lapkas kpd

38
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. N Umur : 23 thn Pendidikan : SMP Agama : Islam Pekerjaan : Ibu rumah tangga Alamat : Teluk Ampel, Batu Jaya, Kabupaten Karawang No. MR : 499476 Masuk RS : 17 Juni 2013 IDENTITAS SUAMI Nama : Tn. A Umur : 26 tahun Pendidikan : SD Agama : Islam Pekerjaan : Wira swasta II. ANAMNESIS 1

Upload: ngakan-putu-wiga-kusuma

Post on 27-Oct-2015

117 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

kpd

TRANSCRIPT

Page 1: Lapkas Kpd

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. N

Umur : 23 thn

Pendidikan : SMP

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Teluk Ampel, Batu Jaya, Kabupaten Karawang

No. MR : 499476

Masuk RS : 17 Juni 2013

IDENTITAS SUAMI

Nama : Tn. A

Umur : 26 tahun

Pendidikan : SD

Agama : Islam

Pekerjaan : Wira swasta

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan di ruang VK, tanggal 17 Juni 2013 pukul 10.00 pagi

A. Keluhan Utama

Keluar air – air dari jalan lahir sejak 15 jam SMRS

1

Page 2: Lapkas Kpd

B. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

G1P0A0 mengaku hamil 9 bulan datang dengan keluhan keluar air-air sejak 15 jam

SMRS. Air-air yang dirasakan keluar dari jalan lahir yang tidak tertahankan berwarna bening,

berbau amis dan banyak. Selain itu, pasien mengeluh adanya mules-mules sejak 6 jam SMRS.

Mules dirasakan hilang timbul. Pasien menyangkal adanya keluar lendir dan darah dari jalan

lahir. Menurut pengakuan pasien merasakan keluar air-air dari jalan lahir secara tiba-tiba

sewaktu pasien tidur. Pasien langsung berobat ke bidan terdekat dan dikatakan oleh bidan

ketuban pasien sudah pecah. Pasien masih merasakan gerakan janin. Pasien langsung di rujuk

ke RSUD Karawang.

Riwayat HDK disangkal pasien. Riwayat keputihan (+) sejak sebelum hamil. Keputihan

yang keluar jumlahnya banyak, warna putih kekuningan, berbau amis dan terasa gatal.

C. Riwayat Haid

Menarche 13 tahun, siklus haid teratur 28 hari,selama 6/7 hari. Menghabiskan pembalut 3x

sehari.

HPHT: 8 Oktober 2012 TP : 15 Juli 2013. UK : 36 minggu

ANC: Bidan teratur

TT: 2 kali

D. Status Pernikahan

Status menikah, pernikahan 1x, menikah pada usia 18 tahun, suami usia 26 tahun.

E. Riwayat KB

KB suntik

F. Riwayat Penyakit Sistemik

Hipertensi, DM, asma, jantung disangkal

G. Riwayat operasi atau kuret

2

Page 3: Lapkas Kpd

Tidak pernah

H. Riwayat Penyakit Keluarga

Hipertensi, DM, asma, jantung disangkal

I. Riwayat Kebiasaan dan Psikososial

Tidak merokok, minum alkohol, narkotika, maupun minum jamu

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Tekanan darah : 120 / 80 mmHg

Frekuensi nadi : 88 x /menit, regular, equal

Suhu : 36,50 C

Pernafasan : 20 x /menit, tipe thoraco-abdominal

Kepala : Normocephali, rambut hitam, ikal, panjang, distribusi merata.

Mata : Pupil bulat isokor, CA -/-, SI -/-

Hidung : Normosepta, tidak ada nafas cuping hidung, sekret -/-

Mulut : Tidak kering, tidak sianosis.

Tenggorokan : Faring tidak hiperemis

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid (-)

Thoraks :

Mammae : Simetris, hiperpigmentasi pada kedua areola, retraksi puting -/-

Cor : Bunyi jantung I-II regular, murmur -, gallop –

Pulmo : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

3

Page 4: Lapkas Kpd

B. Status Obstetrik

Abdomen :

Inspeksi : Buncit, striae gravidarum (-)

Palpasi :

- Leopold I : TFU 29 cm, teraba 1 bagian besar, bulat, lunak, tidak

melenting.

- Leopold II : Kanan : Teraba 1 bagian besar, keras seperti papan.

Kiri : Teraba bagian-bagian kecil.

- Leopold III : Teraba 1 bagian besar, bulat keras, melenting.

- Leopold IV : Bagian terbawah janin sudah masuk PAP, 4/5

- TBJ : (29 -12) x 155 = 2635 gr

- His : -

Auskultasi : DJJ 146 dpm, teratur

Anogenital :

- I : v/u tenang, perdarahan (-), varices (-), oedem (-).

- Io : portio livid, licin, ostium terbuka, tampak air ketuban sedikit mengalir, warna bening,

fl (+), flx (-), valsava (-).

- VT : portio tebal -kenyal, posterior, pembukaan 1 cm, selaput ketuban (-), presentasi

kepala setinggi Hodge I-II.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Darah rutin, tanggal 17 Juni 2013

Hb : 12,4 g/dl

Ht : 37 %

Trombosit : 213000 /mm3

Leukosit : 16.140 /mm3

4

Page 5: Lapkas Kpd

HbS Ag : (-)

GDS : 77 mg/dL

Masa perdarahan/pembekuan : 2’/12’

Hasil Kardiotokografi : Reassuring

Hasil USG : Janin Presentasi Kepala Tunggal Hidup

TBJ : 2850 gram

UK : 37 minggu

Ketuban : Oligohidramnion

V. RESUME

Pasien wanita, 23 tahun, G1P0A0, datang dengan keluhan ketuban pecah sejak 15 jam

SMRS. Air yang dirasakan keluar dari jalan lahir yang tidak tertahankan berwarna bening,

berbau amis dan banyak. Pasien merasakan keluar cairan dari jalan lahir secara tiba-tiba

sewaktu pasien tidur. Pasien berobat ke bidan dan dikatakan ketuban sudah pecah. Maka

pasien dirujuk ke RSUD Karawang. Pasien masih merasakan gerakan janin. HPHT : 8

Oktober 2012, TP : 15 Juli 2013, UK : 36 minggu.

A. Status generalis : Dalam batas normal

B. Status Obstetrik

Abdomen :

Inspeksi : Buncit, striae gravidarum (-)

Palpasi :

- Leopold I : TFU 29 cm, teraba 1 bagian besar, bulat, lunak, tidak

melenting.

- Leopold II : Kanan : Teraba 1 bagian besar, keras seperti papan.

Kiri : Teraba bagian-bagian kecil.

- Leopold III : Teraba 1 bagian besar, bulat keras, melenting.

- Leopold IV : Bagian terbawah janin sudah masuk PAP 4/5.

- TBJ : (29-12) x 155 = 2635 gr

5

Page 6: Lapkas Kpd

- His : -

Auskultasi : DJJ 146 dpm, teratur

Anogenital :

- I : v/u tenang, perdarahan (-), varices (-), oedem (-).

- Io : portio livid, licin, ostium terbuka, tampak air ketuban sedikit mengalir, warna bening,

fl (+), flx (-), valsava (-).

- VT : portio tebal – kenyal, posterior, pembukaan 1 cm, selaput ketuban (-), presentasi

kepala setinggi Hodge I-II.

Dari pemeriksaan penunjang laboratorium darah didapatkan leukositosis (16.140/mm3), hasil

USG JPKTH, sesuai usia kehamilan 37 minggu, air ketuban berkurang. Hasil CTG

reassuring.

VI. DIAGNOSA KERJA

G1P0A0 hamil 36 minggu, serviks belum matang, belum inpartu, JPKTH, ketuban pecah

dini 15 jam.

VII. PENATALAKSANAAN

- Rawat inap

- Observasi tanda - tanda vital, HIS, DJJ dan kemajuan persalinan.

- Observasi tanda - tanda infeksi intrauterin, infeksi intrapartum, maupun tanda- tanda

gawat janin.

- Terapi :

1. IVFD RL 20 tpm

2. Ceftriaxone 2 x 1 gram IV bolus

3. Misoprostol 1 x 25 mcg/6 jam perfornix posterior (pemberian misoprostol pertama

jam 15.00)

VIII. PROGNOSIS

Ibu : Dubia ad bonam

6

Page 7: Lapkas Kpd

Janin : Dubia ad bonam

FOLLOW UP RUANGAN VK

Tanggal 17 Juni 2013, Jam 21.00

S :Pasien merasa mules (+), bertambah sering. Keluar air-air (+), lendir darah (+)

O : KU/KS : Baik/CM

TD : 110/70 mmHg RR : 20 x/menit

N : 90 x /menit S : 36,20 C

Status Generalis : Dalam batas normal.

Status Obstetrik :

TFU 29cm, His 1x/10’/20’’, DJJ 150 dpm

Pemeriksaan dalam: I: v/u tenang. VT : portio tebal- kenyal, tebal 2cm, arah posterior,

pembukaan 2 cm, ketuban (-), presentasi kepala setinggi Hodge I-II.

A : G1P0A0 Hamil 36 minggu PK I Fase Laten + KPD 26 Jam.

P : Bedrest

Observasi tanda – tanda vital, HIS, DJJ dan kemajuan persalinan.

Terapi :

1. IVFD RL 20 tpm

2. Ceftriaxone 2 x 1 gram IV bolus

3. Misoprostol 1 x 25mcg/4 jam

Tanggal 18 Juni 2013 Jam 00.30

S : Mules (+) terasa bertambah hebat, pasien ingin mengedan. Gerak janin aktif.

7

Page 8: Lapkas Kpd

O : KU/KS : Baik/CM

TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit

N : 92 x /menit S : 36,40 C

Status Generalis : Dalam batas normal.

Status Obstetrik :

TFU 29cm, His 5x/10’/40’’, DJJ 154 dpm

Pemeriksaan dalam: I: vulva/ vagina terbuka, perineum menonjol, anus menonjol. VT :

portio tidak teraba, pembukaan lengkap, selaput ketuban (-), presentasi kepala setinggi

Hodge III.

A : PK II pada G1P0A0 Hamil 36 minggu, KPD 29 jam.

P : Pasien dipimpin mengedan.

Tanggal 18 Juni 2013, Jam 00.50

Lahir spontan bayi perempuan, A/S 6/7, BB 2500 gram, PB 46 cm, cacat (-), anus (+), mekonium (-), ketuban jumlah sedikit, warna hijau.

Plasenta lahir lengkap.

8

Page 9: Lapkas Kpd

BAB II

ANALISA KASUS

Analisis Kasus Diagnosis:

Diagnosis KPD ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesis:

Berdasarkan teori,

Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung,

ketuban pecah dini di sebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau

meningkatnya tekanan intra uteri atau kedua faktor tersebut, berkurangnya kekuatan

membran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina serviks.1

Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada sembarang usia

kehamilan sebelum persalinan dimulai.2

Pada pasien ini ada riwayat keluar air-air dari jalan lahir. Adanya mules-mules yang tidak

teratur dan belum ada lendir campur darah yang keluar menunjukkan bahwa pada pasien ini

serviksnya belum matang, belum in partu. Dikatakan inpartu apabila terdapatnya his yang

adekuat dan adanya pembukaan/ penipisan dari serviks yang ditandai dengan keluar lendir

campur darah (bloody show).

2. Pemeriksaan fisik:

Berdasarkan teori, pada pemeriksaan fisik KPD didapatkan;

9

Page 10: Lapkas Kpd

1. Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila

ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih

jelas.

2. Pemeriksaan dengan spekulum.

Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari

orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan,

penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuver valsava, atau bagian terendah

digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik.

3. Pemeriksaan dalam

Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi.

Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada

kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan

pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan

mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme

tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan

kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan

dibatasi sedikit mungkin.

Pada pasien ini dari inspeksi tidak tampak keluar carian dari vagina, menunjukkan bahwa

kemungkinan jumlah air ketuban tidak banyak. Namun pada inspekulo terlihat air ketuban yang

keluar dari OUE, dan manuver valsava (-). Pada pemeriksaan VT pasien ini didapatkan kesan

serviks belum matang dan pasien belum in partu.

3.Pemeriksaaan Penunjang

Dalam teori dilakukan Pemeriksaan Penunjang;

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah, yakni leukosit untuk mendeteksi adanya tanda infeksi, leukositosis

pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm3). Cairan yang keluar dari vagina juga

10

Page 11: Lapkas Kpd

perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini

kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-

5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.

b. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan

adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat

menghasilkan tes yang positif palsu.

c. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan

kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.

d. Pemeriksaan ultrasonografi (USG), pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah

cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang

sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion.

Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan laboratorium darah dengan hasil didapatkan

adanya leukositosis dan pemeriksaan USG yang menunjukkan adanya jumlah air ketuban yang

berkurang. Namun tidak dilakukan pemeriksaan tes lakmus ataupun tes pakis yang dapat

menunjang bahwa cairan yang keluar benar air ketuban.

Analisis Kasus Etiologi:

Berdasarkan teori Ketuban Pecah Dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan

membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya

kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.

Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah

sebagai berikut :2,3

1. Serviks inkompeten (leher rahim yang lemah), kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh

karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).

2. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi

uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati

sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya

hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya

KPD karena biasanya disertai infeksi.

11

Page 12: Lapkas Kpd

3. Kelainan letak, misalnya letak lintang, sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah

yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap

membran bagian bawah.

4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic

disproporsi).

5. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk

preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah. (Amnionitis/ Korioamnionitis).

6. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik).

7. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten

a. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi

b. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan

morbiditas janin.

Pada pasien ini kemungkinan penyebab KPD berdasarkan anamnesa yaitu pasien

mengaku ada keputihan yang keluar jumlah banyak, berbau amis, warna putih kekuningan dan

terasa gatal sejak sebelum lahir dan dibuktikan dari pemeriksaan fisik dimana didapatkan flour

albus (+) dan dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan leukositosis (16.140/mm3)

menunjang etiologi kearah infeksi.

Analisis Kasus Penatalaksanaan:

Pada hakikatnya selaput ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan

sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah

kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah selaput ketuban pecah belum ada tanda-tanda

persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar.2,4

Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik

tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap korioamninitis lebih

penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan.

Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakkan

dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi,

proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.4

12

Page 13: Lapkas Kpd

Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau

ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya.

Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan

trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.4

Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan

janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang

kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat)

atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat).

Kehamilan > 37 minggu induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesaria. Dapat pula

diberikan misoprostol 25µg- 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali, bila ada tanda-tanda

infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Induksi dilakukan dengan

mempehatikan Bishop Score. Jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan

pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.1,2

Pada pasien ini KPD sudah terjadi 15 jam SMRS, namun saat pasien datang belum

didapatkan tanda-tanda persalinan, Bishop Score <5, sehingga pasien diberikan misoprostol

untuk pematangan serviks dan induksi. Setelah diobservasi, didapatkan tanda-tanda kemajuan

persalinan dan pasien dapat melahirkan secara spontan pervaginam.

13

Page 14: Lapkas Kpd

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian

Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila

ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu maka disebut ketuban pecah dini

pada kehamilan prematur (Prawirohardjo, 2008).

Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah sebelum terdapat atau dimulainya tanda inpartu

dan setelah ditunggu satu jam belum ada tanda inpartu (Manuaba, 2010).

Ketuban Pecah dini adalah ketuban yang pecah sebelum awitan persalinan (Morgan, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuban pecah dini

Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa

laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor

mana yang lebih berperan sulit diketahui (Nugroho, 2011).

Faktor-faktor predisposisi itu antara lain adalah:

1. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis).

14

Page 15: Lapkas Kpd

Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana korion, amnion dan

cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan komplikasi paling

serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis (Prawirohardjo, 2008).

Membrana khorioamnionitik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu

oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah

disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik. Grup B streptococcus mikroorganisme

yang sering menyebabkan amnionitis. Selain itu Bacteroides fragilis, Lactobacilli dan

Staphylococcus epidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering ditemukan pada cairan

ketuban pada kehamilan preterm. Bakteri-bakteri tersebut dapat melepaskan mediator

inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan adanya perubahan

dan pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban (Varney, 2007). Jika terdiagnosis

korioamnionitis, perlu segera dimulai upaya untuk melahirkan janin sebaiknya

pervaginam. Sayangnya, satu-satunya indikator yang andal untuk menegakkan diagnosis

ini hanyalah demam; suhu tubuh 38ºC atau lebih, air ketuban yang keruh dan berbau yang

menyertai pecah ketuban yang menandakan infeksi (Anonim, 2007).

2. Riwayat ketuban pecah dini

Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini

kembali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat adanya

penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya ketuban

pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien risiko tinggi (Nugroho,

2010). Wanita yang mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan atau menjelang

persalinan maka pada kehamilan berikutnya wanita yang telah mengalami ketuban pecah

dini akan lebih beresiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang

tidak mengalami ketuban pecah dini sebelumnya, karena komposisi membran yang

menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan

berikutnya (Anonim, 2007).

3. Tekanan intra uterin

15

Page 16: Lapkas Kpd

Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya

hidramnion dan gemeli. Pada kelahiran kembar sebelum 37 minggu sering terjadi

pelahiran preterm, sedangkan bila lebih dari 37 minggu lebih sering mengalami ketuban

pecah dini (Nugroho, 2010).

Perubahan pada volume cairan amnion diketahui berhubungan erat dengan hasil akhir

kehamilan yang kurang bagus. Baik karakteristik janin maupun ibu dikaitkan dengan

perubahan pada volume cairan amnion. Polihidramnion dapat terjadi akibat kelainan

kongenital, diabetes mellitus, janin besar (makrosomia), kehamilan kembar, kelainan

pada plasenta dan tali pusat dan penggunaan obat-obatan (misalnya propiltiourasil).

Kelainan kongenital yang sering menimbulkan polihidramnion adalah defek tabung

neural, obstruksi traktus gastrointestinal bagian atas, dan kelainan kromosom (trisomi 21,

18, 8, 13) komplikasi yang sering terjadi pada polihidramnion adalah malpresentasi janin,

ketuban pecah dini, prolaps tali pusat, persalinan pretem dan gangguan pernafasan pada

ibu (Prawirohardjo, 2008).

4. Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia)

Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia), didasarkan pada adanya

ketidakmampuan serviks uteri untuk mempertahankan kehamilan. Inkompetensi serviks

sering menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester kedua. Kelainan ini dapat

berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti septum uterus dan bikornis.

Sebagian besar kasus merupakan akibat dari trauma bedah pada serviks pada konisasi,

produksi eksisi loop elektrosurgical, dilatasi berlebihan serviks pada terminasi kehamilan

atau laserasi obstetrik (Prawirohardjo, 2008).

Diagnosa inkompetensi serviks ditegakkan ketika serviks menipis dan membuka tanpa

disertai nyeri pada trimester kedua atau awal trimester ketiga kehamilan. Umumnya,

wanita datang kepelayanan kesehatan dengan keluhan perdarahan pervaginam, tekanan

pada panggul, atau ketuban pecah dan ketika diperiksa serviksnya sudah mengalami

pembukaan. Bagi wanita dengan inkompetensi serviks, rangkaian peristiwa ini akan

berulang pada kehamilan berikutnya, berapa pun jarak kehamilannya. Secara tradisi,

16

Page 17: Lapkas Kpd

diagnosis inkompetensia serviks ditegakkan berdasarkan peristiwa yang sebelumnya

terjadi, yakni minimal dua kali keguguran pada pertengahan trimester tanpa disertai

awitan persalinan dan pelahiran ( Morgan, 2009).

Faktor resiko inkompetensi serviks meliputi riwayat keguguran pada usia kehamilan 14

minggu atau lebih, adanya riwayat laserasi serviks menyusul pelahiran pervaginam atau

melalui operasi sesar, adanya pembukaan serviks berlebihan disertai kala dua yang

memanjang pada kehamilan sebelumnya, ibu berulang kali mengalami abortus elektif

pada trimester pertama atau kedua, atau sebelumnya ibu mengalami eksisi sejumlah besar

jaringan serviks (Morgan, 2009).

5. Paritas

Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (Saifuddin,

2006). Paritas terbagi menjadi primipara dan multipara. Primiparitas adalah seorang

wanita yang telah melahirkan bayi hidup atau mati untuk pertama kali. Multiparitas

adalah wanita yang telah melahirkan bayi hidup atau mati beberapa kali (sampai 5 kali

atau lebih) (Varney, 2007).

6. Kehamilan dengan janin kembar

Pada kehamilan kembar, evaluasi plasenta bukan hanya mencakup posisinya tetapi juga

korionisitas kedua janin. Pada banyak kasus adalah mungkin saja menentukan apakah

janin merupakan kembar monozigot atau dizigot. Selain itu, dapat juga ditentukan apakah

janin terdiri dari satu atau dua amnion. Upaya membedakan ini diperlukan untuk

memperbaiki resiko kehamilan. Pengawasan pada wanita hamil kembar perlu

ditingkatkan untuk mengevaluasi resiko persalinan preterm. Gejala persalinan preterm

harus ditinjau kembali dengan cermat setiap kali melakukan kunjungan (Nugroho, 2010).

Wanita dengan kehamilan kembar beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini juga

preeklamsi. Hal ini biasanya disebabkan oleh peningkatan massa plasenta dan produksi

hormon. Oleh karena itu, akan sangat membantu jika ibu dan keluarga dilibatkan dalam

mengamati gejala yang berhubungan dengan preeklamsi dan tanda-tanda ketuban pecah

(Varney, 2007).17

Page 18: Lapkas Kpd

7. Usia ibu yang ≤ 20 tahun

Usia ibu yang ≤ 20 tahun, termasuk usia yang terlalu muda dengan keadaan uterus yang

kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan mengalami ketuban pecah dini.

Sedangkan ibu dengan usia ≥ 35 tahun tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan

khususnya pada ibu primi (tua) dan beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini

(Nugroho, 2010).

Usia dan fisik wanita sangat berpengaruh terhadap proses kehamilan pertama, pada

kesehatan janin dan proses persalinan. World Health Organisation (WHO) memberikan

rekomendasi sebagaimana disampaikan  Seno (2008) seorang ahli kebidanan dan

kandungan dari RSUPN Cipto Mangunkusumo, Sampai sekarang, rekomendasi WHO

untuk usia yang dianggap paling aman menjalani kehamilan dan persalinan adalah 20

hingga 30 tahun. Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun dapat menimbulkan masalah

karena kondisi fisik belum 100% siap (Agil, 2007).

Beberapa resiko yang bisa terjadi pada kehamilan di usia kurang dari 20 tahun adalah

kecenderungan naiknya tekanan darah dan pertumbuhan janin terhambat. Bisa jadi secara

mental pun wanita belum siap. Ini menyebabkan kesadaran untuk memeriksakan diri dan

kandungannya menjadi rendah. Di luar urusan kehamilan dan persalinan, risiko kanker

leher rahim pun meningkat akibat hubungan seks dan melahirkan sebelum usia 20 tahun

ini. Berbeda dengan wanita usia 20-30 tahun yang dianggap ideal untuk menjalani

kehamilan dan persalinan. Di rentang usia ini kondisi fisik wanita dalam keadaan prima.

Rahim sudah mampu memberi perlindungan atau kondisi yang maksimal untuk

kehamilan. Umumnya secara mental pun siap, yang berdampak pada perilaku merawat

dan menjaga kehamilannya secara hati-hati (Agil, 2007).

Pendapat Seno (2008), usia 30-35 tahun sebenarnya merupakan masa transisi “Kehamilan

pada usia ini masih bisa diterima asal kondisi tubuh dan kesehatan wanita yang

bersangkutan termasuk gizinya, dalam keadaan baik”. Mau tidak mau, suka atau tidak

suka, proses kehamilan dan persalinan berkaitan dengan kondisi dan fungsi organ-organ

wanita. Artinya, sejalan dengan bertambahnya usia, tidak sedikit fungsi organ yang

18

Page 19: Lapkas Kpd

menurun. Semakin bertambah usia, semakin sulit hamil karena sel telur yang siap dibuahi

semakin sedikit. Selain itu, kualitas sel telur juga semakin menurun. Itu sebabnya, pada

kehamilan pertama di usia lanjut, resiko perkembangan janin tidak normal dan timbulnya

penyakit kelainan bawaan juga tinggi, begitu juga kondisi-kondisi lain yang mungkin

mengganggu proses kehamilan dan persalinan seperti kelahiran preterm ataupun ketuban

pecah dini (Agil, 2007).

Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan

peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan

biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena selaput ketuban rapuh.

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester tiga selaput ketuban mudah

pecah. Melemahnya kekuatan selaput ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi

rahim, dan gerakan janin. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis.

Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal,

misalnya infeksi yang menjalar dari vagina (Prawirohardjo, 2008).

Mekanisme ketuban pecah dini ini terjadi pembukaan prematur serviks dan membran

terkait dengan pembukaan terjadi devolarisasi dan nekrosis serta dapat diikuti pecah spontan.

Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang. Melemahnya daya tahan

ketuban dipercepat dengan infeksi yang mengeluarkan enzim proteolitik, enzim kolagenase.

Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten, makin panjang

fase laten, semakin tinggi kemungkinan infeksi. Semakin muda kehamilan, makin sulit pula

19

Page 20: Lapkas Kpd

pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin. Oleh karena itu komplikasi ketuban pecah

dini semakin meningkat (Varney, 2007).

Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang selalu ada ketika terjadi ketuban pecah dini adalah keluarnya

cairan ketuban merembes melalui vagina, cairan vagina berbau amis dan tidak seperti bau

amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, disertai dengan demam atau

menggigil, bercak vagina yang banyak, denyut jantung janin bertambah cepat, juga nyeri pada

perut, keadaan seperti ini dicurigai mengalami infeksi. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering

karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila ibu duduk atau berdiri, kepala janin yang

sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk

sementara (Nugroho, 2011).

Ada pula tanda dan gejala yang tidak selalu timbul pada ketuban pecah dini seperti

ketuban pecah secara tiba-tiba, kemudian cairan tampak diintroitus dan tidak adanya his dalam

satu jam. Keadaan lain seperti nyeri uterus, denyut jantung janin yang semakin cepat serta

perdarahan pervaginam sedikit tidak selalu dialami ibu dengan kasus ketuban pecah dini.

Namun, harus tetap diwaspadai untuk mengurangi terjadinya komplikasi pada ibu maupun janin

(Varney, 2007).

Komplikasi

Menurut Varney (2007) komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia

kehamilan. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya :

Persalinan premature

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur

kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada

20

Page 21: Lapkas Kpd

kehamilan antara 28 – 34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26

minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.

Infeksi

Resiko infeksi pada ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi

konrioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia. Umumnya terjadi

korioamnianitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering

dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat

sebanding dengan lamanya periode laten.

Hipoksia dan Asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidroamnion yang menekan tali pusathingga terdaji

asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat

oligohidroamnion, semakin sedikit air ketuban , janin semakin gawat.

Sindrom Deformitas Janin

Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,

kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin (Prawirohardjo, 2008).

Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom

distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi meningkat pada

kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan

terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Selain itu kejadian prolaps atau

keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD. Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat

pada KPD preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm.

Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD preterm ini terjadi pada usia kehamilan

kurang dari 23 minggu (Nugroho, 2011).

Pemeriksaan Penunjang

21

Page 22: Lapkas Kpd

Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat dilakukan dengan

kertas nitrazine, kertas ini mengukur pH (asam-basa). pH normal dari vagina adalah 4-4,7

sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3. Tes tersebut dapat memiliki hasil positif yang salah

apabila terdapat keterlibatan trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni.

Pemeriksaan melalui ultrasonografi (USG) dapat digunakan untuk melihat jumlah air

ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban sedikit. Namun

sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion (Nugroho, 2011).

Terapi

Apabila terjadi pecah ketuban, maka segeralah pergi ke rumah sakit. Risiko kelahiran

bayi prematur adalah risiko terbesar kedua setelah infeksi akibat ketuban pecah dini.

Pemeriksaan mengenai kematangan dari paru janin sebaiknya dilakukan terutama pada usia

kehamilan 32-34 minggu. Hasil akhir dari kemampuan janin untuk hidup sangat menentukan

langkah yang akan diambil. Kontraksi akan terjadi dalam waktu 24 jam setelah ketuban pecah

apabila kehamilan sudah memasuki fase akhir. Semakin dini ketuban pecah terjadi maka

semakin lama jarak antara ketuban pecah dengan kontraksi. Jika tanggal persalinan sebenarnya

belum tiba, dokter biasanya akan menginduksi persalinan dengan pemberian oksitosin

(perangsang kontraksi) dalam 6 hingga 24 jam setelah pecahnya ketuban. Tetapi jika memang

sudah masuk tanggal persalinan dokter tak akan menunggu selama itu untuk memberi induksi

pada ibu, karena menunda induksi bisa meningkatkan resiko infeksi (Anonim, 2011).

Penggunaan steroid untuk pematangan paru janin masih merupakan kontroversi dalam

KPD. Penelitan terbaru menemukan keuntungan serta tidak adanya risiko peningkatan terjadinya

infeksi pada ibu dan janin. Steroid berguna untuk mematangkan paru janin, mengurangi risiko

sindrom distress pernapasan pada janin, serta perdarahan pada otak. Penggunaan antibiotik pada

kasus KPD memiliki 2 alasan. Yang pertama adalah penggunaan antibiotic untuk mencegah

infeksi setelah kejadian KPD preterm. Dan yang kedua adalah berdasarkan hipotesis bahwa KPD

dapat disebabkan oleh infeksi dan sebaliknya KPD preterm dapat menyebabkan infeksi.

Keuntungan didapatkan pada wanita hamil dengan KPD yang mendapatkan antibiotik yaitu,

22

Page 23: Lapkas Kpd

proses kelahiran diperlambat hingga 7 hari, berkurangnya kejadian korioamnionitis serta sepsis

neonatal (infeksi pada bayi baru lahir) (Saifuddin, 2006).

Penatalaksanaan

Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam

mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu

maupun bayinya. Kasus  KPD yang cukup bulan, jika segera diakhiri akan meningkatkan insiden

bedah secar an jika menunggu persalinan spontan akan menaikan insiden

khorioamnionitis. Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Jika umur kehamilan

tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk

mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin

kurang bulan adalah RDS(Respirtory distress sindrome) dibandingkan dengan sepsis. Oleh

karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu

optimal untuk persalinan (Nugroho, 2011).

Dalam penetapan langkah penatalaksanaan tindakan yang dilakukan apakah langkah konservatif

atau aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia kehamilan, kondisi ibu dan janin, fasilitas

perawatan intensif, kondisi, waktu, dan tempat perawatan, fasilitas atau kemampuan monitoring,

kondisi atau status imunologi ibu, dan kemapuan finansial keluarga (Fadlun, 2011).

Adapun penatalaksanaannya :

1. Penatalaksanaan Konservatif (mempertahankan kehamilan)

Kebanyakan persalinan dimulai dalam 24 – 72 jam setelah ketuban pecah. Kemungkinan infeksi

berkurang bjika tidak ada alat yang dimasukkan ke vagina, kecuali spekulum steril dan jang

melakukan pemeriksaan dalam (Morgan, 2009).

Beri antibiotika bila ketuban pecah > 6 jam berupa Ampisillin 4 x 500 mg atau Gentamycin 1 x

80 mg. Umur kehamilan < 32 – 34 minggu dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai

air ketuban tidak keluar lagi serta berikan steroid selama untuk memacu kematangan paru-paru

janin (Nugroho, 2011).23

Page 24: Lapkas Kpd

2. Penatalaksanaan Aktif

Kehamilan > 35 minggu dilakukan induksi oksitosin, jika gagal dilakukan seksio sesaria. Cara

induksi yaitu 1 ampul syntocinon dalam Dektrose 5%, dimulai 4 tetes/ menit, tiap ¼ jam

dinaikan 4 tetes sampai maksimum 40 tetes/ menit. Pada keadaan CPD, letak lintang harus

dilakukan seksio sesaria. Bila ada tanda-tanda infeksi beri antibiotik dosis tinggi dan persalinan

diakhiri (Nugroho, 2011).

Pada hakikatnya selaput ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan

sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah

kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah selaput ketuban pecah belum ada tanda-tanda

persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar.

Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik

tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap korioamninitis lebih

penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan.

Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakkan

dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi,

proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.

Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau

ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya.

Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan

trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.

Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan

janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang

kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat)

atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat).

Kehamilan > 37 minggu induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesaria. Dapat pula

diberikan misoprostol 25µg- 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali, bila ada tanda-tanda

infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Induksi dilakukan dengan

mempehatikan Bishop Score. Jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan

pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.

24

Page 25: Lapkas Kpd

FAKTOR SKOR

0 1 2 3

Pembukaan (cm) Tertutup 1-2 3-4 >5

Pendataran serviks (cm) >4 3-4 1-2 <1

konsistensi kenyal Mulai lunak lunak -

posisi posterior axial anterior -

Turunnya kepala -3 -2 -1 +1, +2

4/5 3/5 2/5 1/5

BAB IV

KESIMPULAN

KPD adalah pecahnya ketuban sebelum adanya tanda-tanda persalinan, dapat terjadi pada

kehamilan aterm maupun preterm. Penyebab terjadinya KPD karena berkurangnya kekuatan

membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Dasar diagnosa

KPD dapat ditegakkan dari anamnesa, Pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang

mendukung bahwa cairan yang keluar benar adalah air ketuban. Penatalaksanaan KPD sebaiknya

cepat ditangani dengan memperpendek periode laten segera menginduksi persalinan bila dalam

24 jam setelah ketuban pecah tanda persalinan belum muncul. Dan juga perlu diberikan

25

Page 26: Lapkas Kpd

antibiotik untuk menangani infeksi penyebab ketuban pecah, maupun sebagai profilaksis

komplikasi infeksi yang dapat terjadi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa komplikasi pada ibu

dan janin, antara lain pada ibu dapat terjadi infeksi intra partum apabila sering dilakukan

pemeriksaan dalam. Selain itu dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis dan

septikemia. Hal ini akan meningkatkan angka kematian dan morbiditas pada ibu. Sedangkan

pada janin dapat pula terjadi infeksi intra uterin yang juga dapat meningkatkan angka mortalitas

dan morbiditas pada janin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka sarwono Prawiroharjo. 2008

2. Cunningham FG, Gant F.G, et all, William Manual of Obstetrics, 21st Edition Boston,

McGraw Hill, 2003.

3. Mochtar, Rustam, Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 1, Jakarta, EGC, 2004.

4. Saifuddin, Abdul Bari, dkk. Ilmu Kebidanan, edisi 4, Cetakan Kedua, Jakarta, Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009

26