lap cuci alat
DESCRIPTION
sTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
HIGIENE DAN SANITASI INDUSTRI
PENCUCIAN ALAT
IIN INAYATI
05023107004
KELOMPOK 6
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2004
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Alat yang sering digunakan dalam pabrik atau produksi bahan pangan haruslah
terhindar dari segala macam kontaminan. Dilihat dari jenis yang paling sering terjadi,
kontaminan terbagi menjadi 5 macam yaitu:
1. Tanah
2. Bahan sisa pungutan hasil
3. Benda-benda asing
4. Bahan kimia
5. Mikroorganisme
Lima jenis kontaminan ini, maka kontaminan yang berasal dari mikroorganisme
paling diwaspadai. Hal ini terjadi karena kontaminan ini sulit dilihat dengan kasat
mata, harus menggunakan alat untuk mengetahui keberadaannya. Namun
kontaminasi yang disebabkan oleh mikroorganisme dapat diamati apabila terjadi
dekomposisi serpihan bahan yang melekat pada peralatan. Kontaminan adalah bahan
asing selain bahan baku atau produk yang dikehendaki. Alat yang digunakan untuk
menampung hasil produk pangan atau sering disebut kemasan hendaklah benar-benar
terjamin aspek higien dan sanitasi industrinya (Pambayun, et al., 2001).
Kebersihan alat dapat terjaga dan dalam mencegah terjadinya kontaminan perlu
dilakukan pencucian alat. Bahan yang sering dilakukan untuk mencuci adalah bahan
yang dapat menghilangkan kotoran yang secara kasat mata dapat dilihat dan dapat
pula menginaktifkan mikroorganisme yang tidak terlihat yang sering disebut sebagai
detergen.
Bahan pencuci untuk membersihkan alat sebaiknya disesuaikan dengan apa
yang akan dibersihkan. Alat yang terkena noda yang berasal dari bahan pangan
berprotein contohnya telur, digunakan bahan pencuci yang dapat melakukan proses
denaturasi (pemecahan) terhadap molekul protein karena dengan terdenaturasinya
molekul protein, proses pembersihan akan jauh lebih mudah (Gaman, 1992).
Selain bahan pangan yang berprotein dan bahan pangan yang berlemak, pemicu
terjadinya kotor pada alat adalah bahan pangan yang berasal dari karbohidrat. Bahan
pangan yang satu ini sulit juga dibersihkan karena masih meninggalkan bekas
walaupun telah dilakukan pencucian.
Lemak merupakan suatu molekul yang hidrofobik atau tidak menyukai air,
sehingga ketika akan membersihkan minyak sulit sekali jika emulsi yang
dikehendaki tidak terjadi. Emulsi dapat menyatukan dan mengangkat kotoran
sehingga alat yang terkena kototon tersebut dapat dihilangkan (Deman, 1997).
Alat yang terkena kotoran berupa bahan pangan pangan berlemak seperti
minyak seringkali menyebabkan ketengikan pada alat tersebut dan juga akan sulit
untuk dibersihkan, digunakannya bahan pencuci alat yang dapat mengemulsi lemak
akan memberikan kesempatan lemak bercampur dengan air (Gaman, 1992) .
Bahan pencuci yang dapat mencakup semua fungsi untuk membersihkan salah
satunya adalah bahan pencuci detergen. Detergen adalah bahan kimia yang dapat
membantu mengefektifkan air dalam proses pembersihan kotoran dari bahan organik
maupun anorganik (Pambayun, et al., 2001).
Setelah kita mengetahui bahan pangan yang mengotori alat maka perlu dicari
bahan pencuci yang paling baik digunakan pada ketiga masalah yang telah
dikemukakan diatas. Hal ini dilakukan agar hasil pencucian alat menjadi optimal.
Walaupun telah dilakukan pencucian alat namun tidak menutup kemungkinan
mikroorganisme masih dapat tumbuh, karena itu untuk melihat seberapa jauh
mikroorganisme dapat mengkontaminasi alat setelah proses pencucian, dapat
dilakukan perhitungan terhadap jumlah mikroorganisme yang terdapat pada alat
tersebut.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui daya bersih berbagai bahan
pencuci pada peralatan dan tingkat kontaminasi mikroorganisme.
II. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A. Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Pertanian Jurusan
Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Indralaya pada hari
Senin 30 Maret 2004 pukul 13.00 sampai dengan selesai.
B. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah: 1) Susu Kental
Manis Sachet, 2) Minyak Goreng, 3) Telur Ayam dan 4) Tepung Tapioka.
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Botol Sosro/Botol Putih
Transparan.
C. Cara Kerja
Cara kerja dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Hari Pertama
1. Susu dan minyak goreng dicampur kemudian dimasukkan ke dalam botol dan
dikocok. Setelah dikocok, dipanaskan di atas api selama 15 menit dan diberi
label A.
2. Satu butir telur dikocok, kemudian dimasukkan ke dalam botol dan dikocok.
Setelah dikocok, dipanaskan di atas api selama 15 menit dan diberi label B.
3. Satu sendok tepung tapioka dilarutkan ke dalam 50 ml air, kemudian
dimasukkan ke dalam botol dan dikocok. Setelah itu dipanaskan di atas api
selama 15 menit dan diberi label C.
4. Semua botol yang telah terisi, dibiarkan untuk dicuci pada percobaan
berikutnya.
2. Hari Kedua
Peralatan (botol pada hari pertama) dicuci dengan peerendaman. Bahan
perendaman yang digunakan adalah Dettol Cair, Deterjen, Sabun Cair (1 sendok+50
ml air). Perlakuannya:
1. Untuk kelompok 1,2 dan 3 dilakukan pencucian
a. Botol A dengan Dettol Cair
b. Botol B dengan Sabun cair untuk cuci piring
c. Botol C dengan Detergen
2. Untuk kelompok 4,5 dan 6 dilakukan pencucian
a. Botol A dengan Sabun cair untuk cuci piring
b. Botol B dengan Detergen
c. Botol C dengan Dettol Cair
3. Untuk kelompok 7 dan 8 dilakukan pencucian
a. Botol A dengan Detergen
b. Botol B dengan Dettol Cair
c. Botol C dengan Sabun cair untuk cuci piring
4. Pencucian dilakukan dengan pengocokan tiap 30 menit sekali, lalu diamati
dengan mencantumkan hasilnya pada tabel pengamatan.
5. Setelah dilakukan pengamatan, semua botol dibiarkan terbuka untuk
percobaan berikutnya yaitu perhitungan mikrobia.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil pengamatan dari perlakuan yang dilakukan di laboratorium adalah sebagai
berikut:
Tabel 1 Hasil Pengamatan Pencucian Botol
Kelompok Botol A Botol B Botol C1 + -- -2 + ++ --3 + ++ --4 ++ + --5 ++ + --6 ++ + --7 -- - +8 ++ + ---
Ket: ++ : Bersih sekali
+ : Bersih
- : Agak bersih
-- : Kotor
--- : Kotor sekali
Hasil pengamatan pencucian alat pada hari pertama maka dilanjutkan dengan
perlakuan penanaman mikrobia pada hari kedua. Hasil yang didapat adalah tekstur,
aroma dan jumlah mikrobia sebagai berikut:
Tabel Hasil Pengamatan Perhitungan Mikrobia
Kelompok Botol A Botol B Botol C1 300 248 2522 264 380 3963 186 172 404 223 568 2965 152 240 2566 186 268 1367 216 380 4808 65 74 110
B. Pembahasan
Perlakuan terhadap tiga buah peralatan yaitu botol transparan dengan pencucian
untuk mengetahui sejauh mana peran detergen yang digunakan untuk membersihkan
alat. Hasil yang didapat berupa bersih, agak bersih, kotor atau kotor sekali.
Pencucian alat yang menggunakan air (pencucian basah), bahan pembersih
yang digunakan adalah detergen. Pemilihan detergen disesuaikan dengan
kemampuan detergen tersebut untuk membersihkan peralatan. Sifat detergen secara
umum adalah mampu mengemulsi dan mensuspensi kotoran, tidak meninggalkan
bekas, dan tidak korosif (Pambayun, et al., 2001).
Botol C memiliki keadaan secara umum yang kotor dikarenakan bahan pencuci
yang digunakan sulit untuk menghilangkan sisa bahan tepung. Pembersihan alat yang
terkena kotoran dari bahan pangan karbohidrat harus dipilih bahan pembersih dengan
tingkat alkali yang menengah, karena untuk golongan ini pembersih akan efektif
terhadap bahan-bahan yang tidak korosif terhadap peralatan.
Botol yang secara umum bersih adalah botol B, dimana bahan pencuci yang
digunakan sesuai dengan kotoran bersisa yang berasal dari bahan berprotein yaitu
telur, detergen yang digunakan adalah dengan keasaman sedang, karena dalam
kondisi asam molekul protein dapat terdenaturasi menjadi molekul penyusunnya.
(Deman, 1997).
Botol A memiliki kebersihan paling bersih diantara botol-botol lain karena
bahan sisa dari kotoran yang merupakan lemak atau minyak yaitu campuran susu
dengan minyak goreng digunakan pembersih detergen dengan alkalinitas tinggi yang
sangat efektif untuk membersihkan dan melarutkan lemak, minyak dan komponen
organik lainnya (Pambayun, et al., 2001).
Perhitungan jumlah mikrobia yang tumbuh setelah proses pencucian digunakan
metode yang paling sederhana, yaitu dengan cara perhitungan manual. Jumlah
mikrobia yang tumbuh mencerminkan bahwas walaupun peralatan telah mengalamai
proses pencucian namun tidak menutup kemungkinan masih terkontaminasi oleh
mikrobia (Gaman, 1992).
IV. KESIMPULAN
Dari pelaksanaan praktikum pembersihan alat ini, dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahan pembersih yang digunakan biasanya adalah detergen.
2. Botol yang secara umum paling bersih adalah botol A yang menggunakan bahan
pembersih sesuai dengan kotoran yang bersisa yaitu campuran protein dan
minyak.
3. Botol yang secara umum kotor keadaannya adalah botol C, dimana penggunaan
bahan pembersih tidak optimal.
4. Pembersihan peralatan dilakukan untuk mencapai kebersihan secara fisik, kemis
dan mikrobiologis.
5. Mikrobia masih dapat tumbuh pada peralatan yang telah mengalami proses
pembersihan.
DAFTAR PUSTAKA
Deman, J. M. 1997. Kimia Makanan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Gaman, P. M. dan K. B. Sherrington. 1992. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi danMikrobiologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Pambayun, R. Romlah & T.W. Widiowati. 2001. Higiene dan Sanitasi Industri. Universitas Sriwijaya. Palembang.