laporan
TRANSCRIPT
![Page 1: Laporan](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082513/55721154497959fc0b8ec8cd/html5/thumbnails/1.jpg)
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Lengkap Praktikum Kimia Analitik I yang berjudul Titrimetri, disusun
oleh :
Nama : Nur Ainun Istiqamah
NIM : 101304035
Kelas/kelompok : A/VIII
Telah dikoreksi dan diperiksa oleh Asisten / Koordinator Asisten dan dinyatakan
diterima.
Makassar, Desember 2011
Koordinator Asisten Asisten
(A.Widyasurianti, S.Pd) (A.Widyasurianti, S.Pd)
Mengetahui,Dosen Penanggung jawab
(Maryono,S.Si,Apt,M.M,M.Si)
![Page 2: Laporan](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082513/55721154497959fc0b8ec8cd/html5/thumbnails/2.jpg)
A. Judul Percobaan
“Titrimetri”
B. Tujuan Percobaan
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan dan memahami :
1. Cara menstandarisasi larutan HCl
2. Cara menentukan kadar dari campuran karbonat dan bikarbonat
C. Landasan Teori
Titrasi ada kalanya orang menyebut sebagai metode volumetrik. Hal ini
disebabkan pengukuran volume larutan dalam titrasi memegang peranan yang
penting. Dari pengambilan analit dengan volume tertentu hingga pembacaan
volume titran yang habis pakai untuk titrasi mempengaruhi semua hal analisis.
Oleh sebab itu penggunaan peralatan yang tepart dalam titrasi juga tidak boleh
disepelehkan. Metode volumetri dibedakan atas jenis-jenis reaksi yang terlibat
antara titran dan analit yaitu:
1. Asam basa : Terdapat banyak senyawa asam dan basa yang dapat ditentukan
secara tetrasi. Baik asam kuat atau basa kuat, titik akhir titrasi pun sangat
mudah diamati dengan menggunakan indikator asam-basa seperti
phenolftalein (pp), metil merah, metil orange, dan lainnya. Pada saat titik
ekuivalen diproleh maka larutan bersifat netral akan tetap dengan
penambahan sedikit titran untuk mencapai titik akhir titrasi maka cukup untuk
mengubah warna indikator asam-basa. Cara lain adalah dengan menggunakan
pH meter. Asam lemah dan basa lemah juga dapat dititrasi begitu juga dengan
asam organik yang dititrasi dengan pelarut non-air.
2. Reduksi-oksidasi : Zat yang bersifat oksidator seperti KmnO4, K2CrO4 , I2,
dan zat-zat yang bersifat reduktor seperti H2C2O4, Fe2+, Fe3+, Sn2+ dapat
ditentukan dengan metode titrasi ini. Reaksi redoks terlibat saat titran dan
![Page 3: Laporan](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082513/55721154497959fc0b8ec8cd/html5/thumbnails/3.jpg)
analit bereaksi. Beberapa metode titrasi redoks tidak membutuhkan indikator
untuk melihat titik akhir titrasi seperti titrasi antara KmnO4 dan
H2C2O4disebabkan KMnO4 itu sendiri sudah berwarna. Amilum biasanya
dipakai untuk titrasi yang melibatkan I2 .
3. Kompleksometri : Reaksi pembentukan kompleks antara EDTA dan non
logam mendasari metode ini. EDTA merupakan jenis titran yang banyak
dipakai untuk titrasi kompleksometri dan bereaksi dengan banyak logam,
reaksinya pun dapat dikontrol dengan mengontrol PH larutan.
4. Pengendapan : Reaksi pembentukan endapan menjadi dasar metode ini.
Titran dan analit bereaksi membentuk endapan seperti penentuan ion klorida
dengan menggunakan titron AgNO3. Indikator dapat digunakan untuk
menentukan titik akhir titrasi misalnya K2Cr2O4 untuk titrasi yang
menggunakan titran perak nitrat (Indigomorie, 2009).
Tujuan titrasi misalnya dari suatu larutan basa dengan larutan standar suatu
asam adalah untuk menetapkan jumlah asam yang secara kimiawi adalah tepat
ekuivalen dengan jumlah basa yang ada. Keadaan (atau saat) pada mana ini dicapai
adalah titik ekuivalen, titil sstoikiometri, atau titik akhir teoritis. Hasilnya adalah
larutan air dari garam yang bersangkutan. pH tepat dari larutan pada titik ekuivalen
dapat mudah dihitung dari tetapanionisasi dari asam lemah atau basa lemah itu dan
kosentrasi larutan. Untuk setiap titrasi yang sesungguhnya titik akhir yang benar akan
ditandai oleh suatu nilai tertentu dari konsentrasi ion-hidrogen larutan itu, dimana di
nilai tersebut bergantung pada sifat asam dan basa, dan konsentrasi larutan. Ada
tersedia sejumlah zat yang disebut indikator penetralan atau indikator asam-basa,
yang memiliki warna-warna yang berbeda bergantung pada konsentrasi non-hidrogen
dari larutan. Ciri-ciri khas utama dari indikator ini adalah bahwa perubahan dari
warna yang dominan ‘asam’ menjadi warna yang dominan ‘basa’ tidaklah mendadak
dan sekaligus, tetapi berjalan di dalam suatu selang (interval) pH yang dinamakan
selang perubahan warna indikator. Kedudukan selang perubahan warna pada skala
![Page 4: Laporan](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082513/55721154497959fc0b8ec8cd/html5/thumbnails/4.jpg)
pH berbeda-beda jauh untuk indikator-indikator yang berbeda-beda. (Basset dkk,
1994 : 275)
Dalam analisis larutan asam dan basa, titrasi akan melibatkan pengukuran
yang seksama volume-volumenya suatu asam dan suatu basa yang tepat akan saling
menetralkan. Reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu dari
empat golongan utama dalam penggolongan reaksi dalam analisis titrimetri. Asidi
alkalimetri ini melibatkan titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk karena
hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah dengan suatu standar (asidimetri) dan
titrasi asam bebas yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah,
dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan senyawa ion
hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air. (Holleman, 2010)
Salah satu cara pemeriksaan kimia disebut titrimetri, yakni pemeriksaan jumlah
zat yang didasarkan pada pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan
untuk bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang ditentukan. Titrimetri atau
analisis volumetri adalah salah satu cara pemeriksaan jumlah zat kimia yang luas
pemakaiannya. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan. Pada suatu segi, cara ini
menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat, ketelitian dan
ketepatannya cukup tinggi. Pada segi lain, cara ini menguntungkan karena dapat
digunakan untuk menentukan kadar berbagai zat yang mempunyai sifat yang
berbeda-beda. (Rivai, 1995, 49)
Analisis dengan metode titrimetrik didasarkan pada reaksi kimia berikut :
aA + tT produk
![Page 5: Laporan](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082513/55721154497959fc0b8ec8cd/html5/thumbnails/5.jpg)
dimana molekul a molekul analit, A, bereaksi dengan t molekul pereaksi, T. Pereaksi
T, yang disebut titran, ditambahkan secara kontinu, biasanya dari sebuah buret dalam
wujud larutan yang konsentrasinya diketahui. Larutan ini disebut larutan standar, dan
konsentrasinya ditentukan dengan sebuah proses yang dinamakan standarisasi.
Penambahan dari titran dilakukan sampai jumlah T secara kimiawi sama dengan
yang telah ditambahkan kepada A. Selanjutnya akan dikatakan titik ekuivalen dari
titrasi telah dicapai. Agar diketahui kapan harus berhenti menambahkan titran,
kimiawan dapat menggunakan bahan kimia, yaitu indikator, yang bereaksi terhadap
kehadiran titran yang berlebih dengan melakukan perubahan warna. Perubahan
warna ini bisa saja terjadi persis pada titik ekuivalen, tetapi bisa juga tidak. Titik
dalam titrasi dimana indikator berubah warnanya disebuit titik akhir. Tentu saja
diharapkan, bahwa titik akhir ini sedekat mungkin dengan titik ekuivalen. Pemilihan
indikator untuk membuat kedua titik sama (atau mengoreksi perbedaaan di antara
keduanya) adalah satu aspek yang penting dalam analisis titrimetrik. (Underwood,
1989 : 98)
Indikator adalah senyawa yang sangat jelas warnanya, maka ia harus
ditambahkan dalam bentuk larutan yang sangat encer. Dengan demikian, kehadiran
indikator dalam sistem tidak atau hanya sedikit berpengaruh pada volume kesetaraan
titrasi. Selain dengan indikator, titik akhir titrasi dapat pula ditentukan dengan
menggunakan peralatan yang sesuai, misalnya potensiometer, spektrofometer, atau
konduktometer. Perubahan sifat-sifat kimia dan fisika yang tejadi selama titrasi dapat
diikuti dengan alat-alat itu. Perubahan gaya gerak istrik diukur dengan
potensiometer, perubahan serapan cahaya diukur dengan spektrofometer, dan
perubahan daya hantar listrik diukur dengan konduktometer. Perubahan sifat yang
mencolok yang ditunjukkan oleh peralatan tersebut menunjukkan titik akhir titrasi.
Agar proses titrasi dapat berjalan dengan baik sehingga memberikan hasil
pemeriksaan yang teliti. Maka persyaratan berikut perlu diperhatikan dalam setiap
tittrasi :
![Page 6: Laporan](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082513/55721154497959fc0b8ec8cd/html5/thumbnails/6.jpg)
1. Interaksi antara petiter dan zat yang ditentukan harus berlangsung secara
stoikiometri.
2. Laju reaksi harus cukup tinggi agar titrasi cepat (Rivai, 1995 : 50-51)
D. Alat dan Bahan
1. Alata. Erlenmeyer 250 mL 6 buahb. Buret 50 mL 2 buah c. Gelas kimia 100 mL dan 500 mLd. Gelas ukur 25 mL dan 100 mLe. Labu takar 100 mLf. Pipet ukur 25 mLg. Pipet tetesh. Corong biasai. Batang pengadukj. Botol semprotk. Statif dan kleml. Neraca analitik
2. Bahana. Larutan HCL 0,1 N (Asam Klorida)b. Boraks (Na2B4O7)c. Larutan BaCl2 10 % (Barium klorida)d. Larutan sampel CO3
2- dan HCO3- (Karbonat dan bikerbonat)
e. Indikator metil orange (Mo)f. Aquades (H2O)g. Kertas saring h. Tissue
E. Prosedur Kerja1. Standarisasi Larutan HCL
a. Menimbang 0,4 gram boraks (Na2B4O7) dan melarutkan dalam 100 mL aquades (H2O) dalam labu takar.
b. Mengambil 25 mL larutan boraks (Na2B4O7) dengan mengguakan pipet ukurc. Memasukkan larutan boraks (Na2B4O7) ke dalam erlenmeyer 250 mLd. Menambahkan 3 tetes indikator metil orange (Mo)e. Melakukan titrasi dengan larutan standar HCL sampai terjadi perubahan warna
![Page 7: Laporan](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082513/55721154497959fc0b8ec8cd/html5/thumbnails/7.jpg)
f. Mengulangi titrasi sebanyak 3x dengan cara kerja yang sama pada b,c,d, dan e.g. Menghitung konsentrasi HCL standar dengan rumus :
2. Penentuan Campuran Karbonat dan Bikarbonata. Mengambil 25 mL larutan sampel karbonat dan bikarbonat dengan
menggunakan pipet ukurb. Memasukkan larutan sampel karbonat ( CO3
2-) dan bikarbonat (HCO3-) ke dalam
erlenmeyer 250 mLc. Menambahkan 3 tetes indikator metil orange (Mo0d. Melakukan titrasi dengan menggunakan larutan standar HCL sampai terjadi
perubahan warnae. Mengulangi titrasi sebanyak 3x dengan cara kerja yang sama pada b,c, dan df. Menghitung volume titran rata-rata sebagai V1 (mL)g. Melakukan titrasi lagi untuk menentukan kadar bikarbonat dengan
menambahkan setetes demi setetes larutan BaCl2 10% sebanyak 7 mL sampai endapan tidak terbentukendapan lagi pada saat diteteskan
h. Mendiamkan sampai endapan turuni. Menyaring endapan yang terbentukj. Filtrat yang dihasilkan kemudian ditittrasi dengan larutan standar HCL sampai
terjadi perubahan warna, setelah ditambahkan 3 tetes indikator metil orange (Mo)
k. Mengulangi titrasi sebanyak 3x dengan cara kerja yang sama pada g, h, i, dan jl. Menghitung volume titran rata-rata sebagai V2 (mL)m. Menghitung kadar karbonat (CO3
2-) dan bikarbonat (HCO3-) dengan rumus :
F. Hasil Pengamatan 1. Standarisasi Larutan HCL
0,4 gram boraks (Na2B4O7) (serbuk putih) dilarutkan larutan bening 25 mL larutan boraks (bening) + 3 tetes Mo (orange) larutan
kuning dititrasi larutan jingga kemerahan
2. Penentuan Campuran karbonat dan Bikarbonata. 25 mL larutan sampel Karbonat dan Bikarbonat (bening) + 3 tetes Mo
(orange) larutan kuning dititrasi larutan jingga kemerahan
![Page 8: Laporan](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082513/55721154497959fc0b8ec8cd/html5/thumbnails/8.jpg)
b. 25 mL larutan sampel Karbonat dan Bikarbonat (bening) + 7 mL BaCl2 10% (bening) terbentuk endapan putih disaring larutan bening + 3 tetes Mo dititrasi larutan jingga.