landasan teori dan pengembangan hipotesis ii.1 …thesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-2-00517-ak...
TRANSCRIPT
10
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
II.1 Auditing
Pada umumnya audit merupakan kegiatan pemeriksaan terhadap suatu kesatuan
ekonomi yang dilakukan seseorang atau kelompok yang independen dan bertujuan untuk
mengevaluasi atau mengukur lembaga/perusahaan dalam melaksanakan tugas atau
pekerjaan dengan kriteria yang telah ditentukan, untuk kemudian mengkomunikasikan-
nya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
II.1.1 Pengertian Auditing
Seorang auditor harus mempunyai kemampuan memahami kriteria yang
digunakan serta mampu menetukan sejumlah bahan bukti yang diperlukan untuk
mendukung kesimpulan yang akan diambilnya. Auditor harus objektif dan mempunyai
sikap mental independen. Menurut Mulyadi (2009:9) definisi Auditing secara umum
adalah:
“Suatu proses sitematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegitan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan”.
Menurut Arens (2007) definisi auditing adalah:
“Proses pengumpulan dan evaluasi bukti mengenai suatu informasi untuk menetapkan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriterianya. Auditing hendaknya dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen.”
11
Jadi Sekalipun auditor seorang ahli, tetapi apabila dia tidak mempunyai sikap
independen dalam pengumpulan informasi, maka informasi yang digunakan untuk
mengambil keputusan dianggap bias.
II.1.2 Tujuan audit
Menurut Abdul Halim (2008:147) tujuan audit adalah sebagai berikut :“Untuk
menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan
dan hasil usaha serta arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum”.
Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap aktivitas audit yang
dilakukan selalu memiliki tuj[uan audit. Hal itu dilakukan untuk mengetahui target yang
harus dicapai oleh auditor dalam menjalankan tugasnya. Target tersebut dapat dikatakan
sukses apabila semua tujuan yang diarahkan berjalan dengan baik dan sesuai prosedur
yang berlaku.
Tujuan audit adalah hasil yang hendak dicapai dari suatu audit. Tujuan audit
mempengaruhi jenis audit yang dilakukan. Secara umum audit dilakukan untuk
menentukan apakah:
1. Informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan serta
telah disusun sesuai dengan standar yang mengaturnya;
2. Risiko yang dihadapi organisasi telah di identifikasi dan diminimalisasi;
3. Peraturan eksrern serta kebijakan dan prosedur intern telah dipenuhi;
4. Kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi;
5. Sumber daya telah digunakan secara efesien dan diperoleh secara
ekonomis.
12
II.1.3 Jenis auditor
Menurut Mulyadi (2002:28) orang atau kelompok orang yang melaksanakan audit dapat
dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu:
1. Auditor Eksternal / Akuntan Publik / Auditor Independen
Auditor yang melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang
diterbitkan oleh perusahaan. Praktik akuntan publik harus dilakukan melalui
suatu Kantor Akuntan Publik. Auditor Independen adalah auditor professional
yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang
audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Audit tersebut terutama
ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai informasi keuangan
seperti kreditur, investor, calon kreditur, calon investor, dan instansi pemerintah.
2. Auditor Pemerintah
Auditor yang bertugas melakukan audit atas keuangan pada instansi-instansi
pemerintah. Auditor Pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di
instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas
pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau
entitas pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada
pemerintah. Meskipun terdapat banyak auditor yang bekerja di instansi
pemerintah, namun umumnya yang disebut auditor pemerintah adalah auditor
yang bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta instansi pajak.
13
3. Auditor Internal
Auditor yng bekerja pada suatu perusahaan dan berstatus sebagai pegawai
perusahaan tersebut bertugas membantu manajemen perusahaan tempat dimana
ia bekerja. Auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan
(perusahaan Negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah
menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen
puncak telah dipatuhi, menentukan efesiensi dan efektivitas prosedur kegiatan
organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai
bagian organisasi.
II.2 Standar Auditing
Selain itu akuntan publik juga harus berpedoman pada Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP) yang diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia, dalam
hal ini adalah standar auditing. Standar auditing terdiri dari standar umum, standar
pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
1. Standar Umum.
a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap
mental harus dipertahankan oleh auditor.
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
14
2. Standar Pekerjaan Lapangan.
a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus
disupervisi dengan semestinya.
b. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus dapat
diperoleh untuk merencanakan audit dan menetukan sifat saat lingkup pengujian
yang akan dilakukan.
c. Bukti audit kompeten yang cukup harus dapat diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, pengajuan, pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai
untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.
3. Standar Pelaporan.
a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika ada ketidak
konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan
periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut
dalam periode sebelumnya.
c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai,
kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
d. Laporan auditor harus memuat pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan
secara keseluruhan atas suatu asersi.
Sehingga berdasarkan uraian di atas, audit memiliki fungsi sebagai proses
untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manajemen dan
15
para pemegang saham dengan menggunakan pihak luar untuk memberikan
pengesahan terhadap laporan keuangan. Para pengguna laporan keuangan terutama
para pemegang saham akan mengambil keputusan berdasarkan pada laporan yang
telah dibuat oleh auditor. Hal ini berarti auditor mempunyai peranan penting dalam
pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan. Oleh karena itu auditor harus
menghasilkan audit yang berkualitas sehingga dapat mengurangi ketidakselarasan
yang terjadi antara pihak manajemen dan pemilik.
II.2.1 Kualitas Audit
Kualitas audit adalah probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan
melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Kantor
Akuntan Publik (KAP) yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit yang
lebih besar dibandingkan dengan KAP yang kecil (Alim dkk., 2007).
Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi
yang terdapat antara manajemen dan para pemegang saham dengan menggunakan pihak
luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan keuangan. Para penggguna laporan
keuangan terutama para pemegang saham akan mengambil keputusan berdasarkan pada
laporan yang telah diaudit dan diberi opini oleh auditor. Hal ini berarti auditor
mempunyai peranan penting dalam pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan.
Oleh karena itu, kualitas audit merupakan hal penting harus dipertahankan oleh para
auditor dalam proses pengauditan.
De angelo (1981) dalam Watkins (2004) mendefinisikan kualitas audit sebagai
kemungkinan bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran dalam
16
sistem akuntansi dengan pengetahuan dan keahlian auditor. Sedangkan pelaporan
pelanggaran tergantung kepada dorongan auditor untuk mengungkapkan pelanggaran
tersebut. Dorongan ini akan tergantung pada independensi yang dimiliki oleh auditor
tersebut.
Dari pengertian tentang kualitas audit di atas, dapat diartikan bahwa auditor
dituntut oleh pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk memberikan
pendapat tentang kewajaran pelaporan keuangan yang disajikan oleh manajemen
perusahaan untuk dapat menjalankan kewajibannya. Untuk dapat memenuhi kualitas
audit yang baik maka auditor menjalankan profesinya sebagai pemeriksa harus
berpedoman pada kode etik akuntan, standar profesi dan standar akuntansi keuangan
yang berlaku di Indonesia.
Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya harus
memegang prinsip-prinsip profesi. ada 8 prinsip yang harus dipatuhi akuntan publik
yaitu :
1. Tanggung jawab profesi
Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam
semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan publik.
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan menunjukkan
komitmen atas profesionalisme.
17
3. Integritas.
Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan
intregitas setinggi mungkin.
4. Objektivitas.
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional.
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan Hati-hati,
kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan profesional.
6. Kerahasiaan.
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan
informasi tersebut tanpa persetujuan.
7. Perilaku Profesional.
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang
baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8. Standar Teknis.
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar teknis
dan standar profesional yang relevan.
II.2.2 Pengalaman Kerja Auditor
Penelitian Herliansyah dkk. (2006) menyatakan bahwa secara spesifik
pengalaman dapat diukur dengan rentang waktu yang telah digunakan terhadap suatu
18
pekerjaan atau tugas (job). Asih (2006) mengatakan bahwa pengalaman merupakan
suatu pembelajaran dan penambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari
pendidikan formal maupun non formal atau bisa juga diartikan sebagai proses yang
membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi.
Asih (2006) memberikan kesimpulan bahwa seorang karyawan yang memiliki
pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal
diantaranya: mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan, serta mencari penyebab
munculnya kesalahan.
II.2.3 Independensi Auditor
Independensi auditor merupakan suatu hal penting yang sudah sejak lama
menjadi pembicaraan baik di kalangan praktisi, pembuat kebijakan ataupun para
akademisi. Hal ini dikarenakan pendapat yang diberikan oleh auditor berkaitan dengan
kepentingan banyak pihak. Namun demikian pendapat yang diberikan oleh auditor
terhadap laporan keuangan suatu perusahaan tidak akan mempunyai nilai apabila auditor
tersebut dianggap tidak memiliki independensi oleh para pengguna laporan keuangan.
Antle (1984) dalam Mayangsari (2003) mendefinisikan independensi sebagai
suatu hubungan antara akuntan dan kliennya yang mempunyai sifat sedemikian rupa
sehingga temuan dan laporan yang diberikan auditor hanya dipengaruhi oleh bukti-bukti
yang ditemukan dan dikumpulkan sesuai dengan aturan atau prinsip-prinsip
profesionalnya.
Penelitian Muliani (2010) menguji pengaruh Independensi, Pengalaman, Due
Profesional care dan Akuntanbilitas terhadap kualitas audit. Hasil penelitian ini yaitu
19
bahwa terdapat pengaruh pengalaman kerja dan independensi terhadap kualitas audit.
Menurut Donald dan William (1982) dalam Harhinto (2004) independensi auditor
mencakup dua aspek, yaitu:
a. Independensi sikap mental berarti adanya kejujuran dalam diri akuntan
dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif,
tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan
pendapatnya.
b. Independensi penampilan berarti adanya kesan masyarakat bahwa auditor
independen bertindak bebas atau independen, sehingga auditor harus
menghindari keadaan atau faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat
meragukan kebebasannya.
Independensi merupakan standar umum nomor dua dari tiga standar auditing
yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang menyatakan bahwa dalam
semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental harus
dipertahankan oleh auditor. Keberadaan akuntan publik sebagai suatu profesi tidak dapat
dipisahkan dari karakteristik independensinya. Akuntan publik selalu dianggap orang
yang harus independen.
Tanpa adanya independensi, akuntan publik tidak berarti apa-apa. Masyarakat
tidak percaya akan hasil auditan akuntan publik sehingga masyarakat tidak akan
meminta jasa pengauditan dari akuntan publik. Masyarakat akan meminta pihak lain
yang dianggap independen untuk menggantikan fungsi akuntan publik. Atau dengan kata
lain, keberadaan akuntan publik ditentukan oleh independensinya. Keeratan hubungan
20
akuntan publik dengan independensi ini dapat ditinjau dari posisi penting kata
independensi dalam berbagai literatur pengauditan. Dalam beberapa definisi pengauditan
yang dikemukakan oleh pakar pengauditan terkandung makna independensi, baik secara
tersurat maupun tersirat.
Menurut standar profesional akuntan publik, dalam menjalankan tugasnya
anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam
memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan
Publik yang di tetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi
independen dalam fakta (in facts) maupun dalam penampilan (in appearance).
Independen adalah bebas dan tidak di pengaruhi siapa pun.
Dari berbagai pendapat mengenai independensi diatas, terdapat satu kesepakatan
bahwa independensi merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh auditor. Terdapat
berbagai jenis independensi, tetapi dapat disimpulkan bahwa independensi yang dapat
dinilai hanyalah independensi yang kelihatan. Dan penilaian terhadap independensi yang
kelihatan ini selalu berkaitan dengan hubungan yang dapat dilihat serta diamati antara
auditor dan kliennya.
II.2.3.1 Pentingnya Independensi Auditor
Auditor mengakui kewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan
pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakan
kepercayaan atas laporan auditor independen, seperti calon-calon pemilik dan kreditur.
Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor sangat penting bagi
perkembangan profesi akuntan publik.
21
Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa sikap
independensi auditor ternyata berkurang. Untuk diakui oleh pihak lain sebagai orang
yang independen, ia harus bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya apakah itu
manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan. Sebagai contoh seorang auditor yang
mengaudit perusahaan dan ia juga menjabat sebagai direktur perusahaan tersebut
meskipun ia telah melakukan keahliannya dengan jujur, namun sulit untuk
mengharapkan masyarakat mempercayainya sebagai seorang yang independen.
Masyarakat akan menduga bahwa kesimpulan dan langkah yang diambil oleh auditor
independen selama auditnya dipengaruhi oleh kedudukan sebagai anggota direksi.
Demikian juga halnya, seorang auditor yang mempunyai kepentingan keuangan
yang cukup besar dalam perusahaan yang di auditnya, mungkin ia benar-benar tidak
memihak dalam menyatakan pendapatnya atas laporang keuangan tersebut. Namun
bagaimanapun juga masyarakat tidak akan percaya, bahwa ia bersikap jujur dan tidak
memihak. Auditor independen tidak hanya berkewajiban mempertahankan fakta bahwa
ia independen, namun ia harus pula menghindari keadaan yang dapat menyebabkan
pihak luar meragukan sikap independennya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa independensi sangat penting bagi
profesi akuntan publik (auditor):
a. Merupakan dasar bagi auditor (akuntan publik) untuk merumuskan dan
menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diperiksa. Apabila akuntan
publik tetap memelihara independensi selama melaksanakan pemeriksaan,
22
maka laporan keuangan yang telah diperiksa tersebut akan menambah
kredibilitasnya dan dapat di andalkan bagi pihak yang berkepentingan.
b. Kerena profesi auditor merupakan profesi yang memegang kepercayaan
masyarakat, kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa
independensi auditor ternyata berkurang dalam menilai kewajaran laporan
keuangan yang disajikan manajemen.
II.2.4 Objektivitas Auditor
Merupakan suatu kualitas yang memberikan nilai atau jasa yang diberikan
anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur
secara intelektual, tidak berprasangka, serta bebas dari benturan kepentingan atau di
bawah pengaruh pihak lain. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi
integritas pekerjaannya dan memelihara objektivitas.
Pusdiklatwas BPKP (2005), menyatakan obyektifitas sebagai bebasnya
seseorang dari pengaruh pandangan subyektif pihak-pihak lain yangberkepentingan,
sehingga dapat mengemukaan pendapat menurut apa adanya.Unsur perilaku yang dapat
menunjang obyektifitas antara lain :
1. Dapat diandalkan dan dipercaya,
2. Tidak merangkap sebagai panitia tender, kepanitiaan lain dan atau pekerjaan-
pekerjaan lain yang merupakan tugas operasional obyek yang diperiksa,
3. Tidak berangkat tugas dengan niat untuk mencari-cari kesalahan orang lain,
4. Dapat mempertahankan kriteria dan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang resmi,
serta
23
5. Dalam bertindak maupun mengambil keputusan didasarkan atas pemikiran yang
logis.
II.2.5 Integritas Auditor
Yaitu suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional.
Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan
patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusannya. Integritas mengharuskan
seorang auditor untuk bersikap jujur dan transparan, berani, bijaksana dan bertanggung
jawab dalam melaksanakan audit. Keempat unsur itu diperlukan untuk membangun
kepercayaan dan memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal
(Pusdiklatwas BPKP, 2005). Integritas mengharuskan seorang anggota untuk antara lain
bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.
Seorang auditor yang mempertahankan integritas, akan bertindak jujur dan tegas
dalam mempertimbangkan fakta, terlepas dari kepentingan pribadi. Auditor yang
mempertahankan objektivitas, akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan dan
permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadinya.
II.2.6 Kompetensi Auditor
Standar umum pertama (SA seksi 210 dalam SPAP) menyebutkan bahwa audit
harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis
yang cukup sebagai auditor, sedangkan standar umum ketiga (SA seksi 230 dalam
SPAP) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya,
auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalitasnya dengan cermat dan seksama.
24
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi auditor
adalah auditor yang dengan pengetahuan dan pengalaman yang cukup dan eksplisit
dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama.
Dalam Kamus Besar Indonesia, kompetensi diartikan sebagai kewenangan
(kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu). Sehingga dapat disimpulkan
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang berhubungan
dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-
rutin.
II.2.6.1 Pengetahuan
SPAP tentang standar umum, menjelaskan bahwa dalam melakukan audit,
auditor harus memiliki keahlian dan struktur pengetahuan yang cukup. Pengetahuan
diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena dengan demikian auditor
akan mempunyai semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang yang
digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam, selain
itu auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks.
Penelitian yang dilakukan Meinhard (1987) dalam Harhinto (2004) menemukan
bahwa auditor yang berpendidikan tinggi akan mempunyai pandangan yang lebih luas
mengenai beberapa hal. Auditor akan semakin mempunyai banyak pengetahuan
mengenai bidang yang digelutinya, sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara
lebih mendalam. Selain itu dengan ilmu pengetahuan yang cukup luas, auditor akan
lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks.
25
Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung jawabnya, setiap auditor
harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan
bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti
disyaratkan pada Prinsip Etika. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua)
fase yang terpisah:
1. Pencapaian Kompetensi Profesional
Pencapaian kompetensi profesional pada awalnya memerlukan standar
pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian
professional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus
menjadi pola pengembangan yang normal untuk auditor.
2. Pemeliharaan Kompetensi Profesional
a. Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen untuk belajar
dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama
kehidupan profesional auditor.
b. Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukankesadaran untuk terus
mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya
pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik
nasional maupun internasional yang relevan.
c. Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk
memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional
yang konsisten dengan standar nasional dan internasional.
26
II.2.6.2 Pengalaman
Audit menuntut keahlian dan profesionalisme yang tinggi. Keahlian tersebut
tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan formal tetapi banyak faktor lain yang
mempengaruhi antara lain adalah pengalaman. Kompetensi seorang auditor dapat diukur
melalui banyaknya ijazah atau sertifikat yang dimiliki serta banyaknya keikutsertaan
yang bersangkutan dalam pelatihan-pelatihan, seminar. Semakin banyak sertifikat yang
dimiliki dan semakin sering mengikuti pelatihan atau seminar diharapkan auditor yang
bersangkutan akan semakin cakap dalam melaksanakan tugasnya.
Penelitian yang dilakukan Hamilton dan Wright (1982) dalam Harhinto (2004)
menggunakan konsensus dan kestabilan keputusan sebagai salah satu bentuk kinerja
auditor. Tipe tugas evaluasi yang dilakukan auditor relatif sama dan berulang-ulang serta
keputusan yang diambil relatif sama atau stabil. Sehingga peningkatan kestabilan ini
akan berhubungan dengan peningkatan pengalaman. Audit menuntut keahlian dan
profesionalisme yang tinggi. Keahlian tersebut tidak di pengaruhi oleh pendidikan
formal tetapi banyak factor lain yang mempengaruhi antara lain adalah pengalaman.
Libby dan Frederick (1990) dalam Kusharyanti (2003) menemukan bahwa
auditor berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik. Mereka juga lebih
mampu member penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan
keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan
struktur dari system akuntansi yang mendasari.
Penelitian yang dilakukan Chou dan Trotman (1991) dalam Harhinto (2004)
menunjukkan bahwa auditor yang berpengalaman lebih banyak menemukan butir-butir
27
yang tidak umum di banding auditor yang kurang berpengalaman. Tetapi untuk
menemukan butir-butir yang umum, tidak ada bedanya antara auditor berpengalaman
dan auditor yang kurang berpengalaman. Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat
Tubbs (1992) dalam Mayangsari (2003) yang melakukan pengujian mengenai efek
pengalaman terhadap kesuksesan pelaksanaan audit. Hasilnya menunjukkan bahwa
semakin berpengalaman auditor, mereka semakin peka dengan kesalahan, semakin peka
dengan kesalahan yang tidak biasa dan semakin memahami hal-hal lain yang terkait
dengan kesalahan yang ditemukan.
Pemeriksaan atau audit harus dilaksanakan oleh seorang atau beberapa orang
akuntan publik yang memiliki keahlian dalam bidangnya dan telah menjalani latihan
teknis yang cukup. Pencapaian keahlian dimulai dengan pendidikan formal, yang
selanjutnya diperluas melalui pengalaman dalam praktik audit. Selain itu, akuntan publik
harus menjalani pelatihan teknis yang cukup. Pelatihan ini harus secara memadai
mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum SPAP atau audit harus dilaksanakan
oleh seorang atau beberapa orang akuntan publik yang memiliki keahlian dalam
bidangnya dan telah menjalani latihan teknis yang cukup.
Pencapaian keahlian dimulai dengan pendidikan formal, yang selanjutnya
diperluas melalui pengalaman dalam praktik audit. Selain itu, akuntan publik harus
menjalani pelatihan teknis yang cukup. Pelatihan ini harus secara memadai mencakup
aspek teknis maupun pendidikan umum SPAP.
28
Review Penelitian Terdahulu
Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan beberapa hasil penelitian yang
digunakan. Tabel berikut ini menyajikan beberapa penelitian yang terkait dengan
penelitian yang akan dilaksanakan.
Tabel II. 1
Kajian Peneliti Terdahulu
No. Peneliti dan Tahun Judul Hasil penelitian 1 Ika Sukriah (2009) Pengaruh pengalaman kerja,
independensi, obyektivitas, integritas,dan kompetensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
Pengalaman kerja, obyektivitas, kompetensi berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Sedangkan independensi dan integritas tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
2 Aji , Pandhit Seno (2009)
Faktor yang mempengaruhi kualitas audit ditinjau dari persepsi auditor atas independensi, pengalaman, dan akuntabilitas.
kualitas audit dipengaruhi oleh independensi, pengalaman,dan akuntabilitas.
3 M. Nizarul Alim, Trisni Hapsari, Liliek Purwanti (2007)
Pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi.
Kompetensi dan independensi berpengaruh terhadap kualitas audit.
4 Taufiq Efendy (2010) Pengaruh kompetensi, independensi, dan motivasi terhadap kualitas audit aparat inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah.
Kompetensi dan motivasi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit sedangkan independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.
5 Teguh Harhinto (2004)
Pengaruh keahlian dan independensi terhadap kualitas audit( studi empiris pada KAP di jawa timur.
Keahlian dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
29
6 Nur Irawati (2011) Pengaruh kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit KAP di Makassar.
Kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
7 Mabruri, Winarna (2010)
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hasil audit di lingkungan pemerintah daerah.
Objektivtas, pengalaman kerja, pengetahuan, dan integritas berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil audit.
8 Elisha Muliani (2010) Pengaruh independensi, pengalaman, due professional care dan akuntabilitas terhadap kualitas audit
Independensi, akuntanbilitas, dan due professional care berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Sedangkan pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.
9 Siti Nurmawar (2010) Pengaruh kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit.
Kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit
10 Putri (2009) Pengaruh pendidikan, pengalaman, pelatihan, dan independensi terhadap persepsi tentang kualitas audit oleh auditor yang bekerja pada kantor akuntan publik (KAP) di Jakarta barat.
Pendidikan, pelatihan, dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Sedangkan pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.
30
II.3 Kerangka Pemikiran
Dalam menunjang kualitas audit yang baik, terdapat faktor-faktor pemicunya
yaitu diantaranya Pengalaman Kerja, independensi, objektivitas, integritas dan
kompetensi yang dimiliki oleh auditor. Keberhasilan dalam mengaudit laporan keuangan
tidak lepas dari faktor-faktor tersebut, sehingga auditor mendapatkan hasil yang baik
dalam menjalankan tugasnya. Pengalaman kerja merupakan suatu pembelajaran dan
pengetahuan yang dimiliki auditor. Independensi merupakan sikap auditor untuk tidak
mudah terpengaruh oleh salah satu pihak yang berkepentingan. Objektivitas yang
menunjukkan auditor tidak membela salah satu pihak. Integritas menguatkan
kepercayaan dan karenanya menjadi dasar bagi pengandalan atas judgment mereka.
Kompetensi menerapkan pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang diperlukan dalam
pelaksanaan layanan audit. Secara diagramatis, kerangka pemikiran teoritis dapat dilihat
pada Gambar II.1 sebagai berikut:
II.4 Pengembangan Hipotesi
Gambar II.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
Independensi (ID)
Kualitas Audit
(KA) Objektivitas (OB)
Integritas (IT)
Kompetensi Auditor (KP)
Pengalaman Kerja (PK)
31
II.4 Pengembangan Hipotesis
II.4.1 Pengalaman kerja berpengaruh terhadap kualitas audit
Kebanyakan orang memahami bahwa semakin banyak jumlah jam terbang
seorang auditor, tentunya dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik dari pada
seorang auditor yang baru memulai kariernya. Atau dengan kata lain auditor yang
berpengalaman diasumsikan dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik
dibandingkan dengan auditor yang belum berpengalaman. Hal ini di karenakan
pengalaman akan membentuk keahlian seseorang baik secara teknis maupun secara
psikis.
Hasil penelitian Asih (2006) mengatakan bahwa pengalaman merupakan suatu
proses pembelajaran dan penambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari
pendidikan formal maupun non formal atau bisa juga diartikan sebagai suatu proses
yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi.
Secara teknis, semakin banyak tugas yang dikerjakan, akan semakin mengasah
keahliannya dalam mendeteksi suatu hal yang memerlukan treatment atau perlakuan
khusus yang banyak dijumpai dalam pekerjaannya dan sangat bervariasi karakteristiknya
Aji (2009). Secara psikis, pengalaman akan membentuk pribadi seseorang, yaitu akan
membuat seseorang lebih bijaksana baik dalam berpikir maupun bertindak.
Jadi menurut Asih (2006), pengalaman merupakan hal sangat penting bagi
sebuah profesi yang membutuhkan profesionalisme yang sangat tinggi seperti akuntan
publik, karena pengalaman akan mempengaruhi kualitas pekerjaan seorang auditor.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis yang dibangun adalah:
32
Ha 1 : Pengalaman Kerja berpengaruh terhadap kualitas audit
II.4.2 Independensi berpengaruh terhadap kualitas audit
Standar Profesional Akuntan Publik menekankan betapa esensialnya kepentingan
publik yang harus dilindungi sifat independensi dan kejujuran seorang auditor dalam
berprofesi. Seluruh auditor harus independen terhadap klien ketika melaksanakan tugas.
Selain itu, auditor harus mengambil keputusan yang konsisten dengan kepentingan
publik dalam melakukan pemeriksaan. Dalam melaksanakan tanggung jawab
profesionalnya, auditor mungkin menghadapi tekanan dan atau konflik dari objek yang
diperiksa, berbagai tingkat jabatan, dan pihak lainnya yang dapat mempengaruhi
independensi auditor. Dalam menghadapi tekanan atau konflik tersebut, auditor harus
profesional, berdasarkan fakta, dan tidak berpihak.
Alim dkk (2007) menemukan bahwa independensi berpengaruh signifikan
terhadap kualitas audit. Auditor harus mengumpulkan setiap informasi yang dibutuhkan
dalam pengambilan keputusan audit, dimana hal tersebut harus didukung dengan sikap
independen.
Auditor harus bersikap jujur dan terbuka kepada entitas yang diperiksa dan para
pengguna laporan hasil pemeriksaan. Oleh sebab itu, independensi diperlukan agar
auditor dapat mengemukakan pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari
hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak kepada pihak mana pun.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis yang dibangun adalah:
Ha2 : Independensi berpengaruh terhadap kualitas audit
33
II.4.3 Objektivitas berpengaruh terhadap kualitas audit
Penelitian Wibowo (2006) menyebutkan auditor yang memiliki objektivitas yaitu
auditor yang dapat melakukan penilaian yang seimbang atas semua kondisi yang relevan
dan tidak terpengaruh oleh kepentingannya sendiri atau kepentingan orang lain dalam
membuat keputusannya. Mabruri dan Winarna (2010) menyatakan semakin tinggi
objektivitas auditor, maka semakin baik kualitas auditnya.
Hubungan keuangan dengan klien dapat mempengaruhi objektivitas dan dapat
mengakibatkan pihak ketiga berkesimpulan bahwa objektivitas auditor tidak dapat
dipertahankan. Dengan adanya kepentingan keuangan, seorang auditor jelas
berkepentingan dengan laporan hasil pemeriksaan yang diterbitkan (Sukriah dkk., 2009).
Standar umum dalam Standar Audit menyatakan bahwa dengan prinsip
objektivitas mensyaratkan agar auditor melaksanakan audit dengan jujur dan tidak
mengkompromikan kualitas. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat objektivitas
auditor maka semakin baik kualitas hasil pemeriksaannya. Berdasarkan penjelasan
diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah:
Ha3 : Objektivitas berpengaruh terhadap kualitas audit
II.4.4 Intergritas berpengaruh terhadap kualitas audit
Mabruri dan Winarna (2010) menyatakan bahwa kualitas audit dapat dicapai jika
auditor memiliki integritas yang baik dan hasil penelitiannya menemukan bahwa
integritas berpengaruh terhadap kualitas audit. Auditor sebagai ujung tombak
34
pelaksanaan tugas audit harus senantiasa meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki
agar penerapan pengetahuan dapat maksimal dalam praktiknya.
Integritas merupakan kualitas yang menjadikan timbulnya kepercayaan
masyarakat dan tatanan nilai tertinggi bagi anggota profesi dalam menguji semua
keputusannya. Integritas mengharuskan auditor (akuntan publik), dalam segala hal, jujur
dan terus terang dalam batasan objek pemeriksaan. Pelayanan kepada masyarakat dan
kepercayaan dari masyarakat tidak dapat dikalahkan demi kepentingan dan keuntungan
pribadi. Oleh karena itu, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
Ha4 : Intergritas berpengaruh terhadap kualitas audit
II.4.5 Kompetensi Auditor berpengaruh terhadap kualitas audit
Kompetensi auditor adalah auditor yang dengan pengetahuan dan
pengalamannya yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat
dan seksama. Penelitian Sukriah dkk. (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi
kompetensi auditor akan semakin baik kualitas hasil pemeriksaannya. Kemudian
Ermayanti (2009) mengemukakan setiap auditor harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan hati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban
untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan professional.
Kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan audit yaitu pengetahuan dan
kemampuan. Auditor harus memiliki pengetahuan untuk memahami entitas yang diaudit,
kemudian auditor harus memiliki kemampuan untuk bekerja sama dalam tim serta
kemampuan dalam menganalisa permasalahan. Dengan memiliki kompetensi atau
35
keahlian dalam jasa profesionalnya, maka akan mempengaruhi kualitas audit yang
dikerjakannya. Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis yang dibangun adalah:
Ha5 : Kompetensi Auditor berpengaruh terhadap kualitas audit
II.4.6 Pengalaman kerja, Independensi, Objektivitas, Integritas, dan Kompetensi
Auditor secara simultan(bersama-sama)berpengaruh terhadap kualitas audit
Faktor yang berhubungan dengan kualitas audit seperti pengalaman kerja,
independensi, objektivitas, integritas, dan kompetensi auditor secara simultan
mempengaruhi kualitas audit secara signifikan. Artinya bahwa kelima variabel
independen tersebut secara bersama-sama dapat memberikan pengaruh yang cukup
terhadap kualitas audit secara keseluruhan di Kantor Akuntan Publik. Berdasarkan
penjelasan diatas maka hipotesis yang dibangun adalah:
Ha6 : Pengalaman kerja, Independensi, Objektivitas, Integritas, dan
Kompetensi Auditor secara simultan(bersama-sama)berpengaruh
terhadap kualitas audit