lapkas dr herman
DESCRIPTION
nmTRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
Fraktur 1/3 distal radius yang disertai dengan dislokasi atau subluksasi dari sendi
distar radio-ulnar disebut sebagai fraktur Galeazzi. Fraktur Galeazzi pertama kali
dijelaskan oleh Cooper pada tahun 1842, yaitu 92 tahun sebelum Galeazzi melaporkan
hasil penelitiannya. Ricardo Galeazzi (1866-1952), seorang ahli bedah Italia di
Instituto de Rachitic di Milan, dikenal karena pengalaman kerja yang luas tentang
dislokasi kongenital dari pinggul. Pada tahun 1934, ia melaporkan penelitian dengan
18 patah tulang dengan pola yang diuraikan di atas. Sejak itu jenis fraktur tersebut
menjadi identik dengan namanya.
Fraktur Galeazzi merupakan fraktur yang cukup jarang terjadi dengan insidensi
≤3% dari semua jenis fraktur antebrachial pada anak dan ≤7% pada dewasa, prinsip
penanganan pada anak-anak dan dewasa cukup berbeda.
Fraktur Galeazzi terbagi lagi menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan arah
fragmen radius dan dislokasi distal radio-ulnar joint.
1
BAB IILAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 15 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Pernikahan : Belum Menikah
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Alamat : Villa gading harapan Blok AH4 no. 7 Babelan,Bekasi
Tanggal Masuk RS : 30 mei 2016
II. DATA DASAR
Primary Survey
A : Inspeksi: Sianosis (-) perdarahan (-) Pasien bisa mengerang, mengucapkan
kata-kata
Palpasi: Sumbatan jalan nafas (-)
Auskultasi: snoring (-), gurgling (-)
B : Inspeksi: Gerak rongga dada simetris saat statis maupun dinamis
Palpasi: RR = 20 x per menit. Saturasi Oksigen : 99%
Perkusi: Sonor kedua lapang paru
Auskultasi: Suara Dasar Vesikuler + / + , suara tambahan - / -
C : TD : 120/80 mmHg, N : 84x/menit, reguler,simetris, isi dan tegangan cukup,
akral hangat, capilary refill < 2 detik
D : GCS 15 (E4M6V5), Pupil isokor 3mm/3mm
E : Inspeksi: Tampak vulnus ekskoriatum 1x1 cm pada labialis superior,tampak
vulnus ekskoriatum 3x1 cm pada regio humeri 1/3 distal, Tampak deformitas
regio antebrachii 1/3 distal, tampak vulnus ekskoriatum pada regio cruris 1/3
medial dextra.
Palpasi: Nyeri regio antebrachii 1/3 distal sinistra(+), krepitasi (+), pulsasi
arteri radialis (+), akral hangat (+), sensasi (-), capp refill < 2’, suhu: 37,0 C
2
Secondary survey
A. Data Subyektif
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 30 Mei 2016 pukul
20.15 WIB di IGD RSAL Dr. Mintohardjo.
Keluhan Utama
Nyeri pada lengan kanan bawah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo diantar oleh orang tuanya
dengan keluhan nyeri lengan sebelah kanan sejak ±3 jam yang lalu SMRS. Nyeri
yang dirasakan terus – menerus dan bertambah hebat bila lengan digerakkan.
Gerakkan diakui terbatas karena nyeri terutama pada gerakan memutar tangan
dan menggerakkan pergelangan tangan.Pasien juga merasa lengan bawah kanan
sedikit membengkak. Pasien mengeluhkan adanya nyeri pada bagian bahu kiri,
dan kaki kanan. Pasien mengatakan bahwa pasien terjatuh saat sedang bermain
futsal. Sebelumnya pasien mengakui bahwa pasien tidak melakukan pemanasan.
Pasien terjatuh dalam posisi terbaring dengan tumpuan badan sisi kanan
diawali dengan tangan kanan berusaha menopang badan, lalu kemudian seluruh
badan bagian kanan terjatuh terlebih dahulu lalu badan terpuntir ke arah kanan
sehingga posisi pasien hampir telungkup dan bibir pasien terbentur,pasien
mengaku lengan bawah pasien sempat terinjak oleh rekan bermain pasien yang
menggunakan sepatu keds. Pasien mengaku bermain futsal di lapangan dengan
dasar semen. Pasien mengaku kepala nya tidak terbentur, tidak ada mual,muntah.
Pasien hanya merasa sedikit pusing. Selain itu pasien juga merasa nyeri pada
bagian bahu kiri, namun pasien mengaku tidak ada masalah dalam pergerakkan
bahu kiri. Nyeri pada perut disangkal. Tidak ada keluhan saat berkemih dan
defekasi.
3
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami trauma kepala pada kecelakaan lalu lintas jatuh dari
motor
Riwayat alergi disangkal
Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
( - )
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan anggota BPJS kelas II
B. Data Obyektif
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 30 Mei 2016 pukul 20:15 WIB di
IGD RSAL Dr. Mintohardjo.
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit, reguler, isi dan tegangan
cukup
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 37,7º C ( axiller )
Kepala : Normocephali
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Pupil isokor
(-/-),Raccon eye (-/-)
Hidung : Nafas cuping (-), Sekret (-), Septum deviasi (-), Rhinorrea (-)
Telinga : Discharge (-/-), Ottorhea (-)
4
Mulut : Bibir sianosis (-), parrese (-),vulnus ekskoriatum labialis
superior
Tenggorokan : T1-T1, Faring hiperemis (-)
Leher : Simetris, Trakhea ditengah, Pembesaran limfonodi (-)
Thorax
- Inspeksi : Bentuk normal, simetris, warna kulit sawo matang, ikterik (-),
pucat (-), sianosis (-), tidak tampak retraksi sela iga, gerakan pernapasan
simetris kiri dan kanan, tidak ada bagian hemithoraks yang tertinggal
- Palpasi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris, tidak ada
bagian yang tertinggal, vocal fremitus simetris kiri dan kanan baik di
bagian dada maupun punggung
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru dan jantung kanan
setinggi ICS 3 hingga ICS 5 linea sternalis kanan dengan suara redup,
batas paru dan jantung kiri setinggi ICS 5 ± 1 cm medial linea
midclavikularis kiri dengan suara redup, batas atas jantung setinggi ICS 3
linea parasternalis kiri
- Auskultasi: Paru : Suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Bentuk normal, mendatar, simetris, tidak buncit, warna kulit
sawo matang, ikterik (-), pucat (-), gerak dinding perut simetris, tidak ada
yang tertinggal
- Auskultasi: Bising usus 3x/menit
- Perkusi : Pada ke 4 kuadran didapatkan suara timpani, shifting dullness
(-)
- Palpasi : Dinding abdomen supel, tidak ada retraksi maupun defense
muskular, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), pembesaran hepar (-),
pembesaran lien (-), murphy sign (-), ballotement (-), undulasi (-)
Ekstremitas Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Edema +/- -/-
Sensibilitas +/+ +/+
5
Motorik:
Gerak +/+ +/+
Kekuatan 5/5 5/5
Status lokalis :
Regio antebrachii Dextra
Look : Deformitas antebrachii dextra (-), antebrachii dextra tampak
sedikit oedem
Feel : Nyeri tekan antebrachii dextra (+), krepitasi (+), pulsasi arteri
radialis (+), akral hangat (+), sensasi (-), capp refill (< 2’)
Move : Keterbatasan pergerakan fleksi,ekstensi dan rotasi
1. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab. Darah (tanggal 30-04-2016)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Leukosit 14.700 103/ul 4,5-13
Eritrosit 5.45 106/ul 3,8-5,2
Hemoglobin 15.40 g/dl 12,8-16,8
Hematokrit 46 % 35-47
LED 12 mm/jam <10
basofil 0 % 0-1
eosinofil 0 % 1-3
Neutrofil batang 0 % 2-6
Neutrofil segmen 88 % 50-70
limfosit 9 % 20-40
monosit 3 % 2-8
6
Foto X-ray regio antebrachii dextra AP/Oblique(tanggal 30-04-2016)
Deskripsi :
Tampak diskontinuitas 1/3 distal os radial
Tampak dislokasi radio-ulnar joint
Aposisi dan alignment baik
Struktur tulang baik
Tampak gambaran soft tissue swelling
Kesan : Fraktur 1/3 distal radius
Dislokasi radio-ulnar joint
2. RESUME
Pasien seorang anak laki-laki berusia 15 tahun datang ke IGD RSAL Dr.
Mintohardjo pada tanggal 30 mei 2016. Pasien mengeluh nyeri pada lengan bawah
kanan sejak sejak ±3 jam yang lalu SMRS. Nyeri yang dirasakan terus – menerus
dan bertambah hebat bila lengan digerakkan. Gerakkan diakui terbatas karena
nyeri terutama pada gerakan memutar tangan dan menggerakkan pergelangan
tangan.Pasien juga merasa lengan bawah kanan sedikit membengkak.
7
Pasien mengeluhkan adanya nyeri pada bagian bahu kiri, dan kaki kanan.
Pasien mengatakan bahwa pasien terjatuh saat sedang bermain futsal. Pasien
terjatuh dalam posisi terbaring dengan tumpuan badan sisi kanan diawali dengan
tangan kanan berusaha menopang badan, lalu kemudian seluruh badan bagian
kanan terjatuh terlebih dahulu lalu badan terpuntir ke arah kanan sehingga posisi
pasien hampir telungkup dan bibir pasien terbentur,pasien mengaku lengan bawah
pasien sempat terinjak oleh rekan bermain pasien yang menggunakan sepatu keds.
Pasien mengaku bermain futsal di lapangan dengan dasar semen.
Pada pemeriksaan didapatkan antebrachii dextra tampak sedikit oedem, Nyeri
tekan antebrachii dextra (+), krepitasi (+),Keterbatasan pergerakan fleksi,ekstensi
dan rotasi.
Pada pemeriksaan Xray photo Antebrachii dextra AP-Lateral di dapatkan
gambaran diskontinuitas pada 1/3 distal os. Radius. Dislokasi radio-ulnar joint,
dan tampak soft tissue swelling.
3. DIAGNOSIS KERJA
Fraktur tertutup 1/3 distal Os. Radius anterior
Dislokasi distal radio-ulnar joint
4. PENATALAKSANAAN
Medika Mentosa :
- Antipiretik (Paracetamol intravena 100ml selama 15 menit)
Non – Medika Mentosa :
- Konsul ke dokter spesialis ortophedi untuk penanganan selanjutnya.
- Rencana Reposisi dan Pemasangan Gips
Manajemen :
- Observasi keadaan umum dan tanda vital
- Perbaikan tanda dan gejala, hasil pemeriksaan penunjang, perbaikan
movement
- Pengaturan pola makan
8
Edukasi :
Penjelasan mengenai penyakit dan prognosisnya, minum obat teratur,
makanan tinggi protein dan kalsium, vitamin dan mineral, cukup istirahat.
5. PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad bonam
Ad Sanationam : Ad bonam
Ad Functionam : Ad bonam
Follow Up :
31 Mei 2016
S : nyeri pada lengan kanan bawah
O : tanda vital : dalam batas normal
st lokalis : R. antebrachii Dekstra : terpasang gips
A : Fraktur tertutup 1/3 distal radius dengan dislokasi distal radio-ulnar joint
P : - (Paracetamol intravena 100ml selama 15 menit)
-Bila panas turun pasien boleh pulang
9
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi antebrachii
Antebrachii terdiri dari dua tulang, yaitu radius dan ulna.1 Kedua tulang ini
termasuk golongan tulang panjang. Tulang panjang mempunyai ujung yang berbentuk
bulat dan tersusun atas tulang rawan disebut epifisis. Sedangkan pada jenis ini bagian
tengah tulang pipa yang berbentuk silindris dan berongga disebut diafisis. Di antara
epifisis dan diafisis terdapat bagian yang disebut metafisis. Metafisis tersusun atas
tulang rawan.Bagian metafisis ini terdapat cakra epifisis, yang memiliki kemampuan
memanjang.2,3
Radius adalah tulang di sisi lateral lengan bawah merupakan tulang pipa dengan
sebuah batang dan dua ujung dan lebih pendek dari tulang ulna.1 Ujung atas radius
kecil dan memperlihatkan kepala berbentuk kancing dengan permukaan dangkal yang
bersendi dengan kapitulum dari humerus. Sisi-sisi kepala radius bersendi dengan
taktik radius dan ulna. Dibagian bawah kepala terletak leher, dan di bawah serta
disebelah medial dari leher ada tuberositas radii, yang dikaitkan pada tendon dari
insersi otot biseps.2
Ulna merupakan tulang medial lengan bawah.ujung atasnya bersendi dengan
humerus pada articulation cubiti dan dengan caput radii pada articulation ulnaris
proximal. Ujung distalnya bersendi dengan radius pada articulation ulnaris distalis,
tetapi dipisahkan dari articulation radiocarpalis dengan adanya facies
articularis. Ujung atas ulna besar, dikenal sebagai processus olecranii. Bagian ini
membentuk tonjolan pada siku.processus ini mempunyai incissura di permukaan
anterioirnya,incissura trochlearis,yang bersendi dengan trochlea humeri.di bawah
trochlea humeri terdapat processus coronoideus yang berbentuk segitiga dan pada
permukaan lateralnya terdapat incissura radialis untuk bersendi dnegan caput radii.1
Pada bagian batang radius atau shaft os radius disebelah atas batangnya lebih
sempit dan lebih bundar dari pada dibawah dan melebar makin mendekati ujung
bawah. Batangnya melengkung kesebalah luar dan terbagi dalam beberapa
permukaan, yang seperti pada ulna memberi kaitan kepada flexor dan pronator yang
letaknya dalam disebalah anterior; dan disebelah posterior memberi kaitan pada
ekstensor dan supinator disebelah dalam lengan bawah dan tangan. Ligamentum
interosea berjalan di radius ke ulna dan memisahkan otot belakang dari yang depan
lengan bawah.2
10
Pada bagian ujung bawah os radius agak berbentuk segiempat dan masuk dalam
formasi dibawah sendi. Persendian inferior dari ujung bawah radius bersendi dengan
skafoid (os.navikular radii) dan tulang semilunar (lunatum) dalam formasi persendian
pergelangan tangan. Permukaan persendian disebelah medial dari ujung bawah
bersendi dengan kepala dari ulna dan formasi persendian radio ulna inferior. Sebelah
lateral dari ujung bawah diperpanjang kebawah menjadi prosessus stiloid radius.1
Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar yang diperkuat
oleh ligamentum anulare yang melingkari kapitulum radius, dan di distal oleh sendi
radioulnar yang diperkuat oleh ligamen radioulnar, yang mengandung fibrokartilago
triangularis. Membranes interosea memperkuat hubungan ini sehingga radius dan ulna
merupakan satu kesatuan yang kuat . Oleh karena itu, patah yang hanya mengenai
satu tulang agak jarang terjadi atau bila patahnya hanya mengenai satu tulang, hampir
selalu disertai dislokasi sendi radio ulnar yang dekat dengan patah tersebut. 2
Gambar 1. Anatomi anterbrachii
Selain itu, radius dan ulna dihubungkan oleh otot antar tulang, yaitu otot
supinator, m.pronator teres, m.pronator kuadratus yang membuat gerakan pronasi-
supinasi. Ketiga otot itu bersama dengan otot lain yang berinsersi pada radius dan
ulna. 3
11
Gambar 2. Anatomi antebrachii
Tedapat dua arteri utama pada daerah lengan bawah yaitu a. radialis dan a. ulnaris
yang merupakan cabang dari A. axillaris. A. radialis berjalan pada sisi radial lengan
bawah menuju pergelangan tangan mempercabangkan : rami superficialis dan rami
profunda radialis.1-3
A.ulnaris berjalan pada sisi medial lengan bawah, pada bagian proximal
memberikan percabangan Aa.Interossea communis menuju ke anterior lengan bawah ,
A.recurrent ulnaris superior menuju distal lengan atas dan A.recurrent ulnaris inferior
menuju distal lengan atas.1-3
Gambar 3. Vaskularisasi lengan bawahLengan bawah dipersarafi oleh cabang-cabang saraf sebagai berikut :2
Nervus radialis
12
Di dalam fossa cubiti nervus radialis bercabang menjadi dua superfisial
(sensorik) dan dalam (motorik). Nervus radialis superfisial menginervasi
sensorik pada punggung pergelangan tangan dan tangan. Cabang yang
dalam menginervasi otot-otot ekstensor pada lengan bawah. Berjalan ke
dalam menginervasi m. supinator dan keluar sebagai n. interosseus
posterior.
Nervus ulnaris
Saraf ulnar memanjang di belakang epikondilus medial. Saraf ini
menginervasi m. flexor carpi ulnaris, bagian medial m. flexor digitorum
profundus dan otot-otot intrinsic tangan.
Nervus medianus Nervus medianus masuk ke lengan bawah melalui celah antara caput
ulna dan radius. Berjalan turun ke m. flexor digitorum superficialis.
Cabangnya nervus interosseus anterior menginervasi index, dan juga m.
flexor digitorum profundus, m. flexor pollicis longus dan m. pronator
quadratus.
Gambar 4. Persarafan lengan bawah
2.2 Fisiologi tulang
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup. Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangan hormon, faktor makanan, dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas.4
13
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas berespon
terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu
pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-
garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu
atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid, dan
disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring dengan terbentuknya tulang, osteosit
dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan
osteosit lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang.4
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang, sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap sebagai
kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara
tulang, cairan interstisium, dan darah.5
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang.4 Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit. Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas. Osteoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat.4
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling. Pada anak dan remaja, aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal. Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang pulih
dari fraktur. Pada orang dewasa muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya
setara, sehingga jumlah total massa tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas
osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai berkurang.
Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami imobilisasi.
Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan, dominansi aktivitas osteoklas dapat
menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas osteoblas dan
osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon.6
14
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya
belum jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut. Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi hormon
pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang.4,5
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung
dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang
penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang
mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan
kadar kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian,
vitamin D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan
akan menyebabkan absorpsi tulang.5
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid.4,5,6 Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut.
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas.
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D
di ginjal bergantung pada hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas. Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum.4,5
15
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :4
1). Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2). Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan
lunak.
3). Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
4). Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis).
5). Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
2.3 Fraktur
2.3.1 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.7 Trauma yang menyebabkan
tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah
yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak
langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula
atau radius distal patah.8
Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.
Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan
tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka.
Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang
disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.
2.3.2 Klasifikasi
Fraktur menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar
dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup jika
kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh, tetapi apabila kulit diatasnya tertembus
maka disebut fraktur terbuka.7,8,9
Menurut Penyebab terjadinya
Faktur Traumatik : direct atau indirect
Fraktur stress berulang
16
Fraktur patologis : biasanya terjadi secara spontan
Menurut hubungan dg jaringan ikat sekitarnya
Fraktur Simple : fraktur tertutup
Fraktur Terbuka : bone expose
Fraktur Komplikasi : kerusakan pembuluh darah, saraf, organ visera
Menurut Mansjoer dan menurut Appley Solomon fraktur diklasifikasikan menjadi
:7
1. Berdasarkan garis patah tulang :
a. Greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok.
b. Transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang.
c. Spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang.
d. Oblique, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi
tulang
Gambar 5. Klasifikasi fraktur berdasarkan garis patah tulang
2. Berdasarkan bentuk patah tulang
a. Complet, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan
fragmen tulang biasanya tergeser.
b. Incomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang.
c. Fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan
tulang lain.
d. Avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligamen.
17
e. Communited (Segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa
bagian.
f. Simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh.
g. Fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan dari
tempat yang patah.
h. Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang
normal.
i. Fraktur Complikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang terlihat.
Gambar 6. Klasifikasi fraktur berdasarkan bentuk patah
2.3.3 Etiologi
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang. 2 faktor mempengaruhi terjadinya
fraktur,yaitu :
Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah
dan kekuatan trauma.
Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan,
kekuatan, dan densitas tulang.
Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur transversal dan
kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai dengan penghimpitan
tulang akan mengakibatkan garis fraktur kominutif diikuti dengan kerusakan jaringan
lunak yang lebih luas.
18
Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik trauma dan
jaringan sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat. Pada olahragawan, penari
dan tentara dapat pula terjadi fraktur pada tibia, fibula atau metatarsal yang
disebabkan oleh karena trauma yang berulang.
Selain trauma, adanya proses patologi pada tulang seperti. tumor atau pada
penyakit Paget dengan energi yang minimal saja akan mengakibatkan fraktur. Sedang
pada orang normal hal tersebut belum tentu menimbulkan fraktur.
2.3.4 Proses penyembuhan
a. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur maka pembuluh darah kecil yang melewati
kanalikuli dalam sistem harvesian mengalami robekan pada daerah fraktur dan
akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar
diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami
robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi
ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya yang
terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan
mati,yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati
pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
b. Fase proliferasi/inflamasi
Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang
berproliferasi dari perosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada
daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktivitas seluler dalam
canalis medullaris. Apabila terjadi robekan hebat pada periosteum maka
penyembuhan sel berasal dari sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi
kedalam jaringan lunak. Pada tahap awal penyembuhan fraktur terjadi
penambahan jumlah sel-sel osteogenik yang memberikan pertumbuhan yang
cepat melebihi sifat tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari
organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa
minggu kalus dari fraktur akan membentuk satu massa yang meliputi jaringan
osteogenik. Pada pemeriksaan radiologi kalus belum mengandung tulang
sehingga masih merupakan suatu daerah radiolusen.
19
c. Fase pembentukan kalus
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen
sedasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas
membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler
kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk
tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut “woven bone” (merupakan
indikasi radiologi pertama penyembuhan fraktur).
d. Fase konsolidasi
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan
diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi
struktur lamelar dan kelebihan kalus dapat diresorpsi secara bertahap.
e. Fase remodeling
Perlahan–perlahan terjadi resorbsi secara osteoklastik dan tetap terjadi
proses osteoblastik pada kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang.
Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem
haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk
membentuk ruang sum-sum.
2.4 Dislokasi Sendi
2.4.1 Definisi
Dislokasi adalah perpindahan suatu bagian. Dislokasi sendi atau disebut juga
luksasio adalah tergesernya permukaan tulang yang membentuk persendian terhadap
tulang lainnya. Dislokasi dapat berupa lepas komplet atau parsial , atau subluksasio.
2.4.2 Epidemiologi
Dari beberapa penelitian diperkirakan sekitar 42.1 kejadian dislokasi dari 100.000
orang dan penyebab tersering adalah akibat kecelakaan lalu-lintas (57.4%) diikuti
dengan terjatuh (27.5%). Dislokasi yang paling sering terjadi adalah dislokasi sendi
bahu dan lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan.
Berdasarkan data penelitian National Electronic Injury Surveillance System, dari
8,940 kejadian dislokasi sendi bahu, diketahui terjadi 23.9 kejadian tiap tahunnya
dengan faktor risiko terjadinya dislokasi sendi bahu yaitu usia muda dan jenis kelamin
laki-laki.
20
2.4.3 Etiologi dan fraktur resiko
Dislokasi dapat disebabkan oleh :
1. Trauma : jika disertai fraktur, keadaan ini disebut fraktur dislokasi.
Cedera pada olahraga
Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola
dan hoki, serta olahraga yang berisiko jatuh, misalnya terperosok
akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak
bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari
karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga misalkan akibat
benturan karena terjatuh (dari ketinggian tertentu) ataupun akibat
kecelakaan ketika berkendara
2. Non traumatik
akibat kelainan kongenital yaitu keadaan ligamen pada seseorang yang
jauh lebih kendur sehingga terjadi penurunan stabilitas dari daerah
persendian ataupun adanya penyakit tertentu yang mengakibatkan
perubahan struktur dari daerah persendian.
3. Patologis
Akibat destruksi tulang, misalnya tuberculosis tulang belakang.
Dimana patologis: terjadinya tear ligament dan kapsul articular yang
merupakan komponen vital penghubung tulang.
Faktor Resiko dari Dislokasi
1. Kemungkinan untuk terjatuh
Ketika seseorang terjatuh maka terjadi peningkatan akan faktor resiko dari
dislokasi, jika seseorang menggunakan tangannya untuk menahan tubuh ketika
terjatuh atau bagian dari tubuh seseorang mengalami benturan keras saat
terjatuh seperti panggul dan bahu.
2. Keturunan
Beberapa orang dapat terlahir dengan ligamen yang jauh lebih longgar
sehingga lebih meningkatkan faktor resiko dari dislokasi ketika terluka.
21
3. Berolahraga
Dislokasi sering terjadi ketika seseorang melakukan olahraga dimana
banyak terjadi kontak antar pemain atau high impact sports seperti sepak bola,
basket, hoki, dan gulat (wrestling).
4. Kecelakaan ketika berkendara
Hal ini yang paling sering menyebabkan dari dislokasi panggul atau hip
dislocation
2.4.4 Klasifikasi
Klasifikasi dislokasi menurut penyebabnya adalah:
1. Dislokasi kongenital
Hal ini terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan seseorang, paling
sering terlihat pada daerah panggul (hip).
2. Dislokasi spontan atau patologik
Hal ini dapat terjadi akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh
kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatik
Dislokasi traumatik adalah suatu kedaruratan ortopedi, yang memerlukan
pertolongan segera. Hal ini membuat sistem vaskularisasi terganggu, susunan
saraf rusak dan serta kematian dari jaringan. Trauma yang kuat membuat
tulang keluar dari posisi anatomisnya dan mengganggu jaringan lain seperti
merusak struktur sendi, ligamen, saraf, dan sistem vaskular. Seringkali terjadi
pada orang dewasa. Bila tidak ditangani dengan segera dapat terjadi nekrosis
avaskuler (kematian jaringan akibat anoksia dan hilangnya pasokan darah) dan
paralisis saraf.
Dislokasi berdasarkan tipe kliniknya dapat dibagi menjadi :
1. Dislokasi Akut
22
Umumnya dapat terjadi pada bagian bahu, siku tangan dan panggul.
Dislokasi ini dapat juga disertai nyeri akut serta pembengkakan di sekitar
sendi.
2. Dislokasi Kronis
Dislokasi kronis dapat dibedakan menjadi dislokasi rekuren,
berkepanjangan atau Prolonged dan kebiasaan atau Habitual. Pada dislokasi
rekuren penderita sering mengalami dislokasi namun tidak dapat mereposisi
sendiri. Pada dislokasi berkepanjangan dapat timbul bila dislokasi akut
didiamkan saja tanpa diberikan perawatan selama berminggu-minggu,
sedangkan untuk dislokasi kebiasaan atau habitual dislocation penderita dapat
berulang-ulang mengalami dislokasi dan dapat mereposisi sendi tersebut
sendiri. Pada dislokasi rekuren dan kebiasaan umumnya sudah terjadi
perubahan bentuk kapsul maupun ligamennya maka dari itu sendi tersebut
menjadi hipermobilitas.
3. Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma pada daerah dislokasi sendi diikuti oleh frekuensi
berulang, maka dislokasi akan berlanjut dengan trauma yang minimal, hal
disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada sendi bahu (shoulder joint)
dan sendi pergelangan kaki atas (patello femoral joint). Dislokasi berulang
biasanya sering dikaitkan dengan fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya
ujung tulang yang patah akibat dari kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot
dan tarikan.
Dislokasi berdasarkan daerah anatomis
1. Dislokasi sendi bahu (shoulder joint)
2. Dislokasi sendi siku tangan (elbow joint)
3. Dislokasi sendi panggul (hip joint)
Dislokasi panggul dapat terjadi ketika caput femur keluar dari daerah
acetabulum (socket) pada pelvis. Dislokasi ini dapat terjadi apabila daerah
tersebut mengalami benturan keras seperti pada kecelakaan mobil ataupun
jatuh dari ketinggian tertentu
23
4. Dislokasi sendi lutut (kneecap joint)
Dislokasi patella paling sering disebabkan oleh robeknya ligamen yang
berfungsi untuk menstabilkan dari sendi lutut tersebut. Ligamen yang paling
sering mengalami cedera dalam hal ini yaitu Ligamentum Krusiatum
5. Dislokasi sendi pergelangan kaki (ankle joint)
Dislokasi pergelangan kaki (ankle) adalah suatu kondisi dimana rusaknya
dan robeknya jaringan konektif di sekitar pergelangan kaki disertai dengan
berubahnya posisi tulang dalam suatu daerah persendian
6. Dislokasi sendi-sendi kecil
Gambar 7. Dislokasi sendi bahu ( shoulder joint)
7.
Gambar 8. Dislokasi sendi siku tangan ( elbow joint )
24
2.5 Fraktur galeazzi
2.5.1 Definisi
Fraktur ini merupakan fraktur distal radius disertai dislokasi atau subluksasi sendi
radioulnar distal.9 Nama fraktur ini diambil dari seorang ahli bedah di Milan, Ricardo
Galeazzi Terjadinya fraktur ini biasanya akibat trauma langsung sisi lateral ketika
jatuh. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula
rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberi
gaya supinasi.10
2.5.2 Epidemiologi
Fraktur Galeazzi meliputi 3-7% dari semua fraktur lengan bawah. Ia biasanya
lebih sering terjadi pada laki-laki. Fraktur Galeazzi lebih banyak ditemukan daripada
fraktur Monteggia.Kebanyakan ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak-
anak.10
2.5.3 Klasifikasi10
Banyak penelitian yang dilakukan untuk membuat klasifikasi dari fraktur
galeazzi. Pada penelitian yang melibatkan 41 pasien anak dengan fraktur Galeazzi,
Walsh, et al melakukan observasi terhadap 20 anak dengan fraktur Os. Radius
posterior, dan 21 anak dengan fraktur Os radius anterior. Berdasarkan penelitian
tersebut Walsh, et al membuat klasifikasi berdasarkan arah fragmen distal radius.
Fraktur tipe 1 (apex volar) dimana fragmen distal radius ke arah dorsal dengan
dislokasi distal ulna ke anterior. Fraktur tipe 1 biasanya disebabkan oleh beban axial
tertumpu pada lengan bawah dengan posisi supinasi. Fraktur tipe 2 (apex dorsal)
adalah dimana fragmen distal radius ke arah anterior dengan dislokasi distal ulna ke
posterior.
Gambar 9. A, fraktur tipe 1 (apex volar). B, fraktur tipe 2 (apex dorsal)
25
Pada penelitian yang lain, Rettig dan raskin membagi fraktur galeazzi menjadi 2
kelas berdasar kan jarak bagian radius yang fraktur dengan permukaan midarticular
dari radius distal. Pada 22 kasus fraktur yang terlokasi dengan jarak <7,5 cm dari
permukaan midarticular radius distal. Dan 18 kasus dengan fraktur yang terlokasi [ada
jarak >7,5cm dari permukaan midarticular radius distal. Dan diketahui 12 dari fraktur
dengan jarak <7,5 didapatkan ke tidak stabilan distal radio-ulnar joint . Sedangkan
pada fraktur berjarak 7,5 cm dari midarticular radius distal hanya di dapati 1 kasus
dengan distal radio-ulnar joint yang tidak stabil.
Macule Beneyto,et al, membuat klasifikasi fraktur Galeazzi berdasarkan lokasi
fraktur radius. Pada 33 pasien 20 diantaranya didapati lokasi fraktur 0-10 cm dari
prosesus styloideus (tipe 1), pada 10 pasien didapati lokasi fraktur 10-15 cm dari
prosesus styloideus (tipe 2), dan pada 3 pasien didapati lokasi fraktur 15 cm dari
prosesus styloideus (tipe 3). Berdasarkan tipe-tipe tersebut didapati prognosis paling
buruk pada tipe 1.
2.5.4 Mekanisme
Mekanisme cidera pada fraktus galeazzi meliputi impaksi langsung dengan
kecepatan tinggi dengan beban axial meliputi lengan bawah yang terbebani. Beban
axial dari lengan bawah diikuti dengan hipepronasi dari tangan menjadi mekanisme
paling umum yang mengakibatkan dorsal dislokasi dari distal radioulnar joint.
Sebaliknya keadaan beban axial pada lengan bawah denga hipersupinasi dari
tangan mengakibatkan volar dislokasi. Pada fraktur galeazzi tipe 1 kejadian dislokasi
terjadi akibat kerusakan pada triangular fibrokartilago kompleks dan intraosseus
membrane, dimana kerusakan kedua jaringan tersebut menjadi presdiposisi
ketidakstabilan distal radioulnar joint dan dorsal subluksasi. Pada fraktur galeazzi tipe
2 dislokasi terjadi akibat kerusakan jaringan lunak sekitar yang menyangga distal
radio-ulnar joint.
2.5.5 Gejala klinis
Gejala klinis pada fraktur galeazzi tidak jauh berbeda dengan fraktur pada fraktur
antebrachii lainya. Pasien akan mengeluh nyeri dan enggan menggerakan lengan
bawah atau tangan. Deformitas nyata seperti bergesernya tulang radius atau lebih
menonjolnya ulna sering terjadi. Nyeri tekan dengan atau tanpa krepitasi dapat
ditemukan. Pada pmebandingan dengan sisi yang berlawanan, caput ulnaris akan
26
mononjol dan disertai dengan pembengkakan jaringan lunak. Pasien dengan gejala
klinis tersebut sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan radiologi untuk memastikan
diagnosis.10
Pada beberapa kasus trauma pada lengan bawah dapat mengakibatkan sindroma
kompartemen. Apa bila hal ini terjadi maka ini dinilai sebagai kegawatan dan harus
ditangani secara cepat. Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah anterior
interosseous nerve palsy dimana terjadi kerusakan pada bagian nervus medianus yang
mengakibatkan kesulitan melakukan fleksi dan ekstensi. Pemeriksaan gejala klinis
harus dilakukan secara detail untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan saraf dan
pemeriksaan bagian kulit untuk menangani apabila ada luka terbuka.
2.5.6 Pemeriksaan penunjang
Penilaian radiografi dilakukan untuk dapat menentukan diagnosis dari fracture
galeazzi. Foto radiologi AP dan lateral dari elbow, lengan bawah dan pergelangan
tangan harus dilakukan. Pemendekan perubahan posisi dan atau perubahan sudut pada
tulang radius dan dislokasi pada distal radioulna joint mengkonfirmasi diagnosis dari
fraktur galeazzi.
Penilaian radiografi menjadi sangat penting untuk diagnosis fraktur galeazzi. Pada
pemeriksaan foto polos, hal-hal yang menunjukan adanya kerusakan radio-ulnar joint
meliputi fraktur basis styloid ulna, pelebaran dari radio-ulnar joint pada foto AP ,
dislokasi atau sukluksasi dari radius relatif dilihat dari foto lateral, pemendekan radius
lebih dari 5 mm dibandingkan dengan distal ulna secara relative dan asismetri apabila
dibandingkan dengan kontralateral yang tidak mengalami kelainan. Apabila kelainan
sulit untuk dinilai maka CT direkomendasikan , namun penilaian dengan
menggunakan CT tidak dilakukan secara rutin.
2.5.7 Tatalaksana
a. Bedah
Terapi pembedahan pada anak-anak termasuk jarang dilakukan karena pada terapi
reposisi tertutup sudah meberikan efek yang cukup baik, namun pada keadaan tertentu
seperti keadaan alignment tidak dapat dilakukan pada reposisi tertutup maka
pembedahan dapat dilakukan. Ada beberapa cara untuk melakukan pembedahan,
meliputi reduksi terbuka tanpa internal fiksasi, reduksi terbuka dengan K-wire fiksasi,
27
pemasanga paku intrameduler, dorsal plate fiksasi dan reduksi terbuka dengan
radioulnar transfiksasi.
Jenis-jenis tindakan operasi :
ORIF
Fiksasi dengan plate adalah tindakan primer untuk fraktur yang tidak stabil
dari volar dan medial kolum dari distal radius. Distal radius plate dikategorikan
berdasarkan lokasi dan tipe dari plate. Lokasinya bisa dorsal medial, volar medial
dan radial styloid.
Prinsip dari penanganan radius distal adalah mengembalikan fungsi dari sendi
pergelangan tangan (wrist joint). Plate yang konvensional dapat digunakan
buttress ataupun neutralization plate, plate dengan locking screw juga kini sering
digunakan, umumnya untuk tulang yang sudah mengalami pengeroposan
(osteoporosis).
Gambar 8. Contoh fiksasi dengan ORIF
PINNING PERCUTANEUS
Digunakan untuk fraktur ekstraartikular atau dua bagian fraktur intraartikular.
dengan menggunakan dua atau tiga buah Kirschner wire ditempatkan pada lokasi
fraktur, umumnya dari styloid radial, diarahkan proksimal dan dari sisi dorsoulnar
dari fragmen radial distal diarahkan proksimal. 7
Pinning perkutan umumnya digunakan untuk melengkapi short arm cast atau
fiksasi eksternal. Pin dapat dicabut 3 sampai 4 minggu setelah operasi, dengan
tambahan gips dipertahankan 2 sampai 3 minggu. 8
28
Gambar 9. Tehnik Pinning percutaneus
Pada orang dewasa, ORIF menjadi standar tatalaksana untuk kebanyakan pasien
dengan fraktur galeazzi. Reduksi anatomi lengan bawah dan fiksasi yang stabil dan
perbaikan jaringan lunak sekita DRUJ menjadi penting untuk menentukan hasil
operasi. Fiksasi dengan menggunakan plate merupakan metode yang disarankan untuk
osteosintesi dari fraktur. Beberapa penelitian menunjukan plate dengan kompresi
memberikan kestabilan lebih baik dibandingkan dengan plate terkunci dengan
unicortical screw.7,8
b. Non bedah
Manajemen penangan pada fraktur galeazzi dibedakan antara penanganan pada
anak dan dewasa. Pada anak pilihan untuk melakukan pengobatan tanpa pembedahan
adalah melakukan reduksi tertutup yang dilakukan dengan anestesi general atau lokal
dan gambaran fluoroscopic, diikuti dengan immobilisasi diatas siku dalam jangka
waktu 4 sampai 6 minggu. Prinsip reduksi tertutup adalah melakukan traksi kearah
distal dan mengembalikan posisi tangan yang berubah akibat rotasi. Penanganan
tersebut telah memberikan hasil yang baik secara jangka panjang. Reduksi tertutup
pada fraktur radius dikuti dengan immobilisasi dalam posisi supinasi untuk
mempertahankan reduksi pada DRUJ dan memberikan kesempatan penyembuhan dari
TFCC.
Tehnik reduksi tertutup: 7
29
Fragmen distal pada posisi hyperekstensi.
Traksi dilakukan untuk mengurangi pergeseran pada bagian distal terhadap
proksimal fragmen, dengan melakukan penekanan pada distal radius.
Kemudian dilakukan pemasangan gyps (cast), dengan pergelangan tangan
dalam posisi netral dan sedikit fleksi.
Posisi ideal lengan, durasi imobilisasi, dan cast yang digunakan, apakah long
arm cast, ataupun short arm cast, masih kontroversial, tidak ada studi
prospektif yang telah menunjukkan keunggulan satu metode di atas yang
lain.12
Fleksi pergelangan tangan yang ekstrim harus dihindari, karena meningkatkan
tekanan karpal kanal (dan kompresi saraf median) serta kekakuan jari tangan.
Gips harus dipakai selama kurang lebih 6 minggu atau sampai sudah terlihat
proses penyembuhan dari radiologi. Pemeriksaan radiologi juga Sering
diperlukan untuk mendeteksi hilangnya reduksi.12
Pada orang dewasa fraktur galeazzi sangat tidak stabil dengan penanganan non
pembedahan tidaklah memberikan hasil yang memuaskan. Banyaknya resiko
terjadinya deformitas apabila tidak dilakukan terapi pembedahan, hal ini disebabkan
berbagai hal seperi, berat tangan orang dewasa, adanya gaya gravitasi yang
menyebabkan rekurensi dislokasi dari DRUJ.8,9
2.5.8 Prognosis
Pada kasus fraktur, prognosisnya bergantung dari tingkat keparahan serta tata
laksana dari tim medis terhadap pasien dengan korban fraktur. Jika penanganannya
cepat, maka prognosisnya akan lebih baik. Begitu juga sebaliknya. Sedangkan dari
tingkat keparahan, jika fraktur yang di alami ringan, maka proses penyembuhan
akan berlangsung dengan cepat dengan prognosis yang baik. Tapi jikalau pada
kasus yang berat prognosisnya juga akan buruk.bahkan jikalau parah, tindakan
yang dapat di ambil adalah cacat fisik hingga amputasi. Selain itu penderita dengan
usia yang lebih muda akan lebih bagus prognosisnya di banding penderita dengan
usia lanjut.
2.5.9 Komplikasi8,9,10,11
30
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Compartement Syndrome
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan
sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan
berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya
mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit
yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen,
rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan
paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang
kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi
fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari
sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang
lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada
pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar
bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea,
perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung,
stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Shock
31
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi Lanjut
a. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan
korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh)
atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen
dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama
operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang
terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur
dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko
osteomyelitis yang lebih besar
b. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi
saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai
fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur
berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena
nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu
yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia
keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien
merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya
melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap
pada saat menahan beban.
c. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
32
d. Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa.
Kadang – kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor -
faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya
imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen
contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis..
e. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.
33
BAB IV
KESIMPULAN
Fraktur Galeazzi yaitu fraktur pada 1/3 distal radius disertai dislokasi sendi radio-
ulnar distal. Fraktur Galeazzi meliputi 3-7% dari semua fraktur lengan bawah. Ia
biasanya lebih sering terjadi pada laki-laki. Fraktur Galeazzi lebih banyak ditemukan
daripada fraktur Monteggia. Kebanyakan ditemukan pada orang dewasa dan jarang
pada anak-anak.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosi fraktur
Galeazzi cukup dengan foto polos posisi AP-Lateral,selain itu CT scan dan MRI juga
dapat digunakan hanya saja jarang dilakukan
Prinsip dari penanganan radius distal adalah mengembalikan fungsi dari sendi
pergelangan tangan Pada dewasa sebaiknya dilakukan operasi dengan fiksasi interna.
Pada fraktur Galeazzi harus dilakukan reposisi secara akurat dan mobilisasi segera
karena terjadi dislokasi. Dengan reposisi yang akurat dan cepat maka dislokasi sendi
juga tereposisi dengan sendirinya. Pada anak reposisi tertutup dan immobilisasi sudah
memberikan efek yang cukup baik.
Prognosis fraktur Galeazzi akan menjadi lebih baik pada penanganan yang cepat
dan tepat. Serta pada fraktur yang ringan.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Moore KL,Agur AMR,Dalley AF. Essential Clinical Anatomy, 5th ed.
Philadelphia: Wolter Kluwer; 2015. P. 402-413
2. Saladin KS. Anatomy and Physiology, 6th ed. USA: the McGraw-Hill; 2012. P.
319-412
3. Saladin KS. Human Anatomy, 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2016.P. 187-188
4. Hall JE, GuytonAC. Guyton and Hall textbook of Medical Physiology, 12th ed.
USA: Elsevier; 2011.P 958-967
5. Widmaier EP, Raff H, Strang KT. Vander's Human Physiology, 13th ed. USA:
McGraw-HIll; 2014.P. 345-350
6. Peate I, Gormley-fleming E. Fundamentals of Children's Anatomy and
Physiology, 1st ed. Oxford,UK: Wiley Blackwell; 2014P.400-415.
7. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apley's System of Orthopaedics and
Fractures, 9th ed. Boca Raton: Hodder arnold; 2010.P. 774-776
8. Canale ST,Beaty JH. Campbell's Operative Orthopedics, 12th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2013.P. 1378
9. Bhandari M, et al. Evidence-Based Orthopedics, 12th ed. USA: Willey-
Blackwell; 2012.P 419-422.
10. Atesok KI, Jupiter JB, Weiss APP. Galeazzi fracture. J.Am. Acad Orthop Surg.
2011 Oct. 19 (10);623-33
11. Waters PM, Bae DS. Fractures of the distal radius and ulna. In Rockwood and
Wilkins' Fractures in Children, 7th Ed. Beaty JH, Kasser JR (Eds). Lippincott
35