laila majnun dan sitti nurbaya
DESCRIPTION
Sastra merupakan seni yang menggambarkan sebuah atau sebanyak mungkin suatu bagian kehidupan. Mulai dari pengalaman hidup yang menyenangkan, mendebarkan, menakutkan, tak terkecuali mengenai kisah percintaan yang mengharukan. Kisah percintaan dalam novel pun biasa pula hadir sebagai bumbu cerita guna membuat cerita semakin menarik. Novel-novel mengenai percintaan juga sempat melegenda dan banyak digandrungi oleh penikmat karya sastra, misalnya novel Sitti Nurbaya, San Pek Eng Tai, Laila Majnun, dan Romeo and Juliet. Bahkan semua cerita itu sudah pernah diadaptasi menjadi film. Sampai saat ini pun banyak novel-novel percintaan yang sudah diadaptasi menjadi film, seperti novel terbaru yang telah diadaptasi ke dalam film, yaitu Ketika Cinta Bertasbih, dan masih banyak pula yang lainnya, terutama cerita ciklit dan teenlet. Tak jarang di antara novel-novel tersebut memiliki tema yang sama dengan gaya penceritaan yang berbeda, misalkan saja pada novel Sitti Nurbaya, San Pek Eng Tai, Laila Majnun, dan Romeo and Juliet. Kempat novel ini adalah novel yang mengusung cerita percintaan, yaitu kasih tak sampai, di mana pada akhirnya adalah kematian yang menyatukan mereka, meski keempat novel-novel tersebut lahir di zaman dan tempat yang berbeda. Namun, yang akan di analisis hanyalah dua Laila Majnun dan Sitti Nurbaya yang memiliki banyak persamaan.Kelahiran novel Laila Majnun dan Sitti Nurbaya terpaut sangat jauh dan tempat yang sangat berbeda. Cerita Laila Majnun merupakan legenda dari Arab yang dituliskan Nizami pada abad ke 12 sedangkan novel Sitti Nurbaya adalah novel hasil pengarang Indonesia, khususnya Sumatra Barat yang dikarang oleh Marah Rushli pada abad ke 20. Banyak persamaan di antara keduanya. Persamaan bukanlah masalah, melainkan sebuah keunikan, karena dalam kehidupan persamaan sangat lumrah muncul, misalnya saja pada persamaan nama jalan yang diambil dari acuan yang sama, persamaan nama, bentuk wajah, warna kulit, serta persamaan-persamaan lain yang sifatnya lebih luas. Namun, dalam proses analisis yang ingin penulis lakukan, tujuannya adalah mencari apakah kedua novel yang berbeda zaman dan tempat ini memiliki hubungan secara hipogram? Atau kesamaan yang muncul pada kedua novel hanyalah kesamaan yang bersifat kebetulan? Untuk itu penulis mencoba membandingkan kedua novel ini berdasarkan kajian intertekstual.Tidak hanya berdasarkan persamaan secara struktur kedua novel yang dihadirkan kedua pengarang, tapi kali ini penulis mencoba melihat keterhubungan kedua novel ini berdasarkan latar historis. Jika kita kembali membuka sejarah, Indonesia pun pernah menjadi tempat persinggahan pedagang Persia, India, Cina, dan Arab pada saat penyebaran Islam. Penyebaran Islam di Indonesia pada saat itu melalui beberapa aspek penting, yaitu perdagangan, seni dan budaya, pendidikan (pesantren), pernikahan, dan tasawuf. Adapun bukti-bukti peninggalan Islam, yaitu ukiran batu nisan gaya Gujarat, adat istiadat dan budaya India islam, Gelar “Syah” bagi raja-raja di Indonesia dari Persia, pengaruh aliran “Wihdatul Wujud” (Syeh Siti Jenar) dari Persia, pengaruh madzab Syi’ah (Tabut Hasan dan Husen) dari Persia, dan menurut al Mas’udi pada tahun 916 telah berjumpa Komunitas Arab dari Oman, Hidramaut, Basrah, dan Bahrein untuk menyebarkan Islam di lingkungannya, sekitar Sumatra, Jawa, dan Malaka. Bukti lainnya tentang penyebaran Islam juga terlihat dengan munculnya nama “kampung Arab” dan tradisi Arab di lingkungan masyarakat, yang banyak mengenalkan Islam. Gedung Batu di Semarang (masjid gaya China), beberapa makam China muslim, dan beberapa wali yang dimungkinkan keturunan China juga memperkaya khasanah penginggalan penyebaran Islam. Selain itu, bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab (bahasa Al-Qur’an) contohnya kata ibarat yang kata dasarnya dari ibrah ini yang bermakna pelajaran dan masih banyak lagi bahasa indonesia yang berasal dari bahasa Arab. Semua merupakan contoh dari peninggalan sejarah masuknya Islam dan masih memungkinkTRANSCRIPT
76
ANALISIS STRUKTURAL NOVEL LAILA MAJNUN
DAN SITTI NURBAYA
Pendekatan struktural merupakan langkah awal yang harus dilakukan
sebelum kita mengevaluasi karya sastra secara lebih mendalam dan secara
menyeluruh, guna melihat struktur yang membangun k arya sastra. Langkah ini
senada dengan apa yang dikatakan oleh Teeuw, bahwa pendekatan struktural
merupakan pekerjaan pendahuluan yang harus dilakukan oleh seorang peneliti
sastra sebelum ia melakukan analisis lebih lanjut terhadap suatu karya sastra. 1 Ia
juga berpendapat bahwa pendekatan struktural merupakan prioritas pertama yang
harus dilakukan sebelum kita menerapkan analisis yang lain. Tanpa adanya
analisis struktural tersebut, maka unsur intrinsik yang dibangun di dalam karya
sastra tidak dapat diketahui. Ia menambahkan pula bahwa analisis struktural
terhadap suatu karya sastra bukan bertujuan untuk menyederhanakan suatu cerita,
tetapi hal itu dilakukan agar kita dapat mengetahui maksud yang ingin
ditunjukkan oleh sastrawan kepada pembaca karya sastra.
analisis yang kita lakukan hanya berlaku sebagai alat dan bukansebagai hasil. Apa yang kita lakukan bukanlah menyederhanakansuatu cerita ke dalam abstraksi -abstraksi atau memecah-mecahnyake dalam fragmen-fragmen. Yang kita lakukan adalahmengeksplorasi kedalaman dan resonansi yang sengaja dilekatkanpengarang pada kejadian dan karakter -karakter tertentu. Dengankata lain kita membaca keseluruhan cerita. 2
1 Teeuw, Loc. Cit., hlm. 612 Sugihastuti dan Irsyad, Teori Fiksi Robert Stanton , (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007),
hlm. 12
77
Pendekatan struktural yang akan digunakan peneliti dalam menganalisis
novel Laila Majnun dan Siti Nurbaya juga memiliki fungsi yang sama seperti
yang dikatakan oleh Stanton dan A. Teeuw, yaitu mempermudah dalam
memahami maksud yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca melalui
fakta-fakta yang terdapat di dalam cerita, seperti alur, latar, dan tokoh.
Inti dari bab ini adalah uraian analisis struktural terhadap novel Laila
Majnun karya Nizami dan Sitti Nurbaya karya Marah Rusli berdasarkan tema,
alur, tokoh dan penokohan, baru setelah itu hasil analisisnya akan dibandingkan
atas persamaan dan perbedaannya, serta menentukan apakah novel Laila Majnun
menjadi hipogram dari novel Sitti Nurbaya.
3.1 Analisis Tema
Setiap karya sastra yang ditulis oleh pengarang didasari atas suatu
persoalan tertentu, hal itu memang tidak dapat dipungkiri, karena karya sastra
haruslah berangkat dari suatu ide dasar yang kemudian dikembangkan menjadi
rangkaian-rangkaian kalimat, paragraf, hingga membentuk suatu keutuhan cerita.
Cara bertutur dan cara mengembangkan ide adalah berdasarkan pribadi masing -
masing sastrawan, karena tiap sastrawan memiliki perbedaan gaya pengembangan
ide dasar (tema). Begitu pula dengan Nizami dan Marah Rusli yang mempunyai
gaya pengembangan ide dasar yang berbeda, meskipun ide dasar itu berangkat
dari satu hal yang serupa. Namun, yang kali in i akan penulis teliti bukanlah
bagaimana gaya pengembangan ide dasar itu, tetapi ide dasar sebagai tema itu
sendiri.
78
Robert Stanton mengatakan bahwa tema dapat dipandang sebagai dasar
cerita atau gagasan dasar umum sebuah novel. Dasar cerita berarti tujua n utama
cerita yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembacanya. 3 Ia menarik
kesimpulan bahwa tema adalah makna sebuah cerita yang secara khusus
menerangkan sebagian unsur -unsurnya dengan cara yang sederhana.
Tema bersinonim pula dengan ide utama /dasar dan tujuan utama cerita.
Dengan demikian, di dalam tema tercakup persoalan dan tujuan atau amanat yang
hendak disampaikan pengarang kepada pembaca.
Tema di dalam sebuah cerita bersifat individual sekaligusuniversal. Tema memberi kekuatan dan menega skan kebersatuankejadian-kejadian yang sedang diceritakan sekaligus mengisahkankehidupan di dalam konteksnya yang paling umum. 4
Berdasarkan definisi tema tersebut dapat disimpulkan secara kasar bahwa
tema adalah sebuah kesatuan yang terwakilkan. Jika kita andaikan, tema
merupakan cakupan semua isi cerita yang bersifat inti, yaitu intisari dari kelopak,
daun, ranting, batang, dan akar. Kesemuanya saling melengkapi hingga akhirnya
menghasilkan intisari (tema) yang nantinya dapat pula digunakan untuk
menghasilkan cerita baru, yaitu buah cerita. Masih sangat rumit dan sangat tidak
jelas memang pengertian tentang tema, karena Stanton pun berpendapat masih
sulit untuk mendefinisikan tema secara jelas. Bahkan ia mengibaratkan tema
sebagai sebuah “maksud” yang merujuk kepada fungsi dan bukan sebagai
definisi.5 Namun, ada pula landasan teori yang mampu menggambarkan
3 Adib Sofia dan Sugihastuti, Feminisme dan Sastra: Menguak Citra Perempuan dalamLayar Terkembang, (Bandung: Katarsis, 2003) hlm.13
4 Ibid., hlm.75 Ibid., hlm. 39
79
bagaimana tema itu, yaitu teori yang dikemukakan oleh Nurgiyantoro yang
dikutip oleh Sofia dalam buku Feminisme dan Sastra . Dalam hal itu,
Nurgiyantoro mengatakan bahwa tema dibedakan menjadi dua, yaitu tema mayor
dan tema minor. Makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar
umum cerita disebut tema mayor, sedangkan makna -makna lain atau makna-
makna tambahan dalam cerita disebut tema minor. 6 Jadi, kita harus menemukan
tema minor terlebih dulu untuk dapat menentukan tema mayor sebuah cerita.
Berdasarkan definisi inilah pengkaji akan menentukan tema pada novel Laila
Majnun dan Sitti Nurbaya.
Secara umum cerita dalam novel Laila Majnun dan Sitt i Nurbaya
mengangkat cerita mengenai perjuangan mendapatkan seseorang yang dicintai
dengan akhir yang tragis, yaitu kematian. Qais (Majnun) dan Laila, Samsulbahri
(Letnan Mas) dan Sitti Nurbaya berjuang dengan doa dan segala ikhtiar hanya
untuk mendapatkan restu orangtua, walau pada akhirnya sampai meninggal pun
mereka tak mendapatkan apa yang menjadi harapan dan cita -citanya.
Qais (Majnun) dan Samsulbahri (Letnam Mas) adalah tokoh utama dalam
cerita Laila Majnun dan Sitti Nurbaya. Mereka dikisahkan sebagai seorang
pemuda yang tersiksa karena cinta. Setiap perbuatan yang dilakukannya selalu
membuat orang bersimpati, atau sebaliknya semakin membenci dan mencemooh.
Walaupun demikian ia tetap menjalani apa yang dipikirkannya adalah kebenaran
dan terus mengejar impiannya pantang menyerah, walapun kebenaran yang
mereka jalani untuk sebuah cinta bersifat subjektif, tak ada ukuran yang jelas, dan
6 Adib Sofia dan Sugihastuti, Feminisme dan Sastra, (Menguak Citra Perempuan dalam“Layar Terkembang”), (Bandung: Katarsis, 2003), hlm. 13
80
sangat memungkinkan sekali jika sesuatu yang dianggap benar untuk seseora ng
maka dianggap salah untuk orang lain.
Masalah yang diangkatnya dalam cerita lebih banyak pada 1) keluarga 2)
subjektifitas cinta (pertentangan ideologi cinta kaum muda dan tua) 3) Takdir.
Semua permasalahan tersebut adalah tema minor, yang berpangkal pada tema
mayor cerita, yaitu kasih tak sampai. Laila Majnun dan Sitti Nurbaya diceritakan
dengan menggunakan gaya bahasa puisi yang mendayu-dayu, penuh dengan
simbol-simbol yang melambangkan keindahan seorang wanita. Berikut ini adalah
uraian masing-masing permasalahan:
3.1.1 Keluarga
Cerita Laila Majnun diawali oleh deskripsi keluarga besar, di mana
keluarga itu dikepalai oleh seorang Sayid yang sangat mashyur dan kaya raya,
tetapi tidak memiliki anak. Ia melakukan berbagai cara untuk mendapatkan
seorang anak, sampai akhirnya ia pun dikarunia seorang anak y ang sangat tampan.
Sang Sayid gembira bukan main, karena seorang buah hati yang didambakan
akhirnya hadir di tengah keluarga mereka. Anak itu diberinya nama Qais. Semua
ditunjukkan pada kutipan paragraf berikut ini:
Al kisah, pada zaman dahulu, di negeri A rab, hiduplah seseorangpemimpin kabilah, seorang Sayid, yang sangat termansyur. BaniAmir nama kabilah itu. Tidak ada seorang pun yang dapatmenandingi kekayaan dan kejayaan sang Sayid.Kegagahberaniannya telah mansyur di seluruh jazirah Arab.Kedermawanannya kepada para fakir miskin dan keramah -tamahannya dalam para musafir terkenal kemana -mana. Namun,meskipun ia dicintai oleh semua orang dan mendapatkan tempatterhormat layaknya seorang sultan atau kalifah, dia tidak merasabahagia. Sebuah kesedihan yan g sangat mendalam menggerogoti
81
hatinya dan menggelapkan hari -harinya. Sang Sayid tidakmemiliki anak.
Dan demikianlah sang Sayid selalu berdo’a, berpuasa, danberderma hingga, ketika ia baru saja akan menyerah, Tuhanakhirnya mengabulkan permintaannya. Ia dianugerahi seoranganak laki-laki, seorang anak yang cantik bagaikan sekuntummawar yang baru mekar, seperti sebuah berlian yangkecemerlangannya dapat mengubah malam menjadi siang. Untukmerayakan kelahiran anak yang didambanya itu, sang Sayidmembuka pundi-pundi hartanya kemudian menyebarkanemasnya seolah-olah emas itu adalah pasir. Ia ingin membagikebahagiaannya kepada semua orang. Sebuah pesta perayaanbesar-besaran pun diadakan. (hlm. 1 -3)
Keinginan Sang Sayid sangatlah wajar, karena jika kita m emahami tujuan dari
pembentukkan keluarga adalah mendapatkan keturunan, seperti yang dikatakan
oleh Hannah dan Margaret M. Yustin, bahwa tujuan pembentukan sebuah
keluarga, yaitu: memperoleh keturunan, mencari kebahagiaan, mengembangkan
kepribadian, dan menjadi bagian dari masyarakat atau negara. Pengertian lain dari
keluarga adalah sebuah unit sosial terkecil yang menjadi wadah tiap orang untuk
pertama kali belajar berinteraksi dan memahami karakter. Sehingga dapat
dikatakan, melalui perkembangan, keluarga dapat membentuk karakter seorang
anak. Setiap manusia pasti memiliki keinginan untuk membentuk sebuah
keluarga. Tujuan manusia membentuk sebuah keluarga yaitu untuk memperoleh
keturunan. Keturunannya inilah yang kelak akan meneruskan garis kekeluargaan.
Setiap pasangan suami istri di dalam kehidupannya pasti mendapatkan keinginan
alamiah, yaitu semacam dorongan dalam diri untuk memperoleh sang buah hati.
Dorongan ini sangat kuat, sehingga akan memunculkan perasaan kecewa jika di
dalam perkawinannya tidak menghasilkan keturunan.
82
Cerita berlanjut ketika Qais sudah berajak dewasa. Sang Sayid, sebagai
orang tua yang baik tentunya memikirkan masa depan anaknya, untuk itu ia
memasukkan anaknya ke sekolah dengan harapan agar anaknya nanti dapat
menjadi seorang yang pandai dan memeliki kemampuan yang lebih baik daripada
orangtuanya.
Menyadari kebutuhan anaknya akan pendidikan, sang Sayidkemudian menempatkan Qais di bawah seorang bimbingan guruyang sangat termasyhur akan ketinggian ilmunya, seorang ulamayang kepadanyalah semua bangsawan Arab mempercayakan anakmereka agar anak-anak mereka memperoleh kearifan sertakecakapan yang dibutuhkan untuk menghadapai kerasnyakehidupan di gurun pasir. Sudah saatnya membuang maninan -mainan mereka dan menggantinya dengan b uku-buku pelajaran.(hlm 5)
Dari penggalan paragraf di atas dapat kita ketahui kalau Sang Sayid,
sebagai kepala keluarga, adalah seorang kepala keluarga yang menyadari
tanggung jawabnya. Ia melaksanakan tanggung jawabnya demi sebuah harapan
agar anaknya mampu menjadi seseorang yang pandai, arif, dan bijaksana. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa sang Sayid telah melaksanakan tugasnya sebagai
orangtua, dan dapat juga dikatakan kalau sebagai orangtua, ia adalah orangtua
yang penuh tanggungjawab dan sayang kepada anaknya.
Apa yang dilakukan oleh sang Sayid senada dengan tujuan pokok
orangtua, yaitu membiarkan dan memberanikan si anak ke luar. Harapannya,
dengan ke luar itu anak akan cukup mendapat bekal untuk menjadi orang dewasa
yang bertanggung jawab. Anak-anak mempunyai dua kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi agar berfungsi efektif sebagai anak dewasa, yaitu kebutuhan
83
individualitas dan kebutuhan hubungan. Tujuan lain orangtua yaitu mengusahakan
agar perkembangan dua kondisi itu seimbang. 7
Usaha Sang Sayid pun tidaklah sia-sia, karena Qais terbentuk menjadi
seorang yang pandai, arif, selain ketampanan yang dimilikinya. Itu semua
ditunjukkan dalam paragraf kutipan berikut.
Qais adalah seorang murid yang tekun dan memiliki semangatbelajar yang tinggi. Dalam waktu yang singkat, ia telahmengalahkan teman-teman sekelasnya dalam semua bidangpelajaran. Ia adalah murid terbaik yang pernah diajari oleh sangguru. Qais sangat unggul dalam membaca dan menulis. Ketika iaberbicara, baik itu dalam diskusi serius ata u hanya sebuahpercakapan biasa, lidahnya akan menebarkan mutiara -mutiarakearifan. Betapa menyenangkan bila mendengarkannya bicara.(hlm5)
Cerita terus berlanjut sampai akhirnya Qais merasakan jatuh cinta pada
seorang wanita, yaitu Laila. Mereka saling m encintai dan menjalin hubungan
secara rahasia. Namun, ketika hubungan mereka mulai diketahui oleh banyak
orang, mereka saling menahan keinginan yang mereka rasakan. Tapi itu justru
membuat Qais kehilangan kesadaran dan menjadi gila, lalu orang -orang
memanggilnya dengan sebutan Majnun.
Qais yang sudah menjadi majnun masih saja terus mendambakan Laila.
Suatu ketika Majnun nekad mengunjungi tenda laila dan karena itu adalah
keluarga Laila menjadi sangat benci pada Majnun. Mereka memasang penjagaan
di sekitar tenda mereka untuk mencegah Majnun kembali datang.
Tidak lama kemudian berita tentang kunjungan rahasia Majnunke tenda Laila tersebar. Anggota kabilah Laila menjadi marah.
7 David Field, Kepribadian Keluarga (Kenalilah Keluarga Anda dan Jadilah Diri AndaSendiri), (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hlm. 27
84
Sepanjang siang dan malam, mereka menjaga area sekitar tendaLaila untuk mencegah Majnun kembali. Perlahan-lahan, tanpapernah berbuat kesalahan, Laila menjadi tawanan dari kabilahnyasendiri... dan dari cinta Majnun. (hlm 19)
Dapat kita lihat pada paragraf kutipan di atas, kalau Majnun mendapat
pertentangan dari keluarga Laila yang s angat tidak menyetujui hubungan mereka.
Majnun bergerak demi cinta untuk mendapatkan Laila dan keluarga Laila
berjuang untuk memisahkan Majnun dari Laila. Semakin jelas lagi peranan
keluarga Laila yang ingin disampaikan oleh Nizami, yaitu melindungi.
Melindungi di sini dalam artian bahwa apa yang dilakukan oleh keluarga Laila
adalah demi nama baik mereka. Cinta memang akan selamanya berada pada taraf
subjektifitas, karena terkadang cinta menimbulkan perbuatan -perbuatan yang
irasional, dan setiap orang akan memiliki reaksi tersendiri dalam menanggapinya.
Semua masalah sebenarnya berpangkal dari ketidak berdayaan Majnun
akan cinta yang menggelora di dalam hatinya, sehingga cinta itu justru
membuatnya kehilangan akal sehat dan melakukan perbuatan -perbuatan yang
irasional. Seandainya saja Majnun bisa menahan perasaan cinta, tentu saja
semuanya akan menjadi jalan yang berbeda. Tetapi apa yang ingin ditunjukkan
oleh Nizami adalah sisi berbeda seseorang dalam menghadapi cinta. Ia menjual
keunikan seseorang dalam me nanggapi permasalahan yang sebetulnya sangat
umum dan mulai membosankan. Nizami merancang cerita Laila Majnun dari
cerita umum dan membosankan menjadi cerita yang unik dan mengharukan,
karena apa yang dilakukan Majnun adalah awal dari polemik dia dengan ke luarga
Laila. Secara tak sadar apa yang dilakukan Majnun justru membakar sebuah
85
sumbu dinamit yang siap meledak untuk menjadi sebuah letusan masalah, sampai
pada akhirnya keluarga Laila menjadi sangat benci pada Majnun dan berniat akan
membunuhnya.
Sebagai seorang ayah, sang Sayid sangat sedih ketika melihat anak yang
pernah sangat didambakannya kehadirannya sakit. Ia dan seluruh keluarga
memiliki harapan agar Qais dapat sembuh. Mereka mencoba menyembuhkan
penyakitnya dengan melakukan berbagai cara, mulai dari membujuknya,
mengajaknya untuk pergi haji dengan harapan penyakit anaknya segera sembuh,
juga melamar Laila. Namun, usaha yang mereka lakukan selalu mendapatkan
kegagalan, karena Qais lebih memilih dirinya seperti itu, juga karena keluarga
Laila yang tidak sudi anaknya menikah dengan orang gila.
Akhirnya, tiba waktunya bagi mereka untuk melaksanakanibadah haji. Sambil menggenggam tangan anaknya dengan hati -hati, sang Sayid berkata, Inilah, Anakku, Rumah dari Dia yangmenjadi kawan dari siapapun yang tidak memiliki kawan. InilahRumah Dia yang mampu menyembuhkan semua penyakit yangtidak ada obatnya sekalipun. Benar, Anakku, inilah di mana –Insya Allah – satu lembaran dari kehidupanmu berakhir dansebuah lembaran baru dalam kehidupanmu dimulai... (hlm 32)
Tuhanku! Mereka semua menyuruhku untuk menghilangkanLaila dari pikiranku dan memadamkan hasrat di dalam hatikupadanya. Namun, aku memohon kepada -Mu, Tuhan, pahatlahbayangannya lebih dalam di dalam mata hatiku dan buatlahhasratku kepadanya semakin kuat! Ambillah apa yang tersisadari ragaku dan berikan semua padanya; ambillah seluruh usiahidupku yang tersisa dan tambahkanlah padanya.
Duhai Tuhanku! Biarlah ia mencaci -makiku, menghukumku,menyiksaku – aku tidak peduli. Aku rela mengorbankan hidupk udemi keindahannya. Bukankah kau dapat melihat bagaimana akuterbakar karena dia? Dan meski aku mengetahui bahwa aku tidakakan pernah terbebas dari kepedihan ini, aku rela. Karenamemang inilah takdirku. Karena itu, demi Tuhan, demi Engkaudan demi cinta, biarkan cintaku tumbuh semakin kuat di setiap
86
waktu yang berlalu. Cinta adalah satu -satunya yang kumiliki,cinta adalah diriku apa adanya, dan cinta adalah satu -satunyatujuan akhir hidupku! (hlm 33)
Selanjutnya pertentangan yang terjadi adalah pertenta ngan-pertentangan
antara perjuangan Majnun untuk mendapatkan Laila dan perjuangan keluarga
Laila untuk menjauhkan Majnun dari kehidupan Laila, yaitu dengan menikahkan
Laila pada saudagar kaya raya. Setelah pernikahan Laila dan saudagar kaya itu
terdengar oleh Majnun, ia semakin bersedih dan menyendiri. Sampai semua yang
telah dilakukan oleh keluarga untuk membuat Majnun sembuh tidak berhasil
dilakukan, akhirnya ibu Majnun meninggal dunia karena kesedihannya, lalu
disusul oleh sang Sayid yang juga tidak taha n dengan apa yang diderita oleh
anaknya. Majnun pun semakin menderita dengan jalan yang telah ia pilih. Ia
semakin tenggelam dalam selimut kesedihannya yang abadi hingga ia kembali ke
dalam bumi.
Hampir serupa dengan Laila Majnun, novel Sitti Nurbaya diawalai dengan
pengenalan tokoh dan deskripsi tentang keluarga. Diceritakan bahwa Samsulbhari
adalah anak Sutan Mahmud Syah, seorang penghulu di Padang, dan Sitti Nurbaya
adalah anak seorang saudagar besar di Padang, yaitu Baginda Sulaiman.
Anak laki-laki yang dipanggil Sam oleh temannya tadi, ialahSamsulbahri, anak Sutan Mahmud Syah. Penghulu di Padang:seorang yang berpangkat dan berbangsa tinggi. Anak ini telah dikelas 7 sekolah Belanda Pasar Abancang. Oleh sebab ia seoranganak yang pandai, gurunya telah memintakan kepada Pemerintah,supaya ia dapat meneruskan pelajarannya pada sekolah DokterJawa di Jakarta.Temannya yang dipanggil Nur tadi ialah Sitti Nurbaya, anakBaginda Sulaiman, seorang saudagar kaya di Padang, yangmempunyai beberapa toko yang bes ar-besar, kebun yang lebar-lebar serta beberapa perahu di laut, untuk pembawaperdagangannya melalui Lautan. (hlm 14)
87
Diceritakan pula Sutan Mahmud Syah memiliki seorang saudara
perempuan yang bernama Rubiah dan anaknya bernama Rukiah. Rubiah sebagai
kakak dari Sutan Mahmud merasa anaknya ditelantarkan, mengingat pada saat itu
beradasarkan adat di Padang, mamak (paman) bertang gung jawab penuh kepada
keponakannnya. Dari situlah timbul masalah keluarga di antara mereka, karena
putri Rubiah iri kepada perlakuan baik yang diberikan Sutan Mahmud kepada
Samsulbahri, sedangkan anaknya, Rukiah, merasa disia -siakan.
“Lihatlah! Memang benar sangkaku, pikiranmu telah berubahdaripada yang diadatkan di Padang ini. Istrimu sudahlah, sebab iatinggal di rumahmu, tetapi anakmu? Bukanlah ada mamandanya,saudara istrimu? Bukankan anakmu itu kemenakannya? Bukankahdia yang harus memelihara anakmu menurut adat kita?” mendakwaputri Rubiah. “atau telah lupa pula engkau adat nenek moyang kitaitu?” (hlm 21)
Permasalahan di atas mengakibatkan Putri Rubiah merasa Sutan Mahmud diguna -
guna oleh istrinya, Sitti Maryam, sehingga ia dan adiknya pun, Hamzah, mencari
seorang dukun untuk menyembuhkan Sutan Mahmud, bahkan berniat membunuh
dan menggunai-gunai Sitti Maryam. Permasalahan kelu arga ini tidak dilanjutkan
oleh pengarang terhenti ketika mereka bertemu dengan dukun yang diajukan oleh
Hamzah untuk membunuh Sitti Maryam.
Beralih pada apa yang dilakukan Sutan Mahmud dalam mendidik anaknya,
yaitu memasukkan Samsulbahri ke sekolah yang t erbaik dan lebih tinggi lagi. Apa
yang dilakukan Sutan Mahmud adalah melaksanakan tanggung jawab yang
diberikan Tuhan atas anaknya yang semata wayang. Ia menyekolahkan anaknya
88
dengan maksud Samsulbahri dapat menjadi anak yang pandai dan mampu
mengarungi kerasnya kehidupan di masa depan.
Apa yang dilakukan oleh Sutan Mahmud sama dengan apa yang tujuan
dari sang Sayid dalam Laila Majnun, dan senada dengan tujuan pokok orangtua,
yaitu membiarkan dan memberanikan si anak ke luar. Harapannya, dengan ke luar
itu anak akan cukup mendapat bekal untuk menjadi orang dewasa yang
bertanggung jawab. Anak-anak mempunyai dua kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi agar berfungsi efektif sebagai anak dewasa, yaitu kebutuhan
individualitas dan kebutuhan hubungan. Tujuan lain ora ngtua yaitu mengusahakan
agar perkembangan dua kondisi itu seimbang. 8 Tanggung jawab ini sangat
disadari oleh Sutan Mahmud, walapun akhirnya tindakkannya sebenarnya
bertentangan dengan adat Minang di jamannya dan mendapat pertentangan yang
besar dari keluarganya, yaitu Putri Rubiah dan Hamzah, sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya.
Permaslahan lain yang timbul yang berhubungan dengan keluarga adalah
ketika Sitti Nurbaya dengan terpaksa memutuskan menikah dengan Datuk
Meringgih, karena belitan hutang yang ditimpakan oleh rentenir jahat, yaitu Datuk
Meringgih sendiri.
Mendengar perkataan ayahku ini, tiadalah dapat kutahan lagi sedihhatiku, hancur luluh rasa jantungku, lalu menangislah aku tersedu -sedu di dada ayahku, sehingga basahlah baju dan kakinnya , karenaair mataku yang bercucuran. Tiadalah kujawab perkataannyasepatah pun karena dadaku bagaikan pecah dan leherku bagaitekunci. (hlm 117)
8 David Field, Kepribadian Keluarga (Kenalilah Keluarga Anda dan Jadilah Diri AndaSendiri), (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hlm. 27
89
“Oleh sebab hendak menolong aku, anakku menyerahkan dirinyakepadamu, untuk memuaskan hawa nafsumu dan hatimu, yangsebagai hati binatang itu.” Kata ayahku kepada Datuk Meringgih.“barulah sekarang kuketahui bahwa kejatuhanku ini semata -matakarena perbuatanmu juga karena busuk hatimu, dengki dan takdapat engkau melihat orang lain berharta seperti engkau. Denganberbuat pura-pura bersahabat karib dengan aku, kau perdayakanaku, sampai jatuh ke dalam tanganmu dan harus menurut sebarangkehendakmu yang keji itu. Tetapi tak apa, Datuk Meringgih!Tuhan tiada buta; lambat laun negkau beroleh juga hukuman ataskhianatmu ini,” lalu ayahku menuntun aku masuk ke dalam rumah.(hlm 120-121)
Baginda Sulaiman yang terbelit hutang dan ditimpa oleh kemalangan yang
sesungguhnya dibuat oleh Datuk Meringgih, hendak dimasukkan ke dalam
penjara. Dengan kelicikannya, Datuk Meringgih m enawarkan suatu perjanjian
pada Baginda Sulaiman, yaitu akan membebaskan seluruh hutang Baginda
Sulaiman jika Sitti Nurbaya menjadi istrinya. Sebenarnya Baginda Sulaiman lebih
memilih masuk penjara dibandingkan melepas anaknnya di mulut buaya, tetapi
tepat pada saat Baginda Sulaiman hendak dibawa polisi, Sitti Nurbaya yang
merasa sangat kasihan kepada ayahnya muncul dan dengan terpaksa mengatakan
kalau ia bersedia menjadi istri Datuk Meringgih. Apa yang dilakukan Sitti
Nurbaya adalah untuk menolong ayahnya yang sedang dalam musibah, sehingga
pada akhirnya ia justru mengesampingkan janjinya kepada Samsulbahri dengan
sangat terpaksa.
Permasalahn keluarga kembal muncul ketika Samsulbahri yang sedang
berbincang dengan Sitti Nurbaya bertemu dengan Datuk Merin ggih. Terjadi
perkelahian di antara Samsulbahri dan Datuk meringgih hingga menyebabkan
Datuk meringgih jatuh tersungkur. Perkelahian itu ternyata justru membawa duka
90
di hati Nurbaya dan Samsulbahri, karena pada saat itu juga ayah Nurbaya,
Baginda Sulaiman meninggal dunia karena terjatuh saat ingin menghampiri Siiti
Nurbaya dan Samsulbahri. Di saat itu pula Sutan Mahmud Syah yang tidak
mengetahui duduk permasalahannya secara jelas justru mengusir Samsulbahri,
dan memutuskan hubungan ayah dan anak.
Setelah berheni sejurus, berkata pula Sutan Mahmud,“kesalahanmu ini tak dapat aku ampuni, karena sangat memberiaib. Pergilah engkau dari sini! Sebab aku tak hendak mengakuiengkau lagi. Yang berbuat demikian, bukan anakku.” (hlm 156)
Ternyata keputusan sutan Mahmud yang terburu-buru itu menyebabkan banyak
hal yang tidak diinginkan, yaitu hancurnya perasaan Samsulbahri sehingga ia
memutuskan untuk meninggalkan rumahnya secara diam -diam walapun ia sangat
merasa sedih karena meninggalkan dua orang yang sangat dikasihin ya, Sitti
Nurbaya dan Sitti Maryam, ibunya.
Tatkala pukul tiga malam, bangunlah ia perlahan -lahan dari tempattidurnya, lalu dimasukkannya sekalian pakaiannya ke dalampetinya dan keluarlah ia dari jendela biliknya. Setelah sampai kepintu pekarangan rumah orangtuanya, menolehlah ia ke belakang,ke rumah Nurbaya, lalu berhenti sejurus lamanya dan berkataperlahan-lahan, “Selamat tinggal ibu dan kekasihku! Aku hendakberjalan, barang ke mana dibawa nasibku yang malang ini. Jika adaumurku panjang, mungkin akan bertemu juga kita di dalam dunaini; jika tidak, bernanti-nantilah kita di akhirat. Di sanalah kitadapat bertemu pula, bercampur selama -lamanya, tiada bercerailagi. (hlm 157)
Permasalahan keluarga itu semakin berbuntut panjang, Sitti Maryam yang
terus merasa kehilangan Samsulbahri dan kesedihan di hatinya tak tertahankan
lagi. Ia terus mencari di mana Samsulbahri berada, dan ketika Samsulbahri tak
juga kunjung ditemukan, Sitti Maryam pun jatuh sakit.
91
Keitka diketahui oleh ibunya pada keesokkan harinya , bahwaanaknya tak ada lagi, ributlah ia menyuruh cari ke sana ke mari,tetapi tiadalah bertemu, dan seorang pun tiada tahu ke manaperginya. Sebab sudah hatinya, berangkatlah ia tiga hari kemudianke Padang Panjang, ke rumah saudaranya. Di sanapun rupany atidak dapat dilipurkan hatinya, sehingga badannya makin lamamakin kurus dan akhirnya jatuh sakit, karena bercintakan anaknya.(hlm 157)
Selanjutnya yang terjadi pada kelanjutan ceritanya adalah perjuangan cinta
Samsulbahri dan Sitti Nurbaya yang dihal ang-halangi oleh Datuk Meringgih.
Tetang percintaan antara Samsulbahri dan Sitti Nurbaya akan dibahas pada sub
bab ideolgi cinta.
3.1.2 Ideologi Cinta
Maksud dari ideologi cinta adalah pertentangan tindakan tokoh atas
cintanya dengan apa yang diinginkan oleh or ang lain. Cinta yang dimaksud pun
lebih dikerucutkan kembali pada cinta yang berarti sebuah perasaan saling
memiliki antara dua manusia atau cinta antara dua sepasang kekasih. Cinta yang
sesungguhnya membuat Majnun dan Samsulbahri rela menderita dan pada
akhirnya justru mendapat pertentangan yang sangat kuat dari pihak -pihak oposisi.
Semua pertentangan itu semakin menguat karena apa yang dilakukan tokoh untuk
menghadapi pertentangan adalah sebuah tindakkan irasional yang membangun
dinding pertentangan menjadi semakin kokoh.
Dalam novel Liala Majnun, awal cerita dijelaskan bahwa cinta adalah yang
terindah bagi Qais dan Laila, apa lagi itu adalah cinta pertama bagi mereka.
Sebagai seorang yang mencintai, masing -masing dari mereka berusaha
menunjukkan betapa cintanya mereka. Mereka berusaha meyakinkan satu sama
92
lain dengan melakukan hal -hal yang dapat membuat orang yang dicintai
merasakan cintanya, sehingga mereka lupa akan kenyataan yang harus mereka
lalui.
... Api yang telah menyala di dalam hati mereka berdua , dancahayanya saling memantul di antara mereka. lantas apa yang bisamereka lakukan untuk menjinakkan nyalanya? Tidak ada. Merekamasih remaja, dan remaja menerima apapun yang terjadi padadirinya tanpa banyak pertanyaan. Cinta adalah bejana anggur yangtelah mengisi penuh cawan mereka, dan mereka meminum apapunyang dituangkannya... (hlm. 6)
Dari kutipan di atas dapat kita lihat jika kedua tokoh, yaitu Laila dan Qais
memiliki perasaan yang sama, yaitu begitu mencintai pasangannya. Mereka begitu
ingin saling memiliki satu sama lain dengan cinta yang sangat besar di hati
mereka. Pada kalimat “api yang telah menyala di dalam hati mereka berdua, dan
cahayanya yang saling memantul di antara mereka” penulis mengungkapkan
kalau kedua tokoh saling mencintai dan menyayangi. Penulis yang berusaha
menggambarkan perasaan cinta tokoh -tokohnya sebagai api yang telah menyala di
dalam hati. Lalu dipertegas kembali dengan kata -kata “cahayanya yang saling
memantul” yang menggambarkan kalau mereka sama-sama saling mencintai dan
sama–sama saling memberikan jawaban atas masing -masing cinta mereka.
Dalam paragraf kutipan di atas penulis juga menggambarkan kalau Qais
dan Laila terlalu muda untuk mengerti cinta yang sebenarnya, mereka hanya tahu
cinta itu sebagai perasaan suka, s ayang, juga hasrat memiliki. Mereka tanpa ragu
melakukan apa yang mereka inginkan dan butuhkan, tanpa mengetahui
sebenarnya cinta jika sudah memasuki peranannya dalam kehidupan, di mana
cinta mengalami benturan-benturan dengan budaya, agama, dan norma -norma
93
sosial di mana mereka tinggal dan itu digambarkan penulis dengan kata “ Mereka
masih remaja, dan remaja menerima apapun yang terjadi pada dirinya tanpa
banyak pertanyaan. Cinta adalah bejana anggur yang telah mengisi penuh cawan
mereka, dan mereka meminum apapun yang dituangkannya...” .
Sementara sepasang kekasih berjemur di dalam kemilau cintamereka masing-masing, mereguk anggur yang memabukkan danmenikmati surga keterlenaan, mata dunia sedang menyaksikanmereka... Mampukah mereka membaca gelagat dan me mecahkanisyarat tersembunyi dari cinta rahasia yang mengikat hati merekaberdua?.... (hlm. 10)
Pada kalimat “Sementara sepasang kekasih berjemur di dalam kemilau
cinta mereka masing-masing, mereguk anggur yang memabukkan dan menikmati
surga keterlenaan, mata dunia sedang menyaksikan mereka... “ penulis kembali
mempertegas kalau mereka sudah terlalu melupakan kenyataan. Mereka sudah
terlalu jauh melangkah bersama cinta mereka dengan mengibaratkan Laila dan
Qais sudah silau akan kemilau cinta. Sebagaimana y ang kita ketahui, silau adalah
keadaan ketika kita sudah tidak dapat melihat apa -apa lagi selain sumber cahaya
yang membuat kita silau, dan itulah yang dilihat oleh Laila dan Qais, hanya cinta.
Di sini penulis pun mempertegasnya kembali kalau mereka berdua juga sudah tak
sadar akan apa yang mereka lakukan, dengan mengibaratkannya sebagai seorang
mabuk dan menikmati surga keterlenaan. Mereka begitu tidak peduli dengan
keadaan sekitar sehingga tidak tahu bahwa mereka telah menjadi bahan
pembicaraan setiap orang. Sebagai anak dari pemimpin kabilah, mereka telah
melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan, yaitu hal yang tabu. Mereka
94
dapat dianggap tidak menjaga nama baik mereka yang secara tidak langsung akan
terhubung pada nama baik kabilah.
Ada sesuatu yang menarik yang ditunjukkan penulis mengenai perilaku
Laila untuk menanggapi kisah cintanya yang tragis. Telah diceritakan jikalau
Majnun menunjukkan betapa besar cintanya dengan cara menangis meraung -
raung serta meneriakkan puisi -puisi tentang keindahan Laila ke seluruh penjuru
dengan keadaan yang sangat mengenaskan, Laila justru menyembunyikan
tangisnya dan diam seribu bahasa. Penulis membawa pembaca untuk berpikir
seolah Laila lebih tegar dibandingkan Majnun yang semakin kehilangan akal
sehatnya.
Perpisahan Qais dengan Laila mengakibatkan perpisahannya jugadengan semua orang yang dicintainya – dari sanak saudaranya,sahabat-sahabatnya, orang tuanya dan rumahnya. Jika Lailamenyembunyikan tangisannya, Qais menangis terang -erang,menunjukkan kedukaannya kepada dunia. (hlm 13)
Demikianlah apa yang mereka lakukan dan mereka kejar hanyalah cinta.
Bagi mereka tidak ada kehidupan lain yang harus dikejar selain cinta. Jika Majnun
memiliki cinta yang tak terbendung sehingga dia terus mengutarakan cintanya,
bahkan kepada setiap orang agar semua orang tahu kalau cintanya kepada Laila
adalah sangat besar, Laila justru memiliki karakter yang berbanding terbalik dari
Majnun. Cinta yang besar pada Laila justru dihadapinya dengan diam, yaitu
dengan menahan semua penderit aannya sendiri tanpa ada orang lain yang tahu.
Tindakkan Laila yang diam juga memiliki alasan lain, yaitu rasa sayang dan
hormat kepada orangtuanya.
95
Sekiranya itu semua adalah subjektifitas cinta menurut mereka, tetapi
bagaimana dengan tanggapan orang dis ekitar mereka? Jawabannya adalah
berbeda dengan apa yang Laila dan Majnun rasakan. Terutama dari keluarga Laila
yang sangat menentang hubungan yang terjadi antara Laila dan Majnun. Mereka
sangat tidak merestui karena Majnun dianggap tidak layak menjadi sua mi dari
Laila. Majnun adalah orang gila yang selalu bergumam ke mana-mana
menyebarkan aib Laila dan keluarganya, sehingga anggota kabilah Laila pun
melakukan tindakkan-tindakkan untuk menjauhkan Laila dari Majnun. Pada
awalnya keluarga Laila hanya menaruh b eberapa penjaga untuk mencegah
Majnun datang ke tenda Laila.
Bagi keluarga Laila, keadaan ini tidak dapat dibiarkan lagi. Tidakhanya kehormatan Laila, tapi juga kehormatan seluruh kabilahsedang dipertaruhkan. Apakah mereka akan membiarkan namabaik kabilah mereka tercoreng oleh tingkah laku seorang lelaki giladari bani Amir ini? Apakah mereka akan tinggal diam sementaranama baik Laila ternodai? Mereka harus segera bertindak. Halpertama yang mereka lakukan adalah melarang Lailameninggalkan tendanya. Seorang penjaga ditempatkan di pintutendanya untuk mencegah Qais menemui Laila. Demikianlah,mereka menyembunyikan purnama dari pungguk yangmerindukannya. (hlm 11-12)
Ketika keluarga Laila mengerahkan beberapa penjaga untuk menjaga
tenda Laila dari kedatangan Majnun, itu merupakan sebuah reaksi pertentangan
juga penolakkan yang mungkin terasa sangat berlebihan, apa lagi yang dihadapi
hanya seorang Majnun. Jelas sekali tindakkan ini menunjukkan betapa tidak
sukanya keluarga Laila terhadap Majnun dan mereka dapat melakukan hal yang
lebih ekstrim jika Majnun berani melakukan hal yang lebih nekad. Semua itu
96
ditunjukkan pada saat keluarga Majnun yang mencoba melamar Laila dengan
tujuan agar anaknya kembali sehat justru mendapat penolakkan yang sangat keras.
... “Kau telah berbicara dengan jelas, Saudaraku, kata -katamusangat dalam. Tapi engkau tidak dapat mengubah apa yang telahditetapkan oleh takdir hanya dengan kata -kata belaka. Apakahengkau benar-benar berpikir bahwa aku tidak akan melihat bahwaapa yang ada di balik kata-katamu? Apa yang telah kau tawarkanpadaku cukup menarik, tapi apa yang berada di bawah selubungitu, hal yang akan memberikan musuhku kegembiraan, lupa kausebut! Ya, memang, anakmu adalah pangeran para manusia,sebuah simbol pujaan cinta – dilihat dari kejauhan. Dan darikejauhan pun ia akan diterima bahkan dalam keluarga kalifahsendiri. Namun kita tahu bagaimana situasi yang sebenarnya,bukan? Apakah engkau mengira aku begitu terpencil dariperadaban hingga kabar dari luar tidak mencapa iku? Apakahengkau tidak menyadari bahwa cerita tentang kegilaan anakmutelah mashyur ke seuruh jazirah? Dan apakah engkau benar -benaryakin bahwa aku akan mengambil seorang laki -laki gila sebagaimantuku? Aku bersumpah demi Tuhan bahwa dia itu gila, danorang gila tidak boleh menjadi suami anakku.”“Oleh sebab itu duhai Saudaraku, aku mesti memintamu untukpergi. Nasihatku hanya satu: berdo’alah pada Tuhan agar anakmudisembuhkan dari penyakitnya. Sebelum dia sembuh, ku tidakingin mendengar pembicaraan mengenai cinta atau pernikahandiantara anakkmu dan anakku. Kuharap, duhai Saudaraku, kata -kataku sudah jelas kau mengerti.” (hlm 22 -23)
Berdasarkan kutipan di atas, dapat kita lihat bagaimana penolakkan yang
dilakukan oleh ayah Laila adalah sebuah penolak kan yang dilakukan dalam
rangka menjaga nama baik keluarganya juga melindungi Laila. Pertanyaan
“apakah engkau mengira aku begitu terpencil dari peradaban hingga kabar dari
luar tidak mencapaiku?” menyatakan kalau ia tahu banyak tentang keadaan
Majnun yang gila dan mulai menyiratkan kalau ia menolak lamaran itu. Pada
akhirnya ia pun mempertegas penolakkannya kembali dengan kata -kata; “Aku
bersumpah demi Tuhan bahwa dia itu gila, dan orang gila tidak boleh menjadi
suami anakku. Oleh sebab itu duhai Saudaraku , aku mesti memintamu untuk
97
pergi”. Kata ini juga mempertegas kalau ayah Laila berusaha melindungi Laila
dari Qais yang gila. Karena ia sangat sayang kepada anaknya itu, ia pun berusaha
sekuat tenaga untuk menjauhkan Laila dari orang gila yang mungkin dapa t
menyakiti Laila, tapi ia tidak memungkiri akan merestui anaknya jika saja Majnun
tidaklah gila. Itu diutarakannya dalam kata “ Nasihatku hanya satu: berdo’alah
pada Tuhan agar anakmu disembuhkan dari penyakitnya. Sebelum dia sembuh,
ku tidak ingin mendengar pembicaraan mengenai cin ta atau pernikahan diantara
anakmu dan anakku. Kuharap, duhai Saudaraku, kata -kataku sudah jelas kau
mengerti.”
Penolakan-penolakan yang dilakukan oleh ayah Laila bukan hanya dalam
keadaan baik-baik saja, tetapi dalam keadaan ya ng sangat terjepit, yaitu saat
Majnun dan Naufal memenangkan peperangan untuk merebut Laila. Di sini ayah
Laila lebih menerima jika Laila dibunuh daripada harus menikah dengan Majnun
yang gila. Seberapa besarnya benci ayah Laila pada Majnun terjawab melalu i
tindakkannya yang amat protektif.
“Kami telah mempertimbangkan perkataanmu dengan seksama.Inilah jawaban kami: Laila bukan mainan yang bisa dimiliki begitusaja oleh siapa pun yang menginginkannya. Secantik apa punrembulan, ia tidak dapat diraih oleh setiap orang yang jatuh cintakepadanya. Apakah kau berniat untuk merampas apa yang bukanmilikmu? Apakah engkau menyulut peperangan diantara kita demisesuatu yang bukan hakmu? Apakah engkau nekad memintasesuatu yang mustahil, kemudian mengancam kami den gankematian bila kami tidak memenuhi permintaanmu? Kau iblis darineraka! Majulah, kalahkan kami, jika kau mampu!” (hlm 70)
... Jika kau akan membiarkan anakku hidup, maka aku akan sangatberterima kasih. Jika kau berniat membunuhnya, maka bunuhlahdia! Sembelihlah lehernya dengan belatimu, hujamkan pedangmuke dalam jantungnya, injak-injak tubuhnya oleh kaki-kaki kudamujika kau menginginkannya. Aku tidak akan melawan.” (hlm 79)
98
“Tapi ada satu hal yang tidak dapat aku terima. Tidak akan pernah selagi ak u
masih ayahnya, kuserahkan anakku kepada orang sinting ini, kepada iblis dalam
bentuk manusia ini, kepada orang gila ini, kepada ‘Majnun’ ini – tidak akan
pernah! Lebih baik aku ikat orang gila ini dengan rantai besi dan penjarakan ia,
bukan diikat oleh tali pernikahan dan membiarkannya berkeliaran!”
Sejak saat penolakkan itu Majnun semakin bersedih dan terpuruk dalam
keputusasaan. Orangtuannya pun tak mampu berbuat apa -apa lagi untuk
menyembuhkan Majnun. Sementara orangtuanya semakin bersedih melihat
anaknya menderita, Majnun justru memilih meninggalkan rumah dalam kesedihan
dan tinggal menyendiri di padang pasir. Cukup lama Majnun menyendiri dan
hilang dari peradaban, sampai suatu ketika ia berjumpa dengan seorang pemimpin
kabilah yang bernama Naufal. Na ufal sangat bersedih melihat Majnun yang kotor
dan menderita. Ia mendengarkan cerita tentang Majnun, sehingga Naufal
berpikiran kalau Majnun adalah orang baik yang pantas mendapatkan cintanya,
karena ia merasakan ketulusan cinta Majnun. Timbul empati di da lam dirinya,
sehingga ia berjanji kepada Majnun akan membawakan Laila padanya dengan
cara apa pun walaupun itu harus mempertaruhkan nyawanya.
... “Percayalah padaku, dan aku akan mengubah takdir burukmu:Laila akan menjadi milikmu. Aku berjanji dengan seg enaphatiku. Bahkan bila dia berubah menjadi burung dan terbang jauhke dalam langit Tuhan yang tak terbatas, atau menjadi sepercikapi dalam sebongkah batu api pada bebatuan di perut bumiTuhan, aku akan mencarinya dan membawakannya untukmu.Aku tidak akan istirahat sampai aku dapat mempersatukan kaliandalam pernikahan.” (hlm 62)
99
“Apakah kau sungguh-sungguh meragukan kata-kataku?” tanyaNaufal. “Kalau begitu, marilah kita membuat perjanjian. DemiAllah Yang Maha Kuasa dan rasul -Nya Muhammad aku berjanjibahwa aku akan bertempur bagaikan singa untukmu dankepentinganmu, bahkan mengorbankan nyawaku jika harus.”(hlm 63)
Berdasarkan kutipan ini jelas sekali terlihat perbedaan persepsi cinta yang
ditunjukkan penulis pada karakter Naufal pada cara dia bertin dak dengan ayah
Majnun juga ayah Laila. Jika ayah Majnun mengambil tindakkan yang kontra
terhadap cinta yang dialami oleh Laila dan Majnun sedang ayah Majnun hanya
menanggapinya sebagai hal yang sudah kelewatan dan perlu disadarkan, maka
berbeda dengan Naufal. Di sini Naufal menganggap apa yang dilakukan Majnun
adalah hal yang wajar dan harus dibantunya. Kewajaran itu bisa tumbuh karena
Naufal termasuk golongan muda yang memiliki pemikiran berbeda dengan
golongan tua, dalam hal ini ayah Majnun dan ayah Lail a. Tentang Naufal yang
termasuk dalam golongan muda dapat terlihat dari kutipan berikut:
Jurang tempat dimana Majnun memutuskan untuk tinggal terletakdi sebuah daerah yang dikuasai oleh seorang pangeran Baduibernama Naufal. Keberanian dan kegigihannya d i medan perangtelah membuatnya dijuluki sebagai “Penghancur Bala Tentara”,tapi meskipun ia memiliki hati seganas singa dihadapan musuh -musuhnya, kepada teman-temannya sendiri ia sangat berbelaskasih. (hlm 59)
Dari kutipan kalimat di atas, terutama pad a frasa “pangeran Badui” adalah yang
menunjukkan kalau Nizami jelas -jelas membuat karakter Naufal sebagai pemuda
yang masih memiliki semangat berapi -api dalam menghadapi permasalahan. Jika
kita merujuk pada kata pangeran yang secara silsilah berarti adalah anak dari
seorang raja atau bisa dikatakan sebagai raja muda. Jelaslah sudah kalau Nizami
100
memang menggolongkan Naufal sebagai pemuda. Dengan begitu dapat ditarik
kesimpulan kembali kalau secara implisit di sini Nizami menanamkan perbedaan
pemikiran antara golongan tua dan muda. Golongan tua yang bergerak dengan
penuh pemikiran serta pertimbangan baik buruk dan golongan muda yang lebih
bertindak berdasarkan perasaan dan semangat dengan sedikit pertimbangan baik
buruk.
Berbeda sedikit dengan Laila Majnun, dalam novel Sitti Nurbaya cerita
diawali oleh gambaran persahabatan yang kokoh antara dua insan manusia yang
berlainan jenis kelamin, yaitu Samsulbahri dan Sitti Nurbaya, di mana
persahabatan mereka begitu lekat sehingga mereka merasa memiliki satu sama
lain bagaikan saudara kandung. Sampai pada suatu ketika, Samsulbahri pun
berani mengungkapkan isi hatinya yang mencintai Sitti Nurbaya lebih dari
sahabat maupun keluarga.
“Nurbaya, karena besok aku akan meninggalkan kota Padang ini,akan pergi ke rantau orang, entah berbalik entah tidak, sebab itusangkaku inilah waktunya akan membukakan rahasia hatiku.Ketahuilah olehmu, Nur, bahwa aku ini sangat cinta kepadamu.Percintaan ini telah lama aku sembunyikan dalam hatiku; sekarangbaru kubukakan, karena pada sangka ku, rahasia itu harus kauketahui, sebelum kita bercerai. Siapa tahu, barangkali tak dapat akukembali lagi; tak dapat bertemu pula. Jika tiada kubukakan rahasiaini kepadamu, pastilah ia menjadi sebagai duri di dalam dagingpadaku; terasa-rasa sebilang waktu.
Mula-mula percintaan itu memang percintaan persaudaraan. Akantetapi lama-kelamaan, dengan tiada kuketahui, bertukarlah iamenjadi cinta yang sebenar-benarnya cinta. (hlm 72-73)
“Aku pun demikian pula, SAM” jawab Nurbaya. “Tuhan saksikku,tak ada laki-laki yang kucintai di alam ini lebih dari engkau.Engkaulah suamiku dunia akhirat.” (hlm 76)
101
Berdasarkan kutipan di atas dapat terlihat bagaimana hubungan percintaan yang
dahulu selayaknya sebagai saudara berubah menjadi kisah cinta antara dua orang
manusia. Di saat Samsulbahri menyatakan cintanya, ternyata ia mendapat
sambutan yang hangat, karena sesungguhnya Sitti Nurbaya pun sangat mencintai
Samsulbahri dan bersedia menjadi istrinya dunia akhirat. Mereka pun merasakan
kebahagiaan saat itu.
Kebahagiaan mereka ternyata tidak bertahan lama. Setelah beberapa
waktu Samsulbahri pergi ke Jakarta, badai ujian menghantam kapal cinta mereka
yang ingin berlabuh. Orangtua Sitti Nurbaya mendapat ketidak beruntungan yang
berturut-turut; tokonya yang terbakar, kap al pengangkut barang-barang hasil
hutan yang tenggelam, dan kebun kelapanya yang membusuk. Ketika Baginda
Sulaiman akan mendapatkan ketidak beruntungannya lagi, Sitti Nurbaya tampil
sebagai penolong ayahnya. Ia rela menjadi istri dari Datuk Meringgih yang
sebetulnya tidak ia cintai, bahkan sangat ia benci. Nurbaya pun sadar bahwa yang
dilakukannya adalah perbuatan yang menghianati janji. Semenjak itulah ia mulai
terus berpikir di dalam ketidak bahagiaan dan rasa bersalah sehingga badannya
semakin kurus. Ternyata cinta Samsulbahri kepada Nurbaya sangat besar
sehingga Samsulbahri dapat mengerti dengan apa yang dirasakan oleh Nurbaya.
Ia pun sangat memaklumi dan menaruh simpati kepada Nurbaya.
“Sungguh, Nur, “ jawab Samsu. “Apa sebabnya hatiku akanberubah kepadamu? Atas halmu pada waktu ini, tak boleh akuberkecil hati, karena sekalian itu bukan kesalahanmu, melainkangerak daripada Tuhan juga. Seharusnya karena engkau telahditimpa bahaya sedemikian itu, tambah kasih sayangku kepadamu,karena pertolongan dan berlaku atas dirimu pada waktu engkaudalam kesusahan ini, akan amat berharga. Janganlah engkau syak
102
wasangka kepadaku! Walau bagaimana sekalipun, engkau tinggaladikku, tak dapat dan tak boleh kubuang -buang. Tali yang telahmemperhubungkan aku dengan engk au, telah tersimpul mati, takdapat diungkai lagi. Dagingmu telah menjadi dagingku, darahmutelah menjadi darahku; siapa dapat menceraikan kita?” (hlm 134)
Apa yang dilakukan Nurbaya dan Samsulbahri sesungguhnya
adalah perjuangan cinta mereka yang berte ntangan dengan adat dan
agama. Sesungguhnya Nurbaya sudah menjadi istri Datuk Meringgih,
maka tak dibenarkan mereka duduk dan berbincang berdua, karena akan
menimbulkan fitnah. Tetapi cinta mereka sangatlah besar, sehingga semua
itu terlupakan, akibatnya adalah ketika Datuk Meringgih melihat itu, ia
sangat marah besar dan berujung pada perkelahian antara Samsulbahri dan
Datuk Meringgih.
Mendengar pantun ini, tiadalah tertahan oleh Nurbaya hatinya lagi,lalu dipeluknya Samsu dan diciumnya pipinya. Dibalas ol eh Samsucium kekasihnya ini dengan pelukan yang hasrat. Di dalamberpelukan dan bercium-ciuman itu, tiba-tiba terdengar di belakangmereka, suara Datuk meringgih berkata demikian, “Itulahsebabnya, maka keras benar hatimu akan pulang, dan tiada hendakberbalik padaku. Bukannya hendak menjaga ayahmu, sebagaikatamu, hanya kan bersenang-senangkan diri dengan kekasihmu.Inilah perbuatan kaum muda, kaum yang terpelajar, yang beradatsopan santun, tetapi memperdayakan suami, supaya dapat bersendagurau dengan laki-laki, di tempat gelap, sedang ayah sendiri, sakitkeras. Inilah rupanya kelebihan kaum muda daripada kaum kuno.Inilah yang dipelajari di sekolah tinggi, dengan belanja dan susahpayah yang tidak sedikit. Jika serupa ini, benar juga pikiran kamikaum kuno: kemajuan kaum muda itu, bukan akan meninggikanderajatnya, bahkan akan membawanya dari tempat yang mulia ketempat yang hina; membusukkan nama yang harum,menghilangkan derajat dan kemuliaan perempuan, sedang adat dankepandaian lama, yang berfaedah b agi perempuan disia-siakan.Tak harus perempuan yang demikian disia -siakan. Tak harusperempuan yang sedemikian dimajukan.” (Hlm 152)
103
Dari kutipan di atas terlihat kesalahan yang dilakukan Samsulbahri dan
Sitti Nurbaya yang menyebabkan marahnya Datuk Meri nggih. Terlihat pula dari
dialog Datuk Meringgih yang menunjukkan perbedaan pandangan cinta yang
sesungguhnya dari kaum muda dan kaum tua. Kaum muda yang berilmu tinggi
tetapi lupa akan moral dan kaum tua yang berilmu rendah tetapi menjunjungi
tinggi adat yang berkenaan dengan moral, meskipun tabiat Datuk Meringgih lebih
buruk dari mereka, tetapi dalam hal ini kebenaran berada pada Datuk Meringgih.
Sebuah perlakuan wajar ketika ia melihat istrinya sedang bercumbu dengan lelaki
lain.
Berbeda dengan pandangan Datuk Meringgih, Samsulbahri melihat yang
mereka lakukan adalah sebuah perjuangan cinta. Mereka adalah korban sakit hati
dari Datuk Meringgih, sehingga hal yang mereka lakukan adalah sebuah
kewajaran untuk orang yang telah membuat mereka menderita.
... Oleh sebab bencinya Samsu kepada Datuk meringgih ini, karenateringat akan sumpahnya di Jakarta, tiadalah dapat ditahannyahatinya lagi lalau menjawab, “Tak perlu engkau berkata begitu!Bercerminlah engkau kepada dirimu sendiri! A dakah engkausendiri berlaku sopan santun berhati lurus dan benar, tahu adatistiadat? Jika ada iblis yang sejahat -jahatnya di atas dunia ini, tentuengkaulah iblis itu. (hlm 152)
Pertentangan mengenai kembali terjadi ketika Sutan Mahmud
menganggap apa yang dilakukan oleh Samsulba hri adalah sebuah kesalahan besar
yang menyebabkan aib, sehingga Sutan Mahmud marah besar dan mengusir
Samsulbahri serta tidak menganggapnya anak.
Setelah berheni sejurus, berkata pula Sutan Mahmud,“Kesalahanmu ini tak dapat aku ampuni, karena sangat memb eri
104
aib. Pergilah engkau dari sini! Sebab aku tak hendak mengakuiengkau lagi. Yang berbuat demikian, bukan anakku.” (hlm 156)
Perbedaan pemikiran antara kaum muda dan tua juga tercermin dalam
kaliamat berikut:
Lagi pula, orang yang telah tua itu, berlai nan pikiran, kemauan,kesukaan, kelakuan, tabiat adat dan kepandaiannya dengan yangmuda. Kemauan yang tua misalnya jangan terlalu banyak berjalan,karena kekuatannya tidak seberapa lagi, tetapi yang muda, itulahyang dikehendakinya, karena takbetah selalu di rumah. Kesukaanyang muda misalnya, makanan yang keras -keras; tetapi si tua tidakmemakan makanan itu, walapun masih ingin, karena giginya takada lagi. Yang tua, biasanya tua pula fahamnya, tetapi yang muda,masih suka beriang-riang, bermain-main dan bersenda gurau.Tabiat dan adat pun acap kali berubah, bila umur telah tua. Akumasih menghargai segala keelokan dan kesenangan, tetapi DatukMeringgih ini, ingatan dan pikirannya tiada lain melainkan uangdan perniagaannya. Apa gunanya itu bagiku, bila ti ada dapatkupakai untuk memenuhi segala keinginan hatiku? Sekalian ituharus diingat pula oleh ibu -bapa, yang hendak mengawinkananaknya, karena sangatlah susahnya akan menyamakan sifat dankelakuan yang berbeda-beda itu. (hlm 147)
Pada kutipan di atas dapat terlihat jelas bagaimana perbedaan pemikiran
antara kaum muda dan tua yang ingin disampaikan pengarang dan terwakilkan
oleh tokoh Sitti Nurbaya. Dalam pemikirannya, kaum muda dan tua itu tidak akan
pernah sejalan karena perbedaan tingkat pemikiran kes enangan yang telah terpatri
di dalam pikiran mereka.
3.1.3 Takdir
Pada permasalahan ini, terlihat kalau tidak semua yang kita inginkan
terwujud karena takdir berbicara lain, walapun sudah berusaha sekuat tenaga dan
seluruh jiwa raga. Semua itu diwujudkan dala m novel Laila Majnun melalui
105
tokoh-tokoh yang hadir di dalamnya. Semua tokoh itu akhirnya menjadi objek
penderita karena tidak mampu mewujudkan keinginannya.
Tokoh pertama yang tidak mampu mewujudkan keinginannya adalah
Naufal, sahabat Majnun yang berjanji akan membawakan Laila untuk Majnun
demi persahabatan mereka. Naufal mengalami kegagalan pada saat ia dapat
dengan mudah untuk mengambil Laila sebagai harta rampasan, tetapi karena
kecerdikan dan kepandaian ayah Laila dalam berbicara, justru Naufal menjadi
ragu untuk mempercayai sahabatnya itu. Naufal akhirnya melepaskan Laila
sekaligus terpaksa melepaskan tali persahabatan yang telah dijunjungnya karena
Majnun meninggalkannya dengan perasaan benci. Walapun setelah itu ia
menyuruh anak buahnya untuk mencari Majnun, tetapi ia tidak dapat
menemukannya, dan akhirnya dengan sedih ia berpikir kalau Majnun telah
meninggal dunia.
Maka, Naufal memutuskan untuk menarik kembali tuntutannyaakan harta rampasan perang, Laila, kemudian memberikan aba -abakepada pasukkannya untuk membongkar tenda mereka danberangkat pulang. (hlm 81)
Majnun menyentak tali kekang kudanya dan tanpa berpamitanmelesat melintasi gurun pasir menuju hutan belantara. Segera iahilang dari pandangan, meninggalkan Naufal dan anak buahnyayang menggaruk kepala mereka dalam ketakjuban. (hlm 83)
Beberapa hari setelah Naufal tiba di kotanya, ia membentuk sebuahtim guna mencari temannya itu. Ia telah, walau bagaimanapun,menjadi sayang kepada Majnun. Ia ingin menemukan temannya,untuk menenangkannya dan mengatakan kepadanya betapa iamenyayanginya, dan meyakinkannya bahwa ia tidak pernah berniatmenyakitinya.Tapi Majnun menghilang tanpa jejak. Dia bagaikan ditelan bumi.Seolah-olah namanya telah dihapus dari buku penciptaan. Tidaklama kemudian, Naufal telah sampai pada kesimpulan
106
menyakitkan bahwa ia telah kehilangan sahabatnya selamanya.(hlm 83-84)
Seperti itulah, apa yang diperjuangkan Naufal akhirnya menjadi sia -sia karena
takdir telah berkehendak lain.
Tokoh kedua yang mengalami kegagalan dala m Novel Laila Majnun
adalah Sang Sayid, ayah Majnun. Sang Sayid yang sudah berusaha sekuat tenaga
untuk menyembuhkan penyakit anaknya ternyata harus menemui jalan buntu.
Usahanya selalu menemui kegagalan, mulai pada saat ia mengajak Majnun pergi
haji, melamar Laila, sampai pada akhirnya ia mencoba membujuk Majnun untuk
kembali tinggal bersamanya. Semua kegagalan itu membuatnya sangat tertekan.
Akhirnya sang sayid pun harus meninggal dunia dalam duka serta keinginan yang
tak tercapaikan.
“Selamat tinggal, anakku! Tidak akan pernah lagi aku dapatmelihatmu di dunia ini. Selamat tinggal! Perahu yang menunggukusudah siap untuk berlayar, dan tidak akan pernah kembali.Sungguh, aneh: aku merasa jiwaku telah terbang bebas! Selamattinggal, Anakku tersayang! Tidak akan pernah lagi kita berjumpadi dunia ini.... dan memang hanya dua hari berselang setelah orang tua itukembali di rumahnya, ia meninggal dunia. Jiwa dan arwahnyaakhirnya bebas. (hlm 149-150)
Tokoh ketiga yang mengalami kegagalan adalah Salim, paman Majnun
yang sangat menyayangi Majnun seperti anakknya sendiri. Salam mengalami
kegagalan dalam membujuk Majnun untuk kembali pada kewarasaannnya.
Meskipun ia sudah berusaha dengan mendatangi Majnun di sebuah gua tempatnya
berteduh, mencoba memberikan Majn un pakaian yang bagus juga makanan yang
sangat lezat, tetapi Majnun menolaknya dan tetap pada pendiriannya. Sampai
107
pada usaha terakhir, yaitu membujuk Majnun dengan membawa ibunya, ia tidak
berhasil membujuk Majnun untuk kembali dan menelan kekecawaan.
Tokoh keempat yang mengalami kegagalan adalah Ibunda Majnun. Ketika
ia bersama Salim menemui Majnun untuk membujuknya terakhir kali dan
mendapatkan jawaban bahwa Majnun tidak bisa tinggal bersamanya, itu adalah
kegagalan terbesar baginya. Ia pun semakin mende rita dan akhirnya meninggal
dunia dalam penderitaan itu.
Majnun menjatuhkan tubuhnya ke tanah, menciumi kaki ibunyadan memohon untuk memaafkan dirinya. Tidak ada yang dapatdikatakan atau dilakukan perempuan tua itu; ia hanya menangistersedu-sedu mengucapkan selamat tinggal lalu pulang kembali kerumah bersama saudaranya, Salim. Waktu terus berlalu, tapi bebanpenderitaan yang ditanggunya oleh perempuan tua itu tidak jugaberkurang. Sedikit demi sedikit, ia menjadi orang asing dirumahnya sendiri; baginya; rumahnya telah menjadi penjara sepertiyang telah dikatakan oleh Majnun kesayangannya. Hasratnyauntuk hidup melemah hingga, suatu malam, jiwanya menyelinapmenembus kerangkeng penjara kehidupan dunia dan terbang jauhmendampingi suaminya yang telah bera da di dunia lain. (hlm 182)
Tokoh yang selanjutnya mengalami kegagalan dalam mencapai
keinginannya adalah Ibnu Salam, suami Laila. Ibnu Salam yang sangat begitu
mencintai Laila yang dengan kekayaan dan kegagahannya pada akhirnya dapat
menjadikan Laila istrinya justru mengalami penderitaan yang amat sangat.
Meskipun ia dapat menjadi suami Laila dan memiliki Laila, ia tidak dapat
memiliki hati Laila. Betapa pun kerasnya Ibnu Salam berusaha mendapatkan hati
Laila, ia selalu mengalami kebuntuan. Sebagai seoran g suami tentunya Ibnu
Salam berusaha menunaikan hasrat dan tugasnya pada Lai la, tetapi Laila selalu
menolaknya. Berbagai cara ia telah lakukan untuk membujuknya, tetapi ia tidak
108
sekali pun mendapatkan hati Laila. Pada akhirnya itulah yang membuat Ibnu
Salam jatuh sakit dan meninggal dunia karena harapannya untuk dicintai Laila
tidak terwujud.
Dengan gelombang pertama dari banjir, tanah yang keras menjadilembut; dengan gelombang kedua, ia tersapu habis. Kali ini tidakada yang dapat dilakukan dokter untuk m enolong lelaki malang itu.Ibnu Salam masih muda, walapun penyakit dam kesedihannyatelah melemahkannya, jasmaninya yang kokoh tetap melawanserangan itu. Untuk beberapa hari, tampaknya ia akan dapatbertahan. Tapi kemudian nafasnya mulai melambat dan meme ndekhingga, di hari keempat, arwahnya meninggalkan tubuhnya danmenari terbawa angin, meninggalkan dunia yang penuh kesedihanini, lembah air mata ini. (hlm 208)
Selain tokoh-tokoh yang telah disebutkan sebelumnya, Laila adalah tokoh
yang juga mengalami hal yang sama, yaitu tokoh yang harus menghadapi takdir
kalau keinginan yang sangat diidam -idamkannya harus kandas. Laila harus
meninggal dunia dengan menahan penderitaannya karena mencintai Majnun.
Orangtua Laila yang sudah bersusah payah menjaga Laila da ri Majnun pun
akhirnya harus merelakan Laila meninggal dunia. Dapat dikatakan kedua
orangtuanya mengalami kegagalan dalam melindungi anaknya, sebab karena
perlakukan mereka terhadap Laila mengakibatkan Laila mendapatkan tekanan
batin yang amat sangat, hingga ia jatuh sakit dan meninggal dunia.
Tokoh terakhir yang mengalami kegagalan dalam mewujudkan
keinginannya adalah Majnun. Majnun yang sudah berusaha sekuat tenaga untuk
mendapatkan Laila, bahkan sampai ia kehilangan akal sehat, akhirnya justru
mengalami penderitaan yang amat sangat. Untung tak mampu diraih dan
kemalangan tak mampu ditolak, semua orang yang ia sayangi meninggal dunia,
109
mulai dari ibu, ayah, Laila sang kekasih hatinya, bahkan dirinya pun akhirnya
mati berkalang tanah. Cinta yang diagung -agungkannya ternyata tidak
membawanya kepada sebuah kebahagiaan sejati, tetapi jutru membawanya lebih
dalam ke jurang penderitaan dunia.
Majnun menutup matanya dan berbaring di atas makam Laila,mendekapkan tubuhnya kepada tanah dengan segenap tenaganyayang tersisa. Bibirnya yang kering bergerak -gerak dalam do’a yanglirih; kemudian, dengan kata -kata, “Laila, kekasihku….”Arwahnya terbebas, dan ia pun telah tiada. (hlm 220)
Dan begitu juga dalam kematian, sama seperti ketika ia masihhidup, Majnun ditinggalkan sendiri; bahkan burung nasar yangmelayang berputar-putar di atas makam itu tidak mau menghampiridia. Perlahan-lahan, jenazahnya berubah menjadi debu dankembali menjadi tanah, tidak meninggalkan apa pun selainbeberapa bongkah tulang. Baru setelah itu hewan-hewannyameninggalkan tuan mereka. Satu demi satu mereka kembali kebelantara, meninggalkan tuan mereka di belakang. (hlm 221)
Berdasarkan kutipan dan penjelasan di atas terlihat bahwa setiap tokoh
mengalami kegagalan dalam mewujudkan keinginannya. Keinginan yang
seyogyanya sangat diharapkan untuk menjadi kenyataan ternyata harus terhenti
karena takdir. Meskipun mereka semua telah berusaha dengan sekuat tenaga,
tetapi tetap takdir menentukan lain untuk mereka. Setidaknya itulah yang ingin
disampaikan oleh Nizami, bahwa takdir dari Yang Maha Kuasalah yang
menentukan semua pada akhirnya, tetapi dengan tidak menyalahkan takdir itu
pula dengan menyiratkan mereka berkumpul dan bahagia di alam lain.
Dalam Novel Sitti Nurbaya, takdir juga menjadi suatu hal yang penting
yang menggagalkan semua keinginan dan cita -cita para tokoh. Pengarang pun
mengahadirkan takdir dalam dialog tokoh Sitti Nurbaya, Samsulbahri, dan
110
baginda Sulaiman. Secara tersirat takdir dapat ditangkap secara keseluruhan dari
jalannya cerita, sejak awal hingga akhir. Jika menilik jalannya cerita, sejak awal
Sitti Nurbaya dan Samsulbahri adalah dua orang sahabat karib yang kedua
keluarganya sangat dekat, tetapi karena ada suatu hal mereka akhirnya
terpisahkan. Sitti Nurbaya harus merelakan hid upnya menikah dengan Datuk
Meringgih. Setelah itu perjalan cinta mereka semakin rumit, meskipun Sitti
Nurbaya dan Samsulbahri sudah berusaha tapi akhirnya mereka pun harus
dipisahkan oleh takdir, yaitu kematian.
Takdir dianggap sebagai sebuah ketentuan da ri Tuhan yang menentukan
nasib manusia pada akhirnya. Begitulah yang dialami para tokoh dalam novel Sitti
Nurbaya, mereka percaya akan takdir mereka dan mereka pun mau tidak mau
menerimanya.
Hal-hal mengenai takdir yang muncul dalam novel Sitti Nurbaya, akan
diulas lebih lanjut sebagai berikut:
“tatkala aku hendak manaiki menara ini, tiba -tiba kelihatanlaholehku, engkau mengikut dari belakang, seorang diri. Oleh sebabitu kutunggulah engkau, supaya dapat naik bersama -sama. Tiba-tiba datanglah Engku Datuk Meringgih menghelakan engkau kebawah, lalu didukungnya, dibawanya lari. Karena panas hatiku,kurebutlah engkau dari tangannya, sehingga berkelahilah aku dandia. Oleh sebab ia lebih kuat daripadaku, dapatlah aku ditangkapdan dilontarkannya dari gunung i ni. Engkau pun, sebabmembantah, tiada mau mengikut kemauannya dijerumuskannyapula ke bawah. Maka jatuhlah pula kita berdua terguling -guling kekaki gunung ini, masuk ke dalam suatu lubang yang besar,sehingga tak dapat keluar lagi. Ketika itu bangunlah a ku dengansangat terperanjat... (hlm 53)
“Heran,” katanya dalam hati, tatkala ia duduk termenung seorangdiri, di atas sebuah batu, dalam pekarangan sekolah, “mimpikuyang dahulu itu datang pula menggoda pikiranku. Senanglahhatiku, tatkala ingatan kepada mimpi celaka itu mulai hilang; akan
111
tetapi apakah sebabnya sekarang ini datang pula sekonyong -konyong menggoda hatiku?... (hlm 111)
Pada kutipan di atas terlihat bahwa Samsulbahri mendapatkan mimpi
buruk, mimpi yang selalu teringat serta mengundang peras aan khwatir pada
dirinya. Sebenarnya Samsulbahri sudah merasa kalau mimpi itu adalah sebuah
firasat yang harus ia jalani nanti, tetapi dalam hal ini ia masih ragu apakah mimpi
itu adalah firasat yang menunjukkan takdirnya kelak. Namun, ketika mimpi itu
kembali terulang, perasaan di dalam hatinya semakin yakin kalau itu adalah takdir
yang akan dijalaninya nanti, tetapi Samsulbahri tetap mecoba untuk
mengingkarinya dengan berusaha meragukannya. Akhrinya firasat itu menjadi
nyata. Dalam suratnya Sitti Nurbaya menjelaskan apa yang terjadi padanya atas
perbuatan Datuk Meringgih. Samsulbahri pun sangat marah kepada Datuk
Meringgih, suatu reaksi spontan yang serupa dengan mimpinya, yaitu mencoba
merebut Sitti Nurbaya dari tangan Datuk Meringgih yang jahat.
“sekarang apa hendak kukatakan? Karena demikianlah rupanyanasibku yang telah tertimpa. Walau bagaimana pun juga hendakkutolak atau kuhindarkan diriku padanya, niscaya akan sia -siabelaka pekerjaan itu, karena untung dan nasib manusia ditentukan,semenjak ia di rahim bunda kandung.Bukankah telah kukatakan dalam pepatah: malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih? Bukankah setahun yang telah lalu,telah engkau ketahui untungku, karena engkau telah mendapatmimpi tentang nasibku itu? Sekarang datanglah wakt unya rupanya,aku harus menepati nasibku itu, tak dapat dipungkiri lagi. Aduh aisia-sialah segala cita-cita dan kenang-kenanganku, lenyap segalaharapanku, putus tali tempat bergantung…?” (hlm 113)
Pada kutipan di atas terlihat bagaiman Sitti Nurbaya meng ungkapkan
takdir yang tidak diinginkannya. Ia pun pasrah atas takdir yang ditetapkan Tuhan
padanya. Ia merasa yakin bahwa takdirnya adalah menjadi istri dari Datuk
112
Meringgih, seperti yang pernah diceritakan oleh Samsulbahri dahulu ketika
mereka sedang bermain-main ke gunung Padang. Semakin jelas bagaimana
pengarang mencoba menyisipkan takdir sebagai pembatas keinginan manusia.
Sebagaimana pun manusia berusaha dan berkeinginan, jika takdir mereka
menentukan tidak, maka mereka tidak akan dapat mencapai keingi nan itu.
Kita lanjutkan lagi dengan kutipan -kutipan yang mendukung peran takdir
dalam novel Sitti Nurbaya. Berikut ini adalah kutipan lain yang menyatakan
peranan takdir dari tokoh Baginda Sulaiman:
“Bukannya ia yang berbuat jahat,” kata ayahku. “melaink an nasibkitalah yang sedemikian.Ayahku karena ada sabarnya, rupanya dengan sepenuh -penuhhatinya menyerahkan untungnya kepada Tuhan Yang Mahakuasadan memohonkan karunianya. Itulah pula yang menimbulkan ajaibhatiku, karena kelak akan nyata kepadamu, ba hwa Tuhan telahmeninggakan kami dan tiada tolong kami lagi, walapun tiadakuketahui, apakah dosa dan kesalahan yang telah kami perbuat.Segala kesengsaraan dan kecelakaan datangnya bertimpa -timpa,sebagai adalah kutuk yang telah jatuh ke atas kepala kami; karenadua hari kemudian daripada itu datanglah anak perahu ayahkuyang biasa membawa dan mengambil barang perniagaan dariTerusan dan Painan mengabarkan, kelima perahu ayahku telahkaram di laut, dilanggar topan yang berhembus, tatkala malamkebakaran itu. Suatu pun dari muatannya tak ada yang ketolongan,sedangkan sekalian anak perahu, niscaya akan mati di laut, jikatiada ditolong oleh perahu lain. (hlm 115)
Berdasarkan kutipan di atas terlihat jelas bagaimana pengarang kembali
memberikan rasa percaya kepada para tokohnya akan adanya takdir. Melalui
tokoh Sitti Nurbaya, Baginda Sulaiman berbicara tentang kepercayaannya pada
takdir. Ia percaya kalau yang semua kesialan yang tertimpa padanya bukanlah
karena perbuatan orang lain, melainkan karena nasibnya yang harus demikian.
113
Begitu juga dengan kutipan di bawah ini yang membicarakan tentang kebenaran
adanya takdir.
”akan tetapi apa hendak dikata? Jika nasib akan jatuh sekaliannyaboleh menjadi sebab bagiku adalah untung itu sebagai katapepatah: disangka panas sampai petang, kiranya hujan tengah hari,di situlah nyata kebesaran Tuhan, yang boleh menjadi tamsil bagisegala hartawan. Jika dikehendakinya, harta yang sebagaimanabanyaknya pun dapat lenyap dalam sekejap mata.. (hlm 115)
Dalam pembahasan di atas dapat terlihat bagaimana takdir memiliki
peranan penting dalam kehidupan dan itu ditunjukkan oleh Marah Rushli dan
Nizami dalam masing-masing karya mereka. Takdir adalah ketentuan Tuhan yang
telah ditetapkan semenjak kita masih dalam rahim ibu mengenai n asib kita kelak.
Mengenai takdir ini, kedua pengarang mencoba menyisipkan pesan moral yang
sama, yaitu seberapa pun kuat kuat berusaha dan bercita -cita, jika takdir
bekehendak lain maka mau tidak mau kita harus menerimanya. Namun, mereka
tidak menggambarkan bahwa takdir adalah sebagai sesuatu yang ditakuti, karena
bagi mereka takdir adalah sesuatu yang hanya ada di dunia yang sementara ini.
Semua itu dapat ditangkap karena mereka memiliki background keislaman yang
sama kuat. Nizami adalah pengarang dari Per sia, yaitu salah satu negara yang
menyebarkan Islam dan Marah Rushli adalah seorang keturunan Islam yang taat,
yaitu keturunan dari Sentot Alabasyah, yang mana gelar “Syah”, menurut kisah
Islam adalah gelar yang diberikan orang -orang Persia pada raja-raja di Indonesia.
Pembahasan lebih lanjut menegenai kedua pengarang ini akan kita lakukan pada
tahap selanjutnya.
114
3.2 Analisis Alur
Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa -peristiwa yang terdapat
dalam sebuah cerita.9 Dari rangkaian peristiwa-peristiwa itulah kita dapat
mengetahui alur yang terdapat di dalam suatu cerita.
Alur adalah cerita yang berisi urutan peristiwa, tetapi setiapperistiwa itu dihubungkan secara kausal. Peristiwa yang satudisebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain. Perist iwakausal tidak terbatas pada hal -hal yang fisik saja seperti ujaranatau tindakan, tetapi juga mencakup perubahan sikap karakter,kilasan-kilasan pandangannya, keputusan -keputusannya, dansegala yang menjadi variabel pengubah dalam dirinya. 10
Stanton mengatakan bahwa alur dapat diketahui dari suatu peristiwa yang
terjadi di dalam cerita. Peristiwa tersebut akan berkembang ke dalam peristiwa -
peristiwa yang lain yang akan membuat cerita menjadi lebih menarik dan tidak
membosankan. Tasrif seperti yang dikut ip oleh Sofia mengatakan, bahwa suatu
cerita yang lengkap terdiri atas lima bagian, yaitu (1) situation, merupakan bagian
yang melukiskan suatu keadaan, (2) generating circumstances , yaitu bagian yang
menunjukkan peristiwa-peristiwa yang bersangkut-paut mulai bergerak, (3) rising
action, yaitu bagian yang menunjukkan peristiwa -peristiwa yang mulai
memuncak, (4) climax, yaitu bagian yang menunjukkan puncak setelah peristiwa -
peristiwa situation, generating circumstances, dan rising action , dan (5)
denouement, bagian yang menunjukkan pemecahan soal dari semua peristiwa. 11
Tahap penyituasian merupakan tahap pembukaan cerita yang berfungsi
untuk melatarbelakangi cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya. Tahap ini
9 Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm.26
10 Ibid11 Robert Stanton, Op. Cit. hlm.
Comment [i1]: Halaman berapa?
115
biasanya berisi pelukisan dan pengenalan situ asi latar dan tokoh-tokoh cerita.
Tahap pemunculan konflik merupakan tahap awal munculnya konflik. Peristiwa -
peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Konflik -konflik
itu sendiri akan berkembang menjadi konflik -konflik pada tahap selanjutnya.
Tahap peningkatan konflik merupakan tahap pengembangan konflik yang telah
muncul sebelumnya. Pristiwa-pristiwa dramatik yang menjadi inti cerita semakin
menegangkan. Tahap klimaks adalah tahap di mana konflik yang terjadi dan
dijalani oleh para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah
cerita akan dialami oleh tokoh utama yang berperan sebagai pelaku terjadinya
konflik utama. Sedangkan tahap penyelesaian adalah tahap pemberian jalan
keluar. Pada tahap ini ketegangan yang ada diken dorkan. Teori inilah yang akan
digunakan untuk menganalisis novel Laila Majnun dan Sitti Nurbaya.
3.2.1 Permulaan Cerita
Pada bagian ini Nizami mengawali ceritan Laila Majnun dengan
memperkenalkan tokoh juga keinginan -keinginan tokoh. Pada permulaannya, ia
menceritakan tentang seorang Sayid yang begitu memiliki kekayaan dan
kehidupan yang sangat sempurna. Segala apa yang dia inginkan mampu ia
dapatkan. Dijelaskan pula bagaimana karakter sang Sayid yang sangat dermawan,
dicintai, dan dihormati oleh setiap orang. Pada tahap ini dijelaskan pula keinginan
sang Sayid yang masih belum tercapai, yaitu memiliki seorang anak sebagai
penerus garis keturunanya, padahal umurnya sudah cukup renta.
Al kisah, pada zaman dahulu, di negeri Arab, hiduplah seseorangpemimpin kabilah, seorang Sayid, yang sangat termansyur. Bani
116
Amir nama kabilah itu. Tidak ada seorang pun yang dapatmenandingi kekayaan dan kejayaan sang Sayid.Kegagahberaniannya telah mansyur di seluruh jazirah Arab.Kedermawanannya kepada para fakir miskin dan keramah-tamahannya dalam para musafir terkenal kemana -mana. Namun,meskipun ia dicintai oleh semua orang dan mendapatkan tempatterhormat layaknya seorang sultan atau kalifah, dia tidak merasabahagia. Sebuah kesedihan yang sangat mendalam menggerogotihatinya dan menggelapkan hari -harinya. Sang Sayid tidak memilikianak. (hlm 2)
Pada akhirnya, karena doa dan usaha yang sangat gigih, ia diberikan
seorang anak yang sangat tampan yang diberi nama Qais. Qais semakin lama
semakin bertumbuh besar. Diceritak an pula kalau Qais menjadi seorang pemuda
yang sangat mendekati sempurna. Wajahnya sangatlah tampan dan mampu
memikat siapapun yang melihatnya. Ia juga diceritakan memiliki kepandaian yang
lebih dibandingkan oleh anak-anak lain.
... selalu berdo’a, berpuasa, dan berderma hingga, ketika ia barusaja akan menyerah, Tuhan akhirnya mengabulkan permintaannya.Ia dianugerahi seorang anak laki -laki, seorang anak yang cantikbagaikan sekuntum mawar yang baru mekar, seperti sebuahberlian yang kecemerlangannya dap at mengubah malam menjadisiang... (hlm 3)
Bukan hanya itu, dalam kutipan kalimat di atas, ia juga diceritakan
memiliki kepandaian yang lebih dibandingkan anak -anak lain seusianya. Kearifan
sudah tampak jelas pada perilaku dan perkataan yang ke luar dari mulutnya.
Qais adalah seorang murid yang tekun dan memiliki semangatbelajar yang tinggi. Dalam waktu yang singkat, ia telahmengalahkan teman-teman sekelasnya dalam semua bidangpelajaran. Ia adalah murid terbaik yang pernah diajari oleh sangguru. Qais sangat unggul dalam membaca dan menulis. Ketika iaberbicara, baik itu dalam diskusi serius atau hanya sebuahpercakapan biasa, lidahnya akan menebarkan mutiara -mutiara
117
kearifan. Betapa menyenangkan bila mendengarkannya bicara.(hlm 5)
Selanjutnya, diceritakan pula Laila, seorang gadis pujaan Qais yang menjadi
sumber semangat hidupnya. Pada penggambaran yang dilakukan Nizami, Laila
digambarkan sebagai seorang yang sangat cantik seperti pancaran sinar bulan
purnama. Ia melambangkan kecantikan -kecantikan Laila mulai dari rambutnya
yang hitam hingga kulitnya yang seputih susu.
Nama gadis itu adalah Laila, berasal dari kata dalam bahasa Arab“lail”, yang berarti “malam”. Sesui dengan namanya, rambut gadisitu sungguh sehitam malam, sementara dibawah bayanganrambutnya, wajahnya bersinar bagaikan bulan purnama yangmemancarkan keindahan cahaya. Matanya hitam, dalam, danbersinar-sinar, bagaikan mata seekor rusa. Dan dengan sebuahkibasan bulu matanya, ia mampu mengubah seluruh dunia inimenjadi puing-puing. Mulutnya yang mungil terbuka hanya untukmengucakpan hal-hal yang indah-indah. Apabila ada orang yangmenggodanyaa – baik dengan kata-kata atau dengan senyuman –pipinya akan memerah, seolah mawar merah merekah pada pipinyayang seputih susu. (hlm 6)
Qais begitu menyukainya semenjak ia pertama kali bertemu dan begitu
juga Laila yang terlena dengan ketampanan Qais. Setelah itu, kehidupan mereka
seolah menjadi sempurna berkali -kali lipat. Mereka menikmati kebahagiaan yang
tak terhingga.
... Api telah menyala di dalam hati mereka berdua, dan cahayanya salingmemantul di antara mereka, lantas apa yang bisa mereka lakukan untukmenjinakkan nyalanya? Tidak ada. Mereka masih remaja, dan remajamenerima apa pun yang terjadi pada dirinya tanpa banyak pertanyaan.Cinta adalah bejana anggur yang telah mengisi penuh cawan mereka, danmereka meminum apa pun yang dituangkannya. Lalu mereka menjadimabuk karena tidak menyadari kekuatan sang anggur. Mabuk yangpertama kali adalah selalu yang paling berat. Jatuh yang pertama kal iselalu yang paling menyakitkan. Luka yang pertama selalu menjadi yangterdalam. (hlm 6)
118
Mereka seolah hanya tinggal berdua di dunia surga, sehingga mulai terlepas dari
batasan-batasan yang ada. Mereka tidak mendengar gunjingan -gunjingan orang
kepada mereka, karena mereka sudah terlalu terlena dan terperosok jauh ke dalam
perasaan cinta. Oleh karena itu, pada akhirnya keindahan yang mereka rasakan
harus berakhir setelah mereka jatuh terlena.
Sementara sepasang kekasih ini berjemur di dalam kemilau cintamereka masing-masing, merengguk anggur yang memabukkan danmenikmati surga keterlenaan, mata dunia sedang menyaksikanmereka. Apakah orang lain tahu apa yang telah terjadi antara Qaisdan Laila? Tidakkah mereka melihat curi -curi pandang dan tatapansembunyi-sembunyi yang berlangsung di antara mereka berdua?Mampukah mereka membaca gelagat dan memecahkan isyarattersembunyi dari cinta rahasia yang mengikat hati mereka berdua?Siapakah yang tahu tentang cinta mereka, seberapa banyakkahmereka tahu? Tidak ada yang dapat menjawabnya. (hlm 10)
Mereka saling memendam rasa cinta untuk menjaga kehormatan keluarga
dan diri mereka. Mereka mencoba mengecoh orang -orang yang memperhatikan
mereka, tetapi itu justru secara perlahan membakar hati mereka. Mereka terdiam
dan seolah tidak terjadi apa pun, tetapi di dalam hati mereka menjerit menahan
rasa rindu yang amat sangat. “Untuk menyelamatkan diri, dan melindungi cinta
mereka, mereka berusaha untuk tidak saling memandang satu sama lain serta
mengunci rapat bibir mereka yang lapar akan cinta.”
Itulah yang dilakukan Nizami untuk mengisi permulaan cerita, yaitu
dengan memperkenalkan tokoh dan menggambarkan keinginan -keinginan tokoh,
juga usaha mereka untuk mendapatkan keinginan itu. Tahap penyituasian para
tokoh serta keinginan-keinginannya dihadirkan pada bab 1 dan 2.
119
Pada novel Sitti Nurbaya, tahap penyituasian juga digunakan pengarang
untuk mengenalkan tokoh dan situasi latar. Tahap penyituasian ini terjadi pada
Bab 1-3, yang mengisahkan pengenalan tokoh Samsulbahri, Si tti Nurbaya, Sutan
Mahmud, dan Datuk Meringgih. Dalam bab ini tokoh Samsulbahri dan Sitti
Nurbaya digambarkan memiliki kedekatan selayaknya keluarga. Pada bagian ini
pengarang mencoba membangun imajinasi pembaca terhadap tokoh utama dan
tokoh pendukung dalam novel, yaitu beberapa orang yang memiliki latar belakang
kehidupan yang sangat baik sehingga apa pun yang diinginkannya semuanya
adalah kebaikan.
... Sungguh pun demikian, Penghulu dan saudagar ini bukannyadua orang yang bersahabat karib saja, tetapi a dalah sebagai orangyang bersaudara kandung. Hampir setiap hari Saudagar BagindaSulaiman datang ke rumah Penghulu Sutan Mahmud Syah. Kalautidak, tentulah penghulu itu datang ke rumah saudagar ini. Jikaseorang mempunyai makanan, tak dapat tiada diberika n jugasebahagian kepada sahabatnya. Barang sesuatu yang akandiperbuatnya, dirundingkannya lebih dahulu dengan karibnya.Oleh sebab itulah, Samsulbahri dan Nurbaya tiada berasa oranglain lagi, melainkan serasa orang seibu sebapa keduanya. Istimewapula, karena mereka masing-masing anak tuanggal yang tiadaberadik, tiada berkakak. Dari kecil, sampai kepada waktu cerita inidimulai, kedua remaja itu belumlah pernah bercerai barang seharipun; boleh dikata makan sepiring, tidur sebantal. (hlm 15)
Pengenalan tokoh Samsulbahri dimulai sejak awal cerita ketika ia pulang
dari sekolah. Hal inilah yang mengantarkan pembaca pada suatu situasi yang
sangat menyenangkan dalam kehidupannya, karena semua yang didapatkannya
adalah yang hal terbaik (hlm 9). Penggambara n latar pun tergambar pada bab ini
seperti kutipan berikut.
120
Kira-kira pukul satu siang, kelihatan dua orang anak muda,bernaung di bawah pohon ketapang yang rindang, di muka sekolahBelanda Pasar Abancang di Padang... (hlm 9)
pengenalan situasi latar yang digambarkan pada bab ini membangun imajinasi
pembaca terhadap situasi lingkungan tempat hidup tokkoh utama. Penggambaran
latar ini juga dapat menguatkan imajinasi pembaca akan kehidupan tokoh yang
sangat nyaman. Gambaran awal situasi latar ini menentukan latar belakang cerita
pada tahap selanjutnya.
Peristiwa bab 2 merupakan suatu permasalahan keluarga, yaitu
pertentangan antara paham lama yang memegang adat dengan paham baru yang
ingin merekonstruksi paham lama tanpa memusuhinya. Permasalahan ini terjad i
antara putri Rubiah dengan Sutan Mahmud Syah.
Pada bab 3, yang terjadi adalah rangsangan peristiwa yang akan menjadi
sebuah petunjuk untuk cerita ke depannya, yaitu Samsulbahri menyatakan mimpi
buruknya kepada Sitti Nurbaya (hlm 53). Pada bab ini dibica rakan mengenai hal
keberangkatan Samsulbahri ke Jakarta yang membuatnya sangat berat hati
meninggalkan orang-orang yang ia sayangi, terlebih setelah ia mendapatkan
mimpi buruk yang selalu terbayang-bayang dalam pikirannya.
Pengenalan tokoh lain juga terja di pada bab 1-3, yaitu Sitti Nurbaya (9-
10), Sutan Mahmud dan Baginda Sulaiman (hlm 14), Datuk meringgih (hlm 15).
Penggambaran tokoh-tokoh ini dibangun dengan tujuan agar pembaca menangkap
kesan bahwa tokoh-tokoh tersebutlah yang akan banyak memiliki inte nsitas
keterlibatan yang tinggi dengan tokoh Samsulbahri. Adanya tokoh -tokoh itulah
121
yang nantinya akan menentukan arah tindakkan yang diambil tokoh Samsulbahri
pada kelanjutan ceritanya.
3.2.2 Tahap Pemunculan Konflik
Konflik dalam karya sastra merupaka n satu hal yang sangat penting dan
tidak dapat diabaikan. Karya sastra tanpa konflik akan menjadikannya hambar dan
tidak menarik, seperti langit tanpa awan, bintang, dan rembulan. Konflik dibangun
oleh pengarang agar pembaca menjadi lebih tertarik untuk me ngetahui cerita
selanjutnya. Membangun rasa penasaran pembaca untuk mengetahui apa yang
akan dilakukan tokoh-tokoh dalam menghadapi konflik. disitulah letak daya tarik
sebuah karya sastra. Konflik yang sederhana, dekat dengan pembaca, dan
penyelesaian konflik yang diambil tokoh itu bukanlah hal yang biasa dilakukan,
akan menjadikan karya sastra tersebut lebih diminati.
Konflik biasa terjadi bila tujuan tidak tercapai (kebutuhan tidakterpenuhi, kepuasan tidak diperoleh, nilai tidak dicapai, dll)karena alasan tertentu.12
Menurut Santoso, berdasarkan kutipan di atas, konfllik terjadi karena
adanya keinginan yang tidak tercapai atau suatu hal yang tidak berjalan sesuai
dengan harapan. Selain itu, hubungan yang tidak berjalan sesuai dengan apa yang
direncanakan dan diidam-idamkan juga dapat menimbulkan konflik. Dengan
begitu dapat kita tarik kesimpulan bahwa konflik akan muncul jika ketidakpuasan
hadir dalam diri.
12 Thomas Santoso, Teori-Teori Kekerasan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 78
122
Lebih detil lagi dari Santoso, Stanton mengatakan kalau konflik terdiri
atas konflik internal dan konflik eksternal. Konflik internal yaitu konflik antara
dua keinginan yang terdapat dalam diri seorang tokoh, sedangkan konflik
eksternal yaitu konflik antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain atau antara
tokoh dengan lingkungannya. 13 Dengan kata lain, konflik internal terjadi terhadap
seorang tokoh atau karakter yang mempunyai dua keinginan, tetapi ia tidak dapat
mewujudkan kedua keinginannya itu karena alasan tertentu. Maka timbulah rasa
penyesalan, kemarahan, dan mungkin kesedihan yang menjadi p angkal sebuah
konflik. Di dalam novel Laila Majnun terdapat dua konflik internal dan eksternal
yang dialami oleh para tokoh.
Qais tidak dapat menemukan jalan untuk keluar dari kesulitan dankebingungan yang dialaminya. Setelah kehilangan hatinya, kini ia jugakehilangan pikirannya. Yang dapat dilakukannya hanyalah berjalan kesana ke mari dalam keadaan tidak sadarkan diri, memuja kecantikan Lailadan menceritakan kebaikan -kebaikannya pada semua orang yangditemuinya. Semakin banyak orang yang berjumpa dan mendengarucapan-ucapannya, semakin bertambah ganjil penampilannya dan semakinaneh tingkah lakunya. Lalu orang -orang mulai menertawai danmencemoohnya. Mereka meneriakinya, “Inilah dia si orang gila, inilah diasi ‘majnun’!” (hlm 11)
Dalam kutipan di atas dapat kita lihat bagaimana konflik sudah muncul
pada bab 3 secara internal. Di sini Qais diceritakan sudah tidak kuat menahan rasa
cinta yang harus dipendamnya. Ia mulai linglung dan kehilangan akal sehat. Ia
berjalan ke sana ke mari dan selalu memuja kecantikkan Laila tanpa
mempedulikan keadaannya. Orang-orang pun mulai memandangnya dengan aneh
dan heran, sampai akhirnya mereka memanggap Qais sudah menjadi gila dan
mereka juga mengganti namanya menjadi Si Majnun, atau “Si Gila”. Kehilangan
13 Op. Cit., hlm. 14
123
kesadaram justru membuat Majnun semakin menjauhi keinginannya. Dengan
keadaan yang seperti itu ia jusru membuat Laila mendapat perlakuan khusus,
yaitu melarang Laila ke luar tenda dan menaruh penjaga di depan tendanya
dengan alasan agar ia tidak bertemu dengan Majnun .
Setelah itu keadaan semakin memburuk dan Majnun menjadi semakin
kehilangan kesadaran. Ia berkelana kesana -kemari melantunkan syair untuk Laila.
Sampai pada suatu ketika Majnun bersama teman -temannya diam-diam menemui
Laila. Ternyata kedatangan Majnun dik etahui oleh keluarga Laila. Karena merasa
nama baik mereka akan tercoreng jika kejadian itu terulang kembali maka
keluarga Laila mulai menaruh penjaga di sekeliling tenda Laila dan juga tidak
memperbolehkan Laila keluar dari tendanya. Pada saat inilah pert ama kali konflik
eksternal muncul, yaitu tertanamnya kebencian keluarga Laila, khususnya ayah
Laila, kepada Majnun.
Tidak lama kemudian berita tentang kunjungan rahasia Majnun ketenda Laila tersebar. Anggota kabilah Laila menjadi marah.Sepanjang siang dan malam, mereka menjaga area sekitar tendaLaila untuk mencegah Majnun kembali. Perlahan -lahan, tanpapernah berbuat kesalahan, Laila menjadi tawanan dari kabilahnyasendiri... dan dari cinta Majnun. (hlm 19)
Setelah itu kembali muncul konflik internal keluarga Majnun yang
mencoba untuk menyembuhkan Majnun dari keadaannya. Mereka mencoba untuk
membujuk Majnun melupakan Laila, bahkan sampai mengajak Majnun ke Mekah
agar anaknya itu tersadar. Tetapi apa yang dilakukan keluarga Majnun justru
membuat Majnun semakin mencintai Laila. Api yang berkobar di dalam hatinya
semakin membesar.
124
Dengan munculnya pertentangan dari keluarga Laila yang menolak
kehadiran Majnun dalam kehidupan Laila juga dengan adanya keinginan keluarga
Majnun agar ia melupakan Laila akan m enimbulkan koflik-konlik yang semakin
berkembang, karena apa yang dilakukan oleh tokoh Mjanun justru menentang
semua tindakkan yang dilakukan terhadapnya. Kehadiran tokoh Laila yang selalu
menuruti orangtua dan memendam cintanya juga akan memberikan sebuah
konflik-konflik lain. Perbedaan jalan dalam menjalani cinta yang sama membuat
cerita semakin berkembang, sehingga konflik -konflik yang akan muncul di
dalamnya pun akan semakin meluas. Tahap pemunculan konflik ini disajikan
Nizami pada Bab 3-8 dan pada Bab selanjutnya konflik-konlik ini semakin
berkembang dan rumit.
Tahap pemunculan konflik dalam novel Sitti Nurbaya terjadi pada bab 4-6,
dimulai dari tindakkan putri Rubiah dan Hamzah yang menanggapi pemikiran
Sutan Mahmud adalah kesalahan yang telah diper buat oleh orang lain, yaitu Sitti
Maryam yang telah mengguna -gunai Sutan Mahmud. Mereka pun berencana
untuk menyewa jasa dukun dan mengguna -gunai Sitti Maryam, walapun dengan
itu mereka dapat membunuhnya.
...“Itu lebih baik,” jawab Sutan Hamzah. “Mati pun tak mengapa,karena perempuan semacam itu tak harus dipelihara. Setelah ia gilaatau mati, saudara hamba tentu mau kawin pula.”“Perkara rambut itu, nantilah hamba pergi ke rumahnya untukmengambilnya,” kata putri Rubiah. (hlm 63 -64)
Cerita ini adalah subtrack dari cerita utama yang tidak diteruskan lagi
kelanjutannya oleh pengarang. Walapun begitu, penulis menganggap ini adalah
sebuah bagian dari tahap pemunculan konflik.
125
Konflik pada cerita utama sendiri muncul ketika Samsulbahri akan
berangkat ke Jakarta. Malam sebelum keberangkatannya ia menyatakn cintanya
pada Sitti Nurbaya. Ternyata Sitti Nurbaya juga sangat mencintainya, mereka pun
berdua akhrinya mengikat janji untuk menjadi suami istri dunia dan akhirat.
“Nurbaya, karena besok aku akan meninggalk an kota Padang ini,akan pergi ke rantau orang, entah berbalik entah tidak, sebab itusangkaku inilah waktunya akan membukakkan rahasia hatiku.Ketahuilah olehmu, Nur, bahwa aku ini sangat cinta kepadamu.Percintaan ini telah lama aku sembunyikan dalam hat iku; sekarangbaru kubukakan, karena pada sangkaku, rahasia itu harus kauketahui, sebelum kita bercerai. Siapa tahu, barangkali tak dapat akukembali lagi; tak dapat bertemu pula. Jika tiada kubukakan rahasiaini kepadamu, pastilah ia menjadi sebagai duri di dalam dagingpadaku; terasa-rasa sebilang waktu. (hlm 72)
“Aku pun demikian pula, Sam” jawab Nurbaya. “Tuhan saksiku,tak ada laki-laki di alam ini yang kucintai lain daripada engkau.Engkaulah suamiku dunia akhirat.” (hlm 76)
Di saat yang berdekatan Datuk Meringgih yang merasa terusik dengan
kekayaan yang dimiliki Baginda Sulaiman mulai merencanakan perbuatan
jahatnya seperti yang terlihat pada kutipan berikut:
Bukan aku suruh engkau mencuri barang -barangnya, karenaberapakah yang akan terbawa olehm u? Aku bukan bodoh. Akutahu akal yang lebih baik, yaitu gudang -gudang dan toko-tokonya harus dibakar, perahu yang membawa barang -barangnyadari Painan harus ditenggelamkan dan orang -orang yang ada disana dibujuk, supaya jangan mau bekerja dengan dia lag i;sekalian pohon kelapanya di Ujung Karang, harus diobati, biarbusuk dan tak berbuah,” kata Datuk Meringgih dengan suarakeras, serta memukul-mukul telapak tangan kirinya dengantangan kanannya, yang dikepalkannya, karena geramnya. (hlm92)
126
Rencana inilah yang nantinya akan membuat kehancuran bagi setiap tokoh. Bukan
hanya Baginda Sulaiman, tetapi Sitti Nurbaya dan Samsulbahri pun akan
menerima imbas dari rencana ini dalam kelanjutan cerita.
3.2.3 Tahap Peningkatan Konflik
Tahap peningkatan konflik te rjadi pada Bab 9-17. Pada Bab ini konflik
yang telah terjadi sebelumnya semakin berkembang. Di sini pertentangan yang
dintunjukkan oleh keluarga Laila terhadap Majnun semakin keras. Keluarga Laila
mengambil keputusan akan melakukan apa saja untuk menjinakk an Majnun,
meski dengan pedang. Itu berarti mereka siap membunuh Majnun jika Majnun
masih saja melakukan hal yang dapat mengganggu nama baik Laila dan
kabilahnya.
Segera setelah delegasi berbicara, sang Perdana Menteri bangkitdari singgasananya, mencabut pedangnya dan memperlihatkannyakepada seluruh anggota delegasi. “Jinakkan orang gila itu denganini, jika kalian mampu”, ujarnya. “Dan semoga kalian beruntunng.”(hlm 36)
Konflik yang berkembang selanjutnya adalah konflik internal di diri
Majnun. Majnun semakin terpuruk pada cintanya yang tak terbalaskan. Ia semakin
menjauhi kehidupan manusia dan pergi jauh ke belantara padang pasir dalam
kesendirian dengan terus menyenandungkan syair -syair yang memuja kecantikan
Laila dan ketidakberdayaannya pada cinta . Pada saat ayah Majnun mengajak
Majnun untuk kembali pun Majnun menolaknya, bahkan ia mengatakan kepada
ayahnya kalau yang terjadi padanya adalah suratan takdir yang tidak bisa
diubahnya. Ini menunjukkan ketidakberdayaan sang Sayid dalam memenuhi
127
harapannya sekaligus sang Sayid merasa hatinya semakin hancur ketika ia
mengtahui anaknya menolak ajakannya. Sebagai orangtua ada perasaan gagal
dalam mendidik anaknya yang semata wayang. Penyesalan besar tergambar
dalam diri ayah Majnun.
“Duhai Anakku tersayang, kau lebih berharga bagiku daripadakehidupan itu sendiri. Aku mohon padamu, pulanglah! Apa yangkau dapat dari gunung ini selain kepedihan, kesenndirian, dan airmata? Kalau kau tetap di sini, kegilaanmu akan bertambah danpada akhirnya kau akan tersesat selamanya – bahkan tersesat daridirimu sendiri. Pedang kematian sudah bergantung di atas lehermu,sebagaimana ia juga bergantung di atas leher kita semua, olehsebab itu kau harus mengumpulkan semua kewarasanmu selagimasih ada waktu. Tinggalkan neraka in i dan kembalialah bersamakami; pilihlah kenikmatan, bukan kesengsaraan, dan jika kaumelakukan itu maka musuh-musuhmu akan menangis!” (hlm 41)
“Namun, duhai Ayahku, engkau memintaku untuk melakukansesuatu yang mustahil. Aku tidak memilih jalan yang aku tempuh:aku telah dilemparkan ke dalamnya. Aku terbelenggu dan terikatoleh rantai besi, tapi bukan aku yang mengikatkan belenggu itu.Aku menjadi budak dari cinta karena suratan dari takdirlah yangmenjadikanku seperti itu…”(hlm 43)
Laila yang selama ini membungkus perasaan cintanya dengan sangat rapi
akhirnya tidak sanggup menahan rasa ingin mengungkapkan. Suatu ketika ia pun
menyenandungkan perasaan cintanya kepada Majnun di taman. Secara tidak
sengaja, melalui perantara seorang pengembara yang tidak d ikenal, Laila
mendengarkan syair-syair Majnun yang tak berdaya menahan cintanya pada Laila.
Laila langsung menangis mendengarkannya. Laila merasakan kepedihan yang
dialami Majnun melalui syair -syair yang disenandungkan oleh musafir itu.
Pada saat itu teman Laila melihat Laila menangis mendengarkan syair dari
Majnun. Ia segera memberitahukan ibunya Laila. Mendengar itu justru ibunda
128
Laila berkata dalam hati kalau Laila tidak boleh melakukan apa yang dihasratkan
oleh hatinya karena Majnun adalah seorang yang telah kehilangan kewarasannya.
Ibunda Laila berpikir seperti itu karena takut Laila menjadi gila seperti Majnun
yang kehilangan kewarasannya. Tetapi ia pun menentang pikirannya itu dengan
pemikiran lain, yaitu keterpisahan Laila dari Majnun akan membuat L aila binasa
dan kebinasaan Laila pasti akan menjadi kebinasaannya sendiri. Sekiranya
begitulah pergolakan konflik internal ibunda Laila dalam menangani kasus
percintaan Laila dan Majnun.
Lalu pada hari itu juga, teman Laila itu datang menemui ibundaLaila dan menceritakan segala yang ia lihat. Ibunda Laila mulaimenangis, tak memapu menanggung beban pikiran penderitaananak gadisnya. Tapi apa yang dapat ia lakukan? Sekuat apa pun iaberusaha, ia tidak dapat menemukan jalan keluar. “aku tidak bolehmembiarkan Laila melakukan apa yang dihasratkan oleh hatinya”,dia berkata pada dirinya sendiri, “karena Majnun sungguh gila dantidak boleh didekati. Jika Laila sampai melihat Majnun, maka diapun akan menjadi gila. Namun jika aku tetap bersabar,keterpisahannya dari Majnun akan membinasakannya. Dan apapunyang membinasakan Laila akan membinasakanku juga.” (hlm 55)
Konflik bertambah dengan munculnya Ibnu Salam. Ketika Ibnu Salam
melihat Laila menangis di taman justru ia terpesona dengan kecantikkan Laila.
Dengan segala yang ia miliki akhirnya Ibnu Salam mengirimkan delegasi untuk
melamar Laila. Meskipun saat itu ayah Laila berkata Ibnu Salam harus bersabar,
tetapi ia menerima lamaran Ibnu Salam tanpa mengetahui bagaimana sebenarnya
perasaan Laila saat itu.
Di lain sisi, Majnun mendapat seorang teman yang bernama Naufal.
Naufal sangat kasihan kepada Majnun dan berjanji akan membawakan Laila
untuknya meski dengan cara apa pun. Di sini Majnun langsung tersenyum senang
129
mendengar temannya berkata seperti itu. Seperti itulah perkembangan konflik
yang terjadi dan akan semakin berkembang menjadi klimaks cerita yang akan
menentukan kisah cinta antara Laila dan Majnun.
Dalam novel Sitti Nurbaya, tahap peningkatan konflik terjadi pada bab 7 -
10. Bab ini adalah proses di mana harta kekayaan milik Baginda Sulaiman ludes
dalam hitungan jam.
... Sejam kemudian daripada itu, habislah ketiga toko BagindaSulaiman terbakar dengan isinya. Tinggal abu dan bekas -bekasrumah saja lagi. Usaha yang bertahun -tahun, perceraian yangsekian lama, habis dimusnahkan api dalam sejam. Tatkala ituberhembuslah angin topan, disertai hujan yang sangat lebatsehingga api dalam sekejap mata pun padamlah. (hlm 109 -110)
Datuk meringgih telah berhasil menjalankan rencananya untuk membakar toko
Baginda Sulaiman hingga tiada barang yang tersisa. Mulailah terjadi malapetaka
yang berturut-turut pada Sitti Nurbaya. Di lain sisi mimpi buruk Samsulbahri
kembali datang menghantuinya, sehingga ia merasakan keganjilan yang amat
sangat pada mimpinya itu.
“Heran,” katanya dalam hati, tatkala ia duduk termenung seorangdiri, di atas sebuah batu, dalam pekarangan sekolah, “mimpikuyang dahulu itu datang pula menggoda pikiranku. Senanglahhatiku, tatkala ingatan kepada mimpi celaka itu mulai hilang; akantetapi apakah sebabnya sekarang ini datang pula sekonyong -konyong menggoda hatiku?... (hlm 111)
Apa yang dirasakan Samsulbahri ternyata menjadi kenyataan. Melalui
surat Nurbaya menceritakan semua penderitaan yang dialaminya. Semua
penderitaan yang diakibatkan oleh Datu k Meringgih, sebagaimana yang telah
Samsulbahri mimpi-mimpikan.
“sekarang apa hendak kukatakan? Karena demikianlah rupanyanasibku yang telah tertimpa. Walau bagaimana pun juga hendak
130
kutolak atau kuhindarkan diriku padanya, niscaya akan sia -siabelaka pekerjaan itu, karena untung dan nasib manusia ditentukan,semenjak ia di rahim bunda kandung.Bukankah telah kukatakan dalam pepatah: malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih? Bukankah setahun yang telah lalu,telah engkau ketahui untungku, karena e ngkau telah mendapatmimpi tentang nasibku itu? Sekarang datanglah waktunya rupanya,aku harus menepati nasibku itu, tak dapat dipungkiri lagi. Aduahisia-sialah segala cita-cita dan kenang-kenanganku, lenyap segalaharapanku, putus tali tempat bergantung… ?” (hlm 113)
Ayahku karena ada sabarnya, rupanya dengan sepenuh -penuhhatinya menyerahkan untungnya kepada Tuhan Yang Mahakuasadan memohonkan karunianya. Itulah pula yang menimbulkan ajaibhatiku, karena kelak akan nyata kepadamu, bahwa Tuhan telahmeninggakan kami dan tiada tolong kami lagi, walapun tiadakuketahui, apakah dosa dan kesalahan yang telah kami perbuat.Segala kesengsaraan dan kecelakaan datangnya bertimpa -timpa,sebagai adalah kutuk yang telah jatuh ke atas kepala kami; karenadua hari kemudian daripada itu datanglah anak perahu ayahkuyang biasa membawa dan mengambil barang perniagaan dariTerusan dan Painan mengabarkan, kelima perahu ayahku telahkaram di laut, dilanggar topan yang berhembus, tatkala malamkebakaran itu. Suatu pun dari mua tannya tak ada yang ketolongan,sedangkan sekalian anak perahu, niscaya akan mati di laut, jikatiada ditolong oleh perahu lain. (hlm 115)
Sitti Nurbaya telah menyadari kalau yang menjadi dalang dari
kesialan itu adalah Datuk Meringgih, tetapi ia dan Bag inda Sulaiman tidak
dapat berbuat apa-apa untuk menghukum. Bahkan untuk menghindar dari
kesialan selanjutnya pun mereka tidak bisa. Akhirnya mereka hanya bisa
menerima dengan pasrah semua kesialan itu dan berharap Tuhanlah yang
membalaskan semua penderitaan mereka kepada Datuk Meringgih.
Aku tiada tekata-kata lagi; sejak terbakar toko-toko ayahku, hatikutak dapat kusenangkan. Acapkali menangislah aku pada malamhari mengenang nasibku yang malang ini. Mimpimu pun selaluterbayang-bayang di mataku. Setelah Datuk Meringgih menagihpiutangnya, tiadalah aku dapat tidur setiap malam, melainkanselalu menangis bersedih hati. Kerap kali aku terkejut, karenasebagai kelihatan olehku Datuk Meringgih datang menguasai aku.
131
Dengan demikian, badanku menjadi kurus kering tinggal kulitpembalut tulang. Jika engkau lihat aku sekarang ini, pastilah takkenal lagi engkau kepadaku. Demikianlah perubahan badanku,karena sedih, susah, takut, dan makan hati.” (hlm 117)
Mendengar perkataan ayahku ini, tiadalah dapat kutahan lagi s edihhatiku, hancur luluh rasa jantungku, lalu menangislah aku tersedu -sedu di dada ayahku, sehingga basahlah baju dan kakinnya, karenaair mataku yang bercucuran. Tiadalah kujawab perkataannyasepatah pun karena dadaku bagaikan pecah dan leherku bagaitekunci. (hlm 117)
“Oleh sebab hendak menolong aku, anakku menyerahkan dirinyakepadamu, untuk memuaskan hawa nafsumu dan hatimu, yangsebagai hati binatang itu.” Kata ayahku kepada Datuk Meringgih.“barulah sekarang kuketahui bahwa kejatuhanku ini semata -matakarena perbuatanmu juga karena busuk hatimu, dengki dan takdapat engkau melihat orang lain berharta seperti engkau. Denganberbuat pura-pura bersahabat karib dengan aku, kau perdayakanaku, sampai jatuh ke dalam tanganmu dan harus menurut sebarangkehendakmu yang keji itu. Tetapi ta apa, Datuk Meringgih! Tuhantiada buta; lambat laun engkau beroleh juga hukuman ataskhianatmu ini,” lalu ayahku menuntun aku masuk ke dalam rumah.(hlm 120-121)
Penderitaan yang dialami kekasihnya dan disebabkan oleh Datuk
Meringgih membuat Samsulbahri sangat geram. Sampai pada suatu ketika ia
pulang kembali ke Padang dan bertemu dengan Sitti Nurbaya. Di sela pertemuan
itu, ia bertemu pula dengan Datuk Meringgih. Terjadilah pertengkaran yang
berujung pada pekelahian antara Samsulbahri dengan Datuk Meringgih.
Mendengar maki nista ini, merah padamlah muka DatukMeringgih, lalu diangkatnya tongkatnya dan dipalukannya kepadaSamsu. Tetapi tatkala itu juga Samsu melompat ke kiri, serayamenarik Nurbaya, sehingga palu Datuk Mering gih itu jatuhmengenai bangku, tempat mereka duduk tadi dan dengan segeraSamsu melompat ke hadapan, meninju muka Datuk Meringgihdengan kedua belah tangannya berturut -turut, serta kakinya punmenendang perut lawannya ini, sehingga jatuh Datuk Meringgih,terbanting ke tanah, lalu berteriak minta tolong, “Pendekar Lima,tolong aku!” (hlm 152)
132
Perkelahian itu ternyata berujung duka yang sangat mendalam pada Sitti
Nurbaya juga Samsulbahri. Ayah Baginda Sulaiman yang mendengar terjadinya
perkelahian akhirnya memaksakan diri untuk bangun, sehingga ia terjatuh dan
meninggal. Perkelahian itu pun menyebabkan kemarahan Sutan Mahmud pada
Samsulbahri, sehingga Samsulbahri diusir dari rumahnya dan tidak diakuinya lagi
sebagai anak. Kedua musibah ini sangat membuat Sitt i Nurbaya dan Samsulbahri
semakin terpukul.
Maka menjeritlah Nurbaya menangis tersedu -sedu denganmengempas-empaskan dirinya, tak dapat disabarkan lagi, lalu jatuhpingsan. Mayat Baginda Sulaiman dan Nurbaya yang pingsan,diangkat oranglah ke dalam rumahny a, dibaringkan di ruangtengah dengan Nurbaya dan diciumkan minyak kelonyo kehidungnya, barulah ia sadarkan dirinya pula, lalu meratap amatsedih. (hlm 154)
Setelah berheni sejurus, berkata pula Sutan Mahmud,“Kesalahanmu ini tak dapat aku ampuni, karena sangat memberiaib. Pergilah engkau dari sini! Sebab aku tak hendak mengakuiengkau lagi. Yang berbuat demikian, bukan anakku.” (hlm 156)
Akhirnya, dengan perasaan sedih yang mendalam, Samsulbahri
meninggalkan Padang di malam yang gelap gulita, meninggal kan dua orang yang
sangat dikasihinya, yaitu ibunya dan Sitti Nurbaya.
Tatkala pukul tiga malam, bangunlah ia perlahan -lahan dari tempattidurnya, lalu dimasukkannya sekalian pakaiannya ke dalam petinyadan keluarlah ia dari jendela biliknya. Setelah sampa i ke pintupekarangan rumah orangtuanya, menolehlah ia ke belakang, kerumah Nurbaya, lalau berhenti sejurus lamanya dan berkataperlahan-lahan, “Selamat tinggal ibu dan kekasihku! Aku hendakberjalan, barang ke mana dibawa nasibku yang malang ini. Jika ad aumurku panjang, mungkin akan bertemu juga kita di dalam duna ini;jika tidak, bernanti-nantilah kita di akhirat. Di sanalah kita dapatbertemu pula, bercampur selama -lamanya, tiada bercerai lagi. (hlm157)
133
Pertemuan Sitti Nurbaya dengan Samsulbahri dan perkelahian yang
dilakukan oleh Samsulbahri dan Datuk Meringgih menyebabkan konflik
hubungan keduanya akan berkembang menjadi klimaks cerita yang menentukan
kisah kehidupan Samsulbahri dan Sitti Nurbaya.
32.4 Tahap Klimaks
Klimaks cerita Laila Majnun terjadi pada Bab 18-21. Peristiwa terjadi
ketika akhirnya Naufal ingin mewujudkan janjinya kepada Majnun, yaitu
mengambil Laila. Naufal bersama Majnun membawa banyak pasukan untuk
mengambil Laila secara paksa sekali pun.
“... Aku berjanji dengan segenap hatiku. Bahkan bila dia berubahmenjadi burung dan terbang jauh ke dalam langit Tuhan yang takterbatas, atau menjadi sepercik api dalam sebongkah batu api padabebatuan di perut bumi Tuhan, aku akan mencarinya danmembawakannya untukmu. Aku tidak akan is tirahat samapi akudapat mempersatukan kalian dalam pernikahan.” (hlm 63)
“Apakah kau sungguh-sungguh meragukan kata -kataku?” tanyaNaufal. “Kalau begitu, marilah kita membuat perjanjian. DemiAllah Yang Maha Kuasa dan Rasul -Nya Muhammad aku berjanjibahwa aku akan bertempur bagaikan singa untukmu dankepentinganmu, bahkan mengorbankan nyawaku jika harus.” (hlm64)
Kedatangn Naufal dengan pasukannya dan bersama Majnun tidak membuat ayah
Laila gentar dan memberikan Laila kepada Majnun, tetapi justru itu me mbuat
ayah Laila semakin benci pada Majnun. Ayah Laila pun mengumpulkan bala
tentara yang lebih banyak dibandingkan bala tentara Naufal. Ketegangan mulai
meninggi dengan adanya pertentangan yang berujung pada peperangan yang tidak
dapat terhindarkan lagi.
134
“Aku, Naufal, dengan ini menyatakan niatku untuk berperangdenganmu. Pasukanku telah bersiaga dan kami siap untukbertempur denganmu sampai tetes darah terakhir hingga kamimemperoleh kemenangan. Ada satu jalan keluar untuk mencegahperang ini, yaitu bila kalian menyerahkan Laila padaku; jika kalianmenolak, maka pedang yang akan berbicara. Aku bertekadmenyerahkan Laila ke tangan orang yang sangat mencintainya,satu-satunya lelaki di dunia ini yang patut mendapatkannya. Itulahtujuanku.” (hlm 69)
“Kami telah mempertimbangkan perkataanmu dengan seksama.Inilah jawaban kami: Laila bukan mainan yang bisa dimiliki begitusaja oleh siapa pun yang menginginkannya. Secantik apa punrembulan, ia tidak dapat diraih oleh setiap orang yang jatuh cintakepadanya. Apakah kau berniat untuk merampas apa yang bukanmilikmu? Apakah engkau menyulut peperangan di antara kita demisesuatu yang bukan hakmu? Apakah engkau nekad memintasesuatu yang mustahil, kemudian mengancam kami dengankematian bila kami tidak memenuhi permin taanmu? Kau iblis darineraka! Majulah, kalahkan kami, jika kau mampu!” (hlm 70)
Perang terjadi di medan laga sangatlah sengit, tetapi tak kalah sengit
perang pun terjadi di dalam hati Majnun. Konflik internal yang sangat kuat terjadi
di dalam hatinya sehingga ia menghianati temannya dengan perasaannya yang
mendukung dan mendoakan pasukan musuh. Majnun yang seyogyanya harus
mendoakan dan mendukung orang yang membantunya justru mendoakan orang
lain karena dorongan hatinya yang tidak tertahankan.
Akhirnya, perasaan itu menjadi terlalu kuat untuk dapat iatundukkan. Bilamana seorang prajurit musuh menyerang ataumenjatuhkan anak buah Naufal dari pelana kuda, ia bersorak sorai;bilamana seorang prajurit Naufal menetak musuh, ia meraungsedih. (hlm 72)
Perang yang begitu sengit akhirnya ditunda dengan diadakannya gencatan senjata.
Pasukan Naufal menyetujuinya dan menarik pasukannya mundur. Ketegangan
masih tetap tinggi, karena dengan mundurnya Nauafal dan pasukannya membuat
Majnun merasa sangsi dengan kesunggu han Naufal bahkan menyalahkan Naufal.
Bahkan Majnun mengancam Naufal kalau dia akan memutuskan hubungan
135
persahabatannya dan melupakan bagaimana ia menghianati temannya pada saat
peperangan.
“Dan sekarnag engkau telah berhasil dalam membuat temankumenjadi musuhku. Pintu yang ingin kumasuki dalam kedamaian,berkat kau, terkunci selamanya sementara kuncinya telah merekabuang.!“engkau telah merubah niat baikku menjadi keburukkan, semuaatas nama persahabatan! Engkau bukan temanku; aku, dengan inimemutuskan tali persahabatan denganmu. Bagaimana mungkinkita bisa bersahabat? Aku merasa bagaikan seorang raja dalamcatur yang disekak mati oleh kudanya sendiri! Aku merasabagaikan anjing penjaga yang ditembus oleh anak panah yangdiarahkan oleh sang penggembala kepada srigala.“Memang engkau sangat agung ketika tiba saatnya untukberderma, tapi ketika harus memenuhi janjimu, kau begitu kerdil.Bahkan sangat kerdil. (hlm 75-76)
Mendengar pernyataan temannya seperti itu Naufal merasa sangat malu, hingga
akhirnya ia membawa lebih banyak pasukan untuk mengambil Laila. Kembali
peperangan terjadi dengan sengit hingga akhirnya Naufal memenangkan
peperangan itu. Tenyata kemenangan Naufal dalam peperangan bukanlah
kemenangan yang sebenarnya, karena meskipun Naufal dan pas ukannya
memenangkan peperang tetapi mereka tidak berhasil untuk mendapatkan Laila
sebagai rampasan perang. Berkat kepandaian ayah Laila dalam bernegosiasi dan
berbicara Laila akhirnya tidak dapat direbut oleh Naufal dan itu merupakan
kemenangan besar bagi ayah Laila atas Majnun.
Begitu selesai berbicara, seorang lelaki dari kabilah yang kalahmaju mendekati Naufal. Ia adalah ayah Laila, punggunya telahbungkuk oleh penderitaan dan rasa malu. Perlahan, ia berlutut dihadapan Naufal. Bersujud di tanah, di ka ki sang pemenang danmulai mengiba. “ Hai Naufal! Kau adalah kebanggaan orang -orangArab dan pengeran seluruh manusia! Aku adalah seorang renta –orangtua yang hatinya telah ahncur dan punggungnya telahbungkuk oleh pergantian waktu. Malapetaka telah membu atku
136
bersimpuh; duka cita telah menyesakkanku. Kesalahan dankekejian ini telah ditumpahkan ke atas pundakku dan bila akuberpikir tentang darah yang telah tertumpah karena aku, akuberharap bahwa bumi Tuhan ini akan terbelah dan menelankuhidup-hidup. Sekarang waktunya untuk kau memutuskan. Jika kauakan membiarkan anakku hidup, maka aku akan berterima kasih.Jika kau berniat membunuhnya, maka bunuhlah dia! Sembelihlahlehernya dengan belatimu, hujamkan pedangmu ke dalamjantungnya, injak-injak tubuhnya dengan kaki-kaki kudamu jikamenginginkannya. Aku tidak melawan.“tapi ada satu hal yang tidak dapat aku terima. Tidak akan pernah,selagi aku masih ayahnya, kuserahkan anakku kepada orang sintingini, kepada iblis dalam bentuk manusia ini, kepada orang gila ini,kepada “majnun” ini – tidak akan pernah! Lebih baik kau ikatorang gila ini dengan rantai besi dan penjarakan ia, bukan diikatdengan tali pernikahan dan membiarkannya berkeliaran. (hlm 79 -80)
Dengan perkataan seperti kutipan di atas Naufal menjadi bimbang. Kali ini para
pembantu dan penasihat Naufallah yang menghianati Majnun dengan
menyalahkannya. Mereka berkata bahwa semua kesalahan ini, yaitu Majnun tidak
dapat memiliki Laila adalah atas kesalahan dan dosanya sendiri. Ini membuat
Majnun menjadi berang. Ia sangat marah kepada sahabatnya karena merasa telah
dikhianati. Setelah mengutarakan kalimat -kalimat kekecewaannya, ia pun
menyentakkan tali kekang kudanya tanpa berpamitan, melintasi gurun pasir,
menuju hutan belantara. Ini adalah klimaks dalam n ovel Laila Majnun, yaitu di
mana Majnun telah menganggap semua orang adalah musuhnya yang siap
menjatuhkannya ke dalam jurang penderitaan. Apa yang dilakukannya justru
adalah kesalahan yang membuat dia semakin terpuruk, hingga akhirnya ia harus
menerima konsekuensi atas semuanya, yaitu kekecewaan yang sangat mendalam.
Pada novel Sitti Nurbaya, klimaks cerita terjadi pada bab 11 -13. peristiwa
yang terjadi adalah setelah meninggalnya Baginda Sulaiman dan diusirnya
137
Samsulbahri, Sitti Nurbaya kabur dari Datuk Meringgih dan pergi ke Jakarta
untuk menemui Samsulbahri. Tak disangka perbuatannya itu diketahui oleh Datuk
Meringgih yang mengirim orang untuk membunuhnya. Ketika gagal, ia juga
mengadukan tuduhan palsu kepada polisi kalau Sitti Nurbaya telah mencuri uan g
di rumahnya, sehingga Sitti Nurbaya dengan terpaksa harus kembali ke Padang.
Dalam hal yang sedemikian, tiba -tiba kelihatan seorang laki-laki,yang berpakaian serba hitam, datang dengan cepat mendekatiNurbaya, yang sedang duduk di kursinya, tak dapat be rdiri, karenapusing. Dengan segera orang itu memegang badan Nurbaya, lalumengangkat dan membawanya ke sisi kapal, hendakmelemparkannya ke dalam laut. Tatkala dilihat oleh Nurbayaorang itu yaitu Pendekar Lima, yang dikenalnya, hendak menikamSamsulbahri dulu, berteriaklah ia minta tolong serta berkuat,hendak melepaskan dirinya dari tangan penjahat ini. (hlm 179)
Pada keesokkan harinya, berlayarlah Nurbaya pulang ke Padang,bersama-sama kusir Ali, diantarkan oleh seorang opas polisi.Dengan tolong Allah, adalah selamat perjalanan itu tiada kurangsuatu apa.Setelah sampai di Padang diperiksalah perkara itu, dan nyatalahbahwa Nurbaya tiada bersalah apa -apa, dalam perkara ini,hanyalah khianat Datuk Meringgih, yang pura -pura berbuatsebagai barang dan uangnya dilarikan Nurbaya, supaya istrinya inidikirimkan kembali ke Padang. (hlm 190)
Permaslahan itu membuat Datuk Meringgih semakin geram, sehingga
suatu saat ia pun kembali menyuruh orang untuk membunuh Sitti Nurbaya. Sitti
Nurbaya akhirnya tewas di tan gan orang suruhan Datuk Meringgih. Hampir
bersamaan dengan itu, ibu Samsulbahri, Sitti Maryam, pun akhirnya meninggal
dunia karena tidak kuat menahan penderitaan. Dua orang yang Samsulbahri cintai
kini telah meninggalkannya.
“Masakan keempatnya dimakan Nur baya sebab sebuah lemangpun cukup untuk membawa dua tiga orang ke pintu kubur. Akantetapi, tahu benarkah engkau, keempatnya berisi gula?”
138
“Tahu, sebab yang berisi gula itu, kupisahkan.”“Jika demikian, tentulah sampai maksud kita, sekali ini,” kataPendekar Lima.“Turutlah aku!” lalu hilanglah keduanya pada tempat gelap.Pada keesokkan harinya, tatkala sampai kabar kematian Nurbayaini kepada Sitti Maryam, yang sedang sakit keras di kampungsebelah, karena terkejut ditinggalkan anaknya Samsu, tiba -tibaberpulanglah pula Ibu Samsulbahri ini, sebab kabar itu rupanyasangat menyedihkan hatinya. (hlm 214)
Meninggalnya kedua orang yang disayangi merupakan puncak dari emosi
Samsulbahri, emosi yang tiada tertahankan lagi olehnya, emosi yang
membawanya ke dalam jurang keputusasaan. Setelah ia mendengar kedua orang
yang sangat dicintainya meninggal, Samsulbahri merasa sangat putus asa.
Pengharapan yang selalu dijunjungnya untuk bertahan hidup kini sudah
meninggalkannya. Ia pun menulis surat terakhir kepada ayah da n temannya,
menyatakan kalau ia memutuskan untuk bunuh diri dengan menembakkan pistol
ke kepalanya.
Setelah sejurus ia mencari, kelihatanlah olehnya dari jauh sebagaiorang duduk di atas sebuah bangku, membelakang kepadanya.Tangannya yang kanan diangkatnya ke kepalanya, seperti hendakmemberi tabik. Tatkala diperhatikan benar orang ini, nyatalah yangduduk itu Samsu, yang sedang mengacungkan sebuah pistol kekepalanya. Dengan tiada berpikir lagi menjeritlah ia, “Samsu, ingatakan dirimu!” sambil melompat m emburu sahabatnya itu.
Akan tetapi terlambat, karena tatkala itu juga didengarnya bunyipistol dan dilihatnya Samsu rebah ke bangku. Segera Arifin lari kebangku itu dan di sana dilihatnya sahabatnya ini tiada ingatkan dirilagi dan kepalanya berlumuran d arah. Arifin tiadalah terkata -katadan tak tahu apa yang akan diperbuatnya, lalu berteriak mintatolong. (hlm 227)
139
3.2.5 Tahap Penyelesaian
Pada tahap ini semua konflik yang terjadi diselesaikan atau diberikan jalan
keluar dengan mengendorkan ketegang an. Dalam novel Laila Majnun tahap ini
berjalan sangat lambat, karena Nizami menceritakan penyelesaian dalam bentuk
kesedihan yang sangatlah lambat. Tahap ini berjalan dari bab 22 -53.
Setelah konflik besar yang terjadi sebelumnya, Majnun menyembunyikan
dirinya di padang pasir seorang diri. Ia hanya melakukan kegiatan yang bersifat
menghukum dirinya sendiri. Bahkan ia rela tangan dan kakinya terikat rantai besi,
badannya dicambuk, dan ditonton orang banyak. Ini merupakan konsekuensi yang
ia ambil sendiri untuk menebus kesalahannya.
Majnun berlutut di tanah dan memohon kepadanya: “ demi kasihsayang Tuhan, lepaskan rantai dari tangan dan kaki lelaki malangini dan kenakan mereka padaku, karena akulah yang seharusnyadirantai, bukan dia! Kau lihat, aku benar -benar gila!“benar, aku adalah si malang sial yang pikirannya telahdibinasakan oleh cinta. Ikat aku dan bawalah aku bersamamu!Pertontonkan aku dalam belenggu rantai, bukan dia, dan berapapun yang kau peroleh silahkan kau simpan; aku tidak tertarikkepada uangmu sedikit pun.” (hlm 98-99)
Lihat telah menjadi apa aku! Aku menjalankan penebus dosakarena aku telah membuatmu dan kaummu menderita di tanganNaufal. Untuk menebus dosaku, aku telah mengorbankankebebasanku dan inilah aku, dibelenggu dan terikat , menanti untukdisiksa. Aku tahu aku telah bersalah, dan beban dosaku begitubesar hingga aku tidak akan pernah dimaafkan. (hlm 99-100)
Di lain sisi keputusan Majnun yang menghukum dirinya sendiri ternyata
berakibat pada orang-orang yang disayanginya. Ayahnya yang merasa dirinya
telah gagal mengajak dan mendidik anak akhirnya meninggal dunia dalam
kedukaan. Ia tak sanggup menanggung beban penderitaan pikirannya.
140
Hari-hari siangnya sama gelapnya dengan malamnya. Dia akanduduk di pojok tendanya, menunggu sebuah isyarat yang akanmengabarkan keberangkatannya menuju tempat peristirahatanterakhir yang abadi. Dia tahu bahwa isyarat itu tidak akan lama lagidatang, karena dia telah melewati ketiga papan penunjuk yangmenuju ajal: Penderitaan, kelemahan, dan K erentaan.… Dan hanya dua hari berselang setelah orang tua itu kembali dirumahnya, ia meninggal dunia. Jiwa dan arwahnya akhirnya bebas.(hlm 130)
Begitu pula dengan ibunda Majnun yang meninggal dalam kedukaan karena ia
tidak bisa membujuk anaknya untuk kembali.
Salim merangkul pundak keponakkannya dan berbicara denganhati-hati, “ibumu menderita ketidakbahagiaan yang sangat hebatketika ia masih hidup. Sekarang ia telah pergi, ia telahmengucapkan selamat tinggal pada rumah penderitaan ini dan telahpergi ke tempat yang lebih baik. Kau tidak bersamanya ketika iapergi, namun pikirannya bersamamu. Di akhir hayatnya, iamerindukanmu sebagaimana dulu ayahmu merindukanmu. (hlm184)
Laila yang tak sanggup menanggung beban penderitaan hidup karena harus terus
menahan cintanya pun akhirnya meninggal dunia setelah penyakit bersarang
ditubuhnya.
“bibir Laila bergetar dan, dengan air mata mengalir di pipinya, diamemanggil nama kekasihnya untuk terakhir kalinya. Ketikasuaranya melemah, cahaya di matanya meredup dan arwahnyamelayang bebas dari belenggunya. (hlm 214)
Semua penderitaan Majnun telah sempurna. Setelah ayah, ibunya, dan kini orang
yang paling dicintainya meninggalkannya, ia pun semakin terpuruk dalam
penderitaan. Ia menggeliat-geliat di tanah seperti ular gila yang menjaga hartanya.
Dalam kesedihannya Majnun pun meninggal dunia di atas makam Laila.
Majnun menutup matanya dan berbaring di atas makam Laila,mendekapkan tubuhnya kepada tanah dengan segenap tenaganyayang tersisa. Bibirnya yang kering be rgerak-gerak dalam do’a yang
141
lirih; kemudian, dengan kata -kata, “Laila, kekasihku….”Arwahnya terbebas, dan ia pun telah tiada. (hlm 220)
Akhirnya ia dimakamkan berdampingan dengan makam Laila. Karena hanya
dalam kematianlah mereka dapat bersanding untuk selamanya.
Setelah hewan-hewan itu pergi, orang-orang mulai beranimendatangi makam itu. Anggota dari kedua kabilah – kabilah Lailadan kabilah Majnun – datang untuk bersimpuh dan menangis padamakam di mana orang kesayangan mereka terbaring. Hanya dalamkematian, mereka diizinkan untuk bersanding. Sebuah nisan dibuat,dan di atasnya ditatah kata-kata:
Sepasang kekasih terbaring dalam kesunyian,Disandingkan di dalam rahim gelap kematian.Sejati dalam cinta, setia dalam penantian,Satu hati, satu jiwa di dalam surga keabadian.
(hlm 220-221)
Dalam Novel Sitti Nurbaya tahap penyelesaian terjadi di bab 14 -16. Pada
bab sebelumnya pengarang seolah menutup cerita dengan kematian Samsulbahri.
Pengarang mencoba membawa pembaca berpikir bahwa Samsulbahri sudah
meninggal dunia. Sebagai gantinya, pada tahap ini muncu lah sosok baru, yaitu
Letnan Mas, seorang tentara Belanda yang berasal dari Padang. Letnan Mas
adalah tentara yang sangat ditakuti oleh musuh -musuhnya, karena hampir di
setiap peperangan berhasil dimenang kannya.
Di padang terjadi pemberontakkan besar -besaran yang dipimpin oleh
Datuk Meringgih mengenai penolakkan kebijakkan belasting, Letnan Mas pun
dikirim ke Padang untuk menanganinya. Setelah ia sampai di Padang, segera ia
menuju tempat pemakaman Nurbaya , Sitti Maryam, dan Baginda Sulaiman. Di
sinilah diketahui kalau Letnan Mas adalah Samsulbahri yang masih hidup.
142
...tatkala dibacanya huruf yang tertulis pada batu nisa kubur yangsaling berdekat-dekatan itu nyatalah kepadanya, bahwa kuburitulah yang dicarinya. Karena tiada tertahan oleh Letnan Mashatinya, segeralah ia masuk ke dalam makam ini, lalu berlutut diantara kedua kubur yang berjauh -jauhan itu, sambil memelukkeduanya dengan kedua belah tangannya. Di situ menangislah iatersedu-sedu, seraya meratap demikian, “Aduhai Nurbaya danIbu yang sangat hamba cintai! Mengapakah sampai hati benarmeninggalkan hamba seorang diri di dunia ini? Berjalan tiadahendak berkata-kata, pergi tiada hendak membawa -bawa.Mengapakah tiada hamba diajak pergi bersama -sama dan tiadadinantikan hamba, supaya boleh hamba temani, dalam perjalananyang jauh itu? Dan tatkala telah ditinggalkan, mengapa tidaklekas dijemput, dibiarkan sepuluh tahun lamanya mengembarakesana-kemari, mencari jalan akan mengikut bunda dan adinda,sehingga sampai, sehingga sampai pada waktu ini pekerjaan itusia-sia belaka. (hlm 257)
Peperangan pun dimulai dengan sengit, sampai pada saat perang antara
Letnan Mas dan Datuk Meringgih. Mereka saling berhadap -hadapan satu lawan
satu. Datuk Meringgih sangat terkejut ketika mengetahui bahwa Letnan Mas
adalah Samsulbahri. Perkelahian di antara mereka pun terjadi lagi.
Seteleh diamat-amatinya Letnan Mas ini, terperanjatlah ia lalusurut beberapa langkah ke belakang, seraya berteriak,“Samsulbahri! Engkau tiada mati?” atau setannyakah ini?” “Seketika itu ia melompat ke muka, hendak menetak Letnan Mas.Letnan Mas lalu melompat ke kanan, lalu berkata, “Tunggudahulu, Datuk Meringgih! Karena banyak yang terasa dalamhatiku, yang hendak kukatakan padamu, sebelum aku terpaksamenyabut nyawamu.” (hlm 260)
Sejenak Samsulbahri menyatakan kegeramannya kepada Datuk Meringgih
sbelum perang antara Datuk Meringgih berlanjut. Ketika Letnan Mas selesai
berbicara, ia pun segera mengangkat pistolnya ke arah Datuk Meringgih d an
seketika itu melompatlah Datuk Meringgih ke hadapan Letnan Mas dan
menetaknya. Pada akhirnya Letnan Mas berhasil menembak Datuk Meringgih dan
143
Datuk Meringgih berhasil menetak kepala Letnan Mas. Kedua orang itu pun
roboh secara bersamaan.
... “Terimalah hukumanku!” lalu Samsu mengangkat pistolnya,menembak Datuk Meringgih. Tetapi tatkala itu juga DatukMeringgih melompat ke muka, menetak Sasulbahri denganparangnya, sambil berteriak, “Rasailah olehku bekas tanganku, haianjing Belanda!”Setelah itu juga rebahlah keduanya ke tanah; Datuk Meringgihkarena kena peluru Samsulbahri, yang menmbus dada danjantungnya dan Samsulbahri, karena kena parang Datuk Meringgihkepalanya. (hlm 263)
Untuk sesaat Letnan Mas berhasil ditolong oleh serdadunya, sebelum
akhirnya ia meninggal di rumah sakit di hadapan ayahnya sendiri yang masih
belum mengetahui kalau ia adalah Samsulbahri.
“Letnan Mas?” tanya Dokter dengan heran.“Ya, Letnan Mas, yang datang kemari untuk berperang denganperusuh di Padang.” Kata Sutan Mahmud pul a.“Tiada lain, melainkan inilah dia, yang baru meninggal dunia ini,”jawab dokter.Tatkala Sutan Mahmud mendengar perkataan dokter ini,terpekiklah ia, lalu memeluk dan menciumi mayat itu, sambilmenangis tersedu-sedu; karena sekarang nyatalah olehnya, si sakityang baru meninggal itu, tiada lain melainkan anaknya sendiri,Samsulbahri, yang telah sepuluh tahun dirindu -rindukannya,sekarang meninggal di hadapannya, dengan tiada dikenalnya. (hlm267)
Tibalah akhir dari sebuah cerita dengan meninggalnya sem ua
keluarga yang dikuburkan secara berdampingan. Sebuah akhir yang tragis
dalam kebersamaan, meski hanya tercipta di liang lahat.
... Kelima kubur itu sama besar dan sama bentuknya. Pada tiap -tiapkepala kubur ini, ada batu nisan dari marmer, yang bertuli skandengan huruf air mas. Di kubur yang pertama tertulis “Inilah kuburBaginda Sulaiman, meninggal pada tanggal 5 Ramadan, tahun1315”
144
Pada nisan yang kedua tertulis “Inilah kubur SittiNurbaya, binti Baginda Sulaiman meninggal pada 5 Zulhidjdjahtahun 1315”
Pada nisan yang ketiga tertulis “Inilah kubur Samsulbahri,anak Sutan Mahmud, Penghulu Padang, meninggal pada 5 Syafartahun 1326”
Pada nisan yang ketiga tertulis “Inilah kubur SittiMaryam, istri Sutan Mahmud, Penghulu Padang, meninggal pada5 Zulhidjdjah tahun 1315”
Pada nisan yang keempat tertulis “Inilah kubur SutanMahmud, Penghulu Padang, meninggal pada 8 Rabiulawal tahun1326” (hlm 271)
3.3 Anlisis Tokoh Dan Penokohan
Peristiwa yang terjadi dalam cerita merupakan perbuatan atau aksi yang
dilakukan oleh tokoh-tokoh. Jalan cerita dapat berkembang dengan adanya
tindakan yang dilakukan oleh para tokoh. Selanjutnya Tjahjono menjelaskan
bahwa tokoh merupakan tokoh -tokoh yang ada di dalam cerita, sedangkan
penokohan, adalah cara pengarang melukiskan tokoh-tokoh dalam cerita yang
ditulisnya.14
Tokoh cerita, menurut Abrams dalam Nurgiyantoro adalah orang -orang
yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca
ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti y ang
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. 15 Dengan
demikian, tokoh merupakan sosok fiksi dalam cerita yang memiliki sifat dan
karakter tertentu yang memiliki fungsi untuk membangun jalannya cerita.
14 Liberatus Tengsoe Tjahjono, Sastra Indonesia: Pengantar Teori dan Apresiasi , (Ende-Flores: Nusa Indah, 1988), hlm.138
15 Sofia, op.cit., hlm.15
145
Dari segi kapasitas peran, tokoh cerita terbagi atas tokoh utama (sentral)
dan tokoh tambahan (periferal). Sebagaimana dikatakan Nurgiyantoro melalui
Adib Sofia bahwa tokoh utama merupakan tokoh yang diutamakan
penceritaannya dalam novel, sedangkan tokoh tambahan (periferal) merupakan
tokoh yang mendukung cerita dan perwatakan tokoh utama. 16 Dari segi intensitas
keterlibatannya dalam cerita, tokoh utama paling banyak memegang peranan
dalam membangun cerita. Hal ini juga dapat dilihat dari intensitas hubungan
keterlibatannya dengan tokoh lainnya. Sebaliknya, tokoh tambahan hanya sedikit
memiliki intensitas keterlibatannya dalam peristiwa cerita, namun kehadiran
tokoh tambahan dapat mendukung cerita dan perwatakan tokoh utama.
Keberadaan tokoh-tokoh ini diperlukan agar tingkah laku dan perbu atan,
peristiwa, dan kejadian yang dialami oleh tokoh utama menjadi wajar, hidup, dan
menarik. Kehadiran tokoh tambahan juga dapat memperjelas tema yang hendak
diusung oleh pengarang.
Dari segi cara menampilkan tokoh di dalam cerita, dibedakan menjadi dua,
yaitu tokoh datar (sederhana) dan tokoh bulat. Tokoh datar merupakan tokoh yang
lebih dominan ditonjolkan satu kualitas pribadi tertentu. Tingkah laku tokoh datar
bersifat monoton, sederhana, dan hanya mencerminkan satu watak tertentu. Tokoh
bulat merupakan kebalikan dari tokoh datar, ia dapat menampilkan watak dan
tingkah laku yang bermacam-macam.17
Dilihat dari segi fungsi penampilan tokoh dalam cerita dapat berupa tokoh
protagonis, antagonis, dan tritagonis. Tokoh protagonis merupakan
16 Sofia, ibid., hlm.1617 Sofia, ibid., hlm. 17
146
pengejawantahan dari norma-norma dan nilai-nilai yang ideal bagi pembaca,
tokoh antagonis merupakan tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Istilah tokoh tritagonis biasanya
mengacu pada tokoh yang menjadi penengah. 18
Setiap tokoh dalam cerita memiliki perwatakan yang membentuk perilaku
tokoh yang bersangkutan dalam cerita. Panuti -Sudjiman dalam Sofia mengatakan
bahwa penokohan merupakan cara penyajian watak tokoh dan penciptaan citra
tokoh yang dilakukan oleh pengarang. Perwa takan dalam tokoh dimanifestasikan
oleh pengarang melalui ciri -ciri lahir, sifat, dan sikap tokoh. Untuk melihat
penokohan dalam cerita dapat menggunakan metode analitik, dramatik, dan
kontekstual. Metode analitik biasanya pengarang langsung menggambarkan sifat-
sifat tokoh, hasrat, pikiran, dan perasaannya. Dalam teks biasanya secara eksplisit
disebutkan oleh pengarang. Pada cara dramatik, pengarang tidak menggambarkan
sifat-sifat tokoh secara langsung. Pembaca sendiri yang menyimpulkan sifat -sifat
tokoh melalui pikiran, cakapan, dan perilaku tokoh yang digambarkan oleh
pengarang. Adapun metode kontekstual menyimpulkan watak tokoh dari bahasa
yang dipergunakan pengarang di dalam mengacu pada tokoh. 19
Teori di atas merupakan sumber acuan pengkaji untuk mengaka ji novel
Laila Majnun dan Sitti Nurbaya yang akan dibahas selanjutnya.
18 Mido, Op.Cit., hlm.3819 Sofia, Op.Cit., hlm. 18
147
3.3.1 Anlisis Tokoh
Dalam Novel Laila Majnun, yang menjadi tokoh sentral atau utamanya
adalah Qais atau Majnun. Hal ini dapat dilihat dari intensitas tokoh Majnun yang
sangat tinggi dengan tokoh-tokoh lain, juga karena selalu dimunculkan pengarang
tiap bab cerita dari awal hingga akhir. Isi novel hampir semua perjalanan hidup
Qais dengan seluruh konflik yang dialaminya, mulai ketika ia lahir dengan penuh
kebahagiaan sampai ketika ia mening gal dunia dengan penuh tangis dan derai
airmata.
Dan demikianlah sang Sayid selalu berdo’a, berpuasa, danberderma hingga, ketika ia baru saja akan menyerah, Tuhanakhirnya mengabulkan permintaannya. Ia dianugerahi seoranganak laki-laki, seorang anak yang cantik bagaikan sekuntummawar yang baru mekar, seperti sebuah berlian yangkecemerlangannya dapat mengubah malam menjadi siang. Untukmerayakan kelahiran anak yang didambanya itu, sang Sayidmembuka pundi-pundi hartanya kemudian menyebarkan emasnyaseolah-olah emas itu adalah pasir. Ia ingin membagikebahagiaannya kepada semua orang. Sebuah pesta perayaanbesar-besaran pun diadakan. (hlm 3)
Kutipan di atas adalah gambaran lahirnya Qais sebagai seorang anak yang
sangat diharapakan dan membawa kebahagiaa n pada setiap orang, terutama
keluarganya. Sang Sayid yang telah lama mendambakan hadirnya seorang anak,
akhirnya dapat terwujud. Ia pun membagi kebahagiaannya itu kepada setiap orang
dengan membagi-bagikan hartanya seperti hartanya itu terbuat dari pasir yang
tidak berharga. Namun semua itu tidak bertahan lama, sampai ketika saat Qais
beranjak dewasa dan mengalami jatuh cinta pertama kalinya, semua kesenangan
dan kebahagiaan itu berubah. Qais pun mulai kehilangan kesadaran akibat
cintanya pada Laila yang tak mampu dibendungnya.
148
Qais tidak dapat menemukan jalan untuk keluar dari kesulitan dankebingungan yang dialaminya. Setelah kehilangan hatinya, kini iajuga kehilangan pikirannya. Yang dapat dilakukannya hanyalahberjalan kesana kemari dalam keadaan tida k sadarkan diri, memujakecantikan Laila dan menceritakan kebaikan -kebaikannya padasemua orang yang ditemuinya.. semakin banyak orang yangberjumpa dan mendengar ucapan -ucapannya, semakin bertambahganjil penampilannya dan semakin aneh tingkah lakunya. La luorang-orang mulai menertawai dan mencemoohnya. Merekameneriakinya, “Inilah dia si orang gila, inilah dia si ‘majnun’!”(hlm 11)
Kutipan di atas merupakan awal kehilangan kesadaran yang juga awal dari petaka
baginya. Dengan hilangnya kesadaran, hilangl ah pula harapannya untuk
mendapatkan Laila. Nama Qais pun secara berangsur berganti menjadi nama
Majnun, nama yang diberikan tiap orang yang melihatnya.
Karena perilakunya yang ganjil ayah Laila tak mengijinkan Qais yang
sudah menjadi Majnun untuk menemui Laila. Ia menaruh beberapa penjaga untuk
mencegah Qais datang menemui Laila sampai pada suatu ketika pada rapat
dengan perdana menteri kalifah, diambil keputusan bahwa Majnun telah
mencemarkan nama baik kabilah dan diperbolehkan mengambil tindakkan
membunuh untuk menjinakkannya.
Tokoh tambahan yang memiliki intensitas keterlibatan tinggi dengan tokoh
utama adalah tokoh Sayid, Ayah Laila, Laila, dan Naufal. Tokoh tambahan yang
memiliki keterlibatan paling tinggi pertama adalah Laila, karena Laila adalah
seorang yang sangat dicintai Qais (Majnun). Semenjak pertemuannya dengan
Laila, Qais merasakan hal yang tidak pernah dirasakannya hatinya. Tokoh Laila
memang bukan penyebab Majnun kehilangan akal sehat, tetapi akibat mencintai
Laila, Majnun menjadi kehilangan kesadaran. Ia selalu menggumamkan Laila
149
melalui syair-syairnya di mana pun dan kapan pun. Begitu pun apa yang
dilakukan Laila secara diam-diam mengagumi syair-syair yang digumamkan
Majnun dan secara diam-diam mengutarakan isi hatinya dalam kesendirian.
“Duhai belahan hatiku,” desahnya, “Bukankah kita diciptakanuntuk satu sama lain? Betapa mulianya engkau, dan betapa penuhgairahnya hatimu! Betapa menyedihkannya bagiku untukmengingat bahwa hati kita pernah bersatu: sekarang belati dinginperpisahan telah membelah mereka. Andai saja kau dapat berjalanmelewati gerbang itu dan masuk ke dalam taman ini; kemudian,kekasihku, hati kita akan bersatu kembali! Andai saja kau dapatduduk di sampingku dan menatap mataku; maka, kekasihku, kauakan memuaskan hasrat terdalamku. Tapi, mungkin kau telahterlanjur sangat menderita karena aku sehingga kau tidak ingin lagimemiliki cintaku, atau untuk sekedar memandang keindahantaman ini.” (hlm 54-55)
Laila adalah hati Majnun dan meskipun mereka kerap sekali melakukan i nteraksi
secara tidak langsung, dalam artian lebih sering berbalas syair dan berkirim surat
atau melalui perantara orang lain, tetapi apa yang dilakukan Majnun dan Laila
saling mempengaruhi satu sama lainnya, yaitu saling menjaga cinta mereka
masing-masing
Tokoh tambahan lain yang memiliki intensitas keterlibatan tinggi adalah
sang Sayid, ayah Qais (Majnun). Sang Sayid adalah orang yang sangat
menyayangi Qais (Majnun). Pada awal cerita juga diceritakan bagaimana ia
sangat mengharapkan kehadiran Majnun dala m kehidupannya, dan ketika Majnun
akhirnya hadir dalam kehidupan sang Sayid. Ia mengapresiasikan kesenangannya
itu dengan membagi-bagikan hartanya kepada setiap orang (hlm 3). Untung tak
sapat diraih dan malang tak dapat ditolak, anak kesayangan yang telah dididik dan
diharapkan menjadi seorang yang berhasil dan dapat menggantikannya justru
150
kehilangan kesadaran. Sisa hidupnya hanya dilakukan untuk mengembalikan
kesadaran Majnun. Berbagai macam usaha telah ia lakukan untuk menyadarkan
anaknya, mulai dari mendoakan anaknya (hlm 20), melamar Laila (hlm 21),
mengajak Majnun untuk pergi haji (hlm 31), sampai ketika saat ia akan meninggal
dunia, ia tetap berusaha untuk menyadarkan Majnun.
“Duhai Anakku! Ayo, temanilah aku sekali lagi untuk sisa usiakuyang sudah tidak banyak lagi tertinggal. Hari -hariku telah berakhir,bagiku, malam telah mendekat. Jika kau tidak pulang bersamakuhari ini, esok kau tidak akan pernah menemukanku lagi. Aku harusberangkat, dan kau harus mengenakan jubahku dan mengambilalih tempatkku. Tidak lama lagi penderitaanku akan berakhir danaku akan berada dalam kedamaian, Insya Allah.” (hlm 124)
Tokoh tambahan berikutnya adalah Ayah Laila. Ayah Laila adalah tokoh
tambahan yang juga memiliki intensitas tinggi dengan Majnun. Ayah Laila adalah
seorang yang sanngat membenci Majnun dan tidak merestui jika Laila harus
bersama Majnun. Baginya lebih baik Laila dibunuh bila harus bersama dengan
Majnun.
“...Sekarang waktunya kau untuk memutuskan. Jika kau akanmembiarkan anakku hidup, maka aku akan sa ngat berterima kasih.Jika kau berniat membunuhnya, maka bunuhlah dia! Sembelihlahlehernya dengan belatimu, hujamkan pedangmu ke dalamjantungnya, injak-injak tubuhnya oleh kaki-kaki kudamu jika kaumenginginkannya. Aku tidak akan melawan.”“Tapi ada satu hal yang tidak dapat aku terima. Tidak akan pernahselagi aku masih ayahnya, kuserakan anakku kepada orang sintingini, kepada iblis dalam bentuk manusia ini, kepada orang gila ini,kepada ‘Majnun’ ini – tidak akan pernah! Lebih baik aku ikatorang gila ini dengan rantai besi dan penjarakan ia, bukan diikatoleh tali pernikahan dan membiarkannya berkeliaran!” (hlm 79 -80)
Tokoh tambahan lain adalah Naufal. Naufal adalah sahabat Majnun, orang
yang sangat mendukung Majnun untuk mendapatkan Laila. Naufal per tama kali
151
bertemu Majnun ketika ia menemukan Majnun meringkuk di padang pasir.
Setelah mendengarkan cerita tentang Majnun dari bujangnya, akhirnya Naufal
merasa empati dan berjanji akan membawakan Laila pada Majnun. Naufal adalah
satu-satunya tokoh yang berhasil membuat Majnun tersenyum dan kembali
berharap, walapun untuk sejenak.
Majnun bahagia, namun Naufal lebih bahagia lagi, karena dialahyang menciptakan keajaiban ini. Ia bagaikan awan di musim panasyang mencurahkan air hujannya di bumi yang gersang. Setiap hari,ia akan membawakan hadiah-hadiah baru untuk temannya yangbaru sembuh; tidak ada satu pun yang terlalu mahal atauberlebihan-lebihan. Ia menjaga Majnun tetap disisinya sepanjangwaktu, menolak untuk berpisah darinya bahkan untuk semenit pun.(hlm 65)
Tokoh-tokoh tambahan dalam novel yang sedikit sekali muncul, tetapi
memiliki keberadaan yang sangat berarti guna menjelaskan sifat dari tokoh utama
antara lain Ibunda Majnun (180), ibunda Laila (55), Salim Amiri (paman Majnun)
(hlm 173), perdana menteri kalifah (hlm 36), seorang anggota kabilah (hlm 36),
seorang badui (hlm 37), bujang Naufal (hlm 55), prajurit Naufal (hlm 72),
pemburu 1 (hlm 85), pemburu 2 (hlm 93), perempuan tua (hlm 98), perantara (hlm
105), laki-laki berjubah hitam (hlm 113), pemburu 3 (hlm 131), orang tua (hlm
154).
Berdasarkan cara menampilkannya, tokoh dalam cerita dibedakan menjadi
dua, yaitu tokoh datar dan tokoh bulat. Dalam cerita rekaan, tokoh datar
diungkapkan satu segi watak atau sikap tertentu saja dari si tokoh. T okoh datar
bersifat statis dan monoton; watak tokoh datar sedikit sekali berubah, bahkan
tidak berubah sama sekali dalam cerita. Sedangkan tokoh bulat merupakan
152
kebalikan dari tokoh datar, ia dapat menampilkan lebih dari satu ciri segi watak
dalam cerita sehingga tokoh itu dapat dibedakan dari tokoh yang lain. Berbagi
watak tokoh itu tidak ditampilkan sekaligus, tetapi berangsur -angsur mengalami
perbuahan mengikuti perubahan keadaan. Tokoh bulat ini lebih menyerupai
kehidupan manusia yang sesungguhnya.
Tokoh utama dalam cerita, yaitu Qais (Majnun), dapat digolongkan ke
dalam tokoh bulat yang memiliki beragam tingkah laku. Perubahan karakter sudah
dimulai pada awal-awal cerita dan setelah ia mengalami kehilangan kesadaran,
perubahan sikap dan tingkah laku ke rap kali terjadi. Pada awal cerita Qais
digambarkan sebagai seorang yang tampan dan pandai. Kepandaian yang
dimilikinnya jauh melebihi teman-temannya.
Qais adalah seorang murid yang tekun dan memiliki semangatbelajar yang tinggi. Dalam waktu yang singka t, ia telahmengalahkan teman-teman sekelasnya dalam semua bidangpelajaran. Ia adalah murid terbaik yang pernah diajari oleh sangguru. Qais sangat unggul dalam membaca dan menulis. Ketika iaberbicara, baik itu dalam diskusi serius atau hanya sebuahpercakapan biasa, lidahnya akan menebarkan mutiara -mutiarakearifan. Betapa menyenangkan bila mendengarkannya bicara.(hlm 5)
Akan tetapi, setelah ia berjumpa dengan Laila dan mencintainya, perlahan -lahan
kepandaian serta ketampanannya memudar dan akhirnya me nghilang ketika ia
kehilangan hati dan kesadarannya.
Qais tidak dapat menemukan jalan untuk keluar dari kesulitan dankebingungan yang dialaminya. Setelah kehilangan hatinya, kini iajuga kehilangan pikirannya. Yang dapat dilakukannya hanyalahberjalan kesana kemari dalam keadaan tidak sadarkan diri, memujakecantikan Laila dan menceritakan kebaikan -kebaikannya padasemua orang yang ditemuinya. Semakin banyak orang yangberjumpa dan mendengar ucapan -ucapannya, semakin bertambahganjil penampilannya dan semakin aneh tingkah lakunya. Lalu
153
orang-orang mulai menertawai dan mencemoohnya. Merekameneriakinya, “Inilah dia si orang gila, inilah dia si ‘majnun’!”(hlm 11)
Mulai saat itulah orang-orang mengganti nama Qais dengan sebutan Majnun,
yang berarti orang gila. Dan mulai saat itu pula ia berkeliaran ke sana ke mari
dengan keadaan yang sangat tak terurus, hingga akhirnya ia memutuskan untuk
mengasingkan diri ke gurun pasir.
Setelah kepergiannya meninggalkan semua kenanagan persahabatan,
keluarga, hingga rasa lapar, nyaris tidak ada orang yang mampu mengubah
pemikirannya untuk kembali menjadi Qais, bahkan ayah dan seluruh keluarganya
tidak mampu untuk menghidupkan harapannya sedikit pun. Tapi tidak disangka,
suatu saat datang seseorang yang mampu menghidupkan h arapannya kembali,
yaitu Naufal. Walapun hanya sejenak, tetapi disedikit waktu itu Majnun telah
berubah kembali menjadi Qais. Bersama Naufal Majnun tidak pantas lagi disbeut
Majnun, karena untuk pertama kalinya ia mandi dan memakai pakaian yang layak.
Harapannya mulai tumbuh kembali, juga semangatnya yang telah mati kembali
hidup.
Di bawah perlindungan teman barunya, Majnun tidak pantas lagidijuluki “Majnun”. Hanya dalam beberapa hari kegilannya telahmenghilang dan ia telah berubah menjadi Qais lagi, seor angpemuda terhormat yang mulia dan tampan seperti dulu. Untukpertama kalinya setelah berbulan -bulan ia mandi; kemudian iamengenakan serban dan jubah terbaik yang telah disiapkan Naufaluntuknya. Selera makannya telah kembali dan ia makan danminum dengan bernafsu, ditemani oleh kawan -kawan barunya,melantunkan puisi dan sajak-sajaknya pada mereka dan bukan lagipada angin dan awan. Rona kembali mengalir di pipinya yangcekung dan pucat; setelah bungkuk seperti ilalang yang patah, iakini berdiri tinggi dan tegap bagaikan sebuah pohon muda yangkokoh. Bunga, yang mahkotanya dulu disapu badai, mulai mekarkembali. (hlm 64)
154
Perubahan itu tidak bertahan lama, karena setelah Naufal gagal
mewujudkan janjinya dan memberikan Laila pada Majnun, ia kembali kehil angan
kesadarannya. Majnun pun kembali menyendiri ke gurun pasir dan hidup bersama
binatang-binatang yang dianggapnya sebagai keluarga.
Semenjak itu tidak ada lagi yang mampu membuat Majnun berubah
kembali menjadi Qais. Perlahan-lahan penderitaan datang bertubi-tubi, mulai dari
ayah yang sangat sayang padanya meninggal dunia, lalu ibunya pun akhirnya
turut meninggalkannya, hingga akhirnya Laila yang merupakan satu -satunya
orang yang disayanginya meninggal, ia pun dengan perlahan menuju ajalnya
dalam kesedihan yang tak terhingga.
Tokoh-tokoh tambahan dalam novel yang merupakan tokoh -tokoh yang
dapat digolongkan ke dalam tokoh datar (sederhana). Tokoh -tokoh tambahan ini
hanya sedikit sekali mengalami perubahan watak, sehingga karakternya bersifat
monoton.
Jika dilihat dari segi fungsi penampilan tokoh dalam cerita dapat berupa
tokoh protagonis, antagonis, dan tritagonis. Pada waktu membaca sebuah novel,
pembaca sering mengidetifikasikan diri, memberikan simpati dan empati, atau
melibatkan diri secara emosional terhadap tokoh tertentu. Tokoh yang disikapi
demikian disebut tokoh protagonis. Tokoh protagonis merupakan
pengejawantahan dari norma-norma ideal bagi pembaca. Dalam cerita ini tokoh -
tokoh protagonis diwakili oleh tokoh Qais (Majnun), Ayah Majnun, Ibund a
Majnun, Laila, Naufal, dan Salim Amiri. Majnun merupakan seorang yang
155
kesadarannya menghilang karena memperjuangkan cintanya yang telah
terpisahkan oleh takdir. Ayah Majnun merupakan seseorang yang selalu berusaha
untuk membuat Majnun kembali dalam kesad arannya. Ibunda Majnun merupakan
sosok orangtua yang amat sayang pada Majnun, sama seperti ayah Majnun yang
berusaha untuk mengembalikan kesadaran Majnun. Naufal merupakan sahabat
terbaik Majnun yang membela dan memperjuangkan apa yang diinginkan
Majnun, dan Naufal adalah satu-satunya orang yang sempat memberikan
kebahagiaan pada Majnun dan mengembalikan kesadarannya, walapun ternyata
hanya sementara. Salim Amiri merupakan paman Majnun yang sangat sayang dan
berusaha untuk menyadarkan Majnun. Adapun tokoh a ntagonis merupakan tokoh
yang menjadi penentang utama dengan tokoh protagonis. Tokoh ini diwakili oleh
Ayah Laila, Ibunda Laila, Perdana Menteri kalifah, dan Seorang Badui. Mereka
semua merupakan orang yang menentang dan menghalangi cinta Majnun pada
Laila. Sedangkan yang tergolong tokoh tritagonis atau netral adalah Ibnu salam,
Salam, pemburu 1, pemburu 2, perempuan, bujang Naufal, pemburu 3, perantara
Ibnu Salam, dan laki-laki berjubah. Semuanya merupakan orang -oarang yang
tidak mencampuri permasalahan ut ama, karena masing-masing memiliki
permasalahan lain yang berbeda dengan permasalahan utama.
Setelah membahas tokoh novel Laila Majnnun, selanjutnya kita akan
membahas tokoh dalam novel Sitti Nurbaya. Jika dalam novel Laila Majnun
dalam segi kapasitas peran yang menjadi tokoh sentral adalah Qais (Majnun),
maka dalam novel Sitti Nurbaya yang menjadi tokoh sentral adalah Samsulbahri.
Hal ini dapat terlihat dari intensitas kehadiran tokoh Samsulbahri yang tinggi
156
dalam novel, dari awal hingga akhir, juga keter libatannya dengan tokoh-tokoh
lain. Novel Sitti Nurbaya secara umum berisi perjuangan cinta Samsulbahri dalam
mendapatkan Sitti Nurbaya kekasihnya. Sampai pada ketika Sitti Nurbaya
meninggal, tujuan dari Samsulbahri berubah menjadi balas dendam atas kemati an
Sitti Nurbaya.
“Heran,” katanya dalam hati, tatkala ia duduk termenung seorangdiri, di atas sebuah batu, dalam pekarangan sekolah, “mimpikuyang dahulu itu datang pula menggoda pikiranku. Senanglahhatiku, tatkala ingatan kepada mimpi celaka itu mulai hilang; akantetapi apakah sebabnya sekarang ini datang pula sekonyong -konyong menggoda hatiku?... (hlm 111))
Kutipan di atas merupakan awal cerita penderitaan yang dialami
Samsulbahri. Sekiranya ia mulai kembali terganggu oleh mimpi -mimpi buruk
yang merupakan pertanda baginya atas peristiwa yang akan ia alami bersama Sitti
Nurbaya nanti. Pada kenyataannya, di kapung halamannya, Sitti Nurbaya sudah
mengalami banyak musibah, semua harta kekayaan milik ayahnya, baginda
Sulaiman, ludes dan menyisakan hutang pada seorang rentenir jahat, Datuk
Meringgih, hingga akhirnya Sitti Nurbaya terpaksa menikah dengan Datuk
Meringgih demi menolong ayahnya. Mendengar cerita itu, ia pun sangat sedih
atas peristiwa yang terjadi pada kekasihnya, juga geram pada Datuk Meringgi h
yang telah mencelakai kekasihnya.
“Sungguh, Nur, “ jawab Samsu. “Apa sebabnya hatiku akanberubah kepadamu? Atas halmu pada waktu ini, tak boleh akuberkecil hati, karena sekalian itu bukan kesalahanmu, melainkangerak daripada Tuhan juga. Seharusnya kar ena engkau telahditimpa bahaya sedemikian itu, tambah kasih sayangku kepadamu,karena pertolongan dan berlaku atas dirimu pada waktu engkaudalam kesusahan ini, akan amat berharga. Janganlah engkau syakwasangka kepadaku! Walau bagaimana sekalipun, engkau tinggaladikku, tak dapat dan tak boleh kubuang -buang. Tali yang telah
157
memperhubungkan aku dengan engkau, telah tersimpul mati, takdapat diungkai lagi. Dagingmu telah menjadi dagingku, darahmutelah menjadi darahku; siapa dapat menceraikan kita?” (hlm 13 4)
Apa yang terjadi pada Sitti Nurbaya rupanya tidak membuat cintanya
hilang begitu saja, justru ia malah semakin sayang kepada Sitti Nurbaya atas
musibah yang telah ditimpakan Datuk Meringgih padanya. Semuanya adalah
kesalahan dari Datuk Meringgih yang t elah menghancurkan kehidupan Sitti
Nurbaya demi harta dan kekuasaan dalam perdagangan. Kejadian ini pun
membuatnya sangat benci pada Datuk Meringgih.
Tokoh tambahan yang memiliki intensitas keterlibatan yang tinggi dengan
tokoh utama adalah Sitti Nurbaya, Sutan Mahmud, dan Datuk meringgih. Tokoh
tambahan yang paling tinggi intesitasnya dengan tokoh utama adalah tokoh Sitti
Nurbaya. Sitti Nurbaya merupakan kekasih samsulbahri. Keterlibatan tokoh ini
sangatlah besar. Sitti Nurbaya merupakan orang yang menjadi alasan Samsulbahri
dalam melakukan setiap tindakkan yang diambilnya.
Aku tiada tekata-kata lagi; sejak terbakar toko-toko ayahku, hatikutak dapat kusenangkan. Acapkali menangislah aku pada malamhari mengenang nasibku yang malang ini. Mimpimu pun selaluterbayang-bayang di mataku. Setelah Datuk Meringgih menagihpiutangnya, tiadalah aku dapat tidur setiap malam, melainkanselalu menangis bersedih hati. Kerap kali aku terkejut, karenasebagai kelihatan olehku Datuk Meringgih datang menguasai aku.Dengan demikian, badanku menjadi kurus kering tinggal kulitpembalut tulang. Jika engkau lihat aku sekarang ini, pastilah takkenal lagi engkau kepadaku. Demikianlah perubahan badannku,karena sedih, susah, takut, dan makan hati.” (hlm 117)
Keterlibatan Sitti Nurbaya terhadap tokoh Samsulbahri dapat dilihat ketika
Sitti Nurbaya mulai mengalami musibah yang bertubi -tubi. Setelah semua
158
tokonya terbakar, kapal-kapal pengangkut barangnya tenggelam, kebun kelapanya
busuk, dan orang-orang yang berhutang pada ayahnya me nghilang untuk tidak
membayar, maka lengkaplah penderitaan yang dialami oleh Sitti Nurbaya karena
ia harus menjadi istri dari Datuk Meringgih, orang yang berperan besar dalam
musibah-musibah itu. Penderitaan yang dialami oleh Sitti Nurbaya inilah yang
membuat Samsulbahri geram pada Datuk Meringgih, sehingga pertentangan pun
mulai terukir antara Datuk Meringgih dengan Samsulbahri.
Tokoh tambahan lainnya adalah Datuk Meringgih. Merupakan tokoh yang
paling dibenci oleh Samsulbahri dan Sitti Nurbaya. Datuk Mer inggih merupakan
seorang rentenir tamak, pelit, dan tua yang telah melakukan perbuatan curang
dalam persaingan dagang dengan Baginda Sulaiman, Ayah Sitti Nurbaya. Ia
adalah otak dari semua kehancuran dan musibah yang dialami Sitti Nurbaya
seperti yang telah dibicarakan sebelumnya. Ia pun memberikan pinjaman kepada
Baginda Sulaiman dengan maksud lain di baliknya. Dengan begitu, setelah jatuh
tempo, akhirnya ia pun memberikan pilihan pada Baginda Sulaiman untuk masuk
penjara atau merelakan Sitti Nurbaya menja di istrinya karena tidak mampu
membayar.
“Oleh sebab hendak menolong aku, anakku menyerahkan dirinyakepadamu, untuk memuaskan hawa nafsumu dan hatimu, yangsebagai hati binatang itu.” Kata ayahku kepada Datuk Meringgih.“barulah sekarang kuketahui bahwa kejatuhanku ini semata-matakarena perbuatanmu juga karena busuk hatimu, dengki dan takdapat engkau melihat orang lain berharta seperti engkau. Denganberbuat pura-pura bersahabat karib dengan aku, kau perdayakanaku, sampai jatuh ke dalam tanganmu dan ha rus menurut sebarangkehendakmu yang keji itu. Tetapi tak apa, Datuk Meringgih!Tuhan tiada buta; lambat laun negkau beroleh juga hukuman ataskhianatmu ini, lalu ayahku menuntun aku masuk ke dalam rumah.”(hlm 120-121)
159
Tokoh berikutnya yang memiliki int ensitas keterlibatan tinggi dengan
tokoh utama adalah Sutan Mahmud. Sutan Mahmud adalah ayah dari Samsulbahri
yang sebetulnya sangat menyayangi Samsulbahri. Meskipun secara adat
Samsulbahri bukalah tanggungjawabnya, tetapi ia tetap menanggung dan
menyekolahkan Samsulbahri hingga ke jenjang yang tinggi, walapun dengan
perbuatannya itu ia dimusuhi oleh saudaranya, Hamzah dan Rubiah. Kesalahan
besarnya muncul dari reaksi spontan, yaitu mengusir Samsulbahri dari rumah dan
berkata tidak menganggapnya anak. Perny ataan itulah yang membuat Samsulbahri
kabur dari rumah dan tidak memiliki pegangan hidup lagi.
Setelah berhenti sejurus, berkata pula Sutan Mahmud,“Kesalahanmu ini tak dapat aku ampuni, karena sangat memberiaib. Pergilah engkau dari sini! Sebab aku tak h endak mengakuiengkau lagi. Yang berbuat demikian, bukan anakku.” (hlm 156)
Tokoh-tokoh tambahan dalam novel yang sedikit sekalli muncul dalam
cerita, tetapi keberadaan mereka tetap diperlukan untuk menunjang dan
menjelaskan sifat tokoh utama antara lain tokoh Pak Ali, Baginda Sulaiman,
Rukiah, Rubiah, Hamzah, Bahtiar, Arifin, Sitti maryam, Pendekar Lima, Putri
Kamariah, Sitti Alimah, Van Sta. Tokoh Kapten yang memrintahkan Letnan Mas
dan Vansta untuk menangani kerusuhan di Padang, dan polisi yang memerik sa
Sitti Nurbaya di Jakarta.
Berdasarkan cara menampilkannya, tokoh utama dalam cerita, yaitu
Samsulbahri, dapat digolongkan ke dalam tokoh bulat yang memiliki beragam
tingkah laku. Tokoh Samsu pada awal cerita digambarkan sebagai seorang
160
periang, pintar, pemberani, dan baik hati. Pada awal permasalahan muncul pun
digambarkan bagaimana tokoh Samsulbahri ini dengan tenang menghadapi semua
masalahnya.
“Sungguh, Nur”, jawab Samsu. “Apa sebabnya hatiku akanberubah kepadamu? Atas halmu pada waktu ini, tak bole h akuberkecil hati, karena sekalian itu bukan kesalahnmu, melainkangerak daripada Tuhan juga. Seharusnya karena engkau telahditimpa bahaya sedemikian itu, tambah kasih sayangku kepadamu,karena pertolongan dan berlaku atas dirimu pada waktu engkaudalam kesusahan ini, akan amat berharga. Janganlah engkau syakwasangka kepadaku! Walau bagaimana sekalipun, engkau tinggaladikku, tak dapat dan tak boleh kubuang -buang. Tali yang telahmemperhubungkan aku dengan engkau, telah tersimpul mati, takdapat diungkai lagi. Dagingmu telah menjadi dagingku, darahmutelah menjadi darahku; siapa dapat menceraikan kita?” (hlm 134)
Perubahan sikap juga terjadi ketika Samsulbahri bertemu dengan Datuk
Meringgih. Darahnya mendidih ketika melihat Datuk Meringgih dihadapannya .
Karena dendamnya yang amat sangat, ia pun tak mampu lagi menjaga sikapnya
walaupun pada saat itu ia memang melakukan sebuah kesalahan besar.
Mendengar maki nista ini, merah padamlah muka DatukMeringgih, lalu diangkatnya tongkatnya dan dipalukannya kepa daSamsu. Tetapi tatkala itu juga Samsu melompat ke kiri, serayamenarik Nurbaya, sehingga palu Datuk Meringgih itu jatuhmengenai bangku, tempat mereka duduk tadi dan dengan segeraSamsu melompat ke hadapan, meninju muka Datuk Meringgihdengan kedua belah tangannya berturut-turut, serta kakinya punmenendang perut lawannya ini, sehingga jatuh Datuk Meringgih,terbanting ke tanah, lalu berteriak minta tolong, “Pendekar Limat,tolong aku!” (hlm 152)
Kelanjutannya, tekanan demi tekanan yang dialami Samsulbah ri berhasil
membuatnya menjadi patah arang sehingga ia sempat melakukan percobaan
bunuh diri ketika Sitti Nurbaya meninggal dunia karena di bunuh oleh Datuk
161
Meringgih. Meskipun percobaan bunuh dirinya tidak berhasil dan ia bisa
diselamatkan, tetapi semua orang hanya tahu kalau Samsulbahri sudah meninggal
dunia. Maka muncullah kembali Samsulbahri dengan mengganti namanya
menjadi letnan Mas. Semenjak inilah kehidupannya dijalaninya hanya untuk
membalaskan dendam pada Datuk Meringgih.
Samsulbahri yang dahulu merupakan seorang pelajar yang bercita -cita dan
bersekolah untuk menjadi dokter berubah menjadi seorang tentara, seorang letnan
yang gagah berani yang ditakuti oleh setiap musuh -musuhnya dalam peperangan.
Tatkala kami akan lari, kudengar musuh berteriak, “Kafir hitam,,Mas! Kafir hitam, Mas!”
Rupanya telah dikenalnya namaku. Lagi pula dalam peperangan ituTeuku Putih kena kelewang sedaduku. Oleh sebab itu undurlahmusuh selangkah-selangkah, sehingga akhirnya tiada kedengaranlagi suara bedilnya. (hlm 241)
Sifat sayangnya pun berubah menjadi menjadi sifat pendendam saat
berhadapan dengan Datuk Meringgih untuk kedua kalinya. Ia menganggap Datuk
Meringgih adalah seseorang yang telah memiliki kesalahan besar dan patuh untuk
dibunuh. Ia pun melakukan perlawan an yang ekstrim dengan membunuh Datuk
Meringgih sebagai pembalasan sakit hatinya.
Setelah sejurus berdiam diri, berkatalah pula Samsulbahri denganmenyapu air matanya, yang tak dapat ditahannya, “Hai DatukMeringgih! Sekarang akan kuperlihatkan kepadamu, b ahwa adalagi yang lebih berkuasa dari hartamu itu. Walapun seratus kalilebih banyak hartamu dari yang ada sekarang ini, tiadalah akan iadadpat mengubah pikiranku, hendak membalas kejahatanmu itu datiadalah dapat ia menolong melepaskan engkau dari dala mtanganku. Terimalah olehmu hukumanku!” lalu Samsulbahrimengangkat pestolnya, menembak Datuk Meringgih. Tetapi tatkalaitu juga Datuk Meringgih melompat ke muka, menetakSamsulbahri dengan parangnya, sambil berteriak, “Rasailah pulaolehmu bekas tanganku , hai anjing Belanda!”
162
Setelah itu juga rebahlah keduanya ke tanah; Datuk Meringgihkena peluru Samsulbahri, yang menembus dada dan jantungnyadan Samsulbahri, karena kena parang Datuk Meringgih kepalanya.(hlm 263)
Pada dasarnya perubahan sikap atau t ingkah laku Samsulbahri sebagai
bentuk resistensi seseorang yang mengalami tekanan dalam hidupnya.
Permasalahan kehidupan yang pelik yang dialami Samsulbahri memuncak ketika
Sitti Nurbaya meninggal dunia karena perbuatan dari Datuk Meringgih, ia pun
bertekad akan membalaskan dendam sakit hatinya juga sakit hati Sitti Nurbaya.
Walapun ia harus menerima konsekuensi dari perlawanan yang ia lakukan, yaitu
harus mati di tangan Datuk Meringgih.
Tokoh-tokoh tambahan dalam novel merupakan tokoh -tokoh yang dapat
digolongkan ke dalam tokoh datar (sederhana). Tokoh -tokoh tambahan ini hanya
sedikit sekalli mengalami perubahan watak, sehingga karakternya bersifat
monoton.
Jika dilihat dari segi fungsi penampilan tokoh dalam cerita, tokoh
Samsulbahri merupakan wakil dar i tokoh-tokoh protagonis. Samsulbahri adalah
tokoh yang berjuang untuk mendapatkan cinta dan keadilan dalam hidupnya.
Sedangkan Sitti Nurbaya merupakan tokoh yang disayangi Samsulbahri yang
menjadi objek kejahatan. Sitti Nurbaya dan Samsulbahri berdua berj uang untuk
mendapatkan cinta mereka. Adapun tokoh antagonis diwakili oleh Datuk
meringgih, pendekar lima, dan pendekar empat. Ketiganya merupakan tokoh -
tokoh penentang utama yang berhubungan langsung dengan tokoh Samsulbahri.
Ketiga tokoh inilah yang menyebabkan kesengsaraan pada Samsulbahri.
163
Sedangkan tokoh Tritagonis adalah tokoh -tokoh yang tidak berhubungan
langsung dengan tokoh utama dan tidak mencampuri permaslaahan tokoh utama.
Tokoh tritagonis ini diwakili oleh kusir Ali, Rukiah, Rubiah, Hamzah, Bah tiar,
Putri Kamariah, Sitti Alimah, dan Arifin.
3.3.2 Anlisis Penokohan
Dalam novel Laila Majnun, penokohan kebanyakan didasarkan pada
metode analitik dan metode dramatik yang dimanfaatkan untuk memudahkan
pembaca dalam mengenali watak para tokoh. Deskripsi me ngenai tokoh Qais
digambarkan dengan metode analitik dan metode dramatik oleh pengarang,
sebagaimana yang terlihat dalam kutipan berikut:
...Ia dianugerahi seorang anak laki -laki, seorang anak yang cantikbagaikan sekuntum mawar yang baru mekar, seperti s ebuah berlian yangkecemerlangannya dapat mengubah malam menjadi siang... (hl m 3)
Setahun setelah berlalu, kecantikkan bayi laki -laki itu telah merekahsempurna. Ia tumbuh menjadi seorang anak yang ceria dan periang –sekuntum bungan yang dirawat penuh ke lembutan di dalam kebun mawarkebahagiaan masa kanak-kanak.di akhir usianya yang ke tujuh, garis -gariskedawasaan mulai tampak di pipinya yang semerah mawar. Siapapun yangmemandangnya, bahkan dari kejauhan sekalipun, akan mendoakankeberkahan Tuhan atasnya. Dan di akhir usianya yang kesepuluh, orang -orang menceritakan kisah-kisah tentang ketampanannya seolah -olahmereka sedang mengisahkan sebuah dongeng. (hlm 3 -4)
Pada kutipan di atas secara analitik terlihat bahwa Qais memiliki wajah
yang tampan semenjak ia terlahir. Sebuah anugrah yang diberikan Tuhan atas
dirinya, sehingga ia menjadi pembicara setiap orang yang melihatnya. Bukan
hanya tampan, tetapi Qais memiliki kepandaian yang jauh melebihi teman -teman
sebayanya. Pengarang menggambarkannya sebagai se seorang yang sempruna,
164
baik fisik maupun kepandaiannya, sebagaimana yang terlihat dalam kutipan
paragraf berikut:
Qais adalah seorang murid yang tekun dan memiliki semangat belajaryang tinggi. Dalam waktu yang singkat, ia telah mengalahkan teman -teman sekelasnya dalam semua bidang pelajaran. Ia adalah murid terbaikyang pernah diajari oleh sang guru. Qais sangat unggul dalam membacadan menulis. Ketika ia berbicara, baik itu dalam diskusi serius atau hanyasebuah percakapan biasa, lidahnya akan menebarkan mutiara-mutiarakearifan. Betapa menyenangkan bila mendengarkannya bicara (hlm 5).
Bedasarkan kutipan di atas secara analitik Majnun digambarkan pengarang
sebagai seseorang yang bijaksana dan pandai dalam berbicara. Ia juga
digambarkan sebagai seseorang yang pandai dalam membuat syair -syair yang
indah sehingga setiap kata yang diucapkannya mampu membuat orang terpana.
Selain kesemuanya itu, jika dilihat secara analititk, ternyata Qais juga
merupakan seseorang yang memiliki pribadi yang lemah. Secara tidak sadar
cintanya kepada Laila justru membuat dia terpuruk dan semakin kehilangan
kesadaran. Hidup dengan penuh kebahagian sontak hilang dari hadapannya dan ia
pun memilih untuk hidup bebas dalam kesendirian.
Qais tidak dapat menemukan jalan untuk keluar da ri kesulitan dankebingungan yang dialaminya. Setelah kehilangan hatinya, kini iajuga kehilangan pikirannya. Yang dapat dilakukannya hanyalahberjalan kesana kemari dalam keadaan tidak sadarkan diri, memujakecantikan Laila dan menceritakan kebaikan -kebaikannya padasemua orang yang ditemuinya. Semakin banyak orang yangberjumpa dan mendengar ucapan -ucapannya, semakin bertambahganjil penampilannya dan semakin aneh tingkah lakunya. Laluorang-orang mulai menertawai dan mencemoohnya. Merekameneriakinya, “Inilah dia si orang gila, inilah dia si ‘majnun’!”(hlm 11)
165
Kutipan di atas jelas menunjukkan bagaimana Majnun mulai kehilangan
pikiran jernihnya ketika ia harus terpisahkan dari cintanya, Laila. Semakin lama ia
menjadi semakin kehilangan kesadaran. Ia p un tidak mempedulikan orang-orang
disekitarnya, bahkan ia tidak mempedulikan dirinya sendiri, sehingga ketika
oranng-orang memanggilnya dengan sebutan “Majnun”, orang gila, ia tidak
peduli. Dalam pikirannya hanya ada satu, yaitu memuja kecantikan Laila dan
memberitahukannya kepada seluruh dunia kalau Laila adalah seorang yang
sempurna baginya.
Secara dramatik terlihat pula kalau Qais adalah seorang pribadi yang
lemah. Secara sadar ia mengetahui kalau ia menderita karena cintanya pada Laila,
akan tetapi apa yang dilakukannya? Ia justru tetap menjaga perasaan itu pada saat
semua orang yang menyayanginya menasehati dan mengajaknya untuk berpikir
dengan jernih, bahkan sampai meminta kepada Tuhan agar perasaan itu tetap
berada di hatinya walapun ia harus mengala mi berbagai macam penderitaan. Yang
dilakukannya hanyalah mengikuti kata hatinya tanpa menggunakan pikiran
jernihnya.
Teman-teman Majnun mendatangi Majnun dan mulaimempengaruhi dia. “ kenapa engkau hanya mengharapkan Laila?”ujar mereka. “ Ada banyak gadi s-gadis lain di kabilahmu sendiriyang sama menariknya dengan Laila: harum wanginya, cantikbagaikan melati dan bibirnya seperti kuncup mawar, serta mataseperti bunga narsis – gadis-gadis cantik yang barangkali bahkanlebih menarik daripada gadis yang tel ah mencuri hatimu itu!Ayolah, daripa terus menerus menyiksa hatimu yang malang hanyakarena seorang yang tidak dapat kau miliki, temukan seseorangyang akan menentukan dan mengisi hatimu dengan kebahagiaan!Pilihlah seorang istri dari kabilahmu sendiri, s eorang teman hidupyang layak untukmu. Lupakan Laila. Relakan saja dia pergi!” (hlm25)
166
“Laila, kekasihku, belahan hatiku! Aku adalah budakmu,korbanmu: aku adalah sang pemburu yang tertangkap oleh hewanburuannya! Jiwaku tidak mampu melawan tuan yangmemilikinya. Jika dia berkata, ‘Minum anggur cinta danmabuklah!’, maka aku akan menurut; jika dia berkata, ‘Jadilah gilaoleh hasrat!’, siapakah aku hingga berani melawannya? Tidakmungkin orang gila seperti Majnun bisa dijinakkan, makajanganlah coba menjinakkanku. Harapan apa lagi yang ada bagihati yang telah remuk seperti hatiku? Satu -satunya keinginankuadalah agar tanah dibawahku terbuka dan menelanku hidup -hidup,atau sebuah halilintar akan keluar dari langit dan menyambarkumati! Siapakah yang dapat mengantarkanku ke hadapan malaikatmaut? Adakah orang yang dapat menyelamatkan diriku dari dirikusendiri, hingga seluruh dunia akan menjadi aman dari kegilaanku?Aku sungguh-sungguh gila; aku adalah orang aneh, tidak waras,iblis dalam bentuk manusia. Aku adalah aib bagi keluargakusendiri dan menjadi duri dalam daging kabilahku: jika namakudisebut, maka semua orang yang mengenalku akan menundukkankepalanya karena malu. Siapa pun boleh menumpahkan darahku:aku tidak akan menuntut balas. Karena aku adalah orang yang laridari hukum, maka, siapa pun yang membunuhku tidak akandihukum.” (hlm 27-28)
“Duhai Tuhanku! Biarlah ia mencaci -makiku, menghukumku,menyiksaku – aku tidak peduli. Aku rela mengorbankan hidupkudemi keindahannya. Bukankah kau dapat meliha t bagaimana akuterbakar karena dia? Dan meski aku mengetahui bahwa aku tidakakan pernah terbebas dari kepedihan ini, aku rela. Karena memanginilah takdirku. Karena itu, demi Tuhan, demi Engkau dan demicinta, biarkan cintaku tumbuh semakin kuat di setia p waktu yangberlalu. Cinta adalah satu-satunya yang kumiliki, cinta adalahdiriku apa adanya, dan cinta adalah satu -satunya tujuan akhirhidupku!” (hlm 33-34)
Secara analitik terlihat bagaimana Majnun adalah seorang pribadi yang
plin-plan dan tidak punya pendirian. Ia tidak bisa mengendalikan pikirannya,
karena kebenaran menurutnya hanyalah untuk Laila. Secara analitik pengarang
banyak mennggambarkan tokoh Majnun melalui dialog tokoh lain dalam cerita.
Hal ini dapat dilihat dari pendapat prajurit Naufal, penasehat Naufal, dan
167
masyarkat (tokoh tambahan yang mengukuhkan Majnun sebagai seorang yang
benar-benar pantas untuk disalahkan).
...“Kenapa engkau ini, Tuan? Mengapa engkau menikmati perangini dari kejauhan? Dan mengapa engkau bersorak gembira ketikapasukan musuh berhasli bergerak maju? Apakah engkau lupabahwa kami di sini demi engkau? Tidakkah kau sadari bahwa kamisemua di sini mempertaruhkan nyawa demi engkau?” (hlm 72)
“Orang tua itu benar,” katanya, “Orang gila ini, Majnun, adalahbudak nafsu. Pikiran-pikiran penghianatan dan pemberontakkanmendominasi seluruh dirinya. Dia tidak cocok untuk melamarsiapa pun untuk dinikahi. Jelas sekali pikirannya tidak waras dankita tidak bisa mecayainya...” (hlm 81)
... “Apa maksud perbuatanmu ini? Kelakua n apa ini? Untukpertama kalinya, setidaknya dalam kertas, kau dan kekasihmudisatukan, tapi kau malah menyobek dirimu dari dia, bahkanmembuang dia. Jelaskan ini! (hlm 156)
Berdasarkan kutipan di atas dapat terlihat bagimana Majnun menjadi
seseorang yang sangat plin-plan, tidak memiliki pendirian, bahkan dapat
dikatakan sebagai penghianat. Pada saat sahabatnya mempertaruhkan nyawa
melawan musuh untuk memenuhi keinginan dirinya, ia malah mendukung
musuhnya. Dan pada saat seseorang yang kasihan padanya, la lu menyatukan
namanya dalam sebuah kertas untuk pertama kali, Majnun justru merobek nama
Laila dan membuangnya, sedangkan namanya ia simpan.
Secara dramatik pengarang juga menceritakan Majnun sebagai seseorang
yang penyayang.
“Jangan kau apa-apakan binatang yang malang itu!” teriaknya.“aku adalah orang asing di negeri ini, maka aku adalah tamumu disini; tidak baik bagi seorang tuan rumah untuk menolakpermintaan orang yang datang mengunjunginya! Sekarang,lepaskan jerat dari leher mereka dan bebaskan me reka! Apakah
168
bumi ini sudah begitu sempit untuk menampung semua mahlukciptaan Tuhan? Apa kesalahan mereka hingga kau hendakmembantai mereka?...” (hlm 85)
“Tidakkah kau memikirkan keluarga mahkluk ini? Tidakkah kautahu bahwa anak cucunya sedang menanti bapak mereka kembali?Apa yang akan dikatakan oleh mahkluk ini jika ia mampuberbicara? Ia akan mengutukmu; ia akan meminta Tuhan untukmembuatmu menderita sebagaimana kau telah membuatkeluarganya menderita. (hlm 89)
Berdasarkan kutipan di atas dapat ter lihat bahwa Majnun pada dasarnya
adalah seorang yang penyayang. Meskipun pikirannya kacau, tetapi sifat
penyayang dalam dirinya tidak hilang. Ia merasa tidak tega melihat binatang yang
akan disembelih walapun seyogyanya kehadiran binatang dan tumbuhan di d unia
ini adalah untuk membantu manusia.
Tokoh Laila, yang merupakan kekasih hati yang selalu dipuja oleh
Majnun, secara fisik memiliki penampilan yang sangat cantik. Secara analitik
pengarang langsung mendeskripsikan kecantikan Laila dengan pengibaratan.
Banyak sekali penggambaran kecantikan yang pengarang berikan kepada tokoh
Laila, seolah tokoh Laila adalah tokoh manusia yang paling mendekati sempurna,
dan tentunya berdasarkan subjektifitas pengarang.
Nama gadis itu adalah Laila, berasal dari kata dalam bahasa Arab“lail”, yang berarti “malam”. Sesuai dengan namanya, rambutgadis itu sungguh sehitam malam, sementara dibawah bayanganrambutnya, wajahnya bersinar bagikan bulan purnama yangmemancarkan keindahan cahaya. Matanya hitam, dalam, danbersinar-sinar, bagaikan mata seekor rusa. Dan dengan sebuahkibasan bulu matanya, ia mampu mengubah seluruh dunia inimenjadi puing-puing. Mulutnya yang mungil terbuka hanya untukmengucakpan hal-hal yang indah-indah. Apabila ada orang yangmenggodanya – baik dengan kata-kata atau dengan senyuman –pipinya akan memerah, seolah mawar merah merekah padapipinya yang seputih susu. (hlm 6)
169
...Murid-murid laki-laki yang lain pun ikut terpesona oleh kemilaucahayanya yang membutakan mata. Selama pelajaran, merekaakan memandangi Laila dengan mulut menganga, sampai sangguru harus memukul mereka dengan tongkat agar mereka kembaliberkonsentrasi. Jika sekolah sedang libur, mereka akanberkerumun di sepanjang jalan yang dilalui Laila, berharap dapatmemandang sekilas lesung d i pipinya. Dan jika mereka berhasilmelakukannya, mereka akan merasa bagaikan buah delima yangtelah masak dan siap meledak dalam hasrat. (hlm 9)
Sementara itu, kembang yang dulu masih berupa kuncup sekarangtelah merekah sempurna, laila tumbuh semakin ca ntik setiapharinya. Sekilas tatapan matanya mampu membuat ratusan rajabersimpuh di kakinya; satu senyuman dari bibir merah delimanyaakan cukup untuk menaklukan sebuah armada tentara, bila diamenginginkannya. (hlm 49)
Berdasarkan kutipan di atas dapat terlihat penggambaran ciri -ciri fisik
Laila yang sangat cantik dengan rambutnya yang hitam, matanya yang bulat,
kulitnya yang putih, dan bibirnya yang tipis. Jika ia tersenyum karena malu maka
pipinya kan merah merona. Bukan hanya itu, Laila juga digambark an sebagai
seorang wanita yang sopan dan santun melalui kalimat, “Mulutnya yang mungil
terbuka hanya untuk mengucakpan hal -hal yang indah-indah”. Berdasarkan
kalimat tersebut juga dapat dianalitik kalau Laila adalah seorang pendiam yang
hanya mengeluarkan kata-kata yang seperlunya saja dan setiap kata yang keluar
adalah kata yang baik.
Adapun secara analitik gambaran kecantikkan Laila dapat terlihat pula
pada dialog tokoh tambahan, orangtua yang menjadi perantara ketika Majnun dan
Laila melakukan surat menyurat.
“Pada saat itu sebuah sungai kecil yang jernih sedang mengalirmembelah oasis itu, bagaikan sungai susu dan madu yang mengalirdi surga, namun ketika sosok yang cantik ini berbicara, kata -katayang mengalir dari bibirnya begitu manis dan indahnya hin ggasungai kecil itu berhenti beriak dan bergemericik, seolah -olah ia
170
tunduk kepada tiap untaian kata -kata gadis ini. Sedangkan matanya– yah, apa yang dapat kukatakan?! Bahkan seekor singa pun akansegera jatuh tidak sadarkan diri begitu menatap mata inda h gadisitu!”Parasnya bagaikan sebuah kitab terindah yang didalamnya telahtertulis semua huruf-huruf terhalus dan terindah dari aksara kita.Rambutnya berombak seperti kait dalam huruf “jim”; tubuhnyasama semampai dengan rampingnya dengan sebuah “alif” ;mulutnya melingkar seperti sebuah “mim”. Yah, jika kaumerangkai ketiga huruf-huruf ini bersama, mereka akan berbunyi“jam” [gelas piala], dan memang seperti itulah dia: gelas pialakristal, yang tak ternilai menggambarkan rahasia dari alamsemesta!”Matanya bagaikan bunga narsis yang merekah di mulut sungai:lihat ke dalamnya dan kau akan dapat melihat mimpi -mimpinya!Tetapi aku tidak dapat melukiskan kecantikannya hanya dengansedikit kata-kata ini, karena kecantikannya bagaikan cahayakehidupan. Namun, kecantikannya tergores oleh keletihan yangtimbul dari hati yang patah. Kesedihan telah membuatnyabersimpuh; untuk sekian lama air mata telah memenuhi matanyahingga ia hampir tidak dapat melihat.” (hlm 156)Secara Analitik tokoh Laila juga digambarkan sebagai tokoh yang
pendiam dan patuh kepada orangtua. Ia lebih lebih memilih merahasiakan isi
hatinya yang sesungguhnya daripada ia harus mengecewakan orangtuanya.
Dan tidak ada yang dapat dilakukan Laila untuk menghalanginya.Lagi pula, ia harus menyembunyikan kesedihannya-kesedihanyang akan mengoyak hatinya menjadi dua. Hanya bila sedangsendirilah, ia dapat melepas topengnya dan membiarkan air matakesepiannya mengalir... (hlm 12)
Laila mendengarkan, tersenyum dan mengangguk demimenyenangkan ayahnya, tapi hatinya hancur. Ia merasa bahwa iaakan segera mati karena duka, tapi tentu saja ia tidak dapatmenampakkan perasaannya yang sesungguhnya.Hari berganti hari dan ia terus menderita dalam kesunyian,berpura-pura tersenyum dan tertawa serta menjawab de ngansemestinya jika ia diajak biacara, tapi begitu malam tiba ia akanmelompat ke tempat tidurnya dan menangis, aman dari semuamata yang mengintip, hingga tak ada lagi airmata yang tersisa.(hlm 103-104).
171
Kutipan di atas menjelaskan bagaimana Laila sela lu menyembunyikan
perasaannya dari semua orang. ia berusaha sekuat mungkin menahan isi hatinya
agar semua orang tidak mengetahui kalau sebenarnya dia juga sangat mencintai
Majnun. Ia melakukan apa yang tidak dikehendaki hatinya hanya untuk
menyenangkan orangtuanya.
Adapun, kecantikan bukan satu -satunya karunia Laila, dia pun memiliki
kepandaian dalam seni berpuisi. Secara analitik kepandaian Laila ini tergambar
dalam penggalan paragraf berikut:
Adapun, kecantikan bukan satu -satunya karunia Laila, dia punmemiliki kepandaian dalam seni berpuisi. Oleh sebab itu, ia akanmenghapalkan syair-syair Majnun ke dalam ingatannya begitu diamendengarnya; kemudian, setelah menguntai mutiara -mutiarakearifan Majnun itu ke dalam sebuah rangkaian mawar syair, diaakan merangkai syair-syair balasannya. Dia akan menulis syair -syair itu di atas helai-helai daun, menuliskan alamat tujuan daun -daun itu dengan pesan-pesan pendek seperti: “Bunga melatimengirim kidung ini untuk pohon cemara”, kemudian menebarkanmereka ke dalam angin ketika tidak ada seorang pun yang melihat.(hlm 50-51)
Selain kecantikkan Laila juga tergambarkan sebagai pribadi pandai dalam
menguntai kata seperti halnya Majnun. Ia mendengarkan sayair -syair Majnun
yang diucapkan oleh orang-orang lalu membalas syair tersebut dengan syairnya
pada sehelai daun, lalu menyebarkannya ketika tidak ada orang yang melihat.
Dengan begitu, secara eksplisit jelas sekali Laila memiliki kepandaian dalam
menulis puisi.
Adapun tokoh sang Sayid secara analitik dideskripsikan oleh pengarang
sebagai berikut:
Al kisah, pada zaman dahulu, di negeri Arab, hiduplah seseorangpemimpin kabilah, seorang Sayid, yang sangat termansyur. Bani
172
Amir nama kabilah itu. Tidak ada seorang pun yang dapatmenandingi kekayaan dan kejayaan sang Sayid. K egagahberaniannya telah mansyur di seluruh jazirah Arab.Kedermawanannya kepada para fakir miskin dan keramah -tamahannya dalam para musafir terkenal kemana -mana. (hlm 2)
... Untuk merayakan kelahiran anak yang didambakannya itu, sangSayid membuka pundi-pundi hartanya kemudian menyebarkanemasnya seolah-olah emas itu adalah pasir. Ia ingin membagikebahagiaannya kepada semua orang. Sebuah pesta perayaanbesar-besaran pun diadakan. (hlm 3)
Dari kutipan di atas terlihat bahwa tokoh Sayid adalah seorang y ang
terpandang dan memiliki kekuasaan. Ia adalah pemimpin kabilah Bani Amir.
Kekayaan dan kemasyhurannya sangat terkenal, tetapi dengan semua itu ia tidak
menjadi seorang pribadi yang congkak. Justru ia menjadi seorang yang sangat
dermawan dan ramah kepada fakir miskin. Berdasarkan kutipan di atas juga
terlihat bahwa sang Sayid merupakan seorang yang gagah berani dan kegagah
beraniannya telah diakui oleh seluruh jazirah Arab.
Secara analitik sang Sayid juga dingambarkan sebagai orangtua yang
memiliki pandangan jauh ke depan sebagaimana terlihat dari kutipan berikut:
Menyadari kebutuhan anaknya akan pendidikkan, sang Sayidkemudian menempatkan Qais di bawah bimbingan seorang guruyang sangat termasyhur akan ketinggian ilmunya, seorang ulamayang kepadanyalah semua bangsawan Arab mempercayakan anak -anak mereka agar anak-anak mereka memperoleh kearifan sertakecakapan yang dibutuhkan untuk menghadapi kerasnyakehidupan di gurun pasir. Sudah saatnya membuang mainan -mainan mereka dan menggantinya dengan buku -buku perlajaran.(hlm 5)
Setelah merasa anaknya cukup umur sang Sayid pun memasukkan Majnun ke
sekolah terbaik di jazirah Arab agar Majnun. Secara analitik sang Sayid
digambarkan sebagai seseorang yang memiliki perencanaan ke depan yang baik,
173
dalam artian kecintaan sang Sayid kepada Qais membuatnya merencanakan
anaknya untuk menjadi seseorang yang pandai, berani, dan arif bijaksana, dengan
menyekolahkan anaknya ke sekolah terbaik di jazirah Arab. Secara analitik
kalimat di atas juga menunjukkan bentuk kasih say ang sang Sayid yang tidak
memanjakan anaknya agar anaknya kelak mampu menghadapi kerasnya
kehidupan, meskipun akhirnya apa yang terjadi jauh dari yang diharapkannya.
Tokoh berikutnya adalah ayah Laila. Ayah Laila secara analitik
merupakan seorang tokoh yang berani, memiliki kekuasaan, dan terhormat di
kabilahnya. Secara dramatik dapat terlihat pada tindakkan berikut:
Bagi keluarga Laila, keadaan ini tidak dapat dibiarkan lagi. Tidakhanya kehormatan Laila, tapi juga kehormatan seluruh kabilahsedang dipertaruhkan. Apakah mereka akan membiarkan namabaik kabilah mereka tercoreng oleh tingkah laku seorang lelaki giladari bani Amir ini? Apakah mereka akan tinggal diam sementaranama baik Laila ternodai? Mereka harus segera bertindak. Halpertama yang mereka lakukan adalah melarang Lailameninggalkan tendanya. Seorang penjaga ditempatkan di pintutendanya untuk mencegah Qais menemui Laila. (hlm 11 -12)
... Dan memang, ia dan kabilahnya diterima dengan sangat ramaholeh kabilah Laila, mereka diperlakukan sangat baik. Segera, tuanrumahnya bertanya kepada sang Sayid mengenai kedatangannya.Apakah ia membutuhkan pertolongan? Apakah merekamembutuhkan bantuan dalam sebuah perseteruan atau sebuahpeperangan? Sang Sayid menelan ludah, membersihkankerongkongannya, lalu menatap mata ayah Laila. (hlm 21)
Ayah Laila merasa terhina dengan kedatangan Majnun ke tenda Laila, karena
menurutnya kedatangan Majnun akan menjatuhkan kehormatan seluruh kabilah.
Ia pun memberi penjagaan didepan tenda Laila agar Majnun tak dapat kemb ali
dan menajatuhkan nama baiknya untuk kedua kalinya. Berdasarkan kutipan di
atas dapat terlihat secara implisit bagaimana kedudukkan ayah Laila yang
174
terhormat dalam masyarakat. Kedudukan ayah Laila di dalam kabilahnya bisa
disimpulkan sebagai seorang pemimpin, sama seperti halnya sang Sayid.
Secara analitik ayah Laila juga digambarkan sebagai seorang yang
memiliki harga diri yang tinggi. Sifat ini ditunjukkan oleh paragraf kutipan
berikut ini:
... Ayah Laila, seorang lelaki yang harga dirinya sangat t inggi,mengangguk perlahan dan menjawab, “Kau telah berbicara denganjelas, Saudaraku, kata-katamu sangat dalam. Tapi engkau tidakdapat mengubah apa yang telah ditetapkan oleh takdir hanyadengan kata-kata belaka. Apakah engkau benar -benar berpikirbahwa aku tidak akan melihat bahwa apa yang ada di balik kata -katamu? Apa yang telah kau tawarkan padaku cukup menarik, tapiapa yang berada di bawah selubung itu, hal yang akan memberikanmusuhku kegembiraan, lupa kau sebut! (hlm 22 -23)
Pengarang secara singkat menyatakan melalui deskripsinya bahwa ayah Laila
adalah seseorang yang memiliki harga diri tinggi, lalu pengarang pun
menguatkannya melalui tindakkan tokoh ayah Laila, yaitu dengan tegas menolak
pinangan ayah Laila untuk Majnun.
Secara dramatik ayah Laila memiliki satu kebencian, yaitu benci kepada
Majnun. Yang ditunjukkan dalam penggalan dialog berikut:
Begitu ia selesai bicara, seorang lelaki dari kabilah yang kalahmaju mendekati Naufal. Ia adalah ayah Laila, punggungnya telahbungkuk oleh penderitaan dan rasa malu. Perlahan ia berlutut dihadapan Naufal, bersujud di tanah, di kaki sang pemenang danmulai mengiba. “Hai, Naufal! Kau adalah kebanggaan orang -orangArab dan pengeran seluruh manusia! Aku adalah seorang renta –orang tua yang hatinya telah h ancur dan punggungnya telahbungkuk oleh pergantian waktu. Malapetaka telah membuatkubersimpuh; duka cita telah menyesakkanku. Kesalahan dankekejian ini telah ditimpakan ke atas pundakku dan bila akuberpikir tengtang darah yang telah tumpah karena aku, akuberharap bahwa bumi Tuhan ini akan terbelah dan menelankuhidup-hidup. Sekarang waktunya kau untuk memutuskan. Jika kauakan membiarkan anakku hidup, maka aku akan sangat berterima
175
kasih. Jika kau berniat membunuhnya, maka bunuhlah dia!Sembelihlah lehernya dengan belatimu, hujamkan pedangmu kedalam jantungnya, injak-injak tubuhnya oleh kaki-kaki kudamujika kau menginginkannya. Aku tidak akan melawan.”“Tapi ada satu hal yang tidak dapat aku terima. Tidak akan pernahselagi aku masih ayahnya, kuseraka n anakku kepada orang sintingini, kepada iblis dalam bentuk manusia ini, kepada orang gila ini,kepada ‘Majnun’ ini – tidak akan pernah! Lebih baik aku ikatorang gila ini dengan rantai besi dan penjarakan ia, bukan diikatoleh tali pernikahan dan membiarkannya berkeliaran!” (hlm 79)
Penggalan dialog di atas mengindikasikan kebencian ayah Laila kepada Majnun.
Setelah kalah dalam peperang, kebencian itu juga tidak hilang dalam pikirannya,
malah justru semakin bertambah. Ia lebih memilih jika Laila dibunuh daripada
harus menerima Majnun menikah dengan Majnun. Ayah Laila secara analitik juga
dikatakan sebagai seseorang yang pandai berbicara, sebagaimana ditunjukkan
dalam paragraf berikut:
Untuk sesaat, kefasihan berbicara dan kehebatan kata -katanyamembuat Naufal terdiam. Namun ia tidak merasa marah terhadapsosok bungkuk yang bersimpuh di tanah di depannya. Dengantegas namun penuh kelembutan, dia menjawab, “Berdirilah, orangtua! Meskipun aku sedang di atas angin, aku tidak berniat untukmembawa putrimu dengan paksaan. Seorang gadis yang dibawadengan paksaan bagaikan makanan tanpa garam: aku akanmembawanya darimu hanya jika kau ikhlas melepasnya.” (hlm 80)
Sebagaimana yang dintunjukkan pada penggalan paragraf di atas, dengan
kepandaiannya berbicara, ayah Laila mampu menyentuh hati Naufal sehingga
keinginan Naufal untuk membawa anaknya secara paksaan menghilang dan
berganti dengan kasihan.
Adapun tokoh Naufal secara analitik dideskripsikan oleh pengarang
sebagai berikut:
Jurang tempat dimana Majnun memutusk an untuk tinggal terletakdi sebuah daerah yang dikuasai oleh seorang pangeran Badui
176
bernama Naufal. Keberanian dan kegigihannya di medan perangtelah membuatnya dijuluki sebagai “Penghancur Bala Tentara”,tapi meskipun ia memiliki hati seganas singa di hadapan musuh-musuhnya, kepada teman-temannya sendiri ia sangat berbelaskasih. (hlm 59)
Dari kutipan di atas terlihat bahwa tokoh Naufal merupakan seorang pangeran
dari Badui yang sangat gagah berani dan memiliki hati yang baik.
Kegagahberaniannya telah terkenal di seluruh Jazirah Arab. tidak ada ciri-ciri
fisik secara langsung digunakan pengarang untuk mendeskripsikan tokoh Naufal.
Secara dramatik terlihat bahwa tokoh Naufal merupakan tokoh yang
gagah berani. Setiap kata yang diutarakannya penuh dengan ke tegasan dan
semangat yang tinggi. Ia juga digambarkan sebagai sahabat yang baik untuk
Majnun, karena secara sadar ia menyatakan kerelaannya berperang demi
keinginan Majnnun.
“Aku, Naufal, dengan ini menyatakan niatku untuk berperangdenganmu. Pasukanku te lah bersiaga dan kami siap untukbertempur denganmu sampai tetes darah terakhir hingga kamimemperoleh kemenangan. Ada satu jalan keluar untuk mencegahperang ini, yaitu bila kalian menyerahkan Laila padaku; jika kalianmenolak, maka pedang yang akan berbi cara. Aku bertekadmenyerahkan Laila ke tangan orang yang sangat mencintainya,satu-satunya lelaki di dunia ini yang patut mendapatkannya. Itulahtujuanku.” (hlm 69)
Berdasarkan uraian di atas mengenai tokoh dan penokohan, dapat
dikatakan bahwa para tokoh merupakan pengembangan ide pengarang berkenaan
dengan kehidupan masyarakat pada zamannya. Adanya keberadaan tokoh
bawahan, memberikan dukungan dan eksistensi tokoh utama dalam cerita. Terkait
dengan tokoh utama yang menjadi objek cerita, penggambaran pen garang akan
sosok Majnun merupakan penggambaran akan ketidak berdayaan manusia atas
177
takdir. Begitu pula yang digambarkan pengarang pada tokoh -tokoh bawahan yang
lain (tokoh Sang Sayid, Naufal, Laila, ayah Laila) mengesankan manusia
hanyalah pelaksana. Seberapapun keinginannya dan seberapapun usaha yang
dilakukan untuknya, tetap takdir yang menentukan semuanya.
Sama seperti Laila Majnun, penokohan dalam novel Sitti Nurbaya juga
didasarkan pada metode analitik dan metode dramatik yang dimanfaatkan untuk
mempermudah pembaca dalam mengenali watak para tokoh. Deskripsi mengenai
tokoh Samsulbahri dalam novel digambarkan dengan metode analitik dan metode
dramatik oleh pengarang, sebagaimana yang terlihat dalam kutipan berikut:
...Kulitnya kuning sebagai kuning lang sat, rambut dan matanyahitam sebagai dawat. Di bawah dahinya yang lebar dan tinggi,nyata kelihatan alis matanya yang tebal dan hitam pula. Hidungnyamancung dan mulutnya halus. Badannya sedang, tak gemuk dantak kurus, tetapi tegap. Pada wajah mukanya ya ng jernih dantenang, berbayang, bahwa ia seorang yang lurus, tetapi keras hati:tak mudah di bantah, barang sesuatu maksudnya. Menilik pakaiandan rumah sekolahnya, nyata ia adalah seorang yang mampu dantertib sopannya menyatakan ia anak seorang yang ber bangsatinggi. (hlm 9)
Pada kutipan di atas secara analitik terlihat bahwa Samsulbahri memiliki
wajah yang tampan dengan postur badan yang tegap, hidung mancung, dan mulut
yang halus. Ia juga merupakan seorang anak yang sopan dan baik hati. Selain itu
dapat dilihat pula kalau ia adalah anak dari seseorang yang berada meskipun pada
jaman penjajahan Belanda. Jelas seklai pengarang ingin menggambarkan
Samsulbahri itu sebagai seorang yang tampan dan berbudi pekerti yang baik
walapun agak sedikit keras kepala.
178
Pengarang juga menggambarkan tokoh Samsulbahri sebagai sosok yang
pandai, baik secara analitik maupun secara dramatik. Secara dramatik kepandaian
Samsulbahri muncul pada dialog berikut:
Nah, jarum itu misalkan lah si A, yang menunggang kuda dari P keM, dan jarum pendeknya si B, yang berjalan kaki dari P ke N.”Kata si Sam.“sekarang berapakah kecepatan perjalanan kedua jarum itu?” tanyaSam pula.“Jarum apanjang 60 menit dan ajrum pendek 5 menit,” jawab Nur.“Jadi berapa perbedaan perjalanan kedua jarum itu dalam sejam?”“55 menit,” jawab si Nur.“Nah, suruhlah kedua mereka itu sama -sama berangkat! Si A dariP ke M, dan si B dari P ke N,” kata Sam pula.“O, ya benar, benar!” kata si Nur. “sekarang mengertilah aku.”“Ya, kalau tahu rahasia hitungan, mudah benar mencarinya,bukan?”(hlm 13)
Pada kutipan dialog di atas jelas tergambar bagaimana kepandaian
Samsulbahri ketika ia mengajari Sitti Nurbaya dalam bidang matematika.
Penggunaan istilah pada bidang-bidang yang akan ia hitung menunjukkan betapa
ia mengerti hal yang sukar dimengerti orang lain, dalam hal ini Sitti Nurbaya.
Secara analitik kepandaian Samsulbahri juga dihadirkan oleh pengarang pada
kutipan berikut:
...anak ini telah di kelas 7 sekolah Belanda Pasar Abancang. Olehsebab ia seorang anak yang pandai, gurunya telah memintakankepada Pemerintah, supaya ia dapat meneruskan pelajarannya padasekolah Dokter Jawa di Jakarta. (hlm 14)
Samsulbahri mendapat rekomendasi dari gurunya untuk meneruskan sekolahnya
ke Jakarta sebagai dokter. Sekolah Dokte r adalah sekolah yang hanya bisa
dimasuki oleh anak-anak yang memiliki kepandaian dan ketelitian. Jelas sekali,
pengarang sekali lagi menggambarkan bagaimana sosok Samsulbahri sebagai
179
seorang yang pandai. Selain pandai Samsulbahri juga sekali lagi digambar kan
sebagai seseorang yang jujur, berbudi bahasa baik, santun, dan suka menolong
yang lemah. Itu tergambar secara analitik pada kutipan berikut:
Ia bukan seorang anak yang pandai sahaja, tingkah lakunya punbaik: tertib, sopan santun, serta halus budi baha sanya. Lagi pula ialurus hati dan boleh dipercayai. Walapun ia rupanya sebagaiseorang anak yang lemah lembut, akn tetapi jika perlu, tidaklahtakut ia menguji kekuatan dan keberanianya dengan siapa saja:lebih-lebih untuk membela yang lemah. Dalam hal it u, tiadalah iapandang memandang bangsa atau pangkat. (hlm 14)
Sikap lain dari Samsulbahri yang sedikit menyimpang pun secara dramatik
dimunculkan oleh pengarang, sebagaimana yang terlihat dalam kutipan berikut:
...di balas oleh Samsu cium kekasihnya in i dengan pelukan hasrat.Di dalam berpeluk dan bercium-ciuman itu...(hlm 152)
Sikap Samsulbahri pada kutipan di atas merupakan sikap yang kurang terpuji.
Sitti Nurbaya memang kekasihnya, tetapi secara sah Sitti Nurbaya adalah istri dari
Datuk Meringgih. Seharusnya Samsulbahri mampu menahan hasratnya pada Sitti
Nurbaya selama Sitti Nurbaya masih menjadi istri Datuk Meringgih. Kesalahan
inilah yang akhirnya menyebabkan ia harus menerima konsekuensi untuk dirinya
sendiri, juga Sitti Nurbaya. Karena dengan kes alahan ini, Datuk Meringgih
menjadi sangat benci kepada Sitti Nurbaya dan akhirnya pun membunuh Sitti
Nurbaya, sedangkan Samsulbahri harus menerima pengusiran ayahnya juga tidak
diakuinya kembali Samsulbahri menjadi anaknya.
Tokoh Sitti Nurbaya atau yang biasa disebut Nur, yang merupakan kekasih
dari Samsulbahri, secara fisik dan penampilan melalui metode analitik dijelaskan
kalau ia adalah seorang wanita yang sangat cantik.
180
Rambutnya yang hitam dan tebal itu, dijalinnya dan diikat denganbenang sutera, dan diberinya pula berpita hitam di ujungnya.Gaunnya (baju nona-nona) terbuat dari kain batis, yangberkembang merah jambu. Dengan tangan kirinya dipegang sebuahbatu tulis dan sebuah kotak yang berisi anak batu, pensil, pena, danlain-lain sebagainya; dan tangan kanannya adalah sebuah payungsutera kuning muda, yang berbunga dan berpinggir hijau.
Alangkah elok parasnya anak perawan ini, tatkala berdirisedemikian! Seakan-akan dagang yang rawan, yang bercintakansesuatu, yang tak mudah diperolehnya. Pipin ya sebagai pauhdilayang, yang kemerah-merahan warnanya kena bayangan bajudan payungnya, bertambah merah rupanya, kena panas matahari.Apabila tertawa, cekunglah kedua pipinya, menambahkan manisrupanya; istimewa pula karena pada pipi kirinya ada tahi lal at yanghitam. Pandangan matanya tenang dan lembut, sebagai janda barubangun tidur. Hidungnya mancung, sebagai bunga melur, bibirnyahalus, sebagai delima merekah, dan di antara kedua bibir itukelihatan giginya, rapat berjejer, sebagai dua baris gading y angputih. Dagunya sebagai lebah bergantung... (hlm 9 -10)
Pada kutipan di atas secara analitik terlihat bahwa Sitti Nurbaya memil iki
wajah yang cantik. Kecantikannya ditunjukkan pengarang melalui gaya
bahasa perumpamaan. Pengarang secara dramatik juga men gambarkan
toko Sitti Nurbaya melalui dialog yang dikatakan tokoh Ludi dan Mualim
(tokoh tambahan yang mewakili masyarakat desa yang mengkukuhkan
kecantikkan Sitti Nurbaya), sebagai berikut:
Kira-kira sejam setelah itu, datanglah seorang mualim kapal,meminta surat pelayaran. Tatkala sampai ia ke dekat Nurbay a danterlihat olehnya kecantikan perempuan ini, berbisik-bisiklah iadengan keraninya, dalam bahasa Belanda, “Bagaimana pikiranmutentang perempuan ini, Ludi?”“Ini sesungguhnya bunga ros di Padang,” ja wab Ludi. (hlm 175)
Secara analitik pengarang juga memberikan gambaran bahwa Sitti
Nurbaya adalah anak seorang dari keluarga yang berada (kaya), seperti yang
tergambar dalam kutipan berikut:
181
Menurut bangun tubuh, warna kulit dan perhiasan gadis ini,nyatalah ia bangsa anak negeri di sana: orang kaya atau orang yangberpangkat tinggi. Barangsiapa memandangnya, tak dapat tiadaakan merasa tertarik oleh sesuatu tali rahasia, yang mengikat hati,dan jika mendengar suaranya, terlalailah daripada sesuatupekerjaan. Sekalian orang bersangka, anak ini kelak, jika telahsampai umurnya, niscaya akan menjadi sekuntum bunga, kembangkota padang, yang semerbak b aunya sampai ke mana-mana,menjadikan asyik berahi segala kumbang dan rama -rama yang adadi sana. (hlm 10)
Dari kutipan di atas terlihat jelas kalau Sitti Nurbaya digambarkan sebagai
anak orang kaya dengan kecantikkan yang dimilikinya. Sekali lagi pengarang
secara analitik menunjukkan Sitti Nurbaya adalah kembang Padang dan
kecantikkan yang dimilikinya adalah kecantikan yang mampu menggoda setiap
lelaki Padang ketika melihatnya.
Secara analitik Sitti Nurbaya juga memiliki sifat yang baik, yaitu
penyabar, penuh kasih sayang, dan pintar, sehingga ia disukai teman -temannya,
seperti pada kutipan berikut:
Anak ini pun seorang gadis, yang dapat dikatakan tiada bercacat,karena bukan rupanya saja yang cantik, tetapi kelakuan danadatnya, tertib dan sopannya, serta kebaikan hatinya, tiadalahkurang daripada kecantikkannya. (hlm 14)Oleh sebab itu anak seorang yang kaya dan karena ia cerdik danpandai pula, ia disukai dan disayangi oleh teman -temannya. (hlm79)
Secara dramatik Sitti Nurbaya juga digambarkan pengarang sebagai orang
yang penyabar, seperti yang terlihat pada kutipan berikut:
“Ah, jangan sam. Kasihanilah oran tua itu! Karena ia bukan barusehari dua bekerja pada ayahmu, melainkan telah bertahun -tahun.Dan di dalam waktu yang sekian lamanya itu, belum ada ia berbuatkesalahan apa-apa. Bagaimanakah rasanya, kalau kita sendirisudah setua itu, masih dimarahi ju ga? Pada sangkaku, tentulah adaalangan apa-apa padanya. Jangan-jangan ia mendapat kecelakaandi tengah jalan. (hlm 10)
182
Adapun secara analitik tokoh Datuk Meringgih dideskripsikan pengarang
sebagai berikut:
Itulah Datuk Meringgih, saudagar Padang yang term ashyurkayanya, sampai ke negeri -negeri lain. Pada masa itu, di antarasaudagar-saudagar bangsa Melayu di Padanng, tiada seorang pundapat melawan kekayaan Datuk meringgih ini. Hampir sekali tokodan rumah yang besar di Gedang, kepunyaannya. Hampir sekalia ntanah di Padang, tertulis di atas namanya. Sawahnya beratus piringdan kebunnya beratus bahu. Hampir sekalian perahunya yangberlabuh di muara, di dalam tangannya. Sekalian rotan dan damar,serta hasil hutan yang lain -lain, yang datang dari Painan danTerusan, masuk ke dalam penyimpanannya... (hlm 15)
Dari kutipan di atas terlihat bahwa tokoh Datuk Meringgih merupakan
seorang saudagar besar di Padang. Kekayaannya sangatlah berlimpah dan tak ada
seorang pun yang mampu menyamai kekayaan yang dimiliki Datuk Meringgih di
Padang. Mengenai ciri-ciri fisik Datuk meringgih, secara analitik peng arang
menggambarkannya sebagai berikut:
...Rupanya buruk, umurnya telah lanjut, bangsanya rendah,pangkat dan kepandaiannya pun tak ada, selain daripadakepandaian berdagang. Akan tetapi kekuasaan uangnya, yangtinggi menjadi rendah, yang keras menjadi lunak dan yang jauhmenjadi dekat. (hlm 16)
Badannya kurus tinggi, punggungnya bungkuk udang, dadanyacekung, serta kakinya pengkar, kepalanya besar, tetapi tipis dimuka, serta sulah pula. Rambutnya tinggal sedikit sekelilingkepalanya itu, telah putih sebagai kapas di busur. Misai danjanggutnya panjang, tetapi hanya beberapa helai saja, tergantungpada dagu dan ujung bibirnya, melengkung ke bawah. Umurnyalebih dari setengah abad. Matanya kecil, tetapi tajam, hidungnyabungkuk, mulutnya besar, seperti telinga gajah, kulit mukanyaberkarut-marut dan penuh dengan bekas penyakit cacar... (hlm 84)
Dari kutipan di atas terlihat kalau tokoh Datuk Meringgih adalah orangtua
yang buruk rupa dan tidak memiliki keahlian lain kecuali berdagang. Namun
karena kekayaannya yang sangat melimpah, ia pun banyak dikagumi oleh rekan -
183
rekannya. Secara analitik pengarang juga menggambarkan tokoh Datuk
Meringgih sebagai seorang tamak akan kekuasaan dan kekayaan. Selain itu ia
juga digambarkan sebagai seorang yang sangat pelit, seperti yang terlihat pada
kutipan berikut:
... saudagar ini adalah seorang yang bakhil, loba dan tamak, tiadapengasih dan penyayang, serta bengis kasar budipekertinya. Asal i aakan beroleh uang, asal akan sampai maksudnya, tiadalahdiindahkannya barang sesuatu, tiadalah ditakutinya barang apa pundan tiadalah ia pandang-memandang. Terbujur lalu, terbelintangpatah, katanya. (hlm 84)
Sedangkan tokoh Sutan Mahmud secara analit ik digambarkan pengarang
sebagai seorang saudagar kaya berpangkat tinggi yang memimpin sebuah wilayah.
Anak laki-laki yang dipanggil Sam oleh temannya tadi, ialahSamsulbahri, anak Sutan Mahmud Syah. Penghulu di Padang:seorang yang berpangkat dan berbangsa tinggi..(hlm 14)
Secara analitik Sutan Mahmud juga digambarkan sebagai seorang yang
tampan, gagah, penyayang, dan berkelakuakn baik, sehingga ia pun menjadi
Penghulu yang lebih dipandang daripada penghulu -penghulu lain yang ada di kota
Padang, seperti yang terlihat pada kutipan berikut:
Memang gagah rupanya Penghulu ini duduk di atas bendinya,bertopangkan tongkat ruyung dengan kedua belah tangannya.Destarnya yang berbentuk “ciling menurun” itu adalah sebagaisuatu mahkota di atas kepalanya. Bajunya j as putih, berkancing“leter W,” dan ujung lengan bajunya berpetam sebagai baju opsir.Celananya celana panjang putih, sedang di antara baju dan celanakelihatan sarungnya, yang terjuntai hampir ke lututnya. Sepatunyasepatu kasut, yang diperbuat dari kuli t perlak hitam.
... Di antara Penghulu-penghulu yang delapan di kota Padangwaktu itu, Sutan Mahmud inilah yang terlebih di pandang orang,karena bangsanya tinggi, rupanya elok, tingkah lakunya pun baik;pengasih peyanyang kepada anak buahnya, serta adil dan lurusdalam pekerjaannya. (hlm 20)