lapkas stroke berulang
DESCRIPTION
1TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
STROKE BERULANG INFARK CAROTIS KIRI
PEMBIMBING:
dr. H. DENNY RAHARJONO, Sp.S
Disusun Oleh:
Hardiansa Timori 10310167
Eliza Muthiara Nuur 10310129
Yuliasti Wiranti 103103
KEPANITRAAN KLINIK SENIOR ILMU PENYAKIT SARAF
RSUD CIAMIS
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama : Ny. K
Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat :
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Tanggal masuk : 27 Juli 2015
Tanggal Periksa : 27 Juli 2015
II. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Lemah kaki dan tangan kanan
b. Keluhan Tambahan
Nyeri kepala, bicara pelo.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Ciamis
pukul 10.00 WIB diantar oleh keluarganya dengan keluhan tangan
dan kaki kanan lemas dan bicara pelo. Keluhan dirasakan pasien
secara tiba-tiba ketika pasien sedang beraktivitas menyiram
tanaman. Satu hari sebelumnya pasien juga mengeluhkan nyeri
kepala yang dirasakan berdenyut. Tidak ditemukan mual dan
muntah, telinga berdenging (-), penglihatan ganda (-), BAB dan
BAK dalam batas normal.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien pernah mengalami kejadian yang
serupa pada 5 tahun yang lalu.
mempunyai riwayat hipertensi (+) tapi tidak terkontrol.
Riwayat penyakit jantung (-), Diabetes melitus (-), nyeri
dada (-).
e. Riwayat penyakit Keluarga
Ibu pasien pernah mengalami sakit yang serupa .
f. Riwayat Pengobatan
Pasien sempat melakukan pengobatan .
g. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok dimulai pada umur 9 tahun, sehari pasien
menghabiskan 5 batang rokok, dan belum berhenti merokok hingga
sekarang, pola makan menyukai makanan yang asin-asin dan
bersantan. Mengkonsumsi alkohol disangkal
h. Riwayat Trauma
Riwayat trauma disangkal.
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign :
TD : 220/110 mmHg
Nadi : 88x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36.5oC
Status Generalisata
Kepala : Normocephali
Mata : Conjuntiva anemis : -/- . Sklera ikterik : -/-. Pupil
bulat isokor.
Leher : Tiroid tidak teraba membesar. KGB tidak teraba
membesar.
Thoraks : Simetris. Retraksi (-). Gerakan nafas tertinggal (-).
Paru : Suara nafas vesikuler kiri dan kanan, wheezing
(-/-) , rhonki (-/-)
Jantung : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, lembut. Nyeri tekan (-). Bising usus (+) normal.
Ekstremitas : Edema (-)
Status Neurologis
- GCS : E4 M6 V5 : 15
- Kesadaran : Compos mentis
- Meningeal Sign :
o Kaku Kuduk : (-)
o Bruzinski I : (-)
o Bruzinski II : (-)
o Bruzinski III : (-)
o Bruzinski IV : (-)
o Kernig : (-)/(+ : 60° terbatas akibat nyeri)
- Rangsang Radicular :
o Lasique : (-)/(+ : 60° terbatas akibat nyeri)
o Braggard : (-/+)
o Patrick : (-/-)
o Kontra Patrick : (-/+)
- Nervus Cranial :
Nervus I : Dalam batas normal
Nervus II : Visus : Dalam batas normal
Lapang pandang : Dalam batas normal
Nervus III, IV, VI :
· Letak bola mata : Dalam batas normal
· Ptosis : (-)
· Diplopia : (-)
· Nistagmus : (-)
· Gerak bola mata
o Atas : Dalam batas normal
o Bawah : Dalam batas normal
o Lateral : Dalam batas normal
o Medial : Dalam batas normal
o Atas lateral : Dalam batas normal
o Atas medial : Dalam batas normal
o Bawahlateral : Dalam batas normal
o Bawah medial : Dalam batas normal
Nervus V :
· Menggigit : Dalam batas normal
· Membuka mulut : Dalam batas normal
· Sensibilitas
o R. Opthalmicus : Dalam batas normal
o R. Maksilaris : Dalam batas normal
o R.Mandibularis : Dalam batas normal
Nervus VII :
· Mengangkat alis : Dalam batas normal
· mengerutkan dahi : Dalam batas normal
· Memejamkan mata : Dalam batas normal
· Menyeringai : Simetris
Nervus VIII : Tidak dilakukan
Nervus IX, X :
· Disfagia : (-)
· Disfonia : (-)
· Posisi uvula : Simetris ditengah
· Refleks faring : Tidak dilakukan
Nervus XI :
· Mengangkat bahu : Dalam batas normal
· Menoleh : Dalam batas normal
Nervus XII :
· Tremor lidah : (-)
· Lidah mencong : (+) ke kanan
· Disartria : (-)
- Fungsi Motorik :
Simetris
Gerakan involunter (-)
Tonus otot :
N N
N N
Kekuatan otot :
2 5
3 5
- Fungsi Sensorik :
Sentuhan : Dalam batas normal
Nyeri : Dalam batas normal
Propioseptik : Dalam batas normal
- Refleks Fisiologis :
Bisep : (+)/(+)
Trisep : (+)/(+)
Patela : (+)/(+)
Achiles : (+)/(+)
- Refleks Patologis :
Babinski : -/-
Chaddock : -/-
Oppenheim : -/-
Schaefer : -/-
Rossolimo : -/-
- Fungsi luhur :
Berbicara : Dalam batas normal
Orientasi orang, waktu, tempat : Baik
- Fungsi vegetative :
BAK : Tidak ada kelainan
BAB : Tidak ada kelainan
IV. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hematologi :
Hemoglobin : 13,3 g/dl
Hematokrit : 37,0 %
Leukosit : 13600/UL
Trombosit : 184000/UL
Kimia darah :
GDS : 125 mg/dl
Radiologi :
Rongent Vertebrae Lumbo-Sacral AP Lateral
V. Diagnosis
Radikulopati lumbal sinistra
VI. Penatalaksanaan
Infus Tridex 30 tetes/ menit
Provelyn 150 mg 2x1
Meloxicam 7,5 mg 2x1
Tramadol 3x1 tab
Paracethamol 3x1 tab
Omeprazole 1-0-1
Sulprom forte 2x1
VII. Prognosa
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
- Ad fungsionam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Radikiulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan
gangguan fungsi dan struktur radiks akibat proses patologis yang
dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan
bersifat dermatomal
Tulang Cervical
Tulang Thorakal
Tulang Lumbal
Gambaran Saraf Dermatom
B. Etiologi
Terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya radikulopati, yaitu
proses kompresif, proses inflamasi, dan proses degenerastif sesuai
dengan struktur dan lokasi terjadinya proses patologis.
1. Proses Kompresif
Kelainan-kelainan yang bersifat kempresi sehingga
mengakibatkan radikulopati adalah :
a. Hernated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus
b. Dislokasi traumatik
c. Faktur kompresif
d. Skoliosis
e. Tumor medulla spinalis
f. Neoplasma tulang
g. Spondilosis
h. Spondilolistesis dan Spondilolisis
i. Stenosis spinal
j. Spondilitis tuberkulosis
k. Spondilosis servikal
2. Proses Inflamasi
Kelainan-kelaianan inflamasi yang dapat mengakibatkan
radikulopati adalah :
a. Guillain-Barre Syndrome
b. Herpes Zoster
3. Proses Degeneratif
Kelianan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan
radikulopati adalah diabetes millitus.
C. Klasifikasi
1. Radikulopati Cervical
Radiculopati cervical umumnya dikenal dengan “saraf terjepit”
merupakan kompresi pada satu atau lebih radiks saraf pada
leher. Gejala pada radikulopati cervical seringnya disebabkan
oleh spondilosis servical.
2. Radikulopati Thoracal
Radikulopati thoracal merupakan bentuk yang relatif jarang
dari kompresi saraf pada punggung tengah, daerha ini
strukturnya tidak banyak membengkok seperti pada daerah
lumbal dan servical. Oleh karena itu, area thoraks lebih jarang
menyebabkan sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering
ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes
zoster.
3. Radikulopati Lumbal
Radikulopati lumbal merupakan bentuk radikulopati pada
daerah lumbal yang disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari
radiks saraf lumbal. Radikulopati sering juga disebut siatika.
Ppada radikulopati lumbal, keluhan nyeri punggung bawah
(low back pain) sering didapatkan.
D. Patofisiologi
1. Proses Kompresi pada Lumbalis Spinalis
- Pergerakan antara vertebrae L4-5 dan L5-S1 lebih leluasa
sehingga lebih sering terjadi gangguan. Vertebrae lumbalis
memiliki beban yang besar untuk menahan bagian atas
tubuh sehingga tulang, sendi, nukleus, dan jaringan
lunaknya lebih besar dan kuat. Pada banyak kasus, proses
degenerasi dimulai pada usia lebih awal seperti pada masa
remaja dengan degenerasi nukleus pulposus yang diikuti
protusi atau ekstrasi diskus. Secara klinis yang sangat
penting adalah arah protusi ke posterior, medial atau ke
lateral yang menyebabkan tarikan dan bahkan robekan
nukleus fibrosus,
- Protusi diskus proterolateral diketahui sebagai penyebab
kompresi dari radiks. Protusi diskus dapat menhenai semua
jenis kelamin dan berhubungan dengan riwayat trauma
sebelumnya. Bila proses ini berlangsung secara progresif
dapat terbentuk osteofit. Permukaan sendi menjadi
malformasi dan tumbuh berlebihan, kemudian terjadi
penebalan dari ligamentum flavum.
- Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi
sepanjang vertebrae lumbalis, sehingga menyebabkan
kanalis menjadi tidak bulat dan membentuk :trefoil axial
shape”. Pada tahap ini prosesnya berhubungan dengan
proses penuaan. Stenosis kanalis bertebrae lumbalis sering
mengenai laki-laki pekerja usia tua.
- Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat
mengalami perubahan degeneratif dengan atau tanpa
kelainan pada diskus.
a. Herniated Nucleus Pulposus (HNP) atau Herniasi
Diskus
Herniated nucleus pulposus atau herniasi diskus, disebut
juga ruptured, prolapsed atau protruded disc, diketahui
sebagai penyebab terbanyak back pain dengan nyeri tungkai
berulang. Herniasi nukleus merupakan tonjolan yang lunak,
tetapi suatu waktu mengalami perubahan menjadi
fibrokartilago, akhirnya menjadi tinjolan kalsifikasi. HNP
kebanyakan terjadi diantara vertebra L5-S1, jarang terjadi
pada L4-L5, L3-L4, L2-L3, L1-L2, dan vertebrae thorakal.
Frekuensi yang sering terjadi juga terjadi pada bertebrae
C5-C6 dan C6-C7 penyebab biasanya ialah trauma fleksi,
tetapi pada beberapa kasus bisa juga tanpa adanya trauma.
Penyebab lain adalah kefenderungan degenerasi diskus
intervertebralis, yang mana meningkat sesuai dengan
peningkatan umur, dapat mengenai daerah servikal dan
lumbal pada penderita yang sama
b. Dislokasi Traumatik
Pada trauma yang menumbulkan dislokasi dari sendi faset
bertebrae akan menumbulkan nyeri punggung yang hebat.
Keadaan ini akan menyebabkan penyempitan foramen
interbertebralis, sehingga radiks dan jaringan yang
berdekatan mengalami iritasi dan kompresi didalam
kanalisnya dengan gejala-gejala radikuler.
c. Fraktur Kompresif
Pada fraktur yang bersifat kompresi, bila terjadi penekanan
pada radiks atau penyempitan pada foramen intervertebralis
yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf akan
menimbulkan defisit neurologis.
d. Skoliosis
Skoliosis umumnya terjadi pada orang dewasa dengan
kuluhan utama nyeri punggung. Keadaan ini sering
berhubungan dengan lengkungan lumbal dan
torakholumbal. Nyeri tersebut disebabkan oleh adanya
proses degeneratif pada sendi faset lengkungan itu sendiri.
e. Tumor Medulla Spinalis
Tumor didarah lumbosakral dapat terjadi pada kasus
medularis dan kauca ekuina. Tumor yang tersering adalah
ependioma. Tumor ini berasal dari sel-sel ependim yang
terdapat pada konus medularis dan filum terminale. Tumor
ini timbul lambat, hanya sebagian kecil yang berasal dari
konus, sebagian bersarnya ialah berasal dari filum terminale
yang kemudian mengenai radiks saraf.
f. Neoplasma Tulang
Tumor ganas dapat meerupakan tumor primer dari tulang
ataupun sekunder dari hasil metastase dari tempat lain,
seperti kelenjar mamae, paru-paru, prostat, tiroid, ginjal,
lambung, dan uterus.
Tumor ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple
myeloma yang menyerang dan merusak tulang terutama
pada laku-laki dewasa tua berusia 40 tahun. Dapat
menyebabkan kolaps bertebrae dengan keluhan pertama
ialah nyeri punggung.
Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada
vertebrae, dapat merupakan tumor osteoblastik (metastasis
dari kelenjar mammae) atau osteolitik yang dapat berasal
dari kelenjar mammaer, paru-paru, ginjal dan tiroid.
g. Spondilosis
Spondilosis merupakan penyakit degeneratif pada tulang
belakang. Bila usia bertambah maka akan terjadi perubahan
degeneratif pada tulang belakang, yang terdiri dari dehidrasi
dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan kesemua arah
dari annlus fibrosus. Annulus mengalami kalsifikasi dan
perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir tulang korpus
vertebrae, membentuk osteofit atau spur atau taji. Dengan
penyempitan rongga intervertebralis, sendi intervertebralis
dapat mengalami subluksasi dan penyempitan foramina
intervertebralis, yang dapat juga ditimbulkan oleh osteofit.
Nyeri biasanya kurang menonjol pada spondilosis.
Disestersia tanpa nyeri dapat timbul pada daerah distribusi
radiks yang terkena, dapat disertai kelumpuhan otot dan
gangguan refleks. Terjadi pembentukan osteofit pada bagian
yang lebih sentral dari korpus vertebrae yang menekan
medulla spinalis. Kauda ekuina dapat terkena kompresi
pada daerah lumbal bila terdapat stenosis kanalis llumbalis.
Gejalanya berupa sindrom kauda ekuina dengan paraparesis,
defisit sensorik pada kedua tungkai, serta hilangnya kontrol
sfingter. Sindrom pseudoklaudikasi dapat terjadi dimana
pasien mengeluhkan nyari pinggang dan tungkai saat berdiri
atau berjalan, dan akan menghilang bila berbaring.
h. Spondilolitesis dan Spondilolisis
Spondilolistesis adalah pergeseran kearah depan dari satu
korpus vertebrae terhadap korpus vertebrae dibawahnya.
Hal ini sering terjadi pada spondilosis, yaitu suatu kondisi
dimana bagian posterior unit vertebrae menjadi terpisah,
menyebabkan hilangnya kontinuitas antara prosesus
artikularis superior dan inferior. Spondilolistesis diduga
disebabkan oleh karena fraktur arkus neural segera setelah
lahir, walaupun ini jarang simtomatis sampai dewasa; usia
rata-rata pesien yang mencari pengobatan adalah 35 tahun.
Lokasi yang paling sering dari keterlibatan adalah L5 yang
mengalami subluksasi terhadap sakrum. Yang lebih jarang
ialah terjadi akibat penyakit degeneratif tulang belakang, ini
biasanya meliputi L5 atau L4
Gejala paling sering adalah nyeri punggung bawah,
biasanya dimulai pada usia yang lebih dini dan perlahan-
lahan memburuk, yang diperkuat oleh gerakan ekstensi.
Tetapi, nyeri dapat timbul mendadak bila cedera. Nyeri
tungkai akibat kompresi radiks saraf kurang sering
ditemukan. Bila deformitas berat maka kauda ekuina dapat
terkena kompresi.
i. Stenosis Spinal
Stenosis spinal merupakan penyembitan kanal medulla
spinalis yang mungkin terjadi secara kongenital atua
menyempit karena penonjolan annulus, hipertrofi sendi
faset, atau ligamentum longitudinal posterior yang tebal
atau mengeras, sehingga menekan saraf yang mengandung
beberapa radiks.
Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh
pedikel yang pendek karena kongenital, lamina dan sendi
faset yang tebal, kurva skoliosis, dan lordotik. Kebanyakan
kasus merupakan idiopatik dan sering terjadi pada usia
pertengahan dan usia tua.
2. Proses Kompresi pada Torakal dan Lumbal Spinalis Spondilitis
Tuberkulosa
Spondilitia tuberkulosa sering terjadi pada vertebrae torakhal
dan lumbal. Bertebrae yang sering terinfeksi adalah
torakolumbal T8-L3. Bagian anterior vertebra lebih sering
terinfeksi dibandingkan agian posterior dengan gejala awal
berupa nyeri radikuler yang dikenal sebagai nyeri interkostalis
Perjalanan infeksi pada vertebra dimulai setelah terjadinya fase
hematogen atau reaktivasi kuman dorman. Basil masuk ke
korpus vertebrae melalui jalur arteri dan penyebaran
berlangsung secara sistemik sepanjang arteri ke perifer
termasuk kedalam korpus vertebralis yang berasal dari arteri
segmentalis interkostalis. Didalam korpus, artei ini berakhir
sebagai “end artery”, sehingga perluasan infeksi korpus
vertebra sering dimulai pada daerha paradiskal.
Jalur kedua adalah melalui pleksus batson, suatu anyaman vena
epidural dan peridural. Vena dari korpus vertebra mengalir ke
pleksus Batson pada perivertebral. Vena dari korpus keluar
melalui bagian posterior. Pleksus ini beranastomose dengan
vena dasar otak, dinding dada, interkostal, lumbal, dan vena
pelvis. Aliran retrograde yang dapat terjadi akibat perubahan
tekanan dinding dada dan abdomen dapat menyebabkan basil
menyebar dari infeksi tuberkulosa yang berasal dari organ
didalam aliran darah vena tersebut.
Jalur ketiga adalah dari abses paravertebral yang telha
terbentuk dan menyebar sepanjang ligamentum longitudinal
anterior dan posterior ke korpus vertebra yang berdekatan.
Infeksi pada korpus vertebra berlanjut menjadi nekrosis dan
destriksi sehingga pada bentuk sentral dapat terjadi kompresi
spontan akibat trauma, sedangkan pada bentuk paradiskus akan
menimbulkan kompresi, iskemi, dan nekrosis diskus. Pada
bentuk anterior, terjadi destruksi dari korpus dibagian anterior
sehingga korpus vertebrae menjadi bentuk baji dan pada pasien
terlihat adanya “gibbus formation” apabila prises ini telah
berjalan lama. Gangguan neurologis yang terjadi pada fase
awal adalah akibat penekanan oleh pus, peerkejuan atau
jaringan granulasi dengan nyeri sebagai keluhan pertama yang
muncul. Nyeri dapat dirasakan terlokalisir disekitar lesi atau
berupa nyeri menjalar sesuai saraf yang terkena.
3. Porses Kompresi pada Servical
a. Spondilosis Servical
Sering dengan bertambahnya usia terjadi pula perubahan
degeneratif pada tulang punggung, seperti dehidrasi dan
kolaps nukleus pulposus, serta penonjolan annulus fibrosus
ke segala arah. Annulus menjadi kalsifikasi dan perubahan
hipertrofik terjadi pada pinggir korpus vertebral seperti
osteofit, dengan penyempitan rongga intervertebral. Dapat
mengenai satu atau beberapa radiks, unilateral atau bilateral,
namun keluhannya tidak sehebat herniasi diskus.
b. Herniated Nucleus Pulposus (HNP)
Mekanisme herniasi diskus dicervical sama seperti pada
bgian lumbal. Namun insidensinya 15 kali lebih jarang
dibandingkan dengan HNP di darah lumbal. Nyeri yang
terasa menjalar sepanjang lengan, yang dinamakan
brakhialgia, akibat lesi iritatif di radiks posterior C4-T1.
4. Proses Inflamasi
a. Guallain-Barre Syndrome
Merupakan kelainan sistem imun tubuh yang mana
menyerang bagian dari system saraf perifer. Gejala pertama
dari kelaianan ini derajatnya bervariasi meliputi kelemahan
atau sensasi kesemutan pada kedua tungkai kaki. Dalam
banyak kasus kelemahan simetris dan sesuai abnormal
menyebar ke lengan dan tubuh bagian atas. Gejala ini dapt
meningkatkan intensitas sampai otot-otot tertentu tidak
dapat digunakan sama sekali dan bila berat, pasien GBS
hampir mengalami lumpuh total. Dalam kasus-kasus
gangguan yang mengancam kehidupan- berpotensi
mengnganggu pernapasan dan pada saat yang bersamaan
dengan gangguan tekanan darah atau denyut jantung dan
dianggap sebagai kegawat daruratan medis.
b. Herpes Zoster
Herpes zoster paling sering termanifestasi pada satu atau
lebih ganglia vertebra posterior atau ganglia sensoris
kranial, kemungkinan karena partikel virus yang menetap
dalam ganglia ini dalam keadaan tidak aktif sejak episode
awal varicella. Hal ini menyebabkan rasa sakit dan temuan
karakteristik kutaneus sepanjang dermatom sensoris yang
sesuai dari ganglia yang terlibat.
5. Proses Degeneratif
a. Penyakit Diabetes Mellitus
Pasien DM merupakan predisposisi dari berbagai macam
gangguan saraf perifer berupa “peripheral neurophaty”
yang cenderung progresif dan ireversibel. Keluhan pada
pasien DM terutama ialah polineuropati distal sensoris yang
simetris.
- Gejala Sensoris
Nerupari sensorik biasanya onsetnya perlahan dan
menunjukka distribusi stoking-dan-sarung tangan (Stocking-
and-glove distribution) di ekstremitas distal. Gejala sensorik
mengkin negatif atau positif, fokal atau difus. Gejala
sensorik neatif termasuk baal atau mati rasa, yang mana
pasien dapat menggambarkannya seperti mengenakan
sarung tangan atau kaus kaki. Kehilangan keseimbangan,
terutama dengan mata tertutup, dan luka tanpa rasa sakit
akibat hilangnya sesnsai yang umum. Gejala positif dapat
digambarkan sebagai rasa terbakar, nyeri seperti tertusuk-
tusuk, kesemutan, perasaan seperti tersengat listrik, sakit,
ada hipersensitivitas terhadap kesemutan.
- Gejala Motorik
Kelainan motorik meliputi kelemahan distal, atau beberapa
kelemahan yang bersifat fokal. Pada ekstemitas atas, gejala
morot distal meliputi gangguan koordinasi halus pada
tangan, seperti membuka tutup botol atau mengunci pintu.
Kaki sering terpeleset atau jatuh dan lecet kemungkinan
merupakan gejala awal dari kelemahan kaki. Gejala
kelemahan anggota bawah proksimal meliputi kesulitan
menaiki atau menuruni tangga, atau sulit bangun dari posisi
duduk atau terlentang. Sedangkan gejala kelemahan anggota
gerak atas proksimal ialalh kesulitan dalam mengangkat
lengan atas.
E. Gejala Klinis Radikulopati
Secara umum, manifestasi klinis radikulopati adalah sebagai
berikut:
1. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah
parasentral dekat vertebra hingga kearah ekstremitas. Rasa
nyeri ini mengikuti pola dermatomal. Nyeri bersifat tajam dan
diperhebat oleh gerakan, bentuk, mengedan, atau bersin.
2. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
3. Hilang atua berkurangnya sensorik (hipesthesia) dipermukaan
kilit sepanjang distribusi dematom radiks yang bersangkutan.
4. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang
bersangkutan.
5. Refleks tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang
bersangkutan menurun atau bahkan menghilang.
Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena
(yaitu pada cervical, thorakal atua lumbal). Nyeri redikular yang
muncul akibat lesi iritatif di radiks pisterior tingkal servical
dinamakan brachialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan.
Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai,
yaitu dinamakan ischialgia, karena nyerinya menjalar sepanjang
perjalanan nervus ischiadikus dan lanjutannya ke perifer.
Manifestasi Klinik Radikulopati Lumbal
a. Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka yang menjalar hingga ke
bokong, paha, betis, dan kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan
Valsava Maneuvers (seperti : batuk, bersin, atau mengedan saat
defekasi).
b. Pada rupture diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat
bila penderita sedang duduk atau akan berdiri. Ketika duduk,
penderita akan menjaga lututnya dalam keadaan fleksi dan
menumpukan berat badannya pada bokong yang berlawanan.
Ketika akan berdiri, penderita menopang dirinya pada sisi yang
sehat, meletakkan tangannya di punggung, menekuk tungkai
yang terkena (Minor’s Sign). Nyeri mereda ketika pasien
berbaring. Umumnya penderita merasa nyaman dengan
berbaring terlentang disertai fleksi sendi coxae dan lutut, serta
bahu disangga dengan bantal untuk mengurangi lordosis
lumbal. Pada tumor intraspinal, nyeri tidak berkurang atau
bahkan memburuk ketika berbaring.
c. Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan
dapat ditemukan berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena
spasme involunter otot-otot punggung. Sering ditemui skoliosis
lumbal, dan mungkin juga terjadi skoliosis torakal sebagai
kompensasi. Umumnya tubuh akan condong menjauhi area
yang sakit, dan panggung akan bungkuk ke depan dan kearah
yang sakit untung menghindari stretching pada saraf yang
bersangkutan. Jika iskialgia sangat berat, pasien akan
menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan dengan bertumpu
pada jari kaki (karena dorsofleksi kaki menyebabkan stretching
pada saraf, sehingga memperburuk nyeri). Pasien membungkuk
ke depan, berjalan dengan langkah kecil dan semifleksi sendi
lutut, disebut Neri’s Sign.
d. Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang
menggantung dan tampak lipatan kulit tambahan karena otot
gluteus yang lemah. Hal ini merupakan bukti keterlibatan radiks
S1.
e. Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang
nervus iskiadikus.
f. Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan
gangguan sensasi, paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan
refleks tendon. Fasikulasi jarang terjadi.
g. HNP biasanya terletak di posterolateral dan mengakibatkan
gejala yang unilateral. Tetapi, jika letak hernia agak besar dan
sentral, dapat menyebabkan gejala pada kedua sisi yang
mungkin dapat disertai gangguan berkemih dan buang air besar.
F. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah suatu hal yang penting.
Penting memperhatikan abnormalitas postur, deformitas, nyeri
tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan neurologis harus
diperhatikan :
- Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu
dibedakan gangguan saraf perifer dan segmental.
- Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi,
fasikulasi, dan spasme otot).
- Perubahan refleks. Pemeriksaan panggul dan rektum perlu
dilakukan untuk menyingkirkan adanya neoplasma dan
infeksi di luar vertebra
Pemeriksaan Fisik Radikulopati Lumbal
1. Tes Lasegue (Straight Leg Raising Test)
Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
a. Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua
tungkainya.
b. Secara pasif, satu tungkai yang sakit diangkat lurus, lalu
dibengkokkan (fleksi) pada persendian panggulnya (sendi
coxae), sementara lutut ditahan agar tetap ekstensi.
c. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan
lurus (ekstensi).
d. Fleksi pada sendi panggul/coxae dengan lutut ekstensi akan
menyebabkan. stretching nervus iskiadikus (saraf spinal L5-
S1).
e. Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat
atau lebih sebelum timbul rasa sakit dan tahanan.
f. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan di sepanjang nervus
iskiadikus sebelum tungkai mencapai sudut 70 derajat, maka
disebut tanda Lasegue positif (pada radikulopati lumbal).
Lasegue’s Sign (SLR’s Test)
2. Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragard’s Sign, Sicard’s
Sign, dan Spurling’s Sign)
Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan
tes Lasuge disertai dengan dorsofleksi kaki (Bragard’s Sign)
atau dengan dorsofleksi ibu jari kaki (Sicard’s Sign). Dengan
modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus di daerah tibial
menjadi meningkat, sehingga memperberat nyeri. Gabungan
Bragard’s sign dan Sicard’s sign disebut.
a) Bragard’s Sign b) Spurling’s Sign
3. Tes Lasegue Silang atau O’Conell Test
Tes ini sama dengan tes Lasegue, tetapi yang diangkat tungkai
yang sehat. Tes positif bila timbul nyeri radikuler pada tungkai
yang sakit (biasanya perlu sudut yang lebih besar untuk
menimbulkan nyeri radikuler dari tungkai yang sakit).
4. Nerve Pressure Sign Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
- Lakukan seperti pada tes Lasegue (sampai pasien merasakan
adanya nyeri) kemudian lutut difleksikan hingga
membentuk sudut 20 derajat.
- Lalu, fleksikan sendi panggul/coxae dan tekan nervus
tibialis pada fossa poplitea hingga pasien mengeluh adanya
nyeri.
- Tes ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal,
bokong sesisi, atau sepanjang nervus iskiadikus
5. Naffziger Tests
Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama
2 menit. Tekanan harus dilakukan hingga pasien mengeluh
adanya rasa penuh di kepalanya. Kompresi vena jugularis juga
dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff, dengan
tekanan 40 mmHg selama 10 menit. Dengan penekanan
tersebut, dapat mengakibatkan tekanan intrakranial meningkat.
Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal, dapat
menimbulkan nyeri radikular pada pasien dengan space
occupying lesion yang menekan radiks saraf. Pada pasien
ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular
pada radiks saraf yang bersangkutan.Pasien dapat diperiksa
dalam keadaan berbaring atau berdiri.
G. Pemeriksaan Penunjang Radikulopati
1. Radiografi atau Foto Polos Roentgen Tujuan utama foto polos
Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan structural.
2. MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk
mendeteksi kelainan diskus intervertebra. MRI selain dapat
mengidentifikasi kompresi medulla spinalis dan radiks saraf,
juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan
degenerative pada diskus intervertebra. MRI memiliki
keunggulan dibandingkan dengan CT-Scan, yaitu adanya
potongan sagital dan dapat memberikan gambaran hubungan
diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas,sehingga MRI
merupakan prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan
diagnose banding gangguan structural pada medulla spinalis
dan radiks saraf
CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang
vertebra dengan baik, dan memberikan gambaran yang bagus
untuk herniasi diskus intervertebra. Namun demikian,
sensitivitas CT-Scan tanpa myelography dalam mendeteksi
herniasi masih kurang bila dibandingkan dengan MRI.
3. Myelography Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis
yang detail, terutama elemen osseus vertebra. Myelography
merupakan proses yang invasif, karena melibatkan penetrasi
pada ruang subarakhnoid. Secara umum myelogram dilakukan
sebagai tes preoperative dan seringkali dilakukan bersamaan
dengan CT-Scan
4. Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)
NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal
nyeri atau untuk menentukan keterlibatan saraf, apakah dari
radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal. Selain itu,
pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi
radiks saraf. Namun bila diagnosis radikulopati sudah pasti
secara pemeriksaan klinis, maka pemeriksaan elektrofisiologis
tidak dianjurkan.
5. Laboratorium seperti darah lengkap perifer, laju endap darah,
faktor rematoid, fosfatase alkali/asam, dan kalsium, serta urin
berguna untuk penyakit nonspesifik.
H. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Farmakologi
a. Akut :
- Imobilisasi
- Pengaturan berat badan, posisi, dan aktivitas
- Modalitas termal (terapi panas dan dingin)
- Pemijitan
- Traksi (tergantung kasus)
- Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau
tongkat)
b. Kronik :
- Terapi Psikologis
- Modulasi nyeri (akupuntur atau modalitas
termal)
- Latihan kondisi otot
- Rehabilitasi vokasional
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan
aktivitas.
2. Terapi Farmakologi
- NSAID
Contohnya ;
Ibuprofen
Dosis dan penggunaan dewasa 300-800 per oral 6 jam
- Anti Depresan Trisiklik
Contohnya ;
Amitriptyline
Dosis dan penggunaan dewasa 100-300 mg 1x1 hari pada
malam hari
- Analgetik
Contohnya ;
Tramadol
Dosis dewasa 50-100 mg peroral setiap 4-6 jam jika
diperlukan
3. Invasif Non Bedah
- Blok saraf dengan anestetik lokal
- Injek steroid (metilprednisolone) pada apidural untuk
mengurangi pembengkakan sehingga menurunkan kompres
radiks saraf
4. Bedah (pada HNP)
Indikasi :
- Skiatika dengan terapi konservatif selama > 4 minggu: nyeri
berat, menetap, dan progresif
- Defisit neurologis memburuk
- Sindrom kauda
- Stenosis kanal (setelah terapi konservatif tidak berhasil)
- Terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan
neurofisiologis dan radiologi
I. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton & Hall. Textbook of Medical Physiology 11 Edition
2. Adams and Victor’s. Principle of Neurology 8 Edition
3. Richard S. Snell. Clinical Neuroanatomy 6 Edition
4. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI. Edisi Ketiga
5. http://emedicine.medscape.com/article/94118-clinical Cervical Radiculopathy
Clinical Presentation. Diakses 20 November 2014, pkl : 22.00 WIB
6. http://emedicine.medscape.com/article/95025-overview. Lumbosacral Radiculopathy. Diakses 20 November 2014, pkl : 22.10 WIB