solo. Di Afrika Utara terdapat ensambel dan paduan suara
yang disebut abyat dan barwal. Di Turki bentuk sejenis disebut dengan pesrev atau
bashraf (M alm 1977).
Di Alam M elayu, berbagai teori musik klasik Islam juga dipergunakan. Begitu
juga dengan beberapa genre musik Islam diserap para ulama seni Islam. Sistem
maqamat diterapkan dalam mengaji Al-Qur’an, azan, kasidah, marhaban, barzanji, dan
lain-lainnya. Sistem maqam ini dipelajari oleh orang-orang Islam di Asia Tenggara,
melalui pendidikan agama di pesantren atau pondok. Juga di sekolah-sekolah umum,
atau juga pendidikan informal dan nonformal.
Para seniman musik Islam di Asia Tenggara, seperti Haji Ahmad Baqi, Hajjah
Nurasiah Jamil, Nanang Qosim, Fadzil Ahmad, Grup Bimbo, dan lainnya menerapkan
konsep-konsep musik Islam yang berasal dari Asia Barat tersebut. Yang menarik,
mereka kemudian mengolah musik Islam yang khas Asia Tenggara, seperti
mengolahnya dengan menggunakan bahasa M elayu atau bahasa etnik Nusantara,
mengolah dalam tangga nada pentatonik tempatan, bahkan sampai memasukkan unsur
harmonik. Ini yang menjadi begitu menarik untuk dikaji dari sudut akulturasi,
adaptasi, estetik, maupun struktural.
Dari semua pengaruh yang bertapak kuat dalam budaya Melayu adalah
peradaban Islam. Islam sendiri merupakan ajaran dalam bentuk wahyu Ilahi. Dalam
keadaan sedemikian, ia bukan budaya tetapi wahyu. Dalam bentuk aktivitas
115
masyarakat Islam ia akan lahir sebagai sebuah tamadun Islam, termasuk dalam
budaya M elayu.
Para pedagang Arab telah aktif mengadakan hubungan perdagangan dengan
orang-orang di kepulauan Nusantara sejak belum lahir dan turunnya agama Islam
(Legge 1964:44) dan juga mungkin para nelayan M elayu telah mengadakan
hubungan persahabatan dengan orang-orang Arab sebelum datangnya agama Islam.
Setelah lahirnya agama Islam di Timur Tengah, agama ini menyebar secara luas di
dunia, termasuk ke Gujarat dan daerah Barat Laut India.
Islam yang masuk ke Asia Tenggara diperkirakan melalui baik langsung dari
orang-orang Arab atau dari India. M asuknya Islam yang berdensitas padat ke Asia
Tenggara yang tercatat dalam sejarah adalah pada abad ketiga belas. M arco Polo
mencatat bahwa tahun 1292 di Sumatera Utara telah berdiri kerajaan Islam yang -
bernama Perlak (Hill 1963:8). Dalam abad-abad ini Islam menyebar ke daerah
lainnya. Pada awal abad kelima belas, kerajaan Aru di pesisir timur Sumatera Utara
merupakan suatu kerajaan yang rakyatnya sebagian besar beragama Islam (Coedes
1968:235), sehingga Islam berpengaruh kuat sejak saat ini.
Bandar M elaka menjadi pusat perdagangan maritim, sekali gus sebagai pusat
persebaran agama Islam ke seluruh kepulauan di kawasan ini. M elaka merupakan
bandar yang letaknya strategis dan tidak memiliki saingan sehingga begitu maju
(Sheppard 1972:14). Penguasa Melaka menganut Islam pada awal dasawarsa abad
kelima belas. Sejak abad ini M elaka menjadi pusat dan persebaran Islam ke seluruh
Asia Tenggara (Hill 1968:213-214).
116
Di Pesisir Timur Sumatera Utara pada abad ke-15 dan ke-16 terdapat tiga
kesultanan Islam yang besar, yaitu: Langkat, Deli, dan Serdang—yang berada di
kawasan bekas Kerajaan Aru pada masa sebelumnya. Kesultanan ini merupakan
kerajaan Islam yang penting di Sumatera. Pada abad ke-16 dan ke-17, Aru menjadi
rebutan antara Aceh dan Johor. Kerajaan Aru berada di Deli Tua, berdir i abad ke-16.
Sesudah tahun 1612, kerajaan ini lebih dikenal sebagai Kerajaan Deli. Kemudian
Serdang memisahkan diri dari Kesultanan Deli tahun 1720 (Sinar 1986:67).
Kemungkinan besar seni zapin masuk di era kesultanan-kesultanan Islam di Pesisir
Timur Sumatera Utara ini. Bagaimanapun selain ajaran Islam, masyarakat Melayu
juga menerima seni-seni Islam seperti zapin, yang diperkenalkan oleh para penyiar
agama Islam sebagai sarana dakwah. Jadi abad ke-17 ini kemungkinan berdasar fakta
sejarah masuknya seni-seni Islam di kawasan Sumatera Timur.
Seni masa sebelumnya diislmisasi oleh masyarakat M elayu. Pada masa kini,
mantera-mantera yang berciri khas animisme, yang dapat dilihat melalui teksnya
seperti memuja kayu, sungai, laut, atau hewan, telah diubah dengan teks yang bercir i
kebudayaan Islam seperti menggunakan kata pembukaan Bismillahirrahmanirrahiim
atau Berkat Laa ilaaha ilallah. Selain itu, kata-kata yang mengandungunsur animisme
itu dan sejenisnya, diganti dengan sebutan Allah, abi M uhammad, Nabi Khaidir, Nabi
Sulaiman, dan lainnya sesuai dengan ajaran-ajaran dalam agama Islam. Dengan
keadaan seperti ini, dapat dikatakan telah terjadi penyesuaian budaya era animisme
dengan era Islam. Selanjutnya menjadi spesifikasi peralihan budaya Islam pada
umumnya di Nusantara.
117
Notasi 1.
Sistem Maqam (Tangga Nada) dan Ritme (Iqaat) dari Budaya Islam di Asia Barat
(Timur Tengah)
S
118
Unsur-unsur kesenian Islam yang terdapat di dalam kebudayan Melayu, antara
lain adalah: zikir, bazanji, marhaban, rodat, ratib, hadrah, nasyid, irama padang pasir,
dan lainnya. Dalam kebudayaan musik, dapat dilihat dengan dipergunakannya alat-alat
musik khas budaya Islam, seperti: rebab, biola (melalui budaya Barat), gendang nobat,
nafiri, serunai, gambus, ‘ud, dan lain-lainnya.
Konsep musik Islam juga turut diserap oleh etnik M elayu di kawasan ini.
Apalagi kosep adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah turut mengabsahkan
proses ini. Di kawasan Islam di Timur Tengah dan sekitarnya, konsep-konsep dimensi
ruang (modus) dalam musik, dikenal dengan istilah maqam di Turki, datsgah di Persia,
naghmah di M esir, dan taba di Afrika Utara. Sedangkan ide ritme dikenal denagn
iqaat di Arab Timur, durub di M esir, usul di Turki, dan mazim di M aghribi.
Kita juga dapat melihat penyerapan unsur musik Islam dalam bentuk gaya-
gaya ritmik yang tak terikat ke dalam metrum, terutama dalam melodi-melodi
pembuka musik Islam seperti pada zapin dan nasyid. Di dalam musik Islam teknik
demikian dikenal dengan sebutan avaz atau taqsim.
Setiap negeri Islam memunyai sejumlah pola ritme dalam teori dan praktik—
tetapi pada umumnya dari beberapa ketukan dasar (beat) sampai 50 ketukan dasar
dalam satu siklusnya. Dalam musik Islam, pola-pola ritme secara umum selalu ditulis
dan dihubungkan dengan gendang tamburin, dengan mempergunakan mnemonik atau
onomatopeik dalam proses belajarnya.
119
Seni membaca Al-Qur’an sendiri mengandung unsur-unsur musikal, walau
pada prinsipnya kegiatan membaca Al-Qur’an (termasuk azan dan iqamat), tidak dapat
disamakan dengan musik, dalam pemahaman Islam ia “lebih” dari pengertian mus ik
secara konvensional. Di Alam M elayu konsep-konsep musik Islam dalam teori dan
praktiknya mereka serap dari budaya Islam lainnya. Hal ini merupakan penerapan dari
konsep bahwa sesama muslim di seluruh dunia adalah saudara.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat dilihat beberapa maqam yang
mereka serap sebagai dasar pengembangan melodi musik-musik Islam, seperti: rast,
bayai, husaini, hijaz, yaman hijaz, sikahira, ushaq, sama’ani, nilwan, nahawan, dan
lain-lain. Maqam-maqam inilah yang menjadi dasar pengembangan melodi musik-
musik Islam, seperti: nasyid, hadrah, marhaban, barzanji, qasidah, dan sejenisnya.
Teks lagu-lagunya umumnya berdasar kepada Kitab Al-Barzanji dan karya-karya
seniman M elayu di kawasan ini. Dalam setiap festival (pesta) budaya Melayu berbagai
seni musik Islam ini selalu dipertunjukkan.
Dalam konteks seni tari, Islam memberikan kontribusi ke dalam berbagai
jenis tari, seperti pada tari zapin. Dengan berbagai normanya seperti adanya gerak
sembah atau salam, gerak ragam-ragam (langkah belakang, siku keluang), anak ayam,
anak ikan, buang anak, lompat kecil, lompat tiung, pisau belanak, pecah, tahto,
tahtim, dan lain-lainnya. Begitu juga dengan genre hadrah, yang menggunakan
gerak-gerak selepoh, senandung, ayun, sembah, dan lainnya. Berbagai unsur tari
sufisme juga muncul dalam kebudayaan M elayu. Gerak-gerak simbolik seperti alif,
mim, atau ba, merupakan bagian dari tradisi sufi di kawasan ini. Dengan demikian,
120
kontinuitas dan perubahan tari Melayu menuruti perubahan internal dalam budaya
M elayu sendiri atau perubahan eksternal dari luar.
Pada prinsipnya, lagu-lagu dan tari M elayu, berasas kepada ajaran-ajaran
Islam. Dalam rangka menggagas dan menerapkankesenian atau kebudayaan pada
umumnya, orang Melayu telah mengambil keputusan bahwa adat bersendikan syarak
dan syarak bersendikan kitabullah. Artinya adalah bila terdapat adat atau budaya yang
tidak sesuai dengan syarak, maka budaya tersebut harus disesuaikan menurut Islam,
bukan sebaliknya. Oleh karena itu, jika terdapat sebarang percanggahan dengan Islam,
budaya mestlah mengikut ajaran Islam.
Sementara itu, Islam yang dianut masyarakat Melayu, tidak memutus mata
rantai sejarah budaya. Islam memberikan ruang dan tolak ansur bagi kebudayaan pra-
Islam di kawasan Melayu ini. Pada masa kini orang-orang M elayu menganut agama
Islam, sekte Sunni, khasnya mengikut mazhab Imam Syafi’i. Ada pula di antara
mereka yang bergabung ke dalam kumpulan pergerakan keagamaan Islam Jamaah Al-
Washliyah, Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, atau banyak pula yang tak termasuk
ke dalam pergerakan keagamaan di atas, cukup memasukkan dir inya sebagai umat
Islam saja. Gerakan-gerakan keagamaan di atas, tidak memutus keberadaan
kebudayaan M elayu sebelum Islam. Kesemua organisasi agama tersebut hanya
menganjurkan agar kebudayaan yang bertentangan dengan ajaran Islam harus
disesuaikan dengan ajaran Islam. Bagaimanapun, kebudayaan sebelum datangnya
Islam menjadi bahagaian dari jati diri umat Melayu. Oleh karena itu, cara yang
121
sebaik-baiknya ditempuh oleh orang M elayu adalah menyesuaikan budaya dengan
agama Islam yang dianggap universal atau syumul itu.
Dalam konteks menerapkan ajaran-ajaran Islam dalam berkesenian, maka
beberapa pakar budaya dan seni M elayu mengemukakan pendapatnya. Dari hasil
wawancara diketahui bahwa, asas yang paling mendasar adalah ajaran Islam,
kemudian budaya Melayu yang diislamisasi, selepas itu adalah kebudayaan Dunia
Islam, baik dari Asia Barat, Asia Selatan, Asia Tengah, Eropa Timur, Turki, Afrika,
maupun yang lainnya. Barulah kebudayaan dunia yang juga harus diislamisasi.
M enurut Anjang Nurdin bin Paitan, gagasan dan terapan kesenian M elayu dan
kaitannya dengan ajaran Islam, dikemukakannya sebagai berikut.
M enurut saya, sebagai seorang seniman, dan juga seorang muslim,
kesenian M elayu memang ada yang bertentangan dengan ajaran Islam, terutama kesenian yang berunsur animisme dan dinamisme. Namun setelah Islam datang ke kawasan ini, kesenian tersebut ada yang mati dan ada pula yang kekal dengan cara menyesuaikannya dengan konsep-konsep dan arahan Islam. Islam sendiri pun tidak mematikan kebudayaan-kebudayaan yang ada sebelumnya. Hanya saja Islam itu kemudian mengarahkan kebudayaan seluruh dunia ini, termasuk kebudayaan M elayu, untuk menjadi rahmat kepada seluruh alam. Oleh kerana itu harus dilakukan pengislaman. M isalnya, dahulu di sekitar Ka’bah banyak patung-patung yang disembah oleh orang Arab, oleh Nabi M uhammad patung ini kemudian dimusnahkan, dan manusia diarahkan untuk menyembah Allah yang Ahad. Kita boleh berikhtiar dari contoh-contoh kebijakan kebudayaan yang dilakukan oleh Rasul, khulafaurrasyidin, khalifah Islam, dan seterusnya. Pada prinsipnya Islam itu agama damai yang memberi kesejukan. Bagi kita di Sumatera Utara ini, terutama seniman, maka kita wajib memasukkan nilai-nilai Islam dalam kesenian M elayu sebagai bahagian kita berjihad di bidang seni. Karena bagaimana pun seni itu kadang lebih tajam ketimbang pedang, dalam rangka dakwah Islam. (Wawancara Takari dengan Anjang Nurdin bin Paitan di Tanjugmorawa 23 September 1987).
122
Lebih jauh mnurut Anjang Nurdin bahwa kesenian Melayu itu dan kesenian Islam
itu telah bersebati (menyatu) secara alamiah. Islam menjadi asas pokok dalam
kesenian M elayu. Islam telah mengatur dan mengarahkan kesenian yang dirahmati
Allah. Dalam kesenian ada kebenaran. Indah dan benar adalah dua hal yang saling
berkaitan dalam rangka menerapkan kesenian Islam dalam kebudayaan Melayu.
Sebagaimana yang dituturkan beliau kepada penulis berikut ini.
M usik M elayu itu adalah musik yang merupakan peniruan alam sekitar kita. Pada hakekatnya, musik M elayu menirukan alunan ombak (terutama Selat Melaka), gerak tari juga bagaikan nyiur yang melambai atau daun nyiur mencecah air laut. Keindahan dalam musik Melayu yang kita sebut gerenek adalah perwujudan dari dalam diri penyanyi yang mengikuti gerak dan kejadian alam di sekitaran kita. Nada-nada hias dalam musik M elayu, adalah cetusan rasa, apakah itu sedih, haru, bahagaia, ketegaran hidup, dan seterusnya. Kesedihan yang diekspresikan dalam musik M elayu tidak harus menyenyeh-nyenyeh, namun ada ketegasan dalam nada yang dipersembahkan. Sedih boleh tapi tidak meratap sifatnya, hanya sekedar meluahkan perasaan seketika. Apalagi dalam pandangan Islam kita dilarang sedih berterusan, walau ditinggal mati orang yang kita cintai sekali pun. Dalam falsafah hidup saya, musik M elayu adalah mencerminkan ajaran-ajaran Islam yang damai, rahmat kepada seluruh alam, dan sekali gus memiliki jati diri kawasan. Namun juga sesama muslim adalah saudara dan sesama manusia di seluruh dunia harus kita jaga hubungan sosial yang baik. Jadi sebenarnya Islam dan Melayu adalah bagaikan dua sisi mata uang yang saling melengkapi, dalam kaitannya dengan budaya M elayu. (Wawancara Takari dengan Anjang Nurdin bin Paitan di Tanjungmorawa 23 September 1987).
Dari konsep-konsep kesenian dan hubungannya dengan Islam, yang diwakili
informan tersebut di atas, maka dalam kenyataannya pada masa sekarang ini
masyarakat Melayu mencoba mengislamkan keseniannya, termasuk lagu dan tari.
Lagu dan tari yang mengandung unsur-unsur animisme dan Hindu kemudian
diislamkan. M isalnya seperti tarian Lukah Menari di Asahan dan Batubara, sekarang
123
ini diangkat ke bentuk seni persembahan. Tidak lagi sebagai sarana pemujaan kepada
jembalang (jin). Para ulama Islam melarang dipujanya jin dalam kegiatan kesenian
ini. Begitu juga Tari Gebuk di Serdang Bedagai, yaitu tarian untuk mengobati orang
yang kena puaka (semacam kutukan warisan), maka doa-doa diambil dari ajaran Islam,
mengobatinya juga secara Islam. Banyak lagi contoh-contoh lainnya yang
diislamisasikan, sepert tari-tarian dan acara buka panggung dalam teater makyong di
Serdang Sumatera Utara. Upacara jamu laut juga diupayakan untuk dihilangkan
unsur-unsur animismenya.
Sementara pengaruh-pengaruh luar terutama idea-idea sekularisme dari budaya
Barat, dicuba untuk diislamisasi dan dimelayukan oleh orang-orang M elayu di
kawasan ini. Pengaruh luar dalam bidang alat musik juga telah dipandang hal lumrah
dalam budaya M elayu. M isalnya alatan musik seperti biola, akordion, drum trap set,
dijadikan sebagai bahagian dari budaya musik Melayu. Namun dalam hal ini, orang-
orang M elayu kreatif dalam menciptakan musik dan tarinya yang selari dengan
estetika dan jiwa orang M elayu. Hasilnya boleh kita lihat seperti yang ada sekarang
ini. Demikian kira-kira uraian mengenai sejarah dan konsep peradaban Islam di ALam
M elayu. Selanjutnya kita lihat apa arti zapin.
3.4 Zapin di Alam Melayu: Zapin Melayu, Zapin Arab, dan Marawis
Secara etimologis, kata zapin berasal dari Bahasa Arab, yang memiliki berbagai
makna. Kata zapin sendiri berkaitan dengan kata-kata turunan seperti zafa, zaffa,
zafana, zaffan, dan lain-lainnya. Kalau ditelisik lebih jauh, memang kesemua kata itu
124
dalam bahasa Arab memiliki hubungan dengan kata tari dalam bahasa Melayu. Namun
sebelum dibedah maknanya, alangkah baik kita lihat dahulu apa arti zapin dalam
wikipedia Indonesia.
Zapin berasal dari bahasa Arab yaitu kata "Zafn" yang mempunyai arti pergerakan kaki cepat mengikut rentak pukulan. Zapin merupakan khasanah tarian rumpun M elayu yang mendapat pengaruh dari Arab. Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan sebagai media dakwah Islamiyah melalui syair lagu-lagu zapin yang didendangkan. M usik pengiringnya terdiri dari dua alat yang utama yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut marwas. Sebelum tahun 1960, zapin hanya ditarikan oleh penari laki-laki namun kini sudah biasa ditarikan oleh penari perempuan bahkan penari campuran laki-laki dengan perempuan. Tari Zapin sangat banyak ragam gerak tarinya, walaupun pada dasarnya gerak dasar zapinnya sama, ditarikan oleh rakyat di pesisir timur dan barat Sumatera, Semenanjung M alaysia, Sarawak, Kepulauan Riau, pesisir Kalimantan dan Brunei Darussalam (sumber: http//id.wikipedia. org/wiki/Zapin)
Berdasarkan kutipan seperti terurai di atas, maka dapat dikatakan bahwa istilah
zapin berasal dari bahasa Arab. Kemudian zapin adalah salah satu tari M elayu, yang
diadopsi dari Arab. Zapin adalah media enkulturasi dak dakwah Islam. Ensambel
musik terdiri dari dua peran yaitu yang membawa melodi adalah musik petik (gambus
atau ‘ud) dan pembawa ritme yaitu tiga buah alat pukul kecil (maksudnya gendang
marwas). Awalnya ditarikan lelaki, akhirnya perempuan, atau campuran laki- laki dan
peremuan. Ragam tari berkembang dan tari ini muncul di Alam M elayu. Kemudian
seorang profesor tarian M elayu M ohd Anis M d Nor menguraikan secara panjang lebar
tentang arti kata zapin ini dan kata-kata turunannya.
125
M enurut kajian M ohd Anis M d Nor, bahwa di Dunia M elayu zapin adalah
sebuah genre seni pertunjukan yang di dalamnya menampilkan tarian dan musik sekali
gus. Biasanya tarian zapin dipersembahkan oleh penari lelaki. Seperti yang dikutipnya
dari Winsted, kata zapin berasal dari bahasa Arab, yang banyak digunakan oleh orang
M elayu Johor. Zapin dalam bahasa Arab ini menurut Wilkinson adalah tarian yang
dilakukan dua orang penari laki-laki. Kata turunan zapin yaitu zaffa maknanya adalah
sehelai kain yang dibawa oleh pengantin wanita kepada mempelai lelaki dalam prosesi
pernikahan. Kemungkinan besar pula istilah zapin ini disesuaikan dengan lidah
M elayu sehingga kemungkinan bisa memiliki arti lain. Namun arti-arti itu jika
ditelusuri dari bahasa Arab memiliki makna yang dekat, seperti maknanya adalah
upacara pernikahan atau menari untuk upacara pernikahan. Kata zapin ini pula tidak
dapat dihubungkan dengan kegiatan menari yang bertujuan memperoleh uang yang
disebut dengan kegiatan raqasa. Zapin berhubung erat dengan tari yang
dipersembahkan pada upacara pernikahan. Dengan demikian, zapin memuat penuh
ajaran-ajaran Islam, yaitu memperbolehkan menari di majelis pernikahan (walimatul
ursy)
Dalam ajaran agama Islam, lagu dan tari boleh dilakukan pada tempat dan
situasi tertentu, atas panduan Rasulullah s.a.w. Antara diperbolehkannya kegiatan
menyanyikan lagu dan tari itu menurut perspektif Islam, dapat dilihat dalam dua
hadits yang dikutip berikut ini.
126
Artinya: Diriwayatkan oleh Abu Hurairah: “Bahawa Umar melihat Hassan menyanyikan lagu di dalam masjid, langsung ditegurnya, tetapi Hassan menjawab: “Saya pernah menyanyi dan orang yang lebih baik (Rasulullah SAW..) dari kamu berada di sampingku.” (Hadits Riwayat M uslim, Fadlail Shahabah: 4539).
Artinya: Dari Abi Hurairah berkata: “Rasulullah s.a.w. masuk ke masjid, di situ ada para habasyah/negro sedang menari-nari (mempersembahkan tari), diherdiklah mereka oleh Umar.” Nabi s.a.w. mengatakan: “Biarkanlah hai Umar, mereka adalah Bani Arfidah.” (Hadis Riwayat Ahmad: 10544).
Sesuai dengan asal-usul katanya, zapin jelas menjadi bahagian dari kebudayaan
Islam, yaitu tarian dalam konteks upacara perkawinan. Namun di Nusantara ini, selain
127
istilah zapin, lazim juga digunakan istilah marawis. Pertunjukannya sama dengan
zapin dan merujuk seni yang sama dengan zapin, namun menggunakan istilah yang
berbeda saja. Kalau zapin maknanya adalah lebih menekankan kepada tarian, maka
marawis adalah lebih menekankan kepada salah satu alat musik membranofon dua sis i
yang lazim digunakan dalam seni zapin. Apa itu marawis, lihat kutipan berikut ini.
Marawis adalah salah satu jenis "band tepuk" dengan perkusi sebagai alat musik utamanya. M usik ini merupakan kolaborasi antara kesenian Timur Tengah dan Betawi, dan memiliki unsur keagamaan yang kental. Itu tercermin dari berbagai lirik lagu yang dibawakan yang merupakan pujian dan kecintaan kepada Sang Pencipta. Kesenian marawis berasal dari negara timur tengah terutama dari Yaman. Nama marawis diambil dari nama salah satu alat musik yang dipergunakan dalam kesenian ini. Secara keseluruhan, musik ini menggunakan hajir (gendang besar) berdiameter 45 Cm dengan tinggi 60-70 Cm, marawis (gendang kecil) berdiameter 20 Cm dengan tinggi 19 Cm, dumbuk (sejenis gendang yang berbentuk seperti dandang, memiliki diameter yang berbeda pada kedua sisinya), serta dua potong kayu bulat berdiameter sepuluh sentimeter. Kadang kala perkusi dilengkapi dengan tamborin atau krecek. Lagu-lagu yang berirama gambus atau padang pasir dinyanyikan sambil diiringi jenis pukulan tertentu
Dalam Katalog Pekan Musik Daerah, Dinas Kebudayaan DKI, 1997, terdapat tiga jenis pukulan atau nada, yaitu zapin, sarah, dan zahefah. Pukulan zapin mengiringi lagu-lagu gembira pada saat pentas di panggung, seperti lagu berbalas pantun. Nada zapin adalah nada yang sering digunakan untuk mengiringi lagu-lagu pujian kepada Nabi M uhammad SAW (shalawat). Tempo nada zafin lebih lambat dan tidak terlalu menghentak, sehingga banyak juga digunakan dalam mengiringi lagu-lagu M elayu. Pukulan sarah dipakai untuk mengarak pengantin. Sedangkan zahefah mengiringi lagu di majlis. Kedua nada itu lebih banyak digunakan untuk irama yang menghentak dan membangkitkan semangat. Dalam marawis juga dikenal istilah ngepang yang artinya berbalasan memukul dan ngangkat. Selain mengiringi acara hajatan seperti sunatan dan pesta perkawinan, marawis juga kerap dipentaskan dalam acara-acara seni-budaya Islam.M usik ini dimainkan oleh minimal sepuluh orang. Setiap orang memainkan satu buah alat sambil bernyanyi. Terkadang, untuk membangkitkan semangat, beberapa orang dari kelompok tersebut bergerak sesuai dengan irama lagu. Semua pemainnya pria, dengan busana gamis dan celana panjang, serta berpeci. Uniknya, pemain marawis bersifat turun temurun. Sebagian besar masih dalam hubungan darah--
128
kakek, cucu, dan keponakan. Sekarang hampir di setiap wilayah terdapat marawis (sumber: http://id.wiki- pedia.org/wiki/M arawis)
Jadi marawis seperti kutipan di atas, adalah sama pertunjukannya dengan zapin,
namun marawis ini lebih bergaya zapin Arab, belum masuk ke dalamnya zapin
M elayu. Istilah marawis itu sendiri adalah alat musik pebawa ritme, semenara arti
zapin lebih cenderung bermakna tariannya. Dua istilah untuk menyebutkan hal yang
sama ini, mungkin saja terjadi dalam bidang kesenian. Jadi dengan demikian antara
zapin dengan marawis secara harfiah memang memiliki makna yang berbeda, namun
secara budaya memiliki makna dan konteks yang sama atau hampir sama.
Zapin yang datang ke Nusantara ini diperkirakan sama datangnya dengan
persebaran Islam di kawasan ini, yang densitasnya begitu masif di abad ke-13.
Kawasan mana yang lebih dahulu menerima zapin di Nusantara ini belumlah banyak
diungkap oleh para pakar sejarah seni. Namun demikian, sesuai dengan gelombang
pengislaman Nusantara, maka kawasan Dunia Melayu sebelah barat kemungkinan
besar lebih dahulu menerima seni-seni pertunjukan Islam. Walau bukti-bukti sejarah
ke arah itu masih perlu terus digali dan dicari.
“Apa itu sejarah?” Pertanyaan yang sering dilontarkan baik oleh kalangan awam
maupun para ilmuwan sejarah ini, memiliki berbagai nosi. M enurut Garraghan
(1957), yang dimaksud sejarah itu memiliki tiga makna yaitu: (1) peristiwa-peristiwa
mengenai manusia pada masa lampau; aktualitas masa lalu; (2) rekaman mengenai
manusia di masa lampau atau rekaman tentang aktualitas masa lampau; dan (3) proses
129
atau teknik membuat rekaman sejarah. Kegiatan sejarah tersebut berkaitan erat dengan
disiplin ilmu pengetahuan. Lengkapnya adalah sebagai berikut.
The term history stands for three related but sharply differentiated concepts: (a) past human events; past actuality; (b) the record of the same; (c) the process or technique of making the record. The Greek , which gives us the Latin historia, the French histoire, and English history, originally meant inquiry, investigation, research, and not a record of data accumulated thereby—the usual present-day meaning of the term. It was only at a later period that the Greeks attached to it the meaning of “a record or narration of the results of inquiry.” In current usage the term history may accordingly signify or imply any one of three things: (1) inquiry; (2) the objects of inquiry; (3) the record of the results of inquiry, corresponding respectively to (c), (a), and (b) above (Garraghan 1957:3).
Kita sebagai ilmuwan sejarah kadang sering lupa, bahwa untuk menulis atau
merekam sejarah ternyata tak semudah yang dibayangkan masyarakat awam. Sejarah
adalah salah satu disiplin ilmu, yang menghendaki proses-proses ilmiah baik dalam
penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan penulisan sebagai hasil penelitian
sejarah. Kegiatan keilmuan sejarah ini, paling tidak mencakup dua hal penting, yaitu
teori sebagai sebuah hasil dan didukung oleh metode yang merupakan teknik kerja
kesejarahan. Tulisan ini akan mengkaji mengenai teori dan metode dalam ilmu
sejarah, secara general saja.
Para pakar sejarah seni umumnya sepaham bahwa zapin yang datang ke
Nusantara ini berasal dari Hadhramaut. Kini kawasan Hadhramaut itu berada di
Negara Yaman, tepatnya di selatan Jazirah Arabiah. Orang-orang Hadramaut ini atau
yang lazim disebut Hadhrami datang ke Nusantara di abad-abad ke-13. M asuknya
zapin ke Nusantara ini pada abad ke-13 ditulis oleh Tom Ibnur sebagai berikut.
130
Zapin reached the archipelago in parallel with the region 's Islamic r ise in the 13th century. Arabic and Gujarati traders came with M uslim missionaries and artists, p lying their trade in the archipelago. Some of them stayed on and others returned back to their homeland when their trade and business were done. Those that stayed assimilated into the local community by marrying the locals.
Zapin, among other M uslim arts and culture, was introduced by these traders, which then flourished among the Muslim communities. Now, we can find Zapin throughout the region, such as Northern Sumatra, the Riau islands, Jambi, southern Sumatra, Bangka, Belitung, Bengkulu, Lampung, Jakarta, northwestern and southern Java, Nagara, M ataram, Sumbawa, M aumere, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Ternate and Ambon. In the neighbouring countries, Zapin can be found in Brunei Darussalam, Malaysia and Singapore.
In the region, zapin consists of two forms, Zapin Arab (Arabic Zapin), which does not change much since, and still practiced by local Arabs. The second form is Zapin Melayu (M alay Zapin) which was derived from its original form and modified to suit the local communities. Zapin Arab only has one form whereas Zapin Melayu consists of a variety of forms and styles. The terminology was also diversif ied, depending on the language and local dialects of the region. The terminology Zapin is used in North Sumatra and Riau, and in Jambi, Southern Sumatra and Bengkulu, beside called Zapin it is known as Dana. Zapin is known as Bedana in Lampung, and in Java it is called Zafin. Kalimantan is inclined to call it Jepin or Jepen, in Sulawesi it is Jippeng and in Maluku Jepen. In Nusatenggara, it is known as Dana-Dani.
Zapin is performed in occasions such as weddings, circumcision, thanksgiving, village festivals, even Islam's major celebrations. Generally, Zapin dancers are males. The dance is accompanied by a musical ensemble comprising of marwas, gendang, flute, violin, accordion, dumbuk, harmonium and vocal. The dance is moderate and repetitive. Its movement is inspired from human nature and the environment. For example : titi batang, anak ayam patah, siku keluang, sut patin, pusing tengah, alif and others.
Zapin performance generally inspire the performers to showcase their dance skills and craftsmanship by improvising with the accompanying music. For hundreds of years, Zapin has been a source of entertainment to local communities as well as conveying good advice to its audience with its pantuns (verses, quatrains) and songs. Even if the art form have been changed, its evolution comes naturally . Problems with continuity for traditional arts and crafts, culture, religious implications and other factors are some of the reasons hampering the progress of this art form. (Tom Ibnur dalam http://sriandalas.multiply. com/journal/ item/25)
131
Peta 1.
Negara Yaman, Asal Seni Zapin
(Sumber: nadziraa.blog.friendster.com)
M ohd Anis Md Nor yang mengutip pendapat William R. Roff dalam
disertasinya menjelaskan bahwa adalah penting untuk mengetahui hubungan antara
orang-orang Arab dari Hadhramaut dengan masyarakat M elayu di Asia Tenggara.
Berdasarkan sejarah, orang-orang Arab dari Hadhramaut ini dalam jumlah yang besar
datang ke Asia Tenggara pada awal abad kesembilan belas (M ohd Anis M d Nor
132
1990:33). Populasi masyarakat Arab di Singapura, Semenanjung M alaya, Sumatera,
dan Jawa menjadikan kondisi perekonomian di kawasan ini lebih maju. Menurut
Drewes perpindahan orang-orang Arab dari Hadhramaut ke Asia Tenggara ini
datangnya lebih belakangan dibandingkan dengan kelahiran Islam di Tanah Arab
(Drewes 1985:7-17).
3.5 Persebaran di Nusantara
Dalam sejarah Islam di Asia Tenggara, khususnya Dunia Melayu, zapin
menyebar ke semua penjuru Nusantara, seperti di Semenanjung Malaysia, Riau,
Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Jambi, Lampung, Sumatera Selatan, Bangka
Belitung, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan lain-lainnya. Persebaran zapin ini amatlah
didukung oleh para penyebar agama Islam di Nusantara, karena zapin dipandang
sebagai ekspresi seni Islam. Kini salah satu negeri M elayu yaitu Johor menetapkan
zapin sebagai tarian identitas kawasan itu yang juga telah menjadi tarian nasional
M alaysia. Kawasan-kawasan lain juga tidak tinggal diam dalam konteks mewarisi seni
zapin ini. Setiap kali ada festival tari atau musik M elayu, berbagai kawasan Dunia
M elayu selalu mempagelarkan seni zapin sebagai identitas kawasannya. Misalnya
dalam kegiatan Pesta Gendang Nusantara di M elaka, Festival Tari M elayu di
Palembang, Festival Zapin di Johor, Pesta Khatulistiwa di Kalimantan Barat, Pesta
Budaya M elayu di Medan, dan lain-lainnya.
Zapin memiliki struktur tari dan musik, yang dihasilkan oleh sistem estetika di
mana ia tumbuh dan berkembang Struktur musik zapin dapat dilihat dari instrumentasi
133
ensambel, tangga nada, wilayah nada, nada dasar, ambitus, pola ritme, metrum, dan
sejenisnya. Struktur musik dan struktur tari memiliki kaitan yang sangat erat.
Pertunjukan zapin biasanya dimulai dengan bunyi alat musik pembawa maqam
dalam gaya free meter. Ini disebut dengan taksim. Pada saat ini biasanya penari masuk
ke pentas dengan disertai gerak sembah. Selepas itu masuklah lagu dan tari zapin
secara bersamaan yang diikat dalam rentak zapin dan meter empat secara siklusnya.
Tari di sini dikembangkan dengan berbagai ragam gerak seperti alif, pecah, langkah,
sut, anak ayam, dan tahto. Di ujung persembahan musik memainkan bahagian tahtim
atau tahto sebagai coda persembahan. Suara gendang dalam densitas kuat atau senting.
Kemudian berakhirlah persembahan satu repertoar tari dan musik zapin tersebut. Ini
pola umum pertunjukan zapin di Alam M elayu.
Ensambel musik zapin di Alam M elayu dikembangkan dari gabungan dua jenis
alat musik, yaiu alat musik pebawa melodi dan alat musik pembawa ritme (rentak).
Alat musik pembawa melodi untuk mengiringi zapin adalah: (a) gambus M elayu atau
‘ud Arab, (b) harmonium, (c) akordion, dan (d) biola. Bisa dipilih salah satu atau
gabungan antara alat-alat musik pembawa melodi itu. Orientasi garapan musik adalah
melodis yang membentuk tekstur heterofoni. Masing-masing alat pembawa melodi
membentuk melodi yang sama dan saling memberikan improvisasi. Sementara alat
musik pembawa rentak adalah: (a) beberapa (2 atau lebih) gendang marwas, (b) dok
(gendang silindris), (c) gendang ronggeng, (d) marakas, (e) nekara, dan lainnya.
Struktur ritme yang dibangun berdasarkan kepada teknik interloking. Setiap pemain
alat musik ritme ini memainkan pola ritmenya sambil membentuk pola-pola ritme
134
gabungan. Pemain alat musik perkusi juga harus memahami kapan densitas lemah,
sedang, atau kuat yang diistilahkan sebagai senting.
Hubungan musik dengan tari adalah sama-sama menggunakan meter empat.
Siklus hitungan empat ini, ditambah dengan pola ritme dan gerak tari muncul dalam
pertunjukan zapin. Sejauh pengamatan penulis rentak zapin dan gerak dasar zapin
inilah yang menjadi ciri utama kenapa seni pertunjukan Islam ini disebut dengan
zapin.
3.6 Rentak
Khusus untuk rentak zapin dalam gendang, secara garis besar menggunakan dua
onomatope yaitu tum dan tak. Tum dipukul agak ke tengah gendang, sedangkan tak
dipukul di bahagian tepi membran gendang. Adapun ritme atau rentak dasar gendang
dalam seni zapin adalah sebagai berikut.
Notasi 2.
Rentak Dasar Zapin
Rentak dasar tersebut menjadi panduan keseluruhan pemain musik dan penari zapin
dalam pertunjukan zapin. Struktur rentak dasar itu terdiri dari not seperempat yang
menggunakan onomatope tum (tung) kemudian dilanjutkan dengan tanda istirahat
seperdelapan ditambah not seperdelapan yang menggunakan onomatope tak, jatuh
135
pada pukulan up-beat. Ini terjadi pada ketukan kedua. Kemudian pada ketukan ketiga,
rentak diisi oleh tanda istirahat seperdelapan dan seperelapan not yang menggunakan
onomatopeik tung. Ketukan keempat pula diteruskan dengan durasi tanda istirahat
seperdelapan ditambah dengn not seperdelapan dalam pukulan up-beat yang
menggunakan onomatope tak. Demikian seterusnya rentak dasar ini menjadi ruh
kepada pertunjukan musik dan tari zapin. Kalau diperhatikan secara seksama, maka
yang unik di dalam rentak dasar zapin ini adalah hitungan ganjil dan genap yang saling
mengisi, dan menjadikan rentak ini harus menuju ke pukulan pertama karena adanya
stressing up-beat pada pukulan dua, tiga, dan empat. Kalau dihitung berdasarkan not
seperdelapan, rangkaian rentak dasar zapin adalah 3 + 2 + 2 + 1 not perdelapanan, atau
digambarkan dalam pecahan taktus sebagai berikut (*** + ** + ** + *).
Unuk membentuk rentak gabungan yang sifatnya interloking dan ostinato,
maka setiap pemain memainkan pola-pola ritme yang berbeda. Inilah yang
dikembangkan oleh para pemain gndang dalam pertunjukan zapin di Nusantara. Setiap
pemain memiliki kretivitas sendiri dalam mengembangkan pola-pola ritme zapin itu.
Beriut adalah salah satu contoh ritme gabungan dari teknik interloking yang terjadi
dalam persembahan zapin di Nusantara.
136
Notasi 3. Teknik Interloking dalam Permainan Rentak Zapin
Lagu-lagu yang dipergunakan dalam pertunjukan zapin M elayu di Nusanara
adalah lagu-lagu yang diolah dan diciptakan oleh seniman Melayu di Nusantara ini.
Ada yang hanya dalam bentuk melodi saja, namun ada pula yang disertai dengan teks
atau lirik lagu. Lagu-lagu zapin M elayu ini diolah menjadi khas musik M elayu.
Namun demikian untuk zapin Arab atau marawis lagu-lagu yang digunakan umumnya
adalah lagu-lagu Arab. Setiap kawasan di Dunia M elayu memiliki lau-lagu andalan
dan menjadi ciri khas daerah setempat. Sebagai contoh dari Riau terdapat lagu Zapin
Lancang Kuning dan Persebatian. Di Serdang terdapat lagu Zapin Bulan
Mengambang. Sementara di Johor terdapat lagu Zapin Bunga Hutan dan Ya Salam. Di
Palembang pula terdapat lagu Zapin Palembang. Di antara lagu-lagu zapin yang
umum digunakan dalam zapin Melayu adalah seperti pada Tabel 1.
137
Notasi 4.
Lagu Zapin Bulan M engambang dari Serdang
138
Tabel 1. Beberapa Lagu Zapin yang Lazim Dipersembahkan
di Dunia M elayu
Lagu-lagu zapin M elayu umumnya dipersembahkan dengan menggunakan lirik .
Namun ada kalanya karena hanya untuk kepentingan iringan tari, lirik tersebut tidak
dinyanyikan, hanya mengandalkan bunyi instrumen saja yang lazim disebut
instrumentalia. Sejauh pengamatan penulis, lirik yang digunakan dalam lagu-lagu
zapin umumnya mengacu kepada pantun atau ada unsur-unsur pantun di dalamnya.
Pengguaan pantun banyak mendapatkan peran utama dalam lagu-lagu Melayu
termasuk dalam zapin M elayu. Oleh karena itu, pantun menjadi cir i khas dari sebuah
No Judul Keterangan
1 Anak Ayam Lagu zapin tradisi Melayu 2 Bulan Mengambang Lagu zapin tradisi Serdang 3 Bunga Hutan Lagu zapin trdisi Melayu Johor 4 Gambus Palembang Lagu zapin tradisi Melayu Palembang 5 Kamaruzzaman Lagu zapin tradisi Arab 6 Lancang Kuning Lagu zapin tardisi Melayu dari Kepulauan
Riau 7 Maulana Lagu zapin tardisi Melayu 8 Naamsidi Lagu zapin tradisi Arab 9 Persebatian Lagu zapin tradisi Riau
10 Selabat Laila Lagu zapin tradisi Arab 11 Ya Salam Lagu zapin tradisi Melayu 12 Zapin Deli Lagu zapin Melayu Deli 13 Zapin Kasih dan Budi Lagu zapin Melayu, ciptaan Ngah
Suhaimi 14 Zapin Menjelang Maghrib Lagu ciptaan Rizaldi Siagian, tari Yose
Rizal Firdaus 15 Zapin Serdang Lagu zapin Melayu Serdang
139
pertunjukan zapin Melayu. Lagu-lagu yang digarap berdasarkan pantun, teksnya selalu
diubah terus-menerus. Perubahan teks tersebut menjadi karakteristik khas mus ik
M elayu. Untuk lagu yang berjudul sama, oleh seorang penyanyi yang sama, dalam
selang waktu beberap menit, jika diulang, biasanya akan menghasilkan teks yang
berbeda.
Lagu-lagu Melayu adalah lebih mengutamakan garapan teks dibandingkan
garapan melodi atau instrumentasinya. Hal ini dapat dilihat dari garapan teks yang
terus menerus berubah, sedangkan melodinya sama atau hampir sama. Dengan
demikian musik M elayu ini dapat dikategorikan sebagai musik logogenik.3 Teksnya
berdasar kepada pantun empat baris, kuatrin, yang terdiri dari dua baris sampiran dan
dua baris isi. Kecenderungan mempergunakan ulangan-ulangan apakah itu sampiran
atau isinya.
3Jika sebuah genre musik mengutamakan aspek melodi dan ritme saja, dapat
dikategorikan sebagai musik melogenik. Contoh pertunjukan musik yang dikategorikan sebagai logogenik adalah pertunjukan ronggeng dan joget M elayu yang memang mengutamakan teks berbentuk pantun yang disajikan oleh ronggeng dan pengunjung. Aspek jual beli pantun secara spontanias merupakan ruh pertunjukan ronggeng. Sementara contoh pertunjukan musik melogenik, yang hanya mengutamakan aspek nada atau ritme saja, misalnya adalah pertunjukan gonrang bolon di Simalungun, yang tanpa menggunakan vokal penyanyi, hanya mengutamakan melodi sarune bolon dan bunyi gonrang sipitu-pitu, serta gong.
140
Notasi 4.
Lagu Zapin Lancang Kuning
141
BAB IV
BIOGRAFI ZUL ALINUR:
EKS ITENS INYA SEBAGAI S EORANG
PEMUS IK DAN PENCIPTA LAGU
4.1 Latar Belakang
Biografi Zul Alinur yang akan dideskripsikan ini, mencakup aspek-aspek: latar
belakang, perjalanan beliau berkesenian dalam menciptakan lagu-lagu zapin di
Sumatera Utara yang dilatarbelakangi oleh beberapa faktor baik bakat, lingkungan,
pengalaman hidup, pendidikan, religi, dan tentu saja identitasnya sebagai seniman
yang bersuku M elayu dan Minangkabau. Di Bab IV ini penulis akan mendeskripsikan
dan memberikan gambaran tentang bagaimana kehidupan Zul Alinur dalam
berkesenian di Sumatera Utara. Untuk lebih rinci berikut ini di uraikan latar belakang
kehidupannya, yang di peroleh dar i hasil wawancara penulis dengan beliau pada bulan
M aret 2011.
4.1.1 Latar Belakang Keluarga
Zul Alinur lahir di kota Medan Pada tanggal 31 Juli 1965 . Beliau
merupakan anak dari pasangan Bahari Ali (Almarhum) yang bersuku M elayu Batubara
dan Rosmiar (Almarhumah) yang bersuku Minangkabau. Ayah nya berasal dari
Tanjung Tiram yang merantau ke M edan untuk berdagang kain di pajak sentral pada
tahun 1940 –an. Sedangkan Ibunya perantau yang berasal dari Bukit Tinggi yang
142
hijrah ke kota M edan, ibunya merupakan seorang Ibu rumah tangga. Dari garis
keturunan tersebut, dapat di lihat bahwa Zul Alinur berdarah M elayu sekaligus
berdarah Minangkabau. Dalam aktifitas nya sehari-hari, karena lingkuangan
masyarakat berada dalam kebudayaan Minangkabau, sehingga beliau kerap di sapa
dengan sebutan mak Boy oleh keluarga, kerabat terdekat, dan rekan seniman lainnya.
Kedua Orang tua Zul Alinur M enikah sekitar tahun 1944 dan
dikaruniniahi tujuh orang anak, antara lain:
1. Rasidin Bahari ( laki-laki lahir di Medan 1953)
2. Wiratih Bahari ( perempuan lahir di M edan 1955)
3. Yuswaris Bahari ( perempuan lahir di M edan 1957)
4. Darwin Bahari ( laki-laki lahir di Medan 1959)
5. Zul Alinur (laki-laki lahir di M edan 31 Juli 1965)
6. Yusri Bahari ( laki-laki lahir di M edan 1967)
7. Yanizar bahari ( perempuan lahir di M edan 1970)
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa hanya nama Zul Alinur lah yang
tidak memakai tambahan nama Bahari yang diambil dari nama bapaknya, beliau tidak
tahu kenapa hal itu bisa terjadi ketika hal itu ingin ditanyakan kepada Ibunya tetapi
sayang Ibunya belum sempat menjawab Zul Alinur dikarenakan Ibunda telah wafat.
Dari ke enam saudara Zul Alinur yang masih hidup, hanya beliaulah yang berbakat
seni, yang merupakan darah seni yang diwariskan oleh ayahnya yang dulunya sebagai
seorang penari.
143
Zul Alinur menikah pada usia 39 tahun, tepatnya pada tangaal 12 Desember
2004., beliau menikah dengan Nur Ainur yang bersuku Jawa - M inang Kabau, yang
pada saat itu menikah berumur 25 tahun. Pada saat Zul Alinur masih lajang beliau
suka menggoda gadis lewat pesan singkat (sms) via ponsel dari situlah dia mulai
mengenal Nur Ainur.
Pada saat itu abang lagi duduk-duduk di open stage Taman Budaya Medan. Abang
melihat teman yang sedang memegang hp (telepon seluler ) lagi asyik sms-an dengan
seorang gadis dekat rumahnhya yang tak lain tak bukan adalah Nur Ainur. Secara
diam-diam abang mencuri nomor telefon Nur Ainur dari hp teman abang yang
namanya M ahadir Bahar. Hubungan kami pun terus berlanjut sehingga kami pun buat
janji ketemuan di Taman Budaya M edan. Dari situlah kakak sering datang melihat
abang latihan dan selalu menemani abang kalau abag lagi ngejob. (wawancara penulis
dengan Zul Alinur Juni 2010)
4.1.2 Latar Belakang Pendidikan
Zul Alinur pertama kali mengenyam pendidikan dasar di SD Joshua
pada tahun 1973, dan pada tahun 1978 beliau menamatkan pendidikan dasarnya di SD
Joshua ini. Kemudian ia menyambung Sekolah M enengah Pertama (SM P). dan
menamatkan tiga tahun kemudian, yaitu pada tahun 1981, Selanjutnya ia pun
melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SM A) Negeri 8 (delapan) di M edan dan
menamatkannya tahun 1984.
144
Kemudian setelah tamat SM A ini, ia masih tetap membantu orang
tuanya yang berdagang kain di pajak sentral. Ia tidak dapat menyambung ke sekolah
yang lebih tinggi (Perguruan Tinggi) karena keterbatasan dana.
Setelah tamat dari SM A, hari-hari nya diisi dengan berkesenian dengan
belajar bermain musik M inangkabau di Sanggar Tigo Sapilin. Dari hasil berkesenian
itulah beliau sudah mulai mendapatkan uang dan membantu keungan orang tuanya
yang sebagai pedagang kain di pajak sentral.
4.2 Eksitensi Zul Alinur sebagai pemusik dan Pencipta Lagu
4.2.1 Kegiatan Berkesenian
Kegiatan bermusik berawal ketika beliau duduk di bangku SM P, di sinilah Zul
Alinur pertama kali belajar bermain musik dengan mengikiuti les private gitar di
M edan M usik. Dan ketika duduk di bangku SM A, beliau juga mengikuti vocal group
untuk mengisi acara M aulid Nabi pada masa itu, dari sinilah Zul Alinur mulai belajar
menciptakan lagu khususnya lagu-lagu bernafaskan Islam, yang berjudul 12 Rabiul
Awal. Di samping itu beliau juga berpartaisipasi dalam penggarapan musiknya dengan
memainkan alat musik gitar di samping alat musik rebana, dan suling.
Setelah Tamat dari SM A, beliau tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi dikarenakan keterbatasan dana, sebab orang tua beliau hanya seorang
pedagang kain, walaupun demikian aktifitas nya dalam berkesenian tidak terhenti, Zul
A Kressendo String Ensamble linur pun ikut bergabung pada sanggar mus ik
M inangkabau Tigo Sapilin yang berada di kota M edan.
145
Awal mula Zul Alinur masuk ke sanggar Tigo Sapilin, kebetulan pada saat itu
rumah Zul alinur berdekatan dengan rumah Bapak Abu Bakar Sidik, S.H. dimana
rumah beliau di jadikan sebagai tempat group Tigo Sapilin ini latihan bermusik. Abu
Bakar Sidik, S.H. merupakan pendiri grup musik Tigo Sapilin dan juga sebagai tokoh
budayawan M inang, yang pada saat itu ramai sekali orang yang berkunjung dan
melihat pertunjukan musik di rumah beliau, dan salah seorang anggotanya adalah Zul
Alinur.
Zul Alinur pun di ajak untuk bergabung ke sanggar Tigo Sapilin, dari sinilah
pertama kali Zul Alinur belajar dan memainkan alat musik tradisi khususnya Minang
kabau. Orang yang mengajarkan bermain musik baik praktik dan teori adalah orang
yang berasal dari Aski Padang Panjang yang sekarang di ubah menjadi ISI ( Institut
Seni Indonesia) yang pada saat itu tinggal di rumah bapak Abu Bakar dan sedang
melanjutkan studi S1 Etnomusikologi di Universitas Sumatera Utara, diantaranya
adalah : Hajizar, Wimbrayardi, Hanefi, Syahrel, Zainal Warhat, dan salah seorang kini
menjadi dosen Etnomusikologi yaitu Arifni Netrirosa, SST, M.A. dan masih ramai
lagi orang tinggal di rumah bapak Abu Bakar. Dan lingkungan rumahnya juga beliau
dirikan sanggar dan tempat berlatih. Keluarga Abu Bakar sangat terbuka sehingga ia
sangat mendukung untuk menerima orang untuk belajar dan berkarya dan tidak
berhitung dengan uang, beliau mengatakan kepada penulis bahwa tempat tinggalnya
sebagai “Rumah Ummat”. Awal dari belajar musik tradisi M inang alat musik yang
dipelajari Zul Alinur pada saat itu adalah talempong sebagai pembawa melodi, dan
146
Zul Alinur tidak menciptakan lagu – lagu minang hanya ikut menggarap dan bermain
musik saja.
Zul Alinur bersama Tigo Sapilin kerap sekali mengisi acara dalam berbagai
event dan berbagai hiburan baik di M edan maupun di luar kota M edan antara lain
Pekan Budaya Sumatera Barat yang diadakan setiap Tahun, Pedati Nusantara, dan
event lainnya.
Setelah lama fakum dari Tigo Sapilin yang di karenakan pengajar –pengajar
yang berasal dari Aski tersebut tidak lagi bergabung dalam Tigo Sapilin di karenakan
mereka telah kembali ke Padang setelah menyelesaikan Studi S1 Etnomusikologi.
Perjalanan Zul Alinur dalam berkesenian pun tidak terhenti sampai disitu saja, Zul
Alinur mengembangkan bakat nya lewat mencipta sebuah lagu yang bergenre pop,
dengan mengikuti lomba cipta lagu LCLR yang diadakan oleh radio Pranbors Jakarta.
Zul Alinur mengirimkan sampel sebanyak dua lagu ke dalam format CD dan dikirim
lewat via pos. Lagu yang diciptakan beliau berjudul Kekagumanku ( Rock Progressif)
yang bertemakan cinta dan menceritakan keindahan seorang wanita, yang kedua
berjudul Burung-burung, yang menceritakan keindahan alam di pagi hari. Sayang
sekali pada saat itu Zul Alinur belum di beri kesempatan untuk memenangkan
perlombana tersebut, walaupun demikian semangat Zul Alinur dalam berkesenian
tidak pernah luntur.
Setelah itu Zul Alinur pun mulai masuk ke Taman Budaya Sumatera Utara
bergabung dengan rekannya yang bernama Haspan dengan membentuk group seni
orkestra yang bernama Kressendo String Ensamble, di sini Zul Alinur menjabat
147
sebagai pemusik khususnya gitar rytem dan pengaransemen untuk mengisi acara-acara
hiburan di kota M edan salah satu nya Ulang Tahun Kemerdekaan Negara Perancis di
hotel Novotel M edan pada saat itu, dan lainnya. Dari Taman Budaya ini lah Zul Alinur
mulai mengenal kesenian dari berbagai etnis di Sumatera Utara khususnya kesenian
M elayu baik musik, tari, dan lagu, serta termasuklah rentak Zapin.
Gambar 4.1
Zul Alinur
148
4.3 Zul Alinur Sebagai Pemusik Melayu
Seperti apa yang di uraikan di atas bahwa Zul Alinur merupakan suku Minang
M elayu. Beliau belajar musik M inang dari sanggar tigo safilin. Lalu dari mana Zul
Alinur memulai belajar bermain musik M elayu? Itu semua berawal dari Taman
Budaya Sumatera Utara. Dia melihat penari dan pemain musik M elayu yang sedang
latihan baik musik dan tari, dari situlah dia mulai melihat dan belajar musik Melayu
secara otodidak dan memulai menciptakan lagu M elayu. Alasan dia pada saat itu
menciptakan lagu Melayu bermula dari pertanyaannya mengapa lagu persembahan
M elayu yang berjudul makan sirih sering sekali di bawakan pada berbagai kegiatan
penyambutan para tetamu apa tidak ada lagu persembahan yang lain, disitulah beliau
menciptakan lagu Sekapur Sir ih seulas Pinang sebagai tari persembahan. Dan sekarang
beberapapa sanggar di Taman Budaya Sumut masih memakai lagu ini untuk acara
penyambutan para tetamu.
M ata pencaharian Zul Alinur adalah dari berkesenian, baik sebagai pemusik,
pengaransemen, serta sebagai pencipta lagu. tapi itu pun cukup untuk menafkahi
seorang istrinya. Zul Alinur kerap bergabung dengan sanggar musik dan tari yang
lain karena Zul Alinur tidak terikat dengan satu sanggar yang artinya freeline. Groub
yang pernah mengajaknya untuk bergabung dalam berkesienian untuk mengikuti
ivent-ivent yang bertarap nasional dan internasional, kelompok kesenian itu adalah :
a. Tigo safilin (M edan)
b. Kressendo String Ensamble ( M edan)
149
c. Ria Agung Nusantara ( M edan)
d. Patria (M edan )
e. Cempaka Deli (M edan)
f. Sanggar Teater D’Lick ( M edan)
g. Lelawangsa (M edan)
h. Safira ( Serdang Bedagai)
Lalu pada tahun 2009 , Zul Alinur beserta temannya Irma Karyono membentuk
groub musik yang bernama M etronom Musik Colaboration, dalam groub ini lah Zul
Alinur lebih fokus kedalam kesenian M elayu walaupun groub ini kerap membawa kan
musik tradisi baik Karo, M andailing, Toba, M inang Kabau, dan sebagai nya
khususnya musik tradisi di sumatera Utara. Dari sinilah Zul Alinur meminta penulis
untuk ikut bergabung sebagai vokalis.M etronom, di samping personil yang lain yang
terdiri dari: Irma Karyono (pemain gendang ronggeng), Rubino (pemain akordion dan
gambus), Afit (pemain biola), Ade (pemain gitar bass), Jumaidi (pemain zimbe ), dan
Zul Alinur sendiri, di samping sebagai pengaransemen dan pencipta lagu, beliau juga
memainkan gendang dol (Minangkabau), marwas, serta sewaktu-waktu memainkan
serulim.
150
Gambar 4.2:
M etronom M usik Collaboration
M etronom Musik Collaboration pertama sekali tampil pada saat sanggar tari
yang berda di Taman Budaya M edan ( Semenda, Nusindo, Elcis, Ars Dance Teater)
meinta metronom untuk membuat lagu zapin yang dipertujukan untuk mengiringin
musik mereka dalam festival tari zapin yang diadakan oleh Dewan Kesenian M edan
pada tahun 2009 yang lalu. Lagu- lagu terseburt adalah Zapin di Hati, Zapin Puan,
Zapin Purnam, Zapin Perantau). Pada saat itu salah satu tim juri nya adalah dosen
Etnomusikology Arifni Netrirosa. Ternyata hasilnya sangat memuaskan, semua lagu
151
Zul Alinur dalam helat M edan Art Festival masuk nominasi empat lagu terbaik, dari
situlah M etronom mulai di kenal di kalangan seni memang hanya sebatas di kota
M edan saja. Setelah itu Metronom kerap di percayai untuk tampil di berbagai acara
ivent dan festival di dalam dan di luar negeri.
Ketertarikan Zul Alinur pada Zapin ketika pertama kali beliau mendengar
rentak zapin dalam lagu Zapin kasih budi dan Zapin M enjelang Magrib,“Rentak Zapin
itu unik sehingga abang suka” , itu lah penuturan beliau. Sehingga dia tertarik untuk
menciptakan lagu-lagu zapin.
Lagu zapin yang pertama kali di ciptakanya berjudul Arena Zapin, yang
mereka bawakan pada saat mengisi acara di Pekan Raya Sumatera Utara M edan. Lalu
setelah itu, karya beliau yang berjudul zapin perantau di bawakan oleh Taman Budaya
M edan untuk mengikuti acara PPSS (Pertemuan Pameran dan Pargelaran Seni
Sesumatera) di Bangka Belitung. Setelah itu terciptalah lagu-lagu zapin yang lain serta
lagu Melayu yang bergenre lain.
Prestasi dan Kegiatan yang di ikutin oleh Zul Alinur
Zul Alinur selaku pemain musik, pengaransemen serta pencipta lagu memiliki
segudang prestasi dan kerap sekali tampil di berbagai ivent dan festival. Dari hiburan
Upacara perkawinan samapai mewakili Negara Indonesia untuk tampil di Negara-
Negara besar. Disamping Fesrival Zapin yang diadakan oleh Dewan Kesenian M edan
yang empat karya Zul Alinur mendapat penghargaa, Karya-karya khususnya Zapin
152
ciptaan Zul Alinur juga di tampilkan dalam Ivent zapin yang bertarap nasional dan
Internasional antara lain:
a. Semarak Zapin S erantau ( Bengkalis )
Semarak Zapin, adalah persembahan tari dari kelompok-kelompok Zapin yang
berasal dari beberapa kota dan luar negeri, serta artis jemputan, diantaranya;
Kelompok Seni M ara Tari ( AKMR) - Pekan Baru, Riau), Gee III Ansambel – Padang
Panjang Sumatera Barat, Suhaimi M agi - Kuala Lumpur, PLT. Laksemana – Pekan
Baru Riau, PLST. Awang Sambang – Karimun, Kepulauan Riau, Sanggar Panglima –
Pelalawan Riau, Kumpulan Seni Seri M elayu (KSSM ) – Pekan Baru Riau, PB M abmi
- Medan Sumatera UTara, Sanggar Keledang – Tanjung Pinang Kepulauan Riau,
Sanggar Tasik – Bengkalis Riau , Atan Lasak – Pekan Baru Riau, Hairia Yusof –
Singapura, dan Nusindo Medan, yang pemusik nya adalah M etronom membawakan
dua persembahan lagu dan tari zapin antara lain : Zapin M enjelang Magrib ciptaan
Rizaldi Siagian sedangkan pencipta tari Yose Rizal Firdaus, persembahan kedua
adalah Zapin Puan dimana pencipta lagu dan pencipta musiknya adalah Zul Alinur
sedangkan pencipta tari adalah Irpansyah.
153
Gambar 4.3
M etronom dan Nusindo pada saat mebawakan tari Zapin Menjelang M aghrib
Zapin puan ini yang berangkat dari Tanah Deli Sumatera Utara. Idiom - idiom
gerak Zapin Deli dikemas dan di Kembangkan sesuai dengan perkembangan zaman.
M enceritakan tentang keteguhan Puan ( Perempuan ) Deli, dalam mempertahankan
suatu sikapnya untuk menghadang derasnya arus globalisasi. Direntak kakinya
disimpan denyut nadi budaya dan puanlah yang dituntut untuk mengembangkannya
sampai ke anak cucu. Demikinanlah sinopsis lagu Zapin puan yang lagu ini mendapat
154
apreasiasi dan tepuk tangan yang meriah oleh penonton yang berada di gedung ce’
puan Bengkalis.
b. Temu Zapin Indonesia ( Pekan Baru)
Pada bulan Juli 2010 dalam ivent yang bertajuk Temu Zapin Indonesia
“Mengembangkan estetika dan kretifitas tari melalui zapin” ,d i Pekan Baru Riau.
Dilaksanakan berbagai serangakaian acara baik seminar serta persenbahan tari Zapin
yang didiikuti berbagai kota besar di Indonesia. Kurang lebih sebanyak 13 ( tiga
belas) grup Zapin yang turut tampil dalam perhelatan temu zapin Indonesia tersebut
yang datang dari penjuru kota di tanah air. Banyak karya-karya zapin ( musik dan tari)
yang di tampilkan, baik zapin tradisi, kreasi,maupun inovatif. Pembukaan helat zapin
tersebut diawali dengan penampilan dua orang budayawan M elayu khususnya Zapin,
yakni OK Nizami Jamil (Riau) dan Yoserizal (Medan) dengan iringan gambus Amad,
si pemetik gambus cilik asal Negeri Terubuk Bengkalis.
155
Gambar 4.4
Nizami dan Yosrizal
Banyak tokoh-tokoh zapin yang hadir dalam menyemarakkan acara Temu
Zapin Indonesia salah satunya adalah Tom Ibnur, salah seorang tokoh Zapin
Indonesia yang bertindak sebagai kurator pada Temu Zapin Indonesia 2010 di Hotel
Ratu M ayang Garden, yang diselenggarakan pada 19-20 Juli. Bersama Ben M
Pasaribu dan juga Iwan Irawan Permadi yang bertindak sebagai Art Direktor. ‘’Helat
ini diharapkan menjadi kebanggaan serta tantangan untuk melestarikan,
mempertahankan dan mengembangkan tradisi (khususnya zapin) agar tidak ditutupi
pengaruh luar,’’ ungkap RM Yamin. Karya
156
Karya Zul Alinur pun ikut memeriahkan perhelatan ini yang berjudul Zapin
Perantau yang dibawakan oleh sangar Ars Dance Theater grub ini di tujuk oleh
Dewan Kesenian Medan yang satu dari empat karya Zul Alinur yang memenangkan
Festival tari zapin untuk mewakilin kota M edan dalam acara Temu Zapin Indonesia .
Zapin ini sangat begitu unik, Zapin ini merupakan zapin hasil kreasi baru yang tetap
merujuk pada gaya rentak zapin tradisional. Lagu Zapin Perantau ini mendapatkan
tepuk tangan yang meriah pada saat itu, sebab Zapin ini sangat begitu unik di
bandingkan dengan zapin-zapin yang di tampilkan pada saat itu, dari segi kostum
penari memakai sarung dan memegang alat musik marwas, zapin ini menceritakan
sesorang yang sedang merantau, banyak unsur-unsur budaya lain masuk ke karya ini
contohnya budaya Jawa dan Cina yaitu dari segi teks nyanyian. Sebelumnya Zapin
Perantau ini juga pernah dibawakan di acara PPSS (pargelaran Pertunjukan Seni se
Sumatera) di Bangka Belitung.
157
Gambar 4.5
Zapin Perantau
e. Festival Seni Melayu Nusantara ( Palembang )
.Acara ini merupakan acara untuk memperkenalkan berbagai kesenian maupun
juga tari-tarian yang bisa mempererat hubungan antara Melayu serumpun . Festival
Seni M elayu Nusantara ini dapat digunakan sebagai sarana informasi dan kerja sama
antar negara Provinsi dan Kabupaten Kota dan rumpun Melayu. Acara ini diisi oleh
kontingen yang bersal dari berbagai kota besar di Indonesia dan berbagai negara
tetangga antara lain ; M alaysia, Singapura dan Brunei Darussalam.
158
Pemerintah Kabupaten Langkat bersama karya Zul Alinur, menampilaka
sebuah garapan musik dan tari yang berjudul Zapin Langkat Bertaluh dan Karya Zul
Alinur inilah mendapat satu penghargaan penata musik terbaik ini merupakan suatu
kebanggan dari Zul Alinur sendiri.
Selain evebt yang bertajuk Nasional, Zul Alinur pun kerap ikut tampil di event-
event Internasional yang mewakili Indonesia dalam misi kebudayaan, antara lain:
a. Pesta Gendang Nusantara ( Malaka, Malaysia )
Pesta Gendang Nusantara (PGN) merupakan suatu event yang diselenggarakan
setiap tahun bersamaan dengan ulang tahun kota M elaka pada tanggal 15 April. Pesta
ini sudah menjedadi event yang bertarap internasional di karenakan disamping pesta
yang dihadiri dari berbagai kumpulan Nusantara dan di tambah dengan jemputan
antar bangsa sehingga Pesta Gendang sudah menjadi event bertaraf dunia.
159
Gambar 4.6
Groub Cempaka Deli
Zul Alinur bersama Cempaka Deli pimpinan Datuk Ahmad Fauzi ikut serta
dalamperhelatan yang di adakan di kota M elaka ini dengan membawakan dua tarian
antara lain Zapin Menjelang M aghrib ciptaan Rizaldi Siagian,dan Zapin Puan ciptaan
Zul Alinur. Penulis ikut serta dalam acara ini dan di sinilah penulis pertama kali di
percayakan untuk menyayikan lagu zapin ciptaan beliau.yaitu Zapin Puan.
Gambar 4.7:
Zapin Puan dalam harian Kompas
160
b. Tongtong fair
Tongtong fair merupakan suatu event tahunan dunia yang sudah lama
melegenda di Eropa sejak tahun 1959 yang diadakan di negara kincir angina, Belanda
dan suasana yang diciptakan seperti suasana pasar malam Asia Tenggara. Yang
mempertunjukkan sekaligus mempertemukan berbagai pameran seni budaya barat dan
Asia. Banyak pertunjukan seni budaya yang di tampilkan dari mulai M usik, tari,
Sastra, film, dan lain-lain.
Zul Alinur bersama Ria A gung Nusantara ikut derta dalam helat internasional
ini, dengan menempilkan berbagai pertunjukan tari dan musik khususnya dari etnis
Sumatera Utara. Setelah itu Zul Alinur juga pernah ikut untuk mewakili Indonesia
161
khususnya Pemprov Sumatera Utara dalamM isi kebudayaan ke lima Negara yaitu
Jerman Belgia Belanda Luxenburg disini mereka menampilkan berbagai musik dan
tari Etnis Sumatera Utara.
c. Cross Culture (S urabaya)
Karya Zapin Zul Alinur tidak ditampilkan dalam ivent itu saja. Ivent yang
bertajuk Internasional “Cross Culture” Surabaya, menampilkan berbagai artaksi
budaya dari berbagai kota-kota besar di Indonesia dan beberapa Negara antara lain
Korea, Jepang, Cina
M etronom bersama sanggar tari Safira yang berasal dari Pemerintahan
Kabupaten Serdang Bedagai ikut memeriahkan perhelatan itu dengan membawakan
lagu ciptaan Zul Alinur yang berjudul Zapin Rentak Bertuah.
Zapin Rentak bertuah ini pun ikut serta dalam festifal Gema Pariwisata di
lapangan merdeka Medan yang di buat oleh oleh Pemko M edan dan karya Zul Alinur
ini keluar menjadi jura pertama.
162
BAB V KAJIAN TEKS
5.1 Keberadaan Teks dalam Lagu-lagu Melayu
Dalam setiap seni peryunjukan lagu dan tari M elayu di Sumatera Utara,
termasuk zapin, terjadi komunikasi di antara seniman dan para penonton, dengan
berbagai interpretasi (penafsiran) terhadap pertunjukan yang terjadi. Kesemua
aktivitas komunikasi dalam peristiwa seni pertunjukan ini berdasarkan kepada pola-
pola budaya M elayu, yang hidup selama berabad-abad.
Termasuk ke dalam komunikasi seni pertunjukan itu mencakup: (a) lirik atau
teks lagu-lagu M elayu, yang memiliki ciri-ciri khas dibandingkan komunikasi verbal
dengan bahasa seharian, (b) inteyeksi atau kata-kata seru untuk memperkuat suasana
pertunjukan, seperti: he wa, hajar yong, syor kali ah, sampai pagi dan sebagainya, serta
(c) kata-kata pengantar dalam setiap pertunjukan. Komunikasi lisan dalam seni
pertunjukan M elayu biasanya menggunakan berbagai gaya bahasa (metafora, aliterasi,
perulangan, hiperbola, repetisi, dan sebagainya). Komunikasi lisan ini juga menjadi
bahagian yang terintegrasi dengan aspek-aspek bukan lisan seperti nada, irama, rentak,
melodi, gerak-gerik, dinamika, mimesis, dan sebagainya. Komunikasi lisan selalu
distilisasi untuk menarik perhatian penonton, dan menambah unsur estetika
pertunjukan. Komunikasi lisan ini menggunakan berbagai genre puisi tradisional
M elayu.
Teks dalam lagu-lagu Melayu, termasuk dalam seni zapin, biasanya
mengekspresikan tema yang akan dikomunikasikan oleh pencipta, seniman, kepada
para penontonnya. Teks ini ada yang sifatnya eksplisit, yaitu mudah dicerna dan
163
ditafsir secara langsung, dan ada pula teks lagu-lagu M elayu yang sulit untuk dicerna
dan ditafsir, karena penciptanya sengaja membuat teks yang bersifat rahasia, diberi
gaya bahasa, dan sifatnya lebih tertutup (implisit). Oleh karena itu, teks dalam lagu-
lagu Melayu ini perlu diresapi, dipahami, dan ditafsir oleh penonton berdasarkan nilai-
nilai budaya yang hidup di dalam kebudayaan M elayu secara umum. Walau
bagaimana pun, secara umum teks (lir ik) lagu-lagu Melayu termasuk dalam zapin,
memainkan peran utama dalam budaya M elayu. Sehingga dapat dikatakan bahwa
lagu-lagu Melayu sebenarnya dalam pertunjukan mengutamakan sajian teks, yang
dalam studi etnomusikologi lazim disebut dengan logogenik.
5.2 Logogenik
M enuurut pengalaman penulis, salah satu aspek yang sangat penting dalam
lagu-lagu atau musik M elayu ialah peranan teks atau lirik yang sangat menonjol.
Garapan teks ini mendapat kedudukan yang utama dalam pertunjukan lagu-lagu
M elayu. Tari selalu diiringi bukan hanya oleh musik instrumental, juga dengan lagu,
termasuk tari zapin. Lagu-lagu dalam budaya musik M elayu, umumnya berdasarkan
kepada aturan-aturan puisi M elayu, khususnya pantun. Dengan kedudukan
sedemikian rupa, maka penulis bisa mengkategorikan musik Melayu sebagai mus ik
yang logogenik. Artinya bahwa musik Melayu sangat mengutamakan wujud verbal
atau bahasa, dalam pertunjukannya (lihat Malm, 1977). Dengan demikian,
komunikasi lisan dalam musik M elayu memegang peranan utama. Komunikasi lisan
ini umumnya dinyanyikan dengan melodi tertentu, dan iringan rentak tertentu, disertai
164
berbagai norma dan aturan, menurut tradisi pertunjukan tradisional Melayu, seperti
pertunjukan pasangan lagu, yaitu lagu lambat ke cepat, yang diistilahkan dengan
pecahan lagu. Selain itu, sebelum seseorang penyanyi lagu M elayu bernyanyi,
selalunya didahului dengan kata-kata penghantar atau aluan dari pembawa acaranya,
yang juga selalu menggunakan puisi tradisional Melayu.
Di sisi lain, ada pula kebudayaan musik yang lebih mengutamakan aspek ritme
dan melodi musik, misalnya tradisi gordang atau gondang pada masyarakat
M andailing, Angkola, Toba, Simaungun dan Dairi di Sumatera Utara. Budaya musik
yang sedemikian ini dapat dikategorikan sebagai muzik melogenik.
Dalam Bab V ini, penulis akan mengkaji teks (lirik) dalam lagu-lagu zapin
M elayu ciptaan Zul Alinur. Kajian ini menggunakan teori semiotik, yang mencakup
makna intrinsik lagu, kajian mengenai tanda-tanda lagu itu sendir i, seperti kualitas
nyanyian, aktualisasi lagu, dan pengorganisasian lagu. Kemudian melangkah kepada
referensi lagu, yaitu kajian tanda-tanda nyanyian dengan berbagai objek yang
mungkin, yang memfokuskan kepada signif ikasi nyanyian dengan objek yang lebih
luas.
Selepas itu adalah interpretasi musikal atau kajian tanda-tanda musikal yang
berhubungan dengan pelbagai interpretannya, yang memfokuskan perhatian kepada
aksi tanda-tanda musikal dalam pikiran manusia yang menerimanya. Kajian terakhir
ini terdiri daripada: persepsi musik, persembahan, dan intelektualisasi.
5.3 Lagu Zapin Ba’da Ashar
165
Lagu Zapin Ba’da Ashar atau Zapin Kembali Kasih ini terdiri dari lima bait
dan sembilan belas baris. Setiap bait terdiri dari empat baris, kecuali bait ketiga yang
terdiri dari hanya tiga baris teks. Ciri intrinsik struktural lainnya dari lagu Zapain
Ba’da Asahr ini adalah penggunaan rima (persajakan) tunggal walau tidak mutlak
diberlakukan di semua tempat, yaitu ujung setiap baris.
Setiap baris lagu umumnya terdiri dari dua sampai empat kata yang berangkai
maknanya. Sementara bahasa yang digunakan adalah bahasa M elayu (Indonesia).
Zapin ini hnaya menggunakan satu terminologi Arab, yaitu kata berzapin saja, yang
terdapat pada bait terakhir. Kata berzapin ini diulang sekali dalam bait yang sama.
Selebihnya menggunakan kosakata M elayu.
Selain pada isi teks, kata dari bahasa Arab yang digunakan dalam lagu zapin
ini adalah pada tajuk (judul) lagunya yang kata ba’da. Kata ini memiliki makna
aselepas, sesuadah, setelah, atau pasca. Jika dikaitkan dengan kata Ashar berarti
sesudah Ashar atau menjelang waktu M aghrib.
Penggayaan kata juga terjadi di dalam lagu zapin ini. Terjadi pemendekan
kata-kata untuk kepentingan melodis dan estetika. M isalnya kata akan menjadi kan
saja, kata aku menjadi ku, kata tidak menjadi tak. Selengkapnya teks lagu zapin ini
adalah sebagai berikut.
166
Zapin Ba’da Ashar (Kembali Kasih)
(1) Surya kan tenggelam
(2) Malampun menjelang
(3) Nikmati hari di ambang petang
(4) Kita berzapin sambil berdendang
(5) Bila ku terkenang
(6) Rindu tak terhalang
(7) Siang dan malang selalu terbayang
(8) Aduhai kasih aduhai sayang
Reffrain:
(9) Malam yang benderang
(10) Bertaburan bintang
(11) Redup hatiku terbalut awan
(12) Senja yang gemilang
(13) Melepas petang
(14) Menghibur hati
(15) Kita berdendang
167
(16) Mari berzapin
(17) Menarilah aduhai kawan
(18) Mari berzapin
(19) Marilah aduhai kawan
Seperti yang terkandung dalam judul lagunya, zapin ini bercerita tentang
keadaan pasca waktu shalat Ashar. Tampaknya judul lagu ini terinspirasi juga dengan
judul lagu zapin yang diciptakan oleh Rizaldi Siagian tahun 1990-zn yaitu Zapin
M enjelang Maghrib. Lagu Zapin Ba’da Ashar ini, merupakan indeks dari keadaan
selepas Ashar, para seniman semestinya terus mengingat Allah melalaui kegaitan
menari dan berkesenian, menjelang masuknya waktu Maghrib. Dalam jeda waktu
sekitar dua jam setengah itu marilah kita manfaatkan untuk terus memuji Allah, Tuhan
semesta alam ini. Mari kita berzapin dan berdendang menikmati karunia Allah.
Selanjutnya, dalam keadaan mengingat Allah ini, manusia juga dikaruniai
perasaan cinta yang universal. Keadaan ini digambarkan dalam bait kedua yaitu bahwa
penyair atau pencipta lagu terkenang kepada kekasih hatinya. Ia merindukan kekas ih
hatinya siang dan malam, selau terbayang. Itulah akibat rasa cinta manusia.
Keterkenanagan ini adalah bahagian dari manifestasi rasa cinta antara kekasih.
Bagaimanapun Tuhan menciptakan manusia dengan disertai rasa cinta kepada
kekasihnya, sebagaimana Adam merindukan pasangan hidupnya yaitu Siti Hawa.
168
Dengan adanya rasa cinta ini, maka kemudian mereka membentuk rumah tangga yang
sakinah, mawardah, dan warahmah. Akhirnya meneruskan generasi-generasi baru
manusia, dan lanjutlah keturunan manusia di dunia ini. Tentu saja generasi manusia
harus dibekali ilmu, iman, dan takwa, dalam rangka menujui ridha Allah yang
menciptakannya.
Dalam bait kedua ini, salah satu zapin di Sumatera Utara yaitu Zapin Ya Salam,
ciptaan Tengku Syafick Sinar menggambarkan hal yang sama. Jadi menurut penulis
ada keterkaitan antara sesama pencipta lagu M elayu dalam mengembangkan karya-
karya cipta mereka.
Dalam bait ketiga digambarkan bagaimana malam yang benderang, namun
karena suasana hati yang terbalut awan, maka memiliki dampak psikologis terhadap
diri sang pengarang, yaitu redup hatinya. Jadi alam yang ceria pun jika suasana hati
kurang baik, akan menimbulkan suasana yang tidak baik dalam ekhidupan seseorang.
Oleh karena itu, jangan terlalu dipikirkan suasana yang tidak baik itu, mari kita
berdendang, menari, dan berzapin. Demikian kira-kira makna yang ingin disampaikan
oleh baris-baris teks tersebut.
Dalam membina hubungan dengan Allah dan alam, yang digambarkan dalam
teks ini, marilah kita mengisi luang waktu untuk terus berzikir kepada Allah memalui
seni zapin. Senja gemilang, melepas petang, menghibur hati kita berdendang. M ari
berzapin, marilah aduhai kawan.
Jadi tema utama zapin ini adalah sebagai manusia yang diberi bakat seni,
marilah kita memingat atau berzikir kepada Allah melalui seni zapin, sebagai seni
169
Islam yang dapat memperkuat solidaritas dan integrasi manusia di dunia ini. Merilah
mengingat Allah selalu melalui seni zapin yang kita bina ini. Bersama itu kita diberi
Allah rasa cinta dan kasih. M ari kita bina rasa cinta kasih yang universal itu, untuk
rahmat kepada seluruh alam. Dengan demikian Allah akan memberikan anugerahnya
kepada kita dalam rangka mengharungsi hidup di dunia ini.
5.4 Zapin In My Heart
Sesuai dengan judulnya yaitu Zapin in My Heart, atau terjemahannya dalam
bahasa Indonesia Zapin di Hatiku. Adapaun tema utama lagu zapin ini adalah
kerisauan sang pengarang terhadap semakin merosotnya atau terjadinya degradas i
budaya khususnya terhadap seni zapin. Sang pencipta atau pengarang gundah akan
hilangnya seni zapin ditelan oleh era globalisasi sekarang ini. M anusia termasuk orang
M elayu mengejar budaya hedonisme, kebendaan, keberhalaan, kenikmatan dunia yang
sifatnya sementara, dan sejenisnya.
Secara intrinsik struktural lagu Zapin in My Heart ini terdiri dari empat bait
teks. Setiap bait terdiri dari empat baris. Sehingga jumlah keseluruhannya adalah enam
belas baris. Kemudian di ujung ditambah dengan kata-kata interyeksi hei dan ya.
Agak berbeda denan teks lagu-lagu zapin lainnya, dalam Zapin in My Heart
ini, Zul Alinur cenderung menggunakan empat sampai enam kata dalam satu barisnya.
Atau sepuluh sampai enam belas suku kata dalam satu baris. Dengan demikian, ada
kecenderungan memanjangkan baris, kata, dan suku kata. Sementara di sisi lain, rima
atau persajakan yang digunakan cenderung tunggal dalam setiap barisnya. Kosakata
170
atau bahasa yang digunakan juga bahasa M elayu. Kosakata bahasa Arab hanya
menggunakan kata zapin saja. Makna yang terkandung dalam teks juga adalah
eksplisit dan langsung, yidak menggunakan kata-kata kias atau gaya bahasa (plastik
bahasa). Selengkapnya lirik lagu zapin ini adalah sevafai berikut.
Zapin in My Heart
(1) Ketika zapin tak lagi dipandang
(2) Terpikir olehku kelak kan hilang
(3) Berita halaman datang menghadang
(4) Terpikir olehku kan menghadangnya
(5) Mungkin lebih baik hilangnya harta
(6) Daripada nanti hilang budaya
(7) Mungkin lebih baik hilangnya harta
(8) Daripada nanti hilang budaya
(9) Ketika zapin menghentak ke hening malamku
(10) Hati bergetar mendengar dentum runduk pasrahmu
(11) Karena zapin musnahlah semua duka hatiku
(12) Tak urung niat tulus hati untuk menyayangmu
171
(13) Ketika zapin mulai teguh di taman hatiku
(14) Arah ku sanjung ku hiasi bak teman hidupku
(15) Karena zapin masyhurkan samudra negriku
(16) Jagalah ia sirami dengan kasih sayangmu
Hei … ya … iya … iya … iya … iyaya
Isi teks zapin tersebut adalah menggambarkan tentang degradasi seni zapin
yang tidak lagi dipandang manusia pendukungnya, seperti yang terjadi di era-era
sebelumnya. Terjadinya penyusutan dan degradasi zapin karena perkembangan zaman
yang terus menggerusnya. Menghadapi hal ini, pengarang ingin mencoba menghadang
bergulirnya kemunduran dan hilangnya zapin di tengah-tengah budaya Melayu.
Sang pengarang menjelaskan konsepnya untuk melestarikan seni zapin ini
melalui kata-kata: M ungkin lebih baik hilangnya harta/ Daripada nanti hilangnya
budaya. Jadi melalui kata-kata ini sang pengarang memerikan bahwa budaya itu lebih
penting dibandingkan harta. Jadi janganlah bersifat hedonisme, atau mencintai harta
secara berlebihan, sehingga melupakan budaya yang semestinya dijaga terus. Budaya
ini mencakup semua unsurnya seperti agama, teknologi, bahasa, adat-istiadat, pakaian,
dan juga kesenian, termasuk sebni zapin. Jadi menurut pencipta lagu ini jangan
lupakan budaya, walau tidak dilarang mengumpulkan dan mencari harta sebanyak-
banyaknya. Yang penting jadilah manusia yang sempurna menjadi insan takwa,
172
berilmu, beramal, kuat dalam ekonomi, dan menjaga selalu kebudayaan atau
keseniannya.
Tema cinta universal juga muncul dalam lagu zapin ini. Bahwa di keheningan
malam hati sang pengarang bergetar melihat zapin mengalami degradasi karena faktor
perubahan zaman. Ada niat kuat di dalam diri pengarang untuk menyayangi dan
mencintai zapin. Bagi pengarang zapin memiliki kekuatan sosioreligius untuk
menghibur dirinya dari himpitan masalah hidup sehari-hari. Zapin dapat menjadi
sarana ibadah antara manusia dengan Sang Khaliknya atau manusua dengan manusia.
Dalam zapin terkandung nilai-nilai budaya bagi memanusiakan manusia menurut
fitrah dan kodratnya.
Filsafat cinta universal menjadi pandangn hidup sang pengarang lagu ini.
Termasuk cintanya pada seni zapin. Dengan gaya bahasa yang puitis, sang pengarang
mengemukakan kecintaannya pada seni zapin ini, yang dibayangkannya sebagai teguh
ditaman hatiku, bak teman hidupku, masyhurkan samudera negeriku, sirami dengan
kasih sayangmu dan kata-kata sejenisnya.
Sama dengan teks lagu-lagu seni zapin karya Zul Alinur lainnya, dalam zapin
ini dipakai juga beberapa kata yang dipendekkan penyebutannya. M isalnya kata bak
digunakan untuk mengganti kata bagaikan, kata tak untuk menggantikan kata tidak,
kata kan menggantikan kata akan, dan lain-lainnya. Ini memang diksi yang khas yang
dilakukan oleh Zul Alinur.
Jadi secara umum tema lau zapin di atas adalah keinginan pengarang dan
mengajakkita semua untuk melestarikan zapin. Cintailah ia sebagai bahagian dari
173
budaya dan diri kita. Di dalam zapin terkandung mutiara ajaran-ajaran agama dan
budaya yang dapat menjadikan kita sebagai insan yang sempurna, yang selalu menjaga
hubungan sosial dengan sesama manusia dan makhluk lainnya. Juga hubungan antara
manusia dengan Allah yang menciptakan dirinya. Dengan menghayati nilai-nilai yang
terdapat dalam seni zapin, maka dapat memandu manusia mendudukkan dan
menempatkan dirinya secara tepat dan bermanfaat kepada alam ini.
5.5 Arena Zapin Lagu Arena Zapin in i memiliki judul yang terbalik artinya semua lagu Zul
Alinur umumnya dimulai dengan kata zapin, namun khusus lagu ini kata zapin
ditempatkan di akhir yaitu setelah kata arena. Arti judul lagu ini adalah kawasan,
medan, atau tempat zapin. Dilihat dari struktur intrinsiknya, maka zapin ini terdiri dari
empat bait. Antara bait dua dengan tiga disisipi oleh kata-kata interyeksi sebagai
indeks dari penyebutan zapin lainnya di Nusantara yaitu Yadana atau Yada. Secara
umum lagu zapin ini menggunakan rima atau persajakan binari yang tidak murni,
artinya sedikit bebas dari ikatan persajakan, walau masih nampak akar normanya.
Dalam satu baris umumnya terdiri dari tiga sampai lima jumlah kata, dengan suku kata
antara tujuh sampai empat belas suku kata setiap barisnya.
Secara umum zapin ini menggunakan bahasa M elayu (Indonesia) juga. Hanya
kata zapin, yada, dan tahtum yang tampak sebagai unsur serapan dari bahasa Arab.
M akna yang disampaikan oleh pengarangnya yaitu Zul Alinur juga makna yang
174
berterus terang atau eksplisit. Tidak banyak menggunakan makna-makna konotatif.
Selengkapnya Arena Zapin ini teks atau liriknya adalah sebagai berikut.
Arena Zapin
(1) Sayup terdengar musik mengalun
(2) Menghias malam si anak dara
(3) Paras cantik sematkan kerudung di kepala
(4) Tersenyum lembut memberi salam
(5) Irama zapin rentak M elayu
(6) Mainan anak lepaskan lara
(7) Kaya miskin tak pandang dirimu aduh sayang
(8) Budi baik yang harus dijaga
(9) Yada..yada..yada yada, yada
(10) Yada Yada..yadai yada yadai yada
(11) Dengarlah hai dengarlah
(12) Irama zapin mengalun
(13) Gerak rentak dan tahtum
(14) Mengikuti laguku
175
(15) Marilah hai marilah
(16) Kita bersama menari
(17) Gembira bersuka di arena zapin
Bait pertama lagu ini menggambarkan penari zapin ayaitu anak dara yang
memakai kerudung. Peristiwa tari zapin ini adalah di tengah malam. Anak dara pemain
zapin yang digambarkan adalah bertudung dan tentu saja berpakaian ala Melayu
dengan menjaga tata susila, adat, dan kesopanannya. Ini adalah ikon busana dan dara
M elayu. Dara M elayu tersebut tersenyum memberi salam. Bagaimana pun dalam
budaya M elayu, senyuman adalah bahagian dari sedekah kita kepada orang lain.
Jangan mencemberutkan wajah jika bertemu dengan orang lain, tersenyumlah karena
itu akan memberikan pahala kepada kita.
Kemudian bait kedua menggambarkan tentang zapin adalah milik semua orang
baik yang miskin maupun yang kaya. Zapain akan memberikan pendidikan dan
hiburan bagi para pekaku dan pendukungnya. Zapin juga sebagai sarana hiburan sosial
untuk pelepas lara. Dalam zapin terkandung rentak dan identitas musik Melayu. Dalam
zapin juga terkandung nilai cinta kasih (budi) yang universal. Lagi- lagi Zul Alinur
menyampaikan filsafat cinta kasih M elayu dalam bait ini. Sisipan beriktnya adalah
kata-kata yada dan yadai. Kata-kata repetitif ini memang selalu digunakan dalam lagu-
lagu zapin. Kata-kata ini juga terkadang di berbagai tempat di Nusantara digunakan
untuk menyebut nama lain dari zapin, seperti sebutan dana, yadana, bedana, dan
176
sejenisnya. Dengan demikian, Zul Alinur memang telah memahami aspek suku kata
yang menjadi khas dalam menciptakan lagu-lagu zapinnya.
Kemudian pada bait berikutnya, yaitu kata-kata Dengarlah hai dengarlah/
Irama zapin mengalun/ Gerak rentak dan tahtum/ M engikuti laguku. Teks lagu ini
berisikan istilah-istilah yang lazim digunakan dalam musik M elayu secara umum dan
musik zapin itu sendiri secara khusus. Adapun istilah musikal yang diguanakannya
adalah: irama, alun, rentak, dan lagu. Dalam musik Melayu yang dimaksud irama
adalah pola-pola ritem yang mendasari sebuah lagu, istilah ini juga sinonim maknanya
dengan kata rentak. Dalam musik Melayu dikenal rentak atau irama senaandung (asli),
mak inang, lagu dua (joget), zapin, gubang, patam-patam, dan lainnya. Sementera
istilah tahtum atau tahto adalah frase musik di ujung pertunjukan zapin yang biasanya
mengantarkan untuk penyelesaian pertunjukan akhir, yang diistilahkan penati meminta
tahtum.
Dengan demikian Zul Alinur sadar bahwa zapin memiliki keterkaitan dengan
konsep-konsep musik secara etnosains dalam kebudayaan M elayu. Ia dengan sengaja
memasukkan istilah-istilah musik dan tari ini dalam lagu-lagu ciptaannya. Dengan
keadaan seperti ini dapat dikatakan bahwa Zul Alinur memuatkan nilai budaya dalam
karyanya. Untuk ini pastilah Zul Alinur belajar dari tradisinya untuk mengangkat
nilai-nilai itu dalam lagu zapin yang diciptakannya.
Bait yang terakhir, memiliki makna yang langsung dapat ditafsir bahwa
pengarang mengajak kita untuk bersama-sama bergembira, sambil menari, dan bersuka
ria di gelanggang atau arena zapin. Jadi bagi Zul Alinur, zapin memiliki kekuatan
177
untuk menghibur semua orang yang menari, bermusik, atau mendengarkannya.
Demikian kira-kira makna sosiobudaya yang hendak disampaikan oleh Zul Alinur
melalui lagu zapin ini.
5.6 Zapin di Hati Agak berbeda dengan lagu-lagu zapin yang diciptakan oleh Zul Alinur, maka
lagu Zapin di Hati ini yang paling kuat mengekspresikan aspek pantun dalam teksnya.
Dalam lagu ini dijumpai sampiran dan isi, sebagaimana yang lazim terdapat dalam
pantun M elayu dan M inangkabau. Sampiran lagu ini adalah berisi entang alam, yaitu
gunung yang terjal dan laut yang dalam. Sampiran ini mum digunakan dalam tradisi
pantun. Pantun termasuk kepada puisi M elayu lama yang terus digunakan hingga masa
kini. Pantun ditandi dengan satu bait terdiri dari empat, enam, atau delapan baris.
Lagu Zapin di Hati ini terdiri dari empat bait. Keseluruhannya adalah empat
belas baris. Bait pertama emat baris, bait kedua tiga baris, bait ketiga empat baris, dan
bait keempat tiga baris. Diksi yang dipakai oleh Zul Alinur untuk lagu ini berciri khas
M elayu seperti kata-kata: tari, zapin, hati, cintalah, dan lain-lainnya. Juga
menggunakan kata-kata yang dipendekkan seperti ku menggantikan aku, kau
menggantikan kata engkau. Selengkapnya kata-kata lagu ini adalah sebagai berikut.
178
Zapin di Hati
(1) Tingginya gunung dapat ku daki
(2) Walaupun terjal menghalang diri
(3) Tingginya hati jangan kau cari
(4) Walaupun sejengkal tiada berarti
(5) Ku nyanyikan laguku-laguku
(6) Serta tari zapin di hati
(7) Ku sembahkan laguku, tariku, untuk negeri
(8) Dalamnya laut dapat ku selami
(9) Walaupun karang menghalang diri
(10) Dalamnya hati tiada bertepi
(11) Hanya cintalah yang berlabuh pasti
(12) Ku nyanyikan lagu-laguku
(13) Serta tari zapin di hati
(14) Kusembahkan laguku tariku untuk negeri
179
Tema lagu zapin ini adalah berupa pantun nasehat. Bait pertama adalah
menasehati agar manusia jangan tinggi hati, karena itu akan memebrikan kebencian
kepada manusia lainnya. Oleh karena itu kita perlu merendah diri, sebagai bahagian
dari alam, seperti yang dianjurkan oleh budaya Melayu. Bait kedua menceritakan
tentang zapin sebagai lagu serta teriku, yang ku persembahkan untuk para penonton
persembahan ini.
Bait ketiga sekali lagi Zul Alinur memperlihatkan bahwa diriny adalah seorang
ahli cinta yang universal. Tampaknya ini adalah filsafat yang beliau pegang secara
kontinu dan ketetapan sikap. Ayat ini agak puitis, yakni dalamnya hati tiada betepi,
hanya cintalah yang berlabuh pasti. Bagi Zul Alinur, cinta merupakan pusat dari
kedamaian, persatuan, dan banyak hal yang berkait dengannya. Bait keempat
mencerminkan zapin sebagai ekspresinya, dalam bentuk lagu, tari, yang
dipersembahkannya untuk negeri, baik Indonesia atau Dunia M elayu secara luas.
Demikian kira-kira makna semiotis lagu Zapin di Hati in i.
5.7 Zapin Purnama
Zapin Purnama ini secara struktural intrinsik, terdiri dari empat bait. Setap bait
terdiri dari dua baris. Sementara untuk bahagian awal adalah berupa kata-kata
interyeksi ulangan yadana, sebagai ikon khsusu untuk seni zapin. Keseluruhannya
terdri dari sepuluh baris.
Seperti terkandung dalam judulnya yakni Zapin Purnama, maka lagu ini adalah
sebagai simbol atau lambang Islam. Sejak awal, bulan purnama dan bintang adalh
180
simbol agama Islam. Bahwa lagu ini meggambarkan bagaimana Islam itu sebagai
rahmat kepada seluruh alam.
Zul Alinur menggubah lagu ini dari teks seni hadrah yang bertajuk Bismillah
M ula-mula yang hidup di kawasan Sumatera Timur. Teks salamun salamun kami kan
salam, ini adalah berasal dari hadrah tersebut. Secara lengkapnya zapin ini adalah
sebagai berikut.
Zapin Purnama
(1) Yadana..yadana…yadai…aaa
(2) Yadanaaaa…Yadanaaaaa…
(3) Salamun salam kami kan salam
(4) Sembah dan tahsim mulanya zapin
(5) Mulanya pantun kami mainkan
(6) Berbekal santun sangat terpuji
(7) Malam empat belas bulan purnama
(8) Anak bermain pukul rebana
181
(9) Dendangkan lagu pantun gembira
(10) Dalam alunan irama zapin
Baris ketiga dan keempat adalah menceritakan salam awal, yang selalu
digunakan dalam zapin. Ditambah dengan sembah dan tahsim di awal lagu. Sembah
adalah jenis gerak awal dalam zapin. Sementara tahsim atau taqsim adalah praktik
modus dasar dalam maqamat Timur Tengah yang biasanya berrupa meter bebas (free
meter).
Bait kelima adalah pantun yang merupakan bahagian dari teks zapin. Pantun
dalam beberapa lagu zapin di Sumatera Utara adalah menjadi dasarnya. Walau tidak
semua lagu zapin menggunakan pantun. Pantun memiliki nilai-nilai filsafat Melayu
dan menjadi bahagian dari identitas masyarakat M elayu sejak awal adanya manusia
M elayu. Pantun menjadi bahagian dari komunikasi tradisional yang mengandung nilai-
nilai etika, estetika, dan pandangan hidup orang Melayu. Seperti kata Zul Alinur dalam
teks tersebut yaitu berbekal santun sangat terpuji, artinya dalam pantun terkandung nili
sopan santun M elayu.
Baris ketujuh dan kedelapan dikutip Zul Alinur dari tradisi seni hadrah, yaitu
terdiri dari kata-kata malam empat belas bulan purnama, anak bermain pukul rebana.
Dalam tradisi hadrah teksnya adalah empat belas bulan purnama, ami bermain ersama-
sama. Sekali lagi teks ini mengandung simbol sebagai ajaran Islam yang penuh
bagaikan empat belas bulan purnama di tengah malam. Kami bermain pkul rebana,
182
maknanya adalah mereka berkumpul bersama berzikir mengagungkan asma Allah
melalui seni hadrah atau dalam hal ini seni zapin.
Baris kesembilan dan kesepuluh menceritakan tentang lagu zapin yang
berdasar kepada pantun Melayu. Bahwa pantun menjadi salah satu ciri utama dalam
kebudayaan M elayu, termasuk dalam teks zapin. Zapin itu sendiri atau satu jenis
rentak atau irama dalam musik M elayu yang memberikan identitas khas, yaitu sebagai
ikon seni Islam, sebagai aktivitas zikir dalam konsep yang luas, dan sebagai saran
pembelajaran nilai-nilai Isla dalam konteks kebudayaan M elayu. Demikian kira-kira
analisis semiotis terhadap lagu zapin di atas.
5.8 Zapin Puan
Lagu Zapin Puan ini adalah lagu ciptaan Zul Alinur yang teksnya paling
panjang, yaitu terdiri dari enam bait dan 26 baris. Secara intrinsik dan struktural, lagu
zapin ini semuanya terdiri dari isi, yang sebahagiannya juga menggunakan rima rata di
setiap ujung barisnya. Namun ketentuan rima ini juga tidak digunakan di sepanjang
ujung barisnya di setiap bait. Ini membuktikan bahwa ciptaan Zul Alinur ini sedikit
menginginkan kebebasan dari rima yang selalu menjadi ciri khas ciptaan Zul Alinur.
Bahwa ia sedikit agak melanggar norma yang diatur secara budaya. Selengkapnya teks
lagu zapin ini adalah sebagai yang tertera berikut ini.
183
Zapin Puan
(1) Inilah si zapin puan
(2) Zapinnya si anak puan
(3) Rentak tahtum serta salam
(4) Mengawali langkah puan
(5) Inilah si zapin puan
(6) Zapinnya si anak M edan
(7) Rentak tahtum juga salam
(8) Mewarnai zapin puan
(9) Dengarkanlah senandungku
(10) Mengiringi rentak puan
(11) Bernyanyi dan menari bergembira
(12) Hilangkan resah yang ada di dada
(13) Tersenyum melangkah ikut irama
(14) Tunjukan cintamu dengan budaya
(15) Ini lagu serta tari
(16) Kusembahkan untuk puan
(17) Takkan hilang Melayu di bumiku
184
(18) Tak kan sirna seni dan budayanya
(19) Tak kan bosan hatiku menyayangmu
(20) Tak kan luntur cintaku kepadanya
(21) Zapin puan, zapin puan
(22) Zapin puan si anak Deli
(23) Berbahagialah,bersyukurlah
(24) Negri ini rukun damai sejahtera
(25) Menarilah,gembiralah
(26) Rentak kakimu denyut nadi budaya
M akna yang terkandung di dalam lagu Zapin Puan ini adalah keberadaan
zapin dalam budaya M elayu. Namun sebagi lambang zapin ini menggunakan ikon
perempuan M elayu yang lazim disebut dengan panggilan Puan. Dalam wacana-
wacana tradisi M elayu seperti dalam perkawinan, khitanan, adat, dan lainnya, kata
Puan juga sering dimunculkan. M isalnya alu-aluan (ucapan): “Encik-encik, Tuan-tuan,
dan Puan-puan yang saya hormati, terimalah salam dari saya, assalamu’alaikum
warahmatulahi wabarakatuh.”
Daalam teks ini, terkandung makna bahwa zapin juga telah ditarikan oleh
perempuan, bukan hanya oleh lelaki sesuai dengan perkembangan kebudayaan Melayu
dalam dimensi ruang dan waktu yang dilaluinya. Dalam budaya M elayu, perempuan
185
memeiliki kedudukan sebagai mitra lelaki. Bahkan dalam menarik garis keturunan,
orang M elayu berdasar kepada nasab (garis keturunan) dari pihak ayah dan ibu
sekaligus, yang dalam istilah antropologis disebut dengan bilateral atau parental.
Dalam Islam pun kedudukan wanita ini amatlah dihormati. Nabi M uhammad
membawa syariat Islam agar umatnya menghargai kodrat wanita. Dalam sejarah di
Timur Tengah sendiri, sebelum datangnya Islam, masyarakat di Tanah Arab sangat
membenci anak perempuan. Ada beberapa contoh sahabat Nabi yang membunuh anak
perempuannya di era sebelum datangnya Islam.
Bait pertama yang terdiri dari baris satu, dua, tiga, dan empat, adalah
menggambarkan keberadaan awal pertunjukan zapin. Kata-kata uang digunakan juga
adalah kata yang khas terdapat dalam seni zapin seperti: zapin, salam, rentak, tahtum,
dan sejenisnya. Untuk lebih mengesankan unsur daerah munculnya zapin ini, Zul
Alinur menegaskan dengan kata-kata bahwa Zapin Puan ini adalah zapin yang menjadi
milik anak (orang-orang) Medan. Jadi zapin ini memiliki kekhususan sendiri sebagai
ikon, indeks, dan simbol dari kebudayaan masyarakat M elayu di Kota Medan.
Sebagaimana diketahui bahwa Kota M edan juga adalah kota yang menjadi simbol
budaya M elayu, walaupun pada perkembangannya muncul sebagai kota metropolitan
yang multikultur, namun identitas M elayu tetap menjadi tumpuannya, terutama dalam
industri budaya dan pariwisata.
Bait ketiga menggambarkan tentang zapin sebagai sarana menyanyi dan
menari, yang berfungsi untuk menghibur hati. Hilangkalah gundah gulana dan resah
melalui zapin ini, sekali gus juga mengingat Sang maha Pencipta, yaitu Allah.
186
Kemudian jaga pula hubungan dengan sesama manusia dan makhluk lain. Ini makna
yang terkandung dari bait tersebut.
Kemudian pada bait berikutnya, makna yang ingin disampaikan oleh Zul
Alinur sebagai pencipta lagu zapin ini adalah kembali lagi Zul Alinur sangat mencintai
seni zapin. Konsep dan filsafat cinta itulah yang membuatnya menciptakan lagu-lagu
zapin. Khusus dalam bait ini, sebagai seorang putra Melayu, Zl Alinur sadar betul
akan pepatah Hang Tuah, ikon perwira Melayu dari Kesultanan M elaka, yaitu tak kan
M elayu hilang di bumi. Dalam teks di atas, untuk menyesuaikan rima, ditambah
dengan kata tak kan M elayu hilang di bumiku. Baris ini memberikan penegasan bahwa
dengan kecintaan terhadap budaya senidiri yaitu budaya M elayu, maka akan lestarilah
budaya M elayu itu untuk selama-lamanya di bawah bimbingan Allah. Demikian kira-
kira tafsiran terhadap bait ini.
Bait berikutnya menggunakan gaya bahasa repetisi, yaitu mengulangi frase
zapin puan. Kemudian seperti pada bait kedua, bahwa Zapin Puan ini adalah zapinnya
anak M edan, maka pada bait ini pengarang menciptakan kata yang sinonim dengan
M eladan, yaitu Deli. Zapin Puan ini adalah zapinnya orang Deli. M edan adalah ikon
budaya M elayu, sementara Deli itu sendir i memiliki pengertian yang meluas sebai
kawasan M elayu Sumatera Timur, atau sekarang ini M elayu Pesisir Timur Sumatera
Utara. Istilah Deli ini amatlah dikenal di kalangan Dunia M elayu. Banyak istilah yang
menggunakan kata Deli seperti Tanah Deli, Deli Spoorwij Maschapij (DSM), Deli
Rubber Planter Vereeniging, M elayu Deli, Kesultanan Deli, dan lain-lainnya. Ini
187
memberikan gambaran bahwa kawasan Deli itu sangat dikenal dan mewakili kawasan
budaya M elayu Sumatera Timur.
Pada bait terakhir, muncul kecintaan terhadap negara dan bangsa. Ini adalah
bahagian dari nasionalisme yang terdapat dalam konsep dan aktivitas yang diserap Zul
Alinur dari pendidikannya. Dalam teks ini terkandung makna bahwa dengan
melestarikan budaya, maka negeri ini akan sentausa dan berjaya dalam membina
pandangan hidup dalam kebudayaan, khususnya kesenian. Kuatnya bangsa Indonesia
semestinya didukung oleh pelestarian kebudayaan termasuk zapin. Demikian kira-kira
makna dari teks yang terkandung dalam Zapin Puan ini.
5.9 Zapin Perantau
Sebagaimana judulnya, yaitu Zapin Perantau, maka zapin ini menggambarkan
budaya merantau, yang menurut penulis diadopsi Zul Alinur dari kebudayaan
M inangkabau. Dalam budaya M inangkabau, terdapat budaya merantau, bagi laki-laki
yang sudah dewasa. Dalam merantau ini ia bekerja dan masuk dalam bidang-bidang
wirausaha seperti rumah makan Minang, penjahit, tukang sepatu, wartawan, dan lain-
lain. Seorang M inangkabau yang merantau berusaha sekuat tenaga mengumpulkan
materi untuk dibawa ke kampung halaman di Ranah M inang.
Dalam konsep kebudayaan M inangkabau sendiri, wilayah budayanya dibagi ke
dalam tiga kategori. Yang pertama adalah wilayah darek (daratan) yang merupakan
kawasan pegunungan Bukit Barisan di wilayah Minangkabau. Ini adalah wilayah asal-
usul orang Minangkabau, dengan pusatnya di Parahyangan Padangpanjang. Yang
188
kedua adalah wilayah pasisia (pesisir) yang mencakup kawasan-kawasan pesisir pantai
barat wilayah M inangkabau. Yang ketiga adalah wilayah rantau. Wilayah ini amat
luas, di dalamnya termasuk Tanah Deli, Jambi, Riau, dan Negeri Sembilan di
M alaysia. JAdi melalui zapin ini Zul Alinur ingin menegaskan adanya konsep rantau
dalam budaya M inangkabau, yang diangkatnya dalam lagu zapin. Selengkapnya Zapin
Perantau ini memiliki teks atau lirik sebagai berikut ini.
Zapin Perantau
(1) Ooo…oo…ooo
(2) Pembuka salam izinkan
(3) Kami mulai oi
(4) Kami menari menghibur hati saudara semua
(5) Zapin perantau mainan anak
(6) Orang rantau tuan oi..
(7) Ya…aa…aaa…
(8) Kami menari bukan mencoba
(9) Untuk menari tuan oi
(10) Ya…..aaaaaa
(11) Kami menari bukan mencoba
189
(12) Untuk menari tuan oi
(13) Maaf kan kami bila tak sengaja
(14) Menyinggung hati semua
(15) Zapin perantau menghibur
(16) Hati tuan oi….
Secara struktural, zapin ini terdiri dari enam belas baris teks, yang terdiri dari
teks isi dan interyeksi. Adapun interyeksinya adalah repetitif dari kata tuan oi, ya, o,
dan oi. Interyeksi yang sedemikian ini adalah khas dalam lagu-lagu tradisi Melayu.
Sementara teksnya adalah menggunakan diksi dalam bahasa M elayu. Selain itu,
sebagaimana ciri khas garapan teks lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur, zapin ini
menggunakan kata yang dipendekkan yaitu kata tak yang berasal dari tidak.
M akna teks lagu Zapin Perantau ini adalah zapin yang dilakukan oleh para
perantau (anak dagang) kepada para penontonnya. Tujuan dari zapin ini untuk menari,
bermusik, dan ujunya adalah menghibur dir i yang gundah gulana, dan penat seharian
dalam melaksanakan kerja yang diamanahkan Allah. Sama dengan karya lagu Zul
Alinur lainnya, lagu ini mendeskripsikan bahwa zapin dimulai dengan salam. Para
pemain atau seniman meminta izin kepada semua penonton untuk menghibur mereka.
Zapin ini adalah ekspresi anak perantau di Tanah Deli, yang mempersembahkan tarian
dan musik kepada semua orang yang melihatnya.
Sebagai rasa menghormati para penonton yang ingin dihiburnya, para seniman,
terutama pencipta lagu memohon maaf kepada para hadirin atas segala kesilapan dan
190
kesalahan yang sebenarnya tidak sengaja dilakukan. Hal yang demikian sangat lazim
dilakukan dalam konteks kebudayaan M elayu. Ini adalah ekspresi dari rendah hatinya
seseorang dalam berkomunikasi verbal kepada para komunikannya (pendengarnya).
Demikian kira-kira tafsiran makna yang terkandung di dalam lagu Zapin Rantau ini.
Sama seperti lagu-lagu zapin Zul Alinur lainnya syarat dengan makna-makna budaya.
5.10 Analisis Norma-norma S truktural dan Kultural Lagu Zapin Ciptaan Zul
Alinur
Dari contoh-contoh lagu zapin ciptaan Zul Alinur di atas tergambar dengan
jelas bagaimana struktur teks yang diciptakan oleh Zul Alinur serta latar belakang
budaya yang digunakannnya dalam menciptakan teks. Berikut ini adalah kajian penulis
terhadap teks lagu-lagu zapin yang diciptakan oleh Zul Alinur.
(1) Lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur menggunakan norma atau aturan teks
yang terdapat dalam lagu-lagu M elayu pada umumnya. Di antaranya
adalah yang menonjol penggunaan unsur pantun seperti rima, baris, bait,
dan lain-lain. Teks sebahagian besar tidak berbentuk pantun, hanya
terdapat satu lagu (Zapin di Hati) yang menggunakan konsep pantun,
yaitu terdiri dari sampiran dan isi.
(2) Teks lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur cenderung menggunakan
kosakata bahasa M elayu, yang khas berciri kebudayaan Melayu, seperti
kata: rentak, irama, lagu, dendangan, senandung, puan, tuan, dan lain-
191
lain. Kata-kata pilihan atau diksi ini memiliki makna-makna budaya yang
kuat bersuasana M elayu Sumatera Timur.
(3) Selain itu Zul Alinur selalu menggunakan kata-kata yang dipendekkan
seperti tak kependekan dari tidak; ku kependekan dari kata aku; hai
kependekan dari kata aduhai; dan lain-lain.
(4) Teks lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur juga selalu menggunakan kata-
kata seru (interyeksi) untuk mengiringi suasana, seperti: hai, tuan oi,
puan oi, yadana, oi, yadai, intan oi, dan lain-lainnya. Ini juga ciri umum
dari garapan teks dalam lagu-lagu Melayu.
(5) Kosakata dari bahasa Arab khusus digunakan untuk menggambarkan
zapin itu saja, seperti kata: salam, taksim, tahtum, zapin, yadana, dan
lainnya. Secara umum, tidak ada satu pun lagu zapin ciptaan Zul Alinur
yang penuh menggunakan bahasa Arab.
(6) Secara kultural atau budaya, Zul Alinur menciptakan teks lagu-lagu
zapinnya dengan cara mengolah kembali khasanah musik tradisi Melayu
dan Minangkabau. Misalnya ada teks-teks yang diolahnya dari tardisi
hadrah M elayu. Begitu juga dengan pantun-pantun Melayu-
M inangkabau.
(7) Disadari atau tidak karena ia awal kali menapakkan diri sebagai seniman
musik di Sanggar Tigo Sapilin dan berguru kepada Hajizar
(etnomusikolog M inangkabau), maka konsep-konsep dan filsafat
M inangkabau juga muncul dalam karya-karya lagu zapinnya. Yang
192
paling jelas adalah penggunaan alat musik dol untuk iringan lagu
zapinnya dan yang paling terasa ada pada lagu Zapin Perantau yang
mengekspresikan budaya rantau dari Ranah Minangkabau.
(8) Selain itu, karya-karya lagu zapin Zul Alinur ini di sana-sini muncul juga
beberapa identitas musik dan teks yang diolahnya kembali yang berasal
dari ide dan praktik musik hasil karya pencipta lain seperti karya Rizaldi
Siagian dan Tengku Syafick Sinar, atau mungkin pencipta-pencipta lain.
(9) Zul Alinur juga kreatif dalam mengolah berbagai genre seni Melayu
dalam karya-karya seni zapin beliau. Yang paling terasa adalah
mengambil unsur seni hadrah, nasyid, dan lagu-lagu M elayu di dalam
zapinnya. Ia mengolah kembali unsur-unsur musik M elayu atau
M inangkabau ini dalam karyanya. Secara kultural dan musikal inilah cir i
khas garapan lagu-lagu zapin Zul Alinur.
(10) Dalam wacana budaya yang paling umum, Zul Alinur dalam menciptakan
lagu-lagu zapinnya menggunakan unsur budaya Melayu, M inangkabau,
Indonesia, Dunia Islam, dan dunia. Walau mengolah demikian rupa, tetap
unsur budaya M elayu yang paling menonjol. Dalam kerangka kerja dan
karya yang sedemikian rupa ini, dapat dikatakan bahwa Zul Alinur terus
menerus belajar, membaca situasi, mengembangkan dir i dalam seni, dan
terus mengasah kemampuannya sebagai pencipta lagu dan pemain mus ik,
dengan berdasarkan kepada arahan-arahan budaya yang berdasar kepada
ajaran-ajaran agama Islam. Intinya adalah mengolah dan mengelola
193
kebudayaan etnik, nasional, dan dunia secara bersamaan, dalam konteks
tauhid kepada Sang Pencipta, Allah Subhana Wata’ala.
194
BAB V
TRANSKRIPSI DAN ANALISIS STRUKTUR MELODI
LAGU-LAGU ZAPIN CIPTAAN ZUL ALINUR
5.1 Notasi dan Transkripsi
Untuk melakukan analisis musik, perlu dilakukan visualisasi bunyi kedalam
simbol-simbol bunyi yang disebut notasi. Ini dilakukan untuk mempermudah setiap
orang dalam melakukan analisis musik. Visualisasi atau pemindahan dimensi bunyi ke
dalam bentuk visual tersebut, penulis pindahkan kedalam bentuk notasi balok dalam
garis paranada. Garis paranada terdiri dari 4 spasi dan 5 garis, ditambah garis-garis dan
spasi-spasi bantu di atas dan di vawah nya. Kunci dari garis paranada ini adalah kunci
G, karena vokal yang disajikan biasa menggunakan tanda kunci G, atar trebel.
Dalam kerja etnomusikologi, tujuan penggunaan notasi balok, yaitu untuk
mencatat semua karakter-karakter musikm baik secara umum (preskirptif) maupun
secara detail dan mendalam (deskriptif). Kedua jenis notasi ini memiliki keunggulan-
keunggulan dan kelemahan-kelemahan masing-masing. Sebaiknya pemilihan bentuk
notasi ini disesuaikan dengan tujuan menganalisis musik dan tranfer pengetahuan
kepada para pembaca dan penganalisis musik lainnya. Dalam suatu komposisi musik
terdapat dua jenis notasi yang ditawarkan oleh Charles Seeger, yaitu notasi preskriptif
dan deskriptif. Dalam penulisan notasi ini, penulis memilih pendekatan prekriptif
untuk mencatat bunyi yang didengar secara umum saja.
195
Proses visualisasi bunyi musikla ini dalam ilmu etnomusikologi dinamakan
transkripsi. Dengan mentranskripsikan bunyi kedalam bentuk notasi, maka setiap
orang dapat melihat dan memainkan kembali apa yang ia dengar. Untuk
mempermudah kerja notasi ini, penulis tidak menuliskan semua instrumen yang
dipakai dalam ensambel musik zapin Melayu, yang terdiri dari gendang ronggeng,
marwas, gambus, akordion, biola, dan kadang tawak-tawak. Penulis hanya
mentranskripsi musik vokal atau nyanyian, yang dalam hal ini sebahagian besar karya
Zul Alinur adalah penulis yang menanyikannya, baik dalam konteks hiburan maupun
pertunjukan kelompok M etronom M usic Collaboration. Jadi pengalaman ini sangat
membantu penulis dalam mentranskripsi lagu-lagu zapin karya Zul Alinur tersebut.
Aktivitas ini selaras dengan lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur, yang
menggunakan pendekatan preskriptif. Selain itu, sebagai pencipta lagu, Zul Alinur
umumnya menggunakan notasi angka Barat dalam menuliskan karya-karyanya.
Pendekatan ini sangat membantu penulis dalam mentranskripsi lagu-lagu zapin karya
Zul Alinur. Penulis juga memakai notasi angka yang asli ditulis Zul Alinur dan
Rubino, dan kemudian mendengarkan hasil rekaman, dan mentransmisikannya ke
dalam notasi balok secara preskriptif.
5.2 Proses Pentranskripsian
Untuk mendapatkan transkripsi lagu-lagu zapin karya Zul Alinur, ada beberapa
langkah yang penulis lakukan, sebagai berikut:
196
1. Untuk mendapatkan rekaman lagu-lagu zapin karya Zul Alinur, penulis
merekam langsung lagu-lagu yang penulis nyanyikan dalam konteks
pertunjukan zapin, di berbagai peristiwa seni lokal, nasional, maupun
internasional.
2. Rekaman tersebut didengarkan secara berulang-ulang agar mendapatkan hasil
yang maksimal, dan kemudian ditranskripsikan kedalam bentuk notasi.
Rekaman ini dibandingkan dengan tulisan notasi angka yang dihasilkan oleh
Zul Alinur sendiri.
3. Pendekatan transkripsi yang dilakukan adalah pendekatan preskriptif, yaitu
menuliskan perjalanan melodi secara makro dan garis besar saja. Tujuannya
adalah untuk memperlihatkan bagaimana struktural umum lagu-lagu zapin
ciptaan Zul Alinur ini terutama dari segi melodinya.
4. M elodi lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur ditulis dengan notasi Barat agar
dapat lebih mudah dimengerti, karena dalam notasi Barat tinggi/rendahnya
nada, pola ritem, dan simbol-simbol, terlihat lebih jelas ditransmisikan kepada
para pembaca, melalui tanda-tanda dalam garis paranada
5.3 Sampel Lagu
Sejauh pengamatan dan penelitian penulis, sejauh ini lagu-lagu zapin karya Zul
Alinur adalah sebanyak lima belas buah judul. Kelima belas lagu hasil karyanya
tersebut masih ditulis dalam karya-karya yang berserakan. Yaitu ditulis tangan dalam
197
notasi angka, dan difotokopi, namun belum dibukukan atau dikumpulkan. Ada juga
yang baru ditulis teksnya saja, ada pula sebahagiannya ditulis teks dan sedikit
notasinya. Oleh karena itu, perlu penulisan atau transkripsi yang lebih luas dan
lengkap, terutama penulis sarankan untuk peneliti selanjutnya. Ke depan niat penulsi
akan membukukan dan menganalisis karya-karaya beliau ini dalam bentuk buku.
Dari kelima belas lagu-lagu zapin karya ciptaan Zul Alinur tersebut, ada empat
lagu yang penulis anggap sebagai “karya besar” (master piece)nya. Selain secara
estetis memiliki keunggulan tersendiri, keempat lagu zapin ciptaan Zul Alinur ini juga
telah mendapatkan berbagai penghargaan di berbagai peristiwa seni, seperti fetival,
loma lagu zapin, lomba garapan zapin, dan lain-lainnya, seperti sudah diuraikan dalam
bab terdahulu. Empat lagu ini menurut para pelaku dan penikmat seni zapin juga
menjadi cir i khas musik zapin garapan Zul Alinur. Selain itu, keempat lagu zapin ini
diciptakan secara serius untuk mengiringi tarian zapin yang juga sama-sama berakar
dari tradisi zapin yang ada di akwasan Sumatera Utara, sebagai wilayah budaya yang
diwakili oleh Zul Alinur.
Adapun keempat lagu zapin ciptaan Zul Alinur yang penulis jadikan sampel
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Zapin in My Heart,
(2) Zapin Rantau,
(3) Zapin Puan, dan
(4) Zapin Purnama.
198
Dengan menggunakan teknik transkripsiseperti telah diuraikan di atas, maka keempat
lagu zapin ciptaan Zul Alinur, yang sekali gus juga penulis nyanyikan dalam berbagai
peristiwa seni, hasilnya adalah seperti yang dapat dilihat dalam empat notasi lagu
berikut ini.
Notasi
199
ZAPIN IN MY HEART M.M. = 110 Rentak Zapin
Pencipta Lagu: Zul Alinur Transkripsi: Eva Gusmala Yanti Dibantu oleh Rubino
200
Notasi ZAPIN RANTAU
M.M. = 110 Rentak Zapin
Pencipta Lagu: Zul Alinur Transkripsi: Eva Gusmala Yanti Diantu oleh Rubino
201
Notasi ZAPIN PUAN
M.M. = 110 Rentak Zapin
Pencipta Lagu: Zul Alinur Transkripsi: Eva Gusmala Yanti Diantu oleh Rubino
202
Notasi ZAPIN PURNAMA
M.M. = 110 Rentak Zapin
Pencipta Lagu: Zul Alinur Transkripsi: Eva Gusmala Yanti Diantu oleh Rubino
203
5.4 Analisis S truktur Melodi Empat Lagu Zapin Melayu Ciptaan Zul Alinur
Berdasarkan Delapan Parameter Weighted Scale
Berdasarkan teori weighted scale yang diaplikasikan untuk menganalisis
musik, maka hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:
5.4.1 Tangga Nada
Setelah mentranskripsikan keempat sampel lagu kedalam bentuk notasi, maka
langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah menganalisis struktur musiknya.
Untuk menentukan tangganada, penulis melakukan pendekatan weighted scale, seperti
yang dikemukakan oleh William P. Malm (1977). Dari hasil transkripsi, maka
ditemukan tangga nada pada keempat lagu tersebut.
1. Tangga nada lagu Zapin In My Heart
Nada:
Laras:
204
2. Tangga nada lagu Zapin Rantau
Nada:
Laras:
3. Tangga nada lagu Zapin Puan
Nada:
Laras:
4. Lagu Zapin Purnama
Nada:
Laras:
5.4.2 Nada Dasar
Dalam menentukan nada dasar pada keempat lagu ini, penulis menggunakan
tujuh kriteria-kriteria generalisasi yang ditawarkan oleh Bruno Nettl dalam bukunya
Theory and Method in Etnomusicology (1963: 147), yaitu sebagai berikut.
205
1. Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang paling sering
muncul dan nada mana yang paling jarang dipakai dalam suatu komposisi
musik
2. Kadang-kadang nada yang memiliki nilai ritmisnya besar dianggap nada dasar,
meskipun jarang dipakai
3. Nada yang dipakai pada awal atau akhir komposisi maupun pada bagian tengah
komposisi dianggap mempunyai fungsi penting dalam tonalitas tersebut.
4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada ataupun posisi
tepat berada ditengah-tengah dapat dianggap penting.
5. Interval-interval yang terdapat antara nada kadang-kadang dipakai sebagai
patokan. Contohnya sebuah posisi yang digunakan bersama oktafnya,
sedangkan nada lain tidak memakai. Maka nada pertama tersebut boleh
dianggap lebih penting.
6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga bisa juga bisa dipakai sebagai
patokan tonalitas.
7. Harus diingat barangkali ada gaya-gaya musik yang mempunyai sistem
tonalitas yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-paokan diatas. Untuk
mendeskripsikan sistem tonalitas seperti itu, cara terbaik tampaknya adalah
pengalaman lama dan pengenalan akrab dengan musik tersebut (terjemahan
M arc Perlman 1963:147).
Dengan melihat ketujuh kriteria diatas, maka dapat diuraikan nada dasar pada
keempat sampel lagu di atas.
206
Lagu Zapin In My Heart
1 Nada yang paling sering dipakai adalah nada: A
2 Nada yang memiliki nilai r itmis terbesat: A
3 Nada awal yang paling sering dipakai: A, dan nada akhir yang paling sering
dipakai: A
4 Nada yang memiliki posisi paling rendah: Gis
5 Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: Gis
6 Nada yang mendapat tekanan ritmis: A
7 Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka kemungkinan besar
nada dasar lagu Zapin In My Heart adalah nada: A
Lagu Zapin Rantau
1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: A
2. Nada yang memiliki nilai r itmis terbesat: A
3. Nada awal yang paling sering dipakai: A, dan nada akhir yang paling
sering dipakai: A
4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: G
5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: G
6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: A
7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka kemungkinan
besar nada dasar lagu Zapin In My Heart adalah nada: A
207
Lagu Zapin Puan
1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: A
2. Nada yang memiliki nilai r itmis terbesat: A
3. Nada awal yang paling sering dipakai: A, dan nada akhir yang paling
sering dipakai: A
4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: E
5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: A
6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: A
7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka kemungkinan
besar nada dasar lagu Zapin In My Heart adalah nada: A
Lagu Zapin Purnama
1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: A
2. Nada yang memiliki nilai r itmis terbesat: A
3. Nada awal yang paling sering dipakai: A, dan nada akhir yang paling sering
dipakai: A
4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: A
5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: E
6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: A
7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka kemungkinan besar
nada dasar lagu Zapin In My Heart adalah nada: A
208
Tabel 5.1 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin In My Heart
No Kriteria
Nada
1 2 3 4 5 6 7 8
K1 K2 K31 K32 K4 K5 K6 K7
A A A A Gis Gis A A
Tabel 5.2 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin Rantau
No Kriteria
Nada
1 2 3 4 5 6 7 8
K1 K2 K31 K32 K4 K5 K6 K7
A A A A G G A A
Tabel 5.3
Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin Puan
No Kriteria
Nada
1 2 3 4 5 6 7
K1 K2 K31 K32 K4 K5 K6
A A A A E A A
209
8 K7 A
Tabel 5.4 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin Purnama
No Kriteria
Nada
1 2 3 4 5 6 7 8
K1 K2 K31 K32 K4 K5 K6 K7
A A A A A G A A
Keterangan
K1: Nada yang paling sering dipakai
K2: Nada yang memiliki nilai r itmis terbesat
K31: Nada awal yang paling sering dipakai
K32: Nada akhir yang paling sering dipakai
K4: Nada yang memiliki posisi paling rendah
K5: Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf
K6: Nada yang mendapat tekanan ritmis
K7: Nada dasar berdasarkan pengalaman dan kecenderungan
210
5.4.3 Wilayah Nada
Wilayah nada adalah daerah (ambitus) dari nada yang frekuensinya paling
rendah, sampai pada frekuensi nada yang paling tinggi. Dari hasil transkripsi di atas,
maka diperoleh ambitus suara dari keempat lagu zapin ciptaan Zul Alinur sebagai
berikut.
Wilayah Nada Lagu Zapin In My Heart
Wilayah Nada Lagu Zapin Rantau
Wilayah Nada Lagu Zapin Puan
Wilayah Nada Lagu Zapin Purnama
211
5.4.4 Jumlah Nada
Untuk menentukan jumlah nada-nada keempat sampel lagu, terdapat dua cara
yang perlu dilakukan. Pertama adalah melihat banyaknya kemunculan setiap nada
tanpa melihat durasinya secara kumulatif. Kedua, melihat kemunculannya dan
menghitung durasi kumulatif. Dalam analisis ini, penulis menggunakan cara yang
pertama, yaitu menghitung kemunculan nada tanpa melihat durasinya.
1. Lagu Zapin In My Heart
2. Lagu Zapin Rantau
212
3. Lagu Zapin Puan
4. Lagu Zapin Purnama
5.4.5 Interval
Interval yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah jarak antara nada yang satu
dengan nada yang lainnya dalam satu komposisi musik. Sistem pengukuran pada
interval disebut “laras” dengan alat ukur “cent”. Interval pada keempat lagu ini
terdapat dua jenis, yaitu melangkah (conjunct) dan melompat (disjunt) Analisis
interval penulis lakukan dengan menghitung setiap interval baik yang naik, maupun
213
turun. Dengan melihat ketentuan-ketentuan interval di atas, maka interval pada
keempat sampel lagu di atas adalah, sebagai berikut.
1. Lagu Zapin In My Heart
2. Lagu Zapin Rantau
3. Lagu Zapin Puan
4. Lagu Zapin Purnama
214
5.4.6 Pola Kadensa
Pola kadensa dapat dikonsepkan sebagai rangkaian nada akhir pada setiap
akhir frase dalam suatu komposisi musik. Pola-pola kadensa pada empat lagu di atas,
adalah sebagai berikut.
215
Pola-pola Kadensa Zapin In My Heart
216
Pola-pola Kadensa Zapin Rantau
217
Pola-pola Kadensa Zapin Puan
218
Pola-pola Kadensa Zapin Purnama
219
5.4.7 Formula Melodi
William P. Malm(1977 : 8) dalam bukunya Music Culture of the Pacific Music
the Near and East Asia, menyatakan bahwa bentuk (motif) dapat dibagi ke dalam
beberapa jenis, yaitu:
1. Repetitif adalah bentuk nyanyian yang diulang-ulang.
2. Literatif adalah bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil
dengan kecenderungan pengulangan dalam keseluruhan nyanyian.
3. Reverting adalah bentuk nyanyian yang terjadi pengulangan pada frasa
pertama setelah terjadi-penyimpangan penyimpangan melodi.
4. Progresive adalah bentuk nyanyian yang terus berubah dengan menggunakan
materi melodi yang selalu baru.
5. Strophic adalah suatu bentuk nyayian yang di ulang dengan form yang sama,
tetapi dengan teks nyanyian yang selalu berubah.
220
Formula Melodi Zapin In My Heart
221
Formula Melodi Zapin Rantau
222
Formula Melodi Zapin Puan
223
Formula Melodi Lagu Zapin Purnama
224
5.4.8 Kontur
M enurut Malm (1977:8) kontur adalah garis suatu lintasan melodi dalam
sebuah lagu, yang dapat dibedakan kedalam beberapa jenis, yaitu:
1. Ascending (menaik), yaitu garis melodi yang bergerak naik dari nada yang
rendah ke nada yang tinggi.
2. Descending (menurun) adalah garis melodi yang bergerah turun dari nada yang
tinggi ke nada yang rendah.
3. Pendulous adalah garis melodi yang bergerak dengan membentuk lengkungan
(melengkung setengahlngkaran).
4. Terraced (berjenjang) adalah garis melodi yang membentuk gerakan
berjenjang seperti anak tangga.
5. Statis (level) adalah melodi yang gerakan-gerakan intervalnya terbatas atau
garis melodi yang bergerak datar atau statis.
Dari kelima jenis kontur diatas, maka kontur pada empat sampel lagu adalah:
- (a) Kontur Lagu Zapin In My Heart, gabungan pendulous dan terraced.
- (b) Kontur Lagu Zapin Rantaui, gabungan pendulous dan discending.
- (c) Kontur Lagu Zapin Puan, gabungan statis dan pendulous.
- (d) Kontur Lagu Purnama, gabungaan statis dan pendulous.
225
5.5 Pola-pola Umum S truktur Musik Zapin Garapan Zul Alinur
Dalam menciptakan lagu-lagu zapin, terutama yang dipergunakan untuk
mengiringi tarian, biasanya Zul Alinur membaginya ke dalam tiga bahagian besar.
Yang pertama adalah tahap pembukaan. Disusul tahap isi. Selalu diakhiri dengan tahap
penyelesaian. Ketiga tahap ini umum dijumpai dalam lagu dan tarian zapin di mana
pun terdapat.
Untuk bahagian pembukaan, biasanya dimulakan dengan pertunjukan maqam
atau tangga nada yang disajikan secara meter bebas, baik oleh alat musik gambus atau
biola. Pada saat ini tariannya adalah dalam posisi salam, atau gerak alif. M aknanya
secara semiotis adalah menghormati penonton yang hadir dalam pertunjukan tersebut.
Kemudian setelah masuk bahagian isi, b iasanya sudah terikat oleh meter dan
rentak zapin itu sendiri. Rentak zapin menggunakan siklus empat dan biasa ditulis
dalam birama 4/4,, di mana satu not seperempat mewakili satu ketukan dasar.
Temponya berjisar antara 100 sampai 120 ketukan dasar per menit. Pada bahagian ini
yang menjadi identitas utama lagu adalah struktur melodi. Namun Zul Alinur sangat
kreatif. Adakalanya ia memasukkan rentak lagu dua atau inang, juga patam-patam
pada bahagian isi ini. Hal ini jarang dilakukan oleh para pencipta lagu-lau zapin
sebelumnya. Pada bahagian-bahagian tertentu dilakukan dinamika pukulan keras, yang
disebut oleh Zul Alinur dengan santing. Di Riau disebut dengan senting.
Berikut ini adalah contoh dari komposisi lagu Zapin Perantau, yang dibagi ke
dalam lima bentuk. Selengkapnya digambarkan dalam bagan berikut ini.
226
Bagan
Struktur Lagu Zapin Perantau
227
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Setelah diuraiakn secara rinci dan panjang lebar, dri Bab I sampai Bab VI,
maka di dalam Bab VII ini penulis akan menarik kesimpulan-kesimpulan, terutama
untuk menjawab dua pokok masalah penelitian ini yaitu sejauh apa struktur teks (lirik)
dan melodi lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur. Apa saja yang menjadi dasar garapan
atau ciptaannya ini. Namun selain menjawab dua pokok masalah di atas, penulis juga
dalamkonteks kerja multidisiplin ilmu mestilah mengaitkan berbagai hal sosiobudaya
yang berkait dengan dua pokok masalah di atas, seperti biografi Zul Alinur,
lingkungan tempat ia bergaul dan mengasah kemampuan penciptaan dan permainan
musik, konteksnya dengan budaya M elayu Sumatera Utara, Indonesia, Dunia Melayu,
Dunia Islam, yang melandasi pola berpikir dan bertindak Zul Alinur.
Dari segi latar belakang sosial dan budaya, Zul Alinur yang berketurunan
M elayu (Batubara) dan M inangkabau, dalam karya-karya lagu zapinnya memasukkan
secara kuat unsur-unsur tradisi musik M elayu dan M inangkabau. Unsur-unsur budaya
musik M elayu di antaranya ia menggunakan istilah-istilah musikal dalam kebudayaan
M elayu untuk teks zapinnya, seperti kata: senandung, rentak, irama, alunan, gerak,
puan, dan lain-lain. Selain itu ia juga ennasukkan berbagai rentak dan genre mus ik
M elayu ke dalam lagu-lagu zapin ciptaannya. Ia memasukkan rentak patam-patam,
lagu dua, disertai meter ganjil tiga dan lima dalam karya-karyanya. Beliau juga
memahami istilah-istilah musikal M elayu seperti cengkok, patah lagu, gerenek,
228
senting, kopak, dan seterusnya. Begitu juga bahasa yang digunakan untuk lir ik lagu-
lagunya sangat kuat menggunakan bahasa M elayu (Indonesia). Beberapa istilah dari
bahasa Arab ia gunakan dalam teks lagu-lagunya aseperti kata: zapin, yadana, tahsim,
tahtum, dan lainnya. Unsur musikal M inangkabau yang tampak dalam garapannya
adalah unsur harmonik musik M inangkabau ditambah dengan penggunaan gendang
dol (two headed silidrical drum), yang berasal dari M inangkabau. Zul Alinur sangat
paham melakukan percampuran atau akulturasi musik antara budaya Melayu,
M inangkabau, dan Dunia Islam. Semua ini tidak lepas dari pengalaman musikal dan
kehidupan beliau yang muali terjun di dunia seni langsung di sangar seni
M inangkabau yaitu Tigo Sapilin di M edan, yang berteras budaya M inangkabau.
Kemudian beliau meluaskan wawasannya dengan belajar secara otodidak dari
seniman-seniman Melayu Sumatera Utara lainnya. Orang yang paling menonjol
membentuk dirinya sebagai seniman M elayu dan M inangkabau adalah Abu Bakar
Sidik dan Hajizar Koto dari Padangpanjang. Dari Hajizar ia belajar notasi dan
penciptaan. Hasilnya adalah seperti yang dapat dilihat sekarang ini dalam karya-
karyanya.
Struktur teks (lirik) lagu-lagu zapin yang diciptakan Zul Alinur, menurut
penulis adalah tarnsisi dari masa tradisi ke masa kekikinian (kontemporer). Namun
karya-karyanya lebih kuat mencerminkan unsur tradisi. Adapun garapan teks yang
digunakannya adalah memakai diksi yang sebahagian besar berasal dari kosakata
bahasa M elayu, dicampur sedikit kosakata Arab. Kemudian Zul Alinur menggunakan
aspek-aspek pusi tradisional M elayu khususnya rima (persajakan). Baik persajakan
229
rata atau binari. Selain itu cir i teks yang dibuatnya adalah menggunakan kata-kata seru
seperti tuan oi, lahai, hai, yadana, dan seterusnya. Ia juga lazim menggunakan kata-
kata yang dipendekkan untuk lebih menguatkan fungtuasi teks, seperti kata-kata tak,
ku, nya, hai, oi, dan lain-lain. Hal seperti ini lazim digunakan dalam bahasa Melayu
dan Minangkabau. Teks yang diciptakan oleh Zul Alinur sebahagian besar adalah
bersifat eksplisit dan denotatif. Zul Alinur kurang sering emmakai kata-kata puitis
yang sulit dicerna oleh penonton. Ia cenderung menggunakan kosa kata dan baris yang
mudah difahami oleh penontonnya. Dari teks-teks garapan Zul Alinur terkesan dengan
kental bahwa ia sangat mengagungkan filsafat cinta yang universal. Bisa itu cinta
terhadap manusia, perempuan, seni zapin itu sendiri, nasionalisme Indonesia,
kebudayaan, agama Islam, Tuhan, dan lain-lainnya. Dengan demikian, sifat
romantisme dan cinta Zul Alinur ini tercermin dari teks-teks lagu zapin yang
diciptakannya.
Sementera struktur melodi (lagu) zapin yang diciptakan oleh Zul Alinur,
umumnya menggunakan tangga-tangga nada minor dan derivatnya, yaitu minor
natural, harmonis, melodis, dan zigana. Tangga nada minor ini diramu dalam suasana
musik yang Arabian dan Melayu, sehingga menguatkan suasana pertunjukan zapin
yang digelar. Zul Alinur juga sebagai pemain musik dan pencipta lagu sadar akan
penggunaan tangga nada atau maqam Timur Tengah untuk lagu zapin ciptaannya.
Bentuk atau formula melodi yang dihasilkannya agak kompleks, biasanya terdiri dari
lima atau lebih bentuk melodi. Wilayah nada yang digunakannya untuk penyanyi
adalah ambitus suara sopran yang tinggi dan tampaknya diciptakan untuk dinyanyikan
230
oleh perempuan. Vokalnya sendiri biasanya selain solo perempuan ditambah dengan
koor laki-laki. Ini adalah ciri khas melodi garapan Zul Alinur. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa wawasan pengetahuan musik dan budaya Zul Alinur cukup luas dan
memadai untuk menciptakan lagu-lagu, terutama zapin, seperti yang intens digelutinya
selama ini. Dari karya-karya ini ia mendapat sambutan masyarakat luas, bahkan
kepercayaan untuk mewakili Sumatera Utara ke berbagai peristiwa seni di peringkat
daerah, nasional, dan internasional.
6.2 Saran
Kebudayaan musik M elayu banyak menghasilkan musisi dan pencipta lagu
yang berbakat untuk memajukan dan menjaga kesenian M elayu. Dalam tulisan ini,
penulis berusaha mengkaji aspek biografi dan karya musik zapin Zul Alinur. Ia
seorang pencipta dan pemusik generasi muda M elayu Sumatera Utara, yang memiliki
andil dalam rangka membangun dan memajukan musik di kawasan ini. Karya-
karyanya akan abadi sepanjang masa.
Zul Alinur dapat menjadi sosok seniman yang menjadi panduan bagi seniman
lainnya dalam konteks mencitakan, mengembangkan, dan bergelut di dunia seni di
Sumatera Utara. Dari beliau yang masih relatif muda ini, kita perlu belajar f ilsafat
hidupnya yang menerapkan konsep cinta kasih yang universal. Ini sangat berguna
untuk membina hubungan antar etnik dan agam di Sumatera Utara, seperti yang kita
ketahui adalah sangat heterogen. Karya-karya lagu zapin beliau juga mencerminkan
bagaimana mengusung tradisi ke dalam situasi kekinian yang penuh dengan kreativitas
231
dan pembaharuan-pembaharuan seni, agar bisa diterima oleh masyarakat ramai,
terutama masyarakat M elayu dan Minangkabau.
Sebagai seorang muslim, melaui seni zapin ini Zul Alinur memahami itu
adalah bahagian dari ibadah, yang pahalanya akan diperoleh dari Tuahn Yang M aha
Kuasa. Zapin adalah salah satu ikon kebudayaan Islam, yang perlu dijaga dan
dipelihara kesinambungan dan perubahannya sesuai dengan arus globalisasi dunia
sekarang ini.
Harapan penulis, semoga para seniman di Sumatera Utara dapat bersinergi
dengan Pemerintah, melalui Departemen Budaya dan Pariwisata, dalam menggalakkan
iklim seni dan wisata di akwasan ini. Salah satu yang dapat diberdayakan dan
dimanfaatkan untuk kepentingan wisata itu adalah zapin M elayu ini. M ungkin agar
kesenian tradisi ini hidup dan terus berkembang perlu pemungsian yang intens di
dalam masyarakat. Untuk itu Dinas Budaya dan PAriwisata perlu melakukan
dokumentasi akademis dan zaintifik, menyelenggarakan seminar zapin secara kontinu
dan berkala, serta mempertunjukkan zapin sesuai dalam fungsinya di masayarakat atau
difungsikan untuk kepentingan dunia wisata.
Pihak perguruan tinggi yang mengelola ilmu seni, seperti Departemen
Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara, sendratasik Universitas Negeri medan,
Fakultas Kesenian Huria Kristen Batak Protestan Nommensen perlu bekerjasama
mengkaji, meneliti, mendokumentasikan kesenian-kesenian yang ada di kawasan ini,
dan mewacanakan untuk difungsikan dalam masyarakatnya. Dengan demikian
232
manusia di Sumatera Utara khususnya akan sadar budaya, dan menjadi insan yang
seutuhnya, yang diridhai Tuhan keberadaannya di dunia ini.
233
DAFTAR PUS TAKA
Abu Bakar Bin Yang. 2000. Islam, Rekreasi, dan Seni Lakon. Kuala Lumpur: Penyelidik IKIM.
Adler, Mort imer J. et al. (eds.). 1983. Encyclopaedia Britannica (Vol. XII). Chicago: Helen Hemingway Benton.
Ahmad Samin Siregar, 2000. “Pemakaian Bahasa Melayu sebagai Gambaran Budaya dan Cara Berfikir Masyarakat Melayu Sumatera T imur.” Dalam Kumpulan Kertas Kerja Kolokium Bahasa Pemikiran Melayu dan Indonesia. Suntingan Darwis Harahap dan Abdul Jalil Haji Anuar. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pusaka.
Anderson, John, 1971. Mission to the East Coast of Sumatra in 1823. Singapura: Oxford University Press.
Aripin Said, 1997. Lagu-lagu Tradisional Rakyat Pahang. Kuala Lumpur: Kementerian Kebudayaan, Kesenian dan Perpelancongan Malaysia.
Batara Sangti. 1977. Sejarah Batak. Balige: Karl Sianipar. Boestanoel Arifin Adam. 1970. “Seni Musik Klasik Minangkabau.” Makalah pada Seminar
Sejarah dan Kebudayaan Minangkabau di Batusangkar. Brandon J.R. 1974. Theatre in Southeat Asia. Cetak ulang. London: Cambridge University
Press. Cast les, Lance. 1972. The Political Life of A Sumatra Resiency: Tapanuli 1915-1940. Yale:
Yale University. Disertasi Doktoral. Che Norazam Noor Din. 1989/90. Makyong: Satu Analisis Permainan dan Falsafahnya.
Lat ihan ilmiah. Kuala Lumpur: Universit i Malaya. Dada Meuraxa, 1974. Sejarah Kebudayaan Sumatera. Medan: Firma Hasmar. Dasa Manao, Elisian Waruwu dan Muhammad T akari. 1998. “Gambaran Umum Seni T ari
dalam Konteks Kebudayaan Nias.” Kebudayaan Tari Etnik Sumatera Utara. T engku Luckman Sinar dan Muhammad Takari (eds.). Medan: Universitas Sumatera Utara Press.
Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln (eds.). 1995. Handbook of Qualitative Research. Thousand Oaks, London, dan New Delhi: Sage Publicat ions.
Echols, John M. dan Hassan Shadily, 1978. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Edi Sedyawati. 1980. Tari: Tinjauan dari Berbagai Segi. Jakarta: Pustaka Jaya. Edi Sedyawati. 1993. Ke-Islaman dalam tari Indonesia. dalam Wan Abdul Kadir & Zainal
Abidin Borhan (pngr.) Fenomena 2. 60-80. Universit i Malaya: Jabatan Pengajian Melayu.
Elydawati Pasaribu, 1993. Tradisi Muzik Vokal Marhaban dalam Upacara Menabalkan Anak di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Ensiklopedia Malaysiana. 1996. Kuala Lumpur: Anzagain. Fadlin, 1988. Studi Deskriptif Konstruksi dan Dasar-dasar Pola Ritem Gendang Melayu
Sumatera Timur. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Garraghan, Gilbert J., S.J. 1957. A Guide to Historical Method. East Fordham Road, New York: Fordham University Press.
Geldern, Robert Heine. 1972. Konsepsi tentang Negara dan Kedudukan Raja di Asia Tenggara. Jakarta: Rajawali Press.
Goldsworthy, David J. 1979. Melayu Music of North Sumatra: Continuities and Changes. Sydney: Monash University. Disertasi Doktoral.
Gullick, J.M. 1972. Sistem Politik Bumi Putera Tanah Melayu Barat. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Gur u Sauti, 1956. “T ari Pergaulan.” Buku Kenang-kenangan Kongres II Lembaga Kebudayaan Melayu di Medan 4 Pebruari 1956. Medan: Hasmar.
234
Hajjah Noresah bt Baharon dkk. (eds.), 2002. Kamus Dewan Edisi Ketiga. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dam Pustaka.
Hall, D.G.E., 1968, A History of South-East Asia, St. Mart in's Press, New York. T erjemahannya dalam bahasa Indonesia, D.G.E. Hall, Sejarah Asia Tenggara, 1988, diterjemahkan oleh I.P. Soewasha dan terjemahan disunting oleh M. Habib Mustopo, Surabaya: Usaha Nasional.
Hamzah Ahmed, 1984. Zapin di Alam Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Hassan Shadily, 1983. Ensiklopedi Indonesia Jakarta: Ikhtiar Baru-Vanhoeve. Hasbi Makhmud, 1993. Studi Komparatif terhadap Aspek-aspek Musikal dalam Penyajian
Azan oleh Empat Muazin di Kotamadya Medan. Skripsi Sarjana Seni, Universitas Sumatera Utara Medan.
Hasym Said, 1993. Nasyid di Kelurahan Sitirejo II Kecamatan Medan Amplas Kajian Tekstual dan Musikologis. Skripsi Universitas Sumatera Utara Medan.
Haziyah Hussin, 2008. Motif Alam dalam Batik dan Songket Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Herkovits, Melville J., 1948. Man and His Work. New York: Alfred A. Knopft. Hill, A.H., 1968. "The Coming of Islam to North Sumatra," Journal of Southeast Asian
History, 4(1). Jose Rizal Firdaus, 2007. “Teknik Tari Serampang 12 Karya Guru Sauti. Makalah pada
Seminar Internasional Tari Serampang Dua Belas di Medan. Kamus Am . 1995. Kuala Lumpur: Fajar Bakti. Khadijah Shalihah, 1983. Perkembangan Seni Baca Al-Quran dan Qiraat Tujuh di Indonesia.
Jakarta: Al-Husna. Koentjaraningrat (ed.), 1980. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Koentjaraningrat, 1974. Kebudayaan, Mentalitet, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Koentjaraningrat, 1980. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Rineka Cistra. Koentjaraningrat, 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Malm,William P., 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New Jersey:
Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terJemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad T akari, Medan: Universitas Sumatera Utara Press.
Mochtar Naim, 1984. Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mohammed Ghouse Nasharuddin. 2002. Teater Tradisional Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Mohammed Redzuan Othman,1994. The Middle Eastern Influence on the Development of Religious And Political Thought In Malay Society, 1880-1940, T esis Ph.D Untuk University of Edinburgh.
Mohd Anis Md Nor, 1990. The Zafin Melayu Dance of Johor: From Village to A National Performance Tradition. disertasi doctoral. Michigan: The University of Michigan.
Mohd. Ghouse Nasaruddin. 1994. Tarian Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Mohd. Zain Hj. Hamzah, 1961 Pengolahan Muzik dan Tari Melayu. Singapura: Dewan
Bahasa dan Kebudayaan kebangsaan. Muhammad Said, 1973. "What was the 'Social Revolut ion' of 1946 in East Sumatra?”
terjemahan Benedict Anderson dan T. Siagian. Indonesia. nomor 15, Cornell Modern Indonesia Project.
Muhammad Takari, 1990. Kesenian Hadrah pada Kebudayaan Melayu Deli Serdang dan Asahan: Studi Deskriptif Musikal. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Muhammad T akari, 1998. Ronggeng Melayu Sumatera Utara: Sejarah, Fungsi dan Strukturnya. T esis S-2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
235
Muhammad Takari dan Herist ina Dewi, 2008. Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.
Nett l, Bruno, 1992. “Ethnomusicology: Some Definit ions, Problems and Direct ions.” Music in Many Cultures: An Introduction. Elizabeth May (ed.). California: University California Press.
Panuti Sudjiman dan Aart Van Zoest (peny.) 1992 . Serba-serbi Semiotik. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Pelzer, Karl J., 1978. Planters and Peasant Colonial Policy and the Agrarian Struggle in East Sumatra 1863-1847. s’Gravenhage: Mart inus Nijhoff. Juga terjemahannya dalam bahasa Indonesia, Karl J. Pelzer, 1985. Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria 1863-1947. T erjemahan J. Rumbo. Jakarta: Sinar Harapan.
Poerwadarminta (ed.), 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ratna, 1990. Birokrasi Kerajaan Melayu Sumatera Timur di Abad XIX. T esis S-2.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. S. Nasution, 1982. Metode Research. Bandung: Jemmars. Sachs, Curt dan Eric M. Von Hornbostel, 1914. “Systematik der Musikinstrumente.”
Zeitschrift für Ethnologie. Berlin: Jahr. Juga terjemahannya dalam bahasa Inggeris, Curt Sachs dan Eric M. von Hornbostel, 1992. “Classificat ion of Musical Instruments.” T erjemahan Anthony Baines dan Klaus P. Wachsmann. Ethnomusicology: An Inroduction. Helen Myers (ed.). New York: The Macmillan Press.
Said Hasym, 1993. Nasyid di Kelurahan Sitirejo II Kecamatan Medan Amplas Kajian Tekstual dan Muzikologis. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara Medan.
Sit i Nurbait i Rokhmah, 2000. Dikia Rapano pada Kebudayaan Masyarakat Minangkabau di Desa Sialang Kecamatan Perwakilan Situjuh di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat: Sebuah Kajian Terhadap Penggunaan dan Fungsi. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Soeharto, 1995. Metode Penelitian. Jakarta: Akasara Baru. T eew, A., 1999. Antologi Biografi Pengarang Sastra Indonesia. Jakarta: Obor. T enas Effendy, 2000. Pemimpin dalam Ungkapan Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa
dan Pustaka. T enas Effendy, 2004. Tunjuk Ajar Melayu: Butir-butir Budaya Melayu Riau. Yogyakarta:
Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu dan Penerbit Adicita. T engku Lah Husni, 1986. Butir-butir Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. T engku Lah Husni, 1975. Lintasan Sejarah Peradaban dan Budaya Penduduk Pesisir
Sumatera Timur 1612-1950. Medan: B.P. Lah Husni. T engku Lah Husni, 1985. “Keserasian Sosial dalam Kearifan Tradisional Masyarakat
Melayu.” Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat Majemuk di Perkotaan, di Medan.
T engku Luckman Sinar, 1988. Sejarah Deli Serdang. Lubuk Pakam: Badan Penerbit Pemerintah Daerah T ingkat II Deli Serdang.
T engku Luckman Sinar, 1985. "Keserasian Sosial dalam Kearifan T radisional Masyarakat Melayu." Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat Majemuk di Perkotaan, Medan.
T engku Luckman Sinar, 1994. Jatidiri Melayu. Medan: Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia.
T engku Luckman Sinar, 1971. Sari Sejarah Serdang. Medan: t.p. T engku Luckman Sinar, 1986. “Perkembangan Sejarah Musik dan Tari Melayu dan Usaha
Pelestariannya.” Makalah dalam Seminar Budaya Melayu Indonesia, di Stabat , Langkat , 1986.
236
T engku Luckman Sinar, 1990. Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu. Medan: Perwira.
T engku Luckman Sinar, 1991. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Medan: Majlis Adat Budaya Melayu Indonesia.
Umar Junus, 1971. "Kebudayaan Minangkabau," Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Koentjaraningrat (ed.), Jakarta: Gramedia."
Usman Pelly, 1985. ""Menciptakan Pra Kondisi Keserasian Hidup dalam Masyarakat Majemuk: Kasus Kotamadya Medan,"" Medan: Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat Majemuk di Perkotaan."
Usman Pelly, 1994. Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing. Jakarta: LP3ES.
Yuyun S. Suriasumantri, 1984. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor dan Leknas LIPI.
Yusraf Amir Piliang, 2003. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna. Yogyakarta: Jalasutra.
Internet http://www.wikipedia.org.wiki/Zapin, diundh 4 Maret 2009. http://www.id.wikipedia.org/wiki/Marawis, diunduh 4 Maret 2009 http://nadziraa.frienster.com