landasan teori

69
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter-pasien merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Selama ini kompetensi komunikasi dapat dikatakan terabaikan, baik dalam pendidikan maupun dalam praktik kedokteran. Di Indonesia, sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter (superior-inferior), sehingga takut bertanya dan bercerita atau hanya menjawab sesuai pertanyaan dokter saja. Tidak mudah bagi dokter untuk menggali keterangan dari pasien karena memang tidak bisa diperoleh begitu saja. Perlu dibangun hubungan saling percaya yang dilandasi keterbukaan, kejujuran dan pengertian akan kebutuhan, harapan, maupun kepentingan masing-masing. Dengan terbangunnya hubungan 1 | Page

Upload: ira-maulani

Post on 13-Jan-2016

44 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

landasan teori

TRANSCRIPT

Page 1: landasan teori

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter-pasien merupakan salah

satu kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan

keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Selama ini

kompetensi komunikasi dapat dikatakan terabaikan, baik dalam pendidikan

maupun dalam praktik kedokteran.

Di Indonesia, sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup

untuk berbincang-bincang dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya.

Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk

menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut.

Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa dalam posisi lebih rendah di hadapan

dokter (superior-inferior), sehingga takut bertanya dan bercerita atau hanya

menjawab sesuai pertanyaan dokter saja. Tidak mudah bagi dokter untuk

menggali keterangan dari pasien karena memang tidak bisa diperoleh begitu saja.

Perlu dibangun hubungan saling percaya yang dilandasi keterbukaan, kejujuran

dan pengertian akan kebutuhan, harapan, maupun kepentingan masing-masing.

Dengan terbangunnya hubungan saling percaya, pasien akan memberikan

keterangan yang benar dan lengkap sehingga dapat membantu dokter dalam

mendiagnosis penyakit pasien secara baik dan memberi obat yang tepat bagi

pasien. Komunikasi yang baik dan berlangsung dalam kedudukan setara (tidak

superior-inferior) sangat diperlukan agar pasien mau/dapat menceritakan

sakit/keluhan yang dialaminya secara jujur dan jelas. Komunikasi efektif mampu

mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilan keputusan tentang rencana

tindakan selanjutnya, sedangkan komunikasi tidak efektif akan mengundang

masalah.

Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan

oleh kedua pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa

mengembangkan komunikasi dengan pasien hanya akan menyita waktu dokter,

1 | P a g e

Page 2: landasan teori

tampaknya harus diluruskan. Sebenarnya bila dokter dapat membangun hubungan

komunikasi yang efektif dengan pasiennya, banyak hal-hal negatif dapat dihindari.

Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien dan keluarganya dan pasien

pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat berpengaruh pada proses

penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman ditangani oleh

dokter sehingga akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena yakin

bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien percaya

bahwa dokter tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatannya.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

1. Memahami Praktek komunikasi dokter-pasien di lapangan

2. Menganalisis kekurangan praktek komunikasi dokter-pasien di lapangan

3. Menerapkan komunikasi dokter pasien yang efektif

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan dokter-pasien yang telah

terjalain di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.

2. Untuk menyelesaikan tugas Early Exposure.

3. Untuk memenuhi tugas Early Exposure demi mencapai kelulusan blok

kedua.

1.3 Manfaat

1. Menambah ilmu tentang komunikasi efektif dokter-pasien dan hubungan

antara dokter dan pasien, sehingga pada saatnya nanti, dokter mampu

mengaplikasikannya dengan kehidupan nyata.

2. Menambah pengalaman dan observasi lapangan.

BAB II

2 | P a g e

Page 3: landasan teori

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar-dasar Komunikasi

Pada dasarnya, setiap orang memerlukan komunikasi sebagai salah satu

alat bantu dalam kelancaran bekerja sama dengan orang lain dalam bidang

apapun. Komunikasi berbicara tentang cara menyampaikan dan menerima pikiran-

pikiran, informasi, perasaan, dan bahkan emosi seseorang, sampai pada titik

tercapainya pengertian yang sama antara penyampai pesan dan penerima pesan.

Secara umum, definisi komunikasi adalah “Sebuah proses penyampaian

pikiran-pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara

tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh

penyampai pikiran-pikiran atau informasi”. (Komaruddin, 1994; Schermerhorn,

Hunt & Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, 1988)

Aplikasi definisi komunikasi dalam interaksi antara dokter dan pasien di

tempat praktik diartikan tercapainya pengertian dan kesepakatan yang dibangun

dokter bersama pasien pada setiap langkah penyelesaian masalah pasien. Untuk

sampai pada tahap tersebut, diperlukan berbagai pemahaman seperti pemanfaatan

jenis komunikasi (lisan, tulisan/verbal, non-verbal), menjadi pendengar yang baik

(active listener), adanya penghambat proses komunikasi (noise), pemilihan alat

penyampai pikiran atau informasi yang tepat (channel), dan mengenal

mengekspresikan perasaan dan emosi. Selanjutnya definisi tersebut menjadi dasar

model proses komunikasi yang berfokus pada pengirim pikiran-pikiran atau

informasi (sender/source), saluran yang dipakai (channel) untuk menyampaikan

pikiran-pikiran atau informasi, dan penerima pikiran-pikiran atau informasi

(receiver). Model tersebut juga akan mengilustrasikan adanya penghambat

pikiran-pikiran atau informasi sampai ke penerima (noise), dan umpan balik

(feedback) yang memfasilitasi kelancaran komunikasi itu sendiri. Sender, channel,

receiver, noise, dan feedback.

2.2 Elemen-elemen dalam Model Proses Komunikasi

3 | P a g e

Page 4: landasan teori

Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti

sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah

perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana,

2003).

Sumber (source) atau kadang disebut juga pengirim pesan adalah orang

yang menyampaikan pemikiran atau informasi yang dimilikinya. Pengirim pesan

bertanggungjawab dalam menerjemahkan ide atau pemikiran (encoding) menjadi

sesuatu yang berarti, dapat berupa pesan verbal, tulisan, dan atau non verbal, atau

kombinasi dari ketiganya. Pesan ini dikomunikasikan melalui saluran (channel)

yang sesuai dengan kebutuhan.

Pesan diterima oleh penerima pesan (receiver). Penerima akan

menerjemahkan pesan tersebut (decoding) berdasarkan batasan pengertian yang

dimilikinya. Dengan demikian dapat saja terjadi kesenjangan antara yang

dimaksud oleh pengirim pesan dengan yang dimengerti oleh penerima pesan yang

disebabkan kemungkinan hadirnya penghambat (noise). Penghambat dalam

pengertian ini bisa diakibatkan oleh perbedaan sudut pandang, pengetahuan atau

pengalaman, perbedaan budaya, masalah bahasa, dan lainnya. Pada saat

menyampaikan pesan, pengirim perlu memastikan apakah pesan telah diterima

dengan baik. Sementara penerima pesan perlu berkonsentrasi agar pesan diterima

dengan baik dan memberikan umpan balik (feedback) kepada pengirim. Umpan

balik penting sebagai proses klarifikasi untuk memastikan tidak terjadi salah

interpretasi.

Dalam hubungan dokter-pasien, baik dokter maupun pasien dapat berperan

sebagai sumber atau pengirim pesan dan penerima pesan secara bergantian. Pasien

sebagai pengirim pesan, menyampaikan apa yang dirasakan atau menjawab

pertanyaan dokter sesuai pengetahuannya. Sementara dokter sebagai pengirim

pesan, berperan pada saat menyampaikan penjelasan penyakit, rencana

pengobatan dan terapi, efek samping obat yang mungkin terjadi, serta dampak dari

dilakukan atau tidak dilakukannya terapi tertentu. Dalam penyampaian ini, dokter

bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa yang disampaikan.

4 | P a g e

Page 5: landasan teori

Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan memperhatikan

setiap pernyataan pasien. Untuk memastikan apa yang dimaksud oleh pasien,

dokter sesekali perlu membuat pertanyaan atau pernyataan klarifikasi. Mengingat

kesenjangan informasi dan pengetahuan yang ada antara dokter dan pasien, dokter

perlu mengambil peran aktif. Ketika pasien dalam posisi sebagai penerima pesan,

dokter perlu secara proaktif memastikan apakah pasien benar-benar memahami

pesan yang telah disampaikannya.

Misalnya dalam menginterpretasikan kata “panas”. Dokter yang

mempunyai pasien berumur dua tahun memesankan kepada ibu pasien, “Kalau dia

panas, berikan obatnya.” Pengertian panas oleh ibu pasien mungkin saja berbeda

dengan yang dimaksudkan oleh dokter. Dokter perlu mencari cara untuk

memastikan si ibu mempunyai pemahaman yang sama, misalnya dengan

menggunakan ukuran yang tepat, yaitu termometer. Dokter mengajarkan cara

menggunakan termometer untuk mengetahui keadaan anaknya. Si ibu diminta

memberikan obat yang telah diresepkan dokter kepada anaknya apabila suhu

tubuh anak mencapai angka tertentu yang dimaksud dokter mengalami “panas”.

Dalam dunia medik, warna yang berbeda, ukuran yang berbeda, rasa yang

berbeda bisa jadi merupakan hal yang amat vital, karena bisa membedakan

intensitas radang, intensitas nyeri, yang pada akhirnya bermuara pada perbedaan

diagnosis maupun jenis obat yang harus diminum. Peran dokter sebagai fasilitator

pembicaraan amat penting agar tidak terjadi salah interpretasi.

2.3 Komunikasi Efektif dalam Hubungan Dokter-Pasien

Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan

oleh kedua pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa

mengembangkan komunikasi dengan pasien hanya akan menyita waktu dokter,

tampaknya harus diluruskan. Sebenarnya bila dokter dapat membangun hubungan

komunikasi yang efektif dengan pasiennya, banyak hal-hal negatif dapat dihindari.

Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien dan keluarganya dan pasien

pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat berpengaruh pada proses

penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman ditangani oleh

5 | P a g e

Page 6: landasan teori

dokter sehingga akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena yakin

bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien percaya

bahwa dokter tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatannya.

Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak

memerlukan waktu lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit

waktu karena dokter terampil mengenali kebutuhan pasien (tidak hanya ingin

sembuh). Dalam pemberian pelayanan medis, adanya komunikasi yang efektif

antara dokter dan pasien merupakan kondisi yang diharapkan sehingga dokter

dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien,

berdasarkan kebutuhan pasien.

Namun disadari bahwa dokter dan dokter gigi di Indonesia belum

disiapkan untuk melakukannya. Dalam kurikulum kedokteran dan kedokteran

gigi, membangun komunikasi efektif dokter-pasien belum menjadi prioritas.

Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman (guidance) untuk dokter guna

memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan atau keluarganya. Melalui

pemahaman tentang hal-hal penting dalam pengembangan komunikasi dokter-

pasien diharapkan terjadi perubahan sikap dalam hubungan dokter-pasien.

Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk

mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih

memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien

bagi keduanya (Kurtz,1998).

Menurut Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan

komunikasi yang digunakan:

Disease centered communication style atau doctor centered communication

style. Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan

diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan

gejala-gejala.

Illness centered communication style atau patient centered communication

style. Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang

penyakitnya yang secara individu merupakan pengalaman unik. Di sini

6 | P a g e

Page 7: landasan teori

termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya, harapannya, apa yang menjadi

kepentingannya serta apa yang dipikirkannya.

Dengan kemampuan dokter memahami harapan, kepentingan, kecemasan,

serta kebutuhan pasien, patient centered communication style sebenarnya tidak

memerlukan waktu lebih lama dari pada doctor centered communication style.

Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan

melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya

menciptakan satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati itu sendiri

dapat dikembangkan apabila dokter memiliki ketrampilan mendengar dan

berbicara yang keduanya dapat dipelajari dan dilatih.

Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic

Communication in Physician-Patient Encounter (2002), menyatakan betapa

pentingnya empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam

batasan definisi berikut:

1. Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien (a

physician cognitive capacity to understand patient’s needs).

2. Menunjukkan afektifitas/sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien (an

affective sensitivity to patient’s feelings)

3. Kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan empatinya

kepada pasien (a behavioral ability to convey empathy to patient).

2.4 APLIKASI KOMUNIKASI EFEKTIF DOKTER-PASIEN

2.4.1 Sikap Profesional Dokter

Sikap profesional seorang dokter ditunjukkan ketika dokter

berhadapan dengan tugasnya (dealing with task), yang berarti mampu

menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai peran dan fungsinya; mampu mengatur

diri sendiri seperti ketepatan waktu, pembagian tugas profesi dengan tugas-

tugas pribadi yang lain (dealing with one-self); dan mampu menghadapi

berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerja sama dengan profesi

7 | P a g e

Page 8: landasan teori

kesehatan yang lain (dealing with others). Di dalam proses komunikasi

dokter-pasien, sikap profesional ini penting untuk membangun rasa nyaman,

aman, dan percaya pada dokter, yang merupakan landasan bagi

berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998). Sikap

profesional ini hendaknya dijalin terus-menerus sejak awal konsultasi, selama

proses konsultasi berlangsung, dan di akhir konsultasi. Contoh sikap dokter

ketika menerima pasien:

Menyilakan masuk dan mengucapkan salam.

Memanggil/menyapa pasien dengan namanya.

Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu

menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak

lelah).

Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter umum,

spesialis, dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan

tumbuh kembang, dan lain-lain).

Menilai suasana hati lawan bicara

Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimik, gerak/bahasa tubuh)

pasien

Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna

menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.

Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi

yang tidak perlu.

Apabila pasien marah, menangis, takut, dan sebagainya maka dokter tetap

menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.

Melibatkan pasien dalam rencana tindakan medis selanjutnya atau

pengambilan keputusan.

Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak

Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua

belah pihak.

Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.

8 | P a g e

Page 9: landasan teori

2.4.2 Sesi Pengumpulan Informasi

Di dalam komunikasi dokter-pasien, ada dua sesi yang penting, yaitu

sesi pengumpulan informasi yang di dalamnya terdapat proses anamnesis, dan

sesi penyampaian informasi. Tanpa penggalian informasi yang akurat, dokter

dapat terjerumus ke dalam sesi penyampaian informasi (termasuk nasihat,

sugesti atau motivasi dan konseling) secara prematur. Akibatnya pasien tidak

melakukan sesuai anjuran dokter. Dalam dunia kedokteran, model proses

komunikasi pada sesi penggalian informasi telah dikembangkan oleh Van

Dalen (2005) dan digambarkan dalam sebuah model yang sangat sederhana

dan aplikatif.

Kotak 1 : Pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan

terbuka yang dikemukakan oleh dokter (Patient takes the lead through

open ended question by the doctor)

Kotak 2 : Dokter memimpin pembicaraan melalui pertanyaan

tertutup/terstruktur yang telah disusunnya sendiri (Doctors takes the lead

through closed question by the doctor).

Kotak 3 : Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan

berdasarkan negosiasi kedua belah pihak (Negotiating agenda by both).

Sesi penggalian informasi terdiri dari:

1. Mengenali alasan kedatangan pasien, dimana belum tentu keluhan utama

secara medis (Silverman, 1998). Inilah yang disebut dalam kotak pertama

model Van Dalen (2005). Pasien menceritakan keluhan atau apa yang

dirasakan sesuai sudut pandangnya (illness perspective). Pasien berada

pada posisi sebagai orang yang paling tahu tentang dirinya karena

mengalaminya sendiri. Sesi ini akan berhasil apabila dokter mampu

menjadi pendengar yang aktif (active listerner). Pendengar yang aktif

adalah fasilitator yang baik sehingga pasien dapat mengungkapkan

kepentingan, harapan, kecemasannya secara terbuka dan jujur. Hal ini

akan membantu dokter dalam menggali riwayat kesehatannya yang

merupakan data-data penting untuk menegakkan diagnosis.

9 | P a g e

Page 10: landasan teori

2. Penggalian riwayat penyakit (Van Thiel, 2000) Penggalian riwayat

penyakit (anamnesis) dapat dilakukan melalui pertanyaanpertanyaan

terbuka dahulu, yang kemudian diikuti pertanyaan tertutup yang

membutuhkan jawaban ”ya” atau ”tidak”. Inilah yang dimaksud dalam

kotak kedua dalam model Van Dalen (2005). Dokter sebagai seorang

yang ahli, akan menggali riwayat kesehatan pasien sesuai kepentingan

medis (disease perspective). Selama proses ini, fasilitasi terus dilakukan

agar pasien mengungkapkan keluhannya dengan terbuka, serta proses

negosiasi saat dokter hendak melakukan komunikasi satu arah maupun

rencana tindakan medis.

2.4.3 Sesi Penyampaian Informasi

Setelah sesi sebelumnya dilakukan dengan akurat, maka dokter dapat

sampai kepada sesi memberikan penjelasan. Tanpa informasi yang akurat di

sesi sebelumnya, dokter dapat terjebak kedalam kecurigaan yang tidak

beralasan. Secara ringkas ada 6 (enam) hal yang penting diperhatikan agar

efektif dalam berkomunikasi dengan pasien, yaitu:

1. Materi Informasi apa yang disampaikan

a) Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak

nyaman/sakit saat pemeriksaan).

b) Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis.

c) Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan

diagnosis, termasuk manfaat, risiko, serta kemungkinan efek

samping/komplikasi.

d) Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk

menegakkan diagnosis.

e) Diagnosis, jenis atau tipe.

f) Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan

masing-masing cara).

g) Prognosis.

h) Dukungan (support) yang tersedia.

10 | P a g e

Page 11: landasan teori

2. Siapa yang diberi informasi

a) Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya memungkinkan.

b) Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.

c) Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan

bertanggung jawab atas pasien kalau kondisi pasien tidak

memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri secara langsung.

3. Berapa banyak atau sejauh mana

a) Untuk pasien: sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa

perlu untuk disampaikan, dengan memerhatikan kesiapan mental

pasien

b) Untuk keluarga: sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan

sebanyak yang dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan

selanjutnya.

4. Kapan menyampaikan informasi

Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan

.

5. Di mana menyampaikannya

a) Di ruang praktik dokter.

b) Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.

c) Di ruang diskusi.

d) Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/keluarga

dan dokter.

6. Bagaimana menyampaikannya

a) Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak

melalui telpon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim

melalui pos, faksimile, sms, internet.

11 | P a g e

Page 12: landasan teori

b) Persiapan meliputi:

materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis,

prognosis sudah disepakati oleh tim).

ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu

orang lalu lalang, suara gaduh dari tv/radio, telepon.

waktu yang cukup.

mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemani oleh

keluarga/orang yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir

sebaiknya lebih dari satu orang).

c) Jajaki sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang akan

dibicarakan.

d) Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana informasi yang

diinginkan dan amati kesiapan pasien/keluarga menerima informasi

yang akan diberikan.

2.4.4 SAJI, Langkah-langkah Komunikasi

Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan

komunikasi, yaitu SAJI (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health

Nutrition, Depkes RI, 1999).

S = Salam

A = Ajak Bicara

J = Jelaskan

I = Ingatkan

Secara rinci penjelasan mengenai SAJI adalah sebagai berikut.

1. Salam:

Beri salam, sapa dia, tunjukkan bahwa Anda bersedia meluangkan

waktu untuk berbicara dengannya.

12 | P a g e

Page 13: landasan teori

2. Ajak Bicara:

Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara sendiri.

Dorong agar pasien mau dan dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya.

Tunjukkan bahwa dokter menghargai pendapatnya, dapat memahami

kecemasannya, serta mengerti perasaannya. Dokter dapat menggunakan

pertanyaan terbuka maupun tertutup dalam usaha menggali informasi.

3. Jelaskan:

Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang

ingin diketahuinya, dan yang akan dijalani/dihadapinya agar ia tidak terjebak

oleh pikirannya sendiri. Luruskan persepsi yang keliru. Berikan penjelasan

mengenai penyakit, terapi, atau apapun secara jelas dan detil.

4. Ingatkan:

Percakapan yang dokter lakukan bersama pasien mungkin memasukkan

berbagai materi secara luas, yang tidak mudah diingatnya kembali. Di bagian

akhir percakapan, ingatkan dia untuk hal-hal yang penting dan koreksi untuk

persepsi yang keliru. Selalu melakukan klarifikasi apakah pasien telah

mengerti benar, maupun klarifikasi terhadap hal-hal yang masih belum jelas

bagi kedua belah pihak serta mengulang kembali akan pesan-pesan kesehatan

yang penting.

2.5 Pola Dasar Hubungan Antara Dokter-Pasien

Menurut Mulyohadi Ali dalam buku Hukum Pidana Malpraktik Medik

(2010,13) menyebutkan bahwa pasien (klien pelayanan medik) adalah orang yang

memerlukan pertolongan dokter karena penyakitnya, dan dokter adalah orang

yang dimintai pertolongan karena kemampuan profesinya yang dianggap mampu

mengobati penyakit. Hubungan yang terjadi ketika dokter bersedia menerima

klien itu sebagai pasien. Hubungan antara orang yang memerlukan pertolongan

dan orang yang diharapkan memberikan pertolongan pada umumnya bersifat tidak

13 | P a g e

Page 14: landasan teori

seimbang. Dokter berada pada posisiyang lebih kuat dan pasien berada pada posisi

yang lemah. Dalam hubungan yanag demikian, dokter diharapkan akan bersikap

bijaksana dan tidak memanfaatkan kelemahan pasien untuk menguntungkan diri

sendiri. Selain itu dokter juga mempunyai kewajiban moral untuk menghormati

hak pasien sebagai manusia.

Ketika hubungan dokter-pasien itu disertai dengan permintaan dokter

untuk mendapatkan imbalan jasa dari klien (pasien) dan klien (pasien) bersedia

memenuhinya maka terjadilah hubungan yang disebut sebagai hubungan

kontraktual. Dalam hubungankontraktual terdapat kewajiban dan hak dari kedua

belah pihak yang haruss dihormati, serta tanggung jawab jika ada yang tidak

memenuhi kesepakatan tersebut. Karena sikap hubungan yang tidak seimbang

tersebut maka faktor kepercayaan memegang peranan penting. Pihak klien

(pasien) hendaknya bersedia bersikap jujur dalamm mengungkapkan berbagai hal

yang ingin diketahui oleh dokter , termasuk hal yang bersifat pribadi, dan dokter

besikap jujur atas upaya yang akan dilakukannya untuk menolong passien. Selain

itu dokter juga harus dapatdipercaya bahwa ia akan menyimpan semua rahasia itu

kepada siapapun tanpa persetujuan pasien kecuali atas perintah undang-undang.

Saling percaya dan saling dapat dipercaya ini sangat penting (krusial) dalam

menjaga hubungan yang akan memungkinkan dokter mencaripenyelesaian bagi

keluhan pasien.

Dalam hubungan tersebut terlihat superioritas dokter terhadap pasien

dalam bidang ilmu biomedis. Hanya dokter yang aktif,sedangkan passien pasif.

Hubungan ini berlangsung berat sebelah dan tidak sempurna karena merupakan

pelaksanaan wewenang yang satu terhadap yang lain. Oleh karena hubungan

dokter-pasien merupakan hubungan antar-manusia maka lebih dikehendaki

hubungan yang mendekati persamaan hak antar keduannya. Adalah kewajiban

kedua belah pihak untuk menciftakan kemitraan untuk salaing terbuka. Pasien

mempunyai hak untuk mengetahui kebenaran tentang penyakitnya, sedangkan

dokter harus secara bijaksana mempertimbbanagkan sejauh mana ia dapat

memenuhi kewajibannya. Menurut Guttenteng dalam buku Hukum Pidana

Malpraktik Medik (2010,14) menyebutkan bahwa “memberitahukan seebuah

14 | P a g e

Page 15: landasan teori

kebenaran yang tidak diharapkan , dalam hal ini tentang penyakit, haruslah

disampaikan apabila keluarga/ penderita sudah benar-benar siap menerima hal

itu”. Satu aspek yang paling penting dari hubungan dokter-pasien, disepanjang

zaman, adalah kualitas humanistik seorang dokter yang baik. Pasien akan mencari

dokter yang peduli tentang dia sebagai manusia, yang akan memperlakukan sesuai

denagn hak-haknya sebagai pasien.

Sebenarnya pola dasar hubungan dokter dan pasien, terutama berdasarkan

keadaan sosial budaya dan penyakit pasien, menurut Szas dan Hollendder (1956),

dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Activity – Passivity

Pola hubungan ini terjadi pada pasien yang keselamatan jiwanya

terancam,atau sedang tidak sadar, atau menderita gangguan mental berat.

Pola terapi terjaddi dalam keadaan pasien tidak berdaya.

2. Guidance – cooperation

Hubungan membimbing-kerjasama, sepertihalnya hubungan anatara orang

tua dan remaja. Pola ini terjadi bila keaadaan penyakit pasien tidak terlalu

berat, misalnya infeksi penyakit paru atau penyakit akut lainnya.

Meskipun sakit passien tetap sadar dan memiliki perasaan serta kemauan

sendiri. Ia berusaha mencari pertolongan pengobatan dan bersedia bekerja

sama. Walaupun dokter mengetahui lebih banyak, ia tidak semata-mata

mmenjalankan wewenangnya, namun mengharapkan kerja sama pasien

yang diwujudkan dengan menuruti nasihat dan anjuran dokter.

3. Mutual particippation

Filosofi dasar dari pola pendekatan ini adalah berdasarkan pemikiran

bahwa setiap manusia memiliki martabat dan hak yang sama. Pola ini

terjadi pada mereka yang ingin memelihara kesehatan dengan melakukan

medical check up atau pada pasien yang menderita penyakit kronis seperti

hipertensidan diabetes melitus. Pasien secara sadardan aktif berperan

dalam pengobatan terhadap dirinya sendiri.

15 | P a g e

Page 16: landasan teori

2.6 Hak dan Kewajiban Dokter-Pasien

2.6.1 Hak dan Kewajiban Dokter

Dalam Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik

Kedokteran terdapat Hak dan Kewajiban Dokter yang terkandung dalam

paragraf 6.

Adapun Hak Dokter dalam Pasal 50 yaitu:

a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai

dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar

prosedur operasional;

c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau

keluarganya; dan

d. Menerima imbalan jasa.

Sedangkan Kewajiban Dokter dalam Pasal 51 adalah:

a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar

prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian

atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu

pemerikasaan atau pengobatan;

c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan

juga setelah pasien itu meninggal dunia;

d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila

ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan

e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu

kedokteran atau kedokteran gigi.

2.6.2 Hak dan Kewajiban Pasien

16 | P a g e

Page 17: landasan teori

Adapun Hak dan Kewajiban Pasien terdapat dalam Paragraf 7 UU

No. 29 Tahun 2004 adalah sebagai berikut:

Hak Pasien dalam Pasal 52, yaitu:

a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);

b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;

c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

d. Menolak tindakan medis; dan

e. Mendapatkan isi rekam medis.

Kewajiban Pasien dalam Pasal 53, yaitu:

a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah

kesehatannya;

b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;

c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan

d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Pelaksanaan

17 | P a g e

Page 18: landasan teori

Observasi dilaksanakan di Rumah Sakit Muhammadiyah Plaju, Palembang.

3.2 Waktu Pelaksanaan

Hari dan Tanggal : 16 November 2011

Jam : 11.15 – 12.45

3.3 Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan, yaitu:

1. Pena

2. Buku tulis

3. Kamera atau alat perekam

3.4 Subjek Tugas Mandiri

Mengobservasi hubungan antara dokter dan pasien di Rumah Sakit

Muhammadiyah Palembang.

3.5 Langkah Kerja

Langkah kerja dalam tugas Early Exposure ini adalah :

1. Membuat Proposal.

2. Melakukan Konsultasi kepada pembimbing Early Exposure.

3. Meminta izin kepada petugas RS. Muhammadiyah Palembang untuk

melakukan Early Exposure secara administratif.

4. Mengumpulkan data atau melakukan observasi hubungan dokter – pasien.

5. Mengumpulkan hasil kerja lapangan untuk mendapatkan suatu

kesimpulan.

6. Membuat laporan hasil Early Exposure dari data yang sudah didapatkan.

3.6 Pengumpulan data

Melakukan observasi langsung terhadap hubungan antara dokter dan pasien di

Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.

18 | P a g e

Page 19: landasan teori

3.7 Pengolahan data

Analisis deskriptif yaitu pengolahan data yang dilakukan dengan cara

membandingkan teori dan data di lapangan

BAB IV

PEMBAHASAN

Hasil Observasi yang dilakukan oleh :

19 | P a g e

Page 20: landasan teori

Nama : Lisa Wendi Astuti

NIM : 70 2011 007

Menurut saya, dokter telah menerapkan prinsip SAJI yang baik dalam

mengahadapi pasiennya Terlihat dari sikap dokter yang berusaha menjalin

komunikasi yang baik terhadap pasiennya.Berusaha untuk menciptakan suasana

yang nyaman dan berusaha memberikan pelayanan terbaik.

Kendala:

Dalam proses diagnostik,kendala yang paling mendasar adalah keterbatasan

waktu, khususnya bagi dokter yang memiliki banyak pasien. Namun yang harus

dilakukan jika hal ini terjadi pada diri saya adalah saya harus bisa memanfaatkan

waktu yang sedikit itu seoptimal mungkin dan harus terbina hubungan yang

nyaman antara saya dan pasien saya. Sebagai dokter yang baik, tentunya penting

untuk melakukan pengobatan yang efektif dan pemeriksaan yang membuat pasien

kita puas akan pelayanan kesehatan yang telah kita berikan.

Untuk kedepannya

Dokter yang baik, kita harus memberikan pelayanan kesehatan yang efektif

kepada pasien kita. Dalam berkomunikasi, hendaknya kita menciptakan suasana

yang nyaman agar bisa mempermudah diri kita untuk menggali informasi tentang

segala sesuatu yang kita butuhkan pada diri pasien tersebut. Lalu pentingnya kita

menggunakan bahasa yang membumi agar pasien bisa lebih mudah mengerti apa

yang sedang kita bicarakan

Hasil Observasi yang dilakukan oleh :

Nama : Wendra Armansyah

NIM : 70 2011 011

20 | P a g e

Page 21: landasan teori

Hasil Observasi yang dilakukan oleh :

Nama : Rista Purnama

NIM : 70 2011 012

21 | P a g e

Page 22: landasan teori

Hasil Observasi yang dilakukan oleh :

22 | P a g e

Page 23: landasan teori

Nama : Hendra Erca Riri

NIM : 70 2011 022

23 | P a g e

Page 24: landasan teori

Hasil Observasi yang dilakukan oleh :

Nama : Fadil Ramadhan

NIM : 70 2011 028

24 | P a g e

Page 25: landasan teori

Nama : Santhy Anisa

NIM : 70 2011 033

25 | P a g e

Page 26: landasan teori

Hasil Observasi yang dilakukan oleh :

Nama : Ika Arrizka

NIM : 70 2011 036

26 | P a g e

Page 27: landasan teori

Hasil Observasi yang dilakukan oleh :

Nama : Ira Maulani

NIM : 70 2011 040

27 | P a g e

Page 28: landasan teori

Hasil Observasi yang dilakukan oleh :

Nama : Maya Agustin

NIM : 70 2011 053

Menurut hasil pengamatan (observasi) yang telah saya lakukan pada hari rabu tanggal 23 november 2011 di poliklinik kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang, komunikasi yang dilakukan pleh dokter terhadap pasiennya sudah cukup efektif karena dokter sudah menerapkan langkah SAJI (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health Nutrition, Depkes RI, 1999) dalam berkomunikasi, yaitu:S = SalamA = Ajak BicaraJ = JelaskanI = IngatkanSecara rinci penjelasan mengenai SAJI adalah sebagai berikut.

Salam:

Beri salam, sapa dia, tunjukkan bahwa Anda bersedia meluangkan waktu untuk berbicara dengannya.

Ajak Bicara:

Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara sendiri. Dorong agar pasien mau dan dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya. Tunjukkan bahwa dokter menghargai pendapatnya, dapat memahami kecemasannya, serta mengerti perasaannya. Dokter dapat menggunakan pertanyaan terbuka maupun tertutup dalam usaha menggali informasi.

Jelaskan:

Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang ingin diketahuinya, dan yang akan dijalani/dihadapinya agar ia tidak terjebak oleh

28 | P a g e

Page 29: landasan teori

pikirannya sendiri. Luruskan persepsi yang keliru. Berikan penjelasan mengenai penyakit, terapi, atau apapun secara jelas dan detil.

Ingatkan:

Percakapan yang dokter lakukan bersama pasien mungkin memasukkan berbagaimateri secara luas, yang tidak mudah diingatnya kembali. Di bagian akhir percakapan, ingatkan dia untuk hal-hal yang penting dan koreksi untuk persepsi yang keliru. Selalu melakukan klarifikasi apakah pasien telah mengerti benar, maupun klarifikasi terhadap hal-hal yang masih belum jelas bagi kedua belah pihak serta mengulang kembali akan pesan-pesan kesehatan yang penting.

Sehingga dokter dapat menciptakan suasana yang nyaman pada saat berkomunikasi dengan pasiennya dan juga komunikasi berjalan dengan efektif.

Hasil Observasi yang dilakukan oleh :

Nama : Yulisti Fitri Utami

NIM : 70 2011 055

Dari observasi yang saya lakukan pada dokter yang bertugas di RS

Muhammadiyah Palembang, saya mendapati sikap dokter yang sudah memenuhi

kriteria dalam menerima pasien. Saat menerima pasien,dokter tidak mengucapkan

salam, mungkin ini dikarenakan pasien yang telah mengantri sudah banyak.

Dokter juga menciptakan suasana yang nyaman saat berkomunikasi dengan

pasien, ini terlihat dari sikap pasien yang terbuka dalam menyampaikan keluhan

dan tidak jarang pasien tersenyum. Dokter Tin juga menerapkan waktu anamnesis

yang cukup. Setiap pasien yang telah diperiksa dipersilahkan untuk duduk lalu

ditanyai keluhan – keluhan dan tak jarang pasien bertanya seputar

kehamilannya,dokterpun tanpa sungkan memberikan penjelasan kepada pasien.

Selama waktu anamnesis terlihat kalau dokter sebenarnya sangat lelah tetapi

terlihat pula dokter itu berusaha menghindari sikap itu saat berkomunikasi dengan

pasien. Selama anmnesis pula raut wajah dokter itu menyiratkan keterbukaan

menerima keluhan serta pertanyaan pasien, bahasa tubuhnya juga baik ,eye

contact dokter juga saya nilai sangat baik dalam mendengarkan pasien ini

menunjukkan antusiame dokter kepada pasien,nada bicara dokter yang lemah

lembut namun jelas juga menunjukkan bahwa dokter ini adalah dokter yang baik

tutur katanya. Dalam mendengarkanpun dokter menunjukkan perhatian dan

29 | P a g e

Page 30: landasan teori

kesungguhan walaupun sambil mendengar sambil menulis tetapi saat- saat yang

penting dokter berhenti menulis dan mendengarkan,tindakan ini masih dapat

dimaklumi karena begitu banyak pasien yang telah menunggu giliran. Dalam

berkomunikasi dokter juga menerapkan pasien adalah pemeran utama,dokter

dengan sabarnya memperhatikan keluhan pasien dan menganggapinya.Selama

berkomunikasi juga dokter tidak pernah memotong pembicaraan, apabila telah

selesai pasien menjelaskan keluhan setelah itu dokter menanggapi. Dalam

memulai pemeriksaan dokter tidak terlihat melakukan informed consent.

Negosiasi dan evaluasi pada kedua belah pihak telah terlihat. Dokter tidak

mempersilahkan pasien untuk pulang

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

V.I Kesimpulan

Maka,dari kegiatan Early Exposure tepatnya observasi komunikasi antara Dokter-Pasien yang telah kami lakukan,Kami mendapatkan beberapa manfa’at dan bisa mendapatkan banyak pengetahuan mengenai komunikasi Dokter-Pasien seperti berikut :

1. Memahami komunikasi efektif yang tepat antara dokter terhadap pasien

2. Mengetahui cara menggali informasi yang baik dari pasien

3. Mengetahui cara berkomunikasi yang baik seorang dokter dalam

menyampaikan pesan baik maupun buruk

4. Menambah ilmu tentang komunikasi seorang dokter, sehingga pada

saatnya nanti, dokter mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.

5. Menambah pengalaman dalam observasi lapangan.

6. Mengetahui bagaimana cara berkomunikasi yang baik antara dokter

terhadap pasien

7. Mengetahui cara Dokter saat memperlihatkan atau menyampaikan

empatinya terhadap pasien

30 | P a g e

Page 31: landasan teori

V.2 Saran

Dari hasil kegiatan Early Exposure kami menemukan beberapa kendala,

leh karena itu kami memberikan saran untuk penelitian selanjutnya yaitu :

1. Persiapan yang baik,dimulai dari persiapan mental dan fisik,karena dengan

persiapan yang baik maka kesalahan saat melakukan observasi dapat

dikurangi.

2. Buatlah daftar kuisioner setepat mungkin

3. Waktu yang diperlukan dalam melakukan observasi ditambah agar

observasi bisa dilakukan dengan efektif

4. Saat melakukan observasi diharapkan objek obsevasi lebih dari satu agar

observasi yang kita lakukan lebih tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Undang-Undang Praktik Kedokteran. Bandung. Fokusindo

Mandiri.

Mulyohadi, M. A., Ieda, P.S.S, & Huzna, Z. 2006. Komunikasi Efektif Dokter-

Pasien. From http://inamc.or.id/download/Manual%20Komunikasi%20

Efektif.pdf, diakses 12 November 2011

Willy F. Maramis, Handoko Daeng., 2005. Ethical Aspect in Patient-Doctor

Relationship. Dalam Biomedical Ethics. Dutch Foundation For Postgraduate

Medical Courses In Indonesia. Biotic Units Airlangga University School of

Medicine, Surabaya, hlm. 21. Dalam Hukum Pidana Malpraktik Medik,

Yogyakarta, hlm.15.

Yunanto, Ari., Helmi. 2010. Hukum Pidana Malprakrik Medik. Yogyakarta.

ANDI.

31 | P a g e

Page 32: landasan teori

Hasil Observasi yang dilakukan oleh :

Nama : Lisa Wendi Astuti

NIM : 702011007

Nama Dokter : dr. Norman Djanaludin ,Sp.PDKHOM

Nama Pasien : Rohimah

N

O

Objek

Penilaian

Nilai

Cukup Baik Sangat Baik

1 Mengucapkan salam

2 Menyapa pasien dengan

namanya

3 Menciptakan suasana yang

nyaman

4 Waktu anamnesis yang cukup

5 Menghindari tampak lelah

6 Menilai suasana hati pasien

7 Raut wajah

8 Bahasa tubuh

9 Eye contact

10 Nada Bicara

11 Menunjukan perhatian dan

kesungguhan

12 Memperhatikan keluhan pasien

13 Tidak memotong pembicaraan

14 Informed consent

15 Evaluasi pada kedua belah

pihak

16 Negosiasi segala sesuatu

32 | P a g e

Page 33: landasan teori

berdasarkan kepentingankedua

belah pihak

17 Mempersilahkan pasien untuk

pulang

Hasil Observasi yang dilakukan oleh :

Nama : Wendra Armansyah

NIM : 702011011

Nama Dokter :

Nama Pasien :

NO Objek Nilai

33 | P a g e

Page 34: landasan teori

PenilaianCukup Baik Sangat Baik

1 Mengucapkan salam

2 Menyapa pasien dengan

namanya

3 Menciptakan suasana yang

nyaman

4 Waktu anamnesis yang cukup

5 Menghindari tampak lelah

6 Menilai suasana hati pasien

7 Raut wajah

8 Bahasa tubuh

9 Eye contact

10 Nada Bicara

11 Menunjukan perhatian dan

kesungguhan

12 Memperhatikan keluhan pasien

13 Tidak memotong pembicaraan

14 Informed consent

15 Evaluasi pada kedua belah

pihak

16 Negosiasi segala sesuatu

berdasarkan kepentingankedua

belah pihak

17 Mempersilahkan pasien untuk

pulang

34 | P a g e

Page 35: landasan teori

Hasil Observasi yang dilakukan oleh :

Nama : Rista Purnama

NIM : 702011012

Nama Dokter : dr. Norman Djamaludin,Sp.PDKHOM

Nama Pasien : Rohimah

NO Objek Nilai

35 | P a g e

Page 36: landasan teori

Penilaian Cukup Baik Sangat Baik

1 Mengucapkan salam

2 Menyapa pasien dengan

namanya

3 Menciptakan suasana yang

nyaman

4 Waktu anamnesis yang cukup

5 Menghindari tampak lelah

6 Menilai suasana hati pasien

7 Raut wajah

8 Bahasa tubuh

9 Eye contact

10 Nada Bicara

11 Menunjukan perhatian dan

kesungguhan

12 Memperhatikan keluhan pasien

13 Tidak memotong pembicaraan

14 Informed consent

15 Evaluasi pada kedua belah

pihak

16 Negosiasi segala sesuatu

berdasarkan kepentingankedua

belah pihak

17 Mempersilahkan pasien untuk

pulang

36 | P a g e

Page 37: landasan teori

Hasil Observasi yang dilakukan oleh :

Nama : Hendra Ercha Riri

NIM : 702011022

Nama Dokter :

Nama Pasien :

NOObjek

Penilaian

Nilai

Cukup Baik Sangat Baik

37 | P a g e

Page 38: landasan teori

1 Mengucapkan salam

2 Menyapa pasien dengan

namanya

3 Menciptakan suasana yang

nyaman

4 Waktu anamnesis yang cukup

5 Menghindari tampak lelah

6 Menilai suasana hati pasien

7 Raut wajah

8 Bahasa tubuh

9 Eye contact

10 Nada Bicara

11 Menunjukan perhatian dan

kesungguhan

12 Memperhatikan keluhan pasien

13 Tidak memotong pembicaraan

14 Informed consent

15 Evaluasi pada kedua belah

pihak

16 Negosiasi segala sesuatu

berdasarkan kepentingankedua

belah pihak

17 Mempersilahkan pasien untuk

pulang

38 | P a g e

Page 39: landasan teori

Hasil Observasi yang dilakukan oleh :

Nama : Fadil Ramadhan

NIM : 702011028

Nama Dokter :

Nama Pasien :

NOObjek

Penilaian

Nilai

Cukup Baik Sangat Baik

1 Mengucapkan salam

39 | P a g e

Page 40: landasan teori

2 Menyapa pasien dengan

namanya

3 Menciptakan suasana yang

nyaman

4 Waktu anamnesis yang cukup

5 Menghindari tampak lelah

6 Menilai suasana hati pasien

7 Raut wajah

8 Bahasa tubuh

9 Eye contact

10 Nada Bicara

11 Menunjukan perhatian dan

kesungguhan

12 Memperhatikan keluhan pasien

13 Tidak memotong pembicaraan

14 Informed consent

15 Evaluasi pada kedua belah

pihak

16 Negosiasi segala sesuatu

berdasarkan kepentingankedua

belah pihak

17 Mempersilahkan pasien untuk

pulang

40 | P a g e

Page 41: landasan teori

Hasil Observasi yang dilakukan oleh :

Nama : Santhy Annisa

NIM : 702011033

Nama Dokter :

Nama Pasien :

NOObjek

Penilaian

Nilai

Cukup Baik Sangat Baik

1 Mengucapkan salam

2 Menyapa pasien dengan

41 | P a g e

Page 42: landasan teori

namanya

3 Menciptakan suasana yang

nyaman

4 Waktu anamnesis yang cukup

5 Menghindari tampak lelah

6 Menilai suasana hati pasien

7 Raut wajah

8 Bahasa tubuh

9 Eye contact

10 Nada Bicara

11 Menunjukan perhatian dan

kesungguhan

12 Memperhatikan keluhan pasien

13 Tidak memotong pembicaraan

14 Informed consent

15 Evaluasi pada kedua belah

pihak

16 Negosiasi segala sesuatu

berdasarkan kepentingankedua

belah pihak

17 Mempersilahkan pasien untuk

pulang

42 | P a g e

Page 43: landasan teori

Hasil Observasi yang dilakukan oleh :

Nama : Ika Arrizka

NIM : 702011036

Nama Dokter :

Nama Pasien :

NOObjek

Penilaian

Nilai

Cukup Baik Sangat Baik

1 Mengucapkan salam

2 Menyapa pasien dengan

namanya

43 | P a g e

Page 44: landasan teori

3 Menciptakan suasana yang

nyaman

4 Waktu anamnesis yang cukup

5 Menghindari tampak lelah

6 Menilai suasana hati pasien

7 Raut wajah

8 Bahasa tubuh

9 Eye contact

10 Nada Bicara

11 Menunjukan perhatian dan

kesungguhan

12 Memperhatikan keluhan pasien

13 Tidak memotong pembicaraan

14 Informed consent

15 Evaluasi pada kedua belah

pihak

16 Negosiasi segala sesuatu

berdasarkan kepentingankedua

belah pihak

17 Mempersilahkan pasien untuk

pulang

44 | P a g e

Page 45: landasan teori

Hasil Observasi yang dilakukan oleh :

Nama : Ira Maulani

NIM : 702011040

Nama Dokter :

Nama Pasien :

NOObjek

Penilaian

Nilai

Cukup Baik Sangat Baik

1 Mengucapkan salam

2 Menyapa pasien dengan

namanya

3 Menciptakan suasana yang

45 | P a g e

Page 46: landasan teori

nyaman

4 Waktu anamnesis yang cukup

5 Menghindari tampak lelah

6 Menilai suasana hati pasien

7 Raut wajah

8 Bahasa tubuh

9 Eye contact

10 Nada Bicara

11 Menunjukan perhatian dan

kesungguhan

12 Memperhatikan keluhan pasien

13 Tidak memotong pembicaraan

14 Informed consent

15 Evaluasi pada kedua belah

pihak

16 Negosiasi segala sesuatu

berdasarkan kepentingankedua

belah pihak

17 Mempersilahkan pasien untuk

pulang

46 | P a g e

Page 47: landasan teori

Hasil Observasi yang dilakukan oleh :

Nama : Maya Agustin

NIM : 702011053

Nama Dokter : dr. Tin SPOG

Nama Pasien : Wainila

NOObjek

Penilaian

Nilai

Cukup Baik Sangat Baik

1 Mengucapkan salam

2 Menyapa pasien dengan

namanya

3 Menciptakan suasana yang

nyaman

47 | P a g e

Page 48: landasan teori

4 Waktu anamnesis yang cukup

5 Menghindari tampak lelah

6 Menilai suasana hati pasien

7 Raut wajah

8 Bahasa tubuh

9 Eye contact

10 Nada Bicara

11 Menunjukan perhatian dan

kesungguhan

12 Memperhatikan keluhan pasien

13 Tidak memotong pembicaraan

14 Informed consent

15 Evaluasi pada kedua belah

pihak

16 Negosiasi segala sesuatu

berdasarkan kepentingankedua

belah pihak

17 Mempersilahkan pasien untuk

pulang

48 | P a g e

Page 49: landasan teori

Hasil Observasi yang dilakukan oleh :

Nama : Yulistin Fitri Utami

NIM : 702011055

Nama Dokter : dr. Tin SPOG

Nama Pasien : Ny. Shinta

NOObjek

Penilaian

Nilai

Cukup Baik Sangat Baik

1 Mengucapkan salam

2 Menyapa pasien dengan

namanya

3 Menciptakan suasana yang

nyaman

4 Waktu anamnesis yang cukup

49 | P a g e

Page 50: landasan teori

5 Menghindari tampak lelah

6 Menilai suasana hati pasien

7 Raut wajah

8 Bahasa tubuh

9 Eye contact

10 Nada Bicara

11 Menunjukan perhatian dan

kesungguhan

12 Memperhatikan keluhan pasien

13 Tidak memotong pembicaraan

14 Informed consent

15 Evaluasi pada kedua belah

pihak

16 Negosiasi segala sesuatu

berdasarkan kepentingankedua

belah pihak

17 Mempersilahkan pasien untuk

pulang

50 | P a g e